ANALISIS PENGARUH KUALITAS PRODUK, KEBERSIHAN DAN KENYAMANAN DI PASAR TRADISIONAL TERHADAP PERPINDAHAN BERBELANJA DARI PASAR TRADISIONAL KE PASAR MODERN DI KOTA SEMARANG
Syaeful Amri Dra. Yoestini, M.Si
ABSTRACT This research is motivated by the emergence of the phenomenon of the emergence of increasing competition caused the existence of traditional markets as more and more marginalized, in line with the proliferation of malls, hypermarket and minimarket. A research conducted by the Foundation Research Institute in 2010, stating the cause of declining business in traditional markets among the following: a lack of buyers is 67.2%, increasing competition by other merchants 44.8%, increasing competition by supermarkets 41.8%, the higher price 37.7% , increasing competition by minimarket 20.9%, market conditions getting worse 13.8% and others. The purpose of this research was to determine the effect of product quality, cleanliness and convenience to switching shop from the traditional markets to modern markets. Respondents in this study were consumers of mothers and women who ever shopped at traditional markets and ever shopped in a modern market in the city of Semarang and the number of samples of 100 respondents determined using the method of Accidental Sampling. The analytical method used are quantitative and qualitative analysis. Data that has met the test of validity, the reliability test, and the test of classical assumptions processed to generate the regression equation as follows: Y = 0.368 X1 + 0.148 X2 + 0.270 X3
In which the variable of Displacement Shop (Y), Quality Products (X1), cleanliness (X2), and Comfort (X3). Through the F test can be known that the variable of product quality, cleanliness, and comfort appropriate to examine the variable of displacement shop. Number of Adjusted R Square of 0.425 indicates that 42.5% of the variation displecement shop can be explained by the three of independent variables in the regression equation. While the remaining 57.5% is explained by other variables over the three variables used in this research.
Keywords: Displacement Shop, Product Quality, Cleanliness, and Comfort
PENDAHULUAN Persaingan yang semakin ketat di mana semakin banyak produsen yang terlibat dalam pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen, menyebabkan setiap pengusaha harus menempatkan orientasi pada kepuasan konsumen sebagai tujuan utama (Tjiptono, 2000:24).
Semakin banyaknya produsen yang
menawarkan produk dan jasa, maka konsumen memiliki pilihan yang semakin banyak untuk menentukan jadi tidaknya pembelian. Industri retail merupakan industri ke dua terbesar di Indonesia yang mampu menyerap tenaga kerja setelah industri pertanian. Dalam industri manapun pasti akan ditemukan persaingan didalamnya, tidak terkecuali industri retail di indonesia (Maushufi, 2009). Persaingan industri retail membelah industri ini menjadi dua blok besar; yang pertama blok retail tradisional yang secara langsung diwakili oleh pedagang pasar tradisional serta warung-warung kecil di pinggir jalan dan yang ke dua adalah blok retail modern yang diwakili oleh Indomart, Alfamart, ADA, Matahari, Carrefour dan lain sebagainya. Jumlah pedagang di pasar tradisional Kota Semarang mengalami penurunan. Data rekap jumlah penurunan pedagang di pasar tradisional Kota Semarang dari tahun 2007-2011 sebagai berikut: Tabel 1.2 Rekap Data Jumlah Pedagang Pasar Kota Semarang Tahun 2007 - 2011
Data tersebut menggambarkan bahwa jumlah pedagang pasar tradisional di Kota Semarang dari tahun 2007-2011 mengalami penurunan. Angka penurunan terbanyak dari tahun 2010 ke tahun 2011 yaitu 22.261 menjadi 21.424 atau menurun sebesar 837 jumlah pedagang. Sektor perdagangan salah satunya berasal dari pedagang pasar tradisional, dimana menyumbangkan peran hingga 60% terhadap pendapatan sektor perdagangan (BPS kota Semarang). Berikut data peran pedagang tradisional terhadap pendapatan sektor perdagangan: Gambar 1.1 Peran Pedagang Pasar Tradisional Terhadap Pendapatan Sektor Perdagangan
Sumber: BPS Kota Semarang Pada gambar diatas, dari tahun 2010 ke tahun 2011 peran pedagang pasar tradisional terhadap pendapatan sektor perdagangan menurun dari 57% menjadi 49% atau menurun sebesar 8%.
Menurut Rusdianto Kepala Seksi IPDS (Itegrasi Pengolahan dan Diseminasi Statistik) BPS Kota Semarang mengatakan menurunnya peran pedagang tradisional terhadap pendapatan sektor perdagangan di sebabkan adanya penurunan omzet rata-rata pedagang di pasar tradisional, sehingga penurunan jumlah pembeli di pasar tradisional dapat diketahui dengan pendekatan menurunnya omzet yang dihasilkan rata-rata pedagang pasar tradisional. Berdasarkan latar belakang diatas terlihat adanya suatu masalah yaitu berkurangnya atau terjadinya penurunan jumlah pembeli yang dapat dilihat dari pendekatan data menurunnya omzet rata-rata pedagang di pasar tradisional di Kota Semarang. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Apa pengaruh kualitas produk di pasar tradisional terhadap perpindahan berbelanja dari pasar tradisional ke pasar modern di Kota Semarang? 2. Apa pengaruh kebersihan di pasar tradisional terhadap perpindahan berbelanja dari pasar tradisional ke pasar modern di Kota Semarang? 3. Apa pengaruh kenyamanan di pasar tradisional terhadap perpindahan berbelanja dari pasar tradisional ke pasar modern di Kota Semarang?
TELAAH TEORI Perpindahan Belanja Konsumen Menurut Limanjaya dan Wijaya pada Jurnal Manajemen Pemasaran, Vol. 1, No. 2, Oktober 2006: 53-64, tingkat perpindahan belanja konsumen dibagi menjadi 3 yaitu:
a. Pindah Menurut kamus besar bahasa Indonesia (1990) pindah adalah : beralih atau bertukar tempat. Dalam hal ini pindah mempunyai pengertian bahwa konsumen beralih ke Pasar Modern dan jarang sekali berbelanja di pasar tradisional. b. Coba-coba (trial) Coba-coba (trial) menurut kamus besar bahasa Indonesia (1990) adalah berbuat sesuatu untuk mengetahui keadaan sebenarnya. Dalam hal ini coba-coba (trial) mempunyai pengertian bahwa konsumen hanya coba-coba berbelanja di pasar modern, namun tetap secara rutin konsumen tersebut berbelanja di pasar tradisional. c. Cari alternative (switching) Menurut kamus besar bahasa Indonesia (1990) cari alternatif (switching) mempunyai pengertian bahwa konsumen tersebut kadang-kadang berbelanja di pasar modern dan kadang-kadang juga berbelanja di pasar tradisional. Jadi perilaku belanja konsumen antara berbelanja dipasar tradisional dan belanja di pasar modern adalah 50%-50%. Menurut Limanjaya dan Wijaya dalam Chotimah (2010) terdapat tiga jenis proses pemilihan tempat belanja konsumen dintaranya: 1. Memecahkan masalah secara luas (extended problem solving) adalah suatu proses pengambilan keputusan dalam memilih tempat belanja dimana pelanggan memerlukan usaha dan waktu yang cukup besar untuk meneliti dan menganalisis berbagai alternatif. Pelanggan terlibat dalam pemecahanan masalah yang luas ketika sedang membuat suatu keputusan belanja untuk mencukupi suatu kebutuhan yang penting, atau ketika mereka hanya mempunyai sedikit pengetahuan tentang produk atau jasa tersebut. Ritel mempengaruhi pelanggan yang terlibat dengan pemecahan masalah yang luas dengan menyediakan informasi yang diperlukan dengan menyampaikan informasi tentang barang dan jasa pada pelanggan dengan cara-cara yang mudah dipahami serta
sekaligus meyakinkan pelanggan dengan menawarkan jaminan uang kembali. Contoh, ritel memberikan informasi tentang produk dan jasa pada pelanggan dengan menyediakan brosur yang menggambarkan barang dagangan beserta spesifikasinya. 2. Pemecahan masalah secara terbatas (limited problem solving) adalah proses pengambilan keputusan dalam memilih tempat belanja yang melibatkan upaya dan waktu yang tidak terlalu besar. Dalam situasi ini, pelanggan cenderung lebih mengandalkan pengetahuan pribadi dibanding dengan informasi ekternal. Pelanggan umumnya memilih suatu ritel dan barang dagangan yang dibeli berdasarkan pengalaman masa lalu. Pelanggan mendapatkan pengalaman situasional ketika berbelanja pada ritel atau toko tertentu, maupun pengalaman dalam pemilihan dan pembelian barang dagangan sesuai kebutuhan. 3. Pengambilan keputusan yang bersifat kebiasaaan (habitual decision making) adalah proses keputusan dalam memilih tempat belanja yang melibatkan sedikit sekali usaha dan waktu. Pelangan masa kini mempunyai banyak tuntutan atas waktu mereka. Salah satu cara untuk mengurangi tekanan waktu itu adalah dengan menyederhanakan proses pengambilan keputusannya. Kesetiaan pada merek dan kesetiaan toko adalah contoh pengambilan keputusan berdasarkan kebiasaan.
Penelitian ini berpedoman pada variabel perpindahan merek dari penelitian-penelitian terdahulu, dimana konsep dari konsumen yang berpindah tempat belanja berlandaskankan pada konsep konsumen yang berpindah merek. Beberapa Penelitian telah mengidentifikasi beragam faktor yang mempengaruhi perpindahan merek. Beberapa di antaranya adalah faktor-faktor pengaruh yang dibahas dalam penelitian ini, antara lain: kualitas produk (Rosmelinda. 2010 dan Oktariko. 2011), Kebersihan (Fonistya. 2009), dan Kenyamanan (Fonistya. 2009 dan Riyanto. 2010)
Kualitas Produk Didalam menjalankan suatu bisnis, produk maupun jasa yang dijual harus memiliki kualitas yang baik atau sesuai dengan harga yang ditawarkan. Agar suatu usaha atau perusahaan dapat bertahan dalam menghadapi persaingan, terutama persaingan dari segi kualitas, perusahaan perlu terus meningkatkan kualitas produk atau jasanya. Karena peningkatan kualitas produk dapat membuat konsumen merasa puas terhadap produk atau jasa yang mereka beli, dan akan mempengaruhi konsumen untuk melakukan pembelian ulang. Menurut Stanton (2004:222) produk itu sendiri adalah sekumpulan atribut yang nyata (tengible) dan tidak nyata (intengible) di dalamnya tercakup warna, harga, kemasan, dan prestise lainnya yang terkandung dalam produk, yang diterima oleh pembeli sebagai sesuatu yang bisa memuaskan keinginannya. Sedangkan definisi produk menurut Kotler & Amstrong (2006:346) adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan kepada pangsa agar menarik perhatian, penggunaan maupun konsumsi yang dapat memuaskan keinginan atau memenuhi kebutuhan konsumen. Garvin (1987) telah mengungkapkan adanya delapan dimensi kualitas produk yang bisa dimainkan oleh pemasar. Performance, feature, reliability, conformance, durability, serviceability, aesthetics, dan perceived quality merupakan kedelapan dimensi tersebut. 1. Dimensi performence atau kinerja produk Kinerja merupakan karakteristik atau fungsi utama suatu produk. Ini manfaat atau khasiat utama produk yang dibeli. Biasanya ini menjadi pertimbangan pertama dalam membeli produk. 2. Dimensi reliability atau keterandalan produk Dimensi kedua adalah keterandalan, yaitu peluang suatu produk dari kegagalan saat menjalankan fungsinya. 3. Dimensi feature atau fitur produk
Dimensi feature merupakan karakteristik atau ciri-ciri tambahan yang melengkapi manfaat dasar suatu produk. Fitur bersifat pilihan atau option bagi konsumen. Kalau manfaat utama sudah standar, fitur seringkali ditambahkan. Idenya, fitur bisa meningkatkan kualitas produk kalau pesaing tidak memiliki. 4. Dimensi durability atau daya tahan Daya tahan menunjukkan usia produk, yaitu jumlah pemakaian suatu produk sebelum produk itu digantikan atau rusak. Semakin lama daya tahannya tentu semakin awet. Produk yang awet akan dipresepsikan lebih berkualitas dibandingkan produk yang cepet habis atau cepat diganti. 5. Dimensi conformance atau kesesuaian Conformance adalah kesesuaian kinerja produk dengan standar yang dinyatakan suatu produk. Ini semacam janji yang harus dipenuhi oleh produk. Produk yang memiliki kualitas dari dimensi ini berarti sesuai dengan standarnya. 6. Dimensi serviceability atau kemampuan diperbaiki Sesuai dengan maknanya, disini kualitas produk ditentukan atas dasar kemampuan diperbaiki : mudah, cepat, dan kompeten. Produk yang mampu diperbaiki tentu kualitasnya lebih tinggi dibanding produk yang tidak atau sulit diperbaiki. 7. Dimensi aesthetic atau keindahan tampilan produk Aesthetic atau keindahan menyangkut tampilan produk yang membuat konsumen suka. Ini seringkali dilakukan dalam bentuk desai produk atau kemasannya. Beberapa merek memperbaharui wajahnya supaya lebih cantik dimata konsumen. 8. Dimensi perceived quality atau kualitas yang dirasakan Dimensi terakhir adalah kualitas yang dirasakan. Ini menyangkut penilaian konsumen terhadap citra, merek, atau iklan. Produk-produk yang
bermerek terkenal biasanya dipresepsikan lebih berkualitas dibanding merek-merek yang tidak terdengar. Itulah sebabnya produk selalu berupaya membangun mereknya sehingga memiliki brand equity yang tinggi. Tentu saja ini tidak dapa dibangun semalam karena menyangkut banyak aspek termasuk dimensi kualitas dari kinerja, fitur, daya tahan, dan sebagainya. Persepsi konsumen terhadap kualitas produk, dapat dipengaruhi oleh harga produk. Konsumen memiliki persepsi, apabila semakin tinggi harga suatu produk maka semakin tinggi pula kualitas dari produk tersebut. Konsumen dapat mempunyai persepsi seperti itu ketika tidak memiliki petunjuk atau acuan lain dari kualitas produk, selain harga produk. Namun sebenarnya persepsi kualitas suatu produk dapat dipengaruhi pula oleh reputasi toko, iklan dan variabel-variabel lain. Mutu produk atau jasa dapat mempengaruhi kepuasan konsumen. definisi mutu yang berpusat pada pelanggan sendiri adalah keseluruhan fitur dan sifat produk atau pelayanan yang berpengaruh pada kemampuan untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau tersirat. Dapat dikatakan bahwa penjualan telah menghasilkan mutu bila produk atau pelayanan penjual tersebut memenuhi atau lebih melebihi harapan pelanggan (Kotler, 2007:180). Kotler dan Amstrong (2006) berpendapat bahwa kualitas dan peningkatan produk merupakan bagian yang penting dalam strategi pemasaran. Meskipun demikian, hanya memfokuskan diri pada produk perusahaan akan membuat perusahaan kurang memperhatikan faktor lainnya dalam pemasaran. Pengertian produk konsumen adalah produk dan jasa yang dibeli oleh konsumen dangan tujuan untuk konsumsi pribadi. Menurut Tjiptono (2000:99-100) pemasar biasanya mengglongkan produk dan jasa ini berdasarkan cara konsumen membelinya, sebagai berikut: a. Produk kebutuhan sehari-hari (convenience product) Produk kebutuhan sehari-hari biasanya murah harganya dan terdapat dibanyak tempat agar produk itu tersedia ketika pelanggan memerlukan.
b. Produk belanja (Shopping product) Ketika membeli produk dan jasa, konsumen menghabiskan lebih banyak waktu dan tenaga dalam mengumpulkan informasi dan membuat perbandingan. c. Produk khusus (specialty product) Merupakan produk dan jasa konsumen dangan karakteristik unik dimana sekelompok pembeli bersedia melakukan usaha pembelian khusus. d. Produk yang tidak dicari (unsought product) Merupakan produk konsumen yang mungkin tidak dikenal oleh konsumen, atau produk yang mungkin sudah dikenal konsumen namun konsumen tidak berfikir untuk membelinya. Penelitian yang dilakukan oleh Oktariko (2011) mengenai pengaruh kualitas produk terhadap keputusan berpindah merek pada konsumen pembalut wanita Kotex di Semarang menunjukkan bahwa ada pengaruh
positif dan
signifikan dari kualitas produk terhadap perpindahan merek. Sama halnya dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Rosmelinda 2010 mengungkapkan bahwa kualitas produk berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan perpindahan merek sabun mandi cair Lifebuoy. Dari teori yang telah dijelaskan di atas dan berdasarkan pada penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, maka dalam penelitian ini diusulkan hipotesis sebagai berikut: H1 :
Kualitas produk berpengaruh positif terhadap perpindahan berbelanja dari pasar tradisional ke pasar modern di Kota Semarang.
Kebersihan Kebersihan adalah keadaan bebas dari kotoran, termasuk di antaranya, debu, sampah (Wikipedia). Dalam menentukan kepuasan pelanggan khususnya mengenai tempat, faktor kebersihan juga memiliki pengaruh yang sangat besar
sekali karena pelanggan dimanapun juga memiliki keinginan yang sama dimana dalam mendapatkan kebutuhan khususnya makanan, tempatnya harus benar-benar bersih, sehat dan terbebas dari kuman penyakit (Yuliarsih, 2002). Dalam Peraturan Perundang-undang Nomor 11 Tahun 1963 tentang kebersihan untuk usaha-usaha umum disebutkan sebagai berikut: 1. Kebersihan adalah segala usaha untuk memelihara dan mempertinggi derajat kesehatan. 2. Usaha usaha bagi umum adalah usaha-usaha yang dilakukan oleh badanbadan pemerintah, swasta maupun perseorangan yang menghasilkan sesuatu untuk atau yang langsung dapat dipergunakan oleh umum. Menurut Yuliarsih (2002) secara umum kata sanitasi mengandung dua pengertian, yaitu: a. Usaha pencegahan penyakit. b. Kesehatan lingkungan hidup. Warung atau tempat jualan dalam menjalankan usahanya harus memenuhi syarat higienitas. Menurut Yuliarsih (2002) persyaratan higienitas yang harus dipenuhi berdasarkan indikator dari kebersihan antara lain: 1. Memiliki lokasi atau tempat yang bersih. 2. Memiliki fasilitas sanitasi atau kebersihan yang baik. 3. Menyimpan dan menyajikan makanan yang terjaga kebersihannya. 4. Memiliki standar pengolahan yang tinggi. Kebersihan mempunyai pengaruh positif terhadap perpindahan konsumen dalam menentukan tempat pembelian atau tempat berbelanja (Yuliarsih, 2002). Hal serupa dinyatakan oleh Riyanto (2010) bahwa kebersihan dapat mempengaruhi konsumen menentukan keputusan perpindahan merek dalam memperoleh barang atau jasa yang diinginkan Dari teori yang telah dijelaskan di atas dan berdasarkan pada penelitian
yang telah dilakukan sebelumnya, maka dalam penelitian ini diusulkan hipotesis sebagai berikut: H2 :
Kebersihan berpengaruh positif terhadap perpindahan berbelanja dari pasar tradisional ke pasar modern di Kota Semarang
Kenyamanan Kenyamanan atau nyaman adalah suatu keadaan segar, sehat, sedap, sejuk dan enak (Wikipedia). Kenyamanan lingkungan adalah suatu keadaan yang membuat seseorang terlindung dari ancaman psikologis. Perubahan kenyamanan lingkungan akan menyebabkan perasaan yang tidak nyaman dan berespon terhadap stimulus yang berbahaya (Carpenito 1998). Kondisi nyaman menunjukkan keadaan yang bervariasi untuk setiap individu, sehingga kenyamanan bersifat subjektif dan berhubungan dengan keadaan tingkat aktivitas, pakaian, suhu udara, kecepatan angin, rata-rata suhu pancaran radiasi, dan kelembaban udara. Hero (1978) menyatakan bahwa manusia akan merasa nyaman pada suhu lingkungan 20°C sampai 25°C, pada suhu tubuh 37°C, dalam keadaan normal. Dalam Brown dan Gillespie (1995), dinyatakan bahwa unsur-unsur iklim memiliki
peran
yang
penting
dalam
menentukan
kenyamanan
suatu
wilayah/kawasan. Salah satu faktor iklim yang mempengaruhi kenyamanan yakni suhu udara, sehingga semakin tinggi suhu udara maupun semakin rendah suhu udara akan mengurangi kenyamanan. Kenyamanan didalam tempat berbelanja akan senantiasa diaharapkan konsumen dalam
memperoleh barang
yang diinginkannya.
Mulai dari
kenyamanan tempat perbelanjaan, keamanan, suasana dan juga keramahan penjual. Menurut Carpenito (1998) dalam bukunya, kenyamanan suatu tempat akan mempengaruhi konsumen dalam menentukan tempat pembelian suatu barang.
Hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa kenyamanan mempunyai pengaruh
positif terhadap keputusan pemilihan tempat pembelian. Penelitian dari Fonistya (2009), dan Riyanto (2010) mengatakan bahwa kenyamanan dapat berpengaruh positif terhadap penentuan tempat dimana konsumen akan mendapatkan barang atau jasa yang diinginkannya sehingga mampu mempengaruhi keputusan perpindahan merek. Dari teori yang telah dijelaskan di atas dan berdasarkan pada penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, maka dalam penelitian ini diusulkan hipotesis sebagai berikut: H3 :
Kenyamanan berpengaruh positif terhadap perpindahan berbelanja dari pasar tradisional ke pasar modern di Kota Semarang
METODE PENELITIAN Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel dependen pada penelitian ini adalah Perpindahan Berbelanja dari Pasar Tradisional ke Pasar Modern di Kota Semarang (Y). Variabel independen (pengaruh) adalah variabel yang nilainya berpengaruh terhadap variabel lain. (Marzuki, 2005). Variabel independen pada penelitian ini adalah: 1. Kualitas produk (X1) 2. Kebersihan (X2) 3. Kenyamanan (X3)
Populasi dan Penentuan Sampel Populasi Populasi (population) mengacu pada keseluruhan kelompok orang kejadian, atau hal minat yang ingin peneliti investigasi (Sekaran, 2006). Populasi
dalam penelitian ini adalah ibu-ibu atau pemudi yang pernah berbelanja di pasar tradisional dan juga pernah berbelanja di pasar modern di Kota Semarang yang bertempat tinggal di Kota Semarang selama kurun waktu penelitian. Populasi dalam penelitian ini merupakan populasi yang tak terhingga, karena jumlah konsumen yang pernah berbelanja di pasar tradisional dan pernah berbelanja di pasar modern di Kota Semarang tidak dapat diketahui secara jelas atau pasti Sampel Sampel adalah subset dari populasi, terdiri dari beberapa anggota populasi. Subset ini diambil karena dalam banyak kasus tidak mungkin meneliti seluruh anggota populasi, oleh karena itu ada pembatasan untuk membentuk sebuah perwakilan populasi yang di sebut sampel. (Ferdinand, 2006: 223). Dengan mempelajari sampel, peneliti akan mampu menarik kesimpulan yang dapat digeneralisasikan terhadap populasi penelitian. Pengambilan sampel (sampling) adalah proses memilih sejumlah elemen secukupnya dari populasi, sehingga penelitian terhadap sampel dan pemahaman tentang
sifat
atau
karakteristiknya
akan
membuat
mudah
dalam
menggeneralisasikan sifat atau karakteristik tersebut pada elemen populasi. (Sekaran, 2006). Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode Rao Purba (1996) dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Pembulatan = 100 Keterangan: n
= Jumlah Sampel
Z
= Tingkat keyakinan yang dibutuhkan dalam penelitian (95% = 1,96)
moe
= Margin of error max (kesalahan maksimum yang bisa ditolerir sebesar 10%)
Menurut hasil perhitungan di atas, sampel yang dapat diambil adalah 96 orang, akan tetapi pada prinsipnya tidak ada aturan yang pasti untuk menentukan persentase yang dianggap tetap dalam menentukan sampel (Purba, 1996). Maka dalam hal ini peneliti mengambil sampel sebanyak 100 orang responden yang cukup mewakili untuk diteliti. Populasi dalam penelitian ini merupakan populasi yang tak terhingga, karena jumlah konsumen yang pernah berbelanja di pasar tradisional dan yang berpindah ke pasar modern di Kota Semarang tidak dapat diketahui secara jelas atau pasti, sehingga jenis pendekatan untuk menentukan sampel dengan menggunakan Non-Propability Sampling. Dalam Non-Propability Sampling terdapat banyak jenis yang dapat digunakan, karena keterbatasan waktu dan biaya, teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan tektik Accidental Sampling. Accidental Sampling adalah metode pengambilan sampel dengan memilih siapa yang kebetulan ada atau dijumpai (Amirin, 2011).
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Jenis Pasar Menurut Cara Transaksinya Menurut cara transaksinya, jenis pasar dibedakan menjadi pasar tradisional dan pasar modern. Pasar Tradisional Pasar tradisional adalah pasar yang bersifat tradisional dimana para penjual dan pembeli dapat mengadakan tawar menawar secar langsung. Barangbarang yang diperjual belikan adalah barang yang berupa barang kebutuhan pokok. Pasar tradisional merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli serta
ditandai dengan adanya transaksi penjual pembeli secara langsung dan biasanya ada proses tawar-menawar, bangunan biasanya terdiri dari kios-kios atau gerai, los dan dasaran terbuka yang dibuka oleh penjual maupun suatu pengelola pasar (Wikipedia). Pada pasar tradisional, kebanyakan menjual kebutuhan sehari-hari seperti bahan-bahan makanan berupa ikan, buah, sayur-sayuran, telur, daging, kain, pakaian barang elektronik, jasa dan lain-lain. Selain itu, ada pula yang menjual kue-kue dan barang-barang lainnya. Pasar seperti ini masih banyak ditemukan di Indonesia, dan umumnya terletak dekat kawasan perumahan agar memudahkan pembeli untuk mencapai pasar. Beberapa pasar tradisional yang "legendaris" di kota semarang diantaranya: Pasar Johar, Pasar Peterongan, Pasar Jerakah, Pasar Bulu, Pasar Mangkang , Pasar Gayamsari dan lain sebagainya. Pasar Modern Pasar modern adalah pasar yang bersifat modern dimana barang-barang diperjualbelikan dengan harga pas dan dengan layanan sendiri. Pasar modern tidak banyak berbeda dari pasar tradisional, namun pasar jenis ini penjual dan pembeli tidak bertransakasi secara langsung melainkan pembeli melihat label harga yang tercantum dalam barang (barcode), berada dalam bangunan dan pelayanannya dilakukan secara mandiri (swalayan) atau dilayani oleh pramuniaga. Barangbarang yang dijual, selain bahan makanan makanan seperti; buah, sayuran, daging; sebagian besar barang lainnya yang dijual adalah barang yang dapat bertahan lama. Contoh dari pasar modern adalah hypermarket, pasar swalayan (supermarket), dan minimarket. Pasar modern di Semarang antara lain:
Ciputra Mall yang terletak di kawasan Simpang Lima
Matahari Simpang Lima Plaza di kawasan Simpang Lima
Java Supermall di kawasan Jomblang, Jalan MT. Haryono dengan Hypermart dan Matahari sebagai anchor tenant.
Sri Ratu Dept. Store di Jalan Pemuda dan kawasan Peterongan, Jalan MT. Haryono.
Ramayana Dept. Store di kawasan Simpang Lima. (tutup Januari 2010),sekarang di gunakan oleh Ace Hardware.
ADA Dept. Store Siliwangi, Majapahit, Setiabudi dan Fatmawati.
Duta Pertiwi Mall dengan Carrefour-nya yang terletak di Jalan Pemuda.
Paragon City Mall dengan hotel di atasnya, berbentuk kapal, dan mal terbesar di Semarang yang terletak di jalan Pemuda
Central City di jalan majapahit
Carefour Srondol
Analisis Data Uji Validitas Dalam penelitian ini, validitas dari indikator dianalisis menggunakan df (degree of freedom) dengan rumus df = n-k, dimana n = jumlah sampel, k = jumlah variabel independen. Jadi df yang digunakan adalah 100-4 = 96 dengan alpha sebesar 5% maka menghasilkan r tabel (uji dua sisi) sebesar 0,198. Jika r hitung (untuk tiap butir dapat dilihat pada kolom Corrected Item–Total Correlation) lebih besar dari r tabel dan nilai r positif, maka butir pertanyaan dikatakan valid (Ghozali, 2001). Hasil perhitungannya dapat dilihat dalam tabel 4.11 di bawah ini:
Tabel 4.11 Hasil Pengujian Validitas Variabel/ Item
r-hitung
r-tabel
Keterangan
q1
0,619
0,198
Valid
q2
0,700
0,198
Valid
q3
0.750
0,198
Valid
q4
0,726
0,198
Valid
q5
0,652
0,198
Valid
q6
0,640
0,198
Valid
q7
0,686
0,198
Valid
q8
0,675
0,198
Valid
q9
0,678
0,198
Valid
q10
0,647
0,198
Valid
q11
0,733
0,198
Valid
q12
0,545
0,198
Valid
q13
0,739
0,198
Valid
Kualitas Produk (X1)
Kebersihan (X2)
Kenyamanan (X3)
Perpindahan Berbelanja (Y)
Sumber: Data primer yang diolah, 2012 Berdasarkan Tabel 4.11 dapat disimpulkan bahwa semua item yang diindikatorkan tersebut dinyatakan valid karena nilai r hitung (Corrected Item– Total Correlation) lebih besar dari nilai r tabel, yaitu > 0,189.
Uji Reliabilitas Suatu kuesionar dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu (Ghozali,
2006). Uji reliabilitas adalah tingkat kestabilan suatu alat pengukur dalam mengukur suatu gejala/ kejadian. Output ini sebagai hasil dari analisis reliabilitas dengan teknik Cronbach Alpha. Diketahui nilai Cronbach Alpha adalah 0,598. Menurut Sekaran (1992), reliabilitas kurang dari 0,6 adalah kurang baik, sedangkan 0,7 dapat diterima, dan diatas 0,8 adalah baik. Karena nilai lebih dari 0,8, maka hasilnya baik dan reliabel. Adapun hasil uji reliabilitas dalam penelitian ini dapat dilihat dalam tabel 4.12 sebagai berikut: Tabel 4.12 Hasil ringkasan Uji Reliabilitas Reliability Statistics Cronbach's
N of
Alpha
Items
0.89
13
Sumber: Data primer yang diolah, 2012 Hasil uji reliabilitas tersebut menunjukkan bahwa mempunyai koefisien Alpha yang cukup besar yaitu di atas 0,8 sehingga dapat dikatakan semua konsep pengukur masing-masing variabel dari kuesioner adalah reliabel. Dengan demikian item-item pada masing-masing konsep variabel tersebut layak digunakan sebagai alat ukur.
Uji Normalitas Uji Normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel dependen dan independennya mempunyai distribusi normal atau tidak. Uji normalitas menghasilkan grafik normal probability plot yang tampat pada gambar 4.1 berikut:
Gambar 4.1 Uji Normalitas
Sumber: Data primer yang diolah, 2012 Pada gambar 4.1 dapat dilihat bahwa grafik normal probability plot of regresion standardized menunjukkan pola grafik yang normal. Hal ini terlihat dari titik-titik yang menyebar di sekitar garis diagonal dan penyebarannya mengikuti garis diagonal. Maka dapat disimpulkan bahwa model regresi layak dipakai karena memenuhi asumsi normalitas.
Multikolinearitas Uji multikolinearitas bertujuan untuk membuktikan atau menguji ada tidaknya hunbungan yang linier antara variabel independen satu dengan variabel independen lainnya (Sudarmanto, 2005). Salah satu metode untuk mendiaknosa adanya multikolinearity adalah dengan menggunakan nilai tolerance dan
lawannya variance inflation factor (VIF). Tolerance mengukur variabilitas variabel independen yang terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF tinggi, karena VOF = 1/ Tolerance. Nilai cut off yang dipakai untuk menunjukkan adanya multikolinearitas adalah nilai tolerance kurang dari 0,1 atau sama dengan nilai VIF lebih dari 10 (Ghozali, 2005). Berdasarkan hasil pengujian multikoliniaritas pada tabel 4.13 diketahui bahwa seluruh variabel independen memiliki nilai VIF lebih kecil dari 10, sehingga dapat disimpulkan bahwa data bebas dari masalah multikolinearitas. Berikut adalah tabel hasil multikolinearitas dengan perhitungan statistik dengan menggunakan SPSS:
Tabel 4.13 Hasil Pengujian Multikolinearitas Coefficientsa Collinearity Model
Statistics Tolerance VIF
1
(Constant) Kualitas
0.715
1.398
Kebersihan
0.457
2.186
Kenyamanan
0.437
2.287
Produk
a. Dependent Variable: Perpindahan Berbelanja Sumber: Data primer yang diolah, 2012
Uji Heteroskedastisitas Menurut Ghozali (2006) pendekatan yang dapat digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas adalah dengan melihat grafik plot antara nilai prediksi variabel dependen yaitu ZPRED dengan residualnya SRESID. Ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dideteksi dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplots antara SRESID dan ZPRED, dimana sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi dan sumbu X adalah residual (Y prediksi – Y sesungguhnya) yang telah di-studentized. Kriteria yang digunakan adalah jika terdapat pola tertentu seperti titik-titik yang membentuk pola tertentu yang
teratur
(bergelombang,
melebar
kemudian
menyempit),
maka
mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas. Sebaliknya, jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan dibawah angka 0 sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas. Gambar 4.2 Uji Heteroskedastisitas
Sumber: Data primer yang diolah, 2012
Berdasarkan garafik scatterplots pada gambar 4.2 terlihat bahwa titik-titik menyebar secara acak serta tersebar baik di atas maupun di bawah angka nol pada sumbu Y. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heterokedastisitas pada model regresi.
Hasil Analisis Regresi Berganda Analisis regresi berganda yang telah dilakukan diperoleh koefisien regresi, nilai t hitung dan tingkat signifikansi sebagaimana pada tabel 4.14 sebagai berikut:
4.14 Hasil Analisis Regresi Berganda Coefficientsa Unstandardized
Standardized
Coefficients
Coefficients
B
Std. Error
Beta
(Constant)
1.693
3.283
Kualitas
0.348
0.085
Kebersihan
0.233
Kenyamanan
0.239
Model 1
t
Sig.
0.516
0.607
0.368
4.084
0
0.177
0.148
1.315
0.192
0.102
0.270
2.347
0.021
Produk
a. Dependent Variable: Perpindahan Berbelanja Sumber: Data primer yang diolah, 2012 Dari hasil tersebut apabila ditulis persamaan regersi dalam bentuk standardized coefficiet sebagai berikut:
Y = 0,368 X1 + 0,148 X2 + 0,270 X3 Keterangan: Y
: Perpindahan Berbelanja
X1
: Kualitas Produk
X2
: Kebersihan
X3
: Kenyamanan
Persamaan regresi berganda tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Variabel Kualitas Produk (X1) mempunyai pengaruh yang positif terhadap Perpindahan berbelanja (Y) sebesar 0,368. 2. Variabel Kebersihan (X2) mempunyai pengaruh yang positif terhadap Perpindahan berbelanja (Y) sebesar 0,148 3. Variabel Kenyamanan (X3) mempunyai pengaruh yang positif terhadap Perpindahan berbelanja (Y) sebesar 0,270
Pengujian Hipotesis Uji F Uji F digunakan untuk melakukan pengujian variabel bebas secara bersama- sama terhadap variabel terikatnya. Berikut adalah tabel hasil uji F dengan perhitungan statistik dengan menggunakan SPSS (Statistikal Package for Social Science).
Tabel 4.15 Hasil Uji F ANOVAb Sum Model 1
of
Squares
df
Mean Square F
Sig.
Regression 948.001
3
316.000
.000a
Residual
1194.749
96
12.445
Total
2142.750
99
25.391
a. Predictors: (Constant), Kenyamanan, Kualitas Produk, Kebersihan b. Dependent Variable: Perpindahan Berbelanja Sumber: Data primer yang diolah, 2012
Berdasarkan hasil uji ANOVA pada tabel 4.15 didapatkan Fhitung sebesar 25.391 dengan tingkat signifikansi 0,000. Karena F hitung > F tabel yaitu lebih besar dari 2,698 dan tingkat signifikansi 0,000 < 0,05 maka model regresi dapat digunakan untuk memprediksi keputusan perpindahan berbelanja (Y) atau dikatakan bahwa variabel X1, X2, dan X3 secara bersama-sama berpengaruh secara nyata terhadap variabel Y.
Koefisien Determinasi Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi adalah nol dan satu (Ghozali, 2001). Nilai koefisien determinasi dapat dilihat pada tabel 4.16 di bawah ini:
Tabel 4.16 Hasil Uji Determinasi
Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai adjusted R Square adalah sebesar 0,425. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kemampuan seluruh variabel independen untuk menjelaskan variasi pada variabel dependen adalah sebesar 42,5% dan selebihnya dijelaskan oleh faktor lain yang tidak dijelaskan dalam model regresi yang diperoleh.
Uji t Uji t yaitu suatu uji untuk mengetahui signifikansi pengeruh variabel bebas (kualitas produk, kebersihan dan kenyamanan) secara parsial atau individual menerangkan variabel terikat (Perpindahan berbelanja).
Tabel 4.17 Hasil Uji t Model
t
Sig.
Kualitas Produk
4.084
0.000
Kebersihan
1.315
0.192
Kenyamanan
2.347
0.021
Sumber: Data primer yang diolah, 2012
Hasil analisis uji t adalah sebagai berikut: 1. Nilai t hitung pada variabel kualitas produk (X1) adalah sebesar 4,084 dengan tingkat signifikansi 0,000. Karena t hitung > t tabel yaitu 4,084 > 1,985 dan 0,000 < 0,05 maka Ho ditolak dan H1 diterima. Kesimpulan: variabel kualitas produk berpengaruh positif dan signifikan terhadap perpindahan berbelanja dari pasar tradisional ke pasar modern. 2. Nilai t hitung pada variabel kebersihan (X2) adalah sebesar 1,315 dengan tingkat signifikansi 0,192. Karena t hitung < t tabel yaitu 1,135 < 1,985 dan 0,192 > 0,05 maka Ho ditolak dan H1 diterima. Kesimpulan: variabel kebersihan brpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap perpindahan berbelanja dari pasar tradisional ke pasar modern. 3. Nilai t hitung pada variabel kenyamanan (X3) adalah sebesar 2,347 dengan tingkat signifikansi 0,021. Karena t hitung > t tabel yaitu 2,347 > 1,985 dan 0,021 < 0,05 maka Ho ditolak dan H1 diterima. Kesimpulan: variabel kenyamanan berpengaruh positif dan signifikan terhadap perpindahan berbelanja dari pasar tradisional ke pasar modern.
Pembahasan Berdasarkan analisis data pada analisis regresi berganda dan uji hipotesis, maka dapat diketahui bahwa: 1. Pernyataan hipotesis pertama (H1) dapat diterima, maka kualitas produk berpengaruh positif dan signifikan terhadap perpindahan berbelanja dari pasar tradisional ke pasar modern. Kondisi tersebut dapat dilihat dari koefisien variabel kualitas produk yang bernilai 0,368 serta signifikansi sebesar 0,000 (kurang dari 0,05). Jika konsumen membeli suatu produk dan ternyata kualitas produk tersebut rendah maka akan menyebabkan berpindahnya
berbelanja dari pasar
tradisional ke pasar modern karena konsumen tidak puas terhadap kualitas produk tersebut.
2. Pernyataan hipotesis kedua (H2) dapat diterima, maka kebersihan berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap perpindahan berbelanja dari pasar tradisional ke pasar modern. Meskipun dari koefisien variabel kualitas produk yang bernilai 0,148 namun dari uji t menghasilkan t hitung < t tabel yaitu 1,135 < 1,985 dan signifikansi sebesar 0,192 (lebih dari 0,05). Konsumen yang berbelanja di pasar tradisional tetap merasakan asyik dalam berbelanja meskipun dalam keadaan yang kurang bersih, karena konsumen sudah memaklumi akan keadaan tersebut dan sudah dianggap keadaan biasa dan wajar. Hal tersebut tidak memberikan keengganan konsumen untuk tidak berbelanja di pasar tradisional, sehingga variabel kebersihan tidak sepenuhnya mendorong konsumen untuk berpindah berbelanja dari pasar tradisional ke pasar modern di Kota Semarang. 3. Pernyataan hipotesis ketiga (H3) dapat diterima, maka kenyamanan berpengaruh positif dan signifikan terhadap perpindahan berbelanja dari pasar tradisional ke pasar modern. Kondisi tersebut dapat dilihat dari koefisien variabel kualitas produk yang bernilai 0,270 serta signifikansi sebesar 0,021 (kurang dari 0,05). Kenyamanan dalam berbelanja senantiasa diinginkan konsumen saat berbelanja, karena jika saat berbelanja keadaan tempat berbelanja kurang aman atau suasana kurang nyaman akan mengakibatkan konsumen berpindah ke tempat berbelanja yang lebih memberikan kenyamanan.
KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Variabel kualitas produk memeiliki pengaruh paling besar terhadap perpindahan berbelanja oleh konsumen diantara variabel bebas lainnya
yang diteliti yaitu sebesar 0,368. Kemudian diikuti variabel kenyamanan sebesar 0,270 dan veriabel kebersihan sebesar 0.148. 2. Hipotesis pertama (H1) menunjukkan bahwa variabel kualitas produk berpengaruh positif dan signifikan terhadap perpindahan berbelanja dari pasar tradisional ke pasar modern di Kota Semarang. Hal ini dibuktikan dengan nilai signifikansi sebesar 0,000 yang lebih kecil dari nilai alpha yang ditetapkan sebesar 0,05. Bila dilihat dari segi kualitas produk, produk di pasar tradisional dikenal banyak ditemukan produk produk palsu, kadaluwarsa dan kurang higienis dibandingkan produk di pasar modern. Hal ini berarti kualitas produk yang rendah merupakan salah satu faktor yang dapat mendorong konsumen untuk melakukan perpindahan berbelanja dari pasar tradisional ke pasar modern di Kota Semarang. 3. Hipotesis kedua (H2) menunjukkan bahwa variabel kebersihan berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap perpindahan berbelanja dari pasar tradisional ke pasar modern di Kota Semarang. Hal ini dibuktikan dengan nilai signifikansi sebesar 0,192 yang lebih besar dari nilai alpha yang ditetapkan sebesar 0,05. Konsumen yang berbelanja di pasar tradisional tetap merasakan asyik dalam berbelanja meskipun dalam keadaan yang kurang bersih, karena konsumen sudah memaklumi akan keadaan tersebut dan sudah dianggap keadaan biasa dan wajar. Hal tersebut tidak memberikan keengganan konsumen untuk tidak berbelanja di pasar tradisional, sehingga variabel kebersihan tidak sepenuhnya mendorong konsumen untuk berpindah berbelanja dari pasar tradisional ke pasar modern di Kota Semarang. 4. Hipotesis ketiga (H3) yang menyatakan bahwa variabel kenyamanan berpengaruh positif dan signifikan terhadap perpindahan berbelanja dari pasar tradisional ke pasar modern di Kota Semarang. Hal ini dibuktikan dengan nilai signifikansi sebesar 0,021 yang lebih kecil dari nilai alpha yang ditetapkan sebesar 0,05. Kenyamanan dalam
berbelanja senantiasa diinginkan konsumen saat berbelanja, karena jika saat berbelanja keadaan tempat berbelanja kurang aman atau suasana kurang nyaman akan mengakibatkan konsumen berpindah ke tempat berbelanja
yang
lebih
memberikan
kenyamanan.
Maraknya
penjambretan dan pencopetan di pasar tradisional menyebabkan konsumen berpresepsi bahwa berbelanja di pasar tradisional kurang aman. Berbeda dengan pasar modern dengan banyaknya pengawasan, dari penjaga tokonya, satpam yang selalu berkeliling dan adanya CCTV, sehingga memberikan rasa lebih aman bagi konsumen saat berbelanja. Hal ini berarti kenyamanan yang rendah merupakan salah satu faktor yang dapat mendorong konsumen untuk melakukan perpindahan berbelanja dari pasar tradisional ke pasar modern di Kota Semarang.
Keterbatasan Berikut ini ada beberapa katerbatasan dalam penelitian ini antara lain: 1. Jumlah responden belum bisa menggambarkan kondisi riil yang sesungguhnya. 2. Obyek penelitian ini terbatas hanya terhadap ibu-ibu atau pemudi yang pernah berbelanja di pasar tradisional dan pernah berbelanja di pasar modern di Kota Semarang. 3. Masih perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap faktor-faktor selain kualitas produk, kebersihan dan kenyamanan terhadap perpindahan berbelanja dari pasar tradisional ke pasar modern di Kota Semarang. Hal ini dikarenakan variabel-variabel independen di nilai masih kurang untuk menjelaskan variabel dependen.
Saran Berdasarkan hasil penelitian ini, pasar modern dinilai lebih bisa memenuhi dan melayani konsumen dalam hal kebutuhan konsumen. Sehingga saran yang dapat deberikan kepada para pedagang dan pengelola di pasar tradisional, dengan pasar modern yang dipakai sebagai alat pembanding agar pasar tradisional tetap kompetitif dalam persaingan dan tetap eksis dengan cara sebagai berikut: 1. Variabel kualitas produk
-
Untuk
lebih
meningkatkan
kualitas
produknya
dalam
hal
kehigeinitasannya agar dapat bersaing dengan produk-produk yang berkualitas di pasar modern. Hasil jawaban beberapa responden dari pertanyaan kuesioner yang diajukan mengungkapkan bahwa tingkat higienitas produk di pasar tradisional sangatlah kurang sehingga membuat konsumen enggan untuk berbelanja di pasar tradisional. -
Untuk lebih meningkatkan ketelitian dan pengawasan yang ketat dalam pemilihan barang-barang yang dijual, karena ada sindikat oknumoknum yang nakal dengan mengedarkan barang-barang palsu dan barang-barang kadaluwarsa di pasar tradisional. Hasil jawaban beberapa responden dari pertanyaan kuesioner yang diajukan mengungkapkan bahwa beberapa konsumen pernah tertipu membeli produk palsu di pasar tradisional, contohnya produk palsu kosmetik.
2. Variabel kenyamanan
-
Untuk lebih meningkatkan kenyamanan bagi konsumen saat berbelanja khususnya dalam hal keamanan di pasar tradisional. Hasil jawaban beberapa responden dari pertanyaan kuesioner yang diajukan mengungkapkan bahwa beberapa konsumen pernah menjadi korban kejahatan penjambretan dan pencopetan bahkan modus kejahatan yang baru yakni hipnotis ketika berbelanja di pasar tradisional, hal demikian menyebabkan konsumen berpresepsi bahwa berbelanja di pasar tradisional kurang aman. Berbeda dengan pasar modern dengan banyaknya pengawasan, dari penjaga tokonya, satpam yang selalu
berkeliling dan adanya CCTV, sehingga memberikan rasa lebih aman bagi konsumen saat berbelanja. -
Untuk lebih meningkatkan pengelolaan dan penataan pasar yang lebih baik, khususnya penataan tempat jualan pasar pedagang tradisional baik kios, los, dataran terbuka, non dataran terbuka maupun pancakan. Sehingga lebih memberikan kenyamanan konsumen ketika berbelanja di pasar tradisional. Hasil jawaban beberapa responden dari pertanyaan kuesioner yang diajukan mengungkapkan bahwa banyak pedagang yang membuka lapak tempat jualan dengan tidak tertib, terkadang memenuhi jalan dan membuat tidak nyaman bagi pembeli di pasar tradisional.
3. Variabel kebersihan,
-
Untuk lebih meningkatkan pengelolaan sampah yang baik sehingga menghilangkan
kesan persepsi neatif dari konsumen tentang
kebersihan di pasar tradisional, sehingga lebih memikat konsumen untuk berbelanja di pasar tradisional. Hasil jawaban beberapa responden dari pertanyaan kuesioner yang diajukan mengungkapkan bahwa kebersihan di pasar tradisional harus ditingkatkan, mulai dari pembenahan saluran pembuangan dan pengelolaan sampah yang baik.
DAFTAR PUSTAKA Algifari. 2003. Statistika Induktif untuk Ekonmi dan Bisnis. Yogyakarta: AMP YKPN. Amirin. 2011. Analisis Metode Sampling. Jakarta: Erlangga. Angel, et al. 2001. Perilaku Konsumen. Edisi Keenam. Jilid 1. Jakarta: Binarupa Aksara. Arikunto, Suharsimi, (2002). Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT. Rineka Cipta. BPS Kota Semarang. Brown dan Gillespie. 1995. Microclimatic Landscape Design: Creating Thermal Comfort and Energy Efficiency. New York: J Wiley. Carpenito, L.J. 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan (terjemahan). Edisi 8. Jakarta: Kedokteran EGC. Chotimah, Husnul. 2010. Analisis Aksibilitas Konsumen Pada Pasar Tradisiona dan Pasar Modern (Studi Pada Pasar Tradisional Wonokromo dan Dtc/Darmo Trade Center Surabaya). Skripsi S1 Jurusan Manajemen Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. Cook, David dan Walter, David. 2005. Retail Marketing. New York: Pretice-Hall Dharmestha, Basu Swastha dan Handoko, T. Hani. 2000. Manajemen Pemasaran: Analisa Perilaku Konsumen. Yagyakarta: Liberty. Dinas Pasar Kota Semarang. Ferdinand, Augusty Tae. 2006. Metode Penelitian Manajemen : Pedoman Penelitian untuk Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi Ilmu Manajemen. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Fonistya, Erix. 2009. Analisis Pengaruh Harga, Kenyamanan, Kebersihan dan Kualitas Layanan Terhadap Perpindahan Merek Dalam Memilih Jasa Kereta Api Eksekutif Gajayana. Skripsi S1 Jurusan Manajemen Universitas Indonesia. Jakarta. Garvin, D., 1987. Competing on the Eight Dimensions of Quality. Business Review, November-December pp. 101-9.
Harvard
Ghozali, Imam. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang : Badan Penerbit Universitas Dipenogoro. Hero, Andrian. 1978. Keseimbangan Termal Tubuh Manusia. Jakarta. Kompsiana. 2011. Nasib Pasar Tradisional Semakin Muram. http://sosbud.kompasiana.com/2011/10/22/nasib-pasar-tradisionalsemakin-muram/. Jakarta
Kotler dan Amstrong . 2006. Dasar-dasar Pemasaran; Jilid dua. Terjemahan. Jakarta: PT. INDEKS. Kotler, Philip dan Kevin Lane Keller. 2007. Manajemen Pemasaran. Yogyakarta. Lembaga Penelitian SMERU. 2010. Dampak Supermarket terhadap Pasar dan Pedagang Ritel Tradisional di Daerah Perkotaan di Indonesia. Jakarta. Limanjaya dan Wijaya. Jurnal Manajemen Pemasaran, Vol. 1, No. 2, Oktober 2006: 53-64 Jurusan Manajemen Pemasaran, Fakultas Ekonomi – Universitas Kristen Petra http://puslit.petra.ac.id/~puslit/journals/dir.php?DepartmentID=MAR. Marzuki. 2005. Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Yarma Widya. Maushufi, Adnan.2009. Persaingan Pasar yang Tidak Rasional. Dalam http://hmisultanagung.org/index.php?option=com_content&view=article& id=65:pasar&catid=39:sospulbudek&Itemid=55]. Nielsen, AC. 2007. Pasar Modern Terus Geser Peran Pasar Tradisional. Dalam http://bandungkab.go.id.php?option=com. Bandung. Oktariko, Tristiani. 2011. Analisis Pengaruh Kualitas Produk dan Persepsi Harga Terhadap Keputusan Berpindah Merek Pada Konsumen Pembalut Wanita Kotex di Semarang. Skripsi S1 Jurusan Manajemen Universitas Diponegoro. Semarang. Parasuraman, A dan Zeithaml, V..1985. Quality Counts in Service, Too. Business Horizons. Peraturan Perundang-undang Nomor 11 Tahun 1963 Tentang Kebersihan Untuk Usaha-Usaha Umum Perda Kabupaten Semarang. 2009. Peraturan Fasilitas Umum. Semarang. Rao, Purba 1996, Measuring Consumer Perceptions Through Factor Analysis, The Asian Manager. February-March, pp.28-32 Riyanto, Fajar. 2010. Analisis Faktor-faktor Pengaruh Perpindahan Merek (Studi Kasus pada Konsumen Pengguna Jasa Transportasi Bus Trans Jakarta). Skripsi S1 Jurusan Manajemen Universitas Indonesia. Jakarta. Rosmelinda, Tantry. 2010. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Perpindahan Merek (Studi Kasus Pada Konsumen Sabun Mandi Cair Lifebuoy yang Telah Berpindah ke Merek Lain di Kota Semarang). Skripsi S1 Jurusan Manajemen Universitas Diponegoro. Semarang. Sekaran, Uma. (2006). Metode Penelitian Untuk Bisnis 1. (4th Ed). Jakarta: Salemba Empat. Stanton, William J. 2004. Prinsip Pemasaran. Jakarta: Erlangga. Sugiarto, 2002, Psikologi Pelayanan Dalam Industri Jasa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Sugiono. 2003, Metode Penelitian Bisnis. Edisi kelima. Bandung: CV. Alfabeta.
Sugiyono, 1999, Metode Penelitian Bisnis. Bandung: CV Alfabeta. Tim Penyususn Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1989. Tjiptono, Fandy. 2000. Manajemen Jasa, Edisi Pertama. Yogyakarta: Andi offset. Utami, Cristina Widya, 2008. Manajemen Barang Dagangan Dalam Bisnis Riteil. Malang: Publishing Bayumedia. VIVAnews. 2011. Alasan Pasar Tradisional Terpinggirkan. Dalam http://ureport.vivanews.com/news/read/247190-alasan-pasar-tradisionalterpinggirkan. Jakarta Wijaya, Juhana. 1999. Pelayanan Prima. Bandung: Armico. Wikipedia. Definisi Kebersihan. Dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Kebersihan. Wikipedia. Definisi Kenyamanan. http://id.Wikipedia.org/wiki/Kenyamana.
Dalam
Wikipedia. Definisi Pasar. Dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Pasar. Yuliarsih, Retno Widyati. 2002. Higienis dan Sanitasi. Jakarta: P.T Gransido.