Vol. 3 No. 2 (2014) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 1 : Hal. 1 - 6
ANALISIS KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA MELALUI PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR) BAGI SISWA KELAS VII MTsN LUBUK BUAYA PADANG TAHUN PELAJARAN 2013/2014 Ayu Handayani1), Mukhni2, dan Nilawasti ZA3) 1
) FMIPA UNP : email:
[email protected] 2,3 )Staf Pengajar Jurusan Matematika FMIPA UNP Abstract
Students’ mathematical communication ability is one of the goals of math, but most of the first grade students of MTsN Lubuk Buaya Padang don’t develop mathematical communication ability optimally. Learning process still focus on teacher centre and less relates learning with daily life. This research analyse students’ mathematical communication abilities during implementation of Realistic Mathematic Education (RME) and comparing students’ mathematical communication ability using RME with conventional learning. This research is a quasi experimental with Static Group Design. Instrument used are quiz and posttest. Research shows that indicators can be arranged from quietly until difficult to be mastered by students. The indicators are as follow: Express the situation, picture, diagram or real things into the language, symbol,idea, or mathematical model. Explaining some idea, situation, and relation through written text. Giving reason about the fact and checking the argumen. Students’ mathematical communication ability by applying RME is better than conventional learning. Keywords–mathematical communication abilities, Realistic Mathematic Education Approach (RME) PENDAHULUAN Matematika merupakan suatu cabang ilmu pengetahuan yang mendasari perkembangan IPTEK serta sistem informasi dan komunikasi. Selain itu, matematika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang menunjang ilmu pengetahuan lainnya. Matematika digunakan sebagai suatu bahasa simbolik, yaitu sebagai alat mengkomunikasikan ide-ide atau gagasan matematika, seperti: “ > “ simbol dari “ lebih dari “ dan “ < “ simbol dari “kurang dari”. Berdasarkan Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Mata Pelajaran Matematika, tujuan pembelajaran matematika adalah agar siswa mampu: (1)Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah, (2)Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika, (3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh, (4) Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah, dan (5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam
kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah [1]. Mengacu pada tujuan pembelajaran matematika tersebut, matematika mempunyai peranan penting dalam proses berpikir dan membentuk pola pikir. Begitu pula dengan keterkaitan antar konsep serta aplikasinya. Matematika tersusun secara sederhana dan sistematis. Baik dalam hal proses maupun dari bahasanya. Hal tersebut akan mengasah kemampuan siswa dalam berkomunikasi secara matematis. Peran seorang guru yang menjadi fasilitator dalam pembelajaran sebaiknya memperkenalkan konsep dan menyajikan matematika dalam kehidupan sehari-hari. Penyajian fakta-fakta saja tidak akan membuat pembelajaran matematika menjadi lebih bermakna. Pembelajaran yang bermakna mengaitkan pengalaman atau kehidupan sehari-hari yang ada di sekitar siswa dengan pembelajaran. Hal tersebut secara tidak langung siswa lebih optimal dalam mengkonstruksi pemahaman sendiri. Guru hanya mengarahkan siswa dalam penemuan konsep, ide ataupun pemecahan masalah. Berdasarkan observasi pada tanggal 2-14 September 2013 di kelas VII MTsN Lubuk Buaya Padang, diperoleh bahwa pembelajaran yang dilakukan masih berpusat pada guru (teacher centered learning, bukan pada siswa (student centered learning). Pembelajaran yang berpusat pada guru ini, mengakibatkan siswa pasif dalam
Vol. 1 No. 1 (2012) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 3 : Hal. 1 pembelajaran di kelas. Proses pembelajaran di kelas dimulai dengan mengulangi materi secara umum oleh guru kemudian dilanjutkan dengan melanjutkan materi pelajaran yang disertai contoh soal di papan tulis. Setelah itu, guru meminta siswa untuk mengerjakan latihan yang ada di dalam buku cetak. Berdasarkan hasil Ulangan Harian I tentang Bilangan Bulat di kelas VII, ditemukan bahwa masih rendahnya tingkat kemampuan siswa dalam memahami dan menyatakan situasi ke dalam bahasa matematika. Hal ini dapat dilihat pada hasil Ulangan Harian I kelas VII siswa X dan Y pada materi operasi hitung bilangan bulat berikut ini: Soal:Sederhanakanlah bentuk pangkat dari !
Gambar 1. Lembar Jawaban Siswa X
Berdasarkan jawaban yang dibuat siswa tersebut, dapat dilihat bahwa siswa telah memahami konsep matematika mengenai operasi perkalian pada bilangan berpangkat. Siswa menjawab pertanyaan soal dengan benar, namun siswa terkendala dalam mengkomunikasi gagasannya dengan baik. Siswa belum mampu memperjelas penyelesaian dengan pengetahuan yang telah ia miliki sebelumnya agar lebih efektif dan tidak membingungkan. Soal:Sederhanakanlah bentuk pangkat dari
Gambar 2. Lembar Jawaban Ulangan Harian I Siswa
Berdasarkan jawaban yang diberikan siswa tersebut, diketahui bahwa dalam melakukan penalaran matematis, siswa telah melakukan proses berpikir dalam rangka menemukan pernyataan yang benar dengan menjabarkan pengetahuan yang telah ia miliki sebelumnya dan mengarahkannya pada kesimpulan. Namun, siswa mengalami masalah dalam penyelesaian soal karena kurang memahami penggunaan simbol tanda kurung dan penggunaannya pada bilangan berpangkat. Ini mengindikasikan bahwa siswa belum memahami tentang penggunaan lambang matematis. Soal yang diberikan menuntut siswa tidak hanya menggunakan prosedur rutin dalam penyelesaian, namun lebih mendalam. Berdasarkan jawaban di atas, siswa telah memahami bagaimana cara menyelesaikan operasi perkalian pada bilangan berpangkat, tetapi belum memahami penggunaan simbol tanda kurung. Pada baris kedua, dapat dilihat bahwa siswa telah mencoba memecahkan permasalahan yang ada dengan menerapkan pengetahuan sebelumnya ke dalam situasi yang belum dikenal. Siswa tampak belum paham menyelesaikan soal
bilangan berpangkat yang memuat tanda kurung. Hal ini menyebabkan siswa salah dalam menjawab soal. Pada umumnya, siswa dalam menjawab soal yang diujikan terkendala seperti hal yang telah dikemukan sebelumnya. Hal ini mencerminkan tingkat kemampuan komunikasi matematis siswa yang rendah. Siswa mengalami kesulitan dalam menyajikan suatu ide dalam bentuk tulisan dan menyajikan solusi secara rinci dan benar. Wawancara yang dilakukan dengan beberapa guru dapat disimpulkan bahwa pada kelas VII tingkat kemampuan komunikasi matematis siswa belum berkembang secara optimal. Sebagian besar siswa mengalami kesulitan dalam menuliskan, menjelaskan, dan menyajikan ide-ide matematika. Siswa kurang berinteraksi dalam menjalin komunikasi dengan guru, maupun dengan siswa lainnya. Minimnya interaksi tentunya menyebabkan terhambatnya kreaktivitas siswa. Wawancara dengan beberapa siswa, diketahui bahwa sebagian besar siswa kurang tertarik dalam belajar matematika. Mereka menganggap belajar matematika itu sulit untuk dimengerti. Selain itu, mereka menginginkan proses pembelajaran yang lebih bervariasi. Salah satunya dengan cara saling berbagi dalam belajar. Siswa yang memiliki kemampuan tinggi dapat membantu siswa yang memiliki kemampuan rendah. Pembelajaran yang bermakna mengaitkan pengalaman atau kehidupan sehari-hari yang ada di sekitar siswa dengan pembelajaran. Hal tersebut secara tidak langsung membantu siswa lebih optimal dalam mengkonstruksi pemahaman sendiri. Guru hanya mengarahkan siswa dalam penemuan konsep, ide ataupun pemecahan masalah. Salah satu pembelajaran yang dapat digunakan adalah pendekatan Pendidikan Matematika Realistik (PMR). Pendekatan PMR didasarkan bahwa matematika bukanlah sekumpulan aturan atau sifat-sifat yang sudah lengkap yang harus siswa pelajari. Menurut Freudenthal (1991) dalam Suherman (2003:144). “Matematika bukan merupakan suatu subjek yang siap-saji untuk siswa, melainkan suatu pelajaran yang dinamis yang dipelajari dengan cara mengerjakannya”. Jadi, matematika lebih mementingkan proses belajar untuk menemukan suatu konsep matematika[2]. Menurut Ariyadi (2012:12), kebermaknaan konsep matematika merupakan konsep utama dari pendekatan PMR. Dalam hal ini, masalah yang akan dipecahkan tidak harus selalu di dunia nyata (real-world problem), namun bisa ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Suatu masalah dikatakan “realistik” jika masalah tersebut dapat dibayangkan (imaginable) atau nyata (real) dalam pikiran siswa. Dalam pendekatan PMR permasalahan matematika yang realistiklah yang menjadi fondasi utama dalam menemukan konsep[3]. Adapun sintaksis pendekatan PMR dalam penelitian ini dimodifikasi dari sintaksis Pendekatan PMR Musdi [4] dengan menambahkan kuis sebelum jam pelajaran berakhir dapat dilihat sebagai berikut:
2
Vol. 1 No. 1 (2012) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 3 : Hal. 1 -
1.
2.
3.
4.
5.
Orientasi Pembelajaran a. Menyampaikan tujuan pembelajaran b. Memotivasi siswa c. Menyampaikan metode pembelajaran yang akan diterapkan yaitu pendekatan pendekatan PMR dan tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh setiap kelompok d. Membagikan LKS Diskusi kelompok (Fase Matematisasi horizontal dan vertikal) a. Meminta siswa mengerjakan LKS b. Meminta siswa berdiskusi dengan teman sekelompoknya c. Membimbing dan memotivasi kelompok siswa sewaktu mengerjakan LKS Diskusi kelas a. Meminta siswa untuk mempresentasikan hasil kerja kelompoknya b. Mengatur jalannya diskusi c. Menegaskan materi d. Menjawab pertanyaan siswa e. Memberi umpan balik Integrasi a. Meminta siswa membuat rangkuman materi yang telah dipelajari b. Membantu siswa membuat sintesa materi yang telah dipelajari c. Membantu siswa membuat rangkuman materi Evaluasi a. Guru memberikan kuis b. Guru mengevaluasi hasil belajar
Berdasarkan sintaksis tersebut, siswa diberikan kesempatan untuk berdiskusi dengan teman-temannya dan kemudian bersama guru membahas kembali materi yang didiskusikan hingga mendapatkan rangkuman materi. Sintaksis pendekatan PMR tersebut memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan dan menyalurkan kemampuan komunikasi secara berkelompok dalam menyelesaikan LKS yang kemudian didiskusikan lagi bersama guru hingga memperoleh rangkuman materi. Pendekatan PMR menempatkan matematika sebagai suatu objek yang tidak dipisahkan dari realita yang bisa dipahami siswa. Hal ini akan membuat siswa tidak mudah lupa dengan matematika. Selain itu, dengan Pendidikan Matematika Realistik (PMR) konsep matematika dipelajari disajikan secara lebih bermakna. Penyajian konsep yang lebih bermakna ini dapat dilihat dari penyajian konsep abstrak dalam bentuk representasi yang mudah dipahami siswa. Secara umum, komunikasi dapat diartikan sebagai proses menyampaikan pesan dari seseorang kepada orang lain baik secara langsung (lisan) ataupun tidak langsung (melalui media). Melalui teori kecerdasan majemuk Howard Gardner (1993) dalam Ariyadi (2012) menegaskan bahwa pentingnya kemampuan
berkomunikasi. Menurutnya, kemampuan berkomunikasi merupakan inti dari kecerdasan intrapersonal. Proses belajar dan mengajar memberikan kontribusi dalam mengembangkan kemampuan komunikasi siswa. Konfirmasi juga diperlukan untuk mengetahui seberapa jauh pemahaman siswa. Inti dari konfirmasi adalah komunikasi. Yaitu, bagaimana siswa mengkomunikasikan gagasan mereka. Kemampuan komunikasi yang bersifat matematika atau yang lebih dikenal dengan komunikasi matematis dapat diartikan sebagai kemampuan dalam menyampaikan sesuatu yang diketahuinya melalui dialog pembicaraan atau tulisan tentang apa yang mereka kerjakan, misalnya berupa konsep, rumus, atau strategi penyelesaian masalah dalam matematika. Kemampuan komunikasi matematis tersebut merefleksikan pemahaman siswa dan guru bisa membimbing siswa dalam penemuan konsep serta mengetahui sejauh mana siswa mengerti tentang materi pelajaran matematika. Sumarmo (Armiati, 2011: 40) menyebutkan yang tergolong pada komunikasi matematis diantaranya adalah: (1)menyatakan suatu situasi, gambar, diagram, atau benda nyata ke dalam bahasa, simbol, ide atau model matematis, (2)menjelaskan ide, situasi, dan relasi matematika secara lisan atau tulisan, (3)mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika, (4)membaca dengan pemahaman suatu representasi matematika tertulis, (5)membuat konjektur, menyusun argumen, merumuskan defenisi dan generalisasi, (6)Mengungkapkan kembali suatu uraian atau paragraf matematika ke dalam bahasa sendiri [5]. Menurut Dokumen Peraturan Dirjen Dikdasmen No. 506/C/PP/2004 (Depdiknas, 2004) indikator yang menunjukkan komunikasi matematis antara lain: (1)Menyajikan pernyataan matematika secara lisan, tertulis, gambar, dan diagram, (2)Mengajukan dugaan, (3)Melakukan manipulasi matematika, (4)Menarik kesimpulan, menyusun bukti, memberikan alasan atau bukti terhadap kebenaran solusi, (5)Menarik kesimpulan dari pernyataan, (6)Memeriksa kesahihan suatu argumen dan (7)Menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi [6]. Secara tidak langsung, pada situasi belajar tertentu seorang guru telah membangun kemampuan komunikasi lisan atau tulisan dalam matematika. Hanya saja pada kemampuan komunikasi matematis lebih menekankan lagi pada beberapa aspek dalam pelaksanaannya di kelas. Adapun indikator kemampuan komunikasi matematis yang digunakan dalam materi Himpunan pada penelitian ini adalah: (1)Menyatakan situasi, gambar, diagram, atau benda nyata ke dalam bahasa, simbol, ide, atau model matematika, (2)Menjelaskan suatu ide, situasi, dan relasi matematika melalui tulisan, (3)Memberikan alasan atau bukti terhadap kebenaran solusi, (4)Memeriksa kesahihan suatu argumen, (5)Pemilihan indikator disesuaikan dengan materi yang digunakan sehingga penelitian lebih terfokus dan terarah.
3
Vol. 1 No. 1 (2012) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 3 : Hal. 1 Adapun modifikasi karakteristik soal yang harus dijawab siswa adalah: (1)Siswa mampu menyatakan situasi, gambar, diagram, atau benda nyata ke dalam bahasa, simbol, ide, atau model matematika secara lengkap dan jelas, (2)Penulisan jawaban benar serta mempresentasikan situasi soal secara lengkap, (3)Menuliskan langkah-langkah penyelesaian secara lengkap dan tepat serta menunjukkan pemahaman yag lebih disertai perhitungan yang benar, (4)Siswa mampu mengecek dan menyatakan suatu argumen benar atau salah dengan disertai bukti-bukti yang lengkap. Telah banyak dilakukan penelitian tentang PMR dengan kajian yang berbeda-beda. Di antaranya penelitian yang dilakukan oleh Gusriani (2011) dengan judul, “Penerapan Pendidikan Matematika Realistik pada Pembelajaran Matematika di Kelas X SMAN 3 Padang tahun pelajaran 2010/2011”. Hasil penelitian dari penelitian ini adalah motivasi siswa dalam pembelajaran di kelas X SMAN 3 Padang dengan menerapkan pendekatan PMR lebih tinggi dibandingkan dengan pembelajaran konvensional[7]. Fitra Tunnisa (2010) dalam penelitiannya yang berjudul, “Penerapan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) dalam Pembelajaran Matematika di Kelas VIII SMP N 2 Kubung Tahun Ajaran 2009/2010”, menunjukkan dengan menerapkan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik hasil belajar siswa kelas VIII SMP N 2 Kubung lebih baik daripada pembelajaran konvensional. [8]. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka permasalahan yang akan dibahas adalah bagaimana analisis indikator kemampuan komunikasi matematis siswa yang muncul selama diterapkan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik? dan apakah kemampuan komunikasi matematis siswa yang belajar dengan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik lebih baik dibandingkan pembejaran konvensional? Sejalan dengan itu, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis indikator kemampuan komunikasi matematis siswa kelas VII MTsN Lubuk Buaya yang muncul selama diterapkan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik dan untuk mengetahui kemampuan komunikasi matematis siswa dengan menggunakan Pendekatan PMR dan kemampuan komunikasi matematis siswa dengan menggunakan pembelajaran konvensional. METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen dengan Rancangan Static Group Design[9] yang digambarkan pada Tabel I berikut: TABEL I RANCANGAN PENELITIAN
Kelas Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
Perlakuan X
Tes O
-
O
Pada penelitian ini dibutuhkan 2 kelas sampel, yang dipilih secara acak dan diperoleh kelas VII-2 sebagai kelas eksperimen dan kelas VII-5 sebagai kelas kontrol. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Pendekatan PMR dan variabel terikatnya adalah kemampuan komunikasi matematis siswa. Jenis data primer berupa tes akhir siswa yang dibuat berdasarkan indikator kemampuan komunikasi matematis. Data sekunder berupa data nilai Akhir Semester 1 siswa kelas VII MTsN Lubuk Buaya Padang tahun pelajaran 2013/2014 dan jumlah siswa diperoleh dari guru matematika kelas VII MTsN Lubuk Buaya Padang. Instrumen dalam penelitian ini adalah berupa kuis dan tes akhir untuk menganalisis kemampuan komunikasi matematis siswa setelah diterapkan Pendekatan PMR. Kuis diberikan pada kelas eksperimen dan tes akhir diberikan pada kedua kelas. Kuis dianalisis dengan menentukan rata-rata nilai kuis, persentase ketuntasan dan ketercapaian indikator kemampuan komunikasi matematis siswa. HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitan di kelas VII-2 dan VII5 MTsN Lubuk Buaya Padang dengan materi Himpunan, indikator komunikasi matematis yang termuat dalam kuis dan tes akhir digunakan sebagai alat pengukur kemampuan komunikasi matematis siswa. Adapun indikator yang muncul adalah: (1) menyatakan situasi, gambar,diagram, atau benda nyata ke dalam bahasa, simbol, ide, atau model matematika, (2)menjelaskan suatu ide, situasi, dan relasi matematika melalui tulisan, (3)memberikan alasan atau bukti atas kebenaran solusi, (4)memeriksa kesahihan suatu argumen. Kuis yang diperoleh, dapat dibuat rincian seperti yang daoat dilihat pada Tabel II berikut: TABEL II PERSENTASE SISWA YANG TUNTAS BERDASARKAN KKM DAN RATA-RATA NILAI KUIS MATEMATIKA KELAS EKSPERIMEN
Kuis ke-
Persentase siswa yang tuntas Kuis berdasarkan KKM (%)
I II III IV V
45.26 52.38 42.86 61.90 73.81
Rata-rata Nilai Kuis matematika Siswa 68.75 73.07 71.43 76.90 80.27
Pada Tabel II dapat dilihat Persentase siswa yang tuntas Kuis berdasarkan KKM (%) dan Rata-rata Nilai Kuis matematika Siswa. Nilai kuis dan persntase terendah terdapat pada pertemuan III, ini disebabkan karena materi tentang Operasi pada Himpunan yang membutuhkan pemahaman yang lebih mendalam, sehingga banyak siswa yang tidak dapat menyelesaikannya.
4
Vol. 1 No. 1 (2012) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 3 : Hal. 1 TABEL III PERKEMBANGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA BERDASARKAN INDIKATOR PADA SETIAP KUIS
Indi kato r 1 2 3 4
Keterang an Mampu Belum Mampu Mampu Belum Mampu Mampu Belum Mampu Mampu Belum Mampu
Kuis 1 (%) -
Kuis 2 (%) 83.34
Kuis 3 (%) 90.48
Kuis 4 (%) 97.62
-
16.66
9.52
2.38
28.57
88.10
95.24
59.53
-
73.81
11.90
4.76
41.47
-
26.19
-
33.34
-
90.48
73.81
-
66.66
-
9.52
26.19
45.24
64.29
66.87
36.73
-
54.76
35.71
33.34
64.27
-
Kuis 5 (%) 71.43
Keterangan: Indikator (1)menyatakan situasi, gambar, diagram, atau benda nyata ke dalam bahasa, simbol, ide, atau model matematika, (2)menjelaskan suatu ide, situasi, dan relasi matematika melalui tulisan, (3)memberikan alasan atau bukti terhadap kebenaran solusi, dan (4)memeriksa kesahihan suatu argumen. Berdasarkan Tabel III tersebut, pada indikator 1, kemampuan komunikasi matematis siswa meningkat dari kuis 2 hingga kuis 4, namun terjadi penurunan pada kuis 5 yang berhubungan dengan materi yang konsep himpunan dalam pemecahan masalah. Pada indikator 2, awalnya terjadi peningkatan kemampuan komunikasi siswa namun terjadi penurunan pada kuis 3 tentang materi operasi pada himpunan. Peningkatan terjadi lagi setelah dilakukan kuis 5. Pada indikator 3, terjadi penigkatan yang cukup signifikan dari kuis 2 ke kuis 4, namun terjadi penurunan setelah dilakukan kuis 5. Terjadi peningkatan kemampuan komunikasi untuk indikator 4 dari kuis 1 hingga kuis 3, namun terjadi penurunan pada kuis 5 yang berhubungan denga materi konsep himpunan dalam pemecahan masalah. Kesimpulan secara umum terdapat pengaruh pendekatan PMR terhadap kemampuan komunikasi siswa. Pendekatan PMR mampu meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa. Sebagian besar siswa telah memiliki kemampuan komunikasi matematis.Siswa mengalami sedikt hambatan pada materi yang tingkat kesulitan lebih tinggi. Berdasarkan indikator 1, 2, 3, dan 4 yang muncul setelah diterapkan Pendekatan PMR dapat diurutkan dari indikator yang paling mudah hingga yang paling sukar dipahami siswa dalam soal kuis adalah sebagai berikut: (1)menyatakan situasi, gambar, diagram, atau benda nyata ke dalam bahasa, simbol, ide, atau model matematika, (2)menjelaskan suatu ide, situasi, dan relasi matematika melalui tulisan, (3)memberikan alasan atau bukti atas kebenaran solusi, dan (4)memeriksa kesahihan suatu argumen.
TABEL IV HASIL TES AKHIR SISWA
Kelas Eksperimen Kontrol
RataRata ( 79.95 69.04
Simpangan Baku (S) 10.98 9.59
Nilai Teringgi ( ) 98 85
Nilai Terendah ( 57 51
Berdasarkan Tabel IV terlihat bahwa rata-rata hasil tes akhir siswa kelas eksperimen lebih tinggi daripada rata-rata siswa kelas kontrol. Nilai tertinggi berada pada kelas eksperimen sedangkan nilai terendah berada pada kelas kontrol. Nilai tertinggi siswa kelas eksperimen adalah 98 dan nilai terendah 57 dengan rata-rata 79.95, sedangkan untuk kelas kontrol nilai tertinggi 85 dan terendah 51 dengan rata-rata 69.04. Hipotesis dalam penelitian ini adalah “Kemampuan komunikasi matematis siswa kelas VII MTsN Lubuk Buaya Padang menggunakan pendekatan PMRlebih baik daripada kemampuan komunikasi matematis siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional”.Untuk mengetahui hipotesis ini diterima atau ditolak maka harus diuji dulu kesamaan rata-ratanya. Sebelum melakukan uji kesamaan rata-rata maka terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas. Kesimpulan yang diperoleh kemampuan komunikasi matematis siswa kelas sampel berdistribusi normal dan memiliki variansi yang homogen. Karena kedua kelas sampel berdistribusi normal dan memiliki variansi yang homogen, maka untuk uji hipotesis dilakukanuji kesamaan dua rata-rata (uji-t) dengan bantuan software MINITAB diperoleh P-value = 0,000 karena P-value< α, maka tolak H0 atau terima H1. Jadi, kemampuan komunikasi matematis siswa yang menggunakan pendekatan PMRlebih baik daripada kemampuan komunikasi matematis siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional pada siswa kelas VII MTsN Lubuk Buaya Padang. Hasil tes Akhir siswa dianalisis dengan pencapaian indikator kemampuan komunikasi matematis berdasarkan indikator yang muncul pada setiap soal yang diberikan. Berikut ini adalah hasil analisisnya pada setiap indikator: TABEL V PERSENTASE KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA PADA SETIAP INDIKATOR DALAM TES AKHIR
1 2
Kelas Eksperimen (%) 91.96 71.23
Kelas Kontrol (%) 80.68 61.66
3
61.90
73.56
4
80.39
42.54
Indikator
Berdasarkan indikator 1, 2, 3, dan 4 yang muncul setelah diterapkan Pendekatan PMR pada kelas eksperimen dapat diurutkan dari indikator yang paling mudah dikuasai hingga yang paling sukar dikuasai siswa
5
Vol. 1 No. 1 (2012) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 3 : Hal. 1 dalam soal tes akhir adalah sebagai berikut: (1)menyatakan situasi, gambar, diagram, atau benda nyata ke dalam bahasa, simbol, ide, atau model matematika, (2)memeriksa kesahihan suatu argumen, (3) menjelaskan suatu ide, situasi, dan relasi matematika melalui tulisan, dan (4) memberikan alasan atau bukti atas kebenaran solusi. Pada kelas kontrol dapat diurutkan dari indikator yang paling mudah dikuasai hingga yang paling sukar dikuasai siswa dalam soal tes akhir adalah sebagai berikut: (1)menyatakan situasi, gambar, diagram, atau benda nyata ke dalam bahasa, simbol, ide, atau model matematika, (2) memeriksa kesahihan suatu argumen, (3)menjelaskan suatu ide, situasi, dan relasi matematika melalui tulisan, dan (4)memberikan alasan atau bukti atas kebenaran solusi. Pada kelas eksperimen dan kontrol indikator menyatakan situasi, gambar, diagram, atau benda nyata ke dalam bahasa, simbol, ide, atau model matematika menduduki posisi tertinggi. Dapat disimpulkan siswa pada kedua kelas tersebut paling menguasai indikator tersebut. Pada kelas eksperimen indikator yang paling sukar dipahami siswa adalah memberikan alasan atau bukti atas kebenaran solusi sedangkan pada kelas kontrol adalah memberikan alasan atau bukti atas kebenaran solusi. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa: (1)Analisis kemampuan komunikasi matematis siswa Berdasarkan indikator yang muncul setelah diterapkan Pendekatan PMR dapat diurutkan dari indikator yang paling mudah dipahami hingga yang paling sukar dipahami siswa dalam soal kuis adalah sebagai berikut: menyatakan situasi, gambar, diagram, atau benda nyata ke dalam bahasa, simbol, ide, atau model matematika, menjelaskan suatu ide, situasi, dan relasi matematika melalui tulisan,
memberikan alasan atau bukti atas kebenaran solusi, dan memeriksa kesahihan suatu argumen. (2)Kemampuan komunikasi matematis siswa dengan menerapkan Pendidikan Matematika Realistik lebih baik daripada Kemampuan komunikasi matematis siswa dengan menerapkan pembelajaran konvensional di kelas VII MTsN Lubuk Buaya Padang. Saran yang dapat diberikan peneliti (1)Kepada guru bidang studi matematika MTsN Lubuk Buaya Padang, agar menjadikan Pendidikan Matematika Realistik sebagai variasi dalam pembelajaran serta menjadikan kuis sebagai motivasi siswa dalam melaksanakan tahaptahap dalam pembelajaran yang diberikan (2)Kepada peneliti selanjutnya, agar dapat menjadikan skripsi ini sebagai pedoman untuk melanjutkan penelitian ke permasalahan dan pokok bahasan yang lain serta mencoba pada materi yang tingkat ketelitian, kesulitan yang tinggi. REFERENSI [1] [2] [3] [4]
[5] [6] [7] [8]
[9]
Depdiknas. 2004. Permendiknas Nomor 22 tentang Standar Isi Sekolah Menengah Atas. Jakarta: Depdiknas Suherman, Erman, dkk.2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia Wijaya, Ariyadi. 2012. Pendidikan Matematika Realistik Suatu Alternatif Pembelajaran Matematika. Yogyakarta: Graha Ilmu Edwin, Musdi. 2012. Pengembangan Model Pembelajaran Geometri Berbasis Pendidikan Matematika Realistik SMPN Kota Padang.disertasi. Universitas Negeri Padang, Padang Armiati. 2009. “Self Efficacy Matematis dan Pembelajaran Berbasis Masalah”. Kumpulan Artikel Seminar Nasional Matematika. Hlm.1-8. Depdiknas. 2004. Permendiknas Nomor 22 tentang Standar Isi Sekolah Menengah Atas. Jakarta: Depdiknas Gusriani. 2011. Penerapan Pendidikan Matematika Realistik pada Pembelajaran Matematika di Kelas X SMAN 3 Padang tahun pelajaran 2010/2011. Skripsi, FMIPA UNP Tunnisa, Fitra. 2010. Penerapan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) dalam pembelajaran Matematika di kelas VIII SMP 2 Kubung tahun Pelajaran 2009/2010. Skripsi, FMIPA UNP. Seniati, Licke, dkk. 2011. Psikologi Eksperimen. Jakarta: PT. IIndeks
6