BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Suaka Margasatwa Paliyan dengan luas total 434,834 Ha berada di wilayah
Kecamatan Paliyan dan Kecamatan Saptosari, Kabupaten Gunung Kidul. Topografi kawasan berupa perbukitan karst dengan lapisan tanah yang tipis, memiliki kelerengan di atas 40 % serta pada ketinggian antar 100 – 300 m dpl. Letak Suaka Margasatwa Paliyan sendiri berada pada petak 136 s/d 141 yang dulunya merupakan wilayah pangkuan hutan produksi dari Dinas Kehutanan Propinsi D.I Yogyakarta (tepatnya masuk wilayah Resort Polisi Hutan (RPH) Paliyan yang tergabung dalam Bagian Daerah Hutan (BDH)). Suaka Margasatwa (SM) Paliyan merupakan kawasan yang masih berhutan dengan luas 434,834 Ha, hampir keseluruhan kawasan telah dirambah penduduk sekitar menjadi lahan garapan pasca reformasi tahun 1998. Kawasan yang masih berhutan dengan tegakan yang cukup rapat hanya terdapat di sisi timur jalan besar depan PUSLATPUR dengan jenis tanaman jati. Fungsi hutan sebelum ditetapkan sebagai suaka margasatwa adalah hutan produksi, kelas perusahaan jati, sistem tebang habis dan permudaan buatan (Djuwadi dalam Pramada, 2010). Suaka Margasatwa Paliyan ditunjuk berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 171/Kpts-II/2000 tentang penunjukan kawasan hutan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kawasan ini merupakan alih fungsi dari
1
kawasan hutan produksi pada petak 136 sampai dengan petak 141 berada di wilayah BDH Paliyan dengan luas total 434,834 Ha. Perubahan fungsi kawasan tersebut diduga mengakibatkan akses masyarakat atas sumberdaya hutan semakin terbatas, mengakibatkan perubahan pengelolaan hutan, serta mengakibatkan perubahan kondisi ekologis kawasan. Permasalahan yang muncul akibat perubahan kebijakan ini yaitu konflik lahan, hal ini disebabkan karena masyarakat sekitar kawasan Suaka Margasatwa Paliyan ini adalah petani miskin yang tidak memiliki lahan atau lahannya amat rendah atau dapat dikatakan masyarakat lapar lahan. Sebagian besar masyarakat merupakan petani yang rata-rata memiliki lahan garapan di hutan Paliyan sejak statusnya masih sebagai hutan produksi (Djuwadi dalam Pramada, 2010). Hutan konservasi DIY terdiri dari Cagar Alam Imogiri, Cagar Alam Gunung Gamping, Suaka Margasatwa Paliyan, Suaka Margasatwa Sermo, Taman Nasional Gunung Merapi, dan Taman Hutan Raya Bunder. Penetapan suatu kawasan menjadi kawasan konservasi akan membatasi akses masyarakat yang tinggal di sekitar hutan untuk memanfaatkan sumberdaya yang ada demi memenuhi kebutuhan hidupnya. Fenomena tersebut terjadi di kawasan Suaka Margasatwa Paliyan Gunung Kidul, DIY. Sekitar 80% kawasan suaka margasatwa Paliyan dirambah oleh masyarakat sebagai areal perladangan, sejak masih berstatus hutan produksi, ± 600 petani penggarap berladang di kawasan ini, mereka berasal dari 4 desa, yaitu Karang Asem dan Karang Duwet yang termasuk willayah Kecamatan Paliyan, serta dua desa lagi yaitu Jetis dan Kepek yang masuk wilayah Kecamatan Saptosari (Dewanti, 2015). 2
Menurut Supriatna (2008), pemanfaatan lahan untuk berbagai sektor secara langsung tidak selalu memperhitungkan akibat pada keuntungan tak langsung (lingkungan hidup) untuk semua pihak. Memang harus diakui bahwa keuntungan tak langsung ini sukar untuk segera dirasakan manfaatnya, seperti berbagai manfaat tumbuhan sebagai pengatur air, tutupan tanah, dan penjaga kualitas udara.
Bidang kehidupan utama di pedesaan adalah pertanian. Tanah merupakan sumber daya utama atau faktor produksi utama untuk pertanian. Kegiatan sektor pertanian adalah jenis kegiatan yang membutuhkan tempat besar atau space consumptive, meskipun usaha pertanian kecil. Luas tanah relatif tetap, sehingga kebutuhan penduduk akan tanah untuk perluasan tanah pertanian akan semakin mendesak. Kondisi ini akan memaksa mereka untuk menggunakan tanah yang sebelumnya tidak pernah dijamah, yaitu dengan cara memanfaatkan tanah yang kemiringan lerengnya terjal, menyerobot, atau merambah hutan. Mereka memanfaatkan tanah tersebut untuk menanam tanaman semusim maupun untuk mengambil kayu-kayunya bagi keperluan sehari-hari sebagai sumber mata pencaharian dan kayu bakar. Akibatnya timbul kerusakan-kerusakan pada fisik tanah seperti erosi, tanah longsor, rusaknya hutan dan vegetasi serta rusaknya tata air (Anonymous dalam Ferdi, 2009).
Akibat dari permasalahan yang ada di Suaka Margasatwa tersebut terbentuk suatu kegiatan pemberdayaan masyarakat berbasis pertanian dengan pembuatan demplot percontohan yang ditanami dengan tanaman bawang merah (Allium sativum sp) dan cabai merah (Capsicum annum sp). Tujuan utama 3
kegiatan yakni sebagai upaya untuk mengurangi ketergantungan petani dalam melakukan aktivitas yang berada di dalam wilayah Suaka Margasatwa Paliyan. Demplot tersebut diharapkan dapat dicontoh atau dapat diadopsi sendiri oleh petani di lahan miliknya sesuai dengan penyuluhan atau pengarahan yang telah dilakukan sebelumnya mulai dari awal hingga akhir kegiatan. Kegiatan merupakan kerjasama antara BKSDA Yogyakarta dan Mitsui Sumitomo Insurance Grup (MSIG). Rangkaian kegiatan pemberdayaan masyarakat ini mulai dari pengolahan lahan, pemilihan bibit, cara pemeliharaan sampai pada pasca panen. Namun permasalahan baru yang muncul dari kegiatan ini adalah tidak semua masyarakat melakukan atau mengadopsi keseleluruhan tahap kegiatan yang telah dilakukan sebelumnya mulai dari awal hingga akhir kegiatan. Sehingga keberhasilan adanya kegiatan tersebut tidak pasti. Oleh karena itu, perlu diketahui besarnya adopsi demplot pertanian yang dilakukan masyarakat di lahan miliknya yang berada di sekitar Suaka Margasatwa Paliyan Yogykarta.
4
1.2.
Rumusan Masalah
1) Bagaimana demplot pertanian diadopsi oleh masyarakat? 2) Bagaimana adopsi demplot pertanian mampu meminimalisasi perambahan kawasan Suaka Margasatwa Paliyan Yogyakarta?
1.3.
Tujuan Penelitian
1) Mengetahui adopsi demplot pertanian yang dilakukan masyarakat di sekitar Suaka Margasatwa Paliyan Yogykarta. 2) Mengetahui adopsi demplot pertanian dalam meminimalisasi perambahan kawasan Suaka Margasatwa Paliyan Yogyakarta.
1.4.
Manfaat Penelitian
1) Bagi peneliti, hasil penelitian memberikan gambaran seberapa besar adopsi demplot pertanian yang dilakukan masyarakat di lahannya sendiri sehingga mengurangi perambahan kawasan Suaka Margasatwa Paliyan. 2) Bagi pihak pengelola, hasil penelitian sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan
kebijakan
pengelolaan
sumberdaya
alam
di
Suaka
Margasatwa Paliyandan sebagai bahan pemikiran bagi penelitian selanjutnya.
5