V. HASIL DAN PEMBAHASAN
Jenis data dalam penelitian ini terbagi dalam empat aspek, yaitu aspek biofisik, sejarah, budaya, dan wisata. Keempat jenis data tersebut merupakan kombinasi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui survei lapang (pengamatan dan pengukuran), wawancara, dan kuesioner. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui studi literatur dari buku acuan, data dari dinas terkait, serta pustaka lainnya yang dapat mendukung ruang lingkup studi. Data yang telah dikumpulkan selanjutnya dideskripsikan dan dianalisis untuk menentukan potensi wisata kawasan penelitian. Analisis yang dilakukan berupa analisis spasial dan analisis deskriptif. Untuk menentukan potensi sumber daya wisata dilakukan dengan metode skoring, yaitu pemberian bobot untuk kriteria-kriteria yang ditetapkan pada sub-aspek obyek wisata. Analisis kemudian dikaitkan dengan konsep perencanaan serta tujuan yang telah ditetapkan, yaitu wisata sejarah dan budaya. 5.1.
Data dan Analisis
5.1.1. Aspek Biofisik a. Batas Kawasan Perencanaan Kawasan perencanaan terletak di Jalan Slamet Riyadi Surakarta sepanjang 4,6 km yang terdapat di pusat Kota Surakarta. Kebudayaan masyarakat Solo terpolarisasai ke dalam 3 titik obyek yang sangat kuat pengaruh budayanya sampai saat ini, yaitu Keraton Kasunanan Surakarta, Keraton Mangkunegaran (Pura Mangkunegaran), dan Taman Sriwedari5. Adapun penentuan batas kawasan perencanaan mengikuti keberadaan obyek-obyek sejarah budaya yang terdapat di sepanjang jalur Jalan Slamet Riyadi Luas kawasan perencanaan adalah 375,5 Ha (Gambar 13). Peta dasar yang digunakan bersumber dari Dinas Pekerjaan Umum Kota Surakarta (Lampiran 3).
5
Berdasarkan hasil wawancara dengan Drs. Soedarmono (Dosen Sejarah Universitas Sebelas Maret, Surakarta) tentang keberadaan obyek-obyek sejarah di Kota Solo, 2009. Keraton Kasunanan Surakarta dan Keraton Mangkunegaran sangat berpengaruh karena dahulu merupakan dua kerajaan yang sama-sama berpengaruh. Adapun Taman Sriwedari merupakan pusat kebudayaan yang dimiliki oleh Keraton Surakarta.
37 37
Gambar 13. Peta Batas Kawasan Perencanaan
38
b. Aksesibilitas dan Sirkulasi Aksesibilitas menuju area perencanaan tergolong mudah karena berada di tengah-tengah kota. Kawasan perencanaan dapat dicapai melalui jalur transportasi yang terdiri dari beberapa rute moda transportasi, yaitu: a. Jalan Arteri Primer yang menghubungkan Jakarta, Yogyakarta, Semarang, dan Surabaya dari arah barat. Sedangkan bagian timur menghubungkan Solo dengan Surabaya, b. lintas utama KA dari Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Semarang, dan Surabaya menuju Stasiun Balapan Solo kemudian naik transportasi lain seperti bus, becak atau taksi. Atau berhenti di Stasiun Purwosari Solo maka dapat langsung berada di kawasan perencanaan bagian barat, c. sistem transportasi udara melalui Bandara Adi Sumarmo, selanjutnya dapat dilanjutkan dengan menggunakan taksi atau bus, kemudian tiba di bagian barat perencanaan. Bagian barat perencanaan merupakan pintu masuk bagi jalur transportasi darat, kereta api, dan udara. Daerah ini dapat dikembangkan sebagai area penerimaan. Pada daerah penerimaan yang dikembangkan dapat dibangun berbagai fasilitas demi kemudahan wisatawan dalam melakukan kegiatan interpretasi, seperti; gerbang penerimaan, tourism centre, dan area pelayanan. Sirkulasi jalan pada kawasan Jalan Slamet Riyadi ini dibagi menjadi tiga, yaitu primer, sekunder, dan tersier. Jalur primer merupakan jalur yang dapat dilalui oleh kendaraan bermotor dengan kapasitas minimal empat kendaraan bermotor roda empat dengan jalur pedestrian di tepinya. Jalur sekunder merupakan jalur dengan kapasitas dua kendaraan bermotor roda empat. Sedangkan jalur tersier adalah jalur yang hanya bisa dilewati oleh pejalan kaki, sepeda, becak, atau minimal satu buah kendaraan roda empat. Adapun Jalan Slamet Riyadi merupakan jalur sirkulasi primer dengan kapasitas enam kendaraan roda empat dengan jalur kereta api dan pejalan kaki yang lebar di tepi-tepinya. Sebagian ruas jalan Slamet Riyadi merupakan jalur satu arah. Pada Gambar 14 dideskripsikan aksesibilitas dan sirkulasi pada Jalan Slamet Riyadi. Selanjutnya analisis aksesibilitas, sirkulasi, dan transportasi ditampilkan pada Gambar 15.
Gambar 14. Peta Aksesibilitas dan Sirkulasi
39 39
40 40
Gambar 15. Analisis Aksesibilitas dan Sirkulasi
41
c. Rencana Tata Ruang Kota dan Wilayah Secara umum, kawasan Jalan Slamet Riyadi merupakan pusat aktivitas bisnis dan perdagangan di Kota Solo. Tapi keadaan ini semakin kompleks karena secara historis kawasan ini memiliki sejarah yang cukup unik sehingga melahirkan kebudayaan yang dapat kita jumpai sampai saat ini. Hal ini merupakan alasan diperlukannya sebuah perencanaan yang baik, salah satunya untuk keperluan wisata. Persentasi masing-masing fungsi penggunaan lahan kawasan perencanaan berdasarkan RTRW tahun 2007-2016 disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. RTRW Kota Surakarta untuk Kawasan Perencanaan No 1 2 3 4 5 6 7
Peruntukan Pemukiman Campuran Perdagangan dan Jasa Perkantoran Transportasi Open Space Lindung Cagar Budaya TOTAL Sumber : Dinas Tata Kota Surakarta 2009
Luasan Prosentasi 2.021.609 m² 53.83 % 610.141 m² 16.24 % 561.327 m² 14.9 % 128.768 m² 3.42 % 8.321 m² 0.28% 67.226 m² 1.79 % 358. 218 m² 9.54 % 3.755.609 m² 100 %
Tata guna lahan pada jalur Jalan Slamet Riyadi didominasi oleh peruntukan pemukiman di kawasan ini tidak begitu jelas terlihat karena berada di dalam blok atau tidak berada tepat di pinggir jalan. Area campuran, perdagangan dan jasa walaupun bukan merupakan area dominan tetapi menjadi ciri kawasan ini karena area ini berada di pinggir jalan. Hal ini menjadikan kawasan Jalan Slamet Riyadi sebagai area perdagangan dan bisnis. Adapun kawasan sekitar kawasan studi juga dominan merupakan area pemukiman (Gambar 16). Hal tersebut berindikasi pada perlunya pengendalian tata guna lahan sekitar sehingga lingkungan di sekitar obyek sejarah budaya tidak banyak berubah. Permasalahan yang juga terjadi adalah modernisasi, privatisasi dan komersialisasi kawasan. Kawasan sebagai ruang publik, contohnya Taman Sriwedari yang merupakan ruang publik, telah didominasi oleh fungsi ekonomi yang menggeser fungsi sosial budaya sehingga dibutuhkan kolaborasi fungsional agar tercipta keseimbangan ketersediaan fasilitas sosial budaya dan ekonomi. Rata-rata permasalahan yang terjadi pada area sejarah dan budaya adalah konflik kepemilikan yang potensial berdampak pada alih fungsi lahan sejarah budaya
Gambar 16. Peta Rencana Tata Ruang Kawasan Perencanaan dan Sekitarnya
42 42
43
menjadi kawasan komersial atau yang lainnya. Perlu solusi yang dapat mengakomodasi kepentingan para ahli waris sekaligus juga tujuan pemerintah kota dalam upaya revitalisasi situs-situs sejarah sehingga tetap lestari dan terjaga. d. Kemiringan Tanah Kemiringan merupakan bentukan lahan suatu lanskap berdasarkan perbedaan tingkat ketinggian suatu lahan. Aspek ini sangat penting untuk diketahui dalam perencanaan suatu kawasan sebagai dasar dalam pembangunan jalan, penempatan utilitas, tata ruang, dan tata letak bangunan. Tabel 10 menunjukkan kemiringan tanah di setiap kecamatan di Kota Surakarta. Tabel 10. Kemiringan Tanah Setiap Kecamatan di Kota Surakarta. Kecamatan Laweyan Serengan Pasar Kliwon Jebres Banjarsari
Kemiringan Tanah (%) 0-2 0-2 0-2 0-15 0-5
Sumber : BPS Kota Surakarta 2008
Kawasan perencanaan mencakup kedalam 4 kecamatan, yaitu kecamatan Laweyan, Serengan, Pasarkliwon, dan Banjarsari. Dari data ini dapat disimpulkan bahwa kawasan perencanaan memiliki kemiringan tanah sekitar 0-5%, sehingga dapat dinyatakan bahwa jalur ini merupakan area yang datar. Alternatif perencanaan yang dapat dilakukan adalah pengolahan ruang yang lebih estetik sehingga memecahkan kesan monoton. e. Iklim dan Kenyamanan Iklim merupakan hasil dari sejumlah faktor yang saling mempengaruhi. Faktor-faktor tersebut yaitu curah hujan, angin (kecepatan, arah), suhu udara, radiasi matahari, dan kualitas udara. Berdasarkan kondisi iklim yang dipantau dari Stasiun BMG Lanud Adi Sumarmo tahun 2003-2007, diperolah data tabulasi iklim, menggambarkan bahwa curah hujan berkisar 2.271,7–4.172,1mm/tahun, suhu udara rata-rata berkisar 26,5–27ºC, kelembaban rata-rata 71–78%, kecepatan angin rata-rata 4,75-8knot, dan jumlah hari hujan berkisar antara 122-141 hari/tahun (Tabel 11 dan Tabel 12). Dibutuhkan berbagai fasilitas yang
44
mengakomodasi keperluan aktivitas wisata untuk mengantisipasi terjadinya hujan. Vegetasi juga dibutuhkan sebagai penaung dan ameliorasi iklim mikro. Tabel 11 berikut ini berisi rata-rata curah hujan dan hari hujan pada kurun tahun 2004 sampai tahun 2007. Tabel 11. Rata-Rata Curah Hujan dan Hari Hujan tahun 2004-2007 Tahun
Curah Hujan (mm/tahun)
Hari Hujan (hari)
Rata-rata Curah Hujan /hari hujan (mm)
2007 2006 2005 2004
2.271,7 3.662,5 4.172,1 2.378,6
122 139 141 139
14,9 26,4 29,6 17,1
Sumber: BMG Lanud Adi Sumarmo dalam BPS 2008
Rata-rata suhu udara, kelembaban, dan kecepatan angin pada tahun 2007 ditampilkan pada Tabel 12. Tabel 12. Rata-Rata Suhu Udara, Kelembaban, dan Kecepatan Angin Tahun 2007 Bulan
Suhu Udara (°C)
Kelembaban (%)
Kecepatan Angin (Knot)
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
27,2 26,0 25,9 26,7 27,2 26,8 26,2 24,8 26,0 28,1 27,1 26,4
74 84 83 83 78 74 71 67 66 68 76 83
5 5 6 2 3 3 3 7 9 8 7 2
Rata-Rata
26,5
76
5
Sumber: BMG Lanud Adi Sumarmo dalam BPS 2008
Melalui perhitungan dengan menggunakan rumus THI, diketahui bahwa nilai kenyamanan pada area perencanaan berkisar antara 25,1–25,8. Umumnya, masyarakat tropis akan merasa tidak nyaman pada THI yang lebih dari 27. Jadi dapat disimpulkan bahwa Kota Solo tergolong nyaman untuk kegiatan wisata6.
6
Merujuk pada standar kenyamanan THI dalam Fandelli dan Muhammad (2009).
45
f. Vegetasi Pada waktu pertama kali Jalan Slamet Riyadi ini dibangun, tanaman yang digunakan adalah pohon Asam Jawa (Gambar 17). Tidak ada alasan khusus dalam pemilihan tanaman jenis ini. Namun diperkirakan Jalan Slamet Riyadi ini juga pernah ditanami dengan pohon mahoni. Alasannya adalah karena Belanda pernah membuat perintah untuk menanam pohon mahoni yang merupakan bahan untuk membuat mebel di setiap pinggir jalan (Zaida 2004). Jalan Slamet Riyadi merupakan jalur jalan yang mempunyai jalur hijau di sepanjang sisinya. Berbagai jenis tanaman ditanam di jalur ini, sehingga menimbulkan kesan ketidakteraturan. Akan tetapi ada satu jenis tanaman yang merupakan dominan di tapak ini, yaitu pohon asam jawa. Pembatasan jumlah jenis pohon perlu dilakukan untuk meningkatkan karakter atau citra Jalan Slamet Riyadi. Dua titik vegetasi yang menarik di Jalan Slamet Riyadi menurut penelusuran sejarah adalah ‘Bendha’ di Taman Sriwedari dan ‘Beringin’ di AlunAlun Utara Keraton Surakarta7 (Gambar 18). Beberapa lokasi di kawasan studi juga memilki vegetasi yang mempunyai sejarah budaya yang unik. Contohnya adalah penggunaan vegetasi tertentu di Keraton Surakarta dan Mangkunegaran.
Gambar 17. Pohon Asam Jawa
a. Depan Taman Sriwedari
b. Alun-Alun Utara
Gambar 18. Vegetasi Bernilai Sejarah 7
Bendha adalah tempat di depan Taman Sriwedari, pada jaman dahulu tumbuh pohon Bendha yang besar dan rindang, yang sangat nyaman untuk istirahat di waktu siang. Tempat tersebut kemudian dinamakan Bendha, dipakai untuk halte trem dari Sangkrah ke Purwosari. Sedangkan di alun-alun Di tengah alun-alun ada dua pohon beringin dua buah dengan diberi pembatas pagar tembok yang dibentuk berlekuk. Pohon beringin yang sebelah timur dinamakan JAYADARU, artinya kemenangan, sedangkan yang berada di sebelah barat dinamakan DEWANDARU, artinya keluhuran. (Soedarmono 2008).
46
Luas total jalur hijau di Slamet Riyadi adalah adalah seluas 26.065m². Berbagai jenis tanaman terdapat di jalan ini dapat dilihat pada Lampiran 2. Saat ini jalur hijau di sepanjang jalur ini dikelola oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP). Salah satu permasalahan yang sekarang ada adalah pemasangan jalur kabel listrik di median tepi tanaman di sebelah utara. Hal ini mengakibatkan tanaman tidak dapat tumbuh secara bebas, sehingga harus dilakukan pemangkasan apabila pertumbuhan tajuk tanaman menyinggung kabel listrik. Alternatif perencanaan yang dapat dilakukan adalah dengan membuat instalasi kabel terpadu di bawah tanah (under ground) agar tidak menggangu struktur perkerasan dan tanaman yang terdapat di Jalan Slamet Riyadi. g. Struktur Perkerasan dan Utilitas Secara umum struktur perkerasan pada Jalan Slamet Riyadi ini dapat dilihat pada ilustrasi pada Gambar 19.
Gambar 19. Tipologi Jalan Slamet Riyadi.
Gambar 19 menjelaskan tipologi badan Jalan Slamet Riyadi. Tabel 13 menjelaskan tentang tipologi Jalan Slamet Riyadi dimulai dari sebelah kiri (utara) menuju sebelah kanan (selatan) Gambar Tipologi Jalan Slamet Riyadi.
47
Tabel 13. Keterangan Tipologi Jalan Slamet Riyadi Bagian
Keterangan
Jalur Lambat
Jalur ini mempunyai lebar 3 meter dan biasa dilewati oleh pejalan kaki, sepeda motor, dan becak. Permukaan jalur ini saat ini adalah aspal. Pada beberapa ruas digunakan untuk parkir.
Median 1 m
Median sebelah utara ini mempunyai lebar 1 meter. Di sepanjang jalur ini juga merupakan jalur listrik dan telpon, sehingga tanaman tidak dapat tumbuh maksimal, karena harus selalu dipangkas. Selain itu pada bagian yang tidak berpohon merupakan perkerasan. Jalur utama mobil ini mempunyai lebar 14 meter yang terdiri dari empat lajur jalan. Pada bagian paling kiri, pada sebagaian ruas, digunakan sebagai parkir dan pemberhentian bis. Permukaan jalan ini berupa aspal. Jalur yang mempunyai lebar 3 meter ini merupakan jalur kereta api yang masih aktif. Setiap hari dilewati oleh kereta api jurusan Solo-Wonogiri dua kali sehari pada jam delapan pagi dan jam empat sore. Permukaan jalan ini berupa aspal. Median ini merupakan jalur hijau yang mempunyai lebar 3 meter. Ditanamani oleh berbagai vegetasi, dari mulai ground cover hingga tanaman pohon tinggi. Tanaman dapat tumbuh maksimal karena maksimalisasi jalur hijau, yaitu tanpa perkerasan dan tanpa gangguan jaringan kabel sepanjang jalur. Pada beberapa segmen kecil terdapat ruang terbuka kecil yang dilengkapi dengan fasilitas tempat duduk. Jalur pedestrian ini mempunyai lebar 5 meter. Saat ini dikembangkan oleh pemerintah Kota Solo dengan sebutan Solo City Walk, yaitu desain jalur pedestrian dengan menggunakan paving dan beberapa jenis street furniture di sepanjang jalur. Permukaan berupa paving.
Jalur Mobil Jalur Kereta Api Median 3 m
Jalur Pedestrian
h. Fasilitas Pendukung Wisata Pemerintah Kota menyediakan fasilitas-fasilitas dalam mendukung iklim wisata di Kota Solo. Penyediaan fasilitas tersebut antara lain: papan penunjuk, tempat duduk, tempat sampah, tourism centre, kereta wisata dari Stasiun Purwosari menuju Stasiun Sangkrah, dan becak wisata (Gambar 20). Penyediaan fasilitas masih terpolar di Jalan Slamet Riyadi, sehingga dari hasil perencanaan diharapkan penyediaan fasilitas lebih merata di seluruh kawasan sehingga memenuhi keinginan wisatawan dalam interpretasi wisata sejarah dan budaya.
a. Papan penunjuk
b. Tempat duduk
c. Tempat sampah
d. Tourism centre
e. Kereta wisata
f. Becak wisata
Gambar 20. Contoh Fasilitas Wisata Eksisting
48
Fasilitas wisata eksisting dapat dilengkapi dengan berbagai fasilitas untuk kegiatan interpretasi. Penambahan fasilitas interpretasi dapat ditentukan dengan cara menanyakan kepada responden tentang fasilitas yang diinginkan. Gambar 21 menunjukkan fasilitas interpretasi yang diinginkan oleh 40 orang responden.
Gambar 21. Fasilitas Interpretasi yang Diinginkan oleh Responden.
Dari Gambar 21 terlihat bahwa fasilitas yang diinginkan untuk kegiatan interpretasi wisata adalah jalur kereta diaktifkan kembali (32,5%). Hal ini berhubungan dengan penyediaan fasilitas transportasi yang memudahkan untuk kegiatan interpretasi wisatawan, seperti becak dan sepeda. Selanjutnya fasilitas yang diinginkan berturut-turut; pusat informasi (30%), papan informasi (17,5 %), dan papan penunjuk (12,5%). Pemandu wisata tidak banyak yang memilih, hanya 5%. Hal ini menjadi alasan agar fasilitas interpretasi disediakan bagi wisatawan sehingga nyaman dan terarah dalam kegiatan interpretasi. 5.1.2. Aspek Sejarah Sejarah terbentuknya kawasan Jalan Slamet Riyadi tidak terlepas dari perubahan karakter lanskap Kota Solo pada abad XVII. Pada awalnya kota Solo merupakan kota yang berbasis sungai sebagai transportasi utamanya. Hal ini dibuktikan dengan pusat perdagangan dan pelabuhan yang berkembang di sepanjang jalur transportasi air. Juga didukung dengan lanskap Kota Solo yang dilintasi
sungai
yang
menghubungkan
daerah-daerah
Mataram.
Pusat
pemerintahan pertama adalah Keraton Kasunanan Surakarta (1746) yang kemudian pada tahun 1957 kekuasaan pecah menjadi dua yaitu Keraton Kasunanan dan Keraton Mangkunegaran.
49
Zaida (2008) menjelaskan bahwa pada tahun 1810, di bawah kepemimpinan Daendels, dibangun jalan yang membentang sepanjang Pulau Jawa, yaitu dari Anyer sampai Panarukan, sepanjang 1000 kilometer. Dampak dari pembangunan jalan tersebut sangat besar terhadap perubahan perkembangan kota-kota baik yang dilalui ataupun yang tidak. Kota Surakarta tidak dilalui jalur jalan Anyer–Panarukan secara langsung, namun karena Kota Surakarta merupakan pusat pemerintahan kota kerajaan di Jawa maka dibangun jalan yang menghubungkannya dengan pusat pemerintahan kolonial di Jawa yang berada di Semarang. Jalan tersebut dibangun di atas sebuah sungai yang sangat lurus, yaitu Sungai Bathangan. Jalan tersebut sempat tiga kali berganti nama, pertama kali dibangun bernama Wihelminaan straats, kemudian berubah menjadi Purwosari Weg dan terakhir bernama Jalan Slamet Riyadi. Saat ini jalan ini merupakan jalan utama di Kota Surakarta. Kemungkinan akibat dari penutupan sungai ini, maka air yang ada dialirkan melalui sungai yang dibangun menuju utara menuju Sungai Pepe (Gambar 22). Pusat Kota kemudian berkembang di sekitar Jalan Slamet Riyadi yang terpusat di Keraton Surakarta. Pada tahun 1864 jalur transportasi kereta api juga mulai merambah Kota Solo yang menghubungkan Semarang-Solo. Jalur kereta api ini juga merupakan jalur transportasi yang pertama yang ada di Indonesia. Selanjutnya pada tahun 1899 Keraton Surakarta membangun Taman Sriwedari sebagai taman hiburan bagi warga Surakarta. Untuk mengatasi masalah banjir di Kota Solo, pada tahun 1900 Keraton Mangkunegaran bekerjasama dengan Keraton Surakarta dan Pemerintah Belanda membangun banjir kanal yang kemudian dinamakan Sungai Anyar. Aliran Sungai Pepe diarahkan ke timur melalui Sungai Anyar di sebelah utara kota sampai ke Sungai Bengawan Solo. Perkembangan selanjutnya jaringan transportasi kereta api dan jalan yang semakin kompleks dengan Jalan Slamet Riyadi sebagai jalan utamanya. Adapun jalur transportasi air semakin ditinggalkan. Pemerintahan Kota Surakarta dimulai sejak ditetapkan sebagai ibukota karesidenan pada tahun 1946, dan kemudian pada tahun 1965 ditetapkan sebagai Ibukota Daerah Tingkat II Kotapraja
50
Surakarta dan sekarang berstatus kotamadya. Adapun kedua kerajaan tersebut sampai sekarang masih berkedudukan di Solo sebagai pusat kebudayaan. Di luar konteks studi, pada masa pemerintahan Keraton Surakarta dan Mangkunegaran juga mempunyai tata ruang dengan penamaan kampung (Lampiran 4). Penamaan kampung ditetapkan sesuai dengan pekerjaan penduduk kampung tersebut. Gambar 22 berikut mendeskripsikan perubahan lanskap Kota Solo secara umum. Informasi disajikan dengan interval waktu satu abad dari sekitar tahun 1700–2000. Analisis aspek sejarah menghasilkan 3 zona, yaitu: pusat kota, pendukung kota, dan perluasan kota. Selanjutnya gambar sejarah perkembangan kota dalam bentuk spasial dan analisisnya disajikan pada Gambar 23 dan 24.
Sumber : Babad Solo (Soedarmono 2008) dan wawancara dengan Drs. Soedarmono.
Gambar 22. Perubahan Karakter Lanskap Kota Surakarta.
Gambar 23. Pembagian Ruang Berdasarkan Sejarah Perkembangan Kota
51 51
52 52
Gambar 24. Analisis Fungsi Kawsaan Berdasarkan Berdasarkan Sejarah Perkembangan Kota
53
5.1.3. Aspek Budaya Kota Surakarta sejak lama sudah dikenal sebagai pusat perkembangan budaya/kesenian Jawa. Hal ini ditandai dengan keberadaan Keraton Surakarta, Pura Mangkunegaran, Taman Sriwedari, dan gedung-gedung peninggalan sejarah serta adanya berbagai lembaga perguruan seni seperti STSI (Sekolah Tinggi Seni Indonesia), SMKI (Sekolah Menengah Kerawitan Indonesia), ASDI (Akademi Seni dan Design Indonesia), dan sebagainya. Sebagai kota tua bekas ibukota Kerajaan Surakarta Hadiningrat, Kota Solo kaya akan peninggalan budaya, baik yang berwujud artefak seperti bangunan cagar budaya, sosiofak seperti tradisi Sekaten maupun metafak seperti laku spiritual berjaga malam (lek-lekan). Bahkan untuk beberapa unsur budaya tertentu seperti Bahasa Jawa yang ikut memperkaya khasanah bahasa Indonesia dan seni tari yang telah diapresiasi oleh masyarakat Indonesia secara luas sehingga telah memberi andil besar dalam pembentukan jatidiri bangsa (Bappeda Surakarta 2005). Secara garis besar hasil kebudayaan dapat dibedakan menjadi aspek fisik (tangible) dan aspek non-fisik (intangible). Tabel 14 berisi bentuk dan deskripsi tentang jenis-jenis kebudayaan tradisional yang ditemukan di Kota Surakarta. Selain kebudayaan tradisional, karena pengaruh globalisasi maka kebudayaan transisi, bahkan modern pun berkembang di Kota Solo. Identifikasi 3 kebudayaan tersebut dapat dilihat dari langgam arsitektur maupun aktivitas masyarakat pada area tersebut. Gambar 25 dan 26 menunjukkan persebaran bentuk kebudayaan yang ditemukan di Jalan Slamet Riyadi dan analisisnya. Tabel 14. Bentuk Kebudayaan Tradisional di Kota Surakarta Aspek Tangible
Intangible
Bentuk Kebudayaan Wayang Alat Musik Busana Jawa Arsitektur Jawa Senjata Seni membatik Bahasa Jawa halus Kuliner khas Seni tari Seni musik
Deskripsi/ Jenis-jenis Wayang Kulit, Wayang Orang, Langendriyan, Wayang Purwa, Wayang Gedog, Wayang Klithik, Wayang Beber. Gamelan Pakaian raja, Pakaian Prajurit, pakaian rakyat, batik, blangkon, kebaya. Joglo, Limasan. Keris, Meriam. Karakter khas, berbeda dengan batik Jogja, Pekalongan, Cirebon. Solo terkenal sebagai daerah di Pulau Jawa yang mempunyai bahasa Jawa yang paling halus. Berbagai macam makanan khas, contoh: intip dan nasi liwet (Lampiran 5). Tari Bedaya, Tari Serimpi, Tari Gambyong, Tari Panji, Tari Lawung, Wireng Dadap. Tembang Jawa
Gambar 25. Identifikasi Bentuk Kebudayaan
54 54
55 55
Gambar 26. Analisis Spasial Berdasarkan Bentuk Kebudayaan
56
5.1.4. Aspek Wisata Aspek wisata merupakan aspek yang paling menentukan dalam sebuah perencanaan yang berbasis wisata. Sumberdaya wisata terdiri dari dua aspek, yaitu obyek wisata dan atraksi wisata. Pada perencanaan ini, dari aspek wisata ditentukan zonasi berdasarkan kualitas obyek dan atraksi yang ada yang akan dinilai dengan skoring. Zonasi tersebut kemudian digunakan dalam penentuan pola interpretasi wisata. a.
Obyek Wisata Obyek wisata yang diidentifikasi adalah obyek-obyek wisata yang
memiliki nilai sejarah dan budaya. Obyek-obyek wisata tersebut dipilih didasarkan pada kriteria-kriteria8 sebagai berikut: 1.
mempunyai nilai sejarah khusus dalam perkembangan Kota Solo,
2.
mempunyai nilai keunikan tersendiri dalam pengembangan kebudayaan Kota Solo,
3.
merupakan Benda Cagar Budaya/BCB (Lampiran 6). Pemilihan obyek yang mempunyai nilai sejarah khusus Kota Solo
memiliki alasan karena obyek-obyek tersebut memainkan peranan penting dalam perkembangan kebudayaan. Nilai keunikan juga menjadi salah satu kriteria tersendiri karena nilai keunikan tersebut turut andil dalam menciptakan karakter dan citra Kota Solo sebagai Kota Budaya. Pertimbangan kriteria terakhir dalam pemilihan obyek wisata yang diidentifikasi adalah obyek tersebut merupakan BCB Kota Solo. Kriteria BCB dimasukkan karena pemilihan BCB juga telah melalui proses yang panjang yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kota, dalam hal ini Dinas Tata Kota. Seluruh obyek wisata interpretasi sejarah dan budaya yang diidentifikasi ditampilkan dalam Tabel 15. Aspek-aspek yang diidentifikasi adalah ciri arsitektural, tahun pembangunan, fungsi dahulu, fungsi sekarang, status (BCB), dan pengelola. Selanjutnya lokasi dan gambar mengenai obyek yang bersangkutan dapat dilihat di Gambar 27.
8
Wawancara dengan Ir. Arif Nurhadi dari Bidang Cagar Budaya Dinas Tata Kota Surakarta, 2009.
57
Tabel 15. Hasil Identifikasi Obyek-Obyek Sejarah Budaya Jalan Slamet Riyadi No.
Obyek
Deskripsi Ciri-Ciri Arsitektural
Tahun Pembangunan
Fungsi Dahulu
Fungsi Sekarang
Status
Pengelola
Dibangun 1875 oleh kolonial Belanda 1900-an
Pendukung stasiun utama, yaitu stasiun Balapan
Masih berfungsi sebagai stasiun.
PT KAI
Rumah tinggal bangsawan/pejabat Belanda, tahun 1945 dihuni oleh keluarga Djian Ho. Pernah menjadi Gedung Veteran.
Sekarang kosong.
BCB (Benda Cagar Budaya) Non BCB
1
Stasiun Purwosari
Arsitektur barat
2
Gedung Lowo
Bentuk khas arsitektur bangunan rumah tinggal.
3
Patung Soedirman
Berwarna coklat keemasan dalam posisi siap militer.
Sekitar tahun 197—an, karya seniman Solo.
Monumen. Dulu berada di kantor Kodim.
Tetap sebagai monumen. Dipindahkan ke depanRumah Sakit Slamet Riyadi karena kantor Kodim berubah menjadi kepemilikan pribadi.
BCB
Pemerintah kota
4
Gereja Gendhengan
Gaya arsitektur barat
Gereja
Gereja.
Non BCB
Pengelola gereja
5
Tugu Lilin
Bangunan monumental berbentuk lilin
1905 oleh seorang pastur Belanda 20 Mei 1933
Memperingati 25 tahun berdirinya pergerakan Boedi Oetomo
Tugu peringatan.
BCB
Pemerintah Kota
6
Museum Dullah
Bangunan rumah 80-an dengan banyak ornamen Jawa di bagian depannya.
Sekitar 1960-an
Museum ini adalah kepemilikan pribadi, yang dimiliki oleh seorang pelukis ternama yaitu yang bernama Dullah yang pernah menjadi pelukis terkenal di Solo.
Saat ini memiliki koleksi hingga 750-an. Namun sangat disayangkan museum ini kekurangan dana sehingga jarang dibuka
Non BCB
Pribadi.
7
Loji Gandrung
Bangunan ini merupakan peninggalan Kolonial yang sampai saat ini masih utuh kondisinya.
Sekitar 1960-an
Saat ini memiliki koleksi hingga 750-an. Namun sangat disayangkan museum ini kekurangan dana sehingga jarang dibuka.
Non BCB
Pribadi.
8
Ex Kodim
Bentuk khas arsitektur barat bangunan rumah tinggal mewah.
Sekitar 1790-an.
Museum ini adalah kepemilikan pribadi, yang dimiliki oleh seorang pelukis ternama yaitu yang bernama Dullah yang pernah menjadi pelukis terkenal di Solo. Sebagai rumah komandan pasukan Belanda
Kosong , tidak berpenghuni.
BCB
Pribadi.
9
Monumen Sriwedari
Berbentuk patung yang dipadukan dengan relief.
Oleh para veteran tentara.
Tetap.
BCB
Pemerintah Kota
10
MAN 2 Surakarta
Bangunan Kolonial, Terdapat sebuah masjid di bagian depan kompleks bangunan.
1790-an.
Untuk memperingati perjuangan Tentara Pelajar dalam perjuangan mengusir Belanda dari Kota Solo (19 Desember 1949). Kantor Pengadilan Agama
Sekolah (MAN 2 Surakarta).
BCB
11
Taman Sriwedari
Ditandai dengan adanya Museum Radya Pustaka dan Gedung pertunjukan kesenian. Selebihnya adalah fasilitas hiburan dan rekreasi.
1899 oleh Pakubuwono X
Sebagai tempat rekreasi dan peristirahatan bagi keluarga kerajaan, terinspirasi mitos tentang keberadaan sebuah taman di surga.
Saat ini, taman rekreasi ini mempunyai beberapa fasilitas hiburan baik untuk anak kecil maupun untuk dewasa, restoran-restoran kecil dan stand penjualan souvenir.
BCB
MAN 2 Surakarta dan Pemerintah Kota Pemilik dan Pemerintah Kota
12
Museum Radya Pustaka
Letaknya di kompleks Taman Budaya Sriwedari, Jalan Riyadi, bangunan merupakan perpaduan antara kolonial dan arsitektur Jawa.
-
Koleksinya terdiri dari beragam benda bersejarah bernilai tinggi seperti keris, gamelan, patung-patung batu dan perunggu, wayang kulit, keramik, dan lain-lain. Di sini juga terdapat perpustakaan yang menyimpan literatur yang ditulis pada era Jawa Kuno dan kolonial Belanda.
Museum BCB Patung Ronggowarsito BCB
Pemerintah Kota
13
Balai Soedjatmoko
Bangunan ini mengadopsi arsitektur Belanda yang dipadukan dengan arsitektur Jawa. Terletak di bawah toko buku Gramedia,
Dibangun pada 28 Oktober 1980 oleh Kanjeng Adipati Sosrodiningrat IV, Pepatih Dalem pada masa pemerintah Paku Buwono IX dan Paku Buwono X. 11 Oktober 2003 oleh TB Gramedia Solo
-
Biasa digunakan sebagai tempat even pameran kesenian seperti patung, fotografi, dan lain sebagainya.
Non BCB
TB. Gramedia
14
Museum Wuryaningratan
Arsitektur perpaduan antara Belanda dan Jawa.
1890-an Dollah.
Rumah Pribadi.
Museum yang merupakan galeri batik kuno dengan tema ‘Batik:Pengaruh Zaman dan Lingkungan’. Dengan menggunakan tema tersebut, penataan koleksi yang dipajang adalah batik Belanda, batik China, batik Jawa, Hakokai, batik pengaruh India, batik Keraton, batik pengaruh Keraton, batik Saudagaran, batik petani, Batik Indonesia, dan Batik Danarhadi./
BCB
Batik Danar Hadi
15
Patung Suratin
-
-
Mengenang legenda sepak bola Suratin.
Tugu Peringatan, tempatnya sekarang bernama Bale Persis, markas besar Tim Sepakbola Solo.
BCB
-
16
Monumen Pers
Bangunan Kolonial unik.
9 Februari 1946 Mangkunegaran.
Sebagai Gedung Sociatte, yaitu tempat bersosialisasi antara bangsawan Belanda dengan para bangsawan Pribumi. Asal mula nama Monumen Pers adalah untuk memperingati hari jadi pers, hari pertemuan para wartawan seluruh Indonesia (PWI)
Museum yang menyimpan naskah dan dokumen kuno yang merupakan hukti-bukti sejarah monument pers nasional dan perjuangan bangsa Indonesia sejak zaman penjajahan Belanda, Penjajahan Jepang, kemerdekaan, hingga zaman pemerintahan sekarang.
BCB
Pemerintah Kota
17
Masjid Al Wustho
Perpaduan arsitektur barat dan tradisioanal.
1900-an.
Masjid di Lingkungan Mangkunegaran
Tetap sebagai Masjid.
BCB
18
Wisma Batari
Arsitektur Barat.
Sekitar tahun 1910-an.
Sebagai tempat pertemuan antara para pedagang batik ( Sarekat Islam/SI)
Ruang Pertemuan
BCB
Pemerintah Kota dan Takmir. Pengelola.
barat
untuk
untuk
sebuah
sebuah
oleh
H.
Santosa
oleh
Pribadi
58
Lanjutan Tabel 15. Hasil Identifikasi Obyek-Obyek Sejarah Budaya Jalan Slamet Riyadi No.
Obyek
Deskripsi Ciri-Ciri Arsitektural
Tahun Pembangunan
Fungsi Dahulu
Fungsi Sekarang/Status
Akademi Seni Desain Indonesia ini menempati tempat yang memiliki desain gedung yang berarsitektur kolonial. Bangunan ini merupakan percampuran antara arsitektur tradisional dengan arsitektur barat.
1900 -an
-
Ruang Pameran
Non BCB
Pengelola ASDI
Dibangun pada tahun 1757 oleh Kanjeng Gusti Adipati Aryo (KGPAA) Mangkoenagoro I (17571795). Pada ulangtahun ke-24 MN V, kemudian mengalami renovasi pada tahun 2009.
Kediaman Raja Mangkunegaran.
Pusat Kebudayaan
BCB
Pemerintah Kota
Sebelumnya terkenal sebagai pasar barang bekas.
Setelah itu di pasar ini bisa ditemukan berbagai jenis-jenis benda kuno dan antik seperti keris, arca batu, arca perunggu, fosil, lampu gantung, dan lain-lain.
Non BCB
Pemerintah Kota
1900-an
Pemukiman Abdi Dalem Ulama
Kampung Pusat Produksi Batik.
Non BCB
1930-an.
Pasar Klewer merupakan pasar batik dan pasar tekstil terbesar se Indonesia. Masjid
Tetap.
Non BCB
Masyarakat dan Pemerintah Kota Pemerintah Kota
Masjid Agung.
BCB
Pemerintah Kota
Pusat Pemerintahan
Pusat kebudayaan/
Pemerintah Kota
19
Galeri ASDI
20
Pura Mangkunegaran
21
Pasar Triwindu
Bangunannya merupakan bangunan baru yang mengadopsi arsitektur Jawa
22 23
Kampung Batik Kauman Pasar Klewer
24
Masjid Agung
Bangunan rumah Joglo, Limasan, Kolonial, dan perpaduan arsitektur Jawa dan kolonial. Tawar menawar merupakan seni tersendiri bagi pembeli dan penjual di sini. Dibangun dengan arsitektur tradisional Jawa
25
Keraton Surakarta
Arsitektur tradisional Jawa Di halaman istana terdapat menara panggung Sanggabuana.
26
Gereja GPIB
Mempunyai desain arsitektur bercirikan Kolonial.
1830
Gereja
Gereja.
Kawasan Keraton BCB Gerbang Gladag dan dari Pasar Klewer BCB Non BCB
27
Kantor Pos Solo
Bangunan Kolonial
1900-an
Kantor PTT (Post Telpon Telegraph)
Kantos Pos Kota Surakarta.
Non BCB
PT POS Indonesia
28
Javache Bank
Bangunan Gaya neoklasik.
Karya arsitek Hulswit, Fermont dan Ed. Cuipers
Merupakan kantor bank pertama kali di Surakarta, dulu bernama Javasche Bank,
Sekarang menjadi gedung Bank Indonesia.
BCB
Bank Indonesia
Sekelompok pemuda pernah menggunakan gedung ini untuk menculik PM Syahrir pada masa revolusi. Gereja.
Tetap sebagai gereja.
BCB
Pengelola Gereja
1727 atas prakarsa Pakubuwono X 1746 oleh Paku Buwono II
Pengelola Gereja.
29
Gereja St. Antonius
Mempunyai arsitektur khas kolonial
1900-an
30
Pendapi Gedhe Balaikota
Bangunan di kompleks Balaikota yang memiliki arsitektur Jawa asli, yaitu Joglo.
Kantor Balaikota.
Sebagai ruang pertemuan atau ruang penyambutan di kompleks balaikota Surakarta.
Non BCB
Pemerintah Kota
31
Pasar Gede Hardjonagoro
Kawasan tradisional yang menjual bahan pangan, serta makanan khas kuliner Solo.
Tetap sebagai pasar.
Vihara Avalokitesvara
Sekitar Abad XV
Vihara.
Tetap sebagai Vihara.
Pasar BCB Tugu Jam BCB Jembatan BCB Tiang Lampu Jembatan BCB BCB
Pemerintah Kota
32
33
Benteng Vastenberg
Bangunan Indische. Bangunan ini merupakan persenyawaan antara bentuk Kolonial (dinding tebal/kolom-kolom yang besar/tegas) dengan konsep tradisional (bentuk atap bentuk joglo atau limas an. Mempunyai arsitektur khas China dengan warna merah sebagai dominan citranya. Keberadaan vihara ini menandakan eksistensi warga keturunan China di lingkungan Pasar Gedhe. Bangunan bergaya Kolonial
Pernah dirusah massa pada tahun 1998, kemudian dibangun kembali dengan arsitektur Joglo seperti sekarang ini. 1893 dengan arsitek Thomas Karten
1756 oleh Belanda.
Berfungsi sebagai titik pertahanan Kolonial di Jawa Tengah.
Kondisi saat ini lebih meyerupai puing-puing, beberapa bagian atap di bangunan utama sudah tidak bergenting.
BCB
34
Gedung Juang 45
Bangunan Kolonial.
dulunya bernama Gedung Brigade Infanteri yang dibangun untuk melengkapi kompleks benteng pertahanan Vastenburg.
Setelah kemerdekaan digunakan sebagai Koperasi Veteran Republik Indonesia. Tapi kondisi saat ini kosong.
BCB
Pribadi (Robby Sumampow) Veteran RI
35
Stasiun Sangkrah
Stasiun sederhana di ujung Solo yang menhubungkan Solo Wonogiri ini mempunyai arsitektur khas Kolonial.
Stasiun.
Tetap sebagai stasiun.
Non BCB
PT. KAI
-
Sumber : Survey Lapang 2009, Wawancara dengan Soedarmono (2009), dan Disbudpar Surakarta (tanpa tahun).
Pengelola Vihara dan Pemerintah Kota.
59 59
Gambar 27. Obyek Sejarah dan Budaya Kawasan Perencanaan
60
Setelah dilakukan proses identifikasi, maka tahap selanjutnya adalah tahap skoring. Tabel 16 berikut berisi pemberian skoring dan bobot kepada obyek-obyek yang terdapat dalam wilayah perencanaan berdasarkan kriteria pembobotan dalam analisis kualitas obyek wisata (Tabel 5 halaman 23). Tabel 16. Skoring Obyek-Obyek Sejarah Budaya di Jalan Slamet Riyadi Nilai Kriteria No
Obyek
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35
Stasiun Purwosari Gedung Lowo Patung Soedirman Gereja Gendhengan Tugu Lilin Museum Dullah Loji Gandrung Ex Kodim Monumen Sriwedari MAN 2 Surakarta Taman Sriwedari Museum Radya Pustaka Balai Sudjatmoko Museum Wuryaningratan Patung Suratin Monumen Pers Masjid Al Wustho Wisma Batari Galeri ASDI Pura Mangkunegaran Pasar Triwindu Kampung Batik Kauman Pasar Klewer Masjid Agung Keraton Surakarta Gereja GPIB Kantor Pos Solo Javache Bank Gereja St. Antonius Pendapi Gedhe Balaikota Pasar Gede Hardjonagoro Vihara Avalokitesvara Benteng Vastenberg Gedung Juang 45 Stasiun Sangkrah
I 35% 20 10 20 10 20 20 10 10 20 10 20 20 10 30 20 20 10 10 10 30 20 30 20 20 30 10 20 20 10 20 20 10 30 20 10
II 33,3% 20 20 20 20 20 10 20 20 20 20 20 20 10 20 20 20 20 20 20 30 10 30 10 20 30 20 20 20 20 10 20 20 20 20 20
Keterangan: A=Tinggi, B=Sedang, C=Rendah
III 18,3% 20 20 20 20 20 30 30 30 30 20 30 20 20 20 20 20 30 20 20 20 20 20 20 30 20 20 30 30 20 30 30 30 20 20 30
IV 13,3% 20 10 20 20 20 30 20 20 20 20 30 30 30 30 20 30 20 10 30 30 20 30 20 20 30 20 20 20 20 20 20 20 10 10 20
Total Nilai
(Kelas)
20,0 15,1 20,0 16,5 20,0 19,8 18,3 18,3 21,8 16,5 23,1 21,3 14,5 24,8 20,0 21,3 18,3 15,1 17,8 28,1 16,7 28,1 16,7 21,8 28,1 16,5 21,8 21,8 16,5 18,7 21,8 18,3 22,1 18,6 18,3
B C B C B B C C B C B B C A B B C C C A C A C B A C B B C C B C B C C
I=Nilai Historis, II=Keaslian Arsitekturals dan Tata Ruang, III=Lingkungan Sekitar, IV= Nilai Edukasi,
Dari hasil skoring yang dilakukan, kemudian ditentukan kelas nilai menjadi tiga kategori yaitu tinggi, sedang, dan rendah (Gambar 28). Pembagian kelas hasil skoring di atas dicari dengan menggunakan rumus statistik dalam menentukan selang intervalnya (Halaman 25).
61 61
Gambar 28. Analisis Obyek Wisata
62
a. Atraksi Wisata Selain obyek wisata, unsur aspek wisata yang juga berpengaruh dalam perencanaan adalah atraksi wisata. Dengan adanya atraksi wisata, maka obyek wisata pun semakin mempunyai nilai yang tinggi. Pada wilayah perencanaan, hampir seluruh atraksi wisata Kota Solo terdapat di wilayah ini. Berikut ini adalah Tabel 17 yang berisi daftar atraksi wisata yang terdapat di Kawasan Jalan Slamet Riyadi. Tabel 17. Hasil Identifikasi Atraksi Wisata di Kawasan Jalan Slamet Riyadi Atraksi wisata Wayang Orang dan Wayang Kulit Wayang Bocah Membatik Grebeg Sudiro Grebeg Besar Hari Jadi Kota Solo Seni Lukis Solo Batik Fashion Ritual Mangkunegaran Wiyosan jumenengan Kirab Pusaka 1 Suro Mangkunegaran Performing Art Ritual Keraton Surakarta Peringatan Adeging Nagari Surakarta Hadiningrat Sekaten Grebeg Maulud Keraton Festival Wiyosandalem Jumenengan PB Grebeg Pasa Kirab Pusaka 1 Suro Malam Selikuran Festival-festival karnaval Seni musik keroncong Film sejarah budaya Solo Ket; E= Eksisting, P= Potensial.
Lokasi Sriwedari
Waktu Reguler
Ket. E
Keraton Surakarta Pura Mangkunegaran Kampung Batik Kauman Pasar Gede Masjid Agung Pendaphi Gede Balaikota Balai Soedjatmoko Kawasan Mangkunegaran Pura Mangkunegaran
Reguler Reguler Reguler Temporal Temporal Temporal Reguler Temporal Temporal
E
Keraton Surakarta
Temporal
E
Jalan Slamet Riyadi Tourism centre Tourism centre
Temporal Reguler Reguler
E P P
E E E E E E E
Persebaran atraksi wisata tersebut dapat dilihat pada Gambar 29. Dari atraksi yang ada kemudian dianalisis berdasarkan intensitas atraksi di zona-zona tertentu. Langkah yang digunakan adalah dengan melihat polarisasi keberadaan atraksi yang telah diidentifikasi. Selanjutnya analisis atraksi wisata tersebut dapat dilihat pada Gambar 30.
63 63
Gambar 29. Peta Persebaran Atraksi Wisata
64 64
Gambar 30. Analisis Intensitas Atraksi Wisata
65
5.1.5 Hasil Analisis Hasil analisis merupakan gabungan dari berbagai analisis yang menghasilkan sebuah peta komposit yang merupakan overlay dari hasil analisis berbagai aspek data yang telah didapatkan. Data yang digunakan adalah data yang berpengaruh dalam pembentukan ruang wisata sejarah budaya. Adapun data yang dipakai dalam pembuatan peta komposit ini adalah hasil analisis aspek sejarah, budaya, obyek wisata, dan atraksi wisata. Tabel 18 berikut adalah kriteria yang digunakan dalam mendapatkan peta komposit. Tabel 18. Kriteria Penilaian Hasil Overlay Data Penelitian Aspek
Bobot
Sejarah
30 %
Budaya
30 %
Obyek Wisata
20 %
Atraksi Wisata
20 %
Kriteria Tinggi Sedang Rendah Tinggi Sedang Rendah Tinggi Sedang Rendah Tinggi Sedang Rendah
Keterangan Pusat Perkembangan Kota Pendukung Kota Perluasan Kota Kawasan Tradisional Kawasan Transisi Kawasan Modern Zonasi obyek wisata kualitas A Zonasi obyek wisata kualitas B Zonasi obyek wisata kualitas C Intensitas tinggi (padat) Intensitas sedang Intensitas rendah (jarang)
Nilai 15 10 5 15 10 5 15 10 5 15 10 5
Penentuan bobot sejarah dan budaya (60%) lebih tinggi daripada obyek dan atraksi wisata (40%) karena tanpa adanya sejarah dan budaya yang telah ada, maka obyek dan atraksi wisata pun tidak akan ada. Selanjutnya didapatkan proporsi untuk masing-masing aspek menjadi dua bagian yang seimbang, yaitu sejarah (30%), budaya (30%), obyek wisata (20%), dan atraksi wisata (20%). Peta komposit hasil perhitungan dari kriteria yang telah dibuat akan digolongkan ke dalam tiga zona potensi wisata, yaitu potensi tinggi, potensi sedang, dan potensi rendah (Gambar 31). Pada zona potensi tinggi, jalur interpretasi direncanakan memiliki lebih banyak stops/pemberhentian dan fasilitas dibandingkan zona potensi sedang dan rendah. Pada rencana lanskap, zona potensi tinggi akan dipertahankan karakternya dan diminimalisasi perubahannya. Adapun pengembangan yang dilakukan hanya bersifat melengkapi yang telah ada.
Gambar 31. Peta Komposit Potensi Wisata
66 66
67
5.4.
Sintesis Pada tahap sintesis ditentukan block plan sesuai dengan analisis yang
dilakukan (Gambar 32). Block plan ini kemudian digunakan sebagai dasar dalam perencanaan lanskap jalur interpretasi. Dari hasil analisis didapatkan 3 zona, yaitu zona yang berpotensi rendah, sedang, dan tinggi. Tabel 19 berikut berisi alokasi masing-masing peruntukan ruang beserta deskripsinya. Tabel 19. Pembagian Zona pada Sintesis Zona
Ruang/Fungsi
Deskripsi
Potensi Rendah
Ruang Penerimaan, Wisata Pendukung.
Zona potensi rendah akan diutamakan sebagai ruang penerimaan dan ruang wisata pendukung. Wisata pendukung yang sesuai antara lain: wisata belanja, wisata perkotaan,dan atraksi wisata kontemporer. Tujuan interpretasi di zona ini adalah pengenalan Kota Solo secara umum. Karakter sejarah yang dominan pada zona ini adalah sejarah perjuangan kemerdekaan, adapun budaya yang dominan pada zona ini adalah modern kontemporer, ditandai dengan pola pengembangan kota yang modern, seperti mall dan pertokoan.
Potensi Sedang
Wisata Sejarah Budaya Sekunder, Wisata Pendukung.
Zona potensi sedang akan digunakan sebagai ruang wisata pendukung dan ruang wisata sejarah budaya sekunder. Pada ruang wisata sejarah budaya sekunder dapat dikembangkan potensi wisata tradisional yang dimodifikasi, contohnya adalah tarian dan lagu tradisional yang dimodifikasi. Tujuan interpretasi di zona ini adalah pengenalan Kota Solo baik yang tradisional maupun modern (campuran). Karakter sejarah dan budaya yang dominan pada zona ini adalah perpaduan antara modern dan tradisional, terutama ditandai dengan keberadaan Taman Budaya Sriwedari.
Wisata Sejarah Budaya Primer (wisata utama).
Zona potensi tinggi akan digunakan sebagai ruang wisata sejarah budaya primer. Pada ruang wisata sejarah budaya primer dapat dikembangkan potensi wisata tradisionalnya. Pada zona ini akan dipertahankan karakter tradisionalnya secara maksimal dan diminimalisasi perubahannya. Tujuan interpretasi di zona ini adalah pengenalan Kota Solo dari sisi tradisional. Karakter sejarah dan budaya yang dominan pada zona ini adalah tradisional dan kolonial, ditandai dengan keberadaan keraton dan beteng.
Potensi Tinggi
Zona dengan potensi rendah akan diutamakan sebagai ruang penerimaan. Salah satu alasan alokasi ini adalah karena zona dengan potensi wisata rendah ini terdapat di area strategis pintu masuk dari berbagai kota menuju kawasan pusat Kota Solo. Zona ini juga dapat berfungsi sebagai ruang wisata pendukung. Tujuan interpretasi zona in adalah pengenalan Kota Solo secara umum. Ruang wisata pendukung dapat berupa kegiatan wisata belanja, wisata perkotaan, berupa pocket park/open space, atau berupa atraksi wisata yang bersifat kontemporer.
68 68
Gambar 32. Block Plan
69
Pemanfaatan ruang wisata pendukung dapat disesuaikan dengan konteks lokasinya. Contohnya apabila lokasi tersebut berada di daerah yang merupakan pertokoan/mall, maka dapat dikembangkan pocket park. Zona dengan potensi sedang difungsikan sebagai wisata sejarah budaya sekunder dan wisata pendukung. Ruang wisata sejarah budaya sekunder merupakan ruang wisata dengan nilai sejarah dan budayanya yang cukup kuat. Pada zona ini dapat dikembangkan potensi wisata tradisional yang dimodifikasi, sehingga budaya Kota Solo akan tetap dinamis dan hidup. Contohnya adalah modifikasi tari-tarian tradisional atau lagu-lagu tradisional. Tujuan interpretasi zona ini adalah pengenalan sejarah dan budaya Kota Solo secara umum, baik itu tradisional maupun modern. Sedangkan zona dengan potensi wisata yang tinggi akan difokuskan menjadi wisata utama dengan tema sejarah dan budaya yang kuat. Pada zona ini akan diminimalisasi perubahan yang dapat merubah nilai sejarah budaya kawasan. Adapun pengembangan yang dilakukan hanya bersifat memperindah saja. Tujuan interpretasi zona ini adalah pengenalan sejarah dan budaya Kota Solo asli, atau yang bersifat tradisional. Pada zona dengan potensi tinggi ini akan diperbanyak stops dibandingkan 2 zona sebelumnya. Hal ini akan didukung dengan penyediaan fasilitas yang seimbang. 5.3.
Konsep Perencanaan Berikut ini penjabaran mengenai konsep perencanaan yang terdiri dari
konsep dasar perencanaan dan konsep pengembangan. 5.3.1. Konsep Dasar Perencanaan Konsep dasar perencanaan lanskap dalam studi ini adalah menjaga kelestarian nilai sejarah budaya asli Kota Solo dan memperkenalkan nilai-nilai tersebut melalui jalur interpretasi yang merupakan integrasi dari keberadaan obyek, atraksi, fasilitas, dan informasi interpretasi. Langkah yang diambil adalah dengan membagi kawasan perencanaan ke dalam ruang wisata sejarah budaya primer, sejarah budaya sekunder, dan pendukung. Ruang wisata sejarah budaya primer adalah ruang wisata sejarah budaya utama di kawasan perencanaan. Perlakuan pada ruang ini adalah minimalisasi perubahan sehingga tercipta karakter kawasan yang berkesan asli. Sedangkan
70
ruang wisata sejarah budaya sekunder adalah ruang wisata dengan tingkat di bawah ruang wisata primer. Pada ruang ini dikembangkan wisata tradisional yang dimodifikasi, yaitu dengan cara dikemas secara modern. Dua ruang wisata tersebut dilengkapi ruang wisata pendukung yang cenderung bersifat perkotaan. Selanjutnya konsep dasar jalur interpretasi adalah agar wisatawan mendapatkan pengalaman yang edukatif dan rekreatif tentang sejarah dan budaya Kota Solo. Langkah yang digunakan adalah dengan membagi jalur interpretasi ke dalam segmen-segmen zona interpretasi sesuai dengan konteks sejarah dan budaya yang dimilikinya. Masing-masing segmen tersebut ditetapkan tujuan khusus interpretasinya. Selanjutnya dari masing-masing segmen ini akan saling dihubungkan dari satu segmen ke segmen lainnya. 5.3.2. Konsep Pengembangan a. Konsep Ruang Konsep ruang adalah pengembangan dari block plan yang telah dihasilkan. Perbedaanannya adalah pada pembagian masing-masing ruang ke dalam zona yang lebih detail lagi. Ruang dibagi berdasarkan block plan. Ruang penerimaan dibagi menjadi ruang display, penerimaan utama, dan transisi. Sedangkan ruang wisata sejarah budaya primer, sejarah budaya sekunder, dan pendukung masingmasing dibagi ke dalam ruang inti dan transisi. Selanjutnya konsep ruang dapat dilihat di Gambar 33. b. Konsep Sirkulasi Berdasarkan konsep dasar perencanaan ini, yaitu memperkenalkan nilainilai sejarah budaya Kota Solo melalui jalur interpretasi, maka sirkulasi dibagi menjadi dua, yaitu interpretasi dan non-interpretasi. Sirkulasi interpretasi adalah jalur sirkulasi yang ditujukan bagi wisatawan dan dilengkapi dengan berbagai fasilitas dan penanda jalur yang ditujukan untuk tujuan interpretasi. Tranportasi yang akan dikembangkan bertujuan untuk menguatkan citra sejarah dan budaya, antara becak, sepeda, kereta wisata, dan andong. Aksesibilitas dibagi menjadi dua yaitu akses primer dan sekunder. Penentuan akses primer dengan menentukan area yang paling mudah diakses dari kota-kota lain dan mempunyai akses transportasi termudah. Akses primer berupa
71 71
Gambar 33. Konsep Ruang
72
gerbang utama yang mempunyai fasilitas lengkap untuk mendukung kegiatan interpretasi. Adapun akses alternatif dari kota lain selain akses primer menuju kawasan perencanaan adalah akses sekunder. Akses sekunder dapat berupa elemen penyambutan yang lebih sederhana, contohnya gerbang dan signage. Gambar 34 menjelaskan konsep sirkulasi di kawasan perencanaan. c. Konsep Jalur Interpretasi Konsep jalur interpretasi yang diterapkan adalah dengan mengalirkan wisatawan dari zona dengan potensi rendah menuju ke potensi tinggi. Potensi rendah merupakan awal dari interpretasi keseluruhan, sedangkan zona potensi tinggi merupakan klimaks interpretasi wisatawan. Pada zona potensi tinggi atau obyek yang memiliki skoring tinggi di tahap analisis, maka alokasi fasilitas untuk wisatawan pada zona tersebut diperbanyak sesuai dengan kebutuhan, sehingga diharapkan wisatawan lebih lama berada di tempat tersebut. Tujuan dari jalur interpretasi yang direncanakan adalah agar wisatawan mendapatkan pengalaman dan pemahaman tentang Kota Solo sesuai dengan waktu yang dimiliki untuk tujuan interpretasi. Tabel 20 berikut berisi aspek-aspek yang dipertimbangkan dalam pengembangan jalur interpretasi di Jalan Slamet Riyadi. Tabel 20. Aspek dalam Pembuatan Jalur Interpretasi Aspek Tema dan Tujuan Start Finish Stops.
Media Interpretasi
Fasilitas sirkulasi interpretasi
Keterangan Pada setiap segmen zona interpretasi akan ditentukan tema khusus serta tujuannya (Sharpe 1982). Pada jalur interpretasi setiap segmen akan ditentukan titik/lokasi start dan finish-nya. Sepanjang rute per segmen tersebut akan ditentukan titik-titik pemberhentian yang berfungsi sebagai pengatur ritme perjalanan wisatawan dalam melakukan interpretasi. Pada pemberhentian tersebut dapat dikembangkan pocket park atau taman. Media interpretasi yang digunakan adalah teknik perpaduan antara personal dan non-personal. Media personal adalah dengan pemandu pada lokasi/obyek wisata yang diperlukan penjelasan mengenai seluk beluk obyek tersebut. Sedangkan media non-personal digunakan antara obyek satu dengan yang lain (atau di sepanjang jalur interpretasi). Tujuannya agar wisatawan dapat berinterpretasi sendiri dengan menggunakan media dan fasilitas yang telah disediakan. Contoh media non-personal adalah: tanda interpretasi, papan interpretasi, leaflet, booklet, maupun tayangan video (Sharpe 1982). Fasilitas yang mempermudah wisatawan dalam berinterpretasi seperti sepeda, kereta wisata, becak, maupun stops untuk istirahat.
73 73
Gambar 34. Konsep Sirkulasi
74
Untuk memenuhi tujuan interpretasi, maka jalur interpretasi dibagi ke dalam segmen-segmen zona interpretasi sesuai dengan konteks sejarah dan budaya yang dimilikinya. Tema segmen jalur interpretasi terdiri dari: sejarah perjuangan kemerdekaan, budaya Sriwedari, sejarah budaya Keraton Mangkunegaran, budaya Singosaren, sejarah kolonial, dan sejarah budaya Keraton Kasunanan Surakarta (Gambar 35).
Gambar 35. Pembagian Tema Segmen Jalur Interpretasi
d. Konsep Aktivitas dan Fasilitas Konsep aktivitas dan fasilitas dibagi berdasarkan konsep dasar perencanaan. Konsep aktivitas dibagi menjadi dua, yaitu aktivitas interpretasi dan aktivitas non-interpretasi. Aktivitas interpretasi adalah aktivitas yang berkaitan dengan kegiatan interpretasi sejarah dan budaya. Contohnya adalah melihat atraksi wisata dan obyek secara langsung, berfoto, dan menelusuri/touring di jalur interpretasi. Sedangkan aktivitas non-interpretasi adalah aktivitas selain untuk tujuan interpretasi. Aktivitas ini merupakan kegiatan eksisting yang telah dilakukan oleh masyarakat setempat, contohnya berbelanja, dan berdagang.
75
Sedangkan konsep fasilitas dibagi menjadi tiga, yaitu fasilitas wisata, fasilitas media interpretasi, dan fasilitas sirkulasi interpretasi. Fasilitas wisata adalah fasilitas yang diperuntukkan bagi wisata secara umum. Fasilitas media interpretasi adalah fasilitas yang digunakan untuk memberikan informasi mengenai interpretasi wisata. Sedangkan fasilitas sirkulasi interpretasi adalah fasilitas untuk menunjang sirkulasi kegiatan interpretasi sejarah budaya. 5.4.
Perencanaan Jalur Interpretasi Tujuan dari perencanaan jalur interpretasi adalah agar wisatawan
mendapatkan pengalaman dan pemahaman tentang Kota Solo sesuai dengan waktu yang dimiliki untuk tujuan interpretasi. Untuk memenuhi tujuan interpretasi tersebut, maka jalur interpretasi dibagi ke dalam segmen-segmen zona interpretasi sesuai dengan konteks sejarah dan budaya yang dimilikinya. Tabel 21 berikut adalah tema segmen zona interpretasi beserta obyek dan atraksi wisatanya. Tabel 21. Tema Jalur Interpretasi, Obyek, dan Atraksi Wisata No 1
Tema Zona Penerimaan
2
Sejarah Perjuangan Kemerdekaan Budaya Sriwedari
4
5
Sejarah Budaya Keraton Mangkunegaran
6 7
Budaya Singosaren Sejarah Kolonial
8
Sejarah Budaya Keraton Kesunanan
Obyek Wisata Stasiun Purwosari, Gedung Lowo. Tugu Lilin, Patung Soedirman, Gereja Gendhengan. Taman Sriwedari, Museum Dullah, Loji Gandrung, ExKodim, Monumen Sriwedari, MAN 2 Surakarta,Balai Soedjatmoko, Museum Radya Pustaka, Museum Wuryaningratan. Keraton Mangkunegaran, Patung Suratin, Monumen Pers, Masjid Al-Wustho, Galeri ASDI, Pasar Triwindu. Wisma Bathari. Benteng Vastenberg, Gereja GPIB, Kantor Pos Besar, Javache Bank, Pendaphi Gedhe Balaikota, Gereja St. Antonius, Pasar Gede Hardjonagoro, Gedung Juang 45, Stasiun Sangkrah. Keraton Kasunanan Surakarta, Kampung Baluwarti, Kampung Batik Kauman, Pasar Klewer, Masjid Agung.
Atraksi Wisata Keroncong, Menonton Film tentang Solo. Keroncong. Tarian Jawa, Wayag Orang, Wayang Kulit, Wayang Bocah, Seni Lukis, Pameran. Tarian Jawa, Solo Batik Fashion, Mangkunegaran Performing Art, Wisata Belanja. Wisata Belanja Grebeg Sudiro, Wisata Belanja.
Grebeg Besar, Sekatenan, Keraton Festival, Tarian Kerajaan, Wayang Bocah, Membatik.
76
Zona atau obyek yang memiliki skoring tinggi pada tahap analisis, maka semakin banyak alokasi aktivitas dan fasilitas untuk wisatawan, sehingga diharapkan wisatawan dapat lebih lama berada di tempat tersebut. Waktu tempuh perjalanan per zona jalur interpretasi ditentukan oleh jarak tempuh, jumlah stops dan kualitas obyek wisatanya. Tabel 22 berikut menyajikan informasi mengenai waktu tempuh yang diperlukan oleh wisatawan untuk menyelesaikan zona jalur interpretasi yang diinginkan. Tabel 22. Waktu Tempuh Jalur interpretasi No 1 2 4 5 6 7 8
Tema Zona Penerimaan Perjuangan Kemerdekaan Sriwedari Keraton Mangkunegaran Singosaren Kolonial Keraton Kesunanan
Jumlah stops 6 6 11 12 5 14 13
Jarak Tempuh 1,20 km 2,25 km 2,32 km 1,96 km 1,14 km 3,05 km 2,36 km
Waktu Tempuh 1½ jam 1½ jam 4½ jam 4½ jam 2¾ jam 4 jam 5½ jam
Zona yang paling pendek waktu tempuhnya adalah Zona Penerimaan dan zona perjuangan kemerdekaan. Sedangkan zona yang paling panjang waktu tempuhnya adalah Zona Keraton Kasunanan. Zona Keraton Kasunanan memiliki waktu yang paling panjang karena zona ini memiliki total nilai yang paling tinggi dan termasuk dalam zona potensi wisata tinggi. Hal ini menjadi dasar untuk penetapan waktu yang labih panjang dibandingkan dengan zona lain karena pentingnya informasi yang disampaikan bagi wisatawan. Dalam pembuatan jalur interpretasi, langkah awal yang dilakukan adalah menentukan beberapa tema zona jalur interpretasi disesuaikan dengan obyek dan konteks sejarahnya. Langkah selanjutnya adalah menentukan titik awal dan titik akhir pada masing-masing zona tersebut (Damayanti 2003). Untuk memberikan kenyamanan wisatawan, maka apabila jarak antara 2 obyek wisata di atas 250400m perlu disediakan fasilitas pocket park untuk beristirahat (Vernon 2009). Langkah yang terakhir adalah menentukan fasilitas interpretasi yang mendukung kegiatan wisatawan dalam melakukan kegiatan interpretasi wisata sejarah budaya. Gambar 36 menyajikan gambar rute, tema, dan tujuan jalur interpretasi per segmen yang telah dibuat. Selanjutnya Tabel 23 berisi Stops pada Masing-Masing Tema Jalur Interpretasi.
77 77
78 78
Tabel 23. Stops pada Masing-Masing Tema Jalur Interpretasi. No. I
1 2 3 4 5 6 II
1 2 3 4 5 6 III
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 IV
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Stop Area Durasi Keterangan Jarak Antar Stop PENERIMAAN Jarak Tempuh: 1,20 km, Waktu Tempuh: 1½ jam Tujuan : Mengenal Kota Solo secara umum dan mendapatkan informasi tentang interpretasi yang bisa didapatkan. Main gate 5 menit Memasuki kawasan perencanaan. 10 meter Solo Visitor Centre 20 menit Fasilitas pelayanan interpretasi, istirahat. 40 meter Stasiun Purwosari 10 menit Awal kereta wisata, wisata arsitektural. 200 meter Pocket Park 1 10 menit Rest area, informasi interpretasi. 250 meter Gedung Lowo 10 menit Wisata arsitektural, pameran, informasi. 370 meter Pocket Park 2 10 menit Rest area, informasi interpretasi. 330 meter Total waktu 65 menit 1200 meter TEMA SEJARAH PERJUANGAN KEMERDEKAAN Jarak Tempuh: 2,25 km, Waktu Tempuh: 1½ jam Tujuan : Memahami arti Kota Solo pada zaman perjuangan kemerdekaan RI. Patung Slamet Riyadi 10 menit Taman Patung Slamet Riyadi. 350 meter Tugu lilin 10 menit Obyek monumental. 390 meter Gereja Gendhengan 5 menit Wisata arsitektural 225 meter Pocket Park 3 10 menit Rest area, informasi interpretasi. 480 meter Pocket Park 4 10 menit Rest area, informasi interpretasi. 470 meter Pocket Park 5 10 menit Rest area, informasi interpretasi. 330 meter Total waktu 55 menit 2245 meter TEMA BUDAYA SRIWEDARI Jarak Tempuh: 2,32 km, Waktu Tempuh: 4½ jam Tujuan : Memahami kebudayaan Kota Solo terutama yangberkembang di sekitar Sriwedari Loji Gandrung 15 menit Wisata arsitektural, informasi dan atraksi. 240 meter Museum Dullah 20 menit Pameran lukisan. 280 meter Ex Kodim 10 menit Arsitektural, pameran. 55 meter Monumen Sriwedari 10 menit Obyek monumental. 140 meter MAN 2 Surakarta 10 menit Wisata arsitektural. 200 meter Pocket Park 6 10 menit Rest area, informasi interpretasi. 240 meter Balai Soedjatmoko 20 menit Pameran, wisata arsitektural. 55 meter MuseumWuryaningratan 30 menit Pameran, wisata arsitektural. 170 meter Museum Radya Pustaka 30 menit Pameran, wisata arsitektural. 90 meter Taman Budaya Sriwedari 60 menit Atraksi wisata budaya, informasi interpretasi. 550 meter Pocket Park 7 10 menit Rest area, informasi interpretasi. 300 meter Total waktu 225 menit 2320 meter TEMA SEJARAH BUDAYA KERATON MANGKUNEGARAN Jarak Tempuh: 1,96 km, Waktu Tempuh: 4½ jam Tujuan : Memahami posisi Keraton Mangkunegaran sebagai salah satu pemegang kekuasaan di Kota Solo pada zaman dahulu. Sekolah Mangkunegaran 10 menit Wisata arsitektural 300 meter Monumen Pers 20 menit Pameran, wisata arsitektural. 20 meter Patung Suratin 10 menit Taman, rest area. 350 meter Masjid Al Wustho 10 menit Wisata arsitektural, wisata religi. 150 meter SMA 1 Muhammadiyah 10 menit Wisata arsitektural 350 meter Locomotif Sculpture 10 menit Taman, rest area. 250 meter Halaman Depan Mankunegaran 20 menit Informasi interpretasi. 50 meter Pura Mangkunegaran 60 menit Wisata arsitektural, atraksi. 150 meter Pasar Triwindu 30 menit Wisata belanja. 200 meter Galeri ASDI 20 menit Pameran, wisata arsitektural. 40 meter Pocket Park 8 10 menit Rest area, informasi interpretasi. 300 meter Pocket Park 9 10 menit Rest area, informasi interpretasi. 300 meter Total waktu 220 menit 1960 meter
Waktu Tempuh
Fasilitas Interpretasi (Media)
Fasilitas Wisata
1 menit 1 menit 3 menit 4 menit 5 menit 5 menit 19 menit
Lefleat, peta, film, pusat informasi. Papan Interpretasi. Papan Interpretasi. Pemandu, Papan Interpretasi. Papan Interpretasi.
Tempat Penyewaan Sepeda. Tempat Duduk, Tempat Sampah. Tempat Duduk, Tempat Sampah. Tempat Duduk, Tempat Sampah. Tempat Duduk, Tempat Sampah.
5 menit 5 menit 3 menit 6 menit 6 menit 5 menit 30 menit
Papan Interpretasi. Papan Interpretasi. Papan Interpretasi. Papan Interpretasi. Papan Interpretasi. Papan Interpretasi.
Tempat Duduk, Tempat Sampah. Tempat Sampah. Tempat Sampah. Tempat Duduk, Tempat Sampah. Tempat Duduk, Tempat Sampah. Tempat Duduk, Tempat Sampah.
3 menit 4 menit 1 menit 2 menit 3 menit 3 menit 1 menit 3 menit 2 menit 8 menit 4 menit 34 menit
Pemandu, Papan Interpretasi, Film. Pemandu, Papan Interpretasi, Film. Pemandu, Papan Interpretasi. Papan Interpretasi. Papan Interpretasi. Papan Interpretasi. Pemandu, Papan Interpretasi. Pemandu, Papan Interpretasi, Film. Pemandu, Papan Interpretasi, Film. Pemandu, Papan Interpretasi. Papan Interpretasi.
Tempat Duduk, Tempat Sampah. Tempat Duduk, Tempat Sampah. Tempat Duduk, Tempat Sampah. Tempat Duduk, Tempat Sampah. Tempat Sampah. Tempat Duduk, Tempat Sampah. Tempat Duduk, Tempat Sampah. Tempat Duduk, Tempat Sampah. Tempat Duduk, Tempat Sampah. Tempat Duduk, Tempat Sampah. Tempat Duduk, Tempat Sampah.
4 menit 1 menit 5 menit 5 menit 5 menit 4 menit 1 menit 2 menit 3 menit 1 menit 4 menit 4 menit 39 menit
Papan Interpretasi Pemandu, Papan Interpretasi, Film. Papan Interpretasi. Pemandu, Papan Interpretasi. Papan Interpretasi Papan Interpretasi, Pemandu, Papan Interpretasi Pemandu, Papan Interpretasi. Papan Interpretasi. Papan Interpretasi, Film. Papan Interpretasi Papan Interpretasi
Tempat Duduk, Tempat Sampah Tempat Duduk, Tempat Sampah. Tempat Duduk, Tempat Sampah. Tempat Duduk, Tempat Sampah. Tempat Duduk, Tempat Sampah Tempat Sampah Tempat Duduk, Tempat Sampah Tempat Duduk, Tempat Sampah. Tempat Duduk, Tempat Sampah. Tempat Duduk, Tempat Sampah. Tempat Duduk, Tempat Sampah Tempat Duduk, Tempat Sampah
79 79
Lanjutan Tabel 22. Stops pada Masing-Masing Tema Jalur Interpretasi. No. V
1 2 3 4 5 VI
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 VII
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Stop Area Durasi Keterangan Jarak Antar Stop TEMA BUDAYA SINGOSAREN Jarak Tempuh: 1,14 km, Waktu Tempuh: 2¾ jam Tujuan : Menikmati wisata budaya belanja yang ditawarkan di area ini, yaitu perpaduan antara belanja modern dan tradisional. Wisma Bathari 10 menit Wisata arsitektural. 90 meter Jalur Singosaren 30 menit Wisata belanja. 200 meter Pocket Park 8 10 menit Rest area, informasi interpretasi. 225 meter Singosaren City Walk 30 menit Wisata Belanja. 300 meter Pocket Park 9 10 menit Rest area, informasi interpretasi. 325 meter Total waktu 90 menit 1140 meter TEMA SEJARAH KOLONIAL Jarak Tempuh: 3,05 km, Waktu Tempuh: 4 jam Tujuan : Memahami pengaruh kolonial terhadap kehidupan masyarakat Kota Solo dan 2 kerajaan yang berada di kota ini. Pocket Park 10 10 menit Rest area, informasi interpretasi. 300 meter Gereja GPIB 10 menit Wisata arsitektural. 90 meter Kantor Pos 10 menit Wisata arsitektural, pameran. 90 meter Javache Bank 10 menit Wisata arsitektural, pameran. 75 meter Balaikota Surakarta 20 menit Wisata arsitektural, pameran, atraksi. 55 meter Gereja St. Antonius 10 menit Wisata arsitektural. 185 meter Pasar Gedhe Hardjonagoro 30 menit Wisata arsitektural, wisata belanja, atraksi. 30 meter Vihara Avalokitesvara 10 menit Wisata arsitektural, wisata budaya. 400 meter Pocket Park 11 10 menit Rest area, informasi interpretasi. 400 meter Pocket Park 12 10 menit Rest area, informasi interpretasi. 220 meter Stasiun Sangkrah 10 menit Wisata arsitektural, akhir kereta wisata. 470 meter Gedung Juang 45 10 menit Wisata arsitektural, Pameran. 240 meter Benteng Vastenberg 30 menit Wisata arsitektural, Museum. 390 meter Sub Solo Visitor Centre 20 menit Fasilitas pelayanan interpretasi, istirahat. 100 meter Total waktu 200 menit 3045 meter TEMA SEJARAH BUDAYA KERATON KASUNANAN SURAKARTA Jarak Tempuh: 2,36 km, Waktu Tempuh: 5½ jam Tujuan : Memahami arti penting Keraon Kasunanan Surakarta dalam pemerintahan zaman dahulu di Kota Surakarta. Gapura Gladag 10 menit Wisata arsitektural, informasi interpretasi 200 meter Alun Alun Utara 10 menit Wisata sejarah. 200 meter Pusat Souvenir 20 menit Wisata belanja, 180 meter Museum Keraton 20 menit Pameran, wisata arsitektural. 100 meter Keraton bagian depan. 20 menit Informasi interpretasi 50 meter Kedaton (bagian dalam) 60 menit Wisata arsitektural, wisata sejarah. 100 meter Alun-Alun Selatan 20 menit Wisata sejarah. 300 meter Kampung Baluwarti 1 20 menit Wisata arsitektural, wisata sejarah. 300 meter Kampung Baluwarti 2 20 menit Wisata arsitektural, wisata sejarah. 400 meter Masjid Agung Surakarta 20 menit Wisata arsitektural, wisata religi. 50 meter Pasar Klewer 40 menit Wisata belanja. 280 meter Kampung Batik Kauman 1 20 menit Wisata arsitektural, wisata budaya, atraksi. 200 meter Kampung Batik Kauman 2 20 menit Wisata arsitektural, wisata budaya. Total waktu 300 menit 2360 meter Total di Stop Area 1155 menit Total Panjang Seluruh Segmen 14.270 meter Total Waktu Perjalanan 216 menit = 14,27 km Total Waktu Keseluruhan 1371 menit =22jam 51mnt
Keterangan: Standar yang dipakai dalam penentuan stop area di atas adalah merujuk pada Vernon (2009) dalam Landscape Architect’s Pocket Book. Rata-rata kecepatan berjalan orang 80 m/menit, 400 m dalam 5 menit or 800 m dalam 10 menit.. Jarak taman lokal sekitar 250–400 m. Selengkapnya dapat dilihat di Lampiran 7.
Waktu Tempuh
Fasilitas Interpretasi (Media)
Fasilitas Wisata
2 menit 3 menit 3 menit 4 menit 5 menit 17 menit
Papan Interpretasi. Papan Interpretasi. Papan Interpretasi. Papan Interpretasi. Papan Interpretasi.
Tempat Sampah. Tempat Sampah. Tempat Duduk, Tempat Sampah. Tempat Duduk, Tempat Sampah. Tempat Duduk, Tempat Sampah.
4 menit 2 menit 2 menit 1 menit 1 menit 3 menit 1 menit 5 menit 5 menit 3 menit 6 menit 3 menit 5 menit 2 menit 43 menit
Papan Interpretasi. Papan Interpretasi. Pemandu, Papan Interpretasi, Film. Pemandu, Papan Interpretasi, Film. Pemandu, Papan Interpretasi, Film. Papan Interpretasi. Papan Interpretasi. Pemandu, Papan Interpretasi. Papan Interpretasi. Papan Interpretasi. Papan Interpretasi. Pemandu, Papan Interpretasi. Papan Interpretasi. Papan Interpretasi
Tempat Duduk, Tempat Sampah. Tempat Sampah. Tempat Sampah. Tempat Sampah. Tempat Duduk, Tempat Sampah. Tempat Sampah. Tempat Sampah. Tempat Sampah. Tempat Duduk, Tempat Sampah. Tempat Duduk, Tempat Sampah. Tempat Duduk, Tempat Sampah. Tempat Duduk, Tempat Sampah. Tempat Duduk, Tempat Sampah. Tempat Duduk, Tempat Sampah
3 menit 3 menit 3 menit 2 menit 1 menit 2 menit 4 menit 4 menit 4 menit 1 menit 4 menit 3 menit 34 menit
Papan Interpretasi Papan Interpretasi. Papan Interpretasi. Pemandu, Papan Interpretasi. Pemandu, Papan Interpretasi. Pemandu, Papan Interpretasi Papan Interpretasi. Papan Interpretasi Papan Interpretasi Papan Interpretasi. Papan Interpretasi. Papan Interpretasi. Papan Interpretasi
Tempat Sampah. Tempat Duduk, Tempat Sampah. Tempat Duduk, Tempat Sampah. Tempat Duduk, Tempat Sampah. Tempat Duduk, Tempat Sampah. Tempat Duduk, Tempat Sampah Tempat Duduk, Tempat Sampah. Tempat Duduk, Tempat Sampah Tempat Duduk, Tempat Sampah Tempat Duduk, Tempat Sampah. Tempat Sampah. Tempat Duduk, Tempat Sampah. Tempat Duduk, Tempat Sampah
Selanjutnya pada rencana jalur interpretasi ini dapat dikembangkan peta jalur interpretasi masingmasing zona untuk mempermudah wisatawan. Contoh peta interpretasi dapat dilihat pada Lampiran 8.
80
5.5.
Perencanaan Lanskap Rencana lanskap jalur interpretasi sejarah budaya Jalan Slamet Riyadi
Kota Surakarta ini adalah hasil akhir perencanaan yang merupakan penggabungan dari rencana ruang, rencana sirkulasi, rencana jalur interpretasi, dan rencana aktivitas dan fasilitas. Rencana lanskap ini menyajikan lokasi obyek-obyek wisata di kawasan perencanaan beserta fasilitas-fasilitas interpretasi wisata yang mendukungnya. Untuk mempermudah memahami rencana lanskap tersebut, disajikan gambar referensi perencanaan (Gambar 37). Rencana lanskap tersebut selanjutnya dibagi ke dalam 3 segmen (Gambar 38, 40, dan 42). Masing-masing segmen akan dilengkapi dengan detail plan (Gambar 39, 41, dan 43). Strategi perencanaan yang diterapkan adalah optimalisasi aktivitas wisata pada obyek-obyek bersejarah sebagai ruang publik yang dapat diakses penuh oleh wisatawan dan masyarakat. Hal tersebut diharapkan dapat meningkatkan karakter sejarah budaya kawasan sekaligus menambah jumlah ruang terbuka untuk masyarakat Kota Solo dengan yang telah ada sebelumnya. Berdasarkan tema yang telah dibuat pada rencana jalur interpretasi, yaitu: sejarah kemerdekaan, budaya Sriwedari, sejarah budaya Keraton Mangkunegaran, budaya Singosaren, sejarah kolonial, dan sejarah budaya Keraton Kasunanan Surakarta, maka perencanaan lanskap yang berada di dalam zona tersebut akan disesuaikan dengan tema jalur interpretasinya. Salah satu aplikasinya adalah dalam perencanaan pocket park di sepanjang jalur interpretasi, maka pocket parkpocket park tersebut
akan direkomendasikan menggunakan tema jalur
interpretasinya sebagai acuan desainnya. 5.5.1. Rencana Ruang Untuk mendukung konsep dasar dalam perencanaan ini, yaitu menjaga kelestarian nilai sejarah budaya asli Kota Solo, maka kawasan dibagi zona wisata sejarah budaya primer, sejarah budaya sekunder, dan pendukung. Tujuan dari pembagian ruang ini adalah untuk menentukan prioritas ruang dalam hal nilai kesejarahan dan kebudayaannya. Masing-masing ruang mempunyai perlakuan yang berbeda. Hal tersebut dimaksudkan agar tercipta ritme perjalanan yang nyaman menarik bagi wisatawan dalam melakukan interpretasi wisata.
81 81
82 82
83 83
84 84
85 85
86 86
87 87
88
Ruang
penerimaan
berfungsi
menarik
wisatawan
agar
tertarik
mengunjungi kawasan Jalan Slamet Riyadi. Karakter ruang yang direncanakan bersifat estetik dan mendukung penuh penyediaan informasi kegiatan interpretasi wisata yang disediakan. Pada ruang ini direncanakan pusat informasi bagi wisatawan yang memberikan semua informasi tentang kegiatan interpretasi di kawasan perencanaan. Ruang wisata pendukung mempunyai karakter dominan perkotaan. Pengembangan yang sesuai adalah untuk wisata belanja, wisata perkotaan, dan atraksi wisata kontemporer. Pada ruang wisata sejarah budaya sekunder dikembangkan potensi wisata tradisional yang dimodifikasi, contohnya adalah modifikasi tarian dan lagu tradisional. Aplikasi perencanaan yang dilaksanakan adalah pengembangan arsitektur tradisional yang dpadukan dengan arsitektur modern. Sedangkan karakter ruang sejarah budaya primer yang masih bersifat tradisional dipertahankan secara maksimal dengan cara meminimalisir perubahan yang dilakukan. Hal tersebut dimaksudkan agar tercipta kesan karakter asli kawasan. 5.5.2. Rencana Sirkulasi Sesuai dengan konsep yang telah ditetapkan, yaitu perencanaan lanskap didasarkan pada jalur interpretasi yang direncanakan, maka sirkulasi dibagi menjadi dua, yaitu interpretasi dan non-interpretasi. Hal tersebut bertujuan untuk membedakan secara jelas sirkulasi untuk kegiatan interpretasi dengan sirkulasi untuk kegiatan lainnya. Sirkulasi interpretasi adalah jalur sirkulasi yang ditujukan khusus untuk tujuan interpretasi wisata. Transportasi yang akan dikembangkan antara lain moda transportasi tradisional yang telah ada dengan penambahan-penambahan untuk menguatkan citra sejarah dan budaya Kota Solo, yaitu antara lain: becak, kereta api wisata, kereta kuda (andong), dan sepeda. Selain itu juga ditambahkan fasilitas penunjang sirkulasi interpretasi seperti halte kereta wisata, halte bis, tempat sewa sepeda, dan shelter.
89
Adapun sirkulasi non-interpretasi adalah sirkulasi masyarakat umum yang masuk ke dalam areal perencanaan, tetapi tidak digunakan sebagai jalur wisata. Pada sirkulasi ini dapat dikembangkan sistem transportasi yang sekaligus juga akan meningkatkan akitivitas wisata di kawasan Jalan Slamet Riyadi. Aksesibilitas dibagi menjadi dua yaitu aksesibilitas primer dan sekunder. Aksesibilitas primer bagi wisatawan adalah gerbang utama di ruang penerimaan. Penentuan aksesibilitas primer didasarkan pada lokasi yang merupakan area masuk kawasan yang dijangkau paling dekat oleh semua moda transportasi. Adapun aksesibilitas sekunder berupa gerbang sekunder di akses masuk alternatif kawasan. Gerbang sekunder dapat berbentuk signage atau penanda kawasan yang lebih sederhana dibandingkan gerbang utama. Wisatawan dapat dengan bebas memilih jalur sirkulasi interpretasi yang diinginkan sesuai dengan kemampuan dan waktu yang dimiliki. Pilihan pertama pengunjung dapat berjalan kaki dengan nyaman menyusuri seluruh jalur interpretasi sesuai dengan panduan jalur interpretasi yang telah dibuat. Di sepanjang perjalanan disediakan pocket park yang berfungsi sebagai tempat istirahat. Atau apabila wisatawan tersebut gemar bersepeda dapat meminjam sepeda dan menyusuri semua obyek wisata dengan lebih cepat. Pilihan terakhir wisatawan dapat menggunakan moda transportasi yang disediakan oleh Kota Solo, yaitu; becak, kereta wisata (andong), atau kereta api wisata. 5.5.3. Rencana Aktivitas dan Fasilitas Aktivitas yang diutamakan dalam perencanaan ini adalah kegiatan interpretasi. Karena hal tersebut, maka aktivitas dibagi menjadi dua kategori, yaitu aktivitas interpretasi dan aktivitas non-interpretasi. Tujuan dari pembagian tersebut adalah untuk jenis-jenis aktivitas yang berhubungan dengan kegiatan interpretasi wisata. Hal tersebut berhubungan dengan penyediaan fasilitas di kawasan perencanaan. Adapun fasilitas dibagi menjadi tiga, yaitu fasilitas wisata, fasilitas media interpretasi, dan fasilitas sirkulasi interpretasi. Pembagian fasilitas tersebut dimaksudkan agar mudah dalam penggolongannya.
90
Aktivitas interpretasi adalah aktivitas yang berkaitan dengan kegiatan interpretasi sejarah dan budaya. Aktivitas tersebut merupakan aktivitas utama dalam perencanaan ini, contohnya adalah mengunjungi obyek wisata. Sedangkan aktivitas non-interpretasi adalah aktivitas selain untuk tujuan interpretasi. Aktivitas tersebut merupakan kegiatan eksisting yang telah dilakukan oleh masyarakat setempat, seperti: makan, berbelanja, bekerja, dan jalan-jalan. Fasilitas wisata adalah fasilitas yang ditujukan untuk keperluan wisata secara umum. Adapun fasilitas interpretasi adalah fasilitas yang disediakan untuk keperluan aktivitas interpretasi. Sedangkan fasilitas sirkulasi interpretasi adalah fasilitas yang mendukung sirkulasi wisatawan dalam melakukan interpretasi. Tabel 24 berikut ini berisi informasi tentang rencana aktivitas interpretasi dan rencana fasilitas. Tabel 24. Rencana Aktivitas dan Fasilitas Aktivitas Berjalan, Bersepeda, Informasi wisata, Foto Hunting, Istirahat, Kuliner, Naik kereta wisata, Mengunjungi obyek wisata Melihat atraksi.
Wisata Pocket park, Plaza, Shelter, Tempat duduk, Tempat sampah, Food Court, Souvenir shop.
Fasilitas Media Interpretasi Papan interpretasi, Tanda interpretasi, Pusat Informasi , Kios informasi, Penanda jalur interpretasi, Leaflet, Booklet, Peta interpretasi.
Sirkulasi Interpretasi Pedestrian line, Penyewaan sepeda, Parkir sepeda, Kereta Wisata, Halte kereta wisata, Halte bis, Pangkalan becak, Pangkalan becak dan andong.
Media interpretasi secara umum dibagi menjadi dua, yaitu: pelayanan personal dan pelayanan non-personal (Sharpe 1982). Pelayanan personal adalah pelayanan kepada wisatawan dengan cara tatap muka, contohnya adalah penyediaan fasilitas pusat informasi dan pemandu di obyek wisata. Sedangkan pelayanan non-personal adalah pelayanan informasi interpretasi dengan menggunakan alat bantu suara dan tulisan. Alat bantu suara dapat berupa rekaman suara atau film. Pelayanan tersebut dapat dialokasikan di pusat penerimaan maupun obyek wisata tertentu. Sedangkan alat bantu tulisan dapat berupa papan interpretasi, tanda interpretasi, maupun berupa leaflet dan booklet.
91
5.5.4. Arahan Desain Arahan desain merupakan dasar bagi desainer yang akan mengembangkan perencanaan yang telah dibuat. Arahan desain dibagi menjadi dua, yaitu arahan desain hardscape/elemen keras dan softscape/elemen lunak. Arahan desain untuk hardscape ditujukan untuk desain street furniture atau desain yang bersifat facade. Berdasar dari data yang telah didapat maka usulan untuk arahan desain hardscape adalah berdasar pada 3 hal, yaitu unsur etnik Solo, kolonial, dan sungai. Unsur etnik Solo dicirikan dengan bentukan-bentukan gaya arsitektur tradisional, ukiran, maupun batik. Unsur kolonial dapat dicirikan dari langgam arsitekturnya yang khas dengan gaya klasik atau tropis indische. Sedangkan unsur sungai dilihat dari aspek sejarah Kota Solo sebagai kota yang dulunya menggunakan moda transportasi air/sungai. Hal ini dapat diaplikasikan dengan menghadirkan elemen air di sepanjang Jalan Slamet Riyadi. Adapun arahan desain softscape diarahkan pada penggunaan vegetasi sebagai identitas atau karakter kawasan. Dalam analisis telah didapatkan vegetasi khas kawasan Jalan Slamet Riyadi. Selanjutnya dapat ditentukan tanaman lokal Kota Solo yang dapat digunakan sebagai identitas masing-masing tema jalur interpretasi serta pocket park yang berada di dalamnya. Diharapkan selain menguatkan karakter kota, penggunaan tanaman lokal tersebut juga memberikan arahan bagi wisatawan untuk mengenali jalur interpretasi yang dilaluinya.