V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Pengelolaan Tanaman Kelapa Sawit di PT Citranusa Intisawit Pengelolaan tanaman kelapa sawit yang digunakan di PT Citranusa Intisawit meliputi proses-proses sesuai yang tertera pada Gambar 5. Dari gambar tersebut ditunjukkan terdapat 8 (delapan) tahapan utama dalam pengelolaan kebun kelapa sawit di PT CNIS secara terinci. Kedelapan tahapan tersebut satu per satu akan diuraikan dan ditunjukkan beberapa permasalahan yang muncul dari hasil pengamatan selama satu setengah bulan di perusahaan tersebut.
5.1.1. Pemilihan Bahan Tanaman Bahan tanaman yang digunakan di PT Citranusa Intisawit berasal dari Departemen Riset PT Salim Ivomas Pratama yang berada di Provinsi Pekanbaru. Terdapat tiga jenis kecambah yang telah dikembangkan oleh Departemen Riset yaitu jenis DP Marihat, DP Rispa, dan DP Socfin. Pemesanan kecambah pada Departemen Riset dilakukan 2 tahun sebelum program tanam. Jumlah kecambah yang dipesan juga telah memperhitungkan seleksi bibit yaitu berjumlah 200 kecambah per hektar dengan kerapatan tanaman 136 – 148 pokok per hektar sehingga tidak mengakibatkan kekurangan bibit yang akan ditanam di lapangan. Permasalahan pada pemilihan bahan tanaman adalah pada proses seleksi kecambah yaitu kemungkinan adanya kecambah yang abnormal atau busuk yang harusnya dibuang tetapi lolos seleksi sehingga masuk dalam kecambah yang akan ditanam.
5.1.2. Pembibitan Lokasi pembibitan permanen yang dimiliki oleh PT Citranusa Intisawit terdapat pada topografi datar dan terletak di tengah kebun ( 0-3% ). Terdapat sumber air dan kuantitasnya cukup sepanjang tahun yaitu adanya sungai Kotu. Drainase baik yang ditunjukkan dari kondisinya yang tidak tergenang pada musim hujan. Lokasi pembibitan dekat dengan emplacement karyawan dan kantor divisi sehingga mudah diawasi dan aman dari gangguan hewan (sapi, kerbau, dan kambing) karena relatif jauh dari pemukiman.
33
Jenis pembibitan yang digunakan di PT Citranusa Intisawit adalah sistem dua tahap (double stage). Pada pembibitan dua tahap, kecambah mula-mula ditanam dalam baby bag di pre nursery, kemudian setelah tiga bulan dipindahkan (transplanting) ke large bag di main nursery. Tahapan-tahapan dalam pre nursery adalah pembuatan bedengan, pembuatan naungan, pengisian baby bag dengan tanah, pembuatan papan label, penanaman kecambah, penyiraman, pemupukan, dan pengendalian gulma, hama dan penyakit. Pelaksanaan pada tahap pre nursery berjalan sesuai dengan petunjuk pelaksanaan baku (SOP). Permasalahan pada tahap ini adalah pada pengendalian gulma, hama, dan penyakit yang menyerang. Jumlah gulma, hama dan penyakit pada tahap pre nursery membutuhkan pengendalian yang tepat. Hama dan penyakit yang sering menyerang di areal kebun PT Citranusa Intisawit tertera pada Tabel 5. Tabel 5. Hama yang Sering Menyerang di Areal Kebun PT Citranusa Intisawit Jenis hama dan penyakit Ulat api dan ulat kantong Belalang Leaf spot
Gejala serangan Memakan daun dan epidermis Memakan tepi daun Daun bercak-bercak kecoklatan
Jenis pestisida Decis 2,5 EC Decis 2,5 EC Dithane 45
Konsentrasi pestisida 0,06%
Cara aplikasi
0,06%
Disemprot
0,15-0,2 %
Disemprot
Disemprot
Setelah bibit berumur sekitar 12 minggu, maka bibit dipindahkan dari baby bag ke large bag. Artinya tahapan pre nursery berpindah ke main nursery. Proses-proses dalam main nursery meliputi pengisian large bag dengan tanah , pembuatan
papan
label,
transplanting
bibit,
penyiraman,
pemupukan,
pengendalian gulma, hama dan penyakit, dan seleksi bibit. Secara umum, pelaksanaan proses-proses tahapan di main nursery berjalan sesuai dengan Standard Operating Procedure (SOP) yang ditetapkan perusahaan. 5.1.3. Pembukaan Lahan ( Land Clearing) Persiapan pembukaan lahan dilakukan minimal 4 bulan sebelum tahun program. Pembukaan lahan di PT Citranusa Intisawit dilakukan secara mekanis menggunakan excavator atau bulldozer. Proses-proses dalam kultur teknis pembukaan lahan adalah pembuatan lay out blok tanaman kelapa sawit, pengimasan. penebangan pohon, dan perumpukan. Pengimasan merupakan pekerjaan
pemotongan
semak
dan
pohon
kecil
untuk
mempermudah 34
penumbangan pohon besar. Permasalahan pada tahap pembukaan lahan adalah pada proses penebangan pohon. Penebangan pohon pada tanah mineral dilakukan dengan bulldozer, sedangkan pada tanah gambut dengan excavator. Penebangan pada tanah gambut berlangsung lebih lambat karena excavator harus menggunakan gambangan dari susunan kayu sehingga tidak amblas ke tanah. Alat excavator dan bulldozer sering mengalami kerusakan dan menunggu perbaikan dari teknisi yang didatangkan dari luar kebun sehingga menghambat pekerjaan pembukaan lahan. 5.1.4. Penanaman Kelapa Sawit Proses penanaman kelapa sawit meliputi beberapa tahapan yaitu pembuatan pola tanam, pembuatan pancang, pembuatan lubang tanam, pemupukan lubang dan penanaman, serta penyisipan. Semua proses penanaman kelapa sawit telah sesuai dengan SOP perusahaan. 5.1.5. Konservasi Tanah Tindakan konservasi tanah mutlak diperlukan di areal kebun PT CNIS karena curah hujan yang tinggi dan topografi dengan kemiringan yang beragam. Untuk mencegah erosi pada tanah rata dengan menanam pupuk hijau (ground cover), pada tanah agak miring dan miring dengan membuat benteng teras (countour bund) dan tapak kuda (individual terrace), pada tanah miring dan sangat miring dibangun teras bersambung (continuous terrace). Selain bangunan konservasi di atas, maka diperlukan saluran drainase (parit) untuk membuang kelebihan air ke luar kebun. Permasalahan pembuatan saluran drainase belum sepenuhnya terselesaikan. Saluran drainase pada daerah cekungan kurang baik sehingga terdapat genangan jika curah hujan tinggi. Hal ini menyebabkan jalanjalan di kebun tergenang sehingga menghambat transportasi kebun dan tanaman kelapa sawit terhambat pertumbuhannya.
5.1.6.
Pemeliharaan Masa pemeliharaan tanaman dibedakan atas pemeliharaan tanaman belum
menghasilkan (TBM) yang berlangsung selama 2,5 tahun atau 30 bulan dan pemeliharaan tanaman menghasilkan (TM). Pemeliharaan pada areal TBM dan 35
TM relatif serupa, hanya berbeda dalam hal intensitas dan frekuensi pekerjaan. Jenis-jenis pekerjaan pemeliharaan yang dilakukan di PT CNIS meliputi pemeliharaan
jalan/jembatan,
pemeliharaan
parit
dan
saluran
drainase,
pemberantasan gulma, pemupukan, penunasan, dan pengendalian hama dan penyakit. Terdapat permasalahan pada tahap pemeliharaan antara lain pada pemeliharaan jalan. Pemeliharaan main road (jalan utama) yang menghubungkan antar kebun relatif baik. Namun, pemeliharaan collection road (jalan sekunder) yang menghubungkan jalan dalam kebun kurang baik. Terdapat beberapa jalan sekunder yang masih berupa tanah berlumpur dan belum diberikan sirtu dan laterit sehingga pengangkutan TBS menuju pabrik kelapa sawit (PKS) terhambat. Permasalahan yang lain yaitu pemupukan. Krisis ekonomi pada akhir 2008 menyebabkan kenaikan harga pupuk yang cukup tinggi dan terjadinya kelangkaan sehingga perusahaan terlambat dalam penyediaan pupuk selama kurang lebih 2 bulan sehingga perusahaan mengambil kebijakan pemberian pupuk sebesar 80 % dari rekomendasi Departemen Riset. Namun, hal itu dapat diatasi dan pemberian pupuk berlangsung normal kembali mulai bulan Maret 2009. Rekomendasi pemupukan pada tahap pre nursery dan main nursery tertera pada Lampiran 4 dan 5, sedangkan jenis pupuk yang digunakan tertera pada Lampiran 6. Selain itu, permasalahan hama dan penyakit pada masa TBM dan TM juga cukup mengkhawatirkan. Hama yang menyerang tanaman kelapa sawit di PT CNIS diantaranya ulat api dan ulat kantong, hama tikus, hama oryctes (kumbang badak), hama tirathaba (ulat). Serangan ulat api dan ulat kantong menyebabkan kehilangan daun atau defoliasi tanaman yang berdampak langsung pada penurunan produksi. Species ulat api dan ulat kantong yang menyerang diantaranya Setothosea asigna, Darma trima, dan Mahasena corbetti. Metode pengendalian hama ulat api dan ulat kantong tertera pada Tabel 6. Tabel 6. Metode Pengendalian Hama Ulat Api dan Ulat Kantong Umur Tanaman < 3 tahun
3-7 tahun > 7 tahun
Pengendalian Bila rata-rata populasi rata kurang dari 10 ekor per pelepah dan arealnya terbatas maka dilakukan hand picking, bila lebih 10 ekor dilakukan penyemprotan insektisida dengan knapsack sprayer. Semprot insektisida dengan miss blower atau infus akar dengan insektisida sistemik bila arealnya terbatas. Semprot insektisida dengan pullsfog atau infus akar dengan insektisida sistemik bila arealnya terbatas.
36
Hama tikus pada TBM menyerang titik tumbuh sehingga terdapat bekas geretan dan lubang-lubang pada pangkal pelepah. Pengendaliannya dengan diberi umpan klerat RM-B dan diberikan 2 kali setahun. Hama oryctes menyerang pupus daun. Pengendaliannya dengan diberi insektisida. Penyakit yang terdapat pada tanaman kelapa sawit antara lain penyakit Antracnose, Curvularia, penyakit busuk pangkal, penyakit Marasmius (busuk tandan buah) dan penyakit busuk pucuk. 5.1.7. Pemanenan Tandan Buah Segar (TBS). Pemanenan TBS dimulai dengan tahap persiapan panen dan alat panen serta membentuk organisasi panen. Proses-proses tersebut berjalan sesuai dengan SOP perusahaan. Hal yang menjadi perhatian adalah transportasi TBS. Akibat sarana jalan dalam kebun yang kurang baik, pengangkutan TBS membutuhkan wheel tractor agar sampai pada jalan utama. Jumlah wheel tractor yang dimiliki perusahaan sangat terbatas dan tidak semua divisi mempunyai alat tersebut sehingga penggunaannya harus bergantian. Hal ini merupakan salah satu penyebab TBS terlambat untuk sampai ke PKS sehingga menurunkan kualitas CPO dan terjadinya pembusukan di lapang. 5.1.8. Pengolahan TBS di Pabrik Kelapa Sawit Milik PT Citranusa Intisawit Pabrik Kelapa Sawit milik PT CNIS berada di Desa Kedukul, Kecamatan Mukok. Pabrik kelapa sawit ini memproses tandan buah segar yang dihasilkan kebun menjadi Crude Palm Oil (CPO) dan kernel atau inti. Proses pengolahan di PKS berjalan dengan cukup baik. Namun, terdapat beberapa kekurangan antara lain kapasitas pengolahan terkadang melebihi kapasitas mesin yang ada. Hal ini umumnya terjadi jika produksi TBS kebun sangat tinggi dan membutuhkan pengolahan sesegera mungkin. Selain itu, TBS yang dipanen terkadang belum memenuhi syarat untuk dipanen. Akibat hal-hal tersebut menyebabkan beberapa bagian mesin mengalami kerusakan dan akhirnya dapat menghambat proses pengolahan. Bagan alur pengolahan TBS di PKS tertera pada Lampiran 3. 5.2. Pembahasan Umum Pengelolaan Kebun Kelapa Sawit Secara umum, proses pengelolaan kebun di PT CNIS dari pembibitan sampai pengolahan tandan buah segar (TBS) relatif baik. Namun, masih terdapat beberapa kekurangan antara lain kurangnya koordinasi manajer dengan asisten 37
kebun di lapang. Menurut pengamatan langsung di lapang, manajer kebun dalam menyampaikan arahan kepada asisten kadang kurang direspon secara baik sehingga instruksi kepada pekerja di lapang tidak tersampaikan. Selain itu, antar asisten sering enggan untuk berkoordinasi dalam menyelesaikan masalah di lapang sehingga timbul konflik di tingkat pekerja. Akibat dari kurangnya koordinasi contohnya pada proses pengangkutan TBS yang tidak segera diangkut ke PKS sehingga TBS mengalami pembusukan di lapang. Selain itu, pengawasan asisten kebun kepada pekerja lapang juga kurang. Seharusnya asisten melakukan pengawasan semua pekerjaan kebun setiap hari dalam cakupan blok yang menjadi tanggung jawabnya. Namun, hal itu sering tidak dijalankan oleh asisten kebun dengan hanya memberikan kepercayaan dalam hal pengawasan kepada mandor kebun. Hal tersebut menyebabkan kurang disiplinnya
pekerja
dan
ketidakseriusan
pekerja
dalam
melaksanakan
pekerjaannya. Asisten kebun kurang optimal dalam pengawasan pekerja karena luasan kebun yang besar dan akses jalan di kebun yang tidak baik. Kekurangan yang lain yaitu kurang tingginya etos kerja terutama dari pekerja lokal. Hal itu tercermin antara lain dalam hal waktu kerja yang mereka jalankan. Waktu masuk kerja di kebun seharusnya dimulai pukul 06.00 – 11.00 lalu istirahat dan dilanjutkan pukul 13.00 – 16.00. Namun, para pekerja, terutama pekerja lokal mulai bekerja pada pukul 07.00 bahkan kadang-kadang pekerja masuk pukul 08.00. Waktu pulang mereka juga sering lebih awal yaitu pada pukul 15.00. Selain itu, para pekerja juga sering melakukan bolos kerja tanpa alasan yang jelas. Hari kerja kebun yang seharusnya berlangsung dari hari Senin sampai Sabtu. Namun, banyak pekerja yang bolos antara satu sampai tiga hari dalam seminggu. Upaya untuk mengatasi kekurangan di atas yaitu dengan lebih memperkuat koordinasi dan menegakkan disiplin serta meningkatkan etos kerja. Hal itu dapat ditempuh dengan lebih sering mengadakan apel antara manajer kebun dan asisten kebun. Kedisiplinan ditegakkan dengan memberikan sanksi bagi asisten kebun dan pekerja yang terlambat dan membuat absensi bagi pekerja lapang. Untuk meningkatkan etos kerja yaitu dengan lebih memperhatikan kesejahteraan pekerja lapang dalam hal kesehatan dan kebutuhan lainnya sehingga timbul semangat untuk bekerja lebih keras. 38
Gambar 5. Proses-proses Pengelolaan Tanaman Kelapa Sawit di Kebun PT CNIS
33
5.3. Pembandingan Tingkat Produktivitas dan Persentase Tanaman Terhambat antar Kebun, Umur Tanaman, dan Jenis Tanah 5.3.1. Pembandingan Tingkat Produktivitas dan Persentase Tanaman Terhambat antar Blok dan Divisi Pembandingan tingkat produktivitas dan persentase tanaman terhambat antar blok dan divisi penting dilakukan untuk mengetahui blok atau divisi yang mempunyai tingkat produktivitas tertinggi pada tanaman menghasilkan (TM) dan mengetahui kondisi tanaman yang paling baik pada tanaman yang belum menghasilkan (TBM). Dari hasil perbandingan tersebut dapat diduga faktor-faktor dominan yang mempengaruhi tingkat produktivitas dan persentase tanaman terhambat 5.3.1.1. Kebun Plasma Tanaman kelapa sawit di kebun plasma merupakan tanaman menghasilkan (TM). Produktivitas tanaman yang didefinisikan sebagai jumlah produksi tanaman dalam satu satuan luas lahan sehingga produktivitas di setiap luasan lahan berbeda. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain kualitas lahan dan tingkat manajemen pada lahan tersebut. Hasil pembandingan tingkat produktivitas antar blok di kebun plasma I menunjukkan bahwa tingkat produktivitas antar blok tidak berbeda nyata pada tingkat kepercayaan 95 %. Nilai tengah produktivitas tertinggi terdapat pada blok H yaitu 10.756 kg dan nilai tengah produktivitas terendah pada blok I yaitu 3548,3 kg. Perbedaan produktivitas antar blok tersebut diduga karena karakteristik lahan pada masing-masing blok dan juga pengelolaan pada blok tersebut berbeda. Menurut hasil Evaluasi Kebun PT CNIS tahun 2009, lahan di kebun plasma terdiri dari lahan dengan jenis tanah Podsolik Ortik, Aluvial Gleik, dan Organosol Hemik dengan topografi areal datar sampai bergelombang dan mempunyai kemiringan 025 %. Jadi, terdapat kemungkinan bahwa blok H berada pada lahan dengan jenis tanah Aluvial Gleik yang relatif subur bila dibandingkan dengan kedua jenis tanah yang lain dan mempunyai topografi yang relatif datar. Hasil pembandingan tingkat produktivitas antar blok di kebun plasma II adalah tingkat produktivitas pada blok D berbeda nyata dengan blok R, blok Q berbeda nyata dengan blok S dan blok U. Nilai tengah blok D yaitu 1824,7 kg, 39
blok Q yaitu 7285,4 kg, blok S yaitu 1997,2 kg dan blok U yaitu 1000 kg. Jadi, tingkat produktivitas tertinggi terdapat pada blok Q dan terendah pada blok U. Blok Q mempunyai tingkat produktivitas tertinggi diduga dikarenakan berada pada lahan dengan jenis tanah Aluvial Gleik yang relatif subur dan mempunyai topografi yang relatif datar. Sebaliknya dengan blok U diduga terdapat pada lahan dengan jenis tanah Podsolik Ortik atau Organosol Hemik yang relatif kurang subur. Hasil perbandingan nilai tengah produktivitas antar blok di kebun plasma tertera pada Gambar 6 dan Lampiran 7 dan 8. kg/ha 8000
kg /ha 12000
6000
8000 4000
4000
2000 0
0 I k ol b
J k ol b
Q k lo b
U k lo b
D k lo b
P k lo b
N k lo b
V k lo b
E k lo b
T k lo b
F k lo b
O k lo b
S k lo b
K k lo b
R k lo b
G k lo b
U V K D C S k k k k k k ol ol ol ol ol ol b b b b b b
H k lo b
a.Kebun Plasma I
E N O Ik B F G R M k k k o k ko k k k lo ol ol lb ol lb ol ol ol b b b b b b b
P k lo b
L k lo b
T H Q k k k lo ol ol b b b
b.Kebun Plasma II
blok E blok C blok B blok F blok G blok H blok I blok L blok M blok N blok K blok O blok P blok Q blok R blok S blok T blok U
blok U
blok T
blok S
blok R
blok Q
blok P
blok O
blok K
blok N
blok M
blok L
blok I
blok H
blok G
blok F
blok B
blok C
blok E
blok D
blok V
Keterangan : warna gelap menunjukkan berbeda nyata pada α = 0,05
c. Perbandingan Produktivitas antar Blok di Kebun Plasma II Gambar 6. Hasil Perbandingan Nilai Tengah Produktivitas antar Blok di Kebun Plasma 40
Pada pembandingan tingkat produktivitas antar divisi di kebun plasma I menunjukkan bahwa tingkat produktivitas antar divisi tidak berbeda nyata. Nilai tengah produktivitas tertinggi terdapat pada divisi V yaitu 7938,2 kg dan nilai tengah produktivitas terendah terdapat pada divisi II yaitu 1814,3 kg. Divisi V mempunyai tingkat produktivitas tertinggi diduga karena dominan terdapat pada lahan dengan jenis tanah Aluvial Gleik dan mempunyai topografi yang relatif datar. Selain itu, tingkat manajemen di Divisi V juga diduga lebih baik dibandingkan dengan Divisi II. Hasil perbandingan nilai tengah tingkat produktivitas antar divisi di kebun plasma II menunjukkan tingkat produktivitas divisi I berbeda nyata dengan divisi III dan V, divisi III berbeda nyata dengan divisi IV dan divisi VI, divisi IV berbeda nyata dengan divisi V dan divisi V berbeda nyata dengan divisi VI. Nilai tengah divisi I yaitu 2336,4 kg, divisi III yaitu 4840,8, divisi IV yaitu 2297,1 kg, divisi V yaitu 5301,3 kg, dan divisi VI yaitu 2105,1 kg. Produktivitas tertinggi pada divisi V, terendah divisi VI. Hasil perbandingan nilai tengah produktivitas antar divisi di kebun plasma tertera pada Gambar 7, Lampiran 7 dan 8. kg/ha
kg /ha 10000
6000
8000 6000
4000
4000
2000
2000
0
0 II is i iv d
V I sii vi d
I V is i vi d
III sii vi d
I sii vi d
I V is i vi d
V is i iv d
I i is vi d
V I sii vi d
II is i iv d
III sii vi d
V is i iv d
a. Kebun Plasma I b. Kebun Plasma II
div V
div IV
div III
div II
div I
div II div III div IV div V div Vi
Keterangan : warna gelap menunjukkan berbeda nyata pada α = 0,05
c. Perbandingan Produktivitas antar Divisi di Kebun Plasma II
Gambar 7. Hasil Perbandingan Nilai Tengah Produktivitas antar Divisi di Kebun Plasma 41
5.3.1.2. Kebun Inti Pada bulan Mei tahun 2008, Departemen Riset (PT Sarana Inti Pratama) melakukan survei tanah detil di kebun inti. Dari hasil survei tanah detil tersebut didapatkan 7 macam tanah yaitu Kambisol Eutrik, Kambisol Arenik, Podsolik Kromik, Podsolik Gleik, Podsolik Haplik, Gleisol Histik, dan Organosol Saprik dan dikelompokkan menjadi 15 satuan peta tanah yang tertera pada Tabel 7. Tabel 7. Satuan Peta Tanah di Kebun Inti PT CNIS No SPT 1
Karakteristik Umum Satuan Peta Tanah (SPT)
Bentuk Wilayah
Macam tanah Podsolik Kromik (Typic Hapludults), warna kuning kemerahan. Kesuburan tanah rendah.
Datar – Berombak (0 – 8 %)
2
Macam tanah Podsolik Kromik (Typic Hapludults), warna kuning kemerahan. Kesuburan tanah rendah.
Bergelombang (9 – 15%)
3
Macam tanah Podsolik Kromik (Typic Hapludults), warna kuning kemerahan. Kesuburan tanah rendah.
Berbukit (16 – 25%)
7
Macam tanah Podsolik Haplik (Typic Hapludults), tekstur liat halus. Kesuburan tanah rendah.
Datar-Berombak (0 – 8 %)
8
Macam tanah Podsolik Haplik (Typic Hapludults), tekstur liat halus. Kesuburan tanah rendah.
Bergelombang (9 – 15%)
9
Macam tanah Podsolik Haplik (Typic Hapludults), tekstur liat halus. Kesuburan tanah rendah.
Berbukit (16 – 25 %
17
Macam tanah Podsolik Gleik (Aquic Hapludults), tekstur liat berdebu halus, terdapat genangan temporer. Kesuburan tanah rendah.
Datar – Berombak (0 – 8 %)
18
Macam tanah Kambisol Eutrik (Typic Dystrudepts), tekstur lempung berpasir. Kesuburan tanah rendah.
Datar – Berombak (0 – 8 %)
19
Macam tanah Kambisol Eutrik (Typic Dystrudepts), tekstur lempung berpasir. Kesuburan tanah rendah.
Bergelombang (9 – 15 %)
20
Macam tanah Kambisol Eutrik (Typic Dystrudepts), tekstur lempung berpasir. Kesuburan tanah rendah.
Berbukit (16 – 25%)
26
Macam tanah Kambisol Arenik (Arenic Eutrudepts), tekstur pasir. Kesuburan tanah rendah.
Datar – Berombak (0 – 8 %)
32
Macam tanah Gleisol Histik (Histic Humaquepts), gambut dangkal 0 – 40 cm. Kesuburan tanah rendah.
Datar – Berombak (0 – 8 %)
33
Macam tanah Organosol Saprik (Typic Haplosaprist), gambut saprist dangkal (<100 cm). Kesuburan tanah rendah.
Datar – Berombak (0 – 8 %)
34
Macam tanah Organosol Saprik (Typic Haplosaprist), gambut saprist sedang (100 – 200 cm). Kesuburan tanah rendah.
Datar – Berombak (0 – 8 %)
36
Macam tanah Organosol Saprik (Typic Haplosaprist), gambut saprist sangat dalam (>300 cm). Kesuburan tanah rendah.
Datar – Berombak (0 – 8 %)
42
Kelima belas Satuan Peta Tanah tersebut juga diambil contoh tanahnya secara komposit pada kedalaman 0 – 30 cm dan 30 – 60 cm untuk mengetahui status kesuburan tanahnya. Penilaian kesuburan tanah didapatkan dengan mengetahui sifat-sifat kimia tanah antara lain C-organik, kandungan N-total, Ptotal dan P-tersedia, K-total dan K-tersedia, kation-kation K, Na, Ca, Mg, Kapasitas Tukar Kation (KTK), Kejenuhan Basa (KB), Kejenuhan Al, dan reaksi tanah (pH). Hasil dari penilaian sifat-sifat kimia tersebut tertera pada Lampiran 2. Tanaman kelapa sawit di kebun inti sebagian besar merupakan tanaman belum menghasilkan (TBM) sehingga tidak dapat dilakukan pembandingan produktivitas. Pembandingan produktivitas hanya dilakukan pada sebagian kecil tanaman di kebun inti yang telah menghasilkan (TM). Sebagian kecil tanaman di kebun inti yang telah menghasilkan tersebut terdapat pada blok E47, E48, E49, F46, F48, F49, F50,F51, F52. Hasil pembandingan produktivitas pada blok E dan F tidak berbeda nyata. Nilai tengah produktivitas tertinggi terdapat pada blok E yaitu 5497,7 kg sedangkan yang terendah pada blok F yaitu 3567,2 kg (Gambar 8 dan Lampiran 9). Menurut Hasil Survei Detil Kebun Inti tahun 2009, blok E dan blok F relatif didominasi oleh jenis tanah Organosol Saprik sangat dalam, tetapi diduga faktor pengelolaan diblok F lebih buruk sehingga produktivitasnya lebih rendah dibandingkan blok E. kg/ha 6000 4000 2000 0 blok F
blok E
Gambar 8. Nilai Tengah Produktivitas di Kebun Inti
Karena sebagian besar tanaman kelapa sawit belum menghasilkan (TBM) , maka digunakanlah parameter lain agar dapat mengetahui baik tidaknya tanaman kelapa sawit pada luasan lahan tertentu yaitu dengan mengetahui kondisi tanaman kelapa sawit tersebut. Kondisi tanaman kelapa sawit di kebun inti PT Citranusa 43
Intisawit dibedakan menjadi dua, yaitu tanaman normal dan tanaman terhambat. Tanaman terhambat disebabkan oleh tiga hal. Penyebab pertama yaitu drainase yang buruk sehingga tanaman kelapa sawit tergenang yang menyebabkan keadaan pokok kelapa sawit terlihat rusak dan pertumbuhannya terganggu. Penyebab kedua adalah jenis tanah (sifat fisik dan kimia) yang tidak sesuai dengan tanaman kelapa sawit yang terlihat dari gejala daun tanaman menguning dan tanamannya terlihat kecil. Penyebab ketiga yaitu terjadinya subsidence di tanah gambut yang menyebabkan
pokok
tanaman
terlihat
doyong
atau
miring
sehingga
pertumbuhannya tidak maksimal. Untuk mengetahui berapa persen tanaman terhambat pada suatu blok, maka dilakukan penghitungan persentase tanaman terhambat dengan persamaan berikut : persentase tanaman terhambat =
x 100%
Pembandingan persentase tanaman terhambat dilakukan berdasarkan Peta Satuan Lahan hasil survei detil tahun 2008 yang dilakukan oleh Departemen Riset. Peta Satuan Lahan yang dihasilkan berjumlah tiga lembar. Penelitian ini hanya menggunakan dua dari tiga lembar peta yang dihasilkan tersebut. Terdapat beberapa blok yang tidak masuk dalam analisis yaitu blok D, R, S yang tercakup dalam divisi V. Hasil analisis antar blok menunjukkan bahwa persentase tanaman terhambat pada setiap blok tidak berbeda nyata. Hal ini disebabkan karena luasan blok yang relatif kecil sehingga perbedaan persentase tanaman terhambat pada blok satu dengan blok yang lainnya tidak terlihat berbeda nyata walaupun antar blok tersebut mempunyai satuan peta lahan yang berbeda-beda. Nilai tengah persentase terhambat tertinggi pada blok K yaitu 13,58 % dan terendah pada blok G yaitu 4,2 % (Gambar 9 dan Lampiran 10). Menurut Peta Satuan Lahan hasil Survei Detil Kebun Inti, blok G dan blok K relatif didominasi oleh lahan dengan jenis tanah Organosol saprik sangat dalam yang mempunyai kelas kesesuaian lahan Ns yaitu lahan dengan faktor pembatas genangan temporer dan kesuburan alami. Oleh karena itu, pengelolaan drainase sangat diperlukan untuk mengurangi genangan air dan diperlukan juga teknologi pengelolaan gambut yang tepat. Jadi, 44
blok G diduga lebih baik dalam hal pengelolaan lahannya dibandingkan dengan blok K.
% terhambat 16 12 8 4 0 G k o l b
O k o l b
J k lo b
U k o l b
L k lo b
P k lo b
Q k o l b
T k lo b
K k o l b
Gambar 9. Nilai Tengah Persentase Tanaman Terhambat antar Blok di Kebun Inti Hasil
pembandingan
persentase
tanaman
terhambat
antar
divisi
menunjukkan bahwa persentase tanaman terhambat pada divisi I berbeda nyata dengan divisi II dan divisi II berbeda nyata dengan divisi III serta divisi IV. Nilai tengah persentase tanaman terhambat divisi I yaitu 17,36 %, divisi II yaitu 3,17 %, divisi III yaitu 13,26 % dan divisi IV yaitu 12,27 % (Gambar 10 dan Lampiran 10). Hal tersebut menunjukkan bahwa persentase tanaman terhambat pada divisi II lebih kecil dibandingkan dengan divisi I, divisi III dan divisi IV. Hal ini karena jika dilihat dari keadaan lahannya, divisi II didominasi oleh lahan dengan SPT 33 yang mempunyai kelas kesesuaian lahan S2-s yaitu areal dengan jenis tanah dominan Organosol Saprik dangkal dengan kelas lereng datar – berombak, drainase buruk dengan faktor pembatas kesuburan alami. Pada divisi I, III dan IV didominasi oleh SPT 36 yang mempunyai kelas kesesuaian lahan N-s yaitu areal dengan jenis tanah Organosol Saprik sangat dalam dengan kelas lereng datar – berombak, drainase buruk dengan faktor pembatas kesuburan alami. Jadi, penyebab dominan besarnya persentase tanaman terhambat pada divisi I, III dan IV adalah berada di tanah gambut sangat dalam. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Koedadiri (1997) yang menyatakan bahwa produksi aktual kelapa sawit pada tanah gambut dalam lebih rendah dibandingkan pada tanah gambut dangkal. 45
% terhambat 20
div II div III div IV
16
8
div III
div II
div I
12
4 0 divisi II
divisi IV
divisi III
divisi I
Keterangan : warna gelap menunjukkan berbeda nyata pada α = 0,05
Gambar 10. Hasil Perbandingan Nilai Tengah Persentase Tanaman Terhambat antar Divisi di Kebun Inti 5.3.2. Pembandingan Tingkat Produktivitas dan Persentase Tanaman Terhambat antar Umur Tanaman Pembandingan tingkat produktivitas antar umur tanaman penting dilakukan untuk mengetahui apakah tingkat produktivitas tanaman kelapa sawit di PT CNIS sesuai dengan kurva produksi kelapa sawit secara umum (Kurva S) atau tidak. Sedangkan pembandingan persentase tanaman terhambat antar umur tanaman penting dilakukan untuk mengetahui kondisi tanaman yang lebih baik pada tingkat umur yang berbeda.
5.3.2.1. Kebun Plasma Pada pembandingan tingkat produktivitas antar umur tanaman di kebun plasma I ditunjukkan bahwa tingkat produktivitasnya tidak berbeda nyata pada tingkat kepercayaan 95 %. Nilai tengah produktivitas tertinggi menurut umur tanaman adalah umur 10 tahun yaitu 8.310,7 kg dan terendah adalah umur 8 tahun yaitu 5247,5 kg. Hasil pembandingan tingkat produktivitas menurut umur tanaman di kebun plasma II
menunjukkan bahwa umur tanaman 9 tahun
produktivitasnya berbeda nyata dengan umur tanaman 7 tahun dan umur tanaman 6 tahun, umur tanaman 8 tahun bebeda nyata dengan umur tanaman 6 tahun, umur tanaman 7 tahun berbeda nyata dengan umur tanaman 6 tahun. Nilai tengah produktivitas pada umur tanaman 9 tahun yaitu 7222,6 kg, umur tanaman 8 tahun yaitu 5719,0 kg, umur tanaman 7 tahun yaitu 4122,1 kg dan umur tanaman 6 46
tahun yaitu 1657,8 kg. Jadi, tingkat produktivitas tertinggi yaitu pada umur tanaman 9 tahun dan produktivitas terendah yaitu pada umur tanaman 6 tahun. Berdasarkan hasil pengamatan, umur tanaman kelapa sawit yang tertua adalah 10 tahun (tahun tanam 1999) dengan produktivitas tertinggi mencapai 8.310,7 kg. Tingkat produktivitas menurut umur tanaman menunjukkan bahwa produktivitas tanaman kelapa sawit yang berumur 10 tahun lebih tinggi dari tanaman kelapa sawit yang mempunyai umur lebih muda. Hal ini sesuai dengan kurva produksi tanaman kelapa sawit (Pahan, 2008) yang menunjukkan bahwa produktivitas kelapa sawit terus meningkat pada umur 3 sampai 12 tahun dan selanjutnya laju produktivitasnya menurun sampai umur 25 tahun. Hasil perbandingan nilai tengah produktivitas antar umur tanaman di kebun plasma tertera pada Gambar 11. kg/ha
kg /ha 10000
8000
8000
6000
6000
4000
4000
2000
2000 0
0
u m u r tn m 8 th n
u m u r tn m 9 th n
u m u r tn m 1 0 th n
umur tnm umur tnm umur tnm umur tnm 6 thn 7 thn 8 thn 9 thn
a. Kebun Plasma I
b. Kebun Plasma II
umur tnm 8 thn umur tnm 7 thn
tumur tnm 7 thn
umur tnm 8 thn
umur tnm 9 thn
umur tnm 6 thn
Keterangan : warna gelap menunjukkan berbeda nyata pada α = 0,05
c. Kebun Plasma II
Gambar 11. Hasil Perbandingan Nilai Tengah Produktivitas antar Umur Tanaman di Kebun Plasma
47
5.3.2.2. Kebun Inti Kebun inti sebagian besar merupakan tanaman belum menghasilkan (TBM) dan hanya sebagian kecil yang merupakan tanaman menghasilkan (TM) sehingga
pembandingan
antar
umur
tanaman
meliputi
pembandingan
produktivitas dan pembandingan persentase tanaman terhambat. Hasil analisis pembandingan produktivitas antar umur tanaman di kebun inti menunjukkan bahwa tingkat produktivitas pada umur tanaman 9 tahun berbeda nyata dengan umur tanaman 6 tahun, sedangkan umur tanaman 8 tahun berbeda nyata dengan umur tanaman 6 tahun. Nilai tengah produktivitas pada umur tanaman 9 tahun yaitu 6784,5 kg, umur tanaman 8 tahun yaitu 5752,0 kg, dan umur tanaman 6 tahun yaitu 2564,6 kg. Tingkat produktivitas tertinggi dari data contoh dicapai pada umur tanaman 9 tahun dan tingkat produktivitas terendah yaitu pada umur tanaman 6 tahun. Hasil perbandingan nilai tengah produktivitas antar umur tanaman di kebun inti tertera pada Gambar 12. kg/ h a
.
8000 6000
umur tnm 8 thn
4000
umur tnm 6 thn
umur tnm 8 thn
umur tnm 9 thn
2000 0 u m u r tn m u m u r tn m u m u r tn m 6 th n 8 th n 9 th n
Keterangan : warna gelap menunjukkan berbeda nyata pada α = 0,05
Gambar 12. Hasil Perbandingan Nilai Tengah Produktivitas menurut Umur Tanaman di Kebun Inti Pada pembandingan persentase tanaman terhambat di kebun inti untuk tanaman yang belum menghasilkan didapatkan hasil yaitu persentase tanaman terhambat pada umur tanaman 6 tahun berbeda nyata dengan umur tanaman 3 tahun, 2 tahun, dan 1 tahun. Umur tanaman 3 tahun berbeda nyata dengan umur tanaman 2 tahun dan 1 tahun. Nilai tengah persentase terhambat umur tanaman 6 tahun yaitu 22,52 %, umur tanaman 3 tahun yaitu 13,30 %, umur tanaman 2 tahun yaitu 6,42 % dan umur tanaman 1 tahun yaitu 2,04 %. Jadi persentase 48
tanaman terhambat terbesar terdapat pada umur tanaman 6 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa semakin muda umur tanaman, persentase tanaman terhambat semakin sedikit yang disebabkan karena proses pengelolaan yang dilakukan manajemen lama (sebelum tahun 2004) kurang baik, khususnya dalam proses penanaman kelapa sawit dan pemeliharaannya, sedangkan penanaman yang dilakukan oleh manajemen baru (PT CNIS) setelah tahun 2004 relatif baik. Besarnya umur tanaman diduga tidak berpengaruh terhadap persentase tanaman terhambat karena sebagian besar tanaman yang kondisinya terhambat sulit untuk menjadi tanaman normal sehingga sering dilakukan penyisipan kembali pada tanaman terhambat tersebut. Hasil perbandingan persentase tanaman terhambat dan nilai tengah antar umur tanaman di kebun inti tertera pada Gambar 13. % te rh am b at 25
umur tnm 3 thn
20
umur tnm 2 thn
15
umur tnm 1 thn umur tnm 2 thn
umur tnm 3 thn
umur tnm 6 thn
10 5 0 u m u r tn m 1 th n
u m u r tn m 2 th n
u m u r tn m 3 th n
u m u r tn m 6 th n
Keterangan : warna gelap menunjukkan berbeda nyata pada α = 0,05
Gambar 13. Hasil Perbandingan Nilai Tengah Persentase Tanaman Terhambat antar Umur Tanaman di Kebun Inti 5.3.2.3. Antar Kebun Plasma dan Inti Pada pembandingan produktivitas antar kebun pada umur tanaman 8 dan 9 tahun menunjukkan bahwa tingkat produktivitasnya tidak berbeda nyata. Nilai tengah produktivitas tertinggi (Gambar 14) terdapat pada kebun plasma 1 umur tanaman 9 tahun yaitu 8234,2 kg dan terendah pada kebun plasma I umur tanaman 8 tahun yaitu 5604,47 kg. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa kebun plasma I mempunyai tingkat keragaman yang tinggi sehingga produktivitas tertinggi dan terendah terdapat di kebun plasma I. Produktivitas tertinggi di kebun plasma I pada umur tanaman 9 tahun dan produktivitas terendah pada umur tanaman 8 tahun menunjukkan bahwa perbedaan umur tanaman lebih berpengaruh
49
signifikan terhadap besarnya tingkat produktivitas bila dibandingkan dengan faktor yang lain. kg/ha 10000 8000 6000
umur tnm 9 thn
4000
umur tnm 8 thn
2000 0 kebun inti
kebun plasma I
kebun plasma II
Gambar 14. Nilai Tengah Produktivitas antar Kebun pada Umur Tanaman 8 dan 9 tahun 5.3.3. Pembandingan Persentase Tanaman Terhambat pada Tanah Mineral dan Tanah Gambut di Kebun Inti Menurut Soepardi (1983) tanah digolongkan menjadi dua kelompok besar yaitu tanah mineral dan tanah organik. Tanah mineral mengandung bahan organik yang lebih sedikit dibandingkan dengan tanah organik. Persebaran tanah mineral di dunia jauh lebih luas dari tanah organik. Umumnya, tanah organik hanya terbentuk di rawa-rawa ataupun pada cekungan yang tergenang air. Tanah organik inilah yang umumnya disebut tanah gambut. Tanah gambut di Indonesia sangat potensial untuk dikembangkan bagi komoditas pertanian, khususnya di sektor perkebunan kelapa sawit. Tanah gambut di Indonesia mencapai luas 20,6 juta hektar yang sebagian besar tersebar di pulau Sumatra 35 %, kalimantan 32 %, Sulawesi 3 % dan Papua 30 % (Wibowo dan Suyatno, 1998). Dari luasan tersebut, Pulau Kalimantan merupakan salah satu Pulau dengan luasan gambut yang besar (32 %) sehingga tanah gambut tersebut harus dimanfaatkan secara optimal. Persebaran tanah gambut di PT CNIS yang relatif besar yaitu terdapat di kebun inti (Kedukul Estate). Analisis persentase tanaman terhambat pada tanah gambut dan mineral di kebun inti dilakukan berdasarkan Peta Satuan Lahan hasil survei detil tahun 2008 yang dilakukan oleh Departemen Riset. Peta Satuan Lahan yang dihasilkan berjumlah tiga lembar. Penelitian ini hanya menggunakan dua 50
dari tiga lembar peta yang dihasilkan tersebut. Hasil analisis uji perbandingan nilai tengah dengan metode Tukey menunjukkan bahwa persentase tanaman terhambat tidak berbeda nyata pada tanah gambut dan mineral. Nilai tengah persentase tanaman terhambat pada tanah mineral 12,07 % dan pada tanah gambut adalah 10,97%. Hal tersebut dikarenakan analisis yang dilakukan hanya terbatas pada blok-blok yang terdapat pada dua lembar peta satuan lahan dan tidak mencakup seluruh lahan gambut dan mineral yang tersebar pada blok di kebun inti. Tanah gambut dari data yang dianalisis merupakan tanah gambut saprist dangkal, sedangkan tanah mineralnya didominasi oleh tanah Podsolik Kromik dan Podsolik Haplik yang mempunyai tingkat kesuburan rendah. Selain itu, blok lahan gambut yang masuk dalam analisis kemungkinan besar telah diolah dengan teknologi yang tepat sehingga persentase tanaman terhambatnya lebih kecil jika dibandingkan pada blok dengan tanah mineral. Hasil pembandingan persentase tanaman pada tanah gambut dan mineral tertera pada Gambar 15. % terhambat 14 12 10 8 6 4 2 0 tanah gambut
tanah mineral
Gambar 15. Nilai Tengah Persentase Tanaman Terhambat pada Tanah Mineral dan Gambut di Kebun Inti Perbandingan persentase tanaman terhambat pada tanah gambut dan mineral tanpa memperhatikan umur tanaman ditunjukkan pada gambar di atas. Pada perbandingan persentase tanaman terhambat di tanah gambut dan mineral serta umur tanaman menggunakan metode two-way ANOVA ditunjukkan bahwa persentase tanaman terhambat pada berbagai umur tanaman di tanah gambut berbeda nyata dengan di tanah mineral.
51
%terhambat 25
mineral 6th gambut 3th
20
mineral 3th
15
mineral
gambut 2th
gambut
10
mineral 2th
5
gambut 1th
0
mineral 1th
umur 2 thn
umur 3 thn
umur 6 thn
gambut 1th
mineral 2th
gambut 2th
min eral 3th
gambut 3th
mineral 6th
gambut 6th
umur 1 thn
Keterangan : warna gelap menunjukkan berbeda nyata pada α = 0,05
Gambar 16. Hasil Perbandingan Nilai Tengah Persentase Tanaman Terhambat pada Tanah Mineral dan Gambut serta Umur Tanaman Pada Gambar 16. ditunjukkan bahwa tanah mineral dengan umur tanaman 1 tahun berbeda nyata dengan tanah gambut dan mineral dengan umur tanaman 3 tahun dan 6 tahun. Tanah gambut dengan umur tanaman 1 tahun berbeda nyata dengan tanah mineral umur tanaman 6 tahun. Tanah mineral dengan umur tanaman 2 tahun berbeda nyata dengan tanah mineral dengan umur tanaman 6 tahun. Selain itu, tanah gambut dengan umur tanaman 2 tahun berbeda nyata dengan tanah gambut dan mineral dengan umur tanaman 3 tahun dan 6 tahun. Sedangkan tanah gambut dengan umur tanaman 3 tahun dan tanah mineral umur 3 tahun berbeda nyata dengan tanah mineral dengan umur tanaman 6 tahun serta tanah mineral dengan umur tanaman 6 tahun berbeda nyata dengan tanah gambut dengan umur tanaman 6 tahun. Nilai tengah persentase tanaman terhambat tertinggi terdapat pada tanah mineral dengan umur tanaman 6 tahun yaitu 23,07 % sedangkan persentase tanaman terhambat terendah terdapat pada tanah gambut umur tanaman 1 tahun yaitu 1,99 %. Pada Gambar 16. di atas terlihat bahwa besarnya persentase tanaman terhambat pada tanah mineral yang didominasi jenis Podsolik Kromik dan Podsolik Haplik lebih besar dibandingkan pada tanah gambut jenis saprist dangkal pada umur tanaman 1 tahun, 2 tahun, 3 tahun dan 6 tahun.
52
5.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persentase Tanaman Terhambat di Kebun Inti Dalam analisis ini digunakanlah Metode Kuantifikasi Hayashi 1 untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya persentase tanaman terhambat di kebun inti. Terdapat 14 variabel penjelas (Explanatory Variabel) yang digunakan antara lain umur tanaman, jenis tanah (gambut atau mineral), divisi, C-organik, N-organik, KTK, P2O5, P-tersedia, K-dd, Kej-Al, pH-H2O, Kelas lereng, Kondisi Drainase, dan Kelas Kesesuaian Lahan. Hasil Analisis Kuantifikasi Hayashi 1 menunjukkan bahwa nilai R2 yang didapatkan adalah 0,7495. Hasil tersebut menunjukkan bahwa model Hayashi tersebut dapat menjelaskan 74,95 % keragaman data. Terdapat 25,05 % ragam yang tidak dapat dijelaskan dengan variabel penjelas yang digunakan. Variabel yang secara nyata mempengaruhi persentase tanaman terhambat ditunjukkan oleh nilai korelasi parsial yang lebih dari batas kritis (r). Dengan menggunakan tingkat kepercayaan 95 % (α = 5 %) dan jumlah unit analisis sebanyak 53 unit ,maka nilai batas kritis (r) yang didapatkan adalah 0,2917. Analisis Kuantifikasi Hayashi 1 juga menunjukkan elastisitas dari variabelvariabel penjelas terhadap perubahan variabel tujuan yang ditunjukkan melalui nilai kisaran. Semakin besar nilai kisaran, maka semakin elastis variabel tersebut terhadap perubahan variabel tujuan. Nilai korelasi parsial dan nilai R2 terhadap besarnya persentase terhambat disajikan pada Tabel 8. Berdasarkan nilai korelasi parsial yang lebih besar dari batas kritis (r) didapatkan bahwa variabel-variabel yang berpengaruh nyata terhadap besarnya persentase terhambat adalah umur tanaman, jenis tanah, divisi, C-organik, Norganik, K-dd. Hubungan antara kategori variabel penjelas terhadap variabel tujuan dapat dilihat dari nilai skor kategori. Kategori variabel tujuan yang memiliki nilai skor kategori positif berperan positif (meningkatkan skor terkait dengan variabel tujuan) dan sebaliknya. Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 15, dapat diketahui bahwa faktor umur tanaman yang berkorelasi positif terhadap besarnya persentase tanaman terhambat adalah tahun tanam 2003, sedangkan tahun tanam 2006, 2007, dan 2008 mempunyai korelasi negatif terhadap besarnya persentase tanaman terhambat. 53
Tabel 8. Nilai Korelasi Parsial dan Nilai Skor Kategori Analisis Kuantifikasi Hayashi 1 pada Besarnya Persentase Tanaman Terhambat Faktor
Kategori
Frekuensi
Umur tanaman
1= 6 tahun 2= 3 tahun 3= 2 dan 1 tahun Jenis tanah 1=mineral 2=gambut Divisi 1=divisi 1 2=divisi 2 3=divisi 3dan 4 C-organik 1=rendah 2=sedang 3=tinggi N-organik 1=rendah 2=sedang 3=tinggi KTK 1=rendah 2=sedang 3=tinggi P2O5 1=rendah 2=sedang 3=tinggi P-tersedia 1=rendah 2=sedang 3=tinggi K-dd 1=rendah 2=sedang 3=tinggi Kej-Al 1=rendah 2=sedang 3=tinggi pH H2O 1=masam 2=sangat masam Kelas lereng 1=0-8% 2=9-15% 3=16-25% Kondisi drainase 1=baik 2=buruk Kelas kesesuaian 1=S2 lahan 2=S3 3=N Konstanta R R2
Kategori
Kisaran
5 31 17 24 29 7 10 36 23 2 28 19 6 28 9 9 35 16 9 28 17 27 9 6 37 8 36 16 1 26 27 38 5 10 23 30 16
14,433 -0,239 -3,809 4,580 -3,791 -2,666 -3,242 1,419 -8,833 15,837 6,125 0,802 -6,285 0,802 -7,341 7,767 -0,109 0,571 -2,789 0,571 1,384 -1,333 1,384 -1,377 0,626 -1,519 3,693 -7,172 -18,207 -0,000 0,000 -1,591 3,867 4,111 7,137 -5,471 -0,000
18
Korelasi Parsial 0,782*
8
0,362*
5
0,432*
25
0,450*
7
0,558*
15
0,003
3
0,004
3
0,006
2
0,545*
22
0,003
0
-0,002
6
0,003
13
-0,002
0
0,002
10 27
-0,000 0,000 11,453 0,866 0,749
Keterangan : * nyata pada taraf α 5% = 0,05 54
Hal ini menunjukkan bahwa teknologi yang digunakan dalam proses penanaman semakin baik dari tahun ke tahun sehingga persentase tanaman terhambat berkurang. Besarnya umur tanaman diduga tidak berpengaruh terhadap persentase tanaman terhambat karena sebagian besar tanaman yang kondisinya terhambat sulit untuk menjadi tanaman normal kembali sehingga sering dilakukan penyisipan pada tanaman terhambat tersebut. Pada faktor jenis tanah dapat diketahui bahwa kategori tanah mineral berkorelasi positif, sedangkan tanah gambut berkorelasi negatif terhadap besarnya persentase tanaman terhambat di kebun inti. Hal ini diduga karena teknologi pengelolaan gambut yang digunakan pada blok-blok yang dianalisis relatif baik dan tepat guna.
Pada faktor divisi dapat diketahui bahwa divisi III dan IV
berkorelasi positif, sedangkan divisi I dan II berkorelasi negatif terhadap besarnya persentase tanaman terhambat. Faktor divisi mencerminkan tingkat pengelolaan yang dilakukan. Dari hasil analisis dapat diketahui bahwa divisi I dan II mempunyai tingkat pengelolaan lahan yang lebih baik bila dibandingkan dengan divisi III dan IV. Besarnya persentase tanaman terhambat juga dipengaruhi oleh kadar Corganik tanah. Kadar C-organik dengan kategori sedang dan tinggi mempunyai korelasi yang positif terhadap besarnya persentase tanaman terhambat sedangkan kategori rendah mempunyai korelasi yang negatif. Menurut hasil survei detil kebun inti, kadar C-organik tanah di kebun inti berkisar sangat rendah sampai rendah, kecuali pada tanah gambut yang tergolong tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa kadar C-organik tinggi terdapat pada tanah gambut sehingga persentase tanaman terhambat lebih tinggi karena banyak tanaman doyong akibat tanahnya mengalami subsidence di tanah gambut. Faktor N-organik menunjukkan bahwa kategori rendah dan tinggi berkorelasi positif terhadap besarnya persentase tanaman terhambat, sedangkan kategori sedang mempunyai korelasi negatif terhadap besarnya persentase tanaman terhambat. N-organik merupakan N yang sebagian besar berasal dari dekomposisi bahan organik. N-organik harus mengalami proses mineralisasi melalui dekomposisi bahan organik agar tersedia bagi tanaman yang dilakukan oleh mikroorganisme tanah. N-organik mencerminkan ketersediaan N dalam tanah 55
tanpa suplai pupuk N dari luar. Ketersediaan N yang kecil dapat diatasi dengan penambahan pupuk N sehingga ketersediaannya cukup bagi tanaman. Namun, penambahan N dalam bentuk pupuk N tidak boleh berlebihan karena tidak efisien dan berpengaruh kurang baik bagi tanaman. Menurut Leiwakabessy, et al., (2003) kelebihan N menyebabkan pertumbuhan vegetatif berlangsung hebat sekali dan warna daun menjadi hijau tua dan akan memperlambat proses pematangan. Namun, kekurangan N juga menyebabkan pertumbuhan tanaman tertekan dan daun-daun menjadi kering. Faktor K-dd menunjukkan bahwa kategori yang berkorelasi positif terhadap besarnya tanaman terhambat adalah kategori sedang. Kategori rendah dan tinggi mempunyai korelasi yang negatif terhadap persentase tanaman terhambat. Hal ini diduga terkait dengan jenis tanah pada kategorisasi faktor K-dd. Dari identifikasi basis data diketahui bahwa kelompok unit analisis yang memiliki kadar K-dd kategori sedang dominan berjenis tanah gambut sangat dalam, oleh karena itu jumlah tanaman terhambatnya lebih banyak. Sementara itu unit analisis yang memiliki kadar K-dd kategori rendah dan tinggi umumnya merupakan tanah mineral yaitu Kambisol Eutrik.
56