KFMENTERIAN PERHUBUNGAN
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA Nomor : KP 232 TAHUN
2014
TENTANG
LALU L1JN a
s£j?vrCJS; PROVIDER)
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA, Menimbang
:
bahwa dalam sub bagian 172.022> *™£~ J^* Perhubungan Nomor KM 49 Tahun 2011 tentang
a.
Peraturan Keselamatan PenerbanganSipi1Bagian^172
(CM Awation Safety Regulation Part 172) tenteng Penvelenggara Pelayanan Lalu Lintas Penerbangan (Air
3 fervice Provider) mengatur ketentuan lebih X -engenai penyelenggara pelayanan lalu hnte penerbangan diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal ;
b bahwa
berdasarkan
pertimbangan
sebagaimana
"• dfmaksud pada huruf a, dipandang perhi -enetep^n Petuniuk Dan Tata Cara Bagian 172-01 [Advisory cLarPartLalu172-01) ^^J^^ffSr Pelayanan LintasMengenai Penerbangan (Certification Of Air Traffic Service Provider), dengan Peraturan Direktur
Jenderal Perhubungan Udara;
—
-i- rsrurn N^rhun20^ r-s Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4956);
2
Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tetang Pembentukan Organisasi Kementenan Negara
Sebagaimana diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2014;
3
Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tenteng Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementenan Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementenan Negara sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2014;
Laptop sulis/sulis/AC CASK 172-01/ipril 2014
4 Peraturan Menten Perhubungan Nomor KM 21 Tahun
2009 tentang Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipi Ba^an 173 (Civil Aviation Safety Regulation Part 173 tentang Peraneangan Prosedur Penerbangan Instrument (Instrument Flight Procedure Design);
5 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 22 Tahun 2009 tentang Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipi Burfan 175 (Civil Aviation Safety Regulation Part 175
tentang Pelayanan Informasi Aeronautika (Aeronautical Information Services);
6 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 24 Tahun 2009 tentang Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipi
Bagian 129 {CM Aviation Safety Regulation Part 139) tentang Bandar Udara (Aerodrome);
7 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 60 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementenan Perhubungan seoagaimana diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 68 Tahun 2013,
8 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 49 Tahun
8' 2011 tentang Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipd Bagian 172 (Civil Aviation Safety Regulation Part: 172) tentang
Penyelenggara
Pelayanan
Penerbangan (Air Traffic Service Provider);
Lalu
Lintas
9 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 57 Tahun 2011 tentang Peraturan Keselamatan Penerbangan Sip Bagian 171 (Civil Aviation Safety Regulation Part 171) tentang Penyelenggara Pelayanan Telekomumkasi
Penerbangan (Aeronautical Telecommunication Service
Provider) lebagaimana diubah terakhir dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 29 Tahun 2013,
10 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 01 Tahun ' 2014 tentang Peraturan Keselamatan PenerbangantSipU Bagian 69 (Civil Aviation Safety Regulations Part 69) tentang Lisensi, Rating, Pelatihan dan Kecakapan Personel Navigasi Penerbangan; MEMUTUSKAN :
*, , ,on .. ^RATURAN^KbK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN Menetapkan ^^ baqian UDARA 1?2_
IfnvrfoRY CIRCULAR PART 172-01) MENGENAI SERTIFIKASI
P^NYELENGGf^^^
LALU LINTASPENERBANGAN
(CERTIFICATION OF AIR TRAFFIC SERVICE PROVIDER).
Laptop sulis/sulis/AC CASR 172-01/april 2014
Pasal 1 170-01
Memberlakukan Petunjuk Dan Tata ^^a ^f^ertifikasi (Advisory Circular Part l/£>)
Penerbangan
sassTor " Peraturan —e "•sebagaimana 'tercantum daiam * Lamp.ran m, Pasal 2
Direktur Nav.gas, Penerbangan nreiaKsanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan m, Pasal 3
Peraturan mi
berlaku sejak tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta
P^toigga^lJ^nL^ DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA, ttd
HERRY BAKTI
SALINAN Peraturan ini disampaikan kepada :
2- Z^^Z^^ *«"* ^ ^^ "^ ^ ImgkUngan 3. 4.
5.
6. 7. 8.
ra;:^^^^ Direktur Utama PT. Angkasa Pura I(Persero);
Direktur Utama PT. Angkasa Pura II (Persero); Direktur Utama Perum LPPNPI. Salinan sesuai dengan aslinya
KEPALA^gA^^UKUM DAN HUMAS . JdirektoratjeweraI 1 perhubungan udaraj
'ISRAFI
\^>-~Eemb;i0MIV /a)
NIP. 19680619 199403 1 002
Lampiran IPeraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor
: KP 232 TAHUN 2014
Tanggal
: 21 April 2014
PETUNJUK DAN TATA CARA BAGIAN 172-01 ADVISORY CIRCULAR PART 17201) MENGENAI SERTIFIKASI
PENYELENGGARA PELAYANAN LALU LINTAS PENERBANGAN
(CERTIFICATION OF AIR TRAFFIC SERVICE PROVIDER
Revisi
Tanggal
REPUBLIK INDONESIA - KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA JAKARTA - INDONESIA
I
RATA PENGANTAR
1.
TUJUAN
: Peraturan ini menjelaskan
ketentuan-
ketentuan mengenai mengenai sertifikasi penyelenggara
pelayanan lalu lintas penerbangan, guna pemenuhan sertifikasi
Penyelenggara
Pelayanan
Lalu
Lintas
Penerbangan sesuai dengan Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil (PKPS) Bagian 172.
REFERENSI :
Peraturan
ini dibuat
dalam bahasa
Indonesia dan/atau Inggris
REVISI
:
Perubahan
peraturan
ini
harus
mendapatkan persetujuan Direktur Jenderal Perhubungan Udara.
CATATAN AMANDEMEN Nomor
Tanggal
Amandemen
Amandemen
Disisipkan oleh
Halaman
DAFTAR ISI
RATA PENGANTAR
i
CATATAN AMANDEMEN DAFTAR ISI Bab I:
ii iii
Pendahuluan
Bagian 1.1
1
Umum
1
1.1.1. Penerapan
1
1.1.2.Perbedaan antara Standar ICAO dengan Standar Nasional 1.1.3. Dokumen - dokumen terkait
2 2
Bab II: Manual Operasi Bagian 2.1 Umum
3 3
2.1.1. Pendahuluan
3
2.1.2. Isi Manual Operasi
3
Bab III: Standar Prosedur Operasi Lokal
Bagian 3.1
7
Umum
7
3.1.1. Pendahuluan
7
3.1.2. Isi Standar Prosedur Operasi Lokal
Bab IV: Fasilitas dan Peralatan
Bagian 4.1
7
10
Umum
10
4.1.1. Pendahuluan
10
4.1.2. Menara Pengawas 4.1.3. Unit Pengendalian Jelajah dan
10
Pendekatan
12
4.1.4. Commissioning Fasilitas dan Peralatan Baru
Bab V: Program Pendidikan, Pelatihan dan Pengujian Bagian 5.1 Umum
13
14 14
5.1.1. Pendahuluan
14
5.1.2. Program 5.1.3. Kompetensi
14 14
5.1.4. Pelatihan
14
in
5.1.5. Pelatihan Kondisi Darurat
14
5.1.6. Pelatihan Manajemen Keselamatan
Bab VI:
15
5.1.7. Pelatihan Penyegaran 5.1.8. On-Going Training 5.1.9. Remedial Training 5.1.10. Pengujian 5.1.11. Kualifikasi Pengajar dan Penguji
15 15 15 15 15
Sistem Manajemen Keselamatan Bagian 6.1 Umum 6.1.1. Unsur-Unsur Sistem Manajemen Keselamatan Penerbangan 6.1.2. Persiapan Safety Case
16 16
Bab VII: Rencana Kontingensi Bagian 7.1 Umum 7.1.1. Pendahuluan
16 16 18 18 18
7.1.2. Isi Minimum rencana
Kontingensi Bab VIII: Program keamanan Bagian 8.1 Umum
Bab IX:
Bab X:
18 19 19
8.1.1. Pendahuluan
19
8.1.2. Standar Program Keamanan 8.1.3. Pedoman ICAO dan Program Keamanan Penerbangan Nasional
19 19
Dokumen dan rekaman
20
Bagian 9.1
20
Umum
9.1.1. Dokumen 9.1.2. Rekaman
20 20
9.1.3. Rekaman yang harus disimpan
21
9.1.4. Pemeliharaan rekaman
22
9.1.5. Pemeliharaan ATS Log
23
9.1.6. Rekaman suara dan data
25
Standar Pemberian Pelayanan Lalu Lintas Penerbangan Bagian 10.1 Umum lO.l.l.Tujuan
26 26 26
IV
10.1.2. Pelayanan penerbangan
lalu sejalan
lintas dengan
klasifikasi ruang udara 10.1.3. Prioritas lalu lintas udara
Bab XI: Komunikasi Penerbangan Bagian 11.1 Umum
26 26
27 27
11.1.1. Informasi Penerimaan Koordinasi Verbal
11.1.2.Protokol telephony 11.1.3.Jaringan telekomunikasi aeronautika tetap (Aeronautical
27
28
Fixed Telecommunications
Network)
28
v
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Umum
1.1.1. Penerapan
Peraturan tentang Petunjuk Dan Tata Cara Bagian 172-01 (Advisory Circular Part 172-01) Mengenai Sertifikasi Penyelenggara Pelayanan Lalu Lintas Penerbangan( Certi/icatzon Of Air Traffic Service Provider) ini dibuat berdasarkan ketentuan pada sub bagian 172.022 pada Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil (PKPS) 172. Penerapan PKPS 172 mengacu pada standar dan metode yang digunakan untuk mengatur:
a. Organisasi penyelenggara Pelayanan Lalu Lintas Penerbangan yang meliputi sebagai berikut:
1) fungsi penyelenggara Pelayanan Lalu Lintas Penerbangan; 2) organisasi yang dapat menyelenggarakan pelayanan.
b. Persyaratan dalam pengajuan
sertifikat penyelenggara Pelayanan
Lalu Lintas Penerbangan ;
c. dokumen manual operasi, mencakup hal-hal sebagai berikut : 1) organisasi penyelenggara; 2) personel;
3) prosedur operasi standar lokal; 4) fasilitas dan peralatan;
5) separasi antar pesawat;
6) sistem pengecekan dan pendidikan pelatihan; 7) pengaturan hubungan kerja; 8) rencana kontigensi; 9) sistem manajemen keselamatan;
10) dokumen dan rekaman (record);
11) kebijakan
penyelenggara dalam
penerapan
prinsip-prinsip
human factor;
d. pengaturan mengenai persetujuan uji coba (trials) prosedur atau teknologi baru standar yang sesuai.
terhadap
sebagai upaya untuk membuat
1.1.2. Perbedaan
antara
Organization Keselamatan
Standar
International
Civil
Aviation
(ICAO) dengan standar nasional (Peraturan Penerbangan Sipil, Advisory Circular, Staff
Instruction)
1.1.2.1.
Apabila terdapat perbedaan antara standar yang ditetapkan pada dokumen International Civil Aviation Organization (ICAO) dengan standar dalam Advisory Circular (AC), maka yang berlaku adalah standar dalam Advisory Circular (AC) , kecuali ditetapkan lain oleh Peraturan yang berkaitan dengan Keselamatan Penerbangan yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Udara.
1.1.2.2.
Apabila terdapat perbedaan antara standar yang ditetapkan dalam dokumen International Civil Aviation Organization (ICAO) dan dalam Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil, maka yang berlaku adalah standar dalam Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil, kecuali ditetapkan lain oleh Peraturan yang berkaitan dengan Keselamatan Penerbangan yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Udara.
1.1.2.3.
Perbedaan dengan International Civil Aviation Organization (ICAO) Standards and Recommended Practices (SARPS) dipublikasikan dalam Aeronautical Information Publication fAIP).
1.1.3.
Dokumen - dokumen terkait
1.1.3.1.
Petunjuk dan tata cara (Advisory Circular) ini berkaitan dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut: a.
PKPS bagian 170;
b.
PKPS bagian 171
c.
PKPS bagian 172;
d.
PKPS bagian 174;
e.
PKPS 175;
f.
Advisory Circular Part 170-02;
g. ICAO Regional Supplementary Procedures (Doc 7030);
h. Aeronautical Information Publication Indonesia (AIP); i.
Aeronautical Information Publication (AIP) Supplemen Indonesia.
BAB II
MANUAL OPERASI
Bagian 2.1: Umum 2.1.1.
Pendahuluan
Manual operasi berupa dokumen yang berisi data dan informasi mengenai organisasi, personel, Standar Prosedur Operasi (SOP) lokal, fasilitas dan peralatan, separasi antara pesawat, pengaturan hubungan kerja, sistem manajemen keselamatan, dan perekaman, termasuk informasi terkini terkait Penyelenggara Pelayanan Lalu Lintas Penerbangan.
2.1.2
Isi Manual Operasi
2.1.2.1
Manual operasi harus berisikan:
a.
Organisasi penyelenggara
1) Informasi mengenai struktur organisasi penyelenggara pelayanan dan fungsi-fungsi yang dilaksanakan penyelenggara, sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku;
2) Informasi mengenai tugas dan tanggung jawab posisi jabatan dalam struktur organisasi; b.
Personel
1) Informasi yang menjelaskan bagaimana penyelenggara pelayanan menentukan jumlah staf operasional yang dibutuhkan, termasuk jumlah staf supervisor operasional;
2) Informasi mengenai tanggung jawab dan fungsi dari setiap posisi staf operasional;
c.
Standar Prosedur Operasi (SOP) Lokal;
1) Rencana jadwal pelayanan lalu lintas penerbangan yang diselenggarakan atau diusulkan untuk diselenggarakan oleh penyelengara
2) Penjelasan/informasi
yang
menunjukkan
jam
operasi
masing - masing pelayanan
3) Penjelasan/informasi pelayanan lalu lintas penerbangan mengenai ruang udara dimana pelayanan tersebut diselenggarakan, atau diusulkan untuk diselenggarakan;
4) Penjelasan/informasi pelayanan lalu lintas penerbangan mengenai lokasi dimana pelayanan tersebut diselenggarakan, atau diusulkan untuk diselenggarakan;
5) Jika Penyelenggara menyelenggarakan, atau mengusulkan pelayanan lalu lintas penerbangan pada controlled aerodrome penyelenggara wajib memberikan :
•
Informasi mengenai manoeuvring area pada aerodrome tersebut;
•
Salinan
aerodrome emergency plan dalam
manual
milik
penyelenggara
yang
aerodrome
terkait
dengan
pemberian pelayanan;
•
Salinan prosedur dalam aerodrome manual penyelenggara Bandar udara mengenai pencegahan masuknya orang atau barang tanpa izin ke dalam manoeuvring areaof aerodrome; dan
•
Salinan
prosedur
penyelenggara
dalam
aerodrome
manual
milik
Bandar udara menegnai pengendalian
pergerakan kendaraan yang beroperasi di atau dalam vicinity manoeuvering are.
6) Informasi mengenai pengaturan yang telah disusun atau yang akan diusulkan oleh penyelenggara untuk menjamin informasi yang dibutuhkan dalam pemberian pelayanan yang dapat diperoleh secara berkesinambungan. 7) Informasi mengenai pengaturan yang telah disusun atau akan diusulkan oleh penyelenggara untuk menjamin bahwa
informasi pelayanan lalu lintas penerbangan yang dibutuhkan dapat diberikan secara berkesinambungan kepada pihak lain yang berwenang (termasuk alerting SAR); 8) Salinan kesepakatan yang dibuat penyelengara yang berkaitan dengan pemberian pelayanan lalu lintas penerbangan; dan
9) Informasi mengenai prosedur yang harus diikuti untuk menjamin semua staff operasional memahami segala perubahan operasional yang terjadi. d.
Fasilitas dan peralatan
Informasi mengenai prosedur yang digunakan untuk commissioning fasilitas, peralatan dan pelayanan baru; dan
e.
Separasi antar Pesawat; Informasi mengenai jarak aman antar pesawat secara vertikal maupun horizontal yang digunakan dalam operasional pelayanan lalu lintas penerbangan.
f.
Sistem pendidikan, pelatihan dan pengujian personel pelayanan lalu lintas penerbangan; Informasi mengenai program pendidikan, pelatihan dan mekanisme pengujian personel pelayanan lalu lintas penerbangan;
g.
Pengaturan hubungan kerja;
Informasi mengenai hubungan kerja antar pegawai pada kegiatan operasional pelayanan lalu lintas penerbangan h. Rencana kontigensi;
Informasi mengenai salinan rencana kontigensi penyelenggara pelayanan, termasuk prosedur untuk kembali ke kondisi normal; i.
Sistem manajemen keselamatan;
Informasi mengenai sistem manajemen keselamatan yang diterapkan dalam penyelenggaraan lalu lintas penerbangan dan berisi juga mengenai program keamanan penyelenggara; j.
Dokumen dan rekaman (record); perundang-undangan 1) Peraturan pelayanan lalu lintas penerbangan.
dan
standar
2) Informasi mengenai sistem penyimpanan dokumen penyelenggara pelayanan;
terkait
rekaman
dan
3) Salinan dokumen yang menjelaskan tentang sistem manajemen keselamatan penyelenggara, termasuk alur pelaporan untuk memastikan bahwa senior manajemen bertanggung jawab langsung terhadap keselamatan; 4) Informasi mengenai proses dan dokumentasi yang digunakan untuk memberikan gambaran kepada staf mengenai standar, peraturan dan prosedur yang relevan, yang tercantum pada PKPS 170, Advisory Circular Part 170-02 serta instruksi tertentu dari penyelenggara dalam memberikan pelayanan lalu lintas penerbangan;
5) Informasi mengenai proses dan dokumentasi yang digunakan untuk memberikan instruksi operasional pada staff; 6) Prosedur yang harus dilakukan untuk merevisi manual operasi.
k. Kebijakan
penyelenggara
human factor,
dalam
penerapan
prinsip-prinsip
BAB III
STANDAR PROSEDUR OPERASI LOKAL
Bagian 3.1: Umum 3.1.1.
Pe ndahuluan
Standar Prosedur Operasi Lokal menunjukan tata cara Unit Penyelenggara memberikan pelayanan lalu lintas penerbangan di dalam wilayah tanggung jawabnya. 3.1.2
Isi Standar Prosedur Operasi Lokal
3.1.2.1
Standar
Prosedur
Operasi
Lokal
harus
sekurang-kurangnya
memuat:
Daftar isi dibuat berdasarkan pokok bahasan dalam Standar Prosedur Operasi lokal, menunjukkan nomor halaman dimana masing - masing pokok bahasan dimulai;
Prosedur untuk pembatalan, pembaruan, perubahan perbaikan pada prosedur standard operasi lokal; c.
dan
Tanggal pemberlakuan Standar Prosedur Operasi lokal dan rekaman pembaruannya; Pengertian dari singkatan dan istilah yang digunakan dalam Standar Prosedur Operasi lokal;
e.
Informasi mengenai struktur organisasi Unit pelayanan lalu
lintas penerbangan dan informasi mengenai fungsi dan tanggung jawabnya; f.
Sistem manajemen Keselamatan dalam unit pelayanan lalu lintas penerbangan, termasuk jenjang pelaporan yang menjamin bahwa
senior
manajemen
bertanggung jawab
langsung
terhadap
keselamatan; g-
Uraian pekerjaan dan tanggung jawab, untuk seluruh staf operasional;
Procedure untuk memperoleh rating dan pencabutan rating termasuk procedur untuk penyimpanan ATC personnel logbook; Persyaratan Kesehatan untuk personel pelayanan lalu lintas penerbangan;
j.
Penjelasan/informasi yang
menunjukkan ruang udara yang
dilayani pada setiap pelayanan lalu lintas penerbangan;
k. Pernyataan yang menunjukkan lokasi yang dilayani pada setiap pelayanan lalu lintas penerbangan;
1.
Jika Unit Pelayanan lalu lintas penerbangan memberikan pelayanan pada Controlled Aerodrome, maka diberikan informasi mengenai:
1) manoeuvring area pada aerodrome tersebut;
2) Salinan bagian - bagian dari aerodrome emergency plan, yang ditetapkan dalam aerodrome manual milik penyelenggara Bandar Udara yang terkait dengan pemberian pelayanan; 3) Salinan prosedur yang ditetapkan dalam aerodrome manual
milik
penyelenggara
masuknya
orang
Bandar
atau
Udara
barang
tanpa
untuk izin
mencegah ke
dalam
manoeuvring area di aerodrome; dan
4) Salinan prosedur yang ditetapkan dalam aerodrome manual
milik penyelenggara Bandar Udara untuk mengendalikan pergerakan kendaraan yang beroperasi di atau dalam sekitar manoeuvering area.
o.
Pernyataan yang menunjukkan jam operasi dan jadwal bertugas setiap personel pada setiap pelayanan lalu lintas penerbangan; Tanggung jawab pengawasan dan pergantian tugas; Prosedur penyimpanan Air Traffic Services Log;
P.
Salinan Letter of Aggrement (LOA);
q.
Prosedur dalam pemberian Area Control Service, Approach Control Service, Aerodrome Control Service, Ground Control Service, Surveillance service, Flight Information Service dan Alerting service
m.
n.
sesuai dengan pelayanan yang diberikan;
r. Phraseologies yang digunakan dalam pemberian pelayanan lalu lintas penerbangan;
s.
Prosedur koordinasi, termasuk salinan LOA;
t.
Fasilitas yang digunakan dalam pemberian pelayanan lalu lintas penerbangan termasuk prosedur penggunaan fasilitas tersebut;
u. Prosedur Emergency, kegagalan komunikasi dan prosedur kontigensi pelayanan lalu lintas penerbangan termasuk prosedur kembali kekondisi normal;
v. Jika tersedia sistem Air Traffic Manajemen (ATM), maka diberikan informasi secara rinci mengenai pengoperasian dan prosedur penggunaan system tersebut; dan
w. Prosedur lain yang digunakan dan akan digunakan dalam pemberian pelayanan lalu lintas penerbangan oleh unit pelayanan Lalu Lintas Penerbangan.
BAB IV
FASILITAS DAN PERALATAN
Bagian 4.1: Umum 4.1.1
Pendahuluan
Bagian ini mengatur ketentuan untuk merancang, menempatkan, membangun, melengkapi dan mengoperasikan fasilitas dan peralatan yang digunakan untuk penyelenggaraan pelayanan lalu lintas penerbangan.
4.1.2
Menara Pengawas {Control Tower)
4.1.2.1
Jarak Pandang. Menara pengawas harus memastikan personel pemandu lalu lintas penerbangan dapat melihat tanpa bantuan alat sehingga mendapatkan:
a. jarak pandang yang cukup untuk semua area manoeuvring dan ruang udara dalam wilayah tanggung jawabnya;
b. pandangan kesetiap ujung Landasan Pacu dan taxiway, dengan pemahaman yang baik;
c. jarak pandang maksimum airborne traffic pattern;
d. kemampuan mendeteksi pergerakan pesawat yang berangkat secepatnya setelah pesawat memulai take off run. 4.1.2.2
Sebagai tambahan, harus tersedia prosedur atau fasilitas untuk
melindungi
dari
pencahayaan berlebih,
pantulan cahaya dan
kebisingan. 4.1.2.3
Fasilitas. Disetiap menara pengawas harus berisi fasilitas dan peralatan yang sekurang-kurangnya memuat:
a. Unintteruptable Power Supply (UPS) yang mampu untuk mendukung continuity dari fasilitas yang digunakan untuk pelayanan lalu lintas penerbangan;
b. Fasilitas yang menunjang komunikasi dua arah dengan pesawat, kendaraan maupun orang-orang dalam wilayah tanggung jawabnya;
10
c.
Fasilitas yang menunjang komunikasi dua arah:
i.
Antara posisi operasional dalam menara pengawas;
ii. Dengan Unit Pelayanan Lalu Lintas Penerbangan berdekatan.
iii. Dengan unit PK-PPK Sarana peringatan pelayanan darurat; d.
Sarana rekaman komunikasi udara ke darat, darat ke udara dan darat ke darat;
e.
Terminal AFTN/AMHS atau sarana lain yang dapat memberikan informasi sepertihalnya AFTN/AMHS;
f.
Teropong;
g. Lampu signal yang memiliki warna putih, merah dan hijau. 4.1.2.4
Tampilan (display). Menara pengawas harus dilengkapi dengan tampilan yang sekurang-kurangnya memuat: a. Tampilan data penerbangan (contoh: papan perkembangan penerbangan dan/atau tampilan secara elektronik); b. Tampilan informasi meteorologi dengan kriteria keakuratan sesuai dengan ICAO Annex 3 dan sekurang-kurangnya memuat informasi :
i.
Kecepatan angin ;
ii.
Tekanan Barometer;
iii. Suhu.
c.
Tampilan data operasional untuk :
i.
Informasi cuaca signifikan lainnya;
ii.
NOTAMS;
iii. Penyerahan/pengambilalihan;
iv. Informasi aerodrome yang penting; v.
peta penerbangan yang relevan.
d. Tampilan waktu (jam) untuk tiap posisi unit operasional harus berasal dari sumber yang sama.
4.1.2.5
Switching monitor and control untuk peralatan di aerodrome
Menara pengawas harus dilengkapi dengan sistem switching monitory and control untuk fasilitas pelayanan pendaratan visual dalam wilayah tanggung jawabnya, antara lain:
11
a.
Runway lighting;
b. Approach Lighting;
4.1.2.6
c.
high intensity approach and runway lighting;
d.
taxiway lighting;
e.
VASIS atau PAPI;
f.
obstruction lighting;
g.
illuminated wind indicator; dan
h.
aerodrome beacon.
Menara pengawas harus dilengkapi dengan sarana yang dapat dengan mudah mendeteksi dan mengetahui kegagalan dalam sistem radio navigasi di darat maupun sinyal GNSS yang di gunakan untuk memandu pesawat udara.
4.1.3
Unit Pengendalian Jelajah [Area Control Centre) dan Pendekatan (Area and Approach Control Units)
4.1.3.1
Unit Pengendali jelajah dan pendekatan harus sebagai berikut : a. Alat
komunikasi
dua
arah
Udara
ke
memiliki fasilitas
Darat
dalam
bentuk
Radiotelephony dan/atau Datalink sebagaimana dimaksud pada PKPS 170 sub bagian 170.E dengan menggunakan frekuensi yang dialokasikan;
b. Alat komunikasi dua arah suara dan/atau datalink antara Unit pelayanan lalu lintas penerbangan yang berdekatan, termasuk control tower dengan Area Control centre dan Approch Control unit yang berada dalam satu wilayah, sebagaimana dimaksud pada PKPS 170 sub Bagian 170.E; c.
Tampilan waktu untuk tiap posisi operasional berdasarkan sumber yang sama;
Tampilan data penerbangan; e.
Tampilan data operasional;
f.
Peta penerbangan yang sesuai;
12
g. Komunikasi eksternal;
h. Rekaman Suara, dan jika ada rekaman data seperti rekaman data radar dan Controller Pilot Data Link Communication (CPDLC);
i. Data Terminal AFTN/AMHS atau sarana lain yang dapat memberikan informasi sepertihalnya AFTN/AMHS. 4.1.3.2
Unit pengendalian jelajah dan pendekatan harus mempunyai sarana yang dapat dengan mudah mengetahui kegagalan dalam sistem navigasi di darat maupun sinyal GNSS yang di gunakan untuk memandu
pesawat.
4.1.4
Commissioning fasilitas dan peralatan baru
4.1.4.1
Semua peralatan dan fasilitas baru harus di commissioning dan untuk dapat beroperasi sesuai dengan standar yang berlaku.
4.1.4.2
Prosedur commisioning fasilitas dan peralatan baru yang tercantum dalam Manual Operasi harus menjelaskan bahwa :
a. Safety assessment dan tindakan mitigasi telah dilaksanakan;
b. Persyaratan fungsil dan kinerja fasilitas telah terpenuhi; dan c. Semua prosedur operasi pelayanan lalu lintas penerbangan telah divalidasi;
d. Tersedia personnel pelayanan lalu lintas penerbangan terlatih yang memadai untuk mengoperasikan fasilitas; dan
e. Semua persyaratan pendukung untuk peralatan termasuk kesepakatan yang telah dilakukan sudah tersedia.
13
BAB V
PROGRAM PENDIDIKAN, PELATIHAN DAN PENGUJIAN
Bagian 5.1: Umum 5.1.1
Pendahuluan
Bagian ini menetapkan standar program pendidikan, pelatihan dan pengujian.
5.1.2
Program
5.1.2.1
Program pendidikan, pelatihan dan pengujian untuk memastikan
bahwa personel yang melakukan pelayanan lalu lintas penerbangan dan personel terkait memiliki kompetensi untuk melaksanakan tugasnya.
5.1.2.2
Sistem dokumentasi pelaksanaan program pendidikan, pelatihan dan pengujian.
5.1.3
Kompetensi
Standar kompetensi terkait lisensi diatur pada PKPS Bagian 69. 5.1.4
Pelatihan
5.1.4.1
Pelatihan meliputi semua pelatihan untuk kompetensi tertentu yang dipersyaratkan dalam pemberian pelayanan lalu lintas penerbangan dan juga termasuk pelatihan peralatan baru.
5.1.4.2
Pelatihan harus dibuat sesuai standar yang ditetapkan dalam PKPS bagian 69 dan persyaratan dalam PKPS bagian 143, atau analisa kebutuhan pelatihan.
5.1.4.3
Program pelatihan harus menyeluruh dan memudahkan pencapaian tujuan pelatihan melalui silabus yang sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan. Ketentuan mengenai silabus diatur pada Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
5.1.5
Pelatihan Kondisi Darurat
Pelatihan kondisi darurat harus menjadi bagian dari pelatihan, agar peserta mampu menghadapi kejadian tak terduga. 14
5.1.6
Pelatihan Manajemen Keselamatan
Pelatihan manajemen keselamatan meliputi informasi, penerapannya dan simulasi bagi peserta menjadi bagian dari pelatihan operasional. 5.1.7
Pelatihan Penyegaran [Refresher Training)
Pelatihan penyegaran merupakan bagian dari program pendidikan, pelatihan dan pengujian. Hal ini meliputi pelatihan berkala dan penilaian terhadap kemampuan individu dalam melaksanakan
fungsi pelayanan lalu lintas penerbangan sesuai kompetensinya (pengetahuan dan ketrampilan), termasuk untuk kondisi abnormal
situation, kondisi darurat, penurunan kinerja peralatan, rencana
kontigensi. Silabus dan periode pelatihan penyegaran harus cukup untuk menjamin kompetensi personel. 5.1.8
On-going Training
Program pendidikan, pelatihan dan pengujian harus meliputi on going training, yang dibutuhkan untuk menjamin personel memiliki kompetensi sesuai dengan standar, prosedur, teknik, fasilitas dan peralatan baru dalam menjalankan tugasnya. 5.1.9
Remedial Training
Program pendidikan, pelatihan dan pengujian harus memiliki mekanisme untuk mengidentifikasi kekurangan dalam hal
pengetahuan atau ketrampilan dan digunakan untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan tersebut. 5.1.10
Pengujian
Tujuan Pengujian adalah untuk memastikan bahwa personel yang melaksanakan tugas mempunyai kompetensi sesuai dengan PKPS bagian 69 dan ketentuan yang ditetapkan oleh penyelenggara pelayanan sebagai tambahan dari PKPS bagian 69. Pengujian harus dilakukan sesuai dengan Peraturan PKPS bagian 69. 5.1.11
Kualifikasi Pengajar dan Penguji
Seseorang yang mempunyai fungsi sebagai pengajar atau penguji harus
mempunyai
kualifikasi sesuai
fungsinya
berdasarkan
peraturan perundang-undangn yang berlaku.
15
BAB VI
SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN
Bagian 6.1: Umum
6.1.1
Unsur-unsur Sistem Manajemen Keselamatan Penerbangan Sistem Manajemen Keselamatan harus memiliki unsur-unsur:
a. Tujuan dan kebijakan penyelenggara pelayanan Lalu lintas Penerbangan;
b. Tanggung
Jawab
Organisasi
dan
Staf
terkait
masalah
keselamatan;
c. Penetapan tingkat keselamatan yang berlaku dalam pelayanan serta pemantauan terhadap tingkat keselamatan yang dicapai; d. Proses untuk Safety Review Internal;
e. Proses untuk pelaporan internal dan manajemen keselamatan dan insiden;
f.
Proses untuk identifikasi, penilaian, pengendalian dan pencegahan terhadap terjadinya serta potensi terjadinya bahaya keselamatan dalam pemberian pelayanan; g. Informasi mengenai keterkaitan antara kelompok fungsional
internal dengan penyelenggara bandara serta penyelenggara pendukung lainya terkait tanggung jawab dan prosedur; dan
h. Proses managemen perubahan terhadap pelayanan yang ada. 6.1.2
Persiapan Safety Case
6.1.2.1
Safety case harus berdasarkan pada metode yang ditetapkan untuk penilaian resiko keselamatan.
6.1.2.2
Penilaian resiko keselamatan dalam Safety case harus:
a. Mengidentifikasikan
potensi
bahaya
keselamatan
yang
berhubungan dengan operasi dari setiap pelayanan baik dalam operasi normal maupun abnormal;
b. Menilai resiko keselamatan pada setiap bahaya; dan c. Mengidentifikasilangkah-langkah mitigasi yang dapat dilakukan terhadap resiko bahaya yang tidak dapat diterima.
16
6.1.2.3
Pelayanan Lalu Lintas Penerbangan atau fasilitas yang telah dioperasikan dengan aman sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun sebelum
tanggal
dimulainya
pengoperasian
awal
tidak
membutuhkan safety case. Untuk kasus lain, harus berdasarkan
safety case yang disetujui oleh Direktur Jenderal Perhubungan Udara.
6.1.2 A
Safety Case harus disiapkan dan disampaikan kepada Ditjen Hubud untuk mendapatkan persetujuan dalam rangka mendukung pelayanan baru atau pengajuan perubahan terhadap pelayanan yang ada. Safety case diperlukan apabila:
a. terjadi perubahan pelayanan yang tidak sesuai dengan sertifikat yang dikeluarkan untuk penyelenggara pelayanan lalu lintas penerbangan berdasarkan pada PKPS 172.275;
b. safety case tersebut perlu disampaikan kepada Ditjen Hubud sebagaimana dipersyaratkan dalam dokumen system manajemen keselamatan; atau
c. diminta oleh Ditjen Hubud.
6.1.2.5
Internal safety assessment untuk setiap perubahan yang tidak menyimpang dari approval penyelenggara pelayanan dilaksanakan sesuai system manajemen keselamatan .
17
BAB VII
RENCANA KONTIGENSI
Bagian 7.1: Umum 7.1.1
Pendahuluan
7.1.1.1
Bagian ini menetapkan standar untuk rencana kontigensi yang berhubungan dengan pelayanan lalu lintas penerbangan. Rencana Kontigensi harus menjelaskan secara terperinci mengenai
7.1.1.2
tindakan yang harus dilakukan oleh staf opersional dalam menjaga keselamatan ketika terjadi kegagalan atau ketidaktersediaan personel, fasilitas atau peralatan yang berdampak pada pelayanan
lalu lintas penerbangan. Rencana tersebut harus mencakup prosedur transisi yang aman dan teratur sampai kembali kepada pelayanan normal. 7.1.2
Isi Minimum Rencana Kontigensi
7.1.2.1
Rencana kontigensi harus meliputi keseluruhan pelayanan yang diberikan sesuai dengan sertifikat penyelenggara, namun tidak terbatas pada pengaturan mengenai: a.
Manajemen Ruang Udara:
1) Pengalihan tanggung jawab; 2) penentuan ulang; 3) Emergency Traffic.
b. air traffic flow management; c.
air traffic separation;
d. Alternatif untuk melanjutkan pelayanan (contoh alternatif posisi operasi atau unit Pelayanan Lalu Lintas Penerbangan); e. pelayanan Alternatif (contoh; traffic Information); f. Search and Rescue (SAR) alerting; g. Tranfer Informasi/ koordinasi;
h. Pemberitahuan kepada pihak lain yang terkena dampak; i. Letter ofAggreement (LOA) dengan penyelennggara lain; Jk
1.
Pemulihan staf, fasilitas atau peralatan ke kondisi normal; Langkah-langkah untuk menguji kesesuain rencana ;
Persyaratan pelatihan staf untuk memastikan rencana dapat diimplementasikan dengan baik. 18
BAB VIII
PROGRAM KEAMANAN
Bagian 8.1: Umum 8.1.1
Pe ndahuluan
Bagian ini menetapkan tentang standar untuk kesepakatan program keamanan antara penyelenggara pelayanan dengan unit terkait yang bertanggung jawab untuk menjamin keamanan penerbangan. 8.1.2
8.1.2.1
Standar Program Keamanan
Program
Keamaan
harus
menentukan
langkah-langkah
dan
prosedur yang diikuti untuk tujuan:
a.
Pencegahan dan pendeteksian kerusakan yang terjadi secara sengaja atau tidak pada orang, fasilitas atau peralatan yang digunakan penyelenggara dalam memberikan pelayanan lalu lintas penerbangan;
b. Menindaklanjuti ancaman kerusakan yang disengaja atau tidak untuk fasilitas atau peralatan yang digunakan oleh penyelenggara dalam menyelenggarakan pelayanan lalu lintas penerbangan; dan
c.
Mencegah orang yang tidak berwenang untuk memiliki akses ke
fasilitas atau peralatanyang digunakan penyelenggara dalam menyelenggarakan pelayanan lalu lintas penerbangan. 8.1.3
Pedoman ICAO dan Program Keamanan Penerbangan Nasional Program keamanan harus sesuai dengan pedoman didalam ICAO Doc. 9985 Air Traffic Management Security Manual dan Program Keamanan Penerbangan Nasional
19
BAB IX
DOKUMEN DAN REKAMAN
Bagian 9.1: Umum 9.1.1
Dokumen
9.1.1.1
Penyelenggara Pelayanan Lalu Lintas Penerbangan harus memiliki Sistem Pengendalian Dokumen yang meliputi otorisasi, standarisasi, publikasi, distribusi dan pembaharuan terhadap semua dokumen yang dikeluarkan.
9.1.1.2
Proses system pengendalian dokumen harus memastikan:
a. Otorisasi oleh otoritas yang ditunjuk sesuai dengan manajemen dan struktur akuntabilitas keselamatan;
9.1.1.3
b.
keterkiniaan dokumen;
c.
Ketersediaan dokumen disetiap tempat yang dibutuhkan oleh personil pelayanan lalu lintas penerbangan;
d.
Hanya versi terbaru yang tersedia di posisi operasional;
e.
dokumen asli harus disimpan dengan baik; dan
f.
Dokumen diarsipkan ketika ada perubahan.
Sesuai dengan Sub-regulasi 172.160 (g), manual dan dokumen yang harus dipelihara adalah:
a. Manual untuk peralatan yang digunakan oleh staf dalam memberikan pelayanan lalu lintas penerbangan; dan
b. Dokumen yang terkait dengan Aerodrome Emergency Plan (Pelayanan Aerodrome). 9.1.2
Rekaman
9.1.2.1
Sistem untuk perekaman meliputi identifikasi,
pengumpulan,
pengindeksian, penyimpanan, keamanan, pemeliharaan akses dan
penghapusan rekaman yang diperlukan untuk pemberian pelayanan lalu lintas penerbangan. 9.1.2.2
Sistem perekaman harus memberikan sejarah aktifitas pelayanan lalu lintas penerbangan secara akurat untuk tujuan rekonstruksi dalam investigasi keselamatan penerbangan dan analisa system kselamatan.
20
9.1.3
9.1.3.1
Rekaman yang harus disimpan
Rekaman Otomatis. Peralatan yang digunakan untuk memberikan pelayanan lalu lintas penerbangan harus direkam secara otomatis
dan tersimpan sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) hari meliputi: a. Alat Komunikasi dua arah antara pilot-controller berupa radiotelephony atau datalink;
b. Direct-speech atau data link antar
unit Pelayanan Lalu Lintas
Penebangan;
c. Data Pengamatan dari fasilitas pengamatan Penerbangan; d. Pemprosesan
data
penerbangan
secara
otomasi
termasuk
tampilan mengenai track pesawat dan label block pada layar (sesuai dengan huruf c diatas).
9.1.3.2
Time injection. Rekaman otomatis harus memiliki tampilan waktu yang akurat dalam jam/menit/detik, pada setiap rekaman kejadian.
9.1.3.3
Rekaman Dokumen berikut harus disimpan sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) hari: a.
b.
Berita-berita Penerbangan, termasuk Flight Plan;
Fight progress strips atau dokumen serupa yang digunakan untuk mencatat data penerbangan dan pemberian clearance, instruksi dan arah;
c.
Transkrip dari broadcasts cuaca otomatis (contoh. ATIS);
d.
Log books;
e.
Informasi secara rinci tentang penyerahan/pengambilalihan. Jika
rekaman tidak tersedia secara elektronik maka orang yang mengambil alih harus teridentifikasi.
9.1.3.4
Tambahan. Rekaman dari item tambahan berikut harus disimpan sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun: a. Rincian ganguan dalam pelayanan;
b. Rincian kegagalan dalam peralatan yang digunakan dalam pemberian pelayanan lalu lintas penerbangan; c.
Daftar fasilitas yang tidak tersedia;
d.
Jadwal dinas staf;
21
Rincian tindakan yang dilaksanakan sesuai dengan system manajemen keselamatan termasuk pencegahan;
tindakan korektif
dan
Arahan dan Instruksi kepada staf dalam memberikan pelayanan lalu lintas penerbangan; dan g-
Manual Teknis yang digunakan untuk pemberian pelayanan lalu lintas penerbangan.
9.1.3.5
Rekaman lisensi Personil. Rekaman Uisensi personil dan sertifikat kompetensi personil Pelayanan Lalu Lintas Penerbangan yang sesuai dengan PKPS 69 Harus disimpan sekurang-kurangnya 7 (tujuh) tahun termasuk setelah pegawai berhenti dipekerjakan oleh penyelenggara
pelayanan
lalu
lintas
penerbangan,
termasuk
informasi:
a.
Pelatihan;
b. Pembaharuan dan penilaian rating, pengesahan dan kulifikasi; dan
c. Keahlian lain yang dibutuhkan Penyelenggara pelayanan lalu lintas penerbangan.
9.1.3.6
Penyimpanan Rekaman untuk investigasi. Ketika dibutuhkan oleh KNKT dan/atau Ditjen Hubud untuk tujuan Investigasi, Rekaman harus dipisahkan dan disimpan ditempat yang aman.
9.1.4
Pemeliharaan Rekaman
9.1.4.1
Penghapusan dari Rekaman Komunikasi tidak diijinkan. Input data tertulis harus ditulis menggunakan tinta yang tidak dapat dihapus dan harus terbaca.
9.1.4.2 Form atau strip tidak aktif yang menunjukan kesalahan dapat diganti.
9.1.4.3
Pada form dan strip aktif, jika terjadi kesalahan laporan, rekaman dan log book harus di ubah, atau dikoreksi dengan: a. Menggambar garis sepanjang data yang salah dan menulis data yang benar; atau
b. Membatalkan yang lama dan menulis ulang catatan, tetap mempertahankan baik yang lama dan yang baru untuk tujuan referensi
22
9.1.4.3 Metode Rekaman. Informasi Operasional yang dikirim dan diterima secara lisan harus direkam dengan media elektronik sesuai dengan PKPS 172. Rekamannya dibuat dengan metode: a. Menulis dalam flight Progress strip;
b. Mengetik transkrip dalam form yang ditetapkan; c. membuat salinan transkrip melalui mesin fotocopy; d. Tulis tangan sesuai dengan SOP Lokal;
e. Tulis tangan sesuai form yang ditetapkan;
f.
9.1.4.4
Input langsung pada peralatan komputer.
Pemberitahuan penerbangan. Salinan untuk semua pemberitahuan penerbangan yang diterima harus disimpan selama 90 (Sembilan puluh) hari. Pencetakan pemberitahuan penerbangan harus disesuaikan dengan kondisi traffic.
Rekaman elektronik harus
diarsipkan dalam media "off-line" yang sesuai. 9.1.5
Pemeliharaan ATS log
9.1.5.1
ATS log harus digunakan untuk merekam seluruh kejadian signifikan dan tindakan yang berhubungan dengan kegiatan operasi, fasilitas, peralatan dan staf dalam unit pelayanan lalu lintas penerbangan.
9.1.5.2
Penulisan catatan kerja atau ATS log tidak boleh dimasukan
diantara penulisan sebelumnya. Ketika diperlukan memasukan catatan yang tidak sesuai urutan maka catatan harus dimasukan
sesegera mungkin dan diberikan keterangan bahwa catatan tidak
sesuai urutan serta diberikan alasan mengapa catatan tersebut tidak sesuai dengan urutan. 9.1.5.3
Semua data yang dicatat dalam ATS log, harus dicatat berdasarkan
waktu kejadian atau waktu dimasukan kedalam ATS log. 9.1.5.4
Informasi minimum yang harus dicatat. Informasi minimum yang harus dicatat pada setiap kejadian antara lain: Pada saat memulai Operasi: a. Tanggal dan Waktu dalam UTC;
b. Identifikasi unit dan/atau posisi operasi.
Catatan: Hal ini dapat dijadikan satu dalam stempel tanggal penyelenggara
23
Ketika melanjutkan tanggung jawab dari personil sebelumnya: a. Waktu dan tanggal dalam UTC dimulainya pemindahan tanggung jawab pada sebuah posisi serta ditanda tangani petugas yang menjalankan tugas sebelumnya (Hat juga rekaman suara); b. Hasil pemeriksaan peralatan; c. Hasil pemeriksaan waktu.
Selama Unit beroperasi:
a. Insiden
Keselamatan
penerbangan
termasuk
accident
dan
ketidaksesuaian dengan peraturan seperti ketidakpatuhan terhadap instruksi pemandu lalu lintas penerbangan; Catatan : Hal ini dilakukan disamping melakukan pelaporan incident/ accident.
b. Tindakan yang dilakukan yang berhubungan dengan aktifitas SAR termasuk komunikasi distress;
c. Catatan Umum mengenai informasi penting tentang aerodrome, seperti hasil pemeriksaan aerodrome, penutupan sebagian dari manoeuvring area yang disebabkan oleh pekerjaan atau fenomena alam, dsb;
d. Waktu penutupan dan dibukanya kembali aerodrome, serta alasan penutupan;
e. Perubahan status fasilitas, pelayanan atau prosedur termasuk kesulitan komunikasi dan pengujiannya;
f. Perubahan sementara terkait staf atau jam operasi termasuk variasi jumlah staf yang dibutuhkan;
g. Setiap dispensasi yang diberikan yang tidak sesuai dengan regulasi;
h. Status alat bantu navigasi penerbangan. Penyerahan/pengambilalihan (jika form terpisah tidak tersedia dan disimpan sebagai catatan):
a. Ringkasan tindakan luar biasa dan operasi yang tidak biasa baik yang sedang terjadi atau berupa antisipasi, berkaitan dengan display traffic dan/atau aktifitas SAR; b. Status Komunikasi dan Peralatan;
c. Waktu Penyerahan/Pengambilalihan ditanda tangani petugas yang bersangkutan.
24
Penutupan unit dan/atau posisi:
a. Waktu penutupan dan kondisi serta tindakan yang dilakukan berhubungan dengan penutupan, termasuk perubahan status peralatan dan tindakan luar biasa yang dilakukan;
b. Waktu rencana pembukaan kembali dan tanda tangan petugas yang menutup unit dan/atau posisi. 9.1.6
Rekaman Suara dan Data
9.1.6.1
Jika tersedia fasilitas rekaman suara yang memadai, rincian kegiatan pembukaan dan penutupan pelayanan atau identifikasi dari petugas yang melanjutkan tanggung jawab pada sebuah posisi dapat direkam melalui lisan sebagai pengganti penulisan log book. Dalam hal ini, untuk keperluan investigasi, prosedur yang digunakan harus cukup menunjukan status dari posisi (aktif/tidak aktif) serta personil yang bertanggung jawab pada posisi aktif pada waktu tertentu.
9.1.6.2
Ketika terjadi kerusakan pada rekaman suara otomatis, apabila memungkinkan perekaman komunikasi secara secara manual harus tetap dilakukan.
25
BABX
STANDAR PEMBERIAN PELAYANAN LALU LINTAS PENERBANGAN
Bagian 10.1: Umum
10.1.1
Tujuan
Pemberian Pelayanan Lalu Lintas Penerbangan harus disesuikan
dengan Standar, peraturan dan prosedur yang terdapat didalam PKPS 170, PKPS 91, AC 170-02, ICAO Annex 11, PANS-OPS Volume II, ICAO Doc 8168, ICAO Doc 7030 and ICAO PANS-ATM Doc 4444.
10.1.2
Pelayanan Lalu Lintas Penerbangan sejalan dengan Klasifikasi Ruang Udara
Selain ditetapkan oleh Direktur Jenderal Perhubungan Udara, Pelayanan Lalu Lintas Penerbangan harus diberikan klasifikasi ruang udara yang diinformasikan dalam AIP. 10.1.3
sesuai
Prioritas Lalu Lintas Udara
Pesawat dalam kondisi bahaya harus diberikan prioritas dari lalu lintas udara lainnya.
26
BAB XI
KOMUNIKASI PENERBANGAN
Bagian 11.1: Umum
11.1.1
Informasi penerimaan koordinasi verbal
11.1.1.1 Ketika Unit Pelayanan Lalu Lintas Penerbangan menerima Instruksi/ clearance secara lisan dari Unit Pelayanan Lalu Lintas Penerbangan lain, maka beberapa hal berikut harus di read back: a
Nomor atau Nama Jalur Penerbangan;
b
point untuk tracking;
c.
Ketinggian yang diberikan;
d
SID;
e.
Identitas STAR, termasuk Runway yang digunakan;
f.
Kode SSR yang dialokasikan;
g-
Mach Number yang dialokasikan;
h. heading, termasuk arah putarannya;
i. Setiapa item yang diinformasikan dalam clearance sebagai "amended"atau "recleared"; J.
Pembatalan clearance;
k
Persyaratan/pembatasan level;
1.
Batasan clearance;
m. Kata "VisuaF jika ditambahkan pada instruksi terkait ketinggian, heading atau instruksi berputar.
11.1.1.2 Ketika Unit Pelayanan Lalu Lintas Penerbangan menerima laporan posisi, pengecekan ketinggian atau perubahan ketinggian dari Unit Pelayanan Lalu Lintas Penerbangan lain, sebagai tanda bahwa
informasi telah diterima unit pelayanan lalu lintas penerbangan yang menerima informasi tersbut harus menyampaikan kembali : a. Call sign pesawat;
b. Ketinggian yang ditetapkan.
11.1.1.3 Unit yang menyampaikan informasi harus memperoleh readback dengan benar dan tidak dibenarkan hanya melalui pernyataan menerima pesan melalui penyampaian callsign unit penerima. 27
11.1.1.4 Pernyataan menerima pesan tidak boleh diberikan sampai unit penerima yakin informasi yang disampaikan telah diterima dengan
11.1.2
Protokol Telephony
Penggunan radiotelephony dalam kegiatan penerbangan harus sesuai dengan peraturan International Civil Aviation Organization (ICAO)
Annex 10, VolI II ICAO PANS-ATM dan Aeronautical Information Publication (AIP) Indonesia. Jika terdapat ketidaksesuaian, maka
Aeronautical Information Publication (AIP) yang digunakan. 11.1.3 Aeronautical Fixed Telecommunications Network
Penggunaan Jaringan Aeronautical Fixed Telecommunication Network /Automatic Message Handling System (AFTN/AMHS) harus sesuai
dengan peraturan International Civil Aviation Organization (ICAO)
DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA, ttd
HERRY BAKTI
Salinan sesuai dengan aslinya
KEPAL^^CHAN^UKUM DAN HUMAS IL [WEKTORATJEHDBRAUAYAT
Pembina (IV/a) NIP. 19680619 199403 1 002
28