IMPLEMENTASI TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE DENGAN METODE OVERALL EQUIPMENT EFECTIVENESS (OEE) UNTUK MENENTUKAN MAINTENANCE STRATEGY PADA MESIN TUBE MILL 303 (STUDY KASUS PT. SPINDO UNIT III) Teguh Imani W*, Ir. Dwi Priyanta, M.SE**, Dr. RO Saut Gurning, ST, M.Sc Department of Marine Engineering, Faculty of Marine Technology, Sepuluh Nopember Institute of Technology *email :
[email protected] **email :
[email protected] ***email :
[email protected]
ABSTRACT
Competition metal industry in recent years is very tight imposed PT. Spindo Unit III must be optimum produced. But, suddenly damage and not prediction before on pruduction machine, tube mill 303 make various. Therefore we need an activity planned and controlled treatment of machine components mill of machine tube 303 in order to function normally and optimally . The strategy will refer to the method used is Total Productive Maintenance. In this study, the calculation method used is Overall Equipment Effectiveness (OEE) in which the quantitative aspects are summarized in the six big losses are calculated and compared with targets which are in the PT. Spindo Unit III. By comparison of the value of OEE, it is expected to be able to determine the company's strategy for ongoing maintenance and improvement in the framework of the implementation of Total Productive Maintenance because its output is the investment cost that is secreted will affect how much of the company's profits. KEY WORDS: Tube Mill 303, Total Productive Maintenance, Overall Equipment Effectiveness. berikut: 1. 5S (Seiri, Seiton, Seiso, Seiketsu dan Shitsuke) Seiri berarti pemilihan, Seiton berarti penataan, Seiso berarti pembersihan, Seiketsu berarti pemantapan dan Shitsuke berarti pembiasaan. 5S menjadi langkah awal untuk implementasi TPM karena merupakan cerminan kepedulian dan kesadaran terhadap ligkungan sekitar. 2. Jishu Hozen (Autonomous Maintenance) Fokus pada pilar ini adalah pengembangan operator untuk dapat bertanggung jawab dalam pegoperasian mesin yang ditunjukkan dengan aktifitas maintenance yang bersifat ringan. 3. Kaizen Makna dari kaizen disini merupakan perubahan yang lebih baik. Dalam penerapannya biasanya menggunakan metode pengukuran tertentu untuk mengeveluasi kondisi mesin dari waktu ke waktu. 4. Planned Maintenance Pilar ini lebih difokuskan kepada mesin agar terhindar dari kerusakan sehingga kinerja mesin menjadi optimal. Elemen-elemen yang perlu diperhatikan di dalam pilar ini antara lain: • Preventive Maintenance • Breakdown Maintenance • Corrective Maintenance Dengan planned maintenance diharapkan akan merubah sistem perawatan dari reaktif menjadi proaktif dan sistem kontrolnya berjalan sehingga kondisi nyata dari mesin dapat diketahui oleh semua lini yang terkait didalamnya. 5. Quality Maintenance (QM)
1. PENDAHULUAN Total Productive Maintenance (TPM) adalah pendekatan yang dilakukan oleh semua lini dalam suatu organisasi sebagai usaha untuk memaksimalkan efisiensi dan efektifnya fasilitas secara keseluruhan. Tujuannya untuk meningtakan tanggung jawab terhadap peralatan serta kepedulian demi kerja sama yang baik dalam segi manajemen perawatan untuk memastikan peralatan ersbut bekerja dengan baik. TPM menyangkut aspek operasi dan instalasi mesin tersebut dan TPM sangat mempengaruhi motivasi orangorang yang bekerja dalam suatu perusahaan. TPM memiliki tiga komponen yaitu: 1. Pendekatan Total (Total Approach) Filosofi dari TPM sesuai dengan semua aspek yang terkait dengan fasilitas yang dipergunakan dalam area operasi dan orang yang mengoperasikan, menset up dan merawat fasilitas yang merupakan objek yang menjadi fokus perhatian. 2. Aksi yang Produktif (Productive Action) Pendekatan yang bersifat proaktif pada setiap kondisi dari operasi fasilitas bertujuan untuk meningkatkan produktifitas secara terus-menerus dan performansi bisnis yang optimal secara keseluruhan. 3. Perawatan (Maintenance) Metodologi yang sangat praktis untuk melakukan manajemen perawatan yang baik dan peningkatan keefektifitasan dari fasilitas dan integrasi dari semua operator produksi hingga level manajemen. 1.1 PILAR TOTAL PRODUCTIVE MAINTEANCE Delapan pilar yang mendukung keberhasilan dan kesuksesan TPM adalah sebagai 1
Definisi dari QM adalah proses untuk mengontrol kondisi dari suatu peralatan yang mempunyai pengaruh variabilitas di dalam kualitas dan kuanitas hasil produksinya. Tujuan dari langkah ini adalah untuk meencanakan sistem perawatan yang mengarah kepada ”Zero Defect”. Kualitas ini mempunyai hubungan antara kondisi material, kepresisian peralatan atau mesin, metode produksi dan parameter proses. 6. Training Pilar ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan operator. Terdapat dua komponen training yaitu: a. Soft skill training, meliputi bagaimana cara bekerja secara tim dan cara berkomunikasi. b. Technical training, meliputi meningkatan kemampuan dalam memecahkan masalah dan kemampuan menguasai peralatan atau mesin. 7. Office Total Productive Maintenance (TPM) Selain penerapan dilapangan, implementasi TPM juga dilakukan pada sistem administrasi perkantoran sehingga dapat berjalan secara sinergis dengan di lapangan. 8. Safety, Health and Environtment Di dalam pilar ini terdapat 3 target yang akan dicapai, yaitu: 1. Zero accident 2. Zero health damage 3. Zero fire
Availibility rate(%) =
load time – down time
x 100%
load time
Performance rate memiliki 2 komponen, yaitu idling and minor stoppage losses dan speed losses. Besarnya performance rate dihitung dengan rumus: Performance rate(%) =
deisgn cycle time x output
x 100%
operating time
Total yield didukung 2 komponen, yaitu quality defects and rework required losses dan yield losses. Besarnya total yield dihitung dengan rumus: Total yield (%) =
production input – quality defect
x 100%
production input
Sedangkan overall equipment effectiveness (OEE) adalah besarnya efektifitas yang dimiliki oleh peralatan atau mesin, dapat dihitung dengan rumus: OEE (%) = Avail. Rate x Perform. Rate x Total yield
2. STUDI KASUS Berikut terlampir beberapa grafik yang menunjukkan rendahnya produktivitas dan efisiensi mesin tersebut. Pada gambar 2.1, target produksi yang diberikan oleh manajemen agar perusahaan tetap sehat adalah 3500 ton/bulan. Namun kenyataan yang ada, selama tahun 2010 belum pernah mencapai target yang diharapkan, sehingga nilai dari Rp/Kg – nya cukup tinggi. Hal ini sangat berdampak buruk dalam persaingan di dunia industri. Grafik di atas merupakan gambaran real pencapaian produksi tiap bulannya (ton) pada tahun 2010.
1.2 OVERALL EQUIPMENT EFFECTVENESS DAN SIX BIG LOSSES Mengenai six big losses terdiri dari. 1. Breakdown losses (kerugian breakdown) kerugian waktu (produktifitas menurun), kerugian jumlah karena produk cacat. 2. Setup and adjustment losses (kerugian penyetelan dan penyesuaian) 3. Idling and minor stoppage losses (kerugian karena idle dan penghentian mesin) 4. Reduced speed losses (kerugian karena kecepatan operasi rendah) 5. Quality defect and rework losses (kerugian karena cacat mutu dan pengerjaan ulang) 6. Startup losses (kerugian yang terjadi saat start up) Six big losses dihitung untuk mengetahui overall equipment effectiveness (OEE) dari suatu peralatan agar dapat diambil langkah-langkah untuk perbaikan mesin tersebut. Six big losses dapat dikategorikan menjadi tiga macam, yaitu availability rate, performance rate, dan total yield.
TOTAL PRODUKSI TUBE MILL 303 PER BULAN TH 2010 4000,00 3500,00 3000,00 TON
2500,00 2000,00 1500,00 1000,00 500,00 0,00 Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Aug
Sep
Okt
Nov
Des
BULAN
Gambar 2.1 Total produksi Tube Mill 303 per bulan Th. 2010 (Sumber: Laporan hasil produksi PT. Spindo III tahun 2010)
Untuk parameter hasil produksi, tidak hanya tonnase yang diperhitungkan, melainkan ketersediaan mesin atau yang biasa disebut availibility. Gambar dibawah menunjukkan persentase availibility (welding time) 2
2.3, dimana pipa rework yang dihasilkan cukup tinggi sehingga cost yang dipakai juga naik dan berbanding terbalik dengan nilai Rp/Kg – nya. Persentase nilai rework diperoleh dari rumus: product defect Rework(%) = x 100% total product
beserta down time yang terjadi pada tahun 2010. EFFISIENSI PRODUKSI TUBE MILL 3 ( MILL 303 ) TH : 2010 120,00
EFFISIENSI ( % )
100,00 80,00 60,00 40,00
3. ANALISA DATA Nilai OEE merupakan fungsi dari Availibility rate, Performance rate dan Total yield. Berdasarkan data produksi yang telah diperoleh, maka didapat nilai OEE hasil produksi tahun 2007-2010. Availibility rate = 46.21 % Performance rate = 53.18 % Total yield = 95.23 % OEE = 23.4 % Sedangkan target tahunan yang harus dicapai adalah Availibility rate = 90 % Performance rate = 100 % Total yield = 98 % OEE = 31.75 %
20,00 0,00 Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Aug
Sep
Okt
Nov
Des
BULAN Eff . W T
D.T. Prod
D.T. Teknik
Ef f.Pro(Yield)
Grafik 2.2 Efisiensi produksi Tube Mill 303 per bulan Th. 2010 (Sumber: Laporan hasil produksi PT. Spindo III tahun 2010)
Gambar 2.2 menunjukkan tingkat efisiensi mesin tersebut. Efisiensi yang terpapar di atas adalah yield (target minimal 98%), efisiensi welding time (target minimal 60%). Welding time dalam proses manufaktur lebih dikenal dengan cycle time. Efisiensi-efisiensi di atas juga dipengaruhi oleh persentase down time atau losses time yang merupakan waktu yang terbuang saat proses produksi. Persentase nilai yield diperoleh dari rumus: product output Yield (%) = x 100% material input
4. PEMBAHASAN MASALAH Salah satu aspek dalam implementasi TPM adalah melakukan perawatan terencana. Adapun langkahlangkah yang dilakukan antara lain adalah a. Membuat model fault tree analisys Dilakukan untuk mengindentifikasi kombinasi dari equipment failure dan human error yang dapat menyebabkan terjadinya suatu kejadian yang tidak dikehendaki (accident events) secara sistematis sehingga dapat dilakukan koreksi untuk meningkatkan product safety, memperkecil plant failure dan plant injuries.
Persentase nilai welding time (WT) diperoleh dari rumus: time process Welding time(%) = x 100% load time Persentase nilai down time (DT) diperoleh dari rumus: losses time Down time(%) = x 100% load time
GRAFIK PROSENTASE PIPA REWORK MILL 303 PERBULAN TH 2010 BERDASARKAN SASARAN MUTU 10,0
PROSENTASE
8,0 6,0
% PIPA C 4,0
SASARAN
2,0 0,0 JAN
FEB
MAR
APR
MEI
JUN
JUL
AGS
SEP
OKT
NOP
DES
Gambar 4.1 Diagram FTA mesin Tube Mill 303 (Sumber: penulis)
BULA N
Gambar 2.3 Persentase pipa Rework Tube Mill 303 per bulan Th. 2010 (Sumber: Laporan hasil produksi PT. Spindo III tahun 2010)
Setelah membuat diagam FTA maka ditemukan sebanyak 12 komponen yang kemungkinan besar menjadi penyebab kegagalan sistem (failure mode). Komponen tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini
Pipa rework merupakan pipa hasil produksi yang perlu proses tambahan sebelum berlanjut ke proses berikutnya. Proses yang dimaksud misalnya proses potong karena kepanjangan ataupun proses repair lainnya yang disebabkan oleh defect-defect tertentu yang masih masuk kriteria spec of pipe setelah di-repair. Persentase yang dihasilkan dapat dilihat pada gambar 3
Sedangkan untuk mencari nilai MTBF-nya adalah dengan menjumlahkan nilai MTTF dan MTTR. MTBF = MTTF + MTTR
b. Penentuan distribusi data dan perhitungan MTTF Pada tahap ini semua komponen penyebab kegagalan system dibuat dalam model fault tree analyzis (FTA). Dari FTA akan diketahui beberapa failure mode (FM) yang dapat menyebabkan system menjadi gagal. Setelah mengetahui FM, kemudian data TTF dari setiap FM direkap dengan cara seperti pada gambar 4.2 di bawah ini.
c. Melakukan sistem perbaikan Dari diagram fault tree analysis ditemukan suatu unit yang bisa dimodifikasi sehingga menjadi system parallel. Unit tersebut adalah FM 9, yaitu komponen scarving unit. FM 9 yang telah diparalelkan, kemudian dibuat diagram FTA-nya kemudian disimulasikan. d. Melakukan simulasi Monte Carlo Berikut langkah-langkah membuat simulasi monte carlo untuk konfigurasi stand by system: 1. Membuat urutan pengoprasian, dalam hal ini time to failure (TTF) dari komponen yang dipakai sebagai acuan. 2. Membuat urutan kedua yang berhubungan dengan waktu reparasi (time to repair – TTR) dimulai dari komponen yang mengalami kegagalan. 3. Jika waktu reparasi TTR dari sebuah komponen lebih besar dari waktu pengoprasian TTF untuk komponen yang sedang disimulasikan, maka system akan mengalami kegagalan. 4. Mengulangi langkah 1-3 sampai waktu simulasi total sama dengan atau lebih besar dari waktu yang diperlukan untuk satu misi. Mengulangi langkah 1-4 untuk jumlah waktu simulasi yang diinginkan
Gambar 4.2 Cara pengambilan data TTF & TTR (Sumber: penulis)
Setelah menentukan distribusi dan mencari nilai dari setiap parameternya, langkah selanjutnya adalah menghitung nilai MTTF, MTTR dan MTBF. Pada penelitian ini, distribusi TTF dan TTR-nya penggunakan distribusi weibull sehingga nilai mean-nya dapat dihitung dengan rumus di bawah ini. Mean =
γ + αΓ 1 β + 1
Dimana Γ (*) adalah fungsi gamma. Fungsi gamma tersebut memiliki rumus seperti di bawah ini Gammaln = ln (Γ (x)) Dimana :
4
Benefit cost ratio =
Benefit cost ratio =
Benefit due to increase availibility Investasi modifikasi Rp Rp
26.896.811.384 56.888.000
= 472.8 Dari persamaan diatas, nilai benefit cost ratio-nya adalah 472.8 yang artinya proyek tersebut layak untuk dilanjutkan. Parameter dikatakan layak adalah bila nilai benefit cost-nya adalah diatas 1 dimana dikatakan bahwa proyek tersebut menguntungkan.
e. Menghitung nilai OEE setelah dilakukan perbaikan Setelah perbaikan dilakukan perlu untuk membandingkan nilai OEE sebelum dan sesudah proses perbaikan untuk mengetahui tingkat keberhasilan program yang telah di lakukan. Availibility rate = 63.93 % Performance rate = 53.18 % (asumsi belum ada
5. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari penelitian di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan, diantaranya adalah: 1. Salah satu strategi perawatan dalam implementasi TPM untuk meningkatkan availibility mesin Tube Mill 303 adalah membuat sistem paralel pada unit scarving-nya. 2. Kenaikan persentase availibility setelah unit scarving diparalelkan adalah menjadi 63.93% yang mana sebelumnya adalah 49.28. 3. Nilai benefit cost ratio setelah mengalami perbaikan adalah 472.8.
perbahan)
Total yield = 95.23 % (asumsi belum ada perbahan)
OEE = 32.37 % f.
Menghitung benefit cost Untuk menhitung nilai keekonomiannya digunakan rumus benefit cost seperti di bawah ini. Benefit cost =
Manfaat - Biaya perawatan Investasi awal
Saran Berdasarkan penelitian diatas, ada beberapa saran untuk perusahaan. Diantaanya adalah: 1. Pelaksanaan metode TPM perlu dimualai sejak saat ini untuk kemajuan perusahaan. 2. Perlu diadakan tindakan perawatan yang terencana untuk menghindarkan kerusakn mesin yang tidak terprediksi. 3. Peningkatan availibility dapat disiasati dengan melakukan redesign pada salah satu unit di mesin Tube Mill 303, yaitu pada scarvig unitnya dengan biaya investasi awal kurang lebih sebesar Rp 56.888.000,.
Biaya perawatan bulanan untuk tube mill 303 rata-rata adalah Rp 211.785.151,Sedangkan biaya investasi adalah biaya yang diperlukan untuk membuat unit ini mulai dari proses desain, pembelian material hingga proses manufaktur dan assembly. Gross revenue didapat dari nilai availibility saat disimulasikan dikalikan dengan hasil perbandingan berat yang dihasilkan saat mencapai availibility tertentu. Setelah didapat berat yang dihasilkan, kemudian dikalikan dengan harga pipa per kilogram di pasaran, yaitu Rp 110.000 / Kg. Harga bahan baku pipa perkilogram diambil Rp 11.000 berdasarkan harga rata-rata di pasaran.
DAFTAR PUSTAKA Devisi GTT PT.Spindo. Buku Panduan: “Mesin ERW”. Surabaya: 2004. Devisi GTT PT.Spindo. Buku Panduan: “Pengelasan Pipa dengan Metode High Frequency”. Surabaya: 2004. Irmawan. Tugas Akhir: “Implementasi Metode Total Productive Maintenance (TPM) dan International Safety Rating System (ISRS) untuk Menentukan Strategy Maintenance pada Electric Arc Furnace” (Study Kasus PT. Ispatindo). Prodi K3 PPNS-ITS. Surabaya: 2008.
Investasi yang diperlukan untuk modifikasi unit sehingga nilai availibiity-nya meningkat adalah Rp 56.888.000 Sehingga nilai benefit cost rasionya adalah
5
Kelly, Anthny. Strategic Maintenence Planning. Elsevier Ltd. Burlinton: 2006. Korkut, Derya Sevim. Cakicier, Nevzat. “5S Activities and Its Application at a Sample Company”. African Journal of Biotechnology vol. 8 (8). Departement of Forest Industrian Engineering, Duzce University, Turkey. Istanbul: 2009. LGEIN. Six Sigma for Manufacture: 2002. Pelatihan dua hari, “ Zero Breakdown Through Total Productive Maintenance”. Productivity & Quality Management Consultants. Surabaya: 2003. “Pengantar Manajemen Pemeliharaan”. P2M Departemen Teknik Mesin, FT-Universitas Indonesia. Priyanta, Dwi. Keandalan dan Perawatan. FTK ITS Jurusan Teknik Sistem Perkapalan. Surabaya: 2000. Pujawan, I Nyoman. Ekonomi teknik. Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Edisi kedua. Surabaya: 2009. Shahanagi, Kamran. Yazdian, Seyed Ahmad. “Analizing The Effects Implementation of Total Productive Maintenance (TPM) in The Manufacturing Companies : A System Dinamics Approach”. World Journal of Modelling and Simulation Vol 5(2009). Departement of Industrial Engineering, Iran University of Science and Technology. Tehran: 2009. Sharma, P. Bhave, Vishwas. Kursia, HB, Dr. Shikari, B.”Enchancing Overall Equipment Efectiveness Through TPM”. Departement of Mechanical Engineering, MANIT, Bhopal, India. Shirose, Kunio. Total Producyive Maintenance New Implementation Program in Fabrication & Assembly Industries. Japan Institute of Plant Maintenance (JIPM). Tokyo: 2007. Wahjudi, Didik. Tjitro, Soejono. Soeyono, Rhismawati. Seminar Nasional Teknik Mesin IV: Study Kasus Peningkatan Overall Equipment Effectiveness (OEE) Melalui Implementasi Total Productive Maintenance (TPM). Jurusan Teknik Mesin Universitas Kristen Petra. Surabaya: 2009. Wireman, Terry. Total Productive Maintenance. Second Edition. Industrial Press, inc. New York: 2004
6