BAB I STATUS PASIEN STATUS PASIEN I.
II.
Identitas Pasien Nama
: By. AM
Jenis kelamin
: Laki-laki
Tanggal lahir/Jam
: 08 Maret 2015/13.30 wib
Umur
: 4 hari
Alamat
: Bunut 63/01, Rawagede Tanggerang
Agama
: Islam
Nama Ibu
: Ny. M
Nama Ayah
: Tn. A
Tanggal masuk RS
: 12 Maret 2015
Anamnesa Keluhan utama Bayi terlihat kuning Riwayat penyakit sekarang Kuning sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Keluhan kuning di seluruh tubuh dan juga mata. Pada saat lahir sampai hari ke 3 bayi menetek namun ASI tidak keluar, pada hari ke 4 ASI keluar namun bayi tidak mau menetek, bayi tampak lemah kemudian bayi diperiksakan ke bidan dan dirujuk ke RS. Tidak disertai sesak napas, menangis lemah, panas badan, kejang ataupun penurunan kesadaran. Tidak tampak pucat, dan tidak ada memar-memar di kulit. BAB tidak seperti dempul dan BAK tidak berwarna seperti air teh pekat. Riwayat penyakit dahulu Sejak lahir belum pernah kuning seperti ini
1
Riwayat penyakit keluarga -
Ibu kurang darah selama kehamilan disangkal
-
Riwayat penyakit hati di keluarga disangkal
-
Riwayat DM disangkal
-
Riwayat keganasan (kanker) disangkal Riwayat kehamilan : ibu G1P1A0 mengaku ANC rutin di bidan mulai dari usia kehamilan 4 bulan sebanyak 1x setiap bulan. Riwayat penyakit saat hamil disangkal. Riwayat DM disangkal,hipertensi disangkal. Ibu os mengaku hanya mengkonsumsi obat dari bidan sebagai penambah darah. Riwayat persalinan •
Cara Lahir
: Spontan
•
Usia kehamilan
: 39 minggu
•
Ditolong oleh
: bidan
•
Berat badan
: 3000 gram
•
Panjang badan
: 47 cm
•
Bayi lahir langsung menangis
Riwayat Imunisasi •
Ibu tidak tahu (pada saat lahir bayi disuntik di paha kanan)
•
Kesan : Imunisasi belum lengkap
Riwayat Alergi
Ibu tidak tahu
Riwayat Makanan • III.
ASI
Pemeriksaan Fisik •
Keadaan umum
: tampak lemah 2
•
Kesadaran
: composmentis, menangis
•
Ballard score
: 36 (38-40 minggu)
•
Score down
: 1 (tidak ada gawat napas)
•
Berat badan
: 3000 gram
•
Panjang badan
: 47 cm
•
Lingkar kepala
: 33 cm
•
Status gizi
: baik (normal)
•
Tanda vital
- suhu
: 37,2˚ C
- nadi
: 140 kali/menit
- pernafasan
: 40 kali/menit
•
Gol darah ibu
:-
•
Gol darah bayi
: (tidak diketahui)
Pemeriksaan generalisata •
Kepala
: normocephal, UUB datar, rambut berwarna hitam
•
Mata
: konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (+/+), reflek pupil
(+/+), isokor dextra-sinistra, eksoftalmos dan enoftalmos (-/-), edema palpebra (-/-) •
Hidung
: Deviasi septum (-), sekret (-/-), darah (-/-), hidung bagian
luar tidak ada kelainan, pernapasan cuping hidung (-) •
Mulut
: lembab
•
Leher
: pembesaran KGB (-)
•
Dada
: simetris
•
Paru-paru
: vesikuler
•
Jantung
: BJ I dan II murni, murmur (-), gallop (-)
•
Perut
: supel, turgor kembali cepat
•
Genital
: tidak ada kelainan
•
Ekstremitas
: akral hangat, RCT < 3 detik
3
•
Kulit
: kuning di seluruh tubuh kecuali daerah telapak tangan dan
kaki
IV.
Pemeriksaan Laboratorium Item
Hasil
Satuan
Nilai 4
12-03 Hematologi rutin Haemoglobin 20.6 Hematokrit 55.6 Eritrosit 6.33 Leukosit 19.9 Trombosit 146 MCV 87.8 MCH 32.5 MCHC 37.1 RDW-SD 55.2 PDW 10.7 MPV 10.4 Differential LYM % 26.4 MXD % 20.8 NEU % 46.0 EOS % 5.6 BAS % 1.2 Absolut LYM # 5.26 MXD # 4.15 NEU # 9.16 EOS # 1.11 BAS # 0.23 Kimia klinik Glukosa 58
13-03
16-03
18-03
rujukan
19.8 59.3 6.37 17.5 221 93.1 31.1 33.4 58.3 11.2 9.3
g/dL % 10^3/µL 10^3/µL 10^3/µL fL pg % fL fL fL
13.5-21.5 44-64 4.1-6.1 6-18 150-450 80-94 27-31 33-37 37-54 9-14 8-12
28.7 4.2 67.1
% % % % %
26-36 0-16 32-62 1-3 <1
5.00 0.70 11.80
10^3/µL 10^3/µL 10^3/µL 10^3/µL 10^3/µL
1-1.51 0-2.9 1.9-11.1 0.02-0.50 0.00-0.10
mg/dl
<180
rapid sewaktu Fungsi hati Bilirubin
21.68
16.85
15.90
mg %
1.5-12
total Direk / indirek bilirubin Bilirubin 0.79
0.57
0.47
mg %
<0.6
direk Bilirubin
20.89
16.28
15.43
mg %
indirek Elektrolit Natrium (Na) Kalium (K) Calcium ion
136.1 3.82 1.24
130.1 4.19 1.07
mEq/L mEq/L mmol/L
135-148 3.50-5.30 1.15-1.29
5
V.
Resume : Bayi AM usia 4 hari dari ibu P1A0 datang dengan ikterik kramer derajat 4. Bayi lemah dan malas menetek. Pada pemeriksaan fisik didapatkan bayi compos mentis, menangis, aktif . Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan kadar Bilirubin total(21.68 mg%),Bilirubin direk(0.79 mg%) dan Bilirubin indirek (20.89 mg%),Eritrosit (6.33 10^3/µL), Leukosit (19.9 10^3/µL) Trombosit (146 10^3/µL), Differential MXD% (20.8 %) EOS% (5.6 %), BAS% (1.2 %), Absolut LYM# (5.26 10^3/µL), MXD# (4.15 10^3/µL), EOS# (1.11 10^3/µL), BAS# (0.23 10^3/µL) .
VI.
Differensial Diagnosis Neonatorum hiperbilirubinemia dan sepsis Neonatus hiperbilirubinemia e.c breast milk jaundice Neonatus hiperbilirubinemia e.c kelahiran kurang bulan Neonatus hiperbilirubinemia e.c inkompatibilitas golongan darah Neonatus
VII.
Diagnosis : Neonatorum hiperbilirubinemia e.c breast milk jaundice
VIII. RENCANA PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan darah rutin
Pemeriksaan gula darah
Pemeriksaan kadar billirubin total,direk dan indirek
Pemeriksaan golongan darah bayi
Pemeriksaan elektrolit
Penatalaksanaan
6
IX.
Penatalaksanaan Fototerapi Pemberian Cairan •
BB = 3000 gr
•
Kebutuhan cairan
= 3 x 130 cc
NaCl 3%
= 3 x 3 mEq
= 9 mEq
= 18
cc
KCl 7,46%
= 3 x 2 mEq
= 6 mEq
=6
cc
Bicnat 7,6%
= 3 x 3 mEq
= 9 mEq
=9
cc
Dextrose 10%
= selebihnya
= 390 cc
= 357 cc
Pemberian Antibiotik
X.
Cefotaxim 2 x 145 mg
Gentamicyn 1 x 11,6 mg
Follow Up Tanggal 13 Maret 2015 •
S : bayi aktif, nangis, sianosis (-), anemia (-), ikterik (+), ngisep (-)
•
O : HR = 120 x/menit, RR = 42 x/menit, Suhu = 36,90 C Konjungtiva anemis (-), Sklera Ikterik (+), RCT < 3 detik
•
A : neonatorum hiperbilirubinemia dengan sepsis
•
P : - IVFD D10% - Inj cefotaxim 2 x 145 mg - Inj Gentamicyn 1 x 11,6 mg - lanjutkan fototerapi - coba ngisep - rencana rontgen
Tanggal 14 Maret 2015 •
S : bayi aktif, nangis, sianosis (-), anemia (-), ikterik (+)
•
O : HR = 122 x/menit, RR = 40 x/menit, Suhu = 37,00 C 7
Konjungtiva anemis (-), Sklera Ikterik (+), RCT < 3 detik •
A : neonatorum hiperbilirubinemia dengan sepsis
•
P : - IVFD D10% - Inj cefotaxim 2 x 145 mg - Inj Gentamicyn 1 x 11,6 mg - lanjutkan fototerapi atas bawah (+) - minum / speen (+)
Tanggal 15 Maret 2015 •
S : bayi aktif, sianosis (-), anemia (-), ikterik (+), minum / speen (+)
•
O : HR = 120 x/menit, RR = 40 x/menit, Suhu = 36,90 C Konjungtiva anemis (-), Sklera Ikterik (+), RCT < 3 detik
•
A : neonatorum hiperbilirubinemia dengan sepsis
•
P : - IVFD D10% - Inj cefotaxim 2 x 145 mg - Inj Gentamicyn 1 x 11,6 mg - lanjutkan fototerapi atas bawah (+) - ngisep ke ibu (+)
Tanggal 16 Maret 2015 •
S : bayi aktif, sianosis (-), anemia (-), ikterik (+), kulit mengelupas
•
O : HR = 122 x/menit, RR = 42 x/menit, Suhu = 37,30 C Konjungtiva anemis (-), Sklera Ikterik (+), RCT < 3 detik
•
A : neonatorum hiperbilirubinemia
•
P : - IVFD D10% - Inj cefotaxim 2 x 145 mg - Inj Gentamicyn 1 x 11,6 mg - lanjutkan fototerapi atas bawah (+) - ngisep ke ibu (+)
Tanggal 17 Maret 2015 8
•
S : bayi aktif, sianosis (-), anemia (-), ikterik (+), kulit mengelupas
•
O : HR = 124 x/menit, RR = 43 x/menit, Suhu = 37,00 C Konjungtiva anemis (-), Sklera Ikterik (+), RCT < 3 detik
•
A : neonatorum hiperbilirubinemia dengan sepsis
•
P : - R/ IVFD D10% ganti tridex 100 - Inj cefotaxim 2 x 145 mg - Inj Gentamicyn 1 x 11,6 mg - lanjutkan fototerapi atas bawah (+) - ngisep ke ibu (+)
Tanggal 18 Maret 2015 •
S : bayi aktif, sianosis (-), anemia (-), ikterik (+), kulit mengelupas
•
O : HR = 122 x/menit, RR = 40 x/menit, Suhu = 37,20 C Konjungtiva anemis (-), Sklera Ikterik (+), RCT < 3 detik
•
A : neonatorum hiperbilirubinemia dengan sepsis
•
P : fototerapi atas bawah (+)
BAB II PEMBAHASAN A. TINJAUAN PUSTAKA I.
Definisi Ikterus (‘jaundice’) terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah, sehingga kulit (terutama) dan atau sklera bayi (neonatus) tampak kekuningan. Pada orang dewasa, ikterus akan tampak apabila serum bilirubin > 2 mg/dL (> 17 μmol/L), sedangkan pada neonatus baru tampak apabila serum bilirubin > 5 mg/dL (>86μmol/L). Hiperbilirubinemia adalah istilah yang dipakai untuk ikterus neonatorum setelah ada hasil laboratorium yang menunjukkan peningkatan kadar serum bilirubin.
9
II.
Patogenesis Keadaan bayi kuning dalam istilah kesehatan disebut ikterus neonatus. Hal ini biasanya disebabkan oleh meningkatnya kadar bilirubin dalam darah melebihi nilai normal, dengan gejala klinis warna kuning pada kulit bayi dan selaput lendir. Bilirubin itu sendiri merupakan hasil pemecahan hemoglobin yang terkandung di dalam sel darah merah, dengan nilai normal tidak lebih dari 10 mg %. Bila melebihi nilai hingga 12 mg/dl maka akan timbul manifestasi kuning. Pada keadaan normal sel darah merah (eritrosit) memiliki umur tertentu dan yang telah tua akan mengalami pemecahan atau destruksi sehingga hemoglobin yang terkandung di dalamnya keluar dan pecah menjadi zat yang disebut heme dan globin. Setiap hari sekitar 1 % sel darah merah mati dan di daur ulang. Selanjutnya heme akan diubah menjadi biliverdin dan melalui proses selanjutnya diubah menjadi bilirubin bebas atau biasa disebut bilirubin indirek. Bilirubin indirek ini dalam kadar tinggi bersifat racun, sukar larut dalam air tetapi larut dalam lemak, sulit diekskresi (dibuang) serta mudah melewati plasenta maupun membran pelindung otak. Oleh karena itu oleh organ hati (hepar/liver) bilirubin indirek ini diproses menjadi bilirubin direk yang larut dalam air dan melalui saluran empedu selanjutnya dibuang melalui usus ke dalam feses. Sewaktu bayi masih dalam kandungan, bilirubin indirek dikeluarkan melalui plasenta, selanjutnya oleh hati ibu diproses menjadi bilirubin direk dan dibuang melalui feses. Meningkatnya kadar bilirubin sering ditemui pada bayi baru lahir (neonatus) karena pada neonatus, pembuangan melalui plasenta terputus dan bayi harus memproses di dalam hatinya sendiri untuk dapat membuangnya melalui feses.
III.
Klasifikasi Hiperbilirubinemia adalah terjadinya peningkatan kadar plasma bilirubin 2
standar deviasi atau lebih dari kadar yang diharapkan berdasarkan umur bayi atau lebih dari persentil 90. Selain hal-hal yang telah diuraikan di atas, ikterus neonatus juga memang dapat disebabkan oleh karena ketidak cocokan (inkompatibilitas) golongan darah, yang biasa disebut inkompatibilitas ABO dalam sistem golongan darah ABO. 10
Ditemukan pada ibu bergolongan darah O yang melahirkan bayi bergolongan darah A atau B, sekitar 20-40 % dari seluruh kehamilan. Kehamilan demikian dimasukkan dalam kelompok kehamilan resiko pada neonatus. Seperti diketahui golongan darah seseorang ditentukan oleh adanya antigen A dan B pada eritrosit (sel darah merah) dan antibodi pada serum (cairan) darahnya. Pada kehamilan inkompatibilitas ABO, eritrosit bayi bergolongan darah A atau B telah mengalami sensitisasi dengan antibodi ibu bergolongan darah O sehingga eritrosit bayi akan mengalami destruksi. Destruksi terjadi karena ibu bergolongan darah O memiliki antibodi dengan berat molekul rendah sehingga dengan mudah dapat menembus plasenta, dan akan mengadakan reaksi inkompatibilitas dengan eritrosit janin. Destruksi eritrosit yang berlebihan akan meningkatkan kadar bilirubin bayi sehingga menimbulkan ikterus a.) Ikterus fisiologis Umumnya terjadi pada bayi baru lahir,kadar bilirubin tak terkonjugasi pada minggu pertama >2 mg/dl. Pada bayi cukup bulan yang mendapat susu formula kadar bilirubin akan mencapai puncaknya sekitar 6-8 mg/dl. Pada hari ke-3 kehidupan dan kemudian akan menurun cepat selama 2-3 hari diikuti dengan penurunan yang lambat sebesar 1 mg/dl. Selama 1 sampai 2 minggu. Pada bayi cukup bulan yang mendapat ASI kadar bilirubin puncak akan mencapai kadar yang lebih tinggi (7-14mg/dl) dan penurunan terjadi lebih lambat. Bisa terjadi dalam waktu 2-4 minggu,bahkan dapat mencapai waktu 6 minggu. Pada bayi kurang bulan yang mendapat susu formula juga akan mengalami peningkatan dengan puncak yang lebih tinggi dan lebih lama,begitu juga dengan penurunannya jika tidak diberikan fototerapi pencegahan. Peningkatan sampai 10-12 mg/dl masih dalam kisaran fisiologis bahkan hingga 15mg/dl tanpa disertai kelainan metabolisme bilirubin. Kadar normal bilirubin tali pusat kurang dari 2 mg/dl dan berkisar dari 1,4 sampai 1,9 mg/dl. b.) Ikterus non fisiologis Dulu disebut dengan ikterus patologis tidak mudah dibedakan dari ikterus fisiologis. Keadaan dibawah ini merupakan petunjuk untuk tindak lanjut. 1. Ikterus terjadi sebelum umur 24 jam 2. Setiap peningkatan kadar bilirubin serum yang memerlukan fisioterapi 11
3. Peningkatan kadar bilirubin total serum >0,5 mg/dl/jam 4. Adanya tanda-tanda penyakit yang mendasari pada (muntah,letargis,malas
menetek,penurunan
berat
setiap badan
bayi yang
cepat,apnea,takipnea atau suhu yang tidak stabil). 5. Ikterus bertahan setelah 8 hari pada bayi cukup bulan atau setelah 14 hari pada bayi kurang bulan. c.) Ikterus ASI Presentasi lain dari hiperbilirubinemia yang terjadi adalah ikterus ASI (breast milk jaundice). Tidak jelas apakah ikterus ASI ini merupakan hiperbilirubinemia terkonjugasi atau tidak. Tapi hal ini jarang mengancam jiwa dan harus dipertimbangkan jika criteria berikut ini terjadi : a. Pada hari ke-4,kadar bilirubin terus meningkat dan bukannya menurun. Kadar bilirubin bisa mencapai 20-30 mg/dl dan muali menurun pada usia 4 minggu dan kemudian secara bertahap kembali ke normal. b. Ikterus ASI berbeda dengan ikterus yang berkaitan dengan ASI yang buruk atau tidak mecukupi dan mengarah pada dehidrasi. d.) Bilirubin ensefalopati dan kernikterus Istilah bilirubin ensefalopati lebih menunjukkan kepada manifestasi klinis yang timbul akibat efek toksis bilirubin pada sistem saraf pusat yaitu basal ganglia dan pada berbagai nuclei batang otak. Keadaan ini tampak pada minggu pertama sesudah bayi lahir dan dipakai istilah akut bilirubin ensefalopati. Sedangkan istilah kern ikterus adalah perubahan neuropatologi yang ditandai oleh deposisi pigmen bilirubin pada beberapa daerah di otak terutama di ganglia basalis,pons dan serebelum. Kern ikterus digunakan untuk keadaan klinis yang kronik dengan sekuele yang permanen karena toksik bilirubin. Manifestasi klinis akut bilirubin ensefalopati : pada fase awal,bayi dengan ikterus berat akan tampak letargis,hipotonik dan refleks hisap buruk. Sedangkan pada fase intermediate ditandai dengan moderate stupor,iritabilitas dan hipertoni. Untuk selanjutnya bayi akan demam,high pitched cry,kemudian akan menjadi drowsiness dan hipotoni. Manifestasi hipertonia dapat berupa retrocollis dan opistotonus. Manifestasi klinis kern ikterus: pada tahap yang kronis bilirubin ensefalopati,bayi yang bertahan hidup,akan berkembang menjadi bentuk athenoid
12
cerebral palsy yang berat,gangguan pendengaran,dysplasia dental-enamel,paralisis upward gaze.
IV.
Metabolisme Bilirubin Bilirubin merupakan produk yang bersifat toksik dan harus dikeluarkan
oleh tubuh. Sebagian besar bilirubin tersebut berasal dari degradasi hemoglobin darah dan sebagian lagi dari hem bebas atau proses eritropoesis yang tidak efektif. Pembentukan bilirubin tadi dimulai dengan proses oksidasi yang menghasilkan biliverdin serta beberapa zat lain. Biliverdin inilah yang mengalami reduksi dan menjadi bilirubin bebas atau bilirubin IX α (Gbr. 2). Zat ini sulit larut dalam air tetapi larut dalam lemak, karenanya mempunyai sifat lipofilik yang sulit diekskresi dan mudah melalui membran biologik seperti plasenta dan sawar darah otak. Bilirubin bebas tersebut kemudian bersenyawa dengan albumin dan dibawa ke hepar. Dalam hepar terjadi mekanisme ambilan, sehingga bilirubin terikat oleh reseptor membran sel hepar dan masuk ke dalam hepar. Segera setelah ada dalam sel hepar terjadi persenyawaan ligandin (protein Y), protein Z dan glutation hepar lain yang membawanya ke retikulum endoplasma hepar, tempat terjadinya konjugasi. Proses ini timbul berkat adanya enzim glukoronil transferase yang kemudian menghasilkan bentuk bilirubin direk. Jenis bilirubin ini dapat larut dalam air dan pada kadar tertentu dapat diekskresi melalui ginjal. Sebagian besar bilirubin yang terkonjugasi ini diekskresi melalui duktus hepatikus ke dalam saluran pencernaan dan selanjutnya menjadi urubilinogen dan keluar dengan tinja sebagai sterkobilin. Dalam usus, sebagian di absorpsi kembali oleh mukosa usus dan terbentuklah proses absorpsi entero hepatik. 13
Gambar 1. Metabolisme Bilirubin pada Neonatus. (Dikutip dari Rennie J.M and Roberton NRC. Neonatal Jaundice In : A Manual of Neonatal Intensive Care 4th Ed, Arnold, 2002 : 414-432)
Hiperbilirubinemia Metabolisme bilirubin bayi baru lahir berada dalam transisi dari stadium janin yang selama waktu tersebar plasenta merupakan tempat utama eliminasi bilirubin yang kerut-lemak, ke stadium dewasa, yang selama waktu tersebut bentuk bilirubin terkonyugasi yang larut air diekskresikan dari sel hati ke dalam sistem biliaris dan kemudian ke dalam saluran pencernaan. Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi dapat disebabkan atau diperberat oleh setiap faktor yang (1) menambah beban bilirubin untuk dimetabolisasi oleh hati (anemia hemolitik, waktu hidup sel darah menjadi pendek akibat imaturitas atau akibat sel yang ditransfusikan,
penambahan
sirkulasi
enterohepatik,
infeksi);
(2)
dapat
mencederai atau mengurangi aktivitas enzim transferase (hipoksia, infeksi, kemungkinan potermia dan defiensi tiroid); (3) dapat berkompetisi dengan atau memblokade enzim transferase (obat-obat dan bahan-bahan lain yang memerlukan konjugasi asam glukuronat untuk ekskresi); atau (4) menyebabkan tidak adanya atau berkurangnya jumlah enzim yang diambil atau menyebabkan pengurangan reduksi bilirubin oleh sel hepar (cacat genetik, prematuritas). 14
V.
Ikterus Fisiologis dan Ikterus Patologis Sebagian besar neonatus mengalami peninggian kadar bilirubin indirek pada hari-hari pertama kehidupan. Hal ini terjadi karena terdapatnya proses fisiologis tertentu pada neonatus. Proses tersebut antara lain karena tingginya kadar eritrosit neonatus, masa hidup eritrosit yang lebih pendek (80-90 hari) dan belum matangnya fungsi hepar. Peninggian kadar bilirubin ini terjadi pada hari ke 2 – 3 dan mencapai puncaknya pada hari ke 5 – 7, kemudian akan menurun kembali pada hari ke 10 – 14. Kadar bilirubin pun biasanya tidak > 10 mg/dL (171 μmol/L) pada bayi kurang bulan dan < 12 mg/dL (205 μmol/L) pada bayi cukup bulan. Masalah timbul apabila produksi bilirubin ini terlalu berlebihan atau konjungasi hepar menurun sehingga terjadi akumulasi di dalam darah. Peningkatan kadar bilirubin yang berlebihan dapat menimbulkan kerusakan sel tubuh tertentu, misalnya kerusakan sel otak yang akan mengakibatkan gejala sisa dikemudian hari, bahkan terjadinya kematian. Karena itu bayi ikterus sebaiknya baru dianggap fisiologis apabila telah dibuktikan bukan suatu keadaan patologis. Sehubungan dengan hal tersebut, maka pada hiperbilirubinemia, pemeriksaan lengkap
harus
dilakukan
untuk
mengetahui
penyebabnya,
sehingga
pengobatanpun dapat dilaksanakan dini. Tingginya kadar bilirubin yang dapat menimbulkan efek patologis tersebut tidak selalu sama pada tiap bayi. VI.
Manifestasi Klinis Bayi kuning bisa terjadi saat lahir, atau dapat timbul kapan saja pada masa
neonatus. Manifestasi kuning dapat timbul pada kulit, mukosa membran, dan sklera (bagian putih mata). Kuning pada bayi mulai muncul pada muka, dan seiring dengan meningkatnya kadar bilirubin indirek pada darah akan muncul pada abdomen dan lalu ke kaki. Tekanan dermal jiga menunjukkan progresifitas anatomis manifestasi klinis. (pada muka = 5 mg/ dl, mid-abdomen = 15 mg/dl, tapak kaki = 20 mg/dl). Kuning
15
hingga mid abdomen menunjukkan penyebab nonfisiologis, atau hemolisis perlu dipertimbangkan lebih lanjut. Grading pada bayi kuning ditentukan berdasarkan zona Kramer, berupa
Grade I : kekuningan muncul pada kepala dan leher
Grade II : kekuningan muncul pada kepala, leher, dan badan hingga abdomen
tanpa kekuningan pada ekstrimitas
Grade III: kekuningan muncul pada kepala, leher, dan badan, pinggul, dan paha tanpa kekuningan pada ekstrimitas tangan dan tungkai bawah
Grade IV
: kekuningan muncul pada kepala, leher, badan, pinggul
dan seluruh ekstremitas kecuali pada telapak tangan dan telapak kaki.
Grade V : kekuningan muncul hingga seluruh tubuh.
VII. Etiologi 1. Hiperbilirubinemia fisiologis 2. Peningkatan produksi : •
Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat ketidaksesuaian golongan darah dan anak pada penggolongan Rhesus dan ABO.
•
Peningkatan penghancuran hemoglobin, misalnya pendarahan tertutup contoh pada trauma kelahiran, dan sepsis.
•
‘Breast Milk Jaundice’ Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa), 20 (beta), diol (steroid).
•
Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase, sehingga kadar Bilirubin indirek meningkat misalnya pada berat badan lahir rendah.
3. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya pada Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya: Analgetik Antipiretik (Natrium salisilat, Fenilbutazon), Antibiotik dengan golongan sulfa (Sulfadiazin, Sulfamoxazole), Cefalosporin (Ceftriaxon), Penisilin (Propicilin, Cloxacilin)
16
4. Gangguan fungsi Hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti infeksi, Toksoplasmosis, Siphilis. 5. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik. 6. Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstruktif VIII. Diagnosis Diagnosa dapat ditegakkan berdasarkan gejala dan manifestasi klins juga dengan pemeriksaan kadar bilirubin dalam darah. Saat ini telah banyak Rumah Sakit melakukan pemeriksaan rutin bilirubin pada bayi baru lahir, termasuk golongan darah dan pemeriksaan rutin lainnya. Jika ikterus timbul dalam 24 jam pertama kehidupan bayi dengan kadar bilirubin lebih dari 12 mg% pada bayi lahir cukup bulan atau 15 mg% pada bayi lahir kurang bulan, oleh dokter atau RS akan segera mendapat perawatan. Keputusan untuk menangani bayi kuning dapat dipilih berdasarkan beberapa faktor seperti kadar bilirubin dalam darah, kecepatan peningkatan bilirubin, usia bayi dan kesehatan bayi. Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium terdapat beberapa faktor risiko terjadinya hiperbilirubinemia berat. 1. Ikterus yang timbul dalam 24 jam pertama (usia bayi < 24 jam) 2. Inkompatibilitas golongan darah (dengan ‘Coombs test’ positip) 3. Usia kehamilan < 38 minggu 4. Penyakit-penyakit hemolitik 5. Ikterus / terapi sinar / transfusi tukar pada bayi sebelumnya 6. Hematoma sefal 7. ASI eksklusif (bila berat badan turun > 12 % BB lahir) 8. Ikterus sebelum bayi dipulangkan Anamnesis 1. Riwayat kehamilan dengan komplikasi (obat-obatan, ibu DM, gawat janin, malnutrisi intra uterin, infeksi intranatal) 17
2. Riwayat persalinan dengan tindakan / komplikasi 3. Riwayat ikterus / terapi sinar / transfusi tukar pada bayi sebelumnya 4. Riwayat inkompatibilitas darah 5. Riwayat keluarga yang menderita anemia, pembesaran hepar dan limpa. Pemeriksaan Fisik Secara klinis ikterus pada neonatus dapat dilihat segera setelah lahir atau beberapa hari kemudian. Amati ikterus pada siang hari dengan lampu sinar yang cukup. Ikterus akan terlihat lebih jelas dengan sinar lampu dan bisa tidak terlihat dengan penerangan yang kurang, terutama pada neonatus yang kulitnya gelap. Penilaian ikterus akan lebih sulit lagi apabila penderita sedang mendapatkan terapi sinar. Tekan kulit secara ringan memakai jari tangan untuk memastikan warna kulit dan jaringan subkutan. Waktu timbulnya ikterus mempunyai arti penting pula dalam diagnosis dan penatalaksanaan penderita karena saat timbulnya ikterus mempunyai kaitan erat dengan kemungkinan penyebab ikterus tersebut. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan serumbilirubin (bilirubin total dan direk) harus dilakukan pada neonatus yang mengalami ikterus. Terutama pada bayi yang tampak sakit atau bayi-bayi yang tergolong risiko tinggi terserang hiperbilirubinemia berat Namun pada bayi yang mengalami ikterus berat, lakukan terapi sinar sesegera mungkin, jangan menunda terapi sinar dengan menunggu hasil pemeriksaan kadar serumbilirubin. IX.
Penatalaksanaan Tujuan utama dalam penatalaksanaan ikterus neonatorum adalah untuk
mengendalikan agar kadar bilirubin serum tidak mencapai nilai yang dapat menimbulkan kern-ikterus/ensefalopati bilirubin, serta mengobati penyebab langsung ikterus tadi. Pengendalian kadar bilirubin dapat dilakukan dengan mengusahakan agar konjugasi bilirubin dapat lebih cepat berlangsung. Hal ini 18
dapat dilakukan dengan merangsang terbentuknya glukoronil transferase dengan pemberian obat-obatan (luminal). Pemberian substrat yang dapat menghambat metabolisme bilirubin (plasma
atau
albumin),
mengurangi
sirkulasi
enterohepatik
(pemberian
kolesteramin), terapi sinar atau transfusi tukar, merupakan tindakan yang juga dapat mengendalikan kenaikan kadar bilirubin. a.) Terapi Sinar Pengaruh sinar terhadap ikterus telah diperkenalkan oleh Cremer sejak 1958. Banyak teori yang dikemukakan mengenai pengaruh sinar tersebut. Teori terbaru mengemukakan bahwa terapi sinar menyebabkan terjadinya isomerisasi bilirubin. Energi sinar mengubah senyawa yang berbentuk 4Z, 15Z-bilirubin menjadi senyawa berbentuk 4Z, 15E-bilirubin yang merupakan bentuk isomernya. Bentuk isomer ini mudah larut dalam plasma dan lebih mudah diekskresi oleh hepar ke dalam saluran empedu. Peningkatan bilirubin isomer dalam empedu menyebabkan bertambahnya pengeluaran cairan empedu ke dalam usus, sehingga peristaltik usus meningkat dan bilirubin akan lebih cepat meninggalkan usus halus.
Pada saat penyinaran diusahakan agar bagian tubuh yang terpapar dapat seluas-luasnya, yaitu dengan membuka pakaian bayi. Posisi bayi sebaiknya diubah-ubah setiap 6-8 jam agar bagian tubuh yang terkena cahaya dapat menyeluruh. Kedua mata ditutup namun gonad tidak perlu ditutup lagi, selama penyinaran kadar bilirubin dan hemoglobin bayi di pantau secara berkala dan
19
terapi dihentikan apabila kadar bilirubin <10 mg/dL (<171 μmol/L). Lamanya penyinaran biasanya tidak melebihi 100 jam. Penghentian atau peninjauan kembali penyinaran juga dilakukan apabila ditemukan efek samping terapi sinar. Beberapa efek samping yang perlu diperhatikan antara lain : enteritis, hipertermia, dehidrasi, kelainan kulit, gangguan minum, letargi dan iritabilitas. Efek samping ini biasanya bersifat sementara dan kadang-kadang penyinaran dapat diteruskan sementara keadaan yang menyertainya diperbaiki. b.) Transfusi Tukar Jika ada tanda-tanda kern ikterus, transfusi tukar merupakan indikasi. Jadi jika ada tanda-tanda kern ikterus selama evaluasi atau pengobatan, pada kadar bilirubin berapapun, maka transfusi tukar darurat harus dilakukan. Dalam melakukan transfusi tukar perlu pula diperhatikan macam darah yang akan diberikan dan teknik serta penatalaksanaan pemberian. Apabila hiperbilirubinemia yang terjadi disebabkan oleh inkompatibilitas golongan darah ABO, darah yang dipakai adalah darah golongan O rhesus positip. Pada keadaan lain yang tidak berkaitan dengan proses aloimunisasi, sebaiknya digunakan darah yang bergolongan sama dengan bayi. Bila keadaan ini tidak memungkinkan, dapat dipakai darah golongan O yang kompatibel dengan serum ibu. Apabila hal inipun tidak ada, maka dapat dimintakan darah O dengan titer anti A atau anti B yang rendah. Jumlah darah yang dipakai untuk transfusi tukar berkisar antara 140-180 cc/kgBB. Dalam melaksanakan transfusi tukar tempat dan peralatan yang diperlukan harus dipersiapkan dengan teliti. Sebaiknya transfusi dilakukan di ruangan yang aseptik yang dilengkapi peralatan yang dapat memantau tanda vital bayi disertai dengan alat yang dapat mengatur suhu lingkungan. Perlu diperhatikan pula kemungkinan terjadinya komplikasi transfusi tukar seperti asidosis, bradikardia, aritmia, ataupun henti jantung.
20
Keterangan: * bayi dengan faktor resiko adalah isoimune hemolytic disease, defisiensi G6PD, asfiksia, letargis, suhu tubuh yang tidak stabil, sepsis, asidosis, atau kadar bilirubin < 3 g/dL .
Terapi Obat-obatan
Activated Charcoal (sudah tidak digunakan)
Agar (jarang digunakan sebagai terapi anjunctive)
Phenobarbital (efektif, berefek samping tinggi)
Protoporphyrin (experimental, hanya pada grup beresiko tinggi) Activated charcoal akan mengikat bilirubin. Bilirubin akan diikat dan tidak
masuk ke aliran darah, tapi akan dibuang melalui jalur intestinal sambil mengambil zat – zat racun selama perjalanannya. Selain itu juga akan membantu menyerap bilirubin dalam intestinal dan mencegah rebsorbsi kembali bilirubin tersebut sebuah peneltian di Minneapolis pada 1960’s menunjukan bahwa bayi akan menunjukan aktivasi charcoal sejak berusia empat jam akan menurunkan 21
kadar bilirubin. Namun bilamana diberikan sesudah timbul manifestasi klinis kuning pada bayi, therapi charcoal tidak menunjukkan pertolongan yang berarti. Activated charcoal tidak pernah menjadi terapi utama pada penanganan bayi kuning. Namun penggunaannya pada penanganan beberapa kasus terkait keracunan. Agar, ekstrak dari rumput laut, juga memiliki manfaat dalam penyerapan bilirubin dari intestinal dan mencegah reabsorpsinya. Variasi jenis agar memiliki kemampuan yang bervariasi dalam menurunkan kadar bilirubin, namun bahkan hingga agar dengan kadar medis tertinggi pun tidak menunjukkan potensi yang baik dan memberikan efek terhadap penanganan pada bayi kuning. Sebuah studi di Yale pada 1980’s, the most absorbent agar dengan absorbsi terbaik hanya menurunkan kadar bilirubin bebrapa point. High grade agar digunakan sebagai terapi adjunctive terhadap terapi sinar pada beberapa daerah. Namun kebanyakan pusat pelayanan kesehatan tidka menggunakan therapy agar bahkan tidak tersedia. Phenobarbital,
obat
phenobarbital
atau
luminal
berguna
untuk
meningkatkan pengikatan bilirubin di sel-sel hati sehingga bilirubin yang sifatnya indirect berubah menjadi direct. Ada juga obat-obatan yang mengandung plasma atau albumin yang berguna untuk mengurangi timbunan bilirubin dan mengangkut bilirubin bebas ke organ hati. Biasanya terapi ini dilakukan bersamaan dengan terapi lain, seperti fototerapi. Jika sudah tampak perbaikan maka terapi obat-obatan ini dikurangi bahkan dihentikan. Efek sampingnya adalah mengantuk. Akibatnya, bayi jadi banyak tidur dan kurang minum ASI sehingga dikhawatirkan terjadi kekurangan kadar gula dalam darah yang justru memicu peningkatan bilirubin. Oleh karena itu, terapi obat-obatan bukan menjadi pilihan utama untuk menangani hiperbilirubin karena biasanya dengan fototerapi si kecil sudah bisa ditangani. Menurut jurnal neuropsiko farmakologi, phenobarbital telah digunakan sejak pertengahan tahun 1960 untuk meningkatkan konjugasi dan ekskresi bilirubin, tetapi tidak efektif lagi. Pada suatu penelitian pada 1310 wanita yang memiliki bayi yang mempunyai resiko tinggi terkena jaundice, pemberian phenobarbital lebih dari 1 gram perhari pada minggu terakhir kehamilan 22
menurunkan insidensi severe jaundice (konsentrasi serum bilirubin lebih dari 16 mg / dL[274µmol per liter]) dan menurunkan kebutuhan untuk exchange transfusion.
Namun,
penelitian
pada
tikus,
phenobarbital
menghambat
metabolisme oksidatif bilirubin pada jaringan saraf, meningkatkan resiko neurotoksik. Phenobarbital merupakan neurobihavioral teratogen pada manusia dan hewan yang dahulu digunakan selama kehamilan untuk profilaksis neonatal hiperbilirubinemia. Seperti obat-obat neuroteratogen yang lain, phenobarbital menghambat fungsi jalur septohippocampal cholinergic menghasilkan pola gangguan transmisi sinaps dan attendant hippocampus-related behavioral deficits. Protoporphyrins,secara
kimiawi
menyerupai
hemoglobin
sehingga
memabantu dalam menurunkan jumlah hemoglobin yang didegradasi oleh enzim dan mengakibatkan menurunnya kadar bilirubin. Pemberiannya dilakukan pada hari pertama kehidupan pada bayi dengan kadar bilirubn tinggi. Permasalahan yang timbul adalah begaiman mengetahui bahwa bayi akan beresiko hiperbilirubinemia. Efek samping yang timbul pada pemberian protoporphyrins adalah irritasi kulit. Protoporphyrins tidak pernah menjadi terapi primer pada penanganan bayi kuning. Kecuali pada bebrapa negara dimana bayi – bayinya memiliki insidensi sel darah yang rapuh dan tingkat kejadian bayi kuning yang tinggi. Beberapa obat yang meningkatkan kadar bilirubin menjadi tinggi seperti golongan sulfa dan ceftriaxone menjadi kontraindikasi pemberian obat pada bayi usia kurang dua minggu. c.) Menyusui Bayi dengan ASI Bilirubin juga dapat pecah jika bayi banyak mengeluarkan feses dan urin. Untuk itu bayi harus mendapatkan cukup ASI. Seperti diketahui, ASI memiliki zat-zat terbaik bagi bayi yang dapat memperlancar buang air besar dan kecilnya.Akan tetapi, pemberian ASI juga harus di bawah pengawasan dokter karena pada beberapa kasus, ASI justru meningkatkan kadar bilirubin bayi (breast milk jaundice). Di dalam ASI memang ada komponen yang dapat mempengaruhi kadar 23
bilirubinnya. kejadian ini biasanya muncul di minggu pertama dan kedua setelah bayi lahir dan akan berakhir pada minggu ke-3. Biasanya untuk sementara ibu tak boleh menyusui bayinya. Setelah kadar bilirubin bayi normal, baru boleh disusui lagi. X.
PROGNOSIS Ikterus neonatus fisiologis (hiperbilirubin karena factor fisiologis) merupakan gejala normal dan sering dialami bayi baru lahir.Terjadi pada 2-4 hari setelah bayi lahir, dan akan "sembuh" pada hari ke-7.Penyebabnya organ hati yang belum "matang" dalam memproses bilirubin. Jadi, hiperbilirubin karena factor fisiologis hanyalah gejala biasa.Meski begitu, orang tua harus tetap waspada.Bisa saja di balik itu terdapat suatu penyakit. Ikterus neonatus patologis; hiperbilirubin yang dikarenakan factor penyakit atau infeksi.Misalnya akibat virus hepatitis, toksoplasma, sifilis, malaria, penyakit/kelainan di saluran empedu atau ketidakcocokan golongan darah (rhesus).Hiperbilirubin yang disebabkan patologis biasanya disertai suhu badan yang tinggi (demam) atau berat badan tak bertambah.Biasanya bayi kuning patologis ditandai dengan tingginya kadar bilirubin walau bayi sudah berusia 14 hari. Penanganan pada patologis dengan mengeradikasi penyebab sedangkan pada fisiologis
dengan
mengutamakan
terapi
sinar.Penanganan
dengan
cepat
memperbaiki prognosis.
24
DAFTAR PUSTAKA Nelson. Ilmu Kesehatan Anak Volume 1 edisi 15. EGC. Jakarta: 2000 Ikatan Dokter Anak Indonesia. Buka Ajar Neonatologi edisi pertama. Jakarta: 2008. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran, RS Dr. Hasan Sadikin Bandung. Pedoman dan Diagnosis Terapi edisi ke-3. Bandung: 2005. Herman, Dicky Pribadi. Pediatrik Praktis edisi 3. Bandung: 2007.
25