Kawasan Budidaya Hutan Produksi Luas hutan produksi Bali adalah 8.626.36 ha (Sumber : Sub Balai Inventarisasi dan perpetaan hutan Singaraja, 1994) yang lokasinya tersebar di berbagai Kabupaten, kecuali Kabupaten Badung. Pengembangan hutan produksi di BaIi adalah untuk mendukung kegiatan industri kerajinan rakyat dengan tetap mempertahankan hutan produksi eksisting. Kendala bagi pengembangan kawasan budidaya hutan produksi di Bali adalah pengembangan kebutuhan kawasan lindung yang lebih diprioritaskan dari pada pengembangan sektor produksi hasil hutan. Dari 8.626,36 ha hutan produksi yang tercatat,7.539,7 ha berada di dalam kawasan yang akan ditetapkan sebagai Taman Nasional Bali Barat. Dengan demikian, hutan produksi yang akan dipertahankan keberadaannya adalah 1.086,66 ha, yang lebih sesuai untuk dibudidayakan sebagai hutan produksi terbatas, Pengembangan kawasan budidaya hutan produksi tanpa memperbesar konflik kepentingan dengan pemantapan kawasan lindung adalah melalui pemanfaatan kawasan penyangga (istilah menurut RUTR Bali yang lama dan selanjutnya istilah tersebut tidak dipakai lagr) sebagai areal pengembangan hutan produksi terbatas dan hutan rakyat' identifikasi kalvasan penyangga dilakukan berdasarkan hasil studi RLKT, 1994 (Hasil kerjasama Sub Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi dengan Bappeda Tk.I Bali, 1994). Kawasan penyangga yang dapat diarahkan untuk pengembangan hutan produksi terbatas dan hutan rakyat adalah kawasan penyangga di luar kawasan lindung yang telah diidentifikasi. Dari segi kesesuaian lahan, maka kawasan penyangga yang sesuai untuk pengembangan hutan produksi adalah lahan dengan ketinggian diatas 500 m dan kelerengan antara 15-40%. Disamping alternatif pengembangan hutan produksi di areal kawasan penyangga, pengembangan lain adalah pengemb angan kawas an hutan rakyat. Hutan rakyat sebagai salah satu komponen dari hutan produksi di Bali luasnya relatif kecil, namun diperlukan untuk menyediakan hasil htitan bagi keperluan pengrajin kayu pedesaan, dan kayu bakar. Oleh karena itu pengembangan hutan rakyat perlu ditingkatkan. Pengembangan hutan rakyat ini merupakan usaha untuk melaksanakan pembinaan dan rehabilitasi hutan rakyat serta peningkatan potensinya agar mampu nenciptakan pola perekonomian mandiri dengan kemampuan memberi nilai tambah untuk kesejahteraan masyarakat setempat, di samping peranannya untuk konservasi tanah dan air. 108
Kawasan Budidaya Pertanian Berdasarkan tinjauan rencana sektor pertanian, diketahui bahwa kebijaksanaan pokok pembangunan sektor pertanian untuk masa yang akan datang didasarkan pada penerapan sistem agribisnis terpadu yang
berkelanjutan dengan pemanfaatan secara optimal sumberdaya pertanian dalam suatu kawasan ekosistem, tidak hanya peningkatan produksi saja tetapi diperluas mencakup keseluruhan sub sistem dalam sistem agribisnis. Sub Kawasa.n
Pertanian Tanaman Pangan Lahan Basah
Sesuai dengan Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang di daerah yang dirumuskan oleh Tim Tata Ruang Nasional, yang disebut sebagai kawasan budidaya pertanian tanaman pangan lahan basah adalah kawasan yang diperuntukan bagi tanaman pangan lahan basah di mana pengairannya (irigasi) dapat diperoleh secara alamiah maupun teknis. Masalah utama dalam pengembangan lahan di sektor pertanian dalam arti luas yang dirumuskan oleh Dinas Pertanian Propinsi BaIi adalah:
r
berkurangnya lahan produktif baik lahan sawah maupun lahan kering untuk keperluan pembangunan sub sektor lainnya, dan
r
berkurangnya kualitas dan kuantitas sumberdaya tanah, air, dan hutan di Daerah Bali.
Jumlah total luas lahan untuk pertanian tanaman pangan lahan basah saat ini adalah seluas 91.371,08 Ha. Dari analisis kesesuaian lahan, sebagian besar lahan pertanian lahan basah di BaIi saat ini berlokasi di Iahan yang pada dasarnya kurang sesuai untuk tanaman pangan lahan basah. Berkembangnya budidaya tanaman pangan lahan basah di lahan yang kurang sesuai tersebut diatasi oleh pembangunan sarana irigasi yangmemadai sehingga kekurangan daya dukunglahan dari segi pengairan telah diatasi.
Dari hasil analisis kebutuhan beras pada bagian terdahulu, diketahui luas areal sawah yang harus dipertahankan agar swasembada beras tetap terjamin adaiah seluas 87.798,42 ha (jika menggunakan angka produktivitas 5,135 ton/ha) atau seluas 77.731,88 ha (jika angka produktifitas yang digunakan adalah 5,8 ton/kra).
Dari uraian di atas, disimpulkan bahwa pengembangan pertanian tanaman pangan lahan basah harus lebih diarahkan pada upaya 1.09
intensifikasi lahan. Sesuai dengan alternatif terpilih dalam upaya mempertahankan produksi beras (lihat Sub Bab 7 .2, Buku Fakta dan Analisis), langkah-langkah yang diprioritaskan dalam pengembangan pertanian tanaman pangan lahan basah : . pencegahan alih fungsi lahan sawah beririgasi o peningkatan prasarana irigasi pada lahan yang belum beririgasi . memacu tingkat produktifitas lahan sawah Sub Kuwasan Pertanian Tanarnan Lahan Kering Pada dasarnya semua lahan yang sesuai untuk tanaman lahan basah cukup sesuai untuktanaman lahan keringsehingga budidaya pertanian tanaman kering akan selalu direkomendasikan sebagai sektor kedua pada lahan-lahan yang ditetapkan sebagai pertanian tanaman pangan lahan basah. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa selama lahanlahan berpotensi untuk pengembangan pertanian tanaman pangan lahan basah belum dilenghapi dengan sistem irigasi yang memadai' lahan-lahan tersebut masih dapat dikembangkan sebagai pertanian tanaman pangan lahan kering.
Dari hasil analisis kesesuaian lahan, diketahui luas pertanian lahan kering eksisting yang lokasinya tidak sesuai adalah sekitar 49.384H.a terletak di Kabupaten Bangli dan Kabupaten Karangasem. Untuk perkembangan selanjutnya, kawasan pertanian lahan kering yang tidak sesuai tersebut dapat dirintis upaya melakukan penanaman kembali dengan sub jenis budidaya lahan pertanian yang relatiflebih sesuai. Sub Kawasan Budidaya' Perkebunan / Tanaman Tcthunan Penentuan kawasan perkebunan lebih ditekankan pada lahan-lahan yang diidentifikasikan sebagai lahan yang sesuai untuk pengembangan berbagai macam tanaman perkebunan dan bukan merupakan areal yang berhutan lebat. Di samping itu, lahan-lahan yang saat ini telah dipergunakan sebagai areal perkebunan dan telah berkembang baik tetap dipertahankan sebagai lahan perkebunan. Batas-batas penguasaan/
status perkebunan dapat dipergunakan sebagai batas penentuan kawasan budidaya setelah disesuaikan dengan batas-batas kesesuaian
lahan. Penggunaan lahan saat ini yang tidak sesuai untuk lahan perkebunan
adalah 22.39I Ha (Kabupaten Bangli dan Kabupaten Buleleng). Penggunaan lahan ini tidak dapat diteruskan pengembangannya dan 110
selanjutnya diarahkan untuk lahan pertanian non perkebunan dan atau perkebunan yang relatif lebih sesuai, berdasarkan analisis arahan vegetasi hasil Studi RLKT,1994.
Studi L-REP mengidentifrkasi kawasan lingkungan rawan erosi seluas 168.569 Ha. Penggunaan lahan paling dominan pada kawasan tersebut adalah sebagai kebun dan tegalan, dengan status kepemilikan perorangan. Pengembangan budidaya perkebunan dapat diarahkan pada kawasan ini dengan melakukan arahan vegetasi. Sub Kawasan Budidaya Perilzanan
Dari hasil analisis kesesuaian lahan, diketahui lahan di propinsi Bali hanya sebagian kecil yang sesuai untuk budidaya pertanian perikanan. Pengembangan budidaya perikanan darat yang dimungkinkan terutama pengembangan budidaya ikan air tawar: di sawah, di kolam air tenang, di kolam air deras, di saluran irigasi, dan budidaya air payau seperti yang sudah berjalan saat ini. Pengembangan kawasan perikanan di Bali terutama ditentukan oleh sistem saluran irigasi, yangterdapat di beberapawilayah Baii. Kebutuhan pengembangankawasan budidaya perikanan di Bali diidentifrkasihanya
untuk kebutuhan lokal. Dibandingkan dengan perkembangan budidaya perikanan darat, perkembangan budidaya perikanan laut saat ini jauh lebih produktif. Pengembangan penangkapan perikanan laut diarahkan pada penangkapan di wilayah perairan lepas pantai dat Zona Ekonomi Ekslusif. Sub Kawasan Budidayq. Peternakan Penentuan kawasan budidaya pertanian peternakan terutama diarahkan pada lahan-lahan yang diidentifikasikan sesuai untuk pengembangan peternakan yaitu pada daerah dataran dan sebagian kecil daerah terasteras di lembah sungai. Budidaya ini diprioritaskan di daerah yang
memiliki ketersediaan bahan makanan. Usaha peternakan yang
merupakan usaha sambilan dan cabang usaha tani akan tetap mengikuti perkebunan dan pertanian tanaman pangan karena mempunyai sifat komplementer.
Mengingat pengelolaan lahan di daerah Bali sangat intensif, maka dalam kaitannya dengan optimalisasi sumberdaya lahan, pengembangan
111
kawasan usaha peternakan dilakukan dengan memanfaatkan lahan peternakan yang sudah berjalan dan dengan memanfaatkan secara optimal lahan kritis, lahan perkebunan, dan lahan pertanian lainnya. Lahan kritis dapat dimanfaatkan dengan pengembangan rumput, leguminosa, semak dan pohon yang tahan lahan kering yang sesuai untuk makanan ternak. Limbah perkebunan dan pertanian lainnya dapat menjadi sumber makanan ternak, khususnya peternakan ruminansia (sapi, kerbau, dan kambing). Khusus untuk pengembangan bibit murni sapi Bali, daerah yang sesuai adalah Pulau Nusa Penida yang saat ini masih bebas dari penyakit menular. Upaya optimalisasi lahan-lahan pertanian yang tidak sesuai dan tidak optimal penggunaannya saat ini dikaitkan dengan strategi rencana sektoral pertanian, yang menekankan pengembangan komoditi wilayah. Keluaran dari analisis kesesuaian lahan yang telah dilakukan dalam studi RePPPToT dapat digunakan sebagai acuan dalam pengembangan lahan budidaya yang telah dinilai kesesuaiannya dengan daya dukung
lahannya.
Kawasan Budidaya Pariwisata Karakteristik utama dari kegiatan pariwisata adalah keterikatan dengan lokasi sumber dayanya yang dapat berupa keindahan alam, keindahan panorama, karakteristikkebudayaan masyarakat, dan bangunan budaya yang bernilai sejarah tinggi. Pengembangan lahan sekitarnya untuk
kepentingan sarana akomodasi pengunjung adalah mengikuti karakteristik obj eknya, oleh karena itu, dalam pengembangan kawasan budidaya pariwisata perlu diantisipasi pengaruhnya terhadap perubahan-perubahan guna lahan yang dapat terjadi di sekitarnya.
Propinsi Bali memiliki potensi kepariwisataannya dengan berbagai jenis objek wisata yang sangat bervariasi. Dalam laporan Bali Tourism S tudy - S CETO Sedes Scet-International, dikemukakan b ahwa cakupan asset kepariwisataan Bali meliputi objek alam (Natural Scenery), bangunan dan monumen budaya (Man-Made Monumen an Construction), dan kebudayaan (Balinese Culture). Maka sebagai wilayah yang kaya dengan objek wisata dan yang struktur ekonominya bergantung kepadakegiatanwisata baik domestikmaupun mancanegara menj adikan pengembangan kawasan budidaya pariwisata mendapat perhatian khusus sebagai kawasan budidaya yang diprioritaskan alokasinya. Pemerintah Daerah Propinsi Tingkat I Bali telah menetapkan wilayahwilayah yang ditetapkan sebagai Kawasan Pariwisata. SK Gubernur TI2
No. 528 telah menetapkan sebanyak 21 kawasan sebagai Kawasan Pariwisata dengan total luas lahan yang ditetapkan mencap ai 143.704 Ha atau + 25.5Vo dari luas Propinsi Bali. Luas tersebut adalah luas kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan pariwisata yang peruntukannya meliputi kawasan yang dapat dikembangkan sebagai sarana akomodasi atau fasiiitas penunjang pariwisata dan kawasan yang tidak dapat diganggu karena merupakan kawasan lindung atau kawasan pertanian. Dalam men)rusun pola pengembangan kawasan pariwisata, kegiatan analisis yang dilakukan adalah menjabarkan penetapan DTW (Daerah TujuanWisata) Bali - Lombokyangtermuat di dalam SNPPTRke daiam sub-sub DTW untuk lingkup Propinsi Bali. Di dalam sub-sub DTW tersebut mencakup satu atau lebih kawasan pariwisata yang akan dikembangkan. Selanjutnya di dalam sub-sub DTW ditentukan kawasankawasan sebagai pusat sub-DTW yang diharapkan dapat merangsang perkemb angan kawas an-kawas an pariwis ata di sekitarnya. Penentuan sub-sub DTW (Gambar iI.36) untuk beberapa kawasan pariwisata yang dilakukan berdasarkan faktor-faktor : o tingkat perkembangan kawasan pariwisata o distribusi obyek wisata o aksesibilitas antar obyek wisata o rute perjalanan wisata
Informasi tingkat perkembangan kawasan pariwisata dan distribusi obyek wisata diperoleh dari Diparda Tk. I, sedangkan aksesibilitas antar obyek diperoleh berdasarkan perhitungan skalatis pada peta distribusi obyek wisata. Adapun pembahasan rute perjalanan wisata diperoleh dari laporan Bali Tourism. Study - SCETO, yang telah dikembangkan Iebih lanjut berdasarkan obyek-obyek wisata utama (Gambar II.3Z). Pada setiap sub-DTW tersebut akan ditentukan suatu pusat berupa kawasan berfungsi sebagai penggerak pengembangan bagi kawasan pariwisata lainnya serta obyek-obyek wisata yang belum berkembang. Pusat sub-DTW akan ditetapkan pada kawasan pariwisata yang sudah berkembang atau kawasan pariwisata yang sedang berkembang dengan ciri-ciri sebagai berikut :
o
kawasan tersebut telah memiliki sarana./prasarana yang menunjang kegiatan pariwisata, termasuk kegiatan mendistribusikan wisatawan ke obyek-obyek wisata di dalam maupun di luar wilayahnya.
113
.
kawasan tersebut berpotensi untuk dikembangkan sebagai pusat pariwisata untuk sub-DTW yang bersangkutan, yaitu kawasan yang di dalamnya terdapat obyek-obyek wisata yang sudah berkembang serta popularitasnya sedang sampai tinggi.
Pengembangan obyek wisata meliputi dua aspek, yaitu pengembangan obyek di dalam kawasan pariwisata dan pengembangan obyek di luar kawasan pariwisata. Pada pengembangan obyek di iuar kawasan
pariwisata dapat disediakan berbagai jenis fasilitas sesuai dengan fungsi utama obyek dan dapat dilengkapi denganj asa pelayanan lainnya seperti rumah makan/restoran atau akomodasi setinggi-tingginya hotel kelas melati. Untuk fasilitas akomodasi ini jumlah kamar hotel dibatasi seminimal mungkin untuk mempertahankan fungsi utama obyek.
Dengan semakin meningkatnya kebutuhan jumlah hunian untuk wisatawan, maka dibutuhkan pula ketersediaan lahan untuk menampung sejumlah akomodasi dan fasilitas lain yang menyertainya. Perkiraan jumlah kamar untuk memenuhi wisatawan yang berkunjung ke Propinsi Bali dapat dihitung berdasarkan jumlah wisatawan yang memerlukan akomodasi, rata-rata lama tinggal, tingkat penghunian (occupancy rote) dantingkat penghunian ganda (double occupancy). Jika dilihat ketersediaan kamar yang ada sampai dengan tahun 1993, terdapat kekurangan (defisit) jumlah kamar untuk menampung para wisatawan. Dengan adanya sejumlah kekurangan kamar tersebut dan distribusi di tiap Tingkat II Propinsi Bali akan menjadi dasar bagi pengembangan kawasan pariwisat a.Tabel2.43 berikut ini memberikan alternatif kebutuhan lahan untuk akomodasi hunian yang dihitung berdasarkan kepadatan rendah hingga ke kepadatan tinggi dari berbagai studi/Iiteratur yang telah dilakukan untuk wilayah Propinsi Bali.
7r4
GAMBAR II.36 PENGELOMPOKAN DAERAII TUJUAN WISATA
F H
cn
116
fu
iiSiis
iii : ::
l I i io o
E! EiE!Ei Ei
fl
ii i:: t:!
TABEL2.43 KEBUTUHAN LAHAN AKOMODASI SEKTOR PARIWISATA PROPINSI BALISAMPAI DENGAN TAHUN 2O1O Wisatawan yang
Akomodasi
Kebutuhan Jumlah Akomodasi
',4emerlukan |1u nlan Wisman (i wa)
Kebuluhan Lahan Akomodasr
Hunian Kekurangan Akomodas
Tahun Wisnu (jiwa)
Wisman (kamar)
Wisnu (l(amar)
Jumlah
{Kama4
1992
1.230.888
485.400
22.820
4.999
27.a20
'1993
1.475.860
51
9.378
27.36?-
5.349
32.711
Alternatit I
(kama0
(ha)
6.148
Alternatil tl
Alternatif lll
(ha)
(ha)
32
26
205
154
123
394
315
'1995
1.951.825
594.636
36.1 86
6.1
25
42.310
15.747
525
2000
3.925.A17
834.008
72.743
8.590
81.373
54.810
1.827
1.370
1.096
2AO5
7.896.224
1.169.739
146.392
12.048
158.440
131.877
4.396
3.297
2.638
2010
15.882.119
1.640.619
254.447
16.898
311.344
284.741
9.493
7.120
5_696
Sumbet
:
Hasil Analisis Tim RTRWP Bali
Keterangan : Jumlah wisman yang memerlukan akomodasi sebesat 1AA % Jumlah wisnu yang memerlukan akomodasi sebesar 30 % Sediaan kamar tahun 1992 sebesar 26,544 kamar Sediaan kamat tahun 1993 sebesat 26.563 kamar - Alternatif | : 30 kamar/ha (Bali Tourism Studv, UNDP. 197 1 ) - Altematif ll ; 40 kamer,/ha (Altenatif Tim BTRWP Bali) - Alternatif lll : 5A kamar/ha (Profil Kaw. Panwisata, Dep. i'r.,
-
Pemilihan kepadatan akomodasi hunian (alternatif
I, II
dan III)
selanjutnya disesuaikan dengan kondisi dan situasi daerah yang akan dikembangkan. Pengembangan kawasan pariwisata yang berbatasan dengan kawasan lindung diharapkan berkepadatan rendah sampai sedang (alternatif I dan iI), sedangkan untuk kawasan lainnya dapat dipergunakan alternatif III (kepadatan tinggi).
Dalam kaitannya dengan usaha pemerataan pembangunan, maka diupayakan untuk mendistribusikan pembangunan akomodasi ini pada kawasan-kawasan pariwisata yang sedang dan belum berkembang. Kemudahan akses dengan pengembangan prasarana dan sarana transportasi, di samping pengembangan pada obyek-obyek wisata itu sendiri merupakan salah satu usaha untuk menarik investasi swasta di sektor pariwisata ini.
117
Kawasan Budidaya Pertambangan Potensi bahan Galian C di Bali belum tereksplorasi secara optimal. Wilayah Dati II yang memiliki potensi bahan Galian C adalah Kabupaten Karangasem bagian utara. Kegiatan yang berkaitan dengan budidaya pertambangan adalah kegiatan pengeboran air bawah tanah yang harus dilakukan secara hati-hati karena kandungan air bawah tanah selain sangat terbatas juga dipengaruhi oleh kondisi fisik alam yang mudah terkena intrusi air laut. Pembatasan pengembangan kawasan budidaya pertambangan di Bali disamping dibatasi oleh keperluan pengembangan kawasan lindung juga pertimbangan pengembangan kawasan pariwisata.
Kawasan Budidaya Perindustrian Pada analisis perekonomian wilayah telah dijelaskan bahwa komoditi wilayah di Bali yang cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya adaiah komoditi pertanian perkebunan dan perikanan. Selain itu, produksi keraiinan rakyat (industri kecil) juga mengalami peningkatan meskipun tidak sebesar komoditi pertanian. Untuk sumber daya mineral yang dapat menunjang industri besar, sampai saat ini belum terdapat kandungan mineral yangpotensial. Hasil analisis pererkenomian
tersebut menunjukkan pengembangan budidaya perindustrian di wilayah Bali lebih sesuai bila mengembangkan sistem zonasi industri. Dengan menentukanzona-zona aneka industri, maka potensi komoditi
wilayah yang bekembang dapat diantisipasi. Pembentukan zona aneka indutsri ini dapat mengikuti hatas-batas wilayah admintrasi wilayah dengan menggabungkan wilayah-wilayah yang memiliki potensi cukup tinggi. Jenis aneka industri yang dikembangkan disesuaikan dengan hasil analisis ekonomi sektor unggulan (industri) terdahulu, dimana terdapat enam kriteria utama yang menjadi pertimbangan, yaitu: ketersediaan bahan baku dan penguasaan teknoiogi dasar produksi, menunjang peningkatan ekspor, keterkaitan dengan industri besar/ menengah maupun dengan sektor ekonomi lain, bersifat padat karya, menunj ang pengembangan /pemerataan ekonomi wilayah, berkaitan dengan nilai-nilai budaya bangsa.
Untuk industri kecil dan kerajinan, penataannya dapat dilakukan dengan mengembangkan sentra-sentra industri kecil dan kerajinan
yang lokasinya langsung berada di kawasan permukiman. Hasil analisis
perekonomian menunjukkan, hampir semua wilayah Dati II memiliki potensi untuk mengembangkan industri kecil dan kerajinan umum, 118
dimana arahan jenis industri yang sesuai untuk dikembangkan disesuaikan dengan hasil analisis sektor unggulan (industri) pada bagian terdahulu.
Wilayah di bagian utara Bali, yaitu kawasan sekitar Gerokgak dan Seririt merupakan wilayah yang dapat dikedepankan sebagai alternatif zona aneka industri Bali dimasa yang akan datang, mengingat potensi bahan buah-buahan dan lainnya yang dimiliki, serta keberadaan Pelabuhan Celukan Bawang. Wilayahlain yangmemilikipotensi sebagai zona aneka industri adalah Kecamatan Negara di Kabupaten Jembarana, yang didukung oleh perkembangan komoditi perikanan dan pertanian. Penjabaran lebih lanjut yang berkaitan dengan pembangunan industri dalam suatu zona aneka industri harus mempertimbangkan aksesibilitas dan ketersediaan prasarana utama (jalan, air, energi, telekomunikasi). Pada prinsipnya, lokasi industri tersebut sedapat mungkin menghindari lahan-lahan subur yang sesuai untuk lahan pertanian termasuk lahanlahan yang memiliki potensi irigasi. Dari segi lingkungan juga harus dipertimbangkan dampak-dampak negatif yang mungkin ditimbulkan terhadap kawasan permukiman dan lingkungan di sekitarnya.
Kawasan Budidaya Permukiman Analisis kawasan budidaya permukiman menghasilkan keluaran berupa penentuan batas-batas kawasan permukiman dan upaya pemerataan penyeberan penduduk yang seimbang sesuai dengan daya dukung fisik dan perkembangan perekonomian. Sesuai skala perencanaan RTRWP Dati I, yang dimaksud. kawasan permukiman adalah pusat-pusat permukiman baik kota maupun desa. Bagi kotamadya,/kota administrastif batasnya ditetapkan sesuai batas administratif, sedangkan kota-kota yang berfungsi sebagai ibukota kabupaten /kecamatan dan telah memiliki RIIVRUTRK batasnya sesuai dengan batas pengembangan kota yang telah ditetapkan dalam rencananya. Untuk yang belum memiliki RIMUTRK batasnya ditetapkan sesuai kriteria penentuan batas wilayah kota yang diatur dalam Permendagri No. 7 Tahun 1986. Penentuan kawasan pedesaan didasarkan pada pengelompokkan bangunan tempat tinggal yang
dimukimi secara tetap ditambah dengan
kemungkinan
perkembangannya sampai 15 tahun mendatang sesuai dengan rencana pengembangan pusat-pusat pelayanan.
119
Pengembangan kawasan permukiman ini juga disesuaikan dengan hasil analisis sistem kota dan pusat-pusat pelayanan di Bali, dimana pengembangan permukiman baru mengacu pada wilayah di sekitar
pusat-pusat permukiman yang saat pusat pelayanan.
ini diidentifikasi telah menjadi
Berdasarkan hasil anaiisis (ependudukan, diperkirakan jumlah penduduk Propinsi BaIi mencapai 3.302.893 jiwa sampai akhir tahun rencana (tahun 2010) dengan kondisi persebaran antar daerah tingkat II dan antara perkotaan dan perdesaaan yang tidak merata. Upaya pemerataan dapat ditempuh dengan peningkatan jumlah fasilitas sosial ekonomi di tiap-tiap pusat pelayanan dan bentuk lain yang mengarah pada penciptaan kesempatan kerja di wilayah Dati II memiliki penduduk relatif j arang. 2.6.3 Pola Pusat-pusat Permukiman dan Sistem Kota-kota Struktur pusat-pusat permukiman (kota-kota) merupakan gambaran pola eksisting yang akan menjadi dasar bagi kepentingan pembentukan sistem perkotaan yang diinginkan dalam kaitannya dengan arahan peningkatan efisiensi perkembangan pembangunan kota.
Identifikasi Pusat-pusat Permukiman Penentuan kota beserta batas wilayahnya dilakukan berdasarkan hasil
penetapan dari beberapa Rencana Tata Ruang Kota (RUTR/IKK), klasifikasi kota hasil Sensus Penduduk Tahun 1990 dan hasii pengamatan lapangan. Dari hasil temuan dari ketiga informasi di atas terdapat beberapa ibukota kecamatan yang masih dalam kategori desa, sehingga dalam analisis lebih tepat apabila disebut pusat permukiman. Pengertian dari pusat permukiman pada studi ini adalah suatu area yang menjadi konsentrasi penduduk yang dicirikan dengan wilayah terbangun d.imana sebagian besar berfungsi sebagai permukiman (Tabel2.44).
120
TABEL 2.44 STATUS PUSAT.PUSAT PERMUKIMAN PROPINSI DATI t BALI KAB./KODYA
NO.
Jemorana
PUSAT.PUSAT PERMUKIMAN
.
Negara
' o Me,aya, o
Tabanan
2.
Mendoyo, Pekutatan
lKKab. lKKec.
Gilimanuk
o Tabanan
o
STATUS
lKKab.
Bajera, Sembung. Marga, Baturiti, Penebel, Pupuan
lKKec.
3.
Badung
o
Mengwi, Blahkiuh, Petang, Kuta
lKKec.
4
Denpasar
r
Denpasar
lKProp.
5
Gianyar
o o
Gianyar Sukawati, Blahbatuh, Ubud, Tegallalang, Payangan, Tampaksiring
lKKab.
Semarapura Sampalan, Banjarangkan, Dawan
lKKab. lKKec.
Bangli Susut. Tembuku, Kintamani
lKKab lKKec.
Klungkung
6.
r o
Bangli
7.
o
. r\arangaSem
8.
o Amlapura
. Buleleng
9.
o
o o
Rendang, Sidemen, Manggis, Abang, Bebandem, Selat, Kubu Singaraja Gerokgak, Seririt, Busungbiu, Banjar, Sawan Kubutambahan, Tejakula Pancasari
JUMLAH
Sumber
:
lKKec,
lKKab. lKKec. lKKab. lKKec.
1 ibukota proplnsi (lKProp) 7 ibukota kabupatem (lKKab) 38 ibukota kecamatan (lKKec) 2 kota yang trdak berstatus ibukota (-)
Fakta dan Anatisis RTRWp Balt
t2t
Ilirarki
Pusat-pusat Permukiman
Pusat-pusat permukiman yang berhirarki akan menunjukkan pola keruangan yang ditimbulkan oleh suatu wilayah agraris (non industri) dimana suatu pusat atau subpusat berfungsi sebagai koleksi - distribusi barang dan j asa terhadap daerah di sekitarnya atau sebagai hinterlandnya. Lebih lanjut pusat-pusat tersebut disehut dengan pusat pelayanan (service center) yang berjenjang berdasarkan wilayah pelayanannya. Penentuan Hirarki
B
erdasarlzan Jumlu'h Penduduk
Di dalam penentuan hierarki pusat-pusat permukiman dipergunakan kriteria jumlah penduduk dan kelengkapan fasilitas yang dimilikinya. Berdasarkan jumlah penduduknya, pusat permukiman terbagi atas : > 1.000.000 jiwa 1. Kota Metropolitan 500.000 s/d 1.000.000 jiwa 2. KotaBesar 100.000 s/d 500.000 jiwa 3. Kota Menengah 50.000 s/d 100.000 jiwa 4. Kota Kecil A 20.000 s/d 50.000 jiwa 5. Kota Kecil B 5.000 s1d 20.000 jiwa 6. Kota Desa < 5.000 jiwa 7. Desa Berdasarkan kriteria di atas, dari ke 48 pusat permukiman di Propinsi Bali dapat diklasifikasikan dalam sistem hierarki seperti yang terlihat pada Tabel 2.45 dan Gambar II.38.
TABEL 2.45 HIRARKI PUSAT'PUSAT PERMUKIMAN BERDASARKAN KRITERIA JUMLAH PENDUDUK TAHUN 1992 ORDE PUSAT
NO
PERIVUKII\4AN
JUl\4LAH PENDUDUK (JIWA)
PUSAT - PUSAT PERN,4UKI]\,'IAN
STATUS
Kota l\'lenengah
100.000
-
500.000
a
Denpasar. (digabung dengan Kuta)
lKProp
2
Kota Kecil A
50.000
-
100.000
a
Singaraja, Tabanan, Negara, Granyar
lKKab.
3
Kora Kecil B
-
50.000
O
Ubud, Am apura, Bangli, SemaraPura
lKKab.
a
Se at, Tejakula, Seririt
lKKec.
o a
26 lKKec.
lKKab
Gilimanuk
lKKec
O
Dawan, Tembuku, PuPuan, Baluruti
lKKec
a
Pancasafi
1
Kota Desa
4
t22
5.000
Desa
5
Sumber
20.000
:
Fakta dan Analisis RTRWP Balt
-
20.000
5.000
Sebagai ibukota Propinsi BaIi, pusat permukiman Denpasar masih dalam kategori kota menengah yang memiliki jumlah penduduk sebesar 364.461jiwa (jumlahpenduduk Kodya Denpasar digabung dengan Kuta karena secara frsik sudah menyatu/beraglomerasi) pada tahun 1992.
Bahkan untuk ibukota Kabupaten Klungkung, pusat permukiman
Semarapura termasuk kategori kota desa yang kedudukannya di bawah tiga kecamatan (Selat, Tejakula dan Seririt) yang masuk dalam kategori kota kecil B. Beberapa ibukota kecamatan (Dawan, Tembuku, Pupuan dan Beturiti) masih dalam kategori desa, demikian pula dengan pusat permukiman Pancasari.
GAMBAR II.3S
HIRARKI KOTA BERDASAIIKAN JUMI,AII PENDUDUK
.--../--" \ i
t!l
PenentLtan
,F1
i
r'--)
Hirarki Berclqsarkan Kelengkapan Fasilitas
Kota sebagai pusat permukiman memiliki fasilitas sosial ekonomi dan fungsi-fungsi perkotaan lainnya untuk mengakomodasikan kegiatan penduduknya. Keberadaan fasilitas minimum untuk ibukota kecamatan di Propinsi Bali adalah pasar, puskesmas, terminal dan koperasi. Diagram skalogram yang tersusun berdasarkan kelengkapan fasilitas di tiap pusat permukiman akan menunjukkan hirarki seperti yang dapat ditihat pada Tabel 2.47 dan Gambar II.39. L23
Dari hasil analisis hirarki kota dengan menggunakan skalogram Gutmann seperti yang clitunjukkan pada Tabel 2.47 di atas, jika dibandingkan dengan penentuan hirarki pada Rencana Induk Pengembangan wilayah Propinsi Bali terdahuiu dapat perbedaan kedudukan dari beberapa orde pusat-pusat permukiman sebagaimana Tabel 2.46.
GAMBAR II.39 HIRARKI KOTA BERDASARKAN JUMLAH FASILITAS
t24
TABEL 2,46 PERGESERAN HIRARKI PUSAT-PUSAT PEHMUKIMAN PROPINSI BALI BERDASARKAN HASIL REVISI RENCANA TAHUN 1989 PUSAT PERN,lUKIIMAN BERDASARKAN HASIL ANALISIS RENCANA TAHUN 1 989
PUSAT PERIVUKIMAN BERDASARKAN HASIL ANALISIS RTRW BALI'TAHUN 1994 (REVISI)
l
0enpasar
Denpasar (mencakup Kula)
2
Semarapura (Klungkung), Singaraja, Negara
Tabanan. Srngaraja Nega.a. Sema.apu'a
Tabanan, Gianyar, Banglr, Amlapura
Bangli, Amlapora, Gianyar, Ubud, Baturiti,
NO.
OBDE
ill
3
Gerokgak, 4
5
Sumber
:
G
jl
jmanuk, Bajera, Sukawali
Seririt, l\,4elaya, Kediri, [,4engwi, Kuta,
Man ggis, Kintamani, lMengwi, Blahbatuh, Seririt,
Sukawali. Ubud, Kinlamani, Dawan, Rendang.
Pupuan, Sampalan, Tampaksiring, Biahkiuh, Pekutatan, Penebel, Kubutambahan, Sawan, Pancasari, Tegallalang. dan Bebandem.
lbukota Kecamatan lainnva
lbukota Kecamatan lainnya.
Fakta dan Analisis RTRWP Bali.
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat pergeseran kedudukan pusat permukiman Tabanan menjadi orde II, Sukawati dan Ubud menjadi orde III, dan beberapa ibukota kecamatan lainnya yang bergeser menjadi orde IV. Hal ini menunjukkan perkembangan pusat-pusat permukiman selama kurun waktu 5 tahun, terutama untuk pusat-pusat permukiman yang mengalami pergeseran hirarki di atas mengindikasikan perkembangan yang cukup potensial. Sistem Kota-kota Penentuan sistem perwilayahan pusat pelayanan pada pengkajian ini didasarkan atas sistem yang telah dibentuk pada Rencana Induk Pengembangan Wilayah Bali terdahulu yang telah diperhitungkan secara kuantitatif berdasarkan pertimbangan jumlah penduduk, kelengkapan fasilitas dan jarak antar pusat permukiman. Pendekatan kuantitatif yang dipergunakan untuk menganalisis sistem perwilayahan ini berdasarkan metoda algoritma P-Median. Dengan merujuk pada penemuan pusat pelayanan pada rencana terdahulu telah ditentukan 4 pusat pelayanan (pertumbuhan) untuk Propinsi Bali yaitu Kota Singaraja untuk Wilayah Bali Utara, kota Negara untuk Wilayah Bali Barat, kota Denpasar untuk Wilayah Bali Tengah, dan kota Semarapura (Klungkung) untuk Wilayah Bali Timur. Pada perhitungan ini selanjutnya dipergunakan keempat pusat tersebut sebagai pusat pelayanan yang akan ditentukan wilayah pelayanannya (Tabel 2.48 dan Gambar II.40). L25
[c
TA3EL2.47 SKALOGRAM GUTMANN DENGAN INDEKS SENTRALITAS
TABEL 2.48 SISTEM KOTA PROPINSI BALI DENGAN 4 PUSAT PELAYANAN SUBPUSAT PELAYANAN
PELAYANAN
Serirll, Kintamanl, Tejakula, Kubutambahan, Banjar, Busungblu, Gerokgak, Pupuan, Sawan, Pancasari.
Amlapura, Bangli. Kubu, Selat, Sidemen, Bebandem, Fendang, N.4anggis. Dawan, Tembuku, Baniarangkan, Abang, Susrrt, Sampalan. Kab. Tabanan
Kab. Badung Kod. Denpasar Kab. Glanyar
Tabanan, Gianyar, Ubud, l\4engwi, Marga, Sukawati, Petang, Tampakslring, Blahbatuh, Tegallalang, Blahkiuh, Penebel, Sembunggede, Bajera, Baturiti, Payangan.
Mendoyo, f',4elaya, Gllimanuk, Pekutatan.
Sumber
:
Fakla dan Analisis BTBWP Bali
GAMBAR II.4O SISTEM KOTA
Strukturwilayahpelayanan sistem kota (Tabel 2.48) ditetapkan sebagai Satuan Wilayah Pelayanan (SWP), maka untuk Kec. Kintamani (Kab. Bangli) dan Kec. Pupuan (Kab. Tabanan) lebih berorientasi pada pusat pelayanan Singaraja. Untuk iebih jelasnya SWP yang terbentuk dari sistem pelayanan dapat dilihat kembali Gambar IL39 dan Tabel 2.49. L27
TABEL2.49 SATUAN WTLAYAH PELAYANAN (SWP) PROPTNSI BALI NO 1
SWP
Bali Utara
WILAYAH PELAYANAN
PUSAT PELAYANAN Singaraja
(Kabupaten/Kodya qan Kecamalan)
Kab. Buleleng (Seririt. Tejakula, Kubutambahan, Banjar, Busungbiu, Gerokgak, Sawan dan Pancasari) Kab. Tabanan (Pupuan) Kab. Bangli (Kintamani)
2
BaliTimur
Semarapura
Kab. Karangasem (Karangasem, Kubu, Selal, Sidemen, Bebandem, Fendang, N.4anggis, Abang) Kab. Bangli (Bangli, Tembuku, Susut) Kab. Klungkung (Klungkung, Dawan, Banjarangkan, Nusa Penida)
3
Kodya Denpasar
Bali Tengah (mencakup Kuta)
Kab. Tabanan (Tabanan, Kediri, lVarga, Penebel, Sembunggede, Bajera, Baturitl) Kab. Badung (Kuta, Mengwi, Petang, Abiansemal)
Kab. Glanyar (Gianyar, Ubud, Sukawati, Tampaksiring, Blahbatuh, Tegallalang, Payangan) 4
Bali Barat
Negara
Kab. Jembrana (Negara, Mendoyo, Melaya, Giiimanuk, Pekutatan)
Kecenderungan Perkembangan Pusat-pusat Permukjman Prediksi jumlah penduduk pada pusat-pusat permukiman dalam kajian ini akan memberikan gambaran pertumbuhan pusat-pusat permukiman yang kemungkinan akan bergeser kedudukannya dalam klasifikasi/ orde kota. Perhitungan menggunakan selang waktu 10 tahun (1982 1992) untuk memperkirakan tingkat pertumbuhannya. Untuk pusatpusat permukiman yang mengalami pemekaran/perubahan luas dalam waktu tersebut, digunakan data tahun 1988 sebagaijumlah penduduk tahun awal perhitungan. Dari hasil perhitungan yang telah dilakukan terlihat beberapa pusat permukiman yang mengalami pertumbuhan pesat, yaitu Tabanan (3,10 Vo), Kubutamb ahan (3, 40 Vo), Gilim anuk (2, 45 7o), Panc as ari (3,16 Vo) dan Pupuan (4,22Vo) relatif terhadap pusat utama Denpasar yang pertumbuhan penduduknya sebesar 2,30Vo. Di samping itu terdapat beberapa pusat permukimao yang relatif tidak berkembang (tingkat pertumbuhan negatif) yaitu Gianyar, Manggis, Abang, Melaya, Busungbiu, Payangan, Marga dan Penebel, sehingga dalam memperhitungkan proyeksi jumlah penduduk dipergunakan tingkat pertumbuhan \Vo sepanjang tahun perencanaan. Sebagai implikasi dari perkiraan jumlah penduduk sampai tahun 2010, beberapa pusat permukiman mengalami perubahan klasifikasi orde berdasarkan jumlah penduduk. Dengan mengasumsikan tidak terjadi perubahan batas-batas permukiman (pemekaran kota) yang telah 728
ditetapkan dari hasil identifikasi pada subbab sebelumnya, pergeseran orde pusat-pusat permukiman sampai akhir tahun perencanaan dapat dilihat pada Tabel 2.50. TABEL 2.50 PERGESERAN HIRARKI PUSAT-PUSAT PERMUKIMAN BERDASARKAN PROYEKSI JUMLAH PENDUDUK TAHUN 2O1O NO
KLASIFIKASI PUSAT PERMUKI]\4AN Kota l\,4elropoltan
JUN,4LAH PENDUDUK
PUSAT PERI\IUKIN,4AN
(JrwA)
>
STATUS
1.000.000
-
2
Kota Besar
1.000.000
O
Denpasar
lKProp
3
Kota N4enen9ah
100.000
-
500.000
a
Singaraja, Tabanan
lKKab.
4
Kota Kecil A
50.000
.
100.000
O
Glanyar, Negara
lKKab
5
Kota Keol B
20.000
-
50.000
a a
Amlapura, Bangli. Semarapura Sefirit. Ubud. Tejakula. Gerokgak,
lKKab.
Sukawatr, Sawan, Selat
lKKec.
a
27 lKKec. Gilimanuk, Pancasari
lKKec
O
a
Baturut
lKKec.
6
Kota Desa
500.000
5.000
-
20.000
5.000
Sumber
:
Fakta dan Analisis RTRWP Bali.
Pertumbuhan penduduk dan berkembangnya wilayah terbangun di sepanjang koridor Wilayah Bali Selatan merupakan pemacu terbentuknya Kota Metropolitan Denpasar di masa mendatang. Kecenderungan ini dapat dilihat fisik antara pusat permukiman Denpasar, Tabanan, Abiansemal, Sukawati dan kawasan pariwisata Nusa Dua. Aglomerasi dari beberapa pusat permukiman ini akan mengakibatkan mekanisme sistem kota-kota yang berjenjang tidak dapat berfungsi dengan baik, dalam skala kota maupun skala wilayah secara keseluruhan. Hal ini perlu untuk mendapat perhatian yang serius mengingat keterbatasan daya dukung fisik alami maupun binaan untuk mengakomodasi konsentrasi penduduk dan kegiatannya di Wilayah Bali bagian selatan.
2.7 PERMASAI.AIIAN TATA RUANG Permasalahan tata ruang yang dihadapi oleh Propinsi Bali adalah cerminan dari permasalahan umum pembangunan daerah yang dihadapi,
karena pelaksanaan fisik dari kegiatan-kegiatan pembangunan di, wujudkan dalam pemanfaatan ruang wilayah. Dari hasil kajian/analisis yang telah dilakukan, permasalahan tata ruang tersebut dapat dibedakan atas dua kelompok. Pertama adalah 129
permasalahan yang dipengaruhi oleh keberadaan wilayah lain (dan negara lain) di luar Bali. Permasalahan ini dikelompokkan sebagai permasalahan dalam lingkup antar wilayah. Kedua adalah permasalahan tiap-tiap aspek yang terkait dalam pembangunan d.aerah, seperti aspek kependudukan, ekonomi, fisik lingkungan, dan struktur tata ruang yang ditemui di dalam Wilayah Propinsi Dati I Bali.
2.7.1 Pennasalahan Propinsi Dati I Bali dalam Lingkup Antar Wilayah Permasalahan yang dihadapi BaIi dalam kaitannya dengan kepentingan antar wilayah adalah ;
o o
masalah keterbatasan lahan dalam rangka penanaman modaV investasi secara besar-besaran, khususnya investasi bagi kegiatan yang membutuhkan lahan dalam skala besar; masalah keterbatasan prasarana perhubungan darat khususnya prasarana antar wilayah propinsi baik kapasitasnya maupun sistem jaringannya;
o
masalah keterbatasan dan belum optimalnya penataan fungsi prasarana perhubungan laut untuk menunjang kemudahan pergerakan antar wilayah propinsi bahkan kadang-kadang antar negara, baik kondisi maupun kapasitasnya; dan
o
masalah keterbatasan kapasitas prasarana perhubungan udara untuk kemudahan pergerakan antar propinsi maupun antar negara.
2.7.2 Pewnasalahan Propinsi Dati I Bali dalam Lingkup fntra Wilayah Permasalahan intra wilayah adalah permasalahan-permasalahan setiap aspek perencanaan yang berkaitan dengan pengembangan wilayah yang terdapat atau dapat terjadi di Propinsi Bali. Rumusan permasalahan ini merupakan hasil rumusanhasil seluruh analisis yang telah ditakukan pada bagian terdahulu (lihat Laporan Fakta dan Analisis).
A. Kependudukan
Distribusi Penduduk Denganjumlahpendudukyang ada padatahun 1990 mencapai 2.661.104 5.632,86 km2, maka Pro-
jiwa sementara luas wilayah propinsi hanya 130
pinsi Bali merupakan propinsi yang mempunyai kepadatan rata-rata penduduk yang tinggi di Indonesia, yaitu 486 jiwa4rm2. Kepadatan penduduk ini terdistribusi secara tidak merata, dimana kepadatan penduduk di Kotamadya Denpasar adalah yang tertinSgi (2.704 jiwal kmz) dengan luas wilayah 2,2Vo dari luas Bali. Kepadatan terendah berada di Kabupaten Jembrana, yaitu sebesar 260 jiwa/km2 dengan luas wilayah 14,94% dari luas Wilayah Propinsi Bali.
Perkembangan Penduduk Tingginya laju pertumbuhan penduduk di Kodya Denpasar dan Kabupaten Badung disebabkan oleh tingginya angka migrasi masuk, baik dari kabupaten-kabupaten lainnya di Bali maupun dari luar Propinsi
Bali. Hal ini juga memberi indikasi terjadinya ketimpangan perkembangan antara Denpasar dan Badung dengan kabupaten-kabupaten lainnya di Bali.
Disisi lain, angka rata-rata laju pertumbuhan penduduk perkotaan 7 ,29Vo, sebaliknya penduduk pedesaan di Bali memiliki ratarata laju pertumbuhan negatif, yaitu -0,30Vo per tahun selama periode 1980-1990. Hal ini menandakan terjadi urbanisasi secara terus mencapai
menerus atau akibat ketidakseimbangan pembangunan antara daerah perkotaan dengan daerah pedesaan.
Pergerakan Penduduk Selama periode 7975 - 1980 dan periode 1985 - 1990 angka migrasi masuk ke Bali (37.200 orangperiode 1975 - 1980 dan 6.590 orangperiode 1985 - 1990) lebih besar daripada angka migrasi keluar yaitu sebesar 5.140 orang pada periode Ig75 - 1980 dan 5.610 orang pada periode 1985 - 1990. Angka tersebut memberikan dampak terhadap semakin membesarnya jumlah penduduk Bali dari tahun ke tahun.
Lapangan Kerja Pertumbuhan penduduk Bali mengalami laju pertumbuhan rata-rata I,05Vc pertahun. Sesuai dengan hasil prediksi maka pada akhir Repelita V (1993) jumlah penduduk Bali sebanyak 2.765.358 jiwa. Jumiah ini akan bertambah terus hingga berjumlah 3.302.899 orang pada tahun 2010. Sejalan dengan pertumbuhan penduduk ini maka disisi lain terdapat pula perkembangan tenaga kerja/angkatan kerja. Dalam periode tahun 1980 - 1992 jumlah angkatan kerja berkembang dari 964.608 orang menj adi L.227 .78I orang, atau mengalami kenaikan 131
rata-rata 2,77o/o per tahun. Dilain pihak kesempatan kerja mengalami peningkatan dari 947.383 orang menjadi I.093.272 orang atau mengalami kenaikan + 7,2BVo per tahun. Dengan demikian terdapat kesenjangan antara angkatan kerja dengan kesempatan kerja yaitu laju pertumbuhan angkatan kerja lebih besar dari pada laju pertumbuhan lapangan kerja. Pada tahun 1992 masih tercatat angka pengangguran terbuka 3,26Vo.
Menurut data-data sensus penduduk 1990 yang perlu mendapat perhatian adalah adanya pengangguran yang tersembunyi di seluruh s ektor p erekonomi an diman a t2 1 Vo dart an gkatan kerj a, b ekerj a kurang dari 25 jam per minggu. Sedangkan menurut Departemen Tenaga Kerja minimal 40 jam per minggu. Jadi pekerja-pekerja tersebut belum bekerja secara optimal.
B. Budaya Setempat
Nilai-nilai budaya setempat atau budaya daerah yang dapat dipergunakan sebagai landasan peraturan Tata Ruang, vaitu nilai kebersamaan, nilai kebenaran, dan nilai keseimbangan. Masalah budaya setempat yang akan disampaikan adalah masalah yang terkait langsung dengan ketiga nilai di atas. Masalah dalam Nilai Kebersamaan Konsep yang paling hakiki dalam budaya setempat yang mencerminkan kebersamaan, misalnya : Tat twum asi yang berarti Alzu Adalah Engkau. Dalam penyusunan peraturan Tata Ruang unsur keterpaduan dan kebersamaan seyogyanya menjadi salah satu landasan utama. Masalah yang ada ialah kurang dilibatkannya secara langsung sektor informal dan swasta dalam perencanaan pen)rusunan Tata Ruang, sehingga sebagian besar masyarakat tidak mengetahui terlebih dahulu bahwa kawasannya terkena peraturan Tata Ruang Wilayah Propinsi Dati I Bali. Mereka lebih banyak menerima dari pada ikut berperan pada saat perencanaan serta penJrusunan dari peraturan Tata Ruang tersebut, sehingga merasa kurang ikut bertanggung jawab.
Masalah dalam Nilai Kebenaran Salah satu nilai dalam budaya atau budaya daerah yang menyiratkan kebenaran, misalnya : Trilzaya Parisudha yaitu tiga sikap suci yang patut dilaksanakan yang terdiri dari manacilta berafti berpikir yang
r32
baik, uaciko. berarti berkata yang baik, dan hayiha berarti berkarya yang baik. Salah satu masalah yang ada terkait dengan nilai kebenaran, misalnya peraturan sering baik secara normatif, tetapi dalam aplikasinya tidakjarang terdapat penyimpangan atau pelanggaran yang sering tidak mendapat hukuman. Jadi ada masalah kurang sinkron dan konsistennya antara peraturan, pelaksanaannya, pengamanannya di lapangan. Misalnya jalur hijau sering dilanggar sebelum direvisi. Disamping itu izin membuat bangunan sering baru diurus setelah pembangunan dimulai, belum lagi masalah sempadan jalan, sempadan pantai, kebersihan lingkungan, dan ruang dimana boleh dan tidak boleh berjualan. Dalam rangka mendapatkan data yang akurat, masalah yang sering timbul adalah kurangnya penelitian lapangan, kurangnya wawancara dengan tokoh-tokoh terkait baik informal maupun formal, kurangnya kerjasama secara hoiistik, kurangnya keterpaduan dengan institusi terkait, dan kurang teruji dalam seminar yang melibatkan tokoh-tokoh terkait baik formal maupun informal. Dan juga masalah sering timbul karena kurang dilibatkannya secara langsung warga Lembaga Adat seperti Desa Adat dan Subak, yang merupakan pendukung utama kebudayaan daerah.
Masalah dalam Nilai Keseimbangan
Salah satu nilai keseimbangan yang terdapat dalam kebudayaan setempat atau kebudayaan daerah, misalnya : Tri Hita Karana yang mengandung makna tiga hubungan yang dapat mendatangkan kebahagiaan. Ketiga hubungan yang dimaksud adalah hubungan antara
manusia dengan Tuhan yang diwujudkan dengan tempat ibadah, hubungan antara manusia dengan manusia lainnya yang diwujudkan dengan pemukiman serta balai pertemuan, dan hubungan antara manusia dengan aiam lingkungannya yang diwujudkan dengan adanya kawasan terbuka,/hawasan lindung tempat hidupnya binatang dan tumbuh-tumbuhan. Masalah yang ada ialah kurang seimbangnya kawasan yang tersedia untuk ketiga nilai keseimbangan diatas yang dalam budaya setempat disebutParhyclngan, Pawongan, danPalemaharl. Sebagai contoh masalah terlalu dekatnya bangunan dengan tempat suci (misalnya Pura yang berkarakter Kahyangan Tiga, Dang Kahyangan, serta Kahyangan Jagat). Di samping itu luas hutan yang hanya berkisar 22,4Vc dari yang seharusnya sekitar 337o untuk daerah Bali, sebagai akibat dari adanya tumpang tindih pemanfaatan ruang antara 133
kawasan lindung dan kawasan budidaya juga merupakan masalah yang serius, di samping urbanisasi dan tidak meratanya penyebaran penduduk. Secara makro nilai keseimbangan mengandung makna keseimbangan antara kepentingan fisik dengan non frsik, kepentingan daerah dengan pusat, dan kepentingan nasional dengan internasional.
C. Ekonomi Angka PDRB per kapita pada tahun 1987 tercatat sebesar Rp . 467 .913,25 dan Rp. 67 0 .7 I 4,23 (199 2) m enunj ukkan terj adi p enin gkatan d ari t ahun ke tahun (1987 - 1992) dengan angka pertumbuhan rata-rata per tahun sebesar 7,47o/a, namun masalah kemiskinan, baik di perkotaan maupun. di perdesaan, masih tetap belum teratasi dengan baik.
Rata-rata laju pertumbuhan sektor-sektor ekonomi di seluruh Wilayah Dati II Bali masih jauh berada di bawah angka rata-rata laju pertumbuhan sektor yang sama untuk wilayah BaIi, kecuali Kabupaten Badung dan Kotamadya Denpasar. Ini berarti terjadi kesenjangan produktivitas sektor-sektor produksi di wilayah kabupaten.
Kontribusi sektor Pertanian masih dominan dalam struktur perekomian Wilayah Bali dibandingkan sektor Industri d.an Perdaganganl hoteVrestauran relatif, tetapi dilihat dari laju pertumbuhannya, kedua sektor tersebut mengalami peningkatan yang semakin nyata. Ini berarti, struktur perekonomian Wilayah Bali yang bersifat agraris/tradisionai akan mengalami pergeseran dalam beberapa Pelita mendatang.
Ditinjau per wilayah Dati II, terjadinya pemusatan kegiatan sektorsektor ekonomi di Kabupaten Badung dan Kotamadya Denpasar berdampak negatif terhadap pertumbuhan dan perkembangan perekonomian wilayah kabupaten lainnya. Hal ini terlihat dari ketimpangan yang terjadi dalam tingkat penyerapan tenaga kerja, aliran investasi (907r ditanamkan di Kabupaten Badung dan Kodya Denpasar), dan kesempatan dalam berusaha. Ketimpangan perkembangan ekonomi antar wilayah kabupaten Dati II tidak dapat dihindari sebagai akibat terjadi polarisasi kegiatan sektorsektor ekonomi di Kabupaten Badung dan Kotamadya Denpasar. Kabupaten Badung dan Kotamadya Denpasar yang merupakan wilayah maju dan terus menerus mengalami peningkatan ekonomi, sebaliknya wilayah kabupaten lainnya yang merupakan wilayah yang lamban berkembang (Jembrana) bisa bergeser ke arah kurang berkembang. Untuk wilayah yang kurang berkembang (Karangasem, Bangli, Klung134
kung, Buleleng, Gianyar, dan Tabanan) ketimpangan ini bahkan dapat semakin nyata bila tidak ada langkah intervensi dalam hal kebijaksanaan ekonomi.
D. Daya Dukung Fisik Lingkungan Penggunaan air tanah yang terus menerus mengalami peningkatan akan mengakibatkan perubahan kuantitas dan kualitas air tanah, penurunan muka tanah, serta intrusi air laut untuk wilayah yang berbatasan langsung dengan pantai, terutama untuk wilayah-wilayah yang peka terhadap pen)'usupan air laut (sistem lahan I{.IP) yaitu Wilayah Kotamadya Denpasar bagian selatan, Kuta dan Kecamatan Negara bagian selatan. Selain itu faktor lainnya adalah belum adanya ketentuan yang tc'gas tentang batas maksimal pengambilan air bawah tanah. Terdapatnya lingkungan rawan dan ralvan bencana secara tersebar di Wilayah Propinsi Bali akan menjadi faktor pembatas dalam pengembangan kawasan budidaya.
Terjadinya pencemaran air permukaan akibat limbah kegiatan industri dan penurunan kualitas air bawah tanah oieh intrusi air laut sebagai akibat dari kegiatan pengeboran air tanah yang tidak terkendali.
E. Permasalahan Struktur Tata Ruang Wilayah Kawasan Lindung Permasalahan pokok yang dihadapi dalam pemantapan kawasan lindung adalah terdapatnya kawasan budidaya di dalam kawasan yang diidentifrkasi memenuhi kriteria kawasan lindung. Dengan demikian, proses pemantapan kawasan terse.lgut harus ditunjang oleh kebijaksanaan lain agar konflik-konflik yang ditimbulkan dapat terselesaikan dengan tetap memprioritaskan fungsi lindung kawasan tersebut. Berdasarkan penelitian Sub Balai RLKT Bali, di dalam kawasan lindung terdapat lahan-lahan kritis yang memerlukan pengendalian agar tidak berkembang lebih luas (Gambar II.41). Penanganan masalah lahan kritis memerlukan biaya, tenaga, dan rvaktu yangbesar sehingga termasuk permasalahan pokok dari kawasan lindung. Secara lebih terinci permasalahan kawasan iindung akan diuraikan berikut ini. Kaw ctsan
y
ang memberikan Perlindungan Kaw qsan
Baw
ahannya
Di dalam kawasan yang diidentifrkasi sebagai Kawasan Hutan Lindung masih terdapat kegiatan budidaya, khususnya kegiatan permukiman 135
penduduk. Bila kegiatan budidaya tersebut dinilai mengganggu fungsi lindung maka kegiatan tersebut harus dihentikan. Penilaian terhadap
berbagai kegiatan ini akan memerlukan dasar penelitian yang iebih mendalam. Kq,w asan
Perlindungan
S etemp
at
Delineasi batas Kawasan Sempadan Pantai, Sempadan Sungai, Sekitar Mata Air, dan Sempadan Danau,/Waduk sesuai jarak sempadanlradius yang ditetapkan dalam Keppres No. 32190 menyebabkan berbagai kegiatan (kawasan terbangun) yang berada di sekitar objek perlindungan akan berada di dalam kawasan lindung. Beberapa dari kegiatan ini telah berstatus hak milik sehingga perubahan fungsi menjadi kawasan lindung harus dilakukan secara bertahap dan akan memerlukan alat/ perangkat lunak (peraturan/kebijaksanaan penunj ang) dalam pelaksanaannya. Ka wasan
Lindung Lainruya
Selain kawasan lindung berdasarkan Keppres No. 3211990, terdapat pula kawasan-kawasan lainnya yang perlu mendapat perlindungan sebagaimana halnya kawasan lindung tersebut, seperti kawasan kesucian pura dan kawasan perlindungan jurang' Pura-pura yang memiliki nilai kesucian dan nilai budaya tinggi dan perlu dilindungi diantaranya adalah Pura Dang Kahyangan dan Sad Kahyangan/Kahyangan Jagat. Penentuan radius kawasan sekitar Pura nang i
.
perkembangan kawasan budidaya di sekitarnya dan status tanahnya; tumpang tindih antar kriteria kawasan lindung; dan
o o lokasi beberapa pura yang berdekatan (tumpang tindih
radius
sempadan pura).
Di dalam kawasan yang diidentifikasi
sebagai jurang menurut
sK
Menteri Kehutanan No. 353/I{PTS-II/1986 dan SK Gubernur Dati I Bati No. 64/1989 terdapat kegiatan budidaya dan atau kawasan terbangun.
136
GAMBAR II.4T
anoflx5r oli t a^!r
LAHAN KRITIS
@l
onrrs
ffi
rnxlr
€
a^*."
.
rlwrser xuur
xrrrrs
"or,*r,..
1i7
"..o"u*^*
f
or*o^no
llil
oaxru
-.-.-
.ou,
a tA! sut
013
o. ' 4n,-,vu,..!,
Q!
;+#",. .T:: !!!I
ffi-
H -l
t-,.!;..;*ji;!
i:;\:i,
Kawasan Budidaya Masalah utama dalam pemanfaatan ruang kawasan budidaya di Propinsi Bali adalah berkurangnya lahan pertanian dan hutan produksi akibat pengembangan lahan untukkepentingan kawasan hutan lindung dan pengembangan kawasan budidaya lain, khususnya pariwisata dan permukiman. Berkurangnya lahan kawasan budidaya pertanian di BaIi diidentifikasi merupakan faktor utama yang mempengaruhi penurunan sumbangan sektor pertanian dalam arti luas terhadap perekonomian Bali. Jika dilihat Pola Dasar pembangunan Daerah Bali, telah digariskan bahwaprioritas pembangunan daerah Bali dititikberatkan pada sektor pertanian, sektor ildustri, dan sub sektor pariwisata, delgap demikian dapat diperkirakan bahwa konflik pemanfaatan ruang akan berkisar pada ketiga sektor prioritas tersebut. Permasalahan pokok dari masingmasing sub kawasan budidaya akan diuraikan berikut ini. Kawasan Budidaya Hutan Produksi Kawasan hutan produksi yang terdapat di Bali saat ini mencakup luas Iahan sebesar 8.626,36 Ha, terbagi atas hutan produksi tetap dan
terbatas. Kawasan ini memiliki kendaia untuk dikembangkan lebih Ianjut, dalam arti perluasan arealnya. Kendala utama berkaitan dengan adanya prioritas bagi pemantapan kawasan hutan lindung yang berbatasan langsung dengan kawasan hutan produksi. Selain itu, peningkatan kebutuhan lahan budidaya lain seperti lahan pertanian juga memiliki prioritas yang lebih tinggi untuk dikembangkan. Kaw asan B udiday a Pertanian
Seperti telah dijelaskan di atas, masalah utama kawasan budidaya pertanian di BaIi adalah terjadinya penyusutan lahan pertanian (khususnya pertanian lahan basah) yang mencapai 0,99Va per tahun. Proyeksi dari angka tersebut akan menyebabkan Bali akan kehilangan + 15.015 Ha lahan pertanian dalam 15 tahun mendatang. konsekwensi logis dari hal tersebut, swasembada pangan (beras) tidak dapat dipertahankan. Permasalahan budidaya pertanian perkebunan berdasarkan hasil analisis kesesuaian lahan adalah terdapatnya pertanian perkebunan seluas 22.39\ Ha yang berlokasi pada lahan yang tidak sesuai untuk perkebunan. Jepis komoditi perkebunan yang terdapat pada lahan tersebutjuga tidak sesuai berdasarkan arahan vegetasi pada kawasan 138
penyangga menurut studi RLKT tahun 1994. Lahan-lahan tersebut sebagian besar terdapat di Kabupaten Buleleng dan Bangli. pertanian perkebunan juga memiliki permasalahan dalam pengembangannya, karena beberapa lahan pertanian perkebunan berdekatan dengan lahan-lahan kritis (lihat kembali Gambar II.41, peta Lahan l(ritis).
Permasalahan budidaya peternakan terutama berkaitan dengan masalah lingkungan. Budidaya peternakan di Bali umumnya adalah peternakan rakyatlkecil dan berlokasi di sekitar kawasan permukiman dimana penanganan limbah atau kotorannya belum dilakukan dengan baik, sehingga menimbuikan pencemaran lingkungan. Budidaya perikanan tidak memiliki permas alahan yang khusus kecuali lokasi TPI (Tempat Pelelangan Ikan) yang harus mempertimbangkan kawasan permukiman dan kawasan pariwisata di sekitarnya. Kaw
cL
s
an
B udiday a P ariw
is
at a
Berdasarkan hasil perhitungan kebutuhan akomodasi bagi wisatawan
ternyata masih terdapat kekurangan sejumlah kamar dari jumlah kamar yang tersedia. Hal ini mengakibatkan pembangunan sejumlah fasilitas akomodasi hunian akan terus berlanjut untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Kecenderungan penambahan fasilitas akomod.asi
yang terkonsentrasi pada kawasan pariwisata yang sudah berkembang seperti kawasan Sanur di Kotamadya Denpasar dan kawasan Kuta d.i kabupaten Denpasar dikhawatirkan akan mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan karena keterbatasan lahan serta sarana dan prasarana yang tersedia.
Mengingat berbagai keterbatasan daya dukung fisik wilayah propinsi Bali terutama pada aspek ketersediaan lahan, maka perkembangan sektor pariwisata yang berkaitan langsung dengan pemanfaatan lahan merupakan masalah pokok yang mendapat prioritas utama dalam penanganannya. Hasil identifikasi permasalahan yang telah dan yang akan timbul dapat diuraikan sebagai berikut :
o kurang berkembangnya
kawasan-kawasan pariwisata yang berada di luar Kabupaten Badung dan Kotamadya Denpasar.
o kurang
siapnya Rencana Detail rata Ruang Kawasan pariwisata yang berfungsi sebagai landasan pemanfaatan ruang pada 2l kawasan pariwisata yang telah ditetapkan;
o
penetrasi penggunaan lahan untuk akomodasi pariwisata d.engan 139
berbagai aktivitas pendukung yang senantiasa menyertainya akan mengkonversi lahan-lahan pertanian di sekitarnya; benturan kepentingan antara kegiatan pariwisata pantai, pertanian/ perikanan dan transportasi laut pada suatu kawasan pantai ter-
tentu; kerusakan lingkungan yang disebabkan karena pembangunan kepariwisataan yang dapat terjadi adalah : penurunan kualitas tanah dan air, polusi visual, kemacetan, polusi penggunaan lahan (pembangunan pita sepanjang pantai), dan kerusakan ekologi (flora dan fauna/satwa liar). Kaw
as
an
B udiday a P e rindustrian
Berdasarkan fakta dan analisis potensi wilayah yang telah dilakukan,
produksi dan produktifrtas komoditi wilayah (khususnya komoditi pertanian) di beberapa wilayah Dati II terus menunjukkan grafrk kenaikan. Potensi wilayah ini memeriukan perhatian khusus dalam arahan pemanfaatan ruang sehingga pengembangannya dapat lebih terarah. Pendekatan melalui pembentuk an zona-zona industri dirasakan perlu segera dilakukan agar arahan lokasi dan pengawasannya dapat terkendali. Pembentukan zona-zona industri juga diharapkan akan dapat menjawab kebutuhan pengembangan aneka industri pengolahan yang berkaitan dengan potensi komoditi tersebut. Kaw asan Budidaya Pertamb angan
Potensi pertambangan di Bali terutama adalah bahan galian C (pasir dan batu) yang terdapat di Bali bagian Timur yang berasal dari letusan Gunung Agung. Saat ini, sebagian besar kandungan deposit yang ada
belum dieksplorasi, terutama yang berada di Kecamatan Kubu dan Abang, Kabupaten Karangasem. Pengembangan sebagai kawasan pertambangan di wilayah tersebut menghadapi kendala akibat kondisi fisik tanahnya yang termasuk rawan bencana longstlr dan berada dalam radius daerah bahaya gunung berapi. Permasalahan lain yang menyangkut budidaya pertambangan adalah masalah kelestarian iingkungan. Beberapa lokasi bekas penambangan galian C telah merubah bentukpermukaan tanah sehinggamenimbulkan genangan air dan menurunkan kualitas lingkungan. Untuk mengatasi hal ini, perlu dipertimbangkan adanya kewajiban reklamasi bekas galian dalam mengeluarkan ijin kegiatan pertambangan. 140
Kaw
a s an
B udiday a P er mulzimctn,
Budidaya permukiman dibedakan atas permukiman perkotaan dan pedesaan. Kedua jenis permukiman tersebut memiliki permasalahan yang berbeda sesuai karakteristik lokasinya. Dari hasil analisis kesesuaian fisik lahan, di Bari terdapat permukiman pedesaan yang berlokasi pada lahan yang tidak sesuai secara fisik.
Kriteria fisik yang tidak terpenuhi antara lain adalah kemiringan
lereng, ketersediaan sumber air, dan potensi baqiir atau genangan air. Permasalahan lain dari pemukiman pedesaan adalah masih teidapatnya desa tertinggal, paling dominan di wilayah Bali rimur (Kabupaten Karangasem, Bangli, dan Klungkung), yang berkaitan dengan kondisi
perekonomian dan ketersediaan pelayanan sarana prasarana (infrastruktur). Gambar IL42 menunjukkan sebaran Desa Tertinggal di Propinsi Bali.
untuk permukiman perkotaan, permasalahan yang menonjor adalah masalah Kawasan cepat Berkembang (KCB), khususnya yang terdapat di Kotamadya Denpasar dan sekitarnya. Gambar II.43 menunjukkan sebaran lokasi KCB di Propinsi Bali. Identifikasi terhadap kawasan cepat berkembang dan kawasan yang memiliki desa tertinggal merupakan hasil studi masing-masing dari Bagian proyek penataan Ruang Propinsi (PRP) Bali tahun 1994 dan Dinas Pu propinsi Dati I Bali tahun 1993.
selain permasalahan-permasalahan di atas, permukiman perkotaan maupun pedesaan juga memiliki konflik dengan kawasan lindung. Beberapa lokasi permukiman pendud.uk atdentinkasi berada dalamkawasan yang dinilai memenuhi kriteria kawasan lindrrng, seperti : kawasan hutan lindung, kawasan perlindungan setempat, elin kawasan kesucian pura. Sarana dan Prasarana Wilayah Transportasi Gambaran analisis daya dukung prasarana transportasi daram kaitannya dengan daya dukungwilayah menimbulkan interaksi antar sektor,
sehingga muncul berbagai permasalahan pada sektor transportasi. Berikut ini akan diuraikan permasalahan-permasalahan pokok tiap sub sistem transportasi di Bali.
s
747
( H
t9
It. GAMBAR
II.42
DESA TERTINGGAL TAIIUN 1993
GAMBAR II.43
INDIKASI KAWASAN CEPAT BERKEMBANG ffiCB) rfimn ra*rslN.tPAr
|r
0rR
ft-m
iAwA'ats 5.oad6
i-t
x^w^saN
rAHid
0EA
'.&
.
Transportasi Darat
terlihat Dalam keterkaitan dan hubungan antar dan inter wilayah, (Gilijalan Utara Bali jaiingan antara adanya kesenjangan sistem Selatan (Gili ,rrurrok _ serliit - singaraja - Karangasem) dengan Bali - Klungkung Gianyar manuk - Negara - fubuna" - Badung Denpasar jalan serta jalan, panjang dan - Karangas"*) fuik dari status, fungsi dari dip_erjelas ini guo-"tr"ir. dan beban lalu lintasnya. Ketimpangan jalan selatan jaringan di BaIi isp"k pelayanan jalan dimana sistem (Base year) kondisi malet sudah tampak sejak awal tahun perencanaan 2010)' dan perkiraan sampai dengan akhir tahun perencanaan(tahun menunjukkanjaringanjalanyangpalingkritisdengantingkatpelayanan dari Tabanan sampai E_F (Macet) aJaiahluas jalan Bali Selatan muiai dengan Angantelu Klungkung. permasalahan ini timbul sebagai hasil dari besarnya tarikan perjalan(Trip Generation) yang un trrip Atraction) dan bangkitan perjalanan Denpasar, Gianyar Kodya Badung, II diakibatkan oleh kota-kota di oati dan Klungkung.
Sistemterminaluntukmenampungpergerakanawaldanberakhirnya g sebanyak 14 buah tersebar di Dati II. Secara umum hampir f "riuru"u" s"lrrrur, terminal tersebut dari aspek luas minimal tidak memenuhi petrytratun standar apalagi hal ini dikaitkan dengan pertumbuhan propinsi' Dari segi fungsi i"no-pung dan kendaiaanlntar kota dalamterlihat jumlah penurnpang ierminal angkutan penumpang antar propinsi bahkan cenkonstan dan kendaraan di terminal Ban'rasri relatip ini diJ"totg menurun dalam 2 tahun terakhir, kemungkinal hal terbatas' yang dilalui sebabfan lingkup pelayanan dan kota-kota kwandibandingk* a""gu" jalur Bali selatan secara kwalitatif dan dan pelayanan lingkup titatif meningkat nyata pertahunnya, dengan kota-kota yang dilalui lebih banyak' perUntuk prasalana angkutan sungai, danau, dan penyeberangan' penyemasalahan utama telah terlampauinya kapasitas dermaga sub sistem berangan Gilimanuk dan Padang Bai yang merupakankedua d.arat (Jawa - Bali - Nusa Tenggara)' Peningkatan perhuLungan "penyeba.arrgan perdata tersebut perlu dilakukan sebab h"._ug, tumbuhan trrrs p"n.ritpang yang melalui kedua dermaga menunjukkan peningkatan setiaP tahun'
144
.
Transportasi LuLtt
Sampai tahun 1992, kapasitas Pelabuhan Benoa dan Celukan Bawang
telah terlampar-ri (BCR 93%) sehingga perlu adanya peningkatan kapasitas untuk mengantisipasi peningkatan arus barang dan penumpang setiap tahunnya. Ditinjau dari fungsinya, Pelabuhan Benoa melayani berbagai kegiatan yang cukup kompieks yaitu sebagai pelabuhan barang, penumpang, pariwisata, dan juga pelabuhan nelayan. Untuk mengurangi beban dari Pelabuhan Benoa perlu adanya penataan fungsi pelabuhan dan pemerataan beban pada pelabuhan yang lain.
Peningkatan dan pengembangan Pelabuhan Celukan Bawang sebagai pusat pelabuhan barang di Bali akan menyebabkan peningkatan beban prasarana transportasi darat antara Bali Utara dan Bali Selatan, terutama pada ruas Antosari - Busungbiu - Seririt.
o
Transportasi Udara
Peningkatan penumpang, barang dan kunjungan kapal udara ini telah diramalkan sehingga dibangun bandar udara Tahap-1 untuk pelayanan angkutan udara domestik dan internasional tahun 1995, akan tetapi kenyataan estimasi kapasitas rencana tahap-1 telah terlampaui, sehingga ruang gerak dan kegiatan parkir pesawat menjadi kurang bebas dan kegiatan parkir kendaraan penjemputan penumpang terbatas.
Air Bersih Tingkat pelayanan air bersih perpipaan sampai tahun 1993 di Propinsi Bali baru mencapai 587o. Untuk masyarakat perkotaan tingkat peIayanannya relatif lebih besar yakni mencapai 71Vo sedangkan untuk masyarakat p edes aan tingkat pelayanann y a 6Lo/o . Masyarakat pedes aan yang relatif masih rendah tingkat pelayanannya adalah masyarakat di Kabupaten Jembrana, Denpasar, dan Gianyar. Dilain pihak sumber air baku yang mampu dikelola masih terbatas dan
tingkat pemanfaatannya telah mencapai 92c/a untuk air bersih perkotaan sedangkan tingkat pemanfaatan air bersih pedesaan + 5IVo. Diprediksi sumber air baku yang dikelola saat ini hanya mampu untuk memenuhi kebutuhan sampai dengan tahun 2000. Secara ringkas dapat dikemukakan bahlva permasalahan prasarana air bersih adalah :
o
terbatasnya sumber air baku yang mampu dikelola;
r45
o
terbatasnya kemampuan untuk membangun jaringan air bersih perpipaan; kondisi medan yang menl'ulitkan pengembangan jaringan air bersih perpipaan;
tingkat kebocoran air relatif masih tinggi.
Irigasi Sistem subak telah membantu sistem irigasi di Propinsi Bali, namun masih cukup banyak daerah irigasi dengan kondisi semi teknis dan non teknis. Di samping itu debit air sungai umumnya menurun tajam pada saat musim kemarau sehingga banyak sawah yang mengalami kekeringan. Secara garis besar permasalahan dalam sistem prasarana irigasi adaiah : o masih banyaknya daerah irigasi semi teknis dan non teknis yang ' perlu ditingkatkan kondisinya. o terganggunya saluran irigasi yang telah ada akibat kegiatan pembangunan skala besar khususnya yang berada di perkotaan;
.
menurunnya debit air permukaan pada musim kemarau.
Energi Listrik Pelayanan listrik pada saat ini (tahun 1993) men capai9SVopada lingkup desa, namun pada tingkat banjar pelayanannya relatif masih kecil. Terhadap pemanfaatan energi listrik di Propinsi Bali telah mencapai gOVo,hal ini menunjukkan kapasitas produksinya relatif sudah kritis untuk permintaan tenaga listrik pada masa-masa mendatang- Dengan demikian secara umum permasalahan penyediaan energi listrik adalah : o aliran iistrik yang tersedia belum mampu memenuhi kebutuhan yang cenderung terus meningkat
o o
terbatasnya perlu4san jaringan distribusi listrik sampai ke banjarbanjar/dusun; masalah efisiensi dan keandalan pelayanan.
Pos dan Telekomunikasi Permasalahan Pos dan Giro adalah masalah pengadaan sarana dan prasarana Pos dan Giro khususnya di Kabupaten Buleleng dan 746
Karangasem beberapa Kantor Pos Pembantu di daerah tersebut masih dalam status sewa. Masalah lainnya adalah masih terbatasnya sarana angkutan pos dan masalah kesadaran masyarakat terhadap pemanfaatanjasa Pos dan Giro. Sedangkan permasalahan penyediaan sarana telepon adalah pada kondisi medan yang kurang mendukung serta keterbatasan rekanan, tenaga dan kualitas kabel.
F. Sistem Kota-kota Hasil analisis penduduk pusat-pusat permukiman baik dari segi jumlah maupun tingkat pertumbuhannya, mencerminkan keprimasian pusat utama Denpasar terhadap pusat-pusat di bawahnya. Tingkat keprimasian pusat permukiman Denpasar (ibukota propinsi dan sekitarnya) dapat dilihat dari pertumbuhan penduduk antara kota utama (Denpasar) dengan kota-kota lain dibawahnya (lihat Gambar II.44). Hal ini didukung pula dengan kepesatan pertumbuhan pusat permukiman Tabanan, Sukawati, Gianyar, Ubud, Mengwi yang bersebelahan dengan Denpasar, baik secara hirarkis maupun dari segi pertumbuhan penduduk, akan mengakibatkan penyatuan kedua pusat tersebut membentuk kota metropolitan di masa mendatang.
Pengaruh dari kecenderungan tersebut mengakibatkan tidak berfungsinya sistem kota-kota yang hirarkis/berjenjang' sesuai dengan fungsi dari masing-masing pusat-pusat pelayanan. Sedangkan sebagai akibat langsung dari kecenderungan ini adalah terjadinya mekanisme penurunan daya dukung lingkungan dan terjadinya inefisiensi pengelolaan sumber daya (resources). Kondisi-kondisi seperti ini jelas tidak menguntungkan bagi pengembangan Wilayah Propinsi Bali secara keseluruhan.
t47
GAMBAR 1T.44 TINGKAT KEUNGGULAN PUSAT PER]VIUKIMAN DENPASAR TERITADAP KOTA-KOTA I-AINNYA DI tsAI,I
tM Em 8@000 400@0
200000
0
Sumber
:
33i;lg!ii"ilil:
Buku Fakta & Analisis FTRWP Bali.
2.S IDENTIFIKASI WILAYAH PRIORITAS wilayah prioritas merupakan wilayah yang dianggap perlu diprioritaskan pengembangan atau penanganannya serta memerlukan dukungan penataan ruang segera dalam kurun waktu rencana. untuk memberikan arahan bagi pengembangannya, wilayah prioritas di Propinsi Bali diidentifikasi dari permasalahan-permasalahan pokok tata ruang yang meliputi desa tertinggal, lahan kritis, kawasan cepat berhembang, dan potensi sektor unggulan (industri, pariwisata, dan pertanian). wilayah prioritas untuk Propinsi BaIi ditentukan di tiap kecamatan berdasarkan 4 kriteria pemilihan (Gambar II.45) tersebut secara spesifik dapat dijelaskan sebagai berikut : o wilayah yang memiliki lima atau lebih clesa tertinggai;
o o o
wilayah yang memiliki dominasi lahan kritis; kawasan cepat berkembang; dan
wilayah yang memiliki potensi industri, pariwisata dan pertanian.
148
GAMBAIT II.45 PENYEBARAN LOXASI WII.AYAH PRIORITAS DI PROPINSI BALI
F
BAB
III
KONSEPSI STRUKTUR TATA RUANG PROPINSI DATI I BALI 3.1 TINJAUAN KEBIJAKSANAAN PEMBANGUNAN PROPINSI DAERAH TINGKAT I BALI Kebijaksanaan pembangunan Propinsi Dati I BaIi merupakan sub sistem dan bagian integral dari pembangunan nasional yang merupakan pedoman bagi penentuan kebijaksanaan pembangunan daerah. Dengan demikian dalam menentukan konsepsi struktur tata ruang ini harus diselaraskan dengan kebijaksanaan pembangunan nasional dan pembangunan daerah agar senantiasa sesuai dengan landasan, makna, asas, dan wawasan nasional.
3.1.1
T\,rjuan Pembangunan Daerah
Dalam pengembangan tata ruangwilayah propinsi perlu terlebih dahulu
ditinjau tujuan pembangunan daerah jangka panjang yang hendak dicapai. Sesuai dengan PoIa Dasar Pembangunan Daerah Propinsi Dati I Bali tahun 1993, Pembangunan Jangka Panjang Kedua Daerah bertujuan mewujudkan masyarakat yang maju dan mandiri serta sejahtera lahir batin sebagai landasan bagi tahap pembangunan berikutnya menuju masyarakat yang adil dan makmur dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.
3.1.2 Sasaran Pembangunan A. Sasaran GBHN 1993
Daerah
Sasaran pembangunan Daerah Tingkat I Bali dalam PJP II, sesuai dengan GBHN 1993, adalah mantapnya otonomi daerah yang nyata,
dinamis, serasi, dan bertanggung jawab, serta makin meratanya pembangunan dan hasil-hasilnya dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat. Sasaran pembangunan ekonomi adaiah tercapainya laju pertumbuhan PDRB nonmigas yang diperkirakan rata-rata sekitar 7,8 persen per tahun. Sasaran lainnya adalah meningkatkan ketersediaan dan kualitas pelayanan prasarana dan sarana dasar ekonomi, terutama terciptanya sistem transportasi perkotaan - pedesaan yang mampu meningkatkan 151
aksesibilitas wilayah propinsi secara ekonomis, meningkatkan peran serta dunia usaha dan masyarakat dalam pembangunan sehingga dapat mendukung penciptaan lapangan kerj a; serta meningkatkan sumbangan daerah kepada ekonomi nasional. Sasaran pembangunan sosial adalah meningkatkan derajat kesehatan
dan gizi masyarakat, yang diukur antara lain dari dua indikator keseiahteraan sosial, yaitu : bertambahnya usia harapan hidup menjadi ?3,6 tahun dan menurunnya angka kematian bayi menjadi 17 per seribu
kelahiran hidup; rnenurunnya laju pertumbuhan penduduk; telah mantapnya pemerataan dan peningkatan kualitas pendidikan dasar dan kejuruan; dan terselesaikannya pelaksanaan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun. Dalam PJP II masalah kemiskinan di daerah BaIi, berdasarkan kriteria yang sekarang digunakan, diupayakan dapat terselesaikan.
B. Sasaran REPELITA
Keenam 1994/195 - 1998/99
Sasaran pembangunan Daerah Tingkat I Bali dalam Repelita VI adalah berkembangnya otonomi daerah yang nyata, dinamis, serasi, dan bertanggung jawab dengan titik berat pada daerah tingkat II; meningkatnya kemandirian dan kemampuan dalam merencanakan dan mengelola pembangunan dalam merencanakan dan mengelola pembangunan termasuk dalam mengoperasikan dan memelihara prasarana dan sarana yang dibangun di daerah, seiring dengan meningkatnya kemampuan pemerintahan daerah untuk menggali dan mengarahkan sumber keuangan daerah, serta meningkatnya efisiensi belanja daerah.
Sasaran pembangunan ekonomi adalah tercapainya laju pertumbuhan PDRB nonmigas yang diperkirakan rata-rata sekitar 6,7 o/o pet tahun; dengan laju pertumbuhan sektoral. yaitu sektor pertanian rata-tata sekitar 3,5 7o; industri nonmigas sekitar I0,5 7o; bangunan sekitar 8,0 Vo; perdagangan dan pengangkutan sekitar 7,7 Vo;jasa-jasa sekitar 6,6 a/o; serta lainnya (mencakup pemerintahan), energi, dan pertambangan) sekitar 5,7 7c. Sedangkan sasaran laju pertumbuhan ekspor nonmigas untuk Propinsi Bali rata-rata adalah 1'5,7 c/r per tahun, sedangkan sasaran la.ju pertunbuhan kesempatan kerja lata-rata adalair L,Sa/r. pet tahr-rn sehingga tercipta tambahan kesempatan iierja balu l-ragr 113,9
ribu orang. Sasaran selanjutnya adalah meningkatnya ketersediaan prasarana dan
152
sarana ekonomi secara merata dan efisien, terutama berkembangnya sistem transportasi antar moda yang terpadu sehingga mampu me-
ningkatkan aksesibilitas wilayah propinsi ini; meningkatnya
keikutsertaan dunia usaha dan masyarakat dalam kegiatan produktif; meningkatnya produktivitas tenaga kerja setempat di sektor pertanian, industri, dan jasa; dan meningkatnya PAD, termasuk di daerah tingkat II yang relatif tertinggal. Sasaran pembangunan sosial adalah meningkatnya derajat kesehatan dan gizi masyalakat secara merata dengan peningkatan usia harapan hidup menjadi 68,4 tahun dan penurunan angka kematian bayi menjadi 34 per seribu kelahiran hidup; menurunnya laju pertumbuhan penduduk
sesuai dengan sasaran nasional; makin merata, meluas, dan meningkatnya kualitas pendidikan dasar kejuruan; meningkatnya angka partisipasi kasar Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) termasuk
Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan Sekolah Lanjutan Atas (SLTA) termasuk M adr
as ah
Aliy ah (MA)
m asin g-m asing menj adi s ek it ar
7
g,5
Vo
dan sekitar 54,0 Vo; serta dimulainya pelaksanaan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun. Menjadi sasaran penting pula meningkatnya pendapatan masyarakat berpendapatan rendah; berkurangnyajumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan, dan berkurangnya jumlah desa tertinggal selaras dengan sasaran penurunan jumlah penduduk miskin di tingkat nasional; serta meningkatnya daya dukung sumber daya alam dan
terpeliharanya kelestarian fungsi lingkungan hidup, termasuk menurunnya luas lahan kritis. C. Sasaran Pola Dasar Pembangunan Daerah Propinsi Bali 1994/95 1998/99
1. S asaran umum Pemb angunan Jangka Panj ang Kedua D aerah adalah terciptanya kualitas manusia dan kualitas masyarakat yang maju dan mandiri dalam suasana tenteram dan sejahtera lahir batin, dalam tata kehidupan masyarakat, bangsa dan negara yang berdasarkan Pancasila, dalam suasana kehidupan yang serba berkeseimbangan dan selaras dalam hubungan antara sesama manusia, manusia dengan masyarakat, manusia dengan alam lingkungannya dan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa,
2. Sasaran Bidang Upaya pencapaian sasaran umum pembangunan Jangka Panjang kedua Daerah diselenggarakan melalui 7 bidang pembangunan, 153
yaitu bidang Ekonomi, bidang Kesejahteraan Rakyat, Pendidikan
dan Kebudayaan, bidang Agama dan Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa, bidang Ilmu dan Teknologi, bidang Hukum, bidang Politik, Aparatur pemerintah, Penerangan, Komunikasi dan Medj.a
Massa serta bidang Ketentraman dan Ketertiban.
-
Sasaran Bidang Ekonomi. Tercapainya laju perturnbuhan perekonomian yang cukup tinggi dengan peningkatan kemakmuran rakyat yang makin merata, dan stabilitas daerah yang mantap, bercirikan industri yang kuat dan maju, pertanian yang tangguh, Koperasi yang sehat dan kuat, serta perdagangan yang maju, didorong kemitraan usaha yang kukuh antara BadanUsaha Koperasi, Badan Usaha MilikNegata, Badan usaha Milik Daerah dan Badan usaha Milik Swasta. Iklim usaha yang sehat serta pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi dan terpeliharanya kelestarian fungsi lingkungan hidup.
-
sasaranBidangKesejahteraan Rakyat, Pendidikan danKebudayaan.
Meningkatnya taraf hidup dan kesejahteraan semua rakyatyang makin merata dan adil, terselenggaranya pendidikan dan pelayanan kesehatan yang makin bermutu dan merata yang mampu mewujudkan manusia yang beriman dan bertaqwa kep ada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti yang luhur, tangguh, sehat, cerd.as, patriotik, berdisiplin, kreatif, produktif dan profesional, serta makin mantapnya budaya daerah yang berakar tuat pada desa adat sebagai bagian dari kebudayaan nasional, yang tercermin dalam meningkatnya peradaban, harkat dan martabat manusia serta memperkuat jati diri dan kepribadian bangsa.
-
Sasaran Bidang Agama dan Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Terciptanya suasana kehidupan beragama dan keimanan dan ketaqwaan, penuh kerukunan yang dinamis antar umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa secara bersama-sama makin memperkuat landasan spiritual, moral, dan etik bagi pembangunan nasional, yang tercermin dalam suasana kehidupan yang harmonis, serta dalam kukuhnya persatuan dan kesatuan bangsa selaras dengan penghayatan dan pengamatan Pancasila.
154
Sasaran Bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
Adanya kemampuan dalam pemanfaatan, pengembangan dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologl yang dibutuhkan bagi peningkatan kesejahteraan dan kemajuan peradaban, untuk memacu pembangunan yang berkelanjutan dan maju, mandiri, serta sejahtera, yang dilandasi nilai-nilai spiritual, moral dan etik didasari nilai-nilai luhur budaya daerah serta nilai keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Sasaran Bidang hukum. Terbentuk dan berfungsinya sistem hukum nasional yang mantap,
dengan memperhatikan kemajemukan tatanan hukum yang berlaku, yang mampu menjamin kepastian, ketertiban, penegakan, dan perlindungan hukum yang berintikan keadilan dankebenaran, serta mampu mengamankan dan mendukung pembangunan daerah, yang didukung oleh aparatur hukum, sarana dan prasarana yang memadai serta masyarakat yang sadar dan taat hukum.
Sasaran Bidang Politik, Aparatur Pemerintah, Penerangan, Komunikasi dan Media massa. Semakin mantapnya kehidupan politik yang konstitusional berdasarkan Demokrasi Pancasila, dengan kualitas manusia dan
masyarakat yang memiliki kesadaran dan etika politik yang tinggi, serta bersikap berperilaku sesuai dengan budaya politik Pancasila dalam semangatpersatuan dankesatuan bangsa, makin mantapnya otonomi daerah yang nyata, dinamis, serasi dan bertanggung jawab, dengan didukung oleh aparatur pemerintah yang bersih, bertanggung jawab, penuh pengabdian dan profesional, serta diperkuat oleh penyelenggaraan penerangan, komunikasi dan media massa yang mampu menggugah peran serta masyarakat dalam pembangunan. Sasaran Bidang ketentraman dan Ketertiban.
Terciptanya ketenteraman dan ketertiban masyarakat yang cukup mantap, merupakan prasyarat lancarnya pelaksanaan pembangunan. Kondisi ini dapat dicapai karena adanya keterpaduan dan rasa tanggungjawab bersama antara masyarakat adat seperti lembaga-lembaga adat sek ehe teruna dengan lembagalembaga pemerintahan yang terkait. 155
D. Sasaran REPELITA Keenam Daerah fingkat I Bali 1994/95-1998/99 l_. Tumbuhnya sikap kemandirian dalam diri manusia dan masyarakat daerah rnelalui peningkatan peran serta, efisiensi dan produktivitas dan kesejahteraan lahir batin. 2. Terciptanya laju pertumbuhan perekonomian daerah rata-rata 6,86 o/o per tahun dalam kurun waktu Repelita VI'
Guna mend.ukung pertumbuhan tersebut diperkirakan sektor pertanian meningkat laju pertumbuhan sebesar 3 va, rata-tata per lahun, sektor angkutan dan komunikasi 9,09 Vo, sektor industri
sektor pertambangan dan penggalian 2,07 Vo, sektor jasajasa 7,18 Vo,perdagangan hotel dan restoran 8 ,25 7o dansektor listrik, gas dan air minum 13,33 o/a. 12,59
Vo,
daerah yang semakin berimbang dilihat dari kontribusi nilai tambah sektoral maupun lapangan kerj a. Khusus dari peranan sektoral terhad'ap pembentukan produk regional, sektor pertanian secara relatif akan menurun dari 28,28 Vo pada akhir Repelita v menjadi 23,53 Vo pada akhir Repelita vL sebaliknya peranan sektor-sektor non pertanian akan meningkat dari77,72 Vo menjadi76,47 Vo pada akhir tahun kelima Repelita vI.
3. Terciptanya struktur perekonomian
pendapatan perkapita sebagai salah satu indikator daerah dari sekitar Rp' 1'8 juta pada pembangunan keberhasilan Rp. 3,1juta pada akhir Repelita vI. sekitar menjadi awal Repelita vI
4. Meningkatnya
3.1.3 Arah Pembangunarr Daerah A. Arahan GBHN 1993 GBHN 1993 mengamanatkan bahwa pembangunan daerah diarahkan untuk memacu pemerataan pembangunan dan hasilnya dalam rangka meningkatkankesej ahteraan rakyat, menggalakkan prakarsa dan peran serta aktif masyarakat serta meningkatkan pendayagunaan potensi daerah secara optimal dan terpadu dalam mengisi otonomi daerah yang rryata, dinamis, serasi dan bertanggung jawab serta memperkuat plrsatuan dan kesatuan bangsa. Dalam upaya pemerataan pembangunan di seluruh wilayah tanah air, pembangunan daerah dan kawasan yang kurang berkembang, seperti di daerah terpencil, perlu ditingkatkan sebagai perwujudan Wawasan Nusantara. Dengan mengacu pad.a arahan GBHN 1993, pembangunan daerah Bali diarahkan untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi daerah 156
melalui pelibatan masyarakat setempat secara penuh; peningkatan peran serta masyarakat dan dunia usaha; peningkatan kesempatan kerj a bagi tenaga kerj a setempat dan perbaikan kualitas angkatan kerja
melalui pendidikan dan pelatihan; peningkatan produktivitas
perekonomian daerah; penganekaragaman kegiatan perekonomian daerah; peningkatan pertumbuhan ekspor nonmigas; peningkatan jumlah kualitas investasi swasta; peningkatan kesejahteraan sosial dan percepatan penanggulangan kemiskinan; pengembangan sistem transportasi terpadu yang akan meningkatkan aksesibilitas daerah terpencil dan terbelakang; penguatan kelembagaan dan aparatur pemerintah di daerah dalam rangka peningkatan efisiensi dan efektifitas pelaksanaan pembangunan di daerah; pengembangan sumber daya alam yang memiliki potensi dan keunggulan komparatif dengan memperhatikan pelestarian fungsi lingkungan hidup untuk pembangunan yang berkelanjutan; serta pengembangan kawasan andalan dengan menciptakan keterkaitan terhadap wilayah sekitarnya. B. Arahan Pola Dasar Pembangunan Daerah Propinsi Bali 1994/95 1998/99
Arah Pembangunan Jangka Panjang Kedua Daerah yang tercantum di dalam Poia Dasar Pembangunan daerah yang memiliki keterkaitan yang cukup erat dengan penataan ruang adalah :
1. Pembangunan Jangka Panjang Kedua Daerah diarahkan untuk meningkatkankualitas manusia dan masyarakat agar makin maju, mandiri dan sejahtera berdasarkan Pancasila. Dalam pembangunan Jangka Panjang Kedua Daerah harus terus dibangkitkan dan dipelihara semangat pengabdian sehingga berkembang menjadi sikap mental dan sikap hidup masyarakat yang mampu mendorong percepatan proses pembangunan di segala aspek kehidupan masyarakat, guna memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa demi terwujudnya tujuan pembangunan daerah.
2. Pembangunan Jangka Panjang Kedua Daerah diarahkan agar terjadi keseimbangan, keserasian dan keselarasan antara pembangunan ekonomi, pembangunan kebudayaan, dan lingkungan hidup. Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi diarahkan agar tetap mampu mempertahankan nilai-nilai budaya dan kelestarian fungsi lingkungan hidup.
3" Pelaksanaan pembangunan Jangka Panjang Kedua Daerah diarahkan tetap bertumpu kepada Trilogi Pembangunan. r57
Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi diperlukan untuk menggerakkan dan memacu pembangunan di bidang-bidang lain
sekaligus sebagai kekuatan utama pembangunan untuk mewujudkan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya dengan
lebih memberi peran kepada rakyat untuk berperan serta aktif dalam pembangunan, dijiwai semangat kekeluargaan, didukung oleh stabilitas daerah yang mantap dan dinamis, melalui pembangunan yang berkelanjutan dengan tetap dilandasi oleh budaya daerah serta dengan memperhatikan kelestarian fungsi Iingkungan hidup. ,1
Pembangunan pertanian terus ditingkatkan dan diarahkan untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. Sektor pertanian diharapkan mampu menghasilkan produksi, baik untuk konsumsi maupun sebagai bahan baku untuk memenuhi kebutuhan rakyat dan meningkatkan keterkaitannya dengan sektor pariwisata dan agro bisnis yang produktif.
Pembangunan kehutanan diarahkan untuk mampu menjamin peningkatan fungsi tata air, menj aga kelestarian dan kelangsungan fungsi hutan, pelestarian sumber daya alam dan fungsi lingkungan hidup untuk memberikan manfaat untuk kemakmuran rakyat.
industri khususnya industri kecil dan kerajinan diarahkan untuk mandiri serta mampu menjadi pelaku ekonomi dengan struktur yangkukuh dan didorong oleh sumber daya manusia yang berkualitas sehingga mampu menerobos pasaran dalam maupun luar negeri.
o. Pembangunan
n
Pembangunan pertambangan, khususnya pertambangan galian golongan C, diarahkan untuk memanfaatkap potensi yang ada secara optimal dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan hidup.
8.
Pembangunan energi diarahkan untuk pengembangan energi alternatif sesuai dengan potensi daerah dan kelestarian fungsi lingkungan hidup, agar dapat menyediakan energi dalam jumlah yang cukup dan merata, andal dan bermutu serta terjangkau oleh daya beli masyarakat.
q
158
Pembangunan transportasi diarahkan agar makin menunjang pertumbuhan ekonomi, stabilitas daerah, serta upaya pemerataan pembangunan. Pembangunan transportasi juga diarahkan untuk
meningkatkan pengembangan kepariwisataan yang memiliki potensi besar untuk berkembang.
keparirvisataan yang bermodal dasar kebudayaan dijiwai oleh Agama Hindu semakin ditingkatkan dan diarahkan untuk meningkatkan penerimaan devisa, meningkatkan pendapatan daerah dan masyarakat. menciptakan lapangan kerja mendorong kegiatan. ekonomi rakyat, dan pelestarian kebudayaan serta keindahan alam yang tersedia. 11 Pembangunan perdagangan diarahkan untuk mampu menunjang kelancaran sistem distribusi barang kebutuhan masyarakat luas secara efisien sehingga merangsang peningkatan produksi, berkembangnya harga yang wajar dan persaingan yang sehat, terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan bekerja dan terlindunginya produsen dan konsumen. 72. Pembangunan koperasi diarahkan untuk mewujudkan koperasi sebagai badan usaha dan sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang sehat, tangguh, kuat dan mandiri serta sebagai sokoguru perekonornian rakyat yang merupakan wadah untuk menggalang kemampuan ekonomi rakyat disemua kegiatan perekonomian di d.aerah sehingga mampu berperan utama dalam meningkatkan kondisi ekonomi dan kesejahteraan rakyat.
10. Pembangunan
daeral-r yang
13. Pembangunan tenaga kerja, diarahkan pada peningkatan kualitas sumber daya manusia yang memiliki kemampuan memanfaatkan, mengembangkan dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Pembangunan tenaga kerja juga diarahkan pada penciptaan Iapangan kerja dan mengurangi pengangguran serta pengembangan
sumber daya manusia yang profesional yang mandiri dan beretos kerja tinggi dan produktif.
14. Pembangunan transmigrasi diarahkan pada usaha peningkatan kualitas dan kuantitas para calon transmigrasi baik transmigran umum maupun swakarsa, dalam upaya memperluas kesempatan kerja dan berusaha peningkatan mutu kehidupan penduduk yang berpindah dan menetap di lokasi transmigrasi. 15. Pembangunan daerah khususnya Daerah Tingkat II, diarahkan untuk memacu pemerataan pernbangunan dan hasil-hasilnya dalam rangka peningkatan kesej ahteraan rakyat, menggalakkan prakarsa dan peranserta aktifmasyarakat serta meningkatkan pendayaguna159
an potensi Daerah Tingkat II secara optimal dan terpadu dalam mengisi otonomi Daerah nyata, dinamis, serasi dan bertanggung jawab. pendidikan diarahkan untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia serta kualitas sumber daya manusia dan memperluas serta mengarahkan pemerataan kesempatan memperolehpendidikan.Peningkatan kualitas pendidikan harus dipenuhi melalui peningkatan kualitas pendidik dan tenaga kependidikan lainnya, pembaharuan kurikulum, sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, tuntutan zaman dan tahapan pembangunan serta penyediaan sarana dan prasarana pendidikan yang memadai. Pendidikan yang berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan sedini mungkin merupakan tanggungj awab keluarga, masyarakat dan pemerintah. Olehkarena itu peran aktifmasyarakat dalam semuajalur, jenis danjenjangpendidikan perlu didorong dan ditingkatkan.
16. Pembangunan
kuat pada desa adat yang dilandasi oleh falsafah Tri Hita Karana, telah mampu menciptakan keselarasan, keserasian dan keseimbangan hubungan antara manusia dengan tuhannya, antara manusia dengan manusia dan antara manusia dengan lingkungannya. Disamping itu kebudayaan daerah juga telah mampu menjaga keserasian hubungan antara manusia dengan hasil karyanya, yang pada akhirnya telah mendukung terciptanya stabiiitas daerah. Berdasarkan hal-hal ters ebut, m aka kebudayaan daerah, yang dijiwai oleh Agam a Hindu diarahkan untuk tetap dibina dan dilestarikan dalam rangka meningkatkan harkat, martabat, derajat dan jati diri serta tetap melandasi segala gerak dan langkah dalam pembangunan daerah.
17. Kebudayaan daerah yang berakar
18.
Pembangunan kependudukan termasuk program transmigrasi diarahkan pada pengendalian dan peningkatan kualitas penduduk, serta perwujudan keluarga kecil bahagia dan sejahtera. Upaya penurunan tingkat pertumbuhan penduduk perlu dilanjutkan dan lebih ditingkatkan. diarahkan untuk meningkatkan deraj at kesehatan masyarakat melalui peningkatan mutu dan kemudahan pelayanan kesehatan yang makin terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Peningkatan gizi dan pembudayaan sikap hidup bersih dan sehat didukung dengan pembangunan perumahan dan permukiman yang layak.
19. Pembangunan kesehatan
160
20. Pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi diarahkan agar, pemanfaatan, pengembangan dan penguasaannya dapat memper-
cepat peningkatan kecerdasan kemampuan masyarakat,
mernpercepat proses pembaharuan, rreningkatkan produktivitas dan efisiensi, rnemperluas lapangan kerja, meningkatkan kualitas, harkat dan martabat bangsa, serta meningkatkan kesejahteraan rakyat. Pengembangan dan penerapan ilmu pengetahuan dan
teknologi harus didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas melalui pendidikan dan pelatihan, penataan sistem kelembagaan, serta penyediaan sarana dan prasarana penelitian, penerapan dan pengembangan yang memadai. Dalam penyelenggaraannya harus senantiasa berpedoman pada agama, nilai budaya bangsa serta memperhatikan keterbatasan sumber daya dan kelestarian fungsi lingkungan hidup. 2L.
Pembangunan kehidupan beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa diarahkan untuk mampu meningkatkan kualitas umat beragama dan penganut kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sehingga tercipta suasana kehidupan beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang penuh keimanan, ketaqwaan dan kerukunan yang dinamis serta makin meningkatrrya peran serta umat dalam pembangunan. Upaya ini diselenggarakan melalui peningkatan pemasyarakatan nilai keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, didukung oleh perluasan sarana dan prasarana kehidupan beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Pembangunan aparatur pemerintah diarahkan untuk meningkatkan
kualitas aparatur pemerintah serta memiliki sikap dan prilaku pengabdian jujur, bertanggung jawab, berdisiplin, adil dan berwibawa, sehingga dapat memberikan pelayanan dan pengayoman kepada masyarakat sesuai dengan tuntutan hati nurani rakyat. Sejalan dengan itu perlu diupayakan penataan kewenangan yang
rasional diantara jajaran dan peringkat aparatur pemerintah sehingga terlaksana penyelenggaraan tugas umum administrasi
pemerintah dan pembangunan di daerah secara efisien dan efektif. 23. Pemb angunan sumber daya alam dan lingkungan hidup diarahkan pada pendayagunaan sumber daya alam bagi kemakmuran rakyat, dilakukan secara rasional, optimal, bertanggung jawab dan sesuai
dengan kemampuan daya dukungnya dengan mengutarnakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat serta tetap memperhatikan -LO
I
fungsi kelestarian lingkungan hidup dan pembangunan yang berkelanjutan.
24. Dana untuk memenuhi pembiayaan pembangunan terutama dari Pendapatan Asli Daerah dan bantuan dari Pemerintah pusat. Sumber dana bantuan Luar Negeri yang masih diperlukan merupakan pelengkap. Pembangunan pada dasarnya diselenggarakan oleh masyarakat bersama pemerintah. Oleh karena itu, peranan masyarakat dalam pembiayaan pembangunan harus terus ditumbuhkan dengan mendorong kesadaran, pemahaman dan penghayatan bahwa pembangunan adalah hak, kewajiban dan tanggung jawab seluruh rakyat.
3.1.4 Kebijaksanaan Pembangunan Daerah A. Rencana Pembangunan Lima Tahun Keenam 1994/1995-1998/1999 Untuk mengatasi berbagai tantangan pembangunan dan mewujudkan berbagai sasalan tersebut di atas, kebijaksansanpembangunan Daerah Tingkat I BaIi dalam Repelita VI diarahkan pada peningkatan pelaksanaan otonomi di daerah yang seiring dengan peningkatan peran serta masyarakat; pengembangan sektor unggulan; pengembangan usaha
nasional; pengembangan sumber daya manusia; kependudukan;
peningkatan pemerataan pembangunan; penanggulangan kemiskinan; pengembangan prasarana dan sarana ekonomi; pendayagunaan sumber daya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup; serta pengembangan kawasan andalan. Kebij aksanaan tersebut diatas dilaksanakan dengan memperhatikan kebijaksanaan pembangunan propinsi yang berbatasan, dalam rangka
mewujudkan keserasian pembangunan antar daerah melalui peningkatan kerja sama antar daerah. Pelaksanaan Otonomi di Daerah.
Dalam rangka memperkukuh negara kesatuan serta memperlancar penyelenggaraan pembangunan nasional, kemampuan pelaksanaan pemerintah di daerah tingakt I dan daerah tingakt II Propinsi Bali, terutama dalam penyelenggaraan tugas desentralisasi, dekonsentrasi, dan pembantuan, ditingkatkan agar makin mewujudkan otonomi yang nyata, dinamis, serasi, dan bertanggung jawab. Pelaksanaan otonomi di Propinsi Bali ditingkatkan dengan peningkatan kemampuan aparatur melalui penguatan manaj emen dankelembagaan; L62
peningkatan kualitas sumber daya manusia termasuk pemanfaatan, pengembangan dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek); peningkatan kemampuan memobilisasi berbagai sumber keuangan daerah; serta peningkatan kemampuan lembaga dan organisasi masyarakat, dan peningkatan peran serta masyarakat dalam pernbangunan daerah. Penataan kembali batas wilayah dan daerah dalam rangka pemekaran
dan penyesuaian status daerah tertentu, dimungkinkan untuk meningkatkan efisiensi pelaksanaan pembangunan dan administrasi pemerintahan di daerah. Pengembangan Sektor Unggulan.
Dalam upaya mencapai sasaran pertumbuhan ekonomi secara berkesinambungan, kebij aksanaan pembangrrnan ekonomi daerah dalam Repelita vI diarahkan untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas sektor unggulan yang diprioritaskan di Propinsi Bali. pembangunan pariwisata, industri kecil, dan pertanian, serta sektor produktiflainnya akan ditingkatkan dan diarahkan untuk menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. Pembangunan kepariwisataan di Daerah Tingkat I Bali merupakan prioritas utama, yang mempunyai potensi besar untuk pengembangan selanjutnya. Untuk itu, pembangunan pariwisata ditingkatkan dan diarahkan untuk meningkatkan pendapatan daerah dan masyarakat, menciptakan lapangan kerja dan kesempatan berusaha, serta mendorong kegiatan ekonomi yang terkait dengan
pengembangan budaya daerah, dengan memanfaatkan keindahan dan kekayaan alam, termasuk kekayaan alam bahari dengan senantiasa
memperhatikan dan memelihara fungsi lingkungan hidup dan lingkungan sosial, keanekaragaman seni budaya, peninggalan sejarah, dan menjaga kesucian tempat-tempat ibadah umat Hindu, dan dengan tetap memperhatikan niiai-nilai agama, citra kepribadian bangsa, serta harkat dan martabat bangsa. Pembangunan pertanian di Propinsi Bali diarahkan untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi, memantapkan swasembada pangan, menganekaragamkan produksi hasil pertanian yang berorientasi ekspor, khususnya tanaman perkebunan danperikanan. upaya tersebut dilaksanakan secara terpadu, serta didukung oleh pengembangan agrobisnis dan agroindustri yang mampu menciptakan dan memperluas kesempatan kerja dan kesempatan usaha, serta meningkatkan pendapatan dan tarafhidup petani dan nelayan.
163
Pembangunan industri
di Daerah Tingkat I Bali diarahkan pada
pengembangan industri yang berorientasi ekspor dan saling mendukung
dengan pariwisata, dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia. Sehubungan dengan itu, pembangunan industri di Propinsi Bali dikembangkan secara bertahap dan terpadu melalui peningkatan keterkaitan antara industri dengan pertanian,
industri kecil dan rumah tangga dengan pariwisata sehingga meningkatkan nilai tambah dan memperkukuh struktur ekonomi daerah. Upaya pengembangan dan perluasan kegiatan industri pengolahan,
termasuk agroindustri, industri kecil, dan rumah tangga terus ditingkatkan dan didorong melalui penciptaan iklim yang lebih merangsang bagi penanaman modal. Penyebaran pembangunan industri
di berbagai daerah Tingkat II, diupayakan sesuai dengan potensi masing-masing dan sesuai dengan rencana tata ruang daerah agar
tertata dengan baik dan agar mendorongpemerataan. Untuk mendukung pengembangan industri, terutama industri kecil dan rumah tangga, diupayakan peningkatan prasarana, peningkatan usaha pemasaran, serta.pelatihan tenaga kerja. Untuk meningkatkan ketersediaan prasarana penunjang sehingga tercipta kondisi yang menarik bagi pengembangan kegiatan industri, diperlukan investasi yang cukup besar yang tidak dapat dipenuhi oleh Pemerintah sepenuhnya. Oleh karena itu, dunia usaha didorong untuk ikut serta membangun prasarana dan sarana yang dibutuhkan. Pengembangan Usaha Nasional. Pengembangan usaha nasional yang meliputi usaha menengah dan kecil, koperdsi, badan usaha milik negara (BUMN) dan badan usaha milik daerah (BUMD), serta usaha swasta diarahkan agar mampu tumbuh menjadi penggerak utama pembangunan ekonomi daerah, serta memperluas kesetnpatan usaha dan kesempatan kerja menuju terwujudnya perekottomian clirerah yang tangguh dan mandiri yang dapat menopang pembangunan perekonomian nasional. Kemampuan dan peranan usaha menengah dan kecil, termasuk usaha tradisional dan informal di Propinsi Bali, ditingkatkan melalui pembangunan prasarana dan sarana usaha disertai dengan pengembangan iklim usaha yang mendukung. Struktur dunia usaha ditata pula sehingga tercipta lapisan usaha kecil yang kukuh dan saling menyangga dengan lapisan menengah yang tangguh dan saling mendukung dengan usaha besar.
Kebijaksanaan yang mendukung perkembangan ekonomi rakyat 164
khususnya di sektor pariwisata dan industri kecil serta kerajinan, dilakukan pula melalui peningkatan pemberian kemudahan di bidang perkreditan, investasi, perpajakan, asuransi, akses terhadap pasar dan informasi, serta dalam memperoleh pendidikan, pelatihan ketrampilan, bimbingan rnanajemen, dan alih teknologi. Dengan demikian, ekonomi rakyat dapat berkembang secara mantap dan berperan makin besar dalam perekonomian nasional. Dalam rangka itu, dikembangkan bidang kegiatan ekonomi yang diprioritaskan bagi usaha ekonomi rakyat, yaitu koperasi dan usaha kecil termasuk usaha informal dan tradisional dan jika perlu ditetapkan wilayah usaha yang menyangkut perekonomian rakyat terutama yang telah berhasil diusahakan oleh koperasi dan usaha kecil, dan peningkatan peran serta masyarakat, antara lain melalui koperasi. Pembangunan koperasi di Propinsi Bali, pelaksanaannya dilakukan melalui peningkatan akses dan pangsa pasar; perluasan akses terhadap sumber permodalan, pengukuhan struktur permodalan, dan peningkatan kemampuan memanfaatkan modal; peningkatan kemampuan organisasi dan manajemen koperasi; peningkatan akses terhadap teknologi dan peningkatan kemampuan memanfaatkannya; serta pengembangan kemitraan usaha. Upaya tersebutjuga dilaksanakan di daerah tertinggal dalam rangka rneningkatkan kemampuan dan kesejahteraan kelompok tertinggal, seperti nelayan pada umumnya, petani kecil, dan mereka yang berada dikantung-kantung kemiskinan. Pembangunan perdagangan di Propinsi BaIi diarahkan untuk menunjang peningkatan produksi dan memperlancar distribusi sehingga mampu mendukung upaya pemerataan dan pengembangan usaha, dan peningkatan ekspor non migas dengan memanfaatkan perkembangan ekonomi, baik nasional, regional maupun global.
Pengembangan Sumber Daya manusia. Pengembangan sumber daya manusia di Propinsi Bali diarahkan untuk mewujudkan manusia berakhlak, beriman, dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dengan menanamkan sejak dini nilai-nilai agama dan moral, serta nilai-nilai luhur budaya bangsa, baik melalui jalur pendidikan luar sekolah maupun pendidikan di lingkungan keluarga dan masyarakat. Demikian pula, pengembangan sumber daya manusia diarahkan untuk meningkatkan derajat kesehatan dan pendidikan melalui peningkatan kualitas pendidikan umum, pendidikan kejuruan maupun pendidikan agama, serta pelayanan kesehatan dan sosial
165
kepada masyarakat melalui peningkatan ketersediaan dan sebaran prasarana dan sarana dasar secirra makin berkualitas dan merata. Pengembangan sutlber cl nv i n-urn r s i ir cl i lrlahkan untuk rr-reningkatkan kreativitas, produktivitas, nil ai tambah, dirya saing, kewiraswastaan, dan kuaiitas tenaga kerja, antara lain melalui kegiatan pernbinrbingan, pendidikan, dan pelatihan yang tepat dan efektif, serta peningkatan pengetahuan dan ketrampilan dalam pemanfaatan, pengembangan dan r
r
penguasaan iptek serta pelestarian fungsi lingkungan hidup. Peningkatan produktivitas tenaga kerj a di propinsi ini diarahkan pada bidang industri yang memanfaatkan sumber daya alam, yakni perkebunan, perikanan,
dan pariwisata.
Kependudukan Kebijaksanaan di bidang kependudukan di Daerah Tingkat I Bali diarahkan untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk di daerah yang mempunyai kepadatan dan laju pertumbuhan penduduk yang tinggi, serta mengarahkan persebaran penduduk yang lebih merata terutama ke daerah jarang penduduk dengan memperhatikan kemampuan daya dukung alam dan daya tampung lingkungan hidup. Pertumbuhan penduduk dikendalikan antara lain dengan upaya peningkatan keluarga berencana mandiri. Bersamaan dengan itu, upaya peningkatan kualitas penduduk dilakukan dengan meningkatkan keluarga sejahtera, termasuk ibu dan anak, remaja, serta penduduk lanjut usia. Peranan wanita yang dalam pembangunan di Propinsi Bali telah meningkat pesat, pembinaannya diupayakan untuk dilanjutkan dan ditingkatkan. Dalam rangka mengendalikan tekanan pendudukyangtinggi, persebaran penduduk dan mobilitas tenaga kerja dilaksanakan antara lain melalui
program teransmigrasi, angkatan kerja antar daerah, dan angkatan kerja antar negara.
Peningkatan Pemerataan Pembangunan Pemerataan pertumbnha,n antarsektor ekonomi di Propinsi Bali diupayakan dengan menyerasikan secara bertahap peranan dan sumbangan setiap sektor ekonomi, dalam rangka meningkatkan nilai tambah dan produktivitas ekonomi daerah yang optimal, dengan memperluas lapangan kerja dan kesempatan berusaha, memperlancar proses perpindahan tenaga kerja ke sektor yang lebih produktif, serta memadukan perencanaan dan pelaksanan program antarsektor dan
166
program regional, sehingga kegiatan pembangunan dapat terwujud secara terpadu dan berdayaguna. Untuk itu, produktivitas khususnya di sektor yang relatif tertinggal ditingkatkan, antara lain dengan penerapan teknologi yang tepat serta pendekatan baru dalam produksi dan pemasaran hasil. Untuk meningkatkan nilai tukar komoditas pertanian danhasil sektor lainnya di pedesaan, ditingkatkan keterkaitan antarsektor, terutama antara sektor pertanian dengan industri dan jasa. Pemerataan pembangunan antardaerah di Propinsi Bali diupayakan dengan lebih menyerasikan pertumbuhan dan mengurangi kesenj angan baik dalam tingkat kemajuan antardaerah, maupun antara perkotaan dan pedesaan. Pembangunan desa dan rnasyarakat pedesaan ditingkatkan melalui koordinasi dan keterpaduan yang makin serasi dalam pembangunan sektoral, pengembangan kemampuan sumber daya manusia, pemanfaatan sumber daya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup, serta penumbuhan iklim yang mendorong tumbuhnya prakarsa dan swadaya masyarakat. Di perkotaan, penataan penggunaan tanah ditingkatkan dengan lebih memperhatikan hak-hak rakyat atas tanah, fungsi sosial hak atas tanah, batas maksimum pemilikan tanah, serta pencegahan penelantaran tanah termasuk upaya mencegah pemusatan penguasaan tanah yang merugikan kepentingan rakyat. Dalam rangka pemerataan pembangunan antardaerah di Propinsi Bali ditempuh pula berbagai upaya, antara lain meningkatkan keterpaduan pembangunan sektoral dan daerah yang dikembangkan berdasarkan pendekatan wilayah ataukelompokwilayah dalam satu propinsi dengan
menciptakan keterkaitan fungsional antardaerah, antarwilayah,
antardesa, antarkota, dan antardesa dankota. Selanjutnya, penyerasian
pertumbuhan antardaerah diupayakan pula dengan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat untuk mendorong kegiatan ekonomi daerah dengan memberikan berbagai bentukkemudahan dalam rangka menciptakan iklim usaha yang makin baik.
Untuk mengatasi kesenjangan antargolongan ekonomi dilakukan penataan kembali peraturan daerah yang mellgatur kehidupan ekonomi rakyat banyak seperti kepemilikan hak atas tanah, perizinan usaha d an bangunan, perlindungan hukum dan mekanisme pasar di daerah, serta
pemberian fasilitas dan kemudahan berusaha bagi pengusah akecil, termasuk untuk ikut serta dalam melaksanakan proyek-proyek Pemerintahan di daerah, sehingga masyarakat golongan ekonorni yang
t67
lemah mendapat kesempatan yang lebih besar untuk meningkatkan peranannya dalam pembangunan dan dengan demikian meningkatkan kesej ahteraannya. Penanggulangan Kemiskinan Dalam rangka mempercepat penanggulangan kemiskinan di Propinsi Bali, Inpres Desa Tertinggr (iDT) merupakan salah satu kebijaksanaan untuk menumbuhkan dan memperkuat kemampuan masyarakat miskin untuk dapat meningkatkan taraf hidupnya. IDT diarahkan pada pengembangan kegiatan sosial ekonomi dalam rangka mewujudkan kemandirian masyarakat miskin di desa atau kelurahan tertinggal, dengan menerapkan prinsip gotong royong, keswadayaan, dan partisipasi serta menerapkan semangat dan kegiatan kooperatif. Kegiatan sosial ekonomi yang dikembangkan adaiah kegiatan-kegiatan produksi dan pemasaran terutama yang sumber dayanya tersedia di lingkungan
masyarakat setempat. Guna mempercepat upaya itu, ditingkatkan pembangunan prasarana dan sarana pedesaan serta disediakan dana sebagai modal kerja bagi penduduk miskin untuk membangun dan mengembangkan kemampuannya sehingga dapat meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan secara mandiri. Dalam kerangka itu program IDT diupayakan pula untuk memantapkan segi-segi kelembagaan sosial ekonomi masyarakat perdesaan termasuk koperasi sehingga upaya meningkatkan taraf hidup dapat berlangsung secara berkelanjutan. Kebij aksanaan ini dilaksanakan khususnya di 98 desa tertinggal menurut pedoman yang telah ditetapkan secara nasional. Pengembangan Prasarana dan Sarana Ekonomi Pengembanganprasarana dan sarana ekonomi, khususnyatransportasi di Daerah Tingkat I Bali diarahkan untuk meningkatkan ketersediaan, efi siensi pem anfaatan, kualitas pelayanan, keterj angkauan pelayanan, dan efektifrtas operasi danpemeliharaan berbagai prasarana dan sarana ekonomi tersebut. Dalam Repelita VI sistem transportasi dikembangkan secara lebih luas dan terpadu, terutama dengan mengembangkan
transportasi antarmoda yang efisien yang dapat menjangkau pula daerah terisolasi dan terbelakang. Untuk mendukung kegiatan ekonomi yang meningkat, upaya pembangunan prasarana dan sarana ekonomi lainnya, seperti tenaga listrik dan pelayanan jasa telekomunikasi serta prasarana pengairan akan dilanjutkan dan ditingkatkan. Untuk mempercepat pembangunan berbagai prasarana dan sarana ekonomi tersebut, didorong dan ditingkatkan peran serta masyarakat dan dunia usaha. 168
Pendayagunaan Sumber Daya Alam dan Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup Pendayagunaan dan pengelolaan sumber daya alam ditingkatkan untuk mendukung kegiatan pernbangunan dan dilaksanakan dengan memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan untuk pembangunan yang berkelanjutan. Dalam rangka itu, ditingkatkan kesadaran dan peran serta masyarakat dalam pemanfaatan dan pelestarian sumber daya alam yang berkelanjutan dan pelestarian fungsi lingkungan hidup, dan melakukan pengendalian pencemaran dan kerusakan fungsi lingkungan hidup. Upaya pelestarian fungsi hutan dan lingkungan pesisir; rehabilitasi hutan dan tanah kritis; konservasi sungai, danau, hutan bakau, dan hutan lindung; pelestarian flora dan fauna langka; serta pengembangan fungsi daerah aliran sungai (DAS) ditingkatkan. Pengembangan Kawasan Andalan Kawasan andalan dikembangkan secara terencana dan terpadu dengan memperhatikan rencanatata ruang daerah, keterkaitan kota dengan daerah penyangganya, pertumbuhan penduduk, pengelolaan dan pembangunan lingkungan permukiman, lingkungan usaha, dan
lingkungan kerja. Penentuan kawasan andalan untuk wilayah Propinsi Bali seperti yang tercantum di dalam hasil seminar Draft ili SNPPTR, terdiri dari Kawasan Andalan Bali Utara dan kawasan Andalan Bali Selatan yang dapat dilihat pada Gambar III.1. Disamping kawasan andalan tersebut, bagi daerah perkotaan yang mengalami pertumbuhan pesat, ditingkatkan penyediaan dan perluasan jangkauan pelayanan prasarana dan sarana perkotaan, termasuk peningkatan pengelolaannya.
B. REPELITA Keenam Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Bali 1994/95-1998/99
1. Prioritas pembangunan daerah diletakkan pada pembangunan sektor pertanian dalam arti luas, terutama untuk melanjutkan usaha memantapkan swasembada pangan, pengembangan sektor pariwisata yang bermodal dasar kebudayaan daerah yang dijiwai Agama Hindu, serta pengembangan sektor industri dan kerajinan
terutama yahg berkaitan dengan sektor pertanian dan sektor parirvisata. Melalui kebijaksanaan regional antara lain dengan penyerasian laju pertumbuhan dan peningkatan Fenclapatan AsIi Daerah (PAD), diharapkan terjadi keseimbangan, keserasian dan 169
170
keselarasan pembangunan antar daerah di Bali. 2.
Sebagai kelanjutan dari kegiatan penrbangunan dan berdasarkan pada hasil pembangunan sebelurnnya, kcbij aksauaan pembalt gunan
Lima Tahun keenam Daerah BaIi diarahkan untuk meningkatkan kualitas manusia dan kualitas kehidupan masyarakat agar makin maju dan mandiri yang dijiwai nilai-nilai Pancasila. Upaya pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya yang makin meluas, pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, penciptaan danperluasan lapangan kerja serta lapangan usaha dan peningkatan pembangunan daerah-daerah terbelakang, kritis, minus, kumuh, ditingkatkan dan diarahkan agar mampu mewujudkan kesej ahteraan yang makin adil dan merata bagi seluruh rakyat, serta menumbuhkan sikap kemandirian. Kebijaksanaan pembangunan daerah yang telah menunjukkan keberhasilan pada pembangunan sebelumnya, tetap dilanjutkan dalam pembangunan Lima Tahun Keenam Daerah : Pertama. Kebijsksanaan Dasar Kebudayaan Daerah Bali sebagai bagian dari kebudayaan nasional yang berdasarkan Pancasila merupakan potensi dasar, dengan demikian kebudayaan daerah diarahkan tetap melandasi segala gerak dan langkah dalam pembangunan daerah. Kebudayaan daerah yang berkembang dan berakar kuat di masyarakat memiliki sifatsifat terbuka, selektif, adaptatif dan luwes telah mampu mendort-rng pembangunan di berbagai bidang dan sektor. Kondisi ini hendaknya dapat dipertahankan dan ditingkatkan, sehingga benar-benar dapat melvujudkan pembangunan yang berbudaya.
Kebijaksanaan Sektoral
Prioritas pembangunan daerah diletakkan pada pembangunan sektor pertanian dalam arti luas, terutama untuk melanjutkan usaha memantapkan swasembada pangan, pengembangan sektor pariwisata yang bermodal dasar kebudayaan daerah yang dijiwai Agama Hindu, serta pengembangan sektor industri dan kerajinan terutama yang berkaitan dengan sektor pariwisata. Kebij aks anaan Regional
Melalui kebijaksanaan regional antara lain dengan menyerasikan laju pertumbuhan dan peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD), diharapkan terjadi keseimbangan, keserasian dan keselarasan L7L
pembangunan antar daerah di Daerah Bali.
4.
Kebijaksanaan pembangunan daerah juga diarahkan agar terjadi keseimbangan, keserasian dan keselarasan antara pernbangunan ekonomi, pembangunan kebudayaan dan lingkungan hidup, dengau demikian pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi hendaknya tetap dapat meningkatkan nilai-nilai kebudayaan daerah, dan
kelestarian fungsi lingkungan hidup.
5.
Dalam Pembangunan Jangka Panjang Kedua serta Pembangunan Lima Tahun Keenam Daerah, kebijaksanaan pembangunan tetap bertumpu pada Trilogi Pembangunan, yaitu pemerataan penrbangunan dan hasil-hasilnya menuju terciptanya kemakmuran yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat, pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan stabilitas daerah yang sehat dan dinamis. Ketiga unsur Trilogi Pembangunan tersebut saling mengait dan perlu dikembangkan secara selaras, terpadu dan salingmemperkuat'
6. Laju pertumbuhan
ekonomi yang cukup tinggi harus diupayakan dengan makin mengandalkan pada peningkatan efisiensi.dan produktivitas dan perwujudannya dilandaskan pada peran serta aktif dan luas oleh masyarakat yang dijirvai oleh semangat kemitraan dalam berusaha. Hasil pembangunan harus dapat dinikmati secara iebih adil dan merata oleh masyarakat dan stabilitas daerah dapat terpelihara dengan mantap serta terjamin kelestarian kebudayaan daerah dan fungsi lingkungan hidup.
3.2 TUJUAN
PENGEMBANGAN TATA RUANG WILAYAH
PROPINSI DATI I
BAII
Rencana Tata RuangWilayah Propinsi Bali pada dasarnya akan berfungsi
sebagai matra ruang dari Pola Fasar Pembangunan Daerah Tingkat I. OIeh seloab itu didalam perumusan konsepsinya seyogyanya mengacu
pada tujuan, sasaran, arah dan kebijaksanaan pembangunan jangka panjang yang telah clitetapl
N{engacu pada arah pembalr-Lrn:in daerilh jerlgl
umum, yaitu : - pemerataan pertumbuhan disemua l)aerah Tingkat II untuk menirrgkatkan taraf hidup masyarakat melaiui berbagai sektor pembangunan; dan 172
-
meningkatkan pertumbuhan Wilayah Propinsi sebagai bagian dari rvilayah Indonesia Bagian Tengah, untuk menekan tingkat ketimpangan inter-regional.
Untuk rnendukung tujuan pembangunan jangka panjang tersebut, melalui pendekatan spasial, hal diatas perlu dirumuskan kembali sebagai
pengembangan tata ruang. Dalam hal ini dibedakan 2 tujuan pengembangan tata ruang Bali, yaitu d'ecara Makro dengan mendudukannya dalam lingkup antar-wilayah, serta secara Mikro dengan mendudukannya dalam lingkup intra-wilayah. Tujuan pengembangan Tata Ruang Makro
-
:
rnengembangkan sistem interaksi antar-wilayah, dalam lingkup
regional maupun nasional terutama melalui transportasi darat, laut dan udara. Tujuan pengembangan Tata Ruang Makro
:
-
mengoptimalkan pemanfaatan potensi dan surnber daya alam dengan tetap memperhatikan azas kelestarian, keserasian, dan keseimbangan lingkungan dan budaya daerah Bali;
-
meningkatkan kualitas sumber daya manusia, agar dapat mendukung pertumbuhan pembangunan yang direncanakan;
-
menyeimbangkan pertumbuhan antar dan intra wilayah melalui pemerataan pembangunan, peningkatan perdagangan antar daerah, serta melalui peningkatan kemungkinan investasi;
-
memantapkan pemanfaatan ruang untuk kawasan lindung dan mengarahkan pemanfaatan ruang untuk kawasan budidaya;
-
mengembangkan sistem jaringan transportasi intra-wilayah yang memadai dalam pembentukan satu kesatuan wilayah dan prasarana
perhubungan dan komunikasi keseluruh pelosok wilayah Propinsi Bali secara lebih merata;
-
mengembangkansistemkota-kotayangterintegrasidengansistem lainnya dan mengkaitkan pertumbuhan antara kota dengan desa dalam rangka mengembangkan hubungan yang saling menguntungkan antara kota dan desa; dan
-
mengembangkan kawasan-kawasan yang berlokasi strategis atau yang dianggap strategis, mengantisipasi kecenderungan kawasankawasan yang tumbuh pesat, mempercepat pertumbuhan dan 1.73
perkembangan daerah-daerah yang tertinggal dan mengembalikan fungsi lahan kritis dan lahan potensial kritis.
3.3
PENDEKATAN KONSEPSIONAL PENGEMBANGAN TATA RUANG
Sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan, konsepsi struktur Tata Ruang Propinsi Bali perlu dikembangkan dengan mempertimbangkan baik aspek antar wilayah maupun intra wilayah. Kedua konsepsi ini tak
dapat dilepaskan satu sama lain sebagai
titik tolak bagi strategi
pengembangan serta perwujudannya dalam bentuk Rencana Tata Ruang
Wilayah.
3.3.1
Pengembangan Tata Ruang Wilayah Bali dalam Konteks Antar
Wilayah Secara eksternal pengembangan tata ruang Propinsi Bali tidak dapat dilepaskan dari kedudukan dan peranannya dalam lingkup antar wilayah, dimana Propinsi Bali tidakhanya berperan dalam konteks intra wilayah,
melainkan juga sangat berperan dalam kawasan-kawasan Indonesia
bagian tengah secara umum, serta kemungkinan keterkaitannya dengan
negara lain di kawasan global Pasifrk. Beberapa hal yang menjadi dasar pertimbangan bagi konsepsi Tata Ruang Wilayah Bali secara makro adalah sebagai berikut :
-
karakteristik fisik geografis Propinsi Bali sebagai wilayah yang berada pada jalur lintasan transportasi Darat dari Sumatra-JawaNTT (Aceh-Los Polos):
-
keterkaitan ekonomi antar wilayah Propinsi Bali dengan propinsi lainnya yang telah terbentuk dan tercermin dari rute pelayaran dan pola aliran barang;
-
keterkaitan spasial antara kota-kota utama di Bali dengan kotakota di Propinsi lainnya di Pulau Jawa dan Nusa Tenggara yang bergantung pada perhubungan darat, laut dan udara; dan
-
kedudukan Bandar Udara Ngurah Rai yang menjadi salah satu titik simpul bagi pengembangan Wilayah Indonesia Bagian Tengah.
Berdasarkan hal diatas, maka konsepsi Tata Ruang Wilayah Bali secara makro/antar wilayah akan diarahkan pada pengembangan wilayah yang tumbuh pesat dan yang menghubungkan pusat-pusat pelayanan
regional yaitu wilayah yang dilalui jalur jalan Arteri GilimanukDenpasar-Padangbai di Bali Selatan, dan Jalur Jalan Gilimanuk774
Singaraja-Amlapura di Bali Utara. Keberadaanjalan tersebut merupakan prasarana yang diharapkan dapat memperkuat keterkaitan Wilayah Propinsi Bali dengan Propinsi se Jawa dan NTB-NTT.
Kedudukan Pelabuhan laut Gilimanuk di bagian barat dan Dermaga Penyeberangan Padangbai di bagian timur Pulau Bali berperan sebagai pintu gerbangbagijalurperhubunganlaut dan darat antara Bali dengan Jawa dan Bali dengan Nusa Tenggara Barat. Selain itu kedudukan Kota Singaraja sebagai kutub pertumbuhan di Bali Utara dan Pelabuhan Laut Celukan Bawang akan memberi harapan bagi peningkatan jalur transportasi darat melewati pantai utara Bali serta ditunjang oleh keberadaan Pantai Tulamben di Bali Timur yang memiliki prospek cerah sebagai kawasan pariwisata, (khususnya pengembangan atraksi wisata tirta dan nelayan) yang secara keseluruhan adalah komponen pembentuk struktur ruang antar wilayah melewati Pantai Utara Bali dengan meningkatkan geometrik darijalur Kolektor Primer GilimanukSingaraj a-Amlapura-Padangbai.
Dari segi perhubungan udara, wilayah yang tumbuh pesat adalah Wilayah Kuta di Kabupaten Badung yang ditinjau dari keberadaan Bandara Ngurah Rai, mempunyai keuntungan komparatif untuk mendukungperkembangan wilayah serta memantapkan keterkaitannya dengan wilayah-wilayah propinsi lainnya di Indonesia serta hubungan perdagangan dengan negara-negara di Asia Pasifik dan negara-negara lainnya. Konsepsi tata ruang wilayah Bali dalam konteks antar wilayah secara diagramatis disajikan pada Gambar III.2.
3.3.2
Pengembangan Tata Ruang Wilayah Propinsi dalam Konteks Intra Wilayah
Dati
I
Bali
Dalam konteks intra wilayah secara konsepsial pengembangan Tata Ruang Wilayah Propinsi Bali mempertimbangkan aspek-aspek sebagai
berikut
-
:
keterkaitanpotensidandayadukungwilayahuntukdikembangkan; keterkaitan antar kegiatan/sektor yang memanfaatkan ruang; keterkaitan fungsional dan spasial antarakota-kota sebagai pusat pelayanan terhadap wilayah belakangnya; dan
Ditinjau dari potensinya, wilayah Bali potensial dikembangkan terutama untuk budidaya pertanian. Disamping itu terdapat pula potensi industri L75
kecil serta pariwisata (terutama pariwisata budaya dan daya tarik obyek wisata). Pengernbangan potensi wilayah perlu dikaitkan dengan daya dukung wilayahnya sehingga pemanfaatannya memperhatikan aspek-aspek kelestarian lingkungan sesuai dengan prinsip pembangunan berkelanjutan. Dalam kaitan ini, maka keberadaan kawasan lindung (sesuai kriteria dalam Keppres No. 3211990) dapat dipandang sebagai limitasi bagi pengembangan kegiatan budidaya.
Perencanaan Tata Ruang Wilayah Propinsi pada dasarnya harus dapat mengakomodasikan kepentingan sektor-sektor/kegiatan pembangunan
yang memanfaatkan ruang. Dalam hal ini kepentingan sektor-sektor tersebut dapat dilihat dari keberadaan :
-
rencanatata ruang sektor yang bersangkutan; status penguasaan lahan dan sektor; dan kegiatan eksisting proyeVusulan proyek sektoral.
Secara sektoral, kegiatan-kegiatan yang dominan memanfaatkan ruang wilayah propinsi Bali adalah pertanian (perkebunan, tanaman pangan), kehutanan, dan pariwisata. Dalam konsepsi Struktur Tata Ruang Propinsi Bali, kegiatan/sektor-sektor yang memanfaatkanruang tersebut perlu ditinjau keterkaitannya satu sama lain. Didasarkan pada hasil analisis yang telah dilakukan, kepentingan antar sektor tersebut . secara spasial menunjukkan berbagai permasalahan tumpang-tindih dalam pengendalian kawasannya masing-masing. Untuk mengupayakan sinkronisasinya satu sama lain permasalahan tumpang tindih antar kawasan sektoral ini dibedakan 3 alternatif bentuk penyelesaian tumpang tindih yakni :
-
antar kegiatan dimungkinkan rerjadinya tumpang tindih daiam kawasan yang sama tanpa saling mengganggu;
-
antarkegiatandimungkinkanuntukberlokasisecaraberdampingan dalam kawasan yang berdekatan; dan
-
kegiatan tertentu dapat mengkonversi kegiatan yang lain sesuai dengan prioritasnya.
Dalam konteks pengembangan wilayah Bali, pengembangan kota-kota pada dasarnya diarahkan pada pengembangan pusat-pusat pelayanan. Sesuai dengan fungsi utamanya, pengembangan kota-kota harus terkait
dengan wilayah belakangnya, terutama kota-kota tersebut sebagai
pusat perdagangan/pemasaran berbagai komoditas pertanian/ 176
GAMBAR
III2
DIAGRAM POLA KETERKAITAN ARUS BARANG DAN PENUMPANG ANTAR WILAYAH
KUALA LUMPUR, HONG
SEOUL . SIN6AP.URA
i.
=?
JALUR HUEUNGAN
+AElviJorffiN)eoR
PENgRSAN6AN OOMESTIK
S
INGARAJA
I f{
"'6
t lX lf i,i!
-
!'
^
suR A8a14
MATAnAU,SUilEAWA,ItMA UAUMEFE
H -l
\]
.
JAII'R
HUBUNGAN
!igi"o'ffxt'0.
'
PENERBANGAN
INTER NASIONAL
*t'oYf'i3"*'$"o'
perkebunan yang dihasilkan di wilayah belakangnya. Disamping itu, teberadaan kota-kota tersebut perlu pula dilihat dalam keseluruhan sistem kota yang dibentuknya. Ini berarti keterkaitan fungsional antar kota akan menjadi titik tolak bagi pengembangan wilayah BaIi. Untuk merumuskan konsepsi Tata Ruang Wilayah Propinsi Dati I Bali secara intra wilayah, beberapa faktor yang menjadi dasar pertimbangan adalah: - limitasi fisik wilayah untuk dikembangkan serta potensi pengembangan kegi atan budidaya (produksi dan permukiman); - karakteristik perkembangan yang berbeda antara wilayah Bali utara dengan BaIi Selatan serta antar wilayah Kabupaten/I(odya Dati II; - pola distribusi kota yang berdasarkan ukuran jumlah penduduknya masih didominasi oleh kota desa dan desa; - hirarki kota-kota sesuai dengan skala pelayanannya dalam lingkup wilayah (nasional, regional, atau lokal);
-
fungsi utama kota-kota yang masih harus ditingkatkan sebagai pusatkegiatan perdagangan, pemerintahan, permukiman dan pusat komunikasi, disamping fungsi pusat hinterland; - akses antara kota-kota sebagai pusat pelayanan terhadap wilayah belakang yang dilayaninya masih harus ditingkatkan; dan - potensi pengembangan wilayah belakang terutama sebagai sentra produksi peitanian (perkebunan dan tanaman pangan lahan basah). Didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan diatas, maka Struktur Tata Ruang (intra) wilayah Bali yang akan dikembangkan dengan antisipasi sampai dengan 15 tahun yang akan datang, secara konsepsional mengarah pada
-
178
:
pola pemanfaatan ruang untuk kawasan hutan lindung sebagai wilayah yang secara fi sik mempunyai iimitasi untuk dikembangkan sekaligus untuk menjaga kelestariannya; dalam hal ini kawasan lindung akan membatasi pengembangan pada jalur pegunungan di bagian utara (Kabupaten Buleleng), di bagian Barat (Kabupaten Jembrana), tengah (Kabupaten Tabanan dan Badung), dan timur (Kabupaten Bangli dan Karangasem); dan pada jalur di sepanjang pantaiyang sejalan dengan aplikasi dari falsafah Nyegara-Gunung sebagai kawasan-kawasan suci yang harus dilindungi keberadaannya;
-
pola pemanfaatan ruang untuk kawasan budidaya baik yang berfungsi sebagai penyangga terhadap kawasan lindung maupun yang bersifat budidaya intensif (perkebunan, tanaman pangan lahan basah);
-
pengembangan kawasan budidaya yang bersifat intensif akan diarahkan terutama pada wilayah di sebelah selatan dan sepanjang
j
alur Gilimanuk-Denpasar-padangbai;
-
pola pengembangan sistem kota-kota yang akan diarahkan pada terbentuknya empat sistem kota yang mantap yaitu dengan pusat pelayanan : Denpasar, Singaraja, Negara dan Semarapuia;
-
pola pengembangan jaringan transportasi utama wilayah daratan dengan memanfaatkan fungsi jalan Arteri Gilimanuk-DenpasarPadangbai sebagai pemacu perkembangan wilayah Bali selatan dan Jalan Kolektor Primer Gilimanuk-Singaraja-padangbai di sepanjang
j-alur utara dapat menunjang pengembangan kota_kota yang dilaluinya.
-
pola pengembangan jaringan transportasi laut dan udara untuk melayani angkutan penumpang dan jasa, terutama untuk kegiatan pariwisata.
Konsepsi rata Ruang wilayah Bali dalam konteks intra wilayah digambarkan sesuai konsep pengembangan pada Gambar III.B.
3.4.
STRATEGI PENGEMBANGAN TATA RUANG PROPINSI BALI Berdasarkan tujuan dan pendekatan konsepsional yang telah ditetapkan untukpengembangan Tata Ruangwilayah propinsi gali dalam konteks
antar maupun intra wilayah, selanjutnya pada bagian ini akan dirumuskan strategi pengembangan untuk mewujudkannya dalam bentuk rencana tata ruang. Sejalan dengan konsepsi struitur tata ruang yang telah dirumuskan, strategi pengembangan Tata Ruang Propinsi Bali meliputi strategi yang bersifat makro atau antar wilayah dan strategiyangbersifatmikro yangterdiri atas : strategipengembanlan kawasan lindung dan kawasan budidaya, strategi petrgembangan kotakota, strategi pengembangan sistem prasarana wilayah, serta strategi pengembangan wilayah-wilayah prioritas.
3.4.1
Strategi Pengembangan Tata Ruang Makro
Sesuai dengan tujuan pengembangan tata ruangyangterah dirumuskan,
strategi pengembangan tata ruang Bali secara makro akan diarahkan
179
180
cl
E
pada upaya untuk mewujudkan Tata Ruang Wilayah propinsi yang terkait dengan pengembangan pusat-pusat wilayah Indoneiia sagian Timur, pusat-pusat kegiatan di Indonesia Bagian Timur, pusat-pusat kegiatan di Indonesia Bagian Tengah, dan pusat-pusat legiatan di Indonesia Bagian Barat. selain itu diarahkan juga pada kemungkinan keterkaitannya dengan kawasan global pasifik. strategi peng"*bungrt
tata ruang makro ini dimaksudkan untuk mendukung tujuan
pengembangan wilayah Bali dalam meningkatkan pertumbuhan ekonominya dengan memperbesar peluang pasar, maka dalam konteks antar wilayah strategi pengembangannya adalah : 1' Memantapkankota-kota yangberperan sebagai pusat-pusat nasional dan regional (Denpasar, Singaraja, Negara dan Semarapura) agar pengembangan fungsinya terkait dengan sistem kota di kawasan Indonesia Timur dan Pulau Jawa. Salah satu fungsi penting dari kota-kota tersebut adalah sebagai pusat koleksi dan distribusi barang danjasa dalam wilayahnya, juga dalam hubungannya dengan wilayah luar. Bagi wilayah Bali, karakteristik geografisnya yang terletak pada jalur sumatera-Jawa-Bali-NTB-NTT berpengaruh besar terhadap berkembangnya kota-kota dalam sistem kota-kota
di wilayah Propinsi Bali. Untuk dapat mendukung tujuan
pengembangan wilayah, peningkatan pertumbuhan
2'
d an fungsi kotakota Denpasar, Singaraja, Negara dan Semarapura sebagai pusat_ pusat koleksi distribusi regional perlu didukung oleh pengembangan kota-kota kecil di sekitarnya sebagai pusat subregionai dan lokal. selain itu perlu arahan pemanfaatan sumber daya potensial yang diantaranya dapat menjadi komoditi ekspor meralui arahan pengembangan kawasan budidaya di wilayah belakang. Meningkatkan aksesibilitas kota-kota pusat regional dalam lingkup inter regional melalui pengembangan sistem transportasi darat, laut dan udara yang terpadu. untuk menunjang fungsinya sebagai pusat perhubungan dengan wilayah luar, maka diarahkan pengem_ bangan sistem transportasi darat, laut dan udara pada kota-kota pusat regional yang merupakan pintu gerbang wilayah Bali, yaitu : a) Pemantapan jalur transportasi darat Gilimanuk-Denpasar_ Padangbai dan jalur Gilimanuk-Singaraja-Amlapura-padang_ bai;
b)
Pemantapan prasarana dermaga penyeberangan Gilimanuk, pelabuhan Celukan Bawang, pelabuhan Benoa, pelabuhan Labuhan Amuk, dan dermagapenyeberangan padangbai serta 181
penegasan fungsi-fungsi pelabuhan laut seperti pemantapan pelabuhan Celukan Bawang sebagai pelabuhan bongkar muat
barang antar pulau yang secara intra wilayah diarahkan melayani Bali secara keseluruhan;
c) 3.4.2
Peningkatankapasitas dan kualitas prasarana Bandara Ngurah Rai.
Strategi Pengembangan Tata Ruang Mikro
Strategi pengembangan Tata Ruang Bali secara mikro meliputi strategi pengembangan kawasan lindung, pengembangan kawasan budidaya, pengembangan sistem kota-kota, pengembangan sistem prasarana wilayah, serta pengembangan wilayah-wilayah prioritas.
A.
Strategi Pengembangan Kawasan Lindung
Untuk menjamin kelestarian lingkungan dan keseimbangan pemanfaatan sumber daya alam sesuai dengan prinsip pembangunan berkelanjutan, maka perlu dimantapkan bagian-bagian wilayah yang akan atau tetap memiliki fungsi lindung. Strategi pengembangannya diarahkan pada :
1.
Pemantapan kawasan lindung sesuai dengan fungsinya masingmasing. Kawasan perlindungan setempat yang perlu dimantapkan adalah di sepanjang pantai, di sepanjang kiri-kanan sungai, disekeliling danau/waduk, mata air, radius kawasan suci dan tempat suci sertakawasan di sekitarjurang. Jenis kawasan suaka alam dan cagar budayayar.g perlu dimantapkan adalah suaka alam, suaka alam laut dan perairan lainnya, pantai berhutan bakau, taman hutan raya, serta cagar budaya dan ilmu pengetahuan. Kawasan pada rawan bencana yang perlu ditentukan adalah kawasan rawan letusan gunung berapi, rawan banjir/tergenang dan rawan abrasi pantai.
2.
Pengendalian pemanfaatan ruang pada kawasan lindung agar sesuai dengan fungsi lindungyangt elah ditetapkan dengan kriteria kawasan lindung.
Dalam mengupayakan tercapainya kelestarian dan keseimbangan lingkungan dengan tetap mempertimbangkan kebutuhan pembangunan,
maka kegiatan budidaya yang telah ada di kawasan lindung yang ditetapkan pada prinsipnya dapat dilanjutkan sej auh tidak mengganggu kepentingan fungsi lindungnya. Jika kegiatan itu dianggap dapat
r82
menggi rrlggu fungsi lindung, maka perlu dilakukan pembatasan terhadap pengembangannya atau dihentikan sama sekali.
B.
Strategi Pengembangan Kawasan Budidaya
Setelah pemantapan kawasan lindung, dengan memperhatikan keterkaitan potensi dan daya dukung wilayah, perlu adanya arahan pengembangan bagi kegiatan budidaya baik produksi maupun permukiman. Dalam hal ini pengembangan kawasan budidaya akan diarahkan pada :
1. Pengembangan kawasan budidaya yang diarahkan untuk
mengakomodasikan kegiatan produksi (perkebunan, pertanian, tanaman pangan lahan kering, pertanian tanaman pangan lahan
basah, permukiman (perkotaan dan perdesaan), kegiatan pertambangan (galian C), industri serta pariwisata.
2.
Pengembangan kawasan pertanian tanaman pangan lahan basah
perlu diarahkan pada wilayah-wilayah yang memiliki potensi/ kesesuaian lahan serta dukungan proyek/usulan prasarana irigasi. Pengembangan kawasan hutan produksi diarahkan pada upaya
pemanfaatan hasil hutan secara optimal serta memperhatikan prinsip pembangunan berkelanjutan. Pengembangankawasanhutan produksi diarahkan pada upaya pemanfaatan hasil hutan secara optimal serta memperhatikan prinsip pembangunan berkelanjutan. Pengembangan kawasan perindustrian akan diarahkan pada pengembangan sentra-sentra industri kecil dan zon.a-zona aneka industri. Pengembangan kawasan pariwisata berpedoman pada aspek kebudayaan secara luas, dengan memperhatikan aspek kelestarian lingkungan hidup dan pembangunan berkelanjutan. Pengembangan kawasan pariwisata diarahkan terutama pada pengembangan sarana dan prasarana akomodasi wisata pada kawasan-kawasan pariwisata, dan meningkatkan sarana dan prasarana penunjang obyek dan daya tarik wisata yang sedang dan belum berkembang.
3.
Pengendalian pemanfaatan ruang pada kawasan budidaya agar tidak terj adi konflik antarkegiatan/sektor. Dalam kaitannya dengan permasalahan tumpang tindih antar beberapa kegiatan budidaya atau rencana sektoral yang telah ada, maka perlu adanya pengendalian pemanfaatan ruang dalam kawasan budidaya. Pengendalian pemanfaatan ruang sebagai suatu bagian dari mekanisme pengelolaan tata ruang. 183
C.
Strategi Pengembangan Sistem Prasarana Wilayah
Berdasarkan kondisi wilayah, potensi dan kepentingan wilayahnya, maka sistem prasarana di Bali yang diarahkan untuk dikembangkan terutama adaiah sistem jaringan prasarana jalan, prasarana perhubungan laut, prasarana perhubungan udara, prasarana pengairan, sistem prasarana airbersih, sistem prasarana energi listrik, dan sistem prasarana telekomunikasi. Strategi pengembangan bagi masing-masing sistem prasarana tersebut adalah :
1.
Mengembangkan sistemprasarana utamawilayahyangterdiri dari sistem j aringan transportasi darat untuk meningkatkan aksebilitas
antara kota-kota sebagai pusat pelayanan terhadap daerah belakangnya serta antar kota sesuai dengan fungsinya. Perkembangan daerah-daerah di wilayah BaIi yang relatif rendah tidak terlepas dari keterbatasan perhubungan darat dalam arti belum cukup terjangkaunya sebagian wilayah oleh jaringan jalan. Sampai saat inijaringan transportasi darat yang kondisinya cukup baik hanya jalur jalan negara dan beberapa jalur jalan propinsi yang menghubungkan beberapa kota menengah dan kecil. Oleh sebab itu seiring dengan arahan bagi pengembangan kota-kota, diarahkan pengembanganjaringanj alan antar kota maupun antara kota-kota dengan daerah belakangnya di dalam dan antara kota lainnya dalam suatu sistem kota di Bali. Pengembangan ini dimaksudkan untuk memberikan jalur bagi upaya pengembangan wilayah yang lebih merata melalui peningkatan keterkaitan antar pusat-pusat pelayanan atau dengan daerah belakangnya, sekaligus mendukung upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi melalui pelayanan perhubungan bagi kegiatan ekonomi.
2.
Strategi pengembangan transportasi laut diarahkan untuk mengembangkan dan meningkatkan kapasitas prasarana pelabuhan laut dengan melakukan perluasan dan penambahan : dermaga,
terminal penumpang, fasilitas sandar, dan perbaikan terhadap kolam labuh serta mempertegas fungsi dari tiap-tiap pelabuhan iaut yang ada di Bali sesuai dengan konsep pengembangan rencana struktur tata ruang.
3. '
Strategi pengembangan transportasi udara diarahkan untuk mengembangkan dan meningkatkan kapasitas tampung Bandara
Ngurah Rai terutama kapasitas apron dan terminal melalui II.
pembangunan Bandara Ngurah Rai Tahap 184
4.
Strategi pengembangan air bersih adalah memberikan pelayanan air yang memadai kuantitas maupun kualitasnya baik domestik maupun non domestik. Meningkatkan dan perluasan pelayanan air bersih di perkotaan maupun pedesaan serta peningkatan kapasitas sumber air baku.
5.
Strategi pengembangan sistem prasarana irigasi adalah untuk distribusi air yang memadai kualitas maupun kuantitas untuk pengembangan pertanian terutama pertanian lahan basah. Mengadakan pengaturan pemakaian air serta pengukurannya melalui pembangunan dan peningkatan daerah irigasi.
6.
Strategi pengembangan energi listrik diarahkan untuk memberikan pelayanan yangmemadai dan lebih merata. Meningkatkan kapasitas sumber pembangkit tenaga listrik dan perluasanj aringan distribusi.
7.
Strategi pengembangan telekomunikasi adalah memberikan kemudahan bagi pemakai jasa telekomunikasi. Meningkatkan pelayanan pos dan giro serta peningkatan kapasitas sentral dan kapasitas jaringan telepon.
D.
Strategi Pengembangan Sistem Kota-Kota Sesuai dengan pendekatan dalam mengembangkan kota-kota di Bali yang telah dikelompokkan ke dalam empat sistem, maka secara umum sistem kota-kota yang akan dikembangkan lebih diarahkan pada pemantapan hirarki dari masing-masing pusat permukiman serta memantapkan fungsi pusat-pusat permukiman sebagai pusat kegiatan nasional, pusat kegiatan wilayah dan pusat kegiatan lokal. Dalam lingkup ruang nasional, kota-kota berada dalam suatu sistem yang elemennya mempunyai fungsi tertentu dan saling terkait secara fungsional satu samalain dalam suatuhirarki pelayanan. Berdasarkan pengertian fungsi kota yang termuat di dalam konsep Strategi Nasionai Pengembangan Pola Tata Ruang (SNPPTR, 1994) dan telah disesuaikan dengan kondisi wilayah perencanaan menghasilkan fungsi-fungsi kota/ pusat permukiman adalah sebagai berikut : a. Pusat Kegiatan Nasional (PKN), dengan kriteria penentuan : - Kota yang mempunyai potensi sebagai pintu gerbang ke kawasankawasan internasional dan mempunyai potensi untuk mendorong daerah sekitarnya. - Pusat jasa-jasa pelayanan keuangan/bank yang melayani nasionaVbeberapa propinsi. 185
b.
Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) dengan kriteria penentuan
c.
Pusat pengolahan/pengumpul barang secara nasional/beberapa propinsi. Simpul transportasi secara rrasionaVbeberapa propinsi. Jasa pemerintahan untuk nasionaVbeberapa propinsi. Jasa-jasa publik yang lain untuk nasional/beberapa propinsi' :
Pusat-pusat jasa pelayanan keuangan/bank yang melayani beberapa kabupaten. Pusat pengelolaan/pengumpul barang yang melayani beberapa kabupaten. Simpui transportasi untuk beberapa kabupaten. Pusat pelayanan jasa pemerintahan untuk beberapa kabupaten' Pusat pelayanan jasa-jasa yang lain untuk beberapa kabupaten'
Pusat Kegiatan Lokal (PKL-AiPKL-B) dengan kriteria penentuan : - Pusat jasa-jasa pelayanan keuangan/bank yang melayani satu kabupaten atau beberapa kecamatan. - Pusatpengolahan/pengumpul baranguntuk beberapakecamatan'
-
Simpul transportasi untuk beberapa kecamatan' Jasa pemerintahan untuk beberapa kecamatan. Bersifat khusus karena mendorong perkembangan sektor strategis. sesuai dengan fungsi kota yang telah disebutkan di atas, maka secara Iebih rinci strategi sistem kota-kota adalah :
1.
2.
Memantapkan fungsi pusat permukiman Denpasar sebagai Pusat Kegiatan Nasional dan memantapkan sistem kota secara keseluruhan melalui pengembangan kota-kota dengan orde yang lebih rendah disekitarnYa. Mengembangkan dan meningkatkan peran kota-kota kecil (kategori kota desa atau desa) sebagai pusat dari wilayah belakangnya (pemasaran dan perdagangan, pusat komunikasi, serta pusat kegiatan usaha dan produksi). Peran kota-kota kecil dalam sistem kota-kota di Bali secara umum akan ditingkatkan, yaitu ibukotaibukota kecamatan yang termasuk kota orde v. Pengembangan
186 ;',,
.f
peran kota-kota ini berimplikasi pada perlunya peningkatan berbagai fasilitas perkotaan baik secara kuantitas maupun kualitas yang mempertimbangkan daya dukung penduduk yang dilayaninya,
3.
Meningkatkanketerkaitanantarkota,baiksecarafungsionaldengan pengembangan fungsi pelayanan kota yang terintegrasi satu sama lain maupun secara spasial dengan meningkatkan aksesibilitasnya terutama melalui pengembangan prasarana perhubungan, baik perhubungan laut maupun perhubungan darat. Untuk mencapai pengembangan wilayah Bali yang mengarah kepada pemerataan, makaj aringanjalan yang menghubungkan pusat-pusat perrnukiman perlu ditingkatkan dengan melihat tingkat kepentingan dan potensi kota-kota yang bersangkutan.
E.
Strategi Pengembangan Wilayah-wilayah prioritas
Salah satu produk yang akan dihasilkan dalam rencana tata ruang propinsi ini adalah pengembangan wilayah-wilayah tertentu yang perlu mendapat prioritas untuk pengembangannya dalam jangka menengah dan perlu segera mendapat dukungan penataan ruang, yang meliputi satu atau beberapa kombinasi dari kawasan yang memiliki potensi sektor-sektor unggulan, kawasan cepat berkembang, kawasan
lahan kritis, maupun kawasan miskin/tertinggal. secara lebih rinci, strategi pengembangan wilayah-wilayah prioritas di Bali diarahkan
untuk:
1.
Mengembangkan kawasan-kawasan untuk mengakomodasikan kepentingan sektor-sektor unggulan yang memerlukan pengem. bangan dan perlu mendapat dukungan penataan ruang. Pengernbangan kawasan-kawasan ini mempertimbangkan keberadaan dan tingkat kepentingan sektor terhadap wilayah dalam hal potensi maupun permasalahan, serta ketersediaan clan kesiapan
sarana,/prasarana untuk mendukung investasi yang akan dialokasikannya.
2.
Mengantisipasi kecenderungan karvasan-kawasan cepat berkembang yang memerlukan dukungan penataan ruang dalam mengalokasikan kegiatan serta fasilitas pendukung.
3.
Menangani permasalahan tata ruang pada kawasan-kawasan yang memiliki lahan kritis dan kurang berkembang untuk mengembalikan fungsinya serta memacu perkemban gan wilayahnya.
187
4.
Menangani kantung-kantung kemiskinan yang masih tersebar di beberapa tempat di wilayah Bali dengan mendukung kebij aksanaan purrg"rrtu.un kemiskinan melalui program Inpres Desa Tertinggal (IDT) serta penyediaan sarana dan fasilitas penunjang agar program tersebut dapat mencapai tujuan yang diharapkan' Lebih lanjut, pengembangan wilayah prioritas ini dilakukan di tiap wilayah yang memiliki karakteristik tertentu dari gabungan kriteriakriteria ai utu. sehingga dalam penanganannya akan lebih terarah dan efisien sesuai dengan kebutuhan yang spesifik untuk masing-masing wilayah prioritas.
188