Vol. 3 No. 3(2014) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 1 : Hal 11-16
PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK TALK WRITE TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA KELAS XI IPA DI SMA NEGERI 1 PARIAMAN Neka Amelia Putri1), Yarman2), Yusmet Rizal3) 1)
FMIPA UNP, email:
[email protected] 2,3) Staf Pengajar Jurusan Matematika FMIPA UNP
Abstract Problem solving is one of expected abilities to be developed in mathematics learning. But the observation result at the grade XI IPA SMA Negeri 1 Pariaman indicates that students are confronted to the lack of problem solving ability. This is because model that teacher use is not suitable with students’ characteristics. The research had been done in grade XI IPA SMA Negeri 1 Pariaman. The type of research was quasi experimental with Static Group Design. Grade XI IPA 2 was chosen as experiment class and XI IPA 5 was chosen as control class. The instrument of research was essay test of mathematics problem solving skills. Data of problem solving ability test are analyzed by using the Mann-Whitney U test. The result of research showed that problem solving skill of student with tipe Think Talk Write of lerning model was better that problem solving skill of student with conventional learning. Keywords : Tipe Think Talk Write of lerning model, mathematics problem solving skill, conventional learning.
PENDAHULUAN Pendidikan merupakan aspek penting yang akan menentukan kualitas kehidupan seseorang dan suatu bangsa, dimana pendidikan tersebut dapat diberikan secara formal ataupun informal. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran wajib untuk sekolah jenjang pendidikan dasar dan menengah, yang dapat meningkatkan kualitas kehidupan karena dapat membangun cara berpikir siwa. Salah satu kompetensi yang diharapkan tercapai dalam pembelajaran matematika ialah kompetensi memecahkan masalah [1]. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik memiliki kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh. Berdasarkan hasil observasi di SMA Negeri 1 Pariman terlihat siswa dengan seksama mendengarkan, mengikuti, dan memperhatikan apa yang dijelaskan oleh guru. Namun ketika siswa diberikan untuk mengerjakan beberapa soal, mereka mengalami beberapa kendala dalam menyelesaikannya, dan kebanyakan mereka hanya dapat menyelesaikan soal yang hampir sama dengan contoh yang diberikan guru. Hal ini juga diperkuat ketika siswa diberikan soal pemecahan masalah berupa soal non rutin, siswa juga mengalami kesulitan dalam memahami masalah dan merencanakan penyelesaian. Berikut contoh soal tes kemampuan pemecahan masalah:
Tentukan nilai dari:
a.
b.
Dari hasil analisis jawaban siswa yang mengikuti tes hanya 2 siswa dari 29 siswa yang menjawab benar untuk soal a. Hal ini disebabkan karena siswa kurang teliti dalam penyelesaian masalah yaitu kesulitan dalam operasi pembagian trigonometri. Sedangkan dari hasil analisis soal b diketahui rata-rata siswa menjawab dengan cara dan langkah yang sama, yaitu siswa sudah mampu memberikan jawaban yang benar namun langkah penyelesaiannya belum terstruktur karena perencanaan pemecahan masalah siswa belum tepat. Jadi dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematika siswa rendah. Kemampuan pemecahan masalah siswa dapat dilihat dari beberapa indikator [2] : (1) Memahami masalah. (2) Merencanakan penyelesaian masalah. (3) Menyelesaikan masalah. (4) Menafsirkan solusi. Berdasarkan wawancara dengan guru matematika XI IPA SMAN 1 Pariaman diketahui bahwa siswa memang belum terbiasa dengan soal pemecahan masalah, dan mereka kurang mampu dalam menuliskan
11
Vol. 3 No. 3(2014) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 1 : Hal 11-16 penyelesaiannya. Dari hasil observasi juga diketahui bahwa siswa belum mampu berpikir secara mandiri dan tidak percaya diri dalam menyelesaikan soal yang diberikan. Sehingga siswa lebih senang berdiskusi dalam pelaksanaan pembelajaran. Kemampuan pemecahan masalah adalah kecakapan untuk menerapkan pengetahuan yang diperoleh sebelumnya ke dalam situasi baru yang belum diketahui. Berikut ini beberapa fungsi pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika [3]: (a) Pemecahan masalah adalah alat penting mempelajari matematika. (b)Pemecahan masalah dapat membekali siswa dengan pengetahuan dan alat sehinggga siswa dapat memformulasikan, mendekati, dan menyelesaikan masalah sesuai dengan yang telah mereka pelajari di sekolah. Pemecahan masalah adalah proses menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya ke dalam situasi baru yang belum dikenal [4]. Masalah dalam pembelajaran matematika merupakan pertanyaan yang harus dijawab namun tidak semua pertanyaan akan menjadi masalah. Soal pemecahan masalah biasanya memuat suatu situasi yang dapat mendorong seseorang untuk menyelesaikannya akan tetapi tidak secara langsung tahu caranya. Syarat dari pertanyaan pemecahan masalah adalah : (1) ada tantangan dalam soal sehinga siswa berminat untuk menyelesaikan soal dan dapat dipahami siswa, (2) masalah tidak dapat diselesaikan dengan menggunakan prosedur rutin yang sudah diketahui siswa, dan melibatkan ide-ide matematika. Soal rutin biasanya dapat diselesaikan dengan prosedur atau langkah penyelesaian yang sama atau mirip dengan hal yang baru dipelajari. Sedangkan dalam masalah tidak rutin, untuk sampai pada prosedur atau langkah yang benar diperlukan pemikiran yang lebih mendalam dan juga memanfaatkan pengetahuan yang telah ada sebelumnya. Untuk membantu peserta didik dalam pembelajaran matematika, perlu usaha maksimal agar tujuan pembelajaran matematika dapat tercapai seperti yang diharapkan. Salah satu solusi yaitu dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write. Pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write mempunyai kelebihan yaitu pada tahap Think Talk Write dalam suatu pembelajaran dimulai dari keterlibatan siswa dalam berpikir (bagaimana siswa memikirkan penyelesaian suatu masalah) atau berdialog dengan dirinya sendiri setelah proses membaca masalah, selanjutnya berbicara (bagaimana mengkomunikasikan hasil pemikirannya dalam diskusi dengan teman sekelompok) dan membagi ide dengan temannya sebelum menulis [5]. Sehingga dengan penerapan Think Talk Write dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.
Pada tahap Think dapat dilakukan siswa dengan membaca suatu teks atau permasalahan matematika kemudian membuat catatan dari yang telah dibaca, memikirkan kemungkinan jawaban dan langkahlangkah penyelesaian dengan bahasa sendiri. Kemudian dilanjutkan dengan tahap Talk, dimana siswa berbagi pendapat dan mendiskusikan solusi penyelesaian bersama teman sekelompoknya. Dan terakhir adalah tahap Write (menulis), kegiatan ini membantu siswa untuk membuat kesimpulan dan juga membantu guru melihat bagaimana langkah menyelesaikan soal matematika dan menyimpulkan solusi jawaban. Rumusan masalah pada penelitian ini adalah apakah kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang belajar dengan pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write lebih baik daripada siswa yang belajar dengan pembelajaran konvensional pada kelas XI IPA SMA Negeri 1 Pariaman ?. Sejalan dengan rumusan masalah tersebut maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang belajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write lebih baik daripada siswa yang belajar dengan pembelajaran konvensional pada kelas XI IPA SMA Negeri 1 Pariaman. Hipotesis dalam penelitian ini adalah kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang belajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write lebih baik daripada siswa yang belajar dengan pembelajaran konvensional pada kelas XI IPA SMA Negeri 1 Pariaman. Indikator kemampuan pemecahan masalah yang digunakan adalah memahami masalah, merencanakan masalah, menyelesaikan masalah dan menafsirkan penyelesaian. Tulisan ini diharapkan bermanfaat bagi guru sebagai bahan pertimbangan untuk memilih model pembelajaran yang tepat khususnya dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Bagi sekolah, sebagai bahan pertimbangan dan masukan sebagai usaha untuk meningkatkan keberhasilan pendidikan khususnya pembelajaran matematika. METODE PENELITIAN Sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian yang telah dikemukakan sebelumnya, maka jenis penelitian ini adalah eksperimen kuasi. Dalam penelitian ini dilaksanakan kegiatan pembelajaran di kelas eksperimen dan dikelas kontrol. Kelas eksperimen adalah kelas yang sengaja diberikan perlakuan dengan model pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write. Sedangkan kelas kontrol adalah kelas yang tidak diberikan perlakuan khusus, hanya menggunakan model pembelajaran yang konvensional saja. Rancangan
12
Vol. 3 No. 3(2014) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 1 : Hal 11-16 penelitian yang digunakan adalah Static Design[6] sebagaimana terlihat pada Tabel 1.
TABEL 1 RANCANGAN PENELITIAN STATIC GROUP DESIGN Kelas Treatment Eksperimen X Kontrol
-
Group
pemecahan masalah diperoleh hasil bahwa semua item soal tes kemampuan pemecahan masalah bisa dipakai dan reliabilitas tes dikategorikan tinggi. Teknik analisis data dalam pengujian hipotesis menggunakan rumus uji Mann-Whitney. Pengujian dilakukan untuk mengetahui apakah hipotesis penelitian yang diajukan diterima atau ditolak.
Tes T T
Pada rancangan penelitian ini sampel dipilih secara acak untuk ditentukan sebagai kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Penelitian dilakukan di SMA Negeri 1 Pariaman di kelas XI IPA Tahun Pelajaran 2013/2014. Populasi dari penelitian ini adalah XI IPA 2, XI IPA 3, XI IPA 4,dan XI IPA 5. Kelas yang terpilih sebagai kelas sampel yaitu kelas XI IPA 2 sebagai kelas eksperimen dan kelas XI IPA 5 sebagai kelas kontrol. Variabel dalam penelitian ini adalah variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas yaitu model pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write dalam pembelajaran matematika. Variabel terikat yaitu kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas XI IPA SMA Negeri 1 Pariaman. Jenis data dalam penelitian ini ada dua yaitu data primer dan data sekunder. Data primer dalam penelitian ini yaitu data tes kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang dilihat dari pemberian tes tertulis berbentuk essay di akhir pembelajaran. Sumber data primer adalah siswa kelas XI IPA 2 dan XI IPA 5 SMA Negeri 1 pariaman tahun ajaran 2013/2014. Data sekunder pada penelitian ini adalah nilai ujian semester 1 kelas XI IPA SMA Negeri 1 Pariaman tahun pelajaran 2013/2014. Prosedur penelitian dibagi atas tiga tahap, yaitu a) tahap persiapan : mengurus surat penelitian, menyusun jadwal penelitian, dan mempersiapkan perangkat serta mempersiapkan instrument penelitian. b) Tahap pelaksanaan adalah melaksanakan pembelajaran sesuai dengan skenario pembelajaran yang telah di buat pada kelas sampel. c) Tahap akhir : mengadakan tes akhir pada kedua sampel, mengumpulkan data, menganalisis data hasil kedua sampel, menarik kesimpulan dari hasil yang didapat sesuai dengan teknik analisis data yang digunakan. Instrument yang digunakan pada penelitian ini adalah tes kemampuan pemecahan masalah matematika yang terdiri dari 5 item soal dalam berbentuk soal essay. Sebelum tes diberikan pada kelas sampel, maka dilaksanakan tes uji coba tes di kelas XI IPA SMA Negeri 2 Pariaman. Berdasarkan uji coba tes kemampuan
HASIL DAN PEMBAHASAN Data kemampuan pemecahan masalah siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol diperoleh dari hasil tes kemampuan pemecahan masalah yang diperiksa dengan rubrik penskoran yang telah ditetapkan. Deskripsi data hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematika dapat dilihat pada Tabel 2 berikut. TABEL 2 HASIL TES KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SISWA KELAS EKSPERIMEN DAN KELAS KONTROL No. Deskripsi Kelas Kelas Nilai Eksperimen Kontrol 1. Banyak Siswa 29 32 2.
97,00
83,00
3.
Nilai Maksimum Nilai Minimum
45,00
21,00
4.
Nilai Rata-Rata
77,00
56,57
5.
Standar Deviasi
12,67
16,22
Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat rata-rata hasil tes kemampuan pemecahan masalah siswa kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan rata-rata nilai siswa pada kelas kontrol. Hal ini dapat dilihat dari nilai minimum dan nilai rata-rata kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol. Sedangkan standar deviasi yang diperoleh kelas kontrol lebih tinggi dibandingkan standar deviasi kelas eksperime artinya nilai siswa pada kelas eksperimen lebih seragam dibandingkan nilai siswa kelas kontrol. Skor tes kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol dikelompokkan berdasarkan indikator kemampuan pemecahan masalah. Setiap soal, memuat empat indikator kemampuan pemecahan masalah matematika. Perhitungan rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika pada setiap indikator dapat dilihat pada Tabel 3 berikut ini.
13
Vol. 3 No. 3(2014) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 1 : Hal 11-16 TABEL 3 RATA-RATA NILAI TES KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA KELAS TIAP INDIKATOR Rata-rata No. Indikator Kelas Kelas Soal Eksperimen Kontrol 1. Memahami masalah 2. Mampu merencanakan penyelesaian masalah 3. Kemampuan melaksanakan penyelesaian 4. Mampu menafsirkan solusinya
1-5
75,00
72,81
1-5
69,62
63,37
1-5
70,83
54,17
1-5
63,28
36,46
Pada Tabel 3 terlihat bahwa diantara kelas sampel rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika kelas eksperimen lebih tinggi daripada siswa di kelas kontrol. Hal ini membuktikan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematika siswa setelah menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write lebih baik daripada kemampuan pemecahan masalah siswa dengan pembelajaran konvensional. Analisis dilakukan terhadap data tes kemampuan pemecahan masalah untuk menguji hipotesis yang telah dirumuskan. Sebelum menguji hipotesis, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas terhadap data tes kemampuan pemecahan masalah. P-value yang diperoleh dari uji normalitas untuk kelas eksperimen adalah 0,059 dan kelas kontrol lebih kecil dari 0,05. Karena P-value yang diperoleh untuk kelas kontrol lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan yaitu α = 0,05 berarti dapat disimpulkan bahwa menunjukkan bahwa data tes kemampuan pemecahan masalah siswa kelas sampel tidak berdistribusi normal. Uji homogenitas tidak dilakukan karena data pada salah satu kelas sampel tidak berdistribusi normal. Persyaratan agar pengujian homogenitas dapat dilakukan ialah apabila kedua datanya telah terbukti berdistribusi normal. Berdasarkan uji normalitas diketahui bahwa data tes kemampuan pemecahan masalah siswa kelas sampel tidak berdistribusi normal, maka untuk menguji hipotesis digunakan rumus uji Mann-Whitney. Formulasi statistik hipotesis yang akan diuji adalah:
dan dan adalah rata-rata nilai kemampuan pemecahan masalah matematika kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Berdasarkan perhitungan uji Mann-Whitney yang dilakukan dengan bantuan bantuan software MINITAB, diperoleh P-Value = 0,000 dan taraf signifikan = α = 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa P-Value < α (Kriteria terima , sehingga dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang belajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write lebih baik dari siswa yang belajar dengan pembelajaran konvensional pada kelas XI IPA SMA Negeri 1 Pariaman Hal ini disebabkan karena di kelas eksperimen menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write. Indikator kemampuan pemecahan masalah matematika yang diujikan pada tes akhir ada empat. Indikator pertama adalah memahami masalah, indikator kedua adalah merencanakan penyelesaian, indikator yang ketiga adalah menyelesaikan perencanaan dan indikator keempat adalah menafsirkan solusi. Berikut ini di jelaskan secara lebih rinci setiap indikator kemampuan pemecahan masalah matematika Dalam memahami masalah, siswa diharapkan mampu untuk dapat mengidentifikasi unsur-unsur yang diketahui, yang ditanya dan kecukupan unsur yang diperlukan untuk menyelesaikan soal. Berikut ini ditampilkan salah satu jawaban siswa dari kelas sampel.
Gambar 1 Jawaban Siswa Kelas Eksperimen yang Menunjukkan Kemampuan Memahami Masalah Berdasarkan Gambar 1, siswa sudah mampu memahami soal dengan mengindentifikasi unsur yang diketahui, yang ditanyakan dari soal tes pemecahan masalah No. 1. Indikator kedua yaitu merencanakan penyelesaian. Dalam merencanakan penyelesaian masalah siswa diharapkan dapat mengubah informasi yang diperoleh pada tahap memahami masalah sehingga dapat menyusun model matematika dan menerapkan strategi yang tepat untuk menyelesaikan masalah. Berikut ini adalah salah satu jawaban dari siswa di kelas eksperimen.
14
Vol. 3 No. 3(2014) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 1 : Hal 11-16
Gambar 2 Jawaban Siswa Kelas Eksperimen yang Menunjukkan Kemampuan Merencanakan Penyelesaian Masalah Pada Gambar 2 terlihat siswa telah mampu menghubungkan informasi yang diketahui yaitu jumlah pertumbuhan penduduk (P(t)) untuk setiap tahun t dengan laju rata-rata pertumbuhan penduduk dari tahun 2000-2010, serta membuatnya dalam bentuk persamaan. Hal ini menunjukkan bahwa siswa kelas eksperimen telah mampu merencanakan peyelesaian dengan tepat. Pada indikator yang ketiga, siswa di harapkan mampu melaksanakan penyelesaian sesuai dengan yang telah direncanakan sebelumnya. Berdasarkan Tabel 3 rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika indikator yang ke tiga merupakan rata-rata indikator yang terendah. Hal tersebut terjadi karena siswa mengalami kesalahan dalam memilih strategi, sehingga tidak tepat dalam melakukan perhitungan. Berikut contoh hasil kerja siswa dari kelas sampel.
melakukan penyelesaian dengan benar. Namun ada juga beberapa siswa yang sudah benar menuliskan stategi dan penyelesaian yang mereka lakukan belum tepat. Hal ini terjadi karena terlihat beberapa siswa kurang teliti dan ceroboh dalam menyelesaikan masalah, sehingga ditemui banyak kesalahan dalam melakukan operasi hitung. Pada indikator yang keempat, siswa diharapkan mampu menjawab dan mengambil kesimpulan. Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa indikator kemampuan menafsirkan solusi memiliki skor rata-rata terendah. Hal ini dimungkinkan siswa kurang teliti dalam memahami suatu masalah dan juga keliru dalam merencanakan penyelesaian sehingga dalam penyelesaian masalah siswa juga keliru dan mengakibatkan siswa kurang tepat dalam menuliskan kesimpulan. Berikut ini contoh hasil jawaban siswa.
Gambar 4 Jawaban Siswa Kelas Eksperimen yang Menunjukkan Kemampuan Menafsirkan Solusi
Gambar 3 Jawaban Siswa Kelas Eksperimen yang Menunjukkan Kemampuan Melaksanakan Penyelesaian Pada Gambar 3, diketahui bahwa siswa belum mampu menuliskan strategi penyelesaian atau rumus yang digunakan secara lengkap karena siswa hanya menuliskan per , dan setelah itu langsung melakukan penyelesaian. Tetapi walaupun perencanaannya kurang lengkap siswa sudah dapat
Pada Gambar 4 terlihat siswa telah mampu menafsirkan solusi dengan mampu menjawab pertanyaan dan membuat kesimpulan secara tepat. Tetapi ada juga siswa yang belum tepat dalam mengambil kesimpulan karena siswa belum tepat menghubungkan hasil perhitungan yang diperoleh dengan apa yang ditanyakan oleh soal dan juga salah dalam memberikan satuan terhadap hasil perhitungan yang diperoleh. Hal ini menunjukkan bahwa jika siswa belum mampu merencanakan atau melakukan penyelesaian dengan benar maka indikator keempat tidak mencapai hasil yang maksimal. Berdasarkan data yang diperoleh, secara keseluruhan rata-rata kemampuan siswa di kelas eksperimen lebih baik daripada rata-rata kemampuan siswa kelas kontrol. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write lebih baik dari siswa dengan
15
Vol. 3 No. 3(2014) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 1 : Hal 11-16 pembelajaran konvensional pada kelas XI IPA SMA Negeri 1 Pariaman. Selama penelitian berlangsung ditemukan beberapa kendala. Diantaranya kemauan siswa untuk membaca suatu masalah masih kurang, sehingga jika dihadapkan dengan soal pemecahan masalah maka mereka akan langsung bertanya pada guru. Kendala ini dapat peneliti atasi dengan menyampaikan kepada siswa pentingnya memahami masalah untuk menyelesaikan soal tersebut, selain itu dengan memberikan soal yang menarik dan menantang siswa untuk membaca dan mengetahuinya. Kendala lain yang ditemukan selama penelitian adalah terdapat beberapa siswa yang kurang suka dengan pembagian kelompok yang telah ditetapkan. Usaha yang dilakukan peneliti adalah dengan memberikan pengertian atau memberi tahu alasan kenapa siswa dikelompokkan. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang belajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write lebih baik dari siswa yang belajar dengan pembelajaran konvensional pada kelas XI IPA SMA Negeri 1 Pariaman. Hal ini dapat dilihat dari hasi tes kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yaitu rata-rata skor kemampuan pemecahan masalah
Adapun saran yang di ajukan penulis berdasarkan hasil penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa kelas eksperimen lebih tinggi daripada rata-rata skor siswa pada kelas kontrol.matematika siswa, para guru dapat mencoba dengan menerapkan model pembelajaran koopertif tipe Think Talk Write . DAFTAR PUSTAKA [1] [2] [3]
[4]
[5]
[6]
Tim penulis. 2006. Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: BSNP Erman Suherman. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer Edis Revisi. Universitas Pendidikan Indonesia. Yuanari Novita.2011. Penerapan Strategi TTW (Think Talk Write) Sebagai Upaya Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Disposisi Matematika Siswa Kelas VIII SMP N 5 Wates Kulonprogo. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta Wardhani, Sri. 2008. Analisis SI dan SKL Mata Pelajaran Matematika SMP/MTs untuk Optimalisasi Tujuan Mata Pelajaran Matematika. Yogyakarta: Pusat Pengembangan Dan Pemberdayaan Pendidik Dan Tenaga Kependidikan Matematika Isra Hayati.2011. “Penerapan Model Pembelajaran Think Talk Write dalam Upaya Meningkatkan Aktivitas Siswa dan Hasil Pembelajaran Matematika Siswa Kelas X SMA N 5 Padang Tahun 2010/2011”.Skripsi. Padang: UNP Seniati, Liche, dkk. 2011. Psikologi Eksperimen. Jakarta: PT Indeks
16