KAJIAN AWAL PENGELOLAAN SANITASI TEMPAT PELELANGAN IKAN BERSTANDAR INTERNASIONAL: KASUS PPS NIZAM ZACHMAN JAKARTA
ENENG NURHALIMAH
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Kajian Awal Pengelolaan Sanitasi Tempat Pelelangan Ikan Berstandar Internasional: Kasus PPS Nizam Zachman Jakarta adalah benar merupakan hasil karya saya dengan ide dan arahan dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya ilmiah yang diterbitkan atau tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Februari 2011 Eneng Nurhalimah
ABSTRAK ENENG NURHALIMAH, C44070042. Kajian Awal Pengelolaan Sanitasi Tempat Pelelangan Ikan Berstandar Internasional: Kasus PPS Nizam Zachman Jakarta. Dibimbing oleh ERNANI LUBIS dan ANWAR BEY PANE. Pandangan terhadap pelabuhan perikanan di Indonesia selama ini secara umum masih kurang baik, karena kekumuhan dan kekotoran yang diperlihatkannya. Fasilitas pelabuhan perikanan yang menjadi sorotan utama adalah Tempat Pelelangan Ikan (TPI), seperti diketahui bahwa TPI digunakan sebagai pusat pemasaran hasil tangkapan melalui pelelangan di suatu pelabuhan perikanan, seharusnya kondisinya bersih agar mutu ikan tetap terjaga. Sanitasi dan higienitas tempat pelelangan ikan merupakan suatu hal yang sangat penting pengaruhnya terhadap mutu ikan yang didaratkan, sehingga perlu ada standarisasi pengelolaan sanitasi TPI seperti di negara-negara lain. Penelitian dilakukan di PPS Nizam Zachman Jakarta (PPSNZJ) pada bulan Maret 2011, bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai aktivitas-aktivitas yang berhubungan dengan sanitasi dan dampak tidak baiknya sanitasi TPI PPSNZJ saat ini; mendapatkan bentuk pengelolaan sanitasi TPI PPSNZJ; dan mendapatkan bentuk pengelolaan sanitasi TPI berstandar internasional bagi PPSNZJ. Penelitian menggunakan metode kasus dengan meneliti aspek pengelolaan sanitasi TPI PPSNZJ. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengelolaan sanitasi TPI di PPSNZJ jika dibandingkan dengan standar Internasional dinilai masih kurang layak. Kurang layaknya sanitasi di TPI PPSNZJ disebabkan kurang baiknya beberapa aktivitas kepelabuhanan, seperti pengangkutan ikan dari dermaga ke TPI; penanganan ikan di TPI; pengangkutan ikan dari TPI ke perusahaan, pengolah dan pedagang ikan; pencucian keranjang; dan pembersihan lantai TPI setelah dan sebelum proses pemasaran ikan. Dampak dari kurang baiknya kondisi sanitasi dan kebersihan akibat aktivitas yang berlangsung di TPI, berpengaruh terhadap lingkungan, kesehatan, mutu dan harga ikan.
Kata kunci: sanitasi, standar internasional, tempat pelelangan ikan
©Hak cipta IPB, Tahun 2011 Hak cipta dilindungi Undang-Undang 1) Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber: a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2) Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB.
KAJIAN AWAL PENGELOLAAN SANITASI TEMPAT PELELANGAN IKAN BERSTANDAR INTERNASIONAL: KASUS PPS NIZAM ZACHMAN JAKARTA
ENENG NURHALIMAH
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
Judul Skripsi
: Kajian Awal Pengelolaan Sanitasi Tempat Pelelangan Ikan Berstandar Internasional: Kasus PPS Nizam Zachman Jakarta
Nama Mahasiswa
: Eneng Nurhalimah
NRP
: C44070042
Program Studi
: Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap
Disetujui : Pembimbing I,
Pembimbing II,
Dr. Ir. Ernani Lubis, DEA
Dr. Ir. Anwar Bey Pane, DEA
NIP. 19561123 1988203 2 002
NIP. 19541014 198003 1 003
Diketahui : Ketua Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan,
Dr.Ir. Budy Wiryawan, M.Sc NIP. 19621223 19870301001
Tanggal lulus:
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Kajian Awal Pengelolaan Sanitasi Tempat Pelelangan Ikan Berstandar Internasional: Kasus PPS Nizam Zachman Jakarta. Skripsi ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan pada bulan Maret 2011. Skripsi ditujukan untuk memenuhi syarat mendapatkan
gelar sarjana pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya
Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan informasi yang dibutuhkan bagi semua pihak yang memerlukan. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada: 1. Komisi pembimbing Dr. Ir. Ernani Lubis, DEA dan Dr. Ir. Anwar Bey Pane, DEA atas ide, arahan, bimbingan, kritikan, dan saran yang membangun demi kelancaran proses skripsi ini; 2. Dosen penguji tamu Retno Muninggar, S.Pi, ME dan Komisi Pendidikan Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Vita Rumanti, S.Pi, MT; 3. Kedua orang tua tercinta, yang selalu mengirimkan doa dan memberikan kasih sayang yang tiada hentinya kepada penulis; 4. Kakakku tersayang Sanudin atas perhatian, doa, kasih sayang dan motivasinya kepada penulis; 5. Kakak-kakakku Enung, Saikah, Bahrul, serta adik-adikku Lilis, Asep, dan Yupita atas perhatian, doa, kasih sayang dan motivasinya kepada penulis; 6. Bapak Hasan Samsudin, Ibu Ati, Kak Suni, Kak Debby dan Kak Alim atas bantuannya selama penulis melakukan penelitian; 7. Para sahabat: Vera, Fanny, Lili, Via, Nela dan Ris atas perhatian dan keceriaannya selama ini; 8. Keluarga Besar SMA Bina Putera Kopo; Serta semua pihak yang turut membantu dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Bogor, Februari 2011 Eneng Nurhalimah
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Serang pada tanggal 10 Juli 1988 dari pasangan Bapak Juhro (Alm) dan Ibu Jamsanah. Penulis merupakan anak kelima dari delapan bersaudara. Penulis lulus dari SMA Bina Putera Kopo Serang pada tahun 2007 dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Selama menjalani perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten dosen mata kuliah Pelabuhan Perikanan tahun 2010/2011. Penulis juga aktif dalam organisasi kemahasiswaan Himpunan Mahasiswa Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (Himafarin) sebagai staf Departemen Kewirausahaan pada periode 2008/2009 dan periode 2009/2010. Penulis dinyatakan lulus dalam ujian skripsi yang diselenggarakan pada tanggal 9 Desember 2011 oleh Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, dengan judul “Kajian Awal Pengelolaan Sanitasi Tempat Pelelangan Ikan Berstandar Internasional: Kasus PPS Nizam Zachman Jakarta”.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ....................................................................................................... v DAFTAR TABEL ............................................................................................. vi DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... vi 1
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1 1.2 Tujuan .................................................................................................... 3 1.3 Manfaat Penelitian ................................................................................. 3
2
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan .............................................................................. 4 2.1.1 Pengertian pelabuhan perikanan ................................................... 4 2.1.2 Pelabuhan perikanan samudera .................................................... 5 2.2 Fungsi Pelabuhan Perikanan .................................................................. 7 2.3 Tempat Pelelangan Ikan ......................................................................... 9 2.4 Sanitasi Pelabuhan Perikanan .............................................................. 13 2.4.1 Pengertian sanitasi ...................................................................... 13 2.4.2 Faktor-faktor penyebab kekotoran di tempat pelelangan ikan ... 14 2.4.3 Pengelolaan sanitasi pelabuhan perikanan ................................. 16 2.5 Pengelolaan Sanitasi Pelabuhan Perikanan di Negara Lain ................. 16 2.5.1 Pelabuhan perikanan di Prancis .................................................. 2.5.2 Pasar pelelangan ikan Tsukiji di Tokyo ..................................... 2.5.3 Pelabuhan perikanan Bremerhaven di Jerman............................. 2.5.4 Peraturan sanitasi menurut Codex Alimentarius 2009................
3
19 22 26 27
METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian .............................................................. 29 3.2 Metode Penelitian ...............................................................................
29
3.3 Analisis Data ........................................................................................ 31 4
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kota Jakarta Utara .................................................... 34 4.1.1 Letak dan keadaan geografis Jakarta Utara ................................ 34 4.1.2 Kependudukan Kota Jakarta Utara ............................................. 35
vi
4.2 Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta ................... 37 4.2.1 Sejarah dan latar belakang berdirinya PPS Nizam Zachman Jakarta......................................................................................... 4.2.2 Kondisi unit penangkapan ikan PPS Nizam Zachman Jakarta ... 4.2.3 Produksi dan fasilitas di PPS Nizam Zachman Jakarta .............. 4.2.4 Pengelolaan PPS Nizam Zachman Jakarta................................ 5
37 41 47 50
PENGELOLAAN SANITASI TEMPAT PELELANGAN IKAN PPS NIZAM ZACHMAN JAKARTA 5.1 Faktor-faktor Berpotensi Mempengaruhi Sanitasi Tempat Pelelangan Ikan di PPS Nizam Zachman Jakarta.................................................... 59 5.2 Kondisi Fisik dan Pengelolaan Tempat Pelelangan Ikan PPS Nizam Zachman Jakarta................................................................................... 64 5.2.1 Kondisi fisik tempat pelelangan ikan PPS Nizam Zachman Jakarta......................................................................................... 65 5.2.2 Pengelolaan tempat pelelangan ikan PPS Nizam Zachman Jakarta.......................................................................................... 74
6
UPAYA PENGELOLAAN SANITASI TEMPAT PELELANGAN IKAN PPS NIZAM ZACHMAN JAKARTA 6.1 Dampak Sanitasi dari Aktivitas di TPI PPS Nizam Zachman Jakarta . 80 6.2 Pengelolaan Sanitasi Tempat Pelelangan Ikan di TPI PPS Nizam Zachman Jakarta Berdasarkan Standar Uni Eropa ............................... 85 6.3 Upaya Pengelolaan Sanitasi yang Dilakukan Pihak TPI PPS Nizam Zachman Jakarta .................................................................................. 94
7
KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan .......................................................................................... 99 7.2 Saran .................................................................................................. 100
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 101 LAMPIRAN ............................................................................................... ....
105
DAFTAR TABEL
Halaman 1 Kriteria pelabuhan perikanan samudera .......................................................
6
2 Data yang dikumpulkan pada saat penelitian ...............................................
30
3 Jumlah penduduk menurut kecamatan dan jenis kelamin ............................
36
4 Jumlah kapal masuk berdasarkan ukuran kapal di PPSNZJ ........................
42
5 Jumlah alat tangkap di PPSNZJ tahun 2006-2010 .......................................
44
6 Jumlah nelayan di PPS Nizam Zachman Jakarta tahun 2006-2010 .............
46
7 Produksi ikan yang masuk ke PPS Nizam Zachman Jakarta .......................
48
8 Fasilitas pokok di PPS Nizam Zachman Jakarta ..........................................
49
9 Fasilitas fungsional di PPS Nizam Zachman Jakarta ...................................
50
10 Fasilitas penunjang di PPS Nizam Zachman Jakarta ..................................
51
11 Faktor-faktor yang mempengaruhi sanitasi di TPI......................................
59
12 Aktivitas yang dapat menimbulkan dampak sanitasi di TPI dan upaya pengelolaannya……………………………………………………………
81
13 Perbandingan pengelolaan sanitasi TPI PPSNZJ dengan pengelolaan sanitasi TPI berstandar Internasional .......................................................... 91
DAFTAR GAMBAR Halaman
1
2
Kurva perkembangan frekuensi jumlah kapal masuk di PPS Nizam Zachman Jakarta, untuk kapal berukuran 20-30 GT, 100-200 GT dan seluruh kapal tahun 2006-2010...................................................................
43
Kurva frekuensi jumlah kapal masuk berdasarkan jenis alat tangkap di PPS Nizam Zachman Jakarta Tahun 2006-2010........................................ Kurva frekuensi jumlah nelayan di PPS Nizam Zachman Jakarta Tahun 2006-2010..................................................................................................
46
Kurva volume produksi hasil tangkapan di PPS Nizam Zachman Jakarta Tahun 2006-2010.......................................................................................
49
5
Susunan organisasi UPT PPS Nizam Zachman Jakarta. .............................
54
6
Bagan struktur organisasi Perum Prasarana PPS Nizam Zachman Jakarta tahun 2010 ..................................................................................................
58
Penarikan keranjang yang berisi ikan dengan cara diseret di lantai TPI tahun 2011. ..................................................................................................
60
8
Peserta lelang berdiri di atas keranjang yang berisi ikan ...........................
61
9
Pengangkutan ikan tanpa menggunakan es dan penutup. ..........................
63
10 Para pelaku lelang duduk dan meletakkan kaki diatas keranjang/trays. ....
64
3 4
7
45
11 Kondisi Lantai TPI yang licin (a) dan berlubang (b)……………………... 66 12 Kondisi atap TPI yang rusak (a) dan berkarat (b). .....................................
67
13 Dinding TPI yang rusak, kotor dan berlumut…………………………….... 67 14 Kondisi tempat sampah di TPI PPS Nizam Zachman Jakarta ...................
68
15 Kondisi saluran pembuangan air/limbah dari proses pelelangan ikan .......
69
16 Kondisi kran air di TPI (a) dan selang air (b) yang tergeletak di lantai (tanpa gantungan) .................................................................................................. 70 17 Kondisi bak pencucian keranjang (trays) yang sudah tidak digunakan. .....
70
18 Kondisi keranjang/trays yang kotor dan rusak............................................
71
19 Kondisi blong di TPI PPS Nizam Zachman Jakarta. ..................................
72
20 Kondisi timbangan yang berkarat. ..............................................................
72
21 Trolly yang digunakan untuk mengangkut trays dan blong. .......................
73
vii
22 Bagan distribusi dan pemasaran ikan di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta. ............................................................................
77
1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Keberadaan pelabuhan perikanan sebagai prasarana perikanan tangkap terkait penanganan hasil tangkapan adalah sangat diperlukan antara lain dalam upaya mempertahankan kualitas hasil tangkapan agar tidak menurun sehingga menurunkan harganya. Menurut Undang-Undang Nomor 45 tahun 2009 tentang Perikanan pasal 41 A ayat 1 pelabuhan perikanan mempunyai fungsi pemerintahan dan pengusahaan guna mendukung kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran. Fungsi tersebut antara lain berupa pelayanan pembinaan mutu dan pengolahan hasil perikanan; pemasaran dan distribusi ikan; tempat pelaksanaan pengawasan dan pengendalian sumberdaya ikan dan pengendalian lingkungan. Pada zaman dahulu, di beberapa wilayah di Indonesia yang tidak memiliki pelabuhan perikanan, nelayan menjual hasil tangkapannya
kepada konsumen
dengan cara barter. Kegiatan ini dinilai tidak terorganisir dengan baik dan kurang efisien, bahkan dinilai tidak produktif karena mutu ikan kurang terjaga sehingga harga ikan cenderung menurun. Melihat kondisi seperti ini tempat pelelangan ikan (TPI) memegang peranan penting di suatu pelabuhan perikanan. Tempat pelelangan ikan perlu dikelola dengan sebaik-baiknya agar terdapat manfaat secara optimal, sehingga membantu nelayan mendapatkan harga yang layak (Pramitasari et al., 2006). Menurut Lubis (2009b), pandangan terhadap pelabuhan perikanan di Indonesia selama ini secara umum masih di pandang kurang baik, karena kekumuhan dan kekotoran yang diperlihatkannya. Fasilitas yang menjadi sorotan utama di pelabuhan perikanan adalah TPI, seperti diketahui bahwa TPI digunakan sebagai pusat penanganan dan pemasaran hasil tangkapan yang didaratkan di suatu pelabuhan perikanan, seharusnya kondisinya bersih agar mutu ikan tetap terjaga. Demikian halnya untuk kebersihan fasilitas-fasilitasnya. Seperti yang dikatakan oleh Lubis (2009b), bahwa dalam pengelolaan pelabuhan perikanan,
2
seringkali masalah sanitasi menjadi terlupakan. Buruknya penanganan sanitasi dan kurangnya kebersihan fasilitas memungkinkan terjadinya kerugian dalam perdagangan ikan. Selain itu, buruknya sanitasi dapat berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat disekitarnya. Berdasarkan hasil penelitian kerja sama IPB-Prancis pada rentang waktu 2000 hingga 2005, terdapat 40% pelabuhan perikanan di Pulau Jawa yang telah melaksanakan pelelangan ikan juga kebersihan atau sanitasi tempat pelelangan ikan (TPI) sangat minim (Lubis et al, 2005). Selanjutnya dikatakan bahwa berbagai fasilitas tidak lagi mampu menampung hasil tangkapan serta terbatasnya sarana penanganan ikan. Hal itu menjadi contoh ketertinggalan pelabuhan perikanan Indonesia. Untuk itu perlu dilakukan suatu standardisasi sanitasi pelabuhan perikanan terutama di tempat pelelangan ikan (TPI) sebagai pusat pendaratan dan pemasaran ikan, agar pelabuhan perikanan di Indonesia tidak kalah saing dengan pelabuhan perikanan di negara lain. Indonesia sebaiknya menerapkan standardisasi khususnya dalam hal pengelolaan sanitasi di pelabuhan perikanan terutama pelabuhan perikanan tipe A dan tipe B agar tidak kalah bersaing dengan negara lain. Hal ini sesuai dengan visi pembangunan kalautan dan perikanan yang akan menjadikan Indonesia sebagai negara penghasil produk kelautan terbesar tahun 2015, serta misi dari pembangunan kalautan dan perikanan yaitu mensejahterakan masyarakat kelautan dan perikanan. Kebersihan di pelabuhan perikanan terutama di tempat pelelangan ikan merupakan salah satu persyaratan mendasar, bahkan telah menjadi persyaratan internasional dalam menghadapi globalisasi dan perdagangan bebas, seperti halnya pelabuhan di negara-negara lain yang telah mengatur sanitasi dan hygienitas (Lubis, 2009b). Mengingat pentingnya penanganan sanitasi dan kebersihan di pelabuhan perikanan terutama di tempat pelelangan ikan maka sudah selayaknya perlu diterapkan standardisasi sanitasi dan higienitas sesuai dengan peraturan standardisasi yang diterapkan oleh negara lain. Pemilihan PPS Nizam Zachman Jakarta (PPSNZJ) sebagai lokasi penelitian karena merupakan salah satu pelabuhan perikanan samudera yang mempunyai produksi hasil tangkapan yang cukup besar yaitu berjumlah 93.395 ton pada tahun
3
2007. Wilayah distribusi dari pelabuhan ini juga cukup luas, mulai lokal Pulau Jawa, nasional sampai ekspor, baik dalam bentuk segar maupun dalam bentuk olahan (Lubis et al., 2009). Selain itu, kepala pelabuhan PPS Nizam Zachman Jakarta, Ir. Suardoyo, M.S. dalam pidatonya pada saat melakukan praktikum lapang mata kuliah pelabuhan perikanan (2010) mengatakan bahwa PPSNZJ memiliki tujuan untuk menjadi pelabuhan perikanan terbesar di Asia. Berdasarkan hasil pengamatan awal peneliti, sanitasi di tempat pelelangan ikan (TPI) PPSNZJ kurang baik, yaitu masih banyaknya ikan dan potonganpotongan ikan yang berjatuhan di lantai TPI. Selain itu, di lantai TPI juga dapat dilihat adanya genangan air dan darah ikan yang berceceran, para pengguna pelabuhan yang meludah sembarangan dan mencuci ikan dengan air kolam yang kotor. Hal ini mengakibatkan sanitasi di tempat pelelangan ikan kurang terjaga dengan baik, sehingga dapat menurunkan mutu dan harga ikan. Mengingat pentingnya sanitasi di suatu pelabuhan perikanan terutama di tempat pelelangan ikan, maka penelitian mengenai kajian awal pengelolaan sanitasi tempat pelelangan ikan (TPI) berstandar Internasional di PPS Nizam Zachman Jakarta penting untuk segera dilakukan.
1.2 Tujuan Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah: 1)
Mendapatkan informasi mengenai aktivitas-aktivitas yang berhubungan dengan sanitasi dan dampak tidak baiknya sanitasi tempat pelelangan ikan di PPS Nizam Zachman Jakarta;
2)
Mendapatkan informasi tentang bentuk pengelolaan sanitasi tempat pelelangan ikan di PPS Nizam Zachman Jakarta; dan
3)
Mendapatkan alternatif solusi bentuk pengelolaan sanitasi tempat pelelangan ikan PPS Nizam Zachman Jakarta berstandar Internasional.
1.3 Manfaat Penelitian Memberikan informasi kepada pemerintah daerah maupun instansi terkait dalam upaya menerapkan sistem pengelolaan sanitasi tempat pelelangan ikan berstandar Internasional.
2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pelabuhan Perikanan 2.1.1
Pengertian Pelabuhan Perikanan Pelabuhan perikanan adalah suatu wilayah perpaduan antara wilayah
daratan dan lautan yang dipergunakan sebagai pangkalan kegiatan penangkapan ikan dan dilengkapi dengan berbagai fasilitas mulai ikan didaratkan sampai ikan didistribusikan (Lubis, 2009a). Menurut Undang-Undang No. 45 Tahun 2009 (DKP, 2009a) disebutkan bahwa pelabuhan perikanan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan disekitarnya sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan sistem bisnis perikanan yang dipergunakan sebagai tempat kapal perikanan bersandar, berlabuh, dan atau bongkar muat ikan yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang perikanan. Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 16 tahun 2006, pelabuhan perikanan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan sistem bisnis perikanan. Pelabuhan perikanan dipergunakan sebagai tempat kapal perikanan bersandar, berlabuh, dan/atau bongkar muat ikan yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang perikanan. Berdasarkan ketiga definisi diatas, dapat dikatakan bahwa kegiatan perikanan khususnya perikanan tangkap tidak bisa berjalan secara optimal tanpa adanya
pelabuhan
perikanan.
Keberadaan
pelabuhan
perikanan
dapat
mempermudah nelayan dalam mengorganisisr hasil tangkapan yang diperoleh dari laut yang akan didaratkan untuk selanjutnya didistribusikan, mulai dari bersandarnya kapal-kapal, berlabuh, sampai kegiatan bongkar muat hasil tangkapan. Tentu saja kegiatan yang berlangsung di pelabuhan perikanan harus didukung oleh fasilitas-fasilitas yang menunjang kegiatan perikanan tersebut. Aspek-aspek pelabuhan perikanan secara terperinci menurut Direktorat Jenderal Perikanan 1994 adalah (Lubis, 2009a) : 1) Produksi
5
Pelabuhan perikanan sebagai tempat para nelayan untuk melakukan kegiatan-kegiatan produksinya, mulai dari memenuhi kebutuhan perbekalan untuk menangkap ikan di laut sampai membongkar hasil tangkapan yang diperoleh. 2) Pengolahan Pelabuhan perikanan menyediakan sarana-sarana yang dibutuhkan untuk mengolah hasil tangkapan yang didaratkan. 3) Pemasaran Pelabuhan perikanan merupakan pusat pengumpulan dan tempat awal pemasaran hasil tangkapan yang didaratkan. Keberadaan pelabuhan perikanan dalam kegiatan perikanan tidak hanya digunakan sebagai tempat untuk mendaratkan hasil tangkapan, tempat bersandar dan berlabuhnya kapal, atau sebagai tempat untuk bongkar muat kapal. Pelabuhan perikanan juga digunakan sebagai tempat untuk melakukan kegiatan produksi, pengolahan dan pemasaran hasil tangkapan. Kegiatan produksi, pengolahan dan pemasaran hasil tangkapan merupakan kegiatan yang dianggap cukup penting dalam industri perikanan, dimana ketiga aspek tersebut memiliki saling keterkaitan satu sama lain. Setelah hasil tangkapan didaratkan oleh nelayan, perlu adanya pengolahan terhadap hasil tangkapan tersebut agar hasil tangkapan memiliki nilai jual. Melalui proses pemasaran akan diperoleh suatu nilai atau harga yang layak yang dapat memberikan keuntungan kepada para penjual maupun pembeli.
2.1.2 Pelabuhan Perikanan Samudera Menurut
Peraturan
Menteri
Kelautan
dan
Perikanan
Nomor:
PER.16/MEN/2006 tentang pelabuhan perikanan dinyatakan bahwa pelabuhan perikanan di Indonesia diklasifikasikan kedalam empat kelas yaitu, Pelabuhan Perikanan Samudera (Tipe A), Pelabuhan Perikanan Nusantara (Tipe B), Pelabuhan Perikanan Pantai (Tipe C) dan Pangkalan Pendaratan Ikan (Tipe D) (DKP, 2009b). Selanjutnya dinyatakan bahwa klasifikasi pelabuhan perikanan samudera adalah:
6
Tabel 1 Kriteria pelabuhan perikanan samudera Kriteria 1. Daerah Penangkapan
Pelabuhan Perikanan Samudera (Tipe A) Melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan penangkapan ikan di wilayah laut territorial, ZEEI, dan perairan internasional 2. Fasilitas Tambat Labuh Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran sekurang-kurangnya 60 Gross Tonnage (GT) 3. Dermaga Panjang dermaga sekurang-kurangnya 300m 4. Kolam Pelabuhan Mampu menampung sekurang-kurangnya 100 kapal perikanan atau jumlah keseluruhan sekurang-kurangnya 6.000 Gross Tonnage (GT) kapal perikanan sekaligus dengan kedalaman kolam sekurang-kurangnya minus 3 m 5. Produksi Jumlah ikan yan didaratkan rata-rata 60 ton/hari 6. Pemasaran Ikan yang didaratkan sebagian untuk tujuan ekspor 7. Luas Lahan Memiliki lahan sekurang-kurangnya seluas 30 ha 8. Laboratorium Memiliki laboratorium pengujian mutu hasil perikanan 9. Industri Perikanan Terdapat industri perikanan Sumber: Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: PER.16/MEN/2006
Pembangunan pelabuhan perikanan di suatu wilayah harus disesuaikan dengan potensi sumber daya ikan yang tersedia di wilayah tersebut, potensi perikanan dan sumber daya manusia yang tersedia, serta letak geografis dan kondisi perairan daerah tersebut. Hal inilah yang selanjutnya membedakan pelabuhan perikanan antara suatu wilayah dengan wilayah lainnya, sehingga pelabuhan perikanan di Indonesia diklasifikasikan ke dalam empat kelas seperti yang telah disebutkan diatas yaitu Pelabuhan Perikanan Samudera (Tipe A), Pelabuhan Perikanan Nusantara (Tipe B), Pelabuhan Perikanan Pantai (Tipe C) dan Pangkalan Pendaratan Ikan (Tipe D). Perbedaan pengklasifikasian pelabuhan perikanan tersebut bertujuan untuk mempermudah dalam pengelolaannya. Pelabuhan perikanan dibangun sesuai dengan karakteristik perikanan di suatu wilayah. Kemungkinan pemerintah beranggapan jika pelabuhan perikanan tidak diklasifikasikan, maka keberadaan pelabuhan tersebut akan dinilai tidak efisien dalam pengelolaannya. Misalnya, suatu daerah yang memiliki potensi untuk dibangun pelabuhan perikanan dengan tipe B akan tetapi di daerah tersebut
7
dibangun pelabuhan perikanan dengan tipe A. Hal ini akan mengakibatkan banyaknya fasilitas pelabuhan yang tidak termanfaatkan secara optimal sehingga biaya pengadaan dan perawatan fasilitas tersebut tidak sesuai dengan pendapatan yang diperoleh.
2.2 Fungsi Pelabuhan Perikanan Pelabuhan perikanan mempunyai fungsi mendukung kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan atau lingkungannya. Kegiatan ini mencakup praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasarannya (Lubis, 2009a). Menurut penjelasan pasal 41A UU No. 45 Tahun 2009, pelabuhan perikanan mempunyai fungsi pemerintahan dan pengusahaan guna mendukung kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran. Selanjutnya disebutkan bahwa fungsi pelabuhan perikanan dalam mendukung kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya tersebut dapat berupa: 1) Pelayanan tambat dan labuh kapal perikanan; 2) Pelayanan bongkar muat; 3) Pelayanan pembinaan mutu dan pengolahan hasil perikanan; 4) Pemasaran dan distribusi ikan; 5) Pengumpulan data tangkapan dan hasil perikanan; 6) Tempat pelaksanaan penyuluhan dan pengembangan masyarakat nelayan; 7) Pelaksanaan kegiatan operasional kapal perikanan; 8) Tempat pelaksanaan pengawasan dan pengendalian sumber daya ikan; 9) Pelaksanaan kesyahbandaran; 10) Tempat pelaksanaan fungsi karantina ikan; 11) Publikasi hasil pelayanan sandar dan labuh kapal perikanan dan kapal pengawas kapal perikanan; 12) Tempat publikasi hasil riset kelautan dan perikanan; 13) Pemantauan wilayah pesisir dan wisata bahari; dan/atau 14) Pengendalian lingkungan.
8
Fungsi pelabuhan perikanan berdasarkan pendekatan kepentingan adalah sebagai berikut (Lubis, 2009a): 1) Fungsi Maritim Pelabuhan
perikanan
mempunyai
aktivitas-aktivitas
yang
bersifat
kemaritiman yaitu merupakan suatu tempat bagi nelayan untuk mendaratkan hasil tangkapannya. Fasilitas-fasilitas yang mendukung fungsi tersebut adanya dermaga dan kolam pelabuhan. 2) Fungsi Pemasaran Fungsi ini timbul karena pelabuhan perikanan merupakan suatu tempat awal untuk mempersiapkan pemasaran produksi perikanan dengan melakukan transaksi pelelangan ikan di TPI. Selanjutnya pedagang atau bakul mengambil ikan yang akan dijual atau dibeli secara cepat dan kemudian diberi es untuk mempertahankan mutunya. Ikan dipasarkan dengan menggunakan sarana transportasi seperti truk-truk atau mobil-mobil bak terbuka atau mobil-mobil yang telah dilapisi dengan styrofoam atau dilengkapi dengan sarana pendingin. 3) Fungsi Jasa Fungsi ini meliputi jasa-jasa seluruh pelabuhan mulai sejak ikan didaratkan sampai ikan didistribusikan. Fungsi jasa dapat dikelompokkan menjadi: a. Jasa-jasa yang melayani pendaratan ikan, antara lain penyediaan alat-alat pengangkut ikan, keranjang-keranjang atau basket plastik dan buruh untuk membongkar ikan; b. Jasa-jasa yang melayani kapal-kapal penangkap ikan antara lain dalam penyediaan bahan bakar, air bersih dan es; c. Jasa-jasa yang menangani mutu ikan, antara lain terdapatnya fasilitas cold storage, cool room, pabrik es, dan penyediaan air bersih; d. Jasa-jasa yang melayani keamanan pelabuhan, antara lain adanya jasa pemanduan bagi kapal-kapal yang akan masuk dan keluar pelabuhan serta adanya syahbandar untuk memeriksa surat-surat kapal; e. Jasa-jasa pemeliharaan kapal, antara lain adanya fasilitas docking, slipways dan bengkel untuk memelihara kondisi kapal agar tetap dalam kondisi baik dan siap kembali melaut.
9
Pelabuhan perikanan memiliki berbagai fungsi dalam mendukung kegiatan perikanan
laut.
Untuk
mendukung
fungsi
pelabuhan
perikanan
dalam
operasionalnya diperlukan fasilitas-fasilitas yang dapat memperlancar kegiatan produksi dan pemasaran hasil tangkapan. Fasilitas-fasilitas yang ada di pelabuhan perikanan harus memberikan rasa aman bagi nelayan dalam melakukan aktivitasnya, serta dapat memberikan penanganan yang baik terhadap hasil tangkapan yang didaratkan.
2.3 Tempat Pelelangan Ikan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) merupakan tempat untuk memasarkan hasil tangkapan, sebagai salah satu fungsi utama dalam kegiatan perikanan dan juga merupakan salah satu faktor yang menggerakkan dan meningkatkan usaha dan kesejahteraan nelayan. Pemasaran ikan dilakukan melalui pelelangan. Menurut sejarahnya pelelangan ikan telah dikenal sejak tahun 1922, didirikan dan diselenggarakan oleh Koperasi Perikanan terutama di Pulau Jawa, dengan tujuan untuk melindungi nelayan dari permainan harga yang dilakukan oleh tengkulak/pengijon,
membantu
nelayan
mendapatkan
harga
yang
layak
(Pramitasari et al., 2006). Pelelangan ikan merupakan kegiatan awal dari pemasaran ikan di pelabuhan perikanan unuk mendapatkan harga yang layak khususnya bagi nelayan (Lubis, et al, 2009). Proses menjual dan membeli hasil tangkapan terjadi dalam kegiatan pelelangan ikan, dimana harga hasil tangkapan akan terus menerus naik sampai terdapat kesepakatan harga antara penjual (nelayan) dan pembeli (bakul). Biaya transaksi yang dimaksudkan dalam pelaksanaan pelelangan ikan adalah biaya pelayanan yang ditujukan kepada pengguna fasilitas di TPI, biaya ini ditetapkan oleh suatu lembaga formal. Selain itu, bisa juga terdapat biaya transaksi dari lembaga informal seperti biaya angkut oleh buruh, pungutan liar dan lain sebagainya yang sifatnya tidak resmi (Marwan, 2010). Tempat pelelangan ikan memegang peranan penting dalam suatu pelabuhan perikanan, oleh sebab itu perlu dikelola dengan sebaik-baiknya agar dapat tercapai manfaat secara optimal. Fungsi tempat pelelangan ikan adalah untuk melelang ikan, dimana terjadi pertemuan antara penjual (nelayan dan pemilik kapal) dengan
10
pembeli (pedagang atau agen perusahaan perikanan). Letak dan pembagian ruang di gedung pelelangan harus direncanakan supaya aliran produk (flow of product) berjalan dengan cepat (Lubis, 2009a). Selanjutnya dikatakan bahwa ruangan yang ada pada gedung pelelangan adalah: (1) Ruang sortir yaitu tempat membersihkan, menyortir, dan memasukkan ikan kedalam peti atau keranjang; (2) Ruang pelelangan yaitu tempat menimbang, memperagakkan dan melelang ikan; (3) Ruang pengepakan yaitu tempat memindahkan ikan ke dalam peti lain dengan diberi es, garam, dan lain-lain selanjutnya siap untuk dikirim; (4) Ruang administrasi pelelangan terdiri dari loket-loket, gudang peralatan lelang, ruang duduk untuk peserta lelang, toilet dan ruang cuci umum. Lubis (2009a) juga mengatakan bahwa luas gedung pelelangan ikan ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu: (1) Jumlah produksi yang harus ditampung oleh gedung pelelangan; (2) Jenis ikan yang ditangkap; (3) Cara penempatan ikan untuk diperagakan. Menurut
keputusan
Menteri
Kelautan
dan
Perikanan
No.
KEP.
01/MEN/2007 (DKP, 2007), tentang Persyaratan Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan pada Proses Produksi, Pengolahan dan Distribusi, persyaratan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) adalah: 1) Tempat pelelangan ikan harus memenuhi persyaratan: a. Terlindung dan mempunyai dinding yang mudah untuk dibersihkan; b. Mempunyai lantai yang kedap air yang mudah dibersihkan dan disanitasi, dilengkapi dengan saluran pembuangan air dan mempunyai sistem pembuangan limbah cair yang higiene; c. Dilengkapi dengan fasilitas sanitasi seperti tempat cuci tangan dan toilet dalam jumlah yang mencukupi. Tempat cuci tangan harus dilengkapi dengan bahan pencuci tangan dan pengering sekali pakai; d. Mempunyai
penerangan
pengawasan hasil perikanan;
yang
cukup
untuk
memudahkan
dalam
11
e. Terhindar atau jauh dari kendaraan yang mengeluarkan asap dan binatang yang dapat mempengaruhi mutu hasil perikanan; f. Dibersihkan secara teratur minimal setiap selesai pelelangan; wadah harus dibersihkan dan dibilas dengan air bersih atau air laut bersih; g. Dilengkapi dengan tanda peringatan dilarang merokok, meludah, makan dan minum, dan diletakkan di tempat yang mudah dilihat dengan jelas; h. Mempunyai fasilitas pasokan air tawar dan atau air laut bersih yang cukup; i. Mempunyai wadah khusus yang tahan karat dan kedap air untuk menampung hasil perikanan yang tidak layak untuk dimakan; 2) Tempat pelelangan ikan harus memenuhi persyaratan higiene dan penerapan sistem rantai dingin; 3) Pelaku usaha perikanan yang bertanggungjawab pada pelelangan dan pasar induk atau pasar lainnya yang memaparkan produk, harus memenuhi persyaratan berikut: a. Harus mempunyai ruang pendingin yang dapat dikunci untuk menyimpan produk perikanan dan mempunyai fasilitas wadah untuk produk yang tidak layak konsumsi pada tempat yang diberi tanda; b. Mempunyai tempat khusus untuk unit pengendalian kemanan hasil perikanan. 4) Pada saat memaparkan atau menyimpan hasil perikanan: a. Peralatan harus tidak digunakan untuk tujuan lain; b. Kendaraan yang mengeluarkan asap yang dapat mempengaruhi produk tidak boleh mengkontaminasi ruangan peralatan tersebut; c. Personil yang mempunyai akses ke ruang peralatan tidak diperbolehkan memasukkan binatang lain; dan d. Peralatan harus memungkinkan dilakukan pengendalian oleh Otoritas Kompeten. 5) Jika pendinginan tidak memungkinkan dilakukan di atas kapal, ikan segar harus didinginkan sesegera mungkin dan disimpan dengan suhu mendekati suhu leleh es;
12
6) Pelaku usaha perikanan harus bekerjasama dengan otoritas kompeten sehingga memungkinkan petugas pengawas mutu dapat melakukan pengawasan sesuai dengan peraturan yang berlaku; 7) Tempat pelelangan ikan harus: a. Membuktikan kepada otoritas kompeten atas pemenuhan persyaratan sebagaimana pada angka 1 hingga 6; b. Tempat Pelelangan Ikan harus menerapkan dan mendokumentasikan GHdP (Good Handling Practices); c. Menjamin bahwa dokumen yang dikembangkan selalu dijaga tetap terkini; d. Memelihara dokumen lainnya dan rekaman hingga periode waktu tertentu. Berdasarkan peraturan tersebut di atas, maka setiap pelabuhan perikanan di Indonesia dalam pengelolaan tempat pelelangan ikan sebaiknya mengacu pada peraturan tersebut, mengingat ikan merupakan komoditi yang mudah rusak. Sesudah diangkat dari kapal, ikan harus segera ditangani secara tepat untuk mempertahankan mutu ikan secara maksimum. Hasil tangkapan yang dibongkar dari kapal ikan perlu mendapatkan pelayanan yangcepat dalam serangkaian proses seperti sortasi, pencucian,penimbangan, dan penjualan di tempat pelelangan ikan tersebut. Hal ini bertujuan agar mutu ikan tetap terjaga. Menurut Balai Bimbingan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (Setiawan 2006), gedung TPI yang baik harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : 1) Memiliki persediaan air bersih; 2) Memilki wadah atau peti untuk melelang hasil tangkapan; 3) Tidak terdapat genangan air di lantai pelelangan. Ketersediaan air bersih di tempat pelelangan ikan (TPI) sangat diperlukan dalam upaya menunjang ketahanan mutu ikan yang akan dijual. Ikan yang tidak dicuci dengan air yang bersih dapat mengakibatkan mutu ikan menurun karena kontaminasi bakteri dari air yang tidak bersih tersebut sehingga ikan cepat mengalami pembusukan. Begitu juga pada wadah hasil tangkapannya, kondisinya harus bersih. Wadah yang kotor akan mempengaruhi terhadap mutu ikannya. Hal yang tidak kalah penting dalam upaya mempertahankan mutu ikan juga terletak pada kondisi lantai TPI, lantai TPI sebaiknya dibersihkan setiap sebelum dan
13
setelah proses pelelangan ikan berlangsung dengan menggunakan desinfektan. Hal ini bertujuan agar lantai TPI tetap bersih sehingga mutu ikan tetap terjaga.
2.4 Sanitasi Pelabuhan Perikanan 2.4.1 Pengertian sanitasi Sanitasi adalah suatu usaha untuk mengawasi beberapa faktor lingkungan fisik yang berpengaruh kepada manusia, terutama terhadap hal-hal yang mempunyai efek merusak perkembangan fisik, kesehatan dan kelangsungan hidup. Sanitasi juga membantu mempertahankan lingkungan biologik sehingga posisi berkurang dan membantu melestarikan hubungan ekologik yang seimbang (Liswati, 2000 vide Rusmali, 2004). Dalam pengembangan industri perikanan, pelabuhan perikanan merupakan bagian dari rantai produksi yang harus memenuhi persyaratan kelayakan dasar sanitasi dan hygiene yang meliputi (Departemen Pertanian, 2002 vide Rusmali, 2004): 1) Lokasi dan lingkungan 2) Konstruksi bangunan 3) Dinding, penerangan dan ventilasi 4) Saluran pembuangan 5) Pasokan air dan bahan bakar 6) Es 7) Penanganan limbah 8) Toilet 9) Konstruksi dan pemeliharaan alat 10) Peralatan dalam penanganan awal 11) Pembersihan dan sanitasi 12) Kontrol sanitasi Selanjutnya dikatakan bahwa hasil yang diharapkan dengan dijalankannya program sanitasi di pelabuhan perikanan antara lain yaitu terciptanya lingkungan kerja yang bersih, mutu ikan yang tetap terjaga dan kebersihan para pelaku di pelabuhan perikanan. Seluruh kelayakan dasar sanitasi di pelabuhan perikanan harus dapat dipenuhi untuk memperbaiki kinerja dan operasional pelabuhan,
14
apalagi bila pelabuhan tersebut memiliki wilayah distribusi yang luas dan berkapasitas besar.
2.4.2 Faktor-faktor penyebab kekotoran di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Pedoman umum yang digunakan dalam menerapkan Sanitation Standar Operating Procedures (SSOP) di pelabuhan perikanan khususnya tempat pelelangan ikan adalah sebagai berikut (Menai, 2007): 1) Lokasi, konstruksi dan tata ruang a) Bangunan tidak berada di tempat yang merupakan daerah pembuangan sampah, pemukiman padat penduduk atau daerah lain yang dapat menimbulkan pencemaran; b) Bebas dari timbunan barang bekas yang tidak teratur; c) Bebas dari timbunan barang sisa atau sampah; d) Bebas dari tempat persembunyian atau perkembangbiakan serangga, binatang pengerat dan binatang pengganggu lainnya; e) Sistem saluran pembuagan air (drainase) dalam keadaan baik; f) Permukaan lantai rata, kedap air, tahan bahan kimia, tidak licin dan mudah dibersihkan; dan g) Pertemuan antara lantai dengan dinding melengkung dan kedap air. 2) Sanitasi dan higienitas a) Lantai, wadah, peralatan dan sebagainya dibersihkan dan dicuci sebelum dan sesudah dipakai dengan menggunakan air yang mengandung clhorine; b) Peralatan kebersihan (sikat, sapu, alat semprot dan lain-lain) tersedia setiap saat bila diperlukan dan jumlahnya mencukupi; c) Tempat pendaratan dan penyimpanan ikan terpelihara kebersihannya; d) Tempat sampah terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan, tahan karat, tidak bocor, jumlahnya cukup, mempunyai tutup dan ditempatkan pada tempat yang sesuai; e) Setiap orang yang memasuki TPI harus mencuci tangan dan kaki (sepatu) dengan mencelupkannya kedalam bak berisi air yang mengandung chloryne; dan
15
f) Tidak semua orang kecuali yang berkepentingan dapat masuk ke dalam TPI. Pedoman SSOP tersebut di atas bertujuan untuk meminimalisir faktor-faktor yang dapat menimbulkan kekotoran akibat dari aktivitas di tempat pelelangan ikan sehingga kebersihan dan higienitas tempat pelelangan ikan tetap terjaga. Faktor-faktor yang menyebabkan kekotoran di TPI pada umumnya berasal dari aktivitas manusia, seperti aktivitas pelelangan ikan dan pengangkutan ikan dari TPI ke perusahaan dan pedagang. Aktivitas tersebut bisa menimbulkan sampah berupa potongan tubuh ikan, genangan lendir dan ceceran darah ikan yang dapat memberikan dampak terhadap lingkugan sekitar seperti bau, kotor, serta mengganggu kenyamanan dan keindahan. Sanitasi di tempat pelelangan ikan juga dipengaruhi oleh penggunaan basket sebagai wadah hasil tangkapan. Basket hasil tangkapan memegang peranan penting dalam membantu keberhasilan penanganan ikan basah baik yang didaratkan di dermaga maupun dipasarkan/dijual di TPI (Pane, 2007). Basket yang tidak digunakan tersebut dalam kegiatan pendaratan, pemasaran, dan penyiapan pendistribusian, memberikan pengaruh negatif terhadap kebersihan atau sanitasi di lantai TPI atau lingkungan sekitarnya. Pengaruh yang terjadi adalah kotor, bau dan lantai licin akibat adanya jenis-jenis kotoran yang ditimbulkan akibat tidak digunakannya basket hasil tangkapan yaitu berupa potongan-potongan ikan, ikan utuh yang rusak, genangan lendir dan darah ikan serta air pencucian ikan. Selain itu, terjadi penyumbatan pada saluran air (selokan) di sekeliling gedung TPI. Jenis kotoran dan pengaruh yang ditimbulkan akibat tidak digunakannya basket di TPI dipengaruhi oleh cara penanganan ikan di TPI. Penjual ikan tidak jarang mencuci ikan di lantai TPI, membiarkan ikan terjatuh atau membuang sisa es di lantai TPI, menempatkan ikan yang dijual langsung di atas lantai TPI dan membuang potongan-potongan ikan di lantai TPI. Begitu juga bila basket yang digunakan bukanlah basket yang baik atau tidak ramah lingkungan, maka juga akan memberikan pengaruh negatif terhadap kebersihan atau sanitasi; berupa dihasilkannya ceceran potongan ikan, ikan utuh yang rusak, serta genangan cairan darah dan lendir (Pane, 2008).
16
2.4.3 Pengelolaan sanitasi pelabuhan perikanan Pengelolaan sanitasi di pelabuhan perikanan dipusatkan pada pengontrolan lingkungan, sanitasi dan higienitas produk perikanan dan pengawasan sanitasi secara berkala. Pengontrolan dan penanganan pencemaran dibedakan berdasarkan bentuk dan jenis pencemar (Rusmali, 2004). Penerapan penanganan kebersihan dan sanitasi di lingkungan pelabuhan perikanan menurut Departemen Pertanian (2002) vide Rusmali (2004) dibagi dalam dua hal, yaitu: 1) Penerapan kegiatan pembuatan perangkat lunak yang terdiri dari aspek hukum dan peraturan, aspek pengelolaan kebersihan, sanitasi dan aspek peran serta masyarakat. 2) Pengadaan sarana dan prasarana air cuci atau penanganan ikan, air bersih/air tawar, penanganan pengolahan air limbah, drainase, dan persampahan serta kegiatan lainnya yang dilakukan bersama-sama bidang perawatan. Selanjutnya dikatakan bahwa pembuatan peraturan perlu diterapkan untuk menciptakan lingkungan pelabuhan perikanan yang bersih, indah dan nyaman. Upaya tersebut antara lain pemberian sangsi hukum yang melanggar ketentuan, membuat slogan atau spanduk yang mendukung terciptaya kebersihan dan melakukan kegiatan yang melibatkan masyarakat, seperti gotong royong membersihkan
lingkungan
pelabuhan
dan
pemberian
penghargaan
bagi
masyarakat yang ikut berjasa menjaga dan menciptakan lingkungan pelabuhan perikanan yang bersih dan nyaman. Kegiatan rehabilitasi sarana dan prasarana harus tetap berjalan seiring dan dapat diperbaharui selalu untuk kemajuan pemeliharaan sanitasi dan kebersihan serta pengembangan pelabuhan perikanan.
2.5 Pengelolaan Sanitasi Pelabuhan Perikanan di Negara Lain Dalam hal standardisasi pelabuhan perikanan, Uni Eropa sudah mempunyai suatu persyaratan yang saat ini dijadikan pegangan oleh pemerintah Indonesia. Basket yang digunakan sebagai wadah ikan harus dikonstruksi dengan bahan yang mudah dibersihkan. Selama pembongkaran dan pendaratan, harus dihindarkan produk perikanan tersebut dari kontaminasi, tidak diizinkan peralatan dan cara
17
bongkar yang menyebabkan rusaknya nilai ikan. Aktivitas pembongkaran dan pendaratan harus dilakukan secara cepat tanpa mengalami penundaan. Ikan terlindung dari lingkungan suhu yang tinggi dengan menyimpannya dalam cool room dan selalu menggunakan es selama transportasi (Lubis, 2009b). Lubis, 2009b menyatakan bahwa tempat pelelangan ikan juga harus dilengkapi atap dan dinding yang mudah dibersihkan dan lantainya harus tahan air dan mudah dibersihkan. Fasilitas drainase dan sistem pembuangan air kotor juga harus memadai. Tentu saja fasilitas dan lingkungan dibuat agar sesuai dengan persyaratan pelabuhan perikanan hygiene dan sesuai standar sanitasi atau sanitation standard operating (SSOP). Selanjutnya juga dikatakan bahwa modernisasi fasilitas di pelabuhan sudah lama dilakukan di negara-negara maju untuk efisiensi sejak kapal membongkar hasil tangkapan sampai siap dipasarkan. Basket/keranjang ikan diangkat dari kapal dengan crane dan langsung diangkut ke TPI dengan forklift/trays atau dari kapal perikanan disalurkan ke TPI dengan conveyor. Pencucian basket ikan telah dilakukan dengan mesin pencuci berkapasitas 600 basket per jam, sehingga setiap kali basket akan digunakan sudah dalam keadaan bersih. Teknologi fasilitas penseleksian ikan juga tersedia agar ikan dapat dipilah secara cepat dan cermat. Penimbangan ikan dilakukan secara otomatis dengan timbangan digital sehingga lebih akurat, mudah, dan cepat. Lubis (2009b) menyatakan bahwa di setiap pelabuhan perikanan selalu dibangun tempat pelelangan ikan (TPI) atau auction hall di Inggris atau salle des criées di Prancis atau fisch-auctionplatz di Jerman. Dengan demikian, jelaslah bahwa TPI mutlak diperlukan untuk memasarkan hasil tangkapan yang didaratkan di pelabuhan perikanan melalui proses pelelangan. Wujud fisik TPI adalah sebuah bangunan di dekat dermaga pendaratan ikan, sebagai tempat pertemuan antara penjual dan pembeli. Menurut Direktrorat Standardisasi dan Akreditasi DKP (2005) vide (Mahyuddin, 2007) dengan mengacu pada ketentuan Uni Eropa tentang penerapan standardisasi mutu di pelabuhan perikanan adalah:
18
(1) Peralatan yang digunakan selama pembongkaran dan pendaratan harus dikonstruksi dengan bahan yang mudah dibersihkan dengan disinfektan serta di tempat yang bersih. (2) Selama pembongkaran dan pendaratan, harus dihindarkan produk perikanan tersebut dari kontaminasi dan ditangani secara khusus, antara lain seperti: operasi pembongkaran dan pendaratan dilakukan secara cepat; produk perikanan harus ditempatkan tanpa mengalami penundaan dan dilindungi dari lingkungan suhu yang tinggi dan selalu menggunakan es selama transportasi; kemudian disimpan dalam cold storage; tidak diijinkan menggunakan peralatan dan cara penanganan yang dapat menyebabkan rusaknya nilai gizi dari produk-produk perikanan. (3) TPI harus dilengkapi dengan atap dan dindingnya mudah dibersihkan; lantainya harus tahan air dan mudah dibersihkan; mempunyai fasilitas drainase dan sistem pembuangan air kotor; peralatan harus dilengkapi dengan fasilitas sanitasi, antara lain untuk pencucian dan kamar mandi/wc terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan; pembersihan harus dilakukan secara teratur baik sebelum maupun sesudah pelelangan, lantai TPI dibersihkan baik bagian luar maupun bagian dalam dengan menggunakan air laut/air bersih dan harus dengan disinfektan; tidak diperkenankan merokok, makan dan minum di area penjajakan ikan; mempunyai suplai air bersih; khusus untuk ikan-ikan harus ditempatkan pada alat yang tidak berkarat; produk perikanan setelah pendaratan harus aman, selama transportasi tidak mengalami penundaan; jika produk perikanan tersebut mengalami penundaan pendistribusian, maka harus disimpan di ruangan dingin/cool room dalam kondisi yang baik dan pada suhu yang sesuai daripada suhu pelelangan es/mendekati suhu pelelangan es; untuk pedagang besar produk-produk perikanan harus dijajakan pada kondisi yang bersih. (4) Persyaratan pelabuhan perikanan dalam mencapai standar sanitasi dan higienis: bangunan, fasilitas, dan lingkungan harus sesuai dengan persyaratan pelabuhan perikanan higienis dan berstandar sanitasi. Sanitation Standard Operating Procedured (SSOP) adalah prosedur
19
pelaksanaan standar sanitasi dan higienitas yang harus dipenuhi oleh pelabuhan untuk mencegah terjadinya kontaminasi terhadap produk yang ditangani. Setiap pelabuhan memiliki rencana SSOP yang tertulis dan spesifik sesuai dengan lokasi, peralatan dan jenis penanganan serta diterapkan secara konsisten. (5) Penanganan mutu ikan: pengembangan fasilitas penanganan ikan-ikan yang didaratkan di pelabuhan perikanan seperti penyediaan laboratorium mutu hasil perikanan, penyediaan air bersih, penyediaan es dan garam, kebersihan TPI dan alat angkut ikan, penerangan (instalasi listrik), penyuluhan mengenai penanganan ikan, penyediaan petugas pengolahan ikan, penyediaan data statistik penanganan ikan, keranjang ikan, WC umum, drainase TPI yang baik, pengaturan lalu lintas orang di TPI, penyadiaan keamanan, ketertiban dan keindahan pelabuhan serta pengaturan petugas pelayanan penanganan ikan yang dilengkapi dengan Standard Operational Procedure (SOP) yang jelas serta pengawasan pelaksanaannya dilakukan oleh manajemen pelabuhan. Hal ini dilakukan dengan maksud agar semua ikan yang akan didistribusikan hingga ke tangan konsumen telah memperoleh jaminan mutu.
2.5.1 Pelabuhan perikanan di Prancis Menurut Lubis (2010), pelabuhan perikanan di Prancis dikelola oleh Chambre de Commerce et d’Industri (CCI) semacam Kamar Dagang dan Industri (KADIN) di Indonesia. Berbagai jasa kepelabuhanan yang dikelola atau dilayani oleh CCI adalah: Pelayanan kapal/accueil des bateaux; Pendaratan, pemasaran hasil tangkapan: TPI; Penyediaan air tawar dan listrik, pembuangan sampah; Perbaikan mesin kapal; Pembangunan dan perbaikan kapal; Pengelolaan pencucian basket ikan untuk melayani transportasi ikan dari kapal ke TPI; Penggunaan lahan parkir;
20
Persewaan kantor-kantor dan gedung pemasaran. Penyaluran bahan bakar untuk kapal; Pengecatan; Peralatan listrik dan elektronik; Pembuatan dan penyediaan bahan alat tangkap; Penyaluran es; Penyediaan garam; Instalasi cool room: peralatan dan pemeliharaan; Pengepakan dalam styrofoam dan pencucian basket ikan; Penyediaan material lainnya. Jasa sepeda; Lubis (2010) juga menyatakan bahwa CCI ini tidak saja mengelola pelabuhan perikanan (port de péche) tetapi juga mengelola pelabuhan niaga (port de commerce), pelabuhan penumpang (port de transmanche) dan pelabuhan wisata (port de plaisance). Lokasi keempat jenis pelabuhan tersebut saling berdekatan sehingga lebih mudah dan lebih efisien dalam pengelolaannya. Apabila pelabuhan akan mengekspor hasil tangkapannya dapat dengan mudah mengangkutnya menuju pelabuhan niaga untuk tujuan ekspor karena lokasi kedua pelabuhan tersebut berdampingan sehingga dapat menghemat biaya transportasi darat. Pelabuhan perikanan juga sering berdampingan dengan pelabuhan wisata karena kondisi perairan pelabuhan perikanan terjaga sanitasinya sehingga tidak menimbulkan permasalahan untuk pelabuhan wisata yang selalu menghendaki kebersihan perairan pantainya. Menurut (Lubis et al, 2005), pelabuhan perikanan di Prancis juga menjadi pusat pengolahan ikan untuk mendapatkan nilai tambah. Agar perusahaan olahan ikan selalu beroperasi, maka pelabuhan harus menjamin ketersediaan bahan baku sehingga apabila produksi pelabuhan tidak mencukupi, perlu mendatangkan dari tempat lain. Sebagai contoh, pelabuhan Perikanan Boulogne-sur-Mer di Prancis yang produksinya sekitar 56.000 ton pada tahun 2006, telah mampu memasarkan ikan sebanyak 380.000 ton. Sekitar 324.000 ton diimpor dari negara lain di Eropa. Berdasarkan data tahun 2008, di pelabuhan ini terdapat 150 perusahaan yang bergerak di bidang pemasaran ikan segar, produk ikan beku, bentuk olahan
21
melalui pengasapan, pengalengan dan berbagai jenis makanan olahan lainnya berbasis ikan. Saat ini pelabuhan tersebut menjadi tempat utama di Eropa dalam pengolahan ikan. Lubis et al., 2005 juga menyatakan bahwa penanganan sejak ikan berada di atas kapal sampai ke konsumen di hinterland selalu menggunakan rantai dingin (cold chain system). Hal ini dilakukan berdasarkan peraturan yang sedang berjalan sejak 1991, yaitu aturan kebersihan di atas kapal, kondisi pengawetan ikan di atas kapal, kondisi penanganan ikan ketika didaratkan, dan kondisi pengolahan dan pengepakan. Ikan dengan kategori rendah tidak diperkenankan didaratkan di pelabuhan. Jadi, langsung dikirim ke perusahaan tepung ikan atau lainnya. Dengan demikian, hasil tangkapan yang didaratkan adalah kategori yang layak konsumsi, sehingga pelabuhan perikanan terlihat bersih dan tidak bau amis. Demikian pula disebutkan bahwa pengelolaan pelelangan ikan di negaranegara maju, misalnya di Uni Eropa, teknik pelelangan ikan sudah semakin berkembang, sehingga nelayan dan konsumen mendapatkan kepuasan dalam transaksi pelelangan tersebut, baik dalam harga maupun kualitasnya. Di banyak negara Uni Eropa, lelang ikan saat ini telah dilakukan dengan teknologi komputerisasi melalui sistem BIP (Borne Interactive de Pesées) atau mesin lelang elektronik yang mendeteksi secara otomatis berat, jenis ikan, dan kategori kualitas berdasarkan ketentuan yang telah disepekati oleh Uni Eropa dengan menganut metode QIM (Qualité, Indice et Méthode). Semua informasi ditampilkan di layar lebar dengan akurat dan cepat. Juga dikatakan bahwa penentuan kualitas didasarkan pada karakteristik utama ikan, yaitu mata, kulit, insang, darah, dan lendir. Lebih rendah angka yang tertera, berarti ikan lebih segar. Dengan sistem ini, lelang dapat juga dilakukan melalui internet dan pembeli dapat mengikuti transaksi pelelangan melalui website. Standar lelang ini berlaku untuk negara Uni Eropa, seperti Prancis dan Belgia. Semua aktivitas di pelabuhan berjalan secara cepat dan efisien, sejak ikan didaratkan sampai tiba di konsumen, baik lewat pengecer maupun hypermarket.
22
2.5.2 Pasar pelelangan ikan Tsukiji di Tokyo Ikan yang dipasarkan di Jepang sebagian besar melaui proses pelelangan di Tokyo, Osaka, Shizuoka, Ichinomaki dan 55 pusat pelelanganyang tersebar di Jepang. Ikan yang berasal dari luar negeri dilakukan pemeriksaan di pelabuhan masuk oleh Divisi Sanitasi, Departemen Kesehatan. Harga ikan di pasar lelang Tsukiji Tokyo menjadi acuan untuk harga ikan di pasar-pasar ikan yang lebih kecil. Jumlah ikan yang terjual di pasar pelelangan ikan Tsukiji adalah 2.400 ton per hari, merupakan jumlah yang terbesar di dunia. Jumlahnya 80 kali dari yang dipasarkan di Muara Baru (30 ton) per hari. Jumlah sebanyak itu disiapkan untuk 12 juta penduduk Tokyo dan 33 juta orang yang bertempat tinggal di sekitar Tokyo. Pasar pelelangan ikan yang dikelola oleh pemerintah pusat tidak ada, namun dikelola oleh pemerintah daerah masing-masing. Luas tempat pelelangan ikan tuna beku 3.000 m2, sedangkan untuk pelelangan tuna segar 900 m2. Pemerintah daerah tidak berorentasi untuk memperoleh keuntungan. Sewa tempat pelelangan di pasar ikan 530 yen (pada tahun 2009) atau seharga Rp 5.864.354,6.00 per m2 per bulan. Pengelola pasar memperoleh 0,25% dari omset per bulan pelelangan ikan oleh toko-toko di dalam pasar ikan (Anonim 2010a). Selanjutnya dikatakan bahwa pasar pelelangan ikan di Tsukiji merupakan pusat grosir ikan dan seafood terbesar di dunia. Pasar ini terletak di Tsukiji, Tokyo. Pasar Tsukiji merupakan tempat yang memiliki daya tarik bagi pengunjung asing. Pasar ini terletak di dekat stasiun Tsukijishijō di Toei Oedo Line dan stasiun Tsukiji di Tokyo Metro Hibiya Line. Ada dua bagian yang berbeda dari pasar Tsukiji secara keseluruhan, yaitu “pasar dalam” dan “pasar luar”. "Pasar dalam" (Jonai Shijo) adalah pasar grosir berlisensi, merupakan tempat lelang dan sebagian besar pengolahan ikan berlangsung, serta terdapat pedagang ikan berlisensi (sekitar 900 dari mereka) mengoperasikan warung kecil. "Pasar luar" (Jogai Shijo) adalah campuran toko-toko grosir dan eceran yang menjual berbagai kebutuhan dapur di Jepang, persediaan restoran, bahan makanan dari laut, dan terdapat banyak restoran, terutama restoran sushi. Pasar pelelangan ikan Tsukiji dibuka paling pagi (kecuali hari Minggu dan hari libur lainnya) pukul 3:00 waktu setempat (WS) dengan kedatangan produk melalui angkutan kapal, truk dan pesawat dari seluruh dunia. Aktivitas yang
23
paling utama adalah bongkar muat beberapa ton tuna beku. Di tempat pelelangan (grosir, atau di Jepang dikenal sebagai oroshi gyōsha) dilakukan pengontrolan mutu dan penyiapan produk-produk yang masuk untuk dijual. Pembeli (berlisensi) yang berpartisipasi dalam lelang juga memeriksa ikan untuk memperkirakan ikan yang ingin mereka beli dengan harga yang sesuai. Kegiatan lelang biasanya mulai sekitar pukul 5:20 WS, penawaran hanya dapat dilakukan oleh peserta pembeli yang berlisensi. Penawar ini termasuk grosir menengah (nakaoroshi gyōsha) yang mengoperasikan kios di pasar dan pembeli berlisensi lain yang merupakan agen untuk restoran, perusahaan pengolah makanan, dan pengecer besar. Kegiatan lelang biasanya berakhir sekitar pukul 11:00 WS, setelah itu ikan yang telah dibeli diangkut dengan menggunakan truk untuk dikirim ke tempat tujuan berikutnya atau menggunakan gerobak kecil untuk dipindahkan ke berbagai toko di dalam pasar. Ada pemilik toko yang memotong-motong dan menyiapkan hasil tangkapan untuk diecer. Biasanya ikan besar, misalnya ikan tuna dan ikan todak, pemotongan dan persiapannya cukup rumit. Tuna beku dan ikan todak sering dipotong dengan gergaji besar, dan tuna segar dipotong dengan pisau panjang (panjangnya lebih dari satu meter) yang disebut hocho oroshi, maguro-bocho, atau hancho hocho. Aktivitas pasar paling padat yaitu sekitar pukul 5:30-8:00 WS, selanjutnya aktivitas menurun secara signifikan sesudahnya. Banyak toko yang mulai tutup sekitar pukul 11.00 WS, dan pasar ditutup untuk dibersihkan sekitar pukul 13:00 WS. Inspektur dari Pemerintah Kota Tokyo mengawasi kegiatan di pasar untuk menegakkan peraturan mengenai Food Hygiene (Anonim 2010b). Demikian juga dikatakan bahwa berbagai permasalahan yang timbul berkaitan dengan peningkatan jumlah pengunjung (termasuk masalah pengelolaan sanitasi seperti masalah pengendalian suhu yang disebabkan oleh masuk dan keluarnya sejumlah besar orang yang tidak berwenang, dan permasalahan dengan pengunjung yang menghambat aktivitas lelang dan aktivitas perdagangan lainnya), terutama pada kegiatan lelang yang diselenggarakan pagi hari di kawasan tuna grosir. Berdasarkan alasan ini, pengunjung saat ini tidak diizinkan untuk memasuki kawasan tuna grosir. Pengunjung akan diminta untuk sangat berhati-hati dan waspada saat mereka melakukan kunjungan ke pasar Tsukiji. Hal
24
ini bertujuan untuk mencegah segala jenis hambatan dalam kegiatan perdagangan dan untuk menjamin keamanan pangan, daerah ini tertutup bagi pengunjung dan tidak di perbolehkan masuk pada pagi hari karena pasar sangat sibuk dengan truk, forklift, dan kendaraan kecil yang bergerak di daerah sekitarnya. Pengunjung diperbolehkan masuk ke pasar sekitar pukul 09:00 WS. Sistem pelelangan ikan di pasar Tsukiji sudah modern, sistem komputarisasi yang diterapkan akan memberikan informasi lengkap mengenai berat, jenis ikan, dan kategori kualitas ikan yang sesuai dengan standar yang berlaku di Tokyo. Pasar pelelangan ikan Tsukiji memainkan peranan penting dalam distribusi produk perikanan kepada warga Jepang. Pukul 03:00 WS pasar mulai menerima pengiriman ikan segar dan produk lainnya yang didatangkan dari berbagai belahan dunia dengan menggunakan truk, pesawat terbang maupun kapal sampai larut malam. Pukul 5:00 WS sebelum fajar, petugas melakukan persiapan untuk memulai kegiatan lelang, pedagang pembeli dengan hati-hati memeriksa kualitas barang dan estimasi harga. Pukul 05:20 WS ikan-ikan segera dilelang oleh juru lelang. Para pedagang pembeli membawa ikan-ikan yang mereka beli untuk dijual di kios-kios mereka sendiri. Pukul 8.00 WS pedagang pengecer memuat ikan-ikan yang mereka beli di tempat lelang atau dari pembeli ke dalam truk mereka dan membawanya kembali ke toko masing-masing di kota. Sekitar pukul 8:00 WS sampai pukul 10:00 WS banyak orang yang datang dan pergi di sekitar pelelangan pasar ikan yang mengakibatkan pasar tersebut menjadi sangat ramai. Pukul 11:00 WS para pedagang mulai merapikan toko mereka, hal ini menandakan waktu penutupan pasar sudah dekat. Pada pukul 13:00 WS, pasar dibersihkan. Tumpukan styrofoam dikumpulkan kemudian dibersihkan oleh truk sprinkler dengan penyemprotan air dan dibawa untuk di daur ulang. Pasar yang sudah dibersihkan siap dipakai lagi untuk transaksi pelelangan ikan di hari berikutnya (Anonim 2010c). Selanjutnya disebutkan bahwa pasar pelelangan ikan Tsukiji merupakan sebuah tempat yang memiliki usaha yang serius dalam bidang perikanan, oleh karena itu penting bagi setiap pengunjung untuk tidak melakukan tindakan yang mengganggu dengan mengikuti aturan-aturan sebagai berikut:
25
1) Dilarang memasuki daerah yang tidak diperbolehlan, kecuali petugas yang berwenang; 2) Dilarang menghalangi lalu lintas; 3) Dilarang membawa tas besar atau koper ke pasar; 4) Dilarang memasuki pasar memakai sepatu atau sandal dengan hak tinggi; 5) Dilarang membawa anak kecil atau binatang peliharaan; 6) Dilarang merokok di pasar; 7) Dilarang menyentuh yang tidak diperbolehkan. Pasar pelelangan ikan Tsukiji memiliki unit inspeksi sanitasi, unit ini melakukan pembimbingan, pengawasan, dan pemeriksaan terhadap ikan dan produk perikanan. Hal ini mengacu pada Undang-Undang Sanitasi Produk Makanan yang ditetapkan di Tokyo dalam rangka menjaga hygienitas produk perikanan. Unit sanitasi ini juga memiliki peran yang besar dalam mengelola kebersihan tempat pelelangan ikan, agar mutu ikan tetap terjaga (Anonim 2010d). Sebagian besar negara-negara di dunia memiliki sistem untuk menjamin mutu ikan dan produk perikanan dengan ketentuan-ketentuan standar yang berlaku di negara masing-masing guna melindungi konsumen. Seperti halnya peraturan mengenai sanitasi tempat pelelangan ikan yang diterapkan oleh pasar Tsukiji di Tokyo, hal ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas ikan, distribusi dan konsumsi, serta membantu konsumen dalam pemilihan ikan yang layak konsumsi. Peraturan yang diterapkan di pasar Tsukiji ini disertai dengan pengawasan yang ketat dari pihak yang berwenang. Hal ini bertujuan agar peraturan yang sudah dibuat dapat diterapkan oleh seluruh pelaku pemasaran. Negara Indonesia sebenarnya sudah memiliki peraturan yang cukup bagus mengenai pengelolaan sanitasi pelabuhan perikanan khususnya di tempat pelelangan ikan, peraturan tersebut terdapat pada keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. KEP. 01/MEN/2007 tentang Persyaratan Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan pada Proses Produksi, Pengolahan dan Distribusi, persyaratan Tempat Pelelangan Ikan (TPI).
26
2.5.3 Pelabuhan perikanan Bremerhaven di Jerman Pelabuhan Perikanan Bremerhaven didirikan pada tahun 1827 dengan alasan bahwa Sungai Western yang ada di Jerman dinilai terlalu dangkal untuk bersandarnya kapal-kapal besar yang ada di kota ini. Saat ini pelabuhan perikanan Bremerhaven merupakan pelabuhan perikanan terbesar di Jerman, dengan panjang sekitar 1,5 km dan lebarnya sekitar ¾ mil, mencakup luas total sekitar 720 hektar. Pada tahun 1967, hampir 200.000 ton ikan mendarat di Pelabuhan Perikananan Bremerhaven. Hal ini menunjukkan bahwa Pelabuhan Perikanan Bremerhaven memiliki peranan penting dalam memasok hasil tangkapan ke pasar yang ada di Eropa Tengah (Dopplinger, 1968). Kemudian dikatakan bahwa Pelabuhan Perikanan Bremerhaven memiliki fasilitas galangan kapal dan fasilitas perbaikan jaring yang cukup luas. Area ini merupakan milik Pemerintah Bremen yang disewakan kepada "Fischereihafen Betriebsgesellschaft" (perusahaan yang bergerak di bidang pelabuhan perikanan) dimana operasi dan pemanfaatannya termasuk semua peralatan industri berbasis lahan dibangun oleh Pemerintah Bremen. Pelabuhan Perikanan Bremerhaven memiliki syarat dan ketentuan umum dalam melakukan kerjasama dengan setiap perusahaan swasta yang ingin bergabung dalam melakukan usaha perikanan. Peraturan tersebut terdiri dari: a. Administrasi dan pemeliharaan aset fisik pelabuhan perikanan (seperti ruang lelang dan pengepakan, jalan, sistem kanalisasi, penyewaan bangunan di area pelabuhan, kebutuhan listrik di pelabuhan, dan pasokan air bersih); b. Adanya pengawasan terhadap semua kegiatan yang berhubungan dengan penanganan ikan yang baik, pelelangan ikan, pembagian hasil lelang, ketersediaan pasokan ikan ekonomis tinggi dan produk laut lainnya; c. Adanya dukungan untuk langkah-langkah mempromosikan industri perikanan dan penjualan produk-produk perikanan. Dopplinger, 1968 juga mengatakan bahwa rutinitas kegiatan pelelangan ikan di Pelabuhan Perikanan Bremerhaven disesuaikan dengan persyaratan yang berlaku di negara tersebut. Kegiatan tersebut meliputi kegiatan penangkapan ikan, pendaratan ikan, penyortiran ikan, penimbangan sampai dengan penempatan ikan kedalam keranjang ikan. Kegiatan pelelangan ikan biasanya dimulai pada pukul
27
07.00 waktu setempat (WS). Proses pelelangan ikan yang berlangsung cukup cepat, bisanya pelelangan selesai pada pukul 08.00 WS. Selanjutnya dikatakan bahwa setelah proses pelelangan ikan selesai, ikanikan langsung diangkut ke pabrik pengolah ikan yang ada di sekitar pelabuhan atau ke perusahaan-perusahaan ikan yang ada di luar Pelabuhan Bremerhaven. Hasil tangkapan yang akan didistribusikan ke perusahaan di luar pelabuhan biasanya diangkut dengan menggunakan truk berpendingin. Kondisi sanitasi di Pelabuhan Perikanan Bremerhaven ini dinilai cukup bersih, baik di bagian luar maupun di bagian dalam ruang pelelangan ikan. Ruang pelelangan ikan dinilai cukup terlindung, pelaku pelelangan ikan dinilai tertib dan ikan yang dilelang dinilai jauh dari kontaminasi bakteri yang tidak diinginkan. Secara keseluruhan, pelabuhan perikanan Bremerhaven menunjukan suatu bentuk usaha perikanan yang terorganisir dengan disertai fasilitas penanganan ikan yang cukup baik.
2.5.4 Peraturan sanitasi menurut Codex Alimentarius 2009 Codex Alimentarius 2009 merupakan suatu badan hukum antar negara yang memiliki anggota lebih dari 180 negara, yang bergerak dalam program standardisasi suatu produk makanan yang didirikan oleh FAO (Food And Agriculture Organization of the United Nation) dan WHO (World Health Organization), dengan tujuan menjaga kesehatan para konsumen dan menjamin praktek perdagangan makanan yang sesuai persyaratan. Peraturan tersebut juga dibuat dengan mempertimbangkan koordinasi dari semua negara berkenaan dengan standardisasi suatu produk makanan berskala internasional. Selain itu, Codex Alimentarius 2009 juga mengatur mengenai hasil tangkapan dan produk perikanan yang bertujuan untuk mengatur semua hal yang berhubungan dengan penanganan, produksi, penyimpaan, distribusi, ekspor, impor, serta penjualan hasil tangkapan dan produk perikanan. Peraturan ini akan membantu dalam mencapai keamanan dan kegunaan produk perikanan sehingga bisa dijual di pasar nasional dan internasional. Peraturan yang tercantum dalam Code of Practice for Fish and Fishery Products (Codex Alimentarius, 2009) tersebut terdiri dari:
28
1) Konstruksi bangunan: permukaan dinding dan batas dinding dengan lantai harus terbuat dari bahan yang kedap air dan mudah dibersihkan; fasilitas yang digunakan harus memadai, menggunakan bahan yang halus, tahan karat, dan mudah dibersihkan; lantai harus mudah dibersihkan dan disertai dengan sistem drainase yang memadai; penerangan di area penanganan ikan harus cukup; langit-langit atau atap dan semua perlengkapan harus dapat mencegah akumulasi kotoran, menghambat pertumbuhan jamur dan jatuhnya partikel; serta setiap bak pencuci atau fasilitas lainnya yang disediakan untuk mencuci hasil tangkapan harus memiliki pasokan air yang cukup sesuai persyaratan dan harus tetap bersih. 2) Saluran pembuangan: saluran pembuangan harus mampu menampung sampah/limbah dalam jumlah yang banyak; akumulasi limbah padat, semi padat atau cair harus diminimalisir untuk mencegah kontaminasi. 3) Pasokan air: pasokan air bersih harus cukup dan air yang digunakan untuk mencuci hasil tangkapan harus terhindar dari kontaminasi. 4) Es: harus diproduksi dengan menggunakan air bersih dan harus terlindung dari kontaminasi. 5) Penanganan limbah/sampah: limbah/sampah harus dijauhkan dari area penanganan dan pengolahan ikan; dan fasilitas untuk menampung sampah/limbah harus dipelihara dengan baik. 6) Kebersihan pelaku: para pelaku penanganan ikan harus dibiasakan mencuci tangan pada awal penanganan ikan dan saat kembali memasuki area pengolahan, serta segera setelah menggunakan toilet; dan para pelaku di area penanganan ikan tidak diizinkan untuk merokok, meludah, makan, bersin dan batuk pada saat hasil tangkapantidak ditutup, memakai perhiasan yang menimbulkan ancaman bagi keselamatan.
3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian lapangan dilakukan pada bulan Maret 2011. Lokasi penelitian dilakukan di Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Nizam Zachman Jakarta.
3.2 Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah studi kasus. Aspek yang diteliti adalah terbatas pada aspek pengelolaan sanitasi tempat pelelangan ikan di PPS Nizam Zachman Jakarta. Pada aspek tersebut akan diteliti kondisi aktual sanitasi tempat pelelangan ikan, aktivitas pelelangan terkait dengan sanitasi, fasilitas terkait sanitasi, dan upaya pihak pengelola terkait sanitasi tempat pelelangan ikan. Jenis data yang dikumpulkan adalah data kualitatif dan kuantitatif baik sifatnya primer maupun sekunder. Pada penelitian ini dilakukan observasi lapangan, pengisisan kuesioner/wawancara dan pengumpulan data sekunder. Pada observasi lapang dilakukan pengamatan langsung terhadap (a) kondisi sanitasi di tempat pelelangan ikan, (b) aktivitas pelelangan ikan sebagai aktivitas yang terkait dengan sanitasi di tempat pelelangan ikan, meliputi aktivitas pemindahan ikan dari dermaga ke TPI, proses pemasaran/pelelangan di TPI sampai dengan ikan diangkut ke luar TPI, dan (c) pengaruh kondisi sanitasi tempat pelelangan ikan terhadap kualitas ikan yang didaratkan. Wawancara dilakukan terhadap responden yang terkait aktivitas sanitasi di tempat pelelangan ikan PPS Nizam Zachman Jakarta seperti pengelola TPI, nelayan, pedagang ikan, pengolah ikan, dan pengelola PPS Nizam Zachman Jakarta. Wawancara meliputi aktivitas, fasilitas, dan kebijakan yang terkait dengan sanitasi tempat pelelangan ikan yaitu (a) penyebab rinci terjadinya pengaruh sanitasi yang dapat menimbulkan dampak sesuai asal aktivitas dan pelaku. Aktivitas meliputi proses aktivitas sebagaimana telah dikemukakan di atas yaitu meliputi aktivitas pemindahan ikan dari dermaga ke TPI, proses pemasaran/pelelangan di TPI sampai dengan ikan diangkut ke luar TPI. Pelaku meliputi
nelayan
(pemilik/penjual
hasil
tangkapan,
nakhoda,
ABK),
pembeli/pedagang ikan (pedagang besar/sedang/kecil) dan pelaku lainnya (para
30
petugas, pengunjung, pedagang makanan) yang melakukan atau terkait dengan proses aktivitas di atas, dan (b) upaya pengelolaan sanitasi yang telah dilakukan oleh pihak pengelola TPI. Metode penentuan responden dilakukan secara purposive sampling dengan jumlah responden sebanyak 11 orang yang terdiri dari pihak
pengelola
TPI
sebanyak
2
orang,
pengelola
pelabuhan
bagian
pengembangan mutu sebanyak 3 orang, serta nelayan, pedagang dan pengolah ikan yang masing-masing berjumlah 2 orang. Pengumpulan data sekunder yang dilakukan berupa peraturan-peraturan dan program Pemerintah Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta, khususnya Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan DKI Jakarta terkait kebijakan mengenai pengelolaan sanitasi di tempat pelelangan ikan. Data sekunder diperoleh dari instansi-instansi terkait seperti Koperasi Primer Muara Baru, studi pustaka, dan sumber lainnya dari pengelola pelabuhan bagian pengembangan mutu disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Data yang dikumpulkan pada saat penelitian Kelompok Data 1. Data Utama 1.1 Data primer
Data yang akan dikumpulkan
1. Aktivitas pengangkutan - Pengangkutan dari dermaga ke TPI - Sarana pengangkutan - Para pelaku yang melakukan pengangkutan 2. Aktivitas pemasaran/pelelangan - Proses pemasaran di TPI - Penanganan ikan di TPI - Waktu dan lama pelelangan - Para pelaku dalam proses pemasaran/pelelangan 3. Kondisi sanitasi di tempat pelelangan ikan - Kondisi kebersihan, bau - Penanganan/pengelolaan sanitasi dan para pelakunya - Ketersediaan fasilitas sanitasi/fasilitas pembuangan - limbah (kapasitas, penggunaannya saat ini)
Cara pengambilan data Pengamatan dan Wawancara
Pengamatan dan Wawancara
Pengamatan dan Wawancara
31 Tabel 2 (lanjutan):
Kelompok Data
Data yang Akan Dikumpulkan Frekuensi pencucian TPI Kondisi ikan yang ada di gedung TPI - Jumlah potongan ikan tercecer per satuan waktu, per satuan luas TPI 4. Upaya pengelolaan sanitasi yang baik - Upaya yang dilakukan oleh pihak pelabuhan khususnya pengelola TPI di PPS Nizam Zachman Jakarta dalam mengelola sanitasi
Cara Pengambilan Data
-
1.2 Data sekunder
2. Data tambahan
1. Aktivitas pengangkutan - Jenis dan jumlah fasilitas pengangkutan 2. Aktivitas pemasaran/pelelangan - Jenis dan jumlah fasilitas pelelangan 3. Kondisi sanitasi - Jumlah dan kapasitas fasilitas sanitasi Fasilitas PPSNZJ - Peta lokasi, lay out PPSNZJ dan fasilitasnya - ukuran dan kapasitas fasilitas TPI dan parkir
Wawancara
Pengamatan dan Wawancara Pengamatan dan Wawancara Pengamatan dan Wawancara
UPT PPSJ UPT PPSJ
3.3 Analisis Data Analisis deskriptif kualitatif dilakukan untuk menjawab tujuan dari penelitian. 1) Perolehan informasi mengenai aktivitas-aktivitas yang berhubungan dengan sanitasi dan dampak sanitasi tempat pelelangan ikan di PPS Nizam Zachman Jakarta, berupa hasil pengamatan lapangan dan wawancara pada saat pengamatan, dianalisis menggunakan analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif (menggunakan perhitungan rata-rata/kisaran dan analisis grafik). 2) Untuk mengetahui bentuk pengelolaan sanitasi yang baik bagi tempat pelelangan ikan di PPS Nizam Zachman Jakarta dilakukan analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif terhadap hasil pengamatan lapangan dan wawancara.
32
Analisis komparatif dilakukan dengan membandingkan dalam bentuk tabulasi mengenai pengelolaan sanitasi tempat pelelangan ikan di PPS Nizam Zachman Jakarta dengan literatur. Informasi mengenai bentuk pengelolaan sanitasi tempat pelelangan ikan di PPSNZJ dilakukan tabulasi antara kegiatan/aktivitas terhadap dampak sanitasi yang ditimbulkan dan upaya pengelolaannya. 3) Untuk mendapatkan alternatif solusi bentuk pengelolaan sanitasi tempat pelelangan ikan PPS Nizam Zachman Jakarta yang berstandar Internasional, dilakukanan analisis deskriptif komparatif, yaitu membandingkan bagaimana pengelolaan sanitasi tempat pelelangan ikan di PPS Nizam Zachman Jakarta dengan pengelolaan sanitasi berdasarkan pendekatan terhadap peraturan yang tercantum dalam Code of Practice for Fish and Fishery Products (Codex Alimentarius, 2009) dan peraturan yang tercantum dalam Regulation (EC) No 852/2004 of the European Parliament and of the Council of 29 April 2004 on the hygiene of foodstuffs. Peraturan tersebut terdiri dari: (1) Konstruksi bangunan a. Permukaan dinding dan batas dinding dengan lantai harus terbuat dari bahan yang kedap air dan mudah dibersihkan; b. Fasilitas yang digunakan harus memadai, menggunakan bahan yang halus, tahan karat, dan mudah dibersihkan; c. Lantai harus mudah dibersihkan dan disertai dengan sistem drainase yang memadai; d. Penerangan di area penanganan ikan harus cukup; e. Langit-langit atau atap dan semua perlengkapan harus dapat mencegah akumulasi kotoran, menghambat pertumbuhan jamur dan jatuhnya partikel; f. Setiap bak pencuci atau fasilitas lainnya yang disediakan untuk mencuci hasil tangkapan harus memiliki pasokan air yang cukup sesuai persyaratan dan harus tetap bersih. (2) Saluran pembuangan a. Saluran pembuangan harus mampu menampung sampah/limbah dalam jumlah yang banyak;
33
b. Akumulasi limbah padat, semi padat atau cair harus diminimalisir untuk mencegah kontaminasi. (3) Pasokan air a. Pasokan air bersih harus cukup; b. Air yang digunakan untuk mencuci hasil tangkapan harus terhindar dari kontaminasi. (4) Es a. Harus diproduksi dengan menggunakan air bersih; b. Harus terlindung dari kontaminasi. (5) Penanganan limbah/sampah a. Limbah/sampah
harus
dijauhkan
dari
area
penanganan
dan
pengolahan ikan; b. Fasilitas untuk menampung sampah/limbah harus dipelihara dengan baik. (6) Kebersihan pelaku a. Para pelaku penanganan ikan harus dibiasakan mencuci tangan pada awal penanganan ikan dan saat kembali memasuki area pengolahan, serta segera setelah menggunakan toilet; b. Para pelaku di area penanganan ikan tidak diizinkan untuk merokok, meludah, makan, bersin dan batuk pada saat hasil tangkapantidak ditutup, memakai perhiasan yang menimbulkan ancaman bagi keselamatan.
4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Keadaan Umum Kota Jakarta Utara 4.1.1
Letak dan keadaan geografis Jakarta Utara Wilayah Jakarta Utara dibatasi dengan batas sebagai berikut: sebelah Utara
berbatasan dengan Laut Jawa dengan koordinat 106029’ BT-150 10’ LS dan 1060 07’ BT-050 10’ LS. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Dati II Tangerang, Jakarta Pusat dan Jakarta Timur. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Dati II Tangerang dan Jakarta Pusat. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Dati II Bekasi. Secara geografis, kawasan Jakarta Utara terletak pada 06053’ LU-06011’ LU dan 106042’ BT-106057’ BT (------, 2010) vide (Hadi, 2011). Selanjutnya dikatakan bahwa wilayah kotaJakarta Utara mempunyai luas 7.133,51 km2, terdiri dari luas lautan 6.979,4 km2 dan luas daratan 154,11 km2. Daratan Jakarta Utara membentang dari Barat ke Timur sepanjang kurang lebih 35 km, menjorok ke darat antara 4 s/d 10 km, dengan kurang lebih 110 pulau yang ada di Kepulauan Seribu. Ketinggian dari permukaan laut antara 0 s/d 20 meter, dari tempat tertentu ada yang berada dibawah permukaan laut yang sebagian besar terdiri dari rawa-rawa/empang air payau. Menurut Anonim (2011a), luas tanah daratan Jakarta Utara sebesar 154,11 km2, dengan rincian 47,58% untuk perumahan, 15,87% untuk areal industri, 8,89% digunakan sebagai perkantoran dan pergudangan dan sisanya merupakan lahan pertanian, lahan kosong dan sebagainya. Sementara luas lahan berdasarkan status kepemilikan dapat dirinci sebagai berikut: status hak milik 13,28%, Hak Guna Bangunan (HGB) sekitar 29,04% dan 57,68% digunakan untuk lainnya yang masih berstatus Hak Pakai, Hak Pengelolaan dan non sertifikat. Wilayah Jakarta Utara terdiri atas beberapa kecamatan seperti Kecamatan Penjaringan, Kecamatan Tanjung Priok, Kecamatan Koja, Kecamatan Cilincing, Kecamatan Pademangan dan Kecamatan Kelapa Gading. Selanjutnya dikatakan bahwa topografi wilayah Jakarta Utara sebagian besar terdiri dari daratan hasil dari pengukuran rawa-rawa yang mempunyai ketinggian rata-rata 0 s/d 1 diatas permukaan laut terutama disepanjang pantai. Wilayah Pesisir Utara DKI Jakarta tersebut mengelilingi perairan Teluk Jakarta
35
yang jika dilihat dari kondisi topografinya merupakan suatu bagian kecil dari kondisi Laut Jawa yang memiliki kemiringan pantai yang landai. Kondisi perairan lautnya mempunyai gelombang laut yang relatif tidak besar dan kedalaman laut yang relatif dangkal. Kemudian dikatakan bahwa wilayah kota Jakarta Utara merupakan pantai beriklim panas, dengan suhu rata-rata 27° C, curah hujan setiap tahun rata-rata 142,54 mm dengan maksimal curah hujan pada bulan September. Kondisi wilayah yang merupakan daerah pantai dan tempat bermuaranya 13 (tiga belas) sungai dan 2 (dua) banjir kanal, menyebabkan wilayah ini merupakan daerah rawan banjir, baik kiriman maupun banjir karena air pasang laut. Wilayah Jakarta Utara beriklim panas, suhu rata-rata sepanjang tahun 270C karena terletak di daerah khatulistiwa, sehingga wilayah Jakarta Utara dipengaruhi angin Muson Timur yang terjadi pada bulan Mei s/d Oktober dan Muson Barat sekitar bulan Nopember s/d April (Anonim, 2011b). Di suatu daerah pantai yang memiliki kemiringan yang landai umumnya baik untuk berkumpulnya aktivitas kenelayanan atau perikanan tangkap. Kedalaman laut yang relatif dangkal biasanya dibangun pelabuhan perikanan dengan dermaga yang lebih menjorok ke arah laut, atau kolam pelabuhan yang dilindungi oleh breakwater atau pemecah gelombang.
4.1.2
Kependudukan Kota Jakarta Utara Berdasarkan hasil sensus penduduk 2011, jumlah penduduk Jakarta Utara
tercatat sebanyak 1.645.312 jiwa, yang terdiri atas 824.159 laki-laki dan 821.153 perempuan. Sekitar 81,51% dan penduduk tersebut tersebar di empat kecamatan, dengan sebaran terbanyak di Kecamatan Tanjung Priok sebesar 22,80%, kemudian diikuti Kecamatan Cilincing sebesar 22,57%, Kecamatan Penjaringan sebesar 18,62%, dan Kecamatan Koja sebesar 17,52%. Kecamatan Pademangan dan Kelapa Gading sebaran penduduknya berada dibawah 10%. Rata-rata tingkat kepadatan penduduk Jakarta Utara adalah sebanyak 11.219 jiwa per km2. Kecamatan yang paling tinggi tingkat kepadatan penduduknya adalah Kecamatan Koja sebesar 23.529 jiwa per km2 sedangkan yang paling rendah adalah Kecamatan Penjaringan sebesar 6.748 jiwa per km2 (BPS, 2011).
36
Tabel 3 Jumlah dan sex ratio penduduk di kota Jakarta Utara menurut kecamatan dan jenis kelamin tahun 2000-2010 Penduduk Laki-laki + Sex Laki-laki Perempuan perempuan ratio 1. Penjaringan 152.584 153.767 306.351 99 2. Pademangan 76.962 72.634 149.596 106 3. Tanjung Priok 189.757 185.438 375.195 102 4. Koja 141.465 288.226 104 5. Kelapa Gading 73.103 81.465 154.568 90 6. Cilincing 184.992 186.384 371.376 99 Jakarta utara 824.159 821.153 1.645.312 100 Keterangan: L = Laju pertumbuhan penduduk dalam % tahun 2000-2010 Sumber: BPS Jakarta Utara, 2011 Kecamatan
L 1,99 1,66 1,03 1,54 0,33 1,99 1,49
Secara umum, sex ratio penduduk Jakarta Utara pada tahun 2000-2010 adalah sebesar 100 yang artinya jumlah penduduk laki-laki sama banyak dibandingkan jumlah penduduk perempuan, atau setiap 100 perempuan terdapat 100 (Tabel 6) laki-laki. Sex ratio terbesar terdapat di Kecamatan Pademangan sebesar 106 dan yang terkecil terdapat di Kecamatan Kelapa Gading sebesar 90. Laju pertumbuhan penduduk Jakarta Utara per tahun selama sepuluh tahun terakhir (2000-2010) sebesar 1,49%. Laju pertumbuhan penduduk tertinggi terdapat di Kecamatan Penjaringan dan Cilincing masing-masing sebesar 1,99%, sedangkan yang terendah di Kecamatan Kelapa Gading sebesar 0,33%. Laju pertumbuhan penduduk Kecamatan Pademangan dan Koja besarnya hampir sama, yaitu sebesar 1,66% dan 1,54%. Laju pertumbuhan penduduk Kecamatan Tanjung Priok sebesar 1,03%. Laju pertumbuhan penduduk di Jakarta Utara selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya. Semakin banyaknya jumlah penduduk di Jakarta Utara memungkinkan semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap ikan sehingga berpeluang juga terhadap meningkatnya hasil tangkapan di PPS Nizam Zachman Jakarta. Kualitas hasil tangkapan harus tetap terjaga meskipun jumlah permintaan dari masyarakat semakin meningkat, salah satunya adalah dengan cara tetap menjaga kebersihan atau sanitasi terhadap hasil tangkapan dan fasilitasfasilitas di pelabuhan perikanan.
37
4.2 Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Nizam Zachman Jakarta Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta (PPSNZJ) terletak di Muara Baru (Teluk Jakarta), Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara, yaitu berada di 060 25’ LS dan 1060 5’ BT. Luas areal secara keseluruhan sekitar 98 ha. Luas tersebut dibagi kedalam tiga areal yaitu kawasan industri 48 ha, areal fasilitas Perum dan UPT PPSNZJ 10 ha dan kolam pelabuhan 40 ha. Letak pelabuhan ini berbatasan langsung dengan Laut Jawa (Teluk Jakarta) di sebelah Utara, Pelabuhan Sunda Kelapa di sebelah Timur, Kecamatan Penjaringan di sebelah Selatan dan Pantai Seruni kawasan Waduk Pluit di sebelah Barat (PPSNZJ, 2010).
4.2.1
Sejarah dan latar belakang berdirinya PPS Nizam Zachman Jakarta Perencanaan pembangunan PPS Nizam Zachman Jakarta dimulai sejak
tahun 1972. Pembangunan ini dilatarbelakangi oleh tidak terdapatnya pelabuhan perikanan di Jakarta yang mempunyai kapasitas yang cukup untuk menampung produk-produk perikanan. Pembangunan tersebut berada dibawah pimpinan pemerintah Jepang melalui Overseas Technical Cooperation Agency (OTCA) of Japan yang sekarang dikenal dengan nama Japanese International Cooperation (PPSNZJ, 2010). Selanjutnya dikatakan bahwa pada tahun 1977 pemerintah Indonesia dan Jepang mencapai kesepakatan untuk membiayai pembangunan bersama-sama. Biaya pembangunan bersumber pada biaya pemerintah Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan dana bantuan pinjaman lunak dari Jepang melalui Overseas Economic Cooperation Fund (OECF). Pembangunan ini melibatkan Pasific Consultants International dari Jepang yang bekerja sama dengan PT. Inconeb dari Indonesia sebagai perencana teknis pelabuhan. Menurut Hardono (2009), Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta merupakan Unit Pelaksana Teknis Departemen Kelautan dan Perikanan yang berada dibawah dan bertangggung jawab kepada Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. Pelabuhan Perikanan Samudera Jakarta (PPSJ) diresmikan pada tanggal 17 Juli 1984, semula PPSJ berbentuk Project Management Unit (PMU), seiring dengan berkembangnya kebutuhan pemakai jasa khususnya
38
dibidang perikanan, maka pada tahun 1990 dibentuk Perum Prasarana Perikanan Samudera yang mempunyai wewenang dan tanggung jawab melaksanakan pelayanan kepada masyarakat dengan mengusahakan fasilitas–fasilitas pelabuhan perikanan yang bersifat komersial, sedangkan UPT Pelabuhan Perikanan Samudera Jakarta mempunyai wewenang dan tanggung jawab melaksanakan tugas–tugas umum pemerintahan di pelabuhan perikanan. Sesuai dengan SK Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.04/MEN/2004 tentang Perubahan Nama PPS Jakarta menjadi Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta, maka sampai sekarang nama Pelabuhan Perikanan Samudera Jakarta (PPSJ) berubah menjadi Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta (PPSNZJ). Adapun tahap-tahap pembangunan PPSNZJ adalah sebagai berikut (Perum PPSNZJ, 2001): 1) Pembangunan tahap I (5 Maret 1980-31 Desember 1982) Pekerjaan pembangunan ini meliputi pembangunan fasilitas dasar yaitu pengerukan kolam pelabuhan, dermaga, penahan gelombang (breakwater), lampu navigasi, dan turap reklamase tanah. 2) Pembangunan tahap II (22 Maret 1982-31 Maret 1984) Pembangunan tahap ini meliputi pembangunan fasilitas fungsional yaitu gedung pelelangan ikan, cold storage, pabrik es, kantor pelabuhan, dermaga tempat bongkar muat ikan, mesin-mesin pendingin, pembangkit listrik, galangan kapal dan sarana-sarana pelengkap lainnya. 3) Pembangunan tahap III (1984-1988) Pembangunan sistem rantai dingin sebagai fasilitas penunjang. Fasilitas yang dibangun adalah pos polisi, jalan kompleks PPS Nizam Zachman Jakarta, perkantoran, hotel, mesjid, pertokoan dan tempat proses ikan. Pada tahun 1988-1992 dibangun perpanjangan dermaga (150 m), perluasan cold storage, kantor cabang Perum PPS Nizam Zachman Jakarta, gedung pemasaran ikan, tempat penginapan, dua transit sheeds, MCK, dan industri pengolahan ikan. 4) Pembangunan tahap IV (1984-1997) Pembangunan tahap IV lebih ditujukan pada peningkatan kebersihan dan hygienitas di kawasan pelabuhan guna meningkatkan mutu produksi hasil
39
perikanan, pengantisipasian jumlah kapal yang semakin meningkat, dan pemberian layanan jasa yang lebih baik pada konsumen. Pekerjaan pada tahap ini meliputi: 1) Fasilitas pelabuhan, seperti pembersihan air kolam, perbaikan reverment, reklamasi, pembuatan dermaga dengan kedalaman 7,5 m, pengerukan kolam pelabuhan, perbaikan tanah kawasan pelabuhan, dan pengadaan slipways. 2) Bangunan dan sarana lainnya antara lain rehabilitasi gedung TPI, pembangunan kantor UPT, menara kontrol, kamar mandi dan WC, perbaikan bangunan yang ada, jalan, tempat parkir, penghijauan, drainase, penanganan limbah, instalansi air laut, penampungan sampah, instalansi listrik dan penerangan jalan, suplai air dari penampungan, serta tempat perbaikan jaring dan penjemuran. 3) Perlengkapan sarana seperti box sampah, battery forklift, dissel forklift, crane, truck dan komputer. Selanjutnya dikatakan bahwa tujuan pembangunan PPS Nizam Zachman Jakarta adalah: 1) Menciptakan kondisi lingkungan yang bersih dan sehat; 2) Memberikan pelayanan yang cepat dan tepat waktu sesuai keinginan pengguna jasa; 3) Memberikan kesempatan yang sama kepada pengguna jasa pelabuhan didalam memperoleh fasilitas pelayanan dan 4) Melakukan pengaturan terhadap kapal-kapal perikanan serta pemakai jasa lainnya di dalam kawasan pelabuhan sesuai dengan lahan peruntukannya. Tujuan operasional PPS Nizam Zachman Jakarta adalah: 1) Mengembangkan skala usaha industri perikanan dengan lingkungan yang mendukung; 2) Meningkatkan peran serta masyarakat perikanan yang berkaitan dengan lingkungan dan diversifikasi usaha perikanan; 3) Mengembangkan sistem pengolahan hasil perikanan; 4) Mengembangkan sistem perolehan data dan informasi perikanan;
40
5) Mengembangkan
sistem
pengawasan
dan
pengendalian
sumberdaya
perikanan; 6) Pemberdayaan SDM; 7) Mengembangkan sarana/fasilitas lahan; dan 8) Mengembangkan sistem administrasi keuangan. Adapun visi PPS Nizam Zachman Jakarta adalah: “Terwujudnya Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta sebagai pusat pertumbuhan dan pengembangan ekonomi perikanan terpadu”. Visi pelabuhan perikanan samudera merupakan bagian integral dari visi Departemen Kelautan dan Perikanan. Visi ini merupakan kesepakatan bersama antara seluruh staf, instansi terkait dan swasta yang beroperasional di kawasan pelabuhan. Misi PPS Nizam Zachman Jakarta adalah: 1) Menciptakan lapangan kerja dan iklim usaha yang kondusif; 2) Memberdayakan masyarakat perikanan; 3) Meningkatkan mutu, keamanan pangan dan nilai tambah; 4) Menyediakan data dan informasi perikanan; dan 5) Meningkatkan pengawasan dan pengendalian sumberdaya perikanan. Tujuan operasional PPS Nizam Zachman Jakarta tersebut merupakan penjelasan dari tugas pokok dan fungsi serta misi yang sudah ditetapkan. Seperti yang telah disebutkan di atas, bahwa salah satu tujuan pembangunan PPS Nizam Zachman Jakarta adalah menciptakan kondisi lingkungan yang bersih dan sehat, sedangkan tujuan operasionalnya adalah meningkatkan peran serta masyarakat perikanan yang berkaitan dengan lingkungan dan diversifikasi usaha perikanan. Salah satu upaya yang perlu dilakukan adalah dengan cara menjaga sanitasi dan kebersihan di lingkungan pelabuhan perikanan khususnya di tempat pelelangn ikan. Keberadaan pelabuhan perikanan termasuk TPI yang bersih dan sehat lingkungannya adalah sangat diperlukan. Sebagai contoh, TPI sebagai pusat pemasaran dan penanganan hasil tangkapan yang didaratkan di suatu pelabuhan perikanan, memerlukan lingkungan yang bersih dan sehat tidak hanya bagi kepentingan para pelaku yang beraktivitas di dalamnya namun juga perlu dalam rangka menjaga mutu hasil tangkapan yang ada di TPI.
41
4.2.2 Kondisi unit penangkapan ikan PPS Nizam Zachman Jakarta Unit penangkapan ikan merupakan satu kesatuan teknis yang mendukung dalam operasi penangkapan ikan. Unit tersebut terdiri dari kapal/perahu, alat tangkap, dan nelayan.
1) Kapal Jenis armada penangkapan di PPS Nizam Zachman Jakarta terdiri dari kapal yang berukuran <10 GT sampai dengan >200 GT, armada penangkapan tersebut dikelompokan menjadi dua berdasarkan ikan tujuan penangkapanyaitu yang menangkap tuna dan non tuna. Armada penangkapan tuna yang menggunakan alat tangkap longline, dengan tujuan utama penangkapan adalah ikan tuna seperti yellow fin, big eye, albacore dan cakalang, juga menangkap ikan-ikan jenis black marlin, meka, layaran dan cucut. Armada penangkapan non tuna terdiri dari armada penangkapan gill net, payang, purse seine, jaring rampus, muroami dan fish netmemiliki tujuan utama penangkapan ikan tongkol, tenggiri dan cumi-cumi. Armada penangkapan tersebut biasanya menggunakan bahan kapal berupa kayu, fiber, atau besi. Kapal berbahan kayu umumnya berupa kapal-kapal tradisional, sedangkan kapal berbahan fiber dan besi umumnya merupakan kapal tuna (longline) meskipun ada juga yang menggunakan kapal kayu (PPSNZJ, 2011). Selanjutnya PPS Nizam Zachman Jakarta menyatakan bahwa armada penangkapan dengan ukuran <30 GT merupakan kapal-kapal tradisional dengan daerah penangkapan berada di Laut Jawa meliputi perairan Utara Jawa sampai perairan Selatan Kalimantan, dan hasil tangkapannya dipasarkan untuk tujuan lokal. Armada penangkapan yang berukuran >30 GT merupakan kapal-kapal industri penangkapan ikan yang memiliki daerah penangkapan ikan hingga mencapai Perairan Samudera Hindia meliputi Perairan Barat Sumatera dan Perairan Selatan Jawa dimana hasil tangkapan yang diperoleh dipasarkan untuk tujuan ekspor. Perkembangan frekuensi jumlah kapal masuk berdasarkan ukuran kapal (GT) ke PPS Nizam Zachman Jakarta dapat dilihat pada Tabel 4.
42
Tabel 4 Frekuensi jumlah kapal masuk berdasarkan ukuran kapal (GT) di PPSNZJ Tahun 2006-2010 Selang kelas ukuran kapal (GT)
Frekuensi kapal masuk (kali) 2006
<5 05-10
2007
2008
2009
2010
Rata-rata L (%) Tahun 2006-2010
Kisaran L (%) Tahun 2006-2010
0
4
0
0
0
...
110
93
36
59
1
-1.453,2
-100 – 0
10-20
138
149
100
59
55
-25,4
-5.800 – 63,8
20-30
1.104
1.199
1.066
1.164
1.078
-0,5
-69,4 – 7,9
30-50
268
221
236
192
262
-1,7
-11,1 – 8,6
50-100
933
757
755
790
897
-0,6
-22,9 – 6,7
100-200
1.141
1.048
1.019
1.115
1.181
0,8
-18,8 – 11,9
>200 Jumlah
99 3.793
60 3.531
64 3.276
61 3.440
54 3.528
-12,6
-8,1 – 8,6
-
-
LJ
-
-6,9
-7,2
5,0
2,5
-1,6
-7,2 – 5,00
Keterangan: L = Laju pertumbuhan frekuensi kapal masuk berdasarkan ukuran kapal (%) LJ= Laju jumlah pertumbuhan frekuensi kapal masuk berdasarkan ukuran kapal (%) Sumber: PPSNZJ, 2011
Pada tahun 2010, frekuensi jumlah kapal masuk di PPS Nizam Zachman Jakarta ada 3.528 kali. Frekuensi jumlah kapal yang masuk ke PPS Nizam Zachman Jakarta setiap tahunnya semakin berkurang terutama pada tahun 2007dan tahun 2008. Berdasarkan hasil wawancara dengan petugas, penurunan tersebut terjadi karena adanya pencabutan subsidi solar yang membuat pengusaha perikanan tangkap mengalami kerugian untuk beberapa waktu. Hal tersebut tercermin dari jumlah kapal masuk pada tahun 2006 ke tahun 2007 yaitu turun sebanyak 262 kapal dan dari tahun 2007 ke tahun 2008 turun sebanyak 255 kapal. Pada rentang tahun 2006-2010, jumlah kapal yang masuk ke PPS Nizam Zachman Jakarta selain didominasi oleh kapal berukuran 100-200 GT, juga didominasi oleh kapal berukuran 20-30 GT. Sehubungan dengan kapal-kapal dominan berukuran 20-30 GT tersebut seharusnya berdasarkan kriteria pelabuhan perikanan maka kapal-kapal tersebut mendarat di pelabuhan perikanan tipe B. Kapal-kapal berukuran relatif sedang lebih banyak ditemukan di PPS Nizam Zachman Jakarta daripada kapal-kapal berukuran besar. Hal tersebut dapat dilihat bahwa kapal yang paling banyak masuk ke PPSNZJ tahun 2006-2010 adalah kapal-kapal dengan ukuran 20-30 GT sebanyak 5.611 kali.Gambar kurva
43
frekuensi jumlah kapal masuk ke PPS Nizam Zachman Jakarta berdasarkan ukuran (GT) kapal dapat dilihat pada Gambar 1 di bawah ini.
Gambar 1 Kurva perkembangan frekuensijumlah kapal masuk dominan menurut GT di PPS Nizam Zachman Jakartatahun 2006-2010. Rata-rata laju pertumbuhan jumlah kapal berdasrkan ukuran (GT) kapal yang masuk ke PPS Nizam Zachman Jakarta yang mengalami peningkatan pada periode 2006-2010 terjadi pada kapal yang memiliki ukuran 100-200 GTdengan persentase peningkatan sebesar 0,8% pada kisaran sebesar –(8,1)% – 8,6%, sedangkan rata-rata laju pertumbuhan kapal selain yang telah disebutkan mengalami penurunan pada periode 2006-2010. Penurunanan rata-rata laju pertumbuhan secara drastis terjadi pada kapal yang berukuran 5-10 GT dengan persentase penurunan sebesar 1.453,2% pada kisaran sebesar –(5.800)% – 63,8%.
2) Alat Tangkap Jenis alat tangkap yang terdapat di PPS Nizam Zachman Jakarta yaitu gill net, bubu, purse seine, long line, lift net, pengangkut, muroami, dan lain-lain. Informasi mengenai alat tangkap yang sering digunakan oleh nelayan di PPS Nizam Zachman Jakarta tersebut diperoleh dari jumlah kapal masuk yang terdaftar di PPS Nizam Zachman Jakarta berdasarkan jenis alat tangkapnya (Tabel 5).
44
Tabel 5 Frekuensi jumlah kapal masuk menurut jenis di PPSNZJ tahun 20062010 Kisaran L (%) Tahun 2007-2010
2006
2007
2008
2009
2010
Rata-rata L (%) Tahun 2007-2010
12
13
9
9
8
-8,3
-30,7 – 8,3
2. Jaring Angkat
348
496
507
533
747
22,5
2,2 – 42,5
3. Jaring Insang
1.022
986
653
582
374
-20,9
-35,7 – (-3,5)
828
672
727
826
857
1,6
-18,8 – 13,6
5. Longline 6. Muroami
1.086 0
938 0
792 0
799 59
799 84
-7,1 10,5
7. Lain-lain
34
36
22
22
14
-17,3
0 – 42,3 -38,8 – 5,8
463 3.793
387 3.528
566 3.276
570 3.400
216 3.099
-7,8
-62,1 – 46,2
-
-
-
-6,9
-7,1
3,7
-8,8
-4,7
-19,1
Frekuensi kapal masuk (kali)
Jenis kapal 1. Bubu/Trap
4. Purse seine
8. Pengangkut Jumlah LJ (%)
-15,6 – 0,8
Keterangan: L= persentase laju pertumbuhan kapal masuk berdasarkan jenis alat tangkap di PPSNZJ tahun 2006-2010 LJ= Laju jumlah pertumbuhan kapal masuk berdasarkan jenis alat tangkap di PPSNZJ tahun 2006-2010 Sumber: PPSNZJ, 2011
Pada tahun 2010, frekuensi laju pertumbuhan kapal masuk berdasarkan jenis alat tangkap di PPS Nizam Zachman Jakarta ada 3.099 kali. Jenis alat tangkap yang terbanyak jumlahnya adalah longline dengan hasil tangkapan utamanya adalah ikan tuna. Hal tersebut dibuktikan oleh jumlah rata-rata kapal yang masuk ke PPS Nizam Zachman Jakarta dari tahun 2006-2010 sebesar 883 kali (25,8% dari total kapal longline). Sementara itu, terdapat satu jenis alat tangkap yang selalu mengalami kenaikan setiap tahunnya yaitu alat tangkap jaring angkat/lift net, hal ini terlihat dari jumlah kapal masuk dengan menggunakan alat tangkap ini mengalami kenaikan sebanyak 148 kapal sejak tahun 2007. Pada tahun 2008, 2009 dan 2010 masing-masing jumlahnya naik menjadi 11 kapal, 26 kapal dan 214 kapal. Kenaikan tersebut dikarenakan kapal jaring angkat tidak mengeluarkan biaya operasional besar, mengingat kapal hanya digunakan untuk membawa alat tangkap ke fishing ground dan membawa hasil tangkapan ke fishing base. Hal tersebut dapat dilihat pada gambar kurva (Gambar 2) di bawah ini.
45
Gambar 2 Kurva frekuensi jumlah kapal masuk berdasarkan jenis alat tangkap di PPS Nizam Zachman Jakarta Tahun 2006-2010
Rata-rata laju pertumbuhan jumlah kapal berdasarkan jenis alat tangkap yang masuk ke PPS Nizam Zachman Jakarta mengalami peningkatan paling besar pada periode 2006-2010 adalah kapal dengan alat tangkap jaring angkat yang meningkat 22,5% pada kisaran sebesar 2,2% – 42,5%, diikuti oleh kapal dengan alat tangkap muroami yang meningkat 10,5% pada kisaran sebesar 0% – 42,3%, dan kapal dengan alat tangkap purse seine dengan peningkatan 1,67% pada kisaran (-18,8)% – 13,6%. Rata-rata laju pertumbuhan kapal selain yang telah disebutkan mengalami penurunan pada periode 2006-2010, penurunana rata-rata laju pertumbuhan paling besar terjadi pada kapal dengan alat tangkap jaring insang dengan persentase penurunan 20,9% pada kisaran (-35,7)% – (-3,5)%.
3) Nelayan Nelayan merupakan salah satu pelaku (stake holder) yang terlibat dalam kegiatan penangkapan ikan secara langsung. Nelayan yang berada di PPS Nizam Zachman Jakarta meliputi nelayan penetap dan nelayan pendatang. Nelayan penetap merupakan nelayan yang berdomisili di wilayah Muara Baru, sedangkan nelayan pendatang merupakan nelayan yang berasal dari luar wilayah Muara Baru. Status nelayan penetap maupun nelayan pendatang terdiri dari dua jenis nelayan, yaitu nelayan pemilik dan nelayan pekerja. Nelayan pemilik merupakan
46
nelayan yang memiliki modal berupa kapal maupun alat tangkap, sedangkan nelayan pekerja adalah nelayan buruh yang berperan aktif dalam kegiatan operasi penangkapan ikan. Tabel 6 Frekuensi jumlah nelayan masuk di PPS Nizam Zachman Jakarta tahun 2006-2010 Tahun
Jumlah nelayan masuk (kali)
Persentase L (%) Tahun
2006
7.677
-
2007
8.577
11,7
2008
10.629
24
2009
10.897
2,5
2010
11.643
6,8
Keterangan: L= persentase laju pertumbuhan frekuensi jumlah nelayan masuk di PPSNZJ tahun 2007-2010 Sumber: DKP, 2011
Jumlah nelayan masuk di PPS Nizam Zachman Jakarta tahun 2006 adalah 7.677 kali. Selama empat tahun berikutnya, jumlah nelayan yang masuk semakin bertambah (Tabel 9). Penambahan jumlah nelayan setiap tahun dikarenakan jumlah kapal perikanan yang juga bertambah terutama kapal carrier sehingga jumlah nelayan masuk mencapai 11.643 kali pada tahun 2010. Rata-rata laju pertumbuhan jumlah nelayan masuk di PPS Nizam Zachman Jakarta tahun 20062010 adalah sebesar 11,5% pada kisaran 2,5 - 24% (Gambar 3).
Gambar 3 Kurva frekuensi jumlah nelayan masuk di PPS Nizam Zachman Jakarta Tahun 2006-2010
47
4.2.3
Produksi dan fasilitas di PPS Nizam Zachman Jakarta Produksi hasil tangkapan merupakan jumlah produksi ikan yang didaratkan
atau yang dimasukkan ke dalam wilayah PPS Nizam Zachman Jakarta. Pelabuhan ini juga dilengkapi berbagai fasilitas sejak ikan didaratkan sampai ikan siap dipasarkan. Fasilitas tersebut terdiri dari fasilitas pokok, fasilitas fungsional dan fasilitas penunjang.
1) Produksi Ikan yang didaratkan di PPS Nizam Zachman Jakarta Produksi ikan diPPS Nizam Zachman Jakarta berasal dari dua sumber yaitu dari laut dan melalui jalur darat. Ikan yang didaratkan dari laut merupakan ikan hasil tangkapan oleh kapal-kapal penangkap ikan yang melakukan pembongkaran di PPS Nizam Zachman Jakarta. Kapal-kapal tersebut ada yang berukuran tonase besar yang beroperasi di perairan Samudera Hindia dan sekitar wilayah teritorial Indonesia dan kapal-kapal yang bertonase lebih kecil yang beroperasi disekitar teluk Jakarta. Ikan yang berasal dari laut dikategorikan menjadi dua kelompok yaitu: (1) kelompok ikan tuna yang terdiri dari ikan tuna, marlin, meka, cakalang dan lainnya; (2) kelompok ikan non tuna yaitu kelompok ikan dari jenis ikan tenggiri, bawal, cumi-cumi, kakap merah dan lainnya dengan tujuan pemasarannya untuk ekspor dan lokal. Produksi yang berasal dari darat/daerah lain adalah ikan yang dibawa dengan kendaraan seperti mobil dan truk dari luar pelabuhan seperti Muara Angke, Cilincing, dan wilayah Jawa Barat. Produksi ikan yang masuk ke PPS PPS Nizam Zachman Jakarta melalui darat, merupakan ikan yang didatangkan dari daerah yang sebagian besar terletak di daerah pesisir utara dan selatan Pulau Jawa seperti: Batang, Kendal, Pekalongan, Binuangeun, Cilacap, Indramayu, Tuban, dan Gresik serta dari daerah luar Jawa. Ikan tersebut diangkut dari luar daerah ke Jakarta menggunakan truk pengangkut yang dikemas menggunakan kotak kayu/drum plastik. Jenis ikan yang didaratkan antara lain bandeng, kembung, kakap, mujair, tembang, mas dan tawes. Produksi ikan yang masuk ke PPS Nizam Zachman Jakarta dapat disajikan pada Tabel 7.
48
Tabel 7 Produksi ikan melalui laut dan jalur darat PPS Nizam Zachman Jakarta Tahun 2006-2010 Produksi (ton)
Tahun
Kisaran L (%)
2006
2007
2008
2009
1. Laut
24.219,8
16.328,8
16.933,1
44.300,6
90.583,5
59,3
-32,5–161,6
2. Darat
74.797,6
77.182,3
67.495,2
89.102
95.804,7
7,5
-12,5–32,0
Jumlah
99.017,4
93.511
84.428,3
133.402,6
186.388,4
66,8
-
LJ
-
-9,7
58,0
39,7
-5,5
2010
Ratarata L (%)
20,6
-9,7 – 58,0
Keterangan: L= Laju pertumbuhan produksi ikan yang masuk ke PPSNZJ tahun 2007-2010 LJ= Laju jumlah pertumbuhan produksi ikan yang masuk ke PPSNZJ tahun 2007-2010 Sumber: PPSZJ, 2011
Berdasarkan Tabel 10, dapat diketahui bahwa pada periode tahun 20062007, volume produksi hasil tangkapan yang didaratkan dari darat lebih banyak dibandingkan dengan hasil tangkapan yang didaratkan dari laut, berdasarkan hasil wawancara hal ini dikarenakan harga solar yang melonjak tinggi sehingga hanya sedikit terdapat pengusaha perikanan yang mampu membeli perbekalan melautnya dan berdampak pada volume produksi hasil tangkapan yang didaratkan. Walaupun harga solar diturunkan pada tahun 2008, namun volume produksi hasil tangkapan yang didaratkan dari darat tetap lebih besar dibandingkan dengan hasil tangkapan yang didaratkan dari laut. Menurut Lubis et. al. (2010), salah satu faktor yang menyebabkan produksi hasil tangkapan yang didaratkan dari darat lebih besar jika dibandingkan dengan hasil tangkapan yang didaratkan dari laut adalah semakin menurunnya aktivitas penangkapan ikan di laut karena tingginya harga BBM dan adanya gejala alam yang menyebabkan rob di daerah pesisir. Hal tersebut diindikasikan masih banyaknya armada penangkapan yang bersandar
tidak
melaut. Perkembangan volume produksi hasil tangkapan yang didaratkan di PPS Nizam Zachman Jakarta pada tahun 2006-2010 dapat dilihat pada Gambar 4. Pada periode 2006-2010 rata-rata laju pertumbuhan produksi ikan di PPS Nizam Zachman Jakarta lebih didominasi oleh ikan yang berasal dari pelabuhan (ikan dari laut) yaitu sebesar 59,3% pada kisaran –(32,5)% – 161,6%, sedangkan rata-rata laju pertumbuhan produksi ikan yang didaratkan dari luar pelabuhan (ikan dari darat) di PPS Nizam Zachman Jakarta pada periode 2006-2010 hanya mencapai 7,5% pada kisaran –(12,5)% – 32,0%.
49
Gambar 4 Kurva volume produksi ikan melalui laut dan darat di PPS Nizam Zachman Jakarta Tahun 2006-2010
2) Fasilitas PPS Nizam Zachman Jakarta Fasilitas yang disediakan oleh PPS Nizam Zachman Jakarta terdiri dari fasilitas pokokyang berfungsi untuk menjamin keamanan dan kelancaran kapal, fasilitas fungsional untuk menunjang aktivitas di pelabuhan dan fasilitas penunjang yang berfungsi memberikan kenyamanan dalam melakukan aktivitas di pelabuhan. Fasilitas yang terdapat di PPS Nizam Zachman Jakarta dapat dilihat pada Tabel 8, 9, dan Tabel 10.
Tabel 8 Fasilitas pokok di PPS Nizam Zachman Jakarta Nama Fasilitas Breakwater (m2) Revetment (m2) Dermaga dan Jetty (m2) Kolam Pelabuhan (ha) a. Luas kolam pelabuhan (m2) b. Lebar mulut kolam (m) c. Kedalaman (m) 5. Alur pelayaran a. Panjang alur pelayaaran (m) b. Lebar alur pelayaran (m) c. Kedalaman (m) 6. Jalan a. Panjang jalan (m) b. Lebar jalan (m) 1. 2. 3. 4.
Ukuran 1.041 32.210 24.773 40 400.000 184,6 5 530 60 -7,5 15.620 0,8
50 Tabel 8 (lanjutan)
Nama Fasilitas - Terbuka d. Panjang (m) e. Lebar (m) - Tertutup a. Panjang (m) b. Lebar (m) 8. Pagar keliling a. Panjang (m) b. Lebar (m) Sumber: PPSNZJ, 2010
Ukuran 15.620 0,8 409 0,6
3.791 2
Tabel 9 Fasilitas fungsional di PPS Nizam Zachman Jakarta Nama Fasilitas 1. Pemasaran hasil tangkapan b. TPI (m2) c. PPI (m2) 2. Navigasi pelayaran dan komunikasi a. Rambu-rambu pelayaran (unit) b. Lampu suar (unit) c. Mercusuar (unit) d. Line telepon (unit) e. Radio SSB (unit) f. Internet (unit) g. Menara pengawas (unit) 3. Layanan air bersih f. Penampung air (unit) g. Instalansi jaringan air laut (unit) 4. Layanan es - pabrik es (unit) 5. Layanan listrik (unit) a. Mesin genset (kVA) b. PLN (kVA) c. Rumah genset (m2) 6. Layanan bahan bakar a. SPBU (unit) b. SPBB (unit) 7. Pemeliharaan kapal dan alat penangkap ikan a. Dock/slipway(unit) b. Bengkel (unit) c. Gudang peralatan (unit) 8. Perkantoran a. Kantor instansi (UPT) (m2) b. Kantor industri (unit) c. Kantor bersama (m2)
Ukuran 3.182 9.856 2 4 4 2 1 1 1 2 1 1 2 100; 200 197 40 1 2 2 1 2 1.131,4 79 349,5
51
Tabel 9 (Lanjutan) Nama Fasilitas d. Kantor pengurus kapal (m2) 9. Fasilitas transportasi 1 a. Kendaraan Dinas roda 4 (unit) b. Kendaraan Dinas roda 2 (unit) c. Alat berat (unit) d. Kapal tunda (unit) 10. Fasilitas transportasi II e. Garansi alat berat + workshop (m2) f. Halte bis (m2) 11. Pengelolaan limbah g. Instalansi pengolahan limbah (m2) h. Tempat pembuangan sampah (m2) 12. Faslitas penanganan dan pengujian hasil mutu perikanan. r. Gedung pengepakan (m2) s. Tempat pengolahan ikan (unit) t. Tempat penyimpanan ikan segar (unit) u. Cold storage(unit) v.Tempat pendaratan tuna (TLC) (unit) Sumber: PPSNZJ, 2010
Ukuran 9 5 16 12 1 270 27 6.575 1.500
420 16 22 14 28
Tabel 10 Fasilitas penunjang di PPS Nizam Zachman Jakarta Nama Fasilitas 1. Balai pertemuan nelayan (m2) 2. Pengelolaan pelabuhan a. Mess karyawan (2 unit) (m2) b. Pos jaga(unit) c. Pos pelayanan terpadu (m2) d. Mess Loligo (m) e. Mess operator I dan gudang (m2) f. Mess operator I (m2) 3. Sosial dan umum a. Kios nelayan, toko/waserda (m2) b. Klinik kesehatan (m2) c. MCK (12 unit) (m2) d. Musholla (2 unit) (m2) e. Mesjid (1 unit) (m2) Sumber: PPSNZJ, 2010
Ukuran 243,75 121 8 601,55 249 252,2 250 1.157,75 101 439 150,53 441
Keadaan fasilitas pokok yang ada sampai saat ini kondisinya sudah cukup baik, setelah adanya perbaikan melalui Proyek Pengembangan PPSNZJ tahap IV. Fasilitas di PPSNZJ sudah cukup baik, namun masih perlu lagi peningkatan
52
kapasitas fasilitas guna meningkatkan pelayanan bagi masyarakat, seperti peningkatan kapasitas slipway sehingga tidak ada lagi kapal yang melakukan perbaikan di area kolam pelabuhan. Selain itu, perlu juga menjaga kebersihan fasilitas-fasilitas yang sudah tersedia terutama TPI sebagai pusat penanganan dan pemasaran hasil tangkapan agar mutu hasil tangkapan tetap terjaga.
4.2.4 Pengelolaan PPS Nizam Zachman Jakarta Pelabuhan perikanan merupakan satu lingkungan kerja sehingga dalam pengelolaannya PPS Nizam Zachman Jakarta juga melibatkan instansi-instansi dan kelembagaan yaitu: Dinas Peternakan, Dinas Pertanian dan Kelautan Jakarta Utara, Dinas Bea dan Cukai, Dinas imigrasi, Satuan pengaman Angkatan Laut dan perusahaan-perusahaan swasta nasional (Nugraha, 2009). Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta dipimpin oleh seorang kepala pelabuhan. Kepala pelabuhan membawahi bagian tata usaha, bidang pengembangan, bidang tata operasional dan kelompok jabatan fungsional. Unit Pengawasan Sumberdaya Ikan (WASDI) merupakan kelompok jabatan fungsional di PPS Nizam Zachman Jakarta sejak tahun 1995 yang bertugas membantu sumberdaya ikan, kapal perikanan yang masuk dan keluar dermaga PPS Nizam Zachman Jakarta, namun kelompok fungsional lainnya belum dibentuk. Semakin berkembangnya pemakai kebutuhan jasa pelabuhan maka pada April 1992 PMU PPS Nizam Zachman Jakarta diubah status dan fungsinya menjadi dua badan terpisah yaitu Unit Pelaksana Teknis (UPT) PPS Nizam Zachman Jakarta dan Perum Pelabuhan Perikanan Samudera (Perum PPS).
4) Unit Pelaksana Teknis (UPT) PPS Nizam Zachman Jakarta Unit Pelaksana Teknis (UPT) PPS Nizam Zachman Jakarta dipimpin oleh seorang kepala UPT. Fungsi yang dijalankan oleh Unit Pelaksana Teknis PPS Nizam Zachman Jakarta dalam melaksanakan tugasnya adalah sebagai berikut (UPT PPSNZJ, 2010): 1) Perencanaan,
pengembangan,
pemeliharaan
serta
pemanfaatan
pelabuhan perikanan; 2) Pelayanan teknis kapal perikanan dan kesyahbandaran perikanan;
sarana
53
3) Koordinasi pelaksanaan urusan keamanan, ketertiban dan pelaksanaan kebersihan kawasan pelabuhan perikanan; 4) Pengembangan dan fasilitas pemberdayaan masyarakat perikanan; 5) Pelaksanaan fasilitas dan koordinasi di wilayahnya untuk peningkatan produksi, distribusi dan pemesanan hasil perikanan; 6) Pelaksanaan pengawasan penangkapan, penanganan, pengolahan, pemasaran, dan mutu hasil perikanan; 7) Pelaksanaan pengumpulan, pengolahan dan penyajian data statistik perikanan; 8) Pengembangan dan pengolahan sistem informasi dan publikasi hasil riset; 9) Pemantauan wilayah pesisir dan fasilitas wisata bahari; 10) Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga. Unit Pelaksana Teknis PPS Nizam Zachman Jakarta sangat diperlukan keberadaannya dalam hal pengelolaan pelabuhan perikanan termasuk dalam hal pengelolaan sanitasi di pelabuhan perikanan yang dilakukan guna mendukung pembangunan pelabuhan perikanan yang efektif dan efisien. Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa salah satu fungsi yang dijalankan oleh UPT PPS Nizam Zachman Jakarta adalah ketertiban dan pelaksanaan kebersihan kawasan pelabuhan perikanan serta pelaksanaan pengawasan mutu hasil perikanan. Dalam mendukung pengelolaan pelabuhan perikanan, prasarana perikanan dibangun untuk mendukung kegiatan usaha perikanan, sehingga dapat dilakukan usaha perikanan pada skala ekonomi yang efisien. Susunan organisasi UPT PPS Nizam Zachman Jakarta dapat dilihat pada Gambar 5. PPS Nizam Zachman Jakarta dikepalai oleh seorang kepala pelabuhan perikanan. Terdapat tiga bagian utama yang membantu kepala pelabuhan perikanan yaitu bagian tata usaha, tata operasional, dan bidang pengembangan. Bagian tata usaha membawahi sub bagian keuangan dan sub bagian umum dimana tugas masing-masing sub bagian yaitu menyiapkan hal-hal yang berhubungan dengan administrasi keuangan dan mengelola administrasi kepegawaian serta pelayana masyarakat perikanan (PPSNZJ, 2010). Bidang pengembangan membawahi seksi sarana dan seksi tata pelayanan. Seksi sarana mempunyai tugas melakukan segala hal yang berkaitan dengan sarana dan prasarana seperti melakukan penyiapan bahan penyusunan rencana
54
pelaksanaan pembangunan, pengembangan, pemeliharaan, pengawasan, dan pengendalian pendayagunaan sarana dan prasarana. Lain halnya dengan seksi sarana, seksi pelayanan memiliki tugas melakukan koordinasi peningkatan produksi, pelayanan jasa, fasilitas usaha, pemantauan wilayah pesisir dan wisata bahari serta pemberdayaan masyarakat perikanan. Selanjutnya bidang tata operasional memiliki tugas pokok melaksanakan pelayanan teknis kapal perikanan dan kesyahbadaran serta pengelolaan sistem informasi dan pemasaran hasil tangkapan. Maka dari itu bidang ini membawahi seksi kesyahbandran perikanan dan seksi pemasaran dan informasi.
Kepala UPT
Bagian Tata Usaha
Sub Bagian Umum
Bidang Pengembangan
Seksi Sarana
Seksi Tata Pelayanan
Sub Bagian Keuagan
Bidang Tata Operasional
Seksi Kesyahbandara n
Seksi Pemasaran dan Informasi
Kelompok Jabatan Fungsional Sumber: PPSNZJ, 2011 Gambar 5 Susunan organisasi UPT PPS Nizam Zachman Jakarta.
55
Selain tiga bidang yang telah disebutkan diatas, terdapat kelompok jabatan fungsional yang dibawahi oleh kepala pelabuhan perikanan. Tugas pokok kelompok tersebut yaitu melaksanakan kegiatan kehumasan. Setiap bidang yang telah disebutkan diatas masing-masing bertanggung jawab kepada setiap seksi yang berada di bawahnya untuk menjalankan tugasnya masing-masing. Setiap tugas yang diperoleh langsung dikoordinasikan ke setiap anggota untuk dijalankan oleh masing-masing seksi. Koordinasi dari tiap-tiap bidang sangat penting dilakukan agar setiap tugas yang diberikan berjalan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Misalnya bidang pengembangan mutu hasil perikanan yang berkoordinasi dengan pihak pengelola TPI dalam hal mengawasi dan mengelola sanitasi di tempat pelelangan ikan.
5) Perum Prasarana PPS Nizam Zachman Cabang Jakarta Perum Prasarana Perikanan Samudera didirikan berdasarskan PP No. 2 Tahun 1990 dan selanjutnya disempurnakan dengan PP No. 23 Tahun 2000. Misi perusahaan sebagai pelayanan umum dalam bidang sarana penyediaan jasa sarana dan prasarana pelabuhan perikanan. Perum Prasarana PPS Nizam Zachman memiliki kantor pusat di PPS Nizam Zachman Jakarta Muara Baru. Perum ini membawahi sembilan cabang lainnya seperti PPS Jakarta, PPN Pekalongan, PPS Belawan, PPN Berondong, PPP Pemangkat, PPP Tarakan, PPI Prigi dan PPP Banjarmasin. Perum ini merupakan suatu usaha yang bersifat menyediakan pelayanan bagi kepentingan umum sekaligus mencari keuntungan. Adapun tujuan Perum Prasarana ini adalah (PPPS, 2001): 1) Meningkatkan pendapatan masyarakat nelayan melalui penyediaan dan perbaikan sarana dan prasarana pelabuhan perikanan; 2) Mengembangkan wiraswasta perikanan serta untuk mendorong usaha industri perikanan dan pemasaran hasil perikanan; 3) Memperkenalkan dan mengembangkan teknologi pengolahan hasil perikanan dan sistem rantai dingin dalam bidang perikanan; dan 4) Menumbuhkembangkan kegiatan ekonomi perikanan sebagai komponen kegiatan nelayan dan masyarakat perikanan.
56
Keberadaan Perum Prasarana Perikanan Samudera ini sangat diperlukan bagi keberlangsungan kegiatan perikanan di PPS Nizam Zachman Jakarta, misalnya sebagai pelayanan terhadap industri penangkapan ikan akan kebutuhan perbekalan melaut dan kebutuhan terhadap perbaikan kapal. Selain itu, pengelolaan terhadap industri pengolahan juga dilakukan oleh Perum Prasarana Perikanan Samudera seperti sewa lahan dan sewa bangunan. Hal yang tidak kalah penting adalah tujuan yang ke dua dari Perum Prasarana Perikanan Samudera yaitu mengembangkan wiraswasta perikanan serta untuk mendorong usaha industri perikanan dan pemasaran hasil perikanan. Tentu saja kondisi pelabuhan perikanan harus dalam keadaan terjaga sanitasinya agar wiraswasta perikanan tertarik mengembangkan usahanya serta mutu ikan tetap terjaga pada saat proses pemasaran hasil perikanan. Kemudian dikatakan bahwa Perum PPS cabang Jakarta ini bertanggung jawab untuk mengelola beberapa fasilitas komersial di kawasan PPS Nizam Zachman Jakarta. Beberapa fasilitas tersebut yaitu cold storage, tanah industri, fasilitas tambat labuh, telepon umum, listrik, fasilitas penyediaan air, bengkel kapal dan dock. Strategi yang telah ditetapkan oleh Perum Prasarana Pelabuhan Perikanan adalah (Perum Prasarana Perikanan Samudera, 2001): (1) Meningkatkan
sarana
dan
prasarana
yang
telah
tersedia
dan
mengembangkan sarana, prasarana baru dalam rangka meningkatkan pelayanan dan menangkap peluang usaha baru; (2) Melengkapi beberapa pelabuhan perikanan dengan beberapa sarana pendukung yang memungkinkan terselenggaranya pelayanan secara baik dan lancar. Kegiatan pelayanan ekspor hasil perikanan langsung dari pelabuhan tersebut; (3) Membentuk anak perusahaan dalam rangka memperluas jaringan usaha terutama untuk menangkap peluang-peluang usaha baru diluar usaha pokok perusahaan; (4) Mengevaluasi pelabuhan-pelabuhan yang ekonomis sudah layak dan mengusulkan untuk dikelola perusahaan;
57
(5) Melaksanakan kerjasama dengan pihak ketiga dalam upaya memenuhi kebutuhan pelayanan yang belum dapat dipenuhi oleh perusahaan dan memanfaatkan peluang usaha baru yang menguntungkan; (6) Meningkatkan struktur permodalan khususnya untuk investasi berupa perjalanan jangka panjang dari lembaga pemerintah atau sektor perbankan dengan tingkat bunga yang dinilai saling menguntungkan; dan (7) Mengupayakan terwujudnya tambahan Pernyataan Modal Pemerintah (PMP) dalam mendukung pengembangan perusahaan. Perusahaan yang memiliki sifat menyediakan pelayanan bagi kemanfaatan umum dan sekaligus memupuk keuntungan berdasarkan prinsip pengurusan perusahaan ini harus diperkokoh oleh pelaksana dengan struktur pekerjaan yang jelas. Struktur pelaksana tersebut dapat digambarkan dalam bagan struktur organisasi Perum Prasarana Perikanan Samudera seperti pada Gambar 6. Perum Prasarana Perikanan Samudera memiliki beberapa cabang seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Dari sembilan cabang tersebut, hanya terdapat satu cabang yang digolongkan pada kelas A, yaitu cabang yang dikhususkan pada cabang Jakarta. Selanjutnya kepala cabang kelas A ini membawahi empat divisi seperti divisi keuangan, SDM dan umum, divisi teknik, divisi pemasaran dan pengembangan usaha serta divisi perdagangan. Divisi keuangan, SDM dan umum bertugas mengatur segala hal yang berkaitan dengan penganggaran, perpajakan, pembuatan data statistik, usaha dan terbagi lagi menjadi empat sub divisi diantaranya sub divisi Perbendaharaan, Penganggaran dan Perpajakan, sub divisi Akuntansi dan Statistik, sub divisi Usaha, SDM dan Humas, serta sub divisi Rumah Tangga dan Keamanan. Dua divisi selanjutnya bergerak pada bidang yang serupa namun secara teknis berbeda. Divisi pemasaran dan pengembangan usaha serta divisi teknik sama-sama mengurusi tambat labuh, dok, bengkel, dan perbekalan, es dan cold storage, serta bangunan dan tata ruang. Perbedaan kedua divisi tersebut terletak pada pelaksanaannya. Divisi teknik menyiapkan hal-hal secara teknis seperti pemasangan instalasi, kabel-kabel maupun jaringan sedangkan divisi pemasaran dan pengembangan usaha menjadi perantara antara pihak Perum dengan penerima pelayanan. Perbedaan berikutnya terletak pada layanan yang berbeda pula,
58
ditambahkan instalansi air, listrik, dan telepon pada divisi teknik sedangkan pada divisi pemasaran dan pengembangan usaha ditambahkan pelayanan penyewaan lapak di Pusat Pemasaran Ikan (PPI) dan pengurusan Tempat Pelelangan Ikan (TPI). Divisi terakhir yaitu divisi perdagangan yang mengurusi hal-hal yang terkait dengan jual beli atau pembayaran pelayanan terhadap konsumen.
Kepala Cabang Kelas A
Div. Keuangan, SDM
Divisi Teknik
Div. Pemasaran dan Pengembangan
Divisi Perdagangan
Sub. Div. Perbendaharaan, Penganggaran danPerpajakan
Sub. Divisi Pabrik es dan Cold Storage
Sub. Div. Tambat Labuh, Dok, Bengkel, dan Perbekalan
Sub. Div. Akuntansi dan Statistik
Sub. Div. Instalansi Listrik, air, dan telepon
Sub. Div. Es dan Cold Storage
Sub. Div. Usaha, SDM dan Humas
Sub. Div. Dermaga, Dok, dan Bengkel
Sub. Div. Ruang, Bangunan dan Tata ruang
Sub. Div. Rumah Tangga dan Keamanan
Sub. Div. Bangunan dan Tata ruang
Sub. Div. PPI dan TPI
Sumber: Perum Prasarana Perikanan Samudera, 2010 Gambar 6 Bagan struktur organisasi Perum Prasarana PPS Nizam Zachman Jakartatahun 2010
5 PENGELOLAAN SANITASI TEMPAT PELELANGAN IKAN PPS NIZAM ZACHMAN JAKARTA 5.1 Faktor-faktor Berpotensi Mempengaruhi Sanitasi Tempat Pelelangan Ikan di PPS Nizam Zachman Jakarta Faktor-faktor yang berpotensi mempengaruhi baik buruknya kondisi sanitasi dan higienitas di tempat pelelangan ikan PPS Nizam Zachman Jakarta, berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara peneliti, disebabkan oleh adanya beberapa aktivitas, seperti pengangkutan ikan dari dermaga ke tempat pelelangan ikan (TPI), pelelangan ikan dan pengangkutan ikan di TPI sebelum didistribusikan ke perusahaan, pedagang, dan pengolah ikan. Faktor-faktor yang diduga berpotensi mempengaruhi sanitasi tempat pelelangan ikan dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 11 Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi sanitasi di TPI Aktivitas di TPI 1) Pengangkutan ikan dari dermaga ke TPI
2) Pelelangan ikan
Faktor yang berpotensi mempengaruhi sanitasi a. Cara pengangkutan yang belum benar; b. Kesadaran para kuli angkut yang masih rendah dalam menjaga sanitasi; c. Pengangkatan ikan pada saat sebelum dan sesudah ditimbang. a. Cara penempatan ikan yang tidak benar; b. Banyaknya orang yang membuang sampah di lantai TPI; c. Banyak orang yang meludah sembarangan; d. Jumlah hasil tangkapan yang dijual; e. Pemindahan ikan setelah pelelangan selesai; f. Frekuensi pencucian keranjang belum teratur; g. Keranjang yang digunakan rusak dan belum diperbaiki; h. Kesadaran para pemenang lelang dan kuli angkut tentang sanitasi masih rendah. a. Cara pendistribusian yang belum benar b. Kesadaran pihak pelaku pendistribusian yang rendah: pedagang angkutan, usaha angkutan
3) Pengangkutan ikan di TPI sebelum didistribusikan ke perusahaan, pedagang, dan pengolah ikan Sumber: Data primer penelitian, 2011
60
Pada proses pengangkutanikan dari TPI ke dermaga yang tidak benar, mengakibatkan ikan mudah rusak dan menurun kualitasnya. Keranjang ikan dipindahkan dari atas gerobak dorong atau trolly dengan sedikit bantingan. Bantingan ini menyebabkan ikan-ikan berjatuhan, terutama dari keranjangkeranjang yang terisi penuh. Setelah itu keranjang ikan diatur di lantai TPI, dengan cara diseret menggunakan pengait oleh para pekerja dan kuli angkut. Cara ini dapat mengakibatkan rusaknya keranjang dan juga dapat merusak ikan di dalamnya karena saling berbenturan (Gambar 7).
Gambar 7 Penarikan keranjang yang berisi ikan dengan cara diseret di lantai TPI PPSNZJ tahun 2011. Menurut Departemen Pertanian (1997) vide Rusmali (2007), wadah yang berisi ikan saat dipindahkan sebaiknya diangkat, tidak diseret di atas lantai. Sebaliknya yang terlihat di PPS Nizam Zachman Jakarta pemindahan ikan di lantai TPI masih diseret. Penarikan keranjang ikan menghasilkan limbah potongan tubuh ikan, darah dan lendir ikan yang tercecer. Limbah ikan dihasilkan karena kerja buruh angkut yang ceroboh dan terburu-buru, sehingga sebagian kecil ikan dan potongan tubuh ikan tercecer. Darah dan lendir ikan yang tercecer juga terjadi karena selama ikan berada di TPI tidak dilakukan pencucian. Pencucian hanya dilakukan pada saat ikan didaratkan dari kapal dan air yang digunakan untuk mencuci ikan diambil dari kolam pelabuhan yang kotor, padahal sudah dipasang peraturan untuk tidak mencuci ikan dengan air yang kotor. Namun, tetap saja ada beberapa pelaku aktivitas yang melakukan pelanggaran.
61
Sebelum pelelangan dimulai, para peserta lelang bebas keluar masuk TPI dengan alasan ingin melihat-lihat terlebih dahulu ikan yang ingin dibeli. Saat mereka masuk dan melihat-lihat di dalam gedung TPI tidak jarang ada yang meludah dan membuang puntung rokok sembarangan di lantai TPI. Peraturan tentang larangan merokok dan meludah sembarangan tidak ditempel dengan alasan bahwa dulu sudah ditempel dengan baik, namun masih banyak pengguna maupun pengunjung yang tidak menghiraukan. Tidak adanya peraturan dan pengawasan yang baik tentang hal ini menyebabkan pelanggaran tersebut masih saja terus berulang setiap kali proses pelelangan berlangsung. Saat pelelangan berlangsung, juru lelang akan berkeliling dekat dengan keranjang ikan yang akan dijual. Pengurus kapal yang mengawasi proses pelelangan berdiri di atas keranjang ikan yang akan dijual. Tidak jarang ada ikanikan yang ikut terinjak saat pengurus kapal tersebut berpindah dari satu keranjang ke keranjang yang lain. Begitu juga dengan para peserta lelang lainnya seperti pedagang dan pengolah ikan yang berdiri di atas keranjang yang berisi ikan (Gambar 8)
Gambar 8 Peserta lelang berdiri di atas keranjang yang berisi ikan di TPI PPSNZJ tahun 2011 Berbagai permasalahanyang timbul berkaitan dengan peningkatan jumlah pengunjung di pasar pelelangan ikan Tsukiji antara lain masalah pengelolaan sanitasi seperti masalah pengendalian suhu yang disebabkan oleh masuk dan keluarnya sejumlah besar orang yang tidak berwenang, dan permasalahan dengan
62
pengunjung yang menghambat aktivitas pelelangan ikan, terutama pada kegiatan lelang yang diselenggarakan pagi hari di kawasan tuna grosir. Berdasarkan alasan ini, pengunjung yang tidak berkepentingan di pasar Tsukiji saat ini tidak diizinkan untuk memasuki kawasan tuna grosir. Pengunjung yang berkepentingan di pasar Tsukiji diperbolehkan masuk dengan syarat diminta untuk sangat berhati-hati dan waspada saat mereka melakukan kunjungan ke pasar Tsukiji. Hal ini bertujuan untuk mencegah segala jenis hambatan dalam kegiatan perdagangan dan untuk menjamin keamanan pangan bagi konsuumen. Keranjang-keranjang ikan yang telah dijual akan dipisahkan ke tempat masing-masing, sesuai kesepakatan antara kuli angkut dengan pemenang lelang. Pemindahan keranjang dilakukan dengan cara diseret kembali. Setelah itu, ikanikan dalam keranjang yang berada di TPI dipindahkan ke dalam keranjangkeranjang lain yang dibawa oleh masing-masing pemenang lelang. Saat ikan-ikan dipindahkan, banyak ikan yang berjatuhan karena kecerobohan kuli angkut yang terburu-buru. Ukuran keranjang TPI dan keranjang pemenang tidak selalu sama dimana keranjang pemenang lelang ada yang ukurannya lebih kecil dari ukuran keranjang TPI. Oleh karena itu, pada saat keranjang ikan sudah penuh maka kuli angkut akan meratakannya dengan menggunakan kaki. Hal ini menunjukan bahwa penanganan ikan yang dilakukan masih kurang baik. Frekuensi pencucian keranjangsetelah proses penjualan ikan berlangsung tidak dilakukan secara rutin. Keranjang ikan yang digunakan hanya dicuci sekitar satu bulan sekali menggunakan air bersih saja tanpa menggunakan desinfektan sehingga masih ada sisa-sisa lendir dan darah ikan yang menempel pada keranjang ikan. Keranjang/trays yang digunakan untuk menyimpan hasil tangkapan juga dalam kondisi rusak dan belum diperbaiki. Hal ini disebabkan oleh rendahnya kesadaran para pemenang lelang dan kuli angkut tentang pentingnya sanitasi dan higienitas dalam penanganan hasil tangkapan. Persiapan ikan sebelum didistribusikan juga masih kurang baik. Hal ini terlihat pada saat ikan menunggu untuk diangkut dari TPI ke perusahaan atau pedagang, ikan tidak ditutup dan tidak diberikan es untuk tetap mempertahankan mutu ikan (Gambar 9). Kondisi ini dapat mempercepat kemunduran mutu ikan dan mempercepat proses pembusukan ikan. Meskipun jarak dari TPI ke
63
perusahaan atau pedagang (pasar grosir atau pasar pengecer ikan) jaraknya tidak terlalu jauh, keranjang ikan seharusnya ditutup dan diberi es agar kualitas ikan tetap terjaga.
Gambar 9 Pengangkutan dari TPI ke perusahaan, pedagang dan atau ke pengolah ikan tanpa menggunakan es dan penutup di PPSNZJ tahun 2011. Menurut Junianto (2003) vide Lubis et al., (2009), bahwa salah satu ketentuan penanganan ikan dari pembongkaran sampai pengangkutan menuju hinterland adalah penanganan dilakukan dengan cepat dan tepat, agar tingkat kesegarannya dapat dipertahankan. Selanjutnya menurut Clucas dan Ward (1996) vide Lubis et al (2009), bahwa hal-hal prinsip yang perlu diperhatikan selama penanganan ikan mulai saat pembongkaran sampai pengangkutan ke TPI atau ke hinterland: pengontrolan suhu ikan selama penanganan agar selalu dingin; penanganan dilakukan dengan cepat dan tepat; memperkecil sentuhan fisik secara langsung dengan ikan; menghindari sengatan langsung sinar matahari pada tubuh ikan dan memperkecil terjadinya kontaminasi terhadap ikan. Pada saat pelelangan berlangsung masih terdapat beberapa kekurangan mengenai kebersihan dari para pelaku lelang seperti membuang sampah sembarangan di lantai TPI, sehingga pada saat pengamatan masih terlihat adanya sampah di lantai TPI seperti puntung rokok dan sampah plastik. Selain itu, pada saat pelelangan ikan berlangsung masih terdapat ceceran darah dan lendir yang menggenangi lantai TPI, potongan-potongan ikan yang berceceran, asap rokok yang mengepul dalam ruangan dan orang-orang yang meludah sembarangan di dalam ruangan. Saat proses pelelangan berlangsung, kerap kali para pelaku lelang
64
duduk di atas keranjang (trays) yang berisi ikan dan meletakkan kakinya pada keranjang yang sudah berisi ikan, sehingga terjadi perpindahan kotoran dari sendal pelaku lelang ke keranjang ikan (Gambar 10).
Gambar 10 Para pelaku lelang duduk dan meletakkan kaki diatas keranjang/trays di TPI PPSNZJ tahun 2011. Dalam penerapan SSOP di pelabuhan perikanan, orang yang tidak berkepentingan, seharusnya dilarang masuk ke TPI. Selain itu, sebelum masuk ke TPI diharuskan mencuci tangan dan kaki (sepatu) ke dalam bak berisi air yang mengandung chlorine. Alangkah lebih baiknya, apabila orang-orang yang masuk ke TPI mengganti sepatunya dengan sepatu boot khusus yang disediakan oleh pihak TPI, untuk mencegah masuknya kuman atau bakteri yang terdapat pada sepatu. Hal ini dilakukan dalam rangka mempertahankan kualitas ikan agar tidak terkontaminasi oleh bakteri dan penyakit (Menai, 2007).
5.2 Kondisi Fisik dan Pengelolaan Tempat Pelelangan Ikan PPS Nizam Zachman Jakarta Kondisi tempat pelelangan ikan (TPI) di PPS Nizam Zachman Jakarta dapat dikatakan kurang higienis. Hal ini menjadi salah satu kendala mengingat peran TPI sebagai sarana awal dalam menjaga kualitas ikan yang didaratkan di pelabuhan.
65
Berdasarkan data statistik tahunan PPSNZJ, ikan yang dibongkar di TPI terdiri dari 40% bermutu jelek, 24% bermutu sedang dan 36% bermutu baik. Rendahnya mutu ikan di TPI disebabkan oleh beberapa faktor antara lain seperti penanganan ikan di atas kapal yang kurang baik karena pemilik atau anak buah kapal (ABK) lebih mengutamakan kuantitas dibadingkan dengan kualitas; bangunan TPI secara teknis sudah tidak layak lagi (sekitar 29 tahun), lantai bangunan tidak rata dan pecah-pecah, sedangkan atapnya sudah banyak yang bocor; serta fasilitas yang terdapat di TPI seperti timbangan, trays dan lantai TPI dinilai kurang bersih dan higienis (PPSNZJ, 2008).
5.2.1
Kondisi fisik tempat pelelangan ikan PPS Nizam Zachman Jakarta Menurut
keputusan
Menteri
Kelautan
dan
Perikanan
No.
KEP.
01/MEN/2007 (DKP, 2007), tentang Persyaratan Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan pada Proses Produksi, Pengolahan dan Distribusi, terdapat beberapa persyaratan tempat pelelangan ikan (TPI). Persyaratan untuk kondisi fisik dan fasilitas tempat pelelangan ikan yang baik adalah: tempat pelelangan ikan harus terlindung dan mempunyai dinding yang mudah untuk dibersihkan; mempunyai lantai yang kedap air yang mudah dibersihkan dan disanitasi, dilengkapi dengan saluran pembuangan air dan mempunyai sistem pembuangan limbah cair yang higiene; dilengkapi dengan fasilitas sanitasi seperti tempat cuci tangan dan toilet dalam jumlah yang mencukupi. Tempat cuci tangan harus dilengkapi dengan bahan pencuci tangan dan pengering sekali pakai; mempunyai penerangan yang cukup untuk memudahkan dalam pengawasan hasil perikanan; dilengkapi dengan tanda peringatan dilarang merokok, meludah, makan dan minum, dan diletakkan di tempat yang mudah dilihat dengan jelas; mempunyai fasilitas pasokan air tawar dan atau air laut bersih yang cukup; mempunyai wadah khusus yang tahan karat dan kedap air untuk menampung hasil perikanan yang tidak layak untuk dimakan; harus mempunyai ruang pendingin yang dapat dikunci untuk menyimpan produk perikanan dan mempunyai fasilitas wadah untuk produk yang tidak layak konsumsi pada tempat yang diberi tanda;serta mempunyai tempat khusus untuk unit pengendalian keamanan hasil perikanan.
66
Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara pada saat melakukan penelitian, secara fisik tempat pelelangan ikan di PPS Nizam Zachman Jakarta dapat dikatakan sudah kurang layak pakai. Hal ini dapat dilihat dari kondisi gedung pelelangan ikan dan beberapa fasilitas yang sudah rusak. Kondisi fisik lantai TPI licin (Gambar 11a) dan rusak/berlubang (Gambar 11b) sehingga bisa menambah akumulasi kekotoran di TPI dan menyebabkan lantai TPI sulit untuk dibersihkan karena kotoran yang dihasilkan dari proses pemasaran ikan menempel pada lantai TPI yang rusak dan berlubang tersebut.
a
b
Gambar 11 Kondisi lantai TPI yang licin (a) dan berlubang (b) di PPSNZJ tahun 2011. Konstruksi lantai gedung TPI PPS Nizam Zachman Jakarta terbuat dari semen. Lantai TPI memiliki kemiringan 20 ke arah saluran pembuangan; sesuai Lubis (2009b). Hal ini dimaksudkan agar air yang terdapat pada lantai TPI dapat mengalir ke saluran pembuangan sehingga tidak terjadi genangan di lantai TPI. Lubis (2009b), mengatakan bahwa tempat pelelangan ikan harus mempunyai lantai yang kedap air yang mudah dibersihkan dan disanitasi, dilengkapi dengan saluran pembangan air dan mempunyai sistem pembuangan limbah cair yang higiene. Selanjutnya dapat dilihat bahwa pada gedung pelelangan ikan, terdapat tiang dan atap TPI yang berkarat dan banyak cat yang rontok sehingga bisa menambah kontaminasi terhadap hasil tangkapan yang dijual di TPI (Gambar 12a dan 12b). Beberapa fasilitas seperti lampu penerangan hanya ada satu sampai dua buah yang
67
hidup, dinding/tembok TPI dalam keadaan rusak/berlubang dan berlumut (Gambar 13).
a
b
Gambar 12 Kondisi atap TPI yang berkarat (a) dan berlubang (b) di PPSNZJ tahun 2011. Menurut
keputusan
Menteri
Kelautan
dan
Perikanan
No.
KEP.
01/MEN/2007 (DKP, 2007), tentang Persyaratan Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan pada Proses Produksi, Pengolahan dan Distribusi, disebutkan bahwa tempat pelelangan ikan harus memenuhi persyaratan kebersihan dan higiene dan harus mempunyai penerangan yang cukup untuk memudahkan dalam pengawasan hasil perikanan. Selanjutnya dikatakan juga bahwa tempat pelelangan ikan harus terlindung dan mempunyai dinding yang mudah untuk dibersihkan.
Gambar 13 Dinding TPI yang rusak, kotor, dan berlumut di PPSNZJ tahun 2011.
68
Penanganan sampah, limbah dan peralatan dinilai masih kurang baik, di lokasi TPI dan lingkungan masih terdapat sampah berserakan. Tempat sampah yang tersedia di TPI hanya satu buah dan dalam kondisi rusak. Pada saat pengamatan terlihat bahwa sampah yang sudah disimpan pada tempatnya berserakan, hal ini dikarenakan kondisi fisik tempat sampah yang sudah rusak (Gambar 14).
Gambar 14 Kondisi tempat sampah di TPI PPS Nizam Zachman Jakarta tahun 2011. Sampah jika tidak diurus dan dikelola dengan baik dapat menyebabkan masalah lingkungan yang sangat merugikan. Sampah yang menumpuk dan membusuk dapat menjadi sarang kuman dan binatang yang dapat mengganggu kesehatan manusia serta mengganggu estetika lingkungan karena terkontaminasi pemandangan tumpukan sampah dan bau busuk yang menyengat hidung (Anonim 2006). Selanjutnya dikatakan bahwa terdapat hal-hal yang wajib diperhatikan dalam mengelola tempat pembuangan sampah: pisahkan sampah kering/non organik dengan sampah basah/organik dalam wadah plastik; tempat sampah harus terlindung dari sinar matahari langsung, hujan, angin, dan lain sebagainya; hindari tempat sampah menjadi sarang binatang seperti kecoa, lalat, belatung, tikus, kucing, semut, dan lain-lain;buang sampah dalam kemasan plastik yang tertutup rapat agar tidak mudah berserakan dan mengeluarkan bau yang tidak sedap; tempat sampah harus tertutup aman dari segala gangguan namun mudah dijangkau petugas kebersihan; serta jangan membakar sampah di lingkungan padat penduduk karena dapat mengganggu kenyamanan dan kesehatan orang lain.
69
Saluran pembuangan yang berada di sekitar TPI dinilai kurang lancar dan terjadi penyumbatan akibat adanya sampah padat seperti bungkus dan puntung rokok, plastik dan potongan-potogan ikan yang menggenang di dalam saluran tersebut (Gambar 15).
Gambar 15 Kondisi saluran pembuangan air/limbah dari proses pelelangan ikan di PPSNZJ tahun 2011 Sanitasi adalah bagian dari sistem pembuangan air limbah, yang khususnya menyangkut pembuangan air kotor dari rumah tangga, sisa-sisa proses industri, pertanian, peternakan, perikanan, dan rumah sakit (sektor kesehatan). Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga), yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomis. Kehadiran limbah dapat berdampak negatif terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan manusia, sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap limbah dengan baik terutama limbah cair (Anonim 2008). Fasilitas kran air bersih di TPI jumlahnya sangat terbatas dan dalam kondisi kurang baik (Gambar 16a), sehingga menghambat para pelaku aktivitas pelelangan dalam menjaga kebersihan. Air yang tersedia di TPI bisa dikatakan dapat terkontaminasi, hal ini dapat dilihat dari selang air di TPI yang tergeletak di lantai (tidak dilengkapi dengan gantungan) (Gambar 16b). Kondisi selang air dalam keadaan kurang baik (bocor).
70
a
b
Gambar 16 Kondisi kran air di TPI (a) dan selang air (b) yang tergeletak di lantai (tanpa gantungan) di PPSNZJ tahun 2011. TPI PPS Nizam Zachman Jakarta sebenarnya memiliki fasilitas bak pencuci keranjang/trays yang disediakan untuk mencuci keranjang ikan yang digunakan, akan tetapi bak pencuci keranjang ini sudah tidak berfungsi karena pencucian keranjang hanya dilakukan sekitar satu bulan sekali dan tidak dicuci di bak pencuci keranjang, melainkan langsung dicuci di kran yang ada di TPI (Gambar 17).
Gambar 17 Kondisi bak pencucian keranjang (trays) yang sudah tidak digunakan di TPI PPSNZJ tahun 2011. Keranjang/trays di TPI PPS Nizam Zachman Jakarta dalam kondisi rusak dan banyak kotoran dari lendir dan darah ikan yang mengering dan menempel
71
pada sela-sela keranjang. Trays tidak dicuci secara rutin setiap kali setelah selesai lelang atau setelah digunakan. Trays merupakan wadah/tempat untuk menyimpan hasil tangkapan berupa keranjang yang memiliki bentuk seperti balok (Gambar 18). Pengadaan trays merupakan wewenang dari Koperasi Mina Muara Makmur dengan cara disewakan, yang berada dibawah pengawasan Dinas Perikanan DKI Jakarta. Koperasi Mina Muara Makmur menyediakan trays dengan jumlah 300 unit dan biasanya trays yang disewakan setiap harinya mencapai 250 unit. Harga sewa untuk trays yaitu sebesar Rp 1.500,00 per unit per hari.
Gambar 18 Kondisi keranjang/trays yang kotor dan rusak di PPSNZJ tahun 2011. Menurut Pane (2008), untuk meningkatkan mutu dan sanitasi di pelabuhan perikanan, diperlukan suatu basket yang mampu sekaligus memberi pengaruh positif terhadap mutu ikan dan sanitasi. Selain itu, Lubis (2005) menyebutkan adalah penting perawatan fasilitas, termasuk basket; seharusnya dibersihkan menggunakan air bersih, diberi desinfektan atau menggunakan air panas tekanan tinggi. Alat angkut hasil tangkapan lainnya yang biasa digunakan oleh nelayan di PPS Nizam Zachman Jakarta yaitu blong. Blong merupakan alat angkut hasil tangkapan yang memiliki bentuk silinder (Gambar 19). Sama halnya dengan trays, pengadaan blong juga merupakan wewenang dari Koperasi Mina Muara Makmur yang berada dibawah pengawasan Dinas Perikanan DKI Jakarta. Jumlah blong
72
yang disediakan yaitu sebanyak 200 unit yang setiap harinya mencapai 100 unit blong yang disewakan dengan harga Rp 2.000,00 per unit per hari.
Gambar 19 Kondisi blong di TPI PPS Nizam Zachman Jakarta tahun 2011.
Beberapa peralatan yang digunakan di TPI PPS Nizam Zachman Jakarta memiliki permukaan yang tidak tahan karat, seperti timbangan yang digunakan terlihat sudah berkarat. Hal ini bisa menjadi salah satu faktor ketidakbersihan pada produk perikanan yang akan dijual jika karat pada timbangan tersebut menempel pada produk perikanan. Timbangan yang biasa digunakan masih tergolong manual (Gambar 20).
Gambar 20 Kondisi timbangan yang berkarat di TPI PPSNZJ tahun 2011.
73
Menurut
keputusan
Menteri
Kelautan
dan
Perikanan
No.
KEP.
01/MEN/2007 (DKP, 2007), tentang Persyaratan Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan pada Proses Produksi, Pengolahan dan Distribusi, peralatan dan perlengkapan yang berhubungan langsung dengan ikan harus terbuat dari bahan tahan karat, tidak menyerap air, mudahdibersihkan dan tidak menyebabkan kontaminasi sesuatu apapun terhadapbahan baku yang sedang diolah maupun produk akhir serta dirancang sesuai persyaratan sanitasi. Trays dan blong yang berisi hasil tangkapan dalam jumlah yang banyak biasanya diangkut dengan menggunakan trolly. Trolly ini merupakan kerangka besi beroda kecil yang disediakan oleh Koperasi Mina Muara Makmur sekaligus sebagai fasilitas tambahan di TPI (Gambar 21). Koperasi tersebut menyediakan sepuluh trolly untuk mempermudah aktivitas pendistribusian ikan yang ada di dalam trays maupun blong. Sama halnya dengan timbangan, trolly yang digunakan untuk mengangkut hasil tangkapan tersebut memiliki permukaan yang tidak tahan karat.
Gambar 21 Trolly yang digunakan untuk mengangkut trays dan blong di TPI PPSNZJ tahun 2011. Selama diangkut dengan trolly ikan tidak ditutupi sehingga terkena sinar matahari langsung dan polusi udara. Departemen Pertanian (1997) vide (Rusmali, 2004) menyatakan selama proses pengangkutan ikan, agar terhindar dari sinar matahari langsung maka sebaiknya ikan diangkut melalui tempat teduh atau ditutupi. Namun yang terlihat di PPSNZJ, ikan yang diangkut dengan trolly
74
menuju TPI tidak ditutupi sehingga terkena sinar matahari langsung, yang akan berdampak kepada penurunan mutu ikan yang akan dijual di TPI. Melihat kondisi fisik bangunan TPI yang sudah memprihatinkan, dimana sudah banyak mengalami kerusakan maka bangunan TPI akan diperbaiki dan direlokasi mendekati kearah dermaga barat pelabuhan dengan volume sebesar 3.350 m2. Tujuan dari relokasi pembangunan TPI lebih dekat jaraknya ke dermaga barat adalah untuk memudahkan dan mempercepat dalam pengangkutan hasil tangkapaan dari dermaga ke TPI. Berdasarkan hasil wawancara dengan pengelola pelabuhan, bangunan TPI yang akan dibuat terdiri dari dua lantai, lantai pertama direncanakan sebagai tempat untuk kegiatan pelelangan dan lantai dua sebagai tempat pengolahan ikan, bangunan TPI tersebut akan dilengkapi dengan kanopi (penutup) disepanjang jalur dermaga ke TPI sehingga ikan yang turun dari kapal yang akan masuk ke TPI tidak terkena cahaya matahari secara langsung. Menurut Bahrum (2010), usia bangunan TPI Muara Baru sudah melebihi dua puluh tahun dan tidak pernah direnovasi. Akibatnya, fisik bangunan berupa atap mengalami kebocoran dan lantai sebagian ada yang retak-retak. Bangunan TPI dibangun pada tahun 1984, jadi bangunan tersebut memang usianya sudah tua. Lokasi TPI dan kantor akan dipindahkan ke arah Timur atau sekitar lokasi dermaga transit. Menurut bagian Pemasaran Perum PPSJ Cabang Jakarta, rencananya tahun 2011 akandimulai pembangunan gedung TPI yang baru berikut kantor di lokasi dermaga transit sebelah timur pelabuhan Samudera Jakarta.
5.2.2 Pengelolaan tempat pelelangan ikan PPS Nizam Zachman Jakarta Penyelenggaraan pelaksanaan penjualan ikan di tempat pelelangan ikan PPS Nizam Zachman Jakarta dikelola oleh koperasi primer perikanan yang ditunjuk langsung oleh Gubernur DKI Jakarta. Koperasi pimer perikanan adalah koperasi primer perikanan yang bergerak dibidang perikanan dan beranggotakan para nelayan, pedagang dan pengolah ikan. Gubernur menunjuk koperasi primer perikanan sebagai penyelenggara pelelangan ikan berdasarkan usulan Kepala Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan DKI Jakarta. Koperasi yang telah
75
ditunjuk sebagai penyelenggara pelelangan ikan wajib menyelenggarakan penjualan ikan yang ditetapkan dalam jangka waktu 3 tahun dan dapat diperpanjang. Perpanjangan jangka waktu penyelenggaraan pelelangan ikan ditetapkan oleh Gubernur dan diajukan paling lambat 3 bulan sebelum berakhirnya jangka waktu penyelenggaraan pelelangan ikan (Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan DKI Jakarta, 2011). Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan pada saat proses penjualan ikan berlangsung, sebenarnya aktivitas penjualan ikan yang ada di PPS Nizam Zachman Jakarta penjualan ikan dengan sistem opow. Sistem opow adalah sistem pelelangan ikan dimana ikan yang didaratkan dibeli oleh pemilik kapal, lalu akan dijual kembali ke pihak-pihak tertentu, dengan kata lain ikan yang didaratkan sudah ditentukan pemiliknya. Berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Propinsi Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta Nomor 1 Tahun 2006 tentang retribusi daerah, disebutkan mengenai retribusi yang diambil dalam pemakaian tempat pelelangan ikan. Ikan segar, beku, hidup ataupun ikan dalam kondisi kering yang diproduksi lokal, akan dikenakan retribusi kepada nelayan dan pedagang sebesar 5% dari harga transaksi (Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan DKI Jakarta, 2011). Pemasaran ikan diadakan setiap hari pada jam-jam tertentu yang diatur oleh kepala pelelangan sesuai dengan kebutuhan. Pemasaran ikan dapat dimulai apabila memenuhi persyaratan, sepertiikan telah terkumpul dalam ruangan lelang lengkap dengan catatan berat, jenis, dan pemilik ikan; dihadiri sekurangkurangnya 3 orang calon pembeli yang memenuhi persyaratan; dan setelah persyaratan tersebut terpenuhi maka juru lelang wajib mengumumkan lelang akan dimulai. Pemasaran ikan dilakukan sesuai dengan urutan yang ditentukan oleh kepala pelelangan dan setiap calon pembeli pengikut lelang diberi kesempatan yang sama untuk mengajukan penawaran. Pemasaran ikan dilaksanakan dengan sistem penawaran meningkat untuk mencapai harga penawaran tertinggi. Sebelum proses penjualan ikan dimulai, penjual ikan berkewajiban untuk melaporkan kedatangan kapalnya kepada pihak TPI; membongkar ikan dari kapal dengan disaksikan oleh pengawas bongkar ikan; menyerahkan ikan yang akan dijual kepada juru timbang untuk dilakukan penimbangan; menyerahkan ikan
76
yang akan dijual kepada juru lelang; dan mencocokan kembali hasil penjualan ikan kepada juru buku setelah diadakan proses penjualan ikan. Jenis ikan yang dijual di TPI PPSNZJ hanyalah jenis-jenis ikan selain tuna meliputi ikan layang, cumi-cumi, tenggiri, cucut, kembung, udang, gindara, lemadang, kakap batu dan manyung, setelah dijual ikan-ikan tersebut dipasarkan ke luar daerah dan pasar lokal. Jenis ikan tuna tidak dijual terlebih dahulu, melainkan langsung masuk ke perusahaan yang ada di Tuna Landing Centre (TLC) untuk tujuan ekspor, kecuali untuk tuna lokal (reject) yang melalui lelang sampel terlebih dahulu sebelum masuk ke perusahaan.Namun transaksi penjualan ikan tetap tercatat datanya di TPI Muara Makmur berdasarkan laporan dari pihak perusahaan, sehingga TPI memperoleh retribusi dari nilai transaksi tersebut. Setelah ikan dibongkar dan diturunkan ke dermaga, selanjutnya ikan diangkut ke tempat tujuan berbeda. Ikan yang diturunkan dari kapal tradisional langsung diangkut menuju TPI, sedangkan ikan yang diturunkan dari kapal tuna langsung diangkut masuk ke dalam tempat penanganan ikan milik perusahaan yang ada di TLC. Persiapan ikan yang dilakukan setelah ikan diturunkan dari kapal tradisional, yaitu ikan yang telah disortir per keranjang disusun di lantai dermaga. Sebelum diangkut ke TPI, ikan dicuci dengan menggunakan air kolam pelabuhan di atas lantai dermaga. Air tersebut diambil oleh ABK dari kolam pelabuhan dengan menggunakan ember yang diikat dengan tali. Tempat pengambilan air berada di pinggir dermaga, dekat dengan kapal yang sedang mendaratkan ikan. Bagan distribusi dan pemasaran ikan di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta Gambar 22. Pengangkutan ikan dari dermaga ke TPI menggunakan gerobak dorong atau trolly. Setiap pengangkutan membutuhkan waktu sekitar lima menit, tergantung pada jarak yang ditempuh dari tempat pembongkaran. Secara keseluruhan proses pengangkutan akan selesai bila sudah tidak ada lagi ikan yang diturunkan. Jarak terjauh dari tempat pembongkaran ke TPI sekitar 50 m. Setiap trolly yang digunakan untuk mengangkut trays bisa diisi 2-3 trays, selama diangkut dengan trolly ikan tidak menggunakan penutup sehingga terkena sinar matahari langsung dan polusi udara. Jumlah buruh yang mengangkut hasil tangkapan ke TPI untuk setiap kapal adalah 3 sampai 5 orang secara bergantian.
77
Pengangkutan ikan dari kapal tuna menuju tempat penanganan milik perusahaan dibedakan untuk tujuan ekspor langsung dan dilakukan pengolahan atau penanganan lebih lanjut. Ikan untuk tujuan ekspor, dari tempat penanganan di dermaga khusus kapal tuna diangkut dengan menggunakan truk kontainer berpendingin. Biasanya setelah pembongkaran ikan pada pagi hari, siang harinya ikan langsung diangkut ke bandara. Ikan yang akan diolah disimpan terlebih dahuluke cold storage pelabuhan atau cold storage milik perusahaan dengan menggunakan kendaraan truk atau pick up dengan atau tanpa pendingin.
Kapal Tuna LL TLC Didaratkan kapal Perikanan (Laut)
Kapal Angkut
Dermaga Kapal Non Tuna LL
Dari Kapal ke Kapal Tuna segar dan beku
Pelabuhan Udara Pelabuhan Laut
E K S P O R
Pengecer Tuna Lokal
Tempat Pelelangan Ikan/TPI
Ikan segar/beku
Dermaga
Lewat Truk (Darat)
Udang Segar/Beku
Ikan Segar
Prosesing & Pembekuan
Pusat Pemasaran Ikan
Pengecer
L O K A L
PENGEPAKAN
Keterangan:
= Proses = Jalur Distribusi = Kapal = Proses
= Tempat/gedung = Produk/barang = Orang
Sumber: Profil PPSNZJ, 2011 Gambar 22 Bagan distribusi dan pemasaran ikan di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta.
78
Setelah ikan didaratkan, sebagian ikan dijual di TPI. Ikan dijual dengan sistem penawaran harga yang meningkat. Sebagian ikan lainnya diekspor untuk memenuhi permintaan pasar luar negeri, tanpa melalui pelelangan sebelumnya. Pembinaan dan pengendalian penyelenggaraan pelelangan ikan dilakukan oleh Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan DKI Jakarta, meliputi tata cara penyelenggaraan pelelangan ikan; bimbingan teknis usaha perikanan, pemasaran dan
mutu
hasil
perikanan;
meningkatkan
kesejahteraan
nelayan;
dan
meningkatkan kemampuan teknis penyelenggara pelelangan ikan di TPI serta dilakukan oleh Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, meliputi: mempersiapkan
dan
mengajukan
koperasi
primer
perikanan
untuk
menyelenggarakan pelelangan ikan; meningkatkan kemampuan organisasi, manajemen dan usaha koperasi; dan memfasilitasi permodalan, untuk menjamin kelancaran penyelenggaraan pelelangan ikan di TPI. Berdasarkan peraturan yang ada pihak UPT PPS Nizam Zachman Jakarta seharusnya membantu pihak pengelola TPI dalam mengawasi sanitasi dan mutu ikan pada setiap diadakannya penyelenggaraan pelelangan ikan. Mekanisme pemeliharaan sanitasi dan higienitas meliputi penyemprotan lantai lelang setiap hari, pencucian trays setiap selesai digunakan, pencucian lantai TPI dengan sabun non detergen setiap hari, dan pembersihan saluran air setiap hari. Mekanisme pemantauan terhadap mutu hasil tangkapan meliputi pemantauan langsung di lapangan secara visual dan pengambilan sampel oleh petugas untuk diuji di laboratorium. Kegiatan pemantauan tersebut dilaksanakan oleh petugas TPI dan BPMPHPK (Badan Pengawas Mutu Produk Hasil Perikanan dan Kelautan) Provinsi DKI Jakarta. Pihak UPT juga bertugas memelihara dan merawat TPI beserta kelengkapannya meliputi penempatan trays di gudang setiap hari setelah digunakan, pemeliharaan pompa air dan sound system setiap selesai digunakan, serta pemeliharaan trolly dan timbangan setiap satu kali dalam satu minggu. Pada kenyataannya, pihak UPT PPS Nizam Zachman Jakarta tidak menjalankan fungsinya secara optimal dalam hal menjaga sanitasi dan higienitas di TPI. Berdasarkan hasil wawancara dengan petugas kebersihan di TPI, pencucian trays tidak dilakukan setiap hari atau setiap selesai digunakan, trays hanya dicuci setiap satu bulan sekali. Pencucian lantai TPI dilakukan setiap hari
79
pada saat sebelum dan sesudah proses penjualan/pemasaran namun tidak menggunakan desinfektan, pencucian lantai TPI hanya menggunakan air laut saja. Mekanisme pemantauan terhadap mutu hasil tangkapan dilakukan langsung di lapangan secara visual, namun tidak dilakukan pengambilan sampel oleh petugas untuk diuji di laboratorium. Peralatan yang ada di TPI seperti trays, timbangan, trolly dan blong tidak disimpan di tempat khusus penyimpanan peralatan, melainkan disimpan sembarangan di sudut-sudut TPI.
6
UPAYA PENGELOLAAN SANITASI TEMPAT PELELANGAN IKAN PPS NIZAM ZACHMAN JAKARTA
6.1 Dampak Sanitasi dari Aktivitas di TPI PPS Nizam Zachman Jakarta dan Upaya Pengelolaannya Aktivitas yang dapat menimbulkan dampak sanitasi di tempat pelelangan ikan PPS Nizam Zachman Jakarta meliputi aktivitas pengangkutan ikan dari dermaga ke TPI; aktivitas penanganan ikan di TPI; aktivitas pengangkutan ikan dari TPI ke perusahaan, pengolah dan pedagang ikan; aktivitas pencucian keranjang yang digunakan;serta aktivitas pembersihan lantai TPI setelah dan sebelum proses pelelangan. Pada proses pengangkutan ikan dari dermaga ke TPI, ikan dalam basket diangkut dengan menggunakan gerobak dorong atau trolly dari dermaga ke TPI. Kondisi trolly yang digunakan tersebut dalam keadaan kotor dan berkarat, kotoran dan karat tersebut menempel pada basket yang berisi ikan dan mengakibatkan hasil tangkapan yang diangkut menjadi kotor dan mutunya menurun. Kondisi jalan yang biasa dilalui untuk mengangkut ikan dari dermaga ke TPI juga dalam keadaan kotor sehingga kotoran tersebut menempel pada roda ban trolly atau gerobak dan terbawa sampai ke TPI, sehingga dapat mengotori lantai TPI. Kekotoran pada jalan tersebut terjadi karena banyaknya pelaku aktivitasdi TPI yang melewati jalan tersebut tanpa memperhatikan kebersihan, misalnya para pelaku yang sebelumnya beraktivitas di luar TPI dengan sandal atau sepatunya masuk ke TPI melalui jalan tersebut sehingga menimbulkan kekotoran di lantai TPI. Berdasarkan kondisi tersebut, sebaiknya di sepanjang jalur pengangkutan ikan dari dermaga ke TPI dibangun jalan khusus untuk mengangkut ikan dimana hanya para pelaku pengangkutan ikan yang boleh melewati jalan tersebut. Selain itu, perlu ditetapkan peraturan agar pihak yang tidak berkepentingan dilarang melewati jalur tersebut, serta para pelaku aktivitas pengangkutan yang menggunakan jalur tersebut harus tetap menjaga kebersihan. Hal ini bertujuan agar sanitasi dan kebersihan di tempat pelelangan ikan tetap terjaga dan mutu ikan dapat dipertahankan. Keranjang yang berisi ikan diletakkan secara kasar saat akan ditimbang, setelah ditimbang keranjang yang berisi ikan diseret agak kasar dengan
81
menggunakan pengait untuk dipasarkan, sehingga ikan menjadi rusak dan banyak lendir, darah, dan potongan tubuh ikan yang berceceran di lantai TPI. Hal tersebut mengakibatkan lantai manjadi kotor, licin dan bau amis. Limbah ikan seperti lendir, darah, dan potongan tubuh ikan yang tercecer di sekitar keranjang ikan, mengakibatkan timbulnya bakteri yang juga dapat mencemari ikan. Ceceran darah dan lendir yang menggenangi lantai TPI dapat mempercepat proses pembusukan ikan. Limbah ikan ini dihasilkan karena kerja buruh angkut yang ceroboh dan terburu-buru, sehingga ada sebagian kecil ikan dan potongan tubuh ikan yang tercecer. Berdasarkan keadaan tersebut di atas, sebaiknya pihak pengelola TPI memberi penyuluhan mengenai penanganan ikan yang baik terkait dengan sanitasi di TPI, menerapkan peraturan yang ketat mengenai cara penanganan ikan, disertai dengan pengawasan dan penerapan sangsi bagi yang melanggar. Sesuai dengan Food Sanitation Law dan Peraturan Pemerintah Metropolitan Tokyo, Wholesale Market Sanitation Inspection Station melakukan supervisi, menyediakan pedoman penanganan dan penyuluhan sanitasi juga diberikan kepada semua pihak yang terlibat di pasar. Peran sanitasi lingkungan sangat penting untuk mendukung keamanan hasil tangkapan. Setelah lelang berlangsung atau pasar tutup, semua tempat dan peralatan dibersihkan sesuai dengan standar sanitasi yang berlaku di Tokyo. Ikan-ikan yang sudah busuk/rusak tetap masuk ke TPI untuk dipasarkan, sehingga mengakibatkan lantai kotor karena lendir/muccus, darah ikan dan potongan tubuh ikan. Seharusnya ikan-ikan yang sudah busuk/rusak tidak masuk ke TPI, di Prancis ikan yang tidak layak konsumsi tidak boleh didaratkan di pelabuhan perikanan atau langsung masuk ke pabrik pakan ikan (Lubis, et.al. 2010). Negara Uni Eropa, berdasarkan EU Regulation NO. 853/2004 tentang Spesific hygiene rules for food and animal origin dan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. Kep.01/MEN/2007 tentang Persyaratan Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan bahwa kapal hasil tangkapanyang akan dijadikan bahan baku produk perikanan yang akan diekspor harus memenuhi persyaratan sanitasi dan hygiene dan wajib terdaftar/teregistrasi (Lubis dan Pane, 2010).
82
Sama halnya denganproses pengangkutan ikan dari dermaga ke TPI, maka pengangkutan ikan dari TPI sebelum didistribusikan ke perusahaan, pedagang dan atau pengolah ikan, keranjang yang berisi ikan diseret dengan menggunakan pengait sebelum kemudian diangkut. Hal ini mengakibatkan ceceran lendir dan darah ikan menyebar ke berbagai tempat di lantai TPI. Ikan yang selesai dijual kemudian diseret dengan menggunakan pengait ke luar TPI. Pada proses pengangkutan tersebut, basket/trays yang berisi ikan kemudian diangkut dengan menggunakan pick up untuk didisribusikan ke perusahaan, pedagang, dan atau pengolah ikan. Sarana angkutan yang digunakan untuk mendistribusikan hasil tangkapan tersebut terlihat dalam keadaan terbuka sehingga hasil tangkapan terkena cahaya matahari secara langsung. Sarana angkutan yang digunakan tidak tertutup dengan baik, sehingga ikan terkena cahaya matahari dan mudah mengalami pembusukan. Sarana yang digunakan untuk mengangkut ikan hendaknya tertutup untuk melindungi ikan dari cahaya matahari dan memperlambat proses pembusukan ikan agar mutu ikan tetap terjaga. Lubis, et al. 2010, mengatakan bahwa salah satu upaya penanganan hasil tangkapan yang perlu dilakukan oleh PPS Nizam Zachman Jakarta adalah melakukan pengecekan sarana transportasi dan pendukungnya, seperti sarana transportasi harus berpendingin (truck berpendingin), dalam kondisi bebas dari kontaminasi, dalam kondisi baik dan aman, tidak rusak atau bermasalah, serta terlindung dari sinar matahari secara langsung. Menurut Pane, 2008 bahwa salah satu kegiatan mempertahankan mutu ikan yang penting di pelabuhan perikanan adalah pemindahan ikan yang tidak mengakibatkan rusaknya mutu: dari kapal ke dermaga dan dari dermaga ke TPI sampai saat sebelum didistribusikan. Pada proses pemindahan tersebut penting penggunaan es dan basket yang bersih. Keranjang yang digunakan untuk menyimpan hasil tangkapan tidak dicuci secara rutin setiap selesai pemasaran/penjualan ikan atau setiap selesai digunakan, melainkan keranjang yang sudah digunakan disimpan dalam keadaan kotor yang berakibat adanya lendir dan darah ikan yang mengering di sela-sela keranjang. Penggunaan keranjang ikan selama proses pembongkaran, pengangkutan, dan penjualan ikan perlu diperhatikan kebersihannya. Keranjang ikan yang tidak dicuci dengan bersih dapat menimbulkan sisa darah dan lendir yang mengering
83
pada keranjang. Hal ini menimbulkan bakteri dan mikroorganisme masih tersisa dalam keranjang dan dapat mempercepat proses pembusukan pada ikan. Lantai TPI selalu dibersihkan setiap pagi oleh petugas kebersihan setiap selesai lelang dengan menggunakan air kolam pelabuhan tanpa menggunakan desinfektan. Lantai yang sudah dibersihkan masih tercium bau amis ikan dan kadang masih licin. Lantai TPI hendaknya dibersihkan dengan menggunakan air bersih dan desinfektan agar tidak menimbulkan bau dan tidak licin. Sesuai dengan ketentuan Uni Eropa tentang penerapan standardisasi mutu di pelabuhan perikanan (Direktrorat Standardisasi dan Akreditasi DKP, 2005 vide Mahyuddin, 2007), bahwa lantai TPI harus dibersihkan baik bagian luar maupun bagian dalam dengan menggunakan air bersih dan harus diberi disinfektan. Pembersihan tersebut harus dilakukan secara teratur baik sebelum maupun sesudah pelelangan. Berdasarkan hasil pengamatan selama penelitian, dampak dari kurang baiknya kondisi sanitasi dan kebersihan akibat aktivitas yang berlangsung di tempat pelelangan ikan, diduga dapat mempengaruhi lingkungan, kesehatan, mutu dan harga ikan. Dampak sanitasi yang tidak ditangani dengan baik di TPI PPS Nizam Zachman Jakarta adalah menimbulkan bau yang tidak sedap, mengganggu kenyamanan dalam beraktivitas, dan mengurangi nilai estetika/keindahan. Potongan tubuh ikan yang tercecer mengakibatkan datangnya binatang dan serangga seperti kucing, tikus, dan lalat ke lokasi tempat pelelangan ikan. Kehadiran
binatang-binatang
tersebut
dapat
mengganggu
kenyamanan
beraktivitas dan dapat mencemari ikan yang akan dijual jika terjadi kontak secara langsung. Hal ini dapat mengakibatkan masuknya bakteri melalui binatang dan serangga tersebut sehingga mempercepat proses pembusukan ikan selanjutnya kualitas ikan menurun. Selain itu, ikan yang mutunya buruk apabila dikonsumsi akan mempengaruhi kesehatan tubuh konsumen. Oleh karena itu, sanitasi di tempat pelelangan ikan sangatlah penting untuk dijaga dan dipelihara dengan baik.
84
Tabel 12 Aktivitas yang dapat menimbulkan dampak sanitasi di TPI PPSNZJ dan upaya pengelolaannya No
1
Aktivitas
Proses
Ikan dalam basket diangkut Pengangkutan dengan ikan dari menggunakan dermaga ke gerobak TPI dorong atau trolly dari dermaga ke TPI
Dampak yang ditimbulkan terkait sanitasi Kondisi jalan dari dermaga ke TPI menjadi kotor sehingga kotoran tersebut menempel pada roda trolly atau gerobak dan terbawa sampai ke TPI
Ikan dalam keranjang yang sudah sampai ke TPI ditimbang terlebih dahulu dengan cara Ikan menjadi rusak meletakkan dan banyak lendir secara kasar, ikan yang tercecer kemudian di letakkan di lantai TPI dengan cara diseret untuk kemudian dijual
2
Penanganan ikan di TPI
3
Ikan yang selesai dipasarkan kemudian diseret dengan Pengangkutan menggunakan ikan dari TPI pengait ke luar ke TPI, ikan perusahaan diangkut dan pedagang dengan menggunakan sarana angkut yang tidak tertutup dengan baik
Ikan terkena cahaya matahari dan mudah mengalami pembusukan
Upaya pengelolaan
Dibangun jalan khusus dari dermaga ke TPI untuk mengangkut ikan
Para pelaku pemasaran ikan diberi penyuluhan mengenai penanganan ikan yang baik terkait dengan sanitasi, diterapkan peraturan yang ketat mengenai cara penenganan ikan, disertai dengan pengawasan dan penerapan sangsi bagi yang melanggar
Sarana yang digunakan untuk mengangkut ikan hendaknya tertutup untuk melindungi ikan dari cahaya matahari dan memperlambat proses pembusukan ikan
85
Tabel 12 (lanjutan)
No
4
5
Dampak yang ditimbulkan terkait sanitasi Keranjang menjadi kotor akibat dari Keranjang ikan lendir dan darah tidak dicuci ikan yang secara rutin Pencucian mengering di selasetiap selesai keranjang sela keranjang, proses sehingga ikan pemasaran terkontaminasi ikan bakteri dari keranjang tersebut Lantai TPI selalu di bersihkan setiap pagi dan setiap selesai Lantai yang sudah Pembersihan proses dibersihkan masih lantai TPI pemasaran tercium bau amis setelah proses ikan dengan ikan dan kadang pemasaran menggunakan masih licin air kolam pelabuhan tanpa menggunakan desinfektan Aktivitas
Proses
Upaya pengelolaan
Keranjang dicuci setiap kali selesai lelang dengan menggunakan air bersih dan diberi desinfektan
Lantai TPI hendaknya dibersihkan dengan menggunakan air bersih dan desinfektan agar tidak menimbulkan bau dan tidak licin
Sanitasi di tempat pelelangan ikan dapat diduga mempengaruhi kualitas lingkungan di sekitarnya. Demikian pula kualitas lingkungan diduga akan berpengaruh terhadap kesehatan orang-orang yang berada di lingkungan tersebut. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sanitasi di TPI adalah penting, tidak hanya bagi mutu ikan sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, tetapi juga bagi para pelaku yang ada di dan sekitar TPI.
6.2 Perbandingan Pengelolaan Sanitasi Tempat Pelelangan Ikan di TPI PPS Nizam Zachman Jakarta Berdasarkan Standar Internasional Berdasarkan hasil pengamatan selama penelitian, atap TPI PPSNZJ kondisinya sudah rusak/bolong dan berkarat, hal ini mengakibatkan terjadinya bocor ketika ada hujan dan rontoknya serpihan karat/cat yang dapat menambah
86
kekotoran terhadap produk perikanan yang dijual di TPI. Berdasarkan ketentuan Uni Eropa dalam Regulation (EC) No 852/2004, Bab II, No. 1.c, seharusnyaTPI dilengkapi dengan atap dan dinding yang mudah dibersihkan dan dalam kondisi baik, maka perlu adanya perbaikan, bila perlu mengganti atap yang rusak untuk menghindari hasil tangkapan dari bocor dan cemaran rontoknya serpihan karat/cat. Kondisi fisik lantai tidak sesuai dengan persyaratan teknik sanitasi dan higiene yang baik di TPI (KEP. 01/MEN/2007; subbab 5.2.1). Kondisi lantai yang rusak dan berlubang bisa menambah akumulasi kekotoran di TPI dan mengakibatkan lantai TPI sulit untuk dibersihkan karena kotoran yang dihasilkan dari proses penjualan menempel pada lantai TPI yang rusak dan berlubang tersebut. Sesuai dengan ketentuan Uni Eropa dalam Regulation (EC) No 852/2004, Bab II, No. 1.a bahwa lantai TPI harus tahan air dan mudah dibersihkan, maka perlu adanya perbaikan lantai yang berlubang untuk menghindari akumulasi kotoran di tempat pelelangan ikan. Lantai TPI selalu dibersihkan setiap hari baik bagian luar maupun bagian dalam dengan menggunakan air laut tapi tanpa menggunakan desinfektan untuk menghilangkan kotoran dan bau amis. Pihak TPI diharapkan menyediakan desinfektan untuk pencucian lantai TPI serta bisa menyediakan pasokan air bersih yang cukup untuk penanganan ikan dan operasi pembersihan terhadap lantai TPI. TPI PPS Nizam Zachman Jakarta mempunyai sistem pembuangan air kotor, tetapi kondisinya kotor dan menggenang, sehingga perlu memperbaiki konstruksi saluran pembuangan agar air buangan dapat mengalir dengan lancar, memberi penutup pada saluran air buangan (limbah cair) terutama di area penanganan ikan, dan membersihkan saluran pembuangan secara rutin agar air buangan dapat mengalir dengan lancar. Sistem pembuangan air/saluran di TPI PPS Nizam Zachman Jakarta dinilai kurang baik. Air
buangan dari TPI tidak mengalir
(tergenang). Kapasitas saluran air tidak mencukupi, air buangan tidak mengalir baik di lantai atas TPI maupun di bawah, dan tidak semua saluran pembuangan tertutup sehingga saluran pembuangan tidak dapat mencegah masuknya binatang pengerat. Limbah cair yang dihasilkan dari proses pelelangan ikan di TPI tidak ditangani dengan baik, dari TPI limbah cair langsung dibuang ke laut. Begitu juga
87
dengan limbah padat yang penanganannya dinilai kurang baik. Pada saluran air pembuangan TPI, terdapat limbah padat sisa-sisa ikan yang tercecer. Saluran pembuangan yang berada di sekitar TPI dinilai kurang lancar dan terjadi penyumbatan akibat adanya sampah padat seperti bungkus dan puntung rokok, plastik dan potongan-potogan ikan yang menggenang di dalam saluran tersebut. Kondisi tersebut tidak sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Codex Alimentarius, 2009 Bab III, 3.2.2 bahwa Saluran pembuangan harus mampu menampung sampah/limbah dalam jumlah yang banyak, serta akumulasi limbah padat, semi padat atau cair harus diminimalisir untuk mencegah kontaminasi. Fasilitas yang ada di TPI PPSNZJ seperti toilet baik jumlah maupun kebersihannya dinilai kurang. Pihak TPI hendaknya menyediakan fasilitas sanitasi (sabun) di toilet dan memberi/menempel peringatan agar terbiasa untuk mencuci tangan dengan sabun, serta perlu juga adanya perbaikan kamar mandi/wc dengan menggunakan bahan yang mudah dibersihkan. Pembersihan terhadap peralatan yang digunakan di TPI tidak dilakukan secara teratur baik sebelum maupun sesudah pelelangan. Pada proses pendaratan dan pemasaran hasil tangkapan, keranjang (trays) yang digunakan tidak dicuci bersih sehingga sisa-sisa darah dan lendir masih menempel dan mengering pada keranjang. Berdasarkan hasil wawancara dengan petugas kebersihan di TPI, keranjang (trays) tidak dicuci setiap kali selesai proses pemasaran atau setiap selesai digunakan, melainkan keranjang dicuci sekitar satu bulan sekali. Hal ini dikarenakan adanya pergantian tugas dalam membersihkan keranjang yang biasanya dilakukan oleh petugas dari UPT PPS Nizam Zachman Jakarta menjadi petugas dari pihak pengelola TPI. Peralatan dan keranjang/wadah yang telah mengalami kontak langsung dengan produk, tidak dirawat dengan baik; peralatan tidak dicuci dan disanitasi sesudah digunakan dan juga disimpan dalam kondisi kotor. Adapun prosedur pembersihan/pencucian yang dilakukan oleh petugas kebersihan tidak mampu mencegah kontaminasi terhadap ikan. Pada pencucian keranjang/trays ataupun pencucian lantai TPI biasanya tidak menggunakan desinfektan, pencucian hanya dilakukan dengan menggunakan air dari kolam pelabuhan. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa pencucian
88
keranjang/trays juga tidak dilakukan secara rutin setiap setelah selesai digunakan melainkan dicuci sekitar satu bulan sekali. Penempatan peralatan dan wadah/keranjang tidak menjamin sanitasi, keranjang tidak disimpan di tempat yang terlindung dari kontaminasi melainkan disimpan secara sembarangan di sudut-sudut TPI. Kondisi fisik keranjang yang biasa digunakan sebagai wadah hasil tangkapan banyak yang sudah rusak, pihak pengelola TPI belum memiliki program pemantauan untuk membuang wadah dan peralatan yang sudah rusak/tidak digunakan, pihak pengelola TPI juga belum memiliki dokumen prosedur/program mengenai hal tersebut. Berdasarkan kondisi tersebut di atas, pihak TPI diharapkan
dapat
melaksanakan program perawatan terhadap peralatan dan sarana penanganan ikan secara rutin agar peralatan/wadah yang digunakan selalu dalam kondisi bersih dan terjaga sanitasinya. Menurut Lubis (2009b), proses pencucian keranjang/basket ikan di beberapa negara di Uni Eropa tidak dilakukan secara manual. Keranjangkeranjang ikan bekas pakai dimasukkan kedalam mesin pencuci keranjang berkapasitas 600 basket per jam. Setelah masuk kedalam mesin, keranjangkeranjang tersebut akan tercuci secara otomatis, sehingga pada saat keluar dari mesin, keranjang sudah dalam keadaan bersih. Hasil pengamatan selama penelitian diperoleh bahwa masih ada pelaku aktivitas di TPI yang merokok, makan dan minum di area penjualan ikan, serta membuang sampah sembarangan. Menurut peraturan yang tercantum dalam Codex Alimentarius, 2009 Bab III, 3.5.2 dinyatakan bahwa para pelaku di area penanganan ikan tidak diizinkan untuk merokok, meludah, makan, bersin dan batuk pada saat hasil tangkapan tidak ditutup. Pihak pengelola TPI seharusnya memasang tanda-tanda peringatan mengenai hal-hal yang tidak boleh dilakukan di area TPI dan cara penanganan ikan yang baik serta sanitasi dan higiene. Pihak TPI juga sebaiknya memberikan sangsi tegas kepada siapa saja yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan yang sudah ditetapkan. Hasil wawancara dengan petugas kebersihan menyatakan bahwa supply air bersih di TPI PPS Nizam Zachman Jakarta dinilai kurang, air yang biasa digunakan oleh petugas kebersihan berasal dari kolam pelabuhan. Sesuai dengan peraturan yang tercantum dalam Codex Alimentarius, 2009 Bab III, 3.4.5.1
89
disebutkan bahwa pasokan air bersih harus cukup, air yang digunakan untuk mencuci hasil tangkapan harus terhindar dari kontaminasi. Sebaiknya pihak pengelola TPI membuat daftar pemasok air yang digunakan untuk operasi penanganan ikan di TPI, serta melakukan program pengendalian suplier (verifikasi seperti uji laboratorium) terhadap pasokan air. Hasil wawancara dengan petugas TPI, menyebutkan bahwa ketersediaan air bersih untuk membersihkan TPI dinilai kurang baik. Pasokan air tidak cukup, khususnya di TPI pasokan airnya kecil (termasuk untuk mencuci lantai), air yang tersedia dinilai tidak cukup. Fasilitas kran air bersih di TPI jumlahnya sangat terbatas sehingga menghambat para pelaku aktivitas pelelangan dalam menjaga kebersihan. Air yang tersedia di TPI bisa dikatakan dapat terkontaminasi, hal ini dapat dilihat dari selang air di TPI tergeletak di lantai (tidak dilengkapi dengan gantungan). Kebutuhan akan es di PPSNZJ disediakan oleh Perum PPS. Perbekalan es dari Perum PPS tidak dijual langsung kepada armada-armada penangkapan ikan melainkan dijual melalui agen-agen. Perum PPS mengoperasikan 2 unit pabrik es dengan kapasitas 150 ton/hari dan untuk memasok kebutuhan es dalam operasi penangkapan ikan, pabrik es yang dikelola pihak swasta yaitu PT. Safritindo Dwi Santoso mempunyai kapasitas 240 ton/hari. Kondisi fasilitas pabrik es di kawasan PPSNZJ dalam keadaan baik sehingga masih mampu menyuplai es ke pelabuhan. Sumber air yang digunakan untuk pembuatan es di perusahaan tersebut dinilai cukup baik, es dibuat dengan menggunakan air bersih. Hal ini sudah sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Codex Alimentarius, 2009. Bab III, 3.4.5.2 bahwa es yang digunakan harus diproduksi dengan menggunakan air bersih. Namun, masih terdapat kekurangan dalam hal penanganan es tersebut pada saat akan digunakan. Es yang akan digunakan tidak terlindung dari kontaminasi, es diangkut dengan menggunakan truk yang dilengkapi dengan bak kayu dalam keadaan terbuka (Widiastuti, 2010). Hasil tangkapan setelah pendaratan dinilai kurang aman, karena setelah pendaratan, ikan diangkut menggunakan gerobak dorong/trolly dari dermaga ke TPI dalam keadaan terbuka sehingga terkena cahaya matahari secara langsung. Pengaruh sinar matahari secara lagsung dapat menyebabkan penurunan mutu ikan
90
lebih cepat, sedangkan sepanjang jalur pengangkutan ikan dari dermaga ke TPI tidak dilengkapi dengan kanopi untuk melindungi ikan agar tidak terkena sinar matahari langsung. Selain itu, jarak dari dermaga ke TPI yang digunakan sebagai jalur pengangkutan ikan juga terlalu jauh. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa kondisi trolly yang digunakan untuk mengangkut ikan dalam keadaan berkarat, sehingga karat tersebut menempel pada keranjang ikan dan dapat mengakibatkan kekotoran pada produk
ikan.
Menurut
Lubis
(2009b),
di
negara-negara
Uni
Eropa
basket/keranjang ikan diangkat dari kapal dengan crane dan langsung diangkut ke TPI dengan forklift atau dari kapal ikan disalurkan ke TPI dengan conveyor. Menurut ketentuan Uni Eropa dalam Regulation (EC) No 852/2004, Bab II, No. 2 bahwa fasilitas yang digunakan harus memadai, menggunakan bahan yang halus, tahan karat, dan mudah dibersihkan. Berdasarkan kondisi tersebut di atas, maka perlu adanya relokasi terhadap bangunan TPI agar tidak terlalu jauh jaraknya dengan dermaga bongkar dan sebaiknya sepanjang jalur pengangkutan dari dermaga bongkar ke TPI memakai kanopi/penutup di atasnya agar produk perikanan terhindar dari cahaya matahari secara langsung. Seperti yang dikatakan oleh Lubis, et al. 2010, bahwa waktu yang dibutuhkan dalam proses penanganan hasil tangkapan dipengaruhi oleh alat angkut yang digunakan, jarak dan waktu tempuh serta kondisi jalan yang mendukung agar tidak terjadi keterlambatan dalam pengangkutannya. Kondisi hasil tangkapan akan semakin baik apabila waktu yang dibutuhkan dalam proses penanganan hasil tangkapan semakin singkat. Selain itu, perlu adanya perbaikan atau bila perlu mengganti peralatan-peralatan yang terbuat dari bahan yang mudah berkarat untuk menghindari terjadinya akumulasi kotoran terhadap produk ikan. Tentu saja perbaikan atau pergantian peralatan tersebut harus diimbangi dengan pemeliharaan yang baik dan rutin. Begitu juga pada proses pengangkutan dari TPI ke perusahaan, pedagang, dan/atau pengolah ikan tidak menggunakan alat angkut yang tertutup sehingga produk terkena cahaya matahari secara langsung. Pengangkutan ikan sebaiknya menggunakan mobil berinsulasi untuk mengganti mobil/truk yang terbuka agar terlindung dari cahaya matahari. Hasil tangkapan yang mengalami penundaan
91
sebaiknya disimpan terlebih dahulu di ruang dingin/cool room untuk mempertahankan mutu ikan. Pada proses pemasaran ikan terlihat bahwa hasil tangkapan dijual pada tempat yang kurang bersih. Sebelum dipasarkan, ikan dalam keranjang ditimbang terlebih
dahulu.
Penimbangan
ikan
dilakukan
secara
manual
dengan
menggunakan timbangan yang kondisinya berkarat. Menurut Lubis (2009b), di beberapa negara Uni Eropa, teknik pelelangan ikan sudah semakin berkembang, sehingga nelayan dan konsumen mendapatkan kepuasan baik dalam kebersihan, penimbangan maupun dalam harga dan kualitas ikannya. Proses pelelangan ikan di Uni Eropa saat ini telah dilakukan dengan teknologi komputerisasi melalui sistem BIP (Borne Interactive de Pesées) atau mesin lelang elektronik yang mendeteksi secara otomatis berat, jenis ikan, dan kategori kualitas berdasarkan ketentuan yang telah disepekati oleh Uni Eropa dengan menganut metode QIM (Qualité, Indice et Méthode). Semua informasi ditampilkan di layar lebar dengan akurat dan cepat.
Tabel 13 Perbandingan pengelolaan sanitasi TPI PPSNZJ dengan pengelolaan sanitasi TPI berdasarkan ketentuan Internasional No 1
Pengelolaaan sanitasi TPI berdasarkan Ketentuan Internasional Konstruksi bangunan a. Permukaan dinding dan batas dinding dengan lantai harus terbuat dari bahan yang kedap air dan mudah dibersihkan b. Fasilitas yang digunakan harus memadai, menggunakan bahan yang halus, tahan karat, dan mudah dibersihkan c. Lantai harus mudah dibersihkan dan disertaidengan sistem
Pengelolaan sanitasi di TPI PPSNZJ
Referensi
Permukaan dinding tidak kedap air dan sulit dibersihkan, permukaan dinding berlubang dan berlumut; batas dinding dengan lantai kedap air dan mudah dibersihkan.
Codex Alimentarius, 2009. Bab III, 3.2.1
Fasilitas yang digunakan kurang memadai, fasilitas Regulation (EC) yang digunakan tidak No 852/2004, Bab tahan karat seperti II, No. 2 timbangan dan trolly. Lantai tidak mudah Regulation (EC) dibersihkan karena lantai No 852/2004, Bab ada yangberlubang/rusak,
92 Tabel 13 (lanjutan)
No
Pengelolaaan sanitasi TPI berdasarkan Ketentuan Internasional drainase yang memadai d. Penerangan di area penanganan ikan harus cukup
2
e. Langit-langit atau atap dan semua perlengkapan harus dapat mencegah akumulasi kotoran, menghambat pertumbuhan jamur dan jatuhnya partikel f. Setiap bak pencuci atau fasilitas lainnya yang disediakan untuk mencuci hasil tangkapan harus memiliki pasokan air yang cukup sesuai persyaratan dan harus tetap bersih. Saluran pembuangan a. Saluran pembuangan harus mampu menampung sampah/limbah dalam jumlah yang banyak b. Akumulasi limbah padat, semi padat atau cair harus diminimalisir untuk mencegah kontaminasi
3
Pengelolaan sanitasi di TPI PPSNZJ
Referensi
disertai dengan sistem drainase namun dinilai kurang memadai Penerangan di area penanganan ikan dinilai kurang cukup
Codex Alimentarius, 2009. Bab III, 3.2.3
Atap TPI sudah rusak/bolong dan berkarat sehingga terjadi bocor ketika ada hujan
Regulation (EC) No 852/2004, Bab II, No. 1.c
Pasokan air dinilai kurang cukup untuk mencuci fasilitas di TPI, kondisi kebersihan fasilitas kurang terjaga
Regulation (EC) No 852/2004, Bab II, No. 3
Saluran pembuangan di TPI tidak mampu menampung sampah/limbah dalam jumlah banyak Libah padat, semi padat atau cair tidak ditagani dengan baik sehingga mengakibatkan saluran pembuangan menjadi tergenang
Codex Alimentarius, 2009. Bab III, 3.2.2 Codex Alimentarius, 2009. Bab III, 3.2.2
Pasokan air a. Pasokan air bersih harus cukup
Pasokan air bersih dinilai kurang, untuk mencuci hasil tangkapan masih menggunakan air kolam pelabuhan.
b. Air yang digunakan untuk mencuci hasil
Air yang digunakan untuk mencuci hasil
Codex Alimentarius, 2009. Bab III, 3.4.5.1 Codex Alimentarius,
93 Tabel 13 (lanjutan)
No
4
5
6
Pengelolaaan sanitasi TPI berdasarkan Ketentuan Internasional
Pengelolaan sanitasi di TPI PPSNZJ
Referensi
tangkapan harus terhindar dari kontaminasi
tangkapan menggunakan air kolam pelabuhan sehingga dapat terkontaminasi
2009. Bab III, 3.4.5.1
a. Harus diproduksi dengan menggunakan air bersih
Es diproduksi dengan menggunakan air bersih.
Codex Alimentarius, 2009. Bab III, 3.4.5.2
Es
Es tidak terlindung dari kontaminasi, es diangkut b. Harus terlindung dari dengan menggunakan kontaminasi truk yang dilengkapi dengan bak kayu Penanganan limbah/sampah a. Limbah/sampah harus Masih terdapat dijauhkan dari area sampah/limbah di area penanganan dan penanganan ikan pengolahan ikan Fasilitas untuk b. Fasilitas untuk menampung sampah menampung tidak dipelihara dengan sampah/limbah harus baik, disekitar TPI hanya dipelihara dengan baik terdapat satu buah Kebersihan pelaku a. Para pelaku harus dibiasakan mencuci Para pelaku aktivitas tangan pada awal tidak dibiasakan untuk penanganan ikan dan mencuci tangan sebelum saat kembali memasuki dan sesudah penanganan area pengolahan, serta ikan segera setelah menggunakan toilet b. Para pelaku di area penanganan ikan tidak Masih banyak para diizinkan untuk pelaku di TPI yang merokok, meludah, merokok, meludah, dan makan, bersin dan makan sembarangan batuk pada saat hasil serta masih ada yang tangkapan tidak memakai perhiasan ditutup, memakai berharga yang dapat perhiasan yang mengancam keselamatan menimbulkan ancaman para pelaku di TPI bagi keselamatan
Codex Alimentarius, 2009. Bab VII, No. 4 Codex Alimentarius, 2009. Bab III, 3.4.6 Codex Alimentarius, 2009. Bab III, 3.4.6
Codex Alimentarius, 2009. Bab III, 3.5.2
Codex Alimentarius, 2009. Bab III, 3.5.2
94
6.3 Upaya Pengelolaan Sanitasi yang Dilakukan Pihak Pengelola TPI PPS Nizam Zachman Jakarta Hasil wawancara dengan pihak pengelola pelabuhan, didapatkan informasi bahwa penanganan dan pengawasan sanitasi dan kebersihan tempat pelelangan ikan berada di bawah pengawasan langsung pihak UPT PPS Nizam Zachman Jakarta dan berkoordinasi dengan pihak pengelola TPI Muara Baru. Pengawasan sanitasi tempat pelelagan ikan dilakukan setiap kali diadakannya proses pelelangan ikan oleh petugas dari Seksi Pengawasan Mutu PPS Nizam Zachman Jakarta. Petugas mengawasi fasilitas dan aktivitas pelelangan ikan terkait dengan sanitasi dan kebersihannya dengan mengacu pada Kep.01/MEN/2007 tentang Persyaratan Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan pada Proses Produksi, Pengolahan dan Distribusi. Pemanfaatan dan pengawasan sanitasi dan hygiene di tempat pelelangan ikan PPS Nizam Zachman Jakarta memiliki beberapa kriteria yang mengacu pada Kep.01/MEN/2007. Kriteria tersebut yaitu (PPSNZJ, 2011): 1) Lokasi dan lingkungan: penanganan sampah, limbah dan peralatan harus ditangani dengan baik; sistem pembuangan air/salurannya baik; tidak terdapat debu yang berlebihan di jalanan dan tempat parkir; terdapat kontrol untuk mencegah serangga, tikus, dan binatang pengganggu lainnya; 2) Konstruksi bangunan: rancangan bangun, bahan-bahan atau konstruksinya tidak menghambat program sanitasi; lantai terbuat dari bahan yang mudah diperbaiki; konstruksi lantai sesuai persyaratan teknis sanitasi dan hygiene; pertemuan antara lantai dan dinding mudah dibersihkan; kemiringan sesuai; kedap air; dinding tahan air, halus, dan mudah dibersihkan serta pada ketinggian dibawah 100 cm bebas dari benda-benda yang dapat mengganggu proses pembersihan; penerangan cukup; lampu di ruang penanganan ikan segar adalah aman (ada pelindung); tidak terdapat kapang/jamur di ruang penanganan; 3) Saluran pembuangan: kapasitas saluran air mencukupi; dinding saluran air halus dan kedap air; saluran pembuangan tertutup dan dilengkapi bak kontrol; dapat mencegah masuknya binatang pengerat;
95
4) Pasokan air: air mudah dijangkau/cukup tersedia; pasokan air cukup; air tidak dapat terkontaminasi; air layak digunakan; air mendapat persetujuan dari instansi yang berwenang; air laut yang digunakan mendapat persetujuan dari pihak yang berwenang; air laut yang digunakan sesuai dengan persyaratan; 5) Pasokan solar: tidak ada kontaminasi dari solar; 6) Es: es dibuat dari air/air laut yang memenuhi persyaratan; dibuat dari air yang sudah diijinkan; ditangani sesuai persyaratan; tidak digunakan kembali untuk ikan lain; 7) Penanganan limbah: limbah cair ditangani dengan baik; limbah padat ditangani atau dikumpulkan pada wadah yang mencukupi jumlahnya; 8) Toilet: ada fasilitas toilet di TPI; dilengkapi dengan sabun atau lap serta ada peringatan agar membiasakan mencuci tangan; 9) Konstruksi dan pemeliharaan wadah dan alat lain: permukaan peralatan, wadah dan lain-lain yang kontak dengan produk dibuat dari bahan yang sesuai persyaratan seperti halus, tahan karat dan tahan air; rancang bangun, konstruksi dan penempatan peralatan dan wadah menjamin sanitasi dan dapat dibersihkan secara efektif; peralatan dan wadah yang masih digunakan dirawat dengan baik; ada program pemantauan untuk membuang wadah dan peralatan yang sudah rusak/tidak digunakan; peralatan kebersihan tersedia; 10) Peralatan untuk penanganan awal seperti trays, plastik, box, trolly: wadah terbuat dari bahan yang dapat melindungi ikan dari kerusakan fisik serta kedap air; dirawat dengan baik; ada lubang pembuangan air; 11) Pembersihan dan sanitasi: peralatan dan wadah yang kontak langsung dengan produk dicuci dan disanitasi sebelum dan sesudah digunakan; prosedur pembersihan/pencucian mencegah kontaminasi terhadap ikan; ruang yang digunakan untuk pembongkaran dan pemuatan ikan dipelihara kebersihan dan sanitasinya; 12) Kontrol sanitasi: ada program sanitasi dan efektif di TPI; kontrol sanitasi efektif melindungi ikan dari kontaminasi;
96
13) Binatang peliharaan dan binatang lainnya: binatang pengerat/peliharaan seperti tikus, anjing, kucing, kambing dicegah masuk ke lingkungan TPI; 14) Sarana penanganan: sarana penanganan mencukupi; suhu ikan sesuai persyaratan. Selanjutnya disebutkan bahwa berdasarkan hasil penilaian yang dilakukan oleh pihak pengawas mutu, masih terdapat beberapa penyimpangan dari kriteria yang dijadikan sebagai patokan dalam pengelolaan dan pengawasan sanitasi dan kebersihan di TPI PPS Nizam Zachman Jakarta. Penyimpangan tersebut yaitu: penanganan sampah, limbah dan peralatan tidak baik, di lokasi TPI dan lingkungan masih terdapat sampah berserakan; sistem pembuangan air/saluran kurang baik, di TPI air buangan tidak mengalir (tergenang); tidak ada kontrol untuk mencegah serangga, tikus, dan binatang pengganggu lainnya, semua area penanganan tidak diberi pagar pembatas/penutup yang efektif untuk mencegah masuknya binatang pengganggu; bangunan, bahan-bahan atau konstruksinya menghambat program sanitasi, tiang dan atap TPI berkarat dan banyak cat yang rontok; lantai tidak sesuai persyaratan teknik sanitasi dan higiene, di TPI lantai ada yang berlubang; terdapat kapang/jamur di ruang penanganan, di dinding TPI banyak tumbuh lumut/terdapat kotoran; dinding saluran air tidak halus dan; kapasitas saluran air tidak mencukupi, air buangan tidak mengalir di lantai atas TPI dan di lantai bawah; tidak semua saluran pembuangan tertutup sehingga dapat mencegah masuknya binatang pengerat, pada saluran pembuangan tidak dilengkapi dengan screen; pasokan air tidak cukup, di TPI pasokan air kecil (termasuk untuk mencuci lantai); air tidak mudah dijangkau/tidak cukup tersedia, di TPI fasilitas kran air terbatas; air dapat terkontaminasi karena selang air di TPI tergeletak di lantai (tidak dilengkapi dengan gantungan); es tidak ditangani sesuai persyaratan sanitasi, es diangkut dengan menggunakan truk yang dilengkapi dengan bak kayu; limbah cair tidak ditangani dengan baik, di TPI limbah cair langsung dibuang ke laut; limbah padat tidak ditangani dengan baik, di saluran air pembuangan TPI terdapat limbah padat sisa-sisa ikan; toilet ada namun tidak dilengkapi dengan sabun/lap serta tidak ada peringatan agar membiasakan mencuci tangan; permukaan peralatan tidak tahan karat, timbangan dan trolly yang digunakan berkarat; penempatan peralatan dan wadah tidak menjamin
97
sanitasi, keranjang tidak disimpan di tempat yang terlindung dari kontaminasi; peralatan dan wadah yang masih digunakan tidak dirawat dengan baik, keranjang disimpan dalam kondisi kotor; tidak ada program pemantauan untuk membuang wadah dan peralatan yang sudah rusak/tidak digunakan, di TPI belum memiliki dokumen prosedurnya/program; wadah tidak dirawat dengan baik, keranjang yang digunakan disimpan dalam kondisi kotor; peralatan dan wadah yang kontak langsung dengan produk, tidak dicuci dan disanitasi sesudah digunakan, keranjang disimpan dalam kondis kotor; prosedur pembersihan/pencucian tidak mencegah kontaminasi terhadap ikan, keranjang dan timbangan masih dalam kondisi kotor; area yang digunakan untuk pembongkaran dan pemuatan ikan tidak dipelihara kebersihan dan sanitasinya, di dermaga pembongkaran banyak terdapat sampah, genangan air dan pedagang makanan; tidak ada program sanitasi yang efektif di pelabuhan/TPI, belum ada dokumen Prosedur Standar Operasi Sanitasi (SSOP); kontrol sanitasi tidak efektif melindungi ikan dari kontaminasi, di area penanganan ikan banyak kendaraan roda dua parkir; serta binatang peliharaan tidak dicegah masuk ke lingkungan TPI, di area penanganan masih didapati kucing dan anjing. Upaya pengelolaan yang dilakukan oleh pihak TPI PPS Nizam Zachman Jakarta dinilai kurang optimal. Walaupun pembersihan lantai TPI dilakukan secara rutin setiap hari sebelum dan sesudah proses pemasaran ikan, namun kenyataannya kebersihan dan sanitasi masih kurang terjaga, pihak UPT dan TPI PPS Nizam Zachman Jakarta terus melakukan berbagai macam upaya pengelolaan sanitasi dan kebersihan, salah satunya adalah melakukan pengawasan terhadap sanitasi dan kebersihan di TPI dengan mengacu pada Kep/01/MEN/2007. Namun pada kenyataannya peraturan tersebut belum benar-benar diterapkan secara optimal. Salah satu penyebabnya adalah lemahnya pengetahuan para pelaku aktivitas di tempat pelelangan ikan terhadap pentingnya menjaga mutu hasil tangkapan. Selain itu, tidak adanya sangsi tegas bagi pelanggar peraturan sehingga mengakibatkan pengelolaan sanitasi tempat pelelangan ikan menjadi lemah. Menurut petugas kebersihan di TPI, setiap kali proses pelelangan ikan selesai, para petugas TPI mulai menyemprot lantai hingga bersih. Penyemprotan dilakukan secara menyeluruh di setiap bagian TPI. Kemiringan lantai TPI dibuat
98
hingga 20 agar memudahkan dalam pembersihan lantai TPI. Dengan kemiringan 20 tersebut, air sisa pembersihan lantai TPI akan mengalir secara langsung ke dalam saluran pembuangan. Upaya pengelolaan sanitasi sampai saat ini masih mengalami beberapa hambatan, antara lain dari prilaku nelayan, kuli angkut, pedagang, dan peserta lelang yang kurang memberi perhatian serta kesadaran akan pentingnya sanitasi dan kebersihan di lingkungan tempat pelelangan ikan. Hal tersebut juga menghambat petugas dari pihak pengelola TPI dan pihak pengelola pelabuhan dalam menjalankan pengawasan sanitasi dan pelaksanaan program sanitasi. Area yang digunakan untuk pembongkaran dan pemuatan ikan tidak dipelihara kebersihan dan sanitasinya, di dermaga pembongkaran banyak terdapat sampah, genangan dan pedagang makanan. Program sanitasi yang diterapkan di TPI PPS Nizam Zachman Jakarta dapat dikatakan belum efektif. Kontrol sanitasi yang dilakukan juga tidak efektif melindungi ikan dari kontaminasi, di area penanganan ikan banyak kendaraan roda dua parkir dan binatang peliharaan tidak dicegah masuk ke lingkungan TPI, yang diindikasikan di area penanganan masih didapati kucing. Kondisi sanitasi dan kebersihan yang kurang terjaga ini disebabkan oleh kurangnya kesadaran masyarakat nelayan, para pelaku di TPI dan sekitarnya untuk menjaga sanitasi dan kebersihan, baik ruangan, fasilitas, dan juga ikan hasil tangkapan yang didaratkan. Pencucian TPI seharusnya tidak hanya menggunakan air bersih saja, melainkan menambahkan desinfektan untuk mencegah terjadinya kontaminasi dengan bakteri dan untuk mengurangi bau tidak sedap, seperti yang terdapat di pelabuhan-pelabuhan perikanan Prancis. Persiapan dan penanganan ikan di dalam ruangan TPI harus ditangani dengan baik dan hati-hati untuk mencegah kerusakan fisik, daging ikan harus dijaga kebersihannya. Oleh karena itu, peralatan yang digunakan harus bersih dan terbuat dari bahan yang mudah untuk dibersihkan.
7
KESIMPULAN DAN SARAN
7.2 Kesimpulan 1) Aktivitas-aktivitas yang berhubungan dengan sanitasi di tempat pelelangan ikan PPS Nizam Zachman Jakarta meliputi pengangkutan ikan dari dermaga ke TPI; penanganan ikan di TPI; pengangkutan ikan dari TPI ke luar TPI sebelum didistribusikan; pencucian keranjang yang digunakan; serta pembersihan lantai TPI setelah dan sebelum proses pemasaran. Dampak dari tidak baiknya kondisi sanitasi akibat aktivitas yang berlangsung di tempat pelelangan ikan antara lain karena tidak ditaatinya peraturan oleh para pengguna pelabuhan karena keterbatasan fasilitas penanganan yang sesuai dan keterbatasan pengetahuan para pengguna pelabuhan. Dampak sanitasi yang tidak ditangani dengan baik di TPI PPS Nizam Zachman Jakarta adalah timbulnya bau yang tidak sedap sehingga mengganggu kenyamanan dalam beraktivitas, dan mengurangi nilai estetika/keindahan. Sanitasi yang tidak baik berpengaruh terhadap lingkungan, kesehatan, mutu dan harga ikan. 2) Bentuk pengelolaan sanitasi tempat pelelangan ikan di PPS Nizam Zachman Jakarta adalah dengan mengacu pada Kep.01/MEN/2007 tentang persyaratan jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan pada proses produksi, pengolahan dan distribusi. Petugas mengawasi fasilitas dan aktivitas pemasaran ikan terkait dengan sanitasi dan kebersihannya. Penanganan dan pengawasan sanitasi dan kebersihan tempat pelelangan ikan berada di bawah pengawasan langsung pihak UPT PPS Nizam Zachman Jakarta dan berkoordinasi dengan pihak pengelola TPI Muara Baru. Pengawasan sanitasi tempat pelelangan ikan dilakukan oleh petugas dari Seksi Pengawasan Mutu PPS Nizam Zachman Jakarta. 3) Alternatif solusi bentuk pengelolaan sanitasi tempat pelelangan ikan PPS Nizam Zachman Jakarta berstandar Internasional adalah dengan adanya perbaikan terhadap pengelolaan sanitasi dan kebersihan di tempat pelelangan ikan, yaitu: memperbaiki lantai yang berlubang; melaksanakan program perawatan terhadap peralatan dan sarana penanganan ikan; memperbaiki konstruksi saluran pembuangan, memberi penutup pada saluran air buangan
100
(limbah cair), dan membersihkan saluran pembuangan secara rutin; menyediakan pasokan air bersih yang cukup; memasang tanda-tanda peringatan; membuat daftar pemasok air yang digunakan di TPI dan melakukan program pengendalian suplier (verifikasi seperti uji laboratorium); menyediakan fasilitas sanitasi (sabun) di toilet, perbaikan kamar mandi/wc; memperbaiki atap yang rusak; menggunakan mobil berinsulasi; serta membuat program prosedur standar operasi sanitasi dan Good Handling Practices di seluruh tahapan penanganan ikan di TPI.
7.3 Saran 1) Perlu adanya upaya pengurangan dampak negatif yang ditimbulkan dari aktivitas di TPI melalui penerapan program prosedur standar operasi sanitasi dan Good Handling Practices di seluruh tahapan penanganan ikan di TPI. 2) Perlu adanya koordinasi antara pihak pengelola TPI dengan pihak UPT PPS Nizam Zachman Jakarta dalam hal pengelolaan sanitasi dan higienitas di TPI PPS Nizam Zachman Jakarta agar sanitasi di TPI tetap terjaga dengan baik. 3) Perlu menerapkan standarisasi pengelolaan sanitasi tempat pelelangan ikan PPS Nizam Zachman Jakarta seperti pengelolaan sanitasi tempat pelelangan ikan berdasarkan ketentuan Internasional agar tidak kalah bersaing dengan pelabuhan perikanan di negara-negara maju yang telah menerapkan ketentuan ini.
DAFTAR PUSTAKA [Anonim]. 2006. Syarat Pembuatan Tempat Sampah yang Baik. http://organisasi. org/syarat_pembuatan_tempat_sampah_yang_baik_. [16-09-2011]. [Anonim]. 2008. System Sanitasi. http://www.bangfad.com/search/syarat-aluranpembuangan-air-limbah. [16-09-2011]. [Anonim]. 2010a. About Tsukiji Market. http://www.tsukijimarket.or.jp/youkoso/ about_e.htm [09-10-2010]. [Anonim]. 2010b. Tsukiji Fish Market-Tokyo Fish Market. http://www.Japanese lifestyle.com.au/tokyo/tsukiji_fish_market.htm [09-10-2010]. [Anonim]. 2010c. The Tsukiji Market. Tokyo Metropolitan Central Wholesale Market. http://www.tsukiji-market.or.jp/tukiji_e.htm[09-10-2010]. [Anonim]. 2010d. Tokyo Travel: Tsukiji Fish Market. www.japan-guide.Com/e/e 3021.html [15-10-2010]. [Anonim]. 2010e. Food Sanitation of The Market. http://www.tsukiji-market.or. jp/eisei_e/eisei_e.htm [15-10-2010]. [Anonim]. 2011a. Geografi Jakarta Utara. http://www.jakarta-utara.com/gov/ pemerintahan/geo.php [05-01-2011]. [Anonim]. 2011b. Geografi Jakarta Utara. www.jakarta-utara.com/gov/pemerintahan/geo.php. [07-05-2011]. [Anonim]. 2011c. Topografi Jakarta Utara. Jakartabox.com/search/topografi+ Jakarta+utara. [07-05-2011]. Bahrum, Z. 2010. Sewa Rp 400 Juta Kondisi TPI Muara Baru Memprihatinkan. http://metro.kompasiana.com/2010/08/15/sewa-rp-400-juta-kondisi-tpi-mua ra-baru-memprihatinkan/. [15-09-2011]. [BPS DKI Jakarta] Biro Pusat Statistik Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta. 2011. Hasil Sensus Penduduk 2010. http://www.bps.go.id/hasilSP2010/dki/ 3175.pdf [05-01-2011]. Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan DKI Jakarta. 2011. Laporan Bulanan Tempat Pelelangan Ikan Muara Baru Tahun 2010. Jakarta: Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan DKI Jakarta. Dopplinger, F. 1968. Report on a Visit to The Fishing Port of Bremerhaven/ Germany. www.dfo-mpo.gc.ca/Library/1139.pdf [10-01-2012]. [DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan. 2009a. Undang-undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan. http://www.depdagri.go.id/produkhukum /2009/10/29/undang-undang-no-45-tahun-2009. [7-5-2010].
102
[DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan. 2009b. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: PER.16/MEN/2006 tentang Pelabuhan Perikanan. http://penangkapanikan.files.wordpress.com/2008/10/perat-menteri-16-men2006-tentang-pelabuhan.pdf [7-5-2010]. [DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan. 2007. Kep.01/MEN/2007 tentang Persyaratan Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan pada Proses Produksi, Pengolahan dan Distribusi. http://hukum.unsrat.ac.id/men/menlaut _1_2007.pdf. [09-04-2011]. European Union. 2004. Regulation (EC) No 852/2004 of the European Parliament and of the Council of 29 April 2004 on the hygiene of foodstuffs. Official Journal of the European Union. No. 139: 1-19. [FAO] Food and Agriculture Organization of the United Nation dan [WHO] World Healt Organization. 2009. Codex Alimentarius. Code of Practice for Fish and Fishery Products. Rome, Italy: FAO and WHO. Hadi. 2011. Sejarah dan Geografis Jakarta Utara. http://en.wisatapesisir. com/news/86--sejarah-dan-geografis-jakarta-utara-. [05-09-2011]. Hanan, F.A. 2006. Kajian Awal Peningkatan Status Pelabuhan Perikanan Nusantara (Tipe B) di Brondong Lamongan Menjadi Pelabuhan Perikanan Samudera (Tipe A) Ditinjau dari Teknis Operasional. Skripsi (Tidak Dipublikasikan). Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.78 hal. Hardono, J. 2009. Potensi Penerimaan Retribusi di PPS Nizam Zachman Jakarta. eprints.lib.ui.ac.id/.../125614-T%2026281-Potensi%20penerimaanAnalisis. [05-09-2011]. Lubis, E. 2009a. Bahan Kuliah Pelabuhan Perikanan. Bogor: Laboratorium Manajemen Kepelabuhanan Perikanan. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Lubis, E. 2009b. Saatnya Benahi Pelabuhan Perikanan. http:// majalahsamudra. blogspot.com/2009/07/ [02-04-2010]. Lubis, E. dan A.B. Pane. 2010. Priority of Fishing Port Expansion in Northern Coast of Central Java Based on The Supporting Power Potency. Indonesian Fisheries Research Journal. No. 2 : 59-67. Lubis, E. 2010. Diktat Pelabuhan Perikanan. Bogor: Laboratorium Manajemen Kepelabuhanan Perikanan. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 74 hal. Lubis, E., E.S. Wiyono, dan M. Nirmalanti. 2010. Penanganan Selama Transportasi Terhadap Hasil Tangkapan Didaratkan di Pelabuhan Perikanan
103
Samudera Nizam Zachman: Aspek Biologi dan Teknis. Jurnal Mangrove dan Pesisir. No. 1 : 1-7. Lubis, E., A.B. Pane, Y. Kurniawan, J. Chaussade, C. Lamberts, dan P. Pottier. 2005. Atlas Perikanan Tangkap dan Pelabuhan Perikanan di Pulau Jawa. Suatu Pendekatan Geografis Perikanan Tangkap Indonesia. Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Mahyuddin, B. 2007. Pola Pengembangan Pelabuhan Perikanan dengan Konsep Triptyque Portuaire. Kasus Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu. Disertasi (Tidak Dipublikasikan). Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 257 hal. Marwan, UM. 2010. Proyeksi Dampak Penyelenggaraan Pelelangan Ikan di Pangkalan Pendaratan Ikan Pontap Kota Palopo, Sulawesi Selatan. Skripsi (Tidak Dipublikasikan). Bogor: Departemen Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Peranian Bogor.102 hal. Menai, ES. 2007. Tinjauan Penanganan Hasil Perikanan Tangkap dan Analisis Prospek Penerapan Program HACCP pada Pangkalan Pendaratan Ikan Manokwari Papua. Skripsi (Tidak Dipublikasikan). Bogor: Departemen Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Peranian Bogor. 98 hal. Mulyadi, MD. 2007. Analisis Pendaratan dan Penanganan Hasil Tangkapan serta Fasilitas Terkait di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Pekalongan. Skripsi (Tidak Dipublikasikan). Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 135 hal. Nugraha, AD. 2009. Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta. http://ppsnzj.blogspot.com/2009/07/pelabuanperikanansamuderanizam.html. [ 07-05-2011]. Pane, AB. 2007. Evaluasi Peran Basket/Wadah Hasil Tangkapan di PPN Palabuhanratu. Makalah Seminar Perikanan Tangkap Nasional, Desember 2007. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Pane, AB. 2008. Basket Hasil Tangkapan dan Keterkaitannya dengan Mutu Hasil Tangkapan dan Sanitasi di TPI PPN Palabuhanratu. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia. No. 13: 150-157. Pemerintah Propinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta. 2006. Peraturan Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta Nomor 71 Tahun 2006 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan Pelelangan Ikan oleh Koperasi Primer Perikanan di Propinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta. Jakarta: Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan DKI Jakarta.
104
Perum Prasarana Perikanan Samudera. 2001. Perum Prasarana Perikanan Samudera Cabang Jakarta. Leaflet. Jakarta: Perum Prasarana Perikanan Samudera. Pramitasari, S.D., S. Anggoro dan I. Susilowati. 2006. Analisis Efisiensi TPI (Tempat Pelelangan Ikan) Kelas 1, 2 dan 3 di Jawa Tengah dan Pengembangannya untuk Peningkatan Kesejahteraan Nelayan. Jurnal Pasir Laut. No. 2 : 12-21. http://eprints.undip.ac.id/4289/1/5b-Dinda.pdf [12-022011]. [PPSNZJ] Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta. 2011. Profil Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta2011. Jakarta: PPSNZJ. [PPSNZJ] Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta. 2010. Laporan Bulanan Seksi Sarana Bidang Pengembangan Periode Oktober Tahun 2010. Jakarta: PPSNZJ. [PPSNZJ] Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta. 2011. Laporan Statistik Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta 2010. Jakarta: PPSNZJ. [PPSNZJ] Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta. 2008. Laporan Tahunan Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta 2008. Jakarta: PPSNZJ. Rusmali, K. 2004. Analisis Aktivitas Pendaratan dan Pemasaran Hasil Tangkapan dan Dampaknya terhadap Sanitasi di Pelabuhan Perikanan Samudera Jakarta, Muara Baru DKI Jakarta. Skripsi (Tidak Dipublikasikan). Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 110 hal. Setiawan, H. 2006. Analisis Pendaratan dan Penanganan Hasil Tangkapan dan Hubungannya dengan Fasilitas Terkaitnya di PPP Bajomulyo Juwana Pati Skripsi (Tidak Dipublikasikan). Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 148 hal. Widiastuti, A. 2010. Kinerja Operasional Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta Skripsi (Tidak Dipublikasikan). Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 95 hal.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Peta Lokasi PPS Nizam Zachman Jakarta
Keterangan: Lokasi penelitian terletak di PPS Nzam Zachman Jakarta, Muara Baru (Teluk Jakarta), Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara, yaitu berada di 6025’ Lintang Selatan dan 10605’ Bujur Timur. Luas secara keseluruhan sekitar 98 ha, luas tersebut dibagi kedalam tiga areal, yaitu kawasan industri 48 ha, areal fasilitas Perum dan UPT PPSNZJ 10 ha, dan kolam pelabuhan 40 ha Sumber: PPSNZJ 2010