KEANEKARAGAMAN REPTIL DI SEKITAR KAWASAN SUAKA MARGASATWA NANTU PROVINSI GORONTALO
ARIA NUSANTARA
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Keanekaragaman Reptil di Sekitar Kawasan Suaka Margasatwa Nantu Provinsi Gorontalo adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2014
Aria Nusantara NIM E34090001
ABSTRAK ARIA NUSANTARA. Keanekaragaman Reptil di Sekitar Kawasan Suaka Margasatwa Nantu Provinsi Gorontalo. Dibimbing oleh MIRZA DIKARI KUSRINI dan AGUS PRIYONO KARTONO. Pulau Sulawesi dikenal memiliki endemisitas yang tinggi, baik jenis mamalia, amfibi dan reptil. Berbagai penelitian amfibi dan reptil di Sulawesi menunjukkan bahwa keanekaragaman amfibi dan reptil di wilayah ini relatif terabaikan. Penelitian dilaksanakan pada tanggal 13 Juni 2013 sampai 27 Juni 2013 di bagian timur kawasan Suaka Margasatwa Nantu dan sekitar desa Bontula dengan tujuan untuk mengidentifikasi komposisi jenis reptil serta membandingkan tingkat keanekaragaman dan kemerataan jenis reptil berdasarkan kondisi habitat. Berdasarkan hasil pengamatan di tujuh lokasi, diperoleh 19 jenis reptil dengan total 54 individu. Terdapat tiga jenis reptil yang termasuk spesies endemik Sulawesi yaitu Chrysopelea paradisi celebensis, Rhabdophis callistus, Cyrtodactylus jellesmae dan sebanyak 12 jenis reptil masuk ke dalam kategori Least Concern (LC) berdasarkan daftar merah IUCN. Nilai keanekaragaman tertinggi ditemukan pada habitat tidak terganggu, yaitu sebesar 2.11 sedangkan terendah pada tipe habitat sekitar perumahan (terganggu) yaitu sebesar 0.68. Perubahan kondisi habitat diduga mempengaruhi iklim mikro pada suatu lokasi yang kemudian menyebabkan sebagian besar jenis reptil tidak dapat beradaptasi. Kata kunci: Gorontalo, keanekaragaman, nantu, reptil
ABSTRACT ARIA NUSANTARA. Reptilians Diversity in Nantu Wildlife Reserve Gorontalo. Supervised by MIRZA DIKARI KUSRINI and AGUS PRIYONO KARTONO. Sulawesi island is known for high endemicity of mammals, birds, amphibians and reptiles. Previous amphibians and reptilians survey showed that amphibians and reptiles diversity in this area are still negleted. This research was conducted on June 13th until 27th of Juni 2013 on the eastern part of Nantu Wildlife Reserveand around Bontula village. The objective of this study is to identify the composition of reptile and comparing reptile diversity based on habitats. This study resulted in 19 species reptiles consisting of 54 individual found on seven sampling sites. Three species were Sulawesi endemics consisting of Chrysopelea paradisi celebensis, Rhabdophis callistus, Cyrtodactylus jellesmae and 12 species were classified as Least Concern (LC) based on IUCN redlist.Undisturbed habitat has the highest index of Shannon Wiener diversity (2.11) whilst the lowest index is found on housing area (0.68). Changes in habitat conditions is predicted affect the microclimate of location which caused the majority of reptile unable adapt. Keywords: diversity, gorontalo, nantu, reptile
KEANEKARAGAMAN REPTIL DI SEKITAR KAWASAN SUAKA MARGASATWA NANTU PROVINSI GORONTALO
ARIA NUSANTARA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi : Keanekaragaman Repril di Sekitar Kawasan Suaka Margasatwa Nantu Provinsi Gorontalo Nama : Aria Nusantara NIM : E34090001
Disetujui oleh
Dr Ir Mirza Dikari Kusrini, MSi Pembimbing I
Dr Ir Agus Priyono Kartono, MSi Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Sambas Basuni, MS Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Juni 2013 ini ialah Keanekargaman Reptil, dengan judul Keanekaragaman Reptil di Sekitar Kawasan Suaka Margasatwa Nantu Gorontalo. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Mirza Dikari Kusrini, MSi dan Dr Ir Agus Priyono Kartono, MSi selaku pembimbing yang telah banyak memberikan dorongan semangat, saran, nasehat dan bimbingannya selama penelitian dan penulisan karya ilmiah ini. Tirima kasih kepada Dr Ir Yenis A. Mulyani, MSc, Soni Trison, SHut MSi dan Eva Rachmawati, SHut MSi atas saran yang diberikan. Ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada BOPTN DIKTI dan Dr Jody JL Rowley dari Australian Museum atas batuan dana kepada penulis untuk melaksanakan penelitian. Terima kasih kepada pihak BKSDA Sulawesi Utara di Manado yang telah memberikan akses kepada penulis untuk melaksanakan penelitian di Suaka Margasatwa Nantu. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Ungkapan terima kasih penulis juga sampaikan kepada Luna Raftika Khairunnisa, Hendrik Abdul, Kadir, dan Epin yang telah membantu penulis dalam pengumpulan data. Terima kasih kepada Ibu Yasmin Lamakarak yang memberikan fasilitas kepada penulis selama penelitian. Terima kasih kepada Keluarga besar Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya hutan dan Ekowisata (Himakova), teman-teman Kelompok Pemerhati Herpetofauna (KPH) 46, keluarga besar Anggrek Hitam 46, dan semua orang yang telah membantu dan memberikan dukungan serta semangat dalam penyelesaian studi ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Mei 2014 Aria Nusantara
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
vii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
METODE Waktu dan Tempat Penelitian
2 2
Pengumpulan Data
4
Analisis Data
6
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pembahasan SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
7 7 12 18 18 18 18 21
DAFTAR TABEL 1 Lokasi pengambilan data beserta koordinat dan karakteristik lingkungan 2 Jumlah jenis reptil yang ditemukan di sisi timur Suaka Margasatwa Nantu dan pedesaan di sekitarnya pada tanggal 13 Juni 2013 sampai 27 Juni 2013 3 Penyebaran reptil yang teramati di bagian timur Suaka Margasatwa Nantu 4 Informasi endemisitas dan status konservasi jenis reptil di Suaka Margasatwa Nantu 5 Jenis reptil yang ditemukan selama penelitian berdasarkan kategori gangguan pada habitat 6 Perubahan kategori kelimpahan jenis reptil pada setiap lokasi pengamatan 7 Jenis reptil dominan pada setiap habitat 8 Perubahan komposisi berdasarkan perjumpaan jenis
3
7 9 10 14 15 16 17
DAFTAR GAMBAR 1 Peta Suaka Margasatwa Nantu dan lokasi penelitian 2 Kondisi habitat lokasi pengamatan. A) Habitat tidak terganggu di kaki Gunung Boliyohuto, B) Habitat rendah gangguna di Batu Wanggubu, C) Habitat perbatasan di Bontula, D) Habitat terganggu (sawah) di sekitar desa 3 Grafik penambahan spesies selama 15 hari pengamatan 4 Grafik perjumpaan tiap famili di lokasi pengamatan 5 Grafik perjumpaan individu tiap jenis reptil di lokasi pengamatan 6 Grafik perbandingan nilai keanekaragaman dan kemerataa berdasarkan lokasi pengamatan 7 Dendogram kesamaan jenis berdasarkan lokasi pengamatan, HGB = Hutan di Kaki Gunung Boliyohuti, HBU = Hutan di Batu Ular, HBW = Hutan di Batu Wanggubu, KBO = Kebun di Bontula, SWM = Sawah di Mohiyolo, HUB = Hutan di Bontula, SUM = Sungai di Mohiyolo
2
4 8 8 9 11
12
DAFTAR LAMPIRAN 1 Daftar jenis reptil yang ditemukan di Suaka Margasatwa Nantu berdasarkan lokasi pengamatan 2 Data iklim (suhu udara, kelembaban dan cuaca) di lokasi penelitian 3 Deskripsi jenis reptil yang ditemukan di Suaka Margasatwa Nantu, Provinsi Gorontalo
21 22 23
PENDAHULUAN Latar Belakang Pulau Sulawesi memiliki sejarah geologi kompleks yang mengakibatkan keanekaragaman jenis flora dan faunanya sangat unik. Pulau ini dikenal memiliki endemisitas yang tinggi, baik jenis mamalia, amfibi dan reptil (Whitten et al. 1987; Gillespie et al. 2005). Menurut Koch (2011), terdapat 160 jenis reptil di Sulawesi yang terdiri atas kelompok Scincidae, Colubridae serta kelompok Geckonidae. Sebanyak 45 jenis diidentifikasi sebagai jenis baru bagi ilmu pengetahuan dan 34 jenis diantaranya merupakan spesies endemik Sulawesi. Namun, penelitian amfibi dan reptil di Sulawesi oleh tim peneliti Internasional menunjukkan bahwa keanekaragaman amfibi dan reptil di wilayah ini relatif terabaikan. Reptil diketahui tidak hanya bermanfaat bagi manusia tetapi juga bermanfaat bagi lingkungan. Misalnya: racun dari ular dan air liur kadal bermanfaat untuk menyembuhkan beberapa jenis penyakit seperti kanker, gula darah, tekanan darah tinggi, jantung, stroke, penyakit hemostatis, TBC, artritis, penyakit infeksi yang disebabkan bakteri, jamur dan virus. Selain itu dapat meningkatkan kapasitas organ reproduksi dan stamina (Gomes et al. 2007; Casewell et al. 2012; Karim et al. 2012; Vyas et al. 2013 ). Reptil juga dapat berperan sebagai pengendali hama biologis seperti serangga dan tikus serta memberikan peringatan dini akan terjadinya perubahan kualitas lingkungan karena beberapa jenis reptil memiliki habitat spesifik (Mistar 2008). Konversi lahan yang terjadi dapat mempengaruhi populasi reptil yang diketahui merupakan satwa ektotermik yaitu suhu tubuh dan kelangsungan hidupnya dipengaruhi oleh suhu lingkungan (Irvin et al. 2003; Edgar et al. 2010). Menurut Gibbons et al. (2000), terdapat enam masalah signifikan bagi populasi reptil dalam skala global yaitu kehilangan habitat dan degradasi, introduksi spesies, pencemaran lingkungan, penyakit, pemanfaatan yang berlebihan, serta perubahan iklim. Penetapan kawasan suaka alam merupakan salah satu upaya dalam menjaga kemurnian genetik dan keanekaragaman jenis satwa dari bahaya kepunahan. Suaka Margasatwa Nantu (SM Nantu) merupakan salah satu kawasan suaka alam di Sulawesi yang terletak di Gorontalo dengan luas 31 215 ha. Secara administrasi SM Nantu berada di wilayah Kecamatan Sumalata dan Kecamatan Wonosari Kabupaten Gorontalo serta Kecamatan Tilamuta Kabupaten Boalemo. Hingga saat ini, karena kurangnya sumberdaya, fokus penelitian di hutan Nantu lebih berpusat pada penelitian mamalia (Clayton 1996; Clayton et al. 1997; Clayton et al. 2000; Clayton dan Macdonald 1999; Clayton dan Milner-Gulland 1999). Padahal tidak tertutup kemungkinan bahwa pada lokasi ini ditemukan berbagai jenis reptil. Berkaitan dengan hal tersebut maka penelitian ini perlu dilakukan untuk mengidentifikasi tingkat keanekaragaman reptil dan mengenali kekayaan jenis serta potensinya untuk membantu tindakan pengelolaan dalam pencapaian fungsi kawasan suaka alam. Selain itu penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi jenis reptil berdasarkan kondisi habitat sehingga dapat memberikan informasi bagaimana dampak perubahan habitat terhadap kerentanan, daya hidup serta keanekaragaman reptil.
2 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengidentifikasi jenis dan memberikan informasi endemisitas serta status konservasi jenis reptil di Suaka Margasatwa Nantu. 2. Membandingkan tingkat keanekaragaman dan kemerataan jenis reptil berdasarkan kondisi habitat.
Manfaat Penelitian Menyediakan informasi mengenai daftar jenis, keanekaragaman serta kelimpahan jenis reptil di Suaka Margasatwa Nantu untuk pengelolaan kawasan. Selain itu, memberikan informasi bagaimana dampak perubahan habitat terhadap kerentanan, daya hidup dan keanekaragaman jenis reptil.
METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di bagian timur kawasan SM Nantu dan kawasan di sekitar Desa Boalemo (Gambar 1) pada tanggal 13 Juni 2013 sampai 27 Juni 2013. Kawasan SM Nantu merupakan tipe hutan dataran rendah dengan topografi bergelombang hingga curam.
Gambar 1 Peta Suaka Margasatwa Nantu dan lokasi penelitian
3 Survei lapang yang meliputi pengambilan data reptil dan data habitat dilakukan pada tujuh lokasi dengan karakteristik berbeda (Tabel 1). Jenis tumbuhan yang dapat dijumpai yaitu pangi (Pangium edule), linggua (Pterocarpus indicus), nantu (Palaqium obtusifolium), bayur (Pterospermum sp.), gopasa (Vitex govasus), aras, bitanggur (Calophyllum sp.), kenanga (Cananga odorata), rotan (Calamus sp.), lada (Eucalypus deglopta), woka (Livistonia rotundifolia), rao (Dracontamelon dao), dan berbagai jenis tumbuhan bawah.
Tabel 1 Lokasi pengambilan data beserta koordinat dan karakteristik lingkungan No 1
Lokasi Hutan di Kaki Gunung Boliyohuto
Koordinat 122028’32’E 0051’20 N dan 122028’26 E 0051’20 N
2
Hutan di Batu Ular
122028’16 E 0050’48 N
3
Hutan di Batu Wanggubu
122028’32 E 0051’20 N dan 122028’32 E 0051’20 N
4
Hutan di Bontula
122028’12 E 0050’12 N dan 122028’12 E 0050’12 N
5
Kebun di Bontula
-
6
Sungai di Mohiyolo
7
Sawah di Desa Mohiyolo
122026’46 E 0048’33 N
-
Karakteristik Merupakan hutan primer yang berada di bawah kaki gunung Boliyohuto (600-800 mdpl). Memiliki tutupan kanopi rapat yang didominasi oleh tumbuhan pada tigkat pohon. Aliran sungai pada lokasi memiliki substrat berupa batuan besar. Lokasi ini berupa edge (daerah tepi) antara kebun dan hutan dengan karakteristik yang masih alami (hutan primer) (400-800 mdpl). Berupa hutan sekunder (400-600 mdpl) dengan tutupan vegetasi sedang, didominasi tumbuhan pada tingkat tiang. Substrat pada jalur akuatik berupa pasir. Lokasi ini berupa edge (daerah tepi) antara kebun dan hutan yang memiliki karakteriskit yang menyerupai lokasi Batu wanggubu (200-400 mdpl). Pada awalnya lokasi ini merupakan sebuah kawasan hutan yang dialih fungsikan oleh masyarakat sebagai lahan perkebunan (400-800 mdpl). Pada saat penelitian lokasi ini berupa lahan terbuka yang ditumbuhi oleh tanaman perintis dan sisa tanaman perkebunan dengan hutan disekelilingnya. Substrat didominasi kerikil dan pasir, mengalir melewati desa, ladang tebu dan daerah berawa (<200 mdpl). Merupakan ladang masyarakat yang terletak di sekitar desa (<200 mdpl).
Keterangan Habitat tidak terganggu
Habitat tidak terganggu
Habitat rendah gangguan
Habitat rendah gangguan
Habitat rendah gangguan
Habitat perbatasan
Habitat terganggu
4 Gambar 2 menunjukkan kondisi habitat di lokasi pengamatan yang terbagi menjadi empat tipe habitat yaitu: Habitat tidak tergangu di kaki Gunung Boliyohuto, Habitat rendah gangguan di Batu Wanggubu, Habitat perbatasan di Bontula dan Habitat terganggu di desa Boalemo.
A
B
C
D
Gambar 2 Kondisi habitat lokasi pengamatan. A) Habitat tidak terganggu di kaki Gunung Boliyohuto, B) Habitat rendah gangguna di Batu Wanggubu, C) Habitat perbatasan di Bontula, D) Habitat terganggu (sawah) di sekitar desa
Pengumpulan Data Pengumpulan data reptil dilakukan dengan metode VES (Visual Encounter Survey) yaitu pengumpulan jenis reptil di jalur pengamatan berdasarkan peluang perjumpaan pada habitat terestrial maupun akuatik dengan asumsi bahwa; 1) setiap individu dari semua spesies mempunyai kesempatan yang sama untuk diamati, 2) setiap spesies menyukai tempat dan habitat yang sama, 3) semua individu hanya dihitung satu kali dalam pengamatan, 4) hasil survei merupakan hasil pengamatan lebih dari satu orang (Heyer et al. 1994). Metode ini dikombinasikan dengan teknik passive sampling yaitu teknik pengumpulan data
5 reptil dengan menggunakan perangkap atau jebakan lem (Hamidy dan Mulyadi 2007). Metode-metode ini umum digunakan untuk menyusun daftar, menentukan tingkat keanekaragaman, kekayaan jenis, serta memperkirakan kelimpahan jenis reptil yang ditemukan. Penerapan metode di lapangan adalah dengan melakukan pengamatan secara acak pada setiap tipe habitat yang representatif menjadi mikrohabitat reptil berupa: tumpukan serasah, bawah kayu lapuk, tumpukan bebatuan, lubang-lubang tanah, pohon, semak-semak, sumber-sumber air, genangan air dan aliran sungai. Pengamatan dan penangkapan reptil dilakukan selama 2 jam pada pagi dan malam hari. Pengamatan pagi dilakukan pukul 08:00–10:00 WITA dengan terfokus pada lokasi-lokasi yang menjadi tempat berjemur reptil. Pengamatan malam dilakukan pukul 19:00–21:00 WITA dengan menggunakan penerang berupa cahaya senter yang diarahkan pada setiap mikrohabitat jenis reptil. Total usaha pencarian adalah 112 jam-orang (4 jam × 7 lokasi × 4 orang). Pada pagi hari, dilakukan pemasangan jebakan lem dari papan berukuran 20 cm × 20 cm yang diberi perekat pada permukaannya. Jebakan diletakkan pada lokasi yang mungkin menjadi jalur pergerakan atau sebagai tempat berjemur reptil dan selanjutnya dilakukan pengontrolan setiap 3 jam. Pencatatan data habitat berupa: tanggal dan waktu pengambilan data, kondisi cuaca, substrat, ketinggian lokasi, suhu air, suhu udara, kelembaban, serta data fisik lainnya (Heyer et al. 1994) juga dilakukan pada pagi hari. Pengambilan data suhu dan kelembaban menggunakan termometer Dry-Wet yang diletakkan pada satu titik di lokasi pengamatan dengan asumsi bahwa pada satu lokasi pengamatan mempunyai nilai suhu dan kelembaban yang sama seperti yang dilakukan oleh Darmawan (2008). Setiap individu yang ditemukan dilakukan pencatatan koordinat menggunakan GPS (Global Positioning System). Individu ditangkap dengan tangan atau tongkat dan dimasukkan kedalam kantong plastik transparan atau kantong ular. Pemberian label berupa kode spesies, waktu ditemukan, posisi (secara vertikal dan horizontal) dilakukan untuk memudahkan dalam pencatatan data. Data primer berupa nama jenis, jumlah individu jenis, waktu ditemukan, posisi, koordinat lokasi ditemukan, substrat, aktivitas, ukuran Snout Vent Length (SVL) dan berat tubuh dicatat dalam tally sheet. Pengukuran SVL menggunakan kaliper atau meteran jahit sedangkan untuk pengukuran berat tubuh menggunakan timbangan pegas. Untuk keperluan identifikasi, beberapa jenis diawetkan atau dipreservasi menggunakan alkohol 70%. Preservasi dilakukan dengan penyuntikan alkohol pada bagian tubuh tertentu dan dimasukkan ke dalam kotak spesimen berisi kapas yang telah dibasahi alkohol serta diberi label penamaan menggunakan kertas kalkir. Jenis-jenis yang berbahaya dan memiliki status konservasi terancam (misalnya ular python, dan juga berbagai jenis kura-kura) preservasi tidak dilakukan. Indentifikasi dilakukan menggunakan buku identifikasi atau hasil penelitian yang pernah menemukan jenis-jenis reptil di Sulawesi ataupun kawasan biografi Wallacea diantaranya: Lang dan Vogel (2002), Gillespie et al. (2005), Wanger et al. (2011) dan McKay (2006). Karakter umum yang digunakan untuk identifikasi berhubungan erat dengan pola sisik, perbandingan ukuran kepala dengan tubuh serta pola sisik. Dokumentasi berupa gambar detail dari jenis reptil diambil dengan kamera digital pada saat ditemukan ataupun setelah dipreservasi, kemudian dicocokkan
6 dengan spesimen yang ada di Laboratorium Herpetologi Balitbang Zoologi Puslitbang Biologi, Museum Zoologicum Bogoriense (MZB)-LIPI Cibinong, Bogor.
Analisis Data Data reptil yang diperoleh dianalisis secara kuantitatif untuk mendapatkan nilai keanekaragaman jenis. Kesamaan komunitas reptil berdasarkan lokasi pengamatan dianalisis menggunkan metode Ward’s Linkage Clustering dengan program Minitab 16. Ukuran keanekaragaman jenis ditentukan berdasarkan kelimpahan individu dari setiap jenis yang teramati (Magurran 1988). Dalam penelitian ini indeks keanekaragaman yang digunakan adalah indeks ShannonWiener yaitu: H ′ = − ∑ 𝑃𝑖 ln 𝑃𝑖 Keterangan: H’ = Indeks Keanekaragaman Shannon–Wiener, Pi = Proporsi jenis ke-i. Kemerataan jenis (evenness) merupakan suatu konsep yang menunjukan derajat kemerataan kelimpahan individu antara setiap jenis (Santosa 1995). Penentuan nilai kemerataan jenis menggunakan persamaan: 𝐻′ E= ln 𝑠 Keterangan: E = Indeks Kemerataan Jenis, H’ = Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener, S = Jumlah jenis yang ditemukan. Indeks kekayaan jenis Jacknife digunakan untuk menduga besarnya kekayaan jenis di lokasi penelitian. Persamaan indeks Indeks Jacknife adalah sebabagai berikut (Heltse dan Forrester 1983): 𝑛−1 Ŝ = 𝑠( )𝑘 𝑛 Keterangan: Ŝ = Indeks kekayaan Jackknife, s = Total jumlah jenis yang teramati, n = Banyaknya unit contoh, k = Jumlah spesies yang unik. Keragaman nilai dugaan Indeks Jacknife (Ŝ) dihitung dengan persamaan: 𝑛−1 𝑘2 2 𝑉𝑎𝑟(Ŝ) = ( ) [∑ 𝑗 𝑓𝑗 − ] 𝑛 𝑛 Keterangan: Var(Ŝ) = Keragaman dugaan Jackknife, fj = Jumlah unit contoh ditemukan jenis unik, k = Jumlah jenis unik, n = Jumlah total unit contoh. Pendugaan selang bagi indeks kekayaan jenis Jackknife adalah sebagai berikut: 𝑆 ± 𝑡𝑎⁄2 √𝑉𝑎𝑟(Ŝ) n–1
Notasi 𝑡𝑎 diperoleh dari tabel t-student pada α = 0.05 dengan derajat bebas
7
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Komposisi Jenis Total individu reptil yang ditemukan selama pengamatan sebanyak 54 individu. Jumlah individu yang berhasil ditemukan berasal dari 19 jenis yaitu: 6 jenis ular, 5 jenis cicak, 7 jenis kadal, dan 1 jenis biawak. Semua reptil yang ditemukan berasal dari ordo Squamata yang terdiri dari dua sub-ordo yaitu Ophidia sebanyak 2 Famili (Colubridae dan Viperidae) dan sub-ordo Sauria 3 Famili (Gekkonidae, Scincidae dan Varanidae). Jumlah jenis reptil yang ditemukan disisi timur Suaka Margasatwa Nantu disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Jumlah jenis reptil yang ditemukan di sisi timur Suaka Margasatwa Nantu dan pedesaan di sekitarnya pada tanggal 13 Juni 2013 sampai 27 Juni 2013 Ordo Sub-ordo Famili Marga ∑ Jenis ∑ Individu Squamata Ophidia Colubridae 3 4 8 Viperidae 1 2 3 Sauria Gekkonidae 5 5 13 Scincidae 5 7 29 Varanidae 1 1 1 Jumlah 15 19 54
Sebanyak 2 jenis dari genus Sphenomorphus belum bisa teridentifikasi. Famili Scincidae memiliki komposisi jenis maupun individu terbanyak yaitu 29 individu dari 7 jenis, sedangkan terendah adalah famili Varanidae (1 individu). Sebanyak 54 individu jenis reptil yang ditemukan, jenis Eutropis multifasciata memiliki jumlah individu terbanyak yaitu 11 individu dan paling sedikit yaitu jenis Chrysopelea paradisi celebensis, Eutropis rudis, Gehyra mutilata, Gekko monorchus, Rhabdophis callistus, Sphenomorphus sp.1, Sphenomorphus sp.2, Varanus salvator dan Cyrtodactylus jellesmae masing-masing 1 individu. Hasil analisis pendugaan kekayaan jenis menggunakan indeks kekayaan Jackknife menunjukkan bahwa jumlah jenis yang ditemukan dilokasi penelitian masih bisa bertambah yaitu antara 20 sampai 39 dengan simpangan baku sebesar 3.78 (selang kepercayaan 95%) serta jumlah jenis unik yang dapat ditemukan pada lokasi penelitian sebanyak 29 jenis. Selama pengambilan data di lapangan, terjadi penambahan jenis sampai pada pengamatan kesembilan yaitu 17 jenis, lalu stagnan sampai pengamatan kedua belas. Penambahan jenis, baru ditemukan pada pengamatan terakhir sebanyak 2 jenis sehingga total jenis yang ditemukan samapai pada pengamatan terakhir sebanyak 19 jenis (Gambar 3). Informasi dari masyarakat menambah daftar jenis yang ada dilokasi penelitian menjadi 20 jenis yaitu dengan adanya laporan keberadaan ular Python dari famili Phytonidae
8
Jumlah jenis
20 15 10
5 0
Waktu pengamatan
Gambar 3 Grafik penambahan spesies selama 15 hari pengamatan
Hutan di kaki Gunung Boliyohuto, Batu Wanggubu, dan kebun di Bontula didominasi oleh famili Scincidae. Jenis yang dominan di lokasi tersebut adalah Eutropis multifasciata, Lipinia quardivittata, Spenomorphus temminckii, Eutropis rudis, Sphenomorphus sp1, Sphenomorphus sp2, dan Emoia caeruleocauda. Hutan di Bontula didominasi jenis dari famili Colubridae yakni: Psammodinastes pulverulentus dan Rhabdophis chrysargoides. Hutan di Batu Ular ditemukan 2 jenis dari 2 famili yaitu Cyrtodactylus jellesmae (famili Gekkonidae) dan Spenomorphus temminckii (famili Scincidae). Sawah di Mohiyolo didominasi oleh jenis dari famili Gekkonidae yakni: Hemidactylus frenatus dan Gehyra mutilata sedangkan sungai di Mohiyolo hanya ditemukan satu jenis yaitu: Emoia caeruleocauda dari famili Scincidae. Jumlah famili reptil yang ditemukan pada setiap lokasi pengamatan disajikan pada Gambar 4.
Colubridae
Gekkonidae
Scincidae
Varanidae
Viperidae
Jumlah Famili
4 3
2 1 0 Hutan di Kaki Gunung Boliyohuto
Hutan di Batu Wanggubu
Hutan di Bontula
Hutan di Batu Ular
Kebun di Bontula
Sungai di Mohiyolo
Sawah di Desa Mohiyolo
Lokasi Pengamatan
Gambar 4 Grafik perjumpaan tiap famili di lokasi pengamatan
Hutan di Kaki Gunung Boliyohuto merupakan lokasi yang memiliki Jumlah jenis dan individu reptil terbanyak yaitu 8 jenis dengan total 12 individu dari seluruh jumlah jenis dan indivdu reptil yang ditemukan. Jumlah jenis paling
9 sedikit ditemukan pada lokasi sungai di Mohiyolo yaitu hanya 1 individu (Gambar 5).
12
11
10
9
8
9
7
6 4
3
2 2
Hutan di Kaki Gunung Boliyohuto
Hutan di Batu Wanggubu
Hutan di Bontula
1 1
Hutan di Batu Ular
Jumlah jenis
Kebun di Bontula
Sungai di Mohiyolo
Sawah di Desa Mohiyolo
Jumlah individu
Gambar 5 Grafik perjumpaan individu tiap jenis reptil di lokasi pengamatan
Hutan di kaki Gunung Boliyohuto didominasi oleh jenis Eutropis multifasciata yaitu sebanyak 3 individu, hutan di Batu Wanggubu didominasi jenis Spenomorphus temminckii (4 individu), sawah di desa Mohiyolo didominasi jenis Hemydactylus frenatus (7 individu), hutan di Bontula didominasi Emoia caeruleocauda (5 individu), dan kebun di Bontula didominasi jenis Eutropis indepresa (4 individu). Habitat sungai di Mohiyolo dan hutan di Batu Ular tidak ada jenis reptil dominan, karena setiap jenis yang ditemukan hanya 1 individu pada masing-masing lokasi. Terdapat 11 jenis reptil yang memiliki penyebaran terbatas dan 8 jenis dengan penyebaran luas. Sebanyak 3 jenis reptil dapat dijumpai pada empat lokasi dan 1 jenis dijumpai pada tiga lokasi pengamatan (Tabel 3).
Tabel 3 Penyebaran reptil yang teramati di bagian timur Suaka Margasatwa Nantu Penyebaran terbatas Penyebaran luas Chrysopelea paradisi celebensis Emoia caeruleocauda 1) Gehyra mutilata Eutropis multifasciata 2) Hemidactylus frenatus Hemiphyllodactylus typus Rhabdophis callistus Lipinia quadrivittata Rhabdophis chrysargoides Spenomorphus temminckii 1) Sphenomorphus sp.1 Psammodynastes pulverulentus 1) Sphenomorphus sp.2 Tropidolaemus subannulatus Tropidolaemus wagleri Cyrtodactylus jellesmae Varanus salvator Eutropis rudis Gekko monorchus Keterangan:
1)
Jenis yang ditemukan di empat lokasi pengamatan, lokasi pengamatan
2)
Jenis yang ditemukan di tiga
10 Jenis Gehyra mutilata dan Hemidactylus frenatus hanya dijumpai di sawah Mohiyolo, Chrysopelea paradisi celebensis dan Varanus salvator di kebun Bontula, Rhabdophis chrysargoides di Hutan Bontula, Sphenomorphus sp.1, Sphenomorphus sp.2, Tropidolaemus wagleri dan Gekko monorchus di hutan kaki Gunung Boliyohuto, serta Rhabdophis callistus di Batu Wanggubu. Jenis Eutropis multifasciata dapat ditemukan pada empat lokasi pengamatan yaitu hutan Batu Wanggubu, sawah Mohiyolo, hutan di kaki Gunung Boliyohuto, dan kebun di Bontula. Pada penelitin ini tidak ada jenis yang masuk dalam kategori dilindungi Undang-Undang (PP No 7 Tahun 1999). Berdasarkan red list IUCN (International Union for Conservation of Nature), 1 jenis memiliki status DD (data deficient), dan sebagian besar jenis yang ditemukan tercatat sebagai NE (Not Evaluated), LC (Least Concern). Dalam kategori Appendiks CITES (Convention on International Trade in Endegered species), 1 jenis memiliki status Appendiks II yaitu Varanus salvator (Tabel 4).
Tabel 4 Informasi endemisitas dan status konservasi jenis reptil di Suaka Margasatwa Nantu Endemik PP No.7 Jenis CITES IUCN thn 1999 Ya Tidak Chrysopelea paradisi celebensis √ ─ ─ LC ─ Psammodynastes pulverulentus ─ ─ LC ─ Rhabdophis callistus √ ─ LC ─ Rhabdophis chrysargoides ─ ─ DD ─ Cyrtodactylus jellesmae √ ─ NE ─ Gehyra mutilata ─ ─ NE ─ Gekko monorchus ─ ─ NE ─ Hemidactylus frenatus ─ ─ LC ─ Hemiphyllodactylus typus ─ ─ LC ─ Emoia caeruleocauda ─ ─ LC ─ Eutropis multifasciata ─ ─ LC ─ Eutropis rudis ─ ─ NE ─ Lipinia quadrivittata ─ ─ LC ─ Spenomorphus temminckii ─ ─ NE ─ Sphenomorphus sp.1* ─ NE ─ Sphenomorphus sp.2* ─ NE ─ Varanus salvator ─ II LC ─ Tropidolaemus subannulatus ─ ─ LC ─ Tropidolaemus wagleri ─ ─ LC ─ Keterangan: (*) = Informasi penyebaran belum diketahui
Status perlindungan dari 3 jenis endemik Sulawesi yang ditemukan adalah tidak dilindungi berdasarkan Undang-Undang dan tidak termasuk dalam daftar Appendiks CITES. Dalam daftar merah IUCN, jenis-jenis tersebut termasuk dalam kategori LC dan NE. Untuk jenis Sphenomorphus sp.1 dan Sphenomorphus sp.2 informasi endemisitasnya belum di ketahui karena masih memerlukan
11 identifikasi lanjut untuk memastikan apakah merupakan jenis baru atau tidak dan dapat megetahui informasi mengenai penyebaran dari kedua jenis tersebut. Keanekaragaman, Kemerataan Jenis dan Kesamaan Komuntas Secara keseluruhan, nilai keanekaragaman jenis reptil berdasarkan Indeks Shannon-Wiener di lokasi penelitian sebesar 2.61 dengan nilai kemerataan 0.77. Lokasi yang memiliki nilai keanekargaman tertinggi yaitu hutan di kaki Gunung Boliyohuto sedangkan terendah sawah di Mohiyolo (Gambar 6). Indeks kemerataan di seluruh lokasi pengamatan menunjukkan bahwa herpetofauna yang ada cenderung merata dan tidak ada jenis yang sangat dominan. Hal ini ditunjukkan oleh nilai kemerataan mendekati nilai 1. Nilai kemerataan tertinggi berada pada hutan di Batu ular, kemudian kaki Gunung Boliyohuto dan terendah yaitu sawah di Mohiyolo. Pada lokasi sungai Mohiyolo nilai kemerataan dan keanekaragaman tidak dapat dihitung karena jumlah individu jenis pada lokasi tersebut hanya ditemukan 1 individu.
Keanekaragaman
Kemerataan
1.98 1.75
1.59 1.15 0.95
0.89
0.83
1.00 0.69
0.90 0.68 0.62 0.00 0.00
Hutan di Kaki Gunung Boliyohuto
Hutan di Batu Wanggubu
Hutan di Bontula
Hutan di Batu Ular
Kebun di Bontula
Sungai di Mohiyolo
Sawah di Desa Mohiyolo
Gambar 6 Grafik perbandingan nilai keanekaragaman dan kemerataa berdasarkan lokasi pengamatan Hasil perhitungan indeks kesamaan komunitas menggunakan Ward’s Linkage Clustering, terdapat tiga lokasi yang memiliki kemiripan komunitas yaitu sungai di Mohiyolo dan hutan di Bontula sebesar 72.82%, hutan Batu Wanggubu dan kebun di Bontula sebesar 71%, serta hutan di kaki Gunung Boliyohuto dan hutan di Batu Ular dengan nilai kesamaan sebesar 52.74% (Gambar 7). Sawah di Mohiyolo merupakan lokasi yang berbeda dengan lokasi lainnya karena nilai indeks kesamaannya di bawah 50% yaitu 42.50% dengan hutan di Batu Wanggubu dan kebun di Bontula, 32.02% dengan hutan di kaki Gunung Boliyohuto dan hutan di Batu Ular serta 19.71% dengan hutan di Bontula dan sungai di Mohiyolo.
12 Ke s amaan Komunitas
Nilai Indeks Kesamaan
19.70
46.47
73.23
100.00 HGB
HBU
HBW
KBO
SWM
HUB
SUM
Lokasi Pe ngamatan
Gambar 7 Dendogram kesamaan jenis berdasarkan lokasi pengamatan, HGB = Hutan di Kaki Gunung Boliyohuti, HBU = Hutan di Batu Ular, HBW = Hutan di Batu Wanggubu, KBO = Kebun di Bontula, SWM = Sawah di Mohiyolo, HUB = Hutan di Bontula, SUM = Sungai di Mohiyolo
Kesamaan komunitas yang terbentuk diakibatkan selain dari jarak antar lokasi tidak terlalu jauh, bentuk habitat dan penyusun vegetasi yang hampir sama sehingga beberapa jenis reptil dapat dijumpai di dua lokasi dan membentuk satu komunitas. Berdasarkan pengelompokan tersebut, terbentuk empat tipe habitat yang berbeda yaitu hutan kaki Gunung Boliyohuto dan hutan Batu Ular adalah habitat tidak terganggu, Batu Wanggubu dan kebun di Bontula merupakan tipe habitat rendah gangguan, sungai di Mohiyolo dan hutan Bontula sebagai tipe habitat perbatasan serta sawah di Mohiyolo sebagai tipe habitat terganggu.
Pembahasan Dibandingkan dengan hasil penelitian lain di Sulawesi, jumlah jenis reptil yang ditemukan relatif sedikit. Gillespie et al. (2005) melaporkan 55 jenis reptil di Suaka Margasatwa Lambusango dan sekitarnya (Pulau Buton, Sulawesi Tenggara) sementara Wanger et al. (2011) melaporkan 54 jenis reptil di Taman Nasional Lore Lindu. Perbedaan jumlah ini antara lain disebabkan oleh waktu survei dan luasan lokasi pengamatan. Gillespie et al. (2005) dan Wanger et al. (2011) melakukan penelitian secara berulang selama 3 tahun dengan waktu pengamatan rata-rata satu bulan setiap tahunnya. Sementara itu, survei lapang pada penelitian ini hanya dilakukan selama 15 hari (13 Juni 2013 sampai 27 Juni 2013) dengan cakupan lokasi yang relatif sempit. Perolehan jenis di SM Nantu diduga akan bertambah apabila dilakukan pengambilan data lebih lama dengan cakupan lokasi yang luas. Gambar 2 menunjukkan kurva penambahan jenis pada gambar terus mengalami peningkatan sampai pada pengamatan terakhir. Kusrini (2009) menyatakan bahwa kurva penambahan jenis dapat digunakan untuk mengetahui apakah waktu yang digunakan dalam survei sudah mendapatkan jumlah spesies yang memadai sehingga pada kondisi kurva yang stabil atau mendatar
13 menunjukkan semakin besar kemungkinan peneliti memperoleh semua jenis pada lokasi tersebut. Hasil analisis pendugaan kekayaan jenis menggunakan Indeks Jackknife menunjukkan bahwa jumlah jenis yang ditemukan dilokasi penelitian berada dibawah pendugaan sehingga masih memungkinkan adanya penambahan jenis apabila dilakukan penelitian lebih lajut dengan penambahan jalur pengamatan dan waktu pengmatan. Mobilitas reptil yang tinggi menjadi faktor dari perjumpaan jenis reptil di kawasan ini. Oleh karena itu, jumlah jenis reptil yang ditemukan pada penelitian ini belum bisa menggambarkan keanekaragaman jenis reptil yang sesungguhnya pada lokasi penelitian. Sebanyak 3 jenis yang ditemukan belum dapat diidentifikasi karena memiliki ciri morfologi (bentuk, warna, ukuran, dan pola sisik) yang belum diketahui (Lampiran 3). Jenis ular phyton yang diperoleh dari informasi masyarakat belum dapat dipastikan mengenai jenis tersebut karena pada saat pengamatan hanya menemukan sisik dan kotoran dari ular tersebut. Menurut Lang dan Vogel (2005) terdapat 2 jenis Python di Sulaweis yaitu Python molurus (P. molurus molurus dan P. molurus bivittatus) serta Python reticulatus (P. reticulatus reticulatus, P. reticulatus jampeanus, dan P. reticulatus saputrai). Pada penelitian ini tidak ada jenis reptil yang dilindungi oleh UU berdasarkan PP No.7 Thn 1999. Laporan dari Dunggio (2005) yang melakukan penelitian bulan April sampai Juni 2004 di bagian barat SM Nantu (daerah hutan Adudu yang memiliki batu garam), menemukan satu jenis yang dilindungi oleh Undangundang yaitu Varanus indicus (biawak maluku) dan satu jenis yang termaksud spesies endemik yaitu kura-kura sulawesi (Leucocephalon yuwonoi). Perbedaan lokasi dan waktu pengamatan diduga sebagai faktor tidak ditemukannya kedua jenis tersebut. Dunggio (2005) melakukan penelitian selama 3 bulan pada daerah salt-lick sedangkan penelitian ini dilakukan selama 15 hari pada tujuh lokasi. Tabel 2 menunjukkan bahwa reptil dari famili Scincidae memiliki jumlah jenis dan individu terbanyak. Kadal kebun (Eutropis multifasciata) adalah salah satu jenis reptil dari famili Scincidae yang memiliki penyebaran paling luas dengan jumlah individu terbanyak (11 individu). Cox et al. (1998) mengatakan bahwa kadal kebun memakan berbagai jenis invertebrata dan dapat berasosiasi di sekitar tempat tinggal manusia. Mattison (2005) menyatakan bahwa kadal merupakan reptil yang memakan berbagai jenis invertebrata. Hal ini menunjukkan kemampuan yang baik dari famili Scincidae untuk beradaptasi pada kondisi habitat yang beragam. Berbeda dengan famili Varanidae yang hanya ditemukan satu jenis yaitu Varanus salvator. Reptil yang menghabiskan sebagian besar hidupnya di sekitar air ini ditemukan bersembunyi sedang mencari mangsa berupa hewan berukuran kecil peliharaan masyarakat semisal anak ayam di perbatasan hutan Nantu. Sedikitnya perjumpaan jenis dari famili Varanidae ini diduga selain waktu dan cakupan lokasi yang sempit juga sifat dari jenis ini yang sensitif akan keberadaan manusia. Berdasarkan lokasi pengamatan, hutan di kaki Gunung Boliyohuto yang masuk dalam kawasan SM Nantu memiliki jumlah jenis maupun individu terbanyak. Melimpahnya jumlah jenis dan inidividu yang ada di lokasi tersebut meyebabkan nilai keanekaragaman pada lokasi lebih tinggi dibandingkan lokasi lain. Helvoort (1981) mengatakan bahwa keanekaragaman berhubungan dengan banyaknya jenis dan jumlah individu tiap jenis sebagai komponen penyusun komunitas. Keragaman mikrohabitat dan kondisi suhu pada lokasi yang dapat
14 menyediakan berbagai sumber pakan dan tempat tinggal bagi reptil diduga sebagai faktor tingginya keanekaragaman dan melimpahnya jumlah jenis reptil yang ditemukan pada lokasi. Krebs (1978) mengatakan bahwa semakin beranekaragam struktur habitat maka semakin beranekaragam satwaliarnya. Iskandar dan Akhmad (2013) mengatakan bahwa kondisi suhu yang lembap dan tutupan serasah yang tebal pada daerah berhutan memungkinkan hidup berbagai jenis serangga dan hewan invetebrata lain sebagai sumber pakan bagi reptil sehingga menarik untuk reptil mendiami habitat tersebut. Berbeda dengan lokasi yang terdapat di luar kawasan SM Nantu jumlah jenis yang ditemukan relatif terendah yaitu pada lokasi sungai di Mohiyolo dan hutan di Batu Ular. Sedikitnya perjumpaan jenis di kedua lokasi ini disebabkan oleh waktu pengamatan, karakteristik, serta kondisi cuaca pada saat pengamatan. Sungai Mohiyolo merupakan sungai yang lebar (10–20 meter) mengalir melewati desa, ladang tebu dan daerah berawa dengan komposisi vegetasi yang didominasi oleh semak belukar. Kondisi seperti ini bisa saja mengakibatkan biasnya pengamatan dimana pengamatan dilokasi ini dilakukan setelah hujan sehingga perjumpaan jenis di lokasi ini sedikit. Sementara itu, pengamatan di Batu Ular juga relatif pendek yaitu hanya satu jam sehingga data yang diperoleh sedikit. Penelitian ini dilakukan untuk melihat komposisi jenis reptil berdasarkan kondisi habitat sehingga dapat memberikan informasi bagaimana dampak perubahan habitat terhadap kerentanan, daya hidup serta keanekaragaman jenis reptil. Gambar 6 menunjukkan bahwa dari 7 lokasi pengamatan terbentuk 4 komunitas dengan kondisi habitat yang berbeda yakni tidak terganggu, rendah gangguan, perbatasan dan terganggu. Berdasarkan komposisi serta keanekaragaman reptil, terlihat adanya perubahan mulai dari habitat tidak terganggu sampai pada habitat terganggu (Tabel 5).
Tabel 5 Jenis reptil yang ditemukan selama penelitian berdasarkan kategori gangguan pada habitat Tipe Habitat ∑ Famili ∑ Jenis ∑ Individu H’ E Tidak terganggu 4 9 14 2.11 0.90 Rendah gangguan 5 9 21 1.88 0.86 Perbatasan 3 4 10 1.09 0.79 Terganggu 2 3 9 0.68 0.62
Berdasarkan data tersebut (Tabel 5), jumlah jenis reptil yang ditemukan pada habitat tidak terganggu dan rendah gangguan lebih banyak dibandingkan habitat lainnya dan jumlah indivudu terbanyak berada pada habitat rendah gangguan. Banyaknya jumlah individu reptil yang ditemukan pada habitat rendah gangguan karena bentuk dari habitat yang merupakan daerah terbuka (kebun) dan daerah bervegatasi (hutan) yang berdekatan. Kondisi seperti ini menyebabkan keragaman sumber pakan bagi reptil sehingga individu reptil lebih banyak ditemukan pada habitat rendah gangguan dibanding habitat tidak terganggu, perbatasan dan terganggu. Edgar et al. (2010) mengatakan bahwa reptil membutuhkan daerah terbuka dan tutupan vegetasi yang berdekatan satu sama lain. Tabel 5 juga menunjukkan bahwa nilai keanekaragam tertinggi terdapat pada
15 habitat tidak terganggu kemudian rendah gangguan dan terendah pada habitat terganggu. Keragaman vegetasi pada habitat tidak terganggu dan rendah ganggu yang menyediakan sumber makanan lebih banyak dan bervariasi, tempat bernaung dan berlindung yang baik bagi reptil menyebabkan jumlah jenis serta nilai keanekaragaman jenis yang ditemukan lebih tinggi pada habitat tidak terganggu dan rendah gangguan terjadi dibandingakan habitat yang terganggu. Hasil penelitian ini serupa dengan hasil penelitian Gillespie et al. (2005) bahwa keanekaragaman tertinggi ada pada hutan kurang terganggu dan hutan yang tidak terganggu dibandingkan dengan habitat terganggu. Hal ini serupa dengan hasil penelitian Wanger et al. (2010) bahwa dalam habitat yang masih utuh atau belum terganggu memiliki kelimpahan spesies yang relatif merata sedangkan pada habitat yang sudah terganggu kelimpahan beberapa spesies lebih menonjol. Perbedaan kondisi habitat yang terjadi, menyebabkan beberapa jenis tidak dapat beradaptasi sehingga kelimpahannya menurun sebaliknya, jenis yang dapat beradaptasi menyebabkan jenis tersebut melimpah karena kurangnya saingan. Perbedaan kelimpahan ini disebabkan oleh reptil yang sangat sensitif akan perubahan lingkungan dan memiliki penyebaran yang spesifik (Tabel 6).
Tabel 6 Perubahan kategori kelimpahan jenis reptil pada setiap lokasi pengamatan Jenis TT RG PR TR Chrysopelea paradisi 0 Rendah 0 0 celebensis Cyrtodactylus jellesmae Sedikit 0 0 0 Emoia caeruleocauda 0 Sedikit Sedang 0 Eutropis multifasciata Sedang Banyak 0 Sedikit Eutropis rudis Sedikit 0 0 0 Gehyra mutilata 0 0 0 Sedikit Gekko monorchus Sedikit 0 0 0 Hemidactylus frenatus 0 0 0 Banyak Hemiphyllodactylus typus 0 Sedikit 0 0 Lipinia quadrivittata 0 Sedikit 0 0 Spenomorphus temminckii Sedikit Sedng 0 0 Psammodynastes pulverulentus Sedikit Sedikit Sedikit 0 Rhabdophis callistus 0 Sedikit 0 0 Rhabdophis chrysargoides 0 0 Sedikit 0 Sphenomorphus sp.1 Sedikit 0 0 0 Sphenomorphus sp.2 Sedikit 0 0 0 Tropidolaemus subannulatus 0 0 Sedikit 0 Tropidolaemus wagleri Sedikit 0 0 0 Varanus salvator 0 Sedikit 0 0 Keterangan: TT = Tidak Terganggu, RG = Rendah Gangguan, PR = Perbatasan, TR = Terganggu, 0 = Tidak ditemukan, Sedikit (1–3 Individu), Sedang (4–6 Individu), Banyak (7–9 Individu), Melimpah (>9 Individu).
Perbedaan kelimpahan setiap jenis reptil yang ditemukan juga disebabkan oleh pemilihan pakan, tempat bernaung dan berlindung yang sesuai dengan
16 kebutahannya. Alikodra (2002) menyatakan bahwa satwaliar akan menempati habitat sesuai dengan lingkungan yang diperlukan untuk mendukung kehidupannya. Sebagai contoh pada daerah terganggu yaitu daerah sekitar perumahan, jenis yang memiliki jumlah individu banyak adalah Hemidactylus frenatus sedangkan pada daerah tidak terganggu, rendah gangguan dan perbatasan yang didominasi oleh pepohonan jenis ini tidak ditemukan. Begitu pula jenis Eutropis multifasciata yang memiliki jumlah individu banyak pada habitat rendah gangguan dan pada habitat tidak terganggu dan terganggu jumlah individunya menurun. Pemilihan kebutuhan seperi pakan, tempat berlindung, dan bernaung yang sesuai dan berbeda dari setiap jenis, menyebabkan adanya jenis yang dominan atau jenis yang memang dapat beradaptasi pada kondisi tersebut (Tabel 7). Pada habitat tidak terganggu didominasi oleh jenis Eutropis multifasciata (3 individu), rendah gangguan didominasi oleh jenis Eutropis multifasciata (7 individu) dan Spenomorphus temminckii (5 individu), habitat perbatasan didominasi jenis Emoia caeruleocauda (6 individu), dan Hemidactylus frenatus mendominasi perolehan jumlah inidividu jenis reptil yang ditemukan pada habitat terganggu.
Tabel 7 Jenis reptil dominan pada setiap habitat Tipe Habitat Jenis TT RG PR Emoia caeruleocauda Dominan Eutropis multifasciata Dominan Dominan Spenomorphus temminckii Dominan Hemidactylus frenatus
TR
Dominan
Keterangan: TT = Tidak Terganggu, RG = Rendah Gangguan, PR = Perbatasan, TR = Terganggu
Tabel 7 menunjukkan bahwa, pada habitat terganggu jenis yang ditemukan adalah jenis yang memang biasa terdapat didaerah perumahan yaitu Hemidactylus frenatus dan Gehyra mutilatta. Goin dan Goin (1971) menyatakan bahwa Hemidactylus frenatus merupakan jenis yang memiliki keterkaitan dengan tempat tinggal manusia karena serangga disekitar bangunan diduga sebagai makanannya. Selain itu, bentuk telapak kaki dari jenis Hemidactylus frenatus dan Gehyra mutilatta yang tidak menunjang untuk hidup dihabitat hutan. Sedangkan pada daerah perbatasan, rendah gangguan, dan tidak terganggu didominasi oleh jenis reptil yang tergantung pada daerah bervegetasi seperti jenis-jenis ular, beberapa jenis kadal dan cicak yang membutuhkan daerah vegetasi untuk keberlangsungan hidupnya. Bila dilihat dari perjumpaan jenis reptil berdasarkan kondisi habitat juga terlihat adanya perbedaan. Paling tidak terdapat 6 jenis reptil yang hanya dijumpai pada daerah tidak terganggu, 4 jenis pada daerah rendah gangguan, serta 2 jenis pada daerah perbatasan dan tergangu (Tabel 8).
17 Tabel 8 Perubahan komposisi berdasarkan perjumpaan jenis TT RG PR TR Cyrtodactylus Chrysopelea paradisi Emoia Eutropis jellesmae 2) celebensis 2) caeruleocauda indeprensa 1) Eutropis Emoia caeruleocauda Psammodynastes Gehyra 1) indeprensa pulverulentus 1) mutilata 2) Eutropis rudis Eutropis multifaciata Rhabdophis Hemidactylus 1) 2) chrysargoides frenatus 2) Gekko monorchus Hemiphyllodactylus Tropidolaemus 2) typus subanulatus 2) Spenomorphus Lipinia quadrivittata 2) temminckii Psammodynastes Spenomorphus pulverulentus 1) temminckii Sphenomorphus Psammodynastes sp.1 2) pulverulentus1) Sphenomorphus Rhabdophis callistus 2) sp.2 2) Tropidolaemus Varanus salvator 2) wagleri 2) Keterangan: TT = Tidak Terganggu, RG = Rendah Gangguan, PR = Perbatasan, TR = Terganggu 1) Jenis yang ditemukan di tiga tipe habitat 2) Jenis yang hanya diemukan pada satu tipe habitat
Tabel 8 menunjukkan bahwa sebagian besar jenis reptil yang ditemukan memiliki penyebaran spesifik karena dari 19 jenis reptil hanya 7 jenis yang ditemukan di tiga habitat. Berdasarkan tabel 7 dan 8 setiap jenis reptil memiliki kebutuhan akan sumberdaya yang berbeda sehingga jenis-jenis tersebut memiliki penyebaran berbeda. Selain itu, beberapa jenis reptil memiliki pergerakan yang sempit dan terbatas sehingga hanya dijumpai pada habitat tertentu. Hilangnya populasi jenis yang menempati habitat spesifik dapat menandakan adanya perubahan kualitas lingkungan pada habitat tersebut, meskipun perubahan yang terjadi tidak terlalu jelas. Mistar (2008) menyatakan bahwa jenis reptil yang mempunyai habitat spesifik sangat bermanfaat untuk memberikan peringatan dini terjadinya perubahan lingkungan. Keberadaan jenis endemik dan jenis yang belum dipertelakan menunjukkan bahwa kawasan SM Nantu juga merupakan habitat penting bagi reptil. Perubahan atau konversi lahan hutan yang terjadi dapat menghilangkan keberadaan dari sebagian jenis reptil dan menurunkan tingkat keanekaragamannya serta hilangnya populasi jenis tertentu yang menempati habitat tertentu menandakan adanya perubahan kualitas lingkungan.
18
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Jenis reptil di kawasan Suaka Margasatwa Nantu terdiri dari 7 jenis ular, 5 jenis cicak, 7 jenis kadal dan 1 jenis biawak. Terdapat 3 jenis endemik sulawesi yaitu Chrysopelea paradisi celebensis, Rhabdophis callistus, dan Cyrtodactylus jellesmae. Sebanyak 18 jenis reptil yang ditemukan telah dievaluasi dan tidak termaksud kedalam kategori terancam IUCN serta 1 jenis reptil termaksud dalam kategori Appendiks II CITES. 2. Keanekaragaman reptil yang tinggi ditemukan di dalam kawasan hutan Suaka Margasatwa Nantu dengan tipe habitat tidak terganggu dan rendah ganguan. Sementara itu, pada kawasan yang terganggu semisal sekitar perumahan keanekaragaman jenis reptil sangat rendah. Perubahan kondisi habitat mempengaruhi penyebaran, kelimpahan dan keanekaragaman jenis reptil di kawasan Suaka Margasatwa Nantu.
Saran 1. Penelitian ini hanya dilakukan di bagian timur kawasan Suaka Margasatwa Nantu dan kawasan di sekitar Desa Bontula dalam waktu relatif pendek yaitu selama 15 hari pengamatan lapangan, sehingga perlu adanya penelitian lanjutan yang dilakukan di lokasi lain karena masih memungkinkan adanya penambahan jenis baru. 2. Perlindungan kawasan sangat penting karena beberapa spesies endemik Sulawesi hidup di kawasan Suaka Margasatwa Nantu dan beberapa jenis reptil masih membutuhkan data tambahan untuk menentukan status konservasinya.
DAFTAR PUSTAKA Alikodra HS. 2002. Pengelolaan Satwaliar. Jilid I. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan. IPB Pr. Casewell NR, Huttley GA, Wüster W. 2012. Dynamic evolution of venom proteins in squamate reptiles. Nature Communications. doi:10.1038/ ncomms2065 Clayton LM, 1996. Conservation biology of the babirusa in north Sulawesi, Indonesia. [PhD Thesis]. Oxford (GB): Oxford Univ Pr. Clayton LM, Keeling M, Milner-Gulland EJ. 1997. Bringing home the bacon: a spatial model of wild pig hunting in Sulawesi, Indonesia. Ecol Appl. 7:642–652. Clayton LM, Macdonald DW. 1999. Social organization of the babirusa (Babyrousa babyrussa) and their use of salt licks in Sulawesi, Indonesia. Journal of Mammalogy. 80:1147–1157.
19 Clayton LM, Milner-Gulland EJ. 1999. The trade in wildlife in North Sulawesi Indonesia. In: Robinson JG, Bennett EL (Eds.). Hunting for Sustainability in Tropical Forests. New York (US): Columbia Univ Pr. hlm. 473–496. Clayton LM, Milner-Gulland EJ, Sinaga DW, Mustari AH. 2000. Effects of a proposed ex situ conservation program on in situ conservation of the babirusa, an endangered suid. Conservation Biology. 14:382–385. Cox MJ, Van Dijk PP, Nabhitabhata J, Thirakhupt K. 1998. A Photographic Guide to Snakes and Other Reptiles of Peninsular Malaysia, Singapore and Thailand. London (GB): New Holland Publishers Ltd. Darmawan B. 2008. Keanekaragaman amfibi di berbagai tipe habitat: Studi kasus di Eks-HPH PT Rimba Karya Indah Kabupaten Bungo Provinsi Jambi [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Dunggio I. 2005. Zonasi pengembangan wisata di Suaka Margasatwa Nantu Provinsi Gorontalo [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Edgar P, Foster J, Baker J. 2010. Reptil Management Handbook. Bournemouth (GB): Amphibian and Reptil Conservation. Gibbons JW, Scott DE, Ryan TJ, Buhlman KA, Tuberville TD, Metts BS, Greene JL, Mills T, Leiden Y, Poppy S, Winne CT. 2000. The Global Decline of Reptiles, Deja Vu Amphibians. Bioscience. 50 (8): 653-666. Gillespie GR, Howard SD, Lockie D, Scroggie M, Boeadi. 2005. Herpetofaunal richness and community structure of offshore islands of Sulawesi, Indonesia. Biotropica. 37(2): 289-290 Goin CJ, Goin OB. 1971. Introduction to Herpetology. Second Editions. San Fransisco (US): Freeman and Company. Gomes A, Giri B, Kole L, Saha A, Debnath A. 2007. A crystalin compounds (BM-ANF1) from India toad (Bufo melanostictus) skin extract, induced anti proliferation and apoptosis in leukemic and hepato cell line involving cell cycle protein. Toxicon. 50: 835-849. Hamidy A, Mulyadi. 2007. Herpetofauna di Pulau Waigeo. Bogor (ID): Museum Zoologicum Bogoriense Bidang Zoologi, Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Penetahuan Indonesia. Heltse JF, Forrester NE. 1983. Estimating species richness using the Jackknife procedur. Biometrsics. 39(1): 1-11 Helvoort BV. 1981. Bird Population in the Rural Ecosystem of West Java. Netherlands (GB): Nature Conservation Departement. Heyer WR, Donnelly MA, McDiarmid RW, Hayer LC, Foster MS. 1994. Measuring and Monitoring Biological Diversity: Standard Methods for Amphibians. Washington (AS): Smithsonian Institution Pr. Iskandar DT, Akhmad. 2013. Keanekaragaman spesies reptil di Pulau Banggai Provinsi Sulawesi Tengah. Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013): 3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia. Irvin M, Westbrooke M, Gibson M. 2003. Ecological Effects of Repeted Lowintensity Fire on Reptile Population in South-Eastern Australia of Mixed Eucalypt Foothill Forest. Victoria (AU): Fire Management Department of Sustainability and Envirotment.
20 Karim AK, Wasaraka ZA, Chrystomo YL, Indrayani, E. 2012. Peran herpetofauna dalam bidang kesehatan: Peluang dan tantangan. Jurnal Biologi Papua. 4(1): 38-46. Koch A. 2011. The amphibians and reptiles of Sulawesi: Underestimated diversity in a dynamic environment. Biodiversity Hotspot: 383-404. doi: 10.1007/978642-20992-5_20. Krebs CJ. 1978. Ecological Methodology. New York (AS): Harper dan Row Publisher. Kusrini MD. 2009. Pedoman Penelitian dan Survey Amfibi di Alam. Bogor (ID): Pustaka Media Konservasi. Lang RD, Vogel G. 2005. The Snake of Sulawesi; A field guide to the land snakes of Sulawesi with identification keys. Frankfrut (DE): Edition Chimaria. Magurran AE. 1988. Ecological Diversity and Its Measurement. New Jersey (US): Princeton University Press. Mattison C. 2005. Encyclopedia of Reptils and Amphibians. London (GB): The Browm Reference Group plc McKay JL. 2006. Reptil dan Amfibi di Bali. Vol ke-2. Holland L, penerjemah. Malabar (US): Krieger Publising Company. Mistar. 2008. Panduan Lapang Amfibi & Reptil di Areal Mawas Provinsi Kalimantan Tengah. Kalimantan Tengah (ID): The Borneo Orangutan Survival Foundation. Santosa Y. 1995. Teknik Pengukuran Keanekaragaman Satwaliar. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan. IPB Per. Vyas VK, Brahmbhatt K, Bhatt H, Parmar U. 2013. Therapeutic potential of snake venom in cancer therapy: Current perspectives. Asian Pacific Jurnal of Tropial Biomedicine. 3(12): 156-162. Wanger, TC, Iskandar DT, Motzke I, Brook BW, Sodhi NS, Clough Y, Tscharntke T. 2010. Land-use change affects community composition and traits of tropical amphibians and reptiles in Sulawesi, Indonesia. Conservation Biology. doi: 10.1111/j.1523-1739.2009.01434. Wanger TC, Motzke I, Saleh S, Iskandat DT. 2011. The amphibians and reptiles of the Lore Lindu National Park area, Central Sulawesi, Indonesia. Salamadra. 47(1): 17–29. ISSN 0036–3375. Whitten AJ, Mustafa M, Henderson GS. 1987. The Ecology of Sulawesi. Yogyakarta (ID): UGM Pr. 777 p.
Lampiran 1 Daftar jenis reptil yang ditemukan di Suaka Margasatwa Nantu berdasarkan lokasi pengamatan Jumlah Individu per Lokasi Famili Jenis Total HBW SWM SUM HUB HGB HBU KBO Colubridae Chrysopelea paradisi celebensis 0 0 0 0 0 0 1 1 Psammodynastes pulverulentus 1 0 0 1 2 0 0 4 Rhabdophis callistus 1 0 0 0 0 0 0 1 Rhabdophis chrysargoides 0 0 0 2 0 0 0 2 Gekkonidae Cyrtodactylus jellesmae 0 0 0 0 1 1 0 2 Gehyra mutilata 0 1 0 0 0 0 0 1 Gekko monorchus 0 0 0 0 1 0 0 1 Hemidactylus frenatus 0 7 0 0 0 0 0 7 Hemiphyllodactylus typus 1 0 0 0 0 0 1 2 Scincidae Emoia caeruleocauda 0 0 1 5 0 0 1 7 Eutropis multifasciata 3 1 0 0 3 0 4 11 Eutropis rudis 0 0 0 0 1 0 0 1 Lipinia quadrivittata 1 0 0 0 0 0 1 2 Spenomorphus temminckii 4 0 0 0 0 1 1 6 Sphenomorphus sp.1 0 0 0 0 1 0 0 1 Sphenomorphus sp.2 0 0 0 0 1 0 0 1 Varanidae Varanus salvator 0 0 0 0 0 0 1 1 Viperidae Tropidolaemus subannulatus 0 0 0 1 0 0 0 1 Tropidolaemus wagleri 0 0 0 0 2 0 0 2 Pythonidae Python sp.* 1 Jumlah individu/lokasi 11 9 1 9 12 2 10 55 Jumlah jenis/lokasi 6 3 1 4 8 2 7 20 Keterangan: * Jenis yang ditemukan berdasarkan informasi masyarakan, (-) = Tidak diamati, HBW = Hutan di Batu Wanggubu, SWM = Sawah di Mohiyolo, SM = Sungai di Mohiyolo, HUB = Hutan di Bontula, HGB = Hutan di Kaki Gunung Boliyohuto, BU = Hutan di Batu Ular, KBO = Kebun di Bontula
21
Lampiran 2 Data iklim (suhu udara, kelembaban dan cuaca) di lokasi penelitian
No
Koordinat
1 122026’46 E 0048’33 N 2 122028’12 E 0050’12 N 3 122028’16 E 0050’51 N 4 122028’16E 0050’51 N 5 122028’32 E 0051’20 N 6 122028’26 E 0051’20 N 7 122028’32 E 0051’20 N 8 122028 E 0050’48 N 9 122028’32 E 0051’20 N 10 122028’32 E 0051’20 N 11 122027’54 E 0050’49 N 12 13 -
Lokasi Sungai Mohiyolo
Cuaca
Wet (%)
Awal Akhir Mean Awal Akhir Mean Awal Akhir Mean
Mendung
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Sungai Bontula
Cerah
26.5
23.5
25
26
22
24
92
83
87.5
Bontula
Cerah
26.5
23.5
25
26
22
24
92
83
87.5
Bontula*
Cerah
26
27
26.5
24
23
23.5
84
69
76.5
Kaki Gunung Boliyohuto
Cerah
24.5
21
22.75
21
21
21
67
91
79
Sungai kaki Gunung Boliyohuto
Cerah
20.5
20.5
20.5
20
20
20
91
91
91
Kaki Gunung Boliyohuto'
Cerah
23
21
22
23
21
22
92
91
91.5
Batu Ular
Cerah
22
22.5
22.25
24
22
23
83
92
87.5
Batu Wanggubu
Cerah
25
22.5
23.75
24
22.5 23.25
92
92
92
Sungai Batu Wanggubu
Cerah
25
22.5
23.75
24
22.5 23.25
92
92
92
Batu Wanggubu*
Cerah
25
22.5
23.75
24
22.5 23.25
92
92
92
Kebun Sawah
Cerah Cerah
-
-
-
-
-
-
-
Keterangan: (*) = Pengulangan, (-) = Tidak diamati.
-
Suhu ratarata (0C) 25.5
83.83
Tidak terganggu
21.87
87.25
Rendah gangguan
23.75
92.00
Kelembaban (%)
-
Tipe habitat Perbatasan
Kelemba ban ratarata (%)
22
Dry (%)
23 Lampiran 3 Deskripsi jenis reptil yang ditemukan di Suaka Margasatwa Nantu, Provinsi Gorontalo
Famili Colubridae 1. Chrysopelea paradisi celebensis Mertens, 1968 (Sulawesi Paradise Tree Snake Celebensis) (Endemik) Deskripsi: Mata besar, sisik bagian atas tubuh (dorsal) berjumlah 17 dan 206 pada bagian bawahnya (ventral). Bertubuh ramping, ekor panjang dan ramping. Kepala berwarna coklat muda dengan garis-garis kuning. Sisik upper labial (bibir) berwarna puti dengan jumlah 9 dan sisik ke- 4,5 dan 6 menyentuh mata. Bagian bawah tubuh berwarna putih kecoklatan sedangkan bagian atas berwarna coklat muda dengan garis-garis hitam dan merah. Terdapat 3 garis kuning vertikal pada kepala dengan garis ke-1 dan 2 menyentuh mata. Termasuk ular pohon (arboreal) dan aktif pada siang hari (diurnal). Memiliki tingkat bisa menengah namun tidak berbahaya bagi manusia. Habitat: Hutan sekunder, perkebunan, dan hutan perbatasan (edges) pada ketinggian kurang dari 1300 mdpl. Penyebaran: Sulawesi (Indonesia) Penyebaran Di Suaka Margasatwa Nantu: Kebun jagung pada daerah rendah gangguan (hutan sekunder) 2. Psammodynastes pulverulentus Boie, 1872 (Common Mock Viper) Deskripsi: Kepala jelas, dan membentuk segitiga, tetapi tidak berbahaya. Secara umum tubuhnya bulat dengan sisik halus. Punggung berwarna coklat dan kemerahan, perutnya berwarna coklat terang atau coklat muda, corak pada tubunya bervariasi. Sisik bawah kepala terpisah, upper labials berjumlah 8 dengan sisik ke-3, 4, dan 5 menyentuh mata. Termasuk ular pohon yang aktif pada malam hari. Memiliki tingkat bisa menengah dan tidak berbahaya bagi manusia. Habitat: Hutan dataran rendah samapi hutan pegunungan sampai pada ketinggian 1500 mdpl Penyebaran: Indonesia ( Sumatra, Kalimantan, Jawa, Bali, Lombok, Sumbawa, Sulawesi) Penyebaran di Suaka Margasatwa Nantu: Kaki Gunung Boliyohuto, Batu Wanggubu dan daerah Bontula
24 Lampiran 3 Deskripsi jenis reptil yang ditemukan di Suaka Margasatwa Nantu, Provinsi Gorontalo (lanjutan) 3. Rhabdophis callistus Gunther, 1873 (Boettger’s Keelback) (Endemik) Deskripsi: Warna remaja mencolok dan bervariasi: bagian atas kepala berwarna hitam dengan warna coklat dari hidung sampai pada mata. Tubuh berwarna hitam, pada bagian sisi tubuh berwarna putih-hitam dan putih pada bagian bawahnya. Bagian atas tubuh terdapat garis coklat dari kepala hingga ekor. Sisik labial atas berjumlah 8, pada sisik ke 4, 5, dan 6 menyentuh mata. Sisik perut (ventral) berjumlah 148-156. Merupakan ular berukuran kecil mencapai 80 cm. Termaksuk ular yang aktif pada malam hari, berbisa menengah. Belum ada informasi lebih mengenai efek dari racunnya. Habitat: Tidak diketahui Penyebaran: Sulawesi Penyebaran di Suaka Margasatwa Nantu: Daerah rendah gangguan (hutan sekunder) di Batu wanggubu. 4. Rhabdophis chrysargoides Gunther, 1858 (Javanese Keelback) Deskripsi: Berukuran kecil panjang maksimum 80 cm kepala kecil dan tebal, mata besar, rostal lebih besar terlihat dari atas. Sisik upper labial berjumlah 9 dengan sisik ke-4, 5, dan 6 menyentuh mata. Dewasa berwarna hitam kecoklatan, iris mata berwarna hitam, bulat dan pupil hitam. Labial atas berwarna kekuningan. Perut berwarna merah pudar. Termasuk ular terestrial dan aktif pada malam hari. Berbisa menengah, agresif dan tidak berbahaya bagi manusia Habitat: Danau, sungai pada hutan primer dan sekunder di dataran rendah sampai tinggi pada ketinggian 1000 mdpl. Penyebaran: Jawa dan Sulawesi Penyebaran di Suaka Margasatwa Nantu: Daerah Bontula di hutan perbatasan Nantu.
25 Lampiran 3 Deskripsi jenis reptil yang ditemukan di Suaka Margasatwa Nantu, Provinsi Gorontalo (lanjutan)
Famili Gekkonidae 1. Cyrtodactylus jellesmae Boulenger, 1897 (Kabaena Bow-Fingered Gecko) (Endemik) Deskripsi: Berwarna coklat kekuningan, terdapat corak hitam pada bagian punggungnya, ekor bulat meruncing tanpa corak hitam coklat menyerupai V. Jari-jari tungkai memanjang, runcing dan tidak berselaput seperti pada cicak pada lainnya. Individu-individu yang ditemukan di lokasi pengamatan berukuran 7,12 cm - 80 cm, berat 8,5 gr – 12,9 gr. Merupakan jenis arboreal yang aktif pada malam hari (nokturnal). Tubuh memanjang dan terdapat bintik-bintik halus. Habitat: Tidak diketahui Penyebaran: Sulawesi Penyebaran di Suaka Margasatwa Nantu: Ditemukan di kaki Gunung Boliyohuto dan Batu daerah tidak terganggu pada ketinggian 400-800 mdpl 2. Gehyra mutilata Wiegmann, 1834 (Four-clawed Gecko) Deskripsi: Cicak yang memiliki ukuran tubuh gempal dengan kepala yang relatif tumpul dengan tubuh berwarna cerah disertai bintik hitam tersebar ditubuhnya. Kaki bercakar namun memiliki selaput perekat untuk menempel di tembok atau papan. Ciri yang mudah dikenali yaitu ukuran tubuh yang gempal dengan ekor yang agak melebar serta warnanya yang cerah. Jenis ini sering ditemukan pada rantingranting tumbuhan bawah dan pohon yang tersebar di Pulau Padar. Habitat: Lebih sering ditemukan ditempat tinggal manusia, tetapi kadang ditemukan di batu. Penyebaran: Tersebar luas di Indonesia Penyebaran di Suaka Margasatwa Nantu: Ditemukan di sekitar sawah daerah pemukiman
26 Lampiran 3 Deskripsi jenis reptil yang ditemukan di Suaka Margasatwa Nantu, Provinsi Gorontalo (lanjutan) 3. Gekko monarchus Shclegel, 1836 (Spotted House Gecko) Deskripsi: Berukuran sedang dengan kulit kasar, memiliki 16–17 deretan longitudinal bintil-bintil di bagian punggung. Kepala berbentuk bulat telur, sisik supralabial 10–11. Punggung berwarna kelabu kecoklatan atau agak kream. Sepanjang punggung terdapat 7–9 pasang bintil hitam, diantara bintil tersebut terdapat terdapat warna putih keputihan. Dibagian kepala belakang terdapat terdapat pola seperti huruf W berwana hitam. Mata berwarna kuning dengan iris vertikal berwarna hitam. Jenis ini aktif pada malam hari pada rumah-rumah dan pepohonan. Habitat: Tepi hutan, kebun, pekarangan, sampai pada ketinggian kurang dari 1500 mdpl Penyebaran: Kalimantan, Sumatra, Jawa, Sulawesi, Nias, Ambon, Ceram, Penyebaran Di Suaka Margasatwa Nantu: Daerah tidak terganggu di Kaki Gunung Boliyohuto. 4. Hemidactylus frenatus Schlegel, 1836 ( Common House Gecko) Deskripsi: Ciri utama yitu terdapat alur-alur duri pada setiap sisi ekornya, moncong lebih panjang dari pada jarak mata dengan telinga. Dahi cekung, telinga bulat kecil. Kepala tersusun dari sisik granular yang kecil, sisik paling besar pada moncong. Sisik pada mocong berjumlah 12 dan bibir bawah berjumlah 8-10. Ekor bulat dan tersusun oleh sisik yang sangat kecil. Jari yang paling dalam panjangnya kurang dari setengah panjang jari kedua. Berwarna putih dengan corak hitam yang tidak terlalu jelas. Mata lebar dan pupil vertikal. Merupakan jenis yang aktif pada malam hari dan biasa ditemukan pada bangunan-bangunan permanen. Jenis ini makanan utamanya adalah serangga kecil, sehingga sering menunggu mangasanya di dinding dekat lampu. Habitat: satwa nokturnal yang biasa ditemukan pada dinding-dinding bangunan. Penyebaran: Tersebar luas di Indonesia Penyebaran Di Suaka Margasatwa Nantu: Ditemukan di sekitar sawah daerah pemukiman
27 Lampiran 3 Deskripsi jenis reptil yang ditemukan di Suaka Margasatwa Nantu, Provinsi Gorontalo (lanjutan) 5. Hemiphyllodactylus typus Bleeker, 1860 (Indopacific Tree Gecko) Deskripsi: Cicak berukuran kecil, ramping dan kulitnya berbutir-butir halus. Ekor berbentuk silindris. Jari kaki bagian dalam dan jari kaki belakangnya kecil tanpa cakar; jarijari lain bercakar. Warnanya krem bagian atas, terdapat garis samar hitam pada punggungnya. Ukuran mencapai 45 mm (SVL) dan total (SUL) 90 mm. Aktif pada malam hari. Merupakan cicak yang jarang ditemukan, tetapi memiliki penyebaran luas. Penyebaran Sulawesi, Kalimantan, Sumatra, Jawa, Bali, Sumbawa, Komodo Penyebaran Di Suaka Margasatwa Nantu: Daerah perkebunan di dalam kawasan Suaka Margasatwa Nantu.
Famili Scincidae 1. Emoia caeruleocauda De Vis, 1892 (Pacific Bluetail Skink) Deskripsi: Tubuh berukuran ramping dengan sisik halus. Jenis ini dikenali dengan ekornya yang berwarna biru. Bagian bawah perut berwarna putihcoklat, dan punggung berwarna hitam dengan 3 garis kuning dari hidung sampai ekor. Mata besar dan hitam. Jenis ini aktif pada siang hari dan biasa ditemukan di tumpukan rantingranting di daerah terbuka. Di bagian kepala terdapat sisik yang besar dan terlihat jelas. Biasa ditemukan berkelompok 2-3 individu. Habitat: Menyukai tempat-tempat terbuka pada pada hutan sekunder. Penyebaran: Indonesia (Maluku, Sulawesi, Irian Jaya), Penyebaran di Suaka Margasatwa Nantu: Di derah bontula dan sungai Mohiyolo
28 Lampiran 3 Deskripsi jenis reptil yang ditemukan di Suaka Margasatwa Nantu, Provinsi Gorontalo (lanjutan) 2. Eutropis multifasciata Kuhl, 1820 (Many-lined Sun Skink) Deskripsi : Jenis kadal yang sangat mudah ditemukan, biasa dijumpai sedang berjemur pada siang hari di lokasi-lokasi yang terkena sinar matahari langsung seperti pohon tumbang atau di permukaan batu. Biasa ditemukan dalam jumlah banyak di lantai hutan. Ciri utama yang mudah dikenal yaitu warnanya yang mengkilap dan biasa terdapat corak berwarna kekuningan pada bagian sisi tubuhnya. Satwa diurnal atau aktifdi siang hari serta tinggal di lantai hutan seperti tumpukan serasah atau lubang kayu yang telah tumbang, namun pada malam hari biasa ditemukan di tumbuhan tingkat semai dengan ketinggian berkisar 1 meter. Habitat: Menyukai tempat bersemak dan berumput, baik ditempat terbuka dan dibawah pepohonan. Sering terlihat berjemur pada siang hari. Penyebaran: Tersebar luas di Indonesia Penyebaran di Suaka Margasatwa Nantu: Ditemukan di seluruh lokasi pengamatan. 3. Eutropis rudis Boulenger, 1887 (Rough Mabuya) Deskripsi: Jenis kadal yang sangat mudah ditemukan, biasa dijumpai sedang berjemur pada siang hari di lokasi-lokasi yang terkena sinar matahari langsung seperti pohon tumbang atau di permukaan batu. Biasa ditemukan dalam jumlah banyak di lantai hutan. Ciri utama yang mudah dikenal yaitu warnanya yang kusam dan kulit yang terlihat kasar serta terdapat garis tebal berwarna lebih gelap pada bagian sisi tubuhnya. Satwa diurnal atau aktif di siang hari serta tinggal dilantai hutan seperti tumpukan serasah atau lubang kayu yang telah tumbang, namun pada malam hari biasa ditemukan di tumbuhan tingkat semai dengan ketinggian berkisar 1 meter. Habitat: Menyukai tempat bersemak dan berumput, baik ditempat terbuka dan dibawah pepohonan. Sering terlihat berjemur pada siang hari. Penyebaran: Asia Tenggara Penyebaran di Suaka Margasatwa Nantu: Hutan rendah gangguan di Batu Wanggubu.
29 Lampiran 3 Deskripsi jenis reptil yang ditemukan di Suaka Margasatwa Nantu, Provinsi Gorontalo (lanjutan) 4. Lipinia quadrivittata Petters, 1867 (Four-striped Lipinia) Deskripsi: Jenis kadal kecil berwana kuning keemasan dengan garis hitam pada bagian punggung yang membentuk garis panjang dari hidung hingga sampai pada tungkai belakang. Mata hitam dan besar. Penyebaran: Kalimantan dan Sulawesi Habitat: Hutan sekunder Penyebaran di Suaka Margasatwa Nantu: Hutan rendah gangguan di perkebunan di dalam kawasan 5. Spenomorphus temminckii Guther, 1864 (Bowring’s Supple Skink) Deskripsi: Kadal yang berukura kecil, dengan anggota tubuh yang pendek dan sisik halus dan mengkilat. Warna bagian atas coklat tua. Sisi-sisinya ada lorang-loreng yang samar berwarna hitam dan putih, dan bagian samping kepalanya bertaburan bercak berwarna muda. Bagian bawah berwarna putih sampai ekor, terkadang terdapat warna jingga pada bagian lehernya. Hidup di lantai hutan, bawah batang pohon lapuk, dan serasah. Aktif pada saat cuaca sejuk dan agak mendung. Habitat: Hutan dataran rendah sampai ketinggian 1600 mdpl. Penyebaran: Indonesia (Sumatra, Kalimantan, Jawa, Sulawesi), Penyebaran di Suaka Margasatwa Nantu: Hutan rendah gangguan di Batu wanggubu dan hutan tidak terganggu di kaki Gunung Boliyohuto.
30 Lampiran 3 Deskripsi jenis reptil yang ditemukan di Suaka Margasatwa Nantu, Provinsi Gorontalo (lanjutan) 6. Sphenomorphus sp.1 Deskripsi: Kadal dengan moncong yang tumpul, punggung atas berwarna hitam, dengan bintik-bintik coklat emas gelap sedangkan pada bagian sisinya memliki bercak-bercak putih. Bagian bawah tubuh berwarna putih tanpa bercak. Ekor bulat berwarna hita. Mata besar dengan pupil bulat. Kepala pendek, terlihat menyatu dengan tubuhnya. Ditemukan di batang pohon pada malam hari. Tungkai dengan jari-jari panjang berwarna hitam. Habitat: Penyebaran: Penyebaran di Suaka Margasatwa Nantu: Daerah tidak terganggu di kaki Gunung Boliyohuto
7. Sphenomorphus sp.2 Deskripsi: Kadal dengan moncong yang tumpul, punggung atas berwarna coklat gelap, dengan bintik-bintik hitam, pada bagian sisi dan bawah tubuh berwarna orange terang. Kepala berwarna hitam pada bagian atas sedangkan bagian bawah berwarna biru keputihan dengan bercak hitam. Ditemukan pada siang hari di balik bebatuan. Tungkai panjang dan jarijari runcing berwarna cokelat. Mata besar dengan pupil hitam. Habitat: Penyebaran: Penyebaran di Suaka Margasatwa Nantu: Daerah perbatasan di Bontula pada habitat dengan tutupan vegetasi.
31 Lampiran 3 Deskripsi jenis reptil yang ditemukan di Suaka Margasatwa Nantu, Provinsi Gorontalo (lanjutan)
Famili Varanidae 1. Varanus salvator Laurenti, 1768 (Water Monitor) Deskripsi: Kadal dengan ukuran besar dengan sisik kasar, kulit dan dagingnya terlihat seperti tidak menyatu. Sisik kepala dan sisik badan terlihat jelas perbedaannya. Berwarna hitam dengan bercak-bercak kuning di punggungnya. Terdapat bercak kuning pada bagian punggung yang tersusun rapi 3 baris. Mata besar berwarna hitam. Lubang telinga besar, memiliki kuku yang tajam. Bisanya hidup berdekatan dengan air. Jenis ini agresif namun tidak berbahaya bagi manusia. Habitat: Tepi-tepi sungai atau saluran air, tepian danau, pantai, dan rawa-rawa termasuk rawa bakau Penyebaran: Tersebar luas di Indonesia Penyebaran di Suaka Margasatwa Nantu: Daerah perbatasan di Bontula pada habitat yang memiliki tutupan vegetasi.
Famili Viperidae 1. Tropidolaemus subannulatus Gray, 1842 (North Philippine temple pitviper) Deskripsi: Jenis ini merupakan ular yang berukuran besar dan gemuk, panjang pejantan biasanya lebih kecil dan ramping. Bentuk kepalanya segitiga, berbeda jelas dari tubuhnya. Jenis ini memiliki Warna hijau, tubuh dan kepalanya berwarna hijau cerah. Terdapat bintik-bintik merah dan utih yang berdekatan di bagian punggungnya. Perut dan bagian bawah kepala berwarna kuning terang berbintik. Ekornya berwarna coklat dengan corak. Jenis ini merupakan salah satu jenis ular yang memiliki bisa berbahaya. Habitat: Hutan dataran rendah sampai pada ketinggian 1300 mdpl Penyebaran: Indonesia (Belitung, Kalimantan, Sulawesi), Penyebaran di Suaka Margasatwa Nantu: Daerah perbatasan di Bontula pada habitat yang memiliki tutupan vegetasi.
32 Lampiran 3 Deskripsi jenis reptil yang ditemukan di Suaka Margasatwa Nantu, Provinsi Gorontalo (lanjutan) 2. Tropidolaemus cf wagleri Boie, 1827 (Wagler’s Pit Viper) Deskripsi: Jenis ini merupakan ular berukuran besar dan gemuk, panjang pejantan biasanya lebih kecil dan ramping. Bentuk kepalanya segitiga, berbeda jelas dari tubuhnya. Mata berukuran kecil dengan pupil berbentuk celah vertikal berwarna merah dan putih yang berdekatan. Jenis ini memiliki Warna hijau. Jenis yang berwarna hijau, tubuh dan kepalanya berwarna hijau cerah. Terdapat belang berwarna biru yang memiliki jarak yang sama. Perut dan bagian bawah kepala berwarna putih. Ekornya berwarna coklat dengan corak. Jenis ini merupakan salah satu jenis ular yang memiliki bisa berbahaya. Habitat: Hutan dataran rendah sampai pada ketinggian 1300 mdpl Penyebaran: Indonesia (Sumatra, Bangka, Mentawai, Natuna, Nias, dan Riau) Penyebaran di Suaka Margasatwa Nantu: Hutan tidak terganggu di kaki Gunung Boliyohuto
33
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirka di Raha pada tanggal 4 April 1992 dari ayah La Kusa SE. Dan ibu Hamida Salim. Penulis adalah putra kedua dari empat bersaudara. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Raha dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor melalu jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan. Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum Ekologi Hutan pada tahun ajaran 2010/2011. Penulis juga aktif dibeberapa kegiatan kemahasiswaan antara lain sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (Himakova) dan anggota Kelompok Pemerhati Herpetofauna (KPH)-Himakova pada tahun 2010-sekarang, anggota Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Kehutanan periode 2011-2012. Selain aktif dikampus, penulis aktif diluar kampus yaitu sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Fahutan-IPB, Cabang Bogor periode 20102011, Sekretaris HMI Komisariat Fahutan-IPB periode 2011-2013. Penulis telah mengikuti beberapa praktek dan kegiatan lapangan diantaranya; Studi Konservasi Lingkungan (Surili)-Himakova di Taman Nasional Bukit Tiga Puluh pada tahun 2012, Eksplorasi Fauna, Flora dan Ekowisata Indonesia (Rafflesia)-Himakova di Taman Wisata Alam Sukawayana - Cagar Alam Tangkuban Perahu, Sukabumi pada tahun 2012, Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di BKPH Cikeong dan BKPH Lembang pada tahun 2011, Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat pada tahun 2012, Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Gunung Ciremai pada tahun 2013. Selain itu penulis juga mengikuti Latihan Kader I (Basic Training) HMI Cabang Bogor Komisariat Fakultas Kehutanan IPB pada tahun 2009. Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul “Keanekaragaman Reptil di Kawasan Suaka Margasatwa Nantu Provinsi Gorontalo” dibawah bimbingan Dr Ir Mirza Dikari Kusrini, MSi dan Dr Ir Agus Priyono Kartono, MSi.