Working Paper
Upaya Meningkatkan Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Melalui Pengembangan E-Money
Tim Inisiatif 2006 Grand Desain Upaya Peningkatan Penggunaan Pembayaran Non Tunai
Desember 2006
Upaya Meningkatkan Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Melalui Pengembangan E-Money
Upaya Meningkatkan Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Melalui Pengembangan E-Money 1 Tim Inisiatif 2006 Grand Desain Upaya Peningkatan Penggunaan Pembayaran Non Tunai Koordinator : Ahmad Hidayat Anggota : A. Donanto HW, Agus Firmansyah, Agus Ponco Cahyono, Aulia Fadly, Bambang Pramono, Dwityapoetra S. Besar, Ery Setiawan, Franz Hansa, Himawan Kusprianto, Hotbin Sigalingging, Ida Nuryanti, Isnu Yuwana D., Kunto Windiharto, Linda M. Hakim, Moh. Jufrin, Nuryanti, Pipih Dewi Purusitawati, Purwanto, R. Dwi Tjahja Kusuma W., Ratnasari Wijayanti, Rohadi Triatmono, Siti Hidayati, Suarpika Bimantoro, Sukarelawati Permana, Tri Yanuarti, Yosefin Tyas Emmy D.K.
Abstrak
Dalam upaya mengurangi tingkat penggunaan pembayaran tunai yang pada gilirannya dikhawatirkan akan menimbulkan beban terhadap perekonomian maka upaya-upaya peningkatan pembayaran non tunai perlu terus dikembangkan. Untuk melengkapi instrumen pembayaran non tunai yang sudah ada di Indonesia seperti instrumen pembayaran high value dan low/retail value maka dipandang perlu untuk mengembangkan instrumen pembayaran mikro. Instrumen pembayaran mikro didesain untuk melayani pembayaran yang bernilai sangat kecil dengan frekuensi penggunaan yang tinggi dengan proses pembayaran yang sangat cepat. Saat ini dirasakan bahwa instrumen pembayaran mikro yang paling tepat untuk digunakan adalah e-money yang merupakan stored value facility instrument. Untuk itu, Bank Indonesia secara dini perlu menyusun kebijakan dan ketentuan yang mengatur penyelenggaraan e-money sehingga instrumen ini dapat beroperasi secara efisien dan aman. Koordinasi dan fasilitasi perlu dilakukan oleh Bank Indonesia mengingat pihak-pihak yang terkait dengan penyelanggaran e-money ini sangat banyak dan beragam seperti lembaga penerbit e-money, merchant, otoritas lain, lembaga penunjang e-money dan masyarakat. Koordinasi dan fasilitasi ini perlu dilakukan sejak awal untuk menciptakan standarisasi sehingga memungkinkan interoperability antar instrumen yang pada gilirannya akan menciptakan sistem pembayaran yang lebih efisien.
Keywords : pembayaran mikro, stored value facility, e-money
1
Paper ini dibuat dalam rangka kegiatan Inisiatif Bank Indonesia 2006 “Grand Desain Upaya Peningkatan Penggunaan Pembayaran Non Tunai” Pandangan dalam paper ini merupakan pandangan penulis dan tidak semata-mata merefleksikan pandangan Bank Indonesia. Kritik, saran dan pertanyaan dapat diajukan kepada :
[email protected] ,
[email protected],
[email protected]
i
Upaya Meningkatkan Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Melalui Pengembangan E-Money
DAFTAR ISI Abstrak............. ................................................................................................................... i DAFTAR ISI .......................................................................................................................... ii DAFTAR TABEL ................................................................................................................... iii DAFTAR GAMBAR .............................................................................................................. iii BAB I. PENDAHULUAN......................................................................................................... 1 1.1. Latar Belakang ............................................................................................... 1 1.2. E-Money Sebagai Instrumen Pembayaran Mikro ............................................. 7 1.3. Tujuan Kebijakan Pengembangan E-money .................................................... 8 1.4. Metodologi dan Sistematika Penulisan............................................................ 9 BAB II. GAMBARAN UMUM PERKEMBANGAN PEMBAYARAN NON TUNAI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA................................................................................ 11 2.1. Persepsi, Preferensi Dan Perilaku Masyarakat, Pengusaha dan Pelaku Pasar Terhadap Pembayaran Non Tunai ................................................................. 11 2.1.1. Persepsi, Preferensi Dan Perilaku Masyarakat, Pengusaha dan Pelaku Pasar Terhadap Instrumen Pembayaran Non Tunai ............................ 12 2.1.2. Persepsi, Preferensi dan Perilaku Masyarakat, Pengusaha dan Pelaku Pasar Terhadap Pengembangan E-Money.......................................... 15 2.1.3. Pemetaan Potensi Pengembangan Pembayaran Non Tunai ................ 18 2.2. Peran Pembayaran Non Tunai Terhadap Perekonomian................................. 19 2.2.1. Indikator Perkembangan Sistem Pembayaran Non Tunai di Indonesia 19 2.2.1. Peranan Perkembangan Alat Pembayaran Non Tunai Terhadap Perekonomian Dan Kebijakan Moneter ............................................. 24 BAB III. PENGEMBANGAN E-MONEY SEBAGAI INSTRUMEN PEMBAYARAN MIKRO............ 27 3.1. Latar Belakang Perlunya Pengaturan Terhadap E-Money ............................... 28 3.2. Ketentuan E-Money Saat Ini ......................................................................... 28 3.2. 1. Jenis Kartu Prabayar Yang Memerlukan Persetujuan Bank Indonesia.. 29 3.2. 2. Penerbit E-Money ............................................................................. 30 3.2. 3. Manajemen Risiko............................................................................. 30 3.2. 4. Hak dan Kewajiban para pihak.......................................................... 31 3.2. 5. Anti Money Laundering .................................................................... 31 3.3. Pedoman Pengembangan E-Money .............................................................. 32 3.3.1. Pengelolaan E-Money ....................................................................... 32 3.3.2. Aspek Perlindungan Konsumen......................................................... 37 3.3.3. Pengawasan dan Pelaporan Penyelenggaraan E-Money..................... 38 BAB IV. STRATEGI KOMUNIKASI DAN DISEMINASI INFORMASI DALAM RANGKA PENGGUNAAN E-MONEY ..................................................................................... 40 3.1. Tujuan Komunikasi ....................................................................................... 41 3.2. Pengguna Potensial E-Money ....................................................................... 41 3.3. Pesan Yang Perlu Dikomunikasikan............................................................... 43 3.4. Media Komunikasi....................................................................................... 43
ii
Upaya Meningkatkan Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Melalui Pengembangan E-Money
DAFTAR TABEL
Tabel 2- 1 Rencana Pengembangan E-Money .................................................................... 16 Tabel 2- 2 Rata-rata Konsumsi Swasta terhadap Uang Kartal yang Diedarkan di Beberapa Negara............................................................................................... 23
DAFTAR GAMBAR Gambar 1 -1 Posisi Bank Indonesia dalam pengembangan pembayaran mikro ............. 6 Gambar 2- 1 Fungsi E-Money Yang Diinginkan Masyarakat ............................................... 15 Gambar 2- 2 Kesediaan Pengusaha Menerima E-Money .................................................... 16 Gambar 2- 3 Peta Potensi Pengembangan di Indonesia...................................................... 19 Gambar 2- 4 Perkembangan Nilai dan Volume Transaksi RTGS .......................................... 20 Gambar 2- 5 Perkembangan Kliring Penyerahan secara Nasional........................................ 21 Gambar 2- 6 Perkembangan Total Volume dan Transaksi APMK ........................................ 22 Gambar 2- 7 Rasio Konsumsi Swasta terhadap Uang Kartal yang diedarkan....................... 23 Gambar 2- 8 Rasio Uang Kartal terhadap Deposito dan Transaksi Pembayaran Berbasis Kartu............................................................................................................ 24
iii
Upaya Meningkatkan Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Melalui Pengembangan E-Money
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Mungkin kita tidak menyadari bahwa dalam kegiatan sehari-hari sering kali melakukan atau menerima pembayaran sebagai imbalan atas barang dan jasa yang kita terima atau kita berikan. Pentingnya kegiatan pembayaran itu sendiri terkadang tertutup di bawah bayang-bayang urgensi underlying transaction-nya. Padahal fungsi pembayaran adalah sangat penting terutama menunjang agar underlying transaction dapat berjalan secara lancar dan berhasil dengan baik. Dalam perekonomian yang modern lalu lintas pertukaran barang dan jasa sudah sedemikian cepatnya sehingga memerlukan dukungan tersedianya sistem pembayaran yang handal yang memungkinkan dilakukannya pembayaran secara lebih cepat, efisien, aman dan handal. Sistem Pembayaran merupakan suatu sistem yang mencakup pengaturan, kesepakatan, kontrak/perjanjian, fasilitas operasional, mekanisme teknis, standar dan prosedur yang membentuk suatu kerangka yang digunakan untuk penyampaian, pengesahan dan penerimaan instruksi pembayaran serta pemenuhan kewajiban pembayaran melalui pertukaran suatu nilai ekonomis (uang) antar pihak-pihak (perorangan, bank, lembaga lainnya) baik domestik maupun crossborder dengan 2 menggunakan instrumen pembayaran . Secara umum, sistem pembayaran terdiri
atas beberapa komponen berupa kebijakan, instrumen / alat pembayaran, mekanisme kliring dan setelmen, kelembagaan, infrastruktur pendukung dan perangkat hukum. Beberapa contoh alat / instrumen pembayaran yang selama ini telah kita kenal adalah uang, kartu debit, kartu kredit, traveller’s cheque, serta alat pembayaran elektronik seperti internet banking, RTGS, transfer kredit melalui kliring dan sebagainya. Sesuai amanat Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 tahun 2004, tugas Bank Indonesia di bidang sistem pembayaran mencakup sistem pembayaran tunai dan non tunai. Dalam perannya di bidang pembayaran tunai, 2
Acuan Pokok Sistem Pembayaran Nasional (Revisi 2004)
1
Upaya Meningkatkan Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Melalui Pengembangan E-Money
Bank Indonesia menyadari sepenuhnya bahwa tanggung jawab yang dipikul untuk mengeluarkan dan mengedarkan uang Rupiah dalam jumlah dan pecahan yang cukup merupakan sebuah tantangan tersendiri. Hal ini mengingat jumlah penduduk yang cukup banyak serta kondisi geografis yang sangat luas untuk mengedarkan uang dalam jumlah dan pecahan yang tepat kepada masyarakat. Selain itu penggunaan uang tunai sebagai alat pembayaran dirasakan mulai menimbulkan masalah terutama tingginya biaya cash handling, risiko perampokan / pencurian, kesehatan,
kepraktisan
serta
uang
palsu.
Meskipun
sebagian
masyarakat
menganggap bahwa uang kas merupakan alat / instrumen pembayaran yang bebas biaya, praktis dan efisien, namun apabila dilihat dari prespektif perekonomian secara luas, penggunaan uang kas dalam jumlah yang sangat besar dalam jangka panjang akan menimbulkan beban bagi perekonomian terutama berkaitan dengan cash handling dan rendahnya velocity of money. Di sisi lain, penggunaan uang tunai juga dapat mengakibatkan inefisiensi waktu karena panjangnya antrian di sentra-sentra pembayaran serta ketidakpraktisan membawa uang dalam jumlah yang cukup banyak. Dari sisi sistem pembayaran non tunai, Bank Indonesia berkepentingan untuk memastikan bahwa sistem pembayaran non tunai yang digunakan oleh masyarakat dapat berjalan secara aman, efisien dan handal. Oleh karena itu, perkembangan penggunaan alat pembayaran non tunai mendapat perhatian yang serius dari Bank Indonesia mengingat perkembangan pembayaran non tunai diharapkan dapat mengurangi beban penggunaan uang tunai dan semakin meningkatkan efisiensi perekonomian dalam masyarakat. Meskipun dari sisi teknologi alternatif penggunaan instrumen pembayaran non tunai sangat feasible untuk menggantikan uang tunai namun demikian aspek psikologis, keamanan, kenyamanan dan kepercayaan masyarakat terhadap uang kas kemungkinan besar tetap merupakan hambatan yang masih harus dihadapi dalam pengembangan instrumen pembayaran non tunai. Dalam perkembangannya, sistem pembayaran non tunai sangat dipengaruhi oleh kemajuan perkembangan teknologi dan perubahan pola hidup masyarakat. Saat ini perkembangan instrumen pembayaran non tunai berjalan sangat pesat seiring dengan perkembangan teknologi sistem pembayaran yang pada akhir-akhir ini telah membawa dampak yang besar terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam sistem 2
Upaya Meningkatkan Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Melalui Pengembangan E-Money
pembayaran tersebut. Dengan dukungan teknologi yang semakin maju, masyarakat pengguna maupun penyedia jasa sistem pembayaran non tunai secara terus menerus mencari alternatif instrumen pembayaran non tunai yang lebih efisien dan aman. Selain itu, perubahan trend dan pola hidup masyarakat yang disertai peningkatan efisiensi pola hidup menuntut tersedianya sarana telekomunikasi dan transportasi yang demikian cepat sehingga hambatan jarak dan waktu dapat dikurangi. Perkembangan telekomunikasi dan transportasi ini juga memberikan pengaruh yang besar terhadap transaksi keuangan terutama terkait dengan cara antar pihak melakukan pembayaran. Kondisi terakhir menunjukan adanya interlinkage antar industri yakni telekomunikasi, transportasi dan jasa keuangan dimana diantara ketiga industri telah terjadi konvergensi yang mengintegrasikan kegiatan-kegiatan diantara industri tersebut. Sebagai contoh perusahaan penyedia jasa mobile telecomunication dalam rangka meningkatkan value added business
telah menawarkan kepada
pelanggannya fasilitas transaksi pembayaran menggunakan mobile phone. Demikian pula di bidang transportasi, untuk meningkatkan efisiensi dalam industri transportasi berbagai instrumen pembayaran telah digunakan sehingga pengguna transportasi dapat melakukan pembayaran secara lebih cepat, efisien dan aman. Konvergensi antar berbagai industri seperti jasa keuangan, telekomunikasi dan transportasi merupakan suatu awal yang akan menjadi pemicu munculnya instrumen pembayaran non tunai di masyarakat. Di masa depan akan semakin banyak lagi industri yang akan terkonvergensi karena interlinkage yang semakin berkembang. Berbagai bisnis baru diperkirakan akan terus tumbuh dan berkembang terutama karena semakin berkembangnya telecommunication network, akses komputer dan internet yang semakin meningkat di kalangan masyarakat serta teknologi yang semakin murah. Hal ini tentunya akan mendorong biaya transaksi pembayaran non tunai menjadi semakin murah karena handling fee yang lebih rendah bila dibandingkan dengan transaksi menggunakan uang tunai. Sesuai dengan Acuan Pokok Sistem Pembayaran Nasional (Revisi 2004), sistem pembayaran non tunai di Indonesia difokuskan pada 2 subset yaitu High Value Payment (HVP) dan Low Value Payment (LVP) / Retail. Realisasi kebijakan yang tertuang dalam acuan pokok sistem pembayaran nasional dalam bidang HVP telah 3
Upaya Meningkatkan Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Melalui Pengembangan E-Money
dilaksanakan melalui implementasi sistem Bank Indonesia - Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) pada tahun 2000. Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan sistem pembayaran yang tergolong LVP telah diluncurkan Sistem Kliring Nasional sebagai penyempurnaan sistem kliring yang telah berjalan sebelumnya. Dalam perkembangan pembayaran non tunai, dewasa ini di berbagai negara terlihat bahwa alat / instrumen pembayaran mikro juga telah berkembang cukup pesat seiring dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan masyarakat untuk menggunakan alat pembayaran yang mudah, aman dan efisien.
Instrumen
pembayaran mikro adalah instrumen pembayaran yang didesain untuk menangani kebutuhan transaksi dengan nilai yang sangat kecil namun volume yang tinggi serta membutuhkan waktu pemrosesan transaksi yang relatif sangat cepat. Kebutuhan instrumen pembayaran mikro timbul karena apabila pembayaran dilakukan menggunakan instrumen pembayaran lain yang ada saat ini (misalnya uang kas, kartu debit, kartu kredit dan sebagainya) menjadi relatif tidak praktis, tidak efisien, tidak nyaman atau bahkan lebih mahal biayanya. Tidak seperti alat pembayaran lain misalnya kartu kredit atau kartu debit yang menetapkan minimum jumlah transaksi serta adanya tambahan biaya yang cukup mahal, alat pembayaran mikro harus dapat digunakan untuk melakukan pembayaran dalam jumlah yang sangat kecil dengan biaya transaksi yang relatif kecil pula. Adanya peluang bagi lembaga non bank untuk dapat menjadi penerbit alat pembayaran mikro akan membuka kesempatan kepada masyarakat luas, meskipun bukan nasabah bank, untuk dapat menggunakan fasilitas pembayaran mikro. Hal ini tentunya akan semakin meningkatkan akses masyarakat terhadap alat pembayaran non tunai. Perkembangan instrumen pembayaran mikro tersebut membawa konsekuensi kepada Bank Indonesia untuk mulai memusatkan perhatian pada fokus baru berupa sistem pembayaran mikro. Meskipun secara implisit pembayaran mikro dapat dikategorikan sebagai LVP, namun secara eksplisit posisinya belum digambarkan secara jelas sebagai salah satu komponen dalam LVP. Di lain pihak, untuk instrumen pembayaran mikro sampai saat ini di Indonesia belum banyak berkembang sehingga saat ini merupakan waktu yang sangat tepat bagi Bank Indonesia untuk mengeluarkan ketentuan di bidang pembayaran mikro sehingga para issuer dapat memahami rambu-rambu ketentuan yang berlaku. Ketentuan tersebut diharapkan 4
Upaya Meningkatkan Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Melalui Pengembangan E-Money
juga dapat menentukan standarisasi produk instrumen pembayaran mikro sehingga secara nasional pengembangannya dapat dilakukan dengan lebih efisien. Berkaitan dengan hal tersebut diatas, guna menciptakan kerangka sistem pembayaran yang menyeluruh, Bank Indonesia perlu mengeluarkan kebijakan yang jelas, komprehensif dan berkesimbungan dengan rentang waktu yang relatif panjang di bidang pembayaran mikro dalam rangka meningkatkan penggunaan pembayaran non tunai. Hal ini tentunya akan memudahkan Bank Indonesia dalam melakukan langkah-langkah untuk meningkatkan pembayaran non tunai termasuk menerbitkan ketentuan yang lebih jelas tentang berbagai hal yang berkaitan dengan pengembangan instrumen pembayaran mikro. Kebijakan sistem pembayaran mikro yang akan disusun Bank Indonesia tersebut memiliki karakteristik yang agak berbeda dengan Blue Print Sistem Pembayaran Nasional 1995 dan Acuan Pokok Sistem Pembayaran Nasional (Revisi 2004) terutama berkaitan dengan kedalaman bahasan. Kebijakan tersebut akan lebih spesifik dan detail serta lebih fokus pada kemungkinan terwujudnya instrumen pembayaran mikro yang dapat digunakan secara luas di masyarakat, memperkuat aspek hukum dan perlindungan konsumen, menetapkan metode komunikasi dan diseminasi pembayaran non tunai yang paling efektif, mengkaji kemungkinan terwujudnya kerangka metode switching antar alat pembayaran mikro yang paling efektif dan efisien. Sementara itu Blue Print Sistem Pembayaran Nasional 1995 dan Acuan Pokok Sistem Pembayaran Nasional (Revisi 2004) lebih mengarah pada sistem pembayaran secara keseluruhan yang membahas secara umum dan luas mengenai semua aspek yang terkait dengan sistem pembayaran non tunai. Perbedaan lainnya adalah dari sisi penyelenggaraan alat-alat pembayaran yang menjadi obyek blue print dan pedoman kebijakan pembayaran mikro. Selain itu, Blue Print Sistem Pembayaran Nasional 1995 dan Acuan Pokok Sistem
Pembayaran
Nasional
(Revisi
2004)
lebih
banyak
berisi
kebijakan
pengembangan atau peningkatan sistem-sistem yang dioperasikan oleh Bank Indonesia seperti sistem BI-LINE, BI-RTGS, BI-SSSS, OSA/BIASA, SKN,dan sebagainya. Dengan demikian Bank Indonesia sebagai pemilik relatif lebih mudah mengontrol desain, implementasi maupun improvement atas sistem-sistem tersebut. Sebaliknya,
5
Upaya Meningkatkan Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Melalui Pengembangan E-Money
dalam kebijakan pengembangan pembayaran mikro nantinya akan lebih banyak memuat kebijakan Bank Indonesia terhadap alat pembayaran mikro yang pada umumnya dioperasikan oleh pihak lain sehingga sifat kebijakan yang dibuat adalah lebih dititikberatkan pada upaya-upaya mendorong, memfasilitasi dan mengkatalisasi tersedianya alat pembayaran yang mudah, murah dan aman bagi masyarakat luas. Peran baru Bank Indonesia dalam rangka fasilitasi dan katalisasi pengembangan pembayaran mikro tersebut sangat perlu dikaji lebih dalam agar diperoleh positioning yang tepat bagi Bank Indonesia yang berada di titik sentral ditengahtengah berbagai pihak yang berkepentingan antara lain issuer, customer, otoritas lain, infrastructure provider, lembaga konsumen dan sebagainya. Berbagai contoh hal-hal yang dapat dilakukan Bank Indonesia dalam pengembangan pembayaran mikro ini antara lain inisiasi, koordinasi, riset, penyusunan kebijakan, konsultasi dan penyusunan regulasi.
PENERBIT
LEMBAGA PENUNJANG
OTORITAS LAIN BANK INDONESIA
MERCHANT
MASYARAKAT MASYARAKAT
Gambar 1 - 1 Posisi Bank Indonesia dalam pengembangan pembayaran mikro
Sosialisasi peran baru Bank Indonesia yang berkaitan dengan pengembangan pembayaran mikro merupakan hal yang sangat penting mengingat di masa lampau pada umumnya penerbit alat pembayaran adalah bank. Sesuai ketentuan dalam
6
Upaya Meningkatkan Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Melalui Pengembangan E-Money
Peraturan Bank Indonesia No.7/52/PBI tahun 2005 tentang Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (APMK), di masa depan dimungkinkan penerbit kartu prabayar multi purpose dapat berasal dari institusi non bank sehingga dipastikan komunikasi antara Bank Indonesia dengan lembaga tersebut akan berjalan secara intens. Jalur komunikasi baru ini perlu disosialisasikan sehingga pihak-pihak terkait dapat memahami peran dan posisinya masing-masing dalam kegiatan pembayaran mikro. Interaksi antara Bank Indonesia dengan penerbit di luar bank ini juga menimbulkan konsekuensi perlunya komunikasi antara Bank Indonesia yang mendapatkan mandat sebagai otoritas sistem pembayaran dengan otoritas lembaga penerbit non bank tersebut. Pihak-pihak lain yang juga akan terkait dengan pembayaran mikro ini adalah merchant yang menerima pembayaran mikro, masyarakat sebagai pengguna instrumen pembayaran mikro dan yang terakhir adalah lembaga-lembaga penunjang seperti lembaga penyedia infrastruktur telekomunikasi, independen auditor, penyelenggara kliring antar penerbit dan sebagainya. Aspek lain yang akan sangat menonjol dalam pengembangan pembayaran mikro nantinya adalah munculnya alat pembayaran non tunai yang bersifat multimerchant sehingga aspek tata kelola alat pembayaran ini menjadi sangat penting agar kepentingan berbagai merchant yang berpartisipasi dalam alat pembayaran tersebut dapat saling terlindungi disamping tentunya terwujudnya perlindungan konsumen yang memadai.
1.2. E-Money Sebagai Instrumen Pembayaran Mikro Pada saat ini, alat / instrumen pembayaran dalam bidang pembayaran mikro yang fitur-fiturnya dianggap paling cocok untuk dikembangkan adalah berupa stored value facility yang dalam paper ini selanjutnya disebut sebagai electronic money (emoney). Dalam publikasi yang diterbitkan oleh Bank for International Settlement, emoney didefinisikan sebagai ”stored-value or prepaid products in which a record of the funds or value available to a consumer is stored on an electronic device in the consumer’s possession” 3 . Definisi e-money di beberapa negara tidak selalu sama, 3
Implications for Central Banks of the Development of Electronic Money, Bank for Internatonal Settlements, Basle, October 1996, page 1
7
Upaya Meningkatkan Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Melalui Pengembangan E-Money
namun secara umum fitur e-money memiliki beberapa karakteristik
antara lain
sebagai berikut: −
Nilai uang telah tercatat dalam instrumen e-money, atau sering disebut dengan stored value, yang akan berkurang pada saat konsumen menggunakan untuk melakukan transaksi pembayaran.
−
Dana yang tercatat dalam e-money sepenuhnya berada dalam penguasaan konsumen.
−
Pada saat transaksi, perpindahan dana dalam bentuk electronic value dari e-money milik konsumen kepada terminal merchant dapat dilakukan secara off-line. Dalam hal ini verifikasi cukup dilakukan pada level merchant (point of sale), tanpa harus on-line ke komputer penerbit.
E-money muncul sebagai jawaban atas kebutuhan terhadap instrumen pembayaran mikro yang diharapkan mampu melakukan proses pembayaran secara cepat dengan biaya yang relatif murah karena pada umumnya nilai uang yang disimpan instrumen ini ditempatkan pada suatu tempat tertentu yang mampu diakses secara cepat secara off-line, aman dan murah. Secara teknis, media e-money yang digunakan untuk menyimpan value bisa bermacam-macam antara lain berupa kartu, kertas / voucher maupun media elektronik seperti internet account dan mobile phone. Hal ini tampaknya sejalan dengan Acuan Pokok Sistem Pembayaran Nasional (Revisi 2004), dimana dari sisi bentuk instrumen pembayarannya, sistem pembayaran non tunai terbagi atas sistem pembayaran berbasis kertas (paper based payment system), sistem pembayaran berbasis kartu (card based payment system) dan sistem pembayaran berbasis elektronik (electronic based payment system).
1.3. Tujuan Kebijakan Pengembangan E-money Tujuan kebijakan pengembangan e-money sebagai instrumen pembayaran mikro adalah:
8
Upaya Meningkatkan Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Melalui Pengembangan E-Money
1. Mendorong terciptanya instrumen e-money yang aman, efisien dan handal bagi masyarakat guna mendukung terwujudnya perekonomian yang lebih efisien. 2. Menciptakan efisiensi nasional melalui kolaborasi pasar terutama berkaitan penciptaan
standarisasi
platform,
chip
dan
messaging
sehingga
memungkinkan interoperability antar penyelenggara. 3. Menciptakan landasan hukum yang kuat dalam penyelenggaraan e-money termasuk aspek perlindungan konsumen. 4. Menciptakan mekanisme pengawasan penyelenggaraan e-money.
1.4. Metodologi dan Sistematika Penulisan Paper ini merupakan produk akhir dari kegiatan insiatif Bank Indonesia tahun 2006 “Grand Desain Upaya Peningkatan Penggunaan Pembayaran Non Tunai”. Disamping dilakukan dengan cara penelitian, diskusi, seminar, studi literatur dan pencarian bahan-bahan melalui internet tentang e-money, penyusunan paper juga dilakukan dengan cara merangkum berbagai hasil kajian dan laporan yang dilakukan sebagai bagian dari kegiatan inisiatif tersebut di atas antara lain : 1. Laporan hasil survey tentang persepsi, preferensi dan perilaku masyarakat / lembaga penyedia jasa pembayaran non tunai terhadap penggunaan pembayaran non tunai. 2. Dampak pembayaran non tunai terhadap perekonomian dan kebijakan moneter. 3. Kajian lanjutan operasional E-Money. 4. Kajian peranan Bank Indonesia dalam mendukung pengembangan sistem oleh pelaku pasar dalam rangka mendukung terciptanya less cash society. 5. Laporan hasil seminar internasional “Toward Less Cash Society” 6. Kajian Pengembangan National Payment Gateway Oleh karena itu, agar mendapatkan gambaran yang lebih lengkap dan jelas tentang uraian e-money yang ada dalam paper ini, sangat dianjurkan agar kajian dan
9
Upaya Meningkatkan Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Melalui Pengembangan E-Money
laporan di atas juga dibaca mengingat kajian dan laporan tersebut menguraikan secara lebih rinci dan menyeluruh tentang penyelenggaraan e-money dan sistem pembayaran non tunai secara keseluruhan. Penulisan paper ini dilakukan dengan sistematika sebagai berikut : 1. Bab I berisi tentang pendahuluan yang mengulas latar belakang mengapa perlu dikembangkan e-money, deskripsi dan cakupan serta tujuan pengembangan emoney. 2. Bab II berisi dua segmen. Segmen pertama adalah tentang persepsi, preferensi dan perilaku masyarakat kalangan usaha dan perbankan terhadap pembayaran non tunai. Sedangkan segmen kedua akan berisi tentang uraian perkembangan dan dampak sistem pembayaran non tunai secara umum terhadap perekonomian. 3. Bab III berisi tentang uraian yang mendalam tentang penyelenggaraan e-money yang akan diuraikan dari berbagai aspek. 4. Bab IV berisi tentang strategi komunikasi dan diseminasi informasi berkaitan dengan
e-money
dalam
rangka
meningkatkan
penggunaan
instrumen
pembayaran tersebut.
10
Upaya Meningkatkan Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Melalui Pengembangan E-Money
BAB II. GAMBARAN UMUM PERKEMBANGAN PEMBAYARAN NON TUNAI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA 4
Dalam bab ini akan dibahas mengenai potret pembayaran non tunai dalam perekonomian Indonesia yang dilihat dari kacamata masyarakat, pengusaha dan pelaku pasar penyedia jasa pembayaran non tunai serta potensi pembayaran non tunai. Selain itu juga diulas tentang peranan dan dampak pembayaran non tunai terhadap perekonomian dan moneter. 2.1. Persepsi, Preferensi Dan Perilaku Masyarakat, Pengusaha dan Pelaku Pasar Terhadap Pembayaran Non Tunai Untuk mendapatkan informasi yang menyeluruh tentang persepsi, preferensi dan perilaku masyarakat, pengusaha dan pelaku pasar pembayaran non tunai terhadap penggunaan pembayaran non tunai, Bank Indonesia berusaha untuk menampung aspirasi baik dari masyarakat, pengusaha penyedia jasa pembayaran non tunai maupun pelaku pasar potensial melalui tiga kegiatan yakni survei5 , seminar6 dan diskusi7 dengan pelaku pasar / potensial issuer. Informasi dan isu-isu strategis yang diperoleh dari kegiatan-kegiatan tersebut merupakan
masukan
yang
sangat
berguna
dalam
menentukan
strategi
pengembangan sistem pembayaran non tunai yang tepat di Indonesia. Selain itu, informasi tersebut juga dapat menggambarkan peta potensi pengembangan instrumen pembayaran non tunai yang sesuai dengan karakteristik masyarakat dan wilayah di Indonesia, terutama masyarakat di perkotaan dan daerah-daerah yang relatif maju. Peta potensi ini akan menjadi sumber informasi yang penting bagi para pelaku pasar untuk melakukan penetrasi pasar dan pengembangan usaha. 4
Referensi yang lebih detail dan jelas dalam bab ini terdapat pada tulisan/paper mengenai : 1. Penelitian Persepsi, Preferensi dan Perilaku Masyarakat dan Lembaga Penyedia Jasa Terhadap Pembayaran Non Tunai, 2. Kajian Peranan BI Dalam Mendukung Pengembangan Sistem Oleh Pelaku Pasar Dalam Rangka Mendukung Terciptanya Less Cash Society, 3. Kajian Peranan Pembayaran Non Tunai Dalam Perekonomian dan Kebijakan Moneter, 4. Hasil Seminar Internasional “Toward a Less Cash Society in Indonesia” 5 Survei Persepsi, Preferensi, dan Perilaku Masyarakat dan Lembaga Penyedia Jasa Terhadap Sistem Pembayaran Non Tunai yang dilakukan atas kerjasama Bank Indonesia c.q. Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran dengan Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor, tahun 2006 6
Seminar International “Towards a Less Cash Society In Indonesia”, Jakarta 17-18 Mei 2006 Diskusi dilakukan dengan para pelaku pasar potensial untuk menyusun kajian mengenai peranan BI dalam mendukung pengembangan sistem oleh pelaku pasar dalam rangka mendukung terciptanya less cash society.
7
11
Upaya Meningkatkan Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Melalui Pengembangan E-Money
2.1.1. Persepsi, Preferensi Dan Perilaku Masyarakat, Pengusaha dan Pelaku Pasar Terhadap Instrumen Pembayaran Non Tunai 1. Masyarakat Berdasarkan hasil pelaksanaan kegiatan survey, seminar maupun diskusi dengan pelaku pasar potensial secara umum dapat disimpulkan bahwa sebagian besar masyarakat telah mengenal, menggunakan dan memahami alat pembayaran non tunai sebagai alternatif pengganti uang tunai. Alat pembayaran non tunai yang cukup familiar dan banyak dimanfaatkan oleh masyarakat adalah kartu ATM, kartu debet dan kartu kredit. Hal ini ditunjang dengan fungsi dari alat pembayaran tersebut yang selain untuk tarik tunai dan belanja juga dapat digunakan untuk berbagai transaksi pembayaran. Faktor yang mendorong dan memotivasi masyarakat untuk menggunakan alat pembayaran non tunai antara lain faktor keamanan, kemudahan, kecepatan dan efisiensi. Secara umum, masyarakat pengguna instrumen non tunai didominasi oleh masyarakat dengan ciri-ciri seperti orang yang terbuka terhadap informasi, orang yang memandang dirinya sebagai pelopor / panutan bagi orang lain, dan orang yang memang menyukai model pembayaran non tunai. 2. Pengusaha/Merchant Sejalan dengan pemahaman masyarakat terhadap alat pembayaran non tunai, sebagian besar (49,7%) merchant menerima pembayaran non tunai sehingga dapat dikatakan bahwa merchant tersebut sudah cukup memahami penggunaan dan manfaat instrumen pembayaran non tunai. Hal ini ditunjukkan dengan semakin banyaknya outlet-outlet yang menerima pembayaran non tunai sehingga memudahkan masyarakat dalam melakukan transaksi. Disamping itu, pengusaha
juga bersedia menerima instrumen pembayaran non tunai jika
instrumen ini telah diterapkan secara luas. Bahkan menurut hasil survei 50% merchant telah memiliki rencana menerapkan pembayaran non tunai dalam strategi bisnisnya. Berdasarkan hasil survei, instrumen pembayaran non tunai yang paling disukai oleh pengusaha berturut-turut adalah kartu debit, kartu kredit dan transfer bank. Hal ini didasarkan pada beberapa kriteria yang digunakan antara 12
Upaya Meningkatkan Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Melalui Pengembangan E-Money
lain keamanan transaksi, kemudahan mencairkan, kemudahan operasional, ketepatan nilai transaksi dan biaya operasional. Kartu debit menempati urutan pertama karena pengusaha memandang
risiko yang harus ditanggung sangat
kecil karena pembayaran dilakukan dengan cara langsung memindahbukukan sejumlah nilai transaksi dalam waktu singkat dengan proses otomatis, sehingga memperkecil risiko gagal bayar. Terhadap pengenaan/pembebanan biaya (charge) atas transaksi non tunai yang dilakukan, sebagian besar pengusaha (60%) menginginkan model persentase untuk pembebanan biaya (charge) transaksi non tunai, sedangkan sisanya lebih menyukai model fixed. Agar sistem pembayaran non tunai di masa mendatang
dapat
lebih
berkembang,
pengusaha
menginginkan
sistem
pembayaran non tunai bersifat lebih mudah / praktis, lebih aman, biaya rendah, disosialisasikan dengan baik serta memiliki jaringan yang lebih luas. 3. Perbankan Tingginya animo masyarakat dan dunia usaha dalam menggunakan instrumen pembayaran non tunai juga direspon secara positif oleh dunia perbankan. Hal ini diindikasikan oleh kenyataan bahwa mayoritas perbankan melihat pertumbuhan penggunaan kartu ATM, kartu debit maupun kartu kredit yang sangat tinggi. Disamping itu, peningkatan trend di masyarakat dalam menggunakan instrumen non tunai juga merupakan faktor pendorong bagi dunia perbankan. Biaya
investasi
yang
tinggi
khususnya
investasi
teknologi
untuk
mengembangkan insfrastruktur pembayaran non tunai masih merupakan tantangan dan hambatan
tersendiri yang harus dihadapi oleh perbankan.
Namun demikian sebagian besar bank tetap bertekad untuk melakukan investasi agar dapat
memberikan pelayanan yang baik bagi nasabahnya melalui
penciptaan produk-produk inovatif dengan menggunakan teknologi yang aman, cepat dan handal.
13
Upaya Meningkatkan Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Melalui Pengembangan E-Money
4. Pelaku Pasar Potensial Disamping perbankan, terdapat beberapa pelaku pasar yang potensial dalam mendukung perkembangan instrumen pembayaran non tunai sebagai issuer. Sebagian besar pelaku pasar tersebut telah memahami kegunaan dan manfaat instrumen non tunai sebagai alternatif pembayaran pengganti uang tunai, bahkan beberapa pelaku pasar seperti telah siap dan berencana untuk mengembangkan secara lebih luas penggunaan instrumen pembayaran non tunai. Dengan demikian, dari survey tersebut terlihat bahwa persepsi dan penerimaan pelaku pasar terhadap pembayaran non tunai dapat dikatakan cukup baik. Para pelaku pasar ini berpendapat bahwa dalam mengembangkan instrumen non tunai hendaknya perlu diperhatikan aspek culture, needs, behavior dan karakter pembayaran masyarakat Indonesia. Aspek lain yang perlu diperhatikan antara lain adalah faktor kemudahan dan kenyamanan dalam penggunaan, biaya yang murah serta menggunakan teknologi yang aman, praktis, cepat, dan reliable. Disamping itu, kolaborasi pasar merupakan aspek yang memegang peranan penting untuk mengetahui kebutuhan mekanisme pembayaran yang paling tepat. Dalam rangka menciptakan efisiensi nasional perlu adanya standarisasi sehingga dapat dilakukan interoperability antar berbagai penerbit. Dalam menjalankan tugas yang diembannya, Bank Indonesia
diharapkan oleh para
pelaku pasar agar dapat menghasilkan kebijakan berupa standarisasi instrumen non tunai. Disamping itu, Bank Indonesia dapat juga berperan dalam menggerakkan seluruh pihak yang terkait untuk duduk bersama dan mendiskusikan hal-hal teknis dan krusial, sehingga pengembangan pembayaran non tunai secara nasional akan menjadi lebih efektif dan efisien.
14
Upaya Meningkatkan Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Melalui Pengembangan E-Money
2.1.2. Persepsi, Preferensi dan Perilaku Masyarakat, Pengusaha dan Pelaku Pasar Terhadap Pengembangan E-Money 1. Masyarakat Potensi pengembangan instrumen e-money relatif tinggi. Hal ini tercermin dari kesediaan masyarakat untuk memanfaatkan e-money cukup besar, yaitu sebesar 71% masyarakat bersedia memanfaatkan e-money. Alasan bersedia memanfaatkan e-money adalah kemudahan dan kenyamanan, lebih aman dan pengeluaran menjadi lebih terkendali. Alasan lainnya adalah masyarakat senang dengan produk baru yang sedang trend, prestise serta banyak memberikan manfaat. E-money yang diharapkan masyarakat dapat dijadikan sebagai instrumen pengganti uang tunai dengan berbagai fungsi pembayaran pada beberapa merchant, seperti ditampilkan dalam gambar sebagai berikut :
Jum lah Responden (%)
100 80 60
50.54 33.18
40
33.18
29.19
27.96
27.96
Bus Umum
Kereta Api
20 0 Pom Bensin
Supermarket Pembayaran Rumah Sakit Tol
& Apotik
Gambar 2- 1 Fungsi E-Money Yang Diinginkan Masyarakat
Dari sisi biaya yang dibebankan kepada masyarakat terhadap penggunaan transaksi non tunai, masyarakat memandang pengenaan biaya tersebut masih dianggap wajar karena sebanding dengan manfaat yang diperolehnya. 2. Pengusaha Hasil survey menunjukkan bahwa 73% pengusaha menyatakan bersedia menerima e-money. Penggunaan instrumen pembayaran non tunai e-money dinilai oleh pengusaha lebih efisien dan memudahkan konsumen. Sedangkan
15
Upaya Meningkatkan Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Melalui Pengembangan E-Money
alasan pengusaha yang tidak bersedia menerima e-money (27%) tersaji dalam gambar sebagai berikut :
27%
73% Menerima
Tidak
Alasan Tidak Menerima : • Merasa belum perlu • Belum ada infrastruktur • Belum mengerti/tidak tahu prosedur • Rumit & merepotkan • Dan lain-lain
: : : : :
47% 16% 8% 6% < 5%
Gambar 2- 2 Kesediaan Pengusaha Menerima E-Money
3. Perbankan Dalam pengembangan e-money tantangan yang dihadapi perbankan diantaranya adalah biaya investasi yang mahal serta pangsa pasar yang relatif kecil atau belum adanya kejelasan mengenai potensi / peluang pasar. Disamping itu, teknologi
jaringan dan perangkat sistem yang belum mendukung serta
belum menjadi prioritas utama dalam strategi bisnis perusahaan juga menjadi tantangan lain bagi perbankan. Walaupun terdapat berbagai tantangan dalam pengembangan e-money, hasil survei menunjukkan bahwa 51% bank telah memiliki rencana bisnis untuk mengembangkan e-money. Instrumen ini diyakini dapat meningkatkan efisiensi biaya, memperluas jaringan dan meningkatkan pelayanan bagi nasabah. Dari jumlah tersebut, 49% bank memiliki rencana untuk mengembangkan produk kartu prabayar yang bersifat multifungsi.
Rencana Pengembangan E-Money Persentase Jumlah Bank
Jangka Waktu Mekanisme Pengembangan Produk Pengembangan <3 3-5 >5 Terpisah Gabung tahun tahun tahun 17,70 20,35 13,27
9,73
41,59
Produk yang Dikembangkan Single Multi Purpose Purpose 2,65
48,67
Tabel 2- 1 Rencana Pengembangan E-Money
16
Upaya Meningkatkan Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Melalui Pengembangan E-Money
Dalam
mengembangkan
e-money,
supermarket
merupakan
jenis
perusahaan yang mendapat prioritas utama untuk diajak bekerjasama dengan perbankan. Hal ini disebabkan, karena supermarket menyediakan kebutuhan sehari-hari yang sering dikonsumsi oleh masyarakat. Selain supermarket merchant-merchant lain yang dianggap potensial untuk diajak kerjasama adalah pom bensin, penyelenggara jalan tol dan perusahaan transportasi. 4. Potensial Penerbit Persepsi sebagian besar potensial penerbit telah memahami mengenai kegunaan dan manfaat e-money, bahkan jika memungkinkan mereka mengharapkan agar fungsi dari e-money tersebut dapat diperluas sehingga akan lebih efisien, aman dan nyaman. Dengan demikian persepsi mengenai e-money sebagai alternatif instrumen pembayaran pengganti uang tunai telah dipahami dengan baik. Selanjutnya potensial penerbit berharap bahwa e-money dapat segera direalisasikan sehingga diharapkan dapat : 1. mengurangi jumlah uang tunai yang dikelola dan mengurangi biaya cash handling; 2. mempercepat waktu transaksi; 3. meningkatkan akurasi transaksi; 4. mengurangi kesalahan teknis/administrasi yang disebabkan oleh human error; 5. relatif lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan uang tunai terutama dari sisi kebersihan dan kesehatann. Secara umum, hasil identifikasi pada beberapa potensial penerbit menunjukkan bahwa e-money cukup potensial untuk dikembangkan mengingat telah adanya konsep pengembangan pada para pelaku pasar tersebut. Bahkan beberapa pelaku pasar dalam bidang telekomunikasi dan transportasi telah memiliki rencana dan konsep pengembangan non tunai dalam strategi bisnisnya. Untuk mengimplementasikan strategi bisnis khususnya pengembangan non tunai, para pelaku pasar masih menunggu ketentuan dan pedoman yang lebih jelas dari Bank Indonesia sebagai otoritas yang berwenang.
17
Upaya Meningkatkan Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Melalui Pengembangan E-Money
Preferensi pengembangan e-money bagi pelaku pasar pada umumnya adalah yang bersifat multi fungsi (multi purpose stored value). Sedangkan kendala pengembangan yang dihadapi pada umumnya terkait dengan issue standarisasi/interoperability dan legal aspect.
2.1.3. Pemetaan Potensi Pengembangan Pembayaran Non Tunai Untuk dapat mengukur seberapa besar potensi suatu daerah dalam mengembangkan pembayaran non tunai maka dilakukan pemetaan potensi pengembangan
pembayaran
non
tunai.
Pemetaan
potensi
pengembangan
pembayaran non tunai dihasilkan dari penggabungan antara variabel potensi yang diperoleh dari data primer hasil survei dengan variabel-variabel sosial ekonomi dari data sekunder. Variabel sosial ekonomi tersebut meliputi jumlah kantor bank, total penyaluran kredit, dana pihak ketiga di bank, produk domestik regional bruto dan jumlah penduduk. Berdasarkan
peta
potensi
wilayah,
kota-kota
yang
potensial
bagi
pengembangan instrumen pembayaran non tunai di Indonesia adalah DKI Jakarta, Surabaya dan Bandung. DKI Jakarta merupakan kota dengan prioritas utama dan paling potensial bagi pengembangan instrumen non tunai. Hal ini cukup dimengerti mengingat DKI Jakarta merupakan pusat pemerintahan, pusat bisnis dan pusat perdagangan, disamping kota-kota lainnya seperti Surabaya, Bandung dan Medan. Sementara kota-kota lainnya seperti Batam, Semarang, Makasar dan Balikpapan walupun merupakan kota-kota besar dinilai belum terlalu potensial bagi pengembangan instrumen non tunai. Peta potensi pengembangan di Indonesia terhadap sistem pembayaran non tunai dapat disajikan dalam beberapa metode dan klasifikasi dengan cakupan yang lebih detail. Salah satu peta potensi tersebut antara lain seperti tampak dalam gambar sebagai berikut :
18
Upaya Meningkatkan Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Melalui Pengembangan E-Money
Peta Potensi Pengembangan Di Indonesia Sistem Pembayaran Non Tunai Tanpa Klasifikasi Wilayah dengan Metode Standard Deviasi
Gambar 2- 3 Peta Potensi Pengembangan di Indonesia
Dengan demikian, apabila pengembangan sistem pembayaran non tunai akan dilakukan secara bertahap, maka fokus pengembangan dapat dilakukan terhadap wilayah yang berpotensi tinggi dan selanjutnya wilayah yang mempunyai potensi menengah tinggi dan seterusnya. Untuk menunjang keberhasilan implementasi pengembangan di wilayah potensi tinggi dan menengah tinggi harus disertai dengan sosialisasi yang memadai, sehingga diharapkan
akan mempermudah proses pengembangan di wilayah-
wilayah lain (potensi menengah bawah dan rendah). Kajian, metodologi dan hasil pemetaan potensi pengembangan pembayaran non-tunai dapat dilihat dalam laporan survey.
2.2. Peran Pembayaran Non Tunai Terhadap Perekonomian 2.2.1. Indikator Perkembangan Sistem Pembayaran Non Tunai di Indonesia Meskipun
sejauh
ini
belum
banyak
terdapat
indikator
pengukur
perkembangan alat pembayaran non tunai yang secara resmi digunakan di Indonesia, tetapi secara umum pengukuran perkembangan pembayaran non tunai dilakukan dengan menggunakan
tiga indikator yaitu indikator perkembangan
19
Upaya Meningkatkan Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Melalui Pengembangan E-Money
volume transaksi alat pembayaran non tunai, rasio antara konsumsi swasta terhadap uang kartal di masyarakat dan rasio uang tunai terhadap M1.
1. Perkembangan Volume Transaksi Non Tunai Perkembangan sistem pembayaran di Indonesia secara umum sudah mengarah ke sistem pembayaran non tunai. Hal tersebut tercermin dari transaksi nilai besar (high value) dan transaksi nilai kecil (retail) yang dilakukan melalui sarana Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS), dan kliring yang mengalami peningkatan secara signifikan dari tahun ke tahun. Berdasarkan data transaksi melalui BI-RTGS, penyelesaian transaksi antar bank melalui sistem BI-RTGS menunjukkan tren peningkatan baik dari sisi nilai maupun volume transaksi. Hal ini disebabkan semakin luasnya cakupan wilayah implementasi BI-RTGS, sehingga semakin mendorong minat masyarakat untuk menggunakan jasa pembayaran non tunai tersebut. Miliar Rp
Ribu Transaksi
800
3,500,000.00 3,000,000.00
700
Nilai Transaksi Volume Transaksi
2,500,000.00
600 500
2,000,000.00
400 1,500,000.00
300
1,000,000.00
200
500,000.00
100
-
-----------------------------------------------------------2001
2002
2003
2004
2005
Gambar 2- 4 Perkembangan Nilai dan Volume Transaksi RTGS
Sementara itu, tren yang sama juga terjadi dengan penyelesaian transaksi melalui mekanisme kliring. Salah satu faktor yang mendorong peningkatan transaksi kliring adalah penerapan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) yang dapat mengakomodir kebutuhan pelaksanaan transfer kredit antar bank ke seluruh wilayah Indonesia tanpa kewajiban melakukan pertukaran fisik warkat (paperless).
20
Upaya Meningkatkan Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Melalui Pengembangan E-Money
Juta Rp
Volume
160,000,000
9,000,000 Volume
150,000,000 Nominal (Juta Rp) 8,000,000
Trend Bulanan Volume Transaksi Kliring
140,000,000
Trend Bulanan Nominal Transaksi Kliring 130,000,000 7,000,000 120,000,000
110,000,000
6,000,000
100,000,000 5,000,000
90,000,000
80,000,000 4,000,000 70,000,000
60,000,000 3,000,000 50,000,000
40,000,000
2,000,000 1
2
3
4
5
6
7
2002
8
9 10 11 12 1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 1
2003
2
3
4
5
6
7
2004
8
9 10 11 12 1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12
2005
Gambar 2- 5 Perkembangan Kliring Penyerahan secara Nasional
Selain BI-RTGS dan kliring, perkembangan pembayaran non tunai juga dapat diindikasikan dengan perkembangan alat pembayaran dengan menggunakan kartu (APMK). Kegiatan APMK merupakan aktivitas penggunaan instrumen pembayaran menggunakan kartu seperti kartu ATM, kartu kredit, kartu debet maupun kartu prabayar (e-money). Transaksi pembayaran dengan menggunakan instrumen APMK pada saat ini bersifat account based, sehingga setelmen transaksi dilakukan pada level bank dengan metode yang dipilih oleh masing-masing bank (penyelenggara) sesuai dengan skala operasional jaringannya. Perkembangan transaksi APMK mengalami peningkatan dari waktu ke waktu baik disisi volume dan nilai transaksi. Perkembangan tersebut diprediksikan terus berlangsung sejalan dengan semakin beragamnya fasilitas dan fungsi APMK. Dengan kemajuan teknologi dalam sistem pembayaran dan keinginan perbankan untuk meningkatkan layanan kepada nasabah, penggunaan fungsi APMK menjadi lebih beragam. Penggunaan kartu ATM tidak hanya untuk penarikan tunai atau pengecekan saldo namun juga dapat digunakan sebagai kartu debet untuk melakukan berbagai jenis pembayaran (misalnya pembayaran tagihan listrik dan telepon). APMK yang telah ada di Indonesia sejauh ini adalah kartu ATM, kartu debet, smartcards, kartu kredit dan prepaid card. Informasi dan data mengenai perkembangan APMK di Indonesia baru dapat diperoleh sejak tahun 1999.
21
Upaya Meningkatkan Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Melalui Pengembangan E-Money
Juta transaksi
Triliun Rp 80,00
90,00
80,00
70,00
70,00 60,00 60,00 50,00 50,00 40,00 40,00 30,00 30,00 20,00 20,00 Jumlah Transaksi (Juta transaksi)
10,00
10,00
May-05
Jan-05
Sep-04
May-04
Jan-04
Sep-03
May-03
Jan-03
Sep-02
May-02
Jan-02
Sep-01
May-01
Jan-01
Sep-00
May-00
Jan-00
Sep-99
May-99
-
Jan-99
Nilai Transaksi (Triliun Rp) -
Gambar 2- 6 Perkembangan Total Volume dan Transaksi APMK
Sejalan dengan perkembangan teknologi, aktivitas pembayaran non tunai yang dicerminkan dari berbagai alat pembayaran kartu diatas baik dilihat dari nilai maupun jumlah transaksi menunjukkan peningkatan sejak tahun 1999 hingga 2005. Total volume dan nilai transaksi APMK meningkat dari 33 juta transaksi dengan nilai sebesar Rp6,4 triliun pada awal 1999 menjadi 86 juta transaksi senilai Rp65 triliun pada bulan Juli 2005.
2. Rasio Nilai Konsumsi Swasta Terhadap Uang Kartal Yang Diedarkan Selain terlihat dari peningkatan volume transaksi non tunai, peningkatan aktivitas pembayaran non tunai juga dapat diindikasikan oleh rasio nilai konsumsi swasta terhadap uang kartal yang diedarkan di masyarakat yang menunjukkan perkembangan meningkat. Besarnya rasio tersebut cenderung meningkat dari 14 pada 1997 menjadi 17 pada 2005. Hal ini mengindikasikan trend semakin menurunnya porsi penggunaan uang tunai dalam mendukung aktivitas konsumsi masyarakat.
22
Upaya Meningkatkan Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Melalui Pengembangan E-Money
19 18 17 16 15 Konsumsi swasta per uang kartal yang diedarkan
14
Power (Konsumsi swasta per uang kartal yang diedarkan) 13 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004
Gambar 2- 7 Rasio Konsumsi Swasta terhadap Uang Kartal yang diedarkan
Perkembangan yang sama dapat ditemui pada negara-negara yang juga menerapkan pengembangan dalam alat pembayaran non tunai. Rasio konsumsi swasta terhadap uang kartal yang diedarkan pada beberapa negara tersebut mengalami peningkatan dalam periode 1970 – 2004.
Countries
Average ratio of private consumption to currency 1970 - 1980
1980 - 1990
1990 - 2004
UK
10,92
18,42
24,27
Canada
14,78
18,35
16,51
Austria
6,56
8,47
na
Finland
19,70
20,82
na
Ireland
7,71
10,05
11,16
Italy
6,47
9,73
10,08
Netherlands
na
7,27
7,98
Portugal
4,08
7,84
12,68
Sweden
7,91
9,62
12,45
Spain
7,18
8,15
na
Sumber : International Financial Statistics (BI-Library)
Tabel 2- 2 Rata-rata Konsumsi Swasta terhadap Uang Kartal yang Diedarkan di Beberapa Negara
3. Rasio Uang Kartal Terhadap Giro Dan Transaksi Pembayaran Berbasis Kartu Indikator lain yang dapat digunakan untuk menggambarkan perkembangan pembayaran non tunai adalah rasio uang kartal terhadap giro dan transaksi pembayaran berbasis kartu. Penggunaan transaksi pembayaran berbasis kartu pada perhitungan
rasio
ini
dimaksudkan
agar
dapat
memberikan
gambaran
perkembangan pembayaran non tunai yang lebih baik. Dari sisi teknis perhitungan, rasio ini memiliki kelemahan karena digunakannya jenis data yang berbeda yakni data flow pada transaksi pembayaran dan jenis data stok pada giro dan deposito. 23
Upaya Meningkatkan Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Melalui Pengembangan E-Money
Namun demikian, hal tersebut diperkirakan hanya akan berpengaruh pada perbedaan besaran (magnitude) rasio yang dihasilkan.
Sementara arah dari
perkembangan rasio tersebut masih dapat digunakan untuk memberikan gambaran perkembangan pembayaran non tunai. Semakin kecil rasio tersebut mengindikasikan semakin tingginya aktivitas pembayaran non tunai. Dalam periode 2000 – 2006, perkembangan rasio uang kartal terhadap giro dan pembayaran berbasis kartu di Indonesia cenderung turun dari 0.6 pada tahun 2000 menjadi 0.4 pada 2005. Kondisi ini sejalan dengan perkembangan beberapa indikator lainnya yang menggambarkan tren peningkatan preferensi masyarakat terhadap pembayaran non tunai. 0.65 0.60 0.55 0.50 0.45 C/D+ATM+Debet
0.40 0.35 0.30 2000
2001
2002
2003
2004
2005
Gambar 2- 8 Rasio Uang Kartal terhadap Deposito dan Transaksi Pembayaran Berbasis Kartu
2.2.1. Peranan
Perkembangan
Alat
Pembayaran
Non
Tunai
Terhadap
Perekonomian Dan Kebijakan Moneter 1. Peranan Pembayaran Non Tunai terhadap Perekonomian Peningkatan pembayaran non tunai berpotensi untuk dapat memberikan manfaat atau meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui beberapa cara yakni : mengurangi opportunity cost masyarakat, meningkatkan pendapatan masyarakat melalui pendapatan bunga dan fee base income dan pembiayaan tanpa bunga (khusus kartu prabayar / e-money) yang diterima Bank atau penerbit APMK, mendorong kenaikan tingkat konsumsi dan velocity of money serta mendorong aktivitas sektor riil dan pertumbuhan ekonomi.
24
Upaya Meningkatkan Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Melalui Pengembangan E-Money
2.
Peranan Pembayaran Non Tunai terhadap Kebijakan Moneter Peranan E-money terhadap Kebijakan Moneter Pengaruh inovasi dalam alat pembayaran non tunai dapat menimbulkan komplikasi dalam penggunaan target kuantitas dalam pengendalian moneter. Perkembangan alat pembayaran non tunai menggunakan kartu seperti kartu ATM dan kartu debet dengan tabungan sebagai underlying-nya dapat berimplikasi pada konsep perhitungan uang beredar dalam arti sempit (M1) dan dalam arti luas (M2). Hal ini terjadi karena pergeseran fungsi tabungan dari simpanan yang tidak dapat ditarik sewaktu-waktu (M2) menjadi jenis simpanan yang dapat ditarik sewaktu-waktu sebagaimana halnya simpanan giral (M1). Memperhatikan degree of moneyness dari jenis simpanan tabungan tersebut diatas, perlu dipertimbangkan pengklasifikasian tabungan yang menggunakan kartu ATM atau kartu debet sebagai bagian dari M1 dalam kategori uang giral dan bukan lagi bagian dari M2. Pengklasifikasian yang kurang tepat terhadap besaran moneter dapat menimbulkan implikasi kesalahan dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan moneter yang menggunakan besaran moneter sebagai operasional
target.
Sehingga
untuk
dapat
mempertahankan
efektivitas
pelaksanaan kebijakan moneter maka perhitungan besaran moneter seyogyanya juga memperhitungkan perkembangan pembayaran non tunai.
Peranan E-money terhadap Kebijakan Moneter Dalam penerbitan e-money, issuer memiliki sejumlah dana (monetary value) yang tercatat dalam media storage-nya yang belum digunakan untuk pembayaran, atau sudah digunakan untuk pembayaran namun belum ditagihkan atau di-redeem oleh merchant disebut float. Float ini merupakan kewajiban (liability) penerbit atas e-money yang diterbitkan. Kewajiban tersebut akan berkurang pada saat pemegang e-money melakukan transaksi pembayaran atau di-redeem oleh merchant. Berdasarkan karakteristik e-money diatas, dimana float setiap saat dapat digunakan sebagai alat pembayaran, maka jenis dana ini dapat dikategorikan
25
Upaya Meningkatkan Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Melalui Pengembangan E-Money
sebagai dana yang sangat likuid sehingga dapat disetarakan dengan uang tunai (cash) atau giro. Sehingga untuk mengkomodasi perkembangan e-money ke depan dan mengeliminir kemungkinan dampaknya terhadap perumusan besaran moneter, seyogyanya float e-money dapat diperhitungkan sebagai bagian dari M1. Selanjutnya untuk melihat peranan e-money terhadap kebijakan moneter maka dapat dikaji dari sudut pandang penerbitnya yaitu bank dan non bank. Penerbitan e-money oleh bank akan menyebabkan pergeseran simpanan masyarakat di bank dari tabungan dan deposito atau giro ke dalam bentuk float yang tetap masih dalam sisi kewajiban neraca bank. Sepanjang variabel float dari e-money telah dikategorikan sebagai komponen M1, penerbitan e-money oleh bank hanya akan menyebabkan pergeseran (shifting) dari tabungan (S) atau deposito (T) ke dalam bentuk float e-money atau perubahan komponen M2 menjadi M1. Dalam hal penerbit adalah lembaga non bank, penerbitan e-money berpotensi mengurangi simpanan masyarakat pada perbankan jika dana float emoney tidak (atau hanya sebagian) ditempatkan kembali pada bank umum.
26
Upaya Meningkatkan Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Melalui Pengembangan E-Money
BAB III. PENGEMBANGAN E-MONEY SEBAGAI INSTRUMEN PEMBAYARAN MIKRO
Sebagaimana telah dijabarkan pada bab sebelumnya, potensi dan harapan masyarakat terhadap instrumen pembayaran mikro yang bersifat multipurpose dan stored value sangat besar. Hal ini juga didukung oleh kesediaan merchant untuk menerima pembayaran non tunai yang bersifat prabayar dan kesiapan pelaku pasar dari beberapa terutama dari sektor transportasi/komunikasi untuk menjadi penerbit e-money serta rencana perbankan untuk mengembangkan e-money. Harapan dan keinginan dari pihak-pihak tersebut cukup signifikan mengingat instrumen pembayaran multipurpose stored value facilities atau yang lebih dikenal dengan istilah e-money memiliki beberapa manfaat atau kelebihan dibandingkan dengan uang tunai maupun alat pembayaran non tunai lainnya. Dibandingkan dengan uang tunai, transaksi menggunakan e-money jauh lebih cepat dan nyaman, khususnya untuk transaksi yang bernilai kecil (micro payment), karena pengguna emoney tidak perlu menyediakan sejumlah uang pas atau harus menyimpan uang kembalian. Selain itu karena sifatnya yang non tunai maka dapat mengurangi biaya operasional merchant sebagai akibat penurunan biaya cash handling. Sedangkan jika dibandingkan dengan kartu debet dan kartu kredit, e-money akan lebih efisien dari segi waktu karena
tidak harus memerlukan proses otorisasi on-line, tidak perlu
melakukan tanda tangan maupun memasukan PIN (Personal Identification Number). Kelebihan lainnya atas kartu kredit dan kartu debet adalah transaksi e-money dapat bersifat off-line sehingga biaya komunikasi dapat dikurangi. Disamping itu karena sifatnya yang electronic stored value, maka e-money memiliki kemudahan untuk dapat diisi ulang melalui berbagai sarana yang disediakan oleh penerbit sehingga emoney dapat menjangkau segmen masyarakat termasuk yang belum memiliki akses kepada perbankan (unbanked) untuk menggunakan instrumen pembayaran non tunai.
27
Upaya Meningkatkan Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Melalui Pengembangan E-Money
3.1. Latar Belakang Perlunya Pengaturan Terhadap E-Money Dalam perannya sebagai alternatif alat pembayaran non tunai, penggunaan emoney dalam pembayaran mikro disamping memberikan berbagai manfaat dan kemudahan bagi konsumen juga memiliki berbagai potensi risiko keamanan. Potensi risiko yang banyak terkandung dalam pembayaran mikro antara lain adalah risiko pemalsuan dan duplikasi kartu, modifikasi data atau aplikasi e-money, pengubahan message, pencurian, penyangkalan (repudiation) dan risiko malfuction. Mengingat berbagai risiko yang harus dihadapi tersebut maka untuk meminimalisasi risiko, penyelenggaraan e-money merupakan aspek penting yang harus diatur dalam mewujudkan kerangka hukum yang kuat dan transparan serta mampu memberikan jaminan perlindungan terhadap konsumen dan merchant. Disamping risiko keamanan, e-money juga memiliki berbagai risiko dan potensi implikasi terhadap kebijakan moneter. Terkait dengan hal tersebut maka dalam rangka menjaga efektivitas kebijakan moneter yang bersifat fundamental dan menjaga efisiensi dalam sistem pembayaran serta kepercayaan terhadap instrumen pembayaran, Bank Indonesia selaku pihak yang diberi amanat untuk mengatur sistem pembayaran dan
moneter perlu memberikan perhatian khusus terhadap
pengembangan e-money sebagai salah satu instrumen pembayaran non tunai di bidang pembayaran mikro. Namun demikian, pengaturan terhadap penyelenggaraan e-money ini hendaknya tidak terlampau rigid yang dikhawatirkan dapat mengurangi minat para pihak untuk menjadi penerbit e-money.
3.2. Ketentuan E-Money Saat Ini Sampai dengan saat ini, di Indonesia belum memiliki peraturan perundangundangan tersendiri yang secara khusus mengatur mengenai kegiatan pembayaran dengan menggunakan e-money. Namun demikian, mengingat penyelenggaraan emoney merupakan bagian tak terpisahkan dari sistem pembayaran, maka sesuai dengan kewenangannya di bidang sistem pembayaran Bank Indonesia telah mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.6/30/PBI/2004 tanggal 28 Desember 2004 tentang Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu. Selanjutnya, pengaturan e-money (kartu prabayar) tersebut lebih disempurnakan lagi dalam
28
Upaya Meningkatkan Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Melalui Pengembangan E-Money
Peraturan Bank Indonesia No.7/52/PBI/2005 tanggal 28 Desember 2005 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu (PBI APMK) dan berbagai peraturan pelaksanaannya yang sekaligus mencabut PBI No.6/30/PBI/2004. PBI APMK tersebut belum mengatur secara komprehensif kegiatan e-money di Indonesia, mengingat yang diatur adalah fitur berbasiskan kartu (card) sedangkan format e-money selain berbentu kartu juga dapat berbentuk kertas/voucher, media elektronik seperti internet account, mobile phone dan sebagainya. Namun demikian, secara umum dapat dikatakan bahwa PBI ini telah dapat menjadi landasan hukum awal bagi penyelenggaraan kegiatan
e-money di Indonesia terutama yang
berbentuk kartu. Secara garis besar, ruang lingkup pengaturan mengenai e-money (kartu prabayar) oleh Bank Indonesia sebagaimana diatur dalam PBI APMK, meliputi aspekaspek sebagai berikut: 3.2. 1. Jenis Kartu Prabayar Yang Memerlukan Persetujuan Bank Indonesia Kartu prabayar yang penerbitannya wajib terlebih dahulu mendapat persetujuan Bank Indonesia adalah : 1. Kartu prabayar single-purpose multi merchants, yaitu kartu prabayar singlepurpose tetapi dapat digunakan di lebih dari satu merchant; 2. Kartu prabayar multi-purpose multi merchants, yaitu kartu prabayar multipurpose yang dapat digunakan untuk melakukan pembayaran pada lebih dari satu merchant; dan 3. Kartu prabayar single-purpose atau multi-purpose yang penerbitnya bukan merupakan merchant. Persetujuan Bank Indonesia terhadap penerbitan kartu prabayar tersebut diperlukan mengingat kartu tersebut bersifat seperti uang. Adapun persetujuan Bank Indonesia tersebut dimaksudkan untuk 1) memberikan perlindungan kepada masyarakat pengguna, 2) menjaga kepercayaan masyarakat terhadap alat pembayaran tersebut, dan 3) melaksanakan tugas Bank Indonesia dalam memonitor uang beredar.
29
Upaya Meningkatkan Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Melalui Pengembangan E-Money
3.2. 2. Penerbit E-Money Dalam PBI APMK pihak-pihak yang dapat menerbitkan e-money diatur sebagai berikut : 1. Pihak yang dapat menerbitkan e-money adalah bank dan lembaga selain bank. 2. Khusus untuk lembaga selain bank yang akan menerbitkan e-money harus memenuhi persyaratan : -
Berbadan hukum Indonesia dalam bentuk PT; dan
-
Memiliki pengalaman dan reputasi baik dalam penyelenggaraan kartu prabayar single-purpose single merchant atau multi-purpose single merchant di Indonesia minimal selama dua tahun.
3. Pihak yang akan menjadi penerbit harus mendapat ijin prinsip dari Bank Indonesia. Ijin prinsip akan diberikan setelah calon penerbit memenuhi persyaratan teknis operasional dan administratif
sesuai ketentuan Bank
Indonesia. Persyaratan tersebut antara lain berupa dokumen terkait bukti kesiapan penerapan manajemen risiko yang meliputi risiko likuiditas, risiko kredit dan risiko operasional.
3.2. 3. Manajemen Risiko Ketentuan terkait manajemen risiko, meliputi hal-hal sebagai berikut : 1. Salah satu dokumen yang harus disampaikan pada saat mengajukan permohonan untuk menjadi penerbit adalah dokumen terkait bukti kesiapan penerapan manajemen risiko yang meliputi risiko likuiditas, risiko kredit dan risiko operasional. 2. Kewajiban penerbit untuk menerapkan manajemen risiko sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai manajemen risiko. 3. Kewajiban menerapkan manajemen risiko operasional yang sekurangkurangnya meliputi: 1). Penetapan batas maksimum nilai transaksi 2). Penetapan batas maksimum untuk nilai yang tersimpan pada kartu, yaitu 1 (satu) juta rupiah. 4. Jika penerbit bekerjasama dengan technical acquirer / perusahaan switching, 30
Upaya Meningkatkan Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Melalui Pengembangan E-Money
maka penerbit harus memiliki bukti mengenai kehandalan dan keamanan operasional technical acquirer / perusahaan switching tersebut yang dibuktikan melalui hasil audit dari security audit yang independen. 5. Penerbit yang juga bertindak sebagai financial acquirer, wajib menerapkan pengendalian risiko keuangan jika terjadi kerugian akibat penggunaan kartu palsu atau memastikan financial acquirer menerapkan pengendalian risiko keuangan tersebut, jika penerbit bekerjasama dengan financial acquirer. 6. Penerbit yang juga berperan sebagai technical acquirer, wajib menerapkan manajemen risiko operasional, yang sekurang-kurangnya meliputi : 1). penyediaan sarana pengganti (back-up system); dan 2). penyediaan sarana back-up data transaksi. Jika penerbit bekerjasama dengan technical acquirer, maka penerbit wajib memastikan bahwa technical acquirer menerapkan manajemen risiko operasional tersebut di atas.
3.2. 4. Hak dan Kewajiban para pihak Penerbit diwajibkan untuk memberikan informasi secara tertulis kepada pemegang kartu mengenai : 1. Prosedur dan tata cara penggunaan kartu prabayar, fasilitas dan risiko yang mungkin muncul pada penggunaan kartu prabayar; 2. Hak dan kewajiban pemegang kartu; 3. Tata cara pengajuan pengaduan terkait penggunaan kartu dan perkiraan lamanya waktu penanganan pengaduan tersebut.
3.2. 5. Anti Money Laundering Dalam upaya mencegah pemanfaatan kartu untuk melakukan kejahatan pencucian uang (money laundering), maka dalam peraturan pelaksanaan PBI APMK diatur bahwa batas maksimum jumlah nominal dana yang dapat diisikan pada setiap kartu prabayar adalah sebesar satu juta rupiah. Dengan demikian, untuk sementara ini kartu prabayar hanya ditujukan untuk pembayaran yang sifatnya retail dan mikro.
31
Upaya Meningkatkan Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Melalui Pengembangan E-Money
3.3. Pedoman Pengembangan E-Money Dalam upaya mendukung pengembangan e-money diperlukan adanya pedoman
yang lebih komprehensif guna memastikan penyelenggaraan e-money
yang berjalan secara aman dan efisien. Saat ini pengembangan e-money berpedoman pada ketentuan PBI APMK yang khususnya dengan basis kartu. Ke depan, Bank Indonesia perlu merumuskan kembali ketentuan mengenai pengembangan e-money secara lebih komprehensif, termasuk perluasan pengaturan e-money yang berformat voucher / paper dan media elektronik seperti internet account dan mobile phone, pengaturan tentang pengelolaan float yang sehat, standarisasi platform infrastruktur, chip dan messaging sehingga dimungkinkan interoperability antar penerbit, aspek perlindungan konsumen dan sebagainya. Selain berpedoman pada PBI APMK, penyelenggaraan e-money juga perlu memperhatikan hal-hal pokok sebagai berikut : 3.3.1. Pengelolaan E-Money Dalam mengelola e-money penerbit
harus memperhatikan faktor-faktor
teknis dan keamanan sebagai berikut : 1. Faktor teknis penyelenggaraan e-money Faktor teknis penyelenggaraan e-money antara lain meliputi : a. Meskipun pada umumnya transaksi di merchant bersifat off-line namun untuk transaksi-transaksi yang bersifat kritikal seperti pada saat pengisian ulang oleh pemegang kartu dan proses deposit (penyetoran) oleh merchant perlu dilakukan secara on-line atau mendekati real-time. b. Fitur audit trail untuk penyediaan informasi informasi finansial maupun sekuriti untuk kepentingan pelacakan atas fraud yang terjadi. c. Fitur pengisian ulang setiap waktu (reloadable) melalui berbagai cara seperti transfer dari rekening, pembayaran tunai atau dengan menggunakan kartu kredit. d. Batas maksimum untuk nilai uang yang tersimpan pada e-money
32
Upaya Meningkatkan Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Melalui Pengembangan E-Money
e. Mekanisme refund/redeem sebagai jaminan
bagi nasabah untuk dapat
menukarkan electronic value dari e-money ke dalam bentuk nilai moneter baik berupa uang tunai maupun melalui transfer ke rekening yang bersangkutan. f.
Mekanisme penyelesaian transaksi antara penerbit dan merchant.
g. Uang yang diserahkan oleh pemegang e-money kepada penerbit tidak dikategorikan sebagai rekening simpanan sebagaimana diatur dalam undang-undang perbankan sehingga penerbit e-money tidak harus bank. h. Transaksi e-money hanya diperbolehkan untuk transaksi antara pemegang e-money dengan merchant. Untuk sementara waktu, sampai dengan transaksi e-money dianggap cukup aman maka transaksi antar pemegang emoney belum dapat dilaksanakan. i.
E-money yang diterbitkan harus memenuhi standar yang telah ditetapkan sehingga memungkinkan dilakukannya interoperability diantara berbagai penerbit. Aspek interoperability ini sangat penting untuk menciptakan efisiensi penyelenggaraan e-money. Akan lebih baik apabila pelaku e-money dapat merumuskan sendiri standar dimaksud sehingga Bank Indonesia hanya meng-endorse standar tersebut dan dicantumkan dalam ketentuan tentang e-money.
j.
Memperhatikan perkembangan teknologi, jaringan komunikasi, komputer, mobile phone dan memory storage, diperkirakan perkembangan instrumen pembayaran mikro di dalam waktu dekat akan lebih cenderung ke arah instrumen yang berbasis kartu. Jika format e-money adalah dalam bentuk kartu dan diaplikasikan untuk pembayaran yang memerlukan waktu yang sangat singkat maka format yang dirasa cocok digunakan adalah contactless card.
2. Faktor Keamanan Faktor utama yang mempengaruhi tingkat security penggunaan e-money antara lain adalah instrumen dan peralatan yang digunakan dan proses pertukaran data elektronik pada saat terjadi transaksi. Dalam penyelenggaraan e-
33
Upaya Meningkatkan Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Melalui Pengembangan E-Money
money, penyelenggara harus dapat memastikan diterapkannya measures untuk menekan
security
risiko0keamanan yang yang mungkin muncul
akibat dua faktor tersebut di atas antara lain duplication of devices,
alteration
or duplication of data/software, alteration of message, pencurian kunci cryptographic, penyangkalan transaksi (repudiation) dan malfunction. Faktor keamanan yang harus diperhatikan dalam penyelenggaraaan e-money adalah : a. Penerapan sistem pengamanan (security) yang baik oleh penerbit, yang berupa : 1). Penetapan minimum security measures yang harus dipenuhi oleh setiap calon penerbit, yang meliputi prevention, detection dan containtment security measures. 2). Pelaksanaan security audit secara periodik oleh security auditor yang independen. b. Kebijakan dan prosedur yang jelas dan komprehensif, termasuk pembagian tugas dan tanggung jawab personil yang jelas. c. Business Continuity Plan (BCP), yang mencakup sistem back-up dan recovery database e-money. BCP harus terdokumentasi dengan baik dan diuji secara berkala untuk memastikan tetap berjalannya sistem meskipun terjadi gangguan yang tak terduga. d. Dalam hal penerbit menyerahkan operasional e-money kepada pihak lain (system operator), maka penerbit harus tetap bertanggung jawab terhadap keamanan dan kehandalan sistem. Penerbit secara berkala harus melakukan due dilligence dan me-review kelayakan dan performance service provider, bahkan jika diperlukan pengawas / pemeriksa dapat diberikan akses kepada aktivitas
system
operator
tersebut
untuk
memastikan
pemenuhan
kewajibannya.
34
Upaya Meningkatkan Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Melalui Pengembangan E-Money
3. Pengelolaan Risiko Likuiditas Dalam rangka menjaga kepercayaan masyarakat terhadap e-money maka sangat penting memastikan bahwa penerbit memperhatikan risiko likuiditas dan pengelolaan float 8 . Hal ini bertujuan untuk memastikan agar : a. Redeem yang dilakukan oleh pemegang e-money dapat dipenuhi setiap saat. b. Tagihan oleh merchant dapat dibayarkan secara tepat waktu. c. Dalam hal penerbit mengalami insolvency, kewajiban terhadap merchant dapat dipenuhi dan dana dari pemegang e-money dapat di redeem. Tujuan tersebut di atas dapat dicapai melalui penerapan beberapa prinsip pengeloaan dana antara lain : a. Penetapan cadangan minimum dana float (minimum reserve requirement) yang harus dipelihara dari waktu ke waktu, termasuk didalamnya : 1). Jumlah minimum yang wajib dipelihara, bentuk dan lembaga penyimpan float akan ditentukan oleh Bank Sentral. 2). Pemenuhan persyaratan-persyaratan likuiditas, modal minimum dan lain sebagainya untuk menjamin kontinuitas dan kredibilitas dari skim emoney yang diterbitkan. 3). Adanya jaminan untuk mengantisipasi ketidakmampuan penerbit dalam hal mengalami insolvency 4). Adanya lembaga wali amanat (trust agency) yang mengadministrasikan pengelolaan float. b. Penerapan prinsip kehati-hatian berkaitan dengan bentuk investasi yang diperbolehkan dalam rangka pengelolaan float, antara lain: 1). Untuk
mengurangi
risiko
mishandling,
penerbit
diharuskan
menempatkan float pada rekening bank tertentu yang terpisah dari modal kerja penerbit. Hal ini dilakukan karena pada dasarnya float adalah trust account yang belum dapat diakui sebagai harta atau pendapatan
8
float adalah dana (monetary value) yang tercatat dalam e-money dan belum digunakan untuk pembayaran, atau sudah digunakan untuk pembayaran namun belum ditagihkan / di-redeem oleh merchant. Float merupakan kewajiban (liability) issuer atas e-money yang diterbitkannya.
35
Upaya Meningkatkan Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Melalui Pengembangan E-Money
penerbit sampai dengan float tersebut benar-benar dibelanjakan kepada penerbit; 2). Investasi yang digunakan untuk pengelolaan float
berupa aset yang
likuid dengan risiko yang rendah seperti deposito dan surat utang pemerintah. Investasi strategis dengan risiko tinggi sebaiknya dihindari. c.
Pengakuan pendapatan terhadap e-money yang tidak diklaim Atas e-money yang tidak di klaim oleh pemegang dalam jangka waktu tertentu misalnya karena rusak, hilang, kadaluwarsa dan lain-lain penerbit sebaiknya lebih bijak dalam hal pengakuannya. Hal ini mengingat e-money merupakan money convertion, yang fungsinya hampir sama dengan uang tunai. Jika uang tunai rusak maka sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia uang tersebut dapat diganti, kecuali apabila hilang, namun jika e-money hilang, sebenarnya di penerbit masih tercatat sehingga masih dimungkinkan untuk dilakukan pengantian e-money sesuai nilai yang tercatat. Sedangkan untuk pengaturan kedaluwarsa e-money, sebaiknya penerbit juga berbeda perlakuannya dengan kartu prabayar single purpose dimana penerbit dapat menentukan pengakuan pendapatan atas nilai kartu yang kedaluwarsa tanpa persetujuan dari pemiliknya. Dalam hal e-money dipersamakan dengan uang tunai maka sesuai ketentuan Bank Indonesia, ketentuan kedaluwarsa adalah jika fisik uang telah diganti dalam jangka waktu tertentu sementara pemiliknya tidak melakukan klaim sehingga baru dapat diakui sebagai pendapatan.
4. Proteksi terhadap Tindak Kejahatan Pencucian Uang (Money Laundering) Salah satu issue yang menjadi perhatian dalam pengembangan e-money adalah kemungkinan money laundering. Oleh karena itu, penerbit e-money berkewajiban untuk mempersempit peluang penggunaan e-money untuk money laundering dan tindak kejahatan lainnya seperti pendanaan teroris, korupsi, perdagangan narkoba dan kejahatan berat lainnya. Selain itu, penerbit e-money idealnya juga tunduk kepada ketentuan yang berlaku mengenai anti money laundering. Untuk mengurangi daya tarik e-money sebagai alat money laundering, penerbit perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 36
Upaya Meningkatkan Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Melalui Pengembangan E-Money
a. Pembatasan maksimum nominal electronic value yang dapat disimpan pada e-money. Selain itu, pembatasan maksimum nominal e-money ini juga bertujuan untuk menekan daya tarik (incentive) untuk memalsukan e-money. b. Penerbit tidak diperbolehkan menerapkan free transferability (transfer langsung) antar pemegang e-money. c. Penerbit menerapkan prinsip Know Your Customer (KYC) dalam batas-batas tertentu. d. Adanya proses link ke rekening bank tertentu untuk setiap proses loading (top up) dan penyetoran (redeem/refund) electronic value. e. Penyediaan fasilitas audit trail. f.
Adanya kebijakan dan prosedur dalam rangka memonitor, mengidentifikasi dan membuat laporan mengenai aktivitas yang mencurigakan kepada instansi yang berwenang.
3.3.2. Aspek Perlindungan Konsumen Dalam rangka perlindungan terhadap konsumen, penerbit perlu mengatur secara jelas dan transparan tentang penyelenggaraan e-money yang terkait hak dan tanggung jawab para pihak, khususnya antara pemegang e-money, merchant, dan penerbit. 1. Legal Arrangements Penerbit berkewajiban untuk menjamin hak dan kewajiban para stakeholders (khususnya pemegang e-money dan merchants) yang dibuat secara tertulis dan jelas dalam masing-masing dokumen perjanjian yang dapat dengan mudah diakses dan dimengerti. Selain itu, penerbit juga harus menjamin bahwa pemegang e-money memperoleh informasi yang terkini mengenai seluruh hak dan tanggungjawabnya dalam perjanjian termasuk terms and conditions yang berlaku diantara penerbit, pemegang e-money dan merchants. Dalam penyusunan legal arrangements (perjanjian), kepentingan semua stakeholders harus dipertimbangkan secara adil, yang mencakup antara lain : a. Prosedur dan tata cara penggunaan e-money, fasilitas dan risiko yang mungkin muncul pada penggunaan e-money;
37
Upaya Meningkatkan Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Melalui Pengembangan E-Money
b. Fee dan biaya yang dikenakan kepada pemegang e-money dan merchants; c. Tanggung jawab masing-masing pihak dalam hal terjadi kerugian, misalnya akibat kegagalan operasional, fraud, counterfeiting, pencurian dan kehilangan; d. Besarnya nominal stored value yang dikelola oleh penerbit yang memiliki perlindungan seperti pengelolaan oleh trust agency; e. Resolusi bila terjadi dispute (mekanisme, rules dan prosedur); f.
Replacement policy bila terjadi kehilangan, pencurian atau malfunction;
g. Hak pemegang e-money untuk memperoleh refund atas electronic value yang belum digunakan; h. Klausula mengenai validitas dan tanggal kadaluarsa (antara lain, periode penagihan, penerimaan pendapatan untuk kartu kadaluwarsa yang tidak ditagihkan). i.
Tata cara pengajuan pengaduan terkait penggunaan e-money dan perkiraan lamanya waktu penanganan pengaduan tersebut.
2. Perlindungan kerahasiaan data konsumen Pemegang e-money menghadapi risiko bahwa data atau informasi transaksi yang mereka lakukan terungkap tanpa seizin pemegang untuk tujuan-tujuan yang merugikan. Oleh karena itu, dalam rangka memberikan keamanan dan kenyamanan bagi pemegang dalam melakukan transaksi dengan menggunakan e-money, penerbit serta merchants tidak dapat mengungkapkan data transaksi yang dilakukan tanpa seizin dari pemegang e-money, kecuali untuk kepentingan penyelidikan yang berwajib.
3.3.3. Pengawasan dan Pelaporan Penyelenggaraan E-Money Mengingat risiko yang terdapat pada penyelenggaraan e-money serta terkait tugas Bank Indonesia untuk menjaga kelancaran sistem pembayaran, Bank Indonesia memiliki tanggung jawab yang jelas dalam melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan e-money. Selain itu dalam kapasitasnya sebagai otoritas moneter,
38
Upaya Meningkatkan Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Melalui Pengembangan E-Money
Bank Indonesia dapat meminta penyelenggara e-money untuk memberikan pelaporan data dan informasi terkait penyelenggaraan e-money. 1. Pengawasan penyelenggaraan e-money Tugas Bank Indonesia dalam rangka pengawasan penyelenggaraan e-money mencakup seluruh institusi penerbit e-money baik bank maupun non bank. Jika diperlukan, pengawasan juga dilakukan kepada system operator apabila penyelenggaraan e-money diserahkan oleh penerbit kepada pihak lain. Pengawasan yang dilakukan Bank Indonesia atas penyelenggaraan e-money dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Tujuan dari pengawasan yang dilakukan terkait e-money adalah untuk memastikan bahwa : a. Sistem pembayaran tetap dapat berjalan dengan aman dan efisien b. Good Corporate Governance c. Manajemen pengelolaan float dapat berjalan baik dan dikelola secara berhatihati d. Pemenuhan cadangan minimum oleh penerbit termonitor dengan baik e. Penerbit telah comply terhadap ketentuan terkait penyelenggaraan e-money.
Dalam hal penerbit e-money adalah lembaga non bank dimana tentunya lembaga-lembaga tersebut juga memiliki otoritas sendiri di luar Bank Indonesia, maka perlu dilakukan koordinasi antara Bank Indonesia dengan otoritas terkait untuk memastikan bahwa penyelenggaran e-money oleh lembaga tersebut berjalan dengan baik. Beberapa hal dapat dilakukan untuk meningkatkan koordinasi antar otoritas ini antara lain berupa pembuatan Memorandum of Understanding (MoU) mengenai pertukaran informasi dan penanganan hal-hal khusus, pembentukan forum komunikasi, dan sebagainya.
2. Pelaporan penyelenggaraan e-money Dalam rangka pelaksanaan pengawasan, pengumpulan data-data statistik dan moneter maka Bank Indonesia akan meminta kepada penerbit e-money untuk menyampaikan laporan baik yang bersifat reguler maupun insidentil mengenai pelaksanaan kegiatan e-money.
39
Upaya Meningkatkan Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Melalui Pengembangan E-Money
BAB IV. STRATEGI KOMUNIKASI DAN DISEMINASI INFORMASI DALAM RANGKA PENGGUNAAN E-MONEY
Dalam upaya untuk memperkenalkan e-money sebagai suatu instrumen pembayaran yang baru kepada masyarakat, maka perlu disusun suatu strategi komunikasi yang tepat dan efektif. Komunikasi yang tepat merupakan salah satu cara yang efektif dalam memberikan pengetahuan mengenai manfaat dan prosedur penggunaan e-money kepada masyarakat. Selain itu, dengan strategi komunikasi yang tepat persepsi masyarakat dapat dibentuk sehingga dalam memilih instrumen pembayaran masyarakat dapat menempatkan e-money sebagai pilihan utama dalam bertransaksi. Komunikasi juga perlu diarahkan agar masyarakat dapat mengetahui kebijakan-kebijakan Bank Indonesia sebagai bank sentral dalam mendorong pengembangan instrumen e-money agar dapat memberikan manfaat bagi masyarakat. Berdasarkan pengalaman bank sentral anggota SEACEN tentang e-money 9 terlihat bahwa salah satu tantangan yang dihadapi oleh hampir seluruh bank sentral adalah upaya meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mulai sedikit demi sedikit mengurangi penggunaan uang tunai dan melakukan pembayaran secara non tunai. Oleh karena itu kepada masyarakat perlu pula dijelaskan tentang alasan mengapa transaksi secara tunai perlu mulai dikurangi terutama berkaitan dengan cash handling baik bagi masyarakat maupun merchant sehingga menimbulkan beban bagi perekenomian, kesehatan / kebersihan, segi efisiensi, kepraktisan dan permasalahan lainnya. Program komunikasi kepada kepada masyarakat hendaknya diarahkan
untuk
meningkatkan
keyakinan
(confidence)
masyarakat
untuk
menggunakan instrumen pembayaran non tunai sehingga masyarakat menjadi lebih familiar dalam menggunakan instrumen ini. Strategi komunikasi yang dilakukan oleh Bank Indonesia kepada masyarakat dan penerbit juga harus tepat terutama untuk mengatasi situasi “telur dan ayam” dimana masyarakat cenderung menunggu
9
5Th Meeting of Directors of Payment and Settlement Systems in the Asia-Pacific Economies, November 30 – December 1, 2006
40
Upaya Meningkatkan Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Melalui Pengembangan E-Money
produk e-money sampai dirasakan produk tersebut ada dan beroperasi secara aman. Di sisi lain, penerbit e-money dikhawatirkan juga menunggu “potential demand” masyarakat terhadap e-money. Situasi “telur dan ayam” ini seharusnya dapat dipecahkan melalui strategi komunikasi dan fasilitasi yang tepat yang dilakukan oleh Bank Indonesia. Selanjutnya, tanpa strategi komunikasi yang baik pengembangan e-money sebagai salah satu alternatif instrumen pembayaran non tunai tidak akan memberikan manfaat yang optimal kepada masyarakat. Oleh karena itu diperlukan suatu strategi komunikasi dan diseminasi informasi yang efektif agar masyarakat mengetahui manfaat dan prosedur penggunaan e-money. Hasil maksimal dari strategi komunikasi yang efektif adalah pembentukan persepsi masyarakat yang positif terhadap instrumen e-money tersebut. Agar komunikasi yang akan dilakukan dapat menjadi efektif, strategi komunikasi harus dilakukan menggunakan langkah-langkah yang tepat. Idealnya, pesan yang efektif harus menarik perhatian, mampu bertahan dalam benak masyarakat, mampu membangkitkan keinginan serta menggerakkan masyarakat untuk menggunakan e-money. 3.1. Tujuan Komunikasi Tujuan komunikasi yang diharapkan adalah untuk meningkatkan pemahaman, pengetahuan dan apresiasi kepada masyarakat terhadap penggunaan e-money. Diharapkan komunikasi tersebut mampu membentuk persepsi positif pada masyarakat terhadap e-money yang selanjutnya dapat merubah preferensi masyarakat dalam bertransaksi. 3.2. Pengguna Potensial E-Money Berdasarkan hasil penelitian 10 , pengguna potensial e-money adalah orangorang yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
10
Survei Persepsi, Preferensi, dan Perilaku Masyarakat dan Lembaga Penyedia Jasa Terhadap Sistem Pembayaran Non Tunai yang dilakukan atas kerjasama Bank Indonesia c.q. Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran dengan Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor, tahun 2006
41
Upaya Meningkatkan Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Melalui Pengembangan E-Money
1. Terbuka terhadap informasi dan memandang instrumen non tunai sebagai satu prestise tersendiri. 2. Memandang dirinya sebagai pelopor / panutan bagi orang lain. 3. Orang yang memang menyukai model pembayaran non tunai. Potensial pengguna e-money yang memenuhi kriteria tersebut diatas adalah : •
Pengguna Telepon Selular Dengan Kartu Prabayar Secara konsep, kartu prabayar dapat dipersamakan dengan stored value facilities, sehingga konsep e-money relatif dapat lebih mudah diserap oleh pengguna telepon seluler prabayar. Oleh karena itu tampaknya pangsa pasar ini dapat dijadikan target potensial penggunaan e-money.
•
Mahasiswa dan Kalangan Pelajar Mahasiswa dan kalangan pelajar dipandang sebagai kalangan intelektual yang mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi terhadap produk baru. Informasi yang didapat mengenai e-money, dapat disebarkan kepada keluarga dan temanteman yang dekat dengan lingkungannya sehingga diharapkan dapat semakin memperluas pengguna e-money.
•
Masyarakat Berpenghasilan Menengah Keatas Menurut hasil survei, 80% pengguna instrumen non tunai adalah masyarakat berpenghasilan menengah keatas (usia produktif), khususnya yang telah terbiasa menggunakan instrumen pembayaran non tunai. Kalangan tersebut merupakan target yang potensial karena mereka relatif telah terbiasa menggunakan instrumen pembayaran non tunai.
•
Pengguna Moda Transportasi Massal, Jalan Tol dan Pom Bensin Berkembangnya moda transportasi massal menuntut adanya metode pembayaran yang lebih cepat dan efisien.
E-money merupakan salah satu
alternatif instrumen pembayaran yang dapat meningkatkan kualitas pelayanan penyedia jasa moda transportasi kepada penggunanya. Penggunaan e-money dalam jasa pembayaran di atas diharapkan juga akan menyentuh masyarakat
42
Upaya Meningkatkan Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Melalui Pengembangan E-Money
non nasabah bank yang mengindikasikan besarnya potensi pasar dalam pengembangan e-money. 3.3. Pesan Yang Perlu Dikomunikasikan Sesuai dengan hasil survei, hal-hal yang diharapkan oleh masyarakat dalam menggunakan e-money adalah faktor keamanan, kemudahan, kecepatan, dan efisiensi.
Oleh karena itu pesan yang akan disampaikan kepada masyarakat
hendaknya memperhatikan hal-hal tersebut diatas. Selain hal-hal tersebut, karakteristik e-money yang unik karena memiliki fungsi yang belum dapat dilakukan oleh instrumen pembayaran lainnya akan dapat memberi nilai tambah. Salah satu langkah yang efektif dalam melakukan komunikasi dan diseminasi informasi adalah dengan membuat suatu ikon khusus yang mudah diingat. Ikon tersebut dapat berupa suatu slogan atau suatu simbol, misalnya simbol chip yang melambangkan suatu penggunaan teknologi yang cerdas. Dengan ikon tersebut, diharapkan masyarakat mudah mengingat informasi yang diberikan dalam kegiatan komunikasi dan diseminasi informasi. 3.4. Media Komunikasi Menurut hasil survei, masyarakat menyerap informasi mengenai hal-hal baru melalui kerabat/keluarga (35%), televisi (20%), sosialisasi di bank atau kantor (19%), surat kabar (14%), majalah (7%), internet (3%), dan radio (2%).
Hal ini
menunjukkan bahwa strategi komunikasi yang patut untuk dilakukan adalah melalui sosialisasi, iklan televisi dan surat kabar.
43