59
5. SANITASI DAN HIGIENITAS DERMAGA DAN TEMPAT PELELANGAN IKAN DI PPP LAMPULO 5.1 Kondisi Sanitasi Aktual di Dermaga dan Tempat Pelelangan Ikan PPP Lampulo (1) Kondisi dermaga Keberhasilan aktivitas perikanan tidak terlepas dari ketersediaan fasilitas yang terdapat di suatu pelabuhan perikanan, salah satunya adalah fasilitas dermaga dan Tempat Pelelangan Ikan (TPI).
Fasilitas yang tersedia harus
memiliki kondisi yang baik meliputi kondisi fisik yang layak digunakan, dan kapasitas yang memenuhi kebutuhan untuk mendukung aktivitas yang terjadi di dalamnya seperti aktivitas pendaratan, penanganan, pengangkutan, dan pemasaran hasil tangkapan. Jika kapasitas dan kondisi fasilitas sudah tersedia dengan baik dan mencukupi maka aktivitas yang dilaksanakan akan berjalan secara optimal. Dermaga sebagai salah satu fasilitas pokok sangat diperlukan di pelabuhan perikanan seperti di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Lampulo. Kondisi fisik dermaga di PPP Lampulo cukup baik, yaitu masih dapat difungsikan dan tidak mengalami banyak kerusakan pada bangunan dermaganya. Walau kondisi fisik dermaga tersebut cukup baik, namun daya tampungnya dirasakan masih kurang diakibatkan banyaknya kapal yang bertambat atau berlabuh di PPP Lampulo untuk mendaratkan hasil tangkapannya. Selain itu, cara merapatnya kapal-kapal tersebut dengan cara memanjang membuat kapasitas dermaga dirasakan semakin kurang, sehingga setiap kapal yang ingin merapat atau mendaratkan hasil tangkapan di dermaga harus mengantri dan bergantian dengan kapal yang telah mendaratkan hasil tangkapan sebelumnya (Gambar 21).
Dermaga di PPP
Lampulo mampu menampung kapal dengan jumlah 200 kapal yang terdiri atas kapal purse seine, pancing ulur, dan rawai dimana sebagian besar kapal yang bertambat dan mendaratkan hasil tangkapannya merupakan kapal purse seine. Jumlah kapal yang dapat merapat dalam satu waktu di dermaga ini sebanyak 10-13 kapal (UPTD PPP Lampulo, 2010), bergantung pada ukuran kapal itu sendiri. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti terlihat bahwa di dermaga terdapat banyak sampah dan genangan air atau darah ikan akibat aktivitas yang dilakukan (Gambar 22a).
Sampah yang ada berupa 59
60
sampah/limbah padat seperti botol/kaleng bekas, plastik bekas, puntung rokok, potongan tubuh ikan, dan sampah sisa makanan seperti kulit buah; dan sampah/limbah cair seperti genangan air dan darah ikan.
Secara kuantitatif
banyak sampah fisik di dermaga dianalisis pada subbab 5.2.2. Selain adanya sampah padat dan cair tersebut, juga terdapat kerusakan pada lantai dermaga yaitu rusaknya bagian di lantai dermaga seperti robohnya salah satu bagian lantai dermaga (Gambar 22b).
Gambar 21 Cara merapat kapal di dermaga secara memanjang di PPP Lampulo tahun 2010. Adanya kerusakan dan sampah yang terdapat di lantai dermaga berpengaruh terhadap aktivitas yang berlangsung di dermaga seperti aktivitas pendaratan dan pemasaran. Kerusakan yang terdapat di lantai dermaga membuat luas dermaga yang bisa digunakan untuk aktivitas semakin sedikit, sehingga dikhawatirkan aktivitas yang berlangsung tidak dapat dilaksanakan secara optimal. Begitu juga dengan adanya genangan air dan darah ikan serta sampah fisik di lantai dermaga dapat mengganggu berbagai aktivitas yang terjadi di dermaga seperti mengganggu alur keluar masuk orang ke dermaga dan menyebabkan luas dermaga yang digunakan untuk melakukan aktivitas pemasaran semakin kecil sehingga bisa menyebabkan terjadinya kerumunan orang yang melakukan aktivitas yang sama dan terganggunya alur distribusi hasil tangkapan 60
61
dari kapal ke dermaga atau dermaga ke TPI. Selain itu, adanya sampah fisik membuat dermaga terlihat kotor dan akan menimbulkan bau yang tidak sedap jika sampah tersebut dibiarkan dalam jangka waktu yang cukup lama serta akan menjadi salah satu penyebab menurunnya kualitas hasil tangkapan yang didaratkan.
22a
22b
Gambar 22 Sampah dan genangan air/darah yang terdapat di dermaga (22a), serta kerusakan di lantai dermaga (22b) di PPP Lampulo tahun 2010. Pembersihan dermaga dari sampah plastik ataupun genangan air dan darah ikan dilakukan dalam jangka waktu tertentu.
Pembersihan sampah plastik
dilakukan setiap hari oleh petugas dengan mengumpulkan sampah tersebut pada gerobak dorong yang kemudian dibuang di tempat sampah besar yang tersedia di PPP Lampulo. Tempat sampah yang besar tersebut disediakan sebanyak 2 unit oleh pihak UPTD; dalam kondisi yang baik; yang satu terletak di samping bengkel (Gambar 23a), dan yang satu lagi terletak di dekat TPI (Gambar 23b). Pada saat awal operasional PPP Lampulo pasca tsunami, di dalam kompleks PPP Lampulo disediakan tempat-tempat sampah berukuran kecil yang dipisah berdasarkan jenis sampah (organik dan non-organik). Tempat-tempat sampah ini diletakkan pada jarak setiap 100 meter antara satu tempat sampah dengan tempat sampah lainnya. Kurangnya kesadaran dari pengguna PPP Lampulo menyebabkan tempat sampah yang telah disediakan tersebut rusak dan tidak bisa digunakan lagi. Pembersihan dermaga dari genangan air dan darah ikan serta sampah padat lainnya hanya dilakukan 3 hari sekali oleh petugas dengan melakukan penyemprotan menggunakan selang besar yang airnya berasal dari tangki air yang 61
62
terletak di samping TPI, dan mengalirkan sampah-sampah tersebut ke kolam pelabuhan.
Penyemprotan tersebut mengakibatkan kolam pelabuhan menjadi
kotor yang nantinya juga berpengaruh terhadap kualitas hasil tangkapan yang didaratkan; karena air dari kolam pelabuhan digunakan untuk membersihkan hasil tangkapan yang akan dipasarkan. Fasilitas pengolahan limbah tidak terdapat di PPP Lampulo.
Untuk
limbah/sampah padat biasanya dilakukan pembersihan oleh petugas dan dibuang ke tempat penampungan sementara yang terdapat di kompleks PPP Lampulo, sedangkan sampah/limbah cair biasanya dibuang ke saluran pembuangan atau kolam pelabuhan.
23a
23b
Gambar 23 Tempat sampah yang terletak di samping bengkel (a) dan di dekat TPI (b) di PPP Lampulo tahun 2010. (2) Kondisi Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Tempat Pelelangan Ikan di PPP Lampulo adalah tempat yang dahulunya ditujukan
untuk
melaksanakan
aktivitas
pelelangan.
Namun,
pada
pelaksanaannya saat ini TPI tersebut tidak lagi berfungsi untuk melaksanakan lelang, melainkan dijadikan sebagai pasar ikan grosir. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, gedung TPI terlihat dipenuhi oleh sampah yang berasal dari aktivitas pemasaran yang berlangsung. Jenis sampah yang terdapat di TPI berupa sampah/limbah padat seperti botol/kaleng bekas, plastik bekas, puntung rokok, potongan tubuh ikan dan sampah sisa makanan seperti kulit buah; dan
62
63
sampah/limbah cair seperti genangan air dan darah ikan.
Secara kuantitatif,
banyak sampah di TPI dianalisis di subbab 5.2.2. Selain permasalahan sampah di atas, juga terdapat permasalahan pada lantai TPI. Lantai gedung TPI terbuat dari semen kasar, dan saluran pembuangan yang tersedia di sekeliling gedung TPI tidak berfungsi lagi karena dipenuhi oleh sampah. Kemiringan lantai gedung TPI juga sepertinya tidak diperhatikan pada saat pembangunannya. kemiringan 2
0
Menurut Lubis (2006), lantai TPI harus memiliki
ke arah saluran pembuangan.
Kemiringan lantai tersebut
dimaksudkan agar air yang terdapat pada lantai TPI dapat mengalir ke saluran pembuangan sehingga tidak terjadi genangan di lantai TPI. Fasilitas sanitasi seperti tempat cuci tangan dan toilet juga tidak tersedia di TPI, sebagian besar pedagang atau nelayan mencuci tangan dengan menggunakan air dari kolam pelabuhan, sedangkan untuk fasilitas toilet yang disediakan oleh pihak pelabuhan hanya terdapat di luar gedung TPI dan itu juga sudah tidak berfungsi lagi karena terjadi penyumbatan pada saluran pembuangannya. Pasokan air bersih untuk pembersihan TPI berasal dari tangki air yang terletak disamping gedung TPI (Subbab 4.3.3 butir (2)g, Gambar 16b). Namun, pasokan air bersih yang berasal dari tangki tersebut belum tercukupi sesuai kebutuhan, seperti untuk pencucian ikan, pembersihan lantai TPI, dan kebutuhan pedagang yang melakukan aktivitas di TPI. Para nelayan memasok air bersih dari luar PPP Lampulo khususnya untuk kebutuhan melaut. Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan dengan pengelola TPI PPP Lampulo diketahui bahwa frekuensi pembersihan lantai gedung TPI dilakukan 3 hari sekali. Pembersihan dilakukan dengan cara menyemprot lantai dengan selang besar hingga sampah yang terdapat di TPI mengalir dan masuk ke saluran pembuangan yang berada di sekitar gedung TPI.
5.2 Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Sanitasi dan Higienitas Dermaga dan TPI di PPP Lampulo Baik buruknya kondisi sanitasi dan higienitas di suatu pelabuhan perikanan merupakan akibat dari beberapa faktor, diantaranya aktivitas yang berlangsung, ketersediaan fasilitas pendukung sanitasi, dan pelaku yang beraktivitas di
63
64
pelabuhan perikanan tersebut. Kondisi sanitasi dan higienitas di dermaga dan TPI PPP Lampulo sendiri dipengaruhi oleh aktivitas yang berlangsung, jumlah orang yang beraktivitas, dan sampah fisik yang terdapat di dermaga dan TPI. 5.2.1 Aktivitas yang menimbulkan dampak di dermaga dan TPI PPP Lampulo (1) Aktivitas pendaratan hasil tangkapan Aktivitas pendaratan didahului dengan aktivitas pembongkaran hasil tangkapan (HT) dari palka/boks pendingin ke dek. Aktivitas pembongkaran ini dilakukan sesaat setelah kapal merapat ke dermaga. Pembongkaran HT dari palka ke dek kapal dilakukan dengan mengeluarkan hasil tangkapan terlebih dahulu ke atas dek kapal secara manual atau dengan menggunakan alat bantu berupa ember plastik kecil atau keranjang plastik kecil yang diikat dengan tali (Gambar 24). Hasil tangkapan yang diletakkan di atas dek tidak ditutup sehingga terkena sinar matahari langsung. Setelah ikan diletakkan di atas dek, dilakukan penyortiran berdasarkan ukuran relatif hasil tangkapan dan jenisnya masing-masing. Hasil tangkapan yang sudah disortir dimasukkan ke dalam keranjang lalu didaratkan ke dermaga.
Gambar 24 Aktivitas pembongkaran hasil tangkapan dari palka ke dek di PPP Lampulo tahun 2010.
64
65
Menurut Moeljanto (1982), langkah-langkah yang harus diperhatikan dalam pembongkaran ikan adalah sebagai berikut: 1) Pembongkaran dilakukan dengan hati-hati dan sedapat mungkin jangan memakai sekop atau garpu, untuk menghindari luka/memar pada ikan; 2) Pisahkan es dari ikan, sehingga memudahkan penimbangan.
Setelah
ditimbang, ikan harus segera diberi es kembali; 3) Wadah, sebaiknya dibuat dari bahan-bahan yang mudah dibersihkan seperti aluminium, plastik keras tapi tidak mudah pecah, atau peti kayu yang ringan, kuat, dan mudah dibersihkan; 4) Hindari ikan-ikan tersebut dari sinar matahari langsung dan selalu menambahkan es pada saat pelelangan, pengangkutan, atau pengolahan. Berdasarkan hasil wawancara dengan panglima laot PPP Lampulo diketahui bahwa aktivitas pendaratan di PPP Lampulo terjadi setiap hari yang dilakukan sebanyak 2 kali yaitu pada pagi hari pukul 06.00 WIB dan sore hari pada pukul 16.00 WIB. Pendaratan yang dilakukan pada pagi hari biasanya dilakukan oleh 15 unit kapal, sedangkan pada sore biasanya dilakukan oleh 10 unit kapal. Kapal yang melakukan pendaratan didominasi oleh jenis kapal purse seine yang merupakan jenis kapal yang paling dominan yang terdapat di PPP Lampulo. Pendaratan hasil tangkapan dari kapal ke dermaga dilakukan secara manual yaitu keranjang yang berisi hasil tangkapan yang sudah disortir langsung didaratkan di dermaga oleh nelayan. Kegiatan penyortiran dilakukan oleh 6-8 orang nelayan secara manual dengan menggunakan tangan. Berdasarkan gambar terlihat bahwa nelayan yang melakukan penyortiran terhadap hasil tangkapan tidak peduli dengan kebersihan, ini terlihat dari tidak adanya nelayan yang menggunakan sarung tangan untuk menghindari kontak langsung dengan hasil tangkapan. Kontak langsung dengan hasil tangkapan dapat menyebabkan penyebaran bakteri pada tubuh ikan menjadi lebih cepat sehingga dapat menyebabkan kebusukan atau penurunan kualitas hasil tangkapan yang lebih cepat (Gambar 25). Proses pembongkaran hasil tangkapan dari palka ke dek yang tidak memperhatikan sanitasi ini juga terjadi di pelabuhan perikanan lainnya seperti di Pangkalan Pandaratan Ikan (PPI) Muara Angke.
Nelayan yang melakukan
65
66
pembongkaran
hasil
tangkapan
di
PPP
Muara
Angke
belum
terlalu
memperhatikan masalah sanitasi dan kebersihan kapal. Lantai dek masih kotor dan licin akibat adanya lendir ikan yang bercampur dengan air dan bongkahanbongkahan es. Selain itu, keranjang yang digunakan masih terlihat kotor, bekas darah dan lendir ikan masih tersisa di sisi keranjang (Faubiany, 2008). Dampak yang ditimbulkan dari aktivitas pendaratan di PPP Lampulo adalah adanya genangan darah dari ikan/hasil tangkapan yang didaratkan dikarenakan hasil tangkapan tersebut diletakkan dalam keranjang bambu yang memiliki celah. Darah ikan yang mengalir dari keranjang tersebut mengakibatkan genangan darah ikan di dermaga atau lantai dermaga menjadi licin, kotor, dan bau sehingga aktivitas yang dilakukan menjadi terganggu.
Gambar 25
Kegiatan penyortiran hasil tangkapan di atas dek kapal di PPP Lampulo tahun 2010.
(2) Aktivitas penanganan hasil tangkapan Sebagian besar nelayan yang mendaratkan hasil tangkapan di PPP Lampulo adalah nelayan dengan unit penangkapan purse seine yang melakukan trip penangkapan selama 1 hari. Nelayan menggunakan es curah/es balok untuk menangani hasil tangkapan selama berada di kapal. Teknik pengesan ini adalah teknik yang biasanya digunakan oleh nelayan PPP Lampulo untuk menjaga kesegaran hasil tangkapan.
Hasil tangkapan yang telah ditangkap, biasanya 66
67
dimasukkan kedalam palka atau cool box yang sudah diberi es terlebih dahulu. Perbandingan jumlah es dengan hasil tangkapan yaitu 2 : 1. Ikan yang telah dimasukkan ke dalam palka dan cool box ditambahkan es dengan jumlah yang telah disebutkan di atas. Saat hendak didaratkan, ikan dikeluarkan dari dalam palka atau cool box dan ditaruh di atas dek. Lalu 6-8 orang nelayan memasukkan hasil tangkapan tersebut ke dalam keranjang untuk dipasarkan.
Proses
pemindahan hasil tangkapan ke keranjang dilakukan dibawah sinar matahari langsung. Sinar matahari langsung adalah salah satu penyebab yang mempercepat proses kemunduran mutu ikan sehingga ikan akan lebih cepat busuk dari waktu yang seharusnya. Setelah semua ikan selesai dimasukkan kedalam keranjang, ikan tersebut langsung diambil oleh toke bangku untuk dijual. Toke bangku adalah orang bertugas untuk menawarkan hasil tangkapan dan mencatat seluruh penjualan hasil tangkapan yang dipasarkan. Ada beberapa toke bangku yang sebenarnya adalah pemilik kapal, namun sebagian besar toke bangku adalah orang kepercayaan pemilik kapal untuk menjual hasil tangkapan dari kapal yang bersangkutan. Pendapatan toke bangku berasal dari keuntungan penjualan hasil tangkapan, besarnya adalah 15% dari hasil penjualan ikan yang dijualnya. Tidak ada penanganan khusus yang dilakukan untuk menjaga kesegaran hasil tangkapan yang akan dipasarkan. Ikan hanya dibiarkan dalam keranjang bambu tanpa diberi es atau dilindungi dari sinar matahari langsung. Padahal proses pemasaran dilakukan dalam waktu yang lama, berkisar antara 4-5 jam setelah ikan didaratkan. Tidak adanya penanganan hasil tangkapan seperti yang dijelaskan diatas juga terjadi di PPI Muara Angke (Faubiany, 2008), sehingga memungkinkan terjadinya penurunan mutu hasil tangkapan. Ikan yang dipasarkan juga bukan hanya ikan-ikan atau hasil tangkapan yang didaratkan pada hari yang sama. Ada beberapa ikan yang telah didaratkan sehari sebelum dilakukannya proses pemasaran. Ikan yang disimpan tersebut tetap diletakkan pada cool box dengan diberi es. Namun beberapa jam sebelum ikan tersebut dijual, ikan tersebut dimasukkan kedalam keranjang tanpa diberi es. Kebanyakan ikan yang didaratkan sehari sebelum dipasarkan mengalami kemunduran mutu yang ditandai dengan tekstur daging tidak elastis dan mata
67
68
yang mulai berlendir pada ikan tersebut. Hal ini juga akan berpengaruh terhadap harga ikan tersebut yang juga akan mengalami penurunan.
(3) Aktivitas pemasaran hasil tangkapan Terdapat 2 jenis aktivitas pemasaran yang terjadi di PPP Lampulo, yaitu pemasaran oleh pengecer dan pemasaran oleh toke bangku.
Pemasaran oleh
pengecer dilakukan di belakang, di depan dan di dalam gedung TPI. Berdasarkan pengamatan saat penelitian, diketahui bahwa posisi tempat pemasaran ini cukup buruk, hal ini dikarenakan tidak adanya tempat khusus untuk menaruh hasil tangkapan yang akan dijual. Ikan yang akan dijual hanya diletakkan di plastik atau terpal besar di atas tanah becek atau terdapat banyak genangan air (Gambar 26) dan hanya dipercikkan air sesekali untuk penyegaran sehingga hal tersebut dapat menjadi penyebab terjadinya penurunan kualitas ikan lebih cepat. Berbeda dengan sebagian aktivitas pemasaran yang terjadi di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat.
Hasil tangkapan yang
dipasarkan sebagian besar telah menggunakan wadah dan ditaburi es curah, walau sebagian lainnya masih ada yang diletakkan di atas lantai TPI (Pane, 2008b). Selain itu, seharusnya pelaksanaan aktivitas pemasaran di PPP Lampulo yang dilakukan oleh pengecer tidak boleh dilaksanakan di gedung TPI karena gedung TPI adalah sarana yang disediakan untuk melaksanakan aktivitas pelelangan. Hasil tangkapan yang dipasarkan oleh pengecer biasanya memiliki harga yang lebih tinggi dari harga ikan yang dipasarkan oleh toke bangku. Namun, jumlah ikan yang dapat dibeli oleh pengecer dapat dilakukan sesuai kebutuhan atau keinginan konsumen.
68
69
Gambar 26
Kondisi tempat pengecer menjual hasil tangkapannya di depan gedung TPI PPP Lampulo tahun 2010.
Lain halnya dengan pemasaran yang dilakukan oleh toke bangku, toke bangku hanya memasarkan ikan per keranjangnya, dimana harga ikan untuk satu keranjang berkisar antara Rp 100.000,00 sampai Rp 300.000,00 bergantung pada jenis ikan. Pemasaran yang dilakukan oleh toke bangku hanya dilakukan di dermaga pendaratan (Gambar 27). Menurut pengamatan dan wawancara terhadap 10 orang responden diketahui bahwa masyarakat menganggap pemasaran yang dilakukan oleh toke bangku merupakan aktivitas pelelangan yang termasuk dalam jenis pelelangan tradisional. Anggapan ini diduga terjadi karena penjualan hasil tangkapan harus dilakukan per keranjang; tidak boleh menjual dalam bentuk eceran seperti per kilogram; dan terdapat aturan yaitu ketika penawaran dari satu pembeli berlangsung, pembeli yang lain tidak boleh melakukan penawaran pada waktu yang bersamaan. Namun, menurut Lubis (2010) aktivitas pemasaran yang dilakukan oleh toke bangku tidak bisa disebut sebagai aktivitas pelelangan karena dalam aktivitas pelelangan terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi antara lain: 1) Setiap kapal yang ingin melelang hasil tangkapan harus melapor atas kedatangan kapal dan melakukan pendaftaran lelang serta mengambil nomor urut lelang. 69
70
2) Setelah itu hasil tangkapan yang akan dilelang ditimbang lalu dimasukkan ke dalam wadah yang disediakan untuk dilelang dan kemudian diletakkan di gedung TPI untuk dilelang. 3) Pelelangan akan dimulai ketika pemimpin lelang menawarkan harga mulai dari yang paling rendah hingga paling tinggi, dan ketika sudah ada pembeli yang menyetujui dengan harga tertinggi yang ditawarkan maka dianggap sebagai pemenang lelang. 4) Selain itu, pada pelelangan terdapat biaya retribusi lelang yang didapat dari pemenang lelang dan nelayan/pemilik hasil tangkapan yang dibeli oleh pemenang lelang tersebut.
Gambar 27 Aktivitas pemasaran oleh toke bangku di dermaga pendaratan PPP Lampulo tahun 2010. Ada beberapa hal yang menyebabkan proses pemasaran oleh toke bangku di PPP Lampulo ini tidak dapat dikategorikan sebagai aktivitas pelelangan yaitu: 1) Tidak adanya syarat khusus yang harus dipenuhi sebelum hasil tangkapan tersebut dipasarkan. Dalam proses pemasaran yang dilakukan, terdapat syarat yang tidak dipenuhi agar hasil tangkapan yang didaratkan bisa dijual melalui proses lelang, seperti nelayan yang melelang hasil tangkapannya tidak melakukan pendaftaran terlebih dahulu pada petugas lelang; 2) Sistem penentuan harga pada proses pemasaran oleh toke bangku ini tidak seperti pada proses pelelangan di pelabuhan lainnya, dimana harga terus 70
71
menerus akan naik hingga mencapai harga yang disepakati oleh peserta lelang. Di PPP Lampulo, penentuan harga ikan disesuaikan dengan proses tawar menawar antara penjual (toke bangku) dan pembeli (pengecer). Pertama kali penjual akan menawarkan harga, jika pembeli tidak setuju pembeli bisa menawar lagi harga tersebut hingga mencapai kesepakatan.
Kondisi ini
menggambarkan bahwa proses pemasaran di PPP Lampulo seperti proses jual beli yang biasa dilakukan antara penjual dan pembeli. Adapun proses pemasaran yang dilakukan oleh toke bangku di PPP lampulo adalah sebagai berikut: 1. Ikan yang sudah dimasukkan ke dalam keranjang didaratkan di dermaga. Ikan tersebut dibagi berdasarkan jenis dan ukuran relatif. Tiap keranjang memiliki berat sekitar 20 kg. Penentuan berat hasil tangkapan per keranjangnya hanya berdasarkan perkiraan karena tidak dilakukan proses penimbangan. 2. Setelah ikan selesai didaratkan, ikan tersebut langsung dijual oleh toke bangku. Satu orang toke bangku biasanya mencatat data penjualan hasil tangkapan untuk 4-5 kapal yang berbeda. 3. Penawaran dilakukan oleh dua belah pihak, yaitu penjual dan pembeli. Ketika satu pembeli sedang melakukan proses tawar menawar, pembeli yang lain tidak boleh ikut dalam proses tawar menawar tersebut. Jika pembeli yang satu tidak berhasil mencapai kesepakatan dengan penjual, maka pembeli yang lain baru boleh melakukan penawaran dengan penjual. 4. Setelah tercapai harga yang disepakati, maka pembeli bisa langsung membawa ikan yang telah dibeli. Proses pemasaran yang berlangsung di dermaga dan TPI juga menimbulkan dampak antara lain terdapat potongan tubuh ikan di lantai dermaga dan TPI, adanya sampah makanan, puntung rokok, genangan darah ikan, dan genangan air. Adanya sampah fisik ini akan berpengaruh terhadap mutu hasil tangkapan yang dijual, apalagi pemasaran yang dilakukan di dermaga berlangsung di tempat terbuka sehingga hasil tangkapan terkena sinar matahari langsung dan terkontaminasi dengan udara kotor yang menyebabkan waktu pembusukan atau penurunan mutunya akan berjalan lebih cepat.
71
72
(4) Aktivitas pengangkutan hasil tangkapan Setelah dilakukan proses pendaratan hasil tangkapan di dermaga pendaratan, hasil tangkapan yang akan dijual oleh toke bangku akan langsung diterima oleh toke bangku, sedangkan untuk hasil tangkapan yang tidak dijual oleh toke bangku akan diangkut ke gedung pengemasan atau ke TPI. Biasanya hasil tangkapan yang diangkut ke gedung pengemasan atau TPI adalah hasil tangkapan jenis cumi dan tongkol atau yang bernilai ekonomis tinggi seperti tuna atau cakalang yang akan diekspor ke luar daerah atau yang sudah memiliki pemilik. Pengangkutan hasil tangkapan tersebut dilakukan dengan menggunakan gerobak dimana gerobak tersebut dapat mengangkut 4-6 keranjang dalam sekali angkut (Gambar 28). Pengangkutan tersebut dilakukan oleh kuli angkut. Di PPP Lampulo tidak ada organisasi perkumpulan dari kuli angkut. Kuli angkut yang terdapat di PPP Lampulo adalah kuli angkut bebas, dimana orang-orangnya berasal dari masyarakat sekitar. Selain itu, tidak ada pembagian kerja untuk kuli angkut, biasanya mereka mengangkut hasil tangkapan dari dermaga ke gedung pengemasan atau TPI. Upah kuli angkut Rp 3.500,00/keranjang untuk orang yang berasal dari luar PPP Lampulo dan Rp 2.500,00/keranjang untuk orang yang berasal dari dalam PPP Lampulo.
Gambar 28 Aktivitas pengangkutan ikan dengan menggunakan gerobak di PPP Lampulo tahun 2010.
72
73
Selama proses pengangkutan, hasil tangkapan tidak tertutup sehingga terkena sinar matahari langsung dan terkontaminasi dengan udara kotor yang akan mempercepat penurunan mutu hasil tangkapan sehingga akan lebih cepat busuk. Dampak dari aktivitas pengangkutan ini adalah adanya ceceran darah dan potongan tubuh ikan di sepanjang jalur pengangkutan. Hal ini juga terjadi pada proses pengangkutan yang berlangsung di PPI Muara Angke, bahkan di PPI muara Angke ikan yang akan diangkut tidak dicuci terlebih dahulu sehingga kotoran tetap menempel pada tubuh ikan (Faubiany, 2008).
5.2.2 Jumlah orang yang beraktivitas dan sampah fisik yang terdapat di dermaga dan TPI di PPP Lampulo Terdapat faktor lain selain aktivitas yang mempengaruhi sanitasi dan higienitas dermaga dan TPI di PPP Lampulo, yaitu banyaknya orang yang beraktivitas dan jumlah sampah fisik yang terdapat di dermaga dan TPI tersebut. Banyaknya orang yang beraktivitas di dermaga dan TPI secara tidak langsung mempengaruhi banyaknya sampah yang terdapat di dermaga dan TPI tersebut. Apalagi jika orang-orang tersebut tidak peduli terhadap kebersihan lingkungan misalnya membuang sampah sembarangan yang berakibat pada kotornya lingkungan dan menimbulkan bau yang tidak sedap jika sampah tersebut dibiarkan menumpuk dan membusuk. Berdasarkan pengamatan diperoleh bahwa sampah fisik di dermaga dan TPI meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah orang yang beraktivitas di dermaga dan TPI (Tabel 11, 12, 13, 14, dan 15). Tabel 11 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan jumlah sampah yang dihasilkan pada pagi hari dan sore hari. Perbedaan ini dikarenakan jumlah kapal yang mendarat pada pagi hari lebih banyak dibandingkan pada sore hari sehingga jumlah orang yang beraktivitas pada pagi hari juga lebih banyak dibandingkan sore hari dan hal ini secara tidak langsung meningkatkan jumlah sampah fisik di dermaga dan TPI yang berasal dari aktivitas yang dilakukan. Berdasarkan data dari Tabel 11 dapat diketahui bahwa estimasi jumlah sampah padat dari kotak amatan 1-8 pada pagi hari secara berturut-turut yaitu sebesar 30, 80, 101, 61, 67, 135, 307, dan 173 potongan. Pada kotak amatan ke-7
73
74
adalah kotak amatan yang memiliki potongan sampah padat terbanyak, begitu pula untuk pengamatan pada sore hari, komposisi potongan sampah terbanyak juga terdapat pada kotak amatan ke-7 (Gambar 29). Estimasi jumlah sampah pada sore hari dari kotak amatan ke-1 sampai kotak amatan ke-8 secara berturut-turut adalah 26, 43, 64, 34, 36, 65, 240, dan 106 potongan. Tabel 11 Jumlah sampah padat di dermaga PPP Lampulo tahun 2010
Hari/ tanggal
Sabtu 10 April 2010
Sabtu 10 April 2010
Waktu
Kotakan ke-
1 2 3 10.00 4 s/d 5 11.00 6 7 8 Rata-rata Simpangan Kisaran Jumlah 1 2 3 17.00 4 s/d 5 18.00 6 7 8 Rata-rata Simpangan Kisaran Jumlah
Jumlah sampah/limbah/buangan amatan menurut jenis (potong) Sisa Botol/ Plastik Puntung Potongan makanan kaleng bekas rokok tubuh ikan (Kulit buah) bekas 3 10 12 5 8 18 19 5 30 13 32 34 6 16 13 22 11 6 9 15 16 11 20 5 46 55 14 12 8 54 104 61 73 15 29 58 13 66 7 23 39 22 24 11 18,6 31,6 17,6 28,5 9,2 3-54 10-104 11-61 5-73 0-30 181 315 175 193 90 2 8 12 2 2 3 10 12 2 16 10 21 15 4 14 7 13 8 4 2 7 9 6 12 2 22 31 5 4 3 52 98 43 41 6 14 32 6 52 2 15 16,4 2-52
28 30,0 8-98
13 12,5 5-43
15 19,8 2-52
6 5,8 2-16
117
222
107
121
47
Adapun banyaknya sampah padat yang terdapat di seluruh kotak amatan pada pagi hari berupa botol/kaleng bekas yang berkisar antara 3-54 potongan, plastik bekas berkisar antara 10-104 potongan, puntung rokok sebanyak 11-61 potongan, potongan tubuh ikan sebanyak 5-73 potongan, dan yang berupa sisa 74
75
makanan seperti kulit buah berkisar antara 0-30 potongan. Namun, banyaknya sampah padat tersebut menurun pada pengamatan yang dilakukan sore hari. Ini terlihat dengan adanya potongan-potongan seluruh jenis sampah di dermaga yang berkisar antara 2 sampai 98 potongan (Tabel 11). Jika dilihat secara keseluruhan dari luas dermaga, estimasi jumlah sampah padat berdasarkan jenisnya yang terdapat di dermaga pada pagi hari yaitu 181 potongan berupa botol/kaleng bekas, 315 potongan plastik bekas, 175 potongan puntung rokok, 193 potongan tubuh ikan, dan 90 potongan sisa makanan. Pada pengamatan sore hari diperoleh jumlah botol/kaleng bekas sebanyak 117 potongan, plastik bekas 222 potongan, puntung rokok 107 potongan, potongan tubuh ikan 121 potongan, dan berupa sisa makanan sebanyak 47 potongan (Tabel 11).
Gambar 29 Histogram jumlah sampah berupa potongan sampah per kotak amatan di dermaga PPP Lampulo tahun 2010. Banyaknya jumlah sampah yang terdapat di dermaga juga terjadi di PPN Palabuhanratu. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Pane (2008b) diperoleh bahwa persentase luas areal aktivitas terkena potongan ikan di dermaga mencapai 28,8%, lebih besar 12,1% dibandingkan luas areal yang terkena dampak pada pengamatan di TPI.
75
76
Selain itu, sampah cair yaitu genangan air dan darah ikan yang terdapat di dermaga PPP Lampulo juga berbeda-beda tiap kotak amatannya.
Pada
pengamatan pagi hari, diperoleh bahwa genangan air/lendir yang terbesar terdapat pada kotak amatan ke-2, sedangkan luas genangan darah yang terbesar terdapat pada kotak amatan ke-3 yaitu 2.160 cm2 (Tabel 12). Rata-rata luas genangan per kotak amatan adalah 1.783 cm2 atau berkisar antara 0 cm2–7.100 cm2 per kotak amatan. Tabel 12 Jumlah sampah cair di dermaga PPP Lampulo tahun 2010 Hari/ tanggal
Waktu
Sabtu 10 April 2010
10.00 s/d 11.00
Sabtu 10 April 2010
17.00 s/d 18.00
Kotakan ke1 2 3 4 5 6 7 8 Rata-rata Simpangan Kisaran Jumlah 1 2 3 4 5 6 7 8 Rata-rata Simpangan Kisaran Jumlah
Jumlah sampah/limbah/buangan amatan menurut jenis (cm2) Genangan darah ikan Genangan air/lendir 360 580 770 7.100 2.160 5.000 50 3.505 850 400 5.600 500 1.650 468 3.098 737,0 2.571,8 0-2.160 500-7.100 3.740 24.785 240 420 330 3.100 850 200 230 430 120 100 80 150 220 221 284,0 0-850 1.770
588 1.023,8 80-3.100 4.700
Pengamatan pagi hari diperoleh bahwa banyak kotak amatan yang memiliki genangan darah ikan sebesar 62% dari keseluruhan kotak amatan, sedangkan genangan air/lendir terdapat pada seluruh kotak amatan. Jika dilihat 76
77
secara keseluruhan dari luas dermaga PPP Lampulo pada pengamatan pagi hari, luas genangan mencapai 28.525 cm2 yang terdiri atas 3.740 cm2 genangan darah ikan dan 24.785 cm2 genangan air/lendir atau 13% genangan darah ikan dan 87% genangan air/lendir (Tabel 12). Tabel 12 juga menunjukkan bahwa waktu pengamatan sore hari diperoleh rata-rata luas genangan pada tiap kotak amatan sebesar 809 cm2 yang terdiri atas genangan darah 221 cm2 dan genangan air/lendir 588 cm2 dimana luas genangan darah untuk tiap kotak amatan berkisar antara 0-850 cm2 dan luas genangan air/lendir berkisar antara 80-3.100 cm2. Banyaknya kotak amatan yang tergenang darah pada waktu pengamatan sore hari sama seperti pada pagi hari yaitu 62%, sedangkan genangan air/lendir terdapat pada seluruh kotak amatan. Selain dermaga pendaratan, lokasi yang menjadi tempat pengamatan banyaknya sampah fisik juga dilakukan di TPI. Di dalam gedung TPI tidak terlalu banyak sampah fisik berupa sampah padat. Hal ini terjadi karena di dalam gedung TPI tidak berlangsung banyak aktivitas, sebagian besar luas gedung TPI digunakan untuk menaruh cool box yang berukuran besar sehingga luas TPI yang tersisa digunakan untuk aktivitas pemasaran oleh pengecer. Sampah fisik berupa sampah padat yang paling banyak terdapat di TPI pada pagi dan sore hari adalah sampah plastik bekas dan potongan tubuh ikan, yaitu sebanyak 103 potongan sampah plastik bekas dan 135 potongan tubuh ikan pada pagi hari, sedangkan pada sore hari diperoleh sampah plastik bekas sebanyak 50 potongan dan potongan tubuh ikan 46 potongan (Tabel 13). Berdasarkan Tabel 13 diketahui pengamatan pada pagi hari diperoleh jumlah sampah padat yang berbeda untuk tiap jenisnya, yaitu jenis botol/kaleng bekas sebanyak 18 potongan, puntung rokok sebanyak 38 potongan, dan yang termasuk jenis sisa kulit buah sebanyak 5 potongan.
Sementara untuk
pengamatan pada sore hari, jumlah sampah padat untuk jenis botol/kaleng bekas diperoleh sebanyak 21 potongan, puntung rokok sebanyak 17 potongan, dan sisa kulit buah sebanyak 2 potongan.
77
78
Tabel 13 Jumlah sampah padat di TPI PPP Lampulo tahun 2010
Hari/ tanggal
Sabtu 10 April 2010
Sabtu 10 April 2010
Waktu
Kotakan ke-
1 2 3 4 10.00 5 s/d 6 11.00 7 8 9 10 Rata-rata Simpangan Kisaran Jumlah 1 2 3 4 17.00 5 s/d 6 18.00 7 8 9 10 Rata-rata Simpangan Kisaran Jumlah
Jumlah sampah/limbah/buangan amatan menurut jenis (potong) Sisa Botol/ Plastik Puntung Potongan makanan kaleng bekas rokok tubuh ikan (Kulit buah) bekas 1 4 5 3 8 22 3 14 5 22 2 1 14 1 12 1 14 5 13 2 1 13 8 7 2 13 4 15 1 10 4 18 2 3 2 0,9 1-3
9 4 10 4,0 4-14
3 3 4 2,3 0-8
10 16 14 6,8 0-22
1 1 0,8 0-2
18 2 2 4 1 2 1 1 5
103 2 3 6 7 7 4 6 7
38 2 2 3 4 2 1
135 8 8 5 6 3 7 3
5 1 -
2 1 2 1,4 1-5
5 3 5 1,9 2-7
2 1 2 1,3 0-4
4 2 5 2,7 2-8
1 0 0,4 0-1
21
50
17
46
2
-
Jumlah sampah cair di TPI juga terbagi atas 2 jenis yaitu genangan air/lendir dan darah ikan. Tabel 14 menunjukkan bahwa untuk pengamatan pagi hari diperoleh luas genangan darah ikan hanya terdapat pada 3 kotak dari 10 kotak amatan yaitu di kotak amatan ke-4, kotak amatan ke-7, dan kotak amatan ke-9 dimana luas masing-masing genangan darah sebesar 1500 cm2, 50 cm2, 165 cm2, sedangkan pada sore hari luas genangan darah terdapat pada 4 kotak amatan yaitu 78
79
kotak amatan ke-2, kotak amatan ke-5, kotak amatan ke-7, dan kotak amatan ke10 dengan luas masing-masing genangan sebesar 134 cm2, 125 cm2, 200 cm2, dan 50 cm2. Rata-rata genangan darah ikan pada pengamatan pagi dan sore hari yaitu 172 cm2 dan 51 cm2 yang berkisar antara 0 cm2-1500 cm2 untuk pengamatan pagi hari dan 0 cm2-200 cm2 untuk pengamatan sore hari. Tabel 14 Jumlah sampah cair di TPI PPP Lampulo tahun 2010 Hari/ tanggal
Sabtu 10 April 2010
Sabtu 10 April 2010
Waktu
Kotakan ke-
1 2 3 4 10.00 5 s/d 6 11.00 7 8 9 10 Rata-rata Simpangan Kisaran Jumlah 1 2 3 4 17.00 5 s/d 6 18.00 7 8 9 10 Rata-rata Simpangan Kisaran Jumlah
Jumlah sampah/limbah/buangan amatan menurut jenis (cm2) Genangan darah ikan Genangan air/lendir 680 7.250 5.565 1.500 2.050 1.565 75 50 325 10.540 165 172 469,7 0-1.500
650 1.205 2.991 3.563,6 75-10.540
1.715 134 125 200 -
29.905 540 500 80 35 150 20 100 75
50 51 74,7 0-200
225 100 183 187,2 20-540
509
1.825
Berdasarkan Tabel 14 diketahui bahwa jumlah luas genangan air/lendir untuk pengamatan pagi hari sebesar 29.905 cm2, sedangkan pada sore hari jumlah 79
80
luas genangan air/lendir lebih sedikit dibandingkan pada pagi hari yaitu sebesar 1.825 cm2, dimana kotak amatan yang memiliki luas genangan yang paling besar yaitu kotak amatan ke-8 pada waktu pengamatan pagi hari dan kotak amatan ke-1 untuk pengamatan pada sore hari. Jumlah kotak amatan yang tidak tergenang darah ikan pada pengamatan pagi hari sebesar 70% dan pada sore hari sebesar 60% dari keseluruhan kotak amatan, dimana luas genangan darah ikan untuk seluruh luas TPI pada pagi dan sore hari mencapai 1.715 cm2 dan 509 cm2. Jadi, jumlah luas genangan untuk seluruh luas TPI pada pagi hari mencapai 31.620 cm2, sedangkan untuk pengamatan pada sore hari mencapai 2.334 cm2 (Tabel 14). Banyaknya jumlah sampah fisik yang terdapat di dermaga dan TPI tersebut secara tidak langsung dipengaruhi oleh banyaknya orang yang beraktivitas di tempat tersebut. Rata-rata orang yang melakukan aktivitas tiap waktu amatan per kelompoknya adalah sebanyak 34 orang yang termasuk kelompok pedagang ikan, 7 orang pedagang non-ikan seperti pedagang asongan, 75 orang kelompok pembeli, dan 58 orang kelompok toke bangku (Tabel 15), dimana masing-masing kelompok orang tersebut berpotensi menghasilkan sampah fisik baik berupa sampah padat (botol/kaleng bekas, plastik bekas, puntung rokok, potongan tubuh ikan, dan sisa makanan) maupun sampah cair berupa genangan darah ikan dan air/lendir. Berdasarkan perhitungan diperoleh bahwa estimasi jumlah orang yang beraktivitas di dermaga dan TPI pada waktu pagi hari sebanyak 168 orang yang dikelompokkan atas pedagang ikan sebanyak 35 orang, pedagang non-ikan sebanyak 8 orang, pembeli sebanyak 87 orang, dan toke bangku sebanyak 65 orang. Untuk pengamatan pada sore hari, estimasi jumlah orang yang melakukan aktivitas sebanyak 160 orang yang terbagi atas pedagang ikan sebanyak 33 orang, pedagang non-ikan sebanyak 6 orang, pembeli sebanyak 63 orang, dan toke bangku sebanyak 58 orang, sehingga diperoleh estimasi jumlah orang yang beraktivitas dalam satu hari di dermaga dan TPI PPP Lampulo sebanyak 357 orang (Tabel 15).
80
81
Tabel 15 Jumlah kelompok orang yang beraktivitas di dermaga dan TPI PPP Lampulo tahun 2010
Hari/tanggal
Waktu
Sabtu 10 April 2010
10.00 s/d 11.00 Sub jumlah Sabtu 17.00 s/d 10 April 18.00 2010 Sub jumlah Rata-rata Simpangan Kisaran
Kelompok orang yang beraktivitas (orang) Pedagang Pedagang Pembeli Toke bangku Ikan non-ikan 35
8
87
65
63
58
75 17,0 63-87
62 4,9 58-65
195 33
6 160
34 1,4 33-35
Jumlah
7 1,4 6-8 357
Banyaknya sampah di dermaga dan TPI PPP Lampulo tersebut dapat mengganggu aktivitas yang berlangsung, dimana dengan banyaknya sampah di dermaga dan TPI menyebabkan lahan yang dapat digunakan untuk beraktivitas semakin sedikit sehingga aktivitas tidak dapat dilaksanakan secara optimal. Selain itu, banyaknya sampah fisik berupa sampah padat membuat dermaga dan TPI terlihat kotor dan sampah tersebut dapat menyumbat saluran pembuangan yang terdapat di sekitar TPI sehingga sanitasi di dermaga dan TPI menjadi tidak baik yang nantinya berpengaruh pada mutu hasil tangkapan, dimana hasil tangkapan akan lebih cepat busuk karena adanya bakteri yang melekat pada tubuh hasil tangkapan akibat terkontaminasi dari sampah tersebut. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa banyaknya sampah di dermaga dan TPI PPP Lampulo memerlukan suatu upaya yang dapat dilakukan oleh pihak UPTD PPP Lampulo sebagai pihak pengelola PPP Lampulo atau bekerjasama dengan instansi terkait lainnya. Upaya yang dapat dilakukan antara lain memasang larangan membuang sampah sembarangan, menyediakan sarana pembuangan sampah dalam jarak tertentu, menyediakan keranjang yang tertutup agar tidak ada ceceran darah ikan dan air sisa bongkahan es, serta melakukan pembersihan sampah secara rutin (baik berupa sampah padat ataupun cair) dalam jangka waktu tertentu. 81
82
5.3 Faktor-faktor Terkait Sanitasi yang Berpengaruh terhadap Mutu Hasil Tangkapan di PPP Lampulo Dermaga dan TPI PPP Lampulo sebagai tempat yang paling banyak dilakukannya aktivitas perikanan di PPP Lampulo seperti aktivitas pendaratan, pemasaran, dan distribusi, memiliki dampak dari kondisi sanitasi yang tidak baik yang berpengaruh terhadap mutu hasil tangkapan sehingga terjadinya penurunan mutu.
Terdapat beberapa penyebab penurunan mutu hasil tangkapan terkait
permasalahan sanitasi dengan menganalisis faktor penyebabnya menggunakan diagram sebab akibat (fishbone diagram) agar diketahui upaya yang tepat dalam mengatasi permasalahan mengenai penurunan mutu hasil tangkapan tersebut. Faktor penyebab utama penurunan mutu hasil tangkapan terkait sanitasi di PPP Lampulo adalah fasilitas pendukung sanitasi di PPP Lampulo, penanganan hasil tangkapan, proses pemasaran, dan pelaku.
Ikan mulai dianalisis sejak
pendaratannya di dermaga sampai dibeli oleh konsumen. Setiap faktor penyebab utama dibuat akar permasalahan lebih rinci yang disebut sebagai faktor penyebab akar dari karakteristik mutu (Murdaniel, 2007). Berikut adalah rincian mengenai faktor penyebab utama dan faktor penyebab akar dari penurunan mutu hasil tangkapan di PPP Lampulo: (1) Pelaku Salah satu faktor penyebab utama penurunan mutu hasil tangkapan adalah pelaku.
Akar permasalahan dari faktor penyebab utama ini dibagi 3, yaitu
nelayan, pedagang, dan pembeli. Pertama, nelayan sebagai pelaku pertama yang berhubungan langsung dengan hasil tangkapan belum memiliki kesadaran akan pentingnya sanitasi terhadap mutu hasil tangkapan.
Selain itu, kebanyakan
nelayan yang terdapat di PPP Lampulo tidak menjaga kebersihan. Berdasarkan wawancara dengan staf LPPMH diketahui bahwa pernah ada lembaga yang memberikan pelatihan mengenai cara penanganan hasil tangkapan agar mutu hasil tangkapan tetap terjaga, namun nelayan di PPP Lampulo tidak memberikan respon yang baik karena menurut kebanyakan nelayan PPP Lampulo penanganan yang mereka lakukan selama ini sudah cukup baik untuk menjaga mutu hasil tangkapan yang didaratkan di PPP Lampulo. Pada gedung TPI sudah ditempel spanduk mengenai tata cara penanganan ikan yang baik yang sesuai
82
83
dengan standar dari FAO agar tubuh ikan tidak rusak dan mutunya tetap terjaga (Gambar 31), namun nelayan tidak mengindahkan hal tersebut. Spanduk tersebut menjelaskan bahwa nelayan harus mencegah kerusakan fisik pada ikan seperti mengambil ikan dari palka secara hati-hati dan bekerja dengan cepat, cermat, dan higienis.
Selain itu, penggunaan wadah yang terbuat dari kayu atau bambu
dilarang karena bersifat dapat menyimpan air sehingga bakteri lebih mudah menempel pada wadah tersebut. Kedua, pedagang yang terbagi atas toke bangku dan pedagang pengecer, juga tidak memiliki kesadaran terhadap mutu hasil tangkapan, serta pedagang non-ikan yang berjualan di sekitar dermaga dan TPI yang tidak menjaga kebersihan. Selain itu, toke bangku, pedagang pengecer, dan pedagang non-ikan juga seringkali membuang sampah sembarangan seperti membuang puntung rokok, meludah sembarangan, dan membuang sampah sisa makanan disembarang tempat.
Hal ini berpengaruh terhadap mutu hasil tangkapan dimana dengan
adanya sampah tersebut dapat mempercepat proses pembusukan pada tubuh ikan. Faktor penyebab yang ketiga adalah pembeli. Kebanyakan pembeli tidak peduli dengan sanitasi terhadap ikan yang dibeli, pembeli hanya melihat fisik ikan sebelum dibeli, padahal mutu ikan yang dibeli belum tentu sama seperti saat dibeli. Penurunan mutu dapat terjadi karena waktu tunggu jika ikan tersebut tidak ditangani dengan baik. Semakin lama ikan itu ditangani, baik diberi penanganan seperti diberi es atau dikonsumsi/dimasak, maka semakin cepat mutunya menurun. Selain itu, pembeli sebagai salah satu pengguna pelabuhan juga sering membuang sampah sembarangan. Ditambah dengan adanya orang-orang yang tidak berkepentingan beraktivitas di dermaga dan TPI, yang juga berpotensi menghasilkan sampah fisik. Diperlukan upaya penanganan sampah dari UPTD misalnya dengan menerapkan aturan dan sanksi yang tegas terhadap orang-orang yang membuang sampah sembarangan.
83
84
Gambar 30
Spanduk (di depan gedung TPI PPP Lampulo) mengenai tata cara penanganan ikan dengan baik tahun 2010.
Solusi lainnya yang dapat dilakukan oleh UPTD yaitu mengadakan pelatihan bagi nelayan mengenai penanganan hasil tangkapan yang baik, bekerjasama dengan Panglima Laot sebagai lembaga adat yang dipatuhi oleh nelayan di PPP Lampulo, dan LPPMH sebagai lembaga yang ahli dalam penjagaan mutu hasil tangkapan. Pelatihan dapat dilaksanakan secara non-formal seperti memberikan penjelasan mengenai tahapan penanganan ikan sejak di kapal hingga dipasarkan dengan cara membaur dengan masyarakat nelayan, mengingat nelayan-nelayan yang terdapat di PPP Lampulo memiliki watak yang keras dan susah menerima informasi dari orang yang dianggap asing. Adanya pelatihan tersebut diharapkan dapat meningkatkan kesadaran nelayan sebagai pelaku pertama yang berhubungan langsung dengan hasil tangkapan untuk menjaga mutu dan menangani hasil tangkapan sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan, sehingga nantinya diharapkan pendapatan nelayan dan nilai produksi PPP Lampulo dapat meningkat.
(2) Sanitasi Permasalahan dari segi sanitasi yang berpengaruh terhadap penurunan mutu hasil tangkapan adalah sanitasi di dermaga dan TPI karena aktivitas yang paling banyak dilakukan berlangsung dikedua tempat tersebut, yaitu pada saat 84
85
proses pendaratan dan pemasaran.
Proses pendaratan dan pemasaran dapat
menimbulkan sampah fisik baik berupa potongan sampah maupun berupa genangan.
Adanya sampah fisik berupa sampah padat banyak ditemukan di
dermaga dan TPI seperti botol/kaleng bekas minuman, plastik bekas, kulit buah, puntung rokok, potongan tubuh ikan, dan genangan air dan darah ikan.
Selain
itu, konstruksi beberapa bagian bangunan di TPI dan dermaga juga sudah rusak. Pada lantai TPI terdapat banyak lubang sehingga mengakibatkan genangan air/lendir yang ada digedung TPI tidak bisa mengalir ke saluran pembuangan. Pada lantai gedung TPI juga tidak terpasang alat penyemprot lantai yang digunakan untuk membersihkan TPI. Di sekitar dermaga dan TPI tidak ditemukan tempat sampah sehingga orang-orang yang beraktivitas di tempat tersebut membuang sampah sembarangan yang mengakibatkan saluran-saluran pembuangan di sekitar TPI dipenuhi oleh sampah dan tidak dapat difungsikan lagi.
Tempat sampah untuk tempat
penampungan sampah sementara juga tidak ditemukan di PPP Lampulo. Tulisantulisan “dilarang membuang sampah” jarang ditemukan di PPP Lampulo sehingga pengguna pelabuhan sering membuang sampah sembarangan yang menyebabkan banyaknya potongan sampah di tempat-tempat yang banyak terjadi aktivitas seperti dermaga dan TPI. Permasalahan sanitasi juga terdapat pada keranjang yang digunakan untuk menaruh hasil tangkapan yang didaratkan.
Keranjang terbuat dari anyaman
bambu yang memiliki celah yang dapat membuat potongan tubuh ikan menempel pada celah tersebut. Selain itu, keranjang yang terbuat dari bambu merupakan bahan yang mudah menyerap air sehingga bakteri mudah menempel pada keranjang, apalagi keranjang tersebut tidak dicuci bersih setelah pemakaian sehingga bisa menyebarkan bakteri pembusuk pada tubuh ikan.
Konstruksi
keranjang yang tidak memiliki penutup menjadi faktor lainnya yang dapat menurunkan mutu hasil tangkapan. Seharusnya ikan yang didaratkan, diletakkan dalam wadah yang bersifat tidak menyerap air seperti plastik dan wadah tersebut memiliki penutup sehingga dapat melindungi ikan dari kontaminasi udara kotor dan sinar matahari langsung.
85
86
Sebenarnya terdapat beberapa wadah penampungan yang dapat digunakan untuk menaruh hasil tangkapan, seperti tong plastik (blong) atau styrofoam. Pane (2008) menyebutkan bahwa terdapat 4 fungsi utama dari wadah/basket penampungan ikan yaitu untuk mempertahankan volume, mempertahankan mutu, fungsi sanitasi atau lingkungan, dan sebagai wadah pengangkut. Wadah yang baik, dapat melindungi tubuh atau daging ikan terhadap gangguan dan tekanan dari luar seperti tekanan dari tumpukan wadah penampungan ikan lainnya, tekanan dari tumpukan ikan (bila tanpa wadah) atau tekanan benda-benda lainnya yang ada di sekitar ikan diletakkan/ditempatkan. Perlindungan ini akan mencegah tubuh/daging ikan terluka atau menjadi rusak, mencegah ikan terkena tumpahan atau tetesan lendir dari ikan-ikan dalam basket yang berada di atasnya. Selain itu, wadah penampungan juga melindungi ikan dari sentuhan langsung dengan pencemar seperti air kotor ataupun kotoran lainnya yang ada di pelabuhan. Selanjutnya Pane juga menyebutkan bahwa jika wadah tersebut digunakan sebagai pengangkut maka harus mampu mengangkut ikan dalam volume ukuran dan jenis-jenis ikan dominan yang didaratkan di suatu pelabuhan perikanan. Selain itu, wadah pengangkut juga harus terbuat dari bahan yang tahan karat dan dikonstruksikan dengan baik agar mudah dibersihkan. Bahan-bahan logam kuat tertentu seperti besi sangat mudah teroksidasi dan menimbulkan karat, terlebihlebih bila terkena percikan air laut (di lingkungan PP/PPI). Bagian-bagian karat tersebut dapat dengan mudah terkelupas dan tercampur dengan ikan-ikan yang berada di dalam wadah dan pada akhirnya akan membahayakan jika ikan tersebut dikonsumsi. Kurangnya air bersih (sub subbab 4.3.3) merupakan permasalahan lainnya yang dapat menyebabkan penurunan mutu hasil tangkapan.
Air bersih yang
terdapat di PPP Lampulo tidak mampu mencukupi kebutuhan nelayan untuk membersihkan hasil tangkapan.
Sarana air bersih yang disediakan hanya
digunakan untuk membersihkan TPI dan dermaga, sedangkan untuk pencucian ikan digunakan air kolam pelabuhan. Oleh karena itu, diperlukan perhatian khusus dari Pemerintah Kota Banda Aceh yang bekerjasama dengan UPTD untuk memperbaiki dermaga dan TPI; melakukan pembersihan di seluruh dermaga dan TPI secara rutin agar tidak ada
86
87
sampah yang tersisa sehingga tidak menimbulkan bau antara lain dengan air bersih; menambah sarana air bersih sehingga kebutuhan dapat tercukupi; dan hendaknya disediakan sarana pembuangan sampah di beberapa tempat yang terdapat banyak orang yang melakukan aktivitas seperti di dermaga dan TPI.
(3) Penanganan Hasil Tangkapan Penanganan hasil tangkapan yang dilakukan di PPP Lampulo belum dilakukan dengan cermat. Hal ini terlihat ketika proses pemasaran dilakukan, ikan yang terdapat di dalam keranjang tidak diberi es.
Padahal kegiatan
pemasaran yang dilakukan di dermaga berlangsung dalam waktu yang cukup lama sehingga diperlukan penanganan khusus terhadap hasil tangkapan agar mutunya tetap terjaga.
Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa orang nelayan
diketahui bahwa jumlah es balok yang terdapat di PPP Lampulo terbatas dan harganya mahal, hal ini terjadi karena es disuplai dari luar pelabuhan sehingga pemakaian es harus sehemat mungkin. Kenyataan di lapangan yang menunjukkan bahwa nelayan tidak melakukan penanganan yang baik juga terjadi saat aktivitas pembongkaran berlangsung. Dalam aktivitas pembongkaran, beberapa nelayan menggunakan alat bantu keranjang plastik untuk mengambil ikan dari palka, padahal ini dapat menyebabkan kerusakan pada tubuh ikan sehingga lebih mudah terkontaminasi oleh bakteri pembusuk yang dapat menurunkan mutunya.
Selain itu, dalam
kegiatan penyortiran, nelayan tidak menggunakan sarung tangan ketika memegang hasil tangkapan, sehingga akan lebih cepat busuk karena bersentuhan langsung yang dapat menyebabkan bakteri yang terdapat pada tangan akan menyebar ke tubuh hasil tangkapan dengan lebih cepat. Hasil tangkapan yang telah didaratkan dan diterima oleh toke bangku tidak diberikan penanganan khusus seperti diberi es untuk mendinginkan atau ditaruh di wadah yang bersih dan tertutup agar terhindar dari matahari langsung. Hasil tangkapan yang dijual oleh pedagang pengecer juga tidak diletakkan ditempat/wadah yang bersih, hanya diletakkan di lantai yang dialasi dengan plastik besar/terpal yang kotor dan dipenuhi dengan genangan darah ikan.
87
88
Pencucian ikan tidak dilakukan dengan menggunakan air bersih tetapi dengan menggunakan air kolam pelabuhan, padahal sampah-sampah fisik dibuang ke dalam kolam pelabuhan. Hal ini beresiko terhadap menurunnya mutu hasil tangkapan yang dipasarkan. Sebagian besar pengguna PPP Lampulo menganggap bahwa sampah fisik yang dibuang ke kolam pelabuhan tidak akan mencemari airnya karena letak PPP Lampulo disamping sungai Aceh sehingga air dari kolam pelabuhan tersebut akan mengalir ke laut. Tidak dilakukannya pencucian ikan juga terjadi di PPI Muara Angke (Faubiany, 2008), dimana ikan-ikan yang akan dilelang tidak diberikan es sebagai pengawet, hanya ikan-ikan yang memiliki kualitas ekspor yang diberikan es, misalnya tenggiri, kakap, dan kerapu.
Hal ini diindikasikan dengan adanya
peningkatan jumlah ikan yang tidak layak konsumsi di PPI Muara Angke dikarenakan ikan-ikan tersebut telah mengalami penurunan mutu yang cukup jauh jika dibandingkan dengan mutunya pada saat setelah pembongkaran. Sebaiknya pada saat pembongkaran dan penyortiran, nelayan dapat meminimalisir sentuhan langsung dengan hasil tangkapan, misalnya dengan menggunakan sarung tangan yang bersih. Selain itu, saat proses pembongkaran berlangsung sebaiknya hasil tangkapan tidak terkena sinar matahari langsung. Hal ini dapat dihindari dengan membuat penutup sementara dari terpal plastik di tempat terjadinya aktivitas pembongkaran. Ketika proses pembongkaran telah selesai, hendaknya hasil tangkapan diberi es curah/balok atau diletakkan dalam air dingin untuk menjaga mutunya. Menurut Junianto (2003), penjagaan mutu hasil tangkapan pada saat pemasaran dapat dilakukan dengan meletakkan hasil tangkapan di atas meja porselen atau meja kayu yang dilapisi plastik atau aluminium. Cara lainnya adalah dengan merendam hasil tangkapan pada air yang ditambah es. Selama hasil tangkapan dipajang ketika dipasarkan, sebaiknya sesekali disiram dengan air dingin, tujuannya untuk menjaga agar tubuh hasil tangkapan tetap dingin dan menghilangkan lendir. Penghilangan lendir dapat memperkecil jumlah bakteri, terutama bakteri di permukaan kulit hasil tangkapan. Lendir merupakan senyawa glukoprotein yang dihasilkan dari proses-proses biokimia yang terjadi pada ikan dan diperlukan oleh bakteri untuk pertumbuhannya.
88
89
(4) Proses Pemasaran Proses pemasaran dimulai sesaat setelah proses pendaratan selesai. Pemasaran yang pertama kali dilakukan oleh toke bangku di dermaga pendaratan. Pemasaran pada pagi hari biasanya dimulai pada pukul 06.00 WIB hingga pukul 10.30 WIB, sedangkan pemasaran pada sore dimulai pada pukul 15.00 WIB hingga pukul 17.00 WIB.
Proses pemasaran berlangsung dalam waktu yang
cukup lama sehingga dapat menyebabkan penurunan mutu hasil tangkapan. Selain itu jumlah orang yang beraktivitas pada saat proses pemasaran berlangsung juga cukup banyak sehingga secara tidak langsung membuat sampah fisik di dermaga dan TPI serta membawa kuman-kuman dan ikut mencemari ikan yang nantinya berpengaruh terhadap mutu hasil tangkapan. Oleh karena itu, diperlukan adanya aturan/syarat tertentu terhadap orang-orang yang ingin masuk ke dermaga dan TPI untuk meminimalisir sampah atau kuman di dermaga dan TPI sehingga kualitas ikan dapat lebih terjaga, misalnya dengan mensyaratkan memakai sepatu khusus untuk dapat masuk ke TPI, tidak membawa masuk binatang peliharaan, dan lain sebagainya. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa penurunan mutu hasil tangkapan merupakan dampak sanitasi yang tidak baik yang terdapat di PPP Lampulo, khususnya sanitasi di dermaga dan TPI. Kondisi sanitasi yang tidak baik ini disebabkan beberapa faktor seperti yang telah dijelaskan pada subbab 5.3. Oleh karena itu, hendaknya hal ini menjadi perhatian khusus UPTD PPP Lampulo sebagai pihak pengelola agar dapat memperbaiki kondisi sanitasi di PPP Lampulo sehingga sanitasi di PPP Lampulo menjadi lebih baik dan membawa efek positif terhadap lingkungan di PPP Lampulo sendiri, misalnya lingkungan pelabuhan yang menjadi lebih nyaman karena jumlah sampah yang sedikit dan tidak adanya bau busuk sampah dan ikan yang rusak.
89
90
Gambar 31 Diagram sebab akibat penurunan mutu hasil tangkapan terkait sanitasi di PPP Lampulo tahun 2010.
90