BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepualauan terbesar kedua di dunia yang terdiri dari 13.487 pulau dengan total luas 1.904.569 km2.1 Indonesia terletak di antara 6º LU – 11º LS dan 95º BT - 141º BT, di antara Lautan Pasifik dan Lautan Hindia, di antara benua
Asia dan
benua Australia,
dan
pada
pertemuan
dua
rangkaian pegunungan, yaitu Sirkum Pasifik dan Sirkum Mediterania. Berdasarkan letak tersebut Indonesia memiliki iklim tropika, suhu di Indonesia cukup tinggi, curah hujan cukup banyak, serta terdapat berbagai jenis spesies tumbuhan yang dapat hidup di Indonesia.2 Dapat ditarik kesimpulan bahwa negara Indonesia adalah negara yang luas dan berpotensi memiliki kekayaan alam yang melimpah. Negara Indonesia memiliki tanah yang subur dan didukung dengan iklim yang tropika menjadikan Indonesia negara agraris yang cocok untuk daerah pertanian dan perkebunan, serta hortikultura khususnya buah. Buah saat ini menjadi salah satu komoditas yang banyak digemari dan dikonsumsi oleh warga negara Indonesia. Perkembangan pertambahan penduduk di Indonesia tiap tahunnya diperkirakan akan menyebabkan peningkatan kebutuhan konsumsi buah. Data terakhir tingkat konsumsi buah di Indonesia tahun 2012 sudah mencapai 40kg/kapita/tahun. Kebutuhan konsumsi buah total Indonesia mencapai 11,7 juta ton.3 Berdasarkan WHO (World Health Organization), standar konsumsi
1
Wikepedia (2013), “Indonesia”, diakses dari http://id.wikipedia.org/wiki/Indonesia, pada tanggal 7 Februari 2013 pukul 07.15 2 Wikipedia (2013), “Geografis Indonesia”, diakses dari http://ms.wikipedia.org/wiki/Geografi_Indonesia, pada tanggal 7 Februari 2013 pukul 07.40 3 Syafrida Manuwoto, “Peningkatan Dayasaing Buah Nasional Melalui Riset Nasional: Pengalaman 10 Tahun RUSNAS Buah Unggulan Indonesia”, diakses dari https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&ved=0CDEQFjAA&url=http
buah seharusnya 70kg/kapita/tahun. Standar konsumsi dari WHO tersebut akan meningkatkan konsumsi akan buah yang diperkirakan juga akan terjadi di negara lain selain Indonesia. Peningkatan konsumsi buah merupakan kabar baik bagi para pelaku perdagangan internasional khususnyayang bergerak dalam perdagangan ekspor-impor buah. Berdasarkan teori ekonomi secara umum, dengan terus meningkatnya kebutuhan pasar akan buah maka meningkat pula potensi permintaan akan buah impor sehingga meningkatkan pula nilai perdagangan buah secara internasional. Perkembangan perdagangan buah internasional dapat meningkatkan perekonomian masyarakat dan devisa negara.4 Indonesia memiliki potensi alam yang mendukung perdagangan buah, yaitu: lahan, iklim, dan berbagai varietas tanaman buah-buahan tropis, sehingga buah dapat menjadi komoditas unggulan perdagangan dari Indonesia. Indonesia diketahui telah menjadi salah satu negara yang mengekspor produk buah-buahannya ke luar negeri seperti ke Singapore, China, Jepang dan beberapa negara lainnya. Komoditas buah dari Indonesia yang diekspor yaitu: nanas, manggis, mangga, pepaya, pisang, melon, salak, dan semangka.5 Kegiatan perdagangan buah secara internasional pada umumnya sama dengan kegiatan perdagangan barang internasional yang merupakan salah satu bagian dari perdagangan internasional. Hubungan perdagangan internasional antarnegara sudah ada sejak lama.6 Adanya hubungan perdagangan antarnegara tidak bisa dipungkiri didasari oleh prinsip kebebasan berkontrak.7 Para pelaku perdagangan dari negara manapun bebas untuk menjalin hubungan perdagangan internasional atau membuat
%3A%2F%2Fpkht.or.id%2Fphocadownloadpap%2Fhasil-riset-preview%2Fbab%2520i.%2520pendahuluan.pdf, pada tanggal 7 Februari 2013 pukul 08.34 4 Idem. 5 Kompas, Rabu, 13 Juni 2012, Ekspor Komoditas Hortikultura tetap bergairah, hlm. 20. 6 Huala Adolf, Hukum Perdagangan Internasional, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006, hlm. 19. 7 Ibid., hlm. 16.
kontrak perdagangan dengan pelaku perdagangan internasional dari negara mana saja. Oleh sebab itu, Indonesia juga bebas untuk menjalin hubungan perdagangan buah secara internasional dengan negara manapun. Hubungan perdagangan internasional yang disadari oleh prinsip kebebasan berkontrak tersebut seiring perkembangan jaman semakin meluas dan aktivitas tersebut dewasa ini lebih sering disebut perdagangan bebas. Perdagangan bebas adalah perdagangan antarnegara, baik yang berkenaan dengan impor maupun ekspor, yang tidak dibatasi atau diintervensi yang dapat menghambat kelancaran arus perdagangan internasional.8 Namun untuk menciptakan perdagangan internasional yang lancar maka diperlukan hubungan antar negara yang tertib dan adil untuk memelihara hak dan kewajiban para pelaku perdagangan internasional. Untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan peraturan-peraturan yang mengatur kegiatan perdagangan internasional, yang pada umumnya disebut dengan hukum perdagangan internasional. Hingga saat ini belum ada kesepakatan secara internasional diantara para ahli hukum mengenai definisi hukum perdagangan internasional. Hercules Booysend, salah satu sarjana dari Afrika Selatan mengemukakan 3 (tiga) unsur dari definisi hukum perdagangan internasional yaitu: hukum perdagangan internasional dipandang sebagai salah satu cabang hukum internasional, hukum perdagangan internasional adalah aturan hukum internasional yang berlaku terhadap perdagangan barang, jasa dan perlindungan hak atas kekayaan intektual, dan hukum perdagangan internasional terdiri dari aturan-aturan hukum yang memiliki pengaruh langsung terhadap perdagangan internasional secara umum.9 Materi hukum perdagangan
8
Munir Fuady, Hukum Dagang Internasional (Aspek Hukum Dari WTO), PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004, hlm. 3. 9 Ibid., hlm 21.
internasional adalah suatu materi yang luas karena obyeknya juga demikian luasnya. 10 Namun kembali kepada tujuan utama adanya hukum perdagangan internasional adalah untuk terciptanya perdagangan internasional yang lancar yang kemudian akan diterapkan dalam perdagangan buah secara internasional di Indonesia. Hukum perdagangan internasional telah mengalami beberapa perkembangan. Awalnya hukum perdagangan internasional lahir dari kebebasan berkontrak para pelaku perdagangan internasional. Seiring perkembangan jaman dan perkembangan perdagangan bebas, perdagangan menjadi salah satu faktor utama yang dapat meningkatkan perekonomian negara. Hal tersebut didukung oleh ahli ekonomi Adam Smith dengan teori Laissez faire, yaitu: perdagangan internasional seharusnya berdasarkan hukum pasar dimana perpindahan barang dari suatu negara ke negara lain dibiarkan secara bebas.11 Namun pada tahun 1930, terjadi resesi ekonomi yang mengakibatkan krisis di berbagai negara. Dan untuk menyelamatkan keadaan ekonomi
suatu
negara,
pemerintah
negara
masing-masing
memperketat
perekonomiannya dan melindungi produksi dalam negerinya dari serbuan produk dari negara lain.12 Proteksi produk domestik tersebut dilakukan dengan cara dibuat peraturan-peraturan untuk menghambat masuknya barang atau produk-produk dari negara lain masuk ke negaranya. Para pemerintah negara mulai sadar diperlukan pengaturan juga untuk menjaga melindungi pelaku perdagangan internasional di negara mereka masing-masing. Peraturan-peraturan tersebut termasuk dalam hukum perdagangan internasional. Dalam perkembangan hukum perdagangan internasional yang terakhir yaitu setelah krisis ekonomi tahun 1970, para negara tetap berupaya dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan cenderung melakukan atau 10
DR. Gunardi Suhardi, Beberapa Elemen Penting dalam Hukum Perdagangan Internasional, Universitas Atma Jaya Yogyakarta: Andi Offset, Yogyakarta, 2004, hlm. 1. 11 Munir Fuady, op.cit., hlm. 5. 12 Fuady, Munir, op.cit., hlm. 7.
membentuk blok-blok perdagangan baik bilateral, regional, maupun multirateral.13 Hal tersebut dilakukan untuk menghindari proteksi-proteksi dari beberapa negara dan hal tersebut juga melahirkan perjanjian-perjanjian internasional. Perjanjian-perjanjian internasional tersebut menjadi salah satu sumber hukum perdagangan internasional. 14 Dan salah satu Perjanjian internasional yang multirateral yang banyak disepakati adalah General Agreement on Tariffs and Trade tahun 1947 (GATT 1947). Dalam perkembangannya GATT 1947 mengalami perubahan dan pada Putaran Uruguay GATT 1986-1994 lahirlah World Trade Organization (WTO).15 Indonesia sendiri menjadi anggota WTO pada tanggal 24 Februari tahun 1995 melalui ratifikasi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 Tentang Pengesahan Agreement on Establishing The World Trade Organization/WTO (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia). Dengan meratifikasi perjanjian – perjanjian WTO maka Indonesia mau tidak mau terikat pada ketentuan hukum perdagangan internasional yang disepakati dalam perundingan WTO. Sistem perdagangan internasional berdasarkan WTO pada dasarnya masih menganut sistem perdagangan bebas. Didukung oleh sistem perdagangan bebas seperti sekarang ini, pintu-pintu masuk produk impor di Indonesia seperti terbuka dengan bebas. Hal tersebut juga menyebabkan impor buah bebas masuk ke Indonesia. Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 37/ Kpts/HK.060/1/2006 Tentang Persyaratan Teknis dan Tindakan Karantina Tumbuhan Untuk Pemasukan BuahBuahan Dan Atau Sayuran Buah Segar Ke Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia, Indonesia mempunyai 7 pintu masuk untuk buah impor. Ketujuh pintu masuk impor buah yaitu: Pelabuhan Laut Tanjung Priok (Jakarta), Pelabuhan Laut
13
Huala Adolf, op.cit., hlm. 21. Huala Adolf, op.cit., hlm. 26. 15 Huala Adolf, op.cit., hlm. 27. 14
Tanjung Perak (Surabaya), Pelabuhan Laut Belawan (Medan), Pelabuhan Laut Batu Ampar (Batam), Bandara Udara Soekarno - Hatta (Jakarta), Bandara Udara Ngurah Rai (denpasar), dan Pelabuhan Laut Soekarno – Hatta (Makassar). Indonesia menjadi berlimpah produk impor buah dari luar negeri. Berlimpahnya produk buah impor menyebabkan buah lokal di Indonesia harus bersaing dengan buah impor. Akibatnya enam puluh persen kebutuhan buah di Indonesia sekarang dipenuhi dari buah impor.16 Seiring berkembangnya perdagangan buah internasional, peminat buah impor di Indonesia menjadi lebih besar dibandingkan peminat buah lokal asli Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat dengan masuknya buah-buah impor ke pasar-pasar tradisional sampai ke pelosok desa. Dan di supermarket-supermarket (pasar swalayan) di beberapa kota besar menjadi jarang bahkan tidak ada pasokan buah lokal. Masyarakat Indonesia lebih akrab dengan memilih mengkonsumsi buah-buah impor seperti halnya jeruk Mandarin, apel Fuji, apel Washington, durian Bangkok dan beberapa buah-buah impor lainnya. Buah – buah lokal unggulan Indonesia seperti halnya mangga Indramayu, apel Malang, jeruk Bali, jeruk Medan, salak Pondoh, pisang Mas Kirana Lumajang dan masih banyak buah lokal asli Indonesia lainnya, lebih susah ditemui di supermarket, toko buah, bahkan di pasar tradisional. Padahal beberapa buah-buahan lokal asli Indonesia tersebut kerap dieskpor ke luar negeri. Produk impor buah terus membanjiri pasaran di Indonesia. Berdasarkan laporan Badan Pusat Statiska (BPS), pada 2011 menunjukkan, nilai impor buahbuahan Indonesia mencapai US$411,57 juta atau sekitar Rp3,7 triliun. Untuk menutup kebutuhan pasar akan buah, Indonesia mengimpor 450 ribu ton lebih pada tahun 2012.17 Cina adalah negara pemasok buah impor terbesar ke Indonesia sepanjang 16
Kompas, Kamis, 7 Juni 2012, Pengembangan Buah Lokal Prioritas, hlm. 20. Afanda Siregar, “ Patriotrisme Buah Lokal”, diakses pada http://ekonomi.kompasiana.com/agrobisnis/2013/02/16/patriotisme-buah-lokal-534075.html, pada tanggal 4 April 2013 pukul 13.51 17
tahun 2011. BPS mencatat impor buah dari Cina mengalami kenaikan dari angka US$46,7 juta pada bulan Desember 2011 menjadi US$62,6 juta pada bulan Januari 2012.18 Sebelum tahun 2010 belum ada peraturan di Indonesia yang mengatur khusus mengenai impor buah. Mulai akhir tahun 2010, pemerintah Indonesia berupaya untuk melindungi warga negara atas dampak negatif impor buah adalah dengan mesngeluarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2010 tentang Horltikultura. Dalam undang – undang tersebut, Pasal 88 ayat (1) mewajibkan importir dalam mengimpor untuk memperhatikan aspek keamanan pangan, ketersediaan produk hortikultura dalam negeri, ketetapan sasaran produksi dan konsumsi hortikultura, persyaratan kemasan dan pelabelan, standar mutu, dan kebutuhan keamanan dan perlindungan terhadap kesehatan manusia, hewan, tumbuhan dan lingkungan. Pasal 88 ayat (2), pengaturan baru dalam menimpor produk hortikultura untuk mendapatkan rekomendasi dari Menteri. Pasal 88 ayat (3) impor produk hortikultura masuk melalui pintu masuk impor yang telah ditetapkan dalam peraturan menteri. Dan Pasal 88 ayat (4), larangan mengedarkan produk impor hortikultura yang tidak sesuai standar mutu dan/atau keamanan pangan. Definisi hortikultura pada pasal 1 Undang-undang Nomor 13 tentang hortikultura, adalah segala hal yang berkaitan dengan buah, sayuran, bahan obat nabati, dan florikultura, termasuk di dalamnya jamur, lumut, dan tanaman air yang berfungsi sebagai sayuran, bahan obat nabati, dan/atau bahan estetika.19 Secara tidak langsung berdasarkan definisi hortikultura di undang-undang tersebut, pengaturan mengenai impor hortikultura maka mencakup pengaturan mengenai impor
18
Nurun Nisa, “ Politik Perdagangan Buah Indonesia”, diakses pada http://cwts.ugm.ac.id/2013/04/politikperdagangan-buah-impor-indonesia-tahun-2011-2012/, pada tanggal 4 April 2013 pukul 14.15 19
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2010 Tentang Hortikultura, Pasal 1 angka 1.
buah juga. Undang-undang tersebut menjadai dasar dibentuknya beberapa peraturan menteri untuk mengatur mengenai impor buah. Menteri Pertanian pada tahun 2011 mengeluarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 89/Permentan/OT.140/12/2011 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pertanian Nomor 37/Kpts/HK.060/1/2006 Tentang Persyaratan Teknis Dan Tindakan Karantina Tumbuhan Untuk Pemasukan Buah-Buahan Dan/Atau Sayuran Buah Segar Ke Dalam Wilayah Negara Repulik Indonesia. Peraturan tersebut pada intinya membatasi pintu masuknya impor buah ke Indonesia, yaitu awalnya terdapat 7 (tujuh) pintu masuk impor buah dipersempit menjadi 4 (empat). Keempat pintu masuk impor buah yang baru yaitu hanya melalui: Pelabuahn Laut Tanjung Perak (Surabaya), Pelabuhan Laut Belawan (Medan), Bandara Soekarno-Hatta (jakarta) dan Pelabuhan Laut Soekarno - Hatta (Makassar). Peraturan tersebut sempat diperbaharui beberapa kali, hingga pada tanggal 13 Juni 2012, peraturan pembaharuan dicabut dan diganti lagi dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor:
42/Permentan/OT.140/6/2012
Tentang Persyaratan Teknis Dan Tindakan Karantina Tumbuhan Untuk Pemasukan Buah-Buahan dan/atau Sayuran Buah Segar Ke Dalam Wilayah Negara Repulik Indonesia yang berlaku pada tanggal 19 Juni 2012 hingga sekarang. Selain peraturan Menteri Pertanian yang mengatur mengenai pintu masuk impor buah, Menteri Pertanian mengeluarkan 1 (satu) peraturan lagi yang berhubungan dengan impor hortikultura yaitu: Peraturan Menteri Pertanian Nomor 03/Permentan/OT.140/1/2012 Tentang Rekomendasi Impor Produk Holtikultura (RIPH). Selain itu Menteri Perdagangan juga mengatur peraturan yang berhubungan dengan impor hortikultura juga, yaitu: Peraturan Menteri Perdagangan Nomor: 30/MDAG/PER/5/2012 Tentang Ketentuan Impor Produk Holtikultura (KIPH). Namun
Praturan Menteri Pertanian tentang RIPH dan Peraturan Menteri Perdagangan tentang KIPH di atas beberapa kali mengalami perubahan. Pada tahun 2012 menjadi momentum bagi impor buah di Indonesia karena munculnya 2 peraturan yang mengatur mengenai pengetatan impor buah. Kebijakankebijakan baru pemerintah dalam pegaturan impor buah tersebut mendapat banyak respon dari kalangan imporir dan kalangan petani buah lokal maupun organisasi perdagangan dunia yaitu: WTO. Ketua asosiasi eksportir importir buah dan sayuran segar, Kafi Kurnia pada bulan Juni tahun 2012 diwawancari oleh media internet20, mengatakan “ keadaan teknis di lapangan belum memungkinkan pengaturan impor dilakukan.” Namun kalangan petani buah lokal di daerah Jawa Timur sangat menyambut segera berlakunya kebijakan-kebijakan baru Menteri Pertanian dan Menteri Perdagangan diatas dalam pegaturan impor hortikultura agar mereka tidak lagi kalah saing dengan buah impor. Sementara hasil laporan wartawan Kompas Eny Prihtiyani, yang memwawancarai Menteri Perdagangan, Gita Wirjawan di Bangkok, Thailand, Jumat 1 Juni 2012, mengatakan bahwa Direktur Jenderal WTO Pascal Lamy di Forum Ekonomi Dunia untuk kawasan Asia Timur yang berlangsung di Bangkok mempertanyakan sejumlah kebijakan pemerintah Indonesia, dan salah satunya mengenai pengaturan impor hortikultura. WTO menilai langkah Indonesia tersebut adalah upaya memperkuat proteksi ekonomi Indonesia. Argumen WTO tersebut dibantah oleh Menteri Perdagangan.21
20
Hazlianzah, “Importir Sambut Baik Penundaan Aturan Impor Hortikultura”, diakses pada http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/makro/12/06/15/m5nn0e-importir-sambut-baik-penundaanaturan-impor-hortikultura, pada tanggal 23 September 2012 pukul 17.20 21 Eny Prihtiyani, “Tuduhan WTO Dibantah”, diakses pada http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2012/06/02/02364116/Tuduhan.WTO.Dibantah, pada tanggal 10 Juni 2012 pukul 15.25
Pada bulan Januari 2013 Amerika mengajukan gugatan notifikasi keberatan kepada Indonesia melalui WTO. Amerika menilai pengaturan Indonesia atas peraturan dalam memperoleh izin impor hortikultura dinilai tidak jelas dan rumit sehingga menyulitkan atau menghambat negara Amerika apabila ingin mengekspor produk buahnya ke Indonesia. Dalam upaya menanggapi gugatan keberatan Amerika, Indonesia telah mengirimkan beberapa delegasinya untuk bertemu dengan delegasi Amerika untuk berkonsultasi sehingga tercapai kesepakatan
pemahaman bahwa
Indonesia tidak berusaha melanggar peraturan WTO. Indonesia menghindari agar tidak perlu sampai ke Panel Dispute Settlement di WTO. Proses konsultasi hingga selama 60 hari tetapi belum tercapai kesepakatan antara negara Amerika dengan negara Indonesia. Amerika masih menganggap Indonesia melanggar kebijakan WTO.22 Dalam menanggapi gugatan Amerika, belum tercapainya kesepakatan dalam konsultasi antara delegasi Indonesia dengan Amerika, sehingga pada April tahun 2013, Kementerian Pertanian mengambil keputusan untuk mengubah lagi Peraturan Menteri Pertanian Tentang Rekomendasi Impor Produk Holtikultura. Masih pada bulan yang sama Peraturan Menteri Perdagangan Tentang Ketentuan Impor Produk Holtikultura juga diubah dan diganti Dengan diubahnya peraturan Menteri Pertanian dan Peratuan Menteri Perdagangan diatas diharapkan bisa menyederhanakan mekanisme impor di Indonesia dan menjadi jawaban atas keberatan negara Amerika. Namun dengan adanya peraturan-peraturan baru tersebut, Indonesia kembali dibanjiri dengan produk buah impor. Dan tidak jelas apakah peraturan baru tersebut menjadi jawaban pasti bahwa Indonesia tidak melanggar aturan WTO lagi. Pergantian peraturan Menteri Pertanian dan Peraturan Menteri Perdagangan tersebut dikait22
Djibril Muhammad, “Kisruh Impor Hortikultura, RI-AS Bakal Masuk Panel WTO”, diakses pada http.republika.co.id/berita/ekonomi/bisnis-global/13/04, pada tanggal 02 Mei 2013 pukul 18.30
kaitkan dengan isu WTO mendukung negara Amerika untuk tidak memperketat impor buah masuk Indonesia. Disinilah dirasa oleh masyarakat bahwa menjadi anggota WTO menghambat upaya pengetatan impor buah yang masuk ke Indonesia.23 Menjadi salah satu negara anggota WTO saat ini diragukan oleh kalangan masyarakat Indonesia. Indonesia dituntut mematuhi aturan WTO yang dianggap mendukung perdagangan bebas. Namun apabila tidak diatur mengenai buah impor, maka petani buah lokal akan semakin merugi. Sangat disayangkan negara Indonesia yang memiliki tanah subur yang dapat memproduksi sendiri buah-buahan untuk memenuhi kebutuhan harus impor dari luar negeri. Dengan adanya buah impor maka devisa negara juga semakin berkurang juga. Harus ada peninjauan secara yuridis mengenai pengaturan pengetatan impor buah tersebut agar terjadi keadilan bagi pelaku perdagangan internasional dan petani buah lokal. Selain itu diperlukan upaya pengaturan yang lebih baik untuk menghindari adanya pengajuan gugatan kepada Indonesia di WTO. Oleh sebab itu Penulis melakukan penelitian yang hasilnya akan dijadikan penulisan hukum dengan judul : “TINJAUAN YURIDIS PENGARUH WTO DALAM PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PERDAGANGAN BUAH DI INDONESIA (Khususnya Dalam Pengaturan Pengetatan Impor Buah)”
B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
23
Hermas Efendi Prabowo, “Mentan Tunda Pembatasan Pelabuhan Impor Buah dan Sayuran”, diakses pada http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2012/03/06/15364341/Mentan.Tunda.Pembatasan.Pelabuhan.Impo r.Buah.dan.Sayuran, pada tanggal 23 September 2012 pukul 21.30
1. Apakah kebijakan pemerintah dengan pengetatan impor hortikultura melanggar prinsip-prinsip dan/atau perjanjian yang diatur dalam WTO? 2. Bagaimana mekanisme pengaturan kebijakan perdagangan internasional mengenai kebijkan impor yang tidak merugikan buah lokal Indonesia dan tidak melanggar peraturan dalam WTO?
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan obyektif Berdasarkan rumusan Masalah diatas, tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dalam penulisan hukum ini adalah: a. Mengetahui pengaturan pengetatan impor buah yang terbaru yang dikeluarkan pemerintah Indoneisa melanggar atau tidak prinsip-prinsip dan/atau perjanjian dalam WTO. b. Mengetahui mekanisme pengaturan perlindungan perdagangan buah secara hukum khususnya yang diatur dalam WTO. 2. Tujuan subyektif Penulisan Hukum ini bertujuan untuk memenuhi syarat kelengkapan memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada.
D. Keaslian Penelitian Berdasarkan hasil penulusuran penulis di Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada Yogyakarta dan melakui media internet, penelitian mengenai “TINJAUAN YURIDIS
PENGARUH
WTO
DALAM
PERLINDUNGAN
HUKUM
TERHADAP PERDAGANGAN BUAH DI INDONESIA (Khususnya Dalam Pengaturan Pengetatan Impor Buah) ” belum pernah dilakukan.
E. Manfaat Penelitian Hasil dari penulisan hukum ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran yang positif khususnya kepada penulis sendiri, perguruan tinggi, ilmu pengetahuan, pemerintah maupun serta masyarakat luas terutama yang berada dalam bidang perdagangan internasional. 1. Manfaat bagi penulis Penulis
akan
memperoleh
pengetahuan
yang
lebih
mendalam
dan
komperehensif mengenai prinsip – prinsip yang terdapat dalam The World Trade Organization (WTO) yang berlaku dalam hukum perdagangan internasional khususnya mengenai prinsip dan kemungkinan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari para pelaku usaha perdagangan antar negara. 2. Manfaat bagi ilmu pengetahuan Penelitian ini akan menambah khasanah perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang ilmu hukum perdagangan internasional. 3. Manfaat bagi pemerintah Penelitian ini akan membantu pemerintah dalam mencermati perkembangan hukum perdagangan internasional dan implikasinya apabila diterapakan dalam hukum nasional. Sehingga pemerintah dapat mempelajari dan menentukan langkah yang harus diambil terkait dengan kesiapan hukum nasional dalam mengahdapai era perdagangan bebas. 4. Manfaat bagi masyarakat
Penelitian ini akan membantu masyarakat khususnya masyarakat yang bekerja sebagai importir agar mengetahui pengaturan mengenai impor khususnya impor holtikultura. Masyarakat diharapkan ikut sadar hukum dan tidak main hukum sendiri sehingga tercipta perdagangan internasional yang sehat dan saling menguntungkan.