4
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sanitasi dan Higienitas di Tempat Pelelangan Ikan Kebersihan terdiri dari dua aspek yang saling berkaitan yaitu sanitasi dan higienitas.
Sanitasi adalah suatu usaha untuk mengawasi beberapa faktor
lingkungan fisik yang berpengaruh kepada manusia, terutama terhadap hal-hal yang mempunyai efek merusak perkembangan fisik, kesehatan dan kelangsungan hidup. Sanitasi juga membantu mempertahankan lingkungan biologi sehingga polusi berkurang dan membantu melestarikan hubungan ekologi yang seimbang (Rusmali, 2004).
Higienis secara umum menurut John (1991) vide Rusmali
(2004), adalah sifat dasar dari suatu proses kebersihan.
Kebersihan penting
karena dapat mencegah bakteri yang timbul dari kondisi yang kotor. Sanitasi dan higienitas memegang peranan penting dalam kegiatan perikanan karena berpengaruh langsung terhadap hasil tangkapan. Sifat dasar hasil tangkapan yang mudah busuk membuatnya membutuhkan penanganan khusus. Selain itu, alur kegiatan perikanan yang memerlukan waktu relatif lama, dimulai dari kegiatan penangkapan, pendaratan, pemasaran, dan pendistribusian hasil tangkapan membuat aspek sanitasi dan higienitas membutuhkan perhatian yang lebih besar. Kegiatan penangkapan ikan biasanya membutuhkan waktu minimal satu hari untuk melakukan beberapa kali operasi penangkapan, hal ini berpengaruh terhadap kesegaran hasil tangkapan.
Setelah ditangkap, hasil
tangkapan tersebut tidak dapat langsung dinikmati oleh konsumen melainkan harus didaratkan dan menunggu waktu untuk dipasarkan terlebih dahulu. Jangka waktu yang cukup lama ini dapat menurunkan mutu apabila hasil tangkapan tidak ditangani dengan baik.
Oleh sebab itu, jika semua kegiatan perikanan yang
dilakukan tidak memperhatikan faktor sanitasi dan higienitas maka mutu hasil tangkapan akan menjadi lebih cepat busuk. Ada beberapa persyaratan kelayakan dasar sanitasi yang telah ditetapkan pemerintah dan harus dipenuhi untuk suatu pelabuhan perikanan, mengingat pelabuhan perikanan merupakan bagian dari rantai produksi dalam pengembangan industri perikanan. Persyaratan kelayakan dasar sanitasi dan higienitas tersebut meliputi (Departemen Pertanian, 2002 vide Rusmali, 2004): 4
5
1) Lokasi dan lingkungan Lokasi dan lingkungan pelabuhan harus bersih dari sampah agar tidak ada bau busuk ataupun kotoran lainnya yang bisa mempengaruhi kualitas hasil tangkapan. Selain itu, pemilihan lokasi seharusnya tidak berdampingan langsung dengan tempat pemukiman penduduk, wilayah industri, dan pusat kegiatan publik yang banyak mencemari. 2) Konstruksi bangunan Konstruksi setiap bangunan yang ada di suatu pelabuhan harus sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Selain itu, harus mampu menampung orang atau barang sesuai dengan kapasitas yang dibutuhkan sehingga mendukung aktivitas yang berlangsung di dalamnya secara optimal. 3) Dinding, penerangan, dan ventilasi Setiap bangunan yang ada di suatu pelabuhan harus memiliki ventilasi yang cukup agar sirkulasi udara dapat berjalan dengan lancar.
Selain itu, harus
memiliki dinding yang kokoh serta penerangan yang cukup agar pekerjaan yang dilakukan di tempat/bangunan tersebut berjalan dengan baik. 4) Saluran pembuangan Saluran pembuangan air kotoran serta sisa kegiatan penanganan hasil tangkapan tidak mengotori saluran drainase umum atau saluran kepentingan umum lainnya seperti irigasi, agar lingkungan sekitar pelabuhan tidak tercemar. Ukuran saluran pembuangan harus cukup besar dan lancar dalam menyalurkan kotoran serta mudah untuk dibersihkan. 5) Pasokan air dan bahan bakar Pasokan air dan bahan bakar harus lancar agar tidak mengganggu aktivitas yang berlangsung.
Air yang digunakan harus bersih agar kenyamanan dan
keamanan dapat terjaga. 6) Es Es harus dibuat dari air yang bersih. Selain itu, pembuatan, penanganan, pengangkutan serta penyimpanannya harus dilindungi dari pencemaran. Penggunaan es dalam penjagaan mutu hasil tangkapan cukup penting karena teknik pengesan adalah salah satu cara yang paling mudah dan murah.
5
6
7) Penanganan limbah Limbah yang terdapat di suatu pelabuhan perikanan harus ditangani dengan baik. Tujuannya agar tidak mengganggu aktivitas yang berlangsung dan tidak mencemari hasil tangkapan yang didaratkan dan dipasarkan di pelabuhan tersebut. 8) Toilet Toilet merupakan salah satu fasilitas sanitasi penting yang harus disediakan di pelabuhan agar pengguna pelabuhan merasakan kenyamanan saat beraktivitas di pelabuhan tersebut. Fasilitas toilet tidak boleh berhubungan langsung dengan sarana dalam kegiatan perikanan lainnya seperti ruang pengolahan. 9) Konstruksi dan pemeliharaan alat Alat-alat kebersihan seperti penyemprot lantai TPI harus dijaga dengan baik sehingga tidak mengganggu aktivitas ketika pembersihan TPI dilakukan. Selain itu, konstruksi alat-alat kebersihan tersebut juga harus diperhatikan, misalnya mudah dioperasikan sehingga penggunaan alat tersebut efektif dan efisien. 10) Peralatan untuk penanganan awal Peralatan untuk pencucian dan penanganan hasil tangkapan seperti keranjang dan semprotan air harus disediakan. Peralatan tersebut harus mudah dibongkar pasang serta dibuat dari bahan yang tahan karat. 11) Pembersihan dan sanitasi Semua sarana dan prasarana untuk sanitasi harus sering dibersihkan. Pembersihan tersebut dilakukan agar tidak ada kotoran yang mengendap atau menggenang yang dapat mengganggu kelancaran aktivitas perikanan. 12) Kontrol dan sanitasi Perlu dilakukan pengawasan secara berkala dan teratur untuk seluruh sarana dan prasarana yang berhubungan dengan sanitasi agar sanitasi dapat tetap terjaga. Dengan dijalankannya program sanitasi di pelabuhan perikanan secara berkelanjutan diharapkan dapat terciptanya lingkungan kerja yang bersih, serta mutu ikan dan kebersihan para pelaku di pelabuhan perikanan tetap terjaga. Menurut Lubis (2006), ada beberapa hal yang membedakan pelabuhan perikanan dengan pelabuhan umum, salah satunya adalah fasilitas-fasilitas yang memiliki fungsi khusus seperti TPI, tempat pengolahan ikan, pabrik es, dan fasilitas penyediaan sarana produksi penangkapan ikan.
Fungsi khusus ini
6
7
diturunkan dari karakteristik komoditas perikanan yang mudah busuk (highly perishable).
Sifat mudah busuk ini menghendaki pelayanan khusus berupa
perlakuan, penanganan, pendistribusian, ataupun pengolahan hasil tangkapan secara tepat. Oleh karena itu, diperlukan gedung, ruangan, atau luasan daratan di dalam pelabuhan yang dapat dipakai untuk kegiatan-kegiatan tersebut, baik ketika hasil tangkapan diturunkan dari kapal ataupun ketika dilakukan penanganan. Salah satu bangunan yang biasa digunakan untuk kegiatan perikanan tersebut adalah TPI, tempat ini digunakan sebagai tempat menaruh hasil tangkapan yang akan dijual dengan sistem lelang lengkap dengan kantor petugas.
Tujuan
pelelangan ikan adalah menarik sejumlah pembeli potensial, menjual dengan penawaran yang tinggi, menerima harga sebaik mungkin dan menjual sejumlah besar ikan dalam waktu yang singkat. Berdasarkan tujuan tersebut, tempat ini harus benar-benar diperhatikan. Satu hal yang harus diperhatikan adalah lantai tempat pelelangan harus miring ke arah saluran pembuangan. Kemiringan lantai ini sekitar 20. Hal ini dimaksudkan agar penyemprotan kotoran sisa-sisa ikan setelah selesai aktivitas pelelangan dapat mengalir ke saluran pembuangan dengan mudah sehingga kebersihan tempat pelelangan selalu terpelihara. Lantai tempat lelang harus cukup luas, mudah untuk keluar masuk orang ataupun pengangkutan ikan (dalam keranjang atau boks plastik) yang diperjualbelikan dengan konstruksi lantai yang mudah dibersihkan. Luas tempat lelang dengan sistem lelang harus diperhitungkan dengan cermat agar hasil tangkapan dapat langsung dilelang dan diproses lebih lanjut untuk mengurangi resiko kebusukan misalnya karena harus menunggu lamanya proses lelang. Pekerjaan yang biasa dilakukan di gedung pelelangan antara lain: 1) Menyortir, memilah, membersihkan dan menimbang hasil tangkapan di ruang sortir untuk persiapan penjualan dengan cara lelang; 2) Peragaan, memperagakan hasil tangkapan untuk dilelang di lantai atau di ruang lelang; dan 3) Mengepak, melakukan pengepakan hasil tangkapan yang telah selesai dilelang di ruang pengepakan ikan untuk kemudian diangkut keluar tempat pelelangan. Pencemaran di pelabuhan perikanan dapat disebabkan oleh beberapa faktor, namun pada umumnya akibat aktivitas manusia seperti sampah pada saat
7
8
pembongkaran dan pelelangan hasil tangkapan serta limbah dari industri pengolahan dan kapal-kapal yang berlabuh yang mencemari saluran drainase dan kolam pelabuhan. Ravikumar (1993) vide Rusmali (2004), menyebutkan bahwa sampah merupakan benda yang tidak terpakai, tidak diinginkan dan dibuang, sedangkan limbah adalah sampah yang sudah mencemari. Berdasarkan bentuknya sampah dibagi menjadi: 1) Sampah padat, seperti plastik, botol bekas, kaleng bekas, puntung rokok, potongan tubuh ikan, dan lain-lain. 2) Sampah cair/ air buangan, seperti darah ikan, air kotor buangan dari wadah penampungan ikan, dan lain-lain. 3) Sampah gas dan partikel di udara, seperti asap rokok, asap kendaraan, asap mesin, dan lain-lain. 4) Kotoran manusia; 5) Kotoran hewan; dan 6) Sampah berbahaya, seperti oli, gas beracun, bahan kimia berbahaya, dan lainlain.
2.2
Pengaruh Sanitasi Terhadap Mutu Ikan Pengertian mutu ikan secara sederhana adalah tingkat kesegaran ikan.
Mutu ikan lebih menunjukkan pada penampilan estetika atau derajat pembusukan sampai dimana telah berlangsung, termasuk juga aspek keamanan seperti bebas bakteri, parasit atau bahan kimia. Mutu ikan dapat dievaluasi dengan metode sensori dan instrumen (Hardjito, 2006 vide Faubiany, 2008). Metode sensori adalah metode yang digunakan untuk mengevaluasi mutu secara subjektif dengan melakukan pengamatan pada bagian tubuh ikan yang dapat dijadikan sebagai indikator kesegaran, seperti mata, insang, daging atau perut, dan konsistensi. Contoh metode sensori adalah uji organoleptik. Metode instrumen adalah metode yang digunakan untuk mengevaluasi mutu ikan dengan menggunakan alat khusus, biasanya digunakan untuk uji yang bersifat kimiawi (Adawyah, 2007). Ada beberapa tingkatan kesegaran ikan basah, dimana tingkat kesegaran tersebut dapat dilihat secara organoleptik.
Ikan dikatakan masih segar bila
memiliki mata yang cerah dan jernih serta belum memiliki lendir, insangnya
8
9
berwarna merah segar, daging dan perut berwarna asli dan bau isi perut segar serta memiliki daging yang elastis bila ditekan dengan jari.
Menurut Departemen
Pertanian (1984) yang selanjutnya disempurnakan dalam SNI 01-2346-2006 oleh Badan Standardisasi Nasional (2006) vide Pane (2008a) tingkat kesegaran ikan basah memiliki 9 tingkatan bila dilihat secara organoleptik (Tabel 1). Tabel 1 Nilai mutu organoleptik ikan basah Nilai
9
Parameter Mata Insang Daging dan perut Konsistensi Mata Insang Daging dan perut
8 Konsistensi
Mata
7
Insang Daging dan perut Konsistensi Mata
6
Insang Daging dan perut Konsistensi Mata Insang
5
Daging dan perut Konsistensi
Tanda-tanda Cerah, bola mata menonjol, kornea jernih. Warna merah cemerlang, tanpa lendir dan bakteri. Sayatan daging sangat cemerlang, berwarna asli, tidak ada pemerahan sepanjang tulang belakang, perut utuh, ginjal merah terang, dagingnya utuh, bau isi perut segar. Padat, elastis bila ditekan dengan jari, sulit menyobek daging dari tulang belakang. Cerah, bola mata rata, kornea jernih. Warna merah kurang cemerlang, tanpa lendir. Sayatan daging cemerlang, warna asli, tidak ada pemerahan sepanjang tulang belakang, perut utuh, ginjal merah terang, dinding perut dagingnya masih utuh, bau netral. Agak padat, elastis bila ditekan dengan jari, sulit menyobek daging dari tulang belakang, kadang-kadang agak lunak sesuai dengan jenisnya. Agak cerah, bola mata rata, pupil agak keabu-abuan, kornea agak keruh. Warna merah agak kusam, tanpa lendir. Sayatan daging cemerlang, warna asli, sedikit ada pemerahan pada tulang belakang, perut agak lembek, ginjal merah mulai pudar, bau netral. Agak lunak, elastis bila ditekan dengan jari, sulit menyobek daging dari tulang belakang. Bola mata agak cekung, pupil berubah keabu-abuan, kornea agak keruh. Merah agak kusam, sedikit lendir. Sayatan daging masih cemerlang, di dua perut agak lembek, agak kemerahan pada tulang belakang, perut agak lembek, sedikit bau susu. Agak lunak, kurang elastis bila ditekan dengan jari, agak mudah menyobek daging dari tulang belakang. Bola mata agak cekung, pupil keabu-abuan, kornea agak keruh. Mulai ada diskolorasi merah muda, merah coklat, sedikit lendir. Sayatan daging mulai pudar, di dua perut lembek, banyak pemerahan pada tulang belakang, bau seperti susu. Agak lunak, belum ada bekas jari bila ditekan, mudah menyobek daging dari tulang belakang. 9
10
Tabel 1 Lanjutan Nilai
4
Parameter Mata Insang Daging dan perut Konsistensi
3
Mata Insang Konsistensi Insang Daging dan perut
2 Konsistensi
1
Mata Insang Daging dan perut Konsistensi
Tanda-tanda Bola mata cekung, pupil mulai berubah menjadi putih susu, kornea keruh. Mulai ada diskolorasi, sedikit lendir. Sayatan daging tidak cemerlang, di dua perut lunak, pemerahan sepanjang tulang belakang, rusuk mulai lembek, bau perut sedikit asam. Lunak, bekas jari terlihat bila ditekan tetapi cepat hilang, mudah menyobek daging dari tulang belakang. Bola mata cekung, pupil putih susu, kornea keruh.. Perubahan warna merah coklat, lendir tebal. Lunak, bekas jari terlihat lama bila ditekan dan mudah menyobek daging dari tulang belakang. Warna merah coklat atau kelabu, lendir tebal. Sayatan daging kusam, warna merah jelas sekali pada sepanjang tulang belakang, dinding perut lunak sekali, bau asam amoniak. Lunak, bekas jari terlihat lama bila ditekan, mudah sekali menyobek daging dari tulang belakang. Bola mata tenggelam, ditutupi lendir kuning yang tebal. Warna putih kelabu, lendir tebal sekali. Sayatan daging kusam sekali, warna merah jelas pada sepanjang tulang belakang, dinding perut membubar, bau busuk. Sangat lunak, bekas jari tidak mau hilang bila ditekan, mudah sekali menyobek daging dari tulang belakang.
Sumber: Deptan (1984) dan BSN ( 2006) vide Pane (2008a)
Mutu ikan yang tertangkap dipengaruhi oleh berbagai faktor yang disebabkan oleh faktor yang bersifat alamiah dan biologis serta faktor cara penanganan sejak ikan ditangkap sampai pada konsumen. Kemunduran mutu disebabkan oleh perubahan enzimatis, biokimia, mikrobiologis, dan fisik. Struktur ikan dan senyawa kimia yang menyusunnya mudah mengalami perubahan yang dapat disebabkan oleh suatu katalisator yang disebut enzim. Dibandingkan dengan hewan lainnya, daging ikan lebih mudah turun kesegarannya, ini disebabkan karena daging ikan terdiri dari asam-asam lemak tak jenuh, sehingga mudah teroksidasi. Ikan segar yang baru ditangkap mengandung jutaan mikroba yang setelah ikan mati akan meningkat aktivitas pembiakannya. Kegiatan mikroba akan mengakibatkan kemunduran mutu yang disebut sebagai perubahan mikrobiologis (Aryadi, 2007). 10
11
Menurut Aryadi (2007), selain proses-proses tersebut, faktor fisik juga dapat mempercepat kemunduran mutu ikan, antara lain suhu yang tinggi sehingga mempercepat proses enzimatis, biokimia, dan mikrobiologis; kerusakan fisik saat ikan ditangkap dan penanganan yang kasar.
Faktor fisik yang mempercepat
kemunduran mutu ikan meliputi: 1) Pengaruh mikrobiologis terhadap mutu ikan Ikan menjadi busuk disebabkan oleh pertumbuhan bakteri. Oleh karena itu, faktor alamiah harus ditekan sekecil mungkin untuk menghambat aktivitas bakteri. Bakteri yang mengkontaminasi ikan hasil tangkapan dapat berupa bakteri yang berasal dari air, kapal, dan pabrik pengolahan; 2) Pengaruh cara penangkapan terhadap mutu ikan Metode dan alat tangkap mempengaruhi mutu ikan yang ditangkap sehingga perlu penyesuaian antara cara dan jenis alat tangkap dengan jenis ikan yang ditangkap. (a) Cara kematian: membunuh ikan dengan segera adalah lebih baik daripada membiarkan ikan mati secara perlahan atau mengadakan perlawanan, karena rigor mortis (proses pembusukan pada tahap awal) akan datang lebih lambat dan lebih lama berlangsungnya; (b) Lama ikan pada alat tangkap: jika jangka waktu antara ikan tertangkap dan diangkat dari air terlalu lama, maka ikan akan mati sebelum sampai di geladak dan proses kemunduran mutu sudah mulai terjadi; (c) Temperatur air: jika ikan mati pada alat penangkap sebelum diangkat dari air, maka temperatur air merupakan faktor penting; (d) Selektivitas pada alat tangkap: ikan yang berukuran kecil dari satu spesies cenderung lebih cepat mengalami kemunduran mutu dibandingkan dengan ikan yang berukuran lebih besar. Hal ini dapat dihindari dengan memakai mata jaring yang besar sehingga ikan yang kecil tidak ikut tertangkap; (e) Faktor biologis: ikan yang tertangkap sewaktu perutnya penuh dengan makanan
akan
mengalami
kemunduran
mutu
yang
lebih
cepat
dibandingkan ikan yang lapar karena enzim sedang giat bekerja. Ikan yang sedang dalam masa bertelur juga menunjukkan penurunan mutu yang relatif lebih cepat. Berdasarkan faktor biologis ini dapat diciptakan alat
11
12
tangkap yang selektif atau disesuaikan menurut waktu serta daerah penangkapannya. 3) Pengaruh penanganan terhadap kualitas ikan (a) Penanganan di kapal Ada tiga faktor penting yang harus diperhatikan dalam penanganan ikan di kapal yaitu suhu, waktu, dan kebersihan dalam bekerja; (b) Penanganan di darat Perubahan suhu yang terjadi selama pembongkaran ikan ke darat, dalam pelelangan, pengepakan selama transportasi ke pusat distribusi atau ke pabrik pengolahan sangat berpengaruh terhadap kesegaran ikan. Menurut Hardjito (2006) vide Faubiany (2008), terdapat beberapa faktor yang sangat mempengaruhi mutu ikan dalam proses penanganan, yaitu (Tabel 2): Tabel 2 Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu ikan dalam proses penanganan Mata rantai penanganan Nelayan Operasi penangkapan Kapal penangkap
Didarat termasuk pengecer
pedagang
Berbagai faktor yang mempengaruhi Pengetahuan, perlakuan (kebersihan dan kehati-hatian). Tipe alat tangkap, metode operasi yang digunakan, metode penarikan kapal. Penanganan di kapal, kebersihan, desain tempat penyimpanan ikan dan pengoperasiannya. atau Penanganan di darat, kebersihan, desain tempat penyimpanan ikan serta praktek pendistribusian; Pengetahuan penanganan ikan, desain tempat penyimpanan untuk penjualan/ pengeceran, dan kebersihan.
Sumber: Hardjito (2006) vide Faubiany (2008)
Ikan yang sudah ditangkap harus secepatnya ditangani dengan baik. Penanganan ikan segar bertujuan untuk mempertahankan kesegaran atau setidaknya ikan masih segar ketika sampai di konsumen. Penanganan ikan segar diusahakan agar suhu selalu rendah dan mendekati 00C. Sebaiknya suhu jangan sampai naik, misalnya terkena sinar matahari secara langsung atau kekurangan es selama proses pendistribusian dari daerah penangkapan ke tempat pendaratan hingga akhirnya sampai di TPI.
Kekurangan es dan peningkatan suhu akan
membuat proses pembusukan semakin cepat terjadi (Moeljanto, 1982).
12
13
Menurut Afrianto (1989) proses pendinginan ikan yang paling baik yaitu dengan menggunakan media pendingin berupa es batu.
Es batu dapat
menurunkan suhu tubuh ikan dengan cepat tanpa mengubah kualitas ikan dan biaya yang diperlukan relatif lebih rendah dibandingkan dengan media pendingin lain. Teknik pendinginan ikan dengan menggunakan es dalam suatu wadah yang baik adalah mengusahakan agar semua suhu permukaan tubuh ikan yang diberi perlakuan mengalami kontak dengan es. Hal ini bertujuan untuk memaksimalkan penyerapan panas dari tubuh ikan. Semakin luas permukaan tubuh ikan yang dapat melakukan kontak dengan es, maka penurunan suhu tubuh ikan akan semakin cepat.
2.3 Pelabuhan Perikanan Pantai Lampulo Pelabuhan perikanan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan perairan sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan sistem bisnis perikanan yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, berlabuh, dan atau bongkar muat ikan yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang perikanan (UU Perikanan No. 31 Tahun 2004).
Menurut Lubis (2006) klasifikasi pelabuhan perikanan dapat
dipengaruhi oleh: a) Luas lahan, letak, dan jenis konstruksi bangunan; b) Jenis alat tangkap yang menyertai kapal-kapalnya; c) Jenis perikanan dan skala usahanya; dan d) Distribusi dan sajian hasil tangkapan. Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor: KEP.16/MEN/2006, DKP (2006) menyebutkan bahwa pelabuhan perikanan terbagi atas 4 kelompok yaitu Pelabuhan Perikanan Samudera (Tipe A), Pelabuhan Perikanan Nusantara (Tipe B), Pelabuhan Perikanan Pantai (Tipe C), dan Pangkalan Pendaratan Ikan (Tipe D). Setiap kelompok memiliki persyaratan khusus seperti jumlah kapal, produksi hasil tangkapan per hari, batasan alur pelayaran, dan lain-lain. Kriteria Pelabuhan Perikanan Pantai adalah (Annajah, 2010):
13
14
a) Melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan penangkapan ikan di wilayah perairan pedalaman, perairan kepulauan, laut teritorial, dan ZEEI; b) Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran sekurangkurangnya 10 GT; c) Panjang dermaga sekurang-kurangnya 100 m dengan kedalaman kolam sekurang-kurangnya minus 2 m; d) Mampu menampung sekurang-sekurangnya 30 kapal perikanan atau jumlah keseluruhan sekurang-kurangnya 300 GT kapal perikanan sekaligus; dan e) Memiliki lahan sekurang-kurangnya seluas 5-15 ha. Pelabuhan perikanan yang telah dibangun sebaiknya dapat berfungsi secara optimal, dengan kata lain seluruh prasarana dan sarana pelabuhan perikanan yang ada dapat digunakan untuk mengelola aktivitas pelabuhan perikanan yang meliputi pendaratan, penanganan, pengolahan dan pemasaran ikan. Begitu juga halnya dengan PPP Lampulo yang memiliki beberapa fasilitas, yaitu fasilitas pokok seperti dermaga dan kolam pelabuhan; dan fasilitas fungsional seperti TPI, mushalla, toilet, dan lahan parkir. Selain itu, di PPP Lampulo juga berlangsung beberapa aktivitas atau kegiatan perikanan seperti kegiatan pendaratan dan pemasaran ikan.
Kegiatan pendaratan meliputi
pembongkaran dan penyortiran ikan. Kegiatan pemasaran melalui dua alur yaitu melalui proses lelang dan tidak melalui proses lelang. Pemasaran hasil tangkapan yang melalui proses lelang biasanya memiliki mutu cukup bagus, sehingga diharapkan harga yang nantinya didapatkan adalah harga yang menguntungkan baik untuk nelayan maupun bagi konsumen. Berdasarkan aktivitas tersebut seharusnya pelabuhan perikanan dapat melakukan aktivitas perikanan atau dapat menjalankan fungsinya dengan baik dan benar. Namun, fungsi-fungsi itu juga tidak berjalan secara sempurna dikarenakan beberapa faktor seperti fasilitas pelabuhan yang tidak memadai serta kebijakan pemerintah yang kurang mendukung dalam pelaksanaan kegiatan perikanan di pelabuhan itu. Kondisi ini berpengaruh terhadap produksi perikanan di suatu pelabuhan perikanan termasuk PPP Lampulo. Produksi PPP Lampulo cenderung mengalami penurunan setiap tahunnya jika dilihat berdasarkan alat tangkap seperti yang terlihat pada Tabel 3.
14
15
Tabel 3 Produksi hasil tangkapan per jenis alat tangkap di PPP Lampulo tahun 2005 – 2008 Jenis alat tangkap Purse seine Pancing Jumlah
2005 2.650 153 2.803
Tahun (ton) 2006 2007 5.100 4.390 291 196 5.391 4.586
2008 4.600 181 4.781
Sumber: UPTD PPP Lampulo, 2008
Selain faktor yang telah disebutkan di atas, faktor lain yang berpengaruh terhadap produksi perikanan adalah sanitasi dan higienitas, baik sanitasi saat di kapal maupun di pelabuhan ketika hasil tangkapan didaratkan dan dipasarkan. Kondisi sanitasi di TPI PPP Lampulo masih sangat kurang, hal ini tentunya mempengaruhi kondisi mutu ikan, mulai saat pembongkaran hingga pemasaran kepada konsumen. Kondisi sanitasi yang kurang ini antara lain disebabkan karena fasilitas sanitasi di PPP Lampulo yang belum memadai sehingga sampah-sampah yang terdapat di PPP Lampulo khususnya di TPI masih cukup banyak.
2.4 Analisis Pengaruh Penurunan Mutu Hasil Tangkapan: Diagram Sebab Akibat (fishbone diagram) Analisis dengan menggunakan diagram sebab-akibat (fishbone diagram) digunakan untuk menganalisis suatu proses atau situasi dan menemukan kemungkinan penyebab timbulnya persoalan serta akibatnya (Ishikawa, 1989). Diagram ini penting untuk mengidentifikasi secara tepat hal-hal yang berpengaruh terhadap mutu hasil tangkapan, khususnya penyebab yang ditinjau dari aspek sanitasi dan higienitas di dermaga dan TPI. Adapun garis besar langkah-langkah pembuatan diagram sebab-akibat adalah: Langkah 1: Menentukan karakteristik mutu. Karakteristik inilah yang harus diperbaiki dan dikendalikan serta menemukan penyebab permasalahan yang ada (penyebab utama). Langkah 2: Menempatkan karakteristik mutu pada sisi kanan panah. Menggambar panah besar dari sisi kiri ke kanan. Mutu
15
16
Langkah 3: Menuliskan faktor utama yang menyebabkan karakteristik mutu, mengarahkan panah cabang ke panah utama.
Lebih baik untuk
mengelompokkan faktor penyebab yang mempunyai kemungkinan besar terhadap dispersi kedalam item-item. Faktor utama
Mutu
Langkah 4: Menuliskan faktor rinci yang dianggap sebagai penyebab pada setiap item cabang, menyerupai ranting. Menuliskan faktor lebih rinci pada setiap ranting, untuk membuat cabang yang lebih kecil. Faktor yang lebih rinci untuk membuat cabang yang lebih kecil dapat disebut sebagai faktor cabang atau faktor penyebab akar dari suatu karakteristik mutu. Bila tidak ditulis
maka
tidak
dapat
membantu
untuk
menemukan
penyebab
permasalahan tersebut. Faktor utama
Mutu Panah cabang
Langkah 5: Melakukan pemeriksaan untuk memastikan bahwa semua item yang mungkin menjadi penyebab permasalahan telah masuk ke dalam diagram.
Bila tercantum dan hubungan sebab akibat telah digambarkan
dengan tepat, maka diagram tersebut telah lengkap.
16