BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Disabilitas (ketidakmampuan) baik secara langsung ataupun tidak dapat mempengaruhi kehidupan setiap orang. Adanya nyeri pada lutut yang disebabkan oleh osteoarthtritis merupakan salah satu penyebab utama terjadinya disabilitas pada lansia (Fransen et al, 2009). Di Indonesia, osteoarthtritis lutut ditemukan pada 15,5% pria dan 12,7% wanita dengan prevalensi osteoarthtritis secara umum mencapai 5% pada usia <40 tahun, 30% pada usia 40-60 tahun dan 65% pada usia >61 tahun (Handayani, 2009). Isbagio (2001) menyatakan bahwa osteoarthritis merupakan kerusakan kartilago hialin sendi yang melapisi ujung-ujung tulang di dalam persendian yang cenderung progresif lambat. Kerusakan sendi itu akibat stress mekanik (tarikan atau peregangan) pada kartilago sendi. Stress mekanik memunculkan respons pada tubuh dalam bentuk zat kimiawi yang merangsang pembentukan tulang baru untuk mengatasi kerusakan tulang rawan. Lalu muncul penebalan/tonjolan tulang yang tidak teratur (osteofit). Hal itu mengganggu jaringan di sekitarnya, menimbulkan rasa nyeri dan gangguan beraktivitas. Osteoarthritis (OA) merupakan penyakit sendi yang bersifat kronik berkaitan dengan kerusakan kartilago sendi, dimana terjadi proses erosi rawan sendi, inflamasi tulang subchondral, munculnya osteofit dan terjadinya iritasi jaringan. OA tidak hanya disebabkan oleh suatu proses degeneratif tetapi juga dipengaruhi oleh adanya stress mekanik yang menerpa beberapa bagian dari permukaan sendi. Prosesnya tidak hanya mengenai rawan sendi tetapi juga mengenai capsul, ligament, otot, tendon, vascular dan saraf. Paling sering mengenai vertebra, hip dan lutut (Hudaya, 2002). Prevalensi OA sendi lutut di Indonesia cukup tinggi, mempunyai dampak sosial dan ekonomi yang cukup besar. Diperkirakan 1 – 2 juta orang di Indonesia mengalami disabilitas karena OA (Handayani, 2009). Sendi lutut memiliki peran
2
yang sangat penting dalam aktifitas berjalan, sebagai penompang berat tubuh dan memiliki mobilitas yang tinggi, menyebabkan OA lutut menjadi masalah yang perlu mendapat penanganan yang tepat dan akurat. Ada beberapa faktor risiko yang diketahui berhubungan erat dengan terjadinya OA lutut, yakni: usia, jenis kelamin, pekerjaan, obesitas, genetik, suku bangsa dan faktor lain. Gambaran klinis penderita OA pada umumnya mengatakan bahwa keluhannya sudah berlangsung lama dan memburuk secara perlahan-lahan (Dickson DJ et al., 2005). Perubahan yang terjadi pada OA adalah adanya erosi rawan sendi, sehingga menimbulkan kontak langsung antar tulang dalam sendi dan inflamasi tulang subchondral. Terbentuknya osteofit pada tepi tulang dan reaksi radang pada membran sinovial. Adanya pembekakan sendi, penebalan membran sinovial dan kapsul sendi, serta teregangnya ligament. Hal-hal tersebut menyebabkan nyeri, imbalance otot, ketidakstabilan dan deformitas lutut (Hudaya, 2002). Menurut Holden (2008) gejala klinis OA lutut yaitu nyeri yang disebabkan oleh penekanan permukaan sendi yang telah mengelupas rawan sendinya, adanya sisa inflamasi berupa zat algogen yang merupakan zat iritan nyeri, terjadinya regangan pada jaringan lunak yang kontraktur, dan adanya iritasi jaringan lunak oleh osteofit. Kekakuan pada OA disebabkan oleh fragmentasi dan terbelahnya kartilago persendian, adanya lesi permukaan disusul oleh proses pemusnahan kartilago secara progresif. Krepitasi pada sendi lutut disebabkan oleh permukaan sendi yang kasar karena degradasi rawan sendi. Instabilitas sendi lutut disebabkan oleh penyempitan sela sendi, jarak permukaan sendi menurun, ligamen lebih panjang dari sebelumnya (terulur/laxity). Kelemahan otot, adanya keterbatasan gerak sendi dan hipomobilisasi, penurunan jumlah motor unit dan aktivitas neurotransmitter, gangguan sirkulasi pada otot dan berkurangnya kualitas otot akibat proses degenerasi. Deformitas, akibat kendornya kapsul ligamen atau penurunan elastisitas jaringan lunak sekitar persendian. OA juga bisa menyebabkan disabilitas seperti gangguan jalan, jongkok, timbulnya nyeri saat duduk lama ke berdiri, dan gangguan naik-turun tangga.
3
Pada OA lutut terjadi perubahan morfologi pada tulang rawan, kapsul sendi, ligamentum, meniscus, otot dan persendian. Akibat proses tersebut timbul nyeri, sehingga terjadi pembatasan aktivitas yang berpengaruh pada penurunan fleksibilitas, kekuatan, ketahanan dan stabilitas otot maupun sendi. Dengan demikian secara menyeluruh akan terjadi disabilitas (Kisner and Colby, 2007). Prognosis OA, tidak ada obat yang dapat menyembuhkan dengan sempurna, tetapi dengan diet yang baik, olahraga dan pola hidup sehat, dapat mempertahankan gerak dan fungsi dengan baik, atau dengan operasi jika ada indikasi dapat mengembalikan gerak dan fungsi yang terganggu. Untuk mendapatkan hasil yang optimal dalam menangani kondisi OA lutut ini diperlukan beberapa tenaga ahli kesehatan diantaranya dokter, fisioterapi, ahli gizi, ortostik-prostetik, dan lain-lain. Fisioterapi adalah suatu bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu dan atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang daur kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik, elektroterapeutik dan mekanik), pelatihan fungsi dan komunikasi (Peraturan MenKes RI No. 65 Tahun 2015). Untuk dapat memberikan intervensi yang tepat sesuai dengan patologi jaringan yang menjadi masalah, maka perlu melakukan kajian secara struktur anatomis, patologis maupun gangguan gerak dan fungsi. Adanya masalah nyeri, imbalance otot, ligamen laxity, keterbatasan range of motion (ROM) dan disabilitas karena OA lutut maka fisioterapis mempunyai peranan untuk mengembangkan, mencegah, dan mengembalikan gerak dan fungsi seseorang. Modalitas fisioterapi yang dapat digunakan untuk masalah tersebut yaitu dengan
menggunakan
transcutaneus electrical nerve stimulation (TENS), ultrasound (US), dan penambahan latihan stabilisasi lutut. TENS merupakan suatu modalitas fisioterapi yang menggunaan energi listrik guna
merangsang sistem saraf melalui permukaan kulit sehingga mampu
memblokade nyeri. TENS mampu mengaktivasi baik serabut saraf berdiameter besar maupun berdiameter kecil yang akan menyampaikan berbagai informasi
4
sensoris ke sistem saraf pusat. TENS dapat memodulasi nyeri melalui level peripheral, spinal maupun supraspinal (Pretince,2005). US merupakan modalitas fisioterapi yang menggunakan gelombang suara dengan getaran mekanis membentuk gelombang longitudinal dan berjalan melalui medium tertentu dengan frekuensi yang bervariasi. Tujuan dari penggunaan US yaitu untuk mengurangi nyeri, meningkatkan kemampuan regenerasi jaringan dan rileksasi otot, diharapkan dengan penerapan US nyeri berkurang, gerakan sendi lutut dapat lebih fleksibel dan mengurangi disabilitas (Pretince, 2005). Latihan stabilisasi adalah suatu metode latihan penguatan untuk memperbaiki kinerja dan meningkatkan fungsi otot, sehingga keseimbangan (stabilitas) sendi meningkat. Aplikasi latihan stabilisasi lutut menggunakan dua bentuk latihan, yaitu open chain stabilizing exercise dan close chain stabilizing exercise. Latihan ini dapat menggunakan alat bantu berupa theraband,sandbag (sebagai beban) dan wooble board (papan keseimbangan). Selain dapat menguatkan otot dan meningkatkan stabilitas sendi, latihan ini juga dapat meningkatkan refleks proprioseptif, sehingga mempemudah ADL penderita OA lutut (Millar, 2003). Evaluasi perlu dilakukan baik sebelum maupun sesudah terapi. Dalam melakukan evaluasi diperlukan alat ukur yang valid dan reliable. Alat ukur untuk mengevaluasi ROM sendi lutut dapat menggunakan goniometer dan untuk mengetahui tingkat disabilitas pasien dengan OA lutut dapat menggunakan Western Ontario and McMaster Universities Osteoarhtritis (WOMAC). Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, penulis tertarik untuk mencoba mengkaji dan memahami mengenai perbedaan efek penambahan latihan stabilisasi lutut pada intervensi transcutaneus electrical nerve stimulation (TENS) dan US terhadap mobilitas sendi dan disabilitas pada kasus osteoarthtritis lutut.
B. Identifikasi Masalah OA lutut merupakan salah satu penyebab tersering timbulnya nyeri, keterbatasan gerak lutut, kelemahan otot, gangguan keseimbangan dan disabilitas. Faktor pencetus timbulnya penyakit ini karena degenerasi, repetitive injury,
5
aktivitas sehari-hari, usia, berat badan yang berlebih, aktivitas sehari-hari dan lainlain. Gejala OA umumnya dimulai saat usia dewasa, dengan tampilan klinis kaku sendi di pagi hari atau kaku sendi setelah istirahat. Sendi dapat mengalami pembesaran tulang, dan krepitus saat digerakkan, dapat disertai keterbatasan gerak sendi. Banyak sendi yang dapat terkena OA, terutama pada sendi penopang berat badan seperti hip dan lutut. Pada seseorang yang dicurigai OA perlu penanganan fisioterapi dengan sebelumnya melakukan assessment fisioterapi yang terdiri dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan gerak, pemeriksaan khusus (terdiri dari: instabilility test, joint play movement test, dan lain-lain), pemeriksaan penunjang juga dibutuhkan untuk membantu penetapan diagnosis fisioterapi. Selanjutnya dapat diberikan intervensi yang tepat dan effisien. Anamnesis merupakan suatu pengumpulan data dengan cara tanya jawab antara terapis dengan pasien, dimana dengan dilakukannya tanya jawab diharapkan akan memperoleh informasi tentang penyakit dan keluhan yang dirasakan oleh pasien. Pada anamnesis dapat didapatkan data berupa adanya nyeri yang dirasakan berangsur-angsur memburuk, nyeri timbul saat aktivitas, morning stiffness (kaku sendi dirasakan < 30 menit), krepitasi dan disabilitas. Pada pemeriksaan fungsi gerak dan pemeriksaan khusus dapat ditemukan gaya berjalan (pincang/tidak), adakah kelemahan/atrofi otot, kekakuan sendi, krepitasi, nyeri tekan pada sela sendi, keterbatasan ROM, nyeri, instabilitas sendi, deformitas dan disabilitas. Untuk mengetahui keterbatasan gerak sendi dapat dilakukan tes gerak sendi dan joint play movement tes, untuk mengetahui instabilitas sendi akibat adanya ligament laxity lutut diperlukan pemeriksaan atau tes provokasi, yaitu anterior dan posterior drawer test serta tes valgus dan varus. Sedangkan, untuk mengetahui adanya kelemahan dan ketegangan pada otot sekitar lutut (otot area tungkai bawah) dapat diberikan tes isometric resisted dan tes fleksibilitas jaringan otot, sehingga diketahui secara spesifik mana otot yang mengalami kelemahan dan ketegangan.
6
Setelah melalui anamnesis dan beberapa pemeriksaan, kita dapat menentukan treatment yang tepat dan effisien bagi pasien. Intervensi fisioterapi terhadap kasus OA banyak sekali, untuk itu kita harus memperhatikan derajat nyeri dan fungsi sendi, derajat OA lutut, perhatikan dampak penyakit terhadap status sosial pasien, perhatikan tujuan terapi yang ingin dicapai, harapan pasien, mana yang lebih disukai pasien, bagaimana respon pengobatannya dan faktor psikologis yang mempengaruhi. Adanya masalah nyeri, imbalance otot, ligamen laxity, hipomobilitas dan disabilitas karena OA lutut maka fisioterapis mempunyai peranan untuk mengembangkan, mencegah, dan mengembalikan gerak dan fungsi seseorang. Modalitas fisioterapi yang dapat digunakan untuk masalah tersebut yaitu dengan menggunakan US, TENS dan penambahan latihan stabilisasi lutut. Evaluasi perlu dilakukan baik sebelum maupun sesudah terapi. Dalam melakukan evaluasi diperlukan alat ukur yang valid dan reliabel. Alat ukur untuk mengevaluasi ROM sendi lutut dapat menggunakan goniometer dan untuk mengetahui tingkat disabilitas pasien dengan OA lutut dapat menggunakan Western Ontario and McMaster Universities Osteoarhtritis (WOMAC). Berdasarkan identifikasi masalah di atas, penulis tertarik untuk mencoba mengkaji dan memahami mengenai perbedaan efek penambahan latihan stabilisasi lutut pada intervensi Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation (TENS) dan US terhadap mobilitas sendi dan disabilitas pada kasus osteoarthtritis lutut.
C. Perumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Apakah ada efek intervensi TENS dan US terhadap mobilitas sendi pada kasus osteoarthtritis lutut? 2. Apakah ada efek kombinasi intervensi latihan stabilisasi lutut, TENS dan US terhadap mobilitas sendi pada kasus osteoarthritis lutut?
7
3. Apakah ada perbedaan efek penambahan latihan stabilisasi lutut pada intervensi TENS dan US terhadap mobilitas sendi pada kasus osteoarthritis lutut? 4. Apakah ada efek intervensi TENS dan US terhadap disabilitas pada kasus osteoarthtritis lutut? 5. Apakah ada efek kombinasi intervensi latihan stabilisasi lutut, TENS dan US terhadap disabilitas pada kasus osteoarthritis lutut? 6. Apakah ada perbedaan efek penambahan latihan stabilisasi lutut pada intervensi TENS dan US terhadap disabilitas pada kasus osteoarthritis lutut?
D. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui efek intervensi TENS dan US terhadap mobilitas sendi pada kasus osteoarthtritis lutut. 2. Untuk mengetahui efek kombinasi intervensi latihan stabilisasi lutut, TENS dan US terhadap mobilitas sendi pada kasus osteoarthritis lutut. 3. Untuk mengetahui perbedaan efek penambahan latihan stabilisasi lutut pada intervensi TENS dan US terhadap mobilitas sendi pada kasus osteoarthritis lutut. 4. Untuk mengetahui efek intervensi TENS dan US terhadap disabilitas pada kasus osteoarthtritis lutut. 5. Untuk mengetahui efek kombinasi intervensi latihan stabilisasi lutut, TENS dan US terhadap disabilitas pada kasus osteoarthritis lutut. 6. Untuk mengetahui perbedaan efek penambahan latihan stabilisasi lutut pada intervensi TENS dan US terhadap disabilitas pada kasus osteoarthritis lutut?
E. Manfaat Penelitian 1. Bagi Fisioterapi a) Memberikan informasi dan masukan untuk menambah pengetahuan dalam memberikan latihan yang tepat untuk osteoarthritis lutut.
8
b) Meningkatkan profesionalisme bagi fisioterapis tentang penatalaksanaan fisioterapi pada kondisi osteoarthritis lutut. 2. Bagi Institusi dan Masyarakat a) Sebagai bahan referensi bagi mahasiswa/mahasiswi yang membutuhkan pengetahuan lebih terhadap penanganan dan intervensi fisioterapi pada osteoarthritis lutut. b) Sebagai masukan kepada penderita osteoarthritis lutut dan keluarganya serta bagi masyarakat untuk menyadari pentingnya latihan fisik agar tercapainya derajat kesehatan yang optimal. 3. Bagi Peneliti Dengan penelitian ini menambah wawasan dan pengetahuan peneliti tentang “perbedaan efek penambahan latihan stabilisasi lutut pada intervensi TENS dan US terhadap mobilitas sendi dan disabilitas pada kasus osteoarthtritis lutut”.