ISSN 2252 - 4487 Volume.2 | No.4 | Desember 2013 – Februari 2014
1. Pengaruh Suction Mounth Terhadap Peningkatan Saturasi Oksigen Pada Pasien Cidera Kepala di Rumah Sakit Umum Daerah Deli Serdang Lubuk Pakam Tahan Adrianus Manalu .............................................................................................................. 1-10 2. Perbedaan Intensitas Nyeri Pada Pasien Post Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah Sebelum Dan Sesudah Latihan Distraksi Di Rumah Sakit Umum Sembiring Delitua Rahmad Gurusinga ...................................................................................................................... 11-24 3. Perbedaan Skala Kekuatan Otot Ekstremitas Sebelum dan Sesudah Dilakukan Tindakan Range Of Motion (ROM) Pasif pada Pasien Stroke Di Rumah Sakit Umum Daerah Deli Serdang Lubuk Pakam Tati Murni Karokaro ................................................................................................................... 25-33 4. Efektivitas Birthing Retraining Terhadap Frekuensi Pernafasan Pada Pasien Penyakit Paru Obstruksi Kronik Di Rumah Sakit Umum Daerah Deli Serdang Lubuk Pakam Juni Mariati Simarmata .............................................................................................................. 34-46 5. Perbedaan Intake Nutrisi Pada Pasien Tuberkolosis (Tb) Paru Sebelum dan Sesudah Dilakukan Oral Hygienne Di Rumah Sakit Umum Sembiring Delitua Grace Erlyn Damayanti ............................................................................................................... 47-55 6. Perbedaan Skala Nyeri Pada Intervensi Menggunakan Efflurage dan Contact Stretching Pada Spasme Musculuc Gastroknemius Non Patologis Pasca Pertandingan Sepak Bola Di Tanjung Morawa Kardina Hayati ............................................................................................................................. 56-67
ISSN :2252-4487
NERSTRA-NEWS JURNAL ILMIAH KEPERAWATAN D.III AKPER MEDISTRA LUBUK PAKAM Desember 2013 – Pebruari 2014
Volume : 2, No : 4
DAFTAR ISI 1. Pengaruh Suction Mounth Terhadap Peningkatan Saturasi Oksigen Pada Pasien Cidera Kepala di Rumah Sakit Umum Daerah Deli Serdang Lubuk Pakam Tahan Adrianus Manalu ...........................................................................................
1-10
2. Perbedaan Intensitas Nyeri Pada Pasien Post Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah Sebelum Dan Sesudah Latihan Distraksi Di Rumah Sakit Umum Sembiring Delitua Rahmad Gurusinga.................................................................................................... 11-24 3. Perbedaan Skala Kekuatan Otot Ekstremitas Sebelum dan Sesudah Dilakukan Tindakan Range Of Motion (ROM) Pasif pada Pasien Stroke Di Rumah Sakit Umum Daerah Deli Serdang Lubuk Pakam Tati Murni Karokaro ................................................................................................ 25-33 4. Efektivitas Birthing Retraining Terhadap Frekuensi Pernafasan Pada Pasien Penyakit Paru Obstruksi Kronik Di Rumah Sakit Umum Daerah Deli Serdang Lubuk Pakam Juni Mariati Simarmata ........................................................................................... 34-46 5. Perbedaan Intake Nutrisi Pada Pasien Tuberkolosis (Tb) Paru Sebelum dan Sesudah Dilakukan Oral Hygienne Di Rumah Sakit Umum Sembiring Delitua Grace Erlyn Damayanti ............................................................................................ 47-55 6. Perbedaan Skala Nyeri Pada Intervensi Menggunakan Efflurage dan Contact Stretching Pada Spasme Musculuc Gastroknemius Non Patologis Pasca Pertandingan Sepak Bola Di Tanjung Morawa Kardina Hayati .......................................................................................................... 56-67
PENGANTAR REDAKSI Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan ridhoNya telah terbit Jurnal Ilmiah Sekolah Program Studi Keperawatan D.III Keperawatan MEDISTRA Lubuk Pakam dengan nama NESTRA-NEWS yang merupakan majalah ilmiah yang diterbitkan berkala setiap Tiga bulanan, yaitu periode Januari–Juni dan Juli – Desember. Kami mengharapkan untuk terbitan periode berikutnya para Peneliti / Dosen dapat meningkatkan kualitas maupun mutu dari tulisan ini, sehingga memungkinkan sebagai bahan rujukan dalam melakukan kegiatan penelitian. Dalam kesempatan ini Redaksi mengucapkan terimakasih kepada para Peneliti / Dosen dan semua pihak yang telah berpartisipasi dalam penerbitan jurnal ilmiah ini. Semoga Program Studi Keperawatan D.III Akper MEDISTRA Lubuk Pakam, sukses dan maju.
Salam,
Redaksi
PENGURUS Pelindung
: 1. Drs. Johannes Sembiring, M.Pd Ketua Yayasan MEDISTRA Lubuk Pakam 2. Drs. David Ginting, M.Pd Ketua STIKes MEDISTRA Lubuk Pakam
Penanggungjawab
: Rosita Ginting, SH BAA Akper MEDISTRA LubukPakam
Pimpinan Redaksi
: Kuat Sitepu, S.Kep, Ns, M.Kes
Sekretaris Redaksi
: Desideria Yosepha Ginting, S.Si.T, M.Kes
Redaktur Ahli
: 1. 2. 3. 4. 5.
Tahan Adrianus Manalu, S.Kep, Ns, M.Kep, Sp.MB Jul Asdar Putra Samura, SST, M.Kes Efendi Selamat Nainggolan, SKM, M.Kes Christine Vita Gloria Purba, SKM, M.Kes Grace Erlyn Damayanti Sitohang, S.Kep, Ns, M.Kep
Koordinator Editor
: 1. 2. 3. 4. 5.
Basyariah Lubis, SST, M.Kes Dameria, SKM, M.Kes Rahmad Gurusinga, S.Kep, Ns,M.Kep Fadlilah Widyaningsih, SKM Luci Riani Br. Ginting, SKM, M.Kes
Sekretariat
: 1. Tati Murni Karo-Karo, S.Kep, Ns, M.Kep 2. Sri Wulan, SKM 3. Raisha Octavariny, SKM, M.Kes
Distributor
: 1. Layari Tarigan, SKM 2. Arfah May Syara, S.Kep, Ns
Penerbit
: STIKes MEDISTRA Lubuk Pakam Jl. Sudirman No. 38 Lubuk Pakam, K0de Pos : 20512 Telp. (061) 7952262, Fax (061) 7952234 e-mail :
[email protected] Website: medistra.ac.id
Diterbitkan2 (Dua) kali setahun, Bulan Januari - Juni dan Juli – Desember.
PENGARUH SUCTION MOUTH TERHADAP PENINGKATAN SATURASI OKSIGEN PADA PASIEN CIDERA KEPALA DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DELI SERDANG LUBUK PAKAM
Tahan Adrianus Manalu,S.Kep.Ns,M.Kep.Sp,MB Dosen Akper MEDISTRA Lubuk Pakam
Abstrak Suction atau penghisapan merupakan tindakan untuk mempertahankan jalan napas sehingga memungkinkan terjadinya proses pertukaran gas yang adekuat dengan cara mengeluarkan sekret pada klien yang tidak mampu mengeluarkannya sendiri.Pemberian suction mouth terhadap pasien cidera kepala sangat membantu pasien dalam menjaga kebersihan jalan nafas sehingga kebutuhan oksigen ke otak dan perifer terpenuhi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahuiPengaruh Suction Mouth Terhadap Peningkatan Saturasi Oksigen Pada Pasien Cedera Kepala Di Rumah Sakit Umum Daerah Deli Serdang Lubuk Pakam .Penelitian ini dilakukan dengan desain penelitian eksperimen semu melalui rancangan one group pretest – post test. Sampel dalam penelitian ini menggunakan tehnik purposive sampling yang dibatasi dalam waktu 7 hari dengan jumlah 10 orang sebagai responden data yang diperoleh menggunakan lembar observasi dan di uji dengan uji t atau ( paired sample t-test) dan bantuan komputer. Dari hasil penelitian yang dilakukan pada 10 orang responden di dapat hasil p < α (p 0,003<0,05) yang menjelaskan ada pengaruh pemberian suction mouth terhadap peningkatan saturasi pada pasien cidera kepala di rumah sakit umumdaerah deli serdang lubuk pakam. Berdasarkan hasil penelitian dengan di lakukanya tindakan suction mouth dapat mempertahankan kebutuhan oksigen jaringan perifer dan otak yang adekuat. Saran peneliti pada penelitian ini diharapkan agar dapat menambah harapan hidup pada pasien cedera kepala pada saat kebersihan jalan nafas terjaga sehingga kebutuhan oksigen perifer ke otakpun terpenuhi. luka/cacat lebih dari 30 juta pertahun, 50% diantaranya menderita cedera kepala (Depkes RI, 2012). Cedera kepala masih merupakan permasalahan kesehatan global sebagai penyebab kematian, disabilitas, dan defisit mental. Cedera kepala menjadi penyebab utama kematian disabilitas pada usia muda. Penderita cedera kepala sering kali mengalami penumpukan sekret yang
Latar Belakang Kemajuan teknologi, terutama dalam bidang transportasi, mengakibatkan meningkatnya jumlah dan jenis kendaraan bermotor dan hal ini berdampak pada meningkatnya kasus kecelakaan kendaraan bermotor yang menimbulkan korban jiwa. Korban meninggal akibat kecelakaan kendaraan bermotor di seluruh dunia mencapai 1,2 juta jiwa dan korban 1
menyebabkan penurunan saturasi oksigen pada penderita tersebut. Sepuluh penyebab kematian utama di dunia salah satunya karena kecelakaan jalan raya dan diperkirakan akan menjadi tiga penyebab utama kecacatan seumur hidup. Kecelakaan jalan raya merupakan masalah kesehatan yang sangat besar diberbagai belahan dunia yaitu sekitar 45% berasal dari pasien trauma yang rawat inap di rumah sakit diantaranya pasien yang menderita cedera kepala (Viola, 2011).Cedera kepala mencakup trauma pada kulit kepala, tengkorak (cranium dan tulang wajah), atau otak. Keparahan cedera berhubungan dengan tingkat kerusakan awal otak dan patologi sekunder yang terkait (Susan, 2011). Cedera kepala berat adalah gangguan traumatik otak yang disertai atau tanpa disertai perdarahaninterstitial dalam substansi tanpa diikuti terputusnya kontunuitas otak ditandai dengan nilai GCS 3-8 (koma), penurunan derajat kesadaran secara progresif, kehilangan kesadaran atau amnesia > 24 jam, tanda neurologis fokal, cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresi cranium (Padila, 2012). Menurut World Health Organization (WHO, 2013) sekitar 16.000 orang meninggal diseluruh dunia setiap hari yang diakibatkan oleh semua jenis cedera.Cedera mewakili sekitar 12% dari beban keseluruhan penyakit, sehingga cedera penyebab penting ketiga kematian secara keseluruhan. Kecelakaan lalu lintas di dunia pada tahun 2014 telah merenggut satu juta orang setiap tahunnya sampai sekarang dan dari 50 juta orang mengalami luka dengan sebagian
besar korbannya adalah pemakai jalan yang rentan seperti pejalan kaki, pengendara sepeda motor, anak-anak, dan penumpang (Wahyudi, 2012). Kejadian kasus cedera kepala di Negara Maju cukup tinggi, di Eropa tingkat cedera kepala yang dirawat di rumah sakit 91 kasus per 100.000 orang pertahunnya. Pada tahun 2012 di Spanyol terdapat 313 kasus per 100.000 kunjungan pasien ke Rumah Sakit keterkaitan dengan cedera kepala dan 20% diantaranya memerlukan rawat inap. Traumatic Brain Injury (TBI) menyumbang sekitar 52.000 atau 40% dari total kematian yang diakibatkan cedera akut di Amerika Serikat. Setiap tahun diperkirakan terdapat 1,5 juta kasus cedera kepala di Amerika Serikat, dan jumlah tersebut 230.000 pasien memerlukan perawatan di rumah sakit dan dapat bertahan hidup, 80.000-90.000 pasien mengalami kecacatan permanen dan 50.000 pasien meninggal dunia (Thurman, 2013). Di Indonesia cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian utama setelah stroke, tuberculosis, dan hipertensi (Depkes RI, 2014). Proporsi tubuh yang terkena cedera akibat jatuh dan kecelakaan lalu lintas salah satunya adalah kepala yaitu 6.036 (13,1%) dari 45.987 orang yang mengalami cedera jatuh, dan 4.089 (19,6%) dari 20.289 orang yang mengalami kecelakaan lalu lintas (Riskesdas, 2014). Data Korlantas Polri menyebutkan, selama Januari-November 2014 jumlah angka kecelakaan di Indonesia mencapai 85.765 kejadian, sedangkan sepanjang 2013 2
menyentuh 100.106 kejadian. Dalam periode yang sama, jumlah korban luka berat dan luka ringan juga menurun, masing-masing berkurang 20% dan 15%. Seperti dikutip kompas.com, total kecelakaan dan korban luka menurun, ada satu hal yang memprihatinkan, yaitu korban meninggal dunia tetap tinggi. Pada sebelas bulan 2014 sebanyak 26.623 orang kehilangan nyawa di jalanan, cendurung meningkat dibanding 2013 sejumlah 26.416. Korban meninggal dunia lebih banyak terjadi pada pengguna sepeda motor.Penyebabnya dikaitkan beragam, misalnya melanggar lalu lintas, tidak mematuhi rambu, dan belum mampu berkendara dengan baik (Korlantas Polri, 2014). Prevalensi cedera secara nasional adalah 8,2% dengan prevalensi tertinggi ditemukan di Sulawesi Selatan (12,8%) dan terendah di Jambi (4,5%). Perbandingan hasil Riskesdes 2007 dengan Riskesdes 2013 menunjukkan kecenderungan peningkatan prevalensi cedera dari 7,5% menjadi 8,2%. Penyebab cedera terbanyak yaitu, jatuh (40,9%) dan kecelakaan sepeda motor (40,6%). Proporsi jatuh tertinggi di Nusa Tenggara Timur (55,5%) dan terendah di Bengkulu (26,6%). Dibandingkan dengan hasil Riskesdas 2007. Riskesdas 2013 menunjukkan kecenderungan penurunan proporsi jatuh dari 58% menjadi 40,9%. Berdasarkan karakteristik, proporsi jatuh terbanyak pada penduduk umur <1 tahun, perempuan, tidak sekolah, tidak bekerja, di pedesaan dan pada kuintil terbawah. Penyebab cedera transportasi sepeda motor tertinggi ditemukan di
Bengkulu (56,4%) dan terendah di Papua (19,4%). Proporsi terbanyak terjadi pada umur 15-24 tahun, lakilaki, tamat SMA, status pegawai dan kuintil teratas. Dibandingkan dengan hasil Riskesdas 2007, Riskesdas 2013 menunjukkan kecenderungan peningkatan proporsi cedera trasportasi darat (sepeda motor dan darat lain) dari 25,9% menjadi 47,7% (Riskesdas, 2014). Insidensi cedera kepala di Instalasi Gawat Darurat (IGD) RS Panti Nugroho Pakem Yogyakarta dalam triwulan I tahun 2015 cukup tinggi yaitu menempati urutan ke 5 dari seluruh kunjungan ke IGD, sedangkan di Instalasi Rawat Inap menempati urutan ke 2 dari 10 besar penyakit di RS Panti Nugroho Pakem. Dari seluruh kasus cedera kepala tersebut sekitar 17,8% harus di rujuk ke rumah sakit rujukan yang lebih tinggi. Angka kematian karena cedera kepala mencapai 2,7% pada triwulan pertama tahun 2014 (Wijanarka & Dwiprahasto, 2014). Laporan tahunan Instalasi Gawat Darurat RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2015 menunjukkan angka kejadian kasus cedera kepala sebesar 75% dari total kunjungan pasien. Data dari salah satu rumah sakit di Medan, RSUP. Haji Adam Malik Medan selama tahun 2011 tercatat kasus cedera kepala sejumlah 1130 kasus dan mengalami peningkatan pada tahun 2012 sejumlah 1191 kasus. Tercatat penderita cedera kepala perharinya yang datang di RSUP.Haji Adam Malik Medan sebanyak kurang lebih 2-4 orang perhari. Laki-laki memiliki kemungkinan mengalami Traumatic Brain 3
Injurydua kali lipat lebih besar dibandingkan dengan wanita.Pada populasi warga sipil, alkohol terlibat pada lebih dari setengah kasus Traumatic Brain Injury.Menurut penelitian, kecelakaan kendaraan bermotor terutama pada kecelakaan sepeda motor, terhitung sebagai salah satu penyebab cedera kepala. Sebab dari kematian dan cacat yang menetap akibat cedera kepala, diperoleh 50% ternyata disebabkan oleh trauma secara langsung dan 50% yang tersisa disebabkan oleh gangguan peredaran darah sebagai komplikasi yang terkait secara tidak langsung pada trauma (Gilory & Mayer, 1986 dalam Marjono & Sidharta, 2011). Terdapat beberapa manifestasi klinis yang dapat timbul dari cedera kepala.Salah satunya adalah edema atau hematoma yang menyebabkan peningkatan Tekanan Intra Kranial.Hal ini menimbulkan masalah gangguan perfusi jaringan serebral. Selain itu, defisit neurologis mungkin saja terjadi sehingga mengganggu reflex menelan yang berujung pada gangguan bersihan jalan nafas sehingga terjadi penumpukan sekret dan menyebabkan penurunan saturasi oksigen. Berdasarkan hasil survei pendahuluan yang saya lakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Deli Serdang Lubuk Pakam didapat data bahwa penderita cedera kepala sebanyak 206 orang selama , 154 orang selama tahun 2014, dan mengalami peningkatan 225 orang pada tahun 2015 (Rekam Medik RSUD Deli Serdang, 2016). Dari latar belakang diatas peneliti tertarik melakukan penelitian tentang
pengaruh suction mouth terhadap peningkatan saturasi oksigen pada pasien cedera kepala di Rumah Sakit Umum Daerah Deli Serdang Lubuk Pakam . Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Untuk mengetahui Pengaruh Suction Mouth Terhadap Peningkatan Saturasi Oksigen Pada Pasien Cedera Kepala Di Rumah Sakit Umum Daerah Deli Serdang Lubuk Pakam ”. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui rerata saturasi oksigen sebelum dilakukan Suction Mouth pada Pasien Cedera Kepala Di Rumah Sakit Umum Daerah Deli Serdang Lubuk Pakam . b. Untuk mengetahui rerata saturasi oksigen sesudah dilakukan Suction Mouth pada Pasien Cedera Kepala Di Rumah Sakit Umum Daerah Deli Serdang Lubuk Pakam . c. Untuk mengetahui perbedaan rerata saturasi oksigen sebelum dan sesudah dilakukan Suction Mouth pada Pasien Cedera Kepala Di Rumah Sakit Umum Daerah Deli Serdang Lubuk Pakam . METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Pengelompokan jenis penelitian sangat bermacam-macam menurut aspek mana penelitian itu ditinjau (Notoatmodjo, 2012).Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif bersifat eksperimensemu yaitu penelitian yang penelitiannya memberikan suatu perlakuan atau eksperimen.Penelitian ini 4
memberikan perlakuan suctioning pada pasien cedera kepala di Rumah Sakit Umum Daerah Deli Serdang Lubuk Pakam.
sebagai tempat mahasiswa.
wahana
praktek
Waktu Penelitian Waktu penelitian dilaksanakan mulai bulan Juli - September 2013.
Rancangan penelitian Desain atau rancangan penelitian rupakan tunjuk peneliti untuk perencanaan dan pelaksanaan penelitian untuk mencapai suatu tujuan dan menjawab suatu pertanyaan.Dilihat dari kemampuannya dalam mengontrol variabel-variabel penelitian, rancangan penelitian dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu pra eksperimental, eksperimental semu, eksperimental sungguhan (Nursalam, 2012).Rancangan penelitian ini adalah penelitian eksperimen dengan design quasi eksperimen (eksperimen semu) dengan menggunakan pendekatan one group pre test–post test design tanpa menggunakan kelompok perbandingan (kontrol).
HASIL PENELITIAN Tujuan analisis univariat ini adalah untuk menggambarkan distribusi frekuensi, mean, dan standar deviasi pada variabel karakteristik responden berdasarkan karakteristik umum responden. Distribusi Frekuensi dan Persentase Berdasarkan Jenis Kelamin Responden Jenis Kelamin
Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam dengan alasan : a. Karena Rumah Sakit Umum Daerah Deli Serdang Lubuk Pakam merupakan Rumah Sakit Tipe B sebagai rumah sakit rujukan di Kabupaten Deli Serdang. b. Karena Rumah Sakit Umum Daerah Deli Serdang Lubuk Pakam merupakan salah satu rumah sakit Umum di Kabupaten Deli Serdang sehingga memungkinkan terpenuhinya besar sampel yang dibutuhkan. c. Karena Rumah Sakit Umum Daerah Deli Serdang Lubuk Pakam merupakan salah satu rumah sakit
Frek uens i
Presentase (%)
LakiLaki
7
70
Perempu an
3
30
Jumlah
10
100
Dari tabel diperoleh data bahwa responden yang berjenis kelamin laki–laki sebanyak 7 responden (70 %) dan responden yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 3 responden (30 %).
5
Tabel Distribusi Frekuensi Dan PersentaseBerdasarkan Usia Responden 10-20
1
Persentase (%) 10
21-30
3
30
31-40
5
50
>41
1
10
Jumlah
10
100
Usia
Frekuensi
Tabel PerbedaanRerata Saturasi Oksigen Berdasarkan rata–rata sebelum dan sesudah di lakukan suction mouth adalah = 4,300 hal tersebut menunjukan bahwa ada perbedaan sebelum dan setelah di lakukan Suction Mouth. Dan berdasarkan uji statistik menggunakan uji sample paired t-test di dapatkan nilai Signifikan yaitu 0,003 yang berarti nilai Signifikansi ≤ (α:0,05). Maka Hipotesa Dalam Penelitian Ini Di Terima Yang Berarti Ada Pengaruh Suction Mouth Terhadap Peningkatan Saturasi Pada Pasien Cidera Kepala Di Rumah Sakit Umum Daerah Deli Serdang Lubuk Pakam .
Dari tablediperoleh data bahwa responden yang berusia di antara 10– 20 tahun adalah 1 responden (10 %), responden yang berusia 21-30 tahun adalah 3 responden (30 %), responden yang berusia 31-40 sebanyak 5 responden (50 %) dan responden yang berusia >41 tahun adalah sebanyak 1 responden ( 10 %).
PEMBAHASAN Dalam hal ini dapat di uraikan hasil penelitian mengenai pengaruh Suction Mouth terhadap peningkatan saturasi pada pasien cidera kepala di rumah sakit umum daerah deli serdang lubuk pakam , dengan mengumpulkan data melalui lembar observasi terhadap 10 responden.
Analisis Bivariat Tujuan analisis bivariat ini adalah untuk menjelaskan atau mengetahui pengaruh suction mouth terhadap peningkatan saturasi oksigen pada pasien cidera kepala di rumah sakit umum daerah deli serdang lubuk pakam . TabelRerataSaturasi Oksigen Sebelum dan Sesudah Sebelum suction Mouth Sesudah suction Mouth
Mean
n
92,70
10
97,00
10
SD 2,75 1 2,05 5
Suction atau penghisapan merupakan tindakan untuk mempertahankan jalan napas sehingga memungkinkan terjadinya proses pertukaran gas yang adekuat dengan cara mengeluarkan sekret pada klien yang tidak mampu mengeluarkannya sendiri (Ahmad, 2011). Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai perdarahan interstiil dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak (Bouma, 2003 dalam Padila, 2012).
SE 0,870 0,650
BerdasarkanHasil Uji statistik dengan menggunakan uji sampel paired t-test di dapatkan bahwa rata rata saturasi pasien sebelum dilakukan suction mouth adalah = 92,70 dan saturasi pasien setelah di suction mouth adalah 6
Dari hasil distribusi Responden dapat dilihat hasil dengan menggunakan lembar observasi bahwa responden dengan Saturasi ≥ 95% sebanyak 3 responden (30%) dan responden dengan saturasi ≤ 95% sebanyak 7 responden (70%) Komplikasi yang paling sering oleh penderita cidera kepala adalah fraktur cervikal dan gangguan pada jalan nafas, Maka tindakan suction sangat berperan penting dalam mempertahankan Hidup pasien (Jhonkarto, 2013).
dengan jalan napas yang adekuat (Depkes RI, 2008). Penelitian yang dilakukan nurulita (2011) dengan judul pengaruh suction terhadap peningkatan saturasi pada pasien dengan penurunan kesadaran .Desain penelitian munggunakan quasy eksperimen. Metode pretest-postest sampel 14. dengan teknik purposive sampling. Penelitian ini menggunakan uji independen t-test menunjukan ada perbedaan yang signifikan antara pengaruh kompres metronidazole terhadap penyembuhah luka dengan nilai p (0,046<0,05) . Hasil penelitian menunjukan bahwa ada perbedaan yang bermakna antara luka diabetes yang diberikan perlakuan dengan luka diabetes tidak diberi perlakuan (nurulita, 2011)
Saturasi Pasien cidera kepala sesudah di lakukan suction mouth di rumah sakit umum daerah deli serdang lubuk pakam . Dari hasil distribusi tingkat kebersihan jalan nafas yang dirasakan responden sesudah di lakukan suction mouth bahwa terjadi peningkatan saturasi klien yang saturasinya ≥ 95% adalah 8 responden (80,0 %), dan responden yang saturasinya ≤ 95 ialah 2 responden (20%).Hal ini di karenakan oleh beberapa faktor yang sangat mempengaruhi responden dalam pemenuhan kebutuhan oksigen padajaringan perifer yaitu salah satu adalah kebersihan jalan Nafas. Suction adalah suatu cara untuk mengeluarkan sekret dari saluran napas dengan menggunakan suction cateter yang dimasukkan kedalam hidung atau rongga mulut kedalam pharyng atau trachea Tujuan suction dilakukan yaitu untuk membersihkan dan memelihara jalan napas (Airway) tetap bersih, mengurangi retensi sputum dan merangsang batuk serta mencegah terjadi infeksi paru dan diharapkan suplai oksigen terpenuhi
Pengaruh suction mouth terhadap peningkatan saturasi pada pasien cidera kepala di rumah sakit umum daerah deli serdang lubuk pakam . Metodesuction ini dimaksudkan untuk meningkatkan perbaikan dan pemulihan oksigen jaringan perifer sehingga juga terjadi perbaikan saturasi. Suction atau penghisapan yang dilakukan membersihkan sekret – sekret atau darah yang menghambat jalan nafas pasien sehingga memungkinkan terjadinya proses pertukaran gas yang adekuat (Ahmad, 2011). Penelitian yang dilakukan wijanarta dengan judul perbedaan saturasi sebelum dan sesudah di lakukan suction, desain penelitian kohor populasi semua pasien penurunan kesadaran yang berada di rawat di rumah sakit umum daerah 7
kedaton6orang dengan sampel 6 orang. Teknik pengambilan sampel dengan stratified random sampling. Analisa data menggunakan uji t tes sample independen hasil uji t test sample independent ada perbedaan saturasi pada pasien sebelum dan sesudah di lakukansuction dengan nilai p (0,02<0,005) ( Trisnawati, 2010). Setelah pemberian tindakan suction mouth nampak sekali terjadi perubahan pada saturasi klien sehingga dapat di simpulan bahwa tindakan suction sangat berperan penting dalam memenuhi oksigen perifer pada pasien cedera kepala.. Berdasrkan hasil uji statistik dengan menggunakan paired simple t-test nilai pengaruh rerata sebesar -4,300 .Diperoleh bahwa nilai p (pvalue =0,003) = (p< 0,05) sehingga dapat dinyatakan bahwa terdapat pengaruh pemberian tindakan suction mouth terhadap peningkatan saturasi pada pasien cedera kepala di rumah sakit umum daerah deli serdang lubuk pakam . Hasil penelitian dilapangan menunjukan bahwa suction mouth sangat berperanpenting untuk membentu klien yang mengalami cedera kepala dalam menjaga kebersihan jalan nafasnya sehingga kebutuhan oksigen perifer terpenuhi dan keadaan klien dapat di pertahankan.
1.
2.
3.
4.
5.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dibahas pada bab sebelumnya dapat ditarik kesimpulan bahwa penelitian yang telah dilakukan terhadap 10responden diRumah Sakit Umum Daerah Deli Serdang Lubuk Pakam .
Responden yang berjenis kelamin laki–laki sebanyak 7 orang responden (70 %) dan responden yang berjenis perempuan sebanyak 3 responden (30 %), sedangkan umur lebih tinggi penderita pada umur 31-40 sebanyak 5 orang (50%), umur 21-30 sebanyak 3 orang (30 %) pada umur 10 – 20 sebanyak satu orang (10 %) dan umur > 41 sebanyak 1 orang (10%). Saturasi pasien sebelum dilakukan suction mouth saturasi pasien yang ≥ 95% sebanyak 3 responden (30%) dan responden yang saturasi < 95 ialah sebanyak 7 responden (70%). Saturasi pasien sesudah dilakukan suction mouth saturasi pasien yang ≥ 95% sebanyak 8 responden (80%) dan responden yang saturasi < 95 ialah sebanyak 2 responden (20%). Rerata saturasi pasien sebelum dilakukan suction mouth adalah = 92,70 dan saturasi pasien setelah dilakukan suction mouth adalah = 97,00 Ada pengaruh pemberian tindakan suction mouth terhadap peningkatan saturasi pada pasien cedera kepala di rumah sakit umum daerah deli serdang lubuk pakam dengan nilai pValue 0,003.
Saran 1. Bagi pasien Diharapkan agar dapat menambah harapan hidup pada pasien cedera kepala pada saat kebersihan jalan nafas terjaga sehingga kebutuhan 8
oksigen perifer ke otakpun terpenuhi. 2. Bagi pelayanan di Rumah Sakit Diharapkan hasil penelitian yang di peroleh di dapat dijadikan sebagai pengetahuan dan strategi bagi perawat dalam memberikan askep yang lebih baik pada pasien dengan cidera kepala. 3. Bagi pendidikan keperawatan Diharapkan hasil ini dapat digunakan sebagai bacaan di perpustakaan dan sebagai bahan referensi bagi mahasiswa. 4. Bagi peneliti Diharapkan dalam penelitian ini berguna untuk menambah wawasan dan penglaman nyata dalam penelitian khususnya terhadap pengeruh suction mouth terhadap peningkatan saturasi pada pasien cidera kepala.
Elizabet,
Ely, Achmad dan Tjie Anita. 2011. Penuntun Praktikum Keterampilan Kritis II. Jakarta: Salemba Medika. Handrianto, Prasetyo. 2011. Buku Saku Oksigenisasi. Jakarta: EGC. Hidayat,
Aziz Alimul. 2007. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Edisi 2.Jakarta: Salemba Medika.
Korlantas Polri. 2014. Angka Kejadian Cedera Kepala. Jakarta. (Diakses 26 Februari 2016). Kozier & Erb. 2009. Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis. Edisi 5.Jakarta: EGC.
DAFTAR PUSTAKA
Lynn, D. 2011. AACN Procedure Manual For Critical Care 6th Edition. SL Louis Missouri: Elsevier Saunders.
Asmadi, 2012.Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta: Salemba Medika. Brunner
J. 2011. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta. EGC.
& Suddarth’s. 2011. Textbook Of Medical Surgical Nursing.Edisi 12. Jakarta: EGC.
Murwani, Anita. 2009. Keterampilan Dasar Praktek Klinik Keperawatan. Yogyakarta: Fitramaya.
Departemen Kesehatan RI. 2012. Angka Prevalensi Cedera Kepala. Jakarta: Direktorat Keperawatan.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Edisi Revisi. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Depkes. 2014. Riskesdas: Prevalensi Cedera Kepala Nasional. (Diakses 26 Februari 2016).
Nursalam. 2011. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian. Jayakarta: Salemba Medika.
Dewi, Anggrain. 2015. Fisioteraphy Nafas. (Diakses 17 Maret 2016). 9
Nurulita, 2011.Pengaruh Suction Terhadap Peningkatan Saturasi Pada Pasien Penurunan Kesadaran.(Diakses 14 Juli 2016). Padila.
2012. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika.
Setiadi.
2013. Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Cetakan Kedua. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Timby, B. K. 2009. Fundamental Nursing Skills and Concepts. Philadelphia: Lippincot William & Wilkins. Trisnawaty, 2010.Jurnal Peningkatan Saturasi Oksigen. (Diakses 10 Juli 2016). Viola,
Wahyudi, Slamet. 2012. Faktor Resiko Yang Berhubungan Dengan Tingkat Keparahan Cidera Kepala.Unnes Journal of Public Health.ISSN 2252-6781.
Setiawati, Santun. 2014. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Cetakan Ketiga. Jakarta: Trans Info Media. Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. Swidarmoko, Boedi & Agus Dwi Susanto. 2010. Pulmonologi Intervensi dan Gawat Darurat Napas.Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Tarwoto
Michael Thompson, 2011.Jurnal e-Clinic (eCI) Kematian Akibat Kecelakaan Lalu Lintas.Volume 4.
& Wartonah.2012. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan, Edisi 4. Jakarta: Salemba Medika.
Thurman, 2013.Traumatic Brain Injury.(Diakses 24 februari 2016).
10
PERBEDAAN INTENSITAS NYERI PADA PASIEN POST OPERASI FRAKTUR EKSTREMITAS BAWAH SEBELUM DAN SESUDAH LATIHAN DISTRAKSI DI RUMAH SAKIT UMUM SEMBIRING DELITUA Rahmad Gurusinga, S.Kep, Ns, M.Kep Dosen Tetap Akper MEDISTRA Lubuk Pakam ABSTRACT Distraction practice was done to help the patients to decreasethepain (intensityofpain) for the patient that had the lower extremity fractures with distraction of pain. Distraction practicenamely anact of a personorpatient diversion to other things beyond the pain, that was thus expected able to lower the care of patient about pain even to increased tolerance to pain (Prasetyo, 2010). The goal of this research to know the Differences Intensity Of Pain To The Patients With Post Operative Lower Extremity Fracture After And Before Distraction Practice In General Hospital OfSembiring Delitua2012. The kinds of this research done quantitativewith the design of the research Quasi Experimaen (quasiexperiment). The population of this research was all of the patients with Post Operative Lower Extremity Fractures that was treated in General Hospital Of Sembiring Delitua. The sampleofthis research amount 6 persons taken by using technique of Accidental Sampling. The data collected in this research by using observationthat was a planning procedure, which include seeing, hearing and noted some extent certain activities related to the problem was investigated. The analyzing data for this research by using Paired Sample T-Test with the level of confidence 95%. Based on the result of statistic test by using Paired Sample T-Test showed thattheaverage beforedistraction practice=3,33. The average after distraction practice= 2,50 and the average before and after distraction practice=0,833with the significant 0,004 namely≤ 0,05. Sothe hypothesis of this research accepted that means there was the differences who had significant about the lower of pain(intensitypain)forthepatients Post Operative Lower Extremity Fractures. Recommended for the nurses able to gavedistraction practice tohelp the reductionofpainprocess(pain intensity) inpatients with Post Operative Lower Extremity Fractures. transportasi/kendaraan bermotor khususnya bagi masyarakat yang tinggal diperkotaan. Sehingga menambah “kesemrawutan” arus lalu lintas. Arus lalu lintas yang tidak teratur dapat meningkatkan kecenderungan terjadinya kecelakaan kendaraan bermotor. Dan kecelakaan juga banyak terjadi pada arus mudik
Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara berkembang yang berada dalam taraf halusinasi menuju industrialisasi tentunya akan mempengaruhi peningkatan mobilisasi masyarakat/mobilitas masyarakat yang meningkat otomatisasi terjadi peningkatan penggunaan alat-alat 11
dan arus balik hari raya idul fitri, Kecelakaan tersebut sering kali menyebabkan cidera tulang atau disebut fraktur (Askep Kesehatan, 2009). Intensitas berasal dari bahasa latin yaitu intentio yang berarti ukuran kekuatan, keadaan tingkatan atau ukuran intensnya. Misalnya intensitas energy yang dibawa gelombang, intensitas bunyi (kuat bunyi), dan intensitas cahaya (kuat cahaya).Pengertian intensitas bunyi yaitu energy bunyi yang tiap detik (daya bunyi) yang menembus bidang setiap satuan luas permukaan secara tegak lurus. Sedangkan pengertian intensitas cahaya adalah banyaknya fluks cahaya yang menembus bidang per satuan sudut ruang. Intensitas cahaya adalah besaran pokok fisika untuk mengukur daya yang dipancarkan oleh suatu sumber cahaya pada arah tertentu per satuan sudut. Satuan SI dari intensitas cahaya adalah Candela (Cd). Dalam bidang optika dan fotometri (fotografi), kemampuan mata manusia hanya sensitif dan dapat melihat cahaya dengan panjang gelombang tertentu (spektrum cahaya nampak) yang diukur dalam besaran pokok ini (Wikipedia, ). Nyeri mungkin suatu hal yang tidak asing bagi kita. Nyeri menjadi alasan yang paling banyak dan paling umum dikeluhkan seorang pasien untuk mencari perawatan kesehatan dibandingkan keluhan-keluhan lainya (Prasetyo, 2010). Menurut The International Association for the Study of Pain (1979), dalam (Prasetyo, 2010), nyeri sebagai suatu sensori subjektif dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan
kerusakan jaringan yang bersifat aktual atau potensial atau yang dirasakan dalam kejadian-kejadian dimana terjadi kerusakan. Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan oleh individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual dan kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling mungkin adalah menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri. Namun, pengukuran dengan tehnik ini juga tidak dapat memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri (Tamsuri, 2007). Nyeri sering kali menjadi gejala yang paling menimbulkan masalah dan ketakutan, tetapi gejala lain seperti sesak nafas, mual dan muntah, kakeksia, keletihan, dan konfusi dapat menjadi sumber dari penderitaan (Kemp, 2010). Rasa nyaman berupa terbebas dari rasa yang tidak nyaman atau tidak menyenangkan adalah suatu kebutuhan individu maupun semua orang. Nyeri merupakan perasaan yang tidak menyenangkan yang terkadang dialami individu. Kebutuhan terbebas dari rasa nyeri itu merupakan salah satu kebutuhan dasar yang merupakan tujuan diberikanya asuhan keperawatan pada seorang pasien di rumah sakit (Prasetyo, 2010). Rasa nyeri merupakan stresor yang dapat menimbulkan stress dan ketegangan dimana individu dapat berespon secara biologis dan prilaku yang menimbulkan respon fisik dan psikis. Respon fisik meliputi perubahan keadaan umum, wajah, 126
denyut nadi, pernafasan, suhu badan, sikap badan dan apabila nafas makin berat dapat menyebabkan kolaps kardiovaskuler dan syok. Sedangkan respon fsikis akibat nyeri dapat merangsang respon stress yang dapat mengurangi sistem imun dalam peradangan, serta menghambat penyembuhan respon yang lebih parah akan mengarah pada ancaman merusak diri sendiri (Corwin, 2001, dalam Nova, 2009). Nyeri merupakan siksaan terburuk yang menurunkan kemaunan untuk mencapaikan sesuatu dalam hidup, bahkan menjadi sesuatu pengalaman yang menakutkan dan kurang menyenangkan akibat pengelolaan nyeri yang tidak adekuat. Nyeri yang parah dan serangan mendadak bila segera tidak segera diatasi akan berpengaruh pada peningkatan tekanan darah, takikardi, pupil melebar, diaphoresis dan sekresi adrenal medula. Dalam situasi tertentu dapat pula terjadi penurunan tekanan darah yang akan mengakibatkan timbulnya syock (Barbara. C, dalam Zulaik M, 2008). Menurut ganong (1990) dalam (Lukman & Ningsih, 2011) nyeri dinamakan pengiring psikis bagi refleks pelindung, yang menentukan yang menetukan rangsang nyeri, umumnya menimbulkan gerakan mengelak dan menghindar yang kuat, di antaranya parasaan karena mengandung unsur emosional yang khas. Menurut World Health Organization (WHO) mencatattahun 2009 terdapat dari 7 juta orang meninggal dikarenakan insiden kecelakaan dan sekitar 2 juta orang mengalami kecacatan fisik. Salah satu insiden kecelakaan yang memiliki prevalensi
cukup tinggi yakni fraktur ekstremitas bawah yakni sekitar 46,2% dari insiden kecelakaan yang terjadi. Fraktur merupakan suatu keadaan dimana terjadi disentegritas tulang, penyebab terbanyak adalah insiden kecelakaan, tetapi faktor lain seperti proses degeneratif juga dapat berpengaruh terhadap kejadian fraktur (Depkes RI, 2009). Fraktur adalah diskontinuitas dari jaringan tulang yang biasanya disebabkan adanya kekerasan yang timbul secara mendadak. Fraktur dapat terjadi akibat trauma langsung maupun trauma tidak langsung. Fraktur juga dapat terjadi dengan patahan tulang dimana tulang berada didalam/fraktur tertutup atau di luar dari kulit/fraktur terbuka (Paula dkk, 2009). Umumnya fraktur disebabkan oleh trauma atau aktifitas fisik dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang. Fraktur lebih sering terjadi pada laki-laki dari pada perempuan dengan umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan dan luka yang disebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor. Sedangkan pada usia lanjut (lansia) prevalensi cenderung lebih banyak terjadi pada wanita berhubungan dengan adanya osteoporosis yang terkait dengan perubahan hormone pada monopause (Lukman & Ningsih, 2011). Trauma yang timbul dapat menyebabakan fraktur ekstremitas bawah. Salah satunya adalah fraktur pada tibia. Patah tulang tibia (kering) disebabakan oleh gaya varus atau valgus yang dikombinasikan dengan gaya axial. Hal ini sering disebabkan karena kecelakaan pada pejalan kaki yang tertabrak mobil, kecelakaan 127
motor, olahraga (sepak bola), selain itu bisa juga disebabkan jatuh dari ketinggian (Scribd, 2008). Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari pada yang diabsorbsinya. Fraktur pada tulangdapat menyebabkan edema jaringan lemak, persarafan ke otot dan sendi terganggu, rupture tendone, kerusakan saraf dan kerusakan pembuluh darah (Suratun, dkk, 2008). Tanda dan gejala fraktur yaitu: nyeri hebat di tempat fraktur, tak mampu menggerakkan ekstremitas bawah, rotasi luar dari kaki lebih pendek, diikuti tanda gejala fraktur secara umum, seperti: fungsi berubah, bengkak, kripitasi, sepsis pada fraktur terbuka, serta deformitas. Dampak masalah yang juga mungkin akan timbul pada/terhadap klien akibat fraktur adalah: masalah biologis, psikologis, sisiologis (sosial), dan spritual. Sedangkan masalah yang ditimbulkan pada keluarga dengan salah satu anggota keluarganya terkena fraktur adalah timbulnya kecemasan akan keadaan klien, apakah nanti akan timbul kecacatan atau akan sembuh total. Koping yang tidak efektif bisa ditempuh keluarga, untuk itu peran perawat disini sangat vital dalam memberikan penjelasan terhadap keluarga. Masalah-masalah diatas timbul saat klien masuk rumah sakit, sedang masalah juga bisa timbul saat klien pulang dan tentunya keluarga harus bisa merawat, memenuhi kebutuhan klien. Hal ini tentunya menambah beban bagi keluarga dan bisa menimbulkan konflik dalam keluarga (Ilmu Kita, ).
Salah satu intervensi keperawatan untuk pasien fraktur khususnya fraktur ekstremitas bawah dengan rasa nyeri yang ringan, sedang, bahkan berat dapat dilakukan suatu cara/metode yang mana metode tersebut gunanya untuk mengurangi rasa nyeri (intensitas iyeri) atau bahkan menghilangkan rasa nyeri baik yang bersifat sementara maupun menetap, sebagian maupun secara keseluruhan, yaitu dengan metode Latihan Ditraksi. Distraksi yaitu suatu metode untuk menghilangkan nyeri dengan cara mengalihkan perhatian klien pada hal-hal lain sehingga klien akan lupa terhadap nyeri yang dialaminya (Kusyati, 2007). Tehnik latihan Distraksi dapat mengatasi nyeri berdasarkan teori bahwa aktivasi retikuler menghambat stimulus nyeri. Jika seseorang menerima input sensori yang berlebihan dapat menyebabkan terhambatnya impuls nyeri ke otak (nyeri berkurang atau tidak dirasakan oleh klien) (Tamsuri, 2007). Stimulus yang menyenangkan dari luar juga dapat merangsang sekresi endorfin, sehingga stimulus nyeri yang dirasakan oleh klien menjadi berkurang. Peredaan nyeri secara umum berhubungan langsung dengan partisipasi aktif individu, banyaknya modalitas sensori yang digunakan dan minat individu dalam stimulasi, oleh karena itu, stimulasi penglihatan, pendengaran dan sentuhan mungkin akan lebih efektif dalam menurunkan nyeri dibanding stimulasi satu indera saja (Tamsuri, 2007). Masssage (pijatan) juga bisa dijadikan salah satu cara untuk menurunkan rasa nyeri. Pijatan 128
berfungsi untuk mengendorkan dan melemaskan otot-otot syaraf pada bagian nyeri yang mengalami ketegangan. Tehnik pijatan pun sangat mudah untuk dilakukan yaitu dengan cara remasan, selang-seling tangan, gesekan, eflurasi, petriasi dan tekanan menyikat (Asmadi, 2008). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Jihan Rabi’al menunjukkan bahwa intensitas nyeri menurun setelah terapi distraksi diberikan pada pasien kanker dengan nyeri kronis yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan tahun 2009. Jihan Rabi’al mengatakan bahwa tehnik distraksi adalah pengalihan dari fokus perhatian terhadap nyeri ke stimulus yang lain. Tehnik latihan Distraksi dapat mengatasi nyeri berdasarkan teori bahwa aktivasi retikuler menghambat stimulus nyeri. Jika seseorang menerima input sensori yang berlebihan dapat menyebabkan terhambatnya impuls nyeri ke otak (nyeri berkurang atau tidak dirasakan oleh klien). Salah satu kerugian tindakan ini (Distraksi) yang perlu dipikirkan adalah apabila stimulasi distraksi berakhir maka nyeri yang dirasakan biasanya semakin bertambah berat. Oleh karena alasan tersebut, penggunaan tehnik distraksi lebih efektif digunakan ketika hendak membebaskan nyeri sebentar saja seperti saat onset dari pemberian obat analgesik, atau pada saat perawat baru menyiapkan obat analgesik (Prasetyo, 2010). Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di Rumah Sakit Umum Daerah Sembiring Delitua, didapatkan data pasien pada tahun 2010, yang mengalami fraktur
ekstremitas bawah setiap tahunnya sebanyak 26 pasien, dan pada tahun 2011 sebanyak 30 pasien setiap tahunya. Dan dari 30 pasien yang mengalami fraktur ekstremitas bawah, permasalahan yang paling sering terjadi yaitu yang berhubungan dengan rasa nyeri. Hal ini dapat diamati atau diobservasi berdasarkan keadaan pasien yang masih mengalami: Nyeri dibagian fraktur, meringis kesakitan, gelisah, susah tidur, cemas, kelelahan/keletihan. Serta belum terlaksananya secara efektif tindakan keperawatan yang dapat mengatasi atau mengurangi rasa nyeri (intensitas nyeri) pada pasien fraktur ekstremitas bawah berupa latihan distraksi. Tujuan Penelitian Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui Perbedaan Intensitas Nyeri Pada Pasien Post Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah Sebelum dan Sesudah Latihan Distraksi di Rumah Sakit Umum Daerah Sembiring Delitua Tahun . Tujuan khusus pada penelitian ini adalah: 1. Untuk melihat intensitas nyeri pada pasien post operasi fraktur ekstremitas bawah sebelum diberikan tindakan latihan distraksi. 2. Untuk melihat intensitas nyeri pada pasien post operasi fraktur ekstremitas bawah setelah diberikan tindakan latihan distraksi.
129
tertentu hingga dianggap dapat mewakili populasinya (Sastroasmoro, dkk, 2010). Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh penderita Fraktur Ekstremitas Bawah yang dirawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Sembiring Delituatahun . Jumlah sampel yang diangkat/diambil peneliti selama melakukan penelitian di Rumah Sakit Umum Daerah Sembiring Delitua Tahun yaitu berjumlah 6 orang yang mengalami nyeri pada bagian fraktur Tehnik sampling dalam penelitian ini adalahAccidental sampling yaitu dengan mengambil kasus atau responden yang kebetulan ada atau tersedia di suatu tempat sesuai dengan konteks penelitian (Notoatmodjo, 2010).
METODE PENELITIAN Jenis penelitian merupakan bentuk rancangan yang digunakan dalam melakukan prosedur penelitian. Desain penelitian yang digunakan adalah Quasi Eksperimen (eksperimen semu) dengan pendekatan Time Series Design yang dilakukan dengan cara melakukan observasi (pengukuran yang berulang-ulang), sebelum dan sesudah dilakukanya tindakan/perlakuan. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ini akan dilakukan di Rumah Sakit Umum DaerahSembiring Delitua. Adapun alasan peneliti memilih lokasi tersebut sebagai lahan penelitian adalah berdasarkan hasil studi pendahuluan belum terpenuhinya penurunan rasa nyeri pada pasien fraktur ekstremitas bawah serta belum terlaksananya secara efektif latihan distraksi yang bertujuan untuk mengurangi rasa nyeri (intensitas nyeri) pada pasien fraktur ekstremitas bawah. Waktu penelitian ini direncanakan mulai pada bulan Juli – September 2013.
Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek dan proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu penelitian (Notoatmodjo, 2010). Dalam penelitian ini data yang dikumpulkan adalah data ordinal. Metode pengumpulan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan observasi yaitu suatu prosedur berencana, yang antara lain meliputi melihat, mendengar dan mencatat sejumlah dan taraf aktivitas tertentu yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti (Notoatmodjo, 2010). Instrumen atau alat pengumpulan data pada variabel dependen adalah lembar observasi dengan uraian pengamatan sebelum dan sesudah dilakukan tindakan/perlakuan latihan distraksi, dan pada variabel independen peneliti menggunakan prosedur latihan distraksi yang
Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian adalah keseluruhan subjek penelitian (misalnya; klien) yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan (Arikunto, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penderita Fraktur Ekstremitas Bawah yang dirawat inap di Rumah Sakit Umum DaerahSembiring Delituatahun . Sampel adalah bagian (subset) dari populasi yang dipilih dengan cara 130
diberikan pada pasien Fraktur Ekstermitas Bawah yang dirawat inap di Rumah Sakit Umum DaerahSembiring Delitua.
menggunakan lembar observasi dengan kategori penilaian sebagai berikut : 1. Skala 0 : Tidak Nyeri 2. Skala 1-3 : Nyeri ringan, secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik. 3. Skala 4-6 : Sedang, secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapatmenunjukkanlokasinyeri,da patmendeskripsikanya,dapat mengikuti perintah dengan baik. 4. Skala 7-9 : Berat, secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikanya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang/dalam dan distraksi. 5. Skala10 : Sangat berat, pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi, responya memukul berteriak dan menangis. Latihan distraksi tersebut diulang sebanyak 2 kali dalam sehari selama 15 menit untuk melihat adanya penurunan rasa nyeri (intensitas nyeri) pada pasien fraktur ekstremitas bawah dengan latihan distraksi di Rumah Sakit Umum Daerah Sembiring Delitua.
Variabel dan Defenisi Operasional Variabel adalahkarakteristik yang diamati yang mempunyai variasi nilaidan merupakan operasionalisasi dari suatu konsep agar dapat diteliti secara empiris atau ditentukan tingkatanya (Arikunto, 2010). Jenis variabel dalam penelitian ini adalah: Variabel independen dalam penelitian ini adalah latihan distraksi. Variabel dependent dalam penelitian ini adalah penurunan rasa nyeri (intensitas nyeri). Defenisi operasional Latihan DistrakMemberikan latihan distraksi yang dilakukan dengan cara bernafas pelan-pelan, mendengarkan lagu sambil menepuk-nepukan jari tangan atau kaki, membayangkan hal-hal yang indah sambil menutup mata, menonton TV, indikator latihan distraksi adalah memberikan latihan distraksi. Penurunan rasa nyeri (intensitas nyeri)Distraksi adalah suatu tindakan yang bertujuan memberikan pengalihan perhatian seseorang/klien ke hal-hal lain di luar rasa nyeri. Kebutuhan distraksi sangat mempengaruhi tingkat kenyamanan klien yang mengalami nyeri. Indikator penurunan rasa nyeri (intensitas nyeri)adalah tidak adanya rasa nyeri (hilang).
Metode Analisa Data Metode analisa data pada penelitiann ini adalah bivariat, analisis ini diperlukan untuk menjelaskan ada pengaruh atau perbedaan yang signifikan antara variabel independent dengan variabel
Metode Pengukuran Data Pada variabel dependent penurunan rasa nyeri (intensitas nyeri) diukur sebelum dan sesudah melakukan latihan distraksi dengan 131
dependent.Analisis bivariat dilakukan setelah karakteristik masing-masing variabel diketahui. Data dianalisis untuk untuk perhitungan bivariat pada penelitian ini menggunakn ujipaired samplet – test dengan taraf signifikan tingkat kepercayaan 95% (α 0,05) dan dibantu dengan menggunakan program komputerisasi. Jika nilai P ≤ 0,05 (α) maka HO ditolak dan HA diterima. HASIL PENELITIAN PEMBAHASAN
Karakteristik Responden Umur 1. 10 - 25 Tahun 2. 26 50Tahun Total
N 4
Persent ase (%) 66,7
2
33,3
6
100
Berdasarkan data dari tabel di atas dapat dilihat bahwa jumlah responden mayoritas yang berumur 10-25 tahun sebanyak 4 responden (66,7%), dan responden yang berumur 26-50 tahun sebanyak 2 responden (33,3%).
DAN
b. Jenis Kelamin Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di Rumah Sakit Umum Daerah Sembiring Delitua Tahun .
Hasil Penelitian Karakteristik Responden Telah dilakukan penelitian terhadap 6 responden sesuai dengan data yang dibutuhkan dalam pengumpulan data penelitian yang berjudul Perbedaan Intensitas Nyeri Pada Pasien Post Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah Sebelum Dan Sesudah Latihan Distraksi Di Rumah Sakit Umum Daerah Sembiring Delitua Tahun . Karakteristik responden dalam penelitian ini meliputi: umur, jenis kelamin, pekerjaan, dan pendidikan. Karakteristik responden dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:
Karakteristik Responden Jenis 1. Laki-laki Kelamin 2. Perempuan
N 4
Persent ase (%) 66,7
2
33,3
Total
6
100
Berdasarkan data dari tabel di atas dapat dilihat bahwa jumlah responden berdasarkan jenis kelamin maka yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 4 orang (66,7%), dan yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 2 orang (33,3%).
a. Umur Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Umur Yang Mengalami Fraktur Ekstremitas Bawah di Rumah Sakit Umum Daerah Sembiring Delitua Tahun .
c. Pekerjaan Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan di Rumah Sakit Umum Daerah Sembiring Delitua Tahun .
132
Karakteristik Responden Pekerjaan 1. Pelajar
N Persentase (%) 2 33,3
2. Karyawan
3
50,0
3. PNS
1
16,7
6
100
Total
Berdasarkan data dari tabel di atas dapat dilihat bahwa jumlah responden yang berdasarkan pekerjaan maka yang pekerjaan sebagai pelajar sebanyak 2 orang (33,3%), karyawan sebanyak 3 orang (50,0%), PNS sebanyak 1 orang (16,7%).
Distribusi Frekuensi Kategori Responden Berdasarkan Intensitas Nyeri Pada Pasien Fraktur Ekstremitas Bawah Sebelum Diberikannya Latihan Distraksi.
d. Pendidikan Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan di Rumah Sakit Umum Daerah Sembiring Delitua Tahun . Karakteristik Responden Pendidikan 1. SMP
N
Persentase (%)
1
16,7
2. SMA
3
50,0
3. Sarjana
2
33,3
6
100
Total
Intensitas nyeri sebelum dilakukan terapi latihan distraksi dapat dilihat dari keadaan responden, responden dapat menunjuk atau mengatakan kira-kira berapa intensitas nyeri/skala nyeri yang dirasakan oleh responden yang mengalami fraktur ekstremitas bawah sebelum diberikannya terapi latihan distraksi.
Karakteristik
Kategori
Intensitas nyeri sebelum diberikan Latihan Distraksi
1. Tidak ada Nyeri 2. Nyeri Ringan 3. Nyeri Sedang 4. Nyeri Berat 5. Nyeri Sangat Berat
Juml ah 0
Persen tase (%) 0
1
16,7
2
33,3
3
50,0
0
0
6
100
Berdasarkan data dari tabel di atas hasil penelitian menunjukkan bahwa, responden yang mengatakan intensitas nyeri yang dirasakan kategori tidak nyeri yaitu tidak ada responden yang mengatakan tidak ada nyeri, untuk kategori nyeri ringan sebanyak 1 orang (16,7%), kategori nyeri sedang sebanyak 2 orang (33,3%), kategori nyeri berat sebanyak 3 orang (50,0%), dan kategori nyeri sangat berat tidak ada responden atau 0.
Berdasarkan data dari tabel di atas dapat dilihat bahwa jumlah responden yang berdasarkan pendidikan, maka yang berpendidikan SMP sebanyak 1 orang (16,7), SMA sebanyak 3 orang (50,0%), dan Sarjana (33,3%). Tabulasi Hasil Univariat a. Intensitas Nyeri Pada Pasien Fraktur Ekstremitas Bawah Sebelum Diberikan Latihan Distraksi
b. Intensitas Nyeri Pada Pasien Fraktur Ekstremitas Bawah Sesudah Diberikan Latihan Distraksi 133
Intensitas nyeri setelah dilakukan terapi latihan distraksi dapat dilihat dengan cara melihat ekspresi wajah responden atau menanyakan langsung berapa kira-kira intensitas nyeri/skala nyeri yang dirasakan oleh responden dengan penilaian/instrumen yang telah di siapkan oleh peneliti (lembar obseservasi) setelah diberikannya terapi latihan distraksi.
bawah dengan intensitas nyeri sebelum diberi terapi latihan distraksi. Tabulasi Hasil Bivariat Variabel terapi latihan distraksi (p<0,005) yang menunjukkan perbedaan secara signifikan dengan intensitas nyeri fraktur ekstremitas bawah sebelum dan sesudah diberi terapi terapi latihan distraksi yang memiliki nilai p<0,05. Melalui hasil uji statistik dari Paired Sample T-Test dapat dilihat kekuatan perbedaan dari variabel independen terhadap variabel dependen secara kuantitatif yaitu variable latihan distraksi dengan intensitas nyeri menunjukan perbedaan yang sangat kuat (0,004) dan berpola positif, artinya semakin sering responden fraktur ekstremitas bawah diberi terapi latihan distraksi, maka berkurang pula intensitas nyeri yang dirasakan. Responden yang mengalami perubahan setelah diberikan latihan distraksi yaitu responden yang mengalami penurunan rasa nyeri/intensitas nyeri. Misalnya nyeri sebelum terapi latihan distraksi yang awalnya mengalami nyeri berat sebanyak 3 orang, sedangkan nyeri sedang sebanyak 2 orang (33,3%), dan nyeri ringan sebanyak 1 orang (16,7%). Sedangkan nyeri sesudah diberi terapi latihan distraksi terdapat nyeri sedang sebanyak 3 orang (50,0%), dan nyeri ringan sebanyak 3 orang (50,0%). Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan uji Paired Sample T-Test menunjukkan bahwa signifikansi yaitu 0,004 yang berarti signifikansi ≤ 0,05. Maka hipotesa dalam penelitian ini diterima yang berarti ada perbedaan yang signifikan terhadap penurunan
Distribusi Frekuensi Kategori Responden Berdasarkan Intensitas Nyeri Pada Pasien Fraktur Ekstremitas Bawah Sesudah Diberikannya Latihan Distraksi. Karakteristik
Kategori
Jumlah
Intensitas nyeri sesudah diberikan Latihan Distraksi
1. Tidak ada Nyeri 2. Nyeri Ringan 3. Nyeri Sedang 4. Nyeri Berat 5. Nyeri Sangat Berat
0
Persentase (%) 0
3
50,0
3
50,0
0
0
0
0
6
100
Total
Berdasarkan data dari tabel di atas hasil penelitian menunjukkan bahwa, responden yang mengatakan intensitas nyeri yang dirasakan kategori tidak ada nyeri yaitu tidak ada responden yyang menyatakan tidak ada nyeri, kategori nyeri ringan sebanyak 3 orang, (50,0%), kategori nyeri sedang sebanyak 3 orang (50,0%), kategori nyeri berat tidak ada responden, dan kategori nyeri sangat berat juga tidak ada responden yang mengatakan nyeri sangat berat. Hal ini menunjukkan ada perubahan intensitas nyeri yang terjadi setelah pemberian terapi latihan distraksi pada responden fraktur ekstremitas 134
rasa nyeri pada pasien fraktur ekstremitas bawah dengan intensitas nyeri sebelum dan sesudah dilakukanya terapi latihan distraksi. Perbedaan Rerata Antara Sebelum Dan Sesudah Latihan Distraksi. Perbedaan Rerata Antara Sebelum Dan Sesudah Latihan Distraksi Rerata Sebelum Latihan Distraksi = 3,33 Rerata Sesudah Latihan Distraksi = 2,50 Rerata Sebelum Dan Sesudah Latihan Distraksi = 0,833 Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan uji Paired Sample TTest menunjukkan bahwa rerata sebelum latihan distraksi = 3,33, rerata sesudah latihan distraksi yaitu = 2,50, dan rerata sebelum dan sesudah latihan distraksi yaitu = 0,833. Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang positif dan signifikan antara sebelum dan sesudah latihan distraksi.
nyeri) sebelum diberikan latihan distraksi yaitu: responden yang tidak mengalami nyeri/tidak ada nyeri yaitu tidak ada responden, responden yang mengalami nyeri ringan sebanyak 1 orang (16,7%), responden yang mengalami nyeri sedang sebanyak 2 orang (33,3%), responden yang mengalami nyeri berat sebanyak 3 orang (50,0%), dan responden yang mengalami nyeri sangat berat yaitu tidak ada responden. Intensitas Nyeri Pada Pasien Post Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah Sesudah Latihan Distraksi Dalam menurunkan rasa nyeri (intensitas nyeri) pada pasien post operasi fraktur ekstremitas bawah dapat disarankan untuk melakukan latihan distraksi. Perbedaan Intensitas Nyeri Pada Pasien Post Operasi Fraktur Ektremitas Bawah Di Rumah Sakit Umum Daerah Sembiring Delitua Tahun Dari hasil penelitian bahwa responden yang mengalami perubahan rasa nyeri (intensitas nyeri) setelah dilakukanya latihan distraksi yaitu : responden yang awalnya mengalami nyeri berat sebanyak 3 orang (50,0%) turun/berubah menjadi nyeri sedang, responden yang awalnya mengalami nyeri sedang sebanyak 2 orang (33,3%), turun/berubah menjadi nyeri ringan, dan responden yang mengalami skala nyeri ringan yangawalnya 1 orang (16,7%), turun/berubah menjadi tidak merasakan nyeri/tidak ada nyeri. Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan uji Paired Sample T-
Pembahasan Intensitas Nyeri Pada Pasien Post Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah Sebelum Latihan Distraksi Salah satu penyebab fraktur ekstremitas bawah dikarenakan oleh trauma atau aktivitas fisik dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang. Fraktur ekstremitas bawah adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang terjadi pada ekstremitas bawah yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa. Dari hasil distribusi frekuensi dapat dilihat bahwa responden yang mengalami intensitas nyeri (rasa 135
Test menunjukkan bahwa rerata sebelum latihan distraksi yaitu = 3,33, rerata sesudah latihan distraksi yaitu = 2,50 dan rerata sebelum dan sesudah latihan distraksi yaitu = 0,833. Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang positif dan signifikan antara sebelum dan sesudah diberikanya latihan distraksi.
pasien fraktur ekstremitas bawah dengan rasa nyeri (intensitas nyeri) sebelum dan sesudah diberikanya latihan distraksi. Hipotesa dalam penelitian ini diterima yaitu adanya Perbedaan Intensittas Nyeri Pada Pasien Post Operasi Fraktur Ekstrenmitas Bawah Sebelum Dan Sesudah Latihan Distraksi Di Rumah Sakit Umum Daerah Sembiring Delitua Tahun berdasarkan analisa bivariat dengan nilai signifikansinya adalah 0,004.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 6 responden/klien bahwa responden yang mengalami penurunan rasa nyeri (intensitas nyeri), yaitu dapat di simpulkan bahwa : Responden yang awalnya mengalami nyeri berat sebanyak 3 orang (50,0%) turun/berubah menjadi nyeri sedang, responden yang awalnya mengalami nyeri sedang sebanyak 2 orang (33,3%), turun/berubah menjadi nyeri ringan, dan responden yang mengalami skala nyeri ringan yang awalnya 1 orang (16,7%), turun/berubah menjadi tidak merasakan nyeri/tidak ada nyeri. Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan uji Paired Sample TTest menunjukkan bahwa rerata sebelum latihan distraksi yaitu = 3,33, rerata sesudah latihan distraksi yaitu = 2,50 dan rerata sebelum dan sesudah latihan distraksi yaitu = 0,833. Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang positif antara sebelum dan sesudah diberikanya latihan distraksi dengan signifikansi yaitu 0,004 yang berarti signifikansi ≤ 0,05. Maka hipotesa dalam penelitian ini diterima yang berarti ada perbedaan yang signifikan terhadap penurunan rasa nyeri pada
Saran Bagi Rumah Sakit Umum Daerah Sembiring Delitua Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan atau masukan serta sebagai bahan bacaan dan imformasi tambahan bagi pihak Rumah Sakit guna untuk meningkatkan kualitas pemberian pelayanan khususnya pada pasien fraktur dengan gangguan rasa nyeri (intensitas nyeri). Bagi Pasien Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan dan tambahan pengetahuan baru bagi pasien tentang pentingnya latihan distraksi terhadap penurunan rasa nyeri (intensitas nyeri) yang sedang dialaminya. Bagi Perawat Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan acuan atau pedoman juga tambahan pengetahuan bagi tenaga kesehatan (perawat) dalam melakukan tindakan asuhan keperawatan pada pasien fraktur ekstremitas bawah yang mengalami gangguan rasa nyeri (intensitas nyeri) dengan cara/metode latihan distraksi. Bagi Intitusi Pendidikan 136
Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan imformasi atau bacaan tambahan baru di perputakaan untuk menambah ilmu pengetahuan mahasiswa/i Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan MEDISTRA Lubuk Pakam. Bagi Peneliti Diharapkan penelitian ini dapat memberi pengalaman dan wawasan bagi peneliti serta dapat menambah pengetahuan dan mengembangkanya untuk penelitian berikutnya dalam bidang keperawatan. Serta sebagai pengaplikasian ilmu yang telah didapatkan peneliti selama perkuliahan di Program Studi Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan MEDISTRA Lubuk Pakam.
Kidd, Pamela S., dkk. 2011. PedomanKeperawatan Emergensi Edisi 2.Jakarta: Buku Kedokteran EGC Krisanti, Paula, dkk. 2009. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta: TIM Kusyati, Eni. 2007. Keterampilan dan Prosedur Laboratorium.Jakarta: Buku Kedokteran EGC Lukman. Ningsih, N. 2011. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal.Jakarta: Salemba Medika Musliha. 2010. Keparawatan Gawat Darurat.Yogyakarta: Nuha Medika Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal.Jakarta: Buku Kedokteran EGC Muttaqin, Arif, dkk. 2009. Asuhan Keperawatan Perioperatif Konsep, proses, dan Aplikasi.Jakarta: Salemba Medik Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metode Penelitian Kesehatan Edisi Revisi.Jakarta: PT. Rineka Cipta Nursallam. 2009. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmun Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika Prasetyo, Sigit Nian. 2010. Konsep dan Proses Keperawaatan Nyeri.Jakarta: Graha Ilmu Suratun, dkk. 2008. Seri Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem Muskuloskletal.Jakarta: Buku Kedokteran EGC
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktik Edisi Revisi 2010.Jakkarta: PT Rineka Cipta Asmadi. 2008. Teknik Prosedural Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien.Jakarta: Salemba Medika Hidayat, A.Aziz Alimul. 2009. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia, Aplikasi Konsep dan Proses Keperawatan.Jakarta: Salemba Medika Kemp, Charles. 2010. Klien Sakit Terminal, Seri Asuhan Keperawatan Edisi 2. Jakarta: Buku Kedokteran EGC 137
Tamsuri, Anas. 2007. Konsep dan Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta: Buku Kedokteran EGC . 2007. Perngertian Intensitas Nyeri.
138
PERBEDAAN SKALA KEKUATAN OTOT EKSTREMITAS SEBELUM DAN SESUDAH DILAKUKAN TINDAKAN RANGE OF MOTION (ROM) PASIF PADA PASIEN STROKE DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DELI SERDANG LUBUK PAKAM
ABSRAK Penerapan latihan Range of Motion (ROM) pasif pada pasien dengan keterbatasan gerak khususnya pasien stroke di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam masih belum terlaksanakan dengan baik. Hal ini diduga berdasarkan survey awal yang dilakukan peneliti bahwa masih ditemukan keadaan pasien yang telah dirawat 7-14 hari dengan kondisi yang berbaring, kekuatan otot yang lemah bahkan tidak ada kontraksi dan semua pemenuhan kebutuhan pasien dengan bantuan alat maupun perawat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan skala kekuatan otot sebelum dan sesudah dilakukan tindakan Range of Motion (ROM) pasif pada pasien stroke di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam . Jenis penelitian pra Experimen dengan rancangan one Group Pretest Postest. Populasi adalah seluruh pasien stroke sejumlah 42 orang. Sampel penelitian ini berjumlah 6 orang, diambil dengan menggunakan tehnik accidental sampling. Data dikumpulan melalui observasi langsung dengan menggunakan lembar observasi. Analisis data menggunakan uji dependen sample paired t-test pada taraf kepercayaan 95%. Berdasarkan analisis diketahui ada perbedaan yang signifikan antara : variabel latihan range of motion pasif dengan peningkatan kekuatan otot (sig=0,004). Ada perbedaan yang signifikan antara latihan range of motion pasif terhadap peningkatan kekuatan otot (nilai sig2-tailed =0,004). Berdasarkan hasil penelitian disarankan kepada Manajemen RSUD Deli Serdang untuk meningkatkan pelayanan keperawatan khususnya mengenai penerapan tindakan range of motion (ROM) pasif yang bertujuan untuk meningkatkan kekuatan otot pada pasien stroke. mengalami kecacatan yang permanen. Berdasarkan data NCHS (National Center of Health Statistics), stroke menduduki urutan ketiga penyebab kematian di Amerika setelah penyakit jantung dan kanker (Heart Disease and Stroke Statistics—2010 Update: A Report from American Heart Association). Dari data National Heart, Lung, and Blood Institute tahun 2008, sekitar 795.000 orang di Amerika Serikat mengalami stroke setiap tahunnya. Dengan 610.000 orang mendapat serangan stroke untuk pertama kalinya dan 185.000
Latar Belakang Badan Kesehatan Dunia World Health Organization (WHO) telah memperkirakan sekitar 15 juta orang terserang stroke setiap tahunnya. Stroke merupakan penyebab kematian utama urutan kedua pada kelompok usia di atas 60 tahun, dan urutan kelima penyebab kematian pada kelompok usia 15-59 tahun. Berdasarkan data WHO pada tahun 2010, setiap tahunnya terdapat 15 juta orang di seluruh dunia menderita stroke. Diantaranya ditemukan jumlah kematian sebanyak 5 juta orang dan 5 juta orang lainnya 25
orang dengan serangan stroke berulang (Heart Disease and Stroke Statistics_2010 Update: A Report From the American Heart Association). Setiap 3 menit didapati seseorang yang meninggal akibat stroke di Amerika Serikat (Marlina, 2012). Di Indonesia penyakit ini menduduki posisi ketiga selain jantung dan kanker sebanyak 28,5% penderita stroke meninggal dunia. Sisanya menderita kelumpuhan sebagian maupun total. Hanya 15% saja yang dapat sembuh total dari serangan stroke atau kecacatan. Yayasan stroke Indonesia (Yastroki) menyebutkan bahwa 63,52 per 100.000 penduduk Indonesia berumur di atas 65 tahun di tafsir terjangkit stroke. Setengah juta penduduk disini akan terjangkit penyakit itu. Sedangkan jumlah orang yang meninggal dunia di perkirakan 125.000 jiwa per tahun (Alfred Sutrisno, 2007). Pemerintah pusat melalui Departemen Kesehatan menyatakan telah terjadi Kejadian luar biasa Stroke Nasional Tahun 2007 hingga awal Oktober, Stroke merupakan penyebab kematian dan kecacatan utama di hampir seluruh Rumah Sakit di indonesia yaitu sebesar 15.4% Angka kejadian stroke meningkat dari tahun ke tahun. Menkes berharap Rumah Sakit Pusat Otak Nasional dapat menjadi insfastor bagi pihat swasta untuk membangun fasilitas serupa di wilayah lain, mengingat masih besarnya potensi pasar yang tidak akan sanggup kerja sama dengan semua pihak baik di dalam maupun di luar negeri dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan
kesehatan otak dan saraf Indonesia ( Depkes, 2011). Dari hasil data survei awal yang dilakukan oleh peneliti di RSUD Deli Serdang pada tahun 2010, didapat data angka kejadian untuk penyakit stroke sebanyak 140 orang, dimana angka kejadian untuk stroke iskemik adalah sebanyak 80 orang dan angka kejadian pada stroke hemoragik adalah sebanyak 60 orang. Sedangkan pada tahun 2011 angka kejadian penyakit stroke mengalami peningkatan, yaitu dengan jumlah 157 orang dimana angka kejadian stroke iskemik adalah sebanyak 67 orang dan untuk angka kejadian stroke hemoragik adalah 90 orang. Pada bulan januari sampai maret terdapat 42 orang yang mengalami stroke, dimana angka kejadian stroke iskemik 23 orang dan angka kejadian stroke hemoragik 19 orang (Rekam Medik RSUD Deli Serdang, 2012).
Perumusan Masalah Adapun perumusan masalah pada penelitian ini yaitu apakah ada perbedaan skala kekuatan otot ekstremitas sebelum dan sesudah dilakukan tindakan ROM (Range of Motion) pasif pada pasien stroke. Di Rumah Sakit Umum Daerah Deli Serdang Lubuk Pakam . Tujuan Penelitian Mengetahui perbedaan skala kekuatan otot ekstremitas sebelum dan sesudah dilakukan tindakan ROM (Range of Motion) pasif pada pasien stroke di Rumah Sakit Umum Daerah Deli Serdang Lubuk Pakam. Untuk mengetahui karakteristik responden dan penderita stroke di 26
Rumah sakit Umum Deli Serdang Lubuk Pakam . Untuk mengetahui perbedaan kekuatan otot pada ekstremitas atas dan bawah sebelum di beri perlakuan tindakan ROM. Untuk mengetahui perbedaan kekuatan otot pada ekstremitas atas dan bawah sesudah di beri perlakuan tindakan ROM.
memungkinkan peneliti dapat menguji perubahan-perubahan yang terjadi setelah adanya ekspriment. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian akan dilaksanakan di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam. Adapun alasan peneliti memilih lokasi penelitian karena lokasi penelitian di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam adalah karena belum pernah dilakukan penelitian sejenis tentang perlakuan tindakan ROM Pasif dengan peningkatan kekuatan otot ekstremitas pada pasien stroke di RSUD Deli Serdang, dan adanya peningkatan jumlah pasien stroke rawat inap selama satu tahun terakhir yaitu sebanyak 42 orang, serta lokasi penelitian letaknya tidak jauh dari kampus sehingga dapat mempermudah peneliti dalam melakukan penelitian.
Manfaat Penelitian Penelitian ini bermanfaat bagi keluarga dan penderita untuk meningkatkan pengetahuan dan peran serta keluarga dalam merawat penderita yang mengalami penyakit Stroke. Penelitian ini bermanfaat untuk menambah wawasan bagi masyarakat tentang penyakit dan penanganan pasien stroke. Dengan penelitian ini diharapkan dapat menambah pemahaman perawat atau tenaga medis dalam pemberian asuhan keperawatan juga latihan yang diberikan dalam perawatan pasien stroke khususnya penyakit Stroke. Dapat menambah pengetahuan dan wawasan peneliti. Hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai bacaan di perpustakaan kampus Medistra Lubuk Pakam dan sebagai bahan masukan bagi pengembangan ilmu.
Variabel dan Definisi Operasional Variabel adalah perilaku atau karakteristik yang memberikan nilai beda terhadap suatu benda, manusia, dan lain-lain (Nursalam, 2009). Variabel penelitian terdiri dari dua bagian : a. variabel bebas (indevendent) : Latihan Range of motion (ROM) pasif. b. variabel terikat : peningkatan kekuatan otot pada pasien stroke. Definisi operasional adalah medefinisikan variabel secara operasional berdasarkan karakteristik yang diamati, sehinga memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau penomena. Definisi operasional ditentukan berdasarkan
METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah Pra Experimen yang merupakan rancangan penelitian ekspriment. Rancangan penelitian ini adalah One Group Pretest Posttest yang dilakukan dengan cara melakukan observasi pertama (pretest) yang 27
parameter yang dijadikan ukuran dalam penelitian. Sedangkan cara pengukuran merupakan cara dimana variabel dapat di ukur dan ditentukan karakteristiknya.
No 1
2
Metode Analisa Data Metode analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Analisa data univariate dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi dan persentase tiap variabel yang akan diteliti yaitu kekuatan otot sebelum dan sesudah pemberian tindakan ROM (Range of Motion). Analisa data bivariate dilakukan untuk menguji perbedaan variabel independen dengan variabel dependen yaitu perbedaan skala kekuatan otot sebelum dan sesudah dilakukan tindakan ROM (Range of Mosion) pada pasien stroke di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam . Disamping itu penelitian ini juga mengunakan analisa data dengan mengunakan uji statistik devenden sample paired t-test dan selanjutnya analisa data dibantu dengan mengunakan komputerlisasi, dengan taraf singnifikan 95% dan α ≤ 0,05.
3
4
Karakteristik Jenis Kelamin : a. Laki-Laki b. Perempuan Umur : a. < 30 Tahun b. 31 – 45 Tahun c. 46 – 60 Tahun d. > 60 Tahun Riwayat Penyakit Stroke : a. Ada b. Tidak ada Riwayat Fisioterapi : a. Ada b. Tidak ada
Frequency (n)
Percent (%)
4 2
66,66 33,34
0 0 4 2
0,00 0,00 66,66 33,34
0 6
0,00 100
0 6
0,00 100
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa dari 6 orang responden diperoleh bahwa berdasarkan jenis kelamin mayoritas berjenis kelamin laki-laki sebanyak 4 orang (66,66%) dan minoritas berjenis kelamin perempuan sebanyak 2 orang (33,34%). Dari 6 orang responden diperoleh bahwa berdasarkan umur responden mayoritas yang berumur 46 – 60 tahun sebanyak 4 orang (66,66%) dan minoritas antara umur < 30 tahun dan 31 – 45 tahun dimana tidak ada ditemukan penerita stroke atau (0%). Dari 6 orang responden diperoleh bahwa berdasarkan riwayat penyakit stroke responden tidak ada mengalami riwayat penyakit stroke sebanyak 6 orang (100%). Dari 6 orang responden diperoleh bahwa berdasarkan riwayat fisioterapi responden tidak ada pernah melaksanakan tindakan fisioterapi sebanyak 6 orang (100%).
HASIL PENELITIAN Karakteristik responden Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Umur, Riwayat Penyakit Stroke Dan Riwayat Fisioterapi Pada Pasien Stroke Di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam .
Peningkatan Kekuatan Otot Hasil penelitian menunjukan bahwa nilai kekuatan otot sebelum 28
dilakukan latihan Range Of Motion pasif (pre test) dan peningkatan kekuatan otot sesudah dilakukan latihan Range Of Motion pasif (pos test). Nilai kekuatan otot Pre test dan pos test dapat di lihat pada tabel dibawah ini : Distribusi Responden Berdasarkan Kekuatan Otot Ekstremitas Sebelum Dilakukan Tindakan Range Of Motion (ROM) Pasif Pada Pasien Stroke Rumah Sakit Umum Daerah Deli Serdang Lubuk Pakam . Skala kekuatan otot 0 = Tidak ada kontraktifitas 1 = Kontraktifitas Ringan, tidak ada Gerakan 2 = Rentang gerak penuh, tanpa grafitasi 3 = Rentang gerak penuh, dengan grafitasi 4 = Rentang gerak penuh, melawan grafitasi sedikit tahanan 5 = Rentang gerak penuh, melawan grafitasi tahanan penuh Total
dengan kekuatan otot Rentang gerak penuh, tanpa grafitasi. Distribusi Responden Berdasarkan Kekuatan Otot Ekstremitas Sesudah Dilakukan Tindakan Range Of Motion (ROM) Pasif Pada Pasien Stroke Rumah Sakit Umum Daerah Deli Serdang Lubuk Pakam . Skala kekuatan otot 0 = Tidak ada kontraktifitas 1 = Kontraktifitas Ringan, tidak ada Gerakan 2 = Rentang gerak penuh, tanpa grafitasi 3 = Rentang gerak penuh, dengan grafitasi 4 = Rentang gerak penuh, melawan grafitasi sedikit tahanan 5 = Rentang gerak penuh, melawan grafitasi tahanan penuh Total
Sebelum Frequency percent
4
66,7
2
33,3
6
Sesudah Frequency Percent
1
16,6
3
50
2
33,3
6
100
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa dari 6 orang responden diperoleh bahwa kekuatan otot ektremitas sesudah dilakukan Range Of Motion (ROM) pasif pada pasien stroke terdapat 1 orang (16,6%) Rentang gerak penuh, tanpa grafitasi, tidak ada perubahan setelah dilakukan tindakan ROM. dan 3 orang (50%) Rentang gerak penuh, dengan grafitasi, mengalami peningkatan kekuatan otot ektremitas. 2 orang
100
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa dari 6 orang responden diperoleh bahwa kekuatan otot ektremitas atas sebelum dilakukan Range Of Motion (ROM) pasif pada pasien stroke terdapat 2 orang (33,3%) Rentang gerak penuh, melawan grafitasi sedikit tahanan, dan 4 orang (66,7) 29
(33,3) Rentang gerak penuh, melawan grafitasi tahanan penuh, terdapat perubahan peningkatan kekuatan otot setelah dilakukan tindakan Range of Motion (ROM).
kekuatan otot sebelum dengan kontratifitas ringan tetapi tidak ada gerakan dan kekuatan otot sesudah dengan rentang gerak penuh tanpa grafitasi. Terdapat 2 orang (33,3%) dari 2 orang responden dengan kekuatan otot sebelum yang memiliki rentang gerak penuh dengan grafitasi dan kekuatan otot sesudah memiliki rentang gerak penuh, melawan grafitasi tahanan penuh.
Perbedaan Skala Kekuatan Otot Ektremitas Sebelum dan sesudah Dilakukan tindakan Range of Motion (ROM) pasif Perbadaan Skala Kekuatan Otot Ektremitas Sebelum dan Sesudah Dilakukan Tindakan Range of Motion (ROM) Pasif Pada Pasien Stroke Rumah Sakit Umum Daerah Deli Derdang Lubuk Pakam . Penin gkata n kekua tan otot sebelu m 1-8
17-24
Total
Peningkatan kekuatan otot sesudah 17339-16 24 40
Tota l
Keku atan otot Pre test Post test
3
0
0 0
0
1 1 6, 7
3
5 0
5 0
0
0
4
6 6
3 2 3, 3
3 2 3, 3
3 2 3, 3
1 0 0
6
Standar deviasi
Standar eror
2.67
1,033
0,422
3.50
1,225
0,500
P value
N
0,004
6
Distribusi rerata antara sebelum dan sesudah dilakukan tindakan Range of Motion (ROM) pasif pada pasien stroke
P va lu e
N % N % N % n %
1 1 6, 7
Rata -rata
Rata-rata, Standar deviasi, Lower, Upper, p value Skala kekuatan otot
0, 05 0
Pre test Post test
Devenden Sampel Paired T-Test 95% Confidensi Rata- Standar Interval rata deviasi Lower Upper
P value
0,833
0,004
0,408
1,262
0,405
Rata-rata skala kekuatan otot sebelum 2.67 dengan standar deviasi (SD) 1,033 pada Skala Kekuatan Otot Sesudah 3.50 dengan standar deviasi (SD) 1,225, terlihat nilai mean perbadaan antara pengukuran sebelum dan sesudah 0,833 dengan standar (SD) 0,408. Hasil uji statistic menunjukan bahwa dengan menggunakan taraf signifikan 0,95% dan maka diperoleh hasil uji statistik devenden sampel paired t-test yang menunjukan
Hasil analisis skala kekuatan otot sebelum dan sesudah dilakukan tindakan ROM pasif pada pasien stroke diperoleh bahwa ada sebanyak 1 orang (16,7%) dari 4 orang responden dengan kekuatan otot sebelum dan sesudah memiliki kontraktifitas ringan tetapi tidak ada gerakan, terdapat 3 orang (50%) dari 4 orang responden yang memiliki 30
bahwa perbedaan skala kekuatan otot ektremitas sebelum dan sesudah dilakukan tindakan Range of Motion (ROM) pasif pada pasien stroke, didapat nilai sing 0,004 jadi karena daerah kritis menunjukan bahwa ditolak jika sig. < α akan tetapi pada hasil penelitian menunjukan bahwa 0,004 < 0,005 maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara tindakan pretest dan post test.
ektremitas. 2 orang (33,3) Rentang gerak penuh, melawan grafitasi tahanan penuh, terdapat perubahan peningkatan kekuatan otot setelah dilakukan tindakan Range of Motion (ROM). Perbedaan Skala Kekuatan Otot Ektremitas Sebelum Dan Sesudah Dilakukan Tindakan Range Of Mosion (ROM) Pasif Pada Pasien Stroke Di Rumah Sakit Umum Daerah Deli Serdang Lubuk Pakam Dari hasil penelitian ini menunjukan bahwa ada perbedaan skala kekuatan otot ekstremitas sebelum dan sesudah dilakukan tindakan Range Of Motion (ROM) pasif pada pasien stroke dimana rata-rata peningkatan kekuatan otot adalah 2,67 dengan standar deviasi 1,225. Hasil uji statistic didapat nilai 0,004 maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang signifikan anatara tindakan pre-test dan post test. Dengan demikian dapat disimpulakan bahwa latihan Range Of Motion (ROM) pasif mempunyai pengaruh sebesar 62% terhadap peningkatan kekuatan otot pada pasien stroke di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam, sedangkan sisanya 32% dipengaruhi oleh variabel lain yakni usia pasien, kemamuan pasien dalam melakukan tindakan dan tingkat penyakit yang diderita dan kemauan dari keluarga, akan tetapi faktor ini peneliti tidak membahasnya, untuk itu perlu lagi dilakukan penelitian berikutnya tentang faktor pendukung dalam memberikan tindakan latihan ROM sehingga pasien yang mengalami stroke kekuatan ototnya dapat di pertahankan.
PEMBAHASAN Skala Kekuatan Otot Ektremitas Pada Pasien Stroke Sebelum Dilakukan Tindakan Range Of Motion (ROM) Pasif. Dari hasil distribusi dapat dilihat bahwa dari 6 orang responden diperoleh bahwa kekuatan otot ektremitas atas sebelum dilakukan Range Of Motion (ROM) pasif pada pasien stroke terdapat 2 orang (33,3%) Rentang gerak penuh, melawan grafitasi sedikit tahanan, dan 4 orang (66,7) dengan kekuatan otot Rentang gerak penuh, tanpa grafitasi. BSkala Kekuatan Otot Ektremitas Pada Pasien Stroke Sesudah Dilakukan Tindakan Range Of Motion (ROM) Pasif. Dari hasil distribusi dapat dilihat bahwa dari 6 orang responden diperoleh bahwa kekuatan otot ektremitas sesudah dilakukan Range Of Motion (ROM) pasif pada pasien stroke terdapat 1 orang (16,6%) Rentang gerak penuh, tanpa grafitasi, tidak ada perubahan setelah dilakukan tindakan ROM. dan 3 orang (50%) Rentang gerak penuh, dengan grafitasi, mengalami peningkatan kekuatan otot 31
pasien stroke di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Hasil penelitian mengenai perbedaan skala kekuatan otot ekstremitas sebelum dan sesudah dilakukan tindakan Range Of Motion (ROM) pasif pada pasien stroke di Rumah Umum Daerah Deli Serdang Lubuk Pakam menunjukan bahwa: 1. Berdasarkan hasil penelitian dari 6 responden didapat dari hasil pengamatan dengan menggunakan lembar observasi sebelum dilakukan tindakan ROM pasif pada pasien stroke terdapat 2 orang (33,3%) Rentang gerak penuh, melawan grafitasi sedikit tahanan, dan 4 orang (66,7) dengan kekuatan otot Rentang gerak penuh, tanpa grafitasi 2. Berdasarkan hasil penelitian dari 6 orang responden yang mengalami perubahan kekuatan otot setelah melakukan tindakan ROM pasif 1 orang (16,6%) Rentang gerak penuh, tanpa grafitasi tidak ada perubahan setelah dilakukan tindakan ROM. 3 orang (50%) rentang gerak penuh, dengan grafitasi mengalami peningkatan kekuatan otot setelah dilakukan tindakan ROM dan 2 orang (33,3%) rentang gerak penuh, melawan grafitasi tahanan penuh juga mengalami peningkatan kekuatan otot penuh. 3. Ada perbedaan yang signifikan antara skala kekuatan otot ekstremitas sebelum dan sesudah dilakukan tindakan Range Of Motion (ROM) pasif pada pasien stroke sebesar 62% terhadap peningkatan kekuatan otot pada
Saran Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan diatas, maka peneliti mengajukan beberapa saran sebagai berikut : Diharapkan kepada responden setelah keluar dari RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam untuk dapat menerapkan latihan ROM pasif dengan bantuan keluarga maupun ROM aktif secara mandiri bertujuan untuk meningkatkan kekuatan otot dan mempercepat pemulihan fungsi otot. Diharapkan kepada masyarakat dapat menambah pengetahuan dan wawasan tentang penyakit dan penanganan pasien stroke. Diharapkan perawat agar menerapkan pelaksanaan latihan ROM pasif khususnya pada pasien stroke yang bertujuan untuk meningkatkan kekuatan dan fungsi otot. Sebagai masukan bagi Rumah Sakit dalam menerapkan kebijakankebijakan baru dalam pelayanan kesehatan dalam memberikan tindakan Range of Motion (ROM) pasif yang bertujuan untuk meningkatkan kekuatan otot pada pasien stroke. Diharapkan dengan penelitian ini peneliti dapat menambah pengetahuan dan pemehaman dalam tindakan ROM dan diharapkan juga pada peneliti selanjunya untuk dapat lebih mempersiapkan diri guna melakukan penelitian selanjutnya yang lebih sempurna sehingga kegunaannya dapat dirasakan oleh berbagai pihak khususnya dalam menerapkan latihan Range Of Motion (ROM) pasif pada pasien stroke. 32
Diharapkan penelitian ini dapat dipergunakan sebagai bahan bacaan di perpustakaan kampus MEDISTRA Lubuk Pakam dan sebagai bahan masukan bagi pengembangan ilmu . DAFTAR PUSTAKA Bashid Hery Purnomo, 2012. Kekuatan Otot. Diakses tangal 20 Maret 2012. http://kesehatan.kompasiana.com/me dis/mengukur-kekuatan-otot//. Depkes, 2012. Pemerintah Pusat Departemen Kesehatan. Diakses tangal 18 Maret 2012. Http :// litbang.depkes.go.id Feigin V, 2009. Stroke, Panduan Bergambar Tentang Pencegahan Dan Pemulihan Stroke. PT. Bhuana Ilmu populer No, Angota IKAPI : 246/04, Jakarta. Hidayat,A. Alimul Aziz, 2007. Metode Penelitian dan Teknik Analisis Data. Salemba Medika, Jakarta. Lukman & Ningsih,N, 2011. Asuhan Keparawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Salemba Medika, jakarta. Lumbantobing, S.M, 2007. Stroke, Bencana Peredaran darah Di Otak. FKUI, Jakarta. Lukas, 2009. Pengaruh ROM terhadap Peningkatan Kekuatan Otot. Diakses tangal 22 Maret 2012. http://darsananursewa.blogspot.com/ engaruh-range-of-motion-romterhadap.html Marlina Y, 2012. Angka kejadian Stroke WHO. Diakses tanggal 14 Maret 2012.http://strokenursingafans.blogs pot.com// Mulyasih E & Ahmad A, 2008. Stroke, Petunjuk Perawatan
Pasien Pasca Stroke Di Rumah. FKUI, Jakarta. Notoatmojo S, 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta, Jakarta. Perry, P, 2007. Buku Ajar Fundamental keperawatan Konsep, Proses dan Praktik EGC, Jakarta. Pinzon R & Asanti L, 2010. Awas Stroke, Pengertian Gejala, Tindakan, Perawatan dan pencegahan. CV.Andi Offset, Yongyakarta. Priharjo R, 2007. Pengkajian Fisik keperawatan. Kedokteran EGC, 10042 Jakarta. Rasyid Al & Soertidewi Lyla, 2011. Unik Stroke Manajemen Stroke Secara Komprehensi. FKUI, Jakarta,2007. Suratum & Heryati, 2008. Seri Asuhan Keparawatan Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Kedocteran EGC, Jakarta. Sutrisno,A, 2007. Stroke? You Must Know Before You get It !. PT. Graha Medika Utama, Jakarta. Rizaldy Pinzon, 2012. Apakah Stroke Dapat di cegah. Diakses tanggal 22 maret 2012. http://www.strokebethesda.com/cont ent/blogsection/8/53/ Widangdo W.,Suharyanto T., Aryani A, 2008. Asuhan Keperawatan Pada Klien Gangguan Sistem Persarafan. Trans info Media, 13570 Jakarta
33
EFEKTIFITAS BREATHING RETRAINING TERHADAP FREKUENSI PERNAPASAN PADA PASIEN PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK (PPOK)DI RSUD DELI SERDANG LUBUK PAKAM Juni Mariati Simarmata,S.kep,NS,M.Kep Dosen MEDISTRA Lubuk Pakam ABSTRACT Pain is the primary complaint that is often experienced by patients with urinary catheterization for action insert a catheter into the bladder hose has a risk of infection or trauma to the uretra. This study aims to determine the effectiveness of using a catheter inserted in the uretra jelly and jelly applied to the catheter to the level of pain of patients in the emergency department of RSUD hospitals Deli Serdang Lubuk Pakam . Type of research is Describtive. Population in this study were all patients using a catheter and a sample of 36 people. Sampling technique is purposive sampling, data collection method in this study using observations. Data analysis using paired t-test the effectiveness of existing catheter inserted using jelly and jelly smeared on level of pain a patient . Based on the statistical result of the acquisition value p ≤ 0,05 that is p=0,001. For the nursing professions is expected to be a reference in SOP catheterization action with emphasis on patient comfort. dari angka tersebut terjadi di negara berkembang. Total kematian akibat PPOK diproyeksikan akan meningkat > 30% pada 10 mendatang. Di wilayah Eropa angka kematian PPOK sekitar < 20/100.000 penduduk (Yunani, Swedia, Islandia, Norwegia) sampai > 80/100.000 penduduk (Ukrania dan Romania). Sedangkan di Prancis angka kematian PPOK sebesar 40/100.000 penduduk. Di negaranegara berkembang kematian akibat PPOK juga meningkat, hal ini dihubungkan dengan peningkatan jumlah masyarakat yang mengkonsumsi rokok. Di Cina merokok menyebabkan kematian sebesar 12% dan diperkirakan akan meningkat
Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin modern dan jumlah penduduk yang terus meningkat, maka pola dan gaya hidup pun semakin beraneka ragam. Ditambah dengan aktivitas manusia yang tidak memperhatikan lingkungan, sehingga menimbulkan polusi udara dan dapat berdampak negatif bagi kesehatan. Berbagai macam penyakit yang tanpa disadari dapat terjadi akibat polusi udara antara lain Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) (Muttaqin, ). Menurut World Health Organitation (WHO) pada 2014, jumlah penderita PPOK mencapai 274 juta jiwa dan diperkirakan meningkat menjadi 400 juta jiwa di 2020 mendatang, dan setengah 34
menjadi 30% pada 2030 (Oemiati, 2014). Di Amerika Serikat untuk penatalaksanaan PPOK dalam pada 2014 diperkirakan jumlah penderita sebanyak 16 juta orang dan lebih dari 100 ribu orang meninggal. Diperkirakan jumlah penderita PPOK sedang hingga berat di Asia 2014 mencapai 56,6 juta penderita dengan prevalensi 6,3%. Di Cina angka kasus mencapai 38,160 juta jiwa, Jepang sebanyak 5,014 juta jiwa, dan Vietnam sebesar 2,068 juta jiwa. Di Indonesia diperkirakan terdapat 4,8 juta penderita dengan prevalensi 5,6%. Angka ini bisa meningkat dengan semakin banyaknya jumlah perokok, karena asap rokok merupakan salah satu faktor terjadinya PPOK (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2014). Di Indonesia belum ada data yang akurat tentang prevalensi PPOK. Berdasarkan data survei penyakit tidak menular dari Riset Kesehatan Dasar (Rikesdas) pada 2013, diperoleh asma menempati urutan pertama menyumbang angka kesakitan (4,5%), diikuti PPOK (3,7%), diabetes (2,1%), penyakit jantung koroner (1,5%), kanker (1,4%), dan gagal ginjal (0,3%). Prevalensi tertinggi PPOK adalah Provinsi Nusa Tenggara Timur 10% dan terendah adalah Provinsi Lampung 1,4%. Khusus untuk provinsi Sumatera Barat prevalensinya adalah 3% (GOLD, 2014). Sesak nafas atau dyspnoea merupakan gejala yang umum dijumpai pada penderita PPOK. Penyebab sesak nafas tersebut
bukan hanya karena obstruksi pada bronkus atau bronkhospasme saja tapi lebih disebabkan karena adanya hiperinflasi. Oleh karena itu pada penanganan PPOK tidak hanya mengandalkan terapi farmakologi saja melainkan terapi non farmakologi juga merupakan hal penting yang harus dilakukan untuk mengurangi sesak nafas (Mangunnegoro, 2009). Penantalaksanaan medis maupun keperawatan pada pasien PPOK bertujuan untuk mengurangi gejala sesak nafas, mencegah eksaserbasi berulang, memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru dan meningkatkan kualitas hidup mereka (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2014). Perawat sebagai care provider memiliki peran memberikan asuhan keperawatan pada pasien PPOK untuk meningatkan kondisi pernafasannya secara komprehensif dan bekerja sama dengan tim. Oleh karena itu dalam mengelola penderita PPOK juga perawat perlu melakukantindakan yang ditujukan untuk mengatasi masalah tersebut, yaitu dengan rehabilitasi paru/ pernafasan. Rehabilitasi pernafasan adalah istilah untuk berbagai teknik yang digunakan untuk meningkatkan kekuatan dan dan daya tahan otot pernafasan serta meningkatkan kepatenan pola pernafasan torakhoabdominal (Amin, 2010). Pasien PPOK akan mengalami peningkatan frekuensi pernafasan dengan ekspirasi memanjang sebagai kompensasi dari sesak napas, biasanya otot-otot asesoris pernafasan bagian dada atas digunakan secara eksesif untuk 35
membantu pergerakan dada. Otototot ini tidak dapat digunakan dalam jangka waktu lama sehingga fungsi ventilasi paru mengalami penurunan (Anwar, ). Breathing retraining dapat membantu meningkatkan fungsi ventilasi paru pasien selama istirahat dan aktivitas. Breathing retraining sangat dibutuhkan pada pasien PPOK, karena pasien tidak hanya mengalami kelemahan otot pernafasan tetapi mereka juga mengalami perubahan dalam dinding mekanik dada yang dapat mengurangi efektifitas pengembangan diafragma dan meningkatkan frekuensi pernafasan (Gleadle, 2010). Penelitian yang dilakukan oleh Vitaloka () yang berjudul Pengaruh Respiratory Muscle Exercises Terhadap Penurunan Sesak Nafas (Dyspnea) Pada Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) Surakarta. Berdasarka hasilpenelitian : uji pengaruh sesak nafas Modified Medical Research Council Scale (MMRCS) menggunakan Wilcoxon Test pada kelompok respiratory muscle exercises menunjukkan hasil p = 0,008 < 0,05 dan uji beda pengaruhantara kelompok respiratory muscle exercises dengan kelompok kontrol menggunakan Mann-Whitney Test menunjukkan hasil p = 0,003 < 0,05 yang berarti ada pengaruh respiratory muscle exercises terhadap penurunan sesak nafas (dyspnea) pada penderita PPOK. Penelitian yang dilakukan oleh Alamsyah (2010) yang berjudul Efek Latihan Pernafasan terhadap
Faal Paru Derajat Sesak Nafas dan Kapasitas Fungsional Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Stabil. Berdasarkan hasil penelitian didapat bahwa dari 14 sampel dijumpai penderita keseluruhannya berjenis kelamin laki-laki (100%) dan berdasarkan umur penderita didapati kelompok usia rata- rata 61 Riwayat merokok sampel pada penelitian ini merupakan bekas perokok dengan rata-rata lama merokok selama 55 dengan rerata jumlah rokok setiap harinya sebanyak 23,36 batang Berdasarkan nilai Indeks Brinkman, sampel pada penelitian ini dengan rerata sebesar 699,36 (derajat berat) Dari riwayat menderita PPOK, sampel penelitian ini didapati rerata selama 4,40 Dari hasil spirometri, penderita PPOK yang terbanyak adalah penderita PPOK derajat berat dengan nilai 30% < VEP1 < 50% nilai prediksi Nilai saturasi oksigen sebelum, selama dan sesudah latihan fisik adalah ratarata 98% Nilai rata -rata (mean)pada penelitian ini adalah 28,1123 menit dan nilai standar deviasinya adalah 3,40536. Hasil survey pendahuluan olehpeneliti di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam menunjukkanpenderita PPOK pada sebanyak 209 orang sedangkan pada bulan Januarisampai Maret berjumlah 68pasien dan setiap bulannya terdapat36 pasien. Berdasarkan wawancara dengan 3 orang pasien PPOK bahwa pasien PPOK cenderung takut melakukan aktivitas karena mereka menganggap aktivitas dapat menyebabkan timbulnya sesak 36
nafas. Pasien PPOK yang dirawat di rumah sakit jarang diajarkan tentang cara dan manfaat breathing retraining secara spesifik. Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang pengaruh breathing retraining terhadap frekuensi pernafasan pada pasien penyakit paru obstruksi kronik (PPOK)di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam .
series design. Yaitu sebelum dilaksanakannya perlakuan maka dilakukan observasi pada sampel dan sesudah perlakuan juga dilakukan observasi kembali (Hidayat, 2009). Dalam penelitian ini, peneliti memilih yang menjadi sampel penelitian (pasien PPOK). Selanjutnya dilakukan pengukuran frekuensi Pernafasan (observasi pre-test). Setelah itu penderita hipertensi diberikan tindakan breathing retraining yang kemudian akan diukur kembali frekuensi pernafasan (observasi post-test).
Tujuan Penelitian Untuk mengetahui pengaruh breathing retraining terhadap frekuensi pernafasan pada pasien penyakit paru obstruksi kronik (PPOK)di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam
mereka menganggap aktivitas dapat menyebabkan timbulnya sesak nafas. Pasien PPOK yang dirawat di rumah sakit jarang diajarkan tentang cara dan manfaat breathing retraining secara spesifik.
Untuk mengetahui frekuensi pernafasan pada pasien penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) sebelum dilakukan breathing retraining terhadapdi RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam
Lokasi Penelitian Lokasi penelitian dilaksanakan di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam. Adapun alasan peneliti memilih lokasi penelitian di di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam adalah berdasarkan survey pendahuluan olehpeneliti di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam menunjukkanpenderita PPOK pada sebanyak 209 orang sedangkan pada bulan Januari sampai Maret berjumlah 68pasien dan setiap bulannya terdapat36 pasien. Berdasarkan wawancara dengan 3 orang pasien PPOK bahwa pasien PPOK cenderung takut melakukan aktivitas karena mereka menganggap aktivitas dapat menyebabkan timbulnya sesak
Untuk mengetahui frekuensi pernafasan pada pasien penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) sesudah dilakukan breathing retraining terhadapdi RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam Untuk mengetahui perbedaan frekuensi pernafasan pada pasien penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) sebelum dan sesudah dilakukan breathing retraining terhadapdi RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah quasi experiment (eksperimen semu) dengan model rancangan time 37
nafas. Pasien PPOK yang dirawat di rumah sakit jarang diajarkan tentang cara dan manfaat breathing retraining secara spesifik.
d : derajat penyimpangan terhadap populasi yang diinginkan: 10% (0,10), 5% (0,05), atau 1% (0,01).
Populasi dan Sampel Penelitian Populasi
Berdasarkan perhitungan diatas, besar sampel yang dibutuhkan pada penelitian ini adalah 10 responden.
Populasi pada penelitan ini adalah seluruh pasien PPOK yang dirawat di RSUD Deli Serdang pada bulan Januari sampai Maret berjumlah 68 pasien dan setiap bulannya terdapat 36 pasien.
Teknik Pengambilan Sampel (Sampling) Teknik sampling dalam penelitian ini adalah Consecutive sampling. Consecutive sampling yaitu pemilihan sample dengan menetapkan subjek yang memenuhi kriteria penelitian dimasukkan dalam penelitian sampai kurun waktu tertentu, sehingga jumlah responden dapat terpenuhi (Nursalam, 2010). Penentu kriteria sampel sangat membantu penelitian untuk mengurangi bias hasil penelitian, khususnya jika terdapat variabel variabel (control atau perancu) yang ternyata mempunyai pengaruh variabel yang kita teliti. Kriteria sampel dapat dibedakan menjadi dua yaitu inklusi dan eksklusi (Nursalam, 2010). a. Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu populasi target yang terjangkau yang akan diteliti. Pertimbangan ilmiah harus menjadi pedoman dalam menentukan kriteria inklusi (Nursalam, 2010). Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah: 1) Bersedia menjadi responden 2) Pasien yang memiliki kesadaran penuh atau GCS 15
Sampel Sampel adalah sebagian dari keseluruhan obyek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Setiadi, 2009). Perhitungan besar sampel menggunakan rumus uji estimasi proporsi. Rumus perhitungan besar sampel adalah:
n
Z 1 a P1 P 2
d 1,96 x0,5 x0,5 n 0,05 n 9,8 n 10 Keterangan: n
Z 1 a
:Besar Sampel :
Nilai
Z
pada
2
derajat kmaknaan (baisanya 95%= 1,96) P : Proporsi suatu kasus tertentu terhadap populasi, bila tidak diketahui proporsinya, ditetapkan 50% (0,5) 38
3) Mendapat obat bronkodilator 4 jam sebelum dilakukan breathing retraining b. Kriteria eksklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subjek yang memenuhi kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab (Nursalam, 2010). Kriteria ekslusi dalam penelitian ini adalah: 1) Pasien yang mengalami cidera dada. 2) Pasien PPOK yang terpasang alat bantu pernafasan. 3) Pasien yang sudah dianjurkan untuk pulang
Variabel Operasional
dan
Defenisi
Variabel adalah perilaku atau karakteristik yang memberikan nilai beda terhadap sesuatu yaitu benda, manusia ( Sugiyono, 2009).Variabel penelitian terdiri dari dua yaitu variabel bebas (independent) dan variabel terikat (dependent).Variabel bebas (independent) adalah variabel yang mempengaruhi yaitu breathing retraining.Variabel terikat (dependent) adalah variabel yang dipengaruhi, frekuensi pernafasan pasien PPOK.
Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Data primer merupakan data yang didapat dari sumber yang pertama, baik dari individu atau perseorangan seperti wawancara Variabel atau hasil pengisian Nolembar observasi. Penelitian Variabel ini independent menggunakan data primer 1 yang Breathing berasal dari observasi retraining yang berisikan hasil pengukuran frekuensi pernafasan pasien PPOK. Data sekunder adalah data yang Variabel dependent 2 Frekuensi didapat dari sumber yang kedua, Pernafasan dari tempat penelitian. Data sekunder diperoleh dari Rekam Medik RSUD Deli Serdang yaitu pada sebanyak 209 orang sedangkan pada bulan Januarisampai Maret berjumlah 68 pasien dan setiap bulannya terdapat 36 pasien.
39
Defenisi operasional merupakan penjelasan semua variabel dan istilah yang akan digunakan dalam penelitiansecara operasional sehingga akhirnya mempermudah pembaca dalam mengartikan makna dalam penelitian (Arikunto, 2008). Variabel Operasional
Dan
Defenisi
Defenisi Operasional
Alat Ukur
Hasil Ukur
Skala
Latihan pernafasan pada pasien PPOK yang meliputi diaphragm breathingdan pursedlip breathing
-
-
-
Jumlah inspirasi ekspirasi yang dihitung dalam jangka waktu satu menit
Arloji atau jam tangan
...x/ meni t
Rasio
Metode Pengukuran Alat pengukuran dalam penelitian ini adalah menggunakan pengukuran observasi terstruktur yaitu mendefenisikan apa yang
akan diobservasi melalui suatu perencanaan yang matang (Nursalam, 2009). Pengukuran data dalam penelitian ini mengacu pada hasil observasi yang dilakukan peneliti pada pasien PPOK yaitu :
Frekuensi Pernafasan Pada Pasien Penyakit Paru Obstruksi Kronik (Ppok) Sebelum Dilakukan Breathing Retraining TerhadapFrekuensi Pernafasan di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam
1. Breathing retraining (Variabel Independen). Peneliti melakukan breathing retraining sesuai dengan prosedur. 2. Frekuensi Pernafasan (Variabel Dependen) Peneliti menggunakan alat pengukur frekuensi pernafasan yaitu arloji atau jam tangan untuk mengetahui ferkuensi pernafasan. Lembar observasi diisi langsung oleh peneliti dengan cara menulis
Frekuensi Pernafasan Pada Pasien Penyakit Paru Obstruksi Kronik (Ppok) Sebelum Dilakukan Breathing Retraining TerhadapFrekuensi Pernafasan di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut ini:
Frekuensi Pernafasan (Pre Test) 24 25 26 27 28
n
Mean
2 4 8 4 4
26.18
Distribusi Frekuensi Dan Persentase Kategori Penilaian Frekuensi Pernafasan Pada Pasien Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) Sebelum Dilakukan Breathing Retraining Terhadap Frekuensi Pernafasandi RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam Hasil analisis frekuensi penafasan sebelum dilakukan breathing retraining yaitu dengan nilai ratarata 26,18 dengan standar deviasi 0,260.
ferkuensi pernafasan yang diperoleh langsung dari hasil pengukuran.
Frekuensi Pernafasan Pada Pasien Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) Sesudah Dilakukan Breathing Retraining TerhadapFrekuensi Pernafasan di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam
Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data merupakan salah satu bagian rangkaian kegiatan penelitian setelah pengumpulan data. Data yang masih mentah (raw data), perlu diolah sehingga menjadi informasi yang akhirnya dapat digunakan untuk menjawab tujuan penelitian. Agar analisis penelitian menghasilka HASIL PENELITIAN
Frekuensi Pernafasan
Paired Test Rata- Standar rata Deviasi
Pre test Posttest
3.455
1.143
PValue 95% Confidence Interval Upper Lower 3.961
2.948
.002
Frekuensi Pernafasan Pada Pasien Penyakit Paru Obstruksi Kronik 40
(PPOK) Sesudah Dilakukan Breathing Retraining TerhadapFrekuensi Pernafasandi RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam
Frekuensi Pernafasan Pada Pasien Penyakit Paru Obstruksi Kronik (Ppok) Sebelum Dilakukan Breathing Retraining Terhadap Frekuensi Pernafasan di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam
Distribusi Frekuensi Dan Persentase Kategori Penilaian Frekuensi Pernafasan Pada Pasien Penyakit Paru Obstruksi Kronik (Ppok) Sesudah Dilakukan Breathing Retraining Terhadapdi RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam
Dari hasil penelitian didapatkan hasil frekuensi penafasan sebelum dilakukan breathing retraining yaitu dengan nilai rata-rata 26,18 dengan standar deviasi 0,260.
Hasil analisis frekuensi penafasan sebelum dilakukan breathing retraining yaitu dengan nilai ratarata 22.73dengan standar deviasi 0.337.
Frekuensi Pernafasan (Pre Test) 20 21 22 23 24 25 26
Hasil Analisis Bivariat Perbedaan frekuensi pernapasan pada pasien penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) sebelum dan sesudah dilakukan Breathing Retraining terhadap frekuensi pernapasan di RSUD Deli Serdang Pakam Rata-rata, Standar Lower, Upper, p Value
n
Mean
1 6 1 8 3 2 1
22.73
Sesak nafas atau dyspnoea merupakan gejala yang umum dijumpai pada penderita PPOK (Ambrosino & Serradori, 2006).Penyebab sesak nafas tersebut bukan hanya karena obstruksi pada bronkus atau bronkhospasme saja tapi lebih disebabkan karena adanya hiperinflasi.Oleh karena itu pada penanganan PPOK tidak hanya mengandalkan terapi farmakologi saja melainkan terapi non farmakologi juga merupakan hal penting yang harus dilakukan untuk mengurangi sesak nafas (Russell, ).
Deviasi,
Perbedaan nilai mean antara pengukuran pertama dan kedua 3.455 dengan standar deviasi (SD) 1.143. Hasil Uji statistik didapatkan nilai p= 0,002 (α=0,05) maka dapat disimpulkan bahwa Hipotesa diterima yaitu breathing retraining efektif terhadap penurunan frekuensi pernafasan pada pasien penyakit paru obstruksi kronik (PPOK)di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam .
Merokok merupakan faktor risiko terpenting terjadinya PPOK. Prevalensi tertinggi terjadinya gangguan respirasi dan penurunan faal paru adalah pada perokok. Usia mulai merokok, jumlah bungkus per dan perokok aktif
PEMBAHASAN
41
berhubungan dengan angka kematian. Tidak semua perokok akan menderita PPOK, hal ini mungkin berhubungan juga dengan faktor genetik. Perokok pasif dan merokok selama hamil juga merupakan faktor risiko PPOK. Pada perokok pasif didapati penurunan VEP1 an yang cukup bermakna pada orang muda yang bukan perokok. Hubungan antara rokok dengan PPOK menunjukkan hubungan dose response, artinya lebih banyak batang rokok yang dihisap setiap hari dan lebih lama kebiasaan merokok tersebut maka risiko penyakit yang ditimbulkan akan lebih besar. Hubungan dose response tersebut dapat dilihat pada Indeks Brigman, yaitu jumlah konsumsi batang rokok per hari dikalikan jumlah hari lamanya merokok (), misalnya bronkitis 10 bungkus artinya jika seseorang merokok sehari sebungkus, maka seseorang akan menderita bronkitis kronik minimal setelah 10 merokok (Potter, 2010).
dapat dihembuskan dari paru dan saturasi oksigen (SaO2). Pemilihan penilaian kondisi pernafasan tersebut didasarkan pada pertimbangan kemudahan, efektifitas dan efisien tindakan tersebut untuk dapat dilakukan oleh perawat dalam penerapan implikasi dari hasil penelitian ini. Breathing retraining dapat membantu meningkatkan fungsi ventilasi paru pasien selama istirahat dan aktivitas. Breathing retraining sangat dibutuhkan pada pasien PPOK, karena pasien tidak hanya mengalami kelemahan otot pernafasan tetapi mereka juga mengalami perubahan dalam dinding mekanik dada yang dapat mengurangi efektifitas pengembangan diafragma dan meningkatkan frekuensi pernafasan (Gleadle, 2010). Efektifitas Breathing Retraining Terhadap Penurunan Frekuensi Pernafasan Pada Pasien Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK)di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam
Frekuensi Pernafasan Pada Pasien Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) Sesudah Dilakukan Breathing Retraining Terhadapdi RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa nilai pengukuran pertama dan kedua 3.455 dengan standar deviasi (SD) 1.143. Hasil Uji statistik didapatkan nilai p= 0,002 (α=0,05) maka dapat disimpulkan bahwa Hipotesa diterima yaitu breathing retraining efektif terhadap penurunan frekuensi pernafasan pada pasien penyakit paru obstruksi kronik (PPOK)di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam
Dari hasil penelitian didapatkan hasil analisis frekuensi penafasan sebelum dilakukan breathing retraining yaitu dengan nilai ratarata 22.73 dengan standar deviasi 0.337. Kondisi pernafasan yang akan dinilai meliputi respirasi rate (RR), keluhan sesak nafas (skala sesak nafas), jumlah udara yang
Faktor risiko PPOK adalah hal-hal yang berhubungan dan atau yang menyebabkan terjadinya PPOK 42
pada seseorang atau kelompok tertentu. Faktor risiko tersebut meliputi faktor pejamu, faktor perilaku merokok, dan faktor lingkungan. Faktor pejamu meliputi genetik, hiperesponsif jalan napas dan pertumbuhan paru. Faktor genetik yang utama adalah kurangnya alfa 1 antitripsin, yaitu suatu serin protease inhibitor. Hiperesponsif jalan napas juga dapat terjadi akibat pajanan asap rokok atau polusi. Pertumbuhan paru dikaitan dengan masa kehamilan, berat lahir dan pajanan semasa anak-anak. Penurunan fungsi paru akibat gangguan pertumbuhan paru diduga berkaitan dengan risiko mendapatkan PPOK (Muttaqin, ).
Respiratory Muscle Exercises Terhadap Penurunan Sesak Nafas (Dyspnea) Pada Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) Surakarta. Berdasarka hasilpenelitian : uji pengaruh sesak nafas Modified Medical Research Council Scale (MMRCS) menggunakan Wilcoxon Test pada kelompok respiratory muscle exercises menunjukkan hasil p = 0,008 < 0,05 dan uji beda pengaruhantara kelompok respiratory muscle exercises dengan kelompok kontrol menggunakan Mann-Whitney Test menunjukkan hasil p = 0,003 < 0,05 yang berarti ada pengaruh respiratory muscle exercises terhadap penurunan sesak nafas (dyspnea) pada penderita PPOK.
PPOK merupakan beban besar untuk pasien dan system kesehatan. Perawatan pasien PPOK hanya dapat dioptimalkan jika ada alat pengukuran standard yang handal dalam mengukur efek keseluruhan pneyakit terhadap kesehatan pasien. Sayangnya, pemeriksaan fungsi paru yang biasa digunakan tidak mencerminkan dampak PPOK. Akibatnya, dibutuhkan alat yang mudah digunakan untuk mengukur dampak PPOK terhadap kesehatan pasien dan meningkatkan pemahaman antara dokter dan pasien terhadap dampak penyakit untuk mengoptimalkan pengelolaan pasien dan mengurangi beban penyakit. COPD Asssessment Test (CAT) dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan tersebut
Penelitian yang dilakukan oleh Alamsyah (2010) yang berjudul Efek Latihan Pernafasan terhadap Faal Paru Derajat Sesak Nafas dan Kapasitas Fungsional Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Stabil. Berdasarkan hasil penelitian didapat bahwa dari 14 sampel dijumpai penderita keseluruhannya berjenis kelamin laki-laki (100%) dan berdasarkan umur penderita didapati kelompok usia rata- rata 61 Riwayat merokok sampel pada penelitian ini merupakan bekas perokok dengan rata-rata lama merokok selama 55 dengan rerata jumlah rokok setiap harinya sebanyak 23,36 batang Berdasarkan nilai Indeks Brinkman, sampel pada penelitian ini dengan rerata sebesar 699,36 (derajat berat) Dari riwayat menderita PPOK, sampel
Penelitian yang dilakukan oleh Vitaloka () yang berjudul Pengaruh 43
penelitian ini didapati rerata selama 4,40 Dari hasil spirometri, penderita PPOK yang terbanyak adalah penderita PPOK derajat berat dengan nilai 30% < VEP1 < 50% nilai prediksi Nilai saturasi oksigen sebelum, selama dan sesudah latihan fisik adalah ratarata 98% Nilai rata -rata (mean) pada penelitian ini adalah 28,1123 menit dan nilai standar deviasinya adalah 3,40536.
Saran Agar dapat meningkatkan kesehatan terutama dalam proses penyembuhan penyakit PPOK dan dapat menerapkan pengaturan breathing retraining secara mandiri sehinnga dapat memperbaiki frekuensi pernafasan. Agar dapat menerapkan pelaksanaan pengaturan breathing retrainingpada pasien PPOK terutama yang mengalami masalah frekuensi pernafasan. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai informasi dalam mengatasi masalah pernafasan terutama frekuensi pernafasan pada pasien PPOK. Agar dapat lebih mengembangkan bahan masalah peneliti tentang faktor yang mempengaruhi frekuensi pernafasan.
KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil uji statistik dan pembahasan tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa efektifitas breathing retraining terhadap penurunan frekuensi pernafasan pada pasien penyakit paru obstruksi kronik (PPOK)di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam : 1. Dari 22 responden maka frekuensi pernafasan sebelum dilakukan breathing retraining yaitu rata-rata responden memiliki nilai rata-rata 26,18 dengan standar deviasi 0,260. 2. Dari 22 responden maka frekuensi pernafasan sebelum dilakukan breathing retraining yaitu rata-rata responden memiliki nilai rata-rata 22.73 dengan standar deviasi 0.337 3. Efektifitas breathing retraining terhadap penurunan frekuensi pernafasan pada pasien penyakit paru obstruksi kronik (PPOK)di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam .Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan uji sample paired T test menunjukan bahwa pValue yaitu 0.002 yang berarti pValue ≤ dari 0.05
DAFTAR PUSTAKA
Alamsyah, S. 2010. Efek LatihanPernafasan terhadap Faal Paru Derajat Sesak Nafas dan Kapasitas Fungsional Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Stabil. Diakses tanggal 15 Maret . Available from : URL : http://repository.usu.ac.id/ handle/123456789/20900 Amin, M. 2010. Patogenesis dan Pengobatan Pada Penyakit Paru Obstruksi Kronik. Kongres Nasional X PDPI. Solo. P:1-7. 44
Anwar, D., Chan, Y., Basyar, M. . Hubungan Derajat Sesak Napas Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Menurut Kuesioner Modified Medical Researc Council Scale dengan Derajat Penyakit Paru Obstruksi Kronik. J Respir Indo. ;32:200-7. Arikunto,
Suharsini. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta, Rineka Cipta
Gleadle,
J. 2010. At Glance Anamnesis DanPemeriksaan Fisik. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Global
Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD). 2014. Global Strategy for the Diagnosis, Management, And Prevention Of Chronic Obstructive Pulmonary Disease. MCR VISION,Inc
Gosselink. 2010. Controlled Breathing and Dyspnea in Patients with Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD). Journal of Rehabilitation Research and Development Vol.40, No.5.
Asih, N. G. Y. 2009. Keperawatan Medikal Bedah: Klien dengan GangguanSistem Pernafasan. Jakarta : EGC Crisafulli, E, Stefania Costi, Leonardo M Fabbri dan Enrico M Clini. 2009. Respiratory Muscle Training in COPD Patients. International Journal of COPD. 2(1) : 19-25.
Heidy dan Faisal. 2010. Proses metabolisme penyakit paru obstruksi kronik (PPOK). Jakarta: Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI-SMFParu dan Rs Persahabatan.
Damayanti. 2013. Penyakit Paru Obstruksi Kronik Eksaserbasi Akut Pada Laki-Laki Lansia. Fakultas Kedokteran Universitas Lampung Vol.1.
Ikalius, Y, F. Suradi, Rahma N dan Adiprayitno. 2010. Perubahan Kualitas Hidup dan Kapasitas Fungsional Pada Penderita PPOK Setelah Rehabilitasi Paru Dinilai dengan SGRQ dan Uji Jalan 6 Menit. (Tesis). Jakarta. Universitas Indonesia.
Djojodibroto, R. D. . Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 45
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). 2014. Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK): Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI).
Ikawati, Z. 2011. Penyakit Sistem Pernafasan dan Tatalaksana. Yogyakarta: Bursa Ilmu. Mangunnegoro, H. 2009. PPOK Pedoman Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.
Price, W. 2006. Askep COPD (Chronis Obstructive Pulmonary Disease). Belajar Keperawatan. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.
Muttaqin, A. . Buku Ajar Keperawatan Klien dengan Gangguan SistemPenafasan. Jakarta : Salemba Medika
Potter, P. A., & Perry, A. G. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan:Konsep, Proses, dan Praktik, Volume 2. Edisi 4. Jakarta: EGC.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2009. Metode Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta, Jakarta Octariany. 2014. Analisis Kualitas Hidup Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Setelah Mengikuti Program Rehabilitasi Paru Yang Dinilai Dengan COPD Assessment Test (CAT) dan Uji Jalan 6 Menit. Diakses tanggal 22 Januari . Available from : URL : http://repository.usu.ac.id/ handle/123456789/41575 Oemiati,
Sugiyono, . Metode Penelitian Pendidikan . ALFABETA, Bandung. Vitaloka. . Pengaruh Respiratory Muscle Exercises Terhadap Penurunan Sesak Nafas (Dyspnea) Pada Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) Surakarta. Jurnal, Program Studi S1 Fisioterapi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.
R. 2013. Kajian Epidemiologis Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK). Media Litbangkes Vol.23 No.2 : 82-88. 46
PERBEDAAN INTAKE NUTRISI PADA PASIEN TUBERKULOSIS (TB) PARU SEBELUM DAN SESUDAH DILAKUKAN ORAL HYGIENE DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SEMBIRING DELITUA Grace Erlyn Damayanti, S.Kep, Ns, M.Kep Dosen Akper MEDISTRA Lubuk Pakam ABSTRACT Generally, patient stuberklosis in a state of malnutrition because the process was growth of germs gets energy from the oxidation ofa variety ofsimple carbon compounds derived from the patient body so the weight to around 30-50 kg in adults. Implementation of oral hygiene was rarelyper form edbecause of the many patients who want to do so the task of implementation of oral hygiene was more often doneby students. The study was preexperiment(pre-experiment) with amodel ofone-group pretest posttest design. This study aimed to determine differences Nutrients In take In Patients Tuberculosis (TB) Lung Before and After Oral Hygiene Forum Regional General Hospital (Hospital) Sembiring Delitua. The population in this research was all patients Tuberculosis(TB) who are hospitalized and lungsamples in as many as 49 people, samples accidental sampling techniques, methods of data collection by interview in gindirectly byusing the observation sheet, data analysisused thet-test the difference Nutrients Intake In Patients tuberculosis(TB) Lung Before and After Oral Hygiene Forum (p =0.005). For it was expected to nurses in order to implement the execution of oral hygiene so as toi ncrease appetite. meninggal karena TB (600.000 diantaranya perempuan) sementara ada 9,4 juta kasus baru TB (3,3 juta diantaranya perempuan). Sepertiga dari populasi dunia sudah tertular dengan TB dimana sebagian besar penderita TB adalah usia produktif (15-55 tahun). Di Indonesia TB Paru merupakan pembunuh nomor satu diantara penyakit menular yang menyebabkan sekitar 100.000 kematian setiap tahunnya dan merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah jantung dan penyakit pernafasan akut pada seluruh kalangan usia. Data World Health Organization (WHO) tahun 2008, menunjukkan bahwa Insidence Rate (IR) TB
Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi bakteri mycobacterium tuberculosis.Penyakit ini dapat menular melalui droplet orang yang terinfeksi basil TB.Bersama dengan malaria dan HIV/AIDS, TB menjadi salah satu penyakit yang pengendaliannya menjadi komitmen global dalam MDGs (Depkes, 2008). Tuberculosis (TB) adalah penyakit menular yang masih menjadi perhatian dunia. Hingga saat ini, belum ada satu Negara pun yang bebas TB. Angka kematian dan kesakitan akibat kuman Mycobacterium tuberculosisi pun tinggi. Tahun 2009, 1,7 juta orang
47
Paru dibeberapa Negara ASEAN seperti Malasysia sebesar 100 per 100.000 penduduk, Filipina sebesar 280 per 100.000 penduduk, Singapura sebesar 39 per 100.000 penduduk, Thailand sebesar 140 per 100.000 penduduk sedangkan di Indonesia sebesar 190 per 100.000 penduduk (Depkes, 2009). Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2007 di Indonesia TB menduduki ranking ketiga sebagai penyebab kematian (9,4% dari total kematian), setelah penyakit jantung dan sistem pernafasan. Hasil survei tuberkulosis di Indonesia tahun 2008 menunjukkan bahwa angka insidensi tuberkulosis Basil Tahan Asam (BTA) positif secara nasional 105 per 100.000 penduduk (Depkes RI, 2008). Data Profil kesehatan Indonesia pada tahun 2009 jumlah kasus penyakit TB Paru paling banyak terdapat diprovinsi Jawa Barat sebanyak 44.407 kasus dengan CDR sebesar 70,8%, kasus baru BTA+ sebanyak 31.433 kasus dengan proporsi (70,7%). Jawa Tengah sebanyak 35.165 kasus dengan cDR sebesar 48,1% kasus BTA positif sebanyak 16.906 kasus dengan proposi (48,1%). Sumatera Utara sebanyak 21.197 kasus dengan CDR sebesar 65,6% kasus baru BTA+ sebanyak 13.897 kasus dengan proporsi (65,6%) (Depkes, 2009). Sementara itu, di Sumatera Utara angka penemuan kasus TB tahun 2009 adalah 82,7%, namun pada tahun 2010 semakin naik yaitu menjadi 85,1%. Angka SR mencapai 94,5% melebihi target
WHO sebesar 85%. Berdasarkan Kabupaten/Kota dengan angka SR tinggi adalah : Pematang Siantar (99,6%), Labuhan Batu (99,3%), Dairi (98,2%), dan terendah Asahan (22,2%), Medan (30,7%), Sembiring Delitua (48,9%) (Profil Sumatera Utara, 2008). Untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian penyakit tuberkulosis serta mencegah terjadinya resistensi obat telah dilaksanakan program nasional penanggulangan tuberkulosis dengan strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse) yang direkomendasi oleh WHO. Metoda DOTS telah diterapkan di Indonesia mulai tahun 1995 dengan 5 komponen yaitu komitmen politik kebijakan dan dukungan dana penanggulangan TB, diagnosis TB dengan pemeriksaan secara mikroskopik, pengobatan dengan obat anti TB yang diawasi langsung oleh pengawas menelan obat (PMO), ketersediaan obat dan pencatatan hasil kinerja program TB ( Depkes RI, 2002). Umumnya penderita tuberklosis dalam keadaan malnutrisi karena pada proses pertumbuhankuman ini mendapat energi dari oksidasi berbagai senyawa karbon sederhana yang berasal dari tubuh sipenderita sehingga berat badan menjadi sekitar 30 – 50 kg pada orang dewasa. Secara tidak langsung, status gizi yang buruk akan mempengaruhi produktifitas kerja dari sumber daya manusia pada usia produktif ini. Untuk itu diperlukan dukungan nutrisi yang adekuat yang akan mempercepat perbaikan status gizi dan
48
meningkatkan sistim imunitas, yang dapat mempercepat proses penyembuhan, disamping pemberian obat Tuberculosis yang teratur sesuai metode pengobatan Tuberculosis . Oral hygiene merupakan tindakan untuk membersihkan dan menyegarkan mulut, gigi dan gusi.Oral hygiene adalah tindakan yang ditujukan untuk menjaga kontiunitas bibir, lidah dan mukosa membran mulut, mencegah terjadinya infeksi rongga mulut, dan melembabkan mukosa membran mulut dan bibir.Oral hygiene bertujuan untuk mencegah penyakit gigi dan mulut, mencegah penyakit yang penularannya melalui mulut, mempertinggi daya tahan tubuh, dan memperbaiki fungsi mulut untuk meningkatkan nafsu makan. Berdasarkan hasil survei pendahuluan yang di lakukan di RSUD Sembiring Delitua didapat bahwa pendirita TB paru yang rawat jalan sebanyak 989 orang dan yang dirawat inap selama tahun 2012 yaitu sebanyak 387 orang (Rekam Medik RSUD Sembiring Delitua, 2014). Selama bulan Mei sebanyak 27 orang penderita TB Paru yang dirawat inap.Pelaksanaan oral hygiene jarang dilakukan karena banyaknya pasien yang hendak dilakukan sehingga tugas pelaksanaan oral hygiene lebih sering dilakukan oleh mahasiswa. Berdasarkan data di atas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang Perbedaan Intake Nutrisi Pada Pasien Tuberkulosis (TB) Paru Sebelum Dan Sesudah Dilakukan Oral
Hygiene Di Rumah Sakit Umum Daerah Sembiring Delitua . TujuanPenelitian Untuk mengetahui Perbedaan Intake Nutrisi Pada Pasien Tuberkulosis (TB) Paru Sebelum Dan Sesudah Dilakukan Oral Hygiene Di Rumah Sakit Umum Daerah Sembiring Delitua . Untuk mengetahui intake nutrisi pada pasien tuberkulosis (TB) paru sebelum dilakukan oral hygiene di Rumah Sakit Umum Daerah Sembiring Delitua . a. Untuk mengetahui intake nutrisi pada pasien tuberkulosis (TB) paru sesudah dilakukan oral hygiene di Rumah Sakit Umum Daerah Sembiring Delitua . b. Untuk mengetahui intake nutrisi pada pasien tuberkulosis (TB) paru sesudah dilakukan oral hygiene di Rumah Sakit Umum Daerah Sembiring Delitua . Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah pre eksperimen (pra experiment) dengan model rancangan one group pretest postest. Yaitu sebelum dilaksanakannya perlakuan maka dilakukan observasi pada sample dan sesudah perlakuan juga dilakukan beberapa kali observasi (Notoatmodjo, 2009). Dalam penelitian ini, peneliti memilih pasien tuberkulosis (TB) paru yang menjadi sampel penelitian.Selanjutnya dilakukan pengukuran tentang intake nutrisi (observasi pre-test). Setelah itu pasien diberikan tindakan oral hygiene yang kemudian akan
49
diukur kembali intake (observasi post-tes.
nutrisi
istilah yang akan digunakan dalam penelitiansecara operasional sehingga akhirnya mempermudah pembaca dalam mengartikan makna dalam penelitian(Arikunto, 2007).Defenisi operasional dari masing-masing variabel yaitu sebagai berikut: a. Variabel bebas (independent) adalah variable yang mempengaruhi yaitu pelaksanaan oral hygiene yaitu tindakan pembersihan rongga mulut pada pasien Tuberkulosis (TB) Paru. b. Variabel terikat (dependent) adalah variable yang dipengaruhi, yaitu intake nutrisi yaitu pemasukan nutrisi pada pasien TB paru.
Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Sembiring Delitua. Waktu Penelitian Waktu penelitian dilaksanakan mulai bulan Juli – September 2013. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2007).Populasi pada penelitan ini adalahseluruh pasien Tuberkulosis (TB) paru yang dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Sembiring Delitua yang belum diketahui jumlahnya.
Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Data primer merupakan data yang didapat dari sumber yang pertama, baik dari individu atau perseorangan seperti wawancara atau hasil pengisian lembar kuesioner dan lembar observasi yang biasa dilakukan peneliti.Penelitian ini menggunakan data primer yang berasal dari lembar observasi yang berisikan penilaian intake nutrisi pada pasien TB paru.
Sampel adalah sebagian dari keseluruhan obyek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Sugiyono, 2007).Sampel pada penelitian ini adalah seluruh seluruh pasien Tuberkulosis (TB) paru yang dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Sembiring Delitua mulai bulan Juni .Teknik sampling yang digunakan non probability dengan pendekatan teknik accidental sampling, yaitu tehnik penentuan sampel berdasarkan kebetulan yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti selama satuminggu melaksanakan penelitian maka dapat dijadikan sampel. Defenisi operasional merupakan penjelasan semua variabel dan
Data sekunder adalah data yang didapat dari sumber yang kedua, dari tempat penelitian.Data sekunder diperoleh dari rekam medik di Rumah Sakit Umum Daerah Sembiring Delitua. Metode pengukuran adalah cara dimana variabel dapat diukur dan ditemukan karakteristiknya (Aziz,
50
2008). Pada variable dependent intake nutrisi diukur dengan menggunakan lembar observasi (Lampiran 3) yang berisi tentang penilaian berat badan.Berikut ini (tabel 3.2) adalah metode pengukuran sesuai dengan metode pengukuran. Variabel, Cara Ukur, Hasil Ukur, Skala N Variabel Cara Skor o Ukur Variabel independent 1 Pelaksana Melakuk an oral an hygiene tindakan oral hygiene Variabel dependent 2
Intake
Lembar
nutrisi
Observas
pada
i
pasien TB paru
apakah ada pengaruh atau perbedaan yang signifikan antar variabel independent dengan variabel dependent.Analisis bivariat dilakukan setelah karakteristik masing-masing variabel diketahui. Data dianalisis untuk perhitungan bivariat pada penelitian ini menggunakan PairedSample t-test dengan tingkat kepercayaan 95% (pValue≤α). Pembuktian ini dilakukan untuk membuktikan hipotesa Perbedaan Intake Nutrisi Pada Pasien Tuberkulosis (TB) Paru Sebelum Dan Sesudah Dilakukan Oral Hygiene Di Rumah Sakit Umum Daerah Sembiring Delitua apabila nilai pValue ≤0,05. Jika nilai pValue ≤0,05 (α:5%) maka Ha diterima dan sebaliknya jika nilai pValue ≥0,05 maka Ha ditolak.
Skal a
1. Seperem Interv pat porsi makan al 2. Setengah porsi makan 3. Tiga perempat porsi makan 4. 1Porsi makan
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Penilaian Intake Nutrisi Pada Pasien Tuberkulosis (TB) Paru Sebelum Dilakukan Oral Hygiene Di Rumah Sakit Umum Daerah Sembiring Delitua .
Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data merupakan salah satu bagian rangkaian kegiatan penelitian setelah pengumpulan data.Data yang masih mentah (raw
data),perlu diolah sehingga menjadi informasi yang akhirnya dapat digunakan untuk menjawab tujuan penelitian.
Kategori
Pada penelitia ini analisis data dilakukan secara bertahap yaitu : Tujuan dari analisis univariat adalah untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik masing-masing variabel yang diteliti secara sederhana yang disajikan dalam bentuk table distribusi frekuensi. Analisis ini diperlukan untuk menjelaskan atau mengetahui
¼ Porsi Makan
Jumlah (n) 5
Persentase (%) 26,3
½ Porsi Makan
13
68,4
¾ Porsi Makan
1
5,3
Total
19
100.0
Gambar di atas menunjukkan bahwa intake nutrisi pada pasien tuberkulosis (TB) paru sebelum dilakukan oral hygiene di Rumah
51
Sakit Umum Daerah Sembiring Delitua yaitu responden yang memakan ¼ porsi makan sebanyak 5 orang (26,3%), responden yang memakan ½ porsi makan sebanyak 13 orang (68,4%), responden yang memakan ¾ porsi makan sebanyak 1 orang (5,3%).
Sembiring Delitua yaitu responden yang memakan ¼ porsi makan sebanyak 5 orang (26,3%), responden yang memakan ½ porsi makan sebanyak 13 orang (68,4%), responden yang memakan ¾ porsi makan sebanyak 1 orang (5,3%). Hasil penelitian ini dapat diasumsikan bahwa pada pasien TB paru terjadi perubahan pola nafsu makan disebabkan karena proses penyakit.
Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Penilaian Intake Nutrisi Pada Pasien Tuberkulosis (TB) Paru Sesudah Dilakukan Oral Hygiene Di Rumah Sakit Umum Daerah Sembiring Delitua Kategori ¾ Porsi Makan 1 Porsi Makan Total
Jumlah (n) 14
Persentase (%) 73,7
5
26,3
19
100.0
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman mycobacterium tuberculosis.Sebagian besar kuman mycobacterium tuberculosis menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh yang lainnya.Tuberkulosis yang dulu disingkat menjadi TBC karena berasal dari kata tuberculosis saat ini lebih lazim disingkat dengan TB saja. Tuberkulosis bukanlah penyakit keturunan tetapi dapat ditularkan dari seseorang ke orang lain (Aditama, 2010).
Tabel di atas menunjukkan bahwa intake nutrisi pada pasien tuberkulosis (TB) paru sesudah dilakukan oral hygiene di Rumah Sakit Umum Daerah Sembiring Delitua yaitu responden yang memakan ¾ porsi makan sebanyak 14 orang (73,7%), responden yang memakan 1 porsi makan sebanyak 5 orang (26,3%).
Intake Nutrisi Pada Pasien Tuberkulosis (TB) Paru Sesudah Dilakukan Oral Hygiene Di Rumah Sakit Umum Daerah Sembiring Delitua Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa intake nutrisi pada pasien tuberkulosis (TB) paru sesudah dilakukan oral hygiene di Rumah Sakit Umum Daerah Sembiring Delitua yaitu responden yang memakan ¾ porsi makan sebanyak 14 orang (73,7%), responden yang memakan 1 porsi makan sebanyak 5 orang (26,3%). Hasil penelitian ini dapat diasumsikan bahwa oral hygienedapat mematikan kuman
Pembahasan Intake Nutrisi Pada Pasien Tuberkulosis (TB) Paru Sebelum Dilakukan Oral Hygiene Di Rumah Sakit Umum Daerah Sembiring Delitua Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa intake nutrisi pada pasien tuberkulosis (TB) paru sebelum dilakukan oral hygiene di Rumah Sakit Umum Daerah 52
yang ada dimulu sehingga meningkatkan nafsu makan. Membersihkan rongga mulut dan gigi dari semua kotoran/sisa makanan dengan menggunakan sikat gigi.OralHygiene dalam kesehatan gigi dan mulut sangatlah penting, beberapamasalah mulut dan gigi bisa terjadi karena kita kurang menjaga kebersihanmulut dan gigi.Kesadaran menjaga oralhygiene sangat perlu dan merupakanobat pencegah terjadinya masalah gigi dan mulut yang paling manjur (Novel, 2008). Oral hygiene merupakan tindakan untuk membersihkan dan menyegarkanmulut, gigi dan gusi.Oralhygieneadalah tindakan yang ditujukan untuk; 1) menjaga kontiunitas bibir, lidahdan mukosa membran mulut; 2) mencegah terjadinya infeksironggamulut;dan 3) melembabkan mukosa membran mulut dan bibir. Sedangkan menurutClark (2007), oralhygiene bertujuan untuk : 1) mencegah penyakit gigi danmulut; 2) mencegah penyakit yang penularannya melalui mulut; 3) mempertinggi daya tahan tubuh; dan 4) memperbaiki fungsi mulut untukmeningkatkan nafsu makan (Bandiyah, 2009).
Umum Daerah Sembiring Delitua yaitu rata-rata intake nutrisi pertama 1,79 pada pengukuran kedua didapatkan intake nutrisi kedua 3,26, terlihat nilai mean antara pengukuran pertama dan kedua 1,474 dengan standar deviasi (SD) 0,513. Hasil Uji statistik didapatkan nilai p= 0,005 ≤ α=0,05 maka dapat disimpulkan bahwa terdapat Perbedaan Intake Nutrisi Pada Pasien Tuberkulosis (TB) Paru Sebelum Dan Sesudah Dilakukan Oral Hygiene Di Rumah Sakit Umum Daerah Sembiring Delitua . Umumnya penderita tuberklosis dalam keadaan malnutrisi karena pada proses pertumbuhankuman ini mendapat energi dari oksidasi berbagai senyawa karbon sederhana yang berasal dari tubuh sipenderita sehingga berat badan menjadi sekitar 30 – 50 kg pada orang dewasa. Secara tidak langsung, status gizi yang buruk akan mempengaruhi produktifitas kerja dari sumber daya manusia pada usia produktif ini. Untuk itu diperlukan dukungan nutrisi yang adekuat yang akan mempercepat perbaikan status gizi dan meningkatkan sistim imunitas, yang dapat mempercepat proses penyembuhan, disamping pemberian obat Tuberculosis yang teratur sesuai metode pengobatan Tuberculosis . Oral hygiene merupakan tindakan untuk membersihkan dan menyegarkan mulut, gigi dan gusi.Oral hygiene adalah tindakan yang ditujukan untuk menjaga kontiunitas bibir, lidah dan mukosa membran mulut, mencegah
Perbedaan Intake Nutrisi Pada Pasien Tuberkulosis (TB) Paru Sebelum Dan Sesudah Dilakukan Oral Hygiene Di Rumah Sakit Umum Daerah Sembiring Delitua Dari hasil penelitian mengenai Perbedaan Intake Nutrisi Pada Pasien Tuberkulosis (TB) Paru Sebelum Dan Sesudah Dilakukan Oral Hygiene Di Rumah Sakit
53
terjadinya infeksi rongga mulut, dan melembabkan mukosa membran mulut dan bibir.Oral hygiene bertujuan untuk mencegah penyakit gigi dan mulut, mencegah penyakit yang penularannya melalui mulut, mempertinggi daya tahan tubuh, dan memperbaiki fungsi mulut untuk meningkatkan nafsu makan.
Agar dapat menerapkan pelaksanaan Oral Hygiene pada pasien Tuberkulosis (TB) Paru. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai informasi dalam mengatasi masalah nutrisi pada pasien Tuberkulosis (TB) Paru. Agar dapat lebih mengembangkan bahan masalah peneliti tentang faktor yang mempengaruhi intake nutrisi pada pasien Tuberkulosis (TB) Paru.
KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian di Rumah Sakit Umum Daerah Sembiring Delitua tentang Perbedaan Intake Nutrisi Pada Pasien Tuberkulosis (TB) Paru Sebelum Dan Sesudah Dilakukan Oral Hygiene dapat disimpulkan: 1. Intake nutrisi pada pasien tuberkulosis (TB) paru sebelum Dilakukan Oral Hygiene mayoritas responden yang memakan ½ porsi makan sebanyak 13 orang (68,4%). 2. Intake nutrisi pada pasien tuberkulosis (TB) paru sebelum Dilakukan Oral Hygiene mayoritas responden yang memakan ¾ porsi makan sebanyak 14 orang (73,7%). 3. Ada Perbedaan Intake Nutrisi Pada Pasien Tuberkulosis (TB) Paru Sebelum Dan Sesudah Dilakukan Oral Hygiene. Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai p ≤ dari 0.05 yaitu p=0,005.
DAFTAR PUSTAKA Achmadi, Umar F. Respiratory. Penerbit Kompas. Jakarta.
2008. Buku
Aditama, Tjandra Y. 2008. Tuberkulosis Paru: Masalah dan Penanggulangannya. UI Press. Jakarta. Alvian, J. 2008. Tuberkulosis Klinis. Edisi 2, Widya Medika. Jakarta. Anonim, 2009. Pengobatan Tuberkulosis Paru Masih Menjadi Masalah. http://www. Tbcindonesia.or.id. Diakses tanggal 10 Januari 2014 Arikunto,Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian . PT Rineka Cipta, Jakarta. Aziz, Alimul, Hidayat. 2007. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa Data. Salemba Medika, Jakarta.
Saran Agar dapat meningkatkan kesehatan mulut karena dapat meningkatkan nafsu makan.
Bandiyah. 2009. Keperawatan Dasar. PT Rineka Cipta, Jakarta.
54
Bouwhuizen. 2009. Kesehatan Rongga Mulut. Mitra Pelajar, Surabaya.
Smeltzer. 2006. Rongga Mulut. Balai Penerbit FK UI, Jakarta. Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Pendidikan. Alfabeta, Bandung.
Djojodibrototo, D. 2009. Respirarologi. EGC. Jakarta. Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta, Jakarta
Thomas. 2006. Pengaruh Oral Hygiene Pada Pasien dengan Intake Nutrisi. Diakses Pada Tanggal 21 April, 2014. http://www.medicastore.com.
Riduan. 2009. Rumus dan Data dalam Analisis Statistika Edisi 3. Alfabeta, Bandung.
Viska, 2007. Konsep TB Paru. http://dinkesbanggai.wordpress.co m. Diakses tanggal 13 Januari 2014
Sarwono, Solita. 2010. Pengantar Ilmu Perilaku. Diakses 06 Mei 2014. http://www.wapedia.mobi.id. Setiadi. 2007. Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan Edisi 1. Graha Ilmu, Yogyakarta.
55
PERBEDAAN SKALA NYERI PADA INTERVENSI MENGGUNAKAN EFFLURAGE MASSAGE DAN CONTRACT RELAX STRETCHING PADA SPASME MUSCULUS GASTROKNEMIUS NON PATOLOGIS PASCA PERTANDINGAN SEPAK BOLA DI TANJUNG MORAWA Kardina Hayati, S.Kep, Ns, M.Kep Dosen Akper MEDISTRA Lubuk Pakam ABSTRACT Pain as a result of spasme musculus gastroknemius non patologis is a concequence of continuance of contraction in football games that inflicted the painful. This research have a purpose for detected the painful scale on intervention using theb efflurage massage and contract relax stretching in spasme musculus gastrocnemius non patologis after the football competition. This research was conducted in Moun Sikureung stadium with quation experimental and purposive sampling with total sample of 16 respondents and it can classified into 2 group. 1 (elurage massage) 2 (contract relax stretching). The diverificaation painful scale on intervension using the efflurage massage and contract relax stretching in spasme musculus gastroknemius non patologis after the football competition 2015 in Peureulak, East Aceh. The result of statistical test with paired sample t-test showed that the p value was obtained in treatment I ( efflurage massage) < α (0,011<0,05), and treatment II < α (0,002 < 0,05) it can be conduded that there is a difference between pain before stretching at spasme musculus gastroknemius after football competition. The result of statistical test with independent sample t-test showed that the p value 0,021 its mean there is a difference between pain before intervensi efflurage massaage with contract relax stretching. There are the differences in value significantly decrease pain in the treatment group 1 was given intervension efflurage massage with than group 2 was given contract relax stretching. terhadap kesehatan dan kestabilan kesegaran jasmaninya (Lutan, 2007). Pada setiap pertadingan sepak bola para pemain selalu melakukan olah fisik agar memiliki stamina yang prima sehingga mampu melakukan pertadingan dengan baik, namun begitu sering para pemain mengalami cidera dalam pertandingan maupun kelelahan fisik yang dirasakan setelah pertandingan di jalankan. Banyak macam cedera yang dialami oleh para pemain sepak bola dalam melakukan pertandingan, seeperti cidera pada
Latar Belakang Penelitian Pada kehidupan manusia pasti akan dihadapkan dengan beberapa masalah yang ada, sangat kompleks sekali masalah demi masalah yang muncul. Dengan segenap kemampuan yang dimiliki manusia, manusia akan selalu berusaha untuk menyelesaikan semua masalahmasalah itu. Tetapi terkadang seseorang akan lupa terhadap apa yang terjadi pada dirinya sendiri, lebih-lebih pada masalah fisik, yaitu tentang kesegaran jasmani. Banyak dari mereka yang sibuk, akan lupa 56
hamstring, cidera pada quardicept, cedera pada collateral ligament (Helmi, 2014). Keadaan non patologis yang dialami para pemain sepak bola adalah kelelahan dimana terjadinya penurunan kemampuan jaringan untuk melakukan fungsinya sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Kelelahan merupakan fenomena normal yang dirasakan sebagai petunjuk bahwa jaringan mendapatkan beban kerja melebihi jaringan, dimana akan terkumpulnya produk sisa metabolisme yang berupa asam laktat. Penumpukan asam laktat dalam otot ini akan menimbulkan spasme yang disertai dengan nyeri. Kelelahan fisik sangat mengganggu bagi para pemain yang dituntut untuk selalu memiliki kondisi yang prima, apalagi pertandingan yang berkelanjutan, dengan jarak antara pertandingan yang berdekatan kurang lebih dua atau tiga hari berselang antara satu pertandingan dengan pertandingan berikutnya (Graha dan Priyonoadi, 2014). Untuk memberi massage efflurage dan streching tersebut peran fisioterapi sangat diperlukan sebagaimana yang tercantum dalam Permenkes 80 tahun 2013, BAB 1, Pasal 1 ayat 2 disebutkan bahwa “Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu dan atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang daur kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual, komunikasi”.peningkatan gerak, peralatan (fisik, elektroterapeutis dan mekanis) (Permenkes No. 80, 2013).
Pada pertandingan olahraga sepak bola, gerak dominan yang sering dilakukan adalah berlari, otot yang sangat penting untuk melakukan gerakan berlari dan melompat adalah otot betis (Musculus Gastroknemius). Pada golongan orang tertentu, seperti atlit sprinter ataupun pemain bola dengan latihan berkelanjutan yang telah mereka lakukan, Musculus Gastroknemius merupakan otot tipe fast twich A, fungsinya lebih banyak sebagai penggerak untuk gerakan fleksi ankle yang penting dalam gerak lari (Helmi, 2012). Pada pertandingan bola dengan waktu pertandingan 2 x 45 menit dengan disela istirahat selama 15 menit, membuat otot-otot tungkai menjalankan fungsinya dengan energi yang didapat dari metabolism anaerobic, bahwa system glikolisis anaerobik menjadi sumber energy utama dari aktifitas yang di lakukan dalam waktu 30-90 menit. Dengan produk sisa metabolisme yang berupa asam laktat (Kisney, 2007). Fungsi otot Gastroknemius yang begitu besar dalam berlari dan melompat maka sering kali di jumpai banyak kasus patologi yang terjadi pada m. gastroknemius, antara lain : spasme, nyeri, cidera ligament, ruptur tendon dan lain lain, penanganan nyeri akibat spasme pada Musculus Gastroknemius tidak hanya dilakukan oleh tenaga medis saja dengan memberikan obat-obatan tapi juga bisa dilakukan oleh seorang Fisioterapis dengan melakukan intervensi fisioterapi. Metode dan teknologi fisioterapi yang umumnya diaplikasikan pada kasus nyeri akibat spasme Musculus Gastroknemius antara lain : rest, cool therapi,
57
massage therapi, heating dan streching (Mahar dan Sidharta, 2008). Salah satu teknik massage yang populer dan sering di gunakan untuk tujuan rileksasi otot dan meningkatkan sirkulasi darah adalah efflurage massage. Efflurage massage di aplikasikan dengan gerakan meluncur mengikuti bentuk tubuh pasien, tekanan yang gentle dan deep, dengan arah ke jantung. Efflurage massage menjadi intervensi bagi fisioterapi untuk mengatasi masalah spasme pada otot, intervensi lain yang menjadi pilihan bagi fisioterapi untuk mengatasi problem spasme otot adalah contract relax stretching. Contract relax stretching merupakan salah satu yang melibatkan kontraksi isometrik dari otot yang mengalami ketegangan. Tekhniknya dengan memberikan stretching secara pasif dari otot yang mengalami spasme dan diikuti dengan rileksasi. Hasil penelitian dari Indra, 2006 : "beda pengaruh intervensi efflurage massage dengan contrac relax stretching efektif dalam menurunkan nyeri akibat spasme Musculus Gastroknemius" Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk mengangkat topik diatas dalam bentuk penelitian dan memaparkannya dalam skripsi dengan judul.: "Perbedaan Skala Nyeri pada Intervensi Menggunakan Efflurage Massage dan Contract Relax Stretching pada Spasme Musculus Gastroknemius non Patologis Pasca Pertandingan Sepak Bola di Tanjung Morawa".
stretching pada spasme Musculus Gastroknemius non patologis pasca pertandingan sepak bola di Tanjung Morawa . a. Untuk mengetahui karakteristik responden berdasarkan umur, dan tingkat pendidikan pada pemain sepak bola di Tanjung Morawa . b. Untuk mengetahui skala nyeri sebelum intervensi menggunakan efflurage massage pada spasme Musculus Gastroknemius pasca pertandingan sepak bola di Tanjung Morawa . c. Untuk mengetahui skala nyeri sesudah intervensi menggunakan efflurage massage pada spasme Musculus Gastroknemius pasca pertandingan sepak bola di Tanjung Morawa . d. Untuk mengetahui skala nyeri sebelum dan sesudah intervensi menggunakan efflurage massage pada spasme Musculus Gastroknemius pasca pertandingan sepak bola di Tanjung Morawa e. Untuk mengetahui skala nyeri sebelum intervensi menggunakan contract relax stretching pada spasme Musculus Gastroknemius pasca pertandingan sepak bola di Tanjung Morawa . f. Untuk mengetahui skala nyeri sesudah intervensi menggunakan contract relax stretching pada spasme Musculus Gastroknemius pasca pertandingan sepak bola di Tanjung Morawa . g. Untuk mengetahui skala nyeri sebelum dan sesudah intervensi menggunakan contract relax stretching pada spasme Musculus Gastroknemius pasca pertandingan sepak bola di Tanjung Morawa .
Tujuan Penelitian Untuk mengetahui perbedaan skala nyeri pada intervensi menggunakan efflurage massage dan cotract relax
58
Manfaat Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk membuktikan kebenaran teori secara ilmiah dan mengaplikasikannya di lapangan terhadap kasus nyeri karena spasme Musculus Gastroknemius pasca pertandingan sepak bola dengan mengetahui perbedaan metode efflurage massage dan cotract relax stretching terhadap penurunan nyeri. Dari hasil penelitian ini dapat memberikan tambahan pilihan metode terapi terhadap nyeri karena spasme Musculus Gastroknemius pasca pertandingan sepak bola. Memberikan informasi dan gambaran tentang suatu metode terapi yang dapat mengurangi nyeri pada spasme Musculus Gastroknemius pasca pertandingan sepak bola.Sebagai bahan referensi atau bacaan bagi mahasiswa dan mahasiswi fisioterapi untuk studi dan penelitian lebih lanjut terhadap penanganan kasus spasme Musculus Gastroknemius pasca pertandingan sepak bola.
Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di Tanjung Morawa (Stadiun Mont Sikureung). Populasi dan Sampel Penelitian Populasi adalah keseluruhan elemen atau unsur yang akan kita teliti (Notoatmadjo, 2012). Populasi dalam penelitian ini adalah para pemain sepak bola di stadion Mon Sikureung Tanjung Morawa yang sedang bertanding, yang mengalami nyeri akibat spasme Musculus Gastroknemius non patologis pasca pertandingan sepak bola. Peneliti mengambil 2 club yang terdapat di Tanjung Morawa yaitu club Peureulak Raya dan club Beringin Jaya, yang masing-masing club berjumlah 16 orang sehingga total berjumlah 32 orang. Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2010 : 118). Dapat disimpulkan bahwa sampel merupakan bagian dari populasi yang mempunyai karakteristik dan sifat yang mewakili seluruh populasi yang ada. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling, yaitu teknik penentuan sampel secara sengaja berdasarkan sifat, karakteristik dan cirri-ciri tertentu (Sugiyono, 2009). Dengan demikian, maka peneliti mengambil sampel dari anggota populasi yang mengalami nyeri akibat spasme musculus gastroknemius pasca pertandingan sepak bola. Pengambilan sampel dibagi kedalam 2 kelompok, kelompok I (club Peureulak Raya) diberikan metode efflurage massage sedangkan kelompok II (club Beringin Jaya)
METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah quasi eksperimental dengan pre and post test two group design. Desain penelitian merupakan wadah menjawab pertanyaan penelitian atau menguji kebenaran hipotesis (Setiadi, 2007). Dalam hal ini penelitian dibagi dalam dua kelompok, kelompok I dengan menggunakan metode efflurage massage dan kelompok II dengan menggunakan metode contract relak stretching, adapun nilai intensitas dan dievaluasi dengan menggunakan VAS (Visual Analogue scale), hasil dari intensitas nyeri ini akan di analisa antara kelompok perlakuan I dengan kelompok perlakuan II.
59
diberikan metode contract relax stretching.
7. Setelah satu sesi intrvensi dilakukan, sampel diminta kembali untuk memberi tanda pada garis tersebut. 8. Kemudian kembali dilakukan pengukuran untuk mendapatkan nilai yang menunjukkan derajat nyeri dan dicatat sebagai setelah intervensi. 9. Setiap peengurangan atau penambahan diukur dalam centimeter (0-10 Centimeter).
Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data merupakan cara penelitian untuk mengumpulkan data dalam penelitian, sebelum melakukan pengumpulan data, perlu dilihat alat ukur untuk pengumpulan data agar dapat memperkuat hasil penelitian (Arikunto, 2010). Cara pengumpulan data pada penelitian ini adalah : 1. Peneliti membuat garis sepanjang 10 Cm. 2. Pada ujung kiri diberi tanda "tidak ada nyeri" sedangkan ujung paling kanan diberi tanda " nyeri sangat berat". 3. Sampel diberikan penjelasan untuk memberikan tanda titik sepanjang garis tersebut pada daerah mana yang menggambarkan nyeri yang dirasakan setelah dilakukan intervensi sesuai dengan kelompok perlakuan yang telah ditetepkan sebelumnya. 4. Fisioterapis melakukan gerakan dorsal fleksi dan plantar fleksi pergelangan kaki untuk memprovokasi nyeri M. Gastroknemius sehingga nyeri di rasakan sampel adalah nyeri pada M. Gastroknemius. 5. Setelah sampel memberikan titik pada garis tersebut, kemudian dilakukan pengukuran dari ujung kiri garis hingga tanda titik yang diberikan sampel. Panjang ukuran tersebut yang dinyatakan dalam centimeter menjadi nilai yang menunjukkan derajat nyeri yang dirasakan sampel. 6. Nilai tersebut di catat sebagai nilai nyeri sebelum intervensi.
Metode Pengukuran Data a) Peneliti membuat garis 0 - 10 cm b) Pada ujung kiri diberi tanda "tidak ada nyeri" sedangkan ujung paling kanan diberi tanda "nyeri sangat berat" c) Sampel diberi penjelasan untuk memberikan tanda titik sepanjang garis tersebut pada daerah mana yang menggambarkan nyeri dirasakan setelah dilakukan intervensi sesuai dengan kelompok perlakuan yang telah dilakukan sebelumnya. d) Terapis melakukan gerakan dorsal dan plantar fleksi pergelangan kaki untuk memprovokasikan nyeri pada M. Gastroknemius, sehingga nyeri yang dirasakan sampel adalah nyeri pada M. Gastroknemius. e) Setelah sampel memberikan titik pada garis tersebut, kemudian dilakukan pengukuran dari ujung kiri garis hingga tanda titik yang diberikan sampel. Panjang ukuran tersebut menjadi nilai yang menunjukkan derajat nyeri yang dirasakan sampel. f) Nilai tersebut kemudian di catat sebagai nilai nyeri sebelum intervensi
60
g) Setelah 1 sesion intervensi dilakukan, sampel di minta kembali untuk memberikan tanda pada garis tersebut. h) Kemudian dilakukan kembali pengukuan untuk mendapatkan nilai yang menunjukkan derajat nyeri yang dicatat sebagai nilai setelah intervensi. i) Setiap penambahan atau pengurangan di ukur dalam centimeter (0-10 cm)
sebanyak 5 orang (62,5%), sedangkan pada klub Beringin Jaya mayoritas juga adalah suku Aceh 6 orang (75%). Analisa Bivariat 1. Paired T- Test pada Efflurage Massage Distribusi Rata-rata (Mean) Skala Nyeri Pre dan Post Intervensi Efflurage Massage pada Spasme Musculus Gastroknemius Pasca Pertandingan Sepak Bola di Tanjung Morawa .
Metode Analisa Data Analisa univariat dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian, yaitu untuk mengetahui karakteristik responden yang meliiputi umur dan suku. Pada umumnya analisis ini hanya menghasilkan tabel distribusi frekuensi dari tiap variabel. Apabila nilai p ≤ α (0,05), maka hipotesa pada penelitian ini diterima, sehingga ada perbedaan skala nyeri pada intervensi menggunakan efflurage massage dan contract relax stretching pada spasme musculus gastroknemeus non patologis pasca pertandingan sepak bola.
Interv ensi
Mea n
N
Pre Post
3,12 2,50
8 8
Standar t Deviati on 0,354 0,535
95% Confidence Interval of The Difference Lower Upper
P Value
0,192
0,011
Dari tabel diatas diketahui bahwa rata-rata skala nyeri sebelum diberikan intervensi efflurage massage adalah 3,12 (nyeri sedang) dengan standar deviasi 0,354. Sedangkan rata-rata skala nyeri setelah diberikan intervensi efflurage massage adalah 2,50 (nyeri ringan) dengan standar deviasi 0,535. Hasil uji statistik diperoleh nilai p-value < α (0,011 < 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan antara nyeri sebelum dan setelah pemberian intervensi efflurage massage pada spasme musculus gastroknemius pasca pertandingan sepak bola. 2. Paired T- Test pada Contract Relax Stretching Tabel Distribusi Rata-rata (Mean) Skala Nyeri Pre dan Post Intervensi Contract Relax Stretching pada Spasme Musculus Gastroknemius Pasca Pertandingan Sepak Bola di Tanjung Morawa . Dari tabel diatas diketahui bahwa rata-rata skala nyeri sebelum
HASIL PENELITIAN Analisis Univariat 1. Umur Jumlah responden berumur 25-27 tahun adalah sebanyak 5 orang (62,5%) pada klub Peureulak Raya, sedangkan pada pada klub Beringin Jaya mayoritas juga berumur 25-27 tahun sebanyak 6 orang (75%). 2.Suku Berdasarkan Suku Responden pada Klub Peureulak Raya dan Klub Beringin Jaya . Mayoritas responden pada klub Peureulak Raya adalah suku Aceh
61
1,058
diberikan intervensi contract relax stretching adalah 3,25 (nyeri sedang) Intervensi dengan standar deviasi 0,463. Sedangkan rata-rata skala Efflurage nyeri Massage setelah diberikan intervensi contract Conract relax stretching adalah 2,12 Relax (nyeri Stretching ringan) dengan standar deviasi 0,354. Hasil uji statistik diperoleh nilai pvalue < α (0,002 < 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan antara nyeri sebelum dan setelah pemberian intervensi contract relax stretching pada spasme musculus gastroknemius pasca pertandingan sepakbola. 3.Independent Sample T-Test Untuk melihat perbedaan penurunan skala nyeri pada kelompok perlakuan I (Efflurage
Intervensi
Mean
N
Standart Deviation
95% Confidence Interval of The Difference
Lower
Pre Post
3,25
8
0,463
2,12
8
0,354
0,589
Mean
N
Standart Deviation
3,750
8
0,886
3,755
8
1,187
95% Confidence Interval of The Difference Uppe Lower r 2,49 0,251 9 0,243
2,50 7
P Value
0,021
Dari table diatas menunjukkan bahwa untuk kelompok perlakuan I didapat nilai mean 3,750 dan standar deviasi 0,886. Untuk kelompok perlakuan II didapat nilai mean 3,557 dengan standar deviasi 1,187. Dengan menggunakan uji statistik ttest independent dengan α = 0,05, didapatkan nilai p-value sebesar 0,021 yang berarti signifikan. Berdasarkan hal tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan nilai penurunan nyeri secara bermakna pada kelompok perlakuan I yang diberikan intervensi Efflurage Massage dengan kelompok perlakuan II yang diberikan Contract Relax Stretching.
P Value
U p p e r 1 , 6 0,002 6 1
PEMBAHASAN Karakteristik Responden 1. Umur Hasil penelitian menunjukan bahwa mayoritas jumlah responden berumur 25-27 tahun adalah sebanyak 5 orang (62,5%) pada klub Peureulak Raya, sedangkan pada pada klub Beringin Jaya mayoritas juga berumur 25-27 tahun sebanyak 6 orang (75%). Semakin tinggi usia seseorang dapat menyebabkan seseorang mudah lelah, selain itu juga massa otot juga akan semakin berkurang sehingga akan memperlambat aliran darah ke jaringan yang menyebabkan oksigen tidak adekuat terkirim kejaringan yang dapat mengakibatkan spasme yang menimbulkan nyeri.
Massage) dengan kelompok perlakuan II (Contract Relax Stretching) dilakukan uji beda antara nilai-nilai selisih penurunan skala nyeri kelompok perlakuan I dan II dengan menggunakan Independent Sample T-Test. Tabel 4.7. Nilai Selisih Penurunan Skala Nyeri pada kelompok perlakuan I (Efflurage Massage) dengan kelompok perlakuan II (Contract Relax Stretching) pada spasme Musculus Gastroknemius Pasca Pertandingan Sepak Bola di Tanjung Morawa .
62
2. Suku Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden pada klub Peureulak Raya adalah suku Aceh sebanyak 5 orang (62,5%), sedangkan pada klub Beringin Jaya mayoritas juga adalah suku Aceh 6 orang (75%). Latar belakang suku merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat nyeri seseorang. Seperti dikemukakan oleh LeMore & Burke (2008), menyatakan bahwa budaya mempengaruhi seseorang bagaimana cara toleransi terhadap nyeri, menginterpretasikan nyeri, dan bereaksi secara verbal atau nonverbal terhadap nyeri. Budaya dari suku jawa yang menerima terhadap nyeri, sehingga merasa kuat dan sabar terhadap nyeri yang dirasakan.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Indra Bagus (2006) dengan judul penelitian "Beda pengaruh intervensi efflurage massage dengan contract relax stretching terhadap penurunan nyeri akibat spasme M. Gastroknemius non patoogis pasca pertandingan sepak bola". Penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 20 orang dan dibagi kedalam 2 kelompok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil uji statistik t-test paired sample pada kelompok perlakuan I dengan α (0,05), didapat nilai t hitung 33,97 dan p value 0,000 (p < 0,05) yang berarti terdapat penurunan nilai nyeri yang bermakna pada pemain yang mengalami nyeri akibat spasme M. Gastroknemius non patologis pasca pertandingan sepak bola yang mendapatkan intervensi efflurage massage. Nyeri akibat spasme pada musculus gastroknemius non patologis pasca pertandingan sepak bola adalah suatu keadaan umum yang dirasakan oleh semua pemain bola seusai menjalani suatu pertandingan. Pada pertandingan bola dengan waktu pertandingan 2 x 45 menit dengan disela istirahat selama 15 menit, membuat otot-otot tungkai menjalankan fungsinya dengan energi yang didapat dari metabolism anaerobic, bahwa system glikolisis anaerobik menjadi sumber energy utama dari aktifitas yang di lakukan dalam waktu 30-90 menit. Dengan produk sisa metabolism yang berupa asam laktat (Kisney, 2007). Pada saat pertandingan sepak bola berlangsung musculus gastroknemius yang terus menerus melakukan kontraksi sehingga
Perbedaan Skala Nyeri Pre dan Post Intervensi Efflurage Massage pada Spasme Musculus Gastroknemius Pasca Pertandingan Sepak Bola. Berdasarkan hasil penelitian rata-rata skala nyeri sebelum diberikan intervensi efflurage massage adalah 3,12 (nyeri sedang) dengan standar deviasi 0,354. Sedangkan rata-rata skala nyeri setelah diberikan intervensi efflurage massage adalah 2,50 (nyeri ringan) dengan standar deviasi 0,535. Hasil uji statistik diperoleh nilai pvalue < α (0,011 < 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan antara nyeri sebelum dan setelah pemberian intervensi efflurage massage pada spasme musculus gastroknemius pasca pertandingan sepak bola.
63
menekan pembuluh-pembuluh darah (vena-vena) yang berada disekitar otot sehingga peredaran darah menjadi terganggu dan suplay oksigen ke jaringanpun ikut terganggu. Proses yang berlangsung berulang-ulang menyebabkan jaringan mengalami iskemik hingga timbul spasme yang disertai nyeri (Kisney, 2007). Salah satu efek efflurage massage pada system muscular adalah Meningkatnya sirkulasi darah dan membawa oksigen serta nutrisi yang dibutuhkan otot sehingga dapat menurunkan kelelahan otot dan rasa nyeri setelah berlatih (Susan, G Salvo (2001)).
stretching terhadap penurunan nyeri akibat spasme M. Gastroknemius non patoogis pasca pertandingan sepak bola". Penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 20 orang dan dibagi kedalam 2 kelompok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil uji statistik t-test paired sample pada kelompok perlakuan II dengan α (0,05), didapat nilai t hitung 39,334 dan p value 0,000 (p < 0,05) yang berarti terdapat penurunan nilai nyeri yang bermakna pada pemain yang mengalami nyeri akibat spasme M. Gastroknemius non patologis pasca pertandingan sepak bola yang mendapatkan intervensi contract relax stretching. Hasil penurunan nyeri pada intervensi dengan contract relax stretching disebabkan karena contract relax stretching dapat meningkatkan relaksasi dan menurunkan nyeri serta spasme karena terstimulasi golgi tendo organ (GTO), manurut Ganong WF dalam buku fisiologi kedokteran (1983), "sampai batas tertentu, makin kuat otot diregangkan, makin kuat kontraksi refleknya. Akan tetapi bila tegangan cukup besar, kontraksi mendadak berhenti dan otot menjadi lemas (relaksasi) dan akan lebih mudah diulur".
Perbedaan Skala Nyeri Pre dan Post Intervensi Contract Relax Stretching pada Spasme Musculus Gastroknemius Pasca Pertandingan Sepak Bola. Berdasarkan hasil penelitian ratarata skala nyeri sebelum diberikan intervensi contract relax stretching adalah 3,25 (nyeri sedang) dengan standar deviasi 0,463. Sedangkan rata-rata skala nyeri setelah diberikan intervensi contract relax stretching adalah 2,12 (nyeri ringan) dengan standar deviasi 0,354. Hasil uji statistik diperoleh nilai pvalue < α (0,002 < 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan antara nyeri sebelum dan setelah pemberian intervensi contract relax stretching pada spasme musculus gastroknemius pasca pertandingan sepakbola. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Indra Bagus (2006) dengan judul penelitian "Beda pengaruh intervensi efflurage massage dengan contract relax
Selisih antara Penurunan Skala Nyeri Post Intervensi Efflurage Massage dan Contract Relax Stretching pada Spasme Musculus Gastroknemius Pasca Pertandingan Sepak Bola. Hasil selisih kelompok perlakuan I didapat nilai mean 3,750 dan standar deviasi 0,886. Untuk kelompok perlakuan II didapat nilai mean 3,755
64
dengan standar deviasi 1,187. Dengan menggunakan uji statistik ttest independent dengan α = 0,05, didapatkan nilai p-value sebesar 0,021 yang berarti sangat signifikan. Berdasarkan data tersebut, diketahui baik pada perlakuan I maupun perlakuan II terdapat nilai penurunan skala nyeri yang signifikan/bermakna dengan selisih nilai p value sebesar 0,021. Namun dilihat dari nilai p-value untuk perlakuan II dengan intervensi contract relax stretching didapatkan nilai p-value sebesar 0,002 sehingga lebih bermakna/signifikan dibandingkan dengan perlakuan I dengan intervensi efflurage massage didapatkan nilai p-value sebesar 0,011. Hal ini menunjukkan bahwa contract relax stretching memiliki efek langsung menginhibisi ketegangan otot yang terjadi sehingga otot menjadi rilek dan nyeri berkurang. Sementara pada efflurage massage rileksasi otot didapat setelah sirkulasi darah lancar sehingga penumpukan asam laktat dan iskemik yang terjadi membutuhkan waktu yang lama untuk dapat kembali keadaan semula (relak). Oleh karena itu dengan total durasi pelaksanaan kedua intervensi sama (5 menit), terdapat perbedaan antara tingkat penurunan nyeri yang signifikan pada kedua kelompok perlakuan tersebut. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa metode terapi yang diberikan pada kelompok perlakuan II mempunya manfaat yang lebih besar dibandingkan dengan metode terapi yang diberikan pada kelompok perlakuan I. Sehingga pemilihan metode
intervensi contract relax stretching pada pemain sepak bola yang mengalami nyeri akibat spasme musculus gastroknemius non pertandingan sepakbola akan mendapatkan hasil yang lebih optimal dalam mengurangi nyeri. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka kesimpulan yang dapat diambil adalah : 1. Mayoritas jumlah responden berumur 25-27 tahun adalah sebanyak 5 orang (62,5%) pada klub Peureulak Raya, sedangkan pada klub Beringin Jaya mayoritas juga berumur 25-27 tahun sebanyak 6 orang (75%). 2. Rata-rata skala nyeri sebelum diberikan intervensi efflurage massage adalah 3,12 (nyeri sedang) dengan standar deviasi 0,354 pada spasme musculus gastroknemius non patologis pasca pertandingan sepakbola. 3. Rata-rata skala nyeri setelah diberikan intervensi efflurage massage adalah 2,50 (nyeri ringan) dengan standar deviasi 0,535 pada spasme musculus gastroknemius non patologis pasca pertandingan sepakbola. 4. Hasil uji statistik diperoleh nilai p-value < α (0,011 < 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan skala nyeri sebelum dan setelah pemberian intervensi efflurage massage pada spasme musculus gastroknemius non patologis pasca pertandingan sepakbola. 5. Rata-rata skala nyeru sebelum diberikan intervensi contract relax stretching adalah 3,25 (nyeri sedang) dengan standar deviasi
65
0,463 pada spasme musculus gastroknemius non patologis pasca pertandingan sepakbola. 6. Rata-rata skala nyeri setelah diberikan intervensi contract relax stretching adalah 2,12 (nyeri ringan) dengan standar deviasi 0,354 pada spasme musculus gastroknemius non patologis pasca pertandingan sepakbola. 7. Hasil uji statistik diperoleh nilai p-value < α (0,002 < 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan skala nyeri sebelum dan setelah pemberian intervensi contract relax stretching pada spasme musculus gastroknemius non patologis pasca pertandingan sepakbola. 8. Terdapat perbedaan penurunan nyeri yang bermakna antara kelompok perlakuan I (efflurage massage) dan kelompok perlakuan II (contract relax stretching) pada pemain bola yang mengalami nyeri akibat spasme musculus gastroknemius non patologis pasca pertandingan sepakbola (p-value 0,021).
nyeri akibat spasme musculus gastroknemius non patologis pasca pertandingan sepak bola. Diharapkan dapat dijadikan referensi dalam melakukan penanganan nyeri pada penderita spasme musculus gastroknemius non patologis pasca pertandingan sepak bola. Diharapkan dapat dijadikan referensi dan bahan bacaan kepustakaan mengenai penanganan nyeri akibat spasme musculus gastroknemius non patologis pasca pertandingan sepak bola dengan intervensi efflurage massage dan contract relax stretching. Diharapkan agar responden memahami dan dapat menerapkan cara mengatasi nyeri akibat spasme musculus gastroknemius non patologis pasca pertandingan sepak bola dengan menggunakan tekhnik efflurage massage ataupun contract relax stretching. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian, Cetakan 14. Rineka Cipta. Jakarta
Saran Diharapkan bagi peneliti lain untuk dapat melakukan penelitian mengenai nyeri akibat spasme musculus gastroknemius non patologis pasca pertandingan sepak bola dengan menggunakan jumlah sampel yang lebih besar dan waktu yang lebih lama agar hasil yang didapatkan lebih maksimal. Bagi Fisioterapi Diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat guna menambah pengetahuan dan menjadi alternative lain bagi rekan-rekan fisioterapis dalam menangani kondisi
Ganong, William F. 2003. Fisiologi Saraf & Sel Otot. EGC. Jakarta Graha, dkk. 2012. Terapi Massage Frirage Penatalaksanaan Cedera pada Anggota Gerak Tubuh Bagian Bawah. Diambil dari www.staff.uny.ac.id/.../Ali%2 0Setia%@0Graha.pdf. Diakses pada tanggal 13 Maret 2015.
66
Felson,
D,T. 2008. Pain in Osteoarthritis. John and Son Inc. Hobohen. New Jersey
Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Edisi 2. Salemba Medika. Jakarta
Helmi, Noor Zairin. 2012. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal, Jilid 1. Salemba Medika. Jakarta
Nursalam. 2011. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Salemba Medika. Jakarta
https://www.google.co.id/Anatomi.T ungkai.Bawah/ diakses pada tanggal 06 Mei 2015 Indra, Bagus. 2006. Beda Pengaruh Intervensi Efflurage Massage dengan Contrac Relax Stretching Efektif dalam Menurunkan Nyeri Akibat Spasme M. Gastroknemius. Universitas Indonusa Esa Unggul. Jakarta
Permenkes RI. 2013. Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 80 tahun 2013. Dikutip 13/03/2015 dari http://www.ifi.or.id/upload/fil e/permenkes no.80 tahun 2013.pdf
Kisney, Carolline. 2007. Therapeutic Exercise, Foundatio and Technique Third Edition. Davis Company. Philadelpia
Rohadino. 2012. Pengertian Stretching. Dikutip dari https://rohadinoy.wordpress.c om/ tanggal 22 April 2015.
Lupiq. 2010. Gerakan Peregangan Stretching. Dikutip dari https://lupiq.wordpress.com/t ag/ pada tanggal 22 April 2015.
Setiadi. 2013. Konsep dan Praktek Penulisan Riset Keperawatan. Edisi 2. Graha Ilmu. Yogyakarta
Lutan, Rusli. 2007. Pendidikan Kebugaran Jasmani Orientasi Pembinaan Disepanjang Hayat. Dirjen Olahraga, Depdiknas. Jakarta Mahar,
Sugiyono. 2007. Statistika Untuk Penelitian. Alfabeta. Bandung Sugiyono. 2010. Metodologi Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Alfabeta. Bandung
Mardjono. dkk, 2008. Neurologi Klinis Dasar Edisi 6. Dian Rakyat. Jakarta
Susan, G Salvo. 2001. Massage Therapy, Princip, and Practice. W.B Sunders Company. Philadelpia
Notoatmodjo, Soekidjo. 2012. Metode Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta
67