PEMBERDAYAAN MASY ARAKAT SEKITAR HUT AN KONSERVASI SUAKA MARGASATWA PALIYAN KABUPATEN GUNUNGKIDUL
TESIS Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-2 Program Studi Magister Administrasi Publik
Diajukan oleh
ILMI KURNIA W ATI NIM: 08/278794/PMU/05843
Kepada
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2009
Tesis PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SEKITAR HUTAN KONSERVASI SUAKA MARGASATWA PALIYAN KABUPATEN GUNUNGKIDUL Dipersiapkan dan disusun oleh
llmi Kurniawati Telah dipe rtahankan di de pan Dewan Penguji Pada tanggal 31 Oktober 2009
Susunan Dewan Pen~ji Penguji Lain
Pembimbing Utama
------
0. M. Baiquni, MA
usinto, MDA
-
Dr Agus Heruanto Hadna Pembimbing Pendamping II
Tesis ini telah diterima sebagai sala h satu persyara ta n untuk memper oleh gelar Magister
Pengelola Program Studi Magister Administrasi Publik UGM
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak. terdapat karya yang pemah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya
atau pendapat yang pemah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustak.a.
Yogyakarta,
tl<>f~.t-f'"
2009
iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
((([)an apa6ifa aza 6erpali11[f, aza 6erusalia untu{ 6er6uat {erusa~n tfi 6umi, serta merusa{tanam-tanaman dan ternat sedatlfJ )f{{afi tUfa{ menyuk.g.i ~rusak.g.n" (QS. )f{-'Baqarali: 205)
'' ...... .Sunili tanpa 6antfa, SekJi tanpa aft, :Ngfurue tanpa 6afa, 9dena11[J tanpa 1l[Jasora~...... "
Vntu{suami{u, Pitrie 'Wijaya, dan ana{-ana{{u, ){(Iiana tR.Psyilfali dan :Naifa Zu(fa, ya1l[J tefali i.§liifa1l[Jan wa~ dan perliatian sefama 13 6ufan
iv
KATAPENGANTAR Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga tesis yang berjudul Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan Konservasi Suaka Margasatwa Paliyan dapat diselesaikan dengan baik. Penulisan tesis yang dibuat dengan penuh ketekunan, ketelitian dan kesabaran dapat menjadi hikmah bagi penulis
dan mudah-mudahan
bermanfaat bagi orang lain. Tesis ini telah memberikan pengalaman yang sangat berarti bagi penulis karena adanya pemahaman yang banyak tentang pemberdayaan masyarakat sekitar hutan. Sudah barang tentu di dalam penulisan tesis ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Tanpa bantuannya, dukungan serta doro11gannya tesis ini tidak akan dapat terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu sudah sepantasnyalah jika pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebanyak-banyaknya kepada: 1. Dr. M. Baiquni, yang telah meluangkan waktu, pikiran dan tenaga ditengah kesibukannya untuk memberikan bimbingan, petunjuk dan pengarahan kepada penulis selama menyusun tesis. 2. Dr. Agus Pramusinto, MDA dan Dr. Agus Heruanto Hadna yang telah memberikan masukan yang sangat berarti selama ujian dan revisi tesis. 3. Staf pengajar MAP-UGM yang telah banyak memberikan ilmu dan meningkatkan kemampuan pemahaman dan penalaran penulis. 4. Kepala Pusbindiklatren Bappenas, yang telah memberi kesempatan pada penulis untuk mendapatkan beasiswa dari Bappenas. 5. Sekretaris Jenderal Departemen Kehutanan, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis dan memberikan ijin tugas belajar untuk mengikuti pendidikan pasca sarjana di MAP-UGM Yogyakarta.
v
6. Kepala Balai KSDA Yogyakarta beserta seluruh staf, terutama ternanternan P2 dan Pemolaan atas bantuannya selama penulis melakukan penelitian. 7. Kepala Seksi Konservasi Wilayah II Balai KSDA Yogyakarta yang telah banyak membantu penulis mendapatkan informasi di lapangan 8. Rekan-rekan Resort Paliyan dan Resort Playen yang telah membantu penulis dalam memperoleh data dan informasi selama penelitian. 9. Manajer Site Kutai Timber Indonesia di SM Paliyan beserta staf yang telah membantu penulis mendapatkan data lapangan. I 0. Seluruh karyawan MAP UGM yang banyak membantu kelancaran dalam menyelesaikan pendidikan pasca sarjana di MAP UGM. II. Rekan-rekan Mahasisiwa MAP UGM kelas khusus Bappenas Angkatan III yang telah memberikan bantuannya selama masa kuliah dan proses penulisan tesis. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi orang lain dan penulis menyadari bahwa penulisan ini masih jauh dari kesempumaan baik yang menyangkut kemampuan akademis maupun pengalaman empiris, berakibat pada kedangkalan analisis dan kekurangsempumaan penulisan ini semua disebabkan keterbatasan yang penulis miliki.
2009
Yogyakarta, Penulis,
Ilmi Kumiawati
VI
DAFfARISI HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... ii HALAMAN PERNYATAAN ........................................................................ iii HALAMAN MOTTO ..................................................................................... iv KATA PENGANTAR .................................................................................... v DAFTAR lSI .................................................................................................. vii DAFTAR TABEL .......................................................................................... ix DAFTAR GAMBAR ............................................ ··················· ....................... X DAFTAR FOTO ............................................................................................ xi INTISARI ...................................................................................................... xii ABSTRACT ................................................................................................... xiii I.
PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang ................................................................................. I 1.2. Rumusan permasalahan .................................................................... 5 1.3. Tujuan penelitian ............................................................................. 6 1.4. Manfaat penelitian ........................................................................... 6
II.
LANDASAN TEORI 2.1. Pergeseram paradigma kebijakan public .......................................... 7 2.2. Proses pemberdayaan masyarakat.. .................................................. II 2.3. Tingkat keberhasilan pemberdayaan masyarakat ............................. 23 2.4. Pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan hutan konservasi ...... 25
Ill. METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan penelitian ..................................................................... 31 3.2. Lokasi penelitian ............................................................................ 32 3.3. Bahan dan alat penelitian ................................................................ 32 3.4. Variabel penelitian ......................................................................... 34 3.5. Teknik pengambilan sampel ........................................................... 35 3.6. Teknik pengambilan data ............................................................... 36 3. 7. Analisis data................................................................................... 36 3.8. Daftar pertanyaan dalam kuesioner.................................................. 37 3.9. Kerangka berfikir ........................................................................... 41
vii
IV.
KONDISI LOKASI PENELITIAN DAN RESPONDEN 4.1. Suaka Margasatwa Paliyan ............................................................. 42 4.2. Kondisi Masyarakat Sekitar Hutan ................................................. 47 4.3. Program Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan SM Paliyan ...... 60 4.4. Kondisi Responden ........................................................................ 68
V.
PROSES PEMBERDAYAAN MASY ARAKAT 5.1. Tahap penyadaran ......................................................................... 74 5.2. Tahap pengkapasitasan .................................................................. 84 5.3. Tahap pemberdayaan ..................................................................... I 06
VI.
KEBERHASILAN PEMBERDA YAAN MASY ARAKA T 6.1. Tingkat keberhasilan pemberdayaaan masyarakat.. ....................... 116 6.1.1. Keberhasilan menurut pesanggem ....................................... 116 6.1.2. Keberhasilan menurut Departemen Kehutanan .................... 125 6.1.3. Keberhasilan menurut Proyek Rehabilitasi .......................... 131 6.2. Faktor-faktor yang menentukan tingkat keberhasilan pemberdayaan masyarakat ............................................................. 13 5
VII. PENUTUP 7.1. Kesimpulan .................................................................................. 149 7 .2. Saran ............................................................................................ 150 DAFTAR PUSTAKA
viii
DAFfAR TABEL Tabel 2.1. Tahapan pemberdayaan ............................................................................... 18 Tabe12.2. Tahapan pemberdayan menurut Departemen Kehutanan ............................ 20 Tabel2.3. Indicator dan parameter proses pemberdayaan .......................................... 24 Tabel 3.1. Variabel proses pemberdayaan masyarakat ............................................... 33 Tabel3.2.
Pertanyaan untuk variabel sikap ................................................................ 37
Tabel3.3.
Pertanyaan untuk variabel kesepahamanan ............................................... 38
Tabel 3.4.
Pertanyaan variabel peningkatan kapasitas masyarakat ........................... 38
Tabel3.5.
Pertanyaan untuk variabel manfaat ekonomi ............................................ 39
Tabel3.6.
Pertanyaan untu variabel penguatan kelembagaan .................................... 39
Tabel3.7.
Pertanyaan untuk variabel keterlibatan masyarakat ................................. .40
Tabel 4.1.
Luas desa di sekitar SM. Paliyan ............................................................. .48
Tabel4.2.
Jumlah Kepala Keluarga!Rumah Tangga ................................................. .49
Tabel4.3.
Kondisi demografi desa sekitar SM Paliyan ........................................... .49
Tabel4.4.
Jumlah dusun di desa sekitar SM Paliyan ................................................ 50
Tabel 4.5.
Fasilitas kesehatan dan pendidikan .......................................................... 51
Tabel 4.6.
Tata Guna Lahan desa sekitar SM Paliyan ............................................... 52
Tabel4.7.
Rasio kepemilikan lahan masyarakat ........................................................ 52
Tabel 4.8.
Jumlah pesanggem di SM Paliyan ........................................................... 53
Tabel4.9.
Rasio penggarap dengan penduduk dan KK ............................................. 54
Tabel4.10. Jumlah pesanggem di Desa Karangduwet ................................................ 56 Tabel 4.11. Jumlah pesanggem di Desa Karangasem ................................................. 57 Tabel4.12. Jumlah pesanggem di Desa Jetis ............................................................... 59 Tabel4.13. Jumlah pesanggem di Desa Kepek ............................................................. 60 Tabel5.1. Rangkuman hasil penelitian ....................................................................... 113 Tabel 6.1. Skor untuk tahap penyadaran ..................................................................... 117 Tabel 6.2. Skor untuk tahap pengkapasitasan ............................................................ 119 Tabel6.3. Skor untuk tahap pemberdayaan ................................................................ 120 Tabel 6.4. Skor untuk tahap pemberdayaan masyarakat ............................................. 121 Tabel6.5. Hasil penilaian criteria dan indicator.......................................................... 126 Tabel 6.6. Tata guna lahan dan ratio kepemilikan lahan ............................................. 136 Tabel6.7. Totaljenis danjumlah tanaman pada tahun tanam 2008/2009 .................. 133 Tabel6.8. Prosentase usia produktifpara pesanggem ................................................. 138 Tabel6.9. Prosentase tingkat pendidikan pesanggem ................................................. 139 Tabel 6.10 Analisis peran masing-masing aktor di Suaka Margasatwa Paliyan .......... 144 ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1. Skema kerangka berpikir .......................................................... 41 Gambar 4.0. Peta Lokasi Suaka Margasatwa Paliyan .................................... 43 Gambar 4.1. Grafik prosentase klasifikasi umur responden ............................ 69 Gambar 4.2. Grafik prosentase tingkat pendidikan responden ........................ 71 Gambar 4.3. Grafik kepemilikan hewan temak .............................................. 72 Gam bar 4.4. Grafik prosentase cara pesanggem peroleh lahan ....................... 73 Gambar 5.1. Grafik sikap pesanggem terhadap pengelolaan SM Paliyan ........ 75 Gambar 5.2. Grafik prosentase kesepemahaman pesanggem .......................... 85 Gambar 5.3. Grafik prosentase peningkatan kapasitas pesanggem ................. 91 Gamber 5.4. Grafik prosentase manfaat ekonomi penggarapan lahan ............. 94 Gam bar 5.5. Grafik prosentase proses pembentukan lembaga ........................ 99 Gam bar 5.6. Grafik prosentase kondisi sarana dan prasaranan ....................... 101 Gambar 5.7. Grafik prosentase interaksi pesanggem dalam organisasi ........... 103 Gambar 5.8. Grafik prosentase keterlibatan pesanggem dalam perencanaan ... 106 Gambar 5.9 Grafik prosentae keterlibatan pesanggem dalam pelaksanaan ..... I 09 Gam bar 5.1 0. Grafik prosentase keterlibatan pesanggem evaluasi.. ................. 110 Gam bar 6.1. Grafik rata-rata skor tiap desa untuk tiap tahap pemberdayaan .. 122 Gambar 6.2. Grafik total skor yang diperoleh masing-masing desa ................... I24
X
DAFfARFOTO
Foto 4.1. Hutan Suaka Margasatwa Paliyan dilihat dari atas bukit ................ 43 Foto 4.2. Kondisi hutan SM Paliyan yang tandus akibat penjarahan .............. 44 Foto 4.3. Topografi kawasan hutan SM Paliyan ............................................ 45 Foto 4.4. Papan proyek rehabilitasi dan regenerasi SM Paliyan ..................... 63 Foto 4.5. Batas kawasan hutan SM Paliyan ................................................... 64 Foto 4.6. Pos jaga di hutan SM Paliyan ......................................................... 66 Foto 4. 7. Pesanggem yang sedang menggarap lahan di SM Paliyan ............. 70 Foto 5.1. Bibit tanaman yang siap ditanam di hutan SM Paliyan ................... 77 Foto 5.2. Tanaman hutan yang diselingi tanaman tumpangsari.. ..................... 79 Foto 5.2. Pertemuan pengelola SM Paliyan dengan pesanggem ..................... 86 Foto 5.3. Petugas sedang patrol di kawasan hutan SM Paliyan ....................... 88 Foto 5.4. Pesanggem sedang mengolah hasil tanaman .................................... 97 Foto 5.5. Tanaman hasil rehabilitasi yang cukup bagus .................................. Ill
xi
INTI SARI Perubahan paradigma pengelolaan sumber daya hutan dari berbasis negara menjadi berbasis masyarakat (Community Based Forest Management) telah mendorong adanya kebijakan dan strategi pembangunan kehutanan menjadi lebih berorientasi untuk meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat sekitar melalui kebijakan pemberdayaan masyarakat sekitar hutan. Suaka Margasatwa Paliyan sebagai salah satu hutan konservasi di Propinsi Daerah lstimewa Yogyakarta berusaha menerapkan kebijakan tersebut dengan tujuan untuk memberdayakan lebih dari seribu petani penggarap (pesanggem) yang ikut menggarap lahan di dalam hutan sehingga ketergantungan mereka terhadap hutan semakin berkurang. Oleh karena itu tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui proses pemberdayaan masyarakat sekitar hutan Suaka Margasatwa Paliyan serta mengetahui tingkat keberhasilan dan faktor-faktor yang menentukan keberhasilan pemberdayaan masyarakat tersebut. Penelitian dilakukan dengan metode penelitian survey. Responden adalah petani penggarap (pesanggem) yang berasal dari desa yang berbatasan langsung dengan kawasan hutan Suaka Margasatwa Paliyan. Teknik pengambilan sampel dengan stratified random sampling, dengan tingkat kesalahan sebesar 5% maka jumlah sampel yang diambil sebanyak 275 responden yang berasal dari Desa Karangasem ( 152 orang), De~a Karangduwet (24 orang), Desa Kepek (40 orang) dan Desa Jetis (59 orang). Variabel yang diteliti sebanyak enam buah, yaitu sikap, kesepahamanlkomunikasi, kapasitas masyarakat, pengembangan ekonomi, kelembagaan dan keterlibatan masyarakat. Analisis bersifat deskriptif kuantitatif, yang bertujuan untuk mendeskripsikan atau menjelaskan hasil analisis jawaban responden. Proses pemberdayaan masyarakat di sekitar hutan Suaka Margasatwa Paliyan dilakukan dalam tiga tahap yaitu tahap penyadaran, tahap pengkapasitasan dan tahap pemberian daya. Tingkat keberhasilan pemberdayaan masyarakat dapat dilihat dari tiga aspek yaitu masyarakat, pemerintah dan swasta. Dari aspek masyarakat dan pemerintah tingkat keberhasilan pemberdayaan masyarakat adalah cukup berhasil. Sedangkan dari aspek swasta (proyek) tingkat keberhasilan pemberdayaan dilihat dari adanya dukungan penuh masyarakat sehingga prosentase hidup tanaman mencapai 94%. Faktor-faktor yang menentukan keberhasilan pemberdayaan masyarakat adalah ketergantungan masyarakat terhadap hutan, sumber daya manusia, proses pemberdayaan masyarakat dan keberhasilan proyek.
Kata /cunei: Pemberdayaan masyarakat, Suaka Margasatwa Paliyan,
xii
ABSTRACT Paradigm shift in forest resource management from a state-based to community-based (Community Based Forest Management) has encouraged the development of policies and strategies being more forestry-oriented for improving the capability and independence of the surrounding community through community empowerment policies around the forest. As the one of conservation forests in the Yogyakarta Special Territory Province, Paliyan Wildlife Reservation tries to apply these policies with the purpose to empower more than a thousand sharecroppers (pesanggem), who take a part on cultivating forest land, so that their dependences on the forest itself is getting fewer. Therefore, the purpose of this study is to find out the process of empowering communities around the Paliyan Wildlife Reservation and the success level as well as the factors which determine the success ofthis community empowerment. This research is conducted by survey research method. Its respondents were sharecroppers (pesanggem) who came from the village directly adjacent to the area of Paliyan Wildlife Reservation forest. The sampling technique is by stratified random sampling, with the error rate of 5% that the number of samples taken amount to 275 respondents from Karangasem village (152 people), Karangduwet village (24 people), Kepek village (40 people) and Jetis village (59 people). The examined variables number in six pieces. They are attitudes, understanding I communication, community capacity building, economic development, institutionality, and community involvement. This is a quantitative descriptive analysis, which intends to describe or explain the results of respondent's answer analysis. The process of community empowerment around the Paliyan Wildlife Reservation forest is conducted in three stages; the awareness stage, enabling stage, and empowering stage. The success rate of community empowerment can be described from three aspects, such as society, government and the private sector. From the society and government aspects, community empowerment success rate is quite successful. While in the private aspects (projects), empowerment success rate viewed from the full support of the community so that live plants' percentage reaches 94%. The factors that determine the success of community empowerment are society's dependences on the forest, human resources, community empowerment process, and the project's success. Keywords: Community empowerment, Paliyan Wildlife Reservation
xiii
PENDAHULUAN
I.
1.1.
Latar belakang: Laju kerusakan hutan di Indonesia sangat tinggi dari waktu ke waktu.
Dalam kurun waktu 50 tahun, luas tutupan hutan Indonesia mengalami penurunan sekitar 40% dari luas total tutupan hutan di seluruh Indonesia (Forest Watch Indonesia, 2006). Laju kerusakan hutan mencapai 2,83 juta ha/tahun, dan sekitar 59,6 juta ha dari 120,35 juta ha hutan di Indonesia dalam keadaan kritis (Dephut, 2006). Situasi yang kritis tersebut menuntut Departemen Kehutanan merubah paradigma pembangunan kehutanan dari timber oriented kearah resources based
management, yang merupakan salah satu kebijakan Departemen Kehutanan dalam meminimalkan terjadinya kerusakan hutan, sekaligus untuk mengoptimalkan pemanfaatan kawasan hutan dalam meningkatkan pendapatan negara/devisa dan kesejahteraan masyarakat.
Sejalan
dengan hal tersebut diatas, maka
pembangunan kehutanan yang dulu kurang menyertakan masyarakat sekitar hutan telah
diubah
pembangunan
dengan
upaya
kehutanan.
menempatkan
Upaya yang
masyarakat
dilakukan
sebagai
untuk
subyek
menghasilkan
kesejahteraan masyarakat tersebut dilakukan melalui program pemberdayaan masyarakat (Yuliarsana, 2006). Kebijakan pemberdayaan masyarakat di dalam dan sekitar hutan juga didorong oleh adanya perubahan paradigma dari paradigrma pengelolaan sumber daya hutan berbasis negara menjadi paradigma pengelolaan hutan berbasis
I
masyarakat (Community Based Forest Management) yang menyebabkan adanya pergeseran strategi pembangunan kehutanan saat ini menjadi lebih berorientasi untuk meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat sekitar hutan (Brotohadi, 2006). Kebijakan pemberdayaan masyarakat
diterapkan pada semua fungsi
hutan, baik itu hutan produksi, hutan lindung maupun hutan konservasi. Pemberdayaan masyarakat di sekitar hutan konservasi adalah upaya peningkatan kemandirian masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengelolaan hutan, perbaikan kesejahteraan mereka dengan tetap memperhatikan pelestarian sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan hutan konservasi bertujuan untuk menjamin keseimbangan ekologis, ekonomi, maupaun sosial budaya dan kelestarian kawasan hutan konservasi serta
meningkatkan
kemandirian
pembangunan
masyarakat sebagai
pendukung utama dalam
kehutanan melalui peningkatan ekonomi kerakyatan di sekitar kawasan hutan konservasi dan mengaktualisasikan akses timbal batik peran masyarakat dan fungsi kawasan hutan konservasi terhadap kesejahteraan masyarakat (Dephut, 2008). Program pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan hutan konservasi yang telah berhasil dilakukan, antara lain pemberdayaan ekonomi dan konservasi secara multi sectoral di Taman Nasional Kerinci Seblat melalui Integrated
Comervation Development Program (Bahri, 2009), akses masyarakat ke dalam hutan dibuka untuk kegiatan wisata alam terbatas (pengamatan burung) di Suaka Margasatwa
Pulau
Rambut
Jakarta
(Timotius,
2004)
dan
peningkatan
2
produktivitas masyarakat melalui upaya menciptakan lapangan pekerjaan yang tidak berbasiskan lahan yaitu budidaya jamur dan madu di luar kawasan Cagar Alam Gunung Papandayan Jawa Barat (Zuhri dan Sulistyowati, 2007). Kendala yang dihadapi dalam program pemberdayaan masyarakat di sekitar hutan, antara lain karena rendahnya peran serta masyarakat sekitar hutan. Penyebab rendahnya kesadaran masyarakat dalam ikut mengelola sumber daya hutan adalah tingkat pendidikan dan ekonomi masyarakat yang masih rendah, kondisi tanah pertanian yang kurang menjanjikan serta kurang disosialisasikannya peraturan perundangan tentang konservasi hutan dan tidak adanya tindakan tegas dari pemerintah (Harjiyatni, 2001) dan kurang dilibatkannya masyarakat dalam proses perencanaan, sikap apatis dari masyarakat dan rendahnya tingkat pendidikan masyarakat (Rijanta, 2005). Hutan Paliyan yang secara administratif terletak di Kecamatan Paliyan dan Saptosari Kabupaten Gunungkidul. merupakan hutan produksi dengan tanaman utama jati (Tectona grandis) dan dikelola oleh Dinas Kehutanan dan Perkebunan Propinsi DIY.
Pada periode pergantian rezim politik dari orde baru ke orde
reformasi, masyarakat melakukan Paliyan.
penjarahan yang tidak terkendali di Hutan
Salah satu cara yang ditempuh oleh pengelola untuk meminimalisir
penjarahan oleh masyarakat adalah dilakukannya sistem tumpangsari bersama masyarak:at dalam mengelola Hutan Paliyan. Pada tahun 2000, berdasarkan surat Keputusan Menteri Kehutanan No.l71/Kpts-II/2000 tanggal 29 Juni 2000 sebagian Hutan Paliyan, seluas 434,6 ha dialihfungsikan menjadi kawasan hutan Suaka Margasatwa dimana sesuai
3
dengan UU No.5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Suaka Margasatwa adalah kawasan suaka alam yang mempunyai ciri khas tertentu berupa keanekaragaman dan atau keunikan jenis satwa yang untuk kelangsungan hidupnya dapat dilakukan pembinaan terhadap habitatnya. Adanya upaya pembinaan habitat ini membuka peluang masih diperbolehkannya ada akses masyarakat di dalam hutan. Pada saat ditetapkan sebagai Suaka Margasatwa Paliyan, telah ada 1.256 orang pesanggem yang ikut mengelola lahan di dalam kawasan hutan.
Pesanggem berasal dari kata sanggem yang berarti pinjam garap (Baiquni, 2007). Jadi pesanggem adalah masyarakat yang dipinjami lahan di kawasan hutan untuk ditanami atau digarap. Para pesanggem tersebut tersebar di 4 (empat) desa yang berbatasan langsung dengan kawasan yaitu Desa Karang Duwet (Ill orang), Desa Karang Asem (698 orang) yang masuk Kecamatan Paliyan, Desa Jetis (264 orang), Desa Kepek (183 orang) yang masuk Kecamatan Saptosari (Balai KSDA Yogyakarta, 2005). Dalam rangka penerapan kebijakan Departemen Kehutanan tentang Social Forestry sesuai dengan Peraturan Menteri Kehutanan No. P. 01/Menhut-1112004 tanggal 12 Juli 2004 tentang Pemberdayaan Masyarakat Di Dalam dan Di Sekitar Hutan, maka Direkorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Departemen Kehutanan bekelja sama dengan Mitsui Sumitomo Insurance Co. Ltd. melakukan kegiatan rehabilitasi di hutan Suaka Margasatwa Paliyan dengan menerapkan konsep social forestry dalam upaya rehabilitasinya.
Hal
ditanggapi positif dari Mitsui Sumitomo Insurance Co. Ltd.,
sehingga untuk
tersebut
4
memenuhi tanggung jawab social perusahaan (CSR= Corporate Social
Responbility) dan memberikan kontribusi kepada masyarakat Indonesia, pada tahun 2005 Mitsui Sumitomo Insurance Co., Ltd. memutuskan untuk memberikan bantuan keuangan untuk kegiatan rehabilitasi hutan di Suaka Margasatwa Paliyan yang dituangkan dalam sebuah Nota Kesepakatatan (Agreement) antara Mitsui Sumitomo Insurance Co., Ltd., Sumitomo Forestry Co. Ltd. dengan Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Departemen Kehutanan pada tanggal 31 Januari 2005. Kegiatan tersebut kemudian dikenal sebagai Proyek Rehabilitasi dan Regenerasi Suaka Margasatwa Paliyan Yogyakarta. Tujuan utama proyek ini adalah mengembalikan
fungsi hutan sebagai kawasan konservasi Suaka
Margasatwa dan fungsi
pengaturan tata air (hidrologi) dengan
konsep
pembangunan hutan yang memperhatikan kepentingan masyarakat setempat.
1.2.
Rumusan Permasalahan Kerusakan hutan yang semakin meningkat telah merubah paradigma
pembangunan kehutanan menjadi berorientasi kepada masyarakatan, salah satunya
melalui
Pemberdayaan
pemberdayaan
masyarakat di
masyarakat
di
sekitar kawasan
sekitar hutan
kawasan
hutan.
konservasi
Suaka
Margasatwa Paliyan diharapkan mampu meningkatkan peran serta masyarakat untuk
ikut serta memantapkan
kelestarian
keanekaragaman
hayati
dan
ekosistemnya. Adanya pesanggem yang cukup banyak dan akan berakhirnya Proyek Rehabilitasi dan Regenerasi Suaka Margasatwa Paliyan Yogyakarta pada tahun
5
2011, telah menjadi masalah utama dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan hutan konservasi Suaka Margasatwa Paliyan.
Oleh karena itu
perlu diketahui bagaimana pelaksananaan kegiatan pemberdayaan masyarakat di sekitar hutan Suaka Margasatwa Paliyan. Sehingga secara spesifik pertanyaan yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah:
1.
Bagaimana proses (tahapan-tahapan) pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan hutan lconservasi Suaka Margasatwa Paliyan?
2.
Bagaimana tingkat keberhasilan dan faktor-faktor apa yang menentukan keberhasilan pemberdayaan masyarakat tersebut?
1.3.
Tujuan penelitian: Untuk mengetahui proses pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan
hutan konservasi Suaka Margasatwa Paliyan dan serta mengetahui tingkat keberhasilan dan faktor-faktor yang menentukan keberhasilan pemberdayaan masyarakat tersebut.
1.4.
Manfaat penelitian Hasil penelitian dapat dijadikan bahan kajian bagi pengelola Suaka
Margasatwa Paliyan untuk menentukan kebijakan pemberdayaan masyarakat yang paling tepat di sekitar kawasan hutan Suaka Margasatwa Paliyan (terutama setelah selesainya Proyek Rehabilitasi dan Regenerasi Suaka Margasatwa Paliyan dari Sumitomo Forestry Co., LTD pada Maret 2011).
6
II. LANDASAN TEORI
1.1.
Pergeseran Paradigma Kebijakan Publik Administrasi publik menurut Chandler and Plano (1988) dalam Keban
(2008) adalah proses dimana sumber daya dan personel publik diorganisir dan dikoordinasikan untuk memformulasikan, mengimplementasikan dan mengelola keputusan-keputusan dalam kebijakan publik. Ruang lingkup administrasi publik menurut Nicholas Henry ( 1995) dalam Keban (2008) meliputi 3 unsur (selain perkembangan ilmu administrasi publik itu sendiri), yaitu (1) organisasi publik, yang pada prinsipnya berkenaan dengan model-model organisasi dan perilaku organisasi, (2) manajement publik, yaitu berkenaan dengan sistem
dan
ilmu manajemen,
evaluasi
program dan
produktivitas, anggaran publik dan manajemen sumber daya manusia, (3) implementasi yaitu menyangkut pendekatan terhadap kebijakan publik dan implementasinya, privatisasi, administrasi antar pemerintahan dan etika birokrasi. Kebijakan publik menurut Thomas Dye ( 1981) dalam Subarsono (2008) adalah apapun pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan (public
policy is whatever governments choose to do or not to do).
Konsep tersebut
sangat luas, karena kebijakan publik mencakup sesuatu yang tidak dilakukan oleh pemerintah di samping yang dilakukan oleh pemerintah ketika pemerintah menghadapi suatu masalah publik.
Definisi kebijakan publik ini mengandung
makna bahwa (I) kebijakan publik tersebut dibuat oleh badan pemerintah, bukan
7
organisasi swasta, (2) kebijakan publik menyangkut pilihan yang harus dilakukan atau tidak dilakukan oleh badan pemerintah. lmplementasi kebijakan merupakan tahap yang krusial dalam proses kebijakan publik.
Suatu program harus diimplementasikan agar mempunyai
dampak atau tujuan yang diinginkan. Dalam berbagai sistem politik, kebijakan publik diimplemantasikan oleh badan-badan pemerintah. Badan-badan tersebut melaksanakan pekerjaan-pekerjaan pemerintah dari hari ke hari yang membawa dampak pada warga negaranya (Winamo, 2005). Menurut Gordon ( 1986) dalam Keban (2008), implcmentasi berkenaan dengan berbagai kegiatan yang diarahkan pada realisasi program. Dalam hal ini, administrator mengatur cara untuk mengorganisir, menginterpretasikan dan menerapkan kebijakan yang telah diseleksi.
Mengorganisir berarti mengatur
sumber daya, unit-unit dan metode-metode untuk melaksanakan program. Melakukan interpretasi berkenaan dengan menterjemahkan bahasa atau istilahistilah program ke dalam rencana-rencana dan petunjuk-petunjuk yang dapat diterima dan feasible.
Menerapkan berarti menggunakan instrumen-instrumen,
mengerjakan atau memberikan pelayanan rutin, melakukan pembayaranpembayaran. Dengan kata lain implementasi merupakan tahap merealisasi tujuantujuan program.
Dalam hal ini yang perlu diperhatikan adalah persiapan
implementasi, yaitu memikirkan dan menghitung secara matang berbagai kemungkinan keberhasilan dan kegagalan, termasuk hambatan atau peluangpeluang yang ada dan kemampuan organisasi yang diserahi tugas untuk melaksanakan program.
8
Beberapa dasa warsa terakhir telah terjadi perubahan orientasi administrasi publik secara cepat. Kegagalan yang dialami oleh suatu negara telah disadari sebagai akibat dari kegagalannya dalam merespon perubahaan paradigma administrasi publikk. Perubahan paradigma tersebut adalah perubahan dari makna administrasi publik sebagai administration of public, administration for public, dan administration by public.
Administration of public menunjukkan bagaimana pemerintah berperan sebagai agen tunggal yang berkuasa atau sebagai regulator yang aktif dan selalu berinisiatif
dalam
mengatur
atau
mengambil
langkah
dan
prakarsa.
Administration for public menunjukkan suatu konteks yang lebih maju, yaitu pemerintaha lebih berperan dalam mengemban misi pelayanan publik (service
provider). Dalam hal ini publik merupakan sasaran utama kegiatan pemerintah namun pemerintah tidak berupaya memberdayakan publik. Administration by
public merupakan suatu konsep yang sangat berorientasi kepada pemberdayaan masyarakat karena pemerintah memberikan kesempatan untuk itu. Dalam hal ini kegiatan pemerintah lebih mengarah kepada "empowerment' yaitu pemerintah berupaya memfasilitas masyarakat agar mampu mengatur hidupnya tanpa harus sepenuhnya tergantung kepada pemerintah (Keban, 2008). Kegagalan pemerintah Indonesia dalam merespon perubahan paradigma tacli terlihat dari gagalnya pemerintah Indonesia menyelenggarakan pemerintahan, hingga akhimya memutuskan menggunakan prinsip-prinsip good governance dalam penyelenggaraan pemerintahan. Semua pemangku kepentingan tidak ada yang mau ketinggalan meminta berbagai pihak yang terlibat dalam jalannya
9
pemerintahan untuk menerapkan prinsip pemerintahan yang baik atau good
governance.
Menurut Sutrisno (2009) salah satu ciri good governance yang
menonjol adalah aspek partisipasi. Partisipasi penting dalamm siklus manajemen pembangunan yang sarat dengan berbagai kebijakan publik di dalamnya. Kegagalan lain yang dialami adalah kegagalan pemerintah dalam menggunakan paradigma pertumbuhan dalam kebijakaan pembangunannya. Menurut Sulistyani (2004) kebijakan pembangunan yang berorientasi terhadap pertumbuhan telah membawa efek buruk secara nasional baik pada skala makro maupun mikro, sehingga pemerintah perlu melakukan reorientasi. Reorientasi baru dalam pembangunan diwujudkan dengan menggunakan pendekatan
pembangunan
yang
lebih
memperhatikan
lingkungan
dan
pembangunan yang lebih berwajah manusiawi (humanize).
Berawal dari
pemikiran tersebut, hingga saat ini yang diutamakan adalah
pembangunan
manusia yang memprioritaskan pembangunan social dan lingkungan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dengan strategi suistanable development. Pendekatan tersebut menempatkan manusia sebagai faktor kunci yang memainkan peran penting dalam segala segi (Sulistyani, 2004). Bertolak dari model pembangunan yang humanize tersebut, maka dibutuhkan program-program pembangunan yang memberikan prioritas pada upaya memberdayakan masyarakat. Dalam konteks good governance ada tiga pilar yang harus menopang jalannya proses pembangunan yaitu masyarakat sipil, pemerintah dan swasta. Tidak dapat disangkal lagi bahwa masyarakat menjadi pilar utama yang harus diberdayakan.
Menurut Sumodiningrat (2000) dalam
10
Sulistyani (2004) diadopsinya pendekatan pemberdayaan oleh pemerintah dalam pelaksanaan pembangunan karena tiga alasan, yaitu pertama pemerintah sangat merosot pendapatannya sehingga tidak lagi bisa melakoni sebagai lokomotif pembanguan itu sendirian.
Kedua, pembangunan yang telah dilakukan oleh
pemerintah sebelumnya berpola dari pemikiran pemerintah atas pembangunan itu sendiri.
Ketiga, kemandirian menjadi tren global yang berarti inti dari
pembangunan adalah memandirikan masyarakat. Pemberdayaan
masyarakat
merupakan
bagian
dari
penerapan
administration by public, merupakan pilar good governance dan bagian utama dari pembangunan berkelanjutan.
Menurut Sulistyani (2004) pemahaman
pemberdayaan seiring dengan good governance. Konsep ini mengetengahkan tiga pilar yang harus dipertemukan dalam program pemberdayaan masyarakat. Ketiga pilar tersebut adalah pemerintah, swasta dan masyarakat yang hendaknya menjalin kemitraan yang serasi.
Oleh karena itu
maka pendekatan pemberdayaan
masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan menjadi sutau keharusan. Jika pendekatan ini tidak ditempuh maka pembangunan akan semakin jauh dari visi dam misi pembangunan sebagaimana tertuang dalam UUD 1945.
1.2.
Proses Pemberdayaan Masyarakat Konsep pemberdayaan (empowerment) mulai muncul sekitar dekade
1970-an dan terus berkembang sepanjang dekade 1980-an hingga 1990-an (akhir abad ke-20). Munculnya konsep pemberdayaan merupakan akibat dari dan reaksi terhadap alam pikiran, tata masyarakat dan tata budaya sebelumnya yang
11
berkembang di suatu negara (Pranarka dan Vidhyandika, 1996 dalam Hikmat, 2004). Menurut Rappaport (1987) dalam Hikmat (2004) pemberdayaan diartikan sebagai pemahaman secara psikologis pengaruh kontrol individu terhadap keadaan sosial, kekuatan politik dan hak-haknya menurut undang-undang. Sementara itu, Me Ardle (1989) dalam Hikmat (2004) mengartikan pemberdayaan sebagai proses pengambilan keputusan oleh orang-orang yang secara konsekuen melaksanakan keputusan tersebut. Sedangkan Suparjan dan Suyatno (2003) menyebutkan
bahwa
pemberdayaan
memberikan
tekanan
pada
otonomi
pengambilan keputusan dari suatu kelompok masyarakat. Samuel Paul menyatakan bahwa pemberdayaan berarti pembagian kekuasaan yang adil sehingga meningkatkan kesadaran politis dan kekuasaan kelompok yang lemah serta memperbesar pengaruh mereka terhadap proses dan hasil-hasil pembangunan. Borrini mengatakan bahwa pemberdayaan merupakan suatu konsep yang mengacu pada pengamanan akses terhadap sumber daya alami dan pengelolaannya secara berkelanjutan (Suparjan dan Suyatno,
2003).
Pemberdayaan masyarakat adalah suatu proses pengembangan pola pikir dan pola sikap yang mendorong timbulnya kesadaran anggota masyarakat agar mau memperbaiki kehidupannya dengan menggunakan potensi yang dimilikinya (Dephut, 2007) Dari berbagai definisi tadi, dapat disimpulkan bahwa pemberdayaan dapat diartikan sebagai kemampuan individu atau kelompok masyarakat untuk membuat keputusan sendiri berdasarkan potensi dan kemampuan yang dimilikinya.
12
Hal terpenting dalam pemberdayaan adalah partisipasi aktif dalam setiap proses pengambilan keputusan (Me Ardle, 1989 dalam Hikmat, 2004). Dalam konteks pemberdayaan, sebenamya terkandung unsur partisipasi yaitu bagaimana masyarakat dilibatkan dalam proses pembangunan, dan hak untuk menikmati hasil pembangunan.
Konsep
pemberdayaan
merupakan
proses belajar yang
menekankan orientasi pada proses serta pelibatan masyarakat/partisipasi (Suparjan dan Suyatno, 2003). Pemberdayaan masyarakat juga difokuskan pada penguatan individu anggota masyarakat beserta pranata-pranatanya. Pendekatan utama dalam konsep pemberdayaan ini adalah menempatkan masyarakat tidak sekedar sebagai obyek melainkan juga sebagai subyek. Proses pemberdayaan masyarakat sebenamya juga harus
menyiratkan perubahan dari sisi pemerintah.
Peran pemerintah
dikembangkan sedemikian rupa sehingga mampu mengantisiapsi masa depan (Suparjan dan Suyatno, 2003). Konsep pemberdayaan masyarakat, menurut Suparjan dan Suyatno (2003) pada hakekatnya menawarkan suatu proses perencanaan dengan memusatkan pada partisipasi, kemampuan dan masyarakat Jokal.
Dalam konteks ini maka
masyarakat perlu dilibatkan dalam setiap tahap pelaksanaan pembangunan dari perencanaan, pelaksanaaan dan evaluasi program yang mereka lakukan. Hal ini memiliki arti menempatkan masyarakat sebagai aktor (subyek) pembangunan dan tidak sekedar menjadikan mereka sebagai penerima pasif pelayanan saja. Berdasarkan uraian diatas, maka pemberdayaan masyarakat harus dilakukan dengan melibatkan masyarakat sejak perencanaan, pelaksanaan dan
13
evaluasi dari suatu program pembangunan.
Pemberdayaan masyarakat harus
diimplementasikan dalam setiap aspek pembangunan sehingga ada perubahan yang lebih baik dari masyarakat. Pemberdayaan
masyarakat
adalah
sebuah
proses,
pemberdayaan
masyarakat harus dalam dilakukan bertahap, selama proses tersebut akan terjadi perubahan dalam diri masyarakat yang diberdayakan. Proses pemberdayaan adalah suatu siklus atau proses yang melibatkan masyarakat untuk bekerjasama dalam kelompok formal maupun non formal untuk melakukan kajian masalah, merencanakan, melaksanakan, merencanakan, melakukan evaluasi terhadap program yang telah direncanakan bersama (Sidu, 2006). Proses pemberdayaan dapat dilakukan melalui 3 (tiga) proses yaitu pertama menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyrakat
berkembanglenabling. Kedua memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat (empowering) sehingga diperlukan langkah yang positif selain dari iklim atau suasana, ketiga memberdayakan juga berarti melindungi.
Proses
pemberdayaan masyarakat diharapkan menjadikan masyarakat lebih berdaya, berkekuatan dan berkemampuan. Adapun ciri-ciri masyarakat berdaya adalah ( 1) memahami diri dan potensinya, mampu merencanakan/mengantisipasi perubahan masa depan (2) mampu mengarahkan dirinya (3) memiliki kekuatan untuk berunding (4) memiliki bargaining power yang memadai dalam melakukan kerjasama yag sating menguntungkan (5) hertanggung jawab atas tindakannya (Kartasasmita, 1995).
14
Pranarka dan Vidhyandika (1996) dalam Hikmat (2004) menjelasakan bahwa proses pemberdayaan mengandung dua kecenderungan. Pertama proses pemberdayaan yang menekankan pada proses memberikan atau mengalihkan sebagian kekuatan, kekuasaan atau kemampuan kepada masyarakat agar individu lebih nerdaya.
Kecenderungan pertama tersebut dapat disebut sebagai
kecendemgan primer dari makna pemberdayaan. Sedangan kecenderungan kedua atau kecenderungan sekunder menekankan pada proses menstimulasi, mendorong atau memotivasi individu agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan hidupanya menjadi proses dialog. Menurut Adi (2003) dalam Sidu (2006) menyatakan bahwa meskipun proses
pemberdayaan
berkesinambungan,
suatu
namun
masyarakat dalam
merupakan
suatu
proses
yang
implementasinya
tidak
semua
yang
direncanakan dapat berjalan dengan mulus dalam pelaksanaannya.
Beberapa
kendala (hambatan) dalam pembagunan masyarakat, baik yang berasal dari kepribadian individu maupun berasal dari sistem sosial: a. berasal dari kepribadian individu: homeostasid, kebiasaan, seleksi ingatan dan presepsi, ketergantungan, super ego yang terlalu kuat, cenderung membuat seseorang tidak mau menerima pembaharuan dan rasa tidak percaya diri. b. Berasal dari sistem sosial; kesepakatan terhadap norma tertentu (conformity to
norm) yang mengikat sebagian anggota masyarakat pada suatu komunitas tertentu, kesatuan dan kepada sistem dan budaya, kelompok kepengtingan hal yang bersifat sakral dan penolakan terhadap orang luar.
15
Tujuan yang ingin dicapai dalam pemberdayaan masyarakat menurut Sulistyani (2004) adalah untuk membentuk individu dan masyarakat menjadi mandiri.
Kemandirian tersebut meliputi kemandirian berpikir, bertindak dan
mengendalikan apa yang mereka lakukan. Kemandirian masyarakat dapat dicapai tentu memerlukan proses belajar. Masyarakat yang mengikuti proses belajar yang baik, secara bertahap akan memperoleh daya, kekuatan atau kemampuan yang bermanfaat dalam proses pengambilan keputusan secara mandiri. Proses belajar dalam rangka pemberdayaan masyarakat berlangsung secara bertahap, yaitu (I) tahap penyadaran dan pembentukan perilaku menuju perilaku sadar dan peduli, sehingga yang bersangkutan merasa membutuhkan peningkatan kapasitas diri, (2) tahap transformasi kemampuan berupa wawasan berpikir atau pengetahuan, kecakapan ketrampilan agar dapat mengambil peran di dalam pembangunan dan (3) tahap peningkatan kemampuan intelektual kecakapanketrampilan sehingga membentuk inisiatif, kreatif dan kemampuan inovatif untuk mengantarkan kepada kemandirian (Sulistyani, 2004). Tahap pertama atau tahap penyadaran dan pembentukan perilaku merupakan tahap persiapan dalam proses pemberdayaan. Pada tahap ini pelaku pemberdayaan berusaha menciptakan prakondisi supaya dapat memfasialits berlangsungnya proses pemberdayaan secara efektif. proses ini adalah untuk mencapai suatu kesadaran.
Yang ditekankan pada
Sentuhan penyadaran akan
lebih membuka keingingan dan kesadaran masyarakat tentang kondisinya saat itu, dan dengan demikian akan dapat merangsang kesadaran mereka tentang perlunya memperbaiki kondisinya saat itu, dan dengan demikian akan dapat merangsang
16
kesadaran mereka tentang pentingnya memperbaiki kondisi untuk menciptakan masa depan yang lebih baik. Pada tahap kedua, yaitu proses transformasi pengetahuan, pengalaman dan ketrampilan dapat berlangsung baik, demokratis, efektif dan efisien, jika tahap pertama telah terkondisi.
Masyarakat akan menjalani proses belajar tentang
pengetahuan dan kecakapan ketrampilan yang memiliki relevansi dengan apa yang menjadi tuntuan kebutuhan jika telah menyadari akan pentingnya peningkatan kapasitas.
Keadaan ini akan menstimulasi terjadinya keterbukaan
wawasan dan menguasai kecakapan ketrampilan dasar yang mereka butuhkan. Pada tahap ini masyarakat hanya dapat memberikan peran partisipasi pada tingkat yang rendah, yaitu sekedar menjadi pengikut atau obyek pembangunan saja, belum mampu menjadi subyek pembangungan. Tahap ketiga, adalah merupakan tahap pengayaan atau peningkatan intelektualitas dan kecakapan-ketrampilan yang diperlukan supaya mereke dapat membentuk kemandirian. Kemandirian tersebut akan ditandai oleh kemampuan masyarakat di dalam membentuk inisiatif, melahirkan kreasi-kreasi dan melakukan inovasi-inivasi di dalam lingkungannya.
Apabila masyarakat telah
mencapai tahap ketiga ini maka masyarakat dapat secara mandiri melakukan pembangunan. Dalam konsep pembangunan masyarakat pada kondisi seperti ini seringkali didudukkan sebagai subyek pembangunan atau pemeran utama, pemerintah tinggal menjadi fasilitator saja. Apabila ketiga tahap tersebut telah dilakukan maka dalam konsep pembangunan masyarakat,
masyarakat telah didudukkan sebagai
subyek
17
pembangunan sehingga pemerintah hanya dapat berfungsi sebagai fasilitator saja. Untuk dapat mencapai hal tersebut diatas ada beberapa tahap yang harus dilalui. Tahapan pemberdayaan menurut Sulistyani (2004) adalah seperti dalam tabel dibawah ini: Tabel 2.1.
Tahapan pemberdayaan knowledge, attitudes, practice dengan pendekatan aspek afektif, kognitif, psikomotorik dan konatif
Tahapan Afektif
Tahapan Kognitif
Belum merasa sadar dan peduli
Belum memiliki wawasan pengetahuan Mengembangkan Mengembangkan Pengetahuan Dasar ketrampilan dasar
Tumbuh rasa kesadaran dan kepedulian Me rasa membutuhkan kemandirian
Mendalami pengetahuan pada tingkat yang lebih tinggi
Tahapan Psikomotorik Belum memiliki ketrampilan dasar
Memperkaya variasi ketrampilan
Tahapan Konatif Tidak berperilaku membangun Berinisiatif untuk mengambil peran dalam pembangunan Berposisi mandiri untuk membangun diri dan lingkungan
Menurut Wrihatmolo dan Dwidjowiyoto (2007) pemberdayaan adalah sebuah proses menjadi bukan sebuah
proses instan.
Sebagai proses,
pemberdayaan mempunyai tiga tahapan penyadaran, pengkapasitasan dan pendayaan. Tahap pertama adalah penyadaran. Pada tahap ini target yang hendak diberdayakan diberi pencerahan dalam bentuk pemberian penyadaran bahwa mereka mempunyai hak untuk mempunyai sesuatu.
Prinsip dasamya adalah
membuat target mengerti bahwa mereka (membangun demand) diberdayakan dan proses pemberdayaan itu dimulai dari dalam diri mereka (tidak dari orang luar). Tahap kedua adalah pengkapasitasan atau memampukan (enabling) atau sering juga kita sebut sebagai capacity building. Untuk diberikan daya atau kuasa
18
yang bersangkutan harus mampu terlebih dulu. Proses capacity building terdiri atas tiga jenis yaitu manusia, orgaisasi dan system nilai.
Pengkapasitasasn
manusua dalam arti memampukan manusia baik dalam konteks individu maupun kelompok.
Pengkapasitasan organisasi dilakukan dalam bentuk strukturisasi
organisasi yang hendak menerima daya atau kapasitas tersebut. Pengkapasitasan ketiga adalah system nilai. Setelah orang dan wadahnya dikapasitasikan, system nilainya pun demikian. Sistem nilai adalah aturan main, seperti AD/ART, system dan prosedur kerja . Pada tahap yang lebih maju terdiri dari budaya organisasi, etika dan good governance. Tahap ketiga adalah pemberian daya itu sendiri atau empowerment dalam makna sempit. Pada tahap ini kepada target diberikan daya, kekuasaan, otoritas atau peluang.
Pemberian ini sesuai dengan kualitas kecakapan yang telah
dimiliki. Prosedur pada tahap ketiga ini cukup sederhana, namun kita sering kali tidak cakap menjalankannya karena mengabaikan bahwa dalam kesederhanaan pun ada ukuran. Pokok gagasannya adalah bahwa proses pemberian daya atau kekuasaaan diberikan sesuai dengan kecakapan penerima. Menurut Departemen Kehutanan (2008) tahapan dalam pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan hutan konservasi meliputi 9 tahapan yaitu (I) Kesepahaman (2) Kelembagaan (3) Pendamping (4) Pelatihan tentang PRA bagi Tokoh Masyarakat sebagai Pemandu (5) Pelaksanaan Penyusunan Perencanaan oleh Masyarakat (6) Peningkatan Kapasitas Masyarakat (7) Pengembangan Usaha Ekonomi Produktif (8) Kemitraan
(9) Monev dan Pembinaan Pengembangan
Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat.
Masing-masing tahapan tersebut bisa
19
meliputi seluruhnya atau sebagian dalam program-program pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan hutan konservasi. Masing-masing tahapan tidak harus berurutan ketika program pemberdayaan masyarakat di konservasi dijalankan.
kawasan hutan
Prioritas tahapan disesuaikan dengan kondisi ekosistem
hutan, serta social dan ekonomi masyarakat. Tabel 2.2.
NO I.
2.
Tahapan Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan Konservasi Menurut Departemen Kehutanan
TAHAPAN KRITERIA KESEPAHA- a. Pertemuan semua stakeholder terkait MAN secara terus menerus sampai tercapainya kesepahaman mengenai manfaat dan fungsi pengelolaan kawasan konservasi
KELEMBAGAAN
INDIKATOR - Adanya pertemuan secara terus menerus mengikuti - Stakeholder aktif pertemuan - Kesepahaman dari stakeholders terkait mengenai fungsi dan manfaat kawasan konservasi - Kesepahaman dari stakeho Iders terkait aturanlkebijakan - Berkurangnya perambahan/gangguan kawasan -Ada rencana sosialisasi tingkat desa, kecamatan dan kabupaten sosialisasi - Dilakukan secara intensif oleh pengelola aktif mengikuti - Masyarakat sosialisasi kelompok - Pertemuan dalam masyarakat secara aktif
b. Sosialisasi secara intensif tentang manfaat dan fungsi kawasan konservasi pengelola oleh kawasan c. Masyarakat aktif melakukan pertemuan-pertemuan dalam kelompoknya a. Masyarakat - Kelompok dibentuk atas inisiatif sendiari membentuk kelompok secara mandiri b. Membuat aturan- Adanya aturan dalam kelompok aturan dalam (AD/ART) kelompok - Aturan dipahami dan ditaati - Adanya sanksi c. Ada kepengurusan - Adanya struktur organisasi kelompok - Peran dan fungsi struktur jelas d. aktivitas kelompok - Tidak terjadi pertentangan di sesuai aturan-aturan dalam kelompok e. Ada rencana kerja - Adanya dokumen rencana kerja kelompo_k kelom_])()k
20
NO 3.
TAHAPAN PENDAMPING
KRITERIA a. Tersedianyan tenaga pendamping
b. Pendamping mampu menjadi fasilitator, motivator, dinamisator bagi masyarakat
c. Pendamping aktif bersama masyarakat
4.
PELATIHAN a. Pelatihan bagi tokoh TENTANG masyarakat sebagai PRA BAGI pemandu TOKOH MASYARAKAT SEBAGAI PEMANDU b. Kunjungan kerja pemandu ke lokasi lain yang lebih berhasil
5.
PELAKSAN a. AAN PENYUSUN AN PERENCAN AAN OLEH MASYRAK AT
Pelaksanaan PRA oleh masyarakat
b.
Penyusunan rencana kegiatan oleh kelompok masyarakat
INDIKATOR - Jumlah tenaga pendamping sesuai dengan kebutuhan/memadai - Telah mengikuti pelatihan tenaga pendamping - Diterima oleh masyarakat - Memahami kondisi wilayah kerjanya - Pendamping mempunyai program pendampingan - Mempunyai akses informasi yang cukup - Mempunyai hubungan kerja dengan berbagai stakeholders - Mampu berkoordinasi dengan instansi terkait - Intensitas ke kunjungan masyarakatlkelompok intensif - Adanya komunikasi dengan masyarakat - Mendampingi, menyelesaikan permasalahan bersama masyarakat - Keberadaan di masyarakat selalu ada hila dibutuhkan - Pemandu dan mengenal memahami teknik PRA - Pemandu mampu menjadi fasilitator dalam penyusunan RUK, RKK, dan RKD - Pemandu siap menjadi pemandu bagi masyarakat di desa - Terlaksananya kunjungan kerja ke lokasi lain bagi semua pemandu yang ada - Ada rencana usaha keluaraga di setiap keluarga - Masyarakat terlibat dalam PRA - Mampu melaksanakan PRA secara kelompok - Adanya rencana kegiatan pembangunan desa (RKD) - Adanya urutan prioritas kegiatan pembangunan desa - Terlaksananya lokakarya tingkat des a - Terdapat RKD yang telah disetujui kelompoknya - Sosialisasi RKD kepada stakeholders
21
NO
6.
7.
TAHAPAN
PENINGKATAN KAPASITAS MASYARAKAT
PENGEMBANGAN US AHA EKONOMI PRODUKTIF
KRITERIA
a
Pelatihan substansi pengembangan ketrampilan masyarakat
b.
Pelatihan lain yang mendukung kegiatan masyarakat
a
Tersedianya komoditas pengembangan ekonomi produktif
b. Tersedianya sarana usaha bagi pengembangan ekonomi produkti f c. Terdapatnya pasar I penggunaan hasi I usaha masyarakat
8.
KEMITRAAN
a
Sosialisasi kegiatan pemberdayaan masyarakat
INDIKATOR - RKD digunakan sebagai bahan musrenbang - Terlaksananya pelatihan substansi pengembangan ketrampilan sesuai dengan kebutuhan masyarakat - Terdapat tenaga trampil di masyarakat yang mendukung usaha kegiatan masyarakat - Terdapat hasil kerja masyarakat - Terlaksananya pelatihan lain sesuai dengan kebutuhan masyarakat - Terdapat tenaga trampil di masyarakat yang mendukung usaha kegiatan masyarakat - Terdapat basil kerja masyarakat - Potensi komoditas dapat dikembangkan dengan manfaat ekonomi yang tinggi - Adanya usaha pelestarian potensi komoditas (sebagai bahan baku) - Penerapan teknologi tepat guna yang efisien dan efektif yang mendukung ketersediaan komoditas usaha - Adanya kerja sama dengan stake holders dalam pendanaan pengembangan ekonomi produktif - Tersedianya sarana produksi - Tersedianya modal usaha - Tersedianya jaringan pemasaran basil produksi - Terlaksananya kegiatan usaha oleh masyarakat - Termanfaatkannya hasil-hasil kegiatan usaha - Terjaminnya basil produksi - Terlaksananya sosialisasi pemberdayaan masyarakat - masyarakat dan stakeholders aktif rnengikuti sosialisasi
b. Mencari rnitra untuk - Terdapatnya rnitra kerja kepentingan kegiatan - Masyarakat aktifrnencari mitra pernberdayaan rnasyarakat c. Mengernbangkan - Terdapat jejanng kerja jejaring kerja pernberdayaan masyarakat
22
NO
9.
1.3.
TAHAPAN
MONEY DAN PEMBINAAN PENGEMBANGAN KEGIATAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
KRITERIA pemberdayaan masyarakat a. Perancanaan monev pemberdayaan masyarakat b. Pelaksanaan monev terprogram secara jelas c. membuat arahan dan pembinaan pengembangan pemberdayaan masyarakat d. Mencarikan altematif penyelesaian masalah
INDIKATOR
- Realisasi
-
sesuai dengan kegiatan perencanaan pemberdayaan masyarakat Terlaksananya monev sesuai dengan perencanaan
- Kelancaran -
pembinaan pemberdayaan pengembangan masyarakat kegiatan Derkembangnya Pemberdayaan Masyarakat dihadapi Masalah yang terpecahkan
Tinglr.at Keberhasilan Pemberdayaan Masyarakat Pemberdayaan adalah sebuah proses yang tidak dapat diukur secara
matematis, apalagi dengan sebuah pembatasan waktu dan dana.
Indikator
keberhasilan pemberdayaan masyarakat hanya dapat dilihat dengan adanya
community awareness.
Adanya kesadaran komunitas ini diharapkan dapat
mengubah pemberdayaan yang bersifat penguasaan menjadi bentuk kemitraan serta mengeliminir terbentuknya solidaritas komunal semu pada masyarakat. (Suparjan dan Suyatni, 2003). Hasil penelitian Sidu (2006) menyebutkan proses pemberdayaan dapat diukur melalui kualitas dan kuantitas keterlibatan masyarakat mulai dari kegiatan kajian atau analisis masalah, merencanakan dan melaksanakan program serta terlibat dalam evaluasi secara berkelanjutan berdasarkan siklus yang ada dengan
23
sejumlah parameter. Indikator dan parameter proses pemberdayaan dapat dilihat dalam tabel 2.3. Tabel2.3. Indikator dan parameter proses pemberdayaan Peubah Proses Pemberdayaan masyarakat
Indikator (patokan) Anal isis masalah
Perencanaan
Pelaksanaan
Evaluasi
Parameter (ukuran)
-
keterlibatan dalam melakukan kajian terhadap kondisi situasi yang dihadapi masyarakat - keterlibatan dalam identifikasi potensi yang dimiliki - keterlibatan dalam melakukan identifikasi masalah yang dihadapi - keterlibatan dalam penentuan priorotas masalah yang harus dipecahkan - keterlibatan dalam pembuatan laporan analisis masalah - Keterlibatan dalam menentukan jenis program apa yang dilakukan serta dalam menentukan siapa yang melakukan program - Keterlibatan dalam menentukan input yang digunakan - Keterlibatan menentukan sumber dan besarnya biaya yang digunakan serta dalam menentkan waktu dan lokasi pelaksanaan program - Keterlibatan dalam pelaksanaan sosialisasi program - Keterlibatan dalam rekrutmen sasaran program - Keterlibatan dalam pencairan dana - Keterlibatan dalam pelaksanaan program - Keterlibatan dalam pembuatan laporan akhir - Keterlibatan dalam perencanaan evaluasi Keterlibatan dalam pelaksanaan evaluasi - Keterlibatan dalam pembuatan laporan evaluasi
-
Jadi proses pemberdayaan masyarakat itu harus dilakukan sejak analisis masalah, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
Masyarakat harus dilibatkan
ketika keempat proses pemberdayaan tadi dilakukan.
Keterlibatan masyarakat
dalam proses pemberdayaan tersebut sangat menentukan keberhasilan proses pemberdayaan masyarakat. Keberhasilan pemberdayaan masyarakat ditentukan pula oleh kualitas sumber daya manusia.
Masyarakat yang memiliki tingkat pendidikan dan
24
kesehatan yang baik cenderung memiliki pengetahuan dan ketrampilan serta kemampuan membangun jaringanlhubungan yang memadai, sehingga mereka akan ikut berpartisipasi dalam kegiatan pembangunan. Keterlibatan masyarakat dalam proses pemberdayaan merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam membentuk masyarakat yang berdaya dan mandiri baik secara social, ekonomi dan politik. Keberhasilan program pemberdayaan sangat ditentukan oleh kepedulian, keberpihakan dan komitmen pemerintah dan swasta dalam menyusun program-program pemberdayaan. Selain itu keterlibatan masyarakat dalam proses pemberdayaan merupakan kata kunci dan jaminan keberlanjutan program pemberdayaan tersebut (Sidu, 2004).
1.4.
Pemberdayaan Masyarakat di Sekitar Kawasan Hutan Konservasi Menurut Undang-undang No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, hutan
konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu yang mempunyai fungsi
pokok
pengawetan
keanekaragaman
tumbuhan
dan
satwa
serta
ekosistemnya. Hutan konservasi terdiri dari hutan suaka alam (suaka margasatwa, eagar alam) dan hutan pelestarian alam (taman nasional, taman wisata alam, tahura) serta taman buru. Pengelolaan hutan konservasi diarahkan kepada pemanfaatan yang bersifat multifungsi dengan memperhatikan aspek ekologis, ekonomi, sosial dan budaya serta melibatkan dan mengutaman kesejahteraan masyarakat sekitar kawasan konservasi. Menurut Simon (2006) dalam merumuskan strategi pengelolaan kawasan konservasi diperlukan rencana yang komprehensif yang disusun berdasarkan
25
pendekatan perencanaan bottom up atau
perencanaan artikulatif.
Dalam
pendekatan perencanaan itu, model pengelolaan didasarkan pada hasil rekayasa ekosistem hutan yang dipadu serasikan dengan hasil rekayasa sosial yang memperhatikan
faktor-faktor jumlah dan
kepadatan
penduduk,
lapangan
pekerjaan, pendapatan perkapita dan kemiskinan, pendidikan, transportasi dan sebagainya. Dengan demikian setiap kawasan konservasi akan memiliki model pengelolaan yang berbeda-beda dan akan berubah dengan adanya perubahan di sektor sosial ekonomi masyarakat. Sampai saat ini pengelolaan kawasan konservasi masih dihadapkan pada permasalahan klasik yang berkaitan dengan eksploitasi sumber daya hutan. Hal tersebut dikarenakan tingginya ketergantunang masyarakat terhadap sumber daya hutan. Menurut Usman (1998) ketergantungan masyarakat sekitar hutan terutama sekali di hutan konservasi dipengaruhi oleh faktor pola pemilikan dan penguasan lahan mempengaruhi kondisi sosial ekonomi masyarakat yang cendemg miskin. Kondisi seperti ini akan terus berlangsung bilamana tingkat kesejahteraan tidak berubah ke tingkat yang lebih baik lagi.
Dukungan dan partisapasi aktif
masyarakat dalam menjaga kelestarian hutan juga akan sulit terwujud jika tidak diimbangi upaya nyata pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraannya. Upaya tersebut dilakukan dalam rangka meningkatkan ekonomi masyarakat yang tinggal di sekitar hutan melalui pendayagunaan potensi yang ada serta melestarikan nilainilai sosial budaya yang mendukung upaya-upaya konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya (Departemen Kehutanan, 2008).
26
Pemberdayaan masyarakat di sekitar hutan konservasi adalah upaya peningkatan kemandirian masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengelolaan hutan, perbaikan kesejahteraan mereka dengan tetap memperhatikan pelestarian sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Sasaran pemberdayaan masyarakat di sekitar hutan konservasi adalah kelompok masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan konservasi, mempunyai interaksi langsung dengan kawasan hutan konservasi, yang kehidupannya kurang layak dan atau kelompok masyarakat miskin yang berpotensi mendukung kelestarian kawasan hutan konservasi dan atau masyarakat yang kehidupannya mempunyai ketergantungan tinggi terhadap kawasan hutan (Yuliarsana, 2006). Pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan konservasi merupakan segala upaya yang bertujuan untuk terus meningkatkan keberdayaan masyarakat sekitar kawasan hutan konservasi, untuk memperbaiki kesejahteraannya dan meningkatkan partisipasi mereka dalam kegiatan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya secara berkelanjutan (Departemen Kehutanan, 2008). Pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan hutan konservasi bertujuan untuk menjamin keseimbangan ekologis, ekonomi, maupaun sosial budaya dan kelestarian kawasan hutan konservasi.
Selain itu juga untuk meningkatkan
kemandirian masyarakat sebagai pendukung utama dalam pembangunan kehutanan melalui peningkatan ekonomi kerakyatan di sekitar kawasan hutan konservasi dan mengaktualisasikan akses timbal batik peran masyarakat dan fungsi kawasan hutan konservasi terhadap kesejahteraan masyarakat. Karena itu, pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan hutan konservasi harus ditujukan
27
bukan sekedar untuk mengamankan kawasan hutan konservasi dari kerusakan, melainkan bertujuan untuk terus menerus menumbuhkembangkan kesadaran dan kemampuan ekonomi masyarakat, agar berpartisipasi dalam pembangunan kawasan hutan konservasi secara lestari (Departemen Kehutanan, 2008). Strategi pemberdayaan masyarakat di sekitar hutan dilakukan secara serasi dan simultan mencakup (Yuliarsana, 2006): I. Pengelolaan usaha berbasis sumber daya hutan yang efisien dalam arti mampu menghasilkan keuntngan untuk kemakmuran masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan konservasi 2. Pemanfaatan, konservasi, dan rehabilitasi sumber daya hutan demi menjaga kelestarian sumber daya hutan dan lingkungan hidup. 3. Pelestrarian nilai-nilai sosial budaya dan kearifannya tradisional kaitannya dengan pemanfaatan dan pelestarain sumber daya hutan. 4. Memberikan akses kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengelolaan kawasan konservasi 5. Melaksanakan pemberdayaan masyarakat melalui beberapa tahapan dari membangun kesepahaman sampai pengembangan kegiatan. Dalam melaksanakan pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan hutan konservasi perlu memperhatikan prinsip-prinsip (Dephut, 2008): I. Pendekatan kelompok, apapun kegiatan yang dilakukan dalam pemberdayaan masyarakat harus dilakukan
melalui
pendekatan kelompok,
sehingga
menumbuhkan kelompok-kelompok yang terus bergerak dinamis untuk melanjutkan dan mengembangkan kegiatan-kegiatan yang ditumbuhkan dari,
28
oleh dan untuk kepentingan warga masyarakat desa di sekitar kawasan konservasi, bukan untuk kepentingan yang lain. 2. Keserasian, setiap kelompok pemberdayaan masyarakat haruslah terdiri dari warga masyarakat desa di sekitar kawasan hutan konservasi yang saling mengenal, saling percaya dan mempunyai kepentingan yang sama sehingga akan tumbuh kerjasama yang kompak dan serasi. 3. Kepemimpinan dari mereka sendiri, memberi kesempatan seluas-luasnya kepada seluruh warga masyarakat desa di sekitar hutan konservasi untuk mengembangkan kepemimpinan dari kalangan mereka sendiri. 4. Pendekataan kemitraan, memperlakukan masyarakat desa di sekitar kawasan konservasi sebagai mitra kerja pembangunan kehutanan yang berperan serta secara aktif dalam pengambilan keputusan.
lkut sertanya mereka dalam
proses pengambilan keputusan, akan menjadikan mereka sebagai mitra kerja yang aktif dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan hutan yang lestari. 5. Swadaya, semua kegiatan yang dilakukan berupa bimbingan, dukungan dan kemudahan haruslah menumbuhkan keswadayaan dan kemandirian. 6. Belajar sambil
bekerja,
dirancang dan
dilaksanakan
sebagai
proses
pembelajaran yang partisipatif yang dilakukan sendiri oleh warga masyarakat desa di sekitar kawasan konservasi agar mereka mengalami dan menemukan sendiri masalah serta altematif pemecahannnya. 7. Pendekatan keluarga, tidak hanya diperuntukkan bagi kaum laki-laki dewasa (bapak-bapak) saja, tetapi juga para ibu dan anak-anaknya sehingga seluruh anggaota keluarga warga masyarakat desa di sekitar hutan konservasi
29
memperoleh pemberdayaan sesuai dengan masalah dan kebutuhan masingmasing. 8. Dari
masyarakat
untuk
masyarakat,
semua
kegiatan
dirancang
dan
dilaksanakan oleh masyarakat yang hasilnya untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat itu sendiri. Dalam pengelolaan sumber daya alam, termasuk hutan, akan melibatkan sumber daya manusia, kebijakan atau program pemerintah terkait dengan pengelolaan sumber daya alam serta kondisi social, ekonomi dan politik yang melatarbelakangi keberhasilan pengelolaan sumber daya alam. Dalam kegiatan pengelolaan sumber daya alam terdapat proses pemberdayaan masyarakat yang dilakukan dalam 3 (tiga) tahap.
Tahap-tahap pemberdayaan masyarakat tersebut
adalah tahap penyadaran yang ditunjukkan dengan sikap atau tanggapan masyarakat terhadap program pemberdayaan masyarakat; tahap pengkapasitasan yang ditunjukkan dengan adanya kesepahaman atau komunikasi,
peningkatan
kapasitas masyarakat, manfaat ekonomi yang diperoleh masyarakat, dan menguatnya kelembagaan; tahap pemberdayaan yang ditunjukkan
dengan
keterlibatan masyarakat.
Tingkat keberhasilan pemberdayaan masyarakat
ditentukan
mana
sampai
sejauh
pemberdayaan tersebut.
keterlibatan
masyarakat
dalam
proses
Keberhasilan pemberdayaan masyarakat sekitar hutan
ditentukan oleh faktor-faktor ketergantungan masyarakat terhadap sumber daya alam, kualitas dan kuantitas sumber daya manusia, kualitas program dan proses pemberdayaan itu sendiri.
30
III. METODE PENELITIAN
3.1.
Pendekatan Penelitian Metode penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode
penelitian survey. Penelitian survei adalah penelitian yang dilakukan dengan cara mengumpulkann informasi langsung ke lapangan melalui kuesioner yang disebarkan kepada responden. Menurut Kehlinger (1973) dalam Sugiyono (2002) penelitian survey adalah penelitian yang dilakukan pada populasi besar maupun kecil tetapi data yang dipelajari adalah data dari sampel yang diambil dari populasi tersebut, sehingga ditemukan kejadian-kejadian relatif, distribusi, dan hubungan-hubungan antar variabel sosiologis maupun psikologis. Menurut Singarimbun ( 1998) penelitian survei adalah penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok. penjajagan (explorative),
Penelitian survei dapat digunakan untuk I)
2) deskriptif,
3)
penjelasan (explanatory atau
confirmatory), yakni untuk menjelaskan hubungan kausal dan pengujian hipotesis, 4) evaluasi, 5) prediksi atau peramalan kejadian tertentu di masa yang akan datang, 6) penelitian operasional dan 7) pengembangan indikator-indikator sosial. Berdasarkan tingkat eksplanasinya, penelitian ini bermaksud untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih (independent) tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan antara variabel satu dengan variabel lain.
Penelitian yang seperti ini dikelompokkan ke dalam penelitian
deskriptif (David Kline dalam Sugiyono, 2002).
31
Jadi dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode survei yang digunakan untuk mendeskripsikan atau menjelaskan secara faktual dan akurat mengenai kejadian di lapangan tentang tahap-tahap pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan hutan konservasi Suaka Margasatwa Paliyan. Langkah-langkah yang ditempuh dalam penelitian survei meliputi: perumusan masalah penelitian dan penentuan tujuan survey, dalam tahap ini peneliti menentukan masalah apa yang akan disurvei; pengambilan sampel, sampel ditentukan sesuai dengan tujuan penelitian dan rencana analisis data; pembuatan kuesioner, kuesioner adalah daftar pertanyaan terstruktur yang digunakan untuk wawancara; pekerjaan lapangan; pengolahan data; analisis; penulisan hasil penelitian
3.2.
Lokasi Penelitian Lokasi penelitian adalah desa yang ada di sekitar Suaka Margasatwa
Paliyan, yaitu Desa Jetis dan Desa Kepek di Kecamatan Saptosari dan Desa Karangasem dan Desa Karangduwet di Kecamatan Saptosari.
3.3.
Bahan dan Alat Penelitian Bahan yang dipakai adalah kuesioner, peta lokasi penelitian, laporan
tahunan, laporan keuangan, basil notulensi, monografi desa, leaflet.
Alat
penelitian yang dipakai pensil, bollpoint, buku catatan, tape recorder/MP4, camera digital.
32
3.4.
Variabel Penelitian Secara teoritis variabel menurut Hatch dan Farhady ( 1981) dapat
didefinisikan
sebagai atribut seseorang atau obyek yang mempunyai variasi
antara satu orang dengan yang lain atau obyek yang mempunyai variasi antara satu orang dengan yang lain atau satu obyek dengan obyek yang lain. Sedangkan Kerlinger (1973) menyatakan bahwa variabel adalah konstruk (constructs) atau sifat yang akan dipelajari. Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2002). Jadi
variabel
yang akan dipelajari
disini
adalah
variabel
yang
mempengaruhi proses pemberdayaan masyarakat. Sesuai dengan pennasalahan dan tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini maka yang menjadi obyek penelitian adalah masyarakat pesanggem yang ikut menggarap laban di Suaka Margsatwa Paliyan yang bertempat tinggal di desa sekitar kawasan hutan tersebut yaitu Desa Jetis, Desa Kepek, Desa Karangasem dan Desa Karangduwet. Tabel3.1. Variabel-variabel Proses Pemberdayaan Masyarakat No.
I.
Proses Pemberdayaan Masyarakat Tahap Penyadaran
Varia bel
Sikap
lndikator/Parameter
-
-
Sikap terhadap penggarapan lahan di hutan Sikap terhadap pelestarian hutan Sikap terhadap penetapan jenis tanaman yang ditanam di hutan Sikap terhadap keuntungan penggarapan lahan di hutan Sikap terhadap larangan pen lahan di hutan
33
No.
Proses Pemberdayaan Masyarakat
Varia bel
2.
Tahap Pengkapasitasan
Komunikasi/ kesepahaman
Peningkatan kapasitas masyarakat Pengembangan ekonomi produktif Penguatan kelembagaan
3.
Tahap pemberdayaan
Keterlibatan masyarakat
lndikator/Parameter
-
-
3.5.
Keikutsertaan dalam berbagai pertemuan Frekuensi pertemuan yang diikuti Peran akti f_p_etl!&_as Pemahaman pesanggem terhadap materi yang diberikan Peningkatan pengetahuan ~san_gg_em dari hasil~rtemuan Manfaat penggarapan lahan oleh pesanggem Kuantitas hasii~J!gg_ara_Qan lahan Proses pembentukan organisasi Sarana dan prasarana Interaksi dalam organisasi Keterlibatan dalam Keterlibatan dalam tujuan Keterlibatan dalam Keterlibatan dalam Keterlibatan dalam basil
inisiatif perumusan
I
pelaksanaan pengawasan pemanfaatan
Teknik Pengambilan Sam pel Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan stratified
random sampling. Obyek yang diteliti yaitu para pesanggem yang menggarap laban andil di Suaka Margasatwa Paliyan dari tahun 2005 sampai sekarang. Para pesanggem tersebut berasal dari desa sekitar kawasan hutan konservasi tersebut. Unit analisisnya adalah pada tingkat individu yaitu pesanggem yang berasal dari Desa Kepek, Desa Jetis, Desa Karangasem dan Desa Karangduwet. Penentuan jumlah sampel
adalah menentukan jumlah sampel dari
populasi yang ada. Populasi masyarakat pesanggem di SM Paliyan berjumlah 1.256 orang terdistribusi ke dalam 4 Desa yaitu Desa Karang Duwet (Ill orang),
34
Desa Karang Asem (698 orang) yang masuk Kecamatan Paliyan, Desa Jetis (264 orang), Desa Kepek ( 183 orang) yang masuk Kecamatan Saptosari.
Dengan
tingkat kesalahan 5% maka jumlah sampel yang diambil adalah 275 sam pel yang terbagi ke dalam 4 desa, yaitu Desa Karangduwet (24 orang), Desa Karangasem (152 orang) Desa Jetis (59 orang) dan Desa Kepek (40 orang) Dari masing-masing desa, dipilih 2-5 dusun untuk dijadikan sampel. Dusun yang dipilih adalah dusun dengan jumlah pesanggem terbanyak.
Dari
masing-masing dusun diambil sampel sebanyak 20-30 orang. Mengingat waktu, tenaga dan biaya yang terbatas, maka pengisian kuesioner dilakukan bukan dengan system wawancara langsung satu per satu, tapi dengan mengumpulkan responden di rumah kepala dusun untuk kemudian bersama-sama melakukan pengisian kuesioner dengan penjelasan dari peneliti, karena ada beberapa pertanyaan yang kurang dimengerti oleh mereka. Pengambilan sampel dengan cara seperti tersebut diatas mengandung banyak kelemahan, karena kemungkinan terjadinya bias sangat besar. Adanya pengisian kuesioner yang tidak obyektif sangat mungkin terjadi karena saat pengisian mereka melihat jawaban ternan yang duduk di sampingnya. Namun mengingat keterbatasan waktu, dana dan tenaga serta tujuan penelitian yang hanya ingin mendiskripsikan hasil jawaban responden, maka hasil penelitian ini pun masih dapat dianalisis secara deskriptif. Selain melakukan pengambilan sampel, untuk melengkapi analisis data dilakukan wawancara terhadap tokoh masyarakat (pesanggem yang sudah senior, kepala dusun) dan pengelola kawasan Suaka Margasatwa Paliyan (Kepala Seksi
35
Wilayah I, Kepala Resort KSDA Paliyan, Manager Site Kutai Timber Indonesia selaku pelaksana lapangan Sumitomo Forestry Corp.).
Wawancara dilakukan
apabila kuesioner yang diisi oleh responden terdapat keragu-raguan atau ada hal spesifik yang harus ditanyakan.
3.6.
Teknik Pengambilan Data Data primer, diperoleh langsung dari hasil survey lapangan berupa respon
para petani penggarap/pesanggem di Suaka Margasatwa Paliyan berupa kuesioner. Sifat kuesioner terstruktur digunakan untuk mengetahui secara langsung terhadap variabel proses/tahap-tahap pemberdayaan.
Data pelengkap diperoleh dengan
wawancara langsung kepada responden yang diambil secara acak. Wawancara tidak hanya kepada responden tetapi juga kepada tokoh masyarakat dan pengelola Suaka Margasatwa Paliyan. Data sekunder, data sekunder diperoleh dari laporan, hasil penelitian terdahulu, peta, leaflet, peraturan perundangan dan informasi lain yang ada di media massa, media elektronik (internet) tentang pengelolaan Suaka Margasatwa Paliyan.
3. 7.
Analisis Data Jenis data yang diperoleh adalah data kuantitatif. Metode analisis data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif. Analisis deskriptif dapat digunakan karena peneliti hanya ingin mendeskripsikan data sampel dan
36
Wilayah I, Kepala Resort KSDA Paliyan, Manager Site Kutai Timber Indonesia selaku pelaksana lapangan Sumitomo Forestry Corp.).
Wawancara dilakukan
apabila kuesioner yang diisi oleh responden terdapat keragu-raguan atau ada hal spesifik yang harus ditanyakan.
3.6.
Teknik Pengambilan Data Data primer, diperoleh langsung dari hasil survey lapangan berupa respon
para petani penggarap/pesanggem di Suaka Margasatwa Paliyan berupa kuesioner. Sifat kuesioner terstruktur digunakan untuk mengetahui secara langsung terhadap variabel proses/tahap-tahap pemberdayaan.
Data pelengkap diperoleh dengan
wawancara langsung kepada responden yang diambil secara acak. Wawancara tidak hanya kepada responden tetapi juga kepada tokoh masyarakat dan pengelola Suaka Margasatwa Paliyan. Data sekunder, data sekunder diperoleh dari laporan, hasil penelitian terdahulu, peta, leaflet, peraturan perundangan dan infonnasi lain yang ada di media massa, media elektronik (internet) tentang pengelolaan Suaka Margasatwa Paliyan.
3. 7.
Analisis Data Jenis data yang diperoleh adalah data kuantitatif. Metode analisis data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif. Analisis deskriptif dapat digunakan karena peneliti hanya ingin mendeskripsikan data sampel dan
36
tidak ingin membuat kesimpulan yang berlaku untuk populasi di mana sampel diambil (Sugiyono, 2002). Kegiatan dalam analisis data adalah mengelompokkan data berdasar variabel dan jenis responden, mentabulasi data berdasarkan variabel dari seluruh responden, menyajikan data tiap variabel yang diteliti, data tiap variabel disajikan dalam bentuk grafik prosentase jawaban responden, mengembangkan analisis dan menentukan jumlah skor untuk menjawab rumusan masalah.
3.8.
Daftar pertanyaan dalam kuesioner
Pertanyaan untuk identitas responden:
.. .................................................................
Nama Alamat
Dusun : ........................................................... . De sa
. . ···························································· Pendidikan terakhir .. ................................................................. . Jumlah hewan temak yang dimiliki .. .................................................. Umur
Luas lahan yang digarap Cara memperoleh lahan garapan
.. .................................................
Tabel 3.2. Pertanyaan untuk variabel sikap No.
1.
2.
Pertanyaan
Sangat Setuju
Setuju
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju
Bagaimana sikap Bapak bila ada instruksi dari pengelola SM Paliyan untuk ikut menanam di SM Paliyan? Bagimana sikap Bapak. bila diimbau untuk ikut menggarap lahan andil di SM Paliyan?
37
No. 3.
4. 5.
6
7
Pertanyaan
San gat Setuju
Setuju
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setulu
Apakah Bapak setuju denganjenisjenis tanaman yang ditanam di SM Paliyan? Apakab Bapak setujujika kegiatan penggarapan laban andil dianggap dapat melestarikan fungsi hutan? Apakab Bapak berpendapat penggarapan laban andil ini menguntungkan masyarakat sekitar hutan SM Paliyan? Apakab Bapak setuju jika diminta untuk tidak lagi mengerjakan laban andil di SM Paliyan? Apakab Bapak setuju jika diminta untuk menjaga kelestarian hutan SM Paliyan?
Tabel3.3. Pertanyaan untuk variabel kesepabaman No. I.
2.
3.
Pertanyaan Apakah Bapak selalu ikut pertemuan yang diadakan oleh pengelola Suaka Margasatwa Paliyan? Berapa kali pertemuan dilakukan setiap bulan?
Menurut Bapak, bagaimana peran pemerintah dalam melak.sanakan program pemberdayaan masyarakat
Jawaban - Ya - Kadang-kadang - Tidak Lebih dari satu kali - Satu kali - Tidak. pemab Sangat ak.tif Aktif - Kurang aktif
-
-
Skor 3 2 1 3 2 i 3 2 1
Tabel3.4. Pertanyaan untuk variabel peningkatan kapasitas masyarakat No. I.
Pertanyaan Apak.ah Bapak dapat memabami apa yang disampaikan dalam pertemuan tersebut?
2.
Apak.ah Bapak merasa mendapatkan tambahan pengetahuan dengan adanya pertemuan itu?
3.
Apak.ah pertemuan tersebut mengganggu rutinitas Bapak.?
Jawaban Ya Kadang-kadang Tidak. Ya Kadang-kadang Tidak. Ya Kadang-kadang Tidak.
Skor 3 2 1 3 2 I I 2 3
38
Tabel3.5. Pertanyaan untuk variabel manfaat ekonomi No. I.
Pertanyaan Apakah hasil tanaman buah-buahan di SM Paliyan bermanfaat bagi Bapak?
2.
Berapa hasil yang diperoleh dalam menggatap lahan andil?
Jawaban Sangat bermanfaat Bermanfaat Tidak bermanfaat Sangatbanyak Banyak
Skor 3 2 I 3 2 1
Kurang banyak
Tabel3.6. Pertanyaan untuk variabel penguatan kelembagaan No I.
Pertanyaan Bagaimanakah ide pembentukan kelompok pesanggem?
-
2.
Bagaimana cara membentuk kelompok pesanggem?
-
3.
Darimanakah ide pembentukan kelompok pesanggem?
-
4.
Apakah kelompok Bapak sudah mempunyai struktur organisai
-
-
5.
Apakah di kelompokBapak sudah ada pembagian tugas dan wewenang
-
-
-
6.
7.
Bagiamana sarana prasarana yang dimiliki
Apakah sudah mempunyai buku-buku adminsitrasi
-
Kriteria kemauan masyarakat tanpa ada program pemerintah kemauan masyarakat karena ada program pemerintah partisipasi pasif dibentuk pemerintah pemilihan langsung, terbuka (musyarawah) pemilihan model formatur ditunjuk langsung pemilihan tidak transparan inisiatif sendiri inisiatif sendiri dan diajak kelompok diajak kelompok lain ikut-ikutan ada dan berfungsi optimal ada dan kurang berfungsi ada dan tidak berfungsi tidak ada sesuai wewenang, berfungsi optimal sesuai wewenang, tidak berfungsi optimal tidak sesuai wewenang tidak ada pembagian kerja mempunyai pondok kerja dan perlengkapan standar mempunyai pondok kerja tidak mempunyai pondok kerja, tidak ada sarana prasarana lengkap dan berfungsi optimal lengkap , tdk berfungsi optimal hanya sebagian tidak ada
Skor 4 3 2 1 4
3 2 1 4 3 2 1 4 3 2 I 4
3
2 I 4 3 2 1 4 3 2 I
39
No
8.
Pertanyaan Bagaimanakah cara mengatasi pennasalahan dalam satu kelompok pesanggem?
-
9.
Bagaimana rasa kepedulian antar anggota pengurus
-
10.
Bagaimanakah cara kepemimpinan ketua kelompoklfasilitator
-
11.
Bagaimana kepercayaanan dan pengalaman coordinator pesanggem
-
-
Kriteria Tidak ada masalah teijadi konflik, dapat selesai secara kekeluargaan sering teijadi konflik, sulit diselesaikan sering teijadi konflik, tidak dapat diselesaikan mempunyai kepedulian yang tinggi kepedulian yang cukup kepedulian kurang tidak ada kepedulian demokratis, fasilitator, mediator, kemampuan manajerial baik demokratis, kemampuan cukup demokratis, kemampuan kurang demokratis, kemampuan tidak ada sangat diakui oleh anggota cukup diakui kurang diakui tidak diakui
Skor 4 3 2 1
4 3 2 1 4 3 2 l 4 3 2 1
Tabel3.7. Pertanyaan untuk variabel keterlibatan masyarakat No. 1.
2.
3.
4.
Pertanyaan Darimana ada ide untuk mengeijakan lahan andil di Suaka Margasatwa Paliyan? Siapakah yang merumuskan tujuan penggarapan lahan andil oleh pesangggem di Suaka Margasatwa Paliyan? Dalam pelaksanaan penggarapan lahan andil di Suaka Margasatwa Paliyan, darimana asal para pesanggem? Bagaimanakan pengawasan yang dilakukan pengelola dan penyandang dana dalam kegiatan penggarapan lahan andil?
Kriteria dari pesanggem - dari pesanggem dan pemerintah - dari pemerintah - Pesanggem Pesanggem dan pemerintah - Pemerintah
Skor 3 2 1 3 2 1
- Dari desa sekitar hutan - Dari desa sekitar hutan dan di
3 2
-
-
desa luar daerah - Dari desa di luar daerh - Seluruh tahap (perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi) diawasi - Sebagian tahap saja yang diawasi - Kontrol sepenuhnya dari
l 3
2 I
.~merintah
5.
Siapakah yang menikmati basil penggarapa lahan andil?
-
Sepenuhnya untuk pesanggem?
- Sebagian untuk pesanggem? - Untuk pemerintah
3 2 I
40
3.9.
Kerangka Berfikir
Pesanggem
Suaka Margasatwa Paliyan
Proyek Rehabilitasi dan Regenerasi
Proses pemberdayaan masyarakat: - tahap penyadaran - tahap pengkapasitasan - tahap pemberdayaan
Tingkat keberhasilan pemberdayaan masyarakat Faktor-faktor yang menentukan keberhasilan pemberdayaan masyarakat: 1. Sumber Daya Manusia 2. Ketergantungan pada Hutan 3. Keberhasilan Proyek 4. Proses Pemberdayaan
Masyarakat sejahtera dan hutan lestari
Gambar 3.1. Skema kerangka berpikir/alur penelitian
41
IV. KONDISI LOKASI PENELITIAN DAN RESPONDEN
4.1.
SUAKA MARGASATWA PALIYAN Suaka Margasatwa Paliyan adalah salah satu hutan konservasi di Propinsi D. I. Yogyakarta yang ditunjuk dengan Keputusan Menteri Kehutanan No. 171/Kpts-1112000 tangga129 Juni 2000 tentang Penunjukan Kawasan Hutan di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Sebelum
ditunjuk oleh Menteri Kehutanan, kawasan ini merupakan kawasan hutan produksi yang berisi tegakan jati tanaman (buatan) dan jati alam yang dikelola dengan konsep kelas perusahaan jati dengan sistem tebang habis. Tegakan
tersebut merupakan
pemerintah kolonial Belanda.
peninggalan
dari
hasil
pengelolaan
Sesudah kemerdekaan, pengelolaan
kawasan ini dilakukan oleh Djawatan Kehutanan, yang kemudian lebih dikenal sebagai Dinas Kehutanan Propinsi D.l. Yogyakarta.
Potensi
tegakannya waktu itu cukup bagus, dengan KBD (Kepadatan Bidang Dasar) lebih dari 0,6 dengan diameter pohon masak tebang rata-rata 50-60 em.
Pada waktu itu kegiatan pengelolaan hutan dilakukan secara
menyeluruh mulai dari tebangan, tanaman, penjarangan dan keamanan. Selain kondisi tegakan yang cukup bagus, kondisi ekologisnya juga relatif bagus. Hal ini bisa dilihat dari adanya beberapa satwa yang mampu bertahan hidup, mulai dari beraneka jenis burung, jenis reptile bahkan jenis primatajuga ada yaitujenis kera ekor panjang (Macacafascicularis). Namun demikian karena habitatnya sudah rusak, satwa tersebut beralih ke 42
ll'fl"A JU.WASAI 8tJAXA.IIAJI:OAUTWA. (&Ill PAUYU ICABUPATIN CUNUNC..:IDUL PllO VISS J D.l YOCYA.Jt:.A.RT A CI':Jii.A I • LOliOCI
A
-/ '
..a .:-.!l.o.IU~ ~·
~::1 .,----~r--:<
_.,...
-:" PIIa-ogNI;JfiiCI'~hta
--
......
8U"*llt0ATA : I. ~ ~~ ~~~~~~I : ..,QOOsr.l: l «f'.~, $t'..,e; l'¢'-..n 9'.-:IQ 2'D
C111'19'oMII«
lof"',_
2. ~ ..... -~ .._. ~. .
Sl...a.\ : 10«0.
"'-'"'~~~Pto-,... OI 'I'tlow....,.
,.,........ .
,'
,<_ •'
·.. /
'.
1 .. _ . ,
\
' ,~
I
•,
....,..
.. ---- ... "'+
."'\ \
"·--- ......
--
A
' .,
'
.
y'
...
I
eo.=-. r,.p.....,
r~
.... ~•
'
/
' ~
nt'rWII I I U .f.u.a t U
I' '
I
:
~
-' ....
,"' ;
,..1
:
'
',
',
.... Jmr
/'
-
-
n...,.u
Gambar 4.0. Peta Lokasi Suaka Margasatwa Paliyan
~
.. -, '
~
MUll KONSUYASJ - · OAYA N..AM YOGY-T A
():lfTM.ISI IN ~ IHL/fVN (OIPA)
BK:SCIA'«::J'(J«.//f{TA l-'H..N~lX6
laban penduduk dan membuat masalah dengan merusak tanaman pangan yang ada di pekarangan dan tegalan.
Foto 4.1. Hutan Suaka Margasatwa Paliyan dilihat dari atas bukit
Pada tahun 1974 luas tanaman kehutanan yang dibuat
tidak
mampu mengimbangi laju penebangan yang dilakukan oleh Dinas Kehutanan ataupun yang ditebang oleh beberapa penduduk tanpa ijin (die uri), baik itu diambil kayunya maupun dipangkas
untuk makanan
temak. Untuk menanggulangi hal tersebut maka diperlukan suatu upaya rehabilitisasi dan reboisasi yang lebih intensif. Kebetulan waktu itu ada program penghijauan khususnya di Propinsi DIY, yang berlangsung mulai tahun 1974 s/d 1987.
Sasaran dari gerakan penghijauan ini adalah
petak/anak petak dengan kelas hutan BK (bertumbuhan kurang), tanah kosong dan tanaman gagal. Hasil dari gerakan penghijauan ini cukup bagus sehingga potensi tegakannya dapat pulih kembali. Namun demukua usaha yang memerlukan biaya yang besar dan waktu yang lama tersebut 43
harus hilang oleh adanya penjarahan pata tahun 1997-2000, akibat dari memuncaknya kondisi politik dan ekonomi nasional yang carut marut dan krisis multidimensi.
Foto 4.2. Kondisi hutan Suaka Margasatwa Paliyan yang tandus akibat penjarahan
Sesudah penetapan kawasan SM Paliyan sebagai hutan konservasi, kegiatan yang dilakukan di kawasan ini adalah kegiatan GNRHL untuk tahun tanam 2003-2004 di petak 137 dan 138. Selain itu ada kegiatan rehabilitasi laban kritis yang dilakukan dengan program hibah dari PT. Mitsui Sumitomo Insurance dengan jenis tanaman pokok tanaman buahbuahan. Program rehabilitasi ini dilakukan mulai tahun 2005 s/d 2011. Wilayah area yang direhabilitasi direncanakan seluruh kawasan SM Paliyan kecuali beberapa areal yang sudah ada tanaman kayu-kayuannya yaitu tanaman GNRHL di petak 137 dan 138 serta tanama sisa dari penjarahan. Suaka Margasatwa Paliyan dengan luas total 434,6 hektar berada di wilayah
Kecamatan Paliyan dan Kecamatan Saptosari Kabupaten 44
Gungungkidul. Suaka Margasatwa Paliyan terletak dalam petak 136 s/d 141 yang dulunya merupakan wilayah pangkuan hutan produksi dari Dinas Kehutanan Propinsi D.l Yogyakarta,
tepatnya masuk wilayah Resort
Polisi Hutan (RPH) Paliyan yang tergabung dalam Bagian Daerah Hutan (BDH) Paliyan. Topografi kawasan berupa perbukitan karst dengan lapisan tanah tipis dengan kelerengan di atas 40%.
Iklim di SM Paliyan menurut
criteria Schmith & Ferguson adalah tipe C, dengan nilaiQ 42,9%. Curah hujan rata-rata sebesar 1.900 mm/th, bulan kering berikisar antara 2-6 bulan dalam setahun, serta jumlah hari hujan rata-rata 80 hari per tahun. Musim hujan dimulai pada bulan Oktober hingga bulan April, curah hujan tertinggi dicapai pada bulan Desember hingga Februari dengan curah hujan rata-rata lebih dari 200 mm per bulan serta jumlah hari hujan I 0-24 hari per bulan.
Foto 4.3. Topografi kawasan hutan Suaka Margasatwa Paliyan yang sebagian besar berupa perbukitan karst
45
Jenis tanah. Tanah terbentuk dan berkembang pada batuan induk batu gampinglbatu kapur yang berasal dari Formasi Wonosari, Oyo dan Kepek.
Tanah Mediteran, Gramusol, Litosol dan Renzina merupakan
tanah yang dominan dijumpai di kawasan SM Paliyan. Pada umumnya tanah ini bersifar alkali (alkaline solis). Fisiografi berarti membahas bentuk lahan dalam kaitannya dengan batuan,
dan
bersangggukan.
struktur
geologi
yang
terbentuk
di
darerah
yang
Mengacu pada hasil penelitan Van Bemmelen (1970)
dalam, daerah suaka Margasatwa Paliyan tercakup dalam kategorisasi Gunung Sewu (Pegunungan Seribu). Formasi Gunung Sewu mencakup wilayah Kecamatan Panggang, Paliyan, Saptosari, Tepus, Semanu bagian Selatan, Ponjong bagian tenggara dan Kecamatan Rongkop.
Gunung
Sewu ini membujur ke timur hingga wilayah Kecamatan Eromoko di Kabupaten Wonogiri, Propinsi Jawa Tengah. Elevasi berkisar antara 100 m dpl hingga 300m dpl, sudut lereng bukit kerucut maksimum 70°, rerata kemiringan berkisar antara 25° dan 30° batuan penyusun satuan ini terdiri atas batu gampinglbatu kapur. Secara geomorfologik daerah ini disebut dengan topografi karst dengan penciri bukit kerucut, telaga, goa, sungai bawah tanah dan lain sebagainya. Suhu udara rata-rata di SM Paliyan pada umumnya bervariasi. Suhu udara rata-rata sebesar 27, 7°C dengan suhu maksimum sebesar 32,3°C dan suhu minimum sebesar 23,2°C. Kelembaban relative rata-rata di kawasan SM Paliyan umumnya berkisar antara 80%-85%. Kelembaban 46
tertinggi dicapai pada bulan Januari sampai bulan Maret, sedangkan kelembaban terendah pada bulan September.
Kawasan SM Paliyan
merupakan bagian dari Sub DAS Oya. Aliaran permukaan dari kawasan ini mengalir sungai Asat dan Sungai Ares. Kedua sungai ini bermuara di Sungai Oyo. Hidrologi.
Air permukaan yang dijumpai di daerah ini adalah
sungai dan telaga .. Sungai-sungai yang ada merupakan bagian dari sistem Sungai Oyo bersifat musiman (intermittent) yaitu kondisi air sungai dipengaruhi oleh musim hujan.
Pada musim hujan air melimpah,
sebaliknya pada musim kemarau umumnya kering.
Sedangkan telaga
yang dijumpai umumnya bersifat semi permanen, artinya pada musim kering volumenya sangat kecil atau bahkan kebanyakan pada musim kering yang panjang aimya kering. Kualitas dan kuantitas air di wilayah SM Paliyan kurang baik. Meskipun didukung oleh cuarah hujan yang tinggi, air yang jatuh akan segera meresap melalui rongga-rongga dan membentuk sungai bawah tanah. Dengan demikian cadangan air tanah di daerah ini sangat rendah dan termasuk dalam klasifikasi non akuifer dengan kedalaman air tanah berkisar 30-300 m.
4.2.
KONDISI MASYARAKAT SEKITAR HUTAN 4.2.1. Kondisi sosial ekonomi Kawasan Suaka Margasatwa Paliyan termasuk dalam wilayah Kecamatan Paliyan dan Kecamatan Saptosari dengan jumlah penduduk 47
32.092 orang (Kecamatan Paliyan) dan 38.328 orang (Kecamatan Saptosari).
Pada umumnya mata pencaharian penduduk di kedua
kecamatan tersebut adalah bertani, hal ini terlihat dari 16.135 orang merupakan petani pemilik tanah, begitupun di Kecamatan Saptosari sekitar 12.255 orang mata pencahariannya petani. Pendidikan masyarakat yang masih berdomisili saat ini di Kecamatan Paliyan dan Kecamatan Saptosari maksimal SMA, sedangkan yang berpendidikan di atas SMA telah keluar mencari pekerjaan seperti PNS, pedagang, maupun buruh. Jadi mereka yang masih tinggal di desa adalah petani maupun buruh tani, seperti yang masuk kawasan untuk menggarap lahan di kawasan hutan Suaka Margasatwa Paliyan. Tabel 4.1. Luas Desa di sekitar SM Paliyan
Nama Desa
Karangduwet Karangasem Kepek Jet is
Kecamatan
Luas Desa (ha)
Paliyan Paliyan Saptosari Saptosari
1.744 1.268 981 887
Prosentase terhadap luas kecamatan (%•) 30,03 21,84 ll,l7 10, I 0
Sumber: BKSDA Yogyakarta (2005)
Dari keempat desa yang ada di sekitar hutan Suaka Margasatwa Paliyan, Desa Karangduwet merupakan desa yang paling luas, bahkan menempati 30% dari seluruh wilayah Kecamatan Paliyan.
Sedangkan
desa paling sempit wilayahnya adalah Desa Jetis. Pada awalnya wilayah Kecamatan Saptosari adalah bagian dari Kecamatan Paliyan, namun karena pengembangan wilayah yang semakin cepat karena dibangunnya jalan jalur selatan-selatan Jawa yang melewati wilayah itu dan wilayah 48
Paliyan yang terlalu luas untuk sebuah kecamatan, maka kemudian Kecamatan Saptosari berdiri sendiri. Desa-desa yang masuk ke wilayah Kecamatan Saptosari adalah desa-desa yang sebelumnya masuk ke dalam wilayah Kecamatan Paliyan dan Kecamatan Panggang. Tabel4.2. Jumlah Kepala Keluarga!Rumah Tangga
Nama Desa Karangduwet Karangasem Kepek Jetis
Jumlah Penduduk (01-ang) 6.990 6.676 6.603 5.008
Jumlah KK (orang) 1.097 1.553 1.646 1.306
Sumber: BKSDA Yogyakarta (2005)
Jumlah
penduduk
yang
paling
banyak
adalah
di
Desa
Karangduwet, namunjumlah KK-nya paling sedikit dibandingkan dengan desa lainnya.
Fenomena seperti ini menggambarkan bahwa jumlah
anggota keluarga dalam satu KK jumlahnya relatif lebih banyak dibandingkan tiga desa lainnya.
Artinya jumlah tanggungan keluarga
setiap KK di Desa Karangduwet lebih banyak daripada desa lainnya. Namun demikian wilayah Desa Karangduwet lebih luas dari desa lainnya, jadi walaupun jumlah penduduk besar namun lahannya juga luas sehingga setiap KK dapat mengoptimalkan penggunaan lahan yang mereka miliki. Tabel. 4.3. Kondisi Demografi Desa Sekitar SM Paliyan
Nama Desa Karangduwet Karangasem Kepek Jetis
Lakilaki (orang) 3.481 3.333 3.120 2.361
Perempuan (orang) 3.509 3.343 2.943 2.647
Dewasa (orang) 4.748 4.685 4.629 3.431
Anakanak (orang) 2.244 1.991 1.435 1.577
Jumlah (orang) 6.990 6.676 6.063 5.008
Sumber: BKSDA Yogyakarta (2005)
49
Kondisi demografi masing-masing desa menunjukkan jumlah penduduk perempuan lebih banyak dari penduduk laki-laki, hanya Desa Kepek yang lebih banyak jumlah penduduk laki-lakinya.
Kondisi seperti
ini kurang menguntungkan karena beban yang ada pada penduduk lakilaki akan lebih berat, sehingga memunculkan banyaknya perempuan yang bekerja di luar rumah.
Seperti diketahui sebagian penggarap lahan di
Suaka Margasatwa Paliyan adalah berjenis kelamin perempuan. Jumlah penduduk dewasa jauh lebih banyak dari penduduk berusia anak-anak. Hal ini tidak akan terjadi peningkatan jumlah penduduk yang lebih besar. Namun bisa dilihat di Desa Jetis, jumlah penduduk anakanaknya cukup banyak, hal ini menunjukkan jumlah tanggungan keluarga yang banyak dan pada tahun-tahun mendatang akan memunculkan meninggk.atnya jumlah penduduk.
Peningkatan jumlah penduduk akan
selalu berk.aitan dengan kebutuhan lahan. Tabel 4.4. Jumlah Dusun di Desa sekitar SM Paliyan
Nama Desa Karangduwet Karangasem Ke_pek Jetis
Kecamatan
Jumlah Dusun
Ratal Jiwa/Dusun
Paliyan Paliyan Sap_!osari Saptosari
8 II 6 6
874 607 1.011 835 Sumber: BKSDA Yogyakarta (2005)
Jumlah dusun yang ada di Desa Karangasem lebih banyak dengan rata-rata jiwa per dusun yang kecil. Hal ini akan mempennudah aparat desa untuk mengatur warganya dan mengkoordinir kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan
kemajuan desa,
masyarakat sekitar hutan.
seperti
kegiatan
pemberdayaan
Untuk Desa Kepek, masih memungkinkan 50
untuk menambah jumlah dusun karena jumlah rata-rata jiwa per dusun telah lebih dari seribu orang.
Jarak antar dusun di wilayah Kecamatan
Paliyan dan Kecamatan Saptosari cukup jauh, oleh karena itu jumlah dusun
diperbanyak
sehingga
kepala
dusun
tidak
terlalu
susah
mengkoordinir warganya. Tabel4.5. Fasilitas Kesehatan dan Pendidikan Nama Desa
Karangduwet Karangasem Kepek Jet is
T K
s s
s
D
8 10 4
4 4 3 2
M A 0 0 0 0
6
M p 3 0 2 4
Puskesmas
Dokter/ Mantri
Dukun Bayi
l 0 1 0
l 0 0 0
1 2 4 1
Sumber: BKSDA Yogyakana (200S)
Tingkat pendidikan dan derajat kesehatan masyarakat sekitar hutan Suaka Margasatwa Paliyan belumlah tinggi. Hanya ada I orang dokter dan I buah puskesmas yang ada di Desa Karangduwet. Masyarakat desa lain akan menempuh perjalanan yang cukup jauh untuk mendapatkan layanan kesehatan. Sementara itu di wilayah ini tidak terdapat SMA, sehingga masyarakat yang akan melanjutkan pendidikan SMA harus menempuh jarak yang cukup jauh karena harus keluar dari desanya.
Jarak sekolah
dengan rumah yang cukup jauh akan memicu munculnya biaya transport yang cukup tinggi, akibatnya banyak orang tua yang enggan membiaya anaknya sekolah di SMA, ini terlihat dari pendidikan terakhir masyarakat. Rendahnya tinggkat pendidikan dan minimnya akses layanan kesehatan masyrakat, akan menghambat proses peningkatan kapasitas masyarakat 51
yang
pada
masyarakat.
akhirnya
akan
memperlambat
proses
pemberdayaan
Rendahhnya pendidikan akan mempengaruhi sikap masyarakat
terhadap perubahan yang terjadi di sekelilingnya. Tabel 4.6. Tata Guna Lahan Desa Sekitar SM Paliyan Nama Desa Karangduwet Karangasem Kepek Jetis
Sawah (ha)
La han Kering (ha)
0 0 0 0
593 615 813 719
Hutan Rakyat (ha)
Hutan Negara (ha) 989 340 0 0
0 0 46 72
Pemukiman (ha) 143 195 108 11
Sumber: BKSDA Yogyakarta (2005)
Jenis lahan yang terdapat di sekitar hutan Suaka Margasatwa Paliyan sebagian besar berupa lahan kering, bahkan di Desa Karang duwet dan Karangasem tidak mempunyai hutan rakyat sehingga di kedua desa mempunyai tingkat ketergantungan hutan yang cukup tinggi. Penduduk di kedua desa tersebut lebih banyak menggarap lahan di hutan Negara, termasuk yang akhirnya menjadi Suaka Margasatwa Paliyan. Sebaliknya Desa Kepek dan Jetis memiliki hutan rakyat sehingga mereka dapat menggarap di lahannya sendiri, namun demikian sebagian masyarakat yang tidak mempunyai lahan garapan akan ikut menggarap lahan hutan negara walaupun jaraknya cukup jauh dari desanya.
.
Ta bel4.7 R8510 . Kepem1Tk 1 an Lahan M asy•arakat Nama Desa Rasio Kepemilikan Laban (ha) Karangduwet 0,54 Karangasem 0,39 Kepek 0,60 Jetis 0,60 Sumber: BKSDA Yogyakana (2005)
52
Rasio kepemilikan lahan di Desa Kepek dan Jetis lebih tinggi dibandingkan dengan desa lainnya karena di kedua desa tersebut terdapat hutan rakyat, dimana lahannya adalah hak milik. Rasio kepemilikan lahan yang tingggi di masyarakat sekitar hutan akan mengurangi tekanan masyarakat terhadap hutan, sehingga keinginan menggarap lahan hutan akan berkurang.
Desa Karangasem yang rasio kepemilikan lahan paling
kecil, mempunyai ketergantungan terhadap hutan Suaka Margasatwa Paliyan yang cukup besar, terlihat dalam jumlah pesanggem yang berasal dari desa tersebut temyata lebih banyak dibandingkan tiga desa lainnya.
4.2.2. Kondisi Penggarap/Pesanggem di sekitar SM Paliyan Jumlah
penggarap
(pesanggem)
di
kawasan
SM
Paliyan
berdasarkan lokasi penggarapannya adalah 1098 orang, jumlah ini bisa berubah-ubah. Jumlah penggarap terbanyak ada di Desa Karang Asem dan khususnya petak 137 dan petak 140.
Tabel 4.8. Jumlah Pesanggem di SM Paliyan No. I.
2. 3. 4. 5. 6.
No Petak
136 137 138 141 139 140
Luas (ha)
Jumlah Penggarap
(oran1d
65,70 87,30 73,00 72,20 74,40 61,70
122 339 33 196 163 245 1098
Sumber: BKSDA Yogyakarta (2005)
53
Sedangkan rasio penggarap dengan penduduk dan KK (Kepala Keluarga) dapat dilihat pada Tabel 4.9 Penghitungan jumlah penggarap berdasarkan asal desa penggarap. Tabel4.9. Rasio penggarap dengan penduduk dan KK (Kepala Keluarga) Jumlah penduduk (orang)
Desa
Jumlah KK (orang)
Jumlah penggarap (orang)
Prosentase penggarap terhadap jumlah penduduk
Prosentase penggarap terhadap jumlah KK
(%)
(%) Karangduwet Karangasem Kepek Jetis
6.990 6.676 6.603 5.008
1.097 1.553 1.646 1.306
Ill 698 183 264
I ,6 10,5 3,0 5,3
I 0,1 44,9 II, I 20,2
Sumber: BKSDA Yogyakana (2005)
Kondisi social ekonomi penggarap lahan andil/pesanggem secara garis besar dapat diuraikan sebagai berikut: dari aspek umur, rata-rata pesanggem berusia sekitar 45-50 tahun dan paling banyak usianya diatas 50 tahun.
Untuk golongan muda sebenamya kurang berminat untuk
bekerja sebagai pesanggem, mereka lebih berminat menjadi buruh bangunan, atau buruh pabrik di kota. Pendidikan mereka rata-rata adalah tidak sekolah (TS) dan tamatan Sekolah Dasar (SD/SR).
Mata
pencaharaian mereka yang paling pokok adalah bertani, baik bertani di lahan sendiri maupun bertani di lahan andil. Jumlah penggarap/pesanggem paling banyak terdapat di Desa Karang Asem, dengan prosentase penggarap dengan jumlah penduduk dan KK (Kepala Keluarga) adalah paling tinggi yaitu I 0,5% dan 44,9o/o, dan yang paling rendah adalah Desa Karang Duwet yaitu I ,6% dan I 0, I%. 54
Hal ini membuktikan bahwa Desa Karang Asem sebagian besar penduduknya sangat bergantung terhadap Suaka Margasatwa Paliyan.
4.2.3. Kondisi desa sekitar hutan Terdapat 4 (empat) desa yang berbatasan langsung dengan hutan Suaka Margasatwa,
yaitu
Desa Karangduwet,
Desa Karangasem
(Kecamatan Paliyan) dan Desa Kepek, Desa Jetis (Kecamatan Saptosari)
4.2.3.1. Desa Karang Duwet Desa ini terletak di perbatasan utara barat dari Suaka Margasatwa Paliyan, relative datar, sama dengan Desa Karangasem, desa ini tak punya sawah. Luas lahan kering/tegal adalah 593 ha. Tidak ada hutan rakyat kecuali hutan/tegalan di pekarangan seluas 143 ha. Berdekatanan dengan hutan negara yang cukup luas yang termasuk di wilayah administrasi desa seluas 989 ha. Dengan jumlah penduduk 6.990 jiwa atau 1097 KK, maka ratio kepemilikan lahan adalah 0,67 ha!KK tanpa kawasan hutan negara. Penggarap di Desa Karang Duwet memiliki tarafhidup yang relatif lebih bagus dibanding desa yang lain, rumahnya sudah semi permanen, rata-rata mata pencaharian penduduk adalah petani dan pedagang. Letak pemukimannya rata-rata dekat dengan jalan dan pusat keramaian (dekat dengan pasar dan kantor kecamatan). Sebaran pesanggem/penggarap lahan di SM Paliyan yang berasal dari Desa Karangduwet dapat dilihat dalam Tabel 4.1 0 berikut ini.
55
Tabel 4.1 0. Jumlah penggarap/pesanggem di Desa Karang Duwet Nama Duson
Jumlah Penggarap (orang) 31
Tahunan Pendem Co rot Karang Duwet Paliyan Lor Suru Lanang Paliyan Kidul
22 2 52 4 0 0
Lokasi Petak
136 136 136 139, 140 136
Sumber: BKSDA Yogyakarta (2005)
Wilayah Desa Karang Duwet sebagian besar dekat dengan petak 136.
Petak 136 ini sebagian dipakai untuk PUSLATPUR TNI AD dan
dekat dengan pusat kota kecamatan.
Dalam kesehariannya masyarakat
sekitar kalau mengerjakan lahan andil atau mungkin mencari rumput dan hijauan makanan temak cukup berada di sekitar petak 136 ini. Posisi desa ini ada di sebelah barat laut dari SM Paliyan. 4.2.3.2.Desa Karang Asem Desa ini relatif datar terhampar dari sebelah utara ke selatan di bagian timur kawasan Suaka Margasatwa Paliyan. Tidak terdapat sawah, baik pengairan teknis maupun setengah teknis. Adanya lahan kering atau tegalan yang bisa ditanami palawija seperti jagung, kacang tanah, ketela pohon, kedelai dan lain-lain di musim hujan. adalah 615 ha.
Luas lahan/tegalan ini
Tidak ada hutan rakyat (wono/alas) di lahan tegal ini,
kecualai hanya sedikit pohon.
Hutan rakyat yang bagus terdapat di
pekarangan yang berisi kayu-kayu dan buah-buahan. menempati luasan 195 ha.
Pekarangan ini
Di sekitar desa terdapat hutan negara dan 56
Suaka Margasatwa Paliyan seluas 340 ha. dengan jumlah penduduk 6.676 jiwa atau 1553 KK. Sebaran pesanggem/penggarap lahan di SM Paliyan dari Desa Karang Asem dapat dilihat dalam Tabel 4.11 sebagai berikut: Tabel 4.11. Jumlah penggarap/pesanggem di Desa Karang Asem Nama Dusun
Karang Asem A Karang Asem B Manggul Banjaran Namberan TrowonoA Trowono B Cangkring Mengger Trukan Lemah aban__g
Jumlah Penggarap (orang) 179 53 218 78 78 59 33
Lokasi Petak
136, 136 137, 137, 138, 136, 136,
137, 138 141 138, 139 139 137, 138, 139 137, 138, 139
0 0 0 0 Sumber: Bala1 KSDA Yogyakana (2005)
Jum1ah penggarap paling banyak terdapat di Dusun Manggul, berikutnya Karang Asem A dan paling sedikit di Trowono B. Pessanggem di Desa Karang Asem memiliki taraf hid up di bawah Desa Karang Duwet, hal ini di sebabkan karena Jatar belakang pendidikan yang rendah serta kondisi geografi yang kurang menguntungkan dimana dusun-dusunnya rata-rata menggerombol di sekitar kawasan SM Paliyan. Jangkauan untuk ke pusat keraiman (pasar/kota kecamatan) relatif jauh, sehingga akses informasinya kurang dan kurang mendapatkan wawasan yang cukup. Mayoritas pesanggem di Desa Karang Asem bermata pencaharian sebagai petani atau buruh tani (di lahan milik atau lahan andil}, sehingga 57
hasil dari lahan garapan di kawasan SM Paliyan sangat besar artinya bagi pemenuhan kebutuhan pokok mereka. Karakter dari penggarap di desa ini cukup mudah diatur dan rajin dalam berladang. Harapan dari pesanggem di desa ini adalah hendaknya mereka tetap diperbolehkan untuk memanfaatakan SM Paliyan sampai seterusnya, meskipun bukan untuk mengerjakan lahan andil lagi. Penggarap/pesanggem paling banyak mengerjakan di petak 13 7 dan 141 karena kedua petak ini lokasinya paling dekat dengan dusundusun di Desa Karang Asem. 4.2.3.3.Desa Jetis Desa Jetis terletak di sebelah barat selatan dari kawasan Suaka Margasatwa Paliyan,
wilayah desa berbukit-bukit dan di wilayah ini
terdapat hutan rakyat seluas 83 ha. Sedangkan pekarangan relatif sempit hanya II ha. Lahan kering/tegal seluas 719 ha. Secara administrasi desa tidak ada hutan negara, walaupun reltif dekat dengan Suaka Margasatwa Paliyan. Dengan jumlah penduduk 5.008 jiwa atau 1.306 KK, maka ratio kepemilikan lahan adalah 0,61 ha tanpa hutan negara. Sebaran pesanggem/penggarap lahan di SM Paliyan dari Desa Jetis dapat dilihat dalam Tabel4.12 sebagai berikut: Jumlah pesanggem/penggarap di Desa Jetis tidak sebanyak di Desa Karang Duwet apalagi di Desa Karang Asem, hanya terdapat tiga dusun yang penduduknya menjadi pesanggem. Pesanggem paling banyak ada di Dusun Karang, berikutnya Jetis dan paling sedikit Temanggung. 58
Pesanggem di Desa Jetis ini memiliki pola hidup yang sederhana, meskipun dekat dengan pusat kota (kota kecamatanlkeluarahan). Tabel 4.12. J umlah Penggarap/Pesanggem di Desa Jetis Nama Dusun Temanggung Jetis Karang Jadak. Cekel Dondong Mojosari
Jumlah Penggarap (oran2) 45
62 157 0 0 0 0
Lokasi Petak 140 140 139, 140
Sumber. BKSDA Yogyakarta (2005)
4.2.3.4.Desa Kepek Desa Kepek terletak bersebelahan dengan Desa Jetis kearah Barat dan Utara. Relatif jauh dari Suaka Margasatwa Paliyan, akan tetapi cukup banyak warga desa yang menggarap lahan di suaka margasatwa ini. Luas lahan kering 831 ha, hutan rakyat 154 ha, sedangkan pekarangan 108 ha. Jumlah penduduk relatif tinggi yaitu 6.063 jiwa atau 1.646 keluarga, sehingga ratio kepemilikan lahan adalah 0,54 ha/kk. Terdapat enam dusun yang mengerjakan lahan andillpesanggem di Desa Kepek. Paling banyak terdapat di Dusun Kepek dan paling sedikit di Dusun Tileng dan Wareng. Kondisi penggarapnya hampir mirip dengan kondisi di Desa Jetis. Sebaran pesanggem/penggarap 1ahan di SM Paliyan dari Desa Kepek dapat dilihat dalam Tabel 4.13 sebagai berikut:
59
Tabel 4.13. Jumlah penggarap/pesanggem di Desa Kepek Jumlah Penggarap (orane;) 84 51 3 23 3 19 0 0
Nama Dusun Kepek Sumuran Til eng Gondang Wareng Bulurejo Pudak Gal eng
Lokasi petak 137, 138, 139, 140 139, 140 138 136 136 136
Sumber: BKSDA Yogyakarta (2005)
4.3.
PROGRAM PEMBERDAYAAN MASY ARAKAT SEKITAR HUTAN SUAKA MARGASATWA PALIYAN Salah satu kebijakan Departemen Kehutanan dalam rangka pengelolaan hutan lestari adalah Social Forestry, dan telah dicanangkan oleh Presiden RI sebagai program nasional pada tanggal 2 Juli 2003 di Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Social Forestry dimaksudkan untuk mewujudkan
kelestarian
sumberdaya
hutan
dan
meningkatkan
kesejahteraan masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat setempat, baik yang berada di dalam maupun di sekitar hutan. Sebagai tindak lanjut kebijakan pemberdayaan masyarakat dalam
Social Forestry, Departemen Kehutanan menerbitkan Peraturan Menteri Kehutanan
Nomor
:
P.Ol/Menhut-11/2004,
tentang
Pemberdayaan
Masyarakat Setempat Di Dalam dan atau Sekitar Hutan Dalam Rangka Social Forestry, yang ditetapkan pada tanggal 12 Juli 2004. Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan pemberdayaan masyarakat setempat adalah upaya-upaya yang ditempuh dalam rangka 60
meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat. Sedangkan masyarakat setempat adalah masyarakat yang tinggal di dalam dan atau sekitar hutan yang merupakan kesatuan komunitas sosial didasarkan pada mata pencaharian yang tergantung pada hutan, kesejarahan, keterikatan tempat tinggal, serta pengaturan tata tertib kehidupan bersama dalam wadah kelembagaan. Dengan adanya peraturan ini peran serta masyarakat dalam pengelolaan hutan semakin jelas. Hal ini seperti tercantum dalam pasal I ayat (4) yang menyebutkan bahwa social forestry adalah sistem pengelolaan sumberdaya hutan pada kawasan hutan negara dan atau hutan hak, yang memberi kesempatan kepada masyarakat setempat sebagai pelaku dan atau mitra utama dalam rangka meningkatkan kesejahteraannya dan mewujudkan kelestarian hutan. Dalam pelaksanaannya, pemberdayaan masyarakat dalam Social
Forestry berdasarkan pada pengelolaan hutan dengan memperhatikan prinsip-prinsip manfaat dan lestari , swadaya, kebersamaan dan kemitraan, keterpaduan antar sektor, bertahap, berkelanjutan, spesifik lokal dan adaptif. Namun demikian penyelenggaraan social forestry dibatasi oleh rambu-rambu, yaitu tidak mengubah status dan fungsi kawasan hutan; tidak memberikan hak kepemilikan atas kawasan hutan, kecuali hak pemanfaatan sumberdaya alam; dan tidak parsial, artinya pengelolaan hutan dilaksanakan secara utuh.
61
Mengingat social forestry merupakan program nasional, maka dalam peratumn ini disebutkan beberapa pihak terkait yang berperan dalam social forestry, yaitu Pemrintah, Pemerintah provinsi, pemerintah kabupatenlkota, organisasi non pemerintah, badan usaha, perguruan tinggi, kelembagaan masyarakat, dan lembaga intemasional. Peran para pihak dalam pengembangan social forestry dimaksudkan untuk menyinergikan peran berbagai pihak terkait sesuai dengan tugas dan fungsi masingmasing dalam rangka pemberdayaan masyarakat setempat.
Social forestry tidak hanya berlaku di hutan produksi atau hutan masyarakat saja, tetapi harus dilakukan juga pada semua fungsi hutan termasuk hutan konservasi.
Social forestry yang dilakukan di sekitar
kawasan hutan konservasi adalah program pemberdayaan masyarakat yang merupakan bagian dari kegiatan pelestarian itu sendiri. Tujuan dari social
forestry di hutan konservasi adalah masyarakat sejahtera dan hutan lestari. Proyek yang dilaksanakan di Suaka Margasatwa Paliyan terkait dengan pemberdayaan masyarakat adalah proyek Rehabilitasi dan Regenerasi Suaka Margasatwa Paliyan (The Project of Rehabilitation and
Regeneration of Paliyan Wildlife Sanctuary, Jogjakarta).
Proyek ini
merupakan kerjasama antara Mitsui Sumitomo Insurance Co., Ltd dengan Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Departemen Kehutanan.
62
REHABILITATION AND REGENERATION IN PALIYAN WILDLIFE SANCTUARY, YOGYAKARTA REHABILITASI DAN REGENERASI SUAKA MARGASATWA PALIYAN, YOGYAKARTA COOPERATION BETWEEN KERJASAMA ANTARA MINISTRY OF FORESTRY AND MITSUI SUMITO MO INSURANCE GROUP DEPARTEMEN KEHUTANAN DAN MITSUI SUMITOMO INSURANCE GROUP LOCATION LOKASI
PALIYAN, GUNUNGKIDUL, YOGYAKARTA PALIYAN, GUNUNGKIDUL, YOGYAKARTA
AREA
300HA 300HA APRIL 2005-MARCH 2011 APRIL 2005-MARET 2011
LUAS
PERIOD PERIODE
Foto 4.4. Papan proyek Rehabilitasi dan Regenerasi Suaka Margasatwa Paliyan
Proyek ini dilatarbelakangi oleh karena Mitsui
Sumitomo
Insurance Co., Ltd., memahami besarnya kerusakan hutan-hutan di Indonesia pada saat ini dan telah menyetujui kebijakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan oleh Pemerintah Indonesia.
Perusahaan telah memutuskan
untuk memberikan bantuan keuangan untuk aktivitas-aktivitas penanaman demi kepentingan pemerintah dan masyarakat Indonesia, yang ditujukan untuk memenuhi tanggung jawab social perusahaan (CSR=Corporate Social Responsibility) dan memberikan kontribusi kepada masyarakat Indonesia. Hal tersebut telah dibuat Nota Kesepakatan (Agreement) antara Mitsui Sumitomo Insurance Co, Ltd., Sumitomo Forestry Co. LTd. dengan Direktorat
Jenderal
Perlindungan
Hutan
dan
Konservasi
Alama
Departemen Kehutanan Republik Indonesia pada tanggal 31 Januari 2005. 63
Kegiatan tersebut dilaksanakan di hutan konservasi Suaka Margasatwa Paliyan Gunungkidul Yogyakarta. Tujuan proyek tersebut adalah mengembalikan fungsi hutan sebagai kawasan konservasi
Suaka Margasatwa, terutama fungsi
pengaturan tata air (hidrologi). Kegiatan tersebut dilaksanakan dengan model kegiatan pembanguanan hutan yang memperhatikan kepentingan masyrakat setempat.
Ruang lingkup kegiatan proyek ini meliputi
sosialisasi kepada masyarakat petani, peladang, pembangunan fisik, kegiatan penanaman, perlindungan dan pengamanan serta monitoring dan evaluasi.
Foto 4.5. Batas kawasan hutan Suaka Margasatwa Paliyan
64
Proyek dimulai pada tanggal I April 2005 dan berakhir tidak lebih dari 3I Maret 20 II.
Proyek ini melakukan kegiatan rehabilitasi dan
regenerasi hutan SM Paliyan seluas 30 I ,&3 ha dari luas total SM Paliyan 434,3 ha.
Selainnya telah ditanami dalam proyek GNRHL (Gerakan
Nasional Rehabilitasi Hutan dan Laban). Dalam proyek ini banyak stake holder yang terlibat dengan peran yang harus dijalankan oleh masingmasing. Mitsui Sumitomo Insurance Co. Ltd. berperan memberikan dukungan keuangan dan memasok dana bagi Sumitomo Forestry Co. Ltd untuk melaksanakan proyek.
Departemen Kehutanan c.q. Direktorat
Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam berperan menyediakan lokasi proyek dan laban untuk fasilitas kantor serta mengadakan koordinasi dnegan instansi terkait mengenai pelaksanaan proyek, selain itu juga memberikan pelayanana administrative terhadap segala sesuatu yang berkaitan dengan proyek.
Sumitomo Forestry mempunyai tugas utama
membuat rencana dasar poryek dan membuat laporan tahunan proyek untuk kemudian dipresentasikan kepada Direktorat Jenderal PHKA dan Mitsui Sumitomo Insurance Co. Ltd.
Kutai Timber Indonesia (KTI)
melaksanakan pekeljaan baik di dalam maupun di luar lokasi proyek sesuai dengan perintah dari Sumitomo Forestry Co. Ltd antara lain melakukan pekeljaan lapangan, membuat kontrak dan koordinasi dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam Yogyakarta (selaku UPT Ditjen PHKA Departemen Kehutanan).
Sedangkan masyarakat setempat 65
dilibatkan dalam pelaksanaan pekerjaan penanaman dan pekerjaan lainnya karena proyek ini dikerjakan dengan tujuan untuk rehabilitasi hutan yang berbasis masyarakat.
DfF TEMEN KE~U , - ~ . KANTOR WI LAYAH FRvPINSI bAERA ~NAN
SUB SEKSI KONSERVAS SUMBER ~:TIMEWA YOGYAkARTA 1\ ALAM YOGYAKARTA
POSJAGA •
-ESOJiT
SDA PJ,LIYAN
Foto 4.6. Pos Jaga di hutan Suaka Margasatwa Paliyan
Sejarah lokasi yang menjadi proyek ini terbagi dalam 3 masa: sebelum tahun 1997, 1997-200, sejak 2000 sampai sekarang. Pada tahun 1997-2000, tak lama setelah krisis ekonomi tahun 1997, pohon-pohon di kawasan ini diambil oleh pembalak liar dan pada saat sekitar tahun 1998 para petani setempat yang tinggal di sekitar lokasi proyek mulai menanam tanaman, membebaskan sekitar 80% dari hutan lindung untuk berladang. Upaya-upaya yang ditempuh pada regenerasi hutan di dalam batas-batas Suaka Margasatwa Paliyan telah gagal, karena rasio yang rendah pohonpohon yang ditanam mengeluarkan akar.
66
Sejak tahun 2000 sampai sekarang. Pada tanggal 29 Juni 2000, Suaka Margasatwa Paliyan ditetapkan melalui suatu keputusan yang ditetapkan oleh Menteri Kehutanan (171/Kpts-1112000).
Presiden
Megawati Sukamoputri diundang untuk meresmikan festival penanaman yang diadakan pada tanggal 21 Januari 2004 sebagai bagian dari GNRHL yang ditujukan untuk memulihkan hutan dan untuk mendorong satwa untuk kembali ke kawasan tersebut, pada saat yang sama mengendurkan fungsi awal dari hutan. Jati, Mahoni, Gmelina dan berbagai jenis pohon buah-buahan ditanam di lahan seluas 98 ha dari hutan konservasi yang rusak. Apabila yang ditanam hanya hanya pohon-pohon hutan (tanaman keras) saja, maka apabila pohon-pohon tersebut telah tumbuh membesar para petani akan kehilangan pendapatan. Penduduk setempat maupun para pejabat pemerintah pusat dan daerah telah menyadari pentingnya jawaban terhadap pertanyaan tindakan bagaimana yang seharusnya diambil untuk mempertahankan pendapatan penduduk setempat dan melestarikan hutan. Keberadaan para pesanggem di kawasan Suaka Margasatwa tidak terhindarkan lagi. Masyarakata tidak ingin keluar dari Suaka Margasatwa Paliyan. Ketergantungan mereka terhadap kawasan hutan sudah terlanjur besar, akan sulit untuk mengusir mereka dari lahan hutan.
67
4.4.
KONDISI RESPONDEN Jumlah responden yang berhasil dikumpulkan adalah bervariasi tergantung
dari jumlah pesanggem yang ada di desa tersebut.
Semakin banyak jumlah
pesanggem yang ada, semakin banyak pula respondennya.
Setelah melalui
observasi lapangan yang cukup lama, akhimya diperoleh responden sejumlah 275 orang, yang terdiri dari 152 orang dari Desa Karangasem, 24 orang dari Desa Karangduwet, 40 orang dari Desa Kepek dan 59 orang dari Desa Jetis. Karakteristik responden dapat dilihat dari 4 aspek yaitu usia, pendidikan, kepemilikan hewan temak dan cara memperoleh lahan garapan. Keempat aspek tersebut akan sangat berkaitan dengan variabel-variabel yang akan dianalisis. Kondisi responden atau sering disebut juga karakteristik responden perlu diketahu informasi karena berkaitan dengan variabel-variabel yang akan diukur. Umur dan tingkat pendidikan responden akan berkaitan dengan penentuan sikap para pesanggem terhadap program pemberdayaan masyarakat yang sedang dijalankan di Suaka Margasatwa Paliyan.
Jumlah
hewan
yang
dimiliki
berkaitan dengan manfaat lahan secara ekonomi. Semakin banyak hewan temak yang mereka miliki akan semakin banyak pakan berupa rumput yang mereka butuhkan. Hal ini akan meningkatkan ketergantungan masyarakat terhadap hutan, karena rumput yang mereka butuhkan akan didapatkan di hutan. Cara memperoleh lahan perlu diketahui informasinya karena temyata cara memperoleh lahan dari para pesanggem itu berbeda-beda. Ada yang sudah menjadi petani penggarap sejak turun-temurun, tetapi ada yang menjadi petani penggarap setelah proyek rehabilitasi dan regenerasi hutan Suaka Margasatwa dilaksanakan. 68
4.4.1.
Usia Sebagian besar responden yang diwawancarai masuk dalam kategori umur produktif (umur 24-55 tahun), kecuali Desa Karangduwet, disini respondennya kebanyakan ada pada usia non produktif. Hal tersebut karena Desa Karangduwet kondisinya lebih maju dibandingkan desa lainnya. Penduduk Desa Karangduwet pada usia produktif mempunyai mata pencaharian yang lebih bervariasi, karena posis desa yang dekat dengan pusat keramaian.
Kebanyakan mereka menjadi karyawan,
pedagang atau buruh bangungan di kota. Menjadi petani penggarap lahan hutan bukanlah hal yang menarik buat mereka. 100.00 90.00 + - - - - 80.00 + - - - - - 70.00 + - - - - 60.00 + - - - 50.00 + - 40.00
• Produkllr • NonP
30.00 20 .00 10.00 0.00 karangduwet
karangascm
Kcpek
jet is
Gambar 4.1. Grafik prosentase klasifikasi umur responden
Pesanggem yang berada pada kisaran umur produktif merupakan ancaman bagi kelestarian hutanjika mereka tidak memiliki lapangan kerja yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.
Mereka akan menjadikan
lahan hutan sebagai peluang adanya lapangan kerja altematif untuk dapat menambah penghasilannya.
Oleh karena itu pihak pengelola kawasan
69
harus jeli dalam mengeluarkan kebijakannya agar potensi tenaga kerja produktiftersebut dapat tersalurkan dengan baik ke arah yang lebih positif.
Foto 4.7. Pesanggem yang sedang menggarap laban di hutan Suaka Margasatwa Paliyan
4.4.2. Pendidikan Dapat dilihat pada grafik bahwa sebagian besar responden hanya tamat SD, sehingga dapat dikatakan tingkat pendidikan responden adalah rendah. Tingkat pendidikan yang rendah akan sangat menyulitkan untuk diberdayakan dengan penambahan pengetahuan, namun dengan kearifan lokal yang mereka miliki mereka tetap bisa mengerti kalau hutan itu harus dilestarikan. Yang cukup menarik adalah sebagian responden dari Desa Kepek adalah tidak sekolah, secara otomatis mereka tidak dapat membaca dan menulis, sehingga ketika mengisi kuesioner mereka harus dibantu oleh petugas yang mewawancarai.
Masyarakat yang tidak sekolah lebih
memilih untuk menjadi petani penggarap, sedangkan yang berpendidikan 70
SD ke atas lebih memilih untuk bekerja di
tempat lain yang lebih
menjanjikan.
-
90.00
--
80.00 70.00 60.00
• TS
50.00
• SD
40.00
•SMP 30.00
• SMU
20.00 10.00 0.00 karangduwet
karangasem
Kepek
jet is
Gambar 4.2. Grafik prosentase tingkat pendidikan responden
Tingkat pendidikan yang rendah akan menghambat proses pemberdayaan masyarakat. Tingkat pendidikan yang rendah juga akan mempengaruhi sikap para petani penggarap terhadap program yang sedang dijalankan oleh pemerintah. Oleh karena itu diperlukan adanya program yang dapat memberikan keberdayaan kepada mereka.
4.4.3. Kepemilikan hewan ternak Jumlah hewan temak yang dimiliki oleh para pesanggem perlu diketahui karena nantinya akan berkaitan dengan banyak sedikitnya rumput yang para pesanggem ambit dari laban hutan.
71
90 .00 . , . - - - - - - - 80.00
-+---
70.00
-+---
60.00
30.00
+--+--+--+---
20.00
-+---
50 .00 40.00
• Tidak Pu nya • Hanya 1 ekor • Lebih da ri 1
10.00 0 .00 karangduwet karangasem
Kepek
jet is
Gambar .4.3 Grafik prosentase kepemilikan hewan ternak
Hampir semua responden memiliki hewan temak lebih dari satu ekor, baik itu kambing atau sapi. Hal ini akan menyulitkan pengelola kawasan untuk mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap hutan. Karena pada musim kemarau akan sangat sulit mencari rumput kalau tidak mengambil rumput yang tumbuh dari dalam hutan. Perlu ada upaya dari pengelola kawasan hutan untuk menyediakan sebagian lahannya bagi penyediaan pakan temak.
Temak menjadi
primadona bagi para petani penggarap sebagai hasil sampingannya karena lahan yang ada tidak subur, sedangakan pakan temak yang berupa rumput dapat mengambil dari hutan.
4.4.4. Cara peroleban laban Dari jawaban-jawaban responden tentang cara mereka memperoleh lahan andil, ada 3 kategori jawaban, yaitu buka lahan sendiri, pembagian proyek dan beli dari penggarap lain. Dari grafik tentang cara memperoleh 72
laban temyata sebagian besar mereka membuka laban sendiri tentunya tanpa ijin dari pengelola kawasan akibat dari krisis ekonomi yang berkepanjangan. 70 . , . - - - - - - - - - - - - - - -
60 + - - - - 50 + - - - - 40 + - - - - -
• buka Iahan sendiri
30 + - - - - -
• pcmbagian proyek
+ - - - --=
• beli dari penggarap
20 10 0
karangduwet karangasem
Kepek
jctis
Gambar 4.4. Grafik prosentase cara pesanggem memperoleh lahan garapan di hutan
Yang cukup menarik adalah sebagian besar pesanggem dari Desa Karangasem memperoleh laban karena ada pembagian proyek, hal ini cukup dipahami karena lokasi mereka yang paling dekat dengan kawasan SM Paliyan sehingga tenaga mereka sangat dibutuhkan dalam kegiatan penanaman sampai pemeliharaan dan pengamanan. Sementara itu jual beli laban banyak terjadi di Desa Karangasem dan Jetis.
Mereka biasanya
menjual laban mereka ketika tidak mempunyai uang lagi. Harga jualnya bervariasi antara 1-2 juta rupiah.
73
V. PROSES PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
Pemberdayaan diartikan sebagai suatu proses, suatu mekanisme, dalam hal ini individu, organisasi dan masyarakatnya menjadi lebih ahli akan masalah yang mereka hadapi. Proses pemberdayaan dapat diartikan sebagai serangkaian tindakan atau langkah yang dilakukan secara sistematis dalam berbagai tahapan untuk mengubah dari masyarakat yang belum berdaya menjadi lebih daya. Oleh karena itu daalam proses pemberdayaan akan sangat berkaitan daengan sikap dari masyarakat yang akan diberdayakan.
Sebagai suatu proses, pemberdayaan
mempunyai tiga tahapan: penyadaran, pengkapasitasan dan pemberdayaan. Tahap-tahap yang harus dilakukan agar masyarakat itu menjadi lebih berdaya. Untuk pemberdayaan masyarakat sekitar hutan konservasi dalam penelitian ini akan dketahui masing-masing tahapan yang dari variabel sikap, komunikasi (kesepahmanan), peningkatan kapasitas masyarakat, pengembangan ekonomi produktif, penguatan kelembagaan dan keterlibatan masyarakat.
5.1.
TAHAP PENYADARAN Tahap penyadaran berkaitan dengan sikap masyarakat yang diberdayakan.
Pada tahap ini terjadi perubahan sikap pesanggem menjadi sadar akan pelestarian hutan karena ada upaya pemberian kesadaran bahwa mereka mempunyai hak dan kewaj iban terhadap kawasan hutan. Pada prinsipnya mereka tahu bahwa proses pemberdayaan itu dimulai dari diri mereka sendiri.
Indikator dari kesadaran
masyarakat dapat dilihat dari sikap masyarakat terhadap pemberdayaan itu sendiri. 74
Pada tahap penyadaran ini dilakukan kegiatan yang dapat menumbuhkan rasa kesadaran masyarakat akan pelestarian hutan.
Untuk menumbuhkan
kesadaran tersebut dilakukan dengan cara penyuluhan dan sosialisasi kepada masyarakat pesanggem oleh pemerintah. Adanya kesadaran tersebut akan memunculkan sikap masyarakat terhadap pengelolaan Suaka Margasatwa Paliyan saat ini.
Sikap disini bisa berkaitan dengan daya nalar/pikiran, perasaan dan
tingkah laku. Daya nalar yang kuat disertai perasaan yang sensitive terhadap perubahan sosial akan mempengarahi tingkah laku masyarakat dalam menyikapai perubahan itu tersendiri termasuk di dalamnya proses pemberdayaan masyarakat. Sikap masyarakat terhadap pengelolaan hutan konservasi Suaka Margasatwa Paliyan dapat dilihat dari grafik 5.1 di bawah ini: 80 ~--------------------------------70
+---------------------------
60
+-------
50
• Sangat Setuju
40
• Setuju
30
• Tidak Setuju
20
• Sanga t Tidak Setuju
10 0 Karangduwet Ka rangasem
Kepek
Jet is
Gambar 5.1. Grafik sikap pesanggem terhadap pengelolaan SM Paliyan saat ini
Sikap-sikap tersebut meliputi sikap untuk ikut menggarap laban di SM Paliyan, ikut melestarikan hutan,
sikap mereka terhadap jenis tanaman yang
75
ditanam, sikap mereka terbadap keuntungan penggarapan laban tersebut serta sikap mereka apabila diminta untuk tidak lagi menggarap laban di SM Paliyan. Sikap masyarakat untuk ikut menggarap laban sangat positip,
bampir
sebagian besar mengatakan sikap setuju babkan sangat setuju. Karena menggarap laban di butan merupakan salab satu pekerjaan yang dapat memberikan pengbasilan kepada mereka walaupun tidak banyak. Penggarapan laban di SM Paliyan telab memberikan kontribusi sepertiga dari pengbasilan masyarakat, termasuk bijauan makanan temak, kayu bakar dan sayuran. Selain itu dengan adanya instruksi menggarap laban andil masyarakat menjadi mempunyai legalitas untuk ikut menggarap laban yang dulu dilakukan secarea sembunyi-sembunyi. Seperti disampaikan dalam pertemuan kelompok : Sejak ada proyek dari Sumitomo, kami lebib merasa memiliki butan, karena kami diikutkan memelibara tanaman semai butan dan menanam tum pang sari. Kami juga lebih tenang kalau masuk butan, tidak sembunyisembunyi lagi, tidak takut lagi ditegur petugas (Srjn, Juli 2009)
Begitu pula dengan sikap mereka untuk ikut serta menjaga kelestarian butan, terbukti babwa sebagian masyarakat sekitar butan mempunyai kesadaran untuk menjaga kelestarian butan.
Kesadaran itu timbul sejak dabulu, karena
secara turun temurun mereka hidup berdampingan dengan butan negara, mereka bekerja sebagai tenaga pengontrak tanaman menurut perjanjian kerjasama selama 2 tabun. Mereka diperkenankan menanam tananam pertanian untuk keperluan hidup sebar-hari. Tegakan jati merupakan peninggalan jaman Belanda, pada saat itu kawasan butan ini bagus sehingga tersedia pekerjaan secara kontinyu mulai
76
dari penanaman, pemeliharaan bingga penebangan.
Maka sudah sewajamya
mereka sudah terbiasa untuk ikut melestarikan butan. Jenis-jenis tanaman yang ditanam di SM Paliyan adalab tanaman buabbuaban seperti Srikaya, Sirsat, Jambu Biji, Sawo, Nangka, Jambu Air, Kedondong. Tanaman buab-buaban ini mempunyai manfaat ganda selain sebagai tanaman rebabilitasi, tanaman buab-buab juga sangat disenangi oleb kera ekor panjang (yang selama ini sering mengganggu laban pertanian penduduk), sebingga dibarapakan dengan adanya tanaman ini satwa tersebut akan kembali berada di butan atau babitatnya. Manfaat yang lebib penting adalab para petani penggarap boleb mengambil basil dari buab-buaban dari pobon yang dirawat tanpa dipungut biaya sepeserpun.
Disini ada kebarmonisan antara manusia dengan Iingkungannya.
Selain itu juga ditanam dengan jenis tanaman butan lainnya seperti Jati, Maboni, Cendana, Sonokeling, Trembesi dan masib banyak lagi.
Foto 5.1. Bibit tanaman yang siap ditanam di hutan Suaka Margasatwa Paliyan
77
Sebagian besar pesanggem yang tinggal di sekitar butan Suaka Margasatwa ini adalab para petemak sapi dan kambing, rata-rata mereka memiliki bewan temak I ekor. Para pesanggem sangat tergantung terbadap keberadaan laban di butan karena mereka mencari rumput untuk pakan temak di dalam butan. Apabila rumput dari laban butan ini tidak mencukupi maka barulab mereka pergi ke luar kota untuk membeli rumput.
Seperti diungkapkan kepala Dusun
Karangasem A sebagai berikut: Kalau kemarau, kita beli pakan sapi sampai luar Paliyan pakai truk, tapi kalau pelibara kambing cukup ambil rumput dari butan (Srjn, Agustus 2009). Jenis tanaman kayu selain karena nilai komersial kayunya yang cukup tinggi, juga karena tanaman ini mempunyai fungsi bidrologi sebingga di masa yang akan datang apabila program rebabilitasi ini sudab berbasil akan muncul sumber air barn untuk menambab sumber air yang sudab ada saat ini (kebanyakan ada di dalam gua karst). Dengan banyaknya keuntungan yang didapat dari masyarakat itu sudab sewajamya bila masyarakat mempunyai sikap setuju babwa penggarapan laban menguntungkan. Sikap masyarakat pesanggem apabila diminta untuk tidak lagi menggarap laban di SM Paliyan, bampir semua mengatakan tidak setuju bahkan ada yang menyatakan sangat tidak setuju. Karena bagaimananpun kegiatan penggarapan laban itu menguntungkan walaupun basil fisik yang diperoleb tidak banyak secara ekonomi. Seperti disampaikan oleh Mantan Kepala Resort Paliyan: Tak satupun dari 96 petani dari 610 petani yang disurvei pada tahun 2004, menunjukkan sikap menentang rebabilitiasi butan tetapi mereka 78
mengungkapakn suatu keinginan untuk mendapatkan sejumlah penghasilan dalam jangka menengah sampai jangka panjang. Permintaan khusus yang paling umum dari banyak petani adalah untuk dapat memanen buah-buahan dan mengumpulkan pakan temak 2-3 tahun setelah budi daya (Ysf, Juli 2009). Jadi sebenamya penggarapan lahan itu memberikan keuntungan non ekonom i bagi pesanggem, antara lain kenyamanan untuk masuk hutan, tidak takut lagi ditegur petugas, banyak pelatihan yang diadakan. Sehingga jelas pesanggem tidak akan mau apabila diminta untuk pergi dari lahan hutan. Secara hukum, dalam PP No. 68 tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam telah disebutkan bahwa tidak boleh ada aktifitas yang merubah fungsi kawasan di dalam kawasan hutan Suaka Margasatwa.
Balai KSDA
Yogyakarata sebagai pemangku kawasan harus bertindak tegas terhadapa pelaku perambahan, namun karena ada proyek rehabilitasi dan regenerasi, maka mereka (pesanggem) diberi kebebasan untuk menggarap lahan di hutan dengan menanam tanaman tumpangsari.
Foto 5.2. Tanaman hutan yang diselingi tanaman tumpangsari Uagung)
79
Pada saat yang akan datang ketika hutan di SM Paliyan sudah berhasil dihijaukan otomatis tanaman tumpangsari tidak akan tumbuh yang berakibat berkuranganya penghasilan pesanggem, secara perlahan mereka akan keluar dari hutan yang berakibat pada berkurangnya pendapatan mereka. Pemerintah harus memikirkan hal ini.
Pemerintah harus membuat kebijakan yang berdampak
positifuntuk semua pihak. Ada beberapa kemungkinan
kebijakan yang dapat diambil
oleh
Pemerintah: mereka harus keluar dari kawasan sesuai aturan hukum yang berlaku. mereka tetap diijinkan untuk ikut menggarap lahan sampai kegiatan rehabilitasi berhasil setelah itu baru status kawasan diubah. mengubah status SM Paliyan dari Suaka Margasatwa menjadi Taman Wisata Alam, yang lebih memungkinkan ada akses masyarakat untuk masuk dan akan ada pekerjaan lain selain sebagai pesanggem, yaitu di sektor pariwisata. Kebijakan itu harus diambil agar permasalahan di SM Paliyan tidak berlarut-larut dan status masuknya masyarakat ke dalam dapat menjadi legal, karena tidak memungkinkan memisahkan masyarakat dari hutan. Hal ini juga seperti diungkapkan Kepala Seksi Konservasi Wilyah II yang membawahi SM Paliyan: Suatu hal yang sulit untuk memindahakan para pesanggem dari SM Paliyan, saat ini yang bisa dilakukan adalah melakukan pengawasan bersama masyarakat untuk menghindari pencurian kayu hutan SM Paliyan. Kalau yang melanggar kami tidak segan-segan untuk memproses secara hukum, karena pada dasamya mereka mempunyai kebebasan. Untuk antisipasi di masa datang kami akan mencoba mengusulkan untuk merubah sebagian kawasan SM Paliyan untuk Taman Wisata Alam seperi camping gorung, outbond, dan pendidikan lingkungan (Sktj, Juli 2009). 80
Sementara itu Manager Site Kutai Timber Indonesia/Sumitomo Forestry Corp. yang mengelola langsung kegiatan/proyek tersebut di
SM Paliyan
mengatakan: Sebenamya masyarakat sangat diuntungkan dengan menggarap lahan SM Paliyan, selain mendapatakan keuntungan dari tanaman induk mereka juga dapat memperoleh hasil dari tanaman tumpangsari dan juga upah yang kami berikan setiap kali musim tanam. Mereka enggan untuk diusruh keluar dari SM, maka kadang-kadang mereka melakukan hal-hal yang melanggar aturan, mereka membuka lahan baru dengan membakar hal ini menyebabkan tanaman induk sulit berkembang. Kalau tanaman induk sulit berkembang maka tanaman tumpangsari akan tumbuh dengan subur. Untuk itulah jika panen mereka bisa mendapat penghasilan sampai satu juta rupiah (Gnwn, Juli 2009). Dari hasil dari wawancara dari kedua pengelola tadi sudah jelas bahwa pengelolaan SM Paliyan mempunyai masalah besar yaitu keberadaan masyarakat di dalam kawasan. Pada dasamya para pesanggem bersikap sangat responsive terhadap keinginan pemerintah untuk ikut melestarikan hutan.
Peraturan
mengenai pengelolaan Suaka Margasatwa Paliyan berbasis masyarakat menurut undang-undang
sebenamya tidak ada, akan tetapi pada masa transisi untuk
mewujudkan hutan yang tadinya berstatus hutan produksi menjadi hutan suaka margasatwa diperlukan sebuah penanganan khusus dengan kebijakan yang mengedepankan kepentingan masyarakat. Hutan SM Paliyan tadinya merupakan hutan produksi, tetapi sejak tahun 1996 diusulkan menjadi kawasan hutan konservasi (Hutan Suaka Margasatwa). Hutan ini akhimya beralih menjadi Hutan Suaka Margasatwa pada tanggal 29 Juni 2000 dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 171/Kpts-11/2000
tentang penunjukan Kawasan Hutan di 81
propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Namun SK baru turun tahun 2002 dengan luas petak 136-141. Hutan yang sudah jelas statusnya sebagai hutan konservasi ini seharusnya tidak mengizinkan petani masuk ke hutan konsevasi untuk alasan apapun. Kawasan ini hanya diperbolehkan untuk kepentingan pendidikan dan penelitian dengan seizin aparat yang berwenang. Perubahan mengenai status ini sudah disosialisasikan ke sejumlah desa yang berdekatan dengan Hutan SM Paliyan. Hal ini perlu adanya strategi organisasi untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan upaya penyadaran masyarakat sekitar hutan adalah dengan selalu mengadakan sosialisasi dan penyuluhan kepada masyarakat sekitar. Penyuluhan atau sosialisasi dilakukan oleh Pemerintah dalam hal ini adalah Balai KSDA DIY yang terkadang dibantu oleh staf Kutai Timber Indonesia. Pemerintah telah menyediakan anggaran untuk kegiatan ini adalah Rp. 229.651.000 (3,9% dari total anggaran) untuk tahun 2007 dan Rp. 514.925.000 (11 ,58% dari total anggaran ) untuk tahun 2008. Adanya peningkatan anggaran pengelolaan Suaka Margasatwa Paliyan seharusnya dapat meningkatkan intensitas kegiatan sosialisasi dan penyuluhan sehingga akan semakin menumbuhkan kesadaran masyarakat terhadap kelestarian hutan dan peraturan perundangan yang mengatumya. Kendala yang dihadapi dalam tahap penyadaran ini adalah masih banyaknya pesanggem yang belum pemah mengikuti kegiatan sosialisasi dan penyuluhan baik yang diadakan oleh pemerintah (Dinas Kehutanan, Balai KSDA Yogyakarta) maupun yang dilakukan oleh Tim dari Kutai Timber Indonesia. 82
Ketidak ikut sertaaan pesanggem dalam kegiatan tersebut karena kegiatan sosialisasi yang sangat terbatas frekuensinya dan waktunya.
Waktu diadakan
sosialisasi sering berbenturan dengan kegiatan pesanggem dalam menggarap lahannya. Terbatasnya sosialisasi yang diadakan pemerintah karena keterbatasan dana yang dimiliki oleh pemerintah, hanya 11,9% dari total anggaran Balai KSDA Yogyakarta untuk kegiatan di SM Paliyan pada tahun 2008. Dengan membandingkan 4 (empat) desa, dapat dibaca pada grafik bahwa tahap penyadaran yang paling berhasil adalah Desa Jetis. Pesanggem asal Desa Jetis mempunyai kesadaran yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan tiga desa lainnya.
Sebagian besar pesanggem dari Desa Jetis mempunyai rata-rata
pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan desa lainnya.
Tingkat pendidikan
masyarakat mempengaruhi cara berfikir masyarakat untuk menerima sesuatu hal yang baru untuk kemajuan hidup meraka. Tingkat pendidikan masyarakat yang tinggi akan lebih mudah untuk diajak berpikir kritis, sehingga akan lebih mudah menumbuhkan kesadaran meraka. Kesadaran masyarakat akan pentingnya kelestarian hutan di SM Paliyan itu timbul karena ada motivasi dalam diri mereka bahwa kalau mereka ikut menjaga hutan maka anak cucu mereka akan lebih mudah untuk mendapatkan air, tidak seperti saat ini bila musim kemarau, mereka harus membeli air yang harga per tangkinya cukup mahal (sekitar Rp. 90.000- Rp. 100.000). Yang penting lagi adalah dengan menjaga hutan mereka akan mendapatkan keuntungan berupa tanaman tumpangsari dan pakan temak, selain juga buah-buahan yang dihasilkan oleh tanaman konservasi. 83
5.2.
TAHAP PENGKAPAS IT ASAN (ENABLING) Pada tahap kedua ini adalah tahap memampukan masyarakat atau sering
juga disebut capacity building.
Untuk dapat diberikan daya atau kuasa maka
masyarakat harus mempunyai kemampuan terlebih dahulu.
Pada tahap
pengkapasitasan akan terjadi transformasi dari pemberi daya kepada yang diberi daya, sehingga dalam tahap ini masyarakat akan mempunyai skill atau ketrampilan yang berkaitan dengan pelestarian hutan. Proses capacity building terdiri atas tiga jenis yaitu manusia dalam individu maupun kelompok, organisasi dan system nilai. Pada pemberdayaan masyarakat sekitar hutan konservasi, tahap enabling dapat diindikasikan dengan adanya komunikasi (kesepahaman),
peningkatan kapasitas masyarakat, pengembangan ekonomi masyarakat dan penguatan kelembagaan. 5.2.1. Komunikasi Komunikasi atau kesepahaman diperlukan antara orang yang memberi daya kepada orang yang akan diberdayakan.
Komunikasi atau kesepahaman
diperlukan untuk mempermudah terjadinya transformasi pengetahuan atau skill dari masing-masing pelaku pemberdayaan. Komunikasi merupakan bagian yang terpisahkan dari kehidupan organisasi, khusunya perubahan sosial dalam sebuah organisasi pada level grass root yang tidak begitu birokratis. Kesepahaman dalam pemberdayaan masyarakat sekitar hutan konservasi mempunyai kriteria adanya pertemuan
semua
stakeholders
secara
kontinyu
sampai
tercapainya
kesepahamaan, sosialiasisai intensif tentang manfaat dan fungsi kawasan
84
konservasi oleb pengelola kawasan, dan masyarakat aktif melakukan pertemuanpertemuan dalam kelompoknya. 70
60
so 40
• Ya • Kadang-kadang
30
• Tidak
20 10 0 Karangduwet Karangasem
Kcpek
Jet is
Gambar 5.2. Grafik prosentase komunikasi pesanggem dengan pengelola SM Paliyan
Dari basil observasi di lapangan untuk variable komunikasi ini, diperoleb basil babwa keikutsertaan pada pesanggem dalam pertemuan sebagian besar sering mengikuti pertemuan, sebagian lagi kadang, babkan ada yagn tidak pemab ikut pertemuan sama sekali. Ada dua alasan ketika mereka tidak ikut pertemuan tidak diundang atau mereka tidak ada kemauan untuk datang. Tidak diundang dalam petemuan kemungkinan karena mereka memang penggarap pengganti dimana cara peroleban lahannya dengan beli dari penggarap lain yang sendang membutubkan dana. Ada tidaknya kemauan lebib berasal dari faktor dalam diri mereka sendiri. Walaupun sebagian besar pesanggem dari Desa Kepek tidak sekolab, namun komunikasi yang terjalin cukup intensif. Jalinan komunikasi yang intensif lebib banyak dipengarubi kemampuan pesanggem untuk berinteraksi dengan 85
petugas baik itu secara fonnal maupun infonnal.
Dengan segala keterbatasan
yang mereka miliki, mereka sangat antusias untuk mendengarkan arahan dari petugas tanpa disertai rasa takut. Di Desa Kepek komunikasi yang terjalin antara petugas dengan pesanggem terjalin cukup baik.
Gambar 5.2 Pertemuan pesanggem dengan pengelola SM Paliyan
Pertemuan yang mereka ikuti kebanyakan hanya sekali dalam sebulan. Pertemuan itu lebih banyak dijadwalkan oleh pengelola SM Paliyan yaitu Balai KSDA Yogyakarta atau Unit Managemen KTI yang mendanai ptroyek. Pertemuan yang dilakukan pesanggem tidak hanya secara fonnal, tapi banyak juga pertemuan yang dilakukan secara infonnal. Ketika mereka berada di dalam hutan terkadang sebelum mereka mulai bekerja mereka mengadakan pembagian tugas terlebih dulu dalam satu kelompok agar pekerjaan cepat selesai.
Saat
istirahat siang mereka pun biasanya mereka juga berkumpul membicarakan 86
berbagai hal yang berkaitan dengan penggarapan lahan atau hal lainnya. Pertemuan secara informal ini malah dapat menggali keinginan pesanggem tanpa direkayasa dan pesanggem dengan bebas dapat mengutarakan pendapat tentang apa saja. Dalam proses komunikasi, peran aktif petugas sangat penting, petugas berfungsi sebagai fasilitator dan katalisator. Apabila rakyat diposisikan sebagai masyarakat yang mandiri maka dengan fungsi pemerintah tersebut rakyatlah yang melakukan perencaanaan hingga evaluasi. Dalam melakukan perencanaan sampai dengan evaluasi masyarakat didampingi oleh agen pembaharu yaitu institusi di luar pemerintah bisa LSM, kelompok masyarakat atau yang lainnya.
Hampir
semua responden menjawab bahwa peran petugas sangat aktif, dalam hal ini adalah petugas dari Balai KSDA Yogyakarta yang berjumlah 7 orang dimana mereka secara bergilir melakukan penjagaan di Pos Pengelola SM Paliyan di wilayah Sodong. Selama penjagaan mereka melakukan patrol rutin ataupun patroli gabungan.
Patroli rutin hanya diikuti oleh petugas Polisi Kehutanan, patrol
gabungan melibatkan petugas dari Kutai Timber Indonesia yang menjadi manager lapangaan. Sudah terjadi perubahan perilaku petugas Polisi Kehutanan, kalau dulu mereka sangat menakutkan dan cenderung arogan sekarang lebih bersifat humanis, dan melakukan pendekatan kepada para pesanggem dengan pendekatan persuasif. Hal juga disampaikan oleh Kadus Karang Desa Jetis: Dulu kami takut dengan Pak Polhut yang menjaga hutan Paliyan, bahkan kami harus setor setiap panen. Tapi sekarang setelah jadi Suaka Margasatwa, Pak Polhut nya baik sering datang "ngajak ngobrol" dan tidak memungut uang lagi (Wsd, Juli 2009). 87
Foto 5.3. Petugas sedang patroli di kawasan hutan SM Paliyan
Namun ada beberapa responden dari Desa Karangasem yang mengatakan petugas kurang aktif, hal ini karena para pesanggem yang berasal dari desa tersebut cukup banyak dan lahan garapannya ada di tempat yang jauh dan terpencil dan bertopografi terjal, sehingga tidak terjangkau petugas. Walaupuun setiap hari terdapat petugas yang berjaga di kawasan namun karena luas kawasan yang lebih dari 400 ha menyebabkan tidak semua wilayah dapat ditangani oleh petugas.
Para penggarap dari Desa Karangasem itu merupakan penggarap
pengganti yang memang tidak berinteraksi langsung dengan petugas bahkan mereka memperoleh lahan pun dengan cara membeli dari penggarap terdahulu. Komunikasi dan kesepahaman penting dalam meningkatkan kapasitas masyarakat.
Adanya persamaan persepsi antara pesanggem dengan pengelola
kawasan hutan akan mempennudah transforamsi pengetahuan dan ketrampilan kepada pesanggem. Kegagalan dalam berkomunikasi antara pesanggem dengan
88
pengelola kawasan hutan terjadi karena kurangnya partisipasi dari pesanggem. Jumlah pesanggem yang datang pada saat penyuluhan Kesalahapahaman dalam komunikasi antara pihak petani dan BKSDA maupun KTI sendiri juga terjadi karena kurangnya partisipasi dari pihak petani. Jumlah pesanggem yang datang pada waktu sosialisasi sendiri tidak sebanding dengan keseluruhan pesanggem yang diundang, rata mereka hanya datang ke tempat penyuluhan sekali dalam sebulan.
Apabila dalam penyuluhan ada
kesepakatan, pesanggem yang datang sering tidak menyampaikan ke pesanggem lain yang tidak datang sehingga disini timbul kesalah pahaman. Konflik yang pemah muncul dalam komunikasi terjadi ketika ada kebijakan lorong tanaman yang semula ditetapkan selebar 1 meter bebas tumpangsari dirubah menjadi 2 meter bebas tumpangsari. Waktu itu kebijakan lorong 1 meter telah dijalankan dan tanaman tumpangsari telah tumbuh, pihak Balai KSDA Yogyakarta kemudian mengganti kebijakan dengan lorong 2 meter dikarenakan tanaman tumpang sari petani banyak yang mengganggu tanaman konservasi,
khususnya tanaman singkong karena bila masa panen tiba akar
tanaman konservasi yang masih berusia muda ikut tercabut bersamanya. Kemudia dilakukan juga penertiban tanaman singkong, tetapi tanaman singkong yang mengganggu saja yang ditertibkan. Kesepahaman yang paling mendasar yang terjadi antara para pesanggem dan pengelola kawasan ada1ah para pesanggem boleh tetap melakukan penggarapan lahan selama proyek ini berlangsung, mereka boleh menanam tanaman tumpangsari diantara tanaman konservasi (dalam lorong), boleh memetik 89
tanaman tumpangsari, tetapi harus memelihara tanaman konservasi. Pesanggem boleh memetik hasil dari tanaman tumpangsari dan memetik hasil dari tanaman konservasi yang termasuk jenis buah-buhan tanpa dipungut biaya apapun, bahkan mereka akan mendapat upah kalau ikut dalam pelaksanaan penanaman.
5.2.2. Peningkatan Kapasitas Masyarakat Peningkatan kapasitas masyarakat dilakukan dengan pelatihan substansi pengembangan ketrampilan masyarakat dan pelatihan lain yang mendukung kegiatan masyarakat,
dengan indikator terlaksananya pelatihan substansi
pengembangan keterampilan sesuai dengan kebutuhan masyarakat, terdapat tenaga trampil di masyarakat yang mendukung usaha kegiatan masyarakat dan terdapat hasil kerja masyarakat. Peningkatan kapasitas masyarakat lebih banyak dilakukan dengan cara memberikan
ketrampilan
atau
skill
tentang
pemeliharaan tanaman hutan yang benar.
cara-cara
penanaman
dan
Sebelum melakukan kegiatan
rehabilitasi dan regenerasi kawasan, pesanggem dikumpulkan oleh Balai KSDA Yogyakarta dan Kutai Timber Indonesia untuk mendapatkan pengarahan mengenai cara pembuatan jalur, menanam, memelihara, bahkan cara memanen hasil. Para pesanggem diberi penjelasan akan kegiatan rehabilitasi dan regenerasi di Suaka Margasatwa Paliyan dapat berhasil dengan baik sesuai tujuan. Untuk para pesanggem yang bertempat tinggal di sekitar hutan SM Paliyan diadakan sosilaisasi oleh pemerintah (Balai KSDA Yogyakarta) bersama-sama dengan unit management Kutai Timber lndoneisa selaku mitra pemerintah dalam 90
proyek rebabilitasi dan regenerasi SM Paliyan. Materi sosialisai lebih banyak berupa penyadaran tentang arti pentingnya keberadaan hutan konservasi Suaka Margasatwa Paliyan untuk masyarakat dan mekanisme penggarapan laban di SM Paliyan oleh masyarakat. Para pesanggem yang berasal dari Desa Kepek lebih banyak yang mengatakan bahwa ada peningkatan kemampuan mereka, dari semula yang tidak tabu apa-apa tentang pengelolaan hutan dan tanaman tumpangsari, mereka jadi tahu bahwa menanam tanaman hutan bila tidak terlalu rapat maka lorongnya dapat dipakai untuk tanaman tumpangsari, sehingga mereka memperoleh penghasilan ganda. Sementara itu pesanggem dari Desa Karangasem dan Jetis mengatakan bahwa mereka kurang mendapatkan peningkatan kemampuan karena mereka sudah sering mendengar tentang pengelolaan hutan dengan tanaman tumpangsari. Kedekatan mereka dengan kawasan hutan tidak menutup kemungkinan mereka sering diikutkan dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat sekitar hutan. 70
~----------------------------------
60 +--
--------j
so 40
• Ya • Kadang-kadang
30
• Tidak
20 10
0 Karangduwet Karangasem
Kepek
Jet is
Gambar 5.3. Grafik adanya peningkatan kapasitas masyarakat
91
Dari grafik diatas digambarkan bahwa lebih dari 50% responden menjawab paham dengan materi yang diberikan, 5-29% menjawab kadangkadang dan ada sekiar 4-9% yang menjawan tidak paham. Tidak pahammnya masyarakat akan materi yang diberikan bisa disebabkan karena pemberi materi tidak paham bahasa yang biasa dipakai oleh masyarakat. Sering terlihat petugas tidak komunikatif dalam menyampaikan materi, bahasa mereka terlalu tinggi bahkan terlalu teknis sehingga susah dimengerti masyarakat awam, selain itu ada beberapa masyarakat yang memang tidak dapat berkomunikasi dengan baik yaitu tidak mengerti/paham dengan bahasa pengantar yang dipakai oleh pemberi materi (bahasa Indonesia).
Perlu diketahui sebagian para pesanggem
tidak paham
bahasa Indonesia. Sebagian besar masyarakat atau lebih dari 50% mengatakan mendapat tambahan pengetahuan dari pertemuan yang diikuti, 4-18% menjawab kadangkadang dan 4-10% menjawab tidak bertambah pengetahuannya, masyarakat yang tidak bertambah pengetahuannya adalah masyarakat yang tidak memahami apa yang disampaikan oleh petugas.
Penambahan pengetahuan ini tidak hanya
pengetahuan yang berkaitan dengan pengelolaan hutan dan pentingnya pelestarian hutan tetapi juga pengetahuan lain seperti pengolahan hasil pertanian, yaitu bagaimana mengolah singkong yang mereka panen menjadi gaplek yang berkualitas sehingga mempunyai hargajual tinggi. Sebagian besar pesanggem menjawab bahwa pertemuan tersebut tidak mengganggu aktivitasnya, namun juga ada yang menjawab kadang-kadang. Hal ini dimungkinkan karena pertemuan yang diadakan oleh pemerintah sering kali 92
dilakukan pada jam kerja (siang hari) pada saat para pesanggem berada di dalam hutan.
Namun demikian sebagian besar pertemuan-pertemuan yang diadakan
dalam rangka peningkatan kapasitas masyarakat tersebut tidak mengganggu aktivitas harian mereka, karena pertemuan-pertemuan tersebut seringkali dilakukan pada malam hari karena pada siang dan sore hari mereka bekerja di ladang.
Seperti dituturkan oleh mantan Kepala Resort Paliyan: Pertemuan kelompok biasanya dilakukan malam hari, masing-masing kelompok punya jadwal sendiri. Jadwal tidak hanya hari tapi juga hari pasarannya sehingga pertemuan dilakukan setiap "selapan sepisan" atau 35 hari sekali (Y sf, Agustus 2009). Tetapi memang ada beberapa kelompok yang pertemuannya dilakukan
siang hari setelah sholat dhuhur (sekitar jam 13.00), dengan pertimbangan karena para pesanggem yang mengerjakan lahan di petak tersebut berasal dari daerah yang jauh dari kawasan seperti berasal dari Desa Kepek. Kelompok pesanggem ini diketuai oleh Bapak Marso Sugiyo dan diadakan setiap Senin Wage. Sedangkan kelompok pesanggemnya biasanya malam hari dan sebagai pengikat agar seluruh anggota hadir adalah terdapatnya arisan dalam setiap pertemuan terse but.
Di kelompok kami Ngudi Lestari, pertemuan dilakukan malam hari, setiap malam Kamis Pon, acaranya ya cuma arisan sambil nanti ada yang sosialisasi dari pemerintah atau kadang ada masalah diantara kami akan kami pecahkan bersama-sama. Kami punya sub kelompok di Dusun Namberan yang ketuanya Bapak Supar, pertemuannya malam Selasa Legi, sedangkan di Karangasem ketuanya Bapak Wagiran dan pertemuannya dilakukan saat malam Senin Wage (Rdy, Oktober 2009).
93
5.2.3. Pengembangan Ekonomi Produktif Pengembangan ekonomi
produktif tidak akan pemah lepas dari
keuntungan yang mereka peroleh dalam penggarapan lahan. Menurut penelitian yang dilakukan Djuwadi (2007) hasil dari penggarapan lahan eli hutan SM Paliyan menyumbang kurang lebih sepertiga dari pendapatan para pesanggem atau ratarata pendapatan mereka dari laban andil adalah 0,98 juta rupiah. Namun dari jawaban para responden temyata sebagian besar diatas 50% menjawab bahwa hasil yang mereka peroleh itu tidak banyak. Walaupun hasilnya tidak banyak tapi hasil penggarapan lahan di SM Paliyan tetap bennanfaat, bisa dilihat dari grafik jawaban responden di bawah ini. 60.00 50.00 40.00 • Banyak
30.00
• Cukup
20.00
• Kurang
10.00
Karangduw et
Karangasem
Kepek
Jet is
Gambar 5.4. Grafik prosentase manfaat ekonomi penggarapan lahan oleh pesanggem
Pesanggem yang berasal dari Desa Karangasem walaupun jumlah pesanggemnya banyak namun hasil yang mereka peroleh ternyata juga lebih banyak.
Hal ini bisa dimengerti, karena pesanggem yang berasal dari desa
tersebut banyak dilibatkan dalam
berbagai kegiatan penanaman sampai 94
pemeliharaan.
Mereka juga sering diikutkan dalam kegiatan-kegiatan yang
diadakan oleh pemerintah yang berkaitan dengan peningkatan ekonomi, yaitu pengolahan bahan mentah menjadi bahan setengah jadi sehingga memiliki nilai jual yang tinggi.
Kegiatan yang sudah dipraktekkan adalah mengolah ketela
pohon menjadi gaplek. Alasan bagi petani untuk tetap ikut menggarap lahan walaupun hasilnya tidak
banyak adalah adanya harapan untuk memperoleh keuntungan jangka
panjang dan kepastian serta kenyamanan dan keleluasaan mereka untuk keluar masuk hutan. Hutan yang bagi mereka itu tak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari mereka. Mendapatkan akses masuk ke dalam hutan lebih penting bagi mereka daripada hasil yang diharapkan dari penggarapan lahan. Hutan telah ada sebelum mereka lahir, bahkan ketika hutan mulai dibedakan berdasarkan fungsinya akibat dari kebijakan pemerintah, masyarakat telah lebih dahulu menjaga kelestarian hutan. Pengembangan ekonomi produktif yagn terlaihat dilakukan oleh para pesanggem adalah mengolah hasil panennya menjadi barang setengah jadi. Yang menjadi idola adalah pemanfatan singkong menjadi gaplek. Gaplek yang terbuat dari singkong yang dijemur akan mempunyai nilai jual yang lebih tinggi dibandingkan dengan singkong.
Menurut penelitiana Djuwadi (2007) nilai
produktifitas singkong di Desa sekitar hutan SM Paliyan adalah I ,3-1 ,4 juta rupiah per ha yang ini berarti cukup menjanjikan sebagai altematif pendapatan mereka.
95
Banyak pesanggem yang melakukan usaha sampingan sebagai pengepul gaplek. Mereka membeli gaplek dari pesanggem dengan harga yang sedikit diatas rata-rata kemudian gaplek tersebut dijual lagi kepada perusahaan yang akan membelinya dengan harga yang lebih tinggi pula, seperti dituturkan salah seorang Kepala Dusun di Desa Jetis: Saya membeli gaplek dari para pesanggem, terus saya jual lagi kepada perusahaan sehingga saya dapat untung. Agar mau jual ke saya, gaplek saya beli dari pesanggem dengan harga Rp. 625 per kilogram (lebih tinggi diatas harga normal Rp. 600) dan dibeli oleh perusahaan Rp. 750 per kilogram. Hasilnya lumayan untuk menambah pendapatan (Wsd, Agustus 2009).
Para pesanggem amat terbantu dengan adanya pekeljaan di lahan SM Paliyan, selain mendapatkan hasil panen secara total dari lahan tumpangsari, mereka juga bisa memperoleh hasil harian, mingguan atau saat panen.
Hasil
harian bisa pakan ternak, kayu bakar, sayuran (daun singkong, daun katuk). Sedangkan hasil mingguan dari buah-buhan seperti papaya, bunga turi. Pada saat panen mereka bisa mendapatkan hasil yang cukup lumayan dari tanaman jagung, ketela pohon, dan kacang tanah. Pakan ternak menjadi permasalahan tersendiri karena sebagian besar pesanggem yang mempunyai hewan ternak. dan sebagai pakan ternak yang berupa rumput mereka mengambilnya dari dalam kawasan hutan Suaka Margasatwa Paliyan.
Perlu kebijakan khusus untuk mengatur
ketersediaan pakan ternak di dalam kawasan hutan. Dalam rencana pengelolaan SM Paliyan harus dibuat suatu zona atau blok yang khusus untuk menyediakan lahan
hutan
sebagai
tempat
mencari
rumput
untuk
ternak
mereka.
Ketergantungan akan pakan ternak membuat mereka enggan keluar dari hutan. 96
Foto 5.4. Pesanggem sedang mengolah hasil tanaman tumpangsari (ketela pohon)
Yang menjadi permasalahan di k.awasan hutan ini adalah apabila orientasi ekonomi pesanggem lebih besar dari orientasi kelestarina hutan, k.arena bagi pesanggem masalah konservasi bukan masalah pokok bagi merek.a.
Masalah
pokok yang dihadapi pesanggem adalah bagaimana mengolah lahan garapan agar dapat menjadi penyangga hidup sehari-hari.
Sementara itu yang dinamakan
pengelolaan hutan selalu mempunyai tujuan ganda yaitu kelestarian hutan (ekologi) dan peningkatan kesejahteraan masyarak.at (ekonomi).
Pemerintah
harus jeli dalam menentukan kebijakan yang akan diterapkan dalam pengelolaan kawasan hutan, agar tercapai keseimbangan antara aspek ekologi dan aspek ekonomi sehingga tercapai apa yang disebut dengan pembangunan yang berkelanj utan.
97
5.2.4. Penguatan Kelembagaan Penguatan kelembagaaan dapat dilihat dari kriterian-kriteria yang harus ada di masyarakat yaitu masyarakat harus membentuk kelompok secara mandiri, membuat aturan-aturan dalam kelompok, ada kepengurusan dalam kelompok, aktitivitas kelompok sesuai aturan-atuam yang ada dan ada rencana kelompok. Dari masing-masing kriteria tersebut terdapat indikator untuk melihat terjadinya penguatan kelembagaan di masyarakat yaitu kelompok dibentuk atas inisiatif sendiri, adanya aturan dalam kelompok yang dipahami dan dan ditaati oleh semua anggota kelompok sehingga sanksi pun diterapkan ketika ada pelanggaran. Kelompok mempunyai struktur organisasi dan masing-masing peran struktur dan fungsinya juga jasa sehingga tidak terjadi pertentangan dalam kelompok. Semua aktivitas kelompok termasuk rencana kerjanya terdokumentasi dengan baik. Dari data yang diperoleh dari responden ada 3 (tiga) indikator yang akan dilihat yaitu proses pembentukan lembaga/organisasi, sarana dan prasrana yang dimiliki organisasi dan interaksi dalam organisasi. Sarana dan prasarana meliputi struktur organisasi, pembagian tugas, keberadaan pondok kerja dan sistem administrasi. masalah,
Sementara interaksi dalam organisasi meliputi penyelesaian
kepedulian,
kepemimpinan dan kemampuan manajerial
serta
kemampuan dan pengalaman pemimpin mereka. Dari aspek kelembagaan yang ada di desa sekitar Suaka Margasatwa Paliyan, lembaga petani penggarap/pesanggem dibentuk setelah proyek tersebut akan dijalankan, mereka dimanfaatkan sebagai tenaga kerja yang cukup murah, mudah dikoordinasi dan familiar dengan lingkungan hutan garapannya. 98
100 .---------------------
80 60
• Masyarakat • Proyek
40
• Partisipasi pasif
30
• Pemerintah
20 10 0 Karangduwet
Karangasem
Kepek
Jet is
Gambar 5.5. Grafik prosentllSe pros~s p~mhent\.1kan lembaga
Dalarn menjawab pertanyaan tentang pembentukan lembaga sebagian besar menjawab karena ada proyek dari pemerintah, dan lembaga tersebut terbentukjuga saat akan nada proyek (>50%) jawaban responden. Sudah menjadi kebiasaan pemerintah ketika akan menggulirkan proyek maka pihak donatur akan mensyaratkan adanya pemberdayaan masyarakat sebelum kelompok ini dibuat. Proyek ini pun demikian, sebelum proses penanarnan dijalankan dibentuklah kelompok-kelompok untuk kegiatan penanaman dan pemeliharaan tanaman pokok (hutan), masing-masing kelompok terdiri atas 50-an pesanggem.
Narnun
demikian sebagian besar pesanggem Desa Karangasem menjawab bahwa proses pembentukan lembaga terjadi sudah lama, karena para pesanggem yang berasal dari Desa Karangasem telah menggarap lahan hutan sebelum status hutan berubah menjadi SM Paliyan, jumlah pesanggaem dari desa ini pun sangat banyak lebih banyak dari desa lainnya di sekitar SM Paliyan. Hal ini menunjukkan tinggkat
99
ketergantungan yang tinggi terhadap hutan. Dilihat dari letak geografisnya. Desa Karangasem lebih dekat dengan lokasi SM Paliuyan. Dalam menjawab pertanyaan tentang pemilihan ketua kelompok hamper sebagian besar jawaban mengatakan ketua kelompok di pilih langsung. Ketua kelompok yang akan mereka pilih adalah pesanggem yang paling senior dan memiliki pengetahuan dan pengalaman yang luas. Tidak jarang yang dijadikan ketua kelompok adalah kepala dusun setempat.
Para pesanggem selalu berharap
bahwa ketua kelompok mereka dapat membawa aspirasi atau keinginan mereka. Yang menjadi keinginan dan harapan dari pesanggem adalah bagaimana mereka bisa memperoleh hasil yang kontinyu walaupun tidak harus mengolah lahan. Pada saatnya nanti ketika tanaman konservasi sudah tumbuh besar dan tidak memungkinkan ada tanaman tumpangsari lagi, mereka tidak ingin menjadi penonton karena tidak ada lagi akses ke dalam hutan.
Mereka berharap ada
kebijakan dari pemerintah tentang status mereka setelah SM Paliyan hijau kern bali. Sehingga disini dapat dikatakan kapasitas pesanggem dalam membentuk lembaga masih kurang,
mereka masih membutuhkan pendampingan dari
pemerintah agar lembaga yang mereka miliki dapat mandiri.
Kalau lembaga
mereka sudah mandiri, mereka akan lebih mudah untuk dapat berinovasi dan berperan serta dalam pembangunan. Dilihat dari aspek sarana dan prasaranan yang ada di SM Paliyan yang terkait dengan kegiatan pemberdayaan masyarakat dapat dilihat dari stuktur organisasinya, pembagian tugas dan kewenangan, sarana dan prasarana fisik 100
organisasi serta kelengkapan administrasi. Secara umurn sarana dan prasarana organisasi yang ada pada kelompok-kelompok pesanggem adalah kurang berfungsi dan tidak berfungsi. Sarana dan prasarana dibangun oleh pemerintah bersama Kutai Timber Indonesia.
Namun para pesanggem kurang dapat
memeliharanya dengan baik. 60.00 50.00 40.00 • Berfungsi
30.00
• Kurang berfungsi • Tidak berfungsi
20.00
• Tidakada
10.00
Karangduwet Karangasem
Kepck
Jet is
Gambar 5.6. Grafik prosentase kondisi sarana dan prasarana
Sementara struktur organisasi dari masing-masing kelompok tetap dimiliki organisasi walaupun sederhana. Kurang berfungsinya struktur organisasi karena masyarakat anggota kurang memahami hidup berorganisasi secara fonnaL Dalam pandangan mereka, struktur organisai tidak begitu diperlukan tapi yang penting adalah peran ketua kelompok yang dapat membawa aspirasi mereka hila ada masalah dengan pengelola kawasan hutan. Demikian pula dengan pembagian tugasnya pun tetap ada namun kurang berfungsi optimal, struktur yang berfungsi hanyalah ketua, bendahara dan sekretaris. Hampir 50% responden menjawab sudah ada pembagian organisasi tapi tidak berfungsi. Hanya responden dari Desa 101
Jetis saja yang menjawab bahwa setriktur organisasi telah sesuai dan berfungsi baik. Di Desa Jetis penguatan kelembagaan masyarakat cukup bagus, ini terlihat dari profit lembaga desa dimana Desa Jetis termasuk desa yang cukup maju dan berhasil. Sarana prasaran yang dimiliki kelompok atas bantuan Kutai Timber Indonesia dan dengan pendampingan dari Balai kSDA Yogyakarta. Walaupun sarana dan prasarana yang dimiliki cukup lengkap namun mereka tidak memiliki pondok kerja. Mereka menumpang pada rumah Kepala Dusun setempat dan dipakai pada saat pertemuan rutin. Sistem adminitrasi yang ada pada kelompok pesanggem hanya sebagian yang sudah lengkap dan prasarana pun lengkap namun mereka tidak mempunyai pondok kerja. Kelengkapan administrasi tersebut antara lain adanya buku tamu, ada notulen dari pertemuan-pertemuan anggota kelompok dan ada daftar nama kelompok. Kapasitas pesanggem dalam memelihara sarana dan prasarana untuk kepentingan organisasi masih kurang.
Sarana prasarana tersebut tidak hanya
sarana fisik saja seperti pondok kerja, buku-buku administrasi namunjuga sarana dan prasarana kelembagaan yang telah dibentuk bersama-sama dengan pemerintah dan Kutai Timber Indonesia. Seperti contohnya adalah struktur organisasi dan pembagian kewenangan. Sampai saat ini anggota dalam organisasi yang aktif hanya ketua kelompok, sekretaris dan bendahara, yang lainnya lebih senang jadi anggota pasif saja
Tiga unsur pengurus organisasi tersebut berfungsi karena
mempunyai tugas yang jelas dan berbeda dengan pengurus lainnya, hal-hal seperti itu yang mudah dimengerti oleh pesanggem. 102
Dari aspek interaksi dalam organisasi dapat dilihat kemampuan individu pesanggem dalam berinteraksi organisasi, baik itu kemampuan menyelesaikan masalah, kepedulian antar sesama pesanggem, serta kemampuan pemimpin dalam mengorganisir anggotanya. 80.00 70.00 60.00 50.00
• Tinggi
40.00
• Cukup
30.00
• Kurang • Tidakad<J
20.00 10.00
Karangduwet
K<~ranga$ern
Kepek
Jeti$
Gambar 5.7. Grafik prosentase interaksi pesanggem dalam organisasi
Dari data yang diperoleh, hampir semua kelompok pesanggem dalam menyelesaikan masalahnya tidak menemui kesulitan. Di Desa Karangasem, Karangduwuet, dan Kepek 65-92% masyarakat mengatakan bahwa permasalahan selalu ada dalam kelompok mereka, namun dapat mereka selesaikan dengan cara musyarawah.
Apabila permasalahan tidak selesai mereka akan berkonsultasi
kepada aparat desa setempat atau kepada pengelola kawasan (pemerintah), dan apabila terkait dengan proyek mereka akan berkosultasi dengan unit manajemen Kutai Timber Indonesia.
Permasalahan yang sering timbul adalah perebutan
lahan, karena ada sebagian pesanggem yang mendapatkan lahan yang datar dan subur, ada yang mendapatkan lahan yang miring dan terjal serta tidak subur. 103
Adanya kecemburuan antar pesanggem juga dipicu karena ada jual beli laban garapan, sehingga ada petani yang mempunyai laban garapan lebih dari I ha dan terdapat di laban yang subur, dan sebagian lain ada yang mendapat laban garapan yang sempit, terjal dan tidak subur.
Tidak jarang perselisihan mereka harus
diselesai oleb pibak pengelola. Tapi sebagian masyarakat Desa Jetis (86, 7%) menyatakan tidak ada masalab pada para pesanggem. Hal ini dikarenakan tingkat kesadaran yang tinggi.
Desa Jetis dalam berbagai hal memang lebih maju
dibandingkan ketiga Desa yang lain. Kepedulian antar para pesanggem dalam satu kelompok antara cukup sampai tinggi. Masing-masing pesanggem sudah bersama-sama sejak bertabuntabun ketika mereka mulai menggarapa laban hutan, sehingga mempunyai kebersamaan yang cukup tinggi.
Lain balnya dengan pesanggem yang
memperoleb laban dengan cara membeli dari penggarap lain, mereka cenderung tidak mempunyai rasa kebersamaan. Kemampuan manajerial dan kepemimpina merupakan faktor penting dalam memberdayakan masyarakat. Orang yang terberdayakan akan mempunyai kemampuan manajerial dan kepemimpinan, keduanya merupakayn unsur utama dalam suatu organisasi yang terberdayakan.
Organisasi yang terberdayakan
merupakan komponen utama masyarakat terbedayakan. kemungkinan
besar
mampu
berkontribusi
pada
Masyarakat ini
keberlanjutan
proyek
pembangunan yang akhimya dapat berkontribusi pada pembangunan yang berkelanjutan.
Menurut basil dari responden, kemampuan manajerial dan
kepemimpinan dari ketua kelompok sudah dianggap cukup walaupun tidak tinggi. 104
Hal ini karena para ketua atau koordinator kelompok diangkat dari mereka sendiri sehingga kemampuan pun hanya sedikit diatas para anggotanya, namun demikian hisa dimaklumi karena pemhentukan kelompok dilakukan pada saat proyek ini herjalan antara tahun 2004-2005 sehingga wajar hila helum ada kemajuan yang cukup signifikan. Namun hila melihat semangat dari para ketua kelompok hukan hal yang tidak mungkin kalau di masa datang mereka akan dapat mengorganisir anggotanya dengn haik. Demikian pula dengan kemampuan dan pengalaman para pemimpinnya tersehut,
sehagian anggota pesanggem mengatakan hahwa
pemimpin mereka cukup herpengalaman dan mampu memimpin organisasi sehanyak 60-90%.
Para pesanggem tidak akan memilih pemimpin yang tidak
mampu atau tidak berpengalaman. Pemimpin yang mereka amhil adalah yang mempunyai pengetahuan dan wawasan yang luas dan mempunyai huhungan yang haik dengan para pengelola kawasan. Penguatan kelemhagaan pesanggem dalam mengelola lahan belum cukup, masih perlu diupayakan lagi upaya untuk meningkatkan kemampuan dalam herorganisasi dan mencari kader pemimpin yang mempunyai leadership yang tinggi sehingga dapat memhuat lemhaga yang dimiliki pesanggem menjadi kuat dan mampu mengikuti setiap peruhahan yang terjadi pada masyarakat. Kendala yang dihadapi pada tahap pengkapasitasan ini adalah kemampuan individu untuk menerima transformasi skill dan pengetahuan masih kurang, walaupun sudah tercapai kesepahaman namun belum ada peningkatan kapasitas masyarakat, peningkatan ekonomi produktif yang terhatas dan kelembagaan yang ada dalam kelompok pesanggem belum kuat. 105
5.3.
T AHAP PEMBER DAYAAN (EMPOWERMENI)
Tahap ketiga ini adalah pemberian daya itu sendiri atau empowennent dalam arti sempit. Pada tahap ini sasaran diberikan daya, kekuasaan, otoritas atau peluang. Pada tahap ini masyarakat dilibatkan dalam setiap tahap pelaksanaan pembangunan dari perencanaan, pelaksanaan, evaluasi terhadap program yang mereka lakukan. Hal ini berarti menempatkan masyarakat sebagai subyek atau aktor pembangunan dan tidak sekedar mereka menerima pelayanan pasif saja. Bahkan dalam penelitian disertasi Djasmin Sidu (2006) disebutkan bahwa keterlibatan
masyarakat
1m
sangat
menentukan
keberhasilan
proses
pemberdayaan. Dalam penelitian ini keterlibatan masyarakat diperlihatkan dengan 5 indikator yaitu sumber datangnya ide, keterlibatan dalam perumusan tujuan, keterlibatan dalam pelaksanaan, keterlibatan dalam pengawasan dan keterlibatan dalam menikmati hasil dari proyek rehabilitasi dan regenerasi SM Paliyan. 100.00 90.00 80.00 70.00 60.00 50.00
• Pesanggem
40.00
• Bersama-sama
30.00
• Pemerintah
20.00 10.00
Karangduwet Karangasem
Kepek
Jet is
Gambar 5.8. Grafik proscntasc ketcrlibatan pcsanggcm dalam pcrcncanaan
106
Dari grafik, hanya pesanggem dari Desa Karangasem dan Desa Jetis yang dilibatkan dalam perencanaan dan itu pun hanya sedikit. Pesanggem dari Desa Karangasem diajak karena sebagian dari mereka adalah penggarap di lahan hutan SM Paliyan, sedangkan yang dari Desa Jetis diajak bersama-sama untuk melakukan
perencanaan
karena
kemampuan
mereka dalam
memberikan
sumbangan pemikiran. Keterlibatan mereka pun hanya sekedar mendengarkan petugas yang menyampaikan rencana pengelolaan SM Paliyan dan rencana kegiatan proyek Rehabilitasi dan Regenerasi SM Paliyan.
Sehingga dapat
dikatakan belum ada keterlibatan masyarakat dalam perencanaan. Keterlibatan pesanggem dalam perencanaan dapat dilihat dari asal sumber ide penggarapan lahan dan keterlibatan mereka dalam perumusan tujuan. Sumber datangnya ide penggarapan lahan, hasil dari jawaban responden adalah dari pemerintah (42%), pesanggem (33%) dan bersama (25%). Mengapajawaban bisa bervariasi, karena para pesanggem yang menggarap lahan di SM Paliyan ini ada yang berasal dari penggarap lahan lama dan penggarapa lahan baru yang mulai menggarap lahan sejak ada proyek. Pada awal mulai adanya penggarapan lahan ide memang muncul dari masyarakat karena melihat hutan yang seperti tak bertuan, sementara tuntutan ekonomi semakin besar maka tidak ada jalan lain kecuali menggarap lahan hutan dengan seijin Mandor Kehutanan dengan memberikan upeti kepada mereka pada saat selesai memanen. Tetapi setelah ada proyek ini semua penggarap ditata kembali dan tidak ada pungutan apapun dari petugas. Sementara yang menjawab bersama-sama adalah sebagian masyarakat
107
yang diajak ikut serta berembug oleh Pemerintah (Balai KSDA Yogyakarta) dan Kutai Timber Indonesia untuk mengelola SM Paliyan. Begitu pula saat perumusan tujuan 55% responden menjawab berasal dari pemerintah.
Karena proyek ini merupakan kerjasama antara
Pemerintah
(Departemen Kehutanan) dengan Mistui Sumitomo Corp yang dilandasi dengan MOU (Memorandum of Understanding) antara Ditjen Perlindungan dan Konservasi Alam Dephut dan Mitsui Sumitomo Corp, dengan tujuan utama merehabilitasi kawasan dengan melibatkan masyarakat. Dalam proses perencanaan ini pesanggem benar-benar tidak dilibatkan, mereka hanya menerima jadi program yang telah dibuat oleh pemerintah dan swasta Keterlibatan masyarakat dalam pelaksanaan rehabilitasi hampir seluruhnya diikuti oleh masyarakat desa sekitar, sehingga sejumlah 92% responden menjawab demikian.
Keikutsertaan masyarakat disini dimulai sejak pengadaan bibit,
penanaman, pemeliharaan sampai pemanenan hasil.
Mereka boleh menanam
tumpangsari disela-sela pohon induk, hasil tumpang sari bisa diambil dan tanaman induk (tanaman konservasi) yang berupa buah-buahan boleh diambil hasilnya, selain itu mereka mendapat upah juga saat penanaman dan pemeliharaan. Dalam pelaksaan kegiatan rehabilitasi, partisipasi pesanggem sangat penting karena mereka menjadi sumber tenaga kelja yang sangat murah. Tenaga kerja merupakan factor yang menentukan dalam pembangunan kehutanan. Pengelola SM Paliyan dan Unit Manajemen Kutai Timber Indonesia tidak perlu mencari tenaga kelja dari Iuar daerah, cukup tenaga kelja local yang murah,
108
mudah diorganisir dan sangat familiar dengan lingkungannya sendiri karena mereka sudah bertahun-tahun hidup berdampingan dengan hutan.
100.00 80.00 • Pesanggem
60.00
• Bersama-sama
40.00
• Pemerintah
20.00 0.00 Karangduwet Karangasem
Kepek
Jetis
Gambar 5.9. Grafik prosentase keterlibat.an pesanggem dalam pelaksanaan
Keterlibatan pesanggem dalam evaluasi adalah keterlibatan pesanggem dalam pengawasan, menikmati basil dari kegiatan rehabilitasi, dan memberikan umpan balik terhadap kegiatan rehabilitasi dan regenerasi yang dapat memberdayakan masyarakat ini.
Sebanyak 80% resonden menjawab bahwa
mereka ikut dalam pengawasan. Mereka ikut mengawasi, ikut patroli ke dalam hutan juga ikut menjaga hutan, sehingga ada kegiatan Pam Swakarsa (Pengamanan Swakarsa), karena mereka menyadari bahwa hutan sudah menjadi bagian hidup dari mereka.
Kegiatan Pam Swakarsa dilakukan untuk
memberdayakan masyarakat sekitar hutan untuk dapat melakukan pengamanan hutan secara mandiri tanpa menunggu instruksi dari petugas yang berwenang untuk melakukan pengamanan di hutan. Sebelum menjadi anggota pam swakarsa mereka diberi tutorial terlebih dahulu oleh instansi yang berwenang yaitu Balai 109
Konservasi Sumber Oaya Alam Yogyakarta.
Oengan adanya pam swakarsa ini
temyatajuga dapat meminimalisir pencurian kayu di hutan. Hasil dari kegiatan pemberdayaan ini juga menjadi milik pesanggaem, tanaman buah-buahan dan tumpangsari boleh mereka ambil untuk penghasilan, yang penting tanaman induk yang ada dalam pemeliharaannya tetap lestari dan aman dari pencurian,
95% responden menjawab demikian.
Jadi disini ada
keterlibatan dalam penentuan system pembagian hasil lahan garapan. Pesanggem tidak dilibatkan ketika dilakukan pembuatan laporan. Mereka hanya diminta oleh pemerintah dan unit manajemen KTI untuk memberikan data tentang jumlah penghasilan mereka per bulan setelah menggarap lahan di hutan dan beberapa pertanyaan yang harus mereka isikan. 120.00 100.00 80.00 • Pesanggem
60.00
• Bersama-sama
40.00
• Pemerintah
20.00
Karangduwet Karangasem
Kepek
Jet is
Gambar 5.10. Grafik proseotase keterlibatan pesanggem dalam evaluasi
Dari variable keterlibatan masyarakat
yang berjumlah lima indikator,
hanya 3 indikator yang dapat dianggap melibatkan masyarakat, yaitu pelaksanaan, pengawasan dan hasil pemberdayaan.
Ide dan perumusaun semua milik 110
pernerintah. lni adalah gejala negatif dari pernberdayaan, disini pemberdayaan hanya memanfaatkan mereka sebagai pelaksana dengan upah yang tidak terlalu besar. Maka boleh dikatakan bahwa dalarn proyek ini keterlibatan masyarakat belurn sepenuhnya diwujudkan.
Foto 5.5. Tanaman hasil rehabilitasi yang cukup bagus
Tantangan yang dihadapi oleh pernerintah (Balai KSDA Yogyakarta) dalarn keterlibatan masyarakat dalarn pengelolaan SM Paliyan adalah rnenentukan bentuk pemberdayaan masyarakat yang dapat meningkatkan kesejahteraan sekaligus menjaga kelestarian hutan sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada di SM Paliyan.
Selain menentukan bentuk pemberdayaan masyarakat, pemerintah
juga dapat melak:ukan kontrak social dengan para pesanggem untuk dapat mengakomodir masing-masing kepentingan.
Pemerintah dalam hal ini Balai
KSDA Yogyakarta mempunyai kepentingan untuk melestarikan dan memelihara kera ekor panjang dan habitatnya beserta seluruh penyusun ekosistern dalarn kawasan SM Paliyan. Sedangkan masyarakat sekitar kawasan SM Paliyan mernpunyai dua kepentingan, bagi pesanggern rnernpunyai kemudahan akses 111
untuk keluar masuk hutan dan mengelola lahan, bagi yang bukan pesanggem lahan mereka akan terbebas dari gangguan kera ekor panjang. Dari seluruh uraian diatas, telah terjawab pertanyaan penelitian yang pertama
dimana
pemberdayaan.
bertujuan
untuk
mengetahui
proses
dan
tahap-tahap
Dalam pemberdayaan masyarakat di sekitar hutan Suaka
Margasatwa Paliyan telah dilakukan proses selama tiga tahap yaitu tahap penyadaran, tahap pengkapasitasan dan tahap pemberdayaan.
Pada
tahap
penyadaran, telah ada perubahan sikap dari pesanggem tentang arti pentingya kelestarian hutan, namun demikian mereka juga mengharap tetap memperoleh manfaat dari hutan dan tidak akan pemah mau bila diminta untuk meninggalkan lahan garapan. meningkat.
Sikap mereka adalah hutan lestari dan ekonomi mereka
Pada tahap pengkapasitasan,
telah terjadi komunikasi dan
kesepahaman antara pesanggem dan pengelola kawasan hutan sehingga timbul hubungan yang harmonis.
Peningkatan kapasitas masyarakat telah terjadi
walaupun belum sepenuhnya, sementara manfaat secara ekonomi dari kegiatan pemberdayaan belum dapat meningkatkan pendapatan pesanggem secara signifikan, namun yang penting ada kebebasan untuk akses masuk ke dalam hutan.
Penguatan kelembagaan belum sepenuhnya terwujud karena adanya
keterbatasan pesanggem dalam mengelola organisasi, mereka masih sangat tergantung pada pemimpinnya, namun upaya penyelesaian masalah dan kepedulian
dari
masing-masing
kelompok
cukup
tinggi.
Pada tahap
pemberdayaan, keterlibatan masyarakat belum dilakukan sepenuhnya terutama
112
dalam perencanaan.
Keterlibatan masyarakat lebih banyak pada pelaksanaan
kegiatan, pengawasan dan pemanfaatan hasil. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada rangkuman hasil penelitian sebagai berikut: Tabel 5.1. Ran ~kuman Hasil Penelitian Proses Input Kegiatan Respon Pemberdayaan Masyarakat Masyaraka Tahap Penyadaran Sikap Sangat positif, Penyuluhan dan sosialisasi lebih dari 50% pesanggem ten tang pengelolaan menyatakan setuju dengan system suaka margasatwa, pengelolaan SM dilaksanakan Paliyan seperti saat ini, bahkan di sebelum proyek berjalan yaitu Desa Jetis 70% akhir tahun 2004 pesanggem s/d awal tahun menyatakan setuju 2005 Tahap Pengkapasitasan Komunikasi Pertemuan Kehadiran masyarakat dalam kelompok dilakukan pertemuan cukup "selapan dina" rendah, yang sekali atau setiap datang harus menyampaikan 40 hari sekali informasi kepada pesanggem lain yang tidak hadir.
Peningkatan Kapasitas Masyarakat
Lebih dari 50% Penyampaian metode pesanggem pengelolaan memahami apa tanaman hutan di yang disampaikan petugas, sehingga SM Paliyan ada peningkatan dengan system tumpangsari kemampuan
Output
Timbul kesadaran pesanggem untuk ikut melestarikan hutan dengan system pengelolaan SM Paliyan seperti saat ini, namun mereka tetap menolak apabila diminta untuk tidak lagi menjadi pesanggem di SM Paliyan
Ada kesepahaman antara pesanggem dengan pengelola bahwa mereka boleh mengerjakanlahan tumpangsari sari di sela-sela tanaman pokok, namun harus tetap memelihara tanaman pokok dengan baik Pesanggem dapat melakukan penanaman tanaman hutan dan tanaman tumpangsari bersama-sama 113
Proses Pemberdayaan Masyaraka Pengembangan Ekonomi Produktif
Penguatan Kelembagaan
Tahap Pemberdayaan Keterlibatan masyarakat
Input Kegiatan
Respon Masyarakat
Pemberian ijin penanaman tan aman tumpangsari di antara tanaman induk. Pemberian cara pengo laban singkonglketela pobon
Sebagian besar mengatakan babwa basil yang diperoleb dari laban andil tidak banyak tapi kontinyu
Pemberian sarana dan prasarana kegiatan. Pembentukan kelompok pesanggem.
Sebagian besar mengatakan bahwa sarana prasrana tidak berfingsi. Kelompok pesanggem terbentuk karena akan ada proyek dan interaksi dalam kelompok cukup bagus
Pesanggem melakukan penanaman dan pemelibaraan tanaman induk dan tanaman tumpangsari di sela-selanya. Pam swakarsa.
Pesanggem ikut terlibat dalam pelaksanan program dan evaluasi program, namun tidak ikut melakukan perencanaan
Output
Pendapatan petani dari laban andil adalab Rp. 0,98 juta/ tabun. Memperoleb basil barian berupa: pakan temak, kayu bakar, sayuran (daun singkong, daun katuk). Sedangkan basil mingguan dari buab-buban seperti papaya, bunga turi. Pada saat panen mereka bisa mendapatkan basil tanaman jagung, ketela pobon, dan kacang tanab Terbentuk kelompok pesanggem yang menggarap di . . masmg-masmg petak, dengan jumlab anggota sekitar 50 orang. Sarana dan prasaran tidak terawat. Masalab intern kelompok dapat diselesaikan oleb kelompok
Tanaman tumpangsari tumbub bersama dengan tanaman induk. Keamanan kawasan butan terjamin. Hasil dari proyek rebabilitasi boleb diambil pesanggem 114
Input Kegiatan
Proses Pem berdayaan Masyaraka
Pemanenan hasil dari tumpang sari dan hasil tanaman induk boleh dilakukan.
Respon Masyarakat
Output
berupa tanaman tumpangsari dan hasil tanaman induk yang berupa buahbuahan.
Proses pemberdayaan masyarakat telah berlangsung di Suaka Margasatwa Paliyan. Ada proses penyadaran dan proses pengkapasitasan yang dialami oleh para pesanggem. Dalam proses pemberdayaan, pesanggem banyak terlibat dalam pelaksanaan program dan evaluasi program dan tidak dalam perencanaan. Dengan adanya proses pemberdayaan masyarakat yang belum sempurna ini dapat dikatakan bahwa implementasi kebijaka pemberdayaan masyarakat di sekitar hutan belum dilakukan dengan benar karena belum ada keterlibatan masyarakat dalam perencanaan program. Program masih bersifat top down, tidak berasal dari inisiatif masyarakat.
Program pemerintah yang sifatnya seperti ini tidak akan
menj:tmin keberlangsungan program karena program ini hanya akan menambah ketergantungan pesanggem terhadap pemerintah (pengelola SM Paliyan). Apabila program ini berakhir (tahun 2011) dan implementasi program tidak diubah maka akan sulit pagi pemerintah untuk mengambil alih kegiatan rehabilitasi yang saat ini masih dilakukan oleh Mitsui Sumitomo Corp. Pemerintah mulai saat ini harus mencari bentuk kegiatan pemberdayaan masyarakat yang paling tepat untuk memberdayakan pesanggem sehingga ketergantungan mereka terhadap hutan dan ketergantungan mereka dengan proyek rehabilitasi ini dapat berkurang.
115
VI. KEBERHASILAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
6.1.
TINGKAT KEBERHASILAN PEMBERDAYAAN MASY ARAKAT Tingkat keberhasilan pemberdayaan masyarakat ditentukan dari sejauh
mana keterlibatan masyarakat dalam proses pemberdayaan masyarakat. Tingkat keberhasilan pemberdayaan dapat dipandang dari sisi masyarakat, sisi pemerintah atau sisi keproyekan. Belum ada standar yang baku untuk dapat menilai tingkat keberhasilan
pemberdayaan
masyarakat.
Dalam
penelitian
ini
tingkat
keberhasilan pemberdayaan dapat ditinjau dari 3 sudut pandang yaitu masyarakat, pemerintah dan swasta, karena ketiga pilar pembangunan tersebut yang melakukan interaksi dalam pengelolaan kawasan di hutan Suaka Margasatwa Paliyan.
6.1.1. Keberhasilan menurut pesanggem Tingkat keberhasilan pemberdayaan masyarakat menurut masyarakat dalam hal ini pesanggem adalah sejauh mana mereka terlibat dalam setiap tahaptahap pemberdayaan masyarakat. Setiap tahap pemberdayaan masyarakat yang dilakukan di Suaka Margasatwa Paliyan telah dilaksanakan dalam berbagai bentuk kegiatan, baik itu yang mengikutsertakan masyarakat ataupun yang dilakukan oleh pengelola kawasan sendiri tanpa melibatkan masyarakat.
Dari
masing-masing kegiatan tersebut masyarakat dapat menilai keberhasilannya yang dapat dilihat dari nilai skor yang diperoleh.
116
Tabel 6.I. Skor untuk tabap penyadaran Rata-rata Skor
Sikap
No. I.
Penggarapan laban hutan
3,39
2.
Pelestarian hutan
3,06
3.
Penentuan jenis tanaman
3,05
4.
Keuntungan penggarapan laban hutan
3,53
5.
Penghentian penggarapan laban hutan
1,73
Total Skor
I4,8
Rata-rata skor
2,95
Keterangan:
Skor Tinggi Skor Sedang Skor Rendab
= I ,0 - 2,0 = 2, I - 3,0 = 3,1-4,0
Pada tahap penyadaran ini tingkat keberhasi Ian adalah sedang, hal ini dilihat dari rata-rata skor 2,95. Tingkat keberhasilan pemberdayaan yang sedang tersebut diperoleh karena sikap dari para pesanggem tentang kegiatan yagn berkaitan dengan pemberdayaan masyarakat sekitar hutan belum sepenuhnya direspon positif. Namun demikian, tingkat kesadaran masyarakat tentang arti pentingnya hutan sudah tidak dapat diragukan lagi.
Tahap penyadaran ini
meliputi sikap pesanggem tentang berbagai hal yang berkaitan dengan pemberdayaan masyarakat seperti sikap mereka terhadap penggarapan laban, sikap terhadap kelestarian hutan, sikap terhadap jenis-jenis tanaman hutan yang ditanam, sikap terhadap keuntungan basil pemberdayaan dan sikap mereka untuk tidak lagi menggarap lahan. Mereka memahami pentingnya kelestarian butan, karena sebagian dari mereka hidupnya sangat tergantung dengan keberadaan hutan itu sendiri.
Bagi 117
pesanggem, hutan merupakan bagian dari kehidupan mereka, maka ketika pemerintah membuat kebijakan pengelolaan hutan tanpa melibatkan mereka adalah satu kesalahan besar.
Pemerintah saat ini dituntut untuk membuat
kebijakan pengelolaan hutan yang berpihak kepada masyarakat di sekitar hutan. Ada perbedaan cara pandang antara pemerintah dan masyarakat. Pemerintah lebih menekankan konservasi hutan dalam pengelolaan hutan di SM Paliyan. Sementara bagi masyarakat sekitar SM Paliyan, masalah konservasi bukanlah masalah pokok bagi mereka.
Masalah pokok yang mereka
hadapi
adalah bagaimana mengelola lahan garapan agar menjadi subur dan mencukupi kebutuhan mereka namun juga mereka juga menyadari akan pentingnya kelestarian hutan. Rata-rata skor yang bemilai sedang mempunyai arti bahwa diantara para pesanggem ada yang bersikap mendukung program dan adapula yang tidak mendukung program. Sikap mereka yang mendukung program pemberdayaan masyarakat sekitar hutan hendaknya didorong untuk lebih banyak melakukan kegiatan yang dapat memberdayakan mereka sekaligus melestarikan hutan. Sedangkan untuk pesanggem yang masih bersikap apatis atau tidak mendukung program, perlu dilakukan pendekatan persuasive dan penyadaran tentang arti pentingnya pelestarian dan memberdayakan masyarakat sekitar hutan. Pendekatan persuasif dapat dilakukan melalui sosialisasi atau penyuluhan informal yang dilakukan di saat mereka tengah bekerja di lahan garapan, mereka diajak berdialog oleh petugas sambil istirahat siang.
Hal-hal seperti itu lebih
berkesan buat mereka daripada ada petugas yang ceraman di depan mimbar. 118
Tingkat keberhasilan pemberdayaan pada tahap pengkapasitasan adalah sedang. Hal ini bisa dipahami karena pada tahap pengkapasitasan banyak sekali kriteria yang harus dipenuhi. Pada tahap ini masyarakat khususnya pesanggem harus sudah menerima transfonnasi skill dan pengetahuan. Tabel 6.2. Skor untuk tahap pengkapasitasan No.
Tahap pcngkapasitasan
I.
Kesepahaman
2,28
2.
Peningkatan kapasitas masyarakat
2,71
3.
Peningkatan ekonomi masyarakat
1,89
4.
Penguatan kelembagaan
2,92
Total Skor
9,79
Rata-rata Skor
2,45
Keterangan:
Tingkat keberhasilan
Skor Tmggt Skor Sedang Skor Rendah
Rata-rata Skor
= = =
pemberdayaan
I ,0 - 2,0 2,1 - 3,0 3,1-4,0 yang
sedang
ini
mempunyai
pengertian bahwa pada tahap ini proses pemberdayaan belum sepenuhnya dilakukan.
Kesulitan yang dilakukan pada tahap ini karena harus sudah ada
transfonnasi pengetahuan dari yang memberi daya kepada yang diberi daya, jadi ada interaksi.
lnteraksi antara kedua sisi yang sangat berbeda akan sulit kalau
tidak ada kesepahaman dari masing-masing pihak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tingkat keberhasilan pada tahap ini adalah sedang, namun demikian apabila kita menganalisis dari masing-masing unsur tahap akan diperoleh skor yang berbeda-beda.
Penguatan kelembagaan merupakan aspek yang harus terns 119
dikembangkan.
Bagaimanapun
kelembagaan yang kuat penting dalam
berlangsungnya proses pemberdayaan masyarakat.
Dalam lembaga yang kuat
masyarakat dapat berinteraksi dengan sesama anggota dalam satu lembaga dan berinteraksi dengan individu lain di luar lembaga. Untuk tahap pemberdayaan ini, skor yang diperoleh juga sedang, artinya tingkat keberhasilan pemberian daya pada masyarakat belum sepenuhnya berhasil. Tabel6.3. Skor untuk tahap pemberdayaan No.
Keterlibatan Masyarakat
Rata-rata Skor
1.
Pemunculan ide
I,99
2.
Perumusan tujuan
I,55
3.
Pelaksanaan
2,93
4.
Pengawasan
2,68
5.
Pembagian basil
2,95
Total Skor
I2
Rata-rata Skor
2,4
Keterangan:
Skor Tmgg1 Skor Sedang Skor Rendah
= I ,0 - 2,0 = =
2, I - 3,0 3, I - 4,0
Keterlibatan masyakarat hanya dilakukan pada beberapa tahap saja, untuk perencanaan, masyarakat tidak dilibatkan sama sekali. Memang ada keterlibatan masyarakat dalam kegiatan pengelolaan hutan di kawasan SM Paliyan, walaupun tidak seluruh tahap mereka terlibat. Keterlibatan mereka lebih banyak ada pada pelaksanaan proyek. Jadi masyarakat dilibatkan sejak proyek itu diluncurkan, mereka tidak dilibatkan dalam perencanaan.
120
Tabel 6.4. Skor untuk tahap pemberdayaan masyarakat No.
Tahap Pemberdayaan Masyarakat
Rata-rata Skor
I.
Tahap penyadaran
2,95
2.
Tahap pengkapasitasan
2,45
3.
Tahap pemberdayaan
2,40
Total Skor
7,80
Rata-rata Skor
2,60
Keterangan:
Skor Tmggt Skor Sedang Skor Rendah
= = =
1,0 - 2,0 2, I - 3,0 3,1-4,0
Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa tingkat keberhasilan pemberdayaan masyarakat di sekitar hutan adalah sedang, artinya bahwa belum sepenuhnya proses dan tahap pemberdayaan di sekitar hutan Suaka Margasatwa Paliyan dilakukan, sehingga diperlukan upaya untuk mendorong program yang lebih memberdayakan masyarakat sekitar hutan.
Tahap-tahap pemberdayaan
tersebut belum dilakukan karena situasi dan kondisi masyarakat sekitar hutan yang belum memungkinkan untuk dilakukan proses pemberdayaan. pemberdayaan
masyarakat
yang
sudah
dilaksanakan
dijaga
Tahap
agar
tetap
dipertahankan kontinuitasnya, kalau perlu ditingkatkan upayanya dengan melibatkan semua unsur dalam masyarakat sekitar hutan. Proses
pemberdayaan
masyarakat
yang
masih
berjalan
sebagian
hendaknya disempumakan agar ketika proyek ini selesai dan diambil alih pemerintah, masyarakat sudah menjadi lebih berdaya dan mandiri. Masyarakat yang berdaya dan mandiri tidak akan tergantung lagi pada pemerintah. 121
Tingkat keberhasilan pemberdayaan tidak hanya dapat diketahui dari skor yang diperoleh dari masing-masing tahap pemberdayaan yang dilakukan, namun juga dapat diketahui dari skor total yang dimiliki 4 (empat) desa yang ada di sekitar hutan Suaka Margasatwa Paliyan dan rata-rata skor yang dimiliki masingmasing desa untuk tiap tahap pemberdayaan masyarakat. Dengan melihat skor dari masing-masing desa, akan diketahui desa mana yang mempunyai skor tinggi sehingga bias dikatakan mempunyai tingkat keberhasilan yang lebih tinggi dibandingka ketiga desa lainnya. Selain itu dapat diketahui desa yang mempunyai skor paling rendah yang berarti tingkat keberhasilan pemberdayaan masyarakatnya masih rendah.
3 ~-------
2.S
2 • Penyadaran
l .S
• Pengkapasitasan 1
• Pemberdayaan
o.s 0
Kr.asem
Kr.duwet
Kepek
Jet is
Gambar 6. 1. Grafik rata-rata skor tiap desa untuk tiap tahap pemberdayaan
Dari graflk diatas dapat diketahui tingkat keberhasilan pemberdayaan dari masing-masing desa. Untuk tahap penyadaran hampir semua desa mempunyai
122
skor
yang
sama
artinya
tingkat
kesadaran
pesanggem
akan
perlunya
pemberdayaan dalam pelestarian cukup tinggi, hal ini disebabkan karena para pesanggem sudah menganggap hutan adalah bagian dari kehidupan mereka. Masyarakat sekitar hutan Suaka Margasatwa Paliyan sudah sejak turun temurun mempunyai kedekatan social dan budaya dengan hutan, bahkan mereka menjadikan hutan sebagai bagian hidup mereka. Sementara itu pada tahap pengkapasitasan, skor tertinggi ada pada Desa Kepek.
Di Desa Kepek proses pengkapasitasan berjalan lebih baik, walaupun
tingkat pendidikan masyarakat masih rendah namun di dalam masyarakat mempunyai kearifan local. Mereka menyadari bahwa kelestarian hutan berkaitan kesinambungan kehidupan, dengan menjaga hutan mereka telah memberikan warisan yang sangat besar kepada anak dan cucu mereka. Sikap para pesanggem yang nrima ing pandum dan sendika dhawuh terhadap pemerintah merupakan factor yang mempengaruhi keberhasilan pemberdayaan. Tidak pemah ada dalam fikiran mereka untuk berbuat selain yang diperintahkan. Sedangkan pada tahap pemberdayaan, Desa Jetis yang mempunyai skor paling tinggi. Tingkat pendidikan para pesanggem dari Desa Jetis yang cukup tinggi mempengaruhi tingkat keberdayaan para pesanggem.
Dengan latar
belakang pendidikan yang cukup akan mempermudah proses pemberdayaan. Selain karena tingkat pendidikan yang cukup, warga Desa Jetis memang mempunyai wawasan yang lebih luas dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat. Masyarakat Desa Jetis sudah terbiasa dengan adanya kegiatan-kegiatan yang melibatkan mereka dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama. 123
Setelah dilakukan total skoring, maka desa yang tingkat keberhasilan paling tinggi adalah Desa Jetis kemudian diikuti oleh Desa Kepek, Desa Karangduwet dan Desa Karang Asem.
TotaiSkor 7.8 7.75 7.7 . . - - - - - - - - - 7.65 + - - - - 7.6 7.55 7.5
• Total Skor
7.45 7.4 7.35 7.3 7.25 Kr.asem
Kr.duwct
Kepek
Jet is
Gambar 6.2.. Grafik total skor yang diperoleh masing-masing desa
Desa Karang Asem menjadi desa yang paling tidak berhasil dalam pemberdayaan karena para pesanggem yang berasal dari Desa Karang Asem kebanyakan hanya sebagai buruh proyek sehingga kurang mempunyai inisiatif dalam pengembangan diri dan kelompoknya.
Sebagian besar pesanggem dari
Desa Karangasem direkrut oleh unit manajemen KTI sebagai tenaga penanam dan pemelihara tanaman, pada saat proyek mulai berjalan. Desa Jetis mempunyai tingkat keberhasilan pemberdayaan masyarakat yang paling tinggi dibandingkan tiga desa lainnya, karena tingkat pendidikan masyarakat yang lebih tinggi dibandingkan desa lainnya dan ketergantungan mereka terhadap Jahan hutan yang tidak begitu tinggi menjadi faktor yang mempengaruhi tingkat keberhasilan pemberdayaan masyarakat. 124
6.1.2. Keberbasilan menurut Departemen Kebutanan Departemen Kehutanan telah membuat Pedoman Kriteria dan Indikator Pemberdayaan Masyarakat Di Sekitar Kawasan Konservasi pada tahun 2008 yang dikeluarkam oleh Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Departemen Kehutanan. Maksud disusunnya pedoman tersebut adalah sebagai pedoman/acuan bagi pengelola kawasan konservasi dalam memfasilitasi dan mengembangakan perangkat yang sederhana, mudah dimengerti dan dipahami yang dibangun atas dasar ilmu pengetahunan dan pengalaman pada kegiatan pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan kawasan konservasi dengan melibatkan masyarakat setempat, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, sampai tingakt evaluasi atau pemantauan. Dalam menentukan tingakat keberhasailan pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan konservasi dapat digunakan kriteria, indikator dan parameter yang telah dijadikan pedoman oleh Dephut. Terdapat 9 (sembilan) tahapan yang akan dinilai atau diberi skor. Nilai masing-masing skor adalah 3 untuk baik, 2 untuk cukup dan 1 untuk kurang.
Hasil skor dari masing-masing kriteria
kemudian dijumlah dan dibagi dengan jumlah seluruh kriteria yang dinilai, sehingga akan diperoleh skor keseluruhan dengan nilai skor masing-masing adalah 0-1 adalah kurang berhasil, 1-2 adalah cukup berhasil dan 2-3 adalah berhasil. Pemberian skor diberikan berdasarkan hasil pengamatan di lapangan dan hasil interpretasi data yang diperoleh dari pesanggem. Dalam pengisian skor ini juga melibatkan petugas dari Balai KSDA Yogyakarta, Unit Manajemen Kutai Timber Indonesia dan Ketua Kelompok Pesanggem. 125
Tabel 6.5.
NO I.
Hasil Penilaian Kriteria dan Indikator Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan Konservasi Menurut Departemen Kehutanan
TAHAPAN KESEPAHAMAN
KRITERIA
INDIKATOR
a. Pertemuan semua stakeholder terkait secara terus menerus sampai tercapainya kesepahaman mengenai manfaat dan fungsi pengelolaan kawasan konservasi
- Adanya pertemuan secara terus menerus - Stakeholder aktifmengikuti pertemuan - Kesepahaman dari stakeholders terkait mengenai fungsi dan manfaat kawasan konservasi - Kesepahaman dari stakeholders terkait aturan/kebijakan - Berkurangnya perambahan/ gangguan kawasan - Ada rencana sosialisasi tingkat desa, kecamatan dan kabupaten - Dilakukan sosialisasi secara intensif oleh pengelola - Masyarakat aktifmengikuti sosialisasi - Pertemuan dalam kelompok masyarakat secara aktif
3
3
3
- Kelompok dibentuk atas inisiatif sendiari
1
1
b. Sosialisasi secara intensif ten tang manfaat dan fungsi kawasan konservasi oleh pengelola kawasan
2.
KELEM SAGAAN
c. Masyarakat aktif melakukan pertemuanpertemuan dalam kelompoknya a. Masyarakat membentuk kelompok secara mandiri b. Membuat aturanaturan dalam kelompok c. Ada kepengurusan kelompok
3.
PENDAMPING
d. aktivitas kelompok sesuai aturan-aturan e. Ada rencana kerja kelompok a. Tersedianyan tenaga pen damping
- Adanya aturan dalam kelompok (AD/ART) - Aturan dipahami dan ditaati - Adanya sanksi - Adanya struktur organisasi - Peran dan fungsi struktur jelas - Tidak terjadi pertentangan di dalam kelompok
NILAI
HASIL
2,2
2 2
2
2 1
1,7
2 2
1 1 I 2 1
I
1,5
2
2
1
1
-
I
1,5
-
I
- Adanya dokumen rencana kerja kelompok Jumlah tenaga pendamping sesuai dengan kebutuhanlmemadai Telah mengikuti pelatihan tenaga pendamping Diterima oleh masyarakat Memahami kondisi wilayah kerjanya
2 2
126
NO
TAHAPAN
KRITERIA
INDIKATOR
NILAI
HASIL
b.Pendamping mampu menjadi fasili tator, motivator, dinamisator bagi masyarakat
-
1
1,75
-
c.Pendamping aktif bersama masyarakat
-
4.
5.
PELATIHAN TENTANG PRA BAGI TOKOH MASYARA KAT SEBAGAl PEMAN DU PELAK SANAAN PENYU SUN AN PEREN CANA AN OLEH MASYARA KAT
a. Pelatihan bagi tokoh masyarakat sebagai pemandu
-
-
b. Kunjungan kerja pemandu ke lokasi lain yang Iebih berhasil
-
a.
-
Pelaksanaan PRAoleh masyarakat
-
b.
Penyusunan rencana kegiatan oleh kelompok masyarakat
-
Pendamping mempunyai program pendampingan Mempunyai akses informasi yang cukup Mempunyai hubungan kerja dengan berbagai stakeholders Mampu berkoordinasi dengan instansi terkait Intensitas kunjungan ke masyarakatlkelompok intensif Adanya komunikasi dengan masyarakat Mendampingi, menyelesaikan permasalahan bersama masyarakat Keberadaan di masyarakat selalu ada bila dibutuhkan Pemandu mengenal dan memahami teknik PRA Pemandu mampu menjadi fasilitator dalam penyus:.man RUK, RKK, dan RKD Pemandu siap menjadi pemandu bagi masyarakat di desa Terlaksananya kunjungan kerja ke Iokasi lain bagi semua pemandu yang ada Ada rencana usaha keluaraga di setiap keluarga
Masyarakat terlibat dalam PRA Mampu melaksanakan PRA secara kelompok Adanya rencana kegiatan pembangunan desa (RKD) Adanya urutan prioritas kegiatan pembangunan desa Terlaksananya lokakarya tingkat desa Terdapat RKD yang telah disetujui kelompoknya Sosialisasi RKD kepada stakeholders RKD digunakan sebagai bahan musrenbang
2 2
2
I
I,5
2 2
2
I
I
I I
1
I
I
I
I
1 I I )
I
I
)
I
127
NO
6.
TAHAPAN PENINGKATAN KAPASITAS MASYARAKAT
KRITERIA
INDIKATOR
NILAI
HASIL
a.
-
1
2
b.
Pelatihan substansi pengembangan ketrampilan masyarakat
Pelatihan lain yang mendukung kegiatan masyarakat
-
7.
PENGEM BANG AN USAHA EKONOMI PRODUKTIF
a.
-
-
c.
KEMITRAAN
-
-
b.
8.
Tersedianya komoditas pengembangan ekonomi produktif
a.
b.
Tersedianya sarana usaha bagi pengembangan ekonomi produktif Terdapatnya pasar I penggunaan hasil usaha masyarakat Sosialisasi kegiatan pemberdayaan masyarakat Mencari mitra untuk kepentingan kegiatan pemberdayaan masyarakat
-
Terlaksananya pelatihan substansi pengembangan ketrampilan sesuai dengan kebutuhan masyarakat Terdapat tenaga trampil di masyarakat yang mendukung usaha kegiatan masyarakat Terdapat hasil kerja masyarakat Terlaksananya pelatihan lain sesuai dengan kebutuhan masyarakat Terdapat tenaga trampil di masyarakat yang mendukung usaha kegiatan masyarakat Terdapat hasil kerja masyarakat Potensi komoditas dapat dikembangkan dengan manfaat ekonomi yang tinggi Adanya usaha pelestarian potensi komoditas (sebagai bahan baku) Penerapan teknologi tepat guna yang efisien dan efektif yang mendukung ketersediaan komoditas usaha Adanya kerja sama dengan stake holders dalam pendanaan pengembangan ekonomi produktif Tersedianya sarana produksi Tersedianya modal usaha Tersedianya jaringan pemasaran hasil produksi
- Terlaksananya kegiatan usaha oleh masyarakat - Tennanfaatkannya hasil-hasil kegiatan usaha - Terjaminnya hasil produksi - Terlaksananya sosialisasi pemberdayaan masyarakat - masyarakat dan stakeholders aktif mengikuti sosialisasi - Terdapatnya mitra kerja - Masyarakat aktifmencari mitra
2
3 1
1,7
2
2 2
1,5
2
1
1
2
1,7
I
2
I
1,3
2
1 3
2,5
2
1
1
I
128
NO
TAHAPAN
KRITERIA c.
9.
MONEV& PEMBI NAAN PENGEM BANG AN KEGIATAN PEMBERDA YAAN MASYARAKAT
a.
b.
c.
d.
Mengembangkan jejaring kerja pemberdayaan masyarakat Perancanaan monev pemberdayaan masyarakat Pelaksanaan monev terprogram secara jelas membuat arahan dan pembinaan pengembangan pemberdayaan masyarakat Mencarikan alternatif penyelesaian masalah
INDIKATOR
NILAI
HASIL
- Terdapat jejaring kerja pemberdayaan masyarakat
1
1
-
Realisasi sesuai dengan perencanaan kegiatan pemberdayaan masyarakat
I
1
-
Terlaksananya monev sesuai dengan perencanaan
2
2
-
Kelancaran pembinaan pengembangan pemberdayaan masyarakat Berkembangnya kegiatan Pemberdayaan Masyarakat Masalah yang dihadapi terpecahkan
2
2
-
--
2
3
3
JUMLAH
43,85
RATA-RATA
1,75
Dari hasil perhitungan skor kriteria dan indikator pemberdayaan masyarakat menurut Departemen Kehutanan, diperoleh skor sebesar 1,75 yang dapat dimasukkan dalam kategori cukup berhasil. Hal ini berarti belum seluruh tahapan pemberdayaan masyarakat dilakukan di Suaka Margasatwa Paliyan. Program pemberdayaan masyarakat masih dilakukan secara parsial, belum komprehensif.
Pemberdayaan masyarakat di sekitar hutan Suaka Margasatwa
Paliyan hanya menekankan pada keikutsertaan masyarakat pada saat penanaman tanamanan konservasi beserta pemeliharaannya. pendorong untuk dapat berinisiatif sendiri.
Masyarakat belum diberi
Pemerintah lebih banyak menjadi
petugas penyuluh yang hanya memberikan penjelasan tentang aturan perundangan 129
kepada masyarakat dan bukan mendorong masyarakat untuk ikut berpartisipasi langsung dalam pemberdayaan. Pemberdayaan masyarakat sekitar hutan konservasi banyak menemui kendala dalam penerapannya karena tingkat ketergantugan masyarakat sekitar SM Paliyan terhadap hutan sangat tinggi.
Masyarakat sekitar hutan SM Paliyan
memiliki tingkat pendidikan yang rendah dan kondisi lahan yang kurang produktif, sehingga berakibat pada rendahnya kesejahteraan mereka, oleh karena itu untuk menambah penghasilan, mereka akan berusaha memanfaatkan lahan hutan yang ada. Semakin rendah tingkat kesejahteraan masyarakat sekitar hutan akan memberikan tekanan yang lebih besar terhadap kelestarian hutan, untuk itulah perlu dilakukan upaya meningkatkan perekonomian masyarakat di sekitar kawasan konservasi melalui terobosan pemasaran hasil-hasilnya, namun tetap menjaga kelestarian kawasan. Pennasalahan lain adalah kemampuan masyarakat sekitar hutan untuk membangun suatu organisasi yang dapat meningkatkan posisi tawar dan daya saing, masih lemah. Organisasi di masyarakat masih bersifat konvensional, dan masyarakat yang aktif dalam organisasi hanya beberapa gelintir orang. Di sekitar hutan SM Paliyan, dalam organisasi kelompok pesanggem, yang aktif hanya ketua, sekretaris dan bendahara saja. Komitmen dari berbagai pihak terkait tentang pentingnya pemberdayaan masih kurang. Bahkan pemerintah pun masih belum bisa menerapkannya dengan baik, hal ini seperti yang terjadi di SM Paliyan, dukungan dana dari pemerintah hanya 11% dari seluruh total anggaran yang ada di Balai KSDA Yogyakarta 130
selama setahun yang digunakan untuk pelestarian SM Paliyan.
Dengan dana
yang sekecil itu yang benar-benar untuk kegiatan pemberdayaan masyarakat hanya seperlimanya, lainnya kebanyakan untuk membiayai perjalanan dinas pegawai dalam rangka pemberdayaan masyarakat.
Selain itu dalam proyek
rehabilitiasi dan regenerasi SM Paliyan ini, pesanggem hanya dilibatkan pada saat penanaman saja, tidak dilibatkan dalam proses perencanaan dengan alasan efisiensi. Yang terakhir, sudah menjadi rahasia umum kalau selama ini program pemberdayaan masyarakat hanya berorientasi keproyekan, bersifat temporer dan tidak berkelanjutan.
Program-program seperti ini sering tumpang tindih antar
instasi maupun antara pemerintah pusat dan daerah, sehingga kegiatan pemberdayaan masyarakat terkesan tambal sulam dan tidak tercapai apa yang seharusnya diwujudkan.
6.1.3. Keberhasilan menurut Proyek Rehabilitasi dan Regenerasi SM Paliyan Dalam Rancangan Dasar Proyek Rehabilitasi dan Regenerasi di Suaka Margasatwa yang ditandatangani tanggal 30 Maret 2005 tidak disebutkan secara nyata indikator keberhasilan pemberdyaan masyarakat dalam proyek tersebut. Menurut keterangan Manager Site Kutai Timber Indonesia, indikator keberhasilan proyek
rehabilitasi
adalah
prosentase
hidup
pemberdayaan merupakan hasil ikutan proyek.
dari
tanaman
konservasi,
Karena ini proyek rehabilitasi
maka yang menjadi target adalah keberhasilan rehabilitasi, namun demikian proyek rehabilitasi akan berhasil apabila ada dukungan masyarakat. 131
Indikator keberhasial proyek rehabilitasi dan regenerasi SM Paliyan ada 2 yaitu indikator teknis dan indikator social. Indikator teknis adalah prosentase hidup tanaman yang harus mencapai 90%. Kalau tidak tercapai 90% maka akan dilakukan penyulaman kembali. Dalam indikator sosial adalah adanya kestabilan sosial yaitu tidak adanya gangguan keamanan di kawasan, dan sumbangan ekonomi pada masyarakat sekitar hutan. Sumbangan ekonomi bisa berupa hasil panen yang diperoleh pesanggem dari proyek (Gnwn, Oktober 2009).
Dari laporan perkembangan proyek disebutkan bahwa tingkat keberhasilan proyek rehabitlitasi adalah tinggi karean tingkat prosentase hidup tanaman adalah 93%, sementara dari aspek pemberdayaan masyarakat, telah tumbuh kesadaran dari pesanggem untuk ikut menjaga keamanan hutan dalam kegiatan Pam Swakarsa, sehingga secara otomatis tidak terjadi lagi gangguan keamanan di SM Paliyan.
Pencuraian kayu masih terjadi di kawasan hutan ini, namun tidak
sesering jaman dulu. Selain itu penegakan hukum yang saat ini diterapkan oleh Kepala Seksi Konservasi
Wilayah
II
selaku petugas yang mempunyai
kewenangan secara hokum untuk menjaga kawasan hutan cukup membuat jera para pencuri kayu. Siapapun yang mencuri akan diproses secara hukum, tentunya setelah dilakukan proses mediasi terlebih dulu. Pada saat penelitian ini dilakukan ada seorang pencuri kayu jati yang berasal dari Dusun Namberan yang sedang diperiksa polisi di Polres Gunungkidul dan kemudia telah ditetapkan sebagai tersangka. Sumbangan ekonomi yang dapat dinikmati oleh pesanggem dalam proyek ini adalah pesanggem mendapat upah dari kegiatan penanaman, mendapat hasil dari tanaman tumpangsari, tanaman konservasi yang berupa jenis buah-buahan, diij inkan merumput di dalam kawasan untuk hewan temak peliharaan mereka. 132
Tabel 6.6. Total jenis dan jumlah tanaman pada tahun tanam 2008/2009 No
NamaLokal
Petak
Jumlah
136
137
138
139
140
141
I
Asamjawa
1,593
1,663
1,577
5,505
4,350
7,342
22,030
2
Duwet
2,845
3,087
1,102
2,153
6,167
4,729
20,083
3
Flam boyan
3,769
2,796
2,141
3,342
292
2,481
14,821
4
Gama I
1,517
5,172
4,926
8,039
9,285
4,843
33,782
5
-
-
-
-
-
72
72
6
Jambu air Jambu klutuk
7
449
133
1,162
2,160
2,720
1,509
8,133
Jambu mete
2,329
2,508
894
1,259
2,311
2,281
11,582
8
Johar
4,144
2,990
1,758
4,740
2,440
3,796
19,868
9
Ketapang
-
-
1,835
3,374
-
-
5,209
10
Lamtoro
276
3
2,083
3,631
3,089
1,324
10,406
II
Mahoni
2,177
1,186
3,152
4,225
2,357
1,368
14,465
12
Mangga
603
531
1,364
2,484
1,015
975
6,972
13
Melinjo
-
-
113
181
364
143
801
14
Mimba
4,597
4,129
1,267
1,076
3,100
4,237
18,406
15
Mindi
2,453
4,626
-
-
-
-
7,079
16
Munggur
-
-
1,875
3,401
-
-
5,276
17
Nangka
58
3
695
I 388
1,914
1,587
5,645
18
Pace
1,178
801
-
-
-
1,982
3,961
19
Petai
482
120
223
212
827
460
2,324
20
Sa_ga
3,932
2,662
2,233
3,457
1,898
5,473
19,655
21
Salam
-
-
893
1,313
5
114
2,325
22
Sawo
822
113
4
-
242
958
2,139
23
Secang
5,625
2,650
1,550
1,600
2,550
2,650
16,625
24
Sirsak
1,281
983
19
79
2,294
1,863
6,519
25
Sonokeling
-
-
776
1,245
II
-
2,032
133
Nama Lokal
No
Jumlah
Petak
138
140
139
141
136
137
1,401
1,062
809
1,823
205
2,242
7,542
907
112
468
286
-
-
1,773
-
789
800
1,100
828
790
4,307
788
-
320
750
789
2,647
56
764
2,599
1,475
10,183
!
26
Srikaya
27
Talok
28
Tayuman
29
Turi
30
Waru
3,695
1,594
Total
46,133
40,501
33,775 59,157 51,613 55,483 286,662 Sumber: Laporan Tahunan KTI 2008/2009
Permasalahan utama yang dihadapi selama melaksanakan kegiatan rehabilitasi setelah memasuki tahun 2008/2009 adalah gangguan dari petani penggarap dan masyarakat yang melakukan tumpangsari dan pencarian pakan temak.
Dalam
melakukan
kegiatan
tumpangsari
terutama
saat
mengolah/mencangkul tanah dan masa panen, masih banyak penggarap yang tidak memperhatikan keberadaan tanaman rehabilitasi sehingga kerusakan dan kematian tanaman masih saja terjadi. Pencarian pakan temak oleh masyarakat makin marak terutama saat musim kemarau. Awalnya hanya merumput di kawasan SM tetapi setelah melihat tanaman rehabilitasi yang hijau/tumbuh subur maka banyak masyarakat yang beralih perhatiannya, sehingga mulai merempeli, memotong dan bahkan menebang tanaman rehabilitasi. Tanaman yang menjadi sasaran terutama adalah tanaman pioneer seperti Gamal dan Lamtoro. Tanaman lain yang sering menjadi sasaran adalah Tayuman, Turi, Mahoni, Waru, dan Nangka. Kegiatan memotong atau menebang tanaman rehabilitasi ini dilakukan oleh sebagian masyarakat yang ingin secara praktis dan cepat mendapatkan hijauan pakan temak tanpa memperdulikan kelestarian hutan. Hal ini harus segera 134
ditanggulangi dan dicegah supaya perambahan pakan temak tidak meluas. Kendala
di
lapangan
memergoki/menangkap
untuk pada
mengatasi saat
masalah
mereka
ini
melakukan
adalah
sulitnya
pemotongan
atau
penebangan dan kurangnya personil di lapangan dibanding luas kawasan. Oleh karena itu dukungan dan peran pengamanan dari Pihak BKSDA maupun parapihak lainnya sangat penting artinya untuk menjaga keselamatan tanaman yang ada. Selain itu kegiatan sosialisasi kepada masyarakat di sekitar kawasan hutan guna meningkatkan kesadaran masyarakat harus terus-menerus dilakukan. Dalam hal ini peran tokoh masyarakat desa sangat diperlukan
6.2.
FAKTOR-FAKTOR YANG MENENTUKAN TINGKAT KEBERHASILAN PEMBERDA YAAN Ada banyak factor yang menentukan tingkat keberhasilan pemberdayaan
masyarakat, namun untuk pemberdayaan masyarakt sekitar hutan konservasi Suaka Margasatwa Paliyan terdapat 4 faktor yang dominan.
Faktor-faktor
tersebut adalah ketergantungan masyarakat terhadap hutan, sumber daya manusia, keterlibatan masyarakat dan komitmen pemerintah, swasta, masyarakat.
6.2.1. Ketergantungan masyarakat terhadap hutan yang cukup tinggi Hampir semua desa yang ada di sekitar SM Paliyan mempunyai lahan kering yang sangat sulit untuk ditanami walaupun bisa ditanami namun pertumbuhannya tidak maksimal. Wilayah desa yang sebagian besar wilayahnya adalah lahan kering, akan menuntut masyarakatnya untuk mencari tambahan 135
pendapatan di lahan lain yang ada di sekitamya. Karena lahan lain yang ada di sekitar Desa Karangduwet dan Desa Karangasem adalah hutan Negara, maka ketergantungan kedua desa tersebut terhadap hutan sangat tinggi, apalagi rasio kepemilikan lahan yang ada di kedua desa tersebut juga kecil. Rasio kepemilikan lahan yang kecil akan memicu masyarakat untuk mencari pekerjaan yang lebih baik dan yang lebih menghasilkan. Tabe16.7. Tata Guna Lahan dan Ratio Kepemilikan Lahan Desa Sekitar SM Paliyan
Nama Desa
Karangduwet Karangasem Kepek Jetis
Laban Kering (ba)
593 615 813 719
Rutan Rakyat (ba)
0 0 46 72
Rasio Kepemilikan Laban_ (ba_l
Rutan Negara (ba)_
989 340 0 0
0,54 0,39 0,60 0,60
Sumber: BKSDA Yogyakarta (2005)
Dari tabel diatas juga dapat dilihat bahwa Desa Kepek dan Desa Jetis walaupun di wilayahnya terdapat hutan rakyat dan rasio kepemilikan lahan yang lebih besar daripada kedua desa lainnya, namun tetap saja masyarakatnya ikut serta menggarap lahan di SM Paliyan. Kalau kita melihat jumlah pesanggem dari keempat desa tersebut maka di kedua desa ini jumlah pesanggemnya lebih kecil. Hal ini disebabkan jarak desa mereka ke SM Paliyan yang lebih jauh dan juga tingkat pendidikan masyarakat yagn lebih tinggi dibandingkan desa lainnya, serta tersedianya alternative pekerjaan lain selain menjadi pesanggem, karena kedekatan desa dengan perkotaan/pusat keramaian. Kepemilikan hewan temak yang merata dimiliki oleh para pesanggem juga akan menyebabkan ketergantungan pesanggem terhadap hutan menjadi cukup tinggi.
Dari jawaban responden antara 45-80% responden menjawab bahwa 136
mereka memiliki lebih dari satu hewan temak. Hewan temak yang mereka miliki merupakan salah satu sumber pendapatan para pesanggem.
Rumput sebagai
pakan temak akan mereka ambit dari kawasan hutan, kecuali kalau musim kemarau mereka akan membeli rumput dari luar kawasan. Namun selama rumput di kawasan hutan SM Paliyan dapat memenuhi kebutuhan pakan temak mereka, maka selamanya mereka akan merumput di kawasan tersebut. Perlu dipikirkan oleh pengelola kawasan untuk memikirkan kepentingan mereka, bagaimana aktivitas merumput mereka di dalam kawasan bisa terakomodir dengan baik, mengingat dalam jangka panjang tanaman konservasi sudah tumbuh lebat dan akan menghambat tumbuhan apapun di bawahnya termasuk rumput. Dari uraian diatas ketergantungan masyarakat terhadap hutan adalah cukup tinggi, kalau hal-hal yang dapat meningkatkan ketergantungan mereka terhadap hutan tidak dapat diminimalisir, maka kegiatan pemberdayaan yang sedang dijalankan oleh pemerintah tidak akan berhasil.
Ketergantunga mereka yang
tinggi terhadap hutan akan menyebabkan mereka malas untuk melakukan inovasi atau mengikuti kegiatan yang dapat membuat mandiri dan berdaya. Bagi mereka yang penting adalah bagaimana menggunakan lahan yang menjadi garapannya untuk menghasilkan keuntungan sebanyak mungkin. Ketika masyarakat sudah berprinsip seperti itu akan sulit bagi mereka untuk menerima perubahan yang ada disekelilingnya.
Maka disini dapat disimpulkan bahwa ketergantungan
masyarakat sekitar hutan terhadap hutan merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan pemberdayaan masyarakat.
137
6.2.2. Somber daya manusia Masyarakat yang mempunyai tingkat pendidikan dan kesehatan yang baik cenderung memiliki pengetahuan dan ketrampilan serta kemampuan membangun jaringanlhubungan antar sesama yang memadai, sehingga mereka akan mudah untuk mengikutilberpartisipasi dalam kegiatan yang member nilai positif untuk kepentingan mereka. Tabel 6.8. Prosentase usia produktif para pesanggem No. 1. 2. 3. 4.
Desa Karangduwet Karangasem Kepek Jetis
Usia Produktif (%)
Usia Non Produktif (%)
45,83 90,00 70,99 64,41
54,17 10,00 29,01 35,59 Sumber: data primer
Dilihat dari usia para pesanggem, temyata para pesanggem ada pada interval usia produktif yaitu antara umur 25-55 tahun. Pada usia produktif ini seharusnya mereka dapat lebih mudah untuk menambah skill, pengetahuan dan wawasan tentang pengelolaan hutan. Namun pesanggem yang ada di sekitar SM Paliyan kurang terberdayakan atau sulit untuk diberdayakan karena mempunyai tingkat pendidikan yang tidak tinggi, sebagian besar dari mereka berpendidikan sekolah dasar bahkan banyak juga yang tidak sekolah.
Tingkat pendidikan
pesanggem dari masing-masing desa dapat dilihat dari table dibawah ini: Dari table 6.8 terlihat bahwa hampir 85% pesanggem yang menggarap laban di SM Paliyan berpendiikan maksimal Sekolah Dasar.
Rendahnya
pendidikan para pesanggem ini akan menyulitkan proses pemberdayaan yang sedang dilakukan 138
Tabel6.9. Prosentase tingkat pendidikan pesanggem
Desa Karangduwet Karangasem Kepek Jetis
Tidak Sekolah
so
SMP
SMU
(%)
(%)
(%)
(%)
29.17 22.31 80.00 40.68
62.50 62.31 17.50 44.07
4.17 13.85 2.50 13.56
4.17 1.54 0.00 1.69
Sumber: Data Pnmcr
Masyarakat dengan tingkat pendidikan rendah akan sulit menerima transfonnasi skill dan . pengetabuan.
Meskipun pemerintab (Balai KSDA
Yogyakarta) dan unit manajemen KTI telab berupaya utnuk meningkatkan kapasitas masyarakat, namun basil yang diperoleb tidak optimal. Yang muncul dari pesanggem banyalab kesadaran untuk selalu melestarikan butan, dan belum sampai apda tataran bagaimana mereka iktu memberikan pemikiran bagaimana mengelola butan di SM Paliyan. Meraka masib sngat tergantung pada pereintab pemerintab dan unit managjemen KTi, ketiak diperintabkan untuk ikut emnnanam dengan memeperlob upah, basil tumpangsari dan tanaman induk yang jenis buaban, maka mereka manut saja dan mengiyakan.
Mereka belum dapat
memikirkan bagaiamana kelanjutan dari pengelolajan Hutan SM Paluyan. Prinsip mereka "pokoke" kalau disurub keluar dari/tidak jadi pengggarap mereka tidak akan mau. Para pesanggem lebib senang menjadi tenaga kerja yang dipekerjakan oleb proyek karena mereka mempunyai pengbasilan ganda.
Ketika mereka diajak
berdialog tentang perubaban Iebar lorong tanam, maka pibak pengelola SM Paliyan membutubkan waktu lebib dari I 0 kali sosialisasi, barulah terjadi kesepakan setelab pengelola mengumpulkan pesanggem per kelompok.
Ketika 139
mereka diberitahu untuk tidak merusak tanaman konservasi, ada saja perilaku mereka yang menunjukkan perlawanan. Pertumbuhan tanaman konservasi yang optimal memang akan menghambat pertumbuhan tanaman tumpang sari, maka sebagian dari pesanggem melakukan tindakan untuk menghambat pertumbuhan tanaman konservasi, yaitu memangkas akara-akar tanaman konservasi kemudian ditutup tanah kembali ketika mereka sedang mengolah tanaman tumpangsari, atau kadang mrereka membakar lahan dengan alasan hendak ditanami tanaman tumpangsari, dengan membakar lahan otomatis akan menyebabkan tanaman indukan ikut mati karena daun-daun dan batangnya ikut terbakar.
6.2.3. Proses pemberdayaan masyarakat Keterlibatan masyakara sekitar hutan SM Paliyan, terutama para pesanggem hanya tampak pada pelaksaanaan penanaman, mereka menjadi tenaga kerja yang cukup murah dan mudah dikoordinir karena kualitas sumber daya yang masih rendah.
Dengan keterlibatan masyarakat hanya pada saat pelaksanaan
kegiatan dapat dianggap bahwa program pemberdayaan masyarakat di sekitar hutan SM Paliyan belum berhasil. Masyarakat tidak dilibatkan sejak awal proyek sehingga mereka kurang tahu tentang seluk beluk proyek tersebut dan mempunyai rasa memiliki proyek tersebut. Kalau masyarakat sudah tidak mempunyai rasa memiliki proyek tersebut, maka masyarakat akan menjadi apatis terhadap semua program pemberdayaan masyarakat yang dijalankan oleh pemerintah, sehingga keberhasilan pemberdayaan masyarakat tidak akan tercapai.
140
Bantuan masyarakat setempat akan sulit didapatkan apabila mereka tidak diikutsertakan dalam proyek. Begitu pula di SM Paliyan, bantuan masyarakat berupa tenaga yang murah temyata lebih mudah didapatkan karena mereka diikutsertakan dalam program penanaman.
Hal itu yang menjadi strategi dari
Sumitomo Forestry Co.Ltd untuk mendapatkan tenaga kerja yang murah. Ketika swasta melakukan hal tersebut pada masyarakat, masyarakat tidak sadar kalau mereka
sebenamya
sedang
dimanfaatkan,
bagi
mereka
kegiatan
ini
menguntungkan karena mendapatkan tambahan penghasilan. Tetapi kalau hal ini dibiarkan berlarut-larut justru akan membuat masyarakat menjadi sangat tergantung pada pemerintah atau swasta.
Bisa dibayangkan bila proyek ini
selesai, akankah masyarakat masih akan mau melakukan pemeliharaan tanaman konservasi di dalam hutan? Mulai sekarang keterlibatan masyarakat dalam program pemberdayaan masyarakat di SM Paliyan harus sudah dimulai ditingkatkan dalam setiap tahap pemberdayaan
masyarakat.
Dalam
merencanakan
program-program
pemberdayaan hendaknya masyarakat dilibatkan. Jangan sampai keikutsertaan masyarakat dalam program pemerintah sudah dianggap sebagai keterlibatan masyarakat. Itulah sebabnya mengapa keterlibatan atau partisipasi masyarakat dalam proses pemberdayaan merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam membentuk masyarakat yang berdaya dan mandiri, baik secara social, ekonomi dan politik. Keterlibatan masyarakat dalam proses pemberdayaan merupakan jaminan keberlanjutan program-program pembangunan 141
6.2.4. Keberhasilan proyek Proyek ini dikatakan berhasil apabila tingkat hidup tanaman mencapai 90%, sedangkan di SM Paliyan tingkat hidup tanaman mencapai 94% sehingga dikatakan berhasil. Keberhasilan ini tentunya banyak didukung oleh masyarakat, mustahil tanpa keterlibatan masyarakat, prosentase tumbuh itu akan berhasil. Selain didukung masyarakat, keberhasilan pemberdayaan masyarakat juga harus didukung oleh komitmen pemerintah dan swasata. Komitmen pemerintah dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat sekitar hutan
SM
Paliyan
diwujudkan
menyediakan
anggaran
khusus
untuk
pengembangan pengelolaan SM Paliyan termasuk di dalamnya kegiatan pemberdayaan masyarakat setiap tahun dengan jumlah yang memang kecil hanya 3,9% dari total anggaran Balai KSDA Yogyakarta di tahun 2007 dan II ,58% dari total anggaran Balai KSDA Yogyakarta tahun 2008. Komitmen Iainnya adalah pemerintah memberikan kebijakan khusus untuk para pesanggem yang ada di SM Paliyan. Seperti di ketahui dengan status Suaka Margasatwa sebenamya tidak boleh ada masyarakat yang mengerjakan lahan garapan di dalam hutan. Suaka Margasatwa
harus
bebas
dari
perambah
atau
masyarakat
yang
tidak
berkepentingan di dalamnya. Kebijakan yang diambil oleh pemerintah adalah membolehkan pesanggem menggarap lahan di hutan SM Paliyan sampai batas tertentu (proyek berhenti}, setelah itu akan dilakukan evaluasi untuk mencari jalan keluar status keberadaan mereka di dalam hutan.
142
Sumitomo Forestry Co. Ltd selaku pihak swasta yang peduli dengan kelestarian mempunyai komitmen untuk memberikan sebagian dananya bagi program rehabilitasi hutan di Indonesia. Komitmen tersebut juga diperkuat ketika perusahaan akan menjalankan program CSR (Corporate Social Resporuibility) nya.
Dengan dukungan penuh dari pemerintah Indonesia dalam hal ini
Departemen Kehutanan maka Sumitomo Forestry mendainai seluruh kegiatan rehabilitasi dan regenerasi Suaka Margasatwa Paliyan.
Untuk pelaksana di
lapangan mereka menunjuk Kutai Timber Indonesia yang di lapangan bekerja sama dengan Balai KSDA Yogyakarta. Komitmen masyarakat terutama pesanggem adalah janji mereka untuk tidak merusak tanaman konservasi.
Mereka bersedia untuk memelihara dan
merawat tanaman .konservasi asalkan masih diperbolehkan untuk melakukan tumpangsari disela-sela tanaman konservasi tentunya dengan pembatasanpembatasan yang telah dibuat oleh pengelola kawasan.
Dan yang terpenting
adalah kelonggaran aturan bagi mereka untuk keluar masuk kawasan hutan dalam rangka penggarapan lahan. Masyarakat mulai lebih mengerti aturan-aturan yang berkaitan dengan pengelolaan kawasan hutan konservsi dan mereka berkomitmen untuk melestarikanny Adanya komitmen dari semua stakeholder di kawasan hutan SM Paliyan akan mendorong keberhasilan program pemberdayaan masyarakat.
Apabila
komitmen telah dimiliki oleh semua yang berkepentingan maka program pun akan berjalan lancer. Dengan kata lain keberhasilan program pemberdayaan sangat
143
ditentukan oleh kepedulian, keberpihakan dan komitmen pemerintah, masyarakat dan swasta dalam menyusun program-program pemberdayaan. Peran actor yang terlibat dalam pengelolaan SM Paliyan menjadi penting karena peran stakeholder disini akan
menentukan
keberhasilan proyek.
Keberhasilan proyek juga akan akan berdampak positif pada program pemberdayaan masyarakat yang sedang dijalankan. Peran actor dalam mengelola SM Paliyan dapat terlihat dalam tabel di bawah ini.
Tabel 6.1 0. Analisis peran masing-masing aktor di Suaka Margasatwa Paliyan
Aktor Pemerintah (tupoksi)
Peran
Kegiatan
BKSDA Yogyakarta
Institusi pemerintah yang mempunyai tugas pokok dan fungsi untuk mengelola kawasan hutan konservasi. Untuk Suaka Margasatwa Paliyan kewenangan pengelolaan ada pada Balai Konservasi Sumber Daya A lam Yogyakarta.
Pembentukan pengamanan hutan swakarsa di SM Paliyan. Pembentukan posko pengendalian kebakaran hutan. Pengamanan jalur batas kawasan hutan. Penyusunan rancangan pemberdayaan masyarakat Penanggulangan gangguan satwa liar di desa sekitar SM Paliyan. Pendataan jumlah pesanggem di SM Paliyan.
Pemerintah De sa
Mitra pemerintah pusat (Balai KSDA Yogyakarta) untuk ikut serta dalam kegiatan pelestarian hutan SM Paliyan. Ada 4 desa yang ada di sekitar SM Paliyan, namun hanya Desa Karangasem dan Desa Jetis yang aktif dalam kegiatan pelestarian hutan.
Menjadi fasilitator pertemuan antara pesanggem dengan pemerintah untuk menyelesaikan masalah tentang pengelolaan SM Paliyan. Melakukan pendekatan persuasif kepada masyarakat sekitar hutan SM Paliyan untuk selalu menjaga kelestariannya.
144
Aktor Swasta (motivasi):
Peran
Kegiatan
Mitsui Sumitomo Corp.
Memberikan bantuan pendanaan selurub proyek rebabilitasi dan regenerasi SM Paliyan tabun 200520 II. Kegiatan ini merupakan bagian dari CSR nya Mitsui Sumitomo Corp.
Biaya yang timbul dari proyek rebabilitasi dan regenerasi SM Paliyan ditanggung oleb Mitsui Sumitomo Corp. Memberikan bantuan berupa peralatan sekolab untuk siswa SO yang ada di sekitar SM Paliyan. Memberikan bantuan peralatan drum band untuk SD Paliyan. Bantuan pasca gempa bumi tabun 2006 kepada masyarakat sekitar SM Paliyan
Menjadi panutan bagi masyarakatterutama pesanggem dalam kegiatan pelestarian butan di SM Paliyan. Menjadi fasilitator untuk menyampaikan aspirasi masyarakat kepada pemerintab.
Menjadi pemimpinlketua kelompok petani penggarap laban SM Paliyan (pesanggem). Menjadikan tempat tinggal sebagai pondok kerja kelompok. Selalu dilibatkan dalam pertemuan yang membabas tentang pengelolaan SM Paliyan.
Bersedia menjaga kelestarian butan, namun tetap mendapatkan keuntungan dari kegiatan konservasi di SM Paliyan. Tidak akan pemab bersedia bila diminta untuk meninggalkan kegiatan penggarapan laban di SM Paliyan.
Melakukan kegiatan penanaman tumpangsari di sela-sela tanaman induk sebingga dapat memperoleb basil dari tanaman tumpang sari maupun dari tanaman induk.
Warga masyarakat (aspirasi masyarakat yang diinginkan) Tokob masyarakat
Warga
145
Semua uraian diatas adalah bukti bahwa ketergantungan masyarakat terhadap hutan, sumber daya manusia, proses pemberdayaan masyarakat dan keberhasilan proyek merupakan factor-faktor yang menentukan keberhasilan pemberdayaan masyarakat sekitar hutan konservasi Suaka Margasatwa Paliyan. Dengan melihat tingkat keberhasilan pemberdayaan masyarakat dan factor-faktor yang
menentukan
keberhasilannya,
maka
dalam
pembuatan
kebijakan
pemberdayaan masyarakat di sekitar hutan konservasi selanjutnya harus memperhatikan keempat factor tersebut. Jangan sampai program pemberdayaan masyarakat yang seharusnya membuat masyarakat menjadi berdaya justru malah membuat masyarakat tergantung pada uluran tangan pemerintah yang berakibat tidak adanya keberdayaan yang dimiliki oleh masyarakat. Kebijakan pemberdayaan masyarakat sekitar hutan yang diterapkan di SM Paliyan masih belum dilakukan dengan seutuhnya dan masih banyak kendala yang harus dihadapi. Berbagai hambatan kegiatan pemberdayaan masyarakat di sekitar hutan konservasi dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi pemerintah untuk menentukan bentuk kegiatan pemberdayaan masyarakat yang benar-benar dapat memberdayakan masyarakat yang menjadi sasaran. Masyarakat bukan hanya dijadikan obyek atau sasaran proyek tapi masyarakat harus menjadi pelaku dari kegiatan pemberdayaan itu sendiri, sehingga apabila kebijakan pemberdayaan masyarakat ini diterapkan dengan benar maka tujuan dari pemberdayaan masyarakat itupun akan tercapai.
146
Community based forest management
perlu diterapkan di Suaka
Margasatwa Paliyan karena kebijakan ini mengandung prinsip kesejajaran dan prinsip berbagi yang adil dalam
upaya pelestarian lingkungan dengan
mengedepankan fungsi dan peran masyarakat yang lebih besar dalam menjaga dan mengelola kawasan hutan. Kehadiran fungsi dan peran masyarakat yang lebih besar diyakini sebagai altematif yang paling baik untuk menyelesaikan konflik pengelolaan sumber daya hutan yang selama ini terjadi karena keberadaan masyarakat yang tidak terpisahkan dari wilayah hutan itu sendiri baik sebagai sumber mata pencaharian ataupun sebagai tempat tinggal. Pada awalnya di Suaka Margasatwa Paliyan terdapat konflik pengelolaan sumber daya alam antara Pemerintah dan pesanggem. Status Suaka Margasatwa Paliyan sebagai hutan konservasi yang lebih mengutamakan keberlangsungan ekosistem dan sangat sedikit melibatkan masyarakat sangat menyulitkan pemerintah untuk mengelola SM Paliyan sesuai peraturan perundangan yang berlaku, karena sebelum ditetapkan sebagai hutan konservasi di SM Paliyan telah ada lebih dari seribu pesanggem yang ikut menggarap lahan di hutan tersebut. Sebagai langkah untuk menyelesaikannya maka dicoba diterapkannya kebijakan
community based forest management dalam pengelolaan SM Paliyan dan disertai dengan keterlibatan swasta dalam proyek rehabilitasinya. Dalam
pelaksanaan
kebijakan
tersebut
temyata
masih
banyak
kelemahannya. Kegiatan rehabilitasi yang melibatkan masyarakat dalam Proyek Rehabilitasi dan Regenerasi Suaka Margasatwa Paliyan temyata hanya merupakan hasil pembicaraan antara Departemen Kehutanan dan Mitsui Sumitomo Corp. 147
yang kemudian diwujudkan dalam satu kerjasama dan ditandatangani oleh kedua belah pihak pada tahun 2005. Penentuan lokasi rehabilitasi semata-semata hanya dilakukan oleh permasalahan, sehingga dapat dikatakan bahwa proyek ini dilakukan secara terpusat (top-down). Di sini ada bias elite_dimana dalam proyek sebenamya elite lah yang berperan menentukan apa yang harus dilakukan pada suatu kawasan hutan. Adanya ketentuan dimana kawasan hutan Iindung di suatu wilayah harus 30% dari total wilayah, membuat Departemen Kehutanan memaksakan diri untuk menambah kawasan hutan lindung di Propinsi DIY, karena di propinsi ini baru mempunyai 15% yang berupa kawasan hutan lindung. Akhimya kawasan SM Paliyan dipaksakan untuk menjadi kawasan konservasi tanpa melihat bahwa di SM Paliyan telah ada pesanggem. Permasalahan yang timbul dari pelaksanaan pemberdayaan masyarakat dalam proyek rehabilitasi dan regenerasi Suaka Margasatwa Paliyan adalah bahwa bahwa sebenamya pemerintah masih melaksanakan kebijakan pengelolaan hutan secara terpusat (top-down), walaupun dalam pelaksanaannya tetap melibatkan masyarakat dalam rangak pemberdayaannya. Akibatnya program ini tidak dapat menyentuh tujuan utama pemberdayaan masyarakat yaitu membuat masyarakat sekitar hutan menjadi lebih berdaya walaupun masyarakat tetap mendapatkan keuntungan dari proyek tersebut. Demikian pula dengan pemerintah yang juga mendapatkan keuntungan dari proyek ini.
Sehingga yang perlu dilakukan disini
bukan mengubah kebijakannya tapi memperbaiki penerapan/implementasinya agar tujuan utama pemberdayaan masyarakat akan tercapai, yaitu masyarakat itu lebih berdaya atau mandiri. 148
VII.
PENUTUP
Akhir dari penelitian adalah kesimpulan dari seluruh pembahasan dan saran untuk penentuan kebijakan pemberdayaan masyarakat selanjutnya serta penelitian yang masih dapat dilakukan berkaitan dengan pengelolaa SM Paliyan.
7.1.
KESIMPULAN Proses pemberdayaan masyarakat di sekitar hutan Suaka Margasatwa
Paliyan dilakukan dalam tiga tahap yaitu tahap penyadaran, tahap pengkapasitasan dan tahap pemberian daya.
Pada tahap penyadaran dapat diketahui sikap·
masyarakat akan kelestarian hutan dan kesadaran masyakat akan pentingnya hutan.
Pada tahap pengkapasitasan dapat diketahui adanya kesepahaman,
peningkatan kapasitas masyarakat, manfaat ekonomi dan penguatan kelembagaan. Pada tahap pemberdayaa dapat diketahui keterlibatan masyarakat dalam proses pemberdayaan masyarakat itu sendiri, dari proses perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan. Tingkat keberhasilan pemberdayaan masyarakat dapat ditinjau dari 3 sudut pandang yaitu masyarakat, pemerintah dan swasta.
Dari sudut pandang
masyarakat dan pemerintah tingkat keberhasilan pemberdayaan masyarakat adalah cukup
berhasil.
Sedangkan
dari
sudut
pandang
tingkat
keberhasilan
pemberdayaan dilihat dari adanya dukungan penuh masyarakat sehingga prosentase hidup tanaman mencapai lebih dari 90%.
Faktor-faktor yang
menentukan keberhasilan pemberdayaan masyarakat adalah ketergantungan 149
masyarakat terhadap hutan, sumber daya manusia, proses pemberdayaan masyarakat dan keberhasilan proyek.
7.2.
SARAN Pemberdayaan masyarakat sekitar hutan Suaka Margasatwa Paliyan belum
sepenuhnya dilakukan. Perlu adanya kebijakan pemerintah dalam pengelolaan hutan yang lebih berpihak kepada masyarakat sekitar hutan.
Kegiatan
pemberdayaan masyarakat yang telah dilakukan cendemng tidak memberdayakan masyarakat, tapi hanya merekrut masyarakat untuk melakukan kegiatan pemberdayaan masyarakat.
Untuk waktu mendatang kegiatan pemberdayaan
masyarakat hams menekankan pada peningkatan keberdayaan masyarakat itu sendiri.
Mengingat proyek Rehabilitasi dan Regenerasi Suaka Margasatwa
Paliyan akan berakhir tahun 2011, maka sejak saat ini Departemen Kehutanan c.q. Balai KSDA Yogyakarta perlu menyusun kebijakan bam tentang pemberdayaan masyarakat sekitar hutan Suaka Margasatwa Paliyan. Kebijakan yang dapat diterapkan oleh pemerintah dalam pengelolaan SM Paliyan dan menyelesaikan masalah pesanggem adalah: Mengubah status SM Paliyan sehingga keberadaan pesanggem menjadi legal setelah program rehabilitasi di SM Paliyan berhasil. Mengembangkan alternative pemanfaatan SM Paliyan untuk kegiatan pariwisata khusus atau wisata alam terbatas, seperti outbound, birdwatching. Memberikan alternative mata pencaharian lain untuk para pesanggem sehingga mereka tidak tergantung dengan penggarapan Jahan hutan. 150
Penelitian
pemberdayaan
masyarakat
sekitar
hutan
Suaka
Margasatwa Paliyan ini masih perlu dilanjutkan, masih perlu dilakukan penelitian tentang penerapan kebijakan suaka margasatwa di hutan Paliyan itu tepat atau tidak, kemudian berapa keuntungan didapatkan oleh pesanggem dalam menggarap lahan di hutan SM Paliyan dilihat dari sisi ilmu ekonomi, bagaimana manajemen konflik antara pemerintah, swasta dan masyarakat yang dapat diterapkan dalam pengelolaan SM Paliyan, serta terakhir bagaimana rencana strategi pengelolaan SM Paliyan setelah berakhimya proyek ini.
151
DAFfAR PUSTAKA
Baiquni, M. 2007. Strategi Penghidupan di Masa Krisis. Ideas Media. Yogyakarta Balai Konservasi Sumber Daya Alam Yogyakarta. 2005. Rencana Pengelolaan Kawasan Suaka Margasatwa Paliyan Gunungkidul Periode 2005-2025. Brotohadi, 2006. lsu-lsu Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (Community Based Forest Management) di Wilayah Regional II. Disampaikan pada Rakor Pemberdayaan Masyarakat di Dalam dan Sekitar Kawasan Konservasi se-Jawa Bali, tanggal 22-23 November 2006 di YogyakartaDepartemen Kehutanan. 2008. Pedoman Kriteria dan lndikator Pemberdayaan Masyarakat di Sekitar Kawasan Konservasi. Direktorat Pemanfaatan Jasa Lingkungan dan Wisata Alam. Departemen Kehutanan. Bogar. Djuwadi, lis Amah, Binamo, Aprilia., Rus Sylvi .2008. Dampak Suaka Margasatwa Paliyan untuk Kesejahteraan Masyaral<.at Sekitarnya. Laporan Penelitian Kutai Timber Indonesia. Fitriadi, Totok Gunawan dan Rijanta. 2005. Peran Pemerintah dan Partisipasi Masyarakat dalam Rehabilitasi Hutan Mangrove: Kasus di Kecamatan Pemangkat Kabupaten Sambas Kalimantan Barat. Dalam Jumal Manusia dan Lingkungan Vol. 12 No.3 November 2005 hal 122-129 PSLH UGM Harjiyatni, Fransisca Romana. 2001. Peran Serta Masyarakat dalam Pelestarian Terumbu Karang di Pesisir Pantai Kabupaten Gunungkidul. Dalam Jumal Manusia dan Lingkungan Voi.VIII No. I April2001 hal49-60 PSLH UGM Yogyakarta Hikmat, Harry. 2004. Strategi Pemberdayaan Masyarakat. Penerbit Humaniora. Bandung. Musyarofah Zuhri dan Endah Sulistyowati, 2007. Pengelolaan Perlindungan Cagar Alam Gunung Papandayan. Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Hayati dan Lingkungan Hidup Tropika ITB, disampaikan dalam Seminar Nasional Ppenelitian Lingkungan Hidup di Perguruan Tinggi. Universitas Indonesia. 20 Juni 2007 Sidu, Djasmin. 2006. Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Kawasan Hutan Lindung Jompi Kabupaten Muna Provinsi Sulawesi Tenggara. Disertasi. Sekolah Pascasarjana lnstitut Pertanian Bogor. Tidak dipublikasikan. Silvianita Timotius (tanpa tahun). Analisis Kebijakan Pengelolaan Suaka Margasatwa Pulau Rambut Jakarta (Studi analisi hirarkis). download daari ~~'vv.d_igilib.ui,ac.i_Q/Qp_acftheJ1!esflil:>ri~/_qe!ailjsQ?/ici_=7:U4&clokasi_o=!okal
Simon, H. 2006. Mekanisme Peluang Pasar Hasil Hutan Non-Kayo Bagi Masyarakat Di Dalam dan Sekitar Kawasan Konservasi. Disampaikan pada Rakor Pemberdayaan Masyarakat di Dalam dan Sekitar Kawasan Konservasi se-Jawa Bali, tanggal 22-23 November 2006 di Yogyakarta Subarsono, A.G. 2008. Analisis Kebijakan Publik. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Cetakan III. Sugiyono. 2003. Metode Penelitian Administrasi. Alfabeta. Bandung
Sulistiyani, A.T. 2004. Kemitraan dan Model-Model Pemberdayaan. Gava Media Yogyakarta. Suparjan dan Suyatno, H. 2003. Pengembangan Masyarakat- Dari Pembangunan Sampai Pemberdayaan. Aditya Media. Yogyakarta. Sutrisno. 2009. Perencanaan Pembangunan Daerah Mungkinkah Dilakukan Secara Partisipatif. Dalam Refonnasi Birokrasi, Kepemimpinan dan Pelayanan Publik: Kajian tentang Pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia (ed. Agus Pramusinto dan Erwan Agus Purwanto). Gava Media, JIAN-UGM, MAP-UGM. Yogyakarta Syamsul Bahri dan Zozi Algopeng. 2009. Pemberdayaan Masyarakat di Sekitar Hutan Konservasi. dipostkan tgl 3 Februari 20009 dalam http:/lkerincirealitas.wordpress.com/2009/02/03/opini-konservasi-dan-pemberdayaanmasyarakat Usman, S. 2004. Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat. Pustaka Pelajar. Yogyakruta Winarno, B. 2005. Teori dan Proses Kebijakan Publik. Media Pressindo. Yogyakarta Wrihatmolo, Randy R. dan Dwidjowiyoto, Riant Nugroho. 2007. Manajemen Pemberdayaan (Sebuah Pengantar dan Panduan untuk Pemberdayaan Masyarakat). PT. Elex Media Komputindo. Jakarta Yuliarsana, I Nyoman. 2006. Perkembangan Pemberdayaan Masyarakat dalam Optimalisasi Pemanfaatan Jasa Lingkungan dan Wisata Alam di Dalam dan Sekitar Kawasan Konservasi. Disampaikan pada Rakor Pemberdayaan Masyarakat di Dalam dan Sekitar Kawasan Konservasi se-Jawa Bali, tanggal 22-23 November 2006 di Yogyakarta