2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian Teluk Balikpapan memiliki luas daerah aliran sungai (DAS) 211.456 hektar dan perairan seluas 16.000 hektar. DAS Teluk Balikpapan memiliki peranan yang cukup penting dan strategis, di antaranya sebagai penyangga kesinambungan fungsi teluk tersebut sebagai pelabuhan laut Balikpapan dan sumber penghasilan masyarakat di sekitarnya serta kehidupan ekosistem perairan kawasan teluk. Sebanyak 54 sub-DAS menginduk di wilayah teluk ini, termasuk salah satunya adalah DAS Sei Wain yang sudah menjadi hutan lindung yang dikenal dengan Hutan Lindung Sungai Wain. Sungai Somber merupakan pertemuan antara bagian hulu dan hilir Sungai Wain yang digunakan sebagai sarana transportasi laut yaitu jalan kapal ferry menuju Teluk Balikpapan ke arah Penajam (Sarminah, 2003). Sepanjang kiri dan kanan Sungai Somber merupakan dataran rendah dan pada bagian hulu sungai merupakan bukit. Sisi barat laut (kanan menuju hulu) dan sisi tenggara Sungai Somber umumnya masih berupa hutan bakau. Bagian tenggara Sungai Somber merupakan bukit dan bagian hilir Sungai Somber terdapat aktifitas dok kapal, industri kayu lapis, pemukiman, pertanian, serta sebagai pelabuhan khusus kapal ferry. Kegiatan di tepi badan air hanya alat penangkap ikan statis berupa sero (BPMPPT, 2011).
3
4
2.2. n-Alkanol Alkanol atau alkil atau aril (sikloalkil) alkohol merupakan senyawa monohidroksi turunan dari alkana, dimana salah satu atom H diganti dengan gugus hidroksi (OH). Alkohol memiliki suatu gugus hidroksil yang terikat pada suatu atom karbon jenuh (struktur molekuler alkanol dapat dilihat pada Gambar 1). Atom karbon dapat berupa gugus alkenil atau gugus alkunil, atau dapat pula berupa suatu atom karbon jenuh dari suatu cincin benzena. Biomarker n-alkanol dapat digunakan untuk melihat sumber bahan organik yang berasal dari akuatik dan terestrial. Rantai karbon pendek (≤20) dan panjang (>20) n-alkanol umumnya didominasi oleh rantai karbon genap. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai CPI pada n-alkanol > 1 (Gogou et al., 1998).
OH n- tetradekanol (nC14) Gambar 1. Contoh struktur molekuler n-Alkanol Rantai karbon pendek (≤ 20) umumnya berasal dari organisme akuatik (Duan, 2000). Rantai karbon panjang (>20) umumnya mengindikasikan adanya masukan bahan organik dari komponen lilin (waxes) tumbuhan tingkat tinggi dari terestrial, namun ada juga yang berasal dari akuatik (Madureira & Piccinini, 1999; Duan, 2000; Yunker et al., 2005; Bechtel & Schubert, 2009). Nilai TAROH n-alkanol <1 menunjukkan sumber yang berasal dari akuatik (autotonus) memiliki kontribusi relatif lebih besar daripada sumber yang berasal dari terestrial (alotonus). Sebaliknya, nilai TAROH >1 mengindikasikan sumber yang berasal dari terestrial memiliki kontribusi relatif lebih besar (Meyers, 1997).
5
2.3. Sterol Sterol atau biasa disebut steroid alkohol (struktur molekuler steroid dapat dilihat pada Gambar 2) (Millero & Sohn, 1992; Killops & Killops, 1993) adalah senyawa biomarker yang potensial karena stabilitas dan keanekaragaman strukturnya (Parrish et al., 2000). Sterol adalah bagian yang penting dari senyawa organik dan seringkali berfungsi sebagai nukleus. Salah satu jenis sterol, yakni kolesterol mempunyai peranan yang vital bagi fungsi-fungsi selular dan menjadi substrat awal bagi vitamin yang larut dalam lemak dan hormon steroid. Sterol dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu stanol (alkohol saturasi) dan stenol (alkohol unsaturasi) (Killops & Killops, 1993).
Gambar 2. Struktur molekuler steroid (Killops & Killops, 1993) Sterol dapat berasosiasi dengan bahan partikulat tersuspensi dan mengendap pada sedimen. Sterol dapat menjadi indikasi yang baik dalam melihat sumber dari eukaryota (Parrish et al., 2000; Volkman et al., 2008). Nomor karbon yang sering muncul pada sterol adalah C27, C28 dan C29 (terkadang C26 dan C30 juga muncul) (Killops & Killops, 1993). Produk alami sterol yang telah teridentifikasi, diantaranya cholesterol C27 (terdistribusi pada tumbuhan dan
6 hewan), β-sitosterol C29 (tumbuhan tingkat tinggi), brassicasterol (diatom), dinosterol C30 (dinoflagellata) dan fucosterol (alga cokelat) (Killops & Killops, 1993). Mikroalga memiliki keanekaragaman sterol yang besar (Killops & Killops, 1993). Diatom berfungsi sebagai sumber bahan organik pada sistem laut yang terlihat pada distribusi sterol yang komplek dan bervariasi dalam sedimen (Killops & Killops, 1993). 24-Methylenecholesterol dapat digunakan sebagai marker pada diatom (Parrish et al., 2000). Tingginya rasio coprostanol/ cholesterol dapat mengidentifikasikan tingginya limbah domestik air tawar (Parrish et al., 2000). Faecal sterol seperti coprostanol dan epicoprostanol dapat digunakan sebagai marker limbah manusia karena dapat hadir pada feses manusia (Martins et al., 2007). Perairan yang telah terkontaminasi oleh limbah domestik dapat dilihat dari nilai konsentrasi coprostanol, yaitu lebih dari 1 ng.g-1 (Martins et al., 2007). 2.4. Asam Lemak Asam lemak merupakan sekelompok senyawa hidrokarbon yang memiliki rantai panjang dengan gugus karboksilat pada ujungnya (Rusdiana, 2004). Asam lemak merupakan asam lemah, yang di dalam air akan terdisosiasi sebagian. Umumnya asam lemak berfase cair atau padat pada suhu ruang (27 °C). Semakin panjang rantai karbon penyusunnya, semakin mudah membeku dan juga semakin sukar larut. Asam lemak dapat bereaksi dengan senyawa lain membentuk persenyawaan lipida. Persenyawaan lipida tersebut sering dijumpai di dalam tubuh organisme yang memiliki fungsi khusus dalam penyusunan sel organisme. Asam lemak memiliki empat peranan utama, yaitu asam lemak sebagai unit
7
penyusun fosfolipid dan glikolipid, asam lemak memodifikasi protein melalui ikatan kovalen asam lemak dan menempatkan protein-protein tersebut ke lokasilokasinya pada membran, asam lemak sebagai molekul bahan bakar, asam lemak sebagai hormon dan cakra intrasel (Rusdiana, 2004). Asam lemak dapat digunakan sebagai biomarker karena variasinya dalam organisme berbeda dan kestabilan kimianya yang diikuti ketahanannya (persisten) dalam periode waktu geologi (Millero & Sohn, 1992). Asam lemak didominasi oleh nomor atom genap dengan rantai lurus jenuh (struktur molekuler asam lemak jenuh dapat dilihat pada Gambar 3), mempunyai ciri panjang rantai C12 hingga C36 (Killops & Killops, 1993).. Sumber asam lemak berasal dari bakteri, mikroalga, tanaman tingkat tinggi dan hewan laut (misal : zooplankton) (Killops & Killops, 1993). Rantai panjang (>C20) asam lemak saturasi sering melimpah dalam wax epikutikula pada tanaman tingkat tinggi dan tidak melimpah pada seagrass (Volkman et al., 2008).
O C
OH
Asam Pentadekanoat (nC15) Gambar 3. Struktur molekuler asam lemak jenuh (saturasi) Asam lemak tak jenuh (unsaturasi) dengan karbon 16 dan 18 sebagian besar ditemukan pada organisme akuatik (Millero & Sohn, 1992; Killops & Killops, 1993). Asam lemak dengan nomor karbon ganjil nC15:1ω6 dan nC17:1ω8 berasal dari bakteri yang diproduksi secara biosintesis anaerob (Killops & Killops,
8
1993). Beberapa contoh struktur molekuler asam lemak unsaturasi dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Struktur molekuler asam lemak polyunsaturasi (Berge & Barnathan, 2005 in Nugraha, 2011) Asam lemak dengan berat molekul rendah (volatil) (
iso-C15
O OH
O anteiso-C15 Gambar 5. Struktur molekuler asam lemak bercabang (Killops & Killops, 1993)
9
2.5. Sedimen Menurut Friedman dan Sanders (1978 in Apriadi, 2005) sedimen berasal dari kerak bumi yang diangkut melalui proses hidrologi dari suatu tempat ke tempat lain, baik secara vertikal ataupun horizontal. Sedimen laut dangkal pada wilayah pesisir (khususnya estuari) merupakan “storage system” berbagai unsur dan senyawa kimia. Proses fisik, kimia dan biologi yang terjadi di dalam kolom air akan mempengaruhi komposisi dan kualitas sedimen. Sedimen terdiri dari bahan organik dan bahan anorganik. Bahan organik berasal dari biota atau tumbuhan yang membusuk lalu tenggelam ke dasar dan bercampur dengan lumpur. Bahan anorganik umumnya berasal dari pelapukan batuan. Butiran kasar banyak dijumpai dekat pantai, sedangkan butiran halus banyak di perairan dalam dan relatif tenang (Apriadi, 2005). Sedimen di dasar laut berasal dari berbagai sumber materi (Wibisono, 2005; Sanusi, 2006), yaitu: 1. Sedimen Lithogenous Sedimen lithogenous berasal dari pelapukan (weathering) batuan dari daratan yang terbawa oleh aliran sungai (fluvial transport) dan angin (aeolian transport) yang masuk ke lingkungan laut. 2. Sedimen Hydrogenous Sedimen hydrogenous adalah sedimen yang terbentuk akibat proses pengendapan atau mineralisasi elemen-elemen kimia yang terlarut dalam air laut. 3. Sedimen Biogenous Sedimen biogenous merupakan sedimen yang berasal dari organisme laut yang telah mati dan terdiri dari remah-remah cangkang (shell) yang mengandung
10
Ca, Mg (calcareous) dan Si (siliceous), selain mineral celesite (SrSO4) dan barite (BaSO4). 4. Sedimen Cosmogenous Sedimen cosmogenous adalah sedimen yang berasal dari luar angkasa yang ditemukan di dasar laut. Partikel-partikel sedimen ini banyak mengandung unsur besi sehingga mempunyai respon magnetik. Sedimen mengalami proses diagenesis, yaitu proses fisika, kimia dan biologi yang secara umum mengubah sedimen menjadi batuan sedimen. Setelah sedimen menjadi batuan, proses diagenesis dapat terus berlangsung, mengubah tekstur dan mineraloginya. Menurut Peters dan Moldowan (1993 in Pohan, 2012) diagenesis merupakan perubahan yang terjadi secara biologi, fisika, dan kimia pada bahan organik dalam sedimen khususnya perubahan signifikan akibat bahang (heat). Diagenesis sedimen dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu perubahan fisik lingkungan (peningkatan penimbunan, suhu, dan tekanan), kimiawi (kandungan oksigen, mineral, dan potensi redoks), dan biologi (aktifitas bakteri, jenis bakteri) (Pohan, 2012). Sedimen muara (estuari) merupakan tempat mengendap dan terakumulasinya berbagai jenis bahan organik dan anorganik yang terbawa aliran sungai dari daratan atau berasal dari limbah yang dihasilkan oleh aktifitas manusia di sekitar muara sungai. Kandungan bahan organik dan bahan pencemar pada sedimen halus lebih tinggi daripada sedimen yang kasar karena pada sedimen kasar partikel yang lebih halus tidak mengendap (Bhoem, 1987 in Mulyawan, 2005).
11 2.6. Kromatografi Gas – Spektrometri Massa (GC-MS) GC-MS adalah singkatan dari Gas Chromatography – Mass Spectrometry. GC-MS (diagram alir prosedur kerja GC – MS dapat dilihat pada Gambar 6) merupakan suatu metode yang mengkombinasikan kromatografi gas dan spektrometri massa untuk mengidentifikasi senyawa yang berbeda dalam analisis sampel. Kromatografi gas merupakan metode pemisahan dan pengukuran yang berdasarkan pada perbedaan distribusi komponen-komponen dalam sampel. Spektrometri massa merupakan metode analisis berdasarkan pengukuran terhadap massa ion-ion gas yang dikonversi dari sampel. Kromatografi gas menggunakan kolom yang tergantung pada sifat fase dan dimensi kolom itu (panjang, diameter, ketebalan film). Perbedaan sifat kimia antara molekul-molekul yang berbeda dalam suatu campuran dipisahkan dari molekul dengan melewatkan sampel sepanjang kolom. Molekul-molekul memerlukan jumlah waktu yang berbeda (disebut waktu retensi) untuk keluar dari kromatografi gas. Spektrometer massa melakukan hal ini dengan memecah masing-masing molekul menjadi terionisasi mendeteksi fragmen menggunakan massa untuk mengisi rasio. Komponen dalam kromatografi akan terdistribusi dalam dua fase, yaitu menggunakan zat padat atau zat cair sebagai fase diam dan gas sebagai fase bergerak (Khopkar, 2003). Data yang ditampilkan oleh GC – MS merupakan waktu penyimpanan (retention time) pada sumbu x dan intensitas pada sumbu y. Masing-masing puncak (peak) pada kromatogram menunjukkan satu senyawa. Spektrum massa memiliki base peak (m/z) dan dapat memberikan informasi tentang berat molekul dan struktur kimia.
12
Sampel (Senyawa) Injeksi Gas Chromatography – Mass Spectrometry (GC – MS)
Gas Chromatograph
Mass Spectrometer
Pemisahan >> Kolom GC
Ionisasi Mass analyzer
Fase diam dan bergerak (dorongan gas He)
Pemisahan ion sesuai dengan m/z masing-masing ion Detector
Senyawa akan terpisah
Pengukuran kelimpahan/intensitas Vacuum Penurunan suhu dan tekanan MS
Gambar 6. Diagram alir prosedur kerja GC – MS (Pohan, 2012)