VII. KESIMPULAN DAN IMPLlKASl UEBIJAKAN
7.1. Kesimpulan *
Berdasarkan hasil penelitian mengenai keragaan permintaan dan penawaran serta pmpek swasembada beras lndonesia menuju era liberalisasi perdagangan dapat disimpulkan &
beberapa ha1 berikut.
tJ
1. Model ekonometrika yang dibangun dalam penelitan ini mampu dengan baik menjelaskan fenomena dan perilaku penawaran, permintaan dan kebijakan sektor beras dalam sistem ekonomi terbuka di Indonesia. Berbagai perubahan kebijakan secara unilateral dan multiteral maupun perubahan faktor-faktor non kebijakan menuju era perdagangan bebas dapat disimulasikan secara komprehensif.
2. Perilaku perkembangan areal panen padi sawah di semua wilayah produksi menunjukkan respon yang inelastis terhadap perubahan harga gabah, namun dipengaruhi secara nyata oleh curah hujan, kinerja penyuluhan, target produksi beras dan lag areal yang merupakan proxysituasi ekonomi sebelumnya dan hambatan kelembagaan. Penambahan areal irigasi
hanya berpengaruh nyata terhadap peningkatan areal panen sawah di Sumatera dan sisa wilayah lndonesia (Nusa Tenggara, Ambon dan lrian Jaya), sedangkan di wilayah lain berpengaruh tidak nyata. Karena itu khusus di Jawa dan Bali, sangat rendahnya respon areal terhadap harga gabah dan penambahan areal irigasi mengindikasikan areal sawah di wilayah itu telah mencapai situasi closing cultivation frontier. Selain itu, peningkatan konversi lahan sawah di Jawa dan Baii telah menyebabkan pengurangan areal panen padi sawah yang dapat diusahakan lebih dari dua kali tanam setahun, sehingga ha1 itu dapat menghambat upaya peningkatan produksi beras di masa mendatang. 3. Respon produktivitas padi sawah di seluruh wilayah juga inelastis terhadap perubahan harga gabah dan harga pupuk. Namun demikian, di wilayah Jawa dan Bali, Kalimantan dan Sumatera produktivitas padi sawah lebih responsif dibandingkan respon areal padi sawah temadap harga gabah, sebaliknya di Sulawesi dan sisa wilayah lndonesia areal padi
sawah lebih responsif dibandingkan produktivitasnya. Hal ini berartijika harga gabah naik, @ani dalam kelompok \Nilayah pertama Wih cenderung akan meningkatkan produktivii I
padi sawahnya, sedangkan petani dalam kelompok wilayah kedua akan lebii meningkatkan areal padi sawahnya. Kemudiin, pengembanganareal intensifikasiberpengaruh nyata pada peningkatan produktivitas padi sawah di Sumatera, Sulawesi dan sisa wilayah Indonesia yang mengindikasikan bahwa ketiga wilayah itu berpotensi sebagai sumber pertumbuhan produksi beras di masa mendatang dalam upaya mencapai swasembada beras. Produktivitas padi sawah di semua wilayah, kecuali di Sulawesi, cenderung memerlukan lag satu periode untuk bereaksi terhadap perubahan faktor ekonomi dan faktor-faktor non biologis yang mempengaruhinya.
4. Penggunaan pupuk pada lahan padi sawah, terutama sawah intensifikasi di wilayah Jawa dan Bali, Sumatera dan Sulawesi cenderung inefisien karena laju kenaikan produktiv'i padi sudah lebih rendah dibandingkan laju kenaikan pemakaian pupuk, dengan kata lain respon produktivitas terhadap pupuk sudah inelastis.
5. Kenaikan permintaan beras domestik dimasa depan akan dipengartihi secara nyata deh perubahan jumlah penduduk dan pendapatan konsumen. Sementara peningkatan rasio jumlah penduduk kota terhadap penduduk desa dan pembahan selera juga akan mempengaruhipenguranganjumlah perrnintaan beras, meskipun dengan [espon yang inelastis. 6. Pasar beras domestik Indonesia terbukti diproteksi dengan ketat oleh pemerintah dafl pengaruh fluktuasi pasar beras dunia yang dicirikan oleh: a. lntervensi harga eceran beras domestik elastis terhadap perubahan harga impor beras dan produksi beras domestik. b. Harga gabah dan harga eceran beras domestik lebih stabil daripada harga beras dunia.
c. Pengelolaan stok, impor, pengadaan dan operasi pasar beras oleh Bulog tert>ukti efektif dalam mengendalikan stabilitas pasar beras domestik.
Selain itu keterlibatan pemerintah yang cukup tinggi terhadap sistem produksi padi sangat berperan dalam pencapaian swasembada beras, sehingga pengurangan beberapa pro*
gram pendorong peningkatan produksi beras setelah tahun 1984 rnenjadi penyebab tidak
dapat dipertahankannya swasembada beras, selain penyebab iainnya seperb faktw gangguan alam. Akan tetapi pada era reformasi dalam jaqgka pendek ke depan diperkirakan proteksi dari pernerintah masih akan dipertahankan dalam upayanya untuk meningkatkan produksi domestik sekalgus memenuhi kebutuhan pangan pokok masyarakat. 7. Negara-negara pengimpor beras utama selain Indonesia (Malaysia dan Iran), yang potensial menjadi pengimpor utama (China dan India), dan pengekspor utama (Thailand, Pakistan, India, Amerika Serikat dan China) yang dikaji perilakunya juga terbukti sangat protektif terhadap pasar beras domestik masing-masing. Orientasi utama mereka adalah mencukupi permintaan domestik, kecuali Amerika Serikat yang lebih memperhatikan kesejahteraan petaninya. Namun peranan lndonesia sebagai stabibilisator dan destabilisator pasar beras lndonesia lebih besar dibandingkan peranan negara tersebut.
8. Secara internalyang menjadi justfikasi swasembada beras anbra lain adalah masih dapat dingkatkannya produksi melalui peningkatan areal irigasi dan areal intensifikasi, tenrtama di luar Jawa dan Bali. Termasuk dalam peningkatan areal irigasi dan intensifikasi adalah penggunaan bibit, pengendalian serangan organisme penggangu tumbuhan dan perbaikan kualitas pengeldaan usahatani. Selain itu tingkat kondisi krisis ekonomi dan moneter saat ini menyebabkan sangat besar biaya yang diperlukan untuk mekimpor beras. Penambahan subsidi pupuk bukan justifikasi yang tepat ataupun berlaku dalam jangka panjang bagi upaya mencapai swasembada beras karena bertentangan dengan prinsip perdagangan bebas. Sedangkan peningkatan konversi lahan, pengurangan subsidi pupuk dan gangguan alam akan menjadi kendala peningkatan produksi beras di masa mendatang.
9. Produksi padi akan menurun apabila dilakukan penambahan areal irigasi di Sumatera dan Kalimantan, dan penambahan areal intensifikasi di Sumatera dan Kalimantan jika tidak
didukung oleh kebijakan untuk mencegah jatuhnya harga gabah. Begitu pula, penghapusan peran Bulog dalam mekanisme pasar beras domestik, penghapusan intewensi harga b r a s secara multilateral dan kombinasi kedua kebijakan tersebut akan menghambat peningkatan produksi untuk mencapai swasembada beras dalam jangka pendek.
10. Justifikasi dari upaya pencapaian swasembada beras dari sisi ekstemal adalah masih akan sangat fluktuatifnya ketersediaan dan harga beras di pasar dunia. Ketidakstabilan pasar dunia tersebut disebabkan masih cukup ketatnya proteksi negara pengimpor maupun pengekspor beras terhadap pemenuhan kebutuhan beras domestik masing-masing, sehingga volume beras yang diperdagangkan masih sangat rendah dibandingkan volume produksi beras dunia dan negara-negara pengimpor hams bersaing untuk memperoleh pasokan beras dari pasar dunia. Selain itu penerapan liberalisasi perdagangan pada masa mendatang tidak otomatis menjamin jumlah pasokan beras dunia bertambah dengan nyata, sehingga tingkat persaingan para pengimpor diperkirakan masih cukup tinggi.
11. Pada kecendemngan kebijakan perberasan dan faktor non kebijakan internal maupun eksternal yang diramalkan akan tejadi di masa mendatang fan~aaltematif kebijakan maka: a. Kontribusi Jawa dan Bali terhadap produksi beras nasional dari lahan sawah akan menurun, sedangkan kontribusi wilayah lain meningkat temtama dari Sumatera dan Sulawesi. Peningkatan7produksidi luar Jawa dm Bali disebabkan oleh penambahan areal panen dan kenaikan produktivitasnya. Sementara areal panen padi di Jawa akan berkurang akibat peningkatan konversi lahan sawah. b. Laju peningkatan produksi beras secara nasional akan melebihi laju permintaan beras untuk konsumsi antara tahun 1996 - 2018, namun Indonesia tidak akan berswasembada beras secara absolut metainkan mencapai net ekspor beras pada tahun 2013 sebagai konsekuensi dari pelaksanaan liberalisasi perdagangan. Dengan demikian diperkirakan tidak akan ada hambatan yang berarti bagi pemenuhan beras domestik, dan sepertinya tidak hams memaksakan diri untuk berswasembada beras dengan
mengeluarlcan biaya oportunitas yang tinggi bagi produksi beras, terutama di Jawa dan
hli,selagi tersedia pasokan beras di pasar dunia yang lebih murah. 4
c. Dalam pasar beras dunia, Malaysia, Iran dan China akan tetap menjadi pengimpor beras. India akan menjadi eksportir terbesar di dunia muiai tahun 2012, meskipun Thailand dan Amerika Senkt juga meningkatvolume ekspomya. Sementara, harga beras dunia tetap akan berftuktuasi dengan tingkat elstkitas
yang tinggi terhadap
perubahan penawaran dan permintaanberas dunia. 12. Upaya untuk berswasembada beras di masa mendatang tarnpaknya tidak dapat dihindari akan berbenturan dengan penerapan pasar bebas bagi komoditas ini. Indonesia sendiri bdum siap mengikuti pasar bebas bagi komoditas beras, terutama dalam jangka pendek. Hal ini didasarkan pada beberapa hasil analisis yaitu apabila : a. Subsidi pupuk dihapus sehingga harga pupuk naik dengan persentase'yanglebih tinggi dari kenaikan harga dasar gabah, maka produksi beras akan turun dan swasembada beras tidak akan tercapai dalam jangka pendek (1997-2003). Apalagi jika persentase kenaikan harga pupuk lebih besar, maka penurunan produksi akan lebih besar lagi. Namun adanya kebijakan menaikkan plafon kredit usahabni dan penurunan tingkat bunganya , secara teoritis akan mendorong peningkatan produksi beras, hanya saja kedua peubah tersebut tidak tercakup dalam model penelitian ini. , b. lntervensiharga dihapus secara unilateral oleh Indonesia maka produksi beras dan kesejahteraan petani akan meningkat, kecuati di Kalimantan dan wilayah sisa Indonesia, namun belum mampu mendorong pencapaian swasembada beras dalam jangka pendek. Konsumen akan menurun kesejahteraannya karena kenaikan harga beras, sementara pedagang beras diseluruh wilayah produksi &an menikmati kenaikan majin pemasaran yang sangat besar.
c. Sistem pengadaan dan operasi pasar beras dihapus, maka produksi beras dan harga gabah akan tumn dalam jangka pendek, sehingga kesejahteraan petani akan menurun.
Konsumsi beras akan berkurang karena kenaikan harga beras, sehingga kesejahteraannya akan menurun. Peningkatan marjin pemasaran yang besar a k a dinikmati oleh :
pedagang beras. Swasembada beras dalam jangka pendek tidak akan tercapai. d. Kombinasi penghapusan intervensi harga, pengadaan dan operasi pasar akan berdampak serupa dengan penghapusan pengadaan dan operasi pasar beras saja, tetapi dengan perubahan darnpak yang lebih besar pada penawaran, permintaan, harga dan kesejateraan pelaku ekonomi beras domestik. e. Kran impor beras ditutup untuk berswasembada beras maka akan menyebabkan p e nurunan produksi beras, kecualijika ditunjang sistem pengadaan dalam jumlah besar untuk mendorong kenaikan harga dasar gabah dan rnenjamin ketersediaan stok beras yang cukup untuk rnemasok kebutuhan beras sepanjang tahun. f. lntetvensi harga beras dihapus secara multilateral mengikuti kesepakatan liberalisasi perdagangan, maka produksi beras secara nasional akan menurun, meskipun secara regional masih ada yang meningkat. Baik petani dan konsumen akan berkurang kesejahteraannya, sedangkan pedagang beras akan menikmati keuntungan besar dalam jang ka pendek maupun jangka panjang. Kombinasi kebijakan tersebut dengan penghapusan sistem pangadaaan dan operasi pasar beras oleh Bulog akan mempunyai dampak yang sarna, dan swasembada beras tidak terwujud dalam jangka pendek.
13. Hasil penelitianjuga menunjukkan bahwa perubahan kebijakan perberasan domestik secara nasional pada umumnya rnenimbulkan : a. Oampak dengan besaran persentase yang berbeda terhadap areal dan produksi beras setiap wilayah produksi, bahkan tidak selalu direspon dengan arah yang sama secara positif maupun negatif. b. Dampak yang berlawanan arah bagi kesejahteraan produsen dan konsumen beras (ada frade-oft),narnun ada pula kebijakan yang menyebabkan baik petani maupun konsu-
men sama-sama menurun kesejahteraannya (worse-off).
259
7.2. lmplikasi Kebijakan 1. Upaya pencapaian swasembada beras sebaiknya dilakukan dengan penetapan kebijakan yang sama-sama rnemberikan manfaat bagi konsumen dan produsen karena bila diterapkan secara pmial, ada kebijakan yang temyata akan menguntungkan produsen saja (harga dasar d m devaluasi), dm ada yang hanya menguntungkankonsumen saja (penambahan areal irigasi dan intensifikasi), atau ada yang merugikan produsen dan konsumen (kenaikan harga pupuk). Dengan kata lain perlu kombinasi kebijakan (misalnya penambahan areal irigasi dan intensifikasi, pengurangan subsidi pupuk dengan kenaikan harga dasar gabah) agar manfaat yang diterima petani maupun konsumen dari satu kebijakan dapat menutupi kenrgian mereka akibat kebijakan lain.
2. Dengan potensi yang ditunjukan dari hasil peramalan, maka diperlukan perhatian yang lebih besar terhadap pengembangan areal sawah intensifikasi dan irigasi di wilayah
Sumatera, Sulawesi dan sisa wilayah Indonesia agar kontribusi produksi mernang dapat ditingkatkan. Perlu pula ditingkatkan pengembangan areal padi sawah di wilayah Nusa Tenggara, Maiuku dan lrian yang potensinya juga cukup baik, paling tidak produksi yang dihasilkan dapat mencukupi kebutuhan beras wilayah itu sendiri. Semenbra upaya peningkatan produksi di Jawa dan Bali sebaiknya lebih difokuskan terhadap peningkatan ?
produktivitas padi sawah melalui pemanfaatan benih-benih baru yang lebih unggul dan mengefisienkan penggunaan pupuk, serta lebih memberi kebebasan pada petani untuk mengusahakan tanaman yang paling menguntungkan. Namun karena peningkatan produksi akibat pengembangan areal intensifikasi dan ingasi rnaupun kenaikan produktivitas padi dapat mempunyai efek balik menurunkan kesejahteraan petani, maka hams ada antisipasi urrtuk mencegah turunnya harga gabah akibat kelebihan produksi. Cara yang dapat diernpuh antara lain beiupa mengefektifkan danlatau menaikkan harga dasar gabah yang disertai dengan peningkatan pengadaan, memperbaiki jaringan distribusi pemasaran dalam dan antar wilayah, dan meningkatkan teknologi penyimpanan gabahlberas.
260 3. Untuk mengurangi dampak distribusi manfaat ekonomi yang negatif dari penerapan pasar bebas bagi komoditas beras perlu diupayakan program untuk memacu terus menerus :
efi;siensi biaya, pengeldaan dan pengembangan tekndogi usahatani padi di semua wilayah
produksi. Namun karena terdapat keragaman lingkungan wilayah, maka perlu dikembangkan teknobgi yang sesuai dengan kondisi masing-masing wilayah, antara lain menyangkut teknik pengolahan lahan sesuai dengan tipe lahan, varietas unggul dengan daya adaptasi tinggi pada lahan yang kurang subur, pengendalian organisme penggangu tanaman terpadu yang tidak banyak merusak lingkungan setempat, dan alat mesin pertanian yang sesuai dengan kebutuhan di masing-masing wilayah. Perlu pula dipertimbangkan kemungkinan penetapan kebijakan harga dasar yang tidak seragam secara nasional.
4. Dalam jangka pendek masih diperlukan kebijakan untuk menaikkan harga dasar gabah dengan persentase yang lebih tinggi dari kenaikan harga pupuk agar dapat mendorong kenaikan produksi beras untuk berswasembada, sekaligus meningkatkan kesejahteraan petani. Kornpensasi penghapusan subsidi pupuk dengan kenaikan plafon kredit usahatani dan penurunan tingkat bunganya perlu dipertimbangkan apakah akan tetap mampu meningkatkan produksi beras dan kesejahteraan petani karena ada masaiah mengenai akses bagi semua petani dan kemungkinan penyalahgunaan kredit itu pada masa krisis saat ini. 5. lntervensi harga beras domestik (subsidi harga konsumen) dad sistem pengadaan dan
operasi pasar deh pemerintah masih tetap diperlukan minimal dalam jangka pendek untuk memacu peningkatan produksi, memenuhi permintaan domestik, mencegah penurunan tingkat kesejahteraan produsen dan konsumen, dan menghindari transfer pendapatan yang tedalu besar dinikmati pedagang. Untuk itu tentunya diperlukan penyediaan anggaran yang sesuai dengan kebutuhan, dan upaya perbaikan kinerja lembaga yang berperan dalam sistem pengadaan dan operasi pasar beras. Peranan pemerintah dapat dapat dikurangi dan dihapuskan ketika sistem distribusi pemasaran dalam dan antar wilayah telah berjalan dengan baik, dalam rangk'a memasuki era perdagangan bebas.
261
7.3. Saran Untuk Penelitian Lanjubn 1. Penggunaan benih unggul dan kcedit usahatani per wilayah produksi dan tingkat bunga kredit perlu dimasukkan d a l m fungsi produksi pada penelitian yang lebih lanjut karena kedua peubah itu diperkirakan cukup besar pengaruhnya terhadap produksi padi, dan Gngkat kompensasikenaikan kredit terhadap penghapusan subsidi pupuk dapat dianalisis.
2. Perlu penelitian lanjutan untuk memperolehgambaran perilaku konsumsi beras di masingmasing wilayah yang dikaitkan dengan perilaku produksi, harga dan perdagangan beras antar wilayah (market over space) yang akan sangat berguna bagi penentuan kebijakan mencapai swasembada beras dikaitkan dengan ketepatan distribusinya di setiap wilayah. Apabila datanya tersedia dalam jumlah yang cukup, perbandingan kondisi antar musim
(market over time) juga menarik untuk diteliti lebih lanjut.
3. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk memperoleh gambaran yang lebih mendalam mengenai perkembangan perrnintaan beras menurut jenis dan kualitas beras dikaitkan dengan segrnentasi konsurnen menurut pendapatan dan lokasi (desa dan kota) menggunakan data seri waktu, atau data panel kalau jurnlah pengamatannyatidak cukup.
4. Pada penelitian lanjutan juga perlu dipertimbangkan periiaku petani yang menjual padi pada saat panen dan membeli ketika paceklik, termasuk yang memperhitungkan peranan ,
petani sebagai produsen sekaligus konsumen. Hal tersebut dapat dilakukan pada penelitian yang berskala mikro dalam konteks rurnah tangga petani menggunakan data panel dari hasil survey, dengan maksud agar dapat dipelajari lebih dalam dan akurat dampak altematif kebijakan maupun non kebijakan terhadap perubahan kesejahteraan petani. 5. Pada penelitian lanjutan mengenai liberalisasi perdagangan beras dunia, perilaku produksi
beras negara pengimpor maupun pengekspor utama pellu dimasukkan ke dalam model sehingga dapat diketahui bagaimana dampak liberalisasi perdagangan tersebut terhadap produksi beras masing-masing negara yang kemudian akan mernpengamhi tingkat impor dan ekspor beras mereka, dan berefek balik pada pasar beras dunia itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA Abbas, S. 1997. Revolusi Hijau dengan Swasembada Beras dan Jagung. Setdal Bimas, Departemen Pertanian Indonesia. *
Adjd, A. D. 1989. A New Strat y in Rice Production to Sustain Self-Sufficiency. lndonesian Food Journal, 1 (1): 47 3 4 . Affandi, A. 1985. The R i Revolution in Indonesia: The lndonesian Experience in lncreasin Rice Prodoction. lmpadof Science on Rice, pp. 27-39. International Rice Researc Institute. Los Banos.
1
Altemeier, K., S.R. Tabor and 0. Adinu roho, 1988. Sup ly Parameters for Indonesian A ricultural Policj Analysis. 8ajabh Ekonomi an Keuangan Indonesia, W I (1): 111 - 130.
B
Amang, B. 1985. Harga Beras dan lnflasi di Indonesia, 1967-1981. Makalah pada Seminar "Perekonomian Beras Indonesian,Pusat Studi Pembangunan dan Jurusan Sosek, Fakultas Pertanian, lnstitut Pertanian Bogor, 7 Februari 1985.
. 1994. Impact of the Uruguay Round on Agricultural Trade Policy. lndonesian Food Journal, V (10): 44 - 49. Amin, M. 1997. Penawaran, Permintaan dan Konsumsi Beras, Jagung dan Te u di Indonesia. Makalah pada Pra Widyakarya Nasional Pan an dan Gizi VI: enawaran, Permintaan dan Konsumsi Pangan Nabati. Jakarta 22-2 Juli 1997. Pusat Peneiian Ekonorni Pertanian Balitbang Pertanian dan Biro Perencanaan Departemen Pertanian.
7)
9
Arifin, 0.1997. Im or Beras dan Eufemisme Swasembada. Harian Suara Pembaharuan, 17 Novem er 1997: 2.
1
Atmaja, S., S. Amat and M. Sidik. 1989. The Role of Bulog In the lndonesian Economy lndonesian Food Journal, I (1): 70 - 84. Azahari, D.H. 1997. Benarkah Ketahanan Pan an Kita Rapuh Dalam Menghada i Era Globaliii?. 30 Tahun Peran Bufog da am Ketahanan Pangan, pp. 310- 32. Badan Urusan Logistik. JakBtta.
9
f
Bagi, F.S. and I.J. Singh. 1974. A Microeconomic Model of Farm Decisions in LDC: Simultaneous Equatton Approach. Economic and Sociology Occasional Paper No. 207. Dept. Of Agric. Econ. and Rural Sociology. Ohio State University. Columbus. Barker, R and Y. Hayami. 1976. Price Support Versus Input Subsidy for Food SelfSufticien in Developing Countries. American Joumal of Agricultural Economics. 58 (4): - 628.
68
Ehrker, R., E.Benn en and Y. Hayami. 1978. New Rice Technol y and Policy Alternatives for Food Se -Sufficiency. Economic Consequencies of e New Rice Technology, pp. 337-361. InternationalRice Research Institute. Los Banos.
7
%f
Barker, R., R. W. Herdt and B. Rose. 1985.. The Rice Economy of Asia. IntemationalRce Research Institute. Los Banos.
Barnurn, H.N. and L. Squire. 1979. An Econometric Application of the theory of the FarmHousehold. Journal of Development Economics, 39: 79-102. Baqit, A. 1995. Analisis Ekonomi Penerapan Teknologi Usahatani UonservasiPada Lahan Kering Berlereng di wila ah Hulu Das Jratunseluna, Jawa Tengah. Disertasi Doktor. Program Pascasajana, nstitut Pehnian Bogor. Bogor.
r
Beattie, B.R. and C.R. Taylor. 1985. The Economics of Production. John Wiky 81Sons. New York. Benu, F. L. 1996. Analisis Struktur Produksi, Konsumsi dan Perdagangan Beras di Propinsi Nusa Ten ara Timur. Tesis Magister Sains. Program Pascasarjana, lnstitut Pertanian or. ~ oor. g
9%9
Biro Pusat Statistik. 1969-1996. Statistik Indonesia. BPS- Jakarta. Biro Pusat Statistik. 1994. Hasil Sensus Pertanian Indonesia 1993. BPS- Jakarta. Damanhuri, D. S. 1996. Menin katkan Kesejahteraan Petani dalam Pembangunan Jan ka Panjang 11 PJP I!)dan alam Menghadapi Era Globalisasi Perekonornian. Maja ah Pangan, VI (27): 44-49.
I
7
8
Darmawan, D. A. 1995. Updatin Cost of Production Performance of the Indonesian Agriculture. lndonesian ood Journal, VI (11): 65 - 82.
P
Daud, A.L. 1986. Kajian Sistem an Model Almost Ideal Demand Magister Sains. Fakultas Dawe, D. 1997. Should Asia Move To Free Trade in Rice ?. 30 Tahun Peran Bulog dalam Ketahanan Pangan, pp. 399422. Badan Urusan Logistik. Jakarta. Debertin, 0. L. 1986. Agricultural Production Economics. Macmillan Publishing Company. New York. Ellis, F. 1989. Future Rice &atategyin Indonesia: Rice SeFSuRciency. lndonesian Food Journal, 1 (I): 27 - 43. Eiwidodo, 1997. lmplikasidan Dampak Putaran Uruguay pada Sektor Pertanian di Indonesia. Agro Ekonomika XXVll(2) :25-47. Erwidodo dan M. Ariani. 1997. Penawaran, Permintaan dan Konsumsi Serelia di Indonesia: Beras, Jagung dan Gandum. Makalah pada Pra Widyakarya Nasional Pan an dan Gizi VI: Penawaran, Permintaan dan Konsumsi Pangan Nabati. Jakarta 2 -23 Juli 1997. Pusat Penelitian Ekonomi Pertanian Badan Penelian dan Pengembangan Pertanian dan Biro Perencanaan Departemen Pertanian.
!
Evenson, R.E. 1976. On the New Household Economics. Agricultural Development Council. New York. Fair, R.C. 1970. The Estimation of Simultaneous Equation Models with L ed End enous Variables and First Order Serially Correlated Errors. Econometrics 8 :507-5 6.
?!
"9