PENGARUH PEMBERIAN AIR SUSU IBU (ASI) EKSLUSIF TERHADAP KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) PADA BAYI USIA 6-12 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS AIR HAJI KABUPATEN PESISIR SELATAN Yani Maidelwita* ABSTRAK Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah suatu penyakit yang banyak dialami anak-anak dan menjadi penyebab kematian yang paling umum di negara berkembang. WHO (2003) memperkirakan sekitar 4 juta dari 15 juta anak berusia di bawah 5 tahun mengalami kematian karena ISPA setiap tahunnya dan sebanyak dua pertiga dari kematian tersebut terjadi pada bayi. Sebanyak 40% - 60% dari angka kunjungan di Puskesmas adalah penyakit ISPA. Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh pemberian ASI eksklusif terhadap kejadian ISPA pada bayi usia 6-12 bulan di Puskesmas Wilayah Kerja Puskesmas Air Haji Tahun 2012. Jenis penelitian ini adalah case control. Untuk melihat kekuatan hubungan pemberian ASI ekslusif (independen) terhadap kejadian ISPA. Populasi pada penelitian ini adalah bayi yang berumur 6 sampai dengan 12 bulan yang berada diwilayah kerja Puskesmas Air Haji Kabupaten Pesisir Selatan, pengambilan sampel dilakukan dengan teknik accidental sampling dengan proporsi antara kasus dengan control adalah 1 : 1 dan dianalisis dengan menggunakan analisa univariat, bivariat dan uji regresi logistic Hasil penelitian didapatkan bahwa dari 62 bayi yang mengalami ISPA terdapat 55 (82,1 %) bayi usia 6-12 bulan yang tidak ada pemberian ASI ekslusif dan 7 (12,3 %) bayi usia 6-12 bulan ada pemberian ASI ekslusif . Hasil uji statistik yang diperoleh nilai p < 0,05 artinya ada pengaruh yang bermakna antara pemberian ASI Ekslusif dengan kejadian obesitas. Nilai OR 32,738. (95% CI : 11,951-89,684) artinya bayi usia 6-12 bulan yang tidak diberikan ASI Ekslusif risikonya 32,738 kali lebih besar akan mengalami Kejadian ISPA dibandingkan kelompok Tidak ISPA.Dari 9 extraneous determinan yang dianalisis, ternyata hanya 4 variable yang memiliki kemaknaan statistic, yang memiliki nilai P< 0,05 yaitu (1) pendidikan ibu (2) Status ekonomi (3) status gizi, (4) ventilasi rumah. Sebagai tindakan pencegahan, diharapkan masyarakat bisa bekerja samamenciptakan lingkungan dan perilaku hidup sehat (tidak merokok di dalam ruangan, pemberian ASI Eksklusif pada balita, kebiasaan membuka jendela pada pagi dan siang hari, dan menjaga jarak dengan balita apabila menderita ISPA baik dalam keluarga maupun kehidupan bermasyarakat). Kata Kunci : ISPA, ASI ekslusif, bayi
Alamat Korespondensi Yani Maidelwita, SKM, M.Biomed Dosen Kopertis Wilayah X Dpk pada STIKES MERCUBAKTIJAYA Padang STIKes MERCUBAKTIJAYA Padang Jl. Jamal Jamil Pondok Kopi Siteba Padang Telp. 0751 – 442295
PENDAHULUAN Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit infeksi yang menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran napas, mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan adneksanya, seperti sinus, rongga telinga tengah, dan pleura. ISPA merupakan infeksi saluran pernapasan yang berlangsung selama 14 hari. Secara anatomik, ISPA dikelompokkan menjadi ISPA atas misalnya batuk pilek, faringitis, tonsillitis, dan ISPA bawah seperti bronkitis, bronkiolitis, pneumonia. (Saftari, 2009) Hasil survei kesehatan nasional (SUKERNAS) tahun 2001 menunjukkan bahwa proporsi kematian akibat ISPA masih 28%. Artinya bahwa dari 100 bayi yang meninggal 28 disebabkan oleh penyakit ISPA, dan terutama 80% kasus ISPA adalah akibat pneumonia.(Machmud, 2006) Prevalensi di Indonesia berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 adalah 25,5% (rentang: 17,5% - 41,4%) dengan 16 provinsi di antaranya mempunyai prevalensi di atas angka nasional. Kasus ISPA pada umumnya terdeteksi berdasarkan gejala penyakit,. Di Sumatera Barat, prevalensi kejadian ISPA berdasarkan diagnosis adalah 8,98% dan berdasarkan diagnosis dan gejala adalah 26,38%. Angka kejadian ISPA di Sumatera Barat ini termasuk dalam kategori propinsi yang mempunyai prevalensi kejadian ISPA di atas angka nasional. (Depkes, 2008) Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Pesisir Selatan, penyakit ISPA pada bayi tahun 2010 menempati urutan pertama dari 10 penyakit terbanyak di Pesisir Selatan dengan angka kejadian sebanyak 27.945 kasus. Tingginya angka penderita tersebut menyebar di 18 Puskesmas di Pesisir Selatan, salah satunya yang tertinggi adalah Air Haji yaitu sebanyak 2.534 kasus. (Dinkes Kabupaten Pes-sel, 2010). Di wilayah kerja Puskesmas Puskesmas Air Haji masih banyak
kelemahan-kelemahan, hambatanhambatan dan permasalahan yang dijumpai untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal. Hal ini dapat dilihat dari angka kejadian kesakitan dan kematian dari penyakit ISPA, dimana dibandingkan 10 penyakit terbanyak lainnya ISPA menempati rangking pertama. Tingginya angka kematian bayi di Indonesia terkait dengan kemampuan seorang ibu merawat bayinya yang cukup banyak faktor yang mempengaruhinya. Salah satu faktor tersebut adalah kebiasaan pemberian ASI (Air Susu Ibu) yang memadai kepada bayinya. Akhirakhir ini kebiasaan memberikan ASI secara ekslusif (pemberian ASI saja kepada bayinya berusia 6 bulan) banyak mengalami perubahan. Analisis situasi dan kondisi ibu dan bayi yang berhubungan dengan upaya peningkatan pemberian ASI (PP ASI) hingga kini hasilnya belum menggembirakan. Berdasarkan penelitian terhadap 900 ibu di sekitar Jbatabek (1995) diperoleh fakta, bahwa bayi yang mendapatkan ASI-ekslusif selama 6 bulan sekitar 5%, padahal 98% ibu-ibu tersebut mengaku menyusui (Roesli, 2003) Di Indonesia, pemberian ASI eksklusif belum dilaksanakan sepenuhnya. Dari data SDKI 1997 cakupan ASI eksklusif masih 52%, pemberian ASI satu jam pasca persalinan 8%, pemberian hari pertama 52,7%. Dari survei yang dilaksanakan pada tahun 2002 oleh Nutrition & Health Surveillance System (NSS) kerjasama dengan Balitbangkes dan Helen Keller International di 4 perkotaan (Jakarta, Surabaya, Semarang, Makasar) dan 8 perdesaan (Sumbar, Lampung, Banten, Jabar, Jateng, Jatim, NTB, Sulsel), menunjukan bahwa cakupan ASI eksklusif 45 bulan di perkotaan antara 4%-12%, sedangkan dipedesaan 4%-25%. Pencapaian ASI eksklusif 5-6 bulan di perkotaan berkisar antara 1%-13%, sedangkan di pedesaan 2%-13% (Depkes, 2005). Berdasarkan data yang diperoleh dari Profil Kesehatan Kabupaten Pesisir Selatan
(2010) menunjukkan cakupan pemberian ASI Eksklusif hanya sekitar 29,48%. Menurut Rachiana (2003) mengatakan, faktor penyebab bayi dan balita terserang ISPA beragam, mulai dari gizi buruk (malnutrisi), berat badan lahir rendah (BBLR), kekurangan vitamin A, maupun akibat polusi udara termasuk asap rakok. Balita yang tidak diberi ASI juga berpotensi mengidap ISPA. Bayi usia 0-11 bulan yang tidak diberi ASI mempunyai resiko 5 kali lebih besar meninggal. Faktor resiko yang berhubungan dengan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) terbagi atas 2 yaitu faktor intrinsik, seperti umur, jenis kelamin, status gizi, berat badan lahir rendah imunisasi dan ASI yang tidak memadai. Sedangkan faktor ektrinsik seperti polusi udara, kepadatat tempat tinggal, rendahnya tingkat sosial ekonomi, rendahnya tingkat pendidikan ibu, rendahnya tingkat pelayanan (jangkauan) pelayanan kesehatan (Prabu, 2009). Bertitik tolak dari latar belakang dari masalah tersebut diatas maka penulis tertarik untuk melakukan peneltian mengenai pengaruh pemberian Air Susu Ibu (ASI) Ekslusif terhadap kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Pada Bayi Usia 6-12 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Air Haji Kabupaten Pesisir Selatan. METODE PENELITIAN Jenis penelitian adalah penelitian deskriptif analitik yaitu suatu metode penelitian yang bertujuan untuk melihat gambaran fenomena (Notoatmodjo, 2010). Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh pemberian ASI Ekslusif terhadap kejadian ISPA Pada Bayi Usia 6-12 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Air Haji Kabupaten Pesisir Selatan. Desain Penelitian yang digunakan adalah case control.
Populasi dan sampel Populasi dalam penelitian adalah sejumlah besar subjek yang mempunyai karakteristik tertentu (Sastroasmoro, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh bayi usia 6 sampai dengan 12 bulan di wilayah kerja Puskesmas Air Haji Kabupaten Pesisir Selatan Tahun 2012 yang berjumlah 558 orang. .Sampel adalah bagian (subset) dari populasi yang dipilih dengan cara tertentu hingga dianggap dapat mewakili populasinya (Sastroasmoro, 2010). Sampel terdiri dari kasus dan control, Dengan perbandingan 1:1, maka diperoleh: a. Sampel kasus: balita pengunjung Puskesmas Air Haji yang menderita ISPA tahun 2012 yang berjumlah 62 balita. b. Sampel kontrol: balita pengunjung Puskesmas Air Haji yang tidak menderita ISPA tahun 2012 yang berjumlah 62 balita. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data Data primer diperoleh dari survei dengan wawancara menggunakan kuesioner untuk mendapatkan data mengenai faktor risiko yang berhubungan dengan pada balita dengan responden ibu balita, dan observasi dengan pengamatan langsung ke obyek yang diteliti dengan melakukan pengukuran untuk memperoleh kejadian ISPA pada bayi, kepadatan hunian dan keberadaan anggota keluarga yang merokok. Pengolahan dan Analisa Data Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan langkah editing, koding, processing, cleaning, Analisis data dilakukan secara komputerisasi menggunakan program SPSS. Analisis data suatu penelitian, biasanya melalui prosedur bertahap antara lain : Analisa Univariat, bivariat dan multivariat. Analisa univariat dilakukan tabulasi frekuensi, baik untuk variabel independen maupun dependen. Analisa Bivariat yaitu menggunakan uji chi – square dengan menggunakan derajat kemaknaan 0,05 (derajat kepercayaan 95%). Sedangkan Analisa Multivariat menggunakan pendekatan analisa untuk mengetahui faktor yang paling berpengaruh
digunakan Teknik analisa dengan uji regresi logistik.
multivariat
Hasil penelitian terhadap 124 Bayi Usia 6-12 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Air Haji Kabupaten Pesisir Selatan, berdasarkan karakteristik jenis kelamin dapat dilihat pada table berikut ini :
HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Karakteristik Subjek penelitian
Tabel 1 Distribusi Bayi Usia 6-12 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Air Haji Kabupaten Pesisir Selatan Berdasarkan Karakteristik jenis Kelamin Karakteristik Jenis Kelamin Responden Jenis Kelamin - Laki-laki - Perempuan
ISPA
Jumlah
f
%
Tidak ISPA F
25 37
50 50
25 37
50 50
62
50
62
50
%
Hasil penelitian didapatkan bahwa dari 50 bayi laki-laki terdapat 25 (50 %) bayi usia 6-12 bulan yang mengalami ISPA dan 25 (50%) bayi usia 612 bulan yang tidak mengalami ISPA.
Sedangkan dari 74 bayi perempuan terdapat 37 (50%) bayi usia 6-12 bulan yang mengalami ISPA dan 37 (50%) bayi usia 6-12 bulan yang tidak mengalami ISPA.
2. Analisis Pengaruh Pemberian ASI Ekslusif Terhadap Kejadian ISPA pada Bayi Usia 6-12 Bulan Kejadian ISPA pada Bayi Usia 6-12 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Air Haji
Kabupaten Pesisir Selatan, berdasarkan Pemberian ASI Ekslusif dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 2 Distribusi Kejadian ISPA Pada Bayi Usia 6-12 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Air Haji Kabupaten Pesisir Selatan Berdasarkan Pemberian ASI Ekslusif Pemberian ASI ISPA Tidak ISPA OR (95% CI) Ekslusif f % f % Tidak ada Pemberian ASI Ekslusif
55
82,1
12
Ada Pemberian ASI Ekslusif Jumlah
7
12,3
50
87,7
62
50
62
50
33,5 32,738
Hasil penelitian didapatkan bahwa dari 62 bayi yang mengalami ISPA terdapat 55 (82,1 %) bayi usia 6-12 bulan yang tidak ada pemberian ASI ekslusif
Pvalue
11,951-89,684
0,000
dan 7 (12,3 %) bayi usia 6-12 bulan ada pemberian ASI ekslusif . Sedangkan dari 62 bayi yang yang tidak mengalami ISPA terdapat 50 (87,7%) bayi usia 6-12 bulan
yang ada pemberian ASI ekslusif dan 7 (12,3 %) bayi usia 6-12 bulan yang tidak ada pemberian ASI ekslusif. Dari hasil uji statistik yang diperoleh nilai p < 0,05 artinya ada pengaruh yang bermakna antara pemberian ASI Ekslusif dengan kejadian obesitas. Nilai OR 32,738. (95% CI : 11,951-89,684) artinya bayi usia 6-12 bulan yang tidak diberikan ASI Ekslusif risikonya 32,738 kali lebih besar akan mengalami Kejadian ISPA dibandingkan kelompok Tidak ISPA. Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ariefudin, dkk (2009) tentang hubungan pemberian ASI eksklusif terhadap kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada bayi 0-12 bulan di posyandu Kecamatan Tegal Timur Kota Tegal yang menunjukkan menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara pemberian ASI eksklusif terhadap kejadian infeksi saluran pernapasan akut pada bayi 0-12 bulan p value = 0,000 (p < 0,05). Bayi yang baru lahir secara alamiah mendapat imunoglobulin (zat kekebalan tubuh) dari ibunya lewat ariarinya. Tubuh bayi dapat membuat sistem kekebalan tubuh sendiri waktu berusia sekitar 9-12 bulan. Sistem imun bawaan pada bayi menurun namun sistem imun yang dibentuk oleh bayi itu sendiri belum bisa mencukupi sehingga dapat
mengakibatkan adanya kesenjangan zat kekebalan pada bayi dan hal ini akan hilang atau berkurang bila bayi diberi ASI. Kolostrum mengandung zat kekebalan 10-17 kali lebih banyak dari susu matang. Zat kekebalan pada ASI dapat melindungi bayi dari penyakit mencret atau diare, ASI juga menurunkan kemungkinan bayi terkena penyakit infeksi, telinga, batuk,pilek, dan penyakit alergi. Dan pada kenyataannya bayi yang diberi ASI eksklusif akan lebih sehat dan jarang sakit dibandingkan dengan bayi yang tidak mendapatkan ASI eksklusif (Depkes RI, 2001:18). Beberapa alasan yang menyebabkan ibu tidak memberikan ASI eksklusif pada bayinya antara lain menganggap ASI tidak mencukupi, ibu bekerja di luar rumah, beranggapan susu formuua lebih baik dan lebih praktis dari ASI, serta kekhawatiran tubuh ibu menjadi gemuk (Sulistiyoningsih, 2011). Zat kekebalan pada ASI dapat melindungi bayi dari penyakit mencret atau diare. ASI juga menurunkan kemungkinan bayi terkena penyakit infeksi telinga, batuk, pilek dan penyakit alergi. Dan pada kenyataannya bayi yang diberi ASI Eksklusif akan lebih sehat dan jarang sakit dibandingkan dengan bayi yang tidak mendapatkan ASI Eksklusif (Depkes RI, 2001:18).
3. Analisis Pengaruh extraneous determinant Terhadap Kejadian ISPA pada Bayi Usia 6-12 Bulan Pengaruh faktor luar (extraneous determinan) Terhadap Kejadian ISPA pada
Bayi Usia 6-12 Bulan akan dianalisis satu persatu. Tabel berikut ini akan memperlihatkan pengaruh extraneous determinan pada table dibawah ini :
Tabel 3 Pengaruh extraneous determinant Terhadap Kejadian ISPA Pada Bayi Usia 6-12 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Air Haji Kabupaten Pesisir Selatan extraneous ISPA Tidak ISPA OR (95% CI) determinant f % F % Pendidikan ibu Rendah 25 78,1 7 21,9 5,309 2,082-13,536 Tinggi 37 40,2 55 59,8 Pengetahuan Ibu Rendah Tinggi Status Ekonomi Rendah Tinggi Berat Badan Lahir BBLR
19
44,2
24
38
43
53,1
55,8
46,9
41
65,1
22
34,9
21
34,4
40
65,6
28
53,8
24
46,2
34
47,2
38
52,8
38
52,8
17
30,9
Tidak BBLR Status Gizi Gizi kurang Gizi lebih Status Imunisasi Tidak lengkap
24
46,2
45
65,2
30
57,7
22
42,3
Lengkap Kepadatan Hunian Tidak lengkap
32
44,4
40
34
48,6
36
51,4
28
51,9
26
48,1
Ventilasi Rumah Tidak lengkap
41
63,1
24
36,9
Lengkap
21
35,6
38
64,4
13
43,3
17
56,7
49
52,1
45
47,9
pvalue
0,000
0,700
0,333-1,471
0,450
3,550
1,694-7,438
0,001
1,304
0,638-2,666
0,585
4,191
1,967-8,932
0,000
1,705
0,829-3,503
0,203
0,877
0,431-1,784
0,856
3,091
1,485-6,436
0,004
0,702
0,307-1,607
0,529
55,6
Lengkap
Keberadaan Anggota Keluarga Yang Merokok Tidak lengkap Lengkap
Pada tabel 5 terlihat bahwa dari 9 extraneous determinan yang dianalisis, ternyata hanya 4 variable yang memiliki kemaknaan statistic, yang memiliki nilai P< 0,05 dan 95% CI tidak melewati angka satu. Keempat variable tersebut adalah variable (1) pendidikan ibu (2) Status
ekonomi (3) status gizi, (4) ventilasi rumah. Meskipun demikian variabel lainnya tetap akan diikutkan dalam analisis multivariate, yaitu variabel yang memiliki nilai P<0,25. Variabel tersebut adalah variable (1) status imunisasi
4. Faktor Resiko Yang Paling Dominan Terhadap Kejadian ISPA Untuk menganalisa pengaruh faktor risiko terhadap kejadian ISPA dilakukan uji regresi logistik. Faktor risiko yang dianalisa meliputi pemberian ASI ekslusif, pendidikan ibu, status ekonomi, status gizi, status imunisasi dan ventilasi rumah terhadap kejadian ISPA Bayi Usia 612 bulan di wilayah kerja Puskesmas Air Haji Kabupaten Pesisir Selatan. Dalam
pemodelan, faktor yang dimasukkan dalam analisa adalah faktor yang signifikan terhadap kejadian ISPA. Dalam menentukan signifikansi faktor risiko, maka variabel independen dimasukkan dalam analisa menggunakan metode enter. Kemudian variabel yang tidak signifikan akan dikeluarkan dari analisa satu persatu hingga diperoleh pemodelan yang paling cocok.
Tabel 4 Analisa Pengaruh pemberian ASI ekslusif, pendidikan ibu, status ekonomi, status gizi, status imunisasi dan ventilasi rumahterhadap kejadian ISPA Bayi Usia 6-12 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Air Haji Kabupaten Pesisir Selatan No 1 2 3 4 5 6 7
Variabel pemberian ASI ekslusif, pendidikan ibu, status ekonomi, status gizi, status imunisasi Ventilasi Rumah Konstant
* variabel yang dikeluarkan
B 3,707 0,705 1,315 1,833 0,005 1,038 -12,862
pvalue 0,000 0,298 0,028 0,004 0,994 0,074 0,000
OR / Exp (B) 40,717 2,023 3,724 6,251 1,005* 2,823 0,000
Tabel 5 Analisa Pengaruh pemberian ASI ekslusif, pendidikan ibu, status ekonomi, status gizi dan ventilasi rumahterhadap kejadian ISPA Bayi Usia 6-12 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Air Haji Kabupaten Pesisir Selatan No 1 2 3 4 5 6
Variabel pemberian ASI ekslusif, pendidikan ibu, status ekonomi, status gizi, Ventilasi Rumah Konstant
B 3,707 0,704 1,316 1,833 1,039 -12,858
pvalue 0,000 0,298 0,024 0,004 0,070 0,000
OR / Exp (B) 40,730 2,023* 3,724 6,250 2,825 0,000
* variabel yang dikeluarkan Tabel 6 Analisa Pengaruh pemberian ASI ekslusif, status ekonomi, status gizi, dan ventilasi rumahterhadap kejadian ISPA Bayi Usia 6-12 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Air Haji Kabupaten Pesisir Selatan No 1 2 3 4 5
Variabel pemberian ASI ekslusif, status ekonomi, status gizi, Ventilasi Rumah Konstant
B 3,886 1,391 1,925 1,065 -12,167
pvalue 0,000 0,017 0,002 0,062 0,000
OR / Exp (B) 48,701 4,020 6,858 2,901* 0,000
* variabel yang dikeluarkan Tabel 7 Analisa Pengaruh pemberian ASI ekslusif, status ekonomi, status gizi, terhadap kejadian ISPA Bayi Usia 6-12 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Air Haji Kabupaten Pesisir Selatan No 1 2 3 4
Variabel pemberian ASI ekslusif, status ekonomi status gizi Konstant
B 3,833 1,294 1,820 -10,249
pvalue 0,000 0,021 0,003 0,000
OR / Exp (B) 42,206 3,647 6,172 0,000
* variabel yang dikeluarkan Tabel di atas menunjukkan bahwa variabel pemberian ASI ekslusif, status ekonomi dan status gizi merupakan variabel yang signifikan (p < 0,05)
terhadap kejadian ISPA. Berdasarkan dari tahapan analisa yang dilakukan untuk mendapatkan pemodelan yang paling cocok, Dengan demikian gambaran di
atas merupakan pemodelan yang paling sesuai dalam penelitian ini. Apabila dilihat nilai ORnya, maka pemberian ASI Ekslusif memiliki nilai (OR = 40,206) memiliki pengaruh yang paling besar terhadap kejadian ISPA, selain itu variabel luar yang berpengaruh adalah status gizi (OR =6,172), dan variabel status gizi (OR=3,647). Berdasarkan nilai OR nya, maka pemodelan secara matematis dapat digambarkan sebagai berikut : Kejadian ISPA = 10,249 + 3,833 X1 + 1,820 X2 + 1,294 X3 Dimana : X1 = Pemberian ASI Ekslusif X2 = Status Gizi X3 = Status Ekonomi
Hasil analisa regresi menunjukkan semakin tinggi faktor-faktor tersebut, semakin tinggi peluang untuk terjadinya ISPA. Berdasarkan keseluruhan proses analisa yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa dari tiga faktor yang diduga berpengaruh terhadap kejadian ISPA pada bayi. Berdasarkan dari tahapan analisa yang dilakukan untuk mendapatkan pemodelan yang paling cocok, maka apabila dilihat nilai ORnya, maka pemberian ASI Ekslusif memiliki nilai (OR = 40,206) memiliki pengaruh yang paling besar terhadap kejadian ISPA, selain itu variabel luar yang berpengaruh adalah status gizi (OR =6,172), dan variabel status gizi (OR=3,647).
KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat dikemukakan kesimpulan, sebagai berikut : a. Terdapat Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh pemberian Air Susu Ibu (ASI) Ekslusif terhadap kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Pada Bayi Usia 6-12 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Air Haji Kabupaten Pesisir Selatan. b. Terdapat pengaruh extraneous determinan yaitu status gizi dan status ekonomi yang mempengaruhi kejadian ISPA kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Pada Bayi Usia 6-12 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Air Haji Kabupaten Pesisir Selatan. c. Berdasarkan analisa regresi logistic yang dilakukan ternyata pemberian Air Susu Ibu (ASI) Ekslusif terhadap kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Pada Bayi Usia 6-12 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Air Haji Kabupaten Pesisir Selatan yang diikuti oleh status gizi dan status ekonomi. Saran yang dapat diberikan adalah : a. Untuk mencegah terjadinya penyakit ISPA pada balita, diharapkan orang
b.
c.
d.
tuadapat menciptakan lingkungan yang aman bagi balita seperti kebiasaan membuka jendela untuk mengurangi kelembaban udara, tidak merokok di dekat balita dan menjaga jarak apabila menderita ISPA. Sebagai tindakan pencegahan, diharapkan masyarakat bisa bekerja samamenciptakan lingkungan dan perilaku hidup sehat (tidak merokok di dalam ruangan, pemberian ASI Eksklusif pada balita, kebiasaan membuka jendela pada pagi dan siang hari, dan menjaga jarak dengan balita apabila menderita ISPA baik dalam keluarga maupun kehidupan bermasyarakat). Mengadakan penyuluhanpenyuluhan mengenai gizi dan kesehatan termasuk mengenai penyakit-penyakit infeksi khususnya ISPA. Keterbatasan dalam penelitian ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian ISPA seperti luas bangunan rumah, letak dapur, keadaan lingkungan tempat tinggal, dan umur yang tidak diteliti oleh peneliti sehingga dalam penelitian
selanjutnya dapat ditambahkan variabel-variabel tersebut. DAFTAR PUSTAKA Abdullah. 2003. Pengaruh Pemberian ASI Terhadap ISPA pada bayi umur 04 bulan. Jakarta : Program Pascasarjana PSIKM UI Departemen Kesehatan RI. 2007. Pedoman Tata Laksana Pnemonia Pada Balita. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Dinas Kesehatan Kabupaten Pesisir Selatan. 2010. P2MPL (Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan). Jakarta : Sub dinas P2MPL Departemen Kesehatan RI. 2001. Bimbingan Keterpaparan Dalam Tatalaksana Penderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut Pada Anak. Jakarta : Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan ______________________. 2001. Pedoman Program Pemberantasan Penyakit ISPA untuk penanggulangan pnemonia pada balita. Jakarta : Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan ______________________. 2005. Klasifikasi Status Gizi Anak Bawah Lima Tahun (Balita) : Keputusan Menteri Kesehatan RI no : 920/Menkes/SK/VIII/2002. Jakarta : Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat ______________________. 2008. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007, Laporan Nasional 2007. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Kristiyansari, Weni, 2009. Pemberian ASI Eksklusif. Diakses dari http://.www.tabloid-nakita.com 17 oktober 2010 Machmud, Rizanda. 2006. Pnemonia Pada Balita di Indonesia dan Peran Kabupaten dalam Menanggulanginya. Padang : Andalas University Press
Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta : Rineka Cipta. Prabu. 2009. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) diakses dari http://putraprabu.wordpress.com/ 2009/01/04/infeksi-saluranpernafasan-akut-ispa/ tanggal 20 April 2011 Puskesmas Air Haji. 2009. . Profil Kesehatan Kabupaten Pati Tahun 2009. Air Haji Rachiana, C. 2003. ISPA Penyebab Kematian Nomor SAtu. Diakses dari http//www. Goegle.com Rasmaliah. 2004. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dan Penanggulangannya. Medan : Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universtias Sumatera Utara diakses dari http://repository.usu.ac.id/bitstream /123456789/3775/1/fkmrasmaliah9. pdf. pada tanggal 21 April 2011 Roesli,
2003. Mengenal ASI Ekslusif. Jakarta : Trubus Agrawidya
Saftari, Dewi. 2009. Hubungan Antara Faktor Usia Dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) bagian bawah pada anak usia 1 bulan - 5 tahun. Skripsi. Fakultas Kedokteran, Universitas muhammadiyah Surakarta
Soetjiningsih. (2004). Tumbuh Kembang Anak. Jakatra : EGC penerbitbuku kedokteran. Suhandayani, Ike.2007. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian ISPA pada Balita di Puskesmas Pati I Kabupaten Pati tahun 2006. Skripsi. Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu
Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang. Supriadi, Retno Wahab, 2002. Kiat Sukses Menyusui. Jakarta : Aspirasi Pemuda Supriasa. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta : EGC. WHO. 2003. Penanganan ISPA pada Anak di Rumah Sakit Kecil Negara Berkembang, EGC, Jakarta