Error!
J E P M
Vol. 8, No. 2 : Agustus 2009
ISSN 1693-1610
Dampak Pembangunan Infrastruktur Dalam Perekonomian Wilayah Provinsi Kalimantan Timur : Suatu Analisis Input–Output Antar Wilayah Yosef Barus, Bonar M. Sinaga, D. S. Priyarsono, Dedi Budiman Hakim Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten Tapin Periode 2004 – 2008 Rasidah dan Marsidah Analisis Relevansi Laporan Keuangan Berdasarkan Biaya Historis Pada Kondisi Inflasi Yohana Yustika Sari Analisis Harga Saham Sebelum dan Sesudah Merger dan Akuisisi Pada Perusahaan Manufaktur yang Listing di Bursa Efek Jakarta Noor Hikmah dan Redawati Hubungan Akuntabilitas, Transparansi dan Partisipasi Dengan Pencapaian Target Realisasi DIPA (Studi Pada Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin) Syati Irawati dan Rismanthoro Analisa Perbandingan Produktivitas Kerja Karyawan yang Menggunakan Pelatihan Dengan yang Tidak Menggunakan Pelatihan Pada Koperasi Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) Karya Bersama Kabupaten Tanah Bumbu Irwansyah dan Dadang Lesmana Faktor Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Usaha Kecil & Menengah (UKM) Di Kota Banjarmasin Nasruddin Penelitian Manajemen Pendapatan Asli Daerah Pemkab Kotawaringin Timur (Implementasi Model MPE) Syaiful Hifni
A
Fakultas Ekonomi UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
JEPMA Vol. 8, No. 2 Agustus 2009 hal. 121 - 132 ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH KABUPATEN TAPIN PERIODE 2004 – 2008 Oleh : Rasidah dan Marsidah (Dosen Fakultas Ekonomi Unlam dan Mahasiswa Program Pasca Sarjana Unlam)
ABSTRACT
Rasidah danMarsidah : The Financial Performance Analysis of Tapin Regency in 2004 – 2008 Period. This research has aim at measuring the financial performance of Tapin Regency in the period of 2004 – 2008 by using financial ratio analysis that deals with Local Receipt (PAD) and Regional Expenditure. Furthermore, it also explores the obstacles faces government in raising PAD and managing expenditure allocation. The static vertical analysis method applies in this attempt through financial reports covering: Balance Sheet, Budget Realization Report, Cash Circulation Report, and Notes on Financial Report. The result reveals that this regency is still in the low rate in terms of Autonomy Ratio and under an instructive relationship pattern to central government. Besides, it gets categorized affective in affectivity ratio measurement but highly dependant to central government in terms of fiscal decentralization ratio. Its regional income growth ratio is considered sufficient and its activity ratio shows that indirect expenditure is dominant and higher than total regional income. The obstacles faces the government are low awareness of the public, limited capacity of the staffs, weakness in planning, weakness in internal monitoring, and constraint in determining the equal expenditure to the local receipt. Keywords : financial performance, regional autonomy, decentralization, PAD growth, and activity.
affectivity,
fiscal
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejak diberlakukannya UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, pemerintah pusat telah memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur urusan pembangunan ekonominya sendiri. Perkembangan otonomi daerah juga berimplikasi pada meningkatnya tuntutan masyarakat atas transparansi, akuntabilitas dan kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah. 121
Jurnal Ekonomi Pembangunan Manajemen dan Akuntansi, Vol..8, No. 2 Agustus 2009 : 121 - 132
Transparansi atau keterbukaan yang sangat diperlukan oleh publik adalah akuntabilitaas pengelolaan keuangan pemerintah daerah yang harus didukung dengan sistem pelaporan yang mampu menyediakan informasi untuk tujuan pertanggungjawaban, mengontrol dan pengendalian manajemen pemerintah daerah (Nurkholis,2000). Transparansi pengelolaan keuangan pada akhirnya akan menciptakan pertanggungjawaban horisontal antar pemerintah dengan masyarakat, sehingga tercipta pemerintah yang bersih, efektif, efesien, akuntabel dan responsif terhadap aspirasi masyarakat ( Affandi, 2001). Pengelolaan keuangan daerah yang dilakukan secara ekonomis, efektif dan efisien serta transparansi dan akuntabilitas akan mendorong terhadap kemajuan pembangunan suatu daerah. Untuk melakukan pengelolaan keuangan daerah secara baik dan optimal tidak hanya dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas, tetapi juga sumber daya ekonomi berupa keuangan yang dituangkan dalam suatu Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan instrumen kebijakan utama bagi pemerintah daerah, seharusnya dipergunakan sebagai alat untuk menentukan besarnya pendapatan dan pengeluaran, juga sebagai alat bantu untuk pengambilan keputusan dan perencanaan pembangunan. Menurut Mardiasmo (2005: 61) anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai selama periode tertentu yang dinyatakan dalam ukuran finansial. Anggaran sebagai instrumen kebijakan menduduki posisi sentral harus memuat kinerja untuk mendorong pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Kinerja yang terkait dengan anggaran merupakan kinerja keuangan berupa perbandingan antara komponen-komponen yang terdapat pada anggaran (Hamzah, 2006). Kinerja pemerintah daerah dapat dianalisis berdasarkan aspek keuangan dan non keuangan. Analisis kinerja berdasarkan aspek keuangan menitikberatkan pada informasi keuangan yang disampaikan oleh pemerintah daerah dalam bentuk laporan keuangan, dalam hal ini analisis rasio. Analisis Rasio merupakan teknik analisis yang dilakukan dengan membandingkan suatu perkiraan dengan perkiraan yang lain dalam laporan keuangan yang sama. Untuk analisis aspek non keuangan kinerja pemerintah lebih komprehensif dengan menggunakan teknik Balanced Score Card (Mardiasmo, 2005: 123). Analisis Kinerja keuangan adalah usaha untuk mengidentifikasi ciri-ciri keuangan berdasarkan laporan keuangan yang tersedia (Halim, 2001:127). Selanjutnya dikatakan bahwa kinerja keuangan dapat diukur dengan menggunakan analisis rasio berupa rasio kemandirian, rasio efektifitas, rasio desentralisasi fiskal, dan rasio pertumbuhan. Rasio- rasio tersebut fokusnya pada analisa pendapatan khususnya pendapatan daerah, selain itu juga terdapat rasio yang erat kaitannya dengan pengeluaran pendapatan antara lain rasio aktivitas belanja, karena pemerintah daerah termasuk Pemerintah Kabupaten Tapin adalah organisasi sektor publik maka fokus analisa rasio laporan keuangannya tidak pada Rasio Likuiditas, Rasio Solvabilitas dan Rasio Hutang ( Mahsun, 2006). Pemerintah Kabupaten Tapin adalah salah satu entitas pelaporan yang menurut peraturan perundang-undangan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa laporan keuangan pemerintah daerah. Laporan Keuangan yang dihasilkan perlu dievaluasi sehingga dapat dilihat kinerja yang dapat dicapai. Selama ini Pengukuran kinerja Pemerintah Kabupaten Tapin terletak pada 122
Rasidah dan Marsidah – Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten Tapin ......
seberapa jauh capaian dari masing-masing indikator kinerja yang telah ditetapkan. Indikator yang digunakan untuk mengukur kegiatan adalah Input (masukan), Output (keluaran), Outcome (hasil), Benefit (manfaat) dan Impact (dampak). Kriteria pengukuran yang dipakai adalah target kinerja yang ditetapkan. Pengukuran kinerja pemerintah daerah berdasarkan kemampuan penyerapan anggaran dianggap tidak lagi sesuai (Mahsun, 2006: 128). Oleh karena itu diperlukan pengukuran kinerja keuangan pemerintah daerah yang lebih baik sehingga dapat memberikan gambaran keberhasilan pembangunan daerah. Analisis Kinerja keuangan Pemerintah Kabupaten Tapin dapat pula dilakukan dengan menggunakan teknik analisis rasio, sehingga tidak hanya dengan menggunakan analisis anggaran yang terfokus pada perbandingan anggaran dan realisasinya saja. Dengan analisa rasio keuangan dapat diidentifikasi kekuatan dan kelemahan organisasi (Prasetya,2005:47). Pemerintah Kabupaten Tapin merupakan organisasi sektor publik sehingga analisis rasionya lebih difokuskan pada rasio pendapatan dan belanja yang meliputi Rasio Kemandirian, Rasio Efektivitas, Rasio Desentralisasi Fiskal, Rasio Pertumbuhan, dan Rasio Aktivitas. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk meneliti tentang “Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten Tapin Periode 2004 – 2008 ”. 1.2
Permasalahan Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah : ”Bagaimanakah kinerja keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Tapin Periode 2004 - 2008 dengan menggunakan analisis rasio keuangan ? ”
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengelolaan Keuangan Daerah Pengelolan anggaran daerah umumnya disesuaikan dengan peraturan lembaga yang lebih tinggi. Sejalan dengan pemberlakuan UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, lahirlah tiga paket perundang-undangan, yaitu UU No 17/2003 tentang Keuangan Negara, UU No 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan UU No 15/2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, yang telah membuat perubahan mendasar dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pengaturan keuangan, khususnya Perencanaan dan Anggaran Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat. Kemudian, saat ini keluar peraturan baru yaitu; PP 58/2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan Permendagri 13/2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Berdasarkan Permendagri 13/2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah pasal 4 bahwa keuangan daerah dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efektif, efisien, ekonomis, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan azas keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk masyarakat. 123
Jurnal Ekonomi Pembangunan Manajemen dan Akuntansi, Vol..8, No. 2 Agustus 2009 : 121 - 132
Menurut I Gusti Ayu Rima Kusuma Dewi dalam Abdul Halim (2004:85) bahwa pengelolaan keuangan yang baik memiliki ciri-ciri sebagai berikut :1) Sederhana, mudah dipahami, dipelajari oleh mereka yang menjalankannya, kemungkinan diikuti tanpa salah, cepat memberikan hasil dan mudah diperiksa, sejalan dengan hasil dan tujuan yang hendak dicapai.2) Lengkap, secara keseluruhan pengelolaan keuangan hendaknya dapat digunakan untuk mencapai semua tujuan, dan mencakup segi keuangan setiap kegiatan daerah. 3) Berhasil guna artinya pengelolaan keuangan dalam kenyataan harus dapat mencapai tujuan yang bersangkutan. 4) Berdayaguna memiliki dua segi, yaitu : - daya guna melekat pengelolaan keuangan bersangkutan harus dinaikkan setingginya, artinya hasil yang dicapai dengan biaya serendah-rendahnya, - memperbesar daya guna yang menjadi alat pemerintah untuk menjalankan kegiatannya dan tidak menghambat. 5) Mudah disesuaikan, pengelolaan keuangan jangan dibuat kaku sehingga sulit menerapkannya. Tujuan utama pengelolaan keuangan daerah (Devas dkk ,1989: 279) adalah : “(1).Tanggung jawab (accountability), Pemerintah daerah harus mempertanggung jawabkan keuangannya kepada lembaga atau orang yang berkepentingan yang sah, lembaga atau orang itu termasuk pemerintah pusat, DPRD, Kepala Daerah dan masyarakat umum. Adapun unsur-unsur penting dalam tanggung jawab adalah mencakup keabsahan yaitu setiap transaksi keuangan harus berpangkal pada wewenang hukum tertentu dan pengawasan yaitu tata cara yang efektif untuk menjaga kekayaan uang dan barang serta mencegah terjadinya penghamburan dan penyelewengan dan memastikan semua pendapatan yang sah benar-benar terpungut jelas sumbernya dan tepat penggunaannya, (2). Mampu memenuhi kewajiban keuangan, Keuangan daerah harus ditata dan dikelola sedemikian rupa sehingga mampu melunasi semua kewajiban atau ikatan keuangan baik jangka pendek, jangka panjang maupun pinjaman jangka panjang pada waktu yang telah ditentukan, (3). Kejujuran, hal-hal yang menyangkut pengelolaan keuangan daerah pada prinsipnya harus diserahkan kepada pegawai yang betul-betul jujur dan dapat dipercaya, (4). Hasil guna (efectiveness) dan daya guna (efficiency), merupakan tata cara mengurus keuangan daerah harus sedemikian rupa sehingga memungkinkan program dapat direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan pemerintah daerah dengan biaya yang serendah-rendahnya dan dalam waktu yang secepat-cepatnya, dan (5). Pengendalian, para aparat pengelola keuangan daerah, DPRD dan petugas pengawasan harus melakukan pengendalian agar semua tujuan tersebut dapat tercapai.” 2.2. Struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD dan ditetapkan dengan peraturan daerah (Nurlan Darise, 2007:31). Berdasarkan UU No 17 tahun 2003 tentang keuangan negara pasal 1, menyatakan APBD adalah suatu rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD. Berdasarkan Permendagri Nomor 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 22 ayat (1) Struktur APBD merupakan satu kesatuan terdiri dari: a). pendapatan daerah; b). belanja daerah; dan c). pembiayaan daerah. Selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005 juga menyebutkan bahwa pendapatan daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai 124
Rasidah dan Marsidah – Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten Tapin ......
penambah nilai kekayaan bersih. Belanja daerah adalah kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih. Pembiayaan Daerah adalah semua penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahuntahun anggaran berikutnya. 2.3. Pendapatan Asli Daerah Pengertian pendapatan asli daerah daerah dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Pasal 1 ayat (18) adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan yang berlaku.Selanjutnya Halim (2004: 94) mendefinisikan Pendapatan Asli Daerah sebagai penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Pendapatan Asli Daerah menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 bersumber dari (1) hasil pajak daerah; (2) hasil retribusi daerah; (3) hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan bagi hasil/laba dari BUMD, dan (4) lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. 2.4. Belanja Daerah Menurut Permendagri No.13 tahun 2006 belanja daerah adalah semua pengeluaran dari rekening kas umum daerah yang mengurangi ekuitas dana, merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran dan tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah. Belanja daerah yang dipergunakan dalam rangka mendanai pelaksanaan urusan pemerintahan terdiri dari urusan wajib, urusan pilihan dan urusan yang penangannya dalam bagian bidang tertentu yang dapat dilaksanakan antara pemerintah dan pemerintahan daerah, sedangkan belanja daerah menurut kelompok belanja terdiri dari : 1) Belanja Tidak langsung, 2) Belanja langsung. Menurut Permendagri nomor 13 tahun 2006, belanja modal merupakan pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembelian/pengadaan atau pembanguan aset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan, seperti dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan jalan, irigasi dan jaringan dan aset tetap lainnya. Selain ketiga belanja diatas terdapat 2 (dua) belanja lagi, yaitu: 1) Belanja tak terduga, merupakan pengeluaran yang dilakukan oleh pemerintah daerah untuk membayar kegiatan-kegiatan tak terduga dan kejadian-kejadian luar biasa, 2). Belanja transfer merupakan pengalihan uang dari pemerintah daerah kepada pihak ketiga tanpa adanya harapan untuk mendapatkan pengembalian imbalan maupun keuntungan dari pengalihan uang tersebut. 2.5. Kinerja Keuangan Sektor Publik Mahsun (2006: 25) menjelaskan pengertian kinerja sebagai berikut: ”Kinerja adalah penggambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam strategic planning suatu organisasi. Sedangkan menurut Bastian (2006: 329), menyatakan bahwa ”Kinerja merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/ program/ kebijaksanaan 125
Jurnal Ekonomi Pembangunan Manajemen dan Akuntansi, Vol..8, No. 2 Agustus 2009 : 121 - 132
2.6.
dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi yang tertuang dalam skema strategis suatu organisasi. Selanjutnya Mardiasmo (2005: 122) menguraikan tentang tujuan sistem pengukuran kinerja adalah sebagai berikut: 1) Untuk mengkomunikasikan strategi secara lebih baik; 2) Untuk mengukur kinerja finansial dan nonfinansial secara berimbang sehingga dapat ditelusuri perkembangan pencapaian strategi; 3) Untuk mengakomodasi pemahaman kepentingan manajer level menengah dan bawah serta memotivasi untuk mencapai gool congruence; dan 4) Sebagai alat untuk mencapai kepuasan berdasarkan pendekatan individu dan kemampuan kolektif yang rasional. . Analisis Rasio Keuangan Analisis adalah memecahkan atau menguraikan sesuatu unit menjadi berbagai unit kecil (Mahsun, 2006: 134). Sedangkan analisis kinerja keuangan adalah usaha untuk mengidentifikasi ciri-ciri keuangan berdasarkan laporan keuangan yang tersedia (Halim, 2004: 126). Menurut Mahmudi (2007: 9) metode yang dapat digunakan dalam melakukan analisis laporan keuangan sehingga dapat disimpulkan kinerja keuangan suatu organisasi sektor publik adalah melalui rasio atas laporan keuangan, perhitungan rasio dapat digunakan untuk mengevaluasi dan menginterpretasikan laporan keuangan sehingga darinya dapat di evaluasi kinerja keuangan organisasi. Menurut Halim (2008: 231) Analisis laporan keuangan adalah usaha mengidentifikasi ciri-ciri keuangan berdasarkan laporan yang tersedia. Analisis rasio keuangan pada APBD dilakukan dengan membandingkan hasil yang dicapai dari suatu periode dengan periode sebelumnya sehingga dapat diketahui bagaimana kecendrungan yang terjadi. Selain itu, dapat pula dilakukan dengan cara membandingkan dengan rasio keuangan yang dimiliki pemda tertentu dengan rasio keuangan daerah lain yang terdekat ataupun yang potensi daerahnya relatif sama (Halim, 2008 : 232). Analisis rasio laporan keuangan memiliki beberapa keunggulan. Mahsun (2006: 140) berpendapat bahwa keunggulan tersebut antara lain: (1) rasio keuangan merupakan angka-angka yang lebih mudah dibaca dan ditafsirkan; (2) merupakan pengganti yang lebih sederhana dari informasi yang disajikan laporan keuangan yang sangat rinci dan rumit; (3) mengetahui posisi organisasi; (4) sangat bermanfaat dalam pengambilan keputusan; (5) menstandarisasi size organisasi; (6) lebih mudah melakukan prediksi dimasa yang akan datang. Beberapa jenis rasio yang dapat dikembangkan berdasarkan laporan keuangan dan data keuangan yang bersumber dari APBD dan dibahas dalam penelitian ini adalah Kemandirian, efektivitas, Desentralisasi Fiskal, pertumbuhan PAD, dan Aktivitas (Halim ,2001:127). III. METODE PENELITIAN
3.1.Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 3.1.1 Variabel penelitian Dalam penelitian ini akan menggunakan 5 (lima) variabel, yaitu: 1) Kemandirian, 2) Efektivitas, 3) Desentralisasi Fiskal, 4) Pertumbuhan dan 5) Aktivitas 126
Rasidah dan Marsidah – Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten Tapin ......
3.1.2 Definisi Operasional 1. Kemandirian Kemandirian keuangan daerah dapat diukur dengan membandingkan pendapatan asli daerah dengan bantuan pemerintah pusat /propinsi dan pinjaman. 2. Efektivitas Efektivitas dapat di ukur dengan membandingkan realisasi penerimaan PAD dengan target penerimaan PAD yang ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah. 3.Desentralisasi Fiskal Desentralisasi Fiskal di ukur dengan membandingkan derajat kontribusi PAD terhadap total penerimaan daerah. Semakin tinggi kontribusi PAD maka semakin tinggi kemampuan pemerintah daerah dalam menyelenggarakan desentralisasi 4. Pertumbuhan PAD Dalam penelitian ini menggunakan pertumbuhan PAD,sehingga pertumbuhan diukur dengan membandingkan selisih PAD tahun amatan dengan tahun sebelumnya terhadap PAD tahun sebelumnya. 5. Aktivitas Aktivitas dapat diukur dengan membandingkan total belanja langsung atau belanja tidak langsung terhadap total APBD. Aktivitas 1 diukur dengan membandingkan total belanja Tidak langsung terhadap APBD, dan aktivitas 2 diukur dengan membandingkan total belanja langsung terhadap total APBD. 3.2. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan untuk menganalisa variabel-variabel kinerja keuangan yaitu dengan menngunakan analisis ratio: 1. Kemandirian (Halim, 2002) Pendapatan Asli Daerah Kemandirian = X 100 % Bantuan Pemerintah Pusat / Propinsi dan Pinjaman
2. Efektivitas (Halim, 2002) Efektivitas =
Realisasi Penerimaan PAD
X 100 %
Target Penerimaan PAD yang ditetapkan berdasarkan Potensi Riil Daerah
3. Desentralisasi Fiskal (Ikromah, 2006) Pendapatan Asli Daerah Desentralisasi Fiskal = X 100 % Total Penerimaan Daerah
4. Pertumbuhan PAD (Halim, 2002) Pertumbuhan PAD = PAD Tahun Amatan – PAD periode sebelumnya X 100 % PAD periode sebelumnya
5. Aktivitas (Halim, 2002) Aktivitas 1 = Total Belanja Tidak
langsung
X 100 %
Total APBD
Aktivitas 2
=
Total Belanja langsung
X 100 %
Total APBD
127
Jurnal Ekonomi Pembangunan Manajemen dan Akuntansi, Vol..8, No. 2 Agustus 2009 : 121 - 132
IV. HASIL PENELITIAN 4.1. Hasil Analisis 4.1.1. Kemandirian Keuangan Daerah Kemandirian keuangan daerah menunjukkan kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah. Penilaian kemandirian keuangan daerah dapat diketahui dari besar kecilnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) apabila dibandingkan dengan pendapatan daerah yang berasal dari sumber pendapatan lainnya, seperti Bantuan Pemerintah Pusat/Propinsi dan Pinjaman.Berikut adalah hasil analisis rasio Kemandirian Kabupaten Tapin tahun 2004 - 2008 Berdasarkan Hasil analisis bahwa tingkat kemandirian Kabupaten Tapin tahun 2004 sebesar 6,5 %, Tingkat Kemandirian Kabupaten Tapin tahun Anggaran 2005 sebesar 7,8 % ,Tingkat Kemandirian Kabupaten Tapin tahun Anggaran 2006 sebesar 3,1 % ,Tingkat Kemandirian Kabupaten Tapin tahun Anggaran 2007 sebesar 3,7 % Tingkat Kemandirian Kabupaten Tapin tahun Anggaran 2008 sebesar 9,9 %, kondisi tersebut menunjukan bahwa kemandirian Kabupaten Tapin masih rendah, dan memiliki pola hubungan instruktif karena di bawah 10 %. 4.1.2. Efektivitas Rasio efektivitas menunjukkan kemampuan pemerintah daerah dalam mobilisasi penerimaan PAD sesuai dengan yang ditargetkan. Untuk menentukan tingkat efektivitas digunakan kriteria–kriteria sebagai berikut : 1). Tidak efektif jika diperoleh nilai kurang dari 100% (x < 100%), 2). Efektivitas berimbang jika diperoleh nilai sama dengan 100% (x = 100%), 3). Efektif jika diperoleh nilai lebih dari 100% (x > 100%) (M. Mahsun, 2006:187). Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh bahwa tingkat efektifitas Kabupaten Tapin tahun 2004 sebesar 140,8 %, hal ini menunjukan bahwa kemampuan Pemerintah Kabupaten Tapin efektif, karena tingkat rasio efektifitas yang diperoleh diatas 100 %. Tingkat Efektifitas Kabupaten Tapin tahun Anggaran 2005 sebesar 150,4 % hal ini menunjukan bahwa kemampuan Pemerintah Kabupaten Tapin efektif, karena karena tingkat rasio efektifitas yang diperoleh diatas 100 %.Tingkat Efektifitas Kabupaten Tapin tahun Anggaran 2006 sebesar 58,6 % hal ini menunjukan bahwa kemampuan Pemerintah Kabupaten Tapin tidak efektif, karena tingkat rasio efektifitas yang diperoleh kurang dari 100 %.Tingkat Efektifitas Kabupaten Tapin tahun Anggaran 2007 sebesar 149,4 % hal ini menunjukan bahwa kemampuan Pemerintah Kabupaten Tapin efektif karena karena tingkat rasio efektifitas yang diperoleh diatas 100 %, Tingkat Efektifitas Kabupaten Tapin tahun Anggaran 2008 sebesar 298,7 % hal ini menunjukan bahwa kemampuan Pemerintah Kabupaten Tapin efektif karena karena tingkat rasio efektifitas yang diperoleh diatas 100 %. 4.1.3. Desentralisasi Fiskal Ukuran ini menunjukkan tingkat kewenangan dan tanggung jawab yang diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk melaksanakan pembangunan. Tingkat desentralisasi fiskal dalam penelitian ini diukur dengan 128
Rasidah dan Marsidah – Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten Tapin ......
menggunakan salah satu rasio yaitu, pendapatan asli daerah terhadap total penerimaan daerah. Rasio ini menunjukkan derajat kontribusi PAD terhadap total penerimaan daerah. Semakin tinggi kontribusi PAD maka semakin tinggi kemampuan pemerintah daerah dalam menyelenggarakan desentralisasi. Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh bahwa tingkat desentralisasi fiskal Kabupaten Tapin tahun 2004 sebesar 6,1 % hal ini menunjukkan bahwa tingkat kontribusi PAD terhadap penerimaan daerah masih rendah hanya sebesar 6,1 %, tingkat Desentralisasi fiskal Kabupaten Tapin tahun Anggaran 2005sebesar 7,2 %, hal ini menunjukkan bahwa tingkat kontribusi PAD terhadap penerimaan daerah masih rendah hanya sebesar 7,2 %, tingkat Desentralisasi fiskal Kabupaten Tapin tahun Anggaran 2006 sebesar 3,0%, hal ini menunjukkan bahwa tingkat kontribusi PAD terhadap penerimaan daerah masih rendah hanya sebesar 3,0 %, tingkat Desentralisasi fiskal Kabupaten Tapin tahun Anggaran 2007 sebesar 3,6 %, hal ini menunjukkan bahwa tingkat kontribusi PAD terhadap penerimaan daerah masih rendah hanya sebesar 3,6 %, tingkat Desentralisasi fiskal Kabupaten Tapin tahun Anggaran sebesar 9,0 %, hal ini menunjukkan bahwa tingkat kontribusi PAD terhadap penerimaan daerah masih rendah hanya sebesar 6,1 %. 4.1.4. Pertumbuhan PAD Menunjukkan tingkat pertumbuhan atau perkembangan perolehan pendapatan asli daerah, ukuran ini menguji seberapa besar kemampuan pemerintah daerah dalam mempertahankan dan meningkatkan keberhasilannya yang telah dicapai dari periode ke periode berikutnya. Rasio pertumbuhan diukur dengan membandingkan selisih PAD terhadap PAD periode sebelumnya. Berdasarkan hasil perhitungan, diperolehs bahwa tingkat Pertumbuhan PAD Kabupaten Tapin tahun 2004 sebesar 123,9 %, hal ini menunjukan bahwa ada peningkatan pendapatan dari tahun sebelumnya sebesar 123,9 %, tingkat Pertumbuhan PAD Kabupaten Tapin tahun Anggaran 2005 sebesar 41,6 %, hal ini menunjukan bahwa ada peningkatan pendapatan dari tahun sebelumnya sebesar 41,6 %, tingkat Pertumbuhan PAD Kabupaten Tapin tahun Anggaran 2006 sebesar -37,3%, hal ini menunjukan bahwa ada penurunan pendapatan dari tahun sebelumnya sebesar 37,3 %, tingkat pertumbuhan PAD Kabupaten Tapin tahun Anggaran 2007 sebesar 40,5 %, hal ini menunjukan bahwa ada peningkatan pendapatan dari tahun sebelumnya sebesar 40,5 %. Tingkat Pertumbuhan PAD Kabupaten Tapin tahun Anggaran 2008 sebesar 193,7 %, hal ini menunjukan bahwa ada peningkatan pendapatan dari tahun sebelumnya sebesar 193,7 %. Kondisi ini menunjukkan bahwa pertumbuhan PAD cukup baik, kecuali di tahun 2006 yang mengalami penurunan. 4.1.5. Aktivitas Rasio aktivitas menggambarkan bagaimana pemerintah daerah memprioritaskan alokasi dananya pada belanja tidak langsung dan belanja langsung secara optimal. Semakin tinggi persentase dana yang dialokasikan untuk belanja tidak langsung berarti semakin kecil persentase dana yang dialokasikan untuk belanja langsung. Rasio ini di hitung dengan cara membandingkan total belanja tidak langsung atau belanja langsung terhadap total APBD Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh bahwa tingkat aktivitas Kabupaten Tapin tahun 2004 sebesar 67,9 % untuk Aktivitas Belanja Tidak Langsung (BTL) dan 129
Jurnal Ekonomi Pembangunan Manajemen dan Akuntansi, Vol..8, No. 2 Agustus 2009 : 121 - 132
32,12 % untuk aktivitas Belanja Langsung (BL).Tingkat Aktivitas Kabupaten Tapin tahun Anggaran 2005 sebesar 73,1 % Belanja Tidak Langsung (BTL) dan 26,87 % untuk aktivitas Belanja Langsung (BL). Tingkat Aktivitas Kabupaten Tapin tahun Anggaran 2006 sebesar 62,0 % Aktivitas Belanja Tidak Langsung (BTL) dan 37,97% untuk aktivitas Belanja Langsung (BL). Tingkat Aktivitas Kabupaten Tapin tahun Anggaran 2007 sebesar 59,2 % Aktivitas Belanja Tidak Langsung (BTL) dan 40,8 % untuk aktivitas Belanja Langsung (BL). Tingkat Aktivitas Kabupaten Tapin tahun Anggaran 2008 sebesar 64,7 % Aktivitas Belanja Tidak Langsung (BTL) dan 35,3 % untuk aktivitas Belanja Langsung (BL). Kondisi ini menunjukan bahwa pengeluaran Pemerintah Kabupaten Tapin untuk belanja tidak langsung lebih besar dibandingkan dengan belanja langsung untuk tiap tahun anggarannya V. PENUTUP 5.1. Kesimpulan Dari pembahasan yang sudah diuraikan di atas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: Rasio kemandirian Pemerintah Kabupaten Tapin termasuk kategori kurang dan pada pola hubungan instruktif, Rasio Efektivitas PAD Pemerintah Kabupaten Tapin pada tahun pengamatan termasuk dalam kategori efektif, kecuali tahun 2006 berada pada kategori tidak efektif karena tidak mencapai target yang telah ditetapkan, Rasio Desentralisasi Fiskal pemerintah Kabupaten Tapin tahun 2004 sampai dengan 2008 menunjukan tingkat PAD terhadap total penerimaan Daerah masih sangat kecil sehingga Pemerintah Kabupaten Tapin masih tergantung pada bantuan dari pemerintah pusat terutama melalui dana perimbangan, perkembangan pertumbuhan PAD untuk tahun 2004 – 2008 terus meningkat kecuali tahun 2006 terjadi penurunan. Rasio aktivitas Pemerintah Kabupaten Tapin menunjukkan bahwa belanja tidak langsung masih mendominasi dari total belanja yang dikeluarkan pemerintah Kabupaten Tapin yang digunakan untuk kegiatan rutin pemerintahan terutama untuk belanja pegawai, sedangkan belanja langsung untuk pembangunan seperti belanja tanah, peralatan, gedung, perbaikan jalan, irigasi, jaringan dan belanja aset masih belum dioptimalkan, walaupun APBD mengalami peningkatan dari tahun ke tahunnya. Upaya Pemerintah Kabupaten Tapin dalam mewujudkan kemandirian daerah mengalami beberapa hambatan, mulai dari lemahnya perencanaan dalam penetapan target pendapatan asli daerah, terbatasnya sumber daya aparatur, rendahnya kesadaran masyarakat sebagai wajib pajak, lemahnya pengendalian internal serta kurangnya koordinasi antar SKPD dalam pengelolaan pendapatan asli daerah. Pertumbuhan belanja daerah yang terus meningkat tidak di imbangi dengan peningkatan kemampuan keuangan daerah khususnya pendapatan asli daerah sehingga pemerintah Kabupaten Tapin masih bergantung pada bantuan pemerintah pusat. 5.2. Saran Pemerintah Kabupaten Tapin diharapkan dapat mengoptimalkan Pendapatan Asli Daerah melalui sektor pajak dan retribusi , meningkatkan target Pendapatan Anggaran Daerah (PAD) berdasarkan analisis potensi riil daerah dan didiskusikan pada tahap perencanaan, tidak hanya dengan menaikkan target sebesar 10% dari tahun sebelumnya. meningkatkan perolehan PAD terutama dengan mengoptimalkan pencapaian pada komponen pajak dan retribusi. Pemerintah Kabupaten Tapin perlu 130
Rasidah dan Marsidah – Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten Tapin ......
melakukan perencanaan yang matang dan menghemat anggaran melalui skala prioritas, standar kebutuhan, dan standar biaya yang rasional dalam pelaksanaan pemerintahan.
DAFTAR PUSTAKA Agnes,Sawir, (2000) Analisis Kinerja Keuangan dan perencanaan keuangan Perusahaan, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Abdul,Halim,2001, Bunga Rampai Manajemen Keuangan Daerah, UPP AM YKPN Jogjakarta ___________, 2002, Akuntansi Sektor Publik, Salemba Empat,jakarta Abdul,Halim, 2004, Bunga Rampai Manajemen Keuangan Daerah, Edisi Revisi UPP STIM YKPN, Yogyakarta. ___________ , 2008, Akuntansi Keuangan Daerah, Salemba Empat, Jakarta Ardi, Hamzah 2006, Analsis Kinerja Keuangan terhadap Pertumbuhan Ekonomi, Pengangguran, dan Kemiskinan : Pendekatan Analisis Jalur (Studi Pada 29 Kabupaten dan 9 Kota di Propinsi Jawa Timur Periode 2001 – 2006) BPS Kab.Tapin, 2008 , Pendapatan Regional Kabupaten Tapin Tahun 2007/2008, BPS,Kabupaten Tapin. Devas, Nick, Brian Binder, Anne Booth, Kenneth Davey dan Roy Kelly, 1989, Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia, (terjemahan oleh Masri Maris), UI-Press, Jakarta Edy,Gede,Prastya, 2005, Penyusunan dan Analisis Laporan Keuangan Pemerintah Daerah, ANDI, Yogyakarta Fahriansyah, Risa,2008, Analisis Kinerja Keuangan pada Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan, kalimantan Selatan. Skripsi Unlam Banjarmasin Ikromah,2006,Analisis Rasio Keuangan Daerah Terhadap APBD untuk Kinerja Keuangan Pemerintah Propinsi Kalimantan Selatan,Skripsi ,STIE Indonesia Banjarmasin. Indra,Bastian,2006a, Sistem Akuntansi Sektor Publik, Penerbit Salemba Empat, Jakarta Mardiasmo, 2002, Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah, Andi Offset, Yogyakarta _________, 2005, Akuntansi Sektor Publik, Andi, Yogyakarta Mahmudi, 2007, Analisa YKPN,Yogyakarta
Laporan
Keuangan
Pemerintah
Daerah,
UPP
STIM
Muhammad Mahsun, 2006, Pengukuran Kinerja Sektor Publik , BPFE,Yogyakarta Nur Annisa-Dewi,2007.Implementasi Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002 terhadap Tata Pembukuan belanja dan Kesiapan Penerapan Permendagri 13 Tahun 2006 pada bagian Diklat Banjarmasin.Skripsi Fakultas Ekonomi Unlam Banjarmasin Nurlan, Darise, 2008, Akuntansi Keuangan Daerah, PT. Indeks, Jakarta
131
Jurnal Ekonomi Pembangunan Manajemen dan Akuntansi, Vol..8, No. 2 Agustus 2009 : 121 - 132
Risa, Fahriansyah,2008, Analisis Kinerja Keuangan pada Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan, kalimantan Selatan. Skripsi Unlam Banjarmasin Ronny ,Kountur,2007, Metode Penelitian , Lembaga Manajemen PPM, Jakarta Republik Indonesia, Undang-undang No 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah _______________, Undang-undang No 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah _______________, Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. _______________, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Slamet, Budiman, 2004, Sistem Administrasi Keuangan Daerah, PUSDIKLAT BPKP, Jakarta.Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Tim Penyusun Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik, 2007, Pengantar Keuangan Daerah, Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN), Indonesia Tim Penyusun Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik, 2007, Pengantar Keuangan Daerah, Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN), Indonesia Widodo, 2000, Analisis Rasio Keuangan pada APBD Kabupaten Boyolali, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah
132