BAB I
Membangkitkan Pilar Ekonomi Keluarga Kerangka Pemikiran Indonesia adalah negeri yang kaya. Kaya akan sumber daya alam, sumber daya manusia, adat, budaya, dan sebagainya. Aneka ragam kekayaan yang dimiliki tak akan berarti apa-apa jika tak ada yang mengolahnya. Dalam mengolah kekayaan alam tersebut juga perlu sumber daya manusia berkualitas yang selalu mengedepankan asas manfaat dan memperhatikan kesejahteraan lingkungan, baik masyarakat maupun lingkungan hidup sekitarnya. Mengolah kekayaan dan potensi dimiliki bangsa ini tidak terlalu mudah tapi juga tidak terlalu sulit. Asal masing-masing memahami dan menyadari kemampuannya sehingga antara satu dengan lainnya saling bersinergi. Untuk mengelola berskala besar ditangani secara tersendiri, demikian pula dibidang mikro. Sektor usaha mikro sangat tepat penangannya dipercayakan kepada lembaga yang secara khusus menangani usaha mikro, seperti usaha kecil menengah, kecil, koperasi dan mikro. Pengembangan dan pemberdayaan koperasi, usaha kecil dan menengah (UKM) bila selama ini kurang mendapat perhatian secara khusus, karena dianggap kuang menguntungkan. Namun saat ini, tepatnya sejak terjadi krisis ekonomi tahun 1997 lalu, sektor UKM dan koperasi tidak lagi dipandang sebagai usaha yang marginal. Walaupun pengembangan sumber dayanya masih terbatas. Hal tersebut terjadi sebagai akibat kurangnya dukungan dalam pengejawantahan jiwa kewirasuahaan. Sehingga pengembangan koperasi dan UKM yang dijalankan belum berbasis pada jiwa kewirausahaan. Maka perlu dilakukan ‘Gerakan Pemasyarakatan dan Pembudayaan Kewirausahaan’. Upaya membangun kebangkitan koperasi dan UKM perlu mendapat dukungan semua pihak. Pemerintah sendiri harus memberi harapan serta dukungan gerakan pemasyarakatan dan pembudayaan kewirausahaan yang memihak kepada rakyat kecil di pedesaan. Dukungan pemerintah itu mempunyai makna yang sangat signifikan karena pada umumnya para pemimpin di tingkat pedesaan belum seluruhnya memihak kepada usaha-usaha ekonomi produktif yang dilakukan oleh wirausahawan kecil dan menengah. Namun kenyataan itu tidak seluruhnya harus dibebankan kesalahannya kepada konsumen, tetapi para pengusaha kecil dan menengah yang menjadi produsen sering tergoda untuk cepat kaya dan cepat berhasil sehingga mengabaikan konsistensi kualitas yang bisa mempromosikan diri sendiri atau minimal menjadi bahan kelangsungan kehidupan kegiatan koperasi dan usaha kecil menengah tersebut. Itu sebab pemerintah harus tetap memberikan dorongan dan dukungan kepada berbagai lembaga masyarakat, termasuk kepada Yayasan Damandiri, untuk mengambil peran positip dalam upaya-upaya pemberdayaan masyarakat yang pernah diadakan dan masih berlangsung sampai dewasa ini. Pemberdayaan Demokratis Keberhasilan dalam menjalankan koperasi dan UKM yang berjiwa wirausaha bukan hanya dilihat dari kemajuan dan keberlanjutan hidup perusahaan, tetapi juga 1
dilihat dari kemampuannya dalam memberikan kesempatan dan perluasan lapangan kerja bagi masyarakat, meningkatnya kesejahteraan anggota dan karyawan serta adanya peningkatan kualitas lingkungan lokasi usahanya. Memang pengertian itu mungkin saja mudah ditulis dan dibacakan, tetapi sungguh sangat sukar untuk diterapkan dalam era pergumulan perekonomian dewasa ini. Era keterbukaan juga membawa angin segar bagi kalangan perempuan untuk ikut andil mengelola usaha sebagai pilihan demokratis ditengah alam kehidupan yang kian demokratis pula. Dengan demikian kaum perempuan dan para ibu dapat ikut serta membangun keluarga, lingkungan serta mengembangkan sifat dan jiwa kewirausahaan dengan ikut serta dalam gerakan pemberdayaan ekonomi keluarga. Dengan dibukanya proses pemberdayaan melalui kesempatan yang sangat demokratis itu, semua pihak dituntut untuk memberi dukungan penguatan. Seperti misalnya yang dilakukan selama enam tahun melalui kegiatan Yayasan Damandiri di Indonesia kepasa sekitar 13,7 juta keluarga, yang diwakili oleh ibu-ibu di lingkungan keluarga itu ikut proses pembelajaran, berusaha, dan berkarya dalam pemberdayaan ekonomi keluarga yang mengagumkan. Dari sekitar 13,7 juta keluarga, menurut laporan Kepala BKKBN, Prof. Dr. Yaumil Agoes C. Akhir, dan Direktur Utama Bank BNI, Drs. Syaefuddin Hasan, hingga akhir tahun 2002 lalu tersebut, sekitar 10,3 juta keluarga di antaranya bisa dianggap maju. Karena, mereka itu berani mengambil resiko dan mempunyai inisiatif membuka usaha dengan modal pinjaman dari skim kredit Kukesra yang dananya disediakan oleh Yayasan Damandiri dan disalurkan melalui Bank BNI sebesar Rp 1,7 triliun. Proses pemberdayaan itu dilanjutkan dengan berbagai upaya yang makin lengkap menuju pembudayaan Norma Keluarga Kecil yang Bahagia dan Sejahtera (NKKBS). Proses lanjutan itu sesuai dengan tuntutan bahwa dalam pemberdayaan paripurna, anakanak perempuan tetap mendapat perhatian. Anak-anak perempuan atau perempuan pada umumnya, kalau diberi kesempatan, dan mendapat pembinaan dengan baik, akan mampu menjadi sumber daya manusia yang unggul. Sebagai forum pembelajaran untuk ibu-ibu yang tergabung dalam kelompok dan tersebar di seluruh Indonesia itu, misalnya, setiap kelompoknya bisa mulai belajar berusaha dengan modal yang bervariasi. Bisa dimulai dengan modal hanya Rp 200.000 sampai Rp 400.000. Tetapi, setelah dengan konsisten berusaha keras, tidak jarang yang usahanya berkembang dengan modal yang jumlahnya membengkak menjadi tidak kurang dari Rp 5 juta sampai Rp 25 juta. Tidak jarang ada kelompok-kelompok yang mempunyai usaha di pasar atau tempat-tempat strategis lainnya. Bahkan tidak jarang ada pula yang telah berhasil membentuk koperasi dengan omset usaha yang jangkauan pasarannya sangat luas sampai ke manca negara. Apabila kelompok keluarga tersebut mampu mengembangkan sifat-sifat kewirausahaan, maka sesungguhnya para ibu bisa menjadi penggerak keluarganya secara menyeluruh. Anak-anak yang setiap harinya melihat ibu mereka sibuk, bapak mereka sibuk, akan terangsang untuk meniru kesibukan itu menjadi sifat dan sikap dasar yang membudaya. Terlebih lagi kalau ibu-ibu dan kelompoknya itu berhasil dalam usahanya, hampir pasti semakin akan ditiru oleh anak-anak dan lingkungan sekitarnya. Profesionalisme
2
Dalam mengelola setiap usaha harus dilakukan secara profesional. Biarpun usaha itu bukan merupakan usaha raksasa dengan modal besar, karena masih bersifat perorangan, tapi usaha tersebut harus tetap dikelola secara tekun dan profesional. Tujuannya agar usaha tersebut tidak saja untuk bisa mulai dikenal masyarakat tapi juga sanggup mendapatkan pasaran yang makin menarik. Untuk meningkatan kesempatan membangun, menambah lapangan kerja, biasanya dimulai dari jalur produksi dengan membuka kesempatan kerja baru. Di antaranya berusaha meningkatkan kemampuan mengolah bahan baku dengan teknologi olahan menjadi produk yang canggih dan laku jual. Namun pendekatan ini biasanya mengalami hambatan karena kita biasanya tidak terlalu peduli menggarap pasar, aksesnya, dan penelitian tingkah laku konsumen yang membutuhkan barang produksi tersebut. Untuk mengatasi kesulitan, biasanya segera dipelajari tingkah laku konsumen dan mencoba menjual produk dengan tehnik-tehnik pemasaran yang cocok dengan tingkah laku tersebut. Gagasan untuk memperhatikan konsumen melalui segala pendekatannya biasanya membawa hasil yang lumayan, sehingga kedua pendekatan itu biasanya menjadi andalan untuk mencapai sukses. Dengan produk yang lebih akrab pasar mudah sekali konsumen seakan-akan dipenuhi seleranya dan harus membeli produk tersebut yang menurut produsennya telah sesuai dengan selera pasar dan produknya seakan-akan sudah sangat dibutuhkan oleh pasar. Bagian pemasaran dengan mudah bisa meng-create pasar dengan demand baru atas produk-produk yang dihasilkan oleh usaha besar atau usaha raksasa industri manufaktur tersebut. Sebaliknya dengan pengalaman dan hasil riset pasar itu bagian produksi makin bisa menyesuaikan produk-produknya menjadi produk yang seakan-akan diminati pasar. Padahal pasar itu sesungguhnya telah di-create oleh bagian pemasaran dengan teknik komunikasi dan pemasaran yang canggih. Dengan ciptaan itu sesungguhnya bukan saja mereka bisa membaca selera pasar, tetapi dalam banyak hal mereka bisa juga mencipta pasar untuk barang-barang produknya yang beraneka ragam itu. Tidak jarang dibuat begitu rupa sehingga proses produksi mengikutsertakan para calon pengguna untuk meyakinkan bahwa proses produksi itu memang dikerjakan sesuai dengan selera pasar, atau sesuai permintaan pasar. Unit produksi yang bergerak dengan cara demikian biasanya berhasil meyakinkan suatu critical mass yang menjadi pembela produsen bahkan bisa menjadi sangat fanatik terhadap hasil karya suatu produk-produk tertentu. Proses pengikutsertaan masyarakat dengan strategi itu bisa juga menimbulkan kebanggaan tersendiri kepada masyarakat akan produk manufaktur dari daerahnya yang menjadi ciri atau jati diri daerah yang bersangkutan. Untuk usaha-usaha kecil dan menengah yang pada umumnya tidak memiliki unit pemasaran tersendiri sehingga produk-produk yang dihasilkannya tidak mudah disesuaikan dengan selera pasar. Kegiatan pemasaran seperti pembuatan paket-paket yang menarik konsumen, mengamankan produk dari segala cara untuk menarik konsumen perlu mendapatkan penanganan yang memadai. Selain itu usaha kecil juga harus bisa mengatur harga dari produk-produknya untuk bisa bersaing dengan produk dari usaha yang lebih besar, menutupi ongkos produksi pada jangka panjang dan menyediakan pelayanan yang memberi nilai tambah yang memadai untuk biaya promosi dan keperluan pemasaran lainnya.
3
Seperti halnya usaha kecil lainnya, produk pertanian, yang diusahakan oleh para petani di pedesaan juga kurang mendapat dukungan dalam hal pasar dan pemasaran. Produk-produk para petani ini mengalami nasib yang serupa dengan usaha kecil dan menengah. Produk-produk pertanian yang dihasilkan oleh para petani di pedesaan tidak didukung dengan strategi pemasaran yang memadai. Produk-produk para petani umumnya dipasarkan secara konvensional dari hari ke hari kepada pedagang pasar lokal atau pedagang-pedagang antara yang menjemput produk para petani itu di pedesaan. Dengan cara demikian jaminan harga dan kontinuitas penjualan juga sangat tergantung pada apa yang ada di sekitarnya itu. Maka perlu dilakukan satu terobosan yang berani oleh pihak swasta yang memang benar peduli dan memiliki rasa keberpihakan. Misalnya dengan cara membuka pasar dan menambah aset pasar bagi para pengusaha kecil dan para petani yang berasal dari desa-desa. Aset pasar itu dibuka dengan strategi yang menarik. Langkah pertama, berani menanam investasi besar-besaran merencanakan membuka jaringan pasar dengan ketentuan yang lentur agar para pengusaha kecil, menengah dan khususnya para petani dengan tanah sempit dan hasil yang relatif kecil dapat memperoleh aset pasar dengan mudah. Segala kemungkinan diperhitungkan betul dengan seksama dan matang. Kedua, pasar dibuka dengan sistem manajemen terbuka sehingga para pedagang, para pengusaha kecil dan petani dapat memperoleh akses dengan mengetahui secara lebih pasti perkiraan ongkos-ongkos yang dibutuhkan untuk berdagang atau untuk ikut berjualan di pasar yang dibangun secara modern itu. Setiap pedagang, pengusaha kecil atau petani dapat berpartisipasi sesuai dengan kemampuan karena mengetahui biaya yang harus dikeluarkan atau ditanggungnya. Segala ongkos-ongkos yang harus dipikul oleh setiap penghuni dijelaskan kepada para nasabah dengan transparan sehingga tidak ada biaya sembunyi yang harus datang secara mendadak dan diluar perhitungan; Ketiga, pasar dibuka dan disewakan dengan harga sewa yang bervariasi agar mereka yang mampu untuk menyewa dalam jangka panjang dapat melakukannya dengan mudah. Sebaliknya mereka yang hanya mampu menyewa untuk jangka pendek atau bahkan harian dapat pula melakukannya dengan sama mudahnya. Yang menjadi pedoman penting adalah bahwa pasar itu menjadi wahana untuk berpartisipasi dalam membangun kesejahteraan warga penghuninya; Keempat, mereka dapat memperoleh informasi tentang barang dan produk apa saja yang laku jual di pasar itu melalui sistem informasi yang dikeluarkan oleh manajemen pasar secara teratur. Informasi yang teratur ini dapat dipergunakan untuk memprediksi kebutuhan pasar bagi setiap nasabah yang memiliki kios di pasar itu. Prediksi kebutuhan pasar itu disebarluaskan juga kepada para petani agar mereka dapat mengatur pola tanam untuk tidak menggoncangkan keseimbangan supply dan demand yang bisa mengacaukan harga penjualan. Prediksi penjualan atau kebutuhan pasar itu juga berguna untuk konsumen yang bakal datang agar mereka mendapat dukungan dari para produsen yang membaca kebutuhan produk apa yang harus dihasilkan untuk mengisi pasar pada suatu periode tertentu. Pengaturan keseimbangan antara supply dan demand oleh para pedagang yang ada di pasar dan para produsennya menghasilkan pula upaya bersama pemeliharaan kualitas dari produk yang dihasilkannya; Kelima, pasar dan asetnya dikelola bersama oleh pemilik pasar, penghuni pasar, para usahawan, petani supplier, konsumen serta tamu pada umumnya. Segala kebutuhan 4
sehari-hari pasar dan penghuninya mendapat perhatian yang seksama seperti misalnya keperluan untuk sholat disediakan masjid dan mushola yang lengkap, keperluan untuk kebersihan dijamin dengan penyediaan air yang melimpah dengan tower yang bisa untuk mengatur pengglontoran seluruh kawasan pasar secara periodik, keamanan dijamin dengan sangat baik agar tidak ada rasa kawatir bagi para penghuninya. Dengan kebijaksanaan dan pola pengelolaan seperti itu kehidupan bisnis dikalangan mereka itu diharapkan semakin hidup dan berhasil. Pola ini terbuka, profesional dan sangat memperhatikan penghuninya lengkap dengan segala kebutuhannya. Barangkali melalui pemikiran-pemikiran yang dituangkan melalui buku ini seperti diuaraikan Prof. Dr. Haryono Suyono bahwa dalam membangun usaha produktif ada tahapan penting yang harus diperhatikan. Yakni, tingkat belajar, berusaha hingga sampai pada tataran berkarya dalam artian bisnis yang mengacu pada keuntungan pada tiap individu maupun kelompok yang awalnya berasal dari kondisi keluarga pra sejahtera dan sejahtera I hingga kelak mampu mandiri dan memotivasi keluarga-keluarga lainnya. Dan pada akhirnya akan makin banyak perusahaan yang peduli terhadap petani, koperasi, usaha kecil dan menengah di Indonesia. Karena kesejahteraan mereka adalah kesejahteraan kita bersama. Sukses mereka juga sangat strategis bagi sukses pembangunan bangsa. MEMBANGUN KOPERASI YANG DINAMIS Hari Kamis tanggal 12 Juli 2001 silam kita memperingati Hari Koperasi 2001. Peringatan Hari Koperasi itu hampir bersamaan dengan peringatan Hari Kependudukan Dunia tanggal 11 Juli 2001, satu hari sebelumnya. Kedua hari yang penting itu mempunyai kesamaan ideal pada tujuan dan sasarannya, yaitu memberdayakan setiap penduduk, setiap orang, agar menjadi sesosok yang berkualitas untuk dapat berpartisipasi dalam pembangunan secara penuh dan akhirnya ikut menikmati hasil pembangunan secara adil sesuai dengan sumbangannya. Kedua hari yang sangat bermakna terhadap hakekat kemanusiaan itu harus kita sambut sebagai momentum untuk menggugah komitmen dan partisipasi masyarakat secara luas dalam pembangunan sumber daya manusia yang andal. Setiap penduduk harus diberdayakan agar berperan sebagai pelaku pembangunan ekonomi kerakyatan yang dinamis. Koperasi adalah wadah dan tatanan ekonomi dimana peranan penduduk sebagai pelaku utama menjadi ciri yang menonjol. Koperasi akan jaya kalau partisipasi dari seluruh anggotanya dilakukan secara profesional, aktip dan dinamis. Dengan penduduk yang berkualitas akan bisa dikembangkan koperasi yang dinamis, karena setiap anggotanya, baik secara sendiri maupun dalam kesatuan kelompok koperasi, bisa memberi sumbangan terhadap kemajuan koperasinya. Setiap penduduk anggota koperasi mempunyai hak untuk ikut menentukan arahan melalui rapat-rapat anggota atau mekanisme lain dalam koperasinya. Koperasi adalah wujud nyata dari demokrasi ekonomi yang arahnya ditentukan oleh anggota, kekuatan geraknya ditentukan oleh anggota, dan hasil-hasilnya kelak, bisa dinikmati secara adil oleh 5
anggotanya. Oleh karena itu alangkah indahnya apabila Hari Koperasi 2001 dan Hari Kependudukan Dunia tersebut dijadikan momentum untuk merangsang semua pihak mengembangkan kualitas penduduk, baik sebagai anggota koperasi atau bukan. Dikemudian hari mereka yang belum menjadi anggota koperasi harus kita rangsang menjadi anggota. Lebih dari itu setiap anggota koperasi harus bisa menjadi contoh dalam mengembangkan suasana gotong royong saling membantu sesamanya. Setiap anggota dituntut untuk bisa memberikan sumbangan positip dalam bentuk usaha dengan kualitas yang tinggi. Upaya pemberdayaan penduduk dalam suasana yang serba sulit sekarang ini harus diberi makna dengan menyerap falsafah koperasi yaitu dengan mengajak sebanyak mungkin penduduk untuk segera bergabung dalam gerakan koperasi. Melalui koperasi setiap penduduk dibantu pemberdayaannya untuk mampu berusaha mengatasi masalah yang dihadapinya. Dengan dukungan itu bisa dihilangkan kesenjangan yang sekaligus meredakan ketegangan sosial yang berbahaya. Lebih lanjut momentum yang unik ini bisa dijadikan awal dari budaya baru bahwa pengembangan mutu sumber daya manusia adalah bagian penting dari pembinaan keanggotaan koperasi. Keanggotaan yang profesional sekaligus juga bisa menepis anggapan bahwa keanggotaan koperasi “bukan kesertaan pasip”, tetapi sebaliknya, keanggotaan koperasi adalah justru mengandung komitmen untuk berbuat yang terbaik bagi koperasinya. Koperasi harus bisa membantah tuduhan bahwa bangsa ini telah kehilangan ciri gotong royong dan ketimurannya yang penuh dengan persahabatan. Karena itu untuk memberdayakan keluarga yang kebetulan kurang beruntung, seperti mereka yang terkena musibah, mereka yang terkena limbah kerusuhan, atau terkena akibat krisis multidemensi yang berkepanjangan, koperasi harus bergerak cepat menjadi pelopor pemelihara persatuan dan kesatuan, sekaligus menggerakkan ekonomi kerakyatan. Koperasi harus sekaligus menjadi gerakan pemersatu bangsa dan pelopor bangkitnya kembali ekonomi skala kecil, ekonomi skala menengah, yang akhirnya bisa mendukung berkembangnya kemitraan yang sangat kuat. Pengembangan koperasi yang berasal dari anggota-anggota keluarga miskin yang selama ini mendapat pembinaan dari berbagai instansi harus mendapat prioritas yang tinggi. Upaya itu harus mendapat perhatian karena hasilnya akan bersifat ganda, menolong bangkitnya ekonomi kerakyatan dan sekaligus membantu upaya pengentasan kemiskinan yang lebih bersifat lestari. Koperasi dapat ditargetkan sebagai perekat persahabatan dan kepedulian, tetapi juga sebagai pembangkit ekonomi kerakyatan yang menjadi pemicu bangkitnya keluarga dan penduduk tertinggal. Untuk itu program-program seperti bantuan program IDT pada tahun-tahun 1993-1997, atau program Takesra Kukesra yang masih berjalan sekarang ini, atau penyaluran subsidi BBM untuk keluarga miskin, harus dilakukan dengan kepekaan dan sungguhsungguh agar para anggotanya sekaligus dikembangkan menjadi anggota koperasi yang potensial. Koperasi, apakah diikutkan pada proses atau tidak, harus segera bisa mengajak masyarakat sekitarnya untuk menumbuhkan simpati, minat dan kesediaan menjadi anggota gerakan koperasi itu. Koperasi tidak boleh “merengek-rengek minta jatah”, 6
tetapi segera mengambil prakarsa mengangkat keluarga dan penduduk yang berhak menerima bantuan itu dibantu dengan pemberdayaan menjadi penerima yang aktip berusaha dan diberi kesempatan untuk maju. Koperasi harus merasa wajib menjamin agar bantuan itu sampai kepada yang berhak dengan sebaik-baiknya, karena kalau masyarakat sekitar mempunyai kemampuan, maka dengan lebih mudah mereka dapat diajak membangun koperasi dengan baik dikemudian hari. Apabila seluruh masyarakat bisa diajak membangun kelompok secara gotong royong seperti itu dalam wujud saling peduli dengan persahabatan yang dinamis serta menghasilkan untung untuk kepentingan bersama, maka kita telah meletakkan kembali ciri bangsa yang bisa membangun ekonomi dalam wadah koperasi yang potensial. Semoga dengan demikian budaya bangsa yang penuh dengan kesejukan, kedamaian dan kemandirian akan hidup lestari dalam suasana yang penuh dinamika.
LEMBAGA PENDIDIKAN SEBAGAI PUSAT PEMBERDAYAAN EKONOMI
Dalam semangat membangun secara mandiri, pendekatan pendidikan berbasis luas, atau broad-base education approach (BBE), dengan intervensi life-skills, pusatpusat pendidikan telah dianjurkan untuk segera mengembangkan otonomi dengan tugas menghasilkan lulusan siap kerja. Dengan tuntutan itu beberapa kampus dan pusat-pusat pendidikan menengah dan atas harus mulai mengembangkan diri menjadi lembaga pendidikan yang otonom dan sanggup menghasilkan lulusan yang siap kerja. Untuk itu perlu didukung strategi praktis yang mudah dilaksanakan, karena proses pengembangan itu sangat berbeda dengan keadaan sekarang, tidak mudah dibuat dan dilaksanakan. Untuk memudahkan pelaksanaannya di lapangan, setiap sekolah dan perguruan tinggi harus diberi kesempatan mengembangkan strategi dan mempelajari contoh-contoh konkrit bagaimana mengembangkan dan melaksanakan pendekatan BBE tersebut. Setiap sekolah dan perguruan tinggi harus tidak malu menyusun strategi dan mengambil langkah-langkah nyata yang sederhana dan mencoba melaksanakannya. Setiap lembaga pendidikan harus bisa mengembangkan pendekatan ekonomis tanpa mengorbankan kualitas akademis. Agar mendapatkan partisipasi yang paripurna dan lengkap setiap lembaga harus tetap memberi kesempatan anak-anak berbakat dari keluarga kurang mampu untuk mengikuti pendidikan dengan kualitas prima. Karena itu berbagai lembaga pendidikan, termasuk universitas dan sekolah swasta, harus sanggup makin dekat dengan rakyat dan pemerintah daerahnya. Kampus atau pusat-pusat pendidikan harus berpikir besar tetapi tidak malu mengambil langkah sederhana dan strategis mengembangkan masyarakat di daerahnya. Pengembangan masyarakat sekitar lembaga pendidikan itu pada saatnya akan menghasilkan kekuatan “snow ball” yang maha besar dan tidak ada seorangpun yang sanggup menghentikannya. Apabila kekuatan itu datang, pasti akan mampu menopang kehidupan lembaga pendidikan secara mandiri. Berbagai universitas, seperti Unibraw di Malang, yang selama ini telah memberi kesempatan pada para mahasiswa potensial dari keluarga kurang mampu, harus makin gencar menarik simpati berbagai pihak yang sejalan. Universitas seperti itu harus membuka kesempatan yang bisa menarik minat para investor sepanjang tahun untuk terjun ke kampus mencari dan atau mendidik kader untuk perusahaannya. Kalau perlu para investor itu diberi kesempatan “mengambil”mahasiswa potensial yang hampir jadi, setiap waktu, dengan mengganti beasiswa dan imbalan sumbangan untuk kampus yang memadai. Dengan cara demikian, kampus harus secara proaktip mencari dan mengajak investor untuk membantu
7
mendidik tenaga potensial yang segera bisa membantu pengembangan dunia usaha dalam kerjasama yang saling menguntungkan. Lembaga pendidikan tinggi seperti SMK Negeri 3 di Malang, yang minggu lalu menjadi pusat pertemuan para Kepala SMU, SMK, dan Madrasah Aliyah sekota madya Malang, melalui Kepala Sekolahnya, Ibu Dra. Supartini, bisa juga menjadi contoh “Gerakan Belajar Mandiri” yang digelar “Yayasan Damandiri” dengan sangat menarik untuk sekolah-sekolah lainnya. Mereka bisa mencontoh bagaimana sekolah ini mampu memberikan pendidikan dan pelatihan ketrampilan dengan perbandingan 70-30 bagi siswa-siswanya dalam suatu lingkungan sekolah yang tertata manis dan efisien. SMK Negeri 3, Jl. Surabaya no.1, Malang, itu telah menyulap setiap kamarnya secara fungsional, ada ruangan yang mirip kamar hotel berbintang dengan “suite room” yang bergaya mewah, ada “café”, ada “salon”, tetapi juga ada dapur untuk belajar memasak tahu dan tempe, sup dan sayur lodeh, ada ruangan untuk belajar binatu, ada kamar untuk belajar rias wajah, dan ada pula “kantor” untuk belajar manajemen suatu usaha bisnis yang menguntungkan. Para kepala sekolah SMU, SMK dan MA yang belum mempunyai kegiatan seperti SMK Negeri 3 Malang tidak perlu berkecil hati. Mereka bisa belajar dan mengambil contoh itu untuk menggagas bagaimana sistem BBE bisa diterapkan di sekolahnya. Bahkan, kalau tidak mungkin dikembangkan di setiap sekolahnya, Kepala Sekolah yang bijaksana bisa mengembangkan sistem “sekolah terbuka” dengan mengajak masyarakat sekitar sekolah untuk mengembangkan unit-unit pelaksana BBE itu di rumah keluarga sekitar sekolah di kampungnya. Dengan cara itu setiap sekolah tidak harus bersusah payah mengembangkan unit-unit praktek di sekolahnya. Setiap siswa dikirim ke “laboratorium” atau “tempat praktek” itu secara bergiliran. Dengan cara itu masyarakat sekitar sekolah bisa juga ikut berpartisipasi menyumbang pendidikan dan pelatihan anak-anaknya di sekitar sekolah kebanggaannya. Dengan adanya unit-unit pelaksana BBE di sekitar sekolah, maka setiap sekolah bisa mengirim anak-anak didiknya ke unit-unit usaha yang ada di sekitar sekolah di kampungnya, sehingga seluruh anak didik bisa berpartisipasi dengan tuntas. Tentu semuanya harus dibimbing dan diawasi seperti halnya klas-klas khusus yang dikelola dengan baik seperti layaknya kelas SMK Negeri 3 Malang tersebut. Pemerintah daerah, serta seluruh aparatnya, dan keluarga-keluarga yang berada di sekitar kampus atau di sekitar pusat pendidikan bisa diajak ikut serta mengembangkan kehidupan kampus dan kehidupan sekolah yang nyaman dan penuh kreativitas. Wilayah sekitar kampus atau pusat pendidikan, bahkan wilayah kota dimana universitas atau sekolah itu berada harus menjadi suatu wilayah yang “gila pendidikan”. Harus ada upaya menjadikan kampus atau sekolah sebagai pusat pengembangan ekonomi daerah. Para dosen, guru, mahasiswa dan siswa harus makin peduli terhadap kehidupan pemerintahan daerah dan terhadap kehidupan masyarakat setempat. Di pusat-pusat kota dirangsang pengembangan suasana cinta kampus atau cinta sekolah seperti adanya toko khusus atau bagian-bagian toko yang menyediakan tanda mata yang berbau pendidikan, tokotoko yang dikelola atau dimiripkan suasana kampus atau sekolah, dan menyediakan suvenir yang mengingatkan akan kebanggaan masyarakat terhadap kampus atau sekolahnya. Mudah-mudahan pikiran-pikiran sederhana ini bisa merangsang pengembangan strategi yang menyentuh hati nurani rakyat. Semoga.
MEMBANGUN USAHA KOPERASI BERBASIS PUSAT PENDIDIKAN
Setiap kita memperingati Hari Koperasi, kiranya akan ada makna yang sangat signifikan apabila dicanangkan suatu tekad baru mengajak generasi muda. 8
Para pelajar dan mahasiswa serta masyarakat pada umumnya untuk berbasiskan pusat-pusat pendidikan dan pelatihan membangun usaha koperasi secara intensif. Usaha ini harus mengajak masyarakat di sekitar pusat-pusat pendidikan dan kampus di seluruh Indonesia untuk berkoperasi dengan mengangkat anggota pusat-pusat pendidikan sebagai tenaga pemikir dan perancang yang handal. Dengan usaha koperasi di sekitar pusat pendidikan dan pelatihan yang intensif itu generasi muda dan remaja sekaligus menikmati pendidikan berkoperasi bersama masyarakat yang bangkit menghayati makna koperasi. dan seluruh masyarakat bangkit mengembangkan koperasi di lapangan. Semangat. tekad dan langkah ini tepat sekali dilakukan sekarang, karena mulai tahun ini pemerintah. melalui Departemen Pendidikan Nasional. tengah melancarkan kebijaksanaan baru dalam pendidikan nasional di Indonesia. Mulai tahun ini pemerintah mengetrapkan pendekatan Broad Based Education atau BBE, suatu pendekatan berbasis luas untuk membantu agar anak didik mempunyai kesiapan yang mandasar dan lebih lengkap untuk bisa hidup mandiri. Persiapan itu didasari pada pengenalan potensi yang ada di daerahnya sehingga setiap siswa mempunyai pandangan yang makin tajam dan mampu mengolah apa saja yang ada di sekitarnya. di kabupatennya. di propinsinya dan akhirnya di tanah airnya menjadi "sesuatu yang laku jual" agar bisa menjadi modal untuk membangun keluarga sejahtera. Di daerah pedesaan perubahan mendasar itu harus segera disambut oleh masyarakat dan pemerintah daerah dengan tanggapan yang positip. Sekaligus sambutan kebijaksanaan pemerintah itu harus disambut dengan program nyata. misalnya dengan memberikan pendidikan dan praktek hidup dengan usaha koperasi diantara pelajar, guru, mahasiswa, dosen dan masyarakat sekitar. dengan landasan yang sama luasnya. Yaitu pemberdayaan penduduk secara mandiri untuk menyiapkan setiap penduduk. khususnya penduduk kurang mampu menjadi makin mandiri. dan seperti setiap anak didik di sekolah. menjadi penduduk yang siap bekerja dalam bidang usaha yang membawa manfaat tidak saja bagi diri pribadi tetapi sekaligus untuk kesejahteraan bersama untuk masyarakat luas. Karena adanya kesamaan pendekatan itu. yaitu suatu proses saling asah saling asuh dengan penuh kasih sayang. maka setiap pejabat yang ada di daerah. Terutama pejabat koperasi dan jajarannya. dalam rangka otonomi daerah bisa menjadikan pusat-pusat pendidikan sebagai pusat pembangunan kehidupan berkoperasi. Pusat-pusat pendidikan yang adalah suatu sekolah. suatu pesantren. atau bahkan pusat-pusat kursus yang ada di dalam masyarakat luas bisa menjadi pusat koperasi yang sangat ideal. Persiapan Sumber Daya Manusia Dengan menjadikan pusat-pusat pendidikan sebagai pusat pembangunan dan pengambangan koperasi yang baru. maka pemerintah daerah dapat segera "menyulap" pusatpusat itu menjadi sarana pengembangan koperasi dengan menyiapkan sarana dan prasarana pendidikan yang ada itu menjadi pencipta sumber daya manusia yang ahli dalam bidang koperasi yang sangat diperlukan di daerah. Di setiap wilayah. dengan pusat pendidikan sebagai titik sentralnya. maka gedung-gedung pusat pendidikan sendiri dapat menjadi wahana untuk belajar dan memadukan prakarsa dari para siswa dengan masyarakat di sekitarnya. Gedung-gedung sekolah dapat menjadi wahana pendidikan perkoperasian dan wahana untuk mendidik masyarakat untuk menjadi anggota dan pengurus koperasi yang sangat ampuh dalam mendalami
9
perkoperasian secara berkesinambungan. Tempat-tempat itu sekaligus bisa juga merupakan arena untuk mengkoordinasikan dan memadukan semua kekuatan yang ada secara melimpah dalam masyarakat luas. Lebih lanjut dari itu. untuk mengembangkan gerakan dalam masyarakat yang lebih luas. kita mempunyai pengalaman yang kaya di masa lalu yang tetap relevan untuk melanjutkan pembangunan di kawasan sekitar pusat-pusat pendidikan. Kekayaan itu adalah adanya pada tingkat pedesaan organisasi kuat yang berakar dikalangan ibu-ibu. Yaitu PKK yang dulu merupakan singkatan dari Pembinaan Kesejahteraan Keluarga. Dalam pendekatan dengan nuansa baru yang reformatip. Singkatan dan pendekatan organisasi ini disempurnakan dengan mengetengahkan - Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga" yang diharapkan bisa menjadi wadah untuk memberikan dukungan aktif terhadap upaya pemberdayaan keluarga-keluarga. terutama keluarga kurang mampu yang ada di pedesaan. Kalau pada masa lalu PKK mempunyai sepuluh program pokok yang banyak ditentukan dari tingkat pusat. maka para pengurus dan aktifis PKK jaman baru ini dapat menciptakan program dan kegiatan yang relevan dan sangat dibutuhkan oleh masyarakat yang ada di tingkat bawah sendiri. Pendekatan terpadu dapat dikembangkan oleh setiap pemerintah daerah untuk menjadikan seluruh keluarga di sekitar pusat-pusat pendidikan sebagai sasaran utama yang "dikeroyok" atau "didekati secara terpadu" oleh berbagai kekuatan pembangunan yang ada. PEE Baru untuk kelihatan "lebih serem" dapat mengadakan koordinasi dan kerjasama dengan jajaran koperasi. Setiap sekolah dan masyarakat untuk bersama-sama mengembangkan programprogram dalam bidang kesehatan. pendidikan. Koperasi dan kesejahteraan sosial pada umumnya. Dalam setiap program. pengurus dan penggerak PKK daerah dapat ikut serta bersama para guru dan siswa. yang sekaligus berpraktek dalam kehidupan usaha koperasi di lapangan. mengembangkan program yang cocok dengan perkembangan daerahnya. sehingga satu PKK dengan PKK lain. Satu sekolah dengan sekolah lain. tidak harus mempunyai program atau koperasi yang seragam karena tidak ada program yang diarahkan dari atas lagi. Sifat program atau sifat setiap koperasi adalah menampung apa yang menjadi permintaan masyarakat di tingkat akar rumput atau di tingkat pedesaan. Program-program PKK atau program-program sekolah itu dapat ditampung dalam suatu lembaga koperasi yang diharapkan lebih banyak mengarah kepada bagaimana keluarga-keluarga yang ada di daerah di sekitar sekolahannya dapat memanfaatkan kemampuan. Ketersediaan materi dan permintaan yang ada pada tingkat pedesaan. Pada program yang lebih lanjut. dalam bidang sosial ekonomi masyarakat. setiap keluarga di pedesaan. bersama para siswa dan para gurunya. dapat mengembangkan koperasi industri mikro di desanya masing-masing sebagai kekuatan komplementer terhadap bidang pertanian. Di dalam industri pedesaan atau industri keluarga atau bahkan warung atau pusat jasa lain di pedesaan. para orang tua dan keluarga di sekitar sekolah dapat menjadi teladan dimana pusatpusat usahanva sekaligus menjadi wahana pembangunan bangsa karena dipergunakan oleh para siswa sebagai tempat prakteknya. Koperasi yang dibentuk bukan lagi koperasi sekolah tetapi suatu koperasi yang sekaligus menjadi sekolah karena berakar kuat dalam masyarakatnya. Menarik minat masyarakat Pada hari-hari libur. misalnya hari Sabtu dan Minggu. setiap sekolah dapat mengadakan kegiatan seni dan olah raga di sekolahnya dengan mengundang orang tua dan masyarakat sekitar. Selain untuk mempertunjukkan kegiatan sekolah. kedatangan orang tua atau khalayak yang lebih
10
besar itu sekaligus dapat dimanfaatkan untuk merangsang usaha ekonomi koperasi yang ada di daerah yang bersangkutan. Berbagai penjualan hasil produk koperasi setempat dapat dijual yang sekaligus merupakan ajang pameran kemampuan para siswa untuk mengelola industri atau warung jasa yang ada di kampung di sekitar sekolahnya. Dalam rangka pengembangan dan pemberdayaan keluarga di desa-desa. Terutama di sekitar pusat-pusat pendidikan seperti ini. di seluruh Indonesia. ada baiknya lembaga- lembaga seperti PKK. lembaga atau organisasi lain dengan tujuan serupa di pedesaan diajak serta untuk membantu. Gerakan membangun seperti ini harus bersifat antisipatif menolong keluargakeluarga kurang mampu mempersiapkan diri dengan berbagai program dan kegiatan yang mengarah pada usaha menolong keluarga kurang mampu. Karena kedekatan organisasi seperti ini dengan masyarakat dan keluarga pedesaan. Maka lembaga seperti PKK dan organisasi lain itu diharapkan dapat menampung aspirasi yang berkembang di tingkat pedesaan. Mereka sekaligus dapat pula menjadi advokator yang merangsang berkembangnya motivasi untuk mengembangkan demand baru yang banyak manfaatnya untuk pengembangan keluarga yang sejahtera dan mandiri. Namun demikian, sebelum lembaga-lembaga seperti ini mampu menyajikan peran barunya. mereka perlu diperkenalkan dengan sistem BBE dan sistem pendidikan yang akan dibantunya. Mereka perlu didampingi oleh para guru yang mengerti masalah pendidikan dan bagaimana bertindak menjadi pendamping anak-anak didik yang kemudian akan diasuhnya. Para keluarga yang mempunyai usaha itu harus memberikan tuntunan tetapi tidak mendikte agar kemampuan nalar dan prakarsa setiap siswa dalam magang tetap dapat berkembang secara wajar. Untuk menjadikan lembaga-lembaga ini kekuatan pembangunan ekonomi yang paripurna. di setiap desa. Diharapkan setiap lembaga di desa bisa diperkenalkan pula kepada lembaga keuangan yang ada di sekitarnya. Idealnya di setiap desa dilengkapi dengan lembaga keuangan mikro untuk membantu keluarga yang ikut aktif dalam kegiatan ekonomi pedesaan tersebut dengan baik. Lembaga keuangan mikro di tingkat pedesaan itu bisa melakukan advokasi yang dilengkapi dengan dukungan pendanaan yang kuat. Dengan cara itu advokasi lembaga keuangan mikro itu dapat betul-betul membantu pemberdayaan ekonomi atau industri kerakyatan di tingkat pedesaan dan di tingkat perkampungan di kota-kota. Pembentukan atau pengadaan lembaga keuangan mikro di tingkat pedesaan itu dapat diserahkan atau bekerja sama dengan pemerintah daerah di kabupaten atau di propinsi yang bersangkutan atau dengan bank-bank yang ada di daerah tersebut. Dengan adanya lembaga keuangan mikro dan setiap keluarga yang kuat fungsi ekonominya memihak sistem ekonomi kerakyatan. maka setiap keluarga di sekitar pusat- pusat pendidikan dapat diarahkan untuk makin dekat dengan anak didiknya dan diharapkan akan menghasilkan lulusan sekolah yang siap bekerja. Lebih-lebih lagi kalau sekolah dan lembaga keuangan mikro itu sangat erat hubungannya di daerah. Lembaga keuangan mikro dapat diarahkan untuk menjadi mitra dari sekolah. sehingga setiap siswa dapat diarahkan untuk hidup hemat dengan menabung dan akhirnya belajar memupuk modal untuk keperluan melanjutkan pendidikan atau untuk membiayai belajar mereka secara mandiri. Lebih dari itu kepada para anggota keluarga kurang mampu. Melalui atau bersama anakanaknya yang sedang bersekolah dapat diberikan kesempatan untuk bekerja dengan dana yang berasal dari lembaga keuangan mikro atau ikut serta secara magang dalam usaha orang lain yang mendapat dana dari lembaga keuangan mikro yang ada di desanya. Dengan demikian. baik untuk dirinya sendiri atau untuk anaknya yang sedang bersekolah. setiap keluarga diberi
11
kesempatan memperoleh kesempatan kerja. Baik langsung sebagai nasabah bank atau tidak langsung ikut serta pada mereka yang telah mempunyai usaha yang tingkat produktifitasnya tinggi. Bekerja langsung bagi keluarga kurang mampu artinya setiap keluarga mempunyai usaha mandiri yang akan memberi makna sama dengan bekerja pada keluarga atau usaha lain yang akan mempekerjakan anggota keluarga kurang mampu. Dengan pendekatan ini maka koperasi dengan tenaga ahli yang berasal dari dunia pendidikan dan keanggotaan yang berasal dari masyarakat luas di sekitar pusat pendidikan akan mempunyai fungsi ganda. melayani kebutuhan masyarakat dan menyiapkan kader-kader pembangunan ekonomi dengan wawasan kebersamaan. Departemen koperasi dan Departemen Pendidikan Nasional dapat bekerja sama mewujudkan cita-cita ini bersama masyarakat sekitar pusat pendidikan atau kampus.
PEMBERDAYAAN PEREMPUAN, UKM, KOPERASI DAN KELUARGA SEJAHTERA Ketika Universitas Sahid, salah satu perguruan tinggi swasta di Jakarta yang makin maju, melakukan wisuda para sarjananya dengan megah, Menteri Negara Koperasi dan UKM Bapak H. Ali Marwan Hanan, SH. mendapat kesempatan menyampaikan Orasi Ilmiah dihadapan para anggota Senat Universitas Sahid, tamu, wisudawan, orang tua, saudara dan kerabatnya. Kesempatan itu beliau pergunakan untuk membawakan tema yang menarik, tentunya sambil promosi bidang tugas beliau, yaitu “Pemberdayaan Koperasi dan UKM dalam Pembangunan Nasional Berwawasan Kewirausahaan”. Biarpun beliau memulai uraiannya dengan menyatakan bahwa pengembangan dan pemberdayaan koperasi dan UKM saat ini tidak lagi dipandang sebagai usaha yang marginal, tetapi beliau merasa bahwa pengembangan sumber daya insani dalam bidang ini masih terbatas. Beliau juga menyayangkan bahwa dukungan dalam pengejawantahan dalam jiwa kewirasuahaan masih kurang, sehingga pengembangan koperasi dan UKM yang dijalankan dalam pengembangannya belum berbasis jiwa kewirausahaan. Dengan logika itu beliau mendukung dilanjutkannya Gerakan Pemasyarakatan dan Pembudayaan Kewirausahaan yang telah dicanangkan pemerintah terdahulu beberapa tahun sebelumnya. Semangat itu nampaknya sesuai dengan ajakan Menko Kesra Drs. Jusuf Kalla, yang didampingi Menko Ekuin Prof Dr Dorodjatun Kuncoro Jakti, dalam pertemuan Round Table Discussion tentang Penanggulangan Pengentasan Kemiskinan di Indonesia, yang diadakan di kantornya tanggal 16 Oktober tahun lalu. Pertemuan itu memberi harapan karena pemerintah tetap memberikan dorongan dan dukungan kepada berbagai lembaga masyarakat, termasuk kepada Yayasan Damandiri, untuk mengambil peran positip dalam upaya-upaya pemberdayaan masyarakat yang pernah diadakan dan masih berlangsung sampai dewasa ini.
12
Pertemuan yang bisa dianggap momentum yang strategis itu ditambah lagi oleh Pidato Orasi Ilmiah Menneg Koperasi dan UKM yang disamping mengakui, tetapi juga memberi harapan kemungkinan dukungan pemerintah dalam gerakan pemasyarakatan dan pembudayaan kewirausahaan yang memihak kepada rakyat kecil di pedesaan. Dukungan pemerintah itu mempunyai makna yang sangat signifikan karena pada umumnya para pemimpin di tingkat pedesaanpun belum seluruhnya memihak kepada usaha-usaha ekonomi produktip yang dilakukan oleh wirausahawan kecil dan menengah. Kenyataan itu tidak seluruhnya harus dibebankan kesalahannya kepada konsumen, tetapi para pengusaha kecil dan menengah yang menjadi “produsen” sering tergoda untuk “cepat kaya” dan “cepat berhasil” sehingga “mengabaikan” konsistensi kualitas yang bisa mempromosikan diri sendiri atau minimal menjadi bahan kelangsungan kehidupan kegiatan koperasi dan usaha kecil menengah tersebut. Pemberdayaan Perempuan untuk Pilihan yang Demokratis Secara menarik beliau meyakinkan para wisudawan Universitas Sahid bahwa wirausahawan adalah pejuang yang gagah, luhur, berani, dan pantas menjadi teladan dalam bidang usaha. Wirausaha adalah orang-orang yang memiliki sifat dan kewirausahaan seperti keberanian mengambil resiko, kreatifitas dan keteladanan dalam menangani perusahaan dengan berpijak pada kemauan dan kemampuan sendiri. Beliau juga memberikan pengertian kepada mereka yang baru lulus untuk berpikir jernih. Keberhasilan dalam menjalankan Koperasi dan Usaha Kecil yang berjiwa wirausaha bukan hanya dilihat dari kemajuan dan keberlanjutan hidup perusahaan, tetapi juga dilihat dari kemampuannya dalam memberikan kesempatan dan perluasan lapangan kerja bagi masyarakat, meningkatnya kesejahteraan anggota dan karyawan serta adanya peningkatan kualitas lingkungan lokasi usahanya. Pengertian yang beliau berikan itu mungkin saja mudah dituliskan dan dibacakan, tetapi sungguh sangat sukar untuk diterapkan dalam era pergumulan perekonomian dewasa ini. Oleh karena itulah Yayasan Damandiri selama enam tahun ini mengkaitkan dukungannya terhadap kampanye Gerakan Pemasyarakatan dan Pembudayaan Kewirausahaan yang disebutkan diatas melalui upaya pemberdayaan perempuan secara bertahap. Tahapan awalnya melalui Program KB yang memberi kesempatan yang lebih besar bagi kaum ibu dan keluarga pada umumnya untuk mengurangi beban yang dipikulnya dalam lingkungan keluarga dengan mengatur kehamilan dan kelahiran anakanaknya. Dengan cara itu para Ibu dapat ikut berpartisipasi dalam pembangunan. Para ibu dapat ikut serta membangun keluarga, lingkungan serta mengembangkan sifat dan jiwa kewirausahaan dengan ikut serta dalam gerakan pemberdayaan ekonomi keluarga. Dengan dibukanya proses pemberdayaan melalui kesempatan itu ternyata selama enam tahun kegiatan Yayasan Damandiri di Indonesia ada sekitar 13,7 juta keluarga, yang diwakili oleh ibu-ibu dalam lingkungan keluarga itu, ”ikut sekolah” dalam “kursus” pemberdayaan ekonomi keluarga yang mengagumkan. Menurut laporan Kepala BKKBN, Prof. Dr. Yaumil Agoes C. Akhir, dan Direktur Utama Bank BNI, Drs. Syaefuddin Hasan, pada Rapat Tahunan Badan Pengurus Yayasan Damandiri awal 13
minggu ini, dari jumlah 13,7 juta keluarga itu, ada sekitar 10,3 juta keluarga bisa dianggap maju, menurut istilah Bapak Menteri Koperasi dan UKM, karena “berani mengambil resiko” dan mempunyai “inisitaip membuka usaha” dengan modal pinjaman kredit Kukesra yang dananya disediakan oleh Yayasan Damandiri dan disalurkan oleh Bank BNI sebesar Rp. 1,7 trilliun. Proses pemberdayaan itu dilanjutkan dengan berbagai upaya yang makin lengkap menuju pembudayaan Norma Keluarga Kecil yang Bahagia dan Sejahtera (NKKBS). Proses lanjutan itu sesuai dengan tuntutan bahwa dalam pemberdayaan paripurna, anakanak perempuan tetap mendapat perhatian. Seperti juga dalam wisuda minggu lalu, dari lima mahasiswa yang lulus dengan nilai paling tinggi ternyata empat orang mahasiswa adalah mahasiswa perempuan. Ini berarti bahwa anak-anak perempuan atau perempuan pada umumnya, kalau diberi kesempatan, dan mendapat pembinaan dengan baik, akan mampu menjadi sumber daya manusia yang unggul. Sebagai forum pembelajaran, ibu-ibu yang tergabung dalam kelompok, yang jumlahnya hampir mencapai 600.000 dan tersebar di seluruh Indonesia itu, setiap kelompoknya telah belajar berusaha dengan modal yang bervariasi. Diantara mereka ada yang mulai dengan modal hanya Rp. 200.000,- sampai Rp. 400.000,- . Tetapi, setelah dengan konsisten berusaha keras, tidak jarang yang usahanya berkembang dengan modal yang jumlahnya membengkak menjadi tidak kurang dari Rp. 5 juta sampai Rp. 25 juta. Tidak jarang ada kelompok-kelompok yang mempunyai usaha di pasar atau tempattempat strategis lainnya. Bahkan tidak jarang ada pula yang telah berhasil membentuk koperasi dengan omset usaha yang jangkauan pasarannya sangat luas sampai ke manca negara. Latihan Antisipasi Masa Depan Apabila kelompok keluarga, yang umumnya terdiri dari para Ibu, mampu mengembangkan sifat-sifat kewirausahaan, maka sesungguhnya para ibu bisa menjadi penggerak keluarganya secara menyeluruh. Anak-anak yang setiap harinya melihat ibu mereka sibuk, bapak mereka sibuk, akan terangsang untuk “meniru” kesibukan itu menjadi “sifat” dan ”sikap dasar” yang membudaya. Lebih-lebih lagi kalau ibu-ibu dan kelompoknya itu berhasil dalam usahanya, hampir pasti mereka menjadi idola dan “gayanya” akan ditiru oleh anak-anak dan lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu dengan kesepakatan bersama, BKKBN, Bank BNI dan Yayasan Damandiri, akan tetap melanjutkan skim pembelajaran itu menjadi skim pengembangan keluarga yang lebih besar. Skim itu adalah Kukesra Mandiri. Penyelenggaraan skim ini tetap dilakukan oleh jajaran BKKBN dengan dukungan dana dari Yayasan Damandiri. Pelaksanaannya di lapangan dimulai pada bulan April 2001 lalu. Penyaluran dana dilakukan oleh Bank BNI di wilayah-wilayah yang ditentukan oleh BKKBN dan bank penyalur dana. Karena keterbatasan dana, skim ini terbatas di beberapa daerah saja. Mulai bulan Nopember 2001 skim Kukesra Mandiri juga akan dilayani oleh Bank Bukopin di daerah-daerah terpilih. Dana untuk keperluan ini adalah dari cicilan 14
Kukesra yang tahapannya telah berakhir. Dukungan dana untuk Kukesra Mandiri melalui Bank Bukopin untuk sementara hanya berasal dari Yayasan Damandiri. BKKBN sedang berusaha untuk mencari dana dari sumber lainnya. Skim serupa, yang dikembangkan sejak tahun 1999 adalah Skim Pundi dan Pundi Kencana. Skim ini disediakan untuk kelompok dan perorangan di beberapa kota dan kabupaten di propinsi-propinsi Jawa dan Kawasan Timur Indonesia. Yang sudah mulai operasional adalah Propinsi-propinsi Banten, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, NTB, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Gorontalo, Maluku dan Maluku Utara. Program pembinaan dan dukungan dana kredit skim Pundi dan Pundi Kencana ini dilayani oleh Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Nusamba, BPR Artha Huda Abadi, Bank Pembangunan Daerah dan Bank Bukopin di wilayah-wilayah tersebut. Program ini diperuntukan bagi kelompok atau perorangan yang semula keluarga pra sejahtera dan keluarga sejahtera I tetapi telah mempunyai usaha kecil berkat Takesra Kukesra, atau berkat binaan kelompok dan instansi lain. Program ini menganut sistem pelayanan yang berorientasi pasar. Para peserta belajar menjadi nasabah bank yang baik, mempunyai sistem administrasi yang teratur, dan mengambil pinjaman dengan syaratsyarat yang mirip dengan persyaratan biasa. Tujuannya adalah untuk memperkenalkan para ibu atau kelompoknya kepada sumber dana yang ada di bank atau memperkenalkan kepada mereka melalui bimbingan secara profesional. Disamping bantuan untuk ibu atau orang tua kelaurga yang kurang beruntung, sejak beberapa tahun terakhir ini telah dikembangkan pula bantuan untuk anak-anak keluarga kurang mampu yang sedang sekolah pada SMU dan menyiapkan diri untuk menempuh ujian masuk perguruan tinggi. Idealnya adalah agar rantai kemiskinan dapat diputus dan tidak dilanjutkan oleh anak-anak atau cucu-cucu dari keluarga kurang beruntung tersebut. Karena seluruh upaya itu mempunyai tujuan memberdayakan kaum ibu, remaja perempuan, dan anak-anak, maka Kantor Menteri Negara PP dan jajaran lembaga atau organisasi wanita di daerah-daerah diharapkan dapat mengambil manfaat yang besar dari program-program tersebut. Meneg PP dan Yayasan Damandiri sependapat dan berharap informasi tentang beasiswa, kesempatan berusaha, dan kaitannya, dapat diteruskan kepada sasaran keluarga miskin dan anggotanya dengan baik, sehingga Ibu-ibu, remaja putri dan anak-anak bangsa yang berbakat tidak kehilangan kesempatan. PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DIBIDANG EKONOMI Ketika Kantor Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan mengadakan Rapat Koordinasi Nasional Pembangunan Pemberdayaan Perempuan di Jakarta, beberapa waktu lalu. Dalam pertemuan yang bersifat nasional itu diundang para wakil Gubernur dari seluruh Indonesia, para wakil dari berbagai instansi dan jajaran lain yang memberikan sumbangan nyata terhadap upaya pembangunan pemberdayaan perempuan.
15
Diantara bahan pembicaraan dipaparkan bahan-bahan tentang bagaimana kaum perempuan mendapat dukungan pemberdayaan dalam bidang ekonomi. Untuk mengisi bidang ini, disamping para pembicara dari kalangan pemerintah ditampilkan juga suatu panel yang diisi oleh para pakar dan pembicara dari kalangan swasta. Seperti biasa dimunculkan tokoh kondang Dr Dewi Motik Pramono, M.Si. yang memang sudah sangat terkenal dengan kiat-kiat membuka usaha dengan paparannya tentang kiat-kiat membuka usaha swasta, baik dalam ukuran kecil, menengah dan besar. Disamping itu diajak juga Yayasan Damandiri dalam rangka pembeberan dukungan usaha yang ditujukan kepada keluarga kurang mampu dalam bentuk bantuan untuk keluarga dalam rangka kegiatan ekonomi produktif yang bersifat mikro. Pada prinsipnya dukungan program yang diberikan oleh Yayasan Damandiri adalah pada beberapa kegiatan pembangunan pemberdayaan antara lain dalam bidang komunikasi, informasi dan edukasi. Dukungan dalam bidang ini dilakukan dengan menggalang kerjasama dengan berbagai media massa seperti Surat Kabar Suara Karya, Pelita, Berita Buana dan surat kabar daerah lainnya. Digalang juga kerjasama dengan beberapa majalah seperti Majalah Gemari, Dharmais, Amanah, Garda dan majalah lain yang diterbitkan oleh beberapa lembaga fungsional. Kerjasama juga dilakukan dengan radio dan tv, antara lain dengan radio Latin Rose, TV RI, TPI dan Indosiar. Kerjasama dengan kalangan budayawan khususnya dilakukan dengan Persatuan Pedalangan Indonesia (Pepadi) dan Sekretariat Nasional Pewayangan Indonesia (Sena Wangi) untuk penayangan lakon-lakon wayang kulit dan wayang orang melalui media berupa pertunjukan langsung atau siaran melalui layar TV. Kerjasama budaya juga dilakukan dengan beberapa lembaga dalam penayangan sinetron, baik yang mengandung pesan langsung secara utuh maupun melalui model penyajian tematik yang lebih cantik. Pesan-pesan yang dititipkan umumnya tentang sikap kepedulian terhadap keluarga kurang mampu dan atau dukungan terhadap usaha mereka. Pesan-pesan itu disampaikan melalui cerita tematik atau melalui dagelan dalam pertunjukan semacam itu. Dukungan pemberdayaan terhadap usaha kaum ibu juga sedang dijajagi untuk mengembangkan pelayanan KB secara mandiri. Usaha-usaha mempermudah peserta KB mendapatkan pelayanan suntikan sedang dijajagi untuk kemungkinan bisa memperoleh fasilitas dengan sistem kredit untuk tiga bulan, sehingga para peserta tidak merasa menanggung beban yang terlalu berat untuk setiap bulannya. Usaha ini akan segera dirintis di beberapa kabupaten di Jawa dan Bali. Dukungan terhadap pelayanan KB mandiri ini akan diwujudkan dengan memberikan kredit berupa alat kontrasepsi suntikan melalui para bidan yang menyuntikkannya dan kemudian para peserta yang biasanya harus membayar lunas untuk suntikan tiga bulan, dapat mencicilnya selama tiga bulan sehingga beban yang harus dibayar setiap bulannya relatif ringan.
16
Dukungan terhadap usaha pemberdayaan, khususnya pemberdayaan perempuan, mempunyai sejarah yang panjang sejak tahun 1995. Program dukungan yang pertama dilakukan adalah bekerjasama dengan BKKBN dan dimulai dengan gerakan nasional sadar menabung yang dimulai pada tanggal 2 Oktober 1995. Gerakan itu dimulai dengan membantu keluarga pra sejahtera dan keluarga sejahtera I untuk mulai menabung dalam tabungan Takesra. Sebagai pancingan awal diajak sekitar 11 juta keluarga kurang mampu dengan menyediakan tabungan awal untuk masing-masing sebesar Rp. 2000,- berupa buku tabungan Takesra BNI yang dananya disediakan oleh Yayasan Damandiri. Jumlah penabung sampai dengan bulan Mei 2002 mencapai 13,1 juta penabung atau keluarga dengan jumlah tabungan mencapai Rp. 213,9 milyar. Pada tahun 20002001 jumlah tabungan itu pernah mencapai Rp. 241 milyar yang kemudian banyak diambil karena situasi dan kondisi yang tidak kondusif. Selanjutnya para penabung boleh mulai mengembangkan usaha dengan bantuan kredit Kukesra. Kredit ini dimulai dengan Rp. 20.000,- sampai setinggi-tingginya sebesar Rp. 320.000,- untuk setiap keluarga. Sampai dengan bulan Mei 2002 jumlah kredit yang telah dinikmati oleh 10,5 juta nasabah di seluruh Indonesia adalah Rp 1,77 triliun. Kredit ini mempunyai ciri khusus karena nasabahnya adalah para ibu yang sekaligus menjadi tumpuan utama dalam pengembangan ekonomi mikro pada tingkat keluarga. Ibu menjadi tulang punggung pengembangan ekonomi keluarga. Dukungan terhadap pemberdayaan mandiri khususnya dilakukan melalui pendekatan tribina atau tridaya, yaitu dukungan terhadap pengembangan kesejahteraan masyarakat melalui berbagai usaha mandiri yang difokuskan kepada pemberdayaan manusia, lingkungan dan bidang usahanya. Dukungan difokuskan melalui penempatan manusia atau kaum ibu sebagai titik sentral dengan meningkatkan secara bertahap kemampuan manusia itu untuk bisa mengolah dan bergelut dengan kesempatan yang terbuka di dalam lingkungannya sendiri untuk akhirnya mampu bergerak dengan lebih bebas ke luar lingkungan yang makin luas. Untuk itu diberikan dukungan pembinaan dan kredit untuk mengolah usahausaha yang dapat menjadi panjatan sebagai sarana dan titik tolak untuk mengolah bahan baku dan segala yang bisa dimanfaatkan dari lingkungan sekitarnya. Misalnya, bahan baku untuk usaha itu diolah dari lingkungannya sendiri sampai habis. Apabila tidak mencukupi barulah dicarikan dukungan untuk mendapatkan bahan baku dari daerah lain yang lebih luas. Proses pembangunan yang bertahap ini dalam praktek memberikan dukungan pendidikan yang sangat praktis kepada para keluarga yang mendapat dukungan dan bantuan pendampingan.
17
Dukungan yang diberikan melalui berbagai jenis kredit adalah antara lain Kukesra Mandiri, Pundi dan Warung Sudara. Seluruh jenis kredit tersebut diberikan dengan bunga pasar dan syarat-syarat lain untuk kelayakan seperti halnya kredit biasa yang bersifat executing. Fasilitas kredit itu diberikan dengan mengembangkan kelompok-kelompok UPPKS yang biasanya berorientasi guru menjadi kegiatan UPPKS yang berorientasi pasar, yaitu dengan memberikan kesempatan pelatihan dan pemberdayaan ekonomi yang bersifat pasar. Kelompok-kelompok baru atau perorangan yang memenuhi syarat juga diberi kesempatan untuk berkembang. Karena Kukesra gaya lama akan berakhir pada tahun 2002, sedang dipikirkan untuk melanjutkannya menjadi Kukesra Mandiri atau bentuk lain yang persyaratannya berorientasi dengan syarat-syarat yang berlaku di pasar atau seperti layaknya kredit biasa. Proses baru itu sama sekali berbeda dengan Kukesra gaya lama yang berorientasi pelatihan. Kukesra baru nanti betul-betul bersifat executing dan para pelakunya harus sanggup untuk bersaing dengan para pedagang dan atau industriawan dengan gaya profesional. Disamping itu disediakan juga pembinaan dan kredit Pundi yang sifatnya adalah pembinaan dan pemberian kredit untuk usaha secara mandiri. Pundi ini bisa untuk usaha industri, jasa atau untuk kegiatan produktif lainnya. Khusus untuk kegiatan warung kecil atau mrican disediakan pembinaan dan kredit Warung Sudara atau Sistem Usaha Damai Sejahtera yang dikelola bersama Yayasan Indra di Jakarta. Karena ide proses pemberdayaan keluarga itu semula dikembangkan oleh Yayasan Damandiri bersama BKKBN, maka lembaga BKKBN, baik di pusat maupun di daerah, mendapat tempat istimewa dalam keluarga Yayasan Damandiri. Karena itu kelompok-kelompok BKKBN seperti UPPKS, apabila memenuhi syarat akan mendapat pelayanan istimewa dalam mendapatkan dukungan secara mandiri yang mulai tahun 2003 nanti akan menjadi satu-satunya program dukungan usaha dengan titik sentral pada manusia itu. Selain itu diharapkan PEMDA bisa mengembangkan berbagai peran fasilitasi, antara lain mengembangkan mutu kelompok dari kelompok yang dianggap siap mandiri. Upaya itu dapat dilakukan antara lain dengan mendirikan atau melakukan fungsi-fungsi latihan kepada para anggota kelompok yang dianggap baik. Bisa juga dengan mendirikan pusat-pusat pengembangan konsultasi bisnis yang menawarkan, membantu dan mengantarkan kelompok ke Bank-bank untuk mendapatkan pelayanan kredit. Bantuan itu bisa bersifat individual atau untuk kelompok yang bersifat bersama. Fee untuk kegiatan itu bisa dibicarakan dengan Bank yang memberikan pelayanan kredit untuk kelompok yang bersangkutan.
18
Ada dua pendekatan yang ditempuh oleh Yayasan Damandiri yang sekaligus bisa juga dilakukan oleh PEMDA, misalnya : i. 1. 2.
3.
Dukungan terhadap unit-unit pelayanan :
dengan membentuk Unit-unit Pelayanan yang bisa membantu Bank, yang menjadi pelaksana, dengan memberikan jasa melayani penelitian atau penyaringan calon penerima kredit; membantu mendirikan unti-unit pemasaran atau pasar di daerah-daerah yang dipandang perlu dan belum tersedia tempat atau unit-unit pemasaran itu. Hal ini bisa dilakukan dengan bekerjasama dengan pemerinah daerah atau dengan menghidupkan gagasan Pasar Tugu (Pasar Sabtu dan Minggu) yang dimasa lalu pernah marak dilaksanakan di mana-mana; dengan mempergunakan unit birokrasi sebagai pusat pemberdayaan sdm, memberikan atau mencarikan agunan dan mengerahkan anggota birokrasi atau PLKB sebagai pendamping untuk kelompok atau perorangan yang sedang belajar berusaha secara mandiri; ii.
Dukungan terhadap peningkatan mutu sdm :
Upaya ini dapat dikaitkan dengan program baru yang sedang digarap oleh pemerintah yaitu perubahan orientasi pendidikan pada pembekalan kecakapan untuk hidup sejahtera atau sistem Broad Based Educataion (BBE). PEMDA dapat ikut secara aktif memberikan dukungan terhadap upaya intervensi life skills dalam BBE yang berlangsung sepanjang hayat masih dikandung badan, baik melalui sistem pendidikan formal maupun sistem yang digarap dalam berbagai kelompok yang ada.
Untuk berbagai kegiatan itu diperlukan dukungan dana yang tidak sedikit. Dana untuk berbagai usaha tersebut diatas antara lain disediakan oleh Yayasan Damandiri melalui Bank BNI dan Bank Bukopin dengan seluruh cabang-cabang mereka di seluruh kawasan Indonesia timur, Bank Pembangunan Daerah (BPD) di Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, NTB, NTT, Maluku, Maluku Utara, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Nusamba di 20 wilayah, BPR Artha Huda Abadi di Pati, BPR YIS di Surakarta. Keseluruhan kegiatan itu disediakan untuk kawasan Indonesia timur. MEMBANTU PARA IBU MEMBANGUN KOPERASI Program Pemberdayaan Keluarga dalam bidang ekonomi yang sejak tahun 1995 diselenggarakan oleh BKKBN dengan dukungan Yayasan Damandiri telah menghasilkan tidak kurang dari 600.000 kelompok kader usaha keluarga di 19
seluruh Indonesia. Sebagian besar kader-kader itu masih sederhana dan perlu pembinaan lebih lanjut untuk bisa mandiri. Sebagian lainnya sudah agak maju dan dengan sentuhan sedikit saja bisa melanjutkan usahanya secara mandiri. Kelompok kedua ini memerlukan bantuan dan pendampingan untuk melanjutkan usaha dalam kelompoknya dan sebagian lagi bisa langsung membuka usaha sendiri secara mandiri. Di Kabupaten Sragen, yang letaknya tidak jauh dari kota Solo, akhir-akhir ini mulai ada usaha sistematis yang mendapat dukungan dari Bupatinya untuk membantu para ibu dalam kelompok-kelompok itu mengembangkan usahanya secara mandiri. Bahkan beberapa waktu lalu Menteri Pemberdayaan Perempuan, Ibu Sri Redjeki Sumarjoto, SH., berkunjung ke Sragen meresmikan gerakan pemberdayaan ekonomi kaum ibu itu. Peresmian itu merangsang kaum ibu yang semula telah bergerak dalam kelompok-kelompok kecil itu makin memperkuat tali kerjasamanya dalam bentuk ikatan koperasi yang berbadan hukum lebih kokoh. Dengan bentuk badan hukum koperasi itu mereka mengharapkan mendapat pembinaan sistematis dan lebih sungguh-sungguh dari berbagai lembaga pembangunan lainnya. Masyarakat dan keluarga Kabupaten Sragen yang dekat kota Solo dan hidupnya kecukupan bisa saja berbelanja dengan mudah dan membeli keperluan sehari-harinya di pasar maupun di toko-toko yang menawarkan segala macam barang kebutuhan dengan harga yang cukup bersaing. Ada toko-toko yang eksklusif menawarkan segala macam barang kebutuhan sehari-hari dengan harga yang sangat bersaing. Mereka bisa menikmati barang-barang yang ditawarkan dengan harga pabrik atau setidak-tidaknya mempunyai harga yang jauh lebih murah. Ada juga toko-toko yang memberikan penawaran istimewa dengan memberikan korting yang sangat tinggi seakan-akan barang-barang itu milik sendiri yang dijual sama dengan ongkos produksinya saja. Namun masyarakat kurang mampu atau hidupnya pas-pasan tidak bisa dengan mudah menyesuaikan diri dengan keadaan masyarakat yang lebih mampu itu. Mereka harus mengatur keadaan ekonomi rumah tangganya dengan sangat hati-hati dan kalau perlu terpaksa mengikuti selera yang disajikan oleh pelayanan warung-warung kecil yang ada di sekitar rumahnya. Bahkan tidak jarang mereka terkadang terpaksa harus membeli dengan sistem mencicil karena anggaran rumah tangganya tidak mencukupi. Jumlah keluarga dengan pola hidup seperti ini tidak sedikit. Karena variasi yang demikian itu, Kabupaten Sragen bisa menjadi suatu ajang pengembangan kesempatan usaha berbagai kelompok masyarakat. Salah satu usaha bersama yang bisa dikembangkan adalah usaha keluarga dari ibu-ibu yang bergerak dalam bidang-bidang yang sangat sederhana sekedar untuk mengembangkan dukungan hidup keluarganya. Disamping itu Sragen juga menjanjikan kesempatan kepada para pedagang untuk mengembangkan usaha di pedesaan sekitar tempat tinggalnya masingmasing melayani kebutuhan masyarakat yang ternyata masih melimpah. Kegiatan Para Ibu Sederhana 20
Yayasan Yekti Insan Sejahtera (YIS) yang selama ini bergerak membantu pemberdayaan kaum ibu di Solo, Sragen dan kabupaten sekitarnya, selama beberapa waktu belakangan ini sedang giat membantu para ibu di Sragen untuk mengembangkan koperasi swadaya masyarakat tersebut diatas dengan nama yang sama yaitu Koperasi Swadaya Masyarakat Yekti Insan Sejahtera atau KSM-YIS. Pembentukan koperasi di Sragen tersebut adalah sebagai wadah pembelajaran sekaligus pemberdayaan dari para pengurus dan anggotanya secara terpadu. Gagasan pembentukan koperasi ini berawal dari pengalaman Yayasan Indonesia Sejahtera (YIS) yang selama ini bekerja sama dengan BKKBN memberdayakan para ibu-ibu yang awalnya adalah para peserta keluarga berencana. Para ibu-ibu itu kemudian diajak bergabung dalam kelompok-kelompok. Dalam kelompok itu mereka diberi pelatihan untuk usaha kecil-kecilan di lingkungan RT dan RW-nya. Setelah mendapatkan bimbingan kewirausahaan para ibu itu diberi kesempatan untuk praktek dalam usaha yang bernilai ekonomi produktif. Dalam setiap usahanya para ibu didampingi para relawan dari Yayasan agar pada akhirnya dapat berdiri sendiri secara mandiri. Pendampingan itu dilakukan karena menurut pengalaman, kalau hanya dengan latihan dan diberikan modal, yang asalnya dari berbagai sumber, para ibu yang baru belajar itu belum bisa langsung berdiri dalam bidang usaha secara mandiri. Dengan pendampingan yang sangat telaten, sebagian dari kelompok-kelompok ibu-ibu berkembang dengan baik dan bisa diantarkan untuk mendapatkan pinjaman dari lembaga keuangan seperti BPR dan Bank lainnya dalam jumlah yang mencukupi untuk usaha yang lebih besar dan mempunyai kesempatan untuk makin mandiri. Ada juga yang kemudian memunculkan orang-orang tertentu yang sanggup untuk membuka usaha sendiri secara mandiri. Namun, biarpun segala usaha itu dilakukan dengan tanggung jawab renteng, dimana setiap anggota mempunyai kewajiban moril untuk tidak menyusahkan anggota lainnya, masih ada juga anggota yang nakal dan tidak dapat meneruskan usahanya karena dianggap menganggu keutuhan gotong royong antar anggota lainnya. Anggota-anggota seperti itu, biarpun jumlahnya sangat sedikit, biasanya keluar dari kelompok, atau karena alasan-alasan kerikuhan solidaritas, terdesak keluar dari kelompoknya. KSM-YIS yang sedang berkembang di Sragen mempunyai keanggotaan terdiri dari wakil-wakil kelompok yang semula berkembang dalam proses pelatihan sebelumnya. Kelompok-kelompok yang tadinya telah belajar dengan berbagai skim untuk usaha mandiri, dan berhasil, sedikit demi sedikit bergabung dalam koperasi yang baru tersebut. Ini berarti bahwa keanggotaan koperasi adalah keanggotaan yang awalnya dimulai dengan kelompok yang mempunyai usaha sendiri dengan modal yang relatif kecil sekedar memenuhi kebutuhan anggota dan masyarakat sekitarnya. Dengan bergabung dalam koperasi para anggota yang mewakili kelompoknya itu berharap makin dapat memperoleh dan bertukar pengalaman dengan kelompok lainnya. 21
Para anggota juga berharap bahwa kekuatan koperasi dapat menjadi pemersatu untuk mendapatkan akses permodalan yang lebih besar dari Bank, seperti Bank BPR atau lembaga keuangan lainnya. Para anggota juga berharap dapat memperoleh jaringan pemasaran dari produk-produk mereka yang lebih luas sehingga kesejahteraan anggota dari kelompok-kelompok yang diwakilnya bertambah baik. Koperasi ini semula hanya diikuti oleh anggota yang terbatas dari satu kecamatan. Pada saat ini telah berkembang dengan pesat dan diikuti oleh lebih dari 136 kelompok dengan lebih dari 2312 anggota dari 12 kecamatan. Koperasi ini terus menggulirkan program dan keanggotaannya dengan hati-hati karena ingin menjadi model yang dapat dikembangkan dengan program yang makin berbobot dan keanggotaan yang penuh kesadaran dan kebersamaan. Dalam proses pengembangannya koperasi ini menanamkan pengertian dan tata laksana ekonomi yang sehat, baik ekonomi anggota maupun ekonomi masyarakat sekitarnya. Tidak kalah pentingnya mereka juga menanamkan tanggung jawab bersama antar anggota untuk menjamin kehidupan yang lebih langgeng dari koperasi yang mereka bangun bersama itu. Karena itu dalam setiap usahanya dalam bidang ekonomi, seperti pengalaman mereka sebelumnya, mereka mengetrapkan keharusan bagi setiap anggota yang ikut serta untuk mengikuti latihan usaha sebelum mereka mendapatkan kredit yang diusahakan melalui koperasi tersebut. Disamping itu, apabila dipandang perlu ada anggota atau kelompok lain yang lebih berpengalaman untuk membantu mendampingi usaha yang mereka kembangkan. Dengan cara demikian koperasi itu bertindak sebagai fasilitator dan sekaligus juga pendamping untuk kelompok anggotanya. Model pengembangan usaha seperti itu sekaligus memberi kesempatan kepada setiap kelompok anggotanya untuk belajar mandiri dalam pengelolaan modal, produksi dan pemasaran dari produksi yang dihasilkannya. Keberhasilan dari usaha-usaha itu akan meningkatkan rasa percaya diri dari setiap kelompoknya untuk maju dan memberi dorongan kepada setiap anggota kelompoknya untuk meningkatkan kesejahteraannya sendiri dengan cara bekerja keras dan hidup gotong royong dengan para anggota lainnya. Produk Unggulan yang Berkembang Sebagai suatu koperasi yang belum berumur satu tahun, produk unggulan koperasi ini masih sangat terbatas. Tetapi dengan mengumpulkan modal dari anggotanya dalam bentuk simpanan pokok, simpanan wajib dan simpanan sukarela, koperasi ini bercita-cita dan mulai menyalurkan kredit untuk anggotanya. Dengan cara “menjual saham” kemampuan koperasi ini bertambah tinggi dan mampu memberikan kredit lebih besar kepada kelompok anggotanya. Selebihnya dari itu setiap kelompok kemudian bisa memberikan pinjaman kepada anggota kelompoknya dalam jumlah yang lebih besar. Koperasi juga mulai menjalin kerjasama dengan BPR dan Bank setempat untuk mendapatkan kepercayaan menjadi perpanjangan tangan dalam memberikan bimbingan dan penyaluran kredit dengan sistem bagi hasil dan keuntungan bersama. Koperasi mendapatkan semacam flafond untuk kredit yang bisa diteruskan dan kemudian setiap 22
kelompok ikut menanda tangani akad kredit dengan Bank yang menyalurkan kredit untuk kelompok yang dianggap memenuhi syarat. Dengan pengalaman itu koperasi mengembangkan tiga usaha pokok sebagai berikut, pertama, pelayanan tabungan yang dibedakan atas dua jenis tabungan yaitu tabungan untuk biaya pendidikan dan tabungan pemupukan modal biasa yang jangka waktunya diatur secara khusus. Usaha kedua adalah pemberian kredit kepada anggotanya berdasarkan kesepakatan yang diatur secara khusus dengan anggotanya. Salah satu syarat unik kredit koperasi ini adalah adanya “agunan tunjuk” untuk keamanan pinjaman anggotanya. Agunan ini adalah jaminan dengan menunjuk harta dari pengambil kredit koperasi. Dan yang ketiga adalah produkproduk pelatihan yang harus diikuti oleh setiap anggota yang ingin mendapatkan kredit usaha. Pelatihan-pelatihan yang ditawarkan adalah yang erat hubungannya dengan usaha yang diselenggarakan oleh kelompok yang bergabung dalam koperasi. Pelatihan itu meliputi topik-topik pelatihan manajemen kelompok swadaya masyarakat yang ditujukan khusus untuk kelompok yang baru. Diberikan juga pengetahuan dasar tentang tata cara pengembangan kelompok dan administrasi sederhana tentang kegiatan kelompoknya. Pelatihan dalam bidang usaha ekonomi produktif mencakup pelatihan tentang ekonomi rumah tangga yang dimaksudkan untuk menanamkan disiplin anggota dan kelompoknya dalam mengelola modal, berproduksi dan pemasaran yang disarankan untuk dikembangkan oleh anggota maupun oleh kelompoknya. Pelatihan usaha kelompok itu dilengkapi dengan pelatihan tentang usaha kecil yang memerinci lebih lanjut kebutuhan-kebutuhan lain dalam usaha kecil yang makin mandiri. Pelatihan ini dikaitkan pula dengan pelatihan tentang usaha untuk mengelola kredit mikro yang sangat diperlukan bagi setiap anggota atau kelompok apabila suatu ketika harus berurusan dengan Bank. Keistimewaan lain dari koperasi ini adalah cita-citanya untuk ikut bergerak dalam bidang sosial kemasyarakatan, misalnya dengan memberikan pinjaman dengan bunga sangat ringan untuk anggota yang mempunyai keperluan mengembangkan kesehatan reproduksi seperti ikut KB, memeriksakan kehamilan dan membiayai kelahiran anaknya. Bantuan juga diberikan berupa beasiswa untuk anak-anak anggota atau keluarga kelompok yang dianggap kurang mampu. Dengan cara-cara pengembangan itu kiranya banyak kelompok yang selama tigapuluh tahun terakhir ini telah dibina dan dikembangkan oleh BKKBN atau lembagalembaga pemerintah lainnya bisa dirangsang dan dibantu untuk dikembangkan menjadi lembaga bersama atau koperasi dengan usaha-usaha ekonomi produktif yang makin mandiri. Kalau kekuatan lembaga koperasi atau lembaga bersama ini bergerak dengan bimbingan yang tepat, rasanya kesejahteraan bersama akan segara terwujud.
KELOMPOK PEREMPUAN MENGEMBANGKAN PEMBERDAYAAN
23
Dalam semangat mengurangi kesenjangan dan membangun secara mandiri, kemungkinan pengembangan pusat-pusat industri dan perdagangan sebagai titik sentral pemberdayaan ekonomi kerakyatan di kampung-kampung di sekitarnya. Kita berpendapat bahwa upaya ini harus merupakan kesadaran bersama baik oleh para pengusaha maupun masyarakat yang ada di kampung-kampung dan desa-desa di sekitar pusat industri dan perdagangan. Tanpa kesadaran bersama upaya itu akan sia-sia saja. Pendekatan kebersamaan itu harus berbasis luas, yaitu mengajak keluarga, terutama para ibu-ibu di kampung untuk bersama-sama melayani para karyawan perusahaan yang setiap harinya tidak saja membutuhkan pekerjaan, makan, tempat untuk beristirahat, dan juga untuk memenuhi kebutuhan lainnya. Tuntutan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia dan kebutuhan lainnya itu, sebagai salah satu contoh, menjadikan para ibu dari desa-desa dan kampung-kampung di dekat pusat industri dan perdagangan di Kelurahan Kutisari, Kecamatan Tenggilis, Surabaya, bersatu dan mengembangkan dirinya menjadi kelompok usaha yang akhirnya dikembangkan menjadi lembaga koperasi berbadan hukum yang makin berbobot. Koperasi itu mengkoordinasikan kegiatan usaha penduduk kampung dan keluarganya untuk menghasilkan paket-paket pelayanan yang dibutuhkan oleh penduduk pendatang yang kebetulan menjadi karyawan pusatpusat industri dan perdagangan yang ada di sekitar kampungnya. Pemerintah daerah yang diwakili oleh Camat, Kepala Kelurahan dan aparat koperasi di daerah itu memberikan dukungan fasilitasi yang memudahkan penduduk dan keluarga di kelurahan itu mengurus surat-surat menjadikan kelompok usahanya menjadi koperasi yang berbadan hukum. Selanjutnya aparat yang sama juga memberikan kemudahan dan bantuan fasilitasi untuk mendapatkan kredit dari Bank Bukopin yang ada di daerah itu yang kebetulan mempunyai kegiatan pemberdayaan keluarga dengan kredit Warung Sudara yang didukung oleh Yayasan Damandiri dari Jakarta. Strategi praktis yang dikembangkan oleh kelompok koperasi di kampung itu sederhana dan mudah dilaksanakan. Para ibu diajak bergabung dalam kelompok usaha yang kemudian dikembangkan menjadi koperasi Bintang Anugerah. Koperasi itu selanjutnya memperluas keanggotaannya dengan mengajak semua keluarga di kampung itu yang mau bergabung. Koperasi mengadakan usaha bersama atau memfasilitasi anggotanya untuk membuka usaha sendiri. Pilihan ini seluruhnya diserahkan kepada masing-masing anggota untuk menentukannya. Untuk memperkuat koperasi yang baru tumbuh dan relatif belum mempunyai banyak simpanan, maka koperasi Bintang Anugerah mengajak keluarga yang relatif kaya menjadi pengurus yang aktif untuk membantu anggota lainnya yang dianggap masih kurang mampu. Dengan cara itu, ketika koperasi harus memberikan agunan untuk meminjam dana kredit dari Bank, maka anggota yang kaya itu dengan sukarela memberikan surat tanah dan surat kendaraannya sebagai agunan yang disyaratkan oleh Bank. Dengan cara gotong royong seperti itu Koperasi Bintang Anugerah mendapatkan kredit dari Bank dengan syarat-syarat yang lengkap sehingga para anggotanya dapat mempergunakan dana yang diperlukannya untuk mulai usaha atau memperluas usahanya. Koperasi sendiri mengharuskan anggotanya untuk membentuk kelompok-kelompok yang mengadakan usaha bersama atau membuka usaha masing-masing secara mandiri. Gabungan kelompok itu dipimpin oleh seorang ketua kelompok, sekretaris dan bendahara. Dengan adanya pimpinan kelompok semacam itu maka setiap kelompok dapat mengadakan usaha bersama atau saling tolong menolong untuk mendapatkan pinjaman dari koperasi dengan sistem tanggung jawab renteng. Dengan sistem tanggung jawab renteng ini maka keamanan pinjaman kepada koperasi dijamin oleh kepercayaan antar anggota yang masing-masing anggotanya mempunyai kewajiban moril untuk tidak mencelakakan anggota lainnya. Dalam keadaan kelompok itu membuka usaha bersama, maka seluruh anggotanya bekerja sama dan menghasilkan produk yang kemudian dipasarkan secara bersama juga. Dalam keadaan masing-
24
masing anggota mempunyai usaha pribadi, maka setiap anggota boleh saja mempunyai usaha pribadi dimana kelompoknya memberikan dukungan secara bersama-sama. Dengan cara itu Koperasi Bintang Anugerah dalam waktu kurang dari satu tahun telah mendapatkan pinjaman dari Bank Bukopin dan mulai dengan usahanya melayani penduduk yang sehari-harinya bekerja di pabrik-pabrik atau para mahasiswa yang kuliah di Kampus Universitas Petra yang letaknya tidak jauh dari Kelurahan tersebut. Koperasi Bintang Anugerah yang mempunyai anggota tidak kurang dari 289 ibu-ibu itu pada umumnya adalah berasal dari keluarga yang relatif kurang mampu dan masing-masing mempunyai usaha yang sangat bervariasi. Ada ibu-ibu yang membuat makanan yang bisa dipesan untuk sarapan pagi di rumah pondokan atau dikirim ke pabrik-pabrik terdekat untuk makan siang. Umumnya ibu-ibu yang mempunyai kegiatan masak memasak semacam ini juga melayani pesanan untuk makan malam dari mereka yang bekerja di pabrik dan mondok di kampung tersebut. Ada pula ibu-ibu anggota yang mempunyai usaha warung yang menyediakan segala macam keperluan sehari-hari. Ibu-ibu sederhana ini mempunyai omset yang cukup menggembirakan dan menjual dagangannya dengan beberapa sistem yang menarik. Ada ibuibu yang menjual keperluan sehari-hari itu dengan cara pembayaran cicilan untuk satu minggu dan atau untuk satu bulan. Cicilan satu minggu adalah bagi karyawan yang penerimaan pembayaran upahnya mingguan. Cicilan bulanan adalah bagi karyawan yang penerimaan upahnya dibayarkan bulanan. Para mahasiswa yang kebetulan juga tinggal di rumah-rumah penduduk di kelurahan itu juga ikut menikmati usaha bersama para ibu yang ada. Karena suasana sore dan malam hari di Kelurahan itu nampak marak dan penuh dengan vitalitas karena para karyawan muda, para mahasiswa dan penduduk setempat bisa mengadakan kegiatan bersama yang menggairahkan.
MENAMBAH ASET PASAR MEMBUKA KESEMPATAN
Untuk meningkatan kesempatan membangun, menambah lapangan kerja, biasanya kita mulai dari jalur produksi dengan membuka kesempatan kerja baru. Kita berusaha meningkatkan kemampuan mengolah bahan baku dengan tehnologi olahan menjadi produk yang canggih dan laku jual. Pendekatan ini biasanya mengalami hambatan karena kita biasanya tidak terlalu peduli menggarap pasar, aksesnya, dan penelitian tingkah laku konsumen yang membutuhkan barang produksi tersebut. Untuk mengatasi kesulitan, biasanya segera dipelajari tingkah laku konsumen dan mencoba menjual produk dengan tehnik-tehnik pemasaran yang cocok dengan tingkah laku tersebut. Gagasan untuk memperhatikan konsumen melalui segala pendekatannya biasanya membawa hasil yang lumayan, sehingga kedua pendekatan itu biasanya menjadi andalan untuk mencapai sukses. Pendekatan semacam ini untuk produk-produk manufaktur bisa berjalan lancar karena dikelola oleh suatu badan usaha yang lengkap dengan unit pemasaran yang tangguh dan mempunyai program yang komprehensip. Produk-produk manufaktur kemudian diciptakan dengan selera pasar setelah bagian pemasaran mengadakan riset pasar yang seksama. Perubahan bentuk dan penampilan produk disana sini yang dituntut pasar dengan mudah dilaksanakan agar menyesuaikan produk yang lebih akrab dengan pasar dan diminati oleh konsumen.
25
Dengan produk yang lebih akrab pasar mudah sekali konsumen seakan-akan dipenuhi seleranya dan harus membeli produk tersebut yang menurut “produsennya” telah sesuai dengan selera pasar dan produknya “seakan-akan” sudah sangat dibutuhkan oleh pasar. Bagian pemasaran dengan mudah bisa meng-“create” pasar dengan demand baru atas produk-produk yang dihasilkan oleh usaha besar atau usaha raksasa industri manufaktur tersebut. Sebaliknya dengan pengalaman dan hasil riset pasar itu bagian produksi makin bisa menyesuaikan produk-produknya menjadi produk yang seakan-akan diminati pasar. Padahal “pasar” itu sesungguhnya telah di-“create” oleh bagian pemasaran dengan tehnik komunikasi dan pemasaran yang canggih. Dengan ciptaan itu sesungguhnya bukan saja mereka bisa membaca selera pasar, tetapi dalam banyak hal mereka bisa juga mencipta pasar untuk barang-barang produknya yang beraneka ragam itu. Tidak jarang dibuat begitu rupa sehingga proses produksi mengikutsertakan para calon pengguna untuk meyakinkan bahwa proses produksi itu memang dikerjakan “sesuai dengan selera pasar”, atau sesuai dengan permintaan pasar. Unit produksi yang bergerak dengan cara demikian biasanya berhasil meyakinkan suatu “critical mass” yang menjadi pembela produsen bahkan bisa menjadi sangat fanatik terhadap hasil karya suatu produk-produk tertentu. Proses pengikutsertaan masyarakat dengan strategi itu bisa juga menimbulkan kebanggaan tersendiri kepada masyarakat akan produk manufaktur dari daerahnya yang menjadi ciri atau jati diri daerah yang bersangkutan. Usaha Kecil tidak memiliki Unit Pemasaran Keadaannya berbeda untuk usaha kecil dan menengah. Pada umumnya usahausaha kecil dan menengah tidak memiliki unit pemasaran tersendiri sehingga produkproduk yang dihasilkannya tidak mudah disesuaikan dengan selera pasar. Mereka juga tidak mampu untuk “meng-create demand”, tidak mampu mencipta pasar untuk menjual barang-barang produknya, sehingga produk-produk usaha kecil tidak mempunyai pasaran yang makin luas dan dapat sejajar atau menyaingi produk dari usaha manufakturing yang lebih besar. Yang lebih menyedihkan lagi adalah bahwa usaha kecil dan menengah umumnya tidak memiliki aset terhadap pasar karena beberapa sebab. Salah satu sebabnya adalah karena usaha kecil mempunyai modal yang sangat terbatas. Aset pasar umumnya sudah terlanjur dimiliki oleh usaha yang lebih mapan dan atau oleh usaha yang lebih besar. Ketidakmampuan usaha kecil untuk memiliki aset pasar ini sangat membatasi gerakan dari usaha atau pemasaran produk-produknya. Karena usaha kecil tidak memiliki unit pemasaran maka usaha kecil umumnya juga tidak mempunyai program pemasaran yang canggih. Upaya yang dilakukan lebih banyak mengandalkan pada kemurahan pemerintah untuk mengembangkan pemasaran atau pada sifat tradisional yang terjadi secara alamiah. Cara ini hanya memberi hasil yang sangat minimal. Lebih-lebih lagi dapat kita ketahui bahwa karena banyak keterbatasannya, umumnya pemerintah hanya bergerak dalam bidang yang bersifat pasip 26
yaitu memberikan legitimasi perijinan. Pemerintah tidak atau belum bergerak dalam bidang pemasaran produk-produk dari usaha kecil dan menengah yang ada. Kegiatan pemasaran seperti pembuatan paket-paket yang menarik konsumen, mengamankan produk dari segala cara untuk menarik konsumen tidak mendapatkan penanganan yang memadai. Begitu juga usaha kecil tidak bisa mengatur harga dari produk-produknya untuk bisa bersaing dengan produk dari usaha yang lebih besar, menutupi ongkos produksi pada jangka panjang dan menyediakan pelayanan yang memberi nilai tambah yang memadai untuk biaya promosi dan keperluan pemasaran lainnya. Membuka Aset Pasar Usaha Produk Pertanian Seperti halnya usaha kecil lainnya, produk pertanian, yang diusahakan oleh para petani di pedesaan juga kurang mendapat dukungan dalam hal pasar dan pemasaran. Produk-produk para petani ini mengalami nasib yang serupa dengan usaha kecil dan menengah. Produk-produk pertanian yang dihasilkan oleh para petani di pedesaan tidak didukung dengan strategi pemasaran yang memadai. Produk-produk para petani umumnya dipasarkan secara konvensional dari hari ke hari kepada pedagang pasar lokal atau pedagang-pedagang antara yang menjemput produk para petani itu di pedesaan. Dengan cara demikian jaminan harga dan kontinuitas penjualan juga sangat tergantung pada apa yang ada di sekitarnya itu. Adalah sukar sekali membuka aset pasar untuk para petani, lebih-lebih melihat produk pertanian yang kontinuitasnya sangat tergantung pada musim maupun faktorfaktor lain yang ada di sekitarnya. Produk-produk pertanian petani kecil itu juga tidak memperoleh standardisasi yang biasanya dituntut dalam suatu sistem pemasaran modern. Karena tidak ada standardisasi juga tidak ada ketentuan harga yang baku serta mudah diikuti oleh pasar dan para konsumennya. Salah satu terobosan yang berani sedang dilakukan oleh sebuah perusahaan swasta dari Tanggerang bernama PT Selarasgriya Adigunatama. Perusahaan ini, tidak seperti lainnya, memulai usahanya tidak dari jalur produksi tetapi justru dengan membuka pasar dan menambah aset pasar bagi para pengusaha kecil dan para petani yang berasal dari desa-desa. Aset pasar itu dibuka dengan strategi yang menarik. Pertama, PT Selarasgriya Adigunatama menanam investasi besar-besaran merencanakan membuka jaringan pasar dengan ketentuan yang lentur agar para pengusaha kecil, menengah dan khususnya para petani dengan tanah sempit dan hasil yang relatif kecil dapat memperoleh aset pasar dengan mudah. Segala kemungkinan dengan tujuan agar setiap petani atau pengusaha kecil memperoleh aset itu diperhitungkan betul dengan seksama. Setiap jaringan direncanakan melayani suatu radius tiga sampai empat jam kendaraan dengan harapan sayur atau buah-buahan itu tetap segar sampai ke pasar yang disediakan;
27
Kedua, pasar dibuka dengan sistem manajemen terbuka sehingga para pedagang, para pengusaha kecil dan petani dapat memperoleh akses dengan mengetahui secara lebih pasti perkiraan ongkos-ongkos yang dibutuhkan untuk berdagang atau untuk ikut berjualan di pasar yang dibangun secara modern itu. Setiap pedagang, pengusaha kecil atau petani dapat berpartisipasi sesuai dengan kemampuan karena mengetahui biaya yang harus dikeluarkan atau ditanggungnya. Segala ongkos-ongkos yang harus dipikul oleh setiap penghuni dijelaskan kepada para nasabah dengan transparan sehingga tidak ada biaya sembunyi yang harus datang secara mendadak dan diluar perhitungan; Ketiga, pasar dibuka dan disewakan dengan harga sewa yang bervariasi agar mereka yang mampu untuk menyewa dalam jangka panjang dapat melakukannya dengan mudah. Sebaliknya mereka yang hanya mampu menyewa untuk jangka pendek atau bahkan harian dapat pula melakukannya dengan sama mudahnya. Yang menjadi pedoman penting adalah bahwa pasar itu menjadi wahana untuk berpartisipasi dalam membangun kesejahteraan warga penghuninya; Keempat, mereka dapat memperoleh informasi tentang barang dan produk apa saja yang laku jual di pasar itu melalui sistem informasi yang dikeluarkan oleh manajemen pasar secara teratur. Informasi yang teratur ini dapat dipergunakan untuk memprediksi kebutuhan pasar bagi setiap nasabah yang memiliki kios di pasar itu. Prediksi kebutuhan pasar itu disebarluaskan juga kepada para petani agar mereka dapat mengatur pola tanam untuk tidak menggoncangkan keseimbangan supply dan demand yang bisa mengacaukan harga penjualan. Prediksi penjualan atau kebutuhan pasar itu juga berguna untuk konsumen yang bakal datang agar mereka mendapat dukungan dari para produsen yang membaca kebutuhan produk apa yang harus dihasilkan untuk mengisi pasar pada suatu periode tertentu. Pengaturan keseimbangan antara supply dan demand oleh para pedagang yang ada di pasar dan para produsennya menghasilkan pula upaya bersama pemeliharaan kualitas dari produk yang dihasilkannya; Kelima, pasar dan asetnya dikelola bersama oleh pemilik pasar, penghuni pasar, para usahawan, petani supplier, konsumen serta tamu pada umumnya. Segala kebutuhan sehari-hari pasar dan penghuninya mendapat perhatian yang seksama seperti misalnya keperluan untuk sholat disediakan masjid dan mushola yang lengkap, keperluan untuk kebersihan dijamin dengan penyediaan air yang melimpah dengan tower yang bisa untuk mengatur pengglontoran seluruh kawasan pasar secara periodik, keamanan dijamin dengan sangat baik agar tidak ada rasa kawatir bagi para penghuninya. Disamping hal-hal diatas pasar dan sekelilingnya juga dikelola dengan fasilitas yang memadai seperti misalnya adanya jalan-jalan dalam pasar yang lebar dengan akses langsung ke setiap kios. Setiap kendaraan bisa merapat sampai ke pinggir kios-kios yang memudahkan para penghuni kios menurunkan dan mengangkat barang-barang ke kendaraan yang merapat ke pinggiran masing-masing kios. Setiap penghuni kios bisa dengan mudah mengawasi dinaikkan dan diturunkannya barang-barang ke kendaraan yang ada. Tower air yang cukup kecuali untuk membersihkan pasar, juga menjamin tempat-tempat pencucian bagi beberapa kios makanan mencuci piring dan keperluan lainnya. 28
Dengan kebijaksanaan dan pola pengelolaan itu PT Selarasgriya Adigunatama mulai berhasil. Dalam kasus di Pasar Induk Tanggerang, dia berhasil menggairahkan pasar yang dibangun dengan modal swasta itu. Setiap siang mulai berdatangan truk-truk pengangkut dari sumber daerah asal pertanian. Menjelang malam sampai tengah malam berdatanganlah pembeli secunder dari pasar-pasar di Tanggerang sampai ke wilayah Jakarta Barat dan Jakarta Pusat sampai ke Jakarta Utara, mungkin juga bahkan ke seluruh Jakarta. Akses ke pasar itu sangat mudah karena bisa melewati jalur tol ke Bandar Udara Soekarno Hatta yang memudahkan hubungan antara Tanggerang dan Jakarta sekitarnya. Kalau eksperimen yang sungguh sangat menarik ini berhasil, PT Selarasgriya Adigunatama akan memperluas usahanya ke Palembang dan Surabaya dengan pola yang sama. Pola ini tidak lain adalah menyadiakan pasar modern yang dikelola dengan cara terbuka, profesional dan sangat memperhatikan penghuninya lengkap dengan segala kebutuhannya. Semoga makin banyak perusahaan yang peduli terhadap petani, usaha kecil dan menengah di Indonesia karena kesejahteraan mereka adalah kesejahteraan kita bersama juga.
BAB III MEMBANGUN ASRAMA MAHASISWA BERBASIS MASYARAKAT Upaya menjadikan kampus atau pusat pendidikan sebagai pusat pembangunan atau pusat pengembangan wilayah dapat ditempuh dengan berbagai cara. Salah satu syaratnya adalah perlunya dikembangkan upaya untuk menyatukan masyarakat kampus dengan masyarakat sekitarnya. Karena setiap cara mempunyai kelebihan dan kekurangannya, terlebih dulu perlu disatukan manusia-manusia kampus dengan masyarakat sekitarnya. Salah satu cara yang bisa ditempuh adalah dengan membangun koperasi atau usaha ekonomi kampus berbasis masyarakat atau sebaliknya yang salah satu usahanya adalah membangun asrama mahasiswa berbasis kemasyarakatan. Seperti kita ketahui, selama ini kampus dikenal sebagai suatu sosok yang sangat terhormat, dihargai karena mempunyai kekayaan intelektual, baik dalam bentuk ilmu pengetahuan atau dalam wujud nyata berupa sumber daya manusia. Namun tidak jarang kampus dianggap sebagai suatu aset yang lepas dari masyarakat sekitarnya, sengaja atau tidak sengaja. Kegiatannya bisa bersifat ekslusif dan diikuti oleh masyarakatnya sendiri, dan tidak jarang dalam kegiatannya itu justru berakibat makin jauh dari masyarakat sekitarnya. Kegiatan itu justru menjadi sangat ekslusif sehingga menjadikan kampus berjarak jauh dengan lingkungannya. Masyarakat sekitar kampus yang mungkin saja sangat sederhana, miskin dan lugu, karena dekat dengan kampus, merasa lebih miskin dan tidak bisa mengambil manfaat dari keberadaan kampus di kampung atau di desanya. Masyarakat bisa merasa 29
tidak mempunyai kegiatan yang relevan dengan kampus. Tidak jarang untuk mendekati kampus masyarakat terhalang karena jarak psychologis itu. Mereka menjadi makin jauh dan tidak ada alasan-alasan lain untuk saling mendekati. Upaya mendekatkannya dengan berbagai jalan, baik itu yang bersifat budaya dan sosial mengalami banyak hambatan karena perbedaan kepentingan dan atau karena alasan-alasan lainnya. Padahal apabila kedua komponen masyarakat itu dapat bersatu dan saling isi mengisi niscaya banyak hal dapat dikerjakan bersama dan bisa dihasilkan kesejahteraan yang bisa dinikmati bersama pula. Lebih-lebih lagi kalau kampus itu harus mandiri dan mengembangkan dirinya menjadi suatu unit ekonomi yang kokoh kuat berdiri dalam lingkungannya. Salah satu cara untuk mendekatkan kampus dengan lingkungannya adalah dengan mengadakan usaha bersama untuk menempatkan mahasiswa dalam asramaasrama yang dibangun dengan berbasis kemasyarakatan. Usaha membangun asrama itu dapat dimulai dengan membangun usaha bersama atau koperasi usaha, baik yang dimotori oleh kampus atau yang dimulai oleh masyarakat sekitarnya. Dalam hubungan ini setiap koperasi atau usaha bersama yang dibangun di kampus, apakah itu koperasi kampus yang dimotori oleh para karyawan atau civitas akademika, atau usaha ekonomi lainnya, harus mempunyai sifat usaha ekonomi yang keanggotaannya terbuka, artinya usaha ekonomi itu boleh dan harus diikuti oleh penduduk sekitar kampus. Upaya ini akan marak dan memberi manfaat yang besar karena tenaga-tenaga profesional dari kampus dapat menjadi pemikir dan pelaksana untuk mengembangkan usaha dengan jangkauan yang sangat luas, tidak saja di sekitar kampus tetapi juga wilayah lain di luar jangkauan kampus atau di luar desanya. Sebaliknya penduduk sekitar dapat menjadi karyawan dari usaha ekonomi itu dan sekaligus partisipan aktif, pemegang saham, mengikutkan penyertaan modal, atau menjadi anggota koperasinya, sehingga kemakmuran dan kesejahteraan penduduk yang sekaligus adalah anggota usaha itu atau anggota koperasi dapat ditingkatkan. Dengan cara itu kesenjangan antara kampus dan masyarakat sekeliling dapat dicegah dan kampus tidak membuat iri hati atau menyebar kebencian di luar wilayahnya. Para tenaga profesional, apakah itu dari fakultas ekonomi atau dari fakultas lainnya dapat terjun sebagai pengurus badan usaha atau koperasi itu sehingga dapat ikut serta merencanakan kegiatan ekonomi kerakyatan yang marak. Sebaliknya para penduduk sekitar kampus dapat “ikut kuliah” dengan terjun sebagai anggota badan usaha yang pengurusnya sebagian adalah para dosen dan mahasiswa yang berasal dari kampus tersebut. Salah satu kegiatan yang dapat dikerjakan oleh badan usaha atau koperasi kampus itu adalah membangun asrama mahasiswa yang berbasis kemasyarakatan. Asrama itu tidak perlu dibangun berupa gedung-gedung besar yang megah tetapi cukup bahwa sebagian rumah penduduk disulap menjadi asrama dengan penghuni tidak lebih dari dua atau empat orang mahasiswa saja di setiap rumahnya. Dengan cara demikian maka asrama itu dibangun dengan berbasis kemasyarakatan yang luas. Para mahasiswa 30
menyebar di rumah-rumah penduduk yang bergabung dalam suatu usaha bersama. Koperasi atau usaha asrama mahasiswa itu memelihara kegiatan secara profesional, dengan tata cara dan kondisi yang tertip, dan setiap rumah pondokan mengikuti standar minimal yang disyarakatkan dengan ketat oleh kebersamaan itu. Mula-mula setiap penduduk yang menjadi anggota usaha itu mempunyai rumah dan fasilitas sederhana apa adanya. Badan usaha atau koperasi yang ada dengan dukungan kredit dari Bank, misalnya Bank Pembangunan Daerah (BPD), mengusahakan perbaikan sarana rumah-rumah itu untuk layak ditempati oleh para mahasiswa yang belajar pada perguruan tinggi tersebut. Sebagai contoh koperasi dapat menentukan standard luasnya kamar untuk setiap mahasiswa, lampu penerangan untuk belajar, kamar mandi dan wc, serta keperluan ibadah dari mahasiswa yang menempati pondokan tersebut. Setiap rumah pondokan menyatu bersama dalam bentuk koperasi atau dalam bentuk usaha bersama yang kemudian bisa mendapat dukungan tenaga tehnis dari universitas, misalnya tenaga ahli penasehat bangunan dari fakultas tehnik untuk renovasi dengan mendapatkan bahan-bahan yang baik dan murah. Mereka bersama membangun ruangan dengan standard yang ditentukan. Setiap rumah dan kamarnya kemudian mendapatkan dukungan standardisasi dengan pengawasan yang ketat dari organisasi bersama agar memenuhi persyaratan minimal layaknya sebuah asrama mahasiswa. Dengan standardisasi bangunan dapat pula diberikan dukungan bagi setiap mahasiswa sehingga sewa kamar relatif seragam dan murah tetapi tidak merugikan pemilik rumah yang sekaligus adalah anggota badan usaha kampus tersebut. Tentunya jarak antara rumah atau asrama dengan kampus juga perlu mendapat perhatian dan jaminan dengan harga sewa yang bervariatip. Di tiap-tiap pondokan dapat disediakan bacaan untuk menunjang tugas-tugas mahasiswa atau setiap beberapa rumah disediakan satu tempat dimana buku-buku mahasiswa yang lama ditinggalkan untuk menjadi bahan bacaan teman lain yang lebih junior. Dengan cara demikian koperasi memelihara juga hubungan antara anggota lama dengan anggota baru yang seluruhnya adalah mahasiswa dari jurusan atau dari fakultas yang sama. Penduduk setempat dengan bantuan dan kerjasama mahasiswa menyediakan fasilitas perpustakaan turun temurun itu sebagai bagian dari pelayanan yang diberikan kepada para mahasiswa baru oleh mahasiswa yang telah lulus terlebih dahulu. Sebagian asrama itu dapat dilengkapi dengan ruang makan dan penyediaan makanan untuk setiap mahasiswa penghuninya. Namun, apabila fasilitas itu tidak dapat diselenggarakan oleh suatu asrama, maka sebagian penduduk lain yang adalah anggota badan usaha itu dapat dibantu untuk membangun dan mengembangkan warung-warung makan yang melayani mereka yang tidak makan di rumahnya atau yang melayani makan ekstra bagi mahasiswa yang kebetulan ingin mendapatkan variasi makan lainnya. Warung-warung makan itu sekaligus dapat melayani keperluan penduduk lain di desa itu sehingga keadaan pedesaan sekitar kampus menjadi bertambah marak karena 31
adanya warung makan yang banyak didatangi oleh para mahasiswa. Penduduk biasa dapat bergaul dan bersahabat dengan para mahasiswa yang makan dari warung yang sama. Anak-anak remaja dari pendidikan menengah, menengah atas dan lainnya dapat ikut nimbrung dalam warung-warung itu, yang sekaligus akan menghidupkan suasana rukun diantara anak-anak muda di pedesaan tersebut. Lebih lanjut dari pada itu sebagian rumah lainnya dapat menyediakan warung kebutuhan alat tulis menulis, warung kebutuhan dapur, atau fasilitas penatu, dan keperluan sehari-hari lainnya. Dengan cara demikian suasana kampung sekitar kampus itu akan lebih hidup dan marak dengan berbagai kegiatan ekonomi yang dinamik. Aspek modal usaha dan dana Salah satu syarat untuk membuka usaha harus ada visi dan misi yang jelas tentang usaha membuat asrama mahasiswa berbasis masyarakat itu. Usaha ini harus mendapat komitmen dari Pimpinan Kampus bahwa usaha itu tidak akan disaingi misalnya kampus membangun suatu asrama mahasiswa yang bersifat raksasa dan menampung banyak mahasiswanya. Apabila komitmen ini tidak ada bisa saja asrama mahasiswa yang berbasis masyarakat itu mendapat saingan dari dirinya sendiri dan akan memperlemah motivasi mahasiswa untuk tinggal dalam suatu asrama dengan basis masyarakat. Kecuali komitmen dalam hal penyediaan sarana yang sama atau hampir sama diperlukan pula komitmen ketenagaan untuk bersama-sama menjadi insan yang membantu pembangunan kebersamaan dan dukungan tehnis untuk membangun lembaga yang sifatnya berbasis kemasyarakatan tersebut. Komitmen ketenagaan ini menyangkut sumber daya untuk mengolah dan mengembangkan usaha serta sumber daya yang dapat menjadi pelaksana usaha bersama tersebut. Tanpa kejelasan tentang siapa saja tokohtokoh yang diajak mengembangkan usaha bersama-sama perlu dikaji dengan seksama feasibility dari upaya-upaya yang diusulkan itu dengan daya jangkau investasi untuk ditanamkan pada usaha yang disebutkan diatas. Komitmen sumber daya manusia ini agak luas, menyangkut sumber daya manusia untuk mengelola usaha serta sumber daya manusia yang dapat menjadi penyelenggara kegiatan-kegiatan ekonomi bersama tersebut. Perlu dipikirkan pula kemampuan sumber daya manusia untuk mempertimbangkan keputusan-keputusan pada tingkat tinggi dan operasional di lapangan. Perlu pula dipikirkan berapa kemampuan ketenagaan, terutama tenaga muda di kampung-kampung yang dapat diajak serta dalam usaha ini agar diperoleh keuntungan ganda yang wajar. Disamping komitmen ketenagaan perlu adanya kemampuan manajemen yang optimal agar bisa dilakukan berbagai pengelolaan yang profesional untuk memperoleh keuntungan yang memadai. Apabila hal ini tidak diselidiki dengan cermat bisa-bisa jenis usaha ini menimbulkan kekecewaan yang tidak ada gunanya. Akhirnya diperlukan dukungan pendanaan yang cukup agar usaha ini bisa dilakukan dengan wajar dengan kegiatan berkelanjutan dan lestari karena kampus akan 32
tetap berada di tempatnya sedangkan sikap dan tingkah laku masyarakat akan makin kondusif kalau proses itu berjalan lancar dan saling menguntungkan. Mudah-mudahan upaya mendekatkan kampus dengan masyarakatnya itu mendapat hasil yang optimal melalui pembangunan asrama mahasiswa berbasis kemasyarakatan dan suasana kampus sebagai pusat ilmu dan technologi makin kondusif sebagai pusat pembangunan bangsa dan negara tercinta.
DARI KUKESRA MENUJU GIRI MAKMUR
Selama enam tahun terakhir ini BKKBN bersama Bank BNI dan Yayasan Damandiri, dengan dukungan seluruh jajaran pembangunan di seluruh Indonesia, telah berusaha memberikan pendidikan dan pelatihan kepada keluarga-keluarga kurang mampu untuk mengentaskan dirinya dari lembah kemiskinan. Keluarga yang mendapat dukungan itu jumlahnya tidak tanggungtanggung, yaitu sebanyak lebih dari 13 juta keluarga dan tersebar di seluruh Indonesia. Menjelang Hari Ibu 2002 ada baiknya upaya ini diangkat kepermukaan karena sesungguhnya upaya ini adalah pemberdayaan perempuan. Sebagian keluarga yang mengikuti proses pemberdayaan itu, karena sudah bertahun-tahun mengalami penderitaan yang sangat menyedihkan, lebih-lebih lagi karena adanya musibah nasional semenjak tahun 1997-1998, belum berhasil dientaskan. Sebagian dari mereka malah makin terpuruk dan masih memerlukan uluran tangan pemerintah atau lembaga-lembaga lain yang lebih besar dan luas jangkauan operasionalnya untuk melanjutkan upaya yang telah dimulai. Tetapi ada pula kelompokkelompok keluarga yang mulai berhasil lepas dari lilitan kemiskinan dan bangkit menjadi warga negara terhormat di kampung, di desa atau di kabupatennya. Bagi keluarga-keluarga yang belum lulus, kadang-kadang upaya menolong mereka itu menjadi lebih sukar karena beberapa alasan. Ada kalanya keluarga kurang mampu itu merasa putus asa dan tidak berdaya. Atau karena alasan-alasan tertentu mereka merasa tidak cocok dengan cara atau para pendamping yang membantu mereka melepaskan diri dari belenggu kemiskinan. Ada kalanya para petugas sendiri bosan karena keluarga yang umumnya mempunyai latar belakang sosial ekonomi sangat rendah, buta huruf, sukar mengikuti perubahan dan merasa tidak mempunyai motivasi untuk maju. Ada saja para petugas tidak sabar menghadapi keluarga yang memerlukan ketelatenan pendampingan yang luar biasa. Mereka tidak sabar karena penggarapan yang sepotong-potong hampir pasti tidak akan banyak menolong. Menurut penelitian Drs. Oos M. Anwas dari Yayasan Damandiri, kelompok-kelompok keluarga yang berada di sekitar makam Sunan Giri Gresik, Jawa Timur, termasuk kelompok yang mempunyai pengalaman menarik. Kelompok-kelompok keluarga itu, seperti halnya kelompok lain seperti ini, di tahun 1995-1996 mulai mendapat bantuan pemberdayaan. Kelompok-kelompok itu, yang anggotanya terdiri dari para ibu, seperti juga kelompok lainnya, mula-mula bergabung dalam kelompok Akseptor KB. Kelompok ini kemudian berkembang menjadi Kelompok Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera (UPPKS). Para anggota kelompok ini diajak belajar menabung dengan jumlah tabungan awal sebesar Rp. 2.000,dan kemudian meningkat terus sesuai kemampuan dan perkembangan yang ada. Latihan belajar menabung itu sekaligus merupakan upaya pemberdayaan keluarga dalam bidang ekonomi. Selama mereka belajar menabung mereka juga bersama-sama berkumpul dan belajar membuat berbagai kerajinan yang kiranya dapat dikembangkan menjadi produk yang laku jual. Bahkan dalam kelompok-kelompok semacam itu, yang biasanya tergabung dalam kelompok PKK, diadakan juga kursus-
33
kursus ketrampilan sesuai dengan minat para anggotanya. Ada juga diadakan kursus-kursus sesuai dengan permintaan masyarakat yang ada di komunitas tersebut. Kelompok-kelompok semacam ini pada umumnya memilih pengurus yang tidak seluruhnya keluarga kurang mampu. Mereka kemudian bersama-sama mengembangkan kegiatan usaha yang bisa membantu meningkatkan kemampuan ekonomi rumah tangganya. Untuk keperluan itu kelompoknya mendapat kesempatan meminjam uang atau kredit Kukesra dari Bank BNI. Kesempatan kredit itu adalah karena mereka dianggap mempunyai tabungan yang kurang lebih dapat menjadi semacam syarat agunan atau untuk modal awal tanggung jawab renteng antar anggotanya. Pinjaman pertama dimulai dari Rp. 20.000,- untuk setiap keluarga, kemudian Rp. 40.000,- sampai akhirnya setiap keluarga boleh mengambil pinjaman sebesar Rp. 320.000,-. Karena keluarga-keluarga itu mempunyai usaha dalam kelompok yang terdiri dari 10 anggota atau 20 anggota, pinjaman yang setiap anggotanya relatif kecil kalau dikumpulkan dalam satu kelompok bisa mencapai jumlah yang cukup besar. Hasil pinjaman para anggota itu biasanya dipergunakan untuk usaha bersama. Dengan adanya pinjaman Kukesra, kelompok yang ada di sekitar makam Sunan Giri Gresik, dimana para keluarga ini umumnya sejak jaman dahulu telah mempunyai kemampuan dan pengalaman khusus dalam membuat barang-barang kerajinan, yaitu membuat perhiasan dari bahan tembaga, perak atau emas, segera memperluas usaha yang telah mereka geluti tersebut. Para Ibu yang tadinya tidak bekerja dan hanya membantu para suaminya di rumah saja, mulai menggeluti kerajinan itu melalui kegiatan kelompoknya. Dengan bimbingan ketua atau pengurus kelompok, para anggota itu menyatu dalam usaha bersama untuk membuat perhiasan dari bahan-bahan tembaga, perak dan sebagian juga dari bahan emas. Hasil dari usaha kelompok itu dijual di sekitar makam Sunan Giri atau dijajakan ke tempat-tempat lain yang dianggap menguntungkan. Karena mereka yang berziarah ke makam Sunan Giri umumnya ummat Islam, termasuk saat-saat menjelang Hari Raya lalu, penjualan hasil kerajinan itu dikombinasikan dengan penjualan barang-barang lain yang bernuansa ke-Islaman. Dengan bergabung dalam kelompok, para Ibu yang semula hanya ikut dalam gerakan KB, mulai ikut aktip dalam gerakan untuk mengentaskan keluarga dan masyarakat dari lembah kemiskinan. Upaya ini tidak mudah karena untuk masyarakat di sekitar makam Sunan Giri itu biasanya para ibu tidak biasa keluar rumah untuk bekerja, tetapi hanya tinggal di rumah membantu suaminya. Karena itu, pada saat-saat awal gerakan ini, sebagian dari para ibu yang tergabung dalam kelompok itu mendapat cemoohan dari sebagian masyarakat yang tidak menyukainya. Namun, karena usaha ini dilakukan dengan dukungan pemerintah dan para alim ulama yang selama ini memberikan dukungan terhadap upaya membangun keluarga sakinah, keluarga yang bahagia dan sejahtera, lama kelamaan merekapun mendapat dukungan untuk ikut serta dalam gerakan ekonomi rumah tangga tersebut. Justru dalam banyak kegiatan keluarga-keluarga itu mendapat dukungan dari para pemimpin setempat dan akhirnya juga dari suami-suami yang menjadi sadar bahwa dengan dukungan para ibu itu usaha membangun keluarga yang sejahtera menjadi lebih mudah. Salah satu kelompok yang cukup berhasil dan menonjol adalah sebuah kelompok yang dipimpin oleh Ibu Hasunasih, dari Desa Giri, Kecamatan Kebumas, Kabupaten Gresik. Kelompok ini mula-mula mempunyai anggota sebanyak 15 orang, tetapi karena alasan yang bermacam-macam sekarang anggotanya tinggal 10 orang. Ibu yang sudah agak lanjut usianya ini memimpin kelompoknya dengan aktip, tekun dan mempunyai banyak inovasi yang membuat kegiatan kelompoknya nampak menonjol. Seperti kebanyakan para keluarga yang ada di sekitar Makam Sunan Giri lainnya, anggota kelompok ini juga mempunyai keahlian membuat kerajinan dari tembaga dan perak secara turun temurun.
34
Namun kegiatan ini, karena tidak ada kepemimpinan, karena adanya kendala modal dan adat istiadat yang banyak mengekang, tidak banyak mengalami kemajuan. Sejak para keluarga di Desa itu bergabung dalam kelompok, kendala itu setapak demi setapak mulai dapat diatasi. Untuk mengatasi kendala modal, kelompok ini mula-mula termasuk kelompok yang menerima kucuran kredit Kukesra seperti diuraikan diatas. Setiap anggotanya menerima pinjaman mulai dari Rp. 20.000,- sampai sebesar Rp. 320.000,-. Dengan modal dari pinjaman Kukesra itu mereka bersama-sama bergerak dan memproduksi barang-barang kerajinan yang dijual di sekitar Makan Sunan Giri. Penjualan harian memang mula-mula tidak terlalu banyak, lebih-lebih karena persediaan bahan bakunyapun juga sangat terbatas. Tetapi sekarang, karena setiap anggotanya yang berjumlah sepuluh orang itu masing-masing telah mempunyai usaha sendiri, penjualan itu bertambah besar, lebih-lebih pada hari Sabtu dan Minggu dimana pengunjung makan relatif besar jumlahnya. Ibu Ketua Kelompok bahkan telah mempunyai kios yang menjual hasil kerajinan anggota atau produksi yang dihasilkannya sendiri. Ikut Dalam PON di Surabaya Keberhasilan kelompok Ibu Hasunasih ini tidak mudah. Seperti halnya kelompok Ibu-ibu lainnya kelompok ini pada tingkat awalnyapun menghadapi kendala adat masyarakat sekitar makam Sunan Giri. Menurut adat yang ada para Ibu tidak seharusnya keluar rumah untuk melakukan usaha. Tetapi dengan gigih Ibu Hasunasih dan kelompoknya berhasil menangkal kendala itu dengan penuh bijaksana. Seperti halnya kelompok lain di sekitar makam, hasil produksi kelompok ini juga dijual di sekitar makam Sunan Giri, dijual ke toko-toko lain dan melayani pesanan. Kalau ada pesanan, setiap anggota secara gotong royong ikut aktip mendapat bagian untuk memproduksi dengan standar yang ditentukan oleh Ibu Ketuanya. Dengan cara itu kelompok ini mulai berhasil dan menonjol menjelang PON di Surabaya beberapa tahun yang lalu. Karena itu dalam kesempatan menyongsong PON yang untuk pertama kalinya diadakan di Jawa Timur, atas prakarsa Gubernur Jawa Timur Bapak Imam Utomo, BKKBN diminta untuk mengajak para keluarga yang tergabung dalam kelompok UPPKS untuk ikut PON. Mereka dianjurkan membuat produksi yang bisa dijual sebagai sovenir untuk para peserta dan simpatisan yang menonton PON. Dengan kesempatan itu BKKBN mengadakan inventarisasi seluruh potensi UPPKS yang ada di Jawa Timur. Kelompok dari Ibu Hasunasih ini dianggap pantas untuk ditonjolkan dan diberi kesempatan memproduksi barang-barang sovenir yang kiranya laku di jual untuk para simpatisan dan peserta PON di Surabaya itu. Untuk kesempatan itu, melalui Bank Jatim, kelompok ini mendapat kredit untuk usaha itu sebesar Rp. 15 juta. Dengan modal yang jauh lebih banyak dari kredit Kukesra yang hanya sebesar Rp. 320.000,untuk setiap anggota itu kelompok ini memperoleh kesempatan membeli bahan baku yang lebih besar jumlahnya. Disamping bahan-bahan tembaga dan perak merekapun mampu membeli emas untuk memproduksi perhiasan yang memberikan nilai tambah lebih tinggi. Mereka juga mampu mempunyai persediaan yang cukup untuk memproduksi barang-barang yang kiranya laku dijual dengan untung yang lebih tinggi. Pada waktu PON diadakan, bahkan sebelum pelaksanaan PON, di Surabaya diadakan beberapa pameran untuk menyongsong PON tersebut. Dalam pameran itu kelompok ini ikut serta dan melakukan penjualan barang-barang produksinya. Dengan cara pemasaran yang lebih luas itu kelompok ini memberi kesempatan anggotanya yang menurut adat lama tidak pernah keluar rumah, sekarang mengikuti proses globalisasi ikut aktip keluar dari kampungnya menjual barang-barang kerajinan yang diproduksi dalam usaha rumah tangga di rumahnya.
35
Pada waktu PON dilangsungkan, dengan modal pinjaman yang lebih besar ini kelompok bisa ikut aktip menjual barang-barang produksi yang lebih besar jumlahnya melalui penjualan di kiosnya sendiri atau melalui penjualan lewat pesanan-pesanan yang datang kepada kelompoknya. Pengalaman mengikuti penjualan selama berlangsungnya PON itu memberi pelajaran yang sangat berharga. Penjualan hasil produksinya tidak saja di sekitar Makam Sunan Giri, tetapi telah sanggup melayani pesanan-pesanan dari mereka yang menjual produksinya jauh di luar desanya. Mereka juga menjadi makin berani mengadakan kegiatan pameran di diluar kota Gresik, yaitu di beberapa tempat di sekitar kota Surabaya atau tempat lain yang kiranya dianggap bisa mengundang pembeli atau pemesan barang-berang produksinya. Karena keberhasilan, penjualan yang lebih lancar dan pembayaran kredit yang tertib, sekarang kelompok ini mendapat kepercayaan memperoleh kredit dari Bank Pembangunan Daerah (BPD) Jatim yang bekerja sama dengan Yayasan Damandiri dengan jumlah uang sekitar Rp. 50 juta untuk sepuluh anggotanya. Setiap anggotanya telah mempunyai usaha sendiri-sendiri. Pengalaman ini membuktikan bahwa dengan keuletan yang sungguh-sungguh, dari Kukesra bisa juga kita bangun Giri Makmur dengan keluarga yang sejahtera.
PUNDI 100 UNTUK PEDAGANG PASAR
Dalam suasana hiruk pikuk serang menyerang saling balas antara teror, perang atau teror di berbagai belahan bumi, para Ibu-ibu di pasar-pasar Kendal, Jawa Tengah, sedang giat melaksanakan program Pundi 100 untuk menjadi pedagang pasar yang bonafid. Program ini adalah upaya pemberdayaan yang dilakukan oleh BPR Nusamba dengan sistem jemput bola dan dukungan dari Yayasan Damandiri. Ibu-ibu itu, antara lain Ibu Hj. Robithoh, Ibu Istikah, Ibu Rokhaniyah, Ibu Maitun, dan Ibu Giarti, yang bukan dari kalangan darah biru atau pedagang profesional, sekarang mulai bernafas lega. Lima, empat atau tiga tahun lalu ibu-ibu itu adalah ibu rumah tangga biasa. Mereka banyak menggantungkan kehidupan keluarganya pada penghasilan suami. Para ibu itu mempunyai asal atau latar belakang keluarga yang berbeda-beda. Ada yang berasal dari keluarga santri. Ada juga yang suaminya setiap hari dengan setia mengayuh becak untuk menghidupi seluruh anggota keluarganya. Ada pula keluarga petani yang selalu setia menunggu musim untuk bercocok tanam di sawahnya yang sempit, atau sekedar bekerja sebagai buruh tani dan bekerja pada sawah tetangganya. Namun, karena tekanan ekonomi yang makin lama dirasakan makin berat, dan penghasilan suami tidak bisa mencukupi kebutuhan keluarga, lebih-lebih anak-anak yang makin besar, maka mereka mulai mengikuti gerakan pemberdayaan keluarga. Mereka mulai “ikut terjun” dalam perjuangan bersama rekan -rekan kaum ibu lainnya. Mereka ada yang bergabung dalam kelompok di desanya. Ada pula yang bergabung dalam kelompok di desa lain. Ada yang dengan prakarsa segar membentuk kelompok sendiri dalam lingkungan yang lebih kecil. Mereka bersama-sama mulai “belajar berdagang” di pasar atau membentuk warung kecil-kecilan di kampungnya. Ada yang mengandalkan modal kecil dari gerakan 36
pembangunan keluarga sejahtera dengan Kukesra. Ada pula yang bergabung dengan usaha lain dengan bantuan modal serba sedikit. “Sekolah usaha” itu mereka jalani dengan tekun tanpa ada rasa malu dan malas.
Mereka menyadari bahwa pada umumnya ibu-ibu itu tidak lagi bisa ikut pendidikan formal di SD, SLTP, atau mengikuti kursus-kursus yang mentereng. Alasannya sangat sederhana, kalau tidak buta huruf, ya tingkat sekolah aslinya sangat rendah, atau sudah terlalu tua untuk menjadi murid sekolah yang formal. Mereka sadar. Mereka harus mengikuti latihan ketrampilan yang ada itu seperti orang lari maraton, bukan orang lari seratus meter. Lari maraton berbeda dengan lari seratus meter yang lebih populer. Dalam lari maraton setiap peserta harus punya perhitungan yang matang. Pelari harus tidak sombong karena pujian dan tidak sakit hati karena cercaan. Apapun yang terjadi dia harus mampu mengundang simpati untuk mengiringinya menempuh jarak jauh yang monoton dan melelahkan. Jarak itu tidak bertambah dekat karena pujian, atau tidak bertambah jauh karena cercaan. Lari jarak pendek, karena singkat dan cepat, mudah dilihat siapa menang dan siapa kalah. Karena itu lari maraton bisa kalah populer, tetapi kalau menang, penghargaan yang dapat diraih sama. Penonton yang banyak dan mengiringinya sepanjang perjalanan yang jauh akan merasakan pula kenikmatan kemenangan itu. Lari maraton bagi ibu-ibu yang belajar berusaha itu memerlukan kesabaran dan mental yang kuat karena dilihat oleh tetangganya dan penonton lain yang mungkin mencibirkan bibir melihat apa yang dikerjakannya. Para ibu itu tidak putus asa. Ada yang mulai berjualan gerabah barang belah pecah. Ada yang berjualan kelapa. Ada yang berjualan sembako. Ada pula yang berjualan lauk pauk serta bumbu-bumbu yang bisa mengiringi masakan nasi yang sederhana. Ada pula yang berjualan kompor dan segala kebutuhannya. Pendeknya mereka “membaca pasar”, mereka menjadi “calon pedagang” yang beorientasi pasar seperti layaknya ahli pemasaran yang mengincar rejeki yang bakal datang dari konsumen yang membutuhkan barang-barang dagangannya. Seperti memilih lari maraton yang biasanya tidak populer, siapa tahu dengan memberi perhatian yang khusus pada upaya pro kebutuhan masyarakat dan keluarga pada umumnya itu, mereka bisa berharap membawa manfaat ganda, makin akrab dengan mereka yang membeli kepadanya, bisa menggalang persatuan dan persaudaraan dengan langganan
37
dan ikut menikmati sedikit keuntungan dari perdagangan yang ukurannya masih kecil-kecilan itu. Kesabaran itu nampaknya mendapat penghargaan dari para langganan yang makin banyak. Pada saat yang bersamaan program-program yang sebagian diikuti oleh ibu-ibu itu, seperti Kukesra atau IDT atau Program Kompensasi lainnya, telah membuahkan hasil bahwa ibu-ibu yang semula miskin atau tidak mempunyai usaha, sekarang mulai mempunyai usaha yang sedang menanjak. Kegiatan baru itu disebut Pembinaan Usaha Keluarga Sejatera Mandiri atau Pusaka Pundi atau Pundi. Di wilayah Kabupaten Kendal kebetulan ada BPR Nusamba, sebuah lembaga keuangan mikro yang bekerja sama dengan Yayasan Damandiri mencoba menampung para keluarga yang maju seperti tersebut diatas. Para ibu, yang umumnya “telah lulus” dari dukungan program la in, program Kukesra, dengan modal sekitar Rp. 100.000,- sampai Rp. 300.000,- diajak bekerja sama, “dijemput”, untuk memperluas usahanya dengan dukungan modal awal sekitar Rp. 500.000,-. Karena program itu sifatnya “menjemput bola”, para ibu yang sederhana itu tidak harus berdandan rapi untuk pergi ke Kantor BPR Nusamba, tetapi para petugas BPR-nya justru datang ke tempat berjualan atau ke rumah ibu-ibu tersebut di kampungnya atau di pasar tempat ibu itu berjualan. Kedatangan petugas itu sekaligus merupakan silaturahmi untuk “konsultasi, penjajagan, dan melihat kelayakan usaha” ibu -ibu yang bersangkutan. Dalam konsultasi silaturahmi yang biasanya berjalan dengan akrab, para petugas yang saling sepakat dengan para ibu yang bersangkutan bisa membantu mengisi formulir sederhana untuk “mencatat nasabah” yang akan mendapat dukungan dana tersebut. Biasanya dalam satu, atau dua kunjungan silaturahmi, kalau memang didapat kesepakatan, seorang ibu yang mempunyai usaha yang layak bisa langsung mendapat bantuan, dan akan segera mendapat dukungan tanpa melalui proses rentetan birokrasi yang berbelit-belit. Dana bantuan kredit Pundi bisa segera dapat dicairkan. Tidak seperti kredit IMF atau Bank Dunia yang memerlukan LoI yang panjang dan berbelit-belit. Para ibu yang mendapat kredit itu umumnya berada bersama dalam satu kelompok, sehingga apabila ada yang berhalangan untuk membayar cicilan, anggota lain yang kebetulan lebih longgar dapat membayarkan 38
terlebih dulu. Tanggung jawab semacam ini adalah suatu tanggung jawab renteng yang ternyata menguntungkan semua pihak. Untuk kredit Pundi yang dimulai dari Rp. 500.000,- itu, ibu-ibu di Kendal meminjamnya untuk selama 100 hari. Mereka ada juga yang menyebut Pundi 100. Dengan Pundi 100 ini para nasabah meminjam untuk 100 hari, membayar cicilan dan bunganya setiap hari, selama 100 hari. Setelah 100 hari, apabila nasabah bisa membayar secara teratur dengan baik, tidak ada tunggakan, pihak BPR Nusamba memberikan bonus berupa pengembalian sebagian dari bunga yang telah dibayar atau hadiah-hadiah lain yang menarik seperti TV, radio, alat-alat dapur, dan lain sebagainya. Sistem bonus ini ternyata sangat menarik karena setiap nasabah tidak mau kehilangan bonusnya setelah 100 hari tersebut. Kalau ada halangan dengan cekatan mereka akan meminta tolong temannya untuk “nalangi” atau membayarkan cicilannya terlebih dahulu. Dan karena sistem jemput bola, bagi manajemen BPR bisa juga menjadi alat kontrol atas kerajinan atau disiplin stafnya, yang bertugas menjemput bola. Kalau “petugas penagih” tidak datang, yang protesnya akan ketidak datangan petugas itu adalah dari nasabah yang pembayaran cicilannya bisa dianggap mangkir. Padahal yang mangkir adalah petugasnya ! Upaya yang nampaknya sederhana itu sekarang membuahkan hasil yang sangat membesarkan hati. Tidak ada satupun nasabah lama yang bertahan pada kredit Rp. 500.000,-. Hampir semua ibu-ibu yang namanya disebut diatas, plafon kreditnya sudah mencapai Rp. 2,500.000,- sampai Rp. 3.000.000,- yang semuanya dapat diberikan tanpa agunan karena ada saling kepercayaan yang luar biasa antar kedua belah pihak. Omset mereka juga tidak tanggung-tanggung. Setiap ibu yang ada itu mempunyai omset sekitar Rp. 1.500.000,- sampai Rp. 2.500.000,- setiap harinya. Mereka sudah ada yang mempunyai lebih dari tiga pembantu yang berasal dari kalangan keluarga sendiri, anaknya sendiri, atau anggota keluarga miskin tetangganya. Kehidupan mereka sudah jauh bertambah baik. Dan BPR bisa bergerak terus membina keluarga lain yang mudah-mudahan dapat memperoleh kemajuan yang serupa. Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberkati usaha tersebut. I. DUKUNGAN EKONOMI KELUARGA MANDIRI
Menurut laporan Bank Dunia, pada tahun 2000 lalu di seluruh dunia terdapat sekitar 1,2 milyar penduduk hidup dalam 39
kemiskinan absolut, dengan standar hidup kurang dari satu dolar Amerika seharinya. Phenomena itu tidak membaik dibandingkan keadaan tahun 1987. Sementara di bagian dunia lain, seperenam penduduk dunia, terutama di Eropa, Amerika Utara, dan Jepang, menikmati 80 persen pendapatan dunia dan hidup dengan rata-rata $ 70 seharinya. Di Indonesia, berdasarkan Pendataan Keluarga tahun 2000 yang dilakukan oleh BKKBN pada bulan September 2001 terdapat sekitar 24,4 juta keluarga dari sekitar 47,4 juta keluarga yang ada, atau sekitar 52 persen, berada pada kategori keluarga pra sejahtera dan keluarga sejahtera I, atau keluarga-keluarga yang dengan goncangan sedikit saja bisa jatuh miskin. Gara-gara krisis keuangan yang berlanjut menjadi krisis ekonomi yang berkepanjangan, dan krisis multidimensi yang belum berkesudahan sekarang ini, hampir pasti keadaan dunia, maupun keadaan kita, belum bisa bertambah baik. Di negaranegara besar masih terjadi goncangan-goncangan yang sangat mengganggu. Jepang yang dikenal sebagai negara kuat di belahan dunia ini sekarangpun ikut digoncang ambang resesi yang bisa sangat berbahaya. Dunia tidak tinggal diam. Mereka mengundang dan mengajak semua kekuatan yang ada untuk bersama-sama mengatasi kemelut dan kemiskinan tersebut. Sebagai komitmen global, para pemimpin dunia sepakat untuk bersama-sama menurunkan tingkat kemiskinan menjadi separo dari keadaannya pada waktu ini pada tahun 2015 nanti. Sebagai komitmen kemanusiaan maupun bagian dari masyarakat dunia, kita mempunyai kewajiban moral untuk menurunkan tingkat kemiskinan di negara kita dengan sungguh-sungguh. Untuk itu kita harus menyepakati strategi yang jitu, memberi fokus pada pemberdayaan sasaran yang tepat, bekerja keras secara gotong royong dan berkelanjutan. Kita bersyukur bahwa langkah-langkah awal untuk itu telah dimulai sejak tahun 1993/1994. Sebagian keluarga miskin, keluarga pra sejahtera dan keluarga sejahtera I, telah belajar menabung dengan Takesra dan belajar usaha dengan bantuan dana Kukesra melalui BKKBN bersama Yayasan Damandiri, PT Bank BNI dan PT Pos Indonesia serta jajarannya di seluruh 40
Indonesia. Sebagian lainnya telah mengikuti usaha pengentasan kemiskinan melalui Program IDT dengan bantuan hibah untuk penduduk miskin di desa-desa tertinggal. Upaya itu kemudian dilanjutkan dengan Jaring Pengaman Sosial (JPS) serta berbagai upaya lainnya. Dalam waktu dekat pemerintah juga akan menggelar program untuk memberi kompensasi dan bantuan terhadap keluarga miskin karena kenaikan harga BBM. Tidak seluruh usaha itu berhasil. Tetapi kita juga melihat banyak pula yang mulai menampakkan hasil-hasilnya yang positip. Untuk membantu memantapkan usaha kelompok atau keluarga yang berhasil, telah disepakati bahwa program Kukesra akan ditingkatkan menjadi program pemberdayaan mandiri atau program Kukesra Mandiri. Program ini tetap diarahkan untuk membantu keluarga pra sejahtera dan keluarga sejahtera I yang sudah berhasil agar bisa melanjutkan menabung dalam bentuk “Tabungan Keluarga Sejahtera” atau “Takesra”, mendapatkan bimbingan dan memperoleh kredit Kukesra Mandiri yang jenis dan besarnya dana disesuaikan dengan kebutuhan yang lebih riel dan tersedianya dana serta atas alasan manfaat untuk memajukan usaha guna memenuhi permintaan pasar yang meningkat. Dengan program baru ini keluarga yang mempunyai usaha yang berhasil, rajin menabung dalam Takesra, tetap akan dibimbing dalam usaha ekonomi produktif dan diberi kesempatan mengambil kredit dengan jumlah yang lebih besar dengan bunga pasar, yaitu “Kredit Usaha Keluarga Sejahtera Mandiri” atau “Kukesra Mandiri”. Bedanya dengan kredit biasa adalah bahwa mereka yang berhasil akan mendapat dukungan karena pengalamannya yang baik selama mengikuti program Kukesra dan dikenal sebagai nasabah yang rajin. Mereka dikenal sebagai nasabah yang baik karena rajin mencicil pinjamannya dan mempunyai produk atau usahanya berhasil. Mereka akan dibimbing melalui Lembaga Keuangan Mikro (LPM) atau Koperasi atau lembaga profesional lain yang ada di Desa atau di Kecamatannya, sehingga kemampuan pengelolaan usaha dan keuangannya bisa lebih ditingkatkan.
41
Pelaksanaan pengembangan Kukesra Mandiri dapat dimulai karena kemajuan Kukesra yang membesarkan hati. Menurut Laporan Bank BNI, pada akhir Maret 2001 lalu sekitar 11.961.473 keluarga pra sejahtera dan keluarga sejahtera I di seluruh Indonesia telah mempunyai tabungan Takesra sebesar Rp. 219.501.463.444,- (hampir duaratus duapuluh milyar). Dari penabung sebanyak itu, pada akhir bulan Maret tersebut ada sebanyak 10.888.539 keluarga yang sedang menjadi nasabah Kukesra. Menurut Laporan Bank BNI itu, mereka telah belajar berusaha dan mempergunakan kredit Kukesra lebih dari Rp. 1.592.363.160.000,- (Satu trilliun limaratus sembilan puluh dua milyar tigaratus enampuluh tiga juta seratus enampuluh ribu rupiah) atau hampir Rp. 1,6 triliun. Kredit Kukesra yang mereka pergunakan dibatasi pada jumlah tertinggi untuk setiap keluarga adalah Rp. 320.000,-. Oleh karena itu untuk mengembangkan usahanya lebih lanjut, mereka membutuhkan dukungan pembinaan dan dana yang lebih besar lagi. Sebagai anggota kelompok yang selama ini dibina oleh para Petugas Lapangan KB (PLKB), untuk memulai usaha yang lebih besar mereka harus mencari dan mendapat dukungan para ahli yang lebih profesional. Dengan pengalaman selama lima tahun terakhir ini, mereka yang sudah sukses, tiba waktunya untuk mendapat kesempatan mengembangkan kemitraan dan mendapat pembinaan dari tenaga-tenaga yang lebih profesional atau bermitra dengan para pengusaha yang lebih berpengalaman. Dari sekitar 600.000 kelompok keluarga miskin yang belajar berusaha atau mempunyai usaha mandiri tersebut kelompok yang dianggap telah maju akan diarahkan untuk bermitra secara mandiri dengan berbagai lembaga yang mempunyai sifat lebih komersial. Dalam hubungan dengan kebutuhan dana yang lebih besar, kelompok ini akan diarahkan untuk berhubungan dengan Lembaga Keuangan Mikro di desanya. Mereka diharapkan bisa menjadi lokomotif atau penampung bagi anggota kelompok lain yang belum berhasil. Mereka yang menonjol atau berkembang itu diharapkan mau menjadi pelopor dan penuntun untuk rekan-rekan lain yang belum berhasil. 42
Karena itu, dalam program Kukesra Mandiri ini BKKBN dan jajaran pembina di lapangan diharapkan bisa mengajak kelompok atau perorangan yang berhasil itu tetap mengikuti bimbingan profesional dan mulai belajar pada Lembaga Keuangan Mikro atau Bank untuk memanfaatkan dana yang tersedia di pasar dengan bunga biasa. Untuk keberanian itu mereka akan tetap mendapat bimbingan profesional agar bisa mengelola usaha dengan skala ekonomi yang lebih besar. Untuk mendukung upaya lanjutan itu telah ditanda tangani kesepakatan baru antara Yayasan Damandiri, BKKBN, Bank BNI dan lembaga lain terkait agar skim baru itu segera dapat diwujudkan. Selanjutnya telah pula ditunjuk beberapa Lembaga Keuangan Mikro untuk membantu kelompok yang berhasil mewujudkan cita-citanya. Sesuai dengan kesepakatan yang ada, dana untuk keperluan ini telah mulai disediakan oleh Yayasan Damandiri melalui Bank BNI segera setelah berakhirnya perjanjian kerjasama yang lama pada akhir Maret 2001 yang lalu. Pada bulan Juni ini telah tersedia dana dari hasil cicilan Kukesra pada bulan April dan Mei 2001 yang langsung dialihkan untuk keperluan Kukesra Mandiri tersebut, sehingga diharapkan kegiatan Kukesra Mandiri dapat dimulai di lapangan dengan mulus. Karena profesionalisme yang menjadi acuan utama, maka pendekatan yang ditempuh untuk Kukesra Mandiri ini berbeda dengan pendekatan di masa Kukesra, yaitu lebih bersifat profesional dan nasabah yang akan mendapat bantuan menjadi sangat selektip. Para pembina yang adalah para petugas lapangan KB dan para petugas dari masing-masing LKM telah diminta oleh Ibu Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Kepala BKKBN untuk menyegarkan semangat, meningkatkan profesionalisme, dan lebih tekun meningkatkan kemampuan manajemen dan pemasaran produk-produk para anggota kelompok.
43
Dengan program Kukesra Mandiri, program PUNDI, program-program pengentasan kemiskinan lainnya, serta partisipasi masyarakat yang luas, diharapkan komitmen kita untuk menurunkan tingkat kemiskinan separo dari keadaannya dewasa ini pada tahun 2015 yang akan datang mudah-mudahan dapat tercapai.
PETANI DESA DAN HARAPAN MASA DEPANNYA
Untuk menutup tahun 2002 ada baiknya kita lirik masyarakat Indonesia, yang mayoritas adalah petani yang agamis dengan harapan masa depannya. Seperti diketahui, lebih 60 persen penduduk Indonesia hidup dari kegiatan pertanian di pedesaan. Banyak anggota masyarakat hidup dari menggarap sawahnya sendiri, namun makin banyak, yang karena miskin dan tidak memiliki sawah, terpaksa hanya bisa bekerja sebagai buruh tani. Indonesia adalah juga negara yang masyarakatnya sangat religius. Antara 80-90 persen penduduknya beragama Islam. Karena itu kehidupan masyarakatnya sangat diwarnai dengan kehidupan yang penuh dengan suasana keagamaan yang kental. Tidak beda dengan desa lainnya, daerah yang kita angkat kepermukaan sebagai artikel penutup tahun, hasil penelitian Tim Drs. Oos M. Anwas dari Yayasan Damandiri, adalah suatu desa di daerah pegunungan yang cukup sejuk di Tasikmalaya. Daerah itu adalah Desa Salebu, Mangunreja, Tasikmalaya. Masyarakat Desa ini rajin bertani, bercocok tanam, dan umumnya rajin beribadah. Lebih dari itu masyarakat juga sangat terkenal ketekunannya mempelajari agama Islam dengan cara mendirikan pesantren untuk anak-anak dan santri remaja. Dalam menyongsong bulan suci Ramadhan, secara sengaja Yayasan Damandiri, bekerja sama dengan Televisi Pendidikan Indonesia (TPI), mengungkapkan kehidupan keluarga sederhana yang karena ketekunannya beribadah dan bekerja keras telah dapat mengangkat kehidupan keluarganya menjadi keluarga yang bahagia dan sejahtera. Untuk itu, di Desa Salebu itu kita sengaja menemui Ibu U. Suharah, seorang Ibu muda yang patut diangkat kepermukaan. Ibu Suharah sewaktu masih remaja, seperti anak muda lainnya di Tasikmalaya, dikirim oleh orang tuanya belajar menuntut ilmu dan sekaligus nyantri di Pondok Pesantren Cipasung di Tasikmalaya. Selama mengikuti pelajaran di Pondok Pesantren itu Suharah muda aktif sekali melakukan berbagai kegiatan, terutama yang bersifat keagamaan. Ia juga senang memasak, sehingga banyak disenangi oleh temantemannya sesama di pondokan. Karena termasuk remaja yang rajin dan banyak kegiatan, Suharah mudah bergaul di pesantrennya. Ia berkenalan dengan seorang pemuda bernama Enong yang makin akrab selama masa sekolah. Perkenalan yang berlanjut menjadi percintaan di sekolah itu akhirnya membawa mereka berdua kejenjang pernikahan. Pernikahan yang dilandasi cinta yang mendalam itu menjadi bekal dalam membangun keluarga yang bahagia dan sejahtera sampai sekarang. Setelah menikah, Enong muda bekerja sebagai pegawai negeri. Belum sempat bekerja, isterinya, yang semula belum mengenal KB, segera dikaruniai anak. Belum sempat membangun keluarga yang lebih sejahtera anak berikutnya segera juga menyusul. Sebagai pegawai negeri yang masih muda gaji mereka menjadi terasa sangat terbatas dan tidak mencukupi untuk membiayai keluarga yang makin besar anggotanya.
44
Ibu Suharah muda yang rajin mengajar ngaji anak-anak di rumahnya mulai timbul pikiran dan niatnya untuk membantu suami dengan bekerja sebisanya. Kegemarannya memasak semasa muda dipraktekkannya dengan mencoba berdagang makanan matang yang dititipkan pada warung tetangganya. Hal ini dilakukan beberapa tahun dan dirasakan memberi manfaat yang sangat membantu. Pada waktu suaminya dipindahkan tugasnya ke daerah lain, yaitu Cigalontang, mereka melihat kebun cabe yang tumbuh dengan subur. Mereka mulai tertarik dan bercita-cita untuk bercocok tanam, menanam cabe atau tumbuhan lain yang membawa keuntungan. Tapi untuk beberapa lama niat itu hanya tinggal sebagai niat saja dan tidak dapat dilaksanakan. Belum lama bertugas mereka dipindahkan lagi ke Desa Salebu yang sekarang ini. Cita-cita yang lama terpendam mulai dicoba. Ibu Suharah mulai bercocok tanam sayur-sayuran di belakang rumahnya. Hasil tanaman sayuran ini tidak langsung dijual mentah, tetapi dimasak dan dititipkan di warung-warung. Dengan sabar hasil penjualan sayur dan makanan itu ditabungnya untuk menambah modal dan untuk usaha menanam sayur-sayuran yang lebih bervariasi dan lebih banyak. Pada saat yang bersamaan Ibu Suharah mulai mengikuti KB dan bergabung dengan kelompok Akseptor KB yang kemudian membentuk kelompok Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera atau UPPKS. Para anggota UPPKS yang umumnya merupakan kumpulan arisan dari para peserta KB yang karena mempunyai kesamaan dalam penerimaan KB berkumpul dan berkoordinasi untuk memudahkan mendapatkan alat kontrasepsi. Mereka bersatu agar pelayanan alat kontrasepsi tidak terlambat yang bisa berakibat fatal karena kalau terlambat alat kontrasepsinya mereka bisa-bisa mengandung lagi. Padahal mereka sudah bertekad untuk mensukseskan proses pelembagaan dan pembudayaan norma keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera (NKKBS). Arisan atau kumpulan peserta KB itu berkembang. Organisasi yang semula bernama UPPKA, dimana KA artinya kelompok akseptor KB, berubah menjadi UPPKS dimana KS artinya keluarga sejahtera. Peserta yang semula hanya para akseptor KB, sekarang siapa saja bisa menjadi peserta, yaitu khususnya mereka yang mempunyai rasa peduli terhadap usaha untuk memberdayakan keluarga menjadi keluarga sejahtera. Aktifitas yang semula hanya untuk keperluan KB, yaitu mengkoordinasikan penyaluran alat kontrasepsi, berubah dan berkembang menjadi lebih luas mencakup upaya-upaya pemberdayaan pada umumnya. Mereka mulai belajar kegiatan ekonomi produktif dengan belajar menabung, belajar mempergunakan kecakapan bersama untuk usaha-usaha ekonomi mikro yang memberi manfaat peningkatan kesejahteraan. Mulai dengan kredit lunak Dalam kegiatan KB, kelompok-kelompok UPPKS itu semula saling berlomba untuk tampil menonjol, baik dalam kebersamaan maupun dalam usaha-usahanya. Termasuk dalam usaha ini kemudian juga usaha-usaha dalam kegiatan ekonomi mikro. Kelompok yang menonjol mendapat penghargaan. Salah satu penghargaan komunitas yang diberikan adalah tambahan modal untuk kegiatan kelompok itu. Dengan tambahan modal itu usaha ekonomi mikro dari kelompok-kelompok itu mulai berkembang dan mendapat momentum baru. Jumlah anggota keluarga yang bisa ikut serta dalam kegiatan mereka bertambah banyak karena adanya modal tambahan tersebut. Untuk melestarikan usaha itu mulai tahun 1995 para anggota UPPKS diajak belajar menabung. Tabungan pertama untuk setiap anggota dirangsang oleh Yayasan Damandiri dengan diberikan kepada
45
mereka buku tabungan yang telah diisi dengan uang kontan Rp. 2000,-. Dengan tabungan awal itu mereka diajak untuk mulai berhimpun dan bersama-sama melakukan usaha bersama yang bersifat ekonomi. Dengan tabungan yang kemudian diberi nama tabungan Takesra itu mereka boleh mempergunakan tabungannya untuk bergerak dalam bidang ekonomi mikro dengan teman-temannya sesama anggota UPPKS. Setiap kelompok dengan anggota antara 10 – 20 orang, masing-masing dengan tabungan Rp. 2000,- bisa meminjam dengan jumlah pinjaman sebanyak 10 kali lipat dari tabungannya untuk usaha ekonomi produktif. Sejak Januari tahun 1996 setiap anggota UPPKS bisa mulai meminjam dana dari Kukesra yang diselenggarakan oleh Bank BNI dengan nilai 10 kali lipat dari tabungannya yang masing-masing Rp 2.000,, yaitu masing-masing mendapat pinjaman Kukesra sebesar Rp 20.000,-. Dengan anggota kelompok sebanyak 20 orang, maka untuk satu kelompok jumlah pinjaman bisa mencapai Rp. 400.000,- yang dipandang cukup untuk memulai suatu usaha kelompok kecil-kecilan di desanya. Apabila sudah berhasil dan pinjamannya dikembalikan dengan baik, anggota kelompok UPPKS itu bisa pinjam dana dengan jumlah dua kali lipat, yaitu Rp. 40.000,-, begitu seterusnya kalau berhasil lagi dinaikkan menjadi Rp. 80.000,- dan seterusnya. Pada tahapan terakhir tiap anggota kelompok bisa pinjam sebesar Rp. 320.000,-. Dengan jumlah pinjaman itu tiap anggota bisa mulai mempunyai usaha sendiri secara mandiri. Ibu Suharah termasuk salah satu anggota yang mendapat kesempatan mempergunakan dana pinjaman Kukesra tersebut mulai dari Rp. 20.000,- sampai akhirnya membesar seperti diuraikan di atas. Dengan modal tambahan itu Ibu Suharah makin rajin menanam sayuran-sayuran untuk bahan pembuatan makanan yang dititipkan pada warung-warung tetangganya. Setelah modalnya bertambah banyak Ibu Suharah mampu pula menyewa tanah tetangganya untuk bercocok tanam dengan lebih luas. Jenis tanaman yang ditanampun selalu bertambah dan bervariasi, seperti cabe, buncis, tomat, ketimun dan lain sebagainya. Kalau semula tanaman itu diolah untuk sayuran dan hanya dijual di warung-warung, dalam keadaan produksi yang makin banyak, sayuransayuran itu dijual ke pasar yang lebih luas dan lebih jauh lagi jaraknya. Pak Enong tetap bekerja sebagai pegawai negeri. Namun demikian pak Enong selalu membantu isterinya di belakang layar dengan berbagai nasehat dan inovasi-inovasi yang cocok untuk mengembangkan usaha yang lebih menguntungkan. Kehidupan suami isteri yang harmonis itu seakanakan merupakan tonggak yang sangat kuat untuk pengembangan ide-ide brilian yang bisa dipraktekkan di lapangan. Salah satu contoh, pada suatu hari pak Enong mendapat informasi tentang kambing Bogor. Ide itu segera direalisasikan dengan membuat kandang dan memelihara kambing di belakang rumahnya. Dengan pengalaman kambing mereka berani mencoba upaya penggemukan sapi dan berhasil. Usaha yang makin besar itu memerlukan lebih banyak tenaga kerja. Untuk itu Ibu Suharah mengambil tenaga anak-anak muda yang ada di kampungnya. Dengan tambahan tenaga muda itu kegiatan kebun sayur-sayuran dan peternakan Ibu Suharah juga bertambah mantab. Hasil sayuran dan peternakan tidak lagi dimasak untuk dijual di warung-warung desa, tetapi sudah dikirim ketempat-tempat yang lebih jauh. Bahkan, melalui agennya di Bandung, beberapa jenis sayur-sayurannya terutama buncis yang terpilih telah dikirim untuk ekspor ke Singapura dan Malaysia. Berkat pendidikannya di Pondok Pesantren di Cipasung, untuk memelihara kegiatan kemasyarakatannya, Ibu Suharah dengan suaminya tetap rajin mengajar ngaji anak-anak di desanya disertai pendalaman keagamaan yang lebih sistematis. Kegiatan ini ternyata menarik perhatian masyarakat
46
desanya. Untuk memberikan kesempatan lebih besar lagi, dengan menyisihkan hasil keuntungan dari kebun dan dagangannya, keluarga Enong dan Suharah tersebut menyempatkan diri membangun madrasah dimana anak-anak muda diajarinya untuk mengaji dan belajar keagamaan. Di dalam madarasah tersebut Ibu Suharah dan suaminya secara bergiliran, juga dengan tenaga pengajar lainnya, memberikan pelajaran mengaji dan pendalaman keagamaan bagi generasi muda dari desanya. Pengalaman sebagai lulusan Pondok Cipasung dipandang cukup untuk memberikan pelajaran yang sangat berharga itu. Disamping pelajaran mengaji, kepada anak-anak muda itu diajarkan juga kegiatan bercocok tanam untuk sekaligus membantu kegiatan bercocok tanam yang menghasilkan produk yang makin bermutu. Disinilah kegiatan nyantri berpadu dengan baik dengan kegiatan ekonomi yang mendatangkan kesejahteraan bagi keluarga dan masyarakat sekitarnya. Masyarakat bergabung bekerja sama menggalang kebersamaan untuk mencari jalan bagaimana membangun keluarga sejahtera, bekerja keras dalam bidang pertanian, memasarkan produk-produk mereka dengan berbagai cara serta menikmati karunia Tuhan Yang Maha Esa dengan penuh rasa syukur kepadaNya.
MENGGARAP SAMUDERA MENEBAR KESEJAHTERAAN
Usaha Kecil Menengah (UKM) yang menurut rencana akan makin digalakkan selama tahun 2003 dengan modal yang lebih besar, tidak terbatas pada usaha-usaha yang bisa diselenggarakan di desa daratan seperti kegiatan pertanian, industri dan perdagangan saja. Sebagai negara maritim yang kaya dengan kekayaan lautnya, usaha itu bisa juga di selenggarakan di laut atau di pantai dengan prospek yang sama baiknya. Sebagai salah satu contoh konkrit dari usaha yang menjajikan itu kita tengok Kampung Kassi, Kelurahan Candro, Kecamatan Tamalatea, Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan. Kampung ini adalah sebuah wilayah pesisir yang indah dan menarik. Untuk memanfaatkan wilayah pantai yang kaya itu banyak anggota masyarakat bekerja keras sebagai nelayan dan menggantungkan hidupnya dengan melaut secara teratur. Dengan cara itu penduduk tidak hidup bermewah-mewah, tetapi bisa hidup dengan cukup sejahtera dan mempunyai masa depan yang cerah. Kehidupan melaut memang tidak seluruhnya dapat dilakukan dengan teratur dan selalu aman. Dalam waktu-waktu tertentu, laut bisa ganas dan tidak bersahabat. Dalam keadaan seperti itu, kegiatan melaut terlalu berbahaya untuk dilakukan. Kehidupan melaut harus diseling dengan kegiatan ekonomi di darat. Kalau memungkinkan kegiatan di darat ini harus senada dengan kegiatan di laut. Namun, tidak selalu kegiatan di darat bisa disesuaikan dengan kegiatan di laut dengan sama-sama menguntungkan. Karena itu keluarga-keluarga nelayan harus menguasai kehidupan di laut dan juga di darat dengan variasi yang cocok dengan lingkungan dan keahlian masing-masing. Untuk masyarakat Kassi, yang biasa digoda dengan kehidupan laut yang ganas, mereka bisa memanfaatkan kehidupan di darat, terutama oleh para ibu rumah tangganya, dengan melakukan kegiatan-kegiatan yang bahan bakunya tersedia di kampungnya. Menurut penelitian Drs. Oos M. Anwas dari Yayasan Damandiri dan para ahli lainnya dari TPI, yang sedang menyiapkan acara tayangan layar kaca, kebiasaan melaut itu sudah turun temurun sejak dahulu kala. Namun karena sifat nelayan yang sangat tergantung pada situasi gelombang, kehidupan mereka di masa lalu relatif sangat sederhana. Untuk menopang kehidupan dikala tidak melaut, masyarakat biasa membuat gula merah sebagaimana nenek moyangnya di masa lalu. Bahan-bahan untuk itu, seperti buah kelapa dan lainnya, tersedia melimpah di kampungnya. Karena pantai dan laut yang menjanjikan itu, beberapa tahun lalu pernah datang sebuah keluarga Tionghoa dari Makassar ke kampung ini. Berbeda dengan kebiasaan masyarakat lainnya, keluarga ini mencoba keberuntungannya dengan melakukan pengolahan produk berbasis kelautan. Mereka menanam rumput laut di pantai kampung Kassi. Dalam usahanya itu mereka dibantu oleh penduduk kampung Kassi sendiri. Usaha yang nampaknya sederhana dan mudah dijalankan itu mengalami kemajuan yang cukup
47
pesat. Karena relatif sederhana dan mudah dikerjakan, banyak warga masyarakat kampung Kassi yang mau dan ikut membantu bekerja padanya. Selama bekerja pada keluarga Tionghoa itu masyarakat bisa melihat bahwa budidaya rumput laut relatif mudah, pengerjaannya ringan dan sangat menguntungkan. Sebagian penduduk desa yang bekerja pada keluarga Tionghoa itu secara tidak langsung ikut memanfaatkan kesempatan yang ada untuk belajar, menyiapkan benih, memelihara rumput laut dan akhirnya memanen hasil persemaian. Keluarga Tionghoa yang menjadi pemilik modal tidak berkeberatan ada penduduk kampung yang ikut belajar bagaimana memilih bibit dan menanam rumput laut, karena pada tingkat awal kemauan dan kepandaian penduduk kampung itu memperlancar usahanya. Setelah mendapat cukup pengalaman, sekitar lima tahun lalu mulai ada penduduk yang memberanikan diri mencoba menanam rumput secara mandiri lepas dari pengusaha Tionghoa yang berasal dari Makassar itu. Usaha kecil-kecilan ini membawa hasil yang menggembirakan. Karena keberhasilan itu, secara spontan usaha beberapa orang ini diikuti oleh penduduk lainnya. Berlombalombalah penduduk kampung Kassi mematok pantai dengan batang-batang bambu untuk menanam rumput laut di pantai Kassi yang sebelumnya dibiarkan kosong saja. Kegiatan yang boleh dikatakan “liar” tersebut mempunyai akibat yang sangat luas. Terjadi persaingan tidak sehat antar penduduk. Lama kelamaan usaha dari keluarga Tionghoa tersebut bangkrut karena tidak banyak lagi orang yang mau bekerja padanya. Disamping itu persaingan antar penduduk yang menanam rumput laut di Kassi juga bertambah berat karena hampir setiap keluarga yang mampu mematok pantai ikut beramai-ramai menanam rumput laut. Bahkan mereka yang tidak mempunyai keahlian dan modalpun, tetap mematok pantai, “merasa memiliki pantai” dan ikut menghalangi pantai itu dengan patokpatoknya. Dengan adanya kegiatan massal penanaman rumput laut seperti itu, ada juga berakibat pada kualitas rumput laut yang dipanen dan dijual kepada konsumennya. Mereka berlomba menjual rumput laut yang relatif “muda” dengan harga bersaing. Para produsen rumput laut bersaing dengan para tetangganya sendiri memperebutkan para pembelinya. Untuk mengurangi persaingan dan membina persatuan antar para penggarap rumput laut yang menjanjikan itu, untung ada seorang bernama Pak Tawang yang mengambil prakarsa membentuk kelompok dengan anggota para penggarap rumput laut di kampung Kassi. Dengan penuh kesabaran Pak Tawang mengajak tetangganya untuk bersatu dan bersama-sama menggarap pantai yang ada di desa Kassi itu untuk kesejahteraan masyarakat dan anggotanya, bukan menjadikan pantai yang ada di desa itu sebagai ajang saling tarung dan bersaing memperebutkan pembelinya. Dengan adanya kelompok tersebut penggarapan rumput laut di Kassi berjalan lebih teratur. Menurut para penggarap, menanam rumput laut sangat mudah, tidak perlu dipupuk. Penggarapan hanya seminggu sekali untuk membersihkan lumpur atau lumut yang melekat pada rumput laut itu. Tanaman rumput laut itu terapung di permukaan laut. Makin besar angin, makin baik karena angin mampu menggerakkan tanaman dan juga sekaligus membersihkan kotorannya. Usia menanam sampai panen rata-rata sekitar 30 sampai 40 hari. Lebih dari 40 hari sebetulnya makin baik dan rumput laut bisa tumbuh besar, tetapi karena keterbatasan modal, mereka biasanya ingin segera memanen dan menjualnya. Pada saat panen seluruh keluarga terlibat, yaitu untuk mengangkat rumput dan menjemurnya.
48
Pada saat panen dilakukan juga pembibitan yaitu dengan memotong-motong pendek, mengikatkannya dengan tali dan menanamnya kembali ke laut selagi masih basah. Pekerjaan pembibitan ini biasanya dilakukan oleh para isteri dan anak-anak. Pada musim pancaroba, apabila musim tidak menguntungkan untuk melaut, para nelayan biasanya menyelingi penanaman rumput laut itu dengan sesekali melaut untuk mencari ikan atau membantu isteri mereka membuat gula. Dengan adanya kelompok yang dipimpin oleh Pak Tawang, sebagian dari berbagai kesukaran yang dialami oleh para petani rumput laut dapat diatasi. Mereka bisa makin gotong royong mengolah rumput laut bersama-sama. Dengan cara gotong royong mereka bisa mengatur cara-cara mendapatkan dukungan untuk memperluas usahanya, antara lain mendapatkan modal yang dibutuhkan untuk menunjang kegiatannya. Secara kebetulan beberapa waktu yang lalu pemerintah bersama dengan Yayasan Damandiri mengembangkan upaya pemberdayaan masyarakat kurang mampu. Kerjasama yang dilakukan di beberapa daerah itu juga dilakukan di Propinsi Sulawesi Selatan. Yayasan Damandiri, yang sangat peduli terhadap usaha untuk membantu keluarga kurang mampu membangun ekonomi mikronya, menyediakan dukungan dan dana melalui Bank Pembangunan Daerah (BPD) di Makassar, Sulawesi Selatan berupa Skim PUNDI. Dukungan Skim PUNDI itu berupa dana yang disediakan untuk keluarga kurang mampu yang tergabung dalam kelompok atau keluarga yang mempunyai usaha sebagai perorangan yang rajin dan usahanya maju. Kelompok yang dipimpin pak Tawang ini mendapat kesempatan untuk mendapatkan bantuan untuk usahanya. Dengan usaha yang makin maju itu, dalam kesempatan pengembangan pembinaan PUNDI yang juga dilakukan oleh Bank BPD Sulawesi Selatan dengan Yayasan Damandiri, kelompok pak Tawang mendapat kesempatan yang baik untuk mendapatkan modal tambahan. Untuk para anggotanya, pak Tawang sebagai Pimpinan Kelompok menjadikan kelompoknya menanggung secara tanggung renteng. Dengan cara itu kredit yang semestinya ditanggung oleh masing-masing anggota dapat diberikan dengan adanya agunan yang dijamin oleh seluruh anggota kelompoknya secara tanggung renteng. Dengan adanya sistem menanggung secara bersama-sama itu kegiatan menanam rumput laut dapat diatur bersama untuk mengurangi persaingan antar anggota. Mereka juga bisa bersama-sama memelihara kualitas rumput laut yang dipanen dan dijual kepada konsumen atau pengumpulnya di kota Makassar. Dengan bukti-bukti nyata yang makin menguntungkan itu pak Tawang makin yakin bahwa laut bisa juga memberi kehidupan yang makin mensejahterakan masyarakatnya kalau dikelola dengan baik. Sebaliknya pak Tawang juga makin yakin bahwa dengan persatuan dan kesatuan yang kompak kehidupan ekonomi bersama dengan anggota masyarakat lainnya bisa menghasilkan kesejahteraan bersama yang penuh dengan kedamaian dan kesejahteraan. Karena itu ia selalu menganjurkan kepada petani yang belum membentuk kelompok agar segera membentuk kelompok dan melakukan usaha secara gotong royong.
MELESTARIKAN UKIRAN TRADISIONAL
Indonesia adalah negeri kaya yang mempunyai budaya yang beraneka ragam. Salah satu unsur budaya yang beraneka ragam tersebut adalah adanya ukiran dengan motif khusus yang berbeda dari suatu daerah dengan daerah lainnya. Dengan kemajuan jaman, ada sebagian motif ukiran dari suatu daerah membaur dengan motif ukiran dari daerah lainnya. Tetapi ada pula sekelompok anggota masyarakat yang tetap memberikan perhatian dengan mengetengahkan ciri-ciri khusus pada ukiran yang ada, sehingga dengan melihat sepintas saja bisa diketahui dari mana karya seni itu dihasilkan. 49
Di Kampung Karang Anyar, Desa Grimak Indah, Nermada, Mataram, Lombok, Nusa Tenggara Barat, ada semacam usaha yang sungguh-sungguh seperti itu. Biarpun usaha itu bukan merupakan usaha raksasa dengan modal besar, karena masih bersifat perorangan, namun karena ketekunan yang mengolahnya, usaha ini mulai dikenal masyarakat dan mendapatkan pasaran yang makin menarik. Menurut penelitian Drs. Oos M. Anwas dari Yayasan Damandiri, Kampung Karang Anyar termasuk sebuah desa yang cukup subur dan sejuk. Disana sini banyak diketemukan air mengalir yang jernih, kolam-kolam ikan dan persawahan yang terpelihara dengan rapi. Masyarakatnya kebanyakan bertani atau memelihara ikan di kolam-kolam yang tersebar luas di kampung tersebut. Masyarakatnya terlihat akrab dan kelihatan saling rukun. Mereka taat beragama terlihat dari banyaknya masjid dan mushola yang setiap kali mendengungkan azan pada saatnya tiba waktu shalat. Tokoh yang kita angkat kepermukaan kali ini adalah Bapak Lalu Rahman Hadi yang baru berusia sekitar 30 tahun. Ia adalah seorang pekerja yang ulet dan kebetulan sekaligus adalah seorang da’i yang rajin memberikan ceramah keagamaan dalam setiap kesempatan berkumpul dengan anggota masyarakat sekelilingnya. Untuk menjangkau anggota masyarakat yang masih remaja tidak segan-segan Pak Lalu mengumpulkan remaja masjid yang ada di desa itu di mushola setiap malam Jum’at. Dalam kesempatan seperti itu, Pak Lalu memberikan ceramah yang lebih serius dan menjadikan kegiatan tersebut suatu pendidikan keagamaan yang bermutu. Karena pengalaman masa muda, yaitu pada saat pak Lalu ketemu Ibu Sarmini, isterinya yang sekarang, adalah pada waktu masih sama-sama muda dan keduanya giat sebagai anggota remaja Masjid. Mereka berdua sebelumnya telah banyak melakukan kegiatan bersama. Karena itu pada waktu inipun mereka sering mengadakan ceramah yang dikerjakannya berdua bersama isterinya. Lalu Rahman Hadi adalah seorang sosok pemuda yang mempunyai pendidikan dasar yang lumayan. Ia lulusan SMIK yang menamatkan pendidikannya pada sekitar tahun 1994. Sebagai warga desa biasa, sejak sekolah ia nyambi bekerja pada perusahaan kerajinan dan ukiran di desanya. Namun karena pemuda Lalu Rahman Hadi mempunyai cita-cita mandiri yang sangat tinggi, ia selalu “berontak” dan ingin membuka usahanya sendiri. Dengan modal cita-cita yang tinggi dan tekad yang membara itu ia memutuskan untuk bekerja mandiri dan keluar dari perusahaan di desanya. Ia mencoba berjuang sendiri dan bekerja sebagai tukang yang mencari pekerjaan sendiri. Biarpun bekerja sambil bersekolah, ia bercita-cita bahwa ongkos yang diterimanya dari bekerja sendiri, atau keuntungan dari usaha yang akan bisa dikerjakannya sendiri, akan cukup untuk biaya sekolah. Namun karena pengalaman yang sangat terbatas, dan persaingan yang
50
belum biasa dijalaninya, akhirnya ia tidak sanggup untuk bertahan sebagai tukang yang mandiri. Untuk melanjutkan pendidikannya ia terpaksa jatuh bangun dan bekerja seadanya. Setelah menamatkan pendidikannya di SMIK, diputuskannya untuk mencoba keberuntungannya dengan mengembara ke Jakarta. Di Jakarta anak muda Lalu Rahman Hadi mencoba keberuntungannya membuka usaha yang sama. Namun, seperti halnya di Lombok, persaingan usaha kerajinan dan ukiran di Jakarta nampaknya jauh lebih berat lagi. Usahanya gagal dan ia terpaksa harus segera kembali ke Lombok. Sebagai pemuda yang lontang lantung di tempat kelahirannya sendiri Lalu Rahman Hadi muda dengan cita-citanya yang tinggi itu tidak putus asa. Ia mencoba kerja apa saja dengan tetap mempunyai keinginan membara untuk suatu ketika membuka usaha kerajinan dan ukiran seperti yang dicita-citakannya. Untuk mendapatkan posisi yang baik, atau tempat yang kiranya cocok dan menguntungkan, Lalu Rahman Hadi muda berkeliling dari suatu kampung ke kampung lainnya. Pada suatu hari didapatkannya tempat bekerja yang dirasanya nyaman di Nermada, Mataram, Lombok. Ia merasa bahwa tempat ini bakal memberikan kesempatan dan keuntungan untuk usaha dan masa depannya. Diputuskannya untuk menetap dan mulai membuka usahanya di tempat ini. Dengan modal awal sebesar Rp. 10.000,-, beberapa tahun yang lalu, Lalu Rahman Hadi muda mulai membelanjakan uang itu untuk membeli bahan kayu untuk diukirnya. Bahan yang telah selesai segera dijual dan hasil penjualannya segera dibelikan bahan kembali untuk diukir lebih lanjut. Kehidupan seperti itu berulang berbulan dan bertahun sehingga kehidupannya sungguh sangat menyedihkan. Pada saat yang bersamaan ia harus membentuk keluarga dan mengarungi samudera kehidupan yang penuh godaan ini dengan isterinya Sarmini yang kemudian memberinya seorang anak yang sekarang telah berusia 3 tahun. Setelah jatuh bangun dengan persaingan yang cukup ketat selama bertahuntahun, usahanya mulai menampakkan hasil yang memuaskan. Hasil penjualan barangbarang yang dihasilkannya mulai menarik pembeli dengan nilai yang makin tinggi. Ia makin bisa memberikan ciri khusus kepada hasil produksinya sehingga dikenal sebagai produk dengan ciri budaya Nusa Tenggara Barat. Ciri itu antara lain dari gambar daun yang dilukisnya sendiri. Keahlian melukis ciri ini tidak dapat diwakili atau ditiru oleh produsen lain, sehingga merupakan ciri khusus yang kemudian dipahat oleh para karyawannya. Bantuan Kredit Bank Dalam kegiatan menolong keluarga yang semula adalah keluarga pra sejahtera atau keluarga sejahtera I atau keluarga baru yang sedang berjuang menyusun keluarga yang bahagia dan sejahtera, Yayasan Damandiri menggelar kerjasama dengan BKKBN dan beberapa Bank Pembangunan Daerah (BPD), termasuk BPD NTB. Kerjasama awal 51
dengan BKKBN dilakukan bersama Bank BNI, yaitu dengan memberikan keluargakeluarga pra sejahtera dan keluarga sejahtera I latihan untuk membuka usaha yang mandiri. Mereka diajak belajar menabung. Kalau berhasil mereka diberi kesempatan mempergunakan kredit yang bisa dipergunakan untuk keperluan produksi barang-barang yang bisa dijual. Mereka yang sudah menabung dan mendapat kredit Kukesra diberi kesempatan untuk belajar usaha yang mempunyai nilai ekonomi. Usaha itu diawali dalam bentuk kelompok agar bisa saling tolong menolong sesama anggotanya. Kalau usaha itu makin maju, diharapkan dapat dikembangkan sebagai suatu koperasi yang lebih maju. Maksudnya adalah agar kelemahan yang ada pada setiap individu keluarga dapat ditolong oleh kekuatan yang ada pada kelompoknya. Pada tingkat awal kelompok-kelompok itu disebut kelompok-kelompok UPPKS atau Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera. Kelompok-kelompok ini diajak untuk bersama-sama mulai belajar berusaha dalam usaha ekonomi mikro yang menguntungkan. Pola kebersamaan dalam usaha itu, seperti halnya koperasi, selalu diajarkan karena kesadaran bahwa pada umumnya anggota masyarakat yang ada tidak mempunyai bakat untuk segera bisa berusaha secara mandiri sendirian. Setiap usaha pada awalnya ditekankan sebagai usaha yang mendahulukan kebersamaan dan diniatkan menguntungkan. Termasuk dalam usaha ini adalah usaha-usaha dalam kegiatan ekonomi mikro. Kelompok yang menonjol mendapat penghargaan. Salah satu penghargaan komunitas yang diberikan adalah tambahan modal untuk kegiatan kelompok itu. Dengan tambahan modal itu usaha ekonomi mikro dari kelompok-kelompok itu mulai berkembang dan mendapat momentum baru. Jumlah anggota keluarga yang bisa ikut serta dalam kegiatan mereka bertambah banyak karena adanya modal tambahan tersebut. Untuk melestarikan usaha itu, mulai tahun 1995 yang lalu para anggota UPPKS diajak untuk belajar menabung. Tabungan pertama untuk setiap anggota dirangsang oleh Yayasan Damandiri dengan diberikan kepada mereka buku tabungan yang telah diisi dengan uang kontan Rp. 2000,-. Dengan tabungan awal itu mereka diajak untuk mulai berhimpun dan bersama-sama melakukan usaha bersama yang bersifat ekonomi. Dengan tabungan yang kemudian diberi nama tabungan keluarga sejahtera (Takesra) itu mereka boleh mempergunakan tabungannya untuk bergerak dalam bidang ekonomi mikro dengan teman-temannya sesama anggota UPPKS. Setiap kelompok dengan anggota antara 10 – 20 orang, masing-masing dengan tabungan Rp. 2000,- bisa meminjam dengan jumlah pinjaman sebanyak 10 kali lipat dari tabungannya untuk usaha ekonomi produktif. Sejak Januari tahun 1996 setiap anggota UPPKS bisa mulai meminjam dana Kukesra yang diselenggarakan oleh Bank BNI dengan nilai 10 kali lipat dari tabungannya yang masing-masing Rp 2.000,-, yaitu masing-masing mendapat pinjaman Kukesra sebesar Rp 20.000,-. Dengan anggota kelompok sebanyak 20 orang, maka untuk satu kelompok jumlah pinjaman bisa mencapai Rp. 400.000,- yang dipandang cukup untuk memulai suatu usaha kelompok kecil-kecilan di desanya. 52
Apabila sudah berhasil dan pinjamannya dikembalikan dengan baik, anggota kelompok UPPKS itu bisa pinjam dana dengan jumlah dua kali lipat, yaitu Rp. 40.000,-, begitu seterusnya kalau berhasil lagi dinaikkan menjadi Rp. 80.000,- dan seterusnya. Pada tahapan terakhir tiap anggota kelompok bisa pinjam sebesar Rp. 320.000,-. Dengan jumlah pinjaman itu tiap anggota bisa mulai mempunyai usaha sendiri secara mandiri. Sebagai kelanjutan dari usaha ini, terutama untuk mereka yang berhasil dengan “latihan” menabung dan menggunakan kredit Kukesra, Yayasan Damandiri mengadakan kerjasama dengan Bank-bank Pembangunan Daerah (BPD), termasuk BPD NTB. Tujuannya adalah membantu keluarga yang berhasil dan sedang bangkit, termasuk keluarga Bapak dan Ibu Lalu Rahman Hadi, dengan pinjaman dan pendampingan yang disebut PUNDI atau Pembinaan Usaha Mandiri. Karena itulah keluarga Bapak dan Ibu Lalu Rahman Hadi yang mulai mengembangkan usahanya dengan berhasil itu mendapat kesempatan memperoleh bantuan PUNDI dengan pinjaman sampai dengan Rp. 5 juta. Dengan tambahan modal itu keluarga Lalu Rahman Hadi mempekerjakan karyawan yang lebih banyak dan menghasilkan produk-produk yang lebih bervariasi. Karena sistem rekruitmen yang dijalankan oleh pak Lalu tergolong unik, yaitu mengambil tenaga-tenaga yang sama sekali belum berpengalaman, banyak anak muda yang diambilnya menjadi karyawan dan diajarinya untuk bekerja mengukir dan menjadi ahli memproduksi barang-barang yang laku jual. Barang-barang yang diproduksi dan laku jual itu sangat beragam. Ada tempat tisu, topeng, vas bunga, tempat permata, pigura, tongkat, dan lainnya. Bahkan tidak jarang pak Lalu Rahman Hadi berkeliling ketempat-tempat penjualan barang-barang souvenir untuk mempelajari apa saja yang menarik perhatian masyarakat untuk diciptakanya, bisa memuaskan dan memperluas pasaran yang baru. Untuk memberikan ciri khas garapannya yang asli dan dari Lombok, ukiran yang dikerjakannya diberi ciri khusus. Setiap produk diberi tanda daun dan tangkai yang mengandung arti kesuburan pulau Lombok. Motif ini digambar sendiri oleh pak Lalu Rahman Hadi dan merupakan semacam “tanda merek” dagang yang asli. Untuk mengikuti selera pasar, pak Lalu Rahman Hadi selalu mengadakan perjalanan berkeliling Artshop yang ada di Pulau Lombok. Kemudian tidak segan-segan ia mengadakan berbagai improvisasi dan mengeluarkan model-model baru yang dianggapnya bisa menarik pasar. Dengan cara demikian, biarpun karyanya banyak yang ingin meniru, tetapi karena kecepatannya menciptakan model-model yang baru relatif tinggi, sampai kini ia tetap bisa menguasai pasar dan usahanya berhasil menolong anakanak muda yang bekerja padanya.
53