VALUASI JASA LINGKUNGAN HIDROLOGIS KAWASAN HUTAN PRODUKSI BUNGI KELURAHAN NGKARI - NGKARI KECAMATAN BUNGI KOTA BAUBAU
SKRIPSI
Oleh : NURMIDA HARIDU NIM. D1B5 10 070
JURUSAN KEHUTANAN FAKULTAS KEHUTANAN DAN ILMU LINGKUNGAN UNIVERSITAS HALU OLEO 2016
VALUASI JASA LINGKUNGAN HIDROLOGIS KAWASAN HUTAN PRODUKSI BUNGI KELURAHAN NGKARI – NGKARI KECAMATAN BUNGI KOTA BAUBAU
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Kehutanan dan Ilmu Lingkungan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana pada Jurusan Kehutanan
Oleh : NURMIDA HARIDU NIM. D1B5 10 070
JURUSAN KEHUTANAN FAKULTAS KEHUTANAN DAN ILMU LINGKUNGAN UNIVERSITAS HALU OLEO 2016
ii
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENARBENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN. APABILA DI KEMUDIAN HARI TERBUKTI ATAU
DAPAT
DIBUKTIKAN
BAHWA
SKRIPSI
INI
HASIL
JIPLAKAN/PLAGIAT SAYA BERSEDIA MENERIMA SANKSI SESUAI PERATURAN YANG BERLAKU.
KENDARI,
MARET 2016
YANG MEMBUAT PENYATAAN
NURMIDA HARIDU NIM. D1B5 10 070
iii
HALAMAN PENGESAHAN
Judul
: Valuasi Jasa Lingkungan Hidrologis Kawasan Hutan Produksi Bungi Kelurahan Ngkari – Ngkari Kecamatan Bungi Kota BauBau
Nama
: Nurmida Haridu
NIM
: D1B5 10 070
Jurusan
: Kehutanan
Fakultas
: Kehutanan dan Ilmu Lingkungan
Menyetujui,
Pembimbing I
Pembimbing II
Safril Kasim, SP., MES NIP. 19700302 199412 1 001
La Ode Midi, SP., MP NIP. 19731231 200810 1 001
Mengetahui,
Dekan Fakultas Kehutanan dan Ilmu Lingkungan
Ketua Jurusan Kehutanan
Prof. Dr. Ir. H. Laode Sabaruddin, M.Si NIP. 19581231 198712 1 001
Tanggal Lulus : 31 Maret 2016 iv
Zulkarnain, S.Hut., M.Si NIP. 19781025 200501 1 001
HALAMAN PERSETUJUAN PANITIA UJIAN
Judul
: Valuasi Jasa Lingkungan Hidrologis Kawasan Hutan Produksi Bungi Kelurahan Ngkari – Ngkari Kecamatan Bungi Kota BauBau
Nama
: Nurmida Haridu
NIM
: D1B5 10 070
Jurusan
: Kehutanan
Fakultas
: Kehutanan dan Ilmu Lingkungan
Telah diujikan didepan Tim Penguji Skripsi dan telah diperbaiki sesuai saransaran saat ujian.
Kendari,
Maret 2016
Tim Penguji :
Ketua
: . Dr. Ir. Aminuddin Mane Kandari, M.Si Tanda Tangan
………
Sekretaris
:
Asrianti Arief, SP., M.Si
Tanda Tangan
………
Anggota
:
Safril Kasim, SP., MES
Tanda Tangan
………
Anggota
:
La Ode Midi, SP., MP
Tanda Tangan
………
Anggota
:
Niken Pujirahayu, S.Hut., MP
Tanda Tangan
………
v
ABSTRAK
NURMIDA HARIDU (D1B5 10 070). Valuasi Jasa Lingkungan Hidrologis Kawasan Hutan Produksi Bungi Kelurahan Ngkari – Ngkari Kecamatan Bungi Kota BauBau, dibimbing oleh SAFRIL KASIM selaku pembimbing I dan LA ODE MIDI selaku pembimbing II. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis total volume dan nilai ekonomi dari air yang digunakan oleh rumah tangga serta air yang digunakan untuk irigasi sawah di Kelurahan Ngkari – Ngkari Kecamatan Bungi. Penelitian ini dilakukan dari bulan November sampai Desember 2015. Sampel dalam penelitian ini ditentukan melalui dua tahap yaitu pertama dengan menggunakan metode Stratified Random Sampling dimana responden dikelompokkan menjadi tiga kategori meliputi : (1) Kelompok pengguna Pipanisasi; (2) Kelompok pengguna sumur gali dan sumur bor; dan (3) Kelompok pengguna air irigasi. Tahap kedua menggunakan metode Simple Random Sampling dengan intensitas sampel adalah 10 %. Metode pengumpulan data yang digunakan wawancara langsung kepada responden. Data dianalisis menggunakan WTP dan biaya pengganti untuk menganalisis penggunaan kebutuhan air rumah tangga dan Nilai produktivitas untuk menganalisis air irigasi sawah dan nilai ekonomi total untuk dianalisis nilai ekonomi total air yang digunakan oleh bidang rumah tangga dan irigasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa total volume penggunaan air selama satu tahun mencapai 97,202 m3/tahun yang digunakan oleh 606 rumah tangga, sedangkan nilai ekonomi air menggunakan WTP mencapai Rp. 772.286.400/tahun, nilai ekonomi air dengan menggunakan metode biaya pengganti pembuatan sumur gali dan sumur bor adalah Rp. 197.930.508/tahun, dan nilai ekonomi dari air yang digunakan untuk irigasi sawah yang dianalisis menggunakan Metode Fungsi Produktifitas adalah Rp. 5.833.560/tahun. sehingga diperoleh Nilai Ekonomi Total air yang digunakan di Kelurahan Ngkari - Ngkari Rp. 976.050.468/tahun.
Kata Kunci : Valuasi, Jasa Lingkungan, Penggunaan Air, Nilai Ekonomi Total.
vi
ABSTRACT
NURMIDA HARIDU (D1B5 10 070). The Valuation of Hydrological Environmental Service in Forest Production Sub Ngkari – Ngkari District Bungi City BauBau, guided by SAFRIL KASIM as supervisor I and LA ODE MIDI as supervisor II. This study aimed to analyzed the total volume and economic value of the water that used by househols as well as water used paddy field irrigation in Ngkari - Ngkari Village Bungi District. This study was carried out from November to December 2015. The samples in this research was determined through two phases : first by using Stratified Random Sampling method by which respondents were grouped into three categories : (1) Pipeline user group; (2) Dug wells and bore wells user group; and (3) Irrigation water user group. The second phase using Simple Random Sampling method with the intensity of sample is 10%. Methods of data collection used direct interview to the respondents. Data were analyzed using the WTP and replacement cost to analyzed the use of the water needs by households and the value of productivity for analyzing irrigation water paddy fields and the Total Economic Value to analyzed Total Economic water value used by household and irrigation fields. The results of this research showed that the total volume of water usage for a year reached 97.202 m3/year which used by 606 households. While the economic value of water using WTP achieved Rp. 772.286.400/year. The economic value of water using replacement cost method of making dug wells and bore wells was Rp. 197.930.508/year, and the economic value of water used for irrigation of paddy fields were analyzed using productivity method was Rp. 5.833.560/year. In conclusion, the TEV of water used in Ngkari – Ngkari Village obtained Rp. 976.050.468/year.
Key Words: Valuation, Environmental Services, Water Use, Total Economic Value.
vii
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas Rahmat dan Hidayah-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan hasil penelitian yang berjudul “Valuasi Jasa Lingkungan Hidrologis Kawasan Hutan Produksi Bungi Kelurahan Ngkari - Ngkari Kecamatan Bungi Kota BauBau” untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Jurusan Kehutanan Fakultas Kehutanan dan Ilmu Lingkungan Universitas Halu Oleo Kendari. Ungkapan rasa cinta dan terima kasih yang dalam serta penghargaan yang tak terhingga kepada Ayahanda Haridu, dan Ibunda angkat Zahara serta kaka Riyadin Haridu tercinta yang selama ini memberi semangat, terima kasih atas segala doa, restu, bimbingan, arahan, nasihat yang memberikan kedamaian hati serta ketabahan dalam mendidik, membesarkan dan menitipkan harapan besar kepada penulis, tak lupa juga kepada keluarga tercintaku Bapak Sadaruddin, S.pd, Bapak Muslihi, SE. MM, Ibu Sahara, S.Sos, dan Hj. Sitti Syarifa, Am, Kab. yang selalu memberi semangat, dukungan dan motivasi. Terkhusus untuk Munawir Mandar terima kasih selalu memberikan doa dan dukungan selama perkuliahan, pengerjaan proposal hingga sampai terselesaikannya skripsi ini. Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih dengan penuh hormat kepada Bapak Safril Kasim, SP,. MES sebagai pembimbing I, Bapak La Ode Midi, SP., MP sebagai pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu, pikiran dan tenaga, untuk memberikan bimbingan, pengarahan, motivasi dan
viii
nasehat. Penulis memohon maaf atas segala kesalahan yang diperbuat, baik sengaja maupun tidak sengaja mulai dari awal hingga akhir pembimbingan. Pada kesempatan ini penulis juga menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada: 1.
Rektor Universitas Halu Oleo, Dekan, Wakil Dekan I, II dan III Fakultas Kehutanan dan Ilmu Lingkungan.
2.
Ketua dan Sekretaris Jurusan, Ketua Prodi, Kepala Perpustakaan dan Kepala Laboratorium Fakultas Kehutanan dan Ilmu Lingkungan.
3.
Dosen lingkup Jurusan Kehutanan yang telah membimbing penulis selama menempuh pendidikan di Universitas Halu Oleo.
4.
Pegawai administrasi Jurusan dan Fakultas Kehutanan dan Ilmu Lingkungan, atas urusan adminstrasi yang mendukung penulis dalam masa pendidikan di Universitas Halu Oleo.
5.
Pejabat pemerintah khususnya Kepala Kelurahan Ngkari - Ngkari Bapak Drs. I Wayan Kawiyana, M.Si dan Sekretaris Kelurahan Ngkari – Ngkari Bapak Niluh Miati yang telah memberikan izin melakukan penelitian di Kelurahan Ngkari – Ngkari.
6.
Teman-teman angkatan 2010 “SENJA” : Revin Suhermanto, Intan Maha Rani, Adnan Djamaluddin, Awaluddin, Mujur, Bayu, Ratni dan Masnun serta teman-teman seperjuangan Kehutanan yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang telah membantu tenaga serta pikirannya selama penulis menyelesaikan studi.
ix
7.
Senior-senior dan Junior di Kehutanan yang memberikan dukungan, bantuan dan motivasinya.
8.
Sahabat-sahabat SMA : Hadija Naim, Asmawati Lasaria, Nurnia Ode Kirasa, Marbina Ladim, dan Maida La Ibu terima kasih atas motivasinya. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak atas
bantuan serta dukungan yang diberikan kepada penulis dan permohonan maaf atas segala kesalahan. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa hasil penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan, namun penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat dan menjadi bahan informasi bagi semua pihak.
Kendari,
Maret 2016
Penulis
x
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Nurmida Haridu, dilahirkan di Madapolo, 02 Mei 1990. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara, pasangan dari Bapak Haridu dan Ibu Mariani (Alm). Penulis menempuh pendidikan sekolah dasar di SD Impres 1 Madapolo dan lulus pada tahun 2005. Kemudian melanjutkan pendidikan di Madrasah Tsanawia Al-hairaat Madapolo dan lulus pada tahun 2007. Pada tahun 2010, penulis menyelesaikan pendidikan di Madrasah Aliyah Al-khairaat Madapolo. Pada tahun yang sama (2010), penulis melanjutkan pendidikan di Universitas Halu Oleo Kendari melalui jalur Bidikmisi di Program Studi Manajemen Hutan Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian yang sekarang menjadi Fakultas Kehutanan dan Ilmu Lingkungan Universitas Halu Oleo. Selama menempuh pendidikan S1, Penulis aktif dalam kegiatan Bina Corps Rimbawan.
xi
DAFTAR ISI
No
Teks
Halaman
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... HALAMAN SAMPUL ......... ......................................................................... PERNYATAAN ............................................................................................. HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ HALAMAN PERSETUJUAN PANITIA UJIAN ...................................... ABSTRAK ..................................................................................................... ABSTRACT ................................................................................................... UCAPAN TERIMA KASIH ......................................................................... RIWAYAT HIDUP ....................................................................................... DAFTAR ISI .................................................................................................. DAFTAR TABEL ......................................................................................... DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. I.
PENDAHULUAN 1.1. 1.2. 1.3. 1.4.
II.
i ii iii iv v vi vii viii ix x xiv xv xvi
Latar belakang ............................................................................... Rumusan Masalah ......................................................................... Tujuan Penelitian........................................................................... Manfaat Penelitian.........................................................................
1 4 4 4
TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Deskripsi Teori ............................................................................. 2.1.1. Pengertian Hutan ............................................................. 2.1.2. Fungsi dan Manfaat Hutan............................................... 2.1.3. Pengelolaan Hutan Produksi............................................ 2.1.4. Pengelolaan Jasa Lingkungan Di Hutan Produksi........... 2.1.5. Jasa Lingkungan ............................................................. 2.1.6. Jasa Lingkungan Hutan untuk Perlindungan dan Pemanfaatan Air .............................................................. 2.1.7. Valuasi Ekonomi Jasa Lingkungan ................................. 2.1.8. Metode Valuasi Jasa Lingkungan ................................... 2.2. Kerangka Pikir............................................................................... xii
6 6 8 12 14 16 19 28 32 37
III. METODE PENELITIAN 3.1. 3.2. 3.3. 3.4. 3.5. 3.6. 3.7.
Lokasi dan Waktu Penelitian......................................................... Bahan dan Alat .............................................................................. Populasi dan Sampel ..................................................................... Jenis dan Teknik Pengumpulan Data ............................................ Variabel yang Diamati .................................................................. Analisis Data ................................................................................. Konsep Operasional ......................................................................
39 39 39 40 41 42 44
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Wilayah Penelitian .............................. 47 4.2. Hasil dan Pembahasan ................................................................... 50 4.2.1. Penggunaan Air untuk Kebutuhan Rumah Tangga (Makan, Minum, Mandi, Mencuci .......................................... 50 4.2.1.1. Volume Air untuk Kebutuhan Rumah Tangga ............. 50 4.2.1.2. Nilai Ekonomi Air Berdasarkan Kesediaan Membayar (Willingness To Pay) Masyarakat Kelurahan Ngkari - Ngkari ............................................................... 53 4.2.1.3. Penggunaan Air Berdasarkan Biaya Pengganti Sumur ... 55 4.2.1.4. Nilai Ekonomi Air untuk Kebutuhan Rumah Tangga..... 57 4.2.2. Penggunaan Air untuk Kebutuhan Irigasi Sawah.................... 58 4.2.2.1. Metode Fungsi Produktivitas........................................... 58 4.2.2.2. Nilai Air Irigasi Sawah.................................................... 60 4.2.2.3. Nilai Ekonomi Total Air Berdasarkan Nilai Air untuk Kebutuhan Rumah Tangga dan Nilai Air Irigasi Sawah.. 62 V.
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ................................................................................... 5.2. Saran .............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
xiii
64 64
DAFTAR TABEL
No
Teks
1.
Volume Total Penggunaan Air Rumah Tangga Masyarakat Kelurahan Ngkari - Ngkari .........................................................................................
50
2.
Nilai Air Berdasarkan Kesediaan Membayar WTP ..................................
53
3.
Biaya Pengganti Pembuatan Sumur ..........................................................
55
4.
Total Biaya yang Dikeluarkan Responden untuk Mengolah Sawah.........
59
5.
Nilai Ekonomi Diterima, Biaya dan Keuntungan Diterima/Kontribusi Air dalam Mengelolah Sawah Musim Tanam/Tahun ...............................
59
xiv
Halaman
DAFTAR GAMBAR
No
Teks
Halaman
1. Kerangka Pikir Penelitian Valuasi Jasa Lingkungan Hidrologis Kawasan Hutan Produksi Bungi Kelurahan Ngkari – Ngkari Kecamatan Bungi Kota BauBau ..................................................................................
xv
37
DAFTAR LAMPIRAN
No
Teks
Halaman
1.
Data dan Hasil Analisis .........................................................................
69
2.
Peta Lokasi Penelitian ............................................................................
84
3.
Dokumentasi Penelitian .........................................................................
85
xvi
I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumber daya alam terbaharukan yang memiliki peran penting dalam menopang kehidupan manusia. Sumber daya ini memiliki aset multiguna dalam pengertian bahwa dapat menghasilkan produk ekonomi hasil hutan seperti kayu dan turunannya juga sebagai penghasil jasa lingkungan. Jasa lingkungan didefinisikan sebagai jasa yang diberikan oleh fungsi ekosistem alam maupun buatan yang nilai dan manfaatnya dapat dirasakan secara langsung maupun tidak langsung oleh para pemangku kepentingan (stakeholder) dalam rangka membantu memelihara dan/atau meningkatkan kualitas lingkungan dan kehidupan masyarakat dalam mewujudkan pengelolaan ekosistem secara berkelanjutan (Suprayitno, 2008). Kesediaan masyarakat menjaga hutan dan merehabilitasi hutan bisa berupa kesediaan membayar dana perbaikan lingkungan. Pentingnya
pembayaran jasa lingkungan (payment of environmental
services) adalah pembayaran kepada pengelola lahan atas jasa lingkungan yang dihasilkan dan penerima jasa lingkungan sebaiknya membayar penyediaan mereka untuk perlindungan dan pengelolaan sumberdaya alam dalam membangun ekonomi dan sosial yang lestari. Pendekatan ini lebih lanjut memberikan keuntungan dalam hal menyediakan tambahan sumber pendapatan bagi pemilik lahan miskin, dan menolong untuk memperbaiki mata pencaharian mereka. Kelurahan Ngkari – Ngkari merupakan salah satu kelurahan dengan wilayah terkecil yakni seluas 6,39 km2. Jumlah penduduk Kelurahan Ngkari - Ngkari pada tahun 2014 adalah 2326 jiwa dengan jumlah KK seluruhnya adalah 606 KK.
2
Kelurahan Ngkari – Ngkari selain memanfaatkan air untuk kebutuhan rumah tangga mereka juga memanfaatkan air untuk mengaliri sawah melalui saluran irigasi. Sumber air diperoleh dari mata air yang terdapat didalam Kawasan Hutan Produksi Bungi. Kelurahan Ngkari - Ngkari berada di Kecamatan Bungi. Kecamatan Bungi merupakan salah satu wilayah Kota Baubau yang terletak pada bagian Selatan garis khatulistiwa yakni terletak pada 5040-5043 lintang selatan dan 122067 – 122066 Bujur Timur. Sumberdaya air merupakan bagian dari kekayaan alam dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk kemakmuran rakyat secara lestari sebagaimana termaksud dalam pasal 33 ayat 3 UUD 1945. Ketetapan ini ditegaskan kembali dalam pasal 1 Undang - Undang Pokok Agraria tahun 1960 bahwa bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya termasuk wilayah Republik Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah merupakan kekayaan nasional. Juga dijelaskan dalam Undang - Undang nomor 7 tahun 2004 tentang sumberdaya air pasal 3, bahwa sumberdaya air dikelola secara menyeluruh, terpadu dan berwawasan lingkungan hidup dengan tujuan mewujudkan kemanfaatan sumber daya air yang berkelanjutan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Sumberdaya air mempunyai tiga fungsi yaitu fungsi sosial, lingkungan dan ekonomi yang diselenggarakan dan diwujudkan secara selaras. Fungsi sosial berarti bahwa sumberdaya air untuk kepentingan umum lebih diutamakan dari pada kepentingan individu. Fungsi lingkungan berarti bahwa sumberdaya air menjadi bagian dari ekosistem sekaligus sebagai tempat kelangsungan hidup flora dan fauna. Fungsi ekonomi berarti bahwa sumberdaya air dapat didayagunakan untuk
3
menunjang kegiatan usaha, sebagaimana diatur dalam Pasal 4 UU No. 7 Tahun 2004 (Tentang Sumberdaya Air). Ketersediaan dan pemanfaatan barang dan jasa hutan ini tentunya menentukan keberadaan berbagai kegiatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Oleh karena itu keberlanjutan aliran barang dan jasa hutan ini penting dipelihara di dalam kegiatan pengelolaan ekosistem hutan atau kawasan konservasi. Barang dan jasa yang dihasilkan ekosistem hutan ini sebagian besar bukan barang yang memiliki nilai pasar ( tidak memiliki harga pasar ). Kondisi ini tentunya akan mempengaruhi pengelolaan dalam rangka menjamin fungsi Jasa Lingkungan Ekosistem Hutan tersebut. Oleh karena itu penelitian Jasa Lingkungan dianggap penting untuk memberi nilai (value) terhadap Jasa Lingkungan Ekosistem Hutan. Berdasarkan hal tersebut, maka diperlukan penelitian mengenai “Valuasi Jasa Lingkungan Hidrologis Kawasan Hutan Produksi Bungi” dalam menyediakan sumber mata air untuk kebutuhan masyarakat. 1.2. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah 1. Berapa volume penggunaan air masyarakat Kelurahan Ngkari - Ngkari untuk kebutuhan rumah tangga? 2. Berapa besar nilai ekonomi manfaat jasa lingkungan hidrologis pada Kawasan Hutan Produksi Bungi Kelurahan Ngkari – Ngkari sebagai penyedia sumber air bersih untuk kebutuhan rumah tangga dan irigasi sawah? 3. Berapa nilai ekonomi total jasa lingkungan air Hutan Produksi Bungi Kelurahan Ngkari - Ngkari Kecamatan Bungi Kota Baubau?
4
1.3. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah 1. Untuk mengetahui volume penggunaan air masyarakat Kelurahan Ngkari – Ngkari untuk kebutuhan rumah tangga. 2. Untuk mengetahui nilai ekonomi manfaat jasa lingkungan hidrologis pada Kawasan Hutan Produksi Bungi Kelurahan Ngkari – Ngkari sebagai penyedia sumber air bersih untuk kebutuhan rumah tangga dan irigasi sawah. 3. Untuk mengetahui nilai ekonomi total jasa lingkungan air shutan produksi Kelurahan Ngkari – Ngkari Kecamatan Bungi Kota Baubau? 1.4. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Sebagai bahan acuan dan tambahan bagi peneliti untuk memperoleh keterampilan dan pengetahuan dalam menerapkan judul penelitian ini. 2. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah daerah dalam menyusun kebijakan mengenai pemanfaatan jasa lingkungan sumber air bersih secara lestari dengan mempertimbangkan kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar Kawasan Hutan Produksi Bungi Kelurahan Ngkari – Ngkari Kecamatan Bungi. 3. Sebagai bahan informasi bagi masyarakat mengenai nilai ekonomi jasa lingkungan hidrologis yang dihasilkan oleh Kawasan Hutan Produksi Bungi Kelurahan Ngkari - Ngkari.
5
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Deskrispsi Teori 2.1.1. Pengertian Hutan Hutan adalah salah satu sumber daya alam nasional yang merupakan penyangga kehidupan dan sumber kemakmuran rakyat, yang harus dipertahankan secara optimal dengan menjaga daya dukungnya secara lestari. Pembangunan kehutanan merupakan tanggung jawab bersama dan dilaksanakan secara bertanggung jawab dan transparan sehingga memberikan manfaat yang sebesarbesarnya bagi kemakmuran rakyat Indonesia (Nurfatriani, 2010). Hutan merupakan lahan yang di dalamnya terdiri dari berbagai tumbuhan yang membentuk suatu ekosistem dan saling ketergantungan. Spurr, et al (1973), mendefinisikan bahwa hutan merupakan sekumpulan pohon-pohon atau tumbuhan berkayu lainnya yang pada kerapatan dan luas tertentu mampu menciptakan iklim setempat serta keadaan ekologis berbeda dengan di luarnya. Undang - Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yaitu bahwa hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam dan lingkungnnya, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan. Dari definisi hutan yang disebutkan, terdapat unsur - unsur yang meliputi: a. Suatu kesatuan ekosistem b. Berupa hamparan lahan c. Berisi sumber daya alam hayati beserta alam dan lingkunganya yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. d. Mampu memberi manfaat secara lestari.
6
Keempat ciri pokok dimiliki suatu wilayah yang dinamakan hutan, merupakan rangkaian kesatuan komponen yang utuh dan saling ketergantungan terhadap fungsi ekosistem di bumi. Eksistensi hutan sebagai subekosistem global menempatkan posisi penting sebagai paru - paru dunia (Zain, 1996). Menurut Undang - Undang No 41 tahun 1999, dalam Pasal 1 angka (4 s/d 11), hutan dibagi menjadi 8 (delapan) jenis, yaitu: a. Hutan negara adalah hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak atas tanah. b. Hutan hak adalah hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak atas tanah. c. Hutan adat adalah hutan negara yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat. d. Hutan produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan. e. Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah. f. Hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. g. Kawasan hutan suaka alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman
7
tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya, yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan. h. Kawasan hutan pelestarian alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. Ketetapan pemerintah yang didasarkan pada Undang - Undang tentang hutan produksi dan produksi hutan adalah produksi kayu dan bukan kayu serta jasa lingkungan, namun demikian didalam penetapan kriteria kawasan hutan parameter kemampuan produksi hutan (kayu dan bukan kayu) tidak termasuk di dalam parameter penetapan kawasan. Dasar - dasar kriteria yang seharusnya menjadi parameter untuk menentukan hutan produksi adalah memperhitungkan kemampuan kawasan hutan dalam menghasilkan kayu dan bukan kayu secara ekonomi dapat memberikan keuntungan dan secara ekologi tetap mempertahan kondisi hutan lestari yaitu tidak berdampak pada perubahan ekosistem yang mengakibatkan perubahan keseimbangan sistem hidrologi yang berakibat pada banjir dan kekeringan, erosi tanah, dan mengganggu habitat kehidupan binatang dan biota lainnya di hutan (Zulkarnain, 2013). 2.1.2. Fungsi dan Manfaat Hutan Menurut Undang - Undang Kehutanan No. 41 tahun 1999. diuraikan bahwa hutan mempunyai tiga fungsi yaitu: 1. Fungsi konservasi yaitu hutan konservasi 2.
8
Fungsi lindung yaitu hutan lindung 3. Fungsi produksi yaitu hutan produksi dan Kawasan hutan memiliki fungsi produksi yang secara ekonomi mampu memberikan kesejahteraan masyarakat dengan luasan yang cukup dan mampu memberikan hasil produksi secara berkelanjutan. Hutan menurut Undang - Undang No 41 tahun 1999 tentang Kehutanan pada ayat (7) disebutkan bahwa hutan produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan. Adapun yang dimaksud hasil hutan pada ayat (13) adalah benda - benda hayati, non hayati dan turunannya, serta jasa yang berasal dari hutan. Sedangkan Fungsi kawasan hutan dapat dikelompokan menjadi tiga bagian yaitu sebagai berikut: a. Hutan Lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan system penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut dan memelihara kesuburan tanah. b. Hutan Produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan. c. Hutan Konservasi yaitu kawasan yang memiliki fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Kawasan Konservasi terdiri atas Kawasan Suaka Alam (Cagar Alam dan Suaka Margasatwa), Kawasan Pelestarian Alam (Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam), dan Taman Buru.
9
Hutan mempunyai fungsi menyerap air melalui proses infiltrasi dan menyimpannya didalam tanah. Beberapa hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang lurus dan nyata antara keberadaan hutan dengan jumlah titik sumber mata air. Berkurangnya hutan diikuti dengan berkurangnya jumlah titik mata air. seiring dengan itu, imbal jasa hutan sebagai pengatur tata air perlu dikembangkan, termasuk bagaimana mekanismenya, siapa yang berhak menerima imbalan (produsen) dan yang membayar (konsumen) serta berapa besar imbalan yang sesuai. Dibeberapa kasus di Indonesia, inisiatif imbal yang di sediakan oleh jasa hutan sebagai pengatur tata air telah berjalan dengan baik. (Mercer, 2000 dalam Ginoga, 2007). Hutan mempunyai banyak fungsi dan manfaat yang sangat berguna bagi kesinambungan kehidupan manusia dan makhluk lainnya. Hutan memiliki manfaat yang cukup besar bagi masyarakat selain menyediakan kayu dan produk produk lainnya, hutan menyimpan sejumlah besar informasi genetik, mengatur iklim dan tata air, melindungi dan memperkaya tanah, mengendalikan hama dan penyakit, mengatur penyerbukan tanaman dan menyebarkan benihnya, menjaga kualitas air, menyediakan pemandangan yang indah dan memberi nilai estetika dan lain lain (Santoso dan Robert, 2002). Fungsi hutan ditinjau dari sisi sosial ekonomi, sifat alam sekitarnya, dan sifat sifat lainnya yang berhubungan dengan kehidupan manusia, maka dapat dikatakan bahwa hutan berperan sebagai sumberdaya yang menjadi salah satu modal dalam pembangunan, baik dari segi produksi hasil hutan atau fungsi plasma nuftah maupun penyangga kehidupan. Walaupun hutan memiliki fungsi konservasi,
10
fungsi lindung, dan fungsi produksi, namun fungsi utama hutan tidak akan berubah yakni untuk mempertahankan kesuburan tanah, keseimbangan tata air, dan mencegah terjadinya erosi (Arief, 2001). Peran hutan dalam menyediakan air melalui kemampuannya sebagai regulatorair ini bermula dari fungsi hutan sebagai penyerap air hujan. Proses ini dimulai dari tajuk sampai dengan sistem perakaran di dalam tanah yang bekerja secara sinergis dalam menyimpan air. Selain berperan dalam proses penyimpanan air, sistem stratifikasi tajuk yang bervariasi juga memungkinkan air hujan tidak langsung jatuh ke tanah sehingga dapat mencegah erosi permukaan. Serasah yang terdapat di permukaan tanah hutan juga berperan dalam membantu meredam aliran air permukaan sehingga air hujan dapat diserap dengan baik oleh tanah. Oleh karena itu, beberapa penelitian memperlihatkan bahwa keberadaan dan luasan hutan berbanding lurus dengan jumlah sumber mata air. Siklus hidrologi yang berjalan baik akan menjamin ketersediaan air yang menjadi kebutuhan vital manusia (Hatma dan Suryatmojo, 2005). Peranan sumberdaya hutan dalam perekonomian dapat dilihat dan dilakukan melalui kegiatan pemanfaatan hutan. Sebagaimana yang tertuang dalam Undang – Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, bahwa pemanfaatan hutan bertujuan untuk memperoleh manfaat yang optimal bagi kesejahteraan seluruh masyarakat secara berkeadilan dengan tetap menjaga kelestariannya. Pemanfataan kawasan hutan dapat dilakukan pada semua kawasan hutan kecuali pada hutan cagar alam dan zona inti serta zona rimba pada taman nasional.
11
Setelah mencapai manfaat secara seimbang tersebut maka praktek pengelolaan hutan tidak hanya berorientasi pada hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu tetapi diubah menjadi pengelolaan yang berorientasi pada seluruh potensi sumberdaya hutan, termasuk plasma nutfah dan jasa lingkungan, dan berbasis pada pemberdayaan masyarakat. Kelestarian hutan terhadap peningkatan daya dukung DAS tidak hanya bermanfaat bagi kawasan hutannya sendiri tetapi juga bagi wilayah di luar kawasan hutan bagian hilir (off site) antara lain sebagai pemasok air, pengendali banjir, pengendali erosi tanah, dan pengurangan sedimentasi waduk, sungai, saluran air, dan bangunan air vital lainnya (Pratiwi dkk., 2012). 2.1.3. Pengelolaan Hutan Produksi Hutan Produksi adalah kawasan hutan yang diperuntukan guna memproduksi hasil hutan untuk memenuhi keperluan masyarakat pada umumnya dan khususnya untuk pembangunan industri dan ekspor. Dalam Undang - Undang No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan, pasal 1 butir g. Hutan produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan dan hutan dibagi menjadi tiga yaitu Hutan Produksi Terbatas (HPT), Hutan Produksi Tetap (HP) serta Hutan Produksi yang dapat dikonversikan (HPK) Menurut Direktur Bina Program Kehutanan (1981), hutan produksi dibedakan menjadi 3 (tiga) yaitu : a. Hutan produksi terbatas ialah hutan yang hanya dapat dieksploitasi dengan cara tebang pilih.
12
b. Hutan produksi tetap atau hutan produksi bebas ialah hutan produksi yang dieksploitasi baik dengan cara tebang pilih maupun dengan cara tebang habis. c. Hutan konversi ialah hutan produksi bebas atau tetap yang dapat diubah peruntukannya untuk memenuhi kebutuhan perluasan pengembangan wilayah diluar bidang kehutanan, misalnya transmigrasi, pertanian, perkebunan, industry, pemukiman, dan lain-lain. Pengelolaan hutan produksi adalah usaha untuk memanfaatkan hutan produksi yang kegiatannya terdiri dari pemanenan atau penebangan, penanaman, pengolahan dan pemasaran hasil hutan kayu di hutan produksi. Tujuan pengelolaan hutan adalah tercapainya manfaat ganda yaitu menghasilkan kayu, mengatur tata air, tempat hidup margasatwa, sumber makanan ternak dan manusia dan tempat rekreasi. Dalam keadaan tertentu, manfaat tersebut dapat saling tumbukan, sehingga perlu ditentukan prioritasnya. Disinilah diperlukan adanya tata guna lahan hutan yang permanen (Manan, 2000). Sumbangan hutan rakyat dalam menopang lingkungan local dimana hutan rakyat itu berada tidak diragukan lagi. Beberapa studi, survey menunjukkan bagaimana hutan rakyat berkontribusi dalam memperbaiki lingkungan yang semula kritis dan tandus kini menjadi kawasan yang hijau dan subur. Seorang ilmuwan terkemuka juga pernah mengatakan bahwa terhindarnya pulau jawa dari bencana ekologi seperti banjir dan kekeringan bukan karena keberhasilan pengelolaan hutan Negara tetapi justru karena kearifan masyarakat membangun hutan rakyat dilahan miliknya. hutan rakyat yang dikelola oleh masyarakat setempat bukan hanya melestarikan mata air tetapi telah menjadikan bermunculannya beberapa mata air
13
baru di sekitar hutan rakyat. Saat ini mata air tersebut telah dimanfaatkan perusahaan air minum di kabupaten tersebut untuk mensuplai air bagi penduduk di daerah perkotaan. (Suprapto, 2010). Menurut Arief (2003) hutan mempunyai fungsi beranekaragam antara lain sebagai penghasil kayu dan hasil-hasil hutan yang lain serta sebagai pelindung lingkungan yang berfungsi mengatur tata air, melindungi kesuburan tanah, mencegah erosi dan lain - lain. Air merupakan produk penting dari hutan. Tanah di hutan merupakan busa raksasa yang mampu menahan air hujan sehingga meresap perlahan - lahan ke dalam tanah. Tetapi bila pohon-pohon ditebang, maka tanah langsung terbuka sehingga bila turun hujan, air hujan langsung mengalir ke sungai dan menyebabkan erosi maupun banjir. 2.1.4. Pengelolaan Jasa Lingkungan Di Hutan Produksi Pengelolaan hutan produksi sebagian didesentralisasi oleh Pemerintah Pusat ke Pemerintahan Kabupaten berdasarkan PP No 38 tahun 2007 tentang Kewenangan Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Kawasan Hutan Produksi merupakan kawasan hutan yang fungsi utamanya untuk kepentingan produksi hasil hutan dalam rangka memperoleh manfaat ekonomi yang sebesar-besarnya, dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan dan keberadaan kawasan hutan produksi itu sendiri. Menurut UU RI No.47 Tahun 2013 Tentang Pedoman, Kriteria dan Standar Pemanfaatan Hutan di Wilayah
Tertentu Pada Kesatuan Pengelolaan hutan
Lindung dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi mengatakan bahwa Pemanfaatan hutan adalah kegiatan untuk memanfaatkan kawasan hutan,
14
memanfaatkan jasa lingkungan, memanfaatkan hasil hutan kayu dan bukan kayu serta memungut hasil hutan kayu dan bukan kayu secara optimal dan adil untuk kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga kelestariannya. Pengelolaan jasa lingkungan di hutan produksi adalah pengelolaan dalam pemanfaatan hasil hutan kayu, hasil hutan bukan kayu dan pemungutan hasil hutan kayu dan/bukan kayu. Pemanfaatan hasil hutan kayu adalah kegiatan untuk memanfaatkan dan mengusahakan hasil hutan berupa kayu dengan tidak merusak lingkungan dan tidak mengurangi fungsi pokoknya. Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu adalah kegiatan untuk memanfaatkan dan mengusahakan hasil hutan berupa bukan kayu dengan tidak merusak lingkungan dan tidak mengurangi fungsi pokoknya. Pemungutan hasil hutan kayu dan/atau bukan kayu adalah kegiatan untuk mengambil hasil hutan baik berupa kayu dan/atau bukan kayu dengan batasan waktu, luas dan/atau volume tertentu. UU RI No. 47 Tahun 2013 Tentang (Pedoman, Kriteria dan Standar Pemanfaatan Hutan di Wilayah Tertentu Pada Kesatuan Pengelolaan hutan Lindung dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi). Pengelolaan hutan produksi dalam bentuk apapun harus didasarkan pada kemampuan ekosistem
hutan yang dimaksud. Dengan mulai habisnya hutan
primer, maka pengelolaan hutan produksi akan beralih ke hutan bekas tebangan. Dalam jangka panjang sudah harus mulai dipikirkan untuk mengelola hutan berdasarkan konsep kesesuaian lahan. Dengan berbasis pendekatan ekosistem, pengelolaan hutan produksi didasarkan pada unit-unit ekologis yang merupakan resultante dari seluruh faktor lingkungan (biofisik) sehingga terbentuk kesatuan
15
pengelolaan yang berkemampuan sama baik produktivitas maupun jasa lingkungannya (Manan, 2000). 2.1.5. Jasa Lingkungan Jasa lingkungan adalah produk sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya berupa manfaat langsung (tangible) dan manfaat tidak langsung (intangible) yang meliputi antara
lain jasa wisata alam (rekreasi), jasa perlindungan tata air
(hidrologi), kesuburan tanah, pengendalian erosi dan banjir, keindahan, keunikan keanekaragaman hayati, penyerapan dan penyimpanan karbon (Merryna, 2009). Kriteria Jasa Lingkungan adalah ketentuan - ketentuan tentang pemanfaatan jasa lingkungan yang disiapkan oleh pengelola terhadap pemanfaat Jasa Lingkungan. Saat ini dari 30-an kriteria jasa lingkungan hanya empat jenis yang tergolong marketable criteria . Keempat jasa lingkungan tersebut adalah water and watershed, landscape, biodiversity, dan carbon stock. Dari ke empat kriteria tersebut yang telah mampu berjalan sebagai skema pasar lokal yaitu biodiversity dalam bentuk taman safari, hasil pertanian dan peternakan, ekolabeling serta perusahaan hutan tanaman industri, landscape dalam bentuk ecotourism dan air dalam bentuk perusahaan air minum dan retribusinya. Untuk kriteria pasar karbon, secara lokal disinyalir masih dalam proses - proses negosiasi seperti yang terdapat di ulu Masen (Anom, 2000). Rofandi (2005) dalam Ginoga (2007), menyatakan bahwa jasa lingkungan yang dihasilkan hutan mencapai lebih dari 25 jasa akan tetapi yang sudah mulai dapat dikuantifikasi dan dihitung nilainya masih terbatas. Paling tidak terdapat empat jasa lingkungan hutan yang dapat dikuantifikasikan dan dinilai, yaitu:
16
a. Pengatur Tata Air Hutan mempunyai fungsi menyerap air melalui proses fotosintesis dan menyimpannya dalam perakaran dalam tanah. Beberapa hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang lurus dan nyata antara keberadaan hutan dengan jumlah titik sumber mata air. Berkurangnya hutan diikuti dengan berkurangnya jumlah titik mata air. Seiring dengan itu, imbal jasa hutan sebagai pengatur tata air perlu dikembangkan, termasuk bagaimana mekanismenya, siapa yang berhak menerima imbalan (produsen), dan yang membayar (konsumen) serta berapa besar imbalan yang sesuai. Dibeberapa kasus di Indonesia, inisiatif imbal jasa hutan sebagai pengatur tata air telah berjalan, seperti yang dilakukan oleh pemerintah Propinsi Banten, di DAS Cidanau. b. Tempat Pemandangan Bentang Alam Hutan Bentang alam hutan dengan keindahan alamnya mulai banyak diminati bukan hanya sebagai tempat rekreasi dan relaksasi, tetapi sebagai tempat terapi kesehatan yang telah secara nyata dirasakan khasiatnya. Bentang alam hutan umumnya dijual dalam bentuk ekowisata yang menyatu dengan lingkungan, dengan bentuk turunannya seperti ekoedukasi dan ekopenelitian. Ekowisata merupakan alternatif wisata fantasi yang banyak diminati karena manfaatnya yang bersifat alami, segar, relatif murah, dan relatif mudah dalam pemeliharaan. Dibeberapa daerah di Indonesia, ekowisata sudah menjadi sumber utama dalam perolehan PAD, seperti di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, maupun beberapa Taman Nasional yang menjual keindahanan dan keunikan alam. Ekowisata dapat memberikan
17
pendapatan yang cukup signifikan terhadap pendapatan daerah dengan kecenderungan yang terus meningkat dari tahun ke tahun (Ginoga, 2007). c. Biodiversity (Keanekaragaman Hayati) Biodiversity penting untuk kehidupan manusia, bukan hanya untuk generasi sekarang tetapi untuk generasi yang akan datang. Indonesia dikenal sebagai pemilik megadiversity di dunia, 17 persen dari seluruh spesies di dunia ada di Indonesia, walaupun luas wilayahnya hanya 1.3% dari wilayah luas dunia. Karena itu wajar apabila hutan Indonesia mendapat imbal jasa untuk konservasi biodiversity (Heru, 2002).
Melalui
UU
No.5/1995,
Indonesia
ikut
meratifikasi
konvensi
keanekaragaman hayati. Kekhawatiran terhadap kelestarian biodiversity Indonesia semakin meningkat seiring dengan lajunya kerusakan hutan, karena itu perbedaan antara implementasi dan wacana imbal jasa kelestarian biodiversity harus dihilangkan. d. Penyerap Karbon Meningkatnya konsentrasi gas - gas yang memiliki kemampuan menyerap panas yang disebut Gas Rumah Kaca (GRK) merupakan masalah penting yang harus diatasi melalui kegiatan mitigasi dan adaptasi. Setiap tahun sekitar 7,2 giga (1x109) ton CO 2 dilepas ke atmosfir dari jumlah tersebut 2 giga ton diserap oleh hutan (Mercer, 2000 dalam Ginoga, 2007). Untuk mengurangi emisi GRK tersebut, mekanisme yang dapat dimanfaatkan antara lain adalah Clean Development Mechanism (CDM) atau Mekanisme Pembangunan Bersih (MPB) dimana Negara Annex 1 dapat melaksanakan reforestasi di negara berkembang untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan. Berdasarkan kajian Nasional Strategi Studies
18
(2003) dalam Ginoga (2007), Indonesia mempunyai potensi pasar CDM sebesar 3336 juta ton C02/tahun atau 121-132 juta ton CO2/tahun. Berdasarkan kesediaan lahan dan jenis kegiatan, Indonesia berpotensi menyerap 54% dari jumlah tersebut, yaitu 65-71 juta ton CO2/tahun. Sedangkan Departemen Kehutanan, mengingat aspek teknis dan kelembagaan yang ada, memperkirakan potensi tersebut hanya sebesar 25% atau yaitu 30-33 juta ton CO 2 /tahun. Wunder (2005) mengidentifikasi 4 (empat) tipe jasa lingkungan yang saat ini mengemukakan, yaitu: 1. Penyerap dan penyimpan karbon dan (carbon sequestration and storage), 2. Perlindungan keanekaragaman hayati (biodiversity protection), 3. Perlindungan Daerah Aliran Sungai (watershed protection), dan 4. Pelestarian keindahan bentang alam (protection of landscape beauty) 2.1.6. Jasa Lingkungan Hutan untuk Perlindungan dan Pemanfaatan Air Pemanfaatan Jasa Lingkungan adalah upaya pemanfaatan potensi jasa (baik berupa jasa penyediaan/provisioning service, pengaturan/regulating services, maupun budaya/cultural services) yang diberikan oleh fungsi ekosistem dengan tidak merusak dan mengurangi fungsi pokok ekosistem tersebut. Pemanfaatan Jasa Lingkungan pada hutan pada hutan lindung adalah bentuk usaha yang memanfaatkan potensi jasa lingkungan dengan baik tidak merusak lingkungan dan mengurangi fungsi utamanya. Kegiatannya dapat berupa: usaha wisata alam, usaha olahraga tantangan, usaha pemanfaatan air, usaha perdagangan karbon(Carbon trade) atau usaha penyelamatan hutan dan lingkungan. Pemanfaatan jasa lingkungan hutan lindung/produksi adalah bentuk usaha untuk memanfaatkan
19
potensi jasa lingkungan dengan tidak merusak lingkungan dan mengurangi fungsi utama antara lain berupa : Usaha wisata alam, Usaha olah raga tantangan, Usaha pemanfaatan air, Usaha perdagangan karbon dan Usaha penyelamatan hutan dan lingkungan (Darusman dan Widada, 2004). Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008 tentang tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan serta pemanfaatan hutan, pemanfaatan jasa lingkungan adalah kegiatan untuk memanfaatkan potensi jasa lingkungan dengan tidak merusak lingkungan dan mengurangi fungsi utamanya. Pemanfaatan jasa lingkungan yang dimaksud adalah pemanfaatan air, wisata alam, perlindungan keanekaragaman hayati, penyelamatan dan perlindungan lingkungan serta penyerapan dan/atau penyimpanan karbon. Manfaat hidrologis suatu hutan sangat penting, karena air merupakan kebutuhan vital manusia dan keberadaannya tidak dapat disubtitusi. Beberapa hasil penelitian menunjukkan nilai manfaat hidrologis dari hutan sangat signifikan, sebagai contoh Taman Nasional La Tigra seluas 7.500 Ha di Honduras mendukung lebih dari 40% persediaan air di Tegucigalpa (Ibukota Honduras) dan pengairan pertanian yang mampu menghasilkan keuntungan bersih US$ 500 per minggu (McNeely, 1992). Di Indonesia, manfaat hidrologis Taman Nasional Gunung Gede Pangrango lebih dari Rp 4,341 miliar per tahun (Darusman, 1993 dalam Ramdan, et al., 2003). Contoh lain, Gunung Ciremai memberikan manfaat hidrologis untuk sektor rumah tangga dan pertanian senilai Rp 33,5 trilyun (Ramdan, et al., 2003).
20
Perolehan air bersih di pedesaan, dalam hal ini wilayah pegunungan, umumnya lebih mudah karena banyak terdapat mata air bersih yang jernih dan aman dikonsumsi oleh masyarakat. Sistem pengairan ini bisa diperoleh secara langsung maupun dengan penggunaan teknologi tertentu. Hal ini dilakukan untuk memudahkan akses masyarakat terhadap air bersih (Simanjuntak, M., 2009). Komoditi air bersih yang layak konsumsi telah menjadi sumberdaya yang sangat langka (resources scarcity), artinya dari segi kuantitas tinggi pada musim hujan tetapi dari segi kualitas rendah. Dipandang dari sudut ekonomi kelangkaan suatu sumberdaya dapat mengarahkannya menjadi barang ekonomi (economic good) yang akan mempengaruhi perilaku masyarakat di dalam mengalokasikannya (Brouwer dan Pearce, 2005). Menurut Sanim (2003) air sebagai sumberdaya alam dapat berupa persediaan dan sekaligus sebagai aliran. Air tanah, misalnya, merupakan persediaan yang biasanya memerlukan aliran dan pengisian kembali oleh air hujan. Pemasukan air tergantung pada topografi dan kondisi meteorologi, karena keduanya mempengaruhi proses peresapan dan penguapan air. Akibatnya, maka pengambilan keputusan dalam mengembangkan sumberdaya air didasarkan atas distribusi kemungkinan. Suprayitno (2008) mengelompokkan jasa lingkungan perlindungan tata air (water regulation) menjadi : a. Fungsi Hidrologis Hutan 1) Pengendalian curah hujan yang jatuh dipermukaan tanah sehingga mencegah terjadinya erosi dan sedimentasi air permukaan; 2) Penyerapan sebagian air
21
hujan untuk kemudian disimpan dan dialirkan kembali sebagai air permukaan dan air tanah; 3) Pengendalian intrusi air laut ke daratan sehingga mencegah salinitas air tanah; 4) Pemprosesan air hujan dengan berbagai bahan polutan yang dikandungnya untuk kemudian dikeluarkan sebagai air baku yang layak digunakan bagi kehidupan manusia dan mahluk hidup; 5) Pengendalian banjir dan kekeringan serta mengatur sumber air untuk dapat tersedia sepanjang tahun. b. Pemanfaatan Jasa Lingkungan Air Kawasan hutan sebagai bagian dari sistem pengelolaan DAS merupakan daerah hulu yang berfungsi sebagai penyedia air bagi masyarakat di sekitar kawasan hutan maupun pengguna air di bagian hilir. Pemanfaatan jasa lingkungan air dari maupun di kawasan hutan telah dilakukan tanpa disadari oleh masyarakat, serta telah berlangsung baik secara non komersial (digunakan oleh masyarakat setempat guna keperluan rumah tangga) maupun komersial (perusahaan air minum, perusahaan air minum dalam kemasan, pembangkit listrik/hydro-power, perhotelan, perkebunan, dan lain sebagainya). 1). Penggunaan Air Rumah Tangga Menurut Linsey 1985, penggunaan rumah tangga adalah air yang dipergunakan di tempat - tempat hunian pribadi atau rumah - rumah dan sebagainya untuk minum, mandi, penyiraman taman, saniter dan tujuan - tujuan lainnya. Kebutuhan air tidak selalu sama untuk setiap saat tetapi semua tergantung pada suatu aktivitas penggunaan air dalam keseharian oleh masyarakat. Pada umumnya kebutuhan air dibagi menjadi :
22
a) Rata - rata kebutuhan air Pemakaian air rata - rata menggunakan persamaan berikut : 𝑄ℎ=
𝑄𝑑𝑥 30 𝑛
dimana: Qh
= Pemakaiaan air rata - rata (m3/bulan)
Qd
= Pemakaian air rata - rata (MCK) (m3)
n
= Jumlah Responden
b) Kebutuhan Bulanan maksimum Kebutuhan air bulanan dengan menggunakan rumus: Kebutuhan air Per bulan = Jumlah penduduk x kebutuhan rata-rata Per bulan
Kebutuhan air rumah tangga akan dipengaruhi juga oleh pola konsumsinya yaitu semakin banyak jumlah penduduk suatu wilayah maka penggunaan air semakin banyak. 2). Penggunaan Air untuk Irigasi Sawah Air irigasi merupakan air yang diambil dari suatu sungai atau waduk melalui saluran irigasi yang disalurkan ke lahan pertanian guna menjaga keseimbangan air dan kepentingan pertanian. Air irigasi dapat berasal dari air hujan maupun air permukaan atau sungai. Pemanfaatan air irigasi tidak hanya untuk pertanian saja melainkan dapat juga dimanfaatkan untuk kegiatan yang lain seperti perikanan atau peternakan (SNI, 2002). Pemanfaatan air sangat erat hubungannya dengan pertanian terutama irigasi. Di bidang pertanian irigasi berfungsi untuk menyuplai pasokan air ke lahan pertanian agar kebutuhan air tanaman dapat terpenuhi sesuai dengan standar kebutuhannya. Dalam bidang teknik pertanian sendiri irigasi merupakan
23
hal yang dibutukan untuk menganalisa kelayakan suatu irigasi sehingga tujuan ke lahan pertanian dapat terpenuhi secara sempurna. Selain itu irigasi dibidang teknik pertanian juga dapat digunakan sebagai media analisa untuk membuat atau membangun jaringan irigasi yang baru. Untuk memenuhi kebutuhan air bagi tanaman perlu dilakukan pengukuran debit air guna untuk mengetahui berapa banyak air yang dibutuhkan oleh tanaman. (Raharjabayu, 2011). Kualitas penggunaan air dan pengelolaan lahan pada suatu wilayah sangat bergantung pada keterbatasan dan kombinasi faktor biofisik dan sosial ekonomi dari wilayah tersebut. Dalam pengelolaan sumberdaya lahan, khususnya lahan sawah disesuaikan dengan kemampuan daya dukung lahan untuk menghindari kerusakan kualitas lahan (Soemarno, 2010). Penggunaan air untuk irigasi yang dipergunakan dalam waktu satu tahun sehingga pengaruh lama tanaman dan presentase (%) intensitas tanaman harus diperhitungkan. Rumusan perhitungan penggunaan air untuk padi pertahun sebagai berikut : A = L x It x a Dimana :A = Pengunaan air irigasi dalam (L/det/Ha), L = Luas daerah irigasi (Ha), It = Intensitas tanaman dalam prosen (%) musim/tahun, a = Standar penggunaan air (1 L/det/ha)atau A = 0,001 m/det/ha x 3600 x 24 x 120 hari/musim (SNI, 2002). Menurut Syaukat dan Siwi (2009) untuk menghitung harga bayaran air irigasi
harus
ditentukan
fungsi
produksinya
terlebih
dahulu
yang
menggambarkan hubungan fisik antara output dan input yang digunakan dalam
24
proses produksi. Misalnya, untuk menghasilkan produksi padi digunakan empat jenis input yakni modal, tenaga kerja, sumberdaya alam lainnya seperti lahan dan air irigasi. Artinya kontibusi nilai ekonomi air merupakan selisi antara total nilai produk dengan biaya penggunaan ketiga input tersebut. Apabila volume penggunaan air dapat ditentukan, maka harga bayar irigasi atau nilai air irigasi (Value Of Water) dapat ditentukan dengan formula sebagai berikut : Nilai Air Irigasi =
Total Nilai Produk−Biaya yang digunakan Volume Penggunaan Air Irigasi
Volume Penggunaan air irigasi pada suatu musim tanam tertentu dihitung dengan menggunakan rumus :
Xw
= ∑ni=n
(XixHx 24 x 60 x 60) 1000
dimana Xi = Rata - rata aliran air irigasi dalam satu bulan (m3/detik), H = Jumlah hari dalam satu tahun, i = Jumlah bulan dalam satu Musim Tanam (Syaukat dan Siwi, 2009). Salah satu bentuk jasa lingkungan yang dihasilkan dari kawasan hutan adalah jasa lingkungan terhadap sumberdaya air. Eksistensi sumberdaya air erat kaitannya dengan fungsi hidrologi. Jasa lingkungan hidrologis hutan berupa sumberdaya air merupakan salah satu jasa lingkungan terpenting yang dihasilkan hutan. Aliran air yang keluar dari areal hutan digunakan untuk memenuhi berbagai kebutuhan, sebagai sumber air minum, sanitasi lingkungan, kebutuhan pertanian, industri, dan ekosistem. Johnson et al., (2001) dalam Ramdan (2011) menyatakan bahwa mayoritas penduduk dunia berada di hilir daerah aliran sungai (DAS) berhutan, sehingga aliran air yang dimanfaatkan oleh masyarakat umumnya berasal
25
dari hutan yang berada di DAS bagian hulu. Oleh karena itu untuk menjamin ketersediaan air dalam jumlah dan kualitas yang memadai, maka upaya konservasi ekosistem hutan mutlak dilakukan. Peran serta masyarakat telah diisyaratkan dalam UU RI No. 7 tahun 2004 pasal 64 ayat 5 tentang Sumberdaya Air. Dengan demikian dasar hukumnya sudah ada. Namun pelaksanaannya masih belum intensif sehingga masih kuat pandangan dalam masyarakat bahwa pembangunan dalam bidang sumberdaya air adalah semata - mata tugas pemerintah. Mengingat pembangunan pada hakekatnya adalah untuk masyarakat maka sudah seharusnya peran serta masyarakat dalam pengairan ditingkatkan. Sebagai dasar pelaksanaan peran serta masyarakat adalah segala yang dapat dilakukan masyarakat sendiri dengan bimbingan pemerintah. Sisanya yang tidak dapat dilaksanakan oleh masyarakat, ditangani oleh pemerintah (Rajasa, 2002). Ada empat kelompok masyarakat yang terlibat langsung dalam pembangunan pengairan atau pengelolaan air, yaitu masyarakat pemanfaat air, masyarakat pengusaha, masyarakat secara umum dan masyarakat cendikiawan dan pemerhati. Masing-masing kelompok tersebut mempunyai andil dan peran serta yang berbeda dalam pengelolaan air. Hal ini juga ditegaskan dalam RUU Sumberdaya Air pasal 10, yaitu pola pengelolaan Sumberdaya air ditetapkan dengan melibatkan masyarakat seluas - luasnya dan dunia usaha. Pengelolaan air yang dimaksud disini adalah pemenuhan kebutuhan air baku untuk air bersih rumah tangga, pertanian, industri, pertambangan, dan kebutuhan lainnya (Sanim, 2003).
26
Bentuk peran serta dari masyarakat ini dilihat dari adanya pemanfaatan air bersih oleh masyarakat. Agar pemanfaatannya efektif dan efisien maka pengelolaan air dengan proyek WSLIC ini diserahkan kepada kelembagaan setempat yang merupakan warga pengguna air bersih tersebut
yang disebut dengan
BPS.Masyarakat perlu dilibatkan agar jaringannya dapat berdaya guna dan berhasil guna. Bentuk peran serta yang dimaksud adalah berupa peran aktif dalam pengelolaan air atau ikut berkontribusi dalam membayar iuran air secara teratur untuk biaya perawatan dan administrasi air yang diserahkan kepada BPS sebagai pihak pengelola (Simanjuntak, M., 2009). Beberapa tahun terakhir ini, Pemerintah memberikan perhatian terhadap perlunya peningkatan pengelolaan sumberdaya air. Indonesia telah memiliki kebijakan dalam pengelolaan sumberdaya air ini yang dikenal dengan Prinsipprinsip Pengelolaan Terpadu Sumberdaya Air (PTSDA). Pengelolaan terpadu sumberdaya air adalah suatu proses yang mengedepankan pembangunan dan pengelolaan sumberdaya air, lahan, dan sumberdaya terkait lainnya secara terkoordinasi dalam rangka memaksimalkan resultan ekonomi dan kesejahteraan sosial secara adil tanpa mengorbankan keberlanjutan (sustainability) ekosistem yang vital. Prinsip - prinsip pengelolaan terpadu sumberdaya air ini dikembangkan sebagai respon terhadap pola pengelolaan sumberdaya air yang diterapkan selama ini cenderung terpisah - pisah (fragmented) sehingga menimbulkan kesulitan dalam mengkoordinasi berbagai kebijakan dan program yang berdampak timbulnya berbagai persoalan seperti banjir, intrusi air laut karena pengambilan air tanah yang berlebihan, pencemaran, dan sebagainya (Rajasa, 2002).
27
2.1.7. Valuasi Ekonomi Jasa Lingkungan Valuasi merupakan persepsi manusia tentang makna suatu objek (sumberdaya hutan) bagi individu tertentu pada tempat dan waktu tertentu. Oleh karena itu akan terjadi keragaman nilai sumberdaya hutan berdasarkan pada persepsi dan lokasi masyarakat yang berbeda-beda. Nilai sumberdaya hutan sendiri bersumber dari berbagsai manfaat yang diperoleh masyarakat. Masyarakat yang menerima manfaat secara langsung akan memiliki persepsi yang positif terhadap nilai sumberdaya hutan, dan hal tersebut dapat ditunjukkan dengan tingginya nilai sumberdaya hutan tersebut. Hal tersebut mungkin berbeda dengan persepsi masyarakat yang tinggal jauh dari hutan dan tidak menerima manfaat secara langsung (Nurfatriani, 2001). Penilaian ekonomi merupakan peralatan teknis yang dapat dipercaya dan logis untuk digunakan sebagai bahan masukan bagi pengambil keputusan dalam pengelolaan sumberdaya alam. Nilai atau perhitungan moneter dapat menunjukkan keperdulian yang kuat terhadap asset sumberdaya alam dan lingkungan, dapat menjadi untuk pemikahan terhadap kualitas lingkungan, sebagai dasar pembanding secara kuantitatif dalam bentuk moneter terhadap beberapa alternatif pilihan dalam pemutusan suatu kebijakan atau pemanfaatan dana (Tampubolon, 2008). Valuasi ekonomi bermanfaat untuk mengilustrasikan hubungan timbal balik antara ekonmomi dan lingkungan yang diperlukan untuk melakukan pengelolaan sumberdaya alam yang baik, dan menggambarkan keuntungan atau kerugian yang berkaitan dengan berbagai pilihan kebijakan dan program pengelolaan sumberdaya alam sekaligus bermanfaat dalam menciptakan keadilan dalam
28
distribusi manfaat sumberdaya alam. Maka valuasi ekonomi dengan menggunakan nilai uang akan dapat menunjukkan nilai indikasi penerimaan dan kehilangan manfaat atau kesejahteraan akibat kerusakan lingkungan (Tampubolon, 2008). Pembayaran jasa lingkungan air merupakan suatu konsep sebagai wujud penghargaan dan upaya pelestarian terhadap sumber daya alam yang diharapkan dapat menjaga ekosistem daerah tangkapan air yang ada di atas (hulu) serta mampu meningkatkan taraf hidup masyarakat hulu yang ikut adil dalam upaya konservasi alam di kawasan tersebut. Konsep pembayaran jasa lingkungan air ini dibangun dengan kerangka pikir hulu dan hilir. Sifat alamiah air yang mengalir dari tempat tinggi ke tempat yang rendah. Keberadaan air di dataran rendah dalam hal ini hilir atau perkotaan sangat tergantung dari ketersediaan air yang ada di kawasan atas atau hulu (Adhiyul, 2008). Perhitungan nilai/manfaat sosial (Social Value) dan nilai ekonomi total (Total Economic Value) didahului dengan mengidentifikasi nilai-nilai yang terkandung di dalam sumber daya air di kawasan Sumber mata air sebagai berikut: 1. Nilai Penggunaan Langsung Sudinta dan Antara (2008), melakukan estimasi Nilai penggunaan langsung sumber daya air di kawasan Sumber mata air sampai saat ini digunakan untuk sumber bahan baku Air PDAM Kabupaten Gianyar, untuk kebutuhan air Istana Presiden Tampaksiring dan digunakan untuk melebur (membersihkan diri). Pendekatan yang digunakan untuk PDAM dan Istana Presiden. Tampak siring adalah pendekatan harga pasar dan untuk melebur digunakan teknik survei yaitu:
29
Nilai Penggunaan Langsung = Total Pemanfaatan Air x Harga Dasar/m3 2. Nilai Penggunaan Tak Langsung Nilai penggunaan tak langsung sumber daya air kawasan Sumber mata air dimanfaatkan untuk obyek wisata yang dikunjungi oleh wisatawan manca negara. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan harga pasar dengan menghitung jumlah penerimaan dari karcis masuk ke obyek wisata Sumber mata air. 3. Nilai Pilihan dan Nilai Warisan Nilai pilihan dan nilai warisan air di kawasan Sumber mata air dimanfaatkan untuk mengambil air. Pendekatan yang digunakan adalah harga pasar dengan menghitung jumlah uangyang diperoleh dari masyarakat yang mengambil air. 4. Nilai Keberadaan Nilai keberadaan air di kawasan sumber mata air dimanfaatkan untuk air irigasi, keperluan PDAM, dan kebutuhan air rumah tangga. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan survei dengan menghitung selisih keuntungan bersih petani untuk menanam padi dengan menanam palawija dalam satu tahun. Selisih keuntungan merupakan nilai atas pemanfaatan sumber daya air di kawasan sumber mata air. Di samping hal tersebut ada penggunaan air untuk kebutuhan sehari hari masyarakat sekitar (kebutuhan domestic) dan pemanfaatan air untuk perusahaan daerah air minum (Soemarno, 2010). 5. Nilai/Manfaat Sosial Total Nilai/manfaat sosial total sumber daya air di kawasan sumber mata air diperoleh dengan menjumlahkan nilai penggunaan tak langsung (sebagai obyek wisata) dan nilai pilihan dan nilai warisan.
30
6. Nilai Ekonomi Total Nilai ekonomi total sumber daya air di kawasan sumber mata air diperoleh dengan menjumlahkan semua nilai yang terkandung seperti nilai penggunaan langsung, nilai penggunaan tak langsung, nilai pilihan dan warisan, serta nilai keberadaannya setelah dikurangi biaya - biaya (Dixon and Hufschmidt, 1986; Munasinghe, 1993 dalam Soemarno, 2010) sebagai berikut: TEV = UV + NUV atauTEV = (DUV+IUV+OV) + (EV+BV)
Keterangan: TEV = Nilai ekonomi total (Total Economic Value); UV = Nilai penggunaan (Use Value); NUV = Nilai non penggunaan (Non Use value); DUV = Nilai penggunaan langsung (Direct Use Value); IUV = Nilai penggunaan tak langsung (Indirect Use Value); OV = Nilai pilihan (Option Value); EV = Nilai keberadaan (Existence Value); BV = Nilai warisan (Bequest Value). Pearce (1992) dalam Nurfatriani (2010) membuat klasifikasi nilai manfaat yang menggambarkan Nilai Ekonomi Total (Total Economic Value) berdasarkan cara atau proses manfaat tersebut diperoleh. Nilai Ekonomi Total (NET) merupakan penjumlahan langsung dari nilai guna langsung,
NET = Nilai Guna Langsung + Nilai Guna Tidak Langsung + Nilai Pilihan + Nilai Keberadaan Nilai guna tidak langsung dan nilai non guna, dengan formulasi sebagai berikut: Nilai guna langsung merupakan nilai dari manfaat yang langsung dapat diambil dari sumberdaya hutan (SDH). Sebagai contoh manfaat penggunaan sumberdaya hutan sebagai input untuk proses produksi atau sebagai barang
31
konsumsi. Berbeda dengan nilai guna tak langsung, yaitu nilai dari manfaat yang secara tidak langsung dirasakan manfaatnya, dan dapat berupa hal yang mendukung nilai guna tak langsung, seperti berbagai manfaat yang bersifat funsional yaitu berbagai manfaat ekologis hutan. Sedangkan nilai bukan guna yaitu semua manfaat yang dihasilkan bukan hasil dari interaksi secara fisik antara hutan dan konsumen (pengguna) (Soemarno, 2010). 2.1.8. Metode Valuasi Jasa Lingkungan Metode penilaian jasa lingkungan alam dan lingkungan pada dasarnya dibagi menjadi dua pendekatan yaitu metode berdasarkan kurva permintaan (demand curve approach) atau berdasarkan Willingness To Pay (WTP) dan metode berdasarkan non - kurva permintaan (non-demand curve approach) atau non WTP.
Metode
berdasarkan
kurva
permintaan
terdiri
dari
cantingent
voluationmethod, metode biaya perjalanan (travel cost method), dan metode harga hedonik (hedonic pricing method). Sedangkan metode berdasarkan non - kurva permintaan terdiri dari metode dosis-respon(dose-response method), metode biaya pengganti (replacement cost), metode perilaku mitigasi (mitigation behaviour), dan metode berdasarkan opportunity cost (Tampubolon, 2007). a. Metode berdasarkan Kurva Permintaan (Demand Curve Approach) atau berdasarkan Willingness To Pay (WTP) 1) Metode Valuasi Kontingen (CVM) Metode Valuasi Kontingen (CVM) Merupakan metode valuasi sumberdaya alam dan lingkungan dengan cara menanyakan secara langsung kepada konsumen tentang nilai manfaat SDA dan lingkungan yang mereka
32
rasakan. Teknik metode ini dilakukan dengan survei melalui wawancara langsung dengan responden yang memanfaatkan SDA dan lingkungan yang dimaksud. Cara ini diharapkan dapat menentukan preferensi responden terhadap SDA dengan mengemukakan kesanggupan untuk membayar (WTP : willingness to pay) yang dinyatakan dalam nilai uang (Bishop, 1999 dalam Nurfitriani, 2010). Menurut Bishop 1999 dalam Nurfitriani, 2010, untuk memperoleh hasil yang maksimal, maka penerapan metode ini memerlukan rancangan dan pendekatan kuesioner yang baik. Terdapat empat pendekatan kuesioner yang dapat dipertimbangkan, yaitu: a) Pendekatan pertanyaan langsung, yaitu memberikan pertanyaan langsung tentang berapa harga yang sanggup dibayarkan oleh responden untuk dapat memanfaatkan SDA dan lingkungan yang ditawarkan. b) Pendekatan penawaran bertingkat, merupakan penyempurnaan dari pendekatan penawaran langsung. Pendekatan ini dimulai dengan suatu tingkat harga awal tertentu yang telah ditetapkan oleh peneliti lalu ditanyakan kepada responden apakah harga tersebut layak. Jika responden menjawab “ya” maka nilai tersebut dinaikkan dan ditawarkan kepada responden hingga respondenmenjawab “tidak”. jawaban atau angka terakhir yang dicapai tersebut merupakan nilai WTP yang tertinggi dari responden.
33
c) Pendekatan kartu pembayaran menggunakan bantuan sebuah kartu berisi daftar harga yang dimulai dari nol sampai pada suatu harga tertentu yang relatif tinggi. Kemudian responden memilih harga maksimum yang sanggup dibayar untuk suatu produk atau jasa SDA dan lingkungan. d) Pendekatan setuju atau tidak setuju, merupakan cara yang paling sederhana karena responden ditawari suatu tingkat harga tertentu kemudian ditanya setuju atau tidak setuju dengan harga tersebut. 2) Metode Biaya Perjalanan (Travel Cost Method) Metode biaya perjalanan merupakan Metode yang berdasarkan pada asumsi bahwa konsumen menilai tempat rekreasi hutan berdasarkan pada biaya yang dikeluarkan untuk dapat sampai ke tempat tujuan (wisata hutan), termasuk biaya perjalanan sebagai biaya oportunitas. Tiga tahapan dasar dalam metode ini adalah: (l) melaksanakan survey terhadap beberapa pengunjung sebagai contoh, untuk mengetahui biaya perjalanan yang dikeluarkan untuk sampai ke tempat wisata. Biaya perjalanan ini termasuk waktu perjalanan, berbagai pengeluaran (cash) selama perjalanan menuju ke tempat wisata hutan sampai dengan kembali ke tempat asal termaksud tiket masuk, biaya parkir dan lain-lain, (2) mengola data yang diperoleh untuk menyusun persamaan matematis permintaan pengunjung atas tempat wisata hutan, (3) menghitung nilai tempat wisata bila terdapat perubahan atas kondisi lingkungan. Pada langkah ini perlu diketahui kesediaan membayar
34
konsumen terhadap adanya perubahan kondisi tempat wisata (Bishop, 1999 dalam Nurfitriani, 2010). 3) Metode Harga Hedonik (Hedonic Pricing Method) Metode harga hedonik menekankan pada pengukuran manfaat lingkungan yang melekat pada barang atau jasa yang memiliki harga pasar. Metode ini didasarkan pada gagasan bahwa barang pasar menyediakan pembeli dengan sejumlah jasa yang beberapa diantaranya bisa merupakan kualitas lingkungan. Penerapan umum teknik penilaian ini adalah pada pendekatan nilai properti dan pendekatan perbedaan upah. Penerapan pendekatan harga hedonik ini terhadap nilai properti (bangunan) meliputi pengamatan terhadap unsur - unsur yang mempengaruhi nilai properti yaitu lokasi dan pengaruh kualitas lingkungan sebagai contoh nilai pasal perumahan, tergantung dari berbagai faktor diantaranya adalah luas bangunan, lokasi, material yang digunakan, dan kualitas lingkungan sekitarnya, sehingga bangunan rumah dengan kualitas udara segar di sekitarnya, akan membuat orang bersedia membayar lebih mahal dibandingkan rumah dengan kualitas sama tetapi berada pada lingkungan yang jelek (Bishop, 1999 dalam Nurfitriani, 2010). b.
Metode berdasarkan Non Kurya Permintaan (Non Demand Curve Approach) 1) Metode Dosis-Respon (Dose Response Method) Metode dosis respon sering juga disebut dengan tekhnik perubahan dalam produksi, metode input - output atau dosis respon atau pendekatan fungsi produksi. Metode ini menekankan pada hubungan antara kehidupan
35
manusia (lebih sempitnya lagi pada pertambahan ouput dari barang dan jasa yang memiliki pasar) dan perubahan dari sumber daya alam baik kualitas maupun kuantitas. Pendekatan fungsi produksi dapat digunakan untuk mengestimasi nilai guna tidak langsung dari fungsi ekologis hutan, melalui kontribusi nilai guna tersebut terhadap kegiatan pasar. Terdapat dua tahapan prosedur dalam metode ini, yaitu : (1) menentukan pengaruh secara fisik dari perubahan lingkungan pada kegiatan ekonomi, (2) Menilai hasil perubahan lingkungan tersebut terhadap produksi dan ksnsumsi, biasanya menggunakan harga pasar (Bishop, 1999 dalam Nurfitriani, 2010). 2) Metode Biaya Pengganti (Replacemcnt Cost) Metode biaya panggantian, yang mengukur nilai lingkungan dengan menghitung biaya produksi ulang dari suatu manfaat. Teknik berdasarkan biaya penggantian ini menghasilkan nilai untuk manfaat dari barang dan jasa dengan menduga biaya penggantian manfaat dengan alternatif barang dan jasa lainnya. Atau dengan kata lain metode ini berdasarkan pada biaya penggantian atau pemulihan asset yang mengalami degradasi (Bishop, 1999 dalam Nurfitriani, 2010). 3) Metode Berdasarkan Opportunity Cost Pendekatan biaya oportunitas, yang (biaya pengadaan) sebagai biaya pengganti mengestimasi biaya produksi dari nilai manfaat yang tidak memiliki harga pasar. Pada teknik penilaian ini menekankan faktor biaya pengadaan barang dan jasa hasil hutan khususnya biaya yang paling esensial yaitu upah. (Bishop, 1999 dalam Nurfitriani, 2010).
36
B. Kerangka Pikir Keberadaan hutan terbukti dapat memberikan banyak manfaat bagi mahluk hidup yang ada, manfaat yang dapat dirasakan bisa secara langsung maupun tidak langsung. Pemanfaatan jasa lingkungan hidrologis sebagai penyedia sumber air bersih sangat berguna bagi masyarakat Kecamatan Bungi Kota Baubau terutama untuk keperluan rumah tangga seperti kebutuhan air bersih dan mandi, cuci, kakus (MCK) serta untuk mengaliri irigasi sawah petani. Untuk mengetahui imbal jasa lingkungan hutan yang dimanfaatkan masyarakat Kelurahan Ngkari - Ngkari Kecamatan Bungi maka perlu dilakukan penelitian mengenai Valuasi Jasa Lingkungan Hidrologis . Penelitian ini fokus pada pemanfaatan jasa lingkungan berupa pemanfaatan jasa air bersih.Valuasi jasa lingkungan pada penelitian ini diperoleh dari valuasi jasa pemanfaatan air yang memberikan nilai air dalam bentuk nilai uang (rupiah) dan kesediaan membayar untuk penggunaan air rumah tangga dan Analisis Fungsi Produktifitas untuk menilai air irigasi sawah berdasarkan keuntungan yang diterima oleh petani. Hal ini dilakukan agar masyarakat dapat mengetahui besarnya nilai air sehingga masyarakat lebih menyadari akan pentingnya keberadaan kawasan hutan sehingga dapat mewujudkan pengelolaan lingkungan yang lestari dan kesejahteraan masyarakat akan lebih terjamin. Untuk lebih memahami kerangka pemikiran tersebut disajikan dalam bentuk skema berikut:
37
Kawasan Hutan Produksi Bungi Kecamatan Bungi
Manfaat Langsung (Tangible)
Manfaat Tidak Langsung (Intangible)
Hidrologis
Penggunaan Air Petani : Irigasi sawah
Analisis : Metode Fungsi Produktifitas
Penggunaan Air Bersih Untuk Keperluan Rumah Tangga (Masak,Cuci,Kakus)
Analisis : - Biaya pengganti - Willingness to pay (WTP)
Nilai Ekonomi Total Jasa Lingkungan Hidrologi
Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian Valuasi Jasa Lingkungan Hidrologis Kawasan Hutan Produksi Bungi Kelurahan Ngkari - Ngkari Kecamatan Bungi Kota Baubau.
38
III. METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Ngkari – Ngkari Kecamatan Bungi Kota Baubau Provinsi Sulawesi Tenggara pada bulan November sampai Desember 2015. Penentuan lokasi penelitian tersebut dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Kelurahan Ngkari - Ngkari adalah daerah yang berada disekitar Kawasan Hutan Produksi Bungi dan merupakan kawasan pemanfaat jasa lingkungan berupa air yang bersumber dari kawasan tersebut. 3.2. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuisioner dan peta lokasi penelitian. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis menulis, kamera dan GPS. 3.3. Populasi dan Sampel Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat Kelurahan Ngkari – Ngkari yang berjumlah 606 KK, kedalam 3 (tiga) kategori. Sampel adalah keterwakilan dari anggota populasi yang menjadi obyek penelitian. Sampel dalam penelitian ini ditentukan melalui dua tahap yaitu tahap pertama dengan menggunakan metode Stratified Random Sampling yang dikelompokkan kedalam 3 (tiga) kategori meliputi : (1) Kelompok pengguna sistem
39
pipanisasi (2) Kelompok pengguna sumur gali dan sumur bor (3) Kelompok pengguna air irigasi. Selanjutnya pada tahap kedua menggunakan metode Simple random sampling dengan intensitas sampling sebanyak 10%. Pada setiap kategori jumlah sampel terpilih untuk pengguna sistem pipanisasi sebanyak 9 KK, pengguna sumur gali sebanyak 39 KK dan pengguna sumur bor sebanyak 9 KK, serta pengguna air irigasi sawah sebanyak 31 KK. Penarikan sampel ini berdasarkan pendapat Arikunto (2013), jika populasi kurang dari 100, maka yang menjadi penarikan sampel adalah seluruh jumlah populasi, dan apabila populasi lebih dari 100 orang atau dalam jumlah besar maka penarikan dilakukan sebanyak 10-30 % dari jumlah populasi. 3.4. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data Jenis data yang dilakukan pada penelitian ini ada dua yaitu sebagai berikut: 3.1. Data primer Pengumpulan data yang diperoleh
langsung dari sasaran/individu
perseorangan misalnya data hasil wawancara atau hasil pengisian quesioner. 3.2. Data sekunder Pengumpulan data yang diperoleh di kantor - kantor atau instansi terkait, pemerintahan desa setempat yang berupa catatan, buku - buku, laporan, tabeltabel atau diagram tentang wilayah penelitian (Sugiarto et al., 2001). Teknik pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Teknik penelitian lapangan (field research), yaitu pengumpulan data dilakukan melalui orientasi lapangan, metode wawancara terstruktur (quisioner) dan
40
observasi. Data diperoleh dengan cara observasi dan wawancara dengan masyarakat sekitar kawasan hutan untuk memperoleh data pemanfaatan penggunaan air dari kawasan hutan. Data yang diambil yaitu sebagai berikut : a. Jumlah Kepala Keluarga yang menggunakan air untuk kebutuhan rumah tangga dan irigasi sawah (KK). b.
Kesediaan untuk membayar ( WTP) oleh masyarakat pengguna air
c.
Luas sawah yang dimiliki oleh masyarakat ( Ha)
d.
Jumlah hasil produksi sawah Per Musim Tanam (Rp/Ton)
e.
Biaya yang digunakan Per Musim Tanam meliputi biaya pembelian benih, biaya penyewaan alat penebar benih padi (Tabela), penyewaan alat untuk mengelola sawah (Traktor), upah gaji pekerja, biaya pembelian pupuk dan lainya (obat hama, racun tikus) (Rp/Musim Tanam).
f.
Intensitas musim tanam sawah dalam setahun (Musim Tanam/tahun).
g.
Biaya pengganti pembuatan sumur gali dan Sumur Bor
2. Pencatatan yaitu mengumpulkan data-data dengan mencatat data yang sudah tersedia di kantor-kantor atau instansi terkait yang ada hubungannya dengan penelitian ini. 3.5.
Variabel yang Diamati Variabel yang diamati dalam penelitian ini meliputi :
a.
Volume penggunaan air untuk kebutuhan rumah tangga yaitu kebutuhan air bersih untuk masak, minum, mandi, toilet dan mencuci (m3/tahun).
b.
Kesediaan untuk membayar (WTP) oleh masyarakat pengguna air (Rp)
41
c.
Nilai air irigasi sawah berdasarkan Fungsi Produktifitas sawah sebagai pengguna jasa hutan berupa air untuk mengaliri irigasi sawah (Rp/tahun).
d.
Nilai Ekonomi Total air untuk kebutuhan rumah tangga dan irigasi sawah (Rp/tahun).
e.
Biaya pengganti pembuatan sumur gali dan sumur bor (Rp).
3.6. Analisis Data Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode perhitungan kuantitatif terhadap Volume Penggunaan Air untuk Kebutuhan Rumah Tangga, Nilai Kesediaan Membayar Terhadap Jasa Hutan sebagai Penyedia Air untuk Kebutuhan Rumah Tangga, Nilai Air Irigasi Sawah berdasarkan Fungsi Produktifitas sawah, Nilai Ekonomi Total Air untuk Kebutuhan Rumah Tangga dan Irigasi Sawah. Data di analisis dengan menggunakan metode analisis kuantitatif untuk masing-masing variabel diatas adalah sebagai berikut : a). Volume penggunaan air untuk kebutuhan rumah tangga dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : TPA =
𝐏𝐀 𝐱𝟑𝟎 𝐧
x Jumlah populasi x 1 tahun
Keterangan :
TPA
PA
= Penggunaan air (Makan, Cuci, Kakus) (m3/KK/hari)
N
= Jumlah sampel
= Total penggunaan air untuk rumah tangga (m3/tahun)
42
b) Nilai ekonomi air bersih untuk keperluan rumah tangga di hitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : NAIRT = WTP + BP Keterangan :
c)
NAIRT = Nilai air rumah tangga (m3/tahun)
WTP = Kesediaan membayar (m3/tahun)
BP
= Biaya Pengganti
Nilai ekonomi air untuk kebutuhan irigasi sawah dihitung dengan menggunakan Metode Fungsi Produktifitas dengan rumus sebagai berikut : NAIR =
𝐓𝐍𝐏−𝐁𝐊𝐑 𝐗𝐰
Keterangan :
NAIR = Nilai air irigasi sawah (Rp/tahun)
TNP
= Total nilai produksi (Rp/Musim Tanam/tahun)
BKR
=
Xw
= Volume penggunaan air irigasi (m3/detik/Ha)
Biaya yang digunakan (Rp/Musim Tanam/tahun)
(Syaukat dan Siwi, 2009). d) Nilai Ekonomi Total jasa lingkungan air dihitung berdasarkan total penggunaan air kebutuhan rumah tangga dan nilai air irigasi dengan menggunakan rumus Nilai Ekonomi Total (NET) sebagai berikut : NET
= NART + NAIR
Keterangan :
NET
= Nilai ekonomi total (Rp/tahun)
43
NART
= Nilai air penggunaan rumah tangga (Rp/tahun)
NAIR
= Nilai irigasi sawah (Rp/tahun)
(Isnin et al, 2012). e)
Biaya pengganti pembuatan sumur gali dan sumur bor adalah biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh air bersih.
f) Nilai ekonomi air dihitung berdasarkan WTP (Willingness To Pay) dengan mengikuti formula sebagai berikut: 𝟗
𝐧𝐢 𝐖𝐓𝐏 = ∑ 𝐀𝐖𝐏𝐢 ( ) × 𝐏𝐨𝐩𝐮𝐥𝐚𝐬𝐢 𝐍 𝐢=𝟏
Keterangan :
WTP
AWPi = Kesediaan membayar rata-rata, jumlah 1 sampai dengan 9
ni
= Banyaknya responden yang bersedia membayar AWPi
N
= Banyaknya orang yang diwawancarai sebagai sampel
= Kesediaan membayar total
(Sudinta dan Antara, 2008) 3.7. Definisi Operasional Konsep operasional adalah batasan atau pengertian dari istilah yang digunakan dalam penulisan ini yang bertujuan untuk memperjelas ruang lingkup penelitian. 1.
Valuasi adalah nilai atau proses untuk mengukur pemberian nilai ekonomi terhadap pemanfaatan jasa air oleh masyarakat untuk kebutuhan rumah tangga dan irigasi sawah.
44
2.
Jasa lingkungan air didefinisikan sebagai jasa yang diberikan oleh fungsi ekosistem Kawasan Hutan Produksi Bungi yang dimanfaatkan secara langsung oleh masyarakat dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga dan air irigasi sawah.
3.
Kawasan Hutan Produksi adalah kawasan hutan yang berada di Kelurahan Ngkari – Ngkari Kecamatan Bungi yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan.
4.
Willingness To Pay (WTP) adalah kesediaan individu untuk membayar jasa lingkungan atau sebagai penilaian terhadap sumberdaya air
5.
Nilai air adalah suatu penilaian atau upaya kuantifikasi air yang terdapat pada Kawasan Hutan Produksi Bungi Kecamatan Bungi dalam nilai uang, terlepas dari ada atau tidaknya nilai pasar dari barang dan jasa tersebut.
6.
Irigasi sawah adalah kegiatan yang berkaitan dengan usaha mendapatkan air untuk sawah.
7.
Biaya yang dikeluarkan Per Musim Tanam yaitu biaya pembelian benih, pembelian pupuk, sewah alat untuk mengelola sawah, upah gaji pekerja, dan lainnya (rancun tikus, obat somprot hama).
8.
Pendekatan nilai pasar atau produktifitas adalah valuasi yang dilakukan untuk memberikan nilai SDA sedapat mungkin menggunakan harga pasar sesungguhnya, dan kemudian menggunakan nilai pasar tersebut. Dengan mengetahui harga pasar dan kuantitas SDA, maka dapat diketahui nilai total dari SDA tersebut. Kuantitas SDA dipandang sebagai faktor produksi yaitu penggunaan air untuk Irigasi sawah.
45
9.
Nilai Ekonomi Total dimaksud merupakan nilai manfaat langsung yaitu nilai air berdasarkan penggunaan air rumah tangga dan irigasi sawah.
46
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.
Gambaran Umum Wilayah Penelitian
4.1.1. Letak dan Batas Wilayah Kelurahan Ngkari - Ngkari merupakan salah satu kelurahan yang berada di Kecamatan Bungi Kota BauBau yang memiliki iklim curah hujan terbanyak yaitu pada bulan Mei 321 mm dengan suhu rata rata 22,7 0C – 32,8 0C, kecepatan angin rata-rata 1,9 – 4,26 knots, tingkat kelembaban udara rata-rata 74 % - 87 % dengan ketinggian 36 mdpl. Luas wilayah Kelurahan Ngkari – Ngkari adalah 6,39 km2 dengan bentang wilayah dataran rendah dan sebagian besar kawasan merupakan kawasan pertanian. Kelurahan Ngkari - Ngkari memiliki 6 rukun warga dan 18 rukun tetangga. Secara administratif Kelurahan Ngkari - Ngkari dengan batas–batas wilayah sebagai berikut : 1) Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Kampeonaho 2) Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Liabuku 3) Sebelah barat berbatasan dengan Desa Kalia – Lia 4) Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Sorawolio 4.1.2. Keadaan Penduduk Penduduk merupakan suatu komponen yang sangat mempengaruhi pembangunan suatu wilayah. Perkembangan penduduk suatu wilayah dapat menjadi faktor pendorong ataupun penghambat pembangunan. Pesatnya
47
pertumbuhan penduduk secara alami banyak dipengaruhi oleh banyaknya peningkatan pasangan usia subur yang dari tahun ke tahun terus meningkat. Jumlah penduduk di Kelurahan Ngkari – Ngkari Kecamatan Bungi pada akhir Desember 2015 adalah sebanyak 2326 jiwa dari 606 KK (Kepala Keluarga) yang terdiri dari 1112 jiwa laki-laki dan 1214 jiwa perempuan. Sedangkan keadaan penduduk berdasarkan tingkat umur 0-14 tahun adalah 34 jiwa, umur 15-54 tahun adalah 1970 jiwa dan berdasarkan tingkat umur 55 tahun keatas adalah 322 jiwa (BPS : BauBau dalam angka, 2014). Berdasarkan Soeharjo dan Patong (1994) dalam Salmi (2012) Umur produktif berkisar antara 15 tahun – 54 tahun , diluar kisaran umur ini dianggap tidak produktif atau belum produktif. Penduduk Kelurahan Ngkari - Ngkari yang termasuk usia produktif sebanyak 1970 jiwa dari total penduduk, sedangkan penduduk yang termasuk dalam usia belum produktif dan tidak produktif yaitu penjumlahan dari kelompok umur 0 – 14 tahun dan umur 55 tahun keatas yang berjumlah 356 jiwa dari total jumlah penduduk Kelurahan Ngkari - Ngkari. Hal ini mengindikasikan bahwa penduduk Kelurahan Ngkari – Ngkari termasuk dalam kategori usia produktif yang ditandai dengan banyaknya usia produktif dibandingkan dengan usia belum produktif dan tidak produktif sehingga diharapkan bahwa semakin banyaknya usia penduduk yang termasuk dalam kategori produktif maka tingkat perhatian masyarakat terhadap pemanfaatan jasa lingkungan hidrologis yang dimanfaatkan secara langsung oleh masyarakat Kelurahan Ngkari – Ngkari dapat ditingkatkan.
48
4.1.3. Keadaan Penduduk berdasarkan Tingkat pendidikan Salah satu faktor yang mendukung suatu kelancaran pembangunan suatu daerah adalah dengan peningkatan pendidikan, masalah pendidikan hendaknya merata disuatu daerah sehingga tidak terjadi ketimpangan dari daerah-daerah lainnya. Tingkat pendidikan merupakan komponen yang menjadi salah satu faktor yang dapat mempengaruhi seseorang dalam berpikir dan bertindak untuk ikut berpartisipasi dalam suatu kegiatan. Salah satu indikator kemajuan suatu daerah dapat dilihat dari tingkat pendidikannya. Semakin besar jumlah (persentase) penduduk dengan pendidikan tinggi maka semakin cepat proses perubahan pembangunan dalam masyarakat. Oleh karena itu Tingkat pendidikan masyarakat yang ada di Kelurahan Ngkari – Ngkari di klasifikasi berdasarkan tingkat pendidikan TK 43 orang, SD 270 orang, SMP 296 orang ,SMA 224 orang dan D3 sampai Sarjana S1 152 orang (BPS : BauBau dalam angka, 2014). 4.1.4. Keadaan Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Mata pencaharian atau sumber pendapatan yang terdapat di suatu daerah menggambarkan suatu keadaan sifat perekonomian dan besarnya lapangan kerja serta perkembangan ekonomi suatu wilayah. Masyarakat Kelurahan Ngkari Ngkari memiliki mata pencaharian sebagai petani, PNS, pedagang, nelayan dan tukang (BPS : BauBau dalam angka, 2014). Masyarakat Kelurahan Ngkari - Ngkari di dominasi oleh petani berkisar 356 jiwa dibandingkan PNS dan pedagang. Keadaan ini menunjukan bahwa bertani adalah sektor utama dalam sistem perekonomian masyarakat Kelurahan Ngkari –
49
Ngkari dan melalui pengamatan peneliti diketahui bahwa Kelurahan Ngkari – Ngkari adalah salah satu penghasil bahan pokok yaitu padi sawah. 4.2. Hasil dan Pembahasan 4.2.1 Penggunaan air untuk Kebutuhan Rumah Tangga ( makan, minum, mandi, mencuci) 4.2.1.1. Volume Air Untuk Kebutuhan Rumah Tangga Volume air merupakan indikator tingkat penggunaan air oleh masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari - hari. Jumlah penggunaan air masyarakat dalam kehidupan sehari - hari juga dipengaruhi oleh jumlah pengguna dalam satu keluarga semakin banyak jumlah anggota keluarga maka semakin tinggi pula tingkat kebutuhan air. Kebutuhan terhadap air untuk keperluan sehari - hari di lingkungan rumah tangga berbeda-beda di setiap tempat dan tingkatan kehidupan. Karena semakin tinggi taraf kehidupan seseorang semakin tinggi pula kebutuhan airnya dan semakin maju tingkat kebudayaan masyarakat maka penggunaan air rumah tangga makin meningkat. Penggunaan rumah tangga adalah air yang dipergunakan di tempat - tempat hunian pribadi atau rumah - rumah dan sebagainya untuk minum, mandi, penyiraman taman dan tujuan - tujuan lainnya. Kebutuhan air tidak selalu sama untuk setiap saat semua tergantung pada suatu aktivitas penggunaan air dalam keseharian oleh masyarakat. Kebutuhan air rumah tangga akan dipengaruhi juga oleh pola konsumsinya yaitu semakin banyak jumlah penduduk suatu wilayah maka penggunaan air semakin banyak.
50
Air merupakan kebutuhan dasar yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Air menjadi suatu prodak yang paling berpengaruh besar terhadap keberlangsungan hidup semua mahluk yang ada di bumi. Seiring dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk dan kegiatan pembangunan telah meningkatkan pula penggunaan terhadap sumber daya air. Hal inilah yang mendorong banyak kalangan untuk melakukan usaha konservasi sumber daya air agar ketersediaan air di alam dapat terus terpenuhi untuk kebutuhan semua mahluk hidup baik untuk masa sekarang dan waktu yang akan datang, selain itu masyarakat juga harus diberikan kesadaran dalam mengelolah sumber daya air dengan bijak. Jumlah penggunaan air merupakan banyak – sedikitnya tingkat pengeluaran air oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dalam sehari - hari. Air merupakan sumberdaya alam yang sangat penting bagi kehidupan manusia yang tidak dapat dipisahkan jika tidak ada air maka tidak ada pula kehidupan. Jumlah penggunaan air tiap tahunnya terus bertambah seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Berikut ini pengguna air untuk rumah tangga di sajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Volume Total Penggunaan Air Rumah Tangga Masyarakat Kelurahan Ngkari - Ngkari
No. 1. 2. 3.
Jenis Penggunaan
Masak/minum Mandi/toilet Mencuci Total
Sumber : Data Primer Di Olah Desember 2015
Penggunaan Air Rata-rata Total (m3/tahun) (m3/KK/tahun) (A) (A x 606 KK) 22 13.332 68,4 41.450 70 42.420 160,4 97.202
51
Berdasarkan Tabel 1, dapat dilihat bahwa secara keseluruhan masyarakat yang berada di Kelurahan Ngkari - Ngkari memanfaatkan Mata Air Kawasan Hutan Produksi untuk kebutuhan rumah tangga yaitu untuk keperluan masak/minum, mandi/toilet, dan mencuci. Total penggunaan air masyarakat Kelurahan Ngkari Ngkari setiap tahun adalah sebesar 97.202 m3 tahun-1 dengan rata-rata 160,4 m3 tahun-1. Penggunaan air tersebut terdiri dari beberapa kebutuhan rumah tangga seperti kebutuhan masak, minum, mandi, toilet dan mencuci. Volume penggunaan air untuk keperluan masak/minum m3 bulan-1 adalah sebesar 16,5 m3 bulan-1, kemudian volume pengunaan untuk mandi/toilet adalah sebesar 51,3 m3 bulan-1, dan yang terakhir volume penggunaan air untuk keperluan mencuci sebesar 52,5 m3 bulan-1. Jadi total volume kebutuhan air bersih rumah tangga masyarakat Kelurahan Ngkari - Ngkari adalah sebesar 120,3 m3 bulan-1 dengan rata - rata sebesar 13,36 m3 bulan-1. Volume total penggunaan air masyarakat Kelurahan Ngkari - Ngkari berdasarkan jumlah populasi adalah 97.202 m3/tahun dengan rata - rata penggunaan air adalah 160,4 m3/tahun. Sedangkan volume total penggunaan air berdasarkan jumlah jiwa adalah 226,091.852 m3/tahun. Menurut hasil penelitian tentang valuasi jasa lingkungan air pada Kawasan Hutan Lindung Watu Mate di Desa Waworaha Kecamatan Lasolo Kabupaten Konawe Utara (Miduanto, 2014) menghitung volume penggunaan air rumah tangga yaitu sebesar 7.203,6 m3/tahun dengan 500 jiwa. Hal ini diperkirakan bahwa semakin banyak jumlah penduduk di suatu wilayah tersebut maka kebutuhan air akan semakin meningkat.
52
4.2.1.2. Nilai Ekonomi Air Berdasarkan Kesediaan Membayar (Willingness To Pay) Masyarakat Kelurahan Ngkari - Ngkari Nilai ekonomi air adalah nilai ekonomi yang diperoleh dari masyarakat berdasarkan kesediaan membayar WTP. Perhitungan nilai ekonomi (valuasi ekonomi) sumber daya air merupakan nilai rupiah dari stok sumber daya air yang dimanfaatkan oleh masyarakat yang berada disekitar kawasan hutan sebagai kompensasi terhadap jasa lingkungan yang digunakan. Penentuan nilai ekonomi air pada mata air Kawasan Hutan Produksi sangat penting untuk dilakukan agar masyarakat Kelurahan Ngkari - Ngkari dapat mengetahui berapa nilai ekonomi air yang dihasilkan dari mata air yang selama ini digunakan sebagai sumber kebutuhan air bersih, juga dapat memberikan kesadaran masyarakat dalam menjaga dan melindungi keberadaan kawasan hutan produksi sebagai penyedia jasa lingkungan air yang akan memberikan manfaat secara berkelanjutan. Nilai air berdasarkan WTP (Willingness To Pay) merupakan nilai air berdasarkan kesediaan membayar jasa lingkungan air bersih oleh masyarakat Kelurahan Ngkari - Ngkari yang memanfaatkan jasa tersebut yang diperoleh melalui metode wawancara. Dari hasil penelitian diperoleh nilai air berdasarkan kesediaan membayar WTP (Willingness To Pay) masyarakat Kelurahan Ngkari Ngkari yang menggunakan mata air Hutan Produksi disajikan pada Tabel 2.
53
Tabel 2. Nilai air berdasarkan kesediaan membayar WTP No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Responden R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 R9 Total Rata-Rata
WTP Rp 10.000 Rp 10.000 Rp 7.000 Rp 7.000 Rp 10.000 Rp 5.000 Rp 10.000 Rp 5.000 Rp 5.000 Rp 69.000 Rp 7.667
Total (m3/tahun) 237,6 165,6 136,8 198 176,4 115,2 136,8 169,2 108 1443,6 160,4
Nilai Air Berdasarkan WTP Tahun (Rp) 2.376.000 1.656.000 957.600 1.386.000 1.764.000 576.000 1.368.000 846.000 540.000 11.469.600 1.274.400
Sumber : Data Primer Diolah Januari 2016 𝟗
𝐧𝐢 𝐖𝐓𝐏 = ∑ 𝐀𝐖𝐏𝐢 ( ) × 𝐏𝐨𝐩𝐮𝐥𝐚𝐬𝐢 𝐍 𝐢=𝟏
= 1.274.400 x 9 x 606 9 = Rp 772.286.400/tahun Dari hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 2. diperoleh rata - rata nilai WTP berdasarkan jumlah responden adalah Rp.7.667-/bulan, dengan nilai air WTP berdasarkan jumlah populasi adalah RP.772.286.400/tahun. Nilai tersebut diperoleh melalui kesediaan membayar Masyarakat Kelurahan Ngkari - Ngkari yang bervariasi mulai dari Rp.5000,-/bulan, kemudian Rp.7000,-/bulan dan Rp.10.000,-/bulan. Tinggi dan rendahnya kesediaan membayar nilai kompensasi jasa lingkungan hutan masyarakat Kelurahan Ngkari - Ngkari berdasarkan atas tingkat kebutuhan. Masyarakat yang Kebutuhan airnya lebih banyak memiliki tingkat kesediaan membayar lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat yang
54
kebutuhannya lebih sedikit. Beberapa komponen penting yang dapat mengukur tinggi dan rendahnya kesediaan membayar yaitu faktor ekonomi, faktor pendidikan, dan faktor kualitas. Faktor ekonomi dapat menunjang kesediaan membayar karena semakin tinggi tingkat kemampuan masyarakat maka penghargaan akan jasa air lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakan yang memiliki tingkat kemampuan ekonomi rendah. Faktor pendidikan menunjang kesediaan membayar karena semakin tinggi pendidikan maka pemahaman serta penilaian akan jasa yang digunakan lebih dapat dihargai keberadaannya dan bersedia melakukan pembayaran yang lebih tinggi. Faktor kualitas yaitu mencakup kualitas kejernihan dan kelayakan air untuk dikonsumsi yang apabila kualitas air baik, maka kesediaan membayar akan lebih tinggi. Menurut Pekerjaan Umum Kota Kendari tarif air bersih Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Kendari 2015 yaitu Rp.6500/m3. Jika dihitung nilai air berdasarkan volume Total Penggunaan Air masyarakat Kelurahan Ngkari – Ngkari dengan menggunakan tarif Harga Air PDAM yaitu sebagai berikut : NART
= Total Penggunaan Air (m3/thn) x Harga PDAM (Rp/m3) = 97.202 m3/tahun x Rp.6500/m3 = Rp.631.813.000/tahun Maka nilai ekonomi air yang harus dibayar oleh masyarakat Kelurahan
Ngkari – Ngkari yang menggunakan tarif PDAM sebesar Rp.631.813.000/tahun. Jika dibandingkan dengan hasil penelitian Kesediaan membayar (WTP) jasa lingkungan hutan produksi Kelurahan Ngkari – Ngkari, nilai ekonomi air yang dibayar oleh masyarakat sebesar Rp.772.286.400/tahun relatif lebih besar
55
dibandingkan dengan nilai air yang dibayar jika menggunakan tarif air PDAM Kota Kendari. Kesediaan membayar masyarakat menunjukkan bahwa masyarakat mempunyai tingkat kepedulian terhadap manfaat dan fungsi jasa lingkungan hutan sebagai penyedia kebutuhan air bersih. Hal ini terbukti dengan adanya kesediaan membayar masyarakat terhadap jasa lingkungan air hutan produksi dan ikut berpartisipasi dalam program pemeliharaan kawasan hutan ini maka dapat menjaga stabilitas pemanfaatan dengan fungsi kawasan yang tetap terjaga dan lestari. 4.2.1.3. Penggunaan Air Berdasarkan Biaya Pengganti Pembuatan Sumur Nilai air berdasarkan biaya pengganti adalah biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh air dari pembuatan sumur gali dan sumur bor. Berikut biaya pengganti untuk memperoleh air bersih dari pembuatan sumur kelurahan Ngkari - Ngkari disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Biaya Pengganti Pembuatan Sumur [
No
Sumur
1
Sumur Gali
Total Biaya Yang Di Keluarkan (Rp) 4.956.692
Nilai Air Berdasarkan Biaya Pengganti/tahun (Rp) 165.223
Nilai air Berdasarkan Jumlah Populasi/tahun (Rp) 100.125.138
2
Sumur Bor
3.227.907
161.395
97.805.370
Total
8.184.599
326.618
197.930.508
Sumber : Data Primer Diolah Januari 2016 Pada Tabel 3 diperoleh nilai air berdasarkan biaya pengganti pembuatan sumur untuk mendapatkan air bersih oleh masing-masing kepala keluarga. Pengguna sumur terbagi 2 (dua) yaitu sumur gali dengan jumlah pengguna 39 KK dan sumur bor dengan jumlah pengguna 9 KK, dengan total biaya pembuatan sumur
56
gali sebesar Rp.4.956.692/tahun diasumsikan selama 30 tahun, sehingga nilai air yang diperoleh sebesar Rp.165.223/tahun. Untuk total biaya pembuatan sumur bor sebesar Rp.3.227.907/tahun, di asumsikan selama 20 tahun, sehingga nilai air yang diperoleh sebesar Rp.161.395/tahun. Nilai air pengguna sumur gali berdasarkan jumlah populasi sebesar Rp.100.125.138/tahun. Untuk nilai air pengguna sumur bor berdasarkan jumlah populasi sebesar Rp.97.805.370/tahun, sehingga total nilai air rumah tangga berdasarkan biaya pengganti pembuatan sumur gali dan sumur bor sebesar Rp.197.930.508/tahun. Biaya pembuatan sumur setiap masyarakat Kelurahan Ngkari - Ngkari berbeda. Perbedaan biaya yang dikeluarkan setiap masyarakat dalam pembuatan sumur tergantung dari sumur itu sendiri, yaitu jumlah cincin sumur yang digunakan, upah tenaga kerja serta pembelian mesin pompa air serta pipa bagi masyarakat yang menggunakan mesin pompa air. Pada kedalaman sumur, jika sumur yang dibuat dalam maka sumur tersebut membutuhkan cincin yang banyak serta waktu yang cukup lama sehingga biaya yang dikeluarkan dalam pembuatan sumur untuk memperoleh air bersih tersebut akan membutuhkan biaya yang cukup besar. Sebaliknya, jika sumur yang dibuat tidak dalam maka jumlah cincin yang digunakan tidak banyak serta waktu yang tidak lama dalam pembuatan sumur tersebut, sehingga biaya yang dikeluarkan dalam pembuatan sumur tersebut menjadi lebih murah. Hal tersebutlah yang menjadi biaya pembuatan sumur setiap masyarakat berbeda.
57
4.2.1.4. Nilai Ekonomi Air Untuk Kebutuhan Rumah Tangga Nilai ekonomi air adalah nilai ekonomi yang diperoleh dari masyarakat berdasarkan kesediaan membayar WTP dan biaya pengganti pembuatan sumur. Nilai Air yang digunakan masyarakat merupakan suatu nilai terhadap kualitas air yang diberikan kepada penggunanya. Sedangkan air merupakan kebutuhan mendasar makhluk hidup untuk mempertahankan keberlangsungan hidupnya (Sumaryanto, 2006). Nilai air yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu penilaian atau upaya pemberian nilai valuasi air yang terdapat pada kawasan Hutan Produksi Kelurahan Ngkari - Ngkari Kecamatan Bungi Kota BauBau dalam nilai uang (rupiah), terlepas dari ada atau tidaknya nilai pasar dan jasa tersebut. Hasil penelitian Kelurahan Ngkari - Ngkari menyatakan bahwa nilai air yang digunakan masyarakat untuk kebutuhan rumah tangga dikelompokan kedalam 2 (dua) kategori meliputi : (1) kesediaam membayar WTP (2) biaya pengganti pembuatan sumur gali dan sumur bor. Berdasarkan kesediaan membayar WTP sebesar Rp.772.286.400/tahun, dan biaya pengganti pembuatan sumur gali dan sumur bor Rp.197.930.508/tahun. 4.2.2. Penggunaan Air untuk Kebutuhan Irigasi Sawah Air irigasi merupakan air yang diambil dari suatu sungai atau waduk melalui saluran irigasi yang disalurkan ke lahan pertanian guna menjaga keseimbangan air dan kepentingan pertanian. Air irigasi dapat berasal dari air hujan maupun air permukaan atau sungai (SNI,2002). Air irigasi di Kelurahan Ngkari – Ngkari merupakan kebutuhan air yang digunakan petani untuk pola tanam dengan luas
58
persawahan 456 Ha. Hasil penelitian ini melalui responden yaitu petani sawah dengan menggunakan metode sensus sebanyak 31 kepala keluarga. Air irigasi masih sering dianggap sebagai barang bebas bagi petani, sehingga dapat dimanfaatkan secara bebas tanpa ada yang menghalangi. Pandangan demikian justru menimbulkan masalah terhadap hasil produksi para petani. Karena dengan tidak adanya nilai air yang diberikan para petani terhadap jasa lingkungan air sehingga kerusakan irigasi tidak dapat di pertanggung jawabkan. Ini terjadi karena kurangnya kinerja dan kontribusi air untuk menjaga dan melestarikan irigasi sebagai sarana pengalokasian air untuk para Petani. Dengan memberikan nilai ekonomi air terhadap penggunaan jasa lingkungan air irigasi sawah, Pemerintah dan Petani dapat bekerja sama untuk mengelola dan menjaga kelestarian Daerah Aliran Sungai ( DAS ) karena air ini dapat memberikan kontribusi Pertanian yang tinggi bagi para Petani. 4.2.2.1. Metode Fungsi Produktifitas Metode Fungsi Produktivitas untuk mengetahui nilai ekonomi air yang digunakan. Dengan mengetahui keuntungan yang diterimah petani dalam memproduksi padi yang terlebih dahulu mengetahui total biaya yang dikeluarkan untuk mengelola sawah dan nilai yang diterima dari hasil produksi sawah. Selanjutnya untuk memberi nilai air yang digunakan yaitu berdasarkan rata - rata penggunaan air yang telah diketahui (m3/detik). Dari metode perhitungan Fungsi Produktifitas petani dapat mengetahui nilai ekonomi air yang mereka gunakan untuk sawah. Sehingga mereka dapat mempertahankan kelestarian jasa lingkungan
59
air hutan produksi karena jika air yang digunakan untuk megaliri irigasi sawah berlimpah maka dapat memberikan hasil produksi yang tinggi. Berdasarkan pengamatan dilapangan jumlah responden Petani Sawah yaitu sebanyak 31 (tiga puluh satu) Kepala Keluarga semuanya menanam padi. Selanjutnya untuk mengetahui biaya yang di keluarkan responden untuk mengolah sawah di sajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Total biaya yang di keluarkan responden untuk mengolah sawah No 1 2 3 4
Biaya Pengolahan lahan Pupuk Tenaga Kerja Peptisida Total
Jumlah (Rp) 47.420.000 49.580.000 40.100.000 8.915.000 146.015
Rata-rata (Rp) 1.529.677 1.599.354 1.293.548 287.580.645 292.003.224
Sumber : Data Primer Diolah Januari 2016
Dari hasil pengolahan sawah pada tabel 4 diatas di peroleh nilai total sebesar Rp. 292.003.224/Musim Tanam. Sedangkan untuk mengetahui keuntungan yang diterima petani atau dengan nilai kontribusi air yang digunakan petani untuk mengolah sawah di sajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Nilai Ekonomi Diterima, Biaya dan Keuntungan Diterima/ Kontribusi Air dalam Mengolah sawah Musim Tanam/tahun Jumlah Luas Luas Lahan Lahan (Ha) (Ha) 0,5 2 1 8 1,5 17 2 3 4 1 Total 31 Rata-rata
Hasil produksi Beras (Ton) 2 15.4 52.4 10.5 6 86.3
Sumber : Data Primer Diolah Januari 2016
Nilai Diterima (Rp/MT/thn)
Biaya Dikeluarkan (Rp/MT/thn)
28.500.000 155.800.000 505.400.000 153.900.000 114.000.000 957.600.000 30.890.322
6.237.000 29.344.000 70.722.000 22.950.000 10.912.000 140.165.000 4.521.451
Keuntungan Diterima/ Kontribusi Air (Rp/MT/thn) 22.263.000 129.803.000 428.828.000 130.950.000 103.088.000 814.932.000 26.288.129
60
Pada Tabel 5 di atas nilai produksi yang diterima Petani yaitu sebesar Rp.957.600.000/Musim Tanam/tahun, nilai tersebut diketahui berdasarkan rata rata
harga
produksi
yang
diterima
oleh
petani
yaitu
sebesar
Rp.30.890.322/Beras/Ton dikurang total biaya yang dikeluarkan Petani untuk memperoleh produksi sebanyak Rp.140.165.000/Musim Tanam/tahun. Sehingga menghasilkan keuntungan produksi yang diterima oleh Petani yang disebut Kontribusi Nilai Air yaitu sebesar Rp.814.932.000/Musim Tanam/tahun. 4.2.2.2. Nilai Air Irigasi Sawah Menghitung nilai air irigasi sawah Kelurahan Ngkari - Ngkari yaitu dihitung berdasarkan rata-rata aliran air irigasi yang digunakan untuk mengaliri sawah. Dari hasil penelitian, volume penggunaan air irigasi Rp.9.331.200 m3/detik/Ha, dan volume penggunaan air irigasi sawah berdasarkan jumlah responden secara keseluruhan adalah Rp.418.038 m3/detik/Ha, sedangkan nilai air irigasi sawah berdasarkan metode fungsi produktifitas Rp.5.833.560/tahun. Untuk mengetahui perbandingan debit air kelurahan Ngkari – Ngkari maka perlu dilakukan perbandingan antara debit air sumber primer dengan pengguna air irigasi. Menurut kepala bendungan kelurahan Ngkari – Ngkari debit air sumber primer yaitu 1,5 m3/detik, sedangkan pengguna air irigasi yaitu 0,6 m3/detik, sehingga hasil yang diperoleh dari perbandingan debit air Kelurahan Ngkari – Ngkari yaitu 2,5 kali lebih besar dibandingkan air yang masuk ke sawa. Setelah melakukan perbandingan ini, dari 2,5 debit air sudah cukup untuk mengalir ke sawah.
61
Penelitian yang dilakukan Syaukat dan Siwi (2009) tentang Estimasi Nilai Ekonomi Air Irigasi pada Usaha Tani di daerah Irigasi Van Der Wijce Kabupaten Sleman Yogyakarta dengan menggunakan pendekatan analisis untuk mengestimasi nilai ekonomi kontribusi air irigasi. Produktifitas antara Rp.172.637,00 hingga 1.388.742,00/Ha/Musim Tanam dan nilai air irigasi yang diberikan adalah Rp. 12 m3 hingga Rp. 28 m3. Berdasarkan hasil penelitian kepada Petani Kelurahan Ngkari - Ngkari mengatakan bahwa pemanenan padi dilakukan dua tahun sekali yaitu antara bulan 6 (enam) dan bulan 11 (sebelas). Pemilihan pola tanam yang selama ini dilakukan oleh petani disesuaikan dengan musim hujan dan musim kemarau, agar kebutuhan air yang diperlukan dapat tercukupi. Misalnya pada musim hujan air yang diperlukan dapat terpenuhi dengan curah hujan yang ada. Sedangkan pada musim kemarau air dapat terpenuhi dengan sistem irigasi. Kebutuhan air yang diperlukan bagi pertanian, di mulai dari masa pengolahan tanah sampai dengan masa pertumbuhan tanaman. Supriatno (2003) melakukan penelitian yang sama menyatakan bahwa masa pengolahan tanah, masa tanam dan masa pertumbuhan dari setiap pola tanam memberikan gambaran jumlah dan waktu keperluan air irigasi. 4.2.2.3. Nilai Ekonomi Total Air Berdasarkan Nilai Air untuk Kebutuhan Rumah Tangga dan Nilai Air Irigasi Sawah Nilai Ekonomi Total merupakan menghitung nilai ekonomi total air di kawasan Hutan dengan menjumlahkan nilai - nilai seperti nilai penggunaan langsung, nilai penggunaan tak langsung, nilai pilihan dan nilai warisan, dan nilai
62
keberadaannya dikurangi biaya - biaya operasional dan rata - rata biaya konservasi pemerintah yang dikeluarkan pertahun (Soemarno, 2010). Nilai ekonomi total air yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan nilai penggunaan langsung berupa jasa lingkungan air kawasan Hutan Produksi yang digunakan masyarakat Kelurahan Ngkari - Ngkari untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga dan irigasi sawah. Nilai Ekonomi Total air dapat diketahui dengan menggunakan rumus perhitungan Persamaan (4) berikut. NET = NART + NAIR NET = Rp.772.286.400/tahun + Rp.197.930.508/tahun + Rp.5.833.560/tahun = Rp.976.050.468/tahun Sehingga Nilai Ekonomi Total air yang digunakan masyarakat Kelurahan Ngkari – Ngkari yaitu Rp.976.050.468/tahun. Melihat Nilai Ekonomi Total yang dihasilkan kawasan hutan Ngkari – Ngkari yang cukup tinggi, diharapkan adanya pengelolaan secara terpadu agar fungsi hutan produksi sebagai penyedia Jasa Lingkungan Hidrologis tetap terjaga kelestariannya dan dimanfaatkan secara berkelanjutan. Nilai ekonomi ketersediaan air menjelaskan nilai dari harga yang dikeluarkan oleh masyarakat setiap bulannya pada saat menggunakan air dari kawasaan hutan produksi. Perhitungan nilai ekonomi ini menjumlahkan seluruh harga yang dikeluarkan baik untuk rumah tangga dan irigasi. Evaluasi ketersediaan air terhadap pemenuhan kebutuhan masyarakat diperlukan untuk menjelaskan jumlah air yang tersedia dan mampu memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap jumlah kebutuhan yang meningkat sejalan bertambahnya jumlah penduduk dan
63
perkembangan taraf manusia. Penduduk yang bertambah dengan cepat di sertai pola hidup yang menuntut penggunaan air yang relatif
banyak, dapat menambah
tekanan terhadap kuantitas air, sehingga akan menimbulkan permasalahan kekurangan air yang serius pada periode tertentu. Pada dasarnya hasil penelitian tersebut menunjukkan Nilai Ekonomi Total yang dihasilkan menggambarkan jasa lingkungan yang dihasilkan hutan memiliki nilai ekonomi yang sangat tinggi dan penting bagi kelangsungan hidup mahkluk hidup terutama bagi manusia sebagai pengguna jasa lingkungan paling besar. Sehingga diperlukan suatu pengelolaan lingkungan oleh berbagai pihak terkait terutama dari Pemerintah setempat dalam hal ini yaitu pemerintah Kelurahan Ngkari - Ngkari. Dengan adanya penelitian ini diharapkan adanya pengelolaan yang terpadu sehingga dapat meningkatkan kepedulian dan perhatian Pemerintah maupun masyarakat dalam pelaksanaan pengelolaan dan pemanfaatan jasa lingkungan agar fungsi - fungsi jasa lingkungan dari Hutan Produksi dapat memberikan manfaat secara berkelanjutan.
64
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1.
Volume penggunaan air untuk kebutuhan rumah tangga masyarakat Kelurahan Ngkari - Ngkari pengguna pipanisasi per KK yaitu sebesar 1.274.400 m3/tahun.
2.
Nilai ekonomi air WTP sebesar Rp.11.469.600./tahun, biaya pengganti pembuatan sumur sebesar Rp.8.184.599/tahun, dan irigasi sawah sebesar Rp.418.038 m3/detik/Ha.
3.
Total Nilai ekonomi air hutan produksi yang dimanfaatkan oleh masyarakat berdasarkan kesediaan membayar WTP sebesar Rp.772.286.400/tahun, pembuataan sumur sebesar Rp.197.930.508/tahun dan irigasi sawah sebesar Rp.5.833.560/tahun, sehingga masyarakat kelurahan Ngkari - Ngkari kecamatan Bungi kota BauBau memanfaatkan jasa lingkungan air hutan produksi yaitu sebesar Rp. 976.050.468/tahun.
5.2. Saran Perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang valuasi jasa lingkungan hidrologis hutan yang berkaitan dengan ketersediaan air pada musim Hujan dan Musim Kemarau.
65
DAFTAR PUSTAKA Adhiyul. 2008. Komersialisasi Sumberdaya Air di Sektor Kehutanan Melalui Pemanfaatan Jasa Lingkungan http://adhiyul.wordpress.com/2008/03/14/ komersialisasi-sumberdaya-air-di-sektor-kehutanan-melalui-pemanfaatanjasa-lingkungan/. Diakses pada hari Selasa, tanggal 14 Mei 2013, pada pukul 19.30 Wita, Kendari). Arief, A. 2001. Hutan dan Kehutanan. Kanisius. Yogyakarta. Arief. A. 2003. Hutan: Hakikat dan Pengaruhnya Terhadap Lingkungan. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Arikunto, S., 2013. Cara Dahsyat Membuat Skripsi. Jaya Star Nine. Jawa Timur. Bioshop, J.T., 1999. Valuing Forests: A Review of Methods and Applications in Developing Countries. London: International Institute for Environment and Development. Badan Pusat Statistik, 2014, Kota BauBau Dalam Angka Tahun,(berbagai tahun penerbitan), BPS Kota BauBau. Brouwer, R and D. Pearce. 2005. Cost-Benefit Analysis and Water Resources Management. Edward Elgar Publishing Limited. Cheltenham. Darusman, D. dan Widada, 2004. Konservasi dalam Perspektif Ekonomi Pembangunan. Bogor. Direktorat Jenderal PHKA. Direktorat Bina Program Kehutanan. 1981. Kumpulan Surat Keputusan. Ginoga, K. 2007. Imbalan Jasa Lingkungan Hutan : dari inisiatif lokal ke Realisasi Nasional(http://www.dephut.go.id/informasi/mki/06IV/06IV/imbalan.htm) . [Diakses pada tanggal 10 April 2015]. Gustami dan Heru., W, 2002. Valuasi Ekonomi Biodiversity Kars: Studi Kasus Valuasi Kawasan Kars Maros Sulawesi Selatan. Universitas Hasanuddin. Makassar. Hatma dan Suryatmojo, 2005. Peran Hutan Sebagai Penyedia Jasa Lingkungan. Publikasi Penelitian Fakultas Kehutanan UGM. Yogyakarta. Isnin, M., Basri., H., dan Romano, 2012. Nilai Ekonomi Ketersediaan Hasil Air dari Sub Daerah Aliran Sungai (DAS) Krueng Jreu Kabupaten Aceh Besar. Fakultas Pertanian Unsyiah. Banda Aceh. Linsey Ray K, 1985. Teknik Sumber Daya Air Jilid I. Penerbit Erlangga. Jakarta
66
Manan, S., 2000. Pengaruh Hutan dan Managemen Daerah Aliran Sungai. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. McNeely, J.A. 1992. Ekonomi dan Keanekaragaman hayati. Mengembangkan dan Memanfaatkan Perangsang Ekonomi Untuk Melestarikan Sumberdaya hayati. Diterjemah Oleh yayasan Obor Indonesia, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta. 363 hal. Merryna, A. 2009. Analisis Willingness to Pay Masyarakat Terhadap Pembayaran Jasa Lingkungan Mata Air Cirahab. Skripsi. Fakultas Ekonomi Dan Manajemen. IPB. Nurfatriani, F. 2001. Konsep Nilai Ekonomi Total dan Metode Penilaiain Sumber Daya Hutan. Puslit Sosial Ekonomi dan Kebijakan Kehutanan. Hal 1-16. Nurfatriani, F. 2010. Konsep Nilai Ekonomi Total dan Metode Penilaian Sumberdaya Hutan. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi dan Kebijakan Kehutanan. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Petra. 2008. Syarat-syarat Air yang Layak untuk Dikonsumsi sebagai Air Minum. www.digilib.petra.ac.id. Peraturan Pemerintah Nomor 3 tahun 2008 tentang Tata Hutan dan Rencana Pengeolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan. Departemen Kehutanan. Jakarta. Pratiwi, I.W.S. Dharmawan, dan Kuntadi. 2012. Prosiding Workshop Penelitian dan Pengembangan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Jurnal Kementerian Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi (P3KR): Bogor, Indonesia. Raharjabayu, 2011. Teknik Irigasi dan Draenase. Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Andalas. Padang. https://raharjabayu.wordpress.com/2011/06/13/ Teknik – Irigasi – dan Draenase/ (Diakses pada Tanggal 20 Maret 2015) Rajasa, Sutan. 2002. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya : Karya Utama. Ramdan, H., Yusran, dan Darusman, D. 2003. Pengelolaan Sumber daya Alam dan Otonomi Daerah : Perspektif Kebijakan dan Valuasi Ekonomi. Alqaprint, Jatinangor, Bandung. Sanim, Bunasor. 2003. Ekonomi Sumberdaya Air dan Manajemen Pengembangan Sektor Air Bersih Bagi Kesejahteraan Publik. Bogor : Pusat Pengembangan Sumberdaya Regional dan Pemberdayaan Masyarat
67
Santoso, L., dan Robert, N. 2002. Indonesian Polex (Indopolex) http://www.cifor.cgiar.org/dock/_ref/polex/Indonesia (20september2006). Soemarno, 2010. Metode Valuasi ekonomi Sumberdaya Lahan Pertanian. Jurnal. PDIP PPS FPUB Simajuntak, M 2009. Kinerja Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada Soemarno, 2010. Metode Valuasi ekonomi Sumberdaya Lahan Pertanian. Jurnal. PDIP PPS FPUB SNI (Standar Nasional Indonesia), 2002. Penyusunan Neraca Sumber Daya bagian 1: Sumber Daya Air Spasial. BSN (Badan Standarisasi Nasional). Sumaryanto, 2006. Peningkatan Efisiensi Penggunaan Air Irigasi Melalui Penerapan Iuran Irigasi Berbasis Nilai Ekonomi Irigasi. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor. Spurr, S.H. and V.B. Burton. 1973. Forest Ecology. Second Edition. The Ronald Press Company, New York. Suprayitno, 2008. Teknik Pemanfaatan Jasa Lingkungan dan Wisata Alam. Pusat Diklat Kehutanan. Departemen Kehutanan. Bogor. Sudinta, Made dan M. Antara., 2008. Nilai Sosial, Ekonomi air di Kawasan Pura Titra Empul Desa Manu Kaya, Kabupaten Gianyar, Bali: Suatu Pendekatan Ekonomi Lingkungan. Sugiarto., et al. 2001. Teknik Sampling. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Suprapto. 2010. Komponen Penyusun Bioflok. online.com/showarticle. Diakses pada 9 Maret 2013.
www.agrina
Syaukat, Y., dan Siwi, N., A., A, 2009. Estimasi Nilai Ekonomi Air Irigasi pada Usia Tani Padi Sawah di Daerah Irigasi Vab Der Wijce Kabupaten Sleman Yograkarta. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia. Yogyakarta. Tampubolon, R. 2007. Pengaruh Kualitas Lingkungan Terhadap Biaya Eksternalitas Pengguna Air Citarum. Tesis Magister Sains, Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tampubolon, R. 2008. Studi Jasa Lingkungan Di Kawasan Danau Toba. ITTO. Japan. (http://www.forda-mof.org). [Diakses pada tanggal 23 Maret 2015] Undang-Undang Kehutanan, 1999. Undang-Undang Kehutanan No. 41 Tahun 1999. Departemen Kehutanan. Jakarta.
68
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999. 1999. Kehutanan. Departemen Kehutanan dan Perkebunan. Jakarta. Undang-Undang Kehutanan, 2004. Undang-Undang Kehutanan No. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. Departemen Kehutanan. Jakarta. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Udang-Undang Republik Indinesia Nomor 47 Tahun 2013 tentang Pedoman, Kriteria dan Standar Pemanfaatan Hutan di Wilayah Tertentu pada Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi. Departemen Kehutanan. Jakarta. Republik Indonesia, Undang-Undang No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria. Departemen Kehutanan. Jakarta. Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. Departemen Kehutanan. Jakarta. Wang, et al. (2009). “Utilisation of Potato Leaves and Organophilic Montmorillonite for the Preparation of Superabsorbent Composite under Microwave Irradiation”. Polymers & Polymer Composites, Vol. 17, No. 7, 2009. Wunder, Sven. 2005. Payment for Enviromental Services : Some Nuts and Bolts. Young, KS. (2011). “CBT-IA: The Treatment Model for Internet Addiction”. Journal of Cognitive Psychotherapy: An International Quarterl. 25(4) Zain, A.S. 1996. Hukum lingkungan Konservasi Hutan. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta. Zulkarnain, 2013. Analisis Penetapan Kriteria Kawasan hutan. Fakultas Pertanian Universitas Mulawarman. Indonesia.
69
69
Lampiran 1. Data dan Hasil Analisis 1. Penggunaan Air berdasarkan Kebutuhan Rumah Tangga Penggunaan m3/KK/hari Jumlah Volume Pengguna Air perhari (m3) Nama No Anggota Wadah Penampungan Wadah Masa/ Mandi Responden Mencuci Keluarga (m3) Minum /Toilet 1 R1 5 Bak/Gumbang/Baskom 1,67 0,08 0,3 0,28
Jumlah 0,66
2
R2
7
Drum/Bak/Ember
2,62
0,07
0,2
0,19
0,46
3
R3
5
Bak/Ember/Baskom
150
0,05
0,18
0,15
0,38
4
R4
5
Bak/Gumbang/Ember
1,36
0,08
0,23
0,24
0,55
5
R5
7
Bak/Gumbang/Ember
1,86
0,08
0,16
0,25
0,49
6
R6
4
Bak/Baskom/Gumbang
1,15
0,04
0,1
0,18
0,32
7
R7
6
Bak/Ember/Baskom
1,84
0,04
0,14
0,2
0,38
8
R8
4
Bak/Gumbang/Baskom
1,58
0,06
0,25
0,16
0,47
9
R9
4
Bak/Gumbang/Ember
1,23
0,05
0,15
0,1
0,3
Total
47
163,31
0,55
1,71
1,75
4,01
0,06
0,19
0,19
0,44
Rata-rata Sumber : Data Primer Diolah (2016) Keterangan : Berdasarkan Hasil Wawancara
Total Penggunaan Air Perhari :
Total penggunaan air untuk keperluan masak/minum = 0,55 m3/hari Total penggunaan air untuk keperluan mandi/toilet = 1,71 m3/hari Total penggunaan air untuk keperluan mencuci = 1,75 m3/hari
70
Total Penggunaan Air Per tahun (m3)
2.
TPA berdasarkan Jumlah Populasi (606 KK)
Penggunaan Air berdasarkan Jumlah Sampel (9 KK) No
Jenis Penggunaan
Total (m3/hari)
Rata-rata (m3/KK /hari)
Total (m3/bulan)
Rata-rata (m3/KK /bulan)
Total (m /tahun)
Rata-rata (m3/KK /tahun)
(m3/bulan)
(m3/tahun)
3
1.
Masak/minum
0,55
0,06
16,5
1,83
198
22
1108
13332
2.
Mandi/toilet
1,71
0,19
51,3
5,7
615,6
68,4
3454
41450
3.
Mencuci
1,75 4,01
0,19
52,5
5,83
630
70
3532
0,44
120,3
13,36
1443,6
160,4
8.094
42420 97.202
Total
Sumber : Data Primer Diolah (2016) Keterangan : Berdasarkan Hasil Wawancara
71
3. Kesediaan Membayar (WTP)
No
Nama Responden
Jumlah Anggota Keluarga (Jiwa)
WTP (Rp-1 m3 bulan -1
1
R1
5
Rp 10.000
2
R2
7
Rp 10.000
3
R3
5
Rp 7.000
4
R4
5
Rp 7.000
5
R5
7
Rp 10.000
6
R6
4
Rp 5.000
7
R7
6
Rp 10.000
8
R8
4
Rp 5.000
9
R9
4
Rp 5.000
Total
Rp 69.000
Rata-rata
Rp 7.667
Sumber : Data Primer Diolah (2016) Keterangan : Berdasarkan Hasil Wawancara
72
4. Nilai Air (m3) Berdasarkan Kesediaan Membayar (WTP)
1
Nama Responden R1
Total (m3/tahun) 237,6
Nilai Air Berdasarkan WTP tahun (Rp) 2376000
2
R2
165,6
1656000
3
R3
136,8
957600
4
R4
198
1386000
5
R5
176,4
1764000
6
R6
115,2
576000
7
R7
136,8
1368000
8
R8
169,2
846000
9
R9
108
540000
Total
1443,6
11.469.600
Rata-rata
160,4
1.274.400
No
Sumber : Data Primer Diolah (2016) Keterangan : Berdasarkan Hasil Wawancara 𝟗
𝐧𝐢 𝐖𝐓𝐏 = ∑ 𝐀𝐖𝐏𝐢 ( ) × 𝐏𝐨𝐩𝐮𝐥𝐚𝐬𝐢 𝐍 𝐢=𝟏
= 1.274.400 x 9 x 606 9 = 772.286.400/tahun
73
5. Nilai Air Bersih Berdasarkan biaya Pengganti Pembuatan Sumur Rata – Rata Penggunaan Sumur Gali dan Sumur Bor Bahan/Alat No Sumur Gali/tahun Sumur Bor/tahun 1
Mesin Air
500.000
500.000
2
Katrol
38.462
-
3
Semen
243.077
-
4
Cincin Sumur
2.984.615
-
5
Pipa Air
148.462
240
6
Tenaga Kerja
506.410
2.444.444
7
Listrik
145.923
161.000
8
Perawatan
389.744
122.222
Jumlah
4.956.692
3.227.907
Total
100.125.138
97.805.370
Sumber : Data Primer Diolah (2016) Keterangan : Berdasarkan Hasil Wawancara
74
6. Data Mentah Rata-rata Biaya Produksi Petani untuk Mengolah Sawah
No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
Nama
I Wayan Wendra Nengah Budiasa I Ketut Mester I Made Lempod I Made Darma I Gede Jenar Dana I Made Darnayasa I Gede Suastika I Made Jingga I Bagus Putu Tirta Inyi Suremere Ny Suidana Md Aryana Ka Ardika Kadek Tirta Kasta I Gede Siarka I Md Suparta I Putu Sedana Kadek Artana Ketut Sabiasa Nyoman Mentog Nyoman Artana
Luas Lahan (ha)
Jenis Tanaman
0,5 2 1,5 1,5 1 4 1,5 1 1,5 1,5 0,8 1,5 2 1,5 1,5 1 1,5 1,5 2 1 1,5 1 1
Padi Padi Padi Padi Padi Padi Padi Padi Padi Padi Padi Padi Padi Padi Padi Padi Padi Padi Padi Padi Padi Padi Padi
Biaya Pengolahan Lahan (Rp) Traktor (Rp/Ha) 700.00 1.100.000 1.500.000 1.500.000 1.200.000 1.200.000 1.500.000 1.000.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 2.000.000 1.500.000 1.500.000 1.000.000 1.500.000 1.500.000 2.000.000 1.200.000 1.500.000 1.200.000 1.200.000
Alat Penyebar Benih 120.000 120.000 120.000 120.000 120.000 120.000 120.000 120.000 120.000 120.000 120.000 120.000 120.000 120.000 120.000 120.000 120.000 120.000 120.000 120.000 120.000 120.000 120.000
Total (Rp) 820.000 1.220.000 1.620.000 1.620.000 1.320.000 1.320.000 1.620.000 1120.000 1.620.000 1.620.000 1.620.000 1.620.000 2.120.000 1.620.000 1.620.000 1.120.000 1.620.000 1.620.000 2.120.000 1.320.000 1.620.000 1.320.000 1.320.000
Biaya yang dikeluarkan (Per Musim Tanam) Upah Biaya pembelian Pupuk (Rp) Tenaga Kerja(Rp) Pupuk Pupuk Total Total Upah Urea Phonska (Rp) Tenaga (Rp) (Rp) Kerja (Rp) 270.000 330.000 600.000 700.000 270.000 330.000 600.000 2.000.000 500.000 700.000 750.000 1.150.000 500.000 700.000 1.200.000 1.150.000 500.000 700.000 1.200.000 1.000.000 2.000.000 2.800.000 4.800.000 4.000.000 450.000 650.000 1.100.000 1.150.000 500.000 700.000 1.200.000 1.000.000 500.000 700.000 1.200.000 1.150.000 500.000 700.000 1.200.000 1.150.000 500.000 700.000 1.200.000 1.000.000 650.000 850.000 1.500.000 1.150.000 800.000 1.200.000 2.000.000 2.000.000 650.000 850.000 1.500.000 1.150.000 650.000 850.000 1.500.000 1.150.000 500.000 700.000 1.200.000 1.000.000 500.000 700.000 1.200.000 1.150.000 650.000 850.000 1.500.000 1.150.000 800.000 1.200.000 1.280.000 2.000.000 500.000 700.000 1.200.000 1.000.000 650.000 850.000 1.500.000 1.150.000 500.000 700.000 1.200.000 1.000.000 500.000 700.000 1.200.000 1.000.000
Biaya Lainnya (Rp) Racun Tikus (Rp) 5.000 20.000 15.000 15.000 10.000 40.000 15.000 10.000 15.000 15.000 10.000 15.000 20.000 15.000 15.000 10.000 15.000 15.000 20.000 10.000 15.000 10.000 10.000
Obat Hama (Rp) 94.000 3.76000 2.82000 2.82000 1.88000 7.52000 2.82000 1.88000 2.82000 2.82000 1.88000 2.82000 3.76000 2.82000 2.82000 1.88000 2.82000 2.82000 2.82000 1.88000 2.82000 1.88000 1.88000
Total (Rp) 99.000 3.96000 2.97000 2.97000 1.98000 7.92000 2.97000 1.98000 2.97000 2.97000 1.98000 2.97000 3.96000 2.97000 2.97000 1.98000 2.97000 2.97000 30.2000 1.98000 2.97000 1.98000 1.98000
Jumlah (Rp)
2.219.000 4.216.000 3.817.000 4.267.000 3.718.000 10.912.000 4.167.000 3.518.000 4.267.000 4.267.000 40.18000 4.567.000 6.516.000 4.567.000 4.567.000 3.518.000 4.267.000 4.567.000 5.702.000 3.718.000 4.567.000 3.718.000 3.718.000
75
24 25 26 27 28 29 30 31
I Made Teleng I Ketut Kisid I Putu Gita Ketut Wetrawan Nyoman Wintana I Made Jarum I Wayan Rasta I Made Sumadi Total Rata-rata
1 1,5 2 1,5 1 1,5 1,5 1,5 45,7
Padi Padi Padi Padi Padi Padi Padi Padi
1.200.000 1.500.000 2.000.000 1.500.000 1.200.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000
120.000 120.000 120.000 120.000 120.000 120.000 120.000 120.000
Sumber: Data Primer Diolah (2016) Keterangan : Asumsi Peneliti Berdasarkan Hasil Wawancara
1.320.000 1.620.000 2.120.000 1.620.000 1.320.000 1.620.000 1.620.000 1.620.000 47420000 1529677
500.000 650.000 800.000 650.000 500.000 650.000 650.000 6.50.000
700.000 850.000 1.200.000 850.000 700.000 850.000 850.000 850.000
1.200.000 1.500.000 2.000.000 1.500.000 1.200.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 43730000 1410645
1.000.000 1.150.000 2.000.000 1.150.000 1.000.000 1.150.000 1.150.000 1.150.000 40100000 1293548
10.000 15.000 20.000 15.000 10.000 15.000 15.000 15.000
1.88000 2.82000 3.76000 2.82000 1.88000 2.82000 2.82000 2.82000
1.98000 2.97000 3.96000 2.97000 1.98000 2.97000 2.97000 2.97000 8915000 287580
3.718.000 4.567.000 6.516.000 4.567.000 3.718.0000 4.567.000 4.567.000 4.567.000 140165000 4521451
76
7. Nilai Penerimaan, Biaya dan Keuntungan Diterima/Kontribusi Air Dalam Mengolah Sawah Dengan Harga Produksi Padi Luas Hasil Hasil Nilai yang Biaya Keuntungan yang No Nama Lahan Produksi Produksi Diterima Pengolahan Diterima/ (Ha) (Padi/ton) (Rp/Ton) (Rp) Sawah (Rp) Kontribusi Air (Rp) 1 I Wayan Wendra 0,5 1 1000 9.500.000 2.219.000 7.281.000 2
Nengah Budiasa
2
25
2500
47.500.000
4.216.000
43.284.000
3
I Ketut Mester
1,5
2
4000
38.000.000
3.817.000
34.183.000
4
I Made Lempod
1,5
1,5
3000
28.500.000
4.267.000
24.233.000
5
I Made Darma
1
1
2000
19.000.000
3.718.000
15.282.000
6
I Gede Jenar Dana
4
6
12000
114.000.000
10.912.000
103.088.000
7
I Made Darnayasa
1,5
2
4000
38.000.000
4.167.000
33.833.000
8
I Gede Suastika
1
1
2000
19.000.000
3.518.000
15.482.000
9
I Made Jingga
1,5
1,5
3000
28.500.000
4.267.000
24.233.000
10
I Bagus Putu Tirta
1,5
1,5
3000
28.500.000
4.267.000
24.233.000
11
Inyi Suremere
0,8
1
2000
19.000.000
4.018.000
14.982.000
12
Ny Suidana
1,5
1,2
2400
22.800.000
4.567.000
18.233.000
13
Md Aryana
2
2
4000
38.000.000
6.516.000
31.484.000
14
Ka Ardika
1,5
1,5
3000
28.500.000
4.567.000
23.933.000
15
Kadek Tirta
1,5
2
4000
38.000.000
4.567.000
33.433.000
16
Kasta
1
1
2000
19.000.000
3.518.000
15.482.000
17
I Gede Siarka
1,5
1,2
2400
22.800.000
4.267.000
18.533.000
18
I Md Suparta
1,5
1,2
2400
22.800.000
4.567.000
18.233.000
19
I Putu Sedana
2
1,6
3200
30.400.000
5.702.000
24.698.000
20
Kadek Artana
1
1
2000
19.000.000
3.718.000
15.282.000
21
Ketut Sabiasa
1,5
2
4000
38.000.000
4.567.000
33.433.000
22
Nyoman Mentog
1
1,2
2400
22.800.000
3.718.000
19.082.000
23
Nyoman Artana
1
1
2000
19.000.000
3.718.000
18.629.000
24
I Made Teleng
1
1
2000
19.000.000
3.718.000
15.282.000
25
I Ketut Kisid
1,5
1,5
3000
28.500.000
4.567.000
23.933.000
26
I Putu Gita
2
2
4000
38.000.000
6.516.000
31.484.000
27
Ketut Wetrawan
1,5
2
4000
38.000.000
4.567.000
33.433.000
28
Nyoman Wintana
1
1
2000
19.000.000
3.718.0000
15.282.000
29
I Made Jarum
1,5
1,5
3000
28.500.000
4.567.000
23.933.000
30
I Wayan Rasta
1,5
2
4000
38.000.000
4.567.000
33.433.000
77
31
I Made Sumadi
1,5
Total
45,7
2
Rata-rata Sumber : Data Primer Diolah (2016) Keterangan : Berdasarkan Hasil Wawancara
4000
38.000.000
10.417.000
27.583.000
957.600.000
140.165.000
814.932.000
30.890.322
4.521.451
26.288.129
78
8. Rata-rata Penggunaan Air Irigasi Sawah (m3)
1
I Wayan Wendra
2
Nengah Budiasa
2
2
43.284.000
0,6
18.662.400
231.932
3
I Ketut Mester
1,5
2
34.183.000
0,6
13.996.800
244.220
4
I Made Lempod
1,5
2
24.233.000
0,6
13.996.800
173.132
5
I Made Darma
1
2
15.282.000
0,6
9.331.200
163.774
6
I Gede Jenar Dana
4
2
103.088.000
0,6
37.324.800
276.192
7
I Made Darnayasa
1,5
2
33.833.000
0,6
13.996.800
241.719
8
I Gede Suastika
1
2
15.482.000
0,6
9.331.200
165.916
9
I Made Jingga
1,5
2
24.233.000
0,6
13.996.800
173.132
10
I Bagus Putu Tirta
1,5
2
24.233.000
0,6
13.996.800
173.132
11
Inyi Suremere
0,8
2
14.982.000
0,6
7.464.960
200.698
12
Ny Suidana
1,5
2
18.233.000
0,6
13.996.800
130.266
13
Md Aryana
2
2
31.484.000
0,6
18.662.400
168.702
14
Ka Ardika
1,5
2
23.933.000
0,6
13.996.800
170.989
15
Kadek Tirta
1,5
2
33.433.000
0,6
13.996.800
238.862
16
Kasta
1
2
15.482.000
0,6
9.331.200
165.916
17
I Gede Siarka
1,5
2
18.533.000
0,6
13.996.800
132.408
18
I Md Suparta
1,5
2
18.233.000
0,6
13.996.800
130.266
19
I Putu Sedana
2
2
24.698.000
0,6
13.996.800
176.454
20
Kadek Artana
1
2
15.282.000
0,6
9.331.200
163.774
21
Ketut Sabiasa
1,5
2
33.433.000
0,6
13.996.800
238.862
22
Nyoman Mentog
1
2
19.082.000
0,6
9.331.200
204.496
23
Nyoman Artana
1
2
18.629.000
0,6
9.331.200
199.642
24
I Made Teleng
1
2
15.282.000
0,6
9.331.200
163.774
25
I Ketut Kisid
1,5
2
23.933.000
0,6
13.996.800
170.989
26
I Putu Gita
2
2
31.484.000
0,6
18.662.400
168.702
27
Ketut Wetrawan
1,5
2
33.433.000
0,6
13.996.800
238.862
28
Nyoman Wintana
1
2
15.282.000
0,6
9.331.200
163.774
29
I Made Jarum
1,5
2
23.933.000
0,6
13.996.800
170.989
Nama
Keuntungan Yang Diterima (Rp) 7.281.000
Rata-rata Penggunaan Air (m3/detik) 0,6
Nilai Air (Rp/m3) 156.058
Luas Lahan (Ha) 0,5
No
Intensitas Tanam Musim 2
Volume Penggunaan Air Irigasi (m3/detik) 4.665.600
79
30
I Wayan Rasta
1,5
2
33.433.000
0,6
13.996.800
238.862
31
I Made Sumadi
1,5
2
27.583.000
0,6
13.996.800
197.066
Total Sumber : Data Primer Diolah (2016) Keterangan : Berdasarkan Hasil Wawancara
814.932.000
418.038
5.833.560
80
Rumus : 1.
Rumus Mengetahui Nilai Air Irigasi adalah sebagai berikut : NAIR= Keterangan : NAIR TNP BKR Xw
2.
= Nilai Air Irigasi (Rp/tahun) = Total Nilai Produksi (Rp/Musim Tanam/tahun) = Biaya yang dikeluarkan (Rp/Musim Tanam/tahun) = Volume Penggunaan Air Irigasi (m3/detik/Ha)
Rumus Volume Penggunaan Air Irigasi Sawah adalah sebagai berikut : Xw
=
Keterangan : = Volume Penggunaan Air Irigasi (m3/detik/Ha) = Rata-rata aliran air irigasi (m3/detik) = Jumlah hari dalam satu bulan = Jumlah bulan dalam Per Musim Tanam
Xw Xi H i
Dengan Perhitungan : Menghitung volume penggunaan air irigasi, sebagai berikut : Xw = Xw
=
Xw = Xw = 9.331.200 m3/detik
81
Kemudian di kalikan ke luas lahan masing-masing pemilik sawah yaitu sebagai berikut : = 0,5 Ha x 9.331.200 m3/detik = 4.665.600m3/detik/Ha 2. Nengah Budiasa = 2 Ha x 9.331.200 m3/detik = 18.662.400 m3/detik/Ha 3. Ketut Mester = 1,5 Ha x 9.331.200 m3/detik = 13.996.800m3/detik/Ha 4. I Made Lempod = 1,5 Ha x 9.331.200 m3/detik = 13.996.800 m3/detik/Ha 5. I Made Darma = 1 Ha x 9.331.200 m3/deti = 9.331.200 m3/detik/Ha 6. I Gede jenar Dana = 4 x 9.331.200 m3/detik/Ha = 37.324.800m3/detik/Ha 7. I Made Darnayasa = 1,5 Ha x 9.331.200 m3/detik = 13.996.800 m3/detik/Ha 8. I Gede Suastika = 1 Ha x 9.331.200 m3/detik = 9.331.200 m3/detik/ha 9. I Made Jingga = 1,5 Ha x 9.331.200 m3/detik = 13.996.800 m3/detik/Ha 10. Ida bagus Putu Tirta = 1,5 Ha x 9.331.200 m3/detik = 13.996.800 m3/detik/Ha 11. Inyi Suremare = 0,8 Ha x 9.331.200 m3/detik = 7.464.960 m3/detik/Ha 12. Ny Suidana = 1,5 Ha x 9.331.200 m3/detik = 13.996.800 m3/detik/Ha 13. Md Aryana = 2 Ha x 9.331.200 m3/detik = 18.662.400 m3/detik/Ha 14. Ka Ardika = 1,5 Ha x 9.331.200 m3/detik = 13.996.800 m3/detik/Ha 15. Kadek Tirta = 1,5 Ha x 9.331.200 m3/detik = 13.996.800 m3/detik/Ha 16. Kasta = 1 Ha x 9.331.200 m3/detik = 9.331.200 m3/detik/Ha 17. I Gede Siarka = 1,5 Ha x 9.331.200 m3/detik = 13.996.800 m3/detik/Ha 18. I Md Suparta = 1,5 Ha x 9.331.200 m3/detik = 13.996.800 m3/detik/Ha 19. I Putu Sedana = 1,5 Ha x 9.331.200 m3/detik 1.
I Wayan Wendra
82
= 13.996.800 m3/detik/Ha 20. Kadek Artana = 1 Ha x 9.331.200 m3/detik = 9.331.200 m3/detik/Ha 21. Ketut Sabiasa = 1,5 Ha x 9.331.200 m3/detik = 13.996.800 m3/detik/Ha 22. Nyoman Mentog = 1 Ha x 9.331.200 m3/detik = 9.331.200 m3/detik/Ha 23. Nyoman Artana = 1 Ha x 9.331.200 m3/detik = 9.331.200 m3/detik/Ha 24. I Made teleng = 1 Ha x 9.331.200 m3/detik = 9.331.200 m3/detik/Ha 25. I Ketut Kisid = 1,5 Ha x 9.331.200 m3/detik = 13.996.800 m3/detik/Ha 26. I Putu Gita = 2 Ha x 9.331.200 m3/detik = 18.662.400 m3/detik/Ha 27. Ketut Wetrawan = 1,5 Ha x 9.331.200 m3/detik = 13.996.800 m3/detik/Ha 28. Nyoman Wintana = 1 Ha x 9.331.200 m3/detik = 9.331.200 m3/detik/Ha 29. I Made Jarum = 1,5 Ha x 9.331.200 m3/detik = 13.996.800 m3/detik/Ha 30. I Wayan Rasta = 1,5 Ha x 9.331.200 m3/detik = 13.996.800 m3/detik/Ha 31. I Made Sumadi = 1,5 Ha x 9.331.200 m3/detik = 13.996.800m3/detik/Ha Sehingga, volume penggunaan air irigasi sawah secara keseluruhan adalah= 418.038m3/detik/Ha Mengitung nilai air irigasi, sebagai berkut : Nilai Air Irigasi = NAIR = NAIR
=
NAIR = Rp 5.833.560/tahun
83
8.
Nilai Ekonomi Total Air Hutan Produksi Ngkari - Ngkari Rumus Nilai Ekonomi Total NET
= NART + NAIR
Keterangan : NET NART NAIR
= Nilai ekonomi total (Rp/tahun) = Nilai air penggunaan rumah tangga (Rp/tahun) = Nilai air irigasi (Rp/tahun)
Dengan Perhitungan : NET = NART + NAIR = KRT WTP + KRT SUMUR + SAWAH NET = Rp.772.286.400/tahun+ Rp. 197.930.508/tahun + Rp. 5.833.560/tahun = Rp. 976.050.468/tahun
84
Lampiran 2. Peta Lokasi Penelitian
85
Lampiran 3. Dokumentasi Penelitian
Bendungan Air Bersih Kelurahan Ngkari – Ngkari
Saluran Irigasi Air yang di alirkan ke Sawah
Sawah yang Terletak di Kelurahan Ngkari - Ngkari
86
Mata Air Bersih Kelurahan Ngkari – Ngkari kawasan hutan produksi
Penampungan Air sementara Kelurahan Ngkari – Ngkari kawasan hutan produksi
87
Sumur Bor dan Sumur Gali
Wadah Penampungan Air yang digunakan masyarakat untuk Menampung Air
Wawancara Masyarakat sebagai pengguna air bersih dan irigasi sawah