6 KEMAMPUAN PELELANGAN PENGELOLA TPI PPN PALABUHANRATU Kemampuan pelelangan ikan adalah kemampuan atau keahlian yang dimiliki baik secara teknis maupun secara manajemen pengelola pelelangan dalam menyelenggarakan pelelangan secara baik (Pane 2009 b). Penyelengaraan pelelangan secara baik yaitu Penyelenggaraan pelelangan ikan dimana dalam pelaksanaanya terjadi peningkatan harga jual ikan dan mutu ikan tidak mengalami penurunan. Kemampuan pelelangan yang dimaksud secara teknis adalah kemampuan pengelola dalam mengelola fasilitas untuk pelelangan seperti misalnya meningkatkan fasilitas yang ada serta mampu menambah fasilitas yang diperlukan namun belum terdapat di tempat pelelangan. sedangkan secara manajemen adalah kemampuan pengelola pelelangan dalam mengorganisir pelelangan seperti misalnya mengatur kerja pegawai pengelola pelelangan serta kemampuan dalam menentukan waktu pelelangan yang baik untuk pelelangan ikan. Penilaian kemampuan pelelangan dilakukan secara objektif dari bukti-bukti atau indikasi yang diperoleh dari hasil penelitian. Penilaian kemampuan pelelangan terhadap pengelola TPI difokuskan pada kemampuan sumberdaya manusianya yang meliputi skill (kemampuan) dan pengetahuan. Kemampuan pelelangan pengelola TPI di PPN Palabuhanratu ditelaah dari kemampuan mengorganisir lelang, penyediaan sarana pelelangan, penyediaan sistem lelang dan pengawasannya, terselenggaranya penjaminan mutu, pengembangan sarana dan prasarana
lelang,dan kemampuan
membuat
kebijakan/aturan untuk
menyelenggarakan pelelangan. 6.1 Kemampuan mengorganisir waktu pelelangan Pelelangan di TPI PPN Palabuhanratu telah mengalami dua periode kepengurusan. Periode pengurusan yang pertama adalah saat dikelola oleh Dinas Perikanan Kabupaten Sukabumi, dan kedua adalah dikelola KUD Mina Mandiri Sinar Laut. Dinas Perikanan mengelola TPI di PPN Palabuhanratu sejak pelabuhan tersebut masih berupa Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) hingga kemudian terjadi peningkatan kelas menjadi Pelabuhan Perikanan Nusantara
88
(PPN). Menurut pengelola TPI PPN Palabuhanratu saat ini, selama dikelola oleh Dinas Perikanan, pelelangan di TPI PPN Palabuhanratu berlangsung dengan baik dan dilaksanakan pada pagi hari setiap harinya. Bahkan ketika terjadi musim puncak pendaratan hasil tangkapan, dimana jumlah ikan yang didaratkan banyak, pelelangan bisa berlangsung dari pagi hingga siang hari. Keadaan ini bertolak belakang ketika pengelolaan TPI PPN Palabuhanratu dikelola oleh KUD Mina sejak tahun 2000. Pelelangan di PPN Palabuhanratu selama dikelola oleh KUD Mina Mandiri Sinar laut mengalami fluktuasi, pada saat tertentu dilaksanakan pelelangan dan saat tertentu tidak (Mahyuddin 2008). Namun kondisi tersebut hanya berlangsung selama lima tahun (2000-2005), menurut pengelola PPN Palabuhanratu, setelah tahun 2005, pelelangan di PPN Palabuhanratu sama sekali tidak berlangsung. Bahkan pelelangan di PPN Palabuhanratu hanya terselenggara jika ada kunjungan pejabat pemerintah pusat/daerah. Menurut pengelola TPI dan pengelola PPN Palabuhanratu menyatakan bahwa hal itu dilaksanakan sebagai formalitas saja. Alasan terjadinya fluktuasi dalam pelaksanaan pelelangan sehingga kemudian kini pelelangan di TPI PPN Palabuhanratu tidak berlangsung menurut Pengelola TPI PPN Palabuhanratu terjadi karena ketidaktegasan mereka sebagai pengelola TPI dalam melakukan penertiban pendaratan hasil tangkapan. Pada saat pelelangan masih dilaksanakan, pengelola TPI menyatakan bahwa pelelangan di TPI PPN Palabuhanratu dilaksanakan tergantung pada kedatangan kapal. Ketika kapal akan mendaratkan ikan HT maka ikan HT tersebut akan langsung dilelang. Pendaratan hasil tangkapan di PPN Palabuhanratu biasanya pada pagi hari dan sore hari. Pendaratan pada pagi (antara jam 6-8 WIB) hari dilakukan oleh armada penangkapan gillnet, bagan, pancing ulur, dan beberapa pancing tonda. Sedangkan untuk pendaratan pada sore hari (antara jam 4-6 WIB), biasanya dilakukan oleh alat tangkap payang dan pancing tonda. Waktu pendaratan tersebut dilakukan bukan karena pada waktu-waktu tersebut merupakan waktu pemasaran untuk armada penangkapan tersebut. Waktu pendaratan tersebut disebabkan karena trip pada umumnya nelayan di PPN Palabuhanratu memiliki trip penangkapan one day fishing. Armada yang berangkat untuk melakukan penangkapan pada pagi hari, maka akan mendaratkan
89
hasil tangkapan pada sore hari. Sedangkan armada yang menangkap pada sore hari, akan mendaratkan hasil tangkapan pada pagi hari. Bahkan menurut bakul yang ada di PPN Palabuhanratu saat ada pelelangan, ada kapal yang sengaja mendaratkan hasil tangkapan pada malam hari agar tidak dilelang dan terhindar dari retribusi. Di TPI PPN Palabuhanratu tidak terdapat aturan yang tertulis mengenai larangan untuk mendaratkan ikan hasil tangkapan di malam hari. Waktu pendaratan yang berbeda-beda, bahkan ada yang mendaratkan ikan hasil tangkapan pada malam hari menunjukkan tidak ada kepastian waktu pemasaran ikan yang dibuat oleh pengelola TPI PPN Palabuhanratu. penetapan waktu pelelangan harus dilakukan oleh pengelola TPI untuk memberikan kepastian pasar kepada bakul, pedagang dan distributor ikan hasil tangkapan. Jika tidak ditetapkan maka pelaku bisnis perikanan tersebut akan mengalami kerugian waktu karena harus menunggu sehari penuh agar dapat membeli ikan sesuai dengan jumlah maupun kualitas hasil tangkapan yang diinginkan. Waktu pendaratan yang berbeda menyebabkan jumlah hasil tangkapan yang didaratkan hanya berasal dari beberapa armada/kapal saja. Waktu pelelangan yang tidak ditetapkan, menurut nelayan, bakul dan pedagang terjadi saat KUD Mina mengelola pelelangan ikan. Menurut pengelola TPI PPN Palabuhanratu dan juga beberapa nelayan, pedagang serta bakul menyatakan pada saat pengelolaan TPI dikelola oleh Dinas Perikanan, pelelangan ditetapkan pada pagi hari, jika ada yang kapal/perahu datang pada malam hari, maka kapal/perahu tersebut harus menunggu untuk memasarkan hasil tangkapannya hingga waktu pelelangan tiba. Selain mengalami kerugian waktu, waktu pelelangan yang tidak ditentukan oleh pihak pengelola saat ada pelelangan menyulitkan mereka (pedagang dan bakul) untuk langsung menjual hasil tangkapan yang baru didaratkan kepada konsumen. Pihak bakul mengungkapkan bahwa jika pelelangan dilakukan pada waktu selain pagi, maka mereka harus menyimpan hasil tangkapan untuk dijual keesokan harinya. Konsumen biasanya membeli ikan pada pagi hari untuk kemudian didistribusikan ke pasar atau restauran. Jika pelelangan dilakukan pada sore atau malam hari, maka bakul memerlukan tempat untuk menyimpan hasil tangkapan yang dibeli agar mutu ikan hasil tangkapan tidak menurun.
90
Pengelola pelelangan seharusnya mampu mengorganisir pelelangan dengan baik, salah satunya adalah penetapan waktu pelelangan. Penetapan waktu pelelangan ini akan memudahkan bagi pelaku bisnis perikanan seperti bakul, pedagang atau pengusaha ikan untuk membeli ikan di pelelangan. Selain memudahkan bagi pelaku bisnis perikanan, penetapan waktu pelelangan juga memudahkan bagi pengelola dalam melakukan pendataan terhadap ikan HT yang didaratkan. Namun, pengelola pelelangan belum memahami dengan baik manfaat dari penetapan waktu pelelangan, karena pengelola, berdasarkan uraian diatas, tidak mempermasalahkan waktu pelelangan yang terjadi pada pagi, siang maupun sore. Pengelola TPI berpendapat bahwa waktu pelelangan yang diserahkan kepada keinginan nelayan merupakan bukan suatu masalah karena setiap armada sebenarnya telah memiliki pembeli tetap dan setiap armada memiliki pembeli yang tidak sama. Terkait dengan hal tersebut, pengelola menganggap tidak perlu penetapan waktu pelelangan. Padahal, menurut pernyataan bakul, pedagang dan distributor, mereka sebenarnya menginginkan adanya penetapan waktu pendaratan bagi kapal nelayan agar dapat membeli ikan hasil tangkapan dari nelayan lainnya juga. Kurangnya pemahaman mengenai manfaat penetapan waktu pelelangan disebabkan oleh kualitas sumberdaya pengelola TPI. Selain tingkat pendidikan formal yang rendah, pengelola TPI juga tidak memiliki pendidikan non-formal seperti misalnya pelatihan. Pengelola TPI mengatakan bahwa selama menjadi pengelola, yaitu sejak tahun 2000, pelatihan belum pernah dilakukan. Salah satu kegiatan untuk meningkatkankan kualitas SDM adalah kunjungan ke TPI di Binuangeun,
Banten.
Secara
manajerial,
kualitas
pengelola
TPI
PPN
Palabuhanratu tergolong lemah. Sejak mengelola TPI dari tahun 2000, belum pernah diadakan rapat dengan semua anggota pengelola. Bahkan, pegawai TPI yang datang dan tidak melaksanakan tugasnya sama sekali tidak ditegur oleh manajer TPI. Kualitas SDM pengelola yang rendah bisa terlihat pada Tabel 29 berikut ini.
91
Tabel 29 Tingkat pendidikan karyawan TPI dan pelatihan yang pernah diikuti, 2009 No
Nama
Jabatan
Tingkat
Pelatihan yang
Pendidikan
pernah diikuti
Manajer
SLTA
-
Kasir
SLTA
-
1
Ujang Sulaeman SB
2
D. Solihin
3
Untung Subagya
Tata Usaha
SLTA
-
4
Sugeng Apriadi
Statistik
SLTA
-
5
Juru Lelang
SLTA
-
6
Syarip Dodi Roswandi Engkos Kosasih
Juru Lelang
STM
-
7
Epen Dolar
Juru Timbang
SLTP
-
8
Iim Ibrahim
Juru Catat
SLTA
-
9
Ujang Rusmansyah
Juru Catat
SLTA
-
10
Suherman
Kebersihan
SD
-
Sumber: TPI PPN Palabuhanratu 2009 (data diolah)
Sebaiknya, pelelangan dilakukan saat matahari belum bersinar terlalu terik, hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya penurunan mutu hasil tangkapan. Kondisi tempat pelelangan dimana suhu sekitarnya sudah mulai panas yaitu sekitar 270-30
0
C dapat mempercepat berkembangbiaknya bakteri yang
menyebabkan penurunan mutu ikan. Waktu pelelangan yang ideal dilakukan pada pagi hari yaitu antara jam 5-7 seperti yang dilakukan di PPN Pekalongan dan pelabuhan di Perancis, Lorient (Pane 2009 b). Kondisi diatas belum dipahami benar oleh pengelola dalam penentuan waktu pelelangan di TPI PPN Palabuhanratu. Pelelangan yang terlaksana pada saat siang hari (jam 10-12 WIB) dapat menyebabkan terjadinya penurunan mutu ikan HT. bahkan, karena pelelangan diserahkan kepada nelayan, dalam hal ini pengelola tidak memaksa kepada nelayan untuk dilaksanakan pelelangan, pelelangan di TPI PPN Palabuhanratu sudah tidak berlangsung lagi. Maka, berdasarkan uraian diatas, pengelola pelelangan memiliki pemahaman yang masih kurang dalam hal mengorganisir pelelangan dari sisi waktu, karena seharusnya pengelola pelelangan mengetahui bahwa pelelangan harus dilaksanakan secara periodik dengan waktu yang ditetapkan. Secara ringkas, kemampuan pengelola dalam mengorganisir waktu pelelangan dapat terlihat pada Tabel 30 berikut ini.
92
Tabel 30 Kemampuan mengorganisir waktu pelelangan Parameter Kemampuan Pengelola Kemampuan mengorganisir waktu pelelangan
Indikator
Kondisi di Lokasi Penelitian
Kegiatan pelelangan 1. Pelelangan sudah dilakukan secara tidak periodik sesuai berlangsung. waktu yang 2. Saat ada direncanakan pelelangan waktu pelelangan diserahkan kepada keinginan nelayan. 3. Pengelola berpendapat bahwa waktu pelelangan yang berbeda bukan suatu masalah. 4. Nelayan, bakul, pedagang, menginginkan adanya penetapan waktu pemasaran ikan.
Kesimpulan Pengelola TPI memiliki kemampuan yang masih lemah dalam mengorganisir pelelangan dari sisi waktu.
6.2 Kemampuan penyediaan prasarana dan sarana pelelangan Suatu proses pelelangan akan terselenggara dengan baik jika memiliki prasarana dan sarana yang memadai. Prasarana dan sarana pelelangan yang harus tersedia di suatu pelabuhan perikanan agar proses pelelangan berlangsung dengan baik adalah berupa prasarana penyelenggaraan pelelangan dan sarana pendukung yang digunakan oleh pelaku pelelangan. Prasarana merupakan infrastruktur yang mendukung untuk penyelenggaraan pelelangan. Prasarana yang telah ada saat ini adalah berupa gedung TPI untuk menyelenggarakan pelelangan dan tempat air bersih. Gedung pelelangan yang ada saat ini merupakan gedung pelelangan yang kedua. Gedung pelelangan yang pertama kali digunakan saat ini digunakan sebagai pasar ikan. Gedung pelelangan baik yang pertama maupun yang kedua dibangun saat TPI masih dikelola oleh Dinas Perikanan. Jadi ketika KUD Mina menjadi pengelola TPI, tidak terjadi penyediaan prasarana untuk pelelangan. Prasarana selanjutnya yang ada di TPI PPN Palabuhanratu adalah tempat air bersih. Tempat air bersih ini dibangun pada
93
saat gedung TPI mengalami renovasi yang merupakan usulan dari pengusaha asal Jepang dan Korea Selatan. Selain prasarana, terdapat sarana pelelangan yang terdapat di gedung TPI. Sarana merupakan media yang digunakan dalam menyelenggarakan pelelangan. Sarana pendukung yang digunakan oleh pelaku pelelangan yang dimiliki saat ini oleh TPI di PPN Palabuhanratu adalah sebagai berikut: 1) Timbangan Timbangan digunakan untuk mengetahui berat hasil tangkapan yang didaratkan dan akan dijual oleh nelayan. Proses penimbangan dilakukan setelah ikan hasil tangkapan didaratkan didermaga. Timbangan yang ada di TPI PPN Palabuhanratu berjumlah 2 (dua) unit dan merupakan timbangan gantung (Gambar 17). Kondisi kedua timbangan ini dalam keadaan berkarat dan sudah tidak berfungsi lagi. Kedua timbangan gantung yang ada di TPI PPN Palabuhanratu pengadaannya dilakukan oleh pengelola TPI dengan bekerjasama dengan Dinas Perikanan Propinsi.
Gambar 17 Jenis timbangan gantung yang digunakan di TPI PPN Palabuhanratu, 2009 Namun, pelelangan yang tidak terselenggara di TPI PPN Palabuhanratu menyebabkan kedua timbangan gantung yang terdapat di TPI mengalami kerusakan berupa tingkat akurasi yang berkurang. Menyikapi keadaan ini, pengelola TPI tidak berinisiatif/berupaya untuk mengadakan alat timbang yang memadai pada saat itu. Pengelola menganggap bahwa timbangan yang ada saat ini
94
yaitu timbangan gantung dirasakan masih bisa digunakan meskipun dalam keadaan berkarat. 2) Basket Basket merupakan sarana yang disediakan oleh pengelola TPI yang disewakan kepada nelayan sebagai wadah ikan saat melakukan bongkar. Basket yang terdapat di PPN Palabuhanratu memiliki kapasitas 30 kg dan 45 kg dengan biaya sewa dan perawatan Rp500,00/basket (Gambar 18). Saat ini basket yang ada TPI menurut catatan pengelola TPI PPN Palabuhanratu berjumlah 600 unit dengan rincian 100 unit disediakan oleh pihak pengelola PPN Palabuhanratu dan 500 unit disediakan oleh Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Barat. Namun saat melakukan penelitian, jumlah yang tersedia hanya sekitar 500-an. Secara umum kondisi fisik basket yang ada saat ini adalah baik.
Gambar 18 Basket yang ada di TPI PPN Palabuhanratu, 2009
Gambar 19 Keranjang yang biasa digunakan oleh nelayan bagan PPN Palabuhanratu, 2009 Basket yang ada di PPN Palabuhanratu menurut keterangan pengelola pelelangan tidak pernah digunakan lagi. Penyebabnnya adalah basket yang disewa
95
oleh nelayan tidak pernah dikembalikan lagi kepada pengelola TPI. Basket yang disewa dijadikan hak milik oleh beberapa nelayan. Hal ini karena ketidak tahuan nelayan bahwa basket yang digunakan merupakan basket untuk disewa. Saat dilakukan penimbangan, wadah yang digunakan oleh nelayan, sebagai pengganti basket,
adalah blong. Kondisi ini menyebabkan pengelola TPI tidak
memprioritaskan basket sebagai sarana pelelangan. Hal ini terlihat saat melakukan penelitian dimana basket hanya disimpan rapat dengan pintu terkunci di gudang penyimpanan. 3) Troli Untuk mengangkut hasil tangkapan yang telah didaratkan didermaga pendaratan kemudian diangkut ke TPI atau hasil tangkapan yang telah dilelang ke tempat pengangkutan, supaya berlangsung cepat maka diperlukan troli. Troli, seperti halnya basket merupakan sarana yang disediakan oleh pengelola pelelangan untuk pelaku pelelangan guna mendukung kelancaran pelelangan. Troli yang dimiliki TPI PPN Palabuhanratu saat ini berjumlah 10 unit. Trolli yang ada saat ini pengadaannya dilakukan oleh KUD Mina pada awal masa kepengurusan KUD Mina sebagai pengelola TPI.
Gambar 20 Trolli yang terdapat di TPI PPN Palabuhanratu, 2009 Troli di TPI PPN Palabuhanratu disimpan dalam tempat terkunci bersama dengan basket. Troli di TPI selama melakukan penelitian tidak pernah digunakan.
96
Dalam mengangkut hasil tangkapannya, nelayan mengangkutnya dengan cara dipikul atau menggunakan gerobak dorong milik pedagang atau bakul. Tidak digunakannya troli ini dikarenakan tidak berlangsungnya pelelangan di TPI PPN Palabuhanratu. 4) Pengeras suara Pelelangan dalam kondisi ideal, akan sangat ramai oleh suara tawar menawar antara petugas pelelangan dengan peserta pelelangan. Untuk memudahkan juru lelang melaksanakan tugasnya maka dibutuhkan suatu pengeras suara. Tempat Pelelangan Ikan (TPI) PPN Palabuhanratu memiliki pengeras suara bermerek megaphone. Pengeras suara
yang dimiliki TPI PPN Palabuhanratu
berjumlah 3 (tiga) unit, 2 unit untuk pengeras suara bermerek megaphone dan 1 unit untuk pengeras suara bermerek TOA. Pengeras suara bermerek TOA ini terletak di sudut gedung TPI dan memiliki suara yang lebih keras daripada yang lainnya. Pengadaan pengeras suara bermerek TOA dilakukan saat TPI dikelola oleh Dinas Perikanan sedangakan pengeras suara bermerek megaphone dilakukan oleh KUD Mina.
Gambar 21 Pengeras suara yang terdapat di TPI PPN Palabuhanratu, 2009 Menurut pengelola TPI, pengeras suara bermerek TOA sudah jarang digunakan lagi meskipun masih dalam keadaan baik. Jika suatu waktu dilakukan pelelangan, pengeras suara yang digunakan adalah pengeras suara bermerek megaphone. Sebenarnya megaphone merupakan pengeras suara yang efektif digunakan dalam proses pelelangan. Dalam kondisi ramai seperti pelelangan,
97
frekuensi suara yang dihasilkan tidak begitu jelas. Untuk keadaan pelelangan yang sangat ramai, sebaiknya digunakan pengeras suara yang bermerek TOA. Dari uraian diatas (butir 1-4) diketahui bahwa prasarana dan sarana pelelangan sudah tersedia. Dalam pengadaannya, KUD Mina bekerjasama dengan Dinas Perikanan Propinsi Jawa Barat. Hal inimenunjukkan bahwa pengelola TPI PPN Palabuhanratu saat ini memiliki kemampuan yang baik dalam penyediaan prasarana dan sarana meskipun hasil kerjasama dengan Dinas Perikanan propinsi. Penyediaan prasarana dan sarana sebagian besar dilakukan pada masa pengelolaan TPI dikelola oleh Dinas Perikanan Kabupaten. Namun, pihak pengelola TPI saat ini tampak kurang memiliki perhatian terhadap prasarana dan sarana pelelangan yang telah ada; seperti membiarkan timbangan rusak berkarat, gedung TPI kotor tidak terawat dan lain-lain. Secara singkat, kemampuan pengelola dalam penyediaan prasarana dan sarana pelelangan dapat dilihat pada Tabel 31 berikut ini.
Tabel 31 Kemampuan penyediaan prasarana dan sarana pelelangan Parameter Kemampuan Pengelola Kemampuan pengupayaan penyediaan prasarana dan sarana pelelangan untuk penyelenggaraan dan pelaku pelelangan
Indikator Ada/tersedia prasarana dan sarana untuk penyelenggaraan dan pelaku pelelangan
Kondisi di Lokasi Penelitian 1. Tersedia prasarana dan sarana untuk penyelenggaraan pelelangan 2. Tersedia prasarana dan sarana untuk pelaku pelelangan.
Kesimpulan Pengelola pelelangan memiliki kemampuan yang baik dalam upaya penyediaan prasarana dan sarana untuk penyelenggaraan dan pelaku pelelangan.
6.3 Kemampuan penyediaan sistem lelang dan pengawasannya. Pelelangan yang ada di PPN Palabuhanratu mengalami fluktuasi selama dikelola oleh KUD Mina Mandiri Sinar Laut. Saat ada lelang sampai tahun 19932005, menurut juru lelang TPI PPN Palabuhanratu, maka sistem yang digunakan adalah sistem terbuka. Sistem terbuka yaitu sistem pelelangan yang transparan dimana semua orang bisa menjadi peserta pelelangan dengan syarat tertentu serta dapat mengetahui harga dari ikan yang dilelang. Untuk nelayan, syarat tertentu
98
yang harus dipenuhi untuk bisa mengikuti pelelangan adalah mendaftar terlebih dahulu sebelum melakukan pembongkaran hasil tangkapan. Untuk pembeli selain melapor juga harus menyerahkan uang jaminan terlebih dahulu. Besarnya uang jaminan yang harus diserahkan sebagai syarat pelelangan adalah sebesar Rp 500.000,-. Sistem pelelangan yang diterapkan oleh pengelola pelelangan di PPN Palabuhanratu pada periode tersebut (1993-2005) diatas adalah sudah tepat. Pengelola pelelangan juga memahami bahwa sistem pelelangan yang baik adalah sistem pelelangan terbuka dengan penawaran yang meningkat. Menurut Adi (1995) kondisi pelelangan di TPI PPN Palabuhanratu sudah memenuhi syarat sebagai lembaga pemasaran yang efektif karena baik pembeli maupun penjual (nelayan) mengetahui benar karakteristik ikan yang dibeli dan dijual. Selanjutnya Adi menyatakan bahwa di TPI PPN Palabuhanratu sudah terdapat transparasi harga. Saat pelelangan diselenggarakan maka pelelangan menggunakan sistem pelelangan terbuka dengan penawaran yang bersifat meningkat. Hal ini memungkinkan harga ikan bisa lebih tinggi dari harga pasar sebelumnya. Pada dasarnya sistem pelelangan yang digunakan di TPI PPN Palabuhanratu dan daerah lain di Kabupaten Sukabumi berdasarkan sistem pelelangan yang terdapat pada Perda Jabar No.5 Tahun 2005. Untuk melaksanakan sistem pelelangan yang terdapat pada Perda Jabar tersebut, pengelola pelelangan membuat peraturan tambahan/turunan yaitu mengenai peraturan teknis. Namun, meskipun demikian, pelelangan di TPI PPN Palabuhanratu tidak berjalan sama sekali. Pelaksanaan dari sistem pelelangan yang ditetapkan oleh Pemerintah melalui Perda Jabar tidak dilaksanakan sepenuhnya oleh pengelola TPI. Hanya sebagian peraturan yang dilaksanakan, yaitu adanya nelayan dan pedagang yang diharuskan membayar retribusi sebesar 5% (3% nelayan dan 2% pedagang). Retribusi tersebut juga tidak dikenakan kepada semua nelayan, tapi hanya kepada nelayan pancing tonda dan purse seine. Sistem uang jaminan dalam pelelangan, dirasakan memberatkan oleh beberapa pedagang pembeli ikan. Berdasarkan hasil wawancara dengan pedagang pembeli ikan di TPI yang pernah mengikuti pelelangan, pada dasarnya pedagang merasa tidak mampu membayar uang jaminan sebesar Rp 500.000 Hal ini yang
99
kemudian membuat beberapa pedagang pembeli ikan di TPI, yang merupakan pedagang eceran, tidak bisa mengikuti pelelangan, padahal mereka sangat ingin mengikuti pelelangan. Sebaliknya pihak nelayan mempunyai pandangan yang berbeda dibanding sebagian pihak pedagang ikan, terhadap sistem pelelangan yang diterapkan di TPI PPN Palabuhanratu. Nelayan merasa tidak mempunyai masalah dengan sistem pelelangan yang akan dilaksanakan. Berdasarkan wawancara dengan nelayan, beberapa nelayan (10 dari 15 orang) mengungkapkan bahwa yang terpenting adalah ikan hasil tangkapan bisa terjual dengan atau tanpa pelelangan. Bahkan mereka tidak merasa terbebani ketika harus membayar uang retribusi sebesar 3%. Ada beberapa nelayan (5 dari 15 orang), yang menolak pelelangan, namun itu karena pada dasarnya nelayan tidak memahami pentingnya pelelangan. mereka menganggap lebih menguntungkan menjual hasil tangkapan langsung kepada eksportir. Selain uraian diatas, penyebab lain tidak berlangsungnya pelelangan adalah lemahnya pengawasan yang dilakukan oleh lembaga terkait maupun oleh pengelola pelelangan itu sendiri. Lembaga yang bisa melakukan pengawasan adalah Badan Pengawas KUD Mina Mandiri Sinar Laut, UPTD TPI Dinas Perikanan dan kelautan, dan Pengelola PPN Palabuhanratu. Selama ini, berdasarkan hasil wawancara dan berdasarkan data yang diperoleh, baru UPTD TPI Dinas Perikanan dan Pengelola PPN Palabuhanratu yang melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pelelangan di TPI PPN Palabuhanratu. Pihak UPTD TPI Dinas Perikanan mengakui bahwa pelelangan di TPI PPN Palabuhanratu masih belum berlagsung dengan baik, namun belum ada tindakan. Bahkan, pihak UPTD TPI mengatakan bahwa pelelangan yang tidak berlangsung bukan sebuah masalah karena selama ini pengelola TPI telah mencatatkan prestasi yang baik berupa tingginya nilai produksi (raman). Pihak pengelola PPN Palabuhanratu juga selalu melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pelelangan. Cara pengawasannya melalui Laporan Tahunan Tingkat Operasional dalam setiap tahun anggaran yang dilaporkan kepada Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP). Namun, laporan dari pihak Pengelola PPN Palabuhanratu kepada KKP tidak menimbulkan perubahan yang berarti bagi pelaksanaan
100
pelelangan karena pelelangan di TPI PPN Palabuhanratu masih tetap belum berlangsung. Pengawasan lain yang seharusnya dilakukan yaitu oleh PUSKUD Mina dan DPD serta DPC HNSI. PUSKUD Mina sebagaimana tercantum pada Perda Jabar No.5 Tahun 2005 pada Bab VI, yaitu meliputi mempersiapkan lembaga calon pengelola penyelenggaraan pelelangan ikan di TPI. Selain itu, PUSKUD Mina juga harus melakukan peningkatan kemampuan organisasi dan manajemen pengelola TPI sehingga dapat menyelenggarakan pelelangan ikan. Untuk pembinaan dan pengwasan yang dilakukan DPD dan DPC HNSI meliputi peningkatan disiplin para nelayan agar melelang HT di TPI. Namun, kedua lembaga tersebut belum melakukan tugasnya sebagaimana tercantum pada Perda Jabar tersebut. Selain pengawasan dari luar yaitu dari Dinas Perikanan, pengawas KUD Mina dan pegelola pelabuhan, pengawasan juga harus dilakukan oleh pengelola pelelangan terhadap pelaksanaan pelelangan. tujuan dari pengawasan ini adalah terlaksananya pelelangan yang berlangsung fair (terbuka dan jujur). Menurut pengelola pelelangan, saat masih ada pelelangan, pelaksanaan pelelangan sering terganggung oleh tindakan beberapa orang yang biasa disebut preman oleh masyarakat sekitar pelabuhan. Preman-preman ini sering masuk saat pelaksanaan pelelangan berlangsung dan menentukan harga sesuai dengan keinginan mereka. Kondisi ini menyebabkan pembeli lain tidak berani melakukan penawaran lagi dan nelayan merasa takut untuk menolak tawaran harga dari preman ini. Ikan yang dilelang tersebut dibeli oleh preman dengan harga dibawah harga pasar, hal ini tentu merugikan bagi penjual (nelayan) dan pembeli (pedagang, bakul). Pengelola TPI bekerjasama dengan keamanan pernah melakukan teguran terhadap premanpreman tersebut. Namun seringkali preman-preman ini melakukan ancaman atas tindakan pengelola. Berdasarkan uraian diatas, pengelola pelelangan mempunyai pemahaman yang baik mengenai sistem pelelangan yang baik yang akan diterapkan di TPI PPN Palabuhanratu.. Sistem lelang yang bersifat terbuka dengan penawaran yang menaik memberikan keuntungan bagi nelayan karena akan meningkatkan pendapatan nelayan. Namun, pengawasan terhadap pelaksanaan pelelangan masih
101
lemah. Hal ini mengakibatkan pelelangan di TPI PPN Palabuhanratu secara perlahan menjadi tidak berlangsung. Meskipun pengelola TPI dan Dinas Perikanan menyadari pentingnya pelelangan, tapi kedua lembaga ini lebih mementingkan terjadinya peningkatan nilai produksi (raman) yang terjadi di TPI PPN Palabuhanratu. secara singkat, kemampuan pengelola dalam penyediaan sistem lelang dan pengawasannya dapat dilihat pada Tabel 32 dibawah ini.
Tabel 32 Kemampuan penyediaan sistem lelang dan pengawasannya Parameter Kemampuan Pengelola Kemampuan penyediaan sistem lelang (Terbuka/tertutup)
Kemampuan pengawasan pelaksanaan pelelangan
Indikator
Kondisi di Lokasi Penelitian
Ada sistem lelang
Terdapat sistem lelang yaitu sistem lelang terbuka
Ada pengawasan pelaksanaan lelang agar berlangsung fair (terbuka dan jujur)
Pelaksanaan pengawasan pelelangan belum berlangsung
Kesimpulan Sistem pelelangan yang ada saat ini dibuat oleh pengelola sebelumnya (Dinas Perikanan). Pengelola saat ini hanya meneruskannya saja. Pengelola memiliki kemampuan yang lemah dalam pengawasan pelaksanaan pelelangan
6.4 Kemampuan terselenggaranya penjaminan mutu Salah satu fungsi dari penyelenggaraan pelelangan ikan adalah menjaga mutu ikan hasil tangkapan agar tetap terjaga selama proses pelelangan. Pengelola pelelangan harus mampu menjamin bahwa mutu ikan yang dijualnya didalam pelelangan memiliki mutu yang baik atau layak konsumsi (Pane 2008). Pada pelelangan, dengan sistem yang terbuka, mutu ikan akan sangat diperhatikan oleh pembeli dalam menentukan harga beli. Hal ini akan berdampak pada nelayan dimana akan terjadi aksi dari nelayan untuk memenuhi kebutuhan pembeli dengan menjual ikan hasil tangkapan dengan mutu yang baik. Pada dasarnya prinsip penanganan ikan adalah bersih, cepat dan dingin (clean, quick and cold). Hal ini tidak terlepas dari sifat ikan yang merupakan perishable. Untuk memenuhi prinsip tersebut setiap pelabuhan perikanan harus
102
melengkapi fasilitas–fasilitasnya seperti fasilitas penyimpanan dingin (cool room), penyimpanan beku (cold storage) dan sarana/fasilitas sanitasi dan higienis. Pentingnya mutu ikan dalam proses pelelangan ataupun pemasaran belum disadari oleh nelayan PPN Palabuhanratu (Mahyuddin et al 2001). Masih banyak nelayan atau pedagang yang memperlakukan ikan tidak dengan baik sehingga ikan hasil tangkapan mengalami penurunan mutu. Beberapa ikan hasil tangkapan yang didaratkan di PPN Palabuhanratu hanya mendapat perlakuan pemberian es ke basket/wadah yang digunakan untuk menampung ikan hasil tangkapan. Namun, belum seluruh ikan yang didaratkan mendapatkan penanganan dengan es. Ikan hasil tangkapan dari armada bagan belum menggunakan es dalam menjaga mutu ikan. Nelayan beralasan karena ikan yang ditangkap dengan alat tangkap bagan memiliki waktu penangkapan yang sebentar dengan waktu pendaratan. Berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan, mereka tidak terlalu mempersoalkan mengenai mutu ikan yang akan didaratkan. Bagi nelayan yang terpenting adalah ikan yang ditangkap jumlahnya banyak.
Gambar 22 Proses pengisian palka kapal pancing tonda dengan es curah di PPN Palabuhanratu, 2009
103
Gambar 23 Ikan hasil tangkapan yang tidak menggunakan es untuk menjaga mutu Keadaan ini merupakan akibat dari masih dapat terjualnya ikan hasil tangkapan yang didaratkan oleh nelayan baik yang memiliki mutu baik maupun yang sudah tidak layak untuk dikonsumsi; walau dengan harga yang berbeda. Konsumen yang ada di sekitar pelabuhan masih suka membeli ikan hasil tangkapan yang sebenarnya sudah tidak layak untuk dikonsumsi. Disamping itu, adanya pengolahan ikan asin dan pindang juga kurang mendukung terjaganya kualitas mutu ikan dari nelayan. Pengolahan ikan menjadi ikan asin dan ikan pindang umumnya hanya mencari ikan dengan kualitas yang kurang baik agar bisa memperoleh keuntungan yang maksimal karena harga beli yang lebih rendah. Namun, hal yang berbeda ditemukan pada pedagang pembeli ikan, beberapa pedagang ikan ini lebih mengutamakan kualitas/mutu ikan hasil tangkapan yang baik; terutama yang akan mensuplai rumah-rumah makan seafood. Kesadaran pedagang ikan dalam mengutamakan mutu ikan yang baik tidak terlepas dari keikutsertaannya
dalam
organisasi
perkumpulan
pedagang.
Di
dalam
perkumpulan tersebut, sering dilakukan pengarahan yang dilakukan oleh Dinas Perikanan, sehingga pedagang ikan memiliki kesadaran untuk menjual ikan dengan mutu yang baik.
104
Gambar 24 Beberapa hasil tangkapan yang dipasarkan oleh pedagang menggunakan es Tempat Pelelangan Ikan (TPI) sebagai lembaga penyelenggara pelelangan yang diharapkan mampu menjamin mutu ikan hasil tangkapan yang dilelangnya bermutu baik, kiranya masih ‘jauh’ dari berfungsi secara optimal. Pengelola TPI mengungkapkan bahwa tidak diperlukan pembatasan mutu ikan hasil tangkapan yang akan dilelang, karena setiap ikan telah mempunyai pelanggannya masingmasing. Lembaga yang bertugas mengawasi mutu ikan di PPN Palabuhanratu adalah Laboratorium Bina Mutu Hasil Perikanan. Mahyuddin (2008) mengungkapkan bahwa lembaga ini bertugas melakukan pengujian organoleptik dan kandungan formalin pada hasil tangkapan nelayan. Laboratorium bina mutu ini difokuskan membina pengolahan ikan agar pengolah ikan tidak menggunakan zat aditif yang terlarang seperti formalin. Pada kenyataanya lembaga ini tidak memberikan himbauan kepada nelayan mengenai cara penanganan mutu ikan baik itu berupa pengumuman, pelatihan, poster maupun teguran langsung. Hal ini terbukti saat penelitian berlangsung dimana masih banyak ikan yang didaratkan dalam kondisi yang sangat tidak layak konsumsi. Padahal armada yang berfishing base di PPN Palabuhanratu pada umumnya hanya melakukan satu kali trip dalam satu hari (one day fishing). Seharusnya dengan satu kali trip dalam satu hari, kualitas mutu ikan yang didaratkan dan dilelang dalam keadaan baik.
105
Gambar 25 Proses pemasaran di TPI PPN Palabuhanratu, 2008 Selain lemahnya pengawasan mutu ikan oleh pengelola pelelangan, kondisi sanitasi dan kebersihan sekitar tempat pelelangan pun tidak terjaga. Air bersih yang seharusnya terdapat di tempat pelelangan yang berfungsi untuk membersihkan ceceran darah ikan dan bau ikan juga tidak ada. Hal ini mengakibatkan proses pembersihan tempat pelelangan ikan tidak berlangsung sebagaimana mestinya. Air bersih selain untuk membersihkan ikan yang baru didaratkan di dermaga, juga berfungsi untuk membersihkan TPI dari ceceran darah ikan dan bau ikan. Nelayan di PPN Palabuhanratu membersihkan ikan hasil tangkapan mereka dengan menggunakan air yang berasal dari kolam pelabuhan. Bukan hanya nelayan yang melakukan hal tersebut, tetapi juga pedagang yang berada disekitar TPI. Kondisi ini dipandang oleh pengelola pelelangan sebagai sesuatu yang sulit untuk dirubah. Penggunaan air kolam yang dianggap biasa saat digunakan untuk mencuci ikan tidak direspon dengan baik oleh pengelola TPI. Padahal air kolam pelabuhan dalam keadaan sangat kotor dan telah tercemar. Seharusnya disekitar TPI, pengelola TPI menyediakan air bersih yang cukup, sehingga ikan yang didaratkan oleh nelayan juga tidak dicuci dengan air kolam pelabuhan yang kotor dan kebersihan TPI terjaga. Kondisi ini akan menghambat laju penurunan mutu ikan karena ikan dan gedung TPI tidak dicuci dengan air yang mengandung bakteri.
106
Gambar 26 Pencemaran kolam pelabuhan dan pengambilan air kolam pelabuhan untuk membersihkan ikan di PPN Palabuhanratu, 2009 Selain itu, kebersihan dan sanitasi di gedung TPI dan sekitarnya masih belum terlaksana, hal ini terlihat dari masih terdapatnya sampah-sampah nonperikanan seperti plastik. Saat penelitian pendahuluan, pelelangan pernah terlaksana, kondisi kebersihan dan sanitasi juga tidak terkontrol. Di gedung TPI banyak terdapat darah dan lendir ikan di lantai. Untuk membersihkannya pengelola menggunakan air yang berasal dari kolam pelabuhan. Jika diperhatikan, kolam pelabuhan di PPN Palabuhanratu telah tercemar oleh sampah, oli dan
107
limbah lainnya yang berasal dari daratan, kondisi ini menyebabkan lantai pelelangan yang dibersihkan menjadi tidak hygienis. Lubis (2006) menyatakan bahwa lantai tempat pelelangan ikan harus dibersihkan secara berkala/periodik baik saat ada maupun tidak ada pelelangan. Selanjutnya Lubis mengatakan bahwa pada saat proses pembersihan harus menggunakan air bersih dan menggunakan disinfektan. Penanganan mutu ikan di PPN Palabuhanratu masih jauh dari standar yang diharapkan. Selain penanganan yang tidak bersih karena menggunakan air kolam yang tercemar juga tidak menerapkan sistem quick atau cepat. Lama ABK membongkar hasil tangkapan untuk kemudian didaratkan, jika dalam keadaan palka penuh adalah sekitar 1 jam. Lama waktu sekitar 1 jam ini adalah cukup lama dan memungkinkan bakteri berkembang biak karena dalam penanganannya hasil tangkapannya tidak menggunakan es dan sebagian ada yang terkena sinar matahari secara langsung. kemampuan pengelola dalam menjamin mutu HT yang dilelang dapat dilihat pada Tabel 33. Tabel 33 Kemampuan terselenggaranya penjaminan mutu Parameter Kemampuan Pengelola
Kemampuan terselenggaranya penjaminan mutu ikan yang dilelang
Kemampuan terselenggaranya kebersihan/sanitasi di lingkungan TPI
Indikator Ada kontrol mutu
Ada kontrol kebersihan/sanitasi
Kondisi di Lokasi Penelitian Tidak ada kontrol mutu
Tidak ada kontrol kebersihan dan sanitasi
Kesimpulan Pengelola memiliki kemampuan yang masih lemah dalam terselenggaranya penjaminan mutu ikan. Pengelola memiliki pemahaman yang masih kurang mengenai mutu ikan yang harus dilelang Pengelola memiliki kemampuan yang masih lemah dalam terselenggaranya kebersihan/sanitasi di lingkungan TPI
Berdasarkan uraian diatas, pengelola TPI belum mempunyai pemahaman yang baik mengenai mutu ikan yang harus dilelang. Seperti yang telah disebutkan
108
sebelumnya, mutu ikan yang akan dilelang tidak dibatasi sehingga tidak terselenggara pengendalian mutu ikan hasil tangkapan di TPI PPN Palabuhanratu. Pengelola TPI sebaiknya berperan secara aktif agar nelayan memiliki kesadaran bahwa ikan yang dijual hendaknya dalam keadaan mutu yang baik..
6.5 Kemampuan pengembangan sarana dan prasarana lelang Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu berdiri sejak 1992 dengan tujuan untuk melayani kapal-kapal yang berfishing base di Samudera Hindia. Sejak saat itu berbagai pengembangan telah dilakukan oleh pihak pengelola pelabuhan. Untuk pengembangan sarana dan prasarana pelelangan sendiri pada saat itu dikelola oleh Dinas Perikanan Kabupaten Sukabumi. Pada periode tersebut merupakan periode terbaik pelelangan di TPI PPN Palabuhanratu. Proses pelelangan di TPI PPN Palabuhanratu pada periode tersebut, selalu diisi penuh oleh ikan hasil tangkapan nelayan. Banyaknya ikan hasil tangkapan yang dilelang di TPI pada saat itu menyebabkan pengelola TPI membangun gedung TPI yang baru supaya ikan hasil tangkapan dapat tertampung di TPI. Gedung TPI yang baru adalah gedung TPI saat ini dan gedung TPI yang lama adalah yang saat ini dijadikan pasar ikan oleh pedagang. Periode pengelolaan pelelangan oleh Dinas Perikanan berakhir pada tahun 2000 saat Menteri Pertanian dan Menteri koperasi dan pemberdayaan industri kecil mengeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Nomor 132 Tahun 1997, 902/Kpts/3/SKB/…../IX/1997.
Keluarnya
SKB
tersebut
menyebabkan
pengelolaan pelelangan tidak lagi oleh Dinas Perikanan tetapi oleh KUD Mina Mandiri Sinar Laut. Sejak pelelangan dikelola oleh KUD Mina tercatat terdapat pengembangan sarana dan prasarana untuk kelancaran pelelangan. Salah satu pengembangan yang dilakukan oleh KUD Mina sebagai pengelola TPI PPN Palabuhanratu adalah renovasi gedung TPI pada tahun 2008. Renovasi gedung TPI dikelola oleh salah satu konstruktor dalam negeri dengan dana berasal dari APBD Provinsi Jawa Barat. Tapi, renovasi tersebut bukan berasal dari ide atau rencana pengembangan dari pengelola TPI melainkan berasal dari pihak luar yaitu Jepang dan Korea Selatan. Kedua negara ini memiliki kepentingan mengenai sarana dan prasarana di PPN Palabuhanratu, karena banyak
109
ikan yang berasal dari PPN Palabuhanratu diekspor ke kedua negara tersebut. Pemerintah Jepang dan Korea Selatan berharap TPI di PPN Palabuhanratu mampu memenuhi standar yang mereka inginkan yaitu bersih dan higienis. Menurut Pane (2009 b) setelah dilakukan renovasi TPI PPN Palabuhanratu, sebenarnya masih jauh dari standar yang diharapkan sebagai tempat pelelangan yang baik. Konstruksinya, menyulitkan nelayan dan pedagang dalam melakukan pelelangan. Selama
pelelangan
dikelola
oleh
KUD
Mina,
belum
terlihat
adanya
pengembangan yang dilakukan pengelola TPI terhadap sarana dan prasarana pelelangan. Sarana dan prasarana pelelangan yang ada saat ini merupakan ‘peninggalan’ saat pelelangan dikelola oleh Dinas Perikanan Kabupaten Sukabumi.
(a) (b) Gambar 71 Gedung TPI di PPN Palabuhanratu (a) sebelum direnovasi tahun 2008 dan (b) setelah direnovasi tahun 2009 Koperasi Unit Desa (KUD) Mina Mandiri Sinar Laut selaku pengelola TPI di PPN Palabuhanratu sebenarnya mempunyai kesempatan yang besar untuk menyampaikan ide-ide atau usulan untuk pengembangan TPI PPN Palabuhanratu. Dalam Laporan Tahunan Pelaksanaan Tugas UPTD TPI dari tahun 2000-2009, pihak pengelola TPI PPN Palabuhanratu tidak sekalipun mempersoalkan mengenai kekurangan atau ide pengembangan sarana dan prasarana yang ada di TPI. Bahkan menurut Manajer TPI PPN Palabuhanratu, saat ini kondisi sarana dan prasarana di TPI PPN Palabuhanratu dalam keadaan layak, begitu pula dengan kualitas ikan dan sanitasi yang ada di TPI PPN Palabuhanratu yang tidak menjadi masalah bagi Manajer TPI. Sedangkan pada saat itu (tahun 2000-2005)
110
pelelangan yang dikelola oleh KUD Mina masing berlangsung. Keadaan pengelola TPI PPN Palabuhanratu yang merasa puas dengan kondisi sarana dan prasarana yang ada membuat pihak pengelola merasa tidak memerlukan pengembangan lebih lanjut. Berdasarkan uraian diatas, upaya pengembangan sarana dan prasarana oleh pengelola pelelangan, dirasakan masih belum optimal, karena pelelangan di PPN Palabuhanratu sudah tidak berlangsung lagi. Sikap pengelola TPI PPN Palabuhanratu yang tidak berusaha melakukan pengembangan terhadap prasarana dan sarana yang ada pada saat pelelangan berlangsung, bahkan tidak terlalu memberikan perhatian terhadap sarana dan prasarana yang ada. Akibatnya sarana dan prasarana tersebut mengalami kerusakan hingga kemudian ada yang tidak dapat digunakan. Kemampuan pengelola dalam mengembangkan sarana dan prasarana pelelangan dapat dilihat pada Tabel 34 berikut ini. Tabel 34 Kemampuan pengembangan sarana dan prasarana lelang Parameter Kemampuan Pengelola Kemampuan upaya pengembangan sarana dan prasarana lelang untuk penyelenggaraan pelelangan
Kemampuan upaya pengembangan sarana dan prasarana lelang untuk pelaku pelelangan
Kondisi di Lokasi Penelitian
Kesimpulan
Ada/terjadi pengembangan prasarana dan sarana pelelangan untuk penyelenggaraan pelelangan
Tidak ada upaya pengembangan prasaran dan sarana baik untuk penyelenggaraan pelelangan maupun utnuk pelaku pelelangan.
Pengelola memiliki kemampuan yang masih lemah dalam upaya pengembangan prasarana dan sarana
Ada/terjadi pengembangan prasarana dan sarana pelelangan untuk penyelenggaraan pelelangan
Renovasi gedung TPI merupakan permintaan dari pihak pengusaha Korea Selatan dan Jepang
Indikator
111
6.6 Kemampuan
membuat
kebijakan/aturan
untuk
penyelenggaraan
pelelangan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) PPN Palabuhanratu telah mempunyai kebijakan atau aturan teknis untuk penyelenggaraan pelelangan. Kebijakan atau aturan teknis yang terdapat di TPI PPN Palabuhanratu dibuat sendiri oleh pengelola TPI berdasarkan turunan Perda Jabar No.5 Tahun 2005. Namun demikian, aturan yang telah ada dalam Perda Jabar No. 5 Tahun 2005 perlu diperjelas untuk menutupi kekuarangan dan belum diatur dalam Perda tersebut. Salah satu aturan turunan tersebut adalah mengenai mekanisme pelelangan yang dibuat oleh pengelola TPI, diantaranya: a. Pemilik/pengurus kapal memberitahukan ke petugas TPI tentang kedatangan kapalnya setelah lapor ke petugas tambat labuh pelabuhan. b. Petugas TPI/Manajer TPI memeriksa hasil tangkapan dan memastikan ikan yang ditangkap dengan cara yang sah/legal sesuai dengan undang-undang dan peraturan yang berlaku. c. Petugas TPI/manajer
TPI memberikan nomor urut bongkar
kepada
pemilik/pengurus kapal yang bersangkutan. d. Petugas TPI mengumumkan melalui pengeras suara dan papan pengumuman akan adanya kegiatan bongkar dan lelang ikan. e. Pelaku usaha perikanan (Bakul) menyimpan uang jaminan lelang disesuaikan dengan kemampuannya dan mendapatkan tanda bukti pembayaran jaminan lelang dan tanda peserta lelang. f. Kapal yang mendapat nomor urut merapatkan kapalnya di dermaga bongkar/depan TPI, petugas keamanan memonitor kegiatan bongkar ikan, dilakukan pensortiran ikan, pencucian ikan, penimbangan ikan, pelabelan ikan, pencatatan ikan dan petugas teknik lelang mengatur tata cara lelang disesuaikan dengan kemampuan keuangan bakul yang menyimpan uang jaminan selanjutnya dilaksanakan lelang ikan oleh juru lelang secara terbuka dengan penawaran meningkat. g. Pemenang lelang melakukan pembayaran kepada kasir TPI. h. Bagi pemenang lelang yang pembayarannya kurang ditalangi dulu oleh TPI dengan waktu pengembalian 3x24 jam, dan apabila pada waktu yang
112
ditentukan belum dapat melunasi kewajibannya maka yang bersangkutan tidak diikutsertakan lagi dalam kegiatan lelang selanjutnya. i. Ikan ophow (tidak ada pelelangan ikan) diserahkan hak penjualannya kepada pemilik ikan dan harus dibawa ke areal TPI. Mekanisme pelelangan diatas merupakan penjelasan lebih rinci dan penambahan yang belum ada dari tata cara pelaksanaan pelelangan ikan yang terdapat pada Perda Jabar. Pada saat penelitian pendahuluan, ketika itu pelelangan sengaja diadakan oleh pengelola TPI, pelaksanaan pelelangan tidak sesuai dengan mekanisme pelelangan yang dibuat sendiri oleh pengelola pelelangan. mulai dari poin pertama (a) sampai yang terakhir, hanya pelaksanaan penimbangan dan pelabelan yang dilaksanakan, pelelangannya sendiri, seperti yang tercantum pada butir f, tidak dilaksanakan. Selain itu, menurut Kepala UPTD TPI Dinas Perikanan, mengungkapkan bahwa terdapat permasalahan dari aspek regulasi, aspek sosial dan aspek teknis terkait dengan pelaksanaan pelelangan. Aspek sosial yang menjadi maslaah adalah kurangnya pemahaman beberapa nelayan dan pedagang mengenai pelelangan, sedangkan permasalahan aspek teknis berkaitan dengan tidak tersedianya dermaga yang dekat dengan gedung TPI. Saat ini dermaga pendaratan yang dekat dengan gedung TPI tidak tersedia karena kolam pelabuhan mengalami overcapacity. Dari ketiga aspek tersebut yang memiliki keterkaitan langsung dengan pengelola kebijakan atau aturan untuk kelancaran penyelenggaraan pelelangan adalah aspek regulasi. Pada aspek regulasi tersebut, kepala UPTD TPI Dinas Perikanan selanjutnya menyatakan bahwa belum ada kejelasan mengenai aturan-aturan untuk ikan yang tidak diperkenankan dilelang. Sebenarnya, menurut pendapat peneliti; Berdasarkan Perda Provinsi Jawa Barat Nomor 5 Tahun 2005 yang menyatakan bahwa hasil penangkapan ikan di laut harus dijual secara lelang di TPI. Selanjutnya pernyataan tersebut kemudian diperjelas dalam Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 5 Tahun 2005 Tentang Penyelenggaraan dan Retribusi Tempat Pelelangan Bab II pasal 2 ayat (1) s/d (3) yaitu: (1)
Semua hasil penangkapan ikan di laut harus dijual secara lelang di TPI.
(2)
Hasil penangkapan ikan yang merupakan komoditas ekspor, pelaksanaan
113
pelelangannya harus diprioritaskan, serta penanganannya secara khusus disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku (3)
Penanganan secara khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi: a. Penerapan Program Manajemen Mutu Terpadu (PMMT) b. Penerapan Sistem Rantai Dingin
mengenai ikan yang harus dilelang dan tidak dilelang di TPI sudah dijelaskan dalam Perda Provinsi tersebut. Dinyatakan secara tegas bahwa semua ikan harus dilelang, bahkan untuk ikan yang akan diekspor disebutkan juga ketentuannya, hanya memang upaya pengembangan TPI di PPN Palabuhanratu oleh pengelola belum ada. Pengelola seperti tidak peduli dengan mulai banyaknya ikan yang diekspor. Seharusnya pengelola mengakomodasi kebutuhan pengekspor dengan membangun gedung TPI yang memenuhi standar sehingga ikan yang diekspor tidak mengalami penurunan kualitas. Selama ini, ikan yang akan diekspor tidak dilelang dengan alasan fasilitas tempat pelelangan ikan tidak memenuhi standar bagi pengekspor. Para pengekspor menginginkan semua ikan yang akan diekspor langsung dimasukkan kedalam cold storage untuk dipacking. Pengusaha ekspor juga mengakui bahwa jika tempat pelelangan di PPN Palabuhanratu memenuhi standar, dimana terdapat penerapan Program Manajemen Mutu Terpadu dan sistem rantai dingin, maka pengekspor mau membeli ikan dari PPN Palabuhanratu. Untuk ikan yang dilelang, menurut Pengelola TPI sebenarnya hanya berasal kapal gillnet dan payang yang memang secara jumlah mendominasi di PPN Palabuhanratu. Selanjutnya, pengelola TPI menyatakan bahwa nelayan menolak ikannya untuk dilelang dengan alasan jumlah ikan hasil tangkapan yang sedikit. Ukuran sedikit ini relatif, tapi nelayan beralasan bahwa hasil tangkapan yang diperoleh belum bisa menutupi modal melaut yang dikeluarkan. Bukan hanya menolak ikan hasil tangkapannya untuk dilelang, tapi juga menolak untuk membayar retribusi karena menganggap bahwa retribusi yang dibayarkan tidak dapat mereka rasakan manfaatnya. Kepala UPTD TPI Dinas Perikanan selanjutnya menyatakan terdapat permasalahan lain yang berhubungan dengan aspek regulasi dalam pelaksanaan pelelangan yaitu area pembongkaran ikan yang tidak ‘steril’ dari kapal yang
114
berlabuh. Selama ini, area pembongkaran yang terletak disamping gedung TPI selalu digunakan oleh kapal nelayan tidak hanya untuk bersandar mendaratkan hasil tangkapan juga untuk berlabuh. Kondisi ini menyebabkan kapal lainnya tidak bisa melakukan bongkar di dermaga samping TPI. Penertiban ini sangat sulit dilakukan karena kolam pelabuhan yang telah overcapacity. Namun, pihak pengelola sendiri menganggap bahwa ini adalah tanggung jawab pengelola PPN Palabuhanratu. Untuk mengatasi masalah ini, pihak pengelola TPI hanya melakukan teguran secara lisan saja. Seharusnya pengelola TPI melakukan koordinasi dengan pihak pengelola PP secara tegas; sehingga bila perlu pihak pengelola PP tidak hanya membuat aturan tetapi mengawasi dan memberikan solusi berupa penertiban secara langsung dengan cara menarik kapal yang bersandar di dermaga bongkar dan ditempatkan di dermaga lain. Hal ini menunjukkan tidak adanya kerjasama yang tegas dari pihak pengelola TPI ke pegelola PP sehingga nelayan pada akhirnya menjadi terbiasa untuk bersandar di dermaga bongkar. Pihak pengelola PP juga belum melaksanakan tugasnya dengan baik. Secara umum, kebijakan yang dibuat oleh pengelola TPI untuk kelancaran pelelangan sebenarnya mengacu pada Perda Jabar No.5 Tahun 2005. Namun, peraturan tersebut tidak dilaksanakan dengan sungguh-sungguh oleh pengelola membuat nelayan maupun pelaku pelelangan lainnya seperti terbiasa tanpa aturan dan bertindak sesuai keinginannya yang dianggap benar dan menguntungkan diri sendiri. Bahkan, manajer TPI sendiri yang melanggarnya dan tidak menegur ketika pegawainya tidak melaksanakan tugasnya. Selain itu, Perda Jabar yang merupakan dasar hukum terselenggaranya pelelangan belum dipahami benar oleh pengelola TPI dan juga UPTD TPI Dinas Perikanan Kabupaten. Kemampuan pengelola dalam membuat kebijakan/aturan untuk penyelenggaraan pelelangan dapat dilihat pada Tabel 35 berikut ini.
115
Tabel 35 Kemampuan membuat kebijakan/aturan untuk penyelenggaraan pelelangan Parameter Kemampuan Pengelola Kemampuan membuat kebijakan/aturan di TPI untuk penyelenggaraan pelelangan yang baik (yang belum diatur otoritas terkait atau membuat turunan dari kebijakan/aturan yang telah diatur otoritas terkait)
Indikator
Ada kebijakan/aturan tertulis yang dikeluarkan pengelola TPI
Kondisi di Lokasi Penelitian Ada aturan teknis yaitu mengenai mekanisme pelelangan. Pelelangan tidak berlangsung menunjukkan tidak dilaksanakannya aturan mekanisme pelelangan yang sudah dibuat.
Kesimpulan
Pengelola memiliki kemampuan yang sudah baik dalam membuat kebijakan/aturan di TPI. Namun, masih terdapat kelemahan dalam pelaksanaanya, karena saat ini pelelangan tidak berlangsung.
Berdasarkan uraian-uraian diatas (Subbab 6.1 s/d 6.6), dapat dinyatakan bahwa secara umum kemampuan pelelangan pengelola TPI di PPN Palabuhanratu masih rendah. Hal ini terlihat dimana pengelola tidak mampu mengorganisir waktu pelelangan, pengawasan pelelangan, terselanggaranya penjaminan mutu, dan dalam melaksanakan kebijakan/aturan untuk penyelenggaraan pelelangan. Dibandingkan dengan kriteria kemampuan pelelangan yang lainnya yaitu mengenai pengembangan dan penyediaan prasarana dan sarana pelelangan, kemampuan dalam mengorganisir waktu pelelangan, pengawasan pelelangan, penjaminan mutu, dan membuat kebijakan turunan memiliki tingkat kepentingan yang lebih tinggi. Oleh karena itu, ketika pengelola memiliki kemampuan yang rendah pada kriteria mengorganisir waktu pelelangan, pengawasan dan membuat aturan turunan, maka ada kemungkinan pelelangan tidak akan terlaksana dengan baik bahkan tidak terlaksana sama sekali. Untuk itu diperlukan sumberdaya manusia yang benar-benar memahami fungsi dan manfaat dari pelelangan, agar pelelangan dapat terlaksana.