Pertanyaan Tiga Pilar NO:44/GNI/A/Pel.Umum/III/2015
Oleh, Uskup Mar Nicholas H Toruan, CKC Gereja Nasrani Indonesia (GNI) Keuskupan Nasrani Katolik Ortodoks Rasuli Kudus dan Satu
NO:44/GNI/A/Pel.Umum/III/2015
1. Apa dasar Tradisi Pilar Iman: Kitab Suci (Kadisha d’Ketava)? Dasar Kitab Suci itu perlu sebagai referensi pendukung bagi umat untuk melakukan tindakan moral dan berperilaku. Dalam sejarah kitab suci, ini dituliskan untuk rekam jejak Ucapan dan Wahyu yang disampaikan Alaha masa lalu, hari ini dan akan datang. Kitab Suci tidak terbatas akan selalu ada sepanjang masa hingga segalanya berlalu. Kitab Suci itu adalah percakapan antara penerima Wahyu dengan Alaha pemberi Wahyu. Atau juga rekaman informasi yang diterima. Agar tidak hilang seperti Kisah Lengkap Masa Adam sampai kepada Musa (ada puluhan ribu tahun masa LISAN). Sedangkan apa yang ditulis Musa Kisah Kitab Kejadian sampai zamannya HANYALAH semacam edit kisah-kisah di tangan Musa. Musa adalah editor Kisah-kisah dari berbagai sumber Kisah yang dituturkan ataupun ada yang tertulis. Hasil karya edit tulis ini hanyalah ringkasan dari yang paling ringkas dari Kisah lengkapnya. Salah satu yang hilang adalah Kisah Melkisedek yang hanya sekelumit dituturkan, pada hal dalam KisahNya adalah sangat panjang sekali. Singkatnya, Kitab Suci Tertulis perlu ada sebagai ‘REFERENSI’ dasar kita bertindak dalam Iman.
Jawab: Lihat, 2 Timotius 3:16; 2 Tesalonika 2:15; Injil Yokhanan 21:25; Kisah 1:1; Lukas 4:16-17; Hosea 8:12; Keluaran 34:27; Wahyu 1:19. Tetapi Kitab Suci sejati ada pada hati manusia: Amsal 3:3; Yeremia 31:33; Ibrani 8:10. 2. Apa dasar Tradisi Kudus (Kadisha d’Masora)? Tradisi Lisan (Ibrani: פה שבעל תורה, Torah she-be-`al peh), dalam Iman Nasrani Yahudi semua aspek yang dipraktekkan langsung disebut Tradisi Lisan (Aramaik: kadisha d’Masora) dan semua yang bisa dituliskan disebut MISNAH yang jika ada ulasan-ulasan disebut “Gemara.” Dan tidak bisa dituliskan itu disebut TRADISI (tradisi = masóret ()מסורת, dan dalam bentuk plural Tradisi-tradisi = mesorót ()מסורות. Dalam bahasa Yunani disebut PARADOSIS yang artinya “menerus sampaikan dari leluhur kepada pelanjut dan seterusnya” dan satu arti dengan TRADISI dari bahasa Latin. Dalam bahasa Indonesia disebut “Adat Istiadat.” Apa fungsi Adat Istiadat (Tradisi)?
Jelas adat istiadat adalah pembentukan KARAKTER dan MENTALITAS pelaku Tradisi itu sendiri. Bisa dikatakan aplikasi Kitab Suci yang bisa disebut sebagai Dasar Teori dituangkan dalam Tradisi sebagai Praktek langsung.
Page 2- Copyright GEREJA NASRANI INDONESIA 2015
NO:44/GNI/A/Pel.Umum/III/2015
Apa praktek LISAN ini? Jawab: 2 Tesalonika 2:15 (yaitu pengajaran dan praktek Kebenaran secara LISAN); Seluruh Kitab Keluaran dan Imamat mengenai Praktek Peribadatan, Sistem Korban, Persembahan, Bait Suci, Aturan-aturan sosial umat, hidup kosher, makanan, hari raya, Tumim dan Urim, sistem kalender, kenabian, peradilan, disiplin, agraria, pemerintahan, ekonomi, perdagangan, pakaian imam, persepuluhan, lembaga peradilan agama, keimamatan Harun-Lewi, pengurapan, mikveh, perlengkapan ibadat, kebiasaan nazir, hukum perang, dan pengurus umat, sunat, dan banyak sekali lagi lainnya dan disambungkan kepada Perjanjian Baru berupa: Kerasulan dan Keimamatan Melkisedek melalui Shemikha (tahbisan dengan menumpangkan tangan)) Suksesi Rasuli, sistem Qurbana Tubuh dan Darah Maran (Lukas 22:19-20); inisiasi keagamaan Perjanjian Baru (Mikveh Air, Mshikhna, dan Pemeteraian), Doa, Liturgi, hari raya, hari sabat dan hari Maran, puasa, qadishothim, pewartaan, dll. Sangat banyak sekali aspek Tradisi Lisan (Oral Torah) ini jika kita bicarakan dan sulit untuk dituliskan dalam halaman buku, biasanya selalu diterus sampaikan secara Oral (Lisan) dari satu generasi ke generasi selanjutnya. 3. Apa dasar Pilar Iman: Wahyu (Kadisha d’Gilyana)? Kitab Suci sebagai Landasan Teori dan Tradisi sebagai Prakteknya, dan Landasan Pilar Wahyu adalah “Rambu-rambu” yang harus ditaati. Alasan adanya Pilar Wahyu, sebagaimana diingatkan Shliakh Mar Keipha; “… Nubuatnubuat dalam Kitab Suci TIDAK BOLEH DITAFSIRKAN menurut kehendak sendiri, sebab tidak pernah nubuat dihasilkan oleh kehendak manusia, tetapi oleh dorongan Roh Kudus orang-orang berbicara atas nama Alaha.” (2 Petrus 1:20-21).
1. Nubuat-nubuat tidak boleh ditafsirkan! Baik oleh kehendak individu ataupun dalam sidang musyawarah gereja yang disebut Konsili Ekumenis. (Individu dan kelompok cenderung menafsir ayat-ayat Kitab Suci sesuai persfektif dan dogma kelompok ataupun individu anut. Tidak ada manusia ataupun kelompok keagamaan bisa lepas dari konsep ideologi yang sudah mereka yakini sebelumnya). 2. Roh Kudus yang mewahyukan ataupun memberi ilham, maka Dia sendiri yang harus menjelaskan makna dan arti apa yang Dia sampaikan kepada Nabi yang dikehendaki-Nya menyampaikan Pesan. Contoh dalam Kisah Rasul 10:9-36, pengalaman Simon Keipha dengan memberikan wahyu penglihatan Tallit lebar segi empat di langit yang didalamnya ada binatang-binatang haram, dan diperintahkan Roh Kudus untuk menyembelihnya dan memakan. Keipha salah mengerti! Sehingga ia menjawab:… Tidak Maran, sebab aku belum pernah makan sesuatu yang haram dan yang tidak tahir.”(ayat 14). Selanjutnya Keipha Page 3- Copyright GEREJA NASRANI INDONESIA 2015
NO:44/GNI/A/Pel.Umum/III/2015
bertanya-tanya dalam hatinya (menafsirkan) arti penglihatan itu. Kemudian Roh Kudus sendiri yang memberikan MAKNA dan ARTI penglihatan itu padanya (ayat 19)… Roh berkata, “Ada dua orang mencari engkau…..” Dan pada akhirnya mengertilah dia. Selanjutnya Keipha berkata: “Sesungguhnya aku telah mengerti, bahwa Alaha tidak membedakan orang” (Ayat 34-36).
Fakta dalam sejarah banyak orang berani menafsirkan Nubuatan-nubuatan atau Kata-kata yang diwahyukan melalui Ilmu Tafsir (Yunani: Hermeneutika) dengan memakai metode ilmu bahasa. Metode Exegese, yaitu mencari arti kata tiap kalimat lalu menyimpulkannya, dll. bagaimana jika itu dalam bahasa non-IbraniAramaik, pastilah tiap kata punyalatar belakang budaya dan arti tersendiri sedangkan aslinya dalam budaya Semitik? Tapi harus dipahami secara budaya Yunani?
Inilah salah satu kelemahan Ilmu Tafsir Alkitab (Hermeneutika) sehingga TERJADI SALAH TAFSIR TERHADAP TULISAN PARA RASUL DAN KITAB-KITAB LAIN (2 Petrus 3:16). Di mana tidak ada Wahyu, umat menjadi liar; tapi ia yang memelihara Torah, berbahagialah ia. (Amsal 29:18).
Salah satu kerusakan dan bias pengajaran dalam dunia Kekristenan saat fungsi kenabian telah diakhiri sejak abad ke-4 digantikan dengan “PERMUSYAWARATAN” yang disebut Konsili-konsili dan teologi mereka berazaskan Pauline Teologi: Tradisi (Yunani: Paradosis) Kitab Suci dan Tradisi Suci. (2 Tes.2:15). Tradisi Suci dibagi dua: T (besar) dan t (kecil); keduanya bisa saling tarik menarik dan tindih menindih ataupun lebur menjadi satu. Bahkan T (besar) bisa dikalahkan t (kecil). Contoh, T (besar) sebenarnya adalah “t” (kecil) tetapi hasil dari permusyawaratan Konsili itu menjadi TALMUD – TAFSIR Gereja menjadi Pedoman membaca Kitab Suci dan lainnya. Bagi kita Nasrani Katolik Ortodoks: T (besar) adalah “Nubuatan” yang harus ditafsirkan Roh Kudus itu sendiri, kemudian diterima makna dan artinya oleh Nabi.
Konsili-konsili Ekumenis Gerejawi sejak tahun 325 – 787 (Konsili 1-7) dalam Gereja-gereja Ortodoks Timur pendukung Kalsedon, ataupun Konsili 1-3 bagi kelompok Gereja-gereja ortodoks Oriental TIDAK MENJAMIN TAFSIR dalam Konsili-konsili itu Benar dan Tepat sebab semua itu hanyalah Hasil Keputusan Bersama Formulasi Konsesus Rasional dan Voting Suara Terbanyak… Tidak ada tercatat dalam sejarah Gereja, bahwa Roh Kudus mewahyukan makna dan arti yang diperdebatkan saat itu baik “ajaran-ajaran dan Moral Gereja.” Tercatat bagi kelompok yang dikalahkan ditekan dan dinyatakan sesat oleh Bapa-bapa Page 4- Copyright GEREJA NASRANI INDONESIA 2015
NO:44/GNI/A/Pel.Umum/III/2015
Konsiliar dan diserahkan kepada Kaisar Byzantium Romawi Timur untuk mengeksekusi mati atau dibuang, dll. Injil Mattai 5:17 Ucapan Yeshua sendiri bahwa Ia datang tidak menghapuskan Torah (pengajaran-pengajaran), pada masa Dia, sang Anak Alaha langsung bersabda kepada manusia 2000 tahun lalu. Semua ucapan-ucapan Yeshua adalah kategori Wahyu, ini bisa ditemukan dalam Kitab-kitab Injil. Dan setelah Yeshua naik ke Sorga, maka pengajaranpengajaran diteruskan oleh Ruakh ha-Kodesh sebagaimana dijanjikan Yeshua (Injil Yokhanan 16:13; Kisah 2:4; 13:1-3; 1 Timotius 4:1; Kisah 11:28; Amsal 29:18. Pilar Iman: Wahyu disebut juga SUARA KENABIAN. Fungsi dan jabatan Nabi tidak dihapuskan oleh Yeshua seiring dengan kedatangan-Nya ke bumi menjelma menjadi Anak Manusia: Yeshua Mshikha bar Alaha, tetapi justru Ia meneguhkan fungsi kenabian, “jangan kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan Torah atau Nabinabi………. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk melaksanakannya.” (Mattai 5:17). Nabi-nabi tetap ada dalam Zaman Para Rasul:
Kisah 21: 10-11 … Seorang Nabi bernama Agabus (yaitu Taddeus yang disebut Addai, salah satu dari murid 70. Lukas 10:1) datang dari Yudea
Kisah 21: 9 … Shamasha Filipus punya “anak-anak perempuan yang memiliki karunia bernubuat”. Bernubuat adalah fungsi “kenabian.” Roh Kudus mewahyukan diri-Nya pada anggota jemaat di Antiokia untuk memilih Paulus dan Barnabas melalui nabi yang diberi pewahyuan saat itu. (Kisah 13;3). Wahyu 1:10 …Roh Kudus mencurahkan Wahyu-Nya melalui Shliakh Mar Yokhanan di Patmos pada hari Minggu (Hari Kebangkitan Maran). Jawatan dan fungsi KENABIAN tetap harus ada dalam Jemaat Mshikha, sebagaimana dijelaskan oleh Shliakh Mar Saul kepada Jemaat di Efesus:
Roh Kudus mewahyukan berbagai penyingkapan kepada Rasul-rasul dan Nabi-nabi (Efesus 3:5). a. RASUL: Dalam perkembangan sejarah Gereja, fungsi Kerasulan digantikan oleh para pengganti yang disebut Mebaqqerim (atau Paqid dalam bahasa Ibrani), Abouna dalam bahasa Aramaik, Episkopos dalam bahasa Yunani, dan Uskup dalam bahasa Arab, dan Bishop dalam bahasa Inggris.
b. NABI: Dalam perkembangan sejarah Gereja, fungsi Kenabian umumnya terpusat pada kelompok orang-orang yang mendapatkan karunia-karunia bernubuat yang seringkali dijuluki sebagai Mistikus. Mereka ini adalah kelompok anggota Jemaat yang mendevosikan diri secara khusus dalam Doa Page 5- Copyright GEREJA NASRANI INDONESIA 2015
NO:44/GNI/A/Pel.Umum/III/2015
dan Meditasi sebagai petapa, penyendiri, pendoa, biarawan – biarawati, atau pendoa syafaat yang hidupnya sudah melepaskan kemelekatan duniawi.
Roh Kudus menetapkan jawatan Penatalayanan dalam Tubuh Mshikha (Efesus 4:11: And he gave some, apostles; and some, prophets; and some, evangelists; and some, pastors and teachers: a. Para Rasul (Shlikhim) - - Para Uskup (Abouna). b. Para Nabi (Nevi’im) -- Para Mistikus c. Para Katekis -- Para Pengkotbah, Pengajar Umat. d. Qhashishanim (Para Penatua yang membantu Uskup) atau disebut Presbiter / Pastor. e. Rabbanim, disebut juga “Rabbi” sebagai seorang ahli kitab (sofer), teolog, guru agama, atau guru Injil. Semua jawatan fungsional Jemaat ini bertujuan untuk Pembangunan Tubuh Mshikha (Efesus 4:12).
UNTUK KALANGAN SENDIRI!!! Untuk memperbanyak MATERI PENGAJARAN GNI ini dipersilahkan untuk meminta izin tertulis:
[email protected] 0813.19190730 021.70403378 www.nasraniindonesia.org
Page 6- Copyright GEREJA NASRANI INDONESIA 2015