XIV - 1
Buku Ajar Fisika Dasar II
XIV. TEORI RELATIVITAS KHUSUS
14.1 Pendahuluan. Dalam bab ini akan dikaji teori relativitas khusus, yang bersamaan dengan teori kuantum Planck telah membawa sejumlah perubahan besar yang sangat mendasar dalam menelaah gejala-gejala alam semesta. Teori ini berguna dalam memeriksa bagaimana pengukuran kuantitas fisis bergantung pada pengamat seperti juga pada peristiwa yang teramati. Dari teori ini muncul mekanika baru yang menyaratkan kaitan yang sangat erat antara ruang dan waktu serta massa dan energi. Tanpa kaitan ini, kajian mikroskopik atom yang merupakan persoalan sentral dalam Fisika Modern tidak mungkin dimengerti penjelasannya. Dalam hal ini akan dikaji terlebih dahulu tinjauan ulang relativitas klasik Newton dan kemudian memperlihatkan mengapa Einstein terdorong mengusulkan untuk menggantikannya. Setelah itu, akan dikaji berbagai aspek matematika teori relativitas khusus, ramalan-ramalannya dan akhirnya berbagai percobaan yang menguji kebenarannya. 14.1 Kegagalan Relativistik Klasik. Transformasi Galileo. Konsep Newton tentang alam telah memberikan suatu kerangka nilai dasar yang membantu dalam memahami sejumlah besar gejala alam. Konsep tentang alam ini, yang sebenarnya berasal dari Galileo, mengatakan bahwa ruang dan waktu adalah mutlak. Dalam hal ini Galileo mengatakan bahwa sebuah benda yang diam cenderung diam kecuali jika padanya dikenakan gaya luar. Asas ini yang disebut dengan asas kelembaman Galileo jika diuji dalam sebuah kerangka acuan yang mengalami percepatan, seperti sebuah mobil yang berhenti mendadak, atau sebuah komedi putar yang sangat cepat perputarannya, akan didapati bahwa asas ini tidak berlaku. Jadi hukum-hukum Newton (termasuk asas kelembaman) tidak berlaku dalam kerangka acuan yang bergerak dengan kecepatan tetap. Kerangka acuan yang bergerak dengan kecepatan tetap ini disebut sebagai kerangka acuan inersial. Peristiwa-peristiwa yang diamati dari berbagai kerangka inersial dapat tampak berbeda bagi masing-masing pengamat dalam tiap kerangka itu, akan tetapi semua akan berpendapat bahwa hukum-hukum Newton, kekekalan energi dan seterusnya tetap berlaku dalam setiap kerangka acuan. Perbandingan pengamatan-pengamatan yang dilakukan dalam berbagai kerangka inersial, memerlukan transformasi Galileo, yang menyatakan bahwa kecepatan (relatif terhadap tiap kerangka inersial) mematuhi aturan berikut ini: Jika seorang pengamat O, dalam salah satu kerangka inersial mengukur kecepatan sebuah benda v, maka pengamat O’ dalam kerangka inersial yang lain, yang bergerak dengan kecepatan u relatif terhadap O, akan mengukur bahwa benda yang sama ini bergerak dengan kecepatan: Teori Relativitas Khusus
Buku Ajar Fisika Dasar II v’ = v – u.
XIV - 2 (14.1)
Dalam hal ini gerak relatif u selalu pada arah X. Untuk kasus ini, transformasi Galileo menjadi
vx, vx u
(14.2a)
v y, v y
(14.2b)
vz, vz
(14.2c)
Tampak bahwa hanya komponen-x kecepatan yang terpengaruh. Dengan mengintegrasikan persamaan pertama didapatkan
x , x ut ,
(14.3)
sedangkan difernsiasinya memberikan
a x, a x .
(14.4)
Persamaan (14.4) memperlihatkan bahwa hukum-hukum Newton tetap berlaku dalm kedua kerangka acuan itu. Jadi selama u tetap, kedua pengamat itu akan mengukur percepatan yang sama dan sependapat bahwa tetap berlaku F = ma. Untuk memahami transformasi Galileo ini, berikut akan disajikan satu contoh penerapannya. Contoh: Dua buah mobil bergerak dengan laju tetap disepanjang jalan lurus pada arah yang sama. Mobil A bergerak dengan laju 60 km/jam, sedangkan mobil B 40 km/jam. Masing-masing laju ini diukur relatif terhadap seorang pengamat di tanah. Berapakah laju mobil A terhadap mobil B ?. Pemecahan: Misalkan O adalah pengamat di tanah yang mengamati mobil A bergerak dengan laju v = 60 km/jam. Anggaplah O’ bergerak dengan mobil B dengan laju u = 40 km/jam. Maka laju mobil A terhadap mobil B adalah v’ = v – u = 60 – 40 = 20 km/jam. Eksperimen Michelson dan Morley. Secara umum, gejala gelombang dapat didefenisikan sebagai rambatan gangguan periodik melalui suatu zat perantara melaui gaya-gaya yang bekerja antara partikel zat perantaranya. Setelah Maxwell memperlihatkan adanya gelombang elektromagnetik, maka para fisikawan segerah melakukan berbagai upaya untuk menelaah sifat zat perantara yang berperan pada perambatan gelombang elektromagnetik ini. Zat perantara itu disebut eter. Namun karena zat tersebut belum pernah teramati, maka dipostulatkan bahwa zat tersebut tidak bermassa dan tidak nampak, tetapi mengisi seluruh ruang dan fungsinya hanyalah merambatkan gelombang elektromagnetik. Adanya konsep tentang eter ini membuat fisikawan Amerika, Albert A. Michelson dan rekannya E. W. Morley, pada tahun 1887 melakukan percobaan untuk membuktikan
Teori Relativitas Khusus
XIV - 3
Buku Ajar Fisika Dasar II
keberadaannya. Percobaan tersebut pada dasarnya mempergunakan interferometer Michelson yang dirancang khusus dan dengan asumsi bahwa jika keberadaan eter itu memang benar maka dengan mengamati gerak bumi mengarungi eter akan terungkap pula gerak bumi relatif terhadap “ruang mutlak” eter. Dalam percobaan ini, seberkas cahaya monokromatik (satu warna) dipisahkan menjadi dua berkas yang dibuat melewati dua lintasan berbeda dan kemudian dipadukan kembali. Karena adanya perbedaan panjang lintasan, maka akan dihasilkan suatu pola interferensi. Setelah melakukan percobaan, Michelson dan Morley, tidak dapat mengamati adanya perubahan mencolok pada pola interferensinya yang berarti bahwa tidak dapat teramati adanya gerak bumi relatif terhadap eter, sehingga dapat disimpulkan bahwa konsep tentang eter sebagai zat perantara tidak ada. Jadi terdapat suatu rantai nalar yang berawal dari asas kelembaman Galileo melalui hukum-hukum Newton dengan pengandaian implisitnya tentang ruang dan waktu, dan berakhir dengan kegagalan percobaaan Michelson-Morley untuk mengamati gerak bumi relatif terhadap eter. Hal ini memerlukan penjelasan baru dan lebih revolusioner untuk merombak konsep tradisional tentang ruang dan waktu menuju konsep fisika klasik yang paling mendasar. 13.1.
Postulat Relativitas Khusus. Teori relativitas khusus muncul sebagai hasil analisis konsekuensi fisis yang tersirat
oleh ketiadaan kerangka acuan universal, berdasarkan permasalahan yang dimunculkan pada percobaan Michelson-Morley. Teori ini diajukan oleh Albert Einstein pada tahun 1905 dan merupakan landasan bagi konsep-konsep baru tentang ruang dan waktu. Teori relativitas khusus ini berdasarkan pada dua postulat, yaitu: 1. Asas relativitas, menyatakan bahwa hukum-hukum fisika tetap sama pernyataannya dalam semua sistem inersial. 2. Ketakubahan laju cahaya; laju cahaya memiliki nilai c yang sama dalam semua sistem inersial. Postulat pertama menyatakan ketiadaan kerangka acuan yang universal. Jika hukum fisika berbeda untuk pengamat yang berbeda dalam keadaan gerak relatif, maka akan dapat ditentukan mana yang dalam keadaan “diam” dan mana yang “bergerak” dari perbedaan tersebut. Akan tetapi, karena tidak terdapat kerangka acuan universal, perbedaan ini tidak ada sehingga muncul postulat pertama ini. Sedangkan postulat kedua muncul secara langsung dari berbagai hasil eksperimen. Dalam uraian selanjutnya akan dikaji beberapa akibat dari kedua postulat relativitas khusus di atas dan untuk memperdalam pemahaman akan disertai dengan satu contoh soal.
Teori Relativitas Khusus
XIV - 4
Buku Ajar Fisika Dasar II Dilatasi Waktu.
Tinjau dua pengamat O dan O’. O menembakkan seberkas cahaya menuju sebuah cermin berjarak L darinya dan kemudian mengukur selang waktu 2t yang dibutuhkan berkas tersebut untuk menempuh jarak ke cermin dan kemudian terpantulkan kembali ke O. Pengamat O’ sedang bergerak dengan laju tetap u tegak lurus terhadap arah penjalaran berkas cahaya. Menurut pandangan O, titik pengiriman dan penerimaan berkas cahaya itu sama dan O’ yang bergerak menjauhinya tegak lurus terhadap arah penjalaran berkas cahaya. Sedangkan menurut O’, O sedang bergerak dengan kecepatan –u dan berkas cahaya dikirim dari titik A dan diterima di titik B setelah selang waktu 2t’ kemudian. Hubungan antara t dan t’ diberikan oleh kaitan berikut:
t
t,
1 u2 c2
.
(14.5)
Hubungan pada pers.(14.5) di atas merangkumkan efek yang dikenal sebagai dilatasi waktu (time dilation). Menurut pers.(14.5), pengamat O’ mengukur selang waktu yang lebih lama daripada yang diukur pengamat O. Hal ini menjelaskan bahwa selang waktu t’ selalu lebih lama daripada t, tidak perduli berapa besar atau arah u dan efek ini nyata, tidak hanya berlaku bagi jam-jam yang didasarkan pada berkas-berkas cahaya tetapi juga bagi waktu itu sendiri. Begitupun pertumbuhan usia dan peluruhan sistem hayati mengalami perlambatan karena efek dilatasi waktu. Contoh: Berapakah kelajuan roket yang loncengnya 1 s terlambat dalam 1 jam relatif terhadap lonceng dibumi ?. Pemecahan: Dalam hal ini, selang waktu menurut lonceng di bumi adalah t = 3600 s dan selang waktu menurut lonceng yang bergerak (di roket) adalah t’ = 3601 s. Kelajuan roket apat diselesaikan dengan menggunakan pers.(14.5) sebagai berikut:
t
t
,
t 1 u c , t 2
1 u2 c2
2
t u2 2 1 2 c t, 2
Didapatkan u c 1
t 2
t
, 2
3 10 8 m/s
1
3600 s 2 3601 s 2
7,1 x 10 6 m/s .
Jadi kelajuan roket tersebut adalah u = 7,1x106 m/s.
Kontraksi Panjang (Kontraksi Lorentz). Teori Relativitas Khusus
XIV - 5
Buku Ajar Fisika Dasar II
Kembali pada analisis semula dengan pengamat O dan O’. Dalam hal ini diandaikan bahwa O’ bergerak sejajar dengan berkas cahaya. Jika ditinjau sudut pandang O’, maka menurutnya berkas cahaya menuju ke cermin dan dipantulkan kembali menempuh jarak
L, t ,
c2 u2 . c
(14.6)
Sedangkan menurut pengamat O, berkas cahaya tersebut menempuh jarak 2L. Sehingga dengan menggunakan per.(14.5), maka hubungan antara L dan L’ didapatkan sebagai berikut
L' L 1 u 2 c 2 .
(14.7)
Jadi, panjang L’ menurut O’ lebih pendek daripada panjang L menurut O. Hasil ini dikenal sebagai kontraksi panjang (length contraction). Kontraksi panjang merupakan suatu hasil umum dan tidak ada sangkut pautnya dengan pengukuran panjang yang dilakukan secara langsung. Kontraksi panjang hanya terjadi sepanjang arah gerak dan semua komponen panjang lainnya tidak terpengaruh dengan efek ini. Contoh: Seorang pengamat sedang berdiri pada sebuah peron stasiun ketika sebuah kereta api berkecepatan tinggi melewatinya dengan laju u = 0.80c. Menurut pengamat tersebut, panjang peron stasiun adalah 60 m, suatu saat mencatat bahwa ujung depan dan belakang kereta itu tepat segaris dengan ujung-ujung peron stasiun. Berapa panjangkah peron stasiun menurut pengamat didalam kereta ?. Pemecahan: Pengamat di kereta mengamati bahwa peron stasiun memiliki panjang terkontraksi L’, yang berhubungan dengan panjang sejatinya L melalui kaitan pers.(14.7), yaitu:
L' L 1 u 2 c 2 60 m 1 0,8c c 36 m. 2
Efek Doppler. Karena dua pengamat yang dalam keadaan gerak relatif mengukur selang waktu yang berbeda, maka apakah pengukuran frekuensi juga berbeda. Dalam fisika klasik telah dibahas efek Doppler bagi gelombang bunyi yang berbentuk
f' f
v v0 , v vs
(14.8)
dengan v adalah laju gelombang bunyi dalam udara, v0 adalah laju pengamat, vs adalah laju sumber dan tanda aljabar di atas dipilih untuk sumber bergerak penuju pengmat atau pengamat menuju sumber. Karena semua laju diukur terhadap zat perantara (udara), maka menurut postulat Einstein situasi ini tidak mungkin berlaku untuk gelombang cahaya. Oleh karena itu diisyaratkan bahwa bagi gelombang cahaya terdapat rumus pergeseran Doppler yang berbeda, Teori Relativitas Khusus
XIV - 6
Buku Ajar Fisika Dasar II
yang tidak membedakan antara gerak sumber dan gerak pengamat, melainkan hanya melibatkan gerak relatif. Andaikan pengamat O memiliki sumber radiasi yang memancarkan gelombang cahaya berfrekuensi f (menurut pengamat O), maka pengamat O’ yang bergerak dengan laju u relatif terhadap O mengukur frekuensi jika: 1. O’ bergerak tegak lurus terhadap O, maka frekuensi yang teramati oleh O’ adalah
f , f 1 u2 c2 ,
(14.9)
jadi frekuensi yang teramati lebih kecil daripada frekuensi menurut O. 2. O’ bergerak lurus menjauhi O, maka frekuensi yang teramati oleh O’ adalah
f, f
1 u c , 1 u c
(14.10)
jadi frekuensi yang teramati lebih kecil daripada frekuensi menurut O. 3. O’ bergerak lurus mendekati O, maka frekuensi yang teramati oleh O’ adalah
f, f
1 u c , 1 u c
(14.11)
jadi frekuensi yang teramati lebih besar daripada frekuensi menurut O. Persamaan (14.9) – (14.11) adalah rumus pergeseran Doppler untuk gelombang cahaya yang taat asas postulat Einstein. Tidak seperti halnya dengan rumus klasik, rumus ini tidak membedakan antara gerak sumber dan pengamat dan hanya bergantung pada laju relatif u. Contoh: Sebuah galaksi sedang bergerak menjauhi bumi dengan laju yang cukup tinggi sehingga frekuensi yang sebenarnya 5.10-4 Hz, terekam sebesar 7.10-4 Hz. Berapakah laju galaksi tersebut relatif terhadap bumi ?. Pemecahan: Karena f’ f, maka hal ini menunjukkan bahwa galaksi tersebut menjauhi bumi, sehingga dari pers.(14.10) didapatkan
1 u c f f 1 u c ,
u c
1 f f
1 f f
, 2 , 2
1 5 7
2
1 5 7
2
0,32 .
Jadi, galaksi tersebut bergerak menjauhi bumi dengan laju 0,32c. 13.2.
Transformasi Lorentz. Telah dikaji bahwa transformasi Galileo mengenai koordinat, waktu dan kecepatan
tidak taat asas dengan kedua postulat relativitas khusus. Oleh karena itu diperlukan seperangkat persamaan transformasi baru yang dapat meramalkan berbagai efek relativistik. Karena transformasi Galileo berlaku pada laju rendah, maka transformasi baru ini haruslah memberikan
Teori Relativitas Khusus
XIV - 7
Buku Ajar Fisika Dasar II
hasil yang sama seperti transformasi Galileo apabila laju relatif antara pengamat O dan O’ adalah rendah. Transformasi yang memenuhi semua persyaratan tersebut dikenal sebagai transformasi Lorentz dan transformasi ini mengaitkan koordinat dari suatu peristiwa (x, y, z, t) yang diamati dari kerangka acuan O dengan koordinat peristiwa yang sama (x’, y’, z’, t’) yang diamati dari kerangka acuan O’ yang bergerak dengan kecepatan u terhadap O. Seperti dijelaskan sebelumnya, diandaikan bahwa gerak relatifnya adlah sepanjang arah x (atau x’) positif (O’ bergerak menjauhi O). Bentuk persamaan transformasi Lorentz adalah sebagai berikut:
x ut
x,
1 u2 c2
,
(14.12a)
y’ = y,
(14.12b)
z’ = z,
(14.12c)
t ,
t u c 2 x 1 u2 c2
.
(14.12d)
Dalam hal ini, jika O’ bergerak menuju O, gantikan u dengan –u. Jika sebuah obyek yang diamati oleh O bergerak dengan kecepatan v = (vx, vy, vz), maka kecepatan yang diamati oleh O’, v’ = (v’x, v’y, v’z), perlu menggunakan transformasi kecepatan Lorentz berikut:
v x, v y,
vx u , 1 vxu c 2 vy 1 u 2 c2
(14.14a)
,
(14.14b)
vz 1 u 2 c 2 v . 1 vxu c 2
(14.14c)
1 vxu c 2
, z
Ketiga hubungan dalam pers.(14.14) merupakan akibat langsung dari persamaan transformasi Lorentz dan sebagai latihan, ada baiknya pembaca dapat membuktikannya. Contoh: Pesawat ruang angkasa Alfa berkelajuan 0,9c terhadap bumi. Jika pesawat ruang angkasa Beta melewati Alfa dengan kelajuan relatif 0,5c, berapak kelajuan Beta terhadap bumi ?. Pemecahan: Menurut mekanika klasik, Beta memerlukan kecepatan relatif terhadap bumi 0,9c + 0,5c = 1,4c, jelas tak mungkin. Tetapi menurut pers.(14.14a), dengan v’x = 0,5c dan u = 0,9c kecepatan relatif yang diperlukan adalah
Teori Relativitas Khusus
XIV - 8
Buku Ajar Fisika Dasar II
v x,
vx u 1 vxu c 2
vx
0,5c 0,9c 0,9655c . 1 0,5c 0,9c c 2
vx
v x, u 1 v x, u c 2
Besarnya kurang dari c. Dengan kecepatan relatif 0,5c, pesawat tersebut perlu kecepatan 10% lebih tinggi dari pesawat yang bergerak dengan kecepatan 0,9c untuk melewatinya. Contoh Lagi: Dua buah roket sedang meninggalkan stasiun ruang angkasa dengan bergerak sepanjang dua lintasan yang saling tegak lurus, menurut pengukuran seorang pengamat di stasiun ruang angkasa. Roket pertama bergerak dengan laju 0,6c dan roket kedua dengan 0,8c, kedua-duanya realtif terhadap stasiun ruang angkasa. Berapakah kecepatan roket kedua bila diamati oleh roket pertama ?. Pemecahan: Dalam hal ini, pengamat O adalah stasiun ruang angkasa, sedangkan O’ adalah roket pertama (bergerak dengan u = 0,6c) dan peristiwa adalah roket kedua yang sedang bergerak (menurut O) dalam arah tegak lurus roket pertama. Arah ini akan diambil sebagai arah y dari kerangka acuan di O. Jadi O mengamati bahwa roket kedua memiliki komponen kecepatan vx = 0, vy = 0,8c. Menurut O’, komponen kecepatan roket kedua dapat dicari dengan menggunakan transformasi kecepatan Lorentz berikut
v x,
0 0,6c 0,6c , 1 00,6c c 2
v y,
0,8c 1 0,6c c 2 0 ,64c . 1 00,6c c 2 2
Jadi laju roket kecua menurut O’ adalah
v2,
0,6c 2 0,64c 2 0,88c .
Harganya lebih kecil daripada c. 13.3.
Dinamika Relativistik. Sebelumnya telah dijelaskan bagaimana kedua postulat Einstein telah membuat suatu
penafsiran baru terhadap konsep-konsep fisika mengenai panjang dan waktu serta kecepatan. Dalam subbab ini akan dikaji ulang besaran-besaran dinamika seperti massa, energi momentum dan gaya dari sudut pandang ini. Untuk telaah awal akan ditinjau suatu gaya F yang dikenakan pada sebuah benda bermassa m, yang memberikan percepatan a = F/m. Jika gaya tersebut dikenakan pada selang waktu yang cukup lama, maka dinamika klasik meramalkan bahwa benda akan terus bertambah kelajuannya hingga melampaui laju cahaya. Tetapi hal tersebut
Teori Relativitas Khusus
XIV - 9
Buku Ajar Fisika Dasar II
menurut transformasi Lorentz tidak bermakna fisika bila u c. Jadi diperlukan sehimpunan hukum dinamika baru yang mencegah benda mengalami percepatan sehingga melaju melampaui laju cahaya. Massa Relativistik. Kajian akan diawali dengan meninjau persoalan tumbukan dua massa partikel identik dengan masing-masing laju v, yang telah dipelajari dengan menggunakan dinamika Newton. Setelah bertumbukan, menurut pengamat O yang dalam laboratorium didapatkan sebuah massa 2m dalam keadaan diam dengan ilustrasi sebagai berikut: sebelum 1
setelah 2
v
v
v=0
Jika kerangka acuannya adalah kerangka acuan yang bergerak dengan laju v ke kanan, maka menurut mekanika klasik massa pertama akan tampak diam sedangkan massa kedua akan mendekati dengan laju 2v. Akan tetapi, transformasi Lorentz ternyata memberi hasil yang berbeda. Misalkan O’ bergerak ke kanan dengan laju u = v, maka menurut O’, kecepatan massa pertama adalah
v1,
v1 u vv 0. 2 1 v1u c 1 v2 c2
(14.14)
Dalam hal ini, karena kecepatan searah sumbu x, maka indeks bawah x diabaikan. Sedangkan kecepatan massa kedua adalah (dengan v2 = -v menurut O)
v2,
v2 u v v 2v . 2 2 1 v2 u c 1 v v c 1 v2 c2
(14.15)
Kecepatan massa gabungan 2m adalah (dengan V = 0 menurut O)
V,
V u 0v v . 2 1 Vu c 1 0v c 2
(14.16)
Berikut adalah ilustrasi percobaan tersebut sebagaimana teramati oleh O’: sebelum 1
setelah 2
v’2
v’
Menurut O, momentum linear sebelum dan setelah tumbukan adalah
pawal m1v1 m2 v 2 mv m v 0 , pakhir 2mV 0 , sedangkan menurut O’ adalah
Teori Relativitas Khusus
XIV 10
Buku Ajar Fisika Dasar II
2v , pawal m1v1, m2 v 2, m0 m 2 2 1 v c
2mv , 2 2 1 v c
, pakhir 2mV ' 2m v 2mv . , , Karena menurut pengukuran O’ bahwa pawal , maka bagi O’ momentum linear tidak pakhir
kekal. Dalam konsep fisika, kekekalan momentum linear harus dipertahankan dalam semua kerangka acuan, maka karena kecepatan telah ditangani dengan benar, maka kesalahan tentunya terletak pada penanganan konsep massa. Seiring dengan kajian tentang kontraksi panjang dan dilatasi waktu, maka dalam kasus ini dapat diandaikan bahwa pada besaran massa terdapat pula pertambahan massa relativistik menurut kaitan:
m
m0 1 u2 c2
,
(14.17)
dengan m0 disebut massa diam yaitu massa yang diukur dalam kerangka acuan yang terhadapnya benda diam. Dalam kerangka acuan lainnya, massa relativistik m akan lebih besar daripada m0. Berdasarkan konsep pertambahan massa relativistik ini, maka menurut pengamat O (dengan menganggap kedua objek memiliki massa diam m0) massa m1dan m2 berbentuk
m1
m0 1 v2 c2
m0
dan m2
(14.18)
1 v2 c2
dan karena v1 = v2 = v, massa gabungan M adalah
M m1 m2
2 m0 1 v2 c2
.
(14.19)
Karena massa gabungan ini diam dalam kerangka acuan O, maka massa M adalah massa diamnya (yang dinyatakan dengan M0). Sehingga menurut pengamat O’, m’1 diam, jadi m’1 = m0 dan m’2 bergerak dengan laju v’2 = -2v/(1 + v2/c2), jadi didapatkan
1 v2 c2 . m m0 1 v 2 c 2 1 2v 1 2 c 1 v 2 c 2 m0
, 2
(14.20)
Massa gabungan M’ bergerak dengan laju V’ = -v, jadi
M,
M0 1 v2 c2
2 m0 . 1 v2 c2
(14.21)
Dari uraian di atas, nampak bahwa defenisi massa yang baru ini berhasil mempertahankan kekekalan momentum baik menurut O maupun O’. Sebagai latihan pembaca disarankan untuk membuktikannya.
Teori Relativitas Khusus
XIV 11
Buku Ajar Fisika Dasar II
Contoh: Carilah massa elektron (m0 = 9,1.10-31 kg) yang berkelajuan 0,99c !. Pemecahan: Dalam hal ini v/c = 0,99 dan v2/c2 = 0,98, sehingga dari pers.(14.17) didapatkan
m
m0 1 u c 2
2
9,1 10 31 kg 1 0,98
64 10 31 kg .
Ini berarti massa elektron sekarang hampir tuju kali lebih besar daripada massa diam elektron. Momentum dan Energi Relativistik. Selain mendefenisikan massa relativistik seperti yang telah diperoleh di atas, dapat juga didefenisikan momentum relativistik sebagai berikut:
p
m0 v 1 u2 c2
.
(14.22)
Defenisi ini ternyata merupakan pilihan terbaik, karena dengan defenisi ini dapat dihindari kebingungan penggunaan massa relativistik pada kasus-kasus dimana pernyataan ini tidak berlaku. Jadi merupakan suatu kekeliruan jika semua persamaan dinamika relativistik diberlakukan hanya dengan sekedar menggantikan massa klasik dengan massa relativistik. Begitupun tidaklah benar menuliskan energi kinetik sebagai ½mv2 dengan menggunakan massa relativistik. Hubungan massa dan energi relativistik dapat diturunkan dari defenisi energi kinetik dari suatu partikel yang bergerak. Energi kinetik K didefenisikan sebagai usaha sebuah gaya luar F yang mengubah laju sebuah partikel, yaitu
K F ds ,
(14.23)
dengan ds menyatakan jarak selama gaya luar beraksi. Dengan menggunakan bentuk relativistik hukum gerak kedua F = d(mv)/dt, maka rumusan energi kinetik menjadi s m0 v dmv . ds v d 2 2 d t 1 v c 0 0 s
K
(14.24)
Dengan menggunakan rumusan integral parsial didapatkan energi kinetik sebesar
K mc 2 m0 c 2 .
(14.25)
Dalam hal ini massa relativistik m didefenisikan menurut pers.(14.17) dan besaran E0 = m0c2 disebut sebagai energi diam partikel yang massa diamnya m0. Jadi, sebuah partikel yang bergerak memiliki energi E0 dan tambahan energi K, sehingga dengan demikian energi relativistik total E partikel adalah
E E0 K m0 c 2 K mc 2 .
(14.26)
Teori Relativitas Khusus
XIV 12
Buku Ajar Fisika Dasar II
Persamaan (14.26) merupakan temuan terkenal Einstein yang menyatakan bahwa energi sebuah partikel merupakan ukuran lain dari massanya (kesetaraan massa-energi). Dengan menggunakan contoh masalah tumubukan yang dikaji dalam pembahasan di atas, sebagai latihan pembaca disarankan untuk membuktikan bahwa energi relativistik total kekal dalam kedua kerangka acuan. Contoh: Suatu benda yang mula-mula dalam keadaan diam meledak menjadi dua bagian yang masingmasing bermassa diam 1 kg dan bergerak saling menjauhi dengan kelajuan 0,6c. Carilah massa diam benda semula !. Pemecahan: Karena energi total benda semula harus sama dengan jumlah energi total masing-masing bagian, maka
E total E1 E 2 m0
m0 c 2
2 1 kg 1 0,6
2
m01c 2 1 v12 c 2
m02c 2 1 v 22 c 2
2,5 kg .
Jadi massa diam benda semuula adalah 2,5 kg. Hubungan Energi dan Momentum. Hubungan antara energi dan momentum relativistik dapat diperoleh dari persamaan relativistik untuk energi total dan momentum dan didapatkan
E 2 p 2 c 2 m0 c 2 . 2
(14.27)
Hubungan ini merupakan salah satu pernyataan yang sangat bermanfaat yang mengaitkan energi relativistik dan momentum. Dari rumusan tersebut dapat ditentukan konsep tentang partikel tak bermassa, yaitu partikel yang massa diamnya tidak ada, namun memperlihatkan sifat-sifat partikel seperti energi dan momentum. Dalam mekanika klasik, suatu partikel harus mempunyai massa diam agar memiliki energi dan momentum, tetapi dalam mekanika relativistik persyaratan tersebut tidak berlaku. Menurut pers.(14.27), bila partikel dengan massa m0 = 0, hubungan antara energi dan momentumnya adalah
E pc .
(14.28)
Rumusan ini tidak berarti bahwa partikel tak bermassa harus ada, tetapi tidak melarang kemungkinan adanya partikel seperti itu asalkan v = c dan E = pc berlaku. Kenyataanya, ada dua jenis partikel tak bermassa yang telah ditemukan, yaitu foton dan neutrino. Foton dan neutrino akan ditelaah dalam bab selanjutnya.
Teori Relativitas Khusus
XIV 13
Buku Ajar Fisika Dasar II Contoh:
Carilah energi total, kecepatan dan momentum sebuah elektron dengan energi kinetik sebesar 10 Mev !. Pemecahan: Dalam hal ini energi diam elektron adalah 0,511 Mev, jadi energi totalnya adalah E = K + m0c2 = 10 Mev + 0,511 Mev = 10,511 Mev, dengan massa sebesar m = E/c2 = 10,5 Mev/c2. Dengan menggunakan persamaan pertambahan massa relativistik didapatkan 2
2
v m 0,511 1 0 1 0,9988 , c 10,5 m sehingga didapatkan kecepatannya adalah v = 0,9988c. Momentum dapat diperoleh dengan menggunakan kaitan antara energi dan momentum, yaitu
cp E 2 m0 c 2 2
10,52 0,5112 10,49 Mev 10,5 Mev ,
sehingga didapatkan momentumnya adalah p = 10,5 Mev/c. Perhatikan bahwa, jika v c, maka energi relativistik total E hampir sama dengan cp, seperti yang telah dibahas bahwa hal tersebut merupakan efek partikel tak bermassa (relativistik ekstrim).
Teori Relativitas Khusus