1.
Pendahuluan
Kebijakan Pemerintah dalam menyelesaikan masalah kerawanan pangan seringkali hanya berdasarkan pada aspek ketersediaan, padahal menurut Kepala Kantor Ketahanan Pangan (KKP) Boyolali, Dirham, tolak ukur kerawanan pangan tidak hanya dipengaruhi oleh ketersediaan pangan saja, namun akses jalan, ketersediaan air bersih, sarana sosial, dan indikator-indikator lainnya. Serta hasil yang dikemukakan oleh FSVA (A Food Security and Vulnerability Atlas of Indonesia) Tahun 2009, bahwa kerangka konsep ketahanan pangan mempertimbangkan ketersediaan pangan, akses terhadap pangan dan pemanfaatan pangan sebagai aspek-aspek utama penopang ketahanan pangan serta menghubungkan aspek-aspek tersebut dengan kepemilikan aset rumah tangga, strategi penghidupan, dan lingkungan politik, sosial, kelembagaan dan ekonomi [1]. Melihat beberapa aspek sosial dalam artikel yang dimuat oleh DKP dan Deptan, dirasa perlu menerapkan aspek-aspek sosial kemasyarakatan dalam pengidentifikasian ketahanan pangan suatu daerah. Hal ini ditunjukkan dengan adanya 5 Kecamatan pada Kabupaten Boyolali yang masih tergolong daerah rawan pangan tingkat II pada tahun 2010, padahal Informasi Laporan Peyelenggaraan Pemerintah Daerah Kabupaten Boyolali, menganugerahi Kabupaten Boyolali Kabupaten Lumbung Padi. Dalam kajian ketahanan pangan, sangat cocok jika didalam konsep ketahanan pangan tersebut diterapkan konsep-konsep dari geososial (Ruang, Proses, dan Pola). Dalam penelitian terdahulu, ketahanan pangan cenderung ditinjau dari banyaknya jumlah produksi pakan siap makan berbanding dengan kebutuhan normal seluruh penduduk dalam satu wilayah. Tidak tinjaunya aspekaspek sosial kemasyarakatan akan menimbulkan lemahnya informasi ketahanan pangan suatu wilayah tertentu karena kerawanan pangan itu sendiri seringkali ditimbulkan oleh beberapa faktor sosial, seperti kurang sadarnya penduduk terhadap pendidikan dan pengetahuan umum, sehingga penduduk atau masyarakat tidak bisa memaksimalkan potensi tahan pangan dalam sebuah rumah tangga. Tujuan dan manfaat penelitian ini adalah melakukan pengkajian terhadap indikator-indikator geososial yang bisa digunakan untuk membantu masyarakat khususnya pada Kabupaten Boyolali Jawa Tengah guna meningkatkan ketahanan pangan dan membantu dinas-dinas terkait dalam penyampaian informasi ketahanan pangan wilayah, serta dilakukan pemetaan untuk dapat mempermudah pemahaman informasi. Dengan bantuan kemudahan Pmapper Framework ditambah dengan bahasa PHP (Hypertext Preprocessor) dapat dibangun sebuah aplikasi untuk penyedia layanan informasi dan pemetaan. 2.
Kajian Pustaka
Pada penelitian yang dilakukan oleh Suwarno, dkk pada tahun 2010, yang berjudul "Identifikasi geososial Untuk Mendukung Ketahanan Pangan Di Taman Nasional Karimun Jawa" mengungkapkan adanya pengaruh Pendistribusian Penduduk, Dinamika Penduduk dan Infrastruktur Sosial berpengaruh terhadap meningkatnya pendapatan masyarakat untuk mendukung ketahanan pangan pada
2
masyarakat karimun jawa. Berdasarkan pernyataan tersebut diperlukan perhitungan skor dalam proses pemetaan [2]. Penelitian lain yang dilakukan oleh Asmara Rosihan, Hanani Nuhfil, dan Mutisari Rini tahun 2012 yang berjudul "Analisis Ketahanan Pangan Di Kota Batu." Menggunakan 18 indikator terkait dan menghitung masing-masing masing skor tiap-tiap tiap indikator untuk mengetahui daerah mana yang berpotensi rawan pangan [3]. Agustinus tahun 2012 yang Penelitian lainnya dilakukan oleh A.K.A. A berjudul " Aplikasi Sistem Informasi Geografi (SIG) Untuk Menentukan Daerah Potensi Rawan Pangan Guna Mendukung Informasi Ketahanan Pangan (Studi di Kabupaten Malang, Propinsi Jawa Timur)." Timur). Membahas mengenai pemetaan yang dilakukan setelah skor masing-masing masing dari tiap-tiap tiap indikator terhitung [4]. Dari beberapa artikel dan penelitian penelitian ilmiah tersebut didapatkan sebuah gagasan untuk membangun mbangun sebuah aplikasi penyampaian informasi ketahanan pangan dengan tidak hanya menggunakan indikator ketersediaan pangan saja namum juga memasukan beberapa indikator sosial yang dapat mempengaruhi ketahanan pangan suatu wilayah, dan menampilkan dalam bentuk peta, grafik dan tabel. Sistem Informasi Geografis Geografi Sistem Informasi Geografis Geografi (SIG) merupakan model sistem informasi yang banyak digunakan untuk membuat berbagai keputusan, perencanaan, analasis, dan sistem yang mendekati dunia nyata dengan hasil sedekat mungkin dengan aslinya. Didalam Sistem Informasi Geografi itu sendiri terdapat beberapa subsistem yang digunakan untuk mengelola masukan-masukan masukan masukan data spasial yang ada serta menampilkan informasi baik dalam bentuk peta, tabel, maupun laporan. Sistem Informasi Geografi dapat dioperasikan jika komponen-komponen komponen komponen utama rsebut telah terpenuhi. Komponen-komponen Komponen komponen tersebut antara penyusun sistem tersebut lain pengguna, aplikasi, data penunjang, Software, dan Hardware [5].
Gambar 1 Komponen Sistem Informasi Geografi
Pengguna yang ditunjukan pada Gambar 1 merupakan orang yang menjalankan sistem secara keseluruhan, orang tersebut dapat berprofesi sebagai operator, analisis, programmer, programmer serta database administrator. administrator Data yang digunakan dalam membangun SIG meliputi data grafis grafis yang berupa rupa peta bumi dan data atribut yang berisikan sensus penduduk, jumlah produksi, dan data statistik lainnya. Aplikasi merupakan sekumpulan fungsi-fungsi fungsi fungsi yang digunakan untuk mengolah data menjadi informasi terkait. Perangkat lunak atau Software yang dimaksud pada SIG adalah program yang dibuat untuk mengelola,
3
menyimpan, memproses, dan menayangkan data spasial berupa peta. Sedangkan untuk perangkat keras pada komponen SIG yaitu seperangkat alat komputer yang dipergunakan untuk membangun SIG. Ketahanan Pangan Undang-Undang RI Nomor 18 Tahun 2012 (Bab I, Pasal 1, Ayat 4) disebutkan bahwa Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya Pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya Pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan [6]. Maka unsur utama yang harus terpenuhi dalam maksud ketahanan pangan adalah cukup tersedianya bahan pangan seperti beras, palawija, dan rempahrempah lain serta adanya yang memanfaatkan pangan tersebut, baik oleh individu, kelompok kecil seperti keluarga/rt/rw atau maupun kelompok besar seperti masyarakat Kabupaten Boyolali Jawa Tengah. Geografi Sosial Geografi Sosial merupakan salah satu percabangan ilmu geografi yang membahas tentang aspek-aspek sosial kemasyarakatan dimana manusia merupakan sebagai salah satu faktor penting pada obyek studi Geografi. Geografi Sosial sendiri memiliki unsur-unsur dan ciri-ciri tersendiri yaitu Manusia, Lingkungan Alam, dan Hubungan (Relasi, Interelasi, dan Interaksi). Manusia adalah sekelompok makhluk hidup yang bergantung satu sama lain dan yang telah memperkembangkan pola organisasi yang memungkinkan mereka hidup bersama dan dapat mempertahankan diri sebagai kelompok yang terdiri dari masyarakat dan komunitas, lingkungan alam merupakan lingkungan sekitar tempat manusia tinggal yang terdiri dari topografi, tanah, tumbuh-tumbuhan, keadaan geologis, dan beberapa fenomena alam lainnya, dan hubungan antara manusia dengan sesama manusia maupun dengan alam. Sehingga menurut Paul Vidal de La Blace kehidupan manusia tidak hanya ditentukan oleh alam saja, faktor tanah, iklim, dan ruang juga dapat mempengaruhi kehidupan manusia untuk membantu proses produksi dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Paul juga mengatakan bahwa manusia tidak lagi dipandang sebagai faktor pasif yang ditentukan oleh alam, tetapi dapat mempengaruhi alam secara aktif dalam kehidupan ekonomi manusia tersebut [7]. Ketahanan Pangan Dengan Model Geososial Pada dasarnya pemerintah sudah melakukan beberapa riset guna membentuk daerah tahan pangan. Namun masih banyak pengaruh-pengaruh sosial yang tidak disebutkan dalam parameter pengukuran pada penelitian sebelumnya. Dalam penelitian ini terdapat 13 indikator yang dijadikan model untuk mempetakan ketahanan pangan menurut konsep geososial [8].
4
Indikator pertama adalah Indikator Konsumsi Normatif per Kapita. Rumus yang digunakan adalah P = (P ∗ 1000000) ∗ [1 − (s + f + w)] ........................................ (1) M = (M ∗ 1000000) ∗ cn ............................................................. (2) R = P ∗ c .................................................................................. (3) P = R + M ......................................................................... (4) ...................................................................................... (5) F= ∗ I = ....................................................................................... (6) Indikator kedua adalah Indikator Penyediaan Pangan Melalui Toko Kelontong/Pracangan. Rumus yang digunakan adalah I = ∗ .................................................................................... (7) Indikator ketiga yaitu Indikator Presentase Jumlah Keluarga Miskin. Rumus yang digunakan adalah = ∗ 100% ........................................................................... (8) I Indikator keempat adalah Indikator Presentase Panjang Jalan Tanah. Rumus yang digunakan adalah ∗ 100% ............................................................................ (9) I = Indikator kelima adalah Indikator Presentase Rumah Tangga Tanpa Aliran Listrik. Rumus yang digunakan adalah ] ∗ 100% ................................................................... (10) I = [1 − Indikator keenam adalah Indikator Presentase Rumah Tangga Tanpa Akses Air Bersih. Rumus yang digunakan adalah I = [1 − ] ∗ 100%................................................................... (11) Indikator ketujuh adalah Indikator Presentase Penduduk Tidak Mengenyam Pendidikan Tinggi. Rumus yang digunakan adalah I = ∗ 100% ............................................................................ (12) Indikator kedelapan adalah Indikator Presentase Penduduk Tidak Bekerja. Rumus yang digunakan adalah I = ∗ 100% ............................................................................ (13) Indikator kesembilan adalah Indikator Presentase Pelayanan Tenaga Kesehatan. Rumus yang digunakan adalah I = ( ( ∗ . )∗ ∗ 100% ...................................................... (14) ) Indikator kesepuluh adalah Indikator Presentase Angka Kematian Bayi. Rumus yang digunakan adalah = ∗ 100% ........................................................................... (15) I Indikator kesebelas Indikator Presentase Jumlah Kejadian Bencana Alam. Rumus yang digunakan adalah Iba = ∑(ba) ........................................................................................ (16)
5
Indikator keduabelas adalah Indikator Presentase Menggunakan Bambu. Rumus yang digunakan adalah
Rumah
Yang
= ∗ 100% ..................................................................................... (17) Indikator ketigabelas adalah Indikator Presentase Lahan Irigasi. Rumus yang digunakan adalah :
I
I = (1 − ) ∗ 100% .................................................................... (18) Rumus Menghitung Indeks Ketahanan Pangan Komposit dan Pemberian Skor Setelah masing-masing indikator telah dihitung, proses selanjutnya adalah dilakukan penilaian tingkat kerawanan pangan secara individual (per indikator) dan komposit dan pemberian skor pada tingkat kerawanan pangan tersebut hingga didapatkan penilaian indeks komposit setiap kecamatan dengan range mulai dari 0 sampai dengan 1. Rumus yang digunakan adalah [8] . = . .......................................................................... (19) I . Pemberian Skor Terhadap Indeks Komposit Tabel 1 Pengklasifikasian Skor Indeks Komposit
IKPK >= 0.80 0.64 - 0.80 0.48 - 0.64 0.32 - 0.48 0.16 - 0.32 <= 0.16
Tingkat Potensi Rawan Pangan Sangat Berpotensi Rawan Pangan Berpotensi Rawan Pangan Agak Berpotensi Rawan pangan Cukup Berpotensi Rawan Pangan Berpotensi Tahan Pangan Sangat Berpotensi Tahan pangan
Skor Potensi 6 5 4 3 2 1
Penyamaan pemberian skor pada seluruh indikator dilakukan agar setiap indikator yang telah memiliki skor klasifikasi masing-masing dapat digabungkan sehingga menghasilkan sebuah skor akhir yang digunakan untuk menjadi penilaian akhir serta pengukuran potensi pada setiap kecamatan yang terdapat pada Kabupaten Boyolali Jawa Tengah. Rumus Menghitung Skor Potensi Gabungan Setelah masing-masing kecamatan memiliki skor potensi indikator dan skor potensi indeks rasio, selanjutnya dihitung skor total yang kemudian dijadikan sebagai tolak ukur tahan atau tidaknya potensi pangan pada masing-masing Kecamatan tersebut [3]. Rumus ini ditulis pada fungsi_total.php yang kemudian dimasukan kedalam basis data peta untuk ditampilkan. Rumus yang digunakan adalah ⋯ SPG = ..................................................................................... (20) Keterangan : SPG = Skor akhir potensi gabungan. x1⋯x13 = Skor potensi komposit per indikator.
6
Pada tahap selanjutnya dapat dilakukan perbandingan hasil potensi akhir yang dimiliki pada penelitian yang telah dilakukan dengan penelitian potensi ketahanan pangan yang tidak menggunakan indikator geososial setelah diketahui skor akhir potensi gabungan pada setiap kecamatan. Perbandingan ini berguna untuk mengukur seberapa valid skor potensi penelitian ketahanan pangan dengan penelitian ketahanan pangan lainnya. Namun pada penelitian ini tidak dilakukan validasi pengukuran metode yang ada. Karena pada setiap metode perhitungan yang diambil sudah merupakan metode perhitungan yang telah diteliti dan merupakan metode perhitungan yang valid pada penelitian sebelumnya baik penelitian yang dilakukan pada pemerintah, maupun penelitian yang dilakukan oleh peneliti yang dijadikan sebagai sumber referensi. Pmapper Framework Pmapper framework menyediakan fungsi yang besar serta konfigurasi ganda untuk mengatur fasilitas pada aplikasi MapServer yang didasarkan pada PHP/MapScript. Pmapper dibangun dengan bahasa PHP dan JavaScript. Fungsi-fungsi yang terdapat didalam Pmapper framework diantaranya 1)DHTML (DOM) zoom/pan, didukung browser: Mozila/Firefox, IE, Netscape, Opera, dan Konqueror, 2)Pan/zoom dengan mouse, keyboard, slider, dan reference map, 3)Fungsi dasar query (identity, select, search), 4)Hasil query ditampilkan dengan menggabungkan basisdata dan hyperlinks, 5)Fungsi cetak dalam format HTML maupun PDF, 6)Konfigurasi pada beberapa fungsi, tingkah laku dan tampilan menggukanan INI.file, 7)HTML legends, 8)Berbagai macam model untuk tampilan legenda dan tabel yang masuk kedalam plugins, 9)Penggunaan banyak bahasa interface (Inggris, Jerman, Itali, Perancis, dan Swedia) [9]. 3.
Metode Penelitian
Metode yang digunakan pada penelitian adalah metode deskriptif, dimana metode ini merupakan suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu obyek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat hubungan antar fenomena yang diselidiki [10]. Metode deskriptif memiliki ciri-ciri khusus seperti yang telah dikemukakan oleh Surakhmad (2002:140) yaitu 1)Memusatkan diri pada pemecahan masalah yang ada, 2)Data yang telah terkumpul mula-mula disusun, dijelaskan, dan dianalisa [11]. Untuk tahapan penelitian ini sendiri dibagi menjadi 5 langkah, yaitu 1)Tahap Studi Literatur, 2)Tahap Analisis Penelitian, 3)Tahap Pengumpulan Data, 4)Tahap Perhitungan, Analisis Hasil dan Implementasi Program, 5)Tahap Penulisan Laporan. Pemodelan tahapan tersebut tergambar pada Gambar 2.
7
Gambar 2 Metode Penelitian
Kegiatan awal dalam penelitian dimulai dengan melakukan tahap studi literatur guna mencari serta memastikan bahwa topik yang diangkat dalam penelitian belum pernah dilakukan oleh orang lain dan dapat diterapkan/nyata. Didalam tahap ini tedapat pula kegiatan yaitu dengan melakukan pengidentifikasian masalah yang menghasilkan penambahan indikator sosial untuk mendukung ketahanan pangan pada Kabupaten Boyolali, studi pustaka penelitian terdahulu, mengemukakan analisis dasar, dan penyusunan hipotesa. Tahapan ini menghasilkan sebuah hipotesa bahwa pada kenyataannya Kabupaten Boyolali masih belum dalam tahap bebas dalam masalah krisis pangan dikarenakan adanya beberapa faktor. Tahap analisis mengemukakan penentuan instrumen penelitian yang akan dilakukan yaitu untuk memilih subyek dan variabel penelitian. Subyek penelitian yang diambil merupakan sebuah sistem perhitungan skor dan representasi informasi ketahanan pangan dalam bentuk peta di seluruh Kecamatan Kabupaten Boyolali Jawa Tengah, variabel penelitian mencakup data jumlah penduduk, jumlah produksi padi dan jagung, sarana infrastruktur sosial, dan data tenaga kerja dari dinas ketenagakerjaan. Metode yang digunakan adalah metode perhitungan indikator komposit. Sumber data yang digunakan didalam penelitian diambil dari berbagai macam sumber baik melalui situs resmi Badan Pusat Statistik Kabupaten Boyolali maupun penelitian terdahulu yang terkait. Data primer yang didapat meliputi data produksi padi, produksi jagung, jumlah penduduk, jumlah penduduk menurut pendidikan terakhir, jumlah penduduk menurut kategori usia, jumlah penduduk menurut golongan kesejahteraan, jumlah rumah tangga yang dialiri listrik dan air, jumlah tenaga layanan kesehatan, tingkat kematian dan kelahiran, jumlah besar lahan, panjang jalan yang dikelola pemerintah dan jumlah kejadian bencana alam. Sedangkan data sekunder yang didapat berupa data artikel-artikel ilmiah pendukung dari penelitian terdahulu yang terkait. Alur pembuatan penelitian peta ketahanan pangan dengan indikator gabungan yang dimiliki pemerintah dan indikator dari pengidentifikasian geososial dapat dilihat pada Gambar 3.
8
Gambar 3 Alur Pembuatan Penelitian Peta Ketahanan Pangan
Setelah semua data didapatkan, maka tahap selanjutnya adalah perhitungan skor, analisa hasil skor termasuk penentuan daerah tahan pangan, dan implementasi pada program. Metode yang digunakan dalam implementasi adalah metode prototype.
Gambar 4 Metode Prototype
Pada Gambar 4, didapatkan alur kerja serta tahapan dalam implementasi program. Dalam pengimplementasian program dengan menggunakan metode requirement 2)tahap prototype,, proses yang terjadi adalah 1)pengumpulan requirement, perancangan, 3)tahap evaluasi. Tahap requirement atau tahap pengumpulan kebutuhan merupakan tahapan dimana customer memberikan pernyataan yang penting dalam sistem dan didalamnya mencakup aspek aspek kebenaran, kebutuhan, tidak ambigu, dan terukur. Pada tahap ini dilakukan pengumpulan informasi dan kebutuhan yang dibutuhkan untuk merancang sistem informasi geografi ketahanan pangan. Kebutuhan yang maksud meliputi data peta dengan format .shp, penerapan Pmapper Framework 9
kedalam sistem, penambahan hak akses sebagai administrator serta desain antar muka sistem yang dibangun dengan memperhatikan kenyamanan, daya tarik, dan kemudahan penggunaan sistem tanpa mengurangi bobot informasi yang akan ditampilkan. Tahap perancangan meliputi kegiatan membangun sistem dengan mengkodekan model prototipe yang sudah disepakati yang kemudian diterjemahkan kedalam bahasa pemrograman yang sudah dipilih. UML (Unified Modeling Language)) yang digunakan dalam merancang merancang sistem terdiri dari use diagram Pada case diagram, activity diagram, class diagram, dan development diagram. use case diagram,, user yang dimempunyai hak akses hanyalah seorang administrator yang ditunjuk untuk dapat melakukan pembaharuan data dan konten pada web. User selain administrator (guest) dapat langsung mengakses halaman web dan peta tanpa melalui pendaftaran.
Gambar 5 Use Case Diagram Sistem
Activity diagram menjelaskan proses aktifitas yang terjadi pada administrator dengan sistem. Proses dimulai ketika administrator melakukan proses login terlebih dahulu, dan ketika server mengenali user sebagai administrator,, maka beberapa fungsi seperti mengubah isi konten pada website dan mengubah data pada peta dapat dilakukan. Kemudian Kemudian secara ssistem perubahan tersebut dijadikan parameter sebagai variabel-variabel halaman website dan peta variabel yang nantinya akan ditampilkan.
10
Gambar 6 Activity Diagram Sistem
Class diagram menunjukan relasi antara tabel dengan sistem yang sudah dibangun. Relasi tersebut adalah relasi one to one dan one to many atau many to one. Relasi one to one terjadi pada tabel tbl_user dengan tabel tbl_utama, tabel Pmapper, dan tabel admkec_boyolali. Relasi one to many terjadi pada tabel tbl_user dengan tabel tbl_konten, dimana seorang user dapat memperbaharui beberapa konten yang ada. ada Relasi one to many juga terjadi pada tabel Pmapper Dimana beberapa variabel pada setiap admkec_boyolali dengan tabel Pmapper. kecamatan di Kabupaten Boyolali dapat sekaligus diakses oleh sebuah Pmapper Framework yang nantinya akan ditampilkan dalam bentuk peta.
Gambar 7 Class Diagram Sistem
Deployment Diagram menggambarkan rancangan device dan hardware yang digunakan untuk membangun sistem.
11
Gambar 8 Deployment Diagram Sistem
Pembuatan prototype secara bertahap didasarkan pada kebutuhan dari pengguna sistem atau user sampai user merasa cukup puas dengan program yang telah dibuat. Tahap terakhir yaitu tahap evaluasi atau yang sering disebut dengan tahap revisi sistem, pada tahapan ini pengguna sistem mengevaluasi apakah sistem yang sudah terbentuk melalui tahap perancangan sudah sesuai dengan kebutuhan. Jika sistem dirasa belum cukup memenuhi memenuhi kebutuhan maka tahap pengembangan kembali kepada tahap pengumpulan kebutuhan, namun jika sistem dirasa sudah cukup mewakili seluruh kebutuhan pengguna, maka sistem tersebut dianggap telah selesai. Tabel 2 Prototipe Sistem Aplikasi yang dibangun
Prototipe Prototipe 1
Prototipe 2
Prototipe 3
Deskripsi Penggunaan Pmapper Framework untuk memberikan informasi ketahanan pangan Kabupaten Boyolali dalam bentuk peta pada sistem.
Revisi Penambahan User Interface sebagai tampilan awal sehingga informasi juga dapat ditampilkan tidak hanya dalam halaman web. Aplikasi Sistem Informasi Geografi Penambahan user sebagai yang sudah dilengkapi dengan administrator guna tampilan pada halaman awal dan peta memperbaharui data sebagai pusat informasi ketahanan secara langsung tanpa pangan pada daerah Kabupaten harus melalui Boyolali. penginputan manual pada database,, penambahan fungsi penghitung skor, skor serta penyajian informasi tambahan melalui grafik. Aplikasi Sistem Informasi Geografi yang sudah dilengkapi dengan fungsi pembaharuan data dan penghitungan skor secara sistem, yang disajikan dalam bentuk peta dan grafik.
12
User merupakan admin yang dapat melakukan pembaharuan data dan secara ototmatis dilakukan perhitungan skor oleh sistem yang kemudian ditampilkan dalam bentuk legenda peta. 4.
Hasil dan Pembahasan
Implementasi Model GUI Hasil implementasi dari penelitian ini adalah penyajian informasi ketahanan pangan dalam bentuk website portal dan peta yang menggunakan Pmapper4.1 Framework. Proses pemetaan pada sistem aplikasi diimplementasikan dengan mengolah data yang ada pada database menggunakan fungsi-fungsi yang dimiliki oleh Pmapper 4.1 Framework. Hasil proses pengolahan data ini masuk kedalam webserver yang kemudian ditampilkan pada halaman browser client dalam bentuk peta. Web Server yang digunakan pada penelitian ini adalah MS4W (MapServer for Windows) versi 3.0.6. Implementasi pada tampilan awal menggunakan php5 yang disertai dengan css3 dan jquery. Tujuan dari pembuatan tampilan halaman awal ini adalah memudahkan pengakses data untuk memahami secara lebih jauh indikatorindikator geososial yang digunakan sebagai model pemetaan aplikasi Sistem Informasi Geografi (SIG). Menu utama pada halaman web meliputi navigasi-navigasi yang menuju pembahasan mengenai ketahanan pangan. Navigasi-navigasi tersebut diantara lain adalah navigasi Beranda, Sejarah, Geografi Sosial, Ketahanan Pangan, Grafik, Peta Ketahanan Pangan, dan Hubungi Kami. Pada menu hak akses administrator terdapat menu tambahan yang menghubungkan pada proses pembaharuan data dan fungsi logout. Pada navigasi Grafik, sistem menampilkan data skor perhitungan dalam bentuk grafik per indikator. Tujuan fungsi ini dibuat untuk mempermudah penyajian informasi pada masyarakat dengan tidak hanya dalam bentuk peta, namun juga grafik batang. Penyajian data dalam bentuk grafik dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9 Grafik Tingkat Ketersediaan Pangan per Indikator pada Kecamatan Kabupaten Boyolali Tahun 2012
Berdasarkan total perhitungan indikator komposit (persamaan 20), Kecamatan Ampel, Boyolali, Cepogo, Mojosongo, Musuk, dan Teras menempati
13
kategori tingkat 2 sebagai kecamatan yang berpotensi tahan pangan. Kecamatan Banyudono, Karanggede, Ngemplak, Nogosari, Sambi, Sawit, Selo, dan Wonosegoro menempati kategori tingkat 3 sebagai kecamatan yang cukup berpotensi tahan pangan. Sedangkan kecamatan lainnya menempati kategori tingkat 4 yang cukup berpotensi tidak tahan pangan. Fungsi utama pada sistem ini terdapat pada navigasi Peta Ketahanan Pangan dimana Pmapper dapat menampilkan sebuah peta tematik pada halaman utama sistem. Proses penampilan peta terjadi ketika Pmapper secara benar memuat berkas-berkas peta yang terdapat pada database.
Gambar 10 Potongan Kode Program Pemanggilan Berkas Peta yang terdapat pada Database
Potongan kode program pada Gambar 10 menunjukan proses konfigurasi yang terdapat pada Pmapper Framework dengan database. Pemusatan kode program terjadi pada baris ke-149 sampai dengan baris ke-153 dimana jenis koneksi dan parameter yang terdapat pada database harus disebutkan dengan benar. Setelah koneksi berjalan dengan baik, proses selanjutnya adalah menentukan class dan menentukan klasifikasi warna dimana penentuan class digunakan untuk mendefinisikan kelas tematik pada suatu layer, sedangkan penentuan warna terjadi ketika layer memiliki lebih dari satu class. Pada sistem yang dirancang, setiap layer memiliki sebanyak 6 kelas dengan nilai dan kondisi yang berbeda. Kelas-kelas tersebut dibedakan oleh nilai dan pengkondisian yang sudah ditetapkan pada sistem.
Gambar 11 Kode Program Penentuan Class dan Pengkondisian Warna
Gambar 11 menunjukan bahwa terdapat sebuah kelas yang bernama Sangat Berpotensi Rawan Pangan dimana kelas tersebut ditunjukan dengan warna merah. Setiap kecamatan yang memiliki skor_total sama dengan 6 akan diklasifikasikan 14
pada kategori kelas Sangat Berpotensi Rawan Pangan dan kecamatan tersebut akan ditampilkan dengan warna merah pada halaman peta, kecamatan yang memiliki skor_total sama dengan 5 akan diklasifikasikan pada kategori kelas Berpotensi Rawan Pangan dan ditampilkan dengan warna oranye pada halaman peta, kecamatan yang memiliki skor_total sama dengan 4 akan diklasifikasikan pada kategori kelas Cukup Berpotensi Rawan Pangan dan ditampilkan dengan warna coklat pada halaman peta, kecamatan yang memiliki skor_total sama dengan 3 akan diklasifikasikan pada kategori kelas Cukup Berpotensi Tahan Pangan dan ditampilkan dengan warna hijau tua pada halaman peta, kecamatan yang memiliki skor_total sama dengan 2 akan diklasifikasikan pada kategori kelas Berpotensi Tahan Pangan dan ditampilkan dengan warna hijau muda pada halaman peta, sedangkan kecamatan yang memiliki skor_total sama dengan 1 akan diklasifikasikan pada kategori kelas Sangat Berpotensi Tahan Pangan dan ditampilkan dengan warna hijau pada halaman peta. Pengklasifikasian warna tersebut terdapat pada Peta tersebut juga disajikan dalam beberapa layer indikator yang dijadikan sebagai parameter pada peta. Penyajian data dalam bentuk peta dapat dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12 Penyajian Data Ketahanan Pangan dalam bentuk Peta Tematik
Pada Gambar 12, terlihat peta ketahanan pangan Kabupaten Boyolali Jawa Tengah yang memiliki beberapa warna khusus warna merah adalah wilayah yang memiliki skor rata-rata tertinggi 6 dari jumlah seluruh skor indikator dibagi dengan 13 yang sangat berpotensi rawan pangan atau sangat berpotensi tidak tahan pangan. Warna oranye adalah wilayah yang memiliki skor rata-rata tertinggi kedua 5 setelah wilayah yang berwarna merah, wilayah ini masih tergolong dalam berpotensi rawan pangan, warna coklat adalah wilayah yang memiliki skor ratarata indikator 4, wilayah ini merupakan wilayah rata-rata yang memungkinkan cenderung berpotensi rawan pangan, warna hijau lumut memiliki skor rata-rata indikator 3 wilayah ini merupakan wilayah rata-rata yang memungkinkan cenderung berpotensi tahan pangan, warna hijau muda adalah wilayah yang memiliki skor rata-rata terendah kedua 2, wilayah ini memiliki kecenderungan sudah berpotensi tahan pangan, dan warna hijau dengan indikator 1 merupakan wilayah yang sangat berpotensi tahan pangan. Pada legenda peta yang terdapat pada sebelah kiri halaman peta merupakan indikator-indikator yang terkait dalam proses penelitian. Indikator tersebut telah dihitung dan hasil perhitungan diklasifikasikan kedalam kelompok-kelompok
15
indikator tertentu. Terdapat beberapa fungsi yang telah tersedia melalui Pmapper Framework, diantaranya adalah fungsi zoom to full extent, back, forward, zoom in, zoom out, pan, identify, select, tooltip, measure, transparency, dan refresh map. Fungsi search yang tersedia juga memudahkan pengguna untuk dapat mencari kecamatan yang diinginkan secara otomatis tertuju pada kecamatan terpilih. Selain fungsi-fungsi diatas Pmapper juga menyajikan pengunduhan data dalam bentuk xls, csv, pdf, dan pengunduhan peta dalam format. Fungsi-fungsi pada Pmapper tersebut dapat dilihat pada Gambar 13.
Gambar 13 Fungsi Search yang Terdapat pada Pmapper Framework
Gambar 13 menunjukan bahwa daerah yang berwarna hijau kehitaman merupakan daerah terpilih, sedangkan tabel result merupakan tabel keterangan dari Kecamatan Juwangi dimana Kecamatan Juwangi memiliki skor_total sebanyak 4 yang berarti Kecamatan Juwangi cukup berpotensi untuk tidak tahan pangan. Tahap yang selanjutnya adalah proses evaluasi atau pengujian fungsi. Tahapan ini berguna untuk mengetahui apakah sistem telah berjalan dengan baik sesuai dengan yang diinginkan atau sebaliknya. Tahap ini merupakan tahap akhir dari pembuatan sistem aplikasi berbasis web ini. Pengujian yang dilakukan meliputi pengujian alpha dan beta. Pengujian alpha menggunakan metode black box testing ini merupakan pengujian fungsi dari sistem yang dibangun. Pada pengujian alpa, input diberikan kepada sistem untuk menghasilkan output yang diinginkan. Pada saat output yang dihasilkan sesuai maka pengujian dianggap valid pengujian alpha dapat dilihat pada pada Tabel 3. Tabel 3 Pengujian alpha pada Sistem
Pengujian Fungsi Navigasi
Tindakan Menekan semua fungsi navigasi pada sistem.
Hasil Status Halaman sistem mengarah Valid kepada halaman tertentu sesuai dengan menu navigasi yang telah ditekan.
Fungsi Update Konten
Memberikan data konten terbaru melalui admin
Data pada database merupakan data terbaru sesuai dengan data yang diisikan. Konten pada web
16
Valid
Fungsi Update Data
kepada database Memberikan baru data kepada database.
Fungsi Login dan Logout Masuk kedalam sistem dengan menggunakan hak akses administrator dan mengakhirinya setelah selesai.
sesuai dengan data yang ada pada database. Data pada database merupakan data terbaru sesuai dengan data yang telah dipilih.
Valid
User administrator yang Valid memiliki hak akses yang sesuai dengan database dapat masuk kedalam sistem dan dapat mengakhiri hak tersebut setelah selesai.
Seluruh hasil pengujian pada Tabel 3 menghasilkan nilai valid yang berarti pada sisi fungsionalitas sistem yang dibangun sudah berjalan dengan baik. Selanjutnya dilakukan tahap pengujian beta dengan menggunakan teknik non probability sampling yang melibatkan beberapa responden terpilih yang memiliki keterkaitan dengan sistem yang dibangun. Pengujian mempersilakan 11 responden yang merupakan 1 administrator dan 10 guest atau pengguna untuk menggunakan sistem dan memberikan penilaian untuk dihitung sebagai hasil dari pengujian beta. Terdapat 5 soal dan 3 kategori sebagai tolak ukur pengujian yaitu baik, sedang, atau kurang berhasilnya sistem yang terlihat pada Tabel 4. Kategori
Tabel 4 Pengujian beta pada Sistem P1 P2 P3 P4
P5
Jumlah
Baik
9
7
7
8
10
41
Cukup
2
4
2
2
1
11
Kurang
0
0
2
1
0
3
Jumlah
11
11
11
11
11
55
Pada pertanyaan pertama, 81% responden sebanyak 9 orang menilai aplikasi sudah berjalan dengan baik dan 2 responden lainnya menilai aplikasi sudah mencukupi kebutuhan. Pertanyaan kedua sebanyak dengan jumlah responden sebanyak 7 orang menilai informasi sudah dengan baik tersampaikan dan 4 responden lainnya meniliai informasi cukup tersampaikan dengan cukup. Pada pertanyaan ketiga, mengenai mudahnya penggunaan sistem sebanyak 7 responden (63%) menilai baik, 2 responden (18%) menilai cukup dan 2 responden (18%) menilai masih kurang mudahnya penggunaan sistem atau alur pada aplikasi yang
17
dibangun. Pertanyaan keempat 8 responden (72%) memberikan penilaian baik terhadap masa depan sistem untuk dapat membantu memperbaiki ketahanan pangan pada Kabupaten Boyolali Jawa Tengah, 2 responden (18%) menilai cukup, dan 1 responden (9%) menyatakan kurang membantunya sistem. pertanyaan terakhir sebanyak 10 responden (90%) menyatakan tampilan sistem sudah baik, dan 1 responden (9%) menyatakan sudah cukup. Tabel 5 merupakan tabel pengujian hasil kuesioner. Kategori
Tabel 5 Hasil Pengujian beta pada Sistem P1(%) P2(%) P3(%) P4(%) P5(%)
Rata-rata
Baik
81.8
63.6
63.6
72.7
90.9
74.5
Cukup
18.2
36.4
18.2
18.2
9.1
20
Kurang
0
0
18.2
9.1
0
5.5
Jumlah(%)
100
100
100
100
100
100
Hasil rata-rata presentase dari pengujian beta pada Tabel 5, didapatkan sebanyak 74,5% pada kategori baik. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sistem yang dibangun telah sesuai dan dapat memberikan informasi secara jelas kepada user. 5.
Simpulan
Berdasarkan metode deskriptif, perhitungan indikator komposit dan pembuatan sistem diperoleh kesimpulan bahwa Kabupaten Boyolali Jawa Tengah masih jauh dari kategori kabupaten yang memiliki tingkat ketahanan pangan yang tinggi. Terbukti dari 19 Kecamatan di Kabupaten Boyolali Jawa Tengah, terdapat 6 Kecamatan (31.5%) yang masuk dalam kategori berpotensi tahan pangan yaitu Kecamatan Ampel, Cepogo, Boyolali, Musuk, Teras dan Mojosongo. 9 Kecamatan (47.4%) cukup berpotensi tahan pangan yaitu Kecamatan Sawit, Sambi, Selo, Nogosari, Wonosegoro, Karanggede, Simo, Banyudono, Ngemplak dan 4 Kecamatan yang masih masuk dalam kategori cukup berpotensi tidak tahan pangan (21.1%) yaitu Kecamatan Klego, Andong, Kemusu, dan Juwangi. 6.
Daftar Pustaka
[1]. DKP, DepTan, & WFP. 2009. Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Indonesia. Jakarta: PT. Enka Deli Raya. [2]. Suwarno, dkk. 2010. Identifikasi geososial Untuk Mendukung Ketahanan Pangan di Taman Nasional Karimun Jawa. Jawa Tengah : Bakosurtanal. [3]. Rosihan Asmara, Nufhil Hanani, Rini Mutisari. 2013. Analisis Indikator Ketahanan Pangan Di Kota Batu. Malang : Universitas Brawijaya. [4]. A.K.A Agustinus. 2011. Aplikasi Sistem Informasi Geografi (SIG) Untuk Menentukan Daerah Potensi Rawan Pangan Guna Mendukung Informasi
18
[5].
[6]. [7].
[8]. [9]. [10]. [11].
Ketahanan Pangan (Studi di Kabupaten Malang, Propinsi Jawa Timur). UGM. Yogyakarta. Danny Manongga, Frederik Samuel Papilaya dan Elvina Rahardjo. 2009. Perancangan dan Implementasi Sistem Informasi Geografis Kekurangan Gizi pada Balita di Kecamatan Tingkir Salatiga. Salatiga: Universitas Kristen Satya Wacana. Republik Indonesia. 2012. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan. Jakarta. Yani Ahmad, Rahmat Mamat. 2013. Geografi : Menyingkap Fenomena Geosfer untuk SMA/MA Kelas XI. http://books.google.co.id/books?id=_pnbLXgwA8C&printsec=frontcover&source=gbs_ge_summary_r&cad=0#v=on epage&q&f=false. Diakses pada tanggal 24 Juli 2013. Nuhfil, Hanani. 2005. Monitoring dan Evaluasi Ketahanan Pangan. Indah Khurotul Aini. 2009 .Sistem Informasi Geografis Fasilitas Kota Bogor Menggunakan Framework Pmapper. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Nazir, Moh. 2002. Metode Analisis Deskriptif. Yogyakarta : Penerbit Erlangga. Surakhmad. 2002. Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar dan Teknik. Bandung : Tarsito.
19