11. TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Tinjauan Umum Manajemen Keuangan Daerah Pada dasarnya tujuan utarna pengelolaan keuangan daerah terdiri dari:
(1) tanggungjawab, (2) memenuhi kewajiban keuangan. (3) kejujuran, (4) hasil guna dan daya guna, dan (5) pengendalian (Nugroho, 2003). Masing-masing tujuan tersebut akan diuraikan berikut ini. Ketanggungjawaban (Accountability) yaitu pemerintah daerah harus mempefianggungjawabkan tugas keuangannya kepada lembaga atau orang yang berkepentingan yang sah. Lembaga atau orang itu terrnasuk pernerintah pusat, DPRD, Kepala Daerah dan masyarakat umum. Adapun unsur-unsur penting tanggungjawab rnencakup keabsahan, setiap transaksi keuangan harus berpangkal pada wewenang hukum tertentu, dan pengawasan yaitu tatacara yang
efektif
untuk
menjaga
kekayaan
uang
dan
barang, mencegah
penghamburan dan penyelewengan, dan mernastikan semua pendapatan yang sah benar-benar terpungut, jelas sumbernya dan tepat penggunaannya. Mampu rnemenuhi kewajiban keuangan yaitu keuangan daerah harus ditata sedemikian rupa sehingga rnampu melunasi semua ikatan keuangan jangka pendek dan jangka panjang. Sementara kejujuran adalah terkait dengan penyerahan urusan keuangan yang harus diserahkan kepada pegawai yang jujur, dengan demikian kesempatan untuk berbuat curang dapat diperkecil. Sedangkan hasil guna (efectiveness) dan daya guna (efficiency) kegiatan daerah yaitu bagaimana tatacara mengurus keuangan daerah harus sedernikian rupa sehingga rnenungkinkan program dapat direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan pemerintah daerah dengan biaya serendah-rendahnya dan dalam waktu yang secepat-cepatnya. Terakhir adalah pengendalian, yaitu seluruh perangkat pemerintah daerah melakukarl pengendalian dan pengawasan terhadap pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran keuangan daerah untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan. Sebelurn diberlakukannya otonomi daerah, pengelolaan keuangan daerah di Indonesia diatur dalam Undang-undang No. 5 Tahun 1974. Undang-undang tersebut menggariskan pengelolaan keuangan dan tugas-tugas keuangan secara umum, peraturan yang lebih rinci diatur dalam peraturan pernerintah. Dalam
undang- undang tersebut rnenetapkan bahwa kepala daerah sebagai pernegang tanggungjawab atas pengelolaan keuangan daerahnya dari segi susunan organisasi, pengelolaan dan pengawasan. Meskipun dalarn prakteknya, tugastugas ini sebagian besar diatur oleh pernerintah pusat, pengelolaan keuangan dan bentuk organisasi keuangan yang dipakai adalah sama di seluruh Indonesia. Kepala Daerah
I
Proyek
Pelaksana (Dinas)
Bendahara
Unit Keuangan
Proyek
Dinas
Bappeda
Sekwilda
I Dispenda
Bagian Keuangan
lrwilda
Bendahara Bank Daerah
I
I
Gambar 1. Pola Urnurn Organisasi Pengelolaan Keuangan Daerah ~ e n u r u t ' u uNo.5 Tahun 1974 Sumber : Mardiasmo, 2002
Susunan organisasi keuangan ini ternyata tahan uji dan tarnpaknya cocok untuk rnenjalankan berbagai tugas keuangan pernerintah daerah yang besar jurnlahnya
dan
terpencar-pencar.
Narnun demikian,
terdapat
beberapa
kelernahan dalarn irnplernentasinya yaitu; 1) Karena tugas keuangan terbagi-bagi antara dinas-dinas rnaka tidak ada satu orang yang bertanggungjawab penuh atas pengawasan keuangan daerah secara keseluruhan dan dapat rnernberikan saran-saran kepada pada kepala daerah rnengenai kebijaksanaan keuangan. 2) Tidak adanya jenjang jabatan di bidang keuangan di daerah bagi pegawai daerah, sehingga pegawai daerah tidak dapat dengan rnudah dipindahpindahkan antara berbagai jenis tugas keuangan. 3) Peluang untuk melakukan penyelewengan keuangan terbuka karena
kesernpatan yang terbatas untuk rnernindahkan pegawai antara berbagai jenis tugas keuangan.
4 ) Unit pelaksana proyek mungkin tepat untuk proyek yang cukup besar,
tetapi diluar ini agak berlebihan bila harus ada seorang bendahara tersendiri, karena tugas keuangan yang tidak besar dapat dilakukan oleh bagian keuangan dinas bersangkutan. Ditinjau dari sisi rencana dan program keuangan, rencana pemerintah daerah untuk pernbangunan di Indonesia saat itu berpangkal pada Rencana Pernbangunan Lima Tahun Daerah (Repelitada). Repelitada berisi tentang rencana tahunan, penyusunan anggaran dan program kegiatan yang lebih terperinci. Untuk penyusunan anggaran tahunan dari sisi penerimaan dan pengeluaran, dilakukan oleh Bappeda secara boffom up, artinya penyusunan anggaran dilakukan mulai dari usulan anggaran tingkat desa hingga tahapan persetujuan dari pemerintah pusat yang dalam ha1 ini dilakukan oleh Departemen Dalam Negeri. Manajemen keuangan tersebut diatas dilakukan berdasarkan pola pemerintahan wilayah dan pemerintahan daerah. Pendekatan yang dilakukan ditandai oleh
dua
pendekatan yaitu
dekonsentrasi dan
desentralisasi.
Dekonsentrasi adalah administrasi daerah dan fungsi pemerintahan di daerah yang dilaksanakan oleh perangkat pemerintah pusat. Sedangkan desentralisasi adalah fungsi pemerintahan tertentu dan kekuasaan mengambil keputusan tertentu yang dilimpahkan kepada pemerintah daerah yang mencakup lembaga perwakilan yang dipilih. Kedua pola ini berjalan seiring, dengan perangkat administrasi dekonsentrasi berjalan sejajar dengan perangkat pemerintah daerah. Koordinasi antara kedua sistem ini dilakukan melalui kepala daerah. yang memiliki dua fungsi (dwifungsi), yakni serentak selaku kepala pemerintah daerah dan wakil pemerintah pusat di wilayah bersangkutan. Sistem pemerintah daerah yang diatur dalam Undang-undang No.5 Tahun 1974 ini, tingkat pemerintahan wilayah dan daerah dibagi kedalam tiga tingkatan. Tingkat pertama adalah propinsi atau pemerintah daerah tingkat I, tingkat kedua adalah kabupatenlkotamadya atau pemerintah daerah tingkat 11, dan tingkat ketiga adalah pedesaanlkelurahan. Pemerintah daerah di ketiga tingkat ini memiliki lembaga perwakilan yang dipilih, dimana Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) berada di daerah tingkat I dan II dan Lembaga
Masyarakat Desa (LMD) berada di pedesaanlkelurahan.
Susunan ini tercerrnin dalarn adrninistrasi berdasar asas dekonsentrasi. Kepala daerah tingkat I sekaligus juga Gubernur propinsi yang bersangkutan, kepala daerah tingkat I1 adalah BupatiNValikota dan di tingkat desalkelurahan adalah kepala desa atau lurah. Dekonsentrasi
Desentralisasi
DPR/MPR
Presiden
I Menteri Dalarn Negeri
Bupati/Walikota/Kepala Daerah
I
I
T Carnat
LurahIKepala Desa
LMD
I
Gambar 2. Pola Pernerintahan Wilayah dan Daerah Menurut UU No.5 Tahun 1974
Surnber : Devas dan Blinder (1987)
2.2
Otonomi dan Sistem Manajemen Keuangan Daerah Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan
U U No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, merupakan salah satu landasan yuridis bagi pengembangan otonomi daerah di Indonesia saat ini. Dalam undang-undang ini disebutkan bahwa
pengembangan
otonomi
pada
daerah
kabupaten
dan
kota
diselenggarakan dengan memperhatikan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan, dan keadilan, serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah. Otonomi yang diberikan kepada daerah kabupaten dan kota dilaksanakan dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggungjawab kepada
pemerintah
daerah
secara
proporsional.
Artinya,
pelimpahan
tanggungjawab akan diikuti oleh pengaturan pembagian, dan pemanfaatan dan sumberdaya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah. Hal-ha1 yang mendasar dalam undang-undang ini adalah kuatnya upaya untuk mendorong pemberdayaan masyarakat, pengembangan prakarsa dan kreativitas, peningkatan peran serta masyarakat, dan pengembangan peran dan fungsi DPRD. Undang-undang ini memberikan otonomi secara utuh kepada daerah kabupaten dan kota untuk membentuk dan melaksanakan kebijakan menurut prakarsa dan aspirasi masyarakatnya. Artinya, saat ini daerah sudah diberi kewenangan yang utuh dan bulat untuk merencanakan, melaksanakan, mengawasi, mengendalikan dan mengevaluasi kebijakan-kebijakan daerah. Dengan semakin besarnya partisipasi masyarakat ini, desentralisasi kemudian akan mempengaruhi komponen kualitas pemerintahan lainnya. Salah satunya belkaitan dengan pergeseran orientasi pemerintah pada tuntutan dan kebutuhan publik. Orientasi yang seperti ini kemudian akan menjadi dasar bagi pelaksanaan peran pemerintah sebagai stimulator dan fasilitator pembangunan. Salah satu aspek dari pemerintahan daerah yang harus diatur secara hati-hati adalah masalah pengelolaan keuangan daerah dan anggaran daerah. Anggaran daerah adalah rencana kerja pemerintah daerah dalam bentuk uang (rupiah) dalarn satu periode tertentu (satu tahun). Anggaran daerah atau anggaran pendapatan dan belanja daerah merupakan instrumen kebijakan yang utama bagi pemerintah daerah. Sebagai instrumen kebijakan, anggaran daerah menduduki posisi sentral dalam upaya pengembangan kapabilitas dan efektivitas .
pernerintah daerah. Anggaran daerah digunakan sebagai alat untuk menentukan besar pendapatan dan pengeluaran, rnembantu pengambilan keputusan dan perencanaan pernbangunan, otorisasi pengeluaran di masa-rnasa yang akan datang, sumber pengembangan ukuran-ukuran standar untuk evaluasi kinerja, alat untuk memotivasi para pegawai, dan alat koordinasi bagi semua aktivitas dari berbagai unit kerja. Dalarn kaitan ini, proses penyusunan dan pelaksanaan anggaran hendaknya difokuskan pada upaya untuk rnendukung pelaksanaan aktivitas atau program yang menjadi prioritas dan preferensi daerah yang bersangkutan. Menurut Mardiasrno (2002), dalarn upaya pemberdayaan pemerintah daerah, maka perspektif perubahan yang diinginkan dalam pengelolaan keuangan daerah dan anggaran daerah adalah sebagai berikut: Pengelolaan keuangan daerah harus bertumpu pada kepentingan publik
(public oriented). Hal ini tidak saja terlihat pada besarnya porsi pengalokasian anggaran untuk kepentingan publik, tetapi juga terlihat pada besarnya partisipasi masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan keuangan daerah. Kejelasan tentang misi pengelolaan keuangan daerah pada urnurnnya dan anggaran daerah pada khususnya . Desentralisasi pengelolaan keuangan dan kejelasan peran
para
partisipan yang terkait dalam pengelolaan anggaran, seperti DPRD, KDH, Sekda dan perangkat daerah lainnya. Kerangka hukum dan administrasi bagi pembiayaan, investasi, dan pengelolaan uang daerah berdasarkan kaidah mekanisrne pasar. transparansi dan akuntabilitas. Kejelasan tentang kedudukan keuangan DPRD. KDH, dan PNS daerah, baik rasio rnaupun dasar pertimbangannya. Ketentuan tentang bentuk dan struktur anggaran, anggaran kinerja, dan anggaran multi tahunan. Prinsip pengadaan dan pengelolaan barang daerah yang
lebih
profesional. Prinsip akuntansi pemerintah daerah, laporan keuangan, peran DPRD, dan akuntan publik dalam pengawasan, pernberian opini dan rating kinerja anggaran, dan transparansi inforrnasi anggaran kepada publik.
9.
Aspek pernbinaan dan pengawasan yang rneliputi batasan pernbinaan. peran asosiasi, dan peran anggota rnasyarakat guna pengernbangan profesionalisrne aparat pernerintah daerah.
10. Pengembangan sistern inforrnasi keuangan daerah untuk rnenyediakan inforrnasi anggaran
yang
akurat
pernerintah daerah terhadap
dan
pengernbangan
kornitrnen
penyeberluasan inforrnasi sehingga
rnernudahkan pelaporan dan pengendalian, serta rnernperrnudah untuk rnendapatkan inforrnasi. Berdasarkan uraian di atas, jelaslah bahwa desentralisasi rnerupakan salah satu strategi dalarn rnengadapi era rnileniurn ketiga ini. Dengan desentralisasi tersebut diharapkan akan rnarnpu rnenghasilkan pernerintah daerah otonorn yang efisien, efektif, akuntabel dan transparan. Arahan ini ini adalah keharusan. Kebijakan desentralisasi itu akan rnenghasilkan wadah bagi rnasyarakat seternpat untuk berperan serta dalarn rnenentukan cara-caranya sendiri untuk rneningkatkan taraf hidupnya sesuai dengan peluang dan tantangan yang dihadapi dalarn ikatan negara kesatuan Republik Indonesia. Dalarn rangka pelaksanaan otonorni daerah dan desentralisasi fiskal, pernerintah daerah diberi keleluasaan untuk rnengelola dan rnernanfaatkan surnber penerirnaan daerah yang dirnilikinya sesuai dengan aspirasi rnasyarakat daerah. Pernerintah daerah harus rnengoptirnalkan surnber-surnber penerirnaan daerah tersebut agar tidak rnengalarni defisit fiskal. Oleh sebab itu untuk rnendukung pelaksanaan rnanajernen keuangan daerah yang baik dalarn rnendukung terciptanya good governance, rnaka diperlukan penerapan sistern rnanajernen keuangan daerah baik dari sisi pengelolaan penerirnaan rnaupun pengeiuaran. Hal ini diperlukan agar pengelolaan
keuangan dilakukan
secara
transparan
sehingga
tercipta
akuntabilits publik. Ruang lingkup reforrnasi anggaran rneliputi perubahan struktur anggaran (budget struktur reform) dan perubahan proses penyusunan APBD (budget process reform). Perubahan struktur anggaran dilakukan untuk rnengubah struktur anggaran tradisional yang bersifat line-item dan incrementalism. Dengan struktur anggaran yang baru tersebut akan tarnpak secara jelas besarnya surplus dan defisit anggaran serta strategi pernbiayaan apabila terjadi defisit fiskal. Format baru APBD tersebut akan rnernudahkan dalarn rnernbuat perhitungan
dana perimbangan yang menjadi bagian daerah. Hal tersebut juga rnemudahkan bagi publik untuk rnelakukan analisis, evaluasi, dan pengawasan atas pelaksanaan dan pengelolaan APBD. Reformasi anggaran tidak hanya pada aspek perubahan struktur APBD, narnun juga diikuti dengan perubahan proses penyusunan anggaran. APBD dalarn era otonorni disusun dengan pendekatan kinerja. Anggaran dengan pendekatan kinerja adalah suatu sistem anggaran yang rnengutarnakan kepada upaya pencapaian hasil kinerja atau output dari perencanaan alokasi biaya atau input yang ditetapkan.
2.3
Ruang Lingkup Keuangan Daerah Salah satu darnpak otonorni daerah dan desentralisasi fiskal adalah
perlunya dilakukan reforrnasi rnanajernen keuangan daerah. Lingkup keuangan daerah yang dirnaksud rneliputi penerimaan daerah dan pengeluaran daerah. Beberapa aspek penting yang terkait dengan penerirnaan dan pengeluaran daerah tersebut lebih lanjut akan diuraikan berikut ini.
2.3.1
Penerimaan Daerah Salah satu elemen penting yang terkait dengan penerirnaan daerah
adalah mengetahui surnber-sumber penerirnaan daerah. Berdasarkan UU No.33 Tahun 2004 tentang perirnbangan keuangan antara pernerintah pusat dan daerah, sumber-surnber penerirnaan daerah terdiri dari atas:Pendapatan Asli Deerah, Dana Perirnbangan, Pinjarnan Daerah dan Lain-lain penerirnaan yang sah.
1.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) Sumber-surnber PAD terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, bagi hasil
perusahaan milik negara dan pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah. 2.
Dana Perimbangan Dana perirnbangan terdiri atas Dana Alokasi Umurn (DAU), Dana Alokasi
Khusus (DAK), serta bagian daerah dari penerimaan pajak penghasilan perorangan, pajak bumi dan bangunan, bea perolehan hak atas tanah dan bangunan, dan penerimaan dari sumberdaya alam.
Dalarn rangka pelaksanaan desentralisasi fiskal, pernerintah daerah rnendapatkan bagian pajak penghasilan perseorangan sebesar 20 persen dan 80 persen untuk pemerintah pusat. Penerimaan pajak burni dan bangunan (PBB) dengan irnbangan 10 persen untuk pernerintah pusat dan 90 persen untuk pernerintah daerah. Penerimaan negara dari bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) akan dibagi dengan imbangan 20 persen untuk pernerintah pusat dan 80 persen untuk daerah. Penerirnaan pernerintah pusat dari bagi hasil PBB dan BPHTB tersebut akan dibagikan kepada seluruh Kanupaten dan Kota. Bagian daerah yang diterirna pernerintah daerah yang berasal dari surnberdaya alarn kehutanan, sektor pertarnbangan urnum, dan sektor perikanan dibagi dengan irnbangan 20 persen untuk pernerintah pusat dan 80 persen untuk daerah. Pinjaman Daerah
3.
Berdasarkan UU No.33 tahun 2004 pernerintah daerah dapat rnelakukan pinjaman dari surnber dalarn negeri atau surnber luar negeri dengan persetujuan pernerintah pusat untuk rnernbiayai sebagian anggarannya. Pinjarnan dari dalarn negeri dapat bersurnber dari pernerintah pusat dan atau lernbaga kornersial, atau melalui penerbitan obligasi daerah. Pinjarnan luar negeri dirnungkinkan dilakukan di daerah, narnun rnekanisrnenya harus rnelalui pernerintah pusat.
2.3.2
Pengeluaran Daerah Pengeluaran daerah secara umum dibagi kedalarn dua kelornpok, yaitu
pengeluaran yang digunakan untuk anggaran rutin dan pengeluaran untuk pernbangunan. Pengeluaran rutin berupa alokasi pengeluaran rutin untuk dinas, aparat pernerintah daerah dan satuan lainnya. Sedangkan pengeluaran pembangunan digunakan untuk rnernbiayai proyek-proyek pernbangunan daerah. Selain itu pengeluaran daerah (belanja daerah) dapat dirinci berdasarkan organisasi, fungsi dan jenis belanja, yaitu : a. Belanja daerah rnenurut organisasi adalah suatu kesatuan pengguna anggaran seperti Sekretaris Daerah, Dinas Daerah, dan lernbaga teknis daerah lainnya. b. Fungsi belanja rnisalnya pendidikan, kesehatan, dan fungsi-fungsi lainnya
c. Bgaian belanja rnisalnya belanja aparatur daerah dan belanja pelayanan publik
d. Kelornpok belanja rnisalnya belanja adrninistrasi urnurn, belanja operasi dan perneliharaan, belanaj rnodallpernbangunan. e. Jenis belanja rnisalnya belanja pegawail personalia, belanja barang dan jasa, belanja perjalanan dinas, dan belanja perneliharaan.
2.4
Perencanaan Strategik Menurut
Lernbaga Adrninistrasi
Negara (LAN)
dijelaskan
bahwa
perencanaan strategik rnerupakan proses secara sisternatis yang berkelanjutan dari pernbuatan keputusan yang berisiko, dengan rnernanfaatkan sebanyakbanyaknya pengetahuan antisipatif, rnengorganisasi secara sisternatis usahausaha rnelaksanakan keputusan tersebut dan rnengukur hasilnya rnelalui urnpan balik yang terorganisasi dan sisternatis. Baratkusurnah (2003) rnenerangkan bahwa perencanaan strategik pada dasarnya rnerupakan salah satu dari sekian banyak konsep perencanaan yang dikernbangkan.
Perencanaan
rnerupakan
suatu
proses
aktivitas
yang
berorientasi ke depan dengan rnernperkirakan berbagai ha1 agar aktivitas dirnasa rnendatang dapat
berjalan sesuai dengan yang
diharapkan. Orientasi
perencanaan ke rnasa depan, rnaka perencanaan bersifat rnernperkirakan dan rnernpredikisikan berdasarkan pertirnbangan-pertirnbangan rasional, logis dan dapat dilaksanakan. Sernentara itu rnenurut Djuanedi (2001) perencanaan strategik untuk sektor publik rnerniliki karakteristik sebagai berikut ; (1) dipisahkan antara rencana strategis dengan rencana operasional.
Rencana strategik rnernuat
antara lain Visi, Misi, dan strategi arah kebijakan, sedangkan rencana operasional rnerupakan program atau rencana tindak; (2) penyusunan rencana strategik rnelibatkan secara aktif sernua stakeholders di rnasyarakat (dengan kata lain, pernerintah bukan satu-satunya perneran dalarn proses perencanaan strategik); (3) tidak sernua isu atau rnasalah dipilih untuk ditangani. Dalarn proses perencanan strategik, ditetapkan isu-isu yang dianggap strategik atau fokus pada rnasalah yang paling diprioritaskan untuk ditangani; (4) kajian lingkungan internal dan eksternal secara kontinyu dilakukan agar pernilihan strategi selalu up to date berkaitan
dengan
peluang
dan
ancarnan
di
lingkungan
luar
dan
rnempertirnbangkan kekuatan dan kelernahan yang ada di lingkungan internal.