Yunita Puspitasari: Pengaruh Erdostein pada Kadar GSH, IL-8, VEP1, dan Skor CAT pada PPOK Stabil
Pengaruh Erdostein pada Kadar Glutathione, Interleukin 8, Volume Ekspirasi Paksa Detik Pertama, dan Skor CAT pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik Stabil Yunita Puspitasari, Suradi, Reviono Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, RS Dr. Moewardi Surakarta Abstrak
Latar belakang: Inflamasi saluran napas perifer dan kerusakan struktural saluran napas pada PPOK berkontribusi secara fungsional terhadap hambatan aliran udara ekspirasi. Penelitian ini dilakukan untuk menilai apakah pengaruh pemberian erdostein pada kadar GSH, interleukin 8 (IL-8), nilai volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1 )dan skor CAT pasien penyakit paru obstruktif kronik stabil. Metode: Penelitian ini merupakan uji klinis dengan desain single blind randomized controlled trial. Subjek penelitian adalah pasien PPOK stabil yang datang ke Poliklinik Paru RSUD Dr. Moewardi Surakarta pada bulan September 2014. Subjek dibagi menjadi dua kelompok. Kedua kelompok mendapat terapi standar. Erdostein 300 mg diberikan dua kali sehari pada kelompok pertama (n=13) selama 10 hari, sedangkan kelompok kedua mendapat plasebo (n=13). Penentuan derajat obstruksi dengan pemeriksaan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1), pengukuran kadar GSH, IL-8 dan penilaian skor CAT dilakukan sebelum dan sesudah pemberian erdostein selama 10 hari. Pengaruh pemberian erdostein dinilai berdasarkan ada tidaknya kenaikan VEP1 dan GSH serta penurunan skor CAT dan kadar IL-8. Hasil: Pemberian erdostein secara signifikan dapat menurunkan skor CAT dengan nilai p=0,017. Peningkatan VEP1 setelah pemberian erdostein secara statistik tidak bermakna (p=0,823) demikian juga dengan kadar GSH (p=0,532) dan kadar IL-8 (p=0,396). Terdapat perbedaan perubahan yang signifikan setelah perlakuan pada kadar GSH (p=0,000). Tidak ada perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok setelah perlakuan pada nilai VEP1 (p= 0,590), skor CAT (p=0,297) maupun kadar IL-8 (p=0,665). Kesimpulan: Pemberian erdostein menurunkan skor CAT pasien PPOK stabil. Terdapat peningkatan kadar GSH dan VEP1 namun secara statistik tidak bermakna. Kadar IL-8 sebagai penanda inflamasi tidak menunjukkan penurunan. (J Respir Indo. 2015; 35: 181-92) Kata kunci: erdostein, PPOK stabil, VEP1, skor CAT, kadar GSH, kadar IL-8.
The Influence Of Erdostein in Glutathione, IL-8 Level, VEP1 Value, and CAT Score in Stable Chronic Obstructive Pulmonary Disease Patients Abstract
Background: Peripheral airway inflammation and structural airway injury in COPD functionally contribute to expiratory airflow limitation. The study aims to investigate the influence of erdostein in GSH, IL-8 level, VEP1 value and CAT score in stable chronic obstructive pulmonary disease patients. Methods: This is a clinical single-blind randomized controlled trial study. Subjects were stable COPD outpatients of Dr. Moewardi Hospitals Surakarta. We randomized the subjects into two groups. Both groups received standard theraphy. Three hundred milligram erdostein was given twice daily in first group (n= 13) for 10 days, while the second group (n= 13) received placebo twice daily for 10 days. CAT score was carried out at the start and the completion of 10 day treatment along with measurement of severity of obstruction with forced expiratory volume in one second, GSH and IL-8 level. Results: Erdostein significantly reduced CAT score (p=0.017). The increase of VEP1 value between the groups was not significant (p= 0.823) thus GSH (p=0.532) and IL-8 level (p=0.396). There was not significant difference between the groups after treatment in VEP1 value (p= 0.590), CAT score (p=0.297) and IL-8 level (p=0,665). Conclusion: Erdostein significantly reduced CAT score in stable chronic obstructive pulmonary disease patients. The increase of GSH level and VEP1 was not significant. IL-8 level as a marker of inflammation was not decrease. (J Respir Indo. 2015; 35: 181-92) Keywords: erdostein, stable COPD, VEP1, CAT score, GSH level, IL-8 level.
Korespondensi: Yunita Puspitasari Email:
[email protected] Hp: 081514180568
J Respir Indo Vol. 35 No. 3 Juli 2015
181
Yunita Puspitasari: Pengaruh Erdostein pada Kadar GSH, IL-8, VEP1, dan Skor CAT pada PPOK Stabil
PENDAHULUAN
pengaruh PPOK terhadap kesejahteraan dan kehi
The Global Burden of Disease Study mem perkirakan tahun 2020 penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) akan menempati urutan ketiga penyebab kematian di seluruh dunia dan diproyeksikan menjadi penyebab keempat kematian pada tahun 2030.1 Indonesia tahun 2004 menunjukkan PPOK urutan pertama penyumbang angka kesakitan (35%).2 Perubahan struktural saluran napas pada PPOK terjadi akibat mekanisme yang kompleks. Mekanisme tersebut adalah inflamasi, stres oksidatif, ketidakseimbangan
protease-antiprotease
dan
apoptosis.1,3-5 Saluran napas dan paru selalu terpajan oksidan baik eksogen maupun endogen sehingga sangat rentan terhadap stres oksidatif.4-6 Tingkat peradangan, fibrosis dan cairan eksudat di lumen saluran napas kecil berkorelasi dengan penurunan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan rasio VEP1/ KVP (kapasitas vital paksa).2 Mukolitik dipertimbangkan untuk menurunkan viskoelastisitas duksi
sputum
dan
sputum.7 Erdostein
N-(carboxymethylthioacetyl)
memperbaiki
dengan
pro
nama
kimia
homocysteine
thio
lactone mempunyai aktivitas farmakologi setelah dimetabolisme menjadi metabolit aktif N-thiodiglycolylHomocysteine (Met 1) yang membuka ikatan disulfida pada mukoprotein bronkus sehingga memberi efek mukolitik.7,8 Sebagai antioksidan dan antiinflamasi erdostein memiliki gugus sulfhidril (free thiol) yang menghambat aktivitas scavenging radikal bebas (ROS) dengan cara berkonjugasi langsung dengan oksidan H2O2 sehingga oksidan menjadi netral (H2O).9,10 Sebagai
antioksidan
erdostein
menjadi
prekursor glutathion bentuk tereduksi (reduced glutathione = GSH) dan merangsang sintesis GSH.10 Glutation digunakan sebagai substrat glutathion peroksidase (GPx) untuk mendetoksifikasi hydrogen peroksida (H2O2) yang merupakan ROS dalam sel.10,11 Secara kuantitatif merupakan penyangga redoks utama intraselular.12 Chronic
Obstructive
Pulmonary
Disease
Assessment Test (CAT) merupakan tes standar dan tervalidasi mengandung 8 item untuk mengevaluasi
182
dupan sehari-hari meliputi batuk, produksi dahak, rasa berat di dada, sesak napas, keterbatasan aktivitas, kekhawatiran karena kondisi paru, tenaga dan gangguan tidur. Volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) perlu untuk menetapkan diagnosis dan mengkonfirmasi keparahan obstruksi saluran napas pada pasien PPOK. Chronic Obs-tructive Pulmonary Disease Assessment Test (CAT) dan VEP1 merupakan pengukuran yang saling melengkapi untuk
penilaian
dan
penatalaksanaan
PPOK.
Keduanya merupakan metode yang dapat dipercaya untuk menilai respons pengobatan dan progresivitas penyakit. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian erdostein terhadap derajat obstruksi dan skor CAT penderita PPOK stabil melalui
penilaian
fungsi
erdostein
sebagai
antioksidan dan antiinflamasi. Penurunan inflamasi ditandai penurunan ekspresi dan sekresi sitokin proinflamasi
(IL-8).
Penurunan
stres
oksidatif
ditandai oleh pengukuran kadar glutathione (GSH). Penurunan hambatan aliran udara diukur dengan nilai VEP1. Hambatan aliran udara yang menurun akan memperbaiki gejala klinis yang dapat diukur dengan skor CAT. METODE Penelitian ini merupakan uji klinis dengan desain single blind randomized controlled trial. Penelitian dilakukan di poliklinik paru RSUD Dr. Moewardi Surakarta pada bulan September 2014 sampai memenuhi jumlah sampel. Besar sampel ditentukan berdasarkan jenis penelitian analitik dan didapatkan jumlah sampel 26 orang terdiri dari 13 orang untuk kelompok plasebo dan 13 orang untuk kelompok erdostein. Populasi target penelitian ini adalah pasien PPOK stabil. Populasi terjangkau adalah penderita PPOK stabil yang menjalani rawat jalan di poliklinik paru RSUD Dr. Moewardi pada bulan September 2014 sampai memenuhi jumlah sampel. Kriteria inklusi adalah pasien terdiagnosis
J Respir Indo Vol. 35 No. 3 Juli 2015
Yunita Puspitasari: Pengaruh Erdostein pada Kadar GSH, IL-8, VEP1, dan Skor CAT pada PPOK Stabil
sebagai PPOK stabil secara klinis, laki-laki, umur > 40
(GPx) untuk mendetoksifikasi hidrogen peroksida
tahun berdasarkan selisih hari kelahiran dengan
(H2O2) suatu sumber ROS dalam sel. Sintesis GSH
ulang tahun yang terakhir pada saat penelitian,
tergantung dari ketersediaan sistein. Konsentrasi
bersedia ikut dalam penelitian dan menandatangani
GSH selular menurun sebagai respon terhadap
lembar persetujuan, bersedia mengisi kuesioner secara
malnutrisi protein, stres oksidatif dan beberapa kondisi
lengkap dan benar. Kriteria eksklusi adalah pasien
patologis lain. Antioksidan erdostein menghambat
PPOK yang telah memakai antioksidan sebelum
stress oksidatif dengan menginduksi biosintesis GSH.
penelitian, pasien PPOK dengan penyakit hepar,
Kadar GSH diukur dengan metode enzimatik dengan
pasien PPOK dengan penyakit ginjal, pasien PPOK
spektrofotometri menggunakan alat Bioxytech® GSH-
dengan kanker paru, ditemukan infeksi di luar saluran
420TM. Satuan kadar GSH μmol/gHb. Skala ukur
pernapasan, diabetes melitus. Kriteria drop out adalah
menggunakan skala numerik (rasio).
pasien mengalami eksaserbasi akut, menggunakan
Interleukin 8 merupakan kemokin dihasilkan
suplementasi lain selama penelitian berlangsung, tidak
oleh makrofag
terlacak lagi saat follow up, mengundurkan diri, muncul
8 juga merupakan neutrophil chemotactic factor
efek samping terhadap erdosteine antara lain nausea,
yang
heartburn, nyeri perut, gangguan pengecapan selama penelitian berlangsung, pasien meninggal. Variabel tergantung adalah VEP1 dan CAT
teraktivasi melepaskan serin protease sehingga
sedangkan variabel bebas adalah erdostein. Diagnosis
fungsional terhadap hambatan aliran udara ekspirasi.
PPOK stabil adalah jika pasien PPOK tidak dalam kondisi eksaserbasi akut (sesak meningkat, sputum bertambah dan perubahan konsistensi/ warna sputum).
1
Derajat obstruksi adalah tingkat hambatan aliran udara. Derajat obstruksi pada PPOK berdasarkan nilai VEP1 pasca uji bronkodilator. Volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) adalah jumlah volume udara yang dikeluarkan secara paksa pada detik pertama. Pengukuran VEP1 menggunakan spirometri COSMED Pony FX. Skala ukur menggunakan skala numerik (rasio). Chronic Obstructive Pulmonary Disease Assesment Test terdiri dari 8 item kuesioner tervalidasi untuk menilai gangguan status kesehatan pada pasien PPOK meliputi keluhan batuk, adanya dahak, rasa berat di dada, sesak napas saat naik tangga, keterbatasan aktivitas sehari-hari di rumah, rasa khawatir terhadap penyakit paru yang diderita, sulit tidur, dan kelemahan fisik/tenaga. Tiap item dinilai dengan enam skala (0-5). Skala pengukuran menggunakan skala numerik (rasio). Glutathion merupakan molekul thiol dengan berat molekul rendah berfungsi sebagai antioksidan, melindungi terhadap reactive oxygen species (ROS). Glutathion digunakan sebagai substrat glutathione peroxidase J Respir Indo Vol. 35 No. 3 Juli 2015
dan beberapa sel lain. Interleukin
menginduksi
kemotaksis
netrofil.
Netrofil
terjadi destruksi elastin alveolar. Inflamasi saluran napas perifer dan parenkim paru berkontribusi secara Interleukin-8 diukur menggunakan metode ELISA menggunakan alat Quantikine® Human CXCL8/IL8 Immunoassay. Kadar IL-8 dalam satuan pg/ mL. Skala ukur menggunakan skala numerik (rasio). Erdostein merupakan senyawa dengan gugus thiol yang setelah dimetabolisme menjadi Met 1 juga berefek antioksidan dan antiinflamasi. Erdostein dalam penelitian ini diproduksi oleh perusahaan farmasi, diberikan dalam bentuk kapsul dengan dosis 2x300 mg selama 10 hari. Plasebo adalah kapsul berisi amilum (pati) yaitu suatu karbohidrat kompleks yang tidak larut air, tawar dan tidak berbau. Skala data menggunakan skala kategorikal (nominal). Subjek yang memenuhi kriteria inklusi diberikan edukasi, dicatat identitas dan data lainnya meliputi riwayat merokok, lama menderita sakit, penyakit lain yang diderita, dan lain-lain pada formulir yang disediakan. Subjek diminta untuk mengisi kuesioner CAT untuk menilai berat ringan gejala klinis PPOK . Data awal subjek diperoleh dari anamnesis, skor CAT, nilai VEP1 dari pengukuran spirometri, pengambilan darah untuk pengukuran kadar GSH dan IL-8. Selanjutnya subjek dibagi menjadi 2 grup secara random, grup pertama mendapat erdosteine
183
Yunita Puspitasari: Pengaruh Erdostein pada Kadar GSH, IL-8, VEP1, dan Skor CAT pada PPOK Stabil
2x300 mg selama 10 hari, grup kedua mendapat
berdasarkan tabel random sederhana, didapatkan
plasebo selama 10 hari. Obat rutin yang subjek pakai
13 pasien PPOK stabil kelompok erdostein dan 13
tetap dipakai seperti biasa. Evaluasi efek samping obat
pasien PPOK stabil kelompok kontrol.
dilakukan melalui telepon dan saat penderita kontrol.
Karakteristik variabel yang perlu dideskripsikan
Hari ke-11 dilakukan kembali skoring CAT, pemeriksaan
meliputi umur, tinggi badan, berat badan dan IMT yang
spirometri untuk mendapatkan nilai VEP1, pengambilan
dinyatakan secara numerik, serta riwayat merokok
darah untuk pengukuran kadar GSH dan IL-8.
(Indeks Brinkman) dan komorbid yang dinyatakan secara
Penulis mengajukan persetujuan etik penelitian
kategorik. Variabel-variabel numerik dideskripsikan
ke Panitia Kelaikan Etik Fakultas Kedokteran UNS
dengan nilai rata-rata (mean), nilai tengah (median),
Surakarta sebelum dilakukan penelitian. Analisis data
simpangan baku (standar deviasi), nilai terendah
dilakukan dengan memakai SPSS 16 for Windows.
(minimum), dan nilai tertinggi (maksimum). Variabel-
Perbandingan antara variabel bebas dan tergantung
variabel kategorik dideskripsikan dengan frekuensi
menggunakan uji beda. Batas kemaknaan nilai p >
dan prosentase tiap-tiap kategori. Karakteristik dasar
0,05 tidak bermakna, nilai p ≤ 0,05 bermakna.
subjek penelitian dapat dilihat pada tabel 1. Berdasarkan tabel 1, sampel kedua kelompok
HASIL
menunjukkan homogenitas (keseragaman) pada
Penelitian ini melibatkan 26 pasien PPOK
semua karakteristik kecuali pada riwayat merokok.
stabil yang menjalani rawat jalan di poli Paru RSUD
Terdapat perbedaan distribusi derajat merokok antara
Dr. Moewardi Surakarta pada tanggal 8 Oktober 2014
kedua kelompok (p < 0,05) dengan kecenderungan
sampai dengan 29 November 2014. Subjek dibagi
kelompok plasebo mempunyai riwayat merokok
menjadi kelompok erdostein dan kelompok kontrol
yang lebih berat dibandingkan kelompok erdostein.
Tabel 1. Karakteristik variabel penelitian Karakteristik Umur (tahun) Mean ± SD Median (Min – Max) Tinggi badan (cm) Mean ± SD Median (Min – Max) Berat badan (kg) Mean ± SD Median (Min – Max)
Kelompok Plasebo (N= 13)
Kelompok Erdostein (N = 13)
Nilai p
65,38 ± 8,89 63 (52 – 79)
63,23 ± 5,75 61 (55 – 73)
0,470
158,23 ± 5,26 160 (150 – 166)
160,85 ± 8,16 161 (150 – 178)
0,341
52,85 ± 13,54 49 (35 – 78)
53,05 ± 7,59 55 (44 – 69)
0,962
Indeks massa tubuh (IMT) (kg/m2) Mean ± SD 21,11 ± 5,53 20,53 ± 2,71 0,739 Median (Min – Max) 19,14 (13,67 – 34,67) 20,44 (16,16 – 25,64) Riwayat merokok (indeks Brinkman) Tidak merokok 0 (0,0%) 2 (15,4%) 0,024* Ringan 3 (23,1%) 5 (38,5%) Sedang 6 (46,2%) 6 (46,2%) Berat 4 (30,8%) 0 (0,0%) Komorbid Hipertensi 2 (15,4%) 3 (23,1%) 0,915 HHD 1 (7,7%) 1 (7,7%) Bekas TB 1 (7,7%) 1 (7,7%) Angina stabil 1 (7,7%) 1 (7,7%) Glaukoma 0 (0,0%) 1 (7,7%) Tidak ada 8 (61,5%) 6 (46,2%) 1 Keterangan: Teknik yang digunakan adalah independent samples t test (numerik), mann-whitney (derajat merokok), dan chi square (komorbid). * p < 0,05 artinya perbedaan signifikan (kedua kelompok tidak homogen).
184
J Respir Indo Vol. 35 No. 3 Juli 2015
Yunita Puspitasari: Pengaruh Erdostein pada Kadar GSH, IL-8, VEP1, dan Skor CAT pada PPOK Stabil
Variabel penelitian meliputi % VEP1, skor CAT,
Berdasarkan Tabel 2 perubahan signifikan
kadar GSH dan IL-8. Subjek penelitian terbagi ke dalam
pada kelompok plasebo terjadi pada skor CAT
dua kelompok yaitu kelompok plasebo dan erdostein.
dan kadar GSH (p < 0,05), skor CAT menurun dan
Data
masing-masing kelompok dan masing-masing
kadar GSH meningkat. Perubahan signifikan tidak
parameter dibedakan menjadi tiga yaitu nilai awal
terjadi pada %VEP1 dan kadar IL-8 (p > 0,05).
(pre), nilai akhir (post), dan selisih (post – pre). Teknik
Kesimpulannya pemberian plasebo secara signifikan
pengujian normalitas yang digunakan adalah shapiro-
dapat menurunkan skor CAT dan meningkatkan
wilk. Teknik ini dapat memberikan hasil pengujian yang
kadar GSH.
akurat pada sampel berukuran kecil (n < 50).
Peran pemberian erdostein terhadap variabel
Peran pemberian plasebo terhadap variabel penelitian
penelitian Peran pemberian erdostein terhadap variabel
Peran pemberian plasebo terhadap variabel
penelitian ditunjukkan dengan adanya perubahan
penelitian ditunjukkan dengan adanya perubahan
dari nilai awal (pre) ke nilai akhir (post) pada
dari nilai awal (pre) ke nilai akhir (post) pada
kelompok erdostein dapat dilihat pada tabel 3.
kelompok plasebo dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Perbandingan nilai awal (pre) dan nilai akhir (post) variabel penelitian pada kelompok plasebo Variabel %VEP1 Mean ± SD Median (Min – Max) CAT Mean ± SD Median (Min – Max) GSH Mean ± SD Median (Min – Max) IL-8 Mean ± SD Median (Min – Max) Keterangan:
Nilai Awal (pre)
Nilai Akhir (post)
p1
44,50 ± 21,62 40,66 (15,21 – 93,44)
42,57 ± 17,19 40,87 (18,26 – 75,64)
0,790
19,85 ± 6,41 17 (11 – 30)
14,77 ± 4,80 15 (7 – 21)
0,006*
4,83 ± 2,77 3,9 (1,7 – 12,2)
7,24 ± 2,83 6,7 (2,6 – 12,2)
0,000*
208,46 ± 182,01 141,8 (22,7 – 592,4)
250,15 ± 290,12 123,3 (3 – 1026,1)
0,573
Teknik yang digunakan adalah paired samples t test apabila data memenuhi syarat normalitas dan wilcoxon signed rank test apabila data tidak memenuhi syarat normalitas. * p < 0,05 artinya perbedaan signifikan (ada perubahan). 1
Tabel 3. Perbandingan nilai awal (pre) dan nilai akhir (post) variabel penelitian pada kelompok erdostein Variabel %VEP1 Mean ± SD Median (Min – Max) CAT Mean ± SD Median (Min – Max) GSH Mean ± SD Median (Min – Max) IL-8 Mean ± SD Median (Min – Max) Keterangan:
Nilai Awal (pre)
Nilai Akhir (post)
p1
49,63 ± 17,13 44,51 (23,60 – 82,56)
49,18 ± 16,61 48,32 (24,85 – 85,07)
0,823
14,54 ± 6,67 14 (5 – 29)
11,46 ± 5,22 9 (4 – 21)
0,017*
2,1 ± 1,52 1,4 (0,9 – 6,7)
2,27 ± 1,42 1,8 (1 – 6)
0,532
219,01 ± 445,24 46,2 (23,3 – 1641,0)
320,25 ± 411,12 83,1 (18,8 – 1082)
0,396
Teknik yang digunakan adalah paired samples t test apabila data memenuhi syarat normalitas dan wilcoxon signed rank test apabila data tidak memenuhi syarat normalitas. * p < 0,05 artinya perbedaan signifikan (ada perubahan).
1
J Respir Indo Vol. 35 No. 3 Juli 2015
185
Yunita Puspitasari: Pengaruh Erdostein pada Kadar GSH, IL-8, VEP1, dan Skor CAT pada PPOK Stabil
Berdasarkan tabel 3, perubahan signifikan
nilai awal (pre) % VEP1 dan IL-8 dinyatakan homogen
pada kelompok erdostein hanya terjadi pada skor CAT
(p > 0,05) antara kedua kelompok sehingga uji
(p < 0,05), diketahui skor CAT menurun. Perubahan
hipotesis perbedaan pengaruh pemberian perlakuan
signifikan tidak terjadi pada %VEP1, CAT dan IL-8 (p
dapat dilakukan berdasarkan nilai akhir (post) seperti
> 0,05). Kesimpulannya pemberian erdostein secara
terlihat pada tabel 5.
signifikan dapat menurunkan skor CAT.
Berdasarkan tabel 5 nilai akhir (post) %VEP1,
Perbandingan nilai awal (pre) dan nilai akhir (post) variabel penelitian antara kedua kelompok Uji beda efek pemberian perlakuan antara kedua
kelompok
penelitian
dapat
skor CAT dan kadar IL-8 dinyatakan tidak berbeda signifikan (p > 0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa pemberian erdostein tidak memberikan pengaruh
signifikan
terhadap
ketiga
variabel
dilakukan
tersebut. Adapun nilai akhir (post) GSH dinyatakan
berdasarkan nilai akhir (post) dengan syarat nilai
berbeda signifikan (p < 0,05) di mana GSH kelompok
awal (pre) antara kedua kelompok tidak berbeda
erdostein lebih rendah dibandingkan GSH kelompok
signifikan (homogen) seperti terlihat pada tabel 4.
plasebo. Meskipun ini berarti bahwa pemberian
Nilai awal (pre) CAT dinyatakan tidak homogen
erdostein berpengaruh signifikan terhadap GSH
(p < 0,05) antara kedua kelompok sehingga uji beda
namun kesimpulan tersebut tidak dapat digunakan
efek pemberian perlakuan tidak tepat apabila dilakukan
mengingat sejak awal GSH kedua kelompok
berdasarkan nilai akhir (post)nya. Berdasarkan tabel 4
memang tidak sama.
Tabel 4. Perbandingan nilai awal (pre) variabel penelitian antara kedua kelompok Variabel
Kelompok Plasebo (N= 13)
Kelompok Erdostein (N = 13)
p1
Pre %VEP1 Mean ± SD 44,50 ± 21,62 49,63 ± 17,13 0,509 Median (Min – Max) 40,66 (15,21 – 93,44) 44,51 (23,60 – 82,56) Pre CAT Mean ± SD 19,85 ± 6,41 14,54 ± 6,67 0,049* Median (Min – Max) 17 (11 – 30) 14 (5 – 29) Pre GSH Mean ± SD 4,83 ± 2,77 2,1 ± 1,52 0,001* Median (Min – Max) 3,9 (1,7 – 12,2) 1,4 (0,9 – 6,7) Pre IL-8 Mean ± SD 208,46 ± 182,01 219,01 ± 445,24 0,249 Median (Min – Max) 141,8 (22,7 – 592,4) 46,2 (23,3 – 1641,0) 1 Keterangan: Teknik yang digunakan adalah independent samples t test apabila data memenuhi syarat normalitas dan mannwhitney apabila data tidak memenuhi syarat normalitas. * p < 0,05 artinya perbedaan signifikan (kedua kelompok tidak homogen). Tabel 5. Perbandingan nilai akhir (post) variabel penelitian antara kedua kelompok Variabel
Kelompok Plasebo (N= 13)
Kelompok Erdostein (N = 13)
p1
Post %VEP1 Mean ± SD 42,57 ± 17,19 49,18 ± 16,61 0,329 Median (Min – Max) 40,87 (18,26 – 75,64) 48,32 (24,85 – 85,07) Post CAT Mean ± SD 14,77 ± 4,80 11,46 ± 5,22 0,106 Median (Min – Max) 15 (7 – 21) 9 (4 – 21) Post GSH Mean ± SD 7,24 ± 2,83 2,27 ± 1,42 0,000* Median (Min – Max) 6,7 (2,6 – 12,2) 1,8 (1 – 6) Post IL-8 Mean ± SD 250,15 ± 290,12 320,25 ± 411,12 0,489 Median (Min – Max) 123,3 (3 – 1026,1) 83,1 (18,8 – 1082) 1 Keterangan: Teknik yang digunakan adalah independent samples t test apabila data memenuhi syarat normalitas dan mannwhitney apabila data tidak memenuhi syarat normalitas. * p < 0,05 artinya perbedaan signifikan (kedua kelompok tidak homogen).
186
J Respir Indo Vol. 35 No. 3 Juli 2015
Yunita Puspitasari: Pengaruh Erdostein pada Kadar GSH, IL-8, VEP1, dan Skor CAT pada PPOK Stabil
Tabel 6. Perbandingan selisih nilai (post – pre) variabel penelitian antara kedua kelompok Kelompok Plasebo (N= 13)
Variabel
Kelompok Erdostein (N = 13)
p1
Post – Pre %VEP1 Mean ± SD -1,93 ± 16,68 -0,45 ± 7,16 0,590 Median (Min – Max) 0,71 (-51,07 – 18,74) -1,87 (-8,74 – 14,77) Post – Pre CAT Mean ± SD -5,08 ± 5,45 -3,08 ± 4,01 0,297 Median (Min – Max) -5 (-14 – 4) -3 (-9 – 3) Post – Pre GSH Mean ± SD 2,41 ± 1,63 0,17 ± 0,95 0,000* Median (Min – Max) 2,8 (0 – 5,2) 0,2 (-1,6 – 1,6) Post – Pre IL-8 Mean ± SD 41,68 ± 259,14 101,24 ± 414,74 0,665 Median (Min – Max) 89,5 (-454,6 – 433,7) 29,2 (-559 – 828,4) 1 Keterangan: Teknik yang digunakan adalah independent samples t test (numerik) apabila data memenuhi syarat normalitas dan mann-whitney (derajat merokok) apabila data tidak memenuhi syarat normalitas. * p < 0,05 artinya perbedaan signifikan (kedua kelompok tidak homogen).
Perbandingan selisih nilai (post – pre) variabel penelitian antara kedua kelompok Uji
beda
efek
pemberian
masing-masing
perlakuan antara kedua kelompok penelitian dapat dilakukan berdasarkan nilai selisih (post – pre) yang memang menyatakan perubahan nilai yang terjadi selama penelitian (karena adanya pemberian perlakuan) dapat dilihat padaTabel 6. Berdasarkan Tabel 6 perbedaan perubahan yang signifikan antara kedua kelompok hanya terjadi pada GSH (p < 0,05). Peningkatan GSH karena pemberian plasebo justru lebih tinggi dibandingkan peningkatan GSH karena pemberian erdostein. PEMBAHASAN Inflamasi saluran napas pasien PPOK merupakan amplifikasi dari respons inflamasi normal akibat iritasi kronik seperti asap rokok. Mekanisme untuk amplifikasi ini belum diketahui, kemungkinan disebabkan faktor genetik. Pasien PPOK yang tidak mempunyai riwayat merokok, penyebab respons inflamasi yang terjadi belum diketahui. Inflamasi paru diperberat oleh stres oksidatif dan kelebihan proteinase. Tingkat peradangan, fibrosis dan cairan eksudat di lumen saluran napas kecil berkorelasi dengan penurunan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan rasio VEP1/KVP.2 Berbagai oksidan dan radikal bebas berimplikasi pada patogenesis PPOK sehingga merupakan suatu hal yang mungkin apabila antioksidan dan antiinflamasi akan efektif dalam penatalaksanaan PPOK.13
J Respir Indo Vol. 35 No. 3 Juli 2015
Fungsi paru dan kualitas hidup penderita PPOK akan mengalami penurunan dari waktu ke waktu.2 Pemberian terapi yang terdiri dari berbagai macam bronkodilator hanya merupakan terapi simtomatik pada penderita PPOK. Pendekatan terapi
tambahan
seperti
suplementasi
nutrisi
antioksidan dan mikronutrien secara epidemiologi dapat memberikan keuntungan sehingga diharapkan manajemen PPOK lebih optimal dibanding terapi konvensional.14 Erdostein merupakan agent mukolitik yang mengandung gugus thiol yang menghambat aktivitas scavenging radikal bebas (ROS).9,10 Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian erdostein pada nilai VEP1, skor CAT, kadar GSH dan IL-8 pasien PPOK stabil melalui penilaian fungsi erdostein sebagai antioksidan dan antiinflamasi. Pengukuran derajat obstruksi berdasarkan VEP1 dan skor CAT sebagai penanda klinis. Perbaikan stres oksidatif dan inflamasi yang menurun akan menurunkan hambatan aliran udara yang diukur dengan nilai VEP1. Hambatan aliran udara yang menurun akan menurunkan gejala klinis yang dapat dinilai dengan skor CAT. Radikal bebas (ROS) yang menurun tidak menimbulkan stres oksidatif sehingga kadar GSH tidak menurun dan pemberian erdostein akan meningkatkan ketersediaan sistein untuk sintesis GSH. Penurunan ROS juga akan menghambat aktivitas NFκβ sehingga transkripsi mediator inflamasi (IL-8) juga akan menurun. Rerata umur subjek penelitian pada kelompok erdostein adalah 63,23±5,75 tahun dan 65,38±8,89 187
Yunita Puspitasari: Pengaruh Erdostein pada Kadar GSH, IL-8, VEP1, dan Skor CAT pada PPOK Stabil
tahun pada kelompok plasebo. Rerata umur subjek
penyakit komorbid yang dapat mempengaruhi
pada penelitian ini lebih muda dibanding penelitian
prognosis.
Indrayati (2014) dengan rerata 67,20±9,43 tahun
komorbiditas terbanyak dan tersering. Tuberkulosis
dan 67,13±9,84 tahun, Martani RA (2013) dengan
selain merupakan diagnosis banding PPOK juga
rerata 70,31±9,08 tahun dan 69,28±8,17 dan
potensial menjadi komorbid. Komorbid pada PPOK
Kesuma(2011) dengan rerata 72,27±7,27. Umur
berpengaruh terhadap derajat berat PPOK dan
merupakan faktor risiko PPOK dengan mekanisme
terapi harus memperhatikan komorbid yang ada.
Penyakit
kardiovaskuler
merupakan
yang belum jelas dipahami apakah individu sehat dengan pertambahan umur akan berkembang menjadi
Pengaruh pemberian erdostein terhadap nilai
PPOK atau pertambahan umur merupakan refleksi
VEP1
akumulasi berbagai pajanan sepanjang hidup pasien.
1
Rerata indeks massa tubuh (IMT) subjek penelitian
pada
kelompok
erdostein
20,53
±
2,71 sedangkan kelompok plasebo 21,11 ± 5,53. Penelitian sebelumnya didapatkan 13(86,7%) pada kelompok perlakuan dan 14(93,3%) pada kelompok kontrol termasuk normoweight. Pada penelitian lainnya, IMT subjek penelitian normoweight 68,8% kelompok perlakuan dan 44,4% kelompok plasebo. Peranan nutrisi sebagai faktor risiko tersendiri sebagai penyebab berkembangnya PPOK belum jelas. Malnutrisi dan penurunan berat badan dapat menurunkan kekuatan dan ketahanan otot respirasi karena penurunan massa otot dan kekuatan serabut otot.2 Subjek penelitian pada kelompok erdostein maupun plasebo 46,2% mempunyai indeks Brinkman sedang. Subjek yang tidak merokok 2 orang (13,3%) pada kelompok erdostein. Penelitian sebelumnya, subjek dengan IB berat sebanyak 55,6% dan 30,8%. Kebiasaan merokok adalah penyebab kausal PPOK terpenting. Asap rokok mempunyai prevalens tinggi sebagai penyebab gejala respirasi dan gangguan fungsi paru. Risiko PPOK pada perokok tergantung dosis rokok yang dihisap, usia mulai merokok, jumlah batang rokok pertahun dan lamanya merokok (Indeks Brinkman). Pajanan polutan indoor dan outdoor, perokok pasif dan interaksi faktor genetik dan lingkungan terkait insidensi PPOK pada bukan perokok.2 Komorbid pada subjek penelitian adalah angina stabil, hypertensive heart disease, bekas TB, hipertensi dan glaukoma. PPOK biasanya disertai
188
Hasil penelitian didapatkan perbedaan rerata % VEP1 sebelum perlakuan dan setelah perlakuan pada kelompok erdostein (49,63 ± 17,13 dan 49,18 ± 17,13) secara statistik tidak bermakna demikian juga pada kelompok plasebo (44,50 ± 21,62 dan 42,57 ± 17,19). Moretti7 melaporkan penelitian pada 195 pasien PPOK dan infeksi bronkial mendapatkan peningkatan VEP1 sebesar 14% dari baseline pada pasien mendapat erdostein. Hilangnya elastic recoil paru akibat destruksi dinding alveoli dan destruksi penyokong alveolar menyebabkan hambatan aliran udara sehingga terjadi hiperinflasi dan timbul gejala sesak napas serta keterbatasan kapasitas exercise pada penderita PPOK.1 Perubahan patologis akibat inflamasi terjadi karena peningkatan sel inflamasi di berbagai bagian paru yang menimbulkan kerusakan dan perubahan struktural akibat cedera dan perbaikan berulang. Perubahan inflamasi dan struktural saluran napas akan tetap berlangsung sesuai dengan beratnya penyakit walaupun sudah berhenti merokok.2 Inflamasi kronik pada PPOK berlangsung pada jalan napas kecil dan parenkim paru yang melibatkan netrofil, makrofag dan CD8+.15 Respons inflamasi dimediasi oksidan yang diinhalasi maupun yang dikeluarkan oleh netrofil, makrofag alveolar, eosinofil dan epitel yang teraktivasi menyebabkan pembentukan ROS.16 ROS merangsang aktivasi faktor transkripsi NFκβ. Faktor transkripsi NFκβ merupakan faktor yang sangat berperan dalam pengeluaran mediator inflamasi pada PPOK. Aktivasi NFκβ menyebabkan sel-sel inflamasi (makrofag, netrofil, eosinofil, limfosit) mengeluarkan berbagai
J Respir Indo Vol. 35 No. 3 Juli 2015
Yunita Puspitasari: Pengaruh Erdostein pada Kadar GSH, IL-8, VEP1, dan Skor CAT pada PPOK Stabil
mediator inflamasi antara lain IL-6, IL-8, IL-1β, TNF-ά,
19,85±6,41 dan rerata skor CAT akhir didapatkan
netrofil elastase serta MMP-9. Pengeluaran berbagai
14,77±4,80 dengan nilai p= 0,006 yang berarti
mediator inflamasi menyebabkan peningkatan infla
perbedaan rerata skor CAT sebelum dan setelah
masi, edema mukosa dan hipersekresi mukus. Tingkat
pemberian plasebo pada kelompok kontrol secara
peradangan, fibrosis dan cairan eksudat di lumen
statistik juga
saluran napas kecil berkorelasi dengan penurunan
dengan penelitian ini masih belum didapatkan.
volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1).
Moretti dkk.7 melaporkan efikasi erdostein 2x300 mg
bermakna. Penelitian yang sama
Obstruksi saluran napas kecil terjadi akibat
perhari selama >12 minggu pada pasien PPOK stabil
proses inflamasi, pelepasan faktor kemotaktik dari
dievaluasi pada dua penelitian cross-over, double-
makrofag seperti IL-8 dan LTB4 yang akan merangsang
blind, placebo-controlled dan didapatkan parameter
netrofil, kemudian disusul sekresi mediator fibrogenik
perbaikan klinik dibandingkan plasebo. Penelitian
yang akan menimbulkan fibrosis saluran napas kecil
EQUALIFE tahun 2004 melaporkan pemberian
dan terjadi obstruksi yang irreversibel.
erdostein selama 2 bulan disamping terapi usual
Pemberian erdostein diharapkan dapat mengu rangi ROS sehingga ekspresi dan pembentukan
menghasilkan perbaikan health-related quality of life secara signifikan dibanding plasebo.
sitokin proinflamasi menurun dan hipersekresi mukus
Chronic Obstructive Pulmonary Disease
juga menurun. Penurunan mukus akan mengurangi
Assesment Test merupakan kuesioner yang menilai
hambatan aliran udara yang ditandai dengan
gangguan status kesehatan pada pasien PPOK
peningkatan VEP1. Pada penelitian ini peningkatan
meliputi batuk, produksi dahak, rasa berat di dada,
VEP1 secara statistik tidak bermakna, kemungkinan
sesak napas, keterbatasan aktivitas, kekhawatiran
dikarenakan sebagian besar pasien merupakan
keluar rumah, adanya tenaga dan gangguan tidur.
PPOK derajat berat (30%≤VEP1<50% prediksi)
Chronic Obstructive Pulmonary Disease Assesment
dan faktor perancu seperti paparan asap rokok
Test untuk menilai status kesehatan dalam praktek
dan polutan tidak dapat dikendalikan. Kerusakan
sehari-hari, mudah dilakukan dan berhubungan
struktural saluran napas tidak bisa diubah, sehingga
dengan variabel penting secara klinis (VEP1,
pemberian obat-obatan bersifat simtomatis, hanya
eksaserbasi). Kuesioner tersebut dapat diulang-
mengoreksi klinis jadi tidak memperbaiki struktur.
ulang dan responsif untuk onset eksaserbasi dan perbaikan. Erdostein merupakan mukolitik yang juga
Pengaruh pemberian erdostein terhadap skor CAT
sebagai antioksidan dan antiinflamasi yang menu Chronic
Obstructive
Pulmonary
Disease
runkan viskositas, elastisitas dan komposisi sputum.7,8
Assessment Test (CAT) merupakan sistem penilaian
Penurunan ROS karena pemberian erdostein akan
sederhana untuk menilai dampak PPOK terhadap
mengambat aktifitas NFκβ sehingga mencegah
status kesehatan pasien. Kuesioner CAT terdiri dari 8
pengeluaran sitokin proinflamasi. Penurunan jumlah
item penilaian. Hasil penilaian mempunyai skor 0-40,
sitokin proinflamasi menyebabkan penurunan inflamasi
gejala penderita PPOK termasuk less symptoms
saluran napas, edema saluran napas dan hipersekresi
apabila skor CAT <10 dan more symptoms apabila
mukus yang akan mengurangi hambatan aliran udara
skor CAT >10. Perbaikan skor CAT dilihat dari
selanjutnya menurunkan gejala. Chronic Obstructive
penurunan skor CAT setelah pemberian perlakuan.
Pulmonary Disease Assesment Test merupakan
Perbedaan rerata skor CAT pada kelompok erdostein
sebelum
perlakuan
14,54±6,67
kuesioner yang menilai gangguan status kesehatan
dan
pada pasien PPOK meliputi batuk, produksi dahak,
setelah perlakuan 11,46±5,22 dengan nilai p=
sesak napas, keterbatasan aktivitas dan gangguan
0,017 berarti secara statistik bermakna. Perbedaan
tidur.
Penurunan
gejala
yang
terjadi
dengan
rerata skor CAT awal pada kelompok kontrol adalah J Respir Indo Vol. 35 No. 3 Juli 2015
189
Yunita Puspitasari: Pengaruh Erdostein pada Kadar GSH, IL-8, VEP1, dan Skor CAT pada PPOK Stabil
pemberian erdostein dapat dibuktikan dengan skor
hilangnya GSH dari sel. Sedangkan glukosamin,
CAT yang menurun. Penurunan skor CAT pada
taurin, n-3PUFA, fitoestrogen, polifenol, karotenoid
kelompok plasebo kemungkinan dikarenakan CAT
dan zinc menghambat ekspresi inducible NO
merupakan kuesioner, berdasarkan persepsi pasien
synthase dan produksi NO.19 Asam amino sistein
terhadap gejala yang dirasakan sehingga ada faktor
untuk sintesis GSH pada manusia terbatas. Insulin
psikologis yang berperan.
dan growth factor merangsang uptake sistein oleh sel. Peningkatan ketersediaan sistein atau
Pengaruh pemberian erdostein terhadap kadar
prekursor sistein melalui oral atau intravena akan
GSH
meningkatkan sistesis GSH, mencegah defisiensi Perbedaan rerata kadar GSH plasma kelompok
erdostein sebelum dan setelah perlakuan (2,1 ± 1,52 dan 2,27 ± 1,42) secara statistik tidak bermakna, sedangkan pada kelompok kontrol terjadi perbedaan rerata kadar GSH sebelum dan setelah perlakuan
GSH pada kondisi seperti malnutrisi protein, stres oksidatif dan kondisi patologik lain. Pengaruh pemberian erdostein terhadap kadar IL-8
(4,83 ± 2,27 dan 7,24 ± 2,83) yang bermakna secara
Perbedaan rerata kadar IL-8 plasma masing-
statistik. Hasil ini berbeda dengan penelitian terhadap
masing sebelum dan setelah perlakuan (219,01
10 pasien bronkitis kronik menunjukkan kadar
± 445,24 dan 320,25 ± 411,12 pada kelompok
GSH meningkat dalam plasma setelah pemberian
erdostein; 208,46 ± 182,01 dan 250,15 ± 290,12
erdostein dan tetap lebih tinggi dari baseline setelah
pada kelompok plasebo) secara statistik tidak
12 jam.
Penelitian pada pasien bronkitis kronik
bermakna. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian
mendukung erdostein meningkatkan kadar GSH
subsequent double-blind placebo controlled pada 20
plasma dan cairan BAL.
Perbedaan ini mungkin
perokok dengan PPOK ringan yang memperlihatkan
dikarenakan perbedaan dalam hal metode penelitian
penurunan signifikan IL-8 pada sekresi bronkial
antara lain karakteristik subjek atau sampel dan
dibanding plasebo.20 Perbedaan ini kemungkinan
reagen kit yang digunakan.
dikarenakan perbedaan dalam hal metode penelitian
17
18
Konsentrasi GSH ekstraselular relatif rendah
yaitu karakteristik subjek dan sampel yang diteliti.
sekitar 2-20 μmol/L dalam plasma. Perubahan
Produksi sputum sering ada pada pasien PPOK
kadar GSH yang tidak signifikan secara statistik
bahkan pada PPOK derajat ringan. Keberadaan sputum
kemungkinan dikarenakan faktor pajanan asap
pada saluran napas dapat menimbulkan kolonisasi
rokok dan polutan serta nutrisi selama penelitian
bakteri yang dapat mencetuskan eksaserbasi pada
tidak dapat dikendalikan. Konsentrasi GSH selular
PPOK. Eksaserbasi merupakan peningkatan lebih
berkurang pada kondisi malnutrisi protein, stres
lanjut respons inflamasi dalam saluran napas pasien
oksidatif dan beberapa kondisi patologis. Makanan
yang dapat dipicu oleh infeksi bakteri atau virus atau
rendah
eritropoetin,
polusi lingkungan.2 Erdostein merupakan mukolitik
TGFβ, hiperglikemia dan fosforilasi Glasgow Coma
yang dilaporkan juga sebagai antioksidan dan
Scale (GCS) menurunkan transkripsi atau aktivitas
antiiflamasi. Pemberian erdostein diharapkan dapat
GCS. NFκβ memerantarai pengaturan ekspresi
menurunkan inflamasi pada saluran napas sehingga
GCS sebagai respon terhadap stres oksidatif dan
tidak terjadi eksaserbasi dan kondisi stabil pasien
sitokin inflamasi. Makanan tinggi lemak, asam
PPOK tetap terjaga.
lemak
protein,
lipoprotein
Interleukin-8 dapat dilepaskan oleh makrofag,
densitas rendah, asam linoleat dan besi, yang
netrofil maupun sel epitel saluran napas yang
meningkatkan ekspresi inducible nitric oxyde (NO)
teraktivasi oleh asap rokok maupun iritan lain. Target
synthase dan produksi NO dapat mengakibatkan
antioksidan dan antiinflamasi antara lain melalui
190
rantai
dexamethasone,
panjang
tersaturasi,
J Respir Indo Vol. 35 No. 3 Juli 2015
Yunita Puspitasari: Pengaruh Erdostein pada Kadar GSH, IL-8, VEP1, dan Skor CAT pada PPOK Stabil
penghambatan ROS, peroksidasi lipid dan NF-
tidak bermakna secara statistik. Perlu penelitian
κβ.
Namun paru secara terus menerus terpapar
lebih lanjut dengan metodologi penelitian lain
oleh oksidan baik oksidan endogen (dilepaskan
misalnya double blind randomized control trial pada
dari fagosit atau oksidan intraselular atau transport
pasien PPOK eksaserbasi akut.
16
elektron
mitokondria)
atau
oksidan
eksogen
(polutan udara atau asap rokok) sehingga inflamasi
DAFTAR PUSTAKA
terus berjalan.21 Penurunan kadar IL-8 yang tidak
1. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung
signifikan secara statistik kemungkinan dikarenakan
Disease (GOLD). Global strategy for the diagnosis,
pajanan asap rokok dan polutan selama penelitian
management and prevention of chronic obstructive
tidak dapat dikendalikan.
pulmonary disease. Capetown: Global Initiative for
Nilai akhir (post) %VEP1, skor CAT, dan kadar
chronic obstructive lung disease Inc; 2014.
IL-8 dinyatakan tidak berbeda signifikan (p > 0,05)
2. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI).
sehingga dapat disimpulkan bahwa pemberian
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Pedoman
erdostein tidak memberikan pengaruh signifikan
praktis dan penatalaksanaaan di Indonesia. Jakarta:
terhadap ketiga variabel tersebut. Adapun nilai akhir
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia; 2011. p. 1-88.
(post) GSH dinyatakan berbeda signifikan (p < 0,05)
3. Devereux GS. Definition, epidemiology and risk
di mana GSH kelompok erdostein lebih rendah
factors. In: Currie GP, editor. ABC of COPD. 2nd
dibandingkan GSH kelompok plasebo. Meskipun
ed. West Sussex: Wiley-Blackwell; 2011. p. 1-5.
ini berarti bahwa pemberian erdostein berpengaruh
4. Rahman
I.
Reactive
oxygen
species
and
signifikan terhadap GSH namun kesimpulan tersebut
antioxidant therapeutic approaches. In: Barnes
tidak dapat digunakan mengingat sejak awal GSH
PJ, Drazen JM, Rennard SI, Thomson NC,
kedua kelompok memang tidak sama.
editors. Asthma and COPD. 2nd ed. San Diego:
Uji beda efek pemberian masing-masing
Elsevier Ltd; 2009. p. 293-312.
perlakuan antara kedua kelompok penelitian dapat
5. Calvacante AGM, de Bruin PFC. 2009. The role of
dilakukan berdasarkan nilai selisih (post – pre)
oxidative stress in COPD: current concepts and per
yang memang menyatakan perubahan nilai yang
spectives. J Bras Pneumol. 2009; 35(12):1227-37.
terjadi selama penelitian (karena adanya pemberian
6. Rahman I. Oxidative stress in pathogenesis of
perlakuan). Perbedaan perubahan yang signifikan
chronic obstructive pulmonary disease, cellular
antara kedua kelompok hanya terjadi pada GSH (p <
and molecular mechanism. Cell Biochemistry
0,05). Peningkatan GSH karena pemberian plasebo
and Biophysics. 2005;43:167-88.
justru lebih tinggi dibandingkan peningkatan GSH
7. Moretti M. Pharmacology and clinical efficacy
karena pemberian erdostein. Hal ini kemungkinan
of erdosteine in chronic obstructive pulmonary
dikarenakan ketersediaan sistein untuk sintesis
disease. Expert Rev Resp Med. 2007;1(3):307-16.
GSH dalam tubuh dipengaruhi oleh nutrisi.
8. Dal Negro RW, Visconti M, Trevisan F, Bertacco S, Micheletto C, Tognella S. Therapeutic advances
KESIMPULAN Pengaruh pemberian erdostein menunjukkan tanda perbaikan klinis berupa penurunan skor CAT, peningkatan kadar GSH sebagai antioksidan walaupun tidak bermakna tetapi tidak menurunkan kadar IL-8 sebagai antiinflamasi. Hasil penilaian median VEP1 menunjukkan peningkatan walaupun J Respir Indo Vol. 35 No. 3 Juli 2015
in respiratory disease. 2008;2(5):271-7. 9. Kavakli HS, Alici O, Koca C, Altintas ND, Aydin M. 2011. Effects of erdosteine in experimental sepsis model in rats. Hong Kong J Emerg Med. 2011;18(5):282-6. 10. Ghezzi P. Role of glutathione in immunity and inflammationbin the lung. International Journal General Medicine. 2011;4:105-13.
191
Yunita Puspitasari: Pengaruh Erdostein pada Kadar GSH, IL-8, VEP1, dan Skor CAT pada PPOK Stabil
11. Wiyono WH. Peran erdosteine pada penyakit paru
18. Braga PC, Zuccotti T, Dal Sasso M. Bacterial
obstruktif kronik. Medicinus. 2012;25(1):9-12.
adhesiveness: effect of the SH metabolite of
12. Yan Z, Banerjee R. Redox remodeling as an
erdosteine (mucoactive drug) plus clarithromycin
immunoregulatory strategy. Biochemistry. 2010; 49(6):1-18. 13. Rahman I. Antioxidant therapeutic advanced in COPD. Ther Adv Respire Dis. 2008; 2(6): 351-74. 14. Hu G, Cassano PA. Antioxidant nutrients and pulmonary function: the Third National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES III). Am J Epidemiol. 2000;151:975-81.
versus clarithromycin alone. Chemotherapy. 2001;47:208-14. 19. Wu G, Fang YZ, Yang S, Lupton JR, Turner ND. Glutathione metabolism and its implication for health. J Nutr. 2004;134:489-92. 20. Dal Negro RW, Visconti M, Micheletto C, Tognella S. Erdosteine 900 mg/day leads
15. Fitriani F, Yunus F, Wiyono WH, Antariksa B.
to substantial changes in blood ROS, e-NO
Penyakit paru obstruktif kronik sebagai penyakit
and some chemotactic cytokines in human
sistemik. J Respir Indo. 2007;27:48-55.
secretions of current smokers. Am J Crit Care
16. Rahman I. Antioxidant therapies in COPD. International Journal of COPD. 2006;1:15-29. 17. Cogo R. Erdosteine: a new therapeutic weapon beyond the PEACE. Trends Med. 2012;12:133-42.
192
Med. 2005;171(Suppl. 2):89. 21. MacNee
W.
Treatment
of
stable
COPD:
antioxidants. Eur Respir Rev. 2005;14:12-22.
J Respir Indo Vol. 35 No. 3 Juli 2015