Vol. 3 No. 2 (2014) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 1 : Hal. 29-33
PENERAPAN LEMBAR KERJA SISWA BERBASIS KINESTETIK PADA SISWA KELAS VIII8 KECERDASAN KINESTETIK-LINGUISTIK SMP NEGERI 7 PADANG TAHUN PELAJARAN 2013/2014 Hanomi Irma1), Edwin Musdi2), Atus Amadi Putra3) 1
) FMIPA UNP : email:
[email protected] 2,3 )Staf Pengajar Jurusan Matematika FMIPA UNP Abstract
The research is started from observation in grade VIII8 with kinesthetic-linguistic intelligence in SMPN 7 Padang. When observing, it is known that the learning result of students in grade VIII8 is not optimal. It is caused by two factors. First, learning does not considerer multiple intelligence that students have. Second, students’ activity is not directed in learning. The solution of this problem is LKS based on kinesthetic intelligence.The type of this research was pra experiment and descriptive with One Shot Case Study design. Subject in this research was students in grade VIII8 SMP N 7 Padang. Collecting data used observation sheet, quiz, and test. The result of this research showed that activity and mathematics learning result of students is better if they learn with LKS based on kinesthetic intelligence Keyword − learning result, learning activities, kinesthetic-linguistic intelligence, LKS based on kinesthetic intelligence
PENDAHULUAN Matematika adalah ilmu yang sangat bermanfaat dalam kehidupan. Semua bidang kehidupan tak lepas dari matematika. Pada [2] terdapat lima tujuan pembelajaran matematika meliputi pemahaman konsep, penalaran, komunikasi, pemecahan masalah dan sikap menghargai matematika dalam kehidupan. Untuk mencapai tujuan tersebut guru harus mampu menyediakan situasi belajar yang memadai untuk materi yang disajikan dan menyesuaikannya dengan perkembangan siswa agar mereka bisa menyerap materi pelajaran dengan baik. Perkembangan yang harus diperhatikan adalah perkembangan intelektual, emosional dan kecerdasan khusus siswa. Gardner dalam [4] mengemukakan delapan kecerdasan khusus yang dimiliki siswa yang meliputi: kecerdasan verbal-linguistik, logis-matematis, visual-spasial, beriramamusik, jasmaniah-kinestetik, interpersonal, intrapersonal, dan naturalistik. SMP Negeri 7 Padang adalah salah satu sekolah yang mengelompokkan siswanya berdasarkan kecerdasan majemuk yang dimilikinya dengan harapan agar pembelajaran dapat disesuaikan dengan karakteristik siswa yang berujung pada hasil belajar yang baik. Tetapi persentase ketuntasan siswa kelas VIII8 kecerdasan kinestetik-linguistik pada ujian mid semester ganjil hanya 25,9%. Dari hasil observasi ditemukan penyebab rendahnya hasil belajar siswa yaitu pertama, pembelajaran belum
mempertimbangkan kecerdasan kinestetik yang dimiliki siswa Kedua, siswa kelas VIII8 sangat aktif karena mereka memiliki kecerdasan kinestetik. Akan tetapi belum difasilitasi untuk ketercapaian pembelajaran di kelas. Aktivitas tersebut diantaranya melipat-lipat kertas, membolak-balik buku, sering keluar masuk kelas, menggeliatkan pinggul dan bersandar di kursi, menggoyang-goyangkan kaki. Pada [1] dinyatakan bahwa siswa yang memiliki kecerdasan kinestetik tidak betah diam dalam satu posisi untuk waktu yang lama. Permasalahan tersebut harus segera diatasi, agar siswa tidak malas belajar matematika dan tidak mengalami kesulitan untuk melanjutkan materi ke tingkat yang lebih tinggi. Untuk mengatasi masalah tersebut diterapkan sebuah model pembelajaran dengan menggunakan media pembelajaran yang dikemas dalam sebuah LKS berbasis kinestetik. LKS berbasis kinestetik adalah LKS yang disesuaikan dengan kecerdasan kinestetik yang dimiliki oleh siswa. Dalam LKS berbasis kinestetik ini terdapat langkahlangkah kegiatan yang harus dilakukan siswa berhubungan dengan media yang telah disediakan. Langkah-langkah tersebut berupa kegiatan yang disertai dengan gerak misalnya dalam materi luas lingkaran. Siswa disuruh menyusun beberapa guntingan yang berasal dari kertas yang berbentuk lingkaran menjadi sebuah persegi panjang, maka otak akan langsung bekerja bagaimana caranya agar guntingan tersebut membentuk persegi panjang. Setelah
29
Vol. 3 No. 2 (2014) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 1 : Hal. 29-33 terbentuk persegi panjang maka siswa dapat menyimpulkan bahwa luas lingkaran sama dengan luas persegi panjang yang terbentuk. Selanjutnya siswa akan dituntun untuk mendapatkan sebuah konsep absrtak dengan bantuan LKS berbasis kinestetik. Dalam LKS berbasis kinestetik disediakan isian-isian pendek yang akan mengantarkan siswa pada pemahaman konsep. Misalnya dalam menemukan luas lingkaran, siswa disuruh memperhatikan susunan juring yang mendekati bentuk persegi panjang, setelah itu ada pertanyaan yaitu apa yang menjadi panjang dan lebar persegi panjang?. Selanjutnya ada lagi pertanyaan-pertanyaan singkat sehingga akhirnya siswa memperoleh sendiri sebuah konsep luas lingkaran dalam bentuk abstrak. METODE Jenis penelitian ini adalah penelitian pra eksperimen dan deskriptif dengan rancangan The One-Shot Case Study, yaitu menggunakan satu kelompok subjek. Kelas yang terpilih sebagai subjek penelitian diberikan perlakuan yaitu penerapan LKS berbasis kinestetik, setelah itu dilakukan pengukuran secara berkala untuk melihat pengaruh penerapan LKS berbasis kinestetik. Subjek dalam penelitian ini adalah kelas VIII8 kecerdasan kinestetik-linguistik SMPN 7 Padang. Variabel dalam penelitian ini adalah variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas adalah LKS berbasis kinestetik, sedangkan variabel terikatnya adalah aktivitas dan hasil belajar matematika siswa. Data pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data aktivitas dan hasil belajar siswa selama kegiatan pembelajaran dengan penerapan LKS berbasis kinestetik. Data sekundernya adalah data jumlah siswa dan data nilai ujian mid semester mata pelajaran matematika siswa kelas VIII SMPN 7 Padang tahun pelajaran 2013/2014. Prosedur penelitian dibagi atas tiga tahap yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap akhir. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi, kuis dan tes hasil belajar. Lembar observasi disusun berdasarkan indikator aktivitas yang diamati. Indikator aktivitas tersebut dideskripsikan pada Tabel I berikut : TABEL 1 NO 1. 2.
3. 4.
INDIKATOR AKTIVITAS Aktivitas Siswa Visual activities − Siswa memperhatikan demonstrasi yang dilakukan temannya Oral Activities Mengajukan pertanyaan kepada guru atau teman. Berdiskusi dengan teman Motor activities − Melakukan kegiatan sesuai dengan instruksi yang ada di LKS berbasis kinestetik. Emosional activities
− Menyampaikan pendapat pada saat diskusi kelas.
Data aktivitas siswa yang diperoleh melalui lembar observasi dianalisis dengan menggunakan rumus persentase [3]: (1) Dimana P merupakan persentase jumlah siswa yang melakukan aktivitas, F merupakan banyak siswa yang melakukan aktivitas, dan N merupakan banyak siswa yang hadir. Penilaian aktivitas siswa dilakukan dengan mendeskripsikan persentase siswa yang melakukan aktivitas pada setiap pertemuan, kemudian mengelompokkannya berdasarkan kriteria aktivitas. Instrumen kuis digunakan untuk melihat sejauh mana pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari pada pertemuan tersebut. Nilai kuis siswa akan dianalisis secara individu dengan melihat peningkatan dan penurunannya. Pada instrumen tes hasil belajar, soal yang digunakan berbentuk essay yang berjumlah 6 item soal. Materi yang diujikan berupa materi yang diberikan selama penelitian berlangsung. Sebelum tes diberikan kepada kelas sampel, dilakukan uji coba soal tes di kelas VIII3 SMPN 7 Padang. Nilai tes hasil belajar siswa akan dibandingkan dengan KKM yang ada di SMPN 7 Padang yaitu 80. Siswa dikatakan telah tuntas dalam belajar jika nilainya mencapai KKM. Dan sebaliknya jika nilai siswa tersebut lebih rendah dari KKM yang ditetapkan, maka siswa tersebut belum tuntas dalam belajar. Dari hasil perbandingan itu akan diketahui jumlah siswa yang tuntas dan tidak tuntas dalam pelajaran matematika. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil observasi siswa yang melakukan aktivitas selama pembelajaran matematika dengan penerapan LKS berbasis kinestetik dapat dilihat pada Tabel II berikut : TABEL 2 HASIL OBSERVASI AKTIVITAS SISWA PADA SETIAP PERTEMUAN Pertemuan keNo Aktivitas I II III IV K K K K 1. A S B B BS 2. B SS S B B 3. C S B B BS 4. D BS BS BS BS 5. E S S B B
Keterangan: A. Siswa memperhatikan presentase dan demonstrasi yang dilakukan temannya B. Mengajukan pertanyaan kepada guru atau teman. C. Berdiskusi dengan teman.
30
Vol. 3 No. 2 (2014) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 1 : Hal. 29-33 D. Melakukan kegiatan sesuai dengan instruksi yang ada di LKS berbasis kinestetik. E. Menyampaikan pendapat pada saat diskusi kelas. Secara terperinci, aktivitas siswa dalam mengikuti proses pembelajaran adalah sebagai berikut: 1. Aktivitas siswa memperhatikan presentase dan demonstrasi yang dilakukan temannya. Persentase siswa yang memperhatikan presentasi dan demonstrasi yang dilakukan temannya cenderung meningkat dari pertemuan pertama sampai pertemuan keempat. Pada pertemuan pertama terlihat bahwa aktivitas ini dalam kriteria sedikit. Hal ini terjadi karena siswa sangat asik melakukan gerakan-gerakan yang ada dalam LKS berbasis kinestetik sehingga pada saat temannya mempresentasikan LKS, perhatian mereka sangat kurang terhadap presentasi temannya. Guru telah mengupayakan supaya siswa tetap fokus pada presentasi temannya dengan cara mengajukan beberapa pertanyaan yang berhubungan dengan presentasi temannya. Beberapa siswa yang ditanya oleh guru tidak bisa menjawab pertanyaan guru, tetapi ada juga beberapa siswa lain yang bisa menjawab pertanyaan guru dengan benar meskipun sibuk mendemonstrasikan kegiatan yang ada di LKS ataupun sibuk dengan gerakan lainnya. Dengan cara itu semakin terlihat bahwa perhatian mereka terhadap persentase semakin baik pada pertemuan berikunya. Hal ini sejalan dengan pendapat Gardner pada [1] bahwa anak dengan kecerdasan kinestetik sangat menyukai gerakan fisik. Meskipun mereka sibuk dengan suatu kegiatan, belum tentu tidak memperhatikan temannya yang mempresentasikan LKS. 2. Aktivitas Siswa Mengajukan Pertanyaan Kepada Guru Presentase aktivitas siswa mengajukan pertanyaan pada pertemuan 1 sangat sedikit. Penyebabnya adalah siswa belum terbiasa bertanya kepada guru. Pertanyaan mulai muncul ketika pembahasan soal yang baru mereka kenal. Seperti menentukan keliling bangun yang merupakan gabungan dari beberapa bangun datar. Pada pertemuan kedua terjadi sedikit peningkatan namun masih dalam kategori sedikit. Pada saat pembelajaran berlangsung ada siswa yang bertanya dengan cara menunjuk tangan, memanggil guru dan menunjuk buku latihan mereka, bahkan ada pula yang berlari ke papan tulis sekedar untuk menunjukkan apa yang kurang mereka pahami. Meskipun aktivitas ini sedikit guru selalu memberikan motivasi kepada siswa untuk bertanya dengan memberikan nilai poin kepada siswa yang mengajukan pertanyaan asalkan pertanyaan itu tidak asal-asalan. Usaha guru tersebut memberikan kontribusi terhadap jumlah siswa yang mengajukan pertanyaan, terbukti pada pertemuan ketiga dan keempat, aktivitas siswa berada dalam kategori banyak. Hal ini sejalan dengan pendapat Gardner pada [1] bahwa siswa
yang memiliki kecerdasan kinestetik senang menggunakan bahasa tubuh untuk berkomunikasi dengan orang lain misalnya dengan menghampiri orang tersebut, dengan sentuhan, menunjuk dan lain sebagainya. 3. Aktivitas siswa berdiskusi dengan temannya. Pada pertemuan pertama aktivitas siswa ini berada pada kriteria sedikit. Hal ini disebabkan karena siswa bekerja sendiri-sendiri. Masing-masing siswa dibagikan 3 buah lingkaran, mereka disuruh mengerjakan LKS berbasis kinestetik secara individu. Meskipun demikian guru tidak melarang mereka berdiskusi dengan teman. Pada saat pembelajaran berlangsung sebagian besar siswa dapat menemukan nilai π dengan bantuan LKS berbasis kinestetik. Sehingga hanya beberapa orang saja yang berdiskusi dengan temannya. Pada pertemuan kedua aktivitas siswa berdiskusi dengan temannya meningkat menjadi kriteria baik. Peningkatan ini terjadi karena pada pertemuan kedua siswa disuruh mengerjakan LKS berbasis kinestetik secara berkelompok sehingga mereka lebih banyak berdiskusi dengan temannya di dalam kelompok. Peningkatan juga terjadi pada pertemuan ketiga dan keempat, dimana aktivitas siswa pada pertemuan ketiga berada pada kriteria banyak sedangkan pada pertemuan keempat berada pada kriteria banyak sekali. Sama halnya dengan pertemuan kedua, pada pertemuan ketiga dan keempat siswa juga bekerja bersama-sama dalam suatu kelompok. Setelah selesai mengerjakan LKS, salah satu kelompok akan mempresentasikan LKS mereka sehingga mereka harus paham dengan pekerjaan mereka. Jadi dapat disimpulkan bahwa aktivitas siswa berdiskusi dengan temannya meningkat dari pertemuan pertama sampai pertemuan terakhir. Hal ini sesuai dengan pendapat Gardner pada [1] bahwa siswa dengan kecerdasan kinestetik senang terlibat dengan kegiatan fisik, bekerja sendiri-sendiri ataupun secara berkelompok tidak menjadi masalah. Tetapi untuk kelas VIII8 SMPN 7 Padang lebih efektif jika mereka disuruh bekerja dalam kelompok. Bekerja secara sendiri ataupun secara berkelompok tidak menjadi masalah untuk mereka cukup senang berdiskusi dengan temannya. 4. Aktivitas Siswa Melakukan kegiatan sesuai dengan instruksi yang ada di LKS Berbasis Kinestetik. Dari pertemuan pertama sampai pertemuan terakhir aktivitas ini berada pada kriteria banyak sekali. Hal ini terjadi karena siswa sangat antusias dalam mengerjakan LKS berbasis kinestetik, dimana siswa dituntut untuk melakukan sebuah kegiatan yang berhubungan dengan gerakan fisik untuk menemukan sebuah konsep.Jadi sebelum mereka menemukan sendiri konsep-konsep yang sudah ditemukan temannya yang lain, mereka akan tetap berusaha menemukan konsep tersebut. Ketika mereka berhasil menemukan konsep tersebut mereka
31
Vol. 3 No. 2 (2014) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 1 : Hal. 29-33 sangat senang. Selama penelitian berlangsung guru memberikan kebebasan kepada siswa untuk mengerjakan LKS misalnya dalam hal posisi, siswa diperbolehkan mengerjakan LKS di tempat duduk masing-masing ataupun duduk di lantai sehingga siswa bisa mengurangi kebosanan mereka. Jadi dapat disimpulkan kegiatan ini sangat disukai oleh siswa. Hal ini sejalan dengan pendapat Gardner dalam [4] bahwa salah satu ciri anak yang memiliki kecerdasan kinestetik adalah suka mendemonstrasikan suatu kegiatan dan mereka belajar dari pengalaman demonstrasi tersebut. 5. Aktivitas siswa menyampaikan pendapat Pada pertemuan pertama aktivitas ini berada pada kriteria sedikit. Pada pertemuan kedua terjadi sedikit peningkatan, tetapi masih dalam kriteria sedikit. Hal ini disebabkan karena siswa malu-malu dan takut menyampaikan pendapatnya pada saat diskusi kelas. Meskipun begitu siswa selalu disemangati oleh guru untuk mengemukakan pendapatnya. Siswa dimotivasi oleh guru, jika ada yang menyampaikan pendapat maka akan diberi poin oleh guru. Pada pertemuan ketiga terjadi lagi peningkatan sehingga aktivitas ini berada pada kriteria banyak, sedangkan peda pertemuan keempat tidak terjadi peningkatan ataupun penurunan. Jadi dapat disimpulkan bahwa aktivitas keberanian siswa adalah aktivitas yang paling sedikit perkembangannya. Dari keseluruhan aktivitas yang telah dijelaskan di atas maka diketahui bahwa pembelajaran dengan menggunakan LKS berbasis kinestetik memberikan pengalaman belajar yang baik untuk siswa, siswa bisa menemukan konsep sendiri dan diberi kebebasan untuk mengekspresikan perasaannya. Nilai kuis siswa yang telah diperoleh setiap pertemuan dilihat perubahannya berdasarkan KKM. Setelah dianalisis diperoleh berapa persen siswa yang mengalami perkembangan pada nilai kuisnya seperti pada Tabel III berikut. TABEL 3 PERKEMBANGAN NILAI KUIS SISWA PADA SETIAP PERTEMUAN No Perubahan Nilai Siswa Persentase 1. Tetap 37% 2. Meningkat 44,4% 3. Menurun 7,4% 4. Berfluktuasi 11%
Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa ada 37 % siswa yang nilai kuisnya tetap tuntas. Hal ini terjadi karena dari awal pertemuan mereka telah merasa sangat nyaman dengan pembelajaran menggunakan LKS berbasis kinestetik tersebut. Mulai dari penemuan konsep abstrak dengan menggunakan LKS, presentasi dan pengerjaan soal latihan diikuti dengan sungguh-sungguh. Sesuai dengan nilai
kuisnya yang tetap tuntas pada setiap pertemuan ternyata hanya satu orang siswa yang dinyatakan tidak tuntas pada tes akhir. Setelah ditanya siswa yang bersangkutan mengaku kurang belajar sebelum dilakukan tes akhir tersebut. Pada Tabel 3 juga diketahui bahwa 44,4% siswa lain mengalami peningkatan pada nilai kuisnya setiap pertemuan. Peningkatan tersebut berbeda-beda pada semua siswa, ada yang peningkatannya terjadi pada pertemuan kedua, ada yang terjadi pada pertemuan ketiga ataupun keempat. Perbedaan ini terjadi karena perbedaan penyesuaian siswa terhadap pembelajaran dengan menggunakan LKS berbasis kinestetik karena mereka belum terbiasa belajar dengan menggunakan LKS berbasis kinestetik. Pada awal pertemuan mereka cenderung malas membaca LKS tetapi senang melakukan kegiatan-kegiatan yang ada pada LKS, jadi mereka cenderung bertanya kepada teman atau guru mengenai lanjutan dari kegiatan yang telah mereka lakukan. Guru selalu memotivasi siswa untuk mau membaca LKS sehingga mereka paham dengan perintah yang ada dalam LKS. Misalnya jika siswa bertanya maka guru menyuruh siswa membaca LKSnya satu kalimat, setelah itu guru menanyakan apakah siswa paham, lalu guru menyuruh siswa untuk melakukan instruksi tersebut. Ini adalah salah satu cara yang dilakukan guru agar siswa bisa mandiri dan memperoleh pengalaman dan konsep matematika. Begitu juga pada pertemuan kedua, ketiga dan keempat, guru secara rutin memberikan perhatian kepada siswa dengan cara berkeliling di kelas dan membantu siswa yang mengalami kesulitan dalam pembelajaran. Jika dibandingkan dengan nilai tes akhir siswa yang nilai kuisnya mengalami peningkatan maka diketahui bahwa 58,3% siswa tuntas sedangkan 41,7% lain siswa belum tuntas. Penyebabnya adalah nilai kuis siswa yang bersangkutan mengalami peningkatan pada pertemuan ketiga dan keempat. Sedangkan pada pertemuan pertama dan kedua nilai kuis siswa tidak tuntas sehingga pemahaman siswa kurang baik, apalagi jika siswa juga tidak mengulang pelajaran di rumah. Dari Tabel 3 juga terlihat bahwa ada 11% nilai kuis siswa yang berfluktuasi. Jika dilihat dalam pembelajaran siswa yang bersangkutan mudah menyerah dan bosan, hal ini dipengaruhi oleh suasana hati mereka. Jika mereka sedang bahagia maka mereka bisa mengerjakan kegiatankegiatan dalam LKS berbasis kinstetik dengan baik, tetapi jika mereka sedang ada masalah mereka akan susah berkonsentrasi yang menyebabkan pemahaman mereka menjadi kurang baik. Hal ini terbukti pada saat mereka mengalami benturan dan bertanya kepada guru, ketika dijelaskan oleh guru mereka susah untuk mengerti apa yang dikatakan guru meskipun dijelaskan berulang kali. Mereka hanya mengatakan tidak mengerti tanpa berusaha untuk mengerti. Mereka meyuruh guru menerangkan materi pelajaran secara langsung tanpa mengerjakan LKS. Guru memberikan motivasi kepada siswa mengenai keuntungan
32
Vol. 3 No. 2 (2014) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 1 : Hal. 29-33 menggunakan LKS berbasis kinestetik dalam pembelajaran dengan cara mengajukan pertanyaan mengenai materi. Guru berusaha menenangkan siswa sehingga mereka bisa berkonsentrasi kembali. Jika dilihat dari nilai tes akhir, 33,3% siswa yang nilai kuisnya berfluktuasi dinyatakan tuntas sedangkan yang lainnya tidak tuntas. Pada Tabel 3 juga terlihat bahwa ada 7,4% siswa yang nilai kuisnya menurun diakhir pertemuan. Pada saat pembelajaran berlangsung siswa kurang bersemangat dan terlihat malas untuk melakukan kegiatan yang ada di LKS. Siswa ini juga meminta guru untuk menerangkan materi pelajaran secara langsung. Jika dilihat dari nilai tes akhir diketahui bahwa 50% siswa yang nilai kuisnya menurun dinyatakan tuntas sedangkan yang lainnya tidak tuntas. Siswa yang tidak tuntas tersebut mengaku tidak mengulang pelajaran sebelum mengikuti tes akhir. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa nilai kuis sangat berpengaruh terhadap nilai tes akhir siswa. Nilai kuis juga tidak terlepas dari aktivitas siswa dalam pembelajaran dengan menggunakan LKS berbasis kinestetik. Jika nilai kuis siswa baik maka pemahaman siswa baik dan hasil belajar mereka juga akan baik. Nilai tes hasil belajar dapat dilihat pada Tabel 4 berikut. TABEL 4 JUMLAH DAN PERSENTASE SISWA YANG MENCAPAI KKM
KKM Jumlah siswa Persentase ≥ 80 18 66,7% < 80 9 33,3% Berdasarkan tabel 4 diketahui bahwa dari 27 orang yang mengikuti tes akhir, 66,7% diantaranya sudah mencapai KKM sehingga mereka dikatakan tuntas dalam belajar. Sedangkan 33,3% lainnya mendapatkan nilai di bawah KKM dan mereka dikatakan belum tuntas dalam belajar. Pada tabel 5 dapat dilihat hasil perhitungan analisis data hasil belajar siswa sebagai berikut. TABEL 5 HASIL ANALISIS DATA HASIL BELAJAR N S X max X min 27
78,3
11,8
100
siswa sehingga mereka bisa memperoleh suatu konsep matematika yang bersifat abstrak dengan tangan mereka sendiri sedangkan guru hanya sebagai fasilitator saja. Hal ini sesuai dengan pendapat Gardner pada [1] bahwa siswa dengan kecerdasan kinestetik senang belajar dengan melakukan (Learning by Doing) dan berpikir berdasarkan gerak tangan. LKS berbasis kinestetik yang dilengkapi dengan media pembelajaran membuat siswa belajar sesuai kecerdasan yang dimilikinya. Jadi dapat disimpulkan bahwa penerapan LKS berbasis kinestetik memberikan pengalaman belajar yang bermanfaat bagi siswa dan memberikan kontribusi yang baik terhadap hasil belajar siswa. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa Pembelajaran matematika dengan menggunakan LKS berbasis kinestetik dapat membuat siswa semakin aktif dalam pembelajaran matematika. Hasil belajar matematika siswa dengan menggunakan LKS berbasis kinestetik cukup baik, terlihat dari nilai kuis dan nilai tes akhir siswa. Dari nilai kuis diketahui 37% siswa nilianya tetap tuntas, 44,4% mengalami peningkatan, 7,4% mengalami penurunan dan 11% nilai kuisnya berfluktuasi. Sementara itu dari nilai tes akhir siswa diketahui bahwa persentase siswa yang tuntas adalah 66,7 %. Berdasarkan simpulan di atas, maka disarankan kepada guru untuk menerapkan LKS berbasis kinestetik sebagai alternatif pembelajaran untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar matematika siswa. REFERENSI [1] [2] [3] [4]
Armstrong, Thomas. 2013. Kecerdasan Multipel di dalam Kelas Edisi Ketiga. Jakarta : Indeks. Depdiknas. 2006. Lampiran Permendiknas No 22 tentang Standar Isi Sekolah Menengah Atas. Jakarta: Depdiknas. Sudjana, Nana.2009. Penilaian Hasil Proses Baajar Mengajar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Yaumi, Muhammad. 2012. Pembelajaran Berbasis Multiple Intelegences. Jakarta: Dian Rakyat.
59
Dimana N merupakan jumlah siswa, X merupakan rata-rata nilai siswa, S merupakan simpangan baku, X max merupakan nilai tertinggi dan Xmin adalah nilai terendah. Dari tabel 5 terlihat bahwa rata-rata nilai tes akhir yang diperoleh adalah 78,3 dengan nilai tertinggi 100 dan nilai terendah 59. Dari data tersebut diketahui bahwa hasil belajar matematika siswa kelas VIII8 SMP Negeri 7 Padang cukup beragam. Hasil belajar siswa ini mengalami peningkatan, dimana persentase ketuntasan siswa sebelum dilakukan penelitian hanya 25,9%. Peningkatan ini tidak terlepas dari aktivitas siswa yang semakin baik dari waktu ke waktu. Aktivitas ini memberikan pengalaman yang baik untuk
33