yang tentunya sangat diperlukan untuk pengelolaan tubuh air. Parameter kualitas air memiliki variabilitas yang sangat tinggi, sehingga membuat ekstrapolasi titik sampel pada area yang luas akan menghasilkan nilai yang tidak akurat. Material pada permukaan air dapat secara signifikan mempengaruhi karakteristik pantulan permukaan air. Penginderaan jauh dapat digunakan untuk mengkaji hal tersebut, yakni dengan menganalisis hasil perekaman karaktersitik spektral air yang dipantukan dari tubuh air. Kualitas air dapat diketahui dengan membuat sebuah model yang menghubungkan antara nilai pantulan atau karaktersitik spektral air dengan parameter – parameter kualitas air. Penginderaan jauh memberikan pandangan secara keruangan ( synoptic view ), yang dapat menunjukkan distribusi kualitas air secara spasial yang tidak dapat dilakukan oleh pengukuran secara langsung di lapangan, sehingga dimungkinkan untuk melakukan pengukuran dan pemantauan kualitas air secara efektif dan efisien, serta dapat pula digunakan untuk mengidentifikasi dan mengkuantifikasi parameter – parameter kualitas air beserta permasalahannya. Penginderaan jauh memiliki potensi yang besar di dalam mengkaji fenomena kualitas air, namun demikian masih minimnya penelitian mengenai kualitas air terkait pencemaran tubuh air khususnya perairan tawar berupa waduk di Indonesia yang memanfaatkan citra penginderaan jauh. Konsep utama di dalam kajian kualitas air melalui penginderaan jauh adalah, material yang terkandung di dalam air dapat secara siginifikan merubah karakteristik hamburan balik air tersebut (Jerlov,1976; Kirk, 1983 dalam Ritchie etal., 2003). Perubahan karakteristik spektral pada obyek berupa air yang disebabkan oleh parameter kualitas air, hanya dapat diamati pada julat panjang gelombang yang sempit dan terbatas terutama pada saluran biru. Berdasarkan hal tersebut, maka satelit penginderaan jauh yang paling optimal dapat digunakan di dalam kajian kualitas air adalah satelit hyperspectral yang memiliki saluran yang berjumlah sangat banyak dengan julat panjang gelombang yang sempit. Namun demikian, pada prakteknya keberadaan satelit hyperspectral yang memiliki keunggulan dalah hal resolusi spektral yang tinggi biasanya diimbangi dengan kekurangan dalam aspek resolusi spasial yang rendah seperti SeaWIFS,MODIS, dan MERIS yang memiliki resolusi spasial ratusan meter, sehingga satelit tersebut
3
hanya cocok untuk digunakan pada daerah tubuh air yang luas seperti laut. Untuk kajian tubuh air berukuran relatif sempit seperti waduk, danau, atau sungai, pilihan jenis satelit penginderaan jauh yang dapat digunakan terbatas pada satelit dengan resolusi spasial tinggi hingga sedang, seperti Ikonos, Quickibird, Spot, Landsat, dan lain – lain. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, maka sebaliknya satelit dengan resolusi spasial yang tinggi memiliki resolusi spektral yang rendah, kenyataan tersebut bukan berarti menafikkan kemanfaatan citra tersebut untuk kajian kualitas air. Tersedianya data sampel hasil pengukuran lapangan parameter kulitas air, dapat digunakan untuk melakukan kalibrasi dan analisis regresi dengan nilai pantulan atau pancaran air yang bermanfaat untuk memodelkan kondisi kualitas air seluruh daerah kajian dengan melakukan ekstrapolasi. Tersedianya citra satelit Landsat 8 yang dapat diunduh secara gratis mulai awal Juni 2013 melalui website USGS (Glovis dan EarthExplorer) yang membawa dua instrumen penginderaan jauh Operational Land Imager (OLI) dan Thermal Infra Red Sensor (TIRS), semakin membuka peluang penelitian dalam berbagai aplikasi, khususnya dalam hal ini adalah penginderaan jauh untuk kajian kualitas air, karena terdapatnya beberapa peningkatan kemampuan pencitraan dibandingkan dengan citra Landsat sebelumnya yang semakin mendukung pemanfaatannya untuk kajian tersebut. Peningkatan kemampuan tersebut diantaranya adalah penambahan dua saluran spektralbaru yakni saluran ultra-blue (0.43 - 0.45 µm) yang didesain secara khusus untuk kajian sumberdaya perairan serta saluran inframerah. (1.36 - 1.38µm) (USGS, 2013). Terdapat pula saluran tambahan yang dinamakan saluran Quality Assessment yang menjukkan kondisi permukaan, sensor, dan atmosfer pada daerah perekaman, yang tentunya sangat bermanfaat bagi aplikasi pj untuk sumberdaya perairan yang sangat sensitif terhadap gangguan atmosferik (USGS, 2013). Kualitas data (rasio signal to noise) dan kuantifikasi radiometrik instrumen OLI dan TIRS yang lebih tinggi (12-bits) dibanding Landsat sebelumnya (8-bit), membuat peningkatan yang signifikan di dalam hal mendeteksi perubahan kenampakan di permukaan bumi, dan atas dasar itulah mengapa penelitian ini menggunakan citra satelit Landsat 8, untuk menguji
4
kemampuannya dalam bidang penginderaan jauh untuk kualitas air.Penelitian ini mengkaji tentang hubungan antara parameter – parameter kualitas air dengan nilai pantulan spektral pada saluran – saluran citra penginderaan jauh, dengan hasil akhir yang diharapkan berupa peta yang menggambarkan distribusi spasial secara kuantitatif beberapa parameter kualitas air. Metode yang digunakan adalah analisis regresi, yang menganalisis korelasi antara parameter kualitas air dengan nilai pantulan pada saluran tunggal citra penginderaan jauh (regresi bivariat) atau dengan nilai pantulan spektral pada berbagai kombinasi saluran citra penginderaan jauh (regresi berganda atau multivariat).
1.2 Perumusan Masalah 1. Bagaimanakah hubungan antara hasil pengukuran parameter kualitas air Waduk Jatiluhur (suhu permukaan air, kekeruhan air, dan zat padat terlarut) dengan nilai spektral pada saluran tunggal, nisbah saluran, atau kombinasi antar saluran citra Landsat 8 ? 2. Manakah model regresi terbaik yang dapat digunakan untuk memetakan parameter kualitas air (suhu permukaan air, kekeruhan air, dan zat padat terlarut) pada Waduk Jatiluhur berdasarkan kajian hubungan antara variabel kualitas air dan nilai spektra citra Landsat 8 ? 3. Bagaimanakah peta distribusi kualitas air pada Waduk Jatiluhur yang dibuat berdasarkan model regresi terbaik yang telah diperoleh ?
1.3 Tujuan Penelitian 1. Mengetahui keterkaitan atau hubungan antara hasil pengukuran in situ parameter fisik kualitas air Waduk Jatiluhur (suhu permukaan air, kekeruhan air, dan zat padat terlarut) dengan nilai spektral pada saluran tunggal, nisbah saluran, atau kombinasi antar saluran citra Landsat 8. 2. Mencari model regresi terbaik yang dapat digunakan untuk memetakan berbagai parameter fisik kualitas air (suhu permukaan air, kekeruhan air,
5
dan zat padat terlarut) pada Waduk Jatiluhur berdasarkan kajian hubungan antara variabel kualitas air dengan nilai spektral citra Landsat 8. 3. Melakukan pemetaan berbagai parameter fisik kualitas air (suhu permukaan air, kekeruhan air, dan zat padat terlarut) pada Waduk Jatiluhur menggunakan model regresi terbaik yang diperoleh.
1.4 Kegunaan Penelitian Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini, yaitu : 1. Sebagai sumbangan bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tentang pemetaan kualitas air secara kuantitatif dengan menggunakan citra penginderaan jauh 2. Sebagai sumber informasi mengenai kondisi kualitas air Waduk Jatiluhur beserta tingkat pencemaran yang terjadi 3. Sebagai sumbangan pemikiran bagi institusi pendidikan untuk pengembangan penelitian sejenis.
1.5 Tinjauan Pustaka Berikut ini akan diuraikan beberapa tinjauan pustaka yang menjelaskan hal – hal yang menjadi perhatian utama dalam penelitian ini, yang disarikan dari berbagai literatur yang berkaitan dan digunakan menjadi rujukan dan dasar teori di dalam penelitian ini.
1.5.1 Penginderaan Jauh Penginderaan jauh memiliki banyak pengertian dan definisi. Menurut Lillesand dan Kiefer ( 2008 ) adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu obyek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah, atau fenomena yang dikaji. Pengertian lainnya mengatakan bahwa penginderaan jauh
6
didefinisikan sebagai perolehan dan pengukuran sebuah informasi tentang karakteristik atau sifat – sifat tertentu dari sebuah fenomena, obyek, atau material menggunakan alat perekam yang tidak melakukan kontak secara langsung dengan karakteristik yang diamatinya (Khorram., et al, 2012). Definisi penginderaan jauh tersebut masih cukup luas, meliputi berbagai bidang keilmuan dan tidak terebatas pada ilmu geografi saja, misalnya teknologi medis seperti penyinaran sinar-x dan magnetic resonance imaging (MRI). Dalam konteks lingkungan, penginderaan jauh merujuk kepada teknologi untuk merekam energi elektromagnetik yang dipancarkan dari area atau obyek di atas atau di bawah permukaan bumi, laut, atau atmosfer (Short, 2010 dalam Khorram., et al, 2012). Karakteristik dari obyek atau area tersebut jika diasosiasikan dengan tingkatan energi elektromagnetiknya, dapat memberikan gambaran mengenai cara untuk mengindetifikasi, membatasi, dan membedakan diantara mereka.Dikarenakan karakteristik elektromagnetik dari obyek - obyek tersebut dikumpulkan menggunakan instrumen penginderaan jauh yang dipasang pada pesawat terbang atau satelit yang mengorbit bumi, penginderaan jauh juga memberikan peluang untuk merekam area atau wilayah yang luas dengan hanya sebuah pengamatan tunggal. Potensi keunggulan lainnya yang ditawarkan oleh penginderaan jauh, terutama yang direkam oleh wahana satelit, adalah wilayah yang menjadi obyek kajian dapat dikunjungi dan direkam dalam siklus waktu yang teratur, sehingga dapat menunjukkan perubahan kondisi area yang sama dalam kurun waktu yang berbeda. Waktu perekaman ulang tersebut, bergantung kepada kepada orbit satelit dimana instrumen penginderaan jauh terpasang, juga lebar dari area yang direkam oleh sensor, yang merupakan jalur pengamatan sensor tatkala satelit tersebut bergerak mengitari bumi. (Khorram., et al, 2012).
7
Gambar 1 Sistem penginderaan jauh dapat disematkan dalam wahana satelit dan pesawat terbang (Sumber : Khorram., et al, 2012)
Data penginderaan jauh sejatinya bersifat geospasial, artinya area dan obyek yang diamati, memiliki referensi terhadap lokasi geografisnya di dalam sistem koordinat geografis, sehingga mereka dapat ditemukan lokasinya pada sebuah peta (Short, 2010 dalam Khorram., et al, 2012). Hal tersebut membuat data penginderaan jauh dapat di analisis bersamaan dengan data geospasial lainnya, seperti jaringan jalan atau
kepadatan penduduk. Hal tersebut menunjukkan betapa
bermanfaatnya data penginderaan jauh sebagai sumber data untuk sistem informasi geografis (GIS), yang merupakan kumpulan dari hardware dan software komputer, data – data geografis, dan operator yang di rancang untuk merangkum, menyimpan, memutakhirkan, memanipulasi, dan menganalisis secara efisien seluruh bentuk informasi yang memiliki referensi geografis (Jensen 2005; ESRI 2001 dalam Khorram et al, 2012).
8
1.5.1.1 Spektrum Elektromagnetik Radiasi elektromagnetik didefinisikan sebagai seluruh energi yang bergerak dengan dengan kecepatan cahaya dengan pola gelombang yang beraturan (sebagai contoh setiap gelombang terpisah dengan jarak dan perulangan yang sama di dalam ruang dan waktu). Cahaya tampak adalah salah satu kategori dari radiasi elektromagnetik, jenis lainnya meliputi gelombang radio, inframerah, dan sinar gamma. Bersama- bersama, semua jenis radiasi elektromagnetik tersebut terangkum dalam spektrum elektromagnetik (Gambar 2) (Khorram et al, 2012).
Gambar 2 Spektrum Elektromagnetik (sumber : NASA, 2013)
Bentuk gelombang elektromagnetik, bervariasi di sepanjang spektrum dalam aspek panjang gelombang dan frekuensinya. Panjang gelombang adalah jarak antara satu posisi pada siklus gelombang menuju posisi yang sama pada gelombang berikutnya., sedangkan frekuensi adalah jumlah dari siklus gelombang melewati titik yang sama pada periode waktu tertentu (1 siklus per detik = 1 Hertz atau Hz). Hubungan matematis antara panjang gelombang dan frekuensi diekspresikan dengan rumus : C = λ . v, dimana λ adalah panjang gelombang, v adalah frekuensi, dan C adalah kecepatan cahaya (yang merupakan konstan pada
9
udara vakum 300.000 km/s). Cahaya tampak, hanya merepresentasikan porsi kecil dari keseluruhan spektrum elektromagnetik, yang memiliki rentang panjang gelombang dari sekitar 3,9 x 10-7 m (violet) hingga 7,5 x 10-7 m (merah), serta memiliki rentang frekuensi dari 7,9 x 1014 hingga 4 x 1014 Hz (Khorram et al, 2012). Ketika radiasi elektromagnetik melakukan kontak dengan material (contohnya pohon, air, atau gas – gas di atmosfer), proses interaksi yang terjadi adalah,
penyerapan
(absorption), pemantulan (reflection), penghamburan
(scattering), atau pelepasan (emission) radiasi elektromagnetik oleh material tersebut, atau penerusan (transmission) radiasi elektromagnetik menembus material tersebut. Penginderaan jauh mendasarkan kepada pendeteksian dan perekaman radiasi elektromagnetik yang dipantulkan atau dipancarkan. Secara prinsip, apa yang membuat adanya sistem penginderaan jauh ialah fakta bahwa setiap obyek atau material memiliki karakteristik pantulan atau pancaran yang berbeda – beda, yang disebut sebagai karakteristik spektral (spectral signature), yang membedakannya dari obyek atau material lainnya. Dengan demikian, maka sistem penginderaan jauh dapat dikatakan pula sebgai pengumpul data – data spektral berbagai obyek. Sensor penginderaan jauh merekam data spektral tersebut dalam bentuk analog (contohnya foto udara yang direkam menggunakan kamera yang dipasang pada wahana pesawat terbang) atau dalam format digital (contohnya matriks dua dimensional atau citra yang tersusun atas piksel – piksel yang menyimpan nilai radiasi gelombang elektromagnetik, yang direkam oleh sensor yang terpasang pada satelit) (Jensen 2005, dalam Khorram et al, 2012). Sensor penginderaan jauh dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu sensir pasif dan sensor aktif. Sensor pasif merekam radiasi gelombang elektromagnetik yang terjadi secara alamiah berupa pantulan atau pancaran yang dihasilkan oleh sebuah area dan obyek yang diteliti. Sensor aktif, contohnya adalah gelombang mikro RADAR (Radio Detection And Ranging), memancarkan radiasi elektromagnetik buatan kepada obyek yang hendak diteliti dan kemudian merekam seberapa banyak radiasi elektromagnetik yang dipantulkan kembali kepada sistem tersebut (Jensen 2005, dalam Khorram et al, 2012).
10
1.5.1.2 Penginderaan Jauh Geografi Penginderaan jauh dapat dikaji dari berbagai aspek keilmuan, namun di dalam penelitian ini penginderaan jauh dipandang dalam aspek keilmuan geografi yang memahami berbagai fenomena di permukaan bumi melalui berbagai pendekatan atau hampiran sebagaimana yang disebutkan oleh Bintarto dan Surastopo (1991), yaitu : pendekatan analisa keruangan (spatial analysis), analisa ekologi (ecological analysis), dan analisa kompleks wilayah (regional complex analysis). Kerangka kerja penginderaan jauh dalam domain studi geografi, yang digunakan untuk memahami, merumuskan, dan mengatur strategi pemecahan masalah lingkungan secara spasial dan kewilayahan, dipaparkan oleh Danoedoro (2012) dalam bentuk diagram alir sebagai berikut :
Gambar 3 Penginderaan jauh digital sebagai suatu kerangka kerja (Sumber : Danoedoro, 2012)
11
1.5.1.3 Penginderaan Jauh Untuk Kualitas Air Material yang terkandung di dalam air dapat secara siginifikan merubah karakteristik hamburan balik air tersebut (Jerlov,1976; Kirk, 1983 dalam Ritchie et al, 2003). Teknik penginderaan jauh ialah mendasarkan kepada kemampuan untuk mengukur perubahan pada karakteristik spektral yang dipantulkan dari air dan kemudian membandingkan hasil pantulan tersebut dengan parameter kualitas air. Panjang gelombang yang dapat dengan baik digunakan untuk mengukur parameter kualitas air tergantung kepada material yang hendak diukur atau diketahui, konsentrasinya, dan karakteristik sensor penginderaan jauh yang digunakan. Faktor utama yang mempengaruhi kualitas air pada tubuh air pada setiap bentanglahan adalah sedimen tersuspensi, kekeruhan air, algae (klorofil, karotenoid, dll), kimia (unsur hara, pestisida, besi, dll), material organik terlarut, suhu permukaan air, tumbuhan air, bakteri pathogen, dan minyak. Faktor – faktor tersebut merubah karakteristik pantulan atau pancaran suhu air yang dapat diukur dan dideteksi menggunakan teknik penginderaan jauh. Pada umumnya faktor kimia dan bakteriologi tidak secara langsung mempengaruhi perubahan karakteristik spektral pantulan atau pancaran air, sehingga hanya dapat diketahui pengaruhnya secara tidak langsung melalui parameter kualitas air lainnya yang terpengaruh oleh faktor kimia atau bakteriologi tersebut. Penginderaan jauh menyuguhkan kenampakan secara spasial dan temporal dari parameter kualitas air sebuah tubuh air yang tidak dapat diperoleh melalui pengukuran in situ secara langsung di lapangan, sehingga mampu untuk mengamati, mengidentifikasi dan mengkuantifikasi parameter kualitas air beserta permasalahannya secara efektif dan efisien. Perkembangan
teknik
penginderaan
jauh
yang
digunakan
untuk
mengamati kualitas air telah dimulai sejak tahun 1970-an. Pada masa tersebut teknik yang digunakan adalah dengan mengukur perbedaan pantulan dan pancaran energi elektromagnetik suatu tubuh air, dan kemudian mencari hubungan antara karakteristik spektral dengan parameter kualitas air. Ritchie et al (1974) dalam Ritchie et al (2003) mengembangkan rumus untuk mengestimasi sedimen tersuspensi : Y = A + BX atau Y = ABx
12
Dimana Y adalah nilai energi pantulan atau terekam oleh citra penginderaan jauh, X adalah nilai sedimen tersuspensi hasil pengurkuran in situ, sedangkan A dan B adalah faktor turunan. Hubungan secara statistik anatara nilai pantulan atau pancaran citra penginderaan jauh dengan parameter kualitas terukur, biasa digunakan pada pendekatan secara empiris. Terkadang informasi tentang karakteristik spektral dari suatu parameter kualitas air digunakan untuk membantu memilih panjang gelombang terbaik yang akan digunakan untuk membuat model melalui pendekatan empiris (Ritchie et al, 2003). Material tersuspensi dan terlarut di permukaan air, dapat merubah warna air tersebut. Air jernih memiliki warna biru, air yang kaya akan humus berwarna kuning, dan air keruh memiliki warna bervariasi tergantung dari campuran material yang masuk ke dalamnya berkisar antara biru-hijau atau coklat-merah. Air jernih hanya memantulkan sedikit dari pancaran sinar matahari yang mengenainya, sehingga nilai pantulannya terhitung rendah. Pantulan air memiliki nilai tertinggi pada spektrum biru dan semakin menurun ketika panjang gelombang meningkat (Gambar 4).
Gambar 4 Pantulan air jernih vs air kaya akan ganggang hijau (Sumber : Khorram., et al., 2012)
13
Air keruh mampu untuk memantulkan lebih banyak sinar matahari sehingga memiliki nilai pantulan yang lebih tinggi dibandingkan dengan air jernih. Air yang kaya akan ganggang hijau memiliki konsentrasi klorofil yang tinggi, sehingga memiliki pada panjang gelombang 450 nm dan 670 nm terjadi penyerapan yang tinggi. Semakin besar konsentrasi klorofil yang terkandung pada suatu tubuh air, maka semakin rendah pantulan pada panjang gelombang pendek (biru), namun pantulan pada spektrum hijau akan semakin tinggi (gambar 2.4). (Purkis dan Klemas, 2011)
1.5.1.4 Landsat 8 Merupakan satelit penginderaan jauh generasi penerus Landsat 7 yang diluncurkan pada tanggal 11 Februari 2013 yang merupakan kerjasama anatara U.S. Geological Survey (USGS) dan National Aeronautics and Space Administration (NASA), memiliki tujuan untuk mengamati atau memantau penggunaan lahan dan perubahan penutup lahan. Satelit Landsat 8 dibuat oleh Orbital Sciences Corporation, memiliki masa operasi selama 5 tahun, namun mampu untuk beroperasi selama 10 tahun. Sensor utama Landsat 8 adalah Operational Land Imager (OLI) yang memiliki fungsi untuk mengumpulkan data di permukaan bumi dengan spesifikasi resolusi spasial dan spektral yang berkonsistensi dengan dat Landsat sebelumnya. Didesain dalam sistem perekaman sensor push-broom dengan empat teleskop cermin, performa signal-to-noise yang lebih baik, dan penyimpanan dalam format kuantifikasi 12-bit. OLI merekam citra pada spektrum panjang gelombang tampak, inframerah dekat, dan inframerah tengah yang memiliki resolusi spasial 30 meter, serta saluran pankromatik yang memiliki resolusi spasial 15 meter. Dua saluran spektral baru ditambahkan dalam sensor OLI ini, yaitu saluran deep-blue untuk kajian perairan laut dan aeorosol, serta sebuah saluran untuk mendeteksi awan cirrus. Saluran quality assurance juga ditambahkan untuk mengindikasi keberadaan bayangan medan, awan, dan lain – lain (USGS, 2013).
14
Thermal Infrared Sensor (TIRS) merupakan sensor lain yang tersemat dalam Landsat 8 yang berfungsi untuk mengindera suhu dan aplikasi lainnya seperti pemodelan evapotranspirasi untuk memantau penggunaan air pada lahan teririgasi. TIRS merekam citra pada dua saluran inframerah thermal dan didesain untuk beroperasi selama 3 tahun. Resolusi spasial yang dimiliki TIRS adalah 100 meter dan teregistrasi dengan sensor OLI, sehingga menghasilkan citra yang terkalibrasi secara radiometrik dan geometrik serta terkoreksi medan dengan Level koreksi 1T dan disimpan dalam sistem 16-bit (USGS).
Gambar 5 Perbandingan Saluran – Saluran Pada Instrumen Sensor OLI dan TIRS Landsat 8 dan Landsat 7 ETM+ (Sumber : USGS, 2013)
15
Tabel 1 Julat Panjang Gelombang dan Resolusi Spasial Saluran – Saluran yang Terdapat dalam Landsat 8 Saluran Saluran 1 – Pesisir dan Aeorosol Saluran 2 – Biru Saluran 3 – Hijau Saluran 4 – Merah Saluran 5 – Inframerah Dekat Saluran 6 – SWIR 1 Saluran 7 – SWIR 2 Saluran 8 – Pankromatik Saluran 9 – Cirrus Saluran 10 – Inframerah Thermal 1 Saluran 11 – Inframerah Thermal (TIRS) 2
Panjang Gelombang (µm) 0.43 – 0.45 0.45 – 0.51 0.53 – 0.59 0.64 – 0.67 0.85 – 0.88 1.57 – 1.65 2.11 – 2.29 0.50 – 0.68 1.36 – 1.38 10.60 – 11.19
Resolusi Spasial (m) 30 30 30 30 30 30 30 15 30 100
11.50 – 12.51
100
(Sumber : USGS, 2013)
Tabel 2 Parameter Pemrosesan Produk Citra Landsat 8 Level 1T (terkoreksi medan) Jenis Produk 16-bit unsigned integer Jenis Data GeoTIFF Format Data Ukuran Piksel 15 m/ 30m/ 100 m (pankromatik/ multispektral/ thermal) UTM (Polar Stereographic untuk Antartika) Sistem Proyeksi WGS 84 Datum North-up (peta) Orientasi Cubic Convolution Resampling OLI: 12 meter circular error, keyakinan 90 % Akurasi TIRS: 41 meter circular error, keyakinan 90 %
(Sumber : USGS, 2013)
16
Tabel 3 Contoh Aplikasi atau Kemanfaatan Masing – Masing Saluran Landsat 8 Panjang Gelombang
Contoh Aplikasi
Saluran 1 – Pesisir dan aeorosol
0.43-0.45
Kajian Pesisir dan Aeorosol
Saluran 2 – Biru
0.45-0.51
Saluran 3 – Hijau
0.53-0.59
Saluran 4 – Merah Saluran 5 – Inframerah Dekat
0.64-0.67
Pemetaan Batimetri, Membedakan antara tanah dan vegetasi, atau pohon semusim dan berdaun jarum Analisis pantulan puncak vegetasi yang bermanfaat untuk menilai kekuatan tumbuhan Analisis perubahan vegetasi
085.-0.88
Analasis kandungan biomassa dan garis pantai
Saluran 6 – SWIR 1
1.57-1.65
Saluran 7 – SWIR 2
2.11-2.29
Saluran
Saluran 8 – 0.50-0.68 Pankromatik Saluran 9 – Cirrus 1.36 -1.38 Saluran 10 – Inframerah 10.60 – 11.19 Thermal 1 Saluran 11 – Inframerah 11.5-12.51 Thermal (TIRS) 2
Membedakan kelembapan tanah dan vegetasi; mampu menembus awan tipis Membedakan kelembapan tanah dan vegetasi dengan lebih baik; mampu menembus awan tipis Resolusi spasial 15 m, hasil perekaman yang lebih tajam Mendeteksi awan cirrus dan kontaminasi Resolusi spasial 100 m, pemetaan suhu dan estimasi kelembapan tanah Resolusi spasial 100 m, pemetaan suhu dan estimasi kelembapan tanah
(Sumber : USGS, 2013)
1.5.2 Kualitas Air Kualitas air merupakan cerminan dari karakteristik air dalam aspek fisik, kimia, dan biologi (Purbo-Hadiwidjojo et al, 1987). Mutu air atau kualitas air adalah kondisi kualitasair yang diukur dan atau diuji berdasarkan parameterparameter
tertentudan metode tertentu berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. (Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 115 Tahun 2003 Tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air). Kualitas air itu meliputi beberapa parameter menurut Karmono (1978), yaitu :
1.5.2.1 Sifat Fisik Yang termasuk kedalam sifat fisik air ialah sebagai berikut :
17
1.5.2.1.1 Temperatur Diukur langsung dilapangan dengan menggunaakan termometer air. Temperatur air sungai diukur pada titik pengambilaln contoh air, langsung dilakukan di lapangan. Temperatur air sungai di suatu titik pengambilan contoh air sangat bervariasi, sehingga sulit diperoleh nilai temperatur yang benar – benar meyakinkan. Temperatur air pada danau atau waduk biasanya diukur pada interval kedalaman tertentu. Karena pada tubuh air tersebut terjadi strata temperatur, hal ini terjdi pada waduk atau danau yang sangat dalam. Temperatur air mempengaruhi kepadatan cairan dan juga kekentalan cairan. Kepadata suatu cairan akan naik dengan adanya penurunan temperatur, tetapi pada umumnya kepadatan maksimum penurunan temperatur, tetapi pada umumnya kepadatan maksimum dicapai sebelum air berbentuk es, yaitu pada temperatur 4o C, sedang pada temperatur dibawah 4o C sampai 0o C kepadatan akan berkurang. Ada suatu pendapat bahwa dengan adanya penambahan tekanan hidrostatik, temperatur saat kepadatan maksimum dalam air akan dibawah 4o C meskipun perubahan itu hanya kecil saja. Kepadatan maksimum air laut dicapai pad 0o C, sedang bagi air tawar atau bersih pada 4o C. Kekentalan selalu berubah tergantung pada temperatur dimana kekentalan akan naik dengan adanya penurunan temperatur
1.5.2.1.2 Warna Adanya warna dalam air disebabkan oleh zat – zat yang terlarut didalam air itu, karena itu harus dibedakan dengan kekeruhan, yang disebabkan adanya zat – zat yang tidak larut. Pada umumnya perairan alami berwarna, dan sebagai pegangan perlu ada ukuran untuk menilai warna air itu. Untuk ini dipakai standar warna yang dibut dari garam platina dan kobalt dalam konsentrasi tertentu yang dipakai sebagai pembanding warna (Pt/Co). Substansi logam, material – material humus, gambut, ganggang, atau protozoa, pembuangan dari industri – industri yang juga merupakan sebab adanya warna dari air.
18
1.5.2.1.3 Kekeruhan Kekeruhan dalam air seperti diterangkan di atas disebabkan oleh adanya zat – zat seperti lumpur halus dan lain sebagainya yang melayang seperti kolod atau suspensi dalam air. Kekeruhan diukur dengan alat yang disebut spectrophotometer di laboratorium dari contoh air yang diambil di lapangan. Kekeruhan dapat pula diukur langsung di lapangan dengan alat yang disebut turbidity rod. Sebagai ukuran kekeruhan air diapakai skala yang dinyatakan dalam MgSiO2 per liter.
1.5.2.1.4 Padatan Terlarut dan Padatan Tersuspensi Padatan terlarut (residu) adalah bahan yang tersisa setelah air sampel mengalami evaporasi dan pengeringan pada suhu tertentu (APHA, 1976 dalam Effendi H, 2003). Residu dianggap sebagai kandungan total bahan terlarut dan tersuspensi dalam air. Selama penentuan residu ini, sebgaian besar bikarbonat yang merupakan anion utama di perairan telah mengalami transformasi menjadi karbondioksida (CO2), sehingga CO2 dan gas – gas lain yang menghilang pada saat pemanasan tidak tercakup dalam nilai padatan total (Boyd, 1988 dalam Effendi H, 2003). Tabel 4 Klasifikasi Padatan di Perairan Berdasarkan Ukuran Diameter Klasifikasi Padatan Padatan Terlarut Koloid Padatan Tersuspensi
Diameter (µm) < 10-3 10-3 – 1
Diameter (mm) < 10-6 10-6 – 10-3
>1
> 10-3
(Sumber : Effendi H, 2003) Padatan tersuspensi total (Total Suspended Sediment / TSS) adalah bahan – bahan tersuspensi (diameter > 1 µm) yang tertahan pada saringan milipore dengan diamter pori 0,45 µm. TSSterdiri atas lumpur dan pasir halus serta jasad – jasad renik, yang terutama disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi tanah yang terbawa kedalam air. Settleable solid adalah jumlah TSS yang dapat diendapkan
19
selama periode waktu tertentu dalam wadah yang berbentuk kerucut terbalik (imhoff cone). (Effendi H, 2003) Padatan terlarut total (Total Dissolved Solid / TDS) adalh bahan – bahan terlarut (diameter < 10-6 mm) dan koloid (diameter 10-6 – 10-3 mm) yang berupa senyawa – senyawa kimia dan bahan – bahan lain, yang tidak tersaring pada kertas saring berdiameter 0,45 µm (Rao, 1992 dalam Effendi H, 2003). TDS biasanya disebabkan oleh bahan anorganik berupa ion – ion yang biasa ditemukan di perairan.
Tabel 5 Ion – Ion yang Biasa Ditemukan di Perairan Major Ion (Ion Utama) Secondary Ion (Ion Sekunder) (1 – 1000 mg/l) (0,01 – 10 mg/l) Sodium (Na) Besi (Fe) Kalsium (Ca) Strontium (Sr) Magnesium (Mg) Kalium (K) Bikarbonat (HCO3) Karbonat (CO3) Sulfat (SO4) Nitrat (NO3) Klorida (Cl) Fluorida (F) Boron (B) Silika (SiO2)
(Sumber : Effendi H, 2003) Berdasarkan sifat volatilitas (penguapan) pada suhu 600 oC, padatan tersuspensi dan terlarut dibedakan menjadi volatile solids dan non-volatile solids / fixed solids. Volatile solids adalah bahan organik yang teroksidasi pada pemanasan dengan suhu 600 oC, sedangkan dan non-volatile solids / fixed solids adalah fraksi bahan organik yang tertinggal sebagai abu pada suhu tersebut (Rao, 1991 dalam Effendi H, 2003) Nilai TDS perairan sangat dipengaruhi oleh pelapukan batuan, limpasan dari tanah, dan pengaruh antropogenik (limbah domestik dan industri). Bahan – bahan tersuspensi dan terlarut pada perairan alami tidak bersifat toksikm akan tetapi jika berlebihan, terutama TSSm dapat meningkatkan nilai kekeruhan yang selanjutnya akan menghambat penetrasi cahaya matahari ke kolom air dan akhirnya berpengaruh terhadap proses fotosintesis di perairan (Effendi H, 2003).
20
1.5.2.2 Sifat Kimia Zat – zat yang terlarut dalam air detentukan dengan analisa kimia dan dinyatakan dalam ion – ion. Ion positif (kation) antara lain kalsium, magnesium, sodium, dan potasium. Sedang ion negatif (anion) antara lain sulfat, klorida, fluorida, da nitrat. Ion – ion penyebab kebasaan biasanya dinyatakan dalam ukuran karbonat dan bikarbonat. Sedang ion – ion penyebab keasaman dinyatakan dalam ukuran konsentrai ion hidrogen. Gas – gas yang terlarut seperti karbon dioksida (CO2) dan hidrogen sulfida (H2S) merupakan bentuk – bentuk yang tidak mengalami dissosiasi. Dalam suatu contoh air biasanya jumlah suatu zat yang terlarut hanya kecil saja. Konsentrasi ion dari zat – zat yang terlarut dinyatakan dalam satuan part per million (ppm). 1 ppm yaitu 1 bagian berat zat tertentu yang terlarut dalam 1.000.000 berat dalam larutan. Satuan lainnya yang sering dipakai adalah miligram per liter (mg/l), dimana 1 mg/l sama dengan 1 ppm. Beberapa zat yang sering ditentukan konsentrasinya antara lain :
1.5.2.3 Sifat Bakteriologi Bakteri terdapat dimana – mana, di dalam tanah, air, dan udara. Jumlah bakteri yang terdapat di suatu tempat tergantung pada persediaan bahan makanannya, kelembapan, dan juga temperatur. Unit yang dipakai untuk mengukur bakteri adalah mikron yang panjangnya kira – kira sama dengan 1/25.000 inchi. Bakteri – bakteri yang berada dalam air pada umumnya mempunyai panjang antara 1 sampai 4 mikron. Salah satu penyebab rasa dan bau dari air ialah adanya bakteri – bakteri akibat dari pencernaan yang dibawa oleh air selokan atau air permukaan. Analisa bakteri penting dijalankan untuk keperluan air minum. Analisa terhadap bakteri tidak ditujukan untuk menentukan penyakit yang ditimbulkan melainkan ditujukan untuk menentukan jenis bakteri yang ada dalam air. Sebagian besar bakteri patogen yang ditemukan dalam air sering menyebabkan penyakit usus pada binatang – binatang dan manusia. Penentuan bakteri patogen dalam air alami, sulit dilaksanakan. Sedang jenis bakteri koli adalah relatif mudah untuk ditentukan. Tes standar untuk menentukan ada atau
21
tidaknya dalam suatu contoh air dapat dipakai sebagai petunjuk langsung bagi suatu sumber air untuk keperluan ait minum. Hasil tes jenis bakteria koli dinyatakan sebagai jumlah kemungkinan terbesar dari bakteri jenis koli yang dikandung dalam suatu volume air. Salah satu alat yang dipakai untuk menentukan bakteri koli dalam air bersih ialah each coli from bacteria test. (Karmono et al, 1978)
1.5.3 Penelitian Sebelumnya Penelitian sejenis telah dilakukan sebelumnya oleh peneliti lain, pada berbagai daerah penelitian serta berbagai parameter kualitas air yang diujikan, berikut ini adalah beberapa penelitian sejenis yang dimaksud :
22
Tabel 6 Penelitian Sebelumnya Peneliti
Tah un
Citra
Wiwin Ambarwulan et al
SPOT-HRV 2002 Multitempora l
Sam Wouthuyzen
MODIS (Terra dan 2006 Aqua) Multitempora l
Lokasi
Teluk Banten
Teluk Jakarta
Nur Samsiah
Landsat TM 2008 Multitempora l
Teluk Jakarta
Indah Budi Lestari
Landsat ETM+ 2009 Multitempora l
Teluk Jakarta
Paramete r Kualitas Air
Metode
Total Suspended Matter
Analisis statistiregresi antara reflektan saluran tunggal citra SPOT dengan data in situ konsentrasi TSM
Klorofil-a
Analisis statistik regresi antara reflektan saluran merah citra MODIS dengan data in situ klorofil-a
Hasil Akhir
Judul
Penggunaan Citra SPOTPeta konsentrasi TSM HRV Melalui Pendekatan perairan Teluk Banten Statistik Untuk Pemetaan pada musim kemarau dan Bahan Tersuspensi di hujan ( 1990, 1996, 1997 ) Teluk Banten Pemantauan Kualitas Perairan Teluk Jakarta Peta konsentrasi klorofil-a Untuk Memprediksi Teluk Jakarta Marak Alge dengan Satelit Terra dan Aqua MODIS
Hubungan antara nilai Peta konsentrasi indeks vegetasi dengan Hubungan Indeks kekeruhan air serta grafik kekeruhan air Teluk Vegetasi dengan Kualitas Kekeruhan hubungan dengan nilai Jakarta hasil analisis Perairan Teluk Jakarta Air indeks vegetasi Teluk statistik regresi dengan dengan Mengunakan Citra Jakarta ( 1972, 1983, nilai reflektansi citra Landsat Multitemporal 2004, 2007 ) Landsat Total Model hubungan Peta konsentrasi TSS dan Pendugaan Konsentrasi Suspended reflektansi transformasi transparansi perairan Total Suspended Solid ( Solid dan kromatisiti kanal biru citra Teluk Jakarta pada musim TSS ) dan Transparansi Transpara Landsat dengan data in kemarau dan hujan ( 2004 Perariran Teluk Jakarta nsi situ TSS dan transparansi - 2009 ) dengan Citra Landsat Perairan Teluk Jakarta
23
Lanjutan Tabel 6
Peneliti
Enda
Tahun
Citra
2011
MODIS (Terra dan Aqua) Multitempo ral
Landsat MSS, TM, dan ETM+ Multitempo ral Agus Sediadi
Lokasi
Teluk Jakarta
Klorofil-a dan Suhu Permukaan Laut
Teluk Jakarta
Klorofil-a, Kecerahan air, dan Kelimpaha n Fitoplankto n
2011
MODIS (Terra dan Aqua) Multitempo ral
Parameter Kualitas Air
Teluk Jakarta
Klorofil-a
Metode Algoritma empiris dari regresi nilai SPL in situ dan nilai radians dari kanal 30 dan 31 citra MODIS serta algoritma estimasi klorofil Wouthuyzen (2006) Analisis hubungan antara konsentrasi klorofil dan kelimpahan fitoplankton dengan hasil model prediksi kecerahan air melalui analisis statistik regresi saluran tunggal dan kombinasi saluran citra Landsat Model prediksi regresi antara nilai reflektansi saluran tunggal dan kombinasi citra MODIS dengan data in situ klorofil-a Teluk Jakarta
Hasil Akhir
Judul
Peta sebaran SPL dan konsentrasi klorofil-a Teluk Jakarta ( 2009 2010 )
Pendugaan Marak Algae Menggunakan Citra Satelit di Perairan Teluk Jakarta
Peta kecerahan air dan indeks status tropik Teluk Jakarta ( 1990an 200an )
Status Eutrofikasi di Perairan Teluk Jakarta
Peta sebaran klorofil-a Teluk Jakarta yang menunjukkan perkembangan sebelum, saat, dan setelah marak alga ( 2004 - 2008 )
Marak Alga di Perairan Teluk Jakarta
24
Lanjutan Tabel 6
Peneliti
Agus Sediadi
Ariodamar. R
Tahun
2011
2013
Citra
MODIS (Terra dan Aqua) Multitemp oral
Landsat 8
Lokasi
Parameter Kualitas Air
Teluk Jakarta
Sea Surface Salinity dan Colour Dissolved Organic Matter
Waduk Jatiluhur
Metode
Model prediksi dengan analisis regresi antara nilai reflektansi saluran tunggal dan kombinasi citra MODIS dengan data in situ SSS dan CDOM Algoritma empiris dari regresi nilai Kekeruhan reflektansi citra Air, Zat Landsat 8 pada Padat saluran tunggal dan Terlarut, kombinasi dengan dan Suhu hasil kalibrasi in situ Permukaa parameter kualitas air n Air terpilih ( kekeruhan air, zat padat terlarut, suhu permukaan air)
Hasil Akhir
Judul
Peta CDOM dan salinitas permukaan Teluk Jakarta ( 2004 )
Kajian Sistem Pemantauan Kualitas Perairan dengan Parameter CDOM di Perairan Teluk Jakarta
Peta Distribusi Kualitas Fisik Air Waduk Jatiluhur ( kekeruhan air, zat padat terlarut, suhu permukaan air);
Pemanfaatan Citra Penginderaan Jauh Untuk Pemetaan Kualitas Air di Waduk Jatiluhur, Purwakarta, Jawa Barat
25
1.5.4 Kerangka Pemikiran Penelitian Kualitas air merupakan cerminan dari karakteristik air dalam aspek fisik, kimia, dan biologi. Kualitas air dipengaruhi oleh material – material yang berasal dari berbagai jenis sumber yang masuk ke dalam tubuh air. Pertanian, industri, dan kegiatan kekotaan merupakan sumber antropogenik yang berkontribusi dalam menyumbang material – material ke dalam tubuh air. Material polutan yang dapat memberi dampak buruk terhadap kualitas air, mempengaruhi hampir seluruh ekosistem perairan, baik tawar maupun asin khususnya di wilayah Indonesia. Pengukuran lapangan berupa pengumpulan sampel air untuk dilakukan pengujian dan analisis di laboratorium, merupakan metode yang saat ini umum digunakan untuk mengevaluasi kualitas air suatu tubuh perairan. Metode tersebut hanya dapat menunjukkan nilai kualitas air pada titik – titik sampel yang diuji pada saat dilakukan pengambilan sampel, namun tidak dapat menjelaskan dengan baik distribusi kualitas air secara keruangan dan pada berbagai kondsi waktu, yang sangat diperlukan untuk pengelolaan tubuh air. Material pada permukaan air dapat secara signifikan mempengaruhi karakteristik pantulan permukaan air. Penginderaan jauh dapat digunakan untuk mengkaji hal tersebut, yakni dengan menganalisis hasil perekaman karaktersitik spektral air yang dipantukan dari tubuh air. Kualitas air dapat diketahui dengan membuat sebuah model yang menghubungkan antara nilai pantulan atau karaktersitik spektral air dengan parameter – parameter kualitas air. Penginderaan jauh memberikan pandangan secara keruangan ( synoptic view ), yang dapat menunjukkan distribusi kualitas air secara spasial yang tidak dapat dilakukan oleh pengukuran secara langsung di lapangan, sehingga dimungkinkan untuk melakukan pengukuran dan pemantauan kualitas air secara efektif dan efisien, serta dapat pula digunakan untuk mengidentifikasi dan mengkuantifikasi parameter – parameter kualitas air beserta permasalahannya. Penelitian ini mengkaji tentang hubungan antara parameter – parameter kualitas air dengan nilai pantulan spektral pada saluran – saluran citra Landsat, dengan hasil akhir yang diharapkan berupa peta yang menggambarkan distribusi spasial secara kuantitatif beberapa parameter kualitas air. Metode yang digunakan
26
adalah analisis satistik regresi, yang menganalisis hubungan antara parameter kualitas air dengan nilai pantulan pada saluran tunggal citra Landsat 8 (regresi bivariat) atau dengan nilai pantulan spektral pada berbagai kombinasi saluran citra Landsat 8 (regresi multivariat).
Gambar 6 Kerangka Pemikiran Penelitian 27