LAPORAN P2M
SOSIALISASI KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA SEKOLAH DI SEKOLAH DASAR GUGUS I DAN II KECAMATAN SAWAN KABUPATEN BULELENG
OLEH Prof. Dr. NYOMAN WIJANA, M.Si DRS. SANUSI. MULYADIHARJA, M.Pd
Dibiayai dari Dana DIPA UNDIKSHA dengan SPK Nomor 023.04.2.552581/2013 revisi 2 tanggal 01 Mei 2013
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA 2013 1
HALAMAN PENGESAHAN 1. JUDUL: PELATIHAN PENATAAN RUANG BELAJAR BERBASIS ERGONOMI PADA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA NEGERI DI KOTA SINGARAJA
2. Ketua Pelaksana a. Nama Lengkap
: Prof. Dr. Nyoman Wijana, M.Si
b. Pangkat/Gol/NIP
: Pembina Utama /IVe/196012311984031012
c. Jabatan Fungsional
: Guru Besar
d. Jabatan Struktural
:-
e. Fakultas/Jurusan
: MIPA/Pendidikan Biologi
f. Perguruan Tinggi
: Universitas Pendidikan Ganesha
g. Bidang Keahlian
: Pendidikan Biologi/Ergonomi
h. Waktu untuk kegiatan ini : 10 jam/minggu 3. Jumlah anggota 4. Lokasi P2M 5. Mitra Kerjasama 6. Lokasi Kegiatan 7. Jumlah Dana 8. Sumber Dana 9. Total Biaya
: 2 orang : Undiksha :: Undiksha : Rp 7.500.000,: DIPA Undiksha : Rp 7.500.000,Singaraja, 6 Nopember 2013
Mengetahui, Dekan FMIPA
Ketua Pelaksana
Prof. Dr. IBP. Arnyana, M.Si NIP. 195812311986011005
Prof. Dr. Nyoman Wijana, M.Si NIP. 196012311984031012
Menyetujui Ketua Lembaga Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Pendidikan Ganesha
Prof. Dr. I Ketut Suma, M.S. NIP. 195901011984031003 2
3. Organisasi Pelaksana
:
1. Ketua Pelaksana a. Nama Lengkap
: Prof. Dr. Nyoman Wijana, M.Si
b. Pangkat/Gol/NIP
: Pembina Utama /IVe/196012311984031012
c. Jabatan Fungsional
: Guru Besar
d. Jabatan Struktural
:-
e. Fakultas/Jurusan
: MIPA/Pendidikan Biologi
f. Perguruan Tinggi
: Universitas Pendidikan Ganesha
g. Bidang Keahlian
: Pendidikan Biologi/Ergonomi
h. Waktu untuk kegiatan ini : 10 jam/minggu 2. Anggota Pelaksana 1 Anggota Pelaksana 1. Anggota Pelaksana 1. a. Nama Lengkap
: Drs. Sanusi. Mulyadiharja, M.Pd.
b. Pangkat/Gol/NIP
: Penata/III c/131 2878744
c. Jabatan Fungsional
: Lektor
d. Jabatan Struktural
:-
e. Fakultas/Jurusan
: MIPA/Pendidikan Biologi
f. Perguruan Tinggi
: Universitas Pendidikan Ganesha
g. Bidang Keahlian
: Pendidikan Biologi
h. Waktu untuk kegiatan ini : 10 jam/minggu 3. Tenaga administrasi : -
3
Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa / Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat Beliaulah laporan pengabdian masyarakat ini dapat diselesaikan sesuai dengan yang direncanakan. Dalam proses pelaksanaan pengabdian masyarakat ini banyak bantuan yang telah kami terima, baik bantuan moral maupun material. Untuk itu kami mengucapkan banyak-banyak terima kasih. Semoga pengabdian masyarakat ini ada manfaatnya bagi para peserta pengabdian masyarakat khususnya dan masyarakat pendidikan pada umumnya.
Singaraja, 6 Nopember 2013
4
DAFTAR ISI
BAB I
Hal 1 PENDAHULUAN Analisis Situasi……………………………………………........................ 1 Identifikasi Rumusan Masalah…………………………………................ 4 Tujuan Kegiatan ......................................................................................... 5 Manfaat Penelitian...................................................................................... 5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
6
BAB III
MATERI DAN METODE PELAKSANAAN Kerangka Pemecahan Masalah ............................................................ .... Khalayak Sasaran ....................................................................................... Keterkaitan ................................................................................................. Metode Kegiatan ........................................................................................
23 23 24 24 25
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Peserta ........................................................................................... Aktivitas Kegiatan .....................................................................................
27 27 28
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ................................................................................................... Saran-saran ................................................................................................ DAFTAR PUSTAKA................................................................................ LAMPIRAN ..............................................................................................
30 30 30 32 34
5
DAFTAR TABEL Tabel 1 2
Makna Warna dari Konsep Ergonomi ............................................................. Rincian Jenis Kegiatan dan Waktu Pelakasanaan P2M di Sekolah Dasar Gugus I dan II Kecamatan Sawan ...................................................................
6
Hal 21 25
DAFTAR GAMBAR Gamb 1
Kerangka Konsep Pemecahan Masalah Berbasis Ergonomi Total .................
7
Hal 23
DAFTAR LAMPIRAN Lamp 1
2 3 4
Hal Aktivitas Para Peserta Dalam Pelaksanaan P2M Sosialisasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja Sekolah di Sekolah Dasar Gugus I dan II Kecamatan Sawan ............................ …………………………………………………… Daftar Hadir Peserta ………………………………………………………… Lembaran Pemantauan Pelaksanaan Kegiatan P2M Undiksha ……………... Surat Perjanjian Kerja Pengabdian Pada Masyarakat .....................................
8
34 35 36 37
BAB I Pendahuluan Sekolah memiliki berbagai aktivitas, baik aktivitas fisik maupun aktivitas psikologis. Aktivitas belajar adalah melibatkan aktivitas fisik dan aktivitas psikologis. Bagi seorang guru, hendaknya memperhatikan semua aktivitas yang dilakukan baik oleh dirinya sendiri maupun aktivitas yang dilakukan oleh siswa itu sendiri. Seorang guru dalam melakukan aktivitasnya itu dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti faktor internal yaitu faktor dari dirinya sendiri, dan faktor eksternal, yaitu dari lingkungan fisik itu sendiri. Demikian pula aktivitas yang dilakukan oleh siswa, yang dipengaruhi oleh faktor inbternal dan faktor eksternal. Dari aktivitas yang dilakukan oleh guru dan oleh siswa itu sendiri, akan dapat menimbulkan sesuatu yang tidak diinginkan seperti masalah keselamatan kerja dan kesehatan kerja. Masalah keselamatan dan kesehatan kerja ini belum menjadi perhatian yang serius bagi guru maupun bagi siswa itu sendiri. Mereka seakan akan melakukan aktivitas pada situasi yang selalu dalam keadaan normal yang tidak menimbulkan gangguan pada dirinya sendiri. Suatu contoh yang dilakukan oleh guru pada saat mereka mengajar, guru tidak pernah memperhatikan posisi duduk siswanya. Bagaimana seorang siswa duduk dengan benar agar tidak menimbulkan gangguan pada tulang punggung siswa. Contoh lainnya adalah seberapa tinggi papan tulis yang terpasang pada dinding sekolah, seberapa besar huruf yang digunakan agar mata siswa tidak terganggu, berapa jarak duduk antar siswa, dan lain-lainnya. Hal lain yang cukup menarik adalah buku-buku yang dibawa oleh anak yang dimasukkan dalam tas punggungnya sangat jelas terlihat beban tas punggung tersebut melebihi kemampuan tubuh untuk menggendongnya.
9
Perhatian terhadap stasiun kerja, dalam hal ini ruang belajar, antara guru dan siswa tidak pernah memperhatikan kondisi lingkungan fisiknya. Pada hal lingkungan fisik sangat berpengaruh terhadap produktivitas kerja. Seandainya mikroklimat di ruang belajar tidak diperhatikan, sehingga ruang tersebut menjadi panas, akan timbul respon fisiologis sebagai berikut. (1) Rasa lelah yang diikuti dengan hilangnya efisiensi kerja mental dan fisik meningkat. (2) Denyut jantung meningkat. (3) Tekanan darah meningkat. (4) Aktivitas alat pencernaan menurun.
(5) Suhu inti tubuh meningkat. (6) Aliran darah ke kulit juga meningkat. (7)
Produksi keringat meningkat. Lingkungan kerja atau dapat juga disebut lingkungan perantara, dapat berpengaruh terhadap kondisi manusia itu sendiri, seperti temperatur, kelembaban, sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan, getaran mekanis, bau-bauan, warna dan lain-lain. Hal yang tidak bisa dilepaskan dari lingkungan perantara ini adalah mengenai tata letak fasilitas. Keselamatan dan kesehatan kerja, sementara ini oleh pengambil kebijakan di bidang pendidikan kurang mendapatkan perhatian. Mereka senantiasa berorientasi terhadap kurikulum, materi ajar, pendekatan dan metode pembelajaran dan lain-lain yang senantiasa berorientasi peningkatan akademik. Dari sisi kebosanan belajar, keselamatan fisik dan psikologis, kesehatan dalam proses belajar mengajar kurang menjadi perhatian, sehingga bidang keilmuan ergonomi dianggap sebagai sesuatu yang mubazir di bidang kependidikan. Pada hal, dasar untuk menjadi pebelajar yang berprestasi tidak lepas dari kebolehan, keterbatasan, kemampuan, dan kesehatan itu sendiri. Keselamatan dan kesehatan kerja (belajar) dilandasi oleh keilmuan di bidang ergonomi. Manusia itu bukan robot, manusia itu bukan benda mati, dan manusia itu bukan diatur oleh alat, tetapi semua pekerjaan diatur oleh manusia. Hal ini sesuai dengan batasan ergonomi yakni Ergonomi adalah ilmu, teknologi, dan seni untuk menyerasikan alat, cara kerja, dan
10
lingkungan pada kemampuan, kebolehan, dan batasan manusia, sehingga diperoleh kondisi kerja dan lingkungan yang sehat, aman, nyaman, efektif dan efisien demi tercapainya produktivitas yang setinggi-tingginya. Sekolah Dasar merupakan basik yang harus dibenahi dari sisi ergonomi. Hal ini disebabkan oleh dasar perkembangan fisik dan psikologis di tingkat sekolah dasar adalah sangat penting. Bila dari dasar, kondisi fisik dan psikologis tidak dapat dikembangkan secara optimal, maka dalam perkembangan selanjutnya akan sangat sulit untuk melakukan recovery. Suatu contoh konkrit adalah dalam hal pemanfaatan fasilitas belajar, antara ukuran tubuh anak SD dengan bangku dan meja belajar siswa yang digunakan dalam proses belajar mengajar, sudah tidak sesuai dengan kaidah-kaidah ergonomi yang ada. Cara duduk yang salah, dalam jangka waktu yang panjang dapat menimbulkan gangguan pada tulang punggung seperti lordosis, skoliosis, dan kifosis. Ketepatan ukuran huruf yang digunakan dalam penulisan di papan tulis, akan sangat berpengaruh terhadap kesehatan mata. Suara-suara yang sering mengganggu dan menimbulkan kebisingan dalam kegiatan belajar mengajar, akan sangat berpengaruh terhadap kesehatan pendengaran. Kondisi ini sangat sering terjadi di sekolah dasar. Salah satu hal yang memiliki kondisi fasilitas belajar yang kurang relevan dengan kaidahkaidah ergonomi adalah terdapat pada semua sekolah yang ada di Indonesia. Namun dalam pengabdian ini dilakukan di SD Kecamatan Sawan khususnya di Gugus I dan II adalah sebagai suatu bentuk rintisan dari aktivitas pembenahan awal yang nantinya dapat digunakan sebagai masukan bagi sekolah-sekolah lainnya. SD Gugus I dan II Kecamatan Sawan secara keseluruhan berada di wilayah atau zone dataran tinggi di Kecamatan Sawan. Potret sekolah dari gugus ini, sebagaimana umumnya sekolah di daerah yang jauh dari kota kecamatan dan juga jauh dari ibu kota, kondisi sekolahnya
11
umumnya fasilitas dan tata letak ruangan kurang memenuhi persyaratan yang telah ditentukan dalam kajian ergonomis. Kondisi ini akan membawa dampak negatif terhadap aktivitas kegiatan belajar mengajar yang dilakukan selama ini. Fasilitas yang ada di sekolah pada kedua gugus tersebut, menunjukkan fasilitas yang hanya memenuhi kebutuhan minimal dalam keperluan kegiatan belajar mengajar. Penataan fasilitas sekolah, penataan ruang, kondisi lingkungan fisik, semuanya itu memerlukan sentuhan kajian ergonomi untuk mewujudkan keselamatan dan kesehatan kerja (belajar) bagi siswa. SD yang ada di Kecamatan Sawan khususnya Gugus I dan II merupakan bagian dari SD di Kecamatan Sawan yang terdiri atas 6 gugus. Gugus I terdiri atas 6 sekolah dan Gugus II terdiri atas 5 sekolah. Masing-masing sekolah terdiri atas 6-8 guru. Dengan demikian dalam gugus I dan II ini terdiri atas 36-48 guru. Dengan jumlah yang ada ini, dapat dimanfaatkan untuk menyambung informasi yang terkait dengan keselamatan dan kesehatan kerja yang berorientasi ergonomi. Identifikasi dan Rumusan Masalah Ringkasnya mengenai identifikasi masalah di SD tentang keselamatan dan kesehatan kerja ini adalah bahwa guru dan siswa belum memahami tentang faktor-faktor yang sering berpengaruh terhadap keselmatan dan kesehatan kerja; mereka belum memahami solusi yang harus dikerjakan dan keselamatan dan kesehatan kerja bagi sekolah belum mendapat perhatian yang serius. Kondisi sekolah yang meliputi fasilitas sekolah, tata ruang, dan lingkungan fisik menunjukkasn kondisi yang sangat terbatas, belum memenuhi ketentuan ergonomi, dan keterkaitannya dengan keselamatan dan kesehatan kerja sangat perlu dilakukan pembenahan untuk meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja sekolah sesuai dengan kaidah-kaidah ergonomi yang ada.
12
Dari permasalahan dan analisis situasi yang ada, yang dihadapi di sekolah-sekolah dasar, khususnya di SD Kecamatan Sawan Gugus I dan II maka masalah yang perlu disosialisasikan lebih lanjut adalah : 1. Faktor-faktor apa saja yang harus diperhatikan dalam proses belajar mengajar dilihat dari sisi ergonomi sehingga kesehatan dan keselamatan kerja di sekolah dasar dapat diwujudkan? 2. Bagaimana solusi yang diberikan dalam pelaksanaan proses belajar mengajar untuk mewujudkan keselamatan dan kesehatan kerja di sekolah dasar dilihat dari sisi ergonomi?
Tujuan Kegiatan Tujuan dari kegiatan pengabdian masyarakat ini adalah : 1. Agar guru dan siswa memahami faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam proses belajar mengajar dilihat dari sisi ergonomi sehingga kesehatan dan keselamatan kerja di sekolah dasar dapat diwujudkan; 2. Memberikan solusi dalam pelaksanaan proses belajar mengajar untuk mewujudkan keselamatan dan kesehatan kerja di sekolah dasar dilihat dari sisi ergonomi; dan 3. Memberikan pemodelan keselamatan dan kesehatan kerja yang berorientasi ergonomi.
Manfaat Kegiatan Manfaat yang diambil dari dilaksanakannya kegiatan P2M ini adalah : 1. Guru memahami faktor-faktor yang yang perlu diperhatikan dalam kegiatan belajar mengajar yang berhubungan dengan keselamatan dan kesehatan kerja; 2. Guru mendapatkan informasi yang tepat terkait dengan solusi yang diberikan dalam kaitannya dengan keselamatan dan kesehatan kerja dari sisi ergonomi; dan 3. Guru memiliki keterampilan dalam melakukan keselamatan dan kesehatan kerja yang berorientasi ergonomi melalui pelatgihan pemodelan.
13
BAB II Kajian Pustaka
Tempat Duduk dan Meja Belajar Biasanya, guru dan siswa kurang menghiraukan tempat duduk yang mereka duduki. Padahal, tempat duduk tersebut merupakan alat yang memegang peranan penting, terutama bagi mereka yang melakukan aktivitas sambil duduk seperti yang dilakukan oleh para siswa di sekolah. Sebuah tempat duduk (kursi) yang lengkap, minimal harus mempunyai kaki, alas duduk, sandaran pinggang dan punggung, dan sandaran lengan (Nala, 1994). Agar tempat duduk nyaman dipakai pada waktu belajar, ukuran-ukurannya harus disesuaikan dengan antropometri orang yang akan memakainya. Dalam hal ini, diperlukan pembakuan terhadap ukuran-ukuran tubuh (antropometri) orang-orang Indonesia pada umumnya atau orang-orang Bali pada khususnya, sehingga dalam mendesain tempat duduk (kursi) dapat mengacu kepada ukuran-ukuran tersebut. Seandainya ukuran-ukuran baku tersebut belum ada, dapat dilakukan pengukuran terhadap antropometri siswa atau mahasiswa yang akan menggunakan tempat duduk tersebut. Akan tetapi, jika data antropometri siswa atau mahasiswa tersebut juga tidak ada, maka dapat digunakan persyaratan tempat duduk sebagai berikut (Nala, 1994). (1) Tinggi alas duduk dari lantai 38 – 54 cm (setinggi telapak kaki sampai belakang lutut atau popliteal). (2) Alas duduk hendaknya agak miring ke belakang (14o – 24o dari bidang horizontal atau dari lantai). Kemiringan ini diperlukan, agar tubuh tidak melorot ke depan pada saat duduk. (3) Ujung tepi depan alas duduk dibuat agak bulat untuk menghindari tekanan pada bagian bawah paha. Ujung bagian depan ini dapat ditinggikan 4o – 6o dari alas duduk. (4) Luas alas duduk sebaiknya disesuaikan dengan ukuran pantat yaitu: 40 – 45 cm melintang dan 38 – 42
14
cm membujur. (5) Sandaran pinggang dan punggung hendaknya agak miring ke belakang dengan sudut 105o – 110o terhadap alas duduk. Bentuk sandaran pinggang dan punggung sebaiknya disesuaikan dengan lengkung vertebrae pada tubuh manusia. Sandaran tersebut akan menopang punggung dan pinggang dengan baik bila ukuran tingginya 48 – 50 cm dan lebarnya 32 – 36 cm. Pengetahuan tersebut memegang peranan penting di dalam meningkatkan pemahaman guru tentang kaidah yang harus diikuti terkait dengan tempat duduk siswa. Meja belajar adalah meja yang digunakan sebagai alas pada saat melakukan aktivitas belajar. Bila meja belajar terlalu tinggi maka bahu akan lebih sering terangkat pada saat menulis atau meletakkan tangan di atas meja dan bila terlalu rendah maka sikap tubuh akan membungkuk pada saat menulis. Sikap tubuh yang seperti itu dapat mengakibatkan sakit pinggang atau punggung dan sakit pada otot-otot leher dan bahu. Terkait dengan masalah tersebut, Sutajaya (2001 a) melaporkan bahwa perbaikan kondisi kerja yang mengacu kepada kaidah-kaidah ergonomi dalam menggunakan mikroskop di Laboratorium Biologi STKIP Singaraja mengurangi gangguan pada sistem muskuloskeletal sebesar 54,03 %(p < 0,05). Untuk mengatasi masalah tersebut, perlu dipilih meja belajar yang sesuai dengan pemakainya. Dalam hal ini, Grandjean (1988) menyatakan bahwa tinggi meja untuk menulis dan membaca dalam posisi duduk adalah antara 74 – 78 cm untuk laki-laki dan antara 70 – 74 cm untuk wanita, sedangkan Dul & Weerdmeester (1993) menyatakan bahwa untuk kegiatan yang sering menggunakan mata, tangan, dan lengan, sebaiknya bidang kerja berada pada 0 – 15 cm di atas tinggi siku. Pengetahuan ini memegang peranan penting di dalam upaya peningkatakan pemahaman guru tentang manfaat meja belajar yang ergonomis bagi kesehatan dan kenyamanan siswa dalam proses pembelajaran.
15
Penempatan Papan Tulis Papan tulis yang digunakan sebagai sarana belajar kadang-kadang ditempatkan pada tempat yang tidak ergonomis, sehingga dapat memunculkan gangguan fisiologis pada siswa atau mahasiswa saat membaca tulisan atau pesan yang dibuat di papan tulis tersebut. Untuk mengatasi masalah tersebut, perlu diketahui kaidah-kaidah ergonomi yang dapat digunakan sebagai acuan di dalam penempatan papan tulis tersebut. Dalam hal ini, Grandjean (1988) menganjurkan agar rotasi mata saat melihat suatu objek tidak lebih dari 5o di atas horizontal plane dan 30o di bawah horizontal
plane.
Dengan
demikian,
berarti
penempatan
papan
tulis
hendaknya
memperhitungkan siswa atau mahasiswa yang duduk paling depan dan paling belakang, sehingga rotasi mata mereka tetap berada pada rentangan tersebut di atas. Dengan kata lain, tinggi papan tulis harus mengacu kepada tinggi mata siswa atau mahasiswa dalam posisi duduk. Di samping itu, masalah silau juga harus diperhitungkan karena silau membuat rasa tidak nyaman dan mengurangi kemampuan mata untuk melihat. Silau muncul karena ada bagianbagian lapang pandang yang terlalu terang dibandingkan dengan tingkat penerangan umum di tempat tersebut. Silau dapat dihindari dengan jalan (1) menempatkan dengan tepat sumber penerangan terhadap tempat kerja atau sebaliknya, (2) menurunkan intensitas penerangan sumber, (3) mengganti bahan yang mengkilat, (4) memberi penerangan yang memadai pada latar belakang penyebab silau tersebut, dan (5) menghilangkan kontras(Manuaba, 2004 b). Pemahaman guru terhadap kajian ergonomi dalam penempatan papan tulis dan faktor silau yang dapat mengganggu proses pembelajaran dapat dimanfaatkan sebagai upaya peningkatan profesionalisme guru dalam mengelola sarana pembelajaran.
16
Penerangan Ruangan Penerangan yang baik sangat penting agar pekerjaan dapat dilakukan dengan benar dan dalam situasi nyaman. Di samping itu, pada saat aktivitas dilakukan, objek dapat dilihat dengan jelas dan cepat, sehingga tidak melelahkan mata. Prinsip penerangan yang baik adalah (1) jumlah atau intensitas penerangan yang diperlukan hendaknya disesuaikan dengan jenis pekerjaan, daya lihat seseorang, dan lingkungannya; (2) perlu diupayakan penampilan penglihatan sebesar 100%; (3) di dalam merencanakan penerangan, di samping efisiensi penglihatan, faktor keamanan, kenyamanan dan keselamatan perlu diperhitungkan; (4) intensitas penerangan yang baik adalah minimal 200 lux, atau disesuaikan dengan jenis aktivitas di tempat tersebut; dan (5) penerangan harus diutamakan pada pekerjaan pokok, kemudian pada latar belakangnya dan terakhir pada lingkungannya (dinding, atap, lantai, dan lain-lain). (Manuaba, 2004 b). Untuk kegiatan belajar (membaca dan menulis), diperlukan intensitas penerangan sebesar 350 – 700lux (Grandjean, 1988). Data ini ditunjang oleh hasil temuan Antari (2004) yang melaporkan bahwa intensitas pencahayaan di ruang mikro konseling IKIP Singaraja adalah 398,75 lux pada kelompok perlakuan dan 402,56 lux pada kelompok kontrol. Untuk memperoleh penerangan sebesar 600 lux, berapa diperlukan lampu TL “b” watt dalam ruangan seluas “a” m2, dapat dilihat pada rumus sebagai berikut (Manuaba, 2004 b). X = (a x 60 x 1/15 watt) : b Contoh: Berapakah diperlukan lampu TL 40 watt dalam ruangan seluas 100m2 X = (100 x 60 x 1/15 watt) : 40 watt = (6000/15 watt ) : 40 watt = 400 : 40 = 10
17
Jadi diperlukan 10 lampu TL Dalam hal ini, penggunaan lampu neon (TL) lebih baik daripada lampu pijar, karena lampu TL memberi penerangan sebesar 75% dan panas hanya 25%. Sedangkan lampu pijar mengeluarkan panas 75% dan memberi penerangan hanya 25%. Di samping kelebihan tersebut, lampu TL juga memiliki kekurangan, yaitu adanya efek getaran. Masalah ini dapat diatasi dengan jalan menutup ujung-ujung lampu TL, jika digunakan hanya satu lampu, tapi jika digunakan lebih dari satu lampu TL, hendaknya dipasang dengan T sistem. Jika digunakan penerangan alami, hendaknya diperhatikan luas jendela 1/5 x luas lantai dan diupayakan agar lantai dan plafon berwarna lembut atau putih untuk membantu refleksi sinar dan untuk mengurangi kontras. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa penerangan di ruang belajar dapat diupayakan dengan menyesuaikan intensitas penerangan dengan jenis kegiatan yang dilakukan di ruang belajar. Hal ini akan sangat membantu untuk mengatasi kelelahan mata yang diakibatkan oleh intensitas penerangan yang tidak cukup. Olszewski (1998) melaporkan bahwa penerangan yang tidak cukup pada tempat kerja operator komputer mengakibatkan 77,8% operator mengeluh sakit mata. Jika hal ini terjadi pada ruang belajar, tentu akan mengganggu proses pembelajaran yang pada akhirnya akan menurunkan prestasi pebelajar. Di samping itu, Partadjaja (2004) melaporkan bahwa perbaikan sistem pencahayaan dan media pembelajaran meningkatkan kecepatan kerja siswa sebesar 70,46%, ketelitian sebesar 56,36%, dan konstansi kerja sebesar 90,95%. Pengetahuan ini dapat diaplikasikan oleh seorang guru ketika ingin mendapatkan penerangan yang adekuat dalam proses pembelajaran dan ketika mereka menentukan pilihan terhadap jenis sumber penerangan yang cocok untuk proses pembelajaran.
18
Menentukan Ukuran Huruf Ukuran huruf yang nyaman dibaca hendaknya mengikuti rumus berikut ini. Tinggi huruf (dalam mm) Lebar huruf
= jarak baca (dalam mm) 200 = 2/3 x tinggi huruf
Tebal huruf
= 1/6 x tinggi huruf
Jarak antara 2 huruf
= 1/5 x tinggi huruf
Jarak antara 2 kata
= 2/3 x tinggi huruf
Jarak antara 2 baris kalimat
= 1 x tinggi huruf
Tas Punggung (Backpack) Sekarang ini, berbagai model serta ukuran tas punggung atau ransel bisa kita temukan dengan mudah di pasaran. Anak-anak sekolah pun amat menyukainya. Warna, bahan, serta motifnya yang amat beragam, selalu saja menarik perhatian mereka. Apalagi bila dihiasi dengan gambar tokoh idola anak seperti Batman, Princess, Barbie, dan sebagainya. Sebetulnya banyak hal positif yang diperoleh dari pemakaian tas punggung. Dengan catatan, anak menggunakan tas punggung yang tepat dan aman dari segi kesehatan. Berbagai tas punggung yang dilengkapi kantung di bagian dalam, membantu murid-murid untuk menempatkan buku, alat tulis lainnya dengan rapi. Dibandingkan dengan tas bahu (tas cangklong) dan tas jinjing, membawa tas punggung lebih baik karena otot yang terkuat dari tubuh adalah otot punggung dan otot abdominal untuk menyangga barang-barang yang berat. Bila digunakan secara benar, berat yang seimbang terbagi ke seluruh tubuh anak, sehingga luka atau cedera pada bahu dan leher bisa berkurang dibandingkan bila anak membawa tas jinjing atau tas bahu. Namun bila isi tas punggung terlalu banyak, terasa berat, dan dipakai dengan tidak benar, tas punggung dapat menimbulkan sakit pada punggung 19
Anak-anak yang memakai tas punggung yang hanya ditaruh pada satu bahu, seperti yang sering dilakukan oleh kebanyakan anak karena mereka merasa akan tampak lebih baik, cenderung miring ke satu sisi yang menyangga lebih berat. Posisi ini dapat menimbulkan sakit pada punggung bagian bawah dan atas serta membuat kaku bahu dan leher. Pemakaian tas punggung yang salah juga dapat menyebabkan bentuk tubuh yang jelek. Anak-anak gadis dan anak-anak kecil lebih beresiko mengalami rasa sakit yang disebutkan di atas karena tubuh mereka yang kecil dan lemah dipaksa untuk membawa beban yang berat. Juga, tas punggung dengan tali pengikat yang ketat dan sempit yang menarik bahu, dapat mengganggu sirkulasi darah dan syaraf anak-anak. Jenis tali pengikat ini dapat menimbulkan rasa kaku dan lemas di bagian lengan dan tangan anak-anak. Tas punggung yang kebesaran dan berat tidak hanya merupakan penyebab sakit punggung, tetapi juga sakit di bagian tubuh yang lain. Sementara itu dari penelitian di Italia terhadap 237 responden didapati siswa setingkat kelas VI SD biasanya membawa beban hingga 10 kg dalam tas punggungnya. Dari responden itu juga terjaring data, 46% mengeluh sakit di bagian punggung, sementara 66%-nya mengaku kelelahan. Dalam penelitian lanjutan, anak-anak dari kelompok yang merasa kelelahan diminta menggendong backpack-nya lebih lama dari biasanya. Hasilnya, mereka mengeluh menderita sakit punggung backpack (Anonimus, 2006 a). Menurut penelitian di Amerika Serikat, beban yang terlalu berat dari tas punggung dapat menimbulkan nyeri tulang punggung kronis dan juga penyakit tulang seperti scoliosis, kelainan pada tulang belakang yang menyebabkannya tulang belakang bengkok ke arah samping. Tipe lain scoliosis ialah kifosis, yang menyebabkan tubuh penderita terlihat bongkok disebabkan bentuk tulang belakangnya mengalami kelainan.
20
Menurut penelitian tersebut, berat tas punggung yang diangkat oleh seseorang tidak boleh lebih dari 15% berat total orang tersebut. Apalagi bagi anak-anak yang sedang berada dalam masa pertumbuhan. Sangat dianjurkan untuk tidak membawa beban lebih dari 10% berat tubuhnya. Ada suatu pedoman yang bisa digunakan dalam memilih tas punggung sekolah yang sesuai dengan kaidah ergonomi yaitu mempertimbangkan ukurannya, sehingga pas dengan tubuh anak yaitu pada saat menggendong tas punggung, tas punggung siswa tersebut tidak boleh menggantung lebih dari 10-15 cm di bawah pinggang. Pertimbangan lainnya adalah agar distribusi beban merata sehingga tidak hanya terpusat di bahu, memiliki cangklongan di pundak, ada tali di pinggang atau dada. Tali itu berfungsi menstabilkan keseimbangan badan yang juga perlu mendapat perhatian. Pasalnya, tas jenis ini membuat tubuh bagian atas menjadi lebih berat. Hal ini mempengaruhi keseimbangan. Tanpa keseimbangan yang baik, anak-anak lebih mudah jatuh. Pilih cangklongan yang lebar dan berbantalan lunak. Tali yang sempit akan menekan bahu. Bukan tidak mungkin malah dapat mengganggu kelancaran peredaran darah. Cangklongan sebaiknya juga dapat diatur sesuai ukuran tubuh si anak. Kalau terlalu longgar, akan menyebabkan tas punggung bergoyang-goyang atau berpindah posisi. Selain tidak nyaman, itu bisa memunculkan sakit otot leher dan punggung. Sebaliknya, tali bahu yang terlalu kencang bisa bikin sesak napas. Jarak antara tali sebaiknya tidak terlalu sempit hingga seakan menjepit leher. Namun, terlalu lebar pun akan membebani tulang sendi lengan. Pilih juga tas yang berbahan ringan. Pada bagian tas yang menempel di punggung sebaiknya dilengkapi bantalan. Gunanya untuk mencegah benda-benda keras dan tajam menghantam atau menusuk punggung. Masih soal bahan tas, pilihlah yang mudah dibersihkan.
21
Meskipun ringan, tas punggung harus cukup kuat. Untuk itu perhatikan kekuatan tali, bahan, maupun jahitannya. The American Occupational Therapy Association memberikan beberapa saran yang membantu untuk mencegah timbulnya gangguan kesehatan yang diakibatkan karena tas punggung ini (Anonimus, 2006 c) : 1. Jangan membiarkan anak membawa beban yang lebih dari 15 persen berat tubuhnya. 2. Selalu gunakan kedua selempang tas. Bila hanya menggunakan satu selempang tas saja, akan membuat anak bertumpu pada satu sisi saja. Hal ini akan membuat tulang belakang miring dan dapat menyebabkan rasa nyeri. 3. Benda yang terberat dalam tas sebaiknya diletakkan terdekat dengan punggung si kecil. Atur buku dan alat tulis lainnya dengan baik sehingga mencegah barang-barang tersebut bergeser. 4. Tas punggung sebaiknya mempunyai selempang tas yang baik, untuk mencegah tekanan yang terlalu besar pada bahu dan leher, yang dapat mengakibatkan rasa nyeri. 5. Bila tas punggung mempunyai tali yang diikatkan di pinggang, sebaiknya tali tersebut dimanfaatkan. Tali pinggang itu akan membantu mengurangi beban dari tas punggung. 6. Dipastikan bahwa anak-anak hanya membawa benda-benda yang benar-benar diperlukan untuk kepentingan sekolah. 7. Dipilih tas punggung yang mempunyai ukuran yang sesuai dengan punggung anak-anak. Anak-anak diajari bagaimana untuk mengisi barang-barang di dalam tasnya dan membawanya dengan benar. 8. Diatur ukuran selempang pada tas, sehingga tas punggung akan tepat merapat pada punggung si kecil. Bagian bawah tas sebaiknya tidak melebihi 10 cm dari lingkar pinggang.
22
9. Jika sekolah mengijinkan, dipertimbangkan untuk menggunakan tas yang mempunyai roda bila tas punggung anak-anak terlalu berat. 10. Jika anak-anak mengalami nyeri pada punggung atau leher, segera dikonsultasikan pada dokter. Lingkungan Fisik Lingkungan fisik adalah semua keadaan yang terdapat disekitar tempat kerja, yang akan mempengaruhi pada pekerja tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara umum lingkungan fisik dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu: 1. Lingkungan yang langsung berhubungan dengan pekerja itu sendiri seperti stasiun kerja dan lain-lain. 2. Lingkungan perantara atau lingkungan umumseperti rumah, kantor pabrik dan lain-lain. Lingkungan perantara inidapat juga disebut lingkungan kerja yang mempengaruikondisi manusia seperti: temperatur, kelembaban, sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan, getaran mekanis, bau-bauan, warna dan lain-lain. Hal yang tidak bisa dilepaskan dari lingkungan perantara ini adalah mengenai tata letak fasilitas. Setelah kita mengetahui prinsip-prinsip yang diperlukan dalam perancangan tata letak fasilitas kita juga harus mengetahui faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh dalam perancangan tata letak fasilitas yang dala hal ini adalah lingkungan fisiknya. Salah satu hal yang berpengaruh terhadap sistem kerja adalah lingkungan fisik. Oleh karena itu kita harus mempertimbangkan agar sistem kerja yang akan kita rancang menjadi sistem kerja yang memperhatikan semua aspek yang mempengaruhinya sehingga pada gilirannya kita menciptakan rancangan sistem kerja yang mendekati ideal. Adapun lingkungan fisik yang
23
harus kita perhatikan sangat banyak, namun disini kita hanya membahas enam hal saja, antara lain : Temperatur dan Kelembaban Ruangan Dalam keadaan normal, tiap anggota tubuh manusia mempunyai temperatur yang berbeda-beda. Adapun beberapa temperatur disetiap anggota tubuh manusia dalam keadaan normal dalah sebagai berikut : Mulut = 37 0 C Dada (kulit) = 34.4 – 35 0 C Garis pinggang (kulit) = 35 – 36 0 C Rectum (rambut) = 37.5 0 C Betis (kulit) = 36.5 – 38.3 0 C Kaki = 36.5 – 38.3 0 C Tubuh manusia akan selalu berusaha untuk mempertahankan keadaan normal dengan suatu sistem tubuh yang sangat sempurna sehingga dapat menyesuaikan temperatur tubuh sesuai dengan perubahan-perubahan temperatur yang ada diluar tubuh. Akan tetapi kemampuan manusia untuk menyesuaikan diri ada batasnya. Temperatur dan kelembaban akan mempengaruhi sistem kerja yang ada, baik terhadap pekerja itu sendiri dan juga terhadap peralatan atau mesin yang digunakan oleh pekerja itu. Sehingga ukuran ideal untuk tiap sistem kerja akan berbeda-beda tergantung pada manusia yang menjalaninya dan peralatan yang digunakan atau dioperasikan. Misalnya saja temperatur dan kelembaban yang digunakan untuk laboratorium Sistem Produksi dengan laboratorium Komputer akan berbeda karena sifat dari peralatan yang berbeda pula.
24
Namun secara umum menurut Tichaver tempertur yang akan berpengaruh terhadap kerja menusia sehingga mampu bekerja secara optimal dan pada akhirnya menimbulkan produktifitas yang tinggi adalah pada tingkat 24 0 C sampai 27 0 C. Sedangkan menurut DR. Suma’mur bahwa suhu nikmatkerja bagi orang Indonesia berkisar antara 24 0 C sampai 26 0 C. Namun bukan berarti manusia tidak bisa bekerja sama sekali pada suhu diluar itu, karena tubuh manusia dapat mempertahankan keadaan normal terhadap perubahan yang terjadi diluar tubuh jika temperatur tersebut tidak lebih dari 20% untuk kondisi panas dan 35% untuk kondisi dingin. Produksi panas dalam tubuh manusia tergantung pada kegiatan fisik tubuh, makanan, pengaruh berbagai bahan kimia, dan gangguan pada sistem pengaturan panas tubuh. Tubuh manusia dapat menyesuaikan diri karena kemampuannya untuk melakukan proses konveksi, radiasi, konduksi dan penguapan (evaporasi) jika terjadi kekurangan atau kelebihan panas. Selain temperatur juga yang perlu diperhatikan adalah kelembaban, yaitu banyaknya kadar air yang terkandungt dalam udara dan biasanya dinyatakan dalam prosentase. Kelembaban ini sangat berhubungan dengan temperatur udara, kecepatan gerak udara dan radiasi panas yang sama-sama mempengaruhi keadaan tubuh manusia pada saat menerima atau melepas panas dari tubuhnya. Bilamana temperatur udara sangat panas dan kelembaban udara sangat tinggi, hal ini akan menyebabkan pengurangan panas dari tubuh kita secara besar-besaran karena sistem evaporasi dan pengaruh lainnya adalah akan mempercepat denyut jantung karena keperluan akan oksigen menjadi meningkat. Oleh karena itu disini para praktikan harus jeli melihat fungsi ruangan dan ketahanan tubuh manusia terhadap tempertur dan kelembaban udara agar pekerja tidak perlu bekerja keras melekukan penyesuaian terhadap lingkungan atau peralatan yang digunakan.
25
Temperatur ruangan dan kelembaban dapat mempengaruhi kenyamanan pekerja dalam menjalankan tugasnya. Suhu yang tinggi akan diiringi oleh peningkatan kadar kelembaban sehingga pekerja cept merasa lelah. Temperatur yang sesuai untuk pekerja adalah antara 20 - 25 0 C, sedangkan kadar kelembaban yang memberikan kenyamanan bagi para pera pekerja adalah antara 45% - 75%. Kebisingan Kebisingan adalah bunyi yang dihasilkan oleh suatu objek (dari luar maupun dari dalam sistem kerja). Kebisingan adalah bunyi yang tidak dikehendaki. Bunyi didengar sebagi rangsangan-rangsangan pada telinga oleh getaran-getaran melalui media elastis. Terdapat dua hal yang menentukan kualitas bunyi, yaitu frekuensi dan intensitas. Frekuensi dinyatakan dalam jumlah getaran perdetik (Hz), biasanya kebisingan terdiri dari campuran-campuran sejumlah gelombang-gelombang yang sederhana dari berbagai frekuensi. Nada dari kebisingan ditentukan oleh frekuensi-frekuensi yang ada. Intensitas atau arus energi persatuan luas biasanya dinyatakan dalam satuan desibel (dB). Pengaruh utama kebisingan terhadap kesehatan adalah kerusakan indera-indera pendengaran, yang menyebabkan ketulian progresif terutama untuk kebisingan yang bernada tinggi, terputus-putus atau yang datang secara tiba-tiba. Pengaruh sangat terasa bila sumber kebisingan tersebut tidak diketahui. Gelombang suara yang dibawa oleh udara menggetrarkan gendang telinga dan dapat bersifat merusak jika telah mendekati ambang batas kemampuan maksimum pendengaran manusia. Mula-mula efek kebisingan pada pendengaran adalah sementara dan pemulihan secara cepat sesudah dihentikan kerja ditempat yang bising. Bila kerja terus menerus ditempat yang bising ini akan berakibat hilang daya dengar yang menetap dan tidak akan pulih kembali,
26
biasanya dimulai pada frekuensi sekitar 4000 Hz dan khirnya untuk percakapan biasa sudah tidak terdengar lagi. Nilai ambang batas untuk kebisingan adalah 85 dB, padanilai tersebut menerima kebisingan kurang dari delapan jam tidak akan mengakibatkan kerusakan pada pendengaran. Kadar Debu Debu adalah pertikel-petikel zat padat yang disebabkan oleh kekuatan-kekuatan alami atau mekanis seperti pengolahan, penghancuran, penglembutan, pengepakan yang cepat, peledakan dan lain-lain dari bahan-bahan organik maupun non organik misal batu, kayu, biji logam, dan sebagainya. Kadar debu diudara dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain iklim, pola peredaran udara (angin) disuatu ruangan dan lingkungan disekitar sistem kerja lainnya. Debu yang berlebihan dapat mengganggu pernafasan dan penglihatan sehingga akan menimbulkan penyakit yang membahayakan pekerja. Debu-debu yang hanya mengganggu kenikmatan kerja adalah debu yang tidak berakibat fibrosis pada paru-paru, melainkan berpengaruh sangat sedikit atau tidak sama sekali pada penghirupan normal. Kadar-kadar yang berlebihan dari debu yang biasanya tidak berakibat sakit ini dapat mengurangi penglihatan (oksida besi), menyebabkan endapan tidak menyenangkan pada mata, hidung, dan telinga (debu semen), atau berakibat kerusakan pada kulit oleh efek kimiawi atau mekanis atau juga oleh cara pembersihan. Debu juga memiliki ukuran yang berbeda-beda. Debu ukuran 5-10 mikron akan tertahan pada jalan pernafasan bagian atas, debu ukuran 3-5 mikron ditahan oleh bagian tengah pernafasan. Partikel-partiken yang besarnya antara1dan 3mikron akan ditempatkan langsung kepermukaan alviolo, oleh karena itu debu ukuran ini tidak mengendap. Apabila banyak debu disekitar kita maka pada akhirnya akan mengganggu pernafasan kita juga dapat merusak
27
peralatan yang sensitif terhadap debu. Baku mutu debu yang dijinkan di Indonesia adalah 0,2 mg/m, sedangkan di Amerika 2,28 mg/m. Sirkulasi Udara Oksigen sangat dibutuhkan oleh makhluk hidup terutama untuk menjaga kelangsungan hidupnya, yaitu untuk proses metabolisme dalam tubuh. Udara disekitarkita dikatakan kotor apabila kadar oksigen dalam udara tersebut telah kurang dan bercampur dengan gas-gas yang berbahaya bagi kesehatan. Udara kotor ini akan mengakibatkan terjadinya gangguan pernafasan sehingga akan mempercepat terjadinya proses kelelahan. Untuk mengatasi pencemaran udara dalam lingkungan kerja, kita harus mengerti tentang sirkulasi udara yang baik, sehingga udara yang kotor dapat diganti dengan udara yang segar dan bersih, yang biasanya dilakukan dengan melalui ventilasi atau cendela. Ventilasi dan cendela yang cukup tentunya akan menjadikan ruangan dipenuhi oleh udara yang segar sehingga proses kelelahan terhadap orang yang berada diruangan tersebut dapat terjadi. Warna Ruangan Warna dari ruangan bekerja sangat berpengaruh terhadap kemampuan mata untuk melihat objek selain itu juga warna ruangan memberikan dampak psikologis bagi para pekerja. Permainan arna tentunya akan memberikan kesan tersendiri pada ruangan sehingga dalam mewarnai atau mengecat suatu ruangan kita melihat luas ruangan, posisi dari ruangan serta fungsi dari ruangan- ruangan yang sempit sebaiknya menggunakan warna yang memberika kesan luas dan lega misalnya warna krem. Dalam keadaan ruangan terasa sempit, warna yang sesuai ini secara psikologis akan menguntungkan yang disebabkan karena ruangan yang sempit cenderung akan menimbulkan ketegangan.
28
Manuaba (1998 a) dan Woodson & Tilman, (1992) menyatakan bahwa warna memilki tiga makna yaitu jarak, temperatur dan psikis. Dalam hal ini jelas warna ruang belajar berkaitan dengan makna psikis (sensoris-motoris). Dalam dekorasi dinding sekolah misalnya atau di tempat kerja, masing-masing memiliki makna tertentu seperti tampak pada Tabel 2.4 (Grandjean, 1988; Manuaba, 1998 a; 2006). Penerapan konsep jenis warna ini yang digunakan untuk memperbaiki dinding ruang belajar siswa akan dilakukan suatu kajian yang lebih mendalam dengan guru, kepala sekolah dan guru seni dalam pemilihan terhadap jenis warna yang akan digunakan. Hal ini sesuai dengan konsep ergonomi tadi yakni bahwa ergonomi itu juga mencakup seni. Oleh karenanya secara estetika sekolah itu dapat memberikan kesan yang indah, nyaman dan menggantikan suasana sekolah seperti suasana di rumahnya sendiri. Tabel 1. Makna Warna dari Konsep Ergonomi Jenis Warna Biru Hijau Merah Jingga Kuning Coklat Ungu
Kesan Jarak Jauh/luas Jauh/luas Dekat Sangat Dekat Dekat Sangat Dekat Sangat Dekat
Kesan Temperatur Dingin Sangat Dingin Hangat Sangat Hangat
Lembut Sangat Lembut Mengganggu Merangsang
Sangat Hangat Netral
Merangsang Merangsang
Dingin
Agresif
29
Kesan Psikis
Bau-bauan Adanya bau-bauan di sekitar tempat kerja dapat dianggap sebagai pencemaran, apalagi kalau bau-bauan tersebut sedemikian rupa sehingga dapat mengganggu konsentrasi bekerja. Lebih jauh lagi, bau-bauan yang terjadi terus menerus bisa mempengaruhi kepekaan penciuman.
30
BAB III MATERI DAN METODE PELAKSANAAN Kerangka Pemecahan Masalah Untuk memecahkan masalah yang ada seperti yang sudah diuraikan di atas digunakan pendekatan ergonomi (Manuaba, 2003a, 2004 b, 2004c dan 2004 d) dengan kerangka pemecahan masalah seperti tampak pada Gambar 1.
ERGONOMI TOTAL
S
Masalah Keselamatan dan Kesehatan Kerja
T
H T I G
P SOLUSI DALAM PEMECAHAN MASALAH YANG BERORIENTASI ERGONOMI
PRODUKTIVITAS/PRESTASI BELAJAR MENINGKAT
Gambar 1. Kerangka Konsep Pemecahan Masalah Berbasis Ergonomi Total 31
Khalayak Sasaran Khalayak sasaran dari kegiatan P2M ini adalah guru-guru yang ada di SD Kecamatan Sawan Gugus I dan II. Gugus I dan Gugus II masing-masing terdiri atas 6 dan 5 sekolah. Dalam tiap sekolah terdiri atas 6-8 guru. Dengan demikian dalam pelaksanaan P2M ini akan melibatkan sekitar 36-48 guru. Keterkaitan Kegiatan ini memiliki keterkaitan dengan instansi di sektor jenjang pendidikan yaitu : 1. Pihak LPM Undiksha sebagai pihak penyedia/penyandang dana dan nara sumber. Hal ini bermakna juga bahwa pelaksanaan kegiatan ini sebagai implementasi dari salah satu Tri Dharma Perguruan Tinggi; 2. Jurusan Pendidikan Biologi berperan langsung dalam kegiatan ini dengan melibatkan staf pengajar dalam melaksanakan kegiatan P2M; 3. UPP Kecamatan Sawan berperan sebagai pemberi ijin dalam penyelenggaraan kegiatan ini; 4. Sekolah dalam hal ini guru-guru yang berperan dan terlibat langsung dalam kegiatan ini. 5. Keterkaitan bidang ilmu yang dikuasai oleh pelaksana adalah sangat relevan yaitu teridiri dari staf dosen yang mendalami tentang ergonomi (guru besar) dan kandidat doktor (S3). Di sisi lain dibantu oleh staf dosen yang memiliki spesialisasi di bidang pendidikan (S2) dan (S1). 6. Ilmu Ergonomi diintegrasikan dengan Pendidikan adalah sangat relevan karena Ergonomi dapat dilaksanakan pada semua wilayah kajian yang melibatkan manusia yang berinteraksi dengan alat, cara dan lingkungan kerjanya. Metode Kegiatan 32
Kegiatan pengabdian ini pada dasarnya melakukan kegiatan sosialisasi dan pelihan pemodelan. Dengan demikian metode yang digunakan dalam kegiatan ini adalah metode diskusiinformasi dan metode drill. Tahap Persiapan Dalam tahap persiapan ini dilakukan kegiatan : 1) Pengurusan ijin kegiatan ke Dinas Pendidikan Kabupaten, UPP Kecamatan Sawan dan sekolah 2) Mengadakan koordinasi pelaksanaan kegiatan ini dengan Ketua-Ketua Gugus dan Kepala Sekolah Dasar Gugus I dan II; Tahap Pelaksanaan 1) Melakukan diskusi informasi atau ceramah tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang berorientasi ergonomi dan aplikasinya dalam dunia pendidikan. 2) Melakukan pelatihan pemodelan keselamatan dan kesehatan kerja di tempat pelatihan (sekolah) dengan menggunakan siswa dan fasilitas sekolah setempat sebagai simulasi. Dilanjutkan dengan analisis data dengan menggunakan komputer; 3) Melakukan monitoring untuk melihat secara langsung ke kelas yang telah diperbaiki atau ditata sesuai dengan kaidah-kaidah ergonomi; Secara rinci kegiatan di atas dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Rincian Jenis Kegiatan dan Waktu Pelaksanaan P2M di Sekolah Dasar Gugus I dan II Kecamatan Sawan HARI KE 1
JENIS KEGIATAN Pembukaan oleh Kepala UPP Kecamatan Sawan/Ketua LPM Undiksha. Sosialisasi tentang keselamatan dan kesehatan kerja.
WAKTU PELAKSANAAN 07.30 – 08.30
08.30 - 10.00
33
PELAKSANA Panitia
Nara sumber
2
Berbagai faktor yang terkait dengan keselamatan dan kesehatan kerja Solusi dalam pemecahan masalah keselamatan dan kesehatan kerja Istirahat Latihan pemodelan keselamatan dan kesehatan kerja Diskusi I Istirahat Kecil Diskusi II Analisis Data hasil pengukuran antropometri dengan komputer I Analisis Data hasil pengukuran antropometri dengan komputer II Simulasi penataan kelas Istirahat Diskusi I Istirahat kecil Diskusi II Monitoring ke kelas, sekaligus evaluasi
10.00 – 11.30
Nara Sumber
11.30 – 13.00
Nara Sumber
13.00 – 13.30 13.30 – 15.00
Panitia Nara Sumber
15.00 – 16.30 16.30 – 16.50 16.50 – 17.30 07.30 – 09.30 09.30 – 11.30
Nara Sumber Panitia Nara Sumber Nara Sumber Peserta Nara Sumber
11.30 – 13.00 13.00 – 13.30 13.30 – 15.00 15.00 – 15.20 15.20 – 16.30
Nara Sumber Panitia Nara Sumber Panitia Nara Sumber
masing-masing Satu minggu setelah TIM sebagai bahan pelatihan
34
dan
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Jumlah Peserta Jumlah peserta dari kegiatan ini sesuai dengan yang direncanakan yakni sejumlah 15 orang yang berasal dari gugus I dan II. Dengan keikutsertaan guru-guru ini memberikan manfaat yang sangat tinggi karena dengan kegiatan ini penyebarluasan informasi tentang keselamatan dan kesehatan kerja sekolah semakin dipahami dan dengan harapan dapat diaplikasikan oleh peserta di sekolahnya masing-masing. Pada awalnya, masalah keselamatan dan kesehatan kerja sekolah, bagi guru-guru hanya dipandang sebagai hal yang biasa, seperti yang telah mereka pahami sebelumnya. Mereka memandang bahwa keselamatan dan kesehatan kerja sekolah hanya menyangkut tentang sanitasi dan higiene semata. Di samping itu, keselamatan dan kesehatan kerja sekolah diasumsikan terkait dengan penyakit dan cara mengatasinya. Para guru tidak pernah berpikir dan menaruh perhatian tentang instrumen sekolah yang mereka miliki dan mereka gunakan sehari-hari dapat menimbulkan sakit dan cacat bagi siswa. Demikian halnya terhadap lingkungan kerja, seperti suhu, kelembaban, sirkulasi udara dan lain-lain, dipandang sebagai hal yang biasa-biasa ja. Mereka tidak berpikir bahwa lingkungan kerja di sekolah dapat berpengaruh terhadap proses belajar mengajar. Dengan keikutsertaan guru dalam kegiatan ini akan dapat menyebarkan konsep-konsep keselamatan dan kesehatan kerja sekolah kepada sekolahnya sendiri dan sekolah lainnya, sehingga lebih lanjut informasi tentang keselamatan dan kesehatan kerja sekolah dapat disebarluaskan kepada masyarakat umum. Keterlibatan Kepala Unit Penyelenggara Pendidikan (UPP) Kecamatan Sawan sebagai peserta adalah untuk ikut dilibatkan di dalam mengambil keputusan yang berorientasi kebijakan. Sering terjadi bahwa dalam melaksanakan sesuatu yang dianggap baru di dalam dunia 35
pendidikan, guru-guru sering ragu-ragu dalam melaksanakannya karena takut lepas dari kebijakan awal yang telah digariskan oleh para pengambil kebijakan di atasnya. Mengacu pada partisipasi dari sisi ergonomi, maka dengan melihat jumlah peserta yang terlibat langsung dengan objek dan subjek sasaran maka hal ini sudah memenuhi kriteria dari partisipasi itu yakni involvement artinya ikut sertanya peserta secara langsung dalam melibatkan diri dalam suatu kegiatan. 4.2 Aktivitas Kegiatan Hasil pengabdian masyarakat ini dilihat dari aktivitas kegiatan yang dilaksanakan, nampaknya memberikan hasil yang sangat memuaskan. Indikator yang dapat digunakan adalah : 1. Peserta secara antusias mengikuti kegiatan ini dari awal sampai dengan akhir kegiatan; 2. Ada sejumlah pertanyaan yang diajukan oleh peserta yang berkaitan dengan topik yang disampaikan; 3. Adanya interaksi aktif antara peserta-peserta, peserta – penyelenggara; 4. Pada saat pelatihan penataan ruang, para peserta ikut terlibat secara penuh, menjiwai dan merasakan manfaat kegiatan yang dilaksanakan ini. Kondisi di atas sangat didukung oleh pengertian dari partisipasi. Partisipasi merupakan terlibatnya orang secara mental dan emosional di dalam satu kelompok yang merangsang mereka untuk berkontribusi kepada tujuan kelompok dan berbagi tanggung jawab untuk apa yang dihasilkannya (Manuaba, 1999 a dan 1999 b; Adiputra, dkk; 1977). Ada 3 ide penting di dalam definisi ini ialah adanya keterlibatan (involvement), kontribusi (contribution) dan tanggung jawab (responsibility). Partisipasi berarti adanya keterlibatan mental dan emosional daripada hanya aktivitas otot. Keterlibatan tidak hanya karena keterampilannya, tetapi lebih kepada orang tersebut sendiri secara utuh. Keterlibatan ini merupakan proses psikologis dan tidak karena
36
sekedar ikut dalam tugas. Sibuk dengan pekerjaan dari mereka yang terlibat tidak selalu bisa disebut sebagai partisipasi. Sebagai partisipasi aktif peserta dalam kegiatan ini, di bawah ini diberikan dokumentasi yang terkait dengan pelaksanaan P2M ini.
Suasana Pembukaan P2M oleh Bapak Kepala UPP Kecamatan Sawan. Sosialisasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja Sekolah di Sekolah Dasar Gugus I dan II Kecamatan Sawan
Para Peserta P2M Aktif Mengikuti Kegiatan Sosialisasi
37
BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Simpulan yang dapat ditarik dari kegiatan ini adalah 1. Pemahaman para peserta pengabdian masyarakat tentang keselamatan dan kesehatan kerja sekolah pada awalnya adalah sangat rendah, dan tidak pernah berpikir bahwa instrumen sekolah dan lingkungan kerja sekolah sebagai sumber yang dapat menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan bagi siswa itu sendiri, namun setelah kegiatan ini berlangsung pemahaman para peserta menjadi bertambah; 2. Dengan melakukan praktek langsung tentang aktivitas penataan ruang, pemberian contoh nyata di kelas, menambah daya tarik peserta untuk memahami tentang keselamatan dan kesehatan kerja sekolah; 3. Masih ada pemikiran yang perlu dihilangkan pada diri peserta pengabdian masyarakat yakni bahwa implementasi ergonomi khususnya tentang keselamatan dan kesehatan sekolah itu memerlukan biaya yang cukup tinggi. 5.2 Saran-saran Berdasarkan simpulan di atas, ada beberapa saran yang dapat disampaikan yaitu : 1. Bahwa kegiatan ini dapat dilanjutkan pada tahun-tahun mendatang, hal ini dimaksudkan untuk mendalami dan implementasi lebih jauh tentang konsep-konsep dari keselamatan dan kesehatan kerja sekolah itu sendiri; 2. Para pengambil kebijakan hendaknya memahami tentang keselamatan dan kesehatan kerja sekolah melalaui perbaikan secara konsep dan implementasi di lapangan; dan
38
3. Untuk menghilangkan pemikiran tentang ”ergonomi khususnya keselamatan dan kesehatan kerja itu mahal” maka perlu diberikan contoh konkret di masing-masing sekolah peserta secara langsung;
39
DAFTAR PUSTAKA Grandjean, E. 1988 Fitting the Task to the Man. London : Taylor & Farncis. Manuaba, A. 1996. Pemanfaatan Ergonomi dan Fisiologi Olah Raga untuk Pembangunan Manusia Indonesia Seutuhnya. Denpasar : Program Pascasarjana Ergonomi dan Fisiologi Olah Raga. Manuaba, A. 1998 a. Aspek Ergonomi Dalam Perencanaan Kompleks Olah Raga dan Rekreasi. Makalah Disampaikan pada Panel Diskusi Rencana Induk Gelora 21-9-1998. Manuaba, A. 1998 b. Pengaturan Suhu Tubuh dan ”Water Intake (Bunga Rampai Volume II) Denpasar : Program Studi Ergonomi-Fisiologi Kerja Universitas Udayana. Manuaba, A. 1999 a. Ergonomi Pertumbuhan dan Penerapannya dalam pembangunan. Makalah disampaikan pada Munas III dan seminar nasional ikatan profesi keahlian Hiperkes dan keselamatan kerja tanggal 24-26 februari 1999 di Batu, Malang, Jawa Timur. Manuaba, A. 1999 b. Penerapan Pendekatan Ergonomi Partisipasi dalam Meningkatkan Kinerja Industri. Makalah disampaikan pada seminar nasional ergonomi reevaluasi Penerapan ergonomi dalam Membangkitkan Kinerja Industri, Surabaya tanggal 23 Nopember 1999. Manuaba, A. 2000. Ergonomi, Tantangan dan Peranannya. Dalam Menghadapi Milenium III (Makalah Disampaikan dalam Konvensi K3 2000 di Jakarta 18-20 Januari 2000. Manuaba, A. 2001. Sumber Daya Manusia yang Siap Berpikir dan Bertindak Holistik Merupakan Syarat Mutlak Berhasilnya Upaya Pembangunan Berkelanjutan. Makalah disampaikan pada panel Public Outreach persiapan Indonesia menghadapi World Summit on Sustainable Development (WSSD) di Hotel Radison, denpasar tanggal 4 Desember 2001. Manuaba, A. 2002 a. Total Approach is Amust to Small and Medium scale Enterprises to Attain Sustainable Improvement. Dalam Proceeding National Industrial Egineering Conference; Industrial Engineering in Competitive and BorderlessWorld: Innovation and Sustainable Development in The Industries. Surabaya 20-23 Februari 2002. Manuaba, A. 2002 b. A Change of The Human Resource Behaviour is A Must to Start Management, Special Experience With The Integrated Ergonomics “SHIP” Approach Workshops. Dalam Arlianto, J.E. Wibowo, E., Kwesal, W., Dely. Editors. Proceedings National Industrial Enginering Faculty of Enginering, University of Surabaya. Manuaba, A. 2003 a. Aplikasi Ergonomi dengan Pendekatan Holistik Perlu, Demi Hasil yang Lebih Lestari dan Mampu Bersaing. Makalah disampaikan pada temu ilmiah dan musyawarah nasional keselamatan dan kesehatan kerja, ergonomi di Hotel Sahid Jakarta tanggal 17-19 Juli 2003. Manuaba, A. 2003 b. Organisasi Kerja, Ergonomi dan Produktivitas. Makalah disampaikan dalam seminar nasional ergonomi, di Hotel Peninsula Jakarta tanggal 9-10 April 2003. Manuaba, A. 2003 c. A Systemic, Holistic, Interdiciplnary and Participatory (SHIP) Approach to Ergonomics Problems and Solutions. Makalah disampaikan pada IEA Congress Seoul Korea, 2003.
40
Manuaba, A. 2004 a. Kontribusi Ergonomi Dalam Pembangunan Dengan Acuan Khusus Bali. Makalah disampaikan dalam Natinonal Seminar on Ergonomics, UGM, Yogyakarta tanggal 9 Oktober 2004. Manuaba, A. 2004 b. Loka Karya Integrated Ergonomic “SHIP” di Total Indonesia. Makalah disampaikan pada loka karya di Balikpapan tanggal 23-24 Juli 2004. Manuaba, A. 2004 d. Pendekatan Ergonomi Holistik Satu Keharusan dalam Otomasi untuk Mencapai Proses Kerja dan Produk yang Manusiawi, Kompetitif dan Lestari. Makalah disampaikan pada seminar nasional di Jogjakarta 27 Maret 2004. Manuaba, A. 2005 a. Ergonomi dalam Industri. Denpasar : Universitas Udayana. Manuaba, A. 2005 b. Posisitioning OSH-Ergonomics Built-in Within SMEs Financial Development Assitance is Must, to Attain Humane, Competitive and Sustainable Work System and Products. Makalah disampaikan pada International Conference on Occupational Health Aspects of Industrial Development and Informal Sector 2005, Yogyakarta, Indonesia. Tanggal 29 Nopember – 1 desember 2005. Manuaba, A. 2006. Total Approach in Evaluating Comfort Work Place. Makalah disampaikan pada simposium 25 th UOEH International Symposium on Confort at The Work Place Kitakyushu, Japan 23-25 Oct 2006. Sutajaya, I. M. 2006. Pembelajaran Melalui Pendekatan Sistemik Holistik Interdisipliner dan Partisipatori (SHIP) Mengurangi Kelelahan, Keluhan Muskuloskeletal dan Kebosanan Serta Meningkatkan Luaran Proses Belajar Mahasiswa Biologi IKIP Singaraja. Disertasi. Tidak diterbitkan. Tarwaka, Solichul H A.B; Lilik S. 2004. Ergonomi untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas. Surakarta : UNIBA Press. Weerdmeester, B and J.Dul. 1993. Ergonomic for Beginners A Quick Reference Guide. London : Taylor & Francis. Wignjosoebroto, S. 2000. Ergonomi, Studi Gerak. Teknik Analisis untuk Peningkatan Produktivitas Kerja. Surabaya : Penerbit Guna Widya. Wijana. N. 2007. Pembelajaran Sains Melalui Pendekatan Ergonomi Total untuk Mengurangi Keluhan Muskuloskeletal, Kebosanan dan Peningkatan Prestasi Belajar Siswa SD 1 Sangsit Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng. Laporan Hasil Penelitian. Tidak Diterbitkan. Wijana. N. 2008. Pembelajaran Sains Melalaui Pendekatan Ergonomi Untuk Menurunkan Keluhan Muskuloskeletal, Kelelahan, Kebosanan dan Meningkatkan Motivasi dan Prestasi belajar Siswa SD 1 Sangsit Kecamatan Sawan, Kabupaten Buleleng. Disertasi. Tidak Diterbitkan.
41
LAMPIRAN 1. Aktivitas Para Peserta dalam Pelaksanaan P2M Sosialisasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja Sekolah di Sekolah Dasar Gugus I dan II Kecamatan Sawan
Partisipasi Aktif dari Peserta P2M
Penulis Selaku Nara Sumber Memberikan Informasi Tentang Pemanfaatan Instrumen Sekolah Berdasarkan Kaidah-kaidah Ergonomi
42