i
ANALISIS PERSEDIAAN KEDELAI SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN TAHU (Studi Kasus pada Industri Tahu Mekar di Kelurahan Liabuku Kecamatan Bungi Kota Bau-Bau)
SKRIPSI
Oleh: MINARTIN NIM. D1A1 12 008
JURUSAN/PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2016
ii
ANALISIS PERSEDIAAN KEDELAI SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN TAHU (Studi Kasus pada Industri Tahu Mekar di Kelurahan Liabuku Kecamatan Bungi Kota Bau-Bau)
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Pertanian untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan studi pada Jurusan/Program Studi Agribisnis
Oleh: MINARTIN NIM: D1A1 12 008
JURUSAN/PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2016
iii
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN PERGURUAN
SEBAGAI TINGGI
SKRIPSI ATAU
ATAU
KARYA
LEMBAGA
ILMIAH
MANAPUN,
PADA
APABILA
DIKEMUDIAN HARI TERBUKTI ATAU DAPAT DIBUKTIKAN BAHWA SKRIPSI INI HASIL JIPLAKAN, MAKA SAYA BERSEDIA MENERIMA SANKSI SESUAI PERATURAN YANG BERLAKU.
KENDARI, DESEMBER 2016
MINARTIN D1A1 12 008
iii
iv
iv
v
v
vi
ABSTRAK Minartin (D1A1 12 008). Analisis Persediaan Kedelai Sebagai Bahan Baku Pembuatan Tahu (Studi Kasus: Industri Tahu Mekar di Kelurahan Liabuku Kecamatan Bungi Kota Bau-Bau). Dibawah bimbingan Usman Rianse dan Sitti Aida Adha Taridala. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengidentifikasi persediaan bahan baku kedelai, (2) mengkalkulasi persediaan bahan baku sebelum dan sesudah menggunakan analisis EOQ, dan (3) menganalisis waktu pemesanan kembali bahan baku agar tidak kehabisan stok kedelai digudang penyimpanan. Penelitian ini adalah studi kasus sehingga pimpinan Industri Tahu Mekar dijadikan sebagai sumber untuk memperoleh informasi sesuai dengan kebutuhan peneliti. Data dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif dan analisis EOQ, TIC, Safety Stock dan ROP. Terdapat beberapa hasil yang diperoleh dalam penelitian ini. Pertama, jenis kedelai yang digunakan yaitu kedelai impor dari Surabaya dan kedelai lokal dari Ereke, Buton Utara. Volume pembelian kedelai impor sebanyak 10.000 kg dan lokal sebanyak 1.000 kg dengan harga masing-masing Rp 8.000 per kg. Kedua, persediaan bahan baku pada industri Tahu Mekar belum optimal dengan selisih sebanyak 6.424,16 kg dengan selisih biaya total persediaan bahan baku sebesar Rp 85.239,51. Ketiga, agar tidak kehabisan stok bahan baku digudang penyimpanan maka persediaan pengaman yang harus selalu tersedia digudang penyimpanan sebanyak 2.333 kg dan melakukan pemesanan kembali bahan baku pada saat persediaan bahan baku digudang penyimpanan sebanyak 3.833 kg.
Kata kunci: Analisis persediaan, bahan baku kedelai, Industri Tahu Mekar
vi
vii
ABSTRACT Minartin (D1A1 12 008). Analysis of Soybean Inventory as Raw Material for Making Soybean Curd (Case Study: Tahu Mekar Industry in the Liabuku Village Bungi Subdistrict of Bau-Bau). Under the supervision of Usman Rianse and Sitti Aida Adha Taridala. This study aimed to determine: (1) identify soybean raw material inventory, (2) calculate the inventory of raw materials before and after using the EOQ analysis, and (3) analyze the time of re-ordering the raw materials to avoid running out of stock the soybean in warehouse storage. This research is a case study so that manager of Tahu Mekar Industry as a source for obtaining information in accordance with the needs of researchers. Data were analyzed using descriptive analysis and EOQ, TIC, Safety Stock and ROP analytical. Research results are as follows: First, the type of soybean used are soybean imports from Surabaya City and local soybean from Ereke, North Buton. The volume of imported soybean purchases as much as 10,000 kg and 1,000 kg with the local price of Rp 8,000 per kg. Second, total supply of raw material to the Tahu Mekar Industry is not optimal with a difference of as much as 6,424.16 kg and difference in total cost of raw material inventory of Rp 85,239.51. Third, in order not to run out of stock of raw materials, the storage warehouse safety stock should always be available in warehouse storage of as much as 2,333 kg and perform reordering of raw materials during storage warehouse inventory of raw materials as much as 3,833 kg. Keywords: Inventory analysis, raw materials Soybean, Tahu Mekar Industry
vii
viii
UCAPAN TERIMA KASIH
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh. Puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan seluruh rangkaian perkuliahan, penelitian serta penyusunan skripsi hingga dalam wujud sekarang ini. Shalawat serta salam senantiasa penulis haturkan kepada nabi besar Muhammad Shallallahu’ Alaihi Wasallam serta para keluarga dan sahabat beliau yang menjadi suri teladan bagi seluruh ummat manusia. Ucapan terima kasih dengan bangga penulis persembahkan kepada orang tua, Bapak Alm. La Tongkola dan Ibu Wa Nasia. B yang telah membesarkan, menyayangi dan mencintai, mendukung, memotivasi, memfasilitasi, dan mengontrol serta senantiasa mendoakan penulis hingga dapat menyelesaikan studi penulis. Semoga Allah SWT membalas segala ketulusan yang telah diberikan. Bersamaan dengan selesainya skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih dan penghormatan kepada pembimbing, yaitu Prof. Dr. Ir. H. Usman Rianse, M.S dan Dr. Ir. Sitti Aida Adha Taridala, M.Si yang telah dengan sabar, tekun, tulus membimbing dan memotivasi dalam penyusunan skripsi penulis. Ucapan terima kasih juga penulis tujukan kepada: 1.
Rektor Universitas Halu Oleo, Dekan Fakultas Pertanian Universitas Halu Oleo, Pengelola Jurusan/Program Studi Agribisnis Universitas Halu Oleo
viii
ix
beserta staf, Dosen di lingkungan Jurusan/Program Studi Agribisnis, yang telah memberikan kesempatan belajar bagi penulis, dan dukungan sarana dan prasaran dalam kelancaran proses kuliah. 2.
Dosen pengajar pada Jurusan/Program Studi Agribisnis yang telah berperan dalam proses pembelajaran dan pembentukan pola pikir penulis.
3.
Bapak Awaluddin Hamzah, S.P., M.Si selaku Penasehat Akademik pertama dan Ir. H. Saediman,M.Agr., Ph.D selaku Penasehat Akademik kedua selama penulis mengikuti pendidikan pada Fakultas Pertanian UHO.
4.
Pegawai administrasi Jurusan Agribisnis, Pegawai administrasi Fakultas Pertanian, Laboratorium dan Perpustakaan atas bantuan dan kelancaran urusan administrasi yang mendukung penulis dalam masa pendidikan.
5.
Kakak tercinta Nurlin, Nursalam, S.P., M.Si, Nurniati, dan Feriyani atas kasih sayang, dukungan motivasi, doa dan inspirasinya. Serta kakak ipar tercinta Darniati, Mirna Wati, La Ode Abdul Salam, dan Agusman yang telah memberikan motivasi dan dukungannya selama ini.
6.
Teman dan sahabat kuliah Agribisnis 012 A, B dan C yang telah mendukung, menyemangati dan membantu.
7.
Pengurus Mahasiswa Bidikmisi UHO, Asrama Ibnu Sina UHO dan temanteman mahasiswa penerima Beasiswa Bidikmisi angkatan 2012 UHO atas dukungan, motivasi, doa, nasehat dan kasih sayangnya.
8.
Pihak-pihak lain yang telah membantu yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
ix
x
Penulis hanya bisa berdoa agar semua amal dan kebaikan yang telah diberikan dalam penyelesaian studi penulis diganjar dengan kebaikan yang lebih baik dari sisi Allah SWT. Amin. Penulis menyadari dalam skripsi yang disusun masih memiliki kekurangan dan kelemahan sehingga bimbingan dan arahan sangat diharapkan oleh penulis. Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi setiap pihak yang membutuhkan informasi dan ingin meningkatkan pemahamannya.
Kendari, Desember 2016
Penulis
x
xi
DAFTAR ISI
Halaman Halaman Sampul ........................................................................................... Halaman Judul ............................................................................................... Pernyataan ..................................................................................................... Halaman Pengesahan .................................................................................... Halaman Persetujuan Panitia Ujian ............................................................ Abstrak ........................................................................................................... Abstract ........................................................................................................... Ucapan Terimakasi ....................................................................................... Daftar Isi ........................................................................................................ Daftar Tabel ................................................................................................... Daftar Gambar .............................................................................................. Daftar Lampiran` ........................................................................................... I.
i ii iii iv v vi vii viii xi xii xiv xv
PENDAHULUAN A. Latar Belakang ................................................................................... 1 1 B. Rumusan Masalah .............................................................................. 1 5 C. Tujuan dan Kegunaan ........................................................................ 1 5
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Konsep dan Teori .............................................................. 1 7 A.1. Agroindustri ............................................................................... 7 A.2. Kedelai sebagai Bahan Baku Pembuatan Tahu.......................... 11 A.3. Produksi dan Proses Produksi ................................................... 16 A.4. Persediaan (Inventory) .............................................................. 17 A.5. Kegunaan Persediaan ................................................................ 19 A.6. Jenis-Jenis Persediaan ............................................................... 20 A.7. Biaya Persediaan ...................................................................... 22 A.8. Analisis Economic Order Quantity (EOQ) ............................... 25 A.9. Persediaan Pengaman (Safety Stock).......................................... 27 A.10. Pemesanan Kembali (Reorder Point) ...................................... 28 B. Penelitian Terdahulu ......................................................................... 29 C. Kerangka Pikir Penelitian ................................................................. 34 III. METODE PENELITIAN A. B. C. D.
Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................ Objek Penelitian ................................................................................ Jenis dan Sumber Data ...................................................................... Teknik Pengumpulan Data ................................................................
xi
37 37 38 38
xii
E. Variabel Penelitian ............................................................................. 38 F. Analisis Data ..................................................................................... 39 G. Konsep Operasional .......................................................................... 41 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Profil Industri Tahu Mekar ................................................................. A.1. Sejarah Berdirinya Industri Tahu Mekar ..................................... A.2. Struktur Organisai ....................................................................... A.3. Proses Produksi ........................................................................... A.4. Keadaan Tenaga Kerja ................................................................ A.5. Biaya Variabel ............................................................................. A.6. Biaya Tetap .................................................................................. B. Sistem Persediaan Bahan Baku Optimal ............................................. B.1. Jenis dan Tempat Membeli Bahan Baku Kedelai ........................ B.2. Harga Bahan Baku Kedelai ......................................................... B.3. Volume Pembelian Bahan Baku ................................................. B.4. Biaya Pemesanan ......................................................................... B.5. Biaya Penyimpanan Bahan Baku ................................................ C. Economy Order Kuantity (EOQ) ......................................................... D. Persediaan Bahan Baku Kedelai ......................................................... D.1. Total Inventory Cost (TIC) .......................................................... D.2. Persediaan Pengaman .................................................................. D.3. Pemesanan Kembali ....................................................................
44 44 45 49 51 51 53 54 55 56 57 58 59 60 62 62 64 66
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ......................................................................................... 67 B. Saran .................................................................................................... 68 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 69 LAMPIRAN ................................................................................................... 73
xii
xiii
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1. Produksi Kedelai di Provinsi Sulawesi Tenggara, 2013-2015 .................... 2 2. Komposisi Kimia Biji Kedelai Kering Per 100 Gram ................................ 12 3. Keadaan Tenaga Kerja Usaha Pembuatan Tahu pada Idustri Tahu Mekar Berdasarkan Umur, Jenis Kelamin, dan Pendidikan Bulan Agustus 2016 51 4. Biaya Variabel Rata-rata yang Digunakan Industri Tahu Mekar di Kelurahan Liabuku Kecamatan Bungi Kota Bau-Bau pada Bulan Agustus 2016 ............................................................................................................. 52 5. Biaya Tetap Rata-rata yang Digunakan Industri Tahu Mekar di Kelurahan Liabuku Kecamatan Bungi Kota Bau-Bau pada Bulan Agustus 2016 ............................................................................................................ 54 6. Biaya Pemesanan Bahan Baku Kedelai pada Industri Tahu Mekar di Kelurahan Liabuku Kecamatan Bungi Kota Bau-Bau Bulan Agustus 2016 ............................................................................................................. 58 7. Biaya Penyimpanan Bahan Baku Kedelai pada Industri Tahu Mekar di Kelurahan Liabuku Kecamatan Bungi Kota Bau-Bau Bulan Agustus 2016 ............................................................................................................ 59 8. Kuantitas Pembelian Bahan Baku, Biaya Pemesanan dan Biaya Penyimpanan Per Kg Bahan Baku Kedelai pada Industri Tahu Mekar di Kelurahan Liabuku Kecamatan Bungi Kota bau-Bau Bulan Agustus 2016 ..................................................................................................................... 61
xiii
xiv
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1. Pengolahan Kedelai Menjadi Tahu ............................................................. 14 2. Grapichal Approach ................................................................................... 26 3. Kerangka Pikir Penelitian ............................................................................ 36 4. Struktur Organisasi Industri Tahu Mekar pada Bulan Agustus 2016 ......... 47 5. Proses Pembuatan Tahu pada Industri Tahu Mekar Agustus 2016 ............. 49
xiv
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Riwayat Hidup ............................................................................................. 73 2. Peta Lokasi penelitian ................................................................................. 74 3. Kuesioner Penelitian.................................................................................... 75 4. Biaya Tetap Rata-Rata yang Digunakan pada Industri Tau Mekar ............ 80 5. Perhitungan EOQ ....................................................................................... 81 6. Perhitungan TIC EOQ dan TIC Industri .................................................... 82 7. Perhitungan Safety Stock ............................................................................ 83 8. Perhitungan ROP ........................................................................................ 84 9. Dokumentasi Penelitian ............................................................................... 85
xv
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Kedelai merupakan salah satu komoditi pertanian yang banyak dikonsumsi oleh aneka industri pangan dan rumah tangga di Indonesia. Di Indonesia kedelai telah banyak diolah menjadi aneka produk makanan bernilai tinggi seperti tahu, tempe, kecap, susu kedelai dan lain-lain (Salim, 2012). Kedelai memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi, terutama protein dan mineral. Produk olahan kedelai merupakan sumber asupan gizi yang banyak diminati oleh masyarakat Indonesia karena secara ekonomis masih terjangkau. Meningkatnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya pemenuhan gizi bagi kesehatan, mendorong masyarakat untuk mengkonsumsi produk-produk olahan kedelai telah memacu pertumbuhan sektor industri berbasis kedelai (Salim, 2012). Sulawesi Tengara merupakan salah satu provinsi yang ada di Indonesia yang memiliki potensi untuk pengembangan tanaman kedelai. Seiring bertambahnya luas lahan panen mengakibatkan terjadinya peningkatan produk kedelai di Sulawesi Tenggara. Menurut data dari BPS Sulawesi Tenggara menunjukan terjadinya peningkatan produksi kedelai dari tahun 2013 sampai tahun 2015. Peningkatan produksi kedelai dapat dilihat pada Tabel 1.
2
Tabel 1. Produksi Kedelai di Provinsi Sulawesi Tenggara, 2013-2015 Tahun Luas panen (ha) Produktivitas (ku/ha) Produksi (ton)
2013 ATAP
2014 ATAP
3.375 9,63 3.596
5.079 11,20 5.691
2015 ARAM I ARAM II 5. 794 12,77 7.399
6.035 13,48 8.136
Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2015
Keterangan : 1. ATAP : Angka Tetap 2. ARAM I : Angka ramalan I 3. ARAM II : Angka Ramalan II ATAP produksi kedelai Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun 2014 mengalami peningkatan sebesar 2.096 ton dibandingkan dengan produksi tahun 2013. Peningkatan produksi kedelai disebabkan oleh meningkatnya luas panen seluas 1.344 hektar dan produktivitas meningkat sebesar 1,57 kuintal/hektar. ARAM I produksi kedelai Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2015 diperkirakan sebesar 7.399 ton biji kering yang berarti mengalami peningkatan sebesar 2.096 ton (58,30 persen) dibandingkan dengan produksi tahun 2014. Meningkatnya produksi kedelai tahun 2015 diperkirakan terjadi karena menigkatnya luas panen sekitar 715 hektar (14,08 persen), dan produktivitas diperkirakan akan meningkat sekitar 1,57 kuintal/hektar (14,02 persen). ARAM II produksi kedelai Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun 2015 diperkirakan sebesar 8.136 ton biji kering yang berarti meningkat sebesar 2.445 ton dibandingkan dengan produksi tahun 2014. Meningkatnya produksi kedelai tahun 2015 diperkirakan terjadi karena meningkatnya luas panen sekitar 956 hektar, dan produktivitas diperkirakan akan meningkat 2,28 kuintal/hektar (BPS Provinsi Sulawesi Tenggara, 2015).
3
Meningkatnya produksi kedelai di Provinsi Sulawesi Tenggara merupakan potensi yang dapat dimanfaatkan oleh pelaku agroindustri yang ada di Sulawesi Tenggara untuk mengolah kedelai menjadi produk olahan yang kemudian dapat mendukung pertumbuhan perekonomian Sulawesi Tenggara. Bahan baku merupakan salah satu faktor yang sangat vital bagi berlangsungnya suatu proses produksi. Persediaan bahan baku yang melebihi kebutuhan akan menimbulkan biaya ekstra atau biaya simpanan yang tinggi, sedangkan jumlah persediaan yang terlalu sedikit akan menimbulkan kerugian yaitu terganggunya proses produksi dan juga berakibat hilangnya kesempatan untuk memperoleh keuntungan apabila ternyata permintaan pada kondisi yang sebenarnya melebihi permintaan yang diperkirakan. Tahu sebagai salah satu makanan dari olahan kedelai yang terus berinovasi. Mulai dari gorengan tahu yang dijual dipinggir jalan hingga digunakan pada menu-menu masakan di restoran besar. Masyarakat Indonesia kurang minat mengkonsumsi kacang kedelai langsung tanpa diolah, sehingga mereka lebih menyukai produk olahannya yaitu tahu. Tahu adalah makanan tradisional yang mudah ditemukan yang terbuat dari kedelai yang banyak mengandung serat dan protein. Di Kota Bau-Bau terdapat usaha yang mengolah kedelai menjadi tahu dan khusus di Kecamatan Bungi terdapat 3 industri yang mengolah kedelai menjadi tahu, sala satunya yaitu Industri Tahu Mekar yang sudah beroperasi sejak tahun 2009. Industri Tahu Mekar merupakan industri yang bergerak di bidang pengolahan bahan baku kedelai yang terletak di Kelurahan Liabuku Kecamatan
4
Bungi Kota
Bau-Bau. Salah satu faktor penting dalam perusahaan yaitu
persediaan bahan baku sebagai sumber utama dalam melakukan produksi yang harus terus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Awalnya industri ini telah melakukan kerja sama dengan pemasok kedelai lokal dari Buton Utara (Ereke). Namun, kualitas dari bahan baku kedelai ini tidak tahan terhadap kondisi cuaca ekstrim sehingga kedelai menjadi lembab dan mudah rusak. Atas alasan tersebut sehingga industri ini melakukan kerja sama dengan pemasok dari Surabaya yang di impor dari luar negeri. Pemilihan jenis kedelai ini atas pertimbagan bahwa kedelai ini memiliki sifat yang tahan dan tidak muda rusak apabila disimpan dalam gudang dalam waktu yang cukup lama, biasanya mampu bertahan hingga 6 bulan. Pemesanan bahan baku kedelai yang dilakukan oleh industri, seringkali tidak memenuhi kapasitas produksi karena keterlambatan pengiriman bahan baku kedelai yang mengakibatkan kurangnya produksi tahu yang akan berimbas pada kurangnya keuntungan yang diperoleh pelaku usaha. Ketersediaan kedelai sebagai bahan baku industri harus senantiasa memenuhi kapasitas pengolahan, baik dari segi kualitas, kuantitas maupun kontinyuitas. Persediaan bahan baku yang tidak kontinyu akan berdampak pada kontinyuitas produk yang dihasilkan. Kegagalan pengendalian persediaan bahan baku akan menyebabkan kegagalan dalam memperoleh laba. Pengendalian persediaan jika tidak dilaksanakan, dikhawatirkan pada masa perusahaan kekurangan bahan baku maka akan berdampak pada hasil produksi atau bisa terjadi pemberhentian proses produksi dan tentunya berdampak pada pendapatan atau keuntungan perusahaan.
5
Pesediaan bahan baku yang dilakukan Industi Tahu Mekar di Kelurahan Liabuku Kecamatan Bungi Kota Bau-Bau belum optimal, dimana kadang terjadi kekurangan bahan baku kedelai selama 4-5 hari dalam sebulan, yang disebabkan oleh keterlambatan pengiriman dari Surabaya. Keterlambatan pengiriman bahan baku kedelai mengakibatkan kurangnya produksi tahu yang akan berimbas pada kurangnya keuntungan yang akan diperoleh pelaku usaha. Oleh karena itu, penting bagi Industri Tahu Mekar mengadakan pengendalian persediaan untuk memperoleh tingkat persediaan yang optimal dengan menjaga keseimbangan antara biaya persediaan yang terlalu banyak dengan biaya persediaan yang terlalu sedikit. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana persediaan bahan baku kedelai pada Industri Tahu Mekar? 2. Bagaimana persediaan bahan baku industri sebelum dan sesudah menggunakan analisis EOQ? 3. Kapan waktu optimal pemesanan kembali bahan baku kedelai pada Industri Tahu Mekar agar tidak kehabisan stok bahan baku kedelai di gudang penyimpanan? C. Tujuan dan Kegunaan Tujuan penelitian ini adalah untuk: 1. Mengidentifikasi persediaan bahan baku kedelai pada Industri Tahu Mekar.
6
2. Mengkalkulasi persediaan bahan baku optimal industri sebelum dan sesudah menggunakan analisis EOQ. 3. Menganalisis waktu optimal pemesanan kembali bahan baku kedelai pada Industri Tahu Mekar agar tidak kehabisan stok bahan baku kedelai di gudang penyimpanan. Kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bahan informasi bagi manajer Industri Tahu Mekar dalam hal persediaan bahan baku kedelai sehingga dapat meningkatkan kelancaran proses produksi. 2. Bahan referensi bagi peneliti selanjutnya yang relevan dengan penelitian ini.
7
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Deskripsi Teori dan Konsep Deskripsi teori dan konsep ini merujuk pada referensi berbagai ahli, yang nantinya akan mendasari hasil dan pembahasan secara detail, dapat berupa definisi-definisi atau model matematis yang langsung berkaitan dengan tema atau masalah yang diteliti untuk membantu dalam menjawab masalah penelitian. A.1. Agroindustri Kusnandar (2010) mengemukakan bahwa agroindustri berasal dari dua kata, yaitu agricultural dan industry yang berarti suatu industri yang menggunakan hasil pertanian sebagai bahan baku utamanya atau suatu industri yang menghasilkan suatu produk yang digunakan sebagai sarana atau input dalam usaha pertanian. Definisi agroindustri dapat dijabarkan sebagai kegiatan industri yang memanfaatkan hasil pertanian sebagai bahan baku, merancang, dan menyediakan peralatan serta jasa untuk kegiatan tersebut. Dengan demikian agroindustri sebagai pengolah komoditas pertanian primer menjadi produk olahan, baik produk akhir (final product) maupun produk antara (intermediate product). Agroindustri memiliki peranan yang sangat penting dalam pembangunan pertanian. Hal ini dapat dilihat dari kontribusinya dalam hal meningkatkan pendapatan pelaku agribisnis, menyerap tenaga kerja, meningkatkan perolehan devisa, dan mendorong tumbuhnya industri lain. Meskipun peran agroindustri sangat penting, pembangunan agroindustri masi dihadapkan pada berbagai tantangan. Agroindustri merupakan suatu bentuk kegiatan atau aktivitas yang
8
mengolah bahan baku yang berasal dari tanaman maupun hewan. Soekartawi (2000) mendefinisikan agroindustri dalam dua hal, yaitu pertama agroindustri sebagai industri yang berbahan baku utama dari produk pertanian dan kedua agroindustri sebagai suatu tahapan pembangunan sebagai kelanjutan dari pembangunan pertanian tapi sebelum tahapan pembangunan tersebut mencapai tahap pembangunan industri. Menurut Austin (1992) agroindustri adalah perusahaan yang memproses bahan nabati (yang berasal dari tanaman) atau hewani (yang dihasilkan oleh hewan. Agroindustri hasil pertanian mampu memberikan sumbangan yang sangat nyata bagi pembangunan di kebanyakan negara berkembang karena empat alasan, yaitu: Pertama, agroindustri hasil pertanian adalah pintu untuk sektor pertanian. Agroindustri melakukan transformasi bahan mentah dari pertanian termasuk tranformasi produk subsisten menjadi produk akhir untuk konsumen. Ini berarti bahwa suatu negara tidak dapat sepenuhnya mengguanakan sumber daya agronomis tanpa pengembangan agroindustri. Disatu sisi, permintaan terhadap jasa pengolahan akan meningkat sejalan dengan peningkatan produksi pertanian. Disisi lain, agroindustri tidak hanya bersifat reaktif tetapi juga menimbulkan permintaan kebelakang, yaitu peningkatan permintaan jumlah dan ragam produksi pertanian. Akibat dari permintaan kebelakang ini adalah: (a) petani terdorong untuk mengadopsi teknologi baru agar produktivitas meningkat, (b) akibat selanjutnya produksi pertanian dan pendapatan petani meningkat, dan (c) memperluas pengembangan prasarana (jalan, listrik, dan lain-lain). Kedua, agroindustri hasil pertanian sebagai dasar sektor manufaktur. Transformasi
9
penting lainya dalam agroindustri kemudian menjadi karena permintaan terhadap makanan olahan semakin beragam seiring dengan pendapatan masyarakat dan urbanisasi yang meningkat. Indikator penting lainya tentang pentingnya agroindustri
dalam
sektor
manufaktur
adalah
kemampuan
menciptakan
kesempatan kerja. Ketiga, agroindustri pengolahan hasil pertanian menghasilkan komoditas ekspor penting. Produk agroindustri, termasuk produk dari proses sederhana seperti pengeringan, mendominasi ekspor kebanyakan negara berkembang sehingga menambah perolehan devisa. Nilai tambah produk agroindustri cenderung lebih tinggi dari niali tambah produk manufaktur lainnya yang diekspor karena produk manufaktur lainnya sering tergantung pada komponen impor. Keempat, agroindustri pangan merupakan sumber penting nutrisi. Agroindustri dapat menghemat biaya dengan mengurangi kehilangan produksi pasca panen dan menjadikan mata rantai pemasaran bahan makanan juga dapat memberikan keuntungan nutrisi dan kesehatan dari makanan yang dipasok kalu pengolahan tersebut dirancang dengan baik. Industri pengolahan didefinisikan sebagai suatu kegiatan ekonomi yang melakukan kegiatan yang mengubah suatu bahan dasar secara mekanik, kimia atau dengan tangan sehingga menjadi barang jadi atau setengah jadi. Usaha industri adalah suatu unit usaha yang melakukan kegiatan ekonomi, bertujuan menghasilkan barang dan jasa, terletak pada suatu bangunan atau lokasi tertentu dan mempunyai catatan administrasi tersendiri mengenai produk dan struktur biaya serta ada seseorang atau lebih yang bertanggung jawab atas usaha tersebut (BPS Sulawesi Tenggara, 2014).
10
Hasibuan (2000) mengemukakan bahwa pengertian industri sangat luas, dapat dalam lingkup mikro maupun makro. Secara mikro industri adalah kumpulan dari perusahaan-perusahaan yang menghasilkan barang-barang yang homogen, atau barang-barang yang mempunyai sifat yang saling mengganti sangat erat, dari segi pembentukan pendapatan yakni cenderung bersifat makro. Industri adalah kegiatan ekonomi yang menciptakan nilai tambah. Jadi batasan industri yang secara mikro sebagai kumpulan perusahaan yang menghasilkan barang sedangkan secara makro dapat membentuk pendapatan. Kristanto (2002) mengklasifikasikan industri secara garis besar yaitu: a. Industri hulu Industri hulu memiliki sifat antara lain padat modal, berskala besar, menggunakan teknologi maju dan teruji. Lokasi selalu dipilih dekat dengan bahan baku yang mempunyai energi sendiri dan pada umumnya lokasi ini belum tersentuh pembangunan. b. Industri hilir Industri hilir merupakan perpanjangan proses industri hulu. Umumnya industri ini mengolah bahan setengah jadi menjadi bahan jadi, lokasinya selalu diusahakan dekat pasar. c. Industri kecil Industri kecil banyak berkembang di pedesaan dan perkotaan, memiliki peralatan sederhana, walaupun hakikatnya produksinya sama dengan industri hilir, tetapi sistem tata letak pabrik maupun pengolahan limbah belum
11
mendapat perhatian. Secara konversional juga industri diklasifikasikan menjadi tiga meliputi: industri primer, industri sekunder dan industri tersier. A.2. Kedelai sebagai Bahan Baku Pembuatan Tahu Soekartawi (2002) menyatakan bahwa bahan baku merupakan bahan dasar atau bahan pokok yang merupakan inti atau sari suatu produk yang akan dihasilkan. Penyediaan bahan baku dalam proses pengolahan hasil pertanian seharusnya tersedianya kontinyu setiap saat. Penyediaan bahan baku ini, baik bahan baku yang dihasilkan oleh petani itu sendiri maupun yang dihasilkan oleh orang lain, perlu tersedia dalam jumlah yang cukup kontinyu. Kedelai merupakan bahan baku utama yang harus selalu tersedia untuk keberlangsungan proses produksi tahu. Kedelai merupakan tanaman semusim, berupa semak rendah, tumbuh tegak, berdaun lembut, dengan beragam marfologi. Tinggi tanaman berkisar 10200 cm, dapat bercabang sedikit atau banyak tergantung kultivar dan lingkungan hidup. Marfologi tanaman kedelai didukung oleh komponen utamanya yaitu akar, daun, batang, bunga, polong dan biji sehingga pertumbuhannya bisa optimal (Adisarwanto, 2005). Kacang kedelai sebagai golongan kacang-kacangan, mengandung senyawa anti gizi, antara lain oligosakarida dan asam fitat (Gsianturi, 2003). Kacang kedelai juga mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan kacang-kacangan lainnya, yaitu kandungan antitripsin yang sangat rendah, paling mudah dicerna, dan paling kecil memberi pengaruh flatulensi (Anggrahin, 2009). Komposisi kimia biji kedelai kering per 100 gram (Cahyadi, 2007) dapat dilihat pada Tabel 2.
12
Tabel 2. Komposisi Kimia Biji Kedelai Kering Per 100 gram Komponen Kalori (kkal) Protein (gram) Lemak (gram) Karbohidrat (gram) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Besi (mg) Vitamin A (SI) Vitamin B1 (mg) Air (gram)
Jumlah 331,0 34,9 18,1 34,8 227,0 585,0 8,0 110,0 1,1 7,5
Kedelai (Glycine Max (L.) Merr) menjadi komoditas pangan yang telah lama dibudidayakan di Indonesia, yang saat ini tidak hanya diposisikan sebagai bahan baku industri pangan, namun juga ditempatkan sebagai bahan baku industri non pangan. Beberapa produk yang dihasilkan antara lain tempe, tahu, es krim, susu kedelai, tepung kedelai, minyak kedelai, pakan ternak dan bahan baku industri. Sifat multi guna yang ada pada kedelai menyebapkan tingginya permitaan kedelai didalam negeri. Selain itu, manfaat kedelai sebagai salah satu sumber protein murah, membuat kedelai semakin diminati seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk. Permintaan kedelai didalam negeri pun berpotensi untuk meningkat setiap tahunnya. Dalam memproduksi kedelai, pemerintah juga terkendala menyempitnya lahan garap yang beralih fungsi menjadi lahan pemukiman dan industri, sehingga berdampak pada hasil produksi kedelai nasional. Impor kedelai dilakukan pemerintah untuk mengatasi permintaan yang terus meningkat, karena ketidak mampuan produksi kedelai lokal untuk memenuhi kebutuhan kedelai didalam negeri.
13
Kedelai merupakan bahan pangan yang sangat popular didalam kalangan masyarakat, hampir setiap hari banyak orang yang mengkonsumsi makanan olahan dari kedelai salah satunya tahu. Hal ini disebabkan karena kandungan protein yang tinggi pada kedelai dan juga kandungan gizi lainnya yang lengkap. Apabila ditinjau dari segi harga kedelai merupakan sumber protein yang termurah sehingga sebagian besar kebutuhan protein nabati dapat dipenuhi dari hasil olahan kedelai. Biji kedelai tidak dapat dimakan langsung karena menggandung gtripsine inhibitor. Apabila biji kedelai sudah direbus pengaruh gtripsine inhibitor dapat dinetralkan. Kedelai dapat digunakan untuk berbagai macam keperluan, antara lain untuk maknan manusia, makanan ternak, dan untuk bahan industri (Cahyadi, 2007). Tahu adalah salah satu jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok kedelai dengan jalan memekatkan protein kedelai dan mencetaknya melalui proses pengendapan protein dengan atau tanpa penambahan unsur-unsur lain yang diijinkan, sehingga dihasilkan produk tahu yang berbentuk kotak, kenyal dalam keadaan basah. Biasanya tahu diproduksi dalam jumlah banyak, akan tetapi dalam penjualan tersebut belum tentu habis dibeli konsumen. Oleh sebab itu, untuk menghindari kerugian dengan penambahan pengawet kedalam tahu. Salah satu upaya yang dilakukan produsen untuk menghindari kerugian akibat kerusakan tekstur tahu antara lain berjamur, berlendir, sehingga menimbulkan bentuk, warna, rasa dan bau berubah adalah dengan menambahkan pengawet. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan masa simpan tahu agar menjadi lebih panjang dan
14
tidak menutup kemungkinan menambahkan zat kimia sebagai pengawet dan pengenyal. Tahu merupakan salah satu bahan makanan pokok yang termasuk dalam empat sehat lima sempurna. Tahu juga merupakan makanan yang mengandung banyak gizi dan mudah diproduksi. Untuk memproduksi tahu bahan-bahan yang dibutuhkan hanya berupa kacang kedelai, sehingga saat ini dapat ditemukan banyak pabrik pembuat tahu baik dalam bentuk usaha kecil maupun usaha menengah yang masih menggunakan cara konvensional. Tahu adalah ekstrak protein kedelai yang telah digumpalkan dengan menggunakan bahan penggumpal protein seperti asam, garam kalsium, atau bahan penggumpal lainya. Tahu merupakan makanan sehari-hari yang sering dikonsumsi dalam bentuk makanan ringan seperti gorengan. Pada skala industri pembuatan tahu membutuhkan alat khusus, seperti alat penggiling kedelai menjadi bubur. Proses pengolahan kedelai menjadi tahu dapat dilihat pada Gambar 1. Pencucian kedelai
Penggilingan kedelai
Penggumpalan dan pengendapan
Penyaringan
Pendidihan bubur kedelai
Pencetakan
Pemotongan
Perendaman kedelai
Tahu berbentuk kotak
Gambar 1. Pengolahan Kedelai menjadi Tahu
15
Alur pembuatan tahu dimulai dengan mempersiapkan bahan baku utamanya yaitu kedelai. Kedelai untuk membuat tahu harus dicuci terlebih dahulu. Pencucian pada kedelai ini berguna untuk melepaskan batang, kulit, daun dan kotoran yang menempel pada kedelai. Kedelai yang telah dicuci bersih kemudian direndam dan ditiriskan lalu ditumbuk serta dicampurkan air hangat. Kedelai yang telah ditumbuk lalu dimasak kembali hingga menjadi bubur kedelai. Jika kedelai dirasa telah mengental, maka bubur kedelai disaring. Hasil saringan kemudian diendapkan menggunakan batu tahu dan asam cuka. Pemberian batu tahu dan asam cuka berguna untuk menggumpalkan adonan bubur kedelai menjadi satu. Setelah bubur kedelai dirasakan telah menyatu maka selanjutnya bubur kedelai dapat dicetak ke dalam cetakan menjadi tahu (Muslimin dan Ansar 2010). Tahu termasuk bahan makanan yang berkadar air tinggi. Besarnya kadar air dipengaruhi oleh bahan penggumpal yang dipakai pada saat pembuatan tahu. Bahan penggumpal asam menghasilkan tahu dengan kadar air lebih tinggi dibandingkan dengan garam kalsium. Bila dibandingkan dengan kandungan airnya, jumlah protein tahu tidak terlalu tinggi, hal ini disebabkan oleh kadar airnya yang sangat tinggi. Makanan-makanan yang berkadar air tinggi umumnya kandungan protein agak rendah. Selain air juga protein merupakan media yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme pembusuk yang menyebabkan bahan mempunyai daya awet rendah.
16
A.3. Produksi dan Proses Produksi Produksi sering diartikan sebagai penciptaan guna, dimana guna berarti kemampuan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan manusia. Menurut definisi ini produksi mencakup pengertian yang luas, produksi meliputi semua aktivitas dan tidak hanya mencakup pembuatan barang-barang yang dapat dilihat. Produksi adalah suatu kegiatan untuk meningkatkan manfaat dengan cara mengkombinasikan faktor-faktor produksi kapital, tenaga kerja, teknologi dan manejerial skill. Produksi merupakan usaha meningkatkan manfaat dengan cara mengubah bentuk, memindahkan tempat dan menyimpan (Wiliam, 2009). Pengertian lain mengenai produksi diungkapkan oleh Sudarman (2004) bahwa produksi dapat dikatakan sebagai suatu aktivitas dalam perusahaan industri berupa penciptaan nilai tambah dari input menjadi output secara efektif dan efisien sehingga produk sebagai output dari proses penciptaan nilai tambah itu dapat dijual dengan harga yang kompetitif di pasar global. Ahman dan Rohmana (2007) mengemukakan bahwa produksi merupakan suatu kegiatan merubah inputinput menjadi output, atau produksi juga merupakan hasil akhir dari proses atau kegiatan ekonomi dengan memanfaatkan beberapa input, Salvatore (2005) mengemukakan pengertian produksi merujuk pada perubahan bentuk dari berbagai input atau sumberdaya menjadi output berupa barang dan jasa. Pengertian produksi dapat disimpulkan bahwa proses produksi pada dasarnya merupakan usaha atau kegiatan untuk menciptakan atau menambah nilai guna suatu barang dan jasa.
17
Proses produksi yang dilakukan oleh rumah tangga produsen ataupun perusahaan tertentu memerlukan faktor-faktor produksi. Sukirno (2002) mengemukakan bahwa yang dinamakan fungsi produsi adalah hubungan diantara faktor-faktor produksi dengan tingkat produksi yang diciptakan. Sementara itu, Mubyarto (2002) mengemukakan fungsi produksi seringkali digunakan untuk menggambarkan hubungan antara hasil produksi (output) dan faktor-faktor produksi (input). Faktor-faktor produksi di dalam istilah ekonomi biasa disebut dengan input produksi, sedangkan hasil produksi baik berupa barang maupun jasa disebut dengan output produksi. A.4. Persediaan (Inventory) Istilah
persediaan
(inventory)
adalah
suatu
istilah
umum
yang
menunjukkan segala sesuatu atau sumber daya-sumber daya organisasi yang disimpan dalam antisipasinya terhadap pemenuhan permintaan. Permintaan akan sumber daya internal ataupun eksternal ini meliputi persediaan bahan mentah, barang dalam proses, barang jadi atau produk akhir, bahan-bahan pembantu atau pelengkap, dan komponen-komponen lain yang menjadi perusahaan (Handoko, 2000). Padangaran (2013) menyatakan bahwa persediaan adalah persediaan bahan baku atau barang hasil produksi dalam gudang suatu perusahaan industri dan perdagangan. Achun (2008) mengemukakan bahwa persediaan adalah barang yang dimiliki untuk dijual atau untuk diproses selanjutnya dijual. Berdasarkan pengertian di atas maka perusahaan jasa tidak memiliki persediaan, perusahaan hanya memiliki persediaan barang dagang sedang perusahaan industri memiliki
18
tiga jenis persediaan yaitu persediaan bahan baku, persediaan barang dalam proses dan persediaan barang jadi (siap untuk dijual). Soemarso (2002) mengemukakan bahwa persediaan barang dagangan (merchandise inventory) adalah barang-barang yang dimiliki perusahaan untuk dijual kembali, untuk perusahaan pabrik, termasuk dalam persediaan adalah barang-barang yang digunakan untuk proses produksi selanjutnya. Persediaan dalam perusahaan pabrik terdiri dari persediaaan bahan baku, persediaan dalam proses dan persediaan barang jadi. Haryono (2005) menyatakan bahwa persediaan barang dagangan adalah elemen yang sangat penting dalam penentuan harga pokok penjualan pada perusahaan dagang eceran, maupun perusahaan dagang partai besar. Henry (2000) mengemukakan bahwa persediaan adalah aktiva yang dimiliki oleh sebuah perusahaan yang tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal, dalam proses produksi atau dalam perjalanan dan dalam bentuk bahan baku atau keperluan untuk dipakai dalam proses produksi atau penyerahan jasa. Rangkuti (2007) memberikan pengertian persediaan sebagai suatu aktiva yang meliputi barang-barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu periode usaha tertentu atau persediaan barang-barang yang masih dalam pengerjaan atau proses produksi ataupun persediaan bahan baku yang menunggu penggunaannya dalam suatu proses produksi. Jadi persediaan barang merupakan sejumlah barang-barang yang disediakan oleh perusahaan untuk proses produksi, serta barang-barang jadi yang disediakan untuk memenuhi kebutuhan atau permintaan konsumen. Fungsi
19
persediaan barang pada perusahaan industri berbeda dengan persediaan barang pada perusahaan dagang. A.5. Kegunaan Persediaan Persediaan berguna untuk menjadikan proses produksi dan pemasaran stabil. Persediaan bahan baku bertujuan untuk mengurangi ketidakpastian produksi akibat fluktuasi pasokan bahan baku, persediaan penyangga dan komponen berguna untuk mengurangi ketidakpastian produksi. Padangaran (2013) mengemukakan bahwa persediaan bertujuan menjaga kontinyuitas bahan baku atau barang hasil produksi yang akan dijual. Persoalan Inventory selain menyangkut produk juga menyangkut persediaan bahan baku sebagai akibat dari produk pertanian yang tidak kontinyu tetapi bersifat musiman. Oleh karen itu, dengan menguasai model persediaan manajer dapat mengatur dengan baik jumlah persediaan barang di dalam gudang sehingga perusahaan tidak mengeluarkan biaya tambahan untuk penyimpanan dan dilain pihak pelanggan juga puas dengan tercukupinya permintaan konsumen (Padangaran, 2007). Prawirosentono (2001) mengemukakan bahwa persediaan yang akan diadakan dimulai dari yang berbentuk bahan mentah, barang setengah jadi sampai dengan barang jadi, antara lain berguna untuk: 1. Risiko keterlambatan datangnya bahan-bahan yang dibutuhkan untuk menunjang proses produksi perusahaan. 2. Mengurangi risiko penerimaan bahan baku yang dipesan tetapi tidak sesuai dengan pesanan sehingga harus dikembalikan.
20
3. Menyimpan bahan/barang yang dihasilkan secara musiman (seasond) sehingga dapat digunakan seandainya pun bahan itu tidak tersedia di pasaran. 4. Mempertahankan stabilitas operasi produksi perusahaan, berarti menjamin proses produksi. 5. Upaya penggunaan mesin optimal, karena terhindar dari terhentinya operasi produksi karena ketidakadaan persediaan (stock out). Yamit (2013) menyatakan ada tiga alasan perlunya persediaan bagi perusahaan maupun organisasi yaitu: 1) adanya unsur ketidakpastian permintaan atau permintaan mendadak, 2) adanya unsur ketidakpastian dari pasokan supplier, 3) adanya unsur ketidakpastian tenggang waktu pemesanan, sehingga adanya unsur ketidakpastian tersebut, pihak perusahaan harus melakukan manajemen persediaan proaktif, dalam arti mampu untuk mengantisipasi keadaan maupun menghadapi tantangan dalam manajemen persediaan dapat berasal dari luar maupun dalam perusahaan. Tantangan tersebut berkaitan erat dengan tujuan diadakannya persediaan yaitu: a) Memberikan layanan yang terbaik pada pelanggan. b) Memperlancar proses produksi. c) Mengantisipasi kemungkinan terjadinya kekurangan persediaan. d) Menghadapi fluktuasi harga. A.6. Jenis-Jenis Persediaan Penggolongan persediaan barang pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh sifat dan jenis usaha perusahaan yang bersangkutan. Berdasarkan kegiatan usaha yang dijalankan oleh perusahaan, setiap perusahaan memiliki jenis persediaan
21
yang berbeda. Baik perusahaan manufaktur, perusahaan dagang maupun perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa. Sugiyarso dan Winarni (2005) menyatakan
bahwa
persediaan
meliputi
persediaan
barang
dagangan
(merchandise inventory), persediaan bahan mentah (raw material inventory), persediaan barang dalam proses (work in process) dan persediaan barang jadi (finished goods). Rangkuti (2007) menjelaskan bahwa jenis-jenis persediaan menurut jenisnya dan posisi barang yaitu persediaan bahan baku, persediaan bagian produk/komponen yang dibeli, persediaan bahan-bahan pembantu atau penolong, persediaan barang setengah jadi/barang-barang dalam proses dan persediaan barang jadi, sedangkan persediaan dalam perusahaan dilihat dari fungsinya, persediaan dapat dibedakan atas: (1) Bacth stock/lot size inventory, yaitu persediaan yang diadakan karena membeli atau membuat bahan-bahan atau barang-barang dalam jumlah yang lebih besar daripada yang dibutuhkan saat itu. Persediaan ini memiliki keuntungan yaitu: (a) potongan harga pada harga pembelian, (b) efisiensi produksi dan (c) penghematan biaya pengangkutan, (2) Fluactuation stock, yaitu persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan konsumen yang tidak dapat diramalkan, berdasarkan pola musiman yang terdapat dalam satu tahun dan untuk menghadapi penggunaan, penjualan atau permintaan yang meningkat. Setiap jenis persediaan mempunyai karakteristik khusus/tersendiri dan cara pengelolaan yang berbeda. Sebagaimana yang ditegaskan oleh Handoko (2000) bahwa menurut jenisnya persediaan dapat dibedakan atas:
22
1. Persediaan bahan mentah (raw material), yaitu persediaan barang-barang terwujud seperti baja, kayu dan komponen-komponen lainnya yang digunakan dalam proses produksi. 2. Persediaan bahan pembantu atau penolong (supplies) yaitu persediaan barangbarang yang diperlukan tetapi tidak merupakan bagian atau
komponen barang
jadi. 3. Persediaan barang dalam proses (work in process) yaitu persediaan barangbarang yang merupakan keluaran dari tiap-tiap bagian dalam proses produksi atau yang telah diolah menjadi suatu bentuk tetapi masih perlu diproses lebih lanjut menjadi barang jadi. 4. Persediaan barang jadi (finished goods) yaitu persediaan barang-barang yang telah selesai dalam proses atau diolah dalam pabrik dan siap untuk dijual atau dikirim kepada pelanggan. A.7. Biaya Persediaan Padangaran (2007) menyatakan bahwa biaya merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi besar kecilnya persediaan barang. Secara umum ada empat kategori yang menentukan persediaan optimal yaitu: 1. Biaya pembelian dan biaya produksi Biaya pembelian (buying cost) adalah harga pembelian barang yang akan diperdagangkan, sedangkan biaya produksi (produktion cost) adalah biaya yang digunakan dalam rangka menghasilkan barang yang akan dijual. Jika harga pembelian atau biaya produksi sifatnya tidak berubah meskipun jumlah yang dibeli atau diproduksi berubah-ubah maka disebut biaya pembelian/biaya produksi
23
tetap, tetapi jika biaya pembelian atau biaya produksi berubah persatuan barang maka disebut biaya variabel. 2. Biaya persediaan Biaya persediaan mencakup beberapa jenis ongkos yaitu mulai dari ongkos pemeriksaan barang, ongkos pemesanan, ongkos penerimaan, biaya administrasi, biaya dokumen, biaya telepon dan sebagainya. 3. Biaya penyimpanan (holding or carring cost) Holding or carring cost adalah biaya yang terdiri dari semua pengeluaran yang berkaitan dengan penyimpanan barang (produk atau bahan baku) misalnya modal yang tertanam dalam stock, sewa gudang, asuransi, pajak, biaya bongkar muat, nilai penyusutan, nilai barang yang rusak, penurunan harga karena perubahan kualitas. Jumlah biaya seperti ini berbanding lurus dengan jumlah barang dalam stock. 4. Stock out cost Biaya ini terdiri dari semua pengeluaran yang disebabkan karena keterlambatan perusahaan menyediakan barang untuk memenuhi permintaan langganan. Menurut Syamsul (2003) adapun biaya-biaya yang timbul dari adanya persediaan yaitu: a. Biaya pemesanan (ordering cost). b. Biaya penyimpanan (carring cost). c. Biaya kekurangan (out of stock cost). d. Biaya yang berhubungan dengan kapasitas (capacity associented cost).
24
e. Biaya pengangkutan (transportation cost). Kasmir dan Jafkar (2009) mengemukakan pentingnya klasifikasi biaya dalam metode EOQ akan memudahkan dalam melakukan analisis, sehingga hasil yang akan diperoleh dapat diakui kebenarannya. Secara umum klasifikasi biaya yang akan dilakukan meliputi: biaya angkut penyimpanan atau carrying cost, biaya pemesanan atau ordering cost dan biaya total atau total cost. Prawirosentono (2001) menjelaskan bahwa ada dua macam biaya di dalam keputusan persediaan, khususnya biaya-biaya yang digunakan sebagai dasar perhitungan Economic Order Quantity (EOQ) yaitu: 1. Biaya Pemesanan (Ordering Cost) Biaya pemesanan adalah biaya yang dikeluarkan tiap kali pesan. Biayabiaya termasuk dalam kategori ini adalah: (a) biaya telepon, (b) biaya ekspedisi, (c) pengeluaran surat menyurat dan (d) biaya penerimaan bahan yang dipesan meliputi: biaya pembongkaran kegudang dan biaya pemeriksaan bahan yang diterima, baik mutu maupun jumlahnya, sesuai dengan pesanan atau tidak. 2. Biaya Penyimpanan (Carring Cost) Biaya penyimpanan terdiri atas biaya-biaya yang bervariasi secara langsung dengan kuantitas persediaan. Biaya yang termasuk dalam biaya penyimpanan antara lain: (a) biaya yang berhubungan dengan tempat penyimpanan yaitu listrik, pendingin udara dan lain-lain, (b) biaya modal (opportunity cost of capital) yaitu kesempatan mendapatkan pendapatan dari jumlah modal yang diinvestasikan dalam persediaan, (c) biaya kerusakan persediaan, (d) biaya asuransi persediaan,
25
(e) biaya penghitungan fisik (stock opname), (f) biaya pajak dan (g) biaya akibat pencurian/perampokan. A.8. Analisis Economic Order Quantity (EOQ) Salah satu cara yang digunakan dalam mengadakan pengaturan bahan baku secara ekonomis dikenal dengan istilah Economic Order Quantity (EOQ). Analisis Economic Order Quantity bertujuan untuk menentukan jumlah pesanan yang optimal atau yang paling ekonomis dengan kebutuhan jumlah biaya yang paling minimal. Economic Order Quantity adalah salah satu teknik analisis yang lazim digunakan dalam menentukan jumlah persediaan barang yang paling ekonomis (Padangaran, 2013). Jika nilai EOQ lebih besar dari persediaan maka persediaan perlu ditingkatkan, sebaliknya jika EOQ lebih kecil dari persediaan berarti persediaan harus dikurangi. Gitosudarmo (2002) mengemukakan bahwa Economic Order Quantity adalah volume atau jumlah pembelian yang paling ekonomis untuk dilaksanakan pada setiap kali pembelian. Rangkuti (2007) memberikan pengertian tentang Economic Order Quantity adalah jumlah pembelian bahan mentah pada setiap kali pesan dengan biaya yang paling rendah. Kelebihan EOQ (Economic Order Quantity) adalah mudah dalam mengunakannya (Herjanto, 2007). EOQ (Economic Order Quantity) digunakan untuk menentukan kuantitas pesanan persediaan yang meminimumkan biaya langsung penyimpanan persediaan dan biaya kebalikannya (Iinverse cost) pemesanan persediaan. Dalam menentukan EOQ ini dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu:
26
1. Tabular approach Penentuan jumlah pesanan yang paling ekonomis dengan tabular approach dilakukan dengan cara menyusun suatu daftar atau tabel jumlah pemesanan dan jumlah biaya pertahun. Tentunya jumlah pesanan yang mengandung jumlah biaya yang terkecil merupakan jumlah pemesanan yang ekonomis. 2. Graphical approach Penentuan jumlah pesanan yang ekonomis dengan grapichal approach dilakukan dengan cara menggambarkan grafik-grafik carrying cost, ordering cost, dan total cost. Dalam satu gambaran dimana sumbu horizontal jumlah pes anan (order) per tahun, dan sumbu vertikal besarnya dari jumlah pesanan yang ekonomis disajikan pada Gambar 2.
Biaya (Rp)
Total Inventory Cost
Carrying Cost
Biaya Persediaan Minimal Ordering Cost
0
EOQ
Kuantitas (Q)
Gambar 2. Grapichal Approach Dari gambar tersebut dapat dijelaskan bahwa biaya total minimum terjadi apabila dua komponen biaya antara pemesanan dan penyimpanan berpotongan.
27
Berdasarkan perhitungan tersebut selanjutnya dapat kita ketahui bahwa optimal order quality adalah sebagai berikut: √
3. Formula approach Cara penentuan jumlah yang ekonomis dapat dilakukan dengan memperhatikan bahwa jumlah biaya persediaan yang minimum terdapat jika ordering cost sama dengan carrying cost. Berikut cara perhitungan EOQ dengan menggunakan formula approach menurut Render (2001): √ Dimana: D S H
= Jumlah pembelian bahan baku. = Biaya pemesanan = Biaya penyimpanan per kg per bulan
Frekuensi pemesanan dapat diketahui dengan menggunakan rumus berikut:
Selanjutnya untuk mengetahui biaya total persediaan perbulan (TIC) dapat diketahui dengan menggunakan rumus berikut:
A.9. Persediaan Pengaman (Safety Stock) Persediaan pengaman adalah persediaan minimal yang harus ada atau harus dipertahankan dalam perusahaan. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi persediaan pengaman adalah sebagai berikut: 1) besar kecilnya resiko kehabisan
28
persediaan. 2) besar kecilnya biaya penyimpanan digudang dengan biaya-biaya yang harus dikeluarkan karena kehabisan persediaan yang merupakan biaya-biaya ekstra yang dikeluarkan apabila kehabisan antara lain: biaya pemesanan pembelian darurat, biaya ekstra yang diperlukan agar leveransir segera menyerahkan barangnya. Kemungkinan rugi karena adanya kemacetan produksi apabila biaya ekstra yang harus dikeluarkan karena kehabisan persediaan ternyata lebih besar dari biaya penyimpanan maka perlunya persediaan pengaman yang besar. Sedangkan menurut Herjanto (1999) safety stock adalah persediaan yang dilakukan untuk melindungi atau menjaga kemungkinan terjadinya kekurangan bahan/barang, misalnya karena penggunaan bahan yang lebih besar dari perkiraan semula atau keterlambatan dalam penerimaan bahan yang dipesan. Selain itu terdapat pula beberapa faktor penentu dalam menghitung besarnya safety stock menurut Kasmir dan Jakfar (2003) antara lain penggunaan bahan baku rata-rata, faktor waktu, biaya yang digunakan. Disamping itu faktor penentu diatas dalam menentukan safety stock diperlukan standar kuantitas yang harus dipenuhi yaitu persediaan minimum, besarnya pesanan standar, tingkat pemesanan kembali, administrasi persediaan. A.10. Pemesanan Kembali (Reorder Point) Menurut Carter (2009), titik pemesanan kembali yang disebut sebagai reorder point adalah saat jumlah persediaan yang tersediah dan jumlah persediaan yang akan diterima sama dengan jumlah persediaan yang akan digunakan selama waktu tunggu dan jumlah persediaan pengaman. Apabila pemesanan dilakukan
29
sesudah melewati reorder point tersebut, maka material yang dipesan akan diterima setelah perusahaan terpaksa mengambil material dari safety stock. Dalam penetapan reorder point haruslah kita memperhatikan faktor-faktor sebagai berikut: yaitu penggunaan material selama tenggang waktu mendapatkan barang dan besarnya safety stock. Dalam penentuan reorder point haruslah memperhatikan faktor-faktor sebagai berikut: a) penggunaan material selama tenggang waktu mendapat barang (procurement lead time). b) besarnya safety stock. Reorder point dapat ditetapkan dengan berbagai cara antara lain: 1) menetapkan jumlah penggunaan selama lead time dan ditambah dengan presentase tertentu. 2) menetapkan jumlah penggunaan selama lead time dan ditambah dengan penggunaan selama periode tertentu sebagai safety stock. B. Penelitian Terdahulu Gonzalez dan Daniel (2010) melakukan penelitian tentang Economic Order Quantity and Reorder Point Inventory Control Model for Company XYZ dengan tujuan untuk mengetahui kapan waktu pemesanan bahan baku dilakukan. Objek penelitian ini adalah studi kasus. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Perusahaan XYZ akan mampu mengurangi total biaya keseluruhan dari $ 13.654 untuk $ 5.366, maka pengurangan biaya sekitar 61%, dan untuk total penghematan sekitar $ 8.300 per kuartal. Hal ini sangat dianjurkan bahwa Perusahaan XYZ menerapkan model pengendalian persediaan yang diberikan untuk mengurangi stock dan pemesanan kembali, sehingga perusahaan dapat juga
30
mengurangi total biaya yang terkait dengan persediaan. Jika metode yang digunakan efektif, perusahaan bisa tetap kompetitif di antara industri yang lain. Navijanto (2010) melakukan penelitian dengan judul Penentuan Jumlah Persediaan Bahan Baku Produk Tempe dengan Metode Economic Order Quantity (EOQ) dengan tujuan untuk mengetahui persediaan bahan baku optimal sebelum dan sesudah menggunakan analisis EOQ . Teknik penelitian yang digunakan adalah dengan metode studi kasus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebelum penerapan EOQ kebutuhan bahan baku untuk produksi pada periode April 2010 adalah 2.297 kg kedelai, sedangkan jumlah bahan baku yang harus disediakan oleh perusahaan yaitu 2.655,8 kg. Namun, setelah menerapkan metode EOQ maka diketahuilah persediaan bahan baku yang paling ekonomis. Persediaan pemesanan bahan baku yang paling ekonomis adalah 126,23 kg untuk 21 kali pemesanan dari bahan baku pada bulan April 2010. Oleh karena itu, biaya total untuk pemesanan bahan baku berkurang. Biaya total dengan menggunakan EOQ sebesar Rp 6,350,00 dalam 1 periode pemesanan, sedangkan tanpa menggunakan EOQ adalah Rp 67.000,00. Penggunaan metode EOQ oleh perusahaan dapat menghemat biaya persediaan pada bulan April 2010 sebesar Rp 134.650,00. Puspika (2013) melakukan penelitian dengan judul Inventory Control dan Perencanaan Persediaan Bahan Baku Produksi Roti pada Pabrik Roti Bobo Pekanbaru dengan tujuan menentukan perencanaan persediaan bahan baku tepung terigu yang optimal menurut metode Economic Order Quantity (EOQ) serta untuk membuktikan metode Economic Order Quantiry (EOQ) efektif dalam meningkatkan kontrol persediaan dan perencanaan persediaan. Objek penelitian
31
ini adalah studi kasus. Hasil penelitian menujukan bahwa menggunakan metode EOQ lebih menguntungkan dibandingkan dengan perhitungan manual yang digunakan oleh pabrik. Berdasarkan perhitungan diketahui bahwa total inventory cost dengan menggunakan metode EOQ lebih kecil dibandingkan dengan total inventory cost menurut perhitungan pabrik. Selain itu dengan adanya penentuan safety stock dan reorder point, kontrol terhadap persediaan akan lebih terkendali dan mencegah terjadinya kehabisan stock. Kemudian untuk memperkuat hasil penelitian dilakukan uji beda. Hasil perhitungan uji t, diketahui bahwa thitung > ttabel, artinya metode EOQ efektif digunakan untuk meningkatkan kontrol persediaan dan perencanaan persediaan tepung terigu. Raphella, Nathan dan Citra (2014) melakukan penelitian tentang Inventory Management dengan tujuan untuk mengetahui manajemen persediaan yang optimal dengan menggunakan metode Economic Order Quantity (EOQ). Objek penelitian ini adalah studi kasus. Mengatakan bahwa teknik yang lebih canggih dapat digunakan untuk menagani masalah manajemen persediaan yang lebih efisien dan efektif. Hal ini dijelaskan bahwa EOQ tinggi pada bulan Maret dan rendah pada bulan Oktober. Selama bulan Juli EOQ dari kerikil tinggi dan baja rendah, pada bulan November EOQ baja tinggi dan pasir rendah. EOQ Semen tinggi pada bulan April dan rendah pada bulan Februari. Penjualan dan pemasaran perusahaan harus memperhatikan lebih dekat dengan pola pertumbuhan penggunaan persediaan dan memasukkan dalam teknik peramalan penjualan. Para peneliti telah menemukan bahwa baja menjadi lebih berharga dibandingkan
32
dengan persediaan perusahaan lainya, dan semen terletak dibawah kategori ratarata. Batu bata, pasir dan kerikil dikategorikan dalam persediaan terendah. Guga dan Musa (2015) melakukan penelitian tentang Inventory Management Through EOQ Model a Case Study of Shpresa LTD, Albania dengan tujuan untuk mengetahui manajemen persediaan yang baik dengan menggunakan metode Economic Order Quantity. Objek penelitian adalah studi kasus. Hasil penelitian dari perusahaan Shapesa LTD Albania mengatakan model ini sangat cocok secara teoritis tetapi tidak sangat cocok dari perspektif praktis perusahaan, dikarenakan jarak dan tempat pasokan, dan kesempatan yang terbatas untuk sering menata ulang persediaan. Seperti yang kita lihat, metode ini memerlukan perusahaan untuk menata ulang persediaan anggrek setiap 6 minggu sekali, sedangkan
perusahaan
memesan
setiap
8
minggu
sekali,
dikarenakan
keterpencilan negara pemasok. Keterbatasan selanjutnya untuk adopsi dari metode ini adalah penggunaan informasi yang tidak lengkap yang berkaitan dengan produ, seperti analisis yang dibuat perusahaan hanya menyediakan bunga anggrek yang dijual dalam vas sementara perusahaan ini menjual berbagai produk bunga, yang akan menghasilkan pemesanan ulang yang berbeda pada perusahaan ini. Variabel penting lainya, seperti permintaan tahunan untuk grosir yang tersisa dari hasil analisis. Yohanis (2015) melakukan penelitian tentang Persediaan Bahan Baku Kedelai pada Industri Tahu Mitra Cemangi di Kecamatan Tatangga Kota Palu. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui jumlah pembelian dan penggunaan bahan baku kedelai optimal, mengetahui total biaya persediaan bahan
33
baku kedelai, serta mengetahui jumlah persediaan pengaman dan waktu pemesanan kembali bahan baku kedelai. Objek penelitian adalah studi kasus dengan jumlah responden sebanyak 5 orang. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa dalam periode satu tahun terakhir (12 bulan). Industri ini dapat memesan bahan baku secara optimal sebesar 62.237,36 kg rata-rata per bulan. Meminimalisir biaya persediaan sebesar Rp705.513,92 rata-rata per bulan. Persediaan pengaman yang harus selalu tersedia digudang sebesar 3.864,91 kg rata-rata per bulan. Persediaan pengaman yang harus selalu tersedia di gudang sebesar 3.864,91 kg rata-rata per bulan. Melakukan pemesanan bahan baku kembali pada saat persediaan diudang sebesar 16.195,79 kg rata-rata per bulan. Persediaan pengaman yang harus selalu tersedia digudang sebesar 3.864,91 kg rata-rata per bulan melakukan pemesanan bahan baku kembali pada saat persediaan digudang sebesar 16.195,79 kg rata-rata per bulan. Setyorini, Khotimah dan Herlina (2015) melakukan Analisis Persediaan Barang Dagang Beras Pada Toko H.S.A Putra Pangkalan Bun. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui jumlah pembelian optimal setiap merek beras, serta mengetahui jumlah persediaan pengaman dan waktu pemesanan kembali setiap merek beras. Objek penelitian adalah studi kasus. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa beras dibeli dengan metode EOQ adalah berjumlah 5.388.045/kg, untuk setiap merek adalah Raja Haruan yaitu 1.323.277 kg, Istana yaitu 667,344 kg, dan Lele Rejekis 735,302 kg. Inventory dengan jumlah Safety Stock (SS) untuk semua merek adalah 8.041 kg, dan untuk setiap jumlah untuk semua merek seperti Raja Haruan adalah 2,509 kg, Istana adalah 3,393 kg, dan
34
Lele Rejeki adalah 2,984 kg. Jumlah persediaan pengaman atau safety stock untuk semua produk yaitu 8.041 kg. Sedangkan untuk produk dengan merek raja haruan yaitu 2.509 kg. Istana yaitu 3.393 kg dan lele rejeki yaitu 2.984 kg. ROP untuk semua produk dapat dilakukan saat persediaan beras tersisa 40.318 kg. Sedangkan untuk masing-masing produk, pemesanan kembali dapat dilakukan saat persediaan beras dengan merek raja haruan tersisa16.614 kg, istana tersisa 12.318 kg dan lele rejeki tersisa 54.151 kg. Winandhoyo, Syafi’i dan Soejono (2015) melakukan Analisis Ekonomi dan Pengembangan Agroindustri Susu Kedelai Berbagai Sakal Usaha di Wilayah Kabupaten Jember. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui (1) persediaan bahan baku kedelai pada agroindustri susu kedelai (2) pendapatan agroindustri susu kedelai (3) efisiensi penggunaan biaya produksi pada agroindustri susu kedelai dan (4) nilai tambah kedelai pada agroindustri susu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) agroindustri susu kedelai memiliki biaya total bahan baku yang lebih besar dari biaya total EOQ, (2) pendapatan dari agroindustri susu kedelai untuk skala rumah adalah Rp 15.987,95; untuk skala kecil Rp167.748,31; dan untuk industri skala menegah Rp1.909.549,09, (3) Biaya produksi agroindustri susu kedelai yang efisien dan (4) nilai tambah agroindustri susu kedelai dalam berbagai skalah yang telah mampu memberikan nilai-nilai positif. C. Kerangka Pikir Penelitian Persediaan bahan baku yang optimal merupakan hal utama yang harus diperhatikan dalam melakukan proses produksi dan mencakup pengendalian
35
kualitas produk. Tujuannya adalah menjamin tersedianya sumberdaya yang tepat, dalam kualitas dan dalam waktu yang tepat. Bahan baku utama yang dipakai untuk membuat produk olahan tahu di “Industri Tahu Mekar” adalah kedelai, sehingga perlu adanya analisis persediaan bahan baku untuk menjaga atau memonitor tersedianya bahan baku kedelai dalam jumlah dan frekuensi yang optimal di “Industri Tahu Mekar” Kota Bau-Bau. Bisa dikatakan tidak ada perusahaan yang beroperasi tanpa persediaan. Persediaan merupakan salah satu aset yang paling utama dibanyak perusahaan, mencerminkan dari 40% modal yang diinvestasikan. Manejer operasi diseluruh dunia telah lama menyadari pentingnya persediaan bahan baku. Meskipun sebenarnya persediaan adalah suatu sumber dana yang menganggur. Karena sebelum persediaan digunakan berarti dana yang terikat didalamnya tidak dapat digunakan untuk keperluan lain, dengan kata lain bisa disebut tertanam. Salah satu perusahaan dagang yang terdapat dalam rantai pasokan yaitu distributor. Masalah yang biasa dihadapi oleh pihak distributor adalah jumlah persediaan yang optimal. Persediaan yang berlebihan akan berdampak pada pembengkakan biaya total, sedangkan jika persediaan terlalu sedikit akan berdampak pada tidak terpenuhinya permintaan konsumen. Pada umumnya perusahaan menghadapi permintaan yang berfluktuasi. Demikian pula dengan perusahaan dagang, dimana pada saat tertentu perusahaan menghadapi permintaan pelanggan yang tinggi, sementara pada saat lain hanya terdapat sedikit pelanggan yang membutuhkan pelayanan.
36
Oleh karena itu, perlu diadakan pengaturan persediaan melalui suatu rencana pemesanan berdasarkan permintaan konsumen dan penjualan yang dimiliki perusahaan untuk mendapatkan persediaan bahan baku yang optimal. Secara skematis, kerangka pemikiran dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 3.
“Industri Tahu Mekar”
Bahan Baku Kedelai
Biaya Pemesanan
Biaya Persediaan ZZZZZZZZZZZZZZZZZZ Z
Biaya Penyimpanan
Biaya Total Persediaan
Kualitas Pembelian Optimal
Gambar 3. Kerangka Pikir Penelitian
37
III. METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di “Industri Tahu Mekar” di Kelurahan Liabuku Kecamatan Bungi Kota Baubau. Lokasi penelitian ditentukan secara sengaja (purposive) atau ditunjuk langsung dengan pertimbangan bahwa Industri Tahu Mekar merupakan industri berskala besar dan sudah berproduksi dalam waktu yang cukup lama yaitu sejak tahun 2009, dibandingkan dengan 2 industri lainya yang ada di Kecamatan Bungi Kota Bau-Bau. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan bulan Desember 2016. B. Subjek Penelitian Subjek penelitian ini yaitu pimpinan Industri Tahu Mekar di Kelurahan Liabuku Kecamatan Bungi Kota Bau-Bau. Penelitian ini merupakan studi kasus, yaitu penelitian yang bertujuan memberikan gambaran secara mendetail tentang latar belakang, sifat maupun karakter yang khas dari suatu kasus, meliputi tahapan kegiatan pelaksanaan pekerjaan persiapan, pengumpulan data, pengolahan dan analisis data serta pembahasan sehingga pimpinan Industri Tahu Mekar ditunjuk sebagai responden penelitian.
38
C. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitan ini terdiri atas dua yaitu: 1. Data primer adalah data yang diperoleh berdasarkan pengamatan langsung di lapangan melalui wawancara dengan pimpinan dan karyawan Industri Tahu Mekar dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner). 2. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari lembaga terkait seperti Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Tenggara (BPS Sultra), dan perusahaan yang bersangkutan. D. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Observasi/pengamatan
adalah teknik pengumpulan data dengan cara
melakukan pengamatan secara langsung terhadap objek yang akan diteliti. 2. Wawancara yaitu melakukan tanya jawab dengan responden yang berkaitan dengan masalah dalam penelitian ini dengan menggunakan lembar kuisioner. 3. Kepustakaan yaitu pengumpulan data dengan menggunakan literatur-literatur yang berhubungan dengan penelitian ini. E. Variabel Penelitian Variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Volume kebutuhan bahan baku kedelai (Kg/bulan). 2. Biaya pemesanan bahan baku kedelai (Rp/bulan). 3. Biaya penyimpanan bahan baku kedelai selama satu bulan (Rp/kg).
39
4. Biaya total persediaan kedelai (Rp/bulan). 5. Harga kedelai selama satu bulan (Rp/kg). 6. Jumlah persediaan bahan baku kedelai rata-rata (Kg/bulan). F. Analisis Data Analisis data adalah upaya atau cara untuk mengolah data menjadi informasi sehingga karasteristik data tersebut bisa dipahami dan bermanfaat untuk solusi permasalahan, terutama masalah yang berkaitan dengan penelitian. Analisis data bertujuan untuk medeskripsikan data sehingga bisa dipahami, lalu untuk membuat kesimpulan atau menarik kesimpulan mengenai karakteristik populasi berdasarkan data yang didapatkan dari sampel, biasanya ini dibuat berdasarkan pendugaan dan pengujian hipotesis. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Tujuan pertama dicapai dengan menggunakan analisis deskriptif, yaitu untuk mengambarkan secara rinci mengenai sistem persediaan bahan baku kedelai, yang meliputi tahapan sebagai berikut: a. Jenis dan tempat pembelian bahan baku kedelai. b. Harga bahan baku kedelai. c. Volume pembelian bahan baku kedelai. d. Biaya pemesanan bahan baku kedelai. 2. Tujuan kedua dicapai dengan menggunakan analisis sebagai berikut: a. Jumlah pembelian bahan baku kedelai yang optimal pada Industri Tahu Mekar dapat dihitung dengan rumus EOQ (Economic Order Quantity) sebagai berikut (Harming, 2007):
40
√
Keterangan: EOQ D S H
= Jumlah pembelian optimal bahan baku kedelai per bulan (Kg) = Jumlah pembelian bahan baku kedelai per bulan (Kg) = Biaya pemesanan bahan baku kedelai per bulan (Rp) = Biaya penyimpanan bahan baku kedelai per Kg (Rp)
b. Biaya total persediaan bahan baku kedelai dapat diketahui dengan menggunakan rumus TIC (Total Inventori Cost) sebagai berikut (Harming 2007).
Keterangan: TIC Q* D S H
= Biaya total persediaan optimal bahan baku kedelai (Rp) = Jumlah pembelian optimal bahan baku kedelai per bulan (Rp) = Jumlah pembelian bahan baku kedelai per bulan (kg) = Biaya pemesanan bahan baku kedelai per bulan (Rp) = Biaya Penyimpanan bahan baku kedelai per Kg (Rp)
3. Tujuan ketiga dicapai dengan menggunakan analisis sebagi berikut: a. Persediaan pengaman atau safety stock. Menurut Ahyari (1993) rumus dari safety stock yaitu: Persediaan pengaman = Z.q
√ Keterangan: 1,65
= nilai q dengan penyimpangan sebesar 5% yang dilihat pada tabel Z (kurva normal). Penggunaan nilai q dengan penyimpangan sebesar 5% karena semakin kecil penyimpangan maka besar
41
∑ x y n
= = = =
koefisien kepercayaan sehingga interval kepercayaan makin besar. Standar deviasi persediaan penggunaan jumlah pemesanan
b. Pemesanan kembali atau reorder point. Menurut Aminudin (2005) rumusan reorder point adalah: ROP
= safety stock + (lead time x A)
Keterangan: ROP Safety stock Lead time A
= reorder point = persediaan pengaman = waktu tunggu = pengunaan bahan baku rata-rata per hari
G. Konsep Operasional Konsep operasional adalah pengertian-pengertian atau batasan-batasan yang digunakan untuk menghindari kesalahan pemahaman dalam mendefinisikan beberapa variabel pengamatan. Beberapa konsep operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Responden dalam penelitian ini adalah pimpinan dan karyawan Industri Tahu Mekar (orang). 2. Biaya pemesanan adalah biaya yang dikeluarkan oleh Industri Tahu Mekar dalam setiap melakukan pemesanan kedelai, seperti biaya telepon dan transportasi (Rp/bulan). 3. Biaya telepon adalah besarnya biaya yang dikeluarkan produsen/pemasok bahan baku kedelai (Rp/bulan).
42
4. Biaya transportasi adalah besarnya sewa yang dikeluarkan untuk membayar kendaraan yang digunakan dalam proses pengangkutan bahan baku kedelai dari pelabuhan ke gudang (Rp/bulan). 5. Biaya penyimpanan adalah biaya yang dikeluarkan oleh Industri Tahu Mekar berkenaan dengan penyimpanan bahan baku di gudang (Rp/bulan). 6. Biaya kerusakan bahan baku adalah biaya yang dikeluarkan karena bahan baku yang disimpan dalam gudang menjadi lembab sehingga bahan baku menjadi rusak (Rp/bulan). 7. Economic Order Quantity (EOQ) merupakan volume atau jumlah pesanan kedelai yang harus dipesan oleh Industri Tahu Mekar guna memenuhi kebutuhan kedelai dalam melakukan proses produksi (Kg). 8. Biaya total persediaan adalah keseluruhan biaya-biaya yang dikeluarkan oleh Industri Tahu Mekar yang diperoleh dari penjumlahan antara biaya pemesanan dan biaya penyimpanan kedelai (Rp/bulan). 9. Frekuensi pembelian adalah jumlah pembelian atau pemesanan kedelai yang dilakukan oleh Industri Tahu Mekar (Kali/bulan). 10. Persediaan pengaman adalah persediaan minimal bahan baku kedelai yang harus ada atau harus dipertahankan oleh Industri Tahu Mekar (Kg/bulan) 11. Pemesanan kembali adalah jumlah persediaan kedelai yang tersedia dan jumlah persediaan yang akan diterima sama dengan jumlah persediaan yang akan digunakan selama waktu tunggu pada Industri Tahu Mekar (Kg/bulan).
43
12. Total Inventory Cost yaitu suatu pendekatan matematik untuk mengetahui total biaya pengadaan bahan baku minimal yang diperlukan dalam produksi (Rp/bulan). 13. Tempat membeli bahan baku yang dimaksud yaitu lokasi/tempat dimana pemilik usaha membeli bahan baku kedelai.
44
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Profil Industri Tahu Mekar Beberapa konsep penting yang dipaparkan dalam profil Industri Tahu Mekar yakni sejarah berdirinya industri, struktur organisasi dan proses produksi. A.1. Sejarah Berdirinya Industri Tahu Mekar Industri Tahu Mekar merupakan industri yang bergerak dibidang usaha yang memproduksi tahu mentah. Usaha yang terletak di Kelurahan Liabuku Kecamatan Bungi Kota Bau-Bau yang dibangun/dirintis oleh bapak Yusuf Tandung bersama istri Ibu Elisabeth pada tahun 2009. Industri ini awalnya dibangun untuk membantu dan mendorong pertumbuhan perekonomian sebagai salah satu sumber pendapatan dalam rangka meningkatkan taraf hidup keluarganya, dengan menggunakan modal sediri sebesar Rp 2.000.000, dan pinjaman kepada salah satu Bank sebesar Rp 5.000.000. Industri Tahu Mekar belum memiliki surat izin, baik Surat Izin Usaha Perindustrian (SIUP) maupun Surat Izin Tempat Usaha (SITU) yang dikeluarkan oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan karena Industri Tahu Mekar Masih tergolong industri rumah tangga. Jenis tahu yang dihasilkan oleh Industri Tahu Mekar yaitu tahu mentah yang kemudian dipasarkan di pasar Nugraha, Laelangi dan beberapa warung makan yang ada di Kota Bau-Bau. Tahun 2009 produksi tahu dilakukan dalam skala kecil dan hanya memperkerjakan 1 orang tenaga kerja. Dalam hal persediaan bahan baku usaha pembuatan tahu ini melakukan kerja sama dengan pemasok kedelai dari Kota
45
Surabaya dalam proses mendapatkan bahan baku yang kemudian dikirim di Provinsi Sulawesi Tenggara lebih tepatnya di Kelurahan Liabuku Kecamatan Bungi Kota Bau-Bau. Awalnya dalam proses persediaan bahan baku pada Industri Tahu Mekar melakukan kerja sama dengan pemasok lokal, yang berasal dari Kota Bau-Bau sendiri. Kedelai lokal tidak tahan terhadap suhu yang selalu berubahubah sehingga mudah rusak apabila disimpan dalam waktu yang lama. Atas alasan tersebut, Industri Tahu Mekar melakukan kerja sama dengan pemasok yang berasal dari Surabaya dimana jenis kedelai yang dipilih yaitu jenis kedelai impor dari luar negeri. Alasan mengambil jenis kedelai impor ini dikarenakan kedelai impor lebih tahan lama dan tidak mudah rusak ketika disimpan lama dalam gudang. Tahun 2012 Industri Tahu Mekar sudah memiliki tenaga kerja sebanyak 5 orang dengan jumlah produksi untuk semua pekerja dapat menghasilkan 80-90 cetak tahu yang menghabiskan bahan baku kedelai sebesar 200 kg-300 kg dalam satu hari. Satu cetakan tahu menghasilkan 64 potong tahu dengan ukuran 10 x 10 cm, sehingga dalam satu hari menghasilkan 5.120-5.760 potong tahu. Pemilik Industri Tahu Mekar memerintahkan setiap pekerja harus mengerjakan sesuai target yang telah diberikan. A.2. Struktur Organisasi Struktur organisasi merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang kelancaran kegiatan produksi. Karena tanpa adanya struktur organisasi maka tugas dan tanggung jawab dari masing-masing tenaga kerja dan juga pimpinan pada suatu perusahaan tidak berjalan dengan baik. Dilain pihak organisasi juga
46
merupakan sekelompok orang dengan seperangkat komponen-komponen yang berinteraksi guna mencapai tujuan, dalam hal ini yaitu untuk memperoleh keuntungan atau pendapatan maksimum agar tetap mampu mempertahankan kegiatan produksinya secara berkesinambungan. Suksesnya suatu usaha juga sangat dipengaruhi oleh struktur organisasi yang baik, karena pimpinan dapat melaksanakan fungsinya sebagai pimpinan yang baik, mengawasi secara keseluruhan dari suatu usaha dengan adanya pengorganisasian. Pengorganisasian akan menunjang terlaksanakannya kegiatan sesuai dengan struktur organisasi yang sudah dibentuk untuk mencapai tujuan dan sasaran yang hendak dicapai. Penyusunan suatu struktur organisasi tergantung pada skala besar kecilnya dari usaha itu sendiri, dalam hal ini usaha yang tergolong kecil juga cenderung menggunakan struktur organisasi yang sifatnya sederhana. Struktur organisasi pada Industri Tahu Mekar tidak ditetapkan dalam bentuk yang baku atau tertulis, akan tetapi berdasarkan informasi dari hasil penelitian yang dilakukan maka terlihat adanya pembagian/pengelompokan pekerjaan berdasarkan tugas dan tanggung jawab serta jenis pekerjaan yang ada. Adapun bentuk dari struktur Organisasi pada Industri Tahu Mekar dapat dilihat pada Gambar 4.
47
Pimpinan
Bagian Produksi
Bendahara
Bagian Pemasaran
Karyawan Gambar 4. Struktur Organisasi Industri Tahu Mekar Gambar 4 menunjukkan bahwa Industri Tahu Mekar menganut struktur organisasi garis (line organizing). Bentuk usaha yang menggunakan struktur garis pada dasarnya masih sederhana, jumlah tenaga kerja masih sedikit dan hubungan antara pimpinan dan tenaga kerja saling mengenal secara mendalam, sehingga adanya hubungan tersebut akan memudahkan dalam pemecahan masalah-masalah ketenagakerjaan. Adapun tugas dan tanggung jawab untuk masing-masing jabatan atau bidang sesuai dengan struktur organisasi pada Gambar 3 yaitu: 1. Pimpinan Pimpinan Industri Tahu Mekar terdiri atas 1 (satu) orang yaitu Bapak Yusuf Tandung dengan rincian tugas sebagai berikut: a. Bertanggung jawab atas aktivitas sehari-hari dan melakukan pemesanan bahan baku kedelai. b. Bertugas membuat perencanaan, pengorganisasian, melaksanakan dan mengontrol semua kegiatan produksi. c. Merumuskan dan menetapkan kebijakan usaha dan memberikan perintah kepada tenaga kerja.
48
d. Memberikan motivasi kepada tenaga kerja agar dapat bekerja sama dan meningkatkan keterampilan anggota tenaga kerja dalam melaksanakan kegiatan produksi. 2. Bendahara Bendahara merupakan bagian yang mengelola keuangan dari usaha pembuatan tahu. Adapun tugas dari bendahara yaitu sebagai berikut: a. Membayarkan upah tenaga kerja setiap bulannya. b. Melakukan transaksi pembayaran kepada pemasok bahan baku kedelai. c. Bertanggungjawab atas biaya tetap dan biaya variabel yang akan dikeluarkan tiap bulanya guna menunjang kelancaran proses produksi tahu. 3. Bagian pemasaran Tugas utama dari bagian pemasaran yaitu mengatur kegiatan penjualan diberbagai pasar antara lain pasar Laelangi, Wameo dan Nugraha untuk memenuhi permintaan konsumen. 4. Bagian produksi Tugas utama bagian produksi adalah bertanggung jawab terhadap jalannya produksi. Tenaga kerja bagian produksi terdiri lima orang tenaga kerja yang terlibat langsung dalam melakukan proses produksi. Kegiatan memproduksi diperlukan kecakapan dan keterampilan agar dapat menghasilkan produksi sesuai dengan kebutuhan konsumen dan tidak terjadi pemborosan bahan baku.
49
A.3. Proses Produksi Proses produksi merupakan teknik untuk menghasilkan atau menambah kegunaan suatu barang atau jasa dengan sumber-sumber yang tersedia seperti material, tenaga kerja, modal dan teknologi. Proses pembuatan tahu memerlukan beberapa alat dan bahan. Alat yang digunakan dalam pembuatan tahu meliputi mesin penggiling, ember, baskom besar, baskom kecil, pisau, kain penyaring, cetakan tahu, wajan, sepatu air, ember, drum plastik, arko dan keranjang. Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan tahu yaitu kedelai impor dan kedelai lokal sedangkan bahan penunjang yaitu, cuka cair, kayu bakar dan bensin sebagi bahan bakar yang digunakan dalam proses produksi. Adapun proses pembuatan tahu dapat dilihat pada Gambar 5. Pencucian Kedelai
Perendaman Kedelai
Pemotongan Tahu
Pencetakan Tahu
Penggilingan Kedelai
Penambahan Asam Cuka
Perebusan Kedelai
Penyaringan Kedelai
Gambar 5. Proses Pembuatan Tahu pada Industri Tahu Mekar Gambar 5 memberikan informasi bahwa proses pembuatan tahu pada Industri Tahu Mekar melalui beberapa tahap, yang diawali dengan pencucian bahan baku hingga pemotongan tahu yang sudah jadi: 1. Pencucian kedelai yaitu membersihkan kedelai dari segala macam kotoran yang menempel menggunakan air bersih. Pencucian kedelai dilakukan
50
berulang-ulang 3-4 kali agar benar-benar bersih dan higenis. Hal ini untuk mencegah adanya kuman dan bakteri yang yang menempel pada biji kedelai. 2. Kedelai yang telah dicuci tersebut kemudian direndam didalam air bersih selama 8 jam. Dalam proses perendaman ini kedelai harus benar-benar tenggelam. Kedelai yang telah menggembang lalu dibersihkan kembali dengan cara dicuci berkali-kali (2-3 kali). 3. Selanjutnya adalah menghancurkan kedelai dengan menggunakan mesin penggiling. Hal ini dilakukan agar tahu yang lembut dan lezat dapat dibuat dengan sempurna. 4. Kedelai yang telah dihaluskan kemudian dimasukkan kedalam wajan besar yang telah disiapkan untuk dimasak sampai matang dengan menggunakan tungku tradisional dengan kayu sebagai bahan bakarnya. Hal ini akan membuat rasa tahu yang lebih nikmat. 5. Bubur kedelai yang telah matang dan dibubuhi asam cuka lalu disaring dengan menggunakan kain penyaring sambil terus diaduk secara perlahan. Cara ini dilakukan hingga bubur kedelai menggumpal. 6. Gumpalan tahu kemudian siap untuk dipress dan dicetak. Tahu yang telah disimpan dalam cetak dan dipress dengan menggunakan kain kemudian simpan pemberat pada bagian atas cetakan. Pemberat ini berfungsi untuk menekan ampas supaya kandungan airnya benar-benar habis. 7. Keluarkan tahu dari cetakan untuk dipotong dan kemudian dipasarkan.
51
A.4. Keadaan Tenaga Kerja Penggunaan tenaga kerja pada tahun 2009 sebanyak 1 orang sedangkan untuk tahun 2012 sampai 2016 mengalami peningkatan menjadi 5 orang tenaga kerja. Uraian tenaga kerja yang dipergunakan pada Industri Tahu Mekar dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Keadaan Tenaga Kerja Usaha Pembuatan Tahu pada Industri Tahu Mekar Berdasarkan Umur, Jenis Kelamin, dan Pendidikan Bulan Agustus 2016 No Nama 1 2 3 4 5
Asmonoh Bapak Anca Acang Aco Abdul
Umur Jenis Kelamin 37 40 27 35 25
Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki
Pendidikan SMP SMP SMA SMP SMA
Lama Bekerja (tahun) 5 4 6 7 4
Tabel 3 menunjukan bahwa umur tenaga kerja umumnya berada pada klasifikasi umur produktif sedangkan dilihat dari tingkat pendidikan, kariawan Industri Tahu Mekar menempu pendidikan antara SMP-SMA, sehingga mereka mampu melaksananakan pekerjaan yang diberiakn oleh pimpinan Industri tahu Mekar. Karyawan Industri Tahu Mekar tidak pernah mengikuti pelatihan dalam membuat tahu akan tetapi, mereka mampu membuat tahu seiring dengan pengalaman pekerjaan mereka pada Industri Tahu Mekar. Tenaga kerja bagian produksi bekerja dari pukul 07.00-17.00 dengan waktu istrahat pukul 11.45-12.30. A.5. Biaya Variabel (Variabel Cost) Biaya variabel (variable cost) yang dimaksud dalam penelitian ini adalah biaya yang habis terpakai dalam satu kali siklus produksi pada Industri Tahu
52
Mekar. Biaya variabel merupakan biaya yang jumlahnya berubah-ubah sesuai dengan jumlah produk yang dihasilkan. Dalam hal ini semakin banyak jumlah produk yang dihasilkan, semakin besar pula jumlah biaya variabelnya. Contohnya, biaya bahan baku dan upah tenaga kerja yang dibayar berdasarkan jumlah produk yang dihasilkan. Biaya variabel pada Industri Tahu Mekar terdiri dari: kedelai, cuka, kayu bakar, bensin, upah tenaga kerja dan biaya pemesanan bahan baku. Keseluruhan biaya variabel pada Industri Tahu Mekar dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Biaya Variabel Rata-rata yang Digunakan Industri Tahu Mekar di Kelurahan Liabuku Kecamatan Bungi Kota Bau-Bau pada Bulan Agustus 2016 No
Komponen Biaya
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kedelai Impor Kedelai Lokal Cuka cair Kayu Bakar Bensin Upah Tenaga Kerja Biaya Pemesanan Sewa Listrik Biaya Transportasi Jumlah
Jumlah 10.000 1.000 6 10 150 5 2
Satuan Harga Biaya (Rp) (Rp/Satuan) Kg Kg Btl Ret Liter
8.000 8.000 7.000 350.000 10.000 3.000.000 6.000 200.000 100.000
80.000.000 8.000.000 42.000 3.500.000 1.500.000 15.000.000 12.000 200.000 100.000 108.354.000
Sumber: Data primer setelah diolah, 2016
Tabel 4 memberikan informasi tentang jumlah penggunaan biaya variabel pada Industri Tahu Mekar yaitu sebesar Rp 108.354.000. Jumlah biaya tersebut merupakan keseluruhan biaya yang akan dikeluarkan selama satu bulan dalam proses produksi tahu. Komponen biaya terbesar adalah biaya kedelai impor yang berasal dari surabaya sebesar Rp 80.000.000, disusul biaya upah tenaga kerja
53
yaitu sebesar Rp 15.000.000, sedangkan untuk komponen biaya terkecil yaitu biaya pemesanan bahan baku sebesar Rp 12.000. A.6. Biaya Tetap (Fixed Cost) Besar kecilnya biaya tetap dipengaruhi oleh kondisi perusahaan jangka panjang, teknologi, dan metode serta strategi manajemen. Biaya tetap (Fixed Cost) adalah biaya yang tidak habis dalam satu kali proses produksi, namun mengalami
penyusutan
seperti
pengadaan
peralatan
untuk
menunjang
keberlanjutan usaha. Penyusutan dihitung dengan menggunakan metode garis lurus yaitu nilai awal dari peralatan dikurangi dengan nilai akhir kemudian dibagi dengan lama pemakaian dari peralatan tersebut. Nilai awal diperoleh dari biaya yang digunakan untuk membeli peralatan tersebut, nilai akhir diperoleh dari hasil wawancara dengan pimpinan perusahaan, sedangkan lama pemakaian dilihat dari lamanya penggunaan peralatan tersebut masih bisa digunakan sesuai dengan fungsinya. Biaya tetap pada Industri Tahu Mekar terdiri dari: mesin penggiling, tungku, baskom, pisau, kain penyaring, cetakan tahu, timba, sepatu air, ember, drum plastik, arko, bola lampu, dan keranjang. Informasi mengenai penyusutan alat dari semua biaya tetap pada Industri Tahu Mekar dapat dilihat pada Tabel 5.
54
Tabel 5. Biaya Tetap Rata-rata yang Digunakan Industri Tahu Mekar di Kelurahan Liabuku Kecamatan Bungi Kota Bau-Bau pada Bulan Agustus 2016 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Komponen Biaya Mesin Penggiling Tungku Terpal Baskom Besar Baskom Kecil Pisau Kain Penyaring Cetakan Tahu Timba Sepatu Air Ember Drum Plastik Arko Bola lampu Keranjang Seng Jumlah
Penyusutan (Rp/bulan) 187.500 187.500 30.000 24.000 36.000 1.500 15.750 225.000 13.500 150.000 30.000 25.000 15.000 4.200 108.000 2.850 1.055.800
Sumber: Data primer setelah diolah, 2016
Tabel 5 menunjukan bahwa biaya penyusutan terbesar adalah biaya cetakan tahun sebesar Rp 225.000 dengan jumlah sebanyak 6 unit dengan harga Rp 500.000 per unit. Biaya penyusutan terendah dari 16 komponen adalah pisau sebesar Rp 1.500 dengan jumlah keseluruhan biaya penyusutan sebesar Rp 1.055.800. Lebih jelasnya biaya tetap rata-rata dapat dilihat pada lampiran 4. B. Sistem Persediaan Bahan Baku Optimal Persediaan bahan baku yang cukup dapat memperlancar proses produksi serta barang jadi yang dihasilkan harus dapat menjamin efektifitas kegiatan pemasaran. Adapun sistem persediaan bahan baku meliputi jenis dan tempat
55
pembelian bahan baku, harga bahan baku, volume pembelian, biaya pemesana dan biaya penyimpanan. B.1. Jenis dan Tempat Membeli Bahan Baku Kedelai Jenis kedelai yang digunakan pada Industri Tahu Mekar yaitu kedelai impor dari luar negeri yang dikirim dari Surabaya dan kedelai lokal dari Buton Utara. Awalnya industri ini telah melakukan kerja sama dengan pemasok kedelai lokal dari Buton Utara (Ereke). Namun, kualitas dari bahan baku kedelai ini tidak tahan terhadap kondisi cuaca ekstrim sehingga kedelai menjadi lembab dan mudah rusak. Atas alasan tersebut sehingga industri ini melakukan kerja sama dengan pemasok dari Surabaya yang di impor dari luar negeri. Pemilihan jenis kedelai ini atas pertimbagan bahwa kedelai ini memiliki sifat yang tahan dan tidak mudah rusak apabila disimpan dalam gudang dalam waktu yang cukup lama, biasanya mampu bertahan hingga 6 bulan. Industri Tahu Mekar tetap membeli kedelai lokal meskipun kedelai tersebut tidak tahan terhadap cuaca ekstrim dan mudah rusak dengan tujuan untuk mencegah kehabisan stok akibat keterlambatan pengiriman bahan baku dari Surabaya. Industri ini sampai sekarang telah melakukan kerja sama dengan pemasok bahan baku kedelai yang berasal dari Surabaya. Jenis kedelai yang dipesan berupa kedelai impor dengan jumlah per pemesanan sebanyak 5.000 kg yang dilakukan sebanyak 2 kali pemesanan per bulan. Sedangkan jumlah kedelai yang dipesan dari dalam daerah berjumlah 500 kg per pemesanan yang juga dilakukan sebanyak 2 kali pemesanan per bulan. Dengan demikian, total kedelai per pemesanan adalah 5.500 kg terdiri dari 5.000 kg kedelai impor dan 500 kg kedelai lokal dengan
56
harga Rp 8.000/kg. Jadi, jumlah kedelai yang dipesan oleh Industri Tahu Mekar selama 1 (satu) bulan sebanyak 11.000 kg (10.000 kg kedelai impor, 1.000 kg kedelai lokal). Industri Tahu Mekar telah bekerja sama dengan pemasok dari Surabaya selama ± 4 tahun. Kedelai yang berasal dari Surabaya ini kemudian dikirim langsung melalui kapal laut kepelabuhan Murhum Kota Bau-Bau Provinsi Sulawesi Tenggara. Setelah tiba di Pelabuhan Murhum, maka dilakukan pembongkaran barang kemudian kedelai tersebut diangkut ke lokasi Industri Tahu Mekar di Kelurahan Liabuku Kecamatan Bungi Kota Bau-Bau. Pengangkutan bahan baku kedelai menggunakan mobil yang dimiliki Industri Tahu Mekar dengan biaya pengeluaran persatu kali pengangkutan sebesar Rp 100.000. Kedelai yang telah dibeli tersebut disimpan digudang penyimpanan yang telah disediakan agar tidak mudah rusak. B.2. Harga Bahan Baku Kedelai Pegiriman bahan baku dari Surabaya dilakukan sebanyak 2 kali dalam satu bulan dengan volume per pengiriman yaitu sebesar 5 ton (5.000 kg) sehingga jumlah kedelai dalam satu bulan adalah 10 ton (10.000 kg). Biaya per pengiriman yaitu sebesar Rp 80.000.000 (Rp 8.000/kg) termasuk harga bahan baku dan biaya pengiriman, namun pembayaran dilakukan terlebih dahulu sebelum kedelai tiba di lokasi atas kesepakatan antara kedua pihak. Harga bahan baku kedelai lokal sama dengan bahan baku kedelai impor yaitu sebesar Rp 8.000/kg dengan volume pembelian 1.000 kg per satu bulan. Jika dilihat dari segi harga maka tidak ada perbedaan antara kedelai impor dan kedelai
57
lokal. Namun, industri ini lebih banyak memasok dari kedelai impor sebanyak 10.000 kg daripada kedelai lokal sebanyak 1.000 kg. Hal ini disebabkan kualitas kedelai impor lebih baik dibandingkan kedelai lokal. Kedelai lokal hanya digunakan sebagai campuran dari kedelai impor. B.3. Volume Pembelian Bahan Baku Jumlah produksi tahu per hari yaitu sebanyak 90 cetakan, masing-masing cetakan menghasilkan 64 potong tahu dengan pemakaiaan bahan baku kedelai sebanyak 300 kg. Jadi penggunaan bahan baku kedelai per bulan sebanyak 9.000 kg dengan jumlah produksi sebanyak 2.400 cetakan. Jumlah produksi tahu untuk setiap bulannya fluktuatif sesuai dengan permintaan konsumen. Persediaan bahan baku kedelai impor pada Industri Tahu Mekar sebesar 5.000 kg per satu kali pemesanan dengan waktu tunggu selama 5 hari setelah bahan baku kedelai dipesan. Pemesanan bahan baku kedelai impor dan kedelai lokal masing-masing dilakukan setiap 2 (dua) kali dalam sebulan sehingga total pemesanan dalam satu bulan sebanyak 10.000 kg kedelai impor dan 1.000 kg kedelai lokal. Pemesanan bahan baku kedelai impor dan kedelai lokal dilakukan secara bersamaan pada tempat yang berbeda yaitu kedelai impor dari Surabaya dan kedelai lokal dari Buton Utara (Ereke). Frekuensi pemesanan bahan baku kedelai baik lokal maupun impor adalah sebanyak dua kali dengan total jumlah sebanyak 11.000 kg.
58
B.4. Biaya Pemesanan Biaya pemesanan (ordering cost) pada Industri Tahu Mekar adalah biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh bahan baku kedelai. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa komponen biaya pemesanan yang dikeluarkan oleh Industri Tahu Mekar adalah biaya tarif pulsa bicara, biaya SMS dan biaya bongkar muat. Jenis biaya pemesanan yang dikeluarkan pada Industri Tahu Mekar dalam dua kali pemesnan terdiri atas biaya tarif pulsa bicara, SMS, dan biaya bongkar muat pada dua tempat yaitu Surabaya dan Ereke. Biaya pemesanan bahan baku kedelai pada Industri Tahu Mekar dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Biaya Pemesanan Bahan Baku Kedelai pada Industri Tahu Mekar di Kelurahan Liabuku Kecamatan Bungi Kota Bau-Bau Bulan Agustus 2016 No 1 2 3
Jenis Biaya Tarif Pulsa Bicara Biaya SMS Biaya Bongkar Muat Total
Jumlah (Rp) 6.000 2.000 220.000 228.000
Sumber: Data primer setelah diolah, 2016
Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat bahwa total biaya yang dikeluarkan Industri Tahu Mekar pada bulan Agustus 2016 sebesar Rp 228.000, terdiri dari biaya tarif pulsa bicara, SMS dan biaya bongkar muat dengan frekuensi pemesanan sebanyak 4 kali pemesanan. Biaya tarif pulsa bicara adalah biaya yang timbul karena pemakayan jasa komunikasi dari Industri Tahu Mekar dalam transaksi pemesanan maupun pengecekan pengiriman bahan baku kedelai. Tarif pulsa yang dikeluarkan Industri Tahu Mekar selama bulan Augustus adalah sebesar Rp 6.000 dan biaya SMS sebesar Rp 2.000.
59
Biaya Bongkar Muat yaitu biaya yang timbul karena pemindahan barang dari kapal ke mobil kemudian kegudang penyimpanan yang dilakukan oleh buruh, maka menimbulkan biaya bongkar muat bagi Industri Tahu Mekar. Jumlah bongkar muat selama bulan Agustus yaitu sebesar Rp 220.000. B.5. Biaya Penyimpanan Bahan Baku Biaya penyimpanan bahan baku (carrying cost) merupakan salah satu biaya yang digunakan untuk penyimpanan bahan baku kedelai pada gudang dalam jangka waktu tertentu. Gudang yang digunakan untuk penyimpanan bahan baku pada Industri Tahu Mekar tidak terpisah dari gedung tempat pembuatan tahu dan hanya dibatasi dengan dinding seng serta terpal sebagai alat pengalas. Sehingga biaya yang dikeluarkan untuk penyimpanan bahan baku kedelai tidak terlalu mahal karena gudang yang digunakan masih sangat sederhana. Lebih jelasnya biaya penyimpanan bahan baku kedelai pada Industri Tahu Mekar dalam kurun waktu 1 bulan dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Biaya penyimpanan bahan baku kedelai pada Industri Tahu Mekar di Keluraha Liabuku Kecamatan Bungi Kota Bau-Bau Bulan Agustus 2016 No
1 2 3 4
Jenis biaya
Biaya Penerangan (1 bola Lampu) Sewa Listrik Terpal Seng Jumlah Biaya per Kg bahan baku Sumber: Data primer setelah diolah, 2016
Harga (Rp) 28.000 10.000 200.000 342.000
Lama Pakai (Bulan) 12 1 6 12
Penyusutan (Rp/Bulan) 2.100 10.000 30.000 2.850 44.950 4,09
Tabel 7 menunjukan bahwa biaya 1 buah bola lampu dengan daya sebesar 11 watt adalah Rp 28.000 dengan umur ekonomis selama 12 bulan (1 tahun).
60
Biaya listrik untuk pemakaian lampu digudang penyimpanan adalah sebesar Rp 10.000 selama satu bulan. Pembelian terpal digunakan sebagai pengalas bahan baku kedelai yang ada dalam karung dengan biaya sebesar Rp 200.000 dengan umur ekonomis selama 6 bulan. Seng digunakan sebagai dinding pembatas antara gudang dan tempat memproduksi tahu dengan biaya sebesar Rp 342.000. Jadi total biaya penyusutan selama bulan Agustus sebesar Rp 44.950. Biaya penyimpanan kedelai per kilogram diperoleh dari hasil bagi antara total biaya penyusutan dalam gudang penyimpanan per bulan dengan jumlah persediaan bahan baku kedelai satu bulan yaitu sebanyak 11.000 kg, sehingga total biaya penyusutan dalam ruangan penyimpanan kedelai per kilogramnya yaitu sebesar Rp 4,09. C. Economy Order Quantity (EOQ) Analisis Economy Order Quantity merupakan analisis yang digunakan untuk mengidentifikasi bagaimana persediaan bahan baku kedelai pada Industri Tahu Mekar dalam memenuhi kebutuhan produksi tahu setiap bulannya agar tidak terjadi kekurangan maupun kelebihan bahan baku kedelai. Untuk menganalisis EOQ pada Industri Tahu Mekar terlebih dahulu harus diketahui besarnya kuantitas pembelian bahan baku kedelai, biaya pemesanan, dan biaya penyimpanan bahan baku kedelai per kg. Rincian mengenai besarnya kuantitas pembelian bahan baku kedelai, biaya pemesanan, dan biaya penyimpanan bahan baku kedelai per kg pada Industri Tahu Mekar dapat dilihat pada Tabel 8.
61
Tabel 8. Kuantitas Pembelian Bahan Baku, Biaya Pemesanan dan biaya penyimpanan Per Kg Bahan Baku Kedelai pada Industri Tahu Mekar di Kelurahan Liabuku Kecamatan Bungi Kota Bau-Bau Bulan Agustus 2016 Uraian Pembelian bahan baku (D) Biaya pemesanan per pemesanan (S) Biaya penyimpanan (H)
Satuan Kg Rp RP
Jumlah 11.000 57.000 4,09
Berdasarkan hasil perhitungan (secara rinci dapat dilihat pada lampiran 5), diperoleh jumlah persediaan bahan baku yang optimal pada Industri Tahu Mekar adalah 17.424,16 kg. Jika persediaan bahan baku pada Industri Tahu Mekar lebih besar dari 17.424,16 kg maka Industri Tahu Mekar harus mengurangi jumlah persediaan bahan baku kedelai agar bahan baku digudang tidak menumpuk yang menyebabkan kerugian. Sebaliknya jika persediaan bahan baku kedelai kurang dari 17.424,16 kg, maka Industri Tahu Mekar harus menambah jumlah persediaan bahan baku agar tidak terjadi kekurangan bahan baku yang menyebabkan terganggunya proses produksi yang berakibat pada hilangnya kesempatan memperoleh keuntungan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah persediaan bahan baku kedelai pada Industri Tahu Mekar per bulan sebanyak 11.000 kg. Dengan demikian jumlah persediaan bahan baku kedelai lebih kecil dari jumlah persediaan bahan baku yang paling optimal yaitu 17.424,16 kg. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa, persediaan bahan baku kedelai pada Industri Tahu Mekar pada Bulan Agustus tahun 2016 belum optimal dengan selisih jumlah sebesar 6,424,16 kg. Persediaan bahan baku kedelai yang tidak optimal tersebut dapat menyebabkan
62
Industri Tahu Mekar bisa kehabisan stok sehingga tidak mampu melakukan proses produksi secara optimal untuk memenuhi permintaan konsumen. D. Persediaan Bahan Baku Kedelai Persediaan bahan baku kedelai pada Industri Tahu Mekar ini dapat diketahui dengan menggunakan analisis TIC (Total Inventory Cost), persediaan pengaman (Safety Stock), dan pemesanan kembali (Reorder Point). D.1. Total Inventory Cost (TIC) Total Inventory Cost (TIC) yaitu perhitungan yang digunakan untuk mengetahui biaya total persediaan bahan baku pada Industri Tahu Mekar dalam melakukan persediaan bahan baku, meminimalkan atau mengefisienkan biaya dalam persediaan bahan baku. TIC merupakan salah satu cara yang dilakukan untuk mengurangi terjadinya kerugian pada suatu perusahaan khususnya Industri Tahu Mekar. Total Inventory Cost atau biaya total persediaan bahan baku menurut EOQ dapat diketahui dengan rumus: Keterangan: TIC = Biaya total persediaan optimal bahan baku kedelai (Rp/bulan) Q* = Jumlah pembelian optimal bahan baku kedelai (kg/bulan) D = Jumlah pembelian bahan baku kedelai (kg/bulan) S = Biaya pemesanan bahan baku kedelai (Rp/bulan) H = Biaya Penyimpanan bahan baku kedelai (Rp/kg) Perhitungan total biaya persediaan bahan baku menurut Industri Tahu Mekar dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
63
TIC = (frekuensi pesan x biaya sekali pesan) + (penggunaan bahan baku selama satu bulan x biaya simpan per kg) Berdasarkan hasil perhitungan (secara rinci dapat dilihat pada lampiran 6), diperoleh nilai Total Inventory Cost (TIC) EOQ yaitu sebesar Rp 179.570,49 sedangkan Total Inventory Cost (TIC) menurut perhitungan Industri Tahu Mekar sebesar Rp 264.810. Jadi, dapat diketahui bahwa nilai TIC menurut perhitungan Industri Tahu Mekar lebih besar dari pada perhitungan TIC EOQ, maka biaya total yang dikeluarkan oleh Industri Tahu Mekar dalam melakukan persediaan bahan baku selama periode Bulan Agustus belum optimal dengan selisih yaitu sebesar Rp 85.239,51. Jumlah persediaan bahan baku optimal berdasarkan EOQ sebanyak 17.424,16 kg dengan biaya total persediaan sebesar Rp. 179.570,49, sedangkan jumlah persediaan bahan baku menurut industri sebanyak 11.000 kg dengan jumlah biaya total persediaan sebesar Rp 264.810. Dari kasus ini dapat diketahui bahwa industri mengeluarkan biaya total persediaan yang lebih banyak untuk jumlah bahan baku yang lebih sedikit dari jumlah EOQ yang lebih besar namun TIC lebih kecil. Hal ini menyebabkan industri akan mengalami kerugian atau kehilangan keuntungan sebesar Rp 85.239,51. Untuk menghindari kerugian ini maka sebaiknya industri mengefisienkan biaya persediaan bahan baku dengan cara melakukan pemesanan sekali dalam 1 bulan pada lokasi yang sama. Agar biaya pemesanan yang terdiri dari biaya tarif pulsa bicara, SMS dan biaya bongkar muat dapat berkurang dari empat frekuensi pemesanan menjadi satu frekuensi pemesanan per bulan.
64
D.2. Persediaan Pengaman (Safety Stock) Persediaan pengaman (safety stock) berguna untuk melindungi perusahaan dari risiko kehabisan bahan baku dan keterlambatan penerimaan bahan baku yang dipesan. Dalam analisis penyimpanan ini management perusahaan menentukan seberapa besar bahan baku yang masih dapat diterima. Pada umumnya batas toleransi yang digunakan adalah 5% diatas perkiraan dan 5% dibawa perkiraan dengan nilai 1,65. Persediaan pengaman dimaksudkan untuk membantu kelancaran proses produksi, melayani kebutuhan perusahaan akan bahan-bahan atau barang jadi dari waktu ke waktu. Tujuan dari persediaan pengaman adalah sebagai berikut: a.
Menjaga agar jangan sampai perusahaan kehabisan bahan-bahan sehingga menyebabkan terhenti atau terganggunya proses produksi.
b.
Menjaga agar keadaan persediaan tidak terlalu besar atau berlebihan sehingga biaya-biaya yang timbul dari persediaan tidak besar pula.
c.
Selain untuk memenuhi permintaan pelanggan, persediaan juga diperlukan apabila biaya untuk mencari barang/bahan penggantian atau biaya kehabisan bahan atau barang (stock out) relatif besar. Fungsi utama persediaan pengaman adalah menyimpan untuk melayani
kebutuhan perusahaan akan bahan mentah atau barang jadi dari waktu ke waktu. Fungsi tersebut diatas ditentukan oleh berbagai kondisi seperti : a.
Apabila jangka waktu pengiriman bahan mentah relatif lama maka perusahaan perlu persediaan bahan mentah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan perusahan selama jangka waktu pengiriman.
65
b.
Seringkali jumlah yang dibeli atau diproduksi lebih besar dari yang dibutuhkan.
c.
Apabila pemintaan barang hanya sifatnya musiman sedangkan tingkat produksi setiap saat adalah konstan maka perusahaan dapat melayani permintaan tersebut dengan membuat tingkat persediaannya berfluktuasi mengikuti fluktuasi permintaan.
d.
Selain untuk memenuhi permintaan langganan, persediaan juga diperlukan apabila biaya untuk mencari barang atau bahan pengganti atau biaya kehabisan barang atau bahan relatif besar. Deviasi persediaan bahan baku kedelai pada Industri Tahu Mekar di
Kelurahan Liabuku Kecamatan Bungi Kota Bau-Bau Bulan Agustus Tahun 2016 persediaan bahan baku kedelai (x) sebanyak 11.000 kg, penggunaan bahan baku kedelai (y) sebanyak 9.000 kg, deviasi (x-y) sebanyak 2.000 kg dan kuadrat (x-y)2 sebanyak 4.000.000 kg. Dari hasil perhitungan (secara rinci dapat dilihat pada lampiran 7), diketahui bahwa jumlah persediaan pengaman (Safety Stock) yang perlu dipesan untuk menghindari kerusakan atau kehabisan bahan baku kedelai pada Industri Tahu Mekar adalah 2.333 kg. Apabila perusahaan ini tidak menyiapkan kedelai sebanyak 2.333 kg maka asumsinya kegiatan produksi akan terhambat pada bulan berikutnya sehingga tidak ada pemasukan dari perusahaan. Persediaan pengaman sebesar 2.333 kg ini merupakan persediaan minimum yang harus tersedia dan hanya dapat digunakan dalam keadaan yang betul-betul darurat. Dengan adanya safety stock maka perusahaan dapat menghindari resiko
66
kehabisan bahan baku yang dapat ditimbulkan karena keterlambatan dan ketidakpastian kedatangan bahan baku. D.3. Pemesanan Kembali (Reorder Point) Pemesanan kembali (Reorder Point) adalah saat dimana perusahaan harus melakukan pemesanan kembali bahan baku kedelai, sehingga penerimaan bahan baku kedelai yang dipesan dapat tepat waktu. Pemesanan bahan baku kedelai pada Industri Tahu Mekar tidak langsung diterima hari itu juga melainkan 5 hari setelah pemesanan. Pembelian bahan yang sudah ditetapkan dalam EOQ agar tidak mengganggu kelancaran kegiatan produksi, maka diperlukan waktu pemesanan kembali bahan baku. Salah satu faktor yang mempengaruhi titik pemesanan kembali adalah lead time. Lead time adalah waktu yang dibutuhkan antara bahan baku dipesan hingga sampai diperusahaan. Lead time ini akan mempengaruhi besarnya bahan baku yang digunakan selama masa lead time, semakin lama lead time maka akan semakin besar bahan yang diperlukan selama masa lead time. Hasil perhitungan (secara rinci dapat dilihat pada lampiran 8), menunjukkan bahwa ketika jumlah persediaan bahan baku kedelai di gudang mencapai jumlah 3.833 kg, maka Industri Tahu Mekar harus melakukan pemesanan untuk bulan berikutnya. Pemesanan kembali bahan baku bertujuan untuk mencegah terjadinya kekurangan persediaan bahan baku digudang penyimpanan yang mengakibatkan terganggunya proses produksi yang berakibat pada hilangnya kesempatan memperoleh keuntungan.
67
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan hal-hal berikut: 1. Persediaan bahan baku kedelai pada Industri Tahu Mekar meliputi: - Jenis kedelai yang digunakan yaitu kedelai impor yang dikirim dari surabaya dan kedelai lokal yang dikirim dari Buton Utara (Ereke). - Volume pembelian kedelai impor sebanyak 10.000 kg dan kedelai lokal 1.000 kg dengan harga masing-masing Rp 8.000/kg selama Bulan Agustus 2016. - Biaya pesanan Bulan Agustus yaitu sebesar Rp 228.000 - Biaya penyimpanan Bulan Agustus sebesar Rp 4,09/kg. 2. Persediaan bahan baku pada Industri tahu Mekar sebanyak 11.000 kg dengan Total Inventory Cost (TIC) sebesar Rp 264.810. Persediaan bahan Baku Optimal setelah menggunakan analisis EOQ yaitu sebesar 17.424,16 kg dengan biaya total persediaan menurut perhitungan Total Inventory Cost (TIC) EOQ yaitu sebesar Rp 179.570,49, sehingga total persediaan bahan baku pada industri Tahu Mekar belum efisien dengan selisih sebesar 6.424,16 kg . 3. Persediaan pengaman yang harus selalu tersedia digudang penyimpanan sebanyak 2.333 kg dan pemesanan kembali bahan baku pada saat persediaan bahan baku digudang penyimpanan sebanyak 3.833 kg per bulan.
68
B. Saran Berdasarkan kesimpulan-kesimpulan diatas maka penulis menyarankan halhal sebagai berikut: 1. Industri Tahu Mekar perlu mengatur persediaan bahan baku kedelai dengan menggunakan metode EOQ sehingga dapat mengoptimalkan biaya persediaan, dimana jumlah persediaan yang dilakukan Industri Tahu Mekar lebih kecil dibandingkan dengan hasil perhitungan EOQ sehingga persediaan harus ditambah untuk menunjang keberlangsungan proses produksi. 2. Peneliti selajutnya dapat melakukan penelitian ini ditinjau dari faktor perputaran persediaan dalam analisis persediaan yang belum dikaji dalam penelitian ini.
69
DAFTAR PUSTAKA
Achun. 2008. Manajemen Persediaan Edisi Keempat. BPFE. Yogyakarta. Adisarwanto, T., 2005. Kedelai. Penebar Swadaya. Jakarta. Ahman, E dan Y, Rohmana., 2007. Pengantar Teori Ekonomi Mikro. Laboratorium Ekonomi dan Koperasi. Bandung. Ahyari, Agus. 1992. Efisiensi Persediaan Bahan Baku Pegamgan untuk Perusahaan-Perusahaan Kecil dan Menengah. BPFE. Yogyakarta. Anggraini, D. R. dan Y. Surbakti, 2008. Super Komplit Menu Sehari-hari Sepanjang Masa. Wahyu Media. Jakarta. Austin J. E., 1992. A Agroindustrial Project Analysis. Critical Design Factors. EDI Series in Economic Development. The John Hopkinds University Press, Baltimore and London. London. BPS Sulawesi Tenggara. 2015. Produksi Kedelai Sulawesi Tenggara dalam Angka 2015.Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Tenggara. Kendari. . 2014. Indikator Industri Besar dan Sedang Provinsi Sulawesi Tenggara. Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Tenggara. Kendari. Cahyadi, W., 2007. Kedelai: Khasiat dan Teknologi. Bumi Aksara. Jakarta. Carter, William K., 2009. Akuntasi Biaya Buku I Edisi 14. Salemba Empat. Jakarta. Gitosudarmo, I., 2002. Manajemen Keuangan Edisi Keempat. BPFE Universitas Indonesia. Yogyakarta. Gonzalez, J dan Daniel, G., 2010. Analysis of an Economic Order Quantity and Reorder Point Inventory Control Model for Company XYZ. California Polytechnic State University San Luis Obispo. California. Gsianturi. 2003. Nutrisi Untuk Tumbuh Kemang Anak. www. Tempo.co.id/kliniknet/artikel/2003/indeks-isi. Asp?file:28072003-1. Guga, E dan Musa, O., 2015. Inventory Management Through EOQ Model a Case Study of Shpresa LTD Albania. International Journal of Economics, Commerce and Management Vol. III (12) : 2348-0386.
70
Harming, Murdifin dan Mahfud Nurnajamuddin. 2007. Manajemen Produksi Modern. Penerbit Bumi Aksara. Jakarta. Handoko, T. H., 2000. Dasar-Dasar Manajemen Produksi dan Operasi. BPFE. Yogyakarta. Haryono, Y., 2005. Dasar-Dasar Akuntansi. Akademik Akuntansi YKPN. Yogyakarta. Hasibuan, M., 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia. PT Gunung Agung. Jakarta. Heizer, Jay dan Berry Render. 2001. Prinsip-prinsip Manajemen Operasi. Edisi 1. Selamba Empat. Jakarta. Henry, S., 2000. Akuntansi Basis Pengambilan Keputusan Bisnis. Penebar Swadaya. Jakarta. Herjanto, Eddy. 2007. Manajemen Operasi edisi 3. PT. Raja Grasindo Persada. Jakarta. . 1999. Manajemen Produksi dan Operasi Edisi Kedua. Grasindo. Jakarta. Kasmir dan Jakfar. 2009. Studi Kelayakan Bisnis Edisi Kedua. Kencana. Jakarta. . 2003. Studi Kelayakan Bisnis, Kencana Prenada Media Group: Jakarta. Kristanto, P., 2002. Ekologi Industri. Univeristas Kristen Petra Surabaya. Surabaya. Kusnandar, F., 2010. Kimia Pangan Komponen Makro. Penerbit Dian Rakyat, Jakarta. Lihannoor, 2010. Proses pembuatan tahu. http://www.blogspot.com (7 oktober 2012). Mubyarto, M. F., 2002. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES. Jakarta. Muslimin, L. dan M, Ansar., 2010. Pengolahan dan Pemanfaatan Kedelai dan Ajaran Keterampilan Berbasis Teknologi Tepat Guna. Direktorat Jendral Pendidikan Non Formal dan Informal. Jakarta.
71
Navijanto, N., 2010. Penentuan Jumlah Persediaan Bahan Baku Produk Tempe dengan Metode Economic Order Quantity (EOQ). Jurnal Agrotek Vol. 4 (1): 35-40. Padangaran, A. M., 2013. Analisis Kuantitatif Agribsinis. IPB Press. Bogor.
Pembiayaan Perusahaan
, 2007. Manajemen Kuantitatif Agribisnis. Unhalu Press. Kendari. Prawirosentono. 2001. Manajemen Operasi. PT. Bima Aksara. Jakarta. Puspika, J dan Anita, D., 2013. Inventory Control dan Perencanaan Persediaan Bahan Baku Produksi Roti pada Roti Bobo Pekanbaru. Jurnal Ekonomi Vol. 21 (3):1-12. Rangkuti, F., 2007. Manajemen Persediaan Aplikasi Di Bidang Bisnis. Rajawali Press. Jakarta. Raphella, A, G. Nathan, S dan Chitra., 2014. Inventory Management- a Case Study. International Journal of Emerging Research in Management & Technology Vol. 3 (3): 2278-9359. Salim, E., 2012. Kiat Cerdas Wirausaha Aneka Olahan Kedelai. Andi Offset. Jakarta Salvatore, D., 2005. Ekonomi Manajerial dalam Perekonomian Global. Buku I Edisi Kelima. Salemba Empat. Jakarta. Setyorini, W, S. Khotimah dan L. Herlina., 2015. Analisis Persediaan Barang Dagang Beras pada Toko H.S.A Putra Bangkalan Bun. Juristek vol. 4 (1): 34-56. Soekartawi. 2000. Pengantar Agroindustri. PT. Raja Grafindo Persada : Jakarta. ,2002 Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian. Rajawali Grafindo. Jakarta. Soemarso, S.R., 2002. Akuntansi Suatu Pengantar. Penebar Swadaya. Jakarta. Sudarman, A., 2004. Teori Ekonomi Mikro Edisi Keempat. BPFE. Yogyakarta. Sugiyarso dan Winarni., 2005. Manajemen Keuangan. Bumi Aksara. Jakarta. Sukirno, S., 2002. Pengantar Teori Mikro Ekonomi. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.
72
Syamsul, M., 2003. Manajemen Operasi. Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta. William, C., 2009. Akutansi Biaya, Buku I. Edisi Empatbelas. Salemba. Jakarta. Winandhoyo, N, A, I, Syafi’i dan D, Soejono., 2015. Analisis Ekonomi dan Pengembangan Agroindustri Susu Kedelai Berbagai Skala Usaha di Wilayah Kabupaten Jember. Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian Vol. 8 (1): 56-63. Yamit, Z., 2003. Manajemen Persediaan. Ekonisia. Yogyakarta. Yohanis, T. M. S. P., 2015. Analisis Persediaan Bahan Baku Kedelai pada Industri Tahu Mitra Cemangi di Kecamatan Tatanga Kota Palu. Jurnal Agrotekbis Vol. 3 (2): 261-270.
73
73
Lampiran 1. Riwayat Hidup
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Labundoua pada Tanggal 02 Desember 1993. Penulis adalah anak terakhir dari lima bersaudara, dari ayahanda tercinta Alm. La Tongkola dan Ibunda tercinta Wa Nasia B. Jenjang pendidikan yang pernah ditempuh penulis yaitu pada tahun 2000 masuk di SDN 6 Wakorumba Selatan dan tamat pada tahun 2006. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di SMPN 3 Kapuntori, dan tamat pada tahun 2009. Selanjutnya, pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di SMAN 5 Baubau Jurusan IPS, dan tamat pada tahun 2012. Tahun 2012 penulis melanjutkan pendidikan pada Perguruan Tinggi Universitas Halu Oleo Kendari, Fakultas Pertanian, Jurusan Agribisnis Konsentrasi Sosial Ekonomi Pertanian (SEP) melalui Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) Jalur Undangan pada gelombang pertama. Tahun 2016 penulis memenuhi salah satu tuntutan Tridarma Perguruan Tinggi dengan melakukan penelitian yang berjudul Analisis Persediaan Kedelai sebagai Bahan Baku Pembuatan Tahu (Studi Kasus pada Industri Tahu Mekar di Kelurahan Liabuku Kecamatan Bungi Kota Bau-Bau) dan insyaallah dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.
74
Lampiran 2. Peta Lokasi Penelitian
Lokasi Penelitian
Lokasi Industri Tahu Mekar Kelurahan Liabuku Kecamatan Bungi Kota BauBau
75
Lampiran 3. Kuesioner Penelitian INDUSTRI TAHU MEKAR Nama pengusaha
:
................................................... Umur pengusaha :................................................... Luas pabrik Industri Tahu Mekar :.................................................... Pembagian tugas pada Industri Tahu Mekar :.................................................... No
Jabatan
Nama
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
A. Karakteristik Usaha 1. Kapan berdirinya usaha……………………………………………………….. 2. Motivasi dalam mendirikan Industri Industri Tahu Mekar ........................................................................................................................... ........................................................................................................................... ........................................................................................................................... ........................................................................................................................... ....................................……………………………………………………… …………………
76
3. Alamat tempat usaha: Desa ..................Kecamatan...............Kabupaten.............. 4. Surat Izin Tempat Usaha (SITU): No ........................................... Tahun ........... 5. Modal awal usaha: - Modal sendiri : Rp ............................ Lanjutan Lampiran 3. - Pinjaman bank: Rp ........................... - Bunga pinjaman bank: ............ persen per tahun - Lainya:......................................................................... 6. Jumlah tenaga kerja pada awal berdirinya usaha: - Pria …………..orang - Wanita ……… orang B. Karakteristik Karyawan 1.Jumlah karyawan ..................................................................................................... 2. Identitas karyawan:
No 1 2 3 4 5
Nama
Umur (Tahun)
Pendidikan terakhir
Lama bekerja (Tahun)
77
Lanjutan Lampiran 3. C. Biaya Tetap No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Uraian Mesin dompeng (penggiling) Terpal Tungku Ember Baskom besar Baskom kecil Pisau Kain penyaring Cetakan tahu Timba Karung nilon Sepatu air Ember drum Drum plastik Arko Keranjang Sewa listrik Pajak usaha Jumlah
Jumlah/ Satuan
Harga (Rp) /unit
Umur Ekonomi (Bln/Thn)
Penyusutan (Rp)
78
Lanjutan Lampiran 3. D. Biaya Variabel No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Uraian
Satuan
Jumlah (kg)
Harga (Rp/Satuan)
Kedelai Lokal Kedelai Impor Kayu bakar Cuka Bensin Biaya transportasi Biaya telepon/sms Biaya pengangkutan bahan baku Upah tenaga kerja Biaya penyimpanan - Biaya penerangan - Biaya terpal - Biaya-biaya lainnya Jumlah
E. Deskripsi Bahan Baku Kedelai dan sasaran pemasaran Tahu
No 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Uraian Asal bahan baku Sistem langganan atau berpindah-pindah Jenis bahan baku yang digunakan Alasan memilih jenis bahan baku Tempat pemasaran tahu Sasaran pasar
Keterangan
Biaya
79
Lanjutan Lampiran 3. F. Jumlah Pembelian dan Frekuensi Pembelian Bahan Baku, pada Industri Tahu Mekar di Kelurahan Liabuku Kecamatan Bungi Kota Baubau, selama satu bulan.
Minggu Ke I II III IV Jumlah Rata-rata
Jumlah pembelian kedelai (kg)
Frekuensi
Total (Kg)
80
Lampiran 4. Biaya Tetap Rata-Rata yang Digunakan pada Industri Tahu Mekar No
Komponen Biaya
Jmh Unit
Harga (Rp/unit)
Total Nilai Awal (Rp)
Total Nilai Akhir (Rp)
Lama Pakai (bulan)
Penyusutan (Rp/bulan)
2
2.500.000
5.000.000
500.000
24
187.500
2
2.500.000
5.000.000
500.000
24
187.500
1
200.000
200.000
20.000
6
30.000
2
Mesin Penggiling Tungku
3
Terpal
4
Baskom Besar
2
40.000
80.000
8.000
3
24.000
5
Baskom Kecil
24
10.000
240.000
24.000
6
36.000
6
2
10.000
20.000
2.000
12
1.500
1
35.000
35.000
3.500
2
15.750
8
Pisau Kain Penyaring Cetakan Tahu
6
500.000
3.000.000
300.000
12
225.000
9
1
7
Timba
2
15.000
30.000
3.000
2
13.500
10
Sepatu Air
5
100.000
500.000
50.000
3
150.000
11
Ember
4
100.000
400.000
40.000
12
30.000
12
Drum Plastik
4
250.000
1.000.000
100.000
36
25.000
13 14 15
Arko Bola lampu Keranjang
1 2 24
400.000 28.000 30.000
400.000 56.000 720.000
40.000 5.600 72.000
24 12 6
15.000 4.200 108.000
16
Seng
6
57.000
342.000
34.200
12
2.850
Jumlah
1.055.800
81
Lampiran 5. Perhitungan EOQ √
=√
=√ =√ = 17.424,16
82
Lampiran 6. Perhitungan TIC EOQ dan TIC Industri TIC EOQ 179.570,49
TIC Industri 252.000
= = 179.570,49 TIC Industri = (frekuensi pesan x biaya sekali pesan) + (penggunaan bahan baku selama satu bulan x biaya simpan per kg) = (4 x 57.000) + (9.000 x 4,09) = 228.000 + 36.810 = Rp 264.810
83
Lampiran 7. Perhitungan Safety Stock Safety Stock
= Z.q
Dimana: Z q
= Standar deviasi = kuadrat eror, dimana q diperoleh dari rumus: √
Dimana: x y n
= persediaan = penggunaan = jumlah pemesanan
sehingga: Z
= 5% = 1,65
∑(x-y)2 = 4.000.000 n
=2
q
=√
=√ =√ = 1.414,21 kg Safety Stock = Z.q = 1,65 x 1.414,21 = 2.333,45 ≈ 2.333 kg
84
Lampiran 8. Perhitungan ROP ROP
= Safety Stock + (Lead Time x A)
Ket: ROP safety stock lead time A
= Reorder Point atau pemesanan kembali = persediaan pengaman = waktu tunggu = penggunaan bahan baku rata-rata per hari dalam satu bulan = 9.000 : 30 = 300 kg
Dik: safety stock
= 2.333 kg
lead time
= 5 hari
A
= 300
Penye: ROP
= 2.333 + (5 x 300) = 2.333+ 1.500 = 3.833 kg
85
Lampiran 9. Dokumentasi Penelitian A. Lokasi Penelitian Tampak dari Luar
86
B. Lokasi Tampak dari Dalam
C. Foto Bersama dengan Pemilik Industri Tahu Mekar
87
D. Gudang Penyimpanan Bahan Baku Kedelai