xii
KERUSAKAN BANGUNAN SEKOLAH DASAR (SD) DI KOTA BOGOR
ADE RAHMAH HIDAYATI
DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
xii
SUMMARY
DHH
Elementary School Building Damages in Bogor Ade Rahmah Hidayati1 and Dodi Nandika2
INTRODUCTION. Quality education could not be separated from the availability and quality of school buildings. However, some field surveys indicates that many school buildings are damaged. In 2009/2010, the Ministry of National Education recorded that 347,998 units (39.08%) of elementary school classrooms (SD) were slightly damaged and heavily damaged. Meanwhile, scientific information regarding the characteristics of school building damages in Indonesia, including the city of Bogor, is very limited. A study was conducted to determine the performance of elementary school buildings in Bogor, focussing on the frequency and intensity of building damages as well as damage types and their causing factors. METHODS. Thirty six elementary school (SD) in Bogor were selected as school samples based on three stages stratified random sampling. Observation was conducted on each school sample to determine types and causes of buildings damages. The school buildings reliability was analysed using cross-tabulation to determine the correlation between the age of the building and the frequency of maintenance of the school buildings. RESULT AND DISCUSSION. The results showed that the majority (83.33%) of elementary school buildings in Bogor suffered from minor damage, while the rest are medium damaged (11.11%) and sound (5, 56%). Types of damages which most commonly found are cracked / broken (70%), followed by decay (50%), termite attacks (50%), discoloration (20%) and leakage (10%). Building components that relatively durable are the foundation (6%) and poles / columns (17%). The frequency of building maintenance is greatly affecting the school building reliability. In contrast, the age of the school buildings do not significantly affecting the the school building reliability. In this regard, the monitoring of the school building damage periodically by the Department of Education needs to be increased. Correspondingly data base on the condition of school buildings in the city of Bogor need to be developed. In addition, it was time to do the training for principals on the identification of damage to school buildings. Through these activities are expected to awareness and knowledge of the principals of the importance of monitoring damage to increased of .school buildings.
Key words: damage, school buildings, maintenance, care. 1 2
Student at Forest Products Departement, Faculty of Forestry, IPB Lecturer at Forest Products Departement, Faculty of Forestry, IPB
xii
RINGKASAN ADE RAHMAH HIDAYATI. E24080108. Kerusakan Bangunan Sekolah Dasar (SD) di Kota Bogor. Dibimbing oleh Prof. Dr. Ir. Dodi Nandika MS. Penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas tidak terlepas dari ketersediaan dan kualitas bangunan sekolah sebagai sarana utama pendidikan. Di pihak lain kenyataan menunjukkan bahwa masih banyak bangunan gedung sekolah yang mengalami kerusakan. Pada tahun 2009/2010, Kementerian Pendidikan Nasional mencatat jumlah ruang kelas Sekolah Dasar (SD) yang rusak ringan dan rusak berat mencapai 347.998 unit (39,08%). Sementara itu, informasi ilmiah tentang karakteristik kerusakan bangunan sekolah di Indonesia, termasuk Kota Bogor, masih sangat terbatas. Suatu penelitian telah dilakukan untuk mengetahui karakteristik kerusakan bangunan Sekolah Dasar di Kota Bogor terutama menyangkut frekuensi dan intensitas kerusakan bangunan, bentuk kerusakan serta faktor penyebabnya. Penentuan bangunan sekolah contoh dilakukan dengan Teknik Pengambilan Contoh Acak Berlapis Tiga Tahap (three stages stratified random sampling). Pada tahap pertama secara acak dipilih tiga Kecamatan Contoh dari enam kecamatan di Kota Bogor. Pada setiap Kecamatan Contoh kemudian dilakukan pemilihan secara acak tiga Kelurahan Contoh, selanjutnya pada setiap Kelurahan Contoh dipilih empat SD Negeri secara acak. Pada setiap sekolah contoh dilakukan pengamatan ada tidaknya kerusakan komponen bangunan dan intensitas kerusakannya. Indeks keterandalan bangunan sekolah contoh diuji dengan menggunakan analisis crosstabulation untuk mengetahui korelasi antara umur bangunan dan frekuensi pemeliharaan/perawatan terhadap indeks keterandalan bangunan sekolah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar (83,33%) bangunan sekolah dasar (SD) di Kota Bogor mengalami kerusakan ringan, sedangkan sisanya dalam keadaan rusak sedang (11,11%) dan baik (5,56%). Bentuk kerusakan bangunan yang paling banyak ditemukan adalah retak/ pecah (70%) pada plafon dan dinding; disusul oleh lapuk (50%) pada rangka atap, lisplang, plafon; keropos akibat serangan rayap (50%); perubahan warna (20%) dan bocor (10%). Komponen bangunan yang relatif “bebas” dari kerusakan adalah pondasi (6%) dan tiang/kolom (17%). Frekuensi pemeliharaan dan perawatan sangat berpengaruh terhadap indeks keterandalan bangunan sekolah. Sebaliknya umur bangunan sekolah tidak berpengaruh nyata terhadap indeks keterandalan. Sehubungan dengan hal tersebut, pemantauan kerusakan bangunan sekolah secara berkala oleh Dinas Pendidikan Kota Bogor perlu ditingkatkan. Sejalan dengan itu pangkalan data (data base) tentang kondisi bangunan sekolah di Kota Bogor perlu dikembangkan. Di samping itu sudah saatnya dilakukan pelatihan bagi kepala sekolah tentang identifikasi kerusakan bangunan sekolah. Melalui kegiatan ini diharapkan kepedulian dan pengetahuan para kepala sekolah tentang pentingnya pemantauan kerusakan bangunan sekolah meningkat. Kata kunci : kerusakan, bangunan sekolah, pemeliharaan, perawatan.
xii
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Kerusakan Bangunan Sekolah Dasar (SD) di Kota Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2012
Ade Rahmah Hidayati NIM E24080108
e-,< -
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Skripsi
Kerusakan Bangunan Sekolah Dasar (SD) Di Kota Bogor
Nama
Ade Rahmah Hidayati
NRP
E24080108
Departemen
Hasil Hutan
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
-===
Prof. Dr. Ir. Dodi Nandika, MS NIP. 19511207 198203 1 001
Mengetahui, Ketua Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan
Tanggallulus:
.,
2 NOV 2012
xii
KERUSAKAN BANGUNAN SEKOLAH DASAR (SD) DI KOTA BOGOR
ADE RAHMAH HIDAYATI E24080108
Skripsi sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
xii
KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul “Kerusakan Bangunan Sekolah Dasar (SD) di Kota Bogor”. Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan penulis dan merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor (IPB). Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam penyelesaian karya tulis ini. Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan karya ini. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.
Bogor, Desember 2012
Penulis
xii
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 13 September 1990. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak H.Chuzaini dan Ibu Roipah. Penulis memulai pendidikan pada tahun 1996 di Sekolah Dasar (SD) Negeri Bantarjati IV Bogor dan menyelesaikan pendidikan tersebut pada tahun 2002 di Sekolah Dasar (SD) Yapis Bogor. Ia melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Bumiayu, Brebes, Jawa Tengah dan lulus pada tahun 2005, kemudian menempuh pendidikan menengah atas di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 2 Bogor sampai tahun 2008. Pada tahun yang sama (2008), penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dengan mayor Teknologi Hasil Hutan. Pada tahun 2011 penulis mengambil minat studi di Laboratorium Teknik Peningkatan Mutu Kayu (TPMK). Selama menjadi mahasiswa Departemen Hasil Hutan, penulis merupakan anggota dan pengurus Himasiltan periode 2009/2010 dan 2010/2011, aktif dalam kepanitiaan kegiatan kampus, menjadi anggota Program Kreativitas Mahasiswa Kewirausahaan (PKM-K) yang didanai Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) Kementerian Pendidikan Nasional dengan judul “Analisis Profitabilitas Sosis Keong Sawah (Pila ampullacea) sebagai Makanan Bergizi dan Rendah Kolesterol”. Selama menempuh pendidikan di Fakultas Kehutanan, penulis juga mengikuti Praktek Pengenalan Ekositem Hutan (PPEH) pada tahun 2010 di Pangandaran-Gunung Sawal, Ciamis. Pada tahun 2011, penulis mengikuti Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Sukabumi, kemudian tahun 2012 Praktek Kerja Lapang (PKL) di Pabrik Gondorukem dan Terpentin (PGT) Sukun, Ponorogo, Jawa Timur. Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan, penulis melakukan penelitian dan penyusunan skripsi dengan judul “Kerusakan Bangunan Sekolah Dasar (SD) di Kota Bogor “ di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Dodi Nandika MS.
xii
UCAPAN TERIMA KASIH Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada: 1.
Kedua orangtua, Ayahanda Chuzaini dan Ibunda Roipah, serta seluruh keluarga atas doa, kasih sayang dan dukungan baik materi maupun moril yang diberikan.
2.
Prof. Dr. Ir. Dodi Nandika, MS., selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan pengetahuan, bimbingan, arahan, nasehat, dan motivasi untuk keberhasilan studi dan meraih kesuksesan.
3.
Prof. Dr. Ir. I Wayan Darmawan, M.Sc., selaku Kepala Departemen Hasil Hutan sekaligus ketua sidang komprehensif yang telah memberikan sarannya kepada penulis.
4.
Dr. Ir. Arzyana Sunkar, M.Sc., selaku dosen penguji yang telah memberikan sarannya kepada penulis.
5.
Kepala Dinas Pendidikan Kota Bogor, Kepala Dinas Pengawasan Bangunan dan Pemukiman Kota Bogor, serta seluruh Kepala Sekolah Dasar (SD) yang menjadi sekolah contoh dalam penelitian ini, atas kerjasama dan bimbingan selama penulis melakukan penelitian.
6.
Segenap jajaran Dosen dan seluruh staf Departemen Hasil Hutan IPB atas segala bantuannya.
7.
Teman-teman terbaikku; Ayu Wahyuni, Haqqi Fadilah, Dimas Rizki, Nur Aini, Sri Puji, Gina Aprilliana, Dannis Lakshita, Silvya Sherly dan Febriandi Randana, yang selalu siap membantu penulis saat dalam kesulitan.
8.
Rekan - rekan mahasiswa THH Angkatan 45, Fakultas Kehutanan IPB yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, atas kebersamaan selama ini. Bogor, Desember 2012
Penulis
xii
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
xii
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ..................................................................................................... xi DAFTAR TABEL ..........................................................................................xiii DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiv DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xv
I. PENDAHULUAN .......................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1 1.2 Tujuan dan Manfaat Penelitian................................................................. 2
II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 3 2.1 Kota Bogor ............................................................................................... 3 2.2 Bangunan Gedung .................................................................................... 6 2.3 Kerusakan Bangunan ................................................................................ 7 2.4 Faktor Perusak Kayu Bangunan Gedung ................................................. 8 2.5 Penyebab Kerusakan Biologis pada Bangunan ...................................... 12
III. METODE PENELITIAN ........................................................................ 18 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................ 18 3.2 Alat dan Bahan ....................................................................................... 18 3.3 Metode Penelitian ................................................................................... 18 3.3.1 Teknik Penenentuan Bangunan Contoh............................................ 18 3.3.2 Penilaian Tingkat Kerusakan ............................................................ 18 3.3.3 Wawancara dan Studi Pustaka .......................................................... 19 3.3.4 Analisis Data ..................................................................................... 20
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 21 4.1 Karakteristik Umum Bangunan Sekolah ................................................ 21 4.2 Frekuensi Kerusakan Bangunan Sekolah ............................................... 23 4.3 Jenis dan Bentuk Kerusakan Bangunan Sekolah ................................... 26 4.4 Pengaruh Umur, Frekuensi Pemeliharaan dan Perawatn Bangunan ...... 41
xii
V. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 44 5.1 Kesimpulan ............................................................................................. 44 5.2 Saran ....................................................................................................... 44
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 46 LAMPIRAN ..................................................................................................... 49
xii xii
DAFTAR TABEL Halaman 2.1.1. Kondisi Demografi Kota Bogor Tahun 2010 Dirinci Menurut Kecamatan ............................................................................... 4 2.1.2. Jumlah Sekolah, Murid dan Guru Sekolah Dasar (SD) per Kecamatan .............................................................................................. 4 2.1.3. Jumlah Sekolah, Murid dan Guru Sekolah Menengah Pertama (SMP) per Kecamatan .............................................................. 5 2.1.4. Jumlah Sekolah, Murid dan Guru Sekolah Menegah Atas (SMA) per Kecamatan ........................................................................... 5 2.1.5. Jumlah Sekolah, Murid dan Guru Sekolah Menegah Kejuruan (SMK) per Kecamatan............................................................ 5 2.4.1. Faktor Kimia, Fisika dan Biologi yang berpengaruh terhadap bangunan gedung................................................................... 11 2.4.2. Klasifikasi penyebab kerusakan bangunan yang berada di luar dan di dalam bangunan ................................................................. 12 4.1.1. Jumlah Sekolah Dasar (SD) dan Siswa Sekolah Dasar (SD) per Kecamatan di Kota Bogor .............................................................. 21 4.2.1. Keadaan Umum Bangunan Gedung SD per Kelurahan Contoh .................................................................................................. 25 4.3.1. Bentuk dan Frekuensi Kerusakan Komponen Bangunan Sekolah Contoh .................................................................................... 28
xiii xii
DAFTAR GAMBAR Halaman 2.2.1.
Skema hubungan bangunan gedung dan lingkungannya ..................... 7
2.3.1.
Siklus keusangan bangunan ................................................................. 8
4.1.1.
Komposisi Umur Bangunan SD Contoh di Kota Bogor .................... 22
4.1.2.
Frekuensi Komposisi Umur Bangunan Sekolah per Kecamatan Contoh ............................................................................. 22
4.2.1.
Keadaan Bangunan Sekolah per Kecamatan Contoh......................... 24
4.3.1.
Frekuensi Jenis Kerusakan Komponen Bangunan ............................. 27
4.3.2.
Pelapukan pada Rangka Atap Bangunan Sekolah ............................. 29
4.3.3.
Atap Salah Satu Ruang Kelas yang Roboh ........................................ 30
4.3.4.
Serangan Rayap pada Kuda-kuda Bangunan Sekolah ....................... 31
4.3.5.
Rayap
Coptotermes
curvignathus
Holmgren
yang
Menyerang Rangka Atap Salah Satu Bangunan Sekolah .................. 31 4.3.6.
Sarang Rayap Coptotermes curvignathus Holmgren yang Menyerang
Rangka Atap di Salah Satu Bangunan
Sekolah ............................................................................................... 32 4.3.7.
Pecahnya Lempengan Plafon Bangunan Sekolah .............................. 33
4.3.8.
Serangan Rayap pada Rangka Plafon ................................................ 33
4.3.9.
Perubahan Warna pada Lempengan Plafon Akibat Kebocoran .......................................................................................... 34
4.3.10.
Lapisan Veneer yang Terkelupas pada Plafon Bangunan Sekolah ............................................................................................... 34
4.3.11.
Keretakan pada Dinding Bangunan Sekolah ..................................... 36
4.3.12.
Terkelupasnya Permukaan Dinding Bangunan Sekolah .................... 36
4.3.13.
Lumut pada Permukaan Dinding Bangunan Sekolah ........................ 36
4.3.14.
Keretakan dan pecah keramik pada Lantai Bangunan Sekolah ............................................................................................... 38
4.3.15.
Terlepasnya Keramik pada Lantai Bangunan Sekolah ...................... 38
4.3.16.
Serangan Rayap pada (a) Kusen Pintu dan (b) Kusen Jendela bangunan Sekolah Contoh .................................................... 39
xii 4.3.17.
Contoh kasta prajurit (a) rayap tanah Macrotermes gilvus, (b) rayap tanah Coptotermes curvignathus dan (c) rayap kayu
kering
Cryptotermes
spp.
yang
menyerang
komponen kusen ............................................................................... 40 4.4.1.
Hubungan umur bangunan terhadap intensitas kerusakan ................ 41
xiv xii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Peta Kelas Bahaya Pelapukan Kayu di Pulau Jawa .............................. 50 2. Peta Wilayah Administratif Kota Bogor ............................................... 51 3. Kuesioner Studi Kerusakan Bangunan Sekolah Dasar (SD) pada Tingkat Kelurahan ........................................................................ 52 4. Kuesioner Studi Kerusakan Bangunan Sekolah Dasar (SD) pada Sekolah Contoh ............................................................................ 53 5. Analisis hubungan antara intensitas kerusakan bangunan dengan umur bangunan, frekuensi pemeliharaan dan frekuensi perawatan bangunan SD ........................................................ 56 6. Tabel Rekapitulasi Keadaan Bangunan Sekolah Dasar per Kecamatan ............................................................................................. 58
1
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Pendidikan adalah sistem rekayasa sosial terbaik untuk meningkatkan
kesejahteraan, harkat dan martabat suatu bangsa. Hal ini sejalan dengan amanat Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Naional (Sisdiknas) bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Sedemikian
pentingnya
pendidikan,
Perserikatan
Bangsa-Bangsa
(PBB)
memasukan urusan pendidikan ini kedalam salah satu Tujuan Pembangunan Milenium (Millenium Development Goals, MDGs), yang merupakan komitmen bersama diantara 189 negara anggota PBB dalam upaya memenuhi hak-hak dasar kebutuhan manusia (Bappenas, 2008). Penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas tentu tidak terlepas dari infrastruktur yang mendukungnya, termasuk bangunan gedung sekolah sebagai prasarana utama tempat belajar siswa. Ketersediaan sarana dan prasarana yang memadai akan memberikan peluang yang lebih besar bagi terlaksananya sebuah proses pendidikan yang berkualitas yang kemudian berpotensi melahirkan generasi yang cerdas dan kreatif (Setyawan 2005 dalam Herdiansyah 2007). Di pihak lain berbagai sumber informasi mengungkapkan bahwa frekuensi dan intensitas kerusakan bangunan sekolah di Indonesia masih cukup tinggi. Berdasarkan data Kementerian Pendidikan Nasional, pada tahun 2009/2010 saja secara nasional tercatat ruang kelas Sekolah Dasar (SD) yang rusak ringan dan rusak berat mencapai 347.998 unit (39,08%). Sejalan dengan itu, Sulaiman (2005) menyatakan bahwa kondisi bangunan sekolah dasar yang ada di Bogor memiliki nilai rata-rata keterandalan 48,42% (tergolong rusak ringan). Dalam kaitan ini Herdiansyah (2007) menyebutkan kerugian akibat serangan perusak biologis kayu pada bangunan sekolah di Bogor mencapai Rp 1.074.483.390.
2
Banyaknya ruang kelas yang rusak bukan saja membebani anggaran masyarakat dan anggaran negara, tetapi juga dapat mengganggu proses belajar mengajar. Disamping itu, kerusakan bangunan sekolah juga dapat mengancam keselamatan siswa dan guru yang berada di dalam bangunan tersebut. Di pihak lain tingginya frekuensi dan
intensitas kerusakan bangunan sekolah tersebut
tidak didukung oleh informasi ilmiah tentang karakteristik kerusakan bangunan sekolah secara komprehensif dan faktor penyebabnya. Padahal informasi tersebut sangat penting sebagai basis perumusan kebijakan pengelolaan sarana dan prasarana pendidikan (termasuk perencanaan dan penganggaran rehabilitasi bangunan sekolah pada setiap tahun anggaran). Berdasarkan pertimbangan tersebut dirasa perlu melaksanakan penelitian tentang kerusakan bangunan sekolah sebagai basis pengetahuan dalam menunjang penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pendidikan di Kota Bogor. 1.2. Tujuan dan Manfaat Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik kerusakan bangunan sekolah dasar di Kota Bogor terutama menyangkut: 1) Frekuensi dan intensitas kerusakan bangunan. 2) Faktor penyebab kerusakan bangunan sekolah. 3) Hubungan antara umur bangunan serta frekuensi pemeliharaan dan perawatan terhadap Indeks Keterandalan (IK). Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam: 1) Perumusan kebijakan untuk pemeliharaan, perawatan, dan pengendalian kerusakan bangunan sekolah dasar (SD) di Kota Bogor. 2) Pengembangan model pendugaan masa pakai (service life) bangunan sekolah dasar di Kota Bogor. 3) Pengalokasian
anggaran
pemeliharaan,
perawatan,
dan
pengendalian
kerusakan bangunan sekolah dasar (SD) di Kota Bogor, termasuk untuk merehabilitasinya.
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kota Bogor Kota Bogor adalah salah satu kota yang berada dalam wilayah administratif Propinsi Jawa Barat, terletak di antara koordinat 106o48’ BT dan 6o36’ LS, dikelilingi oleh bentangan pegunungan menyerupai huruf U mulai dari Gunung Pancar, Gunung Megamendung, Gunung Gede, Gunung Pangrango, Gunung Salak dan Gunung Halimun. Kota ini terletak pada ketinggian 190 m sampai dengan 330 m dari permukaan laut dengan curah hujan yang cukup tinggi yaitu berkisar antara 3.500 sampai 4.000 mm/tahun. Curah hujan bulanan rata-rata mencapai 239 mm dengan curah hujan minimum (37 mm) terjadi pada bulan Juni, sedangkan curah hujan maksimum (555 mm) terjadi di bulan Januari. Jumlah hari hujan rata-rata di Kota ini juga cukup tinggi yaitu antara 13-22 hari/bulan. Mengingat tingginya curah hujan dan hari hujan tersebut, maka Kota Bogor dikenal sebagai Kota Hujan. Suhu udara rata-rata wilayah Kota Bogor adalah 26°C dengan suhu tertinggi 33,1°C dan kelembaban udara rata-rata 85 % (Badan Perencanaan Daerah Kota Bogor 2010). Luas wilayah Kota bogor adalah 11.850 Ha, yang secara administratif terdiri dari enam kecamatan, 68 kelurahan, 210 dusun, 623 rukun warga (RW), 2.712 rukun tetangga (RT) dengan batas wilayah sebagai berikut : a)
Sebelah Utara berbatasan dengan Kec. Kemang, Kec. Bojong Gede, dan Kec. Sukaraja Kabupaten Bogor.
b)
Sebelah Timur berbatasan dengan Kec. Sukaraja dan Kec. Ciawi, Kabupaten Bogor.
c)
Sebelah Barat berbatasan dengan Kec. Darmaga dan Kec. Ciomas, Kabupaten Bogor.
d)
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kec. Cijeruk dan Kec. Caringin, Kabupaten Bogor. Kota Bogor merupakan salah satu kota satelit dari Ibukota Jakarta. Sejalan
dengan perannya sebagai kota satelit, Kota Bogor memiliki pertumbuhan penduduk yang relatif tinggi. Pada tahun 2010 penduduk Kota Bogor telah
4
mencapai 942.204 jiwa dengan
pertumbuhan penduduk 0,71% per tahun,
kepadatan 80 jiwa/Ha dan laju urbanisasi 0,07% per tahun (Tabel 2.1.1). Tabel 2.1.1. Kondisi Demografi Kota Bogor Tahun 2010 Dirinci Menurut Kecamatan Pertumbuhan Penduduk Kecamatan
Lahir
Total
Meninggal dunia
Penduduk
Migrasi
L
P
Total
L
P
Total
Datang
Pindah
Jumlah
(jiwa)
Bogor Selatan
738
673
1411
337
272
609
1.085
1.602
2.687
179.494
Bogor Timur
171
148
319
78
32
110
253
343
596
94.329
Bogor Utara
626
699
1.325
340
202
542
993
1.387
2380
166.245
Bogor Tengah
486
565
1.051
288
200
488
1.226
929
2.155
111.952
Bogor Barat
811
726
1.537
376
266
642
2.780
2.179
4.959
205.123
Tanah Sareal
1997
1938
3.935
293
233
526
2.664
1.861
4.525
185.061
Kota Bogor
942.204
Sumber: Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bogor 2010.
Pertumbuhan penduduk yang relatif tinggi di Kota Bogor menyebabkan pemenuhan kebutuhan dasar masyarakatnya terus meningkat, termasuk kebutuhan akan pendidikan. Banyaknya jumlah bangunan sekolah di Kota Bogor, menunjukkan
tingginya
kepedulian
masyarakat
Kota
Bogor
terhadap
penyelenggaraan pendidikan. Jumlah sekolah, jumlah siswa, dan jumlah guru Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Kota Bogor masing-masing disajikan pada Tabel 2.1.2., Tabel 2.1.3., Tabel 2.1.4. dan Tabel 2.1.5. Tabel 2.1.2. Jumlah Sekolah, Murid dan Guru Sekolah Dasar (SD) per Kecamatan Kecamatan
Negeri
Swasta
Jumlah
Sekolah
Siswa
Guru
Sekolah
Siswa
Guru
Sekolah
Siswa
Guru
[1]
[2]
[3]
[4]
[5]
[6]
[7]
[8]
[9]
[10]
Bogor Selatan
43
17.774
646
9
2.511
116
52
20.285
762
Bogor Timur
26
9.206
362
5
2.175
110
31
11.381
472
Bogor Utara
39
14.241
517
5
669
110
44
14.910
627
Bogor Tengah
47
17.466
713
7
3.237
123
54
20.703
836
Bogor Barat
58
19.043
782
9
3.758
259
67
22.801
1.041
Tanah Sareal
35
15.124
531
6
1.998
123
41
17.122
654
Total
248
92.854
3.551
41
14.348
841
289
107.202
4.392
Sumber: Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bogor 2010.
5
Tabel 2.1.3. Jumlah Sekolah, Murid dan Guru Sekolah Menengah Pertama (SMP) per Kecamatan Kecamatan
Negeri
Swasta
Jumlah
Sekolah
Siswa
Guru
Sekolah
Siswa
Guru
Sekolah
Siswa
Guru
[1]
[2]
[3]
[4]
[5]
[6]
[7]
[8]
[9]
[10]
Bogor Selatan
2
2.616
171
22
5.359
431
24
7.975
602
Bogor Timur
4
1.064
86
8
1.540
134
12
2.604
220
Bogor Utara
2
2.230
121
9
2.017
142
10
4.247
263
Bogor Tengah
2
6.060
113
18
6.567
409
20
12.627
522
Bogor Barat
6
2.076
347
25
6.616
447
31
8.692
794
Tanah Sareal
4
4.261
211
14
2.578
214
18
6.839
425
Total
20
18.307
1.049
96
24.677
1.777
116
42.984
2.826
Sumber: Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bogor 2010.
Tabel 2.1.4. Jumlah Sekolah, Murid dan Guru Sekolah Menegah Atas (SMA) per Kecamatan Kecamatan
Negeri
Swasta
Jumlah
Sekolah
Siswa
Guru
Sekolah
Siswa
Guru
Sekolah
Siswa
Guru
[1]
[2]
[3]
[4]
[5]
[6]
[7]
[8]
[9]
[10]
Bogor Selatan
1
933
70
10
1.127
136
11
2.060
206
Bogor Timur
1
908
71
6
1.240
168
7
2.148
239
Bogor Utara
2
2.082
124
5
2.359
177
7
4.441
301
Bogor Tengah
2
1.591
127
13
1.863
179
15
3.454
306
Bogor Barat
2
1.972
118
8
3.198
258
10
5.170
376
Tanah Sareal
2
1.925
124
3
254
56
5
2.179
180
Total
10
9.411
634
45
10.041
974
55
19.452
1.608
Sumber: Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bogor 2010.
Tabel 2.1.5. Jumlah Sekolah, Murid dan Guru Sekolah Menegah Kejuruan (SMK) per Kecamatan Kecamatan [1] Bogor Selatan
Negeri
Swasta
Sekolah
Siswa
Guru
Sekolah
[2]
[3]
[4]
[5]
-
-
-
8
Siswa
Jumlah Guru
Sekolah
Siswa
Guru
[6]
[7]
3.075
228
[8]
[9]
[10]
8
3.075
228
Bogor Timur
-
-
-
9
8.036
585
9
8.036
585
Bogor Utara
1
1.408
95
11
1.417
78
12
2.825
173
Bogor Tengah
1
1.224
102
9
4.676
333
10
5.900
435
Bogor Barat
-
-
-
11
6.595
332
11
6.595
332
Tanah Sareal
1
1.377
64
12
6.301
327
13
7.678
391
Total
3
4.009
261
60
30.100
1.883
63
34.109
2.144
Sumber: Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bogor 2010.
6
2.2. Bangunan Gedung Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 24/PRT/M/2008 dan UU No.28 tahun 2002 menjelaskan bahwa bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus. Fungsi bangunan gedung meliputi fungsi hunian, keagamaan, usaha, sosial dan budaya dan fungsi khusus adalah ketetapan mengenai pemenuhan persyaratan administratif dan persyaratan teknis bangunan gedung. Menurut Puspantoro (1996) dalam Sulaiman (2005) ditinjau dari strukturnya, sebuah bangunan sederhana dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu: 1) Struktur bawah ialah bagian bangunan yang berada di bawah permukaan tanah, yaitu pondasi. 2) Struktur atas ialah bagian bangunan yang berada di atas permukaan tanah, terdiri atas dua bagian, yaitu badan bangunan dan atap. Lebih lanjut Pupantoro (1996) dalam Sulaiman (2005) menyatakan bahwa untuk mempelajari sebuah bangunan sederhana, dapat ditinjau bagian-bagian yang merupakan bagian pokok dari bangunan dan fasilitas sanitasinya. Bagian-bagian tersebut terdiri dari atap, pondasi, rangka dinding, langit-langit, dinding, kusen/daun, lantai, drainase halaman dan utilitas. Konstruksi bangunan harus diperhitungkan secara teliti berdasarkan syaratsyarat bangunan termasuk perhitungan yang menunjang misalnya mekanika teknik. Keawetan suatu bangunan juga tergantung bahan bangunan yang digunakan, pelaksanaan dalam pembuatan dan juga perawatannya. Di samping hal tersebut di atas faktor lain yang berpengaruh dan perlu mendapatkan perhatian adalah air tanah, gempa bumi, angin dan sebagainya. Pemeliharaan bangunan gedung adalah kegiatan menjaga keandalan bangunan gedung beserta prasarana dan sarananya agar bangunan gedung selalu laik fungsi. Perawatan bangunan gedung adalah kegiatan memperbaiki dan/atau mengganti bagian bangunan gedung, komponen, bahan bangunan, dan/atau prasarana dan sarana agar bangunan gedung tetap laik fungsi [Departemen
7
Pekerjaan Umum, 2008]. 2 Penddekatan sk kematis untuk memahhami keberaadaan bangunan gedung disajikan padaa Gambar 2..2.1.
9 Aktivitas Pengghuni 9 Kondisi Lingku ungan di dalam Bangun nan 9 Isi Bangunan
Gambar 2.2.1. 2 Skem ma hubungann bangunan n gedung daan lingkunggannya (Sum mber: Watt 1999). 2.3. Kerrusakan Baangunan Deppartemen Peermukiman dan Prasaarana Wilayyah (2002) mendefiniisikan kerusakann atau cacat yang teerjadi padaa bangunann sebagai kegagalan atau kelemahann suatu fuungsi, perfforma, tata laksana, atau syaraat-syarat seebuah bangunan yang berdaampak terhaadap struktu ur dan pelayyanan atau kkinerja bang gunan gedung. Watt W (1999) menjelaskaan jika perfo orma terbaikk dari suatuu bangunan tidak tercapai, mengindika m asikan adanyya cacat atau a kekuraangan yangg harus dian nalisis untuk dipperbaiki. Dii samping itu kemund duran kualiitas (deteriorasi) bang gunan gedung juuga terjadi karena sikllus keusang gan bangunnan seperti yang ditunjjukan Gambar 2.3.1.
8
Perkembangan Akhir
Perkembangan Pertengahan
Perkembangan awal
Total Keusangan
Sebelum Pengembangan
Gambar 2.3.1. Siklus keusangan bangunan (Sumber: Watt 1999). 2.4. Faktor Perusak Kayu Bangunan Gedung Kerusakan kayu seringkali dinyatakan dalam berbagai istilah, yaitu dekomposisi, degradasi dan deteriorasi. Dekomposisi dan degradasi merujuk pada perubahan satu atau lebih struktur polimer kayu menjadi molekul yang lebih sederhana. Sedangkan deteriorasi kayu pada bangunan, pada prinsipnya dapat dilihat sebagai salah satu bentuk mekanisme perubahan penurunan sifat yang berhubungan dengan penurunan ketahanan kayu. Deteriorasi ini secara signifikan banyak dijumpai pada struktur atau bangunan yang memanfaatkan kayu. Hal ini dapat terjadi dengan atau tanpa dapat dilihat secara langsung pada permukaan kayu hingga pada suatu kondisi dimana struktur kayu tersebut betul-betul mengalami kerusakan yang sangat parah sehingga masa pakai (service life) bangunan gedung berkurang. Deteriorasi kayu dapat disebabkan oleh faktor abiotik dan faktor biotik. Deteriorasi kayu akibat faktor abiotik dapat dilihat pada unsur kayu bangunan yang mengalami perubahan warna setelah digunakan dalam jangka waktu tertentu. Kerusakan ini akan semakin besar jika kayu tersebut tidak diberikan perlakuan/ perlindungan sebagaimana mestinya, terlebih lagi jika digunakan pada kondisi yang terekspos terhadap lingkungan luar. Bangunan-bangunan dari kayu yang mengalami kerusakan akibat faktor biotik menunjukkan kerusakan atau penurunan ketahanan dalam struktur
9
bangunan dapat disebabkan oleh organisme perusak. Organisme perusak seperti rayap umumnya menjadikan kayu sebagai sumber makanan atau tempat perlindungan. Watt (1999), menjelaskan mekanisme proses kerusakan bangunan berkayu atau bahan lainnya dibagi menjadi 5 tahapan, yaitu proses kerusakan secara mekanis, proses kerusakan secara fisis, proses kerusakan secara kimia, proses kerusakan secara biotis, dan kerusakan yang disebabkan oleh faktor manusia (vandalisme). 1.
Kerusakan secara mekanis Jenis kerusakan yang disebabkan oleh gaya, baik statis maupun dinamis. Bentuk kerusakan misalnya berupa retakan, patahan atau pecahan; kerusakan tesebut dapat menjadi parah bila semakin membesar dan meluas, sehingga daya dukung untuk menahan beban makin berkurang.
2. Kerusakan secara fisis Jenis kerusakan disebabkan oleh faktor iklim setempat, seperti panas dan kelembaban. Hal ini tentu saja akan membawa dampak yang berbahaya, terutama bahan yang umurnya sudah tua dan kondisinya telah rapuh. Gejala yang terjadi misalnya berupa keausan, terkelupasnya lapisan cat, perubahan warna, pemudaran cat dan sebagainya. 3. Kerusakan secara kimiawi Agen utama proses pelapukan secara kimia adalah air, baik berupa air kapiler maupun air hujan. Contoh gejala ini diantaranya pembusukan kayu yang kena air hujan akibat genteng yang bocor. 4. Kerusakan secara biotis Jenis kerusakan ini terutama disebabkan oleh pertumbuhan jasad renik, jamur atau lumut pada permukaan dinding plesteran atau kayu sehingga terjadi proses pelapukan dn pembusukan. 5.
Kerusakan oleh faktor manusia (vandalisme) Bentuk kerusakan yang ditimbulkan antara lain berupa goresan benda tajam, coretan cat dan lain-lain. Sifat vandalisme biasanya hanya disebabkan oleh faktor yang sangat ringan seperti ingin mengabadikan identitas diri pada bangunan tersebut, namun akibat yang ditimbulkannya bisa sangat parah
10
misalnya bangunan menjadi kotor, rusak dan tidak utuh lagi, atau mengurangi nilai keindahan aslinya. Penurunan masa pakai (service life) dari sebuah bangunan tidak hanya disebabkan adanya kerusakan bangunan, dapat pula berupa cacat bangunan. Kecacatan pada bangunan dapat diartikan sebagai kegagalan atau kelemahan suatu fungsi, performa, tata laksana, atau syarat-syarat sebuah bangunan yang berdampak terhadap struktur dan pelayanan bangunan tersebut. Adapun cacat pada bangunan yang menimbulkan berkurangnya kekuatan dapat diakibatkan oleh beberapa faktor yang saling berpengaruh, diantaranya: 1.
Cacat bangunan secara alami Cacat bangunan secara alami dapat terjadi karena: a. Faktor kimia dan perubahannya Unsur-unsur kimia dan komponen bahan bangunan yang digunakan di dalam dan sekitar bangunan akan berinteraksi dengan manusia, proses alami dan lingkungan. Contoh cacat bangunan akibat perubahan kimia diantaranya adalah proses berkaratnya logam, kerusakan pada beton dan semen akibat sulfat, berkurangnya daya lekat beton dan tulangan. b. Faktor fisika dan perubahannya Bahan bangunan terpengaruh oleh panas, kelembaban, kristalisasi larutan garam, cahaya bunyi, listrik dan magnetisme. Perubahan yang biasa terjadi berupa pergerakan suhu, pergerakan kelembaban dan kristalisasi larutan garam. c. Faktor Biologis dan perubahannya Kerusakan bangunan oleh faktor biologis dijelaskan oleh Watt (1999) sebagai interaksi antara bangunan dan lingkungan biotiknya berupa tumbuhan dan hewan. Adapun penyebab biologis yang mengakibatkan kerusakan
pada
bangunan
antara
lain:
rayap,
jamur/cendawan,
kumbang/bubuk, tumbuhan, burung dan binatang pengganggu serta lumut, alga dan tumbuhan tingkat rendah lainnya. Menurut Singh and Bannet (1995) dan Singh (1997) dalam Watt (1999), faktor kimia, fisika dan biologi yang dapat berpengaruh terhadap bangunan disajikan pada Tabel 2.4.1.
11
Tabel 2.4.1.
Faktor Kimia, Fisika dan Biologi yang berpengaruh terhadap bangunan gedung Kimia
1) 2) 3) 4) 5) 6) 7)
2.
Fisika
Biologi Psikologi ruang dan Warna Penghuni bangunan Tumbuhan dan Hewan Mikroba (Jamur, Bakte Virus, dll) Ergonomi
1) Suhu 1) 2) Kelembaban relatif 3) Pergerakan udara 2) 4) Cahaya 3) 5) Radiasi elektromagnet 4) 6) Bunyi dan Suara 7) Getaran 5) 8) Psikosomatic Sumber: Singh and Bannet (1995) dan Singh (1997) dalam Watt (1999). Oksigen Karbon dioksida Polutan eksternal Bahan Bangunan Larutan organik Asap Bahan dari proses industry
Cacat akibat kesalahan pelaksanaan pembangunan Pelaksanaan pembangunan merupakan implementasi dari rencana yang dilaksanakan oleh kontraktor yang mendapat tugas mendirikannya. Cacat bangunan seringkali terjadi pada pelaksanaan bangunan karena kurangnya kesesuaian antara yang direncanakan dengan yang dikerjakan. Kesalahan yang menimbulkan cacat pada bangunan dapat terjadi pada saat bangunan sedang dalam tahapan rancang bangun atau pra konstruksi, tahap knstruksi maupun tahap pasca konstruksi. Usaha dalam mempertahankan bangunan untuk dapat bertahan lama dan dapat berfungsi sebagaimana mestinya membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Tindakan pengamanan dan pertahananan sudah harus dimulai pada saat pemilihan lokasi bangunan atau sebelum bangunan didirikan (pra konstruksi). Jika tindakan pengamanan dilakukan setelah komponen mengalami kerusakan maka akan membutuhkan biaya lebih besar karena komponen yang sudah rusak harus diganti dan kemungkinan untuk rusak kembali oleh faktor yang sama akan lebih besar pula. Oleh karena itu, guna meminimalkan kerusakan kembali pada bangunan diperlukan juga tindakan pengendalian. Faktor-faktor penyebab kerusakan bangunan perlu diketahui sebelum melakukan usaha proteksi bangunan maupun usaha dalam rangka membasmi faktor perusak tersebut. Watt (1999) menjelaskan klasifikasi penyebab kerusakan bangunan yang
ada di luar dan di dalam bangunan pada Tabel 2.4.2.
12
Tabel 2.4.2. Klasifikasi penyebab kerusakan bangunan yang berada di luar dan di dalam bangunan Penyebab
Bekerja di luar bangunan Atmosfer Tanah
Bekerja di dalam bangunan Penghuni Akibat desain
Penyebab mekanik Beban salju dan hujan Penurunan Tekanan salju, kekuatan dan suhu dan pembebanan kelembaban Angin, hujan es, Energi kinetik badai pasir Bunyi guruh pesawat, Getaran & bunyi ledakan, lalulintas, mesin Penyebab electromagnet Radiasi matahari, Radiasi radiasi radioaktif Gravitasi
Tekanan tanah dan air
Beban hidup
Beban mati
Amblas, bergeser
Pelekukan
Pergeseran, penyusutan
Akibat internal, pemakaian Bunyi dan getaran musik, hiburan, alat rumah
Penurunan kadar air
Radiasi radioaktif
Lampu, radiasi radioaktif
Radiasi permukaan Listrik statis & suplai listrik Medan magnet Pemanasan kebakaran
Gempa bumi Getaran lalulintas
Bunyi&getaran
Listrik
Cahaya
Arus listrik
-
Magnetisme
Panas, embun, perubahan suhu
Panas tanah, embun
Medan magnet Panas tubuh, rokok
Air dan larutan permukaan
Kelembaban udara, kondensasi, presipitasi
Air tanah dan air
Penyemprotan air, kondensasi, deterjen, alkohol
Pemanasan, kebakaran
Penyebab oksidasi
Oksigen, ozon, nitrooksida
Potensial elektrokimia positif
Desenfektan, pemutih
Potensial elektrokimia positif
Asam
Asam karbonat, asam sulfurat, kotoran burung
Asam karbonat, asam humat
Basa
-
Kapur
Garam
Kabut garam
Nitrat, fosfat, klorida, sulfat
Sodium klorida
Gips, sulfat
Debu
Batu kapur, silica
Lemak, minyak, tinta, debu
Lemak, minyak, debu
Tumbuhan dan mikroba
Bakteri, benih tumbuhan
Bakteri, lumut, jamur, akar pohon
Bakteri, tanaman hias
-
Hewan
Serangga, burung
Rayap, tikus, ulat
Hewan piaraan
-
Penyebab suhu Penyebab kimia
Penyebab reduksi
Bahan kimia netral Penyebab biologi
Cuka, asam sitrat, asam karbonat Sodium, potasium
Asam sulfat, asam karbonat Semen
Sumber: Watt (1999).
2.5. Penyebab Kerusakan Biologis pada Bangunan Kayu sebagai bahan bangunan perumahan dan gedung mempunyai
kelemahan, antara lain dapat rusak atau lapuk akibat serangan organisme perusak
13
kayu berupa serangga dan jamur (Hariyanto et al. 2000). Agen biodeterirasi tersebut menyebabkan menurunnya kualitas dan kuantitas kayu. Terjadinya proses biodeteriorasi ditandai dengan adanya kerusakan pada kayu oleh faktor-faktor perusak, seperti adanya cacat-cacat berupa lubang gerek (bore holes), pewarnaan (staining), pelapukan (decay), lembap (damp), rekahan (brittles), dan pelunakan (softing). Setiap tanda-tanda kerusakan yang terlihat merupakan gejala spesifik dari salah satu faktor penyebab, sedangkan adanya tanda serangan sendiri sekaligus merupakan kriteria bahwa kayu atau hasil hutan yang bersangkutan telah terserang hama, penyakit atau penyebab lainnya (Tarumingkeng, 2004). Selanjutnya dikemukakan bahwa proses biodeteriorasi tersebut dapat diperparah jika
kondisi
lingkungan,
termasuk
suhu
dan
kelembaban,
mendukung
berkembangnya agen biodeteriorasi. 1.
Rayap Rayap pada mulanya merupakan serangga yang termasuk ordo isoptera.
Dimana serangga ini bersifat sosial dengan sistem kasta yang berkembang dengan baik. Ciri-ciri kelompok ini adalah memiliki dua pasang sayap mirip membran berukuran sama, yang menempel pada bagian toraks dan bagian mulut pengunyah (Nicholas 1987). Namun, berdasarkan hasil analisis molekuler dan analisis morfologi menunjukkan bahwa rayap masuk dalam golongan kecoak yang berkerabat dekat dengan Cryptocercus. Kekerabatan rayap dan Cryptocercus merupakan kerabat dekat dari Ordo Blatodea sehingga konsekuensi dari analisis filogeni tersebut diusulkan bahwa isoptera tidak digunakan lagi untuk nama kelompok
rayap
dan
sekaligus
ditempatkan
suku
termitidae
untuk
mengakomodasi semua jenis rayap dan tingkatan famili yang ada sekarang diturunkan tingkatan taksonnya (Inward et al. 2007 dalam Zumarlin 2011). Rayap diperkirakan telah menghuni bumi sekitar 220 juta tahun yang lalu atau 100 juta tahun sebelum serangga sosial lainnya menghuni bumi (Nandika et al. 2003). Di beberapa bagian dunia, rayap sering disebut sebagai semut putih. Hal ini dikarenakan perut rayap miskin sclerotization, terutama pada kasta pekerja, sehingga mereka tampak putih (Pearce 1997). Sigit dan Hadi (2006) diacu dalam Herdiansyah (2007) menjelaskan sebenarnya rayap banyak memberikan manfaat bagi ekosistem bumi, sebagai makrofauna tanah rayap memiliki peran dalam
14
pembuatan lorong-lorong di dalam tanah dan mengakibatkan tanah menjadi gembur sehingga baik untuk pertumbuhan tanaman. Nandika et al. (2003) pun menyatakan rayap memiliki peran dalam membantu manusia sebagai dekomposer dengan cara menghancurkan kayu atau bahan organik lainnya dan mengembalikan sebagai hara ke dalam tanah. Bagai dua sisi mata uang, rayap pun dapat menjelma sebagai mikroorganisme perusak kayu yang sangat berbahaya serangannya. Nicholas (1973) menyatakan bahwa rayap biasa menyerang kayu yang kurang padat, yaitu bagian kayu awal dari riap tumbuh. Apabila kayu awal habis maka rayap siap untuk memakan kayu akhir. Selain itu, Nandika et al. (2003) mengatakan rayap mampu merusak komponen bangunan gedung, bahkan juga menyerang dan merusak mebeler di dalamnya, buku-buku, kabel-kabel listrik serta barang-barang yang disimpan. Menurut Lee (2007) dalam Diba et al. (2010), rayap dikenal sebagai kelompok hama yang serius dalam dunia. Rayap tanah C. curvignathus Holmgren adalah kelompok penting dari hama serangga perkotaan di daerah negara tropis. Untuk mencapai sasarannya rayap tanah dapat menembus tembok yang tebalnya beberapa centimeter, menghancurkan plastik, kabel bahkan bentuk konstruksi bangunan seperti : slab dan basement serta penghalang fisik lainnya. Jangkauan serangan sampai bagian-bagian yang tinggi dengan membuat sarang di dalam bangunan yang jauh dari tanah dan memanfaatkan sumber-sumber kelembaban yang tersedia dalam bangunan tersebut. Kondisi ini berlaku pada rayap tanah Coptotermes curvignathus yang hidupnya mutlak tergantung dari adanya air dan tanah sebagai kebutuhan penting untuk kehidupan rayap (Nandika et al. 2003). Hal ini berbeda dengan rayap kayu kering yang mempunyai kemampuan hidup pada kayu-kayu kering dalam rumah, bangunan atau gedung-gedung, mereka tidak membangun sarang-sarang atau terowongan-terowongan pada tempat terbuka sehingga sulit untuk diketahui. Rayap memiliki keragaman spesies yang cukup tinggi, tercatat 2500 spesies telah berhasil diidentifikasi. Spesies tersebut terbagi kedalam tujuh famili, 15 subfamili, dan 200 genus yang tersebar di berbagai negara di dunia (Nandika et al. 2003). Rayap mudah dijumpai di dataran rendah tropik. Hal ini dikarenakan
15
penyebaran dan aktifitas rayap sangat dipengaruhi oleh faktor suhu dan curah hujan, Namun demikian, beberapa genus rayap dapat hidup di daerah-daerah dingin seperti Archotermopsis yang hidup di puncak Pegunungan Himalaya (ketinggian 3000 mdpl). Di Indonesia ditemukan 200 spesies rayap yang terdiri dari 3 famili yaitu Kalotermitidae, Rhinotermitidae dan Termitidae. 2.
Jamur Jamur merupakan tumbuhan tingkat rendah yang tidak mempunyai zat hijau
daun (chlorophyl). Untuk hidupnya mereka harus memperoleh makanan dari bahan-bahan organik yang dihasilkan oleh tumbuhan hijau melalui fotosintesa. Dengan demikian kayu sebagai produk tumbuhan hijau menjadi sumber makanan bagi jamur. Pelapukan kayu oleh jamur merupakan proses kimia antara enzimenzim yang dikeluarkan oleh jamur dengan senyawa-senyawa pada kayu (holoselulosa dan lignin) sehingga terbentuk senyawa-senyawa lain yang lebih sederhana. Dengan demikian senyawa-senyawa tersebut dapat diabsorbsi dan digunakan dalam proses metabolisme untuk perkembangan jamur. Akibat dari proses tersebut maka sifat-sifat kayu (fisik, kimia, mekanik) mengalami perubahan yang cenderung merugikan (Tambunan dan Nandika 1989). Jamur perusak kayu menurut Panshin dan de Zeuw (1970) dapat dipisahkan menjadi dua kelompok yaitu : jamur perusak kayu (wood destroying fungi) dan jamur pewarna kayu (wood staining fungi). Jenis-jenis cendawan/jamur perusak kayu : a. Pembusuk coklat (brown rot) Brown rot disebabkan oleh jamur (Basidiomycetes) yang dapat masuk ke dalam kayu menghasilkan pembusukan. Brown rot membutuhkan kadar air yang rendah untuk tumbuh dan berkembang. Nicholas (1973) menjelaskan hanya fraksi karbohidrat akan dihapus secara luas oleh pembusuk coklat, dan residu menjadi semakin tinggi di fraksi lignin. Brown rot juga mengakuisisi warna coklat kayu, sering seakan hangus, cenderung retak di permukaan, dan mengalami penyusutan normal. b. Pembusuk putih (white rot) White rot adalah golongan jamur yang termasuk ke dalam kelas Basidiomycetes. Menurut Nicholas (1973), white rot merombak lignin dan
16
selulosa sehingga kayu cenderung kehilangan warna. Ridout (2001) menjelaskan pembusukan dimulai dengan proses depolimerisasi selulosa. Akibat dari pembusukan white rot, menyebabkan munculnya serat putih dan bisa terjadi kehilangan berat hingga mencapai 95 %. White rot dalam bangunan cenderung tumbuh subur dalam keadaan lebih basah dibandingkan dengan jamur brown rot. Jamur ini sering terdapat dibagian luar jendela dan di bawah atap yang bocor. c. Busuk lunak (soft rot) Soft rot adalah jamur perusak kayu dari klas Ascomycetes dan klas Deuteromicetes atau “Fungi imperfecti”. Cara penyerangan hanya bagian tertentu saja dari dinding sel yang dirombak yaitu bagian tengah dinding sekunder. Penyerangan jamur dimulai melalui noktah sel. Struktur kayu yang diserang tidak banyak berubah tetapi kekuatan akan berkurang serta menjadi lunak dan berwarna kotor pada permukaannya. Soft rot sering dijumpai pada kayu yang berhubungan dengan tanah (Panshin dan de Zeuw 1970). d. Jamur pewarna kayu (staining fungi) Jamur Pewarna kayu adalah jamur yang tumbuh pada kayu tetapi tidak merombak komponen-komponen kayu sehingga tidak banyak mempengaruhi kekuatannya. Jenis jamur perusak warna kayu antara lain : 1) Mold adalah jamur yang menyerang permukaan kayu dimana miseliumnya tidak menembus ke dalam kayu, tetapi hanya menyebabkan pewarnaan pada kayu yang diserangnya (Nandika et al. 1996). Mold nampak seperti benang-benang halus, berwarna putih sampai keabu-abuan atau hijau biru, hijau kekuning-kuningan atau seperti tepung kemerah-merahan pada permukaan kayu, sehingga warna kayu menjadi rusak pada bagian permukaanya. Mold pada umumnya menyerang permukaan kayu gubal, akan tetapi dapat juga menyerang kayu teras. Selain itu, mold sering dijumpai apabila temperatur udara yang rendah pada periode yang panjang (Panshin and de Zeuw 1970). 2) Jamur blue stain Blue stain adalah jenis jamur yang menyerang kayu segar (baru ditebang) dimana kadar airnya lebih besar dari 25 %. Tidak hanya itu, blue stain juga
17
menyerang kayu teras. Serangannya sering terjadi bersamaan denga n serangan kumbang ambrosia. Hal ini karena jenis jamur tersebut merupakan makanan dari kumbang ambrosia. Jenis jamur blue stain yang paling sering menyerang kayu adalah jenis Ceratocystis. Kayu yang terserang jamur ini akan kehilangan warna aslinya. 3.
Kumbang Kumbang (ordo Coleoptera) merupakan anggota kelas insecta dengan
jumlah spesies kira-kira 350.000 atau 40 % dari seluruh spesies serangga. Anggota dari ordo Coleoptera sering disebut bubuk, dan dibagi menjadi dua golongan yaitu bubuk kayu kering dan bubuk kayu basah. a. Bubuk kayu kering
Jenis kumbang ini disebut bubuk kayu kering (powder post beetles) karena larva dari jenis ini menggerek kayu dan ekskremen-ekskreman yang dihasilkan bentuknya halus menyerupai tepung. Bubuk kayu kering ini hanya terdapat pada kayu kering. Pola serangan bubuk kayu kering sejajar dengan arah serat Beberapa famili yang terpenting dari ordo ini adalah : Lyctidae, Anobidae, Cerambycidae, dan Bostrichidae (Kollman et al. 1975). b. Bubuk kayu basah Serangan bubuk kayu basah dilakukan oleh jenis Ambrosia beetles atau “Pinhole borer”. Bubuk ini hidup dari fungi (mold) yang hidup pada dinding lubang-lubang gereknya. Bubuk ini banyak menyerang kayu yang baru ditebang. Umumnya untuk hidup ia membutuhkan kadar air di atas 40 % sedang pada kadar air di bawah 25 % kumbang ini akan mati (Tambunan dan Nandika 1989). 4.
Lumut, Alga dan Tumbuhan Tingkat Rendah Lainnya Lumut dan tumbuhan tingkat rendah lainnya dapat tumbuh membentuk
koloni dipermukaan luar dimana organisme ini mendapatkan makanan (garam/mineral) dan mengeluarkan bahan-bahan yang dapat menutupi atap dan dinding bangunan. Kerugian akibat tumbuhnya lumut, alga, dan tumbuhan tingkat rendah lainnya yaitu dapat menyebabkan masalah-masalah struktur, serta menyebabkan masalah-masalah estetika tentang keindahan suatu bangunan (Allsopp et al. 2003).
18
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kota Bogor, selama tiga bulan yaitu dari bulan Juli sampai September tahun 2012. 3.2. Alat dan Bahan Bahan-bahan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah peta Kota Bogor, tally sheet, botol koleksi serangga, alkohol 70% dan lain-lain. Peralatan yang digunakan adalah meteran baja, palu, obeng, gergaji kecil, kalkulator, lampu senter, kamera dan sebagainya. 3.3. Metode Penelitian 3.3.1. Penentuan Bangunan Contoh Penentuan bangunan sekolah contoh dilakukan dengan teknik Pengambilan Contoh Acak Berlapis Tiga Tahap (three stages stratified random sampling) sebagai berikut: Tahap I
: Pemilihan Kecamatan Contoh di Kota Bogor
Tahap II
: Pemilihan Kelurahan Contoh dalam setiap Kecamatan contoh
Tahap III
: Pemilihan Sekolah Dasar Contoh dalam setiap kelurahan contoh.
Pengambilan contoh pada tahap I, dilakukan dengan cara memilih secara acak tiga Kecamatan Contoh dari enam kecamatan di Kota Bogor. Pada setiap Kecamatan Contoh kemudian dilakukan pemilihan tahap II, yaitu dengan memilih secara acak tiga Kelurahan Contoh di setiap Kecamatan Contoh. Selanjutnya dilakukan pengambilan contoh tahap III yaitu dengan memilih secara acak empat SD Negeri di setiap Kelurahan Contoh. Dengan demikian diperolehlah bangunan sekolah contoh sebanyak 36 unit. 3.3.2. Penilaian Tingkat Kerusakan Pada masing-masing sekolah contoh dilakukan pengamatan terhadap ada tidaknya kerusakan pada komponen bangunan sekolah, baik komponen bangunan
19
pada upper structure (penutup atap, rangka atap/kuda-kuda, plafon, lispang), main sructure (dinding, tiang/kolom), sub structure (lantai, pondasi), serta komponen non-structure (jendela, pintu, kusen). Setiap kerusakan pada komponen bangunan, diberi skor (skala 1-100); dicatat juga penyebabnya, baik faktor biologis (lumut, ganggang, tumbuhan jamur, rayap, kumbang dll), fisis (cuaca, bocor, korosi, api), dan atau mekanis (retak, pecah, aus dll). Kerusakan pada upper structure memiliki bobot 40%, main sructure berbobot 30%, sub structure berbobot 20% dan nonstructure berbobot 10%. Total skor indeks keterandalan pada satu gedung sekolah setelah dilakukan penilaian berupa skor pada masing-masing komponen bangunan dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: IK = (40% x SU) + (30% x Sm) + (20% x Ss) + (10% x Sn) 1) dimana: IK = Indeks kerterandalan bangunan sekolah contoh Su
= Skor kerterandalan bangunan pada komponen upper structure (skor 1-100)
Sm = Skor kerterandalan bangunan pada komponen main sructure (skor 1100) Ss
= Skor kerterandalan bangunan pada komponen sub structure (skor 1100)
Sn
= Skor kerterandalan bangunan pada komponen non-structure (skor 1100)
Spesimen agen perusak biologis yang ditemukan di bangunan sekolah contoh diambil untuk diidentifikasi di laboratorium. Dalam identifikasi agen perusak berupa Rayap digunakan kunci identifikasi Akhmad (1958) dan Tho (1992). 3.3.3. Wawancara dan Studi Pustaka Selain pengamatan secara langsung terhadap kondisi bangunan sekolah, dilakukan juga wawancara dengan masing-masing Kepala Sekolah Contoh untuk menghimpun informasi tentang sejarah bangunan sekolah, perawatan dan pemeliharaan sekolah, dan sistem pemantauan kerusakan sekolah.
1)
Dimodifikasi dari Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.45 tahun 2007
20
Studi pustaka merupakan suatu metode pengumpulan data berupa laporanlaporan studi terdahulu, paper atau makalah, serta data sekunder yang dibutuhkan dalam mendisain riset, serta menganalisis hasil studi (Sinaga 2008). Studi pustaka dilakukan untuk menghimpun informasi dan data pendukung yang terkait dengan hasil pengamatan lapangan.
3.3.4. Analisis Data Indeks kerterandalan (IK) masing-masing bangunan sekolah contoh dikelompokkan menjadi tiga skala ordinal, yaitu: a) Baik, jika IK > 80 b) Rusak ringan, jika IK antara 61 sampai 80 c) Rusak sedang, jika IK antara 41 sampai 60 d) Rusak berat, jika IK ≤40 Ketiga skala IK tersebut digunakan sebagai dasar pengelompokkan kondisi bangunan sekolah contoh, baik menurut kecamatan maupun kelurahan. Tabel klasifikasi silang (cross-tabulation) digunakan untuk menentukan hubungan antara umur serta frekuensi pemeliharaan dan perawatan terhadap Indeks kerterandalan bangunan.
21
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Umum Bangunan Sekolah Kota Bogor memiliki 284 unit sekolah dasar (SD), 242 unit (85,2%) diantaranya merupakan sekolah dasar negeri, sedangkan sisanya (42 unit atau 14,8%) merupakan sekolah dasar milik masyarakat/swasta. Keseluruhan sekolah tersebut merupakan tempat belajar bagi 111.430 orang siswa SD di Kota Bogor. Dalam hal ini Kecamatan Bogor Barat merupakan wilayah yang paling banyak jumlah unit sekolahnya (66 unit atau 23,2%) dan paling banyak jumlah siswanya (24.248 siswa atau 21,8%). Sementara itu jumlah unit sekolah dasar (SD) di kecamatan lainnya berkisar antara 34 sampai 53 unit (Tabel 4.1.1). Tabel 4.1.1. Jumlah Sekolah Dasar (SD) dan Siswa Sekolah Dasar (SD) per Kecamatan di Kota Bogor SD Negeri No
Kecamatan
SD Swasta
Jumlah
Sekolah
Murid
Sekolah
Murid
Sekolah
Murid
(unit)
(orang)
(unit)
(orang)
(unit)
(orang)
1
Bogor Selatan
44
18.361
9
2.440
52
20.801
2
Bogor Timur
28
10.593
6
2.459
31
13.052
3
Bogor Utara
37
13.834
6
1.124
44
14.958
4
Bogor Tengah
44
17.543
5
2.600
54
20.143
5
Bogor Barat
56
20.106
10
4.142
67
24.248
6
Tanah Sareal
33
15.765
6
2.463
41
18.228
Kota Bogor
242
96.202
42
15.228
284
111.430
Sumber: Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bogor 2010.
Bangunan Sekolah Dasar (SD) di Kota Bogor sebagian besar (55,5% atau 20 unit) dibangun pada periode tahun 1952 sampai tahun 1981 atau berumur antara 31 tahun sampai 60 tahun. Dengan perkataan lain sebagian besar bangunan sekolah contoh di Kota Bogor sudah memasuki “masa kritis” dalam hal kemungkinan mengalami kerusakan. Komposisi umur bangunan sekolah contoh di Kota Bogor akan ditunjukkan pada Gambar 4.1.1.
22
60%
Persentase
50% 40%
55.50%
30%
0-300 tahun
20% 10%
27.80% 16.7 70%
31-660 tahun ≥61 tahun
0%
0-30 tahhun
31-60 tahun
≥611 tahun
U Umur Bangun nan
Gam mbar 4.1.1. Komposisi K Umur Bang gunan SD Contoh C di K Kota Bogor. Bangunan sekoolah yang berumur b lebih dari 60 tahun t oleh pemerintah h kota dijadikan bangunan cagar buddaya. Bang gunan yangg tergolongg sebagai cagar budaya, tiidak boleh diubah benntuk bangun nan aslinya. Dalam haal ini Kecam matan Bogor Tengah meruppakan Kecaamatan Con ntoh yang memiliki juumlah bang gunan sekolah caagar budayaa terbanyakk (70% atau u 7 unit), seeperti terlihhat pada Gaambar 4.1.2 di baawah ini: 80% %
70%
70% %
Frekuensi (%)
60% %
50% 45%
50% % 40% %
40 0% 33.3 33%
30% % 20% %
Bogor Selatann
20% 16.67%
15% 10%
Bogor Tengahh
10% % Bogor Utara
0% % 0-30 taahun
31-60 tahun
≥61 tahun t
Umur Ban ngunan
4 Frekuuensi Kompposisi Umu ur Bangunaan Sekolah per Kecam matan Gambar 4.1.2. Contoh.
23
Seluruh bangunan sekolah contoh merupakan bangunan permanen, sebagian besar (86,1% atau 31 unit) berlantai satu dengan luas bangunan berkisar antara 311 m2 sampai 2868 m2. Lantai bangunan sekolah tersebut kebanyakan terbuat dari keramik (90, 49% atau 257 ruang), sedangkan bahan lainnya adalah plesteran (7,755 atau 22 ruang) dan marmer (1,76% atau 5 ruang). Pondasi bangunan umumnya berupa pondasi bertipe menerus bersloop beton (94,4%), sisanya pondasi titik (5,6%). Pondasi menerus dibutuhkan untuk menopang beban menerus yang berasal dari dinding pemikul atau dinding batu bata penyekat ruang beban yang dipikul kemudian disalurkan dengan sistem garis/beban merata. Pondasi titik diperlukan untuk meneruskan beban-beban terpusat atau terkumpul (pada kolom) dan meneruskannya ke dalam tanah. Pondasi titik terdapat hanya ada pada kolom-kolom utama bangunan sekolah. Sementara itu seluruh bangunan sekolah berdinding batu bata yang permukaanya diplester. Kusen pintu dan kusen jendela pada umumnya terbuat dari kayu (99,30%) dan sisanya menggunakan alumunium (0,70%). Kayu yang digunakan untuk komponen kusen umumnya menggunakan kayu kelas awet IV dan V, seperti kayu meranti dan kelapa. Plafon bangunan sekolah pada umumnya terbuat dari eternit (89,79%), sisanya menggunakan kayu lapis (7,75%) dan papan (2,46%). Sebagian besar sekolah contoh (75,70%) menggunakan kayu sebagai bahan rangka atap /kuda-kuda. Sisanya menggunakan baja ringan (22,89%), dan besi (1,41%). Jenis kayu yang digunakan sebagai rangka atap bangunan sekolah bervariasi. Untuk rangka atap bangunan sekolah yang dibangun sebelum tahun 1951 (berumur ≥61 tahun ) pada umumnya terbuat dari kayu jati (Tectona grandis) yang termasuk kayu kelas awet II, sedangkan rangka atap bangunan sekolah yang dibangun setelah tahun 1951 (berumur 0-60 tahun) pada umumnya terbuat dari kayu kelas awet IV dan V seperti meranti, sengon, dan lain-lain. Penelitian juga menunjukkan bahwa atap bangunan sekolah hampir seluruhnya menggunakan genteng. 4.2.
Frekuensi Kerusakan Bangunan Sekolah Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar (83,33% atau 30 unit)
bangunan sekolah dasar (SD) di Kota Bogor, mengalami kerusakan ringan,
24
sedangkann sisanya daalam keadaaan rusak ru usak sedangg (11,11% atau 4 unitt) dan baik (5,566% atau 2 unit). Ditinnjau dari lo okasinya baangunan SD D di Kecam matan Bogor Teengah lebihh baik dibbandingkan n dengan keadaan k baangunan SD di Kecamataan Bogor Seelatan dan Kecamatan K Bogor B Utaraa (Gambar 44.2.1). % 33.33%
35% %
Frekuensi (%)
30% %
25%
25%
25% % 20% % Baik
15% % 10% % 5% %
% 5.56%
5.56% 2.78%
2.78 8% 0%
0%
Ruusak Rinngan Ruusak seddang
0% % Bogor Selatan S
Bogor Tengaah
Boggor Utara
K Kecamatan C Contoh
Gaambar 4.2.1. Keadaan Bangunan B Sekolah S per Kecamatann Contoh. Hal ini diduga karena frekkuensi peraw watan dan pemeliharaa p an bangunaan SD matan Bogorr Tengah ituu sendiri reelatif lebih tinggi darippada Kecam matan di Kecam Bogor Selatan dan Kecamatan K Bogor Utara (Lampiiran 6).
R Relatif serin ngnya
D menyebaabkan kerussakan dilakukan perawatann dan pemeeliharaan baangunan SD ringan yanng terjadi pada p bangunnan sekolah h tersebut dapat d segera diperbaik ki dan tingkat keerusakan lebbih rendah, meskipun n sebagian besar b bangunan sekollah di Kecamataan Bogor Teengah meruppakan bangu unan yang sudah s berum mur lebih daari 60 tahun. Sellain frekuennsi perawatan dan pem meliharaan, jenis kayu yang digun nakan sebagai koomponen bangunan b m merupakan faktor f penyyebab rendaahnya kerussakan yang terjaadi pada bangunan b seekolah di Kecamatann Bogor Teengah. Di mana komponenn bangunan dengan jennis kayu yan ng digunakaan kebanyaakan adalah kayu Jati (Tectona grandiis) yang merupakan m kayu k kelas awet II.
ontoh Sekolah co
dengan koondisi baikk yang ada di Kecamaatan Bogorr Selatan ddan Bogor Utara U 1)
Rusak ringan, jika IK antara 61 saampai 80
2)
Rusak sedang, jika IK I antara 41 sampai s 60
25
merupakan unit sekolah yang baru saja mengalami renovasi pada tahun 2011/2012. Keadaan umum bangunan sekolah per Kelurahan Contoh disajikan pada Tabel 4.2.1. Tabel 4.2.1. Keadaan Umum Bangunan Gedung SD per Kelurahan Contoh No
Kecamatan/Kelurahan
1
Kec. Bogor Selatan 1. Kel. Batutulis 2. Kel. Bondongan 3. Kel. Ranggamekar Kec. Bogor Tengah 1. Kel. Pabaton 2. Kel. Paledang 3. Kel. Gudang Kec. Bogor Utara 1. Kel. Bantarjati 2. Kel. Tegal Gundil 3. Kel. Kedung Halang
2
3
Jl Sekolah yang Rusak unit %
Jl Ruang Kelas yang rusak ruang %
Jumlah Sekolah (unit)
Jumlah R.Kelas (ruang)
4 4 4
40 22 27
3 4 4
8,34% 11,11% 11,11%
26 22 27
9,16% 7,75% 9,51%
4 4 4
34 44 23
4 4 4
11,11% 11,11% 11,11%
34 44 23
11,97% 15,49% 8,10%
4 4 4
34 33 27
3 4 4
11,11% 11,11% 11,11%
25 33 27
8,80% 11,61% 9,51%
Berdasarkan data Balitbang Kemdiknas Tahun 2010, jumlah gedung sekolah dasar (SD) di Kota Bogor hingga tahun 2010 yang mengalami rusak berat sebanyak 847 gedung (8,74% dari 9.695 gedung SD rusak berat di Provinsi Jawa Barat). Sampai pada Oktober 2011, ada 545 ruang kelas SD di Kota Bogor yang mengalami kerusakan. Jumlah ini hampir seperempat dari jumlah keseluruhan ruang kelas SD yang ada di Kota Bogor yang mencapai 1.995 ruang kelas. Dari jumlah tersebut, 361 ruang kelas mengalami kerusakan ringan hingga sedang, sedangkan 184 ruang kelas tercatat rusak berat. Melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 dan 79 Tahun 2007, Pemerintah juga telah menetapkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Pendidikan yang merupakan acuan atau “rambu-rambu minimal” bagi pemerintah daerah,
termasuk
Pemerintah
Kabupaten/Kota,
untuk
menyelenggarakan
pendidikan dasar dan pendidikan menengah sesuai dengan paradigma desentralisasi pendidikan. Di dalam SPM tersebut antara lain ditentukan jenis dan syarat-syarat prasarana pendidikan, termasuk bangunan sekolah yang harus disediakan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota dalam rangka memenuhi amanat UUD 1945, sekaligus dalam rangka “menjangkau” Standar Nasional Pendidikan.
26
Dalam menjangkau Standar Nasional Pendidikan ini harus disiapkan kebijakan sistematis yang memungkinkan realisasinya sesuai peraturan dan standar yang ada. 4.3. Jenis dan Bentuk Kerusakan Bangunan Sekolah Kerusakan bangunan sekolah dapat disebabkan oleh faktor mekanis, faktor biologis, dan faktor fisis. Kerusakan mekanis merupakan jenis kerusakan yang disebabkan oleh gaya, baik statis maupun dinamis. Bentuk kerusakan misalnya berupa retak, patah atau pecah;, sehingga daya dukung untuk menahan beban makin berkurang. Kerusakan mekanis teerjadi hampir di seluruh komponen bangunan. Sementara itu kerusakan bangunan oleh faktor biologis dijelaskan oleh Watt (1999) sebagai interaksi antara bangunan dan lingkungan biotiknya berupa tumbuhan dan hewan. Adapun faktor perusak biologis yang ditemukan selama penelitian adalah lapuk, serta serangan rayap kayu kering Cryptotermes spp. dan rayap tanah (jenis Coptotermes curvignathus dan Macrotermes gilvus). Kerusakan oleh faktor biologis tidak terbatas pada komponen kayu saja, melainkan pada semua komponen yang terbuat dari bahan organik atau bahan yang mengandung lignoselulosa. Menurut Priadi (2011), Kota Bogor termasuk ke dalam Kelas Kerawanan Pelapukan Bangunan sangat tinggi. Oleh karena itu diduga ini salah satu faktor pendukung berkembangnya organisme perusak kayu pada bangunan gedung. Letak demografis Kota Bogor diduga menjadi salah satu faktor tingginya kerusakan bangunan sekolah. Tingginya curah hujan dan kelembaban udara menyebabkan faktor biologis berupa organisme perusak kayu tumbuh dan berkembang dengan cepat. Kerusakan yang disebabkan oleh perusak biologis bisa berakibat fatal ditinjau dari bidang konstruksi dan nilai bangunan. Kerusakan oleh faktor biologis pun tidak terbatas pada komponen kayu saja, melainkan pada semua komponen yang terbuat dari bahan organik atau bahan yang mengandung lignoselulosa. Curah hujan yang tinggi juga menyebabkan bangunan lebih mudah mengalami lembap (damp) dan lapuk (decay). Jenis kerusakan fisis umumnya disebabkan oleh faktor iklim setempat, seperti suhu dan kelembaban. Gejala yang terjadi misalnya berupa keausan, terkelupasnya lapisan cat, perubahan warna, pemudaran cat dan sebagainya.
27
Selain itu retak-retak kecil atau retak r rambu ut dapat juga disebabkaan oleh peng garuh s panas dan dingiin yang drastis. Selaiin itu lingkungaan, yaitu peerubahan suhu kerusakann fisis dappat disebabkkan juga olleh agen peerusak air, baik berup pa air kapiler maupun m air hujan. Unssur-unsur kimia k dan komponen k bbahan bang gunan yang diguunakan di dalam d dan sekitar ban ngunan akaan berinteraaksi dengan n air, selanjutnyya mengalam mi proses alami deng gan lingkunngannya. Contoh gejalla ini diantaranyya lembab/ damp d pada sebagian beesar komponen akibat tterkena air hujan yang disebbabkan olehh atap bocoor. Kebocorran yang teerjadi pada atap merup pakan awal panggkal kerusakkan secara fisis, f karenaa jika dibiarrkan terlalu lama kebocoran tidak hannya akan menyebabkkan lembap p/damp yanng mengubbah warnaa asli komponenn bangunan melainkan akan berkeembang mennjadi pelapuukan/decayy pada komponenn bangunann. Frekuenssi kerusakan n secara fiisis akibat air terjadi pada sebagian komponen k b bangunan seekolah yaitu u rangka atap, plafon, lisplang, jeendela dan pintu. Hasiil penelitiann menunjukkkan kerusaakan karenaa faktor mekkanis merup pakan faktor denngan intensitas tertingggi, hal in ni disebabkkan karena faktor meekanis menyerangg seluruh komponenn bangunan n (Gambar 4.3.1.). Semakin besar frekuensi faktor meekanis terhaadap kerussakan kompponen banngunan, sem makin banyak pula bentukk kerusakann yang diaakibatkannyya yaitu keerusakan berupa retakan/peecah yang terjadi ham mpir pada seluruh koomponen bbangunan (T Tabel 4.3.1.)
100%
Frekuensi (%)
80%
100% 60%
% 70%
40%
50%
20% 0%
Mekaanis
Fisis
B Biologis
Jenis Kerusaakan
G Gambar 4.33.1. Frekuennsi jenis kerrusakan kom mponen banngunan.
28
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk kerusakan bangunan sekolah yang paling banyak ditemukan retak/ pecah, disusul oleh lapuk (decay), keropos akibat serangan rayap, perubahan warna dan atap bocor. Menarik untuk dicatat bahwa frekuensi/persentase kebocoran pada penutup atap/genting bangunan sekolah contoh juga cukup tinggi (57%). Jenis kerusakan bangunan sekolah contoh dan frekuensinya pada masing-masing komponen bangunan disajikan pada Tabel 4.3.1. Tabel 4.3.1. Bentuk dan Frekuensi Kerusakan Komponen Bangunan Sekolah Contoh Komponen Bangunan 1.
2.
Upper Structure 1.1. Penutup Atap 1.2. Rangka Atap 1.3.
Plafon
1.4.
Lisplang
Main Structure 2.1. Dinding
2.2. Tiang/Kolom Sub Structure 3.1. Lantai 3.2. Pondasi 4. Non Structure 4.1. Jendela
Bentuk
Kerusakan Jumlah
Persentase
Bocor Lapuk Serangan Rayap Retak/Pecah Lapuk Serangan Rayap Retak/Pecah Lembap/Perubahan Warna Lapuk Serangan Rayap Retak/Pecah
162 122 102 48 216 57 99 38 142 71 68
57% 43% 36% 17% 76% 20% 35% 14% 50% 25% 24%
Retak/Pecah Lembap/Perubahan Warna Retak/Pecah
156 37 48
55% 13% 17%
Retak/Pecah Retak/Pecah
136 17
48% 6%
Lapuk Serangan Rayap Retak/Pecah Lapuk Serangan Rayap Retak/Pecah
54 108 85 40 77 99
19% 38% 30% 14% 27% 35%
3.
4.2.
Pintu
Data pada Tabel 4.3.1. juga mengungkapkan bahwa plafon, penutup atap/genteng, dinding, lisplang, lantai, dan rangka atap/kuda-kuda merupakan komponen bangunan yang paling rawan terhadap kerusakan (frekuensi kerusakan >40%). Di sisi lain komponen bangunan yang relatif “aman” dari kerusakan adalah tiang/kolom (17%) dan pondasi (6%). Berdasarkan identifikasi terhadap spesimen rayap yang ditemukan menyerang kayu bangunan sekolah, diketahui bahwa jenis tersebut adalah rayap
29
tanah Copptotermes curvignathu c us, Macroteermes gilvuus, dan rayyap kayu kering k Cryptoterm mes spp. Identifikasi I rayap men nggunakan kunci idenntifikasi Ah hmad (1958) daan Tho (19992). Hasil penelitian p menunjukka m an bahwa sppesies rayap C. curvignathhus merupaakan jenis rayap yang paling p banyyak menyebabkan kerussakan pada kompponen banggunan sekollah contoh. Menurut Leee (2007) ddalam Diba et al. (2010), raayap dikenaal sebagai kelompok k hama h yang serius dalaam dunia. Rayap R tanah C. curvignathus Holmgreen adalah kelompok k p penting dari hama seraangga perkotaan di daerah negara n tropis. Keruusakan padda masing-m masing ban ngunan sekoolah memilliki karakteeristik tersendiri sebagai berrikut: 1.
Kerussakan pada atap bangunnan Atapp sangat berperan b besar dalam m bangunann, selain bberfungsi untuk u
menutup bangunan b d sinar matahari, dari m ataap juga berrfungsi sebaagai penahaan air hujan. Keerusakan paada atap banngunan teru utama bocoor dapat diaakibatkan karena k pecahnya penutup banngunan (gennteng) atau bergesernyya penutup aatap. Keruusakan sepperti kebocooran pada atap banguunan sekolaah apabila tidak segera ditaangani dan dibiarkan teerlalu lama akan menyyebabkan peelapukan (d decay) pada strukktur atap bangunan yaang terbuatt dari kayu.. Jika hal iini terjadi, maka struktur attap bahkan struktur utaama bangun nan sekolahh akan rusakk dan mengalami penurunann daya duukung (detterioration). Fenomenna “pengabbaian” terh hadap kebocorann atap sekollah yang keemudian meenyebabkann timbulnyaa lembap (d damp) disusul olleh pelapukkan pada struktur s ataap, sempat ditemui peenulis padaa saat penelitian (Gambar 4.3.2.).
Gambbar 4.3.2. Peelapukan paada rangka atap a dan plaafon bangunnan sekolah h.
30
Di samping itu kebocoran akibat bergesernya penutup atap, apabila tidak segera diperbaiki, akan menyebabkan peningkatan kadar air/kelembaban pada kayu rangka atap seperti kaso, reng dan kuda-kuda. Hal ini sudah barang tentu menyebabkan potensi terjadinya kerusakan komponen bangunan sekolah oleh faktor biologis (biodeteriration) yang akan berpengaruh terhadap masa pakai (service life) konstruksi atap. Penurunan kekuatan atap dapat menyebabkan robohnya atap bangunan sekolah seperti yang akan ditunjukkan pada Gambar 4.3.3. Selain penutup atap, pada komponen kuda-kuda juga banyak ditemukan kerusakan seperti lapuk (decay), serangan rayap (Gambar 4.3.4.), retak/pecah dan perubahan warna. Rayap yang menyerang rangka atap diidentifikasi di laboratorium dan berdasar pada kunci identifikasi Akhmad (1958) dan Tho (1992), diketahui bahwa jenis rayap perusak yang menyerang komponen kayu bangunan sekolah contoh antara lain spesies Coptotermes curvignathus Holmgren (Gambar 4.3.5.). Rayap C. curvignathus dapat memperluas serangannya sampai bagian-bagian yang tinggi dengan membuat sarang kedua atau sarang tambahan (secondary nest) di dalam bangunan yang jauh dari tanah dengan memanfaatkan sumber-sumber kelembaban dan makanan yang tersedia dalam bangunan tersebut (Gambar 4.3.6.). Tarmumingkeng (2004) menjelaskan makanan rayap adalah selulosa baik berbentuk arsip kantor, buku, perabot, kayu bagian konstruksi, serasah, sampah, tunggak
Gambar 4.3.3. Atap salah satu ruang kelas yang roboh.
31
G Gambar 4.3.44. Serangann rayap padaa kuda-kudaa bangunan sekolah.
Gambar 4.3.5. 4
Rayyap Coptoteermes curvvignathus Holmgren H yyang menyerang ranggka atap sallah satu ban ngunan sekoolah (perbessaran 10x ).
32
Gambar 4.3.6. 4 Saranng sekunderr dari rayap p Coptoterm mes curvignnathus Holm mgren yang menyerangg rangka ataap di salah satu s bangunnan sekolah. 2.
Kerussakan pada plafon p Keruusakan padaa plafon banngunan seko olah umumnnya berupa lapuk, pecaahnya
lempengann plafon (G Gambar 4.3.77.), dan keroposnya ranngka plafonn akibat seraangan rayap (Gaambar 4.3.88.), atau peerubahan warna/lemba w ap pada lem mpengan plafon p akibat kebbocoran peenutup atapp (Gambar 4.3.9.). Beesarnya frekuensi seraangan rayap padda rangka pllafon dapat diakibatkan n keadaan plafon p yanng lembab akibat a atap yangg bocor. Selain itu darri hasil waw wancara, kayu k yang ddigunakan untuk u bahan kom mponen ranngka plafon pada umum mnya jenis kayu k borneoo yang term masuk kelas aweet III bahkann ada juga yang meng ggunakan jeenis kayu seengon dari kelas awet IV, sehingga s m mudah untukk diserang oleh o rayap. Hanya bebberapa bang gunan sekolah yang y mengggunakan kayyu kelas aw wet II. Padda beberapaa kasus diju umpai adanya delaminasi d (pengelupaasan lapisan n veneer akibat “leppasnya” laapisan perekat) pada p plafon yang terbuaat dari kayu u lapis (Gam mbar 4.3.10.).
33
Gambar 4.33.7. Pecahnyya lempeng gan plafon bangunan b seekolah.
Gambbar 4.3.8. Serangan ray yap pada ranngka plafonn.
34
Gambbar 4.3.9. Peerubahan waarna pada leempengan plafon p akibaat kebocoran n.
Gambar 4.3.10. 4 Lappisan finir (veneer) ( yaang terkeluupas pada pplafon bang gunan sekoolah.
35
3.
Kerusakan pada rangka dinding Kerusakan pada rangka dinding bangunan sekolah yang dijumpai berupa
retaknya kolom, terkelupasnya plesteran pada permukaan kolom, sloof, atau ringbalk. Keretakan yang terjadi pada kolom diduga diakibatkan oleh menurunnya pondasi secara tidak merata, atau karena daya dukung pondasi yang kurang memadai. Keretakan pada kolom bisa dikategorikan menjadi tiga jenis, kerusakan yang sifatnya tidak membahayakan, sedang dan membahayakan bila tidak segera ditangani. Sementara itu terkelupasnya plesteran pada permukaan kolom diduga disebabkan oleh rendahnya kualitas bahan (adukan) yang digunakan ketika proses pengecoran (pra-konstruksi). Kontrol terhadap tahapan pembangunan sangat diperlukan untuk mencegah penurunan kualitas beton. 4.
Kerusakan pada dinding Kerusakan pada dinding umumnya berupa retak-retak termasuk retak
rambut (Gambar 4.3.11.). Hal ini diduga terjadi akibat turunnya pondasi yang menyangga dinding tersebut. Di samping itu dijumpai juga pengelupasan permukaan dinding (Gambar 4.3.12.), perubahan warna dan terkelupasnya cat dinding, serta adanya lumut pada permukaan dinding (Gambar 4.3.13.). Keretakan dapat dikategorikan menjadi retak struktur yang terdiri dari retak lentur yang memiliki pola vertikal/tegak biasanya disebabkan oleh beban yang melebihi kemampuan balok dan retak geser yang memiliki pola diagonal/miring biasa terjadi setelah adanya retak lentur yang memiliki pola vertikal. Retak geser juga dapat terjadi jika balok terkena gaya gempa. Selain itu keretakan balok dapat disebabkan proses pengerjaan yang kurang sempurna. Retak-retak kecil atau retak rambut, banyak disebabkan oleh pengaruh lingkungan. Umumnya terjadi karena balok terpapar sinar matahari dan hujan.
36
Gambar 4.3.11. 4 Kereetakan pada dinding banngunan sekkolah.
mbar 4.3.12. Terkelupaasnya permu ukaan dindinng bangunaan sekolah. Gam
Gaambar 4.3.13. Lumut pada permuk kaan dindingg bangunann sekolah.
37
5.
Kerusakan pada pondasi Pondasi adalah suatu bagian konstruksi bangunan yang berfungsi sebagai
penopang bangunan dan meneruskan beban bangunan atas (upper structure) ke lapisan tanah yang cukup kuat daya dukungnya. Pembebanan pada pondasi meliputi beban mati, beban berguna, beban hidup, dan beban gempa. Pemilihan dan perencanaan jenis pondasi harus betul-betul diperhitungkan untuk dapat menjamin kestabilan bangunan. Sebelum perencanaan pondasi dilakukan terlebih dahulu perlu mengetahui perilaku tanah baik sifat fisik maupun mekanis tanah. Pondasi bangunan sekolah pada umumnya tidak dapat diamati secara komprehensif, sehingga penilaian kerusakannya hanya didasarkan pada dampak yang ditimbulkannya, misalnya keretakan pada dinding dan pecahnya keramik/permukaan lantai bangunan sekolah. Walaupun kerusakan pondasi bangunan sekolah sangat sulit diamati, namun mengingat ada beberapa bangunan sekolah yang mengalami keretakan dinding dan pecahnya keramik/permukaan lantai bangunan sekolah, diduga kerusakan pondasi juga terjadi pada beberapa bangunan sekolah. Kerusakan pondasi diduga akibat kurang stabilnya lapisan tanah penyangga atau rendahnya kualitas pondasi itu sendiri yang mengakibatkan penurunan sebagian pondasi bangunan. Selain itu dapat juga disebabkan karena ukuran pondasi yang kurang besar sehingga tidak sesuai dengan beban bangunan di atasnya dan adanya tanah yang mengalami perubahan karakteristik akibat kejadian alam seperti banjir, gempa bumi. Kerusakan pada pondasi yang disebabkan oleh faktor biologis khususnya jenis rayap tanah, tidak ditemukan di bangunan sekolah contoh. Hal ini diduga karena bahan yang digunakan untuk pondasi seperti adukan semen mengandung material kapur. Pranggodo et al. (1983) menyatakan bahwa pemberian kapur di sekeliling pondasi bangunan diduga dapat mencegah timbulnya serangan rayap subteran pada bangunan tersebut.
6.
Kerusakan pada lantai Kerusakan pada lantai umumnya berupa retak/pecah keramik (Gambar
4.3.14.). Pecahnya keramik lantai bisa disebabkan oleh beton di bawahnya. Lantai beton yang terkena beban yang melebihi kapasitasnya akan retak/pecah.
38
Akibatnyaa lantai keeramik yanng menemp pel di atassnya turut retak/pecah h. Di samping itu, dapat juuga karena adanya gem mpa menyebbabkan lanttai beton terrkena gaya geserr sehingga mengalami m pergerakan n, penggunaaan kualitas beton yang tidak memenuhii syarat, seerta akibat kesalahan teknis t dalam m pengerjaaan lantai beton. b Kualitas lantai l banggunan sekollah padahall salah satuu faktor yaang menenttukan ketahanann komponenn kusen jenddela dan kom mponen banngunan lainnnya dari keaadaan yang lembbab serta serangan fakktor perusaak bangunann terutama secara biologis. Selain itu kerapihan dalam pem mbuatan plessteran, keram mik dan tehhel masih sangat s H ini ditandai dengan banyaknyaa lapisan lanntai (keramiik) yang terrlepas kurang. Hal (Gambar 4.3.15.). 4
Gambaar 4.3.14. Keeretakan daan pecah kerramik pada lantai banguunan sekolaah.
Gaambar 4.3.155. Terlepasnnya keramik k pada lantaai bangunann sekolah.
39
7.
Kerusakan pada kusen pintu dan jendela Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar (97,2%) bangunan
sekolah contoh masih menggunakan kayu sebagai bahan kusen, daun pintu dan daun jendelanya. Secara visual teramati bahwa sebagian kayu yang digunakan berkelas rendah (kelas kuat rendah, kelas awet rendah). Kerusakan pada kusen berbahan kayu sangat bervariasi, termasuk akibat serangan rayap, retak dan lapuk (Gambar 4.3.16.). Di samping itu, ditemukan pula kaca jendela yang retak/pecah, jendela yang sulit atau tidak dapat ditutup kembali, serta engsel dan anak kunci yang rusak. Kerusakan ini dapat disebabkan karena pemasangan yang kurang baik atau memakai kayu yang masih basah pada waktu pembuatannya. Jendela dan kusen juga berkurang nilainya karena tidak terawat dari kotoran dan debu yang menempel pada ventilasi serta warna cat yang sudah berubah. Sebagian kusen jendela dan pintu mengalami keropos akibat serangan rayap (Gambar 4.3.17.), sebagai contoh spesies yang menyerang kusen jendela SD Bondongan 4 adalah jenis Coptotermes curvignathus, untuk yang menyerang kusen pintu SD Ceger 2 adalah Macrotermes gilvus dan rayap kayu kering Cryptotermes spp. di bangunan SD Pengadilan 2. Tarumingkeng (2004) menyatakan bahwa rayap kayu kering biasanya menyerang melalui dua cara yaitu penerbangan laron (alates) ke kayu, kemudian berkembang biak, dan serangan yang menyebar dari obyek lain yang telah diserang dan letaknya berdekatan.
(a)
(b)
Gambar 4.3.16. Serangan Rayap pada (a) Kusen Pintu dan (b) Kusen Jendela bangunan Sekolah Contoh.
40
(a)
(b)
(c) Gambar 4.3.17. Contoh kasta prajurit (a) rayap tanah Macrotermes gilvus, (b) rayap tanah Coptotermes curvignathus dan (c) rayap kayu kering Cryptotermes spp. yang menyerang komponen kusen. 8.
Kerusakan pada sistem drainase Drainase merupakan salah satu bagian penting dari bangunan, mulai dari
saluran air hujan sampai resapan serta septic tank. Hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa sekolah contoh tidak memiliki saluran pembuangan air hujan sehingga seringkali ada genangan air yang mengotori lantai dan dinding bangunan. Di beberapa sekolah juga ditemukan beberapa kran air yang rusak sehingga tidak mendukung sanitasi di kamar mandi atau WC sekolah tersebut.
41
4.4. Pengaruh Um mur, Frekuensi Pemeliharaan dan d Perawaatan Bang gunan Sekoolah 1.
Penggaruh Umurr Bangunann Hasiil analisis cross-tabula c ation, menu unjukkan bahwa b tidakk terlihat ad danya
hubungan antara um mur bangunaan dengan indeks i keteerandalan baangunan SD D (Pvalue>0,005). Demikiian juga hassil studi di lapang, meenunjukkan umur bang gunan relatif tidaak mempenggaruhi konddisi bangunaan sekolah (Gambar ( 4.44.1.).
95%
100% 90% 80%
7 70%
66..67%
Frekuensi (%)
70% 60% 50% 40% 30% 20%
16.67%
20%
16.67% 10%
10%
0%
5% %
Baik Rusak riingan Rusak seedang
0% 0‐30 0
31‐60
>61 1
Umur Bangu unan (tahun)
Gambbar 4.4.1. Hubungan H u umur bangun nan terhadapp intensitass kerusakan n. Sebaagai contohh di SD Penggadilan 2 Bogor B yang memiliki m duua unit bang gunan sekolah berbeda umuur, yaitu baangunan lam ma yang beerumur lebiih dari 90 tahun t (dibangunn pada tahuun 1920) daan bangunaan baru yaang berumuur sepuluh tahun t (dibangunn pada tahuun 2002), teernyata ban ngunan lam ma yang suddah berumu ur 90 tahun hannya mengalaami kerusaakan struktu ural yang teergolong keerusakan ringan. Kerusakann yang terliihat di lapaangan lebih h banyak teerjadi pada komponen nonstruktural seperti pinntu dan jenndela serta pada penuutup lantai (sub-structure).
42
Sedangkan pada pekerjaan struktural terutama pada atap dan rangka atap (kudakuda) terlihat masih kokoh. Sebaliknya bangunan baru di SD Pengadilan 2 Bogor justru memiliki kerusakan struktural dan non struktural lebih tinggi jika dibandingkan dengan bangunan lama. Menurut sejarah dari pihak sekolah, pelaksanaan bangunan lama SD Pengadilan 2 pada saat itu dilakukan oleh pihak Belanda, dan untuk bangunan baru dari SD Pengadilan 2 dikerjakan secara bergotong-royong oleh masyarakat terutama orang tua murid. Bangunan sekolah yang dibangun oleh pihak Belanda memiliki sistem rancang bangunan pada bangunan yang jauh lebih baik, lokasi yang dipilih dan pelaksanaannya juga relatif tergolong baik. Selain itu faktor ketersediaan bahan baku juga mendukung pada waktu itu, bahan pada rangka atap bangunan sekolah lama menggunakan kayu kelas awet II jenis Jati (Tectona grandis), kemudian penutup atap juga menggunakan jenis genteng “kodok” yang memiliki ketebalan dan kekerasan yang tinggi. Sedangkan untuk bangunan sekolah yang baru, bahan yang digunakan adalah kayu yang termasuk ke dalam kelas awet IV dengan jenis yang beragam, untuk penutup atap menggunakan jenis genteng kampung biasa yang memiliki ketebalan dan kekerasan kurang baik. Ketersediaan kayu awet sebagai bahan baku bangunan yang semakin berkurang menyebabkan pasar didominasi oleh jenis kayu kelas awet rendah (non-durable species). Selain itu penggunaan kayu dari pohon-pohon berumur muda sejak dua puluh tahun terakhir ini semakin memperburuk kerentanan bangunan sekolah terhadap ancaman kerusakan bangunan. Menurut Yap (1999), kayu dari kelas awet I, II dan III dapat bertahan sampai lama jika ditempatkan pada kondisi yang tidak disenangi oleh unsur-unsur perusak kayu. Sedangkan kelas awet IV dan V akan bertahan hanya kurang dari 20 tahun jika dilakukan perlakuan yang sama. 2.
Pengaruh Perawatan dan Pemeliharaan Bangunan Dari analisis cross-tabulation (Lampiran 5) terlihat bahwa frekuensi
perawatan dan pemeliharaan memiliki pengaruh yang nyata (P-value <0,05) terhadap indeks keterandalan bangunan sekolah. Hal ini sesuai dengan tujuan perawatan itu sendiri yaitu usaha untuk memperbaiki kerusakan yang terjadi agar
43
bangunan gedung tetap laik fungsi. Perawatan bangunan dapat digolongkan sesuai dengan tingkat kerusakan pada bangunan. Usaha perawatan yang dilakukan pada berbagai bangunan gedung sekolah dasar di tiap Kecamatan Contoh sangat bervariasi menurut bahan dan bagian pekerjaan bangunan. Walaupun perawatan dan pemeliharaan digolongkan baik, namun pada dasarnya perawatan dan pemeliharaan yang dilakukan di seluruh sekolah contoh masih bersifat sederhana, yaitu pembersihan lantai dan halaman, pengecatan, pergantian komponen yang mulai rusak baik komponen struktural maupun non-struktural. Tingkat kerusakan komponen bangunan bergantung pada intensitas perawatan pemeliharaan bangunan. Hasil observasi dilapangan menunjukan bahwa dari 36 bangunan SD dengan frekuensi pemeliharaan bangunan dengan pengecatan satu kali dalam setahun sebanyak 47,22%, yang dua kali dalam setahun sebanyak 36,11 dan sisanya 16,67% merupakan pemeliharaan yang dilakukan lebih dari 2 kali dalam setahun. Menurut Allsop et al. (2003), pemberian cat merupakan salah satu cara pencegahan kayu dari serangan jamur pelapuk. Pemberian cat pada permukaan kayu dapat mengurangi daya serap kayu terhadap tetesan air, sehingga kayu tidak terlalu lembab. Triwiyono (2003) dalam Sulaiman (2005) menyatakan bahwa setiap kerusakan diusahakan dapat dideteksi sedini mungkin. Satu kerusakan dapat merembet, memicu dan memperparah kerusakan lainnya. Semakin dini dilakukan perbaikan maka semakin kecil biaya perbaikan tersebut atau semakin kecil biaya investasi total bangunan. Pihak sekolah kebanyakan melakukan usaha pencegahan kerusakan bangunan bagian atap dengan cara mengganti genteng penutup atap. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa jika dibandingkan dengan jenis penutup atap lainnya (seng alumunium, asbes gelombang dan seng logam bergelombang), genteng merupakan jenis penutup atap yang ideal dalam mempertahankan keterandalan bangunan. Jika terjadi kerusakan atau keretakan pada genteng maka pihak sekolah akan menggantinya dengan genteng yang masih baik kondisinya sebelum terjadi kebocoran.
44
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
4.5. Kesimpulan Bedasarkan hasil penelitian dapat dirumuskan kesimpulan sebagai berikut: 1.
Kondisi bangunan sekolah dasar (SD) di Kota Bogor sebagian besar mengalami kerusakan ringan (83,33%), sedangkan sisanya dalam keadaan rusak rusak sedang (11,11%) dan baik (5,56%).
2.
Bentuk kerusakan bangunan yang paling banyak ditemukan adalah retak/ pecah, disusul oleh lapuk (decay), keropos, lembap/perubahan warna (damp) dan atap bocor. Dengan perkataan lain tipe kerusakan terbanyak adalah kerusakan mekanis, disusul oleh kerusakan biologis dan kerusakan fisis.
3.
Plafon, lisplang, rangka atap, jendela, pintu, dinding, penutup atap dan lantai merupakan komponen bangunan yang paling rawan terhadap kerusakan (frekuensi kerusakan > 40%). Sementara itu, komponen bangunan yang relatif “bebas” dari kerusakan adalah pondasi (6%) dan tiang/kolom (17%).
4.
Frekuensi pemeliharaan dan perawatan bangunan sangat berpengaruh dalam menunjang
keterandalan
bangunan
SD.
Semakin
sering
dilakukan
pemeliharaan dan perawatan semakin baik kondisi bangunan. Sebaliknya, umur bangunan sekolah tidak berpengaruh nyata terhadap Indeks keterandalan bangunan. 4.6. Saran Hal-hal yang dapat disarankan berdasarkan penelitian ini adalah: 1.
Perhatian dari Dinas Pendidikan Kota Bogor, terutama menyangkut pemantauan kerusakan bangunan sekolah secara berkala perlu ditingkatkan. Sejalan dengan itu, pengkalan data (data base) tentang kondisi bangunan sekolah di Kota Bogor termasuk frekuensi dan intensitas kerusakan bangunan sekolah perlu segera dikembangkan.
2.
Pemilihan bahan bangunan khususnya untuk komponen upper structure (rangka atap, lisplang dan lain-lain) perlu mendapat perhatian. Apabila rangka atap menggunakan kayu, sebaiknya dipilih jenis kayu yang relatif awet (kelas
45
awet I atau kelas awet II). Kalaupun menggunakan jenis kayu kelas awet rendah maka sebaiknya kayu tersebut diawetkan terlebih dahulu. 3.
Perlu dilakukan pelatihan bagi Kepala Sekolah tentang identifikasi kerusakan bangunan sekolah. Melalui kegiatan ini diharapkan Kepala Sekolah dan atau petugas/ pegawai sekolah mempunyai kepedulian dan pengetahuan yang memadai untuk melakukan pemantauan kerusakan secara berkala serta menetapkan kebijakan penanggulangannya. Dengan demikian pemantauan, pemeliharaan dan perawatan bangunan sekolah tidak hanya dilakukan pada saat terjadi kerusakan.
4.
Agar pemerintah dapat menyusun/mengembangkan model pendugaan masa pakai (service life) bangunan sekolah, perlu ditetapkan sekolah contoh permanen yang kondisi bangunannya, termasuk kerusakan yang terjadi dapat dipantau secara periodik.
5.
Perlu dipertimbangkan perekrutan pegawai di setiap sekolah dasar yang antara lain bertugas untuk memantau secara rutin dan menangani kerusakan ringan yang terjadi di bangunan sekolah tersebut.
46
DAFTAR PUSTAKA Akhmad M. 1958. Key to the Indomalayan Termites. Biologia. Vol 4. Lahore (IN): Departement of Zoology University of The Panjab. Allsopp D, Kenneth JS and Christine C. Gaylarde. 2003. Introduction to Biodeterioration (Second edition). Inggris (GB): Cambridge University Press. Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2011. Evaluasi Kerusakan Bangunan Sekolah dalam Rangka Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pendidikan. Jakarta (ID). Tidak dipublikasikan. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bogor. 2010. Bogor Dalam Angka. Bogor (ID). Tidak dipublikasikan. Badan
Perencanaan
Development
Pembangunan Goals
(MDG)
Nasional.
2008.
Indonesia.
Laporan
Millenium
[Terhubung
berkala].
http://www.bappenas.go.id/node/44/942/laporan-millenium-developmentgoals-mdg-indonesia/ (20 Desember 2011) Diba F, Hadary F, Panjaitan SD, and Yoshimura T. 2010. Development of Biocontrol Technology for Subterranean Termites Coptotermes curvignathus Holmgren Using Electromagnetic Waves. Wood Research Journal Vol. 1, No. 2. Hariyanto Y, Purba K, dan Hediana C. 2000. Manfaat Pengawetan Kayu Perumahan dan Gedung. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan dan Perkebunan. Bogor. Herdiansyah R. 2007. Analisis Kerusakan Bangunan Sekolah Dasar Negeri Oleh Faktor Biologis Di Kota Bogor. [Skripsi]. Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Tidak dipublikasikan. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2011. Data Pokok Pendidikan Indonesia Periode 2011/2012. [Terhubung berkala]. http://www.depodik.org (1 Desember 2011).
47
Kollmann, F., Kuenzi, E., dan Stamm, A. 1975. Principles of wood science and technology. Vol. 2 : Wood Based Materials. Heidelberg (DE) : Springerverlg, Bab.5. Menyorot Perbaikan Sekolah Rusak di Kota Bogor. (2011, Oktober 31). Radar Bogor.
[Terhubung
berkala].
http://www.radarbogor.co.id/index.php?rbi=ramadhan.detail&id=82204 (14 Desember 2011). Nandika D, Rismayadi Y, dan Diba F. 2003. Rayap: Biologi dan Pengendaliannya. Surakarta (ID): Muhammadiyah University press. Nicholas D Darrel. 1973. Wood Deterioration and Its Prevention by Preservative Treatments. Vol 1: Degradation and Protection of Wood. New York (US): Syracuse University Press. Panshin and de Zeuw. 1970. Text Book of Wood Technology. Vol III. New York (US): Mc Graw Hill Book Company. Pearce MJ. 1997. Termites: biology and pest management. Inggris (GB): CAB International, Cambridge University Press. Pranggodo B, Mardikanto TR, dan Nandika D. 1983. Pengujian Efektivitas Kapur untuk Mencegah Serangan Rayap Subteran
pada Bangunan. [Laporan
Penelitian]. Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Tidak dipublikasikan. Priadi T. 2011. Analisis Bahaya Pelapukan Kayu pada Bangunan Perumahan di Pulau Jawa. [Disertasi]. Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Tidak dipublikasikan. Ridout B. 2001. Timber Decay in Building : Conservation Approach to Treatment. New York (US): English Heritage. Sinaga P. 2008. Koperasi dalam Sorotan Peneliti. Jakarta (ID): Rajawali Press. Sulaiman. 2005. Keterandalan Konstruksi Bangunan Pendidikan (Studi kasus pada gedung Sekolah Dasar). [Tesis]. Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Tidak dipublikasikan. Tambunan B, Nandika D. 1989. Deteriorasi Kayu oleh Faktor Biologis. Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Bioteknologi: Institut Pertanian Bogor.
48
Tarumingkeng RC. 2004. Biologi dan Pengendalian Rayap Hama Bangunan di Indonesia.
[Terhubung
berkala].
http://www.scribd.com/doc/109729487/Biologi-Dan-Pengendalian-RayapHama-Bangunan-Di-Indonesia [28 Juni 2012]. Tho YP. 1992. Termites of Peninsular Malaysia. Kepong ():Forest Research Institute Malaysia. Watt DS. 1999. Building Pathology: Principle and Practice. Inggris (GB): Cambridge University Press. Yap KHF. 1999. Konstruksi Kayu. Bandung (ID): Trimitra Mandiri Zumarlin A. 2011. Keawetan Alami Kayu Ulin (Eusideroxylon zwageri T. Et. B) Pada Umur yang Berbeda dari Hutan Tanaman di Kalimantan Selatan. [Skripsi]. Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Tidak dipublikasikan.
49
LAMPIRAN
Lampiran 1
Peta Kelas Bahaya Pelapukan Kayu di P. Jawa
50
!
! !
!
! !
!
!
106°50'0"E
!
!
!
!
!
!
!
! !
!
!
Petunjuk Lokasi Petunjuk Lokasi
!
!
!
!
!
!
106°47'30"E
!
106°45'0"E
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
! !
!
!
! !
!
!
KEL. KENCANA !
!
!
KEL. MEKARWANGI
!
!
KEL. KAYUMANIS !
!
!
!
!
! !
!
!
!
! !
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
! !
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
! !
!
!
!
!
!
! !
!
!
! !
KEL. CIPARIGI
!
!
!
!
!
!
! !
!
!
!
! !
! !
!
! ! ! !
!
KEL. KEDUNGHALANG
!
KEL. SUKADAMAI
!
!
!
!
!
!
!
!
! !
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
KEL. SITUGEDE
KEL. SUKARESMI
!
!
!
!
!
!
!
!
! !
KEL. CIBADAK
!
KEL. CURUG
!
!
!
KEC. TANAH SAREAL
!
!
!
!
! !
!
!
!
!
!
!
6°32'30"S
!
! !
!
6°32'30"S
!
!
!
!
! !
! ! !
! !
!
!
!
!
!
!
!
! ! !
! !
! !
!
!
!
!
!
!
! !
!
!
!
!
! !
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
! !
!
!
!
! ! !
!
!
! !
!
KEL. BANTARJATI
!
!
!
!
!
! !
!
!
!
!
!
! !
KEL. SINDANGBARANG
!
!
!
!
!
!
!
!
!
! !
!
!
!
!
!
! !
!
!
!
! !
! !
!
!!
!
!
!
!
!
!
KEC. BOGOR UTARA
!
KEL. KEBONPEDES KEL. TANAHSEREAL
!
!
!
! !
!
!
KEC. BOGOR BARAT
!
KEL. CILENDEK BARATKEL. CILENDEK TIMUR
!
KEL. CILUAR
! !
!
! !
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
KEL. KEDUNGWARINGIN
KEL. MARGAJAYA
!
KEL. CIBULUH
!
!
!
! !
!
!
!
! !
KEL. BUBULAK
!
!
!
! !
!
! !
KEL. BALUMBANGJAYA
!
!
KEL. KEDUNGBADAK
!
!
!
KEL. KEDUNGJAYA
! !
KEL. SEMPLAK KEL. CURUGMEKAR
!
! !
!
! !
!
!
!
!
! ! !!
!
!
!
!
!
!
!!
!
! !
!
! !
! !
!
!
! !
! !
! !
!
! !
! !
!
!
!
! !
!
KEL. TANAHBARU
!
!
!!
!
!
!
!
! !
!
!
!
!
! !
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!!! ! !
!
!
!
!
!
!
!
! !
! ! !
!
!
!!
!
!
! !
!
!
!
!
!
! !
! ! !
!
!
! !
! !
!
!
!
!
!
! !
!
!
!
!
! !
!
!
!
!
!
!
!
! !
!
!
!
! !
!
! !
! !
!
!
!
! !
! !
!
!
!
!
!
! !
!
!
KEL. RANGGAMEKAR
!
!
!
!
! !
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
KEL. TAJUR
!
!
!
!
!
!
!
!
! !
!
KEL. LAWANGGINTUNG
6°37'30"S
!
KEC. BOGOR TIMUR !
!
!
!!
!
!
!
!
KEL. BATUTULIS
!
! !
! KEL. KATULAMPA
!
!
!
! !
! !
!
! !
!
KEL. SUKASARI !
!
!
!
!
! !
!
! !
KEL. CIKARET
6°37'30"S
!
!
KEL. EMPANGKEL. BONDONGAN !
! !
!
! !
!
!
! !! !
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
! !
!
!
!
!
!
!!
KEL. BARANANGSIANG
!
! !
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
! !
!
!
! !
!
! !
!
!
!
!
!
KEL. BABAKANPASAR KEL. GUDANG
!
!
! ! ! !
! !
!
!
!
!
!
! !
!
! !
!
KEL. PASIRKUDA !
!
!
!
!
!
! !
! !
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
! !
!
KEL. PASIRJAYA
KEL. TEGALEGA
KEL. PALEDANG
!
!
!
!
KEC. BOGOR TENGAH
!
!
! !
!
KEL. PANARAGAN
!
!
!
!
!
! !
!
!
!
!
! !
!
!
!
! !
!
!
! !
!
! !
!
KEL. PASIRMULYA
!
! !
!
KEL. GUNUNGBATUKEL. KEBON KALAPA
KEL. CIMAHPAR
!
! !
! !
!
!
KEL. SEMPUR KEL. CIBOGORKEL. PABATON KEL. BABAKAN
!
!
!
! !
!
!
!
!
!
!
!
!
KEL. LOJI
!
!
!
! !
!
! !
! !
! !
6°35'0"S
!
!
!
KEL. TEGALGUNDIL
!
! !
!
! !
6°35'0"S
!
! !
KEL. MENTENG KEL. CIWARINGIN
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
KEL. PAKUAN
!
!
!
!
!
!
!
! !
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
! !
!
!
!
!
KEL. GENTENG
!
!
!
KEL. SINDANGSARI
!
!
!
!
!
!
!
!
!
KEL. PAMOYANAN
!
!
!
KEL. MUARASARI
!
!
!
!
! !
KEL. MULYAHARJA
!
!
!
!
!
!
KEL. SINDANGRASA
!
!
!
!
!
!
!
!
KEC. BOGOR SELATAN
!
!
!
KEL. CIPAKU
!
!
! !
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
! !
!
! !
!
!
!
!
!
!
!
!!
!
!
! !
KEL. HARJASARI
!
!
!
!
!
!
KEL. KERTAMAYA
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
! !
6°40'0"S
6°40'0"S
!
!
!
!
!
KEL. BOJONGKERTA
!
!
!
KEL. RANCAMAYA
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
! !
Jalan Lokal
! !
!
!
!
!
!
!
!
!
0,3 0,6
1,2
1,8
! !
!
2,4
3 KM !
:
PEMERINTAH KOTA BOGOR !
Jalan Arteri
Jalan Kolektor
!
!
!
0
Kec. Tanah Sareal
1:60.000
!
Kec. Bogor Utara
!
Jaringan Jalan Jalan Tol
Skala
Kec. Bogor Timur
!
Danau/Situ Jaringan Listrik ! ! SUTT !
PETA WILAYAH ADMINISTRASI KOTA BOGOR
!
Kec. Bogor Tengah
Kec. Bogor Selatan
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
Sumber : 1. Peta Rupa Bumi Indonesia Bakosurtanal 2. Peta Tematik Bappeda Kota Bogor
Jalan Kapten Muslihat No. 21 Bogor ! ! !
! !
! !
!
!
Sungai
Gambar 1-1
!
Kec. Bogor Barat
Jaringan Sungai dan Perairan
!
Wilayah Administrasi
Batas Kelurahan
!
!
Batas Kecamatan
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
Jaringan Rel Kereta Api Rel Kereta Api
!
!
!
RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA BOGOR TAHUN 2010-2029
!
!
106°50'0"E
!
!
!
!
!
!
!
!
Batas Administrasi Batas Kota
106°47'30"E
!
!
KETERANGAN
106°45'0"E
1-7
52
Lampiran 3 Kuesioner Studi Kerusakan Bangunan Sekolah Dasar (SD) pada Tingkat Kelurahan Nama Kota
:
Nama Kecamatan
:
Nama Kelurahan
:
Nama Sekolah Dasar (SD)
No
Negeri
Jumlah pernah renovasi
Umur Bangunan (tahun)
1)
Alamat
Swasta
Belum renovasi (unit)
Total (unit)
Unit
Ruang
Unit
Ruang
Unit
Ruang
Sekolah
Kelas
Sekolah
Kelas
Sekolah
Kelas
≤ 5 th 6-10 th 11-15 th 16-20 th > 20 th
1) Dihitung sejak dibangun sampai dengan Tahun 2012 ...... Juli 2012 Pengumpul Data,
(........................)
53
Lampiran 4 Kuesioner Studi Kerusakan Bangunan Sekolah Dasar (SD) pada Sekolah Contoh A. Lokasi 1. 2. 3. 4. 5.
Nama Sekolah : Desa/ Kelurahan : Kecamatan : Kota : KWKKB : (Kelas Wilayah Kerawanan Kerusakan Bangunan) Ketinggian (mdpl) :
6.
B. Kondisi Bangunan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
Tahun Dibangun : Tipe Konstruksi : Permanen/Semi Permanen Jumlah Lantai : Luas Bangunan Lantai Dasar (LD) : Luas Bangunan Total (LB) : Luas Lahan (LL) : Koefisien Dasar Bangunan (LD/LL x 100%) : Jumlah Ruang : Jumlah Rombongan Belajar (Rombel) : Jumlah Siswa Saat Ini : Jumlah Rata-Rata Siswa per Kelas : Komponen Bangunan :
Komponen Bangunan Penutup Atap Rangka Atap/ Kudakuda Plafon Lisplang Dinding Tiang/Kolom Jendela Pintu Lantai Pondasi
Bahan
Keterangan Genteng/Seng/Asbes Kayu/Baja Ringan/Alumunium Eternit/Kayu Lapis/Anyaman Bambu Papan Bata/Batako/Papan Beton/Kayu/Baja Alumunium/Kayu Alumunium/Kayu Tanah/Cor Semen/Teraso/Keramik Umpak/Titik/Menerus/dll
54
13. Tindakan Pemeliharaan 13.1. Adakah
tindakan
pemeliharaan
yang
secara
berkala
dilakukan?Ada/Tidak ada 13.2. Bila ada, jelaskan jenis dan frekuensi pemeliharaan bangunan sekolah ................................................................................................................... ................................................................................................................... ................................................................................................................... ................................................................................................................... ................................................................................................................... ................................................................................................................... ................................................................................................................... 14. Tindakan Perawatan Tindakan Perawatan Ke-
1)
Tipe Perawatan1)
Tahun
Penyebab Perawatan
Biaya
Mengacu pada Peraturan Menteri PU No. 24/PRT/M/2008 tentang Pedoman dan Pemeliharaan dan Perawatan Bangunan Gedung
C. Pengamatan Kerusakan Kode
A (upper structure)
B (main sructure) C (sub structure) D (non-structure) 1)
Komponen Bangunan Penutup Atap Rangka atap/ kuda-kuda
Intensitas Kerusakan1)
Faktor Penyebab2)
Keterangan
Plafon Lisplang Dinding Tiang/Kolom Lantai Pondasi Jendela Pintu
Diisi dengan pernyataan kondisi komponen bangunan dimaksud dan skor sbb:
55
a) Baik : Komponen bangunan masih berfungsi dan dirawat secara berskala (skor: 81-100) b) Rusak Ringan: Komponen bangunan masih berfungsi tetapi <10% bagian komponen tersebut mengalami gejala kerusakan (lapuk, retak, terserang rayap, perubahan warna dll) (skor: 61-80) c) Rusak sedang : Komponen bangunan masih berfungsi tetapi 10%-40% mengalami kerusakan fungsional (lapuk, retak, terserang rayap, perubahan warna dll) (skor: 41-60) d) Rusak Berat : 40% Komponen bangunan mengalami kerusakan fungsional (lapuk, retak, terserang rayap, perubahan warna dll) (skor: ≤40%) 2)
Penyebab/jenis kerusakan dapat dikelompokkan menjadi biologis (lumut, ganggang, tumbuhan jamur, rayap, kumbang dll), fisis (cuaca, bocor, korosif, api), dan atau mekanis (retak, pecah, aus dll)
D. Lain-lain 1.
Aksesibilitas
: Baik/ Sedang/ Kurang
2.
Garis Sempadan Bangunan
3.
Drainase
4.
Lingkungan Bangunan : Hutan/ Sawah/ Kebun/ Pemukiman/ Industri/ Tepi
: .......... meter
: Baik/ Sedang/ Kurang
Jalan Raya/ Pantai/ Rel Kereta. 5.
Potensi Gangguan terhadap Konsrtuksi Bangunan (contoh dekat dengan jalan raya yang dilintasi kendaraan bertonase tinggi, dekat rel kereta api, dekat bandara, ekspose terhadap serasah dibagian atap, dll).
56
Lampran 5.
Analisis hubungan antara intensitas kerusakan bangunan dengan umur bangunan, frekuensi pemeliharaan dan frekuensi perawatan bangunan SD
5.1. Hubungan antara intensitas kerusakan bangunan dengan umur bangunan SD Correlations usia_bangunan Spearman's rho
usia_bangunan
Correlation Coefficient
-.113
-.137
.
.728
.513
.424
36
36
36
36
Correlation Coefficient
.060
1.000
.214
.475**
Sig. (2-tailed)
.728
.
.209
.003
36
36
36
36
-.113
.214
1.000
.397*
.513
.209
.
.017
36
36
36
36
-.137
.475**
.397*
1.000
.424
.003
.017
.
36
36
36
36
N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N IK_asli
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2tailed).
IK_asli
.060
N
pemeliharaan
pemeliharaan
1.000
Sig. (2-tailed)
perawatan
perawatan
57
5.2. Hubungan antara intensitas kerusakan dengan frekuensi pemeliharaan bangunan SD pemeliharaan * IK Crosstabulation Count IK Ringan pemeliharaan
Sedang
Total
1
15
2
17
2
13
0
13
3
3
1
4
4
2
0
2
33
3
36
Total
5.3. Hubungan antara intensitas kerusakan dengan frekuensi perawatan bangunan SD perawatan * IK Crosstabulation Count IK Ringan perawatan
Total
Sedang
Total
1
17
2
19
2
13
1
14
3
3
0
3
33
3
36
Lampiran 6a Rekapitulasi Data Keadaan Bangunan Sekolah SD Negeri Contoh di Kecamatan Bogor Selatan
Kelurahan
Nama Sekolah Dasar (SD) Contoh
Tahun Dibangun
Tipe Konstruksi
Luas Bangunan (m2)
Jl.Ruang
Frek. Perawatan
Frek. Pemeliharaan
1
2
3
4
5
6
7
8
1951
Permanen
1120
16
1
2. SD Batutulis 2
1953
Permanen
502
9
3. SD Batutulis 3
1950
Permanen
800
4. SD Batutulis 4
1975
Permanen
1. SD Bondongan 1
1961
2. SD Bondongan 2
Batutulis
Ranggamekar
*IK
IK
Faktor Penyebab 14
9
10
11
12
13
2 kali setiap tahun
90%
90%
90%
85%
89,5
Retak
2
Setiap tahun
70%
79%
81%
85%
76,2
Retak, Pecah, Cuaca, Lapuk
10
2
Setiap tahun
42%
71%
75%
70%
60
Retak, Pecah, Cuaca, Lapuk, Rayap
1092
14
1
Setiap tahun
60%
78%
79%
70%
70,2
Retak, Pecah, Cuaca, Lapuk, Rayap
Permanen
384,65
8
1
Setiap tahun
35%
80%
80%
75%
61,5
Retak, Pecah, Cuaca
1961
Permanen
634,85
9
1
Setiap tahun
70%
80%
76%
70%
74,2
Retak, Pecah, Rayap
3. SD Bondongan 3
1961
Permanen
390,54
7
1
Setiap tahun
65%
75%
70%
68%
69,3
Retak, Pecah, Cuaca, Lapuk, Bocor
4. SD Bondongan 4
1961
Permanen
360,85
8
1
Setiap tahun
65%
75%
71%
65%
69,2
Retak, Pecah, Cuaca, Rayap
1. SD Ranggamekar
1983
Permanen
1707
14
1
Setiap tahun
50%
65%
70%
65%
60
2. SD pamoyanan 1
1960
Permanen
440
7
1
Setiap tahun
68%
70%
78%
75%
71,3
3. SD Pamoyanan 2
1973
Permanen
1750
8
2
Setiap tahun
70%
78%
78%
80%
75
4. SD pamoyanan 3
1980
Permanen
1399,62
9
1
Setiap tahun
60%
70%
75%
65%
66,5
1. SD Batutulis 1
Bondongan
Skor Kerusakan Bangunan Upper Main Sub Non Str Str Str Str
Retak, Pecah, Cuaca, Lapuk, Rayap Retak, Pecah, Cuaca, Lapuk Retak, Pecah, Cuaca Retak, Pecah, Cuaca, Lapuk, Rayap, Bocor
= Intensitas Kerusakan Bangunan
58
Lampiran 6b Rekapitulasi Data Keadaan Bangunan Sekolah SD Negeri Contoh di Kecamatan Bogor Tengah
Kelurahan
Nama Sekolah Dasar (SD) Contoh
Tahun Dibangun
Tipe Konstruksi
Luas Bangunan (m2)
Jl.Ruang
Frek. Perawatan
Frek. Pemeliharaan
1
2
3
4
5
6
7
8
1. SD Pengadilan1
1901
Permanen
623
12
2
2. SD Pengadilan 2
1920
Permanen
2868
18
3. SD Pengadilan 3
1982
Permanen
870
4. SD Pengadilan 5
1920
Permanen
1. SD Polisi 1
1976
2. SD Polisi 2
Pabaton
Paledang
Gudang
Skor Kerusakan Bangunan Upper Main Sub Non Str Str Str Str
IK
Faktor Penyebab 14
9
10
11
12
13
4 kali setiap tahun
55%
73%
70%
70%
66,9
Retak, Pecah, Cuaca, Lapuk, Bocor
3
2 kalli setiap tahun
70%
78%
80%
80%
75,2
Retak, Pecah, Cuaca, Lapuk, Rayap
15
1
2 kalli setiap tahun
69%
78%
78%
75%
74,1
Retak, Pecah, Cuaca, Lapuk, Rayap, Bocor
873
11
2
Setiap tahun
70%
78%
80%
80%
75,4
Retak, Pecah, Cuaca, Lapuk
Permanen
1408
22
2
Setiap tahun
75%
83%
80%
80%
78,9
Retak, Pecah, Cuaca, Lapuk, Bocor
1920
Permanen
488
9
1
2-3 kali setiap tahun
80%
78%
80%
78%
79,2
Retak, Pecah, Cuaca, Lapuk, Bocor
3. SD Polisi 4
1930
Permanen
977
29
2
Setiap tahun
78%
80%
80%
80%
79,2
Retak, Pecah, Cuaca, Lapuk, Rayap, Bocor
4. SD Polisi 5
1985
Permanen
408
14
2
2-3 kali setiap tahun
80%
80%
80%
65%
78,5
Retak, Pecah, Cuaca, Lapuk, Rayap, Bocor
1. SD Empang 1
1937
Permanen
311
10
2
2 kalli setiap tahun
75%
78%
78%
79%
76,9
Retak, Pecah, Cuaca, Lapuk, Bocor
2. SD Empang 2
1963
Permanen
518
9
1
2 kalli setiap tahun
75%
78%
79%
80%
77,2
Retak, Pecah, Cuaca, Lapuk, Bocor
3. SD Empang 3
1937
Permanen
362,5
7
1
1-2 kali setiap tahun
65%
70%
74%
78%
69,6
Retak, Pecah, Cuaca, Lapuk, Bocor, Lumut
4. SD Empang 5
1978
Permanen
395
7
1
2 kalli setiap tahun
75%
80%
78%
80%
77,6
Retak, Pecah, Cuaca
*IK
= Intensitas Kerusakan Bangunan
59
Lampiran 6c Rekapitulasi Data Keadaan Bangunan Sekolah SD Negeri Contoh di Kecamatan Bogor Utara
Kelurahan
Nama Sekolah Dasar (SD) Contoh
Tahun Dibangun
Tipe Konstruksi
Luas Bangunan (m2)
Jl.Ruang
Frek. Perawatan
Frek. Pemeliharaan
1
2
3
4
5
6
7
8
1950
Permanen
1008
20
1
Bantarjati
1. SD Bantarjati1 2. SD Bantarjati 9 3. SD Kawung Luwuk 2 4. SD Kawung Luwuk 3
Tegal Gundil
1. SD Ceger 1 2. SD Ceger 2 3. SD Bantarjati 5 4. SD Bantarjati 6
Kedung Halang
1. SD Kedung Halang 1 2. SD Kedung Halang 2 3. SD Kedung Halang 5 4. SD Tunggilis
*IK
12
13
Setiap tahun
45%
70%
75%
60%
60
75%
82%
85%
88%
80,4
Retak, Pecah, Cuaca
70%
80%
80%
85%
76,5
Retak, Pecah, Cuaca, Lapuk, Rayap
75%
80%
80%
80%
78
79%
81%
80%
75%
79,4
Retak, Pecah, Rayap
75%
76%
78%
65%
74,9
Retak, Pecah, Rayap
78%
80%
80%
75%
78,7
Retak, Pecah, Rayap, Lapuk, Cuaca
76%
80%
81%
85%
79,1
Retak, Pecah, Cuaca, Lapuk
75%
83%
80%
90%
79,9
Retak, Pecah
60%
79%
80%
78%
71,5
Retak, Pecah, Cuaca, Lapuk
74%
80%
80%
79%
77,5
Retak, Pecah, Rayap
40%
60%
70%
45%
52,5
Retak, Pecah, Cuaca, Lapuk, Rayap
905,47
12
3
1976
Permanen
987,5
8
2
Setiap tahun
8
2
1979
Permanen
760
11
2
1985
Permanen
336
8
1
1968
Permanen
1531
20
2
1981
Permanen
1232
14
3
1962
Permanen
448
8
2
1967
Permanen
680
7
1
1983
Permanen
324
9
1
1979
Permanen
385
9
1
14
11
Permanen
940
Faktor Penyebab
10
1985
Permanen
IK
9
2-3 kali setiap tahun
1976
Skor Kerusakan Bangunan Upper Main Sub Non Str Str Str Str
4 kali setiap tahun 2 kali setiap tahun Setiap tahun 2 kali setiap tahun 2 kali setiap tahun 2 kali setiap tahun 2 kali setiap tahun 2 kali setiap tahun 2-3 kali setiap tahun
Retak, Pecah, Cuaca, Lapuk, Lumut, Bocor
Retak, Pecah, Cuaca, Lapuk
= Intensitas Kerusakan Bangunan
60