VIII. KESIMPULAN DAN SARAN
8.1. Kesimpulan
Dari pemaparan pada bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Untuk Propinsi Kalimantan Selatan secara keseluruhan realisasi tanam masih
rendah. Realisasi tanam per target RKT untuk HTI Non BUMN adalah 57,03?4 dan jika dirasiokan berdasarkan luas pencadangan HTI Non BUMN keseluruhan adalah 37,6496. 2. Prosentase realisasi tanam dipengaruhi kucuran DR semester sebelumnya atau
harapan besaran kucuran DR semester berikutnya dan masih tergantung dari struktur pendanaan yang berasal dari DR ini. Secara umum realisasi tanam HTI tenls mengalami penurunan sejak tahun 199811999. 3 . Keadaan politik yang berkembang di Indonesia pada awal reformasi juga
berimbas pada kegiatan HTI di Kalimantan Selatan, yang menyebabkan berkurangnya kepastian berusaha karena menurunnya tingkat keamanan dan banyaknya terjadi penjarahan tanaman serta klaim lahan oleh masyarakat. Juga karena masa transisi penyerahan kewenangan antara pusat dan daerah setelah era otonomi daerah. 4. Apabila BUMN tidak dimasukkan, maka 50% perusahaan pelaksana HTI di
Kalimantan Selatan adalah perusahaan dengan pendanaan berasal dari DR berupa pinjaman dengan bunga 0% dan Penyertaan Modal Pemerintah (PMP) berupa
kemitraan dengan BUMN. Jika dilihat dari realisasi tanam perusahaan HTI penerima DR saja maka kontribusi DR untuk pembiayaan HTI per hektar adalah sebesar 56,48%. 5. Baik ijin target maupun realisasi fPK HTI lebih besar pada perusahaan HTT penerima DR dibanding perusahaan HTI non penerima DR. Realisasi penebangan IPK rata-rata 17,11 m3/ha atau dengan luas 30.875,03 ha volume penebangan
adalah 528 147,59 m3. Angka ini di atas angka persyaratan potensi diperbolehkannya IPK yaitu di bawah 5 m3/ha, namun jika diperbandingkan dengan keseluruhan areal pencadangan HTI di Propinsi Kalimantan Selatan maka potensi kayu pada areal HTT hanya 2,03 rn3/ha dengan realisasi volume penebangan rata-rata Oj96 m3/ha. IPK umumnya dilaksanakan oleh HPH atau BUMN mitra. 6 . Pemberian bantuan permodalan dalam bentuk DR dan pemberian IPK yang
menyebabkan pengusaha mau masuk ke bidang usaha ini dan hanya mengarah kepada profit cjrietltczd, terbukti setelah dihentikannya penyaluran DR dan sudah mulai habisnya potensi kayu di areal HT1 maka realisasi tanaman menjadi kecil. 7. Jumlah tenaga teknis kehutanan pada tiap perusahaan HTI dibanding keluasannya
sangat bervariasi, secara rata-rata adalah satu tenaga teknis untuk keluasan I .850,92 ha. Suatu jumlah yang tidak memadai untuk kegiatan yang memerlukan
keahlian dalam penanganannya. Untuk penetapan kebijakan yang bersifat teknis, tenaga teknis perusahaan di daerah juga diberi kesempatan untuk mengajukan usulan atau perencanaan, tapi untuk kebijakan yang bersifat non teknis seperti
keuangan dan kebijakan lain yang berkaitan dengan kebijakan instansi kehutanan umumnya ditentukan oleh manajemen pusat. 8 Menurut hasil analisis finansial dan ekonomi, berdasarkan besaran nilai N?T,
TRR dan BCR kegiatan pengusahaan EiTI di Kalimantan Selatan layak untuk dilaksanakan karena mampu mernberikan keuntungan. Dari analisis PAM diketahui terdapat distorsi harga kayu HTI akibat kebijakan pemerintah dan sifat jenis usaha HTI sendiri. 9. Untuk
perbaikan kinerja HTI ke depan, berdasarkan hasil analisis terhadap
penilaian yang diberikan responden dari unsur di daerah, maka diharapkan porsi daerah diberikan lebih besar. Yang dimaksud pelaku dari daerah ini adalah pemerintah kabupaten untuk pemerintah daerah, Badan Usaha Milik Swasta Daerah (BURISD) untuk perusahaan dan juga masyarakat setempat (masyarakat sekitar hutan). 10. Untuk keberhasilan pembangunan HTT ke depan di Kalirnantan Selatan strategi
pengembangan HTI yang dianggap tepat adalah pembentukan kemitraan yang sejajar antara pengusaha dan masyarakat di sekitar hutan, yang menuju ke bentuk kontrak kerja pada kelompok masyarakat yang adil dan berimbang. 8.2. Saran 1.
Kepastian usaha dan adanya jaminan keberlanjutan usaha adalah sangat penting dan oleh karenanya penegakan hukum (law enforcement) dan aturan main ( r z h of the game) serta penegasan hak-hak (property rights) masyarakat perlu dijaga
dengan tujuan agar dapat meminimalkan konflik atas lahan HTI.
2. Jenis tanaman HTI sebaiknya tidak terpaku pada jenis cepat tumbuh saja tapi
juga perlu pengaturan jenis yang seimbang dengan jenis kayu campuran lainnya karena industri kayu yang sudah lama ada di Kalimantan Selatan tpZ~wooc.( hluckhourd, particle board, dll) terlalu berharga
dan sudah memberikan
kontribusi yang besar bagi pembanpnan daerah ini. Selain itu juga perlu dikembangkannya diversifikasi produk-produk HTI dengan tidak hanya menanam kayu saja tapi juga dengan membangun HTI non kayu seperti rotan, gondorukem, sutera alam, minyak atsiri dan sebagainya yang juga sangat berharga dan bernilai tinggi. 3
Kegiatan penataan batas dan pengukuhan kawasan hutan hendaknya perlu mendapat perhatian dengan mengakomodasikan kepentingan atau tuntutan masyarakat lokal. Pengukuhan lahan ini hams disertai dengan proses inventarisasi hak-hak masyarakat sekitar hutan.
4. Perlu pengkajian yang lebih mendalam lagi dari seluruh elemen masyarakat,
seperti pemerintah? swasta, LSM, lingkungan akademis maupun tokoh masyarakat lainnya untuk merumuskan kebijakan dan perencanaan yang lebih h t z profitable. Seluruh komprehensif untuk pembangunan HTI yang .s~~,staitztrhle
elemen masyarakat ini diharapkan dapat berperan lebih aktif dalam setiap kegiatan pembangunan HTI karena akan lebih menjamin keberhasilan dalam pelaksanaannya. 5. Pemberian insentif bempa pinjaman DR dengan bunga 0% dan kemudahan pemberian P K diyakini telah menimbulkan moral hazard pada pengusaha HTI selama ini, sehingga akhirnya diputuskan pemerintah untuk dihentikan. Narnun
demikian, mengingat pembangunan HTI juga berfungsi untuk merehabilitasi lahan dan sekaligus memperbaiki kualitas lingkungan sedangkan sifat investasi adalah jangka panjang dan mempunyai resiko usaha besar, maka pemerintah masih perlu memberikan insentif. insentif tersebut dapat berupa diskon bunga pinjaman, yang dapat diberikan jika tanaman HTI yang dibangun telah memenuhi syarat kualitas dan kuantitas. Penilaian dapat dilakukan setelah tanaman siap dipanen, dimana jika persyaratan telah terpenuhi beban bunga pinjaman dapat dikurangi atau bahkan sampai dengan nol. Hal ini diharapkan dapat memacu pengusaha untuk menjalankan usaha pembangunan HTI dengan serius. 6 . Pola kemitraan yang dikembangkan hendaknya dengan memperhatikan kultur
dan budaya serta norma yang dianut masyarakat setempat dan tidak lagi bersifat ekstensif yaitu hanya memperhatikan keluasan areal. Yang lebih penting adalah peningkatan kualitas SDM masyarakat agar dalam kegiatan HTI peningkatan produksi dapat dilakukan dengan jalan pemuliaan pohon atau sistem silvikultur yang baik dan benar. 7. Kemitraan yang akan dikembangkan hendaknya bersifat pemberdayaan pada masyarakat sekitar hutan sehingga mampu meningkatkan taraf hidup dan membangkitkan kesadaran masyarakat untuk turut menjaga keberadaan hutan. 8. Untuk penelitian yang akan datang, perlu dilakukan kajian bentuk-bentuk
kemitraan yang dipandang relevan bagi pengembangan HTI.