'!'! • ~ 'IY l.; '\ . .r·.·~··
r ~ · .,,. " ~ · ,£~' 1.! . : ....·~~ "'1 '>.':l· ""'' ;}' ' !\:""'
'~ ~
T" '-
• •
"
l,
b i;. , S'~. ~ •l ~~,-~·.~~Ji ~ '1 -i\¥& :'\ "r.~~ it[t .f..~~~ l .. '1ii '"~-~t ~,JJ .r~ · ND t,§t:; ~ ~ ~ :'\ "'~· ~., ."t\,~
;:;
(fD'~ 11.Bii -!D1fitUJI'i jg)~~:'fl ~~ :" ' .~·. ~ . ., '~ f~ ~ B!'J{Pi~4llllll~ ~""~ ~- '~"·N ~~ ~ 'itt. ,, ~~ ~, ~}1-¥ .~ ~~
.. :··,. ~ . J.u,
~ ~~~~' ~ ••£ . .;"i]~ rl!'<;¥•
~
•
~
il'
KAJIAN TENTANG KEBIJAKAN PUBLIK PROGRAM PELAYANAN KESEHATAN BAGI PENDUDUK MISKIN STUDI KASUS : JAKARTA TIMUR
TESIS
Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam menyelesaikan studi pada Magister Perencanaan dan Kebijakan Publlk Universitas Indonesia
Oleh: Destri Handayani NPM : 660222010Y
MAGISTER PERENCANAAN DAN KEBIJAKAN PUBLIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS INDONESIA
Depok,2005
LEMBAR PENGESAHAN
Nama
Destri Handayani
Tempat/tanggal lahir
Agam, 16 Nopember 1967
NPM
660222010Y
Judul Tesis
Kajian Tentang Kebijakan Publik Progra111 Pelayanan Kesehatan Bagi Penduduk Miskin (Studi Kasus : Jakarta Timur)
Depok,
Ju!i 2005
Menyetujui Pembimbing
(Dr. Mohamad Ikhsan)
Mengetahui: Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Ketua,
(Dr. B. Raksaka Mahi) NIP. 131.923.199
ABSTRAKSI
Pemerintah
Indonesia
telah
mempunyai
komitmen
menyelenggarakan pelayanan kesehatan bagi penduduk miskin sejak 2 dekade yang lalu. Komitmen tersebut tidak hanya bertujuan untuk mencapai target nasional sebagaimana tercantum dalam GBHN, UUD, Propenas, dan RPJM tetapi juga berbagai
~omitrnen
menuntut perbaikan kondisi kesehatan masyarakat.
global yang
Model pelayanan
kesehatan untuk penduduk miskin yang dilaksanakan pemerintah telah ditempuh dengan berbagai cara antara lain supply side approach dan
demand side approach. Selain itu, model pelayanan dan pembiayaan kesehatan untuk penduduk miskin dapat dilihat dalam dua periode, yaitu periode sebelum krisis moneter (sebelum tahun 1997) dan periode setelah krismon (tahun 1997 ke atas). Berdasarkan tinjauan literatur, terdapat beberapa alasan kenapa pemerintah
harus
berperan
penting
dalam
pelayanan
kesehatan
penduduk miskin, yaitu : (1) Kesehatan merupakan suatu hak dasar rakyat;
(2)
Kesehatan
pembangunan
mempunyai
ekonomi,
yaitu
peranan
pada
yang
tingkat
besa:
mikro
dalam
kesehatan
merupakan dasar bagi peningkatan produktivitas kerja dan pada tingkat
makro
kemiskinan.
Di
kesehatan
merupakan
Indonesia,
peran
input
penting
untuk
menurunkan
pemerintah
tersebut
ditambah dengan beberapa alasan, yaitu: (1) Pelayanan dasar bagi penduduk miskin adalah perintah konstitusi; (2) Terjadi disparitas status kesehatan; dan (3) Rendahnya kualitas kesehatan penduduk miskin. Dalam penduduk
pelaksanaan
miskin
pada
program waktu
pelayanan yang
lalu
kesehatan muncul
untuk
beberapa
permasalahan, antara lain: ketidaktepatan sasaran, jenis pelayanan t:dak sesuai dengan yang dibutuhkan, jumlah dana tidak memadai, waktu pemberian tidak tepat, tidak berkesinambungan, dan rendahnya mutu pelayanan yang diberikan. Permasalahan tersebut pada akhirnya berdampak pada
rendahnya
cakupan
program
dan
pemanfaatan
program bantuan pelayanan kesehatan oieh penduduk miskin itu sendiri. Sebagai contoh, berdasarkan data Susenas Tahun 2002, jumlah rumah tangga miskin yang mempunyai kartu sehat di DKI Jakarta hanya sekitar 15,66 persen dari total rumah tangga miskin yang ada. Angka ini lebih rendah dibandingkan dengan angka nasional sekitar
21,67 persen. Jika dilihat dari segi kemampuan fiskal, seharusnya Pemda DKI Jakarta dapat meningkatkan cakupan program tersebut melebihi
angka
nasional
karena
Propinsi
mempunyai kemampuan fiskal tinggi.
DKI
Jakarta
tergolong
Dibalik rendahnya cakupan
pelayanan kesehatan untuk penduduk miskin, tetapi di Propinsi DKI Jakarta terdapat sekitar 7,42 persen rumah tangga tidak miskin yang mempunyai kartu sehat. Oleh karena itu, dengan melakukan studi kasus di suatu wilayah di Propinsi DKI Jakarta (yaitu Kotamadya Jakarta Timur) penulis tertarik untuk mengetahui mengapa efektivitas program bantuan pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk rumah tangga miskin rendah, faktor-faktor apa yang mempengaruhi rumah tangga miskin memanfaatkan program tersebut, dan alternatif kebijakan apa yang dapat diambil guna penyempumaan program pelayanan kesehatan untuk penduduk miskin ? Data yang digunakan berupa data kuantitatif dan kualitatif yang berasal dari data primer dan sekunder. Untuk mengetahui efekt1fitas program
bantuan
pelayanan
kesehatan
untuk
penduduk
miskin
digunakan data Susenas tahun 2002 dengan teknik analisis crosstabu/asi.
Sedangkan
mempengaruhi
untuk
penduduk
mengetahui
miskin
dalam
faktor-faktor
memanfaatkan
yang
program
tersebut digunakan teknik analisis Logit Model. Hasil studi menunjukkan bahwa program bantuan pelayanan kesehatan untuk rumah tangga miskin di Kotamadya Jakarta Timur kurang efektif. Hal ini dapat dilihat dari : (1) Rendahnya cakuoan gakin
yang
mempunyai
kartu
sehat
(18,52°/o),
tetapi
sebagian
keluarga tidak miskin juga mendapat kartl! sehat (7,15°/o); dan (2)
II
Rendahnya
pemanfaatan
kartu
sehat oleh
gakin
tersebut untuk
berobat ke puskesmas/RS ( 40%). Rendahnya cakupan rumah tangga miskin yang mendapat kartu sehat tersebut antara lain disebcsbkan oleh : (1) kurang tepatnya perhitungan jumlah gakin oleh BPS, k3rena perbedaan dasar perhitungan antara BPS dan program serta kurang akuratnya penggunaan metoda sampel dalam menghitung jumlah gakin yang sesungguhnya; (2) tugas verifikasi dan
valld~si
data gakin
di lapangan oleh Tim Desa/Kelurahan kurang berjalan; dan (3) gakin suka berpindah-pindah. Sedangkan rendahnya pemanfaatan
kartu
sehat untuk memperoleh program bantuan pelayanan kesehatan oleh gakin diantaranya karena terbatasnya jam buka puskesmas, rata-rata antara jam 9 pagi sampai 12 siang. Dari hasil regresi logistik diperoleh kesimpulan bahwa : (1) variabel keramahan dan kehadiran dokter/perawat, informasi penyakit, serta jenis pelayanan mempunyai hubungan yang positif dengan variabel pemanfaatan program oleh gakin dan sebaliknya dengan tingkat
variabel
adm!nistrasi,
waktu
pendidikan,
tunggu
waktu
pelayanan, dan jarak tempat tinggal gakin ke puskesmas/RS; (2) dalam
mengambil
keputusan
untuk
memanfaatkan
atau
tidak
pelayanan kesehatan, gakin lebih mempertimbangkan faktor ekonomi dibandingkan faktor non ekonomi.
Hal ini terbukti bahwa faktor
kecepatan proses administrasi dan waktu tunggu mendapat pelayanan, serta jarak antara tempat tinggal gakin dengan puskemas atau RS merupakan faktor yang signifikan mempengaruhi gakin memanfaatkan program bantuan pelayanan kesehatan, sedangkah faktor keramahan dan kehadiran dokter/perawat, informasi penyakit, jenis pelayanan, dan tingkat pendidikan KK gakin tidak signifikan mempengaruhi gakin memanfaatkan program. Upaya yang diperlukan untuk meningkatkan efektifitas program pelayanan
kesehatan,
penghitungan
jumlah
gakin
(1)
lain
antara
dan
kriteria
Mengevaluasi penentuan
kembali
gakin
yang
dikeluarkan oleh BPS Propinsi DKI Jakarta; (2) Pemda perlu menunjuk suatu
instansi
independen
yang
khusus
bertugas
dc-11
iii
bertanggungjawab
menentukan
siapa
rnemverifikasi datanya secara rutin;
te1sebut
gakin
dan
(3) Melaksanakan pendataan
langsung (bukan perkiraan atau sampling), dan menyelaraskan dasar perhitungan
gakin
dengan
sasaran
program
untuk
mencegah
terjadinya bias ( contoh: RT, KK, atau penduduk); ( 4) Memperpanjang jam buka puskesmas atau jam buka puskesmas tetap tetapi diadakan kerjasama dengan klinik-klinik swasta setaraf puskesmas sebagai alternatif bagi GaKin untuk mendapatkan pelayanan jika ybs sakit dan butuh pelayanan pada saat puskesmas tutup; (5) Waktu tunggu mendapat
pelayanan
dan
proses
administrasi
harus
cepat
( <15 menit); (6) Ketersediaan sarana kesehatan yang tersebar merata perlu dipertahankan dan ditingkatkan (di setiap kelurahan terdapat satu puskesmas dan berlokasi di tempat yang dapat diakses gakin dengan mudah dan cepat); (7) Sosialisasi kepada publik tentang subtansi program, kriteria masyarakat yang berhak mendapatkannya, prosedur bagaimana mendapatkannya, serta mekanisme pengaduan masyarakat perlu lebih ditingkatkan; dan (8) Pemberian reward dan
punishment kepada RS, puskesmas, tenaga kesehatan, dan instansi iain yang berhasil melaksanakan program pelayanan kesehatan bagi Gakin dengan baik.
iv
KATA PENG.L\NTAR
Puji dan syukui- penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan rahmat yang diberikanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini untuk memenuhi sebagian persyaratan da!am menyelesaikan studi pada Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, Program Pasca Sarjana, Urtiversitas Indunesia. Selesainya tulisan ini tidak terlepas dari bimbingan, dorongan, serta bantuan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis sudah seiayaknya mengucapkan terima kasih yang tak terkira kepada :
1.
Bapak Dr. Mohamad Ikhsan, sebagai pembimbing yang disela-sela kesibukannya
rela
mer.yediakan
waktu
untuk
membimbing
penulis sehingga tesis ini dapat diselesaikan. 2.
Bapak Dr. Robert A. Simanjuntak dan Ibu Dr. Ine Minara S. Ruky, masing-masing
sebag~;
Ketua dan Sekretaris Program Studi MPKP
pClda saat penulis malaksanakar. pendidikan. 3.
Bapak Dr. B. Raksaka Mahi dan Ibu Hera Susanti, SE, M.Sc., masing-masing
seb~gai
Ketua dan Sekretaris Program Studi MPKP
yang baru. 4.
Bapak Ir. Anton Hendranata MSi,
sebagai penguji utama yang
banyak memberikan masukan untuk perbaikan tesis penulis. 5.
Para dosen yang
mengajar penulis selama
perkuliahan dan
memberikan nasehat diluar perkuliahan, serta seluruh staf MPKP yang telah membantu penulis selama menuntut ilmu. 6.
Bapak Usman
d~n
Bapak Nur Rofig, staf LPEM yang banyak
membimbing penulis dalam mengolah dan menganalisis data. 7.
Ibu Kepala Suku Dinas Kesehatan Jaktim beserta staf, staf Puskesmas Pembina Jatinegara, Puskesmas Bidara Cina I, dan Puskesmas Cipinang Besar Utara, serta para kader puskesmas yang telah memberikan pengarahan dan memfasilitasi penulis dalam pengumpulan data.
8.
Bapak Sesmeneg PPN/Sekretaris Utama, Ibu Deputi SDf'-1 dan Kebudayaan,
Direktur
KGM,
Direktur
Pusbindiklatren,
Karo
v
Kepegawaian dan Hukum
Bappenas yang telah memberikan izin
dan mengalokasikan dana sehingga penulis dapat melanjutkan pendidikan 52 ini. 9.
Ternan-ternan
di
Direktorat
KGM
Bappenas
yang
telah
memberikan dorongan moril.
10. Ternan-ternan mahasiswa MPKP Angkatan XI. 11. Semua pihak yang tidak blsa penulis sebutkan satu-persatu, yang telah memberikan bantuan morn dan materil selama penulis menyelesaikan pendidikan ini.
12. Akhirnya terima kasih yang tak terhingga kepada Ayahanda dan Ibunda tercinta yang dengan tulus mengiringi langkah penulis dengan bantuan do'a; Suami dan Anak-anakku tercinta atas segala do'a, pengorbanan, dan pengertiannya selama penulis menyelesaikan studi ini; kakak-kakak, adik-adik, dan seluruh keponakanku yang selalu memberikan dorongan bagi penulis untuk cepat-cepat menyelesaikan studi.
Jakarta,
Juli 2005
Penulis
vi
DAFTAR lSI Hal ABSTRAKSI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
i-iv
KATA PENG.J\NTAR ..... ...... ..... ........ .... .. . . .. .... .... .. .. .. ... .. . . . . . .
v-vi
DAFTAR lSI ...... ... ... . . ... ... .. ... ............ .. . .... . .. .. .. .. . .. . .. . . . .. ... .
vii-viii
DAFTAR TABEL . . . . . . . . . . . . ... . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . .. . . . . . . . .
ix
DAFTAR GAM BAR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
X
DAFTAR LAMPI RAN .... ......... .. ............... ....... ............... .. ... .
xi
PENDAHULUAN ................................................... .. . . . . . . ...........
1
1.1 Latar Belakang .........................................................
1
1.2 Permasalahan (Research Question) .............. .........
4
1.3 Tujuan Penelitian .......................... .......... ... ...... ..
4
1.4 Hipotesis .............................. -............................
5
1.5 Kerangka Berpikir ... .................. .... .. .... ... .... ...... ..
7
1.6 Metodologi .. ............ ........... ... . .. . ... ....... .. .... ... ... . .
8
1.6.1
Data ......... ... .. .... ......... .. . . . . .. ... ... . .. . . . . . . . . .
8
1.6.2
Pemilihan Varia bel .................. .... ............
9
1.6.3
Teknik Analisis ........................... ............
11
1.6.4
Jenis PGnelitian .... .... .. .. .... ...... ........ .... .. ..
14
TINJAUAN LITERATUR ... ... .. .. .. ...... ....................................
15
2.1 Kesehatan Sebagai Suatu Hak Dasar Rakyat ...........
15
2.2 Peranan Kesehatan Dalam Pembangunan .. .... ....... Ekonomi
16
2.3 Kenapa Pemerintah Harus Membiayai ...... ............. Kesehatan Gakin ?
22
2.4 Pendekatan Agar Penduduk Miskin Benar- .. .... .. .. .. . Benar Menerima Manfaat Dari Pengeluaran Publik Untuk Kesehatan
25
2.5 Beberapa Studi Yang Relevan .. .. ...... ...... .. .... ...... ..
27
I.
II.
Ill. GAM BARAN UMUM PELAKSANAAN PROGRAM ........ .... .. ... YANKES PENDUDUK MISKIN DI JAKARTA TIMUR
29
3.1 Review Pelayanan Kesehatan Bagi Penduduk ............. Miskin Setelah Krisis Ekonomi Tahun 1997 Sekarang
29
vil
IV.
3.2 Kebijakan Penentukan Keluarga Miskin ............ .... .. .. (Targeting The Poor)
32
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... .. .. .. .. ... . .. . .. .. . ..
35
4.1 Efektifitas Program .. .. ...... ... ...... .. ...............................
35
4.2 Regresi Logistik Secara Kese!uruhan Terhadap ...... .. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Gakin iVlemanfaatkan Program Pelayanan Kesehatan di Puskesmas/RS
39
4.2.1
Karakteristik Responden Gakin .......... ,.......
39
4.2.2
Hasil Regresi Logistik .... ........ ............ .... .. ..
41
KESIMPULAN DAN SARAN . .............. ... ................. ...... ..
49
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................
53
LAMPIRAN ..............................................................................................
55
V.
viii
DAFTAR TABEL
Hal
Tabel 1
Tingkat Pertumbuhan Pendapatan Per Kapita, ......... .... .. 1965-1994 (Didasarkan atas Pendapatan dan Angka Kematian Bayi (1965)
18
2
Angka Harapan Hid up dan Tingkat Kematian, .............. ... Mcnurut Tingkat Kemajuan Pembangunan Negara (1995-2000)
21
3
Jumlah Rumah Tangga Miskin Menu rut Kotamadya ........ di Propinsi DKI Jakarta
34
4
Jumlah RT Miskin dan RT Tidak Miskin Yang ..... .... ... ...... Mempunyai Kartu Sehat (Persen)
36
5
Jumlah RT Miskin dan RT Tidak Miskin Yang Mem- .. ....... punyai Kartu Sehat dan Pernah Digunakan (Persen)
36
6
Jumlah RT Miskin dan RT Tidak Miskin Yang Mem- .......... punyai Kartu Sehat, Pernah Digunakan, dan Membayar (Persen)
37
7
Karakteristik Responden Gakin ...............................................
39
8
Hasil Uji Koefisien Regresi Del a pan Faktor Yang .......... ... . Mempengaruhi Keikutsertaan Gakin Dalam Program Pelayanan Kesehatan Pemerintah
42
9
Hasil Uji Koefisien Regresi Em pat Faktor Yang .............. ... Mempengaruhi Keikutsertaan Gakin Dalarn Program Pelayanan Kesehatan Pemerintah
44
10
Hasil Uji Koefisien Regresi Tiga Faktor Yang ................. ... Mempengaruhi Keikutsertaan Gakin Dalam Program Pelayanan Kesehatan Pemerintah
45
11
Hosmer and Lemeshow Test.......................................
47
12
Omnibus Test of Model Coefficient . . .. ... . ... ........... .... ... . .
47
13
Model Summary ................ .. . . .. .. . . . ... . . . ... ..... ..... ..... .. . . . ...
47
14
Klasifikasi Respond en ... . . . ... . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
48
ix
DAFTAR GAMBAR
Gam bar
Hal
1
Kerangka Berpikir : Kajian Tentang Kebijakan ............. .. .. Publik Program Pe!ayanan Kesehatan Bagi Penduduk Miskin, Di Jakarta Timur
7
2
Kesehatan Sebagai Masukan Untuk Pembangunan .. . . . . .. . Ekonomi
20
X
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Hal
1
- Jumlah RT Miskin yang Mempunyai Kartu Sehat . .. . . . ... - Jumlah RT Miskin yang Mempunyai Kartu Sehat dan Pernah Digunakan - Jumlah RT Miskin yang Mempunyai Kartu Sehat, Pernah Digunakan, dan Membayar
56
2
- jumlah RT Tidak Miskin yang Mempunyai Kartu Sehat ... - Jumlah RT Tidak Miskin yang Mempunyal Kartu Sehat dan Pernah Digunakan - Jumlah RT Tidak Miskin yang Mempunyai Kartu Sehat, Pernah Digunakan, dan Membayar
57
3
Hasil Logistic Regression DeJa pan Faktor yang ......... ...... Mempengaruhi Gakin Memanfaatkan Pelayanan Kesehatan
58
4
Hasil Logistic Regression Em pat Faktor yang .. . . . . ...... ..... Mempengaruhi Gakin Memanfaatkan Pelayanan Kesehatan
61
5
Hasil Logistic Regression Tiga Faktor yang ... .. . ........ ...... Mempengaruhi Gakin Memanfaatkan Pelayanan Kesehatan
64
6
~-1enghitung
Peluang ........ ..... ............... .... . .. .. .... .. .......
67
7
Kuesioner ........ ..................... ..................... ...............
68
xi
I.
PENDAHULUAN
1.1 latar Belakang Pemerintah
Indonesia
telah
mempunyai
komitmen
menyelenggarakan pelayanan kesehatan bagi penduduk miskin sejak 2 dekade yang lalu. Hal ini dapat dilihat dari dialokasikannya anggaran kesehatan ke program-program khusus untuk pelayanan kesehatan penduduk miskin. Komitmen tersebut tidak hanya bertujuan untuk mencapai target nasional sebagaimana tercantum dalam GBHN, UUD, dan Propenas tetapi juga berbagai komitmen global yang menuntut perbaikan
kondisi
kesehatan
masayarakat.
Dalam
Millenium
Development Goals (MDG) misalnya, beberapa target yang ingin dicapai pada akhir tahun 2015 dan berkaitan dengan pembangunan kesehatan di Indonesia adalah: (1) mengurangi separuh penduduk yang mengalami kelaparan, (2) mengurangi dua per tiga angka kematian bayi dan angka kematian balita, (3) mer.9urangi tiga per em pat angka
kematian
ibu,
( 4)
menekan
penyebaran
penyakit
HIV/AIDS, (5) menekan penyebaran penyakit malaria dan TBC, (6) meningkatkan akses terhadap obat esensial, dan (7) mengurangi separuh
proporsi penduduk yang tidak
memiliki akses terhadap
penyediaan air bersih. Menangani
masalah
kesehatan
penduduk
miskin
juga
merupakan salah satu cara yang efektif dalam menurunkan tingkat kemiskinan. Dewasa ini, tingkat kemiskinan tidak hanya diukur dari pendapatan per kapita penduduk, namun juga diukur dengan indikator sosial seperti akses terhadap pendidikan dan akses terhadap sarana kesehatan. Pelaycman kesehatan merupakan salah satu intervensi penting untuk memerangi kemiskinan, dan hal ini telah menjadi komitmen global. Model
pelayanan
kesehatan
untuk
penduduk
miskin
yang
dilaksanakan pemerintah telah ditempuh dengan berbagai cara antara lain supply side approach dan demand side approach.
Program
pembiayaan kesehatan dengan pendekatan supply side adalah inpres obat, subsidi tarif, Jaring Pengaman Sosial Bidang Kesehatan (JPSBK),
1
Program Penar.ggulangan Dampak Pengurangan Subsidi Energi Bidang Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial
(PDPSE-
BK dan KS) serta
Pemberian Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMTAS). Sedangkan program dari demand side adaiah pemberian kartu sehat. Pelayanan kesehatan bagi penduduk miskin yang dilakukan Bidan Desa (Bides) saat ini merupakan mix antara demand side dan supply side. Selain itu, model pelayanan d<m pembiayaan kesehatan untuk penduduk miskin dapat dilihat dalam dua periode, yaitu periode sebelum krisis moneter (sebelum tahun 1997) dan periode setelah krismon
(tahun
1997
ke
atas).
Program
pelayanan
kesehatan
penduduk miskin sebelum krisis ekonomi antara lain inpres obat, subsidi tarif, dan PMT-AS. Sebagai akibat krisis ekonomi, jumlah penduduk miskin telah
meningkat menjadi 43% pada
penduduk
perkotaan dan 66% pada penduduk pedesaan (Standing H & McGrath P,1999). Kr!sis ini melahirkan program penanganan darurat (rescue) untuk rakyat miskin dalam bidang kesehatan yang dikenal dengan JPSBK dan bertujuan untuk mencegah terjadinya lost generation. Pendanaan program tersebut berasal dari pinjaman luar negeri yaitu Asian Developmen Bank (ADS) melalui proyek Social Protection Sector De\lelopment Programe (SPSDP) dan Health and Nutrition Sector Development Project (HNSDP). Dengan berakhirnya program JPSBK pada akhir tahun
2002, program pelayanan kesehatan penduduk
miskin dilanjutkan dengan program PD-PSE Bidkes dan PKPS-BBM Bidkes yang pembiayaannya berasal dari APBN dan masih berjalan sampai sekarang. Berdasarkan uraian di atas terlihat bahwa ditengah keterbatasan sumber daya, Pemerintah Indonesia sejak awal telah memprioritaskan pelayanan kesehatan untuk penduduk miskin.
Pemerintah sangat
menyadari bahwa penduduk miskin mempunyai kemampuan yang sangat terbatas dalam mengakses pelayanan kesehatan sehingga sudah merupakan kewajiban oemerintah untuk memberikan subsidi. Selain
itu,
dengan
mengalokasikan
dana
pada
program-program
khusus untuk .Jelayanan kesehatan penduduk miskin berarti akan
2
mengatasi sebagian besar masulah kesehatan yang ada di Indonesia. Namun dernikian masih muncul isyu-isyu negatif tentang pelaksanaan pelayanan
kesehatan
untuk penduduk miskin.
Isyu-isyu tersebut
antara lain : ketidaktepatan sasa:an (artinya, disatu sisi tidak semua penduduk
miskin
dapat
menikmati
pelayanan
kesehatan
yang
disediakan pemerintah tetapi disisi lain terdapat sebagian penduduk tidak m:skin yang menikmatinya), jenis pelayanc111 tidak sesuiJi dengan yang dibutuhkan, jumlah dan3 tidak memadai, waktu pemberian tidak tepat, tidak berkesinam-bungan, dan rendahnva mutu pelayanan yang diberikan. Langkah
awal
agar
penduduk
miskin
dapat
mengakses
pelayanan kesehatan gratis yang disediakan pemerintah adalah jika yang bersangkutan mempunyai kartu sehat. Oleh sebab itu kartu sehat berfungsi sebagai tanda bahwa yang bersangkutan berhak mendapat
pelayanan
kesehatan
yang
termasuk
dulam
program
pelayanan kesehatan untuk penduduk miskin. Berdasarkan data Susenas Tahun 2002, jumlah rumah tangga miskin yang mempunyai kartu sehat di Propinsi DKI Jakarta hanya sekitar 15,66 persen dari total rumah tangga miskin yang ada. Angka ini lebih rendah dibandingkan dengan angka nasional, dimana terdapat sekitar 21,67 persen rumah tangga miskin yang mempunyai kartu sehat. Jika dilihat dari segi kemampuan fiskal, seharusnya Pemda DKI Jakarta dapat meningkatkan cakupan
program tersebut melebihi
angka nasional karena Propinsi DKI Jakarta tergolong mempunyai kemampuan
fiskal
tinggi.
Dibalik
rendahnya
cakupan
pelayanan
kesehatan untuk penduduk miskin, tetapi di Propinsi DKI Jakarta terdapat sekitar 7,42
persen
rumah
tangga
tidak
miskin
yang
mempunyai kartu sehat. Jika kesehatan
dilihat bagi
lebih
rinci
penduduk
pelaksanaan
miskin
diwilayah
program DKI
pelayanan
Jakarta,
dapat
dikatakan bahwa kondisi di wilayah Jakarta Timur hampir sama dengan DKI Jakarta secara umum. Jumlah rumah tangga miskin yang mempunyai kartu sehat di
Jakart:~
Timur hanya 18,S2 persen dari total
3
rumah tangga miskin yang ada; sedikit lebih tinggi dibanding angka propinsi.
Walaupun
menikmati
program
jumlah
rumah
pelayanan
tangga
kesehatan
miskin
yang
tersebut sudah
dapat sangat
sedikit, kondisi tersebut diperparah dengan terdapatnya sekitar 7,15 persen rumah tangga tidak miskin yang mempunyai kartu sehat dimana
mereka
dapat
menikmati
program
kesehatan gratis yang seharusnya bukan
h~k
bantuan
pelayanan
mereka tetapi hak rurnah
tangga miskin. Mengingat
pentingnya
arti
program
bantuan
pelayanan
kesehatan tersebut baik bagi rumah tangga miskin itu sendiri maupun bagi citra Pemda Jakarta Timur sebagai penyedia layanan publik, maka menarik
untuk
diteliti
efektivitas
program
bantuan
pelayanan
kesehatan yang ditujukan untuk rumah tangga miskin tersebut dan faktor-faktor
yang
mempengaruhi
rumah
tangga
miskin
memanfaatkan program tersebut.
1.2 Permasalahan (Research Question) 1.
Mengapa efektifitas program bantuan pe:ayanan kesehatan yang ditujukan untuk rumah tangga miskin rendah ?
2.
Faktor-faktor apa yang mempengaruhi rumah tangga miskin memanfaatkan program tersebut?
3.
Bagaimana
memperbaiki
program
tersebut
supaya
efektifitasnya meningkat?
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk:
1.
Mengetahui penyebab rendahnya efektifitas program bantuan pelayanan kesehatan untuk rumah tangga miskin.
2.
Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi rumah tangga miskin
memanfaatkan
program
bantuan
pelayanan
kesehatan tersebut. 3.
Mengetahui alternatif kt=bijakan yang dapat diambil oleh pemerintah
gun a
penyempurnaan
program
bantL an
4
pelayanan kesehatan untuk rumah tangga miskin sehingga efektifitasnya meningkat.
1.4 Hipotesis 1.
Kebijakan program pelayanan kesehatan untuk pencJuduk miskin di Jakarta Timur efektifitasnya rendah karena : a.
Proses
d~n
identlfikasi
penentuan
keluarga
miskin
tangga
miskin
(targeting the poor) kurang baik. b. 2.
Alokasi dana tidak sesuai kebutuhan.
Faktor-faktor yang
mempengaruhi
rumah
memanfaatkan program adalah: a.
Dari sisi demand : tingkat pendidikan. Semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin sedikit gakin yang memanfaatkan program.
b.
Dari sisi suplai : kualitas/mutu program seperti jenis pelayanan kesehatan yang tercakup dalam program, kehadiran
dokter/perawa t,
waktu
tunggu
mendapat
pelayanan, kecepatan proses administrasi, keramahan dokter/perawat , dan kejelasan informasi yang diperoleh rumah tangga miskin tentang penyakitnya. Semakin sesuai jenis pelayanan yang tersedia di puskesmas/RS
dengan
penyakit
gakin,
semakin
banyak gakin yang memanfaatkan program; Semakin cepat proses administrasi di puskesmas/RS semakin banyak gakin yang memanfaatkan program; Semakin cepat waktu tunggu untuk mendapatkan pelayanan, semakin
banyak gakin yang
meman-
faatkan program; Semakin ramah dokter/perawa t di puskesmas/RS , semakin banyak gakin yang memanfaatkan program; dan
5
Semakin
jelas
informasi
yang
diperoleh
gakin
tentany penyakitnya, semakin banyak gakin yang memanfaatkan program. c.
Dari sisi aksessibilitas : jarak tempat tinggal rumah tangga miskin ke puskesmas/RS. Semakin
jauh
puskesmas/RS,
jarak
tempat
semakin
tinggal
sedikit
yakin
gakln
ke yang
memanfaatkar. program.
6
1.5 Kerangka Berpikir
Gambar 1. KAJIAN TENTANG KEBIJAKAN PUBLIK PROGRAM PELAYANAN KESEtiATAN BAGI PENDUDUK MISKIN; D! JAKARTA TIMUR
GAP:
HARAPAN:
Semua pddk miskin di Jakarta Timur dapat mengakses yankes yg disedlakan pemerintah (memiliki kartu sehat)
FAKTA:
• Terdapat 81,48% pddk •Hanya 18,52% pddk miskin yg beium dpt miskin ui Jdkarta Timur yg dpt mengakses yankes mengakses yankes peme pern~rintah (punya kartu rintah (tdk punya kartu 1 sehat) sehat) • 7,15% pddk tidak miskin 1-------1~·1 •7,1S% pddk tidak miskin yr.mg pt.:nya kartu sehat .,, juga dapat menikmatinya walaupun mereka tidak seharusnya tidak berhak punya kartu sehat berhak (punya kartu sehat)
TUJUAN
1. Me!lgetahui penyebab rendahnyc efektifitas program y3nkes miskin dalam mencapai sasarar./target 2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pe:1duduk miskir memanfaatkan program bantuan pelayanan kesehatan. 3. Mengetahui alternatif kebijakan yang dpt diambil pemerintah untuk penyempurnaan prog. bantuan yankes penduduk miskin
Sumber Data
1. Sekunder 2. Primer
TUJUAN
Metode Ana!isis
1. Mengetahui penyebab rendahnya efektifitas program yankes miskin dalam mencapai sasaran/target (Data BPS Th. 2002 + wawancara mendalam). 2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penduduk miskin memanfaatkan program bantuan pelayanan kesehatan (Data Primer, 62 responden). 3. Mengetahui alternatif kebijakan yang dpt diambil pemerintah untuk penyempurnaan prog. bantuan yankes penduduk miskin
Cross-tabulasi Logit Model
Pengujian
Kesimpulan & Saran
7
1.6
Metodologi
1.6.1 Data Data yang digunakan berupa data kuantitatif dan kualitatif yang berasal dari data sekunder dan primer. Untuk menjelaskan tujuan penelitian tentang : (1) rendahnya efektifitas program dipergunakan data sek:. mder dari hasil SUSENAS Tahun 2002 yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS); (2) penyebab rendahnya efektifitas program digunakan data primer has!! wawancara mendalam dengan kader puskesmas, tenaga puskesmas, dan
staf
Suku
Dinas
Kesehatan;
dan
(3)
faktor-faktor
yang
mempengaruhi gakin memanfaatkan program digunakan data primer dari hasil pembagian kuesioner kepada 62 keluarga miskin yang mempunyai kartu sehat/sejenisnya. Proses pengumpulan data primer dimulai dari pemilihan sampel puskesmas
sampai
mempunyai
kartu
dengan
pemi!ihan
sehat/sejenisnya
responden
yang
akan
gakin
menjadi
yang
sasaran
penelitian. Pemilihan sampel Puskesmas dilakukan secara purposive, yaitu satu puskesmas dengan
kunjungan
gakin tinggi dan satu
puskesmas dengan kunjungan gakin rendah. Hal ini bertujuan supaya nantinya dari sampel gakin yang terpilih ada yang pemanfaatan programnya tinggi dan ada pula yang
pemanfaatan programnya
rendah. Pengambilan sampei gakin yang punya kartu sehat di masingmasing puskesmas dilakukan secara random. Karena keterbatasan dana, tenaga, dan waktu penulis maka jumlah sampel gakin yang punya kartu sehat hanya diambil 62, masing-masing 31 gakin di setiap puskesmas. Data sekunder dikumpulkan di tingkat pusat, propinsi, dan kabupaten/kota. Data yang diperlukan dikumpulkan dari Departemen Kesehatan,
Dinas
Kesehatan
Propinsi,
Suku
Dinas
Kesehatan
Kabupaten/Kota, Puskesmas, BPS, BPS Propinsi DKI Jakarta, dan berbagai literatur yang diterbitkan oleh lembaga-!embaga kesehatan seperti World !-lealth Organization, Bank Dunia, Asian Development
8
Bank,
Badan
Pusat
Statistlk,
lembaga-lembaga
penelitian,
dan
perguruan tinggi.
1.6.2 Pemilihan Variabel
Variabel Terikat Sebagai variabel terikat atau variabel tak bebc:s yang digunakan dalam penelitian ini adalah pemanfaatnn program oleh gakin, yang dibagi dalam 2 kategori berdasarkan jenis kegiatannya yaitu : 1
=
untuk gakin memanfaatkan program
0
=
untuk gakin tidak memanfaatkan program
p
=
adalah proporsi gakin yang memanfaatkan rogram
Variabel Bebas Sebagai variabel bebas yang digunakan dala:n penelitian ini adalah.:
a. Tingkat Pendidikan. Yang dimaksud tingkat pendidikan adalah tingkat pendidikan kepala keluarga (KK). Variabel tingkat pendidikan dikelompokkan menjadi 2 (dua) kategori yaitu KK yang tingkat pendidikannya SD ke bawah dan KK yang tingkat pendidikannya SD ke atas. KK yang tingkat pendidikannya SD ke bawah dijadikan sebagai pembanding.
b. Jenis Pelayanan. Yang dimaksud jenis pelayanan adalah kepuasan gakin atas jenis pelayanan yang tersedia di puskesmas/RS. Variabel jenis pelayanan dikelompokkan menjadi 2 (dua) kategori yaitu sesuai dan tidak sesuai. Gakin yang tidak sesuai dengan pelayanan yang tersedia di puskesmas/RS dijadikan sebagai pembanding.
c. Kecepatan Administrasi. Yang
dimaksud
kecepatan
administrasi
adalah
waktu
yang
dibutuhkan gakin untuk proses administrasi di puskesmas/RS. Variabel
kecepatan
administrasi
tidak
dikelompokkan
menjadi
9
kategori-kategori tertentu tetapi bersifat kontinyu (jumlah W3ktu dalam satuan menit).
d. Keramahan Dokter/Perawat. Yang
dimaksud
keramahan
dokter/perawat
tingkat
adalah
keramahan dokter/perawat dalam melayani pasien gakin. Variabel keramahan
dokter/perawat
dikelompokkan
menjadi
2
(dua)
kategori yaitu tidak ramah dan rarr.t=Jh. Kelompck gakin yang menilai dokter/perawat tidak ramah dijadikan sebagai pembanding.
e. Kehadiran Dokter/Perawat. Yang dimaksud kehadiran dokter;perawat adalah pendapat gakin tentang ketersediaan dokter/perawat di puskesmes/RS. Variabel kehadiran dokter/perawat dikelompokkan menjadi 2 (dua) kategori yaitu sesekali tidak ditempat dan selalu ditempat. Kelompok gakin yang menilai dokter/perawat sesekali tidak ditempat dijadikan sebagai pembanding.
f. Kepuasan Atas Informasi Penyakit. Yang dimaksud kepuasan atas informasi penyakit adalah kepuasan gakin
atas
perolehan
informasi
tentang
penyakitnya
dari
puskesmes/RS. Variabel informasi penyakit dikelompokkan menjadi 2 (dua) kategori yaitu tidak jelas dan jelas. Kelompok gakin yang menilai bahwa informt:lsi yang diperolehnya dari puskesmas/RS tidak jelas dijadikan sebagai pembanding.
g. Kecepatan Waktu Tunggu. Yang dimaksud kecepatan waktu tunggu adalah waktu tunggu yang dibutuhkan gakin sebelum dia mendapatkan pelayanan kesehatan. Variabel kecepatan waktu tunggu tidak dikelompokkan menjadi kategori-kategori tertentu tetapi bersifat kontinyu (jumlah waktu da!am satuan menit).
h. Jarak. Yang dimaksud jarak adalah jarak dari rumah/tempat tinggal gakin ke puskesmas/RS. Variabel jarak tidak dikelompokkan menjadi kategori-kategori tertentu tetC:Ipi bersifat kontinyu (jarak dalam satuan meter).
10
1.6.3 Teknik Analisis Dalarn penelitian !ni ada 2 metoda penelitian yang digunakan untuk menganalisis data yang diperiukan, yaitu anaiisis deskriptif dan analisis Logit Model.
Analisis Deskriptif. Analisis deskriptif cilakukan
dengan tabuiasi Silang (cross-
tabulasi). Analisis deskriptif ini digunakan untuk : (1) mengetahui efektifitas program bantuan pelayanan kesehatan untuk penduduk miskin dengan menggunakcm data Susenas tahun 2002; dan (2) mempelajari
karakteristik
responden
gakin
yang
memanfaatkan
program pelayanan kesehatan berdasarkan variabel dari sisi demand, suplai, dan aksessibilitas dengan menggunakan data prirner.
AnaHsis Logit Model. Legit Model merupe1kan salah satu model ekonometrika yang bersifat kualitatif. Logit Model adalah suatu model yang didasarkan pada pendefinisian P1 yang mengikuti fungsi distribusi logistik. Variabel tak bebas dari legit model rnerupakan variable dummy (dummy dependent variable).
Legit model pada
umumnya ingin
mempelajari faktor-faktor apa yang mendorong seseorang melakukan pi!ihannya, dan bagaimana menggolongkan orang lain (atau obyek lain) yang memiliki karakteristik yang serupa ke dalam kelompok tertentu. Model legit dapat pula dikembangkan untuk variabel ganda, dimana terdiri dari dua atau lebih variabel penjelas, dengan ketentuan mengikuti prosedur yang sama seperti menggunakan satu variabel penjelas (Gaspersz, 1991). tvlodel
:ogit dispesifikasikan
sebagai
berikut (Nachrowi dan
Hadius Usman, 2002):
1 pi
1
= ------------- = ------------------------
(1)
11
dan, -zi
e
= ---------------
1 - pi
(2)
-zi 1 + e
=
Dimana: pi
1- pi
=
e
= = =
zi Xi
peluang terJadinyi'3 suatu peristivVa bc;-dasarkan nilai tertentu dari xi peluang tidak terjadinya suatu peristiwa berdasarkan nilai tertentu dari xi bilangan dasar logar!tma natural ~ 2:718 ~1
+
X1 1
~2Xi
X2 1
.... ,
Perbandingan antara
=
Xk
variabel bebas
probabilitas terjadinya suatu peristiwa
dengan probabilitas tidak terjadinya suatu peristiwa disebut Odd atau
resiko.
Dengan
kecenderungan
perkataan seseorang
odd
lain,
meiakukan
adalah
suatu
suatu
peristiwa.
indikator Sila
odd
mendekati nol berarti kecenderungan seseorang pernah melakukan suatu peristiwa sangat kecil sekali.
Pi
1
-------- = ---------- = e 1 - Pi
zi
= e
Ci31
+
~2xi)
(3)
-zi
e Bila odd ini di-log-kan, akan didapat log odd sebagai berikut:
=
Li
Dimana:
pi In ( -------- ) 1- pi Li
=
=
Zi
=
~1
+
~2X1
(4)
disebut log odd
Analisis Logit Model dipergunakan untuk mempelajari hubungan antara
variabel
bebas
terhadap
variabel
terikat
yang
bersifat
dikotomis, yaitu pemanfaatan program oleh Gakin. Dalam hal ini tingkat pendidikan KK gakin, mutu pelayanan puskesmas/RS (jenis
12
pelayanan, informasi penyakit, waktu
administrasi, waktu tunggu
rnendapat pelayanan, keramahan dan kehadiran dokter/perawat), don jarak
tempat
gakin
tinggal
ke
mempengaruhi
puskesmas/RS
kemungkinan gakin tersebut memanfaatkan program (MP). Dalam memudahkan analisis selanjutnya maka terlebih dahulu dirumuskan model persamaan terhadap semua faktor-faktor di atas yang mempunyai pengaruh tei hadap proporsi gakin memanfaatkan program, dengan bantuan analisis regresi logist:k penjumlahan.
MP = f (tk.pendidikan, jenis pelayanan, informasi
~enyakit,
waktu administrasi, waktu tunggu mendapat pelayanan, keramahan dokter/perawat, kehadiran dokter/perawat, dan jarak)
pi
In ( --------- ) =
131 + l32 tk
pendidikan +
l33 jenis
pelayanan +
1- pi
134
inf. Penyakit +
13s
136 waktu dr/prwt + 13'1 keha-
waktu adm +
+ l37 keramahan diran dr/prwt + l39 jarak
tunggu
Analisis dengan menggunakan regresi logistik ini untuk melakukan estimasi
pr~porsi
bertuj~an
pemanfaatan program oleh gakin
dengan variabel bebas tertentu, yaitu proporsi pemanfaatan program oleh gakin diantara kelompok individu yang diobserJasi. Selanjutnya analisis ini bertujuan untuk menguji keberartian pengaruh masingmasing variabel bebas yang diperhatikan, termasuk variabel bebas secara bersama-sama. Untuk hubungan
memilih
antara
model
variabel
yang bebas
digunakan dan
dalam
variabel
menje:askan
terikat
dilakukan
pengujian model regresi logistik. Untuk melihat adanya pengaruh langsung atau tidak langsung dari variabel bebas terhadap variabel terikat dilakukan
dengan
mernbandingkan
nil3i signifikansi
untuk
masing-masing variabel bebas dengan nilai 6 = 0,1.
13
1.6.3 Jenis Penelitian Jenis penelitian restrospektif.
ini adalah anaiisis kebijakan yang
Tujuannya
adalah
untuk
melihat
bersifat
keiemahan
dan
kelebihan program pemerintah tentang bantuan pelayanan kesehatan untuk keluarga miskin yang sudah dan sedang dilaksanakan di Jakarta Timur. Diharapkan hosll pcnelitian ini dapat memberii
program
bantuan
penduduk mlskin di Jakarta Timur.
pelayanan
kesehatan
untuk
Dengan demikian diharapkan
seluruh penduduk miskin di Jakarta Timur dapat mengakses pelayanan kesehatan secara optimal.
14
II.
TINJAUAN LITERATUR
2.1 Kesehatan sebagai suatu hak dasar rakyat Hak
untuk
memperoleh
kesehatan merupakan kesehatan juga peningkata11
akses
kebutuhan
pelayanan
salah satu hak dasar rakyat. Selain itu,
harus dipandang
kualitas
atas
sumber
sebagai
daya
suatu
manusia
investasi
dan
dnlam
pembangunan
ekonomi, serta memiliki peran penting dalam upaya penanggulangan kemiskinan.
National Human Development Report 2004 menekankan perlunya Indonesia untuk memberikan prioritas investasi yang lebih tinggi pada upaya pembangunan manusia. Hal ini tidak hanya untuk memenuhi
hak-hak dasar warga negara, tetapi juga untuk meletakkan dasar yang
kokoh
bagi
pertumbuhan
ekonomi
dan
menjamin
keberlangsungan demokrasi dalam jangka panjang. Sejak runtuhnya pemerintahan crde baru, bangsa IndonesiCI menolak materi.
untuk Konsep
mempertukarkan mengenai
kebebasan
kehidupan
yang
dengan layak
pe11capaian
bukan
hanya
mencakup pertumbuhan ekonomi, tetapi juga mencakup hak dan kebebasan. Rakyat Indonesia tidak lagi ingin menyaksikan keadaan yang saling meniadakan antara pertumbuhan dan keadildn sosial, antara ekonomi yang baik dengan pclitik yang seha.t, dan antara kesejahteraan masyarakat dan kebebasan individu. Saat ini, bangsa Indonesia mendambakan adanya kebijakan pubiik yang menganut prinsip manusia bukan hanya sebagai alat pembangunan, tetapi juga menjadi tujuan akhir pembangunan. Masyarakat Indonesia tengah menyambut bangkitnya demokrasi dan
kesempatan
dimana
suara
mereka
lebih
terdengar.
Tetapi,
meskipun menawarkan banyak pilihan baru, demokrasi tidak serta merta mendatangkan manfaat ekonomi yang kasat mata. Demokrasi akan mP.nghasilkan sesuatu yang lebih dari kebebasan tergantung bagaimana kebebasan tersebut diartikan. Penduduk miskin Indonesia rnemiliki seiurnlah saluran untuk mengekspresikan pendapat, tetapi
15
kesempatan untuk mengembangkan sepenuhnya kapasitas indivldu sangat terbatas. Misalnya, hanya kurang dari separuh anak-anak dapat
menyclesaikan
seperempat
anak-anak
pendidikai1
dasar
menderita
i
9
tahun
giz!.
dan
sekitar
Berjuta-juta
dari
mereka lahir di zaman yang menawarkan kebebasan politik, tetapi pilihan-pilihan ekonomi dan sosial yang mereka miliki sangat terbatas. Oleh sebab itu pembangunan
m~musia
memiliki implikasi yang
leblh luas dari pada sekadar menyecliakan
kemerdekaan
politik.
Implikasi pembangunan manusia mencakup bukan hanya kebebasan untuk memilih pemimpin pol!tlk, tetapi juga untuk menikmati kualitas hidup yang lebih baik. Pertumbuhan ekonomi yang selama ini selalu menjadi indikator makro keberhasilan pembangunan suatu negara, tidaklah banyak berarti
jika
hanya
dinikmati
oleh
kelompok-kelompok
tertentu.
Pembangunan manusia merupakan sebuah upaya untuk meningkatkan kualitas hidup dengan
menggunakan
potensi dan
memanfaatkan
peluang dengan adil, sehingga setiap warga negara mendapatkan kesempatan
yang
sama
untuk
berperan
aktif
dan
menikmati
pembangunan. Menyadari begitu luasnya ruang lingkup hak-hak dasar warga negara yang perlu mendapat perhatian dalam rangka pembangunan manusia Indonesia, Laporan Pembangunan Manusia Indonesia tahun 2004 menekankan agar sebagai langkah awal hak-hak dasar terutama diarahkan untuk menjamin setiap warga negara memiliki pangan yang cukup, mendapatkan pelayanan kesehatan dasar, mendapatkan pendidikan dasar yang baik, dan merasa aman dan terlindungi. Keempat
hak
dasar
ini
merupakan
prasyarat
penting
yang
memungkinkan setiap warga negara dapat berpartisipasi secara efektif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
2.2 Perc:man Keseilatan dalam Pembangunan Ekonomi WHO Regional Office For South-East ASIA (2002), rnenganalisis
berbagai
hubungan
keterkaitan
an tara
kesehatan
dengan
16
pembangunan ekonomi yang dapat diterangkan
melalui berbagai
mekanisme. Berikut ini akan diuraikan pembahasan terhadap dua fokus area yaitu Pertama, kesehatan dan pembangunan, dan Kedua, kesehatan dan kemiskinan.
Pertama, Kesehatan dan Pembangunan. Pada tingkat mikro yaitu pada tingkat kesehatan adalah
da~ar
individual dan keluarga,
bagi produktivitas kerja dan kapac;itas untuk
belajar di sekolah. Tenaga kerja yang sehat secara fisik dan mental akan
leblh enerjik dan
kuat,
lebih
produktlf,
dan
menaapatkan
penghasiian yang tinggi. Keadaan ini terutama terjadi di negaranegara sedang berkembang, dimana proporsi terbesar dari angkatan kerja masih bekerja secara manual. Di Indonesia sebagai contoh, tenaga kerja laki-laki yang menderita anemia 20°/o kurang produktif jika dibandingkan dengan yang tidak menderita anemia. Selanjutnya, anak yang sehat mempunyai kemampuan belajar lebih baik dan akan tumbuh menjadi dewasa yang lebih terdidik. Dalam keluarga yang sehat,
pendidikan
anak
cenderung
untuk
tidak
terputus
jika
dibandingkan dengan keluarga yang tidak sehat. Pada tingkat r11akro, penduduk dengan tingkat kesehat;:m yang baik
merupakan
kemiskinan,
masukan
pertumbuhan
(input)
penting
ekonomi,
dan
untuk
menurunkan
pembangunan
ekonomi
jangka panjang. Beberapa pengalaman sejarah besar membuktikan bahwa
berhasilnya
tinggal
landas
ekonomi
seperti
pertumbuhan
ekonomi yang cepat didukung oleh terobosan penting di bidang kesehatan masyarakat, pemberantasan penyakit, dan peningkatan gizi. Hal ini antara lain terjadi di Inggris selama revolusi industrl, Jepang
dan
Amerika
Selatan
pada
awal
abad
ke-20,
dan
pembangunan di Eropa Selatan dan Asia Timur pada permulaan tahun 1950-an dan tahun 1950-an. Informasi yang paling mengagumkan adalah penelusuran sejarah yang dilakukan oleh Prof. Robert Fogel (selama 200 tahun yang lalu), yang menyatakan bahwa peningkatan ketersediaan jumlah kalori
17
untuk
bekerja
mempunyai
kontribusi
pertumbuhan
terhadap
penddpatan per kapita seperti terjadi di Perancis dan Inggris. Melalui peningkatan p:-oduktiv:tas cukup,
Fogel
tenag~
memperkirakan
kerja dan pemberian kalori yang
bahwa
perbaikan
memberikan
gizi
kontribusi sebanyak 30°/o terhadap pertumbuhan pendapatan per kapita di Inggris. Bukti-bukt! makroekonomi menjelaskan bahwa negara-negara dengun kondisi kesehatan dan pendidikan yany rendah, mengahadapi yang
tantangan
berkelanjutan jika
lebih
dengan
dibandingkan
pertumbuhan
mencapai
untuk
berat
negara yang
baik
lebih
keadaan kesehatan dan pendidikannya. Pada Tabel 1 dibawah ini ditunjukkan
tingkat
dari
pertumbuhan
beberapa
sedang
negara
berkembang pada periode i965-1994. Pengelompokan negara-negara tersebut didasarkan atas tingkat pendapatan dan angka kematian bayi (sebagai proksi dari seluruh keadaan penyakit pada tahun 1965). Tabel tersebut menjeiaskar. di negara-negara dengan tingkat angka kematian bayi yang rendah rnenikmati tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi pada periode tertentu. Tabel 1: Tingkat Pertumbuhan Pendapatan Per Kapita, 1965-1994 (Didasarkan atas Pendapatan & Angka Kematiar. Bayi, 1965)
I Angka Kematian Bayi {AKB),
AKC
1965 Tahun Dasar Pendapatan, 1965 GDP US$ 6000 Sumber: WHO-SEAR, 2002
<so -
5.9 2.8 1.9
AKB 50-100 3.7 3.4 1.8 1.7 -0.5
AKB 100-150 oi 1.0 1.1 1.1 0.3
-
I
AKS
> 150 0.1 -0.7 2.5
-
-
Terdapat korelas! yang kuat antara tingkat kesehatan yang balk dengan
pertumbuhan
ekonomi
yang
tinggi.
Secara
statistik
diperkirakan bahwa setiap peningkatan 10°/o dari angka harapan hidup (AHH) waktu lahir akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi minimal
0.3-0.4% pertahun, jika faktor-faktor pertumbuhan lainnya tetap. Dengan demikian, perbedaan tingkat pertumbuhan tahunan antara negara-negura maju yang n:empunyai AHH tinggi (77 tahun) dengan
18
negara-negara sedang berkembang dengan AHH rendah (49 tahun) c=tdalah sekitar 1.6%, dan pengaruh ini akan
terakumulasi terus
menerus. Dalam
pentlng.
sangatlah
usia
panjangnya
bertambah
dari
akibat
sebagai
ekonomi
kesejahteraan
Peningkatan
membandingkan tingkat kesejahteraan antar kelompok masyarakat, sangat penting untuk melihat angka harapan hidup, seperti halnya dengan tinqkat pendapatan tahunan. Di negara-negara yang tingkat kesehatannya lebih baik, setiap individu memiliki rata-rata hidup lebih lama, dengan demikian secara ekcnomis mempunyai peluang untuk untuk memperoleh
pendapatan
lebih tinggi.
Keluarga
yang
usia
harapan hidupnya lebih panjang, cenderung untuk menginvestasikan di
pendapatannya
bidang
pe.ndidikan
dan
Dengan
rnenabung.
demikian, tabungan naslonal dan investasi akan meningkat, dan pada gilirannya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. kesehatan
Peranan·
berbagai
diantara
faktor
pertumbuhan
ekonomi dapat digambarkan dalam Gambar 2 dibawah ini. Dalam diagram
tersebut
dapat
dilihat
bahwa
pembangunan
ekonomi
merupakan fungsi dari kebljakan dai1 institusi disatu fihak (kebijakan ekonomi, pemerintahan yang baik, dan penyediaan pelayanan publik), dan faktor masukan dilain fihak (modai mam.Jsia, teknologi, dan modal perusah~an).
Kesehatan mempunyai pengaruh ekanomi yang sangat
kuat terhadap modal manusia dan modal perusahaan melalui berbagai mekanisme seperti digambarkan. Kesehatan
yang
buruk
akan
memberikan
pengaruh
buruk
terhadap pertumbuhan ekonomi, hal ini antara lain terjadi di subSahara Afrika dan Asia Selatan. Beban berat yang diakibatkan oleh penyakit
dan
pengaruh
gandanya
terhadap
produktivitas,
kependudukan, dan pendidikan mempunyai peranan dalam kinerja ekonomi yang buruk dan kronis di negara-negara Afrika. Studi terbaru yang dilakukan oleh Bloom dan Sachs, menemukan bahwa lebih dari setengahnya dari keterbelakangan pertumbuhan di negara-negara Afrika jika dibandingkan dengan dengan nPgara-negara di Asia Timur,
19
secara statistik de!pat diterangkan oleh beban berat akibat penyakit, kependudukan, dan geografis jika dibandingkan der.gan variabelpemerintr~han.
variabel tradls!onal dari ekonomimakro dan politik Sebagai
contoh,
tingginya
angka
prevalensi
penyakit
malaria
menunjukkan hubungan yang erat denge!n penurunan pertumbuhan ekonomi sebesar satu persen atau lebih setiap tahunnya.
Gambar 2 : Kesehatan Sebagai Masukan Untuk :'lell"bangunan Ekonomi
r-----1
~·
Kesehatan
- Kebijakan
ekonomi - Pemerintahan yang baik - Penyediaan pelayanan publik
-
Modal manusia, termasuk: pendidikan, pelatihan, perkembangan fisik dan kognitif
+---~
/
~
l ~
Teknologi, termasuk: Pengetahuan ilmiah yang relevan ~ untuk menghasilkan inovasi dalam difusi ekonomi dalam negeri dengar. menggunakan teknologi dar: iuar I
t
Modal perusahaan, termasuk: Investasi yang pasti dalam peralatan organisasi dan karyawan, peluang investasi untuk menarik modal
v
Pertumbuha n ~konomi: - GNP/kapita - PE-rtumbuhan GNP perkapita, - Penurunan Kemiskinan ·-
Kedua, Kesehatan dan Kemiskinan Berbagai indikator kesehatan di negara-negara berpendapatan rendah
dan
menengah jika
dibandingkan
dengan
negara-negara
berpendapatan tlnggi, memperlihatkan bahwa angka kesakitan dan kematian secara kuat berkorelasi terbalik dengan pendapatan, seperti terlihat pada Tabel 2 dibawah ini. Studi lain dilakukan oleh Bank
20
Dunia yang membagi keadaan kesehatan berpenghasilan
tinggi
dan
rendah
antC~ra
pada
kelompok penduduk
negara-negara
tertentu.
Sebagai contoh, tingkat kernat!an anak pada quanti! termiskin di Bolivia dan Turki diperkirakan
empat kali lebih besar dibandingkan
dengan tingkat kematian pada quanti! terkaya.
Dengan demikian
kebijakan yang diarahkan untuk menanggulangi penyakit malaria dan kekurangan
gizi
secara
langsung
merupakan
implementasi
dari
kebijakan mengurangi kemiskinan. Komitmen global untuk meningkatkan status kesehatan secara jelas dicantumkan dalam Tujuan Pembangunan Milenium (Miilenium Development Goa/s-MOGs). Tujuan
pemb~ngunan
milenium difokuskan
terhadap pengurangan kemiskinan pada umumnya dan beberapa tujuan kesehatan pada khususnya, sehingga terdapat keterk<::itan antara upaya penurunan
kemiskinan
dengan investasi di
bidang
kesehatan.
Tabel 2:
Angka Harapan Hidup Dan Tingkat Kematian, Menurut TingkatKemajuan Pembangunan Negara (1995-2000)
Tingkat Pembangunan Negara
Penduduk Tahun 1999 (Juta)
Rata-rata Pendapatan Tahunan (US$)
I Harapan Ar.gka I (Tahun) Hidup
Angka Angka Kematian Kematian Bayi Anak (PerBa!ita I 1000) I (Per1000) 100 159
Sang at 643 296 51 Terbelakang Pendapatan 1.777 538 59 120 80 Rendah 2.094 Pendapatan 1.200 70 35 39 MenengahBawah Pendapatan 573 4.900 71 26 35 MenengahAtas 891 Pendapatan 25.730 78 6 6 Tinggi Sub-Sahara 642 500 51 92 151 Afrika Sumber: Human Development Report 2001, Table 8, and CMH Calculation using World Development Indicators of the World Bank
21
Beberapa alasan meningkatnya beban penyakit pada penduduk miskin adalah:
Pertama,
penduduk miskin
iebih rentan terhadap
penyakit kai"ena terbatasnya akses terhadap air bersih dan sanitasi serta kecukupan gizi. Kedua, penduduk miskin cenderung enggan pengobatan
mencari
sangat
walaupun
terdapatnya kesenjangan yang
besar dengcm petugas kesehatan,
l.mtuk memenuhi
terbatasnya sumberdaya
karena
membutuhkan
kebutuhan
dasar, dan
terbatasnya pengetahuan untuk menghadapi serangan penyakit. Serangan penyakit pada anggota keluarga merupakan bencana karena untuk biaya penyembuhannya mengharuskan menjual aset Hal
berhutang.
miliki atau
mereka
yang
ini akan
menyebabkan
keluarga jatuh kedalam kemiskinan, dan jika tidak bisa keluar dari kondisi ini akan mengganggu tlngkat kesejahteraar. seluruh anggota keluarga bahkan generasi berikutnya. Serangan penyakit yang fatal dalam kehidupan awal akan mempunyai pengaruh yang merugikan selama siklus hidup berikutnya. Pendidikan sudah secara luds dikenal sebagai kunci dari pembangunan, tetapi betapa pentingnya kesehatan anak dalam
pencapaian
hasil
pendidikan
masih
bclum
dihargai.
Kesehatan yang buruk secara langsung menurunkan potensi kognitif dan secara tidak langsung mengurangi kemampuan sekolah. Penyakit dapat
memelaratkan
keluarga
menurunnya
melalui
pendapatan,
menurunnya angka harapan hidup, dan menurunnya kesejahteraan psikologis.
2.3 Kenapa Pemerintah Harus Membiayai Kesehatan Giikin ? Dari uraian di atas, alasan kenapa pemerintah harus berperan penting dalam pelayanan kesehatan penduduk miskin menjadi jelas dimana
hak
mendapatkan
pelayanan
kesehatan
dasar
tersebut
merupakan salah satu hak dasar manusia yang harus dipenuhi. Selain itu, kesehatan mempunyai peran penting dalam pertumbuhan ekonomi dan penurunan kemiskinan di suatu negara. Pentingnya
peran
pemerintah
dalam
pelayanan
kesehatan
penduduk miskin di Indonesia mempunyai beberapa alasan, yaitu : (1)
22
pelayanan dasar hagi orang miskin adalah perintah konstitusi: (2) terjadinya disparitas status kesehatan; dan (3) rendahnya kualitas kesehatan penduduk miskin. Pelayanan dasar bagi orang miskin merupakan perintah konstitusi tercantum dalam pasal 27 ayat 2, pasal 28 ayat 1, dan pasal 34 ayat
1-3 UUD 1945. Pascd 27 ayat 2 UUD 1945 menyebutkan tiap-tiap warga negara berhak atas peke:rjaan dan penghidupan yang layak b3gi kemanusiaan. UUD 1945 pasal 28 ayat 1 menyebutkan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan bathin, bertempot tinggal, dan mendapat lingkungan
hidup
yang
baik
dan
sehat serta
berhak
memperoleh pelayanan kesehatan. Sedangkan Pasal 34 UUD 1945 berbunyi fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara (ayat 1), negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai
martabat
kemanusiaan
(ayat
2),
dan
bahwa
negara
bertanggungjawab atas penyediaan fasilitas oelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak (ayat 3). Dengan demikian negara harus menjamin ketersediaan dana untuk pelayanan sosial dasar penduduk miskin. Indonesia
telah
meng31ami
kemajuan
penting
dalam
meningkatkan kualitas kesehatan penduduk. Namun demikian terdapat dua tantangan utama yang muncul sebagai akibat perubahan sosia! ekonomi, yaitu : {1) terjadinya disparitas status kesehatan; dan
{2) rendahnya kualitas kesehatan penduduk miskin. Terjadinya disparitas status kesehatan.
Meskipun secara
m::sional kualitas kesehatan masyarakat telah meningkat, akan tetapi disparitas status
kesehatan
antar tingkat
sosial
ekonomi,
antar
kawasan, dan antar perkotaan-perdesaan masih cukup tinggi. Angka kematian bayi dan angka kematian balita pada golongan termiskin adalah empat kali lebih tinggi dari golongan terkaya. Selain itu, angka kematian bayi dan anyka kematian ibu melahirkan lebih tinggi di daerah perdesaan, di kawasan timur Indonesia, serta pada penduduk dengan tingkat pendidikan
rendah.
Persentase
anak balita
yang
23
berstatus gizi kurang dan buruk di daerah perdesaan lebih tinggi dibandingkan daerah perkotGGn. Pertolongan persalinGn oleh tenaga kesehatan terlatih pada golongan terkaya adalah empat ka!i lcbih tinggi dibanding dengan golongan termiskin. Cakupan imunisasi pada golongan miskin adalah lebih rendah dari golongan kaya.
Rendahnya kualitas kesehatan penduduk rniskin. Angka kernatian bayi pada
kelompok termisk!n adalah 61 dibandingkan
dengan 17 per 1.000 kelahiran hidup pada kelompok terkaya. Penyakit infeksi yang merupakan penyebab kematian utama pada bayi dan balita, seperti malaria dan TBC, lebih sering terjadi pada masyarakat miskin.
Rendahnya
status
kesehatan
penduduk
miskin
tersebut
terutama disebabkan oleh terbatasnya akses terhadap pelayanan
kesehatan karena kendala geografis dan kendala biaya {cost barrier). Data SDKI 2.002-2003 menunjukkan bahwa 48,7°/o masalah
dalam mendapatkan pelc::yanan kesehatan adalah
karena kendala
biaya! jarak dan transportasi. Utilisasi rumah sakit masih didominasi oleh
golongan
mampu,
sedang
masyarakat
miskin
cenderung
memanfaatkan pelayanan di puskesmas. Demikian juga persalinan oleh tenaga kesehatan pad a penduduk miskin hanya sebesar 39,1 °/o dibanding 82,3°/o pada penduduk kaya. Asuransi kesehatan sebagai suatu bentuk sistem jaminan scsial hanya menjangkau 18,74% (2001) penduduk, dan hanya sebagian kecil diantaranya penduduk miskin. Aiasan keterlibatan pemerintah
I sektor publik dalam penyediaan
kesehatan seperti diuraikan di atas adalah kuat dilihat dari beberapa sudut pandang (Drez'e and Sen, 2002):
1. Untuk
memenuhi
mendapatkan Keputusan
pelayanan
publik,
dimana
insentif terhadap proteksi
sektor
swasta
sering
individu
kurang
untuk dirinya sendiri.
melihat
pada
terdapatnya
ekternalitas positif yang berhubungan dengan perbaikan kesehatan terse but oleh pemerintah ( contoh, pemberantasan penyGkit lnfeksi menular). 2. Di bidang dimana mekanisme pasar tidak mampu atau gagal me!aksanakan fungsinya sec3ra efisicn dan berkeadilan, peranan
24
pemerintah menjadi keharusan. 3. Untuk menjaga keadilan dan melindungi hak (equity dan right) adalah diluar jangkauan mekanisme pasar.
2.4 Pendekatan Agar Penduduk Miskin Benar-Benar Menerima Manfaat Dari Pengeluaran Publik Untuk Kesehatan Di banyak negara sedang berkembang, pemerintah memegany peran
penting
dalam
membiayai
dan
menyediakan
pelayanan
kesehatan. Alasannya adalah untuk menyediakan pelayanan kesehatan untuk semua penduduk terutama penduduk miskin dan kelompok penduduk yang rentan sehingga ketidakmerataan kesehatan antara penduduk miskin dan kaya berkurang. Masalahnya adalah bagairnana caranya agar penduduk miskin benar-benar menerima manfaat dari pengeluaran publik untuk kesehatan tersebut. Carr, 2004, menyampaikan beberapa pendekatan agar penduduk miskin lebih diuntungkan dari pengeluaran publik untuk kesehatan, ya!tu: (1) pendekatan sosial ekonomi (2) pendekatan pelayanan kesehatan
I socio-economic approaches;
I health-sen/ice approaches; (3)
I health-financing approaches; dan (4) pendekatan untuk pengukuran kemajuan I approaches for
pendekatan pembiayaan
k~sehatan
measuring progress. Pendekatan
sosial
ekonomi
berarti
melaksanakan
kebijakan
makroekonomi yang pro-growth dan pro-poor disertai investasi yang lebih
besar
ke
bidang
sosial
seperti
kesehatan,
dan
kegiatan
pembangunan pedesaan. Oleh karena pertumbuhan ekonomi sering mengakibatkan semakin lebarnya kesenjangan kesehatan, maka untuk mencegah
pengaruh
peningkatan
pendapatan
terhadap
ketidakmerataan dibutuhkan kebijakan sosial yang kuat di bidang pendidikan, kesehatan, dan gizi sebagai counterbalance. Pendekatan pelayanan kesehatan berarti upaya yang khusus dilaksanakan di sektor kesehatan, antara lain: ( 1) melaksanakan strategi direct dan characteristic targeting dalam menentukan sasaran program
kesehatan;
(2)
meloksanakcn
pemelihara~n
kesehatan
25
dasar/esensial; (3) meningkatkan ketersediacm pelayanan kesehatan; (4)
memperbaiki
kualitas
pelayanan
kesehatan;
(5)
membangun
kerjasama pemerintah-swasta dalam meningkatkan jangkauan dan cakupan pelayanan kesehatan;
dan (6) memobilisasi
sumb~rdaya
masyarakat. Pendekatan adalah
ketiga
pcndekatan
agar penduduk miskin
pembiayaan
kesehatan.
lebih
diuntungkan
Sistem
pembic:::yaan
kesehatan merupakan salah satu faktor yang memegang pF.ianan penting dalam menent11kan apakah penduduk miskin dapat mengakses pelayanan
kesehatan.
penduduk yang
Pembiayaan
juga
dapat
mempenga1uhi
beresiko terhadap kemiskinan jatuh lebih
dalam
kepada kemiskinan sebagai akibat biaya pemeliharaan kesehatan. Bentuk-bentuk pendekatan pembiayaan kesehatan antara lain: (1) subsidi gratis ke sarana pelayanan pemerintah; (2) subsidi ke provider swasta/NGO; (3) pre-payment melalui pajak dan asuransi; dan (4) pembiayaan pe!ayanan kesehatan oleh masyarakat. Pada akhirnya sebuah pengukuran dibutuhkan untuk meyakinkan bahwa benefit yang lebih besar dari program pelayanan kesehatan mengalir kepada penduduk miskin. Suatu rrogram disebut sukses jika ketidakmerataan menurun.
Oleh
kesehatan sebab
itu,
dari
segi
sosial
ekonomi
semakin
d!butuhkan
suatu
pendekatan
untuk
mengukur kemajuan program. "Adam Wagstaff's achievement index'' merupakan suatu
solusi
untuk program evaluasi,
dimana
sudah
menghitung dua hal yaitu rata-rata status kesehatan penduduk miskin dan kaya serta ketidakmerataan diantara keduanya. Berdasarkan studi yang dilakukan WHO, sebagian besar tujuan kebijakan kesehatan nasional di suatu negara dan kebijakan kesehatan internasional seperti MDG tidak mencantumkan secara explisit tentang ketidakmerataan kesehatan
antar-a
penduduk
miskin
dan
kaya
tersebut,
hanya
perbaikan kesehatan secara umum. Dalam jangka panjang, penelitian menunjukkan bahwa broadbased policy approach adalah pendekatan yang paling baik dc::lam mengatasi
ketidakmerataan
kesehatan
di
negara
berkembang.
26
Sedangkan dalam jangka pendek, pendekatan pelayanan kesehatan memberikan manfaat lebih !Jesar bugi penduduk miskin daripada ekonom1
sosial
pendekatan
menjalankan
secara
luas.
Program-
program dengan pendekatan multiple targeting atau metode targeting gabungan lebih efektif dan memberikan manfaat lebih banyak kepada penduduk miskin. Suatu
slstem
pembiayaan
yang
p:o
penduduk
miskin
lebih
menek;:;!nkan pada sistem prepayment melalui pajak dan asuransi karena pada umumnya orang sulit menduga penyakit apa yang akan dialaminya dimasa yang akan datang, juga tldak tahu kesehatan
pelayanan
apa
yang
sebetulnya
ia
komoditi
butuhkan,
kapan
dibutuhkannya, dan berapa biayanya. Ketidakpastian (uncertainty) ini bersama-sama
menjadi dorongan agar orang secara
menghadapi
resiko sakit tersebut dalam suatu sistem asuransi.
2.5 Beberapa Studi Yang Relevan Di beberapa negara, pemerintah telah berhasil melaksanakan program pelayanan kesehatan bagi penduduk miskin secara efel
rnenggunakan
yang
pendekatan
sesuai
dengan
kondisi
setempat. Carr, 2004 menyampaikan bahwa kerjasama pemerintah dan NGO di
India
dalam
melaksanakan
pelayanan
kesehatan
untuk
penduduk miskin dan kelompok rentan telah berhasil baik. Hal itu karena NGO bekerja lebih dekat ke penduduk miskin, lebih flexible dan akuntabel dibandingkan pengelolaan secara terpusat oleh pemerintah. Salah satu NGO di Bangladesh bernama BRAC merupakan provider utama kesehatan dan telah melayani lebih dari 2 juta keluarga sebagai anggota. Di Ghana, NGO 'mission' menjangkau sekitar 30°/o penduduk miskin di perdesaan yang membutuhkan pelayanan kesehatan dan pemerintah Bolivia,
menyediakan
NGO
Prosaiud
bantuan
gaji
menyediakan
tenaga
pelayanan
kesehatannya. kesehatan
Di
yang
bermutu tinggi untuk penduduk berpendapatan rendah. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa unit cost Prosalut lebih rendah daripada klinik
27
kesehatan pemerintah, staf dan operasionalnya lebih efisien, dan service area-nya lebih luas.
Dalam hal memobilisasi sumber daya lokal, di district Gadchiroli India, SEARCH (NGO) berhasil membangun suatu program 'homebased newborn health care'. NGO tersebut melatih tenaga kesehatan
lokal dan dukun bayi tentang cara peiayanan kesehatan bayi baru lahir, seperti
penang:::~nan
bayi, memonitor gizi dan suhu bayi, dan
bagaimana mengenali dan menangani infeksi pada bayi. Selain itu, dukun bayi diberi peralata11 dan petunjuk agar proses kelahiran berlangsung bersih dan bebas infeksi, tablet gizi, antibiotik, obat2an lain, serta tas penghangat yang berfungsi sebagai inkubator. Hasilnya, angka kematian bayi di bulan pertama kelahirannya menurun sampai
62°/o. Selain itu neonatal mortality rate turun menjadi 25 kematian per 1000 kelahiran hidup pada akhir tahun ke-3. Angka tersebut jauh lebih rendah dibandingkan di desa yang tidak ada program tersebut yaitu sekitar 50-65.
28
III. GAMBARAN UMUM PELAKSANAAN PROGRAM PELAYANAN KESEHATAN PENDUDUK MISKIN DI JAKARTA TIMUR 3.1 Review Pelayanan Kesehatan Bagi Penduduk Setelah Krisis Ekonomi Tahun 1997 - Sekarang
Miskin
Indonesia mengalami krisis ekonomi pada pertengahan tahun 1997. Dalam rangka menanggulangi ddrnpak krisis ekonomi tersebut Pemerintah telah
melakukan strategi penyelamatan (rescue) dan
pemulihan (recovery) melalui program Jaring Pengaman Sosial (JPS). Krisis ekonomi juga telah mengakibatkan dc::mpak buruk terhadap status kesehatan dan gizi masyarakat, terutama keluarga miskin. Dalam rangka memelihara dan meningkatkan status kesehatan dan gizi keluarga miskin yang jumlahnya meningkat secara tajam, sejak tahun 1998 Pemerintah telah meluncurkan Program Jaring Pengaman Sosial Bidang Kesehatan (JPS-BK). Pelaksanaan pelayanan kesehatan penduduk miskin di Kotamadya Jakarta
Timur
tidak
bisa
dilepaskan
dari
kebijakan
Pemerintah
tersebut. Seperti daerah lainnya di Indonesia, mulai tahun 1998 pelayanan
kesehatan
bagi
penduduk
miskin
di
Jakarta
Timur
dilaksanakan melalui Program Jaring Pengaman Sosial Bidang Kesehatan (JPS-BK). Program tersebut secara umum bertujuan
untuk mempertahankan dan meningkatkan derajat kesehatan serta status gizi keluarga miskin. Sedangkan secara khusus bertujuan: (1) memberikan pelayanan kesehatan dasar dan rujukannya bagi keluarga miskin; (2) memberikan pelayanan kebidanan dasar dan rujukannya bagi keluarga miskin; dan (3) memberikan pelayanan perbaikan gizi bagi ibu hamil/nifas KEK dan bayi/anak umur 6-59 bulan dari keluarga miskin; ( 4) meningkatkan upaya pemberantasan penyakit menular; (5) memantapkan sistem kewaspadaan pangan dan gizi (SKPG) dalam rangka menunjang gerakan penanggulangan masalah pangan dan gizi; (6)
meningkatkan
fungsi
dan
kinerja
Posyandu;
dan
(7)
mengembangkan JPKM. Program JPS-BK ini lebih difokuskan pada upaya pelayanan dasar. di puskesmas (Pedoman Pelaksanaan Program
29
JPS-BK, Tahun 1999).
Krisis ekonomi juga
mengakibatkan
beban
anggaran negara
meningkat. Oleh karena itu melalui UU No. 25 Tahun 2000 tentang Propenas Tahun 2000-2004, disepakati agar subsidi energi dikurangi secara bertahap hingga pada akhir tahun 2004 tidak ada lagi subsidi energi, termasuk subsidi BBM, sehingga dana subsidi tersebut dapat dipergunakan untuk membangun kesejahteraan rakyat secara lebih tepat.
Beban
masyarakat yang
belum
seluruhnya tertanggulangi
dengan program JPS-BK terancam meningkat dengan mP.ningkatnya harga-harga akibat pengurangan subsidi BBM tersebut. Dalam rangka menanggulangi dampak dari pengurangan subsidi tersebut pada aspek kesehatan, mulai tahun 2001 Pemerintah melaksanakan Program
Penanggulangan Dampak Pengurangan Subsidi Energi Bidang Kesehatan (PD-PSE Bidkes). Program ini bertujuan membantu masyarakat miskin yang terkena dampak langsung atas kebijakan pengurangan subsidi BBM. Melalui program PD-PSE Bidkes, keluarga miskin yang memerlukan pengobatan/perawatan selain dapat dilayani bebas biaya di puskesmas, juga dapat dilayanijdirawat di RS. Selain itu dilakukan penyediaan obat bagi keluarga miskin dan pengadaan vaksin Hepatitis B bagi bayi dari keluarga miskin. Mulai tahun menjadi
2002
program
PD-PSE Bidkes
berganti
nama
Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan
Bakar Minyak Bidang Kesehatan (PKPS-BBM Bidkes). Dengan PKPS-BBM Bidkes, Pemerintah mengalihkan biaya subsidi BBM menjadi biaya
untuk
melayani
keluarga
miskin
agar
tetap
terpelihara
kesehatannya, bahkan ditingkatkan derajat kesehatannya melalui: (1) pelayanan
kesehatan
di
puskesmas
dan
jaringannya,
termasuk
pelayanan kebidanan, pelayanan KB dan rujukannya; (2) pelayanan di RS,
BP4,
pelayanan
dan
BKMM;
kesehatan
(3) di
penyediaan
puskesmas
dan
obat
untuk
mendukung
jaringannya,
dan
( 4)
penyediaan vaksin dan pemberian imunisasi Hepatitis B. Pada tahun 2003, dengan berakhirnya program JPS-BK, maka pelayanan kesehatan dasar di puskesmas dan pelay ..man rujukan
30
kesehatan bagi gakin disatukan dalam program PKPS-BBM Bidkes. Program PKPS-BBM Bidkes tahun 2003 dilaksanakan dengan 2 model, yakni yang berpola jaring pengaman sosial di sebagian besar daerah dan model Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Keluarga Miskin (JPK
Gakin) di beberapa lokasi. Ujl coba model JPK Gakin dilaksanakan untuk
menjaga
membangkitkan
kecukupan peran
se:ta
dan
kesinambungan
pemerintah
daer~h
dana
(Pemda)
dan datam
pelayanan kesehatan gakin. Kotamadya Jakarta Timur termasuk salah satu daerah yang melaksanakan pelayanan kesehatan gakin dengan model JPK Gakin semenjak tahun 2003. Perbedaan pokok JPK Gakin dengan model jaring pengaman sosial adalah:
(1)
Penerapan jaminan
kesehatan
gakin
yang
disubsidi
pemerintah guna memperoleh paket yankes standar; (2) Adanya kontribusi
dana
daerah
yang
diperuntukkan
bagi
peningkatan
kesehatan gakin; (3) Adanya pengelola yang bertanggungjawab atas administrasi dan manajemen JPK-Gakin; dan (4) Pembayaran kepada RS
dan
puskesmas
berdasarkan
data
berdasarkan
gakin
yang
pada
telah
perhitungan
diverifikas!,
kapitasi
dengan
cara
pernbayaran yang disepakati bersama. Sebagai
wujud
tanggung
jawab
dan
komitmen
Pemerintah
Propinsi DKI Jakarta terhadap masyarakat miskin, pada tahun 2004 jaminan pemeiiharaan keluarga miskin (JPK Gakin) menjadi salah satu program prioritas yang dituangkan dalam Rencana Strategis (Renstra) Dinas Kesehatan Propinsi DKI Jakarta .dan masuk di dalam Rencana Pembangunan Tahunan Daerah (Repetada) Propinsi DKI Jakarta Tahun 2004. Sumber pembiayaan untuk pelaksanaan sistem JPK Gakin tersebut selain berasal dari APBN melalui program PKPS-BBM juga dari APBD Propinsi DKI Jakarta. Rencananya uji coba program JPK Gakin di Propinsi DKI Jakarta akan dilanjutkan sampai tahun 2005. Sistem
JPK
Gakin
di
DKI
Jakarta
dilaksanakan
dengan
menggunakan seluruh puskesmas kecamatan, puskesmas kelurahan, dan semua RS yang ada
di Propinsi DKI Jakarta sebagai jejaring
pemberi pelayanan kesehatan (PPK). Jaminan pemeliharaan kesehatan
31
yang diberikan meliputi rawat jalan tingkat pertama (dokter umum dan dokter g:gi), rawat jalan tingkat lanjut (dokter spesialis), rawat inap termasuk operasi, persalinan, dan pelayanan ambulan 118 (Dinas Kesehatan Propinsi DKI Jakarta, Juklak - Jukn!s JPK Gakin Tahun
2004).
3,2 Kebijakan Dalam penentuan
Penent~Jan
program kriteria
Keluarga Miskin (targeting the poor)
JPS-BK,
pada
keluarga
awal
miskin
perencanaan
berdasarkan
program
kriteria
yang
· dikeluarkan oleh BKKBN (yaitu keluarga prd-sejahtera dan KS-1). Hanya saja pada tahap operasional di lapangan data BKKBN tersebut divalidasi/dimutakhirkan oleh Tim Desa yang terdiri dari : pamong desa, PLKB, Bldan di Desa (atau petugas puskcsmas yang ditunjuk) dan unsur masyarakat yang terdiri dari tokoh
masyarakat, Tim
Penggerak PKK, dan lembaga swadaya masyarakat (LSM). Dalam Pemutakhiran daftar :<eluarga m!skin !ni Tim Desa dapat menggunakan kriteria antara lain: (1) keiuarga tidak bisa makan 2 kali sehari; (2) keluarga tidak mampu rnengobatkan anak/anggota keluarga yang sakit kc pelayanan kesehatan;
(3) kepala keluarga terkena PHK
massal; dan ( 4) pad a keluarga terdapat anak yang 'drop-out' sekolah karena
masalah
ekonomi.
ditetapkan/disahkan disampaikan
ke
oleh
'Data
Kepala
puskesmas.
hasil
validasi
Desa/Lurah, Data
sasaran
Tim
untuk
Desa
kemudian
yang
sudah
direkapitulasikan oleh puskesmas dikirimkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Selanjutnya
data
sasaran
tersebut
ditetapkan
sebagai dasar penetapan alokasi dana untuk setiap puskesmas dan bidan di desa (Pedoman Pelaksanaan Program JPS-BK, Tahun 1999). Secara umum sasaran Program PD-PSE Bidkes, PKPS-BBM Bidkes, dan JPK Gakin adalah keluarga miskin. Keluarga miskin yang dimaksud adalah
keluarga
yang
ditetapkan
oleh
Pemerintah
Daerah
Kabupaten/Kota melalui Tim Koordinasi Kabupaten/Kota (TKK) dengan melibatkan Tim Desa dalam mengidentifikasi nama dan alamat gakin secara tepat, sesuai dengan kriteria gakin yang disepakati. Tim Desa
32
adalah tim yang dibentuk o!eh Kepala Desa/Lurah, yang anggotanya sama dengan tim dGsa pada program JPS-BK. Kepesertaan dalam program PKPS-BBM dan JPK Gakin di Propinsi DKI Jakarta diatur dengan Instruksi Gubernur DKI Jakarta No. 271 Tahun 2002 tentang penggunaan data kemiskinan di lingkungan pemerintah Propinsi DKI Jakarta. Syarat-syarat kepesertaan tersebut adalah : (1) keluarga miskin yang nama-namanya tercantum dalam data kemiskinan BPS Propinsi DKI Jakarta; (2) pemegang kartu sehat dan surat keterangan tidak mampu (SKTM) yang telah diusulkan dan diverifikasi o!eh Tim Kelurahan; (3) warga DKI Jakarta yang memi!iki KTP DKI Jakarta; dan (4) penghuni panti sosial dan rumah singgah anak terlantar/anak jalanan yang dinilai miskin dan diusulkan oleh Dinas Bintal Kesos Propinsi DKI Jakarta (Juklak - Juknis JPK Gakin Tahun 2004).
Menurut
BPS
Propinsi
DKI
Jakarta,
suatu
rumahtangga
dikategorikan sebagai rumah tangga miskin apabila memiliki minimal 3 variabel dari 7 variabel kemiskinan rumah tangga, yaitu : (1) luas lantai hunian kurang dar! 8 m2 per anggota rumah tangga; (2) jenis lantai hunian sebagian besar tanah atau lainnya; (3) fasilitas Clir bersih tidak ada; (4) fasilitas jamban/WC tidak ada; (5) konsumsi lauk-pauk dalam seminggu tidak bervariasi; (6) kemampuan membeli pakaian minimal 1 (sat_u) stel setahun untuk setiap anggota rumah tangga tidak ada; dan (7) kepemilikan aset (kursi tamu) tidak tersedia. Data perkembangan jumlah rumah tangga miskin di Kotamadya Jakarta Timur tahun 2000 - 2003 menunjukkan kecenderung yang menurun
(Tabel
3).
Penurunan
ini
disebabkan
membaiknya
kesejahteraan mereka, seperti sudah mendapat pekerjaan (baru), pendapatan/penghasilan meningkat sehingga bisa memiliki jamban sendiri, atau bisa membeli pakaian untuk seluruh anggota rumah tangga. Selain itu penurunan tersebut juga disebabkan banyak rumah tangga miskin yang pindah tempat tinggal (kontrakan) ke daerah lain, tergusur karena menempati lahan ilegal, ataupun terkena musibah banjir, kebakaran, dan lain sebagainya.
33
· Tabel 3. Jumlah Rumah Tangga Miskin Menurut Kotamadya di Propinsi DKI Jakarta Tahun 2002 Tahun 2003 Kotamadya Tahun 2000 568 539 Kepulauan I 11.573 9.517 6.370 Seribu 17.291 16.004 Jakarta Selatan 15.023 12.121 9.621 Jakarta Timur 11.608 22.803 17.079 Jakarta Pusat 16.044 Jakarta Barat 37.886 30.260 31.377 Jakarta Utara DKI Ji=!kart;:! 101.674 83.049 80.961 Sumber : BPS Propinsi DKI Jakarta, 2000, 2002-2003
34
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini secara berurutan disampaikan hasil-hasil studi yang berkaitan dengan: (1) efektifitas program bantuan pelayanan kesehatan di puskesmas/RS bagi keluarga miskin; dan (2) regresi secara
keseluruhan
pemanfaatan
terhadap
program.
Hasil
faktor-faktor pengoiahan
yang
mempengaruhi
data tentang
efektifitas
program dan faktor-faktor yang mempengaruhi gakin memanfaatkan program disampaikan pada lampiran.
4.1 Efektifitas Program Efektifitas program bantuan pelayanan kesehatan bagi keluarga miskin (gakin) dapat dilihat antara lain dari: (1) apakah program sudah mencakup semua gakin yang ada; (2) apakah program benarbenar jatuh kepada target yang tepat, daiam hal ini gakin; (3) apakah gakin memanfaatkan bantuan tersebut secara optimal, artinya jika sa kit selalu berobat ke puskesmas
I RS yang ditunjuk; dan ( 4) apakah
gakin yang memanfaatkan bantuan tersebut benar-benar dibebaskan dari biaya. Seperti telah dijelaskan pada bab terdahulu, agar gakin dapat memperoleh bantuari pelayanan kesehatan maka pada awalnya gakin tersebut sudah harus mempunyai kartu sehat atau sejenisnya. Hasil pengolahan data Susenas 2002 menunjukkan bahwa jumlah rumah tangga miskin yang mempunyai kartu sehat untuk memperoleh Program Bantuan Pelayanan Kesehatan Pemerintah DKI Jakarta di Kotamadya Jakarta Timur hanya 18,52 persen, sedikit lebih tinggi dari rata-rata DKI Jakarta sekitar 15,66 persen. Artinya, sekitar 81.48 persen lagi rumah tangga miskin di Kotamadya Jakarta Timur belum mempunyai kartu sehat atau sejenisnya yang memungkinkan mereka dapat mengakses bantuan pelayanan kesehatan tersebut. Dilain pihak, terdapat sekitar 7,15
persen
rumah
tangga
tidak
miskin
yang
mempunyai kartu sehat, hampir sama dengan rata-rata DKI Jakarta yaitu 7,42 persen (Tabel 4).
35
Tabel 4. Jumlah RT Miskin dan RT Tidak Miskin Yang Mempunyai Kartu Sehat (Persen) Kotamadya
Rumah Tangga Miskin Dapat Tdk Dapat Jaktim 18.52 81.48 96.47 Jakbar 3.13 Jakut 13.34 86.66 Jaksel 30.96 69.04 Jakpus 7.41 92.59 DKI Jakarta 15.66 84.34 Sumber : Susenas KOR 2002
I
Rumah Tangga Tdk Miskin Dapat Tdk Dapat
7.15 7.01 6.24 10.39 5.34 7.42
92.85 92.99 93.76 89.61 94.66 92.58
Dari 18,52 persen rumah tangga miskin di Jakarta Timur yang mempunyai kartu sehat tersebut, hanya 40 persen saja yang pernah menggunakannya untuk mendapat bantuan pelayanan kesehatan di puskesmas
I RS, sedangkan
60 persen lagi tidak pernah. Angka
pemanfaatan di Kotamadya Jaktim tersebut jauh dibawah rata-rata DKI Jakarta sekitar 70,05 persen dan paling rendah dibandir.g delerah lain di DKI Jakarta. Disisi iain, 65,88 pe:sen dari 7,15 persen rumah tangga tidak miskin yang punya kartu sehat memanfaatkan kartunya untuk mendapat bantuan pelayanan kesehatan di puskesmas
I RS
(Tabel 5). Tabel 5. Jumlah RT Miskin. dan RT Tidak Miskin Yang Mempunyai Kartu Sehat dan Pernah Digunakan (Persen) Kotamadya
Rumah Tangga Miskin Pernah
Jaktim 40.00 Jakbar 100.00 Jakut 75.00 Jaksel 76.94 Jakpus 100.00 DKI Jakarta 70.05 Sumber : Susenas KOR 2002
Tdk Pernah 60.00 0.00 25.00 23.06 0.00 29.95
I
Rumah 1 angga Tdk Miskin Pernah Tdk Pernah 65.88 34.12 68.67 31.33 68.92 31.08 59.83 40.17 82".26 17.74 66.48 33.52
Akan tetapi, terdapat sisi baik pelaksanaan program bantuan pelayanan kesehatan di Jakarta Timur yaitu semua gakin yang pernah
36
menggunakan
kartu
sehat
untuk
berobat
ke
puskesmas
I
RS
semuanya tidak membayi:lr. Hal ini tidak terjCidi di daerah lainnya di DKI Jakarta sebab sebagian besar gakm yang berobat ke puskesmas
I
RS masih dipungut bayaran (Tabel 6). Tabel 6. Jumlah RT Miskin dan RT Tidak Miskin YangMempunyai Kartu Sehat! Pernah Digunakan, dan Membayar (Persen) Kotamadya
II
I
Rumah Tangga Miskin
II
Bayar
Tdk Bayar
0.00 100.00 Jaktim Jakbar 100.00 0.00 25.00 75.00 Jakut Jaksel 61.57 38.43 Jakpus 25.00 75.00 60.27 DKI Jakarta 39.73 Sumber : Susenas KOR 2002
--
Rumah Tangga Tdk Miskin Bayar Tdk Bayar
37.65
62.35
42.17 29.74 20.49 38.71 32.64
57.83 70.26 79.51 61.29 67.36
I
Dari uraian di atas terlihat bahwa progrc::m bantuan pelayanan kesehatan untuk rumah tangga miskin di Kotamadya Jakarta Tlmur kurang
efektif.
Hal
ini
dapat
dilihat
dari
cakupan
gakin
yang
mempunyai kartu sehat rendah, sebagian keiuarga tidak miskin juga mendapat kartu sehat, dan pemanfaatan kartu sehat oleh gakin tersebut untuk berobat ke puskesmas
I
RS juga rendah.
Berdasarkan pengamatan dan wawancara di lapangan, rendahnya cakupan rumah tangga miskin yang mendapat kartu sehat tersebut antara lain disebabkan oleh : (1) kurang tepatnya penghitungan jumlah gakin oleh BPS; dan (2) validasi dan pemutakhiran data oleh Tim DesaiKelurahan di lapangan kurang berjalan sehingga tugas tersebut terpaksa dilakukan oleh tenaga puskesmaslkader. Padahal dari
segi
mempunyai
ketersediaan komitmen
dana, yang
Pemerintah sangat
tinggi
Propinsi
DKI
terhadap
Jakarta
pelayamm
kesehatan gakin, terbukti dari dicantumkannya program tersebut dalam Renstra Dinas Kesehatan dan Repetada Propinsi DKI Jakarta. Artinya, pembiayaan program pelayanan kesehatan gakin tersebut selain berasal dari dana APBN juga dijamin oleh APBD Propinsi DKI
37
karena
Jakarta
Propinsi
DKI
Jakarta
daerah
termasuk
dengan
kemampuan fiskal tinggi. Kurang tepatnya penghitungan jumlah gakin oleh BPS terbukti dari hasil verifikasi gakin di lapangan oleh tenaga kesehatan dimana hanya sekitar 30 persen gakin yang dapat ditemukan dari keseluruhan jumlah gakin yang ditetapkan BPS. Hal ini antara lain karena : (1) perbedaan dasar perhitungan antara BPS dan program, dimana
BPS
menggunakan dasar perhitungan rumah tangga miskin sedangkan program adalah keluarga miskin, satu rumah tangga miskin bisa terdiri dari lebih satu keluarga miskin; dan (2) pendataan BPS menggunakan metoda sampel sehingga hasilnya adalah suatu perkiraan, padahal untuk program pelayanan kesehatan gakin dibutuhkan pendataan langsung/survey
sehingga
hasilnya
lebih
akurat.
tepatnya
Tidak
perhitungan data gakin tersebut diperparah oleh karakteristik gakin yang suka berpindah-pindah, sehingga bisa saja terjadi pada saat pendataan awal untuk keperluan perencanaan gakin tersebut ada tetapi saat pelaksanaan program mereka sudah pindah. Validasi dan pemutakhiran data oleh Tim Desa/Kelurahan di berjalan.
kurang
lapangan
Untuk
kelancaran
pelaksanaan
dan
pencapaian target program, verifikasi gakin tersebut lebih banyak dilakukan oleh petugas dari puskesmas dengan dibantu kader. Namun demikian, karena penentuan gakin dengan menggunakan kriteria BPS kurang dapat diterapkan dilapangan oleh tenaga puskesmas dan kader m_aka kemungkinan masuknya unsur subyektifitas sangat besar. Oleh sebab
untuk
itu
operasional
keperluan
tertentu
verifikasi
data
gakin
yang
tentang
perlu
dibuat
gampang
kriteria
diterapkan
dilapangan. Rendahnya pemanfaatan kartu sehat untuk memperoleh program bantuan
pelayanan
kesehatan
oleh
gakin
diantaranya
karena
terbatasnya jam buka puskesmas, rata-rata antara jam 9 pagi sampai 12 siang. Apabila gakin sakit diluar jam tersebut dan membutuhkan pelayanan segera ( contoh diare) mereka terpaksa pergi ke klinik swasta yang ja::1 bukanya lebih panjang.
38
4.2
Regresi Secara Keseluruhan Terhadap Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Gakin Memanfaatkan Program Pelayanan Kesehatar. di Puskesmas I RS.
4.2.1 Karakteristik Responden Gakin. Jika dilihat dari sisi faktor-faktor yang mempengaruhlnya memanfaatkan program, maka karakteristik responden gakin adalah sebagai berikut (Tabel 7). Tabel 7.
Karakteristik Responden Gakin
Varia bel 1. Tingkat Pendidikan : - SD (1-6 tahun) - SMP (7-9 tahun) -SMA (10-13 tahun) 2. Jenis Pelayanan : - Sangat Sesuai - Sesuai - Tidak Sesuai 3. Kecepatan Administrasi : - Sangat Cepat - Cepat I - Tidak Cepat 4. Keramahan dokter/perawat : - Sangat Ramah -Ramah - Tidak Ramah 5. Kehadirar. dokter/perawat : - Selalu ditempat - Sesekali tdk ditempat 6. Informasi penyakit : - Sangat Jelas - Jelas - Tidak Jelas 7. Waktu tunggu mendapat pelayanan : - Sangat Cepat - Cepat -Lama 8. Jarak : - Dekat - Sedang - Jauh Jumlah
I
Persen
Jumi::Jh I
I I
35 22 5
56 36 8
4 55 3
6 89 5
19 31 12
31 50 19
I
2 57 ")
.J
-
I
I
3 92 5
S9 3
9.5 5
5 54 3
8 87 5
12 33 17
19 53 28
47 12 3 62
76 19 5 100
Sumber: Data Primer (diolah)
39
Hasil pengamatan di
menunjukkan bahwa proporsi
lapangan
terbesar tingkat pendid!kan responden gakin di puskesmas/RS adalah setaraf SD (56 persen), diikuti SMP (36 persen), dan paling sedikit Slv1A (8 persen). besar
Sebagian
(89
responden
persen)
jenis
mengatakan
pelayanan kesehatan yang rliberikan di puskesmas, termasuk obat, scsuai
dengan
penyakitnyd
sehingga
sembuh.
cepat
mereka
Sedangkan sisanya, 6 persen mengatakan sangat sesuai, dan 5 persen mengatakan tidak sesuai. Jika dilihat dari segi kepuasan responden atas kecepatan proses administrasi, urutan tertinggi menyatakan bahwa proses administrasi di puskesmas/RS berlangsung cepat (50 persen), diikuti sangat cepat (31 persen), dan terakhir tidak cepat (19 persen). Sekitar 92 persen responden
menyatakan dokter/perawat di
puskesmas/RS ramah, 5 persen menyatakan tidak ramat ., dan 3 persen menyatakan sangat ramah. Kehadiran
dokter/perawat
di
puskesmas/RS
tidak
menjadi
masalah di DKI Jakarta. Sebanyak 59 or21ng dari 62 responden (95 persen) yang mengatakan bahwa dokterjperawat selc:lu ada ditempat untuk memberikan
pelayanan.
Hanya
3 orang
(5 persen) yang
mengatakan dokter/perawat sesekali tidak ditempat. Jumlah gakin yang memperoleh informasi sangat jelas mengenai penyakitnya dari puskesmas/RS sebanyak 8 persen, jelas 87 persen, dan tidak jelas 5 persen. Sebanyak
73
persen
responden
berpendapat waktu
tunggu
mendapatkan pelayanan di puskesmas/RS cepat, 24 persen tidak cepat, dan 3 persen sangat tidak cepat. Jumlah
responden
yang
rumahnya
tergolong
dekat
ke
puskesmas/RS sasaran adalah sekitar 76 persen, sebanyak 19 persen tergolong berjarak sedang, dan 5 persen lagi tergolong jauh.
40
4.2.2 Hasi! Regresi Logistik Untuk mencari faktor-faktor yang signifikan mempengaruhi gakin memanfaatkan program bantuan pelayanan kesehatan pemerintah digunakan Metode Regresi Logistik dengan bantuan Program SPSS. Dalam menganalisis hasil regresi logistik ada 5 jenis pengujian yang harus dipenuhi untuk dari
koefisien
rr~enilai
kebr!ikan model dan kebermaknaan
vanabei,
masing-masing
yaitu:
( 1) Uji
Koefisien
Regresi, pengujian ini digunakan untuk melihat apakah masingmasing
dependen.
Pengujian
dengan
dilakukan
variabel
mempengaruhi
signifikan
independen
variabel
Waltd
rnelihat
Test dan
Probability (P va:ue) untuk menentukan signifikansi variabel; (2) Uji
Kelayakan
ini digunakan
Model, pengujian
untuk menunjukkan
apakah ada perbedaan yc=mg nyata antara klasifikasi yang diprediksi dengan klasifikasi yang diamati. Pengujian ini menggunakan Hosmer Lemeshow Test; (3) Uji Keseluruhan Model, pengujian ini digunakan untuk menguji apakah semua variabel independen secara bersamasama
dapat
menerangkan
variabel
dependen.
Pengujian
ini
menggunakan Chi Square dari Omnibus Test of Model Coofisient; ( 4)
Koef:sien
Uji
pengujian
Determinasi,
ini
digunakan
untuk
mengetahui seberapa besar model menerangkan variabel dependen. Pengujian inl menggunakan Cox & Snell dan Nagelkerke R Square; dan (5) Uji Kemampuan Prediksi, pengujian ini untuk melihat sejauh mana
kemampuan
mengklasifikas ikan
model
prediksi responden
apakah
secara tergolong
tepat
dalam
memanfaatkan
program atau tidak.
a. Uji Koefisien Regresi Uji koefisien regresi dapat dilihat dari nilai wald dan signifikansi. Semakin tlnggi nilai wald dengan signifikansi lebih kecil dari tingkat a:fa tertentu maka variabe: independen tersebut signifikan dalam mempe:-tgaruhi variabel dependen.
41
Hasil uji koefisien regresi antara variabel terikat pemanfaatan program dengan 8 variabel bebas seperti telah diuraikan di atas dapat dilihat pada tabel berikut.
Hasil Uji Koefisien Regresi Delapan Faktor yang Mempengaruhi Keikutsertaan Gakin Dalam Program Pelayanan Kesehatan Pemerintah
Tabe! 8.
Koefisien (13)
Varia bel Keramahan dokter/perawat Informasi penyakit Kehadiran dokter/perawat Jenis pelayanan Tingkat pendidikan Kecepatan administrasi Jarak
Peluan g {P)
VARIABEL LABEL
Wald
Sig.
1,611
0,204
0 . 859
1,142
0,516
0,473
0.758
1,538
0,810
0,368
0.823
2,516
2,987
0,084
0.925
-0,467
0,590
0,442
0.385
-0,049
4,438
0,035
0.488
Kontinu
-0,635
3,940
!',047
0.346
Kontinu
-0,051
4,951
0,026
0.487
Kontinu
-5,640
3,430
0,064
0,004
-
1,805
I0
I
Waktu tunggu dpt Pelayanan Konstanta
I
1 0 1 0 1 0 1 0 1
= = = = = = = = = =
tidak ramah ramah tidak jelas jelas sesekali tdk ditempat selalu ditempat tidak sesuai sesuai s/d SD SD keatas
Taksiran persamaan regresi yang diperoleh : p Ln --------1- p
Dari
data
- 5,640- 0,467 Tk. Pendidikan -!- 2,516 Jenis Pclayanan - ·0,049 Kecepatan Administrasi + 1,805 Keramahan dr/perawat + 1,538 Kehadiran dr/perawat + 1,142 Inf. Penyakit - 0,051 Waktu Tunggu - 0,635 Jarak + £
=
di
atas
diperoleh
kesimpulan
bahwa
Variabel
keramahan dan kehadiran dokter/perawat, informasi penyakit, serta jenis pelayanan mempunyai hubungan yang positif dengan variabel pemanfaatan
program
oleh
gakin.
Artinya,
semakin
ramah
dokter/perawat, semakin dokter/perawat sering ditempat, semakin jelas informasi yang diterima gakin tentang penyakitnya, dan semakin sesuai jenis pelayanan dengan penyakit gakin maka semakin besar peluang gakin memanfaatkan program.
Sebaliknya variabel tingkat
pendidikan, waktu administrasi, waktu tunggu pelayanan, dan jarak tempat tinggal gakin ke puskesmas/RS mempunyai hubungan yang
42
I
negatif dengan variabel pemanfaatan program. Artinya semakin tingg! tingkat pendidikan KK gakin, semakin lama waktu tunggu mendapat pelayanan dan waktu untuk proses administrasi, serta semak!n jauh jarak tepat tinggal gakin dari puskesmas/RS maka semakin sedikit peluang gakin memanfaatkan program. Waktu tunggu mendapatkan pelayanan merupakan variabel yang paling signifikan dalam mempengaruhi ke!kutsertaan gakin dalam program pelayanan kesehatan pernerintah, dengan wald sebesar 4.951 dan tingkat signifikansi kurang dari 10 persen. Faktor-faktor lainnya yang
juga
signifikan
mempengaruhi
keikutsertaan
gakin
dalam
program pelayanan kesehatan pemerintah adalah variabel kecepatan proses
administrasi,
jarak
antara
tempat
tinggal
gakin
dengan
puskesmas/RS, dan kesesuaian jenis pelayanan dengan penyakit. Variabel-variabel tersebut juga memiliki nilai wald yang relatif besar (berturut-turut 4.438, 3. 940, dan 2. 987) dengan tingkat signifikansi yang kurang dari 10 persen, yaitu berturut-turut 0,035, 0,047, c!::;n 0,084. Jika dilihat dari sisi ekoncmi, tiga
dari empat faktor yang
signifikan tersebut (yaitu waktu tunggu mendapat pelayanan, waktu untuk proses administrasi, dan jarak antara tempat tinggal gakin dengan puskesmas/RS) mencerminkan bahwa secara tidak sengaja gakin
memakai
program
opportunity cost dalam
konsep
pelayanan
mempertirnbangkan
kesehatan.
waktu
yang
Hal
ini
dikorbankannya
memanfaatkan karena untuk
gakin mencari
nafkah dan mengurus rumah tangga jika untuk proses administrasi, menunggu
pelayanan,
dan
menempuh
jarak
yang
jauh
ke
puskesmas/RS membutuhkan banyak waktu. Dari kedelapan variabel yang dilakukan analisa, terdapat empat variabel yang tidak signifikan
mempengaruhi keikutsertaan
gakin
dalam program pelayanan kesehatan pemerintah karena memiliki nilai wald yang kecil dan tingkat signifikansi di atas 10 persen. Variabel tersebut informasi
adalah
tingkat
penyakit,
dan
pendidikan, kehadiran
keramahan
dokter/perawat,
dokter/perawat.
Hal
ini
43
mencerminkan bahwa dalam mengambil suatu keputusan gakin lebih mempertimbangkan faktor-faktor yang berhubungan dengan ekonomi dibandingkan faktor-faktor non ekonomi: termasuk keputusan untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan. Jika
keempat
variabel
yang
tidak
signifikan
mempengaruhi
keikutsertaan gakin dalam program pe!ayanan kesehatan tersebut dikeluarkan dari model, maka kalau dilakukan pengolahan data ulang antara
variabel
terikat dengan
4
variabel
yang
signifikan
akan
diperoleh hasil uji koefisien regresi sebagai berikut. Hasil Uji Koefisien Regresi Empat Faktor yang Mempengaruhi Keikutsertaan Gakin Daiam Program Pelayanan Kesehatan Pemerintah
Tabel 9.
Varia bel Jenis pelayanan Kecepatan administrasi Jarak Waktu tunggu dpt Pelayanan Konstanta
Koefisien (13)
Peiuan g (P)
VARIABEL LABEL
Wald
Sig.
2,041
2,355
0,125
0.885
0 1
-0,042
4,497
0,034
0.490
Kontinu
-0,683
3,994
0,046
0.336
Kontinu
-0,041
3,118
0,077
0.490
Kontinu
-0,583
0,163
0,686
0,358
-
= tidak sesuai = sesuai
Taksiran persamaan regresi yang diperoleh :
p Ln -------1 - p
- 0,583 + 2,041 Jenis Pelayanan - 0,042 Kecepatan Administrasi - 0,041 Waktu Tunggu - 0,683 Jarak + E
Hasil uji koefisien regresi di atas menunjukkan tiga dari empat variabel
bebas
memanfaatkan
yang program
diuji
signifikan
pelayanan
mempengaruhi
kesehatan,
yaitu
gakin
kecepatan
administrasi, jarak, dan waktu tunggu gakin mendapatkan pelayanan. Variabel-variabel tersebut mempunyai nilai wald yang relatif tinggi dan nilai signifikansi yang kurang dari 10 persen. Variabel jenis pelayanan mernpunyai nilai wald paling kecil dan niiai signifikansi lebih besar dari
44
10
persen
sehingga
tidak
signiflkan
rnempengaruhi
gakin
memanfaatkan program pelayanan kesehatan pemerintah. Jika variabel jenis peiayanan yang tidak signifikan mempengaruhi gakin memanfaatkan program pelayanan kesehatan pemerintah juga dikeluarkan dari model dan dilakukan pengolahan data ulang, maka didapat hasil sebagai berikut. Tabel 10.
Hasil Uji Koefisien Regresi Tiga Fai
Varia bel Kecepatan adniinistrasi
Koefisien (13)
Wald
Sig.
Peluan g (P)
VARIABEL LABEL
-0,039
4,i88
0,041
0.490
Kontinu
Jarak
-0,611
3,442
0,064
0.352
Kontinu
Waktu tunggu pelayanan
-0;040
3,042
0,081
0.490
Kontinu
-1,189
2,272
0,101
0,233
-
Konstanta
Taksiran persamaan regresi yang diperoleh :
p Ln
---------= 1- p
1,189 - 0,039 Kecepatan Administrasi - 0,040 Waktu Tunggu - 0,611 Jarak +
E
Diiihat dari nilai wald yang tinggi dan nilai signifikansi lebih kecil dari 10 persen; semua variabel (kecepatan administrasi, jarak, dan waktu tunggu pelayanan) pada model ini mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pemanfaatan program oleh gakin. merupakan model terbaik, dimana semua variabel
Model ini
bebas secara
bersama-sama mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel tidak bebas pada tingkat 6 = 0,1.
p Nilai konstanta -1,189, artinya : In --------- = -1,189 pad a 1 - p saat semua variabel berharga 0, yaitu pada saat variabel pelayanan administrasi lama, waktu tunggu mendapat pelayanan lama, dan jarak dari rumah responden ke Puskemas/RS jauh. Besarnya peluang = 0,233, attinya probabilitas gakin dengan karakteristik seperti tersebut
45
di atas untuk memanfaatkan bantuan pelayanan kesehatan adalah sebesar 23,3 persen. Slope
variabel
untuk
parameter =
-0,039.
Artinya:
mempunyai
administrasi
kecepatan semakin
lama proses administrasi
semakin kecil proporsi gakin yang memanfaatkan bantuan pelayanan kesehatan. Nilai peluang sebesar 0.490 artinya, peningkatan 1 (satu) satuan
untuk
waktu
proses
administrasi
akan
mengakibatkan
penurunan peluang gakin untuk memanfaatkan bantuan pelayanan kesehatan sebesar 0,490 kali. Slope untuk variabel jarak dari tempat tinggal gakin ke sarana kesehatan mempunyai parameter = -0,611. Artinya: semakin jauh jarak
antara
tempat
tinggal
gakin
dengan
sarana
kesehatan
pemerintah maka semakin sedikit jumlah gakin yang memanfaatkan bantuan pelayanan kesehatan. Nilai peluang sebesar 0.352 artlnya, peningkatan 1 (satu) satuan jarak antara tempat tinggal gakin dengan sarana kesehatan pemerintah akan mengakibatkan penurunan peluang gakin untuk memanfaatkan bantuan pelayanan kesehatan sebesar 0.352 kali. Slope untuk variabel waktu tunggu mendapatkan pelayanan mempunyai parameter= -0,040. Artinya: semakin lama waktu tunggu mendapat
pelayanan
maka
semakin
kecii
proporsi
yang
gakin
memanfaatkan bantuan pelayanan kesehatan. Ni!ai peluang sebesar 0.490 artinya, peningkatan 1 (satu) satuan waktu tunggu mendapat pelayanan
akan
mengakibatkan
penurunan
peluang
gakin
untuk
memanfaatkan bantuan pelayanan kesehatan sebesar 0.490 kali.
b. Uji Kelayakan Model (Model Terbaik) Dari tabel 11, terlihat bahwa hasil Uji Hosmer and Lemeshow Test menunjukkan angka signifikansi sebesar 0,355. Pada tingkat
a=
0,1,
angka singnifikansi tersebut berarti tidak ada perbedaan yang nyata antara klasifikasi yang diprediksi dengan klasifikasi yang diamati. Dengan demikian, model regresi logistik ini layak untuk digunakan sebagai alat analisis.
46
Tabel 11. Hosmer and Lemeshow Test Chi-square
Step
1
I
Sig.
df
8!
8,8491
0,355
b. Uji Keseluruhan Model (Model Terbaik) Uji
model
keseluruhan
dengan
Omnibus Test
hasil
melihat
menunjukkan ar,gka Chi Square yt::ng re!ative tinggi, yaitu sebesar
10.195, dan angka siginifikansi model 0,017. Hal ini berarti bahwa semua
variable
independent
variable
menerangkan
secara
dependent
pada
bersama-sama tingkat
6
=
dapat 0,1.
Uji
keseluruhan model ini dapat dilihat dari Tabel 12. Tabel 12. Omnibus Tests of Model Coefficients
I Step
Step
1 Block Model
Chisquare
I
Df
Sig.
I
10,195
3
0,017
10,195 10,195
3 3
0,017 0,017
c. Uji Koefisien Determinasi (Model Terbaik) Uji koefisien determinasi digunakan untuk melihat seberapa besar model mampu menerangkan variable dependent.
Tabel 13. Model Summary
Step
1
-2 Log Cox & Snell likelihood R Square 74,720 a I 0,152 I
Nagelkerk eR Square
0,203
Dari tabel 13 diketahui bahwa nilai Cox & Snell R Square sebesar
0,152 dan Nagelkerke R Square sebesar 0,203. Dengan mengambil nilai R2 dari Nagelkerke R Square, disadari bahwa model ini masih memiliki kekurangan karena berdasarkan uji koefisien determinasi
47
hanya memiliki R Square sebesar 20,3%. Artinya, ketiga faktor yang merupakan variable independent untuk mempengaruhi keikutsertaan gakin dalam program pelayanan kesehatan pemerintah, hanya mampu menjelaskan keikutsertaan gakin tersebut sebesar 20,3%. Sedangkan faktor lainnya tidak dijelaskan di dalam model. Hal ini dapat diperbaiki dengan menambahkan variabel lain ke dalam model.
e. Uji Kemampuan Prediksi {Model Terbaik) Berdasarkan tabel 14, model dapat mengklasifikasikan keluarga miskin ikut program pelayanan kesehatan secara tepat sebesar 82,9°/o dan keluarga miskin tidak ikut program pelayanan kesehatan sebesar
63,0%. Tabel 14. Klasifikasi Responden
I Klasifikasi Aktual Tidak Ikut Program Ikut Program Prosentase Total
Klasifikasi Prediksi dari Model Tidak Ikut Ikut Program Program
Prosentase Tepat
1
10
63,0
6i
29
82,9
17
74,2
I
Sebagai alat untuk melalsukan perencanaan kebijakan, model ini dapat
dikatakan
baik
karena
memiliki
ketepatan
klasifikasi
keikutsertaan keluarga miskin dalam pelayanan kesehatan pemerintah yang besar yaitu sebesar 74,2°/o sebagaimana terdapat pada tabel 11.
48
KESIMPULAN DAN SARAN
V.
5.1 Kesimpulan 1.
Program bantuan pelayanan kesehatan keluarga miskin di Jakarta Timur kurang efektif karena proses identifikasi dan penentuan keluarga miskin (targeting the poor) kurang baik. Hal ini disebabkan oleh: (a) Dari sisi BPS, penghitungan jumlah gakin kurang tepat karena dasar perhitungan BPS berbeda dengan program sehingga terjadi bias dan metode kurang
digunakan
yang
sampling
dalam
akurat
menggambarka n jumlah gakin yang sesungguhnya; (b) Dari sisi
Tim
Desa/Kelurahan ,
memvalidasij
untuk
tugas
memverifikasi data kurang dilaksanakan secara optimal; (c) Dari sisi gakin, suka berpindah-pind ah sehingga menyulitkan pendataan; dan (d) Dari sisi puskesmas, jam buka terbatas. 2.
Variabel keramahan dan kehadiran dokterjperawa t, informasi penyakit, serta jenis pelayanan mempunyai hubungan yang positif dengan variabel pemanfaatan program oleh gakin. semakin
dokter/perawa t,
ramah
sernakin
Artinya,
dokter/perawat sering ditempat, semakin jelas informasi yang
diterima gakin tentang
penyakitnya, dan semakin
sesuai jenis pelayanan dengan penyakit gakin maka semakin besar peluang gakin memanfaatkan program. variabel
tingkat
pendidikan,
pelayanan,
tunggu
dan
waktu
Sebaiiknya
administrasi,
jarak tempat tinggal
waktu
gakin
ke
puskesmas/RS mempunyai hubungan yang negatif dengan variabel
pemanfaatan
program.
Artinya
semakin
tlnggi
tingkat pendidikan KK gakin, semakin lama waktu tunggi.J mendapat pelayanan dan waktu untuk proses administrasi, serta
semakin
puskesmas/RS
jauh maka
jarak
tepat
semakin
tinggal
sedikit
gakin
peluang
dari gakin
memanfaatkan program. 3.
Faktor-faktor
yang
signifikan
mempengaruhi
gakin
49
memanfaatkan program bantuan pelayanan kesehatan di puskemas atau RS ada!ah faktor sisi suplai berupa kecepatan proses administrasi dan kecepatan waktu tunggu mendapat pelayanan, serta faktor sisi aksessibilitas berupa jarak antara tempat tinggal gakin dengan puskemas atau RS. Jika dilihat dari sisi ekonomi, ketiga faktor yang signifikan tersebut mencerminkan bahwa secara tidak sengaja gakin memakai konsep
opportunity cost dalam
program
karena
gakin
ini
Hal
kesehatan.
pelayanan
memanfaatkan
mempertimban gkan waktu yang dibutuhkan untuk proses administrasi, menunggu pelayanan, dan menempuh jarak yang jauh dengan banyak waktu yang dikorbankanny a untuk mencari nafkah dan mengurus rumah tangga. 4.
dan
Faktor-faktor keramahan
kehadiran
dokter/perawa t,
kejelasan informasi penyakit, serta jenis pelayanan yang tersedia di puskesmas/RS tidak signifikan mempengaruhi gakin memanfaatkan suatu
program
keputusan gakin
lebih
karena
dalam
mengambil
mempertimban gkan faktor-
faktor ekonomi dibandingkan faktor-faktor non ekonomi.
5.2 Saran
Dalam
rangka
meningkatkan
efektifitas
program
bantuan
pelayanan kesehatan gakin, perlu diupayakan hal-hal sebagai berikut: 1.
Menyempurnak an proses identifikasi dan penentuan keluarga miskin (targeting the poor), dengan cara: Mengevaluasi dikeluarkan
kembali oleh
BPS
kriteria
penentuan
Propinsi
DKI
gakin
yang
Jakarta
dan
memformulasik an kriteria yang lebih cocok dengan situasi dan kondisi penduduk DKI Jakarta. Sebelum
kriteria
tersebut digunakan secara luas perlu dilakukan uji coba untuk menilai efektifitasnya.
50
Pemda perlu menunjuk suatu instansi independen yang khusus
bertugas
dan
bertanggungjawab
menentukan
siapa gakin tersebut dan memverifikasi datanya secara rutin. Instansi tersebut bertugas secara berjenjang mulai tingkat RT, RW, kelurahan, sampai kotamadya. Hal ini menghindari kesan bahwa program bantuan pelayanan kesehatan gakin adalah program sektoral saja (yailu sektor kesehatan), sehingga yang terlibat hanya jCJjaran Dinas Kesehatan ke bawah termasuk dalam mendata gakin. Selain itu, untuk menjaga agar petugas kesehatan bisa berfungsi secara optimal sebagai penyedia pelayanan kesehatan (PPK). Dalam
melakukan
pendataan
gakin,
instansi
yang
bertugas sebaiknya melaksanakan pendataan langsung (bukan perkiraan atau sampling), dan menyelaraskan deng~n
cara perhitungannya
program untuk mencegah
terJadinya bias ( contoh: RT, KK, atau penduduk). Terdapat
beberapa
alternatif
untuk
meningkatkan
pelayanan puskesmas kepada Gakin, antara lain:
(a)
memperpanjang jam buka puskesmas; dan (b) jam buka puske:smas tetap,
tetapi
diadakan
kerjasama
dengan
klinik-klinik swasta setaraf puskesmas sebagai alternatif bagi Gakin untuk mendapatkan pelayanan jika ybs sakit dan butuh pelayanan pada saat puskesmas tutup. 2.
Waktu
tunggu
puskesmas/RS harus
cepat
dan
gakin waktu
(kurang
dari
mendapatkan
pelayanan
untuk proses 15
menit)
di
administrasinya
agar gakin
tidak
kehilangan waktunya untuk mencari nafkah dan mengurus rumah tangga. 3.
Ketersediaan
puskesmas
yang
tersebar
merata
(satu
puskesmas di setiap kelurahan) perlu dipertahankan dan ditingkatkan dan lokasinya harus mudah dijangkau oleh gakin. Hal ini supaya gakin dapat mengakses puskesmas
51
dengan mudah dan cepat. 4.
Sosialisasi kepada publik tentang substansi program, kriteria masyarakat
yang
berhak
mendapatkannyC:i,
prosedur
bagaimana mendapatkannya, serta mekanisme pengaduan masyarakat perlu lebih ditingkatkan. 5.
Pemberian reward dan punishment kepada RS, puskesmas, tenaga
kesehatan,
dan
instansi
!ain
yang
berhasil
melaksanakan program pelayanan kesehatan bagi Gakin dengan baik.
52
DAFTAR PUSTAKA
Bappenas (2003), Studi Kebijakan Perencanaan
dan Pembiayaan
Pelayanan Kesehatan Bagi Penduduk Miskin, Jakarta. Bappenas, BPS (2001), Towards a New Consensus : Democracy and Human
Development
in
Indonesia,
Indonesia
Human
Development Report, Jakarta. Carr, Dara (2004 ), Improving the Health of the World's Poorest People, Health Bulletin Number 1, Population Reference Bureau, 2000. Depkes
(2003),
Pedoman
Pelaksanaan
Program
Kompensasi
Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak Bidang Kesehatan (PKPS-BBM Bidkes). Depkes (1999), Pedoman Pelaksanaan Program Jarinq Pengaman Sosial Bidang Kesehatan (JPS-BK). Din as Kesehatan Propinsi DKI Jakarta (2004 ), Petunjuk Pelaksanaan dan
Petunjuk Teknis
(Juklak-Jukn!s)
Jaminan
Pemeliharaan
Kesehatan bagi Keluarga Miskin (JPK-Gakin). Dreze,
Jean
& Amartya
Sen
(2002),
India
Development
and
Participation, Oxford University Press, New Delhi. Gaspersz, Vincent (1991), Ekonometrika Terapan 1,
Penerbit Tarsito,
Bandung. Mills, Anne & Lucy Gilson (1990), Ekonomi Kesehatan untuk NegaraNegara Sedang Berkembang, Sebuah Pengantar, Dian Rakyat, Jakarta. Ramanathan,
Ramu
(1992),
Introductory
Econometrics
With
Applications, Second Edition, The Dryden Press.
53
Sekretariat Jenderal MPR R! (2002), Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Todaro, Michael P. (2000), Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga (terjemahan), Edisi Ketujuh, Jilid 1, Penerbit Erlangga, Jakarta. WHO (2001), Macroeconomics and Health: Investing in Health for
Economic
Development.
Report
of
the
Commission
on
Macroeconomics and Health. Wooldridge, Jeffrey M. (2000), Introductory Econometrics: A Modern
Approach, South-Western College Publishing, USA.
54
LAMPI RAN
55
I_.ampiran 1.
Jumlah RT Miskin yang Mempunyai Kartu Sehat untuk Memperoleh Program Bantuan Pelayanan Kesehatan Pemer!ntah DKI Jakarta Kotamadya
Dapat ( 0/o)
Tdk Dapat (%)
Total(%)
Jaktim Jakbar Jak:..:t Jaksel Jakpus
18.52 3.13 13.34 30.96 7.41
81.48 96.87 86.6fi 69.04 92.59
100.00 100.00 100.00 100.00 100.00
DKI Jakarta
15.66
84.34
100.00
I
Sumber : Susenas KOR 2002 (d1olah)
Jumlah RT Miskin yang Mempunyai Kartu Sehat dan Pernah Digunakan
I
Kotamadya
Dapat ( 0/o)
Tdk Dapat ( 0/o)
Total(%)
Jaktim Jakbar Jakut Jaksel Jakpus
40.00 100.00 75.00 76.94 100.00
60.00 0.00 25.00 23.06 0.00
100.00 100.00 100.00 100.00 100.00
70.05
29.95
100.00
DKI Jakarta
I
Sumber : Susenas KOR 2002 (diolah)
Jumlah RT Miskin yang Mempunyai Kartu Sehat, Pernah Digunakan, dan Membayar Kotamadya
Dapat (%)
Tdk Dapat (%)
Total(%)
Jaktim Jakbar Jakut Jaksel Jakpus
0.00 100.00 25.00 61.57 25.00
100.00 0.00 75.00 38.43 75.00
100.00 100.00 100.00 100.00 100.00
39.73
60.27
100.00
DKI Jakarta
I
'-----
Sumber : Susenas KOR 2002 (d1olah)
56
Lampiran 2.
Jumlah RT Tidak Miskin. yang Mempunyai Kartu Sehat Untuk Memperoleh Program Bantuan Pelayanan Kesehatan Pemerintah DKI Jakarta Kotamadya
Dapat ( 0/o)
Tdk Dapat ( 0/o)
Tot~!(%)
Jaktim Jakbar Jakut Jaksel Jakpus
7.15 7.01 6.24 10.39 5.34
92.85 92.99 93.76 89.61 94.66
100.00 100.00 100.00 100.00 100.00
DKI Jakarta
7.42
92.58
100.00
Sumber : Susenas KOR 2002 (diolah)
Jumlah RT Tidak Miskir. yang Mempunyai Kartu Sehat dan Pernah Digunakan Kotamar:lva
Dapat ( 0/o)
Tdk Dapat ( 0/o)
Total(%)
Jaktim Jakbar Jakut Jaksel Jakpus
65.88 68.67 68.92 .59.83 82.26
34.12 31.33 31.08 40.17 17.74
100.00 100.00 100.00 100.00 100.00
DKI Jakarta
66.48
33.52
100.00
Sumber : Susenas KOR 2002 (diolah)
Jumlah RT Tidak Miskin yang Mempunyai Kartu Sehat, Pernah Digunakan, dan Membayar Kotamadya
Dapat (%)
Tdk Dapat ( 0/o)
Total(%)
Jaktim Jakbar Jakut Jaksel Jakpus
37.65 42.17 29.74 20.49 38.71
62.35 57.83 70.26 79.51 61.29
100.00 100.00 100.00 100.00 100.00
DKI Jakarta
32.64
67.36
Sumber : Susenas KOR 2002 (diolai1)
I
100.00
57
Lampiran 3 . .I.Dgistic Regression Case Processing Summary Unweighted Cases a N I Percent Selected Cases Included in Analysis 62 100,0 Missing Cases 0 0,0 Total 62 100,0 Unselected Cases 0 0,0 Total 62 100,0 a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.
Dependen t Variable Encoding Original Value
Internal Value
0
0
1
1
Block 0: Beginning Block Classificat ion Table
a,b
Predicted
Observed Program
I
0 Step 0
program
0 1 Overall Percentage a. Constant is included in the model. b. The cut value is ,500
Step 0
Constant
1
0 0
~
Percentage Correct
27 35
v ana . bl es m t h e E:quat10n I S.E. i Wald II df II 13 0,260 i 0,2561 1,0261 1i
0,0 100,0 56,5
Sig. I Exp 13 o,311 I 1,296
v ana . bl es not m t he E:quat10n Step 0
Variables
ramah info hadir lay an didik adm jarak tunggu Overall Statistics
Score I 0,685 0,685 0,685 0,685 0,577 1,270 2,469 0,502 12,3141
I
df
11 1 1 1 1 1 1
~I
Sig. 0,408 0,408 0,408 0,408 0,447 0,260 0,116 0,479 0,138
58
I I
Block 1: Method = Enter
Omnibus Tests of Model Coefficients
Step 1
Chi-square I 13,367 13,367 13,367
Step Biock Model
I
df
~I 81
Siq. 0,100 0,100 0,100
Model Summary -2 Log I Cox & Sneii R I Nagelkerke R Step likelihood Square Sauare I 71,548 a 1 0,260 0,194/ a Estimation terminated at iteration number 5 because parameter estimates changed by less than ,001.
Hosmer and Lemeshow Test Step 1
Chi-square 9,832
I
df
8/
Sig. ,277
Contingency Table for Hosmer and Lemeshow Test
Step 1
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
program = 0 proqram = 1 Observed!Expected Observed I Expected 5 1 1,112 4,8881 3 4,253 1,747 3 5 1 3,832 2,168 5 1 3,419 2,581 4 2,732 2 3,268 0 6 2,281 3,719 1 5 1,978 4,022 2 4 1,388 4,612 1 1,147 4,853 5 1 7 1,082 6,918
Classification Table
0 0 1 Overall Percentage a. The cut value is ,500
6 6 6 6 6 6 6 8
a
proc ram program
6 6
Predicted
Observed
Step 1
Total
Percentage Correct
1 19 5
8 30
70,4 85,7 79,0
59
Variables in the Equation
df I Siq. I E::xp f3 I S.E. i \Nald Step 1 a ramah 1,805 1,4221 1,611 1 0,2041 6,080 info 1,142 1,591 0,516 1 0,4731 3,134 hadir 1,538 1, 7091 0,810 1 0,368 4,653 lay an 2,516 1,456 2,987 1 0,084 12,380 -0,467 0,608' didik 0,590 1 0,442 0,627 -0,049 0,023 adm 4,438 0,952 1 0,035 -0,635 0,32.0 jarak 3,940 1 0,047 0,530 tunggu -0,051 0,023 4,951 1 0,026 0,950 -5,640 3,045 Constant 1 0,064 3,430 0,004 a. Vari;:;~ble(s) entered on step 1: ramah, info, hadir, layan, didik, adm, jarak, tunggu.
f3
I
60
Lampiran 4 .
.Logistic Regression
Case Processing Summary Unweighted Cases a Included in Selected Analysis Cases Missing Cases Total Unselected Cases Total
Percent
N
62
100.0
0 62 0 62
.0 100.0 .0 100.0
a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.
Dependent Variable Encoding Original Value 0
Internal Value 0
1
1
Block 0: Beginning Block
Ciassification Table
I
Predicted
Observed pro~
ram
0 Step 0
a,b
Percentage Correct
i
1
program
0 0 1 0 Overall Percentage a. Constant is included in the model. b. The cut value is .500
27
.0 100.0 56.5
35
Variables in the Equation ~
Step 0
Constant
I S.E. . 260 I .256
Wald 1.026
df
I Sig . 11
.311
I
I
Exp ~ 1.296
61
Variables not in the :::quation
Step 0
Score 1.721 1.914 2.749 3.603 11.851
lay an tunggu adrn jarak Overall Statistics
Variables
Block 1: Method
!
I
df
I
1 1 1 1 4
Sig. .190 .166 .097 .058 .018
= Enter
Omnibus Tests of Model Coefficients
Step 1
Step Block Model
Chi-square 12.988 12.988 12.988
I
df
II
41
:I
Sig. .011 .011 .011
Model Summary
I
-2 Log Cox & Snell Nagelkerke R Square likelihood I R Square Step .253 71.927 a I .1891 1 a. Estimation terminated at iteration number 4 because parameter estimates changed by less than .001. Hosmer and Lemeshow Test Step 1
Chi-square I 10.1481
df
I 81
Sig. .255
Contingency Table for Hosmer and Lemeshow Test
Step 1
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
program = 1 program = 0 I Observed I Expected Observed Expected .853 1 5.147 5 1.821 3 4.179 3 2.933 1 4.067 6 2.993 1 3.007 5 4 3.260 2.740 2 3.773 4 2.227 2. 11 4.089 5 1.911 4.495 5 1 1.505 4.740 6 0 1.260 6.044 5 .956 21
Total
6 6 7 6 6
~I 6 6 7
62
Classification Table
a
Predicted
Observed
I
Qrogram
-·
1
I
I
0 0 Step 1 program 1 Overall Percentage a. The cut value is .500
181 51
1
Percentage Correct
I
9 30
I
66.7 85.7 77.4
Variables in the Equation df I Sig. I' Wald 2;355 11 .125 Step1 a lay an 2.041 1.330 .077 1 3.118 .023 -.041 tunggu 1 .034 I -.042 .020 I 4.497 adm 1 3.994 -.683 jarak .3421 .0461 .686 1 .163 -.583 1.443 Constant a. Variable(s) entered on step 1: layan, tunggu, adm, jarak.
13
I
S.E.
I
I 1
Exp 13 7.702 0.960 .958 .505 .558
63
Lampiran 5.
Logistic Regression
Case Processing Summary Percent N Unweighted Cases a Included in Selected 100.0 62 Analysis Cases .0 0 Missing Cases 100.0 62 Total .0 0 Unselected Cases 100.0 62 Total a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.
Dependent Variable Encoding Origina~
Value
0
1
Block
0~
Internal Value 0 1
Beginning Block Classification Table
Predicted
Observed pro~
ram
0 1 Overall Percentage a. Constant is included in the model. b. The cut value is .500 program
Percentage Correct
1
0 Step 0
a,b
.0 100.0 56.5
27 35
0 0
Variables in the Equation ~
Step 0
Constant
I
.26o I
S.E.
.256
Wald
1.026
df
I Sig. I Exp r3 11 .311 I 1.296
64
Variables not in the Equation
Step 0
Score I 1.914 I 2.749 3.603 9.473
tunggu adm jarak Overall Statistics
Var:ables
Block 1: Method
df
!
11
11 11 31 I
Sig. .166 .097 .058 .024
!
= Enter
Omnibus Tests of Model Coefficients
Step 1
Step Biock Model
Chi-square 10.195 10.195 10.195
I
df 3 ' 3 31
Sig. .017 .017 .017
Model Summary -2 Log j Cox & Snell I Nagelkerke R Square R Square Step likelihood .203 74.720 a I .1521 1 a. Estimation terminated at iteration number 4 because parameter estimates changed by less than .001.
Hosmer and Lemeshow Test Step 1
Chi-square I 8.8491
df
I 81
Sig. .355
Contingency Table for Hosmer and Lemeshow Test
Step 1
1
....
L
3 4 5 6 7 8 9 10
I Total program = 1 program = 0 Observed Expected Observed Expected I 5 .883 3 21 4.1171 6 1.981 2 4.019 4 6 2.458 1 3.542 5 6 2.834 1 3.166 5 6 3.164 3 2.836 3 6 3.596 4 2.404 21 6 3.861 4 2.139 2 7 4.974 6 2.026 6 6 1.503 4.4971 8 6.751 6 1.249
~I
65
Classification Table Observed
Predicted
-
program Step 1
program
0 1 Overall Percentage a The cut value is .500
a
0 17 6
i
i
----
Percentage Correct
1 10 29
63.0 82.9 74.2
Variables in the Equation
fi Step 1a
tunggu -.040 adm -.039 jarak -.611 Constant -1.189 a. Variable(s) entered on step
S.E.
I
Wald df 3.042 1 .0231 4.188 1 .329 3.442 1 .789 2.2721 1 1: tunggu, adm, jarak.
.0191
Sig. I Exp (3 .081 i 0.961 .961 .0411 .543 .064 i .1011 1.305
66
Lampiran 6.
MENGHITUNG PELUANG (P)
Model 1. Varia bel ramah info hadir Iavan 1didik tunggu adm jarak Konstanta
Parameter(~)
Odd Ratio
= ezi
6.079 3.133 4.655 12.375 0.627 0.950 0.952 0.530 0.004
1.805 1.142 1.538 2.516 -0.467 -0.051 -0.049 -0.635 -5.640
1 + ezi
p
= ezi1(1 + ezi)
7.079 4.133 5.655 13.376 1.627 1.950 1.952 1.530 1.004
0.859 0.758 0.823 0.925 0.385 0.487 0.488 0.346 0.004
Model 2. Varia bel lay an 1tunggu
adm jarak Konstanta
Parameter(~)
2.041 -0.041 -0.042 -0.683 -0.583
Odd Ratio
= ezi
7.697 0.960 0.959 0.505 0.558
1 + ezi
P = ezj
8.697 1.960 1.959 1.505 1.558
I (1 + ezi) 0.885 0.490. 0.490 0.336 0.358
Model 3. Varia bel
Parameter
tunggu adm jarak Konstanta
-0.040 -0.039 -0.611 -1.189
W)
Odd Ratio = ezi
0.961 0.962 0.543 0.305
1
+ ezi
1.961 1.962 1.543 1.305
P
= ezi I ( 1 +
ezi)
0.490 0.490 0.352 0.233
67
Lampiran 7.
KUESIONER KAJIAN TENTANG KEBIJAKAN PUBLIK PROGRAM PELAYANAN KESEHATAN BAGI PENDUDUK MISKIN
I.
ldentitas Pengumpul Data Nama Ala mat Telpon/HP
II.
Identitas Responden Nama Ala mat
: Kelurahan ................................... . Puskesmas ................................ .
III. Keikutsertaan Dalam Program Pelayanan Kesehatan Gakin:
1.
2.
Apakah responden memi!iki kartu sehat (atau sejenisnya) ?
a.
Ya
b.
Tidak (jika tidak, responden tsb dikeluarkan)
Jika ya, apakah responden pernah menggunakan haknya untuk
mendapatkan
Puskesmas a.
pelayanan
kesehatan
gratis
di
I RS Pemerintah ?
Pernah (Jika pernah, lanjut.kan ke pertanyaan no. 3 &
4) b.
3.
Tidak (Jika tidak, lanjutkan ke pertanyaan no. 5)
Jika pernah, berapa kali responden menggunakan haknya tersebut ? .... kali a.
Tidak sering ( ........ kali)
b.
Sering ( ........ ka!i)
c.
Selalu, jika sakit ( ........ kali)
68
4.
Jika pernah, apakah responden pergi ke puskesmas atau RS ?
a.
Puskesmas
b.
RS
IV. Faktor penentu dari sisi permintaan (demand) 5,
6.
7.
Tingkat pendidikan responden a.
SD (1- 6 tahun)
b.
SMP (7- 9 tahun)
c.
SMA (10 - 13 tahun)
Apakah responden mempunyai pekerjaan tetap atau tidak? a.
ya (jika ya, lanjutkan pertanyaan berikut dst)
b.
Tidak (jika ya, langsung pertanyaan no. 10 dst)
Jika ya, responden bekerja di sektor : a.
Pertanian
b.
Industri
c.
Perdagangan
d.
Transportasi
e.
8.
I lama bersekolah :
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
Jabatan responden sebagai : a.
Buruh
b.
Staf
c.
Manager I pimpinan
d. 9.
Upah
I
gaji responden : ....... .
a.
Rendah ( ....................... Rplbulan)
b.
Sedang ( ....................... Rplbulan)
c.
Tinggl ( ....................... Rplbulan)
69
10.
Total pendapatan responden : ........... . a.
Rendah ( ....................... Rplbulan)
b.
Sedang ( ....................... Rplbulan)
c.
Tinggi ( ....................... Rplbulan)
11. Total pengeluaran responden (Rplbulan) : ........... .
12.
a.
Rendah ( ....................... Rplbulan)
b.
Sedang ( ....................... Rplbulan)
c.
Tinggi ( ....................... Rp/bulan)
Faktor
apa
dari
sisi
responden
sendiri
mempengaruhinya berobat ke puskesmas
V.
yang
paling
I RS ?
Faktor penentu dari sisi kualitas/mutu program (supply) :
13.
Kepuasan responden terhadap keramahan dokterlperawat di puskesmasl RS?
14.
a.
Sangat ramah
b.
Ramah
c.
Tidak ramah
Kepuasan responden ttg waktu tunggu penerimaan di pusk. IRS?
15.
a.
Cepat ( ............ menit)
b.
Tidak cepat ( ............ men it)
c.
Sangat tidak cepat ( ............ menit)
Kepuasan responden terhadap informasi tentang penyakit di puskesmasiRS? a.
Sangat jelas
b.
Jelas
c.
Tidak Jelas
70
16.
Kepuasan
responden
terhadap
kecepatan
administrasi penerimaan di puskesmas
17.
a.
Sang at cepat ( ............ men it)
b.
Cepat ( ............ menii:)
c.
Tidak cepat ( ............ menit)
Kepuasan
respond en
terhadap
I RS ?
ketersediaan
kesehatan ( dokterlperawat) di puskesmas
18.
a.
Sering tidak ditempat
b.
Jarang tidak ditempat
c.
Selalu ada ditempat
tenaga
I RS ?
Kepuasan responden terhadap jenis pelayanan yang tersedia di pusk.
19.
pelayanan
I RS ?
a.
Sangat sesuai
b.
Sesuai
c.
Tidak sesuai
Faktor apa dari segi mutulkualitas program yang paling mempengaruhi responden untuk berobat ke puskesmasiRS ?
VI.
Faktor penentu dari sisi aksessibilitas :
20.
21.
Jarak dari rumah responden ke puskesmas a.
Dekat ( < 2 km )
b.
Sedang (2 - 3 km)
c.
Jauh (3 - 4 km)
I RS ?
Apa alat transportasi yang digunakan responden untuk pergi ke ruskesmas
I RS ?
71
22.
a.
I'Vlikrolet
b.
Metromini
c.
Becak
d.
..............
I
bis
bajai
Berapa lama waktu yang dibutuhkan responden dari rumah ke puskesmas
23.
I
I
RS ?
a.
< 15 menit
b.
15 - 30 menit
c.
> 30 menit
Berapa
biaya
transportasi
responden ke puskesmas a.
24.
I
pulang
-
pergi
dari
rumah
RS ?
Tanpa biaya
b.
~
c.
> Rp. 2000,-
Rp. 2000,-
Dari segi akses ke pelayanan kesehatan, faktor apa yang paling mempengaruhi responden berobat ke puskesmasiRS? a.
Jaraknya dekat
b.
Pilihan alat transportasi banyak
c.
Biaya transportasinya murah
d.
Waktu tempuh cepat
72