LAPORAN AKHIR PROGRAM P2M PENERAPAN IPTEKS
SOSIALISASI KONTEN PEMBELAJARAN ANTIKORUPSI BAGI GURU SEKOLAH DASAR (SD) DI KOTA SINGARAJA KABUPATEN BULELENG
Oleh: Ratna Artha Windari, S.H., M.H. (Ketua) NIP: 198312152008122003 Drs. Ketut Sudiatmaka, M.Si (Anggota) NIP: 195812311982031045 Drs. I Nyoman Pursika, M.Hum. (Anggota) NIP: 196412221991021001 Dibiayai dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Universitas Pendidikan Ganesha SPK Nomor: 023.04.2.552581/2015 Revisi 1 tanggal 5 Pebruari 2015
JURUSAN ILMU HUKUM FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA 2015
PRAKATA Puji syukur dan segala hormat dihaturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas Kasih dan karunia-Nya sehingga laporan kemajuan program pengabdian kepada masyarakat dengan judul “Sosialisasi Konten Pembelajaran Antikorupsi Bagi Guru Sekolah Dasar (SD) di Kota Singaraja, Kabupaten Buleleng” dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Pada kesempatan yang berbahagia ini ijinkan kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya terhadap Lembaga Pengabdian Masyarakat (LPM) Universitas Pendidikan Ganesha yang telah mempercayai program ini untuk dibiayai dan guru-guru sekolah dasar di kota Singaraja yang telah menjadi mitra yang sangat baik bagi terlaksananya program ini, serta semua pihak yang telah membantu pelaksanaan program ini. Adapun laporan ini sangatlah kurang sempurna secara tata penulisan yang kemungkinan besar belum dapat mewakili apa yang telah kami lakukan dalam pelaksanaan program pengabdian kepada masyarakat ini, besar harapan kami adanya saran dan masukan membangun bagi kesempurnaan laporan ini yang nantinya akan dikembangkan menjadi laporan akhir.
Tim Penyusun
DAFTAR ISI Halaman Halaman Judul ...............................................................................................
i
Halaman Lembaran Pengesahan..................................................................
ii
Prakata ............................................................................................................
iii
Daftar Isi .........................................................................................................
iv
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................
1
1.1. Analisis Situasi......................................................................................
1
1.2. Identifikasi dan Perumusan Masalah ....................................................
2
BAB II KERANGKA PEMECAHAN MASALAH DAN KHALAYAK SASARAN ................................................................
4
2.1. Kerangka Pemecahan Masalah .............................................................
4
2.2. Khalayak Sasaran ..................................................................................
4
BAB III METODE PELAKSANAAN .........................................................
6
3.1. Waktu dan Tempat ................................................................................
6
3.2. Prosedur Pelaksanaan ...........................................................................
7
3.3. Rancangan Evaluasi .............................................................................
7
BAB IV HASIL YANG DICAPAI................................................................
9
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................
15
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
16
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Analisis Situasi Kota Singaraja sebagai ibu kota Kabupaten Buleleng yang terletak di Bali Utara, memiliki iklim kondusif dalam pembentukan karakter anak melalui pendidikan. Luas kota Singaraja adalah 27,98 km² dan penduduknya berjumlah 80.500 jiwa. Kepadatan penduduknya adalah 2877 jiwa/km². Pola permukiman di kota Singaraja ini telah mengarah pada perkotaan dengan tingkat heterogenitas yang cukup tinggi. Secara administratif, Kota Singaraja terbagi menjadi 18 kelurahan dan 1 desa, yaitu kelurahan Banyuasri, kelurahan Kaliuntu, kelurahan Kampung Anyar, kelurahan Kampung Bugis, kelurahan Kampung Kajanan, kelurahan Kampung baru, kelurahan Banjar Bali, kelurahan Banjar Jawa, kelurahan Banyuning, kelurahan Astina, kelurahan Kendran, kelurahan Singaraja, kelurahan Liligundi, kelurahan Paket agung, kelurahan Banjar Tegal, kelurahan Bratan, kelurahan Penarukan, kelurahan Sukasada, Desa Baktiseraga. Dari segi sarana prasarana pendidikan, kota Singaraja memiliki begitu banyak sarana pendidikan, khususnya pendidikan sekolah dasar yang berjumlah kurang lebih 35 SD yang tersebar di 18 kelurahan. Kondisi demikian tentunya harus diimbangi dengan kualitas pengajar yang baik dan mampu melakukan proses transfer ilmu kepada peserta didik khususnya dalam hal peningkatan pemahaman dan kesadaran antikorupsi di usia dini. Pendidikan anti korupsi untuk anak usia dini bertujuan membiasakan perilaku-perilaku baik sejak dini. Hal tersebut diawali dengan menanamkan nilai-nilai kasih sayang (Pedagogy of Love), memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar anak, seperti makanan sehat dan bergizi, pembelajaran yang ramah anak, serta nilai-nilai dasar pembentuk karakter anak, seperti jujur, peduli, disiplin, mandiri, tanggung jawab, kerja keras, sederhana, berani, dan adil. Semua itu dibangun melalui proses internalisasi dan konstruktif. yang dapat digunakan untuk menginternalisasi dan membangun karakter antikorupsi kepada anak sejak dini. Pendidikan anti korupsi adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan proses belajar mengajar yang kritis terhadap nilai-nilai anti korupsi. Dalam proses tersebut, maka Pendidikan Anti korupsi bukan sekedar media bagi transfer pengalihan pengetahuan (kognitif) namun juga menekankan pada upaya pembentukan karakter (afektif) dan kesadaran
moral dalam melakukan perlawanan (psikomotorik) terhadap penyimpangan perilaku korupsi. Dasar Pemikiran Pendidikan Anti Korupsi adalah sebagai berikut: 1. Realitas dan praktek korupsi di Indonesia sudah sangat akut, maka masalah tidak dapat diselesaikan hanya melalui penegakan hukum. 2. Menurut Paulo Freire, pendidikan mesti menjadi jalan menuju pembebasan permanen agar manusia menjadi sadar (disadarkan) tentang penindasan yang menimpanya, dan perlu melakukan aksi-aksi budaya yang membebaskannya. 3. Perlawanan masyarakat terhadap korupsi masih sangat rendah dan jalur penyelenggaraan Pendidikan Antikorupsi selama ini belum berjalan secara maksimal. Singaraja sebagai pusat administrasi pemerintahan Kabupaten Buleleng memiliki iklim pendidikan yang sangat menunjang. Hal ini ditandai dengan ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan baik di jenjang pendidikan dasar dan menengah maupun pendidikan tinggi. Sehingga tak heran bila kota Singaraja dinobatkan sebagai salah satu kota pendidikan yang ada di propinsi Bali. Berdasarkan observasi awal di lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar siswa sekolah dasar yang ada di kota Singaraja belum memiliki pemahaman terkait pendidikan antikorupsi. Hal ini terbukti dari hasil wawancara yang dilakukan secara informal kepada beberapa siswa sekolah dasar ternama di Singaraja, kecenderungan siswa belum memahami apa itu korupsi dan pendidikan antikorupsi. Dengan demikian, menjadi sangat penting untuk memberikan pemahaman bagi guruguru sekolah dasar sebagai aktor intelektual dalam pembentukan karakter antikorupsi kepada siswa terkait penyampaian konten pembelajaran antikorupsi yang mudah dipahami oleh peserta didik, baik sifatnya terintegrasi dalam mata pelajaran maupun diberikan secara khusus melalui mata pelajaran antikorupsi dan budi pekerti. Rangkaian kegiatan tersebut harus berkelanjutan dan terarah guna menjamin pembentukan karakter generasi penerus dan pemimpin bangsa yang antikorupsi.
1.2. Identifikasi dan Perumusan Masalah Pendidikan anti korupsi adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan proses belajar mengajar yang kritis terhadap nilai-nilai anti korupsi. Dalam proses tersebut, maka Pendidikan Anti korupsi bukan sekedar media bagi transfer pengalihan pengetahuan (kognitif) namun juga menekankan pada upaya pembentukan karakter (afektif) dan kesadaran moral dalam melakukan perlawanan (psikomotorik) terhadap penyimpangan perilaku korupsi. Permasalahan yang seringkali terjadi adalah sekolah sebagai lingkungan pendidikan
formal bagi tumbuh kembang anak yang seharusnya mampu memberikan pembelajaran antikorupsi justru terkadang melupakannya dan hanya fokus terhadap pembelajaran tekstual semata. Padahal empat faktor utama yang harus diperhatikan dalam pembentukan karakter unggul bagi peserta didik, yaitu: materi ajar, metodologi pembelajaran, guru, dan kultur budaya sekolah. Kurang tersentuhnya peserta didik usia dini dari pembelajaran kontekstual yang mengedepankan nilai-nilai budi pekerti dan antikorupsi secara tidak langsung telah memberikan sumbangsih cukup besar bagi pembentukan calon pemimpin dan penerus bangsa yang miskin akan pemahaman antikorupsi serta justru berbalik pada penciptaan individu yang mudah terpengaruh oleh perilaku korupsi. Guru juga diharapkan mampu mengemas pembelajaran antikorupsi secara menarik dengan menyesuaikan usia dan jenjang kelas peserta didik agar tujuan pendidikan antikorupsi dapat terealisasi sebagaimana mestinya. Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, maka yang menjadi permasalahan dalam pengabdian masyarakat ini adalah: bagaimanakah upaya yang dapat dilakukan
untuk
meningkatkan pengetahuan guru sekolah dasar dalam menyampaikan pembelajaran antikorupsi bagi peserta didik dengan menarik dan mudah dipahami sesuai dengan tingkatan usia siswa.
BAB II KERANGKA PEMECAHAN MASALAH DAN KHALAYAK SASARAN
2.1. Kerangka Pemecahan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah yang telah dilakukan di lokasi rencana program pengabdian masyarakat, diperoleh kesimpulan bahwa ada seperangkat permasalahan yang saat ini dihadapi oleh guru-guru sekolah dasar di kota Singaraja Kabupaten Buleleng, khususnya menyangkut pengetahuan berkaitan dengan korupsi dan pendidikan antikorupsi, serta untuk memberikan pemahaman konten pembelajaran antikorupsi bagi siswa sekolah dasar. Secara skematis alur kerja pemecahan masalah dalam kegiatan ini, dapat dijabarkan sebagai berikut: Orientasi Lapangan Identifikasi Masalah Studi Literatur
Ceramah Sosialisasi
Internalisasi
Terlaksananya Pendidikan Antikorupsi di jenjang sekolah dasar
2.2. Khalayak Sasaran Khalayak sasaran strategis yang dituju dalam pengabdian masyarakat ini adalah guruguru sekolah dasar di kota Singaraja Kabupaten Buleleng. Adapun rasionalnya adalah: (1) Siswa sekolah dasar sebagai generasi penerus bangsa diharapkan mampu menjadi individuindividu antikorupsi untuk menciptakan perubahan budaya korupsi di Indonesia melalui
pengenalan pendidikan antikorupsi sejak dini di jenjang pendidikan formal; dan (2) Guru sebagai aktor utama pembentuk karakter anak di bangku sekolah dasar diharapkan mampu memiliki pemahaman yang terintegralistik berkaitan dengan konten pembelajaran antikorupsi di sekolah dasar dengan pengemasan yang menarik dan mudah dipahami oleh siswa. maka sasaran yang dipilih dan dipandang cukup visibel untuk diberikan sosialisasi adalah guruguru sekolah dasar di kota Singaraja Kabupaten Buleleng.
BAB III METODE PELAKSANAAN
3.1. Waktu dan Tempat Kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat dilaksanakan selama 8 (delapan) bulan, dimulai dari 05 Maret sampai dengan 30 Nopember 2015. Tempat pelaksanaan kegiatan di Kota Singaraja, Kabupaten Buleleng Provinsi Bali.
3.2. Prosedur Pelaksanaan Program ini dirancang sebagai bentuk jawaban dan antisipasi dari berbagai permasalahan yang berkaitan dengan maraknya kasus korupsi yang terjadi di berbagai lini kehidupan dan belum maksimalnya peran guru dalam memberikan pembelajaran antikorupsi yang tepat bagi siswa khususnya di jenjang pendidikan dasar. Berangkat dari rasional tersebut, maka program ini akan dilaksanakan dengan sistem jemput bola, dimana tim pelaksana akan menyelenggarakan program sosialisasi konten pembelajaran antikorupsi bagi guru-guru sekolah dasar di kota Singaraja Kabupaten Buleleng. Model pelaksanaan kegiatan ini akan dilakukan secara langsung (tatap muka) sebagaimana layaknya sistem pembelajaran yang dilakukan di sekolah atau perguruan tinggi. Lama pelaksanaan kegiatan adalah 8 (delapan) bulan
yang dimulai dari tahap
perencanaan, pelaksanaan sampai pada proses evaluasi dengan melibatkan guru-guru sekolah dasar se-kota Singaraja, yang terdiri atas kurang lebih 35 sekolah dan masing-masing sekolah akan diwakili 2 orang guru dengan proporsi berimbang, sehingga jumlah pesertanya sebanyak 70 orang. Pada akhir program setiap peserta akan diberikan sertifikat sebagai tanda bukti partisipasi mereka dalam kegiatan ini. Melalui program ini, diharapkan guru-guru sekolah dasar mendapatkan pengetahuan dan penyamaan persepsi berkaitan dengan konten pembelajaran antikorupsi yang digunakan dalam proses belajar mengajar di sekolah
3.3. Rancangan Evaluasi Untuk mengukur tingkat keberhasilan kegiatan yang telah dilakukan, maka akan dilakukan evaluasi minimal 3 (tiga) kali, yaitu evaluasi proses, evaluasi akhir, dan evaluasi tindak lanjut. Kegiatan evaluasi ini akan melibatkan tutor/pakar dari Undiksha Singaraja. Kriteria dan indikator pencapaian tujuan dan tolak ukur yang digunakan untuk menjustifikasi tingkat keberhasilan kegiatan dapat diuraikan pada tabel berikut : Tabel 01. Indikator Keberhasilan Program No Jenis Data 1.
Pengetahuan tentang Korupsi secara umum dan pendidikan antikorupsi
Sumber Data Guruguru Sekolah Dasar
Indikator Pengetahuan guru-guru sekolah dasar di kota Singaraja
Kriteria Instrumen Keberhasilan Terjadi Tes obyektif perubahan yang positif terhadap pengetahuan tentang Korupsi secara umum dan pendidikan antikorupsi
2.
Pengetahuan tentang konten pembelajaran antikorupsi bagi peserta didik usia dini
Guruguru Sekolah Dasar
Pengetahuan guru-guru sekolah dasar di kota Singaraja
Terjadinya perubahan yang positif pengetahuan guru-guru sekolah dasar tentang konten pembelajaran antikorupsi bagi peserta didik usia dini
Pedoman wawancara dan format observasi
BAB IV HASIL YANG DICAPAI Kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat “Sosialisasi Konten Pembelajaran Antikorupsi Bagi Guru Sekolah Dasar (SD) di Kota Singaraja, Kabupaten Buleleng” telah dilaksanakan 100% program yaitu: Identifikasi dan Analisis masalah terkait pemahaman siswa dan guru sekolah dasar terhadap pendidikan antikorupsi Pengembangan model dan alur birokrasi dengan pihak sekolah melalui kepala sekolah dasar di kota Singaraja, pelaksanaan Sosialisasi Konten Pembelajaran Antikorupsi Bagi Guru Sekolah Dasar di kota Singaraja yang saat ini terkatagori sebagai salah satu kota pendidikan dan taha internalisasi dalam bentuk kegiatan Focus Group Discussion (FGD) serta evaluasi program. Pada tahap awal pelaksanaan program dilaksanakan kegiatan berupa perancangan desain dan kegiatan sosialisasi, persiapan
tutor, persiapan sarana dan prasarana, dan
sosialisasi dan koordinasi dengan peserta. Kegiatan sosialisasi dilaksanakan bersama tim pengusul didasari oleh analisis situasi yang dibuat berdasarkan identifikasi masalah penyampaian konten pendidikan antikorupsi yang muncul dikalangan guru-guru sekolah dasar. Perancangan ini dilaksanakan pada akhir bulan Maret dan awal Mei 2015 yang juga melibatkan peran serta aktif peserta program pengabdian kepada masyarakat. Perencanaan ini berjalan dengan sangat baik berkat peranan aktif tim pelaksana dan peserta yang menjadi mitra program. Tahap persiapan dilaksanakan pada awal kegiatan untuk mematangkan kembali program yang akan dilaksanakan kepada masyarakat, sehingga terjadi sinergi yang baik dalam kegiatan ini. Persiapan ini meliputi: koordinasi awal dengan pihak sekolah, observasi kesiapan guru-guru sekolah dasar sebagai peserta, dan persiapan bahan sosialisasi. Dalam rangka penyamaan persepsi dan waktu pelaksanaan kegiatan pengabdian kepada masyarakat, maka dilaksanakan kegiatan sosialisasi dan koordinasi dengan peserta. Hal ini dilaksanakan untuk mendapatkan kesepakatan waktu dalam pelaksanaan program, sangat disyukuri peserta kegiatan sangat antusias dalam menerima sosialisasi program sehingga tidak ada halangan yang berarti dalam pelaksanaan kegiatan ini. Sosialisasi Konten Pembelajaran Antikorupsi Bagi Guru Sekolah Dasar (SD) dilaksanakan pada tanggal 16 April 2015, bertempat di Ruang Seminar Fakultas Ilmu Sosial UNDIKSHA.
Dalam pelaksanaan sosialisasi
ini tidak ditemukan kendala yang berarti
karena respon yang sangat bagus dari peserta dalam mengikuti pelaksanaan kegiatan ini. Peserta juga memperoleh CD dan buku panduan pendidikan anti korupsi yang diperuntukkan
bagi siswa SD kelas 1, 2, dan 3, serta buku panduan bagi guru. Pada proses sosialisasi para peserta sangat antusias mendengarkan dan memahami berbagai penjelasan umum terkait tindak pidana korupsi dan penegakan hukum yang menjadi dasar dalam pelaksanaan pendidikan antikorupsi. Secara etimologis korupsi berarti “sesuatu yang busuk” (corumpe). Istilah korupsi berasal dari kata Latin “corruptus” atau Corruptio. Kata "corruptus" yang semula berarti : to abuse (menyalah-gunakan“ atau “to deviate” (menyimpang). Dalam bahasa Belanda, korupsi berasal dari kata corruptie, yang turun ke dalam bahasa Indonesia menjadi kata korupsi. Secara sederhana, korupsi dapat diartikan busuk, palsu, dan suap (KPK,2006). Dalam perkembangan semantisnya, kata korupsi diartikan sesuai perspektif yang dipergunakannya. Dalam dunia politik, korupsi sering diartikan sebagai “abuse of public power” untuk kepentingan pribadi atau kelompok (Choirul Fuad Yusuf, 2010). Dari sisi moralitas atau humanitas, korupsi dikonotasikan sebagai mode of conduct yang menyimpang dari standar nilai-nilai kemanusiaan dan norma-norma kemasyarakatan (Martiman Projohamidjoyo, 2009). Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Dengan demikian, korupsi merupakan tindakan mengambil secara tidak jujur perbendaharaan milik publik atau barang untuk kepentingan dirinya sendiri, keluarga atau kelompok tertentu (Martawiansyah, 2007). Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, dimana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali. Pengertian korupsi secara umum dapat dirumuskan sebagai penyalahgunaan kekuasaan untuk kepentingan sendiri. “Kepentingan” yang dimaksud disini adalah meliputi kepentingan yang bersifat materiil berupa harta benda dengan segala wujud, maupun non materiil seperti misalnya popularitas, persaudaraan, persahabatan, politik, ilmu pengetahuan dan lain-lain. Secara lebih luas, terdapat tiga lapis korupsi sebagaimana diuraikan melalui tabel berikut: Tabel 01: Tiga Lapis Korupsi (Kerangka Teoritis Alatas, Chambliss dan Djilas) Lapis Korupsi Lapis Pertama
Jenis Korupsi Persentuhan langsung antara warga dan birokrasi. Bentuk korupsi: Suap (bribery), ketika inisiatif datang dari warga; Pemerasan (extortion), ketika prakarsa untuk mendapatkan
dana datang dari aparatur negara. Lapis Kedua
Nepotisme (diantara mereka yang punya hubungan darah dengan pejabat publik); Kronisme (diantara mereka yang tidak punya hubungan darah dengan pejabat publik); “Kelas Baru” (terdiri dari semua partai pemerintah dan keluarga mereka yang menguasai semua pos basah, pos ideologis dan pos yuridis penting).
Lapis Ketiga
Jejaring (cabal), baik regional, nasional ataupun internasional, yang meliputi unsur pemerintahan, politisi, pengusaha, dan aparat penegak hukum.
Sumber: George Junus Aditjondro, 2002, Korupsi Kepresidenan. Selain tiga lapis korupsi diatas, dari aspek motivasi korupsi dapat dikelompokkan menjadi dua terminologi sederhana, pertama adalah korupsi yang didorong karena kemiskinan (corruption driven by proverty) dan kedua adalah korupsi yang di dorong karena kerakusan (corruption driven by greed). Di Indonesia sendiri, undang-undang tentang tindak pidana korupsi sudah mengalami 4 (empat) kali perubahan. Adapun peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang tindak pidana korupsi, yakni : 1. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1960 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi; 2. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi; 3. Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi; dan 4. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi. Berdasarkan UU No. 20 Tahun 2001, korupsi dirumuskan kedalam 30 bentuk/jenis tindak pidana korupsi. Ketentuan tersebut menerangkan secara terperinci mengenai perbuatan yang bisa dikenakan sanksi pidana karena korupsi. Secara lebih spesifik, berikut adalah bentuk/jenis tindak pidana korupsi yang diatur dalam undang-undang tindak pidana korupsi:
Tabel 02: Bentuk/Jenis Tindak Pidana Korupsi dalam UU No. 31 Tahun 1999 Jo. UU No. 20 Tahun 2001 Bentuk/Jenis Tipikor
Dasar Hukum
Konsekuensi Yuridis
1. Kerugian keuangan Negara
Pasal 2, Pasal 3
Pidana penjara maksimal 20 tahun atau denda maksimal Rp. 1 Milyar.
2. Suap-menyuap
Pasal 5 ayat (1) huruf a dan b
Pidana penjara maksimal 5 tahun atau denda maksimal Rp. 250 Juta.
Pasal 5 ayat (2)
Pidana penjara maksimal 5 tahun atau denda maksimal Rp. 250 Juta.
Pasal 6 ayat (1) huruf a dan b, Pasal 6 ayat (2)
Pidana penjara maksimal 15 tahun atau denda maksimal Rp. 750 Juta.
Pasal 11
Pidana penjara maksimal 5 tahun atau denda maksimal Rp. 250 Juta.
Pasal 12 huruf a, b, c, d
Pidana penjara maksimal 20 tahun atau denda maksimal Rp. 1 Milyar.
Pasal 13
Pidana penjara maksimal 3 tahun atau denda maksimal Rp. 150 Juta.
Pasal 8
Pidana penjara maksimal 15 tahun atau denda maksimal Rp. 750 Juta.
Pasal 9
Pidana penjara maksimal 5 tahun atau denda maksimal Rp. 250 Juta.
Pasal 10 huruf a, b, dan c
Pidana penjara maksimal 7 tahun atau denda maksimal Rp. 350 Juta.
4. Pemerasan
Pasal 12 huruf e dan f
Pidana penjara maksimal 20 tahun atau denda maksimal Rp. 1 Milyar.
5. Perbuatan curang
Pasal 7 ayat (1) huruf a, b, c dan d, Pasal 7 ayat (2)
Pidana penjara maksimal 7 tahun atau denda maksimal Rp. 350 Juta.
Pasal 12 huruf h
Pidana penjara maksimal 20 tahun atau denda maksimal Rp. 1 Milyar.
Pasal 12 huruf i
Pidana penjara maksimal 20 tahun
3. Penggelapan dalam jabatan
6. Benturan kepentingan
dalam pengadaan 7. Gratifikasi
atau denda maksimal Rp. 1 Milyar. Pasal 12 huruf b dan c
Pidana penjara maksimal 20 tahun atau denda maksimal Rp. 1 Milyar.
Setelah diberikan sosialisasi oleh tim pakar hukum dari Undiksha Singaraja, para peserta mengetahui pengetahuan umum tentang Anti korupsi yang pada prinsipnya adalah semua tindakan yang melawan, memberantas, menentang, dan mencegah korupsi. Pendidikan anti korupsi merupakan upaya memberikan pemahaman dan penanaman nilai-nilai kepada peserta didik agar berperilaku anti korupsi (Sumber: Badan Penelitian dan Pengembangan Kemendikbud). Pendidikan anti korupsi penting guna mencegah aksi korupsi. Pendidikan anti korupsi harus diberikan sejak dini dan dimasukkan dalam proses pembelajaran mulia dari tingkat pendidikan dasar, menengah dan pendidikan tinggi. Hal ini sebagai upaya membentuk perilaku peserta didik yang anti korupsi. Inti dari materi pendidikan antikorupsi ini adalah penanaman nilai-nilai luhur yang terdiri dari Sembilan nilai yang disebut dengan Sembilan Nilai Anti Korupsi. Sembilan tersebut adalah: tanggung jawab, disiplin, jujur, sederhana, mandiri, kerja keras, adil, berani, dan peduli. Selanjutnya pada tanggal 12 Mei 2015dilaksanakan kegiatan Focus Group Discussion (FGD) dan evaluasi program dengan indikator keberhasilan program meliputi: 1. Terjadi perubahan yang positif terhadap pengetahuan tentang Korupsi secara umum dan pendidikan antikorupsi. 2. Terjadinya perubahan yang positif perihal pengetahuan guru-guru sekolah dasar tentang konten pembelajaran antikorupsi bagi peserta didik usia dini. Kegiatan tersebut dilaksanakan pada guru-guru sekolah dasar di Kota Singaraja, Kabupaten Buleleng dengan baik dan tanpa kendala apapun. Berbagai masukan diperoleh dari kegiatan FGD dan evaluasi program, salah satunya adalah keinginan para guru agar kegiatan pengabdian kepada masyarakat seperti ini dapat dilaksanakan secara berkelanjutan sehingga tercipta sekolah berkarakter anti korupsi. Berdasarkan evaluasi tindak lanjut yang dilakukan, ditemukan bahwa para peserta yang mengikuti sosialisasi konten pembelajaran antikorupsi memiliki pengetahuan yang konsisten mengenai pengetahuan umum tentang tindak korupsi, jenis-jenis tindak pidana korupsi beserta ketentuan hukumnya, hakekat pendidikan antikorupsi, dan cara menerapkan konten pembelajaran antikorupsi bagi siswa sekolah dasar sehingga mudah dipahami sesuai tingkatan usia peserta didik. Disamping itu, beberapa manfaat praktis yang diperoleh oleh
peserta sosialisasi yaitu: (1) mereka mendapatkan informasi yang jelas dan utuh mengenai pengetahuan tentang Korupsi secara umum dan pendidikan antikorupsi, (2) para peserta sosialisasi memperoleh penyamaan persepsi tentang konten pembelajaran antikorupsi bagi peserta didik usia dini, (3) Peserta juga memperoleh CD dan buku panduan pendidikan anti korupsi yang diperuntukkan bagi siswa SD kelas 1, 2, dan 3, serta buku panduan bagi guru. Dengan demikian, sesuai dengan kriteria keberhasilan program pelatihan ini, maka kegiatan ini dinilai berhasil apabila mampu meningkatkan pengetahuan peserta dalam menerapkan konten pembelajaran anti korupsi sejak dini bagi siswa sekolah dasar di kota Singaraja.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diperoleh dari pelaksanaan program pengabdian kepada masyarakat “Sosialisasi Konten Pembelajaran Antikorupsi Bagi Guru Sekolah Dasar (SD) di Kota Singaraja, Kabupaten Buleleng”, adalah: 1. Tingkat partisipasi yang tinggi dari mitra program pengabdian kepada masyarakat memberikan dampak positif bagi pelaksanaan program, terlihat dari sosialisasi konten pembelajaran antikorupsi yang dihadiri oleh peserta dapat berjalan dengan baik. 2. Pelaksanaan program mampu menghasilkan luaran-luaran yang diharapkan oleh program pengabdian kepada masyarakat ini, hingga terlaksananya kegiatan Focus Group Discussion (FGD) dan evaluasi program.
5.2. Saran Tingginya partisipasi dan animo guru-guru sekolah dasar di Kota Singaraja Kabupaten Buleleng, perlu terus dipupuk dengan pendampingan, sehingga guru-guru sekolah dasar sebagai ujung tombak pendidikan mampu menanamkan dan memberikan pemahaman akan arti pentingnya karakter antikorupsi kepada anak-anak sejak dini.
DAFTAR PUSTAKA
Ade Irawan, dkk. 2004. Mendagangkan Sekolah. Jakarta : Indonesia Corruption Watch Bawa Atmaja, Nengah, (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif : (Makalah) disampikan Pada Sosialisasi Dosen Muda Lemlit Undiksha Singaraja. Buchori, Muchtar, 2007, Pendidikan Anti Korupsi, dimuat dalam Harian Kompas, 21 Februari 2007 Bali Post, “Menanamkan Budaya Antikorupsi, Perlunya Panutan dari Guru dan Orangtua”, Edisi Minggu 7 September 2014 Direktorat Pendidikan dan pelayanan masyarakat-KPK. 2014. ”Buku Pendidikan Antikorupsi”. Dalam www.acch.kpk.go.id, accessed 15 September 2014. Martiman Projohamidjoyo, 2009. Panduan Penyelenggaraan Pendidikan Antikorupsi di Indonesia. Diakses dalam www.kemenag.go.id , tanggal 15 September 2014. Severe, Sal. 2001. Bagaimana Bersikap Pada Anak Agar Anak Bersikap Baik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Sadia, Wayan. (2001). Pedoman Penyusunan Proposal Penelitian. Singaraja: Lembaga Penelitian IKIP Negeri Singaraja Soehartono. (1995). Metode Penelitian Sosial. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Sugyono. (2006). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140. Undang-Undang No.20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 4150. www.asiarisk.com/No.871, “Corruption’s Impact on the Business Environment”, accessed 15 september 2014