53
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Analisis
5.1.1 Kondisi Fisik Analisis kondisi fisik yang dibahas pada Terminal 3 Bandara Soetta, yaitu: batas tapak dan geografi; iklim; geologi dan tanah; topografi dan draenase; hidrologi; dan pemandangan (view); vegetasi; satwa; sirkulasi dan akesibilitas; serta fasilitas pada tapak.
5.1.1.1 Batas Tapak dan Geografi Lokasi kawasan Terminal 3 sudah memiliki batasan yang jelas sesuai tata guna lahan pada Master Plan Bandara Soetta, sehingga tidak ada kemungkinan dilakukannya penyalahgunaan fungsi kawasan terminal bandara seperti menjemur pakaian, tempat pembuangan sampah, bahkan mendirikan bangunan oleh masyarakat sekitar. Selain itu, letak keberadaan Terminal 3 di Bandara Soetta jauh dari jangkauan akses pemukiman penduduk. Berikut dapat dilihat pada Gambar 32 mengenai Master Plan Bandara Soetta.
5.1.1.2 Iklim Perubahan iklim sebagai akibat pemanasan global dewasa ini telah mengakibatkan perubahan harmonisasi alam, antara lain terjadinya peningkatan suhu udara, kenaikan tinggi air muka laut sebagai akibat pencairan es di kutub, dan berubahnya pola hujan. Perubahan iklim tersebut juga mempengaruhi berlangsungnya aktivitas operasional pada bandara, terkait terhadap aspek keamanan, kenyamanan, dan keselamatan. Kawasan Terminal 3 Bandara Soetta memiliki suhu dan kelembaban udara rata-rata yang cukup tinggi, sehingga dapat mengurangi kenyamanan pengguna bandara. Suhu dan kelembaban merupakan faktor utama yang mempengaruhi kenyamanan dan aktivitas manusia.
54
55
Kawasan Terminal 3 Bandara Soetta memiliki suhu dan kelembaban udara rata-rata yang cukup tinggi, sehingga dapat mengurangi kenyamanan pengguna bandara. Suhu dan kelembaban merupakan faktor utama yang mempengaruhi kenyamanan dan aktivitas manusia. Dalam berbagai model perancangan lanskap perlu dilakukan penyesuaian terhadap faktor dan unsur iklim. Faktor dan unsur iklim tersebut lebih baik dilakukan penyesuaian dibandingkan dengan menentangnya. Penyesuaian ini didefinisikan dalam pengertian pemanfaatan berbagai aspek yang menguntungkan (misalnya kenyamanan, keteduhan) dan pengendalian
yang
merugikan
(misalnya
angin
yang
sangat
kencang,
pencemaran). Dengan demikian iklim ideal yang diinginkan, yaitu selang kenyamanan manusia yang dapat dicapai. Selain itu, dengan tidak menentangnya maka kelangsungan fungsi alami yang telah ada sebelumnya dapat dipertahankan. Menurut Brooks (1988), proses transpirasi dan naungan kanopi vegetasi dapat mempengaruhi tingkat suhu dan kelembaban udara. Oleh karena itu, pada kawasan ini perlu dilakukan pengendalian iklim mikro untuk mengurangi suhu dan kelembaban udara tersebut. Berikut dapat dilihat pada Gambar 33 mengenai pengendalian iklim mikro tersebut.
Gambar 33 Potongan Perubahan Suhu dan Kelembaban Udara oleh Vegetasi
56
Pengendalian iklim mikro tersebut dapat menggunakan pohon yang memiliki kerapatan daun tinggi dan bertajuk besar. Fungsi pohon dalam memperbaiki iklim dapat diklasifikasikan menjadi beberapa fungsi (Grey dan Deneke, 1978), dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Kegunaan Pohon Berdasarkan Fungsi Memperbaiki Iklim Kegunaan Pohon Berdasarkan Fungsi Memperbaiki Iklim Kontrol Suhu
Kontrol Angin
Kontrol Kelembaban
Identifikasi • Pohon yang memiliki kerapatan daun yang tinggi • Pohon yang memiliki bentuk tajuk bulat, berkolom, dan menjurai (weeping) • Pohon yang memiliki kerapatan daun yang tinggi • Pohon dengan bentuk pertumbuhan konifer lebih efektif dalam mengurangi kecepatan angin • Pohon yang memiliki batang, percabangan dan perakaran yang kuat • Pohon yang memiliki kerapatan daun yang tinggi • Pohon yang memiliki bentuk tajuk bulat, berkolom, dan menjurai (weeping)
Sumber: (Grey dan Deneke, 1978) Berdasarkan data iklim, Indeks Kenyamanan Manusia (Temperature Humidity Index) pada tapak dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan Kuantifikasi Kenyamanan, yaitu :
Keterangan : T = Suhu (°C) RH = Kelembaban Nisbi (%) Dari hasil perhitungan persamaan dengan menggunakan persamaan di atas, didapatkan nilai THI (Temperature Humidity Index) sebesar 30,2°C, sedangkan pada daerah tropis, ketidaknyamanan terjadi pada saat nilai THI lebih besar dari
57
27°C. Dengan demikian, suhu dan kelembaban udara pada kawasan Terminal 3 Bandara Soetta berada pada katagori tidak nyaman. Suhu dan kelembaban udara yang kurang nyaman pada Kawasan Terminal 3 merupakan kendala yang perlu diatasi. Hal ini dapat ditanggulangi dengan mempertahankan dan menambah vegetasi yang berfungsi sebagai pohon peneduh, serta memilih jenis vegetasi yang mempunyai daya serap tinggi terhadap polutan. Dengan adanya pohon peneduh tersebut, maka dapat tercipta iklim mikro yang lebih sejuk dan nyaman bagi pengunjung dengan turunnya temperatur suhu. Selain itu, juga dapat diatasi dengan menggunakan material yang mampu menyerap
panas
pada
fasilitas
yang
akan
dikembangkan
dengan
mempertimbangkan jenis dan warna bahan. Dominasi warna hijau tanaman juga akan membantu menambah kesejukan, karena warna hijau termasuk kedalam kelompok warna sejuk. Warna hijau yang dihadirkan oleh dedaunan banyak mengandung klorofil dan saat pagi hari akan memberikan kesegaran pada mata. Warna-warna panas seperti merah sebaiknya dikurangi penggunaannya pada tapak untuk menghindari peningkatan suhu. Untuk perkerasan (paving) dengan warna-warna panas akan menyilaukan mata dan memantulkan hawa panas pada siang hari. Oleh karena itu, pemilihan warna yang mendekati warna alami (natural) untuk perkerasan sangat cocok, sehingga dapat bermanfaat secara biologis maupun psikis bagi para pengunjung. Menurut Effendy (2003), kecepatan angin merupakan kecepatan dari gerakan suatu massa udara secara horizontal dan vertikal. Selain itu, Lynch (1993) mengatakan bahwa kecepatan angin yang ideal untuk area tempat duduk adalah ≤ 14 km/jam dan area pejalan kaki adalah ≤ 43 km/jam. Sementara itu, kecepatan angin tertinggi di Kawasan Terminal 3 adalah 5,4 km/jam dan terendah adalah 1,1 km/jam. Hal tersebut menunjukkan bahwa kecepatan angin di Kawasan Terminal 3 bukan suatu kendala untuk pengembangan operasional bandara. Kecepatan angin dapat dikontrol dengan menggunakan vegetasi yang memiliki struktur perakaran yang kuat dan mempunyai kanopi tertutup. Menurut Brooks (1988), vegetasi berperan sebagai penghalang (obstruction), pembelok (diver sion), pengarah (guidance), dan penyaring (filtration) kecepatan angin. Grey dan Danekke (1978), mengatakan bahwa vegetasi dengan kanopi tertutup
58
dapat mengurangi kecepatan angin sampai sebesar 85%. Konsep tersebut diaplikasikan pada tapak, dapat dilihat pada Gambar 34.
Gambar 34 Potongan Reduksi Kecepatan Angin oleh Vegetasi Pada kawasan Terminal 3 masih banyak terdapat area yang tidak ternaungi, terutama oleh vegetasi peneduh sehingga akan terjadi intensitas penyinaran penuh pada area tersebut. Dalam hal ini, vegetasi dapat berperan sebagai media penyerap panas dan sinar matahari pada tapak. Pada tapak perlu adanya penambahan vegetasi yang berfungsi mengurangi radiasi matahari secara langsung. Radiasi matahari adalah perambatan gelombang elektromagnetik melalui ruang dengan kecepatan cahaya (Effendy, 2003). Selain itu, menurut Brooks (1988), radiasi matahari dapat meningkatkan panas elemen lanskap yang terdapat pada suatu tapak. Semakin licin dan terang permukaan suatu material, maka akan semakin banyak radiasi yang dipantulkan (Gambar 35). Oleh karena itu, pada kawasan Terminal 3 perlu direncanakan pemilihan permukaan material yang akan digunakan dalam pembangunan, yaitu dengan menambah material permukaan yang berwarna kelabu terang dan bertekstur agak kasar untuk mengurangi
59
penyerapan radiasi matahari. Radiasi matahari dapat dikendalikan dengan vegetasi, elemen arsitektur, dan peletakan bangunan.
Gambar 35 Ilustrasi Reduksi Radiasi Matahari oleh Permukaan Material (Sumber: Brooks, 1988) Menurut Reed (2010), langkah-langkah yang dapat mengurangi penyerapan energi matahari antara lain: (1) menaungi tanah dengan tanaman; (2) menutupi tanah kosong dengan mulsa; (3) meminimumkan lawn area; (4) meminimumkan pavement; dan (5) menggunakan cool pavement. Tanah yang ternaungi oleh tanaman, dapat lebih dingin suhu udara di permukaan tanahnya. Perkerasan yang ternaungi dapat lebih dingin 10-20º daripada perkerasan yang tidak ternaungi. Tanaman yang paling bagus untuk mendinginkan suhu permukaan tanah ialah jenis pohon yang memiliki tajuk berkanopi besar, seperti Damar (Agathis dammara), Sengon (Paraserianthes falcataria), dan Cendana (Santalum abum). Dalam mendapatkan hasil yang terbaik untuk mendinginkan suhu tanah, maka perlu memelihara pohon agar batangnya tetap tumbuh rendah, tanpa mengorbankan nilai lanskap lainnya seperti views, privasi, dan kesehatan. Sedangkan, mulsa berfungsi untuk menambahkan pengaruh tanaman didalam mendinginkan suhu tanah. Mulsa akan mendinginkan suhu pada tapak dengan mencegah sinar matahari mencapai permukaan tanah. Selain itu, Mulsa berfungsi untuk menyerap dan menahan air hujan pada
60
permukaan tanah. Alam menghasilkan sejumlah mulsa, seperti daun, ranting, bunga, buah, dan bagian pada tanaman lainnya yang jatuh ketanah dan mati. Lantai hutan merupakan contoh terbaik didalam menghasilkann mulsa. Rumput memiliki sistem perakaran haus yang dapat menghisap kelembaban didalam tanah. Pada saat malam hari lawn area dapat lebih dingin karena permukaan yang dangkal sehingga tidak dapat menahan kelembaban, tetapi pada siang hari akan sangat cepat meningkatkan suhu permukannya. Selain itu, lawn area membutuhkan pemeliharaan yang intensif sehingga mengeluarkan energi lebih besar. Oleh karena itu, mengurangi jumlah lawn area dapat mengurangi daya serap energi matahari dan menghemat energi didalam pemeliharaannya. Pavement dapat menyerap energi matahari. Seberapa banyak menyerap energi panas tersebut pada pavement tergantung pada massa, jenis, dan warna material paving. Permukaan aspal ekspos pada siang hari dapat lebih panas dibanding material lainnya, karena pada saat itu matahari berada pada jarak vertikal terdekat dan penyinaran terkuat. Lama penyinaran yang lebih lama akan menyebabkan penyerapan panas yang lebih besar dan lebih banyak panas yang dipancarkan pada saat malam hari. Selain itu, pemilihan jenis pavement mempengaruhi daya penyerapan terhadap panas matahari. Warna yang terang merefleksikan panas energi matahari, sedangkan warna gelap menyerap panas energi matahari. Sehingga, warna abu-abu terang atau tan pavement akan lebih dingin diakhir hari daripada pavement hitam atau abu-abu gelap. Begitu juga dengan material yang tebal umumnya akan lebih lama menyimpan panas daripada material yang tipis. Jadi, untuk mengurangi jumlah panas pada jalur kendaraan, perlu dibangun dengan material warna yang cerah. Material yang terdingin dan paling reflektif untuk jalur kendaraan antara lain, yaitu concrete, aspal campuran dengan agregat warna terang, granit blok, cetakan concrete berwarna terang, loose pea-stone, gabungan kerikil-pasir, crushed seashells. Kelembaban udara rata-rata tahunan pada kawasan Terminal 3 adalah ± 79,5% dengan tingkat kelembaban tertinggi sebesar 86,5% pada bulan Februari dan terendah sebesar 73% pada bulan Agustus. Pada tapak diperlukan upaya untuk meningkatkan kelembaban dengan penanaman vegetasi. Upaya peningkatan kelembaban pada tersebut bertujuan untuk meningkatkan kenyamanan bagi
61
pengguna terminal bandara. Kenyamanan dalam suatu kawasan, khususnya terminal bandara merupakan faktor yang sangat penting untuk diperhatikan. Penyediaan tempat berteduh seperti shelter dan penanaman dengan vegetasi peneduh dapat dilakukan untuk mengatasi masalah yang disebabkan suhu melebihi batas kenyamanan bagi manusia dan sebagai pelindung pada saat hujan. Pepohonan cenderung meningkatkan kelembaban, sehingga kelembaban udara di tapak perlu diperhatikan untuk mengetahui tipe pohon yang akan ditanam. Pohon atau semak yang memiliki kanopi dan menghasilkan bayangan, mampu mencegah dan menyerap radiasi matahari hingga 90%. Menurut Brooks (1988), pohon jenis decidous dengan tajuk yang rindang mampu mereduksi radiasi matahari hingga 96% (Gambar 36)
Gambar 36 Potongan Reduksi Matahari oleh Vegetasi
5.1.1.3 Geologi dan Tanah Tanah adalah suatu benda berbentuk tiga dimensi, tersusun dari masa padat, cair, dan gas yang terdapat di permukaan bumi, berasal dari pelapukan batuan dan atau bahan induk (Supardi, 1983). Sifat fisik tanah merupakan ciri dan karakteristik tanah yang dapat dilihat oleh mata secara langsung dan dapat dirasakan oleh indera manusia. Sedangkan, sifat fisik kimia tanah adalah ciri dan
62
karakteristik k k tanah yan ng dapat dikketahui mellalui proses uji laborattorium dan analisis a secaara kimia. Menurrut Foth (19991), struktuur tanah men nunjukkan koombinasi ataau susunan partikel-part p tikel tanah primer p (pasirr, debu, dan liat) sampaii pada partikkel-partikel sekunder ataau agregat. Sedangkan, S ttekstur tanah h adalah keadaan tingkatt kehalusan tanah t yang terjadi kareena terdapaatnya perbed daan kompoosisi kandunngan fraksi pasir, p debu, dan liat yaang terkanddung pada taanah. Tekstu tur dapat didefinisikan sebagai perbbandingan reelatif jumlahh fraksi pasirr, debu dan liat dalam masa m tanah. Badan B Pertaanian Amerrika Serikat// USDA menggolongk m an ketiga jenis fraksi tersebut t berd dasarkan ukkurannya, yaaitu partikel pasir mempunyai ukuraan diameter paling p besarr yaitu 2-0,,05 mm, deebu dengan ukuran 0,005-0.002 mm m, dan liat dengan d ukurran <0.002 mm. Perbanndingan ketiiga fraksi teersebut di daalam tanah menghasilka m an dua belass macam tekkstur dari kassar sampai hhalus, antaraa lain pasir, berlempung b , lempung berpasir, b lem mpung, lemp pung berdebbu, debu, lem mpung liat berpasir, b lem mpung berliiat, lempungg liat berdeb bu, liat berppasir, liat beerdebu, dan liat. l Kawasaan ini memiiliki strukturr tanah deng gan persentaase, yaitu paasir 5-12%, debu d 55-57% %, dan liat 32-38%, 3 serrta memiliki pH tanah ssebesar 4-6,5 5. Keadaan tekstur t tanaah sangat beerpengaruh terhadap keeadaan sifatt-sifat tanah yang lain seperti struk ktur tanah, peermeabilitas tanah, porositas, dan laiin-lain. Darii komposisi tersebut, t dap pat diketahuui bahwa tekkstur tanah pada p kawasann ini berjeniis lempung liat l berdebu. Penentuan klasifikasi struktur s tanaah tersebut dapat d dilihat lebih jelas pada p Gambaar 37 mengen nai diagram segitiga tanah.
Gaambar 37 Diagram D Segiitiga Tanah (Sumber: ( Suupardi, 1983 3)
63
Menurut pihak pengelola, pada kawasan ini terjadi pencemaran tanah sehingga berdampak terhadap penurunan kualitas fisik-kimia tanah akibat penggunaan zat-zat kimia dari kegiatan pembersihan rubber deposit dan tumpahan oli bekas. Sumber dampak yang terjadi selama ini berasal dari kegiatan pergerakan pesawat udara yang mendarat dan tinggal landas serta transportasi darat yang keluar masuk bandara. Sehingga, untuk mengatasi hal ini perlu adanya area konservasi yang berfungsi untuk menjaga dan memperbaiki kualitas tanah. Selain itu, dalam mendesain kawasan Terminal 3 perlu meminimalkan penggunaan perkerasan/area terbangun dan memaksimalkan lahan terbuka hijau.
5.1.1.4 Topografi dan Draenase Secara umum kawasan Terminal 3 Bandara Soetta memiliki kemiringan antara 0-5% (datar), dengan ketinggian rata-rata adalah 12,312 meter diatas permukaan laut rata-rata (MSL = Mean Sea Level). Berdasarkan peta kemiringan lahan (Gambar 38), maka kawasan ini cukup sesuai sebagai kawasan terminal bandara. Kondisi topografi pada suatu tapak akan berpengaruh pada kegiatan pembangunan (engeneering classification), pola ruang, serta aktivitas dan utilitas. Menurut Simond (2006), lanskap bandara membutuhkan area topografi relatif datar yang cukup luas. Hal ini dikarenakan kecenderungan bandara yang terdapat banyak fasilitas pendukung seperti, hotel, theater, ruang konferensi, perpustakaan, tempat rekreasi, dan pusat berbelanjaan yang direncanakan didirikan di area bandara untuk komersil. Namun, pada masa yang akan datang semua hal tersebut harus dibatasi untuk meningkatkan efisiensi. Area yang datar berpotensi terjadi genangan air pada saat musim hujan, sehingga diperlukan adanya aliran drainase yang baik. Selain itu, area yang datar memberi kesan luas dan monoton. Oleh karena itu, area datar lebih cocok untuk penempatan bangunan. Penempatan bangunan pada area datar akan mengurangi biaya persiapan lahan untuk membangun bangunan tersebut. Jenis saluran drainase yang berada di kawasan ini termasuk kedalam jenis drainase terbuka. Saluran drainase terbuka tersebut terbuat dari beton yang mengalirkan buangan air ke tempat penampungan air (pond). Pada sekitar area perkerasan, khususnya jalur kendaraan di Terminal 3 terdapat genangan air ketika
64
sedang hujan, sehingga pada sekitar area tersebut perlu diterapkan Water Retention System (Sistem Penahan Air), yaitu metode penangkapan air hujan dari lingkungan (atap, talang air, dan saluran draenase) untuk meminimalisir run-off dengan mempercepat infiltrasiair hujan kedalam tanah dan meningkatkan cadangan air tanah. Water Retention System diaplikasikan dengan menggunakan material-material khusus yang aman bagi lingkungan, yaitu geotextile, synthetic foam, dan lain lain. Air hujan yang jatuh kepermukaan bumi menyebar ke berbagai arah dengan berbagai cara. Sebagian akan tertahan sementara di permukaan bumi sebagai es atau salju, atau genangan air, yang dikenal dengan simpanan depresi. Sebagian air hujan atau lelehan salju akan mengalir ke saluran atau sungai. Hal ini yang disebut sebagai aliran permukaan atau run-off (Suripin, 2002). Sebelum terjadinya run-off, terlebih dahulu memenuhi kebutuhan penguapan, infiltrasi, simpanan permukaan, penahan permukaan, dan penahan saluran. Run-off akan terjadi jika intensitas hujan lebih tinggi daripada laju infiltrasi, dan kapasitas depresi sudah terisi. Sedangkan, infiltrasi adalah peristiwa masuknya air kedalam tanah melalui permukaan tanah secara vertikal. Banyaknya air yang masuk melalui permukaan tanah persatuan waktu dikenal sebagai laju infiltrasi. Nilai laju infiltrasi tergantung dari kapasitas infiltrasi, yaitu kemampuan tanah untuk melewatkan air dari permukaan tanah secara vertikal (Suripin, 2002). Selain itu, menurut pihak pengelola, terdapat sejumlah dampak negatif yang terjadi berupa perubahan kualitas kimia-fisika air permukaan dan sungai di sekitar bandara karena meningkatnya kandungan kimia organik/anorganik seperti TDS, TSS, BOD, COD, Mn, Sulfida, Nitrit, Fenol, dan lain-lain, serta biota plankton dan benthos yang jumlahnya menurun. Kegiatan yang menjadi sumber dampak negatif terhadap kualitas air permukaan tersebut, antara lain: 1. kegiatan pembuangan air limbah yang berasal dari kegiatan pemanfaatan utilitas bandara dan aktivitas penumpang; 2. limbah cair domestik yang berasal dari kegiatan administrasi perkantoran; dan 3. limpahan air hujan dengan catchment area daerah lingkungan kerja bandara.
65
66
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 82/2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air dan Peraturan Daerah setempat, pencemaran air adalah masuknya atau di masukannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukkanya. Tindakan yang sudah dilakukan pengelola untuk mengatasi hal tersebut, yaitu pemanfaatan air hujan dengan membuat bak penampung air (pond), pengelolaan kebersihan drainase, pengelolaan Water Treatment Plant, dan pemeliharaan saluran sanitasi/MCK. Namun, pihak pengelola perlu memperbaiki atau meningkatkan metode dan teknologi sistem sanitasi air limbah pada Water Treatment Plant dalam mengatasi pencemaran air. Hal ini berfungsi untuk menetralisir pencemaran air lebih baik dari sebelumnya, serta mampu mendaur ulang air yang telah dikeluarkan agar dapat digunakan kembali dengan berbagai jenis kegunaan.
5.1.1.5 Hidrologi Sumber daya air merupakan salah satu aspek penting dalam pengoperasian terminal bandara, baik sebagai air bersih untuk manusia maupun vegetasi di dalam tapak. Air merupakan salah satu elemen lembut (soft material) yang digunakan dalam merancang dan mengatur lingkungan ruang terbuka. Elemen air dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk variasi, seperti kolam yang tenang, air mancur, dan air terjun. Air dalam perancangan lanskap dapat dimanfaatkan untuk fungsi-fungsi sebagai penyejuk udara, peredam kebisingan, irigasi, transportasi, dan sarana rekreasi (Booth, 1983). Pada daerah di sekitar kawasan Terminal 3 Bandara Soetta terdapat badan-badan air, berupa bak penampungan air (Pond). Selain itu, pada saat menuju Bandara Soetta melalui jalan tol terdapat rawa-rawa (Basin), serta pada bagian barat Bandara Soetta terdapat sungai Cisadane yang mengalir dari hulu di wilayah Bogor menuju Laut Jawa. Keberadaannya sangat penting sebagai tempat penampungan air untuk diolah kembali dan tempat pembuangan air untuk menghindari terjadinya genangan air.
67
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 82/2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air dan Peraturan Daerah setempat, status mutu air adalah tingkat kondisi mutu air yang menunjukkan kondisi tercemar atau kondisi baik pada suatu sumber air dalam waktu tertentu dengan membandingkan dengan baku mutu air yang ditetapkan. Sedangkan, baku mutu air adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya di dalam air. Kualitas air bersih di kawasan Bandara Soetta masih berada dibawah baku mutu. Kualitas air bersih pada tapak berada di bawah batas tenggang terdapatnya unsur pencemar di dalam suatu air atau dapat dikatakan bahwa kualitas air bersihnya telah tercemar dengan masuknya zat tertentu ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Menurut Booth (1983), kebutuhan akan komoditas air tidak hanya untuk kelangsungan hidup, tetapi juga sebagai sumber bahan makanan, media transportasi, dan rekreasi. Oleh karena itu, perlu adanya area konservasi pada tapak dan jalur draenase, serta bak penampungan air (pond) yang berada di luar tapak untuk menjaga kualitas air. Oleh karena itu, pada kawasan Terminal 3 Bandara Soetta perlu direncanakan area konservasi dengan menciptakan hutan kota. Hutan kota tersebut terdiri dari berbagai jenis vegetasi, khususnya pohon-pohon besar yang mempunyai perakaran kuat dan berkanopi besar. Menurut Laurie (1990), tanaman sangat penting bagi tanah karena dapat membuat tanah lebih kuat dan tahan erosi, hal ini disebabkan terikatnya tanah oleh jalinan akar tanaman, sekaligus dapat membantu konservasi air dan menambah sumber-sumber air. Dengan adanya hutan kota pada tapak, maka kualitas air yang saat ini telah tercemar dapat diperbaiki dan ditingkatkan kembali nilai baku mutunya.
5.1.1.6 Pemandangan (view) Menurut Simond (2006), view adalah suatu pemandangan yang diamati dari suatu titik yang menguntungkan. Pada umumnya suatu view yang sangat baik
68
akan menentukan pemilihan suatu tempat. View mempunyai beberapa karakter, seperti 1) view merupakan gambaran yang membingkai, suatu gambaran koleidoscape dari berbagai aspek visual yang digabungkan; 2) view merupakan suatu tema, efek yang tercipta dapat menyerupai suatu kreativitas variasi dalam melodi musik; 3) view merupakan batas ruang pengelihatan, view dapat melampaui batas-batas tapak dan merubah perasaan kebebasan yang memuncak; 4) view merupakan latar belakang; dan 5) view merupakan setting suatu bentuk. Kawasan Terminal 3 Bandara Soetta memiliki sejumlah potensial view yang menarik (potential good view), yaitu bangunan Terminal 3, aktivitas pesawat udara di Apron dan Taxiway, aktivitas pesawat tinggal landas dan mendarat,serta rencana area konservasi dengan menciptakan hutan kota di Terminal 3. Aktivitas pesawat udara di Apron dan Taxiway, baik Terminal 2 maupun Terminal 3 dapat dilihat dari dalam bangunan Terminal 3. Aktivitas operasional penerbangan tersebut menjadi pemandangan yang menarik bagi pengunjung bandara. Oleh karena itu, di dalam bangunan Terminal 3 perlu adanya viewing spot untuk menarik perhatian pengunjung bandara. Selain itu, pada bagian timur kawasan Terminal 3 yang direncanakan sebagai kawasan konservasi yang dapat menjadi daya tarik pengunjung bandara lainnya untuk melihat pemandangan lanskap alami di kawasan Terminal 3, berupa hutan kota. Dalam memudahkan analisis visual pada Terminal 3, dilakukan pembagian view berdasarkan waktu ketika melihatnya, yaitu temporary good view dan fixed good view. Temporary good view didefinisikan sebagai pemandangan bagus pada kawasan Terminal 3, dimana pengunjung dapat melihat hanya pada tempat dan waktu tertentu. Aktivitas yang dapat dilihat ialah pemandangan pesawat yang tinggal landas dan mendarat pada Runway utara Bandara Soetta. Sedangkan, fixed good view didefinisikan sebagai pemandangan yang menarik dan dapat dilihat kapan saja di Terminal 3, contohnya seperti melihat sejumlah vegetasi display dan perbedaan strata/jenis vegetasi penaung yang memberikan keteduhan, serta aktivitas boarding pesawat. Berikut dapat dilihat pada Gambar 39 mengenai analisis visual di Terminal 3.
69
70
5.1.1.7 Vegetasi Ilmu arsitektur lanskap mencakup pemahaman terhadap karakteristik visual vegetasi, syarat ekologisnya agar tumbuh baik, dan pengaruh lingkungan yang kuat jika ditanam pada lokasi tertentu dan situasi tertentu. Vegetasi dalam desain lanskap memiliki tiga fungsi utama, yaitu fungsi struktural, fungsi visual, dan fungsi lingkungan. Oleh karena itu, seorang arsitektur lanskap harus mampu memilih, menggunakan, dan mengkombinasikan vegetasi berdasarkan fungsifungsi tersebut (Booth, 1983). Fungsi struktural pada vegetasi merupakan kemampuan vegetasi tersebut menciptakan ruang luar. Ruang luar dapat dibentuk dengan penggunaan vegetasi bidang bawah (lantai), bidang vertikal (dinding), dan bidang atas (langit). Selain itu, vegetasi juga dapat mengarahkan pandangan untuk membentuk ruang terbuka atau private (Booth, 1983). Fungsi visual pada vegetasi merupakan kemampuan karakteristik vegetasi dalam menciptakan keindahan visual. Karakteristik utama vegetasi adalah bersifat tumbuh yang menjadikannya berbeda dengan elemen lanskap lainnya. Selain itu, vegetasi juga memiliki karakteristik berupa ukuran, bentuk, aroma, warna, dan tesktur yang mampu menambah keindahan visual tapak (Booth, 1983). Fungsi lingkungan pada vegetasi merupakan kemampuan vegetasi tersebut untuk memperbaiki dan mengontrol kualitas lingkungan. Vegetasi dalam desain lanskap berfungsi untuk merekayasa kualitas lingkungan agar bernilai indah dan berfungsi dengan baik. Penggunaan vegetasi dapat mengontrol pencemaran udara, memodifikasi iklim mikro, memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah, memodifikasi suara, dan meningkatkan ketersediaan air tanah (Booth, 1983). Jenis-jenis vegetasi yang terdapat pada kawasan Terminal 3 Bandara Soetta tergolong ke dalam pohon sedang, pohon tinggi, semak, dan rumput. Jenis-jenis vegetasi tersebut antara lain, seperti Trembesi (Samanea saman), Kecrutan (Lagerstromia sp), Palem Kuning (Chrysalidocarpus lutescens), Glodokan Tiang (Polyalthia Longifolia), Pucuk Merah (Syzigium oleina), Kamboja (Plumeria acuminata), Rumput Gajah (Axonopus compressus), dan Canna (Canna sp). Kawasan ini memerlukan penambahan variasi vegetasi untuk menjaga kestabilan kualitas lingkungan dan menambah nilai keindahan.
71
Rumput dan ground cover dapat digunakan untuk membentuk bidang bawah (lantai). Kombinasi antara rumput dan ground cover yang ditambahkan dengan semak rendah dapat mempertegas bentuk ruang terbuka (Gambar 40). Sedangkan, semak dan pohon dengan jarak yang dekat dapat membentuk bidang vertikal (dinding). Selain itu, pohon tinggi berkanopi dengan jarak tanam yang dekat dan kanopi saling bersentuhan dapat membentuk bidang atas (Gambar 41).
Gambar 40 Potongan Vegetasi membentuk Open Space dan Semi Open Space
Gambar 41 Potongan Vegetasi membentuk Canopied Space
72
Menurut Booth (1983), vegetasi dapat membentuk ruang dengan unsurunsur yang dapat membentuk ruang. Ruang-ruang yang terbentuk oleh vegetasi tersebut antara lain : 1. Open Space, yaitu ruang yang terbentuk dari vegetasi rendah dan tanaman penutup tanah. Ruang ini memiliki area visual yang luas tanpa ada batas dan langsung mendapat banyak sinar matahari. 2. Semiopen Space, hampir sama dengan open space, hanya terdapat vegetasi yang mengalangi pada bagian tertentu. 3. Canopied Space, ruang yang tercipta dari vegetasi yang memiliki kerapatan kanopi yang menutupi ruang diatas kepala. Ruang kanopi ini dapat memfilter sinar matahari. 4. Enclosed Space, ruang tertutup dengan ruang atas kepala yang rimbun dan tingkat strata tinggi tanamannya bervariasi dari rendah sampai tinggi. 5. Vertical Space, ruang yang terbentuk dari tanaman penutup tanah dan tanaman tinggi yang tidak rimbun kanopinya. Dalam vegetasi pembentuk ruang dalam tapak, sangat penting untuk diperhatikan lokasi dan pola penanamannnya. Ruang open space sangat diperlukan agar ruang tidak menjadi lembab dan gelap. Ruang semi open space masih dapat menangkap sinar matahari hingga ke permukaan tanah, serta canopied dan vertical space memberikan kenyamanan dan keteduhan dalam beraktivitas, sedangkan enclosed space berfungsi sebagai area peredam segala macam polusi. Pada bagian timur kawasan Terminal 3 terdapat hamparan rumput yang luas berfungsi sebagai area pengembangan kawasan. Pada area ini perlu ditambahkan pohon-pohon besar berkanopi yang berfungsi sebagai area konservasi, dengan menciptakan hutan kota. Hutan kota ini diciptakan untuk memperbaiki iklim mikro pada kawasan Terminal 3. Menurut Grey dan Danekke (1978), iklim tidak dapat diubah, akan tetapi dengan adanya vegetasi maka iklim mikro dapat direkayasa. Sedangkan, Fakuara (1986) mengatakan bahwa hutan kota dapat menciptakan suhu yang lebih rendah dibanding dengan daerah terbuka lain tanpa vegetasi, karena hutan dapat memperkecil pantulan radiasi gelombang pendek dari matahari, dan radiasi gelombang panjang dari bumi, sehingga kawasan hutan
73
menjadi lebih teduh. Selain itu, hutan juga dapat mengurangi dan mengendalikan arah dan kecepatan angin, sehingga kecepatan angin menjadi 20-60% dari kecepatan di tempat terbuka. Pada penanaman vegetasi yang lebih rapat dan bervariasi kecepatan anginnya dapat dikurangi
antara 75-85% (Grey dan
Danekke, 1978). Menurut Reed (2010), vegetasi sebagai pendingin udara alami terjadi karena adanya suatu proses yang disebut transpirasi. Proses ini bekerja ketika tanaman tumbuh dengan sinar matahari dengan cara mengkonversi CO2 dan air menjadi O2 dan karbohidrat. Tempat terjadinya transpirasi di vegetasi terletak di dalam daun, begitu juga dengan proses terjadinya fotosintesis. Yang mengambil CO2 di udara dan mengubahnya menjadi O2. Bagaimana cara transpirasi dapat mendinginkan suhu udara merupakan fenomena ajaib seperti proses terjadinya fotosintesis. Evaporasi adalah proses yang memerlukan energi, karena terlibat didalam pemecahan ikatan kimia. Lalu, molekul air berubah fase dari bentuk cair menjadi gas (evaporasi) karena bertambahnya jumlah energi yang mengakibatkan keluarnya daya kohesi air. Kekuatan energi tersebut datang dari tanaman itu sendiri dan energi panas pada udara sekitar (istilah teknis: panas laten penguapan). Energi panas tersebut benar-benar diambil dari udara untuk membuat terjadinya proses transpirasi dan hasilnya adalah sebagai pendingin udara alami. Hal ini menunjukkan pentingnya suatu vegetasi dalam suatu kawasan, terutama sebagai elemen pembentuk hutan kota. Vegetasi tersebut memiliki beragam fungsi, diantaranya fungsi peneduh, penyerap angin, pembatas, pengarah, pelembut struktur perkerasan, memperbaiki iklim mikro, mengurangi kebisingan dan polusi udara,menangkap air hujan, mengikat air tanah, mengurangi resiko erosi, dan mempertahankan konsistensi tanah. Dengan adanya area penyangga dan konservasi tersebut, kualitas lingkungan dan visual pada kawasan Terminal 3 Bandara Soetta dapat ditingkatkan. Pemilihan jenis vegetasi untuk hutan kota tersebut harus memiliki struktur perakaran yang kuat dan berkanopi tertutup, sehingga dapat mengontrol kecepatan angin. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, Grey dan Danekke (1978) mengatakan bahwa vegetasi dengan kanopi tertutup dapat mengurangi kecepatan angin sampai sebesar 85%. Dengan demikian, tingkat kebisingan dan polusi udara
74
yang selama ini berasal dari kegiatan pergerakan pesawat udara mendarat dan tinggal landas serta transportasi darat yang keluar masuk bandara dapat dikurangi. Selain pada bagian timur kawasan Terminal 3, sebelah barat yang berbatasan langsung dengan Apron Terminal 2 juga perlu ditambahkan vegetasi sebagai pembatas. Vegetasi tersebut dipilih yang memiliki kemampuan baik dalam menyerap polutan, serta dipertimbangkan dalam faktor keamanan dan keselamatan dengan pemilihan vegetasi yang daunnya tidak mudah rontok agar tidak membahayakan operasional penerbangan (FOD/Foreign Object Damage). Sedangkan, pada sisi depan bangunan Terminal 3 perlu ditambahkan pohonpohon peneduh. Pohon tersebut berfungsi sebagai penghalang atau penyaring sinar matahari secara langsung terhadap bangunan Terminal 3, sehingga dapat menghemat energi atau penggunaan Air Conditioner (AC) di dalam ruangan. Bentukan pohon peneduh dipilih yang memiliki tajuk seperti payung dengan ketinggian tajuk terendah minimal 4 m, agar tidak menghalangi pandangan ke arah luar dan hembusan angin tetap bisa melewatinya. Berdasarkan hasil analisis yang mengatakan bahwa semakin licin dan terang permukaan suatu material, maka akan semakin banyak radiasi yang dipantulkan. Begitu pula sebaliknya, semakin kasar dan gelap permukaan suatu material, maka akan semakin sedikit radiasi yang dipantulkan. Radiasi matahari dapat meningkatkan panas elemen lanskap yang terdapat pada suatu tapak (Brooks, 1988). Oleh karena itu, mengingat desain pada material bangunan Terminal 3 yang menggunakan bahan licin dan terang, maka perlu adanya vegetasi yang menambah tekstur bangunan tersebut menjadi kasar dan gelap. Teknik penanaman vegetasi secara merambat pada bangunan struktur sering dikenal dengan istilah vertical greenery. Pada sisi bangunan ditambahkan vertical greenery, yaitu pada sisi barat bangunan yang berbatasan langsung dengan Apron Terminal 2 dan sisi bangunan pakiran Terminal 3. Fungsi dari penambahan vertical greenery pada sisi-sisi bangunan tersebut, yaitu untuk mengurangi pantulan sinar matahari yang dapat memanaskan area di sekitarnya, meredam kebisingan, mengurangi polusi udara, dan meningkatkan aspek visual. Hal yang paling penting untuk diperhatikan dalam pemilihan jenis vegetasi pada kawasan Terminal 3 Bandara Soetta adalah memilih jenis vegetasi yang
75
tidak banyak mengundang hewan untuk datang dan berkembang biak, khususnya jenis-jenis burung. Pergerakan burung pada kawasan ini dapat mengganggu jalannya operasi bandara dan membahayakan penerbangan. Oleh karena itu, perlu dilakukan tindakan-tindakan yang dapat meminimalisir sesuatu yang dapat mengundang kehadiran burung.
5.1.1.8 Satwa Satwa yang ditemukan di Terminal 3 dibedakan menjadi dua, yaitu hewan peliharaan masyarakat sekitar Bandara Soetta dan hewan liar. Hewan yang dipelihara sebagai ternak seperti kambing, sedangkan hewan liar adalah berbagai jenis aves. Keberadaan satwa tersebut dapat membahayakan operasional bandara. Untuk mengatasi adanya keberadaan hewan ternak di kawasan Terminal 3, perlu dibuat kebijakan larangan terhadap masyarakat sekitar yang ingin memasuki kawasan Terminal 3 dengan membawa hewan ternak. Sedangkan, pencegahan datangnya berbagai jenis aves perlu dipertimbangkan dalam melakukan perancangan kawasan Terminal 3. Berdasarkan acuan Landscape Master Plan of Brisbane airport (2009), tindakan yang dapat mengurangi burung dan hewan terbang lainnya tersebut, antara lain 1) mengurangi jumlah penampungan air; 2) memilih jenis pohon yang tidak menghasilkan bunga dan biji-bijian; 3) terbatasnya pohon tinggi untuk rencana penanaman baru; 4) mengelola rumput agar tetap tumbuh tinggi untuk menghalangi burung; 5) menyediakan fitur air yang tidak menarik perhatian burung; dan 6) mendesain lanskap dan memilih spesies untuk menghindari datangnya burung. Oleh karena itu, dalam melakukan perancangan Terminal 3 perlu memperhatikan aspek-aspek tersebut agar tetap menjaga keamanan dan keselamatan penerbangan.
5.1.1.9 Sirkulasi dan Aksesibilitas Jarak tempuh dari Jakarta Barat, Tangerang menuju Bandara Soetta sekitar 20 km. Lokasi Bandara Soetta dapat diakses melalui jalur utama, yaitu dengan jalan bebas hambatan (jalan tol) dan jalur sekunder. Kedua jalur tersebut melalui gerbang utama Bandara Soetta. Selain itu, akses menuju bandara dapat melalui
76
pintu M1 di daerah kawasan perkantoran non Angkasa Pura II. Sedangkan, lokasi Terminal 3 yang berada di sebelah timur Terminal 2 dapat diakses melewati gerbang utama dan bunderan prasasti. Lokasi tersebut dapat diakses dengan menggunakan kendaraan pribadi (mobil dan motor) maupun kendaraan umum. Fasilitas transportasi umum yang sudah tersedia antara lain bus dan taksi. Sistem transportasi menuju lokasi ini sudah cukup memadai. Namun, saat ini jalur darat menuju bandara dengan kendaraan bermotor sering terjadi kemacetan lalu lintas, khususnya pada jam berangkat dan pulang kantor. Hal ini yang menyebabkan terjadinya kepadatan lalu lintas pada kawasan Bandara Soetta. Padatnya lalu lintas ke arah Bandara Soetta memerlukan solusi pemecahan yang tepat. Keberadaan jalan tol bandara dinilai sudah tidak memadai lagi, di samping jumlah kendaraan yang bertambah setiap waktu, banyaknya pintu tol di sepanjang jalan tol khusus bandara, dan tergenangnya jalan tol apabila terjadi air laut pasang dapat menyebabkan kemacetan total. Dengan demikian, perlu adanya alternatif transportasi alternatif selain menggunakan kendaraan bermotor yang melalui jalan raya. Oleh karena itu, berdasarkan konsep Grand Design Bandara Soetta, akan direncanakan pembangunan jalur kereta api bandara yang akan menghubungkan Stasiun Manggarai–Stasiun Dukuh Atas dan berakhir di bandara. Dalam pelaksanaannya, Angkasa Pura II dan PT Kereta Api Indonesia membentuk Joint Venture Company yang diberi nama PT Railink dan diberi tugas melaksanakan pembangunan dan pengoperasian kereta api bandara tersebut. Kereta api bandara berfungsi untuk mengurangi kepadatan lalu lintas bagi pengguna kendaraan pribadi. Selain itu, jalur kereta tersebut akan dikembangkan sebagai mobilitas penumpang di dalam terminal serta menghubungkan penumpang antar terminal satu dengan terminal lainnya. Sesuai dengan Master Plan Bandara Soetta, yang menjadi titik penting lainnya adalah kemudahan dan konektivitas dalam perpindahan penumpang dari satu moda ke moda lain. Semua hal ini, dibangun untuk kemudahan dan kecepatan pengguna dalam melakukan berbagai aktivitas di bandara. Menurut Simond (2006), bandara seharusnya direncanakan sebagai suatu pintu gerbang, dimana semua kebutuhan dan karakteristik pesawat diakomodasi.
77
Selain itu, penggunaan bersama lapangan terbang oleh kargo dan penumpang pesawat
dengan
berbagai
kecepatan
serta
kebutuhan
tidak
akan
lagi
dipertahankan. Sedangkan, transportasi udara akan dihubungkan dengan pusat industri dan distribusi. Penumpang pesawat serta pintu gerbang tersebut akan dihubungkan ke pusat penduduk dan aktivitas kota dengan akses sirkulasi jalan yang efisien. Dengan demikian, penumpang dapat langsung datang untuk check in dan check baggage, serta meninggalkan bandara dengan mudah. Sirkulasi pintu masuk kawasan Terminal 3 yang berdekatan dengan tugu prasasti tersebut kurang terlihat jelas dari luar dan terlihat tidak megah, serta adanya loket tiket pada area penerimaan dapat menghambat laju kendaraan yang hanya ingin menaikkan dan menurunkan penumpang, sehingga loket tiket akan dipindahkan ke gedung parkiran. Pada jalur masuk ini juga terdapat beberapa konflik, yaitu dengan jalan P2 yang melintas diatasnya dan rencana jalur kereta api bandara. Adanya konflik antar sirkulasi tersebut dapat menghalangi pandangan ke arah Terminal 3, serta dapat membahayakan pengguna sirkulasi pada area konflik tersebut. Selain itu, area kedatangan maupun menuju area kedatangan Terminal 3 tidak memiliki elemen yang mengarahkan secara visual, serta tidak ada elemen yang menonjol untuk point of interest pengunjung yang datang. Sehingga pada sekitar jalan menuju gerbang utama perlu ditanami vegetasi yang berfungsi sebagai pengarah jalan bagi pengendara dengan menciptakan sequence. Menurut Simond (2006), sequence dalam perencanaan didefinisikan sebagai sebuah suksesi persepsi suatu peristiwa yang berlangsung secara kontinyu dan menciptakan pengalaman tertentu. Selanjutnya, perlu dibangun gerbang utama yang merepresentasikan kawasan Terminal 3 sebagai eco-airport dan menjadi vocal point area kedatangan.
5.1.1.10 Fasilitas pada Tapak Pembangunan Terminal 3 dengan kapasitas 20 juta penumpang per tahun sebagai penambahan kapasitas pada bandara Soetta, diharapkan dapat mengurangi kepadatan jumlah penumpang di Terminal 1 dan 2, serta mampu mengakomodasi penumpang pesawat yang bertambah besar jumlahnya setiap tahun. Oleh karena itu, dalam pembangunan Terminal 3 perlu memperhatikan berbagai aktivitas
78
tambahan lainnya yang dibutuhkan oleh pengelola dan pengunjung bandara. Fasilitas umum yang perlu ditambah antara lain seperti 1) bangunan parkiran untuk parkir kendaraan pihak pengelola dan pengunjung; 2) rest area dan foodcourt bagi pengunjung yang menunggu keberangkatan dan kedatangan pesawat; 3) kereta api bandara sebagai transportasi masuk/keluar bandara, serta penghubung antar terminal di dalam bandara; 4) area publik terbuka untuk mengakomodasi berbagai kegiatan; 5) area komersial untuk mengakomodasi berbagai kebutuhan pengunjung 6) area pelayanan; 7) area rekreasi pasif pada taman lingkungan. Penambahan berbagai fasilitas untuk aktivitas tambahan tersebut berdasarkan hasil analisis keinginan pengunjung (Kuisioner) dan pengelola (wawancara).
5.1.3 Kondisi Sosial Analisis kondisi sosial yang dibahas pada Terminal 3 Bandara Soetta, yaitu: sejarah; pengelola bandara; dan pengunjung.
5.1.3.1 Sejarah Sejak diresmikannya Terminal 3 pada tanggal 16 April 2009 dengan jumlah satu pier dari keseluruhan rencana lima pier, Terminal 3 Bandara Soetta menjadi proyek percontohan (pilot project) bagi program pembangunan bandara baru di Indonesia lainnya, seperti pembangunan bandara baru Medan, Kualanamu; pengembangan Bandara Sultan Syarif Kasim II-Pekanbaru; pengembangan Bandara Depati Amir-Pangkal Pinang; pengembangan Bandara Sultan ThahaJambi; dan pengembangan Bandara Raja Haji Fisabilillah-Tanjung Pinang. Oleh karena itu, dalam melakukan perancangan Terminal 3 harus memberikan hasil yang terbaik agar dapat mewujudkan bandara yang ramah lingkungan dengan memenuhi kriteria-kriterianya.
5.1.3.2 Pengelola Bandara Berdasarkan Master Plan Bandara Soetta, Terminal 3 akan difungsikan melayani penerbangan domestik dan internasional, serta melayani penerbangan haji. Dalam mengatasi peningkatan jumlah penumpang pada masa yang akan
79
datang di Terminal 3, pihak pengelola perlu melakukan berbagai inovasi baik dari segi pelayanan bandara maupun fasilitas yang menunjang kebutuhan pengunjung agar dapat mewujudkan bandara berstandar kelas dunia (world class). Selain itu, bandara dipandang sebagai pusat aktivitas strategis yang terintegrasi. Bandara dikaitkan dengan berbagai fasilitas dan jasa non-aeronautical seperti, hotel; pusat hiburan; pusat pendidikan; pusat perbelanjaan dan perdanganan; kompleks pameran dan konferensi; gedung perkantoran; ruang logistik; dan zona free-trade. Hal ini disebut dengan aerotropolis. Oleh karena itu, Terminal 3 perlu menyediakan fasilitas penunjang bandara dengan menyediakan transportasi kereta yang menghubungkan bandara dengan pusat kota, area parkir yang cukup luas, area hiburan dan pendidikan.
5.1.3.3 Pengunjung. Pembangunan kawasan Terminal 3 sebagai terminal tambahan untuk memenuhi daya tampung penumpang yang semakin meningkat disesuaikan dengan Master Plan Bandara Soetta. Berdasarkan Master Plan Bandara Soetta, Terminal 3 akan memiliki lima pier, dengan masing-masing pier memiliki kapasitas sebesar 20 juta orang per tahun. Dengan bertambahnya jumlah kapasitas terebut, diharapkan Terminal 3 dapat mengakomodasi jumlah penumpang yang semakin meningkat pada masa yang akan datang (melayani penerbangan domestik dan internasional/haji). Selain itu, Terminal 3 perlu mengakomodasi berbagai jenis kegiatan yang diperuntukkan untuk pengunjung, baik penumpang pesawat maupun penjemput/pengantar penumpang. Penyediaan berbagai jenis kegiatan tersebut, dibuat dengan memperhatikan persepsi dan keinginan pengunjung. Persepsi pengunjung terhadap kawasan Terminal 3 digambarkan dengan parameter kenyamanan. Berdasarkan hasil kuisioner terhadap pengunjung (30 responden), 45% menyatakan sudah nyaman dan 55% menyatakan tidak nyaman. Ketidaknyamanan itu terbagi lagi menjadi tiga faktor, yaitu iklim panas (57,89%), kebisingan (31,58%), dan bau (10,53%). Selanjutnya, dari data yang sama disebutkan bahwa 46,67% pengunjung menginginkan area rekreasi outdoor, 20% menginginkan rest area, 30% menginginkan foodcourt, dan lainnya 3,33%. Sedangkan, aktivitas yang ingin dilakukan pada rekreasi outdoor, yaitu berjalan
80
mengelilingi hutan kota (33,33%), duduk menikmati pemandangan (56,67 %), dan lainnya (10%). Berikut dapat dilihat lembar kuisioner bagi pengunjung Terminal 3 pada Lampiran 2 dan hasil kuisioner pada Lampiran 3, serta hasil analisis tapak dan sintesis Terminal 3 masing-masing pada Gambar 42 dan Gambar 43.
5.2 Sintesis Hasil sintesis dalam mendesain Terminal 3 didapatkan dari analisis berbagai aspek, seperti aspek fisik, aspek biofisik, dan aspek sosial, serta pertimbangan dari Grand Design Bandara Soetta. Dengan memperhatikan berbagai aspek tersebut didapatkan hasil dari analisis Terminal 3, yaitu perlu diciptakan area konservasi, dimaksimalkan ruang terbuka hijau dengan vegetasi penaung, dan diminimalkan area perkerasan. Area konservasi pada Terminal 3 mempunyai fungsi yaitu: 1. mengurangi kebisingan dari aktivitas operasional bandara; 2. mengurangi polusi udara; 3. menciptakan iklim mikro yang nyaman; 4. mengurangi pencemaran pada tanah dan mempertahanan konsistensi tanah; 5. menangkap air hujan, mengurangi run-off, dan meningkatkan cadangan air tanah; 6. mengurangi pencemaran air dan memperbaiki kualitas air bersih di kawasan Bandara Soetta; 7. meningkatkan kualitas visual dan sebagai pelembut struktur perkerasan. Dalam memaksimalkan ruang terbuka hijau dengan vegetasi penaung, perlu diperhatikan pada pemilihan jenis vegetasi tersebut agar tidak membahayakan aktivitas operasional bandara. Sedangkan, dalam meminimalkan area perkerasan ialah dengan membuat gedung parkiran dan memaksimalkan lahan terbuka dengan penghijauan.
5.3 Konsep
5.3.1 Konsep Dasar Konsep dasar yang digunakan pada Terminal 3 Bandara Soetta adalah mewujudkan terminal bandara yang modern dan ramah lingkungan dengan
81
82
83
menciptakan eco-airport. Eco-airport yang dimaksud dalam desain ini adalah mewujudkan bandara yang efisien dan efektif dalam penggunaan energi, serta mampu menangani limbah dan dampak negatif operasi bandara dengan bijak agar pencemaran lingkungan dapat diminimalkan. Dengan mengacu kepada Changi Airport Master Plan (2007), bahwa bandara yang baik adalah bandara yang mempunyai kerangka kerja efisien dalam penggunaan energi saat operasional bandara dan keseimbangan yang optimal dari berbagai fasilitas bandara/ pelayanan untuk menyediakan kapasitas yang diperlukan untuk pesawat, kargo, serta pergerakan kendaraan secara maksimal. Tujuan konsep ini antara lain 1) mewujudkan bandara yang mempunyai visi global lingkungan hidup; 2) melaksanakan pengelolaan bandara yang terpadu, serasi, dan selaras dengan lingkungan sekitarnya; dan 3) menyelenggarakan bandara yang dapat mendukung tercapainya pembangunan berkelanjutan (sustainable decelopment). Konsep eco-airport dideliniasi menjadi tiga bagian menurut Landscape Master Plan of Brisbane Airport (2009), yaitu: Landscape Sustainability, Landscape Values, dan Open Space Network. Ketiga bagian tersebut saling terkait dan mempengaruhi terutama dalam mencapai sustainable airport landscaping. Landscape sustainability dirancang untuk memastikan lanskap bandara tetap lestari dan beradaptasi baik dengan lingkungan sekitarnya (kawasan pantai). Strategi dan aksi yang direncanakan berdasarkan prinsip toleran terhadap kekeringan (1), tanpa burung dan satwa liar yang menggangu (2), desain lanskap tropis (3), serta biaya pemeliharaan yang efektif dan efisien (4). Strategi pencapaian konsep landscape sustainability (prinsip 1 dan 2) dirancang dengan menggunakan vegetasi lokal yang toleran terhadap kondisi kurang air dan tidak mengundang burung dan satwa liar, menjaga dan memperkaya area konservasi (connectivity). Vegetasi tersebut direncanakan dengan tujuan untuk memperbaiki komponen udara pada tapak, yaitu 1) menciptakan hutan untuk memperbaiki iklim mikro dan kualitas udara pada tapak; dan 2) membangun noise barrier installation dengan vegetasi untuk mengurangi kebisingan dan getaran dari jet blast engine pesawat. Prinsip 3 yang terkait dengan lanskap tropis dan komponen air, strategi yang dapat dilakukan, yaitu dengan pengelolaan WTP (Water Treatment Plant) dan sistem drainase yang
84
terpelihara, sertadifokuskan kepada pemanfaatan sumberdaya air yang melimpah. Water catchment dirancang menggunakan groundwater treatment system dengan aplikasi reuse dan recycle, serta berfungsi mengurangi ruang aktivitas burung dan satwa liar. Sinar matahari yang memiliki intensitas tinggi akan dimanfaatkan sebagai energi alternatif. Pemanfaatan alternatif energi pada bangunan Terminal 3 dirancang dengan menggunakan solar panel untuk penghematan energi dan biaya sesuai dengan prinsip 4. Selanjutnya, menjalin kerja sama dengan regulator, airline, dan stakeholder lain dalam pemanfaatan energi secara efektif dan efisien. Sedangkan, pada penanganan komponen limbah yang terdiri dari bentuk cair dan padat dilakukan penerapan STP (Sewage Treatment Plant). Limbah padat maupun cair dari terminal domestik dan internasional diolah sehingga menjadi air bersih yang dapat dipergunakan untuk keperluan bandara, seperti penyiraman vegetasi di bandara dan pencucian badan pesawat. Strategi
untuk
mencapai
prinsip-prinsip
dalam
konsep
landscape
sustainability erat kaitannya dengan pelaksanaan konsep landscape values yang dirancang untuk meminimalisasi dampak lingkungan, menyeimbangkan area terbangun, dan menjaga serta mengelola nilai biodiversitas. Landscape values terdiri dari prinsip biodiversitas dan konektivitas lanskap, kenyamanan visual, dan pengelolaan sumberdaya air. Selain itu, konsep open space network juga berpengaruh dengan menyajikan setting lanskap yang atraktif dan inovatif untuk kenyamanan pengguna. Open space network dirancang dengan prinsip karakter lanskap, konektivitas dan rekreasi luar ruangan, serta fokus pada pengguna dan pariwisata. Konsep open space network dilakukan pula untuk menyediakan konektivitas pejalan kaki dan aktivitas rekreasi luar ruangan. Konektivitas dirancang untuk menghubungkan seluruh area utama (clusters) dengan aktivitas utama berjalan (walking). Selain pedestrian paths, diperlukan pula konektivitas menuju transportasi publik sebagai pendukung penggunaan fasilitas transportasi publik. Konsep dasar merupakan suatu tema atau ide utama yang mendasari desain suatu tapak dan mencakup isi desain secara menyeluruh, yang selanjutnya dikembangkan menjadi dua bagian utama, yaitu konsep desain dan konsep
85
pengembangan. Konsep desain merupakan aplikasi dari konsep dasar yang diterjemahkan kedalam elemen-elemen desain pada tapak. Sedangkan, konsep pengembangan merupakan pengembangan lebih lanjut dari konsep desain yang terdiri dari konsep tata ruang, konsep fasilitas, konsep sirkulasi, konsep vegetasi, dan konsep visual.
5.3.2 Konsep Desain Mendesain kawasan Terminal 3 Bandara Soetta merupakan upaya untuk meningkatkan fungsi tapak sebagai tempat pelayanan jasa di dalam operasi bandara. Peningkatan nilai fungsi tapak tersebut bertujuan agar dapat dimanfaatkan dengan baik secara nyaman dan aman bagi pengguna, serta dapat melestarikan lingkungan sekitar dengan tetap menjaga kestabilan kondisi biofisik kawasan. Konsep desain merupakan penerapan dari konsep dasar yang menentukan bentukan atau pola desain pada tapak. Konsep desain yang akan dikembangkan pada kawasan ini adalah Tropical Rainforest. Konsep ini akan menghadirkan permainan strata ketinggian dan bentuk tajuk vegetasi, serta keberagaman keanekaragaman hayati dengan vegetasi lokal sebagai hasil transformasi dari lanskap hutan hujan tropis. Konsep Tropical Rainforest didefinisikan sebagai turunan dari konsep dasar (eco-airport) dengan cara menciptakan hutan hujan tropis pada kawasan Terminal 3. Dengan hadirnya hutan tersebut, maka diharapkan lanskap pada kawasan terminal 3 dapat berkelanjutan. Konsep yang akan dikembangkan ini selaras dengan tujuan eco-airport, yaitu dengan memperhatikan komponen-komponen lingkungan hidup di dalam eco-airport. Dengan menggunakan konsep Tropical Rainforest, maka didalam proses desain pada tapak akan memperhatikan komponen udara, air, energi, tanah, limbah dan lingkungan alamiah. Namun, faktor yang menjadi hal utama untuk diperhatikan dari penggunaan konsep ini ialah mengontrol kualitas udara, baik dari polusi udara (seperti karbon monoksida, nitrogen oksida, dan debu) maupun kebisingan atau noise. Desain tropis dalam memanfaatkan lama penyinaran matahari (12 jam) dilakukan dengan mengatur posisi elemen lanskap untuk fungsi kenyamanan.
86
Biodiversitas tinggi sebagai ciri dari tropis diekspresikan dengan menggunakan ragam jenis tanaman lokal tropis serta mudah dipelihara sebagai upaya efektivitas biaya pengelolaan (prinsip 4). Karakter lanskap dalam ruang terbuka diupayakan menjadi identitas bagi bandara. Introduksi nilai lanskap yang mencirikan hutan hujan tropis menjadi pilihan tepat untuk menciptakan sense of belonging bagi warga negara Indonesia khususnya dan umumnya bagi pendatang sebagai identitas dari Indonesia. Berikut dapat dilihat pada Gambar 44 mengenai Ilustrasi konsep desain pada Terminal 3.
Gambar 44 Ilustrasi Konsep Desain pada Terminal 3
5.3.3 Konsep Pengembangan Konsep pengembangan merupakan pengembangan lebih lanjut dari konsep desain. Konsep pengembangan harus didasarkan pada konsep desain Tropical Rainforest, agar sesuai dengan tema konsep dasar (eco-airport). Konsep pengembangan di Terminal 3 Bandara Soetta diaplikasikan dalam bentuk konsep tata ruang, konsep fasilitas, konsep sirkulasi, konsep vegetasi, dan konsep visual.
5.3.3.1 Konsep Tata Ruang Tapak pada Terminal 3 Bandara Soetta akan dibagi kedalam beberapa ruang. Pembagian ruang dibuat berdasarkan karakteristik yang dimiliki tiap ruang dan kesesuaian ruang terhadap fasilitas pengguna tapak. Konsep ruang dikembangkan dengan pendekatan integrated clusters. Konsep ruang tersebut
87
selanjutnya dikembangkan menjadi beberapa zona, yaitu zona penerimaan, zona pelayanan, zona pemanfaatan, zona konservasi, dan zona pembatas. Ruang yang akan dikembangkan bertujuan agar dapat menyediakan ruang untuk memudahkan aktivitas pengguna dan menyeimbangkan dengan lingkungan di sekitarnya. Zona Penerimaan. Pada saat awal memasuki Terminal 3 Bandara Soetta, maka pengunjung akan melalui zona ini. Zona ini berfungsi utuk menerima pengunjung yang hadir ke Terminal 3, sehingga dapat disebut juga sebagai area penerimaan pengunjung terminal bandara. Ruang penerimaan difungsikan sebagai ruang display utama yang menjadi penciri. Fasilitas yang mendukung zona ini adalah jalan masuk bagi pejalan kaki, kendaraan (seperti motor, mobil, dan bus), dan akses pengunjung dari stasiun kereta api bandara, serta gerbang masuk. Zona ini harus ditata dengan baik dan menarik agar memudahkan pengunjung untuk melihat letaknya dan mengakses Terminal 3. Zona Pelayanan. Zona ini berfungsi memberikan pelayanan kepada pengunjung yang didalamnya terdapat sarana dan prasarana Terminal 3. Fasilitas yang terdapat pada zona ini yaitu bangunan Terminal 3 dengan jumlah 5 pier, car park building, rest area, ruang tunggu, ruang menyusui, konter air siap minum, toilet, dan berbagai fasilitas komersil (seperti snack bar, restoran/ cafe, mini market, ATM, dan bisnis retail). Sedangkan, kegiatan yang berlangsung di zona ini ialah berbagai aktivitas utama selama operasi bandara, seperti menurunkan dan menaikkan penumpang, menunggu kedatangan dan keberangkatan pesawat, check in, check beggage, parkir kendaraan, berbelanja, dan melakukan kepentingan bisnis. Zona Pemanfaatan. Zona ini merupakan inovasi untuk mengakomodasi kebutuhan tambahan bagi pengguna Terminal 3. Berdasarkan acuan Landscape Master Plan of Brisbane Airport (2009), suatu bandara perlu menyediakan akses publik dan jaringan ruang terbuka dengan mengakomodasi aktivitas rekreasi outdoor untuk kenyamanan pengguna. Oleh karena itu, zona ini berfungsi untuk menyediakan area publik terbuka, seperti rekreasi outdoor dan biodiversity boardwalk. Selain itu, aktivitas yang dapat dilakukan ialah interpretasi, dudukduduk, dan berjalan kaki. Fasilitas yang terdapat pada zona ini adalah boardwalk,
88
foodcourt, bangku dan meja taman. Dengan adanya zona ini, maka harapannya pengguna akan memperoleh manfaat edukasi ruang terbuka. Zona Konservasi. Merupakan zona penghijauan dengan pepohonan yang mempunyai daya serap terhadap polutan dan tingkat kebisingan tinggi. Dengan adanya zona ini, maka diharapkan dapat memperbaiki iklim mikro dengan menjaga kualitas suhu udara di Terminal 3. Ruang konservasi difungsikan sebagai ruang yang menjaga keseimbangan dan keselarasan bangunan dengan lingkungan sekitar, untuk memperbaiki kualitas air, udara, dan tanah pada kawasan bandara. Aktifitas yang terdapat pada zona ini sangat terbatas, hanya untuk pengelola bandara dan pihak terkait. Zona Pembatas. Merupakan area border antara bangunan Terminal 3 dengan area Apron dan Taxiway. Zona ini ditumbuhi dengan vegetasi pembatas yang terdiri dari perdu rendah dan vertical greenery. Ruang penyangga difungsikan sebagai ruang pembatas antar ruang untuk keamanan, keselamatan, dan kenyamanan pengguna bandara. Selain itu, fungsinya adalah untuk mengurangi pengaruh secara langsung dari berbagai pengaruh negatif, seperti kebisingan, polusi udara, dan sinar matahari secara langsung. Namun, pada area ini tidak ada aktifitas yang diperbolehkan. Hubungan antar ruang. Pada konsep tata ruang Terminal 3 Bandara Soetta terdapat hubungan antar ruang yang dibagi menjadi dua, yaitu hubungan antar ruang secara langsung dan hubungan antar ruang secara tidak tidak langsung. Hubungan antar ruang secara langsung didefinisikan sebagai hubungan yang terdapat pergerakan/ perpindahan pengguna tapak dari satu ruang ke ruang lainnya secara langsung. Sedangkan, hubungan tidak langsung adalah hubungan yang tidak terdapat perpindahan pengguna/ hanya menikmati pemandangannya. Hubungan antar ruang secara langsung terdapat pada zona pelayanan dengan zona penerimaan, zona pelayanan dengan zona pemanfaatan, dan zona pelayanan dengan zona pemanfaatan. Zona pelayanan, zona pemanfaatan, dan zona penerimaan merupakan zona yang memiliki aktivitas tinggi bagi pengguna Terminal 3 Bandara Soetta. Hubungan antar ruang secara tidak langsung terdapat pada zona pelayanan dengan zona konservasi, zona pemanfaatan dengan zona konservasi, zona pelayanan dengan zona pembatas, zona penerimaan dengan zona
89
pembatas. Zona konservasi dan zona pembatas merupakan zona yang sangat terbatas untuk diakses (khusus untuk pihak pengelola bandara), sehingga pengguna lainnya hanya sebatas menikmati pemandangannya. Berikut dapat dilihat pada Gambar 45 mengenai konsep tata ruang Terminal 3.
5.3.3.2 Konsep Sirkulasi Jalur sirkulasi yang akan direncanakan pada tapak, yaitu jalur pejalan kaki, kendaraan, dan jalur kereta api bandara (sesuai Master Plan Bandara Soetta). Pada jalan menuju pintu masuk perlu diberi vegetasi pengarah jalan untuk menarik perhatian
pengunjung
dengan
menciptakan
sequence
dan
memudahkan
interpretasi pengunjung terhadap tapak. Selain itu, terdapat gerbang masuk untuk memperkuat akses penerimaan. Pada jalan kendaraan di dalam tapak berbentuk satu arah dengan pintu keluar yang berbeda, serta dibagi menjadi dua jalan utama dengan fungsi jalan pertama sebagai jalur keberangkatan penumpang dan jalan kedua sebagai jalur kedatangan penumpang. Rencana jalur kereta api bandara akan melintas dari arah timur ke barat kawasan bandara dan berhenti di stasiun yang berada di Terminal 3, serta akan menghubungkan dengan terminal 2 dan 1. Selanjutnya, jalur pejalan kaki berada di sepanjang jalan Terminal 3 dan di zona pemanfaatan sebagai sirkulasi rekreasi outdoor. Berdasarkan Master Plan Bandara Soetta, infrastruktur yang akan dikembangkan menggunakan konsep integrated connectivity, dimana built-area dikembangkan untuk memudahkan pengguna dalam memaksimalkan akses terhadap fasilitas bandara pada satu kawasan yang terintegrasi. Dalam pengembangan konsep tersebut, terdapat koneksi antara bangunan Terminal 3 dengan ruang terbuka dan konservasi disekitarnya untuk aktivitas dan sirkulasi/ pergerakan pengguna bandara. Berikut dapat dilihat pada Gambar 46 mengenai konsep sirkulasi Terminal 3.
5.3.3.3 Konsep Fasilitas Fasilitas pada tapak disediakan berdasarkan pertimbangan kebutuhan pengguna, baik dari pihak pengunjung maupun pengelola, serta penyesuaian terhadap letak, fungsi, dan estetika pada tapak. Fasilitas-fasilitas pendukung yang
90
91
92
akan direncanakan pada tapak, antara lain: 1) stasiun kereta api dan monorail, sebagai penghubung akses transportasi kereta ke bandara dan antar terminal di bandara; 2) fasilitas komersial, sebagai pusat perbelanjaan untuk melayani pengguna terminal bandara; 3) car park building, sebagai area parkir bertingkat untuk mengakomodasi parkir kendaraan yang sementara maupun menginap (mobil dan motor) dengan jumlah kapasitas yang besar; 4) rest area dan foodcourt, sebagai area tunggu dan peristirahatan bagi pengunjung yang berada di luar bangunan utama Terminal 3 untuk menikmati suasana taman lingkungan; 5) berbagai fasilitas pelayanan bandara, seperti ruang tunggu yang berfungsi sebagai tempat menunggu boarding pesawat, ruang menyusui, check in, check begagge, smoking area, dan toilet; 6) boardwalk, sebagai jalur pejalan kaki yang berfungsi mengakomodasi rekreasi outdoor pada taman lingkungan Terminal 3. Seluruh fasilitas yang ada pada di Terminal 3 ini direncanakan agar dapat digunakan oleh semua golongan usia, baik anak-anak maupun dewasa.
5.3.3.4 Konsep Vegetasi Vegetasi yang akan dikembangkan, bertujuan untuk mendukung aktivitas, menarik perhatian pengguna, dan memberikan kenyamanan bagi pengguna. Vegetasi yang digunakan dominannya merupakan tanaman yang mendukung konsep desain Tropical Rainforest, yaitu berbatang keras, bertajuk rindang, dan tidak menghasilkan biji serta bunga yang dapat menarik perhatian hewan untuk datang (yang disesuaikan dengan syarat vegetasi untuk kawasan bandara). Penempatan vegetasi sesuai dengan kebutuhan ruang dan fungsi yang akan diciptakan pada tapak. Selanjutnya, konsep vegetasi ini dibagi berdasarkan fungsi, yaitu vegetasi peneduh, pembatas, pengarah, estetis, dan vegetasi konservasi. Vegetasi peneduh berfungsi untuk menyerap panas matahari, menurunkan suhu, dan menciptakan iklim mikro yang nyaman; vegetasi pembatas berfungsi untuk membatasi interaksi langsung banguna Terminal 3 dengan lingkungan sekitar; vegetasi pengarah berfungsi untuk mengarahkan jalan bagi pengguna sirkulasi; vegetasi estetis berfungsi untuk memberikan nilai estetika dan meningkatkan kualitas visual; dan vegetasi konservasi berfungsi untuk menjaga/ memperbaiki kualitas air dan udara. Sedangkan, klasifikasi fungsi pohon dapat
93
dibedakan berdasarkan beberapa aspek, seperti aspek arsitektural (Tabel 5) dan aspek engineering (Tabel 6). Identifikasi fungsi pohon ini dapat ditentukan berdasarkan sifat morfologi dan karakteristik pohon yang telah diklasifikasikan. Tabel 5 Identifikasi Kegunaan Pohon Berdasarkan Fungsi Arsitektural Fungsi Arsitektural Membentuk Dinding Membentuk Ruang dan Menempati Ruang Kontrol Privasi Pembatas
Pengarah
Image Tajuk
Identifikasi • Tajuk berkolom atau piramid • Bentuk tajuk bulat atau tidak beraturan • Memiliki warna yang menarik • Percabangan rendah • Kerapatan daun tinggi • Tajuk pohon berbentuk oval atau bulat • Kerapatan daun tinggi • Tajuk pohon berbentuk bulat, berkolom atau piramid memberi Naungan • Tajuk menjurai/bulat/kubah
Jenis Pohon Paraserianthes falcataria Santalum abum
Syzygium oleana Ficus Pandurata
Samanea saman, Chrysalidacarpus lutescens
• Kerapatan daun tinggi Sumber: Grey dan Deneke (1978)
Konsep
vegetasi
yang
direncanakan
mengacu
kepada
pemenuhan
persyaratan vegetasi yang terdapat pada kawasan bandara, yaitu keselamatan, keamanan, dan kenyamanan (berdasarkan Grand Desain Bandara Soetta). Persyaratan keselamatan direncanakan dengan menggunakan tanaman toleran kondisi kurang air, tidak mengundang burung dan satwa liar pengganggu penerbangan. Persyaratan keamanan dicapai dengan menggunakan tanaman yang mencegah kejahatan dari atau bagi pengguna. Sedangkan, Persyaratan kenyamanan diaktualisasikan dengan menggunakan tanaman dengan fungsi ameliorasi iklim, amenity dan estetik. Berikut dapat dilihat pada Gambar 47 mengenai konsep vegetasi Terminal 3.
94
Tabel 6 Identifikasi Kegunaan Vegetasi Berdasarkan Fungsi Engineering Fungsi Engineering Kontrol Erosi
Identifikasi • Pohon yang memiliki kerapatan daun yang tinggi
Image Tajuk
Jenis Pohon Eusideroxy zwageri
• Permukaan daun berambut • Bentuk pertumbuhan konifer • Batang pohon kasar • Percabangan horisontal Kontrol Suara Kontrol Visual
Kontrol Polusi Udara
Kontrol Jalan
Kontrol Cahaya
• Pohon yang memiliki akar serabut • Kerapatan daun tinggi • Daun yang berdaging tebal • Percabangan rendah • Kerapatan daun tinggi • Bentuk tajuk yang menarik seperti bulat, piramid, berkolom, menjurai • Pohon yang memiliki bunga dengan warna yang menarik • Permukaan daun berambut • Bentuk pertumbuhan deciduous dan konifer sangat efektif dalam mengurangi polusi udara • Pohon yang memiliki aroma harum • Pohon memiliki bentuk tajuk yang menarik, seperti piramid, berkolom, menjurai • Tidak memiliki ketinggian yang dapat menghalangi pandangan pengguna jalan • Pohon tidak menghasilkan buah yang besar • Daya tumbuh tidak agresif • Pohon yang memiliki kerapatan daun yang tinggi • Percabangan pendek • Pohon dengan tajuk bulat/kubah/tidak beraturan/menjurai
Sumber: Grey dan Deneke (1978)
Aquilaria malacensis, Swietenia macrophylla Samanea saman
Swietenia macrophylla, Ficus Pandurata Samanea saman, Syzygium oleana
Paraserianthes falcataria, Santalum abum
95
96
5.3.3.5 Konsep Visual Mata menjadi sensor utama dalam menciptakan suatu persepsi (visual perception). Dengan demikian, diperlukan penggunaan elemen lanskap yang mampu menciptakan persepsi yang baik tentang bandara. Pemanfaatan visual dikembangkan berdasarkan konsep scenic amenity dimana mata akan dimanjakan dengan beragam atraksi visual yang mencerminkan konsep Tropical Rainforest. Dengan konsep ini, maka akan diciptakan suasana hutan hujan tropis pada lanskap kawasan Terminal 3 yang akan mendukung eco-airport. Hutan hujan tropis terkenal karena adanya pelapisan atau stratifikasi. Hal ini terjadi karena adanya populasi campuran didalamnya yang disusun secara vertikal dengan jarak tidak teratur. Menurut Ewusie (1980), hutan hujan tropis menampilkan tiga lapisan pohon, yaitu lapisan atas (tingkat A) terdiri dari pepohonan setinggi 30-45 m dengan tajuk yang diskontinu; lapisan pepohonan kedua (tingkat B) terdiri dari pohon dengan tinggi sekitar 18-27 m dengan tajuk yang kontinu sehingga membentuk kanopi; dan lapisan pepohonan ketiga (tingkat C) terdiri dari pepohonan dengan tinggi sekitar 8-14 m cenderung membentuk lapisan yang rapat. Selain itu, terdapat lapisan semak belukar yang tingginya kurang dari 10 m. Berikut dapat dilihat pada Gambar 48 mengenai diagram konsep (conceptual diagram) Terminal 3.
5.4 Desain Lanskap Terminal 3 Bandara Internasional Soekarno-Hatta Dalam rangka mewujudkan pembangunan bandara dan operasional yang berkelanjutan, perlu mempertimbangkan perencanaan desain dan konstruksi. Menurut ASEAN-Japan Eco-Airport Guidline, pertimbangan perencanaan desain antara lain: 1) noise management; 2) atmosphere pollution prevention; 3) environmental mitigation; 4) Energy Conservation; 5) Waste Control; 6) Water recycling; dan 7) Social economic impact. Sedangkan, pertimbangan konstruksi yaitu: 1) noise management; 2) atmosphere pollution prevention; 3) water quality; 4) environmental mitigation; 5) land use management; 6) energy conservation; 7) waste control; dan 8) water recycling.
97
98
Selain itu, dalam setiap desain yang dibuat pada Terminal 3 harus mampu memenuhi persyaratan suatu bandara yang dikatakan ecoairport. Berdasarkan Narita Eco-Airport Master Plan (2010), pembuatan eco-airport memiliki beberapa ruang lingkup yang harus diperhatikan (Tabel 7). Tabel 7 Ruang Lingkup Eco-Airport Ruang Lingkup Lingkungan Lokal Lingkungan Global Sumber Daya Daur Ulang Lingkungan Alam
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Kriteria Mengurangi efek noise penerbangan Mengurangi dampak penurunan kualitas udara pada area lokal sekitar bandarva Mengurangi dampak pencemaran air Mengurangi emisi polutan atmosfer Mengurangi emisi gas rumah kaca Mempromosikan pengurangan konsumsi energi Mempromosikan hemat penggunaan air Mempromosikan pengurangan limbah dan daur ulang Melestarikan alam disekitar bandara Bekerjasama untuk merevitalisasi pertanian daerah lokal disekitar bandara
Berdasarkan tinjauan kriteria dalam eco-airport tersebut, terdapat tiga hal yang paling penting untuk diperhatikan, yaitu mengurangi emisi polutan atmosfer, mengurangi emisi gas rumah kaca, dan mempromosikan pengurangan limbah, serta daur ulang limbah. Langkah desain yang dilakukan pada Terminal 3 untuk memenuhi kriteria eco-airport dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Langkah Desain yang Dilakukan di Terminal 3 No 1
Kriteria EcoAirport Mengurangi efek noise penerbangan
Langkah Desain yang Dilakukan di Terminal 3 a. Membuat penyangga noise dengan vegetasi evergreen b. Menggunakan bahan kedap suara yang dapat meredam noise c. Menggunakan vegetasi yang memiliki kerapatan daun tinggi d. Membuat pola penanaman yang memiliki ketinggian berbeda untuk mengendalikan angin e. Menanami di setiap zona dengan pohon yang berkanopi tertutup
99
Tabel 8 Lanjutan No 2
3
4
Kriteria EcoAirport Mengurangi dampak penurunan kualitas udara di sekitar bandara Mengurangi dampak pencemaran air Mengurangi emisi polutan atmosfer (NOx)***
5
Mengurangi emisi gas rumah kaca (CO2)***
6
Mengurangi konsumsi energi
Langkah Desain yang Dilakukan di Terminal 3 a. Membuat zona konservasi b. Dominan menggunakan pohon peneduh untuk menciptakan iklim mikro yang nyaman c. Menyediakan transportasi kereta listrik bandara (monorail)* d. Menggunakan materi perkerasan pada jalur pedestrian yang dapat mendinginkan suhu a. Membuat zona konservasi b. Mengalirkan limbah buangan ke WTP untuk diolah kembali c. Melengkapi draenase dengan sistem Water Retention* a. Membuat zona konservasi b. Menggunakan vegetasi yang mempunyai kemampuan untuk menyerap polutan c. Menyediakan transportasi kereta listrik bandara (monorail)* d. Meningkatkan pengenalan terhadap pengurangan polusi pada penerbangan dengan sistem GPU (Ground Power Unit)* e. Menggunakan kendaraan operasional beremisi rendah* f. Menggunakan lampu penerangan dengan solar sel dan LED (Light Emitting Diodes)* g. Menggunakan Photo-catalyst pada bangunan Terminal 3* a. Membuat zona konservasi b. Menggunakan vegetasi yang mempunyai kemampuan untuk menyerap CO2 tinggi c. Membuat gedung parkiran yang dilengkapi dengan vertical greenary d. Menyediakan transportasi kereta listrik bandara (monorail)* f. Meningkatkan pengenalan terhadap penerbangan yang berbahan bakar efisien* g. Menggunakan kendaraan operasional beremisi rendah* h. Menggunakan lampu penerangan dengan solar sel dan LED (Light Emitting Diodes)* i. Mengurangi konsumsi energi dengan mengatur penerangan, AC, ventilasi, dan jam operasi* a. Mengurangi lawn area dan penggunaan rumput b. Menggunakan dominan material transparan untuk menghemat penerangan bangunan
100
Tabel 8 Lanjutan No
Kriteria EcoAirport
Langkah Desain yang Dilakukan di Terminal 3
c. Menanam pohon peneduh di sekitar bangunan sebagai penghalang dari sinar matahari d. Menggunakan solar panel sebagai alternatif energi dalam penerangan* e. Menggunakan vegetasi yang minimum dalam pemeliharaan f. Menggunakan penerangan dengan LED pada Taxiway dan Terminal 3* Hemat dalam 7 a. Mengurangi lawn area dan penggunaan rumput penggunaan air b. Menggunakan vegetasi yang minimum dalam konsumsi air c. Menggunakan air hasil daur ulang WTP untuk menyirami vegetasi di Terminal 3 Mengurangi a. Membuat tempat sampah yang membagi kedalam 3 8 bagian untuk disortir kembali limbah dan daur ulang*** b. Membuat sistem daur ulang sampah organik menjadi kompos untuk pupuk vegetasi* c. Membuat sistem daur ulang air hujan* 9 Melestarikan a. Membuat zona konservasi alam disekitar b. Melakukan penghijauan di sekitar Terminal 3 bandara c. Membuat taman lingkungan di Terminal 3 a. Menggunakan vegetasi hasil budidaya (nursery) Bekerjasama 10 untuk masyarakat di sekitar bandara merevitalisasi b. Mengumpulkan sampah organik untuk dijadikan pertanian pupuk oleh masyarakat sekitar disekitar bandara Keterangan : *** = Kriteria yang paling penting dalam eco-airport. * = Pendekatan teknologi Dari hasil desain yang akan diterapkan untuk memenuhi kriteria eco-airport di Terminal 3, terdapat kriteria yang diperlukannya kerjasama dengan semua stakeholder terkait. Dalam rangka mewujudkan konsep eco-airport, pendekatan desain lanskap merupakan faktor utama. Setelah itu, diperlukan pendekatan teknologi dan desain bangunan yang mendukung konsep eco-airport tersebut. Desain secara keseluruhan pada Terminal 3 menggunakan perpaduan antara hard dan soft material yang dapat dilihat didalam Site Plan. Selain itu, dilakukan kombinasi antara garis organik dengan geometrik secara harmonis dengan tetap
101
mempertahankan prinsip desain, yaitu tema, kontras, gradasi, dan keseimbangan. Berdasarkan tahapan konsep, desain yang akan dilakukan telah dibagi menjadi dua bagian, yaitu desain elemen keras yang terdiri dari konsep sirkulasi dan konsep fasilitas; dan elemen lunak, seperti konsep vegetasi dan konsep visual. Desain Terminal 3 Bandara Soetta disajikan dalam bentuk gambar site plan, planting plan, potongan, perspektif, dan detail elemen taman. Desain Terminal 3 menggunakan pola penanaman vegetasi yang organik dan tidak teratur sehingga bentukan perbedaan strata kanopi vegetasi dapat terlihat dengan jelas sebagai hasil transformasi dari hutan hujan tropis, serta peletakan service area (foodcourt) di dekat gedung parkiran dan biodiversity boardwalk yang berfungsi untuk memudahkan akses pengguna. Pengguna service area tersebut ialah pengunjung dan pengelola bandara. Keunggulan dari pemilihan vegetasinya, yaitu 87,5 % vegetasinya merupakan tanaman lokal asli Indonesia dan 33,3 % vegetasinya memiliki kemampuan yang baik dalam menyerap polutan. Didalam desain ini, terdapat sejumlah ruang kosong (lawn area) agar matahari masih bisa masuk ke permukaan tanah sehingga kelembabannya terjaga, serta mencegah hewan liar (khususnya jenis Aves) untuk datang dan berkembangbiak akibat rimbunnya pepohonan, khususnya area konservasi. Area Terminal 3 memiliki luas sebesar 100,55 Ha yang terdiri dari bangunan utama Terminal 3, Apron, gedung parkiran, stasiun, fasilitas-fasilitas Terminal 3, jalus sirkulasi, dan ruang terbuka hijau (RTH). Luas bangunan utama Terminal 3 adalah 26,26 Ha (kapasitas 20 juta orang) dan Apron adalah 20,71 Ha (kapasitas boarding pesawat 18 unit). Gedung parkiran memiliki luas sebesar 6 Ha dengan kapasitas motor dan mobil masing-masing sebesar 4.500 unit dan 15.750 unit. Stasiun memiliki luas sebesar 1,6 Ha (kapasitas 5 juta orang). Luas Fasilitas-fasilitas Terminal 3 sebesar 0,6 Ha dan jalur sirkulasi sebesar 1,3 Ha. RTH memiliki luas sebesar 43,48 Ha yang terdiri dari area konservasi sebesar 21,82 Ha dan non konservasi (taman lingkungan, vegetasi display, peneduh, dan pembatas) sebesar 21,66 Ha, sehingga persentase total RTH di Terminal 3 adalah 43,2 %. Berikut mengenai Site Plan Terminal 3 (Gambar 49) dan Blow up Site Plan Terminal 3 (Gambar 50).
102
103
104
5.4.1 Sirkulasi Jalur sirkulasi yang ada pada tapak terdiri dari jalur kendaraan dan jalur pejalan kaki. Jalur kendaraan dibagi lagi menjadi dua jalur sejak di zona penerimaan, yaitu jalur kedatangan penumpang dan jalur keberangkatan penumpang. Pembagian jalur kendaraan ini berfungsi untuk menghindari konflik penumpukan jumlah kendaraan yang ingin menurunkan maupun menjemput penumpang. Jalur kendaraan ini dibuat satu arah dengan pintu masuk dan keluar yang berbeda. Sedangkan, jalur dua arah hanya terdapat pada akses keluar-masuk gedung parkiran. Material yang digunakan pada jalur kendaraan ini adalah beton dicampur dengan aspal. Jalur pejalan kaki dibedakan menjadi dua bagian, yaitu jalur primer (untuk aktivitas berjalan kaki utama) dan jalur sekunder (untuk biodiversity boardwalk). Untuk mengurangi kesan monoton pada jalur pejalan kaki ini digunakan material, warna, dan tekstur perkerasan yang berbeda, namun tetap disesuaikan dengan aktivitas ruang. Perbedaan tekstur pada lantai dapat digunakan untuk menunjukkan arah sirkulasi dan menghilangkan kesan monoton (Hakim, 2002). Penggunaan warna dingin dapat menyerap sinar matahari lebih baik untuk kenyamanan pengunjung dan menghasilkan ukuran ruang yang tampak lebih luas (Mutiara, 2006). Jalur sirkulasi primer dibuat dengan sesuai standar dua sampai empat orang berjalan berdampingan dengan material granit blok, sedangkan jalur sirkulasi sekunder juga dibuat dengan standar tiga orang berjalan berdampingan dengan material kayu diatas tanah setinggi 20 cm. Kedua jalur tersebut dapat saling terhubung satu sama lain dengan berbagai fasilitas, seperti bangunan Terminal 3, stasiun kereta api bandara, area rekreasi outdoor, area foodcourt, dan gedung parkiran. Sirkulasi kereta api bandara melintas diatas permukaan tanah setinggi 5 m dari arah bak penampungan air ke Terminal 2. Berikut mengenai jalur sirkulasi (Gambar 51) dan perspektif jalur sirkulasi di Terminal 3 (Gambar 52).
105
Gambar 51 Jalur Sirkulasi Terminal 3
5.4.2 Fasilitas Pengembangan ruang dengan aktivitas dan fungsi yang beragam membutuhkan berbagai fasilitas. Fasilitas yang baik akan mendukung kenyamanan dan kemudahan pengguna Terminal 3. Penentuan fasilitas harus didasarkan pada fungsi ruang dan aktivitas pengguna tapak. Pengadaan fasilitas juga harus memperhatikan bahan dan material yang digunakan. Bahan material yang digunakan harus tahan lama, ramah lingkungan, dan aman bagi pengguna tapak. Penempatan fasilitas pendukung harus menyesuaikan dengan kondisi tapak. Berikut mengenai fasilitas pendukung (Tabel 9) dan gambar detail konstruksi (Lampiran 4-17). Tabel 9 Fasilitas Pendukung Terminal 3 No
Fasilitas
Jumlah
Luas Total (m²)
Spesifikasi
1 2
Gerbang Shelter (drop off)
1 10
20 505
Batu Bata dan Beton H-Beam, Fiber, dan Kaca
3
Pos jaga
3
31
3,2 m x 3,2 m
4 5 6 7
57 7 1 1
45 101 298 60.600
Besi dan Alumunium Concrete dan H-Beam 15 m x 22 m 3 Level
1
16.059
2 Level
9 10
Penerangan (lighting) Gazebo (rest area) Foodcourt Gedung Parkiran Stasiun Kereta Api Bendara Biodeversity boardwalk Jalur Pejalan Kaki
1 3
625 7.722
Kayu dan Batu Kali Granit Blok
11
Tempat sampah
30
15
Aluminium
8
106
107
1.
Gerbang Gerbang merupakan land mark yang berfungsi sebagai penanda dan
pengarah bagi pengunjung yang ingin memasuki Terminal 3. Gerbang yang direncanakan terdiri dari dua unit, yaitu satu unit terletak di bagian depan pintu masuk area penerimaan Terminal 3 yang berfungsi sebagai pintu masuk dan satu unit di bagian pintu keluar Terminal 3. Bentukan gerbang ini merupakan turunan dari gapura tradisional yang ditransformasikan dengan suasana tropis modern. Gerbang ini dilengkapi dengan vertical greenary pada dinding gerbang, kolam air mancur pada sisi diantara kolom dinding gerbang, dan lampu penerangan pada bagian bawah. Sedangkan, bahan utama yang digunakan ialah batu bata dan beton. Berikut dapat dilihat pada Gambar 53 mengenai ilustrasi gerbang.
Gambar 53 Ilustrasi Gerbang 2. Shelter (drop off) Shelter (drop off) merupakan fasilitas yang digunakan untuk menaikkan dan menurunkan penumpang kendaraan. Shelter yang direncanakan pada Terminal 3 berjumlah sepuluh unit dan ditempatkan pada jalur kendaraan kedatangan penumpang, yang masing-masing dua unit terletak pada setiap pier di Terminal 3. Setiap shelter dilengkapi dengan ruangan, tempat duduk, dan papan reklame. Selain itu, terdapat vertical greenary pada kolom tiang besar dan atap shelter. Bahan utama yang digunakan adalah fiber, H-beam, dan kaca. Berikut dapat dilihat pada Gambar 54 mengenai ilustrasi shelter (drop off).
108
Gambar 54 Ilustrasi Shelter (drop off) 3. Pos Jaga Pos jaga merupakan fasilitas yang berfungsi untuk mengontrol keamanan di Terminal 3. Pos jaga yang direncanakan di Terminal 3 sebanyak tiga unit. Masing-masing penempatan pos jaga tersebut terletak di pintu masuk kendaraan satu unit dan pada area biodiversity boardwalk dua unit. Bahan utama yang digunakan adalah batu bata, concrete dan fiber. Berikut dapat dilihat pada Gambar 55 mengenai ilustrasi pos jaga.
Gambar 55 Ilustrasi Pos Jaga 4. Penerangan (lighting) Penerangan (lighting) merupakan fasilitas tapak yang berfungsi untuk menunjang kenyamanan dan keamanan aktivitas dimalam hari. Selain itu, penerimaan cahaya dari fasilitas penerangan diharapkan memberi susana malam yang hangat dan indah pada Terminal 3. Fasilitas penerangan yang direncanakan pada Terminal 3 dibagi kedalam dua jenis, yaitu lampu jalan berjumlah 27 unit dan lampu taman berjumlah 30 unit. Tipe penerangan yang digunakan adalah
109
spreadlighting, yaitu tipe lampu taman yang menyebar kesegala arah, namun tidak kearah atas agar tidak membahayakan keselamatan penerbangan. Sedangkan, bahan utama yang digunakan ialah besi dan alumunium. Fasilitas penerangan diletakkan di masing-masing ruang dan objek-objek tertentu yang menjadi point of interest. Berikut dapat dilihat pada Gambar 56 mengenai ilustrasi penerangan (lighting).
Gambar 56 Ilustrasi Penerangan (lighting) 5. Gazebo (rest area) Gazebo (rest area) merupakan fasilitas yang berfungsi sebagai area pemberhentian sementara bagi pengunjung yang lelah mengelilingi Terminal 3 dan sebagai tempat peristirahatan bagi pengunjung yangsedang berjakan-jalan mengelilingi taman lingkungan, serta sebagai titik pandang melihat pemandangan hutan kota dan suasana Terminal 3. Bahan yang utama digunakan concrete dan Hbeam. Setiap Gazebo dilengkapi dengan bangku duduk dan ditempatkan pada zona pemanfaatan berjumlah tujuh unit. Berikut dapat dilihat pada Gambar 57 mengenai ilustrasi gazebo.
Gambar 57 Ilustrasi Gazebo
110
6. Foodcourt Foodcourt merupakan fasilitas yang menyediakan berbagai jenis pilihan makanan yang dijual dalam satu tempat. Foodcourt ini terletak di sebelah timur Stasiun KA Bandara dan direncanakan pada zona pemanfaatan, dilengkapi dengan kursi dan meja makan yang terbagi kedalam dua jenis ruang, yaitu ruang AC (indoor) dan Non-AC (outdoor), serta terdapat vertical greenary pada penanda foodcourt. Bahan utama yang digunakan adalah batu bata, beton, batu alam, dan concrete. Berikut dapat dilihat pada Gambar 58 mengenai ilustrasi foodcourt.
Gambar 58 Ilustrasi Foodcourt 7. Gedung Parkiran Gedung parkiran yang direncanakan pada Terminal 3 merupakan fasilitas gedung bertingkat yang berfungsi untuk mengakomodasi parkir kendaraan pribadi (mobil dan motor), baik sementara maupun menginap. Gedung parkiran ini memiliki tiga lantai untuk parkir dan bagian atap untuk tempat solar panel dan perangkat lainnya. Selain itu, setiap sisi bagian gedung parkiran yang terbuka di beri rangka jaring-jaring untuk ditanami vegetasi merambat sebagai vertical greenary, berfungsi untuk melembutkan struktur bangunan dan menyerap polusi kendaraan didalam gedung parkiran. Bahan utama yang digunakan adalah beton, concrete, batu bata, dan rangka besi. Berikut dapat dilihat pada Gambar 59 mengenai ilustrasi gedung parkiran.
111
Gambar 59 Ilustrasi Gedung Parkiran 8. Stasiun Kereta Api Bandara (KA Bandara) Stasiun Kereta Api Bandara (KA Bandara) merupakan fasilitas pendukung transportasi menuju atau keluar bandara, sebagai alternatif kendaraan mobil dan motor. Stasiun KA Bandara direncanakan memiliki daya tamping sebesar ± 5 juta penumpang per tahun dan lantai berjumlah dua buah. Jalur kereta ini merupakan rangkaian dari Stasiun Manggarai menuju Stasiun Dukuh Atas hingga berakhir di Stasiun KA Bandara dengan dilengkapi Double-Double Track (DDT) untuk Kereta Express dan Commuter Line. Selain itu, Stasiun KA Bandara juga dilengkapi dengan jalur kereta yang menghubungkan dengan terminal lainnya sebagai transportasi penghubung antar terminal. Bahan utama yang digunakan adalah kaca, H-beam, beton, granit blok, dan concrete. Berikut dapat dilihat pada Gambar 60 mengenai ilustrasi stasiun kereta api bandara.
Gambar 60 Ilustrasi Stasiun Kereta Api Bandara 9. Jalur Pejalan Kaki Jalur pejalan kaki marupakan fasilitas penunjang bagi pejalan kaki agar aman dan nyaman ketika berjalan dipinggir jalan. Jalur pejalan kaki direncanakan
112
bersebelahan di sisi kanan dan kiri jalur sirkulasi kendaraan. Lebar jalur pejalan kaki ini ada yang untuk empat orang berjalan (240 cm) dan dua orang berjalan (120 cm). Pada bagian bawah jalur pejalan kaki dilengkapi dengan saluran draenase sebagai pembuangan air menuju penampungan bak (Pond). Selain itu, pada setiap sisi trotoar terdapat tumpukan batu dengan jarak tertentu sebagai transformasi dari konsep tropical rainforest. Bahan utama yang digunakan adalah beton dan granit blok. Berikut dapat dilihat pada Gambar 61 mengenai ilustrasi jalur pejalan kaki.
Gambar 61 Ilustrasi Jalur Pejalan Kaki 10.
Biodiversity Boardwalk Biodiversity boardwalk merupakan fasilitas penunjang bagi pejalan kaki
yang ingin menikmati pemandangan dengan mengarahkan sirkulasi pejalan kaki saat berkeliling di area rekreasi outdoor (taman lingkungan). Biodiversity boardwalk yang direncanakan mengelilingi taman lingkungan pada zona pemanfaatan. Bahan utama yang digunakan adalah kayu dan batu kali. Berikut dapat dilihat pada Gambar 62 mengenai ilustrasi biodiversity boardwalk.
Gambar 62 Ilustrasi BiodiversityBoardwalk
113
11.
Tempat Sampah Tempat sampah merupakan fasilitas pelengkap untuk menunjang kebersihan
dan sistem pengelolaan sampah di Terminal 3. Selain itu, keberadaan tempat sampah juga diharapkan meningkatkan kepedulian pengunjung terhadap kebersihan Terminal 3. Tempat sampah akan didesain secara menarik dan terbagi kedalam tiga kelompok sampah, yaitu sampah kertas, plastik, dan organik. Tempat sampah ditempatkan di masing-masing ruang yang mudah terlihat dan terjangkau, serta tempat sampah akan direncanakan pada Terminal 3 berjumlah 30 unit dengan berbahan dasar fiber. Berikut dapat dilihat pada Gambar 63 mengenai ilustrasi tempat sampah.
Gambar 63 Ilustrasi Tempat Sampah Selain fasilitas tersebut, terdapat sejumlah teknologi yang akan diterapkan di Terminal 3 sebagai fasilitas tambahan untuk mendukung konsep eco-airport (berpedoman kepada Bandara Narita yang sudah menerapkannya terlebih dahulu), yaitu Solar Panel dan Photocatalysts. Solar Panel merupakan fasilitas pembangkit listrik tenaga surya sebagai pasokan energi alternatif pada Terminal 3. Sistem tenaga surya ini menggunakan lensa/cermin dan sistem pelacakan untuk mengarahkan sinar matahari menjadi balok kecil. Fotovoltaik mengkonversi cahaya menjadi arus listrik dengan menggunakan
efek fotolistrik.
Listrik
yang
dihasilkan
oleh
sistem akan
digunakan untuk lampu penerangan di terminal penumpang dan outdoor kawasan Terminal 3. Panel-panel tenaga surya ini direncanakan akan terletak di atas gedung parkiran, karena dapat terkena sinar matahari secara penuh dan tidak mengganggu pandangan akibat banyaknya panel-panel tenaga surya tersebut. Berikut gambar panel surya dan ilustrasinya dapat dilihat pada Gambar 64.
114
Gambar 64 Ilustrasi Penggunaan Solar Panel di Terminal 3 Photocatalysts adalah sebuah lapisan berbahan seperti titanium oksida, dimana bahan tersebut mengeluarkan reaksi katalitis saat terkena sinar matahari. Photocatalysts akan aktif jika terkena sinar ultraviolet dan berfungsi untuk mendekomposisi kotoran dan polutan udara, serta akan hilang apabila tercuci dengan hujan (sudah diterapkan di Bandara Narita). Photocatalysts ini direncanakan akan diterapkan pada dinding jembatan boarding (garbarata), karena pesawat terbang dan kendaraan bergerak secara terus-menerus disekitarnya. Selain itu, akan diterapkan pada lapisan atap teras bagian depan Terminal 3. Dengan penggunaan photocatalysts, diharapkan akan menangkap polutan dan memurnikan udara. Berikut ilustrasi proses kerja photocatalysts dan aplikasi penggunaan photocatalyst pada Terminal 3 dapat dilihat pada Gambar 65.
5.4.3 Vegetasi Vegetasi didalam desain lanskap memiliki tiga fungsi utama, yaitu fungsi struktural, fungsi visual, dan fungsi lingkungan (Booth, 1983). Rencana vegetasi di Terminal 3 diselaraskan dengan fungsi vegetasi dalam desain lanskap tersebut. Pemilihan vegetasi berdasarkan fungsi dan kebutuhan pada setiap zona di Terminal 3.
115
Gambar 65 Proses Kerja Photocatalysts dan Aplikasi Penggunaan photocatalyst pada Terminal 3 Selain itu, dalam pemilihannya dipilih jenis tanaman lokal Indonesia atau tanaman yang sudah berada di Indonesia sejak lama untuk memudahkan adaptasi sekaligus bertujuan untuk memperkenalkan dan melestarikan tanaman native Indonesia. Dasar pemilihan vegetasi pada perancangan Terminal 3, yaitu: 1. mengutamakan penggunaan vegetasi lokal dari berbagai wilayah di Indonesia; 2. mengutamakan penggunaan vegetasi yang mempunyai kemampuan baik dalam menyerap polutan; 3. memilih vegetasi yang tidak mengundang/ menarik perhatian hewan liar (khususnya Aves) untuk datang dan berkembangbiak; 4. mengutamakan penggunaan vegetasi yang minimum pemeliharaan; dan 5. memilih vegetasi sesuai fungsi klasifikasinya. Penempatan vegetasi sesuai dengan kebutuhan ruang dan fungsi yang akan diciptakan pada tapak. Rencana vegetasi yang akan dikembangkan terdiri dari vegetasi peneduh, vegetasi pengarah, vegetasi pembatas, vegetasi estetik, dan vegetasi konservasi.
116
Vegetasi Peneduh Vegetasi ini dikembangkan pada zona pemanfaatan dan pelayanan. Vegetasi peneduh ini adalah jenis vegetasi yang mampu menyerap panas dari pancaran sinar matahari, menurunkan suhu, dan menciptakan iklim mikro. Dengan demikian, diharapkan dapat bermanfaat untuk meningkatkan kenyamanan pengguna tapak, serta menambah nilai keindahan. Pemilihan jenis vegetasi peneduh ini adalah vegetasi yang memiliki diameter tajuk yang cukup besar dan berbentuk seperti naungan payung. Jenis-jenis vegetasi peneduh ini, yaitu Sengon (Paraserianthes falcataria), Cendana (Santalum abum), Biola Cantik (Ficus Pandurata), dan Trembesi (Samanea saman). Vegetasi Pengarah Vegetasi pengarah merupakan vegetasi yang dikembangkan pada sirkulasi kendaraan, baik pada pintu masuk zona penerimaan maupun pintu keluar. Vegetasi ini berfungsi untuk menambah nilai keindahan dan mengarahkan jalan dengan menciptakan sequence. Permainan tekstur, warna, dan ukuran yang berbeda akan mampu memberikan imajinasi dan warna tersendiri dalam setiap langkah perjalanan. Pemilihan jenis vegetasi pengarah ini adalah vegetasi yang cenderung memiliki bentukan tajuk vertikal, seperti piramidal dan kolumnar. Bentukan tajuk tersebut dapat memberi kesan ruang luas dan menjauh terutama jika vegetasi ditanam tidak terlalu rapat. Jenis vegetasi ini dapat berupa perdu atau pohon rendah yang ditanam secara berjajar dengan jarak tertentu, serta semak yang ditanam secara massal membentuk garis dengan pola tertentu. Jenis-jenis vegetasi pengarah ini, yaitu Palem Kuning (Chrysalidacarpus-lutescens), Pucuk Merah (Syzygium oleana), dan Kacang-kacangan (Arachis pintoi). Vegetasi Pembatas Vegetasi pembatas dikembangkan pada zona pembatas, yang berfungsi untuk mengurangi polusi, tingkat kebisingan, dan sinar matahari secara langsung kebangunan Terminal 3. Mengingat letak zona ini berbatasan langsung dengan Apron Terminal 2, pemilihan jenis vegetasi tersebut harus mempertimbangkan faktor keamanan dan keselamatan penerbangan. Jenis vegetasi tersebut dipilih vegetasi yang daunnya tidak mudah rontok karena dapat membahayakan didalam operasi bandara, serta tidak mengundang datangnya burung atau hewan terbang
117
lainnya, disebut sebagai FOD (Foreign Object Dangerous). Vegetasi pembatas tersebut ditanam secara sejajar dengan jarak tertentu danditanam merambat pada struktur bagian tertentu dari bangunan Terminal 3dengan kerapatan tinggi. Jenisjenis vegetasi pembatas ini, yaitu Kuning (Chrysalidacarpus-lutescens), Kemuning (Murraya paniculata), dan Drasena (Dracaena deremensis). Vegetasi Estetik Vegetasi estetik adalah vegetasi yang memberikan nilai estetika dan meningkatkan kualitas lingkungan. Vegetasi ini dikembangkan pada zona penerimaan dan pelayanan, yang diharapkan dapat berfungsi sebagai daya tarik pengunjung ketika memasuki kawasan Terminal 3. Pemilihan jenis vegetasi estetik ini yang memiliki bentuk dan warna yang dapat menjadi pusat penarik perhatian pengunjung tapak, serta vegetasi yang mudah dalam pengelolaanya (pemangkasan minimum). Jenis vegetasi estetik ini adalah dominan tanaman penutup tanah yang ditanam secara massal. Jenis-jenis vegetasi estetik ini, yaitu Puring (Codiaeum variegatum), Drasena (Dracaena deremensis), Peace lily (Spathiphyllum lynise), Asoka (Ixora javanica), Kuping Gajah (Alocasia cuprea), Rumput Gajah (Axonopus Compressus), dan Zodia (Evodia suaveolens). Vegetasi Konservasi Vegetasi konservasi dikembangkan pada zona konservasi dimana aktivitas manusia sangat terbatas. Vegetasi ini berfungsi menjaga kelestarian lingkungan sekitar, memperbaiki dan menjaga kestabilan kualitas air tanah, serta memperbaiki iklim mikro dengan menjaga kualitas suhu udara di Terminal 3. Vegetasi untuk konservasi ini dipilih yang mempunyai daya serap terhadap polutan dan tingkat kebisingan tinggi. Selain itu, dipilih vegetasi konservasi yang tidak menghasilkan biji dan bunga yang dapat menarik datangnya burung serta hewan terbang lainnya yang dapat membahayakan penerbangan, serta merupakan vegetasi konservasi yang berasal dari lokal agar mampu beradaptasi dengan lingkungan secara cepat. Jenis-jenis vegetasi konservasi ini, yaitu Merbau (Intsia bijuga), Ulin (Eusideroxy zwageri), Gaharu (Aquilaria malacensis), dan Mahoni (Swietenia macrophylla). Jenis vegetasi yang di tanam di kawasan Terminal 3 Bandara Soetta terlihat pada Tabel 10 dan Planting Plan pada Gambar 66.
118
Tabel T 10 Jeenis Vegetasii yang ditanaam di Kawassan Terminaal 3 Bandara Soetta No
1.
2.
3.
4.
Klasifikasi
Vegetasi Konservasi
Vegetasi Peneduh
Vegetasi Pengarah
Vegetasi Pembatas
Image Fotto
Nama Lokal Gaharu
Nama Latiin Aquilaria malacensis
Native Plant Ya
Indonesia
Tinggi Max 35-40 m
Asal
Penyyerap Polutan -
Ulin
Eusideroxyy zwageri
Ya
Kalimantan
50 m
-
Merbau
Intsia bijug ga
Ya
Papua
50 m
-
Mahoni
Swietenia macrophyllla
Ya
Sumatra
35-40 m
Y Ya
Sengon
Paraserian nt hes falcataria
Ya
Maluku
30-45 m
Y Ya
Trembesii
Samanea saman
-
Afrika
30-40 m
Y Ya
Cendana
Santalum abum
Ya
NTT
30-40 m
-
Biola Cantik
Ficus Pandurata
-
Afrika
25-30 m
Y Ya
Kacangkacangann
Arachs pintoi
-
Brazil
5-10 cm
-
Palem Kuning
Chrysalidac arpuslutescens
Ya
Indonesia
25-30 m
-
Pucuk Merah
Syzygium oleana
Ya
Indonesia
7m
-
Palem Kuning
Chrysalidac arpuslutescens
Ya
Indonesia
12 m
Y Ya
119
Tabel 10 Lanjutan No
Klasifikasi
4.
Vegetasi Pembatas
5.
Vegetasi Estetik
Image Foto
Nama Lokal
Nama Latin
Native Plant
Asal
Tinggi Max
Penyerap Polutan
Drasena
Dracaena deremensis
Ya
Indonesia
1m
Ya
kemuning
Murraya paniculata
Ya
Sumatra
7m
-
Kuping Gajah
Alocasia cuprea
Ya
Kalimantan
30 cm
-
Anthuriu m
Anthurium andraeanum
Ya
Jawa
1m
-
Keladi Hias
Caladium bicolor
Ya
Sumatra
80 cm
-
Puring
Codiaeum variegatum
Ya
Indonesia
50 cm
-
Drasena
Dracaena deremensis
Ya
Indonesia
1m
Ya
Zodia
Evodia suaveolens
Ya
Papua
50200 cm
-
Asoka
Ixora javanica
Ya
Indonesia
5m
-
Kantung Semar
Nepenthes sp
Ya
Sumatra
1,5 m
-
Rumput Gajah
Axonopus Compressus
-
Afrika
5-10 cm
-
Peace lily
Spathiphyllu m lynise
Ya
Indonesia
1-6 m
Ya
Keterangan : 1 : Zona Konservasi 2 : Zona Pemanfaatan dan Penerimaan 3 : Zona Pemanfaatan dan Penerimaan 4 : Zona Pembatas 5 : Zona Pemanfaatan dan Penerima
120
121
5.4.4 Visual Pemanfaatan visual yang dikembangkan berdasarkan konsep scenic amenity dimana mata akan dimanjakan dengan beragam atraksi visual yang mencerminkan konsep Tropical Rainforest. Dengan menggunakan konsep ini, maka dalam implementasi desain akan dominan menampilkan perbedaan ketinggian canopy pohon dengan tajuk yang berbeda-beda, khususnya tercipta pada zona pemanfaatan
dan
konservasi.
Selain
itu,
menampilkan
atraksi
dengan
memanfaatkan tanaman yang berfungsi estetik. Berikut dibawah ini dapat dilihat pada Tabel 11 adalah kegunaan pohon berdasarkan kegunaan pohon yang dapat menambah nilai keindahan kawasan Terminal 3, serta dapat dilihat tampak potongan Terminal 3 pada Gambar 67, perspektif spot pada Gambar 68, dan prespektif keseluruhan Terminal 3 pada Gambar 69. Tabel 11. Identifikasi Kegunaan Pohon Berdasarkan Fungsi Estetis Kegunaan Pohon Berdasarkan Identifikasi Fungsi Estetis Membingkai View Pohon dengan tajuk oval atau bulat Arsitektural Pohon dengan tajuk oval atau Melunakkan Garis bulat Menyatukan Elemen Lanskap Pohon dengan tajuk oval atau bulat Melunakkan Setting Yang Kaku Pohon dengan tajuk bulat atau berkolom Sumber: Grey dan Deneke (1978)
122
123
124