1627 UMU
36
Lampiran 4. 1 Draft Publikasi I
Transplantasi Sel Ponca .Mesenkimal Pada Lesi Spondilitis Tuberkulosis Kelinci : Telaah Pada Aktifitas Sel Osteoblas Melalui Biomarker CBFA-1, ALP dan OPN. *R ahyussal irn , **Tri Kumiawati, ***Nuryati Chairani, *** Sutjahyo,
*Ismail,
****Diah lskandriati, *****Ami
*Errol Diana Fitri
U.
Hutagalung,
*Departemen Orthopaedi dan Traumatolog i Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia **Kiaster Stem Cell and Tissue Engineering, MERC Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ***Departernen Patologi Anatom ik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia * * **Pusat Studi Satwa Primata lnstitut Pettanian Bogor *****Rumah Sakit Hewan lnstitut Pertanian Bogor
ABSTRAK Latar Belakang : Debris bakteri JV!ycobacterium tuberculosis tidak memengaruhi pertumbuhan sel punca mesenkimal (SPM) secm·a in vitro. Penelitian ini ingin mengamati secara in vivo pengaruh bakteri Mycobacterium tuberculosis terhadap ekspresi marker osteoblas yaitu core binding factor alfa-1 (CBF A-1 ) , sekresi alkaline phosfatase (ALP) dan osteopontin (OPN). Metode : Enam ekor kelinci spondilitis tuberkulosis (ST) dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok kultur, PCR, dan histopatologi (KPH) positif sebagai perlakuan (n 3) dan kelompok PCR dan histopatologi (PH) positif sebagai kontrol (n 3). Kedua kelompok ini menjalani prosedur intervensi penatalaksanaan, transplantasi SPM dan pemberian obat anti tuberkulosis (OAT). Setelah enam minggu dilakukan evaluasi terhadap marker CBFA-1 , ALP dan OPN. Hasil pemeriksaan diuji secm·a statistik dan dievaluasi total skor aktifitas osteoblas. Hasil : Hasil pemeriksaan Elisa ALP dan OPN darah kelinci keduanya nihil. Hasil pemeriksaan ·JHK ALP dan OPN seluruh sampel kelompok perlakuan dan kontrol seluruhnya posit if Hasil pemeriksaan IF CBF A-1 jaringan lesi kelompok perlakuan positif pada seluruh sampel (3/3), sedangkan pada kelompok kontrol hanya 2 dari 3 sampel yang positif (2/3). Rerata total skor kelompok perlakuan dan kontorl berturut-turut adalah 160 dan 145. Kesimpulan : Keberadaan bakteri Mycobacterium tuberculosis memberikan pengaruh yang berbeda terhadap aktifitas sel osteoblas dalam mengekspresikan dan mensekresikan markernya. Pada kedua kelompok kelinci terlihat bahwa ekspresi marker CBFA-1 dan sekresi marker OPN tidak terhambat oleh keberadaan bakteri, tetapi sekresi marker ALP tampak mengalami hambatan. Hasil sko,ring memperlihatkan keberadaan bakteri Mycobacterium tuberculosis justru mendukung aktifitas sel osteoblas. ==
==
Kata Kunci : Mycobacterium tuberkulosis; spond ilitis tuberkulosis, sel punca mesenkimal, aktifitas osteoblas, CBFA-1 , ALP, OPN.
U n iversitas Indonesia
..,
·
j
· -__________
37
Pendahuluan
Spondilitis tuberkulosis (ST) adalah penyakit infeksi pada tulang belakang yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Spondilitis tuberkulosis mengakibatkan kerusakan korpus (defek) yang menirnbulkan i nstabilitas tulang belakang dan gangguan struktur di sekitarnya. Penyembuhan inf:eksi bakteri pada spondilitis tuberkulosis d ipengaruhi oleh seberapa berat kerusakan korpus dan infeksi bakteri tersebut di tulang belakang. 1 Selama ini upaya penatalaksanaan kasus spondilitis tuberkulosis yang disertai kerusakan korpus dilakukan melalui pendekatan operatif: 1 ,3 tetapi pada beberapa kasus belum memberikan hasil yang memuaskan karena tidak tercapainya fusi, sehingga potensi sel punca mesenkimal dalam proses pembentukan tulang baru dan menclukung fusi tulang belakang terus 5 dikembangkan. 3•9• 14' 1 Sel punca mesenkimal dapat dikultur secara in vitro dan berdiferensiasi menjadi osteoblas, suatu sel pernbentuk tulang. 9•1 5 Pada lingkungan in vitro yang secm·a mikroskopis rnengandung debris bakteri Mycobacterium tuberculosis telah terbukti bahwa sel punca rnesenkimal tidak mengaiami gangguan pertumbuhan yang berarti. 21 Tujuan penelitian ini aclalah untuk melihat pengaruh keberadaan bakteri Mycobacterium tuberculosis hidup terhadap diferensiasi sel punca mesenkimal menjadi osteoblas secara in vivo pada model kelinci sponc!ilitis tuberkulosis.
Aktifitas
mengekspresi dan
osteoblas
diamati
melalui
mensekresi marker-markernya
kemampuannya
dalam
yaitu
CBF A-1, Alkalin phosfatase dan Osteopontin baik eli darah maupun di jaringan lesi. 1 1•1 2•16•18
Metode
Penelitian ini rnerupakan penelitian intervensi pada kelinci, se)uruh protokol telah direview dan disetujui oleh Komisi Animal Care and Use Committee (ACUC) PT. Bimana Indomedical No. R.02-12-IR dan Komisi Pengawasan dan Kesejahteraan Penggunaan Hewan Percobaan (KPKPHP) Rumah Sakit Hewan (RSH) IPB No. 02-2 1 0 12 RSH IPB dan Komite Etik Penelitian Kesehatan FKUI-RSCM No. 521/PT02.FK/ETIK/2012. Sebagian besar peneJitian ini menggunakan fasihtas
Universitas Indonesia
38
hewan di RSH IPB, PT Bimana Indomedical, laboratorium Mikrobiologi Klinik FKUI dan laboratorium Patologi Anatomik FKUI. Sampel penelitian ini adalah kelinci spondilitis tuberkulosis yang dibuat langsung bakteri Mycobacterium tuberculosis 7 2 ke dalam korpus vertebranya. 2•6• •8•10• 0 Enam ekor kelinci spondilitis tuberkulosis mengikuti suatu prosedur inokulasi
(ST) dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok kultur, PCR, dan histopatologi (KPH) positif sebagai kelompok perlakuan (n
=
3) dan kelompok PCR dan
histoptologi (PH) positif sebagai kelompok kontrol (n 3). Kedua kelompok kelinci mendapatkan perlakuan TTSSA6, 1 pemberian OAT,1 penempatan skafold =
hidroksi apatit dan transplantasi sel punca mesenkimal pada korpus vertebra yang terinfeksi. Selama vvaktu inkubasi dilakukan pemeriksaan klinis, sedangkan pengamatan aktifitas osteoblas dilakukan setelah kelinci di eutanasia pada minggu ke-6
pasca
transplantasi
sel
punca
mesenkimal
melalui
pemeriksaan
imunofluresens CBF A-1 jaringan lesi, pemeriksan imunohistokimia alkalin phosfatase (ALP) dan osteopontin (OPN) jaringan lesi serta pemeriksaan Elisa ALP·dan OPN darah. Pemeriksaan ALP dan OPN dari jaringan lesi korpus kelinci dilakukan secm·a imunohistokimia dengan metode Streptavidin-HRP. Slide diamati
di
bawah
mikroskop dengan pembesaran 400x dan hasilnya dibandingkan dengan kontrol positif Hasil pemeriksaan ALP dinyatakan positif jika terdapat gambaran berwarna kecoklatan yang sesuai dengan gambaran kontrol yang berasal dari jaringan sarcoma, sedangkan hasil pemeriksaan OPN dinyatakan positif jika terdapat gambaran berwarna kecoklatan yang sesuai dengan gambaran kontrol yang berasal dari jaringan breast cancer. Pemeriksaan CBF A-1 dari jaringan lesi korpus kelinci dilakukan secara imunofluoresens dengan cara melekatkan jaringan lesi spondilitis tuberkulosis segar di atas kaca objek, kemudian direaksikan dengan
antibodi
menggunakan
primer
dicuci
sebelum
diamati
antibodi
dan
fluoresens (goat anti rabbit lgG-CFL) dan diinkubasi kembali selanjutnya
ditambahkan
diinkubasi
berlabel
Slide
selanjutnya
(RUN X-12),
sekunder
dikeringkan.
PBS,
CBFA-1
dengan
mikroskop
fluoresens
menggunakan pembesaran 400x dan hasilnya dibandingkan dengan kontrol
Universitas Indonesia
39
positif. Hasil dinyatakan positif jika terdapat gambaran sel yang berpendar hijau yang sesuai dengan gambaran kontrol. Analisis hasil pemeriksaan marker-marker osteoblas diuji secara statistik dan ditentukan skor aktifitas osteoblas.
Hasil Hasil Pemeriksaan ALP dan OPN Darah Kelinci ST
Hasil pemeriksaan ALP dan OPN menggunakan metode Elisa dari darah kelinci spondilitis tuberkulosis pada semua kelompok kelinci tidak dapat terukur karena konsentrasinya lebih rendah dari konsentrasi standar terendah yang digunakan sehingga hasil ini secara statistik tidak dapat dianalisis. Tetapi nilai absorbansi yang terukm pada pengukuran optical density dan warna larutan menunjukan adanya reaksi, sehingga dilakukan analisis terhadap nilai absorbansi tersebut walaupun pada penghitungan kadar tidak terukur.
b
a
Gambar l .Hasil Pemeriksaan Elisa. a : Hasil pemeriksaan Elisa ALP : larutan benvarna biru menunjukkan adanya aktifitas enzim ALP dalam larutan. Panah merah dan biru memmjukkan wama larutan standar ALP, panah kuning menunjukkan warna larutan sampel yang mengandung ALP yang tidak terdeteksi oleh optical density meter. b : Hasil pemeriksaan Elisa OPN : Jarutan berwarna kuning menunjukkan keberadaan OPN dalam larutan. Panah merah dan biru menunjukkan wama larutan standar OPN, panah kuning menunjukkan warna larutan sampel yang mengandung OPN yang tidak terdeteksi oleh optical density meter.
Rerata nilai absorbansi ALP dari darah kelinci kelompok perlakuan adalah 0.062A (SD
=
0.0134) dan dari kelompok kontrol adalah 0 . 1 09A (SD
Secara statistik nilai asorbansi dua kelompok
Unrversitas Indonesia
ini
=
0.094).
tidak tidak dapat dibandingkan.
40
Rerata nilai absorbansi
OPN dari darah kelinci kelompok perlakuan adalah
0,051A (SD = 0.009) dan kelompok kontrol adalah 0.050A (SD 0.013). Secara statistik nilai asorbansi kedua kelompok inipun tidak tidak dapat dibandingkan.
Hasil Pemeriksaan ALP, OPN dan CBFA-1 Jaringan Lesf Kelinci ST
Gambar
2.
Hasil
Pemeriksaan Marker
tuberkulosis. Gambar
2a,
Osteoblas
pada Jaringan
b dan c adalah hasil pengamatan IHK
Lesi
Kelinci
Spondilitis
ALP kelompok PH positi f
(kontrol) dan gambar 2d, e dan f adalah hasil pengamatan IHK ALP kelompok KPH positif (perlakuan), sedangkan gambar 2g adalah hasil IHK ALP kontrol positifyang berasal dari jaringan sarcoma. Gam bar 2h, i dan j adalah hasil pengamatan IHK OPN kelompok PH positif (kontrol) dan gambar
2k, I
dan m adalah hasil pengamatan IHK OPN ke!ompok KPH positif (perlakuan),
sedangkan gambar 2n adalah hasil IHK OPN kontrol positif yang berasa! dari jaringan breast
cancer. Gam bar 2o, p dan
q adalah h asi l pengamatan IF CBFA-1
kelompok PH positif (kontrol)
dan gambar 2r, s dan t adalah hasil pengamatan IF CBFA-1 kelompok KPH positif, sedangkan gambar 2 u adalah hasil IF CBFA-1 kontrol positif . Tampak jejeran sel osteoblas ditunjukkan oleh panah biru yang dapat dilihat pada hasil pemeriksaan masing-masing kelompok kelinci ST. Skafol hidroksi apatit ditunjukkan oleh panah kuning yang dapat diamati pada hasil pemeriksaan masing
masing kelompok kelinci ST. Hasil pemeriksaan lHK positif ditunjukkan oleh panah hijau yang memberikan gambaran yang mirip pada hasil pemeriksaan Pendar hijau pada hasil pemeriksaan
IF ditunjukkan
JHK
kontrol (ALP maupun OPN).
oleh panah coklat yang menyerupai gambaran
pada hasil pemeriksaan IF kontrol.
Basil pemeriksaan imunohistokimia ALP jaringan lesi yang diambil dari kelinci kelompok perlakuan dan kelompok kontrol gambaran
berwarna
kecoklatan
yang
seluruhnya menunjukkan
menyerupai
kontrol
positif.
adanya Hasil
pemeriksaan imunohistokimia OPN jaringan lesi yang diambil dari kelinci kelompok perlakuan dan kelompok kontrol gambaran
berwarna
kecoklatan
pemeriksaan imunofluoresens
yang
seluruhnya menunjukkan
menyerupai
kontrol
positif.
adanya Hasil
CBF A-1 jaringan lesi yang diambil dari kelinci Universitas Indonesia
41
perlakuan seluruh sampel menunjukkan adanya pendar hijau pada sel osteo bias yang menyerupai kontrol positif: dan pada kelompok kontrol hanya 2 dari 3 sampel yang menunjukkan adanya pendar hijau pada sel osteoblas. Tabell. Evaluasi Marker Sel Osteoblas; ALl\ OPN dan CBFA-Idalam D
Kelompok
kontrol p
n=3
rerata =SO
n=J
rerata ± S O
Kadar ALP Oarah Kelinci
3
0
3
0
na
Nilai Abs ALP Oarah
3
0,062 ± 0,0134
3
0,109±
na
ALP Jaringan Tulang
3
3/3
3
3/3
na
Kadar OPN Oara h
3
0
3
0
na
Nilai Abs OPN Oarah
3
3
0,050 ± 0,013
na
OPN Jaringan Tu!ang
3
3/3
3
3/3
na
Cbfa-1 Jaringan Tulang
3
3/3
3
2/3
na
Skor total rata2
3
160
3
145
0,051
±
0,009
0,094
Pembahasan
Secara natural usaha penyembuhan defek melalui proses pembentukan tulang
baru
dimulai pada saat defek itu tetjadi, dimana te1jadi hannonisasi diferensiasi sel punca mesenkimal internal menjad i sel osteoblas. 9• 1 5 Istilah sel punca mesenkimal internal digunakan untuk membedakannya dengan sel punca mesenkimal (SPM) yang ditransplantasikan dari luar tubuh. Osteoblas melakukan aktifitas dengan mengekspresikan CBFA-1 , , . , ts Osteopontin. ' 1 1 2 1 6
mensekresikan
alkaline
phosphatase
dan
Pada tahap awal CBF A-1 dapat dideteksi didalam sel, sementara ALP dan OPN dapat ditemukan diluar sel. Aktifitas sel osteoblas kemudian menginduksi pembentukan tulang baru dan menginisiasi aktifitas sel osteoklas sehingga terjadi proses remodelling tulang. 7 Proses itu
berjalan sedemikian rupa sehingga
keseimbangan aktifitas osteoblas dan osteoklas menghasilkan pembentukan tulang baru.8 Namun keseimbangan ini kadangkala gaga! dipertahankan karena berbagai gangguan antara lain oleh bakteri dan respon
imun tubuh terhadap bakteri. 1 7
Keberadaan bakteri ummm1ya akan memutus rantai keseimbangan osteoblas dan
Universitas Indonesia
42
osteoklas. Beberapa bakteri dapat menyebabkan perubahan arab diferensiasi SPM menjadi osteoblas, mengakibatkan perlambatan proliferasi osteoblas dan produksi matriks tulang. Bakteri juga akan meningkatkan aktifitas osteoklas sehingga terjadi ketidak seimbangan pembentukan matriks dan proses remodelling tulang, akibatnya terjadi destruksi tulang yang ditandai dengan turunnya produksi matriks tulang dan kalsium. 7'8' 1 7 Pemberian OAT ditujukan untuk membunuh bakteri Mycobacterium tuberculosis dan menghambat proliferasinya, sedangkan intervensi TTSSA6 dilakukan untuk mengurangi debris dan jaringan nekrotik, 1 sehingga diharapkan dapat memberikan peluang bagi pembentukan sel osteoblas dalam rangka memperbaiki defek pada korpus vertebra. 14 Sementara penambahan skafold hidroksi apatit 1 9 dan SPM secara langsung ke dalam defek bertujuan untuk semakin membuka peluang diferensiasi SPM menjadi osteoblas dan meningkatkan aktifltasnya menUJ U pembentukan tulang baru yang akan mendukung perbaikan defek pada korpus vertebra. 3 •9· 1 4• 1 5 Hal ini sesuai dengan hasil penelitian secara in vitro yang telah dilakukan dimana keberadaan debris clan supernatan bakteri Mycobacterium tuberculosis terbukti tidak mempengaruhi pertumbuhan sel punca mesenkimal jika clikultur secara bersama-sama. 2 1 Hasil
pada
tabel
2
menunjukkan
bahwa
aktifitas
osteoblas
dalam
mengekspresikan CBFA-1 tidak mend apat hambatan o leh bakteri Mycobacterium tuberculosis, bahkan dibandingkan dengan kelompok kontrol terlihat bahwa keberadaan bakteri ini memberi dampak baik pada
sel osteoblas clalam
mengekspresikan CBFA-1 . Berbeda dengan aktifitas sel osteoblas dalam mensekresikan ALP dan OPN, keberadaan bakteri Mycobacterium tuberculosis tampaknya menghambat aktifitas osteoblas dalam mensekresikan ALP, namun ticlak menghambat aktifitas osteoblas dalam mensekresikan OPN. Pemeriksaan kadar ALP dan OPN dari darah kelinci ST menggunakan metode elisa untuk semua grup kelinci yang diberikan SPM maupun yang tidak diberikan SPM memberikan hasil nihil. Hasil ini menunjukkan bahwa prosedur p TTSSA6 dan pemberian SPM secara lokal tidak memberikan efek sistemik, sehingga
Universitas Indonesia
43
peningkatan aktifitas osteoblas tidak dapat terdeteksi secara sistemik melalui pemeriksaan darah. Hasil skoring menunjukkan bahwa rerata total skor kelompok kontrol adalah 145, sementara rerata total skor kelompok perlakuan
adalah 160. ·Kedua kelompok
memperlihatkan aktifitas osteoblas yang sama-sama aktit: artinya tidak ada pengaruh keberadaan bakteri Mycobacterium tuberculosis terhadap aktifitas osteoblas dalam mengekspresi dan mensekresi marker-markernya, dan jika dibandingkan hasil rerata total skor aktifitas osteob]as antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol terlihat bahv.'a keberadaan bakteri Mycobacterium tuberculosis justru mendukung peningkatan aktifitas osteoblas d i dalam jaringan lesi.
Kesimpulan
Keberadaan bakteri A{ycobacterium tuberculosis tidak mempengaruhi diferensiasi sel punca mesenkimal menjadi osteoblas dan diferensiasi osteoblas menjadi osteosit pada jaringan lesi korpus vertebra. Belum tetjadi respon sistemik yang terdeteksi dalam darah yang menunjukkan aktitl.tas sel osteoblas dalam proses penyembuhan infeksi spondilitis tuberkulosis dan remodeling tulang baru dalam rangka perbaikan defek . Berdasarkan hasil evaluasi terhadap marker osteo bias (CBFA-1 , ALP dan OPN) dan evaluasi skoring aktifl.tas osteoblas diketahui bahwa bakteri lvfycobacterium tuberculosis memberikan dampak posit if terhadap peningkatan aktifitas sel osteoblas pada jaringan lesi.
Saran
Diperlukan penelitian Janjutan pada tingkat molekuler dan sel untuk melihat diferensiasi sel punca mesenkimal menjadi osteoblas pada lingkungan bakteri Mycobacterium tuberculosis berkaitan dengan aktifitasnya dalam mendukung proses pembentukan tulang baru dan fusi.
Universitas Indonesia
44
Daftar Pustaka I.
Sapardan, S. 2004. Total Treatment of Tuberculosis of The Spine. A Rational Problem Solving Approach. Pe1pu stakaan Unive rsitas Indonesia .
2.
Zhang G, Zhu B, Shi
\V,
Wang M, Da Z, Zhang Y. 2010. Evaluation of
Mycobacterial virulence using rabbit skin liquef�1ction model. Virulence, 1 (3); 156-163.
3.
Gottfried ON, Dailey AT. Mesenchymal Stem Cell and Gene therapies tor Spinal Fusion. Topic Review. Neu rosu rge1y 200 8;63-3.
4.
Orme I and Juarrero MG. Animal Models of Mycobacterium tuberculosis Intection. Current Protocol in Microbiology. John Wiley and Son Inc, 200 7.
5.
Poelstra KA, Barekzi NA, Grainger DW, Gristina AG, Schuler TC. A Novel Spinal Implant Infection Model in Rabbits. SPINE 2000 ;25(4); 40 6-410 .
6.
Bieny G, et al. Percutaneous Inoculated Rabbit Model o f lntervertebral disc space infection: Magnetic Resonance Imaging Features with Pathological Correlation. Joint Bone Spine 200 8; 75: 465-470.
7.
Chan JK. A Study of Osteocyte Apoptosis by Region and Quadrant i n Murine Cortical Bone. 20 11. Faculty o f Ca l�fornia Polytechnic State Unive rsity, San Lui:.,· Obispo.
8.
Arantzazu M, et al. Osteoclast Control Osteoblast Chemotaxis via PDGF BB/PDGF Receptor Beta Signaling. Plos One 200 8:3.
9.
Leonardi E, et al. Osteogenic properties of late adherent sub populations of human bone marrow stromal cells. Histochem Cell Bioi 200 9; 132: 547-557.
10 .
Zychowicz
ME.
Osteoarticular
Manifestations
of
Mycobacterium
Tuberculosis Infection. Orthopaedic Nu rsing 20 10 ;29(6). 11.
Kawakami T, Kimura A, Hasegavva H, Eda S. Immunohistochemical Determination of Osteopontin Expression in Neoplastic Cells. O ral 1l1ed Pathol 1998;3:7 5-7 8.
1 2.
Tigrani, DY and Weydert JA. Inummohistochemical Expression of Osteopontin
in Epithelioid Mesotheliomas and Reactive Mesothelial
Proliferations. Am J Clin Pathol 2007; 127 :580 -584.
Universitas Indonesia
45
13.
Nather A, David V, Teng J, Lee C, Pereira B. Effect of Autologous Mesenchymal Stem Cells on Biological Healing of Allografts in Critical sized Tibial Defects Simulated in Adult Rabbits. Ann Acad Med Singapo re 20 10;39:599-60 6.
14.
Vats A, To!Jey NS, Buttery DK, Polak JM. The Stem Cells in Orthopaedic Surgery. The Journal of Bone and Joint Surgery (BR) 2004;86B(2): 1 59-1 64.
15.
B ilousova G, et al. Osteoblasts derived fi·om Induced Pluripotent Stem Cells form Calcified Structures in Scaffolds both in vitro and in vivo. Stem Cell��
16.
Thirunavukkarasu K, et a!. The Osteoblast-specific Transcription Factor Cbfal Contributes to the Expression of Osteoprotegerin, a Potent Inhibitor of Osteoclast Differentiation and Function. The Journal of Biological Chemistry. 2000 ;27 5(33):25163-25172.
1 7.
Nair SP, Meghji S, Wilson M, Reddi K, White P, Henderson B. Bacterially Induced Bone Destruction: Mechanism and Misconception. Infection and Immunity 1996;64(7):23 71-23 80 .
18.
Leung KS, Fung KP, Sher AH, L i CK, Lee KM. Plasma bone-spesific alkaline phosphatase as an indicator of osteoblastic activity. J Bone Joint Su rg B r 1993: 75(2); 288-292.
19.
Bozic K, et al. In Vivo Evaluation of Coralline Hydroxyapatite and Direct Cunent Electrical Stimulation in Lumbar Spinal Fusion. SPINE 19 99; 24 (20): 212 7 2133 -
20.
.
Rahyussalim, Kurniawati T, Rukmana A, Albar I, Fitri AD. The Potential Spread of Mycobacterium tuberculosis into the Environment in the Creation ofTB Spondylitis Rabbit Models.
21.
Mensyuknil
H,
Rahyussalim,
Yuyus K,
Kurniawati
T.
Effect
of
Mycobacterium tuberculosis debris and supernatant on bone marrow stromal cells growth.
U niversitas Indonesia
46
Lampiran Sistem Skoring Aktifitas Osteoblas
Sistem Penilaian Skor Variabel Aktifitas Osteoblas
OPN
ALP
CBFA-1
Hasil
Skor
lesi T l 2
5
Darah
5
lesi T l 2
5
Darah
5
lesi T l 2
5
Hasil
N
N
Skor .
20
20
Hasil
Skor
>N
50
>N
50
>N
50
>N
50
>N
50 250
Total Nilai skor < 100 tidak aktif; nilai skor 1 0 0 sd 175 aktif; nilai skor > 175 Jebih aktif
U niversitas Indonesia
47
. Jesenchymal Stem Cell Transplantation on Rabbit Tuberculous Spondylitis Lesion: Analysis on Osteoblast Activity Via CBFA-1, ALP and OPN Biomarker *Rahyussalim,
**Tri Kurni awati , ***Nuryati Chairani, ***Sutjahyo, *Errol *Ismail, ****Diah lskandriati, ***** Arni Diana Fitri
U.
Hutagalung,
•
*Department of Orthopaedic and Traumatology Faculty of Medicine University of Indonesia **Stem Cell and Tissue Engineering Cluster, MERC Facu lty of Medicine University of Indonesia ***Department Patologi Anatomic Faculty of Medicine University of Indonesia *** *Primata Research Center Bogor Agricultural Institute *****Veterinary· Teaching Hospital Bogor Agricultural Institute
ABSTRACT Backgrounds: Mycobacterium tuberculosis' (MTb) debris does not affect Mesenchymal Stem Cell's (MSC) growth in vitro. This research observes .\1/ycobacterium tuberculosis' growth toward the expression of marker Core Binding Factor Alpha-1 (CBFA-1), secretion of Alkaline Phosphatase (ALP), and Osteopontin (OPN) in vivo. 1ethods: Six rabbits with Spondylitis Tuberculosis (ST) were divided into two groups: first group having positive Culture (C), PCR (P), and Histopathology (H) hence n 3; while the second group with only positive P ,H considered as the control group. Both groups underwent intervention of treatment, MSC transplantation and anti tuberculous drugs. After six weeks, CBFA-1 , ALP, and OPN were eva-luated. The result was tested statistically to obtain osteoblast's activity total score. Results: ELISA results for ALP and OPN of the rabbits' blood were nil. Immunohistochemistry, ALP, and OPN results for both treatment and control groups were all positive. CBF A-1 immunofluorescence results on the first group were all positive (3/3 ) while only 2 of 3 samples t!·om the control group gave positive results. The mean scores for first and second group respectively, are 160 and 145. Discussion: Existence of Mycobacterium tuberculosis gave different effects on osteoblasts' activities in expressing and secreting their markers. CBF A-1 expression and OPN secretion were not inhibited by Mycobacterium tuberculosis on both groups, while ALP secretion were somehow inhibited. Scoring results show that the existence of Mycobacterium tuberculosis seems to reinforce osteo blasts' activities. =
,
Keywords: Jvfycobacterium tuberculosis, spondylitis tuberculosis, mesenchymal stem cell, osteoblast activity, CBFA- 1 , ALP, OPN.
Universitas Indonesia
48
Introduction
Spondylitis tuberculosis is an infection o f Mycobacterium tuberculosis in the spine. Spondylitis tuberculosis causes corpus destruction (defect) which will induce spinal instability and structural disruption near tht:;, lesion. The healing of bacterial infection on spondylitis tuberculosis depends on the severity of the damaged corpus and the bacterial infection on the spine. 1 So far, the treatment for corpus destruction due to spondylitis tuberculosis has been done by surgery, J,3 but on several cases the results have not been satisfying enough because the fusion is not reached. Therefore, the mesenchymal stem cell potency in inducing the formation of nev.r bones and supporting the fusion o f 5 spine i s being developed. 3•9•14'1 Mesenchymal stem cell can be cultured in VIVO and will differentiates into 9 osteoblasts, a bone progenitor. ·15 Microscopically, Mycobacterium tuberculosis' debris in the in vitro enviroru11ent has been proven not to affect the mesenchymal stem cell's growth?1 The aim o f this research is to see the efiect of live Mycobacterium tuberculosis
to
the differentioation of mesenchymal stem cell
towards osteoblast in vivo in the rabbit spondylitis tuberculosis model. Osteoblast activity was observed in its ability to express and secrete its markers which are CBFA-1 , Alkaline Phosphatase and Osteopontin i n the blood and in the lesion tissue_JI,I2,16,18
Methods
This research is an interventional research on rabbit. All protocols have been reviewed and approved by the Animal Care and Use Committee (ACUC) PT. Bimana lndomedical No. R.02-12-IR and Komisi Pengawasan dan Kesejabteraan Penggunaan Hevvan Percobaan (KPKPHP) Rumah Sakit Hewan (RSH) IPB No. 02-2 1 0 1 2 RSH IPB and Health Research Ethic Committee FMUI-Cipto Mangunkusumo Hospital No. 521 /PT02.FK/ETIK/2012. Most of this research were conducted on the animal facility at Animal 1:I- ospital IPB, PT Bimana Indomedical,
Clinical
Microbiology
laboratorium
FMUI and Anatomical
Pathology laboratorium FMUI.
Universitas Indonesia
49
Samples are rabbits
v..
rith spondylitis tuberculosis v.ihich underw·ent certain direct
moculation involving Mycobacterium tuberculosis administration to the vertebral .. . . . . . ? 67 8 J o 2o s· IIAIU y .- · 1x spond y1 1t1s tubercu1 osJs rabb Jts were d IV!d ed mto two groups;
-� ·
'
'
·
·
ilaving the first group are the positive Culture (C), PCR (P), and histopathology lH) group as the tirst group (n second group (n the
=
==
3). Meanwhile the P,H positive rabbits are the
2). Both groups experienced the TTSA61 treatment, were given
anti tuberculosis drugs, 1 and transplantation of hydroxyappatite scaffold with
mesenchymal stem cell on the infected vertebral body. During incubation, clinical examination were done, meanwhile osteoblasts' activity observation were held after
the rabbits were euthanised on the 6th week after mesenchymal stem cell
transplantation
by
immunohistochemistry
exammmg
the
CBFA- 1
examination
o f alkaline
immunoflourescence,
phosphatase
(ALP)
and
osteopontin (OPN) on tissue lesion, along with ALP and OPN ELISA on blood. ALP
and
OPN
assay
on
the
rabbits'
tissue
lesion
\:vere
done
by
immunohistochemistry with Streptavidin-HRP method. Slides were observed under microscope \Vith 400x magnification to be compared with the positive controls. ALP examination result was condemned positive if there is a brownish image according to the control image \Vhich were taken from sarcoma tissue. While OPN was said positive when there is a brownish image according to the control image taken from the breast cancer tissue CBFA-1 examination fi·om the rabbit's tissue lesion were done using imrnunof1ourescence by attaching the fresh lesion tissue of spondylitis tuberculosis on the glass object, to be further interacted with primer antibody CBFA-1 (RUN X-1 2), then incubated and washed using PBS, to be further underwent addition with flourescence-labeled-secondary antibody (goat anti rabbit J gG-CFL) and incubated again before it was dried. The next slide was also examined with flourescence microscope using 400x magnification for then to be compared with positive control. The result was said positive w·hen there is green-glowing image according to the control image. The result of the osteoblast markers were analitically tested using statistic and osteoblast's acitivity score was determined.
Universitas Indonesia
50
Results ALP and OPN From Rabbit ST's Blood
The ALP and OPN result examination using ELISA method from rabbit with spondylitis tuberculosis' blood on all groups ware not able to be counted because rhe concentration was lower than the lowest standard conc�ntration used; hence this
result was statistically unable to be analysed. Whatsoever, absorbance score
which was measured on the optical densitry measurement and the mixture color show there is a reaction, and the absorbance score were counted even though the level was not able to be counted. Mean absorbance score from the first rabbit blood group are 0.062A (SD 0.0134) and from the second group is 0 . 1 09A (SD
=
=
0.094). Statistically both
scores can not be compared. Mean OPN absorbance score from the first group is 0.05 1 A (SD
=
0.009)
and
from the second group is 0.050A (SD
=
0.013).
Statistically both ofthe absorbance score also can not be compared.
Figure 1. ELISA examination assay. a, ALP examination on ELISA: the bluish liquid
of ALP in the mixture. Red and blue arrow show standard ALP arrow shows sample mixture that contains ALP which could not be detected by opt ic a l density meter. b, OPN examination on ELISA: yellowish liquid shows the existence of OPN inside the mixture. Red and blue arrow show standard liquid color of OPN, yellow color show sample mixture color that contains OPN which could not b e shows enzymatic activity color, yellow
detected b y optical density meter.
ALP, OPN, and CBFA-1 Examination Result on Rabbit ST Tissue Lesion
Immunohistochemistry examination of ALP from the tissue lesion taken from both group all showed brownish linage that is similar to the positive control OPN
Universitas Indonesia
51
=n::rmhmo istochemistry examination of the tissue lesion taken from both groups showed brownish image similar to the positive control too. CBF A- 1 :r=:=Jmoflourescence result taken from the tissue lesion of the first group all -:wed greenish glow on the osteoblast cell that is similar to the positive control, �while only 2 of 3 samples showed alike :fi:om the second group.
F�g��Te
2.
IHC observation of ALP and OPN and IF CBFA-1 on Tissue Lesion of Spondylitis
�it. Figure a, ALP result from ST rabbit underwent MSC transplantation, osteoblast cells are
g (blu e an·ow), surrounded by bony matrix stained brown (brown arrow) that looked like the �ve control image (Figure c). Figure b, Observation from rabbit group that were not MSC ·
=cnspl anted, osteoblast cells were also found (blue arrow) but not as much as figure a. Bony
:carix was also noted, coloured brown (brown arrow) that looked like the ALP positive control � image (brown anow). Figure c, Positive control of ALP from IHC of sarcoma tissue S!mple. F igure d, OPN observation from rabbit group that was tranpslanted with MSC, can be seen � lining osteoblasts (blue arrow) were surrounded by brown bony matrix (brown anow) that l:Jok.ed like the positive control image ( figure e), also noted the partial area of finished new bone -.mation (green arrow) that does not exist on the figure b. Figure b: OPN observation fiom ST
::!bb it group that was not treated with MSC, al though lining osteoblasts can not be seen (blue :s:row) but not as much as figu re a, brownish bone matrix (brown anow) is also seen similar to
!HC p os itive control. Figure e: positive control of OPN examination using IHC from breast cancer
rissue. Figure g: CBFA-1 from rabbit group that was transplanted with MSC, seen on the image
6e formation of bone (green anow), the scaffold (yellow arrow), lump of osteoblast (blue arrow) :md green glow that shows positive CBFA-1 (brown arrow). Figure h, CBFA-1 examination from
2hbit group that was not given MSC, the green glow shows positive CBFA-1 (brown arrow),
group of osteo blast cells (blue arrow) and scaffold (yellow arrow). F igure i, positive control of CBFA- 1 . From figure g and h can be seen that both ST rabbit group that were treated with MSC !:ld the group that were not treated with MSC show green flourescence.
Universitas Indonesia
52
Table I . Osteblast Marker Evaluation: ALP, OPN, ad CBfA-1 in the blood and tissue lesion with Osteoblast Activity Scoring Treatment group Control group p mean ± SD n=3 n=3 mean ± SD ALP blood level
3
0
3
0
na
ALP Abs blood level
3
0,062 ± 0,0134
3
0,109 ± 0,094
na
ALP tissue
3
3/3
3
313
na
OPN blood level
3
0
3
0
na
OPN Abs blood level
,.,
J
0,051 ± 0,009
3
0,050 ± 0,013
na
OPN lession
3
3/3
,.,
J
3/3
na
CBFA-1
,.,
J
313
3
2/3
na
3
160
3
1 45
lession
Total mean score
Discussion
Naturally, the attempt ofhealing defect went through new bone formation process stm1ed once the defect occured, where internal mesenchymal stem cell differentiates into osteoblasts. 9• 1 5 Internal mesenchymal stem cell term is used to differentiate with MSC that is transplanted from outside the body. Osteoblast expressed CBF A- 1 , secretes alkaline phosphatase and osteopontin. 1 1 • 1 2• 16' 1 8 In the early stage, CBF A-1 can be detected intracell, meanwhile ALP and OPN are found extracell. Osteoblast activity then induces the formation of nevv' bone and initiates osteoclast activity hence bone remodelling process takes place. 7 The process went at any rate so that osteoblast and osteoclast activity are balanced to be able to produce new· bone formation. 8 However, this balance sometimes fail to be maintained due to various factors such as bacterias and immune response to bacterias . 1 7 The existence of bacteria usually will cut the chain of osteoblast and osteoclast's balance. A few bacterias can cause the direction of differentiation of MSC into osteoblast, hence slowing osteoblast proliferation and bone matrix proliferation down. Bacterias can also increase osteoclast activity hence causing imbalance ofmatrix formation and bone remodelling proces, which is fo llowed by bone destruction marked by the decreasing production of bone matrix and calcium. 7•8•17
Universitas Indonesia
53
..
Anti tuberculosis drugs administration aimed to kill Mycobacterium tuberculosis 6 by inhibiting its proliferation while TTSSA intervention was done to reduce debris and necrotic tissue, 1 hence hoped to give chance of osteoblast formation in order to repair the defect on vertebral body. 14 Meanwhile, addition of hydroxyappatite scaffold 19 and MSC directly intralesion were aimed to increase l:he chance of MSC differentiation to osteoblast and increase its activity to create new bone formation which will support the repair of vertebral body defect. 3'9' 14 · 15 This result matches the previous in vitro research result where debris and supernatant of Mycobacterium tuberculosis are proven not to affect the growth of 21 mesenchymal stem cell when cultured together. The result on table 2 shows that osteoblast activity in expressing CBFA-1 was not inhibited by Mycobacterium tuberculosis, even when compared to the control group it seems that Mycobacterium tuberculosis 's existence gives good int1uence on osteoblast activity to express CBF A- 1 . On the other hand, osteoblast activity to secrete ALP and OPN, MTb's existence seems to inhibit osteoblast activity in secreting ALP, although it did not inhibit osteoblast's activity in inhibiting OPN. ALP and OPN level check from ST rabbit blood using ELISA on all rabbit group gave zero result. This shows that TTSSA6 procedure and MSC transplantation did not give sytemic effect locally, therefore the increase of osteoblast activity could not be detected systemically through blood examination. Scoring result shows that mean total score for the second group is 1 45, v-.rhile mean total score for the treatment group is 160. Both groups show positive osteoblast activity meaning is not aflected by Mycobacterium tuberculosis towards osteoblast activity i n expressing and secreting its markers, and when the lotal mean score of osteoblast activity of both groups are compared, it can be seen that Mycobacterium tuberculosis exsitence supports the increase of osteoblast activity intralesion.
Conclusion The existence of Mycobacterium tuberculosis does not affect mesenchymal stem cell differentiation to osteoblast then osteocyte on the lesion tissue of vertebral
Universitas Indonesia
54
body. Systemic response detected on blood has not happen which shows osteoblast's activity on the healing process of spondylitis tuberculosis infection and nevv bone remodeling during bone remodelling. Based on the evaluation of osteoblast markers (CBFA- 1 , ALP, and OPN) results and evaluation of osteoblast activity scoring, it can be understood that 1\1ycobacterium tuberculosis give positive influence on the increase osteoblast activity on the tissue lesion.
Suggestion
Further research needs to be done on the mollecular and cellular level to observe mesenchymal stem cell difTerentiation to osteoblast in the Mycobacterium tuberculosis environment related to its activity in supporting the new bone formation and fusion process.
References
1.
Sapardan, S. 2004. Total Treatment of Tuberculosis of The Spine. A Rational Problem Solving Approach. Perpustakaan Universitas Indonesia.
2.
Zhang G, Zhu B, Shi W, Wang M, Da Z, Zhang Y. 2010. Evaluation of Mycobacterial virulence using rabbit skin liquefaction model. Virulence, 1(3);156-163.
3.
Gott:fi:ied ON, Dailey AT. Mesenchymal Stem Cell and Gene therapies for Spinal Fusion. Topic Rev:iew. Neurosurgery 2008;63-3.
4.
Orme 1 and Juan·ero MG. Animal Models of 1\1ycobacterium tuberculosis Infection. Current Protocol in Microbiology. John Wiley and Son Inc, 2007.
5.
Poelstra KA, Barekzi NA, Grainger DW, Gristina AG, Schuler TC. A Novel Spinal Implant Infection Model in Rabbits. SPINE 2000;25(4);406-410.
6.
Bierry G, et al. Percutaneous Inoculated Rabbit Model ofl ntervertebral disc space infection: Magnetic Resonance Imaging features with Pathological Correlation. Joint Bone Spine 2008; 75:465-470.
7.
Chan JK. A Study of Osteocyte Apoptosis by Region and Quadrant in Murine Cortical Bone. 2011. Faculty of California Polytechnic State University, San Luis Obispo.
Universitas Indonesia
55
8.
Arantzazu M, et al. Osteoclast Control Osteoblast Chemotaxis via PDGF BB/PDGF Receptor Beta SignaJing. Plos One 200 8:3.
9.
Leonardi E , et al. Osteogenic properties of late adherent sub populations of human bone man-ow stromal cells. Histochem Cell Bioi 200 9; 132:547-557.
10.
Zychowicz
ME.
Osteoarticular
Manifestations
of
A1ycobacterium
Tuberculosis Infection. Orthopaedic Nursing 20 10 ; 29(6). 11.
Kawakami T, Kimura A, Hasegav.ra H, Eda S. I mmunohistochemical Determination of Osteopontin Expression in Neoplastic Cells. Oral lWed Pathol 1998;3:7 5-7 8.
1 2.
Tigrani, DY and Weydert JA.
Immunohistochemical Expression of
Osteopontin in Epithelioid Mesotheliomas and Reactive Mesothelial Proliferations. Am J Clin Path of 2007; 127 :580-584. 13.
Nather A, David V, Teng
J,
Lee C, Pereira B. Effect of Autologous
Mesenchymal Stem Cells on Biological I-Iealing of Allografts in Critical sized Tibial Defects Simulated in Adult Rabbits. Ann Acad Med Singapore 20 10;39: 599-60 6.
14.
Vats A, Tolley NS, Buttery DK, Polak JM. The Stem Cells i n Orthopaedic Surgery. The Joumal of Bone and Joint Surgery (BR) 2004;86B(2): 159-1 64.
15.
Bilousova G, e t al. Osteoblasts derived from Induced Pluripotent Stem Cells form Calcified Structmes in Scaffolds both in vitro and i n vivo. Stem Cells.
16.
Thirunavukkarasu K, et al. The Osteoblast-specific Transcription Factor Cbfa1 Contributes to the Expression of Osteoprotegerin, a Potent Inhibitor of Osteoclast Differentiation and Function. The Journal of Biological Chemistry. 2000; 27 5(33):25163-25172.
1 7.
Nair SP, Meghji S, Wilson M, Reddi K, White P, Henderson B. Bacterially Induced Bone Destruction: Jviechanism and Misconception. Infection and Immunity 1996; 64(7):23 71-2380 .
18.
Leung KS, Fung KP, Sher AH, L i CK, Lee KM. Plasma bone-spesific alkaline phosphatase as an indicator of osteoblastic activity. J Bone Joint Surg Br 1993: 75(2); 288-292.
Universitas Indonesia
56
19.
Bozic K, et al. In Vivo Evaluation of Coralline Hydroxyapatite and Direct Cunent Electrical Stimulation in Lumbar Spinal Fusion. SPINE 1999; 24(20):2127-2133.
20.
Rahyussalim, Kurniawati T, Rukmana A, Albar I,
�itri
AD. The Potential
Spread of Mycobacterium tuberculosis into the Environment in the Creation ofTB Spondylitis Rabbit Models. 21.
Iv1ensyuknil
H, Rahyussalim, Yuyus
K,
Kurniavvati
T.
Effect
of
Mycobacterium tuberculosis debris and supernatant o n bone marrow stromal cells growth.
Universitas Indonesia
57
Appendix Osteoblast Activiy Scoring System Table Osteoblast Activity Scoring System Variables
OPN
:.1.J>
CBFA-1
Hasil
Skor
T 1 2 lession
5
Blood
5
T l 2 Iession
5
Blood
5
T l 2 Jession
5
Hasil
N
N
Skor
20
20
Hasil
Skor
>N
50
>N
50
>N
50
>N
50
>N
50
Total Score < I 00 means inactive; score I 00-175 means active; score> 175 hyperactive
Un iversitas Indonesia
250
58
Lampiran 4. 2 Draft Publikasi II Transplantasi Sci Punca Mesenkimal Pada Lesi Spondilitis Tuber){ulosis Kelinci : Telaah Pada Proses Osifikasi Melalui Hitung Sel Osteoblas, Hitung Sel Osteosit dan Kadar Kalsium Lesi. *Rahyussalim, **Tri Kumiawati, ***N uryati Chairani, *Errol U. Hutagalung, * * * *Agus Syahrurachman, *Ismail, *****Diah Jskandriati, ******Ami Diana Fitri *Oepartemen Orthopaedi dan Traumatologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia **Klaster Stem Cell and Tissue Engineering, MERC Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ***Departemen Patologi Anatomik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ****Departemen Microbiologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia *****Pusat Studi Satwa Primata lnstitut Pertanian Bogor ******Rumah Sakit Hewan lnstitut Pertanian Bogor
ABSTRAK Latar Belakang : Sel punca mesenkimal (SPM) berdiferensiasi menjadi osteoblas kemudian menjadi osteosit, dua set yang terlibat proses penulangan (osifikasi). Debris bakteri Mycobacterium tuberculosis terbukti tidak memengaruhi pertumbuhan SPM secara in vitro. Penelitian ini bertujuan mengamati proses osifikasi pada Jingkungan mikroskopis yang mengandung bakteri Mycobacterium tuberculosis hidup yang ditransplantasi SPM secar·a in vivo pada kelinci. Metode : Enam ekor kelinci Spondilitis tuberkulosis (ST) dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok kultur(K), PCR(P), dan histopato\ogi(l-1) positif sebagai perlakuan (n=3) dan kelompok PCR(P) dan histopatologi(H) positif sebagai kontrol (n=3). Kedua kelompok menjalani prosedur intervensi penatalaksanaan, transplantasi SPM dan pemberian obat anti tuberkulosis (OAT). Setelah enam minggu dilakukan evaluasi osifikasi dengan menghitung jumlah sel osteoblas, sel osteosit dan kadar kalsium lesi. Hasil pemeriksaan diuji secara statistik dan ditentukan nilai skor osifikasinya. Hasil : Rerata jumlah osteoblas kelompok perlakuan 207.00 sel (SD=3 1 .00) dan kelompok kontrol 220.33 sel (SD =73.46). Rerata jumlah osteosit kelompok perlakuan 18,33 sel (SD=30.04) dan kelompok kontrol 3 1 .00 sel (SD=26.87). Rerata kadar kalsium kelompok perlakuan 2.94% (SD =0.89) dankelompok kontrol 2 . 5 1 % (SD=0.13). Total skor osifikasi kelompok perlakuan 31 .00 dan kelompok kontrol 25.67. Kesimpulan : Bakteri Mycobacterium tuberculosis dapat menekan diferensiasi osteoblas menjadi osteosit sekaligus merangsang rnetabolisme kalsium di dalam lesi sehingga akan menghambat proses pembentukan tulang karena akan diperoleh tulang immature. Lingkungan mikroskopis dengan bakteri Mycobacterium tuberculosis hidup memberikan lingkungan yang lebih baik pada proses osifikasi. Keywords :Mycobacterium tuberculosis, hitung osteosit, hitung osteoblas, kadar kalsium, osifikasi, skoring osifikasi.
Universitas Indonesia
59
Prndabuluan
Spondilitis tuberkulosis (ST) adalah penyakit infeksi pada tulang belakang yang :Ssebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Spondilitis tuberkulosis mengak ibatkan kerusakan korpus (defek) yang menimbulkan �nstabilitas tulang :elakang dan gangguan struktur di sekitarnya. Penyembuhan infeksi bakteri pada SjJOndilitis tuberkulosis dipengaruhi oleh seberapa berat kerusakan korpus dan infeksi bakteri tersebut di tulang belakang. 1 Selama ini upaya penatalaksanaan kasus spondilitis tuberkulosis yang disertai kerusakan korpus dilakukan melalui �dekatan operatif,
u
tetapi pada beberapa kasus belum memberikan hasil yang
::nemuaskan karena tidak tercapainya fusi, sehingga potensi sel punca mesenkimal dalam proses pembentukan tulang baru dan mendukung fusi tu}ang belakang terus dike mbangkan. 3 ,9, 1 1,12,1 3 ,14,15 Osiflkasi adaJah suatu proses pembentukan tulang baru yang berkaitan erat dengan diferensiasi sel, aktifitas sel tulang dan deposit kalsium. 13 Bakteri J,Jycobacterium tuberkulosis hidup diperkirakan mempengaruhi diferensiasi SPM menjadi sel osteoblas, menghambat aktifitas osteoblas dan mengganggu deposit 14 kalsium ke area defek. Sehingga akan terjadi penurunan jumlah sel dan kadar kaJsium. Oleh karena hal tersebut maka pada penelitian ini d ilakukan evaluasi lerhadap proses osifikasi antara lain dengan menghitung jumlah sel osteoblas, sel osteosit dan kadar kalsium di dalam defek. Untuk mengamati proses osifikasi pada lingkungan mikroskopis Mycobacterium tuberkulosis, dilakukan evaluasi terhadap 3 variabe} osifikasi yaitu jumlah osteoblas, jumlah osteosit dan kadar kalsium. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat secm·a invivo pengaruh bakteri Mtb hidup terhadap proses osifikasi. 13·14 Sel punca mesenkimal dapat dikultur secm·a in vitro dan berdiferensiasi menjadi osteoblas, kemudian menjadi osteoklas, dua sel yang terlibat dalam pembentukan tulang. 9• 1 1 Pada lingkungan in vitro yang secm·a mikroskopis mengandung debris bakteri Mycobacterium tuberculosis telah terbukti bahwa sel punca mesenkimal 7 tidak mengalami gangguan pertumbuhan yang berarti. 1 Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh keberadaan bakteri Mycobacterium tuberculosis hidup terhadap proses osifikasi (penulangan) secm·a in vivo pada model kelinci
U niversitas Indonesia
60
spondilitis tuberkulosis. Osifikasi diamati melalui pemeriksaan hitung sel osteoblas, hitung sel osteosit dan kadar kalsium jaringan tulang.
Metode
Penelitian ini merupakan peneJjtian intervensi pada kelinci, seluruh protokol telah direview dan disetujui oleh Komisi Animal Care and Use Committee (ACUC) PT. Bimana Indomedical No. R.02 - 1 2-1R dan Komisi Pengav.,asan dan Kesejahteraan Penggunaan I-Iewan Percobaan (KPKPHP) Rumah Sakit Hewan (RSH) IPB No. 02-2 1 0 1 2 RSH IPB dan Komite Etik Penelitian Kesehatan FKUI-RSCM No. 521/PT02.FK/ETIK/20 1 2 . Sebagian besar penelitian ini menggunakan fasilitas hewan di RSH IPB, PT Bimana Inclomeclical, laboratorium Mikrobiologi Klinik FKUI dan laboratorium Patologi Anatomik FKUI. Sampel penelitian ini adalah kelinci spondilitis tuberkulosis yang dibuat mengikuti suatu prosedur inokulasi langsung bakteri Mycobacterium tuberculosis ke dalam korpus vertebranya_2·6·7•8• 1 0· 16 Enam ekor kelinci spondilitis tuberkulosis (ST)· dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok kultur, PCR, dan histopatologi (KPH) positif sebagai kelompok perlakuan (n
=
3) dan kelompok PCR dan
histoptologi (PH) positif sebagai kelompok kontrol (n
3). Kedua kelompok kelinci mendapatkan perlakuan TTSSA6, 1 pemberian OAT, 1 penempatan skafold =
hidroksi apatit dan transplantasi sel punca mesenkimal pada korpus vertebra yang terinfeksi. Selama waktu inkubasi dilakukan pemeriksaan klinis, sedangkan pengamatan osifikasi dilakukan setelah kelinci eli eutanasia pada minggu ke-6 pasca transplantasi sel punca mesenkimal melalui pemeriksaan hitung sel osteoblas, hitung sel osteosit dan kadar kalsium tulang. Sel osteoblas dan sel Osteosit diamati dan dihitung jumlahnya pada lima lapang pandang oleh dua orang pengamat yang berbeda, kemudian hasil penghitungan tersebut dirata-ratakan. Kadar kalsium tulang ditentukan secara kimiawi clengan metode Atomic Emision Spektroskopi (AES) setelah sampel tulang didekstruksi. Analisis hasil pemeriksaan marker-marker osteoblas diuji secara statistik dan ditentukan skor aktifitas osteoblas.
Universitas Indonesia
61
- pengamatan terhadap pulasan HE menggunakan pembesaran 400x diperoleh �
jumlah sel osteoblast intra defek kelinci ST kelornpok perlakuan (n
�mpok kontrol (n SD
=
=
3) berturut turut adalah 207.00 sel (SD
=
=
3) dan
3 1 ) dan 220.33
73.46).
:l!ri pengarnatan terhadap pulasan H E menggunakan pembesaran 400x diperoleh � jumlah
sel osteosit intra defek kelinci ST kelompok perlakuan (n
mpok kontrol (n 5J 26.87). C!:l
=
(SD
Rerata kadar kalsium tulang kelinci ST
=
3) dan
3) berturut turut adalah 1 8.33 sel (SD 30.04) dan 3 1 sel
kelompok kontrol (n
3.51%
=
=
kelompok perlakuan (n
3 ) berturut turut adalah 2.94%
(SD
=
=
3)
0.89) dan
0.13)
a
b
Gmtbar I Pengamatan Terhadap Slide Pulasan HE Menggunakan Mikroskop Dengan Pembesaran -JOx. Jaringan dipersiapkan dari pemotongan sagittal melewati defek yang terbentuk dari arah sisi �1. a. Slide dari kelompok kelinci spondilitis yang diberikan sel punca mensenkimal ke dalam :7feknya, tampak area kosong yang terisi skafold, ada pula area berupa pulau-pulau tulang. Tanpak pula di beberapa area ditempati serbukan sel radang. Jelas terlihat sel-sel osteoblas yang ::DtiDbentuk formasi berjejer di sekeliling pulau tulang, demikian pula tampak sel-sel osteosit yang �unjukkan sudah terjadinya proses penulangan yang sempurna. b. Slide dari kelompok kelinci :.erinfeksi yang tidak diberikan sel punca mesenkimal, sebagian area tampak serbukan sel radang, :!lilpak pula area kosong yang terisis skafold. Tidak tampak area pulau-pulau tulang, tampak sel sel osteoblas berjejer mengelilingi skafold, tidak tampak gambaran sel osteosit.
Universitas Indonesia
62
Tabel
I.
Hasil Hitung Osteoblas, Hitung Osteosit dan Kadar Kalsium Jaringan Lesi pacta kelompok perlakuan dan kelompok kontrol Kelompok perlakuan Kelornpok konl1·ol Variabel p n=3 n=3 rerata ± SO rerata ± SO
Jumlah se1 Osteoblas
3
220,33 ± 73,46
.) .,
Jumlah Sel Osteosit
3
1 8,33 ± 30,04
3
Kadar Kalsium
3
2,94 ± 0,89
.,
.)
207 ± 3 1
Na
• 3 I ,00 ± 26,87 2,51 ± 0,13
Na Na
HasH Skoring Osifikasi
Tabel 2 . menunjukkan hasil penghitungan skoring osifikasi pada kelinci yang diberikan
SPM
pada
masing-masing
kelompok
Iingkungan
mikroskopis
Mycobacterium tuberculosis. Berdasarkan penghitungan total skor osifikasi didapatkan bahwa seluruh kelinci ST dari kelompok perlakuan mengalami proses osifikasi yang berjalan baik, sedangkan pada kelompok kontrol terdapat 1 kelinci mengalarni proses osifikasi yang terhambat, 1 ekor kelinci mengalami proses osifikasi yang berjalan normal dan I ekor lai1mya mengalami proses osifikasi yang berjalan baik. Tabe1 2. Hasil Penghitungan skoring osifikasi setiap sampel kelinci ST yang diberikan SPM per sub kelompok lingkungan mikroskopis Mycobacteriun tuberculosis Hi tung osteoblas
Hi tung osteosit
Kadar kalsium
Sko r
Skor
Skor
kontrol
5
15
15
K0505
kontrol
5
5
K2964
kontrol
K0509
perlakuan
Kode kelinci
kelompok
K3164
K3264 K05 1 9
perlakuan
15 15
Total skor
Keterangan
35
Osifbaik
25
Osif normal
15
17
Osifterhambat
15
31
Osifbaik
15
31
Osifbaik
15
15 15 Osifbaik 31 perlakuan Total skor 1 8 clisebut osifikasi terhambat; Total skor 18 scl 30 disebut osifikasi normal, To1 clisebut osifikasi baik
Pcmbahasan
Hasil evaluasi osifikasi setelah prosedur transplantasi SPM ke dalam defek kelinci ST diperlihatkan pada tabel 1 . Rerata jurnlah sel osteoblas pada sub kelompok kelinci perlakuan lebih banyak dibandingkan dengan rerata jumlah sel osteoblas pada sub kelompok kontrol. Dilain pihak rerata jumlah sel osteosit pada sub kelompok perlakuan lebih sedikit dibandingkan rerata jumlah sel osteosit pada Universitas Indonesia
63
�lompok kelinci kontrol. Jika diamati proses diferensiasi sel berdasarkan hasil ..
osifikasi ini terlihat bahwa keberadaan bakteri Mycobacterium tuberculosis cem
pengaruhi diferensiasi SPM menjadi sel osteoblas atau diferensiasi sel
ilSleoblas menjadi sel osteosit. Berbeda dengan basil rerata kadar kalsium lesi . '
� kelinci kelompok perlakuan
menunjukkan nilai
yang
lebih tinggi
d!""bandingkan dengan rerata kadar kalsium lesi kelinci kelompok kontrol. HaJ ini menunjukkan bahwa keberadaan bakteri Mycobacterium tuberculosis berpengaruh yositifterhadap produksi atau deposit kalsium pada defek tulang. Dari
ketiga data ini dapat diambil pengertian bahwa bakteri A1ycobacterium
IZI.berculosis pada satu sisi dapat menekan proses diferensiasi sel osteo bias :nenjadi osteosit, tetapi di sisi lain dapat merangsang metabolisme kalsium d i c!alam lesi. Untuk jangka panjang bakteri Mycobacterium tuberculosis akan :menghambat proses pembentukan tulang sehingga akan diperoleh tulang i:'IJmature. Pada kasus osteom.ielitis tuberkulosis atau septic artlu·itis tuberculosis, lerbentuknya tulang immature ini sering dijumpai bahkan pada beberapa kasus dapat teljadi fibrous union. Skoring osifikasi terhadap kelompok perlakuan menunjukkan bahwa sernua kelinci memiliki skor Jebih dari 30 yang berarti bah\\'a proses osifikasi dapat berjalan dengan baik. Bandingkan dengan skoring osifikasi terhadap kelinci ·elompok kontrol yang hanya memiliki satu ekor kelinci yang memiliki skor lebih dari 30.
Dari hasil skoring
osifikasi ini didapat kesan bahwa bakteri
Jlycobacterium tuberculosis memberikan pengaruh yang baik terhadap proses osifikasi.
Kesimpulan
Berdasarkan evaluasi terhadap proses osifikasi yang berkaitan dengan jumlah sel osteoblas, jumlah sel osteosit dan kadar kalsium jaringan dan evaluasi terhadap lotal skoring osifikasi diketahui bah\va bakteri mtb memberikan dampak positif lerhadap peningkatan proses osifikasi pada lesi.
Universitas Indonesia
�
ifnf¥i&Wbi!49.;+444
"W"I!MW
awn¥
......
**'"
-·
64
Saran
Diperlukan penelitian untuk mengembangkan sistem skoring osifikasi yang berkatian erat dengan taktor prediksi keberhasilan osifikasi pada kasus spondilitis tuberkulosis. Diperlukan pula
penelitian lanjutan �ntuk mengamati dan
memahami bagai mana proses osifikasi berjalan pada lingkungan mikroskopis yang tercemar bakteri Mycobacterium tuberculosis sehingga didapat suatu gambaran yang utuh berkaitan dengan peranan lingkungan mikroskopis Mtb hannonisasi peranan osteoblas, osteosit dan deposit kalsium.
Daftar Pustaka 1.
Sapardan, S . 2004. Total Treatment of Tuberculosis of The Spine. A Rational Problem Solving Approach. Perpustakaan Universitas Indonesia.
2.
Zhang G, Zhu B, Shi W, Wang M, Da Z, Zhang
Y.
2010. Evaluation of
Mycobacterial virulence using rabbit skin liquefaction model. Virulence, 1(3); 156-163. 3.
Gottfried ON, Dailey AT. Mesenchymal Stem Cell and Gene therapies for Spinal Fusion. Topic Review. Neurosurgery 200 8;63-3.
4.
Orme I and JuaiTero MG. Animal Models of .Mycobacterium tuberculosis Infection. CmTent Protocol in Microbiology. John Wiley and Son Inc, 200 7.
5.
Poelstra KA, Barekzi NA, Grainger DW, Gristina AG, Schuler TC. A Novel Spinal Implant Infection Model in Rabbits. SPINE 2000;25(4);40 6-410 .
6.
Bierry G, et al. Percutaneous Inoculated Rabbit Model of Intervertebral disc space infection: Magnetic Resonance Imaging Features \\lith Pathological Correlation. Joint Bone Spine 200 8; 75:465-470 .
7.
Chan JK. A Study of Osteocyte Apoptosis by Region and Quadrant in Murine Cortical Bone. 201 1 . Faculty of California Polytechnic State University, San Luis Obispo.
8.
A.rantzazu M, et al. Osteoclast Control Osteoblast Chemotaxis via PDGF BB/PDGF Receptor Beta Signaling. Plos One 200 8:3.
9.
Leonardi E, et al. Osteogenic properties of late adherent sub populations of human bone marrow stromal cells. Histochem Cell Bio/ 200 9; 132: 547-55 7.
Un iversitas Indonesia
65
10.
Zychowicz
ME.
Osteoarticular
Manifestations
of
Mycobacterium
Tuberculosis Infection. Orthopaedic Nursing 2010;29(6). Jl.
Nather A, David V, Teng J, Lee C, Pereira B. Effect of Autologous Mesenchymal Stem Cells on Biological Healing of Allo ¥rafts in Critical sized Tibial Defects Simulated in Adult Rabbits. Ann Acad Med Singapore 201 0;39: 599-606.
12.
Vats A, Tolley NS, Buttery
OK,
Polak JM. The Stem Cells in Orthopaedic
Surgery. The Journal of Bone and Joint Surgery (BR) 2004;86B(2):159164.
13.
Bilousova G , et al. Osteoblasts derived from Induced Pluripotent Stem Cells form Calcified Structures in Scaffolds both in vitro and in vivo. StemCells.
14.
Nair SP, Meghj i S, Wilson M, Reddi K, White P, Henderson B. Bacterially Induced Bone Destruction: Mechanism and Misconception. b�fection and Immunity 1996;64(7):23 71-2380.
15.
Bozic K, et al. In Vivo Evaluation of Coralline Hydroxyapatite and Direct Current Electrical Stimulation in Lumbar Spinal Fusion. SPINE 1999; 24(20):2127-2133.
16.
Rahyussalim, Kurniawati T, Rukmana A, Albar I, Fitri AD. The Potential Spread ofA1ycobacterium tuberculosis into the Environment in the Creation ofTB Spondylitis Rabbit Models.
1 7.
Mensyuknil H, Rahyussalim,
Yuyus K,
Kumiawati
T.
Effect
of
Afycobacterium tuberculosis debris and supernatant on bone marrow stromal cells gro\V1h.
Universitas Indonesia
66
Lampiran Sistem Skoring osifikasi Sistem Penilaian Skoring Osifikasi Hasil
Skor
Hasil
Skor
Hasil
Skor
Hitung Osteoblas
lesi T l 2
Negatif
Normal
5
positif
15
Hitung Osteosit
lesi T l 2
Negatif
Nom1al
5
positif
15
Kadar Kalsium
Vert T l 2
Negatif
Normal
5
positif
15
Total Keterangan : skor 18 = osifikasi terhambat; skor osifikasi baik
45 18
sd 30 = osifikasi normal; skor > 30 =
Negatif bila dibawah nilai minimal kontrol; normal bila antara nilai minimal dan maksimal; positifbila lebih besar dari nilai maksimal
Universitas Indonesia
67
.llesenchymal Stem Cell Transplantation on Rabbit Spondylitis Tuberculous Lesion: Analysis on Ossification Process Through Osteoblast Cell Count, Osteocyte Count and Calcium Level on Lesion *Rahyussalim, **Tri Kurniawati, ***N uryati Chairani, *En-ol U. Hutagalung, ****Agus Syahrurachman, *lsmail, * * * * * Diah Iskandriati, ***** *Arni Diana Fitri *Department ofOrthopaedic and Traumatology Faculty of Medicine University of Indonesia **Stem Cell and Tissue Engineering Cluster, MERC Faculty· ofMedicine University of Indonesia ***Department Patologi Anatomic Faculty or Medicine University of Indonesia ****Department Microbiologi Clinic Faculty of Medicine University of Indonesia *****Primata Research Center Bogar Agricultural Institute ******Veterinary Teaching Hospital Bogor Agricultural institute
ABSTRACT Background: Mesenchymal Stem Cell (MSC) difTerentiates into osteoblast then osteocyte during the process of o ssification. Mycobacterium tuberculosis is proven not to affect MSC grovv'th rn vitro. This research aims to observe the ossification o n micro environment containing live Mycobacterium tuberculosis v.fuch was transplanted with MSC in vivo rabbit. _ lethods: Six Spondylitis Tuberculosis (ST) rabbits were divided into two groups: the first group having positive Culture(C), PCR(P), and Histopathology(H) hence n=3; while only P, H were positive for the second group n 2). Both group underwent intervention of treatment, MSC transplantation, and anti tuberculous drugs. After six weeks, ossification process was evaluated by counting the number of osteoblast, o steoc;'te and level of calcium on lesion. The results were then tested statist ically and ossification score was obtained. Results: Mean number of osteoblast on the first group vvere 207.00 cells 'SD=3 1 .00) and for the second group were 220.33 cells (SD=73.46). Mean osteocyte number intra lesion on first group vvere 18.33 cells (SD=30.04) and 31 .00 cells for the second group (SD=26.87). Mean level of calcium on the first group was 2.94% (SD=0.89) while on the second group was 2 5 1 % (SD=O. l3). Total ossification score on the frrst and second group respectively were 3 1 .00 and 15.67. Conclusion: Mycobacterium tuberculosis is able to suppress osteoblast differentiation to osteocytes while stimulates calcium metabolism intra-lesion to inhibit the ossification process to produce immature bone. The microscopic environment containing live Mycobacterium tuberculosis yields better ossification process. =
.
Keywords: j\1ycobacterium tuberculosis, osteocyte count, osteoblast count, calcium level, ossification, ossification score
Universitas Indonesia
68
Background
Tuberculosis (TB) spondylitis is an infectious disease of the spine which is caused by Mycobacterium tuberculosis. TB spondylitis causes defect of the corpus which can lead to spinal instability and disturbance of surrouniing tissue. Healing of c; bacterial infection in TB spondylitis is determined by the severity of corpus defect and the bacterial infection i n the spine. 1 Up until novv, the mainstay therapy ofTB spondylitis is operative approach, but in several cases there were no satisfying results i n which no spinal fusion is seen. Based on this premise, we tried to elaborate the massive potential of mesenchymal stem cell (MSC) in restoring the structural abnormalities in TB spondylitis cases. 3•9• 1 1 • 1 2• 13"4• 1 5 Ossification is a part of bone formation inf1uenced by cellular differentiation, n osteocyte activity, and calcium deposit. Mycobacterium tuberculosis i s believed to af1ect the differentiation o f MSC into osteoblast, inhibit its activity, and decrease calcium deposit within the defect. 14 ln this research, we evaluate ossification in TB spondylitis bone by quantifying osteoblast, osteocyte, and calciam level of infected bone. To monitor the ossification in the microscopic environtment, vve identify 3 variables as described before (osteoblast count, osteocyte count, and calcium level). The purpose of this research is to evaluate the interaction betw·een M. tuberculosis and bone ossification. In this research, \ve used a rabbit model of TB spondylitis (in vivo) . 13 • 14 The surveillance o f ossification i s seen by osteoblast and osteocyte cell count, as well as calc-ium level of defect area. MSC, which can differentiate into osteoblast and ultimately osteocyte, can be 9 cultured in vitro. • 1 1 From the previous study, M. tuberculosis doesn't have a significant effect o n MSC inhibition. 1 7
Methods
This research is an interventional research using animal model. The research protocol has been reviewed and approved by: ( 1 ) Animal Care and Use Committee (ACUC) PT Bimana Indomedical No. R.02-1 2-IR, (2) "Komisi Pengawasan dan Kesejahteraan Penggunaan Hewan Percobaan" (KPKPHP) IPB
Un iversitas Indonesia
69
_1\nimal Hospital No. 02-2 1 0 1 2, (3) Medical Research Unit (MRU), Research Ethical Conunittee FMUI-RSCM No. 521 /PT02.FK/ETJK/20 1 2. The majority of che
research process lies in IPB Animal Hospital Lab,
PT
Bimana Indomedical,
Clinical Microbiology Lab FMUI, and Pathology Anatomy Lab FMUI. 1be
research samples are rabbits inoculated directly with Mycobacterium :uberculosis within its vertebral body (corpus) ?'6'7'8' 10' 1 6 The rabbits were :ategorized into 2 groups; Intervention group and control group. Each of this �up consists of 3 rabbits. Intervention group are rabbits with positive culture, :?CR, and histopathologic (KPH), vvhile the control group are rabbits with positive ?CR and histopathologic only (PI-I). Both groups receive intervention ofTTSSA6, amituberculosis regimen, 1 scaffold placement of hydroxyapatite, and MSC .:rnnsplantation into the defective corpus. During the incubation period, we exam
ined these rabbits clinically. After 6 weeks of follow up, an euthanasia was
�ormed -after MSC transplantation- to extract the information of ossification 1i\ithin
the corpus. The objective parameters were measured (osteoblast count,
osteocyte count, and calcium level). Osteoblast and osteocyte were measured within microscopic visual scope by 2 jjfferent evaluator. After that, the results were added and divided equally to btain mean value. Meanwhile, in measuring calcium level, we used the Atomic Emission Spectroscopy (AES) method to directly acquire the data.
Results
According to microscopic evaluation (HE stained) with 400 times magnification, re
found the mean value of osteoblast count of 207 cells in intervention group
SD=3 1 ) and 220.33 cells in control group (SD=73.46). In osteocyte,
we
fo und
·�t33 cells in intervention group (SD=30.04) and 3 1 cells in control group SD=26.87). The mean calcium levels are 2.94% (SD=0.89) in intervention group :md
2.5 1 % (SD=O. 1 3) in control group. The total samples are 6 rabbits; three
rabbits in each group.
Universitas Indonesia
70
'*
Table 1 . Osteoblast, Osteocyte Count and Calcium Level of Bone Defect in Both Groups Intervention Control Variables p n=3 mean ± SO mean ± SD n =3 Osteoblast
3
220,33 ± 73,46
3
207 ± 3 1
Osteocyte
3
1 8,33 ± 30,04
3
3 1 ,00 ± 26,87
Na
Calcium Level
3
2,94 ± 0,89
3
�,51 ± 0,13
Na
Na
b
Picture 1 . Evaluation of HE-stained defect tissue using microscope with 400 times magnification. Tissue were sliced sagitally through the defect. a. MSC-applied slide of TB spondylitis rabbit, there is inflammatory cells around the scaffold. Osteoblast rimming can be seen around the bony island, and a couple of osteocytes indicating a good ossification in this model. b. Preparate without MSC application, there is minimal osteoblast cell count and negative osteocyte. Ossification Scoring
Based on the results in this research, all subjects in the intervention group bas a good ossification. On the other hand, the control group has a variety of results including 1 rabbit with delayed ossification, I rabbit with normal ossification, and the last rabbit with good ossification. The tabulation can be seen in table 2 below.
Universitas Indonesia
71
Table 2. Calculation of Ossification Score Osteoblast Osteocyte Calcium Count Count Level Total Score Score Score Score
Subject Coding
Group
10164
Control
5
15
15
35
Good
KOSOS
Control
5
5
15
25
Normal
1<2964
Control
15
17
Delayed
K0509
Intervention
15
31
Good
15
15
31
Good
1
15
31
Good
K3264 K05 1 9
15
Intervention Intervention
15
Ossification Grade
NB: Total score -7 1 8 (delayed); 1 8-30 (normal), > 30 (good)
Discussion
Ossification of corpus defect after MSC transplantation can be seen in table 1 . �lean value of osteoblast i n intervention group is higher compared to control group. In contrast to the previous data, we found less osteocyte count in the intervention group compared to control group. We deduce that M. tuberculosis 3ffects the differentiation of MSC into osteoblast, and also osteoblast into oSieocyte. Then again, the calcium level in intervention group is higher than control group which explains that M. tuberculosis gives a positive eiTect in �cium deposition of the detected bone. In
a long run, M. tuberculosis will inhibit bone formation which causes an
immatur e bone structure. This immature bone structure can be found in some
cases of TB osteomyelitis and TB septic arthritis; may lead to fibrous union instead of bony union. From table 2, we can conclude that the intervention group gives a better scoring on ossification parameter compared to control group. Comprised fi·o m this scoring system, M. tuberculosis gives a positive eiTect to\vards ossification of bone defect.
Conclusion
From this research,
we
found that M. tuberculosis giVes a positive effect to
ossification of bone detect which is influenced by osteoblast count, osteocyte count, and local calcium level.
Universitas Indonesia
72
Suggestion
Further research to develop a more accurate ossification scoring system which can be a great help to predict the outcome in TB spondylitis cases.
References
1.
Sapardan, S. 2004. Total Treatment of Tuberculosis of The Spine. A Rational Problem Solving Approach. Perpustakaan Universitas Indonesia.
2.
Zhang G, Zhu B, Shi W, Wang M, Da Z, Zhang Y. 2 0 1 0. Evaluation of Mycobacterial virulence using rabbit skin liquefaction model. Virulence, 1(3);156-163.
3.
Gottfried ON, Dailey AT. Mesenchymal Stem Cell and Gene therapies for Spinal Fusion. Topic Revjew. Neurosurgery 2008;63-3.
4.
Orme I and Juarrero MG. Animal Models of Mycobacterium tuberculosis Infection. Current Protocol in Microbiology. John Wiley and Son Inc, 2007.
5.
Poelstra KA, Barekzi NA, Grainger DW, Gristina AG, Schuler TC. A Novel Spinal Implant Infection Model in Rabbits. SPINE 2000;25(4);406-410.
6.
Bierry G, et al. Percutaneous Inoculated Rabbit Model of Intervertebral disc space infection: Magnetic Resonance Imaging Features v,..-ith Pathological Correlation . .Joint Bone Spine 2008;75:465-470.
7.
Chan JK. A Study of Osteocyte Apoptosis by Region and Quadrant in Murine Cortical Bone. 201 1 . Faculty of Ca#fornia Polytechnic State University, San Luis Obispo.
8.
Arantzazu M, et al. Osteoclast Control Osteoblast Chemotaxis via PDGF BB/PDGF Receptor Beta Signaling. Plos One 2008:3.
9.
Leonardi E, et al. Osteogenic propetiies of late adherent sub populations of human bone marrow stromal cells. Histochem Cell Bioi 2009;132:547-557.
10.
Zychowicz
ME.
Osteomiicular
Manifestations
of
A1ycobacterium
Tuberculosis Infection. Orthopaedic Nursing 2010;29(6). 11.
Nather A, David V, Teng J, Lee C, Pereira B . Effect of Autologous Mesenchymal Stem Cells on Biological Healing of Allografts i n Critical-
Universitas Indonesia
73
sized Tibial Defects Simulated in Adult Rabbits. Ann Acad Med Singapore 2010;39:599-606.
Vats A, Tolley NS, Buttery DK, Polak .TM. The Stem Cells in Orthopaedic Surgery. The Journal of Bone ami Joint Surgery (BR) 2004;86B(2): 159164. 13.
Bilousova G, et al. Osteoblasts derived :fi·om I nduced Pluripotent Stem Cells form Calcified Structures in Scaffolds both in vitro and in vivo. Sten1Cells.
I_.
Nair SP, Meghji S, Wilson M, Reddi K, White P, Henderson B. Bacterially Induced Bone Destruction: Mechanism and Misconception. Infection and Immunity 1996;64(7):23 71-2380.
15..
Bozic K, et al. In Vivo Evaluation of Coralline Hydroxyapatite and Direct Current Electrical Stimulation in Lumbar Spinal Fusion. SPINE 1999; 24(2 0): 212 7-2133.
5.
Rahyussalim, Kurniawati
T,
Rukmana A, Albar 1 , Fitri AD. The Potential
Spread of lv!ycobacterium tuberculosis into the Environment in the Creation ofTB Spondylitis Rabbit Models. 1.
Mensyuknil
H,
Rahyussalim, Yuyus K, Kurniawati T.
Effect
of
Mycobacterium tuberculosis debris and supernatant on bone marrow stromal cells gro\\lth.
Universitas Indonesia
74
Appendix Table Ossitication Scoring Detem1ination Hasil
Skor
Hasil
Skor
Hasil
Skor
Hi tung Osteoblas
lesi T 1 2
Negatif
Normal
5
posit if
15
Hitung Osteosit
lesi T l 2
Negatif
Normal
5
positif
15
Kadar Kalsium
lesi T l 2
Negatif
Normal
5
positi f
15
Total
45
Universitas Indonesia
75
Lampiran 4. 3 Draft Publikasi III Penga.-uh Transplantasi Sel Punca Mesenkimal Ter·hadap Perubahan Parameter Mikrobiologis dan Histopatologis Kclinci Spondilitis Tubcrkulosis Menuju Proses Penyembuhan *Rahyussalim, * *Tri Kumiawati, *** A gus Syahrurachman, *** Andriansjah, *Errol U.
Hutagalung, *Jsmail, ****Diah lskandriati, *"'*** Ekowati Handharyani
*Departemen Orthopaedi dan Traumatologi Fakultas Kcdoktcran Universitas Indonesia * *Kiaster Stem Cell and Tissue Engineering, MERC Fakultas Kedokteran Un iversi tas Indonesia ***Departernen Mikrobiologi Kl inik Fakultas Kcdoktcran Universitas Indonesia *** *Pusat Studi Satwa Primata lnstitut Pertanian Bogor **** *Rumah Sakit Hewan lnstitut Pcrtan ian Bogor
ABSTRAK
Latar Belakang: Sel punca mesenkimal (SPM) memiliki potensi imunomodu]ator dan membantu memperbaiki jaringan yang rusak. Keberadaan SPM pada Jingkungan mik.roskopis baktcri Mycobacterium tuberculosis diharapkan mampu menekan aktifitas bakteri dalam berproliferasi. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh transplantasi SPM secara langsung pada defck korpus vertebra kelinci spondilitis tuberkulosis terhadap perubahan parameter mikrobiologis dan histopatologis menuju proses penycmbuhan secara in vivo. Metode : Empat belas ekor kelinci spondilitis tuberkulosis (ST) dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok perlakuan (n=7) dan kelompok kontrol (n=7). Kelompok perlakuan menjalani prosedur intervensi TTSSA6, penempatan skafold, transplantasi SPM dan pemberian OAT, sedangkan kelompok kontrol mcnjalani prosedur yang sama tanpa tranplantasi SPM. Dilakukan pemeriksaan Thl dan Th2 dari darah, pemeriksaan mikrobiologi dan histopatologi terhadap jaringan lesi yang berasal dari kedua kelompok tersebut setelah waktu inkubasi 6 minggu. Hasil pemeriksaan diuji secara statistik dan digunakan untuk menentukan nilai skoring kesembuhan. Hasil : Sesudah 6 minggu dilakukan transplantasi SPM teijadi peningkatan populasi Thl darah dari 4,79% (SD = 2,35) menjadi 30,90% (SD = 30,23), dan penurunan populasi Th2 darah dari 42,74% (SD = 10,23) menjadi 29,26% (SD = 34,95). Terjadi pula peningkatan rasio populasi Th Iffh2 dari 0, 1 2 (SD = 0,08) menjadi 5,84 (SD = 7.80). Hasil pemeriksaan mikrobiologi menunjukkan 3 dari 7 ekor kelinci perlakuan mengalami kesembuhan (3/7, 42.9%), demikian pula 4 dari 7 ekor kelinci kontrol (4/7, 5 7 , 1 %), (p = 0,500). Hasil pemeriksaan histopatologi menunjukkan 2 dari 7 ekor kelinci perlakuan dan kontrol mengalami kesembuhan (2/7, 28,6%), (p=0,720). Hasil penghitungan skor kesembuhan menunjukkan bahwa kelompok kelinci perlakuan (n=7; rerata skor 268,57; SD 1 5 ,74) maupun kelompok kelinci kontrol (n=5; rerata skor 264,00; SD 16,73) memiliki nilai skor kesembuhan > 1 05 ( sembuh) (p=0,595). Diskusi : Hasil pemeriksaan terhadap jaringan lesi menunjukkan bahwa secara mikrobiologis didapatkan kesembuban kelinci ST baik pada kelompok perlakuan maupun kontrol, demikian pula secara histopatologis terbukti tidak ada pengaruh transplantasi SPM terhadap reaksi jaringan tubuh terkait proses infeksi bakteri
Universitas Indonesia
76
Mycobacterium tuberculosis, hal ini dibuktikan dari perubahan hasil positif menjadi negatif pada 2 dari 7 ekor kelinci (28,6%) baik pada kelompok perlakuan maupun kontrol. KesimpuJan ·: Transplantasi sel punca mesenkimal tidak memberikan pengaruh yang berarti terhadap proses penyembuhan kelinci ST secru·a mikrobiologi dan histopatologi, hasil ini didukung pula oleh hasil penghitungan total skor kesembuhan.
Keywords lvfycobacterium tuberculosis , sel punca mesenkimal, Th l , Th2, BTA, kultur, PCR, kesembuhan.
Universitas Indonesia
77
Pendahuluan
Spondilitis tuberkulosis (ST) adalah penyakit infeksi pada tulang belakang yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium
tuberculosis.
ST
mengakibatkan
kerusakan korpus (defek) yang menimbulkan instabilitas tulang belakang dan gangguan struktur eli sekitarnya.
Penyembuhan infeksi bakteri pada ST
d ipengaruhi oleh seberapa berat kerusakan korpus dan infeksi bakteri tersebut eli tulang belakang. 1 •2 Selain itu penyembuhan infeksi juga dipengaruhi oleh asupan gizi, nutrisi dan sistem imun tubuh. 3 Sel punca mesenkimal (SPM) diketahui memiliki potensi sebagai imunoregulator, 45 yaitu mampu meningkatkan sistem imun seluler (sel T) dalam tubuh. Saat ini penggunaan SPM tidak hanya terbatas pacla kasus degenerati.t: namun juga mulai digunakan untuk kasus infeksi sehingga memberi harapan penggunammya pada penatalaksanaan ST. 6 Penelitian m 1 bertujuan untuk melihat pengaruh transplantasi SPM secm·a langsung pada clefek korpus vertebra kelinci ST terhadap perubahan parameter mikrobiologis dan histopatologis menuju proses penyembuhan.
Metode
Penelitian ini merupakan penelitian intervensi pada kelinci, seluruh protokol telah direview clan disetujui oleh Komisi Animal Care and Use Committee (ACUC) PT. Bimana Indomedical No. R.02-12-IR clan Komisi Pengawasan dan Kesejabteraan Penggunaan Hewan Percobaan (KPKPHP) Rumah Sakit Hewan (RSH) lPB No. 02-2 1 0 1 2 RSH IPB dan Komite Etik Penelitian Kesehatan FKUI-RSCM No. 521 /PT02.FK/ETIK/20 l2. Sebagian besar penelitian ini menggunakan fasilitas hewan eli RSH IPB, PT Bimana lndomedical, laboratoriurn Mikrobiologi Klinik FKUI dan laboratorium Patologi Anatomik FKUI Sampel penelitian ini adalah kelinci ST yang telah dilakukan proseclur inokulasi langsung bakteri MTb ke dalam korpus vertebranya dan telah menjalani pemeriksaan diagnosis secma mikrobiologi clan histopatologi setelah 8 minggu waktu inkubasi. Empat belas ekor kelinci spondilitis tuberkulosis (ST) dibagi menjacli 2 kelompok yaitu kelompok perlakuan (n=7) dan kelompok kontrol
Universitas Indonesia
78
(n=7). Kelompok perlakuan menjalani prosedur intervensi TTSSA6, penempatan skafold, transplantasi SPM dan pemberian OAT, sedangkan kelompok kontrol menjalani prosedur yang sama tanpa tranplantasi SPM. Sebelum dan sesudah tranplantasi SPM dilakukan pemeriksaan Thl dan Th2 dari darah menggunakan metode flow cytometry. Selama 6 minggu waktu inkubasi dilakukan pemeriksaan klinis yaitu pengukuran berat badan, suhu badan dan tancla-tanda infeksi, sedangkan setelah 6 minggu waktu inkubasi dilakukan pewarnaan BTA, pemeriksaan PCR, kultur dan histopatologi terhadap jaringan lesi terhadap kedua kelompok kelinci ST tersebut. Hasil pemeriksaan diuji secm·a statistik dan digunakan untuk menentukan nilai skoring kesembuhan.
Hasil dan Pembahasan Pemeriksaan lmunologi
Dari hasil pemeriksaan rerata populasi Thl darah kelinci ST kultur posit if tampak terjadi peningkatan dari 4,79% (SD
=
2,35) sebelum transplantasi SPM menjadi
30,90% (SD = 30,23) sesudah transplantasi SPM. Berbeda dengan hasil pemeriksaan rerata populasi Th2 darah pada kelinci ST kultur positif tampak terjadi penurunan dari 42,74% (SD 29,26% (SD
=
=
1 0,23) sebelum transplantasi SPM menjadi
34,95) sesudah transplantasi SPM.
Apabila hasil pengukuran populasi T h l dan Th2 dari kelinci yang sama dibandingkan, maka diperoleh nilai rasio Thl/Th2. Pada penelitian ini tampak te1jadi peningkatan rasio Th l /Th2 dari sebelum transplantasi SPM sebesar 0,12 (SD
=
0,08), menjadi 5,84 (SD
=
7.80) sesudah transplantasi SPM. Sayangnya
semua hasil pemeriksaan ini tidak dapat dibandingkan dan dihitung secara statistik karena jumlah sampel yang terlalu sedikit (n
=
2). Jumlah sampel yang sedikit ini
(hanya 2 dari 4 sampel yang seharusnya) disebabkan karena lisisnya darah kelinci yang akan dianalisis sehingga tidak dapat diukur populasinya dengan alat flow cytometer.
Un iversitas Indonesia
79
Tabel 1 . Rerata populasi Th I , Th2 dan rasio Th Ifrh2 darah kelinci sebelum dan sesudah transplantasi SPM Sebelum Transplantasi SPM Kadar so 2.35 4.79
Kadar Th I
Sesudah Transplantasi SPM Kadar so
p
30.90
30.23
Na
Kadar Th2
42.74
10.23
29.26
.34.95
Na
Rasio kadar Th I frh2
0.12
0.08
5.84
7.80
Na
Pcmeriksaan MikrobioJogi.
Berdasarkan basil pemeriksaan mikrobiologi terhadap material lesi setelah enam minggu transplantasi SPM diperoleh kesembuhan pada tiga ekor ketinci kelompok perlakuan (3/7, 42,9%) dan empat ekor kelinci kelompok kontrol (4/7, 57,1%). Uji Fisher terhadap hasil pemeriksaan ini menunjukkan bahwa secara statistik tidak ada perbedaan yang bermakna dari kesembuhan antar kedua kelompok kelinci ST tersebut (p
=
0.500).
Tabel 2. Hasil Pemcriksaan Oiagnostik Secara Mikrobiologi untuk Evaluasi Kesembuhan KeJ]nci ST PCR Kelompok Kriteria Kultur Kode kelinci BTA K0520
Negatif
Negatif
Negati f
tanpa SPM
Sembuh
K3364
Negatif
Negatif
Negatif
tanpa SPM
Sembuh
K2664
Negatif
Negatif
Negatif
tanpa SPM
Sembuh
K0525
Negatif
Negatif
Negatif
tanpa SPM
Sembuh
K0505
Negatif
Negatif
Negatif
dengan SPM
Sembuh
K0964
Negatif
Negatif
Negatif
dengan SPM
Sembuh
K2964
Negatif
Negatif
Negati f
dengan SPM
Sembuh
KOSO!
Negatif
Negatif
Positif
tanpa SPM
tidak sembuh
K05 1 7
Positif
Negatif
Negatif
tanpa SPM
tidak sembuh
K2764
Positif
Negatif
Positif
tanpa SPM
tidak sembuh
K3 1 64
Negatif
Negatif
Positif
dengan SPM
tidak sembuh
K0509
Negatif
Negatif
Positif
dengan SPM
tidak sembuh
K3264
Negati f
Negatif
Positif
dengan SPM
tidak sembuh
K0519
Negatif
Negatif
Positif
dengan SPM
tidak sembuh
Pemeriksaan Histopatologi.
Berdasarkan basil pemeriksaan histopatologi terhadap material lesi setelah enam minggu transplantasi SPM diperoleh kesembuhan yang sama pada kelinci ST kelompok perlakuan dan ketompok kontrol yaitu 2 dari 7 ekor kelinci (2/7, 28,6%). Uji Fisher terhadap hasit pemeriksaan ini menunjukkan bahwa secm·a
Universitas Indonesia
80
statistik tidak ada perbedaan yang bermakna dari kesembuhan antar kedua kelompok kelinci ST tersebut (p = 0, 720). Tabel 3 Hasil Evaluasi Kesembuhan Kelinci ST Berdasarkan Hasil Pemeriksaan MikJobiologi dan Histopatologi Modalitas Pemeriksaan
Prosentase kesem buhan Dengan SPM Tanpa SPM N % N
p %
Mikrobiologi
3 (317)
42,9
4 (417)
57,1
0,500
1-listopatolgi
2 (217)
28,6
2 (2/7)
28,6
0,720
Hasil Sko.-ing Kesembuhan Kelinci Spondilitis tube.-kulosis Tabel 4. 1-!asil penghitungan nilai SSK setiap kelinci terinteksi enam minggu pasca intervensi penatalaksanaan. Kode kelinci
Th I Darah skor
Th2 Darah Skor
Pewamaan BTA Skor
Kultur
PCR
Total skor
Keterangan
Skor
Histopatologi Mtb skor
Skor
KOSO!
50
30
50
50
30
30
240
sembuh
K0520
50
30
50
50
50
30
260
sem buh
K05 1 7
50
K3364
50
30
30
50
50
50
260
sembuh
50
50
50
50
30
280
sembuh
K2764
50
50
50
50
30
50
280
sembuh
K2664
50
50
50
50
50
30
280
sembuh
K0525
50
50
50
50
50
30
280
sembuh
K3 1 64
50
50
50
50
30
30
260
sembuh
K0509
na
na
50
50
30
30
na
K0505
50
50
50
50
50
30
280
K0964
na
Na
50
50
50
50
na
K2964
50
50
50
50
50
30
280
sembuh
10264
50
30
50
50
30
30
240
sembuh
K05 1 9
50
50
50
50
30
30
260
Sembuh
sembuh
Nilai skor
= I05 sembuh
Tabel 4. memperlihatkan hasil penghitungan skor masing-masing kelinci. Terdapat 2 ekor kelinci (K0509 dan K0964) yang tidak memenuhi syarat dalam penghitungan skor karena tidak memiliki hasil pengukuran yang lengkap, akibatnya kelinci ST ke]ompok perlakuan yang ditransplantasikan SPM hanya memiliki 5 sampel (n=5), dan kelinci ST kelompok kontrol yang tidak ditransplantasikan SPM tetap memiliki 7 sampel (n=7). Nilai skor kesembuhan kelinci ST kelompok perlakuan maupun kontrol
>
1 05, artinya seluruh kelinci
U niversitas Indonesia
81
(n= 12) menunjukkan kesembuhan setelah dilakukan intervensi penatalaksanaan baik ditransplantasikan SPM maupun tidak. Walaupun secm·a statistik hasil ini tidak menunjukan perbedaan yang bermakna (p=0,595), tetapi dapat dilihat bahwa nilai skor rata-rata kelinci ST kelompok kontrol ternyata lebih besar (n=7; rerata skor 268,57; SD 1 5, 74) dibandingkan dengan nilai skor rata-rata kelinci ST kelompok perlakuan (n=5; rerata skor 264,00; SD 16,73).
Pembahasan : Kesembuhan Kelinci Spondilitis tuberculosis (ST)
Kesembuhan
diartikan
sebagai
perbaikan kondisi
klinis,
perbaikan hasil
pemeriksaan imunologi serta perubahan basil pemeriksaan mikrobiologi dan histopatologi menjadi negatif Perbaikan kondisi klinis dapat diamati berdasarkan data perubahan berat dan suhu badan sebelum tranplantasi SPM dan sesudah tranplantasi SPM. Perbaikan basil pemeriksaan imunologi diamati dari perubahan jumlah populasi Th I dan
Th2
serta rasio populasi Thl/Th2 antara sebelum dan sesudah dilakukan transplantasi SPM. Perubahan basil pemeriksaan mikrobiologi 9
dan histopatologi diamati sekaligus berdasarkan perubahan hasil pewarnaan BTA, pemeriksaan kultur, PCR dan histopatologi 10 dari positif menjadi negatif Sayangnya pada penelitian ini terdapat 2 sampel darah yang beku dalam prosesnya pengukuran populasi Thl -Th2 sehingga tersisa sampe I hanya 2 ekor kelinci dari 4 yang seharusnya. Perubahan Berat Badan Kelinci.
Proses infeksi sistemik secara tidak langsung berpengaruh terhadap penambahan berat badan kelinci. Pengaruh ini berkaitan dengan nafsu makan, peningkatan kebutuhan nutrisi dalam mekanisme melawan proses infeksi, daya tahan tu buh dan virulensi bakteri. Pada gambar I diperlihatkan pola penambahan berat badan kelinci setiap 3 hari dimulai sejak prosedur inokulasi bakteri Mycobacterium tuberculosis. Terjadi penambahan rerata berat badan kelinci ST pada kedua kelompok baik kelompok perlakuan yang ditransplantasi SPM (grafik warna hijau) maupun ke!ompok kontrol yang tidak ditransplantasikan SPM (warna kuning). Kedua grafik menunjukan garis lurus yang paralel dengan perbedaan yang secm·a statistik tidak bermakna (p=0,707). Hal ini memberikan kesan bahwa
Universitas Indonesia
82
SPM sesungguhnya tidak berperan baik langsung maupun tidak langsung dalam peningkatan berat badan. Bila dibandingkan dengan grafik peningkatan rerata berat badan sebelum intervensi dilakukan (sebelum hari ke-43) yang menunjukan bahwa inokulasi bakteri tidak memberikan pengarub terha?ap peningkatan rerata berat badan kelinci, maka sangat logis jika transplantasi SPM bersamaan dengan upaya mereduksi infeksi pada lesi ST kelinci juga tidak mempengaruhi penambahan berat badan kelinci.
:t'-l)r(l
-----·--------······
· ·····-------------------------
�w
7�lfl
LWO
�
1::.00
1000
""
()
---------- ··-- ---··-----··--
0
1
·1
7
10 H 1G
1� · 2l
i�
.......
l$
··-···-...............�···--- . . . .
3.1
�_,
·········-······--·-<>••···--·------····
37 1:0 •H -iG -1:;) 52 ��
�a G.!
��
...
..
..................._
f17 70 n . 7G 7� S.2 85
83 91 ?1 ?1
Gambar 1 . Grafik Perubahan Berat Badan Kelinci Selama Penelitian. Garis kuning menunjukan grafik perubahan berat badan kelompok kelinci ST yang pada minggu ke-8 ditatalaksana tanpa transplantasi SPM. Garis hijau menunjukan grafik perubahan berat badan kelompok kelinci ST yang pada minggu ke-8 ditatalaksana dengan transplantasi SPM. Panah merah menunjukan waktu intervensi tatalaksana yang dilakukan pada hari ke 43.
Perubahan Suhu Badan Kelinci.
Peningkatan atau penurunan suhu badan dari suhu nonnal merupakan informasi yang penting diketahui pada kasus infeksi, walaupun perubahan suhu ini tidak selalu berhubungan dengan proses infeksi dan dapat saja terjadi karena proses trauma, peradangan non infeksi ataupun proses peningkatan metabolisme lainnya. Pad a gambar 2 diperlihatkan po Ia perubahan suhu badan kelinci setiap 3 hari dimulai sejak prosedur inokulasi bakteri Mycobacterium tuberculosis. Terjad i f1uktuasi perubahan rerata suhu badan kelinci ST pada kedua kelompok baik kelompok perlakuan yang ditransplantasi SPM (grafik warna hijau) maupun kelompok kontrol yang tidak ditransplantasikan SPM (warna kuning). Kedua grafik menunjukan adanya perbaikan suhu badan mendekati suhu badan sebelum
Universitas Indonesia
83
dilakukan inokulasi dan berada dalam kisaran suhu normal kelinci yaitu antara 39,0 derajat selsius dan 39,5 derajat selsius. Dari grafik ini dapat dilihat bahwa transplantasi SPM tidak memberikan dampak pada perubahan suhu badan kelinci, tetapi perubahan suhu badan tampaknya lebih didominasi oleh pemberian OAT yang berpengaruh langsung dalam menurunkan aktifitas bakteri didalam badan dan intervensi TTSSA6 yang berdampak langsung pada reduksi debris di dalam lesi korpus vertebra. Pada periode enam minggu setelah tranplantasi, SPM tidak nampak berperan secara sistemil( dalam mengantisipasi penurunan suhu, namun dalam jangka panjang SPM secm·a teoritis dapat mencegah rekurensi infeksi karena SPM memiliki kemampuan sebagai agen imunitas. ············-·-
���
.....
.
:r 33,5
�
')/,'>
.
.
..
_ _ __ -.. ....... ............... .. .._ ,
..
...........____ ____,
..........................................�
,
............_ _ .. . _ .................................................................... ,...._ .................................................... .. .......
..
�-
� ���� �l�'\l ¢� V'1l�7 ��
1q,;
39
.
.............................. ··········------ ·----------
....-..................................................................... .. , ..,_. ... ................................ ...... .....
. --_ 0). .
�
<)
r --4\ _L__ 'ff o
- --
D-
q
,
·
,. I
\1 c
'¢
�
_______ _
-�
·· -
---- --- --------- · . -----------. -
� _ B _ _ _ __ __ __ _
-
..
------- ----·-···----·
...
--- __________________ . .._ .....
____ ,._ _ _ _ _ ....... _ _ _ _ , ,_,...........-... .-- ·-----_
.'II II
1
�
I
111
1.1 1h I� J) '1.'> JH :11 :1�
.II �II �:1 �- A4 �I >� -,x hi
h< hi Iii il lh )q kl
X; HH '11 '!4
�/
Gambar 2 Grafik Perubahan Suhu Badan Kelinci Selama Penelitian. Garis kuning menunjukan grafik perubahan suhu badan kelompok kelinci ST yang pada minggu ke-8 ditatalaksana tanpa transplantasi SPM. Garis hijau menunjukan grafik perubahan suhu badan kelompok kelinci ST yang pada minggu ke-8 ditatalaksana dengan transplantasi SPM. Panah merah menunjukan waktu intervensi tatalaksana yang dilakukan pada hari ke 43.
Hasil Pemeriksaan Imunologi
Secm·a imunofenotipik sel T terdir i dari limfosit T helper, disebut juga clusters of differentiation 4 (CD4) karena mempunyai molekul CD4+ pada permukaannya, jumlahnya 65% dari limfosit T darah tepi. Sebagian kecil (35%) lainnya berupa limfosit
T
supresor atau
sitotoksik,
mempunym
molekul
CD8+
pada
permukaannya dan sering juga disebut CDS. Sel T helper (CD4) berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi sel T helper 1 (Th 1 ) dan sel T helper 2 (Th2). Subset sel T tidak dapat dibedakan secara morfologik tetapi dapat dibedakan dm·i perbedaan
Un iversitas Indonesia
84
sitokin yang diproduksinya. Sel Thl membuat dan membebaskan sitokin tipe 1 meliputi IL-2, IL- 1 2 , IFN-g dan tumor nekrosis faktor alfa (TNF-a). Sitokin yang dibebaskan oleh Th 1 adalah aktivator yang efektif untuk membangkitkan respons imun seluler melalui pola Thl . Sel Th2 membuat dan membebaskan sitokin tipe 2 antara lain IL-4, IL-5, IL-6, IL-9, dan IL-l 0. Sitokin tipe 2 menghambat proliterasi sel Th 1, sebaliknya sitokin tipe 1 pembebasan
sitokin
tipe
2 . 1 0, 1 7 , 1 9.7•8
menghambat produksi dan
Jumlah
populasi
Thl
dan
Th2
mencerminkan respon imunitas tubuh terhadap perlawanan infeksi. Populasi Th 1 yang meningkat secm·a signifikan pada kelinci ST kelompok
perlakuan
menunjukkan bahwa proses peyembuhan sedang berlangsung. Data ini didukung oleh peningkatan yang tidak signifikan populasi Th2.
)0.00
:-
--- -··································-····-···---
uo
·····················································································-
�:� -[:-= -=--r � /��->-,!1m •• lllCll J,W
__/ _ � ,
------- - -
•"
----······
Ii �
Grafik Perubahan Populasi Thl, Th2 dan Rasio Thl/Th2 dari Keli nci ST Kelompok Perlakuan dan Kontrol . Popula si ini diukur dalam 4 periode waktu yaitu minggu ke-0 sebelum dilakukan inokulasi, minggu ke-5 setelah inokulasi, minggu ke- 1 1 setelah i n tervens i penatalaksanaan dan m inggu ke- 1 4 setelah intervensi penatalaksanaan menjelang eutanasia. Gambar 3.
Gambar 3 . memperlihatkan profil peningkatan populasi Thl , Th2 dan rasio Thl/Th2 dimana kelinci ST kelompok perlakuan menunjukan peningkatan yang lebih rendah daripada kelinci ST kelompok kontrol. Gambaran ini dapat memberikan beberapa asumsi bahwa: pertama transplantasi SPM memberikan perlindungan pada bakteri MTb dengan menekan proliferasi sel Thl sehingga jumlah populasi sel Thl kelinci ST kelompok perlakuan menurun, kondisi ini menimbulkan konsebvensi bahwa transplantasi SPM justm menghambat upaya pembunuhan bakteri MTb; kedua dapat pula bermii bahwa transplantasi SPM justru memberikan dampak kesembuhan lebih awal dimana SPM mampu menggantikan sebagaian peran dan fungsi sel Thl dalam memberikan perlawanan terhadap infeksi sehingga peningkatan populasi Thl yang tajam
tidak terjadi
pasca prosedur intervensi. Diperlukan data pendukung lain untuk memperkuat
Un iversitas Indonesia
85
asumsi mana yang lebih sesuai untuk menilai peranan T h l dan Th2 da]am meramalkan peranan SPM sebagai agen imunitas.
Hasil Pemeriksaan Mikrobiologi dan Histopatologi
Pcmeriksaan mikrobiologi dengan 3 modalitas pemeriksaan pcwarnaan BTA, kultur dan PCR
lebih mendukung asumsi
pertama dimana pada kelompok
perlakuan yang ditransplantasikan SPM jumlah kelinci ST yang sembuh hanya 3 dari 7 ekor kelinci ST (42,9%), sementara pada kclompok kontrol yang tidak ditransplantasikan SPM jumlah kelinci yang sembuh lebih banyak yaitu 4 dari 7 ekor kelinci ST (57,1%). Kesembuhan secara mikrobiologi cliartikan bila ketiga modalitas
pemeriksaan
pewarnaan
BT A,
kultur
dan
PCR
seluruhnya
menunjukkan hasil negatif pada satu kelinci setelah dilakukan intervensi penatalaksanaan. Pemeriksaan histopatologi terhadap lesi ST di lakukan dcngan cara mengamat i reaksi tcrhadap proses infeksi yang berlangsung di jaringan tulang korpus melalui pulasan hematoxilin-eosin. Kesembuhan secara histopatologi diartikan bila terjadi perubahan hasil dari positif menjadi negatif yang mcnunjukan hilangnya reaksi jaringan terhadap proses infeksi. Hasil pemeriksaan histopatologi jaringan lesi pada kelinci ST kelompok perlakuan yang ditransplantasikan SPM dan kelinci kelompok
kontrol
yang
tidak
ditransplantasikan
SPM,
masing-masing
menunjukkan perubahan 2 clari 7 sampel histopatologi yang positif menjadi negatif (28,6%), hal ini menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh tranplantasi SPM terhadap penurunan reaksi jaringan terhadap proses infeksi MTb. Hasil kedua pemeriksaan ini dapat dilihat pada tabcl 3 . Skoring Kesembuhan
Untuk mencntukan secara objektif kesembuhan kelinci ST pasca tindakan penatalaksanaan berupa TTSSA6, pemberian OAT, penempatan skafold dan transplantasi SPM dikembangkan suatu sistem skoring yang disebut sebagai Sistem Skoring Kesembuhan (SSK). Sistem ini menganalisis kesembuhan dari beberapa faktor risiko yang digunakan dalam penegakan diagnosis dan evaluasi kemajuan capaian pengobatan yaitu pemeriksaan imunologi (populasi Thl dan
Un iversitas Indonesia
86
Th2);
pemeriksaan mikrobiologi (pewarnaan BTA, pemeriksaan ku!tur, dan
PCR); dan pemeriksaan histopatologi (pemeriksaan jaringan lesi dengan pulasan HE) seperti yang diper!ihatkan tabeJ 4. Dari tabel ini dapat dilihat pula nilai skor untuk masing-masing hasil pemeriksaan. Total skor penelitian ini adalah 300 dan nilai batas kesembuhan ditetapkan oleh peneliti dengan pengertian : tidak sembuh bila nilai skor kurang dari 1 05, sementara dikatakan sembuh bila nilai skor sama atau lebih daripada 1 05.
1-lasil penghitungan nilai SSK terhadap kelinci ST
kelompok perlakuan dan kontrol mendukung asumsi pertama dimana SPM justru memberikan dampak perlindungan terhadap bakteri MTb.
Kesimpulan
I ) Transplantasi sel punca mesenkimal pada defek kelinci spondilitis tuberkulosis memberikan dampak perbaikan secm·a imunologi dengan menurunnya respon Th2 dan peningkatan rasio Th 1 /Th2. 2) Transp]antasi set punca mesenkimal tidak mempengaruhi kesembuhan kelinci ST berdasarkan hasil pemeriksaan mikrobiologi, hal ini didukung oleh hasil penghitungan total skor kesembuhan. 3 ) Dengan dikembangkannya Sistem Skoring Kesembuhan maka peranan sel punca mesenkimal dalam mencapai kesembuhan dapat dinilai secara objektif.
Saran
Diperlukan penelitian untuk mengembangkan sistem skoring kesembuhan yang sangat berguna bagi penelitian selanjutnya dalam memberikan penilaian objektif terhadap
kumpulan
berbagai
faktor
yang
berkontribusi
pada
penilaian
kesembuhan spondilitis tuberkulosis.
Universitas Indonesia
87
Daftar Pustaka
I.
Schlossberg,
D.
Tuberculosis and Non tuberculous Mycobacterial
Infections. Fifth Edition, McGraw-Hill 2006. 2.
Sapardan, S. Total Treatment o.f Tuberculosis of The Spine. A Rational Problem Solving Approach, Perpustakaan Universitas Indonesia, 2004.
3.
Nair SP, Meghji S, Wilson M, Reddi K, White P, Henderson B. Bacterially Induced Bone Destruction: Mechanism and Misconception. Infection and Immunity 1 996;64(7):2371 -2380.
4.
Shirley H. J. M, et al. j\!Jesenchymal Stem Cells Reduce Inflammation while Enchanching Bacterial Clearance and Improving Survival in Sepsis. Am J Respir Crit Care Med Vol l 82. Pp 1 047-57, 2 0 1 0
5.
Ramesh Chandra Rai, Debapriya Bhattacharya and Gorbadan Das. Stem Cells in I nfection Diseases. Insight and Control of Infection Disease in Global Scenario. Intech ISBN 978-953-5 1 -03 1 9-6
6.
Kaufmann S. How Can Jrrununology Contribute to The Control of Tuberculosis? Nature Review [nununology 200 1 ; 1 .
7.
Dheda K, Schwander S, Zhu B , Richard N , Smit V, Zhang Y. The Immunology of Tuberculosis: From Bench to Bedside. Respirology 201 0; 15:433-450.
8.
Rook GA W, Seah G, Ustianmvski A.
.M.
tuberculosis: immunology and
vaccination. Eur Respir 2001 ; 1 7:537-557. 9.
Ordway D, et al. Animal model of Mycobacterium abscessus lung infection. Journal of Leucocyte Biology 2008;83.
1 0. Basaraba RJ. Experimental tuberculosis: the role of comparative pathology in the
discovery of improved tuberculosis treatment strategies.
Tuberculosis 2008;88.
Universitas Indonesia
88
Lampiran Sistem Skoring Kesembuhan
Sistem Skoring Kesembuhan Hasil
skor
Hasil
Skor
hasil
Thl Darah
M-14
N
Th2 Darah
M-14
Pewarnaan BTA
M-14
Positif3
Positif2
Kultur
M-14
Positif3
PCR
M-14
Histopatologi Mtb
Lesi Tl2
.
skor
basil
skor
30
>N
50
N
30
>N
50
15
Positif I
30
Negatif
50
Positif2
15
Positif I
30
Negatif
50
Positif3
Positif2
15
Positif l
30
Negatif
50
Positif3
Positif2
15
Posi ti f l
30
Negatif
50 300
Total Nilai skor <105 tidak sembuh, nilai skor >= 105 sembuh
Universitas Indonesia
89
Mesenchymal Stem Cell Effects on Microbiological and Histopathological Alterations in Spondylitis Tuberculosis Rabbit's Healing Process *Rahyussalim, **Tri Kurniawati, ***A gus Syahrurachman, *** Andriansjah, *Errol U. Hutagalung, *Ismail, ****Diah lskandriati, ***** Ekowati Handharyani
*Department of Orthopaedic and Tra umatology Faculty of Medicine University of Indonesia **Stem Cell and Tissue Engineering Cluster, MERC Faculty of Medicine University of Indonesia ***Department Microbiology Clinic f-aculty ofMedicine University of Indonesia ****Primata Research Center Bogor Agricultural Institute *****Veterinary Teaching Hospital Bogor Agricult ura l Institute
ABSTRACT Background: Mesenchymal Stem Cell (MSC) has the potency to modulate immune response and to repair tissues. The existence of MSC in Mycobacterium tuberculosis microscopical environment is hoped to reduce its proliferating activity. This research aims to observe the dr i ect MSC transplantation effect on the vertebral body defect in Spondylitis Tuberculosis (ST) rabbit on microbiological and histopathological aspects of bone healing in vivo. Methods: Fourteen ST rabbits were divided into two groups which are the treatnient (n=7) and the control group (n=7). The treatment group underwent TTSSA6 intervention procedure, scaffo ld and MSC transplantation and anti U1berculosis drugs administration, meanwhile control group underwent the same procedure as treatment group without MSC transplantation. Thl and Th2 along with microbiological and histopathological examination on the tissue lesion from both group were analysed from blood after 6 weeks of incubation. The results were tested statistically and the healing score was calculated. Results: Six weeks after MSC transplantation, Thl was increased from 4.79% (SD= 2.35) into 30.90% (SD = 30.23) and Th2 was decreased from 42.74% (SD = 1 0.23) into 29.26% (SD = 34.95). T h l /Th2 population was increased from 0.12 (SD = 0.08) into 5.84 (SD = 7.80). Microbiological examination showed healing of 3 out of 7 treatment rabbits group (3/7, 42.9%) and 4 out of 7 control rabbits group (4/7, 57.1%); (p 0.500). Histopathological examination showed healing of 2 from 7 treatment rabbits and also 2 fi·om 7 control rabbits group (2/7, 28.6%); (p = 0.720). Hence the healing score of both the treatment group (n=7; mean score 268.57; SO = 1 5.74) and the control group (n=5; mean score 264.00; SD = 1 6.73) were all above 105 (healed) (p = 0.59 5). Discussion: Microbiological and histopathological examination on tissues lesion shows a good healing process :fi·om both treatment and control group which show that there is no etiect of MSC transplantation to the immune response system on the infection of Mycobacterium tuberculosis which is shown on the alteration of positive into negative results :fi·om 2 out of7 rabbits on both groups. Conclusion: Mesenchymal stem cell transplantation does not have significant effect on ST rabbit's healing process micro biologically and histopathologically shown by the same total healing score. =
Keywords: Mycobacterium tuberculosis,
culture, PCR, healing
Universitas Indonesia
mesenchymal stem cell, Th 1, Th2, Acid fast bacilli,
90
Background
Tuberculosis (TB) spondylitis is an infectious disease of the spine which is caused by Mycobacterium tuberculosis. TB spondylitis causes defect ofthe corpus which can lead to spinal instabi lity and disturbance of surroun �ing tissue. Healing of bacterial infection in TB spondylitis is cleten11ined by the severity of corpus defect and the bacterial infection in the spine. 1 .2 Besides, infection healing is also influenced by food intake, nutrition, and immune system ofthe body. 3 Mesenchymal Stem Cell (MSC) has a well-known potention as immunoregulator that is able to increase cellular immune system of the body tlu·ough T cell enhancement.4·5 MSC application is not limited to degenerative cases, but also has 6 a role in acquired disease (infection) cases. The purpose of this research is to evaluate the effect of direct MSC transplantation onto a TB spondylitis rabbit on microbiological and histopathological aspects of bone healing in vivo.
Methods
This l'esearch is an interventional research using rabbits as animal model The research protocol has been reviewed and approved by: (1) Animal Care and Use Committee (ACUC) PT Bimana Indomec!ica) No. R.02-12-JR, (2) "Komisi Pengmvasan dan Kesejahteraan Penggunaan 1-Iewan Percobaan" (KPKPHP) IPB Animal Hospital No. 02-2 1 0 1 2, (3) Medical Research Unit (MRU), Research Ethical Committee FMUI-RSCM No. 521 /PT02.FK/ETIK/2012. The majority of the research process lies in IPB Animal Hospital Lab, PT Bimana Indomedical, Clinical M icrobiology Lab FMUI, and Pathology Anatomy Lab FMUI. The research samples are rabbits inoculated directly with M. tuberculosis within its
vertebral
body
(corpus)
and
diagnosed
with
microbiological
histopathological examination after 8 weeks incubation period.
and
Fourteen ST
rabbits were divided into two groups which are the intervention group ( n=7) and control group (n=7). The intervention group underwent TTSSA6 procedure, scaffold and MSC transplantation, and also antituberculosis drugs regimen. Meanwhile, control group underwent TTSA6 procedure and antituberculosis drugs regimen without MSC transplantation. Th 1 and Th2 were analysed from
Universitas Indonesia
91
blood before and after MSC transplantation using flow cytometry. During 6 weeks of incubation, clinical examinations (body weight, body temperature, and infection signs) were conducted. After incubation, we analyze BTA stain, PCR, culture, and histopathologic feature tissue lesion from both group. The results were tested statistically and the healing score was calculated.
Results Immunologic
According to the results, the mean population of Th 1 in positive culture of ST rabbit rises fi·om 4.79% (SD=2.35) to
30.90% (SD=30.23) after MSC
transplantation. This result differs compared to Th2 mean population which decreases fi·om 42.74% (SD=1 0.23) into 29.26% (SD=34.95) after MSC transplant. From the acquired data, we can calculate the increment of Th 1 /Th2 ratio from 0.12
(SD=0.08) into
5.84
(SD=7.80) after MSC transplant.
Unfortunately, we cannot extrapolate this data statistically because the sample size is too little (n=2). This minimal sample is caused by specimen (blood) lysis of the ST rabbit that, in turn, cmmot be analyzed by the t1ow cytometer. Table l .Mean population ofTh l , Th2, and Th I/Th2 ratio before and after MSC transplant Before transplant Alter transplant p SO Level SD Level Thl
level
Th2 1evel Th i!Th2
ratio
4.79
2.35
30.90
30.23
Na
42.74
10.23
29.26
34.95
Na
0. 1 2
0.08
5.84
7.80
Na
Microbiologic
Statistically, there was no significant difference between intervention group and control group inspite of cure rate after 6 weeks of initial MSC transplant. I n control group, cure rate i s 4/7 rabbits (57.1%) while the intervention group gave 3/7 (42.9%) healed rabbit after MSC transplant This result was confirmed with Fisher exact test (p = 0.500).
Universitas Indonesia
92
Table 2. Evaluation of Cure Rate Based on Microbiologic Examination Subject Coding BTA PCR Culture Group Criteria K0520
Nega tive
N egative
Negative
Without SPM
Cured
K3364
Negative
Negative
Negative
Without SPM
Cured
Negative
Negative
Without SPM
Cw·ed
Without SPM
Cured
Negative
With SPM
Cured
Negative
With SPM
Cured
K2664
Negative
K0525
Negative
Negative
K0505
Negative
Negative
K0964
Negative
Negative
K2964
Negative
K0501
Negative
Negative
K05 1 7
Positive
K2764
Positive
Negative
N egative
Negative Positive
With SPM
Cured
Without SPM
Not Cured
Negative
Negative
\'-lithout SPM
Not Cured
Negative
Positive
Without SPM
Not Cured
K 3 1 64
Negative
Negative
Positive
With SPM
Not Cured
K0509
Negative
Negative
Positive
With SPM
Not Cured
K3264
Negative
Negative
Positive
With SPM
Not Cured
K05J9
Negative
Negative
Positive
With SPM
Not Cured
Histopathologic
There was no statistical significance of cure rate after 6 weeks of MSC transplant betw·een intervention and control group. The cure rate is identic in both groups, V·ihich is 2/7 rabbits (28,6%). This result has been confirmed with Fisher exact test (p = 0,720). Table 3. Comparison ofST Rabbits Cure Rate Between Microbiologic and Histopathologic Parameter Cure Rate With SPM Without SPM Parameter p n % n % Microbiology
3 (317)
42,9
4 (4/7)
57
1
0,500
Histopathology
2 (2/7)
28 6
2 (2/7)
28,6
0,720
,
,
Healing Score of ST Rabbits
Along the analysis process, there were 2 rabbits (K0509 and K0964) that must be excluded due to incomplete parametric measurement. Alas, intervention group only had five ST rabbits (n=5). The control group still got seven members (n=7). Total healing score in both groups are
>
1 05, which means all of the ST rabbits
(n=12) is cured with and without MSC transplant. Eventhough statistically insignificant (p=0,595), but the mean value of healing score in control group is
Universitas Indonesia
93
higher (n=7; mean 268,57; SD 1 5,74) compared to intervention group (n=5; mean 264,00; SD 16,73). Table 4. Healing Score ofST Rabbits Six Weeks Post MSC Transplant Subject Coding
Blood Thl
Blood Th2
Culture Score
PCR Score
30
BTA Staining Score 50
Total Score
Addendum
30
Mtb Histopathologic Score 30
KOSO I
50
50
240
Cured
K0520
50
30
50
50
50
30
260
Cured
K05 1 7
50
30
30
50
50
50
260
Cured
K3364
50
K2764
50
50
50
50
50
30
280
Cured
50
50
50
30
50
280
Cured
K2664
50
50
50
50
50
30
280
Cured
K0525
50
50
50
50
50
30
280
Cnred Cured
.
K3 1 64
50
50
50
50
30
30
260
K0509
NA
NA
50
50
30
30
NA
K0505
50
50
50
50
50
30
280
K0964
NA
NA
50
50
50
50
NA
K2964
50
so
50
50
50
30
280
Cured
K3264
50
30
so
50
30
30
240
Cured
K05 1 9
50
50
50
50
30
30
260
Cured
Cured
�13: Score
Discussion Cure Rate of ST Rabbits
Definition of cure in this research is improvement in clinical, immunologic status, and seronegative result of microbiologic and histopathologic parameters. The aforementioned parameters can be further classified as: Clinical status is represented by change in body weight and temperature before and after MSC transplant. Immunologic improvement is represented by increament of Thl and Th2 population, as well as Thl/Th2 ratio before and after MSC transplant. Microbiologic and histopathologic9 changes is based on negative changes on BTA staining, culture, PCR, and histopathologic examination (from positive to negative). 10
Universitas Indonesia
94
Body Weight Changes
Systemic infection affects rabbit body weight in an indirect manner. This infection decreases their appetite; increases their nutrient demand, immunologic state, and bacterial virulence. We can see the fluctuance in picture 1 , \vhich depict the pattern of weight gain of ST rabbits (per 3 days) since inoculation of M. tuberculosis. This weight gain can be seen in both groups, either the intervention group (green line) or control group (yellow line). These 2 lines is statistically insignificant (p=0,707) which implies that MSC doesn't invoke weight gain in these subjects. Bacterial inoculation didn't affect weight gain of rabbits, as does MSC transplant. ··· -·······--··· ········ ··········---------·---------
E " "'
I
I
.•em II \000
,W
u
Picture
I.
I
-------YWY·•
l·
·
····· ······· · ·
�- ---
·---·-
---------
············ ···························· ········· ··
··············· ----- ·--- -
- ----
-············
-- -
---
·
-
.. -· -- ····················..·· ---
. . ............
--·
· -·-"
···································
- -------- ------ ------- ----- -------------------- ········
Graphic of ST rabbits body weight during this research. Yellow line represents control
group, while the green line represents intervention t,rroup which was given MSC transplant on week eight. Red a1TOW represents the timing of intervention on day 43.
Body Temperature Changes
DifTerences of body temperature in ST rabbits can provide information regarding the severity of disease, eventhough this parameter is not specific to infection. We can see the fluctuance i n picture 2, which depict the pattern of body temperature of ST rabbits (per 3 days) since inoculation of M. tuberculosis. There was a fluctuance in both groups, either the intervention group (green line) or the control group (yellow line). Both groups demonstrate a relieve in body temperature into the baseline of rabbit temperature before inoculation of M.tubercu]osis (between 39.0 - 39.5°C). From this data, it is clear that MSC didn't affect body temperature. More to it, body temperature seems to be afiected by administration Universitas Indonesia
95
of antituberculosis regimen which decreases bacterial activity, and also TTSSA6 procedure which gives a direct decrement of debris within vertebrae corpus. After 6 \Veeks of transplant, MSC doesn't have systemic effect, but in a continous application it can prevent recurrent infection due to its natural immunologic activity, theoretically.
----··--·- ············-·-·-·------·-··-·· -· --- ---·--·---
37,5
,,
-·--·-
u
Picture
2.
···· ···················-·------·····-··----··········-·· -----
'·· 1
-'l
I
:!U
13
lb 1!.l n l� llS 31 �1 -��
tltJ 13 ..IJb -1� '>1 �� !>� bl b•l f)! iU
I � lb f'J )$l :S� �:5 �1 �l1
'JJ
Graphic of body temperature changes in ST rabbits during this research. Yellow line
represents control group, while the green line represents intervention group. Reel arrow represents timing ofinte!·vention on day 43.
Immunologic Examination
According to immunophenotypic classification, T cell consists of T helper comprises 65% of the total T cell lymphocyte. lt contains a surface receptor called clusters ofd(frerentiation 4 1 CD4.
T suppressor or cytotoxic comprises the remaining population (35%), vvhich carry CD8+ on its surface. T
helper (CD4) proliferate and differentiate into T helper 1 (Th l ) and T helper 2
(Th2). These T cell subsets cannot determined morphologically, but can be identified by its physiologic activity ( cytokine). Thl cells release type l cytokines such as IL-2, IL- 1 2, TFN-y, and tumor necrosis factor alfa (TNF-r.(). This cytokines is counted as cellular proinflammatory cytokines. Th2 cells release type 2 cytokines such as IL-4, IL-5, IL-6, I L-9, and IL- l 0. This type 2 cytokines inhibit Thl proliferation, and vice versa. 10• 17• 19•7•8 Population of Thl and Th2 reflects immune response towards infection. The significant increase of Th l , as well as insignificant increase ofTh2, indicate a good healing process i n ST rabbits.
Un iversitas Indonesia
96
Picture 3 shows a profile of Thl , Th2, and Thl /Th2 ratio whereas intervention group have a lower increment compared to control group. This result can make way to several opinions: ( 1 ) MSC transplant gave protection to M. tuberculosis because it suppress Th I proliferation, which i n turn delays � limination o f bacteria, (2) MSC transplant promote early bone healing in which MSC replaces some of Th I function as a protection so that Thl spiking didn't occur post transplant. Complementary data is needed to strictly determine the actual physiologic process ofhealing in this condition, and the role ofMSC as an immune agent.
:� �
"'"'
? �
:
�
------,
_ ___ •••••••••••••••• •••••••••••••••••••••--•-•••••••-•••-·-· �--�-- --· -··�"'''000'0'YO'''''''�''''Y�0'0 UU 0'''""'''" 'Y0'0'' Y' " � >�0'0 -----·.... ,,,,,,,,,,,,,,,_ -.- --� �
'5UJ
�·······
. .......
....._................. .
-----------···························
-
�
························
•
''"''
OiU
><<J
/
�/
,..-.,;.)'< "54
·--------· -- -·····-----· ·---·...····
;
i
)�.17 ·;_ll,ol.
------
'-"'
:
---- --� ---------·· .......................... ... ............. .
; Ii
\C:•, Ot) :·.ro
.,. -... -··---··-··-:-� A � · --- . (: . � . �.:.
1t
1�.00
..........................................____........
l
i
•
< >.ro � � � ..
.
K..-.rt�
�I" ,Jo..
...
.....
'"'
)';,tfo
lQ.O:.<::
11 �'i.
....
' ! !
-P�l.t� t...•t
0,1':
i'l.Xl
0,11
•1.17
f'l.�1
Picture 3. Graphic ofThl, Th2, and Thl frh2 ratio in ST rabbits during this research. Population were measured in a 4 times, which is before inoculation, week 5 after inoculation,week I I after intervention, and week 1 4 before euthanasia.
Microbiology and Histopathology Examination
Parameters included are BT A staining, culture, and PCR. Microbiologic healing is defined by negative result in all of3 parameters after intervention. Histopathologic exam is performed by observing infection process within HE stained vertebrae corpus. Histo pathologic healing is ddined by conversion from positive into negative result which implies absence of tissue reaction il:om lesion. According to the previous result, there is no effect fi·om MSC application towards tissue reaction of infected corpus, as can be seen in table 3 .
Healing Score
To objectively assess healing of ST rabbits post procedure (TTSSA6, antituberculosis regimen, scaffold placement, and MSC transplant) we develop a scoring system known as "Sistem Skoring Kesembuhan" (SSK). This system analyze healing according to several parameters which is immunologic (Thl and Th2
population),
microbiologic
(BTA
stain,
culture,
and
PCR),
and
Universitas Indonesia
97
histopathologic (HE-stained lesion) as depicted in table 4. The total score of this research is 300; threshold of cure is stated by researcher vvith consideration: not cured if score <1 05, cured if score
2:
1 05. SSK calculation of all ST rabbits
support the first opinion (MSC gives protection towards M . tuberculosis).
Conclusions
I ) MSC transplant into TB spondylitis bone defect g1ves reparative ilmnunologic effect by decreasing Th2 response and increasing Th1/Th2 ratio. 2) MSC
transplant doesn't effect
healing of ST
rabbits based
on
microbiologic examination as confirmed by SSK. 3) The role of MSC in healing process can be objectively assessed through
analysis of SSK. Suggestion
Further research in TB spondylitis is needed to apply the effectiveness ofSSK and obtain an objective measurement of healing score that can be applied into human phase. References 1 . Schlossberg, D .
Tuberculosis and Non tuberculous Mycobacterial
Infections. Fifth Edition, McGraw-Hill 2006. 2.
Sapardan, S. Total Treatment of Tuberculosis of The Spine. A Rational Problem Solving Approach, Perpustakaan Universitas Indonesia, 2004.
3.
Nair SP, Meghji S, Wilson M, Reddi K, White P, Henderson B. Bacterially Induced Bone Destruction: Mechanism and Misconception. Infection and lnm1unity 1996;64(7):2371-2380.
4.
Shirley H. J. M, et a!. Mesenchymal Stem Cells Reduce Inflammation while Enchanching Bacterial Clearance and Improving Survival in Sepsis. Am Respir Crit Care Med Vol 1 82. Pp 1 047-57, 2010
Un iversitas Indonesia
J
98
5.
Ramesh Chandra Rai, Debapriya Bhattacharya and Gorbadan Das. Stem Cells in Infection Diseases. Insight and Control of Infection Disease
111
Global Scenario. Intech ISBN 978-953-51 -03 19-6 6.
Kau fmann S. How Can Immunology Contribute to The Control of Tuberculosis? Nature Revievv Immunology 2001 ; 1 .
7.
Dheda K, Scl1\vander S, Zhu B , Richard N , Smit V, Zhang Y. The Immunology of Tuberculosis: From Bench to Bedside. Respirology 201 0;1 5:433-450.
8.
Rook GA W, Seah G, Ustianowski A M. tuberculosis: immunology and vaccination. Eur Respir 2001 ; 1 7:537-557.
9.
Ordway D, et al. Animal model of Mycobacterium abscessus lung infection. Journal of Leucocyte Biology 2008;83.
10. Basaraba RJ. E xperi me ntal tuberculosis: the role of comparative patholo gy in
the
discovery
of
improved
tuberculosis
treatment
strategies.
Tuberculosis 2008;88.
Universitas Indonesia
r
99
Appendix Table 5. "Sistem Skoring Kesembuhan'"
Result
-Jain
ology
Score
Result
Score
Score
Result
M-14
N
M-14
N
M-14
Positive 3
Positive 2
15
M-14
Positive 3
Positive 2
M-14
Positive 3
Lesi Tl2
Positive 3
Result
Score
30
>N
50
30
>N
50
Positive I
30
Negative
50
15
Positive I
30
Negative
50
Positive 2
15
Positive I
30
Negative
50
Positive 2
15
Positive I
30
Negative
50
.
300 NB: Score < I 05 not cured, Score 2: I 05 cured
Un iversitas Indonesia
-
1 00
Lampiran 4. 4. Draft Publikasi IV Capaian Keberhasilan Pembuatan Model Kelinci Spondilitis Tubet·lmlosis melalui Inokulasi Langsung Bakteri Mycobacterium Tuberculosis ke Dalam Korpus Vertebra Kelinci. *Rahyussalim, **Tri Kurniawati, *** Ekowati Handharyani, ****Andrianjah, Hutagalung
*Ismail, *Errol
U
*Department of Orthopaedic and Traumatology Faculty of Medicine University of Indonesia **Stem Cell and Tissue Engineering Cl uster, MERC Faculty of Medici n e Uni versity of Indonesia *** Veterinary Teaching Hospital Bogor Agric ul tural Institute ****Department Microbiology Cli ni c Faculty of Medicine University ofl nclonesia
ABSTRAK Pendahuluan : Model penelitian pada hewan diperlukan untuk memantapkan teori-teori yang dibangun sebelum diaplikasikan pada manusia. Kelinci dipilih menjadi model selain karena ukuran korpus vertebranya yang cukup besar, juga karena ultra struktur tulang korpus vertebra kelinci memiliki karakteristik yang mirip dengan tulang manusia. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan prosedur dan model kelinci spondilitis tuberkulosis yang diharapkan dapat menjadi dasar untuk penelitian berbasis model infeksi tulang belakang hev-.ran. Metode : Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental observasi intervensi secarft in vivo pada hewan kelinci. Dua puluh tujuh ekor kelinci diintervensi dengan prosedur inokulasi bakteri Mycobacterium tuberculosis pada korpus vertebra T 1 2 . Pengukuran berat badan, suhu badan, pemeriksaan populasi Th1 dan Th2 dilakukan sebelum dan sesudah delapan minggu prosedur inokulasi bakteri lalu dibandingkan. Selain itu dilakukan pula empat pemeriksaan diagnostik yaitu pewarnaan BTA, pemeriksaan kultur dan PCR bakteri Mycobacterium tuberculosis serta pemeriksaan histopatologi. terhadap sampel jaringan lesi setelah delapan minggu prosedur inokulasi. Hasil penelitian dilaporkan secara deskriptif dan analitik. Hasil : Pasca prosedur inokulasi ditemukan kematian pada 2 kelinci (2/27) dan kelumpuhan pada tiga kelinci (3/27). Tetjadi peningkatan yang bermakna dari rerata berat badan kelinci dari 2342,86 gram (SD = 253,3) menjadi 2828,57 gram (SD 284,00) (p < 0.05), peningkatan rerata populasi Thl dari 1 ,23% (SD 0,90) menjadi 3,82% (SD 1 ,94) (p < 0,05) dan peningkatan rerata populasi Th2 dari 0,80% (SD 0,33) menjadi 2 1 ,01% (SD 1 3,34) (p<0,05). Terjadi pula perubahan yang tidak bermakna dari penurunan rerata suhu badan kelinci dari 39,31 °C (SD 0,47) menjadi 39, 1 1 °C (SD 0,46) (p 0,226) dan peningkatan rerata rasio populasi Th1/Th2 dari 0 , 1 7 (SD 0, 1 3) menjadi 0,26 (SD 0,20) (p = 0,417). Hasil pewarnaan BTA, pemeriksaan kultur dan PCR diperoleh hasil 3 sampel (3/14) positif BTA, 9 sam pel (9/14) positif kultur dan 1 3 sampel ( 1 311 4) positif PCR, sedangkan hasil pemeriksaan histopatologi meunjukan bahwa seluruh sampel (14/14) positif memberikan reaksi tuberkulosis. Keberhasilan inokulasi berdasarkan basil pewarnaan BTA 2 1 ,4%, kultur 64,3%, PCR 66,4% dan histopatologi 1 00%. Pembahasan Keberhasilan prosedur inoku!asi bakteri Mycobacterium tuberculosis tercermin dari hasil pemeriksaan diagnosik yang menggambarkan =
=
=
=
=
=
=
=
=
=
Universitas Indonesia
101
temuan pemeriksaan atas keberadaan bakteri mati, bakteri hidup dan reaksi jaringan. Diantara ke empat modalitas pemeriksaan diagnostik tersebut, pemeriksaan kultur dianggap lebih mencenninkan keberhasilan prosedur inokulasi karena hasil pemeriksaan ini menggambarkan eksistensi bakteri, kemampuan proliferasi, dan daya hiclup secara in vitro dalam medium, selain bahwa secara umum pemeriksaan kultur merupakan standar emas untuk cliagnostik penyakit infeksi bakteri. Pada penelitian ini angka keberhasilan prosedur inokulasi berdasarkan basil pemeriksaan kultur adalah 64.3%. Jika basil pemeriksaan cliagnostik dihubungkan dengan basil pemeriksaan imunologi akan terlihat bahwa rerata populasi T h l , Th2 dan rasio T h l /Th2 dari kelompok kelinci kultur negatif Jebih tinggi dibanclingkan clengan kelompok kelinci kultur positi±: artinya jika pada suatu kelompok kelinci memiliki rerata populasi Th1 dan Th2 yang rendah, maka peluang keberhasilan tumbuhnya bakteri Mycobacterium tuberculosis akan semakin besar. Kesimpulan : Terciptanya model kelinci ST dinyatakan dengan hasil pemeriksaan mikrobiologi bakteri Mycobacterium tuberculosis yaitu pewarnaan BTA, pemeriksaan kultur dan PCR serta pemeriksaan histopatologi. Minimal satu dari em pat moclalitas pemeriksaan ini memberikan basil positif maka sudah cukup untuk menetapkan keberbasilan pembuatan model kelinci ST. Kata kunci : Mycobacterium tuberculosis, spondilitis tuberkulosis, rabbit models, inoculation, BTA, culture, PCR, bistopatologi.
Universitas Indonesia
== = - --- �----
1 02
PENDAHULUAN
Model penelitian pada hewan diperlukan untuk memantapkan teori-teori yang dibangun sebelum diaplikasikan pada manusia. Penelitian peranan sel punca spondilitis tuberkulosis seperti yang saat m1 diteliti . memerlukan model penelitian hewan. Kelinci dipilih menjadi model selain mesenkimal pada kasus
karena ukuran korpus vertebranya yang cukup besar, ultra struktur tulang korpus vertebra kelinci juga memiliki karakteristik yang mirip dengan manusia. Bakteri Mycobacterium tuberculosis H3 7RVyang digunakan untuk penelitian ini adalah bakteri yang dikembangkan di laboratorirum mikrobiologi klinik FKUI. Bakteri ini memiliki sifat dan karakteristik yang teridentifikasi, berbeda dengan bakteri liar yang hidup di luar laboratorium dimana sifat dan karakternya tidak dapat ditentukan. Virulensi, kemampuan berproliferasi, lingkungan mikroskopis yang adaptif dan masa inkubasi adalah beberapa hal yang perlu menjadi perhatian dalam memperhitungkan tercapainya model kelinci spondilitis tuberkulosis pasca prosedur inokulasi. Spondilitis tuberkulosis adalah penyakit infeksi pada tulang belakang yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium
tuberculosis. Spondilitis tuberkulosis
dapat rnenyebabkan masalah yang sederhana sampai kompleks. Pada beberapa kasus bahkan masalah yang kompleks ini belum berhasil diatasi sehingga penelitian yang berbasis pada hewan menjadi hal yang penting sebelum dilakukan penelitian translasional maupun klinis pada rnanusia. Penelitian ini bertujuan untuk mencari prosedur dan mendapatkan model kelinci spondilitis tuberkulosis yang menjadi dasar pada penelitian berbasis model infeksi tulang belakang hewan.
METODE
Penelitian ini merupakan penelitian observasi intervensi pada hewan kelinci yang telah memenuhi kaji etik dan mendapatkan persetujuan dari Rumah Sakit Hewan (RSH) IPB. Sebagian besar penelitian ini menggunakan fasilitas hewan di RSH IPB dan laboratorium Mikrobiologi Klinik FKUI.
Universitas Indonesia
1 03
Pemilihan sampel kelinci didasarkan pada bobot tubuh, maturitas tulang, jenis kelamin, pemeriksaan klinis, radiologis dan laboratorium dengan kriteria inklusi adalah kelinci putih galur Selandia Baru sehat berbobot 2500-3000 gram dan matur secm·a skeletal, sedangkan kriteria eksklusi adalah kelin� i yang memiliki kelainan bawaan tulang belakang dan atau mengalami kelainan di tulang belakang akibat infeksi, trauma, neoplasma dan sebagainya. Dua puluh tujuh ekor kelinci diintervensi dengan perlakuan inokulasi bakteri Mycobacterium tuberculosis
suhu badan,
pada korpus vertebra T l 2. Pengukuran berat badan,
penghitungan populasi Thl , Th2 dan rasio populasi Thl /Th2
dilakukan sebelum dan sesudah dilakukan prosedur inokulasi Jalu dibandingkan. Setelah prosedur inokulasi bakteri, kelinci diinkubasi dalam kandang individual dan dievaluasi selama 8 minggu, setelah itu sete!ah dilakukan pevvarnaan BTA, pemeriksaan kultur, PCR dan histopato)ogi terhadap jaringan lesi untuk menilai keberhasilan inokulasi. Hasil penelitian dilaporkan secm·a deskriptif dan analitik
HASIL Selama 8 mmggu masa inkubasi, nafsu makan kelinci tidak berkurang, kelinci dapat buang air besar dan buang air kecil secara normal, tetap aktif beraktifitas dan dapat merespon lingkungan dengan baik. Mortalitas dan Morbiditas Kelinci
Pasca prosedur inokulasi ditemukan kematian pada 2 ekor kelinci (2/27), yaitu satu ekor mati pada minggu ke-4 dan I ekor mati pada minggu ke-7. Selain kematian ditemukan pula kelumpuhan pada tiga ekor kelinci (3/27), yaitu satu ekor Jumpuh pada minggu ke-2 dan dua ekor pada minggu ke-4 (tabel 1 )
.
Tabel I. Persentase Mortalitas dan Morbiditas % n Mortal i tas/kematian
2 (27)
7,4
Morbiditas/kelumpuhan
3 (27)
11,1
Kondisi Umum dan Imunologi
Terdapat peningkatan rerata berat badan kelinci dari 2342,86 gram (SD sebelum prosedur inokulasi bakteri, menjadi 2828,57 gram (SD Universitas Indonesia
=
=
253,3)
284,00) sesudah
1 04
8
mmggu prosedur inokulasi bakteri (p <
0,05).
sebelum dilakukan prosedur inokulasi adalah sesudahnya menjadi
39, I I °C
(SD
=
0,46)
(p =
Rerata suhu badan kelinci
39,3I °C
=
(SD
0,4 7)
dan
0,226).
Tabel 2. Pemeriksaan berat badan, suhu badan dan im unologi sebelum dan sesudah inokulasi Sebel um inokulasi rerata ± SO
n
n
sesudah inokulasi rerata ± SO
p
Berat Badan
14
2342,86 ± 253,33
14
2828,57
Suhu Badan Populasi Th 1
14
3 9 , 3 1 ± 0,47
14
39, 1 1
0,46
< 0,01 0,226
14
J ,23
± 0,90
14
3,82 ± 1,94
< 0,05
Populasi Th2
14
0,80 ± 0,33
14
2 1 ,0 1 ± 1 3 ,24
< 0,05
Rasio populasi Th lffh2
14
0, 1 7 ± 0, 1 3
14
0,26 ± 0,20
0,4 1 7
Diperoleh rerata populasi Th l sebelum inokulasi sebesar sesudah prosedur inokulasi menjadi
3 , 82%
(SD
=
I , 94 ),
±
±
284,00
1 ,23%
(SD
=
0,90)
clan
yaitu te1jadi peningkatan
rerata populasi Thl yang bermakna secara statistik (p <
0,05).
Hal yang sama
ditemukan pada hasil pengukuran Th2, yaitu te1jadi peningkatan rerata populasi Th2 dari I 3 ,34)
0,80%
(SD
=
0,33)
sebelum prosedur inokulasi, menjadi 2 I , O I cvo (SD
sesudah prosedur inokulasi, yaitu te1jadi peningkatan rerata populasi Th2
yang bermakna secara statistik (p <
0,05).
Sedangkan rasio populasi Thl/Th2
menunjukkan peningkatan yang tidak bermakna secara statistik (p dari
=
0 , 1 7 (SD
=
0,13)
se belum prosedur inokulasi menjadi
=
0,26
0,417),
yaitu
= 0, 2 0)
(SD
sesudah prosedur inokulasi. Pemeriksaan Mikrobiologi dan Histopatologi
Dari hasil pewarnaan BTA diperoleh
3
sampel
(3/14)
jaringan lesi tu)ang korpus
vertebra kelinci teridentifikasi mengandung bakteri tahan asam tuberculosis) .
(Afycobacterium
Dengan melakukan kultur dalam medium MGIT dan Lowenstein
Jeensen terhadap sampel jaringan lesi tulang korpus kelinci d idapatkan (9114)
teridentifikasi mengandung bakteri
Hasil pemeriksaan
PCR
menunjukan
13
9
sampel
Mycobacterium tuberculosis
hidup.
sam pel ( 1 3/14) memberikan gambaran
pita DNA yang sesuai dengan gambaran pita DNA bakteri tuberculosis H37RV,
A1ycobacterium
yaitu bakteri yang sama yang dinokulasikan kedalam korpus
vertebra kelinci. Sementara berdasarkan hasil pemeriksaan histopatologi diperoleh
Universitas Indonesia
105
gambaran adanya sel datia langhans, sel radang kronik dan adanya turberkel pada . seluruh
sampel kelinc1 1 4 ( 1 4114).
Gambar 1 . Hasil Pemeriksaan Mikrobiologi. a . Hasil Pewarnaan BTA positif menggunakan pembesaran lOOOx, tampak adanya bakteri tahan asam berwarna merah berbentuk batang yang didapat setelah sampel difiksasi dan diwarnai dengan pulasan ZiehI Neelsen. b. Hasil pemeriksaan kultur positif. Tampak adanya pertumbuhan koloni bakteri berwama putih yang berpendar pada permukaan medium padat yang ada dalam tabung MGIT setelah tabung diinkubasi dalam inkubator Bactec MGIT 980. c. Hasil pem eriksaan PCR positif ditunjukkan oleh sampel 10625 dan 1 0627, hasil negatif ditunjukkan oleh sampel I 0612. (K-) adalah kontrol negatif yaitu air steril, (K+) adalah kontrol positif yaitu DNA bakteri M tuberculosis H37RV, sedangkan M adalah pelarut.
Gambar
2.
Hasil Pemeriksaan Histopatologi Infeksi Bakteri lvf ycobacterium pengamatan terhadap slide yang berasal dari jaringan lesi setelah dilakukan deklasifikasi dengan larutan asam nitrat dan dilakukan pulasan Hematoksilin Eosin tampak adanya granuloma dan giant sel yang menunjukan te1jadinya infeksi oleh bakteri M. tuberculosis (pemeriksaan di lakukan di laboratorium Patologi Anatomi RSH dan menggunakan asam nitrat sebagai larutan dekalsifikasi) tuberculosis,
Universitas Indonesia
106
Selanjutnya berdasarkan hasil pemeriksaan mikrobiologi dan histopatologi ini, sampel kelinci dikelompokkan menjadi 4 kelompok yaitu kelompok KPH positif, PH posit if, BKPH posit if dan
KH
posit if
Tabel 3. Kombinasi Hasil Pemeriksaan Diagnostik Pewamaan BTA, Peme1iksaan Kultur, PCR dan l-listopatologi l-lasil Pemeriksaan Kode kelinci Grup Kelinci BTA PCR Histopatologi Kultur KOSO!
Neg
Pos
Pos
Pos
K0525
Neg
Pos
Pos
Pos
K0509
Neg
Pos
Pos
Pos
K3264
Neg
Pos
Pos
Pos
K0519
Neg
Pos
Pos
Pos
K3364
Neg
Neg
Pos
Pos
K2764
Neg
Neg
Pos
Pos
K2964
Neg
Neg
Pos
Pos
K 3 1 64
Neg
Neg
Pos
Pos
K0505
Neg
Neg
Pos
Pos
K0964
Pos
Pos
Pos
Pos
1(0520
Pos
Pos
Pos
Pos
K0517
Pos
Pos
Pos
Pos
K2664
Neg
Pos
Neg
Pos
KPH positif
PH positif
BKP!-1 positif Kl-1 positif
Pos : Positif, Neg : Negatif
Keberhasilan Inokulasi
Keberhasilan inokulasi berdasarkan basi I pewarnaan BTA adalah 21 ,4%, pemeriksaan kultur sebesar 64,3%, pemeriksaan PCR sebesar 66,4% dan berdasarkan pemeriksaan histopatologi sebesar 100%.
Tabel 4. Persentase Keberhasilan Prosedur lnokulasi Berdasarkan Hasil Pewamaan BTA, Kultur, PCR dan Histopatologi keberhasilan inokulasi IK 95% % 11 7 . 1 - 42.9
BTA
3
Kultur
9
2 1 .4
64.3
35.7 - 92.9
PCR
13
92.9
78.6 - 1 0 0
Histopatologi
14
100
100 - 1 0 0
Universitas Indonesia
1 07
PEMBAHASAN Teknik Inokulasi Bakteri
Bakteri
Mycobacterium tuberculosis
secara mikroskopis berhasil diinokulasikan
ke dalam korpus vertebra kelinci. Keberhasilan inokulasi ini mencapai angka •
1 00% jika diar·tikan cukup satu dari nilai pemeriksaan diagnostik menunjukkan hasil positif dari 4 modalitas pemeriksaan diagnostik yang dilakukan setelah delapan minggu prosedur inokulasi. Keberhasilan inokulasi dipengaruhi oleh kuantitas bakteri yang diinokulasikan,
tuberculosis
Mycobacterium
ukuran diameter lubang inokulasi dan
pemaparan lubang inokulasi dengan udara luar. Selain itu waktu inkubasi selama delapan minggu sebelum dilakukan pemeriksaan peluang pada bakteri
Mycobacterium tuberculosis
diagnostik juga memberi
untuk tumbuh di dalam korpus
vertebra dan menunjukkan eksistensinya. Jumlah populasi bakteri
Mycobacterium tuberculosis
merupakan. kuantitas bakteri
sebanyak 1 08 cfu/mL
Mycobacterium tuberculosis
tertinggi yang dapat
dibuat di laboratorium Mikrobiologi Klinik FKUI berdasarkan Nephelometer Standard.
Mc-Farland
Kuantitas sebesar ini menjadi pilihan terakhir yang dapat
digunakan pada penelitian ini dengan tujuan meningkatkan jumlah bakteri yang dapat bertahan
hidup menghadapi
sistem imun kelinci sekaligus dapat
berkembang biak dalam korpus vertebra kelinci. Lubang inokulasi pada penelitian 1 ,5 mm dengan tujuan agar Juas permukaan tempat
ini dibuat berukuran
bakteri MTB tumbuh mencukupi untuk jumlah yang ditanamkan. Demikian pula pemaparan lubang inokulasi dengan udara luar selama 1 5 sampai 20 menit dilakukan dengan tujuan memberikan kesempatan pada bakteri tuberculosis
Afycobacterium
untuk dapat memanfaatkan oksigen sebanyak mungkin dari luar.
Sejumlah faktor diatas mendukung bakteri dapat hidup
dalam
lingkungan
korpus vertebra
keberhasilan inoku lasi mencapai I 00%.
Universitas Indonesia
Mycobacterium tuberculosis
sehingga
untuk
meningkatkan
1 08
Morbiditas dan Mortalitas Pada prosedur inokulasi bakteri
Mycobacterium tuberculosis,
risiko cidera saraf
yang mengakibatkan penurunan kekuatan motorik dapat disebabkan oleh cidera langsung maupun cidera tidak langsung. Yang dimaksud dengan cidera Jangsung adalah cidera yang diakibatkan oleh keteledoran prosedur yang mengakibatkan gangguan mekanik pada saraf dapat berupa Juka, penekanan atau robekan. Cidera Jangsung ini akan mengakibatkan penurunan kekuatan motorik yang diketahui segera setelah kelinci bebas dari pengaruh obat bius. Sedangkan yang dimaksud dengan cidera tidak langsung adalah cidera saraf akibat proses Mycobacterium tuberculosis.
infeksi
Cidera jenis ini tidak diketahui selama prosedur
dikerjakan sampai pada masa inkubasi bakte1i Mycobacterium tuberculosis terlewati. Kelinci yang mengalami cidera tidak langsung akan segera beraktifitas kembali sesaat setelah terbebas dari pengaruh obat bius pada prosedur inokulasi. Cidera tidak langsung pada saraf ini dapat terjadi akibat invasi bakteri Mycobacterium tuberculosis
ke dalam saraf, akibat destruksi pada struktur tulang
yang mengakibatkan munculnya ketidakstabilan tulang sehingga menggangu sara±� ataupun
akibat terbentuknya pus dan jaringan nekrotik akibat proses
infeksi, yang menumpuk di dalam kanalis spinalis kemudian menekan saraf Dua puluh ekor kelinci yang digunakan sebagai sampel pada penelitian ini tidak mengalami penurunan kekuatan motorik segera setelah prosedur inokulasi bakteri Mycobacterium
tuberculosis
d i korpus vertebra sclesai dilakukan, m·tinya
kesalahan akibat prosedur inokulasi dapat diantisipasi dengan baik melalui ·
penyempurnaan prosedur dan Jatihan yang memadai bagi pm·a operator yang terlibat prosedur inokulasi bakteri Mycobacterium
tuberculosis.
Evaluasi selama 8 minggu sejak prosedur inokulasi dilakukan memperlihatkan 3 dari 27 ekor kelinci mengalami penurunan kekuatan motorik, 1 kelinci mengalami kejadian tersebut pada minggu kc-2 pasca prosedur inokulasi bakteri, sementara pada 2 kelinci Jainnya mengalami kejadian tersebut pada minggu ke-4. Kejadian ini menunjukkan bahwa selama 8 mingu waktu inkubasi, berlangsung proses invasi bakteri yang dapat menimbulkan gangguan saraf dan penurunan kekuatan motorik. Pemeriksaan nekropsj pada ketiga kelinci ini menunjukkan tet:iadinya
Universitas Indonesia
109
invasi bakteri ke medula spinalis, tidak terdapat kerusakan yang mengakibatkan destruksi luas pada tulang belakang. Demikian pula tidak ditemukan tumpukan . pus dan jaringan nekrotik didalam kanal yang mengganggu hantaran saraf. Dari hasil ini 4 minggu pertama merupakan masa yang rawan terjadinya invasi bakteri ke daerah sekitarnya.
Gambar 5. 1 Kelumpuhan pada Kelinci Setelah Prosedur Inokulasi Bakteri Mycobacterium tuberculosis
Selain terjadi penurunan kekuatan motorik pada tiga ekor kelinci, tetjadi pula kematian pada dua ekor kelinci dari dua puluh tujuh ekor kelinci yang dilakukan prosedur inokulasi. Kematian kelinci ini terjadi pada minggu ke-4 dan minggu ke-
7 setelah prosedur inokulasi, dan kedua kelinci mengalami kelumpuhan sebelum akhirnya mati. Nampaknya kejadian kelumpuhan ini berhubungan erat dengan kejadian kematian kelinci selama observasi karena kelumpuhan menyebabkan
penurunan kualitas hidup kelinci. Observasi pada kedua kelinci ini menunjukkan bahwa pada awalnya kelinci tersebut mengalami gangguan buang air besar, gangguan buang air kecil, dan gangguan mobilitas. Ketiga gangguan mengakibatkan
gangguan
higienis
kelinci
dan
penurunan
nafsu
uu
makan
dibandingkan kelinci lainnya. Bulu-bulu di daerah ekor setinggi tulang panggul tampak mengalami kerontokan. Pada pemeriksaan nekropsi tidak terdapat tanda-tanda infeksi selain di daerah lesi sesuai lokasi inokulasi bakteri. Diperkirakan kematian kelinci ini disebabkan oleh gangguan kualitas hidup karena perburukan nutrisi bukan karena proses infeksi yang merusak organ vital.
Un iversitas Indonesia
1 10
Gambar 5. I Nekropsi Kelinci yang Mati Setelah Prosedur lnokulasi Bakteri Mycobacterium
tuberculosis
Terciptanya Model Kelinci Spondilitis tuberkulosis
Terciptanya model kelinci spondilitis tuberkulosis ditentukan oleh keberhasilan inokulasi bakteri Mycobacterium tuberculosis pada korpus vertebra kelinci yang diamati dengan melihat tanda-tanda aktifitas bakteri tersebut secara mikrobiologi pada jaringan yang diinokulasi dan melihat respon jaringan terhadap eksjstensi bakteri secara histopatologi. Terdapat empat modalitas pemeriksaan yang digunakan untuk kepentingan pengamatan ini yaitu pewarnaan BTA, pemeriksaan kultur, pemeriksaan PCR dan pemeriksaan histopatologi. Pada penyakit infeksi bakteri, sifat dan perilaku bakteri penyebab infeksi menjadi hal yang sangat menentukan terkait dengan gejala penyakit itu sendiri ataupun keluhan pasien, sehingga upaya d iagnostik dalam mencari jenis bakteri penyebab atau yang terlibat dalam proses infeksi sangat penting untuk diketahui. Untuk kepentingan pelayanan pasien, diagnosis spondilitis tuberkulosis ditegakkan jika salah satu dari ke empat modalitas pemeriksaan ini memberikan hasil positif yang akan menjadi acuan penatalaksanaan selanjutnya. Pendekatan yang sama juga digunakan pada penelitian ini sehingga diagnosis keli.nci spondilitis tuberkulis ditegakkan berdasarkan ditemukan.nya hasil positif pada mjnimal satu modalitas pemeriksaan diagnosis tersebut. Dengan demikian diperoleh 14 ekor kelinci spondilitis tuberkulosis sebagai model pada penelitian ini. Secara metodologi terdapat perbedaan yang nyata antara keempat modalitas pemeriksaan yang digunakan. Pada pewarnaan BTA substansi yang menjadi target pewarnaan adalah dinding sel bakteri Mycobacterium tuberculosis yang telah mati
Universitas Indonesia
III
pada saat proses fiksasi. Sementara pada pemeriksaan kultur target yang diper1ksa adalah bakteri
Afycobacterium tuberculosis
yang masih hidup. Demikian pula
pada pemeriksaan PCR dimana target yang diperiksa adalah materi genetik (DNA) bakteri
Mycobacterium tuberculosis
yang diperoleh dari proses ekstraksi.
Sementara pemeriksaan histopatologi ditujukan untuk melihat reaksi spesifik pada j aringan akibat keberadaan bakteri
Mycobacterium
tuberculosis.
Perbedaan
metodologi ini mendasari perbedaan capaian keberhasilan inokulasi bakteri Mycobacterium tuberculosis
seperti yang terlihat pada tabel 4.
Keberhasilan proseclur inokulasi pada penelitian ini tercermin dari hasil pemeriksaan diagnosik (tabel 4) yang menggambarkan temuan pemerik saan atas keberadaan bakteri mati, bakteri hid u p dan reaksi jaringan. Hasil pemeriksaan pewarnaan BTA mencerminkan temuan bakteri hid up Vialaupun pada prosesnya bakteri tersebut 'dimatikan' pada proses fiksasi dan pewamaan. Bakteri yang sejak awal telah mati, tidak clapat diwarnai clengan pewarnaan BTA. Pemeriksaan PCR mencerminkan temuan bakteri hidup dan atau bakteri mati, karena pemeriksaan PCR mampu mendeteksi keberadaan DNA bakteri baik yang berasal dari bakteri hidup maupun bakteri mati. Hasil pemeriksaan kultur mencerminkan temuan bakteri hidup dan kemampuannya untuk dapat hidup dalam medium secara in vitro. Ketiga modalitas pemeriksaan mikrobiologi ini memiliki sensitivitas dan kemampuan deteksi yang berbeda-beda. Sementara hasil pemeriksaan histopatologi mencennink.an terjadinya reaksi jaringan akibat interaksi
Jarmgan
tersebut
dengan
bakteri.
Pemeriksaan
histopatologi
memperlihatkan bahwa jaringan tidak hanya memberikan reaksi terhadap bakteri hid up tetapi juga memberikan reaksi terhadap bakteri yang sudah mati termasuk materi genetiknya. Diantara ke empat modalitas pemeriksaan diagnostik tersebut, pemeriksaan kultur dianggap lebih mencerminkan keberhasilan prosedur inokulasi karena hasil pemeriksaan ini menggambarkan eksistensi bakteri, kemamp uan proliferasi, dan daya hidup secm·a in vitro dalam medium, seJain bahwa secara umum pemeriksaan kultm merupakan standar emas untuk diagnostik penyakit infeksi bakteri. Pada penelitian ini angka keberhasilan prosedur inokulasi berdasarkan hasil pemeriksaan kultur adalah 64.3%.
Universitas Indonesia
1 12
Hasi.l
pemeriksaan
kultur
memperlihatkan bahv-.ra bakteri
pasca
prosedur
inokulasi
Mycobacterium tuberculosis
di
mmggu
ke-8
berhasil tumbuh pada
korpus vertebra sembilan ekor kelinci, sementara pada lima ekor kelinci lainnya bakteri Mycobacterium
tuberculosis
tidak berhasil tumbuh Jika hasil pemeriksaan .•
kultur ini dihubungkan dengan hasil pemeriksaan imunologi akan terlihat bahwa jumlah popu.lasi Thl , Th2 dan rasio Thl /Th2 dari kelompok kelinci kultur negatif lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah populasi Thl , Th2 dan rasio T h l !Th2 kelompok kelinci kultur posit if Tampaknya jumlah populasi Th I dan Th2 darah berhubungan dengan keberhasilan prosedur inokulasi bakteri. Artinya jika pada suatu kelompok kelinci memihki jumlah populasi Th1 dan Th2 yang rendah, maka peluang keberhasilan tumbuhnya bakteri
Mycobacterium tuberculosis
akan
semakin besar, sayangnya pada penelitian ini tidak diketahui pada kisaran nilai berapa populasi Th 1 dan Th2 yang memberikan peluang bakteri tuberculosis
Mycobacterium
dapat tumbub Jebih baik dan hidup pada korpus vertebra kelinci.
Analisis terhadap lima ekor kelinci yang mengalami kegagalan inokulasi berdasarkan hasil pemeriksaan kultur di minggu ke-8 memperlihatkan basil pemeriksaan PCR posit if dengan teramatinya pita DNA yang menyerupai ON A bakteri
Mycobacterium tuberculosis,
tuberculosis
artinya meskipun bakteri
Mycobacterium
tidak berhasil tumbuh pada kelima ekor kelinci ini, namun materi
genetik DNA-nya masih dapat ditemukan. Hal ini dapat menjelaskan bahwa sesungguhnya bakteri J'vfycobacterium
tuberculosis
dapat tumbuh dan berkembang
d i dalam detek korpus vertebra. kelinci yang dibuktikan dengan munculnya reaksi jaringan dan ditemukmmya se] radang, sel datia Ianghans serta proses perkijuan pada kelima ekor kelinci tersebut (hasil pemeriksaan histopatologi memberikan hasil positif). Reaksi imun tubuh kelinci terlihat dari keberadaan populasi Th 1 dan Th2 yang tinggi di dalam darah yang mampu mematikan sebagian besar bakteri atau paling tidak melemahkan bakteri
Mycobacterium tuberculosis
sehingga
ketika bakteri ditumbuhkan d i media kultur, maka bakteri tersebut tidak berhasil tumbuh. Terciptanya model kelinci ST dinyatakan dengan hasil pemeriksaan mikrobiologi bakteri Afycobacterium
tuberculosis
yaitu pewarnaan BTA, pemeriksaan kultur
Universitas Indonesia
1 13
serta PCR dan atau pemeriksaan histopatologi lesi. Minimal satu dari empat modalitas pemeriksaan
ini memberikan basil positif sudah cukup untuk
menetapkan terciptanya model kelinci ST.
Evaluasi l munologi
Respon imun tubuh kelinci akibat prosedur inokulasi bakteri tuberculosis
Mycobacterium
dapat cliamati dengan mengukur jumlah populasi Thl dan Th2 dari
darah kelinci. Monitoring terhadap jumlah populasi Th 1 , Th2 dan rasio populasi Thl /Th2 clarah kelinci menunjukkan tetjadinya peningkatan populasi Thl
(p <
0.05) dan Th2 (p < 0,05) yang bermakna secara statistik setelah dilakukan prosedur inokulasi bakteri
Mycobacterium tuberculosis.
Demikian pula dengan
rasio populasi Th 1 /Th2 yang juga meningkat walaupun secm·a statistik tidak berrnakna (p
0,417).
=
Profil peningkatan
rasio
populasi T h l /Th2
ini
memperlihatkan terjadinya dominasi peningkatan populasi Thl yang sangat mungkin disebabkan oleh respon imun tubuh kelinci terhadap keberadaan bakteri Mycobacterium
tuberculosis,
membunuh bakteri
yaitu
sistem
imun
A1ycobacterium tuberculosis
tubuh
kelinci
berusaha
dengan meningkatkan jumlah
populasi T h l yang terdeteksi dalam darah. Di pihak lain terjadi juga peningkatan jumlah populasi Th2 yang cukup signifikan walaupun
tidak sedominan
peningkatan jumlah populasi Th l . Th2 cliketahui terlibat dalam sistem imun humoral dan berperan dalam menghadapai paras it ekstra selu ler. Hasil pemeriksaan jumlah populasi T h l dan Th2 ini menunjukkan adanya respon imun yang bermakna sehingga dapat menjadi indikator keberhasilan proses inokulasi bakteri
Mycobacterium tuberculosis
(Tabel 4. 1 2).
Universitas Indonesia
eli dalam korpus vertebra kelinci
114
Kesimpulan
Prosedur inokulasi bakteri Mycobacterium tuberculosis H37RV langsung kedalam korpus vertebra kelinci dapat dilakukan melalui pendekatan operasi terbuka dikamar operasi aseptik. I nokulasi
Mycobacterium
tuberculosis
H37RV
menyebabkan
peningkatan
populasi Thl dan Th2 (p < 0.05), tetapi tidak menyebabkan peningkatan rasio Th l /Th2 (p
=
0. 1 47) . Keberhasilan inokulasi bakteri Mycobacterium tuberculosis
I-B7RV mencapai
1 00% bila diagnosis spondilitis tuberkulosis ditegakkan
berdasarkan salah satu pemeriksaan diagnostik.
Saran
Teknik dan prosedur inokulasi bakteri
Mycobacterium tuberculosis
H37RV perlu
disempurnakan sehingga cliperoleh cara yang mudah dengan cidera yang kecil serta
keberhasilan tumbulmya bakteri
Mycobacterium
tuberculosis
yang
sempurna.
Daftar Pustaka
1 . Schlossberg, D. 2006. Tuberculosis and Non tuberculous Mycobacterial Infections. Fifth Edition, 1l1cGraw-Hill. 2. Sapardan, S. 2004. Total Treatment of Tuberculosis ofThe Spine. A Rational Problem Solving Approach. Perpustakaan Universitas Indonesia.
3. Poelstra KA, Barekzi NA, Grainger DW, Gristina AG, Schuler TC. 2000. A Novel Spinal Implant Infection Model in Rabbits. SPINE, 25(4);406410.
4. Zhang G, Zhu B, Shi W, Wang M, Da Z, Zhang Y. 2010. Evaluation of
Mycobacterial virulence using rabbit skin liquefaction model Virulence, 1 (3);156-163.
5. Orme 1 and Juarrero MG. Animal Models ofM. tuberculosis Infection. Current Protocol in Microbiology. Jolm Wiley and Son Inc, 2007. 6. Zychowicz ME. Osteoarticular Manifestations of Mycobacterium Tuberculosis Infection. Orthopaedic Nursing 201 0;29(6). Universitas Indonesia
115
7. Bierry G, et aJ. Percutaneous Inoculated Rabbit Model oflntervertebral disc space infection: Magnetic Resonance Imaging Features with Pathological Correlation. Joint Bone Spine 2008;75 :465-470. 8. Dheda K, Schwander S, Zhu B, Richard N, Smit V, Zhang.Y. Immunology of Tuberculosis: From 20 1 0 ; 1 5:433-450.
Universitas Indonesia
Bench to Bedside.
The
Respi.rology
1 16
The Success of Rabbit Spondylitis Tuberculosis Model Creation by Mycobacterium Tuberculosis Direct Inoculation into the Rabbit Vertebral
Body *Rahyussalim. **Tri Kurniawati, ***Ekowati Handharyani, ****Andrianjah, *Ismail, *Errol U Hutagalung *Department of Orthopaedic and Traumatology Faculty of Medicine University oflndonesia **Stem Cell and Tissue Engineering Cluster, MERC Faculty of Medicine University of Indonesia *** Veterinary Teaching Hospital Bogor Agricultural Institute ****Department Microbiology Clinic Faculty of Medicine University of Indonesia
ABSTRACT Introduction : Animal models for experimental research are needed to stabilize the theories built before applying it to human. Rabbits are chosen beside due to its adequate size of vertebral body, but also due to its vertebral body ultra-structure that has the similar characteristics to human bone. This research aims to derive a procedure and rabbit Spondylitrs Tuberculosis (ST) model which is hoped to be the basis for animal model based experimental studies for spinal infection. Methods : This research is an observational-interventional experiment in vivo rabbit's body. Twenty seven rabbits underwent Mycobacterium tuberculosis (MTb) inoculation on T 1 2 vertebral body. Weight, temperatures, Th1 and Th2 population examination were done before and after 8 weeks of MTb inoculation for comparison. Four diagnostic tests which were acid fast bacilli staining, culture ' MTb PCR, and histopathology examination were done to the tissue lesion after 8 weeks of inoculation procedure. Research results were reported descriptively and analytically. Results : Post inoculation procedure, 2 rabbits were died (2/27) and 3 were limped (3/27). There vvas significant increase on mean weight from 2342.86 gram (SD = 253.3) into 2828.57 gram (SD = 284.00) (p < 0.05), increase on mean Th1 population fi-om 1 .23% (SO = 0.9) into 3.82% (SD = 1 .94) (p < 0.05) and increase on mean Th2 population from 0.80% (SD = 0.33) into 2 1 .0 1 % (SD = 1 3.34) ° (p<0.05). There was insignificant alteration on temperature decrease from 39.31 C (SD = 0.47) into 39.1 °C (SD = 0.46) (p = 0.226) and increase of mean population ratio ofThl /Th2 from 0. 1 7 (SD = 0 . 1 3 ) into 0.26 (SD = 0.20) (p = 0 . 4 17). Acid fast bacilli staining, culture examination and PCR were positive for 3 samples (3114), while 9 positive (9/14) for culture only and 1 3 positive ( 1 3/14) for PCR. Histopathology showed positive for tuberculosis reaction in all samples ( 1 4/14). The success of inoculation for acid fast bacilli is 2 1 .4%, 64.3% for culture, 66.4% for PCR and I 00% for histopathology examination. Discussion : The success of Mycobacterium tuberculosis inoculation procedure i s J the diagnostic tests results that showed positive findings o f live or reflected iom dead bacteria along with the tissue reaction. Between the four diagnostic modalities, culture examination is considered as the best test showing not only bacterium existence, proliferation, and Jiving capabilities in vitro medium, but also is the gold standard test for diagnosing bacterial infection diseases. 1 n this research the success rate of inoculation procedure based on the cu lture examination is 64.3%. ,
Universitas Indonesia
117
If diagnostic tests were correlated v'ith immunologic examination it can be derived that mean population of Thl , Th2 and Thl/Th2 ratio from negative culture rabbit group is higher than the positive-culture rabbit group which means when the mean population ofThl and Th2 is low, then the rabbit group has higher chance of Mycobacterium tuberculosis growth. Conclusion : The success of ST rabbit model creation is de-termined by the positive acid fast bacilli microbiological examination, culture examination, PCR, and histopathology examination. A minimum of one from four modalities ts needed to be positive to state the success of rabbit ST model creation. ...
Keywords: Mycobacterium tuberculosis, spondylitis tuberculosis, rabbit model, inoculation, BTA, culture, PCR, histopathology.
Universitas Indonesia
118
Background
Animal-based research is mandatory to obtain theories before applying it into human-based research. This concept is ultimately needed in applying MSC for tuberculosis (TB) spondylitis patients. The reason for nbbit model lies in the � anatomical structure of its corpus that is nearly identic to human. lvfycobacterium
tuberculosis
(H37RY) is used in this research which v.1as
developed in microbiologic lab FMUI. This strain is different than the wild strains; their characteristics can be identified. The factors need to be addressed to create TB spondylitis rabbit model are: ( 1 ) virulence, (2) proliferative potent, (3) adaptive microscopic environtment, and (4) incubation. TB spondylitis is an infection of a vertebrae corpus due to tuberculosis
lvfycobacterium
strain that has a serious impact to the patient. To study this disease,
animal-based research should be conducted to fu\Jy understand its pathologic pathways before doing a translational research to human. This research is cond�1cted to find the most suitable procedure to create TB spondylitis rabbit model for the sake of effectivity of treatment and future research regarding TB spondylitis.
Methods .
This is an observation-interventional research in rabbit model fulfilling ethical aspect and approved by IPB Animal Hospital. The majority of this research uses the facilities in IPB Animal Hospital and Microbiology lab FMUI. The selection of rabbit model is determined by body weight, bone maturity, sex, clinical, radiologic, and laboratory exam which :fulfill the inclusion criteria (healthy New Zealand strain weighted 2500-3000 g and skeletally mature). Rabbits with abnormality of spine because of ongoing infection, trauma, or neoplasm will be excluded. Twenty seven rabbits is inoculated with
Mycobacterium tuberculosis
i n its T l 2
vertebrae corpus. Measurement of weight, temperature, Thl, Th2, and Th1/Th2 ratio is executed before and after inoculation. After
Mycobacterium tuberculosis
Universitas Indonesia
119
inoculation, the rabbits are secured in its cage and evaluated for 8 weeks. After that, we did examination tor BTA stain, culture, PCR, and histopathologic to assess the inoculation process. Results were reported using a descriptive-analytic approach.
Results
During 8 weeks caging, appetite didn't decrease, rabbits can still defecate urinate normally, maintain its activity, and respond well to its environtment. Rabbit Mortality and Morbidity
We found mortality of 2 rabbits (2/27); one of which died on week four and one died on week seven. Aside fro m death, we also found morbidity (paraplegia) on 3 rabbits (3/27); one on week two, and two on week tour (table 1). Table I . Mortality and Morbidity Percentage n
%
Mortality
2
(27)
7,4
Morbidity
3 (27)
I1,1
Gene..al Status and Immunology
There i s an increase in mean value o f rabbit weight from 2342.86 g (SD before bacteria inoculation, to 2828.57 g (SD
=
253 .3)
284.00) 8 weeks after inoculation (p < 0.05). Mean value of rabbit body temperature before inoculation is 39,31 °C (SD 0.47) and 39, 1 1 °C (SD 0.46) after inoculation (p 0.226). =
=
=
=
Table 2. Weight, Temperature, and Immunologic Examination ofST Rabbits After Inoculation
Before lnocul ation n
Mean ± SD
253,33
n
Mean ± SD
14
2828,57 ± 284,00
p
<0,01
Weight
14
Temperature
14
39,31 ± 0,47
14
Th I population
14
1,23 ± 0,90
14
Th2 population
14
0,80 ± 0,33
14
2 1 , 0 1 ± 1 3,24
< 0,05
Tb 1 /Th2 ratio
14
0, 1 7 ± 0, 1 3
14
0,26 ± 0,20
0,4 1 7
2342,86 ±
39, 1
1 ± 0,46
3,82 ±
1,94
Universitas Indonesia
_;a..:..li:.-.:; .
0,226
< 0,05
120
Mean value population of Thl before inoculation is 1 .23% (SO increased to 3.82% (SD significant (p
<
0.05).
=
=
0.90)
and
1.94) after inoculation. This result is statistically
Observation on Th2 population is 0.80% (SD
before inoculation, into 2 1 .01% (SD
=
=
0.33)
13.34) after inoculation. Then again, was
i Th2 mean value which is statistically significant (p<0.05). spotted an increase n
Meanwhile, the ratio of Thl/Th2 doesn't reveal a statistical significance increase (p
=
0.417).
Microbiologic and Histopathologic
From BTA staining, we obtain
3
samples (3114) t issue lesion from vertebrae
corpus identified for Mycobacterium tuberculosis. From culture of MGIT and Lowenstein Jensen, we found
9 samples (9/14) identified for a living
Mycobacterium tuberculosis. Superiorly, on PCR, we fo und almost all sample (13/14) described as having DNA chain similar to J\1ycobacterium tuberculosis (H37RV strain) DNA -7 the same strain used in this research. Last, on histopathologic examination, we fOlmd Datia Langhans cell, chronic inflammatory cells, and tubercle in all samples ( 1 4114).
c
Microbiologic Examination. a. Positive BTA staining with 1000 times magnification, a red acid-fast bacil can be seen with rod configuration under Ziehi-Neelsen stain. b. Positive cu1ture. There is a white-colored colonization of bacteria on the medium within MGIT tube after n i cubation in Bactec MGIT 980. c. Positive PCR shown by sample 1 0625 and 1 0627, while a negative result is seen on sample 10612. (K-) means sterile water (negative control), (K+) means bacterial DNA M uberculosis t H37RV (positive control), and M means solvent.
Universitas Indonesia
121
Picture 2. Histopathologic Result of lvfycobacteriwn tuberculosis intection, observation
on slides from lesion after decalsification with nitrate acid and HE-stain. Granuloma and giant cell can be clearly identified, pathognom onic to M. tuberculosis infection (examination is underwent in Pathology Anatomy lab, IPB Animal Hospital)
According to microbiologic and histopathologic exam, rabbit models were classified into 4 subgroups which is KPH positive, PH positive, BKPH positive, and
KH
positive.
Table 3 . Combination ofBTA Stain, Culture, PCR, and Histopathologic Examination Result Results Subject Subject Coding BTA PCR Culture Histopathology Grouping KOSO I
Neg
Pos
Pos
Pos
K0525
Neg
Pos
Pos
Pos
K0509
Neg
Pos
Pos
Pos
K3264
Neg
Pos
Pos
Pos
K05 1 9
Neg
Pos
Pos
Pos
K3364
Neg
Neg
Pos
Pos
K2764
Neg
Neg
Pos
Pos
K2964
Neg
Neg
Pos
Pos
K3164
Neg
Neg
Pos
Pos
K0505
Neg
Neg
Pos
Pos
K0964
Pos
Pos
Pos
Pos
K0520
Pos
Pos
Pos
Pos
K05 1 7
Pos
Pos
Pos
Pos
K2664
Neg
Pos
Neg
Pos
Un iversitas Indonesia
KPI-1 positive
PH positive
BKPH positive KH positive
122
Inoculation Succession
Success of inoculation according to BTA is 21 .4%, culture 64.3%,
PCR
66.4%,
and histopathologic 100%. Table 4. Percentage of S uccessfu l Inoculatioi1
lK 95%
Successful Inoculation
n
%
3
2 1 .4
9
64.3
35.7 - 92.9
PCR
13
92.9
78.6 - 1 0 0
1- listopatholooy
14
100
l 00 - I 00
BTA
Culture
7 . 1 - 42.9
Discussion Inoculation Technique
Microscopically, the inoculation of Mycobacterium
tuberculosis reached
a success
rate of 100% if \Ve me to use only 1 of 4 modality. This rate is determined by quantity of inoculated bacteria, size of inoculation hole (diameter ), and contact with outside environtment particulmly air. Aside from that, we must take into account the incubation period of 8 weeks prior to diagnostic approach as the period ofM. tuberculosis proliferation. The maximum threshold for
Mycobacterium tuberculosis
population is 1 08
cfu/mL in Microbiology lab FMUI based on McFarland Nephelometer Standard. This amount i s the choice for inoculation to prevent elimination of bacteria by the innate immune response of the rabbits in this research. Inoculation hole is tailor made ( 1 ,5 rnm) to assist the proliferation of Mycobacterium
tuberculosis.
Lastly,
contact with outside air tor 1 5-20 minutes is granted to aid the bacteria's metabolism. If these factors are met, the success rate of inoculation can reach 1 00%.
Morbidity and Mortality
During inoculation of Mycobacterium
tuberculosis,
there i s an associated risk of
nerve damage that results in decreased motoric function (direct and indirect). Direct damage can occur due to operator's clumsiness that causes nerve tear. The effect can be seen as soon as the anesthesia has ceased. An indirect damage is a
Universitas Indonesia
123
nerve lesion due to infection process. Usuall.y, the effect cannot be seen even after incubation process has cleared. Soon after anesthesia has ceased, rabbits with indirect lesion still can move around. The accumulation of necrotic tissue and pus can compress the nerve root or spinal canal and therefore, the rabbits had paraplegia. Twenty rabbits in this research didn't had direct lesion of the nerve, which means the skill of the operator as well as the research protocol for inoculation procedure is safe. Evaluation for 8 weeks post inoculation shows 3 out of 27 rabbits had motoric decrease; 1 rabbit on week two, and 2 rabbits on week four. This sentinel event shows that during 8 weeks of incubation, there was an invation of bacteria into the spinal canal or nerve root. Necropsy (animal autopsy) from those 3 rabbits shows an invation of M.tuberculosis into the medulla spinalis without extensive destruction of the spine. Moreover, there was no pus formation and necrotic tissue inside the spinal canal. We conclude that during the first 4 weeks, researches must anticipate a bacterial invasion to the son·atmding tissue.
Picture 3 . Paraplegic incidence after inoculation ofMycobacterium tuberculo sis
Mortality was noted on 2 rabbits fi:om 27 of total sample, which occurs on week four and week seven after inoculation. These 2 rabbits became paraplegic prior to their demise. From this incidence, and expert opinion, we deduce that paraplegia causes deterioration
in
quality of life (QoL). These rabbits can't defecate nor
urinate aside from mobility problem. Combination of this factors decrease the
Universitas Indonesia
124
hygiene and appetite of these rabbits. Phenotypically, we can see a breakdown of their pelvic skin. In necropsy, there were no signs of infection aside fro m lesion
I
inoculation
defect. The cause of death is predicted from the deterioratipn of QoL and bad nutritional status.
Picture 4.
Necropsy after inoculation ofM. tuberculosis
Creation of TB Spondylitis Rabbit Model
Four modalities used to assess the creation ofTB spondylitis rabbit model are: ( 1 ) BTA stain, (2) culture, (3) PCR, and (4) histopathologic. The minimum diagnosis ofTB spondylitis is confirmed if one of these parameters is positive. According to this theory, we had a 14 viable TB spondylitis rabbit model. Methodologically, the difference between these parameters can is distinguishable: - In BTA stain, the target is dead Mycobacterium tuberculosis cell wall during slide fix ation process. - In culture, the target is a living Mycobacterium tuberculosis. - In PCR, the target is genetic material, or DNA, of living Mycobacterium tuberculosis after extraction. -
In histopathologic exam, specific reaction in tissue is observed due to the presence of J.\1ycobacterium tuberculosis.
The success of inoculation in this research is reflected in table 4, which depict the presence of living bacteria, dead bacteria, and tissue reaction. BTA results depict living bacteria despite their 'death' during fixation and staining process -7 a dead bacteria cannot be stained with BTA PCR exam reflects either living or dead bacteria, because the DNA content of dead bacteria can still be detected through Universitas Indonesia
125
PCR. Meanwhile, culture exam shows the bacterial ability to surv1ve m the medium
in vitro.
H istopathologic · exam can expose tissue reaction due to
interaction with bacteria and its genetic content (when it is dead). From those four most acclaimed and accurate inoculation information IS . histopathology because this parameter can depict bacterial existence, its parameters, the
proliferative ability, and survival
in vitro .
Not to forget, culture exam is still the
gold standar for bacterial infection diagnosis. In this research, success rate of inoculation through cuhure is only 64.3%. 8
Culture exam post inoculation vveek
shO\vs that Mycobacterium
tuberculosis
can
grow in vertebrae corpus of 9 rabbits, but failed to do so in 5 of the other rabbits. In relation to immunologic marker, we can see a high count of T h l , Th2, and Thl/Th2 ratio in negative culture rabbits compared to positive culture rabbits. Population of blood Thl and Th2 has a negative association with the success rate of bacteria inoculation. Even so, the quantitative value ofThl and Th2 population cannot be described in this research. Analysis of 5 rabbits with negative inoculation on week 8 shows a positive PCR vvith observed DNA chain that resembles finding suggest that lvfycobacterium
Mycobacterium tuberculosis.
tuberculosis
This
failed to grow, but their genetic
material can still be found. Truthfully, lvfycobacterium
tuberculosis can
proliferate
in the defective corpus based on tissue reaction and spotting of inflammatory cells, Datia Langhans, and caseous process from these 5 rabbit models. Immune response is represented by Thl and Th2 population in blood that inactivates and eliminate most of lvfycobacterium
tuberculosis.
Because of this immune respone,
bacteria cannot grow inside the culture media.
Immunologic Evaluation
Monitor ofTh l , Th2, and Th 1/Th2 ratio within rabbits blood shows an increase of Th1 (p < 0.05) and Th2 (p < 0.05) which is statistically significant after inoculation of Mycobacterium
tuberculosis.
was statistically insignificant (p
=
The Thl /Th2 ratio also increases, but
0.417). This increase is due to immunologic
response from the rabbit to counteract the invasion of bacteria. Th2 is involved in
Universitas Indonesia
1 26
humoral immune system and plays a role i n neutralizing extracellular parasite. This parameter contribute to the success rate of inoculation in rabbits vertebrae corpus (table 4.1 2).
Conclusion
Direct inoculation of
Mycobacterium
tuberculosis
H37RV strain into rabbit
vertebrae corpus can be done in through operative approach in an aseptic operating theatre. Inoculation of
lvfycobacterium tuberculosis
H37RV strain
causes an increase in Th1 and Th2 population (p < 0.05), but did not increase the Thl /Th2 ratio (p
0.147). The success rate of
=
Mycobacterium tuberculosis
H37RV strain inoculation reaches 100% if TB spondylitis diagnosis has been confrrmed through one of the parameters I modalities as described i n this research.
Suggestion
Teclmique of
Mycobacterium
tuberculosis
H37RV strain inoculation needs
perfection to achieve a more accurate and safe procedure, with as little collateral damage as possible.
References
1 . Schlossberg, D. 2006. Tuberculosis and Non tuberculous Mycobacterial Infections. Fifth Edition, McGraw-Hill. 2. Sapardan, S. 2004. Total Treatment of Tuberculosis of The Spin e. A Rational
Problem
Solving
Approach.
Peqmstakaan
Universitas
Indonesia.
3. Poelstra
KA,
Barekzi N A, Grainger DW, Gristina AG, Schuler TC. 2000.
A Novel Spinal Implant Infection Model in Rabbits. SPINE, 25(4);406410.
4. Zhang G, Zhu B, Shi W, Wang M, Da Z, Zhang Y. 2010. Evaluation of Mycobacterial virulence using rabbit skin liquefaction model Virulence, 1(3);156-163.
5. Orme I and Juanero MG. Animal Models of M. tuberculosis Infection. Current Protocol in Microbio logy. John Wiley and Son Inc, 2007.
Universitas Indonesia
127
6. Zychowicz
ME.Osteoar1icu1ar
Manifestations
of
Mycobacterium
Tuberculosis Infection. Orthopaedic Nursing 2010;29(6). 7. Bieny G, et al. Percutaneous Inoculated Rabbit Model of Intervertebral disc space infection: Magnetic Resonance Imaging Features v-.rith Pathological Correlation. Joint Bone Spine 2008;75:465-470. 8. Dheda K, Schwander S, Zhu B, Richard N, Smit V, Zhang Immunology of Tuberculosis:
20] 0; 1 5:433-450.
Universitas Indonesia
From Bench
to
Bedside.
Y.
The
Respirology
1 28
Lampiran 4. 5 Draft Publikasi V Pengaruh Paparan Bakteri Jl1ycobacterium tuberculosis Hidup Terhadap Pembentukan Jembatan Tulang Pada Tata laksana Transplantasi Sel Punca Mesenkimal terhadap Defck Spondilitis Tuberkulosis Kelinci *Rahyussalim, '-'*Tri Kumiawati, ***R. Susworo, ****Andrianjah: * * * * * Arn i Diana Fitri, *Ismail, *Errol U Hutagalung, *Department of Orthopaedi c and Traumatology Faculty of Medicine
University of Indonesia Faculty of Medicine Un iversity of Indonesia ***Department Radiology Faculty of Medicine U ni versi ty of Indonesia ****Department Microbiology Clinic Faculty of Medicine Uni vers ity of Indonesia *****Veterinary Teaching H os pi ta l l3ogo r Agricultural Institute
**Stem Cell and Tissue Engineering Cluster, MERC
ABSTRAK Pendahuluan : Fusi adalah terjadinya pcnyatuan antar tulang, atau dapat pula antar bagian tulang satu dengan lainnya. Pada lingkungan mikroskopis terpapar debris bakteri MTB secara in vitro diferensiasi SPM menjadi osteoblas dan pertumbuhan osteoblas tidak mengalami gangguan berarti. Penelitian ini bertujuan untuk mengamati pengaruh paparan bakteri MTB hidup terhadap pembentukan jembatan tulang pada defek ST kelinci yang ditransplantasikan SPM. Metode : Enam ekor kelinci ST dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan hasil pemeriksaan diagnosis mikrobiologis dan histopatologis, yaitu kelompok paparan (KPH positif) (n=3) dan kelompok kontrol (PH positif) (n=J). Kelompok paparan adalah kelompok kelinci yang tercemar bakteri Mycobacterium tuberculosis hidup yang dibuktikan dengan pemeriksaan kultur positif. Kelompok kontrol adalah kelompok kelinci yang tidak tercemar oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis hidup yang dibuktikan dengan pemeriksaan kultur negatif Kelompok kontrol dapat saja tercermar oleh debris.
Kedua kelompok kelinci ST mendapatkan pcrlakuan TTSSA6, pemberian OAT dan analgetika, penambahan skafold dan SPM. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan klinis yaitu pengamatan aktifitas harian, nafsu makan, kelumpuhan, tanda-tanda infeksi (adanya sinus, abses) dan pengukuran berat badan setiap tiga hari terhadap semua kelinci kelompok paparan dan kontrol. Dilakukan pengamatan terhadap terbentuknya jembatan tulang dengan melakukan pemeriksaan palpasi manual (PM), penghitungan prosentase luas tulang intra defek (PLTID), penghitungan luas tulang perlapang pandang (LTPLP), penghitungan Juas tulang sisi lateral defek (LTSLD), penghitungan luas kalus proyeksi antero-posterior (LKAP) dan penghitungan luas kalus proyeksi lateral (LKL). Analisis hasil pemeriksaan aktifitas osteoblas diuji secara statistic dan menghitung skor aktifitas osteoblas. Hasil : Hasil PM dari kelompok paparan sama dengan kelompok kontrol yaitu masing-masing terdapat 1 kelinci dengan palpasi manual positif Rerata PLTID kelompok paparan 30% (SD = 1 4,00) dan kelompok kontrol 40,67% (SD = 12,50). Rerata L TPLP yang tcrbcntuk intra de£ek kelompok paparan 0,05% (SD 0,02) dan kelompok kontrol 0,07 mnl (SD = 0,02). Rerata LTSLD kelompok =
Universitas Indonesia
1 29
paparan 0, 155 mm2 (SD 0,067) dan kelompok kontro1 0,230 mm2 (SD 0,07). Rerata LKAP kelompok paparan 34,30 mm 2 ( SD 56,1) dan kelompok kontrol 2 25,77 n1J112 (SD 9,79). Rerata LKL kelompok paparan 25,87 nm1 (SD 56,1) dan kelompok kontrol 23,71 nm12 (SD 8.34). Rerata skor fusi ke1ompok paparan 77,67 dan kelompok kontrol 120,67. Berdasarkan skoring ini pad a kelompok paparan terdapat 2 dari 3 ekor kelinci yang mengalami gangguan fusi dan 1 kelinci mengalami fusi yang lebih baik. Pada kelompok kontrol terdapat 1 dari 3 ekor kelinci yang mengalami proses nisi yang terhambat, l dari 3 ekor kelinci yang mengalami proses fusi yang normal dan 1 dari 3 ekor lainnya mengalami proses fhsi yang berjalan lebih baik. Pembahasan Keberadaan bakteri Mycobacterium tuberculosis tidak berpengaruh terhadap kekakuan tulang secm·a palpasi manual. Hasil ini berbeda dengan basil yang diperoleh berdasarkan tiga parameter histopatologi yang memperlihatkan bahwa bakteri j\1ycobacterium tuberculosis memberi kesan menghambat pembentukan tulang baru di dalam defek dibandingkan kontrol yang dibuktikan dengan lebih kecilnya Juas tulang yang terbentuk pada kelompok kelinci yang terpapar Mycobacterium tuberculosis hidup dibandingkan dengan kelompok kelinci kontrol. Terjadinya gangguan fus i oleh bakteri bakteri Mycobacterium tuberculosis sejalan dengan beberapa literatur yang mengatakan bahvva bakteri menyebabkan gangguan keseimbangan aktifitas osteoblast yang berdampak nyata pada pembentukan tulang baru yang diperlukan untuk mencapai fusi atau terbentuknya jembatan tulang. Kesimpulan Secara histopatologi dan radiologi keberadaan bakteri Mycobacterium tuberculosis terbukti mengganggu pembentukan tulang baru di dalam detek kelinci spondilitis TB, namun secm·a manual palpasi hubungan antar tulang masih menunjukkan tetjadinya fusi. =
=
=
=
=
=
Key,'vords
spread, model kelinci spondilitis tuberkulosis, inokulasi, BTA kultur, PCR, fusi, jembatan tulang.
Mycobacterium
tuberculosis
Universitas Indonesia
130
PENDAHULUAN
Fusi adalah terjadinya penyatuan antar tulang, atau dapat pula antar bag1an tulang satu dengan lainnya. Penyatuan ini terjadi karena suatu proses pembentukan jembatan tulang antar bagian tulang yang sebeh.II1111�'a teryisah. Jembatan tulang yang adekuat dapat menghilangkan defek dan menyatukan dua bagian yang terpisah. Hasil penyatuan yang dihasilkan dapat bervariasi mulai dari sangat kaku sampai sangat rapuh, tergantung pada kualitas jembatan tulang yang terbentuk. Kualitas jembatan tulang ini sangat menentukan stabilitas hubungan antar tulang. Spondilitis tuberkulosis adalah penyakit infeksi pada tulang belakang yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium tuberculosis.
Spondilitis tuberkulosis
clapat mengakibatkan kerusakan korpus (defek) yang menimbulkan instabilitas tulang belakang dan gangguan struktur eli sekitarnya. Penyembuhan inteksi bakteri pada kasus spondilitis tuberkulosis dipengaruhi oleh virulensi bakteri, sistem imun, gizi, dan lama paparan bakteri, sementara penyembuhan kerusakan korpus tergantung pacla kemampuan proliferasi sel osteoblas clalam memproduksi matrik.s tulang, deposit kalsium di daerah lesi dan aktifitas sel osteoklas dalam mendukung proses remodeling. Sel punca mesenkimal secm·a m vitro telah terbukti dapat dikultur clan berdiferensiasi menjadi sel osteoblas. Demikian pula pada lingkungan in vitro yang secm·a mikroskopis terpapar debris bakteri
Mycobacterium tuberculosis,
diferensiasi sel punca mesenkimal menjadi osteoblas serta pertumbuhannya tidak mengalami gangguan yang berarti. Penelitian ini bertujuan untuk mengamati pengaruh
paparan
bakteri
Mycobacterium
tubeculosis
hidup
terhadap
pembentukan jembatan tulang pada defek spondilitis tuberkulosis kelinci yang ditransplantasikan sel punca mesenkimal.
METODE
Penelitian ini merupakan penelitian intervensi pada hewan kelinci yang telah memenuhi kaji etik dan mendapatkan persetujuan dari Komite Animal Care and Use Committee (ACUC) PT. Bimana Indomedical dan Rumah Sakit Hewan (RSH) JPB. Sebagian besar penelitian ini menggunakan fasilitas hewan d i RSH
U n iversitas Indonesia
131
JPB, PT Bimana I ndomedical, laboratorium Mikrobiologi Klinik FKUI dan laboratorium Patologi Anatomik FKUI. Sampel penelitian ini adalah kelinci spondilitis tuberkulosis yang dibuat mengikuti suatu prosedur inokulasi langsung bakteri Mycobacterium tuberculosis kedalam korpus
vertebranya. P emilih an
kelinci didasarkan pada bobot tubuh,
maturitas tulang, jenis kelamin, pemeriksaan klinis, radiologis dan Iaboratorium dengan kriteria inklusi adalah kelinci putih Selandia baru sehat berbobot 3000
2500-
gram dan matur secm·a skeletal, sedangkan kriteria eksklusi adalah kelinci
yang memiliki kelainan bmvaan tulang belakang dan atau mengalami kelainan d i tulang belakang akibat infeksi, trauma, neoplasma dan sebagainya. Enam ekor
kelinci spondilitis tuberculosis dibagi menjacli clua kelompok
berdasarkan hasil pemeriksaan diagnosis mikrobiologis dan histopatologis, yaitu kelompok paparan (KPI-l positif) (n=J) dan kelompok kontrol (PH positif) (n=3). Kelompok
paparan
adalah
kelompok
kelinci
yang
terinfeksi
bakteri
Mycobacterium tuberculosis hidup yang dibuktikan dengan hasil pemeriksaan kultur posi9f, sedangkan kelompok kontrol aclalah kelompok kelinci yang tidak terinfeksi oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis hidup yang dibuktikan dengan hasil pemeriksaan kultm negatif� walaupun kelompok kontrol dapat saja tercerrnar oleh debris bakteri 1\{vcobacterium tuberculosis. Kedua
kelompok
kelinci
spondilitis tuberkulosis mendapatkan
perlakuan
TTSSA6, pemberian OAT serta penempatan skafold dan transplantasi sel punca mesenkimal. Selanjutnya kelinci dipelihara dalam kandang individual dan setiap
3
hari dilakukan pemeriksaan klinis, yaitu pengamatan aktifitas harian, nafsu makan, kelumpuhan, tanda-tanda infeksi (adanya sinus, abses) dan pengukuran berat serta suhu badan. Pengamatan terhadap terbentuknya jembatan tulang dilakukan dengan melakukan pemeriksaan palpasi manual (PM) saat kelinci dinekropsi setelah dieutanasia, penghitungan prosentase luas tulang intra clefek (PL TID),
penghitungan
penghitungan luas tu lang
luas sisi
tulang lateral
perlapang defek
pandang
(LTPLP)
dan
(LTSLD) berdasarkan hasil
pemeriksaan histopatologi terhadap jaringan tulang eli area defek, serta penghitungan luas kalus proyeksi antero-posterior (LKAP) dan penghitungan Juas
Un iversitas Indonesia
132
kalus proyeksi lateral (LKL) berdasarkan hasil foto roentgen. A.nalisis hasil pemeriksaan diuji secara statistik dan dilakukan penghitungan skor fusi.
HASJL Pengamatan Proses Fusi
pada Lingkungan Mikroskopis Mycobacterium
tuberculosis
Berdasarkan lingkungan mikroskopis dan histopatologis kelinci spondilitis tuberkulosis dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok paparan (KPH positif) dan kelompok kontrol (PH positif). Untuk mengamati fusi atau pembentukan jembatan
tulang
pada lingkungan mikroskopis
Mycobacterium tuberculosis
dilakukan evaluasi terhadap variabel ihsi yaitu palpasi manual (kaku atau tidak kaku), Juas tulang yang terbentuk (prosentase
LTID,
LTPLP, LTSLD), serta luas
kalus (A.P dan lateral). Tabel I Evaluasi variabel fusi pada lingkungan mikroskopis Mycobacterium tuberculosis Kelompok kontrol Kelompok paparan p Variabel n=3 rerara ..L SD rerata = SD n=3 ..,
.)
1/3
3
1/3
Na
3
30.00 ± 1 4,00
3
40,67 ± 12,50
Na
LTPLP
3
0,047 ± 0,021
3
0,067 ± 0,021
Na
LTSLD
.)
0, 1 5 5 ± 0,067
3
0,230 ± 0,07
Na
LKAP
3
34,297 ± 7,422
3
25,77 ± 9,79
Pa l pasi m anual
PLTID
LKL
..,
3
25, 1 8 7 1 : · 5,607
.)..,
Na
Na
23 ,7 1 ± 8,34
Ket untuk palpasi manual: angka yang ditunjukkan adalah angka yang lebih kaku. Jacli angka mcnunjukkan ada I kelinci yang menunj ukkan hasil lebih kaku diantara 3 kelinci
1/3
Hasil Palpasi Manual
Hasil palpasi manual dari kelompok paparan menunjukkan terdapat 1 kelinci dengan hasil palpasi manual positif sementa.ra 2 kclinci lainnya menunjukan hasil manual palpasi negatif Demikian pula hasil palpasi manual pada kelompok kontrol yang menunjukkan terdapat I kelinci dengan palpasi manual positif sementara 2 kelinci Jainnya menunjukan basil manual palpasi negatif
Basil Penghitungan Proscntase Luas Tulang yang Terbentuk Intra Defe){
U n iversitas Indonesia
1 33
Rerata
prosentase luas tulang yang terbentuk intra defek pada kelinci ST
kelompok KPH positif (n
= 3)
adalah 30,00% (SD
= 14,00).
Rerata prosentase
luas tulang yang terbentuk intra defek pada kelinci ST kelompok PH positif ( n 3)
adalah 40,67% (SD
=
= 1 2,50).
Gambar I. Pengamatan terhadap slide pulasan HE menggunakan mikroskop dengan pembesaran Jaringan dipersiapkan dari pemotongan sagittal melewati defek yang terbentuk dari arah sisi lateral. a. Slide dari kelompok kelinci spondilitis yang diberikan sel punca mensenkimal ke dalam defeknya. Pada· gam bar tampak pulau pulau tulang yang terbentuk d i antara skafold. b. Slide dari kelompok kelinci terin feksi yang tidak diberikan sel punca mesenkimal. Tampak area tulang berupa pulau pulau diantara skafol d. Dibandingkan dengan slide dari kelompok kelinci yang diberikan sel punca mesenk.imal, pulau pulau tulang yang terbentuk pada slide kelompok yang diberikan sel punca mesenkimal lebih dominan
400x.
Luas Area Tulang yang Terbentuk Per Lapang Pandang
Rerata luas tulang perlapang pandang yang terbentuk intra defek pada kelompok paparan adalah 0,05% (SD
= 0,02).
Rerata luas tulang perlapang pandang yang
terbentuk intra defek pada kelompok kontrol adalah 0,07 mm2 (SD = 0,02).
Luas Area Tulang Sisi Lateral yang Terbentuk per luas Defek
2 Rerata luas tulang sisi lateral defek pada kelompok paparan adalah 0,155 mm (SD = 0,067). 0,230
Rerata luas tulang sisi lateral defek pada kelompok kontrol adalah
mnl (SD = 0,07).
Universitas Indonesia
134
Luas Kalus Intra Defek Proyeksi Antero Posterior
Rerata
luas area kalus intra defek proyeksi anteroposterior pada kelompok 2 paparan adalah 34,30 mm (SD 5 , 6 1 ). Rerata luas area kalus intra defek proyeksi anteroposterior pada kelompok kontrol adalah 25,77 mm2 (SD 9,79). =
b
d Gambar 2. Memperlihatkan gam bar foto rontgen dan arsiran kalus a. Foto rontgen anteroposterior daerah thorakolumbal kelinci pada enam minggu setelah prosedur TTSSA6, pembuatan defek, penambahan skafold dan sel punca mesenkimal. a. Pada lesi T l 2 tampak pertumbuhan kalus intra defek dan ekstra defek. b. Hasil arsiran korpus vertebra T 1 2 proyeksi anteroposterior (gambar 4. I 1 a). Arsiran berwarna merah menunjukkan area kalus inh·a defek Tl2. Arsiran berwarna biru menunjukkan area kalus ekstra defek. c. Foto rontgen anteroposterior daerah thorakolumbal kelinci pada enam minggu setelah prosedur TTSSA6, pem buatan defek, penambahan skafold tanpa pemberian sel punca mesenkimai.Pada Iesi T l 2 tampak pertumbuhan kalus intra defek dan ekstra defek. d. Hasil arsiran korpus vertebra T l 2 proyeksi anteroposterior ( gambar 4. 1 1 c). Arsiran berwarna merah menunjukkan area kalus intra defek Tl2. Arsiran benvarna biru menunjukkan area kalus eksh·a defek.
Luas Kalus Intra Defek Proyeksi Lateral
Rerata luas area kalus intra defek proyeksi lateral pada kelompok paparan adalah 25,87 mm2 (SD 5,61). Rerata luas area kalus intra defek proyeksi lateral =
kelompok kontrol adalah 23,71
mm2
(SD
=
8,34). Universitas Indonesia
135
b
d
Gambar 3. Memperlihatkan gambar foto rontgen dan arsiran kalus, a. Foto rontgen lateral daerah thorakolumbal kelinci pada enam minggu setelah prosedur TTSSA6, pembuatan defek, penambahan skafold dan sel punca mesenkimal. Pada lesi T 1 2 tampak pertumbuhan kalus intra defek dan ekstra defek. b. Hasil arsiran korpus vertebra T l 2 proyeksi lateral (gambar 4 . 1 2 a). Arsiran benvarna merah menunjukkan area kalus intra defek T12. Arsiran berwama biru menunjukkan area kalus ekstra defek. c. Foto rontgen lateral daerah thorakolumbal kelinci pada enam minggu setelah prosedur TTSSA6, pembuatan defek, penambahan skafold tanpa pemberian sel punca mesenkimai.Pada lesi T12 tampak pertumbuhan kalus intra defek dan ekstra defek. d. Hasil arsiran korpus vertebra T12 proyeksi lateral ( gambar 4.12 c). Arsiran benvarna merah menunjukkan area kalus intra detek Tl2. Arsi.ran berwarna biru menunjukkan area kalus ekstra defek.
Penghitungan skoring fusi pada kedua kelompok kelinci dapat dilihat pada tabel 2. Berdasarkan skoring ini terlihat bahwa pada kelompok paparan terdapat 2 dari 3 ekor kelinci (2/3) mengalami gangguan fusi dan 1 dari 3 ekor kelinci (113) mengalami fusi yang lebih baik. Pada kelompok kontrol terdapat 1 dari 3 ekor kelinci (1/3) yang mengalami proses fusi yang terhambat, 1 dari 3 ekor kelinci (1/3) yang mengalami proses fusi yang normal dan 1 dari 3 ekor kelinci (1/3) lainnya mengalami proses fusi yang berjalan lebih baik. Rerata skor fusi kelompok paparan dan kontrol berturut-turut adalah 77,67 dan 120,67. Universitas Indonesia
136
Tabel 2. J-lasil Kode
pengh it ungan
total
PLTID
PM
kel i nc i
Kelompok
K0509
K3264
skoring fusi setiap sampel keli nci
spondilitis tuberkul osis
LTPLP
LTSLD
L K/\ P
LKL
kor
Skor
Skor
skor
Tota l
s kor
Skor
Paparan
30
3
3
5
5
3
49
Fusi terhambat
Paparan
135
3
10
10
3
3
164
Fusi lcbih baik
3
3
5
3
.)
20
Fusi terhambat
10
10
20
5
108
Fusi normal
3
76
Fusi terhambat
10
178
r-usi lebih baik
K05 1 9
Paparan
K3164
Konh·ol
..,.)
30
s
1<0505
Kontrol
30
10
10
20
1<2964
Kontrol
1 35
5
5
20
Skor kurang dari 94 artinya fus i
artinya fusi tcrcapai lebih baik
terhambat; skor 94 sd
..,
.., .)
3
.., .)
1 4 1 artinya fusi dalam
kor
s
Kcterangan
batas normal; skor diatas 1 4 1
Pcmbahasan
Tercapainya fusi atau terbentuknya jembatan tulang pada kasus infeksi dengan kelainan defek merupakan tujuan utama dari penatalaksanaan yang d ilakukan. Tancla-tanda fusi yang paling signifikan adalah tidak Jagi ditemukan pergerakan pada daerah yang sebelum penatalaksanaan terdapat pergerakan. Tanda lainnya dapat diamati dengan berbagai pemeriksaan antara Jain pemeriksaan rontgen dan pemeriksaan histopatologi. Pada pemeriksaan rontgen fusi ditunjukkan oleh seberapa Juas kalus yang
terbentuk baik pada proyeksi anteroposterior maupun lateral. Pada pemeriksaan histopatologi fusi ditunjukkan dengan melakukan pewarnaan
HE
dan pengamatan
hasil pewarnaan tersebut di bawah mikroskop dengan pembcsaran 400x. Hasil pemeriksaan palpasi manual pada kelinci kelompok paparan dan kelinci kelompok kontrol adalah sama, artinya keberadaan bakteri Mycobacterium tuberculosis
tidak berpengaruh terhadap kekakuan tulang. Hasil ini berbeda
dengan basil yang diperoleh berdasarkan tiga parameter histopatologi yang mcmperlihatkan bahw·a bakteri
Mycobacterium
tuberculosis
memberi kesan
menghambat pembentukan tulang baru di dalam defek kelinci kelompok paparan dibandingkan kelompok kontrol yang dibukt ikan dengan lebih kecilnya luas tulang yang terbentuk pada kelinci kelompok paparan dibandingkan dengan
kelinci kelompok kontrol.
Universitas Indonesia
137
Hasil
pemeriksaan radiologi menunjukkan bahwa
tuberculosis
bakteri
Mycobacterium
hidup justru membcrikan dampak positif terhadap pembentukan
kalus, artinya pada kelinci kelompok paparan yang terdapat bakteri hidup di dalam korpus vertebranya justru menunjukkan pembentukan kalus yang lebih Juas (proyeksi antero posterior maupun lateral) dibandingkan ke linci kelompok kontrol. Dari hasil skoring diperoleh kcsan bahwa keberadaan bakteri tuberculosis
Mycobacterium
hidup menghambat proses fusi. Hal ini clapat clilihat dari basil skor
total kelinci kelompok paparan yaitu terdapat 2 clari 3 ekor kelinci (2/3) yang mengalami hambatan fusi, sementara pada kelinci kelompok kontrol hanya 1 dari 3 ekor kelinci ( 1 /3) yang mengalami hambatan fusi. Dari rerata skor total masing masing kelompok kelinci juga menunjukkan hal yang sama dimana diperoleh rerata skor fusi kelompok paparan lebih rendah daripada kelompok kontrol. Terjadinya gangguan fusi oleh bakteri
Mycobacterium tuberculosis
sejalan clengan
banyak literatur yang mengatakan bahwa bakteri menyebabkan gangguan keseimbangan aktifitas osteoblast yang berdampak nyata pacta pembentukan tulang baru yang diperlukan untuk mencapai fusi atau terbentuknya jembatan tulang. Kesimpulan
Berdasarkan evaluasi
terhadap proses fusi
yang berkaitan dengan kekakuan
hubungan atar tulang yang dibuktikan dengan pemeriksaan palpasi manual, pemeriksaan pembentukan tulang baru secara histopatologi, pembentukan kalus pada foto rontgen dan evaluasi terhadap total skoring fhsi untuk tiap sampel kelinci dikctahui bahwa bakteri
Mycobacterium tuberculosis
memberikan dampak
negatif terhadap capain fusi.
Saran
Diperlukan penerapan pencitraan sinar-X digital, CT scan mik.ro, dan MRJ yang dapat memberikan data kontinyu agar dapat digunakan
untuk mengevaluasi
proses pcmbentukan tulang baru dan fusi secara lebih baik dan terukur.
Universitas Indonesia
1 38
Daftar Pustaka
1 . Schlossberg, D. 2006. Tuberculosis and Non tuberculous Mycobacterial Infections. Fifth Etlition, McGraw-Hill. 2 . Sapardan, S. 2004. Total Treatment of Tuberculosis of The Spine. A Rational
Problem
Solving
Approach.
Perpustakaan
Universitas
Indonesia.
3. Poelstra KA, Barekzi NA, Grainger DW, Gristina AG, Schuler TC. 2000.
A Novel Spinal I mplant Infection Model in Rabbits. SPINE, 15(4);406410. 4.
Zhang G, Zhu B, Shi W, Wang M, Da Z, Zhang Y. 20 1 0. Evaluation of Mycobacterial virulence using rabbit skin liquefaction model. Virulence, 1(3);156-163.
5. Gottfi·ied
0
and Dailey
A
2008. Mesenchymal Stem Cell and Gene
therapies tor Spinal Fusjon, Neurosurgery 63. 6.
Orme I and Juanero M. 2007. Animal Models ofM. tuberculosis Infection, John Wiley and Son In c.
7. Bierry G, et al.
2008.
Percutaneous Inoculated Rabbit Model of
Intervertebral disc space infection: Magnetic Resonance Imaging Features with Pathological Correlation. Joint Bone Spine 75:465-470. 8. Zychowicz ME. 2010. Osteoarticular Manifestations of Mycobacteriu m Tuberculosis Infection. Orthopaedic Nursing 29(6). 9. Nather A, David
V,
Teng J, Lee C, Pereira B. 2010. Effect of Autologous
Mesenchymal Stem Cells on Biological Healing of Allografts in Critical sized Tibial Defects Simulated in Adult Rabbits. Ann Acad Med Singapore 39:599-606.
10. Vats A, Tolley NS, Buttery DK, Polak JM. 2004. The Stem Cells in Orthopaedic Surgery. The Journal of Bone and Joint Surgery (BR) 868(2):159-164.
Universitas Indonesia
1 39
Lampiran Sistem Skoring fusi Tabel Sistem Penilaian Skoring Fusi. Variabel
Hasil
Skor
l lasil
Skor
Hasil
Skor
Hasil
skor
Palpasi manual
Vert T l 2 Sesuai nekropsi
tidak kaku
3
Kaku
30
lebih kaku
45
Sangat kaku
1 35
PLTID
Lesi T l 2
"
N
5
>N
10
>>N
20
LTPLP
Lesi T ! 2
"
.)
N
5
>N
10
>> N
20
LTSLD
Lesi T l 2
3
N
5
>N
10
>> N
20
LKAP
Vert T l 2
3
N
5
>N
10
>> N
20
LKL
Vert T l 2
3
N
5
>N
10
>> N
20
.)
Total
235
< N adalah nilai dibawah nilai minimum kontrol positif; N adalah dari nilai minimum sampai dengan nilai maksimum kontrol positif; > N adalah diatas nilai maksimum kontrol positif; >> N
adalah nilai berada jauh dari nilai rnaksimurn kontrol positif(lebih dari dua kali nilai maksimum); Skor kurang dari 94 artinya fusi terhambat; skor 94 sd J 4 J artinya fusi dalam batas normal; skor diatas 1 4 1 artinya fusi tercapai lebih baik.
Universitas Indonesia
140
Influences of Mycobacterium tuberculosis Exposures in the Bony Bridge Formation of Mesenchymal Stem Cell Transplantation to Rabbit Spondylitis Tuberculosis Rahyussalim, **Tri Kumiawati, ***R. Susworo, ****Andrianjah, *****Ami Diana Fitri, *Ismail, *Errol U Hutagalung, *Department of Orthopaedic and Traumatology Faculty of Medicine University of Indonesia **Stem Cell and Tissue Engineering Cluster, MERC Faculty ofMedicine University of Indonesia ***Department Radiology Faculty of Medicine University of Indonesia ****Department Microbiology Clinic Faculty of Medicine University o f lndonesia *****Veterinary Teaching Hospital Bogor Agricultural institute
ABSTRACT
Introduction: Fusion is defined by the incorporation of bone-to-bone or between the pa11s of bones. Mesenchymal Stem Cell (MSC) differentiation into osteoblast is not disturbed in relation to Mycobacterium tuberculosis's debris exposure in the microscopic environment in vitro. This research aims to observe the influences o f live Mycobacterium tuberculosis o n bony bridge formation on Spondylitis Tuberculosis (ST) rabbit's defect which is transplanted with MSC. Methods: Six ST rabbits were divided into two groups which were culture (C), PCR (P), and histopathologic (H) positive as the exposed group (n=3) and PCR and histopathologic (PH) positive as the control group (n=3). Both groups underwent TTSSA6 treatment, anti tuberculosis diUgs administration, scaffo ld and MSC transplantation. Clinical examination was carried alter 6 weeks incubation time and bony bridge through the manual palpation (MP) method was examined. Bone intra defect area percentage (BIDAP) was calculated, bone area per field view (BAFV), and lateral bone defect area (LB DA) were measured based on microscopic examination from histopathology preparation while antero-posterior projection callus area (APPCA) and lateral projection callus area (LPCA) were measured based on x-ray image using I mage J software. The results vvere tested statistically and used to determine the fusion score. Results: MP fi·om both control and exposed group showed 1 positive MP rabbit. Mean BIDAP score for exposed group was 30.00% (SD = 14.00) and control group was 40.67% (SD 1 2 .50), mean BAFV score for exposed group 0.05mm2 (SD = 0.02) and control group 0.07mm2 (SD 0.02), mean LBDA score for exposed group 0 . 1 55 mm2 (SD = 0.067) and control group 0.230 mm2 (SD = 0.07). Mean APPCA score for exposed group 34.30 mm2 (SD = 5.61) and control group 25.77 mm2 (SD 9.79), mean LPCA score for exposed group 25.87 mm2 (SD = 5.6 1 ) and control group 23.71 mm2 (SD = 8.34). Mean fusion score for exposed group 77.67 and 1 20.6 for control group. These results showed that there were 2 of3 rabbits (2/3) in the exposed group had fusion disturbances and I out of 3 rabbit ( I /3) had better fusion; while in the control group there was I of3 rabbits ( 1 /3) had delayed fusion, I of3 ( 1 /3) had normal fusion and 1 of3 ( 113) had better fusion. Discussion: Mycobacterium tuberculosis existence does not affect bone rigidity manually. This result differs fi·om the result obtained based on the three histopathologic aspects showing the impression of Mycobacterium tuberculosis 's =
=
=
Universitas Indonesia
141
existence that suppresses formation of new bone intra-defect proven by the smaller bone area formed in the exposed group compared with the control group. Fusion disturbance by M:vcobacterium tuberculosis exposure was also stated in several literatures emphasizing the suppressing effects of Mycobactreium tuberculosis to osteoblast's activity which inhibit the format ion of new bone necessary in the bony bridge formation hence, fusion. Conslusion The presence of Mycobacterium tuberculosis bacteria histopathologically and radiologically interfere with the formation of new bone in the infection defect of spondylitis tuberculosis rabbit, but manually palpation of the relationship between bone shows that it is still in the fusion. Keywords: Mycobacterium tuberculosis,
bony bridge
Un iversitas Indonesia
spondylitis tuberculosis rabbit, fusion score, fusion,
1 42
Background
Fusion is a bony union between bones, or v,;ithin certain segment ofthe bone. This process can occur through bone bridging. An adequate bone bridge can eliminate defect and conjoin 2 separate segments. The result ofbony bridge varies between very rigid and very fragile, depends on the quality of the bone bridge that defines the stability of the bone. Tuberculosis (TB) spondylitis A1ycobacterium tuberculosis.
IS
an infection of vertebrae corpus clue to
This disease can cause instability of the spine
because of corporal detect and the sorrouncling tissue. Healing is ini1uencecl by bacterial virulence, immune status, nutrition, and incubation, meanwhile the cellular component responsible for healing are osteoblast deposition of nev•i bone matrix, calcium deposition of defect, and osteoclast activity on bone remodeling. Mesenchymal stem cell (MSC) can be cultured and harvested into osteoblast. The same rule can be applied in the presence of M. tuberculosis; differentiation of MSC into osteoblast didn't attenuate. This research is meant to evaluate the effect of a living
Mycobacterium tuberculosis
towards the formation of bony bridge in
the defective corpus ofTB spondylitis rabbits which was transplanted with MSC.
Methods
This resem·ch is an interventional research using animal model. The research protocol has been reviewed and approved by: ( 1 ) Animal Care and Use Committee (ACUC) PT Bimana Indomedical No. R.02-12-IR, (2) "Komisi Pengawasan dan Kesejahteraan Penggunaan He\·van Percobaan" (KPKPHP) JPB Animal Hospital No. 02-2 1 0 1 2, (3) Medical Research Unit (MRU), Research Ethical Committee FMUI-RSCM No. 5 2 1 /PT02.FK/ETIK/2012. The majority of the research process lies in IPB Animal Hospital Lab, PT Bimana Indomedical, Clinical Microbiology Lab FMUI, and Pathology Anatomy Lab FMUI. The selection of rabbit model is determined by body w·eight, bone maturity, sex, clinical, radiologic, and laboratory exam which fulfill the inclusion criteria (healthy New Zealand strain weighted 2500-3000 g m1d skeletally mature).
Universitas Indonesia
1-B
Rabbits with abnormality of spine because of ongoing infection, trauma.
or
neoplasm will be excluded. Six rabbits with TB spondylitis are divided into 2 groups based on microbiologic and histopathologic examination, which is intervention group (K:PH positive, n=3)
and control group (PH positive, n=3). Intervention group are rabbits infected with living
Nfvcobacterium tuberculosis
pro ven with positive culture, whereas control
group arc rabbits not infected by liv i ng
Mycobacterium tuberculosis
negative culture even when contaminated with debris of
proven with
Mycobacterium
tuberculosis.
Both groups receive TTSSA6 procedure, antituberculosis reg im en, scaffold
placement, and MSC transplant. All samples are caged indiv id ually and a 3-day period follow up is conducted, which is daily activites, appetite, paraplegia, infection
signs
(sinus,
abscess),
weight and
temperature
measurement.
Observation of bony bridge is done by "palpasi manual" (PM) after euthanasia and necropsy, "penghitungan prosentase Juas tulang intra defek" (PLTID), "penghitungan Juas tulang perlapang pandang" (LTPLP), "penghittmgan Juas tulang sisi lateral defek" (LTSLD) based on histopathologic examination in the defect area, as well as measurement of "luas kalus proyeksi antero-posterior" (LKAP), dan measurement of "luas kalus proyeksi lateral" (LKL) based on x-ray. Analysis was performed statistically and through fusion scor ing
.
Results Fusion Process in Jlfycobacterium tuberculosis Environtment
To evaluate fusion/bony bridge in this microenvirontment, we tabulate the associated variables which is PM, PLTID, LTPLP, LTSLD, LKAP, and LKL.
Universitas Indonesia
144
Table 1 . Evaluation of fusion variables in M. Intervention Group Variables n=3 Mean ± SD
tuberculosis microenvirontment
Control Group
p
n=3
Mean ± SD
3
1/3
Na
3
l/3
3
30,00 ± 14,00
,., .)
40,67 ± 1 2,50
Na
.)
0,047 ± 0,021
3
0,067 ± 0,02 1
Na
LTSLD
3
0,155 ± 0,067
3
0,230 ± 0,07
Na
LKAP
3
34,297 ± 7,422
3
25,77 ± 9,79
Na
LKL
3
25,187 ± 5,607
3
23,71 ± 8,34
Na
PM PLTID LTPLP
,.,
NB: for PM -7 the value assorted are the more rigid one. In other words, the value of l/3 indicates that there is I rabbit that exhibit a more rigid result compared to the other 2. PM Result
For both group, there is 1 rabbit that exhibit positive PM while the other 2 is negative.
PLTID Result
Mean PLTID on intervention group is 30.00% (n group is 40.67% (n = 3, SD
=
=
3, SD
=
1 4.00), and control
12.50).
Picture 1 . M i croscopic HE-stained slides with 400 times magnification. The tissue is prepared through sagital slice through the defect. a. Intervention group slide, which was given MSC. As we can see there is bony islands between the scaffold placement. b. Control group slide, not given MSC. There i s also bony islands between the scaffold on this sli de, but is less prominent compared to the intervention group.
LTPLP Result
The intervention group shows a result of0.05 group shows a result of 0,07 mm2 (SD
=
mm2
(SD
=
0.02), while the control
0,02). Universitas Indonesia
1 -.:
LTSLD Result
Mean intervention group LTSLD is
0.155
mm2
(SD = 0.067), and the mean
control group LTSLD is 0.230 mnl (SD = 0.07). LKAP Result
Mean intervention group LKAP is 34.30 25.77
mm2
mnl
(SD
=
5.61 ), and control group is
(SD = 9. 79).
b
c
d
Picture 2. X-ray photo and callus illustration a. AP projection of thoracolumbal 6 weeks after ITSSA6 procedure, defect synthesis, scaffold placement, and MSC transplant. We can see callus formation intra and extra defect. b. Illustration from picture a; red sketch showing intradefect callus, while blue sketch shows extradefect callus. c. AP projection of rabbit thoracolumbal 6 weeks after TTSSA6 procedure, defect synthesis, scaffold placement without MSC transplant. We can also see callus formation intra and extra defect. d. Illustration on picture c shows an intradefect callus (red) and extradefect callus (blue).
Universitas Indonesia
146
LKL Result
Mean intervention group LKL is 25.87 LKL is 23.71
nun2
(SD
=
mm2
(SD
=
5.61), and mean control group
8.34).
b
d Picture 3. X-ray photo and callus illustration a. Lateral projection ofthoracolumbal 6 weeks after TTSSA6 procedure, defect synthesis, scaffold placement, and MSC tran splant We can see callus formation intra and extra defect. b. Illustration from picture a; red sketch showing intradefect callus, while blue sketch shows extradefect callus. c. Lateral projection of rabbit thoracolumbal 6 weeks after TTSSA6 procedure, defect synthesis, scaffold placement without MSC transplant. We can also see callus formation intra and extra defect. d. Illustration on picture c shows an intradefect callus (red) and extradefect callus (blue). .
Fusion score calculation of both groups can be seen on table 2. Based
on
this
scoring system, it is visible that from intervention group, there was 2 rabbit with delayed fusion (2/3) and 1 of them three (1/3) has a good fusion. The result in control group varies, with 1 rabbit has a delayed fusion (1/3), 1 rabbit with normal fusion ( 1 /3), and the last rabbit has a good fusion (1/3). Mean value of fusion score, respectively, are 77.67 and 120.67.
Un iversitas Indonesia
I-ll
Table 2. fusion Scoring ofTB Spondylitis Rabbits Subject Coding
PM
PLTID
LTPLP
LTSLD
LKAP
LKL
Group
Score
Score
Sc{)re
Score
Score
Score
Total Score
Addendum
K0509
Intervention
30
3
3
5
5
3
K3264
Intervention
1 35
3
10
10
K05 1 9
Intervention
3
3
3
K3 1 64
Control
30
10
K0505
Control
30
K2964
Control
135
49
Delayed
3
" . .)
164
Good
5
3
3
20
Delayed
10
20
3
5
1 08
Normal
10
10
20
76
Delayed
5
5
20
1 78
Good
NB: Score < 94 means delayed fusion; 94- 1 4 1
" .)
" .)
" .)
means normal fusion ; >
10
1 4 1 means good fusion
Discussion
The accomplishment of fusion in this case ( infection) v-.-'ith corpus defect is the main goal of therapy. The ultimate sign of fusion is no movement in the previously
defective/mobile
area.
The
other
signs
include
x-ray
and
histopathologic examination. On x-ray, fusion is indicated by how far the callus extend on AP and lateral projection. By histopathologic means, fusion is described by scrutinizing the
HE
stained lesion under microscopic magnification (400 times). Manual palpation measurement on both group is similar, which means Mycobacterium tuberculosis
did not effect the fragility of the bone. This result is
contrast with histopathologic results, in which
Mycobacterium
tuberculosis
inhibits new bone formation of intervention group rabbits compared to control group. This hypothesis is supported by evidence-based result, where intervention group specimen has a little bone formation than control group. Aside from that evidence, another radiological evidence shows that a living tuberculosis promotes
Mycobacterium
callus formation rather than inhibiting it.
Inpart of fusion scoring, living
Mycobacterium tubercuLosis
does obstruct fusion
process as seen in the previous result. On intervention group, 2/3 rabbits exhibit delayed fusion, while in control group only 1 /3 rabbits has a delayed fusion. Mean fusion score of intervention group is also lower compared to control group.
Universitas Indonesia
1�8
fusion disturbance by Mycobacterium tuberculosis is confirmed by another study /literature which implies that bacteria causes imbalance of osteoblast that and hence the deposition of new bone needed in bony bridging ofthe defect. Conclusion
From the aforementioned parameters of fusion. described in this research as fusion scoring parameters, it is known that Mycobacterium tuberculosis gave a negative effect on fusion of bone defect. Suggestion
Additional examination including digital x-ray, micro CT scan, and MRI can give a better continual data for the sake of evaluation of new bone formation and fusion I bony bridging mor accurately and objectively.
References 1 . Schlo ssberg, D. 2006. Tuberculosis and Non tuberculous Mycobacterial Infections. Fifth Edition, McGraw-Hill. 2. Sapardan, S. 2004. Total Treatment of Tuberculosis of The Spine. A Rational
Problem
Solving
Approach.
Perpustakaan
Universitas
Indonesia.
3. Poelstra KA, Barekzi NA, Grainger DW, Gristina AG, Schuler TC. 2000. A Novel Spinal Implant Infection Model in Rabbits. SPINE, 25(4);406410.
4. Zhang G , Zhu B, Shi W, Wang M, Da Z, Zhang Y. 20 10. Evaluation of Mycobacterial virulence using rabbit skin liquefaction model. Virulence, 1 (3) ; 156-163.
5. Gottfried
0
and Dailey A. 2008. Mesenchymal Stem Cell and Gene
therapies tor Spinal Fusion, Neurosurgery 63. 6.
Orme I and Juarrero
M.
2007. Animal Models ofM. tuberculosis Infection,
John Wiley and Son Inc.
Universitas Indonesia
P9
7. Bicrry G, et a!. 2008.
Percutaneous Inoculated Rabbit Model of
Intervertebral disc space infection: Magnetic Resonance Imaging Features with Pathological Correlation. Joint Bone Spine 75:465-470. 8. Zychowicz ME. 20 I 0. Osteoarticular Manifestations of Mycobacterium Tuberculosis Infection. 0 11/w paedic Nursing 29(6). 9. Nather A, David V, Teng J. Lee C, Pereira B. 2010. Effect of Autologous
Mesenchymal Stem Cells on Biological Healing of Allografts in Critical sized Tibial Defects Simulated
in
Adult Rabbits. Ann Acad j�ed
Singa po re 3 9:599-606. 1 0.
Vats A, Tolley NS, Buttery OK. Polak JM. 2004. The Stem Cells in Orthopaedic Surgery. The .Jouma/ of Bone and Joint Su rge ry (BR) 868(2): 159-164.
Universitas Indonesia
1 50
Appendix
Fusion Scoring System Table of Fusion Scoring System Variable
Result
Score
Result
Score
Result
Score
Result
Score
Rigid
30
more rigid
45
very rigid
135
Manual palpation
Vert Tl2
not rigid
... .)
PLTID
Lession Tl2
3
N
5
>N
10
>> N
20
LTPLP
Lession Tl2
3
N
5
>N
10
>> N
20
LTSLD
Lession TJ2
3
N
5
>N
10
>> N
20
LKAP
Vert Tl2
3
N
5
>N
10
>> N
20
LKL
Vert
3
N
5
>N
10
>> N
20
Tl2
Total
235
< N is the value below the mm1mum value of the pos1t1ve control; N is of minimum value to the maximum value of the pos1t1ve control; N > is above the maximum value of the positive control; >> N is the value of being away fi·om the maximum value ofthe positive control (more than twice the maximum value); Score of less than 94 means that inhibited fusion; scores 94 sd 1 4 1 means fusion within normal limits; score above 1 4 1 means achieved better fusion.
Universitas Indonesia