IDENTIFIKASI MOLEKULER, STATUS KONSERVASI, DAN PERDAGANGAN SPESIES PARI (Dasyatidae) YANG DIDARATKAN DI TEMPAT PELELANGAN IKAN LAMPUNG DAN PPN PALABUHANRATU
RANI UTARI AYUNINGTYAS
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Identifikasi Molekuler, Status Konservasi dan Perdagangan Spesies Pari (Dasyatidae) yang didaratkan di Tempat Pelelangan Ikan Lampung dan PPN Palabuhanratu adalah benar karya saya dengan arahan pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014 Rani Utari Ayuningtyas NIM C54100060
ABSTRAK RANI UTARI AYUNINGTYAS. Identifikasi Molekuler, Status Konservasi, dan Perdagangan Spesies Pari (Dasyatidae) yang didaratkan di Tempat Pelelangan Ikan Lampung dan PPN Palabuhanratu. Dibimbing oleh HAWIS MADDUPPA dan BEGINER SUBHAN. Identifikasi morfologi ikan pari di tempat pendaratan ikan sulit dilakukan karena tubuh ikan pari yang sudah hancur atau rusak akibat proses penangkapan, sehingga identifikasi genetik sangat mungkin dilakukan untuk mengetahui spesies ikan pari yang ditangkap. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi spesies pari dan menduga status konservasi dan perdagangannya. Ekstraksi sampel menggunakan metode kit produksi Qiagen. Amplifikasi gen lokus mitokondria dengan proses PCR menggunakan primer fish BCL-BCH. Tahapan annealing dilakukan pada suhu 50 °C selama 45 detik dan 38x siklus. Hasil identifikasi menunjukan 4 spesies pari, yaitu Dipturus chilensis, Himantura walga, Neotrygon kuhlii, dan Rhinoptera javanica. Hasil analisis filogenetik menunjukan bahwa pari memiliki kedekatan genetik dilihat dari clade yang bertetangga. Pari yang diidentifikasi masuk kategori dalam status konservasi IUCN antara lain 2 spesies kategori rawan (Dipturus chilensis dan Rhinoptera javanica), 1 spesies hampir terancam (Himantura walga), dan 1 spesies kekurangan data (Neotrygon kuhlii). Status perdagangan untuk keempat spesies pari yang diteliti belum dievaluasi oleh CITES. Kata kunci : identifikasi pari, DNA mitokondria, konservasi, hasil tangkapan
ABSTRACT RANI UTARI AYUNINGTYAS. Molecular Identification, Conservation Status and Trade of Stingrays (Dasyatidae) from Fisheries Port Lampung and Palabuhanratu. Supervised by HAWIS MADDUPPA and BEGINER SUBHAN. Morphological identification of stingray at fisheries port is difficult because its body had been damaged during capture and handling process. Thus genetic identification was conducted to identify the species. The purpose of this study is to identify species rays and predict its conservation and trade status. Sample extraction used by Qiagen kit method. Mitochondrial locus gene amplification PCR used by the primer fish BCL-BCH. Stages of annealing performed at a temperature of 50 °C for 45 seconds with 38 cycles. The results was founded 4 species are Dipturus chilensis, Himantura walga, Neotrygon kuhlii, and Rhinoptera javanica. Phylogenetic analysis results showed that the rays had the genetic proximity views from neighboring clade. Rays were identified in the category of the IUCN conservation status including category 2 species vulnerable (Dipturus chilensis and Rhinoptera javanica), 1 species near threatened (Himantura walga), and 1 species of data deficient (Neotrygon kuhlii). Trade status for the four species studied rays had not been evaluated by CITES. Keywords: Identification rays, mitochondrial DNA, conservation, the catch
IDENTIFIKASI MOLEKULER, STATUS KONSERVASI, DAN PERDAGANGAN SPESIES PARI (Dasyatidae) YANG DIDARATKAN DI TEMPAT PELELANGAN IKAN LAMPUNG DAN PPN PALABUHANRATU
RANI UTARI AYUNINGTYAS
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan pada Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi : Identifikasi Molekuler, Status Konservasi, dan Perdagangan Spesies Pari (Dasyatidae) yang didaratkan di Tempat Pelelangan Ikan Lampung dan PPN Palabuhanratu Nama : Rani Utari Ayuningtyas NIM : C54100060
Disetujui oleh
Dr. Hawis Madduppa, M.Si Pembimbing I
Beginer Subhan, S.Pi, M.Si Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Ir I Wayan Nurjaya, M.Sc Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Segala puji bagi Allah, Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat, ridho, dan petunjuk-Nya lah kegiatan penelitian yang berjudul “Identifikasi Molekuler, Status Konservasi, dan Perdagangan Spesies Pari (Dasyatidae) yang didaratkan di Tempat Pelelangan Ikan Lampung dan PPN Palabuhanratu” dapat terselesaikan. Skripsi ini tidak akan selesai tanpa adanya bantuan baik berupa materil dan moril dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini, penulis menyampaikan rasa terima kasih pada Bapak Dr. Hawis Madduppa dan Bapak Beginer Subhan ,S.Pi, M.Si selaku pembimbing, dan semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan laporan ini. Semoga laporan ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan kita selalu mendapatkan berkat dari-Nya.
Bogor, Agustus 2014 Rani Utari Ayuningtyas
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
METODE
2
Alat
2
Bahan
2
Lokasi
3
Prosedur Penelitian
3
Analisis Data
6
HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Spesies Status Konservasi dan Perdagangan SIMPULAN DAN SARAN
6 6 11 14
Simpulan
14
Saran
14
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
16
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5
Hasil identifikasi DNA pari Matriks jarak genetik spesies pari Status konservasi IUCN dan perdagangan CITES Ukuran rata-rata spesies pari di PPN Palabuhanratu dan TPI Lampung Produksi total tahunan beberapa jenis pari di PPN Palabuhanratu dan TPI Lampung pada tahun 2008-2011
6 11 11 12 12
DAFTAR GAMBAR 1 Lokasi pengambilan sampel pari 2 Diagram alir prosedur analisis laboratorium 3 Rekonstruksi pohon filogenetik DNA pari yang didaratkan di PPN Palabuhanratu dan TPI Lampung
3 4 9
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4
Alat dan bahan pengambilan sampel Alat dan bahan pengolahan sampel Komposisi master mix pada PCR Hasil pengurutan basa nukleotida (sequencing) pada sampel pari di Tempat Pelelangan Ikan Lampung dan PPN Palabuhanratu 5 Dokumentasi pengambilan sampel pari
19 19 20 20 24
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Ikan pari adalah ikan yang tergolong dalam Elasmobranchii atau ikan berulang rawan. Ikan pari memiliki bentuk yang khas yaitu dengan sirip yang lebar dan pipih menyerupai sayap burung dan merupakan ikan demersal. Secara umum, pari memiliki ekor dan sisik yang berbahaya menyerupai cambuk tajam (White et al., 1997). Adaptasi hidup ikan pari termasuk tinggi dan mampu hidup dalam berbagai macam habitat laut, seperti laut lepas atau pun estuaria (FAO, 1999). Makanan pari berupa udang dan lobster. Pari berkembang biak secara ovovivipar (Dulvy and Reynolds, 1997), dengan rata-rata spesies betina pari yang hanya mampu melahirkan anak hingga 4 ekor saja dalam sekali masa kawin. Panjang bayi pari pada saat lahir 330 mm (Bester, 2011). Ikan pari merupakan salah satu ikan komoditi di Indonesia karena memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Perairan laut Indonesia merupakan negara yang paling banyak menangkap hiu dan pari (100.000 ton) dengan nilai ekspor produk hiu sebesar US $ 13 juta (FAO, 1999). Nelayan Indonesia memanfaatkan seluruh bagian dari pari, misalnya daging untuk konsumsi, kulit yang disamak dan dijadikan kerajinan tangan, hati pari untuk diambil minyak ikannya, serta tulangnya untuk bahan baku lem (Rahardjo, 2007). Namun, kondisi ikan pari kini cukup memprihatinkan. Ikan pari diperdagangkan di lokasi pendaratan utamanya seperti Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Palabuhanratu, TPI Lampung dan TPI Muara Angke. Pari banyak ditangkap nelayan dengan jumlah berlebih. Hal ini banyak diungkapkan oleh para nelayan karena sulit mendapatkan pari pada perairan sekitar Lampung dan Palabuhanratu. Bahkan, bayi ikan pari pun banyak dijumpai pada TPI Palabuhan Ratu. Hal ini dapat mengindikasikan adanya populasi pari yang mulai menurun. Selain itu dari 77 spesies pari pada data IUCN, 6 spesies kategori terancam, 1 spesies kategori terancam kritis, 12 spesies termasuk hampir terancam, 11 spesies rawan, 8 spesies sedikit perhatian, dan yang paling banyak 39 spesies kategori kekurangan data (IUCN, 2013). Identifikasi individu ikan pari secara visual dapat dilakukan dengan melihat bentuk morfologinya. Perbedaan fisik yang membedakan spesies ikan pari adalah totol, bentuk hidung, dan tubuhnya. Pada umumnya pari ditemukan dalam keeadaan tubuh rusak dan tidak utuh akibat proses penangkapan dan dipotong untuk proses pengolahan pari. Proses identifikasi secara morfologi akan sulit dilakukan. Identifikasi pari secara molekuler sangat mungkin dilakukan untuk mendapat data spesies secara pasti. Namun hingga saat ini belum ada yang mengidentifikasi ikan pari secara molekuler genetik untuk mengetahui apakah individu yang ditemukan merupakan spesies yang sama atau berbeda kekerabatannya antar individu dalam populasi ikan pari pada beberapa kawasan di Indonesia. Secara umum penelitian ikan pari sudah sering dilakukan. Namun penelitian tentang genetik ikan pari masih terbatas. Salah satu penelitian genetik ikan pari dilakukan pada tahun 2007 oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Penelitiannya dilakukan untuk mengetahui hubungan kekerabatan antara 3
2 karakter motif ikan pari berdasarkan 12S rRNA dan 16S rRNA DNA mitokondria (Arlyza dan Adrim, 2007). Dalam mengkaji keragaman genetik suatu spesies dapat dilihat dengan DNA (Deoxyribo Nucleid Acid) inti maupun DNA mitokondria (mtDNA). Pada umumnya mtDNA banyak digunakan dalam mengidentifikasi suatu spesies (Kyle dan Wilson 2007). Pada mtDNA memiliki banyak lokus, salah satunya lokus COI. DNA mitokondria dengan lokus COI mampu mendiskriminasikan spesies dengan akurat berdasarkan struktur dan komponen penyusun DNA serta memberikan informasi kedekatan spesies melalui filogenetik (Brooks dan McLennan, 1991). Pengetahuan struktur genetik ini penting untuk konservasi dan perlindungan ikan pari sebagai spesies penting dan mulai terancam serta menduga pengaruh perubahan terhadap populasi alami. Kondisi seperti ini yang membuat penulis mengidentifikasi spesies pari dan menduga status konservasi dan perdagangan pari yang ditangkap di Tempat Pelelangan Ikan Lampung dan Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu. Tujuan 1. Mengidentifikasi jenis ikan pari yang ditemukan di Tempat Pelelangan Ikan Lampung dan PPN Palabuhanratu 2. Mengetahui status konservasi pari berdasarkan IUCN dan status perdagangan berdasarkan CITES
METODE Alat Alat yang digunakan adalah tubes, gunting, micropipette, vortex, sentrifuge, hot plate, mesin PCR, mesin UV transilluminator, microwave, timbangan, erlenmeyer, power supply, dan mesin elektroforesis.
Bahan Bahan utama yang digunakan dalam penelitian adalah sampel daging ikan pari. Bahan yang dibutuhkan dalam proses ekstraksi adalah etanol 96%, Dneasy tissue kit produksi Qiagen. Bahan yang dibutuhkan untuk proses amplifikasi DNA dengan PCR (Polymerase Chain Reaction) antara lain ddH2O, 10 x PCR Buffer, dNTPs, MgCL2, Dream Taq Polymerase, primer forward fish-BCL (5„TCAACYAATCAYAAAGATATYGGCAC‟) dan primer reverse fish-BCH (5‟ACTTCYGGGTGRCCRAARAATCA‟) (Baldwin et al.. 2010). Bahan yang digunakan untuk elektroforesis adalah bubuk agarose, larutan TBE 0.5x, dan EtBr.
3 Lokasi Penelitian Kegiatan penelitian ini dilakukan pada bulan Maret-Mei 2014 bertempat di Laboratorium Biosistematika dan Biodiversitas Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Prosedur Penelitian Metode Perolehan Data Sampel Pengambilan sampel ikan pari dilakukan pada bulan Maret 2014 yang bertempat di PPN Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi dan Tempat Pelelangan Ikan Lampung (Pasar Gudang Lelang), Bandar Lampung. Sampel ikan pari diambil sedikit pada bagian sirip. Kemudian sampel tersebut dimasukkan dalam tube yang berisi etanol 96% dan diberi label. Selain itu, dilakukan juga pengukuran panjang ikan pari dan data tempat penangkapan ikan pari tersebut dari nelayan.
Gambar 1 Lokasi pengambilan sampel pari
Analisis Laboratorium Analisis laboratorium dilakukan dalam tiga tahap, yaitu ekstraksi DNA, Polymerase Chain Reaction (PCR) dan Elektroforesis. Gambar 2 merupakan diagram alir prosedur analisis laboratorium :
4
Sampel pari
Ekstraksi DNA
Polymerase Chain Reaction (PCR)
DNA Negatif
Elektroforesis
DNA Positif
Analisis Data Mega 5.2
Selesai
Gambar 2 Diagram alir prosedur analisis laboratorium
Ekstraksi DNA Ekstraksi DNA bertujuan untuk menghancurkan jaringan daging sampel dan memisahkan DNA dari jaringannya. Terdapat beberapa metode dalam ekstraksi DNA. Salah satu metode yang digunakan dalam ekstraksi DNA ikan pari ini adalah dengan menggunakan Dneasy tissue kit produksi Qiagen.
.
5 Polymerase Chain Reaction (PCR) PCR bertujuan untuk mengamplifikasi gen lokus mitokondria. Komponen yang digunakan pada tahap ini adalah template DNA, Taq DNA polymerase, dNTPs, buffer PCR, MgCl2, primer forward fish-BCL (5„TCAACYAATCAYAAAGATATYGGCAC‟) dan primer reverse fish-BCH (5‟ACTTCYGGGTGRCCRAARAATCA‟) (Baldwin et al.. 2010), air deionase (ddH2O), dan enzim polymerase. Satu unit reaksi PCR masing-masing berisi 25 mM MgCl2 sebanyak 2 μl; dNTP 8μM masing-masing 2,5 μl; sepasang primer 10 mM masing-masing 1,25 μl; Taq DNA polymerase sebanyak 0,125 μl. Ditambahkan 2.5 μl buffer 10xPCR Buffer. Campuran divorteks dan diputarkan. Pra PCR dilakukan dalam satu siklus pada duhu 94 °C selama 5 menit. Jumlah siklus PCR yang diperlukan sebanyak 38 siklus. Tahapan PCR meliputi: Tahapan Denaturasi pada suhu 94 °C selama 30 detik, Annealing pada suhu 50 °C selama 45 detik, dan tahap Elongasi pada suhu 72 °C selama 40 detik.
Elektroforesis Tahapan elektroforesis merupakan tahapan lanjutan untuk melihat DNA yang positif atau negatif dari produk PCR yang dihasilkan. Tahap awal yang dilakukan adalah pembuatan Gel Agarosa 10% dengan mencampurkan 1 gram bubuk agarosa dengan 100 mL TBE 0.5x dalam tabung Erlenmeyer serta 4 µL EtBr. Panaskan pada microwave selama 1 menit hingga agarose terlihat larut. Kemudian tuangkan dalam cetakan agarosa dan pasangkan sisir kemudian tunggu selama 15-25 menit hingga gel terbentuk (Zain dan Prawiradilaga, 2013). Masukan sampel hasil PCR dengan menggunakan pipetman dengan terlebih dahulu campurkan dengan loading dye sebagai pewarna. Tahap pencampuran dilakukan menggunakan pipetman. Setelah itu masukkan kedalam cetakan gel tersebut. Jalankan mesin elektroforesis pada 200 V dan arus 400 mA. Tunggu hingga 30 menit, lalu lihat hasilnya dengan menggunakan lampu UV pada panjang gelombang 254 nm kemudian hasil gambar difoto.
Sekuensing Sekuensing DNA adalah metode untuk menentukan urutan nukleotida yang terdapat dalam DNA spesies ikan pari. Urutan DNA berhubungan dengan informasi genetik turunan dalam nukleus sel, plasmid, mitokondria, dan kloroplas yang membentuk dasar pengembangan semua makhluk hidup. Sampel yang sudah diamplifikasi dengan metode PCR, selanjutnya dilakukan proses sekuen untuk memperoleh urutan nukleotidanya. Proses sekuen DNA dikirim ke Berkeley Sequencing Facility yang terdapat di Amerika (Sanger et al., 1997).
6 Analisis Data Identifikasi Spesies Setelah Berkeley Sequencing Facility mengirimkan hasil sekuen berupa urutan nukleotida DNA, maka data tersebut diolah menggunakan perangkat lunak Mega (Molecular Evolutionary Genetic Analysis) 5.2 (Tamura et al. 2007). Proses ini bertujuan untuk pembacaan dan penjajaran (alignment) urutan nukleotida untuk melihat keragaman nukleotida. Setelah data tersebut selesai, maka hasil data urutan nukleotida akan dicocokan dengan data yang terdapat pada GenBank di NCBI (National Center for Biotechnology Information). Metode yang digunakan adalah dengan BLAST (Basic Local Alignment Search Tool) dengan alamat situs web http://blast.ncbi.nlm.nih.gov/Blast.cgi. Rekonstruksi pohon filogenetik menggunakan software Mega 5.2 dengan metode neighbor joining dan model Kimura-2 parameter (Kimura, 1980) dengan nilai bootstrap 1000. Peninjauan status konservasi melalui daftar IUCN (International Union for Conservation of Nature and Natural Resources), sedangkan status perdagangan dilihat pada CITES (Convention on International Trade in Endangered Species).
Status Konservasi dan Perdagangan Spesies ikan pari yang sudah teridentifikasi secara molekuler ditinjau status konservasi dan perdagangannya. Peninjauan status konservasi melalui daftar IUCN (International Union for Conservation of Nature and Natural Resources), sedangkan status perdagangan dilihat pada CITES (Convention on International Trade in Endangered Species).
HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Spesies Hasil analisis sekuens pari mendapat untaian basa sepanjang 300-400 bp. Terdapat empat jenis spesies pari yang teridentifikasi dengan tingkat homologi 99- 100%. Tingkt homologi yang akurat bernilai lebih dari 95%. Nilai tidak akurat apabila tingkat homologi yang rendah. Tabel 1 Hasil identifikasi DNA pari yang didaratkan di PPN Palabuhanratu dan TPI Lampung Nama Ilmiah
Neotrygon kuhlii Dipturus chilensis Himantura walga Rhinoptera javanica
Nama Umum
Blue-spot stingray Yellownose skate Dwarf whipray Flapnose ray
Jumlah spesies di PPN Palabuhanratu (ekor) 0 4 0 4
Jumlah spesies di TPI Lampung (ekor) 10 0 1 0
7 Hasil identifikasi DNA (Tabel 1) didapatkan dari 25 sampel pari yang terdiri atas 13 sampel dari TPI Lampung dan 12 sampel dari PPN Palabuhanratu. Jumlah ini sudah dapat mewakili keragaman populasi individu pada suatu tempat, karena teknik DNA barcoding dapat dilakukan dengan hanya 2 sampel setiap spesiesnya. Sampel yang teramplifikasi dengan baik berjumlah 19 sampel dan 6 sampel lainnya tidak teramplifikasi dengan baik. Hasil amplifikasi yang tidak baik dicirikan dengan tidak adanya band/ pita, band/ pita tidak jelas, dan terdapat banyak pita/band. Hal ini dapat disebabkan karena terjadinya kontaminasi pada saat pengambilan sampel dan proses amplifikasi, primer yang tidak sesuai, DNA belum terdenaturasi, suhu annealing yang tidak sesuai, jumlah siklus tidak pas, dan spesies yang berbeda memungkinkan adanya proses amplifikasi DNA dengan PCR yang berbeda (Zein dan Prawiradilaga, 2013). Hasil identifikasi menunjukan adanya empat spesies yang berbeda dari 25 individu. Empat spesies tersebut mewakili 3 famili yang berbeda yaitu Myliobtidae, Rajidae, dan Dasyatidae. Untuk status konservasi IUCN, terdapat dua spesies yang termasuk kategori Rawan (Vulnurable), satu spesies kategori Hampir Terancam (Near Threatened), dan satu spesies masih dalam kategori Kekurangan Data (Data Deficient). Semua spesies yang teridentifikasi memiliki status perdagangan CITES yang masih belum dievaluasi. Anggota famili Myliobtidae adalah spesies Rhinoptera javanica (Compagno, 1986) dengan nama lokal pari elang. Spesies ini ditemukan di PPN Palabuhanratu dengan jumlah individu 4 ekor. Hasil blast yang dihubungkan dengan data pada GenBank memiliki tingkat kemiripan 100% dengan target locus COI spesies Rhinoptera javanica. Pari jenis ini memiliki habitat di perairan lepas pantai benua dan pulau. Tercatat bahwa Rhinoptera javanica menyukai daerah berlumpur. Indonesia merupakan salah satu daerah distribusi Rhinoptera javanica yang meliputi kawasan Indo – Barat Pasifik. Pari ini tertangkap oleh pukat dasar, jaring dasar, dan jaring insang (White et al., 1997). Status konservasi pari ini dalam CITES tercatat dalam kategori rawan. Kategori rawan mencakup spesies yang dikhawatirkan akan memiliki resiko kepunahan di alam (IUCN, 2013). Untuk status perdagangan CITES dari Rhinoptera javanica ini belum dievaluasi. Spesies Neotrygon kuhlii dan Himantura walga, keduanya merupakan anggota dari Famili Dasyatidae (White et al., 1997). Berdasarkan hasil analisis blast, ditemukan spesies Neotrygon kuhlii sebanyak 11 individu dan merupakan spesies yang paling banyak mewakili data. Kemiripan data DNA Neotrygon kuhlii dengan data yang terdapat pada GenBank adalah 100 %. Kemiripan data dengan GenBank yang memiliki target locus COI. Spesies ini ditemukan di kawasan perairan TPI Lampung dengan ciri khusus totol biru pada tubuhnya. Hal ini yang membuat pari jenis ini dijuluki dengan Blue-spot stingray. Habitat Neotrygon kuhlii di laut tropis, berasosiasi dengan karang dengan kedalaman kurang dari 90 meter. Pari ini ditangkap dengan pukat dasar dan jaring udang (Fahmi dan White, 2009). Terkadang pari bersembunyi dibawah pasir, dan hanya menyisakan mata dan ekornya saja yang terlihat. Umumnya semua jenis pari merupakan ikan demersal dan bereproduksi secara ovovivipar. Induk Neotrygon kuhlii melahirkan paling banyak 7 ekor anak dengan panjang sampai 330 mm saat lahir. Untuk pari totol biru ini terdistribusi di kawasan perairan Indo-Pasifik yang meliputi Laut Merah, Afrika Timur, Jepang, Indonesia dan Selatan Australia (White et al., 1997). Data hasil tangkapan terhadap ikan pari totol biru kurang diketahui secara pasti
8 terutama untuk daerah Indonesia, sehingga pada daftar IUCN Neotrygon kuhlii termasuk dalam kategori kekurangan data (IUCN, 2013). Kategori ini mengindikasikan bahwa sampai saat ini masih banyak membutuhkan data keberadaan ikan pari jenis N.kuhlii diperairan. Status perdagangan CITES, data mengenai ikan pari totol biru ini belum dievaluasi. Spesies ketiga yang teridentifikasi adalah Himantura walga yang masih satu famili dengan Neotrygon kuhlii yaitu famili Dasyatidae. Identifikasi dengan Blast menemukan 1 individu Himantura walga dari total 19 sampel yang diidentifikasi. Jumlah ini merupakan jumlah yang paling sedikit diantara spesies lain yang ditemukan. Namun kemiripan data yang terdapat di GenBank mencapai 100 % dengan spesies yang sama dan target lokus COI. Sampel spesies Himantura walga ditemukan di wilayah penangkapan nelayan TPI Lampung. Sesuai dengan daerah ditemukannya pari jenis ini, wilayah sebarannya memang meliputi Thailand hingga Selatan Indonesia. Pari jenis ini nyaman di daerah Continental shelf dengan kedalaman kurang dari 50 m dan substrat berpasir (White et al., 2009). Saat ini Himantura walga terdaftar dalam kategori hampir terancam oleh status konservasi IUCN. Hampir terancam berarti bahwa keberadaan Himantura walga di perairan dapat dipastikan terancam keberadaannya di alam pada masa mendatang. Hal ini dapat disebabkan karena intensitas penangkapan terhadap spesies ini telah mengalami peningkatan dan kondisi lingkungan yang tidak sesuai untuk hidupnya. Spesies yang hampir terancam ini harus diupayakan pengelolaannya dengan baik. Status perdagangan milik spesies ini masih belum dievaluasi oleh data CITES. Spesies terakhir yang teridentifikasi secara molekuler genentik adalah Dipturus chilensis. Jenis pari ini termasuk dalam famili Rajidae (White et al., 1997). Kemiripan dengan data gen pada Genbank memiliki angka 99 % dengan spesies D. chilensis target lokus COI pada mitokondria. D.chilensis merupakan sinonim untuk spesies Zearaja chilensis (www.fishbase.org). Ciri yang khas pada tubuhnya adalah pada moncongnya yang mengerucut dan ekor yang tidak terlalu panjang serta tubuhnya yang berwarna gelap hampir hitam. Hidup pada dasar perairan di lereng benua dengan kedalaman antara 400 – 1030 meter. Pari ini banyak tertangkap oleh pancing rawai dasar perairan Jawa. Bagian tubuh yang dimanfaatkan adalah daging. Status konservasi IUCN menyatakan spesies pari ini termasuk dalam kategori rawan. Untuk itu perlu adanya perlindungan baik terhadap spesies ini agar tidak mengalami kepunahan di masa mendatang (Kyne et al., 2007). Status perdagangan ikan pari secara umum masih belum dievaluasi oleh CITES. Hubungan kekerabatan dapat dilihat dengan analisis filogenetik. Hal ini dilakukan untuk melihat kedekatan antar spesies pari yang ditemukan. Analisis filogenetik sebagai suatu sistem percabangan dikenal dengan nama pohon filogenetik. Pohon filogenetik dapat dikonstruksi berdasarkan kesamaan atau perbedaan sifat genetik seperti sekuen DNA, asam amino, dan allel. Salah satu tujuan dari penyusunan filogenetika adalah untuk merekonstruksi dengan tepat hubungan antara organism dan memperkirakan perbedaan yang terjadi dari satu nenek moyang kepada keturunannya (Li et al., 1999 dalam Zein dan Prawiradilaga, 2013). Berdasarkan analisis filogenetik, spesies yang memiliki kedekatan yang semakin erat dilihat dari cabang yang bertetangga pada pohon. Dalam pohon
9 filogenik penambahan outgrup perlu sebagai perbandingan dalam menentukan spesies yang berbeda. Outgrup dapat diambil dari kelompok organisme yang berkerabat jauh dengan spesies yang kita analisa, sedangkan kelompok ingroup merupakan kelompok pari yang teridentifikasi (Mirabella, 2011). Pada analisis filogenetik ini spesies outgroup yang dipilih adalah Rhizoprionodon lalandii. Hiu ini berasal dari Famili Carcharhinidae. Pemilihan spesies outgroup ini dilakukan karena hiu termasuk Elasmobranchii dengan Ordo dan Famili yang berbeda dengan spesies pari.
07-MBB.02.07.06_RN (Neotrygon kuhlii) 09-MBB.02.07.08_RN (Neotrygon kuhlii) 63 06-MBB.02.07.05_RN (Neotrygon kuhlii)
05-MBB.02.07.04_RN (Neotrygon kuhlii) 02-MBB.02.07.01_RN (Neotrygon kuhlii) 95
04-MBB.02.07.03_RN (Neotrygon kuhlii) 08-MBB.02.07.07_RN (Neotrygon kuhlii) 10-MBB.02.07.09_RN (Neotrygon kuhlii)
73
63 12-MBB.02.07.11_RN (Neotrygon kuhlii)
13-MBB.02.07.12_RN (Neotrygon kuhlii) 03-MBB.02.07.02_RN (Himantura walga) 15-MBB.02.07.02.01_RN (Dipturus chilensis) 45
16-MBB.02.07.02.02_RN (Dipturus chilensis) 98
17-MBB.02.07.02.03_RN (Dipturus chilensis) 18-MBB.02.07.02.04_RN (Dipturus chilensis)
19-MBB.02.07.02.05_RN (Rhinoptera javanica) 20-MBB.02.07.02.06_RN (Rhinoptera javanica) 79
21-MBB.02.07.02.07_RN (Rhinoptera javanica) 22-MBB.02.07.02.10_RN (Rhinoptera javanica) gi|302701932|gb|HM446245.1|_Rhizoprionodon_lalandii
0.1
Gambar 3 Rekonstruksi pohon filogenetik DNA pari yang didaratkan di PPN Palabuhanratu dan TPI Lampung Rekonstruksi filogenetik (Gambar 3) menunjukan hubungan kekerabatan antara 4 spesies yang ditemukan. Berdasarkan rekonstruksi filogenetik tersebut terlihat tingkat kepercayaan topologi filogenik pada perwakilan cabang memiliki nilai bootstrap (McEachran dan Dunn, 1998). Nilai bootstrap merupakan banyaknya pengulangan pembuatan pohon dalam software Mega5.2. Nilai bootstrap yang dipakai adalah 1000. Hasil pengujian dengan metode bootstrapping ditampilkan dalam diagram kladogram yang disertai nilai bootstrap pada masing-masing cabangnya. Tingkat akurasi dari setiap percabangan ditentukan oleh nilai bootstrap. Semakin besar nilai bootstrap suatu cabang, maka tingkat akurasi cabang semakin tinggi (Tamura et al., 2007). Percabangan menunjukkan keturunan dari nenek moyang suatu spesies. Perbedaan basa pada setiap cabangnya ditunjukan oleh angka 0.1. Angka tersebut memiliki arti bahwa pada 10 urutan basa nukleotida terdapat 1 basa yang berbeda pada setiap percabangannya. Masing-masing percabangan memiliki nilai bootstrap yang beragam. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan jumlah sampel pari untuk masing-masing spesies. Jumlah sampel spesies yang semakin banyak akan meningkatkan nilai bootstrap pada percabangannya. Berdasarkan rekonstruksi pohon filogenetik
10 (Gambar 3) nilai bootstrap terendah ada pada clade pari H. walga, karena pada saat pengambilan sampel H. walga di TPI Lampung hanya ditemukan sebanyak 1 individu. Nilai bootsrap yang tinggi pada clade pari N. kuhlii karena spesies ini memiliki sampel berjumlah 10 individu. Berdasarkan rekonstruksi pohon filogenetik (Gambar 3) terbentuk empat clade. Masing-masing clade ditunjukan dengan warna yang berbeda. Clade spesies N. kuhlii berdekatan dengan clade H. walga. Hal ini berarti spesies N. kuhlii memiliki kemiripan dalam genetik dengan H. walga dibandingkan dengan spesies lainnya. Secara morfologi N. kuhlii terlihat lebih mirip dengan H. walga dilihat dari warna, bentuk tubuh, dan ekornya yang pendek. Kedua spesies ini memang berasal dari famili yang sama yaitu Dasyatidae. Spesies D. chilensis memiliki clade yang dekat dengan H. walga dan R. javanica. Secara morfologi D. chilensis sangat berbeda dengan H. walga dan R. javanica, namun ternyata ketiganya mirip dalam struktur genetik. Clade terjauh terjadi antara R. javanica dan N. kuhlii. Hal ini berarti kedua spesies ini memiliki kemiripan yang kecil dalam struktur genetiknya. Secara morofologi, kedua spesies ini juga terlihat berbeda dilihat dari bentuk moncong dan totol pada tubuhya. R. javanica memiliki moncong dengan celah ditengahnya hingga membentuk dua buah cuping, ekornya panjang dan tidak memiliki totol biru seperti N. kuhlii (White et al., 1997). Rekonstruksi pohon filogenetik (Gambar 3) menunjukan adanya empat percabangan. Cabang pari N. kuhlii berdekatan dengan H. walga dan D. chilensis berdekatan dengan pari R. javanica. Hal ini menunjukan clade yang berdekatan berasal dari tempat ditemukannya spesies pari yang sama. Pari N. kuhlii dan H. walga ditemukan di PPN Palabuhanratu, sedangkan pari D. chilensis dan R. javanica ditemukan di TPI Lampung. Clade yang berdekatan dapat mengindikasikan bahwa pari tersebut berasal dari populasi yang sama. Aspek oseanografi sangat berpengaruh terhadap distribusi populasi pari seperti arus, suhu, dan topografi dasar perairan (Dulvy and Reynolds, 1997). Berdasarkan tempat pengambilan sampel yaitu PPN Palabuhanratu dan TPI Lampung berada dalam satu lempeng yaitu paparan Sunda. Spesies pari tidak beruaya jauh karena merupakan bukan spesies perenang cepat, sehingga ada kemungkinan spesies pari yang ditemukan di PPN Palabuhanratu dan TPI Lampung adalah spesies pari yang berasal dari populasi yang sama (White et al.2009). Perbedaan basa mengindikasikan perbedaan genetik dalam spesies. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain adalah proses delesi, mutasi, dan transveri kode genetik. Selain itu faktor yang memungkinkan dapat terjadi adalah adanya isolasi geografis. Isolasi geografis adalah terpisahnya spesies yang sama menjadi dua atau lebih kelompok yang berbeda oleh keadaan geografis. Hal ini dapat menyebabkan pengurangan suatu aliran gen (Zein dan Prawiladilaga, 2013) Daerah penangkapan ikan nelayan Palabuhanratu mencakup wilayah perairan Ujung Genteng dan selatan Pulau Jawa, namun tidak sampai ke Samudera Hindia. Nelayan Lampung mencakup wilayah perairan Selat Sunda, Teluk Lampung, dan sedikit wilayah Laut Jawa (White et al. 1997). Jarak genetik ditentukan oleh jumlah basa yang mengalami perubahan. Semakin banyak perbedaan basa berarti semakin sering terjadi proses mutasi. Hal ini mengindikasikan semakin jauh jarak genetiknya (Zein dan Prawiradilaga, 2013). Jarak genetik digunakan sebagai pendukung data hasil filogenetik.
11 Tabel 2 Matriks jarak genetik spesies pari Spesies Spesies 1 2 3 1 2 0.18 3 0.20 0.22 4 0.18 0.19 0.23 5 0.59 0.60 0.60 Keterangan 1 Neotrygon kuhlii Lampung 2 Himantura walga Lampung 3 Dipturus chilensis Palabuhanratu 4 Rhinoptera javanica Palabuhanratu 5 Rhizoprionodon lalandii
4
5
0.57
Matriks perbedaan jarak genetik pari (Tabel 2) menggambarkan kedekatan hubungan antar spesies pari. Semakin kecil nilai jarak genetik, maka kedekatan spesies tersebut semakin tinggi. Jarak ini yang digunakan sebagai pembanding antara spesies ingroup dan outgroup. Jarak genetik terkecil antar spesies ingroup adalah spesies N. kuhlii dan H. walga dengan nilai jarak 0.18 yang berarti terdapat 18 basa yang berbeda pada 100 urutan basa nukleotida. Hal ini sesuai dengan hasil analisis filogenetik yang menunjukan dalam clade ingroup, clade spesies N. kuhlii lebih dekat dekat clade H. walga. Kedua spesies pari ini terdapat dalam satu famili yaitu Dasyatidae. Jarak terjauh terjadi pada spesies outgroup yaitu Rhizoprionodon lalandii dan spesies ingroup. Angka jarak genetik menunjukan angka yang tinggi yaitu lebih dari 0.50. Hal ini berarti antara hiu Rhizoprionodon lalandii dengan spesies pari memiliki perbedaan basa lebih dari 50 dari 100 urutan basa. Jarak terjauh antara kelompok ingroup adalah R. javanica dan D. chilensis dengan nilai 0.23. Hal ini berarti pada kedua spesies ini terdapat 23 basa yang berbeda pada 100 urutan basa nukleotida. Status Konservasi dan Perdagangan Tabel 3 Status konservasi IUCN dan perdagangan CITES Nama Ilmiah
Nama Umum
Neotrygon kuhlii Dipturus chilensis
Blue-spot stingray Yellownose skate
Himantura walga
Dwarf whipray
Rhinoptera javanica
Flapnose ray
Status Konservasi IUCN Kekurangan Data Rawan Hampir terancam Rawan
Status Perdagangan CITES Belum dievaluasi Belum dievaluasi Belum dievaluasi Belum dievaluasi
Status konservasi IUCN, terdapat dua spesies yang termasuk kategori rawan, satu spesies kategori hampir terancam, dan satu spesies masih dalam kategori kekurangan data. Semua spesies yang teridentifikasi memiliki status
12 perdagangan CITES yang masih belum dievaluasi. Spesies yang termasuk kategori rawan ketika terbukti memenuhi kriteria dalam IUCN, salah satunya adalah pengurangan ukuran populasi dan terjadi dalam rentan waktu kurang dari 10 tahun dan dapat dipastikan akan menghadapi kepunahan di alam. Spesies yang masuk dalam kategori hampir terancam ketika dievaluasi tidak termasuk dalam syarat rawan, terancam, dan terancam kritis namun memungkinkan akan terancam dalam waktu dekat. Spesies kategori Kekurangan data ketika informasi yang ada kurang memadai untuk memutuskan adanya resiko kepunahan berdasarkan distribusi dan populasinya (IUCN, 2013). Sampel pari yang diambil di TPI Lampung dan PPN Palabuhanratu ukuran masing-masing spesies yang ditemukan seragam. Ukuran tubuh ikan pari yang ditemukan lebih kecil. Tabel 4 Ukuran rata-rata spesies pari di PPN Palabuhanratu dan TPI Lampung Spesies Rata-rata panjang total Rata-rata lebar (cm) (cm) PPN R. javanica 35-45 30-35 Palabuhanratu D. chilensis 60-70 45-50 TPI Lampung H. walga 30-40 25-30 N. kuhlii 25-30 15-30 Tabel 5 Produksi total tahunan beberapa jenis ikan pari di PPN Palabuhanratu dan TPI Lampung pada tahun 2008 -2011 Produksi per tahun Produksi per tahun Jenis PPN Palabuhanratu (ton) TPI Lampung (ton) Nama Ilmiah Ikan 2008 2009 2010 2011 2008 2009 2010 2011 Pari Neotrygon 46 197 462 126 1 kembang kuhlii Pari Gymnura kelelawar micrura
-
-
-
41
-
-
-
94
Pari burung
Rhinoptera javanica
60
140
144
148
-
-
1
58
Pari hidung sekop
Rhina ancylostoma
-
9
-
-
-
-
-
-
Pari kekeh
Glaucostegus typus
124
29
22
102
-
-
-
-
Sumber : Data Statistik Kelautan dan Perikanan, 2013
13 Pada umumnya ikan pari ditangkap menggunakan alat tangkap bottom trawl. Data produksi penangkapan ikan pada PPN Palabuhanratu (Tabel 5) hanya mencatat 5 jenis ikan pari yang umum ditemukan, yaitu pari kembang (Neotrygon kuhlii), pari kelelawar (Gymnura micrura), pari burung (Rhinoptera javanica), pari hidung sekop (Rhina ancylostoma), dan pari kekeh (Glaucostegus typus). Kelima ikan tersebut hanya mencakup 2 spesies ikan yang diidentifikasi secara molekuler di PPN Palabuhanratu yaitu Neotrygon kuhlii dan Rhinoptera javanica. Spesies Dipturus chilensis dan Himantura walga tidak terdaftar dalam data Statistik Kelautan dan Perikanan KKP (Statistik Perikanan Tangkap Laut KKP, 2013). D. chilensis dan H. walga memiliki status konservasi rawan dan hampir terancam. Hal ini dapat mengindikasikan adanya penurunan jumlah ikan dalam suatu populasi perairan, karena spesies pari ini jarang ditemukan di TPI. Perhitungan data statistik oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Palabuhanratu dilihat berdasarkan ciri fisik ikan pari dan tidak diidentifikasi secara molekuler genetik. KKP hanya mencatat 5 spesies pari yang umum ditemukan. Pari kembang N. kuhlii hanya tercatat pada tahun 2010 dengan produksi 46 ton per tahun. Pari burung R. javanica paling banyak ditangkap dan produksi tiap tahunnya semakin meningkat dengan produksi tertinggi pada tahun 2011sebanyak 148 ton. Status konservasi pari burung tegolong dalam kategori rawan. Berdasarkan data produksi penangkapan pari burung, sangat memungkinkan adanya kepunahan spesies ini pada masa mendatang karena penurunan jumlah tangkapan nelayan, sangat diperlukan peran pemerintah dalam mengontrol tangkapan pari burung. Data produksi tahunan ikan pari di TPI Lampung (Tabel 5) memberikan informasi spesies ikan pari yang biasa didaratkan di TPI Lampung tahun 2008, 2009, 2010, dan 2011. Spesies yang sama didaratkan di PPN Palabuhanratu, yaitu pari kembang, pari kelelawar, pari burung, hidung sekop, dan pari kekeh. Data produksi berbeda pada tiap tahunnya, pari hidung sekop dan pari kekeh tidak ditemukan pada tahun 2008-2010. Produksi pari kembang N. kuhlii terbanyak pada tahun 2009 sebanyak 462 ton, dan menurun hingga 1 ton produksi pada tahun 2011. Terdapat beberapa kemungkinan terkait penurunan tangkapan beberapa jenis pari di tempat pelelangan ikan yang terdata oleh petugas KKP setempat. Salah satunya penurunan yang sangat drastis ini dapat mengindikasikan adanya populasi N. kuhlii yang menurun di suatu perairan. Kategori status konservasinya Data deficient, maka data ini sangat penting bagi status konservasi dan perdagangannya. Mengingat jumlah pari yang tertangkap menurun tajam, dikhawatirkan spesies ini dapat mengalami kepunahan di masa mendatang secara tidak terduga. Pada tahun 2010 dan 2011 ditemukan pari burung R. javanica dengan produksi yang meningkat. Produksi tertinggi tahun 2011 sebanyak 58 ton. Nilai produksi tertinggi pari burung 2011 masih jauh dibawah nilai tertinggi produksi pari kembang tahun 2009. Status konservasi pari burung R. javanica adalah rawan, sehingga dengan data produksi tangkapan yang ada terlihat memang spesies pari burung memiliki jumlah populasi yang lebih rendah dibandingkan pari kembang. Secara umum, produksi ikan pari di PPN Palabuhanratu lebih beragam, karena hampir pada setiap tahunnya ditemukan kelima jenis ikan, namun produksi N. kuhlii di TPI Lampung lebih tinggi. Pada tahun 2010, produksi N. kuhlii di
14 PPN Palabuhanratu masih ada yaitu sebesar 46 ton dan TPI Lampung mencapai 126 ton, sedangkan pada tahun 2011, N.kuhlii sudah tidak ditemukan di PPN Palabuhanratu, dan produksi TPI lampung menurun tajam menjadi 1 ton. Status perdagangan pari N. kuhlii, D. chilensis, R. javanica dan H. walga belum dievaluasi oleh CITES. Namun menurut data produksi perikanan mengenai salah satu pari tersebut memperlihatkan data yang tidak stabil dan cenderung menurun. Sebaiknya pemerintah dan peneliti lainnya dapat melakukan pendataan keberadaan populasi ikan pari di perairan yang dihubungkan dengan data tangkapan. Hal ini dimaksudkan agar keberadaan pari di alam dapat terkontrol dengan baik dengan adanya konservasi untuk pemanfaatan dan perlindungan yang baik. Apabila suatu spesies sudah termasuk dalam kategori CITES Appendix II maka spesies tersebut merupakan spesies yang tidak terancam kepunahan, tetapi mungkin akan terancam punah apabila perdagangan terus berlanjut tanpa pengaturan yang tepat. Spesies yang sudah terancam punah termasuk dalam kategori perdagangan Appendix I, segala bentuk perdagangan secara komersial dilarang untuk spesies Appendix I dan hanya diijinkan dalam keadaan tertentu yaitu penelitian dan penangkaran.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Hasil analisis DNA dengan teknik molekuler menggunakan marka mitokondria target lokus COI dapat diterapkan untuk mengidentifikasi pari. Analisis filogenetik dapat menunjukkan hubungan genetik antar spesies pari yang ditemukan. Hasil yang didapat empat spesies berbeda yang didaratkan di TPI Lampung dan Palabuhanratu. Analisis hubungan kekerabatan dilakukan dengan analisis filogenetik, mampu memperlihatkan hubungan kedekatan antar spesies pari yang dianalisis. Empat spesies yang ditemukan yaitu Neotrygon kuhlii, Rhinoptera javanica, Himantura walga, dan Dipturus chilensis. Keempat spesies tersebut berkerabat dekat dilihat dari pohon filogenetik dan jarak matriks antar spesies. Pari yang diidentifikasi masuk kategori dalam status konservasi IUCN antara lain 2 spesies kategori rawan (Dipturus chilensis dan Rhinoptera javanica), 1 spesies hampir terancam (Himantura walga), dan 1 spesies kekurangan data (Neotrygon kuhlii). Untuk status perdagangan oleh CITES untuk keempat spesies pari belum dilakukan evaluasi.
Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai data keberadaan, populasi, dan jumlah pari di Indonesia. Kontrol pemerintah sangat diperlukan guna mengawasi populasi pari yang semakin menurun. Data tersebut dapat menjadi dasar kebijakan pemerintah dalam menentukan kebijakan perdagangan pari serta upaya konservasi yang harus dilakukan, sehingga pemanfaatan pari dapat dilakukan dengan baik tanpa merusak populasi yang pari yang ada.
15
DAFTAR PUSTAKA Arlyza SI, Adrim M. 2007. Hubungan filogenetik antara tiga karakter motif ikan pari Himantura gerrandi berdasarkan 12s rRNA dan 16S rRNA DNA mitokondria. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia. 33(1) : 65-79. Baker JA. 2000. Molecular Methods in Ecology. Toronto (CA): Curator of Ornithology Royal Ontario Museum, Toronto. Baldwin CC, Castillo CI, Weigt LA, Victor BC. 2010. Seven New Species within Western Atlantic Starksia atlantica, S. lepicoelia, and S. sluiteri (Teleostei, Labrisomidae), with Comments on Congruence of DNA Barcodes and Species. Zookeys. 79: 21-72. Bester C. 2011. Blue Spotted Stingray. Florida (US): Ichthyology Department, Florida Museum of Natural History. Brooks DR, McLennan DA. 1991. Phylogeny, Ecology, and Behavior : A Research Program in Comparative Biology. Chicago (US): University of Chicago Press. Compagno LJV. 1986. Myliobatidae. Di dalam : Smiths' sea fishes. Smith MM, Heemstra PC, editor. Berlin(DK): Springer-Verlag. Dudley SFJ, Kyne PM, White WT. 2006. Rhinoptera javanica. IUCN Red List of Threatened Species Versi 2013(2) [www.iucnredlist.org.]. 2013. 25 Mei 2014. Dulvy NK, JD Reynolds. 1997. Evolutionary transitions among egg-laying, livebearing and maternal inputs in sharks and rays. Env Biol Fish 38:59-71. London(GB): Biology Scence. 264:1309-1315. Fahmi, White W. 2009. Neotrygon kuhlii IUCN Red List of Threatened Species (3.1) [Internet]. (26 Mei 2014, 25 [26 Mei 2014]): Switzerland. [FAO] Food and Agriculture Organization. 1999. The living marine resources of the Western Central Pacific. Ed ke-3. Massachusett (US): Sinauer Associates, Inc. Publisher. [IUCN] International Union for Conservation of Nature. 2013. IUCN Red List of Threatened Species. IUCN International Union Conservation for Nature [Internet]. (26 Mei 2014, [26 May 2014]); Version 2013(2):Switzerland. Kimura M. 1980. A simple method for estimating evolutionary rates of base substitutions through comparative studies of nucleotide sequences. J Mol Evol 16:111-120. [KKP] Kementrian Kelautan dan Perikanan. 2013. Statistik Perikanan Tangkap Perairan Laut [Internet][Perairan Lampung dan Palabuhanratu 2008-2011] Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap; [25 Mei 2014]. Tersedia pada: http:// www.statistik.kkp.go.id Kyle CJ, Wilson CC. 2007. Mitochondrial DNA identification of game and harvested freshwater fish spesies. Forensic Science Internasional 166(1): 68-76. Kyne PM, Lamilla J, Licandeo RR, Jimena SMM, Stehmann MFW, McComark C. 2007. Zearaja chilensis. IUCN Red List of Threatened Species (3.1) [Internet]. (26 Mei 2014, 25 [26 Mei 2014]): Switzerland.
16 McEachran JD , K.A. Dunn. 1998. Phylogenetic analysis of skates, a morphologically conservative clade of elasmobranchs (Chondrichthyes: Rajidae). Copeia. 1998(2):271-290. Mirabella FM. 2011. Pendekatan Pohon dalam Filogenetik. Ed ke-1. Bandung(ID): Institut Teknologi Bandung. Rahardjo P. 2007. Menjaga hiu dan pari Indonesia sampai tahun 2040. [Internet]. 30 September 2007; 25 Mei 2014 [diunduh 2014 Mei 25];Jakarta (ID): Laboratorium Resources. Jakarta Fisheries University. Sanger F, Nicklen S, Coulson AR. 1997. DNA sequencing with chain terminating inhibitors. P Nat Acad Sci. 74: 5463-5467. Tamura K, Dudley J, Nei M, Kumar S. 2007. Mega 4 : Molecular evolutionary genetics analysis (MEGA) software version 4.0. Mol Biol Evol 24:15961599. White WT, Mananji BM, Fahmi, Samiego B. 2009. Himantura walga. IUCN Red List of Threatened Species (3.1) [Internet]. (26 Mei 2014, 25 [26 Mei 2014]): Switzerland. White WT, Last PR, Stevens JD, Yearsley GK, Fahmi Dharmadi. 1997. Economically important sharks and rays of Indonesia. Canbera(AU): National Library of Australia Catalouguing in Publication entry. Zein MSA, Prawiladilaga DM. 2013. DNA Barcode Fauna Indonesia. Ed ke-1. Jakarta (ID) : Kencana Prenadamedia Group.
17
LAMPIRAN
18 Lampiran 1 Alat dan bahan pengambilan sampel pari Alat Gunting Etanol 96% Cutter Daging Pari Pinset Kertas Kalkir Meteran / Penggaris Kamera Tube sampel Alat tulis Lampiran 2 Alat dan bahan analisis laboratorium Tahapan Alat Ekstraksi Micro pipet Tips Bunsen Pinset Korek api Spin Vortex Tube Micro Spin Column Heating block PCR Mesin PCR Micro pipet Tips Vortex Spin Tube PCR Elektroforesis
Analisis Data
Erlenmeyer Microwave Mesin UV Kotak gel dengan sisir Timbangan Komputer Software Mega 4.0
Bahan
Bahan Etanol 96% Buffer AE Buffer ATL Buffer AW1 Buffer AW2 Enzim Proteinase K
MgCL2 ddH2O dNTPs 10 x PCR Buffer Dream Taq Polymerase Primer Forward (BCH) Primer Reverse (BCL) Agarose Aquades Larutan TBE ETbr Loading dye Data hasil elektroforegram
19 Lampiran 3 Komposisi master mix pada PCR Master mix ..... tabung STANDAR PROTOCOL ( 1μL DNA template) MM 1
MM 2
ddH2O 10x Buffer PCR (PE-II) dNTPs (8 mM) MgCl2 (25 mM) Primer 1 (10 mM) Primer 2 (10 mM) Amplitaq polymerase ( 5 unit/ µL) Total
9 1 .... .... .... .... 0,125 10,125
5,5 1,5 2,5 2 1,25 1,25 ..... 14
Lampiran 4 Hasil pengurutan basa nukleotida (sequencing) pada sampel pari di Tempat Pelelangan Ikan Lampung dan PPN Palabuhanratu #02-MBB.02.07.01_RN (Neotrygon kuhlii) CCCCTGATAATTGGGGCTCCGGACATAGCCTTTCCACGAATAAATAACATAAGTTTTT GACTTCTACCTCCCTCATTCTTATTACTGCTAGCCTCGGCAGGAGTAGAAGCCGGAGC TGGAACAGGTTGAACAGTTTATCCCCCATTAGCTGGTAATCTAGCACATGCCGGAGCT TCTGTAGACCTTACAATCTTCTCTCTTCACCTAGCAGGTGTTTCCTCTATTCTGGCATC CATTAACTTTATCACAACAATTATTAATATAAAACCACCCGCAATCTCCCAATATCAA ACCCCATTATTCGTCTGATCTATTCTTGTTACAACTGTACTTCTCCTGTTATCCCTACC AGTCCTAGCAGCTGGCATTACTATACTCCTCA---------------------------------------------------------------------#03-MBB.02.07.02_RN (Himantura walga) CCCCTTATGCTTGGCGCCCCGGACATAGCCTTTCCCCGAATAAATAATATAAGCTTTT GACTTCTCCCACCATCCTTCCTGCTACTTCTAGCTTCTGCTGGGGTAGAAGCTGGTGCT GGAACAGGTTGAACAGTGTACCCCCCATTAGCTGGTAATCTAGCACATGCCGGAGCT TCAGTAGACCTAGCAATTTTTTCACTACATCTCGCTGGTATTTCCTCCATTTTGGCTTC CATTAACTTCATCACCACGATTATTAACATAAAACCACCAGCAATCTCCCAATATCAA ACACCCCTTTTTGTTTGGTCAATTCTCATTACAGCTGTGCTCCTACTTCTGTCCCTTCCT GTCTTAGCAGCGGGCATCACAATACTTCTCA---------------------------------------------------------------------#04-MBB.02.07.03_RN (Neotrygon kuhlii) CCCCTGATAATTGGGGCTCCGGACATAGCCTTTCCACGAATAAATAACATAAGTTTTT GACTTCTACCTCCCTCATTCTTATTACTGCTAGCCTCGGCAGGAGTAGAAGCCGGAGC TGGAACAGGTTGAACAGTTTATCCCCCATTAGCTGGTAATCTAGCACATGCCGGAGCT TCTGTAGACCTTACAATCTTCTCTCTTCACCTAGCAGGTGTTTCCTCTATTCTGGCATC CATTAACTTTATCACAACAATTATTAATATAAAACCACCCGCAATCTCCCAATATCAA ACCCCATTATTCGTCTGATCTATTCTTGTTACAACTGTACTTCTCCTGTTATCCCTACC AGTCCTAGCAGCTGGCATTACTATACTCCTCA---------------------------------------------------------------------#05-MBB.02.07.04_RN (Neotrygon kuhlii) CCCCTGATAATTGGGGCTCCGGACATAGCCTTTCCACGAATAAATAACATAAGTTTTT GACTTCTACCTCCCTCATTCTTATTACTGCTAGCCTCGGCAGGAGTAGAAGCCGGAGC TGGAACAGGTTGAACAGTTTATCCCCCATTAGCTGGTAATCTAGCACATGCCGGAGCT TCTGTAGACCTTACAATCTTCTCTCTTCACCTAGCAGGTGTTTCCTCTATTCTGGCATC CATTAACTTTATCACAACAATTATTAATATAAAACCACCCGCAATCTCCCAATATCAA
20 ACCCCATTATTCGTCTGATCTATTCTTGTTACAACTGTACTTCTCCTGTTATCCCTACC AGTCCTAGCAGCTGGCATTACTATACTCCTCA---------------------------------------------------------------------#06-MBB.02.07.05_RN (Neotrygon kuhlii) CCCCTGATAATTGGGGCTCCGGACATAGCCTTTCCACGAATAAATAACATAAGTTTTT GACTTCTACCTCCCTCATTCTTATTACTGCTAGCCTCGGCAGGAGTAGAAGCCGGAGC TGGAACAGGTTGAACAGTTTATCCCCCATTAGCTGGTAATCTAGCACATGCCGGAGCT TCTGTAGACCTTACAATCTTCTCTCTTCACCTAGCAGGTGTTTCCTCTATTCTGGCATC CATTAACTTTATCACAACAATTATTAATATAAAACCACCCGCAATCTCCCAATATCAA ACCCCATTATTCGTCTGATCTATTCTTGTTACAACTGTACTTCTCCTGTTATCCCTACC AGTCCTAGCAGCTGGCATTACTATACTCCTCA---------------------------------------------------------------------#07-MBB.02.07.06_RN (Neotrygon kuhlii) CCCCTGATAATTGGGGCTCCGGACATAGCCTTTCCACGAATAAATAACATAAGTTTTT GACTTCTACCTCCCTCATTCTTATTACTGCTAGCCTCGGCAGGAGTAGAAGCCGGAGC TGGAACAGGTTGAACAGTTTATCCCCCATTAGCTGGTAATCTAGCACATGCCGGAGCT TCTGTAGACCTTACAATCTTCTCTCTTCACCTAGCAGGTGTTTCCTCTATTCTGGCATC CATTAACTTTATCACAACAATTATTAATATAAAACCACCCGCAATCTCCCAATATCAA ACCCCATTATTCGTCTGATCTATTCTTGTTACAACTGTACTTCTCCTGTTATCCCTACC AGTCCTAGCAGCTGGCATTACTATACTCCTCA---------------------------------------------------------------------#08-MBB.02.07.07_RN (Neotrygon kuhlii) CCCCTGATAATTGGGGCTCCGGACATAGCCTTTCCACGAATAAATAACATAAGTTTTT GACTTCTACCTCCCTCATTCTTATTACTGCTAGCCTCAGCAGGAGTAGAAGCCGGAGC TGGAACAGGTTGAACAGTTTATCCCCCATTAGCTGGTAATCTAGCACATGCCGGAGCT TCTGTAGACCTTACAATCTTCTCTCTTCACCTAGCAGGTGTTTCCTCTATTCTGGCATC CATTAACTTTATCACAACAATTATTAATATAAAACCACCCGCAATCTCCCAATATCAA ACCCCATTATTCGTCTGATCTATTCTTGTTACAACTGTACTTCTCCTGTTATCCCTACC AGTCCTAGCAGCTGGCATTACTATACTCCTCA---------------------------------------------------------------------#09-MBB.02.07.08_RN (Neotrygon kuhlii) CCCCTGATAATTGGGGCTCCGGACATAGCCTTTCCACGAATAAATAACATAAGTTTTT GACTTCTACCTCCCTCATTCTTATTACTGCTAGCCTCGGCAGGAGTAGAAGCCGGAGC TGGAACAGGTTGAACAGTTTATCCCCCATTAGCTGGTAATCTAGCACATGCCGGAGCT TCTGTAGACCTTACAATCTTCTCTCTTCACCTAGCAGGTGTTTCCTCTATTCTGGCATC CATTAACTTTATCACAACAATTATTAATATAAAACCACCCGCAATCTCCCAATATCAA ACCCCATTATTCGTCTGATCTATTCTTGTTACAACTGTACTTCTCCTGTTATCCCTACC AGTCCTAGCAGCTGGCATTACTATACTCCTCA---------------------------------------------------------------------#10-MBB.02.07.09_RN (Neotrygon kuhlii) CCCCTGATAATTGGGGCTCCGGACATAGCCTTTCCACGAATAAATAACATAAGTTTTT GACTTCTACCTCCCTCATTCTTATTACTGCTAGCCTCAGCAGGAGTAGAAGCCGGAGC TGGAACAGGTTGAACAGTTTATCCCCCATTAGCTGGTAATCTAGCACATGCCGGAGCT TCTGTAGACCTTACAATCTTCTCTCTTCACCTAGCAGGTGTTTCCTCTATTCTGGCATC CATTAACTTTATCACAACAATTATTAATATAAAACCACCCGCAATCTCCCAATATCAA ACCCCATTATTCGTCTGATCTATTCTTGTTACAACTGTACTTCTCCTGTTATCCCTACC AGTCCTAGCAGCTGGCATTACTATACTCCTCA---------------------------------------------------------------------#12-MBB.02.07.11_RN (Neotrygon kuhlii) CCCCTGATAATTGGGGCTCCGGACATAGCCTTTCCACGAATAAATAACATAAGTTTTT GACTTCTACCTCCCTCATTCTTATTACTGCTAGCCTCAGCAGGAGTAGAAGCCGGAGC TGGAACAGGTTGAACAGTTTATCCCCCATTAGCTGGTAATCTAGCACATGCCGGAGCT
21 TCTGTAGACCTTACAATCTTCTCTCTTCACCTAGCAGGTGTTTCCTCTATTCTGGCATC CATTAACTTTATCACAACAATTATTAATATAAAACCACCCGCAATCTCCCAATATCAA ACCCCATTATTCGTCTGATCTATTCTTGTTACAACTGTACTTCTCCTGTTATCCCTACC AGTCCTAGCAGCTGGCATTACTATACTCCTCA---------------------------------------------------------------------#13-MBB.02.07.12_RN (Neotrygon kuhlii) CCCCTGATAATTGGGGCTCCGGACATAGCCTTTCCACGAATAAATAACATAAGTTTTT GACTTCTACCTCCCTCATTCTTATTACTGCTAGCCTCAGCAGGAGTAGAAGCCGGAGC TGGAACAGGTTGAACAGTTTATCCCCCATTAGCTGGTAATCTAGCACATGCCGGAGCT TCTGTAGACCTTACAATCTTCTCTCTTCACCTAGCAGGTGTTTCCTCTATTCTGGCATC CATTAACTTTATCACAACAATTATTAATATAAAACCACCCGCAATCTCCCAATATCAA ACCCCATTATTCGTCTGATCTATTCTTGTTACAACTGTACTTCTCCTGTTATCCCTACCA GTCCTAGCAGCTGGCATTACTATACTCCTCA---------------------------------------------------------------------#15-MBB.02.07.02.01_RN (Dipturus chilensis) CCTTTAATAATTGGCTCCCCCGACATGGCCTTCCCACGCATAAATAACATAAGTTTTTG ACTTTTACCTCCCTCCTTTCTCCTCCTCCTGGCCTCCGCTGGGGTTGAAGCCGGGGCCG GAACAGGTTGAACTGTCTACCCCCCTTTGGCAGGAAATCTGGCCCACGCGGGGGCCTC CGTAGACTTAACAATTTTCTCTCTTCACTTGGCAGGTATTTCATCTATTCTAGCCTCCA TTAACTTCATCACCACAATTGTTAACATAAAACCACCAGCAATCTCTCAATACCAGAC ACCCTTGTTCGTGTGGTCAATTCTTGTTACAACTGTCTTACTTCTTATAGCCCTCCCAG TCCTAGCAGCCGGCATCACTATGCTACTTA---------------------------------------------------------------------#16-MBB.02.07.02.02_RN (Dipturus chilensis) CCTTTAATAATTGGCTCCCCCGACATGGCCTTCCCACGCATAAATAACATAAGTTTTTG ACTTTTACCTCCCTCCTTTCTCCTCCTCCTGGCCTCCGCTGGGGTTGAAGCCGGGGCCG GAACAGGTTGAACTGTCTACCCCCCTTTGGCAGGAAATCTGGCCCACGCGGGGGCCTC CGTAGACTTAACAATTTTCTCTCTTCACTTGGCAGGTATTTCATCTATTCTAGCCTCCA TTAACTTCATCACCACAATTGTTAACATAAAACCACCAGCAATCTCTCAATACCAGAC ACCCTTGTTCGTGTGGTCAATTCTTGTTACAACTGTCTTACTTCTTATAGCCCTCCCAG TCCTAGCAGCCGGCATCACTATGCTACTTA---------------------------------------------------------------------#17-MBB.02.07.02.03_RN (Dipturus chilensis) CCTTTAATAATTGGCTCCCCCGACATGGCCTTCCCACGCATAAATAACATAAGTTTTTG ACTTTTACCTCCCTCCTTTCTCCTCCTCCTGGCCTCCGCTGGGGTTGAAGCCGGGGCCG GAACAGGTTGAACTGTCTACCCCCCTTTGGCAGGAAATCTGGCCCACGCGGGGGCCTC CGTAGACTTAACAATTTTCTCTCTTCACTTGGCAGGTATTTCATCTATTCTAGCCTCCA TTAACTTCATCACCACAATTGTTAACATAAAACCACCAGCAATCTCTCAATACCAGAC ACCCTTGTTCGTGTGGTCAATTCTTGTTACAACTGTCTTACTTCTTATAGCCCTCCCAG TCCTAGCAGCCGGCATCACTATGCTACTTA---------------------------------------------------------------------#18-MBB.02.07.02.04_RN (Dipturus chilensis) CCTTTAATAATTGGCTCCCCCGACATGGCCTTCCCACGCATAAATAACATAAGTTTTTG ACTTTTACCTCCCTCCTTTCTCCTCCTCCTGGCCTCCGCTGGGGTTGAAGCCGGGGCCG GAACAGGTTGAACTGTCTACCCCCCTTTGGCAGGAAATCTGGCCCACGCGGGGGCCTC CGTAGACTTAACAATTTTCTCTCTTCACTTGGCAGGTATTTCATCTATTCTAGCCTCCA TTAACTTCATCACCACAATTGTTAACATAAAACCACCAGCAATCTCTCAATACCAGAC ACCCTTGTTCGTGTGGTCAATTCTTGTTACAACTGTCTTACTTCTTATAGCCCTCCCAG TCCTAGCAGCCGGCATCACTATGCTACTTA----------------------------------------------------------------------
22 #19-MBB.02.07.02.05_RN (Rhinoptera javanica) CCTTTAATGATCGGTGCTCCAGATATAGCCTTTCCACGAATAAATAATATAAGCTTTT GACTTCTCCCTCCATCCTTCCTCTTACTGCTAGCTTCCGCAGGGGTAGAAGCTGGAGCT GGAACCGGATGAACAGTTTATCCCCCTCTAGCTGGTAACCTAGCACATGCTGGAGCTT CTGTTGATCTAACCATCTTTTCCTTACATTTGGCAGGGGTCTCCTCTATTCTAGCATCC ATTAACTTTATTACTACAATTATCAACATGAAACCACCTGCAATTTCCCAATACCAGA CACCCCTATTTGTCTGATCAATCCTAATCACAGCTGTCCTTCTCTTACTATCCCTTCCC GTCCTAGCAGCAGGCATTACTATGCTCCTTA---------------------------------------------------------------------#20-MBB.02.07.02.06_RN (Rhinoptera javanica) CCTTTAATGATCGGTGCTCCAGATATAGCCTTTCCACGAATAAATAATATAAGCTTTT GACTTCTCCCTCCATCCTTCCTCTTACTGCTAGCTTCCGCAGGGGTAGAAGCTGGAGCT GGAACCGGATGAACAGTTTATCCCCCTCTAGCTGGTAACCTAGCACATGCTGGAGCTT CTGTTGATCTAACCATCTTTTCCTTACATTTGGCAGGGGTCTCCTCTATTCTAGCATCC ATTAACTTTATTACTACAATTATCAACATGAAACCACCTGCAATTTCCCAATACCAGA CACCCCTATTTGTCTGATCAATCCTAATCACAGCTGTCCTTCTCTTACTATCCCTTCCC GTCCTAGCAGCAGGCATTACTATGCTCCTTA---------------------------------------------------------------------#21-MBB.02.07.02.07_RN (Rhinoptera javanica) CCTTTAATGATCGGTGCTCCAGATATAGCCTTTCCACGAATAAATAATATAAGCTTTT GACTTCTCCCTCCATCCTTCCTCTTACTGCTAGCTTCCGCAGGGGTAGAAGCTGGAGCT GGAACCGGATGAACAGTTTATCCCCCTCTAGCTGGTAACCTAGCACATGCTGGAGCTT CTGTTGATCTAACCATCTTTTCCTTACATTTGGCAGGGGTCTCCTCTATTCTAGCATCC ATTAACTTTATTACTACAATTATCAACATGAAACCACCTGCAATTTCCCAATACCAGA CACCCCTATTTGTCTGATCAATCCTAATCACAGCTGTCCTTCTCTTACTATCCCTTCCC GTCCTAGCAGCAGGCATTACTATGCTCCTTA---------------------------------------------------------------------#22-MBB.02.07.02.10_RN (Rhinoptera javanica) CCTTTAATGATCGGTGCTCCAGATATAGCCTTTCCACGAATAAATAATATAAGCTTTT GACTTCTCCCTCCATCCTTCCTCTTACTGCTAGCTTCCGCAGGGGTAGAAGCTGGAGCT GGAACCGGATGAACAGTTTATCCCCCTCTAGCTGGTAACCTAGCACATGCTGGAGCTT CTGTTGATCTAACCATCTTTTCCTTACATTTGGCAGGGGTCTCCTCTATTCTAGCATCC ATTAACTTTATTACTACAATTATCAACATGAAACCACCTGCAATTTCCCAATACCAGA CACCCCTATTTGTCTGATCAATCCTAATCACAGCTGTCCTTCTCTTACTATCCCTTCCC GTCCTAGCAGCAGGCATTACTATGCTCCTTA----------------------------------------------------------------------
23 Lampiran 5 Dokumentasi pengambilan sampel pari
Rhinoptera javanica Palabuhanratu
Dipturus chilensis Palabuhanratu
Neotrygon kuhlii TPI Lampung
N. kuhlii (kiri) dan H. walga (kanan) TPI Lampung
24 RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Cilacap pada tanggal 7 September 1992 dari ayah yang bernama Dimyati dan ibu Tursiti. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Lulus dari Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Majenang pada tahun 2010, penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama kuliah di Institut Pertanian Bogor penulis pernah menjadi asisten mata kuliah Oseanografi Kimia pada periode 2013-2014. Penulis aktif dalam organisasi Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan (HIMITEKA) sebagai anggota divisi Keilmuan periode 2012-2013 dan pernah menjadi sekretaris kegiatan penanaman mangrove KONSURV II. Penulis aktif dalam kepanitiaan fieldtrip mata kuliah Oseanografi Umum, Oseanografi Kimia, Oseanografi Fisika, Akustik Kelautan, dan Pemetaan Sumberdaya Hayati Laut. Pada Januari 2013 penulis magang di Indonesian Biodiversity Research Center di Bali dan pada Juni-Juli 2013 penulis melakukan praktek kerja lapang di Kementrian Kelautan dan Perikanan Pekalongan. Penulis juga pernah aktif mengajar privat Fisika pada Lembaga Bimbingan Belajar. Selain itu, penulis juga pernah menjadi pemakalah dalam Seminar Nasional Ikan VIII pada tahun 2014. Sebagai salah satu syarat kelulusan, penulis melakukan penelitian dengan judul “Identifikasi Molekuler, Status Konservasi, dan Status Perdagangan Spesies Pari (Dasyatidae) yang didaratkan di Tempat Pelelangan Ikan Lampung dan Palabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu”.