79
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1
Kebijakan AMDAL
Kebijakan AMDAL selama ini diatur dalam peraturan pemerintah yakni: PP No. 29 tahun 1986, PP No. 51 tahun 1993, PP No. 27 tahun 1999 tentang AMDAL, serta dalam peraturan menteri yakni: Permen LH No. 08 tahun 2006 tentang pedoman penyusunan AMDAL dan Permen LH No. 11 tahun 2006 tentang jenis kegiatan yang wajib AMDAL. Kebijakan AMDAL diatur pula dalam bentuk keputusan menteri ESDM No. 1457 tahun 2000 tentang pedoman teknis pengelolaan lingkungan di bidang pertambangan dan energi. Selanjutnya dalam bentuk keputusan kepala Bapedal No. 299 tahun 1996 tentang kajian aspek sosial ekonomi dalam penyusunan AMDAL, keputusan kepala Bapedal No. 08 tahun 2000 tentang keterlibatan masyarakat dan keterbukaan informasi dalam proses AMDAL. Kebijakan-kebijakan tersebut dimaksudkan sebagai upaya preventif yang berkekuatan hukum dalam mencegah terjadinya kerusakan fungsi lingkungan hidup. Kebijakan-kebijakan tersebut baik dalam bentuk peraturan pemerintah, keputusan menteri serta keputusan kepala Bapedal, diharapkan manpu menjamin keberlanjutan pembangunan dengan tetap menjaga fungsi-fungsi lingkungan dengan baik melalui upaya pencegahan dampak terhadap lingkungan serta penegakan hukum. Dengan demikian sasaran pengelolaan lingkungan dapat terwujud yakni terpenuhinya devisa negara, lingkungan hidup lestari dan kesejahteraan masyarakat meningkat. 5.1.1
Peraturan Pemerintah tentang AMDAL
Kebijakan pengelolaan lingkungan pada suatu usaha dan atau kegiatan baik oleh perseorangan maupun badan hukum diatur dalam peraturan pemerintah. Untuk kebijakan AMDAL, telah dilakukan penerapan kebijakan pengelolaan lingkungan dengan menerbitkan peraturan pemerintah No. 29 tahun 1986, kemudian direvisi menjadi PP No. 51 tahun 1993 dan terakhir PP No. 27 tahun 1999 tentang analisis mengenai dampak lingkungan.
80
Tabel 6 Review kebijakan AMDAL dengan substansi penentuan dampak penting PP No. 29 tahun 1986 Dampak penting adalah perubahan yang sangat mendasar yang diakibatkan oleh suatu kegiatan
PP No. 51 tahun 1993 Dampak penting adalah perubahan yang sangat mendasar yang diakibatkan oleh suatu kegiatan
PP No. 27 tahun 1999 Dampak besar dan penting adalah perubahan lingkungan hidup yang sangat mendasar yang diakibatkan oleh suatu dan atau kegiatan
Kategori dampak dalam PP No. 29 tahun 1986 dan PP No. 51 tahun 1993 tidak disebutkan adanya dampak besar tetapi hanya mengkategorikan dampak penting. Hal ini berbeda dengan kategori dampak dalam PP No. 27 tahun 1999 disebutkan bahwa dampak dari rencana suatu usaha dan atau kegiatan dikategorikan menjadi dua yakni dampak besar dan penting. Namun sesungguhnya kategori dampak besar tersebut merupakan satu kesatuan dalam kategori dampak besar dan penting dari suatu rencana usaha dan atau kegiatan. Dalam PP No. 27 tahun 1999 dampak besar dan penting adalah perubahan lingkungan hidup yang sangat mendasar yang diakibatkan oleh suatu usaha dan atau kegiatan. Selanjutnya bahwa kriteria dampak besar dan penting suatu usaha dan atau kegiatan terhadap lingkungan hidup yakni: a) jumlah manusia yang terkena dampak, b) luas wilayah penyebaran dampak, c) intensitas dan lamanya dampak berlangsung, d) banyaknya komponen lingkungan lainnya yang terkena dampak, e) sifat kumulatif dampak dan f) berbalik (reversible) atau tidak berbaliknya (irreversible) dampak. Pembagian ketagori penentuan dampak berdasarkan dampak besar dan dampak penting menjadi salah satu kelemahan PP No. 27 tahun 1999 dalam kaitannya dengan penentuan dampak penting dari suatu kegiatan usaha migas. Besaran dampak yang dikategorikan dapat menimbulkan dampak dari sisi besaran dampak adalah untuk kegiatan eksploitasi minyak di darat > 5000 BOPD (barrel oil per day), untuk eksploitasi gas > 30 MMSCFD (million million stock crude feet per day). Sebagaimana yang ditetapkan dalam Kepmen No. 11 tahun 2006 tentang kegiatan yang wajib AMDAL bahwa penentuan besaran minimal tersebut menjadi dasar penentapan suatu kegiatan usaha migas wajib AMDAL atau tidak. Sehingga peluang terjadinya dampak terhadap lingkungan, sangat memungkinkan
81
dengan tidak diwajibkan studi AMDAL bagi suatu kegiatan usaha yang tingkat produksinya di bawah ketentuan yang telah ditetapkan. Seharusnya, penentuan dampak penting dan wajib tidaknya suatu kegiatan usaha untuk melakukan studi AMDAL tidaklah didasarkan pada besaran produksinya, tetapi semua kegiatan usaha migas yang memungkinkan menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan, diwajibkan melakukan studi AMDAL. Hal ini sangat mendasar, mengingat kegiatan usaha migas merupakan kegiatan yang memiliki resiko tinggi terhadap lingkungan, baik dari sisi ekologi, ekonomi maupun sosial. Usaha dan atau kegiatan yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup meliputi: a) pengubahan bentuk lahan dan bentang alam, b) eksploitasi sumberdaya alam baik yang terbaharui maupun yang tak terbaharui, c) proses dan kegiatan yang secara potensial dapat menimbulkan pemborosan, pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup, serta kemorosotan sumberdaya alam dalam pemanfaatannya, d) proses dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan alam, lingkungan buatan, serta lingkungan sosial budaya, e) proses dan kegiatan yang hasilnya akan dapat mempengaruhi pelestarian kawasan konservasi sumberdaya dan atau perlindungan cagar budaya, f) introduksi jenis tumbuh-tumbuhan, jenis hewan dan jasad renik, g) pembuatan dan penggunaan bahan hayati dan non-hayati, h) penerapan teknologi yang diperkirakan mempunyai potensi besar untuk mempengaruhi lingkungan hidup, i) kegiatan yang mempunyai resiko tinggi dan atau mempengaruhi pertahanan negara (pasal 3 ayat 2 PP No. 27 tahun 1999 tentang AMDAL) hal ini bertentangan dengan Kepmen LH No. 11 tahun 2006 tentang kegiatan wajib AMDAL yang mana kategori kegiatan yang wajib menyusun AMDAL berdasarkan volume produksi. Tabel 7 Review kebijakan AMDAL dengan substansi kerangka acuan PP No. 29 tahun 1986 PP No. 51 tahun 1993 PP No. 27 tahun 1999 - Kerangka acuan bagi - Keputusan atas - Kerangka acuan bagi pembuatan analisis pembuatan analisis penilaian kerangka dampak lingkungan dampak lingkungan acuan diberikan oleh ditetapkan oleh komisi ditetapkan oleh komisi instansi yang dan disampaikan dan disampaikan bertanggung jawab kepada pemrakarsa kepada pemrakarsa dalam jangka waktu selambat-lambatnya 12 selambat-lambatnya selambat-lambatnya hari sejak diterimanya 12 hari sejak 75 hari sejak tanggal pengajuan tersebut diterimanya pengajuan diterimanya pengajuan
82
Aturan tentang penyusunan kerangka acuan disebutkan dalam PP No. 29 tahun 1986 dan PP No. 51 tahun 1993 bahwa apabila pemrakarsa berpendapat bahwa rencana kegiatannya akan menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan hidup, maka pemrakarsa bersama instansi yang bertanggung jawab langsung menyusun kerangka acuan bagi pembuatan analisis dampak lingkungan tanpa membuat penyajian informasi lingkungam terlebih dahulu, dimana kerangka acuan bagi pembuatan analisis dampak lingkungan ditetapkan oleh komisi dan disampaikan kepada pemrakarsa selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari sejak diterimanya pengajuan kerangka acuan tersebut. Sementara dalam PP No. 27 tahun 1999 disebutkan bahwa suatu rencana usaha dan atau kegiatan yang akan menimbulkan dampak diwajibkan menyusun kerangka acuan, namun apabila rencana usaha dan atau kegiatan tersebut diperkirakan tidak menimbulkan dampak besar dan penting, maka diharuskan menyusun UKL dan UPL. Keputusan atas penilaian kerangka acuan juga diatur dalam PP No. 27 tahun 1999 sebagaiman termaktub dalam pasal 16 ayat 2, keputusan atas penilaian kerangka acuan sebagaimana dimaksud pada jangka waktu selambat-lambatnya 75 (tujuh puluh lima) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya kerangka acuan. Hal ini menjelaskan bahwa kerangka acuan disetujui oleh instansi yang bertanggung jawab dalam jangka waktu selambat-lambatnya 75 (tujuh puluh lima) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya kerangka acuan tersebut. Perubahan waktu atas keputusan penilaian kerangka acuan dari 12 (dua belas) hari menjadi 75 (tujuh puluh lima) hari kerja menjadi sangat penting mengingat kebutuhan waktu yang lama dapat menghambat jalannya investasi, begitu pula waktu yang sangat singkat, akan memberikan penilaian yang tidak maksimal, sehingga dengan demikian waktu persetujuan kerangka acuan didasarkan pada kebutuhan waktu.
83
Tabel 8. Review kebijakan AMDAL dengan substansi ANDAL PP No. 29 tahun 1986 - Telaahan secara cermat dan mendalam tentang dampak penting suatu kegiatan yang direncanakan - Keputusan atas andal diberikan oleh instansi yang bertanggung jawab selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya pengajuan analisis dampak lingkungan - Apabila keputusan atas andal berupa penolakan berhubung kurang sempurnanya, maka keputusan perbaikan andal diberikan oleh instansi yang bertanggung jawab selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya pengajuan kembali perbaikan analisis dampak lingkungan tersebut
PP No. 51 tahun 1993 - Keputusan atas andal diberikan oleh instansi yang bertanggung jawab selambat-lambatnya 45 (empat puluh lima) hari sejak diterimanya pengajuan analisis dampak lingkungan - Apabila keputusan atas andal berupa penolakan berhubung kurang sempurnanya, maka keputusan perbaikan ANDAL diberikan oleh instansi yang bertanggung jawab selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya pengajuan kembali perbaikan analisis dampak lingkungan tersebut
PP No. 27 tahun 1999 - Telaahan secara cermat dan mendalam tentang dampak besar dan penting suatu rencana usaha dan atau kegiatan - Keputusan atas ANDAL diberikan oleh instansi yang bertanggung jawab dalam jangka waktu selambat-lambatnya 75 (tujuh puluh lima) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya dokumen ANDAL, RKL, RPL - Apabila instansi yang bertangungjawab tidak menerbitkan keputusan dalam jangka waktu tersebut maka rencana usaha dan atau kegiatan yang dimaksud dianggap layak lingkungan
Keputusan atas ANDAL diberikan oleh instansi yang bertanggung jawab selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya pengajuan analisis dampak lingkungan tersebut. Apabila keputusan atas ANDAL berupa penolakan berhubung kurang sempurnanya, maka keputusan perbaikan ANDAL diberikan oleh instansi yang bertanggung jawab selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya pengajuan kembali perbaikan analisis dampak lingkungan tersebut. Dalam PP No. 27 tahun 1999 dibutuhkan waktu sebanyak 75 hari kerja sebagaimana termaktub dalam pasal 20 ayat 1, instansi yang bertanggung jawab menerbitkan keputusan kelayakan lingkungan hidup suatu usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2), dalam jangka waktu selambatlambatnya 75 (tujuh puluh lima) jari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya
84
dokumen analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup dan rencana pemantauan lingkungan hidup. Namun demikian, waktu yang dibutuhkan tersebut (75 hari) tidak berdasar, sehingga perlu direvisi mengingat lamanya proses persetujuan AMDAL tersebut dapat menghambat iklim investasi dalam kegiatan usaha migas. Dari sisi efisiensi, hal ini akan sangat berdampak terhadap rencana implementasi kegiatan yang akan dilakukan. Penekan sesungguhnya bukanlah pada lamanya waktu prosedur persetujuan AMDAL, namun lebih ditekankan pada tingkat kebutuhan usaha dengan prinsip-prinsip kelestarian ekologi dan pertumbuhan ekonomi. Dalam proses persetujuan dapat diterapkan prosedur yang mudah, cepat dan bertanggungjawab dengan demikian semangat investasi dapat tetap terjaga dalam upaya pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan. Tabel 9 Review kebijakan AMDAL dengan substansi RKL PP No. 29 tahun 1986 - Keputusan persetujuan atas rencana pengelolaan lingkungan diberikan oleh instansi yang bertanggungjawab kepada pemrakarsa selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya rencana pengelolaan lingkungan tersebut
PP No. 51 tahun 1993 PP No. 27 tahun 1999 - Keputusan persetujuan - Keputusan persetujuan atas rencana atas rencana pengelolaan pengelolaan lingkungan diberikan lingkungan diberikan oleh instansi yang oleh instansi yang bertanggung jawab bertanggungjawab kepada pemrakarsa kepada pemrakarsa selambat-lambatnya 75 selambat-lambatnya (tujuh puluh lima) hari 45 (empat puluh lima) kerja terhitung sejak hari sejak diterimanya tanggal diterimanya rencana pengelolaan rencana pengelolaan lingkungan tersebut lingkungan tersebut
Prosedur persetujuan dokumen RKL dan RPL dalam PP No. 27 tahun 1999 dilakukan bersamaan dengan pengajuan dokumen ANDAL dengan waktu yang dibutuhkan 75 (tujuh puluh lima) hari kerja terhitung sejak diajukannya dokumen tersebut. Sementara dalam PP No. 51 tahun 1993, prosedur persetujuan dokumen RKL dan RPL dilakukan terpisah dengan pengajuan dokumen ANDAL. Waktu yang dibutuhkan dalam proses persetujuan dokumen RKL dan RPL yakni 45 (empat puluh lima) hari kerja.
85
Tabel 10 Review kebijakan AMDAL dengan substansi RPL -
PP No. 29 tahun 1986 Keputusan persetujuan atas rencana pemantauan lingkungan diberikan oleh instansi yang bertanggungjawab kepada pemrakarsa selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya rencana pemantauan lingkungan tersebut
-
PP No. 51 tahun 1993 PP No. 27 tahun 1999 - Keputusan Keputusan persetujuan atas persetujuan atas rencana pemantauan rencana pemantauan lingkungan diberikan lingkungan diberikan oleh instansi yang oleh instansi yang bertanggungjawab bertanggung jawab kepada pemrakarsa kepada pemrakarsa selambat-lambatnya selambat-lambatnya 45 (empat puluh 75 (tujuh puluh lima) lima) hari sejak hari kerja terhitung diterimanya rencana sejak tanggal pemantauan diterimanya rencana lingkungan tersebut pemantauan tersebut
Seperti pada Tabel 10 tampak perubahan waktu keputusan persetujuan RPL yang semakin lama yakni dari 30 hari kerja (PP No. 29 tahun 1986), 40 hari kerja (PP No. 51 tahun 1993) dan menjadi 75 hari kerja (PP No. 27 tahun 1999). Perubahan waktu persetujuan RPL tersebut tidak memiliki dasar penetapan waktu yang jelas. Seharusnya waktu penyusunan tidak ditetapkan sama untuk semua kegiatan, harus mempertimbangkan lokasi kegiatan yang sulit dijangkau, perlu pengkajian yang mendalam berdasarkan ekosistem masing-masing kegiatan, pertimbangan efisiensi waktu, yang dapat menghambat kegiatan karena kegiatan usaha migas sangat dinamis, akhirnya dapat berakibat timbulnya pelanggaranpelanggaran, sebelum AMDAL disetujui kegiatan telah dimulai karena mengejar produksi dan juga dapat menghambat investasi (investasi tidak kondusif). Faktor lain yang juga penting dalam review kebijakan peraturan pemerintah dalam kaitannya penerapan AMDAL yang efektif dan efisien adalah tentang kedudukan komisi penilai atau komisi pusat AMDAL. Perubahan besar yang terdapat dalam PP No. 27 tahun 1999 adalah disatukannya komisi penilai pusat dan berkedudukan di kementerian negara lingkungan hidup. Apabila penilaian tersebut tidak layak lingkungan maka instansi yang berwenang boleh menolak permohonan ijin yang diajukan oleh pemrakarsa. Kedudukan komisi ini menjadi sangat penting, khususnya dalam kaitannya dalam mencegah kerusakan lingkungan pada kegiatan usaha migas. Kedudukan komisi penilai AMDAL pusat saat ini berkedudukan di kementerian negara lingkungan hidup yang merupakan
86
instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan. Kondisi ini kemudian menjadi sangat penting untuk direview mengingat kegiatan usaha migas yang bersifat sangat teknis dengan aspek profesionalitas yang tinggi. Kegiatan usaha migas menggunakan teknologi tinggi dalam operasinya, sehingga dampak lingkungan yang ditimbulkan, sangat memungkinkan dari kesalahan teknis operasional. Berdasarkan hal itu, maka dibutuhkan komisi penilai antara lain, ahli dalam bidang perminyakan dan geologi, ahli proses untuk kilang, ahli kimia, sehingga dapat memprediksi dan mengetahui kemungkinan-kemungkinan dampak besar dan penting yang ditimbulkan dalam kegiatan. Tabel 11 Review kebijakan AMDAL dengan substansi komisi penilai PP No. 29 tahun 1986 PP No. 51 tahun 1993 - Komisi AMDAL pusat - Komisi AMDAL pusat dibentuk oleh menteri dibentuk oleh menteri atau pimpinan lembaga atau pimpinan lembaga pemerintah pemerintah nondepartemen nondepartemen sektoral dan sektoral dan berkedudukan di berkedudukan di departemen atau departemen atau LPND, dengan status LPND, dengan status keanggotaan tetap dan keanggotaan tetap dan anggota tidak tetap anggota tidak tetap - Komisi AMDAL - Komisi AMDAL daerah dibentuk oleh daerah dibentuk oleh Gubernur dan Gubernur dan berkedudukan di berkedudukan di Bapedalda propinsi Bapedalda propinsi dengan status dengan status keanggotaan tetap dan keanggotaan tetap dan tidak tetap tidak tetap
PP No. 27 tahun 1999 - Komisi penilai AMDAL pusat dibentuk oleh menteri dan berkedudukan di instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan - Komisi penilai AMDAL daerah dibentuk oleh Gubernur dan berkedudukan di instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan di tingkat I (Bapedalda propinsi)
Komisi pusat AMDAL dalam PP No. 27 tahun 1999 disebut komisi penilai pusat yang dibentuk oleh kementerian negara lingkungan hidup dan berkedudukan di Bapedal pusat dengan keanggotaan lebih representatif yang bertugas menilai hasil AMDAL. Keberadaan komisi pusat AMDAL di bawah kewenangan kementerian lingkungan hidup tersebut dianggap kurang tepat, mengingat AMDAL pada kegiatan usaha migas sangat terkait dengan potensi dampak yang muncul dari penerapan teknologi-teknologi yang digunakan. Untuk itu, keahlian minyak dan gas dalam penilaian dokumen AMDAL menjadi sangat penting,
87
terkait dengan metode eksplorasi, eksploitasi, pengolahan, pengangkutan dan tata niaga. Metode-metode yang dikembangkan sangat spesifik dan membutuhkan ahli-ahli di bidangnya. Dengan demikian, usulan pengembalian komisi pusat AMDAL pada departemen teknis/sektor menjadi sangat penting. Tabel 12 Review kebijakan AMDAL dengan substansi pembiayaan PP No. 29 tahun 1986 PP No. 51 tahun 1993 PP No. 27 tahun 1999 - Biaya penyusunan dan - Biaya untuk membuat - Biaya penyusunan KA-ANDAL,ANDAL, kerangka acuan, penilaian kerangka RKL, RPL dibebankan analisis dampak acuan, analisis dampak kepada pemrakarsa lingkungan hidup, lingkungan, rencana atau penanggung jawab rencana pengelolaan pengelolaan kegiatan lingkungan dan lingkungan hidup dan - Untuk biaya tertentu rencana pemantauan rencana pemantauan lingkungan lingkungan hidup dibebankan kepada dibebankan kepada dibebankan kepada menteri yang ditugasi pemrakarsa atau pemrakarsa mengelola lingkungan penanggung jawab - Biaya pembinaan hidup dan atau menteri kegiatan atau pimpinan lembaga teknis dan pengawasan pemerintah dibebankan pada nondepartemen yang anggaran instansi yang membidangi kegiatan bertanggung jawab yang bersangkutan dan atau gubernur kepala daerah tingkat I
Faktor pembiayaan juga menjadi penting untuk diperhatikan, mengingat kualitas dokumen yang dihasilkan akan sangat dipengaruhi oleh besaran biaya studi yang dialokasikan. Pembiayaan yang proporsional dan jelas akan memberikan hasil yang baik. Biaya akan sangat penting bagi terlaksananya kegiatan sebagaimana tujuan yang akan dicapai. Pembiayaan studi yang sesuai dengan kegiatan akan menjamin pelaksanaan kegiatan yang baik. Untuk faktor pembiayaan menjadi hal yang positif apabila dimanfaatkan sesuai dengan proporsinya. Demikian pula sebaliknya, pembiayaan studi yang minim dan tidak proporsional akan menyulitkan dalam pelaksanaan studi yang sesuai dengan tujuan. Pembiayaan tentu terkait dengan keahlian dari penyusun dan biaya dapat menunjukkan/mencerminkan kedalaman studi dan analisis yang digunakan oleh penyusun. Namun, hal ini sulit diukur karena sangat bervariasi.
88
5.1.2
Peraturan Menteri, Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup dan Keputusan Menteri ESDM
Peraturan menteri dan keputusan menteri negara lingkungan hidup yang terkait dalam pelaksanaan AMDAL di Indonesia antara lain Permen LH No. 08 tahun 2006 tentang pedoman penyusunan analisis mengenai dampak lingkungan dan Kepmen LH No. 11 tahun 2006 tentang jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan AMDAL. Peratuan menteri negara lingkungan hidup No. 08 tahun 2006 tentang pedoman penyusunan analisis mengenai dampak lingkungan merupakan penjabaran kebijakan AMDAL yakni PP No. 27 tahun 1999 pasal 14 ayat (2) dan pasal 17 ayat (2). Dalam Permen LH No. 08 tahun 2006 tersebut terdapat beberapa hal yang perlu direview antara lain; pelingkupan, metode studi, penyusun, serta biaya dan waktu studi. Pelingkupan
merupakan proses awal untuk
menentukan lingkup
permasalahan dan mengidentifikasi dampak penting (hipotesis) yang terkait dengan rencana usaha dan atau kegiatan. Pelingkupan meliputi dampak penting hipotetik, lingkup wilayah studi ANDAL didasarkan pada beberapa pertimbangan: batas proyek, batas ekologis, batas sosial dan batas administratif, batas waktu kajian, kedalaman studi ANDAL mencakup metode yang digunakan, jumlah sampel yang diukur, dan tenaga ahli yang dibutuhkan sesuai dengan sumberdaya yang tersedia (dana dan waktu). Proses pelingkupan dampak penting terdiri atas; identifikasi dampak potensial dan evaluasi dampak potensial. Hal ini sangat rancu karena bila dampak potensial hanya sebagai dampak tunggal yang memperkirakan potensi dampak, sedangkan isu pokok merupakan dampak yang terintegrasi dari dampak yang komprehensif dan interaksi dampak kumulatif dari keseluruhan dampak, jadi bukan hanya dampak tunggal, sangat penting didalam AMDAL adalah isu pokok (main issue). Hal ini merupakan kelemahan dari Kepdal No. 08 tahun 2006 untuk menentukan dampak, pada skoping (pelingkupan) di KAANDAL terdiri atas: skoping sosial, skoping ekologis, skoping perencanaan dan kebijaksanaan (Beanlands dan Dunker, 1983). Metode studi terdiri atas: metode pengumpulan data, metode analisa data, metode prakiraan dampak dan metode evaluasi dampak. Metode disebutkan
89
merupakan metode yang baku dan sesuai dengan komponen lingkungan yang dianggap akan terkena dampak (fisik, kimia, biologi, sosial, ekonomi dan budaya). Dengan kejelasan metode yang digunakan akan memudahkan pemrakarsa dan penyusun AMDAL dalam menyusun dokumen AMDAL yang berkualitas dan sesuai dengan kondisi di lapangan. Peraturan ini semestinya menjadi pedoman dan panduan bagi pemrakarsa dan penyusun AMDAL dalam menyusun dokumen AMDAL yang efisien dan efektif. Penyusun terdiri atas kualifikasi ketua dan anggota tim. Ketua tim penyusun studi disebutkan harus bersertifikat AMDAL penyusun dan sesuai ketentuan yang berlaku, sedang anggota tim harus memiliki keahlian yang sesuai dengan lingkup studi yang dilakukan. Biaya studi diprosentasekan berdasarkan jenis-jenis biaya yang dibutuhkan dalam rangka penyusunan studi AMDAL termasuk biaya untuk pelaksanaan konsultasi masyarakat. Sedang waktu studi merupakan jangka waktu pelaksanaan studi ANDAL sejak tahap persiapan hingga penyerahan laporan ke instansi yang bertanggung jawab. Keputusan menteri negara lingkungan hidup No. 11 tahun 2006 tentang jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan analisis mengenai dampak lingkungan hidup merupakan penjabaran dari PP No. 27 tahun 1999 pasal 3 ayat (2) dan ketidakpastian kemampuan teknologi yang tersedia untuk menanggulangi dampak penting negatif yang akan timbul. Namun dalam penetapan jenis kegiatan khususnya pada sumberdaya minyak dan gas bumi dengan menggunakan indikator jumlah produksi. Hal ini sangat tidak realiable mengingat potensi dampak yang dapat terjadi tidak hanya pada skala usaha dengan produksi yang tinggi, tapi juga pada setiap kegiatan usaha yang dilakukan akan berpotensi menghasilkan dampak penting. Dampak tidak hanya dilihat dari sisi kuantitas atau besaran dampak tetapi juga dari sisi berbahayanya dampak tersebut terhadap lingkungan hidup dan manusia. Penentuan dampak terhadap lingkungan didasarkan pada perubahan indikator-indikator kualitas lingkungan. Untuk mengetahui suatu perubahan aspek lingkungan dari suatu kegiatan tidak berarti cukup menggunakan satu indikator (Suratmo, 2002).
90
Review kebijakan AMDAL migas dilakukan terhadap keputusan menteri energi dan sumberdaya mineral No. 1457 tahun 2000 tentang pedoman teknis pengelolaan lingkungan di bidang pertambangan dan energi. Ada dua poin penting yang perlu diperhatikan yakni isu pokok dan metode prakiraan dampak. Isu pokok harus telah tercantum di dalam kerangka acuan. Sedang metode prakiraan dampak besar dan penting disebut menggunakan metode formal (matematik, statistik) dan non formal (analog dan professional judgement), serta metode evaluasi dampak. Penentuan dampak besar dan penting menjadi sangat krusial, mengingat potensial dampak yang dapat terjadi pada suatu kegiatan usaha. Untuk itu, selain kriteria dan identifikasi bentuk-bentuk kegiatan yang dapat menimbulkan dampak besar dan penting, hal lain yang juga sangat menentukan adalah pengambil keputusan penentuan dampak besar dan penting dari suatu rencana kegiatan. Selama ini, sebagaimana diacu dalam PP No. 27 tahun 1999 pasal 5 ayat (2) bahwa pedoman mengenai penentuan dampak besar dan penting ditetapkan oleh kepala instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan. Pedoman penentuan dampak besar dan penting pada kegiatan usaha migas ditetapkan oleh menteri ESDM. Selanjutnya dinyatakan bahwa untuk menetapkan suatu dampak diperlukan tiga tahapan yakni: a) tahapan pertama yakni melakukan identifikasi dampak yang terjadi pada komponen lingkungan, b) tahap kedua yakni pengukuran atau perhitungan dampak yang akan terjadi pada komponen lingkungan, dan c) tahapan ketiga yakni penggabungan beberapa komponen lingkungan yang sangat berkaitan, kemudian dianalisis dan digunakan untuk menetapkan refleksi dari dampak komponen-komponen sebagai indikator menjadi gambaran perubahan lingkungan atau dampak lingkungan, d) menetapkan parameter atau indikator dari komponen lingkungan yang akan diukur (Sumarwoto, 2005). Mengingat pentingnya penentuan dampak besar dan penting, sehingga indikator penentuan dampak pada kegiatan usaha migas didasarkan pada aspek teknologi, aspek produksi, aspek sosial budaya serta aspek ekonomi sumberdaya alam dan lingkungan. Selain itu, penentuan dampak tersebut sebaiknya dilakukan oleh lembaga independen yang terdiri atas unsur-unsur lembaga/instansi teknis, kementerian lingkungan hidup, pemerhati lingkungan/LSM, praktisi lingkungan,
91
pakar/perguruan tinggi dan masyarakat dimana lokasi rencana kegiatan akan dilakukan. 5.1.3
Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan
Peraturan dalam bentuk keputusan kepala badan pengendalian dampak lingkungan merupakan penjabaran dari peraturan keputusan menteri lingkungan hidup. Ada beberapa keputusan kepala Bapedal yang mendukung pelaksanan AMDAL agar terlaksana dengan baik dan sesuai peraturan pemerintah yang telah ditetapkan. Keputusan kepala Bapedal yang direview antara lain keputusan kepala badan pengendalian dampak lingkungan No. 229 tahun 1996 tentang pedoman teknis kajian aspek sosial dalam penyusunan analisis mengenai dampak lingkungan dan kepala badan pengendalian dampak lingkungan No. 08 tahun 2000 tentang keterlibatan masyarakat dan keterbukaan informasi dalam proses analisis mengenai dampak lingkungan hidup. a. Penggunaan kata aspek sosial dalam peraturan ini diusulkan menjadi kata aspek sosial ekonomi. b. Pada lampiran I bagian C ruang lingkup pada poin 1 dinyatakan bahwa komponen sosial yang ditelaah meliputi: demografi, ekonomi dan budaya. Komponen yang direview yakni: ekonomi, demografi dan budaya yang merupakanbukan bagian dari komponan sosial namun merupakan komponen yang berdiri sendiri. c. Pada lampiran III bagian A poin 1.5 untuk indikator ekonomi yang nilai moneternya tidak bisa dianalisis dengan akurat, diperlukan value judgement dari penyusun AMDAL. Caranya antara lain dengan menggunakan analogi terhadap fenomena-fenomena dampak penting yang timbul menurut dokumen AMDAL sejenis. Pernyataan mengenai diperlukan value judgement dari penyusun AMDAL akan terlaksana dengan baik jika penyusun AMDAL merupakan ahli ekonomi sumberdaya alam dan lingkungan karena dengan hanya menggunakan metode analogi tidak akan cukup untuk memberikan nilai ekonomi yang akurat pada suatu sumberdaya alam dan lingkungan hidup.
92
d. Pada lampiran III bagian A poin 2.b metode informal antara lain: 1) penilaian pakar (professional judgement), 2) komparatif antar budaya (cross cultural), 3) teknik analogi dan 4) metode delphi. Penjabaran metode informal menjadi 4 teknik salah satunya penilaian akan bersifat objektif dan tingkat terjadinya bias terhadap penilaian akan lebih tinggi. e. Keputusan Kepala Bapedal No. 229 tahun 1996 sebaiknya dijadikan pedoman wajib dalam menilai komponen sosial ekonomi dalam menyusun dokumen KA-ANDAL, ANDAL, RKL dan RPL pada kegiatan usaha migas karena berdasarkan hasil review kualitas dokumen AMDAL migas tidak satupun penyusun yang melaksanakan metode analisis data ekonomi dengan pendekatan pemberian nilai moneter (lampiran III bagian A poin 1.5) dinyatakan bahwa data ekonomi sedapat mungkin diberi nilai moneter (valuation) karena sebagian besar indikator-indikator ekonomi dapat dikuantifikasi. Pendekatan memberikan nilai moneter pada sumberdaya alam sering diistilahkan dengan pendekatan valuasi ekonomi atau lebih dikenal total economic valuation. Metode ini merupakan salah satu metode ekonomi sumberdaya yang dapat memberikan nilai moneter pada sumberdaya baik tidak bernilai pasar maupun yang bernilai pasar. Selain itu, dengan menggunakan metode TEV akan diperoleh informasi nilai estimasi moneter suatu lingkungan/lahan yang akan dialih fungsikan misal dari hutan menjadi daerah kegiatan usaha migas serta dengan mengetahui nilai moneter suatu lingkungan akan dapat dijadikan salah satu acuan dalam menentukan nilai ganti rugi terhadap lahan yang terpakai oleh kegiatan migas. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. 08 tahun 2000 tentang keterlibatan masyarakat dan keterbukaan informasi dalam proses analisis mengenai dampak lingkungan hidup, serta mekanisme keterlibatan masyarakat dan keterbukaan informasi dalam PP No. 27 tahun 1999 disebutkan secara jelas jangka waktu pelaksanaannya yakni 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diumumkannya rencana usaha dan atau kegiatan tersebut, serta merupakan bagian tersendiri. Dalam penjelasannya tentang keterbukaan informasi dan peran masyarakat yakni setiap usaha dan atau kegiatan wajib mengumumkan terlebih
93
dahulu kepada masyarakat sebelum pemrakarsa menyusun analisis mengenai dampak lingkungan hidup. Pengumuman dilakukan oleh instansi yang bertanggungjawab dan pemrakarsa dan tatacara pengumuman serta tatacara penyampaian saran, pendapat dan tanggapan ditetapkan oleh kepala instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan dasar penentuan 30 hari kerja tidak jelas, masyarakat hanya memberi tanggapan, selanjutnya tidak terlibat lagi sampai pasca operasi. Berdasarkan uraian dari hasil review kebijakan diperoleh sembilan komponen mendasar yang merupakan perbedaan mendasar dan kelemahan dari peraturan pemerintah No. 29 tahun 1986, PP No. 51 tahun 1993 dan PP No. 27 tahun 1999 tentang AMDAL, peraturan menteri negara LH No. 08 tahun 2006 tentang pedoman penyusunan AMDAL, dan Permen LH No. 11 tahun 2006 tentang jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi AMDAL, keputusan menteri ESDM No. 1457 tahun 2000 tentang pedoman teknis pengelolaan lingkungan di bidang pertambangan dan energi, keputusan kepala badan pengendalian dampak lingkungan No. 229 tahun 1996 tentang pedoman teknis kajian aspek sosial dalam penyusunan AMDAL dan keputusan kepala badan pengendalian dampak lingkungan No. 08 tahun 2000 tentang keterlibatan masyarakat dan keterbukaan informasi dalam proses AMDAL. Tabel 13 Kelemahan-kelemahan kebijakan AMDAL migas Substansi 1.Penentuan dampak penting
2. Efisiensi penyusunan AMDAL
-
-
Kelemahan-kelemahan Penentuan dampak tidak hanya didasarkan pada dampak penting tetapi juga pada dampak besar, penyusunan AMDAL berdasarkan volume produksi bukan dampak penting dari suatu kegiatan migas. PP No. 29 tahun 1986 dan PP No. 51 tahun 1993 dikategorikan dampak penting, sedangkan PP No. 27 tahun 1999 dikategorikan dampak besar dan penting PP No. 27 tahun 1999 waktu penyusunan relatif lama yakni 75 hari KA dan 75 hari ANDAL, RKL dan RPL, pada PP No. 29 tahun 1986 dan PP No. 51 tahun 1993 waktu penyusunan lebih singkat. Waktu yang dibutuhkan dalam pelaksanaan penyusunan AMDAL, mulai dari pengajuan hingga persetujuan AMDAL relatif 1-3 tahun. Biaya penyusunan AMDAL dibebankan kepada pemrakarsa tapi biaya lain dibebankan pada kementerian lingkungan hidup, departemen teknis/sektoral atau gubernur
94
Lanjutan Tabel 13 3. Komisi AMDAL pusat
-
4. Metode pelingkupan
-
5. Metode studi
-
6. Aspek sosial ekonomi
-
7. Keterlibatan masyarakat
-
8. Analisis valuasi ekonomi lingkungan
-
9. Emergency/ Keadaan Darurat
-
Komisi AMDAL dalam PP No. 27 tahun 1999 berada dibawah kewenangan kementerian lingkungan hidup Komisi AMDAL dalam PP No. 29 tahun 1986 dan PP No. 51 tahun 1993 berada pada masing-masing sektor Metode pelingkupan yang digunakan umumnya bergantung pada keahlian masing-masing penyusun, sehingga sulit melakukan penilaian metodologi yang tepat, kerena tidak adanya penetapan metode-metode standar/baku Dalam Permen LH No. 08 tahun 2006 tentang pedoman penyusunan AMDAL, metode perkiraan dan evaluasi dampak hanya disebutkan metode formal dan professional judgement, tidak terdapat metode yang baku yang dapat diacu bersama Dalam keputusan kepala Bapedal No. 229 tahun 1996, komponen sosial ekonomi masih sekitar penyerapan tenaga kerja dan bantuan-bantuan sosial seperti pembangunan jalan, gedung sekolah dan sarana umum lainnya, dan belum banyak mengedepankan aspek ekonomi lingkungan, sehingga ketika terjadi emergency yang berdampak terhadap lingkungan maka sangat sulit melakukan penilaian Dalam keputusan kepala Bapedal No. 08 tahun 2000, keterlibatan masyarakat selama ini hanya bersifat formalitas yang porsinya adalah pada waktu pengumuman masyarakat, dengan demikian tidak ada check and balances dari masyarakat secara langsung terhadap dampak yang dapat terjadi Analisis valuasi ekonomi lingkungan/total economic valution sesungguhnya telah dicantumkan dalam Keputusan Kepala Bapedal No. 229 tahun 1996 tentang pedoman teknis kajian aspek sosial ekonomi, namun belum ada peraturan yang mewajibkan penggunaan metode TEV dalam penyusunan AMDAL, sehingga hingga saat ini belum ada bukti penerapannya Masalah emergency/keadaan darurat tidak ada keterkaitan dengan AMDAL dan tidak disebutkan dalam Kepmen ESDM No. 1457 tahun 2000 tentang pedoman teknis pengelolaan lingkungan
95
5.2
Kualitas Dokumen AMDAL Migas
Pelaksanaan AMDAL pada kegiatan usaha migas diterapkan mulai tahun 1986 dengan menghasilkan beberapa dokumen AMDAL. Untuk mengetahui sejauhmana kualitas dokumen AMDAL pada kegiatan usaha migas maka perlu dilakukan review dokumen. Hasil review terhadap kualitas dokumen AMDAL pada tujuh dokumen AMDAL yang dimiliki oleh perusahaan menunjukkan bahwa umumnya pemrakarsa dan tim penyusun AMDAL dapat memenuhi kriteria indikator sesuai dengan peraturan yang berlaku. Analisis kualitas dokumen AMDAL migas dilakukan pada tujuh perusahaan migas yaitu perusahaan PT.CPI Lapangan Duri, Pertamina UP III Plaju, PT.Lapindo Brantas, KKKS Suryaraya Teladan Pendopo, BP Tangguh, Expan Blok Toili dan KKKS Hess Pangkah. 1. PT.Chevron Pacific Indonesia Duri
Dokumen KA-ANDAL disahkan pada tahun 1990 sementara dokumen ANDAL disetujui pada tahun 1991, RKL dan RPL-nya disetujui pada tahun 1993, hal ini karena sesuai PP 29/1989 yang diajukan dan disetujui secara bertahap atau terpisah oleh masing-masing dokumen setelah ANDAL disetujui dan kegiatan berlangsung baru dimulai penyusunan dokumen RKL dan RPL dan disahkan oleh komisi AMDAL. Dokumen AMDAL ini disusun oleh tim penyusun dari PPLH UNRI dan PT Bumi Prasidi. Hasil dari review dokumen ternyata tim penyusun tidak lengkap yang mana ahli geologi dan ahli perminyakan tidak tersedia. Tim penyusun AMDAL terbagi dalam dua tim yakni; a) tim inti yang terdiri atas penanggung jawab, staf konsultan senior dan tim pemantau rona awal dan penilai lingkungan, b) tim studi tata guna tanah, sosial ekonomi dan budaya, yang terdiri atas; penanggung jawab, koordinator sosial ekonomi, koordinator sosial budaya, dan koordinator tata guna tanah. Anggota tim terdiri: ahli ekonomi, ahli pertanian, ahli pendidikan, ahli kepustakaan, ahli perikanan, ahli sosiologi. Review dokumen KA-ANDAL PT. CPI Lapangan Duri bahwa deskripsi rencana kegiatan dan rona lingkungan awal dijelaskan secara rinci dan lengkap dan metode prakiraan dampak dalam dokumen ANDAL ini terdiri atas; a)
96
pemantauan meteorologi, b) pemantauan kualitas udara sekitar dan c) analisa dampak kualitas udara. Demikian pula dengan uraian batas wilayah studi dijelaskan dengan rinci dan dilengkapi dengan peta-peta. Namun, rumusan pelingkupan tidak dijelaskan dalam dokumen ANDAL. Metode prakiraan dampak sama dengan yang ada dalam dokumen KA-ANDAL, hanya lebih lengkap dan detail. Sedangkan metode evaluasi dampak penting tidak disebutkan dalam dokumen ANDAL ini dan tidak dilakukan evaluasi dampak penting yang di dalam dokumen AMDAL. Review dokumen RKL dan RPL yang disahkan pada tahun 1992, menunjukkan bahwa dampak yang harus dikelola dan dipantau antara lain: penurunan kualitas udara, penurunan air permukaan, penurunan kualitas air tanah, perubahan vegetasi dan penurunan populasi fauna, terbukanya kesempatan kerja dan jasa setempat. Dan langkah-langkah pengelolaan yang diterapkan antara lain : membakar limbah gas di flare, memproses air limbah sebelum dibuang kelingkungan, membuat kanal untuk pendingin air buangan (air terproduksi), melakukan penghijauan pada areal-areal yang terbuka, melestarikan tanaman hutan didaerah kantong antara lokasi sumur dan kawasan lain, penimbunan sludge dan sisa lumpur pemboran tidak disebutkan teknologi dalam pengelolaan limbah tersebut, memanfaatkan tenaga kerja dan jasa setempat. Sedangkan pemantauan lingkungan yang dilakukan antara lain: pemantuan kualitas air limbah, pemantauan kualitas udara, pemantauan kualitas air tanah, pemantauan flora dan fauna. 2. Pertamina UP III Plaju
Dokumen KA-ANDAL Pertamina UP III Plaju Sungai Gerong, disahkan pada tahun 1990 sementara dokumen ANDAL disetujui pada tahun 1991, RKL dan RPL disetujui pada tahun 1993, hal ini karena sesuai PP 29/1989 yang diajukan dan disetujui secara bertahap atau terpisah oleh masing-masing dokumen setelah ANDAL disetujui dan kegiatan berlangsung baru dimulai penyusunan dokumen RKL dan RPL dan disahkan oleh komisi AMDAL. Kegiatan studi evaluasi lingkungan kilang Musi Pertamina UP III Plaju, Sungai Gerong disusun oleh tim penyusun PT.Unisystem Utama (Ltd) dengan kualifikasi terdiri atas ketua tim, ahli teknik proses kilang/perminyakan, ahli
97
iklim,udara dan bising, ahli hidrologi, ahli geologi, ahli biologi darat, ahli biologi perairan, ahli kesehatan lingkungan, ahli sosio ekonomi dan ahli sosial budaya. Berdasarkan hasil review kualitas dokumen KA-ANDAL bahwa deskripsi rona lingkungan awal lengkap dan jelas. Deksripsi kegiatan terdiri atas tiga kegiatan yaitu kegiatan utama, kegiatan utilitas dan kegiatan unit off site. Parameter lingkungan yang perlu ditelaah yaitu: a. Komponen fisik-kimia yang meliputi: suhu udara rata-rata dan increment persatuan tinggi dari permukaan bumi), curah hujan, kecepatan angin rata-rata, arah angin rata-rata, stabilitas angin, wind rose, fisiografi, stratiografi, adanya keunikan, keistimewaan dan kerawanan bentuk lahan dan batuan secara ekologi, parameter udara lingkungan, parameter emisi dari cerobong, kualitas air tanah saat musim hujan dan musim kemarau, kualitas air sungai. b. Komponen biologi meliputi: fauna darat dan air, flora darat dan air, flora dan fauna yang dilindungi. c. Komponen sosial ekonomi dan budaya meliputi: taraf hidup masyarakat, lapangan kerja, pendidikan, mental ideologi dan agama, warisan alam dan budaya, kesehatan masyarakat dan citra pertamina. Metode analisis dan evaluasi dampak hanya menggunakan metode identifikasi/prediksi dampak dengan menggunakan metode bagan alir dan matrik dan evaluasi dampak penting yang sudah ada dan yang mungkin timbul dengan mengacu pada keputusan menteri LH No. 49 tahun 1987. Hasil review kualitas dokumen ANDAL menunjukkan bahwa batas wilayah studi lengkap dan disertai dengan peta pengambilan sampel dengan skala yang memadai. Komponen lingkungan yang ditelaah pada dokumen KA-ANDAL dan ANDAL isinya sama namun dalam dokumen ANDAL lebih detail dijelaskannya. Metode studi hanya dibuat dalam bentuk matriks. Metode studi yang digunakan lebih banyak yang bersifat kuantitatif. Hasil review kualitas dokumen RKL yang disahkan pada tahun 1993 bahwa pendekatan pengelolaan lingkungan yang diuraikan terdiri atas tiga pendekatan yakni; pendekatan teknologi, ekonomi dan institusi. Uraian pendekatan teknologi cukup jelas dan operasional dengan ditunjang oleh data-data hasil monitoring, sedangkan untuk pendekatan ekonomi pembahasannya terbatas
98
pada dampak yang akan timbul terhadap prosedur dan alokasi anggaran perusahaan tidak membahas masalah dampak ekonomi terhadap masyarakat dan untuk pendekatan institusi tidak jelasnya sistem koordinasi yang dibentuk dan dengan siapa perusahaan melakukan koordinasi dalam hal pengelolaan lingkungan. Dampak penting yang dikelola mencakup tiga dampak yaitu air limbah kilang, emisi gas dan limbah padat dengan jenis dampak meliputi: kenaikan kadar minyak di Sungai Komering dan Sungai Musi, akumulasi endapan minyak setebal 20 cm di dasar Sungai Komering sekitar outfall, akumulasi Pb dan Hg dalam ruang, kerusakan ekosisten perairan sungai Komering dan sungai Musi yang menjadi tidak produktif untuk mencari ikan sehingga sebagian besar kebutuhan ikan di Palembang harus diproduksi di tambak dan didatangkan dari Riau, menurunnya kualitas udara ambien sebagai akibat adanya emisi gas, indikasi dominannya penyakit pada saluran pernapasan yang diduga salah satunya karena pengaruh kualitas udara di Plaju dan Mariana. Rencana pengelolaan lingkungan terdiri atas: perusahaan membangun kanal khusus untuk mengalirkan discharge air pendingin sehingga outlet pembuangan air pendingin terpisah dengan outlet pembuangan air, memperbaiki sistem netralisasi di TA/PTA, memasang CPI di kilang plaju dan Sungai Gerong pada lokasi tertentu dengan skala yang telah ditetapkan, pemilihan CCR yang berkadar rendah, mengganti oil recovery dan membakar sludge di Incinerator, mengganti strainer Incinerator TA/PTA, membuat dumping area kedap air. Review kualitas dokumen RPL menunjukkan bahwa dampak penting yang dipantau sama dan konsisten dengan dampak penting yang dikelola, yakni ada 3 buah dampak penting. Metode analisis yang digunakan dalam pemantauan lingkungan adalah pemuaian, potensi metrik, gravimetrik, spektofotometrik dan titrimetrik. Metode rencana pemantauan berdasarkan dampak penting tidak dijelaskan secara jelas dan operasional. 3. PT. Lapindo Brantas Sidoarjo
Kegiatan pengembangan lapangan gas bumi wunut Blok Brantas, Kabupaten Sidoarjo propinsi Jawa Timur disusun oleh tim penyusun PT.Corelab Indonesia yang terdiri atas ketua tim, sub tim iklim dan kualitas udara, sub tim
99
hidrologi dan kualitas air, sub tim geologi, sub tim biologi terestrial, sub tim tanah, ruang dan lahan, sub tim sosial ekonomi dan budaya. Dari hasil review menunjukkan tidak tersedianya ahli perminyakan dalam tim penyusun AMDAL. Berdasarkan hasil review kualitas dokumen KA-ANDAL diperoleh bahwa komponen rencana kegiatan yang diduga akan menimbulkan dampak sehingga perlu ditelaah berdasarkan tahapan kegiatan terdiri atas: tahap prakonstruksi sebanyak dua kegiatan/parameter, tahap konstruksi dan pemboran sebanyak empat kegiatan/parameter, tahap operasi produksi sebanyak 3 kegiatan/parameter, tahap pasca operasi sebanyak 3 kegiatan/parameter. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam dokumen AMDAL yakni pengumpulan data primer dan data sekunder namun tidak dijelaskan secara rinci. Metode analisis data diolah dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif, namun lebih banyak yang dianalisis dengan pendekatan kualitatif. Metode prakiraan dampak penting hanya menggunakan metoda formal yaitu pendekatan matematis dan penggunaan baku mutu lingkungan seharusnya batas baku mutu lingkungan bukan merupakan metode prakiraan dampak tapi sebagai baku mutu lingkungan (BML) dan metoda informal berupa penilaian para ahli (profesionel judgement). Metode evaluasi dampak lingkungan dilakukan secara lintas disiplin yang mencakup komponen lingkungan fisik, kimia, geologi, biologi, dan sosial ekonomi serta budaya. Masing-masing dampak diberi bobot nilai pentingnya dengan angka dan penilaiannya didasarkan pada penilaian para ahli penyusun AMDAL dengan memperhatikan baku mutu lingkungan yang berlaku di lokasi dimaksud. Dalam dokumen ini terdapat sub bab yang menjelaskan tentang metoda penetapan arahan penanganan lingkungan. Uraian rona lingkungan awal cukup jelas dan lengkap. Ada tiga komponen lingkungan yang diuraikan yaitu; komponen lingkungan geofisik-kimia, komponen lingkungan biologi dan komponen lingkungan sosial dan kesehatan masyarakat. Hasil review kualitas dokumen ANDAL menunjukkan bahwa komponen rencana kegiatan yang diduga akan menimbulkan dampak sama dengan yang diuraikan dalam dokumen KA-ANDAL. Uraian batas wilayah studi dijelaskan
100
dengan lengkap dan rinci serta dilengkapi dengan peta-peta lokasi kegiatan. Dalam dokumen ANDAL ini metode pengumpulan data yang digunakan adalah pengumpulan data primer dan data sekunder dan tidak dijelaskan secara rinci. Metode analisis data diolah dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif, namun lebih banyak yang dianalisis dengan pendekatan kualitatif. Metode prakiraan dampak penting menggunakan metoda formal (pendekatan matematis dan penggunaan baku mutu lingkungan) dan metoda informal berupa penilaian para ahli (professional judgement). Metode evaluasi dampak lingkungan dilakukan secara lintas disiplin yang mencakup komponen lingkungan fisik, kimia, geologi, biologi, dan sosial ekonomi serta budaya. Masing-masing dampak diberi bobot nilai pentingnya dengan angka dan penilaiannya didasarkan pada penilaian para ahli penyusun AMDAL dengan memperhatikan baku mutu lingkungan yang berlaku di lokasi dimaksud. Dalam dokumen ini terdapat sub bab yang menjelaskan tentang metoda penetapan arahan penanganan lingkungan. Uraian rona lingkungan awal cukup jelas dan lengkap. Ada tiga komponen lingkungan yang diuraikan yaitu komponen lingkungan geofisik-kimia, komponen lingkungan biologi dan komponen lingkungan sosial dan kesehatan masyarakat Dokumen ANDAL telah dilengkapi dengan matriks prakiraan dampak penting yang cukup jelas demikian juga matriks dan bagan alir evaluasi dampak penting ada dan jelas. Jumlah dan jenis dampak penting yang dievaluasi konsisten dengan hasil prakiraan dampak penting. Arahan pengelolaan lingkungan dalam dokumen ANDAL disajikan dan konsisten dengan hasil prakiraan dan evaluasi dampak penting. Hasil review dokumen RKL menunjukkan bahwa komponen lingkungan yang akan dikelola; kualitas udara, kualitas air sungai, sosial ekonomi dan budaya, uraian pendekatan pengelolaan dampak lingkungan cukup jelas, terdiri atas pendekatan teknologi, sosial-ekonomi-budaya dan kelembagaan. a. Pendekatan Teknologi Penanganan dampak melalui pendekatan teknologi yang akan dilakukan; teknologi pengendalian pencemaran kualitas udara akibat adanya pembakaran limbah gas. CPF mempunyai sebuah flare stack yang bertujuan untuk membakar
101
gas dari degassing boot dan membakar gas yang harus dikeluarkan dari generator, kompresor, reboiler, dan glycol. Teknologi pengendalian pencemaran kualitas perairan akibat kegiatan proses pemisahan gas. Proses pemisahan gas dan cairan (air dan kondesat) terjadi didalam separator. Pemisahan dilakukan dengan prinsip perbedaan berat jenis antara gas dan cairan. b. Pendekatan Sosial dan Ekonomi Penanganan dampak lingkungan dari sudut pendekatan sosial ekonomi; memprioritaskan penyerapan tenaga kerja penduduk setempat, sepanjang kualifikasinya terpenuhi dan dibutuhkan, pelaksanaan ganti rugi pembebasan lahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta melakukan koordinasi dengan tokoh masyarakat atau agama setempat untuk mencegah
kemungkinan
timbulnya
keresahan
sosial,
memelihara
dan
memperbaiki lahan sepanjang jalur pemasangan pipa (dengan lebar 3 meter) dan memberi ganti rugi kepada petani yang tanamannya rusak karena proses pemasangan pipa, penyuluhan kepada penduduk tentang adanya manfaat kegiatan di daerahnya sehingga mereka dapat mempunyai kesempatan untuk mencari peluang ekonomi maupun pekerjaan yang tadinya belum terpikirkan. c. Pendekatan Kelembagaan Penanganan
dampak
yang
akan
dilakukan
melalui
pendekatan
kelembagaan; melakukan koordinasi dengan Ditjen Migas (c.q. Direktorat Teknik Pertambangan Migas) dalam rangka pembinaan dan pengawssan terhadap kemungkinan timbulnya kasus pencemaran dan keselamatan kerja, melakukan koordinasi dengan Pemda Dati II Sidoarjo Jawa Timur dalam rangka penyelesaian masalah keamanan dan konflik sosial yang mungkin timbul, melakukan koordinasi dengan Ditjen Migas, BPPKA Pertamina, bagian lingkungan Pemda Dati II Sidoarjo Jawa Timur, serta Bapedal dan instansi terkait lainnya dalam penanganan masalah pencemaran lingkungan. Prioritas yang akan dilakukan dalam RKL ini diarahkan pada upaya penanganan kemungkinan timbulnya dampak-dampak; penurunan kualitas perairan sungai di sekitas lokasi pembuangan limbah cair hasil proses produksi, bila kasus terburuk terjadi, penurunan kualitas udara di sekitar lokasi CPF dan pemukiman terdekat akibat pembakaran gas, peningkatan pendapatan penduduk di
102
sekitar kegiatan akibat kemungkinan adanya kesempatan kerja dan kesempatan memanfaatkan keberadaan proyek. Dokumen RKL dilengkapi dengan institusi dan pelaksana pengelolaan lingkungan, peta lokasi pembuangan air terproduksi dilengkapi dengan legenda dan skala 1:50000 dan matriks ringkasan rencana pengelolaan lingkungan yang sesuai dengan penjelasan narasinya. Berdasarkan hasil review dokumen RPL menunjukkan bahwa dalam dokumen RPL ada satu komponen dari tiga komponen yang dipantau berbeda dengan komponen yang dikelola, komponen yang dikelola yaitu kualitas udara, kualitas air dan sosial ekonomi budaya sedangkan komponen yang dipantau yaitu kualitas udara, kualitas air terproduksi, sosial ekonomi dan budaya. Dokumen RPL dilengkapi dengan peta lokasi rencana pemantauan dampak yang disajikan per jenis dampak yang dipantau (air, udara dan sosial, ekonomi dan budaya) dan matriks RPL yang sesuai dan konsisten dengan narasi dan RKL. 4. Pertamina-Suryaraya Teladan Pendopo
Dokumen ANDAL disetujui tanggal 6 Januari 2000 melalui surat No. 0022/31/SJN.T/2000. Kegiatan pengembangan lapangan minyak dan gas bumi Benakat Barat, Pendopo disusun oleh PPLH UGM terdiri atas ketua tim, ahli fisik kimia
udara,
ahli
kimia
limbah/perminyakan,
ahli
pertambangan,
ahli
geomorfologi, ahli biotik, ahli sosial ekonomi budaya, ahli kesehatan masyarakat. Berdasakan hasil review kualitas dokumen AMDAL dalam tim penyusun tidak terdapat ahli perminyakan dan ahli geologi. Penyusun dokumen ANDAL yang memiliki sertifikat AMDAL A dan B sejumlah 4 orang (44%), sedangkan Ketua Tim hanya mempunyai sertifikat AMDAL B. Dalam dokumen ANDAL, deskripsi kegiatan dan batas wilayah studi cukup jelas dan lengkap serta disertai dengan peta-peta yang berskala memadai. Adapun jenis rencana kegiatan yang diprakirakan akan menimbulkan dampak lingkungan; tahap pra kontruksi meliptui pengadaan lahan, tahap kontruksi meliputi pengerahan dan pelepasan tenaga kerja, mobilisasi peralatan dan material, pembukaan dan pematangan lahan, pembangunan prasarana dan sarana, pembangunan
fasilitas
produksi
dan
penunjangnya,
pemboran
sumur
pengembangan, uji hidrostatik, dan tahap operasi meliputi pengerahan dan pelepasan tenaga kerja, proses produksi, kerja ulang sumur, injeksi sumur,
103
pembersihan tangki, serta tahap pasca operasi meliputi pengerahan dan pelepasan tenaga kerja, penanganan lokasi, penanganan bahan kimia bekas, program penghijauan dan demobilisasi alat. Komponen lingkungan hidup yang diprakirakan akan terkena dampak terdiri atas 12 (parameter) yakni; iklim dan kualitas udara, kebisingan, persepsi masyarakat, kuantitas dan kualitas air permukaan, kesuburan tanah, pola hubungan dan nilai tanah, flora dan fauna darat, erosi dan kualitas tanah, pendapatan penduduk, kualitas dan kuantitas air formasi, struktur geologi dan kualitas air tanah dangkal. Jenis rencana kegiatan yang terdapat di KA-ANDAL dan dokumen ANDAL sama dengan pembagian berdasarkan empat tahap kegiatan yaitu; tahap pra konstruksi, konstruksi, operasi dan pasca operasi. Untuk komponen lingkungan yang diprakirakan terkena dampak dalam dokumen ANDAL sama dengan yang ada dokumen KA-ANDAL sebanyak 12 parameter. Namun dalam komponen lingkungan hidup yang diprakirakan terkena dampak terdapat inkonsistensi antara narasi dengan tabel, antara lain; kegiatan pembukaan dan pembersihan lahan, dalam narasi disebutkan terdapat penurunan kuantitas dan kualitas air permukaan sedangkan dalam tabel disebutkan terdapat run off, pembangunan fasilitas produksi. Dalam narasi disebutkan terdapat kerusakan struktur tanah, sedangkan dalam tabel disebutkan penurunan kualitas udara dan peningkatan kebisingan, kerja ulang sumur, dalam narasi disebutkan terdapat penurunan kualitas air formasi, sedangkan dalam tabel disebutkan ada peningkatan kebisingan, penanganan lokasi, dalam narasi tidak disebutkan bahwa terdapat perubahan pola hubungan nilai tanah, sedangkan dalam narasi disebutkan terdapat perubahan pola hubungan nilai tanah. Dampak penting yang dikaji pada dokumen ANDAL, yakni; tahap pra kontruksi. Dalam kegiatan pengadaan lahan, dampak penting yang dikaji adalah terganggunya pola hubungan dan nilai tanah (-P). a. Tahap konstruksi. Beberapa kegiatan dalam tahap konstruksi yang menimbulkan dampak penting yang perlu dikaji pada dokumen ANDAL antara lain: 1) Dalam kegiatan pengerahan dan pelepasan tenaga kerja, dampak penting yang dikaji adalah terganggunya persepsi masyarakat (-P), 2)
104
Dalam kegiatan mobilisasi peraltaan dan material, dampak penting yang dikaji adalah terganggunya persepsi masyarakat (-P) dan perubahan sanitasi lingkungan dan pola penyakit (-P) dan 3) Dalam kegiatan pembukaan dan pematangan lahan, dampak penting yang dikaji adalah; peningkatan kuantitas air permukaan (run off) (-P), penurunan kualitas air permukaan (-P), peningkatan erosi (-P), perubahan bentuk lahan, relief dan sudut kemiringan lereng (-P), turunnya tingkat kesuburan tanah (-P), kerusakan struktur tanah (P), perubahan tata ruang, lahan, dan tanah (-P), penurunan keanekaragaman fauna darat (-P), penurunan tingkat penutupan lahan oleh flora darat (-P), dalam kegiatan pembangunan sarana dan prasarana, dampak penting yang dikaji adalah kerusakan struktur tanah (-P), dalam kegiatan pemboran sumur pengembangan, dampak penting yang dikaji adalah penurunan kuantitas air permukaan (-P) dan persepsi negatif masyarakat (-P). b. Tahap operasi; beberapa kegiatan dalam tahap operasi yang menimbulkan dampak penting yang perlu dikaji pada dokumen ANDAL antara lain; dalam kegiatan pegerahan dan pelepasan tenaga kerja, dampak penting yang dikaji adalah persepsi negatif masyarakat (-P), dalam kegiatan proses produksi, dampak penting yang dikaji adalah penurunan kualitas udara (-P), penurunan kualitas air permukaan (-P), dan penurunan kesuburan tanah (-P), dalam kegiatan pembersihan tangki, dampak penting yang dikaji adalah tingkat kesuburan tanah (-P), penurunan kualitas air tanah dangkal (-P), dan persepsi negatif masyarakat (-P). c. Tahap pasca operasi; beberapa kegiatan dalam tahap pasca operasi yang menimbulkan dampak penting yang perlu dikaji pada dokumen ANDAL antara lain; dalam kegiatan penanganan lokasi, dampak penting yang dikaji adalah peningkatan kualitas air permukaan (+P), dalam kegiatan program penghijauan, dampak penting yang dikaji adalah; peningkatan kualitas udara (+P), penurunan kuantitas air permukaan (+P), peningkatan kualitas air permukaan (+P), berkurangnya erosi (+P), meningkatnya kesuburan tanah (+P), perbaikan struktur tanah (+P), perbaikan tata ruang, lahan dan tanah (+P), peningkatan keanekaragaman fauna darat (+P), peningkatan penutupan
105
lahan flora darat (+P), peningkatan keanekaragaman flora darat (+P), peningkatan kemelimpahan flora darat (+P). Hasil review pada dokumen RKL untuk kegiatan pengembangan lapangan migas Benakat Barat mempunyai dampak penting terhadap lingkungan yang dibagi dalam 4 tahap yaitu tahap persiapan (pra-konstruksi), tahap pembangunan (konstruksi), tahap operasi dan tahap pasca operasi. Pada tahap pra konstruksi terdapat satu dampak lingkungan yang ditimbulkan, tahap konstruksi terdapat 15 dampak, tahap operasi terdapat delapan dampak dan tahap pasca operasi terdapat 13 dampak. Komponen lingkungan yang akan dikelola terdiri atas: 1) komponen geofisik-kimia yang dipantau adalah kualitas dan kuantitas air permukaan, run off, erosi, bentuk lahan, relief, kemiringan lereng, struktur tanah, kesuburan tanah, tata ruang-lahan-tanah, dan kualitas udara, 2) komponen biotis yang dipantau adalah keanekaragaman flora dan fauna darat, penutupan lahan oleh flora darat, keanekaragaman ikan, dan kelimpahan flora darat, 3) komponen sosial, ekonomi, budaya-kesehata masyarakat yang dipantau adalah pola hubungan dan nilai tanah, persepsi masyarakat, sanitasi lingkungan dan pola penyakit. Uraian pendekatan pengelolaan dampak lingkungan cukup jelas terdiri atas pendekatan teknologi, pendekatan ekonomi, sosial dan budaya dan pendekatan institusi. Beberapa upaya pengelolaan dampak berdasarkan tahap kegiatan,antara lain; pendekatan persuasif dan memberikan penggantian yang layak, negosiasi langsung dengan pemilik tanah, pemberian penyuluhan, melibatkan pihak bank pada saat pembayaran (apabila dimungkinkan), memberikan informasi yang jrlas tentang tenaga kerja yang dibutuhkan, pendekatan masyarakat dan penyuluhan, penyuluhan kesehatan masyarakat, penanaman tanaman pioner merambat yang cepat tumbuh, memulihkan kembali tanah yang sudah rusak strukturnya, meminimalkan perubahan tata ruang, lahan dan tanah setelah kegiatan proyek selesai, mempertahankan keanekaragaman jenis fauna yang ada, menurangi perluasan tanah terbuka, memulihkan kembali tanah yang sudah rusak strukturnya, mencegah penurunan kuantitas air permukaan, mengelola penurunan kuantitas air permukaan, pembakaran gas sisa di flare stake, menyediakan tambahan pompa menjadi 3 sampai dengan 4 pompa dengan kapasitas injeksi
106
13000 barel/hari, menyediakan skimming pit, pemeliharaan atau pemantauan pompa injeksi, bantuan ekonomi masyarakat, pengangkutan sisa-sisa pembersihan tangki bleber ke unit pengelolaan limbah B3, tempat penimbunan sementara harus pudal lapisan kedap air dan jauh dari badan air, mengembangkan kegiatan penghijauan. Hasil review untuk dokumen RPL bahwa dampak penting yang dipantau sama dengan dampak penting yang dikelola yaitu pada tahap pra konstruksi ada satu dampak lingkungan yang ditimbulkan, tahap konstruksi terdapat 15 dampak, tahap operasi terdapat 8 dampak dan tahap pasca operasi terdapat 13 dampak. Selain itu, komponen lingkungan yang dikelola sama dengan komponen lingkungan yang dipantau. Komponen lingkungan yang akan dipantau terdiri atas: 1) komponen geo-fisik-kimia yang dipantau adalah kualitas dan kuantitas air permukaan, run off, erosi, bentuk lahan, relief, kemiringan lereng, struktur tanah, kesuburan tanah, tata ruang-lahan-tanah, dan kualitas udara, 2) komponen biotis yang dipantau adalah keanekaragaman flora dan fauna darat, penutupan lahan oleh flora darat, keanekaragaman ikan, dan kelimpahan flora darat dan 3) komponen sosial, ekonomi, budaya dan kesehatan masyarakat yang dipantau adalah pola hubungan dan nilai tanah, persepsi masyarakat, sanitasi lingkungan dan pola penyakit. Metode rencana pemantauan dampak lingkungan pada semua komponen masih bersifat umum dan tidak operasional seperti metode rencana pemantauan untuk
komponen
sosial,
ekonomi,
budaya
dan
kesehatan
masyarakat
menggunakan metode wawancara dan pengamatan langsung dan untuk komponen geo-fisik-kimia dan biologis menggunakan metode pengamatan di lapangan dan analisis laboratorium. Dokumen RPL dilengkapi dengan peta lokasi dan matriks rencana pemantauan dampak lingkungan. 5. Expan Toili Sulawesi
Kegiatan pengembangan minyak Tiaka dan fasilitas penunjangnya, blok Toili, Kabupaten Morowali dan Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah di susun oleh PPLH-IPB dengan tim penyusun terdiri atas: ketua tim dan anggota tim, fisik-kimia (9 orang), sub biologi (4 orang), sub tim sosial ekonomi budaya (8
107
orang), penyelam (2 orang), tenaga pendukung (6 orang) dan narasumber (1 orang). Berdasarkan hasil review dokumen KA-ANDAL yang disetujui pada tahun 2002 menunjukkan bahwa komponen lingkungan yang diprakirakan terkena dampak yakni: a) fisik kimia 10 parameter, b) biologi 3 parameter, dan c) sosial, ekonomi, bududaya dan kesehatan lingkungan masyarakat 8 parameter. Deskripsi rencana kegiatan terdiri atas 4 tahap yakni: tahap pra konstruksi, konstruksi, operasi dan pasca operasi. Tahap pra konstruksi meliputi perizinan, survei kelayakan teknis dan rekruitmen dan seleksi tenaga kerja, tahap konstruksi meliputi mobiliasi tenaga kerja, pembangunan porta camp dan workshop, pembangunan temporary jetty (di darat dan Gosong Tiaka), pengadaan dan pengangkutan material reklamasi, reklamasi tapak kegiatan, pembangunan pelabuhan khusus jetty, pembangunan porta camp, pemboran sumur produksi dengan sistem cluster dan pembangunan fasilitas produksi dan fasilitas pendukung, tahap operasi meliputi mobilisasi tenaga kerja, produksi dan pengoperasian jetty dan tahap pasca operasi meliputi penutupan sumur produksi, demobiliasi peralatan dan penanganan lokasi setelah penutupan. Deskripsi rona lingkungan awal cukup jelas dan lengkap dengan isu pokok yang diperoleh adalah; 1) penurunan produktivitas dan keanekaragaman hayati, 2) pertumbuhan ekonomi daerah, dan 3) perubahan lingkungan fisik. Uraian batas wilayah studi cukup jelas dan didukung oleh peta-peta. Dalam uraian metode studi parameter yang diukur pada komponen fisik kimia, biologi, sosial ekonomi budaya dan kesehatan lingkungan masyarakat cukup jelas. Demikian pula untuk metode pengumpulan data dan analisis data cukup jelas. Sedangkan, dalam metode prakiraan dampak penting juga dijelaskan secara jelas metode yang digunakan yang terdiri atas; model matematik, baku mutu lingkungan, analog dan penilaian para ahli. Berdasarkan hasil review dokumen ANDAL yang disahkan pada tahun 2002 menunjukkan bahwa jenis rencanan kegiatan yang diprakirakan akan menimbulkan dampak lingkungan sama dengan yang dibuat di KA-ANDAL demikian pula pada komponen lingkungan yang diprakirakan terkena dampak
108
terdiri atas 21 buah parameter yaitu fisik kimia sebanyak 10 parameter, biologi sebanyak tiga parameter dan sosekbud dan keslingmas sebanyak 8 parameter. Rumusan isu pokok terdiri atas tiga isu yang berarti sama dengan yang dirumuskan di KA-ANDAL dan dampak penting hipotetik yang dikaji pada dokumen ANDAL ada 12 buah yang terdiri atas: kualitas air laut, kualitas udara, fisiografi pulau, jenis dan kelimpahan biota perairan, satwa liar, hasil tangkapan laut, kesempatan kerja dan berusaha, perekonomian lokal, resiko kecelakaan laut, pengusahaan dan pemanfaatan pulau, kesehatan masyarakat, persepsi masyarakat terhadap proyek. Dokumen ANDAL telah dilengkapi dengan matriks prakiraan dampak penting yang cukup jelas demikian juga matriks dan bagan alir evaluasi dampak penting ada dan jelas. Jumlah dan jenis dampak penting yang dievaluasi konsisten dengan hasil prakiraan dampak penting. Arahan pengelolaan lingkungan dalam dokumen ANDAL disajikan dan konsisten dengan hasil prakiraan dan evaluasi dampak penting. Review dokumen RKL, uraian pendekatan pengelolaan lingkungan cukup jelas yang terdiri atas pendekatan teknologi, pendekatan sosial ekonomi budaya dan pendekatan institusi. Dampak yang akan dikelola terdiri atas tiga komponen yaitu: komponen fisik-kimia terdiri atas kualitas air laut (pemboran sumur produksi), kualitas udara dan kebisingan, komponen biologi terdiri atas biota laut, komponen sosial ekonomi budaya terdiri atas kesempatan kerja dan berusaha, resiko kecelakaan laut dan persepsi masyarakat. Upaya pengelolaan dampak berdasarkan komponen yakni komponen fisikkimia meliputi; mencegah kebocoran pada saluran lumpur bor, menampung limbah lumpur dan serbuk pemboran pada suatu struktur penampung yang dirancang khusus, memperkecil jumlah lumpur bor yang digunakan dalam seluruh kegiatan pemboran, mencegah kebocoran pada saluran minyak dalam drill steam test (DST), menampung minyak mentah hasil DST pada wadah dengan struktur,bahan, ukuran, jumlah dan penempatan yang layak dan aman, seluruh sistem pemompaan dilakukan dengan sistem tertutup, pada titik-tritik rawan sepanjang saluran pemompaan akan disediakan bak penampung untuk meminimkan kemungkinan pencemaran lingkungan di sekitarnya, minyak mentah
109
yang ditampung sementara dalam tangki terapung akan dipindahkan setiap sekitar 15 hari sekali ke dalam tanker pengangkut, sarana pemindahan akan dibuat dengan bahan dan rancangan terbaik untuk mencegah terjadinya kebocoran dan atau tumpahan minyak ke lingkungan sekitarnya, menaati standard operation procedure (SOP) tentang K3 dalam proses transportasi, pada pembakaran gas di flare, diusahakan dalam keadaan normal dan hanya pilotnya yang menyala, pemasangan flare trap, memasang tanda peringatan tentang konsentrasi gas yang tinggi di sekitar sumur Tiaka, mobiliasi alat dan bahan dilakukan pada siang hari, memasang rambu pembatas kecepatan kendaraan (maksimal 40 km/jam), mewajibkan setiap pengemudi mematuhi peraturan lalu lintas. Komponen biologi meliputi; membuat karang buatan dan transplantasi karang. Komponen sosial ekonomi budaya meliputi; meningkatkan kualitas SDM secara periodik melalui pendidikan dan pelatihan, mengadakan pelatihan bagi masyarakat berupa kegiatan diversifikasi usaha selain usaha nelayan, membuat dan menempatkan rambu-rambu lalulintas pelayaran, dan peta jalur keselamatan, mobilisasi alat dan bahan dilakukan pada siang hari, identifikasi dan evaluasi potensi resiko kecelakaan laut, mengadakan sarana dan prasarana untuk penanganan kecelakaan laut, membuat organisasi keselamatan kerja, sosialisasi prosedur dan instruksi kesiagaan dan tanggap darurat, pelatihan keselamatan kerja, sosialisasi dan konsultasi publik, melakukan seleksi penerimaan secara transparan dengan kriteria penerimaan yang jelas, memberikan prioritas penerimaan kerja kepada tenaga kerja lokal, menerapkan standar upah sesuai dengan upah minimum kabupaten, memberikan jaminan asuransi tenaga kerja, meliputi asuransi jaminan hari tua, kecelakaan kerja, kematian dan kesehatan, melakukan prosedur kegiatan mobilisasi alat dan bahan dengan benar, menginformasikan jadwal kegiatan mobilisasi alat dan bahan kepada masyarakat. Dokumen RPL, dampak penting yang dipantau sama dengan dampak penting yang dikelolah. Komponen lingkungan yang dipantau meliputi: Komponen fisik-kimia terdiri atas kualitas air laut (pemboran sumur produksi), kualitas udara dan kebisingan. Komponen biologi terdiri atas biota laut. Komponen sosial ekonomi budaya terdiri atas kesempatan kerja dan berusaha, resiko kecelakaan laut dan persepsi masyarakat.
110
Metode rencana pemantauan berdasarkan komponen yang dipantau, yaitu: komponen fisik-kimia menggunakan metode pengambilan contoh: air, lumpur, sludge, pengukuran, analisis laboratorium, pengukuran lapang dan sound level meter.
Komponen
biologi
menggunakan
pengamatan
lapang
terhadap
pertumbuhan karang (tingkat kepadatan/penutupan karang pada karang buatan). Komponen sosial ekonomi budaya menggunakan metode survei, wawancara, data sekunder perusahaan tentang rekruitmen tenaga kerja dan pengamatan lapang (observasi). 6. BP Tangguh Sorong
Tim penyusun KA-ANDAL dan ANDAL, RKL, RPL adalah PT. Intersys Kelola Maju, Continental Shelf Associates Inc, Research Institute of Cenderawasih University, PT.Geotek Minergi. Bidang keahlian tim penyusun AMDAL masih belum lengkap karena tidak ada anggota tim yang memiliki keahlian perminyakan. Dokumen KA-ANDAL disahkan pada tahun 2001 sedangkan dokumen ANDAL, RKL dan RPL disahkan pada tahun 2002. Diperlukan waktu satu tahun dari kerangka acuan ke penyusunan dokumen ANDAL, RKL dan RPL. Isu pokok dalam dokumen KA-ANDAL yang muncul dari identifikasi; dampak sosial ekonomi, pemukiman kembali penduduk Desa Tanah Merah, hilangnya hak ulayat masyarakat lokal atas tanah dan daerah perairan dekat pantai, gangguan terhadap lahan, hilangnya kayu, dan hilangnya habitat satwa liar karena pembukaan lahan, dampak terhadap daerah hutan mangrove dari perpipaan dan fasilitas dermaga khusus, dampak terhadap kualitas air akibat pembuangan air terproduksi (produced water), air limbah domestik, dan air buangan lainnya, dan dari sedimen selama konstruksi dan saat pengerukan di dekat pantai dan juga lepas pantai, dampak terhadap perikanan lepas pantai dan dekat pantai serta jalur penangkapan ikan (right of way), limbah yang dihasilkan dari kegiatan industri dan kegiatan masyarakat, dampak kualitas udara selama konstruksi dan operasi dari sumber bergerak dan tidak bergerak, dan dari debu halus lepasan (fugitive dust), dampak kebisingan dan penyinaran (lampu), dampak dari keterbatasan akses untuk daerah penangkapan ikan dekat pantai, daerah pertanian dan perburuan tradisional, dan penggunaan lahan yang lain.
111
Deskripsi rencana kegiatan meliputi kegiatan pada tahap prakonstruksi, konstruksi, operasi dan pasca operasi, pada bagian ini cukup jelas diuraikan secara rinci. Namun penentuan batas wilayah studi keliru, karena batas administrasi dianggap sebagai batas wilayah studi yang seharusnya batas wilayah studi merupakan keseluruhan dari batas proyek, batas ekologis, batas sosial dan batas administrasi. Metode pengumpulan data cukup jelas, namun untuk metode analisis data untuk komponen sosial kurang jelas lebih banyak menggunakan metode kuantitatif. Dalam metode pengambilan sampel, komponen lingkungan fisik kimiawi dan biologi diukur dengan mengacu pada buku panduan penyusunan AMDAL Kegiatan pembangunan di wilayah pesisir dan lautan oleh Badan Pengendalian Dampak Lingkungan tahun 1996. Untuk komponen fisika: batimetri, debit sungai, arah dan kecepatan angin, pasang surut, gelombang, arus, suhu, sedimentasi/erosi, tekstur sedimen, komponen kimiawi: salinitas,, kimia sedimen, DO, pH, BOD5, phenol, minyak dan lemak, nutrien, logam berat, muatan parameter tersuspensi, komponen biologi: plankton, benthos, nekton. Dalam uraian metode studi parameter yang diukur pada komponen fisik-kimia dan biologi, sosial, demografi, ekonomi dan kesehatan masyarakat cukup jelas. Review terhadap kualitas dokumen ANDAL meliputi: rencana kegiatan yang menimbulkan dampak penting yaitu; 1) tahap pra konstruksi, perijinanperijinan, 2) tahap konstruksi; pengeboran dan pemasangan anjungan lepas pantai, pemasangan transmisi gas (jalur pipa lepas pantai), pembangunan kilang LNG dan fasilitas penunjang, pembangunan pelabuhan khusus (dermaga/jeti), pembangunan bandar udara khusus, 3) tahap operasi; eksploitasi/produksi gas, pemboran sumursumur produksi, transmisi gas, pengoperasian kilang LNG, pengeoperasian pelabuhan khusus, dan pengapalan, pengoperasian bandar udara khusus, 4) tahap pasca operasi; penutupan lapangan apabila kegiatan telah berakhir antara lain penutupan sumur-sumur produksi gas, pembongkaran anjungan lepas pantai, penutupan kilang LNG dan pembongkaran fasilitas utama dan fasilitas penunjang, 5) metode prakiraan dampak besar dan penting serta evaluasi dampak penting tidak disebutkan secara spesifik untuk masing-masing komponen lingkungan (biologi, geologi, fisika, kimia dan sosial ekonomi dan budaya).
112
Dalam prakiraan dampak penting pada aspek biologi, geologi, fisika, kimia seperti; kualitas udara dan kebisingan, ekologi daratan, ekologi lepas pantai dan pantai dinyatakan tidak penting, ternyata di dalam evaluasi dampak penting dikategorikan dampak penting kecuali kebisingan pada tahap operasi adalah; 1) tahap pra konstruksi terdiri atas pembukaan lahan, perataan dan pemadatan tanah dan mobilisasi dan demobilisasi tenaga kerja, 2) tahap konstruksi terdiri atas; a) pengeboran sumur produksi (pembuangan lumpur bor dan serbuk bor), b) potensi tumpahan bahan bakar kondensat, c) pengerukan, d) solid fill cause ways, e) mobilisasi dan demobilisasi tenaga kerja, e) penerimaan tenaga kerja dan peluang ekonomi, f) penempatan pipa transmisi gas di lepas pantai, g) penerimaan tenaga kerja, h) kontrol klan terhadap sumberdaya alam, i) konstruksi dermaga, j) konstruksi kilang LPG, k)
mobilisasi dan demobilisasi peralatan/material. 3)
tahap operasi terdiri atas; a) potensi tumpahan bahan bakar kondensat, b) pembuangan air ballast, c) potensi tumpahan minyak/bahan bakar, d) operasi penerbangan berjadwal, e) pemukiman liar dan peladangan berpindah, f) kawasan tertutup untuk keselamatan, g) pemasaran LNG, h) operasi kapal tunda, i) penerimaan tenaga kerja. 4) tahap pasca operasi meliputi penanganan lokasi dan instalasi dan penanganan prasarana. Hal ini terlihat tidak konsisten antara prakiraan dampak dan evaluasi dampak. Metode yang dipakai dalam prakiraan dampak tidak jelas disebutkan. Seharusnya di dalam memprakirakan dampak penting harus ada matrik identifikasi dampak penting untuk melihat dampak primer, sekunder, tersier dan seterusnya. Dalam menentukan dampak penting negatif penting ataupun positif penting. Dampak-dampak penting tersebut kemudian dilakukan evaluasi dampak penting tersebut antara lain; apakah dampak penting tersebut bisa dikelola dengan teknologi yang tersedia atau sebaliknya. Apakah dampak penting tersebut akan berlangsung terus menerus sampai pasca operasi atau akan terus berlanjut ternyata di dalam dokumen ini antara prakiraan dampak dan evaluasi dampak adalah sama. Pada evaluasi dampak hanya mengulang yang sudah diuraikan dalam bab prakiraan dampak. Di dalam evaluasi dampak ada dicantumkan matrik identifikasi dampak, matrik prakiraan dampak yang seharusnya matrik-matrik tersebut
113
dilakukan pada prakiraan dampak. Di dalam dokumen ini tidak ada arahan RKL/RPL. Rencana kegiatan yang diprakirakan akan menimbulkan dampak lingkungan pada dokumen ANDAL terdiri atas 12 kegiatan. Baik jumlah maupun jenisnya, rencana kegiatan pada dokumen ANDAL tersebut sama dengan apa yang dijelaskan pada dokumen KA-ANDAL. Sebanyak 904 dampak potensial teridentifikasi dalam 6 matrik untuk masing-masing dari ke-6 kegiatan utama proyek. Sebanyak 25 dampak potensial ditambahkan pada matrik berkenaan dengan adanya sedikit revisi pada deskripsi proyek. Sub komponen fisik, kimia dan biologi terdiri atas: kualitas udara dan kebisingan, ekologi daratan (tidak termasuk kualitas udara dan kebisingan), ekologi lepas pantai dan dekat pantai (tidak termasuk kualitas udara dan kebisingan). Metode studi lebih lengkap atau ada perubahan (antara lain pada komponen biologi, sosek-budaya. Dalam metode prakiraan dampak penting yang dibahas hanya parameter: emisi udara, kebisingan, pembuangan lumpur dan serbuk bor, lintasan tumpahan potensial diesel dan kondesat, pembuangan air terproduksi (di lepas pantai), pembuangan material keruk, pembuangan air dari uji hidrostatik perpipaan, pembuangan air limbah dari kilang LNG, erosi tanah. Sedangkan, metode prakiraan dampak tidak disebutkan secara kuantitatif. Deskripsi rencana kegiatan: lebih banyak, kuantitatif dan ilustratif (didukung oleh gambar dan peta-peta). Demikian juga rona lingkungan hidup disajikan dan dideskripsikan lebih lengkap dan didukung oleh hasil analisis data primer (laboratorium). Berdasarkan hasil review kualitas dokumen RKL menunjukkan bahwa RKL/RPL tidak bersifat operasional, harusnya didalam RKL/RPL ada pendekatan institusional, teknologi dan sosial. Untuk pengelolaan ekologi (biogeofisikkimia) tidak disebutkan peralatan yang dipakai, dimensi, ukuran dan kapasitasnya serta waktu kapan penglolaan dilaksanakan. Teknologi pengelolaan lingkungan masih bersifat naratif seperti teknologi pengelolaan, periode pengelolaan. Pengelolaan lingkungan
masih bersifat alternatif-alternatif. Upaya
pengelolaan sosial terdiri atas mengurangi tingkat pengangguran, meningkatkan nilai lahan di lokasi dan di desa-desa sekitarnya, mengganggu kegiatan perikanan,
114
mengurangi pendapatan keluarga dari perikanan, meningkatkan potensi terjadinya konflik karena adanya daerah-daerah tempat terjadinya kegiatan penangkapan ikan secara berlebihan, mempengaruhi sikap dan persepsi masyarakat terhadap proyek, mengganggu ketertiban masyarakat di desa-desa sekitarnya, dan merubah gaya hidup penduduk di Desa Tanah Merah. Semua upaya yang dilakukan seperti ini namun tidak disebutkan cara pelaksanaannya/teknisnya, waktu/tahapan, lokasi dan siapa yang melaksanakan. Pada tahap operasi, dampak sosial tidak ada dampak penting terhadap lingkungan karena disebutkan pada saat penjualan LNG akan menimbulkan dampak positif ekonomi lokal dan regional. Hasil review kualitas dokumen RPL menunjukkan bahwa upaya pemantauan tidak jelas pemantauan yang dipantau, teknik pemantauan, frekwensi pemantauan, alat pemantauan, waktu pemantauan, cara pemantauan, parameter yang dipantau. Beberapa pemantauan masih bersifat alternatif, salah satu contoh untuk pemantauan dampak sosial memantau penurunan peredaran uang di pusatpusat pertumbuhan ekonomi. 7. Hess Pangkah Gresik
Tim penyusun AMDAL pada kegiatan pengembangan lapangan minyak dan gas Ujung Pangkah, Blok Pangkah, Kabupaten Gresik, Jawa Timur terdapat perbedaan penyusun KA-ANDAL yang disusun oleh LP UNAIR dan LP ITS 10 Nopember dan PPLH-LPM IPB yang menyusun ANDAL, RKL dan RPL. Bidang keahlian tim penyusun AMDAL masih belum lengkap karena tidak ada anggota tim yang memiliki keahlian ekonomi atau ekonomi sumberdaya atau ekonomi lingkungan, padahal dalam metode studi dicantumkan akan menggunakan metode valuasi ekonomi dalam studi ANDAL. Sebagian besar (58%) anggota tim penyusun sudah memiliki sertifikat AMDAL. Sertifikat AMDAL A dimiliki oleh 3 orang anggota tim, AMDAL A dan B oleh 7 orang dan AMDAL A, B, dan C oleh 1 orang. Anggota tim yang tidak memiliki sertifikat AMDAL ada 8 orang (42%). Salah seorang anggota tim penyusun tidak dilengkapi dengan CV (daftar riwayat hidup). Dokumen KA-ANDAL disahkan pada tahun 2003 sementara Dokumen ANDAL, RKL dan RPL-nya disahkan pada tahun 2006. Diperlukan waktu 3 tahun untuk menyusun Dokumen ANDAL, RKL dan RPL. Penyebab hal tersebut
115
tidak ada penjelasannya di dalam dokumen, tetapi diduga karena adanya perubahan tim penyusun dokumen dari LP UNAIR dan LP ITS 10 Nopember (sebagai penyusun KA-ANDAL) menjadi PPLH-LPM IPB (penyusun ANDAL, RKL, RPL). Deskripsi rencana kegiatan meliputi kegiatan pada tahap prakonstruksi, konstruksi, operasi dan pascaoperasi. Kelemahan yang ditemukan dalam bagian ini adalah (1) deskripsi kegiatan sosialisasi rencana proyek pada bagian ruang lingkup sangat minim (naratif kualitatif), sedangkan aspek yang sama dijelaskan cukup panjang pada bagian pendahuluan dengan dibuatnya satu subbagian kegiatan konsultasi masyarakat, dan (2) deskripsi kegiatan mobilisasi peralatan pada tahap konstruksi kurang jelas (tidak ada kuantifikasi peralatan yang akan digunakan). Kelebihan deskripsi kegiatan antara lain tim penyusun menyajikan alternatif rencana kegiatan dalam hal jalur pipa. Rencana kegiatan yang diprakirakan akan menimbulkan dampak lingkungan tidak mudah disarikan pada bagian narasi. Jika dilihat pada matriks identifikasi dampak potensial terdapat 11 kegiatan pada tahap prakonstruksi, 3 kegiatan utama pada tahap konstruksi, 8 kegiatan pada tahap operasi dan 2 kegiatan pada tahap pascaoperasi yang diprakirakan akan menimbulkan dampak lingkungan. Tiga rencana kegiatan utama pada tahap konstruksi meliputi sekitar 14 sub-kegiatan. Pada matriks tersebut ditemukan minimal ada 4 (empat) rencana kegiatan yang tidak diketahui dampaknya terhadap lingkungan hidup, yakni; 1) pengurusan perijinan penentuan lokasi WHP, 2) pengurusan perijinan penentuan lokasi pipa bawah laut, 3) pengurusan perijinan penentuan lokasi pipa di darat, dan 4) pengurusan perijinan penentuan lokasi fasilitas pengolahan gas. Semua rencana kegiatan tersebut ada pada tahap pra-konstruksi. Apabila rencana kegiatan tersebut diprakirakan tidak mempunyai dampak lingkungan maka tidak perlu dicantumkan pada matriks identifikasi tersebut. Deskripsi rona lingkungan awal lengkap dan jelas serta cukup banyak yang disajikan secara kuantitatif. Deskripsi rona lingkungan hidup yang diprakirakan akan terkena dampak rencana kegiatan dijelaskan cukup baik dan meliputi Komponen fisik-kimia, biologi, sosial, ekonomi, budaya, sanitasi lingkungan dan kesehatan lingkungan masyarakat, Transportasi darat dan laut dan komponen
116
lingkungan lain (utilitas lain, suplai air bersih dan suplai gas). Secara keseluruhan dari matriks identifikasi dampak potensial ada 35 buah komponen lingkungan hidup (parameter) yang diprakirakan akan terkena dampak rencana kegiatan. Namun demikian dampak potensial yang tertera pada bagan alir pelingkupan ada 34 buah mencakup komponen fisik, kimia, biologi, sosial, ekonomi, budaya, kesehatan lingkungan masyarakat, transportasi dan lingkungan lainnya. Ada ketidakkonsistenan antara matriks dan bagan alir terkait dengan parameter tata guna Lahan yang ada pada matriks tetapi tidak ditemukan pada bagan alir. Dampak penting hipotetik sebagai hasil evaluasi dampak potensial ada 31 buah. Ada tiga buah dampak potensial yang dievaluasi tidak menjadi dampak penting hipotetik, yakni; 1) arus dan gelombang, 2) transport sedimen dan 3) flora darat. Isu pokok yang dirumuskan dalam dokumen KA-ANDAL masih dibatasi oleh komponen lingkungan, misalnya pada komponen fisik-kimia ada tujuh buah isu pokok, komponen sosial ekonomi dan budaya ada dua isu pokok dan seterusnya sehingga isu pokok ada 15 buah. Hal itu tidak lazim. Uraian batas wilayah studi cukup jelas dan didukung oleh peta-peta yang berskala (namun terlalu kasar atau skala peta kecil, sekitar 1:400.000) dan berwarna. Pada uraian metode studi parameter yang diukur pada komponen fisikkimia dan biologi cukup jelas, tetapi pada komponen sosek-budaya kurang jelas, misalnya tidak dijelaskan apa yang akan diukur untuk menjelaskan parameter kamtibmas. Pada dokumen AMDAL sektor lain kamtibmas (keamanan dan ketertiban masyarakat) merupakan komponen lingkungan hidup yang terpisah, bukan merupakan parameter. Metode pengumpulan dan analisis data cukup jelas, tetapi kuesioner untuk aspek sosek-budaya tidak dilampirkan. Metode prakiraan dampak pentingnya cukup jelas, bahkan disajikan juga penggunaan metode valuasi ekonomi untuk menganalisis besar dan pentingnya dampak, sedangkan metode evaluasi dampak pentingnya kurang jelas, dinyatakan menggunakan pertimbangan pakar. Dalam dokumen ANDAL, rencana kegiatan yang diprakirakan akan menimbulkan dampak lingkungan pada dokumen ANDAL terdiri atas 11 kegiatan, baik jumlah maupun jenisnya. Rencana kegiatan pada dokumen ANDAL tersebut sangat berbeda dengan apa yang dijelaskan pada dokumen KA-
117
ANDAL. Jenis rencana kegiatan yang diprakirakan akan menimbulkan dampak lingkungan
tersebut adalah perijinan, sosialisasi,
mobilisasi/demobilisasi,
pemboran, pemasangan anjungan dan pipa, produksi minyak dan gas, penjualan minyak dan gas, pemeliharaan fasilitas, pembongkaran fasilitas dan penutupan sumur. Komponen lingkungan hidup yang diprakirakan akan terkena dampak terdiri atas 16 buah (parameter), jumlah dan jenis komponen lingkungan hidup yang diprakirakan akan terkena dampak tersebut berbeda dengan (lebih sedikit daripada) isi dokumen KA-ANDAL. Rumusan isu pokok pada dokumen ANDAL terdiri atas 7 isu rumusan isu pokok tersebut lebih sederhana daripada isi dokumen KA-ANDAL yang memuat 15 buah isu pokok dengan demikian isu pokok KAANDAL dan ANDAL sangat berbeda. Metode studi lebih lengkap atau ada perubahan (antara lain pada komponen biologi, sosek-budaya). Namun demikian dalam hal metode prakiraan dampak penting tidak mencantumkan lagi metode valuasi ekonomi, padahal dari segi bidang keahlian tim studi memungkinkan untuk menggunakan metode tersebut. Deskripsi rencana kegiatan: lebih banyak, kuantitatif dan ilustratif (didukung oleh gambar dan peta-peta). Demikian juga rona lingkungan hidup disajikan dan dideskripsikan lebih lengkap dan didukung oleh hasil analisis data primer (laboratorium). Dampak penting hipotetik yang dikaji pada dokumen ANDAL ada 12 buah. Jumlah dampak penting hipotetik di atas berbeda dengan apa yang diuraikan dalam dokumen KA-ANDAL (31 buah). Hasil prakiraan dampak penting tersebut adalah 10 dampak penting yang terdiri atas 2 buah dampak penting positif dan 9 buah dampak penting negatif. Hal yang cukup menarik untuk dikritisi adalah semua rencana kegiatan pada tahap prakonstruksi dan pascaoperasi dinilai (diprakirakan) tidak akan menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan (agak tidak logis!). Hal tersebut antara lain dapat disebabkan karena rencana kegiatan perijinan dan sosialisasi proyek (pada tahap prakonstruksi) hanya dianalisis dampaknya terhadap keresahan dan persepsi masyarakat (nelayan dan petambak), sedangkan dampaknya (khususnya proses perijinan) terhadap PAD tidak dianalisis.
118
Kemudian prakiraan dampak penting pada tahap pascaoperasi, yakni rencana kegiatan pembongkatan fasilitas, penutupan sumur hanya dianalisis terhadap aktivitas nelayan dan petambak, pendapatan masyarakat, persepsi dan keresahan masyarakat (nelayan dan petambak), dan lalu-lintas laut, sedangkan terhadap karyawan dan (hilangnya) kesempatan kerja dan berusaha tidak dilakukan. Dokumen ANDAL telah dilengkapi dengan matriks prakiraan dampak penting yang cukup jelas. Demikian juga matriks dan bagan alir evaluasi dampak penting ada dan jelas. Jumlah dan jenis dampak penting yang dievaluasi konsisten dengan hasil prakiraan dampak penting. Justifikasi kelayakan lingkungannya bersifat kualitatif-naratif. Rumusan kalimat utama yang digunakan yakni: segala dampak negatif yang akan timbul pada dasarnya dapat diatasi dengan biaya yang lebih rendah daripada manfaat yang akan diperoleh. Padahal tidak ada kajian berapa besar biaya pengelolaan dampak-dampak tersebut dan berapa besar manfaat rencana kegiatannya. Arahan pengelolaan lingkungan dalam dokumen ANDAL disajikan dan konsisten dengan hasil prakiraan dan evaluasi dampak penting. Arahan tersebut, masing-masing untuk rencana kegiatan pada tahap konstruksi dan operasi yang menjadi sumber dampak penting terhadap lingkungan. Dokumen RKL dilengkapi dengan surat pernyataan pihak pemrakarsa dengan materai yang cukup sehingga memenuhi aspek legal. Uraian pendekatan pengelolaan dampak lingkungan cukup jelas, terdiri atas pendekatan teknologi, sosial-ekonomi-budaya dan institusi. Dampak penting yang dikelola mencakup 10 dampak penting dan sesuai dengan hasil prakiraan dampak penting. Dokumen RKL dilengkapi pula dengan peta lokasi pengelolaan dampak disajikan per jenis dampak yang dikelola (udara dan kesehatan masyarakat, kualitas air laut, biota laut, sosek-budaya) dilengkapi dengan legenda dan skala (sekitar 1:400.000 atau cukup kecil/kasar) dan matriks RKL yang sesuai dengan penjelasan narasinya.
103
Tabel 14 Analisis kualitas dokumen AMDAL migas
Kelengkapan Dokumen
Lengkap
Lengkap
Lengkap
PertaminaSuryaraya Teladan Pendopo (PP 51/1993) Lengkap
Penyusun AMDAL
Tim penyusun tidak lengkap, ahli geologi dan ahli perminyakan tidak tersedia
Bidang keahlian tim penyusun tidak sesuai dengan dampak penting yang akan dianalisis (tidak lengkap) yaitu ahli perminyakan tidak tersedia
Tim penyusun tidak lengkap, ahli perminyakan tidak tersedia
Indikator
PT.CPI Duri (PP 29/1986)
PPLH UNRI dan PT Bumi Prasidi Tidak ada CV penyusun
Substansi Dokumen 1. KA-ANDAL a. Pendahuluan b. Ruang Lingkup Studi c. Metode Studi d. Pelaksana Studi
Lengkap
Pertamina UP III Plaju (PP 29/1986)
PT.Unisystem Utama (Ltd) Pengalaman Ketua tim 14 tahun
Lengkap
PT.Lapindo Brantas Sidoarjo (PP 51/1993)
PT. CORELAB INDONESIA Pengalaman Ketua Tim 3 tahun
Lengkap
Exspan Toili Sulawesi (PP 27/1999)
BP Tangguh Sorong (PP 27/1999)
Hess Pangkah Gresik (PP 27/1999)
Lengkap
Lengkap
Lengkap
Tim penyusun tidak lengkap, ahli geologi tidak tersedia
Tersedia semua ahli sesuai dengan kebutuhan penyusunan dokumen
Tim penyusun tidak lengkap, ahli perminyakan tidak tersedia
Tersedia semua ahli sesuai dengan kebutuhan penyusunan dokumen
Pusat Penelitian Lingkungan Hidup UGM Pengalaman Ketua Tim 3 tahun
PPLH IPB Pengalaman ketua tim 11 tahun
PT.INTERSYS Kelola Maju Pengalaman Ketua Tim 13 tahun
PPLH IPB Pengalaman ketua tim 10 tahun
Lengkap
Lengkap
Lengkap
Lengkap
104
Lanjutan Tabel 14 Indikator 2. ANDAL meliputi: a. uraian kegiatan b. rona lingkungan awal c. Metode Studi d. prakiraan dampak penting e. evaluasi dampak penting f. diagram alir dampak penting g. matrik identifikasi dampak h. matrik prakiraan dampak i. arahan RKL dan RPL j. daftar pustaka k. lampiran RKL mencakup: a. Ringkasan evaluasi dampak penting b. Pendekatan pengelolaan lingkungan: teknologi, institusi/kelembagaan, social ekonomi c. Rencana pengelolaan lingkungan, d. matrik pengelolaan
PT.CPI Duri (PP 29/1986)
Lengkap
Pertamina UP III Plaju (PP 29/1986) Lengkap
PT.Lapindo Brantas Sidoarjo (PP 51/1993) Lengkap
PertaminaSuryaraya Teladan Pendopo (PP 51/1993) Lengkap
Exspan Toili Sulawesi (PP 27/1999) Lengkap
Tidak ada arahan RKL dan RPL yang ada hanya tindak lanjut
Tidak ada ringkasan (tidak dipersyaratkan dalam Kepmen PE No.0185/1988 dan 1158/1989
Tidak ada ringkasan (tidak dipersyaratkan dalam Kepmen PE No.0185/1988 dan 1158/1989 Tidak ada pendekatan sosial
BP Tangguh Sorong (PP 27/1999) Lengkap,
Hess Pangkah Gresik (PP 27/1999) Lengkap
Tidak ada arahan RKL dan RPL
Tidak ada ringkasan Lengkap
Lengkap
Tidak ada pendekatan sosial ekonomi RKL tidak bersifat operasional, teknologi masih bersifat alternatif
Tidak ada ringkasan
105
Lanjutan Tabel 14 Indikator
PT.CPI Duri (PP 29/1986)
lingkungan dan peta lokasi e. institusi dan pelaksana pengelolaan lingkungan RPL mencakup: a. Identitas proyek dan ringkasan ANDAL, b. rencana pemantauan, c. pelaksanaan pemantauan lingkungan, d. matrik pemantuan e. peta pemantuan Waktu Penyusunan a. KA-ANDAL/KA-SEL b. ANDAL/SEL c. RKL/RPL
Pertamina UP III Plaju (PP 29/1986)
PT.Lapindo Brantas Sidoarjo (PP 51/1993)
PertaminaSuryaraya Teladan Pendopo (PP 51/1993)
Exspan Toili Sulawesi (PP 27/1999)
BP Tangguh Sorong (PP 27/1999)
Hess Pangkah Gresik (PP 27/1999)
Program RKL tidak membahas masalah sosial budaya dan sosial ekonomi Lengkap
Lengkap
Lengkap
Lengkap
Lengkap
Tidak ada bab identitas proyek dan ringkasan ANDAL
Lengkap
1 tahun
1 tahun
1 tahun
1 tahun
1 tahun
1 tahun
1 tahun
1 tahun
1 tahun 3 tahun
1 tahun
1 tahun
1,5 tahun
1 tahun
3 tahun
106
Berdasarkan hasil penilaian diperoleh bahwa secara umum kualitas dokumen AMDAL kurang. Hal ini tampak pada empat indikator yang digunakan dalam penilaian yakni; kelengkapan dokumen, tim dan lembaga penyusun, substansi dokumen dan waktu penyusunan. Meskipun keempat indikator tersebut terpenuhi, namun ada beberapa hal esensial yang belum dipenuhi dari ketentuan yang telah ditetapkan, seperti tidak tercantumnya biodata penyusun, tidak adanya ahli perminyakan dan geologi dalam tim penyusun, minimnya pengalaman tim penyusun, rendahnya kualifikasi tim penyusun khususnya anggota tim, serta adanya dokumen yang tidak memberikan arahan dan minimnya kajian sosial ekonomi serta waktu penyusunan yang relatif lama yakni berkisar antara satu hingga tiga tahun. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kualitas dokumen AMDAL dipengaruhi oleh masih terdapatnya beberapa kelemahan-kelemahan mendasar dalam kebijakan AMDAL migas. 5.3
Kinerja Lingkungan Implementasi AMDAL Kegiatan Migas
Kegiatan usaha migas antara lain pemboran sumur, pengembangan lapangan, pembangunan fasilitas produksi/transmisi dan pengoperasiannya, perawatan sumur dan eksploitasi migas serta pengolahan minyak dan gas yang merupakan kegiatan yang berpotensi menimbulkan dampak terhadap lingkungan. Evaluasi kinerja lingkungan untuk kegiatan usaha migas dilakukan dengan mengevaluasi volume tumpuhan minyak yang terjadi, kualitas limbah cair, kualitas udara dan kebisingan serta perkembangan produk domestik regional bruto (PDRB), perkembangan pendidikan dan kesehatan masyarakat di daerah operasi kegiatan usaha migas. Mengingat hal di atas, maka perlu dilakukan pengelolaan dan pemantauan lingkungan seperti yang dirumuskan dalam dokumen rencana pengelolaan lingkungan (RKL) dan rencana pemantauan lingkungan (RPL). Pemantauan dilakukan terhadap tumpuhan minyak, kualitas limbah cair meliputi: kandungan minyak dan lemak, konsentrasi H2S, konsentrasi COD, dan kandungan amoniak bebas dalam air. Parameter kualitas udara dan kebisingan meliputi: kandungan SO2, kandungan H2S, kandungan NOx, dan tingkat kebisingan yang ditimbulkan dari aktivitas migas tersebut.
107
5.3.1
Tumpahan Minyak
Pelaksanaan kegiatan usaha migas, pada hakekatnya merupakan kegiatan yang memiliki standar operasional prosedur (SOP), dimana setiap rangkaian kegiatan memiliki prosedur yang baku, mulai tahap persiapan hingga pasca operasi, begitu juga kondisi emergency. Pelaksanaan kegiatan migas terdiri dari empat tahapan baik di darat maupun di laut yakni: 1) tahap pra konstruksi, 2) tahap konstruksi, 3) tahap operasi dan 4) tahap pasca operasi. Pada beberapa tahapan kegiatan, berpotensi menimbulkan dampak terhadap lingkungan seperti dari limbah hasil proses produksi yang dihasilkan maupun dari kejadian emergency. Bahan-bahan yang menjadi limbah dari sisa hasil produksi dan emergency tersebut dapat menyebabkan terjadinya degradasi lingkungan hidup dan sumberdaya alam. Pada tahap operasi potensi tumpahan minyak dapat terjadi melalui kebocoran pipa dan semburan liar sewaktu pengeboran sumur produksi. Sedangkan pada tahap pasca operasi, tumpuhan minyak dapat terjadi sewaktu pengapalan dan pengangkutan. Tumpahan minyak tersebut dapat berdampak secara langsung terhadap ekosistem dan lingkungan hidup serta manusia yang ada disekitarnya. Besaran dampak akibat tumpahan minyak sangat ditentukan oleh volume dan frekuensi tumpahan yang terjadi. Tabel 15 Frekuensi dan jumlah tumpuhan minyak pada KKKS KKKS
2003 frek
2004
barel
frek
2005
barel
frek
2006
2007
barel
frek
barel
frek
barel
BP Indonesia
-
-
-
-
1
47.0
1
3.5
-
-
Caltex Pacific Indonesia Conoco Phillips
6
274.0
6
470.0
5
189.0
-
-
-
-
9
364.0
-
-
2
52.5
-
-
2
200.0
-
-
-
-
1
55.0
-
-
-
-
20
554.1
-
-
-
-
1
13.5
-
-
Total EP Indonesia
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
CNOOC SES
-
-
2
195.0
1
183.3
1
6.6
1
31.7
Petro China
-
-
-
-
-
-
-
-
2
177.0
Medco EP Indonesia
-
-
1
250.0
5
130.0
-
-
3
118.0
Kondur Petroleum
-
-
1
20.0
1
15.0
-
-
1
6.9
Pearl Oil (Tungkal) Ltd
-
-
-
-
1
89.4
-
-
-
-
PT Pertamina EP
-
-
-
-
2
25.0
2
111.0
5
452.0
35
1192.1
10
935.0
19
786.2
19
786.2
19
786.2
Exxon Mobil Oil Indonesia Unocal Indonesia
Total
Sumber: Ditjen Migas, 2007
108
Pada tahun 2003, tumpahan minyak terjadi sebanyak 35 kali dengan volume 1.192,1 barrel. Tumpahan tertinggi terjadi pada KKKS Unocal Indonesia yakni sebanyak 20 kali dengan volume sekitar 554,1 barrel. Sementara pada tahun 2004, tumpahan minyak terjadi sebanyak 10 kali dengan volume 935,0 barrel. Tumpahan tertinggi terjadi pada KKKS Caltex Pacific Indonesia yakni sebanyak 6 kali dengan volume sekitar 470,0 barrel. Tumpahan minyak pada tahun 2005, terjadi sebanyak 19 kali dengan volume 786,2 barrel, dengan tumpahan tertinggi terjadi pada KKKS Caltex Pacific Indonesia yakni sebanyak 5 kali dengan volume 189,0 barrel. Tabel 16 Tumpahan minyak (barel) periode 2000-2007 Tahun Hilir 2000 4.007,6 2001 2002 2003 2004 5.000,0 2005 2006 2007 452,0 Sumber: Ditjen Migas, 2007
Hulu 17.570,0 11.522,0 6.467,0 1.192,1 9.801,6 770,9 1.188,6 144,9
Potensi tumpahan minyak juga dapat terjadi pada operasi hilir atau pemasaran/niaga,
baik
dari
transportasi
melalui
pipa
maupun
kapal.
Sesungguhnya tumpuhan minyak yang terjadi, umumnya merupakan kejadian emergency, yang terjadi karena kebocoran atau pecahnya tanker. Tumpahan minyak dapat menimbulkan dampak pencemaran bahkan kerusakan lingkungan hidup bila tidak ditanggulangi dengan segera, karena lapisan minyak yang menutupi permukaan air dapat menyebabkan kurangnya cahaya yang masuk kedalam perairan, sehingga fotosintensis tidak terjadi dan berdampak terhadap matinya berbagai biota perairan, termasuk matinya terumbu karang. Jika tumpuhan minyak menutupi akar mangrove serta tumbuhan hijau di daratan. Tumpahan minyak tersebut menutupi akar nafas dari mangrove, sehingga mangrove mengalami kekurangan oksigen dan akhirnya mengalami kematian (Dahuri et al., 1996).
109
18000
HULU HILIR
16000 14000 12000 10000 Barel 8000 6000 4000 2000 0 2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
Tahun
Gambar 6 Volume tumpahan minyak pada kegiatan hulu dan hilir migas Tumpahan minyak merupakan keadaan darurat (emergency) yang selama ini tidak dikaji di dalam AMDAL, padahal hal tersebut dapat menimbulkan pencemaran dan bahkan kerusakan lingkungan. Pencemaran lingkungan hidup menurut UU No. 23 tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Definisi tersebut sangat sulit dijabarkan, sehingga perlu dirumuskan definisi pencemaran lingkungan hidup yang lebih operasional. Hasil penelitian diperoleh bahwa pencemaran lingkungan hidup adalah turunnya kualitas lingkungan hidup dan atau ekosistem yang disebabkan oleh aktivitas manusia, sehingga tidak berfungsi lagi sesuai peruntukkannya pada waktu dan wilayah tertentu. Sedangkan perusakan lingkungan hidup menurut UU No. 23 tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup adalah tindakan yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik dan/atau hayatinya yang mengakibatkan lingkungan hidup tidak berfungsi lagi dalam menunjang pembangunan berkelanjutan. Pada hakekatnya, kerusakan lingkungan hidup adalah terjadinya perubahan ekosistem (fisik, kimia, hayati termasuk sosial ekonomi dan budaya) yang disebabkan oleh aktivitas manusia
110
secara langsung maupun tidak langsung sehingga menyebabkan terhambatnya pembangunan yang berkelanjutan pada waktu tertentu. Masih
seringnya
terjadi
tumpuhan
minyak
(emergency)
yang
menyebabkan terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup, sehingga membutuhkan penanganan keadaan darurat yang terencana. Menurut Suratmo (2002), bahwa walaupun dampak emergency belum pasti terjadi (uncertain negative impact), tapi harus dikaji di dalam AMDAL. Selain dari tumpahan minyak dapat juga terjadi pencemaran dan kerusakan lingkungan akibat semburan liar (blow out) dari sumur pemboran baik umur eksploitasi maupun sumur produksi, semburan liar yang biasanya diikuti dengan kebakaran yang dapat mengakibatkan kerugian waktu, biaya dan rusaknya lingkungan. Semburan liar merupakan peristiwa mengalirnya fluida (minyak, gas dan air) dari formasi kedalam sumur, lalu menyembur ke permukaan tanpa dapat dikendalikan (Purnomo dan Tobing, 2007). 5.3.2
Kualitas Limbah Cair
Polusi air adalah penyimpangan sifat-sifat air dari keadaan normal, bukan dari kemurniannya. Air yang tersebar di alam tidak pernah terdapat dalam bentuk murni, tapi bukan berarti semua air terpolusi. Sebagai contoh, meskipun di daerah pegunungan atau hutan yang terpencil dengan udara yang bersih dan bebas dari polusi, air hujan selalu mengandung bahan-bahan terlarut seperti CO2, O2 dan N2 serta bahan-bahan tersuspensi seperti debu dan partikel-partikel lainnya yang terbawa dari atmosfer (PPLH UNSRI, 2003). Salah satu hasil sampingan dari kegiatan industri migas adalah limbah cair dengan kadar minyak yang tinggi, limbah cair ini dapat mencemari terhadap perairan di sekitarnya, dapat menurunkan kualitas lingkungan dan menimbulkan dampak negatif terhadap kualitas air apabila dibuang secara langsung tanpa diolah terlebih dahulu. Untuk mengurangi kadar minyak yang tinggi tersebut maka diperlukan suatu sistem pengolahan (Effendi, 2003). Kualitas air digunakan baku mutu kualitas air limbah untuk kegiatan usaha migas yang ditetapkan berdasarkan surat keputusan menteri negara lingkungan hidup No. 42 tahun 1996 tentang baku mutu limbah bagi usaha dan/atau kegiatan
111
minyak dan gas serta panas bumi. Parameter kualitas limbah cair yang dianalisis yakni minyak dan lemak, COD, sulfida dan amoniak. a. Minyak dan Lemak Keberadaan minyak dan lemak dalam limbah cair atau dalam badan air akan membentuk lapisan yang tipis disebut film minyak pada permukaan air (massa jenis minyak/lemak lebih kecil dari massa jenis air). Lapisan tipis ini akan menghambat kelarutan udara terutama oksigen ke dalam badan air padahal kelarutan oksigen dalam air dibutuhkan oleh biota perairan. Selain itu keberadaan lapisan minyak dalam badan air akan menghambat masuknya cahaya matahari ke dalam air, sehingga proses fotosintesis dalam badan air akan terhambat. Proses fotosintesis sangat berguna untuk meningkatkan kandungan oksigen yang terlarut dalam badan air. Kadar maksimum minyak dan lemak dalam limbah cair adalah 35 mg/l. Kandungan minyak dan lemak dalam perairan dapat berasal dari berbagai sumber, antara lain: pembersihan dan pencucian kapal tangker (water blase), pengeboran minyak di dekat perairan, kebocoran kapal pengangkut minyak serta sumber-sumber lainnya seperti buangan pabrik. Hal tersebut, disebabkan karena minyak tidak larut dalam air, sehingga apabila terjadi tumpahan minyak di perairan maka, minyak akan mengapung dan dalam beberapa hari akan mengalami penguapan dan mengalami emulsifikasi yang akhirnya air dan minyak dapat bercampur. 40 35 30 25
mg/L
20 15 10 5 1993
1994
1995
1996
1997
CPI Duri Suryaraya Teladan Expan Toili Baku Mutu Lingkungan
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
Pertamina Plaju Lapindo Brantas BP Tangguh
Gambar 7 Kandungan minyak lemak di enam lokasi kegiatan usaha migas
112
Hasil pemantauan yang dilakukan pada enam perusahaan migas, pada masing-masing lokasi masih memiliki kandungan minyak dan lemak di bawah baku mutu lingkungan yang ditetapkan. Kondisi tersebut dimungkinkan karena pada umumnya perusahaan migas dalam melakukan operasi telah menerapkan dan menggunakan teknologi tinggi, dengan kemungkinan kebocoran minyak yang sangat kecil. Disisi lain, apabila terjadi kebocoran minyak, kesiapan penanganan keadaan darurat (emergency response plan) dan treatment merupakan prosedur utama, sehingga kemungkinan untuk menjumpai luberan minyak ataupun kandungan minyak lemak di atas ambang batas sangat jarang. Kadar minyak dan petroleum yang diperkenankan terdapat pada air minum berkisar antara 0,01-0,1 mg/l. Kadar yang melebihi 0,3 mg/l bersifat toksik terhadap beberapa jenis ikan air tawar (Effendi, 2003). b. Hidrogen Sulfida Senyawa hidrogen sulfida (H2S) merupakan senyawa yang terbentuk dari penguraian anaerobik terhadap senyawa yang mengandung belerang. Senyawa ini akan menimbulkan bau dan warna terhadap badan air dimana H2S ini bersifat racun terhadap biota perairan. Baku mutu lingkungan berdasarkan Kepmen LH No. 42 tahun 1996 untuk bahan pencemar adalah 1,0 mg/l. 1.4 1.2 1 0.8 mg/L 0.6 0.4 0.2 0 1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
Pertamina Plaju
CPI Duri
Suryaraya Teladan
Lapindo Brantas
BP Tangguh
Expan Toili
Buku Mutu Lingkungan
Gambar 8 Kandungan H2S di enam lokasi kegiatan usaha migas
113
Hasil pemantauan yang dilakukan pada enam perusahaan migas, ditemukan bahwa pada tahun 1993 di lokasi Pertamina UP III Plaju kandungan H2S melebihi baku mutu lingkungan yang ditetapkan namun di tahun berikutnya hingga tahun 2007 kadungan H2S di bawah baku mutu lingkungan yang ditetapkan (0,5 mg/l). Sedangkan pada perusahaan PT.CPI Lapangan Duri, kandungan H2S melebihi baku mutu lingkungan (1,0 mg/l) terjadi pada tahun 1994-1995 dan selanjutnya terjadi penurunan hingga tahun 2006. Gambar 8 menunjukkan bahwa perusahaan sangat peduli pada lingkungan. Hal tersebut tergambarkan pada nilai H2S yang dari tahun ke tahun berada di bawah baku mutu lingkungan untuk H2S (0,5 mg/l). c. Kebutuhan Oksigen Kimiawi Kebutuhan
oksigen
kimiawi/chemical
oxygen
demand
(COD)
menunjukkan kandungan bahan organik dan anorganik yang dapat didegradasi dan dinyatakan dengan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk proses degradasinya. Makin tinggi nilai COD pada badan air (air permukaan) dan air limbah maka kualitas air tersebut makin buruk. COD menggambarkan jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik secara kimiawi, baik yang dapat didegradasi secara biologi (biodegradable) maupun yang sukar didegradasi secara non biologi (non biodegradable) menjadi CO2 dan H2O (Effendi, 2003). 350 300 250
mg/L 200 150 100 50 0
1993
1994
1995
1996
1997
Pertamina Plaju Lapindo Brantas Baku Mutu Lingkungan
1998
1999
2000
CPI Duri BP Tangguh
2001
2002
2003
2004
2005
2006
Suryaraya Teladan Expan Toili
Gambar 9 Kandungan COD di enam lokasi kegiatan usaha migas
114
Hasil pemantauan diperoleh bahwa pada enam lokasi kegiatan usaha migas ternyata tidak terdapat kandungan kebutuhan oksigen kimiawi (COD) yang melebihi baku mutu lingkungan yang telah ditetapkan (300 mg/l). Hal tersebut dimungkinkan karena dalam kegiatan usaha migas telah diterapkan penggunaan teknologi yang ramah lingkungan, serta telah dilakukan pengelolaan limbah. Kesemua hal tersebut menjadi perhatian serius dari perusahaan yang beroperasi, sehingga kemungkinan kandungan COD yang melebihi baku mutu lingkungan tidak dan jarang terjadi. d. Amoniak Bebas Amoniak dalam air permukaan (badan air) dapat berasal dari hasil degradasi baik secara aerobik maupun anaerobik, bahan yang mengandung unsur nitrogen misalnya protein. Adanya amoniak dalam air permukaan dapat menimbulkan bau. Batas maksimum amoniak yang diperbolehkan berdasarkan Kepmen LH No. 42 tahun 1996 adalah 10 mg/l. 12 10 8 mg/L 6 4 2 0 1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
Pertamina Plaju
CPI Duri
Suryaraya Teladan
Lapindo Brantas
BP Tangguh
Expan Toilii
2004
2005
2006
Baku Mutu Lingkungan
Gambar 10 Kandungan amoniak di enam lokasi kegiatan usaha migas Berdasarkan Gambar 10 menunjukkan bahwa kandungan amoniak di Pertamina-Suryaraya Teladan pada awal operasi melebihi baku mutu amoniak yang telah ditetapkan (10 mg/l) dan mengalami penurunan mulai dari tahun 2001 hingga tahun 2006. Hal ini terjadi karena meningkatnya penggunaan teknologi
115
yang digunakan untuk mengurangi kandungan amoniak. Sedangkan pada PT.CPI Lapangan Duri dan Pertamina UP III Plaju, kandungan amoniaknya dari tahun 1993-2006 tidak melampaui baku mutu amoniak yang telah ditetapkan (10 mg/l). Demikian pula kandungan amoniak di BP Tangguh, PT.Lapindo dan Expan Blok Toili yang dipantau dari tahun 2001-2006 tidak melampaui batas baku mutu yang telah ditetapkan (10 mg/l). 5.3.3
Kualitas Udara dan Kebisingan
Pencemaran udara didefinisikan sebagai masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dan/atau komponen lain kedalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udaara ambien turun sampai ke tingkat tertentu yang meyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya. Sedangkan yang dimaksud dengan emisi adalah zat, energi dan/atau komponen lain yang dihasilkan dari suatu kegiatan yang masuk dan/atau dimasukkannya kedalam udara ambien yang mempunyai dan/atau tidak mempunyai potensi sebagai unsur pencemar (PPLH UNSRI, 2003). Udara adalah media pencampur untuk limbah gas. Limbah gas atau asap yang diproduksi dari sisa pembakaran dan kendaraan bermotor, gas buangan keluar menempati ruang atmosfir yang selanjutnya bercampur dengan asap hasil pembakaran dan udara. Secara alamiah udara mengandung unsur kimia seperti O2, N2, NO2, CO2, H2 dan lain-lain. Penambahan gas kedalam udara melampaui kandungan alami akibat kegiatan manusia khususnya dalam pembukaan lahan, pertambangan dan kegiatan migas dapat menimbulkan polusi yang akan menurunkan kualitas udara. Zat pencemar melalui udara diklasifikasikan menjadi dua bagian yaitu partikel dan gas.
Partikel adalah butiran halus yang masih mungkin terlibat
dengan mata telanjang seperti uap air, debu, asap, kabut dan fume, namun yang dikaji dalam penelitian ini hanya partikel debu. Sedangkan pencemaran berbentuk gas hanya dapat dirasakan melalui penciuman (untuk gas tertentu) atau akibat langsung antara lain SO2, Nox, CO, CO2, hidrogen dan lain-lain.
116
a. Kandungan SO2 Sifat dari gas SO2 adalah gas yang tidak berwarna, namun memiliki bau sangat tajam. Bahan-bahan yang mengandung belerang teroksidasi membentuk sulfur dioksida. Sulfur dioksida dapat berubah menjadi asam belerang (asam sulfat) di atmosfir dan di dalam jaringan tubuh manusia. Sulfur dioksida stabil dalam beberapa hari, di udara teroksidasi menjadi SO3 yang akhirnya membentuk aerosol asam higroskopik H2SO4 lalu akan terjadi hujan asam. Gas SO2 dapat merusak tanaman, menyebabkan korosi pada permukaan logam dan merusak bahan nilon dan lain-lain (PPLH-UNSRI, 2003). Kandungan SO2 di udara diduga berasal dari bocoran gas alam pada SKG, bocoran dari separator minyak pada stasiun pengumpul, sisa pembakaran pada flare dan genset. Data hasil pemantauan untuk enam lokasi kegiatan usaha migas menunjukkan bahwa nilai kandungan SO2 di lingkungan relatif sangat kecil, jauh di bawah baku mutu (0,365 ppm) berdasarkan peraturan pemerintah No. 41 tahun 1999 tentang pengendalian pencemaran udara (baku mutu ambien nasional). 1000 900 800 700 600 500 400 300 200 100 0 1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
Pertamina Plaju
CPI Duri
Suryaraya Teladan
BP Tangguh
ExpanToili
Baku Mutu Lingkungan
2005
2006
Lapindo Brantas
Gambar 11 Kandungan SO2 di enam lokasi kegiatan usaha migas b. Kandungan H2S Senyawa H2S dalam bentuk gas bersifat racun dan berbau busuk, H2S di udara pada musim hujan akan larut dalam air yang merubah sifak fisik air
117
menjadi hitam, dan dengan senyawa besi membentuk Fe2S. Kandungan H2S dapat berasal dari sisa pembakaran pada flare atau pada genset dan sisa tumpahan minyak mentah yang tercecer maupun pada oil catcher yang menguap akibat dari penguapan oleh panas matahari. Nilai kandungan dalam udara di lingkungan dari hasil pelaporan relatif sangat kecil dan masih di bawah baku mutu lingkungan yang ditetapkan. Indikator ini diperkuat dengan tidak adanya keluhan dari pekerja dan masyarakat desa sekitar mengenai gangguan pernafasan. Demikian juga tingkat korosif di lokasi yang dipantau umumnya kurang terlihat. 0.0350
0.0300
0.0250
0.0200
0.0150
0.0100
0.0050
0.0000 1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
Pertamina Plaju
CPI Duri
Suryaraya Teladan
BP Tangguh
Expan Toili
Baku Mutu Lingkungan
2005
2006
Lapindo Brantas
Gambar 12 Kandungan H2S di enam lokasi kegiatan usaha migas c. Kandungan NOx Kandungan NOx terbentuk pada temperatur tinggi dan pada kondisi kaya oksigen.
Sumber pembentuk NOx dari kegiatan penambangan minyak dapat
berasal dari flare pada gas buangan di daerah pengeboran maupun pada stasiun pengumpul dan dapat berasal dari aktivitas kendaraan operasional dari dan menuju lokasi. Dengan demikian, temperatur tinggi pada pembakaran gas sisa di flare, kendaraan operasional, dari knalpot genset dapat mendorong terbentuknya nitrogen monoksida. Jika pada saat pembentukan pada temperatur tinggi dan pada
118
kondisi oksigen berlebihan. Kehadiran NOx adalah sama seperti kandungan SO2. Hasil pelaporan pemantauan di enam lokasi kegiatan usaha migas menunjukkan bahwa tingkat kandungan NOx dalam udara di lingkungan relatif rendah masih di bawah nilai baku mutu lingkungan. Oleh karena itu wajar, bila pengaruh terhadap lingkungan pada saat ini belum terjadi seperti belum adanya gangguan pertumbuhan vegetasi ataupun kesehatan pekerja. 450.0000 400.0000 350.0000 300.0000 250.0000 200.0000 150.0000 100.0000 50.0000 0.0000 1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
Pertamina Plaju
CPI Duri
Suryaraya Teladan
BP Tangguh
Expan Toili
Baku Mutu Lingkungan
2004
2005
2006
Lapindo Brantas
Gambar 13 Kandungan NOx di enam lokasi kegiatan usaha migas Hasil pemantuan kinerja lingkungan tampak bahwa kandungan NOx pada enam lokasi pengamatan untuk enam lokasi kegiatan usaha minyak dan gas diperoleh bahwa kandungan NOx terukur tidak melebihi baku mutu lingkungan yang dipersyaratkan. Kandungan NOx dari masing-masing lokasi pengamatan menunjukkan kecenderungan yang menurun dari tahun ke tahun. Kondisi ini mengindikasikan bahwa pengelolaan lingkungan pada kegiatan usaha migas telah menjadi perhatian utama. Penggunaan teknologi pengelolaan limbah dan buangan serta dampak yang dapat muncul telah menjadi salah satu prioritas utama dalam kegiatan usaha migas. d. Kebisingan Pengukuran kualitas udara dan kebisingan dilakukan pada lokasi lapangan minyak dan gas yang sudah beroperasi. Analisis terhadap data kualitas lingkungan
119
yang diperoleh dari lapangan akan selalu didasarkan pada baku mutu lingkungan (BML) yang telah ditetapkan. Penilaian untuk kebisingan digunakan baku mutu bagi kawasan industri berdasarkan keputusan menteri LH No. 48 tahun 1996. Hasil analisis kebisingan pada pemantauan periode 1993-2006 disajikan pada Gambar 14. 80 70 60 50 40 30 20 10 0 1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
Pertamina Plaju
CPI Duri
Suryaraya Teladan
BP Tangguh
Expan Toili
Baku Mutu Lingkungan
2005
2006
Lapindo Brantas
Gambar 14 Kebisingan di enam lokasi kegiatan usaha migas Sumber bising pada lokasi pemantauan berasal dari kompresor gas pada booster dan SKG, selain dari genset dan pompa. Pemantauan dilakukan hanya untuk kawasan industri (pusat) dengan baku mutu bising (>70 dBA) berdasarkan keputusan menteri LH No. 48 tahun 1996 untuk kawasan industri. Berdasarkan Gambar 14 menunjukan bahwa tingkat kebisingan pada enam lokasi kegiatan migas tidak ada yang melampaui baku mutu bising sebagaimana yang telah ditetapkan pada Kepmen LH No. 48 tahun 1996. Hasil ini diperkuat dengan tidak adanya keluhan dari pekerja dan masyarakat sekitar daerah industri. Tingkat kebisingan merupakan hal yang perlu dicermati karena dapat diukur secara langsung (didengar) oleh pekerja dan masyarakat di sekitarnya. Untuk mereduksi kebisingan dapat dilakukan penanaman pohon-pohon seperti bambu atau pohon-pohon tegakan tinggi di sekitar sumber kebisingan (pompa, genset atau kompresor).
120
5.3.4
Aspek Sosial Ekonomi
Aspek sosial ekonomi di dalam penyusunan dokumen AMDAL didasarkan pada keputusan menteri No. 229 tahun 1996 tentang pedoman kajian aspek sosial ekonomi. Di dalam keputusan menteri tersebut, salah satu parameter untuk mengukur aspek sosial adalah pendapatan domestik regional bruto (PDRB). Perkembangan PDRB merupakan salah satu kriteria penilaian keberhasilan pembangunan daerah. Keadaan ekonomi makro regional suatu daerah dapat dilihat dari perkembangan PDRB, baik dari besaran nilainya maupun perkapita. Distribusi PDRB suatu daerah sangat ditentukan oleh besarnya sumbangan yang diberikan oleh tiap-tiap sektor yang terbagi dalam beberapa sub sektor. Indikator lain yang digunakan untuk mengukur aspek sosial ekonomi pada enam kegiatan usaha migas adalah aspek pendidikan dan kesehatan. Kedua aspek tersebut merupakan aspek sosial masyarakat yang umumnya banyak digunakan sebagai indikator pertumbuhan ekonomi dari sisi sosial masyarakat. Aspek pendidikan dapat diidentifikasi berdasarkan perkembangan jumlah gedung sekolah maupun taraf pendidikan (lamanya sekolah), sedang aspek kesehatan diidentifikasi berdasarkan perkembangan jumlah gedung kesehatan dan tingkat kesehatan masyarakat. Berdasarkan daerah operasi kegiatan migas yang dikaji pada enam lokasi kegiatan usaha migas yakni PT.CPI Duri Kabupaten Bengkalis, Pertamina UP III Plaju Kota Palembang dan Kabupaten Musi Banyuasin, Pertamina-Suryaraya Teladan Kabupaten Muara Enim dan Kabupaten Musi Banyuasin, PT.Lapindo Kabupaten Sidoarjo, Expan Toili Sulawesi Kabupaten Morowali dan BP Tangguh Kabupaten Sorong.
121
4,000 3,500
Gedung sekolah (unit)
3,000
Fasilitas kesehatan (unit) 2,500
PDRB tanpa Migas (Rp. X 10000) PDRB dengan Migas (Rp. X 10000)
2,000 1,500 1,000 500
2005
2004
2003
2002
2001
2000
1999
1998
1997
1996
1995
1994
1993
1992
1991
1990
1989
1988
1987
1986
-
Gambar 15 Perkembangan PDRB, gedung sekolah dan fasilitas kesehatan Kabupaten Bengkalis (BPS Kabupaten Bengkalis, 1986-2005) Berdasarkan Gambar 15 menunjukkan bahwa kontribusi sektor migas sangat mempengaruhi perekonomian daerah Kabupaten Bengkalis. Kondisi ini terjadi seiring berkembangnya sektor migas salah satunya sejak beroperasinya PT.CPI Lapangan Duri di Kabupaten Bengkalis. Namun, peningkatan sektor migas terhadap PDRB Kabupaten Bengkalis tidak mempengaruhi perkembangan jumlah gedung sekolah sebagai salah satu parameter dari sektor pendidikan demikian halnya pada perkembangan jumlah fasilitas kesehatan. Hal ini menggambarkan bahwa kontribusi sektor migas tidak dinikmati secara merata, khususnya yang berkaitan dengan dimensi sosial masyarakat. Saat ini, sumbangsih sektor migas lebih menjadi sumber APBD yang selanjutnya menjadi bagian dari belanja dan penggunaan anggaran daerah dalam pembangunan. Rendahnya korelasi antara sumbangan migas terhadap pertumbuhan pendidikan dan kesehatan, lebih disebabkan oleh fokus dan penekanan pembangunan daerah bersangkutan. Pembangunan infrastruktur seperti jalan dan sarana penerangan (listrik) lebih menjadi fokus pemerintah daerah Kabupaten Bengkalis.
122
3000 Gedung sekolah (unit)
2500
Fasilitas kesehatan (unit) PDRB tanpa Migas(Rp. x10000)
2000
PDRB dengan Migas(Rp. x10000) 1500
1000
500
2005
2004
2003
2002
2001
2000
1999
1998
1997
1996
1995
1994
1993
1992
1991
1990
1989
1988
1987
1986
0
Gambar 16 Perkembangan PDRB, gedung sekolah dan fasilitas kesehatan Kota Palembang (BPS Kota Palembang, 1986-2005) Berdasarkan Gambar 16 menunjukkan bahwa dengan berkembangnya sektor migas di Kota Palembang, perekonomian daerah (PDRB) meningkat secara signifikan. Kondisi ini terjadi sejak beroperasinya Pertamina UP III Plaju pada tahun 1993. Namun, peningkatan ini tidak diiringi oleh peningkatan jumlah gedung sekolah dan jumlah fasilitas kesehatan di Kota Palembang. Hal ini berarti peningkatan kontribusi sektor migas tidak mempengaruhi sektor pendidikan dan sektor kesehatan di Kota Palembang. Kontribusi sektor migas terhadap PDRB Kota Palembang, menunjukkan perkembangan yang signifikan. Kontribusi migas tampak pada tahun 2002, mengalami peningkatan terus menerus hingga tahun 2005. Namun kondisi tersebut belum memberikan pengaruh yang nyata terhadap kondisi sosial masyarakat seperti pertumbuhan taraf pendidikan yang ditandai dengan masih minimnya gedung sekolah serta perkembangan jumlah tahunan yang rendah. Demikian pula untuk sektor kesehatan dimana perkembangan jumlah gedung kesehatan belum menunjukkan hubungan yang signifikan dengan sumbangan sektor migas di Kota Palembang.
123
350 Gedung sekolah (unit) 300
Fasilitas kesehatan (unit) PDRB tanpa Migas(Rp. x100000)
250
PDRB dengan Migas(Rp. x100000) 200 150 100 50
2005
2004
2003
2002
2001
2000
1999
1998
1997
1996
1995
1994
1993
1992
1991
1990
1989
1988
1987
1986
0
Gambar 17 Perkembangan PDRB, gedung dan fasilitas kesehatan Kabupaten Sidoarjo (BPS Kabupaten Sidoarjo, 1986-2005) Berdasarkan Gambar 17 menunjukkan bahwa kontribusi sektor migas tidak terlalu signifikan mempengaruhi perekonomian daerah Kabupaten Sidoarjo. Kontribusi sektor migas baru dinikmati mulai pada tahun 2001 karena pada tahun tersebut sektor migas mulai berkembang, salah satunya dengan beroperasinya PT.Lapindo Brantas di Kabupaten Sidoarjo. Namun, kontribusi sektor migas tidak mempengaruhi perkembangan jumlah gedung sekolah dan fasilitas kesehatan di Kabupaten Sidoarjo. Kontribusi sektor migas terhadap PDRB dan pertumbuhan ekonomi yang diukur dari sisi kesejahteraan sosial di Kabupaten Sidoarjo tidak menunjukkan hubungan yang signifikan. Kondisi tersebut, sangat dipengaruhi oleh kondisi daerah secara umum yang didominasi oleh sektor industri. Hal ini, tampak pada perkembangan PDRB tanpa migas sama dengan perkembangan PDRB dengan migas. Dengan demikian pertumbuhan ekonomi secara mikro di Kabupaten Sidoarjo dalam kaitannya dengan sumbangan PDRB sektor migas masih sangat rendah. Namun demikian, perkembangan ekonomi secara makro tetap memberikan sumbangan yang besar. Kesempatan kerja dan peluang berusaha di sektor migas tetap menjadi bagian dari perkembangan dan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Sidoarjo.
124
Perkembangan aspek sosial ekonomi di Kabupaten Muara Enim diukur dari perkembangan PDRB dengan migas, PDRB tanpa migas dan jumlah gedung sekolah. Berdasarkan Gambar 18 menunjukkan bahwa sejak tahun 1995 perkembangan sektor migas memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perekonomian daerah, hal ini terlihat dari perkembangan PDRB dengan migas dan PDRB tanpa migas. Namun, kontribusi sektor migas terhadap PDRB ternyata tidak mempengaruhi perkembangan jumlah gedung sekolah dan fasilitas kesehatan di Kabupaten Muara Enim. Masih minimnya sumbangsih sektor migas terhadap pertumbuhan ekonomi mikro dan kesejahteraan sosial masyarakat, lebih disebabkan oleh konsep pemerataan pembangunan daerah yang masih sangat bergantung pada pertumbuhan dan perkembangan jumlah APBD. Prioritas pembangunan lebih dikedepankan pada infrastruktur jalan dan aksesibilitas informasi serta pembiayaan pembangunan dan belanja daerah. 1200 Gedung sekolah (unit) 1000
Fasilitas kesehatan (unit) PDRB tanpa Migas(Rp. x10000)
800
PDRB dengan Migas(Rp. x10000)
600
400
2005
2004
2003
2002
2001
2000
1999
1998
1997
1996
1995
1994
1993
1992
1991
1990
1989
1988
1987
0
1986
200
Gambar 18 Perkembangan PDRB, gedung sekolah dan fasilitas kesehatan Kabupaten Muara Enim (BPS Kabupaten Muara Enim, 1986-2005) Kondisi di Kabupaten Muara Enim tidak jauh berbeda dengan yang terjadi di Kabupaten Musi Banyuasin. Kontribusi sektor migas sangat mempengaruhi perekonomian daerah, terlihat dari perbedaan nilai PDRB tanpa migas dan PDRB dengan migas yang tinggi mulai tahun 1995. Namun, disisi lain perkembangan
125
jumlah gedung sekolah dan jumlah fasilitas kesehatan sangat jauh berbeda dengan perkembangan PDRB dengan migas. Jumlah gedung sekolah dan fasilitas kesehatan berdasarkan Gambar 19 tidak menunjukkan kenaikan yang signifikan atau dianggap tidak ada peningkatan dari tahun ke tahun. 1800 1600
Gedung sekolah (unit)
1400
Fasilitas kesehatan (unit) PDRB tanpa Migas(Rp. x10000)
1200
PDRB dengan Migas(Rp. x10000)
1000 800 600 400 200
2005
2004
2003
2002
2001
2000
1999
1998
1997
1996
1995
1994
1993
1991
1992
1990
1989
1988
1987
1986
0
Gambar 19 Perkembangan PDRB, gedung sekolah dan fasilitas kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin (BPS Kabupaten Musi Banyuasin, 1986-2005) Sumbangan sektor migas terhadap PDRB menunjukkan nilai yang signifikan terutama pada dua tahun terakhir. Kondisi ini menunjukkan bahwa sektor migas di Kabupaten Musi Banyuasin menjadi tulang punggung pembangunan daerah. Namun demikian sumbangan sektor yang besar tersebut, belum memberikan sumbangan yang nyata terhadap aspek kesejahteraan sosial masyarakat seperti taraf pendidikan dan tingkat kesehatan. Kedua aspek tersebut diukur dari sisi perkembangan jumlah fasilitas gedung sekolah dan gedung kesehatan. Berdasarkan data yang diperoleh kedua aspek tersebut belum mengalami perkembangan yang berarti. Kondisi ini sangat dipengaruhi oleh pemerataan pembangunan dan prioritas pembiayaan pembangunan. Kedua faktor tersebut menjadi jawaban terhadap belum signifikannya sumbangan migas terhadap aspek kesejahteraan sosial. Perkembangan PDRB dengan migas dan PDRB tanpa migas Kabupaten Morowali, menunjukkan perbedaan yang sangat kecil. Kontribusi sektor migas
126
mulai terlihat pada tahun 2001, yakni pada tahun tersebut sektor migas mulai berkembang dengan beroperasinya PT.Expan Toili di Kabupaten Morowali. 1600 Gedung sekolah (unit)
1400
Fasilitas kesehatan (unit) 1200
PDRB tanpa Migas(Rp.x1000) PDRB dengan Migas(Rp.x1000)
1000 800 600 400 200
2005
2004
2003
2002
2001
2000
1999
1998
1997
1996
1995
1994
1993
1992
1991
1990
1989
1988
1987
1986
0
Gambar 20 Perkembangan PDRB, gedung sekolah dan fasilitas kesehatan Kabupaten Morowali (BPS Kabupaten Morowali, 1986-2005) Perkembangan PDRB tanpa migas tidak berbeda dengan perkembangan PDRB dengan migas. Kondisi ini sangat dipengaruhi oleh besarnya peranan sektor-sektor lain seperti perkebunan dan pertanian, perikanan dan kelautan serta kehutanan. Dalam kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan sumbangan sektor migas belum memberikan dampak yang nyata khususnya terhadap aspek sosial masyarakat yakni: taraf pendidikan dan tingkat kesehatan masyarakat. Kontribusi sektor migas di Kabupaten Sorong salah satunya dapat diukur dari perkembangan PDRB. Pada Gambar 21 terlihat bahwa dari tahun 1993 sektor migas mulai berkembang dengan nilai kontribusi terhadap perekonomian daerah yang sangat signifikan dari tahun ke tahun. Namun, perkembangan sektor migas tidak menujukkan pengaruh yang positif terhadap perkembangan jumlah gedung sekolah dan fasilitas kesehatan di Kabupaten Sorong. Jumlah gedung sekolah dan fasilitas kesehatan dari tahun ke tahun tidak menunjukkan kenaikan. Hal ini berarti kontribusi sektor migas yang begitu besar tidak merata pada seluruh sektor di Kabupaten Sorong.
127
350 Gedung sekolah (unit)
300
Fasilitas kesehatan (unit) 250
PDRB tanpa Migas(Rp. X 10000) PDRB dengan Migas(Rp. X 10000)
200 150 100
2005
2004
2003
2002
2001
2000
1999
1998
1997
1996
1995
1994
1993
1992
1991
1990
1989
1988
1987
0
1986
50
Gambar 21 Perkembangan PDRB, gedung sekolah dan fasilitas kesehatan Kabupaten Sorong (BPS Kabupaten Sorong, 1986-2005) Perkembangan aspek sosial ekonomi yang diukur dari nilai PDRB, gedung sekolah dan fasilitas kesehatan pada tujuh kabupaten/kota di enam lokasi kegiatan usaha migas menunjukkan bahwa kontribusi sektor migas yang begitu besar tidak dinikmati secara merata pada seluruh sektor di daerah. Peningkatan PDRB secara umum dengan keberadaan perusahaan migas, menunjukkan nilai yang signifikan. Kabupaten/kota dengan PDRB yang tinggi, diharapkan mampu memberikan perkembangan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah,
pemerataan
sosial
dan
peningkatan
kesejahteraan
masyarakat.
Peningkatan PDRB secara umum pada kabupaten/kota dimana perusahaan beroperasi, ternyata tidak diikuti dengan perkembangan kondisi sosial yang signifikan. Aspek pendidikan dan kesehatan merupakan indikator yang dapat digunakan untuk melihat bagaimana kondisi sosial masyarakat. Berdasarkan evaluasi aspek sosial ekonomi pada tujuh kabupaten/kota di enam lokasi kegiatan usaha migas, diperoleh bahwa meskipun aspek ekonomi makro yakni PDRB daerah mengalami peningkatan yang signifikan dengan kehadiran perusahaan-perusahaan minyak tersebut, namun disisi lain aspek sosial dengan menggunakan indikator pendidikan yakni perkembangan jumlah gedung dan jumlah fasilitas kesehatan tidak menunjukkan peningkatan yang nyata.
128
Kondisi ini menjadi permasalahan klasik yang umum dijumpai di daerah-daerah lokasi kegiatan usaha migas dilakukan. Hal tersebut disebabkan karena tidak diwajibkannya pembangunan dimensi sosial oleh perusahaan-perusahaan yang beroperasi, namun hal tersebut hanya bersifat voluntary, sehingga dimensi sosial masyarakat seperti pengembangan pendidikan masyarakat lokal sangat bergantung pada keberpihakan perusahaan yang beroperasi. Dengan demikian, secara umum pembangunan dimensi sosial tidak menjadi tanggung jawab perusahaan, namun hanya menjadi bagian dari program kepedulian sosial semata. Tanggung jawab kemudian dilimpahkan pada pemerintah daerah yang memperoleh share lifting dari kegiatan usaha migas. 5.3.5
Nilai Ekonomi Lingkungan
Nilai ekonomi lingkungan merupakan nilai moneter dari sumberdaya alam dan lingkungan. Estimasi nilai moneter telah banyak dilakukan dalam kerangka pengembangan perhitungan biaya kerugian akibat dampak yang ditimbulkan dari suatu kegiatan usaha pembangunan. Kegiatan usaha migas yang merupakan kegiatan ektraksi sumberdaya alam memungkinkan menimbulkan dampak terhadap lingkungan. Estimasi nilai ekonomi sejak awal perencanaan kegiatan, semestinya dilakukan sebagai bagian dari penggambaran rona awal lingkungan serta sebagai dasar atau acuan kompensasi kerusakan lingkungan. Perhitungan nilai ekonomi lingkungan dalam penelitian ini, dilakukan pada dua lokasi kegiatan usaha migas yakni pada perusahaan yang baru akan beroperasi dan perusahaan yang telah lama beroperasi, dengan maksud kedua lokasi kegiatan tersebut dapat menggambarkan nilai ekonomi lingkungan sebelum kegiatan usaha migas dan setelah kegiatan usaha migas beroperasi. 1. Kabupaten Gresik Kabupaten Gresik memiliki kawasan kepulauan yakni Pulau Bawean dan beberapa pulau kecil di sekitarnya. Luas daratan wilayah Kabupaten Gresik seluruhnya 1.192,25km2 terdiri dari 996,14 km2 luas daratan ditambah sekitar 196,11 km2 luas Pulau Bawean. Sedangkan luas wilayah perairan adalah 5.773,80 km2 yang sangat potensial dari sub sektor perikanan laut.
129
Jumlah penduduk Kabupaten Gresik yaitu 1.164.024 jiwa terdiri atas: lakilaki 586.484 jiwa dan perempuan 577.540 jiwa yang tergabung dalam 286.986 keluarga. Jumlah pencari kerja di Kabupaten Gresik sebanyak 19.023 orang terdiri atas: laki-laki 10.023 orang dan perempuan 9.211 orang. Tingkat pendidikan di Kabupaten untuk tingkat SD/MI yaitu 187.041 orang (25,94%), tingkat SMP/MTs sebanyak 638.933 orang (54,89%), tingkat SMA/MA 129.516 orang (11,13%), dan untuk tingkat akademi/sarjana 11.175 (0.96%). Berdasarkan struktur pendidikan, jumlah pencari kerja terdiri atas: tamat SD 3 orang (0,02%), tamat SLTP 267 orang (1,39%), tamat SMA 6.918 rang (35.97%), tamat sekolah kejuruan 5.188 orang (26,97%), tamat akademi 2.637 (13,71%) dan sarjana 4.221 (21,95%). Jumlah yang tenaga kerja yang telah ditempatkan sebanyak 1.822 orang terdiri atas: laki-laki 1016 orang (55,76%) dan perempuan 806 orang (44,24%). Perusahaan minyak di Gresik saat beroperasi kegiatan usaha Hess dengan produksi maksimum minyak 20.000 barrel per hari dan produksi gas 100 MMSCFD. Ladang produksi diperkirakan selama 20 tahun. Hutan mangrove di Kecamatan Ujung Pangkah, Kabupaten Gresik baik secara langsung maupun tidak langsung telah memberikan manfaat kepada masyarakat disekitarnya. Berdasarkan hal tersebut maka diperlukan suatu konsep pengelolaan yang diawali dengan mengetahui seberapa besar total nilai ekonomi dari hutan mangrove yang menjamin keberlanjutan sumberdaya. Total nilai ekonomi hutan mangrove di Kecamatan Ujung Pangkah dihitung dari manfaat langsung, manfaat tidak langsung, manfaat pilihan dan manfaat keberadaan. Hasil perhitungan valuasi ekonomi diperoleh nilai ekonomi total ekosistem hutan mangrove di Kecamatan Ujung Pangkah sebesar Rp. 1.235.996.678,00 per hektar per tahun dengan rinciannya disajikan pada Tabel 17. Tabel 17 Nilai ekonomi total ekosistem mangrove Ujung Pangkah, 2007 No Jenis Manfaat Manfaat Ekonomi (Rp/ha/tahun) 1
Manfaat Langsung
541.677.344,00
2
Manfaat Tidak Langsung
692.096.552,00
3
Manfaat Pilihan
4
Manfaat Keberadaan
2.084.783,00
Nilai Ekonomi Total
1.235.996.678,00
Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2007
138.000,00
130
Berdasarkan hasil identifikasi, manfaat langsung hutan mangrove mencakup manfaat usaha tambak, manfaat hasil kayu bakar dan manfaat penangkapan hasil perikanan seperti kepiting, udang dan ikan. Sedangkan manfaat tidak langsung dari hutan mangrove di Kecamatan Ujung Pangkah diperoleh dengan pendekatan manfaat fisik dan manfaat biologi. Manfaat fisik adalah sebagai penahan abrasi pantai yang diestimasi melalui replacement cost dengan pembuatan beton pantai untuk pemecah gelombang (break waters). Hasil yang diperoleh berdasarkan biaya pengganti dari nilai pemecah gelombang, yang diacu dari estimasi yang dilakukan Aprilwati (2001) yaitu bahwa biaya pembangunan fasilitas pemecah gelombang (break waters) ukuran 1 m x 11 m x 2,5 m (panjang x lebar x tinggi) dengan daya tahan 10 tahun sebesar Rp. 4.153.880,00. Panjang pantai hutan mangrove di Kecamatan Ujung Pangkah adalah 140 km, maka biaya pembuatan pemecah gelombang dengan daya tahan 10 tahun seluruhnya adalah Rp. 58,15 milyar. Selain manfaat tidak langsung berupa fisik, hutan mangrove juga memberikan manfaat biologi. Manfaat biologi berupa hutan mangrove sebagai spawning ground yang diperoleh dengan pendekatan menghitung manfaat hutan mangrove sebagai penyedia pakan alami bagi udang. Luas hutan mangrove pada saat ini adalah 84,10 ha. Hal ini berarti bahwa udang yang dapat diproduksi sebesar 16,32 ton per tahun. Produksi udang dikalikan dengan harga udang yang ada dipasaran saat ini yaitu sebesar Rp. 125.000 per kg, diperoleh nilai manfaat hutan mangrove sebagai spawning ground sebesar Rp. 606.421.000 per hektar per tahun. Untuk mengetahui manfaat pilihan ekosistem hutan mangrove di Kecamatan Ujung Pangkah diperoleh dengan pendekatan manfaat sebagai keanekaragaman hayati (biodiversity) dari ekosistem mangrove, dengan menggunakan metode benefit transfer. Menurut Krupnick (1993) dalam Fauzi (2004) bahwa benefit transfer bisa dilakukan jika sumberdaya alam tersebut memiliki ekosistem yang sama, baik dari segi tempat maupun karakteristik pasar (market characteristic). Mengacu pada nilai keanekaragaman hayati hutan mangrove di Teluk Bintuni Irian Jaya adalah sebesar US$ 15 per ha per tahun oleh
131
Ruitenbeek (1991). Nilai manfaat pilihan diasumsikan sama dengan nilai biodiversity di Teluk Bintuni Irian Jaya. Nilai manfaat pilihan didapatkan dengan mengalikan nilai biodiversity dengan nilai kurs rupiah terhadap dollar pada saat penelitian yaitu sebesar Rp. 9.200. Berdasarkan perhitungan maka diperoleh hasil bahwa nilai manfaat pilihan hutan mangrove di Kecamatan Ujung Pangkah adalah sebesar Rp. 138.000 per hektar per tahun. Luas hutan mangrove di Kecamatan Ujung Pangkah adalah seluas 84,10 ha, sehingga nilai manfaat pilihan (option value) secara keseluruhan adalah Rp. 11.605.800 per tahun. Nilai tersebut dijadikan sebagai dasar untuk melindungi sumberdaya alam dari kemungkinan pemanfaatannya untuk masa datang. Menghitung nilai manfaat keberadaan dari hutan mangrove didekati dengan menggunakan teknik contingent valuation method (CVM). Metode ini diterapkan kepada responden yang dipilih secara sengaja (purposive) sebanyak 115 responden. Nilai manfaat keberadaan hutan mangrove yang diperoleh sebesar Rp. 2.084.783,00 per ha per tahun. Alasan dari responden menilai sumberdaya seperti nilai di atas karena responden baik yang berhubungan langsung dengan hutan mangrove maupun yang tidak berhubungan langsung akan bersedia untuk mengeluarkan sejumlah uang untuk melindungi ekosistem hutan mangrove di Kecamatan Ujung Pangkah. Umumnya responden mempunyai kesadaran bahwa melindungi lingkungan dan sumberdaya alam merupakan tanggung jawab setiap manusia agar tetap dapat mendukung kehidupannya secara berkelanjutan. Berdasarkan Tabel 17 diperoleh manfaat tidak langsung memberikan nilai manfaat hutan mangrove tertinggi dan memiliki persentasi paling besar dibandingkan dengan manfaat lainnya. Manfaat tidak langsung dengan presentase 55,48% dengan nilai sebesar Rp. 692.096.552,00 per hektar per tahun. Nilai tersebut lebih besar dari manfaat lainnya karena manfaat fisik berupa penahan abrasi dan manfaat biologi sebagai penyedia pakan alami ternyata memiliki nilai paling tinggi. Persentase nilai ekonomi ekosistem hutan mangrove di Kecamatan Ujung Pangkah dapat dilihat pada Gambar 22.
132
Manfaat Keberadaan 0.17%
Manfaat Tidak Langsung 55.48%
Manfaat Pilihan 0.93%
Manfaat Langsung 43.42%
Gambar 22 Nilai ekonomi total ekosistem mangrove Ujung Pangkah, 2007 Nilai ekonomi total ekosistem hutan mangrove di Kecamatan Ujung Pangkah sebesar Rp. 1.235.996.678,00 per hektar per tahun. Nilai ini masih terlalu rendah bila melihat fungsi-fungsi ekosistem itu sendiri. Namun dengan nilai tersebut, menggambarkan bahwa ternyata sumberdaya alam dan lingkungan hidup dalam pemanfaatan minimal sekalipun memberikan nilai yang cukup tinggi. Keberadaan nilai menjadi sangat penting sehubungan dengan keberlanjutan pembangunan. Ketersedian sumberdaya alam dan kelestarian lingkungan hidup menjadi entry point pembangunan berkelanjutan. Selain itu nilai tersebut memberikan alternatif dalam pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan. 2. Kabupaten Bengkalis Wilayah Kabupaten Bengkalis merupakan daratan rendah, rata-rata ketinggian 2,0 – 6,1 meter diatas permukaan laut, sebagian besar merupakan tanah organosol, yakni jenis tanah yang banyak mengandung bahan organik. Terdapat sungai, danau serta pulau besar dan kecil yang berjumlah 26 buah. Jumlah penduduk Kabupaten Bengkalis yaitu 711.233 jiwa, terdiri atas: 378.003 jiwa (53,15%) laki-laki dan 333.230 jiwa (46,85%) perempuan. Berdasarkan tingkat pendidikan terdiri atas: tidak tamat sekolah sebanyak 143.811 jiwa (20,22%), tamat SD sebanyak 227.381 (31,97%), tamat SLTP sebanyak 138.619 (19,49%), tamat SLTA sebanyak 129.587 (18,22%), 42.603 (5,99%), tamat sekolah kejuruan sebanyak 4.054 (0,57%), tamat diploma sebanyak 9.317
133
(1,31%), dan sarjana sebanyak 15.932 (2,24%). Untuk jumlah pencari kerja sebanyak 3.064 orang terdiri atas: laki-laki 1.707 orang dan perempuan 1.359 orang. Sedang struktur penduduk pencari kerja berdasarkan pendidikan terdiri atas: tamat SD 9 orang, tamat SLTP 49 orang, tamat SMA 1.970 orang, tamat akademi 529 orang dan sarjana sebanyak 409 orang. Untuk lowongan pekerjaan yang ada terdiri atas: sektor pertanian 7 orang, pertambangan 56 orang, industri pengolahan 11 orang dan perbankan 36 orang. Kabupaten Bengkalis merupakan potensi penghasil minyak terbesar kedua di Indonesia setelah Kutai. Saat ini ladang-ladang minyak bumi terdapat di Kecamatan Mandau, Bukit Batu dan Merbau pengelolaannya dilakukan oleh perusahaan minyak PT. Caltex Pasific Indonesia dengan wilayah operasi di Kecamatan Mandau dan Bukit Batu serta perusahaan minyak Kondur Petroleum S.A yang wilayah konsesi/operasinya meliputi Kecamatan Merbau, Tebing Tinggi, Rangsang, Bengkalis dan perairan Bengkalis sekitar Selat Malaka. Produksi minyak mentah oleh PT CPI yaitu 295.000 barrel per hari, lebih dari separuh produksi minyak Propinsi Riau yaitu 455.000 barrel per hari. Selain memiliki potensi minyak bumi yang melimpah Kabupaten Bengkalis juga memiliki potensi sumberdaya alam terbarukan antara lain: sektor perikanan, pertanian dan holtikultura, serta sektor kehutanan. Untuk sektor kehutanan Kabupaten Bengkalis memiliki hutan produksi seluas 322.931,46 ha, atau sekitar 48,25% dari total hutan produksi propinsi Riau. Hutan produksi tersebut dikelola oleh 13 perusahaan dengan total produksi per tahun mencapai 1.127.209 meter kubik. Hasil perhitungan valuasi ekonomi Kecamatan Mandau Kabupaten Bengkalis berupa hutan sekunder sebesar Rp. 1.244.786.305,00 per ha per tahun. Nilai ekonomi total merupakan penjumlahan dari manfaat langsung, manfaat tidak langsung, manfaat pilihan dan manfaat keberadaan. Tabel 18 Nilai ekonomi total ekosistem hutan sekunder Mandau, 2007 No Jenis Manfaat Manfaat Ekonomi (Rp/Ha/Th) 1 Manfaat Langsung 1.160.141.198,00 2 Manfaat Tidak Langsung 80.400.000,00 3 Manfaat Pilihan 302.250,00 4 Manfaat Keberadaan 3.942.857,00 Nilai Ekonomi Total 1.244.786.305,00 Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2007
134
Berdasarkan
hasil
identifikasi
manfaat
langsung
yang
diperoleh
masyarakat dari hutan sekunder adalah hasil getah karet, kelapa sawit dan arang. Untuk manfaat tidak langsung dari ekosistem hutan sekunder yang berhasil diidentifikasi adalah besarnya peranan ekosistem hutan sekunder sebagai pencegah erosi, penjaga siklus makanan serta habitat flora dan fauna langka. Untuk menghitung besarnya biaya pencegah erosi didekati berdasarkan penggantian dari biaya yang diperlukan untuk rehabilitasi lahan apabila tidak ada ekosistem hutan sekunder. Penafsiran penjaga silkus makanan terukur dari 20 ton per ha per tahun serasah setara dengan harga kompos @ Rp3.700/kg. Sedangkan untuk habitat flora dan fauna didekati dengan biaya penghijauan (reboisasi). Manfaat pilihan hutan sekunder dalam penelitian ini diperhitungkan berdasarkan manfaat keanekaragaman hayati yang dapat diperoleh dari keberadaan hutan. Nilai manfaat keanekaragaman hayati hutan sekunder sebesar US$32,5 per hektar per tahun, apabila keberadaan hutan tersebut secara ekologis penting dan tetap terpelihara relatif alami (Ministry of State for Population and Environment USA, 1993). Berdasarkan hasil analisis dengan 42 responden diperoleh nilai manfaat keberadaan hutan mangrove sebesar Rp. 3.942.857,00 per hektar per tahun. Persentase nilai ekonomi ekosistem hutan sekunder di Kecamatan Mandau Kabupaten Bengkalis, disajikan pada Gambar 23.
Manfaat Keberadaan, 0.32%
Manfaat Pilihan 0.02%
Manfaat Tidak Langsung, 5.39%
Manfaat Langsung, 94.26%
Gambar 23 Nilai ekonomi total ekosistem hutan sekunder Mandau, 2007
135
Nilai ekonomi total hutan sekunder di Kecamatan Mandau Kabupaten Bengkalis yaitu Rp. 1.244.786.305,00 per hektar per tahun. Nilai ini sangat rendah bila dibandingkan nilai produksi dari kegiatan usaha migas yang dilakukan, namun dengan nilai sumberdaya tersebut telah memberikan gambaran yang jelas bahwa pemanfaatan yang sangat minimal sekalipun sumberdaya alam dan lingkungan hidup telah memberikan nilai yang cukup signifikan. Estimasi nilai ekonomi
lingkungan
tersebut
dapat
memberikan
pilihan-pilihan
dalam
pemanfaatan sumberdaya alam. Nilai ekonomi total tersebut memberikan gambaran betapa nilai dari suatu sumberdaya dengan tingkat pemanfaatan yang paling sederhana sekalipun dapat memberikan manfaat yang besar terhadap ekosistem dan manusia. Hasil ini memberikanan gambaran bahwa suatu sumberdaya memiliki potensi pemanfaatan dengan berbagai alternatif. Berdasarkan nilai ekonomi lingkungan yang diperoleh dari hasil analisis TEV, mengindikasikan bahwa sumberdaya alam dan lingkungan memerlukan penghargaan yang lebih tinggi dan dapat menjadi dasar informasi secara kuantitatif untuk menentukan berbagai pilihan pengelolaan sumberdaya alam serta menjadi informasi dalam penentuan alternatif kebijakan. Penilaian dampak pembangunan terhadap sumberdaya alam dan lingkungan merupakan suatu langkah menuju pengelolaan sumberdaya alam secara berkelanjutan. Namun, pemahaman akan pentingnya pelaksanaan valuasi ekonomi masih sangat kurang khususnya di kalangan pemerintah dan perusahaan. Hal ini terlihat dalam hasil analisis PCA dan AHP, dimana strategi pengkajian nilai ekonomi lingkungan sebagai pengembangan metode analisis dampak lingkungan dianggap kurang penting bagi kalangan pemerintah dan pelaksana kegiatan (perusahaan migas). Metode valuasi ekonomi lingkungan merupakan salah satu metode pengumpulan data dan analisis data sebagaimana diatur dalam Kepdal No. 299 tahun 1996. Berdasarkan hasil review dokumen pada 7 lokasi kegiatan usaha migas tidak satupun penyusun dokumen AMDAL yang menghitung valuasi ekonomi. Hal ini terjadi karena penerapan Kepdal No. 299 tahun 1996 bukan merupakan peraturan yang wajib dilaksanakan dalam menyusun dokumen AMDAL.
136
Pada dasarnya valuasi ekonomi lingkungan penting dilakukan agar lingkungan dipertimbangkan sebagai aset ekonomi sehingga AMDAL yang juga merupakan bagian dari kelayakan suatu proyek dapat melihat untung rugi dari konteks lingkungan secara moneter. AMDAL yang merupakan kajian dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, digunakan sebagai pertimbangan pengambilan keputusan. Hal-hal yang dikaji dalam proses AMDAL aspek fisikkimia, ekologi, sosial-ekonomi, sosial-budaya, dan kesehatan masyarakat sebagai pelengkap studi kelayakan suatu rencana usaha dan/atau kegiatan. Selain itu, nilai ekonomi lingkungan yang diperoleh dari hasil estimasi sumberdaya alam dan lingkungan dapat dijadikan sebagai standar perhitungan kompensasi maupun asuransi lingkungan (environment insurence). Dengan demikian, suatu rencana kegiatan dapat berjalan dengan baik, sekalipun terjadi hal-hal emergency maupun pencemaran terhadap lingkungan hidup (Fauzi, 2004). Adapun pertimbangan-pertimbangan tentang pentingnya pelaksanaan valuasi ekonomi dalam penyusunan AMDAL antara lain: 1) Sebagai salah satu aspek yang perlu ditambahkan dalam pengkajian proses AMDAL. 2) Sebagai salah satu bahan pembuatan keputusan dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan di sekitar kegiatan migas seperti mangrove, perikanan, DAS, hutan, dan ekosistem lainnya. 3) Memberikan input informasi dalam mengukur jasa lingkungan. 4) Menggambarkan nilai suatu dampak lingkungan dari rencana usaha dan/atau kegiatan secara lebih jelas dengan menyajikan kerugian lingkungannya. 5) Sebagai dasar perhitungan nilai ganti rugi lahan atas dampak lingkungan yang akan ditimbulkan. 6) Memberikan nilai moneter terhadap dampak lingkungan yang diprakirakan akan timbul. Hasil perhitungan tersebut akan menjadi dasar bagi penentuan nilai penting suatu dampak pada tahap evaluasi dampak penting. Valuasi ekonomi dimasukkan dalam penyusunan KA-ANDAL sebagai bagian dari isu pokok, kemudian dikaji di dalam ANDAL yang dilakukan sebagai salah satu analisis dampak besar dan penting terhadap sumberdaya alam dan lingkungan hidup.
137
Valuasi ekonomi dipersyaratkan sebagai salah satu metode dalam penyusunan AMDAL migas, yang nantinya hasil valuasi ekonomi dapat dijadikan sebagai acuan di dalam penentuan ganti rugi atau kompensasi terhadap pembebasan lahan masyarakat, tuntutan dari terjadinya pencemaran dan sebagai dasar penentuan dana jaminan lingkungan sewaktu pasca operasi (penutupan lapangan). 5.4
Kebutuhan Stakeholders
Hasil analisis kebutuhan stakeholders dalam pengembangan AMDAL migas di masa datang diperoleh 12 komponen. Kedua belas komponen tersebut merupakan hasil identifikasi dari stakeholders yang terdiri atas: Direktorat Jenderal Migas DESDM, BP Migas, Kementerian Lingkungan Hidup, Pemerintah Daerah Kabupaten Gresik dan Kabupaten Bengkalis, PT.CPI dan Hess Pangkah, perguruan tinggi (IPB dan UI) serta masyarakat/LSM (INRR). Berdasarkan hasil identifikasi diperoleh bahwa kebutuhan stakeholders dalam pengembangan AMDAL migas di masa datang pada umumnya sama dengan AMDAL migas saat ini membutuhkan pengembangan yang lebih komprehensif, khususnya yang berkaitan dengan pengembangan metodologi. Penekanan stakeholders adalah bagaimana melakukan AMDAL migas yang efektif dan efisien di masa datang. Pengembangan tersebut terkait pada beberapa aspek yakni: aspek pembiayaan dan metodologi, aspek prosedur persetujuan AMDAL, aspek kualitas penyusun, lembaga penyusun dan komisi penilai, serta keterlibatan masyarakat. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
RKL/RPL secara dinamis dapat diperbaharui seiring dengan perubahan teknologi yang digunakan Pemerintah daerah dan lembaga swadaya masyarakat merupakan bagian dari anggota komisi AMDAL Simplifikasi pembahasan dan persetujuan dokumen AMDAL migas Peningkatan SDM komisi AMDAL pusat Mekanisme keterlibatan masyarakat lokal yang jelas Penetapan proporsi/persentase pembiayaan studi yang jelas/baku Estimasi pembiayaan pengelolaan lingkungan selama umur kegiatan dengan mempertimbangkan teknologi alternatif, sesuai dengan perkembangan teknologi AMDAL sebagai dokumen yang berkekuatan hukum Pengembangan metodologi AMDAL migas Perlu akreditasi lembaga penyusun AMDAL migas
138
11. 12.
Pengkajian nilai ekonomi lingkungan Perlunya mengintegrasikan kajian keadaan darurat dengan dokumen AMDAL RKL/RPL seharusnya secara dinamis dapat diperbaharui seiring dengan
perubahan teknologi yang digunakan. Hal tersebut mengingat apabila terjadi perubahan teknologi yang digunakan, maka akan menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan lingkungan di sekitar kegiatan dengan hasil monitoring yang dilakukan selama operasi. Dengan demikian perubahan-perubahan lingkungan yang terjadi mengharuskan pemrakarsa untuk merevisi dokumen RKL/RPL. Perubahan teknologi yang digunakan dalam suatu kegiatan usaha menjadi sangat penting mengingat perkembangan teknologi yang kian maju memungkinkan bagi setiap perusahaan yang melakukan kegiatan usaha migas mengadopsi teknologi-teknologi baru dalam rangka efisiensi dan efektivitas operasionalisasi. Adopsi teknologi tersebut sangat memungkinkan terjadi mengingat kegiatan usaha migas merupakan kegiatan yang bersifat high tech dalam setiap fase kegiatannya. Dengan demikian dinamika RKL/RPL menjadi kunci perkembangan AMDAL yang dinamis, efektif dan efisien. Pemerintah daerah dan lembaga swadaya masyarakat merupakan bagian dari anggota komisi AMDAL. Komponen tersebut menjadi kebutuhan lainnya dari stakeholders mengingat peran pemerintah daerah dan masyarakat diera otonomi menjadi sangat krusial. Pelibatan pemerintah daerah dan lembaga swadaya masyarakat dalam komisi AMDAL daerah menjadi alternatif objektivitas penilaian suatu studi AMDAL.
Simplifikasi pembahasan dan persetujuan dokumen AMDAL juga menjadi kebutuhan stakeholders dalam pengembangan AMDAL migas di masa datang. Penyederhanaan antara pembahasan dan persetujuan diharapkan dapat mereduksi perbedaan antara hasil pembahasan dengan rekomendasi persetujuan sehingga efektivitas dan efisiensi AMDAL dapat terwujud. Peningkatan SDM komisi AMDAL pusat perlu dilakukan mengingat kualitas dokumen AMDAL selain ditentukan oleh kualitas penyusun, juga sangat dipengaruhi oleh kualitas komisi AMDAL. Hal ini menjadi penting mengingat kajian tentang lingkungan hidup dalam dua dekade terakhir menjadi sangat serius
139
dan mendapat perhatian yang besar dari masyarakat dunia. Pemanasan global akibat dampak yang muncul dari aktivitas pembangunan telah mengancam kelansungan hidup manusia. Akibat tersebut menimbulkan polusi dan kerusakan lingkungan sehingga dokumen AMDAL sebagai upaya untuk menjaga kelestarian lingkungan dalam keberlanjutan menjadi sangat penting. Komisi penilai AMDAL pusat adalah salah satu komponen penting yang berperan dalam kegiatan penyusunan AMDAL migas. Sumberdaya manusia yang berkualitas khususnya untuk kegiatan migas akan sangat menentukan hasil studi AMDAL migas selain kualitas tim penyusun itu sendiri. Sinergitas antara tim penyusun dengan komisi penilai dengan sumberdaya yang berkualitas diharapkan menghasilkan dokumen AMDAL yang berkualitas pula. Mekanisme keterlibatan masyarakat lokal yang jelas juga menjadi perhatian stakeholders. Keterlibatan masyarakat lokal selama ini hanya sebatas pada tahap pengumuman masyarakat. Tahap ini merupakan satu-satunya tahap keterlibatan masyarakat dengan pemberian tanggapan dan masukan akan rencana kegiatan. Kondisi demikian menyebabkan keterwakilan masyarakat sering tidak diperhatikan sehingga peran serta masyarakat menjadi sangat minim. Disisi lain masyarakat merupakan komponen penting dalam pelaksanaan kegiatan. Pertimbangan umum pelibatan masyarakat adalah masyarakat merupakan komponen yang akan merasakan langsung dampak yang ditimbulkan dari suatu kegiatan usaha. Selain itu masyarakat juga merupakan komponen yang paling mengetahui kondisi wilayah dimana kegiatan tersebut dilakukan. Penetapan pengumuman masyarakat selama 30 hari di dalam Kepdal No.08 tahun 2000 tentang keterlibatan masyarakat kurang tepat. Dasar penentuan waktu 30 hari tidak jelas, keterlibatan masyarakat didalam kegiatan usaha migas bukan hanya sekedar memberikan pengumuman/pemberitahuan bahwa suatu kegiatan akan dimulai tapi yang lebih penting memberikan pembekalan pengetahuan tentang kegiatan migas secara rinci dari awal perencanaan sampai pasca operasi antara lain dampak positif dan dampak negatif dari kegiatan usaha migas secara nasional, regional dan lokal. Sehingga dengan demikian mekanisme keterlibatan masyarakat lokal perlu diatur secara jelas dan berkekuatan hukum
140
agar dalam pelaksanaannya mendapat perhatian yang serius dari penyusun AMDAL. Penetapan proporsi atau persentase pembiayaan studi AMDAL untuk masing-masing komponen lingkungan khususnya pada komponen pembiayaan studi lapangan dan pembiayaan laboratorium. Kedua komponen tersebut perlu mendapat persentase yang cukup tinggi, mengingat keberhasilan studi dan kualitas dokumen AMDAL terletak pada pelaksanaan studi lapangan serta pengujian sampel yang tepat. Hal ini dapat mengukur sejauh mana kedalam dari studi AMDAL tersebut. Persentase pembiayaan perlu diperhitungkan secara cermat, mengingat kegiatan studi AMDAL senantiasa memerlukan pembiayaan yang cukup besar. Estimasi pembiayaan pengelolaan lingkungan selama umur kegiatan dengan mempertimbangkan teknologi alternatif sesuai dengan perkembangan teknologi juga menjadi perhatian stakeholders dalam pengembangan AMDAL di masa datang. Estimasi pembiayaan pengelolaan lingkungan yang mencakup perkembangan teknologi yang disesuaikan dengan perubahan-perubahan kegiatan dan teknologi perlu mendapat perhatian yang serius mengingat sering terjadi permasalahan lingkungan akibat minimnya pembiayaan yang dialokasikan. Langkah preventif dan antisipatif seringkali diabaikan, khususnya yang berkaitan dengan aspek lingkungan hidup, sehingga tidak mengherankan bila akhir-akhir ini banyak terjadi kerusakan lingkungan akibat dampak yang dihasilkan dari suatu kegiatan yang kurang memperhatikan aspek pembiayaan lingkungan selama kegiatan itu berlangsung. Umumnya, pembiayaan lingkungan dialokasikan ketika telah terjadi kerusakan lingkungan sehingga sering menjadi terlambat. Kebutuhan selanjutnya adalah dokumen AMDAL migas sebaiknya dapat dijadikan sebagai dokumen yang memiliki kekuatan hukum. Hal ini sangat penting mengingat cakupan yang komprehensif dari dokumen AMDAL dalam upaya pencegahan kerusakan lingkungan pada kegiatan usaha migas. Selain itu dokumen AMDAL juga menjadi dasar pemberian ijin pelaksanaan suatu kegiatan dan atau usaha dari aspek lingkungan. Kerusakan lingkungan seperti degradasi lahan, punahnya flora dan fauna, serta rusaknya ekosistem dapat menimbulkan kerugian yang cukup besar terhadap lingkungan itu sendiri serta bagi masyarakat
141
di sekitar dampak tersebut. Class action dengan kasus lingkungan hidup akhirakhir ini marak terjadi. Namun dokumen AMDAL migas yang ada belum dapat dijadikan sebagai dasar hukum yang kuat dalam pengajuan gugatan terhadap kerusakan lingkungan yang terjadi. Perlunya memperhatikan lembaga tim penyusun AMDAL migas yang independen dan terakreditasi. Akreditasi lembaga merupakan bukti kualifikasi sebuah lembaga. Dengan demikian, harapan akan peningkatan kualitas dokumen AMDAL migas di masa datang dapat terwujud dengan persyaratan penyusunan AMDAL migas harus dilakukan oleh lembaga yang independen dan telah terakreditasi. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga lembaga-lembaga yang tidak memenuhi kualifikasi serta lembaga-lembaga sempalan yang tidak memiliki integritas dan tanggung jawab yang baik dalam pelaksanaan studi AMDAL migas. Pengkajian nilai ekonomi lingkungan sebagai pengembangan metodologi AMDAL migas di masa datang perlu dilakukan mengingat isu lingkungan hidup saat ini yang banyak berkaitan dengan etimasi nilai moneter lingkungan. Ekonomi sumberdaya merupakan suatu cabang ilmu yang memadukan antara ekonomi dan lingkungan. Ekonomi sumberdaya kemudian sering digunakan sebagai justifikasi penilaian lingkungan dari sisi moneter. Konversi nilai sumberdaya alam dan lingkungan kedalam nilai moneter menjadi salah satu kajian yang banyak mendapat perhatian para ilmuan dan praktisi serta aktivis lingkungan dan ekonomi. Pengkajian nilai ekonomi lingkungan dalam suatu kegiatan AMDAL saat ini belum pernah dilaksanakan sehingga kedepan harapan stakeholders akan penghitungan estimasi nilai ekonomi lingkungan dapat menjadi bagian dari studi AMDAL yang dilakukan pada kegiatan usaha migas. Mengingat besarnya tumpuhan minyak yang terjadi setiap tahunnya, maka dampak dari kondisi darurat yang ditimbulkan (emergency) harus dikaji didalam ANDAL untuk penanggulangannya. Didalam pengkajian ANDAL terdapat pengkajian dampak penting kondisi normal dan kondisi darurat, didalam RKL terdapat pengelolaan kondisi normal dan kondisi darurat, sementara dalam RPL terdapat lembaga pengawasan kondisi normal dan kondisi darurat (emergency). Senantiasa dilakukan sebagai bagian dari langkah antisipatif terhadap tumpahan maupun kebocoran minyak yang dapat terjadi kapan saja. Meskipun,
142
sesungguhnya segala kemungkinan telah diprediksi dan diperkirakan dengan sebaik-baiknya, namun kejadian emergency juga selalu terjadi. Untuk itu emergency response plan, menjadi sangat penting sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari upaya pencegahan terjadinya kerusakan lingkungan khususnya pada kegiatan usaha migas. Hasil perhitungan nilai ekonomi lingkungan dan sumberdaya alam, dapat dijadikan basis perhitungan risk analysis. Seperti nilai ekonomi lingkungan yang diestimasi pada lokasi lapangan Duri PT.CPI sebesar 1,24 milyar per hektar per tahun dan lokasi lapangan Pangkah Hess Limited Indonesia sebesar 1,23 milyar per hektar per tahun. Nilai-nilai ekonomi tersebut, selanjutnya menjadi dasar perhitungan asuransi lingkungan dan sosial maupun perhitungan biaya kompensasi (ganti kerugian) yang dapat terjadi kapan saja. 5.5
Komponen Utama Pengembangan Kebijakan AMDAL Migas
Pengembangan kebijakan AMDAL migas dalam mencegah kerusakan lingkungan selanjutnya dianalisis dengan menentukan komponen utama pengembangan kebijakan yakni meliputi: komponen kebijakan, komponen kualitas dokumen, komponen kinerja lingkungan dan komponen kebutuhan stakeholders. Komponen kebijakan terdiri atas: penentuan dampak penting (DAM), efisiensi penyusunan (EFI), kedudukan komisi AMDAL (KOM), metode pelingkupan (PEL), metode studi (MET), aspek sosial ekonomi (ASP), keterlibatan masyarakat (KTL), analisis total economic valuation (TEV) dan pengkajian keadaan darurat/emergency (KAD). Komponen kualitas dokumen meliputi: kelengkapan dokumen (KEL), penyusun AMDAL (PEA), substansi dokumen (SUB) dan prosedur penyusunan AMDAL (PRO). Komponen kinerja lingkungan meliputi: teknologi pengelolaan limbah minyak (TLM), teknologi pengelolaan limbah gas (TLG), kontribusi migas terhadap PDRB (KTR), taraf pendidikan dan tingkat kesehatan (PDK), serta tumpuhan minyak (TPM). Komponen kebutuhan stakeholders terdiri atas: RKL/RPL secara dinamis dapat diperbaharui seiring dengan perubahan teknologi yang digunakan (RPL), pemerintah daerah dan lembaga swadaya masyarakat merupakan bagian dari anggota komisi AMDAL (PEM), simplifikasi pembahasan dan persetujuan dokumen AMDAL (SIM), peningkatan SDM komisi AMDAL pusat (SDM),
143
mekanisme keterlibatan masyarakat lokal yang jelas (KET), penetapan proporsi/persentase pembiayaan
pembiayaan
pengelolaan
studi
yang
lingkungan
selama
jelas/baku
(PER),
estimasi
umur
kegiatan
dengan
mempertimbangkan teknologi alternatif, sesuai dengan perkembangan teknologi (EST),
AMDAL
sebagai
dokumen
yang
berkekuatan
hokum
(HUK),
pengembangan metodologi AMDAL (PMA), akreditasi lembaga penyusun AMDAL (AKR), dan nilai ekonomi lingkungan (NEL) serta melakukan pengkajian dan pengintegrasian keadaan darurat/emergency (INT). Selanjutnya dilakukan analisis penentuan komponen utama pengembangan kebijakan AMDAL migas di masa mendatang dengan melihat komponen-komponen kebijakan AMDAL yang ada. Hasil review kebijakan diperoleh sembilan komponen yang merupakan kelemahan-kelemahan mendasar dalam peraturan kebijakan AMDAL, selanjutnya hasil analisis kualitas dokumen AMDAL diperoleh empat komponen mendasar dalam kaitannya dengan kualitas sebuah dokumen AMDAL, hasil evaluasi kinerja lingkungan diperoleh lima komponen serta hasil analisis kebutuha stakeholders di masa mendatang terhadap kebijakan AMDAL diperoleh dua belas komponen. Dengan demikian, diperoleh tiga puluh total komponen mendasar yang mendukung pengembangan kebijakan AMDAL migas di masa mendatang. 9
Review Kebijakan AMDAL
Komponen
Analisis Kualitas Dokumen
Komponen
4
Analisis Kinerja Lingkungan
Komponen
Analisis Kebutuhan Stakeholders
Komponen
30
13
Komponen
Komponen
5
12
Gambar 24 Diagram alir penentuan komponen utama
3 Faktor
144
Berdasarkan hasil analisis komponen utama (principle component analysis), diperoleh 13 komponen yang berpengaruh yakni: efisiensi penyusunan (EFI), kelengkapan dokumen (KEL), substansi dokumen (SUB), keterlibatan masyarakat (KTL) dan penyusun AMDAL (PEA), pengembangan metodologi AMDAL (PMA), nilai ekonomi lingkungan (NEL), teknologi pengelolaan limbah minyak (TLM), keadaan darurat (KAD) dan simplifikasi penyusunan AMDAL (SIM), peningkatan sumberdaya manusia (SDM), kontribusi migas terhadap PDRB (KTR) dan AMDAL berkekuatan hukum (HUK). Ketigabelas komponen tersebut termasuk dalam tiga faktor utama (komponen utama).
Projection of the variables on the factor-plane ( 1 x 2) 1.0 NEL
TLM
KAD SIM DAM
KEL
0.5
Factor 2 : 21.58%
HUK
INT KTR ASP TEV
AKR
PEM PEA PRO KET SUB
RPL
0.0
KTL
SDM TLG PEL MET
-0.5
TPM PDK KOM PER EST PMA
EFI
-1.0 -1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
Factor 1 : 25.27%
Active
Gambar 25 Hasil analisis penentuan komponen utama Komponen biaya dalam penyusunan AMDAL merupakan komponen langsung dalam implementasi kebijakan AMDAL. Komponen tersebut merupakan faktor yang penting dalam penyusunan AMDAL. Biaya yang rendah akan berdampak terhadap hasil penyusunan AMDAL begitu pula pada penggunaan biaya yang tinggi akan membebani pemrakarsa sehingga efisiensi penyusunan menjadi faktor yang perlu diperhatikan. Dengan demikian diharapkan biaya penyusunan AMDAL memperhitungkan aspek proporsional dalam analisis
145
dampak lingkungan. Penetapan proporsi atau persentase pembiayaan studi AMDAL untuk masing-masing komponen lingkungan khususnya pada komponen pembiayaan studi lapangan dan pembiayaan laboratorium. Kedua komponen tersebut perlu mendapat persentase yang cukup tinggi, mengingat keberhasilan studi dan kualitas dokumen AMDAL terletak pada pelaksanaan studi lapangan serta pengujian sampel yang tepat. Hal ini dapat mengukur sejauh mana kedalam dari studi AMDAL tersebut. Persentase pembiayaan perlu diperhitungkan secara cermat, mengingat kegiatan studi AMDAL senantiasa memerlukan pembiayaan yang cukup besar. Kelengkapan dokumen AMDAL meliputi: dokumen kerangka acuan, dokumen ANDAL, dokumen RKL dan RPL. Selain itu perlu pula diperhatikan ketersediaan, ringkasan ekskutif. Ketidaklengkapan dokumen merupakan pertanda terhadap lemahnya dokumen hukum akan kewajiban pelaksanaan AMDAL. Kelengkapan dokumen merupakan indikator utama kualitas dokumen AMDAL yang disusun. Kelengkapan menjadi sangat penting, mengingat keterkaitan keempat dokumen utama (KA-ANDAL, ANDAL, RKL dan RPL) sangat berhubungan. KA-ANDAL merupakan acuan penyusunan ANDAL, RKL dan RPL. Sehingga apabila terjadi ketidaklengkapan dokumen akan sangat berpenaruh terhadap kinerja pengelolaan lingkungan yang dilakukan. Dengan demikian, kekuatan hukum dan persyaratan administratif secara hukum positif tidak terpenuhi, sehingga tidak dapat dijadikan sebagai dasar pengajuan klaim. Pengkajian nilai ekonomi lingkungan dalam suatu kegiatan AMDAL saat ini belum pernah dilaksanakan sehingga kedepan harapan stakeholders akan estimasi nilai ekonomi lingkungan dapat menjadi bagian dari studi AMDAL yang dilakukan. Pengkajian nilai ekonomi lingkungan perlu dilakukan dalam penyusunan AMDAL migas sehingga diharapkan dampak suatu kegiatan tidak hanya dilihat dari sisi biofisik-kimia semata, tetapi juga dari nilai estimasi ekonomi lingkungan. Kegiatan ini diharapkan menjadi estimasi moneter dari sumberdaya alam dan lingkungan yang ada dalam wilayah kegiatan tersebut dengan demikian kerusakan lingkungan yang umumnya terjadi baik kualitas maupun kuantitas dapat diestimasi dengan baik. Nilai estimasi ekonomi lingkungan ini dapat juga dijadikan sebagai salah satu acuan dalam menentukan
146
nilai kompensasi (ganti rugi) terhadap pengelolaan sumberdaya lingkungan tersebut.
Simplifikasi pembahasan dan persetujuan dokumen AMDAL juga menjadi kebutuhan stakeholders dalam pengembangan AMDAL migas di masa datang. Penyederhanaan antara pembahasan dan persetujuan diharapkan dapat mereduksi perbedaan antara hasil pembahasan dengan rekomendasi persetujuan sehingga efektivitas dan efisiensi AMDAL dapat terwujud. Simplifikasi pembahasan dan persetujuan dokumen AMDAL migas perlu dilakukan mengingat pemisahan kedua prosedur tersebut akan menyebabkan terjadinya inefisiensi dan inefektivitas dalam pelaksanaannya. Dengan demikian pembahasan yang awalnya terpisah dengan prosedur persetujuan membutuhkan waktu dan sumberdaya yang banyak. Simplifikasi tersebut diharapkan dapat menjadi solusi dualisme penilaian dokumen AMDAL migas. Akreditasi lembaga penyusun AMDAL merupakan komponen kebutuhan yang penting di masa datang. Lembaga penyusun sangat menentukan kualitas dokumen AMDAL. Dengan demikian, kualitas lembaga menjadi perhatian yang serius, untuk itu indikator kinerja dan profesionalitas lembaga penyusun dapat dilihat dari akreditasi lembaga yang dimiliki. Lembaga yang terakreditasi sangat mungkin diragukan kualitas dan profesionalitasnya. Waktu persetujuan kerangka acuan merupakan salah satu komponen efektivitas AMDAL. Saat ini waktu persetujuan untuk dokumen AMDAL didasarkan pada PP No.27 tahun 1999 adalah 75 hari. Waktu tersebut terbilang cukup lama sehingga berpengaruh terhadap pelaksanaan kegiatan. Terlebih lagi penyusunan dokumen ANDAL, RKL dan RPL tidak dapat dilaksanakan sebelum dokumen KA-ANDAL disetujui. Kondisi ini sangat berpengaruh terhadap efektivitas penyusunan AMDAL. disisi lain waktu pengambilan keputusan masyarakat juga terbilang tidak proporsional. Saat ini, waktu pengumuman dan pengambilan
keputusan
masyarakat
ditentukan
30
hari
kerja,
sejak
diumumkannya. Masyarakat diberi kesempatan untuk memberi tanggapan dan masukan kepada pemrakarsa, pemerintah dan penyusun AMDAL untuk kemudian segera memperbaiki sesuai dengan tanggapan yang masuk. Waktu yang terbilang singkat tersebut, akan sangat berpengaruh terhadap tanggapan dan masukan yang
147
terbatas. Dengan demikian dokumen AMDAL menjadi tidak berkualitas disebabkan karena minimnya tanggapan yang masuk dari masyarakat. Akhirnya AMDAL yang dihasilkan dalam implementasinya tidak menjadi efektif. Dokumen AMDAL migas harus berkekuatan hukum sehingga dapat dijadikan sebagai dasar penuntutan hukum bagi para pelanggar hukum. Dokumen AMDAL secara umum selama ini hanya menjadi dokumen pelengkap dalam ijin pelaksanaan suatu kegiatan. Kondisi ini kemudian menjadikan dokumen AMDAL hanya formalitas dan hanya merupakan suatu studi lingkungan biasa termasuk pula AMDAL migas. Kebutuhan selanjutnya adalah dokumen AMDAL migas sebaiknya dapat dijadikan sebagai dokumen yang memiliki kekuatan hukum. Hal ini sangat penting mengingat cakupan yang komprehensif dari dokumen AMDAL dalam upaya pencegahan kerusakan lingkungan pada kegiatan usaha migas. Selain itu dokumen AMDAL juga menjadi dasar pemberian ijin pelaksanaan suatu kegiatan dan atau usaha dari aspek lingkungan. Kerusakan lingkungan seperti degradasi lahan, punahnya flora dan fauna, serta rusaknya ekosistem dapat menimbulkan kerugian yang cukup besar terhadap lingkungan itu sendiri serta bagi masyarakat di sekitar dampak tersebut. Class action dengan kasus lingkungan hidup akhir-akhir ini marak terjadi. Namun dokumen AMDAL migas yang ada belum dapat dijadikan sebagai dasar hukum yang kuat dalam pengajuan gugatan terhadap kerusakan lingkungan yang terjadi. Kualitas penyusun AMDAL sangat berpengaruh terhadap hasil studi AMDAL yang dilakukan. Tim penyusun yang berkualitas diyakini menghasilkan dokumen AMDAL yang berkualitas pula. Dengan demikian AMDAL akan menjadi efektif dan efisien dalam pelaksanaannya. Perlunya memperhatikan lembaga tim penyusun AMDAL migas yang independen dan terakreditasi. Akreditasi lembaga merupakan bukti kualifikasi sebuah lembaga. Dengan demikian, harapan akan peningkatan kualitas dokumen AMDAL migas di masa datang dapat terwujud dengan persyaratan penyusunan AMDAL migas harus dilakukan oleh lembaga yang independen dan telah terakreditasi. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga lembaga-lembaga yang tidak memenuhi kualifikasi serta lembaga-lembaga sempalan yang tidak memiliki integritas dan tanggung jawab yang baik dalam pelaksanaan studi AMDAL migas. Kebutuhan
148
stakeholders tersebut selanjutnya dianalisis untuk menentukan komponen utama yang berpengaruh, sebagaimana disajikan pada Gambar 25. Kualitas komisi penilai AMDAL juga menjadi salah satu komponen efektivitas AMDAL pada kegiatan usaha migas. Kualitas komisi penilai akan menentukan hasil akhir dari penyusunan dokumen AMDAL. Komisi penilai yang berkualitas, diharapkan mampu menghasilkan hasil review dokumen yang baik. Kualitas komisi penilai menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kualitas dokumen AMDAL. Mekanisme keterlibatan masyarakat lokal yang jelas juga menjadi perhatian stakeholders. Keterlibatan masyarakat lokal selama ini hanya sebatas pada tahap pengumuman masyarakat. Tahap ini merupakan satu-satunya tahap keterlibatan masyarakat dengan pemberian tanggapan dan masukan akan rencana kegiatan. Kondisi demikian menyebabkan keterwakilan masyarakat sering tidak diperhatikan sehingga peran serta masyarakat menjadi sangat minim. Disisi lain masyarakat merupakan komponen penting dalam pelaksanaan kegiatan. Pertimbangan umum pelibatan masyarakat adalah masyarakat merupakan komponen yang akan merasakan langsung dampak yang ditimbulkan dari suatu kegiatan usaha. Selain itu masyarakat juga merupakan komponen yang paling mengetahui kondisi wilayah dimana kegiatan tersebut dilakukan. Pengembangan metodologi untuk menentukan isu pokok harus terus dilakukan dan isu pokok tersebut harus telah tercantum pada KA-ANDAL, tidak hanya dampak potensial yang teridentifikasi. Sehingga dokumen KA-ANDAL menjadi lebih baik dan komprehensif. Dokumen ini selanjutnya menjadi dasar penyusunan dokumen ANDAL. Pengembangan metodologi akan memberikan pengaruh yang nyata terhadap kualitas dokumen AMDAL yang disusun. Metode praktis dan memiliki validitas yang tinggi akan memberikan hasil yang maksimal. Dengan demikian, dampak dari kegiatan migas selama ini terhadap lingkungan dan sumberdaya alam dapat diminimalisir dan mengarah pada zero discharge. 5.6
Strategi Pengembangan Kebijakan AMDAL Migas
Strategi pengembangan kebijakan AMDAL migas dilakukan dengan pendekatan expert judgement. Penyusunan strategi didasarkan pada hasil penentuan komponen utama pengembangan kebijakan AMDAL migas dalam mencegah terjadinya kerusakan lingkungan. Hasil focus group discussion
149
diperoleh tiga strategi pengembangan kebijakan AMDAL migas, yakni: peningkatan kualitas dokumen AMDAL migas, penyempurnaan prosedur penyusunan AMDAL migas, serta penguatan hukum dan kelembagaan AMDAL migas. Peningkatan kualitas dokumen AMDAL migas meliputi: perbaikan metode-metode di dalam penyusunan AMDAL untuk aspek ekologi dan sosial ekonomi. Metode penentuan isu pokok untuk kerangka acuan, metode prakiraan dan evaluasi dampak ANDAL, teknologi RKL dan institusi/kelembagaan dalam RPL. Selain itu juga dilakukan peningkatan kualitas penyusun AMDAL migas yang mencakup independensi, kompotensi dan komposisi serta perlunya mengintegrasikan dalam ANDAL dengan kajian keadaan darurat/emergency dan dicantumkan dalam kebijakan AMDAL migas yakni dalam peraturan perundangundangan teknis AMDAL. Penyempurnaan prosedur penyusunan AMDAL meliputi: waktu penyusunan persetujuan dokumen, waktu pengumuman masyarakat serta penunjukan pelaksanaan studi AMDAL oleh lembaga independen. Penguatan hukum dan kelembagaan AMDAL migas meliputi: penguatan sumberdaya manusia, khususnya komisi AMDAL pusat (KLH) dan tim teknis AMDAL migas, penerapan sanksi administrasi dan pidana sesuai UU No. 23 tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup, perbaikan mekanisme keterlibatan masyarakat dan kelembagaan pengawas pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan pada kegiatan usaha migas. Selanjutnya berdasarkan hasil rumusan tersebut, disusun strategi implementasi kebijakan AMDAL migas. 5.6.1
Peningkatan Kualitas Dokumen AMDAL Migas
Strategi peningkatan kualitas dokumen AMDAL migas didasarkan pada proses pelaksanaan AMDAL itu sendiri yakni: a) proses pelingkupan, b) penyusunan dokumen KA-ANDAL, c) dokumen ANDAL, d) dokumen RKL dan e) dokumen RPL. Untuk meningkatkan kualitas dokumen AMDAL, kelima komponen tersebut menjadi sangat penting diperhatikan. Perlunya ditetapkan metode-metode yang baku dalam pelingkupan, seperti metode dalam penentuan isu pokok untuk KA-ANDAL dan bukan penentuan prioritas dampak penting hipotetik sebagaimana yang diatur di dalam Permen LH No. 08 tahun 2006, seharusnya dalam KA-ANDAL dari suatu kegiatan yang direncanakan telah
150
muncul isu pokok yang akan dikaji di dalam ANDAL. Metode prakiraan dampak penting dan evaluasi dampak penting dalam dokumen ANDAL, harus telah dicantumkan metode untuk aspek ekologi, fisik, kimia seperti kualitas air, kualitas udara, tanah, biota perairan, flora dan fauna, sosial, ekonomi dan budaya dengan menerapkan metode valuasi ekonomi untuk penilaian sumberdaya alam dan lingkungan yang terkena kegiatan usaha migas. Teknologi pengelolaan lingkungan untuk aspek limbah cair, gas, limbah padat dan limbah B3 di dalam RKL harus telah dicantumkan teknologi alternatif sesuai dengan perkembangan teknologi,
sehingga
apabila
terdapat
perubahan
teknologi
di
dalam
pelaksanaannya tanpa harus merevisi dokumen RKL dan RPL. Dokumen RKL harus bersifat dinamis dengan pengelolaan dampak negatif dan pengembangan dampak positif. Institusi/kelembagaan di dalam dokumen RPL harus dicantumkan secara jelas. Metode-metode ini dicantumkan dalam rumusan kebijakan baru sebagai hasil dari konfirmasi dan modifikasi dari kebijakan terdahulu (PP No. 27 tahun 1999, Permen LH No. 08 tahun 2006, Permen LH No. 11 tahun 2006, Kepmen ESDM No. 1457 tahun 2000, Kepdal No. 08 tahun 2000, dan Kepdal No. 229 tahun 1996). Keadaan Darurat/ Emergency
Peningkatan Kualitas Dokumen AMDAL Migas
Kualitas Tim Penyusun
Independensi
Substansi Dokumen
Kompetensi
Komposisi
Data Base Keahlian
Kualifikasi Pengalaman Integritas Terdaftar di Migas
1.
Ekologi - Fisika kimia - Biologi lingkungan - pencemaran 2. Keteknikan - geologi - perminyakan 3. Sosial budaya 4. Ekonomi
Pelingkupan
metodologi
KA-ANDAL
metode, isu pokok
ANDAL
metode perkiraan & evaluasi
RKL
teknologi alternatif
RPL
teknologi, kelembagaan
Struktur 1.
2.
Tim Ahli - tenaga ahli - asisten ahli - operator Tim Pengolahan dan Analisis Data
Gambar 26 Diagram strategi peningkatan kualitas dokumen AMDAL migas
151
Peningkatan kualitas penyusun AMDAL dapat ditempuh melalui langkahlangkah strategis yakni: melakukan standarisasi kompetensi tim penyusun dengan memperhatikan kualifikasi, integritas dan tanggungjawab serta memiliki reputasi yang baik. Menjaga independensi tim penyusun melalui penunjukan oleh pemerintah atau lembaga yang independen. Kualitas penyusun AMDAL sangat berpengaruh terhadap hasil studi AMDAL yang dilakukan. Tim penyusun yang berkualitas diyakini menghasilkan dokumen AMDAL yang berkualitas pula. Dengan demikian AMDAL akan menjadi efektif dan efisien dalam pelaksanaannya. Perlunya memperhatikan lembaga tim penyusun AMDAL migas yang independen dan terakreditasi. Akreditasi lembaga merupakan bukti kualifikasi sebuah lembaga. Dengan demikian, harapan akan peningkatan kualitas dokumen AMDAL migas di masa datang dapat terwujud dengan persyaratan penyusunan AMDAL migas harus dilakukan oleh lembaga yang independen dan telah terakreditasi. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga lembaga-lembaga yang tidak memenuhi kualifikasi serta lembaga-lembaga sempalan yang tidak memiliki integritas dan tanggung jawab yang kurang baik dalam pelaksanaan studi AMDAL migas, melakukan studi ANDAL. Kualifikasi tim penyusun minimal bersertifikat AMDAL-A bagi anggota tim dan bersertifikat minimal AMDAL-B untuk ketua tim serta telah memiliki pengalaman dibidangnya. Pentingnya kualitas tim penyusun AMDAL sangat berkaitan dengan efektivitas dan efisiensi studi ANDAL. Kegiatan akan menjadi lebih efisien dan efektif bila dilakukan oleh tenaga-tenaga yang telah memiliki pengalaman dalam penyusunan dokumen AMDAL, sehingga inovasi-inovasi dalam studi dapat diimplementasikan dengan baik. Tim penyusun yang telah berpengalaman serta berkualifikasi baik dalam penyusunan dokumen akan memberikan hasil yang lebih baik. Tim penyusun AMDAL migas selanjutnya disusun berdasarkan kualifikasi yang dimiliki dan disusun dalam data base (sistem informasi). Studi AMDAL merupakan studi komprehensif dan kajian multidisiplin ilmu sehingga sangat membutuhkan tim penyusun yang berpengalaman dibidang kajian AMDAL. Penguasaan metodologi yang baik dengan pengembangan-
152
pengembangan yang inovatif memungkinkan terjadi pada tim yang memiliki pengalaman lebih banyak. Kondisi ini menjadi sangat penting mengingat perkembangan keilmuan dan metodologi studi yang begitu pesat. Komposisi tim penyusun AMDAL migas, selain ahli-ahli lingkungan biologi, fisika, kimia dan sosial ekonomi budaya juga perlu ahli perminyakan dan geologi. Disisi lain setiap tenaga ahli hanya diperbolehkan tergabung pada tiga lembaga konsultan dengan persyaratan tenaga ahli tidak boleh duduk sebagai tim teknis dan atau komisi AMDAL. Tim penyusun harus terdiri atas: tim ahli, tim pengambil sampel di lapangan dan tim pengolahan data. Contoh: kualifikasi lembaga konsultan dan tim ahli yang telah berpengalaman lebih dari lima tahun diberi warna biru, telah berpengalaman 3-5 tahun diberi warna kuning dan kurang dari tiga tahun diberi warna hijau. Sementara lembaga atau atau tenaga ahli yang dianggap bermasalah berdasarkan kinerja selama melakukan pekerjaan AMDAL migas diberi warna merah. Kualitas dokumen AMDAL haruslah ditunjang oleh substansi dokumen yang terdiri atas dokumen kerangka acuan analisis dampak lingkungan (KAANDAL), dokumen analisis dampak lingkungan (ANDAL), dokumen rencana pengelolaan lingkungan hidup (RKL) dan dokumen rencana pemantauan lingkungan hidup (RPL). Dokumen KA-ANDAL disusun terlebih dahulu untuk menentukan lingkup studi dan mengidentifikasi isu-isu pokok yang harus diperhatikan dalam penyusunan AMDAL. Dokumen KA-ANDAL dinilai oleh komisi penilai AMDAL dan bila telah disetujui maka kegiatan penyusunan dokumen ANDAL, RPL dan RKL dilaksanakan. Ketiga dokumen tersebut merupakan bahan penilaian bagi komisi AMDAL untuk kemudian menjadi dasar penentuan rencana kegiatan usaha layak secara lingkungan atau tidak dan apakah perlu direkomendasikan untuk diberi ijin atau tidak. Selain itu dokumen AMDAL juga menjadi bahan bagi perencanaan pembangunan wilayah, memberi masukan dalam penyusunan desain teknis rencana kegiatan usaha, serta memberi informasi bagi masyarakat atas dampak yang dapat ditimbulkan. Pengkajian keadaan darurat/emergency juga menjadi bagian dari upaya peningkatan kualitas dokumen AMDAL migas. Pengkajian keadaan darurat merupakan upaya antisipasi dari kegiatan diluar kondisi normal, seperti kejadian
153
tumpahan minyak. Pengkajian keadaan darurat harus diintegrasikan dalam dokumen AMDAL. 5.6.2
Penyempurnaan Prosedur Penyusunan AMDAL Migas
Prosedur persetujuan dokumen AMDAL migas yang telah berjalan selama ini terdiri atas: proses penapisan, proses pengumuman dan konsultasi masyarakat, penyusunan dan penilaian KA-ANDAL, serta penyusunan penilaian ANDAL, RKL dan RPL. Proses penapisan merupakan proses seleksi wajib AMDAL yakni untuk menentukan apakah suatu rencana kegiatan wajib menyusun AMDAL atau tidak. Proses ini sangat penting, mengingat pentingnya suatu kegiatan untuk menyusun AMDAL, sehingga dampak terhadap lingkungan (eksternalitas) dapat diminimalisasi. Penentuan suatu kegiatan wajib AMDAL atau UKL/UPL didasarkan pada Permen LH No. 11 tahun 2006 tentang jenis kegiatan yang wajib menyusun AMDAL. Kegiatan usaha migas yang wajib menyusun AMDAL yakni didasarkan pada volume produksi. Kegiatan eksploitasi di onshore untuk minyak lebih dari 5000 BOPD dan untuk gas lebih dari 30 MMSCFD, serta kegiatan eksploitasi di offshore untuk minyak lebih dari 15000 BOPD dan untuk gas lebih dari 90 MMSCFD, diwajibkan menyusun AMDAL. Selanjutnya untuk kegiatan pemasangan pipa wajib AMDAL lebih dari 100 km dengan diameter pipa lebih dari 20 inchi. Penentuan suatu kegiatan wajib AMDAL atau tidak pada kegiatan usaha migas menjadi penting, mengingat potensi dampak pada setiap rencana kegiatan akan senantiasa muncul. Prosedur penyusunan AMDAL migas selama ini yakni pengajuan dilakukan oleh pemrakarsa kepada kementerian lingkungan hidup. Penentuan kegiatan tersebut wajib AMDAL atau UKL/UPL didasarkan pada Permen LH No. 11 tahun 2006. Kegiatan yang wajib AMDAL, selanjutnya menyusun KAANDAL. Penyusunan KA-ANDAL dilakukan oleh konsultan penyusun yang ditunjuk langsung oleh pemrakarsa. Pengajuan dokumen KA-ANDAL dievaluasi dan disetujui selama 75 hari oleh komisi AMDAL pusat (KLH) dibantu tim teknis (Ditjen Migas), selanjutnya dikembalikan dan apabila telah disetujui maka pemrakarsa dapat melakukan kegiatan penyusunan dokumen ANDAL, RKL dan RPL. Namun apabila belum disetujui maka pemrakarsa dan atau penyusun
154
AMDAL diharuskan untuk melengkapinya. 2) pengajuan Dokumen ANDAL, RKL dan RPL kepada komisi AMDAL untuk dilakukan penilaian selama 75 hari dan apabila ketiga dokumen telah memenuhi syarat dan diterbitkannya SK persetujuan maka dapat diajukan untuk mendapat ijin usaha. Namun apabila ketiga dokumen tersebut belum memenuhi persyaratan AMDAL maka diharuskan untuk melengkapinya. Lebih detil, prosedur penyusunan AMDAL migas selama ini disajikan pada Gambar 27 berikut.
Pemrakarsa
KLH
Konsultan Penyusun
KA-ANDAL
Penilaian oleh Komisi-Tim Teknis (Ditjen Migas)
Ya
Dampak Penting (Permen No.11/2006)
Tidak
UKL & UPL
SK KA-ANDAL Oleh Komisi
Penyusunan ANDAL, RKL dan RPL
Persetujuan Komisi AMDAL pusat (KLH)
Penilaian oleh Komisi -Tim Teknis
Layak Lingkungan
Gambar 27 Prosedur penyusunan AMDAL migas selama ini Penyempurnaan prosedur penyusunan AMDAL migas dilakukan dengan pemrakarsa menyampaikan pelaksanaan kegiatan ke Ditjen Migas, selanjutnya Ditjen Migas menyampaikan ke lembaga independen untuk penentuan jenis studi, apakah wajib atau tidak. Apabila wajib AMDAL, maka lembaga independen menunjuk konsultan penyusun melalui tender dan sekaligus lembaga independen menentukan biaya studi yang didasarkan pada kedalaman studi dan komposisi tim penyusun (kualifikasi) serta jenis data yang ditampilkan. Lembaga independen
155
juga akan membayar biaya studi kepada konsultan penyusun, agar dalam penyusunan dapat bersifat independen. Ditjen Migas
Pemrakarsa
Konsultan Penyusun Lembaga Independen
KA-ANDAL KA-ANDAL
Ya
Penilaian oleh Komisi AMDAL – Tim Teknis
Dampak Penting
Tidak
UKL & UPL
SK KA-ANDAL Oleh Komisi
Penyusunan ANDAL, RKL/RPL
Penilaian oleh Komisi -Tim Teknis
Persetujuan SKB KLH dan DESDM
Ya
Layak Lingkungan
Tidak
Penolakan
Gambar 28 Diagram strategi penyempurnaan prosedur AMDAL migas Pengajuan KA-ANDAL ke komisi yang selanjutnya dibahas dalam sidang komisi bersama tim teknis dan pakar serta wakil dari instansi terkait. Setelah SK KA-ANDAL diterbitkan, selanjutnya dilakukan penyusunan dokumen ANDAL dan RKL/RPL yang dinilai oleh tim teknis AMDAL migas, dan dibahas dalam sidang komisi beserta pakar dan wakil dari instansi terkait. Apabila dokumen tersebut layak lingkungan maka diterbitkan SK bersama antara menteri ESDM dan ketua komisi AMDAL, dan apabila tidak layak maka dokumen AMDAL ditolak. Simplifikasi penyusunan terkait dengan masalah waktu penyusunan dokumen AMDAL. Waktu penyusunan sesungguhnya sangat relatif dan bergantung pada kasus per kasus, sehingga sangat sulit untuk menentukan waktu yang dibutuhkan dalam penyusunan AMDAL. Penilaian KA-ANDAL selama ini
156
dilakukan selama 75 (tujuh puluh lima) hari kerja sejak diterimanya dokumen tersebut. Begitu pula untuk penilaian dokumen ANDAL, RKL dan RPL yang diajukan secara bersama-sama untuk dinilai selama 75 (tujuh puluh lima) hari kerja. Namun, seringkali dalam implementasi, sebagaimana hasil analisis kualitas dokumen AMDAL migas diperoleh bahwa waktu penyusunan relatif lama yakni 1-3 tahun. Semestinya, waktu penilaian disesuaikan dengan kebutuhan usaha untuk masing-masing kegiatan yang berbeda. Disisi lain penambahan anggota tim komisi harus dilakukan sebagai upaya efisiensi waktu pemeriksaan dan penilaian. 5.6.3
Penguatan Hukum dan Kelembagaan AMDAL Migas
Strategi pengembangan kebijakan AMDAL migas dalam mencegah kerusakan
lingkungan
harus
dilakukan
melalui
penguatan
hukum dan
kelembagaan. Komponen penguatan hukum dan kelembagaan AMDAL terdiri atas: peningkatan kualitas sumberdaya manusia (SDM) pada semua tingkatan, namun lebih ditekankan pada tingkat komisi AMDAL pusat dan tim teknis AMDAL migas. Penerapan sanksi administrasi dan pidana sesuai UU No. 23 tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup. Mekanisme keterlibatan masyarakat yang jelas dalam penyusunan AMDAL migas. Lembaga pengawas pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan pada kegiatan usaha migas.
Penguatan SDM
Penguatan Hukum dan Kelembagaan AMDAL Migas
Komisi AMDAL Pusat
Keterlibatan Masyarakat
Komponen Masyarakat
Tim Teknis AMDAL Migas
Pemahaman dan Pengetahuan
Penerapan Sanksi Sanksi Administrasi
Perizinan Pengawasan Pelaksanaan RKL, RPL
Sanksi Pidana (UU N0.23/1997)
Ditjen Migas
Pemda
Instansi Terkait
Perguruan Tinggi
Tahap Perencanaa
Tokoh Masyarakat
Tahap Operasi
Pemerintah
Tahap Pasca Operasi
Gambar 29 Diagram strategi penguatan hukum dan kelembagaan AMDAL migas
157
Penguatan hukum dan kelembagaan AMDAL migas dalam rangka pengembangan dilakukan dengan tiga pendekatan terintegrasi yakni: penguatan SDM, penerpanan sanksi administrasi dan pidana sesuai UU No. 23 tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup, perbaikan mekanisme keterlibatan masyarakat dan kelembagaan pengawas pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan pada kegiatan usaha migas. Penguatan SDM ditekankan pada penguatan kualitas SDM komisi AMDAL pusat (KLH) dan tim teknis AMDAL migas (Ditjen Migas). Kualitas komisi penilai AMDAL juga menjadi salah satu komponen efektivitas AMDAL pada kegiatan usaha migas. Kualitas komisi penilai akan menentukan hasil akhir dari penyusunan dokumen AMDAL. Komisi penilai yang berkualitas, diharapkan mampu menghasilkan hasil review dokumen yang baik. Kualitas komisi penilai menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kualitas dokumen AMDAL. Kualitas tim teknis merupakan komponen yang juga berpengaruh terhadap efektivitas kebijakan AMDAL dalam upaya mencegah kerusakan lingkungan pada kegiatan usaha migas. Kualitas tim teknis sangat penting mengingat kegiatan studi AMDAL merupakan kegiatan multidisiplen dengan aspek linkungan sebagai inti kajian. Kualitas tim teknis sangat terkait dengan keahlian dibidangnya. Kegiatan usaha migas merupakan kegiatan dengan teknologi tinggi serta bersifat teknis profesional sehingga dibutuhkan kajian AMDAL yang mendalam dan komprehensif agar dihasilkan kualitas AMDAL yang baik, khususnya dalam upaya pencegahan terjadinya kerusakan lingkungan. Tim teknis diharapkan mampu memberikan hasil yang lebih baik dalam keterlibatannya dalam pengkajian dan penilaian AMDAL. Penerapan sanksi terhadap pelanggaran AMDAL yang dilakukan sangat penting diterapkan, mengingat aspek penguatan hukum merupakan salah satu faktor penting pengembangan AMDAL migas dalam mencegah kerusakan lingkungan pada kegiatan usaha migas. Penerapan sanksi dapat dilakukan berupa sanksi administrasi maupun sanksi pidana sesuai dengan UU No. 23 tahun 1997. Penerapan sanksi diharapkan manpu menekan tingkat pelanggaran yang terjadi, sehingga efisiensi dan efektifitas kbijakan AMDAL dapat terwujud. Peningkatan
keterlibatan
masyarakat
dilakukan
melalui
pelibatan
masyarakat pada setiap tahap kegiatan. Pembekalan pemahaman tentang AMDAL
158
yang diinisiasi oleh pemrakarsa dengan bekerjasama dengan lembaga penelitian, perguruan tinggi dan atau organisasi non-pemerintah. Melakukan sosialisasi kegiatan lebih awal kepada masyarakat serta memastikan keterwakilan masyarakat dari semua komponen. Mekanisme keterlibatan masyarakat dapat dilakukan melalui pengumuman pada media massa baik lokal maupun nasional, diskusi interaktif secara langsung dengan masyarakat yang kemungkinan terkena dampak serta dilibatkan sejak penyusunan dokumena AMDAL sampai tahap pelaksanaan kegiatan mulai persiapan sampai pasca operasi. Pola pendekatan yang digunakan disarankan bersifat partisipatif. Pendekatan partisipatif merupakan pola distribusi kekuasaan dari pengelola ke masyarakat. Dengan pola partisipasi masyarakat tidak hanya dilibatkan sebagai objek tapi juga bagian dari subjek, sehingga kegiatan dan atau usaha yang dilakukan menjadi tanggung jawab bersama. Pola ini juga akan memberikan kesadaran yang tinggi terhadap masyarakat dengan mengharapkan partisipasi yang lebih bermanfaat. Prinsip partisipasi adalah mendorong setiap warga menggunakan hak menyampaikan pendapat dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung. Analisis partisipatif dilakukan guna memahami suara masyarakat bawah tentang apa yang mereka hadapi serta mengakomodasikan suara masyarakat bawah dalam perumusan kebijakan. Partisipasi masyarakat selalu memiliki ciri-ciri bersifat proaktif dan bukan reaktif (artinya masyarakat ikut menalar baru bertindak) ada kesepakatan yang dilakukan oleh semua yang terlibat, ada tindakan yang mengisi kesepakatan tersebut, ada pembagian kewenangan dan tanggung jawab dalam kedudukan yang setara. Partisipasi dimaksudkan untuk menjamin setiap kebijakan yang diambil dapat mencerminkan aspirasi masyarakat. Saluran komunikasi sebagai salah satu wadah atau media yang sangat urgen bagi masyarakat dalam memudahkan penyampaian pendapatnya kerap menjadi salah satu kendala tersendiri dalam memaksimalkan peran partisipasi masyarakat. Dengan demikian perlu penyediaan sarana maupun jalur komunikasi yang efektif meliputi pertemuan-pertemuan umum, temu wicara, konsultasi dan penyampaian pendapat baik tertulis maupun tidak tertulis.
159
Perencanaan partisipatif juga merupakan salah satu metode yang efektif untuk menstimulasi keterlibatan masyarakat menyiapkan agenda pembangunan yang diawali dengan perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan pengawasan secara partisipatif dalam upaya penyelesaian masalah-masalah di masyarakat yang dilakukan secara bersama-sama. Satu hal terpenting dalam menjamin hak warga masyarakat untuk menyampaikan pendapat dalam proses pengambilan keputusan adalah adanya keinginan dari semua pihak, mulai dari tataran pemerintah pusat sampai ke daerah, sehingga masyarakat itu sendiri mengedepankan nilai-nilai luhur dan prinsip-prinsip yang harus dijunjung tinggi dan dilestarikan (demokrasi, partisipasi, transparansi dan akuntabilitas serta desentralisasi). Berpegang pada nilai dan prinsip tersebut, diharapkan akan terbangun kebersamaan yang berdampak pada terbukanya akses bagi masyarakat lokal dalam merumuskan dan menentukan arah kebijakan bagi dirinya sendiri tanpa terus menerus tergantung pada pihak-pihak tertentu. Ini sudah tentu harus didukung oleh keberpihakan pemerintah dan pihak-pihak peduli lainnya terhadap masyarakat, terutama masyarakat lokal. Tumbuhnya rasa kepercayaan masyarakat kepada pemerintah dan pemrakarsa serta sebaliknya diharapkan dapat meningkatkan peran masyarakat berpartisipasi dalam pembangunan. Kegunaan keterlibatan masyarakat adalah sebagai sumber informasi keadaan lingkungan, sumber informasi persepsi masyarakat terhadap kegiatan, ikut memantau dampak yang terjadi, sebagai mitra dalam memecahkan masalah yang timbul serta sebagai penerima sarana-sarana penunjang (Carter, 1977 dalam Suratmo, 2002). Dengan dua sub aspek penekanan yakni komponen masyarakat yang terlibat dan pemberian pemahaman dan pengetahuan secara dini tentang kegiatan usaha migas dan kemungkinan dampak yang dapat terjadi beserta seluruh resiko dan keuntungan ekonomi yang dapat diperoleh. Kelembagaan pengawas pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan pada kegiatan usaha migas perlu diatur secara jelas antara pengawasan aspek teknis oleh Ditjen Migas antara lain instalasi dan atau peralatan yang akan digunakan
di
dalam
operasi
migas
termasuk
peralatan
pencegahan
penanggulangan pencemaran. Pengawasan aspek sosial ekonomi dan budaya oleh pemerintah daerah dan pengawasan terhadap media penerima limbah oleh
160
pemerintah daerah antara lain penetapan baku mutu badan air penerima limbah ditetapkan oleh pemerintah daerah. Koordinasi kelembagaan untuk izin lokasi kegiatan usaha migas sebelum beroperasi wajib mendapat izin dari instansi terkait sesuai rencana pemanfaatan kegiatan seperti kehutanan, perhubungan laut, kelautan dan perikanan. 5.7
Prioritas Strategi Pengembangan Kebijakan AMDAL Migas
Didasarkan pada hasil perumusan kebijakan dan penyusunan strategi implementasi selanjutnya dilakukan penentuan strategi pengembangan kebijakan AMDAL migas dengan pendekatan hierarchy process analysis. Penentuan strategi pengembangan kebijakan AMDAL dalam mencegah kerusakan lingkungan pada kegiatan usaha migas, dilakukan dengan pendekatan aspek aktor dan tujuan pengembangan AMDAL migas. Analisis prioritas strategi pengembangan kebijakan AMDAL migas disusun dengan lima level yakni level-1 goal: strategi pengembangan kebijakan AMDAL migas dalam mencegah kerusakan lingkungan, level-2 aktor: penyusun, pemrakarsa serta komisi AMDAL dan tim teknis, level-3 tujuan: efektif dan efisien, level-4 sub tujuan: operasional, menjadi acuan, implementatif, biaya, waktu dan sumberdaya manusia, level-5 alternatif: peningkatan kualitas dokumen AMDAL migas, penyempurnaan prosedur penyusunan AMDAL migas, serta penguatan hukum dan kelembagaan AMDAL migas. Strategi Pengembangan Kebijakan AMDAL Migas dalam Mencegah Kerusakan Lingkungan
Penyusun (0.297)
Pemrakarsa (0.163)
Efektif (0.500)
Operasional (0.270)
Acuan (0.082)
Peningkatan Kualitas Dokumen AMDAL Migas (0.441)
Implementasi (0.149)
Komisi-Tim Teknis (0.540)
Efisien (0.500)
Biaya (0.143)
Penyempurnaan Prosedur Penyusunan AMDAL Migas (0.263)
Waktu (0.072)
SDM (0.286)
Penguatan Hukum dan Kelembagaan AMDAL Migas (0.296)
Gambar 30 Strategi pengembangan kebijakan AMDAL migas
161
Strategi pengembangan kebijakan AMDAL migas dalam mencegah kerusakan lingkungan dilakukan dengan pendekatan aktor yakni: komisi dan tim teknis (0.540), penyusunan (0.297) dan pemrakarsa (0.163). Komisi AMDAL dan tim teknis merupakan aktor utama dalam pengembangan kebijakan AMDAL migas. Hasil menunjukkan bahwa bobot peranan komisi AMDAL dan tim teknis merupakan bobot tertinggi dari kedua aktor lainnya. Komisi dan tim teknis menjadi kunci kualitas dokumen AMDAL yang dihasilkan. Komisi penilai merupakan komponen yang sangat penting dalam implementasi kebijakan AMDAL. Komisi penilai akan sangat berperan dalam penilaian dokumen AMDAL yang telah disusun, diterima atau ditolaknya dokumen tersebut. Sebagaimana Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1999 tentang AMDAL yakni pasal 1 ayat (11) bahwa komisi penilai adalah komisi yang bertugas menilai dokumen analisis mengenai dampak lingkungan hidup dengan pengertian di tingkat pusat oleh komisi penilai pusat dan di tingkat daerah oleh komisi penilai daerah. Komisi penilai menilai kerangka acuan, analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup, dan rencana pemantauan lingkungan hidup. Tim teknis merupakan tim yang membantu komisi penilai dalam memberikan pertimbangan teknis terhadap dokumen AMDAL yang diajukan oleh pemrakarsa. Sebagaimana Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1999 tentang AMDAL yakni pasal 8 ayat (4) bahwa dalam menjalankan tugasnya, komisi penilai dibantu oleh tim teknis yang bertugas memberikan pertimbangan teknis atas kerangka acuan, analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup dan rencana pemantauan lingkungan hidup. Selanjutnya pasal 12 ayat (1) bahwa tim teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) terdiri atas para ahli dari instansi teknis yang membidangi usaha dan atau kegiatan yang bersangkutan dan instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan serta ahli lain dengan bidang ilmu yang terkait. Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan anggota tim teknis sebagaimana dimaksud pada pasal 12 ayat (1) ditetapkan oleh menteri untuk komisi penilai pusat dan oleh gubernur untuk komisi penilai daerah tingkat I.
162
Kualitas tim teknis merupakan komponen yang juga berpengaruh terhadap efektivitas kebijakan AMDAL dalam upaya mencegah kerusakan lingkungan pada kegiatan usaha migas. Kualitas tim teknis sangat penting mengingat kegiatan studi AMDAL merupakan kegiatan multidisiplen dengan aspek linkungan sebagai inti kajian. Kualitas tim teknis sangat terkait dengan keahlian dibidangnya. Kegiatan usaha migas merupakan kegiatan dengan teknologi tinggi serta bersifat teknis profesional sehingga dibutuhkan kajian AMDAL yang mendalam dan komprehensif agar dihasilkan kualitas AMDAL yang baik, khususnya dalam upaya pencegahan terjadinya kerusakan lingkungan. Tim teknis diharapkan mampu memberikan hasil yang lebih baik dalam keterlibatannya dalam pengkajian dan penilaian AMDAL. Aktor berikutnya adalah penyusun. Kualitas penyusun terdiri atas kualifikasi ketua dan anggota tim. Ketua tim penyusun studi disebutkan harus bersertifikat AMDAL penyusun dan sesuai ketentuan yang berlaku, sedang anggota tim harus memiliki keahlian yang sesuai dengan lingkup studi yang dilakukan. Kualitas penyusun AMDAL sangat berpengaruh terhadap hasil studi AMDAL yang dilakukan. Tim penyusun yang berkualitas diyakini menghasilkan dokumen AMDAL yang berkualitas pula. Dengan demikian AMDAL akan menjadi efektif dan efisien dalam pelaksanaannya. Bobot penyusun lebih tinggi, bila dibandingkan dengan bobot aktor, lebih dikarenakan peran dan tugas dari penyusun yang sangat menentukan isi dan kualitas dokumen yang dihasilkan. Dalam pelaksanaan dan penyusunan dokumen AMDAL, kualifikasi dan integritas penyusun sangat menentukan. Selain itu pengalaman penyusun dalam menyusun AMDAL juga sangat penting, mengingat kompleksitas aspek dan dimensi-dimensi dalam suatu studi AMDAL. Aktor pemrakarsa juga menjadi bagian dari pengembangan kebijakan AMDAL migas yang efektif dan efisien. Pemrakarsa merupakan pihak pengguna langsung kebijakan AMDAL. Pemrakarsa memiliki kewenangan menunjuk langsung tim penyusun AMDAL kegiatan usaha yang dilakukan, begitu pula dengan pembiayaan kegiatan studi AMDAL. Kewenangan dalam penentuan pelaksana studi dan penyusun dokumen AMDAL sangat penting, mengingat otoritas sepenuhnya yang dimiliki oleh pemrakarsa, menjadi awal kualitas
163
dokumen AMDAL yang dihasilkan. Penunjukan tim penyusun yang tepat, akan memberikan hasil yang baik dengan kualitas dokumen AMDAL yang dihasilkan. Disisi lain, pemrakarsa merupakan pengguna langsung dari dokumen AMDAL yang dihasilkan. Analisis mengenai dampak penting yang teridentifikasi akan menjadi rambu-rambu pengelolaan lingkungan secara berkelanjutan. Selanjutnya indikator efektif dan efisien sebagai pendekatan untuk melihat sejauh mana pengembangan kebijakan AMDAL migas di masa datang. Indikator efektivitas dan efisiensi meliputi: operasional (0.270), menjadi acuan (0.082) dan implementasi (0.149), biaya penyusunan (0.143), waktu penyusunan (0.072) dan sumberdaya manusia (0.286). Kebijakan AMDAL yang operasional, implementatif serta dapat menjadi acuan dalam pengelolaan lingkungan pada kegiatan usaha migas, merupakan sesuatu yang sangat penting, mengingat kebijakan AMDAL adalah dokumen kebijakan, dokumen publik dan berkekutan hukum. Dokumen AMDAL adalah satu-satunya dokumen pengelolaan lingkungan khususnya dalam pengendalian dampak pada suatu kegiatan usaha. Dengan demikian, dokumen tersebut harus bersifat operasional, dapat diimplementasikan serta dapat menjadi acuan dalam pengelolaan
lingkungan
dalam
kaitannya
dengan
pengendalian
dampak
lingkungan. Peningkatan SDM penyusunan AMDAL perlu dilakukan mengingat kualitas dokumen AMDAL selain ditentukan oleh kualitas penyusun, juga sangat dipengaruhi oleh kualitas komisi AMDAL. Hal ini menjadi penting mengingat kajian tentang lingkungan hidup dalam dua dekade terakhir menjadi sangat serius dan mendapat perhatian yang besar dari masyarakat dunia. Pemanasan global akibat dampak yang muncul dari aktivitas pembangunan telah mengancam kelansungan hidup manusia. Akibat tersebut menimbulkan polusi dan kerusakan lingkungan sehingga dokumen AMDAL sebagai upaya untuk menjaga kelestarian lingkungan dalam keberlanjutan menjadi sangat penting. Komisi penilai AMDAL pusat adalah salah satu komponen penting yang berperan dalam kegiatan penyusunan AMDAL migas. Sumberdaya manusia yang berkualitas khususnya untuk kegiatan migas akan sangat menentukan hasil studi AMDAL migas selain kualitas tim penyusun itu sendiri. Sinergitas antara tim penyusun dengan komisi
164
penilai dengan sumberdaya yang berkualitas diharapkan menghasilkan dokumen AMDAL yang berkualitas pula. Komponen efisiensi kebijakan AMDAL lainnya adalah biaya dalam penyusunan dokumen. Komponen pembiayaan sangat berpengaruh terhadap kualitas AMDAL yang dihasilkan. Pembiayaan yang minim akan menyulitkan dalam kegiatan studi, sehingga komponen pembiayaan menjadi sulit dilakukan dan menyebabkan kegiatan menjadi sekedar dilaksanakan. Disisi lain pembiayaan yang tinggi akan memberatkan pemrakarsa dan pemborosan biaya dapat terjadi sehingga kegiatan studi menjadi tidak efisien. Untuk itu, proporsionalisasi pembiayaan menjadi sangat penting, mengingat efisien kebijakan AMDAL. Komponen waktu merupakan salah satu indikator efisiensi kebijakan AMDAL. Waktu persetujuan dokumen AMDAL 75 hari kerja yang didasarkan pada PP No. 27 tahun 1999 tentang AMDAL. Waktu tersebut terbilang cukup lama sehingga berpengaruh terhadap pelaksanaan kegiatan. Terlebih lagi penyusunan dokumen ANDAL, RKL dan RPL tidak dapat dilaksanakan sebelum dokumen KA-ANDAL disetujui. Kondisi ini sangat berpengaruh terhadap efisiensi penyusunan AMDAL. Waktu pengambilan keputusan kelayakan dokumen AMDAL menjadi penting dalam kaitannya dengan efisiensi kebijakan AMDAL untuk mencegah kerusakan lingkungan pada kegiatan usaha migas. Waktu yang dibutuhkan dalam pengambilan kelayakan dokumen AMDAL secara keseluruhan yakni 150 hari teridir dari 75 hari untuk penilaian persetujuan dokumen KA-ANDAL dan 75 hari untuk penilaian persetujuan dokumen ANDAL, RKL dan RPL. Dengan demikian kurang lebih lima bulan waktu yang dibutuhkan untuk mengeluarkan keputusan kelayakan lingkungan. Sementara waktu pengambilan keputusan masyarakat dimana saat ini ditentukan sekitar 30 hari sejak diumumkannya. Masyarakat diberi kesempatan untuk memberi tanggapan dan masukan kepada pemrakarsa, pemerintah dan penyusun AMDAL untuk kemudian segera memperbaiki sesuai dengan tanggapan yang masuk. Waktu yang terbilang singkat tersebut, akan sangat berpengaruh terhadap tanggapan dan masukan yang terbatas. Dengan demikian dokumen AMDAL menjadi tidak berkualitas disebabkan karena minimnya tanggapan yang masuk
165
dari masyarakat. Akhirnya AMDAL yang dihasilkan dalam implementasinya tidak menjadi efektif. Hasil penentuan prioritas strategi pengembangan kebijakan AMDAL migas dalam mencegah kerusakan lingkungan berturut-turut: peningkatan kualitas dokumen
(0.441),
penguatan
hukum
dan
kelembagaan
(0.296)
dan
penyempurnaan prosedur penyusunan AMDAL (0.263). Peningkatan kualitas dokumen menjadi strategi utama, mengingat AMDAL sebagai dokumen manajemen lingkungan, dokumen publik dan dokumen hukum. Kualitas dokumen AMDAL migas merupakan salah satu strategi penting dan kaitannya dengan pengembangan kebijakan AMDAL. Strategi tersebut harus didukung oleh peningkatan kualitas penyusun, meliputi; kualifikasi, independensi dan komposisi. Perbaikan substansi dokumen AMDAL dengan memperbaiki metode-metode didalam penyusunan AMDAL seperti; kajian aspek ekologi dan sosial ekonomi. Selain itu, juga harus dilakukan pengintegrasian dengan kajian emergency dalam penyusunan AMDAL, dengan harapan bahwa hal-hal emergency, seperti yang sering terjadi selama ini yakni tumpuhan minyak dapat diatasi. Kualitas dokumen AMDAL merupakan komponen yang terdiri atas dokumen kerangka acuan analisis dampak lingkungan (KA-ANDAL), dokumen analisis dampak lingkungan (ANDAL), dokumen rencana pengelolaan lingkungan hidup (RKL) dan dokumen rencana pemantauan lingkungan hidup (RPL). Dokumen KA-ANDAL disusun terlebih dahulu untuk menentukan lingkup studi dan mengidentifikasi isu-isu pokok yang harus diperhatikan dalam penyusunan AMDAL. Dokumen KA-ANDAL dinilai oleh komisi penilai AMDAL dan bila telah disetujui maka kegiatan penyusunan dokumen ANDAL, RPL dan RKL dilaksanakan. Ketiga dokumen tersebut (ANDAL, RKL dan RPL), merupakan bahan penilaian bagi komisi penilai AMDAL untuk kemudian menjadi dasar penentuan rencana usaha dan atau kegiatan tersebut layak secara lingkungan atau tidak dan apakah perlu direkomendasikan untuk diberi ijin atau tidak. Selain itu dokumen AMDAL juga menjadi bahan bagi perencanaan pembangunan wilayah, memberi masukan untuk penyusunan disain teknis dari rencana usaha dan atau kegiatan, serta memberi informasi bagi masyarakat atas dampak yang ditimbulkan dari suatu rencana usaha dan atau kegiatan.
166
Strategi kedua dalam upaya pengembangan kebijakan AMDAL kaitannya dengan mencegah kerusakan lingkungan pada kegiatan usaha migas adalah penguatan aspek hukum dan kelembagaan. Dokumen AMDAL yang merupakan dokumen hukum, harus menjadi barometer keberlanjutan pembangunan dari sisi ekologi. Hal ini sangat terkait dengan dampak yang senantiasa mengikuti aktivitas pembangunan yang dilakukan. Dokumen AMDAL kemudian menjadi sangat penting, sebagai dokumen yang bersifat preventif (pencegahan) akan terjadinya kerusakan
lingkungan.
Penegakan
hukum
(law
enforcement)
terhadap
pelanggaran-pelanggaran lingkungan, diharapkan menjadi prioritas penguatan hukum dan kelembagaan AMDAL migas. Strategi ketiga adalah penyempurnaan prosedur penyusunan AMDAL migas. Strategi ini juga menjadi penting, mengingat salah satu permasalahan yang umumnya dihadapi dalam investasi pembangunan adalah aspek prosedural yang seringkali berbelit-berbelit dan membutuhkan waktu yang lama. Kondisi ini diperparah dengan banyaknya birokrasi yang harus dilalui dalam kaitannya dengan penanam investasi tersebut. Demikian pula halnya dalam kegiatan penyusunan AMDAL. Pemrakarsa dan penyusun seringkali mengalami hambatan, terutama dalam aspek waktu dan pembiayaan yang begitu besar. 5.8
Rumusan Kebijakan AMDAL Migas
Hasil focus group discussion diperoleh rumusan pengembangan kebijakan AMDAL migas yang efektif dan efisien dalam mencegah kerusakan lingkungan adalah dengan peningkatan kualitas dokumen, penguatan hukum dan kelembagaan serta penyempurnaan prosedur penyusunan AMDAL migas. Rumusan kebijakan AMDAL migas tersebut didasarkan pada hasil analisis komponen utama dan analytichal hierarchy process yang dirumuskan secara bersama-sama dengan stakeholders AMDAL migas beserta pakar dibidang lingkungan hidup. Rumusan pengembangan kebijakan AMDAL migas yang efektif dan efisien dalam mencegah kerusakan lingkungan diimplementasikan dalam strategistrategi kebijakan AMDAL migas yakni: peningkatan kualitas dokumen AMDAL migas, penguatan hukum dan kelembagaan AMDAL migas serta penyempurnaan prosedur penyusunan AMDAL migas.
167
Mengingat pentingnya strategi pengembangan kebijakan AMDAL migas tersebut, maka perlu dilakukan pengintegrasian strategi secara komprehensif, antara strategi peningkatan kualitas dokumen AMDAL migas, strategi penguatan hukum dan kelembagaan AMDAL migas, serta strategi penyempurnaan prosedur penyusunan dokumen AMDAL migas. Dengan demikian, AMDAL migas diharapkan dapat menjadi efektif dan efisien dalam mencegah kerusakan lingkungan pada kegiatan usaha migas.
168
sanksi administrasi
Peningkatan Kualitas Dokumen AMDAL Migas
sanksi pidana (UU N0.23/1997)
Penerapan Sanksi
Penyempurnaan Prosedur AMDAL Migas
independensi kompetensi
komposisi
Substansi Dokumen
metode, isu pokok
Pemrakarsa
Ditjen Migas
Konsultan Penyusun
Lembaga Independen
Lembaga Pengawas Pengelolaan, Pemantauan
Penguatan Hukum dan Kelembagaan AMDAL Migas
ya
Dampak Penting
penilaian Komisi AMDAL Tim Teknis
Pemda Instansi terkait
komponen masyarakat
pelingkupan KA-ANDAL KA-ANDAL
Ditjen Migas
pemahaman, pengetahuan
tidak
Keterlibatan Masyarakat
UKL & UPL SK KA-ANDAL oleh Komisi penyusunan
metode perkiraan evaluasi dampak
teknologi alternatif
teknologi, kelembagaan
ANDAL, RKL, RPL
Penguatan SDM
penilaian Komisi-Tim Teknis layak lingkungan Keadaan Darurat/ Emergency
integrasi
SKB KLH dan DESDM
Gambar 31 Diagram strategi pengembangan kebijakan AMDAL migas
tidak layak Penolakan