EDISI IV | DESEMBER 2008
L I P U TA N K H U S U S : M E N A N T I A E T R A S I R A M I TA N G E R A N G
kemitraan prasarana & sarana
M Rachmat Karnadi, Ketua BPPSPAM
Program
“Ada Privilege Bagi Calon Investor”
10 Juta Sambungan Air minum
Redaksi Penasihat / Pelindung Deputi Bidang Sarana & Prasarana, Bappenas Penanggung Jawab Direktur Pengembangan Kerjasama Pemerintah & Swasta Bappenas Pemimpin Redaksi Yudo Dwinanda Priaadi Dewan Redaksi Jusuf Arbi, Rachmat Mardiana, Sunandar, Eko Wiji Purwanto Redaktur Pelaksana Ahmed Kurnia, Gusti Andry Reporter/Riset Rina Saleh Fadli Setyawan Fotografer Santo Desain Grafis Raldi Khusnun
Alamat Redaksi Infrastructure Reform Sector Development Program (IRSDP) BAPPENAS Jl. Tanjung No.47 Jakarta 10310 Tel/Fax (62-21) 3925392 / (62-21) 3925390
2
Memperbaiki Kinerja PDAM
dari redaksi
Saat melantik direksi PDAM Tirta Moedal Semarang, Walikota Semarang, Bapak Sukawi Sutarip meminta agar angka kebocoran air yang mencapai 50%. Tahun pertama (2009), angka kebocoran diminta turun 10%. Intinya, perbaikan kinerja diharapkan menjadi fokus direksi baru. Perbaikan kinerja saat ini memang menjadi tema restrukturisasi PDAM, tidak hanya di PDAM Semarang tetapi di seluruh Indonesia. PDAM saat ini sedang berupaya keras meningkatkan kinerja keuangan dan operasi. Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa kondisi keuangan sebagian besar PDAM di Indonesia tidak sehat. Saat Perpamsi bertemu dengan Wapres, terungkap paling tidak 176 diantaranya berstatus kurang sehat. Total utang seluruh PDAM kabarnya mencapai Rp 6 triliun. Sejak beberapa tahun terakhir Pemerintah giat meluncurkan program restrukturisasi keuangan PDAM. Fokus utamanya untuk mengurangi beban utang tersebut. PDAM diminta untuk menyiapkan rencana perbaikan kinerja. Apabila disetujui oleh Pemerintah c.q. Depkeu, maka akan direstrukturisasi utangnya. Dengan kebijakan ini diharapkan kinerja keuangan dan operasi dapat membaik. Kepada PDAM diberikan insentif, tetapi juga didorong perbaikan kinerja. Proses ini masih berjalan terus. Kabar terakhir Desember 2008, hanya 15 dari 40 proposal rencana restrukturisasi yang disetujui Depkeu. Pemerintah telah menetapkan sasaran 10 juta sambungan baru di tahun 2013. Peningkatan kinerja yang besar, mengingat saat ini sekitar 7,1 juta sambungan. Harapan tentu bertumpu pada PDAM yang sehat. Penambahan sambungan berarti investasi, yang didapat dari setoran modal segar atau pinjaman bank. Bila kondisi keuangan tidak baik, tentu resiko pinjaman dari sudat pandang perbankan akan lebih tinggi. Ujung-ujungnya PDAM dianggap tidak bankable. Pemerintah telah menetapkan 18 PDAM sehat sebagai motor utama untuk mencapai sasaran tersebut. Mereka telah menyusun rencana bisnis untuk sebesar Rp 10,1 triliun, Rp 7,1 triliun diantaranya rencananya dipinjam dari bank. Untuk mendorong investasi, pinjaman bank akan dijamin oleh Pemerintah. Pemerintah juga berencana agar 18 PDM tersebut tidak menyetor PAD. Untuk PDAM yang sehat, pinjaman bank akan dijamin dan bunga disubsidi. Selisih bunga pasar dengan BI rate ditanggung Pemerintah. Sedangkan untuk 30 PDAM yang lancar membayar utang ke Pemerintah, diberikan insentif melalui dana alokasi khusus sebesar Rp 207 miliar. Meningkatkan kinerja sudah menjadi pilihan. Semoga berhasil. Salam KPS,
KPS kemitraan prasarana & sarana | Desember 2008
DAFTAR ISI 2 Dari Redaksi Topik Utama
4 8
Program 10 juta Sambungan Air Minum KPS, Cara Aman Berinvestasi
Wawancara
10
hal 4
M Rachmat Karnadi, Ketua Badan
Pendukung
Pengembangan
Sistem
Penyediaan Air Minum (BPPSPAM): “Ada Privilege Bagi Calon Investor”
Liputan Khusus
13
Menanti Aetra Sirami Tangerang: Aetra
Jakarta Berbenah
15
hal 10
Irzal Djamal, Ketua Badan Regulator
Pelayanan Air Minum DKI Jakarta: “Hindari Perhitungan Tarif Berdasar Imbalan”
Kolom KPS
16
Kemajuan Proyek IRSDP
Etalase
17 18
Umur Ekonomis Pipa Hanya 30 Tahun
hal 13
Rapat Koordinasi Program 10 Juta
Sambungan: 19 PDAM Diusulkan Bebas Setor PAD
18 19
Rebasing KPS Air Minum Jakarta Lokakarya KPS Skala Kecil: Dari Koperasi
Hingga Air Minum Kemasan
20
Nusantara Water 2008: Teknologi Air itu
Mudah
hal 23
Sorotan
21 24
Problema Pengelolaan Air Baku PT Adhya Tirta Batam: Untung Rp40 Miliar
per Tahun
IRSDP
26
SIKLUS PROJECT DEVELOPMENT FACILITY
hal 24
(PDF) KPS kemitraan prasarana & sarana | Desember 2008
3
TOPIK UTAMA Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS)
Program 10 Juta Sambungan
Air minum
Dari 237 juta penduduk Indonesia, lebih dari setengahnya belum menikmati pelayanan air minum. Di daerah perkotaan, penyelenggara pengelolaan air minum hanya mampu melayani 46% penduduk. Di pedesaan lebih parah lagi, baru 8%.
P
emerintah dan swasta mutlak harus bahu-membahu mengatasi persoalan kebutuhan air minum. Saat ini, penyelenggara pengelolaan air minum di Indonesia sebagian besar ditangani oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Terdapat 351 PDAM di berbagai daerah yang kini memiliki sekitar 7,1 juta sambungan. Dalam kurun waktu empat tahun ke depan, pemerintah bertekad menambah 10 juta sambungan baru. Tekad pemerintah ini semata bertujuan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang selama ini belum terlayani air minum perpipaan. Mereka yang masih memenuhi kebutuhan dari mata air, sumur dalam, sumur dangkal, penampungan air hujan dan penjaja air (water vendor). Semua sumber itu tidak terjamin kualitasnya. “Memang menurut saya ini memprihatinkan,” ujar Menteri Negara Menteri PPN/Kepala Bappenas Paskah Suzetta
4
KPS kemitraan prasarana & sarana | Desember 2008
PPN/Kepala Bappenas Paskah Suzetta. Masalah yang ada sebenarnya bukan hanya pada terbatasnya kemampuan pengelola saat ini. Segudang persoalan lain kian memperumit keadaan, mengingat infrastruktur air minum yang dimiliki sejumlah PDAM kondisinya juga memprihatinkan. Paskah mengungkapkan, hampir sebagian besar infrastruktur yang ada saat ini, sudah berumur 30 sampai 40 tahun. Banyak pipa yang telah keropos, pun instalasi pengolahan air yang produksinya kehilangan optimalisasi. Alhasil, tingkat losses atau kebocoran air mencapai 50% adalah bukan berita baru lagi di dalam PDAM berkinerja. Tentu, ujar Bapak Menteri, pemerintah tidak tinggal diam. Itulah sebabnya, sejak September 2008, Wakil Presiden Jusuf Kalla menginstruksikan kepada Menteri
Peluang KPS Sejarah panjang pengelolaan air minum di Indonesia titik baliknya pada 1970. Saat itu, pemerintah mulai meluncurkan berbagai kebijakan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas pengadaan air minum. Selain di bidang biaya dan permodalan, pemerintah juga pernah membuat program bantuan air minum yang besarnya 60 liter per hari untuk setiap orang dengan cakupan 60% penduduk.
Dedi Supriadi Priatna
Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto agar mengawal program 10 juta sambungan yang diharapkan seluruhnya dapat terealisasi pada 2013. Meski demikian, ujar Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Bappenas Dedi Supriadi Priatna, peningkatan kualitas dan perluasan jaringan terkendala oleh keterbatasan kemampuan pendanaan pemerintah. Di sisi lain, pengusahaan oleh PDAM belum dapat dilakukan sesuai dengan prinsip cost recovery. “Sehingga, lebih dari 70% PDAM di Indonesia dalam kondisi tidak sehat dan tidak dapat mengembangkan sistem penyediaan air minum,” ujarnya.
Di bidang permodalan, pemerintah pernah menghibahkan dana kepada PDAM dan pemerintah daerah. Kebijakan itu disusul penerapan prinsip full cost recovery untuk wilayah perkotaan, di mana kemampuan dan kemauan membayar ditekan maksimal 4% dari pendapatan rumah tangga. Selain itu, diterapkan pula kebijakan pinjaman lunak dan sebagai akibat dari kemampuan keuangan pemerintah yang semakin menurun, mengajak pihak swasta untuk berperanserta. Tahun 1997, ketika krisis ekonomi melanda, kualitas dan kuantitas penyediaan air minum terimbas. Bisa dikatakan, pembangunan air minum mengalami stagnasi. Hibah pemerintah pusat menurun, sementara pelayanan dan kinerja PDAM pun anjlok. Padahal, PDAM menjadi tulang punggung penyediaan air minum.
Guna menghindarkan Indonesia dari ‘kekeringan’ air minum, kehadiran pihak swasta sangat diharapkan. “Swasta diperlukan bukan hanya investasinya saja, melainkan juga profesionalitasnya,” ujar Menteri Paskah. Bagi calon investor sendiri, ada daya tarik luar biasa yang ditawarkan pemerintah. Daya tarik yang paling mendasar adalah luasnya cakupan kebutuhan air minum bagi penduduk yang belum terpenuhi. Menurut Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Bappenas Dedi Supriadi Priatna, kondisi banyak PDAM yang mengalami keterbatasan dana, adalah ceruk tersendiri bagi masuknya investasi swasta. Kebijakan meningkatkan partisipasi swasta melalui mekanisme kerjasama pemerintah dan swasta (KPS) menjadi alternatif utama. Beberapa alasan yang mendasari kebijakan KPS antara lain pihak swasta dianggap memiliki dana untuk mengisi kekurangan dana publik yang diperlukan bagi pengembangan penyediaan air minum di tanah air. Bapak Deputi juga memberi alasan kemampuan manajerial sektor swasta dianggap lebih baik daripada sektor publik, sehingga dapat diterapkan dalam pengelolaan layanan publik untuk meningkatkan efisiensi pelayanan. Swasta juga dianggap dapat memberlakukan sistem insentif yang lebih baik untuk meningkatkan kinerja internal perusahaan. Tak kalah pentingnya, sistem yang dikelola swasta diharapkan dapat menjadi pembanding bagi kinerja PDAM. “Pemerintah bisa mengadopsi private sector best practice untuk dapat diterapkan di PDAM,” jelas Bapak Deputi.
Pembangunan instalasi pengolahan air minum perlu digenjot
Satu hal yang perlu diingat, tambah Bapak Deputi lagi, KPS bukanlah privatisasi, sehingga keliru jika ada penolakan dari masyarakat. Kepemilikan aset dalam KPS tetap berada di tangan pemerintah, tetapi dikelola oleh swasta selama masa kerjasama. Aset akan dikembalikan kepada pemerintah setelah masa kerjasama berakhir.
KPS kemitraan prasarana & sarana | Desember 2008
5
Tabel 1. KPS Yang Telah dan Akan Beroperasi
No
PPP Modalities and City / Region
Total Concession Investment Period
Investor
Remark
BOT Medan - WTP 500 l/sec - Transmission pipes Batam Concession - Production Capacity : 3000 l/sec - Piping BOT Jambi - WTP : 200 l/sec - Operational in 1998 Part Palembang Concession - WTP : 80 l/sec - Piping BOT Pekanbaru JO Existing + 600 l/sec BOO Serang Utara - Production Capacity :150 l/sec - Transmission pipes 40 km Western Part of Jakarta Concession - Production Capacity : 6200 l/sec - Transmission Pipes
US$ 5 mio
25 Years (2000 - 2025)
Lyonnaise Des Eaux
- Full Operation
US$ 100 mio
25 Years (1996 - 2021)
Cascal By & Bangun Cipta Sarana
- The Source of bulk from Estuary Reservoir Duriangkang
US$ 2 mio
15 Years (1996-2021)
PT Noviantama
- Full Operation
US$ 5 mio
25 Years (1998-2023)
PT Bangun Cipta Sarana
US$ 10 mio
15 Years (2005 - 2020) 1993
PT DAPENMA
- In Subregion sukarame in 2005 has been Improved to be 120 l/sec - Full Operation In Operation
US$ 225 mio
25 Years (1997-2022)
PT Palyja
8
Eastern Part of Jakarta Concession - Production Capacity : 6500 l/sce - Transmission Pipes
US$ 225 mio
25 Years (1998 - 2023)
PT Thames PAM Jaya
9
JO Cisadane - Operation of WTP 3000 l/sec BOT Serpong - WTP 50 l/sec - Transmission Pipes BOT Lippo Karawaci - WTP : 120 l/sec - Transmission Pipes BOO Bintaro Jaya - Production Capacity : 100 l/sec - Distribution Pipes BOT Cikampek - Improvement : 60 l/sec operated of 2000 SR BOO Bekasi (Kemang Pratama) - Production Capacity : 50 l/sec - Piping BOO Hunday Industrial Estate - Water Supply system : 50 l/sec BOO Kota Legenda - Water Supply System 25 l/sec (WTP + Pipes) BOO Bukit Indah Cikarang - WTP 150 l/sec - Distribution Pipe Subang - BOT : 50 l/sec - Distribution Pipe Up Rating Gajah Mungkur (400 he 600 l/sec) BOT Bawen - WTP 250 l/sec + Distribution BOT Kabupaten Sidoarjo - Production Capacity : 200 l/sec + 450 l/sec BOT Denpasar - Production Capacity : 300 l/sec - Supply to Nusa Dua and South Bali region BOT Samarinda Construction of : - WTP : 400 l/sec - Transmission pipe BTO Banjarmasin Construction of : - WTP 500 l/sec BOT Tangerang City
25 Years (1998 - 2023) 25 Years (1997 - 2022)
Tirta Cisadane
Full Capacity Regional Government gets the royalti of 5% Tarif is determined by concessionare - Full Capacity - Problem of raw water sources for additional capacity after year 2007 - Problem of tariff implementation - Problem of projection demand is less than actual demand - Problem of tariff implementation - Problem of raw water sources after year 2007 Bulk Water to Jakarta an Tangerang
Bintang Jaya
Residential area
US$ 10 mio
25 Years (1999 - 2024)
Lippo Karawaci Full Private
US$ 10 mio
1990
Pembangunan Jaya
US$ 0,5 mio
25 Years (2000 - 2025)
Residential area. (Tariff is determined by concessionaire) Potable Water Residential area. Fully Private (Tariff is determined by concessionaire), start from year 1990 Full Operation
US$ 10 mio
1993
PT Kemang Pratama
US$ 5 mio
1994
PT Hunday
US$ 2,5 mio
1995
PT Cikarang Permai
US$ 10 mio
1998
PT Bukit Indah Full Private
1
2
3
4
5 6
7
10
11
12
13
14
15 16
17
18
19 20 21
22
23
24 25
US$ 5 mio
US$ 2,5 mio
PT Sauh Bahtera Samudra
Residential area, Fully Private concessionaire determines tariff start from year 1993 in the Industrial estate fully private (concessionaire determines tariff ) start from year 1994 Residential area Fully private (Concessionaire determines tariff ) Residential and industrial areas, start from year 1998
20 years (2005 - 2025)
PT MLD
US$ 10 mio
20 years (2006-2026) 2004
US$ 2,5 mio US$ 3 mio
(1998 - 2023) (2005 - 2030)
PT Tirta Gajah Mungkur APAC INTI Full Private PT Vivendi PT Hanarida
US$ 10 mio
25 years (1995 - 2020)
PT Tirta Artha Buana
US$ 5 mio
25 years (2004 - 2029)
WATTS
Full Operation
US$ 5 mio
5 Years (2005 - 2010) 25 Years (2006 - 2031)
PT Adi Karya
Full Operation
Gadang Berhad
Under Construction
US$ 2,5 mio
US$ 2 mio
Full Operation
Under Construction Industrial, PDAM has right 50 l/sec, Start from year 2004 Full Operation
Full Operation A plan for Phase II
Sumber: BPPSPAM
6
KPS kemitraan prasarana & sarana | Desember 2008
Target KPS Pemerintah yakin alternatif sumber dan pola pembiayaan air minum, salah satunya dalam pola KPS. Pola ini sudah mulai dikembangkan sejak 1992. PDAM yang melaksanakan KPS antara lain di Jakarta (kerjasama dengan Lyonnaise des Eaux dan Thames Water), Medan (Lyonnaise des Eaux) dan Sidoarjo (Vivendi dan PT Hanarida). Selengkapnya lihat tabel 1 (halaman 6). Melihat kondisi di Indonesia, maka 54% penduduk di perkotaan adalah pasar yang masih sangat menjanjikan bagi swasta. Penduduk di perkotaan menjadi prioritas pendekatan KPS, karena KPS mensyaratkan full cost recovery ditambah appropriate margin. “Asumsinya, penduduk di perkotaan memiliki daya beli yang lebih tinggi untuk membayar biaya penyediaan layanan air minum sesuai dengan tingkat keekonomiannya,” papar Dedi. Hal senada diungkapkan Ketua Badan Pendukung Pengembangan Sistem
Penyediaan Air Minum (BPPSPAM) M Rachmat Karnadi. Ia melihat saat ini banyak investor swasta yang menunggu pola KPS air minum. “Salah satu pasarnya yaitu tingginya pertumbuhan real estate di perkotaan,” ujarnya. Kendala yang kerap dihadapi pemerintah dalam merealisasikan pola KPS yakni minimnya pemahaman yang ada di pemerintah daerah. Minimnya pemahaman itu kerap pula dipolitisasi dalam wacana persaingan yang keliru. Semisal, ada anggapan kehadiran swasta malah menjadi ancaman bagi PDAM dalam bisnis pelayanan air minum. Padahal, tegas Rachmat, semua bentuk kerjasama dalam pola KPS adalah bersifat sementara. Pemerintah hanya menyediakan daerah atau wilayah untuk dikelola oleh swasta. Dalam kurun waktu tertentu, maka hak pengelolaan akan dikembalikan ke pemerintah daerah atau PDAM. “Itu yang banyak belum dipahami. KPS ini bukan utang,” jelasnya.
Sebagai badan di bawah naungan Departemen Pekerjaan Umum, yang turut bertanggung jawab dalam mensosialisasikan pola KPS, BPPSPAM telah menyusun target realisasi pola KPS air minum. BPPSPAM mengambil peran sebagai mediator untuk melihat potensi yang ada di daerah. Saat ini, BPPSPAM tengah mengidentifikasikan beberapa proyek KPS, baik yang masih dalam kategori potensi maupun yang sudah menjadi prioritas di tahun 2009 (tabel 2). Kelompok yang masuk kategori potensi artinya sudah ada identifikasi proyek atau sedang dalam penyusunan dokumen pra feasibility study (FS). Yang terpenting adalah komitmen dari pemerintah daerah maupun PDAM, sehingga sosialisasi KPS juga telah dilakukan. Sedangkan yang sudah masuk kategori prioritas berarti tim KPS sudah terbentuk dan pra FS tengah difinalisasi. “Sejumlah proyek yang ada dalam kategori prioritas sudah siap untuk ditenderkan,” pungkas Rachmat.
Tabel 2. Potensi dan Prioritas KPS No
Kota/Kabupaten
A
POTENSI
Kerjasama
Kapasitas
Investasi
1
Kota Bekasi
Konsesi
300 lt/det
Rp 224.000.000.000
2
Kota Surakarta
BOT
300 lt/det
Rp
B
PRIORITAS
3
Kota dan Kab Cirebon
BOT
420 lt/det
Rp 142.013.000.000
4
Kab Bekasi
Konsesi
450 lt/det
Rp 297.800.000.000
5
Kota Bandar Lampung
Konsesi
500 lt/det
Rp 517.649.380.000
6 7
67.400.000.000
DKI Jakarta, Bekasi dan Karawang
BOT
15.000 lt/det
Rp 3.335.048.761.520
Kab Indramayu
BOT
100 lt/det
Rp
Rp 171.743.000.000
8
Kab Bandung
Konsesi
500 lt/det
9
Kota Bandung
BOT
1.000 lt/det
10
Kota Medan
Management
10.000.000.000 -
contract for up Rating WTP
500 lt/det
Rp 56.252.000.000
Sumber: BPPSPAM
KPS kemitraan prasarana & sarana | Desember 2008
7
KPS, Cara Aman Berinvestasi Bicara investasi di Indonesia, maka selalu akan diikuti pertanyaan mengenai sejauh apa jaminan keamanan yang dapat diberikan pemerintah? Persoalan klasik semacam ini juga menghinggapi program pengembangan sistem penyediaan air minum. Mampukah pola kerjasama pemerintah dan swasta (KPS) menjawabnya? Dalam ranah regulasi, pengembangan pola KPS air minum memiliki beberapa landasan hukum, antara lain UU Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air dan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang Sistem Penyediaan Air Minum. Kedua peraturan tersebut menyatakan bahwa penyediaan air minum dapat dilakukan dalam kerangka kerjasama dengan PDAM. “Jika PDAM atau pemerintah daerah tidak mampu, maka akan dilakukan oleh pihak swasta melalui mekanisme KPS berbentuk konsesi,” ujar Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Dedi Supriadi Priatna. Sedangkan mengenai prosedur pengadaan mitra KPS, diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur. Melalui Perpres ini, pemerintah menargetkan pelayanan air yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum pada tanggal 1 Januari 2008. Perpres ini juga menetapkan penyusunan rencana induk Sistem Penyediaan Air Minum yang terpadu dengan pembuangan air limbah
dan sistem pengelolaan persampahan, yang ditargetkan pada tanggal 1 Januari 2010. Ada momentum yang telah terlewat dan sisa waktu yang ada merupakan pekerjaan berat bagi pemerintah. Hingga detik ini, lebih separo penduduk Indonesia belum menikmati pelayanan air minum. Jika untuk memenuhi kebutuhan saja sudah sedemikian jauh tertinggal, dapat dibayangkan betapa beratnya target pemerintah setahun ke depan untuk memadukan sistem penyediaan air minum dan air limbah atau pengolahan sampah. Lebih riskan lagi, dalam sebuah artikel yang pernah dirilis Journal Science, para ahli memprediksi akan terjadi kesulitan penyediaan air bersih pada tahun 2025 di wilayah bumi yang kaya air, termasuk Indonesia. Penyebab dari krisis ini antara lain pertumbuhan penduduk dan pembangunan ekonomi. Upaya menanggulangi beserta penanganan konsekuensi dari kesulitan itu membutuhkan biaya yang sangat tinggi.
Pola pendanaan antara pemerintah dan swasta benar-benar harus sinergis. Misalnya saja, ujar Ketua Badan Pendukung Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (BPPSPAM) M Rachmat Karnadi, pemerintah bertanggung jawab penuh dalam pengelolaan sumber daya air di hulu. Mengapa harus pemerintah? Sebab, nilai
Dasar Hukum KPS Air Minum • UU No 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. • PP No 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan SPAM. • Perpres No 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur
• Permen PU No 294 Tahun 2005 tentang Badan Pendukung Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum.
8
Kearifan KPS Butuh kearifan lebih terhadap lingkungan demi masa depan anak cucu. Kearifan yang senyatanya juga termakna pada pola KPS dalam menyelenggarakan sistem penyediaan air minum. Persoalan air baku bagi sistem penyediaan air minum menuntut perhatian, karena berkurangnya air akibat perubahan tata guna lahan, pencemaran, perubahan siklus air global dan pola hujan lokal, ditambah pengelolaan air tanah yang tidak baik, berkontribusi terhadap persoalan air baku tersebut. Jelas di sini diperlukan keterpaduan pengelolaan sumber daya air di hulu dengan sistem penyediaan air minum di hilir.
KPS kemitraan prasarana & sarana | Desember 2008
Investasi dibutuhkan untuk mengembangkan teknologi sistem penyediaan air minum
keekonomian pengelolaan air baku sangat rendah. Sesuatu yang tentunya tidak menarik bagi bisnis swasta. Sedangkan di hilir, sangat arif jika keterlibatan swasta terus dioptimalkan guna mendampingi peran PDAM yang sudah berjalan. “Bahkan, dalam PP Nomor 16 Pasal 64, disebutkan ada wewenang bagi pemerintah daerah untuk menggandeng swasta di wilayah tertentu yang belum ditangani PDAM,” jelas Rachmat seraya menegaskan pola KPSnya bisa berbentuk konsesi atau BOT, setelah 25 tahun, diserahkan kembali ke pemerintah daerah. “Ini memang barang baru, memang tidak mudah memberi ‘pengertian’ seperti ini,” tambahnya. Penekanan Rachmat pada kata ‘pengertian’ dimaksudkan mengklarifikasi berbagai kekeliruan persepsi yang kerap mengarah pada pandangan seolah-olah swasta ancaman bagi PDAM. Padahal, sekalipun dikatakan sebagai persaingan, ini harus dilihat secara positif. Iklim kompetisi yang tercipta karena kehadiran swasta justru memacu masing-masing penyelenggara air minum untuk memberikan pelayanan
yang lebih baik. “Yang lebih penting dicermati sebenarnya adalah kesiapan dari kita sendiri agar mampu mengambilalih pengelolaan setelah masa konsesi berakhir. Jangan kita seperti dikasih obat bius, sehingga selalu tergantung pada swasta,” imbau Rachmat.
adalah monopoli alami. Alasannya, jika sudah ada satu penyelenggara layanan dalam satu wilayah, maka akan tidak ekonomis bagi penyelenggara lain untuk menyediakan layanan sejenis. “Ini disebabkan tingginya biaya konstruksi jaringan perpipaan,” jelasnya.
Daya tarik lain dari pola KPS yaitu meminimalkan risiko investasi. Ini bukan utang, karena investor sendiri harus mencari sumber pendanaan bagi keterlibatannya. Dengan demikian, permasalahan yang akan timbul berkenaan dengan pembayaran utang tidak akan menjadi permasalahan di kemudian hari. Pola manajemen bersama dan menjamin tidak adanya pengalihan kepemilikan aset harus disepakati antara pemerintah daerah atau PDAM dan investor.
Namun demikian, kompetisi dapat dilakukan dengan membandingkan sisi kinerja pengusahaan antar penyelenggara. Kinerja dapat terukur dengan menggunakan indikator-indikator efisiensi pengusahaan, tingkat kebocoran, persentasi cakupan layanan, tingkat gangguan dan sebagainya.
Kembali ke soal kemungkinan terjadinya persaingan, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) tidak melihat kehadiran pihak swasta dapat memicu kompetisi yang negatif. Menurut Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Bappenas Dedi Supriadi Priatna, sifat penyelenggaraan pelayanan air minum
Kompetisi positif ini sah-sah saja terjadi antara sesama PDAM, PDAM dengan KPS, atau KPS dengan KPS lain. Sejatinya, pungkas Bapak Deputi, kompetisi diharapkan sudah berlangsung sejak tahap pengadaan KPS, dimana calon penyelenggara harus melalui mekanisme tender yang kompetitif dan transparan sebagaimana diatur dalam Perpres 67 Tahun 2005, sebelum diberikan hak sebagai penyelenggara air minum di suatu wilayah.
KPS kemitraan prasarana & sarana | Desember 2008
9
WAWANCARA
“Ada Privilege Bagi Calon Investor”
M Rachmat Karnadi
Ketua Badan Pendukung Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (BPPSPAM)
Pasca krisis moneter 1998, kondisi infrastruktur di Indonesia, terutama dalam subsektor air minum, mengalami stagnasi dan cenderung memburuk jika ditarik garis lurus dengan pertumbuhan penduduk. Pemerintah lantas mengambil beberapa langkah taktis guna menghindarkan Indonesia dari ‘kekeringan’ yang semakin tandus, termasuk mengundang investor swasta untuk mengambil peran. Melalui Badan Pendukung Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (BPPSPAM), diharapkan terbuka mediasi bagi kerjasama pemerintah dan swasta (KPS). Berikut petikan wawancara Ketua BPPSPAM M Rachmat Karnadi: Bagaimana kondisi pelayanan air minum saat ini? Saat ini, cakupan layanan PDAM hanya 46% penduduk di perkotaan, sedangkan di pedesaannya lebih parah lagi, baru 8%. Kemudian, dari 351 PDAM, hampir 200 dalam kondisi tidak sehat. Total utang mereka, termasuk beban bunga, mencapai Rp4,4 triliun. Mengapa kondisi mereka sedemikian parah? Karena mereka menjual air di bawah biaya pokok produksi. Misalnya, biaya pokok produksi Rp2.000 per liter, tapi hanya dijual Rp1.500. Mereka kerap mendapat hambatan dari pemerintah daerah dan dewan untuk menaikkan tarif di atas cost recovery, karena mereka mengatakan masyarakat sedang susah, kok dibebani lagi dengan air minum... Padahal, yang lebih terbebani lagi adalah masyarakat yang belum terlayani air minum. Mereka beli air dengan harga Rp1.000 per jerigen. Pasti mereka tercekik untuk memenuhi kebutuhan per bulan. Kalau perlu mereka tak mandi. Soal utang PDAM? Utang itu bukan sesuatu hal yang buruk, karena itu untuk membangun pipa atau jaringan. Tetapi, saat menerima utang, seharusnya mereka menaikkan tarif. Itu yang tidak dilakukan. Sekarang ada kebijakan pemerintah agar bagaimana mempercepat untuk menghapus utang PDAM, tapi tarif disesuaikan dulu dengan cost recovery. Lalu, PDAM yang bersangkutan juga harus membuat perencanaan bisnis. Jadi, dari total utang PDAM yang mencapai Rp4,4 triliun, yang akan dihapuskan beban bunganya yang sudah mencapai Rp3,3 triliun. PDAM yang berhak mendapatkan penghapusan utang adalah yang memenuhi persyaratan di atas. Tapi ada satu persoalan yang menurut saya jadi tidak adil, yaitu ada PDAM yang memiliki utang besar dan beban bunganya dihapuskan. Sedangkan PDAM yang tidak memiliki utang berarti
10 KPS kemitraan prasarana & sarana | Desember 2008
tidak memanfaatkan fasilitas itu. Padahal, PDAM itu juga butuh dana untuk mengembangkan pelayanan mereka. Harusnya yang gak punya utang juga dikasih duit agar bisa berkembang. Ini baru adil. Sekarang kondisinya yang punya utang diputihkan, yang gak punya utang gak dikasih apa-apa, ya selamanya gak berkembang. Terkait kebocoran air, berapa batas toleransi? Bicara soal kebocoran ini apa sih artinya? Ini bukan air keluar, tapi sebagian dinikmati oleh masyarakat juga melalui sambungan tertentu yang uangnya tidak masuk ke perusahaan. Di Jakarta, dari dua operator, kebocoran masing-masing mencapai 48% dan 51%. Ke depan, kita menetapkan batas toleransi kebocoran hanya sekitar 20% sampai 25%. Mengatasi kesulitan PDAM untuk berkembang? Ada beberapa jalan, pertama setelah sehat berkat restrukturisasi, PDAM dapat membuat perencanaan bisnis agar memenuhi persyaratan untuk meminjam uang di bank. Kan demand sudah pasti, tinggal bagaimana memenuhi suplai. Pemerintah harus
membantu merekomendasikan ke bank, jika perencanaan bisnis mereka baik. Nah, cara kedua adalah menggunakan pola KPS. Masalah yang muncul dari beberapa PDAM yang baru pertama kali kenal KPS, banyak yang bingung. Siapa yang akan bayar investasi swasta itu? Padahal, kita hanya menyediakan daerah konsesi, dengan harga yang ditenderkan. Setelah tahun ke-N, ketika konsesi berakhir, maka fasilitas pindah ke kita, daerah atau PDAM. Itu yang belum dipahami, ini bukan soal utang. Apa yang dilakukan BPPSPAM terkait masalah ini? Kita melakukan sosialisasi mengenai model-model KPS, apa saja keuntungan KPS dibanding pinjam bank, atau penjelasan mengenai beda private invest dan KPS. Tapi orang-orang di daerah banyak yang belum percaya diri. Bahkan, ada yang sudah memiliki dokumen feasibility study (FS), tapi belum bisa berjalan karena terhambat di pemerintah daerah atau DPRD. Mengapa itu terjadi? Ada pandangan swasta bisa menjadi ancaman bagi PDAM. Kalau
KPS kemitraan prasarana & sarana | Desember 2008
11
ada kekhawatiran dengan persaingan, justru harus diciptakan kompetisi dalam pelayanan. Ini malah yang sudah FS terkendala. Kami hanya bisa mengingatkan kalau persoalan ini dapat berimbas lebih luas. Jika investor itu dari asing, kan ini jadi masalah yang bisa diketahui internasional, akan berdampak buruk bagi KPS lain. Jangan sampai mereka kapok datang ke Indonesia Bagi investor, apa yang menjadi daya tarik dari pola KPS? Yang menarik bagi investor tentunya bahwa sekarang ini, lima sampai sepuluh tahun ke depan, kebutuhan masih tinggi sekitar 55%. Bagi pemerintah daerah sendiri, silakan tinggal terserah mereka, mana yang mau dipilih, mau coba pinjam bank atau menggunakan pola KPS. Adakah fasilitas lain bagi calon investor? Dengan Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005, ada ketentuan yang mengatur pihak calon investor boleh berinisiatif membuat FS lebih dulu. Mereka yang melakukan itu akan mendapat privilege dalam penawaran tender hingga 20% dari nilai proyek. Artinya, investor yang mendapat privilege ini masih berpeluang
untuk menang walaupun memberikan penawaran lebih tinggi 10% sampai 20%. Tender yang diikuti oleh investor yang berinisiatif melakukan FS ini diumumkan sebagai tender khusus, karena ada investor yang mendapat privilege. Bagi investor lain, silakan apakah ada yang mau ikut. KPS diarahkan pada sistem penyediaan air minum, bagaimana dengan air baku? Sebenarnya persoalan ketersediaan air baku juga masalah. Tapi, KPS akan fokus pada air minum, karena air baku murah. Saya kira untuk air baku itu harus pemerintah yang mengelolanya, karena gak ada swasta yang mau ke situ. Di Thailand investor mencoba membawa air baku, tapi harganya separo dari air bersih. Apakah kita mampu mengefisienkan biaya distribusinya? Sementara, seperti di Jakarta, saat air baku dinaikkan jadi Rp125 ribu saja sudah ribut. Padahal, mereka menjual air minum ratarata Rp.6.000 per meter kubik. Apa sebenarnya rumusan untuk menentukan tarif? BPPSPAM mulai 2005 untuk menjaga keseimbangan antara pelanggan dan penyelenggara agar efisien dan terjangkau. Dalam menetapkan tarif ada mekanisme dengan hitungan kasar 4% dari gaji (UMR) dengan rata 20 kubik per bulan atau 150 liter per orang per hari. Kita bermain 0-15 meter kubik dalam harga Rp 2.000, kalau di atas 15 kubik berlaku tarif progresif dan seterusnya. Harus efisien karena air baku susah. Yang penting, orang miskin harus dijaga dengan patokan 4% dari gaji tadi. Tarif bisa berbeda-beda di masing-masing daerah? Masing-masing PDAM menetapkan tarif sendiri. Termasuk juga bagi swasta atau KPS. Investor juga akan melihat berapa pelanggan industri, menengah dan bawah. Kalau bawah semua, itu obligasi pemerintah (PSO). Tugas lain dari BPPSPAM? Kita mengevaluasi kinerja PDAM sebagai penyelenggara. Ada kemajuan, sejak tahun 1995, dari 351 PDAM, perusahaan yang sehat hanya 9%. Kini, yang sehat sudah bertambah jadi 28%. Kecil ya, gimana…, karena mereka masih tertekan oleh utang yang belum selesai, sedangkan yang berkesempatan diputihkan pun masih dalam proses. Saran Anda bagi PDAM? Utang dibutuhkan untuk menambah coverage, direktur PDAM harus berpikir jangan seperti birokrat yang takut akan utang, tapi harus seperti entreprenuer yang mampu me-manage utang dengan baik untuk meningkatkan kinerja. Sedangkan mengenai pola KPS, juga harus dipahami secara jernih. Semua bentuk kerjasama dalam pola KPS adalah bersifat sementara. Pemerintah hanya menyediakan daerah atau wilayah untuk dikelola oleh swasta. Dalam kurun waktu tertentu, maka hak pengelolaan akan dikembalikan ke pemerintah daerah atau PDAM. Itu yang banyak belum dipahami.
BPSPAM terus melakukan sosialisasi mengenai model-model KPS, serta apa saja keuntungan KPS dibanding peminjaman bank.
12 KPS kemitraan prasarana & sarana | Desember 2008
LIPUTAN KHUSUS
Menanti Aetra Sirami Tangerang Aetra Air Jakarta Berbenah PT Aetra Air Tangerang resmi melaksanakan proyek air bersih sejak Agustus 2008. Anak perusahaan Aquatico (sebuah holding asal Singapura), yang melakukan kesepakatan dengan pola kerjasama pemerintah dan swasta (KPS) ini, menargetkan Desember 2009 sudah efektif beroperasi.
P
erjalanan dalam menggagas proyek KPS di Tangerang berlangsung sejak tiga tahun lalu. Konsultasi publik mulai dilakukan pada 22 September 2006. Dua pekan kemudian, tepatnya 10 Oktober 2006, pemerintah Kabupaten Tangerang menggelar market sounding guna mensosialisasikan proyek ini kepada investor. Hasil lelang pada pertengahan 2007 memutuskan Aquatico sebagai pemenang. Perusahaan holding investasi di bidang infrastruktur air yang berbasis di Singapura ini, pemilik 95 persen saham Aetra. Investor swasta ini sebenarnya bukanlah pemain baru. Sebelumnya, PT Aetra Air Jakarta telah lebih dulu menjalankan pola KPS dalam sistem penyediaan air minum bagi sekitar 3 juta warga di timur Jakarta. Kini, Aetra Air Tangerang akan bertanggungjawab melayani kebutuhan air bersih bagi sekitar 3,5 juta penduduk Kabupaten Tangerang. “Kami langsung bekerja dan membangun infrastruktur untuk jaringan air bersih,” kata Komisaris Utama Aetra Fatah Topobroto, usai penandatanganan nota kesepahaman di Pendapa Bupati Tangerang, 4 Agustus 2008. Kesepakatan ditandatangani Bupati Tangerang Ismet Iskandar dan
Direktur Utama PT Aquatico Capital Link Abdulbar M Mansoer, disaksikan Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto. Nilai investasi untuk masa konsesi 25 tahun (hingga 2033), sebesar Rp520,7 miliar. Dana investasi sepenuhnya ditanggung Aetra dalam proyek yang akan dimulai di lima kecamatan, yaitu Sepatan, Pasar Kemis, Cikupa, Balaraja, serta Jayanti. Pengelolaan air meliputi pengolahan air, instalasi, pipanisasi, sistem pendistribusian dan kantor. Soal harga, Aetra Tangerang mematok tarif Rp3.400 per meter kubik untuk pelanggan domestik atau nonindustri. Sedangkan bagi nondomestik belum ditentukan. Yang pasti, tarif domestik di bawah ketentuan pemerintah, yakni Rp3.500 per meter kubik. Menteri PU Djoko Kirmanto mengharapkan KPS di Kabupaten Tangerang ini bisa dijadikan contoh bagi program sejenis di daerah lain. Terutama program KPS air minum di Balikpapan dan Jambi yang saat ini tengah dalam proses. “Ada daerah-daerah lain yang juga akan melaksanakan ini, seperti Balikpapan dan Jambi. Karenanya, Kabupaten Tangerang harus jadi contoh,” kata Djoko Kirmanto. Djoko mengatakan program KPS di Kabupaten Tangerang termasuk dalam Inpres Nomor 5 Tahun 2008 tentang Fokus Ekonomi 2008-2009, bahwa KPS air minum Kabupaten Tangerang sudah dapat berfungsi selambatnya akhir Desember 2009. “Jangan main-main dengan program ini. Target Pak Presiden harus beroperasi
selambatnya akhir Desember 2009. Karena itu, perlu dilakukan upaya yang sungguh-sungguh agar sasaran atau fokus inpres dapat tercapai,” tegas Menteri PU. Bupati Tangerang Ismet Iskandar mengungkapkan KPS ini dilatarbelakangi masih sulitnya sejumlah wilayah di Kabupaten Tangerang mendapatkan air bersih. Pemkab Tangerang diuntungkan dengan adanya program KPS, sebab investasinya tanpa membebani APBN atau APBD. Seluruh dana ditanggung pemenang tender. Setelah melewati masa konsesi 25 tahun, proyek sepenuhnya akan diserahkan kepada Pemkab Tangerang. Proyek ini merupakan salah satu model yang direkomendasikan pada Indonesia Infrastructure Conference and Exhibition 2005 (IICE) dan salah satu upaya untuk mengejar target Millenium Development Goals (MDGs), yang pada 2015 mendatang harus sudah dapat melayani air minum 50 persen penduduk di daerah tersebut. Ismet menambahkan, meski di beberapa daerah lain sudah ada berjalan proyek yang melibatkan peran investor swasta, namun pasca diundangkannya Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005, kabupatennya adalah daerah pertama yang melaksanakan program KPS. Isi Perpres antara lain tentang peran, tanggung jawab, peraturan dan prosedur pemerintah daerah mengelola subsektor air minum dan air limbah plus peran sektor swasta. Aetra Jakarta Berbeda dengan Tangerang, Aetra Air Jakarta sudah terlebih dahulu hadir melayani kebutuhan air bersih bagi
KPS kemitraan prasarana & sarana | Desember 2008
13
masyarakat Jakarta yang berada di wilayah utara, timur dan sebagian pusat kota. Sebelumnya, perusahaan itu bernama PT Thames PAM Jaya (TPJ), tapi terhitung bulan April 2008. telah berganti baju menjadi PT Aetra Air Jakarta. Pergantian ini seiring beralihnya kepemilikan saham sebanyak 80% dari TPJ kepada konsorsium Aquatico. Otomatis namanya berubah menjadi Aetra. Direktur Utama PT Aetra Air Jakarta Syahril Japarin menjelaskan proses perubahan sudah dilakukan sejak Januari 2008 dengan tiga target utama pembenahan, yaitu menekan kebocoran air (non revenue water-NRW), peningkatan volume air terjual dan menaikkan collection. Perubahan ini juga ditandai dengan pembenahan internal perseroan dalam bidang teknologi, organisasi dan pelayanan pelanggan. Yang menarik adalah inovasi dalam pelayanan pelanggan. Terhitung mulai 1 Juni 2008 Aetra menerapkan sistem spot billing, yaitu setiap petugas yang memeriksa meteran pelanggan ke setiap rumah bisa langsung melakukan penagihan di tempat. Pelanggan juga bisa langsung mengajukan keluhan kepada petugas. Sistem ini dipercaya mampu meningkatkan akurasi dan kepuasan pelanggan. Direktur Bisnis Service PT Aetra Air Jakarta Rhamses Simanjuntak mengatakan sistem yang mereka terapkan ini telah memangkas jalur pelayanan pelanggan. Sebelumnya petugas untuk pembaca meter, pencetak tagihan dan pengantar tagihan berbeda-beda, tapi sekarang hanya satu orang yang berfungsi sebagai pembaca meter sekaligus pengantar tagihan. “Tindakan ini jelas upaya efisiensi yang dilakukan Aetra. Untuk menekan tingkat kebocoran upaya yang dilakukan adalah penggunaan gas helium untuk mendeteksi kebocoran. Cara ini sangat efektif untuk mengetahui letak lokasi terjadinya kebocoran air,” kata Rhamses di sela-sela acara rapat kerja antara Badan Regulator Pelayanan Air Minum (BRPAM) DKI Jakarta dengan Palyja dan Aetra, Rabu (14/1), di Jakarta. Setelah penggunaan gas helium di daerah
Setelah melayani penyediaan air minum bagi warga di timur Jakarta, Kini Aetra Air Tangerang lewat pola Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) ditargetkan efektif beroperasi pada Desember 2009.
Kelapa Gading Permai dan Salemba terjadi penurunan tingkat kebocoran air rata-rata sekitar 6%. Di wilayah Kelapa Gading Permai tingkat kebocoran bisa ditekan menjadi 50% dari sebelumnya 56% sedangkan untuk wilayah Salemba terjadi penurunan kebocoran menjadi 48% dari sebelumnya 54%. Upaya jalur hukum juga telah dilakukan. Pada Bulan Desember 2008, pihak Aetra telah melaporkan temuan sambungan air ilegal yang mengaliri lebih dari 400 ruko yang berada di salah satu kompleks ruko di kawasan Ancol, Jakarta Utara, kepada Polda Metro Jaya. Diperkirakan, pemakaian air pada ratusan ruko tersebut mencapai sedikitnya 180 .000 meter kubik per tahun atau 15.000 meter kubik per bulan. Dengan tarif Rp12.555 per meter kubik, ruko tersebut seharusnya memberikan pemasukan bagi Aetra sedikitnya Rp188 juta. Namun, berdasarkan database Aetra, tagihan bulanan ke ruko itu hanya berkisar Rp17 juta sampai Rp 20 juta. Aetra pun memperkirakan, pihaknya rugi sekitar Rp3 miliar selama beberapa tahun terakhir. Tolak Kenaikan Tarif Berdasarkan prestasi itu, jelas Rhamses, Aetra Air Jakarta bermaksud mengajukan permohonan penyesuaian tarif air kepada BRPAM DKI Jakarta mengingat perseroan perlu tambahan biaya untuk melakukan investasi dan pengembangan jaringan air sehingga tingkat kebocoran bisa ditekan. “Berdasarkan perhitungan kami, seluruh aset yang dikelola Aetra sebesar Rp 4,6 triliun dan umurnya telah lebih dari 50 tahun. Capital expenditure diperlukan untuk maintenance serta pengembangan peralatan. Bersama Palyja,
14 KPS kemitraan prasarana & sarana | Desember 2008
kami mengusulkan kenaikan tarif sebesar 22,7%” tandasnya. Tapi, BRPAM DKI Jakarta berpendapat lain, Ketua BRPAM DKI Jakarta Irzal Djamal menilai usulan kedua operator air itu terlalu tinggi dan tidak sebanding dengan upaya kedua operator itu dalam melakukan efisiensi operasi. Indikatornya adalah target tingkat kebocoran air yang selalu tidak bisa dipenuhi. Menurut dia, usulan itu bisa ditekan dengan upaya efisiensi terhadap komponen biaya yang terdapat dalam rebasing atau rencana kerja lima tahunan. Rebasing bertujuan untuk menentukan kebutuhan finansial operator selama lima tahun ke depan, khususnya variabel imbalan dasar baru (water charge/C 0). “Saat ini, BRPAM sedang mengkaji besaran angka C 0 yang diajukan operator. Hasil rebasing menentukan target teknis dan standar pelayanan, program investasi dan biaya operasi dalam lima tahun depan. Dengan demikian, hasil rebasing akan menentukan besaran tarif baru,” kata Irzal. Kedua operator itu, lanjutnya, wajib memenuhi target rebasing yang ditentukan BRPAM. Target itu meliputi jumlah air yang diproduksi, jumlah air yang terjual, adanya peningkatan jumlah pelanggan, meningkatnya pelayanan kepada pelanggan dan tingkat kebocoran. Irzal berharap, jika Palyja dan Aetra mampu melakukan efisiensi menekan biaya distribusi dan kebocoran yang masih tinggi, tentunya tarif air yang berlaku saat ini sebesar Rp1.050-Rp12.500 per meter kubik tidak perlu dinaikkan lebih tinggi.
Irzal Djamal, Ketua Badan Regulator Pelayanan Air Minum DKI Jakarta
“Hindari Perhitungan Tarif Berdasar Imbalan”
Bila operator tidak bisa memenuhi target yang ditetapkan? BR tidak bisa menghukum, karena fungsi BR hanya melihat apakah kerja sama berjalan baik atau tidak. BR hanya memberikan saran dan solusi menekan kebocoran tentang how-nya diserahkan kepada operator. Effort operator menekan kebocoran akan terlihat di finansial proyeksi yang meliputi biaya capital expenditure dan operational expenditure.
D
berapa tagihan yang dikumpulkan. Jika tidak seimbang berarti bocor.
Bagaimana strategi BRPAM menekan kebocoran air? BRPAM hanya memberikan arahan kepada operator. Bagaimana caranya diserahkan kepada operator. Upaya teknisnya mereka lakukan sendiri. Misalnya, Palyja menggunakan gas helium untuk mengetahui dimana lokasi kebocoran. Aetra pakai sistem district meter area (DMA), suatu areal bisa diketahui dari jumlah meter yang masuk dan bisa dilihat meter yang mengalir di daerah itu berapa banyak serta
Tingkat kebocoran air di Jakarta mencapai rata-rata 50%, pendapat Anda? Tingkat kebocoran di Palyja 49% dan Aetra yang dulu Thames PAM Jaja (TPJ) mencapai 51%. Tingkat kebocoran dan cakupan layanan ditentukan dalam rebasing. Rencana yang diajukan operator akan dikaji BRPAM, sehingga tercipta kesepahaman yang sama. Saat ini, operator mengklaim hampir 60% penduduk Jakarta sudah terlayani air bersih, padahal perhitungan BRPAM hanya 40%. BRPAM menginginkan angka ini terus bertambah sesuai target yang dicanangkan dan MDGs sebanyak 80% penduduk Jakarta terlayani air bersih. Hingga saat ini, jumlah penduduk yang tercatat sebagai pelanggan air bersih mencapai 800 ribu orang. Sebelumnya, di tahun 1998, sejak konsesi dimulai baru mencapai 400 ribu orang. Operator mengatakan sudah berhasil menaikkan jumlah pelanggan, tapi menurut BRPAM belum, karena beda perhitungannya. Situasi pada saat 1998 tentu saja berbeda dengan saat ini.
ari sejumlah proyek kerjasama pemerintah dan swasta (KPS) di Indonesia, baru di DKI Jakarta dibentuk sebuah badan pengatur. Salah satu tugas Badan Regulator Pelayanan Air Minum (BRPAM) ini untuk memantau kinerja operator dalam menyelenggarakan sistem penyediaan air minum. Berikut sekelumit petikan Ketua BRPAM Irzal Djamal mengenai kinerja dua operator yang ada di wilayahnya.
Tugas BPRPAM untuk memantau kinerja 2 operator penyedia air minum di DKI Jakarta
Bagaimana bisa terjadi perubahan dari TPJ menjadi Aetra? Menurut PAM Jaya hal itu tidak menyalahi kontrak karya. TPJ sudah menjual semua sahamnya ke Aquatico sebagai induk dari PT Aetra Air Jakarta. Apakah ada peluang investor lain masuk? Konsesi yang ada berlaku saat ini sudah mengunci operator lain. Jakarta dibagi dua wilayah. Di Timur untuk Aetra, barat untuk Palyja. Hal itu disebutkan dalam kontrak. Bercermin dari Jakarta, bagaimana idealnya KPS pengelolaan air? Hindari mekanisme perhitungan yang berdasarkan imbalan bagi investor. Di Jakarta menerapkan hal itu, karenanya harus dihindari kontrak seperti itu karena sangat menguntungkan investor. Seharusnya risiko sama-sama dipikul. Untung maupun rugi harus sama-sama. Kalau imbalan yang dipegang tetap, operator tidak ada risiko rugi, karena kerugian mereka masuk ke dalam utang. Berarti piutang bagi dia, utang bagi PAM Jaya. Apakah perjanjian KPS air di Jakarta bisa diubah? Kalau itu diputus ataupun diubah, sanksinya berat. Harus melewati pengadilan internasional dan kita diwajibkan membayar denda. Makanya, sebelum membuat kesepakatan dengan investor, harus tuntas dulu bagaimana perhitungan mengenai tarif yang idealnya bercermin pada kelayakan dan kemampuan masyarakat untuk membayar. ***
KPS kemitraan prasarana & sarana | Desember 2008
15
KOLOM KPS
Kemajuan Proyek IRSDP
P
royek IRSDP memiliki beberapa komponen, salah satunya adalah komponen Project Development Facility (PDF) yang terdiri dari National Project Development Facility (NPDF) dan Regional Project Development Facility (RPDF). Tujuan dari komponen
Project Development Facility (PDF) ini untuk menyiapkan proyek kerjasama Pemerintah swasta (KPS) di bidang infrastruktur dan mendampingi Implementing Agencies dalam melakukan proses pemilihan, penyusunan kontrak dan penandatanganan kerjasama dengan mitra swasta penyedia jasa infrastruktur. Berikut ini adalah status terakhir perkembangan pelaksanaan 7 proyek yang akan dibantu persiapannya dari PDF IRSDP:
No.
Nama Proyek
Perkiraan Nilai Investasi
Status Desember 2009
National Project Development Facility 1.
PLTU Jawa Tengah
US$ 1,2 Milyar
Proses Pengadaan dibantu oleh IFC Kapasitas pembangkit antara 1600 - 2000 MW Saat ini sedang dalam proses pegadaan badan usaha
2.
Margagiri - Ketapang Ferry Terminal
US$ 97 Juta
Dalam proses konsultan Pre-FS
pengadaan
Regional Project Development Facility (Berdasarkan usulan dari Pemerintah Daerah) 3.
Pembangunan Terminal Terpadu Gedebage-Kota Bandung
-
Dalam proses konsultan Pre-FS
pengadaan
4.
Pembangunan Bandara Internasional Kertajati-Jawa Barat
Rp. 9 Triliun
Dalam proses pengadaan konsultan Pre-FS (TOR sudah dikirim ke ADB)
5.
Proyek Penyediaan Air Baku Kota Bandung
U$ 17 Juta
Dalam proses penyusunan Pra FS
6.
Proyek Penyediaan Air Baku Tukad Unda
Rp. 360 Milyar
Dalam proses penyusunan Pra FS
7.
Proyek Air Bersih Kabupaten Maros (Sulawesi Selatan)
Rp. 115 Milyar
Dalam proses pengadaan konsultan (TOR sudah dikirim ke ADB)
Sumber: Bappenas
16 KPS kemitraan prasarana & sarana | Desember 2008
ETALASE
Umur Ekonomis Pipa Hanya 30 Tahun
Rapat Koordinasi KPS Air Minum di Kantor Bappeda Kota Bandung
P
DAM Kabupaten Bandung saat ini tengah membangun instalasi air minum dengan kapasitas 200 liter/detik untuk sistem pelayanan air minum di wilayah Kabupaten dan Kota Bandung. Kapasitas dari dua pipa terpasang, yang semula 1.400 liter per detik, menjadi 1.600 liter per detik. Hal ini dinilai sangat rawan dilihat dari sisi distribusi, karena salah satu pipa sudah dipergunakan sejak tahun 1960. “Dengan penambahan kapasitas dan perubahan hidrolis, maka harus ada antisipasi pipa baru. Pipa yang dipasang tahun 1990 tidak masalah, tapi yang 1960 umurnya sudah 50 tahun. Pipa memang didesain untuk penggunaan 50 tahun, tapi umur ekonomisnya hanya 30 tahun,” jelas Priyono Salim, ketua tim konsultan Poyry untuk proyek: The Proposed Pre-Feasibility Study and Transaction Advisory Services for Kota Bandung Bulk Water Supply Project.
Penjelasan itu menjawab pertanyaan Kepala Litbang Bappeda Kota Bandung Anton Sunarwibowo, dalam Rapat Koordinasi KPS tentang Pengembangan Instalasi Pengelolaan Air Cimenteng, 30 Desember 2008. Kondisi memprihatinkan lainnya dalam sistem penyediaan air minum di wilayah Kabupaten dan Kota Bandung, seperti juga banyak PDAM lain, masih tergantung pada sumber energi listrik dari PLN dalam operasionalnya. Setiap tahun, PLN harus melakukan perawatan yang membutuhkan satu atau dua hari, sehingga otomatis pelayanan air minum akan terganggu. PDAM setempat sebelumnya mengusulkan anggaran sebesar Rp 100 miliar, yang kemudian mendapat komitmen dari Pemerintah Kota Bandung sebesar Rp 44 miliar, untuk mempercepat dan mengembangkan pelayanan air minum. Namun, PDAM sendiri saat ini
masih mempunyai utang jatuh tempo sebesar Rp 342 miliar dan yang belum jatuh tempo mencapai Rp 25 miliar. Masalah lain yang selama ini dihadapi, baik oleh PDAM kabupaten maupun kota, adalah sistem pembiayaan yang sulit untuk menaikkan tarif. Salah satu dampaknya, cakupan layanan kedua PDAM baru mencapai 50% penduduk. “Diperlukan operator yang independen. Maka perlu ditawarkan kepada swasta yang difasilitasi oleh pemerintah setempat,” saran Priyono. Dalam kesimpulan tim konsultan Poyry, kedua PDAM dapat menjadi contracting agency dalam program KPS yang menjamin pihak swasta akan kelangsungan masa depan proyek. Sedangkan Tim KPS yang akan dibentuk nantinya akan berkembang menjadi Badan Regulator Air Minum sebagai mediator netral terhadap semua pihak yang terlibat.
KPS kemitraan prasarana & sarana | Desember 2008
17
Rapat Koordinasi Program 10 Juta Sambungan
19 PDAM Diusulkan Bebas Setor PAD Pemerintah diminta menunjukkan keseriusan dalam program 10 juta sambungan baru. Bentuk keseriusan itu bisa dilakukan dengan membebaskannya sejumlah Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) terhadap setoran pendapatan asli daerah (PAD), hingga tingkat penyebaran mereka mencapai 80%. Usulan itu disampaikan Ketua Persatuan Perusahaan Air Minum Seluruh Indonesia (Perpamsi) Ahmad Marju Kodri dalam rapat koordinasi program 10 juta sambungan air bersih. Rapat dipimpin Wapres Jusuf Kalla, Kamis 5 Januari 2009, juga dihadiri Menteri PU Djoko Kirmanto, Menteri PPN/Kepala Bappenas Paskah Suzetta dan Menko Kesra Aburizal Bakrie. Program 10 juta sambungan baru, yang diprediksi membutuhkan dana senilai Rp 85 triliun, semula diharapkan selesai 2013. Namun, Wapres Jusuf Kalla mendesak percepatan target jaringan air bersih ke rumah tangga di seluruh Indonesia diselesaikan pada 2011.
Terhadap target pemerintah itu, Perpamsi lebih menitikberatkan pemantapan 19 proyek percontohan di kota dan kabupaten. “Proyek percontohan itu sebanyak 19 PDAM yang diutamakan dalam melaksanakan program 10 juta sambungan,” ujar Kodri kepada Kompas. Kota-kota yang akan menjadi proyek percontohan PDAM itu adalah, Palembang, Surabaya, Bogor, Bekasi, Mataram, Banjarmasin, Padang, Tangerang, Cianjur, Semarang, Mojokerto. Sedangkan untuk kabupaten meliputi Kabupaten Bandung, Ciamis, Garut, Tuban, Brebes, Serang, Pemalang dan Lombok Barat. Sebagai insentif bagi beberapa PDAM itu, Pemda setempat diminta memberi keringanan berupa pembebasan dari kontribusi untuk PAD sampai penyebaran sambungan mencapai 80%. Wapres menyambut baik usulan ini dan langsung meminta Menteri Dalam Negeri untuk mensosialisasikan ke seluruh pemerintah daerah.
Rebasing KPS Air Minum Jakarta Perjanjian kerjasama pemerintah dan swasta (KPS) pelayanan air minum di wilayah DKI Jakarta telah memasuki periode lima tahunan ketiga. Sejak 1998, setiap lima tahun dilakukan rebasing sebagai upaya mencapai kesepakatan atas besaran imbalan air, yaitu pembayaran pihak pertama kepada mitra swasta untuk investasi dan jasa, yang kemudian digunakan dalam menetapkan tarif air. Namun, sejak amandemen perjanjian tahun 2001, besaran imbalan air belum dapat disepakati oleh pihak-pihak dua mitra swasta serta PAM Jaya). Dalam siaran persnya, 14 Januari 2009, Badan Regulator Pelayanan Air Minum (BRPAM) DKI Jakarta, mengungkapkan selama ini proses rebasing kerap tertunda. Semisal dalam menghitung imbalan dasar periode 2003-2007 untuk Palyja, baru diselesaikan tahun 2004. Demikian pula dengan TPJ (sekarang Aetra) baru selesai tahun 2005. Proses rebasing periode ketiga (2008-2012) juga mengalami hal yang sama. Padahal, proses ini amat menentukan masa depan dan kelangsungan pelayanan air minum perpipaan di Jakarta. Untuk itu, BRPAM telah melakukan analisis secara mendalam terhadap proposal rebasing, melakukan penelitian untuk melihat kondisi terkini dan ke depan dari pelanggan di Jakarta serta berdialog secara langsung dengan publik.
18 KPS kemitraan prasarana & sarana | Desember 2008
Hasil-hasil yang dapat disampaikan BRPAM kepada publik antara lain, pertama, mitra swasta bersama PAM Jaya dan Pemda DKI harus mengkritisi target teknis dan standar pelayanan agar dapat melakukan penyesuaian tarif air. Kedua, pelayanan bagi golongan menengah ke atas dan golongan khusus perlu perbaikan yang memadai. Dan ketiga, dari hasil dialog dengan publik pada 18 Desember 2008, terjaring 600 keluhan dari pelanggan. Diharapkan, mulai Februari 2009, semua keluhan diselesaikan baik secara penuh, sebagian atau disampaikan secara jelas apa penyebab khusus, sehingga tidak dapat diselesaikan dan solusi apa yang sedang dikerjakan. Proses rebasing menggunakan model-model matematis dan analisis keuangan, asumsi dan data biaya serta kinerja mitra swasta yang menghasilkan besaran imbalan air. Sedangkan perhitungan ulang imbalan rebasing dapat dipengaruhi oleh berbagai kendala dan kondisi, seperti perbedaan pendekatan yang digunakan, semisal ada penetapan tarif berdasarkan tingkat kemampuan daya beli. Tapi, ada pula penetapan oleh Pemda DKI Jakarta. Perbedaan persoalan di masing-masing wilayah kerjasama juga mempengaruhi. Pengaruh lain termasuk pembekuan tarif air di masa krisis ekonomi (1997-2001), biaya tenaga ahli, pengalihan karyawan PAM Jaya dan persoalan adanya bantuan teknis.
Lokakarya KPS Skala Kecil
Dari Koperasi Hingga Air Minum Kemasan K
erjasama pemerintah dan swasta (KPS) tidak hanya dalam skala besar saja. Upaya PDAM mengembangkan alternatif pembiayaan di sektor air minum dapat dilakukan dalam skala yang kecil. Meski kecil, namun mampu memberikan keuntungan yang signifikan. Semisal yang dilakukan PDAM Kota Bogor. Dalam Lokakarya Pengalaman KPS Skala Kecil, pada tanggal 10–11 November 2008, di Hotel Sahid Jakarta, PDAM Kota Bogor memaparkan kerjasama investasi dengan Koperasi Tirta Sanita. Berdasarkan data yang disampaikan, pada tahun 2007, menghasilkan Sisa Hasil
Usaha (SHU) sekitar Rp600 juta. KPS skala kecil ini berencana mengembangkan investasi dengan membuat air minum dalam kemasan. Pendapatan tambahan yang dihasilkan dapat meningkatkan kesejahteraan karyawan dan pada akhirnya pun dapat meningkatkan kinerja karyawan. PDAM Kota Bogor, seperti dilaporkan AMPL.or.id, merupakan salah satu perusahaan daerah yang ikut bertanggung jawab dalam pelaksanaan pembangunan infrastruktur bidang air minum dengan meningkatkan kapasitas produksi dan penambahan jaringan perpipaan. Dalam
rangka meningkatkan cakupan pelayanan, PDAM Kota Bogor menghadapi keterbatasan dalam hal pendanaan. Sebagai alternatif yang cukup efektif dalam mengatasi permasalahan pendanaan adalah melalui KPS. Pelaksanaan KPS tersebut diakomodasi pemerintah melalui Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Swasta dalam Penyediaan Infrastruktur. Kerjasama PDAM Kota Bogor dengan badan usaha swasta, diantaranya adalah dengan Koperasi Tirta Sanita, Bank Jabar, konsorsium perusahaan dan badan usaha swasta lainnya.
Melalui pola Kerjasama Pemerintah dan Swastya (KPS) masalah pendanaan dapat di atasi dengan efektif baik dalam skala kecil maupun besar
KPS kemitraan prasarana & sarana | Desember 2008
19
PDAM seluruh Indonesia di targetkan agar membuat 10 juta sambungan baru pada tahun 2013
Nusantara Water 2008 Teknologi Air itu Mudah 20 KPS kemitraan prasarana & sarana | Desember 2008
Pemerintah meminta swasta dapat memaksimalkan investasinya dalam sistem pelayanan air minum. Pasalnya, selain kebutuhan air minum sama pentingnya dengan pangan dan energi, teknologi air sebenarnya tergolong mudah dan murah. “Ada satu kebutuhan penting yang terkadang lupa dibicarakan, padahal menjadi prinsip pokok yang sekarang kita rasakan, yaitu air. Maka, air juga harus diperlakukan sebagai kebutuhan pokok, sama dengan beras dan energi,” ujar Wapres Jusuf Kalla saat membuka acara Nusantara Water 2008, Rabu 17 Desember 2008, di Jakarta Convention Center (JCC). Acara bertema ‘Menyongsong Target 10 Juta Sambungan Baru Tahun 2013, Padukan Segenap Potensi Secara Bersinergi’ ini sekaligus menelorkan Program 10 Juta Sambungan Baru. Program ini merupakan kebijakan yang dikeluarkan pemerintah untuk dilaksanakan oleh PDAM seluruh Indonesia selama enam tahun (2008-2013). Program ini sebagai bentuk kompensasi penghapusan utang non pokok PDAM senilai Rp 3,3 triliun. Wapres menekankan kepada Menteri Pekerjaan Umum, bahwa teknologi air lebih gampang dibanding membangun jalan. “Bahkan, teknologi untuk membangun air tidak secanggih teknologi komunikasi. Ini bisa dikerjakan secepat-cepatnya,” ujarnya seraya menambahkan agar pihak swasta untuk turut berperan dalam membangun kebutuhan pokok akan air bersih ini.
SOROTAN
Problema Pengelolaan
Air Baku Kurangnya kesadaran masyarakat serta dukungan
PJT, sebagai perusahaan pelat merah,
di Waduk Sutami, Malang, Jawa Timur.
mempunyai
untuk
Saat ini sedimentasi di waduk yang dulu
menangani pengelolaan sumber air baku.
bernama Karang Kates ini sudah lebih dari
tanggung
jawab
50% dengan efective storage-nya tinggal
pemerintah dalam menjaga kualitas dan sumber air menjadi kendala yang harus dihadapi. Perubahan iklim global turut memperparah kerusakan lingkungan sebagai tempat tersedianya
Dampak perubahan iklim global menjadi
45%. Tingginya sedimentasi juga akan
perbincangan hangat dalam pengelolaan
mengakibatkan persediaan air di musim
sumber daya air. Sedimentasi waduk dan
kemarau menjadi menipis. “Pengerukan
penurunan kualitas air sebagai imbas
sudah tidak lagi cukup untuk mengatasi
perubahan iklim tentu akan membuat
sedimentasi. Selain perlu biaya tinggi,
makin tingginya dana yang dibutuhkan
hasil pengerukan juga tidak memberikan
dalam pengelolaan dan pemeliharaannya.
manfaat ekonomi,” ujar Direktur PJT I
Hal inilah yang menjadi bahasan dalam
Tjuk Walujo Subijanto.
pelatihan Integrated Water Resources Tjuk mencontohkan Waduk Sengguruh,
Management (IWRM).
yang merupakan paling hulu di sistem
cadangan air. Berbagai persoalan air baku dialami oleh Perum Jasa Tirta 1 (PJT), yang genap berusia 19 tahun pada 12 Februari 2009.
Sedimentasi
menyebabkan
efective
Kali Brantas, tingkat sedimentasinya
storage (daya tampung) waduk berkurang
sudah
mencapai
empat
juta
meter
dan menurunkan kemampuan sebagai
kubik. Jika dilakukan pengerukan dan
pengendali banjir. Seperti yang terjadi
menampungnya dalam bak penampung
KPS kemitraan prasarana & sarana | Desember 2008
21
dengan ketinggian lima meter, maka
terbuang dengan baik. Saat hujan lebat
dalam
menjamin
dibutuhkan sekitar 800 ribu meter persegi
pertama terjadilah shock loading, dimana
untuk
pelaksanaan
(80 hektar) untuk menampung sedimen
pencemaran lebih besar dari pada daya
pemeliharaannya,” tukas Tjuk.
per tahunnya. Saat ini harga tanah di
tampung sungai.
sekitar waduk sudah berkisar Rp250.000
kecukupan operasional
dana dan
Di tahun 2009, dana yang dipakai PJT
per meter persegi. Jadi, bisa dipastikan
Dengan penurunan kualitas air tersebut,
untuk operasional dan pemeliharaan
jika melakukan pengerukan tiap tahun,
air menjadi tidak layak dikonsumsi oleh
diperkirakan mencapai Rp32 miliar. Dari
PJT harus menyediakan dana Rp4 miliar
masyarakat
pemanfaat
dana tersebut, Rp14,2 miliar digunakan
untuk
dan
institusi
penampungan
lainnya, seperti PDAM. Dalam kondisi
untuk pelayanan umum. Selama ini,
sedimen tersebut. Masalah lainnya yaitu
seperti itu, PDAM tentunya akan kesulitan
dalam melaksanakan tugasnya PJT hanya
tanah yang dibutuhkan sebagai bak
dalam mengolah air sungai menjadi air
memperoleh dana dari pemanfaat, seperti
penampung tiap tahun akan semakin besar
yang layak minum. Jika tidak ada air yang
dan jauh dari waduk.
layak di konsumsi, masyarakat juga yang
membuat
bak
akan rugi. “DAS Sungai Brantas dengan “Yang terpenting, sedimen di tahan dari
luas 25% Jawa Timur, mempunyai
sumbernya agar tidak masuk ke waduk.
kontribusi 59% pendapatan Provinsi Jawa
Artinya perlu ada konservasi untuk jangka
Timur,” ujar Tjuk.
panjang, termasuk membuat terasiring yang mempuyai keberlanjutan tinggi,”
Menurunkan
beban
jelas Tjuk.
meningkatkan
daya
limbah tampung
dan sungai
menjadi langkah yang mungkin dilakukan Selain sedimentasi, tingginya nutrisi dalam
untuk mengatasi masalah ini. Tjuk
waduk yang dibangun tahun 1970 itu
menjelaskan, dengan menurunkan beban
menimbulkan masalah tersendiri. Kualitas
limbah industri (90%) dan domestik
air waduk menjadi berkurang. Tingginya
(65%), tahun 2020 baru bisa tercapai baku
nutrisi, selain membuat sawah menjadi
mutu kualitas air. Catatannya, pemerintah
subur, penghuni waduk lainnya juga ikut
harus membangun instalasi pengolahan
subur. Maksudnya, selain bermanfaat
komunal dan menambah debit pengenceran
bagi petani, eceng gondok dan berbagai
air dari sungai. Pembangunan instalasi ini
jenis algae ikut berkembang di waduk
membutuhkan biaya yang besar.
tersebut. Ekosistem dalam waduk tesebut akan saling berebut memperoleh oksigen.
Keberlanjutan fungsi sarana dan prasarana
Pertarungan ini akan memberi dampak
juga tidak lepas dari tugas yang diemban
negatif bagi ekosistem. “Tingginya kadar
PJT. Namun, untuk operasional dan
nutrisi tidak membuat ikan-ikan menjadi
pemeliharaannya membutuhkan biaya
gemuk, karena oksigen dalam waduk
yang tidak sedikit. Bila dana operasional
diperebutkan oleh banyak mahluk hidup
dan pemeliharaan tidak memadai akan
untuk dapat bertahan hidup,” ujar Tjuk.
mengakibatkan penundaan pemeliharaan sarana dan prasarana tersebut. Akibatnya,
Masalah di Hilir
kerusakan infrastruktur akan semakin
Di hilir, penurunan kualitas air sangat
parah yang dana rehabilitasinya jauh lebih
terasa saat awal musim penghujan. Seperti
tinggi dari biaya pemeliharaan. “Untuk
yang terjadi di Kali Surabaya, saat musim
mengoptimalkan tugas dan tanggung
kemarau, aliran drainase tidak lancar,
jawab untuk memberi pelayanan umum,
sehingga kotoran dan polutan tidak dapat
perlu adanya bantuan dana pemerintah
22 KPS kemitraan prasarana & sarana | Desember 2008
dari PLN, sektor industri dan PDAM yang
tidak ada revenue (pendapatan) yang
halnya dengan UU Sumber Daya Air No
tidak lebih dari 15%.
diperoleh PJT. “Perlu adanya kebijakan
7 Tahun 2004 yang menyatakan dalam
agar Perum Jasa Tirta bisa mendapat dana
batas-batas
dari kewajiban pelayanan umum,” ujar
pemerintah daerah dapat memberikan
Tjuk.
bantuan kepada BUMN pengelola SDA
Sedangkan
pemanfaat
terbesar
yang
mencapai 85% dari sektor pertanian,
tertentu
pemerintah
atau
untuk pelayanan yang bersifat sosial,
dibebaskan dari beban biaya. Bahkan di Bendungan Bening, Menturus dan
Mengacu pada UU BUMN, papar Tjuk,
keselamatan dan kesejahteraan umum.
Mrican, sengaja dibangun pemerintah
BUMN yang ditugasi untuk melaksanakan
“Pemerintah
untuk keperluan irigasi dan pengendalian
kewajiban pelayanan umum mendapatkan
reimburse (menutup kembali biaya yang
banjir. Sehingga dari bendungan tersebut
bantuan dana dari pemerintah. Sama
dikeluarkan) BUMN tersebut, termasuk
sebenarnya
wajib
me-
marginnya,” pungkas Tjuk.
KPS kemitraan prasarana & sarana | Desember 2008
23
PT Adhya Tirta Batam
Raih Keuntungan Rp40 M per Tahun PT Adhya Tirta Batam (ATB) memang fenomenal. Di saat banyak penyelenggara sistem pelayanan air minum yang merugi, ATB malah membukukan keuntungan rata-rata Rp 40 miliar setiap tahun. Sepertiga keuntungan mereka diinvestasikan kembali untuk menambah 1.000 sambungan baru setiap bulannya.
hanya berkisar 5.000 jiwa. Dalam kurun waktu 25 tahun, jumlah penduduk di pulau seluas 415 km2 ini sudah mencapai lebih dari 100.000 jiwa. Badan Otorita Batam, pemegang otoritas pengelolaan kawasan terbatas ini (dibentuk sejak 1978), hanya mampu memberi kecakupan layanan ketersediaan air minum di bawah 50%.
Investasi dan investasi memang harus dilakukan perusahaan yang menjalankan pola kerjasama pemerintah dan swasta (KPS) ini. Alasannya sederhana, seperti yang diungkapkan Direktur Operasional ATB William Solary, pertumbuhan penduduk Batam sangat pesat. Investasi yang kita lakukan sejauh demand yang ada,” kata William.
Sistem penyediaan air minum yang baik mutlak dilakukan untuk kelangsungan dunia industri di Pulau Batam. Di sisi lain, pesatnya pertumbuhan jumlah penduduk berbanding lurus dengan meningkatnya kebutuhan dasar manusia.
Dan, air bersih adalah salah satu kebutuhan dasar tersebut. Setiap kali ada investor yang ingin masuk ke Batam, jaminan ketersediaan air bersih dan listrik selalu jadi pertanyaan. Menjawab pertanyaan yang signifikan dari para investor itu, sekaligus memenuhi kebutuhan penduduk yang sudah berjumlah 16.000 pada tahun 1995, pemerintah lalu mendorong terbentuknya sebuah
Di era 1970-an, penduduk Pulau B a t a m
Pertumbuhan penduduk yang cukup pesat membuat pelanggan ATB makin bertambah dari tahun ke tahun
24 KPS kemitraan prasarana & sarana | Desember 2008
konsorsium operator air bersih pada tahun itu juga. Tiga perusahaan, yakni Cascal (45% saham), Bangun Cipta Kontraktor (45%) dan PT Syabata Cemerlang (10%), berinvestasi menggantikan peran unit pelayanan air bersih Badan Otorita Badan. Dalam perkembangannya, sejak Oktober 2002, kepemilikan saham ATB dibagi rata antara Cascal dan Bangun Cipta Sarana. ATB adalah perusahaan yang menjalankan pola KPS, karena aktivitasnya di Pulau Batam berlandaskan konsesi selama 25 tahun yang diberikan Badan Otorita Batam sebagai perpanjangan tangan pemerintah di kawasan terbatas tersebut. Saat ini, dengan jumlah penduduk Batam sekitar 160.000 jiwa, kebutuhan terhadap air bersih di Batam mencapai 2.400 liter per detik. Angka tersebut sama dengan produksi sekitar satu juta drum per hari. Tentunya, setelah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meresmikan Free Trade Zone (FTZ) atau Kawasan Perdagangan Bebas di Pulau Batam, Bintan dan Karimun (BBK) di Provinsi Kepulauan Riau ini, Senin 19 Januari 2009, diharapkan ketiga kawasan itu bisa menjadi pintu gerbang bagi masuknya investasi baru. “Kita harus dapat meningkatkan peluang ini dengan mendayagunakan letak strategis ketiga pulau itu dan tentunya pulau-pulau lain di seluruh Indonesia untuk menjadi tempat pengembangan
Sepertiga dari 40 miliar keuntungan pertahun ATB di investasikan untuk membuat 1000 sambungan baru perbulan
dan pertumbuhan perdagangan dan investasi di negeri kita,” kata SBY. Diperpanjangnya regulasi Batam sebagai kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas, maka kebutuhan air bersih dipastikan akan terus meningkat. Asumsinya, bakal semakin banyak industri besar yang membuka usaha di Batam. Di samping itu, perkembangan industri akan pula menyerap tenaga kerja. Pertumbuhan penduduk akan semakin pesat dan ini adalah tantangan bagi ATB, sebagai satu-satunya perusahaan yang dipercaya pemerintah untuk penyediaan dan pengelolaan air bersih untuk daerah Industri Pulau Batam. “Sejak kerjasama dilakukan, ATB memegang lisensi eksklusif untuk melakukan pengolahan dan sistem
distribusi air di Pulau Batam. Kewajiban kami adalah membayar royalti kepada Badan Otorita Batam sebesar 15% dari keuntungan yang dibagikan ke pemegang saham,” ujar William. “Dalam dua tahun terakhir, keuntungan kita mencapai rata-rata Rp 40 miliar. Dari angka itu, Rp 25 miliar dibagikan ke pemegang saham dimana 15% dari nilai yang dibagikan itu sebagai royalti kepada Badan Otorita Batam,” tambah Adang Gumilar, Kepala Humas ATB. Pertumbuhan penduduk Batam sedemikian pesat. Pelanggan ATB pun kian bertambah dari tahun ke tahun. Saat pertama kali menjalankan sistem pelayanan air bersih di Batam, tahun 1995, jumlah pelanggan ATB hanya sekitar 16.000 sambungan. Data terakhir di tahun Sumber: ATB
Tabel 1 Kapasitas Produksi Air Bersih ATB
No. Instalasi Pengelolaan Air (IPA)
Sumber Air Baku
Kapasitas Produksi
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Dam Mukakuning Dam Seiharapan Dam Seiladi Dam Nongsa Dam Baloi Dam Duriangkang Dam Duriangkang Dam Duriangkang Dam Duriangkang
310 l/detik 210 l/detik 290 l/detik 110 l/detik 40 l/detik 225 l/detik 150 l/detik 500 l/detik 500 l/detik
WTP Mukakuning WTP Sei Harapan WTP Seiladi WTP Nongsa WTP Baloi WTP T.Piayu WTP T. Piayu II WTP Duriangkang I WTP Duriangkang II
Total
2.335 l/detik KPS kemitraan prasarana & sarana | Desember 2008
25
Tabel 2 Pertumbuhan Pelayanan ATB
138,000
(No. of Customer)
90%
124,138
140,000
80%
119,400 110,000 97,000 85,000
120,000 100,000
100%
70% 60%
80,000
50%
68,100 56,200 60,000 46,400 37,600 40,000 26,900 32,100 16,200 20,000 16,000
40% 30%
(Service Coverage)
160,000
20% 10%
No. Customer 2008, jumlah pelanggan telah mencapai 140.000. “Oktober dan November 2008 kita merealisasikan 2.000 sambungan baru. Jika dilihat dari data pertumbuhan penduduk dan pertambahan sambungan, maka sekitar 1.000 pelanggan baru setiap bulan,” kata Kepala Operasional ATB William Solary. Penambahan sambungan baru bagi pelanggan dilakukan secara bertahap. Tingginya permintaan ini mengharuskan ATB terus menggiatkan produksinya. Kapasitas produksi ATB saat ini bergantung pada sembilan instalasi pengolahan air (IPA) atau water treatment plant (WTP) yang memanfaatkan sumber dari enam dam (tabel 1). Total produksi dari Sembilan WTP mencapai 2.185 l/dtk (189 juta liter per hari) atau setara sekitar 1 juta drum per hari. Saat ini, kapasitas produksi ATB memiliki cakupan layanan mencapai 94% wilayah Pulau Batam (tabel 2). Cakupan layanan mencapai 94% adalah yang tertinggi secara nasional dibandingkan operator air minum di daerah lain. Meski demikian, ATB terus mengupayakan mencari solusi bagi 6% yang belum terlayani. Menurut Adang, penduduk yang belum terlayani itu
Service Coverage
kebanyakan terkendala pada persoalan legalitas pemukiman mereka. “Di Batam ada warga yang tinggal di rumah liar (ruli), sehingga mereka belum bisa menjadi pelanggan kita. Jika status kependudukan mereka ditingkatkan, maka kami akan terima sebagai pelanggan,” jelasnya. Pun ATB tidak menutup mata terhadap warga yang tinggal di ruli-ruli. Sebuah konsep pelayanan ritel dijalankan. ATB memiliki belasan kios air di beberapa pelosok kota dimana masih banyak warga membutuhkan air bersih. “Kita tawarkan kios air bersih kepada pengelola yang ditunjuk oleh warga dengan tarif rumahan,” ujar Adang. Namun, persoalan tidak hanya pada soal legalitas warga. Sudah jelas masalah yang lebih krusial adalah pertumbuhan penduduk yang mencapai 15% per tahun. Berdasarkan hitung-hitungan ATB, satu atau dua tahun ke depan, WTP yang ada saat ini tak akan lagi mampu melayani kebutuhan. Belum lagi jika industri makin menjamur seiring diresmikannya FTZ. Satu-satunya cara adalah terus menambah WTP. WTP yang terakhir dioperasikan pada Agustus tahun lalu adalah Tanjung Piayu II dengan kapasitas produksi 150 liter
26 KPS kemitraan prasarana & sarana | Desember 2008
Dec-08
2007
2006
2005
2004
2003
2002
2001
2000
1999
1998
1997
1996
0%
1995
-
Sumber: ATB
per detik. Jika dimaksimalkan, WTP yang pembangunannya menelan dana Rp17,4 miliar itu, bisa berproduksi hingga 200 liter per detik. Sayangnya, meski Tanjung Piayu II sudah beroperasi, seluruh kapasitas produksi ATB saat ini hanya mencukupi hingga satu dua bulan ke depan. Asa di Duriangkang ATB kini tengah fokus untuk menyelesaikan pembangunan WTP Duriangkang III yang berkapasitas 500 liter per detik. Lokasinya bersebelahan dengan WTP Duriangkang I dan II. “Dengan guyuran investasi sebesar Rp60 miliar, WTP Duriangkang III direncanakan selesai pada April 2009. Ini sebagai proyek yang monumental,” kata William. Mengapa monumental? Hal ini karena WTP Duriangkang I, II dan III bisa dikatakan sebagai induk dari seluruh WTP yang dikelola ATB. Total produksi ketiganya mencapai 1.500 l/dtk. Dengan kata lain, lebih dari separo produksi air bersih ATB ada di Dam Duriangkang. Komitmen ATB tak berhenti di sini. Surplus produksi adalah obsesi tersendiri. Saat ini, sudah disiapkan rencana proyek lanjutan, yakni membangun WTP IV
sampai VI. “ATB tidak akan pilih-pilih konsumen. Komitmen kami adalah meningkatkan pelayanan dan tercukupinya kebutuhan air bersih bagi warga Batam,” janji William. Sayangnya, William agak prihatin dengan
kondisi masa depan Batam. Hasil riset ATB, asa di Duriangkang hanya mampu memenuhi kebutuhan hingga tahun 2014. Kondisi dam-dam lain juga tidak lebih baik. Jika tingkat pertumbuhan masih stabil setiap tahunnya, maka pemerintah harus mulai mencari sumber lain di luar
Pulau Batam. Semisal di Pulau Rempang atau Galang. Sumber air di dua pulau yang berdekatan dengan Batam ini butuh investasi baru untuk dikembangkan. ATB berharap KPS mereka bisa diperluas, tidak hanya lisensi eksklusif di Batam, tapi juga di Rempang dan Galang.
Produksi dari 9 Water Treatment Plant bisa mencapai 189 juta liter per hari setara dengan 1 juta drum per hari
di Balik Sukses ATB Bisnis pengaturan air untuk kepentingan orang banyak bukanlah perkara gampang. Diperlukan keahlian, teknologi terkini, inisiatif dan kepercayaan diri untuk bisa jadi yang terbaik. Cascal adalah salah satu bukti betapa ‘bisnis’ air tak bisa dipandang sebelah mata. Sukses Adhya Tirta Batam tak terlepas dari profesionalitas yang dikembangkan perusahaan asal Inggris ini. Cascal beroperasi secara internasional di tujuh negara yang meliputi empat benua dan menyediakan jasa pelayanan pengadaan air untuk lebih dari empat juta konsumen. Cascal berbangga diri dengan kemampuan mereka dalam memberikan pelayanan air yang unggul untuk para pemakai jasa. Perusahaan ini adalah cabang Biwater Group yang sejak Januari 2008 telah terdaftar di bursa saham New York (New York Stock Exchange—NYSE). Saat ini, Cascal memperkerjakan lebih dari 2.600 orang staf dan memiliki perusahaan yang telah terdaftar ISO. Pengalaman Cascal dalam pengadaan air meliputi konsesi, proyek-proyek BOT, serta kontrak sewa dan manajemen. Empat hal sangat dijaga Cascal dalam penyediaan jasanya adalah pengadaan air, efisiensi operasional, investasi dan pelatihan. Pengadaan Air. Cascal hanya menyediakan air berkualitas tinggi untuk para konsumennya di tujuh negara. Sertifikat kualitas yang dimiliki Cascal meliputi prosedur pengoperasian, standar
environmental, tindak keamanan dan penjagaan kesehatan. Cascal mampu menunjukkan inovasi, meningkatkan efisiensi dan memberikan penyediaan jasa konsumen yang berkualitas. Efisiensi Operasional. Fasilitas-fasilitas penunjang pengoperasian air seringkali tidak dijaga dengan benar sehingga mengurangi efisiensi. Pompa-pompa yang sudah tua atau pipa bocor menyebabkan sistem kerja tidak optimal. Cascal mengkhususkan diri pada peningkatan performa dari asetaset yang telah ada dan juga memperkenalkan teknologi baru sekaligus mengurangi biaya-biaya operasional. Investasi. Cascal berinvestasi pada sistem air yang dioperasikannya dengan memperbaiki instalasi yang telah ada, mengenalkan teknologi baru dan membangun fasilitas baru. Pembiayaan bisa langsung dari Cascal atau melalui institusi pembiayaan lokal maupun internasional. Pelatihan. Cascal paham betul bahwa staf pekerja yang terlatih dan memiliki motivasi sangatlah penting dalam memberikan jasa pelayanan berkelas dunia. Training dilakukan oleh para staf ahli Cascal, melalui program pertukaran atau di tempat kerja pegawai itu sendiri menggunakan program-program training yang telah ada. Dalam pelatihan tersebut staf diperkenalkan pada teknologi baru, kemampuan ilmu komputer mereka juga ditingkatkan agar tidak gagap menghadapi sistem ataupun prosedur baru.
KPS kemitraan prasarana & sarana | Desember 2008
27
SIKLUS PROJECT DEVELOPMENT FACILITY (PDF)
P
elaksanaan PDF – IRSDP akan dilakukan dengan tahap – tahap sebagai berikut : Solialisasi Proyek KPS Siklus proyek KPS dimulai dengan sosialisasi mengenai segala sesuatu yang menyangkut proyek KPS. Sosialisasi ditujukan untuk menyebarluaskan informasi terkait dengan pemanfaatan PDF termasuk : 1. Tujuan dilaksanakannya KPS; 2. Pengertian dan jenis – jenis proyek KPS; 3. Komitmen pemerintah dalam pelaksanaan proyek KPS; 4. Tahap – tahap yang harus dilalui untuk merealisasikan proyek KPS; 5. Pihak – pihak yang terlibat dalam pelaksanaan proyek KPS; 6. Prosedur pengusulan dan seleksi proyek PDF – IRSDP; 7. Bantuan teknis yang dapat diberikan oleh PDF – IRSDP. Sosialisasi tersebut akan dilakukan dengan berbagai macam cara, antara lain melalui lokakarya, penyebaran pedoman umum, dan sebagainya. Pengusulan Proyek PDF – IRSDP Proses pengusulan proyek PDF – IRSDP dari pemerintah daerah akan melalui tahap – tahap sebagai berikut : 1. Proses Identifikasi Proyek Pemerintah daerah melakukan identifikasi proyek – proyek potensial yang akan dikerjasamakan dengan swasta sesuai dengan kebutuhan daerah. 2. Pengusulan Proyek Daerah a. Pemerintah provinsi, atau pemerintah kabupaten/kota mengusulkan proyek KPS melalui surat yang ditandatangani oleh kepala daerah yang bersangkutan kepada Direktur PKPS (lihat lampiran 1). b. Surat kepala daerah dimaksud dilampiri dengan : -Formulir usulan proyek KPS yang telah terisi (lihat lampiran 2); -Surat Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang bersangkutan yang memberikan
persetujuan atas rencana pelaksanaan proyek dimaksud melalui pola KPS; -Dokumen perencanaan atau dokumen hasil studi/kajian/ penelitian mengenai proyek KPS yang direncanakan.; -Dukungan lainnya misalnya usulan masyarakat dan LSM (jika ada). c. Selanjutnya PMU akan mengevaluasi, memverifikasi, dan menyeleksi usulan proyek KPS yang diajukan pemerintah daerah berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan. d. Seleksi akan dilakukan berdasarkan kriteria : -Persyaratan administratif -Merupakan prioritas daerah berdasarkan dokumen perencanaan pembangunan daerah dan tata ruang. -Memiliki potensi diusahakan secara komersial untuk mengembalikan biaya modal dan menutupi biaya operasional. -Nilai proyek melebihi kemampuan keuangan pemerintah daerah untuk membiayai sendiri. e. Hasil evaluasi, verifikasi, dan seleksi oleh PMU akan diajukan kepada Panitia Pengarah untuk
Pedoman Umum RPDF lebih lanjut dapat dilihat di website : www.irsdp.org
mendapatkan persetujuan. f. Usulan proyek KPS yang telah disetujui oleh Panitia Pengarah akan diproses kembali oleh PMU untuk mendapatkan persetujuan pendanaan dari PDF melalui RPDF. g. PMU akan meminta pemerintah provinsi/kabupaten/kota yang usulan proyeknya telah terpilih/ disetujui, untuk membentuk tim KPS Daerah yang akan bertugas untuk melaksanakan persiapan, pelelangan dan negosiasi proyek KPS. h. Proses pengadaan konsultan untuk menyusun studi kelayakan, dokumen tender, serta mendampingi Tim KPS bernegosiasi. Proses pengadaan ini akan dilakukan oleh PMU.
Jumlah proyek RPDP yang akan dibantu berkisar antara 40 – 50 proyek. Untuk itu hanya proyek – proyek potensial dan memenuhi syarat saja yang akan dibantu melalui RPDF – IRSDP. Dalam melaksanakan seleksi usulan proyek RPDF, PMU akan dibantu oleh konsultan Technical Advisory Services (TAS).