V HASIL DAN PEMBAHASAN Pemanfaatan kawasan mempakan bagian dari fimgsi konservasi yang implementasinya dapat dilakukan melalui kegiatan pariwisata alam. Kegiatan pariwisata alam telah bejalan di kawasan Merapi sebelum Taman Nasional Gunung Merapi terbentuk, baik di Kaliurang maupun di wilayah Cangkriigan. Kawasan Kaliurang telah lama berkembang menjadi daerah wisata yang banyak diminati oleh berbagai segmen pengunjung baik anak-anak, remaja maupun dewasa karena kawasan tersebut memiliki berbagai fasilitas yang dibutuhkan pengunjung seperti arena bermain, kolarn renang, hutan wisata dan atraksi hiburan. Sedangkan di wilayah Cangkriigan kegiatan wisata yang berkembang cenderung bersifat wisata minat khusus clan jumlah pengunjung tidak sebanyak di Kaliurang. Pembahan pengelolaan kawasan Merapi menjadi taman nasional menuntut perubahan pengelolaan wisata ke arah wisata yang berkelanjutan sebagaimana diamanatkan pada Peratum Pemerintah Nomor 18 tahun 1994 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Zona Pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam. 5.1
Identifikasi Kegiatan Wisala Alam di Zona Pemanfaatan Taman Nasional Gunung Merapi Daerab Istimewa Yogyakarta Dari hasil identifikasi menunjukkan bahwa di kawasan Taman Nasional
Gunung Merapi kegiatan wisata alam yang berkembang cenderung bersifat massal, meskipun ada sebagian masyarakat yang telah mengusahakan kegiatan ekowisata. Kegiatan wisata alam yang dilakukan di kawasan Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) antara lain melihat lava pijar, panorama puncak Gunung Merapi, melihat keindahan alam ekosistem hutan pegunungan, Bird watching, melibat lahar diigin, tracking, pendakian ke gunung Merapi, berkemab, outbound dan mengikuti upacara ritual Labuhan di lereng Merapi. Dalam penelitian ini kegiatan wisata alam yang akan dikembangkan adalah kegiatan wisata alam yang berorientasi pada produk spesifk yang menekankan pada unsur pengalaman, keunikan, dan kualitas. Mengingat kawasan wisata alam yang akan dikembangkan merupakan suatu kawasan konservasi maka bentuk pemanfaatannya hams dapat mengakomodasi kepentingan konservasi disamping kepentingan masyankat.
Beberapa kegiatan wisata alam yang mengandung unsur pengalaman, keunikan dan kualitas yang dapat dilakukan di kawasan TNGM D N berikut segmen pengunjung dapat dilihat pada tabel 15 berikut : Tabel 15 Kegiatan wisata alam di zona pemanfaatan TNGM DIY No.
Kegiatan wisata alam
Lokasi
Segmen pengunjung
1.
Mengamati aktivitas Gunung Merapi
Bukit Plawangan, Turgo, Pronojiwo
Remaja dan Dewasa
2.
Mengamati ekosistem lembah sungai dan sisa-sisa endapan awan panas dan endapan aliran laha hail empsi Gunung Merapi
Lembah sungai Kalikuning-di Desa Umbulharjo, Lembah Sungai Boyong di Kaliurang Barat, dan Kaliadem
Anak-anak, Remaja, Dewasa
3.
Berkemah, pendidikan lingkungan
Lembah Kalikuning, Gandok
Anak-anak, Remaja dan Dewasa
4.
Tracking dan pendakian
Plawangan-TurgoLereng Gunung Merapi (Kinahtejo)
Usia Remaja dan Dewasa
Kalikuning, Boyong, Plawangan, Turgo. Bukit Pnnojiwo. Tlogo Muncar Sumber: Hasil obsewasi lapang dan studi dokumen 5.
Bird~c,afching
Remaja dan Dewasa
5.1.1 Pengamatan terhadap Aktivitas Gunung Merapi Kegiatan pengamatan terhadap aktivitas Gunung Merapi mempakan kegiatan wisata alam yang menonjol di kawasan Taman Nasional Gunung Merapi yang membedakan dengan kawasan taman nasional lainnya di Indonesia. BKSDA Yogyakarta (2006) menggambarkan panorama secara fisik puncak Gunung Merapi dengan karakteristik puncak berbatu-batu penuh tonjolan, gersang, jurang yang menganga, kubah lava yang mudah mntuh, solfatara bersuhu sekitar 800 O C dengan bau belemg yang sangat menyengat, serta mempakan lansekap yang spesifik. Aktivitas empsi Gunung Merapi teqadi hampir setiap tahun. Ketika Gunung Merapi mengeluarkan lava justru menjadi daya tarik tersendiri hagi para wisatawan. Pada malam hari di puncak Gunung Merapi nampak seperti a l i m sungai yang benvarna merah sebagaimana gambar 3. Waktu siang hari pada saat
cuaca cerah pengunjung juga dapat mengamati aktivitas Gunung Merapi dengan menggunakan teropong yang disewakan di gardu pandang di Kaliurang Barat.
Sumber:lack Lockwwd (gambar kiri) dan Edi Mintqanto (gambar kanan)
Gambar 3 Puncak Gunung Merapi pada malam hari (kiri) dan siang hari (kanan) 5.1.2
Pengamatan terhadap Ekosistem Lembah Sungai dan Bekas Aliran Lahar Selain aktivitas puncak Gunung Merapi, hasil empsi yang telah mendingin
juga menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan baik wisatawan domestik maupun manca negara. Aliran lahar tersebut mengalir di sepanjang sungai Boyocg, Ka!ikuning dan sungai Gendol di Kaliadem. Keunikan ekosistem lembah Sungai Boyong sebagai salah satu obyek daya tarik wisata alam adalah kombinasi lansekap lembah Sungai Boyong, Bukit Turgo, Bukit Plawangan dan puncak Gunung Merapi, berbagai jenis burung, dan sisa-sisa endapan awan panas hasil letusan tahun 1994. Kegiatan menyusuri lembah Sungai Boyong sebagai aktivitas petualangan mengandung unsur pengetahuan dan pengalaman. Pengunjung dapat memperoleh pengetahuan mengenai hasil dari kejadian-kejadian alam melalui pengamatan terhadap sisa-sisa endapan awan panas dan aliran lahar hasil erupsi Gunung Merapi. Di kawasan Kalikuning sebagai obyek daya tarik wisata alam adalah adanya batu-batu besar sebagai hasil letusan Gunung Merapi, kombinasi lansekap Kalikuning, hutan dan puncak Gunung Merapi. Suasana lansekap lembah yang sejuk menambah kenyamanan pengunjung. Di lembah Kalikuning pengunjung dapat melihat sisa-sisa endapan aiiran lahar hasil erupsi Gunung Merapi. Di sepanjang Kalikuning pada ujungnya akan dijumpai bekas aliran lahar Merapi yang membentuk dinding sungai bertekstur sangat halus dan kompak (Watuploso)
yang merupakan bekas aliran lava yang membatu pada letusan tahun 1006 yang dikategorikan sebagai letusan terdahsyat dalam sejarah peradaban manusia Sedangkan hasil erupsi Gunung Merapi yang terjadi pada tahun 2006 telah menimbulkan aktivitas wisata yang dikenal sebagai lava tour di Kaliadem yang dikombinasi dengan wisata budaya berupa kunjungan ke kediaman jum kunci Gunung Merapi di Dusun Kinahrejo. Obyek daya tarik wisata di Kaliadem adalah lahar dingin yang berupa material pasir hasil erupsi Merapi dan bunker tempat ditemukannya korban letusan Gunung Merapi. Kawasan wisata Kaliadem dapat dilihat pada gambar 4.
Sumber: Edi Mintuyanto
Gambar 4 Kawasan wistta Kaliadem Cangkringan
5.1.3 Berkemah (camping)dan Pendidikan Lingkungan Kegiatan berkemah di kawasan TNGM dapat dilakukan di lembah Kalikuning (gambar 5a). Di lembah Kalikuning pemandangannya sangat indah dengan hamparan vegetasi hutan pinus, aliran sungai yang jemih dengan kombinasi bebatuannya, dan udara yang sejuk sangat rnendukung aktivitas wisata alam. Pengunjung yang melakukan kegiatan berkemah telah mengetahui dan mematuhi untuk membersihkan lokasi berkemah dan membakar sampah-sampah setelah kegiatan selesai (gambar 5b). Hal ini tidak terlepas dari peran serta masyarakat sekitar yang secara suka rela
memberikan penyuluhan kepada
pengunjung untuk meninggalkan lokasi dalam keadaan bersih. Kegiatan pendidikan lingkungan dapat dilakukan oleh anak-anak sekolah di kawasan Kalikuning ataupun Gandok (Kaliurang). Lokasi ini cocok digunakan sebagai arena pembelajaran untuk menanamkan kecintaan kepada alam bagi anakanak sekolah, karena di lokasi ini medamya tidak terlalu sulit bagi anak-anak.
Gambar 5. Aktivitas berkemah di Kalikuning (a) dan kondisi lokasi setelah kegiatan berkemah (b). 5.1.4 Tracking dan Mendaki Gunung
Kegiatan tracking di kawasan TNGM DIY berdasarkan tantangannya bewariasi mulai ringan sampai berat. Jalur tracking Plawangan Turgo umumnya berada pada katagori ringan sampai sedang sedangkan jalur pendakian ke puncak Merapi dikategorikan berat. Menumt BPPTK Yogyakarta (2004) dari keseluruhan jalur pendakian di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah, Jalur Kinahrejo (Yogyakarta) mempakan jalw pendakian yang paling tinggi tingkat kesulitannya dibanding dua jalur lainnya yaitu Jalur Selo (Boyolali) dan Babadan (Magelang). Jalur pendakian Kinahrejo dikenal sebagai jalur yang panjang dan terjal. Dibutuhkan waktu sekitar 5-6 jam untuk sampai ke puncak Merapi. Sedangkan pendakian sampai lokasi Labuhan hanya ditempuh sekitar 1,s jam. Untuk kegiatan tracking kategori ringan sampai sedang, jalur tracking ke puncak Bukit Turgo dapat dilalui melalui satu jalur dari Dusun Turgo. Sedangkan jalur tracking menuju puncak Bukit Plawangan dapat dilalui melalui Telogo Nirmala dan Telogo Muncar. Jalu; ymg sering digunakan wisatawan adalah jalur tracking Tlogo MuncarKiahrejo. Di sepanjang pejalanan jenis tumbuhan yang dapat ditemui adalah Pinus (Pinus merkusii), Puspa (Schima wallichi), Rasamala (Altingia exelsa), dan Sarangan (Castanopsis argentea). Sedangkan vegetasi penutup lahan terdiii dari berbagai jenis rumput termasuk rumput gajah yang diusahakan penduduk sekitar untuk pakan temak. Selain itu di sepanjang jalur juga akan disuguhi kicauan burung, dan terdapat pula bekas aliran lahar Merapi yang membentuk dindiig
sungai bertekstur sangat halus dan kompak (Sungai Kemloso) dan batu-batu yang sangat besar di tengah hutan sebagai akibat lava Gunung Merapi (BKSDA Yogyakarta 2006). Kegiatan tracking secara tidak langsung juga dilakukan oleh pengunjung yang akan mengikuti upacara ritual Labuhan di lereng Gunung Merapi. Upacara ritual Labuhan diadakan oleh keluarga Kraton Yogyakarta yang diselenggarakan sebagai penvujudan hubungan antara laut selatan, Kraton Yogyakarta dan Gunung Merapi (Gambar 6). Pendakian ke Gunung Merapi melalui jalur Yogyakarta hanya dapat dilalui melalui pintu masuk di Kinahrejo. Meskipun kegiatan ini termasuk wisata budaya, akan tetapi di sepanjang perjalanan menuju lokasi upacara ritual pengunjung dapat sekaligus menikmati keanekaragaman tumbuhan maupun satwa yang dijumpai di perjalanan.
Sumber: Wiji (gambar kiri), Edi Mintruyanto (gambar knnnn)
Gambar 6 Kegiatan tracking di Lereng Merapi (kiri) dan prosesi upacara Labuhan yang dilaksanakan di lereng Merapi (kanan) 5.1.5 Birdwatchit~g
Kegiatan birdwatching dapat dilakukan di lembah Kalikuning, Sungai Boyong, Bukit Plawangan, Bukit Turgo, Bukit Pronojiwo, maupun di Tlogo Muncar. Jenis Elang merupakan jenis langka fang penyebarannya terbatas. Daerah kekuasaan dan jangkauan (home range) dari jenis Elang bisa iuas tergantung pada ketersediaan binatang buruan dalam satu kawasan. Berdasarkan survey yang dilakukan oleh BKSDA DIY dan Kutilang Indonesian 2001-2004 diperkirakan terdapat 11 jenis Elang di sekitar TNGM termasuk di kawasan Plawangan Turgo yaitu Elang Hitam (Ictinaeius mulayensis), Elang Jawa ( Spizaetus bartelsi), Elang Brontok (Spizaetus cirrhatzcs), Elang-ular Bido (Spilornis cheelu), Sikep Madu Asia (Pernis ptilorhynchtcs), Alap-alap Sapi
(Falco moluccensis), Alap-alap Kawah (Falco peregrinus), Alap-alap Macan (Falco severus), Elang Alap Cina (Accipifer soloensis),
Elang Alap Nipon
(Accipitergularis), Elang Alap Besra (Accipitervirgatus).
Di wilayah Kaliurang terdapat institusi swasta, Vogels yang telah mengusahakan kegiatan ekowisata. Pengelolaan ekowisata yang dijalankan telah mulai memperhatikan aspek konservasi, antara lain pengunjung disarankan untuk tidak menggunakan pakaian mencolok saat melakukan perjalanan di kawasan hutan, terutama saat mengamati satwa, adanya pembatasan jumlah pengunjung dan adanya pelibatan masyaralcat dalam kegiatan ekowisata. Beberapa paket ekowisata telah dijalankan dan publikasi maupun pemesanannya telah dilakukan melalui internet. Beberapa paket yang ditawarkan meliputi kegiatan tracking, lava tour, berkemah, birdwatching, dan wisata ke desa yang masih tradisional.
Pengunjung di wilayah Cangkringan pada awalnya tidak sebanyak di wilayah Kaliurang yang telah lama berkembang dan telah dilengkapi dengan berbagai fasilitas. Hal ini dikarenakan di wilayah Cangkringan aksesibilitas menuju lokasi wisata lebih sulit dibandingkan wilayah Kaliurang. Kawasan wisata Kaliurang leiah dilengkapi berbagai sarana dan prasarana yang sangat memadai untuk tujuan wisata dari berbagai segmen pengunjung dengan s m n a transportasi yang tersedia cukup banyak. Sedangkan untuk wilayah Cangkringan meskipun kondisi jalan menuju lokasi sudah beraspal, namun sarana angkutan umum masih sangat terbatas sehingga pengunjung hanya dapat mengandalkan kendaraan pribadi baik sepeda motor ataupun mobil pribadi. Kondisi ini menyebabkan obyek-obyek wisata yang berada di wilayah Cangkringan lebih sedikit dikunjungi oleh wisatawan dibandingkan dengan kawasan Kaliurang. Namun kondisi saat ini telah terjadi kecendemngan peningkatan pengunjung di kawasan wisata di Wilayah Canglcringan. Fenomena yang ada menunjukkan bahwa obyek-obyek wisata di wilayah Cangkringan mulai banyak diminati pengunjung. Balai Taman Nasional
Gunung
Merapi
sendiri
telah
mempersiapkan
diri
untuk
mengembangkan wisata di wilayah Cangkringan melalui pembangunan berbagai fasilitas yang menunjang kegiatan wisata.
5.2
Karakteristik Masyarakat Sekitar Kawasan Zona Pemanfaatan TNGM Daerah Istimewa Yogyakarta Lebih dari 50% masyarakat sekitar kawasan wisata alam di zona
pemanfaatan TNGM DIY adalah penduduk asli (Gambar 7). Sebagian besar masyarakat (35,42%) memiliki mata pencaharian sebagai petemak terutama petemak sapi perah dengan memanfaatkan kawasan TNGM sebagai lahan rumput bagi temak mereka (Gambar 8).
Gambar 7 Komposisi masyarakat menurut status penduduk.
kalyawan pernilik penginapan
o swasta
o ~edagang m peternak FB Q U N
rn penyedia parkir penambang pasir
sjasa lainnya @atidak bekeja
Gambar 8 Struktur masyarakat menurut mata pencaharian utama. Secara umum masyarakat sekitar memiliki penghasilan rata-rata sebesar Rp.590.224,36 per bulan. Apabila dibandingkan dengan Upah Minimum Provinsi (UMP) Daerah Istirnewa Yogyakarta tahun 2006 yaitu sebesar 460.000,OO per bulan maka angka tersebut berada di atas UMP.
Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa masyarakat sekitar kawasan TNGM telah metnpunyai tingkat kehidupan yang layak.
< 17
17 -35
36 -50
>5C
Umur (tahun)
Gambar 9 Struktur penduduk menurut umur dan jenis kelamin. Gambar
9 menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat sekitar
kawasan mempunyai umur antara 17 hingga 50 tahun yang tennasuk usia produktif Jumlah laki-laki sebanyak 53,33% dan perempuan 46,67%. Banyaknya jumlah masyarakat usia produktif merupakan modal bagi pengembangan wisata alam di TNGM karena pada usia tersebut terbuka banyak peluang untuk melakukan berbagai kegiatan ataupun usaha ekonomi sehingga dapat menjaring lebih banyak masyarakat untuk berpartisipasi. Namun demikian partisipasi masyarakat tersebut hams dapat dikendalikan untuk mempertahankan kelestarian kawasan.
lidak lidak Sekolah Tarnal SO
SD
SLTP
SLTA
03-S1
Tingkat Pendidikan
Gambar 10 Struktur masyarakat menurut tingkat pendidikan.
Gambar 10 menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat (35%) adalah lulusan SLTA. Dalam pengembangan wisata alam berbasis masyarakat pendidikan formal bukanlah modal yang utama, tetapi justru pengetahuan lokal yang menjadi kekuatan dalam pengeloiaan wisata alam berbasis masyarakat. Interaki masyarakat yang cukup intensif dengan kawasan dan berlangsung cukup lama menumbuhkan kemampuan masyarakat untuk dapat lebih mengenal lingkungannya serta mudah merespon pembahan lingkungan yang ada di sekitarnya. 5 3 Persepsi Masyarakat Mengenai Wisata Atam yang Lestari di Taman Nasional Gunung Merapi Daerah Istimewa Yogyakarta Untuk mengetahui persepsi masyarakat mengenai wisata alam yang lestari tidak terlepas dari persepsi masyarakat mengenai konservasi. Indikator yang digunakan untuk mengetahui persepsi masyarakat tersebut adalah pengetahuan masyarakat mengenai sumberdaya alam yang hams dilestarikan di kawasan TNGM,
dukungan
masyarakat
terhadap
kegiatan
wisata
alam
memperhatikan a p e h kelestarian hutan, tindakan yang diinginkan
yang untuk
mendukung kegiatan wisata alam yang lestari, jenis kegiatan wisata alam yang tidak merusak kawasan. dampak negatif dari kegiatan wisata alam, dukungan masyarakat terhadap pengembangan wisata alam di TNGM DIY dan alasan rnasyarakat untuk mendukung atau tidak mendukung pengembangan wisata alam serta potensi masyarakat untuk dapat berpartisipasi dalam kegiatan wisata alam di
TNGM DIY. Menumt persepsi masyarakat, sumberdaya yang harus dilestarikan di kawasan TNGM adalah keanekaragaman tumbuhan (28,99%), keanekaragaman satwa (27,54%) dan keindahan alam (26,81%) (Gambar 11). Sebagian besar masyamkat memiliki kecendemngan pemahaman bahwa sumberdaya utama di kawasan Taman Nasional Gunung Merapi adalah tumbuhan. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan masyarakat juga lebii ditujukan bagi kelestarian tumbuhan sebagaimana yang banyak dilakukan oleh masyarakat bempa kegiatan penanaman pobon di kawasan TNGM. Menumt masyarakat sekitar, sebagian tumbuhan yang ada di dalam kawasan TNGM, termasuk pohon Pinus yang ada pada saat ini
merupakan hasil penanaman oleh masyarakat sekitar sehingga dengan sendirinya masyarakat akan menjaga kelestariannya.
Keindahan alam keanekamgaman tumbuhan
.
0 Keanekgaman satwa 0 Kebudayaan lokal
kekayaan hutan
Gambar 11 Sumberdaya yang harus dilestarikan di kawasan TNGM. Menurut
persepsi
masyarakat kegiatan wisata
alam yang
akan
dikembangkan di kawasan TNGM D N harus memperhatikan aspek kelestarian hutan (didukung oleh 95,16% masyarakat). Menurut masyarakat untuk mendukung kelestarian kawasan TNGM diperlukan adanya interpreter atau pemandu wisata alam yang handal yang mampu menjelaskan tentang hngsi hutan, dan sumberdaya yang ada di dalamnya (dinyatakan oleh 53,23% masyarakat) serta inampu mengendalikan pengunjung untuk tidak membuang sampah, temtama sampah plastik di kawasan hutan. Masyarakat mempunyai pemahaman bahwa untuk dapat mewujudkan wisata alam yang lestari di kawasan TNGM maka perlu melibatkan masyarakat dalam pengelolaan wisata alam di TNGM (dinyatakan oleh 35,45% masyarakat) dan menghindarkan kegiatan wisata alam yang bersifat memsak (dinyatakan oleh 35,45% masyarakat) (Gambar 12). Kegiatan wisata alam yang bersifat merusak menurut inasyarakat adalah kegiatan wisata di kawasan hutan yang disertai dengan pengambilan ranting-ranting tanaman yang belum kering, vandalisme, dan penggunaan tanda-tanda pada batang kayu.
13kegiatan Gats yang bersifat
mmsakdihindarkan
s melibatkan msyarakat dalam pengelolaan k a t a adanya dukmngan pemrintah sebagai fasilitator
Gambar 12 Upaya yang hams dilakukan untuk mewujudkan wisata alam yang lestari. Tabel 16 Pendapat masyarakat mengenai kegiatan wisata alam yang ramah terhadap lingkungan No. 1. 2. 3. 4.
5. 6. 7. 8.
Kegiatan wisata alam Trackiizg
Berkemah Ozltbozind
Mendaki Gunung Merapi Lintas alam sarnbil reboisasi Pengamatan flora dan fauna/lingkungan Wisata disertai dengan penyampaian informasi (ada pemanduan) Birdwatching
Total Catatan: NA = 15
Jurnlah Persentase (orang) (%) 26 29,89 18,39 16 16 18,39 18,39 16 6 6,90 3 3,45 3 3,45 1 1,15 87 100,OO
Menurut pendapat masyarakaf kegiatan wisata alam yang ratnah terhadap lingkungan adalah kegiatan tracking (Tabel 16). Meskipun kegiatan-kegiatan wisata alatn lainnya seperti pengamatan flora dan fauna ataupun birdwatching dan mendaki gunung juga dilakukan di kawasan TNGM namun sebagian masyarakat kurang dapat membedakan kegiatan-kegiatan tersebut karena semuanya merupakan aktivitas di kawasan hutan yang disertai dengan aktivitas berjalan sehingga masyarakat menganggap kegiatan-kegiatan tersebut sebagai tracking. Kegiatan lintas alarn disertai reboisasi dipilih oleh sebagian masyarakat karena masyarakat sekitar secara rutin mengadakan kegiatan jalan santai ke kawasan hutan pada setiap Ju~nat pagi. Bahkan pada acara tertentu sering
diadakan reboisasi yang dikemas dalam bentuk kegiatan jalan santai. Kegiatan ini digerakkan oleh suatu organisasi masyarakat bidang lingkungan hidup bemama Wana Mandia yang berkedudukan di Kaliumng. Adapun persepsi masyarakat mengenai dampak kegiatan wisata terhadap liigkungan fisik, sebagian besar menyatakan tidak ada dampak negatif dari kegiatan wisata di kawasan TNGM (Tabel 17). Hal ini tidak terlepas dari dukungan masyarakat sekitar yang turut berpartisipasi dalam memberikan penyuluhan kepada pengunjung. Setelah selesai melakukan kegiatan wisata alam khususnya berkemah, biasanya pengunjung membersihkan lokasi kegiatan dengan cara membakar sampah-sampah yang ada. Namun pelaku wisata lainnya yang berinteraksi secara langsung dengan kawasan dan pengunjung yaitu para pemandu wisata menyatakan bahwa di dalam kawasan banyak dijumpai sampah, terutama sampah plastik. Kondisi tersebut menyebabkan ketidaknyamanan pengunjung terutama turis yang melakukan kegiatan wisata di katvasan hutan. Pengunjung mancanegara lebih menyukai melakukan kegiatan wisata alam haik tracking, birdvatcirtg maupun berkemah di kawasan Merapi pada lereng yang lebih tinggi yang tidak banyak digunakan pengunjung lokal. Sedangkan dampak positif dari kegiatan wisata alam menurut sebagian besar masyarakat adaiah meningkatnya pendapatan masyarakat. Tabel 17 No.
Pendapat masyarakat mengenai dampak negatif wisata alam terhadap lingkungan fisik kawasan Dampak negatif
Tidak ada dampak negatif 2. Adanya sampah ,terutama sampdi plastik 3. Mengambil tanaman 4. Corat-coretiVandalisme 5. Satwamulaijarang dijumpai 6. Kualitas obyek wisata menurun 7. Jumlah penginapan tidak terkendali 8. Adanya gangguan oleh satwalMacacafmcicuIan's Tanah longsor sekitar lereng sehiigga membahayakan 9. pengunjung 10. Kegiatan berkemah menyebabkan kerusakan tanaman rumput Total Catatan :NA = 7 1.
Persentase
JWni*
(%)
.
,
25 13 1 3 1 2 1 1
5 1,02 26,53 2,04 6,12 2,04 4,08 2,04 2,04
1
2,04
1
2,04 100
49
Sebagian besar masyarakat mendukung adanya pengembangan wisata alam di kawasan Taman Nasional Gunung Merapi wilayah DIY, yaitu sebanyak 22 orang (78,57%) untuk kelompok masyarakat yang berpartisipasi dan 20 orang (86,96%) untuk kelompok masyarakat yang tidamelurn berpartisipasi. Sebanyak 3 orang (13,04%) dari kelompok masyarakat yang tidakmelum berpartisipasi dan 6 orang (21,43%) dari keloinpok masyarakat yang telah berpartisipasi menyatakan bahwa mereka akan menyetujui adanya pengembangan wisata alam, asalkan masyarakat bisa menikmati (meningkatkan kesejahteraan masyarakat), keamanan terjaga, dan disetujui oleh para tokoh masyarakat. Tabel I8 Alasan dukungan masyarakat terhadap pengembangan wisata alam di kawasan Taman Nasional Gunung Merapi No. I. 2. 3.
Uraian Jumlah (orang) Meningkatkan penghasilanlekonomi 25 Untuk keles&an hutan 4 Potensi keindahan alam, spiritual dan ilmu pengetahuan Gunung Merapi dapat dimanfaatkan untuk wisata 1 Total 30
Persentase (%) 83,33 13,33 3.33 100,OO
Cata!an:NA= l 8 , D K = 3 Tabel 18 menunjukkan bahwa aiasan masyarakat yang paling dominan mengenai dukungannya terhadap pengembangan wisata alam di TNGM DIY adalah
karena
pengembangan
penghasilanlekonomi masyarakat.
wisata
alam
dapat
meningkalkan
Masyarakat mempunyai persepsi bahwa
apabila kawasan hutan Gunung Merapi tejaga kelestariannya dan keindahannya, maka pengunjung akan bertambah dan pendapatan masyarakat sekitar juga meningkat. 5.4 Partisipasi Masyarakat dalam Kegiatan Wisata Alam di TNGM Daerah Istimewa Yogyakarta
5.4.1 Bentuk-beutuk Partisipasi Bentuk-bentuk partisipasi masyarakat dalam aktivitas wisata alam di zona pemanfaatan TNGM Daerah Istimewa Yogyakarta dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu partisipasi masyarakat di dalam kawasan dan di luar kawasan TNGM. Partisipasi masyarakat di dalam kawasan TNGM meliputi pemandu
wisata, pedagang asongan, penyedia konsumsi. Sedangkan partisipasi di luar kawasan mencakup penyedia pondok mmah (homesty), penjaga parkir, penjaga loket lava tour, warung, penyedia toilet, penginapan, bagian transportasi, perlengkapan wisata dan pedagang souvenir. Pada umumnya pemandu wisata mempunyai pekejaan sampingan sebagai penjual souvenir. Tingkat pendidikan masyarakat berdasarkan bentuk partisipasi masyarakat dalam kegiatan wisata alam di TNGM DlY dapat dilihat pada gambar 13.
5 TS
s TrSD 17 SD 17 SLTP
l SLTA
Gambar 13 Tingkat pendidikan masyarakat berdasarkan bentuk partisipasi masyarakat dalam kegiatan wisata alam di TNGM DIY. Pemandu wisata alam lokal memiliki tingkat pendidikan tidak tamat SD hingga SLTA dengan pesentase terbanyak pada kelas pendidikan SD (42,860/0). Karena belum terorganisir, maka kegiatan pemanduan tejadi melalui ajakan atau hubungan pertemanan. Pondok rumah atau homestay banyak disediakan oleh masyarakat Dusun Kinahrejo bagi para pendaki, pengunjung yang akan mengikuti upacara ritual Labuhan di lereng Merapi ataupun pengunjung yang hanya menikmati suasana pedesaan yang masih tradisional. Tingkat pendidikan penyedia pondok sebagian besar adalah lulusan SD. Untuk jasa parkir kendaraan sebanyak 50% adalah tidak tamat SD. Pelayanan untuk parkir kendaraan yang dikelola oleh
masyarakat hanya dilakukan di kawasan wisata wilayah Cangkringan, sedangkan untuk wilayah Kaliurang jasa parkir telah dikelola oleh sebuah BUMD bemama PT Anindya.
Penyediaan tempat parkiu di wilayah Cangkringan selain dilakukan oleh masyarakat Kinahrejo juga dilakukan oleh masyarakat Dusun Pangukrejo yang merupakan dusun terdekat dengan kawasan wisata Kaliuning. Tempat parkir kendaraan bagi pengunjung Kalikuning ada yang disediakan oleh masyarakat di halaman rumah mereka dan ada pula yang diusahakan di sebuah lapangan dekat kawasan wisata Kalikuning. Lokasi tersebut mempakan areal yang khusus disediakan untuk berjualan, penyediaan perlengkapan wisata dan areal untuk tempat parkir. Menurut informasi masyarakat setempat areal tersebut mempakan tanah milk pribadi yang disediakan bagi masyarakat untuk mencari nakah
dengan pengelolaannya melalui karang taruna Areal ini cukup .ramai pada harihari libur atau hari minggu. Disamping tempat parkir, sebagian masyarakat dusun Pangukrejo juga menyediakan toilet bagi penynjung serta warung makan yang sekaligus dapat menerima pesanan. 5.4.2 AIasan Partisipasi
Alasan partisipasi masyarakat dafam kegiatan wisata alam di TNGM cukup beragam, namun sebagian besar adalah karena motivasi ekonomi yaitu untuk meningkatkan penghasilan (Tabel 19). Kelas umur remaja (
4. 5. 6.
7.
Uraian
Meningkatkan penghasiladekonomi Kepuasadsenang memberi pelayanan Keamanan & keselamatan wnju0-z Menambah saudara Hobby jalan-jalan di h u m Cinta alam & Ingin melestarikan alam Ti& ada pekerjaan lain
TOTAL Catatan :NA = 5
c 17th
Jml
%
17-35 th Jml %
36-50 th Jml %
> 50 th
Jml
%
0
0.00
9
81.82
10
71.43
2
50,OO
0
0.00
0
0,OO
2
14,29
0
0,OO
o
0 1
01 ,10 0,OO 50.00
o
o,oo
I 1 0
7,14 7.14 0.00
o
2 0
50.00 0.00
1 0
50,OO 0.00
2
100,OO
0 0,OO 0 0,OO 14 100,OO
0 0 4
0,OO 0,OO 100.00
1 0
9.09 0.00
0 0,OO 9,09 1 11 100.00
o,oo
Di wilayah Kaliurang, partisipasi masyarakat terkait dengan wisata alam dilakukan baik melalui institusi swasta, yaitu Vogels maupun secam mandiri. Partisipasi masyarakat Kaliurang dalam kegiatan wisata alam adalah sebagai pemandu wisata, homestay, penginapan, warung
dan penyedia konsumsi.
Partisipasi masyarakat dalam ha1 penyediaan konsumsi melalui koordiiasi institusi swasta berupa penyediaan hidangan makanan tradisional seperti pecel, bakwan, ubi goreng, teh, kopi yang diiemas secara tradisional. Nasi dihidangkan dengan menggunakan "cethimg" (tempat nasi dari bambu), dan piringnya bempa "pincuk" (wadah dari daun pisang). Sedangkan untuk pemandu wisata alam yang diusahakan secara individu terjadinya transaksi dengan pengunjung dilakukan berdasarkan sistem pertemanan atau informasi dari mulut ke mulut terutama dari komunitasnya. Berbeda dengan institusi swasta Vogels yang informasi dan pemesanannya dapat dilakukan melalui internet ataupun secara langsung di kantor Vogels di Kaliurang. 5.43 Keinginan Masyarakat untuk Berpartisipasi
Masyarakat yang belum berpartisipasi dalam kegiatan wisata a l m di TNGM DIY mempunyai potensi untuk berpartisipasi. Alasan
masyarakat
tidakmelum berpartisipasi adalali karena kondisi tidak memungkinkan, sudah tua, adanya kesibukan lain. status masih sekolah. tidak adanya informasi, tidak ada ajakan atau penawaran. dan tidak ada wadah (Tabel 20). Tabel 20 Alasan masyarakat tidak berpartisipasi dalam kegiatan wisata alam di kawasan TNGM DIY Alasan
Jumlah
Persentase f%/
Tidak memungkinkan Masih kecil, kurang faham Tidak tertarik Tidak ada wadah Tidak ada ajakan/penawdesempatan Ligkungan kerja berbeda Total Lebii dari 50% masyarakat yang belurn berpartisipasi memiliki keinginan untuk berpartisipasi, terutama bagi ibu-ibu rumah tangga dan kelompok usia
produktif yang belum bekerja. Bentuk partisipasi yang diinginkan masyarakat adalah pemandu wisata, perencanaan, konsumsi, pondokan, souvenir, parkir, sosial dan
jasa lainnya (Tabel 21 dan Gambar 14). Rata-rata pendapatan
masyarakat dari kegiatan wisata alam sebesar Rp. 410.277,78 per bulan.
Ma keinginan Belum ada keinginan Tidak ada keinginan
Gambar 14 Keinginan masyarakat untuk berpartisipasi dalam kegiatan wisata alam di kawasan TNGM DIY. Tabel 21
Potensi masyarakat untuk berpartisipasi dalarn kegiatan wisata alam di kawasan TNGM DIY
No.
Pekerjaan
1. 2. 3.
Pelajar, tidak bekerja Pegawai, pelajar Ibu rumah tangga, swasta, pedagang makanan Peternak sapi perah Tidak bekej a (ibu rumah tangga) Tidak bekerja (ibu rumah tangga) Jamu gendong
4.
5. 6. 7.
8. 9.
Tukang, pelajar Swasta Total
Bentuk partisipasi yang diinginkan Pemandu wisata Perencanaan Konsumsi
Jumlah (orang) 2 2
Pondok Souvenir Parkir Jasa lainnya (buruh cuci, setrika) Belum ada g a m b m Sosial
2 1 1
3
%
11,76 11,76 17,65
1
11,76 5,SS 5,88 5,88
4 1
23,53 5,88
17
100,OO
Dari tabel 21 dapat diketahui bahwa sebagian besar masyarakat yang ingin berpartisipasi belum ada gambaran mengenai kegiatan yang akan dipiIih. Sehingga diperlukan adanya wadah untuk meinberdayakan potensi masyarakat serta pelatihan-pelatihan yang mendukung peningkatan SDM pelaku wisata alam.
5.5 Keinginan Masyarakat terhadap Pengembangan Wisata Alam di Kawasan TNGM DIY Tabel 22 Keinginan rnasyarakat herdasarkan bentuk partisipasi Bentuk partisipasi No.
Keinginan
Pondok & penginapan Jml
1. 2.
Kawasan hutan dibiarkan alami Fasilitas di kawasan oerlu dibenahi Potensi kawasan ditingkatkan Perekonomian masyarakat ditingkatkan tidak ada keinginan apa-apa yang sekarang ada sudah cukup Ingin swsana damai dan tidak
% 1 20,00
Pedagang, wang, konsumsi Jml % 0
0.00
Pemandu
wisata
Jml 1
% 8,33
bagian transportasi & parkir Jml % 0
NSU~
Pintu masuk Kalikuning sebaiknyajangan satu pintu tapi dua pintu sebagaimana keadaan sekarang Masyarakat perlu dilibtkan dalam pengclolaan \visala alam Kcbenihan kauasan dijaga. penyuluhan kepada maqardkal dan pengunjung, ketcgasan pem~riniah Pcmerinuih pcrlu mcmherikan pelatihw-pclatihan (lasi1il;ls) Total
Keinginan rnasyarakat mempakan ha1 yang h m s menjadi bahan pertimbangan dalam pengembangan wisata alam berbasis rnasyarakat di TNGM. Berdasarkan hasil penelitian ini keinginan yang disarnpaikan rnasyarakat dikelompokkan menjadi dua yaitu kelompok masyarakat yang telah berpartisipasi dan kelompok rnasyaarakat yang tidaldbelurn berpartisipasi dalam kegiatan wisata alarn. Keinginan rnasyarakat untuk kelornpok rnasyarakat yang telah partisipasi menurut bentuk partisipasi dapat diliat pada Tabel 22. Keinginan masyarakat untuk kelompok pernandu wisata lebih cendemng ditujukan pada kebersihan kawasan, ha1 ini karena pemandu wisata merupakan orang yang berinteraksi secara langsung dengan kegiatan wisata alam dan sering mendapat kritikan dari para turis mengenai kondisi kawasan yang kotor. Keinginan pemandu wisata adalah himbauan agar kawasan dijaga kebersihamya,
0,00
penyuluhan kepada pengunjung untuk tidak membuang sampah di hutan, serta adanya ketegasan pemerintah untuk mengendalikan kebersihan kawasan baik dalam bentuk penyediaan tempat-tempat pembuangan sampah di sekitar kawasan, peraturan-peratwan bagi pengunjung maupun melalui papan-papan informasi. Disamping itu kelompok pemandu wisata menginginkan adanya pelibatan masyarakat dalam pengelolaan wisata alam dan pemerintah perlu memfasilitasi penyelenggaraan kegiatan-kegiatan pelatihan. Sedangkan bagi para pedagang, warung ataupun penyedia konsumsi keinginan
yang
sampaikan l e b i kepada aspek ekonomi, masyarakat
menginginkan untuk tetap boleh berjualan termasuk bagi pedagang asongan, adanya pengembangan masakan tradisional, adanya usaha bersama, dan adanya pinjaman lunak. Keinginan masyarakat penyedia jasa parkir di Kalikuning adalah tetap mempertahankan kondisi yang ada, yaitu pintu gerbang Kalikuning tetap di dua lokasi, yaitu pintu masuk di areal lapangan yang dirintis oleh masyarakat untuk tempat bcrjualan dan pintu masuk yang dibangun oleh Balai TNGM. Alasannya apabiia hanya dibuat satu pintu saja yang dibangun oieh Balai TNGM maka sebagian besar rnasyarakat yang aktivitasnya berada di area lapangan akan kehilangan pemasukan karena jauh dari pintu masuk. Menurut informasi dari pihak Balai TNGM rencana pembuatan pagar tembok di kawasan Kalikuning belum final dan tentu &an tetap memperhatikan akses masyarakat. Pembangunan pagar tembok tersebut dimakudkan untuk mempermudah pengamanan dan kebersihan
kawasan.
Disamping
itu
masyarakat menginginkan adanya
peningkatan pendapatan dari kegiatan pengembangan wisata alam yang akan dijalankan. Para pemilik penginapan atau pondok mempunyai keinginan agar kawasan tetap dalam keadaan alami, adanya pembenahan fasilitas, peningkatan potensi,
clan peningkatan perekonomian masyarakat. Sedangkan keinginan masyarakat yang tidakbslum berpartisipasi memiliki keinginan-keinginan sebagaimana tabel 23.
Tabel 23
No.
Keinginan masyarakat yang tidakmelum berpartisipasi dalam kegiatan wisata alam di TNGM DIY Keinginan
Jumlah
Persentase
Ph)
Perlu dibentuk lembaga dalam satu atap Perlu adanya kerjasama antm pemerintah & masyarakat, pemerintah sebagai fasilitator Perlu pengembangan tanaman khas Wisata dam sebailcnya d i i o l a BUMN atau swasta yang dapat bertanggung jawab terhadap kelestarian hutan tanpa mengorbankan kepentingan masyarakat Masyarakat sekitar harus dilibatkan secara &if dalam pengelolaan wisata alam Jumlah pengunjung dibatasi Pengunjung diberi rambu-rambdperaturan agar dapat ikut menjaga kelestarian hutan Trekking dikelola secara khusus Keselamatan wisatawan perlu diperhatikan Pengunjung tidak perlu dibatasi Pemerintah perlu memberi pinjaman lunak untuk usaha Pemerintah memberi pelatihan-pelatihan untuk pagembangan wisata alani Wisata alam dikelola oleh badan otorita Adanya pemandu wisata alam yang handal Pengunjung dapat lebih meningkat Fasilitas air bersih di lokasi perkemahan dan fasilim dibenahi Perlu adanya promosi wisata yang difasilitasi oleh dinasdinas terkait Total
Dari tabel 23 dapat diketahui bahwa keinginan masyarakat yang paling utama adalah keinginan untuk menjaga kelestarian dan kebersihan kawasan, termas.uk mengajak pengunjung untuk bersama-sama menjaga kebersihan kawasan. Keinginan lainnya adalah diselenggarakannya pelatihan-pelatihan wisata alam oleh pemerintah, adanya pelayanan kepada pengunjung berupa pemandu wisata yang handal, adanya fasilitas air, pengunjung tidak perlu dibatasi, adanya pelibatan masyarakat dalam pengelolaan wisata alam, dan adanya kerjasama antara masyarakat dan pemerintah dengan peran pemerintah sebagai fasilitator.
Menurut masyarakat pengelolaan wisata alam di Kaliurang perlu dibuat kelembagaan dalam satu atap. Yang melatarbelakangi keinginan tersebut adalah pengelolaan wisata secara umum di wilayah Kaliurang diielola oleh banyak institusi yaitu Balai TNGM (untuk kawasan hutan), Dinas Pariwisata untuk luar kawasan hutan dan PT Anindya untuk usaha arena bermain anak, kolam renang dan jasa parkir. Pengelolaan kawasan wisata di Kaliurang dipandang berjalan sendiri-sendiii dan kurang adanya koordimasi. Keinginan masyarakat untuk meningkatkan promosi disampaikan mengingat kondisi yang ada belum ada bentuk-bentuk promosi baik berupa brosur atau leaflet yang dapat dipedomani pengunjung untuk menentukan aktivitas wisata yang akan dipilih. 5.6 Kebijakan Pengembangan Wisata Alam
5.6.1 Kebijakan Balai Taman Nasional Gunung Merapi Garis besar pengembangan kawasan wisata alam TNGM diarahkan pada 4 (empat) sasaran pelayanan sebagai berikut (GMUM 2006): a. Wisata alam khas wilayah tropis, khususnya exotisme dan kelangkaan sumber daya alam, panorama vulkano aktif. b. Peningkamn ekonomi masyarakat sekitar c. Pengembangan iimu pengetahuan dan teknologi melalui berbagai bentuk
penelitian. d. Pendidikan lingkungan masyarakat luas Kebijakan pengelola Taman Nasional Gunung Merapi mengenai pengembangan wisata alam secara umum akan dilakukan pada zona pemanfaatan di selumh wilayah TNGM baik di Sleman, Boyolali, Magelang, maupun Klaten. Secara lebih khusus untuk Daerah Istimewa Yogyakarta pengembangan wisata
alam diarahkan pada dua wilayah yaitu wilayah Tritis (Kaliurang) dan wilayah Cangkriigan (Kalikuning, Kaliadern dan jalur pendakianlhacking Kiahrejo). (Hasil wawancara dengan Kepaia Balai TNGM 2007). Pengembangan wisata alam yang akan datang akan difokuskan pada wilayah Cangkringan yang selama ini belum ada pengelolaan yang intensif, berbeda dengan wilayah Tritis (Kaliurang) yang sudah lama berkembang. Kawasan Merapi khususnya wilayah Kecamatan Cangkringan mempunyai potensi
yang cukup besar untuk dikembangkan sebagai obyek wisata alam, karena di daerah tersebut selain kawasannya masih cukup dami juga didukung oleh kehidupan masyarakat yang masih tradisional. Disamping itu di wilayah ini juga merupakan tempat aliran lahar yang sekaligus menjadi daya tarik bagi pengunjung.
5.6.2 Kebijakan Regional Pengembangan wisata alam (tennasuk ekowisata) di wilayah Cangkringan juga merupakan bagian dari rencana pengembangan wisata Dinas Pariwisata Kabupaten Sleman. Menurut informasi dari Dinas Pariwisata setelah adanya letusan Gunung Merapi bulan Juni 2006 lalu lokasi Kaliadem sudah tidak sesuai lagi digunakan sebagai lokasi pengamatan flora dan fauna karena telah mengalami kerusakan yang cukup parah sehingga pengembangan wisata alam (termasuk ekowisata) akan bergeser ke wilayah sebelah timur Kaliadem yang masih dalam wilayah Cangkringan. Direncanakan akan dibuat areal camping ground di Glagah Harjo dan dilengkapi dengan early wwrning karena di wilayah Cangkringan merupahan daerah >an&rav.an terhadap aliran lahar saat terjadi letusan. Pengemhangan wisata alam (termasuk ekowisata) di kawasan Merapi juga merupahan bagian dari Lebijakan rata ruang wilayah Kabupaten sleman sebagaimana tertuang dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sleman Tahun 2005-2014 menyebutkan bahwa Kabupaten Sleman merupakan daerah penyelamat sumber daya alam bagi wilayah DIY yang dikenal sebagai zona tengah. Zona tengah terbentang dari kawasan lereng rnerapi hingga ke Pantai Selatan Samudra lndonesia (BAPPEDA Kabupaten Sleman & PSPPR UGM). Dalam dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sleman Tahun 2005 - 2014 pengembangan wisata alam, termasuk didalamnya ekowisata telah tercover di dalamnya. Disebutkan bahwa gerakan kegiatan kepariwisataan yang disebut sebagai kepariwisataan ramah lingkungan, kepariwisataan berdampak rendah, kepariwisataan bertanggung jawab dan juga kepariwisataan hijau merupakan kebutuhan yang hams direspon berkaitan dengan penataan kawasan tertentu, seperti kawasan lereng Gunung Merapi. Berdasarkan kebijakan pengembangan wisata di kabupaten Sleman yang meliputi 8 tema pengembangan kawasan, kawasan puncak Merapi merupakan salah satu kawasan yang akan
dikembangkan untuk pengembangan ekowisata (BAPPEDA Kabupaten Sleman & PSPPR UGM). Dukungan terhadap pengembangan wisata alam di kawasan Merapi juga tertuang dalam dokumen Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RPPDA) Sleman 2006. Dalarn dokumen tersebut diiyatakan bahwa kawasan lereng Merapi Selatan (wilayah DIY) ditetapkan sebagai kawasan pengembangan kegiatan ekowisata dengan berbagai skenario atraksi dan produk yang dapat dipromosikan. Sentral ekowisata dilakukan melalui kawasan Kaliadem-KinahrejoG.merapi. Sehingga potensi dan daya tarik wisata di wilayah penyangga (baik di wilayah Tempel maupun wilayah Ngemplak) dapat memperoleh imbas kegiatan ekowisata.
5.63 Kebijakan Nasionat Kebijakan pemerintah pusat yang mendukung pengembangan wisata alam di taman nasional antara lain termuat dalam peraturan perundangan sebagai berikut : a. UUD 1945 RI Pasal33 ayat 3 UUD b. PP N0.18 Tahun 1994 tentang Pengusahaan Pariwisata alam di Zona Pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam. c. UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya alam Hayati dan
Ekosistemnya pasal 3, pasal 5 bagian (c), Pasal 26, pasal 27, pasal 28 pasal 34 (1) uu, 34 (3), d. UU No 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup pasal 8 (I), 8 (2) e. UU No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan pasal 23
f. UU No. 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan pejelasan alenia 5 g. PP No.68 Tahun 1998 Tentang
Kawasan Suaka Alam dan Kawasan
Pelestarian AIam pasal 3, penjelasan alenia 1
5.7 Kebijakan Pernerintah Mengenai Partisipasi Masyarakat 5.7.1 Kebijakan Batai TNGM Pengembangan wisata alam di TNGM terkait dengan partisipasi masyarakat adalah kebijakan kolaborasi manajemen yang disebut Badan Pengelola Wisata
Kaliurang. Dalam sistem kolaborasi ini melibatkan beberapa instansi yang terkait dan masyarakat. Di dalam dokumen Rencana Pengembangan Wisata Alam Taman Nasional Gunung Merapi disebutkan bahwa pengembangan pengelolaan wisata alam di kawasan TNGM mempertimbangkan prinsip pengelolaan TNGM dan mengacu pada pengembangan pariwisata yang telah digariskan dari kedua propinsi, yakni provinsi DIY dan Jawa Tengah tempat keberadaan TNGM. Dengan demikian garis besar rencana pengembangan wisata alam diletakkan dalam konteks pilar koservasi sekaligus m e ~ p a k a n bagian dari sistem pembangunan ekonomi regional. Dengan garis besar pengembangan ini maka keberadaan masyarakat di sekitar wilayah wisata alam perlu ditempatkan menjadi bagian dari pengembangan pengelolaan wisata alam kawasan TNGM. Potensi masyarakat perlu diidentifikasi dalam upaya membangun bentuk pengelolaan kolaboratif dengan pemerintah sekaligus agar masyarakat mampu secara ekonomi untuk menolong dirinya sendiri (enlpoweringthe poor for sewhelp) (GMUM 2006).
Sclanjutnya dalam dokumen tersebut juga disebutkan bahwa dalam implcmenrasinya perlu
mengakomodasi masyarakat untuk memanfaatkan
sumberdaya alam yang ada di kawasan wisata alam di sekitar TNGM sekaligus diposisikan sebagai bagian dalam operator utarna konservasi kawasan.
5.73 Kebijakan di Tingkat Regional Pengembangan wisata alam berbasis masyarakat yang dikembangkan di Taman Nasional Gunung Merapi didukung oleh kebijakan di tingkat daerah yang menyebutkan bahwa cara pandang dalam perencanaan pengembangan pariwisata Kabupaten Sleman adalah pariwisata berbasis masyarakat (Community-base tourism developrnenl), yakni pendekatan pengembangan pariwisata yang
didasarkan pada selumh potensi, sumber daya dan partisipasi masyarakat lokal. Pendekatan ini lahii dari paradigma yang melihat pariwisata sebagai alat pemberdayaan masyarakat dan menempatkan masyarakat tidak hanya sebagai stakeholder tetapi sekaligus sebagai shareholder pariwisata (SAPPEDA Kabupaten Sleman & PSP UGM 2006). Paradigma pariwisata berbasis masyarakat dipilih karena sesuai dengan kondisi obyektif sumber daya pariwisata di Kabupaten Sleman. Hal ini dapat
diliat dari aspek sebagai berikut PAPPEDA Kabupaten Sleman & PSP UGM 2006):
1. Jenis obyek wisata potensial (alam dan budaya) sangat terkait dengan kehidupan nyata masyarakat. 2. Persebaran keruangan (spasial) obyek tersebut relatif cukup merata, sehingga pengembangannya menuntut partisipasi aktif masyarakat. 3. Masyarakat merupakan pelaku inti dalam pengelolaan sumber daya
pariwisata, mulai dari aktivitas penangkapan dan pemeliharaan ikan, penyediaan sarana transportasi, sampai pada pengelolaan desa-desa wisata d m bangunan bersejarah.
4. Sumber daya manusia tersedia cukup hanyak dan perlu dimanfaatkan untuk menjadi bagian dari proses produksi dan konsumsi jasa pariwisata. 5. Pasar produk wisata sudah terbentuk (identifird mark&), sehingga masyarakat memiliki peluang untuk menentukan segmen pasar yang sesuai dengan realitas sumber daya yang dimiliki. Partisipasi masyarakat telah menjadi bagian dari kebijakan pemcrintah Kabupaten Sieman yang diruangkan daiam aokumen Rencana Pembangunan Jangka menengah Tahun 2005-2010. Disebutkan bahwa tujuan dari pembangunan jangka menengah Kabupaten Sleman antara lain adalah rneningkathan peran sena masyarakat dan swasta dalarn penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Penjabarannya dituangkan ke dalam beberapa sasaran sebagai berikut: 1. Meningkatkan partisipasi masyarakat dan swasta dalam penyusunan
perencanaan dan kebijakan daerah 2. Meningkatkan partisipasi masyarakat dan swasta dalam pengawasan 3. Meningkatkan partisipasi masayarakat dan swasta dalam pelaksanaan
pembangunan. Sedangkan sasaran pembangunan jangka menengah terkait dengan peningkatan kualitas lingkungan hidup di Kabupaten Sleman, adalah mewujudkan kualitas lingkungan yang terjaga dan berkelanjutan dengan peran serta masyarakat. Kebijakan tersebut sangat mendukung bagi pengembangan wisata alam berbasis masyarakat sebagaimana paradigma pariwisata yang dipilih Kabupaten Sleman dan tertuang dalam RlPPDA Kabupaten Sleman.
5.73 Kebijakan Nasional Kebijakan pemerintah pusat terkait dengan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan kawasan meliputi peraturan perundangan sebagai berikut : a. PP No. 18 Tahun 1994 tentang Pengusahaan Pariwisata alam di Zona Pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam pasal 10 bagian e, penjelasan bagian umum pada alenia 5 dan 7 b. UU No.5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya pasal34 ayat 3 dan pasal37 c. UU No.24 Tahun 1992 tentang penataan mang pasal4 ayat 2 (b), d. Pemeriitah Nomor 69 tahun 1996 tentang pelaksanaan bak dan kewajiban serta bentuk dan tata cam peran serta masyarakat dalam penataan mang e. Undang-undang No.23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup pasal5 ayat 3 f. 5.8
Undang-undang No.9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan Analisis SWOT dan Strategi Pengembangan Wisata Alam Berbasis Masyarakat di Zona Pemanfaatan TNGM D N Argyiis (1985), Minizberg (1979), Steiner dan Miner (i977) diacu dalam
Rangkuti (2006) menyatakan bahwa strategi adalah respon secara terus menerus maupun adaptif terhadap peluang dan ancaman eksternal serta kekuatan dan kelemahan internal yang dapat mempenganihi organisasi. Untuk menentukan stmtegi pengembangan wisata alam berbasis masyarakat di zona pemanfaatan TNGM DIY dilakukan dengan analisis SWOT (Strengtlrs, Weaknesses. Opportunities dun Threats). Sebagai unit analisis adalah masyarakat sekitar kawasan TNGM. Dengan demikian kondisi dari dalam masyamkat yang menyangkut aspek-aspek yang bersifat positif (kekuatan) dan aspek-aspek yang bersifat negatif (kelemahan) dipandang sebagai faktor internal, sedangkan W a r faktor di luar masyarakat yang merupakan peluang dan ancaman disebut sebagai faktor eksternal. Selanjutnya dilakukan pemilihan faktor internal dan eksternal sebagai berikut:
Faktor - faktor internal: A
Kekuatan
1.
Adanya ketergantungan masyarakat sekitar terhadap sumberdaya kawasan
2.
Persepsi masyarakat yang positif mengenai konsewasi
3.
Persepsi masyarakat yang positif mengenai wisata yang lestariierkelanjutan
4.
Adanya dukungan masyarakat terhadap pengembangan wisata alam di kawasan TNGM
5.
Adanya keinginan masyarakat untuk berpartisipasi
6.
Adanya partisipasi masyarakat dalam kegiatan wisata alam
7.
Adanya kehidupan masyarakat yang masih tradisional di sekitar kawasan TNGM DIY
8.
Adanya keyakinan spiritual masyarakat terhadap Gunung Merapi (G. Merapi bukan suatu ancaman tapi pembawa berkah)
9.
Adanya budaya khas berupa gotong royong di masyarakat
10. Lebih dari 50% masyarakat sekitar merupakan penduduk asli 1 1.
Masyarakat usia produktif cukup banyak
12.
Adanya motive, ekonomi bagi rnasyarakai cerhadap pengembangan wisata alam di TNGM
13.
Kcpatuhan terhadap tokoh masyarakat tertentu
B
Kelemahan
1.
Kesempatan pengambilan keputusan oleh rnasyarakat masih rendah
2.
Partisipasi masyarakat cendemng bersifat pelaksanaan belum pada tataran perencanaan dan evaluasi
3.
Masih adanya sikap konha dan masyarakat terhadap pembentukan TNGM
4.
Kemampuan modal masyarakat masih rendah
Faktor-faktor eksternal: A. 1.
Peluang Adanya hubungan kejasama antara Balai TNGM dengan instansi terkait dengan melibatkan masyarakat
2.
Adanya dukungan kebijakan Balai TNGM terhadap pengembangan wisata alam dan partisipasi masyamkat
3.
Adanya dukungan kebijakan pemerintah di tingkat pusat mengenai pemanfaatan wisata alam di zona pemanfaatan tarnan nasional dan
4.
partisipasi masyarakat Adanya dukungan kebijakan pemerintah di tingkat regional (Pemda) terhadap pengembangan wisata alam dan pariwisata berbasis masyarakat
5.
Adanya organisasi masyarakat yang bergerak di bidang lingkungan hidup
6.
Infrastruktw yang cukup mernadai
7.
Beberapa organisasi wisata di sekitar kawasan TNGM
8.
Obyek daya tarik wisata di kawasan TNGM yang khas
9.
Adanya Institusi swasta yang mengelola kegiatan ekowisata dengan melibatkan masyarakat
10.
Potensi sumberdaya alam lokal berupa kebun bambu yang belum tergarap
11. Adanya obyek wisata alternatif di Provinsi DIY
B.
Ancaman
1.
Gunung Merapi dapat meietus sewaktu-waktu
2.
Kurangnya kemampuan pelaku wisata alam
3.
Adanya LSM yang kontra terhadap pembentukan TNGM
4.
Belum ada dukungan dana yang dapat menjamin kelangsungan usaha yang berkelanjutan Pemberian bobot dan nilai pada unsur-unsur faktor internal dan faktor
eksternal akan menghasilkan tabel internal (Internal Factors Analysis Summary (IFAS)) dan tabel eksternal (Eksfeml Facfors Analysis Summary (EFAS) pengembangan wisata alam berbasis masyarakat (lampirar. 1 dan lampiran 2). Selanjutnya menyusun faktor-faktor strategis internal dan eksternal dalam matriks SWOT (Tabel 24).
66
Tabel 24 Matriks SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities dun Threats)
Kekuatan (S) I. Adanya ketergantungan mxymkat sekitar terhadap sumbedaya k a w m 2. Penepsi mnsyarakatyang positifmengenai konservasi 3. Pmcpsi masyarakat yang psitif mcngcnai wisala yangberkelanjutm 4. Adanya dukungan masyadat terhadap pengemhangan wisata dam di kawawn TNGM 5. Adanya keinginan masyadat unhk berpartisipasi 6. Adanya partisipasi masyamkal dalam kegiatan wisala dam 7. Adanya kehidupan masyardat yang masih hadisional di sekitar k a w s m TNGM D N 8. Adanya keyakinan spiritunl masyarakat Ierhadap G. Merepi 9. Adanya budaya khas berupe gotong royong di masyarakat 10. Lrbih dari 50%masyardatsekitarmcnrpalan penduduk asli 1I. Masyarakat uria produktif cukup banyak 12. Adanya motivasi ekonorni hagi masyardat tnhadap pengemhangan wisala alam di TNGM 13. ~epatuhantnhvdap tokoh masyarakat tertentu
Kelemahan (W) I. Kesempntan pengambilan keputusan oleh masyaraka masih rendab 2. Partisipasi masyarakat c c n d m g bcnifat pelaksanaan belum pada lataran perencaman dan evduasi 3. Masih adanya s i b konhs dari masyarakat terhadap pembentukan TNGM 4. Kemampuan modal macya~akaimasih rendah
Pcluang (0) I. Adunyu hubungan kcrjswma a n m Balai 1N<jht denfan innnnsi ledmil dtngm melibatkan m > W 2. Adanya dukungan k c b i j h Ralai INGM t c h d q p g o m h w f a n \+isamdam dsn partisipmi m 5 y U 3. Adanya d u k u p n kebijalan -7intah di lin&a p u t mcngcnai pcmanfaaun rsisata alam di 7ma pananfaam annasional dan p&siwi mas)arakaI 4. Adsnanya dkungan k e b i j h pcmerinah di t i n w rcgimal ( P a & ) m p -embanfan wisata alam dan pariwirn~bRbasis masyankat 5. Adanya wganisasi masyarakal yang k g & di hidang lingkungan hidup 6. Lnfraslruktur yang cukup memadai 7. B e h a p a organisasi wisala di sckitar kawasan TNGM 8. Obyek daya tarik wisata di kawdsan TNGM yang khas 9. Adanya Institusi swash yang mengelola kegiatan ekowisata dengan melibmasyarakat 10. Potensi sumberdaya d a m I o M bempa kebun bambu yang helm tergarap 11. Adanya obyek wisala altemalifdi Provinsi D N
Sm:pi (SO) I. I'cngenalan kcpada masyardat mengenai kmsep uivla dam &is m q a d a t (SI-S13.01-06, 08.09) Z Pcn>usmm SIOndord Opcmlion /'-&re (SOP) p n g c l o l m w i m dam k b s i s mas?araka a n b Bdai TNGM d c p m a q a d s l d a n i n s m i Iakait(S1-S13.01-05. W) 3. Pembcntukan nad& bagi pogcldaan wism alam bRbasis masy&t (S2-56. S9-Sl3.0105.07.09)
Stralcgi (WOj I. M e n d invmor dari panainah daerah dan Iembap data (W4.0104.06.08011) 2. MelihntiLw masyuakal dnlm -k Baki TNGM & mulai
~~~0
Slratcgi (ST) 1. Peniogkatan kemampuan SDM masya&t melalui berbogai pela&il~anteknis dan manajerial (S2-S7, S11, S12, T2) 2. Pendampingan kepada masyankm untuk mengawal proses (S2-S6, S 11,S12, T2,T4)
Faktor Internal
Faktor Ekstemal
1. Gmung Merapi &pat meletus sewaktu-waMu 2. Kurnngnya kernampun0 pelaku wisala dam 3. AdanyaLSM yang kontra terhadap pembentukan TNGM 4. Belum ada dukungan dana yang d a p t menjamin kelangmgan usaha yang berkelanjutan
PXncaMaRpe-
dan oaluasi (WI-W? 0103) 3. Pengembangmkegjatarr kqiatan wakelola (WI. WZ,01-05,07,08,09, 010,Oll)
Untuk mengetahui stmtegi mana yang menjadi prioritas untuk dilaksanakan, maka disusuu altematif strategi dalam analisis SWOT Ogbel 25) dengan menjumlahkan semua kode pembobotan yang terangkum dalam satu strategi pengelolaan. Tabel 25 Alternatif strategi dalam analisis SWOT pengembangan wisata alam berbasis masyarakat di Zona Pemanfaatan TNGM DIY
1 Total I Prioritas
Kode pembobotan
Strategi S-0
.,
Peneenalan keoada masvarakat mengenai konsep wisata alam berbasis masyarakat
11.
P
.
I
(
1
I
Sl+SZ+S3+S4+S5+S6+S7+SS +S9+SIO+Sll+S12+S13+01+ 02+03*04+05+06+08*M
Menyusun Standard Operation Sl+S2+S3+S4+SS+S6+S7+S8 Procedure (SOP) pengelolaan wisata alam berbasis masyarakat antara Balai +Sg+SlO+Sl l+SlZ+S13+01+ TNGM denzan mkyarakat dan 102+03+04+05+09 instansi terkait
. Pembentukan wadah bagi pengelolaan wisata alam berbasis masyamkat
I S2+S3+S4+S5+S6+
S9+SlO+Sll+S12+SI3+ 01+02+03+04+05+07+09 I
S-T Peningkatan kemampuan SDM masyarakat melaiui berbagai pelatihan teknis dan manajerial
I.
. Pendampingan kepada masyamkat untuk mengawal proses
1. Menarik investor dari pemerintah daerah setempat dan lembaga donor
.
Melibatkan masyarakat dalam kegiatan-kegiatan Balai TNGM dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi
.
Pengembangan kegiatan-kegiatan swakelola
S2+S3+S4+S5+S6+S7+S 1 1 +S 12+T2
l+S12+
1.75
(
1,g 1
W4+01+02+03+04+06+08 +09+010+011
2,11
WI+W2+W3+ 01+02+03
1,23
Wl+W2+01+02+03+04+05 +07+08+09+010+011
2,44
1
6
1
Berdasarkan analisis SWOT strategi pengembangan wisata alam berbasis masyarakat di zona pemanfaatan TNGM D N maka diiusun strategi pengembangan berdasarkan prioritas sebagai berikut: 1. Pengenalan kepada masyarakat mengenai konsep wisata alam berbasis masyarakat 2. Penyusunan Standard Operation Procedure (SOP) pengelolaan wisata alam berbasis masyarakat antara Balai TNGM dengan masyarakat dan instansi terkait
3. Pembentukan wadah bagi pengelolaan wisata alam berbasis masyarakat 4. Pengembangan kegiatan-kegiatan swakelola 5. Menarik investor dari pemerintah daerah dan lembaga donor untuk menjamin keberlanjutan usaha masyarakat 6. Pendampingan kepada masyarakat untuk mengawal proses
7. Peningkatan kemampuan SDM masyarakat melalui berbagai pelatihan teknis dan manajerial 8. Pelibatan masyarakat dalam kegiatan-kegiatan Balai TNGM dalam proses
perencanaan, peiai;sanaan dan evaluasi 5.8.1
Pengenalan kepada Masyarnltnt Mengenai Konsep Wisata Alam Berbasis Masyarakat Shategi ini dipilih berdasarkan faktor kekuatan dan peluang sebagaimana
pada tabel 24. Strategi pengenalan konsep wisata alam berbasis masyarakat dipilih karena proses pengenalan merupakan langkah awal yang hams ditempuh untuk memperkenalkan sebuah konsep baru kepada masyarakat untuk memperoleh respon. Pengenalan wisata alam berbasis masyarakat diacu dalam Suwamo dan Kuswoto (2005) dapat diartikan sebagai suatu proses untuk menyampaikan segala informasi dan pengetahuan tentang pengembangan wisata alam yang akan menitikberatkan pada peran-peran masyarakat lokal dan memberikan kontribusi penting terhadap kelestarian sumberdaya alam setempat. Pengenalan konsep pengelolaan wisata alam berbasis masyarakat kepada masyarakat sekitar kawasan TNGM perlu dilakukan mengingat masyarakat merupakan pelaku utama dalam pengelolaan wisata alam sehingga respon masyarakat terhadap program tersebut m e ~ p a k a n kunci utama. Kegiatan
pengenalan ini perlu dilakukan melalui pendekatan yang tepat dan secara terusmenerus sampai masyarakat dapat memahami dan pada akhiiya memberikan respon yang positif. Bentuk pendekatan yang dapat dilakukan antara lain melalui pendekatan kepada tokoh masyarakaf tokoh agama, tokoh pemuda dan pemerintah desa setempat. Berdasarkan observasi lapang dan hasil wawancara dengan masyarakat sekitar maka pemilihan lokasi untuk pengembangan wisata alam berbasis masyarakat dapat dilaksanakan di wilayah Cangkringan. Di Wilayah ini terdapat kehidupan masyarakat yang masih tradisional dan memiliki hubungan yang kuat dengan kawasan Merapi, baik hubungan yang bersifat spiritual maupun ekonomi. Bentuk hubungan yang kuat tersebut tercermin dari keterlibatan masyarakat dalam penyelenggaraan upacara ritual Labuhan di lereng Merapi dan adanya interaksi yang intensif masyarakat terhadap kawasan hutan TNGM terutama untuk mencari rumput untuk pakan temak dan kayu bakar. Dan data monografi Desa Umbulharjo Kecamatan Cangkringan. sebagian besar masyarakatnya mempunyai tingkat pendidikan sekolah dasar (SD). Menurut Borrini-Feyerabend (1996, 1997, 2000) karakeristik dari pengelolaan berbasis masyarakat adalah sumber informasi pengelolaan berasal dari pengecahuan iokal. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tingkat pendidikan formal bukanlah modal utama bagi pengelolaan wisata alam berbasis masyarakat. Pengalaman masyarakat selama bertahun-tahun berinteraksi dengan kawasan TNGM mempakan modal utama bagi pengelolaan wisata alam berbasis masyarakat. Masyarakat sekitar merupakan orang yang paling mengenal kawasan dibanding orang luar sehingga langkah untuk memposisikan masyarakat sebagai aktor dalam langkah yang tepat. pengembangan wisata alam di TNGM DIY me~pt%kan 5.8.2 Penyusnnan Standard Operation Procedure (SOP) bagi Pengelolaan Wisata Alam Berbasis Masyarakat di Zona Pemanfaatan TNGMDN
Berdasarkan faktor kekuatan dan peluang yang mendukung pengembangan wisata alam berbasis masyarakat sebagaimana pada tabel 24, maka altematif strategi pengembangan yang dapat dilakukan adalah menyusun Standard Operation Procedure (SOP) pengembangan wisata alam berbasis masyarakat.
Strategi ini dipilih karena dalam pelaksanaan program kegiatan diperlukan aturan
main yang hams dijalankan agar tidak terjadi duplikasi persepsi sehingga semua pihak yang terlibat dapat menempatkan diri sesuai dengan prosedur yang telah disepakati bersama. Salah satu bentuk pedoman yang dapat dijadikan acuan bagi pelaksanaan pengelolaan wisata alam berbasis masyarakat adalah dalam bentuk
Standard Operation Procedure (SOP). Dengan melihat karakteristik pengelolaan berbasis masyarakat menurut Borrini-Feyerabend (1996, 1997, 2000) bahwa diliiat dari pihak otoritas utama, struktur pengambilan keputusan lokal adalah penduduk lokal maka masyarakat sekitar memi'ki
peran utama dalam pengembangan wisata alam di kawasan
TNGM. Dengan demikian maka dalam penyusunan SOP tersebut perlu melibatkan tokoh masyarakat, tokoh pemuda, tokoh agama serta para pihak lainnya yang terkait dengan pengelolaan wisata alam di TNGM. Di dalam SOP tersebut secara jelas dan rinci perlu diatur siapa berperan apa, cakupan lokasi dan kegiatan yang dapat dikelola masyarakat dan lain sebagainya. Pihak penyelenggara penyusunan SOP ini dapat dilakukan oleh Balai TNGM maupun pemerintah daerah setempat, atau secara bersama-sama Hal ini terkait dengan kepentingan pengelolaan di dalam kawasan bagi Balai TNGM dan di luar kawasan bagi pernerintah daerah. Pengelolaan berbasis masyarakat bukan berarti memberikan kcbebasan tanpa batas kepada masyarakat dalam mengelola sumberdaya kawasan, antara lain wisata alamnya namun kebebasan tersebut perlu dibatasi dengan koridor-koridor hukum yang tertuang dalam peraturan perundangan yang berlaku. Untuk kegiatankegiatan pengelolaan wisata alam di dalam kawasan tetap mengacu kepada kebijakan pengelola kawasan (Balai TNGM) selaku pemegang otoritas kawasan. Sedangkan untuk pengelolaan wisata alam di luar kawasan masyarakat dapat lebih leluasa untuk mengembangkan aktivitasnya mengingat di luar kawasan bukan menjadi wilayah kewenangan Balai TNGM. Oleh karena itu agar kegiatan tetap bejalan sesuai koridor hukum dan kebijakan Balai TNGM maka dalam pengelolaan wisata alam berbasis masyarakat di dalam kawasan TNGM perlu adanya pengawasan dari pengelola kawasan. Sedangkan nntuk pengelolaan wisata dam di luar kawasan (daemh penyangga) masyarakat memiliki otoritas penuh karena tanah yang digunakan bukan milik negara. Dengan demikian peran
pemerintah, baik pengelola kawasan maupun pemerintah daerah hanya bersifat mendorong, memfasilitasi, dan membina untuk mencapai pengelolaan wisata alam oleh masyarakat secara mandiii.
5.8.3 Pembentukan Wadah bagi Pengelolaan Wisata Alam Berbasis Masyarakat Berdasarkan faktor kekuatan dan peluang sebagaimana pada tabel 24 maka strategi ini merupakan alternatif strategi yang dapat dilakukan untuk mendukung pelaksanaan kegiatan pengembangan wisata alam berbasis masyarakat di TNGM DIY. Strategi ini dipilih karena pembentukan wadah merupakan salah satu bagian dari kelembagaan pengelolaan wisata alam berbasis masyarakat yang dapat mendukung kelancaran pelaksanaan kegiatan-kegiatan pengelolaan wisata alam berbasis masyarakat di TNGM D R . Melalui pembentukan wadah tersebut maka kegiatan-kegiatan pengembangan wisata alam dapat dilaksanakan secara lebih tercncana dan terorganisir. Melalui pembentukan wadah tersebut aspirasi masyarakat dari berbagai hentuk partisipasi maupun masyatakat secara umum dapat terakomodasi. Masyarakat setempat merupakan komunitas yang paling mengetahui kondisi lingkungan mereka sehingga peran pengelola kawasan maupun pemerintah daerah han>a bersifat memfasilitasi. rnasyarakat sendiri yang &an menentukan bentuk wadah yang ingin dibangun. Peran pemerintah lebih bersifat mengawasi, memfasilitasi dan mengawal proses. Pengawasan dilakukan agar tetap pada koridor hukum sehingga tidak menyimpang dari peratumn perundangan yang berlaku dan fasilitas diberikan untuk mendukung kelancaran kegiatan. Dengan adanya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan wisata alam serta adanya peningkatan ekonomi masyarakat sekitar dari pengembangan wisata aiam berbasis masyarakat di TNGM D N maka dalam din masyarakat akan tumbuh adanya rasa memiliki sehingga menimbulkan keinginan untuk menjaga kelestarian kawasan. Dengan demikian melalui pengembangan wisata alam berbasis masyarakat ini dibarapkan tujuan konservasi dapat seiring dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar.
5.8.4 Pengembangan Kegiatan-kegiatan Swakeiola Berdasarkan faktor peluang dan kelemahan dari pengembangan wisata alam betbasis masyarakat sebagaimana tabel 24 maka strategi pengembangan kegiatankegiatan swakelola merupakan saiah satu strategi yang dipilih. Strategi ini dipilih mengingat adanya sumberdaya lokal yang belum tergarap yaitu tumbuhan bambu di sekitar penduduk yang beium dimanfaatkan padahal potensi tersebut merupakan salah satu pendukung pengembangan wisata alam di TNGM DIY. Disamping itu beberapa obyek wisata yang dapat diiembangkan di kawasan
TNGM dapat dikelola secara swakelola oleh masyarakat melalui paket-paket wisata alam yang dapat ditawarkan kepada pengunjung. Kegiatan-kegiatan swakelola merupakan cerminan dari kemandirian pengelolaan oleh masyarakat. Kegiatan swakelola yang dapat dilaksanakan di kawasan TNGM
DIY adalah pengembangan kerajinan rakyat dengan
memanfaatkan potensi sumberdaya lokal terutama dari bahan bambu yang banyak ditanam masyarakat di wilayah Cangkringan. Pengembangan kerajinan rakyat akan mcndukung kcgiaran uisata alam di kawasan TNGM sekaligus sebagai aitematif pekejaan untuk mengurangi pemanfaatan sumberdaya hutan oleh masyarakat. Guna mendukung pengemhangan kerajinan rakyat perlu dilakukan kerj;isama dengan instansi tcrkait di dnghat pemerintah daerah seperti dinas perindustrian dan dinas pariwisata. Disamping itu masyarakat dapat mengelola paket-paket wisata alam bcrdasarkan hasil inventarisasi obyek daya tarik wisata alam secara partisipatif. Pengemasan produk wisata dengan cara yang menarik dapat meningkatkan daya tarik wisatawan sehingga meningkatkan lama tinggal pengunjung dan pengeluaran sehingga dapat meningkatkan ekonorni masyarakat. Masyarakat dapat bekejasama dengan institusi swasta seperti Vogels dan beberapa organisasi wisata di sekitar TNGM DIY untuk memasarkan produk. Pemasaran produk, termasuk didalamnya tercakup promosi dapat dilakukan melalui penginapan dan restoran di sekitar kawasan wisata maupun penginapan dan restoran yang berada di kota Yogyakarta. Promosi juga dapat dilakukan dengan menggunakan media leaflet dan brosw yang ditempel di bandara Adisucipto, stasiun kereta api Tug& pusat-pusat perbelanjaan di kota Yogyakarta
antara lain di Jalan Malioboro, Jalan Solo serta pusat informasi wisata di Yogyakarta.
5.8.5 Menarik Investor dari Pemerintah Daerab dan Lembaga Donor untuk Menjamin Keberlanjutan Usaha Masyarakat Strategi ini dipilih untuk memanfaatkan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang dimiliki sebagaimana matriks SWOT pada tabel 24. Kelemahan modal masyarakat yang rendah diatasi dengan memanfaatkan peluang yang ada. Peluang yang dapat dimanfaatkan adalah adanya dukungan kebijakan pemerintah daerah terhadap pengembangan wisata alam di kawasan Merapi dan kebijakan mengenai pariwisata berbasis masyarakat. Selain itu adanya hubungan kerjasama antara Balai TNGM dengan instansi terkaif termasuk lembaga donor memungkinkan adanya kejasama dalam pemberian bantuan modal. Modal masyarakat sekitar (penduduk asli) TNGM DIY secara umum tergolong rendah. Hal ini terlihat dari jenis usaha yang dilakukan masyarakat sekitar. Pada umumnya mereka mengusahakan warung sedcrhana pedagang asongan, ~ m a n d uwisaL& toilet, parkir, periengkapan wisata. dan / ~ o m c . ~ yang iq dikelola secara apa adanya dan tidak membutuhkan modal besar. Ilal ini herbeda dengan usaha penginapan besar ataupun restoran mewah yang pemiliknya biasanya bukan penduduk setempat dan merupakan pemilik modal besar. Berdasarkan karakteristik pengelolaan berbasis masyarakat menurut Borrini-Feyerabend (1996, 1997. 2000) antara lain proses awal yang cepat dan kelangsungan usaha bersifat jangka pendek bila tanpa dukungan ekstemal yang berkelanjutan, maka kerjasama dengan pihak luar perlu dilakukan. Dukungan dana dari lembaga donor merupakan salah satu upaya untuk kelangsungan usaha masyarakat sekitar kawasan. Pemberian bantuan modal dapat dilakukan dalam bentuk pinjaman lunak bagi usaha ekonomi masyarakat sekitar yang berkaitan dengan kegiatan pengembangan wisata alam di TNGM DIY. Dengan adanya dukungan kebijakan pemerintah daerah terhadap pengembangan wisata alam di kawasan TNGM dan kebijakan mengenai pariwisata berbasis masyarakat memungkiian adanya upaya menarik investor dari pemerintah daerah. Kerjasama dengan pemerintah daerah terutarna diperlukan
bagi pengelolaan wisata alam berbasis masyarakat di luar kawasan TNGM guna mendukung kegiatan wisata alam di dalam kawasan TNGM. Pendampingan kepada Masyarakat untuk Mengawal Proses
5.8.5
Strategi ini dipilih dengan menggunakan kehcatan yang dimiliki untuk mengatasi ancaman sebagaimana tabel 24. Strategi pendampingan kepada masyarakat perlu dilakukan untuk mengawal jalannya proses, karena dalam penerapan pengelolaan wisata alam berbasis masyarakat tidak bisa dilakukan secara instan. Pendampingan merupakan suatu proses antara untuk mencapai kemandirian pengelolaan, sehiigga proses ini dapat dihentikan setelah masyarakat siap untuk melaksanakannya secam mandiri. Pendampingan pada masyarakat dapat dilakukan pada kegiatan-kegiatan yang dapat mendukung pengembangan wisata alam berbasis masyarakat. Kegiatan-kegiatan tersebut antara lain bempa pendampingan dalam ha1 boga, pembuatan dan pemasaran souvenir, Bahasa Inggris dasar, etika pelayanan, manajemen, akuntansi sederhana untuk wanmg, identifikasi jenis-jenis flora dan fauna dan inventarisasi ODTWA (Obyek Daya Tarik Wisata Aiam). Kegiatan inventarisasi secara partisipatif menurut Susanto dan Suprapto (2005) bertujuan untuk: 1. Mengetahui poinf infrresfatau hal-hal yang menarik, yang masyarakat bangga
dan mau melakukan sharing tentang ha1 tersebut kepada orang lain khususnya wisatawan. 2. Mendiskripsikan masing-masingpoint interest tersebut untuk menggambarkan
karakter, kemenarikannya dan nilai potensialnya 3. Membangun rasa bangga di kalangan masyarakat lokal atas potensi yang ada
di sekitar mereka. Pendampingan dilakukan oleh pihak-pihak yang memiliki kompetensi di bidangnya. Untuk kegiatan identifikasi flora-fauna dan inventarisasi ODTWA pendampingan dapat dilakukan oleh Balai TNGM dan perguruan tinggi bidang kebutanan. Untuk Bahasa Inggris, boga dan etika pelayanan, pendampingan dapat dilakukan oleh perguruan tinggi bidang pariwisata dan Dinas Pariwisata. Sedangkan untuk manajemen, akuntansi sederhana, pembuatan dan pemasaran
souvenir, pendampingan dapat dilakukan oleh praktisi bidang industri rumah tangga dan Dinas Perindustrian. Persepsi rnasyarakat yang positif terhadap konservasi dan wisata alam yang lestari, adanya dukungan masyarakat terhadap pengembangan wisata alam, adanya masyarakat yang telah berpartisipasi dan adanya keinginan untuk berpartisipasi bagi masyarakat yang belum berpartisipasi, adanya motivasi ekonomi dari pengembangan wisata alam yang akan dkeinbangkan dan banyaknya jumlah penduduk usia produktif di sekitar kawasan TNGM DIY merupakan unsur-unsur kekuatan bagi pengembangan wisata alam berbasis masyarakat di TNGM DN. Golongan usia produktif mempunyai kemampuan dalam menyerap ilmu, kemampuan dalam membuat keputusan dan kemampuan dalam melakukan aktivitas yang produktif. 5.8.7
Pcningkatan Kemampuan SDM Masyarakat Melalui berbagai Pelatihan Teknis dan Manajerial Strategi ini didasarkan pada pemanfaatan kekuatan untuk mengatasi
ancaman yang ada. Strategi ini dipilih mengingat masih rendahnya kemampuan pelaku wisata alam an-
lain dalam pemanduan. penyediaan makanan,
LetrampiIan membuat souvenir. dan pengelolaan usaha ekonomi. Kemampuan SDM masyarakat mcrupakan modal yang penting dalam pengelolaan wisata alam berbasis masyarakat. Kemampuan masyarakat akan menentukan berhasil tidaknya pengelolaan yang dijalankan. Masyarakat sekitar kawasan TNGM pada dasamya telah mengenal dengan baik kondisi kawasan karena masyarakat memiliki intensitas yang cukup tinggi dalam berinteraksi dengan kawasan. Disamping itu masyarakat juga memiliki kemampuan dalam menyikapi kondisi alam, perubahan lingkungan yang terjadi akan dengan mudah dan cepat direspon. Namun demikian modal tersebut masih periu
diasah
melalui kegiatan-kegiatan ketrampilan untuk
mendukung
keberhasilan pengelolaan berbasis masyarakat. Ketrampilan yang dapat direkomendasikan adalah pelatihan-pelatihan yang bersifat teknis dan manajerial karena dalam pengelolaan berbasis masyarakat, masyarakat berperan sebagai pengelola sekaligus pelaksana kegiatan.
Jenis pelatihan yang dapat mendukung pengembangan wisata alam berbasis masyarakat di TNGM DIY a n t m lain ketrampilan dalam ha1 identifikasi jenisjenis flora dan fauna, inventarisasi ODTWA, boga, pembuatan dan pemasaran souvenir, Bahasa Inggris dasar, etika pelayanan, manajemen dan akuntansi sederhana. Dalam penyelenggaraan pelatihan tersebut perlu adanya kerjasama dengan pihak-pihak yang memiliii kompetensi di bidangnya. Untuk kegiatan identifikasi flora-fauna dan inventarisasi ODTWA diperlukan kerjasama dengan Balai TNGM dan perguruan tinggi bidang kehutanan. Untuk Bahasa Inggris, boga dan etika pelayanan, kerjasama dapat dilakukan dengan perguman tinggi bidang pariwisata dan Dinas Pariwisata. Sedangkan untuk manajemen, akuntansi sederhana, pembuatan dan pemasaran souvenir, kerjasama dapat dilakukan dengan praktisi bidang industri rumah tangga dan Dinas Perindustrian.
5.8.8
Pelibatan Masyarakat dalam Kegiatan-kegiatan Balai TNGM dalam Proses Perencanaan, Pelaksanaan dan Evaluasi Stntegi ini dipilih dengan memanfaatkan peluang untuk meminimalkan
kelemahan yang ada. Kesernpatan pengambilan keputusan yang masih rendah, partisipasi masyarakat yang lebih eendemng pada tingkat pelaksanaan serta masih adanya sikap kontra rnasyarakat terhadap pembentukan TNGM perlu disikapi dengan melibatkan rnasyarakat secara aktif dalam pengelolaan wisata alam di TNGM. Brechin et at. (1991) menyatakan bahwa apabiia konservasi ingin berkelanjutan, pendekatan-pendekatan dan metode yang hams dikembangkan adalah pelibatan secan lebih aktif masyarakat lokal dalam proses perencanaan dan pembuatan keputusan. Salah satu karakteristik
pengelolaan wisata alam berbasis masyarakat
adalah adanya tanggung jawab masyarakat. terhadap kawasan, sehingga masyarakat perlu dilibatkan dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Pelibatan masyarakat dalam kegiatan-kegiatan Balai Taman Nasional Gunung Merapi mempakan salah satu bentuk pendekatan agar masyarakat secara langsung mengetahui pennasalahan yang diadapi. Melalui keterlibatan masyarakat dalam proses perencanaan, pelaksanaan hingga evaluasi akan mendorong rasa memiliki
kawasan sehingga tumbuh adanya keinginan untuk secara bersama-sama dengan pemerintah menjaga kelestarian kawasan. Pelibatan masyarakat dalam kegiatan-kegiatan Balai TNGM juga sekaligus sebagai bentuk sosialisasi Taman Nasional Gunung Merapi karena di kalangan masyarakat masih terdapat adanya kontra dari masyarakat terhadap penunjukan kawasan Taman Nasional Gunung Merapi.