V.
5.1
HASIL DAN PEMBAHASAN
ANALISIS LINGKUNGAN INTERNAL
Analisis lingkungan internal dilakukan untuk mengetahui faktor kekuatan dan kelemahan perusahaan. Lingkungan internal perusahaan terdiri atas beberapa faktor yang semuanya berada di bawah kendali perusahaan. Beberapa faktor yang menjadi kekuatan dan kelemahan perusahaan diantaranya: manajemen, pemasaran, keuangan, produksi atau operasi, penelitian dan pengembangan, serta sistem informasi manajemen.
5.1.1 Manajemen Fungsi manajemen dalam suatu perusahaan terdiri atas lima aktivitas pokok, yaitu perencanaan, pengorganisasian, pemotivasian, penempatan staf, dan pengontrolan (David, 2009). Aspek Manajemen dan Organisasi digunakan untuk meneliti kesiapan sumber daya manusia yang akan menjalankan usaha tersebut. Bisnis yang dijalankan akan berhasil bila dijalankan oleh orang-orang yang profesional juga artinya yang benar-benar ahli dibidangnya masing-masing. Hal ini akan dilakukan mulai dari perencananaan, pelaksanaan, sampai dengan pengendaliannnya agar tidak terjadi penyimpangan. Demikian pula dengan struktur organisasi yang dipilih harus sesuai dengan bentuk dan tujuan usahanya. Sebgaimana halnya perusahaan lain, UKM PWN untuk mengembangkan bisnisnya memiliki visi dan misi perusahaan. Visinya yaitu “Menjadi produsen utama minyak akar wangi yang memenuhi standar internasional di Indonesia”. Dari awal terbentuknya visi dan misi tersebut, maka pihak manajemen sudah mulai merumuskan strategi yang akan digunakan, kebijakan perusahaan, dan sasaran-sasaran yang ingin dicapai. UKM PWN ini sudah memiliki struktur organisasi, akan tetapi masih bersifat tradisional dan sederhana. UKM ini dipimpin oleh seorang direktur utama yang berperan sebagai manajemen operasional dibawah control management seorang komisaris. Dalam pelaksanannya sendiri direktur utama memimpin beberapa orang direksi, yaitu direksi pemasaran, keuangan, dan operasional. Ratarata pendidikan para direksi adalah S1. Untuk para pekerja lapangan (mulai dari pekerja kebun sampai dengan pekerja di bagian penyulingan) memiliki rata-rata pendidikan SR atau setara dengan SD. Kendala yang dimiliki UKM PWN ini yaitu belum adanya SDM atau tenaga ahli yang bisa mengendalikan laboratorium dan belum ada bagian tetap penelitian dan pengembangan. Selain itu SDM nya pun belum cukup terlatih, hal ini tampak dari kualitas akar wangi dan kualitas minyak akar wangi yang dihasilkan. Sebenarnya UKM PWN ini sudah memiliki SOP dalam pelaksanaan operasional produksinya, namun karena SDM nya belum terlatih, maka penerapan SOP menjadi terhambat, pada akhirnya kualitas minyak yang dihasilkan pun kurang optimal. Untuk menghadapi kendala dan kelemahan SDM diatas, pihak manajemen memanfaatkan bantuan pemerintah maupun DAI untuk memberikan penyuluhan kepada petani-petani akar wangi dan para pekerja mengenai pentingnya SOP dan pentingnya penerapan SOP. Selain itu, dalam beberapa minggu biasanya pihak manajemen selalu berkumpul untuk mengadakan rapat dan mengevaluasi kinerja para pekerja, akan tetapi walaupun sudah dilakukan pembinaan dan penyuluhan terhadap para petani, para petani sulit untuk menerima pembinaan itu, hal itu dikarenakan oleh beberapa faktor, yaitu: faktor kebiasaan, para petani yang sudah biasa menggunakan sistem penanaman yang tradisional, cukup mengandalkan pengalamannya, permintaan pasar (akar wangi selalu dapat dijual walaupun kualitasnya kurang bagus, hal ini karena banyaknya permintaan), adat istiadat, dan alasan klasik yang berhubungan dengan modal.
36
5.1.2 Pemasaran Pemasaran yang dilakukan oleh UKM PWN dilakukan di dalam maupun di luar negeri. Pemasaran di dalam negeri lebih berfokus pada pemasaran kerajinan akar wangi (handycraft), sedangkan pemasaran di luar negeri bertujuan untuk memenuhi permintaan minyak akar wangi. Minyak akar wangi Indonesia yang berasal dari Garut sudah dikenal di pasaran internasional dengan brand java vetiver oil. Promosi yang dilakukan yaitu dengan menggunakan brosur, mengikuti berbagai kegiatan pameran baik nasional maupun internasional, dan menampilkan profil perusahaan di website lembaga-lembaga pemerintahan yang terkait dan website DAI. Menurut Direktur Utama, H. Ede Kadarusman, UKM PWN ini sudah pernah melakukan ekspor secara langsung, namun hanya beberapa kali saja. UKM PWN ini sudah pernah melakukan ekspor secara langsung ke Negara India. Dalam pelaksanannya, ada beberapa kendala yang dihadapi, terutama menyangkut masalah harga jual minyak akar wangi. Seharusnya harga minyak akar wangi yang diekspor secara langsung ke negara pengimpor bisa menghasilkan keuntungan yang lebih besar, dibandingkan dengan memasarkan minyak melalui eksportir dalam negeri. Hal ini karena jalur tataniaganya menjadi lebih pendek. Akan tetapi pada kenyataannya, ada beberapa pihak eksportir dalam negeri yang tidak ingin tersaingi oleh para UKM dalam melakukan pemasaran ekspor. Oleh karena itu, para eksportir berlomba-lomba untuk menawarkan harga minyak akar wangi ke negara pengimpor dengan harga yang lebih rendah dibandingkan dengan harga yang ditawarkan oleh UKM PWN ini, sehingga pada akhirnya konsumen lebih memilih membeli minyak akar wangi kepada para eksportir. Hal ini jelas sangat merugikan pihak penyuling dan pengusaha UKM, karena disini ada permainan harga oleh pihak eksportir. Selain karena persaingan dengan para eksportir, kendala yang dihadapi UKM PWN dalam melakukan pemasaran ekspornya adalah keterbatasan informasi terhadap akses pasar luar negeri, baik itu ditinjau dari segi harga, kualitas, maupun pembeli sehingga kemampuan ekspor langsungnya masih lemah. Adapun progaram kegiatan pemasaran yang dilakukan UKM PWN adalah sebagai berikut: 1) Mengikuti program-program kegiatan yang diadakan oleh pihak pemerintah melalui dinas terkait seperti Dinas Deperindag dan Dinas Pertanian dan Perkebunan, seperti temu bisnis antar produsen dan eksportir, 2) Mengikuti kegiatan ekspo atau pameran komoditi agro yang memiliki agenda tetap tiap tahunnya, 3) Mengikuti program pelelangan komoditi agro yang berlangsung di Jalan Sampurna No.1, Bandung. Kegiatan ini dilakukan sebanyak dua kali dalam sebulan tepatnya setiap hari Rabu awal dan hari Rabu akhir bulan, 4) Melakukan kerjasama dengan pihak ketiga dalam rangka pemasaran produk minyak akar wangi dengan sistem lelang integrasi yang bekerjasama dengan PT. Triwirasa Tataguna untuk melakukan sistem pelelangan tertutup minyak akar wangi. Adapun kegiatan pelelangan ini dilaksanakan di Show Room PT.Triwirasa Tataguna yang bertempat di Jl. Ir. H Juanda No. 151, Bekasi.
5.1.3 Keuangan Kondisi keuangan seringkali diangap sebagai ukuran tunggal terbaik posisi kompetitif perusahaan dan daya tariknya bagi investor. Menentukan kekuatan dan kelemahan keuangan suatu organisasi sangat penting untuk merumuskan strategi secara efektif. Faktor keuangan sering mengubah strategi yang ada dan menggeser rencana penerapan (David, 2009). UKM PWN saat ini memiliki kondisi keuangan yang kurang terstruktur. Hal ini karena UKM PWN belum melakukan pencatatan keuangan dan pembukuan keuangan secara terstruktur, sehingga menyulitkan penulis dalam memperoleh data. Selama ini UKM PWN mendapatkan bantuan modal berupa kredit dari inkubator Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM) IPB.
37
Bantuan kredit yang diberikan yaitu sebesar Rp 250,000,000 selain itu UKM PWN juga menjalin kerjasama dengan lembaga keuangan seperti Bank untuk pinjaman modal. Pendapatan UKM PWN dari tahun ke tahun tidak menentu, tergantung dari permintaan pembeli dan harga minyak akar wangi saat itu. Data pendapatan UKM PWN dari tahun 2003-2005 dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Data pendapatan UKM PWN No 1 2 3
Tahun Pendapatan Bersih 2003 Rp. 353.500.000 2004 Rp. 591.500.000 2005 Rp. 115.500.000 Rp.1.060.500.000 Total Sumber : Internal Pulus Wangi Nusantara (2006) Biaya pengeluaran perusahaan terbagi menjadi dua bagian, yaitu biaya investasi tetap, dan biaya investasi modal kerja. Rincian biaya pengeluaran baik investasi tetap maupun investasi modal kerja dapat dilihat pada Lampiran 4.
5.1.4 Produksi - Operasi Menurut David (2009), fungsi produksi atau operasi suatu bisnis mencakup semua aktivitas yang mengubah input menjadi barang atau jasa. Proses pembuatan minyak akar wangi ini dimulai dengan karakterisasi bahan baku akar wangi yaitu dilihat kadar air dan kadar minyaknya. Langkah berikutnya dilakukan poses preparation atau persiapan bahan baku yaitu mencakup proses pembersihan, pengeringan dan pencacahan. Akar wangi yang sudah dibersihkan, dikeringkan dan dicacah kemudian dimasukkan ke dalam ketel penyulingan dengan kapasitas 1-1.5 ton bahan baku kering dengan suhu yang telah disesuaikan. Kemudian akar wangi siap disuling. Rendemen yang dihasilkan dari kapasitas 1-1.5 ton akar wangi bisa menghasilkan sekitar 4-7 kg minyak akar wangi hal ini sangat tergantung dari kualitas akar wangi yang digunakan. Proses destilasi ini berlangsung selama 12-20 jam tergantung tekanan suhu (bar) yang digunakan, semakin kecil bar yang digunakan maka akan semakin lama proses destilasi berlangsung namun kualitas minyak akar wangi yang dihasilkan akan semakin baik dan sebaliknya. Setelah proses penyulingan kemudian masuk ke proses kondensasi atau pendinginan, lalu masuk lagi ke tahap pemisahan minyak dengan air. Tahap terakhir yaitu analisis mutu minyak dan kemudian dilakukan proses pengemasan dan penyimpanan. Bahan bakar yang digunakan dalam proses ini yaitu oli bekas untuk satu kali proses produksi biasanya menghabiskan 300 liter oli bekas. Untuk menunjang proses produksinya, UKM PWN memiliki bebrapa fasilitas, yaitu berupa ketel penyuling dua buah dengan kapasitas masing-masing 1-1.5 ton, laboratorium, dan memiliki lahan perkebunan sendiri untuk pasokan bahan bakunya selain menjalin kerjasama dengan para petani. Aspek lain yang dilihat dari produksi yaitu penentuan lokasi, layout gedung dan ruangan serta teknologi yang digunakan. Lokasi yang menjadi perhatian adalah lokasi yang akan dijadikan pusat operasional bisnis perusahaan, lokasi pabrik dan lokasi gudang. Demikian pula dengan penentuan layout gedung dan layout ruangan juga akan dinilai. Penelitian mengenai lokasi meliputi berbagai pertimbangan, antara lain kedekatan dengan bahan baku, sumber tenaga kerja, lembaga keuangan, pemerintahan, pelabuhan atau pertimbangan lainnya. UKM PWN sendiri memilih layout pabrik yang dekat dengan lokasi penanaman akar wangi agar mempermudah dalam proses pengangkutan, sumber tenaga kerja, dan membuat pabrik yang cukup jauh dari pemukiman penduduk, hal ini untuk menghindari pencemaran yang diakibatkan oleh limbah dari proses penyulingan tersebut. Kemudian
38
mengenai penggunaan teknologi yang digunakan meliputi berbagai pertimbangan, yaitu menggunakan teknologi padat karya atau teknologi padat modal. Artinya jika menggunakan teknologi padat karya, maka akan membutuhkan banyak sekali jumlah tenaga kerja, namun jika yang digunakan adalah teknologi padat padat modal justru sebaliknya tidak terlalu membutuhkan jumlah tenaga kerja dalam jumlah yang banyak namun diperlukan modal yang tidak sedikit dalam pengadaan teknologi yang akan digunakan. UKM PWN sendiri memilih sistem padat karya, hal ini disesuaikan dengan kondisi UKM.
5.1.5 Penelitian dan Pengembangan Penelitian dan pengembangan di UKM Pulus Wangi Nusantara belum berjalan secara optimal, hal ini karena keterbatasan tenaga ahli dan keterbatasan peralatan di laboratoriumnya. Jadi laboratorium disini masih belum digunakan secara optimal. Oleh karena itu, dalam pelaksanaannya sendiri, UKM PWN menggunakan jasa dari litbang lain dan menjalin kerjasama dengan lembagalembaga uji mutu dalam melakukan pengujian kualitas minyak dan pengembangan produknya. Menurut David (2009), litbang dalam organisasi memiliki dua bentuk dasar yaitu litbang internal dan litbang kontrak. Litbang kontrak ini dilakukan dengan perekrutan peneliti independen atau kerjasama dengan lembaga independen untuk mengembangkan produk baru. UKM ini menggunakan sistem litbang kontrak. Sejauh ini perusahaan melakukan diversifikasi produk berupa minyak dengan kualitas yang berbeda sesuai kebutuhan konsumen, kerajinan tangan dari akar wangi, dan aplikasi akar wangi terhadap produk pangan seperti kopi akar wangi.
5.1.6 Sistem Informasi Manajemen (SIM) Sistem informasi merupakan salah satu hal yang penting dalam suatu perusahaan. Sistem informasi yang baik sangat dibutuhkan oleh perusahaan untuk menunjang kegiatan internal dan eksternal perusahaan tersebut, terutama untuk menunjang pengambilan keputusan manajerial. Tujuan sistem informasi manajemen adalah meningkatkan kinerja sebuah bisnis dengan cara meningkatkan kualitas keputusan manajerial. Dengan demikian SIM yang efektif mengumpulkan, mengodekan, menyimpan, menyintesis, dan menyajikan informasi sedemikian rupa sehingga mampu menjawab berbagai pertanyaan operasi dan strategi. Inti sistem informasi adalah basis data yang berisi beragam dokumen dan data yang penting bagi manajer (David, 2009). Berdasarkan hasil analisis terhadap faktor sistem informasi, UKM PWN ini belum memiliki sistem informasi manajemen yang cukup memadai. UKM PWN ini baru sampai pada tahap pembukuan saja dan pengumpulan informasi penting yang terkait secara sederhana. Pembukuan perusahaan pun tidak dilakukan secara rutin, dengan demikian data-data perusahaan tidak semuanya up date, dan tentunya hal ini sangat menyulitkan perusahaan dalam mengambil keputusan secara berdasar. UKM ini pun tidak memiliki website perusahaan, akses informasi secara online hanya melalui email saja yaitu
[email protected].
5.2
PERUMUSAN KEKUATAN DAN KELEMAHAN
Hasil analisis dari lingkungan internal perusahaan, dapat dirumuskan faktor kekuatan dan kelemahan perusahaan tersebut. Manfaat dari adanya rumusan kekuatan dan kelemahannnya ini, diharapkan perusahaan dapat lebih mengoptimalkan kekuatan yang dimilikinya dan mengurangi kelemahannya. Rumusan kekuatan dan kelemahan UKM Pulus Wangi Nusantara dapat dilihat pada Tabel 7.
39
Tabel 7. Hasil rumusan kekuatan dan kelemahan UKM PWN Faktor Internal Manajemen
Kekuatan
Struktur organisasi masih tradisonal, SDM, dan skill pekerja belum cukup terlatih
Pemasaran
Telah memenuhi persyaratan ekspor (secara administratif)
Keuangan
Produksi/Operasi
Penelitian Pengembangan
Sistem Manajemen
5.3 5.3.1
Kelemahan
Memiliki lahan perkebunan sendiri untuk pasokan bahan bakunya
dan
Adanya diversifikasi produk
Tersedianya fasilitas berupa laboratorium
Informasi
Keterbatasan informasi akses pasar Keterbatasan atau finansial
modal
Kontinuitas produksi yang belum stabil Teknologi digunakan bersifat tradisional
Pembukuan pengumpulan informasi dilakukan sederhana
yang masih semi
dan masih secara
ANALISIS LINGKUNGAN EKSTERNAL Analisis Lingkungan Jauh 1. Politik Pemerintah baik pusat maupun daerah merupakan pembuat regulasi, deregulasi, penyubsidi, pemberi kerja, dan konsumen utama organisasi. Faktor-faktor politik, pemerintahan, dan hukum, karenanya dapat merepresentasikan peluang atau ancaman utama baik bagi organisasi kecil maupun besar. Perubahan-perubahan dalam hukum paten, undangundang antitrust (undang-undang yang menentang penggabungan industri-industri), tarif pajak, dan aktivitas lobi dapat memberi pengaruh signifikan pada perusahaan (David, 2009). Adanya badan khusus yang menangani minyak atsiri yaitu Dewan Atsiri Indonesia (DAI) telah mendorong pengembangan pengolahan minyak atsiri. Tujuan dari pembentukan Dewan ini adalah menjadi wadah koordinasi para stakeholder yang berkecimpung dalam perminyakatsirian, baik swasta maupun pemerintah. Selain adanya DAI sebagai fasilitator bagi para UKM, dukungan lain yaitu datang dari pemerintah, baik itu pemerintah pusat maupun daerah. Dukungan yang diberikan yaitu berupa bantuan baik itu dalam bentuk penyuluhan, lahan dan bangunan, serta peralatan dan laboratorium.
40
Kebijakan pemerintah pusat mengenai pajak yang diatur dalam PP No. 7 Tahun 2007 menyatakan bahwa barang hasil pertanian yang bersifat strategis (termasuk di dalamnya adalah atsiri) yang atas impor dan atau penyerahannya dibebaskan dari pajak pertambahan nilai. Hal ini tentunya sangat meringankan beban pengusaha minyak akar wangi dalam menjalankan bisnisnya. Disamping kebijakan-kebijakan pemerintah yang mendukung usaha penyulingan minyak akar wangi bagi para UKM ini, ada juga kebijakan pemerintah yang sedikit menghambat UKM Penyulingan minyak akar wangi. Adanya kebijakan pemerintah pada akhir tahun 2005 tentang mengurangi subsidi bahan bakar minyak (BBM) dengan menaikkan harga BBM lebih dari 100 persen telah menempatkan para penyuling di ambang kehancuran. Biaya membeli minyak tanah sebagai bahan bakar utama penyulingan naik lebih dari dua kali lipat, sementara harga minyak akar wangi kerap tak menentu dan tidak mengalami kenaikan. Kondisi semakin sulit tatkala banyak penyuling yang ditangkap polisi gara-gara membeli minyak tanah dalam jumlah besar. Aturan pembatasan pembelian menjadi tembok penghalang bagi penyuling yang membutuhkan 350 liter minyak tanah untuk sekali menyuling selama lebih kurang 24 jam. Dampaknya kini dari 30 penyuling akar wangi di Garut, 20 di antaranya kolaps. Lahan akar wangi seluas 2.400 hektar yang tersebar di empat kecamatan pun menyusut menjadi sekitar 1.000 hektar. Mereka yang masih bertahan menyiasati persoalan bahan bakar ini dengan memakai solar atau oli bekas sebagai bahan bakar. Upaya efisiensi bahan bakar dengan menaikkan temperatur dan mempersingkat lama pembakaran membuat minyak akar wangi gosong karena disuling dengan tekanan 5-6 bar dalam waktu lebih singkat, hal ini mengakibatkan kualitas minyak akar wangi yang dihasilkan menjadi kurang bagus. Selain hal diatas, adanya Surat Keputusan (SK) Bupati Daerah Tingkat II Garut No. 520/SK 196-HUK/96 memutuskan bahwa areal penanaman akar wangi di Kabupaten Garut dibatasi yaitu seluas ± 2400 Ha yang meliputi wilayah Samarang (1200 Ha), Bayongbong (250 Ha), Cilawu (200 Ha), dan Leles (750 Ha). Hal ini tentu saja menyulitkan para pengusaha penyulingan minyak akar wangi, mengingat terbatasnya areal penanaman akar wangi yang ujunganya akan terjadi persaingan dalam memperoleh bahan baku. Perebutan bahan baku antar sesama penyuling mengakibatkan pasokan bahan baku untuk penyuling semakin berkurang dan berakibat pada tidak kontinunya produksi minyak akar wangi yang dihasilkan.
2.
Ekonomi
Perkembangan minyak akar wangi Indonesia dari tahun ke tahun mengalami fluktuasi. Volume ekspor minyak akar wangi Indonesia dari tahun tahun 2002 sampai dengan 2006 dapat dilihat pada Tabel 8 Tabel 8. Volume dan nilai ekspor minyak akar wangi Tahun 2002 2003 2004 2005 2006
Volume Ekspor (Kg) 75.714 45.821 56.444 74.210 75.199
Nilai Ekspr (US $) 1.078.451 1.428.682 2.445.744 1.544.618 2.085.458
Sumber : BPS 2007
41
Fluktuasi minyak akar wangi terutama disebabkan oleh mutu minyak akar wangi yang tidak sesuai dengan permintaan pasar (tidak seragam dan mutu rendah), hal ini dikarenakan adanya kebijakan pemerintah mengenai kenaikan bahan bakar minyak tanah dan konversi minyak tanah ke gas. Naiknya harga bahan bakar minyak tanah, tidak berpengaruh terhadap harga jual minyak akar wangi di pasaran internasional, sehingga walaupun biaya produksi meningkat akibat kenaikan bahan bakar, harga minyak akar wangi tidak ikut meningkat dan hal ini tentunya merugikan para penyuling minyak akar wangi. Hal inilah yang membuat para penyuling menaikan tekanan selama proses penyulingan yang bertujuan untuk mempersingkat waktu penyulingan dan menghemat bahan bakar. Akibatnya kualitas minyak akar wangi yang dihasilkan menjadi kurang bagus. Selain terjadinya fluktuasi volume permintaan minyak akar wangi, terjadi pula fluktuasi harga minyak akar wangi. Hal ini tentu sangat merugikan pihak petani dan penyuling minyak akar wangi. Kendala ketidakstabilan permintaan minyak akar wangi serta ketidakstabilan harga minyak akar wangi di pasar internasional menyebabkan ketidakstabilan permintaan dan harga minyak akar wangi didalam negeri yang kemudian tentunya membuat permintaan dan harga terna akar wangi menjadi tidak stabil pula. Hal ini disebabkan industri akar wangi Indonesia sangat tergantung pada pasar internasional mengingat lebih dari 90% produksi minyak akar wangi Indonesia diekspor dan posisi Indonesia yang hanya sebagai price taker dipasar internasional. Kondisi permintaan dan harga minyak dan terna akar wangi didalam negeri yang sangat fluktuatif ini menyebabkan keuntungan usahatani akar wangi serta keuntungan usaha agroindustri penyulingan akar wangi menjadi fluktuatif dan rendah (Indrawanto et al., 2007). Tingkat keuntungan yang fluktuatif dan rendah ditambah belum terdapatnya varietas unggul akar wangi dengan produktivitas dan kadar minyak tinggi serta kurangnya pembinaan terhadap petani dan pengusaha akar wangi menyebabkan petani tidak menerapkan teknologi budidaya anjuran dan penyuling akar wangi tidak menerapkan teknologi penyulingan anjuran. Hal ini mengakibatkan produktivitas usaha tani dan efisiensi agroindustri penyulingan menjadi rendah dan tentunya mengakibatkan semakin rendahnya pendapatan yang diterima petani dan penyuling akar wangi. Akibat lebih lanjut akses petani dan pengusaha penyuling akar wangi terhadap sumber modal dari lembaga keuangan menjadi lemah, yang mengakibatkan semakin menurunkan kinerja industri akar wangi Indonesia. Kurs mata uang merupakan salah satu faktor yang penting dalam perdagangan Internasional. Standar mata uang yang digunakan dalam jual beli minyak atsiri yaitu ditetapkan dengan USD atau Dollar Amerika. Jika kurs atau nilai tukar dollar terhadap rupiah meningkat, maka para pengusaha minyak akar wangi akan mendapatkan harga sesuai dengan yang diharapkan, dan sebaliknya. Jika kurs atau nilai tukar dollar terhadap rupiah menurun, maka harga minyak akar wangi akan ikut turun, sehingga merugikan pengusaha minyak akar wangi. Sejauh ini belum ada kebijakan dan aturan khusus yang mengatur penetapan harga minyak atsiri dalam hal ini minyak akar wangi ketika menghadapi kondisi seperti diatas. Oleh karena itu, pihak pemerintah, DAI, dan para pengusaha minyak akar wangi perlu untuk melakukan suatu kesepakatan dan perjanjian dengan pihak negara pengimpor, sehingga harga minyak akar wangi diharapkan akan tetap stabil. Dilihat dari sisi ekonomi, dengan adanya UKM PWN ini memberikan manfaat yang besar terutama dalam penciptaan lapangan kerja untuk masyarakat sekitar. Selain itu, dengan peningkatan kapasitas produksi maka otomatis akan meningkatkan penerimaan daerah, dan meningkatkan ekspor minyak akar wangi Indonesia.
42
3.
Sosial Budaya
Perubahan sosial, budaya, demografis, dan lingkungan memiliki dampak yang besar atas hampir semua produk, jasa, pasar dan konsumen. Organisasi-organisasi kecil, besar, laba dan nirlaba di semua industri dikejutkan dan ditantang oleh peluang dan ancaman yang muncul dari perubahan dalam variabel sosial, budaya, demografis, dan lingkungan. Dalam hampir segala hal, dunia saat ini sangat berbeda dibandingkan kemarin, dan esok menjanjikan perubahan yang lebih besar lagi (David, 2009). Tersedianya sarana dan prasarana seperti jalan, listrik, telepon, air, tempat kesehatan, tempat wisata, sarana pendidikan, dan sarana olah raga di Daerah Samarang, Garut membuat UKM PWN memiliki posisi strategis dalam membangun tempat usahanya. UKM PWN secara umum memiliki infrastruktur yang baik untuk menunjang pengembangan usahanya. Hal lain yang perlu diperhatikan terkait dengan usaha penyulingan minyak akar wangi yaitu aspek lingkungannya. Dampak lingkungan merupakan analisis yang paling dibutuhkan pada saat ini, karena setiap usaha yang akan dijalankan akan sangat besar dampaknya terhadap lingkungan disekitarnya, baik untuk lingkungan darat, air, maupun udara yang pada akhirnya akan berdampak terhadap kehidupan manusia, binatang dan tumbuhan-tumbuhan yang ada di sekitarnya. Apalagi sekarang ini para importir minyak akar wangi sangat memperhatikan kondisi penyulingan minyak akar wangi dan dampak dari penyulingan tersebut terhadap lingkungan sekitar. Berdasarkan hasil pengamatan, UKM PWN menghasilkan tiga macam limbah dari proses produksi minyak akar wanginya, yaitu limbah cair berupa air dari hasil proses pemisahan minyak dan air, dan dari sisa penyulingan, limbah padat berupa ampas akar wangi (akar wangi dari hasil penyulingan), dan limbah gas berupa asap hitam dari proses pembakaran dengan menggunakan oli bekas. Untuk limbah cair sendiri karena tidak berbahaya, maka penanganannya langsung di alirkan ke sungai. Penanganan terhadap limbah padat dilakukan dengan memanfaatkan limbah tersebut untuk dijadikan sebagai bahan baku pembuatan kompos, dan kerajinan tangan. Untuk limbah gas belum ada penanganan secara khusus, akan tetapi hal ini tidak mengganggu aktivitas para warga. Hal ini karena pemilihan lokasi yang cukup baik dan cukup jauh dari lingkungan warga, sehingga hal ini tidak mengakibatkan pencemaran terhadap warga sekitar. Dampak positif lain yang bisa diambil dari penanaman akar wangi terhadap aspek lingkungan yaitu sifat perakaran akar wangi yang rimbun dan tumbuh lurus ke dalam tanah, banyak digunakan sebagai penahan erosi, penahan terhadap kandungan logam berat, dan salinitas, dapat tumbuh pada pH yang luas (3-11.5) sehingga dapat digunakan untuk merehabilitasi fisik dan kimia tanah yang telah rusak (Truong, 2002). Kebutuhan dunia terhadap minyak akar wangi yang cukup besar yaitu diakibatkan oleh semakin meningkatnya populasi penduduk dunia disertai dengan pengembangan jumlah industri parfum dan kosmetik di dunia. Peningkatan populasi penduduk dunia dapat dilihat pada Gambar 14. Tabel 9 menampilkan kebutuhan importir terhadap minyak akar wangi per tahunnya.
43
Gambar 14. Pertumbuhan populasi penduduk dunia (Demmo, 2011) Tabel 9. Kebutuhan dunia terhadap minyak akar wangi per tahun No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Negara Importir Amerika Serikat Perancis Jepang Jerman Italia Belanda Spanyol Swiss Inggris Negara-negara sosialis Negara-negara lainnya Total
Volume (Ton) 80 60 12 4 2 7 2 10 5 5 63 250
Sumber : Santoso dan Hieronymus (1993) Minyak akar wangi Indonesia yang sudah dikenal dengan brand Golden Java Vetiver Oil (memiliki kandungan vetiverol yang cukup bagus, yaitu ± 50%) membuat minyak akar wangi Indonesia semakin dikenal di pasaran Internasional. Hal inilah yang menjadi salah satu daya tarik pembeli terhadap minyak akar wangi Indonesia, karena dulu minyak akar wangi Indonesia terkenal dengan kualitas yang bagus dan sudah memiliki brand java vetiver oil.
4.
Teknologi
Kekuatan teknologi merepresentasikan peluang dan ancaman besar yang harus dipertimbangkan dalam perumusan strategi. Kemajuan teknologi bisa secara dramatis mempengaruhi produk, jasa, pasar, pemasok, distributor, pesaing, konsumen, proses produksi, praktik pemasaran, dan posisi kompetitif organisasi (David, 2009). Teknologi yang digunakan oleh UKM PWN masih tergolong semi tradisonal. Mesin dan peralatan yang digunakan dalam proses penyulingan minyak akar wangi cukup sederhana, yaitu terdiri atas ketel penyuling yang terbuat dari stainless, pipa dan bak pendingin, dan tungku atau alat untuk proses pembakaran. Ketel di UKM PWN berjumlah dua buah dan setiap ketel memiliki bak pendingin. Luas bak pendingin yaitu 4m2 dengan ketinggian 2 m. Kapasitas ketel yaitu 1.5-2 ton. Selain alat tersebut, alat lain yang digunakan yaitu wadah untuk menampung minyak, kompresor, alat pengepres dan kain penyaring. Sebenarnya sudah ada mesin
44
penyuling dengan menggunakan boiler, namun untuk saat ini mesin tersebut tidak digunakan karena sedang mengalami kerusakan. Sistem penyulingan yang dilakukan di UKM PWN yaitu sisetem penyulingan uap air atau sering dikenal dengan sebutan sistem kukus dengan menggunakan bahan bakar oli bekas. Penyulingan dengan sistem uap air relatif lebih maju dibandingkan dengan sistem penyulingan air. Prinsip kerja yang dilakukan dimulai dengan pengisian air sampai batas saringan terhadap ketel penyulingan. Bahan baku diletakkan diatas saringan sehingga tidak berhubungan langsung dengan air yang mendidih, tetapi akan berhubungan dengan uap air. Penyulingan ini disebut penyulingan tidak langsung. Air yang menguap akan membawa partikel-pertikel minyak atsiri dan dialirkan melalui pipa ke alat pendingin sehingga terjadi pengembunan dan uap air yang bercampur minyak atsiri tersebut akan mencair kembali. Selanjutnya dialirkan ke alat pemisah untuk memisahkan minyak astiri dari air. Kulitas yang dihasilkan dari proses penyulingan sistem kukus ini lebih baik jika dibandingkan dengan penyulingan air. UKM PWN ini dalam melakukan proses penyulingannya belum sepenuhnya mengaplikasikan SOP dan GMP. Hal ini dapat dilihat dari tekanan yang digunakan dalam proses penyulingan minyak di UKM PWN yaitu sebesar 4-5, walaupun ada beberapa proses penyulingan minyak yang dilakukan dengan tekanan 2-3 bar. Hal ini sengaja dilakukan untuk membedakan kualitas minyak yang dihasilkan. Minyak yang dibuat dengan tekanan 2-3 bar akan menghasilkan minyak dengan kualitas yang premium (kualitas 1), sedangkan minyak dengan tekanan 4-5 bar menghasilkan minyak dengan kualitas regular (kualitas 2). Adapun peralatan-peralatan yang digunakan dalam proses penyulingan minyak akar wangi di UKM PWN dapat dilihat pada Lampiran 5.
5.3.2
Analisis Lingkungan Industri 1. Ancaman Pendatang Baru Dalam sebuah persaingan industri, tentu saja selalu ada kemungkinan masuknya pesaing atau pendatang baru, apalagi mengingat bisnis yang dijalankan masih memiliki peluang dan pangsa pasar yang besar. Sebagaimana diketahui bahwa permintaan dunia terhadap minyak akar wangi sekarang ini berkisar antara 250-300 ton/tahun, akan tetapi negara produsen minyak akar wangi dunia belum bisa mencukupi permintaan dunia tersebut. Sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 9 baru sekitar 150 ton/tahun negara produsen dunia bisa mencukupi kebutuhan atau sekitar 50% permintaan dunia baru terpenuhi. Oleh karena itu, peluang tersebut bisa menarik para pebisnis baru untuk masuk ke bisnis minyak akar wangi ini. Untuk di Garut sendiri, peluang munculnya pesaing baru sangat kecil, hal ini karena berkaitan dengan kebijakan Pemerintah Daerah Garut yang telah menetapkan lahan areal penanaman akar wangi dan lokasi penyulingan minyak akar wangi. Dilihat sifat dan kegunaan utama minyak akar wangi sebagai fixative, hanya industri-industri tertentu saja yang berpeluang muncul untuk menyaingi para pengusaha minyak akar wangi, diantaranya yaitu industri minyak nilam, industri minyak cendana, ataupun industri fixative buatan. Hal ini karena karakter khas yang dimiliki minyak akar wangi yang memang sampai saat ini pun belum ada produk substitusi alami ataupun sintetisnya.
45
2.
Persaingan dalam Industri
Akar wangi di Indonesia dihasilkan di beberapa daerah, seperti di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Nusa Tenggara Timur, namun kualitas akar wangi terbaik dihasilkan dari Jawa Barat, khususnya daerah Garut. Sentra industri penyulingan minyak akar wangi sendiri di Indonesia hanya berada di Garut yang meliputi daerah Leles, Cilawu, Bayongbong, dan Samarang. Persaingan yang terjadi di daerah Garut tidak terlalu mencolok, hal ini karena kebanyakan di Garut industri-industri yang berkembang adalah industri kecil menengah. Daftar sentra IKM penyulingan minyak akar wangi di Garut menurut Departemen Perindustrian Garut (2010) yaitu sebanyak 24 unit usaha, yang mana 24 unit usaha itu terdiri atas empat wilayah, yaitu: Leles memiliki empat unit usaha, Samarang memiliki sembilan unit usaha, Cilawu memiliki lima unit usaha, dan Bayongbong memiliki enam unit usaha. Dari keempat wilayah diatas, maing-masing wilayah sudah memiliki alat penyulingan bermesin. Untuk wilayah Leles memiliki 12 unit mesin penyulingan, wilayah Samarang memiliki 11 unit mesin, wilayah Cilawu memiliki dua buah unit mesin, dan wilayah Bayongbong memiliki lima unit mesin penyulingan. Pada dasarnya alat penyuling yang digunakan di hampir setiap UKM sama, yaitu dengan menggunakan alat penyuling yang masih bersifat tradisional. Hanya beberapa UKM saja yang menggunakan alat penyuling dengan teknologi boiler. Kualitas minyak ayang dihasilkan dari setiap UKM berbeda-beda tergantung dari teknologi yang digunakan, dan perlakuan selama proses penyulingan. UKM Pulus Wangi Nusantara ini menghasilkan minyak dengan kualitas yang berbeda-beda tergantung permintaan dari pembeli. Persaingan yang sering terjadi diantara sesama penyuling adalah dalam memperoleh bahan baku akar wangi, karena salahsatu masalah utama dalam memproduksi minyak akar wangi adalah keterbatasan pasokan bahan baku. Oleh karena itu UKM PWN menjalin kerjasama dengan para kelompok tani, baik kelompok tani daerah Samarang, Cilawu, Bayongbong, dan Leles untuk memperlancar pasokan bahan baku akar wanginya. UKM PWN ini merupakan salahsatu usaha penyulingan minyak akar wangi yang cukup eksis dan dikenal oleh para eksportir. Bahkan UKM PWN sudah pernah melakukan ekspor secara langsung, karena UKM ini sudah berbadan hukum. Jadi disamping sebagai UKM biasa, UKM PWN pun merupakan salahsatu eksportir minyak akar wangi. Oleh karena itu, pesaing UKM ini juga mencakup para eksportir-eksportir minyak akar wangi yang berada di Jakarta yang juga merupakan perusahaan eksportir besar. Tentu saja jika dibandingkan, maka para eksportir yang berada di Jakarta lah yang lebih kompeten, karena eksportir tersebut memiliki kelebihan seperti: informasi akses pasar yang memadai, modal yang cukup besar, teknologi yang digunakan (adanya alat penjernih minyak akar wangi yang tidak dimiliki para penyuling di Garut), dan para eksportir ini leluasa dalam melakukan pengaturan harga minyak akar wangi di Garut, sehingga haraga minyak akar wangi yang diterima oleh para penyuling dan petani di Garut kurang begitu sesuai dengan yang diharapkan. Untuk lingkup internasional, pesaing luar produsen minyak akar wangi Indonesia dapat dilihat pada Tabel 10.
46
Tabel 10. Negara pengekspor minyak akar wangi No
Negara
1 Indonesia 2 Haiti 3 RRC 4 Angola 5 Pulau Reunion/Bourbon 6 India 7 Kongo 8 Republik Malagasi 9 Brazil Total Sumber : BPEN Jakarta
Produksi per tahun (ton) 24-51 40 40 30-40 30 10 10 10 10 150
Pemenuhan kebutuhan (%) 9,6 – 17 16 16 12 – 13,33 12 4 4 4 4 60
Dari beberapa negara diatas, yang sampai sekarang menjadi pesaing terbesar Indonesia yaitu negara Haiti dan Bourbon. Kualitas minyak akar wangi Haiti di pasaran internasional sudah terkenal dengan kualitas yang sangat bagus dan belum ada minyak akar wangi dari negara manapun yang mengalahkan kualitas minyak akar wangi dari Haiti. Hal ini karena teknologi yang digunakan oleh Haiti jauh lebih canggih dibandingkan dengan Indonesia, selain itu pada proses produksi minyak akar wangi di Haiti dilakuakn proses aging. Proses ini merupakan proses penyimpanan minyak akar wangi yang telah disuling dalam jangka waktu yang cukup lama. Untuk menghasilkan kualitas minyak akar wangi yang bagus, penyimpanan harus dilakukan selama kurang lebih selama setahun, baru minyak akar wangi siap untuk di pasarkan. Di Indonesia sendiri hal ini akan sangat sulit diterapkan mengingat para pengusaha minyak akar wangi sebagian besar adalah para UKM yang berada di Garut dan sulit bagi para UKM untuk menyimpan minyak selama setahun, karena setelah proses penyulingan para UKM ingin segera mendapatkan keuntungan dari minyak akar wangi yang dihasilkan.
3.
Ancaman Produk Substitusi
Minyak akar wangi adalah minyak atsiri yang kental dan memiliki aroma woody, sweet, dan earthy. Minyak akar wangi banyak digunakan dalam industri parfum sebagi fixative, komponen campuran dalam industri sabun, dan kosmetik (Martinez et al., 2004). Sejauh ini belum ditemukan produk substitusi penuh dari minyak akar wangi, baik secara alaminya maupun sintetisnya, akan tetapi untuk fungsi fixative dan karakter umum aromanya ada beberapa alternatif minyak atsiri yang lain, yaitu minyak nilam dan minyak cendana yang memiliki sifat yang sama dengan minyak akar wangi (Ketaren, 1975). Kedua minyak tersebut memiliki fungsi yang sama seperti minyak akar wangi yaitu sebagai fixative atau pengikat bau. Nilam (Pogostemon cablin Benth) yang termasuk dalam keluarga Labiatea merupakan salah satu tanaman penghasil minyak atsiri yang penting bagi Indonesia, karena minyak yang dihasilkan merupakan komoditas ekspor yang cukup mendatangkan devisa negara. Sebagai komoditas ekspor minyak nilam mempunyai prospek yang baik, karena dibutuhkan secara kontinu dalam industri kosmetik, parfum, sabun dan lain-lain. Penggunaan minyak
47
nilam dalam industri-industri ini karena sifatnya yang fiksative terhadap bahan pewangi lain agar aroma bertahan lama, sehingga dapat mengikat bau wangi dan mencegah penguapan zat pewangi. Minyak nilam Indonesia sangat digemari pasar Amerika dan Eropa. Komponen utama minyak nilam diperoleh dari destilasi daun nilam berupa patchoully alcohol (45-50%), sebagai penciri utama bahan baku industri kimia. Minyak nilam ini memiliki peluang untuk menggeser penggunaan minyak akar wangi karena memiliki sifat yang sama yaitu sebgai fixative, selain itu harga minyak nilam relatif lebih murah jika dibandingkan dengan minyak akar wangi. Harga minyak nilam berfluktuatif tergantung pada kadar patchoully alcohol-nya. Berikut ini harga minyak nilam tahun 2011 dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Data harga minyak nilam masing-masing daerah tahun 2011 No Komoditi Minyak 1 2 3 Nilam 4 (Patchoully oil) 5 6 7 8 Sumber : DAI (2009)
Kabupaten/Sentra Blitar Malang Boyolali Cilacap Lampung Sawah Lunto Aceh Selatan Aceh Tenggara
Harga (Rp/Kg) 425,000-475,000 425,000-475,000 425,000-450,000 350,000-450,000 470,000-500,000 480,000-550,000 480,000-550,000 480,000-550,000
Cendana merupakan komoditi yang potensial bagi perekonomian. Nilai ekonomi yang tinggi dari cendana dihasilkan dari kandungan minyak (santalo) dalam kayu yang beraroma wangi yang khas. Minyak cendana dihasilkan dari hasil penyulingan kayu, dan digunakan sebagai bahan obat-obatan dan bahan minyak wangi (parfum) karena kemampuannya yang dapat mengikat bau (fixative). Selain itu kayu cendana dapat digunakan menjadi berbagai aneka kerajinan tangan. Minyak cendana banyak diekspor ke Eropa, Amerika, China, Hongkong, Korea, Taiwan dan Jepang, sedangkan produk kerajinan dari kayu cendana banyak untuk konsumsi dalam negeri. Saat ini keberadaan populasi cendana di Indonesia dikhawatirkan mengalami kepunahan. Penyebabnya antara lain karena pemanenan melebihi produktivitas, kebakaran, maupun penggembalaan ternak. Upaya memuliakan dan mengembangkan cendana sudah dilakukan, namun keberhasilannya masih sangat rendah. Pembiakan tanaman cendana dapat dilakukan dengan cara konvensional melalui stek pucuk dan stek akar, namun persentase keberhasilannya masih rendah. Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah dengan aplikasi teknologi kultur jaringan. Harga minyak cendana pada tahun 2007 menurut BPS (2009) yaitu Rp 400,000 lebih rendah jika dibandingkan dengan harga minyak akar wangi. Walaupun harga minyak cendana dan minyak nilam lebih rendah daripada minyak akar wangi, akan tetapi permintaan dunia terhadap minyak akar wangi tetap stabil bahkan cenderung meningkat.
4.
Daya Tawar Pemasok
Untuk melakukan produksi, tentunya harus memperhatikan pasokan bahan baku. Bahan baku yang digunakan dalam proses penyulingan di UKM PWN berasal dari kebun milik pribadinya dan dari kebun kelompok petani lain. Dari kebun pribadinya seluas 20 Ha,
48
dapat diperoleh akar wangi sebanyak 200 ton (asumsi tiap 1 Ha menghasilkan 10 ton akar wangi). Dari 200 ton bahan baku akar wangi diperoleh rendemen minyak akar wangi sebanyak 600-800 kg (asumsi 1 ton menghasilkan minyak akar wangi sebanyak 3-4 kg). Selain memperoleh bahan baku dari kebun pribadinya, Pak H. Ede juga memperoleh bahan baku dari kelompok tani yang lain. Biasanya H. Ede memperoleh sekitar 1.5-2 ton akar wangi dari kelompok tani. Akar wangi yang dijual oleh kelompok tani berkisar dari Rp 1,500-3,000/kg tergantung dari kualitas akar wangi. Biasanya akar wangi yang kualitasnya bagus, harganya diatas Rp 2,000/kg nya. Jadi disini pihak UKM sudah melakukan kesepakatan sebelumnya dengan para petani dalam masalah harga, sehingga sudah tidak terdapat lagi kekuatan tawar menawar pemasok. UKM PWN menjalin kerjasama dengan para petani dan mengumpulkan petani-petani tersebut dalam sebuah gabungan kelompok tani dengan wadah koperasi. Di Samarang sendiri komoditas akar wangi yang bagus banyak dihasilkan di kampung Pasir Wangi dan Parabon. Karena begitu banyak pesaing sekitar yang sama-sama menginginkan bahan baku akar wangi, maka H. Ede juga menjalin kerjasama dengan petani di luar kecamatan Samarang, seperti daerah Bayongbong, Leles, dan Cilawu untuk membeli bahan baku akar wangi. Jadi pasokan bahan baku tidak hanya berasal dari petani sekitar saja, tetapi juga berasal dari luar Daerah Samarang. Walaupun UKM PWN sudah menjalin kerjasama dengan beberapa petani, akan tetapi pasokan bahan baku masih menjadi kendala dalam memproduksi minyak akar wangi. Jadi pasokan bahan baku pertahun masih kurang. Oleh karena itu UKM PWN belum mampu mencukupi permintaan Negara pengimpor, akibatnya kemampuan dalam melakukan ekspor langsung (direct exporting) menjadi lemah.
5.
Daya Tawar Pembeli
Daya tawar pembeli atau daya tawar konsumen dapat menjadi kekuatan terpenting yang mempengaruhi keunggulan kompetitif. Konsumen memiliki daya tawar yang semakin besar dalam kondisi-kondisi : 1). Jika mereka dapat dengan mudah dan murah beralih ke merek atau pengganti pesaing, 2). Jika mereka mereka menduduki tempat yang sangat penting bagi penjual, 3). Jika penjual menghadapi masalah menurunnya permintaan konsumen, 4). Jika mereka memegang informasi tentang produk, harga, dan biaya penjual, dan 5). Jika mereka memegang kendali mengenai apa dan kapan mereka bisa membeli produk (David, 2009). Berdasarkan hasil wawancara dengan Direktur Utama PWN, kekuatan tawar menawar pembeli ditentukan oleh pihak pembeli, hal ini karena untuk kondisi sekarang ini, minyak akar wangi UKM PWN kualitasnya tidak sebagus minyak akar wangi tahun-tahun sebelumnya. Sekarang ini kualitas minyak akar wangi Indonesia diasosiasikan dengan minyak yang berbu gosong dan berwarna gelap. Hal ini tentu saja akan menurunkan tingkat harga dari minyak akar wangi karena kualitasnya yang jelek. Dengan demikian pembeli dapat mengatur harga karena kualitas minyak akar wangi yang dihasilkan dinilai tidak sesuai dengan keinginan konsumen. Namun disamping penentuan harga oleh pihak konsumen, kemampuan negosiasi pihak perusahaan pun sangat menentukan harga minyak akar wangi yang akan dijual. Kemampuan negosiasi penjual didukung dengan argumen yang kuat akan menurunkan daya tawar konsumen. Sejauh ini, UKM PWN sudah menentukan harga dasar atau standar harga untuk minyak yang meraka jual. Untuk minyak akar wangi kualitas regular harganya sekitar Rp 1,100,000 – Rp 1,200,000, sedangkan untuk kualitas premium
49
harganya berkisar Rp 1,600,000– Rp 1,700,000. Dengan demikian UKM ini dapat tetap mendapatkan keuntungan yang diharapkan.
5.4
PERUMUSAN PELUANG DAN ANCAMAN
Hasil analisis dari lingkungan eksternal perusahaan, dapat dirumuskan faktor peluang dan ancaman perusahaan tersebut. Manfaat dari adanya rumusan peluang dan ancaman ini, diharapkan perusahaan dapat memanfaatkan peluang yang tersedia untuk menghadapi ancaman yang timbul. Hasil rumusan peluang dan ancaman UKM PWN dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Hasil rumusan peluang dan ancaman UKM PWN Faktor Eksternal Peluang Ancaman Lingkungan Jauh Politik Adanya DAI sebagai fasilitator Kebijakan pemerintah dan bagi para UKM Lingkungan Hidup terhadap penggunaan bahan bakar Adanya dukungan pemerintah Ekonomi
Sosial Budaya
Kebutuhan dunia minyak akar wangi
Indonesia memiliki brand Java Vetiver Oil
terhadap
Teknologi Lingkungan Industri Ancaman pendatang baru
produk
Kekuatan tawar menawar pemasok
Ancaman substitusi
Harga minyak akar wangi yang cenderung fluktuatif
Pertukaran atau kurs mata uang
Adanya isu lingkungan akibat penyulingan akar wangi
Teknologi negara pesaing lebih canggih
Harga minyak akar wangi ditentukan oleh kualitasnya Persaingan bahan baku di dalam negeri
Adanya kebijakan pemerintah daerah yang menetapkan luas areal penanaman akar wangi dan lokasi penyulingan minyak Belum ada produk substitusi minyak akar wangi Sudah terjalin kesepakatan antara pemasok (petani) dengan penyuling
Kekuatan tawar menawar pembeli Tingkat persaingan dalam industri
5.5
PERUMUSAN STRATEGI PEMASARAN
Perumusan strategi bertujuan untuk membantu pengambil keputusan dalam memilih strategi terbaik yang dapat diterapkan oleh pihak pengusaha (UKM). Pada perumusan strategi ini terdapat tiga tahap, yaitu tahap pengumpulan data atau tahap masukan, tahap analisis data atau tahap pencocokan, dan terakhir tahap pengambilan keputusan. Pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan data primer maupun sekunder. Data primer diperoleh langsung dari wawancara dengan pihak terkait,
50
observasi langsung ke lapangan, dan pengisian kuesioner oleh tiga orang pakar yaitu satu pakar dari Asosiasi Dewan Atsiri Indonesia dan dua pakar lainnya berasal dari kalangan pengusaha minyak akar wangi yaitu direktur utamanya dan kepala bagian pemasarannya. Untuk data sekunder sendiri diperoleh dari pembukuan perusahaan, sumber pustaka seperti buku, internet, majalah, dan dari lembaga-lembaga pemerintahan seperti dari Departemen Perindustrian, Perdagangan, BPEN, BPS, dan dari Dewan Atsiri Indonesia. Tahapan selanjutnya setelah dilakukan pengumpulan data yaitu dilakukan analisis terhadap lingkungan internal dan eksternal perusahaan yang kemudian dirumuskan menjadi faktor kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman perusahaan. Berdasarkan informasi tersebut, selanjutnya lingkungan internal dan eksternal dievaluasi dengan menggunakan matriks IFE dan matriks EFE yang kemudian dilanjutkan dengan tahap pencocokan menggunakan matriks IE dan SWOT. Matriks IE merupakan tahap pencocokan secara kuantitatif dan digunakan untuk mengetahui posisi perusahaan serta strategi yang sebaiknya digunakan oleh perusahaan, sedangkan matriks SWOT merupakan tahap pencocokan secara kualitatif dan digunakan untuk merumuskan alterntif strategi pemasaran yang dapat digunakan oleh perusahaan. Prioritas alternatif strategi yang terpilih akan di analisis dengan menggunakan matriks perencanaan strategis kuantitatif atau QSPM.
5.5.1 Analisis Matriks IFE Matriks IFE atau matrik evaluasi faktor internal merupakan langkah terakhir dalam melaksanakan audit manajemen strategis internal perusahaan. Alat perumusan strategi ini meringkas dan mengevaluasi kekuatan dan kelemahan utama dalam area-area fungsional bisnis, dan juga menjadi landasan untuk mengidentifikasi serta mengevaluasi hubungan di antara area tersbut (David, 2009). Pemberian bobot dan rating pada matriks IFE dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Penilaian tersebut dilakukan oleh tiga orang responden yang ahli dalam bidang atsiri khususnya akar wangi, serta kepada responden yang paham mengenai kondisi perusahaannya dan memiliki jabatan yang penting dalam perusahaannya. Hasil penilaian bobot dan peringkat faktor strategis internal dapat dilihat pada Lampiran 6. Tabel 13 di bawah ini merupakan hasil analisis matriks IFE menghasilkan total skor sebesar 2.200. Total skor IFE mengindikasikan bahwa kemampuan UKM Pulus Wangi Nusantara dalam merespon lingkungan internalnya masih dibawah rata-rata. Menurut David (2009), skor bobot total di bawah 2.5 mencirikan organisasi yang lemah secara internal, sedangkan skor yang secara signifikan berada di atas 2.5 mengindikasikan posisi internal yang kuat. Adapun kekuatan utama dari UKM PWN adalah telah mampu melaksanakan ekspor secara langsung, yang artinya UKM tersebut sudah bisa memenuhi persyaratan ekspor (secara administratif) dengan skor tertinggi yaitu sebesar 0.436. Hal ini menjadi kekuatan utama karena di Garut sendiri masih sangat sedikit, bahkan bisa dihitung banyaknya UKM yang sudah pernah melakukan ekspor secara langsung. Selain itu untuk bisa mewujudkan visi perusahaan untuk bisa bersaing di pasar internasional adalah kemampuan UKM dalam melakukan ekspor secara langsung yang didukung oleh persyaratan-persyaratan administratif yang tentunya masih sedikit dimiliki oleh UKM lain yang berada di Indonesia terutama di Garut. Kelemahan utama dari UKM PWN yaitu kontinuitas produksi yaitu produksi belum bisa berjalan secara kontinu yang disebabkan oleh beberapa faktor dengan skor terkecil yaitu 0.132. Hal ini menjadi kelemahan utama perusahaan karena untuk bisa menjalin kerjasama jangka panjang dengan pembeli, salahsatu persyaratannya yaitu produksi minyak akar wangi yang dihasilkan harus kontinu, terutama jika UKM telah melakukan kerjasama dengan pihak importir dari negara luar. Inilah yang menjadi salahsatu kendala terbesar UKM PWN dalam melakukan kegiatan ekspornya secara langsung, yaitu ketidaksanggupan UKM dalam memenuhi permintaan importir untuk bisa memasok minyak akar
51
wangi secara kontinu, sehingga pada akhirnya UKM ini terpaksa untuk menjual ke eksportir-eksportir Indonesia bahkan jika produksi minyak akar wanginya sedikit terpaksa dijual ke pengumpul di Garut sehingga laba yang diperoleh pun tidak terlalu memuaskan. Hasil pengolahan matriks IFE dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Hasil pengolahan matriks IFE UKM PWN No
Faktor Internal
Bobot
Rating
Skor
0.109
4.000
0.436
0.097
3.667
0.356
0.085
3.000
0.255
0.083
3.333
0.277
0.132
1.000
0.132
0.109
2.000
0.218
0.132
1.333
0.176
0.104
1.667
0.173
0.148
1.333
0.197
Kekuatan 1
UKM PWN telah memenuhi persyaratan ekspor (secara administratif)
2
Diversifikasi produk
3
Fasilitas laboratorium
4
Memiliki lahan perkebunan sendiri Kelemahan
1
Kontinuitas produksi
2
Struktur organisasi tradisonal, SDM, dan skill pekerja belum cukup terlatih
3
Modal atau finansial
4
Teknologi yang digunakan
5
Informasi akses pasar Total
1.000
2.200
5.5.2 Analisis Matriks EFE Menurut David (2009), matriks evaluasi faktor eksternal memungkinkan para penyusun strategi untuk meringkas dan mengevaluasi informasi ekonomi, sosial, budaya, demografis, lingkungan, politik, pemerintahan, hukum, teknologi, dan kompetitif. Matriks EFE diperoleh dari hasil penilaian responden mengenai sejauh mana faktor-faktor strategis eksternal memberikan pengaruh terhadap perusahaan. Sama halnya seperti pada matriks IFE, pada matriks EFE pun menggunakan kuesioner. Pengisian kuesioner dilakukan oleh tiga orang responden yang sama pada matriks IFE. Hasil penilaian bobot dan peringkat faktor strategis eksternal dapat dilihat pada Lampiran 7. Berdasarkan Tabel 14 di bawah ini, analisis matriks EFE menghasilkan total skor sebesar 2.589. Total skor EFE tersebut mengindikasikan bahwa kemampuan UKM PWN dalam merespon lingkungan eksternalnya diatas rata-rata, sehingga bisnis penyulingan ini dapat dikatakan cukup berhasil, mampu menarik keuntungan dari peluang eksternal dan menghindari ancaman yang menghadang perusahaan. Peluang utama dalam perusahaan ini yaitu minyak akar wangi Indonesia yang sudah dikenal dengan brand Java Vetiver Oil dengan skor tertinggi yaitu sebesar 0.389. Hal ini menjadi peluang utama, karena di pasaran internasional minyak akar wangi Indonesia terkenal dengan keunggulannya yaitu memiliki kadar vetiverol ±50%. Ancaman utama yaitu kecanggihan teknologi negara pesaing dengan skor terkecil yaitu sebesar 0.119. Hal ini menjadi ancaman utama karena dengan canggihnya teknologi negara pesaing, maka akan menghasilkan minyak akar wangi dengan kualitas yang bagus, selain itu walaupun di Negara pesaing lahan perkebunannya masih sangat tebatas, akan tetapi jika teknologi yang digunakan sudah modern dan dalam proses produksinya itu
52
menggunakan teknologi penyulingan yang benar, maka proses penyulingan minyak akar wangi menjadi lebih efektif dan efisien dan rendemen yang dihasilkan pun menjadi optimal. Minyak akar wangi dengan kualitas yang bagus tentu saja akan menjadi incaran negara konsumen minyak akar wangi, dan tentu saja ini akan sangat mengancam jumlah permintaan minyak akar wangi Indonesia dan harga minyak akar wangi Indonesia. Tabel 14. Hasil pengolahan matriks EFE UKM PWN No
Faktor Eksternal
Bobot
Rating
Skor
0.109
2.333
0.254
0.106
3.667
0.389
0.070
2.000
0.140
0.083
2.667
0.221
0.086
3.667
0.315
0.097
3.667
0.356
0.089
1.333
0.119
0.100
2.000
0.200
0.076
2.667
0.203
0.111
2.000
0.222
0.073 1.000
2.333
0.170 2.589
Peluang 1
Kebutuhan dunia terhadap minyak akar wangi
2
Indonesia memiliki brand Java Vetiver Oil
3
Belum ada produk substitusi minyak akar wangi
4
Adanya Dewan Atsiri Indonesia (DAI) sebagai fasilitator bagi para UKM
5
Adanya dukungan pemerintah Ancaman
1
Kebijakan
pemerintah
dan
Lingkungan
Hidup
terhadap penggunaan bahan bakar 2
Teknologi negara pesaing lebih canggih
3
Persaingan bahan baku di dalam negeri
4
Adanya isu lingkungan akibat penyulingan akar wangi
5
Harga minyak akar wangi yang cenderung fluktuatif
6
Pertukaran atau kurs mata uang Total
5.5.3 Analisis Matriks IE Analisis matriks I-E digunakan untuk mengetahui posisi UKM PWN saat ini. Analisis ini dilakukan dengan menggunakan alat bantu berupa kuesioner penentuan bobot dan peringkat oleh para pakar yang dapat dilihat pada Lampiran 8. Matriks I-E didasarkan pada total skor yang diperoleh dari matriks IFE dan EFE. Nilai matriks IFE sebesar 2.200 sedangkan nilai matriks EFE sebesar 2.589. Melalui total skor dalam matriks IFE dan EFE, maka dapat digambarkan posisi UKM PWN dalam matriks I-E seperti pada Gambar 15.
53
TOTAL FAKTOR INTERNAL (IFE)
4.0 Kuat (3.0-4.0) T O T A L F A K T O R
3.0 Sedang (2.0-2.99)
2.0 Lemah (1.0-1.99)
I
II
III
IV
V
VI
Tinggi (3.0-4.0)
Sedang (2.0-2.99) (2.200 : 2.589)
E K S T E R N A L
VII
VIII
IX
Rendah (1.0-1.99)
Gambar 15. Posisi UKM PWN dalam matriks IE Berdasarkan pada matriks I-E, UKM PWN berada pada posisi sel V yaitu pada tahap menjaga dan mempertahankan (hold and maintain). Posisi ini akan menentukan strategi pemasaran yang dapat diterapkan oleh perusahaan. Menurut David (2009), strategi yang sebaiknya diterapkan pada posisi ini adalah strategi penetrasi pasar dan pengembangan produk. Strategi penetrasi pasar yaitu suatu strategi yang mengusahakan peningkatan pangsa pasar untuk produk dan jasa yang ada di pasar saat ini melalui upaya-upaya pemasaran yang lebih besar, sedangkan strategi pengembangan produk adalah sebuah strategi yang mengupayakan peningkatan penjualan dengan cara memperbaiki atau memodifikasi produk atau jasa yang ada saat ini. Pengembanagn produk biasanya membutuhkan pengeluaran yang besar untuk penelitian dan pengembangan. Menurut Pearce dan Robinson (2008), strategi pengembangan produk seringkali digunakan untuk memperpanjang siklus hidup dari produk yang ada saat ini maupun untuk memanfaatkan reputasi atau merek yang menguntungkan. Hal ini sesuai dengan kondisi perusahaan saat ini, yang mana perusahaan sedang mengupayakan pengembangan dan diversifikasi produk, seperti adanya berbagai minyak yang dibuat dengan kualitas yang berbeda-beda, adanya pengembangan produk kerajinan tangan, pengaplikasian akar wangi ke dalam produk pangan (kopi akar wangi), dan berencana untuk membuat produk olahan dari minyak akar wangi seperti kosmetik, sabun, dan lain-lain. Strategi pengembangan produk juga perlu dilakukan dalam rangka meningkatkan kualitas produk. Penerapan strategi penetrasi pasar penting untuk dilakukan mengingat masih tingginya permintaan dunia terhadap minyak akar wangi yang belum bisa dipenuhi oleh negara produsen
54
minyak akar wangi. Hal ini karena pemain utama dalam bisnis ini di dunia memang masih sangat terbatas. Saat ini hanya beberapa negara saja yang menjadi produsen utama, yaitu Haiti, Indonesia, China, India, Brazil, dan Jepang (Lavania, 2003), sehingga peluang pasar masih sangat besar dan sangat perlu dilakukan peningkatan produksi untuk memenuhi permintaan dunia sehingga bisa memperluas pangsa pasar.
5.5.4 Analisis Matriks SWOT Menurut David (2009) analisis SWOT adalah sebuah alat pencocokan yang penting yang membantu para manajer mengembangkan empat jenis strategi, yaitu strategi SO (kekuatan-peluang), strategi WO (kelemahan-peluang), strategi ST (kekuatan-ancaman) dan strategi WT (kelemahanancaman). Analisis SWOT merumuskan alternatif-alternatif strategi pemasaran yang bisa digunakan oleh UKM PWN dalam melakukan pemasarannya berdasarkan kondisi perusahaan saat ini yang digambarkan pada matriks I-E. Alternatif strategi pemasaran yang dihasilkan melalui analisis SWOT disusun dengan menggunakan kombinasi antara faktor-faktor strategis internal dan eskternal yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman. Hasil analisis SWOT UKM PWN dapat dilihat pada Lampiran 9. Berdasarkan analisis matriks SWOT, dirumuskan beberapa alternatif strategi pemasaran, yaitu sebagai berikut: 1.
Strategi SO Strategi SO adalah suatu cara yang digunakan untuk memanfaatkan kekuatan internal perusahaan untuk menarik keuntungan dari peluang eksternal (David, 2009). Berdasarkan analisis matriks SWOT pada UKM PWN, dihasilkan tiga alternatif strategi SO yaitu: 1) Meningkatkan kapasitas produksi untuk memenuhi permintaan pasar, 2) Melakukan strategi ekspor langsung dengan memanfaatkan bantuan pemerintah maupun DAI, dan 3) Melakukan pengembangan dan diversifikasi produk dalam rangka perluasan pasar Meningkatkan kapasitas produksi untuk memenuhi permintaan pasar sangat penting untuk dilakukan. Hal ini karena melihat peluang pasar yang masih sangat terbuka untuk berkembangnya bisnis penyulingan minyak akar wangi, selain itu permintaan dunia terhadap minyak akar wangi sebesar ± 250- 300 ton/tahun yang belum bisa dipenuhi oleh pebisnis minyak akar wangi. Indonesia sendiri dalam empat tahun terakhir produksi minyak akar wanginya hanya berkisar 30-35 ton/tahun (DAI 2007-2010). Oleh karena itu perlu adanya peningkatan dan optimalisasi produksi guna memenuhi permintaan dunia. Untuk bisa masuk dan berkompetisi di Pasar internasional, maka salahsatu strategi yang harus dilakukan yaitu direct exporting (ekspor secara langsung). Disamping kekuatan terbesar yang sudah dimiliki UKM PWN yaitu sudah terpenuhinya persyaratan dalam melakukan ekspor (secara administratif), perusahaan pun harus peka terhadap kekuatan dan peluang yang dimiliki yang bisa menunjang pemasaran ekspornya, misalnya saja dengan memanfaatkan berbagai bantuan baik itu dari DAI, maupun dari pemerintah. Bantuan dari DAI yang bisa dimanfaatkan yaitu mengenai informasi akses pasar dan teknologi yang bisa diterapkan dalam proses produksi minyak sehingga menghasilkan kualitas bagus yang bisa memenuhi standar internasional. Bantuan dari pemerintah sendiri seperti bantuan dalam bentuk penyuluhan, bantuan modal, ataupun peralatan untuk menunjang kegiatan operasional produksi. Dengan mendayagunakan seluruh kekuatan dengan optimal, maka peluang pun akan mudah diraih. Alternatif yang ketiga dari strategi SO adalah melakukan pengembangan dan diversifikasi produk dalam rangka perluasan pasar. Hal ini penting untuk dilakukan mengingat tidak semua negara memiliki kebutuhan yang sama terhadap produk minyak akar wangi. Beberapa negara lebih tertarik
55
membeli produk minyak akar wangi kualitas regular, namun beberapa negara lainnya lebih memilih minyak akar wangi dengan kualitas premium. Sejauh ini permintaan pembeli lebih cenderung untuk membeli minyak akar wangi dengan kualitas regular, walaupun sebenarnya kualitas premium lebih bagus, hal ini berkaitan dengan pertimbangan harga yang ditawarkan. Selain itu diversifikasi produk penting untuk dilakukan mengingat harga minyak akar wangi yang cenderung fluktuatif. Dengan adanya diversifikasi produk akar wangi, maka dapat meminimalisir kemungkinan kerugian akibat ketidakstabilan harga minyak akar wangi. 2.
Strategi WO Strategi WO bertujuan untuk memperbaiki kelemahan internal dengan cara mengambil keuntungan dari peluang eksternal. Menurut Rangkuti (2008), pada kondisi ini perusahaan menghadapi peluang pasar yang sangat besar, tetapi di lain pihak perusahaan menghadapi beberapa kelemahan internal. Fokus strategi perusahaan ini adalah meminimalkan masalah-masalah internal perusahaan sehingga dapat merebut peluang pasar yang lebih baik. Berdasarkan analisis matriks SWOT pada UKM PWN, dihasilkan tiga alternatif strategi WO yaitu : 1) Meningkatkan kontinuitas produksi dengan menjalin kerjasama dengan penyuplai bahan bakar, memanfaatkan bantuan DAI dan bantuan pemerintah, 2) Peningkatan kualitas dengan cara melatih para pekerja dan perbaikan teknologi, dan 3) Memperbaiki sistem manajemen dan sistem informasi, terutama informasi pemasaran (akses pasar). Alternatif yang pertama yaitu meningkatkan kontinuitas produksi dengan menjalin kerjasama dengan penyuplai bahan bakar, memanfaatkan bantuan DAI dan bantuan pemerintah. Hal ini penting untuk dilakukan mengingat untuk menjalin suatu kerjasama yang kontinu dengan negara pengimpor atau dengan pelanggan, maka salah satu persyaratan utama yang diminta oleh pelanggan adalah kontinuitas produksi. Dengan memanfaatkan bantuan pemerintah dan DAI sebaik mungkin, UKM PWN berpeluang untuk meningkatkan kontinuitas produksinya. Sejauh ini kontinuitas produksi UKM PWN terkendala pada bahan baku dan bahan bakar. Bahan baku akar wangi selama ini diperoleh dari perkebunan sendiri dan dari petani-petani baik itu petani di daerah Samarang, maupun di luar daerah Samarang. Banyaknya IKM penyulingan akar wangi di daerah Garut, mengakibatkan para pelaku IKM tersebut berlomba-lomba untuk memperoleh bahan baku akar wangi dalam jumlah banyak, agar minyak yang dihasilkan relatif banyak dan bisa memenuhi permintaan pembeli. Sejauh ini UKM PWN sudah menjalin kerjasama dengan para petani akar wangi di Samarang dengan di tiga daerah penghasil akar wangi lainnya yaitu Cilawu, Leles, dan Bayongbong. Hal ini dilakukan untuk memperlancar pasokan bahan baku untuk pembuatan minyak akar wangi. Hal lain yang bisa dilakukan oleh UKM PWN yaitu dengan meminta bantuan pemerintah, terutama pemerintah daerah setempat untuk bisa mempertimbangkan kebijakan mengenai penetapan luas penanaman akar wangi, yaitu untuk meningkatkan areal penanaman perkebunan akar wangi. Hal ini mengingat masih sedikitnya market share Indonesia dalam memenuhi permintaan minyak akar wangi dunia yang salah satu penyebabnya adalah keterbatasan bahan baku untuk produksi. Selain keterbatasan bahan baku, hal lain yang menghambat kontinuitas produksi yaitu adanya kebijakan pemerintah terhadap penggunaan bahan bakar. Hal ini bisa diatasi dengan membuka jaringan dan menjalin kerjasama dengan para peyuplai bahan bakar dengan memanfaatkan bantuan DAI untuk kelancaran pasokan bahan bakarnya. Peningkatan kualitas dengan cara melatih para pekerja dan perbaikan teknologi sangat penting untuk dilakukan. Hal ini mengingat bahwa SDM UKM PWN masih belum cukup terlatih dalam melakukan proses produksi minyak akar wangi. Selain itu perlu juga dilakukan pelatihan terhadap pihak manajemen agar bisa mengambil keputusan scara bijak dan bisa mengambil langkah-langkah yang harus diambil oleh perusahaan secara cepat dan tepat. Pelatihan SDM ini bisa dilakukan dengan
56
meminta bantuan dari pihak pemerintah seperti Departemen Pertanian, Departemen Perkebunan, dan Departemen Perindustrian Perdagangan, juga bisa memanfaatkan bantuan dari DAI, dengan meminta diskusi dengan pakar-pakar minyak akar wangi yang ada di DAI. Dengan demikian, kemampuan para pekerja operasional maupun para manajer di perusahaan bisa lebih meningkat dan lebih berkualitas. Selain pelatihan SDM, perbaikan teknologi sangat penting untuk dilakukan, hal ini karena teknologi yang digunakan di UKM PWN masih bersifat semi tradisional sehingga rendemen dan kualitas minyak yang dihasilkan masih belum optimal. Hal ini tentunya akan sangat mempengaruhi terhadap permintaan negara importir. Negara importir sangat mementingkan kualitas minyak akar wangi yang dihasilkan dan kekontinuitasan prduksi minyak akar wangi. Jika UKM PWN ingin mendapatkan pelanggan yang tetap dan loyal, maka peningkatan kontinuitas produksi dan peningkatan kualitas sangat penting untuk diperhatikan. Untuk bisa melakukan hal tersebut tentu harus didukung oleh teknologi yang menunjang proses produksinya. Untuk bisa bersaing di pasaran internasional, maka salah satu hal yang penting untuk diperhatikan yaitu penguasaan terhadap informasi akses pasar. Selama ini UKM PWN hanya mendapatkan informasi dari pihak DAI (itu pun masih terbatas) dan dari media internet. Ketertutupan eksportir terhadap para UKM, terutama mengenai informasi harga, membuat pihak UKM tidak memiliki posisi tawar yang kuat dalam menentukan harga. Oleh karena itu strategi yang bisa dilakukan untuk meminimalisir hal seperti ini yaitu dengan memperbaiki sistem manajemen dan sistem informasi, terutama informasi pemasaran (akses pasar). Untuk bisa mengetahui perkembangan pasar internasional, UKM PWN harus berani melakukan ekspor langsung dan menjalin kerjasama dengan importir, selain itu perlu dilakukan studi banding terhadap negara-negara produsen minyak akar wangi dunia. Hal ini dapat dilakukan dengan jalan aktif mengikuti kegiatan pameran, baik nasional maupun internasional, memiliki kemampuan negosiasi yang baik dengan para anggota DAI dan pemerintah. Dalam pelaksanaannya tidak cukup sulit, hal ini dikarenakan Direktur Utama, H. Ede Kadarusman merupakan salahsatu anggota DAI (Ketua Asosiasi Minyak Atsiri Jawa Barat) yang sudah mengetahui seluk beluk dan prosedur yang harus dilakukan untuk bisa memperluas jaringan dan memperluas informasi akses pasarnya. 3.
Strategi ST Strategi ST menggunakan kekuatan sebuah perusahaan untuk menghindari atau mengurangi dampak ancaman eksternal (David, 2009). Menurut Rangkuti (2008) pada posisi ini perusahaan masih memiliki kekuatan dari segi internal. Strategi yang harus diterapkan adalah menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang dengan cara strategi diversifikasi (produk/pasar). Berdasarkan analisis matriks SWOT pada UKM PWN, dihasilkan strategi ST yaitu dengan melakukan diversifikasi dan pengembangan produk akar wangi beserta pengolahan limbahnya. Agar tetap bisa bersaing di pasar domestik maupun pasar internasional, suatu perusahaan harus memiliki inovasi ataupun pembeda dari perusahaan lain, terutama dari produk yang ditawarkan. Oleh karena itu, strategi diversifikasi produk merupakan salah satu strategi yang tepat yang bisa diterapkan oleh perusahaan pada posisi ini. Hal ini mengingat kekuatan yang dimiliki perusahaan yaitu adanya lahan perkebunan sendiri untuk pasokan bahan baku, adanya fasilitas berupa laboratorium yang dapat digunakan untuk penelitian dan pengembangan, serta adanya diversifikasi produk yang pernah dilakukan sebelumnya oleh pihak perusahaan. Pengembangan produk harus terus dilakukan untuk mengatasi ancaman eksternal yang mungkin datang. Selain itu, limbah yang dihasilkan dari hasil penyulingan minyak akar wangi dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan kompos, dan
57
kerajinan tangan, atau mungkin dengan penelitian lebih lanjut bisa dimanfaatkan lagi menjadi sesuatu yang lebih memiliki nilai tambah. 4.
Strategi WT Strategi WT merupakan taktik defensif yang diarahkan untuk mengurangi kelemahan internal serta menghindari ancaman eksternal (David, 2009). Pada posisi ini perusahaan menghadapi berbagai ancaman dan kelemahan internal. Berdasarkan analisis matriks SWOT pada UKM PWN, dihasilkan dua alternatif strategi WT, yaitu: 1) Adanya pelatihan manajemen organisasi dan teknis operasional produksi yang rutin, dan 2) Membuka jaringan, kerjasama dan mencari tahu sebanyak banyaknya mengenai informasi akses pasar. Pada posisi ini perusahaan menghadapi posisi yang sulit, yaitu berada pada posisi yang lemah dan menghadapi ancaman dari luar. Hal yang bisa dilakukan adalah dengan melakukan pelatihan manajemen organisasi dan teknis operasional produksi secara rutin. Pada situasi ini pihak manajemen harus bisa mengambil langkah yang cepat dan tepat untuk keberlanjutan usahanya. Hal yang bisa dilakukan yaitu dengan meningkatkan kualitas SDM dengan melakukan pelatihan dan penyuluhan secara sederhana yang sebelumnya sudah pernah dilakukan. Pelatihan terhadap SDM tersebut harus tetap dipertahankan, karena dengan latihan dan penyuluhan secara rutin walaupun kondisi perusahaan dalam keadaan yang sulit, maka para pekerja akan mulai terbiasa dan mengaplikasikan apa yang telah mereka dapatkan selama penyuluhan dan pelatihan guna mendapatkan kualitas minyak akar wangi yang bagus. Membuka jaringan, kerjasama dan mencari tahu sebanyak-banyaknya mengenai informasi akses pasar merupakan salah satu strategi yang dapat diterapkan pada posisi ini. Perusahaan dapat menjaga hubungan yang sudah terbentuk dengan para pelanggannya dan memanfaatkan hubungannya dengan para eksportir untuk mencari tahu sebanyak-banyaknya mengenai informasi tentang pasar minyak akar wangi dunia. Pencarian akses pasar juga bisa dilakukan dengan memanfaatkan media internet, kemudian mendaftarkan beberapa pasar-pasar potensial yang dapat dimasuki dalam penjualan minyak akar wangi. Hal ini akan memudahkan pihak manajemen dalam memilih pasar yang potensial serta mengetahui kondisi pasar sekarang ini.
5.5.5 Analisis Matriks QSPM Matriks perencanaan strategis kuantitatif merupakan tahap ketiga yang menyusun analitis perumusan strategi. Teknik ini secara objektif menunjukkan strategi mana yang terbaik. Dalam pembuatannya QSPM menggunakan analisis input dari tahap satu dan dan hasil pencocokan dari analisis tahap dua untuk secara objektif menentukan strategi yang hendak dijalankan di antara stratgistrategi alternatif (David, 2009). Menurut David (2006), secara konsep, QSPM menentukan daya tarik relatif dari berbagai strategi berdasarkan seberapa jauh faktor keberhasilan kunci internal dan eksternal dimanfaatkan atau diperbaiki. Daya tarik relatif dari masing-masing strategi dalam satu set alternatif dihitung dengan menentukan pengaruh kumulatif dari masing-masing faktor keberhasilan kunci internal dan eksternal. Perhitungan QSPM dilakukan dengan mengalikan rata-rata bobot dari masing-masing identifikasi lingkungan internal dan eksternal dengan nilai daya tarik (AS) maka diperoleh nilai total daya tarik (TAS). Proses pemilihan prioritas strategi dilakukan dengan cara diskusi dengan pihak-pihak perusahaan yang memiliki otoritas dan kemampuan dalam memilih strategi bagi perusahaan. Matriks QSPM akan menentukan kemenarikan relatif (relative attractiveness) dari tindakan-tindakan strategi alternatif yang dilakukan. Strategi alternatif dipilih dan diklasifikasikan dari hasil pencocokan oleh matriks SWOT, dan pada akhirnya terpilihlah empat alternatif strategi, yaitu strategi penetrasi pasar,
58
strategi pengembangan produk, strategi ekspor langsung, dan strategi pengembangan sumberdaya manusia. Penilaian penentuan alternatif strategi dengan QSPM dapat dilihat pada Lampiran 10. Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan matriks QSPM (mengalikan bobot dari masing-masing faktor dengan nilai daya tarik), maka dihasilkan total nilai daya tarik (total attractiveness score). Alternatif strategi yang dipilih yaitu strategi penetrasi pasar dengan nilai Total Attractiveness Score (TAS) terbesar yaitu 7.009, strategi kedua yaitu strategi pengembangan produk dengan skor 4.886, strategi ketiga yaitu strategi ekspor langsung dengan skor 4.831, dan strategi terakhir yaitu strategi pengembangan sumber daya manusia dengan skor 2.964. Prioritas strategi yang disarankan yaitu berdasarkan urutan pertama dengan nilai TAS terbesar sampai dengan urutan terakhir dengan nilai TAS terendah. Hasil analisis QSPM menghasilkan urutan prioritas strategi sebagai berikut: 1.
Strategi Penetrasi Pasar Strategi penterasi pasar disini mencakup: meningkatkan kapasitas produksi untuk memenuhi permintaan pasar, meningkatkan kontinuitas produksi dengan menjalin kerjasama dengan penyuplai bahan bakar, memanfaatkan bantuan DAI dan bantuan pemerintah, membuka jaringan, kerjasama dan mencari tahu sebanyak banyaknya mengenai informasi akses pasar, melakukan pengembangan dan diversifikasi produk dalam rangka perluasan pasar, memperbaiki sistem manajemen dan sistem informasi, terutama informasi pemasaran (akses pasar). Jika dibandingkan dengan teori, hasil pemilihan prioritas strategi terbaik ini sesuai dengan apa yang dijelaskan oleh David (2009) dalam bukunya yang berjudul manajemen strategis yang menyatakan bahwa strategi yang biasa digunakan dalam kondisi perusahan “menjaga dan mempertahankan” yaitu strategi penetrasi pasar. Dilihat dari segi kekuatan dan peluang yang dimiliki, UKM PWN memiliki kemampuan untuk bisa melakukan strategi penetrasi pasar, mengingat sampai saat ini produk minyak akar wangi dari UKM PWN menurut hasil wawancara dengan bagian direksi pemasaran (Pak Ahmad), baru diekspor ke negaranegara seperti Swiss, Jerman, Perancis, Amerika Serikat. Jepang, China dan India. Jadi masih banyak negara-negara luar lainnya yang pasarnya belum dimasuki oleh UKM PWN, walaupun ekspornya itu kebanyakan masih melalui distributor atau eksportir-eksportir besar, akan tetapi produk minyak akar wangi PWN ini sudah sudah cukup dikenal di pasar internasional dan memiliki brand Golden Java Vetiver Oil. Minyak akar wangi UKM PWN ini sudah diuji coba oleh Laboraturium Peridustrian dan mendapat sertifikat dari Balai Benih Departemen Pertanian Jawa Barat dengan hasil sangat baik, dan dapat menjadi minyak akar wangi kualitas ekspor. Sertifikat mutu minyak akar wangi UKM PWN dapat dilihat pada Lampiran 11. Perluasan pasar di tingkat domestik juga dapat dilakukan dengan menjalin kerjasama dan membina hubungan baik dengan para eksportir-eksportir besar. Melalui wadah DAI, dan forumforum yang biasa diagendakan oleh DAI sebagai ajang perkumpulan para pengusaha minyak akar wangi, kelompok tani, dan para eksportir bisa dimanfaatkan oleh pihak PWN untuk memasarkan produk minyak akar wanginya dan bernegosiasi dengan para eksportir. Selain itu dengan kedekatan dan kerjasama yang terjalin kuat antara UKM PWN dan para eksportir, pihak UKM PWN bisa berdiskusi dan berbagi info terutama mengenai informasi pemasaran dengan para eksportir mengenai perkembangan bisnis minyak akar wangi yang terjadi di pasaran internasional. 2.
Strategi Pengembangan Produk Strategi pengembangan produk disini mencakup: melakukan diversifikasi dan pengembangan produk akar wangi, dan peningkatan kualitas produk dengan cara melatih para pekerja dan perbaikan teknologi. Strategi ini penting dan cocok untuk dilakukan pada kondisi perusahaan “menjaga dan
59
mempertahankan”. Sebagaimana sudah dijelaskan pada analisis lingkungan internal diatas, UKM PWN ini memiliki kelebihan diantara UKM-UKM lain yang berada di Garut, yaitu adanya program diversifikasi atau pengembangan produk. Selama ini UKM PWN sudah pernah melakukan diversifikasi minyak akar wanginya dengan kualitas yang berbeda, pengembangan akar wangi menjadi kerajinan tangan (banyak sekali permintaan dari negara Jerman dan Saudi Arabia), serta mengaplikasikan produk akar wangi ke dalam produk pangan seperti kopi akar wangi. Hal yang harus dilakukan pada kondisi seperti ini yaitu mempertahankan strategi diversifikasi dan terus mengembangkan produk akar wangi dan minyak akar wangi dengan cara menjalin kerjasama dengan para pihak akademisi dan Litbang. Selain itu pihak UKM juga bisa memanfaatkan bantuan pemerintah maupun DAI untuk mengadakan pelatihan secara khusus dan rutin bagi para pekerja tentang bagaimana cara melakukan penanaman dan penyulingan minyak akar wangi yang seharusnya. Selama ini pemerintah daerah maupun pusat sudah membantu UKM PWN baik dalam hal penyuluhan, pemberian lahan, maupun pemberian peralatan. Teknologi dengan sistem boiler sudah diberikan pemerintah kepada UKM PWN, akan tetapi pihak UKM belum menggunakannya sehingga minyak yang dihasilkan belum mencapai kualitas yang optimal, padahal kualitas sangat penting terutama dalam menunjang harga minyak akar wangi yang akan dipasarkan di pasaran internasional. Jadi sebenarnya tidak terlalu sulit untuk perusahaan ini dalam melakukan peningkatan kualitas dan strategi pengembangan produknya, karena sudah didukung dengan berbagai fasilitas dari pemerintah. 3.
Strategi Ekspor Langsung Strategi ekspor langsung ini merupakan alternatif strategi ke tiga yang disarankan, mengingat UKM PWN memiliki beberapa kekuatan dan peluang yang dapat menunjang strategi ini. Permintaan dunia yang besar terhadap minyak akar wangi, brand minyak akar wangi Indonesia yang sudah cukup dikenal, adanya dukungan pemerintah, dan dukungan DAI, merupakan peluang-peluang yang bisa dimanfaatkan oleh pihak UKM dalam melakukan ekspor secara langsung. Selain itu, dengan kekuatan yang dimiliki UKM yaitu adanya lahan perkebunan sendiri untuk memenuhi pasokan bahan bakunya, adanya fasilitas laboratorium, dan telah terpenuhinya persyaratan ekspor secara administratif, membuat UKM PWN memiliki keunggulan dibanding dengan UKM lain yang berada di Garut dan mampu bersaing dengan para eksportir Indonesia. Pengalaman UKM PWN yang pernah melakukan ekspor secara langsung ke negara India pada tahun 2009 merupakan salah satu nilai tambah bagi UKM, sehingga untuk melakukan ekspor secara langsung sudah memiliki bayangan apa saja yang harus dilakukan dan dipersiapkan. Disamping memiliki beberapa kekuatan dan peluang yang dimiliki, UKM PWN memiliki kendala terbesar dalam melakukan ekspor secara langsung ini. Kendala tersebut yaitu belum stabilnya kualitas minyak akar wangi yang dihasilkan dan belum kontinunya produksi minyak akar wangi UKM PWN. Untuk dapat melakukan ekspor secara langsung, maka kualitas minyak akar wangi yang dihasilkan harus sudah memenuhi standar internasional yang sudah ditetapkan, dan jumlah minyak yang diekspor harus sesuai dengan standar. Jadi jika minyak yang diekspor jumlahnya belum memenuhi atau belum sesuai dengan yang diinginkan negara pengimpor dalam batas minimal, maka perusahaan tidak dapat melakukan ekspor dan perusahaan terpaksa menjual minyaknya kepada eksportir yang ada di Indonesa. Para eksportir mampu melakukan ekspor langusng karena mereka mengumpulkan minyak dari berbagai pengusaha penyulingan minyak akar wangi sehingga jumlah minyak yang mereka peroleh cukup banyak. Kendala ini terjadi karena UKM PWN masih menggunakan teknologi penyulingan yang bersifat tradisional, sehingga rendemen dan kualitas yang dihasilkan belum optimal. Ongkos kirim dan biaya pengapalan minyak akar wangi juga menjadi salah satu kendala dalam melakukan ekspor secara langsung disamping keterbatasan bahan baku yang
60
masih menjadi kendala dalam melakukan ekspor, hal ini berkaitan dengan kontinuitas produksi. Oleh karena itu, strategi ini menuntut perusahaan untuk siap baik itu dari segi teknologi yang digunakan, SDM nya, maupun informasi-informasi akses pasar yang perlu diketahui perusahaan dalam mengahadapi para pesaing terutama eksportir-eksportir besar di Indonesia. 4.
Strategi Pengembangan SDM Strategi pengembangan SDM dilakukan dengan melaksanakan pelatihan manajemen organisasi dan teknis operasional produksi yang rutin baik untuk pihak manajemen maupun pekerja teknisnya. Strategi ini merupakan strategi terakhir yang disarankan untuk UKM PWN. Strategi ini dilakukan ketika posisi UKM benar-benar dalam keadaan yang sulit (memiliki kelemahan internal dan ancaman dari luar) yang sudah tidak bisa melakukan apa-apa lagi. Sebagaimana diketahui bahwa UKM PWN ini berada pada posisi sedang (menjaga dan mempertahankan). Pengembangan dan peningkatan kualitas SDM ini dilakukan mengingat para pekerja di UKM PWN masih cenderung mengikuti adat-istiadat dan aturan yang turun temurun mengenai budidaya dan produksi minyak akar wangi, sehingga ketika ada SOP, para pekerja enggan untuk menerapkan SOP tersebut. Selama ini sudah sering dilakukan pelatihan dan penyuluhan, namun hasilnya tetap sama, para petani dan penyuling akar wangi sulit untuk menerapkan Good Agricultural Practice (GAP), Good Manfacturing Practice (GMP), dan Standart Operational Procedure (SOP) yang ditetapkan, sehingga minyak akar wangi yang dihasilkan kualitasnya masih sangat jauh di bawah Haiti.
61