Pemanlaatan Aset Tanah Milik Instansi Pemerintah (Vosel B. Badeoda)
_ _ _ _ _ _ _ _ _ ARTIKEL_. .
_
Yasef B. Badeacla. SHu MH.
PEMANFAATAN ASET TANAH MILIK INSTANSI PEMERINTAH
Assets ofthe land belongs to the government is state-o'!'ned. It's usedfor the interests ofthe government agencies. Ifit is used by the other party, it must to be permission from the authorities under the law. The state-owned land shall be reservedfor the public interests. Aset tanah Instansi Pemerintah adalah barang milik Negara. Untuk itu harus dipergunakan untuk kepentingan Instansi yang bersangkutan. Apabila dipergunakan oleh pihak lain maka harus ada izin dari instansi yang bersangkutan dan berdasarkan suatu hubungan hukum yang jelas. Tanah milik Negara.tetap harus dipergunakan untuk kepentingan orang banyak.
T
anah memiliki arti yang sangat penting bagi manusia karena selain memiliki hubungan yang erat dengan kehidupan manusia, juga mempunyai nilai ekonomis yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan hidup manusia. Arti penting tanah bagi kelangsungan hidup manusia dikarenakan manusia hidup, tumbuh dan berkembang di atas tanah, bahkan merupakan tempat peristirahatan terakhir ketika meninggal dunia. Oleh sebab itu tanah selain memiliki nilai ekonomi yang tinggi juga mengandung aspek spiritual. Dari sisi ekonomi, tanah dapat memberikan penghidupan kepada manusia untuk dimanfaatkan dan didayagunakan. Untuk itulah, keberadaan tanah ini sangat diperlukan untuk membangun dan meningkatkan kesej ahteraan warga masyarakat. Tuntutan untuk melaksanakan pembangunan membuka peluang pemilik tanah untuk melaksanakan kerjasama dengan pihak ketiga, termasuk pembangunan terhadap aset tanah milik instansi pemerintah. 1 Mengingat pentingnya arti tanah bagi masyarakat, maka Pemerintah sejak dahulu melakukan pengaturan terhadap aset tanah Instansi Pemerintah sejak aset itu diperoleh, atau dilepas ataupun perbuatan-perbuatan hukum lainnya I Surojo Wignjodipuro, Pengantar dan Asas-Asas Hukum Ada', GunungAgung, Jakarta, 1982, hlm.197.
45
Jurnal Keadilan Vol. 6, No.1, Tahun 2012
melalui berbagai peraturan perundangundangan. Hal ini dapat dimaklumi karena aset tanah Instansi Pemerintah merupakan "barang milik negara". Pengelolaan terhadap ''barang milik negara" telah diatur dalam UU No.1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. Di dalam pengelolaan aset tanah instansi Pemerintah, jelas Pemerintah tidak sendiri, sudah pasti diperlukan kerja sarna dengan pihak ketiga sebagai mitra kerja sarna, karena tidak semua Instansi Pemerintah memiliki dana yang cukup untuk melakukan kegiatan operasionall pembangunan/maupun pemeliharaannya. Hanya sayangnya akhir-akhir ini pemanfaatan dan pendayagunaan aset tanah milik intansi Pemerintah sarat KKN sehingga perlu adanya upaya-upaya perbaikan dan penindakan terhadap oknumoknum Pemerintah dan pihak ketiga yang terlibat di dalarnnya. Tidak semua orang memahami tentang keberadaan aset tanah milik Instansi pemerintah ini bahkan Pemerintah khususnya instansi di daerah belum dapat memanfaatkan aset-aset ini secara maksimal. Atau, jika telah dimanfaatkan, aroma KKN terasa ada dimanamana. Ini menjadi kendala dan motivasi bagi instansi Pemerintah untuk mengkaji kembali keberadaan aset-aset instansi Pemerintah tersebut. Untuk itu, dalam tulisan ini akan dipaparkan tentang masalah penguasaan tanah oleh instansi Pemerintah dan bagaimana inemanfaatkan dan mendayagunakannya untuk kepentingan masyarakat. Penguasaan Tanah oleh Instansi Pemerintah UU No.5 Tahun 1960 (UUPA) beser-
,
.. ./ .. .,.".", '.
,\<\£RCU.BU,\NA
ta peraturan pelaksanaannya merupakan perangkat hukum yang mengatur bidang pertanahan, dan menciptakan· Hukum Tanah Nasional yang tunggal didasarkan pada hukum adat.' Hukum adat sebagai dasar UUPA, adalah "hukum aslinya golongan rakyat Indonesia yang merupakan hukum yang hidup dalam bentuk tidak tertulis dan mengandung unsurunsur nasional yang asli, yaitu sifat kemasyarakatan dan kekeluargaan, yang berasaskan keseimbangan serta diliputi oleh suasanakeagamaan".' Hukum adat sebagai hukum positif (hukum yang berlaku), merupakan rangkaian norma-norma hukum yang menjadi pegangan bersama dalam kehidupan bermasyarakat. Norma hukum adat sebagai sumber hukum tidak tertulis, adalah rumusan para ahli (hukum) dan Hakim. Rumusan tersebut bersumber pada rangkaian kenyataan mengenai sikap dan tingkah laku para anggota masyarakat hukum adat dalam menerapkan konsepsi dan asas-asas hukum yang merupakan perwujudan kesadaran hukum warga masyarakat hukum adat tersebut dalam menyelesaikan kasus-kasus konkret yang dihadapi. Keberadaan tanah dalam hukum adat yang dikenal sebagai hak ulayat berada dalam penguasaan masyarakat hukum adat (Persekutuan hukum adat) dan diperuntukan bagi segenap masyarakat adat. Keberadaan tanah juga merupakan sumber .penghidupan dan kesejahteraan bagi warga masyarakatnya. Hukum adat sebagai konsepsi yang mendasari Hukum Tanah Nasional, adalah konsepsi yang komunalistik religius yang memungkinkan penguasaan
l
Pasal6 UUPAjo Penjelasan UmumAngka III (I) UUPA
1
Boedi Harsono. Hukum Agraria Indonesia. Sejarah
Pembentukan UUPA, lsi, dan Pelaksanaannya, Penerbit Djambatan, Iakarta HIm '7Q
nw,u Ii'll LlIU:~
UPT. p;:Rr"UST.-\:'~fl.J~ Har~p DljaO;l ICcu.. .uh.mny
46
Pemanfaatan Aset Tanah Milik Instansi Pemerintah (Yosef B. Badeoda)
tanah secara individual dengan hak-hak atas tanah yang bersifat pribadi, sekaligus mengandung unsur kebersamaan. Dalam hal ini diakui oleh UUPA bahwa hak-hak atas tanah mempunyai fungsi sosial', dalam pengertian ini, keperluan tanah tidak dipergunakan semata-mata untuk kepentingan pribadi, kegunaannya hams disesuaikan dengan keadaannya dan sifat dari haknya sehingga bermanfaat baik untuk kesejahteraan dan kebahagiaan yang mempunyai serta baik dan bermanfaat unink masyarakat dan kepentingan negara.' Dalam konteks fungsi sosial ini, kepentingan perseorangan dan kepentingan masyarakat haruslah '. berjalan seimbang sebagai dwi tunggal.' Pengertian ini merupakan penyangkalan terhadap hak subjektif dari tanah yang dikemukakan oleh Leon Duguit, yang menyatakan bahwa "pemakaian sesuatu hak atas tanah hanya memperhatikan kepentingan suatu masyarakat sematamata dan mengingkari keberadaan hak individu".' Keberadaan hak subjektif diakui oleh UUPA disamping hak masyarakat atas tanah; dengan cara negara memberikan perlindungan hukum dan kepastian hukum bagi setiap pemegang hak atas suatu bidang tanah. Perlindungan hukum dan kepastian hukum dalam pendayagunaan dan pemanfaatan tanah tertuang dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Pengaturan pendayagunaan dan pemanfaatan tanah aset instansi pemerintah telah diatur dalam UU No. I Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara jo Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik- Negara/ Daerah. Dalam rangka memberikan • Pasal6UUPA , Penjelasao UUPAangkaII.4 • AP. Parlindungan., Komentar UUPA. Mandar Maju, Bandung, blm.60 'Ibid. hIm.59
47
perlindungan hukum terhadap tanah asset instansi pemerintah dan kepastian hukum dalam "kepemilikan" perlu didasari oleh dasar-dasar penguasaan hak yang sah agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak atas tanah yang bersangkutan. Perlindungan dan kepastian hukum kepada pemegang hak atas tanah dapat diberikan melalui pendaftaran tanah. Dengan ini, kepada pemegang hak atas tanah diberikan sertipikat sebagai tanda bukti haknya. Inilah yang menjadi tujuan utama pendaftaran tanah yang penyelenggaraannya diperintahkan oleh Pasal 19 UUPA. Dengan demikian memperoleh sertifikat bukan sekadar fasilitas melainkan merupakan "hak" pemegang hak atas tanah yang dijamin oleh Undang-Undang.' Sertipikat adalah tanda bukti hak sebagaimana dimaksud Pasal19 ayat (2) UUPA untuk suatu Hak Atas Tanah (sebagaimana tertuang dalam Pasal 16 ayat 1 UUPA) termasuk Hak Pengelolaan, Hak Milik atas Satuan Rumah Susun, dan Hak Tanggungan, yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan. Adapun, buku tanah adalah dokumen dalam bentuk daftar yang memuat data yuridis dan data teknis suatu objek pendaftaran tanah yang sudah ada haknya. Data yuridis dan data teknis tersebut keduanya harus "teridentifikasi" dengan baik, agar data-data tersebut selalu dalam keadaan mutakhir. Oleh karenanya kepada setiap pemegang hak atas tanah dikenakan suatu "kewajiban" untuk selalu mendaftarkan perubahan-perubahan yang dimaksudkan kepada Kantor Pendaftaran Tanah. Perubahan mana dapat terjadi karena dilakukannya perbuatan-perbuatan hukum tertentu oleh 'Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia. Sejarah Pcmbentukan UUPA. lsi dan Pelaksanaannya. Djambatan, 2003
Jumal Keadilan Vol. 6, No.1, Tahun 2012
pemegang hak atas tanah yang bersangkutan diantaranya adalah perolehan hak, pelepasan hak, dan perbuatan-perbuatan hukum lainnya bagi Pemilik yang bermaksud mengalihkan hak atas tanahnya. Tanah merupakan sumber daya penting dan strategis karena menyangkut hajat hidup seluruh rakyat Indonesia yang sangat mendasar. Di samping itu tanah juga memiliki karakteristik yang bersifat multi-dimensi, multi-sektoral, multidisiplin dan memiliki kompleksitas yang tinggi. Sebagaimana diketahui masalah tanah memang merupakan masalah yang sarat dengan berbagai kepentingan, baik ekonomi, sosial, politik, bahk\lD untuk Indonesia, tanah juga mempunyai nilai religius yang tidak dapat diukur secara ekonomis. Hak-hak penguasaan atas tanah berisikan serangkaian wewenang, kewajiban dan/atau larangan bagi pemegang haknya untuk berbuat sesuatu dengan tanah yang dihaki. "Sesuatu" disini adalah yang boleh, wajib, dan/atau dilarang untuk diperbuat itulah yang merupakan tolok pembeda antara berbagai hak penguasaan atas tanah yang diatur dalam Hukum Tanah Negara yang bersangkutan. Kita juga mengetahui, bahwa hak-hak penguasaan atas tanah itu dapat diartikan sebagai lembaga hukum. jika belum dihubungkan dengan tanah dan subjek tertentu. Hak-hak penguasaan atas tanah dapat juga merupakan hubungan hukum konkret (subjective recht). jika sudah dihubungkan dengan tanah tertentu dan subjek tertentu sebagai pemegang haknya.' Dari waktu ke waktu, seiring dengari. pertambahan penduduk, kemajuan teknologi dan industri, serta pergeseran
'Budi harsono.HukumAgrarialndonesia, Sejarah pembentukall
ufldang-undang POW Agraria, lsi dan PeJaksanaannya, Djambatan, Jakarta, Hlm. 253
Hak-hak budaya, jumlah kebutuhan akan penguasaan tanah terus tanah berisikan meningkat. wewenang, Pergeseran budaya misalnya, telah kewajiban, merubah corak sekaligus negara Indonesia larangan bagi yang dulu agraris menjadi negara pemegang hak yang secara untuk berbuat perlahan mengarah pada negara sesuatu dengan tanahyang Industri. Tanah yang dulu menjadi dihaki. sumber mata pencaharian utama sebagian besar rakyat khususnya di bidang pertanian, kini pemanfaatannya bergeser sebagai lahan yang diperuntukkan bagi industri dan perdagangan. Kebijakan pembangunan pemerintah yang menitikberatkan pada pertumbuhan ekonomi dengan fokus pembangunan di bidang industri dan perdagangan, tanpa memperhatikan masalah agraria sebagai basis pembangunan telah berdampak pada alih fungsi tanah sekaligus marginalisasi masyarakat pedesaan. Alih fungsi tanah juga terjadi di daerah perkotaan. Seiring dengan meningkatnya aktivitas pembangunan khususnya di kota-kota besar, banyak lahan dan pemukiman penduduk di sekitar pusat pemerintahan dan pusat perdagangan beralih fungsi menjadi pabrik, pertokoan, atau fasilitas umum lainnya. Meningkatnya kebutuhan akan tanah yang diperuntukkan bagi kegiatan pembangunan baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun oleh swasta membawa konsekuensi pada pemerintah untuk menyediakan lahan bagi kegiatan tersebut, sementara lahan yang tersedia bersifat terbatas. Keadaan ini memaksa pemerintah untuk melakukan pengambilalihan tanah rakyat. Dalam 48
Pemanfaatan Asel Tanah Milik Instansi Pemerintah (Vesel B. Badeoda)
prakteknya pengambilalihan tanah untuk pertanahanjuga mengakui prinsip-prinsip kepentingan umum baik yang dilakukan yang menggariskan bahwa negara oleh Pemerintah maupun swasta sering menjamin hak-hak masyarakat atas kali menjadi salah satu penyebab tanahnya dan memberikan pengakuan sengketa atas tanah yang terjadi di hampir atas hak-hak atas tanah yang ada di seluruhwilayah Indonesia. Implementasi masyarakat. 10 Hal ini menunjukan bahwa strategi pembangunan nasional sangat tugas negara untuk menyelenggarakan berpengaruh pada pelaksanaan "Hak kesejahteraan umum bagi warganya Menguasai Negara" yang dilakukan oleh termasuk dalam melindungi hak-hak pemerintah, yaitu dengan menerapkan warga negara atas tanah. Hal ini kebijakan pertanahan yang arah dan Pemerintah, kemudian diperkuat dan tujuannya untuk mendukung pelaksanaan dilegitimasi oleh Ketetapan MPR Nomor pembangunan tersebut. Berbagai peratur- IX Tahun 2001 yang di dalamnya an pertanahan dan peraturan lairmya yang mengamanatkan kepada pemerintah memerlukan akses tanah cenderung untuk melakukan berbagai hal baik memengedepankan kepentin'gan pemilik nyangkut upaya penataan, penguasaan, modal. Lemahnya posisi rakyat terutama pemilikan, penggunaan, peruntukkan, terhadap akses informasi pertanahan dan penyediaan tanah yang semuanya seperti sertifikasi dan keterbatasan diletakan dalam kerangka membangun pengetahuan akan hak-hak yang dimiliki- kesejahteraan rakyat secara berkelanjutnya menjadikarmya sasaran kesewenangan. Terkait dengan kewenangan pemewenangan. Kasus sengketa tanah Mesuji dan sengketa Tanah Karawang adalah rintah untuk mengatur penggunaan, contoh dari amburadulnya administrasi peruntukkan dan penyediaan tanah maka hak-hak privat yang terkristalisasi dalam pertanahan kita. Ketentuan Pasal 28H Ayat (4) UUD berbagai hak sebagaimana tertuang dalam 1945 merupakan komitrnen negara dalam Pasal 16 UUPA hams tunduk pada mengakui dan menghormati hak milik peraturan-peraturan yang didasarkan perorangan, termasuk hak warganegara pada hak menguasai dari negara atas atas tanah. Namun hak atas tanah yang tanah dan kekayaan alam yang terkanberlaku di Indonesia tidak bersifat dung di dalamnya. Termasuk dalam hal mutlak, artinya tidak sepenuhnya dapat ini hak milik atas tanah warga dapat dipertahankan terhadap siapapun oleh diambil alih atau dicabut haknya guna pemegang hak. Dalam kondisi tertentu pemenuhan kebutuhan atas tanah yang dimana kepentingan negara menghen- diperuntukkan bagi pelaksanaan kegiatan daki, maka pemegang hak atas tanah pembangunan untuk kepentingan harus rela melepaskan haknya untuk keumum. 11 Mengingat pengambilalihan pentingan yang lebih besar. Jika ditilik tanah menyangkut hak-hak individu atau dari konstitusi, UUD 1945 telah meng- . masyarakat, maka pengambilalihan tanah gariskan bahwa bumi air dan kekayaan hams memperhatikan prinsip keadilan alam yang terkandung di dalarnnya diper- sehingga tidak merugikan pemilik asal. gunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. UUPA, sebagai peraturan dasar yang menjadi acuan dari keberadaan ,. Sulasi Rongiyati, Parlementaria (Majalah Dewan PelWaJdlan. RakyaJ Indonesia); Pembaruan Agraria Sebagoi Upaya Mengatasi berbagai peraturan perundangan bidang Sengketa Pertanallan, Agustus 2007. "Ibid.
49
Jumal Keadilan Vol. 6, No.1, Tahun 2012
Upaya menjembatani kepentingan rakyat atas tanahnya dan pemenuhan kebutuhan tanah untuk kegiatan pembangunan telah dilakukan pemerintah dengan mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum sebagai pengganti Keppres No. 55 Tahun 1991. Pada dasarnya masyarakat tidak keberatanj ika tanah miliknya harus diambilalih untuk kepentingan pembangunan yang tujuannya adalah tlntuk kesejahteraan bersama, Namun praktek-praktek pengambilalihan tanah selama ini seringkali dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok tertentu untuk keuntungan sendiridengan berkedok 'kepentingan umum", telah menciptakan keraguan pada masyarakat setiap kali ada kegiatan pengambilalihan tanah untuk kepentingan umum. Semua Rak atas Tanah mempunyai fungsi sosial, untuk tidak merugikan kepentingan umum maka pemilikan dan penguasaan tanah yang melebihi batas tidak diperkenankan. Pemerintah menetapkan luas maksimum dan/atau minimum tanah yang dapat dipunyai oleh suatu keluarga atau badan hukum. Tanah-tanah yang merupakan kelebihan dari batas maksimum tersebut diambil oleh Pemerintah dengan ganti kerugian, untuk selanjutnya dibagikan kepada rakyat yang membutuhkannya. Pengelolaan barang milik negara/ daerah sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini dilaksanakan dengan memperhatikan asas-asas sebagai berikut: a. Asas fungsional, yaitu pengambilan keputusan dan pemecahan masalahmasalah di bidang pengelolaan barang milik negara/daerah yang dilaksanakan oleh kuasa pengguna barang, pengguna barang, pengelola barang dan gubernurlbupati/walikota sesuai fungsi, wewenang, dan tanggung
jawab masing-masing; b. Asas kepastian hukum, yaitu pengelolaan barang milik negara/daerah harus dilaksanakan berdasarkan hukum dan peraturan perundangundangan; c. Asas transparansi, yaitu penyelenggaraan pengelolaan barang milik negaraidaerah harns transparan terhadap hak masyarakat dalam memperoleh informasi yang benar. d. Asas efisiensi, yaitu pengelolaan barang milik negara/daerah diarahkan agar barang milik negara/daerah digunakan sesuai batasan-batasan standar kebutuhan yang diperlukan dalam rangka menunjang penyelenggaraa)1 tugas pokok dan fungsi pemerintahan secara optimal; e. Asas akuntabilitas, yaitu setiap kegiatan pengelolaan barang milik negara/daerah harns dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat; f. Asas kepastian nilai, yaitu pengelolaan barang milik negara/daerah harns didukung oleh adanya ketepatan jumlah dan nilai barang dalam rangka optimalisasi pemanfaatan dan pemindahtanganan barang milik negara/daerah serta penyusunan Neraca Pemerintah. Berdasarkan Peraturan Pemerintah N omor. 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah, dinyatakan bahwa Barang milik daerah adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBD atau berasal dari perolehan lainnya yang sah termasuk salah satunya tanah. Dalam ketentuan tersebut hal-hal penting yang terkait dengan pengelolaan tanah antara lain Bangun guna serah adalah pemanfaatan barang milik negara/daerah berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, kemudian didayagunakan 50
Pemanfaatan Asel Tanah Milik Instansi Pemerintah (Vasel B. Badeoda)
oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati, untuk selanjutnya diserahkan kembali tanah beserta bangunan dan!atau sarana berikut fasilitasnya setelah berakhirnya jangka waktu. Pemegang kekuasaan pengelolaan barang milik daerah mempunyai wewenang untuk menetapkan kebijakan pengelolaan barang milik daerah; menetapkan penggunaan, pemanfaatan atau pemindahtanganan tanah dan bangun"an; menetapkan kebijakan pengamanan barang milik daerah; mengajukan usul pemindahtanganan barang milik daerah yang ',memerlukan persetujuan DPRD; menyetujui usul pemindahtanganan dan penghapusan barang milik daerah sesuai balas kewenangannya; menyetujui usul pemanfaatan barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan. Pengadaan barang milik negaral daerah dilaksanakan berdasarkan prinsipprinsip efisien, efektif, transparan dan terbuka, bersaing, adil/tidak diskriminatif dan akuntabel. Pengaturan mengenai pengadaan tanah dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan (ketentuan mengenai pertanahan). Dalam Pasal 15 Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2006 dinyatakan bahwa barang milik negaraldaerah dapat ditetapkan status penggunaannya untuk penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi kementerian negara/lembaga/satuan kerja perangkat daerah, untuk dioperasikan oleh pihak lain dalam rangka menjalankan pelayanan umum sesuai tugas pokok dan fungsi kementerian negara/lembagal satuan keIj a perangkat daerah yang bersangkutan. Terkait dengan permasalahan pertanahan dalam pasal dinyatakan bahwa penetapan status penggunaan tanah dan/atau bangunan dilakukan dengan ketentuan bahwa tanah dan/atau 51
bangunan tersebut diperlukan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi pengguna barang danJatau kuasa pengguna barang yang bersangkutan. Pengguna barang dan!atau kuasa pengguna barang wajib menyerahkan tanah dan/atau bangunan (yang tidak digunakan) kepada: pengelola barang untuk barang milik negara; atau gubernur/ bupatilwalikota melalui pengelola barang untuk barang milik daerah. Dalam Pasal 17 dinyatakam Pengelola barang menetapkan barang milik negara bempa tanah dan/atau bangunan yang harns diserahkan oleh pengguna barang karena sudah tidak digunakan untuk menyelenggarakan tugas pokok dan fungsi instansi bersangkutan. Gubernurlbupatilwalikota menetapkan barang milik daerah bempa tanah dan/atau bangunan yang harns diserahkan oleh pengguna barang karena sudah tidak digunakan untuk menyelenggarakan tugas pokok dan fungsi instansi bersangkutan Dalam menetapkan penyerahan, pengelola barang memperhatikan hal-hal sebagai berikut: standar kebutuhan tanah dan/atau bangunan untuk menyelenggarakan dan menunjang tugas pokok dan fungsi instansi bersangkutan; kemudian hasil audit atas penggunaan tanah dan/atau bangunan. Tindak lanjut pengelolaan atas penyerahan tanah dan/atau bangunan meliputi hal-hal sebagai berikut: ditetapkan status penggunaannya untuk penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi instansi pemerintah lainnya; dimanfaatkan dalam rangka optimalisasi barang milik negaraldaerah; dipindahtangankan Terkait dengan pemanfaatan tanah dalam BAB VI Peraturan Pemerintah No.6 Tahun 2006 dinyatakan hal-hal antara lain Pemanfaatan barang milik daerah bempa tanah dan/atau bangunan dilaksanakan
Jumal Keadilan Vol. 6, No.1, Tahun 2012
oleh pengelola barang setelah mendapat persetujuan gubemurlbupati/walikota. Pemanfaatan barang milik negaraJ daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang diperlukan untuk menunjang penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi pengguna barang/kuasa pengguna barang dilakukan oleh pengguna barang dengan persetujuan pengelola barang. Pemanfaatan barang milik negaraidaerah selain tanah dan/atau bangunan dilaksanakan oleh pengguna barang dengan persetujuan pengelola barang; Pemanfaatan barang milik negaraidaerah dilaksanakan berdasarkan pertimbangan teknis dengan memperhatikan kepentingan '. negaraJ daerah dan kepentingan umum. Tertib Administrasi Pertanahan Penyelenggaraan pendaftaran tanah dalam masyarakat merupakan tugas Negara yang dilaksanakan oleh Pemerintah bagi kepentingan rakyat dalam rangka memberikan kepastian hukum bidang pertanahan. Untuk memperoleh kekuatan hukum, maka rangkaian kegiatan pendaftaran tanah dilakukan secara sistematik, melalui pengajuan kebenaran materiil pembuktian data fisik dan data yuridis hak atas tanah, ataupun lain hal yang dibutuhkan sebagai dasar hak pendaftaran tanah termasuk mengetahui status hak dan atau riwayat asal usul pemilikan atas tanah, jual-beli, warisan, kesemuanya memerlukan suatu peraturan perundang-undangan selaku payung hukum dan pengesahan pejabat pendaftaran yang berwenang dan akan dijadikan sebagai bukti kepemilikan yang terkuat dan terpenuhi. Pemberian kepastian hukum di bidang pertanahan memerlukan kondisi tersedianya perangkat hukum tertulis, yang lengkap dan jelas serta dilaksanakan secara konsisten dan efektif. Dengan tersedianya perangkat hukum yang
tertulis, siapapun Pendaftaran y a n g ~n~ berkepentingan a k and eng a n merupakan tugas mudah dapat negarayang men get a h u i dilaksanakan kemungkinan apa oleh Pemerintah yang tersedia baginya untuk bagi kepentingan menguasai dan rakyat dan men g gun a k a n kepastilln hukum tanah yang d iperl ukannya, pertanahan. bagaimana cara memperolehnya, hak-hak, kewajiban serta larangan-Iarangan apa yang ada dalam menguasai tanah dengan hak-hak tertentu, sanksi apa yang dihadapinya j ika diabaikan ketentuan-ketentuan yang bersangkutan, serta hal-hal lain yang berhubungan dengan penguasaan dan penggunaan tanah yang dipunyainya. 12 Ketentuan-ketentuan Hukum Tanah Administratif hampir semuanya meruPakan hukum yang tertulis, tetapi jumlahnya amat banyak, dalam berbagai bentuk peraturan perundang-undangan tersebar tidak terkodifikasi. Ada yang berlaku untuk seluruh wilayah Hindia Belanda, ada yang hanya untuk wilayah atau daerah-daerah tertentu saja. Bahkan ada pula yang disediakan untuk golongan rakyat tertentu saja misalnya peraturan hak erfpacht yang dikenal sebagai "pertanian kecil", khusus untuk golongan eropa yang kurang mampu. Dalam hal orang memerlukan tanah, dari ketentuan hukumnya ia mengetahui cara bagaimana memperolehnya dan apa yang akan menjadi alat buktinya. Jika tanah yang bersangkutan berstatus hak milik, dia akan mengetahui, bahwa tanah yang bersangkutan boleh dikuasai dan II
Budi Harsono, Op. Cit. Him. 69
52
Pemanlaatan Asel Tanah Milik Instansi Pemerintah (Vosel B. Badeoda)
digunakan tanpa batas waktu. Jika memerlukan uang dari ketentuan hukum yang bersangkutan ia mengetahui, bahwa tanah yang dimilikinya itu akan dapat dijadikannya agunan dengan dibebani hak jaminan. Juga bahwa tanah itu pun dapat dijualnya kepada pihak lain. Kalau tanah itu tanah pertanian, dari ketentuan peraturan yang mengatur landreform di Indonesia, ia akan mengetahui, bahwa ia akan diwajibkan bertempat tinggal di wilayah kecamatan tempat letak tanah yang dibelinya. Iajuga mengetahui sanksi apa yang dihadapinya, kalau kewajiban tersebut tidak dipenuhinya. Tertib administrasi pertailahan secara sistematik merupakan pendaftaran bidang-bidang hak atas tanah yang belum pernah dibukukan/disertifikatkan, termasuk tanah hak milik yang berasal dari tanah negara yang diberikan pemerintah kepada seseorang atau barlan hukum yang memenuhi syarat subyek hak. Pendaftaran tanah sistematik mempunyai keistimewaan tersendiri antara lain sifat pelaksanaannya yang massal, serentak, proaktif dan pemohon sertifikat tidak dipungut biaya apapun (sepanjang pelaksanaan pendaftaran sistematik dikaitkan dengan Proyek Administrasi Pertanahan). Proyekproyek administrasi pertanahan seperti Proyek Ajudikasi dan Proyek Nasional Agraria (prona) yang biayanya Woolo ditanggung oleh pemerintah dan dibebankan kepada APBN walaupun sebagian besarnya berasal dari pinjaman luar negeri (bank Dunia) memang mempunyai misi khusus yaitu mempercepat proses pendaftaran tanah, dan 'pemerataan' Penatausahaan barang milik negara/daerah meliputi pembukuan, inventarisasi, dan pelaporan. barang milik negaraldaerah yang berada di bawah penguasaan pengguna baranglkuasa pengguna barang hams 53
dibukukan melalui proses pencatatan dalam Daftar Barang Kuasa Pengguna oleh kuasa pengguna barang, Daftar Barang Pengguna oleh pengguna barang dan Daftar Barang Milik NegaraIDaerah oleh pengelola barang. Proses inventarisasi, baik berupa pendataan, pencatatan, dan pelaporan hasil pendataan barang milik negaraldaerah merupakan bagian dari penatausahaan. Hasil dari proses pembukuan dan inventarisasi diperlukan dalam melaksanakan proses pelaporan barang milik negaraldaerah yang dilakukan oleh kuasa pengguna barang, pengguna barang, dan pengelola barang. Hasil penatausahaan barang milik negaraldaerah digunakan dalam rangka penyusunan neraca pemerintah pusatldaerah setiap tahun; perencanaan kebutuhan pengadaan dan pemeliharaan barang milik negaraldaerah setiap tahun untuk digunakan sebagai bahan penyusunan rencana anggaran pengamanan administratif terhadap barang milik negaraldaerah. Landasan Hukum Penguasaan Hak Atas Tanah Oleh Instans! Pemerintah Dasar-dasar hukum penguasaan hak atas tanah oleh Instansi Pemerintah bisa berasal dari pengadaan tanah, pemberian hak atas tanah eks hak-hak barat, tukar menukar (ruislag), penguasaan Atas Tanah Negara Bekas Balatentara Jepang, nasionalisasi perusahaan milik Belanda, dan Pencabutan hak atas tanah. Salah satu dasar hukumnya adalah Peraturan Presiden Nomor 36 _Tahun 2005 jo Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum yang menggantikan Keppres No. 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan
Jumal Keadilan Vol. 6, No.1, Tahun 2012
Umum. Menurut Pasal I Perpres Nomor 65 Tahun 2006 "Pengadaan tanah adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti rugi kepada yang melepaskan atau menyerahkan tanah, bangunan, tanaman, dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah". Cakupan Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum dalam Pasal 2 ayat (I) Perpres Nomor 36 Tahun 2005 jo 65 Tahun 2006 menyatakan Pengadaan tanah bagi' pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dilaksanakan dengan cara pelep'asan atau penyerahan hak alas tanah. Pasal 2 ayat (2) Perpres Nomor 36 Tahun 2005 jo 65 Tahun 2006 menyatakan Pengadaan tanah selain bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dilakukan dengan cara jual beli, tukar menukar, atau cara lain yang disepakati secara sukarela oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1953 tentang Penguasaan TanahTanah Negara jo Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1979 tentang PokokPokok Kebijaksanaan Dalam Rangka Pemberian Hak Baru Atas Tanah Asal Konversi Hak-Hak Barat antara lain menyatakan bahwa Kepada Daerah Swatantra dapat diberikan penguasaan atas tanah negara untuk menyelenggarakan kepentingan daerahnya (Pasal 4 ayat (2) PP Nomor 8 Tahun 1953) kecuali jika penguasaan atas tanah negara dengan UU atau dengan peraturan lain pada waktu berlakunya PP ini, telah diserahkan kepada sesuatu Kementerian atau Jawatan maka penguasaan atas tanah negara berada pada Menteri Dalam Negeri (Pasal 2 PP No.8 Tahun 1953. Sebelum dapat menggunakan tanah-tanah
negara yang penguasaannya diserahkan kepadanya menurut peruntukannya, Pemda dapat diberikan izin kepada pihak lain untuk memakai tanah-tanah itu dalam waktu tertentu (Pasal9 PPNomor 8 Tahun 1953). Tanah HGU, HGB, HP asal konversi Hak Barat yang jangka waktunya akan berakhir selambat-Iambatnya tanggal 24 September 1980, pada saat berakhimya hak yang bersangkutan menjadi tanah negara (Pasal 1 ayat (I) Keppres No. 32 Tahun 1979). Keppres No. 16 Tahun 1994 jo Keppres No. 24 Tahun 1995 dan Surat Keputusan Menteri Keuangan R1 No. 360IKMK.03/1994 tentang Tata Cara Tukar Menukar Barang Milik/Kekayaan Negara dan PMNA/Kepala BPN No. 500-468 tanggal12 Februari Tahun 1996 tentang Masalah Ruislag Tanah-Tanah Pemerintah menyatakan bahwa Tukar Menukar/ Ruislag Barang Milik/ Kekayaan Negara adalah pengalihan pemilikan dan atau penguasaan barang tidak bergerak milik Negara kepada pihak lain dengan menerima penggantian utama dalam bentuk barang tidak bergerak dan tidak merugikan negara (Pasal 1 Keputusan Menteri Keuangan R1 No. 360/KMK.03/1994). Ruislag dapat dilakukan antara Departemen/LPND dengan Pemda, BUMN, BUMD, Koperasi dan Swasta (Pasal 4 Keputusan Menteri Keuangan R1 No.360IKMK. 03/1994). Untuk tukar menukar tanah perlu izin dari Menteri Keuangan dan telah ditetapkan keanggotaan Panitia Penaksir (untuk menaksir harga tanah dengan menggunakan komponen nilailharga yang ada, yaitu harga dasar, NJOP, harga umum (dari PPAT) diambil angka tertinggi. Segera diikuti dengan pensertifikatan tanah yang telah dilepas oleh instansi Pemerintah, dan terhadap tanah pengganti diminta haknya oleh Instansi Pemerintah yang menerimanya 54
Pemanfaafan Aset Tanah Milik Insfansi Pemerinfah (Vasel B. Badeoda)
dan kemudian didaftarkan sebagai aset pihak penerima atau aset Instansi Pemerintah yang bersangkutan. Dalam penyelesaian hak atas tanah untuk masing-masing pihak, sebelum dilakukan ruislag perlu diketahui seeara pasti mengenai status hak dan luas tanah, dengan meminta SKPT dan Gambar Situasi ke Kantor Pertanahan. Selanjutnya, Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No .20/5/7 Tanggal 09-051950 dan No. 40/25/13 Tanggal 13-051953 mengenai Penyelesaian TanahTanah Yang Dahulu Diambil Oleh Pemerintah Pendudukan J epang menyatakan bahwa tanah-tanah asal kepunyaan pendllduk Indonesia yang diambil Pemerintah Pendudukan Jepang dengan pemberian ganti kerugian, dipandang sebagai tanah negara. Dalam hal pengambilan tanah-tanah dari penduduk Indonesia tidak dengan pemberian ganti rugi, maka tanah-tanah tersebut tetap menjadi kepunyaan penduduk. Sedangkan Surat Edaran Ditjen Agraria No. 593/III/Agr Tanggal 07-01-1953 menyatakan antara lain bahwa batas waktu mengajukan tuntutan ganti rugi sampai dengan akhir tahun 1953 dan setelah tahun 1953, tuntutan ganti rugi lewat Pengadilan. Selain itu, terkait perusahaan Belanda ada peraturan nasionalisasiyaitu UUNo. 86 Tahun 1958 tentang Nasionalisasi PerusahaanPerusahaan Milik Belanda. UUPA No.5 Tahun 1960 jo UndangUndang No. 20 Tahun 1961 tentang Peneabutan Hak-Hak Atas Tanah dan Benda-Benda Yang Ada Di Atasnya dalam Pasal 18 UUPA menyatakan bahwa: "Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan Negara serta kepentingan bersama dari seluruh rakyat. hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan memberi ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur 55
dengan undang-undang". Berkenaan dengan kriteria Kepentingan Umum, Pasal 5 Peraturan Presiden No.65 Tahun 2006 menyatakan antara lain dilaksanakan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah, dan dirniliki atau akan dimiliki oleh Pemerintah/ Pemerintah Daerah. Adapun Jenis-Jenis Kepentingan Umum (sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Perpres 36/Tahun 2005 jo Perpres 65/Tahun 2006) antara lain Jalan umum dan jalan tol, rei kereta api (di atas tanah, di ruang atas tanah, ataupun di ruang bawah tanah), saluran air minum/air bersih, .saluran pembuangan air dan sanitasi; waduk, bendungan, bendungan irigasi dan bangunan pengairan lainnya; Pelabuhan, Bandar udara, stasiun kereta api, dan terminal; Fasilitas keselamatan umum, seperti tanggul penanggulangan bahaya banjir, lahar, dan lain-lain beneana; Tempat pembuangan sampah; eagar alam, eagar budaya; dan pembangkit, transmisi, distribusi tenaga Iistrik".
Hak-Hak Atas Tanah Yang Dapat Dimiliki Oleh Instansi Pemerintah Instansi Pemerintah memiliki hakhak atas tanah. Pengertian Instansi Pemerintah menurut Surat Edaran Kepala Badan Pertanahan Nasional tanggal4 Mei 1992 Nomor 500-1255 dan PMNA Nomor I Tahun 1994, adalah Lembaga Tinggi Negara, Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, dan Pemda. Dengan demikian Instansi Pemerintah yang bertindak sebagai subyek hak atas tanah adalah Lembaga Tinggi Negara, Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pemerintah Kabupaten/Kota, Bank Milik Pemerintah, Bank Milik Daerah, BUMD, dan PT Persero. Barang Milik/Kekayaan Negara berdasarkan SK Menkeu No. 470/KMK
Jumal Keadilan Vol. 6, No.1, Tahun 2012
01/1994 tanggal 20-09-1994 adalah barang bergerakltidak bergerak yang dimiliki/dikuasai oleh Instansi Pemerintah yang dibeli atas bebanAPBN atau perolehan lain yang sah. Surat Keputusan Menteri Keuangan Rl No. 360/KMK.03/1994 tentang Tata Cara Tukar Menukar Barang MilikIKekayaan Negara jo Surat Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional tanggal 12-02-1996 Nomor 500-468) menyatakan aset tanah yang dikuasai iristansi Pemerintah adalah tanah-tanah bukan tanah pihak lain dan telah dikuasai baik secara fisik maupun secara yuridis oleh Instansi P~merintah yang bersangkutan; atau tanah yang dikelola dan dirawat dengan dana Instansi Pemerintah yang bersangkutan; dan telah terdaftar dalam Daftar Inventaris Instansi Pemerintah yang bersangkutan. Apabila secara fisik telah dihuni atau dipergunakan atau dikuasai oleh pihak lain harns seijin atau atas persetujuan dari instansi yang bersangkutan dengan hubungan hukum yangjelas. Tanah-tanah dimaksud adalah meliputi tanah-tanah yang telah bersertifikat (terdaftar) dan yang belum bersertifikat (belum terdaftar). Dalam hal ini tidak termasuk dalam pengertian aset pemerintah adalah tanah kepunyaan pihak lain yang dikuasai atau digunakan atau dimanfaatkan oleh Instansi Pemerintah atau disebut dengan "tanah dalam penguasaan". Berdasarkan Surat Edaran Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 110.500.1255 Tanggal 4 Mei 1992, ciriciri Tanah Aset Instansi Pemerintah Yang Belum Bersertifikat antara lain tanah yang dikuasai berdasarkan Stb.1911.110.110 (tentang: Penguasaan Benda-Benda Tidak Bergerak, GedungGedung dll); jika Instansi Pemerintah menguasai tanah dan dipelihara dengan Anggaran Belanjanya maka tanah
tersebut menjadi Tanah aset aset Instansi yang Instansi bersangkutan; Pemerintah Tanah yang apabila dikuasai berdasarkan dipergunakan Peraturan oleh pihak lain Pemerintah No. 8 Tahun 1953 maka harus ada (ten tang ijin atau Penguasaan persetujuan dari Tanah-Tanah instansi yang Negara) kecuali j ika penguasaan bersangkutan atas tanah negara berdasarkan dengan UndangUn dang atau hubungan hukum yangjelas. peraturan lain pada waktu mulai berlakunya Peraturan Pemerintah 1m telah diserahkan kepada suatu Kementerian, Jawatan atau Daerah Swatantra, maka penguasaan atas tanah Negara ada pada Mendagri; Aset Tanah yang dikuasai Instansi Pemerintah bisa berdasarkan UU Nomor 86 Tahun 1958 (tentang Nasionalisasi perusahaanperusahaan milik Belanda); Pembelian Pemerintah berdasarkan Bijblad Nomor 11372 Jo Nomor 12476; pembebasan tanah berdasarkan Kepmendagri Nomor 2 Tahun 1976; pengadaan tanah oleh swasta untuk kepentingan umum berdasarkan Keppres Nomor 55 Tahun 1993 Jo PMNAlKepala BPN Nomor I Tahun 1994; pelepasan hak secara cuma-curna oleh pemiliknya; penguasaan secara historis dari bala tentara Jepang; Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 20/5/7 tanggal 09-05-1950 dan Nomor 40/25/13 tanggal 13-05-1953; Surat Edaran Ditjen Agraria Nomor 593 /III IAgr Tanggal 07-01-1983; batas waktu mengajukan tuntutan ganti rugi sid akhir tahun 1953. Setelah tahun 1953; tuntutan ganti rugi lewat pengadilan; Tanah yang 56
Pemanfaalan Aset Tanah Milik Inslansi Pemerinlah (Yosef B. Badeoda)
sejak dahulu dikuasai oleh Instansi Pemerintah yang bersangkutan dan tidak pemah ada sengketa; dan terakhir, Tanah yang dikuasai berdasarkan pencabutan hak berdasarkan UU No. 20 Tahoo 1961 dll. Sementara itu, hak-hak atas tanah yang dapat dipunyai oleh Instansi Pemerintah berdasarkan ketentuan UUPA yaitu, Hak Gooa Bangunan, Hak Gooa Usaha, Hak Pakai, dan Hak Pengelolaan.
pemindahtanganan, dan kerjasama pemanfaatan lahan merupakan perbuatan hukum yang menjadi dasar pengelolaan aset tanah instansi pemerintah. Prinsipnya, aset negara tidak hanya sekadar dikuasai oleh Instansi Pemerintah, tetapi yang lebih penting lagi adalah bagaimana aset itu dimanfaatkan dan didayagunakan untuk kepentingan masyarakat. D
Penulis: Pemimpin Redaksi Jumal Keadilan
Penutup Dari uraian di atas maka penguasaan hak atas tanah oleh Instansi Pemerintah dapat dilakukan melalui pengadaan tanah, pencabutan hak, dan penguasaan hak atas tanah berdasarkan Stb.1911.11 0.11 0 (tentang Penguasaan Benda-Benda Tidak Bergerak, Gedung-Gedung dll), penguasaan tanah berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1953 (tentang Penguasaan Tanah- Tanah Negara); penguasaan tanah berdasarkan UU Nomor 86 Tahun 1958 (tentang Nasionalisasi perusahaan-perusahaan milik Belanda), pembelian pemerintah berdasarkan Bijblad Nomor 11372 Jo . Nomor 12476, pembebasan tanah berdasarkan Kepmendagri Nomor 2 Tahoo 1976, pengadaan tanah oleh swasta ootuk kepentingan umum berdasarkan Keppres Nomor 55 Tahun 1993 Jo PMNAlKepala BPN Nomor I Tahoo 1994, pelepasan hak secara cuma-cuma oleh pemiliknya, konversi hak yang bersumber dari penguasaan secara historis aset tanah negara bekas penguasaan oleh Jepang dan Belanda. Hak-hak atas tanah yang dapat dikuasai oleh Instansi Pemerintah yaitu hak-hak atas tanah yang dapat dimiliki oleh Instansi Pemerintah yaitu, Hak Gooa Bangunan, Hak Guna Usaha, Hak Pakai, dan Hak Pengeiolaan. Pelepasan hak atas tanah dan atau bangunan, persewaan, 57
DAFTARPUSTAKA 1. Undang-UndangDasar 1945. 2. Undang-Undang No.5 Tahun 1960, tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. 3. Undang-Undang No.1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. 4. Peraturan Pemerintah No.6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik NegaraJDaerah. 5. Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. 6. Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN No. 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997. 7. A.P. Parlindungan, Komentar UUPA, Mandar Maju, Bandung. 8. Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah, lsi dan Pelaksanaannya, Penerbit Djambatan, Jakarta, 2003. 9. Herman Hermit, Cara Memperoleh Sertifikat Tanah Hak Milik, Tanah Negara dan Tanah Pemda, teori dan Praktek, Cy' Mandar Maju, Bandung 2004. 10.Ronny Hanitijo, 1988, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta. II.Sulasi Rongiyati, Parlementaria (Majalah Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia); Pembaruan Agraria Sebagai Upaya Mengatasi Sengketa Pertanahan, Agustus 2007. 12.Surojo Wignjodipuro, 1982, Pengantar Asas-Asas Hukum Adat, Gunung Agung, Jakarta.