RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 109/PUU-XIV/2016 Jabatan Pimpinan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) I. PEMOHON 1. Gusti Kanjeng Ratu Hemas; 2. Djasarmen Purba, S.H.; 3. Ir. Anang Prihantoro; 4. Marhany Victor Poly Pua; Kuasa Hukum Dr. A. Irmanputra Sidin, S.H., M.H.; Iqbal Tawakkal Pasaribu, S.H.; Victor Santoso Tandiasa, SH., MH.; Agustiar, S.H.; Alungsyah, S.H., berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 27 Oktober 2016 II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 (UU MD3) III. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI Pemohon menjelaskan kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji Undang-Undang adalah: -
Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 menyebutkan bahwa salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah melakukan pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945);
-
Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa Mahkamah Konstitusi berwenang menguji Undang-Undang terhadap UUD 1945;
-
Pasal 29 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan, “Mahkamah Konstitusi berwenang 1
mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk: a. Menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”; IV. KEDUDUKAN HUKUM PEMOHON (LEGAL STANDING) Para Pemohon adalah perseorangan warga Indonesia yang menjabat sebagai anggota DPD RI Periode 2014-2019. V. NORMA YANG DIMOHONKAN PENGUJIAN DAN NORMA UUD 1945 A. NORMA YANG DIMOHONKAN PENGUJIAN Norma materiil yaitu: Pasal 15 ayat (2), Pasal 84 ayat (2), dan Pasal 260 ayat (1), Pasal 261 ayat (1) huruf i dan Pasal 300 ayat (2) UU MD3 1. Pasal 15 ayat (2): “Pimpinan MPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipilih dari dan oleh anggota MPR dalam satu paket yang bersifat tetap.” 2. Pasal 84 ayat (2): “Pimpinan DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipilih dari dan oleh anggota DPR dalam satu paket yang bersifat tetap.” 3. Pasal 260 ayat (1): “Pimpinan DPD terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan 2 (dua) orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota DPD dalam sidang paripurna DPD.” 4. Pasal 261 ayat (1) huruf i: “Pimpinan DPD bertugas: i. menyampaikan
laporan
kinerja
dalam
sidang paripurna DPD yang khusus diadakan untuk itu.” 5. Pasal 300 ayat (2): “Tata tertib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku di lingkungan internal DPD.”
2
B. NORMA UNDANG-UNDANG DASAR 1945. 1. Pasal 1 ayat (2): “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UndangUndang Dasar”. 2. Pasal 1 ayat (3): Negara Indonesia adalah negara hukum. 3. Pasal 2 ayat (1): Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang. 4. Pasal 19 ayat (1): Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dipilih melalui pemilihan umum. 5. Pasal 22C ayat (1): Anggota Dewan Perwakilan Daerah dipilih dari setiap provinsi melalui pemilihan umum. 6. Pasal 22E ayat (1): Pemilihan Umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali. 7. Pasal 22E ayat (2): Pemilihan
umum
diselenggarakan
untuk
memilih
anggota
Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. 8. Pasal 27 ayat (1): Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. 9. Pasal 28D ayat (1): Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
3
10. Pasal 28D ayat (2): Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja. 11. Pasal 28E ayat (2): “Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya” 12. Pasal 28I ayat (1): “Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun” 13. Pasal 28G ayat (1): Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi. VI. ALASAN PERMOHONAN 1. Pasal 15 ayat (2), Pasal 84 ayat (2), dan Pasal 260 ayat (1) UU MD3 tidak mengatur tentang masa jabatan Pimpinan DPD, MPR, dan DPR ketika dipilih dari dan/oleh anggota sehingga kemudian diasumsikan bahwa ketentuan mengenai masa jabatan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Tata Tertib masing-masing lembaga DPD, MPR, dan DPR. Peraturan Tata Tertib baik DPD, MPR, dan DPR seolah diberikan ruang yang begitu luas dan bebas untuk menentukan masa jabatan pimpinannya. Hal tersebut menimbulkan ketidakpastian. 2. Kekuasaan lembaga legislatif (MPR, DPR, DPR, dan DPRD) dan Eksekutif (Presiden) merupakan jabatan politik yang mengikuti rezim pemilu 5 tahunan. Artinya Pimpinan Kekuasan legislatif pun seharusnya mengikuti rezim pemilu 5 tahunan.
4
3. Putusan MK Nomor 5/PUU-IX/2011 telah menyatakan norma yang mengatur masa jabatan pimpinan KPK pengganti memiliki dan menimbulkan penafsiran yang beragam sehingga norma atau ketentuan tersebut mengandung persolan konstitusionalitas. Hal tersebut memiliki kemiripan dengan persoalan pimpinan DPD. 4. Ketiadaan norma yang mengatur secara tegas tentang masa jabatan pimpinan DPD RI dalam UU MD3 menyebabkan muncul pemahaman politik bagi anggota DPD bahwa masa jabatan pimpinan DPD RI sewaktu-waktu bisa berubah selama disepakati dalam forum tertinggi Sidang Paripurna; 5. Pasal 261 ayat (1) huruf i UU MD3, adalah ketentuan yang mengatur tentang laporan kinerja Pimpinan DPD-RI. Namun ketentuan tersebut tidak mengatur secara tegas apakah laporan kinerja yang dimaksud adalah kinerja secara kelembagaan atau hanya khusus untuk kinerja pimpinan DPD-RI saja. Pasal 261 ayat (1) huruf i UU MD3 juga tidak mengatur apakah laporan kinerja pimpinan DPD-RI memiliki implikasi/akibat hukum atau tidak terhadap jabatannya sebagai Pimpinan DPD-RI. 6. Pasal 300 ayat (2) UU MD3 memberikan kesan dan penafsiran “berlaku dilingkungan internal DPD” seolah-olah memberikan ruang Peraturan Tata Tertib DPD-RI yang berlaku di internal DPD dapat berlaku surut. Padahal Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan pada prinsipnya melarang pemberlakuan surut suatu peraturan perundang-undangan. 7. Pemberlakuan surut tersebut membuat pimpinan DPD RI dapat diberhentikan dari jabatannya sebagai pimpinan DPD RI satu tahun atau dengan perkataan lain setiap tahun mengalami ancaman. VII. PETITUM Dalam Provisi: Sebelum menjatuhkan Putusan Akhir, menyatakan menunda pelaksanaan berlakunya Pasal 300 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 182, Tambahan 5
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5568) sepanjang tidak dimaknai: “Tata tertib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku di lingkungan internal DPD dan tidak berlaku surut sampai ada putusan akhir Mahkamah terhadap pokok permohonan a quo; Dalam Pokok Permohonan: 1. Menyatakan Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5568) adalah sesuai dengan UUD 1945 secara bersyarat (conditionally constitutional), yaitu konstitusional sepanjang dimaknai: “Pimpinan MPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipilih dari dan oleh anggota MPR dalam satu paket yang bersifat tetap dengan
masa
jabatan
5
(lima)
tahun
sebagaimana
masa
jabatan
keanggotaan MPR”. 2. Menyatakan Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5568) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai:“Pimpinan MPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipilih dari dan oleh anggota MPR dalam satu paket yang bersifat tetap dengan masa jabatan 5 (lima) tahun sebagaimana masa jabatan keanggotaan MPR”. 3. Pasal 84 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5568) adalah sesuai dengan UUD 1945 secara bersyarat (conditionally constitutional), yaitu konstitusional sepanjang dimaknai: “Pimpinan DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipilih dari dan oleh anggota DPR dalam satu paket yang bersifat tetap 6
dengan
masa
jabatan
5
(lima)
tahun
sebagaimana
masa
jabatan
keanggotaan DPR.” 4. Pasal 84 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5568) adalah sesuai dengan UUD 1945 secara bersyarat (conditionally constitutional), yaitu konstitusional sepanjang dimaknai : “Pimpinan DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipilih dari dan oleh anggota DPR dalam satu paket yang bersifat tetap dengan
masa
jabatan
5
(lima)
tahun
sebagaimana
masa
jabatan
keanggotaan DPR.” 5. Pasal 260 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5568) adalah sesuai dengan UUD 1945 secara bersyarat (conditionally constitutional), yaitu konstitusional sepanjang dimaknai : “Pimpinan DPD terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan 2 (dua) orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota DPD dalam sidang paripurna DPD dengan masa jabatan 5 (lima) tahun sebagaimana masa jabatan keanggotaan DPD.” 6. Pasal 260 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5568) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai: “Pimpinan DPD terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan 2 (dua) orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota DPD dalam sidang paripurna DPD dengan masa jabatan 5 (lima) tahun sebagaimana masa jabatan keanggotaan DPD.” 7. Menyatakan Pasal 261 ayat (1) huruf i Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan 7
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5568) adalah sesuai dengan UUD 1945 secara bersyarat (conditionally constitutional), yaitu konstitusional sepanjang dimaknai : “Pimpinan DPD bertugas menyampaikan laporan kinerja kelembagaan DPD-RI yang tidak berimplikasi hukum terhadap pemberhentiannya sebagai Pimpinan DPD-RI, dalam sidang paripurna DPD yang khusus diadakan untuk itu”; 8. Menyatakan Pasal 261 ayat (1) huruf i Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5568), tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai : “Pimpinan DPD bertugas menyampaikan laporan kinerja kelembagaan DPD-RI yang tidak berimplikasi hukum terhadap pemberhentiannya sebagai Pimpinan DPD-RI, dalam sidang paripurna DPD yang khusus diadakan untuk itu”; 9. Menyatakan Pasal 300 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat,
Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5568) adalah sesuai dengan UUD 1945 secara bersyarat (conditionally constitutional), yaitu konstitusional sepanjang dimaknai: “Tata tertib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku di lingkungan internal DPD dan tidak berlaku surut”; 10. Menyatakan Pasal 300 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat,
Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5568), tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai: “Tata tertib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku di lingkungan internal DPD dan tidak berlaku surut”; 8
11. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya; Atau, apabila Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya.
9