VI. ANALISIS FAKTOR -FAKTOR DAYA SAING INVESTASI KABUPATEN INDRAMAYU 6.1. Analisis Faktor-faktor Internal dan Eksternal Daya Saing Investasi Kabupaten Indramayu
Pada bab IV telah diuraikan tentang Deskripsi Daya Saing Investasi Kabupaten Indramayu hasil pemeringkatan daya saing oleh KPPOD. Peringkat tersebut sangat berguna dalam melakukan perbandingan keadaan masing-masing daerah terhadap daerah lainnya. Namun demikian, penelaahan lebih lanjut tentang faktor faktor yang menjadi sumber kekuatan dan kelemahan
setiap daerah
sehingga mereka menempati posisi peringkat tersebut sangat penting untuk perencanaan pembangunan khususnya peningkatan investasi. Konsep pemeringkatan daya saing mengacu pada kekuatan dan kelemahan suatu daerah dalam mencapai daya saing nasional atau mengacu kepada inventarisasi faktor-faktor atau variabel-variabel yang secara relatif menjadi sumber kekuatan dan kelemahan suatu daerah dalam pencapaian daya saing nasional. Pengertian relatif disini diartikan bahwa yang muncul sebagai faktor kekuatan dan kelemahan dari suatu daerah adalah relatif terhadap variabel– variabel lain di daerah tersebut. Hal ini tidak berarti lepas dari perbandingan terhadap daerah lain karena untuk mengukur faktor kekuatan dan kelemahan tersebut ukurannya adalah nilai rata-rata peringkat daerah secara nasional. Investasi diperlukan dalam rangka untuk mencapai pertumbuhan dan pembangunan yang baik di suatu daerah. Agar investasi dapat dilakukan secara tepat dan sesuai dengan kondisi yang ada maka diperlukan penyusunan strategi
dengan mempertimbangkan faktor-faktor strategis internal maupun eksternal. Setelah mempertimbangkan faktor-faktor tersebut maka diperlukan penyusunan strategi yang komprehensif melalui rumusan prioritas strategi peningkatan investasi. Komponen SWOT (internal dan eksternal) yang terdiri atas kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman akan memiliki urutan prioritas sesuai dengan pendapat
para
responden.
mengidentifikasi
Analisis
kekuatan-kekuatan
kondisi
internal
(strengths)
dan
dilakukan
dengan
kelemahan-kelemahan
(weaknesses) daya saing investasi di Kabupaten Indramayu. Faktor kekuatan yang teridentifikasi meliputi: 1) memiliki potensi ekonomi sektor pertanian dan migas, 2) memiliki budaya daerah yang kondusif dalam mengembangkan perekonomian, 3) jumlah tenaga kerja, 4) memiliki letak yang strategis dan wilayah yang luas, 5) memiliki dukungan birokrasi yang baik untuk mengembangkan perekonomian, 6) memiliki zona industri yang beragam. Selain itu faktor kelemahan yang teridentifikasi meliputi: 1) adanya perda yang bermasalah, 2) kualitas infrastruktur yang masih rendah, 3) kualitas SDM masih rendah, 4) kurangnya promosi terhadap sektor-sektor unggulan dan potensial, 5) rencana pemekaran Kabupaten Indramayu. Hal ini sebagaimana pada Tabel 24. Tabel 24. Analisis Kondisi Internal Daya Saing Investasi Kabupaten Indramayu Strengths (Kekuatan)
1. 2. 3. 4. 5.
Weaknesess (Kelemahan)
6. 1. 2. 3. 4.
Memiliki potensi ekonomi sektor pertanian dan Migas Memiliki budaya daerah yang kondusif dalam mengembangkan perekonomian Jumlah tenaga kerja Memiliki letak yang strategis dan wilayah yang luas Memiliki dukungan birokrasi yang baik untuk mengembangkan perekonomian Memiliki zona industri yang beragam Adanya perda yang bermasalah Kualitas infrastruktur yang masih rendah Kualitas SDM masih rendah Kurangnya promosi terhadap sektor-sektor potensial
5.
Rencana pemekaran Kabupaten Indramayu
Sumber : Hasil olahan, 2008
Setelah melakukan identifikasi dan evaluasi terhadap faktor-faktor internal selanjutnya
dilakukan
juga
identifikasi
faktor-faktor
eksternal
yang
mengidentifikasikan peluang-peluang (opportunities) dan ancaman-ancaman (threats) yang terkait dengan peningkatan investasi Kabupaten Indramayu. Faktor peluang yang teridentifikasi meliputi: 1) rencana pembangunan bendungan Jatigede di Kabupaten Sumedang, 2) proses pengembangan jalur transportasi darat antara Jakarta - Cirebon melalui Indramayu yang meliputi jalur kereta api dan jalan tol, 3) rencana pengembangan
pelabuhan Cirebon menjadi Pelabuhan
Samudera. Selain itu faktor ancaman yang teridentifikasi meliputi: 1) lambatnya penerbitan Standar Pelayanan Minimum (SPM) oleh pemerintah pusat, 2) dukungan alokasi kredit dan jaminan kredit perbankan dan non perbankan yang masih rendah, 3) persaingan dengan daerah lain. Kondisi peluang dan ancaman sebagaimana dalam Tabel 25. Tabel 25. Analisis Kondisi Eksternal Daya Saing Investasi Kabupaten Indramayu
Opportunities (Peluang)
Threats (Ancaman)
Sumber : Hasil olahan, 2008
1. Rencana pembangunan bendungan Jatigede di Kabupaten Sumedang 2. Proses pengembangan jalur transportasi darat antara Jakarta - Cirebon melalui Indramayu yang meliputi jalur kereta api dan jalan tol 3. Rencana pengembangan pelabuhan Cirebon menjadi Pelabuhan Samudera 1. Lambatnya penerbitan Standar Pelayanan Minimum (SPM) oleh pemerintah pusat 2. Dukungan alokasi kredit dan jaminan kredit perbankan dan non perbankan yang masih rendah 3. Persaingan dengan daerah lain
Setelah melakukan identifikasi terhadap faktor-faktor internal yakni faktor kekuatan dan kelemahan serta identifikasi faktor ekternal yaitu peluang dan ancaman selanjutnya menganalisis dampak silang antar faktor-faktor; internal (kekuatan
dan kelemahan) dan ekternal (peluang dan ancaman ) sehingga
menentukan alternatif pilihan strategi peningkatan investasi di Indramayu sebagaimana dalam Tabel 26. Hasil penentuan alternatif (pilihan) strategi bagi peningkatan investasi di Kabupaten Indramayu sebagaimana hasil analisis dari dampak silang antar faktorfaktor internal dan eksternal pada tabel 26 dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Mengembangkan agroindustri hulu – hilir dengan memanfaatkan banyaknya jumlah SDM dan luas lahan untuk meningkatkan nilai tambah pertanian 2. Meningkatkan kerjasama yang baik antara pemerintah provinsi dengan pemerintah kabupaten yang dituangkan dalam suatu kebijakan Pro Investasi 3. Meningkatkan kualitas SDM dengan meningkatkan kualitas pendidikan formal dan mengembangkan lembaga pendidikan kejuruan 4. Mengembangkan zona dan kluster industri sektor migas, manufaktur, pertanian, dan perikanan 5. Menciptakan iklim usaha yang kondusif dalam menghadapi persaingan dengan daerah lain 6. Mengoptimalkan pemanfaatan potensi ekonomi SDA untuk menciptakan lapangan kerja 7. Mengembangkan kelembagaan melalui lembaga pelayanan satu atap 8. Memperbaiki sarana prasarana dengan meningkatkan ketersediaan dana pembangunan serta mempercepat pembangunan
Dari kedelapan alternatif strategi peningkatan investasi yang dihasilkan berdasarkan analisis SWOT selanjutnya melalui Focus Grouf Discution dengan berbagai stakholder dipilih
empat alternatif prioritas strategi peningkatan
investasi. Selanjutnya untuk menentukan urutan prioritas strategi apa yang mempunyai nilai strategis dan akan lebih bermanfaat meningkatkan pendapatan rakyat dan penyerapan tenaga kerja ditentukan melalui AHP yang akan dibahas pa da bab selanjutnya.
Tabel 26. Matrik SWOT Strategi Peningkatan Investasi di Indramayu
INTERNAL
EKSTERNAL PELUANG (O) 1. Pembangunan bendungan Jatigede Sumedang 2. Pengembangan jalur transportasi darat Jakarta- Cirebon 3. Pengembangan Pelabuhan Samudera Cirebon
1. 2. 3.
ANCAMAN (T) Lambatnya SPM pemerintah pusat Alokasi kredit dan suku bunga perbankan Persaingan dengan daerah lain
KEKUATAN (S) 1. Potensi ekonomi 2. Budaya daerah 3. Jumlah tenaga kerja 4. Letak strategis dan Luas wilayah 5. Zona industri
STRATEGI S-O. 1.Mengembangkan agroindustri hulu – hilir dengan memanfaatkan banyaknya jumlah SDM dan luas lahan untuk meningkatkan nilai tambah pertanian 2.Meningkatkan kerjasama yang baik antara pemerintah provinsi dengan pemerintah kabupaten yang dituangkan dalam suatu kebijakan Pro Investasi STRATEGI S-T 1. Menciptakan iklim usaha yang kondusif dalam menghadapi persaingan dengan daerah lain 2. Mengoptimalkan pemanfaatan potensi ekonomi SDA untuk menciptakan lapangan kerja
KELEMAHAN (W) 1. Perda bermasalah 2. Rendahnya kualitas infrastruktur 3. Rendahnya kualitas SDM 4. Kurangnya promosi 5. Pemekaran Kab. Indramayu STRATEGIS W-O 1.Meningkatkan kualitas SDM dengan meningkatkan kualitas pendidikan formal dan mengembangkan lembaga pendidikan kejuruan 2.Mengembangkan zona dan kluster industri khususnya sektor migas, manufaktur, pertanian, dan perikanan
STRATEGI W-T 1.Mengembangkan kelembagaan melalui lembaga pelayanan satu atap 2.Memperbaiki sarana prasarana dengan meningkatkan ketersediaan dana pembangunan serta mempercepat pembangunan
Sumber: Hasil olahan, 2008
6.2. Prioritas Faktor Komponen 6.2.1 Faktor Kekuatan Dalam faktor kekuatan terdapat beberapa komponen yang penting untuk diperhatikan dalam peningkatan investasi. Komponen-komponen tersebut yaitu potensi ekonomi, luas wilayah, Jumlah tenaga kerja, letak yang strategis, dukungan birokrasi, dan zona industri. Hasil analisis mengenai prioritas komponen faktor kekuatan dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Prioritas Faktor Komponen Kekuatan Peningkatan Investasi di Kabupaten Indramayu (Hasil Olahan 2008) Pada Gambar 4 menunjukkan bahwa komponen yang memiliki bobot relatif atau memiliki faktor paling dominan adalah potensi ekonomi (0.351) kemudian diikuti oleh zonasi industri (0.246), dukungan birokrasi (0.164), jumlah tenaga kerja (0.104), luas dan letak yang strategis (0.076), dan terakhir yaitu budaya daerah (0.060). Hal ini menunjukkan bahwa hal yang paling utama dalam peningkatan investasi adalah potensi ekonomi. Hal ini dikarenakan potensi ekonomi yang meliputi potensi sumberdaya alam migas dan nonmigas merupakan modal terbesar meningkatkan daya tarik investasi di Kabupaten Indramayu. Potensi ekonomi dari sektor pertambangan, migas, dan penggalian yang ada di Indramayu secara sektoral diklasifikasikan dalam 3 sub sektor yaitu minyak dan gas, pertambangan tanpa migas dan penggalian. Sektor ini mencakup kegiatan penggalian, pengeboran dan pengambilan benda non biologis barang tambang berupa benda padat, cair dan gas. Jumlah produksi pertahun yang dihasilkan dari migas Indramayu sebesar 3.396.210 barel minyak mentah dan 28.767 MSCF, jumlah produksi diatas bisa bertambah jika mampu mengekplorasi dari sumur cadangan migas yang telah proven yaitu Potensi Minyak bumi 9 lapangan dengan potensi 1.978.580 (MSTB) dengan produksi tahunan 1330.926 (MSTB) dan potensi Gas bumi 7 lapangan dengan potensi 38 170 (BSCF) dengan produksi tahunan 16.293 (BSCF). (Bapeda. 2006) sebagaimana dalam Tabel 27.
Tabel 27. Potensi dan Produksi Minyak Bumi dan Gas di Kabupaten Indramayu Potensi Minyak Jumlah Potensi Gas Jumlah Sumur Bumi Sumur Bor (BSCF) Bor (MSTB) 1 Sindang 42.931 2 1297 4 2 Cemara Grup 693.584 58 10,345 3 3 Tugu Barat A 125,046 4 0,577 2 4 Gantar 77,516 1 10,950 6 5 Pasircatang 124,486 1 0,438 0 6 Melandong 103,391 1 0 0 7 Kandanghaur 21,241 1 0 0 8 Waled Utara 22.970 1 3,285 1 9 Jatibarang 767,415 49 0 0 Jumlah 1.978,58 75 38,170 40 Sumber: Pertamina DOH Jawa Bagian Barat-Cirebon diolah oleh Bapeda, 2006 .
No
Lapangan
Peluang investasi yang menjadi unggulan lainnya di Kabupaten Indramayu yaitu sektor pertanian. Sebagai sentra beras terbesar di pulau Jawa, Indramayu menjadi andalan khususnya untuk Jakarta sebagaimana ditunjukkan Tabel 28.
Tabel 28. Sentra Padi di Pulau Jawa Tahun 2004 Kabupaten Luas Lahan/ ha Pandeglang 116.521 Karawang 178.614 Subang 171.541 Indramayu 196.514 Cilacap 121.870 Demak 92.148 Grobogan 95.875 Sleman 44.749 Bojonegoro 106.623 Lamongan 120.268 Jember 135.373 Banyuwangi 108.980 Sumber : Kompas, Sabtu 24 Pebruari 2007
Produksi Ton 570.464 962.424 891.572 1.080.306 628.001 512.839 552.034 253.872 552.034 663.587 692.933 679.079
Sektor pertanian selain beras Indramayu juga penghasil mangga sebagai komoditi unggulan, potensi hutan dengan total luas lahan mencapai 41.456,62 Ha dengan komoditi yang dihasilkan adalah minyak kayu putin, dan kayu jati. Selain itu pengembangan industri bahari terdiri dari areal tambak, areal kolam, perairan umum, dan areal budidaya laut serta pengembangan industri pariwisata seperti
Pulau Biawak, Situ Bojongsari, Situ Bolang, Pantai Tirtamaya, dan Pantai Eretan (Dinas Perizinan dan Penanaman Modal Kabupaten Indramayu, 2005). Faktor kekuatan kedua daya saing investasi di Indramayu yaitu adanya zona industri terbatas Balongan. Zona industri pengilangan minyak Exor-1 seluas 1000 Ha telah merangsang perkembangan industri hilir lainnya (petrokimia) Anglomerasi ini terjadi karena kedekatan dengan bahan baku dan memberikan efek ganda terhadap sektor perdagangan dan jasa. Untuk lebih memberikan rangsangan peningkatan investasi. Pemerintah Indramayu membuat kebijakan pembuatan zona-zona industri yang akan memudahkan para pelaku usaha untuk menempatkan industrinya pada tempat yang sesuai yaitu dengan menyiapkan dan mengembangkan industri manufaktur di zona industri Losarang, Kandanghaur dan Sukra seluas 5.000 Ha. Faktor ketiga kekuatan daya saing investasi adalah adanya dukungan birokrasi melalui pelayanan perizinan satu atap. Kantor Perizinan dan Penanaman Modal didukung oleh kantor dinas terkait lainnya melalui Peraturan Bupati
Nomor 3 tahun 2007 tentang dukungan
penyelenggaraan pelayanan perizinan pada Dinas Perizinan dan Penanaman Modal Kabupaten Indramayu oleh 9 Dinas. Faktor keempat daya dukung investasi lainnya adalah jumlah tenaga kerja. Tenaga kerja merupakan satu faktor penting dalam suatu kegiatan usaha. Banyaknya jumlah tenaga kerja akan mempengaruhi kualitas perekonomian, sosial dan budaya. Sebagai alat ukur pentingnya jumlah tenaga kerja tidak hanya dilihat dari tingkatan pendidikan formal . hal tersebut terutama didasarkan pada alasan bahwa untuk bekerja, terutama disektor non formal pertanian, sering tidak hanya membutuhkan pendidikan formal melainkan pendidikan non formal. Dengan demikian idealnya harus dilihat juga pendidikan non formal dari angkatan kerja. Hal ini sejalan dengan data dari BPS (2007) bahwa jumlah tenaga kerja di Indramayu sebanyak 9.242 orang. Jumlah tenaga kerja yang banyak berkorelasi juga dengan Upah Minimum Kabupaten (UMK) yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan daerah lainnya. Berdasarkan Keputuan Gubenur Jawa Barat Nomor 561/Kep.569-Bangsos/2007 bahwa UMK Indramayu sebesar Rp 696.000 lebih kecil dibanding Kabupaten Karawang sebesar Rp 912.265, Bekasi sebesar Rp 1.100.000, dan lebih besar dari Kabupaten Cirebon sebesar Rp 682.000 dan Subang Rp. 630.000 (Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Propinsi Jawa Barat, 2007).
Faktor kelima kekuatan daya saing investasi Kabupaten Indramayu memiliki letak yang strategis yaitu dilalui jalan nasional pantura yang menghubungkan Jakarta sebagai pusat Ibukota Indonesia dengan arah Jawa Tengah dan Jawa Timur dan
dilalui jalan regional
sehingga
diharapkan dapat menampung investasi khususnya yang memiliki orientasi ekspor. Sedangkan luasnya wilayah daratan dan lautan mempermudah investor untuk menetukan daerah yang sesuai dengan karakteristik investasinya dan hal ini
menjadi salah satu komponen yang semakin
mengembangkan faktor kekuatan Faktor Kelima kekuatan daya saing investasi Indramayu adalah budaya masyarakat. Karena posisi wilayahnya merupakan perbatasan antara Jawa Barat dan Jawa Tengah . Budaya Indramayu merupakan akulturasidari budaya
sunda dan jawa sehingga memiliki
keunikan –keunikan tersendiri yang tidak dimiliki oleh daerah lainnya selain itu masyarakat Indramayu sebagai perpaduan antara masyarakat petani dan nelayan menjadikan masyarakat Indramayu lebih pragmatis terbuka dan adaptif terhadap investor. Dari informasi investor tentang keterbukaan masyarakat
atas kegiatan investasi, diketahui bahwa secara umum masyarakat
terbuka terhadap kegiatan investasi didaerahnya dan sebagian kecil yang tertutup dengan alasan investornya dari luar daerahnya. Dilihat dari para pelaku usahanya yaitu BUMN, BUMD, PMA, PMDN. Masyarakat lebih suka kehadiran investor dalam BUMN, BUMD , PMDN tetapi kurang mendukung dengan PMA. Hal ini menjukan bahwa masyarakat cenderung kurang terbuka dengan investor yang berasal ddari luar daerahnya. Masyarakat lebih suka jika kegiatan usaha dilakukan oleh para pelaku usaha yang berasal dari daerahnya sendiri. Jika ada orang dari daerah yang mampu melakukan kegiatan usaha, mengelola potensi daerahnya, mereka akan lebih terbuka/ lebih suka dibandingkan jika dilakukan oleh orang dari daerah lain. Tetapi yang harus dicatat bahwa hal ini merupakan penilaian dari sisi pelaku usaha terhadap keterbukaan masyarakat atas investasi yang mereka lakukan . Bukan merupakan pendapat dari masyarakatnya atas kehadiran investasi di daerahnya. Jadi tidak dapat secara langsung diartikan sebagai preferensi masyarakat terhadap asal pelaku usaha yang melakukan kegiatan usaha di Indramayu.
6.2.2 Faktor Kelemahan Dalam faktor kelemahan terdapat beberapa komponen yang penting untuk diperhatikan dalam menghambat peningkatan investasi. Komponen-komponen tersebut yaitu kualitas infrastruktur, kualitas SDM, Peraturan Daerah (perda), promosi dan pemekaran Kabupaten Indramayu Hasil analisis mengenai prioritas komponen faktor kelemahan dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Prioritas Faktor Komponen Kelemahan Peningkatan Investasi di Kabupaten Indramayu (Hasil Olahan 2008) Pada Gambar 5 menunjukkan bahwa komponen yang memiliki bobot relatif atau memiliki faktor paling dominan adalah kualitas infrastruktur yang masih rendah (0.378) kemudian diikuti oleh kualitas SDM yang rendah (0.252), kurangnya promosi (0.160), pemekaran Kabupaten Indramayu (0.115), dan adanya perda yang bermasalah (0.095). Hal ini menunjukkan bahwa kelemahan yang paling utama dalam peningkatan investasi adalah kualitas infrastruktur yang rendah. Keberadaan infrastruktur yang memadai merupakan prasyarat dalam menggerakan perekonomian masyarakat. Infrastruktur tersebut meliputi seluruh sarana dan prasarana seperti infrastruktur trassportasi, pendidikan, kesehatan, sumberdaya air (PAM, layanan sanitasi, irigasi) dan listrik. Cakupan dan mutu
pelayanan infrastruktur rendah menurut Bapeda (2006) ditandai dengan (1) listrik yang dibutuhkan sebesar 593.296.480 Watt sedangkan yang sudah terpasang 296.148.241 Watt dengan kekurangan ini menyebabkan akses ke jaringan listrik masih rendah, biaya sambungan lebih mahal dibanding daerah perkotaan dan ini meliputi sekitar 30 persen rumah tidak mendapatkan sambungan listrik, (2) akses terhadap air masih rendah dan layanan sanitasi masih kurang yaitu
hanya 30
persen penduduk dilayani oleh PDAM dan hanya 50 persen mempunyai akses terhadap jaringan sanitasi manusia, (3) akses jaringan telepon sangat rendah sehingga kepadatan telepon sambungan tetap Indramayu sebesar 4 persen dan cakupan layanan melalui telepon seluler ke pedesaan yang lebih rendah sehingga memperlebar ketimpangan pembangunan, (4) Kualitas dan kuantitas jalan yang rendah. Sampai dengan tahun 2005. panjang jalan di Kabupaten Indramayu mencapai 1.003.956 Km. Menurut status kewenangan jalan, panjang Jalan Nasional 104,571 KM, Jalan Propinsi 110,452 KM dan Jalan Kabupaten 788,942 KM. Dengan prosentase kondisi jalan yang baik adalah 64,32 persen, kondisi sedang 12.01 persen kondisi rusak adalah 4,9 persen dan kondisi rusak parah adalah 17, 48 persen. Akibatnya adalah terjadinya kemacetan dijalan nasional, penambahan kapasitas jalan yang besar diperlukan namun baru sedikit yang ditambah dan dipenuhi, sehingga kemacetan telah meningkat di jaringan jalan propinsi dan nasional.selain itu pemeliharaan infrastruktur jalan raya yang ada ditelantarkan, terutama jaringan jalan Kabupaten dan Propinsi, dimana hampir 50 persen jalan digolongkan sebagai dalam keadaan buruk atau parah. Kualitas infrastruktur yang rendah ini diikuti dengan persentase pengeluaran untuk infrastruktur melalui investasi pusat dan daerah yang semakin rendah. Oleh karena
itu untuk memperbaiki Infrastruktur tersebut , Tahun 2007 Kabupaten Indramayu mendapatkan
Dana Alokasi Khusus sebesar Rp. 12.397.000.000. adapun untuk
Infrastruktur jalan Rp.1.950.000.000 Infrastruktur irigasi Rp. 2.771.000.000 dan Infrastruktur air bersih Rp. 673.000.000 Faktor kedua rendahnya daya saing investasi yaitu rendahnya kualitas sumberdaya manusia. Dari penilaian pelaku usaha, diperoleh gambaran bawa tenaga kerja asli Indramayu secara rata –rata dikatakan kurang memiliki kualitas baik untuk memasuki lapangan kerja yang tersedia. Ada perbedaan persepsi pelaku usaha padat modal yaitu industri hulu dan hilir Migas dengan tenaga kerja sedikit cenderung mempunyai penilaian kurang baik terhadap kualitas tenaga kerja yang ada, sehingga lebih banyak diambil dari daerah lain. Tetapi usaha
padat karya sektor pertanian, jasa dan lainnya dengan
menggunakan tenaga kerja banyak memandang bahwa kebutuhan kualitas tenaga kerja tercukupi. Namun tidak dapat dipungkiri, selama ini terjadinya brain drain dan penumpukan jumlah sumberdaya manusia berkualitas terbaik di daerah perkotaan atau kota-kota besar. Secara agregat kondisi daerah tidak menjanjikan pengembangan dan ekspresi diri bagi tenaga-tenaga terampil dan terdidik. Akhirnya sumberdaya manusia yang ada di daerah adalah sisa-sisa kelompok kota besar dan kelompok-kelompok tertentu yang memiliki idealisme kedaerahan yang kuat. Indikator rendahnya sumberdaya manusia terampil sebagaimana data Susenas Tahun 2003 memperlihatkan bahwa penduduk usia 10 tahun keatas yang tidak/belum tamat SD mencapai 50,34 persen. Sementara mereka yang telah tamat SD jumlahnya mencapai 28,88 persen. Persentase penduduk yang tamat SLTP/sederajat pada tahun 2003
yang lalu baru mencapai 11,19 persen, sedangkan mereka yang tamat SLTA/sederajat sebesar 7,73 persen. Pada jenjang pendidikan diatas SLTA/sederajat yakni mereka yang menamatkan pendidikannya di Perguruan Tinggi/sederajat ini telah mencapai 1,87 persen (BPS Kabupaten Indramayu, 2005). Selain itu, kebutuhan dunia usaha terhadap tenaga kerja tidak hanya dilihat dari kualitas yang tercermin dari keterampilan dan pendidikan yang dimiliki oleh tenaga kerja, melainkan juga dilihat dari sisi produktifitas tenaga kerja. Produktifitas ini bisa diukur dari kemampuan seseorang dalam menghasilkan suatu output tertentu dalam satu satuan waktu tertentu. Secara rata rata produktifitas tenaga kerja di Indramayu lebih banyak dengan kategori rendah /kurang baik dan yang menilai produktifitas tenaga kerja dengan kategori tinggi cukup sedikit.. Kelemahan ketiga daya saing investasi adalah kurangnya promosi yang bersifat strategis. Selama ini DPPMD selalu mengikuti pameran peluang investasi melalui pameran produk jadi hasil olahan namun tidak mempromosikan sektor ekonomi yang memberikan nilai keuntungan bagi investor. Meskipun terdapat data tentang potensi minyak dan gas bumi di Indramayu namun kajian dari hasil studi kelayakan Migas tersebut tertutup dan sulit didapatkan investor padahal seharusnya menjadi milik umum selain itu data potensi unggulan pertanian dan perikanan belum sepenuhnya dioptimalkan oleh Inestor swasta dan BUMD juga masyarakat karena kekurangan teknologi pengolahan dan belum ada pasar yang menyerap dengan harga tinggi.
Faktor keempat dalam kelemahan daya saing investasi adalah adanya kemungkinan
pemekaran
Kabupaten
Indramayu.
Rencana
pemekaran
Kabupaten Indramayu menjadi dua wilayah kabupaten akan mengakibatkan kepastian berusaha maupun berinvestasi menjadi rendah. Pemekaran daerah meskipun menambahkan keyakinan dan harapan baru akan perbaikan pelayanan (Public Service), ternyata memperpanjang pelayanan birokrasi di lapisan
terbawah.
Padahal
salah
satu
substansi
pemekaran
adalah
memperpendek jarak birokrasi dengan pelayanan rakyat dalam surat-surat kependudukan, administrasi pertanahan, administrasi kegiatan usaha dan ketertiban dan keamanan kecuali terhadap aspek pembangunan fisik fasilitas umum pemerintahan. Beberapa pelayanan lainnya tidak mengalami perubahan berarti dari sebelumnya. Bahkan kondisi perekonomian ekonomi semakin menurun akibat biaya tinggi dan kelembagaan investasi baru yang mengatur perizinan dan keberlanjutan investasi akan berubah sehingga
menambah
ketidakpastian berusaha dan hukum bagi investor oleh karena itu tingkat keyakinan investor terbelah pada keraguan atas pemekaran wilayah sehinggaberalasan jika pemekaran wilayah menjadi kelemahan bagi investor Hambatan kelima dalam kelemahan daya saing investasi dan sering menjadi sorotan dan sumber keluhan masyarakat daerah serta para investor yaitu perda yang bermasalah. Penerbitan peraturan daerah diarahkan pada penerbitan peraturan daerah yang tidak menghambat kegiatan bisnis serta sejalan dengan peraturan pemerintah pusat. Kenyataannya selama 5 (lima) tahun pelaksanaan otonomi daerah menunjukkan bahwa masih banyak pemerintah daerah yang kurang memahami misi dan visi otonomi daerah sehingga cenderung
menerbitkan dan memberlakukan peraturan daerah yang berseberangan dengan peraturan pusat dengan alasan limpahan kewenangan yang diberikan kepada pihak pemda diartikan sebagai peluang kebebebasan bagi pemda untuk mengeluarkan kebijakannya sendiri. Padahal peraturan daerah merupakan pegangan bagi investor sehingga memberikan rasa aman dan kepastian akan keberlanjutan usahanya. Kondisi di daerah saat ini menunjukkan cukup banyak peraturan daerah yang tidak kondusif seperti peraturan iuran, retribusi, dan pungutan-pungutan yang memberatkan investor karena ketidakefisienan dan ekonomi biaya tinggi sehingga menghasilkan produk yang berdaya saing rendah. Dalam Himpunan Lembaran Daerah Kabupaten Indramayu tentang Pajak Retribusi (2002) menurut beberapa investor menyatakan di era desentralisasi ini beban pajak dan retribusi cenderung meningkat dan menjadi beban berat terutama bagi pengusaha kecil. Selain beban pajak, beberapa pungutan liar banyak bermunculan terutama di lingkungan aparat desa dan kecamatan. Disamping itu, limpahan wewenang kepada daerah untuk memberikan izin usaha belum berjalan secara transparan dan memicu tumbuhnya praktek-praktek kolusi dan nepotisme, ditambah lagi dengan biaya pengurusan yang cukup mahal. Contoh Perda bermasalah bagi investor yaitu Peraturan Daerah Kabupaten Indramayu Nomor 20 Tahun 2002 tentang Retribusi Usaha Perikanan, Pembudidayaan dan Pengolahan Hasil Ikan laut yaitu Pasal 2 Ayat 3 bahwa subjek retribusi adalah setiap orang pribadi atau Badan hukum yang mendapatkan ijin usaha perikanan dan surat keterangan penangkapan, pembudidayaan dan pengolahan ikan. Perda ini menurut nelayan dan pengusaha ikan bukan mendorong dan memberikan insentif terhadap usaha perikanan rakyat
malah menghambat dan mengurangi keuntungan usaha ini dan Peraturan Daerah Kabupaten Indramayu Nomor 25 Tahun 2003 tentang Pajak Pengolahan Minyak Dan Gas Bumi yaitu Pasal 2 Ayat 3 menyatakan besarnya tarif pajak untuk setiap kegiatan pengolahan Minyak dan Gas Bumi adalah a) Untuk setiap kegiatan pengoalahan bahan bakar Minyak ditetapkan sebesar Rp. 10 perliter dan b) Untuk setiap kegiatan pengolahan Non Bahan Bakar Minyak ditetapkan Rp. 5 per kg. . Tujuan kedua perda ini bagi pemerintah Indramayu adalah meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) , tetapi kenyataannya menjadikan terpuruknya daya saing sektor perikanan dengan daerah lainnya dan Stagnannya investasi sektor pengolahan Migas yang dilakukan oleh swasta
dan
Pertamina Exor
Balongan untuk memperluas kilang pengolahan migas.
6.2.3 Faktor Peluang Dalam faktor peluang terdapat beberapa komponen yang penting untuk diperhatikan dalam peningkatan investasi. Komponen-komponen tersebut yaitu pembangunan
bendungan,
pengembangan
jalur
transportasi
darat,
dan
pembangunan Pelabuhan Samudera. Hasil analisis mengenai prioritas komponen faktor peluang dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Prioritas Faktor Komponen Peluang Peningkatan Investasi di Kabupaten Indramayu (Hasil Olahan 2008)
Pada Gambar 6 menunjukkan bahwa komponen yang memiliki bobot relatif atau memiliki faktor paling dominan adalah pengembangan jalur transportasi darat (0.498) kemudian diikuti oleh pembangunan Pelabuhan Samudera (0.367), dan terakhir yaitu pembangunan Bendungan Jatigede (0.135). Hal ini menunjukkan bahwa peluang yang paling utama dalam peningkatan investasi adalah pengembangan jalur transportasi darat yang menghubungkan Jakarta dengan Cirebon melalui Indramayu. Jalur transportasi yang akan dikembangkan antara lain: (a) pembangunan double track (rel ganda) kereta api utama lintas propinsi, (b) rencana pembangunan Jalan Tol Cikampek-Cirebon yang melalui Haurgeulis bagian selatan beserta interchange-nya, (c) pembukaan jalan propinsi Subang-Cikamurang yang menghubungkan Kabupaten Indramayu dengan Kabupaten Subang. Pelaksana dari pembuatan jalan ini adalah BUMN , Pemerintah pusat dan Propinsi dan Sektor Swata. Pembangunan Pelabuhan Samudera di Cirebon akan membuka akses terhadap perdagangan antar pulau maupun ke luar negeri. Rencana pembangunan Pelabuhan Samudera ini memiliki jarak sekitar 45 km dari pusat zona industri Migas Balongan dan 67 km dari Zona Industri Losarang sehingga memudahkan aksesibilitas industri berorientasi ekspor maupun untuk perdagangan antar pulau. Pembangunan Bendungan Jatigede di Sumedang merupakan rencana pengembangan prasarana pengairan Propinsi Jawa Barat. Rencana pembangunan ini akan berpengaruh positif bagi peningkatan areal persawahan beririgasi teknis di Kabupaten Indramayu dari yang semula sawah tadah hujan seluas 41.861 Ha. Selain itu adanya bendungan ini diharapkan
memenuhi kebutuhan irigasi
Rentang, memenuhi kebutuhan industri Exor I Balongan, serta mengantisipasi
kebutuhan perkotaan yang akan berkembang, maupun untuk memenuhi kebutuhan energi listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA). 6.2.4 Faktor Ancaman Dalam faktor ancaman terdapat beberapa komponen yang penting untuk diperhatikan dalam peningkatan investasi. Komponen-komponen tersebut yaitu lambatnya penerbitan Standar Pelayanan Minimal (SPM) oleh pusat, rendahnya dukungan perbankan, dan Persaingan dengan Daerah Lain. Hasil analisis mengenai prioritas komponen faktor ancaman dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Prioritas Faktor Komponen Ancaman Peningkatan Investasi di Kabupaten Indramayu (Hasil Olahan 2008) Pada Gambar 7 menunjukkan bahwa komponen yang memiliki bobot relatif atau memiliki faktor paling dominan adalah persaingan dengan daerah lain (0.443) kemudian diikuti oleh rendahnya dukungan perbankan (0.387), dan terakhir yaitu lambatnya penerbitan SPM (0.169). Hal ini menunjukan bahwa ancaman yang paling utama dalam peningkatan investasi Kabupaten Indramayu adalah persaingan dengan daerah lain. Daerah lain yang menjadi ancaman yaitu Purwakarta dan Karawang yang mempunyai Zona Industri dan mempunyai akses lebih dekat ke Jakarta dan Kabupaten Cirebon lebih dekat ke Pelabuhan Samudra Cirebon. Selain itu persaingan dengan daerah lain karena daerah lain mengusahakan investasi dalam kegiatan yang sejenis, hal ini karena setiap daerah
akan melakukan upaya untuk mengoptimalkan potensi sumber daya yang dimiliki dengan cara menarik investor lokal dan asing dalam rangka peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) adapun sektor yang sejenis yaitu sektor jasa dan pertanian. Selanjutnya ancaman perbankan dan non perbankan dalam bentuk alokasi kredit, jaminan kredit dan tingkat suku bunga kredit yang tinggi. Sampai saat ini menurut PDRB penggunaan harga konstan tahun 2000 rendahnya pertumbuhan ekonomi Indramayu disebabkan oleh rendahnya investasi dan kegiatan ekspor (BPS Kab. Indramayu, 2007). Kedua masalah itu berkaitan erat dengan peran perbankan dalam menggerakan investasi dan eksport. Sebagaimana ditetapkan dalam Arsitektur Perbankan Indonesia (API) bahwa visi API kedepan adalah mewujudkan suatu sistem perbankan yang sehat, kuat dan efisien guna menciptakan kestabilan sistem keuangan dalam rangka pertumbuhan ekonomi nasional (Retnadi dan Wijaya, 2006) Sampai saat ini
perbankan dan non
perbankan masih lebih dipersepsikan hanya sebagai intermediasi atau penyalur kredit kepada sektor riil, Namun demikian, untuk mengatasi masalah investasi peran perbankan perlu dilibatkan melalui menaikan alokasi kredit pembiayaan infrastruktur dan memberikan pembiayaan jangka panjang dengan dana sumber dana jangka panjang pula. Hal ini
karena dengan sumber dana perbankan
berjangka pendek yaitu deposito, tabungan dan simpanan giro akan berpotensi menimbulkan maturity risk
apabila dialokasikan untuk pembiayaan jangka
panjang. Selain itu dari sisi perkreditan pada tahun 2005 posisi dana simpanan dan kredit dalam bentuk rupiah tercatat sebanyak 1.256.531.000.000 rupiah dan valas tercatat sebesar 127.418.000.000 rupiah. Rasio pinjaman terhadap simpanan
pihak ketiga adalah 1:1,45. jika dilihat penggunaannya maka kredit bank umum 50,53 persen untuk modal kerja, 12,14 persen untuk investasi dan sisanya 37,33 persen dipergunakan untuk konsumsi. (BPS. 2005). Data tersebut menunjukan bahwa
telah terjadi pergeseran komposisi
kredit perbankan sejak terjadinya krisis di tahun 1998. dimana porsi Kredit Modal Kerja
dan Kredit Investasi
semakin menurun
dan yang menarik adalah
komposisi Kredit Konsumsi justru semakin meningkat. Pergeseran komposisi kredit diatas menunjukan bahwa perbankan tidak berani atau kurang perhatian terhadap kredit modal kerja dan kredit investasi dan tidak mendukung perbaikan investasi dan ekonomi daerah.
Selain itu bunga kredit yang masih tinggi dan
tidak stabil mengakibatkan biaya investasi semakin tinggi sehingga nilai investasi semakin tinggi dan berakibat keuntungan rendah dan tingkat pengembalian modal (payback period) yang panjang waktunya. Ancaman selanjutnya adalah
lambatnya penerbitan standar pelayanan
minimal (SPM) oleh pemerintah pusat menjadikan perbedaan standar pelayanan di setiap daerah sehingga memungkinkan setiap daerah memiliki daya saing pelayanan yang berbeda. SPM yang dibuat melalui Perda masih kurang memberikan daya saing daerah karena kurang transparan dan akuntabel dalam waktu, biaya khususnya izin lokasi, Surat Ijin Usaha Perdagangan, Tanda Daftar Perusahaan, Izin Mendirikan Bangunan dan Izin Pengusahaan Pertambangan dan lain–lain.. Identifikasi dan analisis faktor–faktor daya saing Investasi Kabupaten Indramayu
diatas menunjukan bahwa Pertama kekuatan daya saing investasi
berasal dari potensi ekonomi khususnya pertanian dan pengolahan migas padahal
dalam era otonomi daerah dan globalisasi dimana persaingan dengan daerah lain dan negara lain cukup tinggi sehingga diperlukan perbaikan atas kelemahan yang ada khususnya infrastruktur dan regulasi kebijakan melalui dihapuskannya perda yang tidak pro investasi. Hasil analisis mengenai gambaran diatas merupakan hasil olahan gabungan analisi SWOT dan AHP sebagaimana terangkum dalam Lampiran
Hasil
Olahan
AHP
Strategi
Peningkatan
Invesatasi
di
Indramayu......Adapun alternatif strategi yang harus dilakukan dalam peningkatan investasi di Indramayu dibahas dalam Bab selanjutnya