WALASUJI ISSN: 1907-3038 Jurnal Sejarah dan Budaya Volume 4, No. 2, Desember 2013
PERUBAHAN TEKNOLOGI TRADISIONAL MENJADI TEKNOLOGI MODERN DALAM PERTANIAN SAWAH PADI DI KABUPATEN GOWA THE CHANGE OF TRADITIONAL INTO MODERN TECHNOLOGY IN RICE FIELD OF AGRICULTURAL AT GOWA REGENCY 0DVJDED Balai Pelestarian Nilai Budaya Makassar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Jalan Sultan Alauddin / Tala Salapang Km. 7 Makassar, 90221 Telepon (0411) 885119, 883748, Faksimile (0411) 865166 Pos-el:
[email protected] Diterima: 15 Juli 2013; Direvisi: 21 Oktober 2013; Disetujui: 27 November 2013 ABSTRACT 7KLVSDSHUDLPVWRGHWHUPLQHWKHXWLOL]DWLRQV\VWHPRIWUDGLWLRQDOLQWRPRGHUQWHFKQRORJ\LQWKHULFH¿HOGIDUPHUV in Gowa Regency. This paper uses descriptive qualitative method. The technique of collecting data is done through observation, interviews, and literature. The analysis techniques are from phenomenological approach. The result of the discussion shows that the modern technology was known and used since the 1970s and the value RIPXWXDOKHOSFKDQJHGLQWRZDJHVV\VWHPV7KHLQFUHDVLQJDQGGHFUHDVLQJRIWKHULFH¿OHGLVQRWGHWHUPLQHGE\ the prayer of salvation, but must be balanced by using the quality seeds, pesticides, and fertilizer and irrigation. It illustrates that the rural farmer has been, is and will remain an increase in the value of rationality and power. Conversely, the value of customs, beliefs, solidarity, and mutual help are decreased. Therefore, the decreased values are basically incrased, but slowly. It is different with the utilization of modern science and technology, the economic value increase quickly in agriculture. Keywords: economic value, agriculture, change, modern technology ABSTRAK Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui sistem pemanfaatan teknologi tradisional dan modern pada petani sawah di Kabupaten Gowa. Tulisan ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data melalui teknik observasi, wawancara dan studi pustaka. Teknik analisis berakar pada pendekatan fenomenologi. Hasil pembahasan menunjukkan bahwa teknologi modern dikenal dan dimanfaatkan sejak tahun 1970-an dan nilai gotong-royong berubah menjadi sistem upah. Meningkat dan menurunnya hasil panen bukan hanya ditentukan oleh doa selamatan, melainkan harus diimbangi dengan penggunaan bibit unggul, pestisida, pupuk, dan pengairan. Hal tersebut menunjukkan bahwa masyarakat petani di pedesaan telah, sedang, dan akan mengalami peningkatan nilai rasionalitas dan kekuasaan. Sementara itu, nilai adat-istiadat, kepercayaan, solidaritas dan gotong-royong mengalami pelunturan/penurunan. Dengan demikian, nilai-nilai yang dianggap luntur itu pada dasarnya mengalami peningkatan, tetapi lambat. Berbeda halnya dengan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi modern, nilai ekonomi mengalami peningkatan pesat dalam bidang pertanian.
Kata kunci: nilai ekonomi, pertanian, perubahan, teknologi modern
WALASUJI 9ROXPH1R'HVHPEHU— PENDAHULUAN
M
anusia sebagai makhluk individu, sosial dan biologis merupakan makhluk yang senantiasa mengalami perubahan mengikuti perkembangan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi maupun prinsipprinsip kemanusiaan itu sendiri. Prinsip-prinsip kemanusiaan yang dimaksud dalam tulisan ini adalah naluri manusia yang selalu ingin senang dan bahagia dalam berbagai tatanan kehidupan manusia itu sendiri, khususnya dalam keluarganya, lingkungan masyarakatnya dan tentu saja pada bangsa dan negaranya. Namun terkadang manusia pada fase-fase tertentu khawatir menghadapi perubahan, terutama yang dapat bersinggungan dengan nilai-nilai agama dan nilai-nilai adat istiadat yang berlaku dalam komunitas atau masyarakatnya. Tetapi terkadang pula perubahan itu sulit diindahkan dan dihindari, maka mau tidak mau manusia baik secara individu maupun secara sosial harus menghadapinya dengan resiko-resiko tertentu pula. Sebagai contoh pada beberapa dekade yang lalu pernah diperdebatkan tentang penggunaan teknologi modern buatan negaranegara industri yang notabene bukan buatan manusia atau orang-orang muslim. Hal tersebut sempat diperdebatkan karena teknologi itu tidak ada pada zaman Nabi Muhammad saw. dan juga tidak ada dalam adat istiadat masyarakat. Pada penggunaannya antara teknologi tradisional dan teknologi modern menjadi persoalan tersendiri dalam masyarakat. Sehingga dalam tulisan ini memberi batasan tersendiri. Teknologi tradisional yang dimaksud di sini adalah pengetahuan atau ilmu tentang sikap dan cara berpikir serta bertindak yang selalu berpegang teguh pada norma dan adat kebiasaan yang ada secara turun temurun (KBBI, 1995:1069). Sementara teknologi modern yang dimaksud di sini adalah pengetahuan, ilmu dan peralatan terbaru yang mempengaruhi sikap dan cara berpikir serta bertindak sesuai dengan tuntutan zaman (KBBI, 1995:662). Maka dengan demikian teknologi tradisional dan modern yang dimaksud
224
dalam pertanian sawah padi di Bontonompo Gowa adalah pengetahuan, ilmu dan peralatannya yang menjadi persoalan tersendiri pada petani. Persoalan yang merambah dalam dunia pertanian itu, khususnya pada tingkat pedesaan selalu terjadi tarik menarik antara penggunaan teknologi tradisional dengan teknologi modern. Dalam perkembangannya, penggunaan teknologi modern setelah memasuki tahun 1970-an sudah mulai diterima dalam masyarakat tetapi banyak lagi persoalan lain yang menyertainya. Hal ini disebabkan karena teknologi itu memerlukan pengetahuan dan keterampilan untuk mengoperasionalkannya. Di samping kemampuan masyarakat petani untuk membelinya dengan harga yang sangat mahal bagi sebagian besar SHWDQL 3HUVRDODQ SURGXNWL¿WDV \DQJ GLKDVLONDQ dengan pengeluaran yang harus dikeluarkan, dan banyak lagi persoalan yang menyertainya teknologi modern tersebut, khususnya terkait dengan sistem adat istiadat dan kearifan lokal yang berlaku dalam masyarakat tersebut. Sehingga yang terjadi kemudian munculnya golongan yang setuju dengan penerapan tekonologi modern dalam dunia pertanian dengan golongan yang mempertahankan sistem tradisional yang konvensional. Adanya saling tarik menarik dari kedua golongan ini yang menyebabkan terjadinya dualisme ekonomi dalam masyarakat pedesaan (Boeke, 1983:9-13). Sementara tantangan lain bagi umat manusia dalam dunia modern sekarang yang semakin kompleks dan menuntut manusia lebih cerdas, dan memiliki daya saing yang tinggi. Sebab ada kemungkinan manusia mengalami ketergantungan pada alam atau teknologi yang menyertainya. Manusia agar dapat terlepas dari ketergantungan alam di mana ia berada, maka dituntut untuk selalu berusaha menguasai lingkungannya tanpa merusaknya. Dalam usaha itu, yakni dengan jalan memamfaatkan secara maksimal sumber-sumber alam, seperti peningkatan sumber daya manusia (SDM) dan berbagai jenis peralatan produksi yang digunakan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.
3HUXEDKDQ7HNQRORJL7UDGLVLRQDO... Masgaba
Kecamatan Bontonompo merupakan kecamatan yang telah banyak bersentuhan dengan penerapan atau penggunaan teknologi modern dalam dunia pertanian, karena sebagian besar desa-desa yang ada di kecamatan ini telah mempergunakannya. Di Kecamatan Bontonompo ini memiliki sembilan desa, yakni Desa Salajangki, Bontosunggu, Pabundukang, Tindang, Tanrara, Salajo, Jipang, Sengka dan Bontoramba (sumber: Kecamatan Bontonompo Kabupaten Gowa). Sembilan desa tersebut berdasarkan sumber kecamatan, semuanya telah mengenal dan memanfaatkan teknologi modern, khususnya penggunaan traktor tangan (hand tractor). Walaupun harus diakui pula bahwa di setiap desa tersebut, juga masih ada yang mempertahankan penggunaan teknologi tradisional yang berbasis pada kearifan lokal desanya. Desa Tanrara adalah salah satu desa yang masih kuat mempertahankan sistem tradisionalnya dalam mempergunakan teknologi tradisional yang dianggap masih fungsional dalam masyarakatnya. Desa Tanrara ini merupakan suatu pengecualian di Kecamatan Bontonompo Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan karena para petaninya, umumnya masih mempertahankan sistem tradisional dalam menggarap lahan pertaniannya, mulai dari pembajakan, pengairan pembenihan sampai masa panen dan pascapanen di desa ini masih mempergunakan sistem tradisional. Harus juga diketahui bahwa di desa ini juga telah ada yang mempergunakan teknologi traktor tetapi lebih banyak yang mempergunakan sistem tradisional karena masih kuatnya pengaruh pemegang adat di desa ini (Masgaba, 2010:125). Pada umumnya Desa Tanrara dan desa-desa yang ada di Kecamatan Bontonompo Gowa merupakan salah satu kecamatan yang cukup potensial untuk pengembangan usaha pertanian, khususnya pengembangan pertanian tanaman padi. Hal ini didukung oleh kondisi lingkungan alamnya serta masyarakatnya yang berusaha mengembangkan sektor pertanian karena mereka akan selalu berusaha untuk meningkatkan hasil produksi dari
tahun ketahun. Keberhasilan masyarakat petani meningkatkan hasil produksinya, tidak hanya ditentukan oleh faktor manusia dan lingkungan alamnya, tetapi diperlukan pula sarana pendukung lainnya. Sebagai contoh pada tahun 1970-an, kebijakan pembangunan nasional di sektor pertanian sudah membawa perubahan besar pada produksi hasil pertanian karena pemanfaatan teknologi modern dalam pertanian, yakni dapat menambah produksi hasil pertanian padi, sehingga pada tahun 1984 dapat membawa Indonesia pada swasembada beras. Akan tetapi pada tahun 1987 hingga saat ini untuk memenuhi kebutuhan beras dalam negeri, ternyata pemerintah masih mengimpor beras (Qadim, 2003:28). Kenyataan itulah yang menambah daftar permasalahan dalam dunia pertanian, bahwa pemanfaatan teknologi tradisional yang dianggap kurang produktif, tetapi pada sisi lain pemanfaatan teknologi modern juga belum mampu menyelamatkan petani dari kemiskinan. Hal ini menjadi renungan dan persoalan bagi kita semua sebagai bagian dari warga negara Indonesia yang baik karena Indonesia memiliki lahan pertanian yang sangat luas. Paling tidak kita memberikan pemahaman dan analisis terkait dengan persoalan itu. Untuk memahami untung ruginya dari sistemsistem itu dalam masyarakat desa yang berbasis pada pertanian padi. Maka dengan demikian kajian ini memfokuskan pada sebab akibat yang ditimbulkan teknologi modern dalam pertanian sawah. Sehingga memberikan informasi dan pemahaman terkait dengan masyarakat desa yang mempergunakan sistem tradisional dengan masyarakat petani yang mempergunakan teknologi modern. Untuk menjawab fokus kajian tersebut dilakukan pengumpulan data melalui teknik observasi, wawancara dan studi pustaka. Seluruh data yang terkumpul dianalisis dengan metode kualitatif-diskriptif. Analisis kualitatif berakar pada pendekatan fenomenologi yang lebih tepat digunakan untuk menguraikan persoalan subjek manusia yang umumnya tidak taat asas, berubah-
225
WALASUJI 9ROXPH1R'HVHPEHU— ubah, memiliki subjektivitas individual, memiliki emosi, dan sebagainya (Bungin, 2007:143). PEMBAHASAN 7DQWDQJDQ GDQ 'HVDNDQ 3HUXEDKDQ 3DGD Pertanian Tantangan dalam pertanian di Indonesia, khususnya di tingkat pedesaan mengharuskan para petani untuk siap berhadapan dengan desakandesakan teknologi modern dalam dunia pertanian pada satu sisi dan perkembangan industrialisasi yang memerlukan lahan dan pansa pasar yang besar pada sisi lain. Kondisi pertanian di Indonesia sejak dahulu hingga saat ini tidak terlepas dari problematika, adanya ketidakseimbangan biaya produksi tanaman dan hasil panen yang diperoleh, rendahnya SDM, tidak terjangkaunya harga pupuk, rendahnya harga gabah pada musim panen, faktor JHRJUD¿V\DQJWDQGXVGDQNHULQJSHQJDLUDQ\DQJ tidak merata, dan lahirnya teknologi pertanian yang baru dan mahal yang berdampak pada pengangguran buruh tani. Kondisi semacam ini membuat sebagian masyarakat berpaling dari dunia usaha pertanian ke dunia usaha lain, seperti berdagang ataupun merantau (Sucipto, 2007:7). Tidak bisa dipungkiri pula, bahwa pernyataan tersebut juga merambah diberbagai daerah di Indonesia, termasuk desa-desa yang ada di Kecamatan Bontonompo. Berdasarkan data lapangan menunjukkan bahwa penggunaan teknologi tradisional dan penggunaan teknologi modern masih sering disaksikan. Namun prosentasenya pada tahun 2010 sudah lebih banyak yang menggunakan teknologi modern (baca: membajak dengan traktor tangan) dibanding dengan teknologi tradisional (baca: membajak dengan hewan) dan kira-kira perbandingannya adalah 75% banding 25% (wawancara: Nakku, 2010). Kenyataan ini menunjukkan bahwa peningkatan penggunaan teknologi modern sangat tinggi sejak diperkenalkan pada tahun 1970-an karena Kecamatan Bontonompo dari arus LQIRUPDVLVDQJDWEHVDUGDQOHWDNJHRJUD¿V\DQJ mendukung karena tidak begitu jauh dengan kota Makassar (berkisar 30 km). Alasan lain karena 226
masyarakat memiliki pilihan pekerjaan lain di kota Sungguminasa dan kota Makassar. Pada hal akibat dari penggunaan teknologi modern tidak banyak PHPSHQJDUXKL SHQLQJNDWDQ SURGXNWL¿WDV WHWDSL hanya mempengaruhi kecepatan kerja. Tantangan lain dalam pertanian dan hubungannya dengan bidang-bidang lainnya di Bontonompo lebih bervariasi akibat persaingan pada pasar global yang juga menjanjikan beberapa kemudahan. Kesulitan di sektor pertanian adalah karena mekanisme pasar tidak memberikan hasil yang memuaskan. Hal ini diperparah lagi dengan perkembangan sektor industri yang melaju dan tidak seiring dengan peningkatan produksi yangtidak mampu mengimbangi daya beli para petani (Heilbroner, 1982:166). Kenyataan menunjukkan hal serupa di Kecamatan Bontonompo dan ini dianggap wajar karena tidak jauh pusat kota dan industri. Di samping itu, regulasi dan peraturan pemerintah terhadap pertanian masih dirasakan oleh petani kurang mendukung akan terjadinya SHQLQJNDWDQSURGXNWL¿WDVGDQNXUDQJPHQGXNXQJ dalam persaingan harga di pasar lokal dan lebihlebih di pasar internasional. Pembangunan di bidang pertanian, berbagai macam pihak sangat berharap terjadinya perkembangan dan kemajuan khususnya para petani dan lebih terkhusus lagi bagi petani padi sawah. Harapan itu, disamping untuk memenuhi kebutuhan akan pangan, juga diharapkan akan memberikan dampak positif terhadap bidangbidang lain, dalam arti saling menunjang satu sama lainnya. Pertanian padi sawah sebagai salah satu aktivitas ekonomi pedesaan, bukan hanya potensial dalam rangka meningkatkan pendapatan bagi keluarga petani, melainkan juga merupakan salah satu sumber utama pendapatan pada daerah-daerah (Juniati, 2004:2). Kebijakan pembangunan di sektor pertanian berupa revolusi hijau (green revolution) berimplikasi pada perubahan sosial budaya dalam masyarakat petani. Hal tersebut merupakan konsekuensi logis dari kebijakan pembangunan di sektor pertanian dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di sektor tersebut. Masyarakat yang
3HUXEDKDQ7HNQRORJL7UDGLVLRQDO... Masgaba
sedang membangun, dengan penemuan baru itu, baik berupa gagasan, tindakan atau barang baru merupakan pangkal terjadinya perubahan sosial. Seperti halnya teknologi dalam bidang pertanian dapat berpengaruh terhadap pola interaksi, tenaga kerja, sistem pengetahuan, sistem norma, dan sistem upacara tradisional. Penerapan paradigma modernisasi yang PHQJXWDPDNDQSULQVLSH¿VLHQVLGDODPSHODNVDQDDQ pembangunan pertanian menyebabkan terjadinya perubahan struktur sosial masyarakat petani di pedesaan termasuk desa-desa yang ada di Kecamatan Bontonompo, di mana dalam hal ini menyebabkan adanya perubahan dalam struktur pemilikan lahan pertanian. Berbagai proses pelaksanaan pembangunan, terutama industrialisasi, dalam jangka menengah dan panjang menyebabkan terjadinya perubahan struktur pemilikan lahan pertanian, pola hubungan kerja dan struktur kesempatan kerja, serta struktur pendapatan petani di pedesaan. Terkait dengan struktur pemilikan lahan, perubahan tersebut mengakibatkan terjadinya: (1) Petani lapisan atas; merupakan petani yang mempunyai lebih besar akses pada sumberdaya lahan, kapital, mampu merespon teknologi dan pasar dengan baik, serta memiliki peluang berproduksi yang berorientasi keuntungan; dan (2) Petani lapisan bawah; sebagai golongan mayoritas di pedesaan yang merupakan petani yang relatif miskin (dari segi lahan dan kapital), hanya memiliki faktor produksi tenaga kerja (Basri, 2009:35-42). Menilik sejarah perkembangannya, di Kecamatan Bontonompo telah terjadi pergeseran pola pengusahaan lahan ke arah yang lebih intensif sebagai imbas adopsi teknologi di bidang pertanian, yang relatif berbeda antar agroekosistem, jenis komoditas, dan wilayah. Terjadi penyusutan lahan pertanian produktif akibat pesatnya perkembangan pembangunan di berbagai sektor ekonomi yang menuntut ketersedian lahan dan sarana prasarana yang memadai. Sementara kenyataan yang ada bahwa sejak dulu sebagian masyarakat Indonesia menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Ketika terjadi pembangunan teknologi di
sektor pertanian, sebagian masyarakat petani berusaha meningkatkan produksi hasil panennya dengan menggunakan teknologi pertanian. Pemakaian teknologi pertanian memangdapat meningkatkan hasil produksi panen masyarakat petani tetapi tidak begitu besar seperti yang terlihat di Kecamatan Bontonompo (wawancara: H. Tombong, 2010), namun disisi lain juga berimplikasi pada semakin meningkatnya jumlah pengangguran dalam masyarakat, sebab terjadi pengurangan tenaga kerja. Misalnya, sawah yang dulunya dicangkul dengan menggunakan tenaga manusia dengan cara gotong-royong saat ini tidak lagi, sebab sudah menggunakan tenaga mesin seperti traktor. Demikian juga saat panen tiba, masyarakat bergotong-royong memotong padi dengan menggunakan anai-anai DNNDWWR dengan adanya teknologi, maka kegiatan tersebut diganti dengan mesin perontok. Dengan demikian, maka secara tidak langsung banyak masyarakat merasa kehilangan pekerjaan dan otomatis penghasilan masyarakat pun akan berkurang, bahkan tidak ada. Sadar atau tidak sadar dan cepat atau lambat hal-hal seperti yang diungkapkan di atas akan berpengaruh terhadap struktur sosial masyarakat petani khususnya pada masyarakat petani di Kecamatan Bontonompo (wawancara: Sudirman Nompo, 2010). Perubahan dalam masyarakat senantiasa terjadi, baik yang dilakukan secara sadar oleh manusia maupun yang terjadi akibat terjadinya pola-pola hubungan antara satu wilayah tertentu dengan wilayah lain yang kedua memiliki sistem adat istiadat yang berbeda dalam berbagai segmen kehidupannya. Perubahan merupakan kegiatan atau proses yang membuat sesuatu atau seseorang berbeda dengan keadaan sebelumnya dan merupakan proses yang menyebabkan perubahan pola perilaku individu atau institusi. Setiap masyarakat pasti mengalami perubahan sosial budaya, sebab perubahan termasuk perubahan sosial budaya merupakan gejala umum yang terjadi sepanjang masa dalam setiap masyarakat. Perubahan ini terjadi sesuai dengan hakikat dan sifat dasar manusia yang selalu ingin mengadakan 227
WALASUJI 9ROXPH1R'HVHPEHU— perubahan (Schoorl, 1991:83). Penemuan dan inovasi teknologi, apabila diterapkan dalam skala yang cukup besar, berpotensi menimbulkan suatu tatanan baru dalam kehidupan ekonomi, dan dengan demikian bisa menimbulkan perubahan (Naping, 2004:84) dan perubahan itu dapat terjadi pada kebiasaan-kebiasaan berpikir dan bertindak. Perubahan-perubahan itu masih berlangsung pada masa sekarang dan diyakini akan berlanjut sampai kedepan sepanjang proses sosial budaya masyarakat manusia masih berlangsung. Prinsip teknologi sebagai alat (kepanjangan tangan) manusia masih terus berlanjut. Secara prinsip, bentuk maupun kegunaan, teknologi modern berkembang sangat pesat. Hal itu dikarenakan teknologi tersebut merupakan penerapan praktis prinsip-prinsip ilmu pengetahuan modern. Pemanfaatan dan Dampak Teknologi Pada 0DV\DUDNDW3HWDQL Petani merupakan suatu masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada usaha bercocok tanam yang selalu identik dengan masyarakat pedesaan. Masyarakat terlibat dalam proses bercocok tanam dan secara otonom menetapkan pilihan-pilihan manajerial usaha taninya dan biasanya memiliki rasa cinta yang mengakar pada tanah (Wolf, 1985:2). Petani dapat dibedakan atas petani pemilik lahan sekaligus pengolah dan petani yang hanya berfungsi sebagai penggarap. Kebanyakan petani di pedesaan, termasuk petani padi sawah di Bontonompo, GowaSulawesi Selatan masih bersifat tradisional dan tidak berusaha untuk mendapatkan keuntungan dalam usaha taninya, tetapi dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, petani juga sudah tertarik akan pentingnya produksi yang tinggi/ banyak untuk memperoleh keuntungan yang lebih banyak pula. Dilema petani untuk mencari keselamatan antara tuntutan dar iluar dan kebutuhan petani untuk menghidupi keluarganya. Petani dapa menempuh berbaga istrategi antara lain memperbesar produksi atau mengurang ikonsumsi (Mubyarto,1982:53) lebih lanjut, disebutkan bahwa ciri khas dari 228
kehidupan petani adalah perbedaan pola penerimaan pendapatan dan pengeluarannya yang kurang jelas. Tetapi pendapatan petani hanya diterima setiap selesai panen, sedangkan pengeluarannya ada yang setiap hari, setiap minggu, atau kadang-kadang dalam waktu yang sangat mendesak sebelum masa panen tiba. Keadaan ini menunjukkan, bahwa dari segi sosial ekonomi, berhasil tidaknya produksi petani dan tingkat harga yang diterima oleh petani untuk hasil produksinya merupakan faktor yang sangat mempengaruhi kehidupan sosial ekonomi petani. Sistem pertanian tradisional yang diperoleh dari pengalaman mereka, terutama diperoleh secara turun temurun dari orang tuanya. Walaupun pada dasarnya proses pengerjaan sawah padi antara teknologi tradisional dan teknologi modern hampir sama berdasarkan hasil penelitian lapangan di Kecamatan Bontonompo Gowa. Sementara yang banyak berbeda adalah peralatan dan cara penggunaannya berbeda. Hal-hal yang dimaksud adalah tahapan-tahapan pengerjaannya seperti pegolahan tanah, benih dan pesemaian, penanaman, pemeliharaan dan panen. Pengolahan tanah, mulai dari pencangkulan, pembajakan, penggaruan, dan perataan tanah dalam teknologi tradisional mempergunakan peralatan yang masih tradisional (manual) yaitu tenaga manusia dan hewan dengan cara dan ritual tersendiri, sementara teknologi modern sudah mempergunakan traktor tangan. Tahap kedua adalah pembenihan dalam sistem tradisional biasanya mempergunakan benih yang telah dipanen satu tahun atau dua tahun sebelumnya dengan cara dan ritual tersendiri oleh para petani, sementara sistem modern mempergunakan benih padi melalui permentasi yang telah disiapkan oleh pabrik-pabrik khusus bibit padi yang dipakai adalah bibit padi yang dibeli secara khusus. Tahap ketiga adalah penanaman, sistem tradisional dan modern dalam hal ini juga tidak jauh berbeda karena pilihannnya memang hanya dua, yaitu sistem benih pindah dan sistem benih langsung, perbedaannya hanya pada ukur
3HUXEDKDQ7HNQRORJL7UDGLVLRQDO... Masgaba
tanam, kalau tradisional biasanya tidak terlalu memperhatikan jarak ukur tanam, sementara sistem modern sangat berpengaruh. Tahap keempat adalah pemeliharaan mulai dari pengaturan dan pemberian air, penyulaman, penyiangan, pemupukan, penanggulangan hama dan penyakit kalau sistem tradisional dan modern tidak terlalu berbeda. Namun yang berbeda adalah perlakuan dan ritual-ritual yang menyertainya dalam sistem tradisional, sementara sistem modern tidak mengutamakan ritual. Demikian juga pada tahap terakhir, yaitu panen dan pasca panen tidak terlalu jauh berbeda. Namun yang berbeda hanyalah alat yang mereka pergunakan. Sistem penggunaan teknologi tradisional dalam pertanian sawah padi lama kelamaan mulai berubah seiring perubahan jaman. Sehingga dalam beberapa dekade terakhir, petani umumnya telah mengikuti perkembangan budidaya tanaman padi dengan menerapkan panca usahatani padi/ pertanian modern. Usaha-usaha yang dilakukan ROHKSHWDQLXQWXNPHQLQJNDWNDQSURGXNWL¿WDVQ\D sangat ditentukan oleh tingkat pengetahuan dan pendidikannya, serta pola-pola hubungannya dengan petani lainnya. Hal ini dilakukan, sebab sektor pertanian, faktor produksi lahan mempunyai kedudukan paling penting, hal ini terbukti dengan besarnya balas jasa yang diterima oleh lahan (tanah) dibanding faktor produksi lainnya (Mubyarto, 1994:55). Di samping itu, status pemilikan tanah berpengaruh nyata terhadap partisipasi petani dalam kegiatan kelompok tani dan adopsi teknologi. Peluang petani pemilik untuk mengadopsi teknologi semakin besar dibanding petani penyewa atau penyakap sehingga peluang petani pemilik mempunyai lahan berproduktivitas tinggi juga semakin besar. Petani penyewa atau penyakap biasanya adalah petani kaya, dengan modal yang banyak. Mereka menyewa/menyakap tanah di beberapa tempat yang lebih luas. Akibatnya petani tersebut tidak dapat mengelolanya secara intensif, sehingga menyerahkan pengelolaannya kepada buruh tani. Ada asumsi bahwa petani yang memiliki lahan lebih dari 2 hektar dianggap petani yang
kaya, waktunya lebih benyak dicurahkan untuk kegiatan diluar usahataninya. Oleh karenanya, petani penggarap dan petani yang berlahan sempit lebih aktif mengikuti kegiatan kelompok/ kegiatan gotong-royong dibanding petani yang kaya.Selain itu, juga distimulus oleh jumlah tanggungan dalam keluarganya yang mendesak mereka berani mengambil resiko. Sehingga semakin banyak jumlah tanggungan keluarga petani, semakin menuntutnya untuk berani menghadapi resiko karena didorong oleh tuntutan pemenuhan kebutuhan keluarga. Salah satu faktor yang mempengaruhi keterampilan petani dalam mengelola usaha taninya adalah besarnya anggota keluarga petani (Basri, 2009:73). Satu hal lagi yang tidak bisa dipungkiri dalam masyarakat petani adalah status sosial petani. Status sosial petani dalam lingkungannya ditentukan oleh luas lahan dan aset yang dimiliki, termasuk fungsi dan peranannya dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu petani dengan status sosial yang lebih tinggi memiliki kesempatan yang lebih besar untuk mengakses ke sumber informasi antara lain: pendidikan, kesehatan, keuangan, dan pemasaran. Status sosial petani yang berkenaan dengan fungsi dan perannya di masyarakat dapat dikatakan seragam. Beberapa petani diantaranya ditokohkan oleh masyarakat karena tugasnya sebagai ketua kelompok, ketua unit pelaksana kegiatan gabungan, tokoh adat dan tokoh agama. Terlepas dari adanya saling tarik menarik antara system tradisional dan pemanfaatan teknologi modern dalam pertanian, masyarakat petani selalu berharap untuk mendapat kemajuan dalam hidup dan kehidupannya. Namun kita tidak bias juga menghindari kenyataan sebagai akibat dari pemanfaatan teknologi modern dalam pertanian, terlepas dari untung ruginya pemanfaatan teknologi tersebut. Apa lagi pembangunan pertanian dewasa ini cenderung lebih magutamakan penggunaan teknologi modern tanpa memikirkan dampak yang ditimbulkan terhadap kehidupan manusia dan mahluk lain serta lingkungannya. Penerapan teknologi modern pada budidaya tanaman padi di kecamatan Bontonompo Gowa berimplikasi pada 229
WALASUJI 9ROXPH1R'HVHPEHU— hal-hal sebagai berikut: Pengelolaan tanah dengan penggunaan tenaga hewan SDMHNR menjadi tenaga mesin (hand tractor). Pengolahan tanah dengan menggunakan tenaga hewan waktunya lebih lama dan bekerja secara gotong royong, (hanya diberikan makan dan minum air teh atau kopi serta kue), lebih ramah lingkungan, tersedia bahan baku untuk pembuatan pupuk kompos/ pupuk kandang/ pupuk organik, dan ada pendapatan sampingan dari hasil penjualan hewan ternak. Sementara pengolahan tanah dengan menggunakan tenaga mesin atau hand tractor waktunya lebih singkat, cara penggunaannya lebih praktis, dapat menimbulkan polusi udara, tidak ramah lingkungan, dan lebih dikenal sistem sewa traktor sebesar nominal tertentu/ ha, serta cenderung lebih individualis. Kondisi ini dapat di sertai pula dengan keinginan dari masyarakat, yang diperkuat dalam suatu musyawarah sebagai tanda kebersamaan dalam suatu lingkungan sosial masyarakat tani dapat melakukan upacara adat yang berkaitan dengan turun sawah yang dikenal dengan sebutan Mappalili. Dampak dari perubahan sosial budaya yang terjadi akibat penggunaan teknologi mesin (hand tractor) adalah: Semua kegiatan pengolahan tanah dihitung dengan uang; Sistem gotong-royong terkikis (tidak berlaku lagi); Cenderung bekerja sendiri-sendiri tanpa peduli orang lain; Luas sawah yang di kelola/ digarap dapat lebih luas; Cenderung pemilik sawah kerja sendiri sawahnya karena semua tenaga kerja serba diupah; Kondisi struktur tanah lebih jelek dan semakin hari semakin kurus karena kotoran hewan dipersawahan sudah sulit dijumpai padahal kotoran tersebut berfungsi memperbaiki struktur tanah; Upacara turun sawah sudah sulit dijumpai di masyarakat yang mencerminkan rasa kebersamaan; Adanya orang (petani) yang selama ini sebagai pengolah tidak lagi kerja sawah karena pemilik sawah ambil alih untuk dikerja sendiri (Basri, 2009:79) Pada masa lalu ketika masih benih varietas lokal yang ditanam, setiap mau turun sawah selalu ada kegiatan maddoja bine sebelum benih itu dihamburkan dan orang tertentu juga mappamula
(mulai) mampo bine (hambur benih), ada juga upacara mappalise ase pada saat padi telah berbuah dan upacara setelah panen padi. Dampak dan perubahan sosial budaya yang terjadi akibat penggunaan teknologi tersebut (benih unggul) adalah: Sistem pengupahan dalam bentuk uang; Semua tenaga kerja yang digunakan baik mesin maupun manusia semuanya di upah; Waktu kerja pengelolaan usaha tani lebih singkat; Produksinya meningkat, dan petani lebih sejahtera; Lebih bersifat individualis; Rasa kebersamaan dan kekerabatan sudah mulai luntur; Adat dan tradisi masa lalu mulai terkikis dan bahkan jarang di jumpai lagi. Pemeliharaan tanaman padi dengan penggunaan alat dan bahan tradisional menjadi penggunaan alat dan bahan modern. Majunya cara EHU¿NLUGLDWDVGLGXNXQJROHKDGDQ\DSHODNVDQDDQ program pemerataan pendidikan melalui kejar paket, wajib belajar dan media masa secara pasti PDPSXPHQJDMDNPDV\DUDNDWXQWXNEHU¿NLUGDQ bertindak berdasar logika. Artinya baik buruknya sesuatu tidak lagi berdasarkan pada nilai-nilai kepercayaan. Fenomena ini tampak jelas pada SROD WLQJNDK ODNX PHUHND VHEDJDL UHÀHNVL GDUL FDUDEHU¿NLUQ\D\DQJWHODKPHQJDODPLSHUJHVHUDQ Bersamaan dengan penerapan berbagai macam teknologi pertanian di perdesaan, pemerintah juga memperkenalkan program pembangunan desa melalui bantuan desa. Pada program ini, pemerintah tidak membenarkan lagi proyek-proyek desa dilaksanakan secara gotongroyong tanpa disertai dengan imbalan gaji/upah. Akibatnya, dalam mengerjakan sawah, nilai tolong menolong (gotong-royong) pun juga sudah lebih sedikit jika dibandingkan dengan dua atau tiga puluh tahun yang lalu. Sebelum adanya program mekanisasi, para petani menggarap sawahnya dengan menggunakan tenaga kerbau atau sapi D¶EDMD . Sekarang lahan pertanian sudah digarap dengan bantuan mesin (menyewa traktor milik pemodal). Demikian juga dalam pelaksanaan panen yang dulunya banyak melibatkan para tetangga memang terlihat tidak efesien dengan adanya tresser (mesin perontok
3HUXEDKDQ7HNQRORJL7UDGLVLRQDO... Masgaba
padi) penggunaan tenaga manusia menjadi berkurang. Penggunaan alat ini disatu sisi memang menguntungkan, tapi disisi lain pola hubungan antar masyarakat petani, jelas merenggankan kohesi sosial, dan secara ekologis karena gabahnya tidak ada yang tercecer menyebabkan populasi burung menurun atau bermigrasi ketempat lain. Padahal keberadan burung merupakan salah satu mata rantai makanan dalam suatu ekosistem masyarakat petani. Nilai-nilai gotong-royong sangat terasa sekali perubahannya ketika ada tetangga yang melaksanakan hajatan.Pada saat petani mau menanam padi atau kedelai di ladang selalu dilakukan dengan gotong-royong dan pasti tidak bayar, upahnya hanya makan pagi dan siang atau makan kecil. Jadi kalau ada diantara mereka menanam atau memanen, maka warga yang lainnya ikut gotong-royong dan begitu sebaliknya, terjadi semacam barter tenaga. Sekarang keadaanya telah bergeser, kalau mau bercocok tanam atau panenan sudah harus memperhitungkan upah. Bahkan sekarang jika ada gentong dipukul untuk menggotong rumah tetangga, banyak orang yang EHU¿NLUSUDNWLV, cukup memberi uang dan tidak bisa ikut gotong-royong. PENUTUP Perkembangan ilmu pegetahuan dan teknologi, serta kebijakan pemerintah dalam pembangunan sektor pertanian telah membawa perubahan dalam berbagai segmen kehidupan petani. Bahkan dimungkinkan terjadinya pergeseran nilai dan perilaku keagamaan dan sosial budaya masysarakat petani. Hal ini tampak pada semakin meningkatnya orientasi ekonomi dan rasionalitas berpikir masyarakat petani, sementara nilai kepercayaan dan rasa solidaritas, kegotongroyongan terlihat sermakin luntur, bahkan sangat mungkin akan hilang. Adanya pergeseran nilai dan perilaku keagamaan dan sosial budaya ini juga mengisaratkan munculnya individualisme. Di samping itu, adalah kuatnya harapan masyarakat pedesaan untuk menuju perbaikan taraf
kehidupan. Melakukan program pemberdayaan masyarakat pedesaan, perlunya perhatian terhadap aspirasi masyarakat yang tercermin dalam nilai dan perilaku keagamaan dan sosial budaya mereka pada saat ini, juga perlu dan harus melakukan transformasi nilai dan ilmu pengetahuan terlebih dahulu yang sesuai dengan modernisasi, sehingga pelaksanaan program pembangunan (pemberdayaan masyarakat pedesaan) dapat mengena sasaran yang diinginkan. Adanya kecenderungan dalam masyarakat pedesaan bahwa modernisasi yang dibawa ke desa sepertinya tanpa adanya pertimbangan dan analisa yang matang. Mestinya, modernisasi harus melalui tahapan persiapan sarana pengetahuan lebih dahulu yang sesuai dengan rencana modernisasi. Karena itu perlu disiapkan agar masyarakat di pedesaan memiliki rasa kemandirian, semangat dan rasa optimis. Demikian juga dengan kehadiran traktor dan instrumen pertanian modern lainya. Karena tidak diberi wawasan terlebih dahulu tentang traktor dan instrumen pertanian lainya. Fenomena ini menjadi indikasi bahwa nilai gotong-royong, nilai solidaritas sosial di perdesaan telah menurun tajam, sedangkan nilai kekuasaan semakin meningkat dan menguat. Penguatan nilai kuasa ini dapat dilihat dari kondisi riil bahwa para petani di pedesaan telah menggunakan kuasanya dalam menggarap sawahnya, memanen padi, menyewa traktor dan dalam berbagai kegiatan lainnya. Kekuasaan terkadang mengikat petani lainnya untuk mempertahankan kuasanya. Tindakan itu dilakukan karena memang sangat sulit keluar dari sistem yang berlaku dalam masyarakat ZDODXSXQ KDUXV GLPRGL¿NDVL VHGHPLNLDQ UXSD yang sebelumnya mungkin karena ikatan-ikatan tradisional harus mereka kerjakan dengan mengikutsertakan petani sedesanya. DAFTAR PUSTAKA Basri, Muhammad. 2009. Teknologi Pertanian GDQ3HUXEDKDQ6RVLDO%XGD\D6WXGL.DVXV Pada Masyarakat Petani di Kelurahan Mamminasae Kecamatan Paleteang
WALASUJI 9ROXPH1R'HVHPEHU— .DEXSDWHQ 3LQUDQJ (Tesis). Makassar: Pascasarjana Program Studi Antropologi UNHAS Makassar. Boeke, J. H. 1983. Prakapitalisme Di Asia. Jakarta Timur: Sinar Harapan. Bungin, Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu sosial lainnya. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi kedua. Indonesia: Balai Pustaka. Hielborner, Robert. L. 1982. Terbentuknya Masyarakat Ekonomi. Jakarta: Balai Aksara. Juniati, A. Lely. 2004. Dampak Mekanisasi Pertanian Padi Sawah terhadap Kehidupan Sosial Budaya Masyarakat Petani di Kelurahan Rappang, Kabupaten Sidrap. (Skripsi). Makasar: Universitas Hasanuddin. Masgaba. 2010. Sistem Pengetahuan Lokal Petani Berbasis Sawah di Tanrara Gowa. Tidak terbit. Makassar: Balai Pelestarian Nilai Budaya.
Mubyarto. 1995. Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta: LP3ES. Naping, Hamka. 2004. Teknologi dan Perubahan Sosial Budaya Nelayan Bagang Rambo di Kabupaten Barru. (Disertasi). Makassar: Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin. Qadim, (http:/tumoutou.net/702_07134/abd_ qadim.htm) 30 Desember 2003. Pergeseran Nilai Keagamaan dan Sosial Budaya Masyarakat Petani (Suatu Tinjauan dalam 3HUVSHNWLI )LORVR¿ 3HPEDQJXQDQ 6HNWRU Pertanian). Schoorl, JW. 1991. Modernisasi: Pengantar Sosiologi Pembangunan Negara-Negara Berkembang. Jakarta: Penerbit PT.Gramedia. Sucipto Bambang, (http:// aliromdhoni.blogspot. com/2007/07/teologi-kerja.html) 3 Maret 2007. Teologi Kerja dan Kebangkitan Petani. Wolf, Eric R. 1985. Petani Suatu Tinjauan Antropologi. Jakarta: CV. Rajawali.